Peran Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

Embed Size (px)

Citation preview

Peran Kepala sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Di setiap organisasi posisi dan peran pimpinan selalu sangat sentral. Maju dan mundurnya organisasi sangat tergantung pada sejauh mana pimpinan mampu berimajinasi untuk memajukan organisasinya. Demikian pula dalam konteks sekolah sebagai organisasi, maka posisi kepala sekolah juga sangat penting dalam memajukan lembaga yang dipimpinnya. Bila mutu pendidikan di suatu sekolah hendah diperbaiki, maka kuncinya ada pada kepemimpinan yang kuat.

Kepala sekolah sebagai individu yang bertanggung jawab di sekolah mempunyai kewajiban untuk berusaha agar semua potensi yang ada di lembaganya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Oleh karenya, kepemimpinan kepala sekolah menjadi salah satu faktor penting yang dapat mendorong sumber daya sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah.

Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus mampu memobilisasi sumber daya sekolah, dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi program sekolah, pengembangan kurikulum, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat dan penciptaan iklim sekolah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa peran kepala sekolah sebagai leader, harus memiliki beberapa kemampuan yang meliputi kemampuan baik dari segi kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi.

Adapun menurut Wijono, tugas seorang kepala sekolah secara garis besar dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu administrasi material, administrasi personel dan administrasi kurikulum. Administrasi material adalah administrasi yang menyacup bidang-bidang material sekolah seperti ketatausahaan sekolah, keuangan, pergedungan, perlengkapan, dan lain-lain. Administrasi personel adalah administrasi yang mencakup administrasi keguruan, kemuridan, dan pegawai sekolah lainnya. Administrasi kurikulum adalah administrasi yang mencakup penyusunan kurikulum, pembinaan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum. Kepemimpinan dan administratif pendidikan yang berhasil bagi kepala sekolah adalah diarahkan pada pengembangan aktifitas pengajaran dan belajar siswa.

Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut tak lepas dari peran kepala sekolah sebagai pengelola dalam lembaga pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sini adalah usaha-usaha yang dilakukan kepala sekolah untuk mencapai kemajuan dan kesempurnaan pendidikan yang dipercayakan kepadanya. Berikut ini penulis akan uraikan tentang peran kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, yang meliputi perannnya sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator.

1. Kepala Sekolah sebagai Pendidik (Edukator) Sebagai edukator, kepala sekolah bertugas untuk membimbing guru, tenaga kependidikan, peserta didik, mengikuti perkembangan iptek, dan memberi teladan yang baik. Dalam melakukan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti team teaching, moving class dan mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.

Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai edukator, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar peserta didik adalah sebagai berikut: a) mengikutsertakan guru-guru dalam penataran, atau pendidikan lanjutan; b) menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik; c) menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah, dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan, serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran; dan sebagainya.

2. Kepala Sekolah sebagai Manajer Untuk melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk: a) memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau

kooperatif; b) memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya; dan c) mendorong keterlibatan seluruh yang menunjang program sekolah.

3. Kepala Sekolah sebagai Administrator Administrasi merupakan suatu proses yang menyeluruh dan terdiri dari bermacam kegiatan atau aktivitas di dalam pelaksanaannya. Sebagai administator, kepala sekolah bertanggung jawab atas kelancaran segala pekerjaan dan kegiatan administratif di sekolahnya. Aktivitas administratif adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan, penyusunan dan dokumentasi program dan kegiatan sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah juga dituntut untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan.

4. Kepala Sekolah sebagai Supervisor Supervisi juga dapat diartikan sebagai pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar dengan lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Kepala sekolah sebagai supervisior mempunyai peran dan tanggung jawab untuk membina, memantau, dan memperbaiki proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Supervisi kepala sekolah dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.

Di antara tugas-tugas kepala sekolah sebagai supervisor adalah: 1) Membantu stafnya menyusun program; 2) Membantu stafnya mempertinggi kecakapan dan keterampilan mengajar; dan 3) Mengadakan evaluasi secara kontinyu tentang kesanggupan stafnya dan tentang kemajuan program pendidikan pada umumnya. Keberhasilan peran kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh: 1) meningkatnya kesadaran guru dan staf untuk meningkatkan kinerjanya; dan 2) meningkatakan keterampilan guru dan staf dalam melaksanakan tugasnya.

5. Kepala Sekolah sebagai Leader Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong

sekolah dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui programprogram yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus mampu mempengaruhi dan menggerakkan sumber daya sekolah dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi program sekolah, pengembangan kurikulum, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat, penciptaan iklim sekolah, dan sebagainya.

6. Kepala sekolah Sebagai Inovator Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai inovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Peran kepala sekolah sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktir, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan obyektif, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan fleksibel.

7. Kepala sekolah Sebagai Motivator Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat tumbuh melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan pusat sumber belajar. 1. Kepala Sekolah sebagai Pendidik (Edukator) Sebagai edukator, kepala sekolah bertugas untuk membimbing guru, tenaga kependidikan, peserta didik, mengikuti perkembangan iptek, dan memberi teladan yang baik. Dalam melakukan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti team teaching, moving class

dan mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.

Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai edukator, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar peserta didik adalah sebagai berikut: a) mengikutsertakan guru-guru dalam penataran, atau pendidikan lanjutan; b) menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik; c) menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah, dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan, serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran; dan sebagainya.

2. Kepala Sekolah sebagai Manajer Untuk melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk: a) memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau kooperatif; b) memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya; dan c) mendorong keterlibatan seluruh yang menunjang program sekolah.

3. Kepala Sekolah sebagai Administrator Administrasi merupakan suatu proses yang menyeluruh dan terdiri dari bermacam kegiatan atau aktivitas di dalam pelaksanaannya. Sebagai administator, kepala sekolah bertanggung jawab atas kelancaran segala pekerjaan dan kegiatan administratif di sekolahnya. Aktivitas administratif adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan, penyusunan dan dokumentasi program dan kegiatan sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah juga dituntut untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan.

4. Kepala Sekolah sebagai Supervisor Supervisi juga dapat diartikan sebagai pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar dengan lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Kepala sekolah

sebagai supervisior mempunyai peran dan tanggung jawab untuk membina, memantau, dan memperbaiki proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Supervisi kepala sekolah dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.

Di antara tugas-tugas kepala sekolah sebagai supervisor adalah: 1) Membantu stafnya menyusun program; 2) Membantu stafnya mempertinggi kecakapan dan keterampilan mengajar; dan 3) Mengadakan evaluasi secara kontinyu tentang kesanggupan stafnya dan tentang kemajuan program pendidikan pada umumnya. Keberhasilan peran kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh: 1) meningkatnya kesadaran guru dan staf untuk meningkatkan kinerjanya; dan 2) meningkatakan keterampilan guru dan staf dalam melaksanakan tugasnya.

5. Kepala Sekolah sebagai Leader Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui programprogram yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus mampu mempengaruhi dan menggerakkan sumber daya sekolah dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi program sekolah, pengembangan kurikulum, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat, penciptaan iklim sekolah, dan sebagainya.

6. Kepala sekolah Sebagai Inovator Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai inovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Peran kepala sekolah sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktir, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan obyektif, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan fleksibel.

7. Kepala sekolah Sebagai Motivator Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat tumbuh melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan pusat sumber belajar.

1 Inovasi dalam bidang Kurikulum Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh. Berbagai kurikulum yang mewarnai dunia pendidikan di Indonesia : 1. Rencana Pelajaran 1947

kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan ( dalam bahasa belanda) artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa inggris). asas pendidikan ditetapkan pancasila. rencana pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. 2. Rencana Pelajaran Terurai 1952

kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut rencana pelajaran terurai 1952.

3. Kurikulum 1968 kelahiran kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk orde lama. tujuannya pada pembentukan manusia pancasila sejati. kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. jumlah pelajarannya 9. 4. Kurikulum 1975 kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito, AK, M.Si, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. 5. Kurikulum 1984 kurikulum 1984 mengusung process skill approach. meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. kurikulum ini juga sering disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. model ini disebut cara belajar siswa aktif (CBSA) atau student active leaming (SAL). 6. Kurikulum 1994 dan suplemen kurikulum 1999 kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. jiwanya ingin mengkombinasikan antara kurikulum 1975 dan kurikulum 1984, antara pendekatan proses, kata mudjito menjelaskan. 7. Kurikulum 2004 bahasa kerennya kurikulum berbasis kompetensi (KBK). setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. 8. KTSP 2006 awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. muncullah kurikulum tingkat satuan pendidikan. pelajaran ktsp masih tersendat. tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan kurikulum 2004. perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi

dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh departemen pendidikan nasional. INOVASI KURIKULUM DI SEKOLAH DASAR Yang dimaksud dengan Inovasi Kurikulum adalah suatu pembaharuan atau gagasan yang diharapkan membawa dampak terhadap kurikulum itu sendiri. Tanpa ini bukan hanya pada pengernbangan, melainkan juga terhadap proses pendidikan sebagai implementasi suatu kurikulum menyeluruh,. termasuk terhadap penerapan pendidikan agama di SD. Sebagai contoh dari inovasi kurikulum antara lain :y

Dari sisi bentuk dan organisasi inovasinya berupa perubahan dari kurikulum 1968 menjadi kurikulum 1975 dan dan kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1975 yang disempurnakan dan dengan lahirnya Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan riasional maka terjadilah perubahan kurikulum pada tahun 1994.

y

Dan sisi psikologi timbul masalah berkenaan dengan pendekatan belajar-mengajar yang bau, maka muncul berbagai inovasi seperti keterampilan proses, CBSA dan belajar tuntas.

y

Dari sisi sosiologis timbul masaah berkenaan dengan tuntutan masyarakat modern yang semakin tinggi dan kompleks sehingga muncu1 inovasi berupa masuknya maka peajaran keterampi1an, adanyal kerja dan gagasan muatan lokal.

y

Dari sisi penyampaian pengajaran, inovasi berupa sistem modul paket untuk pendidikan luar sekolah dan metode SAS (Struktural Analisis Sintesis) untuk belajar membaca Aiquran. Dalam menyusun dan menetapkan suatu kurikulum tentulah dengan mempertimbangkan dan mempedomani dasar-dasar pengembangan. Dasar-dasar pengembangan kurikulum dimaksud adalah :

y y y y

Asas filosofis : filsafat dan tujuan pendidikan; Asas psikologis : psikologi be1ajar dan psikologi anak; Asas sosiologis : masyarakat; Asas organisatoris: bentuk dan organisasi kurikulum, Keempat asas yang menjadi dasar pengembangan kurikulum dapat berkembang atau bahkan berubah sama sekali dan yang demikian itu akan mempengaruhi kurikulum. Adapun perkembangan dan perubahan yang akhik-akhir ini terjadi dan masalah nasional antara lain:

y

Dari sisi asas filosofis: filsafat dan tujuan pendidikan timbul masalah, yaitu dengan adanya unsur baru dalam GBHN mengenal tujuan pendidikan nasional, Sebagai contoh : Pada GBHN 1988 yang dipandang unsur baru. dalam tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Kemudian pada tanggal 27 Maret 1989 disahkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal-pasal yang berkenaan dengan peningkatan kualitas aritara lain: Pasal 4: Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dam rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemayarakatan dan kebangsaan. Yang menjadi masalah nasional dalam hal pendidikan adalah bagaimana upaya meningkatkan mutu pendidikan dalam kondisi Indonesia seperti sekarang ini berhadapan dengan kondisi dunia yang tengah maju pesat dan di mana kita tidak bisa melepaskari diri dari pengaruh gllobalisasi dalam era arus informasi.Dari sisi asas psikologis, khususnya psikologi belajar dan psikologi anak berkembang beberapa masalah yang pada akhirnya rnenjadi masalah nasional kita pula, antara lain :

y

Munculnya sanggahan terhadap pandangan mengenai kemampuan dan hasil belajar murid yang selama ini bahwa pada umumnya kemampuan murid di kelas secara normal berada pada angka rata-rata. Sekolompok kecil murid berada pada posisi kurang ; mayoritas pada posisi sedang (kebanyakan atau rata-rata berada pada posisi demikian) dait sekolompok kecil lagi berada pada posisi penguasaan tinggi.

y

Dari sisi asas sosiologis : dengan perkembangan dan kemauan masyarakat, timbul masalah karena tuntutan kehidupan di zaman modern semakin tinggi dan kompleks. Pertumbuhan dan kemajuan dibidang Iptek menuntuk perubahan organisasi dan sistem kerja di lembaga-lembaga pemerintahan dan swasta.

y

Dan sisi asas organisatoris; bentuk dan organisasi kurikulum, timbul masalah yaitu dengan tuntutan masyarakat modern yang semakin tinggi tadi, beban materi atau isi kurikulum yang harus diberikan sekolah semaki banyak, Hal itu menuntut pemilihan bentuk dari organisasi kurikulum yang Iebih cocok dan luwes.

y

Dari sisi pengalaman empiris dengan membanding antara apa yang menjadi cita-cita dari isi kurikulum dengan kenyataan hasil pelaksanaan kurikulum, juga dapat timbul masalah manakala basil pelaksanaan itu masih jauh dari apa yang dicita-citakan tadi. Misalnya saja mengenal cita-cita pemerataan pendidikan masih belum terjangkau sepenuhnya : juga mengenal peningkatan mutu pendidikan walau selalu dicanangkan, namun hasilnya belum memadai. 2. Paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas secara efektif dan efisien, perlu didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam hal ini, pengembangan SDM merupakan proses peningkatan kemampuan manusia agar mampu melakukan pilihan-pilahan. Proses pengembangan SDM tersebut harus menyentuh berbagai bidang kehidupan yang tercermin dalam pribadi pimpinan, termasuk pemimpin pendidikan, seperti kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pememliharaan sarana dan prasarana. Namun kenyataan dilapangan masih banyak kepala sekolah yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan ini disebabkan karena dalam proses pengangkatannya tidak ada trasnfaransi, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas, dan seringnya datang terlambat serta banyak faktor penghambat lainnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses, dan output) Berdasarkan uraian di atas penyusun sangat tertarik untuk membahas profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah. Untuk mempermudah dalam pemahaman pemabahasan ini, berikut penyusun sajikan kerangka teoritisnya.

Pembiayaan (cost), cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh pembiayaan, baik pembiayaan pada awal (penggunaan) maupun pembiayaan untuk pembinaan selanjutnya. Walaupun diketahui pula bahwa biasanya tingginya pembiayaan ada kaitannya dengan kualitas inovasi itu sendiri. Misalnya penggunaan modul di sekolah dasar. Ditinjau dari pengembangan pribadi anak, kemandirian dalam usaha (belajar) mempunyai nilai positif, tetapi karena pembiayaan mahal maka akhirnya tidak dapat disebarluaskan.

rangkaian elektronika Manajemen pembiayaan pendidikan berbasis sekolah merupakan bagian dari kegiatan pembiayaan pendidikan,yang secara keseluruhan menuntut kemampuan madrasah/sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi, serta mempertanggungjawabkannya secara efektif dan transpran. Dalam penyelenggaraan pendidikan di madrasah/sekolah, manajemen pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang takterpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, manajemen pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah perlu dilakukan untuk menunjang penyediaan sarana dan prasarana dalam rangka mengefektifkan kegiatan pembelajaran, dan meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi kegiatan manajemen pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah tersebut, dan mengapa prosedur tersebut dilakukan, maka perlu adanya pengkajian khusus. Dari berbagai hasil kajian konseptual dapat dideskripsikan bahwa manajemen pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pertanggung jawaban. a. Perencanaan Pembiayaan Pendidikan Berbasis Madrasah/Sekolah Perencanaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah sedikitnya mencakup dua kegiatan, yakni penyusunan anggaran dan pengembangan rencana anggaran belanja madrasah/sekolah (RAPBM). 1. Penyusunan Anggaran Pembiayaan

Penyusunan anggaran pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah atau anggaran belanja madrasah/sekolah (ABM), biasanya dikembangkan dalam format-format meliputi 1). Sumber pendapatan, dan 2). Pengeluaran untuk kegiatan belajar mengajar, pengadaan dan pemeliharaan sarana prasarana, bahan-bahan dan alat pelajaran,honorarium dan kesejahteraan. LIPHAM Perencanaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah memerlukan data yang akurat dan lengkap sehingga semua perencanaan kebutuhan untuk masa yang akan datang dapat diantisipasi dalam rancangan anggaran. Beberapa faktor yang turut mempengaruhi perencanaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah antara lain: laju pertumbuhan peserta didik, pengembangan program, perbaikan serta peningkatan pendekatan pembelajaran. Memperhatikan pendapat Morphet (1975), dapat diidentifikasi beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaiatan dengan perencanaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah atau anggaran belanja madrasah/sekolah, sebagai berikut: a. Anggaran belanja madrasah/sekolah harus dapat mengganti beberapa peraturan dan prosedur yang tidak efektif sesuai dengan perkembangan kebutuhan pendidikan. b. Merevisi peraturan dan input lainyang relevan, dengan merancang pengembangan system secara efektif. c. Memonitor dan menilai keluaran pendidikan secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai bahan perencanaan tahap berikutnya. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa perencanaan pembiayaan pendidikkan berbasis madrasah/sekolah dapat dikembangkan secara efektif jika didukung oleh beberapa sumber yang esensial, seperti:sumber daya manusia yang kompeten dan mempuanyai wawasan yang luas tentang dinamika sosial masyarakat, tersedia informasi yang akurat dan tepat untuk menunjang pembuatan keputusan, menggunakan manajemen dan teknologi yang tepat dalam perencanaan, dan tersedianya dana yang memadai untuk menunjang pelaksanaan kegiatan.

2. Pengembangan Rencana Anggaran Belanja madrasah/sekolah Proses pengembangan RAPBM pada umumnya menempuh langkah-langkah dengan prosedur sebagai berikut: a. Pada Tingkat Kelompok Kerja Kelompok kerja yang dibentuk oleh madrasah/sekolah, yang terdiri dari para wakil kepala

madrasah/sekolah memiliki tugas antara lain melakukan identifikasi kebutuhan-kebutuhan biaya yang harus dikeluarkan, selanjutnya diklasifikasikan dan dilakukan perhitungan sesuai dengan kebutuhan. Dari hasil analisis kebutuhan biaya yang dilakukan oleh kelompok kerja selanjutnya dilakukan seleksi alokasi yang diperkirakan mendesak dan tidak bisa dikurangi, sedangkan yang dipandang tidak mengganggu kelancaran kegiatan pendidikan, khususnya proses pembelajaran maka dapat dilakukan pengurangan biaya sesuai dengan dana yang tersedia.

b. Pada Tingkat Kerja Sama dengan Komite Sekolah/Majelis madrasah/sekolah Kerjasama antara komite sekolah/majelis madrasah/sekolah dengan kelompok kerja yang telah terbentuk perlu dilakukan untuk mengadakan rapat pengurus dan rapat anggota dalam rangka mengembangkan kegiatan yang dilakukan sehubungan dengan RAPBM. c. Sosialisasi dan Legalitas Setelah RAPBM dibicarakan dengan komite sekolah/majelis madrasah/sekolah selanjutnya disosialisasikan kepada berbagai pihak. Pada tahap sosialisasi dan legalitas ini kelompok kerja melakukan konsultasi dan laporan pada pihak pengawas, serta mengajukan usulan RAPBM kepada Kanwil Departemen Agama untuk mendapat pertimbangan dan pengesahan.

b. Pelaksanaan dan Pengalokasian Pembiayaan Pendidikan Berbasis madrasah/sekolah Pelaksanaan dan pengalokasian pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah pada garis besarnya dapat dikelompokkan kedalam dua kegiatan, yaitu penerimaan dan pengeluaran. 1. Penerimaan Penerimaan pembiayaan pendidikan madrasah/sekolah dari sumber-sumber dana perlu dibukukan berdasarkan prosedur pengelolaan yang selaras dengan ketetapan yang disepakati, baik berupa konsep teoritis maupun peraturan pemerintah. Paragraph dua sama Prosedur pembukuan penerimaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah dilingkungan departemen agama, nampaknya menganut pola paduan antara pengaturan pemerintah pusat dengan dan madrasah/sekolah. Dalam hal ini ada beberapa anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang intinya pihak madrasah/sekolah tidak boleh menyimpang dari petunjuk penggunaan atau pengeluarannya dan madrasah/sekolah hanya sebagai pelaksana

pengguna dalam tingkat mikro kelembagaan. Dengan demikian, pola manajemen pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah terbatas pada pengelolaan dana tingkat operasional. Salah satu kebijakan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah adalah adanya pencarian tambahan dana dari masyarakat, selanjutnya cara pengelolaannya dipadukan sesuai tatanan yang lazim sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun demikian, sesuai dengan amanat otonomi daerah dan desentralisai pendidikan dengan pengembangan konsep manajemen berbasis madrasah/sekolah, maka madrasah/sekolah memiliki kewenangan dan kekuasaan yang cukup lebar dalam kaitannya dengan manajemen pembiayaan untuk mencapai efektifitas pencapaian tujuan madrasah/sekolah. Pada umumnya disetiap madrasah/sekolah telah ditetapkan bendahara sesuai dengan peran dan fungsinya, dan sebagai atasan langsungnya adalah kepala madrasah/sekolah. Uang yang dibukukan merupakan aliran masuk dan keluar setelah mendapat perintah dari atasan langsung. Sedangkan uang yang diterima dari masyarakat, ditunjuk bendahara lain dengan sepengatahuan dan kesepakatan komite sekolah/majelis madrasah/sekolah ditunjuk dari anggota sesuai dengan persetujuan musyawarah. Berkaitan dengan aliran keuangan yang berasal dari masyarakat, madrasah/sekolah dalam hal ini pengguna harus mendapat persetujuan komite sekolah/majelis madrasah/sekolah.

2. Pengeluaran Dana yang diperoleh dari berbagai sumber perlu digunakan secara efektif dan efisien, artinya setiap perolehan dana dalam pengeluarannya harus didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang telah disesuaikan dengan perencanaan pembiayaan pendidikan di madrasah/sekolah. Pengeluaran madrasah/sekolah berhubungan dengan pembayaran keuangan madrasah/sekolah untuk pembelian beberapa sumber atau input dari proses madrasah/sekolah seperti pendidik, tenaga kependidikan, perlengkapan dan fasilitas. Dalam manajemen pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah, pengeluaran keuangan harus dibukukan sesuai dengan polayang tetapkan oleh peraturan. Beberapa hal yang harus dijadikan patokan bendahara dalam pertanggung-jawaban pembukuan, meliputi format buku kas harian, buku tabelaris dan format laporan daya serap penggunaan anggaran serta beban pajak. Aliaran pengeluaran keuangan harus dicatat sesuai dengan waktu serta peruntukkannya. Untuk mengefektifkan pembuatan perencanaan pembiayaan pendidikan berbasis

madrasah/sekolah, maka yang sangat bertanggung jawab sebagai pelaksana adalah kepala madrasah/sekolah. Kepala madrasah/sekolah harus mampu mengembangkan sejumlah dimensi perbuatan administratif. Kemampuan untuk menerjemahkan program pendidikan kedalam ekuivalensi keuangan merupakan hal penting dalam penyusunan anggaran belanja. Perencanaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah harus dapat membuka jalan bagi pengembangan dan penjelasan konsep-konsep tentang tujuan pendidikan yang diinginkan dan merancang cara-cara pencapaiannya. Dalam manajemen pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah penyusunan anggaran belanja madrasah/sekolah dilaksanakan oleh kepala madrasah/sekolah dibantu para wakilnya yang tetapkan oleh kebijakan madrasah/sekolah, serta komite sekolah/majelis madrasah/sekolah dibawah pengawasan pemerintah. c. Evaluasi dan Pertanggungjawaban Evaluasi dan pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dicapai harus dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pertanggungjawaban merupakan pembuktian dan penentuan bahwa apa yang dimaksud sesuai dengan yang dilaksanakan, sedangkan apa yang dilaksanakan sesuai dengan tugas. Proses ini menyangkut pertanggungjawaban penerimaan, penyimpanan, dan pembayaran atau penyerahan dana kepada piha-pihak yang berhak. Evaluasi dan pertanggungjawaban pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah dapat diidentifikasi kedalam tiga hal,yaitu pengendalian penggunaan alokasi dana, bentuk pertanggungjawaban dana pendidikan tingkat madarasah, dan keterlibatan pengawasan pihak eksternal madarash. 1. Evaluasi Dalam evaluasi pembiayaan pendidikan, pengawasan merupakan salah satu proses yang harus dilakukan dalam manajemen pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah. Pelaksanaan pengawasan dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan dan kewenangan, karena kebutuhan merupakan bagian dari pengawasan yang melekat. Dalam manajemen pembiyaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah, kepala madrasah/sekolah perlu mengadakan pengendalian pengeluaran keuangan selaras dengan anggaran belanja tang telah ditetapkan. Artinya kepala madrasah/sekolah sebagai pimpinan bertanggungjawab terhadap masalah internal manajemen pembiayaan sebagai atasan langsung. Pengawasan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah harus dilakukan melalui aliran

masuk dan keluar uang yang dibutuhkan oleh bendahara. Hal itu dilakukan mulai dari proses keputusan pengeluaran pos anggaran, pembelanjaan, perhitungan dan penyimpanan barang oleh petugas yang ditunjuk. Secara administrasi pembukuan setiap pengeluaran dan pemasukan setiap bulan ditandatangani sebagai berita acara. Kepala madrasah/sekolah sebagai atasan langsung pertanggungjawab penuh atas pengendalian, sedangkan pengawasan dari pihak berwenang melalui peemeriksaan yang diaksanakan oleh instansi vertical, seperti petugas dari Departemen Agama dan Bawasda. Prosedur pengendalian penggunaan alokasi anggaran sifatnya sangat normatif administratif. Artinya penenuhan pengendalian masih terbatas pada angka kuantitatif yang terdokumentasi. Dengan demikian aspek-aspek realistis penggunaan sulit diukur secara obyektif. Persoalan tersebut sering terjadi disetiap madrasah/sekolah, hal tersebut dikarenakan belum berjalannya fungsi administrasi keuangan diamana aliran uang dan barang teridentifikasi sesuai dengan peran dan fungsinya. 2. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban penerimaan dan penggunaan pembiayaan pendidikan berbasis madrasah/sekolah dilaksanakan dalam bentuk laporan bulanan dan triwulan kepada: a. Kepala Kanwil Departemen Agama, up. Kepala Bidang Mapenda Islam/Bagais/TOS b. Kantor Departemen Agama setempat. Khusus untuk keuangan komite sekolah/majelis madrasah/sekolah, bentuk pertanggungjawaban terbatas pada tingkat pengurus dan secara tidak langsung kepada orang tua peserta didik. 3. Keterlibatan Pengawasan Pihak Eksternal madrasah/sekolah Sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya, pengawas keuangan pihak eksternal madrasah/sekolah dilaksanakan oleh petugas Bawasda dan Departemen Agama baik dana yang bersumber dari pemerintah maupun dana dari masyarakat (orang tua peserta didik). Pengawasan manajemen pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh Bawasda dan Departemen Agama tersebut dilakukan secara rutin satu tahun sekali melalui pemeriksaan pembukuan keuangan madrasah/sekolah

Visi dan Misi Sekolah

1. Visi Sekolah : Berprestasi melalui Pengembangan Kompetensi yang Inovatif (BANGKIT)

Indikator : 1. 2. Memiliki dokumen kurikulum (dokumen I dan dokumen II) secara lengkap Peningkatan layanan sertaberbasis ICT pendidikan kepada siswa melalui pembelajaran yang inovatif

(information and

communication technology)

dengan

menerapkan

pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) 3. 4. 5. 6. Rata-rata pencapaian ketuntasan kompetensi minimal 7,00 Semua guru minimal berpendidikan S-1 Minimal 90 % guru layak mengajar sesuai dengan ijazahnya Memiliki Prasarana perpustakaan, ruang UKS, ruang ibadah, ruang laboratorium IPA, ruang kepala sekolah, ruang guru, gudang, kamar mandi/WC (sesuai dengan Standar Sarana Prasarana 7. Memiliki telepon dan akses internet

8.

Melaksanakan

secara

konsisten

aspek-aspek

dalam

manajemen

berbasis

sekolah

(otonomi/kemandirian, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas dan sustainabilitas) 9. Memiliki minimal 75 % perangkat media pembelajaran

10. Melaksanakan sistem penilaian yang komprehensif sesuai dengan standar penilaian

2. Misi Sekolah

1)

Pelaksanaan proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif untuk meningkatkan kualitas akademik seluruh mata pelajaran.

2)

Pelaksanaan

nuansa

budaya

Islami

bagi

seluruh

warga

sekolah

dalam

rangkamembentuk karakter siswa yang memiliki budi pekerti, sikap, dan perlaku yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

3)

Pelaksanaan

kegiatan meningkatkan

ekstrakurikuler (Olahraga Bola prestasi di bidang non-

Voli, Bulutangkis danKesenian Qosidah) untuk

akademis yang sesuai dengan minat dan bakat siswa.

Strategi Pelaksanaan Program Agar pelaksanaan program ekstrakurikuler seni qosidah ini berjalan dengan baik maka harus ada peningkatan peran unsur-unsur dalam organisasi sekolah. Hal ini sangat penting mengingat dalam setiap program harus selalu diperhitungkan setiap tantangan baik eksternal maupun internal. Tantangan Eksternal menunjuk pada beberapa hal yang sudah dijelaskan di atas, yaitu lebih kepada karakteristik lingkungan sosial budaya sekitar sekolah. Sedangkan tantangan internal menunjuk pada adanya perubahan sumber daya manusia baik guru maupun siswa yang semata-mata tidak hanya berdasarkan pada persyaratan penguasaan ilmu dan ketrampilan, tetapi juga pada persyaratan sikap dan semangat belajar, pengenalan bidang lapangan pekerjaan dan kepercayaan masyarakat serta semangat untuk memajukan sekolah (pendidikan). Dalam hal ini maka diperlukan tugas dan fungsi Kepala Sekolah, guru-guru dan staf, serta pihak komite sekolah.

1)

Tugas dan fungsi Kepala Sekolah dalam pelaksanaan program ekstrakurikuler seni qosidah, antara lain :

a)

mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler yang mempunyai nilai pendidikan yang efektif dan efisien serta berkelanjutan

b)

menentukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan program (misalnya pembuatan surat keputusan penunjukan guru pembimbing/pembina, pembuatan tata tertib, dukungan moral, dsb)

c) d) e)

membuat jaringan kemitraan / kerja sama dengan lembaga lain menyediakan fasilitas berupa sarana dan prasarana, mengalokasikan biaya, dan pemantauan kegiatan

2) a)

Tugas dan fungsi guru dalam pelaksanaan program ekstrakurikuler seni qosidah, antara lain : meningkatkan kemampuan personal skill siswa, berupa penanaman rasa tanggung jawab, kejujuran, motivasi siswa, dsb.

b)

meningkatkan sosial skill siswa dalam berhubungan dengan teman-temannya, dengan warga sekolah dan dengan warga masyarakat dan untuk lebih berapresiasi terhadap seni qosidah

c)

menumbuhkan kesan bahwa penguasaan siswa dalam program ini merupakan bagian dari kehidupan dan akan bermanfaat dalam kehidupan siswa, dsb.

Keberadaan kegiatan ekstrakurikuler diperlukan siswa sebagai media untuk mengembangkan potensi diri, selain itu diharapkan mampu mengangkat dan mengharumkan nama sekolah dengan prestasinya, khususnya prestasi non akademik. Kenyataan di lapangan, menunjukkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler mendapat proporsi yang tidak seimbang, kurang mendapat perhatian, bahkan cenderung disepelekan. Perhatian sekolah-sekolah juga masih kurang serius, hal ini terlihat dari kurangnya dukungan yang memadai baik dari segi dana, perencanaan, dan pelaksanaan, serta perannya sebagai bagian dari evaluasi keberhasilan siswa. Selain itu kecerdasan manusia tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektual saja, tetapi juga dilihat emosionalnya, kreativitasnya,religiusnya. Keberagaman kecerdasan ini sangat mungkin tidak terakomodasi selama proses pembelajaran. Sekolah hanya mengutamakan pencapaian logicaldan mathematical intelegence. Padahal potensi anak beragam dan sangat memungkinkan kecerdasan

tersebut dapat diasah melalui kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian pemahaman dan pengelolaan ektrakurikuler yang baik akan membentuk siswa yang kreatif, inovatif, dan beradab. Perencanaan kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pengambilan keputusan diadakan ekstrakurikuler adalah berdasarkan keputusan rapat, dan banyaknya siswa yang berminat. Tujuan dan program kerja difokuskan pada kegiatan perlombaan

Anggaran dana setiap ekstrakurikuler berbeda sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan yang diikuti ekstrakurikuler tersebut. (2) Pengorganisasian yang berkaitan dengan pemilihan personil diputuskan berdasarkan rapat dengan kriteriatertentu. Peran masing-masing personil sesuai dengan struktur organisasinya. Yayasan sebagai pelindung, kepala Madrasah sebagai penanggungjawab, Waka Kesiswaan sebagai perantara antara Kepala Madrasah dengan koordinator dan pelatih, koordinator yang menjalankan ekstrakurikuler dan pelatih membantu tugas koordinator sebagai pelaksana dalam hal memberikan pengajaran dan pelatihan. (3) Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler secara umum dilakukan rutin tiap minggu sekali, kecuali ekstrakurikuler drumband dua minggu sekali. Target pelaksanaannya secara umum difokuskan pada pencapaian prestasi non akademik melalui perlombaan yang diikutinya. Secara umum hambatan dalam pelaksanaannya dikarenakan minimnya dana, kurangnya minat siswa jika tidak ada perlombaan, dan kurangnya dukungan orangtua. Sedangkan faktor pendukung diantaranya adalah siswa yang bersemangat jika ada perlombaan atau event yang dihadiri, sarana yang memadai, dan pelatih yang profesional. (4) Pengawasan kegiatan ekstrakurikuler berkaitan dengan penilaian dari semua personil yang terlibat. Kinerja koordinator diawasi oleh Waka Kesiswaan, kinerja pelatih diawasi oleh Koordinator, dan perkembangan siswa diawasi oleh Pelatih. Semua pengawasan tersebut memiliki kriteria yang berbeda-beda dan pengawasannya dilakukan secara langsung namun belum ada instrumennya. meningkatkan perhatiannya terhadap pelaksanaan ekstrakurikuler, misalnya dengan turut serta melakukan pengawasan secara langsung terhadap pelaksanaan ekstrakurikuler, ikut serta memberikan masukan tentang pembuatan program kerja ekstrakurikuler. Kepada Guru Pembina Ekstrakurikuler (Koordinator), hendaknya membuat program kerja yang lebih rinci, membuat tata tertib bagi siswa dan pelatih ekstrakurikuler, serta membuat instrumen untuk pengawasan., hendaknya memberikan anggaran dana khusus bagi pelaksanaannya. Kepada Mahasiswa Jurusan

Administrasi Pendidikan, hendaknya turut membantu pihak-pihak sekolah yang lain berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikulernya dengan melakukan penelitian di sekolah yang lain sehingga bisa membandingkan keadaan di lapangan dengan teori yang pernah diterima di perkuliahan. Kepada Peneliti berikutnya, hendaknya melakukan penelitian pengembangan untuk mengetahui pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler yang akan datang dengan menambah situs penelitian. Kepada Kepala Sekolah pada umumnya, hendaknya bisa mengambil hal-hal yang positif mengenai pengelolaan ekstrakurikuler di MI Ma'arif Pagerwojo yang sekiranya dapat menunjang kemajuan ekstrakurikuler di sekolahnya. Kepada Pengawas Sekolah, hendaknya turut membantu peningkatan kegiatan ekstrakurikuler dengan secara terprogram melakukan pengawasan terhadap kegiatan ekstrakurikuler pula, tidak hanya masalah pembelajaran saja.Kepada Kepala Dinas Pendidikan, hendaknya memberikan penghargaan bagi sekolah yang memiliki prestasi non akademik yang baik, sehingga bisa memotivasi sekolah untuk selalu melakukan peningkatan kegiatan ekstrakurikulernya. Salah satu perkembangan yang sangat mengembirakan dewasa ini dalam masyarakat muslim Indonesia adalah munculnya sekolah Islam unggulan. Sekolah unggulan nampaknya memiliki karakteristik pada pengajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dan sekaligus ada penekanan pada religiusitas dan kesalehan melalui materi pelajaran keislaman.

Dalam perspektif sejarah, merebaknya sekolah unggulan Islam merupakan salah satu refleksi atas kelangkaan ulama, pemimpin dan ilmuan. Suatu masalah yang banyak dibicarakan masyarakat Indonesia, terutama karena telah meninggalnya ulama tua/senior. Berkembangnya sekolah unggulan Islam dimaksudkan untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan sinergis di bidang Imtak dan Iptek (Sinergi, 1998).

Jadi, dilihat dari kesejarahannya sejak tahun 1980-an pendidikan Islam sedang menghadapi dua tantangan, yakni pertama, kemanjuan ilmu pengetahuan dan teknologi-informasi sebagaimana kata Alvin Toffler, dalam bukunya The Trird Wave (1980). Kedua, umat Islam sedang/akan mengalami suatu krisis kader ulama di masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim seperti ini, kedua aspek ini ibarat sekeping mata uang yang sulit dipisahkan dari tujuan pendidikan Islam.

Di samping masalah pertama dan kedua, juga karena rasa keprihatinan terhadap mutu pendidikan

Islam yang rata-tara masih rendah. Opini lama yang sempat muncul kepermukaan adalah banyaknya orang tua muslim yang tidak percaya kepada sekolah Islam. Sehingga mereka banyak yang menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah Missionaris, baik Katolik maupun Protestan, yang sejak aman Belanda telah dan hingga sekarang masih dikenal dengan kualitasnya yang baik (Azra, 1998: 80-81). Melalui kepritinan inilah akhirnya banyak pihak untuk mengusulkan supaya pendidikan Islam mendirikan sebuah sekolah unggulan Islam.

Saat ini, kesadaran orangtua muslim sudah mulai percaya kepada sekolah Islam/madrasah unggulan. Karena sekolah atau madrasah tersebut menawarkan bermutu memberikan prospek yang pasti bagi anak-anak mereka untuk melanjtkan pendidikan hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Lebih lanjut, orangtua muslim percaya lingkungan madrasah dan sekolah elit Islam lebih aman dibandingkan dengan lingkungan sekolah umum. Misalnya, jarang terjadi ada tawuran antar siswa di sekolah atau madrasah elit Islam.

Dalam perspektif ekonomi dan sosiologis, munculnya sekolah unggulan Islam diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang tengah dihadapi oleh internal umat Islam sendiri yakni keprihatinan terhadap mutu pendidikan Islam yang rendah dan sekaligus memberi solusi terhadap tantangan Iptek dan Imtak. Sebagai sekolah elit, mereka kebanyakan merebak di daerah perkotaan. Dan jika dilihat dari kaca mata ekonomi dan sosiologi, sekolah elit memang pangsa pasarnya adalah anak-anak dari orangtua yang taraf penghidupannya sudah relatif mapan. Sehingga hubungan antara sekolah unggulan Islam dengan masyarakat terdapat titik kesamaan yaitu unsur budaya kelas tinggi.

Secara finansial, sekolah unggulan Islam relatif mahal, hanya terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke atas. Secara sosiologis hal ini ada korelasi mengapa sekolah unggulan Islam itu tergolong cepat berkembang dan membanggakan, karena secara finalsial bagi sekolah unggulan Islam tidak lagi ada masalah. Sebut saja misalnya; Sekolah al-Azhar yang berada di Kawasan Kebayoran Baru, Lembaga Pendidikan Islamic Village berada di Tangerang, SMU Madania berada di Parung Bogor, Sekolah Pendidikan Pelita Harapan di Tangerang, SMA Darul Ulum di Jombang, MIN Malang dan seterusnya.

Namun akhirnya sebagian orang menyoroti sekolah unggulan Islam adalah sekolah untuk diskriminasi (sinergi, 1998). Terlepas dari kelebihannya, sekolah unggulan Islam tetap masih menyimpan tanda tanya besar bagi kelangsungan generasi masa depan.

Unggulan 1.Memiliki guru yang mempunyai kompetensi, dedikasi dan komitmen yang tinggi.Guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil proses pembelajaran. Pasal 4 UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menegaskan bahwa, guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi. 2.Memiliki siswa yang berprestasi. Siswa berprestasi lahir dari proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif. Sekolah harus dapat menciptakan siswa berprestasi yang dapat membawa nama baik sekolah di tingkat nasional maupun internasional. Karena itu adanya sebuah pembinaan jelas menjadi sebuah keharusan. Sekolah harus dapat menyeimbangkan otak kiri dan kanan siswa yang tercerminkan dari berjalannya kegiatan ekstrakurikuler dan intrakurikuler. 3. Mengembangkan sumber belajar yang tidak hanya berpusat pada guru.Sekarang ini, sumber belajar bukan lagi berpusat pada guru, melainkan pada berbagai sumber. Peran guru adalah mengusahakan agar setiap siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan berbagai sumber belajar yang ada. Selain guru, masih banyak lagi sumber belajar yang lain. 4. Memiliki budaya sekolah yang kokoh. Dalam makalah Konferensi Guru Indonesia (KGI) September 2007 yang diselenggarakan oleh Sampoerna Foundation Institut dan dihadiri oleh lebih dari 1000 orang guru dari seluruh Indonesia, penulis menuliskan bagaimana menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis. Kuncinya perpaduan semua unsur di sekolah itu dari mulai peran guru, siswa, dan orang tua siswa menjadi three in one dalam merajut kebersamaan. 5. Memiliki seorang tokoh panutan di sekolah dan mampu menjadi contoh teladan.

6. Memiliki motivasi yang tinggi untuk mampu bersaing dalam dunia global.Pada intinya motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Akhirnya, untuk menjaga agar sekolah tetap unggul diperlukan kebersamaan yang erat dari berbagai komponen yang ada di di dalam komunitas sekolah. Semua harus saling melengkapi dan bekerjasama dalam membangun sekolah ke arah yang lebih baik. Diperlukan suatu sistem yang utuh dan sistemik agar sekolah tetap unggul.(Wijaya Kusumah, Guru SMP Labschool Jakarta)

strategis kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah, dalam seminar dan uji publik peraturan tersebut di Jakarta Agustus 2007 lalu . Memang peningkatan mutu pendidikan tidak terjadi di kantor Dinas Pendidikan atau ruang kepala sekolah, tapi di dalam kelas dengan guru sebagai ujung tombaknya. Namun untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan iklim sekolah yang kondusif, motivasi kerja dan komitmen guru yang tinggi, yang harus diciptakan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer untuk meningkatkan kinerja guru. Sementara Lipham James dalam Wahyusumidjo (2005) menggambarkan posisi kepala sekolah sebagai yang menentukan titik pusat dan irama sekolah, bahkan keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah. Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah.

Di negara-negara maju masalah kepala sekolah ditangani oleh lembaga tersendiri yang khusus melatih kemampuan kepala sekolah dan mempersiapkan calon kepala sekolah. Di Singapura ada lembaga Leadership School khusus untuk melatih kepala sekolah dan mempersiapkan caloncalon kepala sekolah. Lembaga ini sudah go internasional. Begitu juga di Malasyia, Korea Selatan, Australia dan negara-negara Eropa memiliki lembaga sejenis.

Kompetensi Kepala Sekolah dan Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah

Sebagai sebuah sistem yang kompleks sekolah terdiri dari sejumlah komponen yang saling terkait dan terikat, diantaranya : kepala sekolah, guru, kurikulum, siswa, bahan ajar, fasilitas, uang, orangtua dan lingkungan. Komponen kepala sekolah merupakan komponen terpenting karena kepala sekolah merupakan salah satu input sekolah yang memiliki tugas dan fungsi paling berpengaruh terhadap proses berlangsungnya sekolah. Kepala sekolah merupakan sumber daya manusia jenis manajer (SDM-M) yang memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasikan dan menserasikan sumberdaya manusia jenis pelaksana (SDM-P) melalui sejumlah input manajemen agar SDM-P menggunakan jasanya untuk becampur tangan dengan sumberdaya selebihnya (SDslbh), sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik untuk dapat menghasilkan output yang diharapkan. (Poernomosidi Hadjisarosa : 1997).

Perubahan paradigma pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralisasi menjadi

desentralisasi dengan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menuntut seorang kepala sekolah tidak hanya menjadi seorang manajer yang lebih banyak berkosentrasi pada permasalahan anggaran dan persoalan administratif lainnya, namun juga dituntut menjadi seorang pemimpin yang mampu menciptakan visi dan mengilhami staf serta semua komponen individu yang terkait dengan sekolah. MBS menuntut seorang kepala sekolah menjadi seorang manajer sekaligus pemimpin atau meminjam istilah Gardner (1986) sebagai manajer pemimpin. Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki karakteristik dan kompetensi yang mendukung tugas dan fungsinya dalam menjalankan proses persekolahan.

Slamet PH (2002) menyebutkan kompetensi yang wajib dimiliki seorang kepala sekolah untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal sebagai berikut : kepala sekolah harus memiliki wawasan ke depan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar cara yang akan ditempuh (strategi), memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menserasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk memenuhi kebutuhan sekolah yang umumnya tidak terbatas, memiliki kemampuan pengambilan keputusan dengan terampil, memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan mampu menggugah bawahannya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya. Disamping itu kemampuan untuk membangun partisipasi dari kelompok-kelompok kepentingan sekolah (guru, siswa, orangtua siswa, ahli, dsb.) sehingga setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan partisipatif.

Sementara Permen Diknas no. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah mensyaratkan untuk menjadi kepala sekolah profesional harus kompeten dalam menyusun perencanaan pengembangan sekolah secara sistemik; kompeten dalam mengkoordinasikan semua komponen sistem sehingga secara terpadu dapat membentuk sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; kompeten dalam mengerahkan seluruh personil sekolah sehingga mereka secara tulus bekerja keras demi pencapaian tujuan institusional sekolah, kompeten dalam pembinaan kemampuan profesional guru sehingga mereka semakin terampil dalam mengelola proses pembelajaran; dan kompeten dalam melakukan monitoring dan evaluasi sehingga tidak satu komponen sistem sekolah pun tidak berfungsi secara optimal, sebab begitu ada satu saja diantara

seluruh komponen sistem sekolah yang tidak berfungsi secara optimal akan mengganggu pelaksanaan fungsi komponen-komponen lainnya. Kompleksitas sekolah sebagai satuan sistem pendidikan menuntut adanya seorang kepala sekolah yang memiliki kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, sipervisi dan sosial.

Kepala sekolah yang memiliki kompetensi tinggi mutlak dibutuhkan untuk membangun sekolah berkualitas, sekolah efektif, karena kepala sekolah sebagai pemegang otoritas dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah perlu memahami proses pendidikan di sekolah serta menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat berjalan sesuai dan sejalan dengan upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Maju mundurnya suatu sekolah tidak terlepas dari peran Kepala Sekolah, karena Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah. Untuk mewujudkan sekolah efektif dibutuhkan kepala Sekolah yang tidak hanya sebagai figur personifikasi sekolah, tapi juga paham tentang tujuan pendidikan, punya visi masa depan serta mampu mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada menjadi suatu kekuatan yang bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan.

Untuk membangun sekolah efektif menurut N. Hatton dan D. Smith (1992) dalam tulisannya Perspective on Effective school perlu kepemimpinan instruksional yang kuat, perhatian yang jelas pada hasil belajar, penghargaan murid yang tinggi, lingkungan yang baik serta pengawasan tingkat prestasi, semua ini akan terwujud apabila seluruh unsur yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah berjalan optimal sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Dibutuhkan iklim sekolah yang baik untuk menjadikan sekolah sebagai sekolah efektif. Menurut Paula F. Silver (1983) iklim sekolah dibentuk oleh hubungan timbal balik antara perilaku Kepala Sekolah dan perilaku guru sebagai suatu kelompok. Perilaku Kepala Sekolah dapat mempengaruhi interaksi interpersonal para guru. Dengan demikian dinamika kepemimpinan Kepala Sekolah dengan kelompok (guru dan staf) dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi iklim sekolah.

Interaksi antara perilaku guru dan perilaku kepala sekolah akan menentukan iklim sekolah yang bagaimana yang akan terwujud, iklim sekolah yang baik dan kondusif bagi kegiatan pendidikan akan menghasilkan interaksi edukatif yang efektif, meningkatkan motivasi kerja guru dan staf

yang pada akhirnya meningkatkan kinerja guru dan staf, sehingga upaya pencapaian tujuan pendidikan sekolah akan berjalan dengan baik, dan keadaan sebaliknya akan terjadi jika iklim sekolah tidak kondusif. Robert Stinger (2002) menyebutkan perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian mendorong motivasi kerja karyawan. Motivasi merupakan pendorong utama terjadinya peningkatan kinerja.

Pengadaan Kepala Sekolah

C.E Beeby (1981) dalam bukunya Pendidikan di Indonesia menguraikan tentang masih rendahnya kemampuan Kepala Sekolah baik di Sekolah Dasar maupun di Sekolah Lanjutan, meski diakui Kepala Sekolah Lanjutan lebih tinggi kualitasnya karena umumnya berkualifikasi Sarjana, namun tetap saja Kinerja/Kepemimpinan Kepala Sekolah masih dianggap gagal dimana sebab utama dari kegagalan dalam kepemimpinan para Kepala Sekolah ini terletak pada organisasi intern Sekolah lanjutan itu sendiri. Sementara Sherry Keith dan Robert H. Girling (1991) mengutip laporan Coleman Report menyebutkan bahwa dalam penelitian efektifitas sekolah 32% prestasi siswa dipengaruhi kualitas manajemen sekolah. Ini berarti bahwa kinerja kepala sekolah dalam manajemen pendidikan akan juga berdampak pada prestasi siswa yang terlibat di dalam sekolah tersebut.

Untuk melahirkan seorang kepala sekolah yang profesional dibutuhkan sistem yang kondusif, baik rekrutmen maupun pembinaan. Dari proses rekrutmen yang sarat KKN mustahil dilahirkan seorang kepala sekolah yang profesional. Dibutuhkan sistem rekrutmen yang berfokus pada kualitas dan pembinaan yang berorientasi pada kinerja dan prestasi dengan reward & punishment yang tegas dan konsekuen untuk melahirkan seorang kepala sekolah yang tangguh.

Pengadaan kepala sekolah merupakan proses mendapatkan calon kepala sekolah yang paling memenuhi kualifikasi dalam rangka mengisi formasi kepala sekolah dalam satuan pendidikan tertentu. Rangkaian kegiatan pengadaan kepala sekolah terdiri dari : penetapan formasi, rekrutmen calon, seleksi calon dan pengangkatan calon yang paling memenuhi kualifikasi. Tahap rekrutmen dan seleksi merupakan tahap yang paling krusial, yang jika terjadi salah langkah pada tahap ini bisa berakibat fatal bagi sekolah yang mendapat kepala sekolah yang kurang kompeten.

Tidak sedikit sekolah yang sebenarnya memiliki potensi besar karena siswa yang masuk merupakan siswa berprestasi tapi tidak berkembang, stagnan, bahkan mengalami kemunduran akibat kepala sekolah yang tidak kompeten.

Untuk melahirkan kepala sekolah yang profesional, Depdiknas sedang menggodok Peraturan Menteri Tentang Pedoman Dan Panduan Pelaksanaan Pengadaan Kepala Sekolah, untuk dijadikan pegangan bagi daerah dalam pengadaan kepala sekolah. Beberapa prinsip rekrutmen yang penting dalam pengadaan kepala sekolah menurut depdiknas adalah :

1. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara rutin pada awal tahun berdasarkan hasil analisis dan penetapan formasi jabatan kepala sekolah 2. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara proaktif dalam rangka mendapatkan guru yang paling menjanjikan untuk menjadi kepala sekolah. Rekrutmen calon kepala sekolah hendaknya dilakukan melalui proses pencarian secara aktif kepada semua guru yang dipandang memiliki kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah, sehingga guru-guru yang memiliki kualifikasi dak kompetensi yang paling menjanjikan banyak melamar dan mengikuti seleksi calon kepala sekolah. 3. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara terbuka melalui surat kabar lokal dalam rangka memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru yang memenuhi kualifikasi. (Depdiknas : 2007)

Seleksi merupakan tahap ketiga dalam pengadaan kepala sekolah. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003, tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, pasal 5 menyebutkan tahap-tahap seleksi kepala sekolah yang meliputi : 1)Seleksi administratit, 2)Test Tulis dan 3)Paparan makalah. Sementara dalam rancangan Peraturan Mendiknas tentang Pedoman dan Panduan Pengadaan Kepala Sekolah seleksi terdiri dari : seleksi administratif, seleksi akademik, uji kompetensi dan uji akseptabilitas.

Mengingat strategisnya peran kepala sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan maka proses pengadaan kepala sekolah, baik rekrutmen mapupun seleksi menjadi salah satu faktor terpenting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

Periodisasi Masa Jabatan Kepala Sekolah

Proses rekrutmen kepala sekolah yang baik belum cukup untuk menghasilkan kepala sekolah yang tangguh dan profesional jika tidak disertai pembinaan yang baik, yaitu pembinaan yang berorientasi pada kinerja dan prestasi dengan reward & punishment yang tegas dan konsisten. Pembinaan kepala sekolah seperti yang berlaku selama ini kepala sekolah berprestasi maupun tidak berprestasi tetap aman menjadi kepala sekolah, bahkan kepala sekolah yang sarat dengan masalahpun tetap aman pada posisinya sampai pensiun, kecil kemungkinan lahir kepala sekolah yang tangguh dan profesional. Dibutuhkan sistem pembinaan yang menimbulkan motivasi berprestasi, seperti penghargaan dan promosi bagi kepala sekolah berprestasi dan sebaliknya peninjauan kembali jabatan kepala sekolah bagi mereka yang tidak berprestasi.

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 0296/U/1996, tanggal 1 Oktober 1996 tentang Penugasan Guru Pegawai Negeri Sipil sebagai Kepala Sekolah di lingkungan Depdikbud dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah telah mengarah pasa sistim pembinaan di atas. Ada dua aspek penting dalam kedua Kepmen tersebut yaitu : Kepala Sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah dan masa jabatan Kepala Sekolah selama 4 (empat) tahun serta dapat diperpanjang kembali selama satu masa tugas berikutnya bagi kepala sekolah yang berprestasi sangat baik. Status Kepala Sekolah adalah guru dan tetap harus menjalankan tugas-tugas guru, mengajar dalam kelas minimal 6 jam dalam satu minggu di samping menjalankan tugas sebagai seorang manajer sekolah. Begitu juga ketika masa tugas tambahan berakhir maka statusnya kembali menjadi guru murni dan kembali mengajar di sekolah.

Pada tataran praktis implementasi kedua Kepmen tersebut tidak berjalan mulus. Banyak daerah yang tidak memperdulikannya. Kepmen 0296/U/1996 yang berlaku saat pengelolaan pendidikan dilaksanakan secara terpusat disiasati dengan memutihkan masa jabatan kepala sekolah setiap terjadi rotasi. Kepala Sekolah yang hampir habis masa jabatannya dirotasi dan masa jabatannya kembali ke nol tahun. Nasib Kepmen 162/U/2003 tidak jauh berbeda walaupun relatif lebih baik.

Beberapa daerah sudah mulai melaksanakan Kepmen tersebut. Namun masih banyak yang belum merealisasikan permen tersebut karena benturan kepentingan dan sulitnya merubah kultur.

Periodisasi masa jabatan Kepala sekolah yang dilaksanakan secara konsisten dengan penilaian kinerja yang akuntabel serta transfaran akan mendorong peningkatan mutu pendidikan di sekolah-sekolah. Kepala Sekolah akan bekerja keras untuk meningkatkan prestasi sekolahnya sebagai bukti prestasi kinerjanya, sehingga masa jabatannya bisa diperpanjang atau mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi. Prestasi yang diraih sekolah-sekolah akan meningkatkan mutu pendidikan di daerah dan pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Tidak ada lagi istilah berprestasi atau tidak berprestasi, bermasalah atau tidak bermasalah tetap aman. Hanya ada dua pilihan, turun dengan predikat tidak berprestasi atau turun dengan terhormat karena sudah menjalani periode maksimal bahkan mendapat promosi.

Keberhasilan pelaksanaan periodisasi masa jabatan kepala sekolah sangat tergantung pada akuntabilitas penilaian kinerja kepala sekolah. Penilaian yang berbau KKN tidak akan memberikan perubahan yang berarti bagi peningkatan mutu pendidikan. Penilaian harus dilakukan secara objektif, transfaran dan melibatkan guru sekolah yang kepala sekolahnya dinilai. Keterlibatan guru dalam penilaian kinerja kepala sekolah mutlak karena gurulah yang paling tahu kenerja kepala sekolah sehari-harinya. Dengan demikian objektifitas penilaian akan terjaga karena penilaian tidak hanya bersifat administratif dari atasan saja, tetap penilaian dilakukan secara autentik, sehingga subjektifitas penilaian seperti kedekatan dengan atasan dapat dihindari. Penilaian yang transfaran dan objektif dengan melibatkan guru akan memaksa kepala sekolah memaksimalkan kinerjanya dan akan mendorong peningkatan kinerja sekolah, sehingga prestasi sekolah dan mutu pendidikan akan meningkat. Posted in Manajemen Pendidikan lebih dari setahun yang lalu