18
PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL 1. Pendahuluan Di era reformasi yang telah dan sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia ini bertujuan untuk dapat mencapai suatu kehidupan berbangsa, bernegara dan masyarakat sipil (Civilan Society) yang demokratis, dimana setiap masyarakat dituntut untuk berproduksi dan berguna atau setidak-tidaknya dapat menghidupi dirinya sendiri serta dapat saling menghidupi satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi dan informasi yang begitu pesat telah mendorong terjadinya perkembangan dunia yang semakin mengglobal dan transparan, sehingga seolah-olah negara menjadi tanpa batas (Borderless World) bagaikan desa dalam kota dunia (Global Village) yang dihuni manusia berbagai bangsa, termasuk Indonesia. Indonesia yang dicita-citakan oleh the founding fathers adalah sebagai suatu Negara Hukum (Rechtsstaat/ The Rule of Law). UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum 1 . Dengan demikian, hukum hendaknya dapat dipahami dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem sebagai suatu konsep hukum, yaitu sebagai Negara Hukum. Namun, bagaimana Blue Print (cetak biru) dan desain makro penjabaran ide negara hukum itu, selama ini belum pernah dirumuskan secara komprehensif, yang ada hanya pembangunan bidang hukum yang bersifat sektoral. Penekanan pada optimalisasi mengandung makna atau fenomena ganda, disatu sisi mengandung makna bahwa dalam penegakan hukum selama ini sudah ditempuh pendekatan 1 Pasal 1 ayat (3) merupakan hasil Perubahan Keempat UUD 1945.

PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

Citation preview

Page 1: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

1. Pendahuluan

Di era reformasi yang telah dan sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia

ini bertujuan untuk dapat mencapai suatu kehidupan berbangsa, bernegara dan

masyarakat sipil (Civilan Society) yang demokratis, dimana setiap masyarakat

dituntut untuk berproduksi dan berguna atau setidak-tidaknya dapat menghidupi

dirinya sendiri serta dapat saling menghidupi satu sama lain dalam kehidupan

bermasyarakat. Selain itu kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi

dan informasi yang begitu pesat telah mendorong terjadinya perkembangan

dunia yang semakin mengglobal dan transparan, sehingga seolah-olah negara

menjadi tanpa batas (Borderless World) bagaikan desa dalam kota dunia (Global

Village) yang dihuni manusia berbagai bangsa, termasuk Indonesia.

Indonesia yang dicita-citakan oleh the founding fathers adalah sebagai

suatu Negara Hukum (Rechtsstaat/ The Rule of Law). UUD 1945 Pasal 1 ayat

(3) menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum1. Dengan

demikian, hukum hendaknya dapat dipahami dan dikembangkan sebagai satu

kesatuan sistem sebagai suatu konsep hukum, yaitu sebagai Negara Hukum.

Namun, bagaimana Blue Print (cetak biru) dan desain makro penjabaran ide

negara hukum itu, selama ini belum pernah dirumuskan secara komprehensif,

yang ada hanya pembangunan bidang hukum yang bersifat sektoral.

Penekanan pada optimalisasi mengandung makna atau fenomena ganda,

disatu sisi mengandung makna bahwa dalam penegakan hukum selama ini

sudah ditempuh pendekatan keilmuan, namun masih perlu ditingkatkan; dan

disisi lain mengandung kecenderungan fenomena bahwa dalam penegakan

hukum selama ini, budaya atau orientasi pendekatan keilmuan telah melemah,

luntur, terabaikan dan tergeser kerena lebih mengoptimalkan pendekatan

orientasi lain atau pendekatan parsial.

1 Pasal 1 ayat (3) merupakan hasil Perubahan Keempat UUD 1945.

Page 2: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

Pendekatan keilmuan (hukum) dapat diartikan sebagai suatu metode

mendekati atau memahami sesuatu berdasar logika berpikir/kontruksi pikir,

konsep/dasar pemikiran (wawasan/pandangan) tertentu. Karena sudut pandang/

orientasi berpikir tentang hukum bisa bermacam-macam, maka ada sebutan

pendekatan yuridis/normatis/dogmatis (legalistik), pendekatan empirik/sosiologis,

pendekatan historis, pendekatan komparatif, pendekatan filosofik, pendekatan

kebijakan (policy oriented approach), pendekatan nilai, pendekatan yang

berorientasi pada wawasan nasional, pendekatan global, pendekatan parsial,

pendekatan sistematik/integral dan sebagainya.

Adanya kecenderungan orientasi pendekatan keilmuan yang melemah,

luntur, dan terabaikan tampak dari berbagai fenomena dalam masyarakat,

diantaranya yaitu 2:

a) Adanya realita yang sering diresahkan masyarakat umum, bahwa

”budaya amplop”, ”budaya materi” atau ”budaya permainan kotor/tercela”

(istilah umum mafia peradilan) dalam praktek penegakan hukum;

b) Seringnya mendatangkan ”saksi ahli” dari kalangan ahli hukum

(walaupun ada hakim dan jaksa yang menolak kehadiran saksi ahli

berdasarkan alasan/asas, hakim dianggap tau hukum). Fenomena ini

memberi kesan menurunnya kualitas keilmuan (hukum) dikalangan

penegak hukum, karena yang ditanya tentang masalah hukum yang

seyogyanya sudah diketahui oleh aparat penegak hukum (yang notabene

seorang ”ahli hukum” juga). Setidak-tidaknya, fenomena ini menandakan

adanya budaya/pendekatan pragmatis/jalan pintas/menerabas, dalam

memahami hukum, yaitu hanya mau cepat dapat ”sari/extract”-nya saja

(dari saksi ahli/pakar hukum), tanpa mau susah-susah menggali/

mendalami sendiri;

c) Dalam praktek sering terlihat adanya gejala/kecenderungan berpikir

hukum yang parsial dan hanya melihat UU/ketentuan pidana dengan

”kaca mata kuda”. Memisahkan antara norma UU dengan asas-asas,

2 Prof. Barda Nawawi Arief, (2009), Optimalisasi kinerja aparat hukum dalam penegakan hukum, http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1859663-optimalisasi-kinerja-aparat-hukum-dalam/

1

Page 3: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

tujuan  pemidanaan dan ide/nilai dasar yang ada dan diakui dalam

ilmu/teori hukum tidak tertulis, antara kepastian hukum/melawan hukum

formal dengan kepastian hukum/melawan hukum materiil”; antara hukum

(UU) dan ilmu hukum; antara ilmu hukum dengan ilmu ketuhanan (moral,

agama) banyak yang tahu ”tuntutan UU” tetapi sangat tidak tahu akan

makna keadilan berdasarkan (tuntutan) Ketuhanan YME. Memisahkan

tiga masalah pokok Hukum Pidana (tindak pidana, kesalahan, pidana)

dengan keseluruhan sistem pemidanaan, memisahkan penegakan hukum

(UU) pidana dengan rambu-rambu (sistem) penegakan hukum nasional;

atau memisahkan antara sistem hukum pidana dengan sistem hukum

nasional.

Dalam kaitan inilah, perlunya peran kepemimpinan nasional dalam

optimalisasi penegakan hukum untuk menciptakan kepastian hukum yang

sejalan dengan terpenuhinya rasa keadilan masyarakat, sehingga dapat

memperkokoh ketahanan nasional. Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia

adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek

kehidupan nasional yang terintegrasi berisi keuletan dan ketangguhan yang

mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam

menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan

gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin

identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan

mencapai tujuan nasionalnya3.

Maksud dan tujuan dari penulisan naskah ini adalah untuk memberikan

gambaran mengenai pentingnya peran kepemimpinan nasional dalam

mengoptimalkan penegakan hukum, sehingga dengan peran dari kepemimpinan

nasional dalam optimalisasi penegakan hukum diharapkan akan dapat

mewujudkan upaya bangsa Indonesia dalam memperkokoh ketahanan

nasional.

Ruang lingkup penulisan ini dibatasi pada pembahasan mengenai peran

kepemimpinan nasional dalam penegakan hukum, ditinjau dari perspektif

3 Modul Ketahanan Nasional, Elearning PPRA XLV, Lemhannas RI Tahun 2010.

2

Page 4: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

keilmuan, yang difokuskan pada pembahasan mengenai implementasi

penegakan hukum saat ini, kendala-kendala yang dihadapi, pengaruh

lingkungan strategis dan bagaimana peran kepemimpinan nasional dalam

mengoptimalkan penegakan hukum sehingga dapat memperkokoh ketahanan

nasional.

2. Pembahasan

Dalam lingkup nasional, kepemimpinan nasional adalah kelompok

pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional didalam setiap gatra

(Asta Gatra) pada bidang/sektor profesi baik di supra struktur, infra struktur dan

sub struktur, formal dan informal yang memilki kemampuan dan kewenangan

untuk mengarahkan/ mengerahkan kehidupan nasional (bangsa dan negara)

dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

serta memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna

mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang4. Dengan

demikian kepemimpinan nasional menempati posisi yang sangat strategis dalam

kehidupan suatu bangsa, sebab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara senantiasa dihadapkan kepada berbagai persoalan yang

terkadang sangat krusial, sehingga dibutuhkan kemampuan yang dapat

menentukan kebijakan untuk mencapai tujuannya. Dalam hal ini, fungsi

kepemimpinan disamping sebagai sumber inspirasi dan gagasan, juga sebagai

penggerak sebuah komponen masyarakat untuk bersatu dalam melaksanakan

pembangunan nasional dan memecahkan persoalan bangsa.

Persoalan bangsa yang sedang mengemuka saat ini salah satunya

adalah dalam bidang hukum, dimana hukum sebagai suatu kesatuan sistem

sampai saat ini belum berhasil untuk ditegakkan secara optimal dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hukum adalah kumpulan peraturan hidup dalam suatu masyarakat yang

teratur, bersifat memaksa, mengikat dan dapat dipaksakan. Peraturan hukum

berjalan dengan baik bila benar-benar mencerminkan rasa keadilan dan

4 Modul Elearning, BS Kepemimpinan Nasional, PPRA XLV Lemhannas RI, 2010

3

Page 5: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

kehendak sebagian besar masyarakat, dari pendapat tersebut yang mungkin

sudah mengalami perubahan dan penyesuaian berdasarkan dinamika dalam

kehidupan di Indonesia waktu ini, perlu ditekankan bahwa peraturan hukum

hanya bisa berjalan baik, kalau masyarakat mematuhinya, dan penegak hukum

menjalankankan tugas dan kewajibannya sebagaimana mestinya.

Hukum akan menjadi masalah jika penegak hukum sendiri melanggar

atau mengabaikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku atas pertimbangan-

pertimbangan subyektif, dan / atau menjadikan peraturan-peraturan itu peluang

untuk menambah penghasilan pribadi. Jikalau pemerintah menginginkan

masyarakat untuk patuh kepada hukum, maka kewibawaan dan kredibilitas

penegak hukum pertama-tama harus dipulihkan, lembaga-lembaga negara

harus menjalankan tugas dan kewajiban mereka dengan baik sesuai dengan

peraturan-peraturan yang berlaku dan memperbaiki atau merevisi berbagai

peraturan perundangan-undangan yang tidak mencerminkan rasa ketidakadilan

dalam masyarakat..

Didalam hukum sebagai suatu kesatuan sistem terdapat tiga elemen

yaitu: a) Elemen kelembagaan (elemen institusional); b) Elemen kaedah aturan

(elemen instrumental); dan c) Elemen perilaku para subjek hukum yang

menyandang hak dan kewajiban yang ditentukan oleh norma aturan itu (elemen

subjektif dan kultural).

Ketiga elemen sistem hukum tersebut mencakup (1) kegiatan pembuatan

hukum (law making), (2) kegiatan pelaksanaan atau penerapan hukum (law

administrating), dan (3) kegiatan peradilan atas pelanggaran hukum (law

adjudicating), yang biasanya lazim disebut sebagai kegiatan penegakan hukum

dalam arti sempit (law enforcement). Selain itu, ada pula kegiatan lain yang

sering dilupakan orang, yaitu: (4) pemasyarakatan dan pendidikan hukum (law

socialization and law education) dalam arti seluas-luasnya yang juga berkaitan

dengan (5) pengelolaan informasi hukum (law information management) sebagai

kegiatan penunjang. Kelima kegiatan tersebut dibagi ke dalam tiga wilayah fung-

4

Page 6: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

si kekuasaan negara, yaitu (i) fungsi legislasi dan regulasi, (ii) fungsi eksekutif

dan administratif, serta (iii) fungsi yudikatif atau judisial5.

Organ legislatif adalah lembaga parlemen, organ eksekutif adalah

birokrasi pemerintahan, sedangkan organ judikatif adalah birokrasi aparatur

penegakan hukum yang mencakup kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

Kesemua itu harus pula dihubungkan dengan hirarkinya masing-masing mulai

dari organ tertinggi sampai terendah, yaitu yang terkait dengan aparatur tingkat

pusat, aparatur tingkat provinsi, dan aparatur tingkat kabupaten/kota.

Dalam keseluruhan elemen, komponen, hirarki dan aspek-aspek yang

bersifat sistemik dan saling berkaitan satu sama lain itulah tercakup pengertian

sistem hukum yang harus dikembangkan dalam kerangka Negara Hukum

Indonesia berdasarkan UUD 1945. Jika dinamika yang berkenaan dengan

keseluruhan aspek, elemen, hirarki dan komponen tersebut tidak bekerja secara

seimbang dan sinergis, maka hukum sebagai satu kesatuan sistem juga tidak

dapat diharapkan tegak sebagaimana mestinya6. Sebagai contoh, karena

bangsa Indonesia mewarisi tradisi hukum Eropa Kontinental (civil law), bangsa

Indonesia cenderung menumpahkan begitu banyak perhatian pada kegiatan

pembuatan hukum (law making), tetapi kurang memberikan perhatian yang

sama banyaknya terhadap kegiatan penegakan hukum (law enforcing). Bahkan,

bangsa Indonesia dengan begitu saja menganut paradigma dan doktrin berpikir

yang lazim dalam sistem civil law, yaitu berlakunya teori fiktie yang beranggapan

bahwa begitu suatu norma hukum ditetapkan, maka pada saat itu setiap orang

dianggap tahu hukum. Ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat

membebaskan orang itu dari tuntutan hukum. Teori ini diberi pembenaran pula

oleh prinsip yang juga diakui universal, yaitu persamaan dihadapan hukum

(equality before the law).

Persamaan dihadapan hukum adalah salah satu asas terpenting dalam

hukum modern. Asas ini menjadi salah satu sendi doktrin Rule of Law yang juga

5 Montesquieu, The Spirit of the laws,  Translated by Thomas Nugent, (London: G. Bell & Sons, Ltd, 1914), Part XI, Chapter 67.6 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, translated by: Anders Wedberg, (New York; Russell & Russell, 1961), hal. 115 dan 123-124.

5

Page 7: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

menyebar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Perundang-

undangan Indonesia mengadopsi asas ini sejak masa kolonial lewat Burgelijke

Wetboek (KUHPerdata) dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie (KUH

Dagang) pada 30 April 1847 melalui Stb. 1847 No. 23. Tapi pada masa kolonial,

asas ini tidak sepenuhnya diterapkan karena politik pluralisme hukum yang

memberi ruang berbeda bagi hukum Islam dan hukum adat disamping hukum

kolonial. Napoleon Bonaparte, orang Perancis yang terkenal sebagai pemimpin

militer dan penguasa Perancis pasca Revolusi (1789), adalah orang yang

berkontribusi “mengabadikan” asas persamaan dihadapan hukum sampai detik

ini. Tridharma semangat Revolusi Perancis (liberte, egalite dan fraternite)

diagregasi oleh pakar hukum di masa Bonaparte pada tahun (1804-1807) ke

dalam kodifikasi hukum yang kemudian dikenal dengan nama Code Napoleon.

Landasan penting dari kodifikasi ini adalah tidak adanya hak-hak istimewa

berdasarkan kelahiran dan asal usul seseorang, semua orang sama derajat

dihadapan hukum.

Di masa lalu, penegakan hukum berdiri di atas prinsip: “hukum harus

ditegakkan, sekalipun dunia runtuh” (fiat iustitia et pereat mundus). Penegakan

hukum yang demikian terbukti telah membelenggu masyarakat dan hukum

menjadi semakin kejam di tangan para penegak hukum. Purnama (2009), dalam

“Penegakan Hukum Demi Kesejahteraan Umum”, menyebutkan peran penegak

hukum yang sekedar menjadi corong dari undang-undang, dalam kondisi

tertentu telah melukai rasa keadilan dalam masyarakat, bahkan penegakan

hukum tersebut menjadi kurang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

Pernyataan tersebut, tidaklah berbeda jauh dari kondisi saat ini, dinama

aparat penegak hukum berperan sebagai perpanjangan tangan dari undang-

undang, misalnya, beberapa waktu yang lalu masyarakat dikagetkan dengan

beberapa kasus yang secara tidak langsung menceritakan tentang hubungan

antara Masyarakat awam, Kekuasaan dan Penegakan Hukum. Masyarakat

awam menilai hukum hanya akan berlaku perkasa ketika berhadapan dengan

masyarakat awam, dan Hukum akan tampak loyo ketika berhadapan dengan

6

Page 8: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

Uang dan Kekuasaan7. Selain itu, penerapan hukum di Indonesia juga masih

tebang pilih, hal ini dapat dilihat ketika masyarakat awam yang tidak mengetahui

hukum dan tidak mampu menyewa pengacara, maka hukum dapat diterapkan

sewenang-wenang tergantung dari yang berwenang memutuskan hukuman,

contoh kasus Prita yang diduga kasus tersebut adanya penambahan hukuman

yang berat kepada Prita terkait dengan kasus penipuan dan kebebasan

mengemukakan pendapat di muka umum8.

Masih terkait dengan penegakan hukum, pelajaran utama dari 12 tahun

terakhir sejak reformasi bergulir di Indonesia adalah bahwa reformasi sektor

hukum sangat memerlukan kepemimpinan yang kuat dan jelas, baik pada tingkat

pemerintahan maupun pada tingkat institusional. Pemerintah perlu memberikan

sinyal yang jelas bahwa terdapat komitmen untuk menciptakan institusi

penegakkan hukum yang dapat dipercaya oleh masyarakat Indonesia, dan juga

oleh siapa saja yang berniat untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan

atau di Indonesia. Selain itu, reformasi hukum yang esensinya adalah reformasi

peradilan akan tetap menjadi wacana yang utopis dan akan kandas di pinggir

jalan apabila, para intelektual hukum termasuk mahasiswa tidak segera

mengambil posisi etis-politis, dan intelektual yang tegas yaitu berpihak kepada

kebenaran dan keadilan bagi masyarakat. Terkait dengan hal ini, Muqoddas

(2007) menyatakan, “penyebab utama tertinggalnya Indonesia, karena dua

sebab, yaitu a) lemahnya kepemimpinan dalam sisi moral dan sisi

intelektualitas; dan b) penegakan hukum yang membuat mafia korupsi / hukum

terus menerus menguat dan didukung jaringan mafia peradilan yang melibatkan

aktor politik”. Selain berbagai tantangan tersebut, tantangan lain yang dihadapi

dalam penegakan hukum adalah bagaimanan mendapatkan kepercayaan dari

masyarakat, hal ini terkait dengan masih lemahnya aparat penegak hukum

dalam mengatasi permasalahan: (i) penanganan korupsi, (ii) penyalahgunaan

wewenang di berbagai institusi, dan (iii) kompetensi aparat penegak hukum.

7 Erwin Arianto, (2009), “Opini Publik Kekuatan baru untuk Itervensi Hukum”, Jakarta8 Media Indonesia,Pelajaran dari Kasus Prita Mulyasari, 8 June, 2009

7

Page 9: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

Selain tantangan internal yang dihadapi dalam penegakan hukum,

perkembangan lingkungan global yang demikian pesat mengharuskan bangsa

Indonesia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian di berbagai bidang

kehidupan, salah satunya dalam kehidupan bidang hukum. Dihadapkan pada

era yang penuh turbulensi perubahan dan globalisasi, maka kemampuan

kepemimpinan nasional dalam menjawab isu-isu global sangatlah diperlukan

dan menjadi sangat penting serta memiliki peran strategis. Oleh karena itu,

peran kepemimpinan nasional agar mampu mengoptimalkan penegakan hukum

setidak-tidaknya harus memenuhi standar-standar sebagai global leadership

dan change leadership sebagai berikut:

a. Memiliki konsep yang dilandasi oleh keyakinan, bahwa di dalam

lingkungan kehidupan sosial yang kompleks dan bersifat global, tidak ada

model khusus (single model) yang cocok terhadap situasi yang sangat

luas yang dihadapi seorang pemimpin apapun juga, dengan demikian

seorang pemimpin harus berpikir secara global yang yaitu mengandung

pesan agar pemimpin selalu berusaha untuk memahami keanekaragaman

sistem ekonomi, budaya, hukum, dan politik, sebagai bagian dari

warganegara dunia dengan visi dan nilai-nilai yang "open ended". A home

centric view will not be tolerated, global leaders need to have a global

level when making decisions (think globally act locally). Hal ini

merupakan cerminan dari global leadership. Dalam kaitan ini, Muladi &

Adi Sujatno (2008:43), menambahkan peran kepemimpinan tersebut

harus didukung dengan 4 (empat) kecerdasan yang harus dimiliki oleh

seorang pemimpin, yaitu: Fisi (FQ), Mental (IQ), Emosi (EQ), dan

Spiritual (SQ).

b. Dapat melakukan sinergi positif, selalu menjaga optimisme,

pantang menyerah dalam mengejar tujuan, disertai rasa percaya diri.

Dalam "Culture of Change" seorang pemimpin akan selalu mengalami

atau menikmati ketegangan yang merupakan kesatuan dalam beratnya

memecahkan masalah, dan disitulah sebenarnya keberhasilan terbesar

diraih, hal ini merupakan cerminan dari change leadership.

8

Page 10: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

Dalam strategi pembangunan hukum ataupun pembangunan nasional

untuk mewujudkan gagasan Negara Hukum (Rechtsstaat atau The Rule of Law)

juga tidak boleh terjebak hanya berorientasi membuat hukum saja, ataupun

hanya dengan melihat salah satu elemen atau aspek saja dari keseluruhan

sistem hukum tersebut di atas. Itulah sebabnya, kepemimpinan nasional dalam

penegakan hukum pada saat menyusun dan merumuskan mengenai apa yang

dimaksud dengan konsepsi Negara Hukum Indonesia yang diamanatkan dalam

UUD 1945, terutama sekarang telah ditegaskan dalam rumusan ketentuan Pasal

1 ayat (3) UUD 1945 penting untuk memahami hukum secara komprehensif

terlebih dahulu. Semua lembaga atau institusi hukum yang ada hendaklah dilihat

sebagai bagian dari keseluruhan sistem hukum yang perlu dikembangkan dalam

kerangka Negara Hukum.

Indonesia dengan yang demikian luas wilayah dan besar jumlah

penduduknya, serta masih banyak rakyat miskin dan terbelakang dalam kondisi

kesejahteraan dan pendidikannya, sudah tentu beranekaragam dalam

memahami tentang hukum, dan sebagian besar masyarakat cenderung rendah

pemahamannya terhadap hukum, sehingga tidaklah adil untuk memaksakan

berlaku sesuatu norma hukum kepada mereka yang sama sekali tidak mengerti,

tidak terlibat, dan tidak terjangkau pengetahuannya tentang norma aturan yang

diberlakukan kepadanya. Jika dalam norma aturan itu terjadi proses

kriminalisasi, sudah tentu orang yang bersangkutan terancam menjadi kriminal

tanpa ia sendiri menyadarinya. Oleh karena itu, di samping adanya dan di antara

kegiatan pembuatan hukum (law making) dan penegakan hukum (law enforcing),

yang perlu untuk mendapat perhatian adalah pemasyarakatan hukum (law

socialization) yang cenderung diabaikan dan dianggap tidak penting selama ini.

Padahal, inilah kunci tegaknya hukum. Tanpa basis sosial yang menyadari hak

dan kewajibannya secara hukum, maka hukum apapun yang dibuat tidak akan

efektif, tidak akan tegak, dan tidak akan ditaati dengan sungguh-sungguh.

Dengan demikian, moral dan intelektualitas kepemimpinan dalam

penegakan hukum menjadi sangat penting untuk dikedepankan. Dengan

kepemimpinan yang memiliki moral yang tinggi, diharapkan akan mampu

9

Page 11: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

mendorong terwujudnya penegakan supremasi hukum dan kepastian hukum

yang sejalan dengan rasa keadilan, sedangkan dengan kemampuan

intelektualitas, diharapkan akan dapat memahami hukum secara komprehensif

sebagai suatu sistem yang terintegrasi sehingga dapat memberikan kontribusi

yang maksimal dalam mewujudkan cita-cita membangun Indonesia sebagai

negara hukum, sehingga pada akhirnya akan mampu memberikan kontribusi

terhadap upaya memperkokoh ketahanan nasional.

3. Penutup

a. Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai peran kepemimpinan nasional dalam

optimalisasi penegakan hukum, sehingga dapat memperkokoh ketahanan

nasional, disimpulkan beberapa hal berikut:

1) Bangsa Indonesia mewarisi tradisi hukum Eropa Kontinental

(civil law), yang cenderung berlebihan pada kegiatan pembuatan

hukum tetapi kurang memberikan perhatian pada penegakan hukum,

bahkan beranggapan bahwa begitu suatu norma hukum ditetapkan,

maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu hukum, sehingga

ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat membebaskan

orang tersebut dari tuntutan hukum. Teori ini diberi pembenaran pula

oleh prinsip yang juga diakui universal, yaitu persamaan dihadapan

hukum.

2) Keteringgalan bangsa Indonesia dalam berbagai bidang

pembangunan disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan dalam sisi

moral dan sisi intelektualitas serta penegakan hukum yang justeru

membuat mafia hukum terus menerus menguat dan didukung

jaringan mafia peradilan yang melibatkan aktor politik. Hal ini

semakin nyata ketika memperhatikan kinerja aparat penegak hukum

dalam mengatasi permasalahan penanganan korupsi,

penyalahgunaan wewenang di berbagai institusi, dan kompetensi

10

Page 12: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

aparat penegak hukum yang belum optimal serta pengaruh

perkembangan lingkungan global dibidang hukum.

3) Selama ini, dalam penegakan hukum masih banyak pihak yang

hanya mementingkan aspek kepastian hukum, namunapakah hukum

itu dapat memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat masih kurang

diperhatikan, sehingga muncul kasus-kasus, seperti Minah yang

hanya mencuri tiga buah kakao masuk peradilan dan terancam

pidana, dan banyak kasus lain yang seharusnya cukup diselesaikan

secara musyawarah justru harus melali proses peradilan. Berkaitan

dengan kepastian hukum, hal ini dapat dilaksanakan dengan baik

dalam kondisi masyarakat yang stabil, namun saat ini masyarakat

tengah mengalami berbagai krisis identitas, kepercayaan, dan

toleransi. Oleh sebab itu, hukum harus dibuat dengan baik agar

dapat diimplementasikan dengan baik, dan hukum harus memenuhi

rasa keadilan dan membahagiakan seluruh masyarakat, selain

mengandung kepastian hukum.

4) Dengan mengacu pada pembahasan beberapa penjelasan diatas,

kepemimpinan nasional memiliki peran strategis dan menjadi kunci

utama keberhasilan negara dalam praktik implementasi kebijakan

(dalam hal ini dibidang penegakan hukum). Oleh karena itu,

pemimpin nasional harus memiliki kualitas yang tidak hanya

didasarkan pada kualitas fisik dan intelektual semata, melainkan

juga kualitas rohani. Adanya keseimbangan kualitas antara ketiga

aspek tersebut, sangat membantu seorang pemimpin dalam

mengoptimalkan perannya dalam suatu organisasi.

b. Saran

Untuk mendukung keberhasilan peran kepemimpinan nasional

dalam mengoptimalkan penegakan hukum, sehingga dapat memperkokoh

ketahanan nasional, disarankan beberapa hal berikut:

11

Page 13: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

1) Persamaan dihadapan hukum adalah salah satu asas

terpenting dalam hukum modern, oleh karena itu untuk

mengimplementasikannya perlu didukung dengan upaya

meningkatkan sosialisasi dibidang hukum kepada seluruh

masyarakat.

2) Untuk mengoptimalkan penegakan hukum, bangsa Indonesia

khususnya kepemimpinan nasional perlu menyusun blue-print, suatu

desain makro tentang Negara Hukum dan Sistem Hukum Indonesia

yang hendak dibangun dan tegakkan di masa depan. Hal ini perlu

dilakukan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat homogen

seperti Indonesia, bahwa informasi hukum yang tersedia dalam

masyarakat harus bersifat simetris.

3) Keinginan pemerintah yang kuat untuk melakukan reformasi

diberbagai aspek merupakan momentum untuk mengoptimalkan

penegakan hukum, hukum harus ditegakkan demi kesejahteraan

masyarakat. Oleh karena itu, Kepemimpinan Nasional bila perlu

mengambil langkah-langkah di luar kebiasaan (extraordinary)

semata-mata demi menegakkan keadilan dan kesejahteraan

masyarakat.

Penulis : MHS Pasca Sarjana UGM 2009 Bidang Studi Ketahanan Nasional

12

Page 14: PERAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM DAPAT MEMPERKOKOH KETAHANAN NASIONAL

Daftar Pustaka

Bernardine R. Wirjana, M.S.W & Prof. Dr. Susilo Supardo, M.Hum. (2002), Kepemimpinan, (Dasar-dasar dan Pengembangannya) ANDI, Yogyakarta.

Bob Widyahartono, (2007), Telaah - Kepemimpinan Politik Ekonomi Efektif, Jakarta 05 Maret 2007

D’Souzan. DR, (2007), Proaktive Visionary Leadership, PT Trisewu Nagawarsa, Jakarta.

Frances Hesselbern, Marshall Gold Smith, Richard Beckhard (ed), (1997), The Leader Of The Future, Pemirnpin Masa Depan, alih bahasa: Drs. Bob Widyahartono, FT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (Kipnas) LIPI, Jakarta, 20 November 2007

Konvensi Nasional II IKAL Tahun 2004, Yogyakarta

Mawardi & Nur Hidayati, (2002), IAD ISD IBD, CV. Pustaka Setia, h. 104, Bandung.

Modul E-learning BS. Kepemimpinan Nasional PPRA XLV Tahun 2010 Lemhannas RI

Muladi & Adi Sujatno,( 2009 : 43), Teori, Nilai, Sifat, Peran, dan Prinsip-Prinsip Kepemimpinan,dalam Traktat Etis Kepemimpinan Nasional, Jakarta.

Muqoddas M. Busyro, (2007), “Forum Lokakarya Nasional Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)”, Jakarta 5 Juni 2007.

Parikesit Arli Aditya, (2008) “Kepemimpinan Indonesia Masa Depan”, Jakarta 7 Agustus 2008.

Poespowardojo Soerjanto, Frans M. Parera, (1994), "Pendidikan Wawasan Kebangsaan Tantangan dan Dinamika Perjuangan kaum Cendekiawan Indonesia", PT Grasindo, Jakarta.

Purnama Basuki Tjahaja, Ir., MM (2009), Penegakan Hukum Demi Kesejahteraan Umum, Jakarta

Soekanto, Soerjono (1983), Bantuan Hukum suatu Tinjauan Yuridis, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sujatno Adi,(2006), Moral dan Etika Kepemimpinan, Jakarta.

Suryohadiprojo Sayidiman, (2003), Kepemimpinan Dalam Demokrasi di Indonesia, Jakarta.

Berbagai sumber lainnya.

13