12
PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN HEGEMONI Yulia Rahmi, Ari Suryawati Secio Chaesar, Diah Kusyani Universitas Negeri Yogyakarta [email protected] Abstrak Sastra merupakan praktik sosial masyarakat, fenomena-fenomena yang terjadi di tengah masyarakat diangkat melalui karya sastra. Hal ini membuktikan bahwa sastra tidak lahir dari kekosongan semata. Sastra adalah refleksi kehidupan sehari-sehari. Karya sastra diciptakan tidak lepas dari ideologi pengarangnya, ideologi yang diciptakan oleh pengarang lewat karya satra membentuk sebuah kekuasaan ideologi. Makalah ini bertujuan melihat pembangunan ideologi lewat karya sastra pada media sosial oleh sastrawan. Makalah ini akan mendeskripsikan bagaimana peran media sosial sebagai wahana dalam menyampaikan aspirasi melalui sastra untuk membentuk ideologi di tengah masyrakat. Metode yang digunakan adalahdeskriptif kualitatif dengan kajian hegemoni. Hasilnya menunjukan bahwa pengunaan media dalam membentuk kekuasaan ideologi ditengah masyarakat melalui sastra memberikan dampak yang signifikan bagi pengarang. Kata kunci: media sosial, sastra, dan hegemoni PENDAHULUAN Indonesia sebagai bangsa yang pernah terjajah pernah mengalami penindasan ideologi. Dimana pada masa itu tidak semua orang bebas untuk bisa menyuarakan ideologinya bahkan lewat media tulis atau lisan. Pada masa indonesia masih terjajah hegemoni oleh orang-orang yang berkuasa dirasakan sangat kuat, tidak mudah untuk mendapatkan bahkan menuangkan pemikiran dan ekpresi-ekspresi dalam bentuk tulisan yang terpublikasi. Hasil-hasil pemikiran yang tertuang dalam bentuk kumpulan kata dan kalimat-kalimat hanya menjadi monopoli bagi sebagian orang yang beruntung karena dianggap memiliki akses-akses tertentu. Bermacam aksesnya diantaranya memiliki kedekatan atau bahkan memiliki tujuan dalam membangun suatu ideologi pada masyarakat. Media cetak pun pada masa itu sangat selektif untuk mempublikasikan sebuah karya. Ruang gerak untuk tokoh terpelajar dalam menuangkan ideologi masih dibatasi oleh kekuasaan saat itu. Tidak hanya itu, jika pun ada tulisan yang dipublikasin itu tidak boleh menyentil pemerintahan.

PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN HEGEMONI

Yulia Rahmi, Ari Suryawati Secio Chaesar, Diah Kusyani Universitas Negeri Yogyakarta

[email protected]

Abstrak

Sastra merupakan praktik sosial masyarakat, fenomena-fenomena yang terjadi di tengah masyarakat diangkat melalui karya sastra. Hal ini membuktikan bahwa sastra tidak lahir dari kekosongan semata. Sastra adalah refleksi kehidupan sehari-sehari. Karya sastra diciptakan tidak lepas dari ideologi pengarangnya, ideologi yang diciptakan oleh pengarang lewat karya satra membentuk sebuah kekuasaan ideologi. Makalah ini bertujuan melihat pembangunan ideologi lewat karya sastra pada media sosial oleh sastrawan. Makalah ini akan mendeskripsikan bagaimana peran media sosial sebagai wahana dalam menyampaikan aspirasi melalui sastra untuk membentuk ideologi di tengah masyrakat. Metode yang digunakan adalahdeskriptif kualitatif dengan kajian hegemoni. Hasilnya menunjukan bahwa pengunaan media dalam membentuk kekuasaan ideologi ditengah masyarakat melalui sastra memberikan dampak yang signifikan bagi pengarang.

Kata kunci: media sosial, sastra, dan hegemoni

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai bangsa yang pernah terjajah pernah mengalami penindasan ideologi.

Dimana pada masa itu tidak semua orang bebas untuk bisa menyuarakan ideologinya bahkan

lewat media tulis atau lisan. Pada masa indonesia masih terjajah hegemoni oleh orang-orang yang

berkuasa dirasakan sangat kuat, tidak mudah untuk mendapatkan bahkan menuangkan pemikiran

dan ekpresi-ekspresi dalam bentuk tulisan yang terpublikasi. Hasil-hasil pemikiran yang tertuang

dalam bentuk kumpulan kata dan kalimat-kalimat hanya menjadi monopoli bagi sebagian orang

yang beruntung karena dianggap memiliki akses-akses tertentu. Bermacam aksesnya diantaranya

memiliki kedekatan atau bahkan memiliki tujuan dalam membangun suatu ideologi pada

masyarakat. Media cetak pun pada masa itu sangat selektif untuk mempublikasikan sebuah karya.

Ruang gerak untuk tokoh terpelajar dalam menuangkan ideologi masih dibatasi oleh kekuasaan

saat itu. Tidak hanya itu, jika pun ada tulisan yang dipublikasin itu tidak boleh menyentil

pemerintahan.

Page 2: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

Semakin banyaknya kaum terpelajar dan menyadari akan situasi dan kondisi penindasan

pada saat itu maka muncullah rasa nasionalisme untuk memerdekaan diri lewat tulisan. Jika

dilihat pada masa lalu kehebatan kata-kata atau untaian kalimat dari kalangan terdidik maupun

sastrawan hanya bisa dinikmati oleh orang-orang tertentu bahkan hanya untuk kelas masyarakat

tertentu. Sastrawan hidup di dalam realitas yang sama dirasakan oleh masyarakat Indonesia pada

saat itu, di bawah penindasan struktural kultural oleh negara, karenanya realitas menjadi

sedemikian dekat bagi para sastrawan.

Semakin berkembangnya zaman, perkembangan teknologi dan alat komunikasi pada era

globalisasi pun semakin pesat. Perkembangan teknologi ini dijadikan sebagai wahana untuk

membentuk ideologi di tengah masyarakat oleh sastrawan lewat karyanya. Tidak bisa dipungkiri

pada zaman sekarang ini media menjadi sebuah hal yang tak terelakan lagi. Semua akses

kehidupan sudah dimasuki oleh media. Dalam ranah sastra sendiri, perkembangan teknologi ini

dapat dijadikan sebagai wahana untuk menyalurkan aspirasi dan pembentukan ideologi di tengah

masyarakat melalui karya sastra. Jika pada zaman penjajahan hingga masa pemerintahan Suharto,

akses media sangat dibatasi karena dianggap bisa menjatuhakan rezim penguasa pada saat itu,

lain halnya pada masa orde baru hingga sekarang penyampaian ideologi sangat demokratis. Sastra

di sini memiliki cara tersendiri dalam penyampaian ideologi tersebut. Seorang sastrawa melalui

kreatifitasnya dalam melihat fenomena-fenomena yang terjadi di dalam masyarakat dapat

menghasilkan sebuah karya dengan menyelipkan ideologi yang kuat sehingga pembacanya dapat

terpengaruh dan disadari atau tanpa disadari juga akan membentuk ideologi pembaca tersebut.

Ilmu sastra menunjukan keistimewaan yaitu bahwa objek kajiannya tidak tentu dan

memiliki cakupan yang luas. Sudah banyak berbagai pihak yang memberikan batasan yang tegas

mengenai defenisi sastra itu sendiri melalui pendekatan-pendekatan yang berbeda. Namun,

batasan nama yang pernah diberikan oleh ilmuwan ternyata diserang, ditentang, disangsikan,

atau terbukti tidak kesampaian karena hanya menekankan satu aspek atau beberapa aspek saja,

atau hanya berlaku untuk sastra tertentu. Masalahnya: secara instuisi kita semua sedikit

banyaknya tahu gejala apakah yang hendak disebut sastra, tetapi begitu kita coba membatasinya,

gejala itu luput lagi dari tanggapan kita. Pada akhirnya ilmuwan sepakat menggunakan kata

“literature” untuk pemakain internasional dan di Indonesia sendiri diartikan sebagai sastra

Page 3: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

(Teeuw, 2015:19).Karya sastra pada dasarnya lahir bukan dari kekosongan semata. Ia merupakan

hasil ciptaan manusia. Manusia memiliki pemikiran dan pandangannya masing-masing terhadap

fenomena yang ada disekitarnya. Berdasarkan pengamatan terhadap fenomen sosial itulah

pengarang membangun ideologi lewat karya sastra. Media sosial dalam hal ini mengambil

peranan penting sebagai alat penyalur ideologipengarang kepada masyarakat. Saat ini media

elekronik (media sosial) lebih memiliki kekuasaan dibandingkan media cetak. Hal tersebut

dibuktikan sudah tidak diterbitkannya lagi majalah horizon lewat media cetak, melainkan media

internet. Hal tersebut dikarenakan akses media sosial lebih efektif dan efisien dibandingkan media

cetak. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa majalah horizon merupakan salah satu majalah yang

memuat tentang sastra. Oleh sebab itu, pada makalah akan dideskripsikan bagaimana peran

media sosial terhadap sastra berdasarkan kajian hegemoni.

KONSEP HEGEMONI

Hegemoni merupakan sebuah teori mengenai kekuasaan berdasarkan intelektualitas. Jika

kita bicara hegemoni maka tokoh yang lekat dengan teori ini adalah Antonio Gramsci. Ratna

(dalam Sehandi, 2014:188) tokoh kunci teori hegemoni adalah seorang penganut Maxisme

berkebangsaan Italia bernama Antonio Gramsci. Gramcsi lahir di ales, Italia, pada tahun 22 januari

1891, dan meninggal dunia di Roma, Italia pada tahun, 27 April 1937. Teori hegemoni gramsci

digunakan untuk memahami model kekuasaan, tetapi bukan atas dasar pemaksaan, melainkan

atas dasar kesepakatan, konsesus, dan masuk akal. Lebih lanjut, Faruk (2014:141 – 144) menurut

Gramcsi, kriteria metodologis yang menjadi dasar studinya bertolak dari asumsi bahwa supremasi

suatu kelompok sosial menyatakan dirinya dalam dua cara, yaitu sebagai dominasi dan sebagai

kepemimpinan moral dan intelektual. Defenisi hegemoni oleh Gramsci adalah sebagai sesuatu

yang kompleks, yang sekaligus bersifat ekonomik dan etis-politis. Hegemoni mendefenisikan sifat

kompleks dari hubungan antara masyarakat dengan kelompok-kelompok pemimpin masyarakat:

suatu hubungan yang tidak hanya politis dalam pengertian sempit, tetapi juga persoalan

mengenai gagasan-gagasan atau kesadaran. Larrain (dala Ratna 2010:176) menyatakan bahwa

dalam teori-teori kontemporer ideologi dimanfaatkan dalam berbagai kajian ilmu dengan defenisi

yang berbeda-beda. Pada umumnya defenisi tersebut meliputi (a) ilmu pengetahuan mengenai

Page 4: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

cita-cita, (b) cara berpikir seseorang dan kelompok, (c) paham yang dikaitkan dengan kelompok

tertentu.

Berdasarkan pernyataan di atas tampak jelas bahwa kekayaan inteltualistas menjadi titik

tolak Gramcsi dalam membangun sebuah hegemoni. Bahasa melalui tulisan dijadikan sebagai alat

untuk membangun kekuasaan. Kompleksifitas dalam karya sastra dibentuk untuk mendominasi

kelompok tertentu. Ideologi merupakan salah satu faktor pendorong terpenting terjadinya

hegemoni yang diciptakan oleh penguasa untuk mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuk

pola pikir masyarakat. Dalam karya sastra, seorang pengarang membangun sebuah ideologi

ditengah masyarakat lewat sebuah karya karya atau tulisan yang ia hasilkan.

Hegemoni tidak hanya berbentuk fisik semata yang mengandalkan kekuatan untuk

menguasai kelompok tertentu, tetapi hegemoni dalam konsep Gramsci membangun hegemoni

dalam bentuk wacana. Wacana yang menyebar di tengah masyarakat juga tidak tercipta begitu

saja, melainkan menjadikan bahasa sebagi medianya. Menurut Gramcsi (dalam Ratna, 2010:183)

ada tiga cara untuk membentuk gagasan, yaitu bahasa, pendapat umum, dan folklor. Oleh sebab

itu, dalam perkembangannya sastra merupakan media penyalur ideologi kepada pembaca untuk

membangun sebuah hegemoni atau kekuasaan untuk kepertingan tertentu.

Teori hegemoni merupakan penelitian dalam kaitannya dengan relasi-relasi sastra dengan

masyarakat, hubungan pengarang dengan masyarakat. Secara ringkas bagaimana kekuatan-

kekuatan sosial dibangun di dalam teks sastra, karya sastra tidak lagi berfungsi sebagai cermin

pasif, cerita sebagai mata-mata memindahkan melalui kejadian sehari-hari, sebaliknya karya

sastra adalah peristiwa kultural itu sendiri (Ratna, 2010:186). Jadi, hegemoni yang diciptakan

secara intelektualitas dibangun oleh sebuah wacana lewat media bahasa. Kekuasaan yang

dibangun oleh teori hegemoni secara intelektual mengandung ideologi-ideologi yang hendak

disampaikan melalui bahasa. lebih lanjut, Eriyanto (2001:3–4) menyebutkan bahwa bahasa

meruakan aspek utama dari penggambaran suatu subjek, dan melalui bahasa ideologi tergambar

di dalamnya. Bahasa memiliki andil besar untuk menampakan kekuasaannya. Bahasa merupakan

representasi yang berperan membentuk subjek tertentu, tema-tema tertentu, strategi tertentu,

bahkan ideologi tertentu bagi penuturnya. Sastra diciptakan oleh pengarang dan menggunakan

bahasa sebagai media untuk menyebarkan ideologi pengarang di tengah masyarakat. Sastra yang

Page 5: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

menjadi wacana tidak serta merta akan merefleksikan kehidupan sehari-hari, melainkan juga

menempatakan ideologi pengarang dalam sebuah karya sastra dan membangun hegemoni di

tengah masyarakat.

APA ITU SASTRA?

Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai bentuk karya

seperti cerpen, novel, puisi, dan drama. Terlepas dari bentuk tersebut sastra itu sendiri

mempunyai suatu tujuan dalam penyampian isi yang kaya akan makna. Banyak ahli sastra yang

mencoba mendefenisikan sastra dan membentuk suatu konsep, tetapi defenisi itu tidaklah bisa

mencajadi suatu acuan untuk mendefenisikan apa itu sastra? Sebab sastra mempunyai kajian

ruang lingkup yang luas. Salah satu batasan “sastra “ adalah segala sesuatu yang tertulis dan

tercetak. Cara lain untuk memberi defenisi pada sastra adalah membatasi nya pada “mahakarya”

yaitu buku-buku yang dianggap menonjol pada karena bentuk dan ekspresi sastranya. Nampaknya

istilah “sastra” itu sendiri paling tepat diterapkan pada seni sastra, yaitu sastra sebagai karya

imajinatif. Cara yang paling mudah untuk masalah pembatasan sastra itu sendiri adalah merinci

penggunaan bahasa yang khaspada sastra. Bahasa merupakan bahan baku kesusastraan, tetapi

harus disadari bahwa bahasa bukan benda mati, melainkan ciptaan manusia, dan memiliki muatan

budaya dan linguistik dari kelompok pemakai bahasa tertentu. Bahasa sastra penuh ambiguistas

serta memiliki kategori-kategori yang tak beraturan dan ta rasional. Karya sastra juga pebuh

dngan asosiasi mengacu pada ungkapan atau karya yang diciptakan sebelumnya, dengan kata lain

bahasa sastra sangat “konotatif” sifatnya. Bahasa sastra bukan bahasa referensial yang hanya

mengacu pada suatu hal tertentu. Bahasa sastra mempunya fungsi ekspresif, menunjukan nada

dan sikap pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi, membujun, dan

pada akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek dan Warren, 1989: 11 – 15).

Berbicara mengenai sastra tidak akan lepas dari pengarang, karya, dan pembaca.

Terciptanya sebuah karya sastra tentunya tidak lepas dari penciptanya yaitu pengarang.

Pengarang secara imajinatif telah berhasil mengangkat fenomena-fenomena yang terjadi di

tengah masyarakat dan merefleksiknnya dalam sebuah karya sastra. Penciptaan suatu karya oleh

seorang pengarang memiliki tujuan tertentu. Salah satu tujuannya adalah untuk mempengaruhi

Page 6: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

pembaca lewat ideologi yang diselipkan pengarang dalam karyanya. Jika dahulu untuk

membangun sebuah kekuasaan orang melakukan perang, lain halnya zaman sekarang kekuasaan

dibangun secara intektual lewat wacana. Karya sastra di ini merupakan sebuah wacana untuk

mempengaruhi dan membangun ideologi.

Perkembangan teknologi yang semakin cangih dapat menjadi wahana dalam penyaluran

ideologi tersebut. Hal ini disebabkan akses teknologi yang sangat luas. Seperti halnya media

sosial, banyak sekali pengarang-pengarang novel yang menjadikan media sosial sebagai alat

untuk mempengaruh pembacanya. Alternatif ini dipilih karena media sosial memiliki massa yang

tak terbatas dan lebih efektif serta efisien dalam penyebaran ideologi. Di samping itu tidak

dipungkiri juga media sosial dijadikan sebagai cara untuk mempertahankan eksistensi oleh

pengarang.

PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA DALAM MEMBANGUN HEGEMONI

The Power of Sosial Media

Teknologi dan informasi berkembang pesat di era globalisasi saat ini. Hal tersebut tidak

terlepas dari peningkatan logika dan pemikiran manusia. Imbasnya, komunikasi menjadi bagian

terpenting bagi kehidupan masyarakat. Salah satu ciri masyarakat modern ditandai dengan

ketergantungan memperoleh dan menggunakan media komunikasi seperti media sosial. Media

komunikasi dalam hal ini media sosial yang menjelma menjadi alat propaganda paling efektif.

Selain itu, media sosial juga dapat sebagai pengantar untuk mengubah pola pikir masyarakat.

Media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas sesuai dengan

kepentingannya dan merupakan wujud dari penyalur ideologi kepada masyarakat. Media sosial

sebagai arena kontestasi kekuasaan untuk membangun ideologi oleh kelompok tertentu. Selain

itu, juga dapat menjadi saluran paling ekspresif, dan merdeka dalam menyampaian pemikiran-

pemikiran. Penggunaan teknologi diberbagai bidang juga semakin meningkat. Perkembangan

teknologi juga mengalami inovasi yang cukup cepat, khususnya teknologi internet, seperti media-

media sosial. Media sosial seperti facebook, instagram, twiter, dan blog menjadi wadah dalam

penyampaian aspirasi dan ideologi. Pengarang dalam hal ini memanfaatkan perkembangan

Page 7: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

teknologi pada media sosial sebagai alat penyalur ideologi pengarang untuk membangun

kekuasaan di tengah masyarakat.

Banyak sastrawan-sastrawan yang menjadikan media sosial sebagai wadah dalam

penyampaian konsep dan ideologi. Contohnya seperti “sonian”, di Indonesia sendiri nama ini

masih sangat asing dan tahukah anda nama sonian diambil dari nama kreatornya yaitu Soni Farid

Maulana. Sonian adalah bentuk puisi baru sepanjang empat larik dalam sastra Indonesia modern

dengan pola 6-5-4-3 suku kata pelarik. Para kreator bisa menggunakan majas, simbol, metafora,

dan imajinasi. Di samping bahasa, imajinasi merupakan faktor utama dalam menciptakan karya

sastra. Sonian semacam puisi mediatif yang ringkas dan padat. Puisi sonian ini menyampaikan

makna pesan secara luas dengan keterbatasan suku kata yang meruncing ke bawah dan

memberikan ketajaman dalam menulis. Sonian dilahirkan oleh Soni Farid Maulana pada medio

Januari 2015. Soni telah memberikan ciri khas pada puisi sonian ini diantaranya puisi ini lebih

memiliki karakter pada barisnya yang terbatas dan berformat 6 5 4 3, hanya terdiri dari 4 baris

dan tiap baris ditentukan oleh jumalah suku katanya. Soni menentukan format mengecut ini

dengan tujuan bahwa apa yang disampaikan penulis semakin jelas fokusnya, sehingga ideologi

yang ingin dibangun oleh pengarang itu tersampaikan.

Soni disini menjadikan media sosial sebagai alat untuk memperkenalkan “sonian”

tersebut. Salah satu media sosial yang digunakan Soni dalam mensosialisasikan sonian adalah

facebook. Cara yang ditenpun Soni dalam menyosialisasikan “sonian” adalah dengan membuat

grup di facebok, tidak membutuhkan waktu lama bagi “sonian” agar bisa diketahui banyak orang.

Gruo ini langsung disambar oleh pecinta puisi dengan antusias. Hal ini disebabkan bahwa puisi ini

memang punya daya tarik karena bisa dikatakan cukup menantang. Ia memudahkan penulis

karena temanya bebas dan ringan, tapi jumlah suku kata yang mengikat terasa menantang, seperti

tengah bermain puzzel.

Berdasarkan gambaran di atas terlihat jelas peran media yang sangat signifikan oleh

pengarang. Media sosial yang memiliki akses luas tersebut merupakan alternatif yang efektif dan

efisien dalam pembangunan ideologi terhadap kalangan atau golongan tertentu, dalam konteks

ini yaitu sastra. Bagaimana pecinta sastra itu sangat antusia dengan genre baru dan sekaligus

menantang tersebut. Berikut ini adalah contoh puisi sonian.

Page 8: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

Puisi oleh Ewith Bahar

Dusta

Seorang lelaki Mengayam dusta Pada mata Waspada! 28 Januari 2015

Kenangan

Kenangan mengambang Pada pelupuk Dipilukan Gerimis 27 anuari 2015

PERAN MEDIA SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN IDEOLOGI

Seiring berkembangnya ideologi, perkembangan sastra dan media penyalurannya pun

juga tidak ketinggalan.Kesusastraan dapat menampung berbagai aspirasi masyarakat yang

disuarakan oleh pengarang melalui karya sastra yang ditulis atau dihasilkan. Banyaknya peminat

sastra menunjukkan tingginya kasadaran atas kemauan dan kemampuan menyampaikan berbagai

perasaan, pendapat, bahkan pola pikir. Karya sastra merupakan media paling efektif dalam

menyebarkan gagasan-gagasan. Selain itu melalui karya sastra dapat diolah untuk menekankan

kesadaran moral dan ideologi.

Karya sastra sebagai alat komunikasi, sering digunakan sebagai alat untuk melakukan

penghegemonian bukan dengan tindak kekerasan. Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Gramsci

bahwa hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma,

kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah menjadi doktrin terhadap kelompok

masyarakat lainnya dimana kelompok yang didominasi oleh kelompok penguasa tidak merasa

ditindas dan merasa hal tersebut sebagai hal yang wajar (Faruk, 2014:132).

Hegemoni suatu kelas terhadap kelas yang ada di bawahnya merupakan hasil dari

bangunan konsensus. Konsensus merupakan suatu dominasi yang dilakukan bukan dengan suatu

Page 9: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

pemaksaan melainkan melalui persetujuan dan pemahaman. Oleh karena itu, konsensus

merupakan suatu kepatuhan atau ketertundukan seseorang atau sekelompok orang karena

adanya suatu kesadaran.

Media sosial sebagai media berbagi informasi dapat dimanfaatkan untuk pembangunan

ideologi. Hal ini tentu dapat menjadi efektif karena pengguna media sosial telah merebak di era

informasi saat ini. Peran media sosial dalam masyarakat mampu mempengaruhi, membangun,

bahkan mengubah cara berpikir suatu kelompok masyarakat. Kekuatan media sosial ini juga

digunakan oleh pemerintah maupun suatu kelompok masyarakat tertentu untuk mempengaruhi

masyarakat. Dalam dunia sastra, media sosial digunakan sebagai alat untuk menyampaikan

aspirasi masyarakat dalam pembangunan ideologi. Hal tersebut salah satunya dapat dibuktikan

dengan adanya meme-meme dalam media sosial seperti instragram, facebook, tweeter, path dan

lain sebagainya.

Media sosial merupakan bagian dari mekanisme sastrawan untuk mempertahankan

eksistensi melalui karya-karya yang diunggah dalam media sosial. Selain untuk mempertahankan

eksistensi sastrawan, peran media sosial dapat membangun ideologi melalui karya sastra

tersebut. Dengan berperannya media sosial dalam memuat karya sastra, seni, dan budaya dalam

pembangunan ideologi, para sastrawan dan budayawan semakin tertantang untuk menyajikan

karyanya di dalam media sastra. Bahkan pada era sekarang peran media sosial juga digunakan

oleh sekelompok sastrawan pemula untuk menyampaikan karya-karyanya. tidak hanya itu,

mahasiswa yang berniat menulis karya sastra dan ingin menyebarkannya pada semua orang,

dapat memanfaatkan media sosial tersebut. Pemanfaatan teknologi seperti internet, facebook,

path, tweeter menawarkan sistem kebebasan dalam penyampaian ideologi.

Melalui media sosial, pengarang atau penulis mampu menyampaikan perasaannya

melalui karya-karya sastra salah satunya seperti puisi. Karya sastra puisi yang dimuat dalam media

sosial seperti wikipedia, facebook, path, maupun tweeter dapat menjadi wahana pembangun

ideologi Hal tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut.

Page 10: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

Gambar di atas merupakan bentuk salah satu peran media sosial dalam pembangunan

ideologi. Karya-karya Gie yang dimuat dalam media sosial seperti pada wikipuisi saat ini dapat

dijadikan alat untuk pembangunan ideologi. Pada masa pergerakan mahasiswa, kelompok

mahasiswa biasanya menggunakan media “propaganda” untuk mengekpresikan maksud dan

tujuan gerakan mereka. Soe Hok Gie menggunakan media massa (koran) untuk menerbitkan

tulisan-tulisannya, sama halnya dengan Goenawan Mohamad yang menggunakan media massa

sebagai tempat untuk mengekpresikan kegusarannya dan menyampikan ideologinya melalui ide

yang dituangkan dalam sebuah tulisan,. Hok Gie dikenal sebagai penulis proaktif di beberapa

media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indoneisa

Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu

tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang,

1995).

Pada masa orde baru di kampus-kampus, lembaga pers mahasiswa acapkali dibungkam

atau ditekan, karena sikap kritis mereka. Bahkan tidak hanya para mahasiswa yang dibungkam,

para sastrawan dengan karya-karyanya yang fenomenal sebagian besar dibredel dan tidak

diperkenankan dipublikasikan di khalayak ramai. Sastrawan yang pernah merasakan hal tersebut

pada rezim Orde Baru, antara lain WS Rendra, Seno Gumira dan sastrawan senior

lainnya.Persoalan pelarangan karya sastra, juga tidak terlepas dari unsur politik kepentingan

penguasa berambisi memporak-porandakan genre sastra di mata pembacanya. Tidak hanya itu,

persoalan asal usul dan posisi penulis dalam masyarakat menjadi pertimbangan penting. Itulah

Page 11: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

sebabnya, isi sebuah karya merupakan faktor dominan tercetusnya ide pelarangan karya yang

bermuatan ideologis yang bertikungan dengan penguasa.

Karya-karya yang dibuat sastrawan pada masa menjadi tolok ukur dan memberikan

dampak ideologis hingga saat ini. hanya saja media yang digunakan untuk menyalurkan ideologi

tersebut semakin berkebnag seperti halnya peran media menjadi bagianterpenting dalam

penyalurannya, bahkan pembangun ideologi. Pada masa kini, tidak hanya para sastrawan yang

sudah terkenal, melainkan sastrawan-sastrawan pemula kerap menggunakan media sosial seperti

facebook, tweeter, Instagram untuk mengekpresikan rasa dan pikiran dengan mengunggah ke

media sosial. Para sastrawan pemula menggunakan media sosial sebagai alat untuk membangun

eksistensi dan menyalur ideologi mereka melalui karya-karyanya. Pengguna media sosial dapat

menyalurkan ungkapan perasaan, gagasan, dan ide mereka dalam sebuah tulisan yang mampu

dibaca oleh jutaan orang di seluruh dunia dalam waktu sekejap. Ini alasan kenapa media sosial

dapat menjadi wahana penyampaian ideologi oleh pengarang. Selain efektif dan efisien, media

sosial juga memiliki akses yang sangat luas.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa media sosial

mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengarang. Melalui media sosial

pengarang dapat membentuk suatu ideologi dan menyampaikan ideologinya tersebut kepada

masyarakat. pengungkapan praktik kekuasaan melalui karya sastra telah banyak dilakukan. Hal

tersebut disebabkan karya sastra sebagai pengungkapan praktik kekuasaan memungkinkan karya

sastra sebagai arena refleksi atas peristiwa kekuasaan yang terjadi di masyarakat. sastra dan

kekuasaan pada dasarnya memiliki hubungan yang saling terkait. Keterkaitan sastra dan

kekuasaan bisa berbentuk pengungkapan praktik kekuasaan yang terjadi di masyarakat melalui

karya sastra. Media sosial merupakan wadah penyalur ideologi pengarang kepada pembacanya.

Ideologi tersebut akan mendominasi suatu kelompok yang memiliki realitas sama dengan

pengarang. Oleh sebab itu, media sosial pada zaman sekarang mempunyai peranan penting

dalam pembangunan hegemoni lewat sastra.

Page 12: PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SASTRA : KAJIAN …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/Yulia.pdf · Mendengar kata sastra imajinasi kita langsung dihadapkan dengan berbagai

DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana Pengantar Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:Lkis Printing Cermelang. Faruk. 2014. Pengantar Sosiologi Sastra “dari Stukturalisme Genetik samapi Post-modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gramsci, Antonio. 2013. Prison Notebooks “Catatan-catatan dari Penjara”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sehandi, Yohanes. 2014. Mengenal 25 Teori Sastra.Yogyakarta:Ombak.

Teeuw, A. 2015. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya.

Wellek, Rene, Austin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.