Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENINGKATAN STATUS
KESEHATAN IBU DAN ANAK DI KOTA MAKASSAR
IKHWANUDDIN
Nomor Stambuk : 10564 315 08
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENINGKATAN STATUS
KESEHATAN IBU DAN ANAK DI KOTA MAKASSAR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Politik
Disusun Dan Diajukan Oleh
IKHWANUDDIN
Nomor Stambuk : 10564 315 08
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
ABSTRAK
IKHWANUDDIN. 2015. Peran Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Status
Kesehatan Ibu dan Anak di Kota Makassar (dibimbing oleh Djuliati Saleh dan
Ihyani Malik).
Peningkatan status kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu variabel
tercapainya tujuan pembangunan milenium. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
terdorong untuk mencoba menggambarkan dan menjelaskan peran pemerintah
daerah dalam peningkatan status kesehatan ibu dan anak di kota makassar.
Jenis penelitian adalah desktriptif kualitatif dengan menjelaskan peran
pemerintah kota makassar dalam peningkatan status kesehatan ibu dan anak di kota
Makassar. Data peran pemerintah kota dikumpul dengan menggunakan instrumen
berupa; observasi dan dokumentasi serta dikembangkan dengan wawancara terhadap
informan. Informan penelitian sebanyak 9 orang.
Hasil penelitian menunjukkan peran langsung Pemerintah Kota Makassar
dalam peningkatan status kesehatan ibu dan anak di Kota Makassar belum dilakukan
secara maksimal, menyeluruh dan merata. Peran Pemerintah Kota tersebut
dipengaruhi oleh faktor; SDM, partisipasi masyarakat, sarana dan prasarana.
Kata kunci: Peran, Pemerintah Daerah, dan Peningkatan Status Kesehatan Ibu dan
Anak
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Peran Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Status
Kesehatan Ibu dan Anak di Kota Makassar”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Dra. Hj. Djuliati Saleh, M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Hj. Ihyani
Malik, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan
waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
2. Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak A. Luhur Prianto S.IP, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar.
5. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan semangat
dan bantuan, baik moril maupun materil.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini sangat bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, 20 Januari 2015
Ikhwanuddin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan kesehatan yang merupakan salah satu domain
dalam Human Development Index berperan penting dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia suatu Negara. Empat dari seluruh komitmen yang
dicetuskan oleh negara-negara PBB dalam Millenium Development Goals
(MDGs) terkait erat dengan masalah kesehatan, terutama tentang Kesehatan Ibu
dan Anak. Program Kesehatan Ibu dan Anak menjadi sangat penting karena ibu
dan anak merupakan unsur penting pembangunan, hal ini mengandung pengertian
bahwa dari seorang ibu akan dilahirkan calon-calon penerus bangsa. Hingga saat
ini, Angka Kematian Ibu dan Anak masih menduduki peringkat tertinggi di Asia
walaupun telah mengalami penurunan setiap tahunnya.
Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan
Millenium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia
melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yaitu
menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk
semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan
angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyebaran
HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, kelestarian lingkungan hidup,
serta membangun kemitraan global dalam pembangunan. Sebagai salah satu
anggota PBB, Indonesia memiliki dan ikut melaksanakan komitmen tersebut.
Pembangunan secara umum sering diartikan sebagai upaya multidimensi
untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Tujuan MDGs
menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua
komponen kegiatan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat. Empat
dari sasaran MDGs terkait secara langsung dengan peningkatan kesehatan
masyarakat.
Masalah-masalah kesehatan yang banyak terjadi di Indonesia diantaranya
adalah tingginya angka pertumbuhan penduduk, disparitas status kesehatan, beban
ganda penyakit, yang mana data epidemiologi menunjukkan terjadinya
peningkatan prevalensi penyakit, baik penyakit menular yang baru dan lama
maupun tidak menular, peningkatan kematian akibat kecelakaan, dan menurunnya
mutu kesehatan keluarga, terutama Kesehatan Ibu dan Anak (Konas Jen X, 2003;
WHO Report, 2002).
Salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan pencapaian
pembangunan suatu Negara adalah Human Development Index (HDI)/ Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari tiga domain yakni kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi. IPM Negara Indonesia berada di peringkat 108 dari 177
negara di dunia, lebih rendah dari negara-negara ASEAN lainnya seperti
Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Dari tahun ke tahun,
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi sebagai salah satu bagian dari
indikator IPM menurun landai dan masih menjadi masalah. Dari lima juta
kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.
Kesehatan Ibu dan Anak sebagai bagian dari tujuan MDGs dikarenakan
masih tingginya Angka Kematian dan Kesakitan Ibu serta Angka Kematian Bayi
yang merupakan indikator kesehatan umum dan kesejahteraan masyarakat.
Populasi wanita di dunia pada umumnya akan lebih banyak dibandingkan
populasi laki-laki dikarenakan ekspektansi Usia Harapan Hidup wanita lebih
panjang daripada laki-laki. Usia Harapan Hidup sebagai indikator dalam menilai
derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat.
Keterkaitan Tujuan MDGs yang ke-3, yaitu kesetaraan gender dan
pemberdayaan wanita dan tujuan MDGs yang ke-6 memerangi HIV / AIDS dan
penyakit menular lainnya terhadap Kesehatan Ibu dan Anak terutama dikaitkan
dalam perolehan pendidikan yang oleh seorang wanita, yang diharapkan akan
meningkatkan pengetahuan wanita tentang kesehatan, serta dengan demikian
mampu mengerti tentang penyakit HIV / AIDS maupun menular lainnya yang
membahayakan kesehatannya dan kesehatan anaknya.
Upaya mewujudkan pembangunan kesehatan tidak hanya dilakukan
melalui perbaikan pelayanan di bidang kesehatan, melainkan yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya meningkatkan perbaikan gizi masyarakat. Masalah gizi
berakar dari kemiskinan, masalah ini tidak mungkin hanya dipecahkan oleh
nutritionst (ahli gizi), dan bukan semata-mata merupakan tanggung jawab
Kementrian Kesehatan, melainkan perlu melibatkan beberapa lintas sektor, baik
instansi pemerintah, LSM maupun perorangan. Salah satu faktor penghambat
yang menyebabkan menurun dan stagnannya cakupan perbaikan gizi, antara lain
dikarenakan belum optimalnya dukungan pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, LSM dan dunia usaha, jumlah dan kemampuan petugas dalam
pengelolaan program, serta lemahnya sistem informasi kesehatan. Tampak jelas
bahwa semua stakeholder saling bantu-membantu dalam pembangunan kesehatan
disesuaikan dengan peran masing-masing.
Pemerintah Kota Makasar telah melaksanakan berbagai program
pembangunan di semua sektor dalam upaya untuk meningkatkan Kualitas Sumber
Daya Manusia serta mempercepat pencapaian Target MDGs 2015 dan percepatan
pencapaian target RPJMD Kota Makassar tahun 2009 – 2014 yaitu Penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI), Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), Prevalensi
Gizi Kurang dan Gizi Buruk. Untuk mempercepat pencapaian tersebut maka
Pemerintah Kota Makassar mencanangkan Tahun 2012 sebagai “Tahun
Kesehatan Gizi, Ibu dan Anak ” dengan tema “Menyelamatkan 1000 hari pertama
kehidupan”.
Kepala dinas kesehatan Makassar Naisyah Tun Azikin mengatakan,
pencanangan tahun kesehatan ibu dan anak dilakukan melalui program
menyelamatkan seribu hari awal kehidupan. Memaksimalkan program tersebut,
Pemerintah Kota Makassar telah berkoordinasi dengan puskesmas, bidan, hingga
pos kesehatan masyarakat yang berada di tingkat kelurahan.
Bentuk koordinasinya melalui membangun pemahaman mengenai
sejumlah program yang telah dilaksanakan, seperti pembebasan biaya persalinan.
“Peran kelurahan dan kader kesehatan yang dibentuk kami harapkan lebih
ditingkatkan” harapnya.
Berdasarkan data kinerja kesehatan di Makassar, khususnya tingkat
kematian ibu dan bayi menurun. Pada tahun 2011, kematian ibu hanya 11,4 %,
dan angka kematian bayi mencapai 6,9 %. Jumlah tersebut berkontribusi positif
terhadap target pencapaian IPM kesehatan tahun 2011 yang mencapai 82 %.
Berdasarkan target MDGs, angka kematian ibu dan bayi hingga 2014 bisa
mencapai 0 %. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti lebih jauh mengenai Peran Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Status
Kesehatan Ibu dan Anak di Kota Makassar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam peningkatan status kesehatan ibu
dan anak di Kota Makassar?
2. Faktor apa yang mempengaruhi peningkatan status kesehatan ibu dan anak di
Kota Makassar?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, maka penelitian ini bertujuan
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui peran pemerintah daerah dalam peningkatan status
kesehatan ibu dan anak di Kota Makassar.
b. Untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi tercapainya peningkatan
status kesehatan ibu dan anak di Kota Makassar.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
a. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran yang jelas
mengenai peran pemerintah daerah dalam peningkatan status kesehatan
ibu dan anak di kota makassar.
b. Hasil Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan operasional pembangunan
pelayanan di sektor kesehatan.
c. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan guna penyusunan
dan penyempurnaan pembangunan pelayanan di sektor kesehatan.
d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan baik bagi
peneliti maupun lembaga pendidikan dan untuk menambah kepustakaan
yang sudah ada.
e. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau
pedoman untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Peran
Peranan berasal dari kata peran yang berarti sesuatu yang menjadi
bagian atau memegang pimpinan yang terutama. Peranan atau role juga
diartikan sebagai suatu kelakuan yang diharapkan dari oknum dalam antar
hubungan sosial tertentu yang berhubungan dengan status sosial tertentu.
Melihat pengertian ini, jika dikaitkan dengan pengertian peranan dalam
pemerintah daerah adalah tugas dan wewenang pemerintah daerah sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu supaya pemerintah dapat
melaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan maka harus
menjalankan peranannya. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan
oleh Soerjono Soekanto, Peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan
tertentu (status) apabila seseorang melaksanakan hak-hak tertentu serta
kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan peranannya.
Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soerjono
Soekanto, sebagai berikut: Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang
dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat,
peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan bermasyarakat.
Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa peran
merupakan tugas dan fungsi seseorang untuk melaksanakan hak-hak tertentu
serta kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Oleh karena itu, dalam
konteks pembahasan ini maka peran dimaksudkan sebagai keterlibatan atau
keikutsertaan secara aktif Pemerintah Kota Makassar dalam suatu
pencapaian yang dilakukan terhadap Peningkatan Status Kesehatan Ibu dan
Anak pada Kota Makassar dalam rangka terwujudnya Makassar Sehat
Menuju Kota Dunia.
2. Pemerintah Daerah
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang pengertian
pemerintah itu sendiri. Istilah pemerintahan berasal dari kata pemerintah,
sedangkan pemerintah berasal dari kata perintah. Arti kata-kata tersebut
menurut Poerwardarminta, Pemerintah adalah perkataan yang bermaksud
menyuruh melakukan sesuatu.
Mengenai pengertian pemerintah, Bayu Suryaningrat mengatakan
bahwa pemerintah dapat diartikan sebagai badan yang tertinggi memerintah
sesuatu negara, sedangkan pengertian pemerintahan adalah perbuatan atau
cara atau urusan memerintah.
Pemerintah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 perangkat
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta
pembantu-pembantunya. Pemerintah itu adalah suatu badan/lembaga negara
(statis). Sedangkan yang dilakukan pemerintah (dinamis) secara umum yang
dimaksud dengan pemerintah adalah bagaimana caranya mengendalikan
suatu negara di dalam usahanya untuk mencapai tujuan negara.
Pada umumnya yang disebut pemerintah adalah suatu kelompok
individu yang mempunyai wewenang tertentu untuk melaksanakan
kekuasaan. Dengan demikian pemerintah suatu negara ini mempunyai hal
untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri atau rumah tangga
nasional dan memiliki kekuasaan untuk melaksanakan yang sifatnya
memaksa, apabila tersebut bersangkut paut dengan kepentingan negara.
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk
membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.
Pemerintah juga adalah organ yang berwenang memproses pelayanan publik
dan berkewajiban memproses pelayanan sipil bagi setiap orang melalui
hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota masyarakat yang
bersangkutan menerimanya pada saat diperlukan, sesuai dengan tuntutan
(harapan) yang diperintah.
Menurut Sarundajang, pemerintah daerah adalah suatu unit
organisasi pemerintahan berbasis geografis tertentu yang ada dalam suatu
negara berdaulat; misalnya, “provinsi” atau “negara bagian” sebagai unit
antara (intermediate unit) dan “kota” atau “distrik” sebagai unit dasar (basic
unit). Diketahui bahwa jenis pemerintahan daerah dibedakan oleh 2 variabel
utama yaitu tujuan (tujuan umum atau general purpose dan tujuan khusus
atau special purpose) dan representasi (perwakilan atau representative dan
nonperwakilan atau nonrepresentative). Namun jenis yang paling sering
dijumpai di banyak negara di dunia adalah pemerintah daerah sebagai unit
perwakilan dengan tujuan umum. Artinya, pemerintah daerah memiliki
sekurang-kurangnya kepala daerah dan dewan perwakilan, dan bertujuan
menyelenggarakan pelayanan dan pengaturan umum di bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.
Pentingnya pemerintahan daerah merupakan konsekuensi logis dari
adanya perbedaan etnis, linguistik, agama, dan institusi sosial berbagai
kelompok masyarakat lokal di suatu negara. Fungsi pelayanan dan
pengaturan umum di bidang pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan, perlu didistribusikan secara sentral dan lokal, agar ia
benar-benar aspiratif baik terhadap kepentingan nasional maupun terhadap
tuntutan heterogenitas lokal tersebut. Adanya pemerintahan daerah akan
memperbesar akses setiap warga negara untuk berhubungan langsung
dengan pemimpinnya, dan sebaliknya, pimpinan daerah akan memperoleh
kesempatan yang luas untuk mengetahui sumber daya, masalah, kendala,
dan kebutuhan daerahnya, serta menghilangkan mekanisme pembuatan
keputusan yang kurang efisien. Di samping itu, unit daerah dengan populasi
yang relatif homogen akan lebih berpeluang untuk menghasilkan keputusan-
keputusan yang antagonistik dengan kondisi dan kebutuhan anggota
masyarakat yang dominan di wilayah tertentu.
Ada 2 jenis daerah unit dasar yang sering dijumpai yaitu daerah
perkotaan dan daerah perdesaan (di Indonesia berturut-turut dikenal sebagai
kotamadya dan kabupaten). Perbedaannya terletak pada jangkauan otoritas
(misalnya pelayanan umum di daerah perkotaan yang karena populasinya
lebih padat relatif lebih luas ketimbang yang ada di daerah pedesaan) di
samping akses terhadap sumber daya (fasilitas, keuangan, dan aparat).
Namun demikian, persamaannya ialah bahwa masing-masing kota, pedesaan
atau perkotaan, mempunyai status hukum yang sama. Artinya, keduanya
diorganisasikan secara seragam dengan hak dan kewajiban setiap institusi
yang sama. Di Indonesia, Kabupaten membawahi kota-kota administrasi
dan kota-kota lainnya (kota kecamatan).
Kepala daerah merupakan figur inti untuk mengkoordinasi aspek-
aspek perwakilan dan administratif dari proses pemerintahan daerah. Di
banyak negara, ia dikenal sebagai walikota, tapi di negara lain ia disebut
manajer (di Indonesia, kepala daerah kabupaten disebut bupati). Yang
menarik untuk diketahui ialah sulitnya membuat generalisasi bahwa seorang
kepala daerah semata-mata adalah pimpinan ekseskutif, mengingat pada
negara-negara dengan sistem pemerintahan daerah yang menggunakan
komisi (eksekutif beranggota banyak) dijumpai adanya ketua komisi yang
sering merupakan kepalah daerah yang berasal dari dewan; jadi, kepala
daerah juga adalah ketua dewan.
Kalaupun kepala daerah adalah eksekutif tunggal, peranannya dalam
proses pemerintahan perwakilan ternyata juga cukup besar. Fungsi pokok
kepala daerah adalah koordinasi menyeluruh terhadap berbagai fungsi dan
pelaksanaan peraturan, namun dalam praktik ia memiliki pengaruh yang
pada proses pembuatan dan penerapan peraturan itu sendiri. Dari empat
tahapan proses pembuatan peraturan daerah yaitu penciptaan gagasan,
pembahasan rancangan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan
keputusan. Maka kecuali tahap ketiga kepala daerah senantiasa
mendominasi sebagian besar tahapan proses pemerintahan perwakilan
daerah.
Sebagai puncak suatu piramida hierarki administratif, kepala daerah
bertugas menjalankan keseluruhan peraturan dan kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh badan perwakilan daerah atau oleh unit pemerintahan yang
lebih tinggi. Ini berarti bahwa ia memiliki kewenangan penuh untuk
membuat keputusan-keputusan yang diperlukan guna operasionalisasi dari
peraturan atau kebijaksanaan yang dibuat oleh dewan perwakilan atau
instansi yang lebih tinggi. Ruang lingkup tugas kepala daerah (chief
executive) yang banyak dijumpai, merupakan pencerminan dari statusnya
sebagai pemimpin eksekutif (local excecutive leader), antara lain dalam
mempersiapkan dan mengawasi penggunaan anggaran belanja daerah,
kegiatan dan efisiensi aparatur daerah, dan terkadang kegiatan kepolisian,
serta tugas-tugas yang secara langsung diberikan oleh pemerintah pusat.
Secara historis, asal usul dari struktur pemerintahan daerah yang kita
kenal saat ini berakar dari Eropa di abad ke-11 dan ke-12. Beberapa istilah
yang digunakan untuk pemerintahan daerah masih termasuk lama, berasal
dari Yunani dan Latin Kuno. Koinotes (komunitas) dan demos (rakyat atau
distrik) adalah istilah-istilah pemerintahan daerah yang digunakan di Yunani
sampai sekarang. Municipality (kota atau kotamadya) dan varian-variannya
berasal dari istilah hukum Romawi municipium. City (kota besar), berasal
dari istilah Romawi civitas yang juga berasal dari kata civis (penduduk).
County (kabupaten) berasal dari comitates, yang berasal dari kata comes,
kantor dari seorang pejabat kerajaan (Norton, 1994).
Pada dasarnya, konsep-konsep pemerintahan daerah muncul dari
kesadaran bahwa “bahasa menunjukkan keyakinan dan praktik para pelaku-
pelaku politik” (Ball et al., 1989). Kata Perancis commune, bukan berarti
suatu organisasi yang dikendalikan oleh wakil-wakil rakyat terpilih
melainkan komunitas swakelola dari sekelompok penduduk suatu wilayah.
Ide mendasar tentang commune adalah “suatu pengelompokan alamiah dari
penduduk yang tinggal pada suatu wilayah tertentu, dengan kehidupan
kolektif yang dekat, dan memiliki kesamaan minat dan perhatian yang
bermacam-macam” (Bourjol & Bodard, 1984). Pengertian yang sama juga
digunakan di Italia dan negara-negara lain yang menggunakan istilah yang
sama. Di Indonesia, pengertian sejenis berlaku untuk “desa” yang
setidaknya sebelum pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa dan UU No. 22 Tahun 1991 serta UU No. 32 Tahun
2004, bukan merupakan organisasi pemerintahan perwakilan tetapi lebih
sebagai suatu komunitas yang berkelompok secara alamiah pada suatu
wilayah tertentu dan dikendalikan oleh tradisi dan budaya yang berlaku dan
dipraktikkan penduduknya (Manan, 1994).
Dalam perkembangannya, pemerintah daerah kemudian dipandang
sebagai unit organisasi pemerintahan berbasis geografis tertentu yang ada
dalam suatu negara berdaulat. Jenis pemerintahan ini termasuk unit
perantara (intermediate unit) seperti provinsi dan unit dasar (basic unit)
seperti kota besar (city), kotamadya (municipality), atau kabupaten (county
atau regency) dan dibeberapa negara berupa subkota (submunicipal).
Di Indonesia, konsep atau pengertian daerah yang terakhir
diberlakukan merujuk pada pemahaman sebagaimana terdapat dalam
Undang-Undang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut, istilah daerah secara teknis
dibedakan dari istilah wilayah, dalam hal yang pertama dipergunakan
manakala topik yang dibahas terkait dengan azas desentralisasi, sedang yang
kedua terkait dengan azas dekonsentrasi. Dengan kata lain, disebut daerah
apabila ia memiliki institusi-institusi untuk menyelenggarakan sendiri
(otonomi) urusan-urusan yang telah diserahkan pusat kepadanya. Dalam
konteks ini, desa dan kecamatan tidak dapat dikategorikan sebagai daerah
oleh karena desa tidak menjalankan otonomi atas urusan-urusan yang
diserahkan, sedang kecamatan sepenuhnya menjalankan tugas-tugas
dekonsentrasi (Manan, 1991, Utama; 1991). Ringkasnya, konsep
“pemerintahan daerah” menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1974
mengacu pada suatu organisasi pemerintahan berbasis wilayah dan
penduduk tertentu yang berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan-
urusan yang telah diserahkan kepadanya oleh pemerintahan diatasnya.
Sebagai suatu subbagian geografis dari suatu negara berdaulat,
pemerintah daerah berfungsi memberikan pelayanan umum dalam suatu
wilayah tertentu. Pemerintah daerah memiliki semua atau sebagian besar
dari ciri-ciri yang meliputi wilayah yang dibatasi, suatu populasi, suatu
organisasi yang berkelanjutan, otoritas dan kekuatan untuk melaksanakan
kegiatan umum, kemampuan untuk menuntut dan dituntut, serta membuat
kontrak, menagih pajak dan retribusi, di samping hal-hal lain sebagai
kewenangan yang dilimpahkan oleh pemerintah diatasnya.
Di setiap negara di dunia, kewenangan untuk menjalankan fungsi
pelayanan umum didistribusikan secara sentral dan lokal (Maas, 1961).
Secara sentral, kewenangan telah dibagi berdasarkan kegiatan di berbagai
kementerian yang ada di ibukota. Di tingkat lokal, kewenangan dibagi
berdasarkan wilayah yang ada di berbagai pemerintahan daerah di seluruh
negara. Kedua sistem tersebut saling terkait dan melengkapi, sungguhpun
dalam praktik sering tumpang tindih dan saling bersaing. Di antara faktor
yang telah mendorong peningkatan distribusi kewenangan pusat ke daerah
ialah berkembangnya sistem komunikasi yang cepat dan langsung,
transportasi yang lebih baik, meningkatnya profesionalisme, tumbuhnya
asosiasi-asosiasi di samping tuntutan untuk merangsang pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi, pelayanan lebih baik, serta kepemimpinan politik dan
administratif yang lebih efisien.
Manfaat seperti ini erat kaitannya dengan perbedaan yang ada di
antara masyarakat daerah yang terpencar. Misalnya, banyak dari provinsi
dan kota yang ada dewasa ini telah eksis dalam bentuk tertentu, sebelum
terbentuknya negara berdaulat di mana daerah tersebut menjadi bagiannya
sekarang. Perbedaan yang berkaitan dengan latar belakang etnis, bahasa,
budaya dan agama, di samping institusi sosial dan pertimbangan politik
maupun administratif, pada umumnya merupakan indikator penting bagi
perlunya mempertahankan keberadaan sebuah daerah (Maas, 1961).
Kebutuhan untuk memanfaatkan institusi daerah pada dasarnya
disebabkan oleh adanya variasi dalam hal kepadatan penduduk, intensitas
kebutuhan, dan minimnya sumber daya yang tersedia pada masyarakat
(Norton, 1994). Dalam dua dekade terakhir, misalnya kepentingan potensial
pemerintah daerah telah meningkat sejalan dengan tuntutan yang semakin
besar terhadap pembangunan daerah dan peningkatan pelayanan. Di
samping itu, walaupun fenomena di atas mempengaruhi semua pemerintah
daerah, tuntutan pelayanan bagi yang ada di wilayah perkotaan makin
tinggi. Semakin besar hambatannya, semakin tidak dapat dihindarkan
masalah kriminalitas, pemukiman kumuh, jalanan yang bersesakan,
persediaan air yang tidak mencukupi, fasilitas kebersihan yang terbatas,
persekolahan yang tidak memuaskan, dan pengangguran.
Perbedaan dalam kondisi daerah, kebutuhan daerah, sumber daya
daerah, aspirasi daerah, dan bahkan prioritas daerah menuntut perlunya
diciptakan alat transformasi kebijaksanaan nasional yang efektif ke dalam
program daerah secara responsif dan bertanggung jawab. Kesulitan untuk
menjalankan serangkaian pelayanan kepada masyarakat daerah oleh
kementerian yang ada di pusat negara senantiasa dijumpai di negara mana
pun di dunia ini. Bahkan, banyak pejabat dalam birokrasi nasional memiliki
pemahaman yang minim dalam hal keberagaman kondisi daerah.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah menyatakan bahwa pemerintahan daerah terdiri
dari tiga tingkatan: wilayah Provinsi dan Ibukota Negara; wilayah
kabupaten dan Kotamadya; dan wilayah Kecamatan. Sedang wilayah
pemerintahan terendah adalah Desa sebagaimana diatur tersendiri dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Desa. Namun dalam kaitan
dengan otonomisasi, dikenal hanya ada dua tingkatan pemerintahan daerah:
Daerah Tingkat I (Provinsi) dan Daerah Tingkat II (Kabupaten dan
Kotamadya), masing-masing dilengkapi dengan suatu badan perwakilan
yang dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat
II. Hal ini sama dengan UU No. 22 Tahun 1999 atau penggantinya UU No.
32 Tahun 2004, di mana Daerah Otonom adalah Provinsi, Kabupaten dan
Kota (tidak ada lagi nomenklatur Daerah Tingkat I atau Daerah Tingkat II).
3. Peningkatan Status Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. (Pasal 1 butir 1 UU No. 36 Tahun 2009)
Istilah kesehatan didalam Undang-undang no. 9 tahun 1960, tentang
pokok-pokok, Bab I pasal 2 didefinisikan sebagai berikut: “Yang dimaksud
dengan kesehatan dalam undang-undang ini ialah keadaan yang meliputi
kesehatan badan, rohani (mental), dan sosial dan bukan hanya keadaan
yang bebas dari penyakit, cacar dan kelemahan”.
Defenisi kesehatan tersebut sangat mirip dengan defenisi yang dianut
oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai berikut: “Health is defined as a
state of complete physical, mental, and social wellbeing and not merely the
absence of disease or infirmity”.
Istilah ini telah sedikit berubah di dalam Undang-Undang Republik
Indonesia nomor: 23 tahun 1992 tentang kesehatan Bab 1 pasal 1 sebagai
berikut: “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis”.
Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam Tujuan Pembangunan
Millenium (MDGs), tepatnya pada tujuan 4 dan tujuan 5 yaitu Menurunkan
Angka Kematian Anak dan Meningkatkan Kesehatan Ibu. Program
Kesehatan Ibu dan Anak menjadi sangat penting karena ibu dan anak
merupakan unsur penting pembangunan, hal ini mengandung pengertian
bahwa dari seorang ibu akan dilahirkan calon-calon penerus bangsa yaitu
anak. Untuk mendapatkan calon penerus bangsa yang akan dapat
memberikan manfaat bagi bangsa maka harus diupayakan kondisi ibu dan
anak yang sehat.
Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu kepada jumlah kematian ibu
yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Laporan Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir memperkirakan Angka
Kematian Ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007.
Bahkan WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank memperkirakan Angka
Kematian Ibu yang lebih tinggi, yaitu 420 per 100.000 kelahiran hidup
(Trisnantoro L, 2011).
Untuk meningkatkan status kesehatan ibu, target yang ingin dicapai
MDGs adalah:
a. Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar tiga-perempat antara tahun
1990-2015 dengan indikator tingkat kematian ibu (per 100.000) dan
kelahiran yang dibantu tenaga terlatih.
b. Menyediakan akses kesehatan reproduksi untuk semua pada tahun 2015
dengan indikator wanita menikah pada usia 15-49 tahun yang
menggunakan alat KB, tingkat kelahiran usia muda (per 1000
perempuan usia 15-19 tahun) dalam berkunjung ke fasilitas kesehatan,
serta kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (Stalke P, 2008).
Itulah sebabnya, tujuan ke empat MDGs adalah mengurangi jumlah
kematian anak. Targetnya adalah menurunkan angka kematian balita sebesar
dua-pertiganya antara tahun 1990 sampai dengan 2015. Ada empat indikator
mencapai target tersebut, yaitu:
a. Tingkat Kematian Anak (1-5 tahun) per 1.000
b. Tingkat Kematian Bayi (per 1.000)
c. Tingkat Imunisasi Campak (usia 12 bulan)
d. Tingkat Imunisasi Campak (usia 12-23 bulan) (Stalke P, 2008).
Target yang diharapkan dicapai pada tahun 2015 untuk Angka Kematian
Bayi adalah menurun menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup, dan untuk
Angka Kematian Balita menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup.
Program kesehatan yang terkait meningkatkan status kesehatan ibu
dan anak dapat diperoleh melalui pelayanan kesehatan seperti posyandu,
puskesmas, bidan desa, penyuluhan-penyuluhan kesehatan, dan sebagainya.
Masalah reproduksi memiliki dampak yang luas serta menyangkut
berbagai aspek kehidupan. Selain itu, dapat digunakan sebagai parameter
kemampuan Negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Kesehatan sistem reproduksi sangat erat kaitannya dengan
angka kematian ibu dan anak.
Pemerintah dan petugas kesehatan diharapkan memahami dan peduli
pada permasalahan-permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Untuk
mengatasi masalah kesehatan remaja, perlu pendekatan yang adolescent
friendly, baik dalam menyampaikan informasi Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR), yang diharapkan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai
dengan masalah dan kebutuhan remaja.
Ketimpangan yang sering terjadi di masyarakat awam Indonesia
adalah pemahaman tentang alur rujukan ini sangat rendah sehingga sebagian
mereka tidak mendapatkan pelayanan yang sebagaimana mestinya.
Masyarakat kebanyakan cenderung mengakses pelayanan kesehatan
terdekat atau mungkin paling murah tanpa memperdulikan kompetensi
institusi ataupun operator yang memberikan pelayanan. Hal ini merupakan
salah satu akibat dari tidak berjalannya sistem rujukan kesehatan di
Indonesia.
Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk
bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama,
kedua, dan ketiga, dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-
sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila
pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat
primer maka tanggung jawab diserahkan ke tingkat pelayanan di atasnya,
demikian seterusnya.
Apabila seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi,
transportasi) terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan
masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat. Sebuah penelitian
yang meneliti tentang sistem rujukan menyatakan bahwa beberapa hal yang
dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan adalah tidak ada keterlibatan
pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana, tidak ada
dukungan peraturan.
Hasil penelitian Murray dan Pearson bahwa penerapan sistem
rujukan merupakan elemen penting dalam menyukseskan program Safe
Motherhood di Negara-negara berkembang. Sistem rujukan harus
dipertimbangkan sebagai komponen penting dari sistem kesehatan secara
keseluruhan. Dengan demikian, sistem rujukan obstetri dapat digunakan
sebagai tolak ukur dalam menilai sistem pelayanan kesehatan ibu. Agar
sistem rujukan maternal dapat berjalan dengan baik, dibutuhkan penyusunan
strategi rujukan sesuai dengan sistem kesehatan dan kondisi masyarakat
setempat.
Masih tingginya Angka Kematian Ibu maupun masih rendahnya
jumlah ibu yang melakukan persalinan di fasilitas kesehatan disebabkan
kendala biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan
persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
Dalam upaya menjamin akses pelayanan persalinan yang dilakukan
oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB, maka
pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan upaya terobosan
berupa Jaminan Persalinan (Jampersal).
Jampersal dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial
bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan yang di dalamnya
termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca
persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir.
Mengingat bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak
konstitusional sebagaimana amanat Amandemen Kedua UUD 1945 Pasal 28
ayat (1) huruf h dan Pasal 34 ayat (4), dan mempunyai sasaran seluruh
penduduk negeri tanpa terkecuali sejak konsepsi hingga lanjut usia serta
sebagai penentu kualitas sumber daya manusia. Dan merujuk UU No. 32
Tahun 2004 Pasal 13 dan Pasal 14 penanganan kesehatan merupakan urusan
yang wajib dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota harus dapat memenuhi hak-hak konstitusional bagi seluruh
warga masyarakatnya, dalam bentuk pelayanan langsung kepada
masyarakat. Sesuai dengan PP No 38 Tahun 2007 maka urusan bidang
kesehatan yang menjadi urusan daerah, baik Daerah Provinsi maupun
Kabupaten/Kota. Penyuluhan, koordinasi, pendekatan, pembinaan, dan
pengendalian merupakan sebagian dari yang menjadi urusan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
a. Penyuluhan
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang berkualitas termasuk pelayanan informasi.
Untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Kota Makassar,
Pemerintah Kota Makassar beserta dinas-dinas terkait, melakukan
penyebarluasan informasi kesehatan. Sosialisasi yang tak hanya
dilakukan di tiap fasilitas kesehatan (Posyandu, Puskesmas, Rumah
Sakit) melainkan juga di tiap fasilitas pendidikan, seperti di sekolah-
sekolah dan perguruan tinggi. Baik itu sosialisasi secara langsung,
misalnya melalui berbagai penyuluhan, pertemuan, lokakarya, seminar.
Maupun secara tidak langsung, misalnya dengan menggunakan media
informasi yang ada, baik itu koran, radio, televisi, internet. Secara
berkala hendaknya Pemerintah Kota Makassar senantiasa mengadakan
sosialisasi kepada masyarakat dengan cara menanamkan pola pikir dan
prilaku hidup bersih dan sehat. Mensosialisasikan seluruh program
kesehatan terkait dengan meningkatkan status kesehatan ibu dan anak
seperti program pelayanan kesehatan gratis, Tahun Kesehatan-Gizi Ibu
dan Anak, Buku KIA, Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K), Kartu Menuju Sehat (KMS), Sistem
Rujukan Berjenjang.
Penyampaian materi dan pesan-pesan harus diberikan secara bertahap,
berulang-ulang dan bervariasi, sesuai dengan daya serap dan
kemampuan kelompok sasaran untuk melaksanakan perilaku yang
diharapkan. Materi dan pesan yang bervariasi tidak membosankan
sehingga penerima pesan tertarik dan senang dengan informasi yang
diterima. Perlu diolah sedemikian rupa agar akrab dengan kondisi dan
lingkungan kelompok sasaran melalui pemilihan bahasa, media, jalur
dan metode yang sesuai.
Pihak tenaga kesehatan seperti bidan dan kader kesehatan di
Puskesmas, Pustu, dan Posyandu hendaknya agar memberikan
informasi tentang antenatal care dan kehamilan lebih ditingkatkan pada
temu wicara (konseling). Selain itu, petugas KIA juga perlu
menghimbau keluarga ibu hamil untuk lebih memotivasi ibu hamil
memeriksakan kandungannya dan melahirkan di fasilitas kesehatan.
Peningkatan pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan, persalinan,
nifas, bayi dan balita. Penggunaan buku KIA, Konsep SIAGA(Siap,
Antar, Jaga), Penyediaan dana, transportasi, donor darah untuk keadaan
darurat, serta peningkatan penggunaan ASI Eksklusif.
b. Koordinasi
Koordinasi penting artinya dalam usaha pencapaian tujuan apapun,
sebab koordinasi mempunyai tujuan agar tidak terjadi tumpang tindih
dalam suatu pekerjaan. Koordinasi sangat diharapkan mulai dari tahap
persiapan/perencanaan, pelaksanaan bahkan penilaian, baik dari segi
motivasi maupun teknis dari masing-masing sektor. Koordinasi dan
pergerakan antara pusat dan daerah, antara provinsi dan kabupaten/kota,
antara kota dan kabupaten. Kerja sama lintas sektor, termasuk
pemerintah daerah dan legislatif. Pelaksanaan program melalui jejaring
yang sudah dibentuk di masing-masing sektor terkait.
Mengintegrasikan pelayanan KIA, KB, dan Gizi dalam satu komponen.
Pelaksanaan program mengikuti mengikuti asas-asas desentralisasi,
sedangkan pemerintah pusat hanya menetapkan kebijakan nasional.
Mendukung adanya komitmen, peraturan dan kontribusi pembiayaan
termasuk dengan berbagai pihak terkait. Peningkatan keterlibatan LSM,
organisasi profesi, swasta dan sebagainya.
Secara rinci koordinasi antar lembaga mencakup koordinasi Puskesmas
dengan Rumah Sakit Pemerintah, Puskesmas dengan Rumah Sakit
Swasta, Puskesmas dengan Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dengan
Dinas Kesehatan. Koordinasi antar profesi misal antara Dokter spesialis
dengan bidan dan dokter umum di Puskesmas dan di Rumah Bersalin,
antar dokter spesialis di Rumah Sakit, dan antara Kepala Dinas
Kesehatan dengan Kepala Rumah Sakit dan Kepala Puskesmas. Dalam
hal koordinasi tersebut harus didukung dengan SOP atau Juknis
(Petunjuk Teknis) yang jelas.
Bila dilihat secara mendasar, kematian ibu dan bayi dipengaruhi oleh
berbagai faktor di antaranya sosial, ekonomi, demografi, geografi, dan
jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Melalui kerjasama antara
tenaga kesehatan dengan keluarga, tokoh masyarakat, termasuk kader
kesehatan, diharapkan permasalahan pelayanan kesehatan secara
bertahap dapat ditanggulangi. Dengan demikian, permasalahan
kesehatan ibu hamil dan bayi bukan hanya dititikberatkan kepada
tenaga kesehatan saja, melainkan juga untuk partisipatif aktif keluarga
dan masyarakat melalui kemitraan. Upaya kesehatan harus dilakukan
secara terkoordinasi dan berkesinambungan melalui prinsip kemitraan
dengan pihak-pihak terkait serta harus membangkitkan dan mendorong
keterlibatan dan kemandirian.
c. Pendekatan
Tokoh masyarakat atau pemimpin informal sangat besar pengaruhnya
baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah. Dengan kata
lain pemimpin informal bisa menjembatani antara masyarakat dengan
pemerintah. Melihat keadaan demikian, usaha untuk meningkatkan
status kesehatan ibu dan anak tidak mengesampikan peran penting
tokoh masyarakat maupun pemimpin informal tersebut.
Mengenai hubungan antara pemerintah dengan tokoh masyarakat
dalam meningkatkan status kesehatan ibu dan anak tidak dapat
dikesampingkan. Adapun caranya dengan mengadakan pendekatan-
pendekatan dengan tokoh masyarakatnya atau terjun langsung ke
lapangan bertemu dengan masyarakat. Hal tersebut dilakukan dengan
cara silaturahmi atau komunikasi sambung rasa dan lain sebagainya.
Dalam mewujudkan paradigma sehat, dikembangkan pelayanan
kesehatan dengan pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga adalah
suatu pendekatan yang memberdayakan potensi keluarga dalam
menangani masalah kesehatan keluarga secara mandiri, dengan
memperhatikan aspek fisik, biologis, sosial ekonomi dan budaya,
terutama kesehatan ibu, bayi, balita, remaja, Pasangan Usia Subur,
tenaga kerja, dan usia lanjut.
Pendekatan keluarga untuk pemberdayaan keluarga antara lain
dilakukan dengan mengunjungi pasien resiko tinggi dan dilakukan KIE
(Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) secara menyeluruh pada
keluarga. Metode pendidikan kesehatan dengan pendekatan keluarga
menggunakan proses pendidikan dua arah (metode sokratik) melalui
komunikasi intrapersonal, konseling dan negosiasi kepada keluarga
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam
mengenali masalah dan melakukan pemecahan masalah secara mandiri.
d. Pembinaan
Seperti diketahui bahwa Dinas Kesehatan merupakan lembaga
pemerintah, sedangkan selain dari itu ada beberapa lembaga penunjang
atau yang membantu lembaga pemerintah yaitu lembaga
kemasyarakatan. Mengingat betapa pentingnya lembaga tersebut,
pemerintah hendaknya memberi perhatian khusus dengan mengadakan
pembinaan terhadap lembaga kemasyarakatan. Pelaksanaan pembinaan
ini tentu saja harus melibatkan semua unsur, dimana camat melalui
koordinasi vertikal dibantu oleh Kepala Kelurahan mengarahkan dan
membina lembaga kemasyarakatan tadi, disamping itu melibatkan juga
semua komponen masyarakat.
Upaya kesehatan masyarakat harus memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya untuk mendukung peningkatan status kesehatan ibu dan anak
terutama upaya pendidikan kesehatan yang seimbang. Upaya
pendidikan kesehatan dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal
maupun nonformal, dengan memberdayakan para tenaga pendidik dan
pengelola pendidikan pada sistem pendidikan yang ada.
Pemberian pelayanan kesehatan remaja melalui penerapan Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) atau pendekatan Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Integratif di tingkat pelayanan dasar yang
bercirikan “peduli remaja” dengan melibatkan remaja secara penuh.
Pelaksanaan pendidikan kesehatan remaja melalui integrasi materi
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) ke dalam mata pelajaran yang
relevan dan mengembangkan kegiatan ekstrakulikuler seperti
bimbingan dan konseling, Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat
(PKHS) dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional khususnya di
bidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip
bahwa masyarakat bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan
subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada hakekatnya kesehatan
dipolakan mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung
jawab. Keikutsertaan masyarakat dalam operasional pelayanan akan
meningkatkan efisiensi pelayanan dan akan memanfaatkan sumber daya
yang ada di masyarakat seoptimal mungkin. Meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk menolong dirinya dalam bidang kesehatan.
Dan upaya pemberdayaan keluarga, diharapkan masing-masing
keluarga bisa mengenali sendiri masalahnya, mampu mengatasi
masalahnya, serta mampu menggunakan potensi yang ada dalam
keluarga dan memanfaatkan peluang yang ada di lingkungannya
semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah mereka. Pemberdayaan
keluarga akan menghasilkan kemandirian keluarga, utamanya untuk
mengatasi masalah-masalah terkait meningkatkan status Kesehatan Ibu
dan Anak.
Pemberdayaan keluarga adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat
noninstruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
keluarga untuk mengindentifikasi masalah, merencanakan dan
melakukan pemecahan masalahnya, tanpa atau dengan bantuan pihak
lain, dengan memanfaatkan potensi keluarga dan fasilitas yang ada
masyarakat. Dalam rangka mengatasi masalah atau kasus, dimulai
dengan mencari fakta dan informasi untuk menetapkan masalah dan
sebab masalah serta mengindentifikasi potensi individu dan keluarga,
merumuskan langkah-langkah intervensi melalui pendekatan keluarga
dengan pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan kemandirian.
e. Pengendalian
Membangun sistem pelayanan kesehatan melalui pelayanan kesehatan
dasar dan rujukannya serta melakukan pelayanan pro aktif dengan
mendekatkan pelayanan kepada sasaran. Melakukan survei / penelitian
untuk mengetahui permasalahan kesehatan dan tindak lanjutnya untuk
pemantapan pelayanan kesehatan. Melakukan monitoring dan evaluasi
program dilakukan berkala, terintegrasi dengan menggunakan
indikator-indikator pencapaian dalam periode tahunan maupun lima
tahunan.
Kegiatan pengendalian mencakup telaah penyelenggaraan kegiatan dan
hasil yang dicapai, baik itu telaah internal maupun telaah eksternal.
Telaah internal adalah telaah bulanan terhadap penyelenggaraan
kegiatan dan hasil yang dicapai oleh puskesmas dibandingkan dengan
rencana dan standar pelayanan. Telaah eksternal adalah telaah triwulan
terhadap hasil yang dicapai oleh sarana pelayanan kesehatan tingkat
pertama serta sektor lainnya yang terkait.
B. Kerangka Pikir
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui
jalan yang terjal. Upaya untuk meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
serta mempercepat pencapaian Target MDGs 2015 dan percepatan pencapaian
target RPJMD Kota Makassar tahun 2009–2014 yaitu Penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI), Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), Prevalensi Gizi
Kurang dan Gizi Buruk. Waktu yang tersisa hanya tinggal kurang lebih satu
tahun, tidak akan cukup untuk mencapai sasaran itu tanpa upaya-upaya yang luar
biasa.
Kejadian kematian ibu dan bayi yang terjadi pada saat persalinan, pasca
persalinan, dan hari-hari pertama kehidupan bayi masih menjadi tragedi yang
terus terjadi di negeri ini. Untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi
Baru Lahir diperlukan upaya dan inovasi baru, tidak bisa dengan cara-cara biasa.
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab
langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan dan segera
setelah persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat
adanya faktor keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung kematian
ibu. Ada tiga risiko keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk
dirujuk (termasuk terlambat mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di
fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan terlambat memperoleh
pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan. Sedangkan pada bayi, dua
pertiga kematian terjadi pada masa neonatal (28 hari pertama kehidupan).
Penyebabnya terbanyak adalah bayi berat lahir rendah dan prematuritas, asfiksia
(kegagalan bernapas spontan) dan infeksi.
Pemerintah Kota Makassar diharapkan memiliki komitmen untuk terus
memperkuat sistem kesehatan. Pemerintah Kota Makassar diharapkan untuk
mendukung peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan. Pelayanan kesehatan dasar yang diberikan melalui Puskesmas
hendaknya diimbangi dengan ketersediaan Rumah Sakit Rujukan Regional yang
terjangkau dan berkualitas. Peran Pemerintah Kota Makassar sangat diharapkan
dalam implementasi upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi. Antara lain
melalui penguatan SDM, ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan, dan
penerapan tata kelola yang baik (good governance).
Mengingat bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak konstitusional
sebagaimana amanat Amandemen Kedua UUD 1945 Pasal 28 ayat (1) huruf h
dan Pasal 34 ayat (4), dan mempunyai sasaran seluruh penduduk negeri tanpa
terkecuali sejak konsepsi hingga lanjut usia serta sebagai penentu kualitas
sumber daya manusia. Dan merujuk UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 13 dan Pasal
14 penanganan kesehatan merupakan urusan yang wajib dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, maka Pemerintah
Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota harus dapat memenuhi hak-hak
konstitusional bagi seluruh warga masyarakatnya, dalam bentuk pelayanan
langsung kepada masyarakat. Sesuai dengan PP No 38 Tahun 2007 maka urusan
bidang kesehatan yang menjadi urusan daerah, baik Daerah Provinsi maupun
Kabupaten/Kota. Penyuluhan, koordinasi, pendekatan, pembinaan, dan
pengendalian merupakan sebagian dari yang menjadi urusan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Pemerintah Kota Makassar meliputi Walikota dan Perangkat Daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dinas Kesehatan sebagai
instansi penyelenggara pemerintah daerah di Bidang Kesehatan. Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Pembentukan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kota Makassar dalam
daerah Kota Makassar, mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian
kewenangan yang dilimpahkan oleh Walikota, yaitu : merumuskan, membina,
dan mengendalikan kebijakan di bidang kesehatan meliputi pelayanan kesehatan,
pembinaan rumah sakit dan puskesmas, pemberantasan dan pencegahan
penyakit, kesehatan lingkungan dan peran serta masyarakat. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Dinas Kesehatan
menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rumusan kebijaksanaan teknis di bidang pelayanan kesehatan,
pembinaan rumah sakit dan puskesmas, pemberantasan dan pencegahan
penyakit, kesehatan lingkungan dan peran serta masyarakat.
b. Penyusunan rencana dan program di bidang pelayanan kesehatan, pembinaan
rumah sakit dan puskesmas, pemberantasan dan pencegahan penyakit,
kesehatan lingkungan dan peran serta masyarakat.
c. Pelaksanaan pengendalian dan penanganan teknis operasional pelayanan
kesehatan, pembinaan rumah sakit dan puskesmas, pemberantasan dan
pencegahan penyakit, kesehatan lingkungan dan peran serta masyarakat.
d. Pemberian perizinan dan pelayanan umum di bidang kesehatan meliputi
pelayanan kesehatan, pembinaan rumah sakit dan puskesmas, pemberantasan
dan pencegahan penyakit, kesehatan lingkungan dan peran serta masyarakat.
e. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan bidang
dan fungsinya.
Bagan Kerangka Pikir
C. Fokus Penelitian
Pentingnya fokus penelitian dalam kualitatif adalah untuk membatasi studi dan
bidang kajian penelitian. Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut
dengan fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum (Sugiyono,
Faktor
Mempengaruhi
Sarana &
Prasarana
SDM
Partisipasi
Masyarakat
Peran
Pemerintah
Penyuluhan
Koordinasi
Pendekatan
Pembinaan
Pengendalian
n
Peningkatan Status
Kesehatan Ibu dan Anak
Menurunnya Angka
Kematian Ibu Menurunnya Angka
Kematian Anak Menurunnya Angka
Gizi Buruk
2006). Tanpa adanya fokus penelitian, maka penelitian akan terjebak pada
melimpahnya volume data yang diperolehnya di lapangan. Karena itu, fokus
penelitian memiliki peranan yang sangat penting dalam membimbing dan
mengarahkan jalannya penelitian.
Melalui fokus penelitian ini, suatu informasi di lapangan dapat dipilah-pilah
sesuai dengan konteks permasalahan. Sehingga rumusan masalah dan fokus
penelitian saling berkaitan karena permasalahan penelitian dijadikan acuan
penentuan fokus penelitian saling berkaitan karena permasalahan penelitian
dijadikan acuan penentuan fokus penelitian, meskipun fokus dapat berubah dan
berkurang sesuai dengan data yang ditentukan di lapangan. Penelitian ini lokus
pada Dinas Kesehatan Kota Makassar sebagai instansi penyelenggara pemerintah
daerah di bidang kesehatan dengan fokus penelitian pada penyuluhan, koordinasi,
pendekatan, pembinaan, dan pengendalian terkait Peningkatan Status Kesehatan
Ibu dan Anak di Kota Makassar.
D. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Peran Pemerintah
Pemerintah Kota memiliki peran dalam meningkatkan kesehatan khususnya
kesehatan ibu dan anak sehingga tercipta masyarakat yang sehat, adapun
peran pemerintah yang dimaksud yaitu:
a. Memberikan penyuluhan terhadap masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung. Mensosialisasikan seluruh program kesehatan
terkait dengan meningkatkan status kesehatan ibu dan anak seperti
program dua anak lebih baik, program menyelamatkan 1000 hari
kehidupan, dll.
b. Mengadakan koordinasi dengan semua unsur terkait.
Koordinasi dengan semua unsur terkait dilakukan dengan cara
pendekatan, konsultasi, mencari informasi, dan kerjasama dengan
semua pihak. Berkoordinasi dengan Kecamatan, Kelurahan, Rumah
sakit, dan Puskesmas dalam upaya meningkatkan status kesehatan ibu
dan anak. Bentuk koordinasinya melalui membangun pemahaman
mengenai sejumlah program yang telah dilaksanakan, seperti
pembebasan biaya persalinan.
c. Mengadakan pendekatan terhadap masyarakat
Pendekatan terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan tiga cara
yaitu:
1) Pendekatan perorangan dengan mendatangi setiap rumah
penduduk sehingga dapat memberikan informasi yang bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
2) Pendekatan kelompok dengan mendatangi beberapa kelompok
masyarakat seperti Kader Posyandu dan Tokoh pemuda.
3) Pendekatan massa dengan mengumpulkan masyarakat yang
bertujuan sehingga tercipta rasa emosional antara pemerintah dan
masyarakat.
d. Mengadakan pembinaan terhadap semua unsur terkait.
1) Dengan cara meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya kesehatan gizi, ibu dan anak, serta
pengaruhnya terhadap peningkatan status kesehatan ibu dan anak
di masyarakat.
2) Bagaimana masyarakat bisa memiliki kemampuan untuk
mengatasi masalah mendasar yang berdampak terhadap masalah
kesehatan ibu dan anak. Serta melakukan pelatihan APN, PONED,
PONEK, manajemen asfiksia, dan manajemen puskesmas dalam
rangka meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
3) Adanya praktek langsung dari masyarakat dalam menjaga
kesehatan dan praktek langsung dari masyarakat dalam
menyukseskan program pemerintah dalam peningkatan status
kesehatan ibu dan anak seperti mengikuti program KB, Imunisasi,
dll.
4) Melakukan pembinaan terhadap puskesmas mengenai Pembenahan
manajemen fasilitas kesehatan, Pembenahan standar pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir, Pembenahan kepatuhan
pelaksanaan pelayanan sesuai dengan SOP, Pembenahan sarana
dan prasarana sesuai dengan standar, Kalibrasi alat kesehatan /
laboratorium serta melakukan perawatan secara berkala.
e. Pengendalian
Pengendalian lapangan dapat dilakukan dengan cara melakukan
segala upaya pencegahan yang dapat menjaga kondisi masyarakat
supaya tetap sehat. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan
melakukan pengawasan secara berkala ke Rumah Sakit dan
Puskesmas terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir yang sesuai dengan standar serta mengawasi pelaksanaan
sistem rujukan.
2. Peningkatan Status Kesehatan Ibu dan Anak
Peningkatan status kesehatan ibu dan anak yang dimaksud adalah
pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk perbaikan kesehatan dalam
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak, meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan pada ibu dan anak yang lebih baik agar dapat
melindungi masyarakat dari segala kemungkinan kejadian yang dapat
menimbulkan gangguan atau bahaya kesehatan sehingga menurunnya angka
kematian ibu, menurunnya angka kematian anak, dan menurunnya angka
gizi buruk.
Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu kepada jumlah kematian ibu yang
terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka Kematian
Anak (AKA) mengacu pada jumlah kematian anak yang terkait masalah
neonatal (asfiksia, BBLR, infeksi, dan lain-lain).
Dalam meningkatkan kesehatan ibu, jelas bahwa sangat besar peran serta
pemerintah kota Makassar. Pemerintah kota dapat memberikan distribusi
kepada masyarakat akan pentingnya kesadaran dalam upaya peningkatan
kesehatan ibu dan anak di Kota Makassar. Keterlibatan tenaga kesehatan
seperti, dokter layanan primer (dokter umum), dokter spesialis (ahli
kandungan), dan bidan terutama.
Usaha Kesehatan Ibu dan Anak yang bergerak dalam pendidikan kesehatan,
pencegahan penyakit, penanggulangan, dan peningkatan kesehatan penting
sekali untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Kota Makassar.
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak bagian dari indikator peningkatan status
Kesehatan Ibu dan Anak dikarenakan masih tingginya Angka Kematian dan
Kesakitan Ibu serta Angka Kematian Bayi yang merupakan indikator
kesehatan umum dan kesejahteraan masyarakat.
Upaya mewujudkan peningkatan status kesehatan ibu dan anak tidak hanya
dilakukan dengan perbaikan pelayanan di bidang kesehatan, melainkan yang
tidak kalah pentingnya adalah upaya meningkatkan perbaikan gizi
masyarakat. Pemenuhan kebutuhan gizi dilakukan melalui perbaikan pola
konsumsi makanan, perilaku sadar gizi, aktifitas gizi, meningkatkan akses
dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi,
serta meningkatkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.
Peran serta pemerintah di dalam pemenuhan kebutuhan gizi dilakukan
dengan cara meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan
pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap peningkatan status kesehatan ibu
dan anak di masyarakat, sehingga masyarakat dapat memahami yang
dimaksud dengan gizi seimbang, selain itu juga pemerintah bertanggung
jawab dalam angka kecukupan gizi, standar pelayanan gizi, dan standar
tenaga gizi pada berbagai tingkat pelayanan.
3. Faktor-faktor yang berpengaruh
Dari beberapa peran yang dilaksanakan pemerintah, terdapat beberapa
faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan status kesehatan ibu dan
anak.
a. Sumber Daya Manusia (tenaga ahli), Tenaga kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan terampil sangat
diperlukan untuk memastikan ibu lahir selamat dan bayi sehat. Perlunya
komitmen yang tegas dari semua pihak mulai dari disiplin petugas
kesehatan sebagai lini terdepan.
b. Sarana dan prasarana kesehatan yang harus disediakan, khususnya
Rumah Sakit, Puskesmas, Posyandu, Pustu, dan Puskesmas Keliling.
c. Partisipasi masyarakat dalam usaha-usaha yang menunjang berhasilnya
peningkatan status kesehatan ibu dan anak.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam wilayah Pemerintah Kota Makassar dan yang
menjadi titik fokus yaitu Dinas Kesehatan Kota Makassar. Lokasi penelitian ini
dipilih dikarenakan Dinas Kesehatan merupakan instansi penyelenggara
pemerintah daerah di Bidang Kesehatan yang berwenang merumuskan dan
mengendalikan kebijakan di bidang kesehatan meliputi pelayanan kesehatan,
pembinaan rumah sakit dan puskesmas, pemberantasan dan pencegahan penyakit.
Waktu penelitian dilaksanakan kurang lebih 2 bulan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan September-November 2014.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian studi kasus yaitu
dimana obyek/masalah yang dipilih dan diamati, kemudian dianalisis secara
menyeluruh sebagai suatu kesatuan yang terintegritas dengan tujuan akan
memperoleh informasi dari sejumlah informan yang dianggap dapat mewakili
populasi.
2. Tipe Penelitian
Tipe Penelitian adalah deskriptif-kualitatif bertujuan untuk
memberikan gambaran atau penjelasan tentang Peran Pemerintah Daerah
dalam Peningkatan Status Kesehatan Ibu dan Anak di Kota Makassar.
Disamping itu, menggambarkan dan menganalisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Peran Pemerintah dalam Peningkatan Status Kesehatan Ibu
dan Anak di Kota Makassar.
C. Sumber Data
Data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data langsung yang diperoleh dari informan penelitian melalui hasil
wawancara dari informan serta hasil observasi. Sementara data sekunder
merupakan data yang bersumber dari dokumen-dokumen yang memiliki
keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini seperti literatur, jurnal ilmiah,
koran, dan majalah yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Baik data primer
maupun data sekunder diperoleh melalui teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu metode pengumpulan data
dengan cara mengkaji berbagai informasi dan data melalui tulisan-tulisan
ilmiah, seperti buku-buku, makalah, dan yang lainnya yang mempunyai
relevansi dengan masalah yang dikaji / diteliti.
2. Penelitian lapangan (field research) yaitu metode pengumpulan data secara
langsung pada obyek yang diteliti. Untuk memperoleh data lapangan dalam
penelitian ini, digunakan teknik observasi, wawancara, dan penelusuran
dokumen :
a. Observasi yaitu mengamati langsung ke obyek penelitian untuk
mendengar dan melihat langsung berbagai peristiwa yang terjadi pada
obyek tersebut.
b. Wawancara (interview) digunakan untuk pengumpulan data dan informasi
melalui wawancara langsung dengan informan.
c. Dokumentasi, yaitu dokumen yang didapat dari berbagai macam sumber,
tidak hanya dokumen resmi bisa juga melalui internet dan siaran televisi.
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan dalam penelitian ini digunakan secara purposive,
dengan pertimbangan bahwa informan terpilih mempunyai pemahaman yang
berkaitan langsung dengan masalah penelitian guna memperoleh data dan
informasi yang lebih akurat. Informan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
No. Informan/Jabatan Jumlah
1 Bidang Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota
Makassar
1 orang
2 Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota
Makassar
1 orang
3 Bidang Bina Pengembangan Sumber Daya Kesehatan Dinas
Kesehatan Kota Makassar
1 orang
4 Bidan Puskesmas di Kota Makassar 3 orang
5 Masyarakat Kota Makassar yang Memiliki Balita 3 orang
Jumlah 9 orang
E. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data diawali dengan pengurusan surat izin dari program
studi. Setelah mendapatkan surat izin selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan
dengan metode :
1. Observasi yaitu mengamati langsung ke obyek penelitian untuk mendengar
dan melihat langsung berbagai peristiwa yang terjadi pada obyek tersebut.
Pengamatan langsung terhadap objek kajian yang sedang berlangsung untuk
memperoleh keterangan dan informasi sebagai data yang akurat tentang hal-
hal yang diteliti serta untuk mengetahui relevansi antara jawaban informan
dengan kenyataan yang ada, dengan melakukan pengamatan langsung yang
ada di lapangan yang erat kaitannya dengan objek penelitian.
2. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab
langsung pada pegawai pemerintahan dan masyarakat untuk mendapatkan
dukungan informasi. Teknik pengumpulan data yang dimaksudkan untuk
mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui dialog langsung antara
peneliti dengan para informan. Wawancara dilakukan dengan secara
mendalam dan terbuka. Data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung dari
informan tentang pengalaman, pendapat, pengetahuannya, dan gagasan yang
berkaitan erat dengan penelitian ini.
3. Dokumentasi yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui catatan yang
telah didokumentasi oleh instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian
ini. Dokumen dapat diperoleh dari berbagai sumber, tidak hanya dokumen
resmi bisa juga melalui internet dan siaran tv. Dokumen dapat dikatakan
dokumen primer, jika dokumen ini ditulis oleh orang yang langsung
mengalami suatu peristiwa. Dan dokumen sekunder, jika peristiwa dilaporkan
oleh orang lain yang selanjutnya didokumentasi oleh peneliti.
F. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis data dalam metode
penelitian dengan menjawab rumusan masalah maka dengan menggunakan
analisis data deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono (2009:366), penelitian
deskriptif adalah penelitian yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpulkan
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi. Dengan kata lain tujuan penelitian deskriptif secara
sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat daerah tertentu.
Pedoman pada jenis penelitian deskriptif, dimana data terkumpul dengan tekhnik
wawancara dan dokumenter kemudian proses selanjutnya adalah penyederhanaan
melalui beberapa proses, baik pencatatan, pengetikan, penyuntingan agar mudah
dibaca dan dipahami serta upaya mencari jawaban atas permasalahan yang
dirumuskan. Setelah dilakukan pengumpulan data yang diperoleh dengan
menggunakan teknik kualitatif dengan menggunakan data yang tersedia.
Analisis data tersebut menunjukkan pada petunjuk makna, deskripsi dan
penempatan data pada konteksnya masing-masing serta seringkali melukiskan
kata-kata dalam bentuk yang sederhana.
G. Pengabsahan Data
Menurut Sugiyono (2009:366), teknik pengumpulan data triangulasi diartikan
sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Menurut Sugiyono
(2009:368), ada 3 macam triangulasi yaitu :
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber berarti membandingkan dengan cara mengecek ulang
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang
berbeda. Misalnya membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara,
membandingkan antara apa yang dikatakan secara umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi dan membandingkan hasil wawancara dengan
dokumen yang ada.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Misalnya data yang diperoleh dengan wawancara, lalu di cek dengan
observasi dan dokumentasi.
3. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpul
dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar,
belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih
kredibel. Untuk itu, dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan
dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau
teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji
menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang
sehingga ditemukan kepastian datanya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi atau Karakteristik Obyek Penelitian
Kota Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan juga
merupakan pintu gerbang dan pusat perdagangan Kawasan Timur Indonesia.
Secara geografis Kota Makassar terletak di Pesisir Pantai Barat bagian Selatan
Sulawesi Selatan, pada titik koordinat 119°24’17’38” Bujur Timur dan 5°8’6’19”
Lintang Selatan.
Secara administratif Kota Makassar mempunyai batas-batas wilayah yaitu
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa, Sebelah Utara berbatasan
dengan Kabupaten Maros, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros
dan Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar. Topografi pada umumnya
berupa daerah pantai. Letak ketinggian Kota Makassar berkisar 0,5 – 10 meter
dari permukaan laut.
Kota Makassar memiliki luas wilayah 175,77 km2 yang terbagi kedalam
14 Kecamatan dan 143 Kelurahan. Selain memiliki wilayah daratan, Kota
Makassar juga memiliki wilayah kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis
pantai Kota Makassar. Adapun pulau-pulau di wilayahnya merupakan bagian
dari dua Kecamatan yaitu Kecamatan Ujung Pandang dan Ujung Tanah. Pulau-
pulau ini merupakan gugusan pulau-pulau karang sebanyak 12 pulau, bagian dari
gugusan pulau-pulau Sangkarang atau disebut juga Pulau-pulau Pabbiring atau
lebih dikenal dengan nama Kepulauan Spermonde. Pulau-pulau tersebut adalah
Pulau Lanjukang (terjauh), Pulau Langkai, Pulau Lumu-lumu, Pulau Bone
Tambung, Pulau Kodingareng, Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi,
Pulau Kodingareng Keke, Pulau Samalona, Pulau Lae-Lae, Pulau Gusung dan
Pulau Kayangan (terdekat).
Keadaan Sarana Kesehatan Kota Makassar Tahun 2013
JENIS SARANA KESEHATAN JUMLAH
Puskesmas 39
Puskesmas Pembantu 43
Puskesmas Keliling 40
Rumah Sakit 20
Rumah Bersalin 13
Rumah Sakit Ibu dan Anak 15
Bidan Praktek Swasta 14
Balai Pengobatan/Klinik 32/69
Apotek 345
Toko Obat 43
Industri Obat Tradisional 1
B. Peran Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Status Kesehatan Ibu dan
Anak di Kota Makassar
Upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita, meningkatkan
status gizi masyarakat serta pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
masih menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional bidang kesehatan
sebagaimana tercantum dalam dokumen Rencana Pembangunan Kesehatan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014.
Untuk meningkatkan status kesehatan ibu, puskesmas dan jaringannya
serta rumah sakit rujukan menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan, baik
yang bersifat promotif, preventif, maupun kuratif dan rehabilitatif. Upaya
tersebut berupa pelayanan kesehatan pada ibu hamil, pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan, penanganan komplikasi, pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi.
Setiap ibu hamil diharapkan dapat menjalankan kehamilannya dengan
sehat, bersalin dengan selamat serta melahirkan bayi yang sehat. Oleh karena itu,
setiap ibu hamil harus dapat dengan mudah mengakses fasilitas kesehatan untuk
mendapat pelayanan sesuai standar, termasuk deteksi kemungkinan adanya
masalah/penyakit yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan
janinnya.
Melihat kenyataan tersebut, maka pelayanan kesehatan harus
dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan berkualitas agar adanya
masalah/penyakit tersebut dapat dideteksi dan ditangani secara dini. Melalui
pelayanan kesehatan yang terpadu, ibu hamil akan mendapatkan pelayanan yang
lebih menyeluruh dan terpadu, sehingga hak reproduksinya dapat terpenuhi,
serta pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan secara lebih efektif dan efisien.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat secara mandiri agar
pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud. Dalam pelaksanaannya, pembangunan kesehatan diselenggarakan
berdasarkan azas perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian serta adil
dan merata dengan mengutamakan aspek manfaat utamanya bagi kelompok
rentan seperti ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga tidak mampu.
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan telah menggunakan
pendekatan pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu upaya menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Anak (AKA) sesuai dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-N). Guna memenuhi
harapan tersebut di atas, Pemerintah Pusat bekerjasama dengan WHO
mengembangkan program “safe motherhood” dan ”making pregnancy safer”
yang kemudian lebih dikenal dengan istilah MPS. Ada 4 strategi yang digunakan
untuk menciptakan kondisi persalinan yang aman antara lain dengan
meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan maternal,
meningkatkan hubungan lintas sektor, memberdayakan ibu dan keluarga, yang
terakhir adalah meningkatkan pemberdayaan masyarakat.
Diasumsikan mengatasi masalah kematian ibu dan anak dari aspek medis
dan manajemen pelayanan kesehatan bukanlah hal sulit diatasi. Hal yang sulit
adalah mengatasi masalah non medis seperti aspek sosial dan budaya. Terkait
dengan aspek sosial budaya, salah satu cara yang dinilai akan mempercepat
keberhasilan suatu kegiatan adalah dengan menggunakan pendekatan
pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah Kota Makassar dalam upaya meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, mempercepat pencapaian target MDG’s 2015 dan percepatan
pencapaian target RPJMD Kota Makassar tahun 2009-2014 yaitu penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI), penurunan Angka Kematian Bayi (AKB),
Prevalensi Gizi Kurang dan Gizi Buruk mencanangkan pada tahun 2012 sebagai
Tahun Kesehatan-Gizi Ibu dan Anak dengan tema Menyelamatkan 1000 Hari
Pertama Kehidupan.
Pemerintah Kota Makassar telah mengeluarkan kebijakan melalui Perda
No. 7 Tahun 2009 tentang Pelayanan Kesehatan. Kebijakan tersebut hadir
menimbang bahwa kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
dan unsur penunjang kesejahteraan umum yang harus diwujudkan oleh
pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta mengoptimalkan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kondisi perkembangan kebutuhan masyarakat. Pemerintah Kota
Makassar membebaskan biaya pelayanan kesehatan dasar bagi setiap penduduk
Kota Makassar. Pembebasan biaya pelayanan terkait meningkatkan status
kesehatan ibu dan anak meliputi pelayanan dasar kesehatan ibu dan anak (kia)
dan keluarga berencana (kb), pelayanan rawat inap persalinan, pemeriksaan
dokter, pengobatan dan konsultasi kesehatan, pemeriksaan tes kehamilan, serta
pelayanan kesehatan rawat jalan lanjutan dan pelayanan kesehatan rawat inap
lanjutan pada RSUD dibebaskan dari biaya rawat jalan dan rawat inap kelas III
setelah mendapatkan surat rujukan dari Puskesmas.
1. Penyuluhan
Penyuluhan ini penting mengingat peningkatan status kesehatan ibu
dan anak di suatu daerah berkaitan dengan pemahaman masyarakat
mengenai program dan mekanisme pelayanan kesehatan. Mengembangkan
Media Promosi Kesehatan dan teknologi Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi (KIE). Pengembangan, desain dan pembuatan media promosi
kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerah dalam bentuk Poster, Lieflet,
Baliho/billboard, buku saku, spot TV, radio dan stiker. Melakukan metode
dan teknologi promosi kesehatan di masyarakat, melalui penyuluhan massa,
individu, dan kelompok. Melakukan penggerakan masyarakat untuk
berperan serta dalam Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat.
Pernyataan Dinas Kesehatan:
“Berkaitan dengan pencanangan Tahun Kesehatan Gizi Ibu dan
Anak pada tahun 2012, kami menggencarkan penyuluhan tentang
pentingnya menjaga kesehatan ibu dan anak, termasuk
meningkatkan gizi keluarga. Penyuluhan kesehatan rutin dilakukan
di setiap puskesmas dan posyandu yang ada di Kota Makassar.
Kami terus meningkatkan peran serta petugas di puskesmas dan
posyandu mengingat penyuluhan bisa sampai ke masyarakat
dikarenakan peranan besar bidan dan kader kesehatan”(IA, 28
Oktober 2014)
Hasil dari wawancara mendalam diperoleh bahwa upaya penyuluhan
yang dilakukan petugas kesehatan pada saat masyarakat memeriksakan
kehamilannya di Puskesmas
“kita langsung lakukan penyuluhan pada setiap pasien
memeriksakan kesehatan, juga kepada keluarga pasien yang ikut
mengantar...”(AL, 25 November 2014)
“pemeriksaan pertama ibu hamil langsung kita kasi buku KIA,
sudah ada disitu penjelasannya tanda-tanda bahaya dalam
kehamilan, nanti kalau kalau ada apa-apa kita suruh langsung
datang ke puskesmas...” (RD, 26 November 2014)
“penyuluhan kita lakukan secara langsung ke ibu hamil melakukan
pemeriksaan untuk pertama kali di puskesmas, kita jelaskan cara
menjaga kesehatan ibu dan kandungan” (YU, 27 November 2014)
Pengetahuan masyarakat tentang cara menjaga kesehatan saat hamil
dan program kesehatan pemerintah diperoleh dari beberapa sumber
informasi. Sebagian besar mendapatkan informasi langsung dari bidan di
puskesmas, tetangga, dan dari media massa baik cetak maupun elektronik
seperti stiker, baliho, koran, radio, dan televisi. Sebagaimana yang
terungkap dari hasil wawancara berikut ini:
“...iye sudah dikasi tahu sama bidan, disuruh baca-baca ini buku
KIA terus dibawa kalau mau kontrol” (RSD, 25 November 2014)
“tetanggaku ji pertama tanyaka bilang gratismi melahirkan di
puskesmas, pas datangka periksa di puskesmas kutanya ibu suster
ternyata memang gratis”. (MRY, 26 November 2014)
“ya sudah jadi gini pernah kunonton di televisi...pidato Menteri
Kesehatan waktu hari kesehatan, yang kedua itu...pernah ku baca di
koran masalah program kesehatan pemerintah”(RSM, 27 November
2014)
Dari hasil wawancara dengan masyarakat, diakui bahwa mereka
mendapat informasi yang sangat terbatas terkait dengan kehamilan dan
persalinan. Penyuluhan hanya dilakukan secara perseorangan dan
kebanyakan diminta untuk membaca sendiri buku KIA. Diketahui bahwa
setiap ibu hamil diberi buku “Kesehatan Ibu dan Anak” oleh Puskesmas saat
pertama kali memeriksakan kehamilannya. Buku ini memuat berbagai
informasi yang diuraikan secara panjang lebar tentang kehamilan dan
persalinan, kemudian diharapkan setiap ibu dan suami serta orang tuanya
membaca buku tersebut.
Dari hasil pengamatan di lapangan, peneliti melihat penyuluhan
peraturan dan program-program kesehatan pemerintah kota Makassar
dilakukan menggunakan spanduk hanya dibeberapa puskesmas. Penyuluhan
program persalinan gratis melalui baligho, spanduk, dan banner rata-rata
hanya di RSP/puskesmas penyedia layanan persalinan. Adapun iklan di tv
daerah dengan durasi yang pendek hanya mengajak masyarakat
mengunjungi fasilitas kesehatan. Di posyandu dalam hal pemberian
penyuluhan sudah jarang terjadi dan yang rutin diadakan hanyalah timbang
balita dan imunisasi.
Penyuluhan program kesehatan pemerintah belum dilakukan secara
optimal. Penyuluhan program kesehatan hanya dilakukan untuk
penyebarluasan informasi bahwa ada pelayanan kesehatan gratis yang
diberikan untuk seluruh ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir
tanpa pungutan biaya. Hal ini tidak diikuti dengan penyuluhan tentang apa
yang menjadi berhak diterima oleh pasien dan apa yang menjadi kewajiban
pasien. Penyuluhan program kesehatan seperti ini menyebabkan masyarakat
belum paham tentang isi program kesehatan yang ada.
2. Koordinasi
Menjalin kemitraan dan kerja sama lintas sektor, lintas program,
organisasi profesi, dan kemasyarakatan dalam menumbuhkembangkan
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat. Melakukan koordinasi dengan
instansi terkait seperti Tim Penggerak PKK dalam melaksanakan kegiatan
kesehatan. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Rumah Sakit
rujukan baik Rumah Sakit Provinsi maupun Rumah Sakit Swasta untuk
memperluas akses rujukan.
Peningkatan status kesehatan ibu dan anak bukan semata-mata kerja
Dinkes, melainkan perlu koordinasi yang melibatkan beberapa lintas sektor,
baik instansi pemerintah, LSM, organisasi profesi, dunia usaha dan
masyarakat. Untuk mampu mencegah adanya kondisi yang tidak diinginkan
seperti resiko persalinan dan mampu menjalankan kegiatan sebagaimana
tersebut di atas, setiap organisasi seperti posyandu dalam melaksanakan
kegiatannya hendaknya menggalang kemitraan dengan berbagai lembaga
dan melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan dengan segenap
jajarannya.
Pernyataan Dinas Kesehatan:
“Kami telah berkoordinasi dengan unsur Dinas Kesehatan
Propinsi Sulawesi Selatan, Perguruan Tinggi bidang Kesehatan,
DPRD Kota Makassar, Muspida Kota Makassar, TP PKK Kota
Makassar, SKPD, Camat dan Lurah se Kota Makassar, Puskesmas,
TP. PKK Kec. & TP. PKK Kelurahan, Para Kader, Tim ADB, Tim
Nice Pusat, Kemenkes dan Bappenas” (WA, 28 Oktober 2014)
“Pencanangan tahun kesehatan ibu dan anak dengan tema
menyelamatkan seribu hari pertama kehidupan, memaksimalkan
program tersebut Pemerintah Kota Makassar telah berkoordinasi
dengan Puskesmas, Bidan, hingga Posyandu yang berada di tingkat
kelurahan. Bentuk koordinasinya melalui membangun pemahaman
mengenai sejumlah program yang telah dilaksanakan seperti
pembebasan biaya persalinan” (HA, 28 Oktober 2014)
Informan mengungkapkan bahwa koordinasi antara Dinas Kesehatan,
Puskesmas dan Posyandu dilakukan dalam bentuk pertemuan atau rapat
koordinasi.
“koordinasi Dinas Kesehatan bentuknya rapat koordinasi
dengan seluruh kepala puskesmas di makassar, koordinasi sama
tokoh masyarakat, sama RT, RW, kelurahan biasa diadakan
pertemuan di kecamatan, koordinasi dengan kader posyandu itu
nanti di posyandu saat pelayanan...” (AL, 25 November 2014)
“kita dipanggil pertemuan di dinas membahas perkembangan
cakupan pelayanan di puskesmas dan posyandu, koordinasi dengan
kelurahan dan kecamatan sama bentuknya rapat, kita diundang ke
kecamatan bahas data masyarakat yang mendapat layanan
kesehatan” (RD, 26 November 2014)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerja sama lintas sektor telah
dilakukan sejak lama, namun koordinasi tersebut kebanyakan sifatnya non
formal. Koordinasi sangat ditentukan oleh pembentukan jejaring resmi yang
disepakati bersama sehingga dalam melakukan komunikasi terjalin
hubungan yang kuat. Ada pun formalitas dengan penerbitan SK Pemerintah
Daerah dirasakan sangat penting sebagai payung hukum serta sarana
evaluasi.
Koordinasi yang dilakukan antara Dinas Kesehatan dan Puskesmas
selama ini hanya dalam bentuk pertemuan atau rapat yang membahas
pemahaman mengenai perkembangan dan capaian program kesehatan.
Koordinasi yang membahas penggunaan dan ketersediaan bahan habis
pakai. Rapat koordinasi yang hanya bersifat pemantauan dan evaluasi.
Itupun masih seringnya terjadi kondisi dimana beberapa Rumah Sakit
Pembantu/Puskesmas Plus kehabisan barang habis pakai seperti oksigen dan
surat berbadan sehat.
Koordinasi dalam meningkatkan status kesehatan ibu dan anak mulai
dari Puskesmas, Bidan sampai proses rujukan dan penanganan di Rumah
Sakit. Belum adanya koordinasi yang mengintegrasikan informasi
ketersediaan pelayanan kesehatan antar fasilitas kesehatan serta ambulans
rujukan di tiap RSP/PUSKESMAS penyedia pelayanan persalinan sebagai
wujud koordinasi aktif dan rutin antara fasilitas kesehatan.
Komunikasi terintegrasi antara puskesmas dan Rumah Sakit di kota
Makassar belum dibangun dalam proses rujukan kegawatdaruratan. Tidak
ada koordinasi antara Dinas Kesehatan kota Makassar, puskesmas, dan
Rumah Sakit dalam melakukan rujukan pasien dengan keadaan
gawatdarurat. Diperlukan mekanisme koordinasi yang jelas terkait
komunikasi dalam proses rujukan kegawatdaruratan. Masyarakat
mendapatkan konfirmasi ketersediaan pelayanan Rumah Sakit rujukan
seperti keberadaan dokter, ketersediaan alat, ketersediaan tempat tidur,
ketersediaan obat, dll.
Koordinasi antar level rujukan maupun dengan Dinas Kesehatan
memerlukan pemanfaatan sarana komunikasi yang dapat menyediakan
informasi yang cepat ke masyarakat. Komunikasi sebagai wujud koordinasi
antar fasilitas kesehatan memerlukan adanya hotline di rumah sakit dan
dinas kesehatan yang bisa dihubungi 24 jam dalam mendukung pelayanan
rujukan kegawatdaruratan agar tidak terjadi keterlambatan dalam
penanganan keadaan darurat persalinan. Dan agar tidak ada lagi warga
Makassar yang meninggal setelah mengelilingi 5 Rumah Sakit di Kota
Makassar karena IGD (Instalasi Gawat Darurat) penuh.
3. Pendekatan Terhadap Masyarakat
Pendekatan sebagai upaya untuk membangun kesehatan masyarakat
dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimiliki serta upaya untuk mengembangkannya.
Menggerakkan masyarakat dan memberi informasi yang jelas tentang
program kesehatan serta manfaatnya bagi masyarakat sendiri. Keterlibatan
masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi.
Mengkomunikasikan inovasi di bidang kesehatan kepada
masyarakat. Pengembangan berpikir kreatif dimana masyarakat diajak untuk
berpikir kreatif, bisa mencari solusi atas masalah yang dihadapinya. Setiap
individu terikat dengan lingkungan sosialnya sehingga kegiatan
pemberdayaan akan lebih efisien jika diterapkan kepada masyarakat
khususnya kepada mereka yang diakui masyarakat setempat sebagai
panutan atau tokoh masyarakat. Menciptakan hubungan yang akrab dengan
masyarakat karena suasana akrab akan memperlancar kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Memberikan suasana bahwa akan terjadi
perubahan, perbaikan mutu dan kualitas hidup baik diri, keluarga, dan
masyarakatnya.
Menggerakkan masyarakat dengan meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk terlibat aktif mengembangkan upaya pengorganisasian
masyarakat dalam proses pembangunan kesehatan. Upaya membangun
kesadaran kritis masyarakat merupakan awal dari kegiatan pengorganisasian
masyarakat, dimana masyarakat diajak untuk berpikir menyadari hak dan
kewajibannya di bidang kesehatan. Terbentuknya kader kesehatan dan
lembaga berbasis masyarakat sebagai representasi peran serta masyarakat
dalam menggerakkan masyarakat yang lain untuk melakukan kegiatan
dibidang kesehatan.
Banyak potensi masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk
kesehatan. Potensi tersebut antara lain dapat berupa pimpinan
masyarakatnya, organisasi sosial kemasyarakatan, dana dan sarana
masyarakat, pengetahuan dan teknologi tepat guna yang dikuasai oleh
masyarakat serta potensi yang berupa kemampuan masyarakat untuk
mengambil keputusan. Masyarakat tidak sadar bahwa banyak potensi yang
dapat dikembangkan. Ketidaksadaran ini membuat masyarakat tidak pernah
melakukan identifikasi sumberdaya potensi yang ada di lingkungan
sekitarnya. Walau demikian, secara langsung ataupun tidak, dalam
kenyataan sehari-hari mereka sudah memanfaatkan keberadaan beberapa
potensi yang ada.
Memanfaatkan keperdulian tokoh masyarakat setempat untuk
terlibat dalam kegiatan Posyandu. Keberadaan tokoh masyarakat dinilai
sangat menunjang pelaksanaan kegiatan Posyandu. Kontribusi tokoh
masyarakat dalam mendukung kegiatan Posyandu.
Pernyataan Dinas Kesehatan:
”kami telah melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat
seperti Ketua RW dan Ketua RT melalui pertemuan yang membahas
program Dinas Kesehatan dan keaktifan Kader Posyandu dalam
memberdayakan Posyandu” (IA, 28 Oktober 2014)
“Dinas Kesehatan dalam upaya mendorong keaktifan Posyandu,
menggelar sejumlah lomba Posyandu dan Kelurahan Siaga. Dinkes
Kota Makassar menggandeng BKB dan TP PKK Kota Makassar
bersama mengadakan lomba. Lomba kesehatan ini merupakan
agenda tahunan dalam rangka memperingati Hari Kesehatan
Nasional yang jatuh tiap tanggal 12 November” (IA, 28 Oktober
2014)
Informan mengungkapkan bahwa bidan dan petugas kesehatan dalam
melakukan pendekatan ke masyarakat bekerja sama dengan kader posyandu
“... kita kan sudah sibuk pelayanan segala macam ya, jadi kita
arahkan kader posyandu yang mengunjungi rumah pasien yang tidak melanjutkan kontrol kesehatan kehamilannya untuk dibujuk
agar datang ke puskesmas...” (AL, 25 November 2014)
“... upaya pendekatan dengan masyarakat agar memeriksakan
kesehatannya ke puskesmas dengan bekerjasama dengan kader
posyandu untuk mengajak minimal tetangganya yang tidak
memeriksakan kehamilannya untuk datang ke puskesmas...” (RD, 26
November 2014)
Peran serta masyarakat dalam mewujudkan peningkatan status
kesehatan sangatlah penting. Wujud nyata bentuk peran serta masyarakat
antara lain berkembangnya Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM), misalnya Posyandu. Kesadaran dan peran aktif masyarakat Kota
Makassar di Posyandu tidak terlepas dari dukungan Dinas Kesehatan Kota
Makassar barsama Instansi terkait dari lintas sektor yang saling bersinergi
mendorong meningkatnya jumlah Posyandu yang sebelumnya berada pada
level Pratama dan Madya, meningkat menjadi Purnama dan Mandiri.(Profil
Kesehatan Makassar, 2013)
Hal ini menggambarkan upaya Dinas Kesehatan mendorong
keterlibatan aktif masyarakat menjadi kader posyandu dan aktif mengurus
posyandu. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengelola dan
menyelenggarakan upaya kesehatan berbasis masyarakat. Namun kenyataan
dilapangan menunjukkan keberadaan posyandu belum merata di Kota
Makassar. Keberadaan kader kesehatan di kota Makassar belum merata di
tiap RW.
Pendekatan dengan tokoh masyarakat seperti Ketua RW dan Ketua
RT melalui pertemuan yang membahas program Dinas Kesehatan dan
keaktifan Kader Posyandu dalam memberdayakan Posyandu tidak dilakukan
secara rutin. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa keterlibatan tokoh
masyarakat dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk
menjadi kader posyandu dan memberdayakan posyandu tidak rutin.
Keterlibatan aktif masyarakat menjadi kader posyandu lebih kepada
dorongan dari petugas kesehatan. Keterlibatan tokoh masyarakat
menggerakkan masyarakat hanya diawal saja.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan akses masyarakat
terhadap sarana pelayanan kesehatan tidak serius. Dinas kesehatan belum
melakukan kunjungan rumah sebagai upaya pendekatan keluarga untuk
menyadarkan dengan memberikan informasi mengenai sarana pelayanan
kesehatan lebih baik dibanding upaya-upaya tradisional yang tidak
mendukung kesehatan. Saat ini Dinas Kesehatan menghimbau masyarakat
untuk mengunjungi sarana pelayanan kesehatan baru melalui media tv
daerah.
4. Pembinaan
Pembinaan masyarakat bidang kesehatan, secara umum ditujukan
pada meningkatnya kemandirian masyarakat dan keluarga dalam bidang
kesehatan sehingga masyarakat dapat memberikan andil dalam
meningkatkan status kesehatannya. Secara khusus ditujukan pada
meningkatnya pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan,
meningkatnya kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan,
pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh masyarakat dan terwujudnya
pelembagaan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat. Membangun
kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan di
masyarakat.
Meningkatkan peran masyarakat dalam menciptakan kesehatan bagi
lingkungan masyarakat di sekitarnya. Memberdayakan dan mengorganisir
masyarakat agar secara sadar ikut berpartisipasi dalam peningkatan derajat
kesehatan. melaksanakan peningkatan pengetahuan kader posyandu dan
tokoh masyarakat terhadap Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
(UKBM). Melakukan pembinaan teknis kegiatan dalam menghadapi
masalah kesehatan di masyarakat..
Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan petugas kesehatan
baik di Puskesmas maupun Rumah Sakit melalui berbagai orientasi,
workshop, lokakarya promosi kesehatan. pelatihan yang menyegarkan
pengetahuan yang pernah diperoleh sebelumnya dan diperkenalkan pada
metode-metode penanganan penyakit komplikasi yang relatif baru.
Melakukan upaya-upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas kader
posyandu terhadap Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat.
Untuk keberhasilan penyelenggaraan berbagai upaya pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan lebih difokuskan pada meningkatnya
perubahan perilaku dan kemandirian masyarakat untuk hidup bersih dan
sehat, meningkatnya kemandirian masyarakat dalam sistem peringatan dini,
penanggulangan dampak kesehatan akibat bencana, serta terjadinya wabah /
KLB, meningkatnya keterpaduan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan dengan kegiatan yang berdampak pada generasi mendatang.
Meningkatnya upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM)
sehingga masyarakat mampu mengatasi permasalahan kesehatan yang
dihadapi secara mandiri dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dengan lingkungan yang kondusif melalui pembinaan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan yang terintegrasi dan bersinergi
oleh pemangku kepentingan terkait.
Pernyataan Dinas kesehatan
“kami baru saja telah melakukan pelatihan konseling menyusui.
Pelatihan dengan mengikutkan 1 petugas kesehatan dan 1 kader
kesehatan perwakilan tiap puskesmas. Pelaksanaannya dibagi 4
angkatan dan dilaksanakan 5 hari setiap angkatan. Kami harapkan
setelah pelatihan, kader kesehatan mampu memberikan konseling
kepada masyarakat” (HT, 28 Oktober 2014)
Pembinaan dari Dinas Kesehatan ke petugas kesehatan belum
dilakukan secara rutin dan menyeluruh. Salah satu informan menyebutkan
pernah mendapatkan pelatihan , sedangkan informan yang lain mendapatkan
penjelasan terkait peraturan baru dari kepala puskesmas.
“...selama ini pembinaan yang rutin belum ada, pertahun begitu
belum ada, baru-baru ada pelatihan konseling menyusui langsung
dari Dinas Kesehatan...” (AL, 25 November 2014)
“...pembinaan dari dinkes biasa ada, biasa juga ada pembinaan kalo
pas ada lokmin, kepala puskesmas yang menjelaskan tentang
peraturan baru dari dinkes, kalau pembinaan rutin belum ada...”
(RD, 26 November 2014)
“tidak ada pembinaan tiap tahun, tiba-tibaji biasa langsung ada
orang dari dinas menjelaskan harusmi begini tidak bolehmi
begitu...” (YU, 27 November 2014)
Mengembangkan Kelurahan Siaga, Dinas Kesehatan melaksanakan
kegiatan pembinaan Model Operasional Desa Siaga (MODS) yang
dilaksanakan di seluruh kelurahan atau sebanyak 143 kelurahan karena
seluruh kelurahan sudah terbentuk forum kelurahan siaga.(Profil Kesehatan
Makassar, 2013)
Dalam upaya meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak telah
dilakukan berbagai program dan kegiatan diantaranya kerjasama
pendampingan kegiatan USAID terkait peningkatan status kesehatan ibu
dan anak. Disamping itu juga pembinaan di posyandu, program perencanaan
persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), LSM serta masyarakat pada
umumnya, dan dikembangkannya kelas ibu hamil dengan meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku ibu hamil dan keluarganya dalam
memperoleh pelayanan kesehatan paripurna.
Peneliti melihat pelatihan dan pembinaan hanya dilakukan sekali
dalam setahun. Pelatihan sekali setahun ini hanya dengan 1 tema seperti
konseling asi eksklusif. Pelatihan hanya mengikutkan perwakilan dari tiap
puskesmas dan posyandu.
Posyandu sebagai lembaga berbasis masyarakat, yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Prinsip bekerja bersama antar
masyarakat di Posyandu mulai dari menghadiri kegiatan, menangani
masalah kesehatan, sampai melakukan pengawasan dan evaluasi kegiatan.
Peneliti melihat keterlibatan masyarakat dalam Posyandu masih sebatas
pada pelaksanaan Posyandu. Partisipasi masyarakat di Posyandu nampak
hanya terlibat pada kegiatan pelayanan kesehatan. Masyarakat tidak terlibat
dalam pengidentifikasi masalah-masalah yang ada dan menetapkan
alternatif pemecahan masalah.
Adapun beberapa kegiatan terkait dengan upaya pemberdayaan yang
dilakukan di Posyandu. Kegiatan seperti meningkatkan pengetahuan
masyarakat, kemampuan untuk cepat mengambil keputusan, meningkatkan
pengetahuan tentang tanda bahaya dalam kehamilan, meningkatkan
pengetahuan tentang tanda-tanda persalinan dan meningkatkan pengetahuan
tentang bahaya upaya-upaya tradisional yang tidak mendukung kesehatan
ibu dan bayinya tidak terlihat di Posyandu. Yang terlihat hanyalah kegiatan
timbang bayi dan imunisasi.
Bila melihat prinsip pemberdayaan, dimana setiap Posyandu diharap
mampu mengembangkan kemandirian untuk melaksanakan kegiatan dan
mengatasi masalah kesehatan di lingkungannya. Kondisi di Makassar
menunjukkan bahwa sebagian besar Posyandu belum mandiri dalam
menjalankan kegiatannya termasuk dalam mengembangkan
kemampuannya. Pengelolaan dan penyelenggaraan Posyandu masih dengan
dukungan teknis dari petugas kesehatan.
5. Pengendalian
Melakukan monitoring kegiatan secara berkala untuk mengetahui
permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan kegiatan. Monitoring mulai
dari mengenali tanda-tanda awal yang mengarah pada masalah kesehatan
lalu melakukan upaya pencegahan maupun menanggulangi. Melakukan
evaluasi kegiatan melalui analisis data sehingga diketahui pencapaian
indikator kegiatan dan bisa memberikan alternatif pemecahan masalah.
Membuat laporan hasil kegiatan triwulan dan kegiatan tahunan. Melakukan
evaluasi terhadap pengembangan Media Promosi Kesehatan dan teknologi
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi.
Menjamin tersedianya informasi kesehatan yang akurat dan dapat
dipertanggung jawabkan serta penyediaan unit pengaduan masyarakat.
Menjamin peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan
masyarakat. Menjamin pengembangan Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat seperti Posyandu dan Kelurahan Siaga.
Tenaga kesehatan (baik difasilitas pelayanan kesehatan pemerintah,
swasta, dan UKBM lainnya) yang memberikan pelayanan antenatal di
wilayah kerja puskesmas, sebaiknya melaporkan rekapitulasi hasil
pelayanan antenatal terpadu setiap awal bulan ke puskesmas atau
disesuaikan dengan kebijakan daerah masing-masing. Puskesmas
menghimpun laporan rekapitulasi dari tenaga kesehatan di wilayah kerjanya
dan memasukkan ke dalam register Kohort Ibu untuk keperluan pengolahan
dan analisa data serta pembuatan laporan PWS KIA. Hasil pengolahan dan
analisa data dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota setiap akhir
bulan.
Sementara itu grafik PWS KIA digunakan oleh puskesmas untuk
memantau pencapaian target dan melihat tren pelaksanaan pelayanan
antenatal terpadu serta digunakan untuk pertemuan dengan lintas sektor.
Dinas kesehatan kabupaten/kota menghimpun hasil pengolahan dan analisa
data dari seluruh puskesmas di wilayahnya untuk keperluan pengolahan dan
analisa data serta pembuatan grafik PWS KIA tingkat kabupaten/kota setiap
bulan. Hasil pengolahan dan analisa data dilaporkan ke dinas kesehatan
provinsi setiap bulan. Sementara itu grafik PWS KIA digunakan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota untuk memantau pencapaian target dan melihat
tren pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu.
Upaya pengendalian dinas kesehatan dengan monitoring, pelaporan,
dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang dan secara berkala
“... ya pelaporan tersebut dilaporkan secara berkala dan
berjenjang, mengevaluasi proses berjalannya program, sehingga
jika ada sesuatu yang terjadi yang dapat menghambat program
....”(WA, 28 Oktober 2014)
“.... mekanisme pelaporan di puskesmas mencatat sesuai format
yang berlaku dan melaporkan secara rutin secara bulanan dan
triwulan ke Dinas Kesehatan...” (WA, 28 Oktober 2014)
Dari hasil wawancara mendalam dengan petugas kesehatan di
puskesmas diketahui bahwa pemantauan proses pelaksanaan program
kesehatan oleh puskesmas dilakukan langsung oleh dinas kesehatan dan
pelaporan hasil pelaksanaan program kesehatan oleh puskesmas diserahkan
tiap satu bulan sekali ke dinas kesehatan.
“... pemantauan dari dinas itu tidak terjadwal, tiba-tiba saja
langsung datang, kalau disini evaluasi hampir tiap bulan, saat akhir
bulan atau awal bulan, pas datang orang dari dinas kita adakan lagi
pertemuan, jadi biasa itu sebulan kita lakukan dua kali pertemuan,
yang dilaporkan ke dinas itu cakupan-cakupan dan pemakaian
barang habis pakai tiap satu bulan, kalau PWS KIA itu tiap satu
tahun...” (AL, 25 November 2014)
“... selama ini kita pantau tiap saat ya, kita catat semuanya, tiap
akhir bulan kita adakan pertemuan, evaluasi semua kegiatan
sebulan terakhir, yang rutin dievaluasi terkait cakupan-cakupan dan PWS KIA...” (RD, 26 November 2014)
“... kita di puskesmas mencatat seluruh pelaksanaan kegiatan, baru
dilaporkan ke dinkes, dievaluasi semua laporan di dinkes,
cakupannya sudah tercapai atau belum...” (YU, 27 November 2014)
Dalam pelaporan kendalanya ada pada pengolah data yang tidak
cepat dan tepat dalam mengevaluasi kebutuhan program. Upaya mendukung
pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan pencatatan dan pelaporan
penyelenggaraan program kesehatan secara rutin setiap bulan. Data dan
laporan dari pustu dan posyandu direkap (diolah dan dianalisa) di
puskesmas dan selanjutnya dikirim ke Dinas Kesehatan.
Saat ini pengumpulan data di puskesmas sebagian besar masih
dikerjakan secara manual, dengan melakukan pencatatan pada buku-buku
registrasi dan mengisi beberapa jenis formulir. Metode ini tidak efisien dari
sisi waktu dan tenaga karena seringkali terjadi pengulangan pekerjaan yang
sama untuk beberapa formulir yang berbeda. Masih sedikit puskesmas yang
menggunakan komputer untuk mengolah data, apalagi memanfaatkan data
bagi kepentingan kepentingan pengambilan keputusan.
Sebenarnya sebagian besar puskesmas telah memiliki komputer,
namun penggunaannya dalam sistem informasi puskesmas belum optimal,
lebih banyak untuk membuat laporan. Disamping itu keterbatasan
kemampuan dalam menggunakan komputer juga menjadi hambatan dalam
komputerisasi sistem informasi puskesmas.
Data dan informasi yang terintegrasi di kabupaten/kota berasal dari
puskesmas yang diolah dengan system pencatatan dan pelaporan puskesmas
atau SIMPUS KIA GIZI sehingga kualitas data dan informasi di puskesmas
menjadi sangat penting kedudukannya dalam pengambilan keputusan di
tingkat kabupaten/kota, provinsi dan tingkat nasional. Data dan informasi
yang tersedia diharapkan dapat berperan sebagai health intelligence.
Diharapkan integrasi antara puskesmas dengan dinas kesehatan bisa
dilakukan dengan cara elektronik dengan memanfaatkan teknologi
pengiriman data yang ada misalnya dengan menggunakan flash disk, dengan
email ataupun kalau memungkinkan dengan menggunakan jaringan terpadu
online antara dinas kesehatan dan puskesmas.
Kurangnya akurasi data awal dan kurangnya ketepatan waktu untuk
pelaporan dan evaluasi data. Validitas data yang terkirim dari tingkat
posyandu, pustu, Puskesmas ke Dinas Kesehatan kurang. Data-data dan
informasi tidak terintegrasi dengan baik. Kurangnya koordinasi antara
puskesmas dan Dinas Kesehatan berdampak seringnya terjadi kondisi
dimana beberapa Rumah Sakit Pembantu / Puskesmas Plus kehabisan
barang habis pakai seperti oksigen dan surat berbadan sehat.
Data Dinas Kesehatan belum sepenuhnya dianggap dapat
menggambarkan kenyataan yang ada mengingat data yang dipantau hanya
diperoleh dari Puskesmas. Data yang diperoleh merupakan data sarana
(Facilitated Based) yang hanya didapatkan dari Sarana Pelayanan
Kesehatan yang ada. Karenanya diperlukan upaya pengumpulan data yang
lebih akurat dan bersumber langsung dari masyarakat (Community Based).
C. Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Status Kesehatan Ibu dan Anak
di Kota Makassar
1. Sarana dan Prasarana
Dalam upaya untuk memperluas jangkauan dan mutu pelayanan
kesehatan, memungkinkan pelayanan kesehatan ibu dan anak ditunjang oleh
unit pelayanan kesehatan yang dekat dan merata dalam bentuk Rumah Sakit,
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Posyandu dan
Satuan Pelayanan Kesehatan Swasta dalam bentuk Poliklinik / Balai
Pengobatan, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, serta Rumah Bersalin.
Pernyataan Dinas Kesehatan :
“tiap tahun kami mendapatkan pos anggaran untuk rehabilitasi
Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Peningkatan infrastruktur
kesehatan diupayakan secara berkesinambungan setiap
tahunnya”(HT, 28 Oktober 2014)
Informan mengungkpkan bahwa adanya sarana di puskesmas sudah
baik dan bagus. namun dari informan mengatakan bahwa terkadang
mengalami kekurangan alat karena pasien banyak.
“sebenarnya sudah cukup lengkap, tapi kalau dari segi jumlah
masih kurang, sesuai dengan SPM memang minimal 2 buah, tapi
kadang kami memerlukan 3 sampai 4 buah alat karena pasien yang
ingin melahirkan banyak”(AL, 25 November 2014)
“... disini sudah dilengkapi Bilik ASI sama Pojok Ramah Anak, jadi
masyarakat seperti ibu hamil dan balita akan merasa nyaman saat
mengantri di puskesmas...”(RD, 26 November 2014)
“sarananya sudah sesuai dengan SPM, apalagi terbukti sudah
menerima sertifikat ISO karena dianggap telah memberlakukan
pelayanan kesehatan berstandar internasional...”(YU, 27 November
2014)
Pemerintah Kota Makassar dalam berupaya melakukan pemenuhan
kelengkapan sarana dan mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas pelayanan
dengan mendekatkan fasilitas pelayanan kesehatan ke masyarakat.
Pemerintah Kota Makassar memiliki RSUD Daya, 39 Puskesmas, 43
Puskesmas pembantu, 40 Puskesmas Keliling yang tersebar di 14
Kecamatan, delapan Puskesmas di antaranya telah memberikan pelayanan
rawat inap, sekaligus unit gawat darurat 24 jam serta telah menyediakan
pelayanan persalinan normal. Kedelapan Puskesmas yang dimaksud adalah
Puskesmas Pattingalloang, Minasa Upa, Barranglompo, Bara-baraya, Batua,
Kassi-kassi, Ujung Pandang Baru, dan Mamajang (Dinas Kesehatan
Makassar, 2013).
Dalam hal fasilitas kesehatan, tahun ini Dinas Kesehatan Kota
Makassar mendapatkan pos anggaran untuk rehabilitasi total 2 Puskesmas
antara lain di Puskesmas Mamajang dan Andalas serta 2 Pustu. Peningkatan
infrastruktur kesehatan dilakukan secara berkesinambungan setiap tahunnya.
Namun, ada beberapa Puskesmas dan Pustu telah di reformasi menjadi
Rumah Sakit Pembantu/Puskesmas Plus dan Puskesmas hingga saat ini
belum difungsikan sebagaimana mestinya karena belum ada anggaran
pengadaan alat.
Jumlah Posyandu yang ada di Kota Makassar sebanyak 972 dengan
rincian Pratama 0 posyandu, Madya 200 posyandu, Purnama 466 posyandu,
Mandiri 306 posyandu (Dinas Kesehatan Makassar, 2012). Di Kota
Makassar setidaknya 200 posyandu tidak aktif melayani masyarakat karena
kendala sumber daya manusia dan ketiadaan alat (Telstarfm, 2012).
Mengenai pelaksanaan SOP (Standar Operasional Prosedur) di
beberapa fasilitas kesehatan terbukti sudah menerima sertifikat ISO
9001:2008 karena dianggap telah memberlakukan pelayanan kesehatan
berstandar ISO (Internasional Standar Operasional). Yakni berupa
penyimpanan obat yang sesuai dengan standar suhu yang ditetapkan,
penjagaan masa kadaluwarsa, pemenuhan gudang obat berstandar
internasional serta tingkat sumber daya tenaga kesehatan sehingga
menghasilkan pelayanan yang maksimal. Namun dilapangan peneliti melihat
di RSP/Puskesmas Kassi-kassi sebagai salah satu penerima sertifikat ISO
merujuk pasiennya karena persediaan oksigennya habis.
2. Sumber Daya Manusia
Jumlah kelayakan sumber daya manusia (aktor pelaksana) sangat
menentukan kinerja pengimplementasian pelayanan kebijakan(Grinddle
dalam wibawa). Jumlah SDM yang dimiliki oleh organisasi untuk
mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kapasitas suatu
organisasi tersebut dalam menjalankan misinya untuk mewujudkan tujuan
organisasi (Goggin et.al, 1990).
Jumlah SDM yang harus disediakan oleh suatu organisasi agar dapat
menjalankan tugasnya sangat tergantung pada tugas yang harus
dilakukannya. Semakin kompleks suatu kebijakan maka semakin banyak
pula jumlah SDM yang harus disediakan untuk menjalankan tugas
mengimplementasikan kebijakan. Sementara itu, jika kebijakan harus
diimplementasikan sederhana maka semakin sedikit pula jumlah SDM yang
diperlukan (Purwanto& Sulistiastuti, 2012).
Pernyataan Dinas Kesehatan:
“Pemerataan tenaga kesehatan saat ini sulit dilakukan karena
jumlah tenaga medis yang terbatas. Kendati demikian, upaya
pemerataan tenaga kesehatan di wilayah Makassar tetap menjadi
perhatian kami. Setiap tahun terdapat tenaga kesehatan yang
memasuki masa pensiun, sedangkan untuk perekrutan kuota terbatas.
Solusi awal adalah mutasi tenaga kesehatan secara berkala di tiap
puskesmas”(HT, 28 Oktober 2014)
Informan mengungkapkan bahwa bidan dan petugas kesehatan di
puskesmas sudah baik dan bagus. Namun ada informan mengeluhkan bahwa
mereka tidak diberi tau secara jelas manfaat dan caranya.
“... bagus ji tawwa disini, itu cuma ka tidak terlalu dimengerti toh
apa ini yang dilakukan...”(ibu Fb, 25 November 2014)
“... bagus pelayanannya karna kalau mau di apa-apa begitu na kasi
tau tawwa apa mau na lakukan kalo disiniki’ melahirkan” (ibu St, 26
November 2014)
“...ee ka kalo begini mungkin bagusji tawwa disini,ka mungkin
begini memangji ka tidak di tau ki juga toh...”(ibu Mi, 27 November
2014)
Ketersediaan tenaga kesehatan merupakan salah satu unsur penting
dalam percepatan pembangunan kesehatan. Tercatat sebanyak 1283 SDM
Kesehatan di Kota Makassar yang tersebar pada 39 Puskesmas, 1 Rumah
Sakit Umum Daerah dan Dinas Kesehatan, adapun pengelompokan SDM
Kesehatan berdasarkan jenis ketenagaan jika dirinci : 25 dokter spesialis,
132 dokter umum, 131 kesehatan masyarakat, 235 bidan, 484 tenaga
keperawatan, 68 tenaga gizi.(Dinas Kesehatan Makassar, 2013)
Sebaran tenaga kesehatan di Kota Makassar berdasarkan tempat
tugas. Dari jumlah 1283 orang tenaga kesehatan, 1026 bertugas di
puskesmas, 188 di RSUD dan 69 lainnya di Dinas Kesehatan Kota
Makassar. Jumlah tersebut belum termasuk tenaga non kesehatan yang juga
bertugas pada sarana kesehatan. Sebagian besar tenaga kesehatan bertugas di
Puskesmas.(Dinas Kesehatan Makassar, 2013)
Puskesmas merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan
masyarakat dan kinerjanya sangat dipengaruhi ketersediaan sumber daya
manusia yang dimiliki. Dari 1026 tenaga kesehatan yang bertugas di
Puskesmas jika dirinci : 115 dokter umum, 5 dokter spesialis, 204 bidan, 386
perawat, 61 tenaga gizi, dan 78 orang tenaga kesehatan masyarakat. (Dinas
Kesehatan Makassar, 2013)
Sumber daya manusia dalam hal ini tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan Pemerintah Kota Makassar masih minim. Rata-rata tenaga medis
di Pustu hanya tiga orang dan bukan tenaga tetap. Para tenaga medis tersebut
merupakan tenaga perbantuan dari Puskesmas.
Idealnya, jumlah tenaga medis di puskesmas pembantu berjumlah
enam orang. Tenaga medis yang minim tersebut disiasati dengan dibuatkan
jadwal pelayanan tertentu untuk melayani kebutuhan kesehatan masyarakat
dan jika terjadi masalah khusus Pustu harus mengeluarkan rujukan ke
puskesmas. Sehingga tidak heran jika pelayanan kesehatan di sebagian
puskesmas maupun pustu tidak maksimal.
Belum lagi tenaga medis yang masa kerjanya memasuki masa
pensiun. Penambahan tenaga medis melalui penerimaan PNS sangat terbatas.
Jatah yang diberikan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) masih sedikit.
Untuk mengatasi masalah tersebut Dinas Kesehatan Kota Makassar
berkoordinasi dengan DPRD Makassar untuk mengadakan penambahan
tenaga medis dengan melakukan pengangkatan tenaga honorer.
Pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini bidan sebagai
petugas pelayanan persalinan di Kota Makassar untuk jumlah belum
mencukupi. Upaya lain dalam kaitannya dengan bidan yang belum memiliki
kualifikasi pelatihan APN, semua informan utama dan informan triangulasi
memberi pendapat sama bahwa belum ada pelatihan bagi bidan di Kota
Makassar.
3. Partisipasi Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam mewujudkan peningkatan derajat
kesehatan masyarakat amatlah penting. Wujud nyata bentuk peran serta
masyarakat antara lain muncul dan berkembangnya Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), misalnya Posyandu. Posyandu
merupakan wahana kesehatan bersumberdaya masyarakat yang memberikan
layanan 5 kegiatan utama (KIA, KB, Gizi, Imunisasi dan P2 Diare)
dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat. Kesadaran dan peran
aktif masyarakat Kota Makassar dalam wahana Posyandu tidak terlepas dari
dukungan Dinas Kesehatan Kota Makassar bersama Instansi terkait dari
lintas sektor yang saling bersinergi mendorong meningkatnya jumlah
Posyandu yang sebelumnya berada pada level Pratama dan Madya,
meningkat menjadi Purnama dan Mandiri. (Profil Kesehatan Makassar,
2013)
Pernyataan Dinas Kesehatan:
“diharapkan peran serta dari segenap masyarakat membantu
mensukseskan program kesehatan yang dijalankan pemerintah.
Kesadaran dan peran aktif masyarakat Kota Makassar dalam
memberi dukungan Dinas Kesehatan Kota Makassar bersama
Instansi terkait dari lintas sektor yang saling bersinergi mendorong
meningkatnya status kesehatan ibu dan anak”(IA, 28 Oktober 2014)
Beberapa upaya yang dilakukan oleh kader posyandu di Makassar
penuh dengan inovasi dan tidak kenal lelah. Misalnya bagaimana kader
posyandu di Pattingalloan telah melibatkan pegawai Kantor Urusan Agama
(KUA) dalam kampanye KIA. Di Cendrawasih kader posyandu berinovasi
dengan berinisiatif membuat posyandu bunda yang mendapatkan bantuan
dari pihak swasta. Posyandu yang dikelola secara mandiri oleh kader
posyandu memberikan pelayanan antara lain pelayanan 4 kali seminggu,
melayani tensi darah, penyuluhan, pelayanan KB, penimbangan badan, dan
mengukur tinggi badan. Di Batua, kader posyandu kerja sama petugas
kesehatan membuka kelas ibu hamil dan kelas ibu menyusui. Setiap
posyandu membutuhkan sedikitnya lima tenaga sukarela (kader kesehatan),
yang akan dibantu seorang petugas puskesmas dan idealnya pelayanan
posyandu dibuka dua kali sebulan.(Kopel, 2013)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan pada bab sebelumnya penulis mencoba
menyimpulkan beberapa hal, sebagai berikut:
1. Peran Pemerintah Kota Makassar dalam meningkatkan status kesehatan ibu
dan anak dilihat dari :
Penyuluhan belum dilakukan secara optimal, baik dari segi intensitas
maupun kualitas. Masyarakat mendapatkan penjelasan hanya ketika
mengunjungi sarana pelayanan kesehatan. Pelaksanaan koordinasi hanya
dilakukan dengan Puskesmas dalam bentuk pertemuan atau rapat yang
bersifat pemantauan dan evaluasi. Upaya pendekatan yang dilakukan Dinas
Kesehatan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
pembangunan kesehatan belum optimal. Baru sebatas mendorong
keterlibatan masyarakat menjadi Kader Posyandu dan belum dalam
meningkatkan akses masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan.
Pembinaan hanya mengikutkan perwakilan dari tiap puskesmas dan
posyandu. Pelatihan hanya dilakukan sekali dalam setahun dengan 1 tema
yaitu konseling asi eksklusif. Data yang digunakan untuk mengawasi
program kesehatan belum sepenuhnya dianggap dapat menggambarkan
kenyataan yang ada, mengingat data yang dipantau hanya diperoleh dari
Puskesmas.
2. Faktor yang mempengaruhi Pemerintah Kota Makassar dalam
meningkatkan status kesehatan ibu dan anak :
Keadaan sarana kesehatan di Kota Makassar dalam jumlah dan
distribusi Puskesmas dan Puskesmas Pembantu sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan dasar telah lebih merata. Sampai dengan akhir tahun
2013, jumlah Puskesmas di Kota Makassar sebanyak 39 unit, dengan rincian
Puskesmas Perawatan sejumlah 8 unit dan Puskesmas non perawatan 31
unit. Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat,
Puskesmas dibantu satu atau beberapa Puskesmas Pembantu sebanyak 43
unit. Telah ada 11 puskesmas dengan pelayanan berstandar ISO 9001-2008.
Dan juga memiliki 1 Rumah Sakit Umum Daerah dan 40 Puskesmas
Keliling.
Ketersediaan tenaga kesehatan merupakan salah satu unsur penting
dalam percepatan pembangunan kesehatan. Sebaran tenaga kesehatan di
Kota Makassar berdasarkan tempat tugas yaitu : 1283 orang tenaga, 1026
bertugas di puskesmas, 188 di RSUD, dan 69 lainnya di Dinas Kesehatan
Kota Makassar. Dari 1026 tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas
jika dirinci : 115 dokter umum, 5 dokter spesialis, 204 bidan, 386 perawat,
61 tenaga gizi, 78 orang tenaga kesehatan masyarakat.
Partisipasi Masyarakat seperti yang dilakukan kader posyandu aktif
dalam mengelola dan mengoperasikan posyandu dan sebagian masyarakat
masih kurang berpartisipasi dalam usaha-usaha yang menunjang berhasilnya
peningkatan status kesehatan ibu dan anak.
B. Saran
Dari kesimpulan yang diperoleh tersebut di atas, maka penulis akan
mengemukakan beberapa saran yang kiranya dapat menunjang dan membantu
upaya meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Kota Makassar yaitu:
1. Diharapkan dalam pemberian penyuluhan menyentuh seluruh lapisan
masyarakat tanpa terkecuali. Menjelaskan secara keseluruhan apa yang hak
dan apa yang menjadi kewajiban masyarakat.
2. Mengoptimalkan koordinasi dan kerjasama dengan Rumah Sakit Rujukan
dengan mengembangkan Sistem Komunikasi Rujukan sehingga masyarakat
mendapatkan konfirmasi ketersediaan pelayanan seperti keberadaan dokter,
ketersediaan alat, ketersediaan tempat tidur, ketersediaan obat, dll.
3. Perlu dikembangkan pelayanan kesehatan dengan pendekatan keluarga.
Melakukan upaya-upaya peningkatan kemampuan keluarga seperti
melakukan kunjungan rumah untuk menyadarkan dengan memberikan
informasi mengenai pentingnya memahami pembangunan kesehatan dengan
upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat.
4. Pembinaan sepenuhnya harus mampu menjangkau seluruh anggota
masyarakat. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat dan
keluarga mengatasi permasalahan kesehatan. Pembinaan hendaknya
dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal.
5. Mengumpulkan data dengan akurat dan cepat bersumber langsung dari
masyarakat dan keseluruhan sarana pelayanan kesehatan agar dapat
melakukan upaya pencegahan permasalahan kesehatan dimasyarakat.
Diharapkan integrasi antara seluruh sarana pelayanan kesehatan dengan
dinas kesehatan bisa dilakukan dengan cara elektronik dengan
memanfaatkan teknologi pengiriman data. Menggunakan jaringan terpadu
online antara dinas kesehatan dan keseluruhan sarana pelayanan kesehatan,
baik rumah sakit provinsi maupun rumah sakit swasta.
6. Melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Provinsi dan Rumah Sakit
Swasta untuk memperluas akses jejaring rujukan.
Daftar Pustaka
Ball, T., J. Farr, and R.L. Hanson. 1989. Political Innovation and Conceptual
Change. Cambridge University Press.
Bourjol, M., and S. Bodard. 1984. Droits et lebertes des collectivites territoriales.
Paris: Mason.
Depkes RI. 2006. Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat melalui Kemitraan.
Jakarta : Depkes RI.
--------------. 2004. Mengembangkan Program Komunikasi yang Efektif. Jakarta :
Depkes RI.
--------------. 1995. Strategi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Kesehatan Ibu dan
Anak. Jakarta : Depkes RI.
Dhanasari. 2000. Manajemen Pelayanan Puskesmas Peduli Keluarga. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota Makassar. 2013. Profil Kesehatan Kota Makassar. Makassar :
Dinas Kesehatan Kota Makassar.
Dinkes Propinsi Jawa Tengah. 2004. Panduan Analisa Kasus melalui Pendekatan
Keluarga. Semarang : Dinkes Propinsi Jawa Tengah.
------------------------------------. 2004. Pedoman Upaya Kesehatan melalui
Pendekatan Keluarga Bagi Petugas Puskesmas. Semarang : Dinkes Propinsi
Jawa Tengah.
JEN. 2003. Penanggulangan Penyakit dalam Upaya Peningkatan Kesehatan
Keluarga di Era Otonomi Daerah. Dalam Konas JEN X di Batu, 30 Januari-1
Februari 2003. Malang: KPSE, FK UNIBRAW.
Kanwil Depkes Jateng. 2000. Pedoman Upaya Kesehatan melalui Pendekatan
Keluarga. Semarang.
Kopel. 2013. Pengelolaan Manajemen Puskesmas dalam Menjamin Persalinan
Aman, Inisisasi Menyusu Dini (IMD dan Asi Eksklusif. Makassar
Maas, A. 1961. Area and Power: A Theory of Local Government. Illinois: Free Press.
Manan, B. 1994. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta:
Pembangunan.
Mardikanto, T dan Poerwoko Soebiato. 2013. Pemberdayaan Masyarakat dalam
Perspektif Kebijakan Publik. Cetakan Kedua. Bandung : Alfabeta.
Mill, J.S. 1957. Representative Government. London: Everyman’s Library Edition.
Murniati. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Antenatal Oleh Ibu Hamil di Kabupaten Aceh Tenggara. Tesis Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Norton, A. 1994. International Handbook of Local and Regional Government : Hauts
Edusard Edgar Publishing Co.
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Pembentukan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kota Makassar.
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Kesehatan di Kota Makassar.
Poerwadarminta. W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Prasetyawati A.E. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Millenium
Development Goals (MDGs). Cetakan Pertama. Yogyakarta : Nuha Medika.
Purwanto & Sulistiastuti. 2012. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Grava Media.
Radio smart fm. Makassar Canangkan Tahun Kesehatan Ibu dan Anak.
http://makassar.radiosmartfm.com/jurnal-makassar/3163 makassar-
canangkan-tahun-kesehatan-ibu-dan-anak.html. Diakses pada tanggal 8
Desember 2012.
Radio telstar fm. Dinas Kesehatan Aktifkan 927 Posyandu.
http://www.telstarfm.com/berita-info/lintasan-102.7/1756/dinas-kesehatan-
aktifkan-927-posyandu.html. Diakses pada tanggal 29 Desember 2013.
Sarundajang, S.H. 2011. Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara. Cetakan Ketiga.
Jakarta: Kata Hasta Pustaka.
Soekanto, S. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Stalke, P. 2008. Millenium Development Goals. Cetakan Kedua.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Cetakan
Keempat, Penerbit : Alfabeta, Bandung.
Surjaningrat, B. 1985. Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan, Aksara
Baru, Jakarta.
Trisnantoro, L. 2011. Outlook Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak (MDG4 & MDG5)
2011-2014.
Undang –Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang –Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.