20
Universitas Indonesia 1 Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil Neysha Adzhani, Enira Arvanda 1. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Pada era costumer-focused dalam dunia bisnis saat ini, penciptaan pengalaman konsumen yang positif dan berkesan menjadi bagian dari strategi pemasaran yang utama, termasuk pada ruang interior komersil yang mewadahi interaksi antara konsumen dengan perusahaan. Dalam mengalami ruang, manusia memiliki beragam indra sebagai penangkap informasi dari lingkungan fisik di sekitarnya. Namun, adanya paradigma okularsentris membuat visual dianggap sebagai pembentuk utama pengalaman manusia. Tulisan ini memfokuskan pembahasan pada pengalaman multiindra yang menyeluruh dalam ruang interior komersil dan perannya terhadap pembentukan pengalaman konsumen yang positif dan berkesan sebagai nilai tambah bagi perusahaan. Kata kunci: pengalaman multiindra, elemen interior, ruang interior komersil, experiential marketing The Role of Multisensory Experience in Commercial Interior Spaces Abstract In the era of customer-focused in today's business world, the creation of a positive and memorable customer experience is part of a major marketing strategy, including in the commercial interior spaces that facilitate interaction between the consumer and the company. In the context of experiencing spaces, we acquire information of the surrounding physical environment through various senses. However, the ocularcentric paradigm has regarded visual as the centre point of human experience. This writing focuses on the analysis of the multi-sensory experience as a whole in commercial interior spaces and its role in generating a positive and memorable consumer experience as an added value for the company. Keywords: space, spatial experience, film Pendahuluan Dalam dunia bisnis selalu ada desakan kompetisi yang terus memicu perkembangan metode pemasaran untuk menciptakan nilai ekonomi yang lebih berarti. Perubahan era product-focused menjadi era customer-focused pada saat ini membuat experience (pengalaman) konsumen terhadap perusahaan yang bersangkutan menjadi pusat perhatian strategi bisnis yang disebut dengan experiential marketing. Pendekatan ini dilakukan dengan upaya menciptakan pengalaman konsumen yang positif dan berkesan sebagai kemasan dari proses konsumsi barang dan jasa utama yang ditawarkan perusahaan. Dengan fokus seperti ini, pengalaman yang dialami konsumen pada tiap kontak dengan perusahaan yang Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 1

Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Neysha Adzhani, Enira Arvanda

1. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia

2. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Pada era costumer-focused dalam dunia bisnis saat ini, penciptaan pengalaman konsumen yang positif dan

berkesan menjadi bagian dari strategi pemasaran yang utama, termasuk pada ruang interior komersil yang

mewadahi interaksi antara konsumen dengan perusahaan. Dalam mengalami ruang, manusia memiliki beragam

indra sebagai penangkap informasi dari lingkungan fisik di sekitarnya. Namun, adanya paradigma okularsentris

membuat visual dianggap sebagai pembentuk utama pengalaman manusia. Tulisan ini memfokuskan

pembahasan pada pengalaman multiindra yang menyeluruh dalam ruang interior komersil dan perannya terhadap

pembentukan pengalaman konsumen yang positif dan berkesan sebagai nilai tambah bagi perusahaan. Kata kunci: pengalaman multiindra, elemen interior, ruang interior komersil, experiential marketing

The Role of Multisensory Experience in Commercial Interior Spaces

Abstract

In the era of customer-focused in today's business world, the creation of a positive and memorable customer

experience is part of a major marketing strategy, including in the commercial interior spaces that facilitate

interaction between the consumer and the company. In the context of experiencing spaces, we acquire

information of the surrounding physical environment through various senses. However, the ocularcentric

paradigm has regarded visual as the centre point of human experience. This writing focuses on the analysis of

the multi-sensory experience as a whole in commercial interior spaces and its role in generating a positive and

memorable consumer experience as an added value for the company. Keywords: space, spatial experience, film

Pendahuluan

Dalam dunia bisnis selalu ada desakan kompetisi yang terus memicu perkembangan

metode pemasaran untuk menciptakan nilai ekonomi yang lebih berarti. Perubahan era

product-focused menjadi era customer-focused pada saat ini membuat experience

(pengalaman) konsumen terhadap perusahaan yang bersangkutan menjadi pusat perhatian

strategi bisnis yang disebut dengan experiential marketing. Pendekatan ini dilakukan dengan

upaya menciptakan pengalaman konsumen yang positif dan berkesan sebagai kemasan dari

proses konsumsi barang dan jasa utama yang ditawarkan perusahaan. Dengan fokus seperti

ini, pengalaman yang dialami konsumen pada tiap kontak dengan perusahaan yang

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 2: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 2

bersangkutan tentu memiliki peran penting, termasuk pada ruang yang mewadahi terjadinya

transaksi bisnis sebagai ruang interior komersil perusahaan terkait. Pada dasarnya, ruang

memang memiliki pengaruh untuk membentuk pengalaman manusia (E.V. Walter dalam

Malnar dan Vodvarka, 2004).

Ketika berbicara mengenai pengalaman ruang, aspek visual selama ini selalu dijadikan

parameter utama dalam mengalami dan memahaminya. Menurut Pallasmaa, kecenderungan

ini merupakan bagian dari paradigma okularsentris yang terus berkembang dengan sangat

kuat sepanjang sejarah, membuat aspek visual dianggap sebagai pembentuk persepsi utama

manusia di dunia. Kita sebagai makhluk hidup memiliki indra-indra lain selain mata dimana

kita juga sebenarnya mengalami dunia ini, termasuk ruang arsitektural, melalui seluruh indra

tersebut. Selain karena manusia memang merupakan makhluk indrawi, dunia di sekitar kita

juga merupakan lahan pembentuk sensasi yang berpotensi ditangkap oleh berbagai indra.

Indra-indra ini juga tidak bekerja sendiri namun memiliki sifat dasar untuk saling berasosiasi

membentuk pengalaman manusia yang menyeluruh (Pallasmaa, 2012).

Berangkat dari permasalahan di atas, muncul pertanyaan bagaimana pengalaman

multiindra sebagai kecenderungan alami manusia dalam mengalami lingkungan fisiknya

sehari-hari mampu membentuk pengalaman konsumen dalam ruang interior komersil sesuai

tujuan perusahaan? Tujuan penulisan adalah menganalisis bagaimana pengalaman konsumen

sesuai tujuan pembentukan pengalaman yang ingin dicapai perusahaan dalam ruang interior

komersil dialami tidak hanya secara visual terhadap berbagai elemen ruang dengan mengkaji

berbagai sensasi multiindra konsumen.

Pengalaman Multiindra Manusia dalam Ruang

Manusia dihubungkan dengan dunia luar melalui tubuhnya, tepatnya melalui berbagai

reseptor indra. “[...] we can never be aware of the world as such, but only of [...] the

impingement of physical forces on the sensory receptors.” (Kilpatrick dalam Hall, 1966, p.

41). Berdasarkan pengetahuan umum, terdapat lima indra dasar yang dimiliki oleh manusia,

yaitu indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, indra pengecap, dan indra

peraba yang digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai dunia di sekitarnya (Dunn,

2008). Namun, selama ini telah berkembang paradigma okularsentris yang dalam konteks

arsitektural membuat penglihatan dianggap sebagai tumpuan utama dalam mengalami dan

memahami ruang serta menjadi pertimbangan utama dalam desain (Pallasmaa, 2012). Dalam

dunia desain, okularsentrisme didukung dengan adanya prinsip-prinsip desain yang cenderung

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 3: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 3

hanya berbicara dalam konteks visual. Menurut Ching (1996) prinsip-prinsip yang terdiri dari

proporsi, skala, keseimbangan, keserasian, kesatuan dan keragaman, ritme, penekanan dan

penegasan, merupakan pedoman untuk mencapai pola dalam ruang (fungsi, estetika, dan

kebutuhan) dimana elemen ruang saling berpengaruh satu sama lain.

Dalam buku Sensory Design (2004) disebutkan bahwa terdapat aspek-aspek haptic

yang perlu diperhatikan. Pertama adalah active touch yang banyak berkaitan dengan

materiality dan dapat dieksplorasi secara sentuh. Kulit yang berdasarkan pembagian Gibson

merupakan bagian dari haptic system, menurut Pallasmaa (2012) berperan dalam memahami

tekstur, berat, kepadatan, dan suhu dari suatu objek. Aspek selanjutnya, yaitu kinesthesia juga

dibahas dalam oleh Malnar dan Vodvarka (2004) sebagai bagian lain dari sistem haptic yang

mendapatkan informasi dari pergerakan otot-otot manusia. Selain active touch dan

kinesthesia, terdapat dua aspek lain, yaitu temperatur (suhu yang dirasakan oleh kulit) dan

plasticity (efek dari kompresi dan ekspansi spasial pada kesadaran manusia).

Pallasmaa mengungkapkan keutamaan dari haptic dalam mengalami ruang melalui

beberapa pernyataannya. Salah satunya adalah “Our culture of control and speed has

favoured the architecture of the eye, with its instantaneous imagery and distant impact,

whereas haptic architecture promotes slowness and intimacy, appreciated and comprehended

gradually as images of the body and the skin. The architecture of the eye detaches and

controls, whereas haptic architecture engages and unites. (Pallasmaa, 2000, p.1)

Selanjutnya, aspek lain yang disebutkan oleh Van Kreijk (2010) adalah synaesthesia

yang mengutip pernyataan Ernst Gombrich merupakan percikan kesan dari satu indra ke indra

lainnya. Malnar dan Vodvarka (2007) menambahkan bahwa synaesthesia merupakan

pengalaman fisik dari asosiasi timbal-balik indra yang terjadi tanpa sadar dan memiliki peran

yang positif. Seperti disebutkan dalam kutipan ini, “[...] the stimulation of one sensory

modality reliably causes an involuntary perception in another modality. Such percepts are,

moreover, durable, discrete, stable, and memorable.” (Malnar dan Vodvarka, 2004, p. 221).

Dengan adanya karakter synaesthesia yang pada dasarnya dimiliki oleh indra-indra ini, visual

sebagai indra terkuat juga memiliki tendensi untuk berasosiasi dengan indra lainnya.

Salah satu bentuk integrasi antarindra yang melibatkan mata sehingga tidak mengarah

ke okularsentrisme, yaitu antara sistem visual dengan sistem haptic. Haptic ternyata dapat

terintegrasi dengan visual dalam mengalami ruang melalui berbagai fenomena. “Even the eye

touches, the gaze implies an unconscious touch, bodily mimesis and identification.”

(Pallasmaa, 2012, p. 45). Dalam buku The Eyes of The Skin (2012), terdapat sebuah

pernyataan mengutip George Berkeley dimana ia mengaitkan touch dengan vision dan

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 4: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 4

menganggap bahwa pemahaman visual dari materialitas (tekstur, kekerasan, berat,

temperatur, kelembaban, dsb.), jarak, serta kedalaman spasial tidak mungkin tercapai tanpa

kerja sama dari memori haptic (unconscious touch).

Selain itu, terdapat suatu fenomena yang didasari oleh kualitas “empati” pada manusia

yang terjadi saat tubuh kita berhadapan dengan suatu objek atau lingkungan sekitar. Dalam

buku Body, Memory, and Architecture (1977) mengutip pernyataan filsuf Robert Vischer,

ungkapan “empati” ini berkaitan erat dengan perasaan. Pallasmaa (2012) mendukung konsep

ini dalam konteks arsitektural dengan menyatakan “When experiencing a structure, we

unconsciously mimic its configuration with our bones and muscles [...] the structures of a

building are unconsciously imitated and comprehended through the skeletal system.” (p. 72).

Dari sini, dapat terlihat suatu hubungan antara informasi visual yang terintegrasi dengan

haptic berupa sensasi pada sistem otot dan skeletal sebagai bagian dari insting manusia

(bodily mimesis).

Pendukung lain untuk mengalami ruang yang bersifat non-visual adalah indra

pendengaran dan penciuman/perasa. Bagi Van Reijk (2010), suara yang dihasilkan dalam

ruang dapat memberi informasi bentuk dan ukuran ruang, serta tingkat kelembutan dan

struktur material yang digunakan. Selanjutnya, Pallasmaa mengungkapkan bahwa memori

yang paling bertahan lama terhadap suatu ruang sering kali adalah aromanya. Hidung kita

mampu membangkitkan image yang sudah terlupakan (Pallasmaa, 2012).

Gambar 1. Diagram Pengelompokkan dan Karakter Indra

Sumber: Olahan Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 5: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 5

Ruang Interior Komersil sebagai Media Experiential Marketing

Strategi marketing pada zaman sekarang yang berbasiskan experience (pengalaman)

untuk dapat menghibur, memberi kesan, serta sudut pandang dan makna tersendiri sebagai

aspek tambahan pada barang dan jasa yang ditawarkan (Benedikt, 2001 ; Beverland,

Lindgreen, & Vanhamme, 2009), juga melibatkan ruang interior komersil sebagai bagian dari

lingkungan fisik perusahaan untuk menjadi media pembentuk pengalaman pada konsumen

tersebut. Ruang interior komersil merupakan ruang interior dari segala jenis fasilitas yang

mewadahi tujuan bisnis yang mengundang kaum publik untuk masuk ke dalamnya. Dalam

mendesain ruang interior komersil, pemahaman akan tujuan dan target dari bisnis itu sendiri

menjadi aspek yang esensial (Piotrowski dan Rogers, 2007). Keutamaan ruang komersil ini

menurut Bitner (1992) khususnya adalah pada perusahaan di bidang jasa karena pada

umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan dalam fasilitas fisik perusahaan

tersebut sehingga proses dan pengalaman yang berlangsung di dalam ruang komersil tentu

menjadi lebih kompleks.

Smilansky (2007) menyebutkan bahwa set atau ruang komersil yang baik didesain

sebagai lingkupan sensory environment yang merujuk ke pengalaman menyeluruh oleh tubuh

agar dapat melekat pada memori partisipannya. Sesuai dengan pernyataan Bloomer dan

Moore (1977), ``To at least some extent every place can be remembered, partly because it is

unique, but partly because it has affected our bodies and generated enough associations to

hold it in our personal world.`` (p.107).

Proses Pengalaman Indra Manusia dalam Memaknai Ruang

Persepsi manusia pada dasarnya adalah sensasi yang terproses. Manusia tidak

merespon lingkungan nyatanya secara langsung, namun yang direspon adalah representasi

atau gambaran mental terhadapnya berdasarkan hasil penyaringan informasi secara cognitive

(Malnar dan Vodvarka, 2004). Henriette Christrup dalam buku “Creating Experiences in the

Experience Economy” (2008) menyatakan, ekspektasi, pengetahuan, serta memori memang

memiliki pengaruh terhadap experience dan mekanisme penyaring pada memori itu sendiri.

Dalam konteks ruang, menurut Pallasmaa (2012) manusia memiliki kapasitas yang

hebat dalam menangkap dan memahami seketika wujud keseluruhan lingkungan maupun

atmosfernya yang kompleks secara tidak sadar. Padahal, jika dijabarkan sebenarnya respon

manusia terhadap lingkungan, termasuk ruang komersil, menurut Greenland dan McGoldrick

yang dikutip dari kajian Katelijn (2008), dari terdiri dari beberapa tahap.

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 6: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 6

Tahap cognitive merupakan tahap mengetahui dan memahami lingkungan ruang

sekitar yang sudah dialami oleh indra-indra manusia dengan segala karakteristiknya.

Informasi dari tahap ini akan direspon secara affective yang melibatkan perasaan hasil picuan

lingkungan tersebut (contoh: kesenangan, ketertarikan, gairah). Faktor emosional ini

selanjutnya akan mempengaruhi tahap perilaku dan attitude konsumen terhadap ruang

tersebut dalam konteks yang disebut conative. Namun, baik itu faktor emosional maupun

conative sulit untuk dipisahkan dan akan saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan

pengalaman sensori sebagai awal dari seluruh respon konsumen terhadap lingkungannya,

berarti keterlibatan indra dengan integrasinya ketika konsumen beraktivitas mengalami ruang,

akan mempengaruhi tahap-tahap setelahnya, yaitu tahap pemahaman, perasaan, hingga

akhirnya reaksi dalam ruang tersebut.

Studi Kasus

Pada tinjauan kasus di skripsi ini, analisis difokuskan pada peran dari pengalaman

multiindra dalam ruang komersil perusahaan, khususnya di bidang jasa, dalam menstimulasi,

memperkaya, dan memberi pengalaman yang berbeda pada konsumen atau pengunjungnya.

Pemilihan studi-studi kasus ruang komersil ini didasari oleh adanya pendekatan desain ruang

interior yang berbeda dari ruang-ruang komersil sejenis pada umumnya yang sudah memiliki

stereotip berdasarkan anggapan konsumen (dari hasil wawancara), yaitu bank dan klinik

dokter.

Gambar 2. Skema Proses Respon Manusia terhadap Lingkungan oleh Greendland dan

Mcgoldrick

Sumber: Katelijn, Quartier (2008)

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 7: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 7

Studi Kasus Bank BTPN Sinaya

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) merupakan suatu bank publik di

Indonesia yang memiliki cabang bisnis pendanaan bernama BTPN Sinaya (Sinar yang

Memberdayakan). Produk yang ditawarkan adalah deposito sehingga fokus utamanya adalah

mencari dana simpanan (deposito) sehingga kegiatan dalam ruang perusahaan lebih terfokus

pada upaya penjelasan yang lebih mendetail, negosiasi, dan penjualan yang bersifat intim.

Tujuan yang diharapkan dalam ruang komersil ini adalah mampu memberi pengalaman

negosiasi dan penjelasan produk secara “intim” antara konsumen dengan petugas bank

sehingga dibutuhkan penyediaan kualitas nyaman dan perasaan menyenangkan di dalamnya.

Ruang interior komersil juga sengaja dibuat unik untuk membentuk citra tersendiri agar

mampu menarik simpati konsumen. Konsep desain yang diangkat adalah nilai sejarah BTPN

yang berasal dari Jawa Barat (terkenal dengan penggunaan material bambu dalam arsitektur

tradisional maupun kerajinannya) beserta unsur-unsur lokal lainnya yang juga sejalan dengan

kepedulian dan kerinduan generasi terkini akan konsep back to nature.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nasabah dan pengunjung bank BTPN Sinaya

dari berbagai jenis kelamin dan usia, terdapat perbandingan kesan secara umum mengenai

pengalaman di Bank BTPN Sinaya dengan bank-bank lain pada umumnya yang juga pernah

mereka kunjungi. Kesan-kesan yang disebutkan dapat dikelompokkan berdasarkan tahapan-

tahapan proses respon manusia terhadap lingkungan sesuai teori yang dikaji oleh Greendland

dan Mcgoldrick.

Gambar 3. Ruang Interior Bank BTPN Sinaya, Gedung Cyber 2

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 8: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 8

Bank-bank Lain Bank BTPN Sinaya

Elemen

interior

yang berkesan

(sesuai urutan

dari yang paling

berkesan)

- Tempat duduk bench tidak

nyaman berjejer memanjang

(bahkan berdiri mengantri)

- Ruang terkotak-kotak

- Kaca, stainless steel

- Polosnya elemen ruang

- Terang

- Bambu

- Dealing room melingkar dengan partisi kain lunak

- Vertical garden, tanaman

- Sofa santai dan nyaman

- Cahaya remang-remang

- Aroma

- Lantai batu, parket

- Aksesori (tempat permen)

Cognitive

- Standar bank; konservatif

- Monoton, datar

- Unik, back to nature

- Berbeda dengan bank pada umumnya

- Memori di beragam tempat rekreasi atau bersantai (spa,

restoran sunda, cafe, lobi hotel, gallery, lounge)

- Memori “rumah” atau kampung asal

Feeling

- Kaku, dingin, tegas, formal,

serius, misterius

- Ingin cepat keluar

- Tidak nyaman di mata

- Friendly, welcomed

- Homey, “warm”

- Santai, tenang, nyaman

- Private (khususnya dealing room dan teller)

Feeling - Elegan (high-class)

- “Berjarak” dengan ruang dan

pihak bank

- Dalam dealing room ada rasa tidak ada batasan tegas

dengan pegawai bank, suasana lebih luwes, engaged.

- Tidak merasa terasing

Conative - Padat dan pergerakan cepat

- Tidak ada keinginan

mengeksplorasi ruang

- Pergerakan tenang

- Tidak masalah menunggu lama

- Ingin mengeksplorasi ruang

Tingkat

Enjoyment

2-3 dari skala1-5 4-5 dari skala 1-5

*Komparasi ini didasari oleh beberapa bank yang direferensikan sebagai perbandingan oleh responden

Tabel 1. Hasil Wawancara – Kesan Bank secara Umum dan BTPN Sinaya*

Gambar 4. Gambaran Suasana Bank-bank Lain (sesuai hasil wawancara)

Sumber: http://www.tempo.co/bca/images/BCA%20KCP%20Supermal%20Karawaci.JPG (kiri atas) ;

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/12/13554535811774515454.jpg (bawah)

Sumber: Olahan Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 9: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 9

Secara umum, terdapat perbedaan tingkat enjoyment yang dirasakan nasabah dan

pengunjung di ruang Bank BTPN Sinaya dibandingkan langsung dengan bank-bank lain pada

umumnya yang sudah memiliki stereotip. Pada ruang Bank BTPN Sinaya ruang diapresiasi

secara lebih positif. Penyebutan elemen-elemen ruang yang berbeda di antara keduanya

disertai dengan perbedaan kesan. Pada Bank BTPN Sinaya, dari tahap cognitive lebih banyak

membangkitkan kesan unik, lalu pada tahap feeling yang dirasakan secara positif hingga tahap

conative sebagai wujud nyata perbedaan pengalaman yang dirasakan responden. Keseluruhan

kesan ini juga sejalan dengan kualitas ruang yang ingin dicapai perusahaan, yaitu

kenyamanan nasabah yang mendukung keintiman interaksi dengan pihak bank serta konsep

tradisional dan natural, khususnya elemen bambu yang ingin diutamakan. Dalam bank BTPN

Sinaya ini, terdapat ruang-ruang dengan fungsi serupa pada bank-bank lain pada umumnya.

Gambar 5. Layout Ruang Interior BTPN Sinaya Gedung Cyber 2

Sumber: Olahan Pribadi

1 2 3

4

5 6

7

8

9

10

Gambar 6. Gambar Potongan Ruang Interior BTPN Sinaya Gedung Cyber 2

Sumber: Olahan Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 10: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 10

1 2 3

4 5 6

7 8

9 10

Gambar 7. Kumpulan Foto Ruang-ruang Interior BTPN Sinaya Gedung Cyber 2 sesuai Urutan

Nomor pada Gambar 5

Sumber: Olahan Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 11: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 11

Berdasarkan hasil penjabaran pengalaman multiindra tiga responden (X, Y, Z) secara

rinci, ternyata ditemukan suatu korelasi dengan hasil wawancara kepada nasabah dan

pengunjung, dimana elemen-elemen ruang dirasakan secara multiindra. Elemen bambu yang

disebut sebagai elemen paling berkesan sebagai elemen utama yang ingin diangkat oleh

perusahaan memang benar paling banyak dialami secara intensif oleh integrasi berbagai indra,

khususnya yang melibatkan indra haptic, yang didasari oleh prinsip-prinsip desain (contoh:

kesatuan, penegasan, skala, ritme).

Area Elemen Ruang Sensasi Pengalaman Indra

Area luar Tanaman Hijau, Bambu Sejuk Visual-Haptic

Entrance

Awal

Bambu

Lantai parket

Keaslian bambu (tekstur,

berat, tinggi)

Derap langkah

Unconscious touch

Haptic, Auditory

Entrance

Utama

Skala ruang

Bambu

Lantai batu

Lega, lapang

“Terbawa ke atas”, Lega

Pergerakan teriringi

Tekstur, kekokohan

Aroma bambu

Padat, bertekstur

Haptic

Bodily mimesis

Unconscious Touch

Olfactory-Visual

Haptic

Area

Duduk

Sofa

Lantai parket

Tanaman vertical

Lampu kertas

Lampu bambu

Nyaman, halus, “empuk”,

hangat”

Derap langkah

“Terbawa ke atas”

Sejuk

Ringan, rapuh, “dalam”

“hangat”

Unconscious Touch; Haptic

Haptic; Auditory

Bodily mimesis

Visual-Haptic

Unconscious touch

Visual-haptic

Dealing

Room

Bambu melingkari

Kain

Kokoh

Terlingkupi

Lunak

Bodily Mimesis

Unconscious Touch

Haptic

Unconscious touch

Haptic

Auditory

Galeri Skala ruang

Lantai

Dinding bambu

Lega

Derap langkah

Aroma bambu

Haptic

Auditory

Olfactory

Tabel 2. Pengalaman Multiindra pada Ruang Bank BTPN Sinaya

Sumber: Olahan Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 12: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 12

Selain bambu, haptic khususnya (lihat Gambar 3), maupun indra lain juga banyak

digunakan dalam mengalami elemen-elemen lain dalam ruang, membentuk pengalaman ini

menjadi satu kesatuan yang kaya. Elemen-elemen ini selanjutnya diberi makna melalui proses

kognisi dan memicu perasaan serta tanggapan pengunjung di dalamnya hingga akhirnya

mampu memberikan pengalaman tradisional dan alami serta rasa nyaman yang sesuai dengan

penciptaan kualitas ruang yang menjadi tujuan perusahaan.

Studi Kasus X Clinic

Gambar 9. Lokasi X Clinic dan Fasad Bangunan Sumber: http://www.hmparchitects.com/projects/commercial/detail/?id=6 (kiri);

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10150714953256943&set=a.10150714951361943.399525.44061536942&type=3&theater (telah diolah kembali) (kanan);

Gambar 8. Pemetaan Pengalaman Multiindra pada Ruang Bank BTPN Sinaya

Sumber: Olahan Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 13: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 13

Pada dasarnya X clinic merupakan klinik kesehatan spesialisasi pada kulit. Konsep

utama X clinic adalah adanya dermatolog untuk mendampingi pasien secara personal. Dalam

kliniknya, X berupaya untuk menghadirkan konsep first class comfort. Berdasarkan

wawancara yang dilakukan oleh SWA (2006) dengan Manajer Klinik X Nasional pada saat

itu, berbeda dengan klinik biasa yang terkesan kaku dan konservatif, memang X Clinic ingin

tampil berbeda, seolah menyerupai hotel. Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien dan

pengunjung X Clinic dari berbagai jenis kelamin dan usia, terdapat perbandingan umum

mengenai pengalaman di klinik-klinik dokter lain pada umumnya dan X Clinic. Kesan-kesan

yang disebutkan dapat dikelompokkan berdasarkan tahapan-tahapan proses respon manusia

terhadap lingkungan sesuai teori yang dikaji oleh Greendland dan Mcgoldrick.

*Komparasi ini didasari oleh beberapa klinik dokter yang direferensikan sebagai perbandingan oleh responden

Secara umum, terdapat perbedaan tingkat enjoyment yang dirasakan di ruang X Clinic

dibandingkan langsung dengan klinik-klinik dokter lain pada umumnya yang sudah dianggap

memiliki stereotip tersendiri.

Klinik Lain* X Clinic

Elemen-elemen

berkesan

(Sesuai urutan dari

yang paling

berkesan)

- Nuansa putih dan stainless

-Tempat duduk bench berjejer

memanjang

- Aroma “obat”

- Terang

- Polosnya elemen ruang

- Area tunggu menyerupai living room (sofa

nyaman, karpet)

- Kayu-kayu natural

- Batu (bongkahan, dll)

- Aroma menyenangkan

- Cahaya remang-remang

Cognitive

- “Standar klinik”

- Sederhana, polos, monoton

- Berbeda dengan klinik pada umumnya

- Memori di beragam tempat bersantai (spa,

lounge lobi hotel) atau “rumah”

- Back to nature

Feeling - Kaku, dingin, serius

-Menegangkan dan sedikit

mengintimidasi

- Datar

- Santai, tenang, nyaman, “lembut”

- Homey, “hangat”, welcomed

- Area tunggu private

- Menunggu giliran tidak masalah

Conative - Ingin cepat menyelesaikan

urusan dan pulang

- Pergerakan tenang

Skala (enjoyment) 1-3 dari skala1-5 4-5 dari skala 1-5

Tabel 3. Hasil Wawancara - Kesan Klinik Dokter Secara Umum dan X Clinic*

Sumber: Olahan Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 14: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 14

Pada X Clinic, ruang diapresiasi lebih positif oleh pengunjung dengan penyebutan

elemen-elemen ruang yang berbeda dengan perbedaan kesan. Berdasarkan pengalaman

konsumen dalam X Clinic, tahap cognitive lebih banyak membangkitkan kesan tersendiri,

berlanjut pada tahap feeling yang dirasakan secara positif, hingga tahap conative sebagai

wujud nyata perbedaan pengalaman yang dirasakan. Keseluruhan kesan ini sejalan dengan

konsep pengalaman “first-class comfort”, yaitu kenyamanan yang sangat tinggi yang ingin

dihadirkan perusahaan. Dalam X Clinic, terdapat ruang-ruang dengan fungsi serupa pada

bank-bank lain pada umumnya pada lantai 2 (lantai 1: ruang transisi) dimana ruang tindakan

dan konsultasi dokter berada di lantai yang terpisah. Karena dalam ruang dokter pasien dan

pengunjung fokus terhadap pelayanannya dengan segala persyaratan medis, maka

pembentukan pengalaman terutama terjadi khususnya pada area lantai 2.

Gambar 10. Gambaran Suasana Klinik-klinik Lain (sesuai hasil wawancara)

Sumber: http://klinikjoydental.com/fasilitas/ (kiri); http://permatahati.net/images/facilities/ruang-dokter-

anak-phmc.jpg (kanan)

Gambar 11. Layout Ruang Interior X Clinic

Sumber: Olahan Pribadi

1

2

3 3 4

5

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 15: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 15

Berdasarkan hasil penjabaran pengalaman multiindra tiga responden (X, Y, Z) secara

rinci, ternyata ditemukan suatu korelasi dengan hasil wawancara kepada pasien dan

pengunjung, dimana elemen-elemen ruang dirasakan secara multiindra. Secara keseluruhan,

elemen-elemen dirasakan tidak hanya secara visual, namun secara multiindra dimana mampu

mendukung prinsip-prinsip desain seperti keragaman, kesatuan, harmoni, atau ritme.

1 2

3 4

5 6

Gambar 12. Kumpulan Foto Ruang-ruang X Clinic sesuai Urutan Nomor pada Gambar 11 (Kecuali No. 6 yang

Tidak ada pada Gambar No.11)

Sumber: Olahan Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 16: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 16

Terdapat pengalaman kontras yang menarik pada studi kasus ini, yaitu ruang transisi

dari teras dengan elemen batu yang terasa dingin serta kaku yang mampu meningkatkan kesan

hangat dan nyaman pada lantai atas. Hal ini didukung dengan adanya berbagai elemen seperti

aroma menenangkan, kayu yang membawa kehangatan, serta sofa yang dialami melalui

berbagai indra, khususnya yang melibatkan integrasi indra haptic. Pengalaman ini sesuai

dengan penciptaan konsep “first-class comfort” yang ingin disajikan oleh perusahaan.

Elemen-elemen ini selanjutnya diproses secara kognitif, memicu perasaan pengunjung di

dalamnya, hingga memberikan pengalaman yang direspon berbeda dan positif oleh

konsumen.

Area Elemen Ruang Sensasi Indra

Area luar Tanaman hijau Sejuk, alami Visual-haptic

Teras Batu

Pintu kayu

Dingin, keras, kasar, kaku

Berat

Pahit

hangat

Berat

Unconscious Touch

Bodily Mimesis

Visual-Olfactory

Visual-haptic

Haptic

Ruang Transisi Batu Dingin, kaku Unconscious touch

Tangga Stainless Steel, kaca

Aroma

Dingin

Aroma menyenangkan

Haptic

Unconscious Touch

Olfactory

Area

Penerimaan

Elemen-elemen kayu

Partisi kayu berjejer

Pencahayaan

Tanaman

Hangat

“Teriringi”

Lembut

Sejuk

Visual-haptic

Bodily mimesis

Visual-haptic

Visual-haptic

Area Tunggu Kayu

Sofa; Karpet

Aroma

Hangat, halus

Lembut, Halus

Aroma menyenangkan

Unconscious touch

Unconscious touch

Haptic

Auditory

Olfactory

Ruang Dokter Kayu Hangat Visual-Haptic

Tabel 4. Pengalaman Multiindra dalam Ruang-ruang X Clinic

Sumber: Olahan Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 17: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 17

Kesimpulan

Berdasarkan kajian teori, studi kasus, serta analisis yang telah dilakukan, pengalaman

multiindra ternyata memiliki peran besar bagi manusia dalam mengalami ruang. Secara

keseluruhan, terdapat beragam pengalaman multiindra yang melibatkan berbagai indra, di

dalam studi ini khususnya dalam mengalami kedua ruang komersil perusahaan. Namun, pada

ruang interior komersil BTPN Sinaya, pengalaman multiindra konsumen di dalamnya lebih

kaya dan beragam dibandingkan dengan ruang interior komersil X Clinic, salah satunya

Gambar 13. Pemetaan Pengalaman Multiindra pada Ruang-ruang X Clinic

Sumber: Olahan Pribadi

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 18: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 18

karena prinsip-prinsip desain seperti contohnya keseimbangan, skala, kesatuan dan

keragaman, ataupun ritme lebih banyak terlibatkan pada elemen-elemen interior di dalamnya.

Selain itu, ternyata prinsip-prinsip desain ini pun tidak hanya menyediakan pola untuk

dipersepsikan secara visual semata, namun juga oleh indra-indra lain yang saling mendukung

pembentukan keutuhan pengalaman di dalamnya.

Dengan adanya paradigma okularsentris ini kita tidak menyangkal bahwa melalui

visual kita dapat dengan cepat menangkap informasi mengenai lingkungan sekitar, namun

selanjutnya terjadi suatu bentuk integrasi dengan indra lain dalam proses synesthesia,

khususnya haptic (unconscious touch, bodily mimesis). Haptic yang dalam teori disebut

sebagai indra yang banyak berpengaruh dalam mengalami ruang terbukti pada studi kasus

dengan beragamnya pengalaman yang dirasakan melalui rasa pada tubuh ini, baik secara

langsung maupun melalui indra lain terlebih dahulu. Kombinasi pertimbangan antara prinsip-

prinsip desain dengan sensasi yang ditimbulkan oleh berbagai indra dapat mendukung

pengalaman konsumen terhadap elemen atau kualitas yang ingin dititikberatkan atau yang

menjadi konsep utama. Contohnya dalam kasus BTPN Sinaya adalah elemen bambu yang

dirasakan baik secara visual, haptic, auditory, maupun olfactory.

Selanjutnya, sensasi-sensasi yang ditangkap oleh berbagai indra ini memicu

interpretasi cognitive yang terbagi menjadi dua. Pertama adalah yang faktor indra yang

langsung direspon oleh stimulus (contoh: tempat duduk yang nyaman) sehingga informasi

langsung masuk dengan cepat ke dalam tahap feeling. Kedua adalah interpretasi cognitive

melalui memori atau perbandingan akan pengalaman sebelumnya, seperti contohnya

mengingatkan akan suasana tempat relaksasi atau membandingkan dengan pengalaman pada

umumnya di ruang komersil yang serupa (contoh: bank kaku, klinik dingin). Walau begitu,

pada jenis interpretasi cognitive yang kedua ini, tidak semua menangkap kesan yang persis

sama karena faktor latar belakang yang berbeda-beda. Namun, jika pengalaman yang

dirasakan sama-sama merupakan pengalaman positif tetap terdapat space atmosphere yang

serupa. Interpretasi ini pun kemudian dapat membantu meningkatkan intensitas feeling yang

dirasakan (contoh: memori akan suasana tempat relaksasi atau rekreasi meningkatkan rasa

nyaman dan damai).

Feeling ini kemudian akan merujuk pada reaksi conative yang nyata pada konsumen

baik itu yang secara langsung terlihat seperti (contoh: ketenangan konsumen menikmati ruang

di dalamnya) maupun yang diungkapkan sendiri oleh konsumen tersebut (tidak ingin terburu-

buru keluar dari ruang) dimana reaksi ini berkaitan dengan tingkat apresiasi pengunjung

terhadap ruang interior komersil tersebut.

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 19: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 19

Melalui tahapan yang telah dilakukan pada skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa

kekayaan pengalaman konsumen dengan kesan tertentu sebagai tujuan yang ingin dihadirkan

perusahaan dapat dibentuk melalui pengolahan elemen-elemen dengan potensi menimbulkan

beragam sensasi, tidak hanya terhadap indra penglihatan, yang selanjutnya diproses melalui

beberapa tahap dalam mengalaminya. Kedua studi kasus membuktikan bahwa pada ruang

interior komersil yang sudah memiliki stereotip tersendiri tanpa kesan positif yang berarti,

dengan pengolahan beragam elemen interior secara multiindra, tetap dapat diciptakan

pengalaman dan kesan berbeda sesuai dengan tujuan perusahaan yang lebih diapresiasi secara

positif oleh konsumen.

Hal ini juga berkaitan dengan keutamaan pengalaman ruang konsumen khususnya di

bidang jasa, dimana tidak ada penawaran suatu produk yang dijadikan fokus dalam ruang.

Dengan begitu, pengalaman keseluruhan ruang interior komersil perusahaan terkait yang

mewadahi konsumen selama proses transaksi bisnis menjadi aspek penting dalam

menciptakan pengalaman yang positif dan memiliki makna tersendiri sebagai bagian dari

tujuan experiential marketing perusahaan.

Walaupun tanpa disengaja seringkali elemen-elemen yang memicu pengalaman

multiindra sudah dijadikan bagian dari desain dalam ruang, namun alangkah baiknya jika

kualitas ini dikaji dan dijadikan bahan pertimbangan secara lebih peka dan mendalam pada

proses perancangan. Dengan begitu, diharapkan desain pada ruang apapun yang menjadi

bagian dari kehidupan manusia mampu memberikan pengalaman ruang yang lebih holistik,

berkesan, dan diapresiasi dengan baik bagi pengunjungnya. Seperti yang disebutkan oleh

Pallasmaa (2012), “It is evident that „life-enhancing‟ architecture has to address all the

senses simultaneously” (12).

Daftar Referensi

Beverland, Michael; Lindgreen, Adam; Vanhamme, Joelle (Ed.). (2009). Memorable

customer experiences: A research anthology. Surrey: Gower Publishing Limited.

Bloomer, Kent, & Moore, Charles. (1977). Body, memory, and architecture. Connecticut:

Yale University Press.

Ching, Francis D.K. (1996). Ilustrasi desain interior. Jakarta: Penerbit Erlangga

Dunn, Winnie. (2008). Living sensationally: Understanding your senses. London and

Philadelphia: Jessica Kingsley Publishers

Holl, Steven; Perez Gomez, Alberto; Pallasmaa, Juhani. (2007). Questions of perception:

Phenomenology of architecture. San Francisco: William Stout Publishers.

Malnar, Joy Monice & Vodvarka, Frank (2004). Sensory design. Minneapolis: University of

Minnesota Press

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013

Page 20: Peran Pengalaman Multiindra Dalam Ruang Interior Komersil

Universitas Indonesia 20

Pallasmaa, Juhani. (2012). The eyes of the skin: Architecture and the senses. Chichester: John

Wiley & Sons Ltd.

Piotrowski, Christine M. & Rogers, Elizabeth A. (2007). Designing commercial interiors.

New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Quartier, Katelijn. (2008, September). Atmospheric tools in commercial spaces: creating

experiences which influence consumers‟ mood and behaviour. Proceedings of the

International Symposium „Creating an atmosphere‟, Cresson.

Smilansky, Shaz. (2009). Experiential marketing: A practical guide to interactive brand

experiences. London: Kogan Page Publishers.

Sundbo, Jon, & Darmer, Per (Ed.). (2008). Creating experiences in the Experience Economy:

Services, Economy and Innovation. Glos: Edward Elgar Publishing Limited.

Jurnal:

Benedikt, Michael. (2001). Reality and authenticity in the experience economy. Architectural

Record, November 2001.

Bitner, Mary Jo. (1992). Servicescapes: The impact of physical surroundings on customers

and employees. Journal of Marketing, Vol. 56 April 1992: 57-71.

Pallasmaa, Juhani (2000). Hapticity and time: Notes on fragile architecture. The

Architectural Review, May 2000: 78-84.

Wawancara:

Helena. (2013, 1 April). Wawancara personal.

Publikasi Elektronik:

Erha Concept. (n.d.). 12 April 2013. http://www.erha.co.id/

SWA. (2006, 26 Januari). Ekspansi Erha. 23 Mei 2013. http://swa.co.id/listed-

articles/ekspansi-erha

Van Kreij, Kamiel. (2008). Sensory intensification in architecture. 5 Mei 2013. Den Haag.

Technical University Delft , Faculty of Architecture.

http://www.zwartzweeds.nl/Kamiel_van_Kreij_Sensory_Intensification_in_Architectur

e.pdf

Peran pengalaman..., Neysha Adzhani, FT UI, 2013