Upload
vuongkiet
View
246
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
PEMBINAAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA
DI SMA MARTIA BHAKTI BEKASI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
Siti Khoirunnisa NIM: 108011000127
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP
PEMBINAAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA
DI SMA MARTIA BHAKTI BEKASI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
Siti Khoirunnisa NIM: 108011000127
Dosen Pembimbing
Pembimbing 1 Pembimbing II
Dra. Eri Rossatria, M.Ag Ahmad Irfan Mufid, MA NIP: 1947071711966082001 NIP: 197102141997031001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1434 H/2013
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap
Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi
disusun oleh Siti Khoirunnisa, NIM. 108011000127, Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya
ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 6 Mei 2013
Yang mengesahkan,
Pembimbing 1 Pembimbing II
Dra. Eri Rossatria, M.Ag Ahmad Irfan Mufid, MA NIP: 1947071711966082001 NIP: 197102141997031001
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul : “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi” disusun oleh SITI KHOIRUNNISA Nomor Induk Mahasiswa 108011000127, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 27 Mei 2013, dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, 27 Mei 2012
Panitia Ujian Munaqosah
Ketua Panitia Tanggal Tanda Tangan Bahrissalim. M. Ag NIP : 19680307 199803 1 002 ............. .................... Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Prodi) Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag NIP : 19670328 200003 1 001 ............... .................... Penguji 1 Dr. Yayah Nurmaliah MA ................ ................... Penguji 2 Siti Khadijah, MA ................ .................. NIP : 19700727 199703 2 004
Mengetahui, Dekan
Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA NIP: 19520520 198103 1 001
i
Nama : Siti Khoirunnisa
NIM : 108011000127
Judul : Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan
Kecerdasan Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi
ABSTRAK
Selama ini banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi. Namun, menurut hasil penelitian terbaru dibidang psikologi membuktikan bahwa IQ bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhi salah satunya adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi yang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
Permasalahan yang terjadi karena adanya anak/siswa yang ber-IQ tinggi tetapi prestasi akademiknya menurun, ini merupakan permasalahan yang harus dicari solusinya. Dari alasan tersebut penulis mencoba mengadakan penelitian mengenai bagaimana peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tentang peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, dari populasi 198 siswa yang dipilih menjadi sampel sebanyak 40 siswa, dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara acak (Random Sampling).
Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket, wawancara, dan observasi. Angket sebagai alat untuk menjaring jawaban siswa, sedangkan wawancara dilakukan terhadap guru pendidikan agama Islam. Observasi dilakukan dengan mengamati kondisi sekolah dan segala objek penelitian di sekolah. Teknik analisa data dilakukan dengan cara mentabulasikan data sesuai dengan jawaban siswa yang sejenis, Selanjutnya dipersentasikan dan peneliti melakukan interpretasi data dengan hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi atau gambaran masing-masing aspek yang diteliti berdasarkan tanggapan responden
Hasil penelitian disimpulkan bahwa Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bkahti Bekasi dengan kategori baik.
Kata Kunci: Peranan Guru Pendidikan Agama Islam, Kecerdasan Emosional
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skrispsi ini. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
petunjuk kepada umat manusia dan membimbing mereka kejalan yang di ridhai
Allah SWT.
Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta. Laporan skripsi ini membahas tentang
“Peranan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Terhadap Pembinaan Kecerdasan
Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi”
Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan
yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun atas bimbingan-Nya dan
motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan
kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:
1. Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bahrissalim MA, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
3. Sapiudin Shidiq MA, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Tanenji MA, penasehat akademik yang telah membimbing dan
memotivasi mahasiswanya.
5. Dra. Eri Rossatria M.Ag dosen pembimbing skripsi I dan Ahmad Irfan
Mufid MA dosen pembimbing skripsi II, yang telah memberikan waktu,
tenaga dan pikiran untuk membimbing, mengarahkan, dan
mengembangkan pemikiran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
iii
6. Orang tua tercinta H. Sayuti dan Hj. Saodah yang dengan segala kasih
sayang yang tercurah dan tak henti-hentinya memberikan motivasi baik
moral maupun materil serta doa, sehingga penulis dapat menempuh
pendidikan di perguruan tinggi dan dapat menyelesaikan skrispsi ini.
7. Segenap Bapak/ Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi para
mahasiswanya.
8. Seluruh staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas serta buku-
buku yang penulis perlukan.
9. Seluruh guru SMA Martia Bhakti Bekasi ibu Rhandu, ibu Wahyu, bapak
Suwargono, bapak Zaenal, bapak Somantri selaku guru Pendidikan Agama
Islam
10. Teman-teman seperjuangan Jurusan PAI angkatan 2008, khususnya kelas
D. terima kasih atas motivasi dan dukungannya.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudah-
mudahan bantuan, bimbingan, semangat dan do’a yang telah diberikan menjadi
pintu datanganya ridha dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat kelak.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah
ilmu pengetahuan pada umumnya.
Jakarta, 6 Mei 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 8
C. Pembatasan Masalah ............................................................. 8
D. Perumusan Masalah .............................................................. 9
E. Tujuan Penelitian .................................................................. 9
F. Manfaat Penelitian ............................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam ................................ 10
1. Pengertian Peranan .......................................................... 10
2. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam ...................... 11
3. Peran dan Tugas Guru PAI .............................................. 15
4. Syarat dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam 26
B. Pengertian Kecerdasan Emosional ........................................ 29
1. Pengertian Kecerdasan .................................................... 29
2. Pengertian Emosi ............................................................ 33
3. Pengertian Kecerdasan Emosional ................................... 35
4. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional ............................... 39
5. Pengembangan Kecerdasan Emosional ............................ 45
6. Kecerdasan Emosional dalam Pendidikan Islam .............. 46
7. Metode dalam Membina Kecerdasan Emosional ............. 52
C. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................... 54
D. Kerangka Berpikir ................................................................ 58
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 59
B. Metode Penelitian ................................................................. 59
C. Populasi dan Sampel ............................................................. 59
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 60
E. Teknik Analisis Data ............................................................. 64
F. Interpretasi Data ................................................................... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMA Martia Bhakti Bekasi ...................... 67
1. Sejarah Singkat SMA Martia Bhakti ............................... 67
2. Visi dan Misi .................................................................. 68
3. Keadaan Guru dan Karyawan .......................................... 69
4. Keadaan Siswa ................................................................ 72
5. Sarana dan Prasarana ....................................................... 72
6. Ekstrakulikuler ................................................................ 74
B. Deskripsi Data ...................................................................... 75
1. Peranan Guru PAI dalam pembinaan kecerdasan
emosional siswa .............................................................. 75
2. Kecerdasan Emosional Siswa .......................................... 88
C. Interpretasi Data ................................................................... 104
1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan
Kecerdasan Emosional Siswa .......................................... 104
2. Kecerdasan Emosional Siswa .......................................... 108
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 110
B. Saran .................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Uji Referensi
Lampiran 2 : Angket Penelitian
Lampiran 3 : Hasil Angket Penelitian Peranan Guru PAI
Lampiran 4 : Hasil Angket Penelitian Kecerdasan Emosional
Lampiran 5 : Berita Wawancara
Lampiran 6 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 7 : Surat Keterangan dari Sekolah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam rangka memelihara eksistensi
setiap bangsa di dunia sepanjang zaman. Pendidikan sangat menentukan bagi
terciptanya peradaban masyarakat yang lebih baik. Untuk itulah perwujudan
masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan,
terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin
berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan
berdaya saing dengan bangsa-bangsa di dunia.
Pemerintah Indonesia telah menggariskan dasar-dasar dan tujuan
pendidikan dan pengajaran dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menurut pasal 1, Undang-Undang ini disebutkan:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”1
Pengertian pendidikan di atas menunjukkan bahwa tugas seorang pendidik
adalah membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki
1Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 3
2
anak didik, serta ikut berperan serta di dalam meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta membentuk kepribadian siswa baik secara lahir maupun batin.
Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam pasal 3 Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 adalah:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mendidik watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2
Dari pengertian pendidikan dan fungsi serta tujuan pendidikan di atas,
maka akan tampak jelas target dari pendidikan itu sendiri yaitu diharapkan akan
terwujudnya manusia-manusia Indonesia yang mempunyai potensi dan
kepribadian seutuhnya, yang mampu bertanggung jawab untuk dirinya maupun
orang-orang yang berada disekitarnya.
Tujuan utama pendidikan ialah mengembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan secara simultan dan seimbang, sehingga terjadi suatu hubungan baik
antara masing-masing kecakapan yang menjadi tujuan dari pendidikan tersebut.
Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk
pengetahuan, namun di sisi lain mengesampingkan pengembangan sikap atau nilai
dan perilaku dalam pembelajarannya. Penyelenggaraan pendidikan dewasa ini
terlihat lebih menekankan pada segi pengembangan intelektual peserta didik, dan
masyarakat kita pada umumnya beranggapan bahwa hanya dengan kecerdasan
intelektual seorang anak mampu menghadapi tantangan era globalisasi di masa
depan.3
Faktanya dalam dunia pendidikan, ukuran keberhasilan belajar tidak hanya
terletak pada prestasi belajar yang dinyatakan dalam raport, melainkan juga
terletak pada perubahan sikap dan perilaku ke arah yang lebih baik. Hal ini
disebabkan secara otomatis menjadi pribadi yang berhasil dalam hidupnya.
2Ibid. 3Lawrence E. Shapiro, Kiat-kiat Mengajarkan Kecerdasan Emosional Anak, (Jakarta:
Gramedia, 1997), h. 7.
3
Akhir-akhir ini, banyak diberitakan di beberapa media masa tentang kasus
tawuran, mungkin kata tersebut sering kita dengar dan baca di media massa. Aksi
tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik
(memukul, meninju, membunuh, dan lain-lain). Pada kalangan remaja aksi yang
biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu
sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan
aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP.
Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua.
Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia
merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Disini penulis akan memberi
beberapa contoh dari berita-berita yang ada. Hanya dalam waktu setahun, 13
pelajar di Jabodetabek tewas mengenaskan gara-gara tawuran. Yang terakhir,
Alawy Yusianto Putra, siswa SMA Negeri 6, Jakarta Selatan, meninggal terkena
senjata tajam. Sudah sepantasnya pelaku tawuran dihukum pidana.4 Kepala Polda
Metro Jaya Inspektur Jenderal Untung S Rajab mengatakan, yang terjadi bukan
tawuran, melainkan penyerbuan siswa SMAN 70 ke SMAN 6. Dalam penyerbuan
itu, para pelaku membawa senjata tajam seperti gir dan celurit serta potongan
kayu. Bahkan di Jakarta Utara, tawuran antar pelajar sudah mengarah pada
kriminalitas, berupa perampokan. Salah satunya tawuran yang terjadi di kawasan
Pademangan, 13 September 2012. Dalam rekontruksi yang digelar Polsek
Pademangan, di Jalan Benyamin Sueb, 6 tersangka siswa SMK Taman Siswa
Taman Madya 1 Kemayoran menyerang sejumlah pelajar SMA Negeri 40
Pademangan yang melintas di jalan. Setelah menyerang tersangka merampas
dompet dan telepon seluler milik korban.5
Kondisi seperti ini terbukti memengaruhi pendidikan di Indonesia saat ini,
yang masih lebih menghargai kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient) dari
pada kecerdasan-kecerdasan yang lain. Peserta didik lebih sering dites IQ, namun
tidak pernah diberi tes-tes kecerdasan yang lain seperti EQ (Emotional Quotient)
4Gunawan, “Pelaku Harus Dipidanakan, Beri Sanksi Juga Jajaran Manajemen Sekolah”,
Kompas, Jakarta, 26 September 2012, h. 1. 5Gunawan, “Perlu Sanksi Tawuran, Polisi Tangkap Pelaku dan Pihak yang Bantu
Menyembunyikan”, Kompas, Jakarta, 28 September 2012, h. 1
4
atau SQ (Spiritual Quotient). Dalam sistem pendidikan di Indonesia, siswa yang
cerdas adalah siswa yang nilai-nilai raport sekolah atau Indeks Prestasinya (IP)
tinggi. Sementara sikap, kreativitas, kemandirian, emosi dan spiritualitas belum
mendapat penilaian yang proporsial.6
Berbagai gejala kehidupan saat ini, seperti dekadensi moral, pengikisan
nilai-nilai budaya bangsa dan berbagai hal lain sangat berpotensi mengikis jati diri
bangsa. Nilai-nilai kehidupan yang diperihara menjadi goyah bahkan berangsur-
angsur hilang. Perambatan budaya luar yang kurang ramah terhadap budaya
bangsa ini pada gilirannya menuntut peranan pendidikan emosional untuk benar-
benar menjamin lahirnya generasi yang tanggung secara intelektual maupun
moral.
Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi atau ber-IQ tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah, maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress.7
Merupakan suatu kenyataan bahwa kecerdasan yang digambarkan melalui
Intelligence Quotient (IQ), belum tentu menjamin keberhasilan belajar seorang
anak. IQ tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan, karena
hanya merupakan kemampuan memecahkan persoalan yang bertumpu pada akal
sehat serta rasio semata.8 Sekurang-kurangnya terdapat delapan kecerdasan lain
seperti yang ditawarkan oleh Howard Gardner yang dapat dikembangkan untuk
menopang kehidupan siswa dimasa yang akan datang. Kedelapan kecerdasan
tersebut ialah kecerdasan linguistic, kecerdasan matematis, kecerdasan visual,
6Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. Ke-1, h. 4. 7Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional,. Terj, T. Hermaya,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet. Ke-11, h. 61 8Ibid., h. 7.
5
kecerdasan musical, kecerdasan fisik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan
intrapersonal dan kecerdasan naturalis.9
Dari berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan
emosi memiliki peran jauh lebih significant dibanding kecerdasan intelektual (IQ).
Kecerdasan otak (IQ) barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun
kecerdasan emosilah yang sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti)
mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Terbukti, banyak orang-orang
yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, terpuruk ditengah persaingan.
Sebaliknya banyak yang mempunyai kecerdasan intelektual biasa-biasa saja,
justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pengusaha- pengusaha sukses, dan
pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Di sinilah kecerdasan emosi (EQ)
membuktikan eksistensinya.10
Penelitian psikologis dibidang kecerdasan menemukan perlu
dikembangkannya kecerdasan emosional yang bertumpu pada karakteristik
pribadi anak, agar anak lebih mampu mengatasi berbagai tantangan yang
merupakan kunci sukses dalam menata hidupnya.11 Kecerdasan emosional yang
secara umum mencakup kesadaran diri, kontrol diri, kemandirian, ketekunan,
semangat dan motivasi diri, empati serta kecakapan dalam bersosalisasi. Semua
ini merupakan kemampuan-kemampuan dasar yang dibutuhkan setiap pribadi agar
berhasil dalam hidupnya.12
Hendaknya orangtua dan guru tidak hanya mementingkan dan
memperhatikan pendidikan anak hanya pada segi intelektualnya (IQ) saja, akan
tetapi lebih penting dari itu, dari segi Emosional (EQ) pun orang tua atau guru
harus mementingkan dan memperhatikannya.
Kecerdasan emosional tidaklah ditentukan sejak lahir, melainkan dapat
dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak melalui pembiasaan sehari-hari.
9Collin Rose, dkk., Super Accelerated Learning: Revolusi Belajar Cepat Abad 21
Berdasarkan Riset Terbaru Para Ilmuwan, (Bandung: Jabal, 2007), h. 21-25. 10Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual
ESQ: Emotional Spiritual Quotient, The ESQ Way 165: 1 Ihsan, 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Penerbit Arga, 2005), h. 17.
11E. Shapiro, op. cit., h. 4. 12GeMozaik, Pentingnya Pendidikan Kecerdasan Emosional, h. 1-2, (http://Google.com),
2005.
6
Keluarga dan sekolah seharusnya berperan aktif dalam memberikan stimulus
melalui penanaman nilai yang baik dan tepat, guna memupuk kecerdasan
emosional pada anak. Lingkungan yang pertama dikenal anak adalah keluarga,
keluarga merupakan bentuk kekerabatan terkecil dalam dunia sosial. Seorang anak
dalam keluarga mendapat pendidikan yang pertama dan utama dari orang tuanya.
Keluarga juga sangat berperan dalam membentuk pribadi yang matang guna
memupuk kecerdasan emosional anak. Hal ini senada dengan pendapat Goleman
yang mengungkapkan bahwa kehidupan keluarga merupakan sekolah kita yang
pertama dalam mempelajari emosi.13
Anak merupakan titipan (amanah) dari Allah SWT. Orang tua merupakan
pemeran utama dalam mendidik anak-anaknya. Secara kodrati bayi dilahirkan
dalam keadaan suci, keluargalah yang membesarkannya menjadi baik atau buruk.
Orang tua dalam hal ini bertanggung jawab untuk selalu mengembangkan potensi
yang dibawa oleh anak semenjak lahir agar menjadi lebih baik. Dalam konsep
Islam, keluarga adalah penanggung jawab utama terpeliharanya potensi tersebut.
Ketika dalam keluarga bagi sebagian anak bukan lagi merupakan landasan
kokoh dalam perkembangan dirinya. Maka sekolah yang merupakan lingkungan
kedua anak, menjadi sebagai salah satu tempat dimana anak dapat mencari
pembentukan terhadap kekurangan dalam bidang kecerdasan emosional yang
kurang ia dapatkan di kehidupan keluarga. Dalam hal ini sekolah memikul
tanggung jawab untuk memberdayakan kecerdasan emosional anak didiknya.
Konsep pendidikan emosional dapat dengan baik dikembangkan oleh
peserta didik ketika disajikan dalam bentuk yang empiris. Dalam kurikulum
pendidikan nasional, penanaman kecerdasan emosional ini terintegrasikan dalam
berbagai studi, diantaranya adalah bidang studi pendidikan agama Islam (PAI).
Artikulasi Pendidikan Islam dipahami sebagai wawasan atau pengetahuan agama
Islam yang mengedepankan nilai-nilai moral, etika dan estetika dalam kehidupan
sehari-hari.
13John Gottman, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional,
(Jakarta: Grasindo, 1999), h. 2.
7
Dalam rangka mencapai pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan
seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang dengan terbinanya seluruh
potensi manusia secara sempurna; diharapkan ia dapat melaksanakan fungsi
pengabdiannya sebagai khalifah di muka bumi. Untuk dapat melaksanakan
pengabdian tersebut harus dibina seluruh potensi yang dimiliki yaitu potensi
spiritual, kecerdasan, perasaan, dan kepekaan. Potensi-potensi itu sesungguhnya
merupakan kekayaan dalam diri manusia yang amat berharga.14
Dengan melihat urgensi peran guru, khususnya guru agama dalam
melaksanakan rangkaian-rangkaian kegiatan pengajaran agama yang dengannya
diharapkan agar siswa siswinya mampu memahami dan mengimplementasikan
pendidikan agama yang telah diberikan, baik ketika belajar di sekolah maupun
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Serta dengan memeperhatikan
bagaimana realitas kualitas pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga bisa menghasilkan SDM yang
lebih berkualitas sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang produktif dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga mampu
bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini.
Dari pengamatan penulis di SMA Martia Bhakti Bekasi permasalahan
yang sering muncul dan sering dialami siswa khususnya dalam kecerdasan
emosionalnya adalah siswa belum mampu mengontrol emosi, lebih mudah
tersinggung, memiliki sensitifitas yang tinggi, kurang percaya diri, komunikasi
kurang baik antar teman, mudah terpengaruh, egois, kurang menghargai sesama
teman dan adanya perasaan minder dalam pergaulan.15
Melihat permasalahan di atas, maka pihak sekolah harus aktif melakukan
pendekatan dan pembinaan kepada seluruh siswa baik yang melakukan
penyimpangan-penyimpangan maupun yang tidak, supaya mereka terhindar dari
perilaku-perilaku yang menyimpang demi tercapainya tujuan pendidikan yang
dikehendaki.
14Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. Ke-1,
h. 53-54 15 Hasil Wawancara dengan Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Martia Bhakti Bekasi.
8
Dalam hal ini merupakan tanggung jawab seluruh pihak sekolah, termasuk
di dalamnya guru Pendidikan Agama Islam yang selanjutnya di sebut guru agama,
demi tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Adapun tugas pokok guru agama
adalah mendidik dan mengajarkan pengetahuan agama ke pribadi anak didik yang
peranan utamanya adalah mengubah sikap mental anak didik untuk beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta mampu mengamalkan ajaran agama.
Dengan dasar itulah penulis merasa perlu dan tertarik untuk meneliti
fenomena di atas yang kemudian dituangkan dalam bentuk sebuah skripsi dengan
judul: “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan
Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi”
B. Identifikasi Masalah
Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat
diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Lembaga pendidikan hanya mengedepankan pada pembinaan kecerdasan
intelektual (IQ) semata tanpa diimbangi kecerdasan emosional (EQ).
2. Kurangnya perhatian guru dalam membina kecerdasan emosional siswa di
sekolah
3. Adanya ketimpangan prilaku sosial yang terjadi dalam dunia pendidikan di
Indonesia.
4. Mayoritas dari setiap pelaksanaan pendidikan masih berorientasi pada aspek-
aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, padahal
pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang menyeimbangkan
berbagai aspek antara lain aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif yang
menanamkan nilai-nilai sikap dan moral kepada peserta didik.
C. Pembatasan Masalah Permasalahan tentang Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa sangat luas. Karena itu, agar masalah
tidak rancu dalam skripsi ini, maka permasalahan dibatasi pada persoalan berikut:
9
1. Peranan guru PAI dalam skripsi ini dibatasi pada peranan guru PAI dalam
pembinaan kecerdasan emosional siswa, peranan yang dimaksud adalah
peranan guru sebagai pendidik, pembimbing, motivator, pengelola kelas dan
evaluator.
2. Kecerdasan emosional yang dimaksud dalam skripsi ini adalah kemampuan
untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain dan membina hubungan
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Bagaimana Peranan Guru PAI Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional
Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi?”
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini diantaranya adalah:
Untuk mengetahui peranan guru pendidikan agama Islam dalam membina
kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi.
F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1) Kegunaan teoritis, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan penambahan
wawasan mengenai peran guru Pendidikan Agama Islam dalam mencerdaskan
emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi
2) Kegunaan praktis, yaitu diharapkan penelitian ini berguna untuk menambah
khazanah ilmu pengetahuan bagi penulis sebagai calon guru pada khususnya,
dan dapat memberi informasi tentang pentingnya memberikan bantuan kepada
siswa dalam membina kecerdasan emosinya sehingga siswa tersebut menjadi
pribadi yang tangguh dalam menghadapi persoalan dalam hidupnya.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Peranan
Sebelum penulis membahas tentang pengertian Guru Pendidikan Agama
Islam ada baiknya penulis membahas tentang pengertian peranan. Peranan adalah
kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran “an”, peran menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki arti perangkat tingkah laku yang diharapkan dapat
dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.1 Setelah mendapatkan
akhiran “an”, kata peran memiliki arti yang berbeda, diantaranya.
a) Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu
peristiwa.2
b) Peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang.3
Berdasarkan pengertian peranan yang telah dikemukakan di atas, maka
menurut pendapat penulis, peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau
seseorang yang mempunyai wewenang dalam menjalankan hak dan kewajiban
sesuai dengan kedudukannya untuk mencapai tujuan.
1 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 333
2Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), ed. 3, h. 854.
3S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-1, ed. 1, h. 73.
11
2. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam
Al-Qur’an telah mengisyaratkan peran para nabi dan pengikutnya dalam
pendidikan dan fungsi fundamental mereka dalam pengkajian ilmu-ilmu Ilahi
serta aplikasinya. Isyarat tersebut, salah satunya terdapat dalam firman-Nya
berikut ini:
$Z/� ]è/#r Ng�ù wq�� Nk]B #q=G� Nk�=æ 7G»�#ä OgJ=è�r =»G39# pJ3t:#r
Nk�.��r 4 7R) MR& ���è9# O�3s9# ÇÊËÒÈ
Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqoroh: 129)4
Ayat di atas dapat dipahami bahwa umat Islam dianjurkan untuk
mengajarkan ilmu pengetahuan dan menjadi seorang guru agama kepada orang
lain atau siswa, mendidiknya dengan akhlak Islam dan membentuknya menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai
makhluk Allah swt, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan
sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.5
Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik adalah guru. Kedua
istilah tersebut bersesuaian artinya. Bedanya, istilah guru seringkali dipakai di
lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan formal,
informal maupun nonformal.
4 Tim Pustaka Al-Kautsar, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2009), h. 20 5H. Ihsan Hamdani, H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2001), h. 93.
12
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia guru adalah orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Sedangkan guru
agama adalah guru yang mengajarkan agama.6
Menurut Zakiah Daradjat menyatakan bahwa: “Guru adalah seseorang
yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang dapat memudahkan dalam
melaksanakan peranannya dalam membimbing siswanya, ia harus sanggup
menilai diri sendiri tanpa berlebih-lebihan, sanggup berkomunikasi dan bekerja
sama dengan orang lain, selain itu perlu di perhatikan pula bahwa ia juga memiliki
kemampuan dan kelemahan.”7
Menurut M. Arifin “guru adalah orang yang membimbing, mengarahkan,
dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap
dan kepribadiannya, sehingga tergambarlah dalam tingkah lakunya nilai-nilai
agama Islam”.8
Guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di
sekolah atau kelas. Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan bahwa guru adalah
orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut
bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-
masing. Guru dalam pengertian tersebut, menurutnya bukanlah sekedar orang
yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu,
akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa besar
serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi
anggota masyarakat sebagai orang dewasa.9
Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari berbagai pengertian di
atas, maka guru atau pendidik dapat diartikan sebagai orang yang mendidik, yaitu
yang bekerja dalam bidang pendidikan dan mempunyai tanggung jawab terhadap
pendidikan atau kedewasaan seorang anak.
6Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi. 3, h. 337. 7 Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
cet. 1, h. 266 8 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1987), h. 100 9H. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Logos, 2001), Cet. Ke-4, h. 62-63.
13
Guru dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembang anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi
afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Guru juga berarti orang dewasa yang
bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, serta
mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah SWT.
Disamping itu juga, ia mampu sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang
mandiri.10
Kesimpulan yang dapat di ambil dari beberapa pengertian diatas, bahwa
guru agama adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik melalui suatu proses bimbingan jasmani dan rohani
yang dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi anak didik
menuju ke arah kedewasaan. Guru agama tidak hanya menyampaikan ilmu
pengetahuan agama saja, tetapi ia juga harus dapat membentuk, menumbuhkan
dan memberikan nilai-nilai ajaran agama kepada siswa dalam kehidupan sehari-
hari.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan latihan, sehingga
memberikan perubahan pada pertumbuhan jasmani dan rohani si terdidik menuju
kedewasaan dalam pola berfikir dan memiliki sikap dan nilai yang bermanfaat
bagi masyarakat dan kebudayaan yang sesuai dengan cita-cita pendidikan. Dengan
demikian yang menjadi sasaran pokok adalah bimbingan dan pimpinan kepada
anak yang sedang berkembang jasmani atau rohani menuju kesempurnaan.
Mengenai pengertian Pendidikan Agama Islam sendiri ada beberapa
pendapat para ahli. Diantaranya sebagai berikut:
M. Arifin menyatakan bahwa:“pendidikan agama Islam adalah Proses
mengarahkan dan membimbing manusia didik kearah pendewasaan pribadi yang
beriman dan berilmu pengetahuan yang saling memperkokoh dalam
perkembangan mencapai titik optimal kemampuannya”.11
10Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Prisma Sophie
Jogjakarta, 1994), h. 156 11 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1993),
h. 44
14
Menurut Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah “suatu usaha
untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya
dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandang hidup.”12
Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani mengatakan, “Pendidikan
agama Islam adala upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam,
dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungan dengan keturunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa”.13
Tayang Yusuf, dalam bukunya Abdul Majid dan Dian Andayani dalam
bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
menjelaskan pendidikan Agama Islam adalah “usaha sadar generasi tua untuk
mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada
generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada Allah swt”.14
Menurut A. Tafsir, pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang
diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam.
Pengertian pendidikan agama Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan agama Islam adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana
yang diberikan kepada peserta didik untuk menumbuhkan jasmani dan rohani
secara optimal untuk mencapai bentuk manusia yang berkualitas menurut ajaran
Islam yaitu manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Dikatakan sebagai usaha
sadar karena pendidika itu dilakukan secara sengaja dan mempunyai tujuan
terencana dimaksudkan agar pendidik tidak dapat dilakukan seadanya, tetapi harus
dengan persiapan yang matang, pelaksanaan yang teratur, evaluasi yang terukur
serta tingkatan yang membedakan peserta didik dalam kelompok yang berbeda
satu sama lain.
12Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet. Ke-10, h. 86 13Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-3, h. 130. 14Ibid,.
15
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhannya
mencakup bidang studi Al-Qur’an Hadis, Keimanan, Akhlak, Fiqh/Ibadah dan
Sejarah. Hal tersebut menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama
Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan
manusia dengan Allah swt, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan
manusia dengan makhluk lainnya maupun lingkungannya (Hablun minallah wa
hablun minannas)
Penjelasan guru dan pendidikan agama Islam di atas, dapat disimpulkan
bahwa guru pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar orang dewasa yang
bertanggung jawab dalam membina, membimbing, mengarahkan, melatih,
menumbuhkan dan mengembangkan jasmani dan rohani anak didik ke arah yang
lebih baik agar menjadi menusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
serta mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di muka
bumi sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
3. Peran dan Tugas Guru PAI
a. Peran Guru
Seorang guru dalam melaksanakan aktivitas keguruannya memiliki banyak
peran yang harus dilaksanakan. Diantaranya dalam kegiatan belajar mengajar
dimana seorang guru sangat memiliki pengaruh yang besar sekali terhadap
keberhasilan kegiatan belajar mengajar, agar tujuan pendidikan dapat terwujud
dengan baik.
Menurut Drs. M. Uzer Usman, peranan guru dalam kegiatan belajar
mengajar adalah “Terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan
yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan
perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa menjadi tujuannya”.15
Peranan guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal. Yang
akan dikemukakan disini adalah peranan yang dianggap paling dominan dan
15Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011),
Cet. Ke-26, h. 4
16
diklasifikasikan sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai
berikut:
Menurut Moh. Uzer Usman, peran guru di bagi beberapa macam,
diantaranya:
1) Guru Sebagai Demonstrator (Pendidik)
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru
hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan
diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan
kemampuannya dalam ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat
menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.16 Agar tercapainya apa yang
diinginkan guru agama itu tercapai, maka dari itu guru sendiri harus terus belajar
agar memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pengajar.
2) Guru Sebagai Pengelola Kelas
Peran guru sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya
mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari
lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi
agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.
Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana
lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik
ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan
rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Menurut Uzer Usman dalam bukunya Menjadi guru profesional, tujuan
umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas
untuk bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang
biak. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa
dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang
16Ibid., h. 9
17
memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk
memperoleh hasil yang diharapkan.17
Sebagai pengelola kelas guru bertanggung jawab memelihara lingkungan
fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan
untuk membimbing proses-proses intelektual dan sosial didalam kelas. Tanggung
jawab yang lain ialah membimbing pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari
kearah self firected behavior.
Pengelola kelas yang baik ialah mengadakan kesempatan bagi siswa untuk
sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya pada guru sehingga mampu
membimbing kegiatannya sendiri dan tidak lupa pula menciptakan lingkungan
belajar yang baik serta serta dapat menggunakan fasilitas yang ada secara optimal
begitu pula dengan pemeliharaannya.
Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas bergantung pada
banyak faktor, antara lain guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas,
serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas.
3) Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan
demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang
bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah.18
Sadirman A. M. dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar menjelaskan bahwa “Guru sebagai fasilitator, yaitu guru
memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses belajar mengajar. Misalnya
dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang sedemikian rupa, serasi
17Ibid., h. 10 18Ibid., h. 11
18
dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar akan
berlangsung secara efektif”.19
4) Guru Sebagai Evaluator
Di dalam Proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seorang
evaluator yang baik yaitu guru dapat mengetahui keberhasilan dan pencapaian
tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan
metode mengajar, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan
cukup efektif memberi hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Guru
hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa
dari waktu-kewaktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan
umpan balik (feedback) terhadap proses belajar mengajar.20
Guru hendaknya mampu dan terampil dalam melaksanakan penilaian,
karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang di capai oleh siswa
setelah melaksanakan proses belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan
untuk memperoleh hasil yang optimal. Dan materi yang sudah disampaikan itu
sudah tepat sehingga mendapatkan hasil yang optimal.
Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk
mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan
potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara
optimal tanpa bantuan guru.
E. Mulyasa, dalam bukunya “Menjadi Guru Profesional” mengatakan
bahwa diantara tugas guru yang utama dalam pembelajaran adalah:
a. Guru Sebagai Pendidik
Mendidik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan
anak didik ke arah kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani. Oleh
karena itu, mendidik dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental
dan akhlak anak didik. Dibandingkan dengan pengertian “mengajar”, maka
pengertian “mendidik” lebih mendasar. Mendidik tidak sekedar transfer of
19Sadirman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), Cet. Ke-11, h. 145. 20Ibid., h. 11-12
19
knowledge, tetapi juga transfer of values. Mendidik diartikan lebih
komprehensif, yakni usaha membina diri anak didik secara utuh, baik matra
kognitif, psikomotorik maupun efektif, agar tumbuh sebagai manusia-manusia
yang berpribadi.21
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi
bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus
memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab,
wibawa, mandiri dan disiplin.
Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta
memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berprilaku dan
berbuat sesuai dengan nilai norma tersebut. Guru juga harus bertanggung
jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam
kehidupan bermasyarakat.22
b. Guru Sebagai Pengajar
Sebagai pengajar, guru harus memiliki tujuan yang jelas, membuat
keputusan secara rasional agar peserta didik memahami keterampilan yang
dituntut oleh pembelajaran. Untuk kepentingan tersebut, perlu dibina
hubungan yang positif antara guru dengan peserta didik. Hubungan ini
menyangkut bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didiknya
dalam pembelajaran, serta bagaimana peserta didik merasakan apa yang
dirasakan gurunya. Sebaiknya guru mengetahui bagaimana peserta didik
memandangnya, karena hal tersebut sangat penting dalam pembelajaran, baik
di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini akan menjadi jelas jika secara hati-
hati menguji bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didik
dalam pembelajaran (empati).23
c. Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey),
yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas
21Sadirma, op.cit., h. 53 22E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet.
Ke-11, h. 37 23Ibid., h. 40
20
kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya
menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral,
dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing, guru
harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, serta
menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta
didik. Semua itu dilakukan berdasarkan kerjasama yang baik dengan peserta
didik, tetapi guru memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan.
Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam
setiap perjalanan yang di rencanakan dan dilaksanakannya.24
d. Guru Sebagai Evaluator
Selain menilai hasil belajar peserta didik, guru harus pula menilai
dirinya sendiri, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun penilai program
pembelajaran. Oleh karena itu, dia harus memiliki pengetahuan yang memadai
tentang penilaian program sebagaimana memahami penilaian hasil belajar.
Sebagai perancang dan pelaksana program, dia memerlukan balikan tentang
efektivitas programnya agar bisa menentukan apakah program yang
direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Perlu diingat bahwa
penilaian bukan merupakan tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan.
Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, menjelaskan bahwa agar proses pengajaran
menjadi optimal, maka peran guru diantaranya, yaitu:
1) Guru Sebagai Sumber Belajar
Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi
pelajaran. Bisa kita menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari
penguasaan materi pelajaran.
2) Guru Sebagai Fasilitator
Peran guru sebagai fasilitator dituntut agar mempunyai kemampuan dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting,
kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menagkap
pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
24Ibid., h. 40-41
21
3) Guru Sebagai Pengelola
Sebagai pengelola pembelajaran (learning manajer), guru berperan dalam
menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara
nyaman. Melalui pengelolaan kelas guru juga dapat menjaga kelas agar tetap
kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.
4) Guru Sebagai Demonstrator
Peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan
kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan
memahami setiap pesan yang disampaikan.
5) Guru Sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing, yaitu guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan.25
Sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran, ini berarti guru
dituntut untuk mampu memberikan bimbingan belajar kepada siswanya.
Tujuan bimbingan secara umum adalah membantu murid-murid agar
mendapat penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap murid
dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimiliknya.
Untuk jelasnya tujuan pelayanan bimbingan belajar dirinci sebagai berikut: a. Memberikan cara-cara belajar yang efisien dan efektif bagi seorang
anak atau kelompok anak. b. Menunjukkan cara-cara mempelajari dan menggunakan buku pelajaran c. Memberikan informasi (sarana dan petunjuk) bagi yang memanfaatkan
perpustakaan. d. Menunjukkan cara-cara menghadapi kesulitan belajar dalam bidang
studi tertentu.26
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu dapat dilihat dari
adanya perbedaan. Walaupun secara fisik mungkin memiliki kemiripan, tetapi
pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan
dan sebagainya. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai
25Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
PT. Kencana, 2006), Ed-1, Cet. Ke-5, h. 21-26. 26Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet.
Ke-1, h. 105.
22
pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan potensi yang
dimilikinya sebagai bekal hidup mereka. Membimbing siswa agar dapat
mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga
dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh berkembang sebagai manusia ideal
yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
6) Guru sebagai Motivator
Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi
dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar
siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif
mengembangkitkan motivasi belajar siswa, yaitu dengan cara:
a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai b. Membangkitkan minat siswa c. Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar d. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa e. Berikan penilaian f. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa g. Ciptakan persaingan dan kerja sama.27
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek
dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi
rendah bukan berarti oleh kemampuannya yang rendah, tetapi dikarenakan
tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk
mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian dapat dikatakan siswa
berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah
pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi.
Sebagai motivator guru harus mampu menciptakan suasana yang
merangsang siswa untuk tetap bersemangat dalam melakukan kegiatan-
kegiatan sekolah dan dapat meningkatkan kecerdasan siswa.
Menurut E Mulyasa dalam bukunya Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, mengemukakan bahwasanya: Guru sebagai motivator hendaknya guru bertanggung jawab mengarahkan pada yang baik, harus menjadi contoh, sabar, dan penuh pengertian. Guru harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri (self
27Wina Sanjaya, op. cit., h. 29-30.
23
dicipline). Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu melakukan tiga hal sebagi berikut: a. Membantu peserta didik mengembangkan pola prilaku untuk dirinya b. Membantu peserta didik meningkatkan standar prilakunya c. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan
disiplin.28 7) Guru sebagai Evaluator
Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau
informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Yang
mempunyai fungsi untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap
materi kurikulum, dan untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan
seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.29
Seorang guru hendaknya harus memiliki kemampuan dan terampil dalam
melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi
yang dicapai siswa setelah melaksanakan proses belajar, dan dengan penilaian
juga dapat memotivasi seorang guru untuk mengajar lebih maksimal.
b. Tugas Guru
Salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran di
kelas adalah guru. Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik.
Sebagai pengajar guru merupakan peranan aktif (medium) antara peserta didik
dengan ilmu pengetahuan. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak orang lain
berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah Islamiyah yang bertujuan
mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Di dalam Al-Qur’an Al-Imran ayat 104
Allah SWT berfirman:
`3F9r N3YB pB& bqã�� �<) ���:# br�B'�r $r�èRQ$/ bqgZ�r `ã �3YJ9# 4
7´»9r&r Nd cqs=ÿJ9# ÇÊÉÍÈ
28 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2009), h. 192 29Ibid., h. 31-32
24
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S Al-Imran: 104)
Guru agama tidak hanya bertugas melaksanakan pendidikan Agama
dengan baik, akan tetapi guru agama juga harus bisa memperbaiki pendidikan
agama yang terlanjur salah diterima oleh anak didik, baik dalam keluarga, dan
pembinaan kembali terhadap pribadi yang baik.
Menurut Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya menerangkan bahwa tugas guru adalah:
a) Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang
b) Memberikan fasilitas pencapaian tujuan pengalaman belajar yang memadai c) Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan
penguasaan diri.30
Menurut Heri Jauhari Muhtar dalam bukunya “Fiqih Pendidikan”,
mengatakan bahwa secara umum tugas pendidik atau guru yaitu:
1) Mujaddid, yaitu sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun praktek, sesuai dengan syariat Islam
2) Mujtahid, yaitu sebagai pemikir yang ulung, dan 3) Mujahid, yaitu sebagai pejuang kebenaran.31
Sedangkan Uzer Usman menjelaskan beberapa tugas guru diantaranya:
a) Tugas Profesional
Tugas profesional yaitu tugas yang berkenaan dengan profesi tugas guru,
yang meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan
mengambangkan nilai-nilai hidup. Lebih lanjut ia menjelaskan mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengatahuan dan teknologi. Sedangkan
melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa, dalam hal
ini guru berprofesi untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka seorang
guru hendaknya memahami segala aspek pribadi anak didiknya, baik segi jasmani
30Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhunya, (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), Cet. Ke-5, h. 97. 31Heri Jauhari Muhtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet.
Ke-1, h. 155.
25
maupun segi rohani. Guru hendaknya menganal dan memahami tingkat
perkembangan anak didik.32
Di samping memahami siswa, guru juga harus mengenal dan memahami
dirinya, agar terhindar dari konflik yang berhubungan dengan tugasnya seperti
frustasi dan ketidakmampuan menyesuaikan dirinya, sehingga ia dapat memahami
dan membantu siswa dengan sebaik-baiknya.
a) Tugas kemanusiaan
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan
dirinya sebagai orang tua kedua, ia harus mampu menarik simpati sehingga ia
menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat
menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam
penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak
akan dapat menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya. Para
siswa enggan menghadapi guru yang tidak menarik (rapih).
b) Tugas kemasyarakatan
Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di
lingkungannya, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat
memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban untuk
mencerdaskan kemajuan masyarakat dan bangsa ini, dengan kata lain bahwa guru
berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya yang berdasarkan Pancasila.33
Abu Ahmad, menjelaskan bahwa tugas profesional guru agama adalah
sebagai berikut:
1. Guru harus dapat menetapkan dan merumuskan tujuan instruksional dan target yang hendak di capai.
2. Guru agama harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai berbagai metode menggunakan dalam situasi yang sesuai.
3. Guru agama harus dapat memilih bahan dan mempergunakan alat-alat pembantu dan menciptakan kegiatan yang dilakukan anak didik dalam pengalaman kaifiyah pelajaran agama tersebut.
32Uzer Usman, op. cit., h. 6 33Ibid., h. 7
26
4. Guru agama harus dapat menetapkan cara-cara penilaian setiap hasil sesuai dengan target dan situasi yang khusus. Adapun yang dinilai adalah apa yang dilakukan anak didik setelah menerima pelajaran agama.34
Pada dasarnya tugas pokok guru ada dua, yaitu mendidik dan mengajar
siswa di sekolah, tetapi untuk menciptakan pengajaran dan pendidikan yang lebih
baik, seorang guru dituntut untuk profesional dalam tugasnya seperti menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis serta
member teladan yang baik kepada siswa maupun masyarakat disekitarnya dan
sebagainya.
4. Syarat dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam
Syarat utama menjadi guru agama, selain ijazah dan syarat-syarat yang
lain mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk
dapat memberikan pendidikan dan pengajaran.
Bagi guru agama, disamping harus memiliki syarat-syarat tersebut, masih
harus ditambah dengan syarat-syarat yang lain, yang oleh Direktorat Pendidikan
Agama telah ditetapkan sebagai berikut:
a. Setiap pendidik harus memiliki sifat rabbani b. Seorang pendidik hendaknya mengajarkan ilmunya dengan penuh rasa
sabar c. Seorang pendidik harus memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang
dia ajarkan dalam kehidupan pribadinya d. Seorang pendidik harus memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas e. Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode
pengajaran yang variatif serta sesuai dengan materi pelajaran f. Seorang pendidik harus mampu bersikap tegas dan melakukan sesuatu
sesuai proporsinya sehingga ia akan mampu mengontrol dan menguasai siswa
g. Seorang pendidik harus mampu memahami psikologi anak, psikologi perkambangan, dan psikologi pendidikan
h. Seorang pendidik harus peka terhadap fenomena kehidupan yang sedang berkembang
i. Seorang pendidik harus memiliki sifat adil terhadap seluruh anak didiknya.35
34Abu Ahmad, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Amrico, 1986), h. 100 35Ibid., h. 169
27
Persyaratan tersebut bahwa seorang guru agama yang diharapkan adalah
mereka yang mempunyai pengetahuan luas serta dapat mengamalkannya, yang
nampak dalam tingkah laku sehari-hari, misalnya adil, penyabar, pemaaf, bersih
jasmani dan rohaninya serta ikhlas dalam menjalankan tugasnya.
Guru agama yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa seorang guru
agama itu tidak cukup hanya seorang yang berilmu pengetahuan agama saja, akan
tetapi harus mengamalkannya melalui iman dan taqwa kepada Allah SWT, serta
bersosialisasi dengan masyarakat dengan baik dan benar. Sebab guru agama
adalah cerminan figur Rasulullah SAW bagi umat Islam yang harus diteladani
seluruh tingkah lakunya. Dalam menjalani tugasnya mengajar, mendidik serta
membimbing anak didiknya yang berbeda satu sama lainnya, seorang guru agama
perlu membekali dirinya dengan ilmu-ilmu lain, misalnya ilmu psikologi
pendidikan, bimbingan konseling dan sebagainya.
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak
didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada setiap diri anak
didik. Tidak ada seorang guru pun yang mengharapkan anak didiknya menjadi
sampah masyarakat.
Tanggung jawab guru adalah untuk memberikan sejumlah norma kebaikan
kepada anak didiknya agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana
perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti harus guru
berikan ketika di kelas, di luar kelas pun sebaiknya guru contohkan melalui sikap,
tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan
perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.36
Djamarah merinci lagi bahwa tanggung jawab pendidik adalah sebagai
berikut:
a. Korektor, yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk, koreksi yang dilakukan bersifat menyeluruh dari efektif sampai ke psikomotor.
b. Inspirator, yaitu pendidik menjadi inspirator/ilham bagi kemajuan belajar siswa/mahasiswa, petunjuk bagaimana belajar yang baik, dan mengatasi permasalahan lainnya.
36Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, h. 31
28
c. Informator, yaitu pendidik harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Organisator, yaitu pendidik harus mampu mengelola kegiatan akademik (belajar).
e. Motivator, yaitu pendidik harus mampu mendorong peserta didik agar bergairah dan aktif belajar.
f. Inisiator, yaitu pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.
g. Fasilitator, yaitu pendidik dapat memberikan fasilitas yang memungkinkan memudahkan kegiatan belajar.
h. Pembimbing, yaitu pendidik harus mampu membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap.
i. Demonstrator, yaitu jika diperlukan pendidik bisa mendemontrasikan bahan pelajaran yang susah dipahami.
j. Pengelola kelas, yaitu pendidik harus mampu mengelola kelas untuk menunjang interaksi edukatif.
k. Mediator, yaitu pendidik menjadi media yang berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif.
l. Supervisor, yaitu pendidik hendaknya dapat memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran, dan
m. Evaluator, yaitu pendidik dituntut menjadi evaluator yang baik dan jujur.37 Guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan
perbuatan dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian,
tugas dan tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi
orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang
akan datang.38
Keutamaan profesi guru dalam agama Islam sangatlah besar sehingga
Allah SWT menjadikannya sebagai tugas yang diemban Rasulullah SAW,
sebagaimana diisyaratkan dalam Firman-Nya surat Ali Imran ayat 164:
�)9 `B !# �?ã ûüZBsJ9# �) ]è/ Nk�ù wq�� `B Mg¡ÿR& #q=G� Nk�=æ ¾mG»�#ä
Nk�2��r NgJ=è�r =»G39# pJ6t:#r b)r #qR%. `B @6% �"9 @»=Ê ûü7B ÇÊÏÍÈ
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya
37A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), Cet. Ke-1, h. 67.
38 Bahri Djamarah, op. cit., h. 36
29
sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S Ali Imran: 164)
Dalam pembentukan kepribadian anak didiknya di sini guru agama
mempunyai pengaruh yang sangat besar, sebagai figur bagi anak didiknya, baik
apa yang dilakukan, diucapkan, maupun tindakannya.
Dalam hal ini Abdurrahman An-Nahlawi menyatakan bahwa tanggung
jawab dan tugas seorang guru agama diantaranya:
a. Fungsi penyucian, artinya seorang guru berfungsi sebagai pembersih diri,
pemeliharaan diri, pengembangan, serta pemeliharaan fitrah manusia.
b. Fungsi pengajaran, artinya seorang guru berfungsi sebagai penyampai ilmu
pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada umat manusia agar mereka
menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.39
Mengingat lingkup pekerjaan guru, seperti yang telah dilukiskan di atas,
maka tugas guru itu meliputi: Pertama, guru sebagai pengajar. Kedua, guru
sebagai pembimbing. Ketiga sebagai pemegang administrasi atau guru sebagai
“Pemimpin” (Manajer Kelas).40 Ketiga, tugas itu dilaksanakan sejalan secara
seimbang dan serasi, tidak boleh ada satupun yang terabaikan, karena semuanya
fungsional dan saling terkait dalam menuju keberhasilan pendidikan sebagai suatu
keseluruhan yang tidak dapat terpisahkan.
B. Pengertian Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan bahasa Arab
disebut al-dzaka. Menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan
kesempurnaan sesuatu dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami
sesuatu sacara tepat dan sempurna. 41 Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang
secara harfiah berarti sempurna perkembangan akal budinya, pandai dan tajam
39Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 170 40Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam , (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), Cet. Ke-2, h. 265 41Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Edisi revisi Cet. Ke-7,
h. 96.
30
pikirannya. Selain itu cerdas dapat pula berarti sempurna pertumbuhan tubuhnya
seperti sehat dan kuat fisiknya.42 Jadi, kecerdasan merupakan kemampuan
tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia, kecerdasan
ini diperoleh manusia sejak lahir, dan sejak itulah potensi kecerdasan ini mulai
berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan individu.
Kecerdasan merupakan kata benda yang menerangkan kata kerja atau
keterangan. Seseorang menunjukkan kecerdasannya ketika ia bertindak atau
berbuat dalam suatu situasi secara cerdas atau bodoh, kecerdasan seseorang dapat
dilihat dalam caranya orang tersebut berbuat atau bertindak.43
Beberapa para ahli mencoba merumuskan definisi kecerdasan diantaranya:
Suharsono menyebutkan bahwa “kecerdasan adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah secara benar, yang secara relatif lebih cepat dibandingkan
dengan usia biologisnya.”44
David Wechsler, seorang penguji kecerdasan. Menurutnya, kecerdasan
adalah; “Kemampuan sempurna (komprehensif) seseorang untuk berprilaku
terarah, berpikir logis, dan berinteraksi secara baik dengan lingkungannya”.45
Berdasarkan hasil penelitiannya, J.P. Chaplin merumuskan tiga definisi
kecerdasan, yaitu:
1) Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara
cepat dan efektif.
2) Kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif, yang meliputi empat
unsur, seperti memahami, berpendapat, mengontrol dan mengkritik.
3) Kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali.46
Pada mulanya, para ahli beranggapan bahwa kecerdasan hanya berkaitan
dengan kemampuan struktur akal (intellect) dalam menangkap gejala sesuatu,
42WJ.S. Poerwadarminta, op.cit., h. 211 43M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2010), Cet. Ke-4,
h. 115. 44Suharsono, Mencerdaskan Anak (Depok, Inisiasi Press, 2003), h. 43. 45 Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, Terj. Dari Adz-Dzaka’
Al-Athifi wa Ash-Shihhah Al-Athifiyah oleh Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), Cet. Ke-4, h. 13.
46J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Terj. Kartini Kartono, Judul asli, Dictionary of Psychology (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 253.
31
sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek kognitif (al-majal al-
ma’rifi). Namun pada perkembangan selanjutnya, didasari bahwa kehidupan
manusia bukan semata-mata memenuhi struktur akal, melainkan terdapat struktur
kalbu yang perlu mendapat tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek
afektif (al-majal al-infi’ali) seperti kehidupan emosional, moral, spiritual dan
agama.47 Karena itu, jenis-jenis kecerdasan pada diri seseorang sangat baragam
seiring dengan kemampuan atau potensi yang ada pada dirinya.
Di dalam diri setiap individu manusia terdapat struktur nafsani
(pshychophysic) yang secara intern menumbuhkan suatu kecerdasan. Jusuf
Mudzakir dalam Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, menerangkan ada 3 macam
jenis kecerdasan, yaitu:
1) Kecerdasan Kalbu yang terdiri dari : Intelektual/intuitif (ilham, ilmu laduni,
dan firasat), Emosional (tenang, tanggap, sabar), Moral (santun, bijak, tidak
angkuh atau sombong), Spiritual (toleransi, inklusif, tidak fanatik).
ûï%!# #r�9¹ �?ãr Og/� bq=2qG� ÇÍËÈ
(yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal. (QS. An-Nahl: 42)
2) Kecerdasan Akal/intelektual yang terdiri dari: berfikir, memahami,
memperhatikan, melihat dengan seksama, mengambil perumpamaan,
interpretasi, merenung, menganalogi, menalar, mengingat, menghitung,
mempersepsi, memprediksi, memecahkan masalah secara rasional.
�=?r… @»VB{# $k5�ØR ¨$Z=9 Og=è9 cr�3ÿG� ÇËÊÈ
Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (QS. Al-Hasyr: 21)
3) Kecerdasan Nafsu yang meliputi: Syahwat (memiliki kecerdasan dalam
berhasrat yang apabila mencapai puncaknya mampu mengendalikan hawa
47Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-1, h. 318-319.
32
nafsu), Ghadhab (memiliki kecerdasan berdaya atau kemampuan yang apabila
mencapai puncaknya mencapai keberanian).48
$Br ��/& Ó¤ÿR 4 b) §ÿZ9# o�$B{ äq¡9$/ w) $B Om� �1� 4 b) �1� �qÿî
Lìm� ÇÎÌÈ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. Yusuf: 53)
Howard Gardner, Profesor dari Harvard University yang dikutip oleh KH.
Toto Tasmara memperkenalkan delapan kecerdasan. Kecerdasan ini terdiri dari:
1) Linguistic Intelligence, kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan menangkap kata-kata dan kemampuan menyusun kalimat.
2) Logical-Mathematical Intelligence, kemampuan menghitung aritmatika dan berfikir logis, analitis sampai pada system berfikir yang rumit.
3) Musical Intelligence, kemampuan memahami nada music, komposisi. 4) Spacial Intelligence, kemampuan untuk melihat sesuai dalam perspektif (think
in picture), mampu mempersepsi lingkungan. 5) Bodily Kinestic Intelligence, kemampuan memahami jasmani. 6) Interpersonal Intelligence, kemampuan memahami orang lain. 7) Intrapersonal Intelligence, kemampuan memahami emosinya sendiri. 8) Naturalist Intelligence, kemampuan mengenal benda di sekitar.49
Kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner ini dikenal juga sebagai
keragaman kecerdasan (multiple intelligence). Pembagian kecerdasan oleh
Gardner ini telah membuka paradigma baru dari sebuah kata kecerdasan. Karena
berdasarkan pembagian-pembagian kecerdasan menurutnya, ternyata cerdas
bukan semata dapat memiliki skor tinggi sewaktu ujian namun cerdas itu
beranekaragam.
Pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa kecerdasan merupakan
kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan dan
melakukan tindakan yang dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai guna bagi
masyarakat.
48Ibid. 49Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Trancendental Intelligence), (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), cet. Ke-1, h. 48.
33
2. Pengertian Emosi
Akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti
“menggerakkan, bergerak” ditambah awalan “e-“ untuk memberi arti “bergerak
menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak
dalam emosi yang berarti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.50 Dalam makna
paling harfiah, Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai “setiap
kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang
hebat atau meluap-luap”. Menurut Daniel Goleman emosi merujuk pada “suatu
perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak”.51
Daniel Goleman mengemukakan beberapa macam emosi, yaitu:
a) Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barang kali yang paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
b) Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
c) Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri, sebagai patalogi, fobia dan panic.
d) Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, puas, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang sekali, dan batas ujungnya, mania.
e) Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih sayang.
f) Terkejut: terkesiap, terkejut, takjub, terpana. g) Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah. h) Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur
lebur.52 Emosi adalah pengalaman yang sangat kompleks. Masing-masing pakar
memberikan definisi emosi yang berbeda. Istilah yang makna tepatnya masih
50Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional, Terj. T. Hermaya,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet. 11, h. 7. 51Ibid., h. 411. 52Ibid..
34
membingungkan baik para ahli psikologi maupun ahli filsafat selama lebih dari
satu abad.53
Beberapa para ahli mencoba merumuskan definisi emosi diantaranya:
Salovey dan Mayers mendefinisikan emosi sebagai respon terorganisasi,
termasuk sistem fisiologis, yang melewati berbagai batas sub-sistem psikologis,
misalnya kognisi, motivasi, dan pengalaman. Pengertian ini memberitahukan
bahwa emosi merupakan respon atas stimulus yang diperoleh dari lingkungan
sekitar yang terorganisasi dengan baik yang melewati sub-sistem psikologis.
Emosi mempunyai peran dalam peningkatan proses kontruksi pikiran dalam
berbagai bentuk pengalaman kehidupan manusia.
Menurut Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd, dalam buku Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, emosi itu merupakan warna afektif yang
menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud warna afektif ini
adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat seseorang menghadapi
suatu situasi tertentu. Contohnya, gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, dan
sebagainya.54
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai
berikut: Pertama, lebih bersifat subjektif dari pada peristiwa psikologis lainnya,
seperti pengamatan dan berfikir. Kedua, bersifat fluktuatif (tidak tetap), dan
Ketiga, banyak berkaitan dengan peristiwa pengenalan panca indra.55
Perjalanan hidup kita sehari-hari, kita kadang tidak dapat membedakan
antara perasaan dan emosi, karena keduanya merupakan kelangsungan kualitatif
yang tidak jelas batasnya. Pada suatu saat tertentu, warna efektif dapat dikatakan
perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Oleh karena itu, emosi adalah
setiap keadaan diri seseorang yang disertai dengan warna efektif, baik pada
tingkat yang lemah maupun pada tingkat yang kuat. Warna efektif merupakan
53Ibid. 54Syamsu Yusuf LN, M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT
Remaja Karya, 2010), Cet. Ke-11, h. 115 55 Ibid., 116
35
perasaan yang berbeda-beda, baik perasaan senang maupun perasaan tidak
senang.56
Sebagian orang menganggap bahwa perasaan dan emosi adalah sama,
namun anggapan itu salah. Menurut M. Alisuf Sabri dalam bukunya
mengungkapkan bahwa antara perasaan dan emosi adalah berbeda. Pada perasaan
terdapat kesediaan kontak dengan situasi luar (baik positif maupun negatif),
sedangkan pada emosi kontak itu seolah-olah menjadi retak atau terputus
(misalnya terkejut, ketakutan, mengantuk, dan sebagainya).57
Menurut beberapa pendapat di atas, maka emosi merupakan suatu respon
atas rangsangan yang diberikan baik dari lingkungan maupun dari dalam diri
individu sendiri, sehingga individu dapat menentukan pilihan dalam hidup yang
menentukan kehidupannya. Atau dengan kata lain emosi adalah suatu perasaan
(efek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap
stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.
3. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali
oleh John Mayer dari Universitas New Hampshire dan Peter Salovey dari
Universitas Harvard pada tahun 1990. Istilah tersebut kemudian dipopulerkan oleh
Daniel Goleman dalam karya monumentalnya Emotional Intelligence: Why It Can
Matter More Than IQ (1995). Istilah kecerdasan emosional yang dikemukakan
Peter Salovey dan John Mayer adalah untuk menerangkan kualitas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan, diantaranya adalah: empati,
mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian,
kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antara
pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat.58
56Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi
Brother’s, 2006), h. 104 57 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 2001), h. 74 58 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emosional Intelligence pada Anak, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003), Cet. Ke-4, h. 5.
36
Pakar psikologi Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf mengatakan bahwa:
Emotional Intelligence is the ability to sense, understand, and effectively apply the
power and acumen of emotions as a source of human energy, information,
connection, and influence.” (Kecerdasan Emosional adalah kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif mengaplikasikan kekuatan serta
kecerdasan emosi sebagai sebuah sumber energy manusia, informasi, hubungan,
dan pengaruh). Kecerdasan emosional menuntut pemilikkan perasaan untuk
belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta
menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam
kehidupan sehari-hari.59
Pengertian yang diungkapkan oleh Nana Syaodah mengatakan kecerdasan
emosional adalah kemampuan mengendalikan diri (mengendalikan emosi),
memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah
menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stess, mampu
menerima kenyataan, dapat merasakan kesenangan meskipun dalam kesulitan.60
Menurut Daniel Goleman, mengatakan bahwa kecerdasan emosional
mengandung beberapa pengertian. Pertama, kecerdasan emosional tidak hanya
berarti sikap ramah. Pada saat-saat tertentu yang diperlukan mungkin bukan sikap
ramah, melainkan misalnya sikap tegas yang barangkali memang tidak
menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari.
Kedua, kecerdasan emosional bukan berarti memberikan kebebasan kepada
perasaan untuk berkuasa memanjakan perasaan, melainkan mengelola perasaan
sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang
memungkinkan orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama.61
Kecerdasan emosional lebih lanjut dapat diartikan kepiawaian,
kepandaian, dan ketepatan seseorang dalam mengelola diri sendiri dalam
59 Robert K Cooper, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi Ter,
Alex Tri Kantjo Widodo, Emotional Intelligence in Leadership and Organizations, (Jakarta: Gramedia, 2002), Cet. Ke-5, h. xv
60 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), cet. Ke-1, h. 97.
61Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. Ke-3, h. 9
37
berhubungan dengan orang lain yang berada disekelilingnya dengan
menggunakan seluruh potensi psikologis yang dimilikinya, seperti inisiatif dan
empati, adaptasi, komunikasi, kerjasama, dan kemampuan persuasi yang secara
keseluruhan telah mempribadi pada diri seseorang.62
Jeanne Segal mengemukakan kecerdasan emosional merupakan suatu
kemampuan yang menggambarkan kecerdasan hati, membuat seseorang berhasil
dalam kehidupannya, berkaitan dengan hubungan pribadi dan antar pribadi,
bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan
kemampuan untuk mengenali diri (menyadari keadaan diri, mengendalikan diri
yang spontan, dan membangkitkan motivasi dalam diri) serta memahami gejolak
perasaan orang lain (lewat sikap empatik dan kecakapan bergaul).63
Gardner juga dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind mengatakan
bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolotik yang penting untuk
meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spectrum kecerdasan yang lebar
dengan tujuan varietas utama yaitu naturalistic, linguistic, matematika/logika,
spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini
dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman
disebut sebagai kecerdasan emosional.64
Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antarapribadi itu mencakup
“kemampuan untuk membedakan dan menaggapi dengan tepat, suasana hati,
tempramen, motivasi, dan hasrat orang lain”. Dalam kecerdasan antarpribadi yang
merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses menuju
perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-
perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”.
Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey
memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan
sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu.
Menurutnya kecerdasan emosional adalah “kemampuan seseorang untuk
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
62Ibid. 63 Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional (Bandung: Kaifa, 2002), h. 27 64Goleman, op. cit., h. 50-53.
38
orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama)
dengan orang lain”.65
Pada tahap awal, IQ dianggap sebagai satu-satunya kecerdasan yang
dimiliki manusia yang akan berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar,
padahal kualitas hasil belajar tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor inteligensi.
Dalam kaitan ini kedudukan inteligensi memang mempunyai kedudukan yang
strategis sebagai motor mental yang akan menggerakkan proses atau aktifitas
potensi-potensi mental dalam berfikir atau memecahkan masalahnya, tetapi dalam
proses mental tersebut masih perlu ditunjang oleh faktor-faktor lainnya.
Pada tahap selanjutnya seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
perkembangan teknologi, khususnya dalam bidang neorologi dikemukakan satu
kecerdasan manusia yang cara kerjanya berbeda dengan model Kecerdasan
Intelektual (Intelligence Quotient), yaitu Kecerdasan Emosi. Kecerdasan Emosi
(Emotional Quotient) seperti: diungkap oleh Danah Zohar dan Ian Marshall,
membantu kita menciptakan asosiasi antar hal, misalnya antara lapar dan nasi,
antara rumah dan kenyamanan, antara warna dan emosi atau bahaya.66
Howard Gardner dalam penelitiannya yang dikutip oleh Daniel Goleman,
“Cracking Open the IQ Box, The American Perspective” (Winter, 1996),
menunjukkan bahwa staus akhir seseorang dalam masyarakat pada umumnya
ditentukan oleh faktor-faktor bukan IQ, melainkan oleh kelas sosial hingga nasib
baik. Setinggi-tingginya, IQ menyumbang 20 persen bagi faktor-faktor yang
menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan-
kekuatan lain.67
Kata-kata “kekuatan-kekuatan lain” inilah yang disebut oleh Daniel
Goleman sebagai kecerdasan emosional, yaitu kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban
65Ibid., h. 57 66Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir
Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, edisi Indonesia, (Bandung: Mizan, 2001), h. 44.
67Goleman, op. cit., h. 44.
39
strees tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdo’a.68
Seseorang dikatakan cerdas secara emosional apabila memiliki kemampuan dalam
mengendalikan diri dan selaraskan setiap gejolak emosi dalam diri, serta
kemampuan untuk berinteraksi dengan baik dalam lingkungannya.
Quantum Learning, sebuah model pembelajaran paling mutakhir,
mendasarkan metodenya pada pengolahan emosi yang menempati peran
menentukan. Dalam proses belajar, kecerdasan emosi akan menimbulkan emosi
positif, yang membuat otak lebih efektif. Emosi yang positif mendorong ke arah
kekuatan otak, yang mengarah kepada keberhasilan, yang mengarah kepada emosi
yang positif, sebuah siklus aktif yang mengangkat diri lebih tinggi dan lebih tinggi
lagi.
Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja dari otak kanan, sedang
kecerdasan intelektual merupakan hasil kerja otak kiri. Menurut De Porter dan
Hernacki, otak kanan manusia memiliki cara kerja yang acak, tidak teratur, intuitif
dan holistic, sedangkan otak kiri memiliki cara kerja yang logis, sekuensial,
rasional dan linier.69
Melalui beberapa definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kecerdasan
emosional dapat teraktualisasikan saat seseorang memiliki kontrol emosi diri yang
stabil dan kecakapan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi yang
dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal
emosi diri, dapat mengatur emosi dan mengelola emosi, mempunyai motivasi
dalam diri serta memiliki kecakapan sosial yang meliputi empati dan keterampilan
sosial yang tinggi.
4. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Berikut ini aspek Kecerdasan Emosional menurut Dr. Makmun Mubayidh
dalam bukunya “Kecerdasan dan Kesehatan Emosional anak” adalah sebagai
berikut:
68Ibid., h. 45. 69Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan, Terj. Alawiyah Abdurrahman, (Bandung: Kaifa, 1999), h. 39.
40
a. EQ terhadap diri sendiri adalah sebagai berikut: 1) Mengenali diri sendiri
a. Mengenali kekuatan dan kelemahan pribadi b. Melihat secara realistis dan optimis c. Mengenali emosi pribadi
2) Menghormati diri sendiri a. Merasa aman, baik secara fisik maupun emosi b. Merasakan adanya tujuan yang jelas dalam hidup merasa dianggap
sebagai bagian orang lain c. Merasa dianggap sebagai bagian orang lain d. Merasa memiliki kemampuan dan peluang e. Merasa istimewa dan unggul
3) Menyikapi emosi diri a. Mampu memperkecil perasaan gelisah yang kadang terjadi pada jiwa b. Mampu mengendalikan emosi c. Mampu menghadapi kegagalan d. Mampu melawan kecerobohan e. Melejitkan potensi diri f. Optimis g. Konsisten h. Giat bekerja i. Mempunyai cita-cita j. Mengendalikan kegelisahan dengan cara yang baik k. Mampu mengikuti tujuan tertentu l. Mampu tersenyum dan mengembirakan hati dan perasaan m. Gembira terasa terarah dan tenang n. Konsentrasi dan perhatian o. Fleksibel
b. EQ terhadap orang lain 1) Empati pada orang lain
a. Suka menolong orang lain b. Tidak egois c. Membaca pesan orang lain, baik yang diutarakan langsung dengan
kata-kata maupun tidak. d. Mengenali perasaan dan emosi orang lain e. Mengetahui kebutuhan orang lain f. Mampu menjalin hubungan yang tepat dengan orang lain g. Mampu memahami sudut pandangan dan sikap orang lain
2) Interaksi dengan orang lain a. Mampu mendengar orang lain secara efektif b. Mampu tertawa dan memperlihatkan keriangan c. Mampu memecahkan masalah tertentu d. Mampu bekerja dalam kelompok atau tim e. Mampu menyakinkan dan mempengaruhi orang lain f. Mampu membaca sikap dan keadaan sosial g. Mampu meringankan beban dan penderitaan orang lain
41
h. Mampu memulai memberikan salam dan penghormatan i. Mampu menahan beban dan penderitaan orang lain j. Mampu bersikap tegas dank eras tanpa memperlihatkan sikap marah
dan negatif.70
Goleman mengutip Salovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner
dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan
memperluas kemampuan tersebut menjadi lima wilayah utama, yaitu:71
a) Mengenali Emosi Diri
Kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi
merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan
dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan
pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang
sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan. Orang yang
memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pilot yang andal bagi
kehidupan mereka, karena mempunyai kepekaan lebih tinggi akan perasaan
mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan masalah
pribadi, mulai dari masalah siapa yang akan dinikahi sampai ke pekerjaan apa
yang akan diambil.
Al-Qur’an juga mendorong manusia untuk memahami perasaan dan emosi
kita. Sebagaimana Allah SWT berfirman: surat Yusuf ayat 33.
A$% >� `f¡9# =m& �<) $JB Ó_Rqã�� m�9) ( w)r $�Ç? Ó_ã `d��. =¹&
`k�9) `.&r `B ûü=g»g:# ÇÌÌÈ
Yusuf berkata: Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh. (QS. Yusuf: 33).
70Makmun Mubayidh, op. cit., h. 22-24 71Goleman, op. cit,. h. 58-59
42
b) Mengelola Emosi
Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah
kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Kemampuan mengelola emosi
yaitu kemampuan menangani perasaan diri sendiri agar dapat terungkap secara
tepat dan wajar. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini
akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang
pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan
kejatuhan dalam kehidupan. Intisari dari kemampuan mengelola emosi ini adalah
kemampuan menenangkan diri dan mengekspresikan emosinya dengan tepat.
Al-Qur’an juga menjelaskan bagaimana manusia beradaptasi dengan
emosinya, serta bagaimana merubah perasaan mereka. Allah SWT berfirman:
surat Al-Hadid ayat 23
x�39 #q�'? �?ã $B N3?$ù wr #qm�ÿ? $J/ N69?#ä 3 !#r w =t� @. A$F�C
�q�ù ÇËÌÈ
(kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (QS. Al-Hadid: 23)
Menurut Sigmund Freud, belajar mengendalikan emosi merupakan tanda
perkembangan kepribadian yang menentukan apakah seseorang sudah beradab.72
ûüJà»69#r… á�ó9# ûüù$è9#r `ã ¨$Y9# 3 !#r =t� úüZ¡sJ9# ÇÊÌÍÈ
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Al-Imran: 134) c) Memotivasi Diri Sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat
penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan
menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional menahan diri
terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan
72E. Shapiro, op. cit., h. 291
43
keberhasilan dalam berbagai bidang. Dan, mampu menyesuaikan diri dalam
“flow” memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang.
Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan
efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
Seorang anak yang sukses dalam hidupnya adalah anak yang memiliki
motivasi positif, kendali diri, serta memiliki harapan dalam hidup. Motivasi yang
mengaktifkan dan membangkitkan perilaku yang tertuju pada pemenuhan
kebutuhan. Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organism yang
mendorong perilaku ke arah tujuan.73
@% ��$7è»� ûï%!# #qù� & �?ã Ng¡ÿR& w #qÜZ)? `B pHq� !# 4 b) !# �ÿó�
>qR%!# $è�Hd 4 ¼mR) qd �qÿó9# Lìm�9# ÇÎÌÈ
Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53) d) Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati.
Menurut Goleman, kemampuan seseorang untuk mengenali perasaan orang lain
atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki
kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki
orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka
terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Orang-orang seperti ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan keperawatan, mengajar,
penjualan, dan manajemen.
#qRr$è?r �?ã �99# �q)G9#r ( wr #qRr$è? �?ã OO}# bºr�è9#r 4 #q)?#r !# ( b) !#
���© >$)è9# ÇËÈ
73 Zikri Neni Iska, op. cit., h. 41
44
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maaidah: 2)
e) Membina Hubungan
Seni membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan
mengelola emosi orang lain. Ini merupakan keterampilan yang menunjang
popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antarpribadi. Orang-orang yang
hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang
apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain; mereka
adalah bintang-bintang pergaulan. Orang yang berhasil dalam pergaulan karena
mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain, populer dalam
lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan.
P%n�{#r… 4 b) !# b%. N3�=æ $6�%� ÇÊÈ
Dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah SWT selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An—Nisaa: 1)
Menurut uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wilayah kecerdasan
emosional meliputi kemampuan dalam mengenali emosi diri, mengerti apa yang
sedang dialaminya dan dampak yang akan ditimbulkan. Kemampuan untuk
mengelola dan mengekspresikan emosi diri, mengelola emosi bukan berarti
menjauhi perasaan tidak menyenangkan untuk selalu bahagia, tetapi kemampuan
untuk tidak membiarkan perasaan sedih berlangsung tak terkendali. Kemampuan
untuk memotivasi diri dalam melakukan sesuatu, menunjukkan keuletan dan rasa
tanggung jawab. Selanjutnya kemampuan mengenali emosi orang lain dan
membina hubungan dengan orang lain, kemampuan untuk melakukan hubungan
sosial sangat bergantung pada kematangan dua keterampilan emosi lainnya, yaitu
kemampuan mengelola emosi diri dan kemampuan memahami perasaan orang
lain.
45
5. Pengembangan Kecerdasan Emosional
Guru menempati posisi yang sangat penting dalam meningkatkan EQ
murid-muridnya. Langkah pertama yang harus dilakukannya adalah
“meningkatkan EQ-nya sendiri, dan dalam waktu yang sama berusaha
meningkatkan EQ murid-muridnya”.74 Baik guru maupun murid dapat
memanfaatkan proses pembelajaran guna meningkatkan EQ mereka. Dengan
demikian proses pembelajaran akan sangat menyenangkan karena dibangun di
atas sikap saling menghargai dan menjawab kebutuhan masing-masing.
Perlu diingat bagi guru bahwa setiap murid mempunyai karakter emosi
yang berbeda- beda sehingga perlakuan seorang guru terhadap setiap murid pun
haruslah sesuai dengan karakter emosi perasaannya.
Langkah kedua yang harus dilakukan untuk mengembangan kecerdasan
emosional pada anak adalah dengan “mengajarinya bagaimana mengenali
perasaan khususnya, dan dengan mengembangkan kecakapan bahasanya agar
dapat mengekspresikan emosi-emosi yang dialaminya”.75
Secara lebih rinci maka yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam
mengembangkan emosi murid adalah dengan “Pelatihan Emosi”, dimana oleh
Daniel Goleman anak-anak yang mendapatkan pelatihan emosi ini disebut “orang-
orang yang memiliki kecerdasan emosional”.
Kemampuan-kemampuan ini mencakup kemampuan mengatur keadaan
emosional mereka sendiri. Anak-anak itu lebih terampil dalam menenangkan diri
mereka sendiri bila mereka marah. Mereka mampu menenangkan jantung mereka
dengan lebih cepat. Unjuk kerja unggul dalam bagian fisiologi mereka yang
terlibat dalam menenangkan diri mereka sendiri menyebabkan mereka jarang
menderita penyakit menular. Mereka lebih terampil dalam memusatkan perhatian.
Mereka lebih terampil dalam memusatkan perhatian. Mereka lebih cakap dalam
memahami orang lain. Pendek kata, mereka telah mengembangkan sejenis “IQ”
yang menyangkut orang maupun dunia perasaan, atau kecerdasan emosional.76
74 Makmun Mubayidh, op.cit., h. 125 75Ibid., h. 111 76John Gottman, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional
(terjemahan), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. xvii.
46
Sehingga dalam hal ini sekolah yang ideal adalah sekolah yang berupaya
mengembangkan secara berimbang kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan
intelektual (IQ).
6. Kecerdasan Emosional dalam Pendidikan Islam
Kecerdasan emosional sebagaimana yang dijelaskan oleh Goleman adalah
kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri
dan dalam hubungan dengan orang lain.77 Individu dikatakan cerdas secara
emosional apabila memiliki kemampuan dalam mengendalikan dan selaraskan
setiap gejolak emosi dalam diri, serta kemampuan untuk berinteraksi dengan baik
dalam lingkungannya.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa emosional merupakan
perasaan yang dimiliki oleh manusia. Setiap manusia memiliki perasaan untuk
menimbang sebuah keputusan yang berat disamping akal sehat. Dengan
pertimbangan-pertimbangan emosional manusia dapat menjadi lebih bijak dalam
mengarungi kehidupan ini. Dan yang membedakan bahwa manusia memiliki
kecerdasan emosional atau tidak adalah dengan kualitas-kualitas yang terdapat di
dalam kecerdasan emosional tersebut.
John Mayer menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampak
penting bagi keberhasilan, kualitas-kualitas tersebut antara lain:
a. Empati b. Mengungkapkan dan memahami perasaan c. Mengendalikan amarah d. Kemandirian e. Kemampuan menyesuaikan diri f. Disukai g. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi h. Ketekunan i. Kesetiakawanan78 j. Keramahan, dan k. Sikap hormat.
77Goleman, op. cit., h. 42 78E. Shapiro, op. cit., h. 5.
47
Kesembilan kualitas yang dirincikan oleh John tersebut pada dasarnya
merupakan bentuk dari kepribadian-kepribadian dalam diri individu. Adapun
keramahan serta sikap hormat merupakan dua manifestasi kepribadian ketimuran
yang sarat dengan nilai-nilai. Keramahan adalah salah satu sikap mental seseorang
yang baik dalam berinteraksi dan sikap hormat adalah bentuk kepribadian yang
menjunjung tinggi nilai-nilai hierarki sosiologis.79 Dengan demikian maka
manifestasi dari kecerdasan emosional ternampakkan melalui pola tingkah laku
individu dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks Islam, pada hakikatnya manusia memiliki kecerdasan yang
sama, bakat yang sama, dan talenta yang sama pula ketika baru lahir. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78 yang berbunyi:
!#r N3_�z& `B bqÜ/ N3F»gB& w cqJ=è? $«�© @è_r N39 ìJ¡9#
�»Á/{#r o�«ù{#r N3=è9 cr�3±? ÇÐÑÈ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Ayat tersebut Allah SWT menegaskan bahwa manusia ketika datang dan
berkenalan dengan dunia ini ia tidak mengetahui apa-apa, namun manusia dibekali
dengan sama’, abshar dan af’idah untuk dipergunakan dalam mengarungi
derasnya laju perkembangan zaman dimuka bumi ini. Manusia membutuhkan akal
fikiran sebagai penetralisir dari budaya yang pada akhirnya akan membentuk pola
kepribadian. Hal ini sebagimana dikatakan oleh Syarkawi bahwa kepribadian
seorang anak dipengaruhi besar oleh lingkungannya karena lingkunganlah yang
pada akhirnya membentuk pola kepribadian seorang anak.80
Syarkawi menjelaskan sebagai berikut, contohnya: “Pada dasarnya pola
kepribadian yang ditampilkan pada anak merupakan manifestasi dari pendidikan
79A. Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1992), Cet.
Ke-2, h. 50. 80Syarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional dan
Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-1, h. 19-20.
48
yang diberikan orang tua kepadanya melalui komunikasi. Contoh, orang tua sering
memerintahkan kepada anaknya, tolong kalau nanti ada telepon, bilang ayah dan
ibu sedang tidak ada diluar karena ayah dan ibu mau tidur. Peristiwa ini adalah
suatu pendidikan kepada anak bahwa berbohong itu boleh atau halal dilakukan.
Akibatnya, anak juga melakukan perilaku berbohong kepada orang lain termasuk
kepada orang tuanya sendiri. Jika anak mendapatkan kepuasan bahkan
kenikmatan ketika berbohong maka perbuatan bohong tersebut akan
dikembangkan oleh anak dan bahkan mungkin saja berbohong itu akan menjadi
kesenangannya dan menjadi keahlian yang lama-kelamaan menjadi
kepribadiannya.81
Contoh yang diberikan oleh Syarkawi tersebut, dapat dipahami bahwa
pengaruh yang diterima dari lingkungan dalam hal ini adalah orang tua dapat
membentuk kepribadian individu, karena pada dasarnya manusia belum
mengetahui apa-apa ketika datang ke muka bumi ini. Manusia merupakan
makhluk potensial yang memiliki kemampuan untuk menalar berbagai stimulus
yang dirangsangnya. Dalam konteks psikologis pendidikan disebutkan bahwa
setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai
ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitasnya.82
Bakat atau potensi tersebut jika tersalurkan ke dalam dimensi-dimensi
yang positif maka pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia akan
menjadi baik, namun sebaliknya jika pertumbuhan dan perkembangan tersebut
tersalurkan ke dalam dimensi-dimensi yang uruk maka akan berdampak buruk
pula terhadap kepribadian individu.
Seorang anak manusia pada hakikatnya belum memiliki pengetahuan apa-
apa selain fitrahnya. Adapun yang akan membentuk kehidupan hingga pada pola
kepribadian anak tersebut adalah lingkungannya. Syarkawi mengatakan bahwa
lingkungan kelurga adalah tempat pertama dimana seorang anak tumbuh dan
berkembang, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang
81Ibid,. h. 20. 82Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya,
2001), Cet. Ke-6, h. 135.
49
anak.83 Hal ini pun telah dijelaskan dalam sebuah hadis nabi yang mengatakan
bahwa sesungguhnya seluruh anak yang lahir kepermukaan bumi ini adalah dalam
keadaan fitrah, dan orang tuanyalah yang akan menjadikannya beragama Majusi
ataupun Nasrani.
Berangkat dari asumsi tersebut maka diperlukan media yang terintegrasi
dala diri manusia untuk melakukan filterizing dari berbagai rangsangan yang
datang dari luar diri manusia. Untuk itulah sebagimana tertulis dalam Al-Qur’an
surat An-Nahl tersebut Allah memberikan manusia hati sebagai pusat kinerja
tubuh yang berfungsi untuk mengontrol dan meng-counter berbagai budaya yang
dilihat dan didengar.
Ibnu Katsir mengatakan bahwa hati yang dimaksud dalam surat An-Nahl
ayat 78 tersebut ialah akal berpusat dihati (qalb) manusia, yang dengannya terlihat
segala kebenaran oleh karena hati tidak dapat berbohong.84 Menurut Robert K
Cooper yang dikutip oleh Ary Ginanjar mengatakan bahwa hati dapat
mengaktifkan nilai-nilai kita yang terdalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita
fikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Menurutnya hati mampu mengetahui hal-
hal mana yang tidak boleh atau tidak dapat diketahui oleh pikiran kita.85 Hati
adalah sumber keberanian dan semangat, integritas serta komitmen. Hati pun
merupakan sumber energy dan perasaan mendalam yang membentuk kita untuk
melakukan pembelajaran, menciptakan kerjasama, memimpin dan melayani.
Memahami pernyataan di atas bahwa hati yang terdapat dalam diri
manusia tidak dapat berbohong dan bahkan dapat mendeteksi hal-hal yang
sebenarnya tidak boleh atau tidak diketahui pikiran manusia. Sehingga dengan
keberadaan hati tersebut, manusia memiliki tameng untuk menghadapi kerasnya
zaman.
Hati nurani dapat dijadikan sebagai pembimbing terhadap apa yang harus
ditempuh dan apa yang harus diperbuat. Artinya, setiap manusia pada dasarnya
telah memiliki radar hati sebagai pembimbing. Menurut HS Habib Adnan yang
83Syarkawi,. h, 19 84Imam Ismail bin Umar bin Katsir, Al-Mishbah Munir fi Tahdzibi; Tafsiir Ibnu Katsir,
(Riyadh, Daarulsalam, 2000), Cet. Ke-2, h. 738. 85Ary Ginanjar, op. cit., h. 40
50
dikutip oleh Ary Ginanjar mengatakan bahwa kebenaran Islam senantiasa selaras
dengan suara hati manusia.
Kecerdasan emosional dapat diidentikan dengan kemampuan mental
individu dalam mengatur perilakunya disebuah tempat pada posisi yang seperti
apapun. Sedangkan mental sangat berhubungan erat dengan sisi kejiwaan
manusia. Allah dalam surat As-Syams ayat 7-10 telah berfirman bahwa:
§ÿRr $Br $g1q� ÇÐÈ $gJl;'ù $d�qgú $g1q)?r ÇÑÈ �% x=ù& `B $g8.� ÇÒÈ
�%r >%{ `B $g9�� ÇÊÉÈ
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya manusia telah diciptakan
dalam keadaan yang sempurna. Sedangkan pembentukan kepribadian pada
kejiwaannya tersebut ditentukan oleh manusia itu sendiri, oleh karena itulah Allah
memberinya pula potensi berupa jalan kefasikan sebagi konotasi dari keburukan
dan ketakwaan sebagi konotasi dari kebaikan.
Pola kepribadian manusia merupakan bantukan-bentukan yang dibuat oleh
lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk yang
memiliki sifat dynamic-environment yang artinya bahwa sejauh kagiatan-kegiatan
tersebut hanya berlangsung dalam waktu yang singkat maka manusia masih
mampu untuk mengkondisikan kepribadian pada suatu tingkatan yang disebut
dengan kesempurnaan.
Pembentukan kepribadian manusia merupakan manifestasi dari fitrahnya
manurut Achmadi dapat dilakukan pada lingkungan pendidikan.86 Sehingga dalam
konteks kekinian, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menakankan
pembentukan sosok pribadi yang memiliki kualitas mental yang baik, bertingkah
laku baik dan sempurna.
86Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Theosentris, (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2005), Cet. Ke-1, h. 47.
51
Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-
Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 menyatakan bahwa:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Berkenaan dengan hal tersebut, Arifin mengatakan bahwa jika pendidikan
diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang mampu menghasilkan
manusia berbudaya tinggi maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas
serta menanamkan rasa tanggung jawab.87 Hal senadapun di ungkapkan oleh
Mohammad Irfan dan Matsuki yang mengatakan bahwa pada dasarnya pendidikan
adalah proses rekayasa atau rancang bangun kepribadian manusia.88
Muhammad Fadlyl al-Jamali yang dikutip oleh Muhaimin.89
Mengindikasikan bahwasannya pendidikan Islam menghendaki sebuah upaya
mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan
berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga
terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan
maupun perbuatan.
Melalui nilai-nilai tersebut peserta didik akan lebih mengerti dan mendapat
core dari kegiatan pendidikannya itu. Sehingga pencapaian kesempurnaan
manusia sebagai insan kamil bukan lagi wacana dalam pendidikan Islam, tetapi
lebih merupakan proses pengaktualisasian diri sepenuhnya berkaitan dengan akal,
perasaan dan perbuatan. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan
kecerdasan emosional dalam pendidikan Islam adalah kemampuan individu dalam
mengenali dan mengendalikan perasaannya yang berpusat di dalam hati yang
disebut dengan qolb. Hati sebagai pusat kendali manifestasi tingkah laku manusia
87HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Interdisiplinier, (Bandung: Rosda
Karya, 2003), h. 7. 88Mohammad Irfan dan Matsuki HS, Teologi Pendidikan, Tauhid Sebagai Paradigma
Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani: 2000), Cet. Ke-1, h. 131. 89 Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 134.
52
dalam melakukan filterizing yang diserap dari lingkungannya. Sehingga seorang
dikatakan memiliki kecerdasan emosional ketika ia mampu mengaktualisasikan
dan mengembangkan potensi hati yang terintegritas didalam dirinya.
7. Metode dalam Membina Kecerdasan Emosional
Supaya guru pendidikan agama Islam mampu merealisasikan hal-hal yang
perlu dipelajari siswa tentang EQ, guru pendidikan agama Islam dapat melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Memasukkan unsur-unsur pendidikan emosi melalui perilaku guru dalam
membenarkan dan meluruskan perilaku siswa. (beradaptasi dengan emosi
sendiri).
Upayakan guru selalu merasa puas terhadap diri sendiri, guru yang merasa
puas dengan diri sendiri maka guru tersebut mampu menghadapi perilaku negatif
siswa, lebih sabar menerima keluhan siswa, dan lebih memahami emosi mereka.
Dalam situasi ini, guru juga mengajarkan pada siswanya begaimana
mengendalikan perasaan marah, bagaimana mengarahkan perilaku mereka. Hal
tersebut dapat dilakukan guru pendidikan agama Islam dengan mengajarkan siswa
hal-hal sebagai berikut:
1) Melatih siswa untuk bersabar (mengendalikan emosi)
Siswa atau anak perlu dilatih untuk bersabar (mengendalikan emosi),
karena bersabar banyak manfaatnya, dan bahwasanya ada penelitian menerangi
bahwa lemahnya kemampuan siswa/anak dalam mengendalikan diri, menjadi
faktor utama yang memunculkan masalah kenakalan remaja. Ada juga penelitian
yang mengidentifikasi bahwa ketidak mampuan mengendalikan emosi akan
mendorong anak untuk bersikap kasar ketika ia dewasa.90
2) Memberikan arahan dan ajaran tentang etika sopan santun (cara bergaul yang
baik).
Guru pendidikan agama Islam harus memberikan ilmu etika dalam
bermasyarakat tentang pergaulan antar sesama manusia. Dalam pemberian materi
90 Makmun Mubayidh, op. cit., h. 218
53
ini guru dituntut harus menguasai sepenuhnya baik dari teori maupun praktek
kehidupan sehari-hari.
3) Guru pendidikan agama Islam mengajarkan siswa sikap bertanggung jawab
Seorang pendidik wajib mengajarkan siswa untuk mempertanggung
jawabkan perbuatannya, perilaku dan keputusannya. Jangan sampai siswa
melakukan sesuatu karena perintah, atau maniru, orang lain. Sebaliknya ia harus
tahu lebih dulu konsekuensi perbuatannya sebelum melaksanakannya, sehingga ia
juga harus mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan berani.
Siswa yang memahami hal ini akan tercipta masyarakat kelak dihuni oleh
orang-orang yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Pelajaran ini dapat dipetik dari Nabi Adam dan Hawa. Mereka berani
mengumumkan tanggung jawab dirinya, tidak melemparkan kesalahannya pada
orang lain. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
Surat Al-A’raf ayat 23:
w$% $Z/� $YH>ß $Z¡ÿR& b)r O9 �ÿó? $Z9 $YJm�?r ûðq3Z9 `B `��£»�9# ÇËÌÈ
Keduanya berkata: Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada Kami, niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi. (Q.S Al-A’raf: 23). 4) Guru pendidikan agama Islam membantu siswa agar optimis dalam
menghadapi masalah dan meraih cita-cita
Optimisme merupakan harapan kuat yang mungkin dicapai, dengan
keyakinan setiap masalah akan berakhir dengan baik, meski adanya berbagai
kesulitan dan rintangan, sikap optimism ini penting diajarkan kepada siswa karena
dengan optimis dapat melindungi seseorang dari sikap putus asa, takut, menyerah,
atau menghindarkan seseorang dari sikap negatif dan lemah. Dengan terhindarnya
sikap negatif tersebut siswa dapat meraih cita-citanya. Dengan adanya cita-cita
yang kuat, siswa akan bekerja keras untuk menggapainya ia tidak mudah
menyerah, dan gelisah, sehingga kesehatan emosionalnya lebih baik dan kuat.
54
b. Mengarahkan siswa bagaimana cara mengatasi konflik yang timbul diantara
mereka.
Mengarahkan siswa dalam mengatasi konflik, guru senantiasa
menganjurkan siswa untuk memikirkan faktor-faktor yang menyebabkan faktor
tersebut terjadi, setelah mengetahui faktor tersebut, siswa dimotivasi untuk
memikirkan solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Dengan cara ini siswa
lebih mampu menganalisa perilakunya, dan belajar dari kesalahan dan
pengalaman. Cara ini jauh lebih baik dari pada jika guru memberikan hukuman
atau mengeluarkannya dari sekolah.
Di sekolah yang menerapkan metode ini, frekuensi pertengkaran dan
perkelahian antar pelajar menurun tajam. Hubungan antar siswa disekolah secara
umum juga membaik.91
c. Mengajak siswa menganalisa peristiwa yang terjadi di masyarakat dan
memahaminya dengan benar. Seperti mengadakan kegiatan baksos sabagai
respon atas peristiwa tersebut.
d. Membantu siswa dalam memperbaiki emosi dan mengembangkan EQ dengan
cara sebagai berikut:
1) Membantu siswa menyebut emosi mereka
2) Menghargai pendapat siswa
3) Hendaknya guru menghormati perasaan siswa.92
C. Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan dari tinjauan penulis, beberapa penelitian membuktikan
bahwa peranan guru sangat penting terhadap pembinaan kecerdasan emosional
siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa penelitian yang dilakukan, seperti
tiga penelitian di bawah ini:
Pertama, skripsi Aditya Ramadhan pada tahun 2010 dengan judul
“Peranan Keluarga terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak”. Dari
91Makmun Mubayidh, op. cit., h. 218 92Ibid,. h. 138
55
hasil yang diperoleh dari penelitian Aditya Ramadhan menyatakan bahwa
keluarga sebagai suatu faktor dasar dalam pembentukan kepribadian anak dimana
anak akan menyerap seluruh pengalaman yang ditangkap inderanya tanpa seleksi,
pengalaman itu tidak akan hilang dan akan membentuk pola kepribadian.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kecerdasan
emosional anak, karena keluarga merupakan wahana untuk mendidik, mengasuh
dan mensosialisasikan anak. Peran lingkungan keluarga di dalam mengembangkan
dan mendidik aspek emosional anak diantaranya: Menciptakan suasana yang baik
dalam lingkungan keluarga, setiap anggota keluarga melaksanakan hak dan
kewajibannya masing-masing, menghindari segala sesuatu yang dapat merusak
pertumbuhan jiwa anak, misalnya saling mengejek sesama anggota keluarga dan
memberi kesempatan kepada anak untuk bergaul dengan teman-temannya di luar
lingkungan keluarga.
Perbedaan antara penelitian yang di lakukan oleh Aditya Ramadhan dan
penulis terletak pada metodologi penelitian. Pada penelitian Aditya Ramadhan
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode study pustaka. Yaitu berusaha
mengungkap dan menemukan secara sistematis berbagai data mengenai peran
keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama di dalam
mendidik kecerdasan emosional anak. Sumber data pada penelitian Aditya
Ramadhan di peroleh dan dikumpulkan dari berbagai sumber teks yang berkaitan
dengan pokok permasalahan (data primer) dan sumber-sumber teks pendukung
(sekunder) yang berkaitan dalam penelitiannya. Sedangkan penulis melaksanakan
penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode “Deskriptif
Analisis”.
Kedua, skripsi Badi’ah pada tahun 2012 dengan judul “Paranan Guru
Bimbingan Konseling dalam Membina Kecerdasan Emosional Siswa Di SMP
Negeri 3 Babelan Bekasi Utara”. Dari hasil yang diperoleh dalam penelitiannya
adalah “Peranan Guru Bimbingan Konseling dalam Membina Kecerdasan
Emosional Siswa di SMP Negeri 3 Babelan. Dengan kategori Baik”. Dari hasil
penelitian Badi’ah menyatakan bahwa untuk mencapai hasil yang baik dalam
melaksanakan pembinaan kecerdasan emosional pada siswa, guru pembimbing
56
sebagai pembimbing (konselor) perlu melaksanakan kegiatan layanan bimbingan
dan konseling di sekolah tersebut seperti layanan Orientasi, layanan informasi,
layanan penempatan dan penyaluran, layanan bimbingan belajar, layanan
konseling perorangan (individu), dan layanan bimbingan dan konseling kelompok,
secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan siswa, terlebih khusus terhadap
siswa yang mempunyai masalah. Dan dalam memecahkan masalah siswa. Guru
pembimbing saling bekerja sama dengan guru lainnya dan juga orang tua siswa.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Badi’ah dan penulis
terletak pada aspek peranan guru. Pada penelitian Badi’ah bertujuan untuk
mengetahui peranan guru Bimbingan Konseling yang meliputi guru sebagai
motivator, supporter, pembimbing dan teladan dalam membina kecerdasan
emosional siswa. Sedangkan penulis bertujuan untuk mengetahui peranan guru
pendidikan agama Islam yang meliputi guru sebagai pendidik, pembimbing,
motivator, pengelola kelas dan evaluator terhadap pembinaan kecerdasan
emosional siswa.
Data dan sumber data dalam penelitian yang dilakukan oleh Badi’ah
adalah kepala sekolah, guru pembimbing dan siswa kelas IX SMP Negeri 3
Babelan Bekasi yang berjumlah 70 siswa dari 210 siswa, melalui teknik purposive
sampling, sedangkan penulis bersumber dari guru pendidikan agama Islam, hasil
jawaban siswa yang berjumlah 40 siswa dari 198 siswa kelas XI SMA Martia
Bhakti Bekasi dengan teknik random sampling.
Ketiga, skripsi Evi Lailatul Latifah pada tahun 2010 dengan judul
“Hubungan Kecerdasan Emosional Siswa dengan Akhlak Siswa Kelas XI SMA
Triguna Utama Tangerang Selatan”. Dari hasil yang disimpulkan dari penelitian
tersebut bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional
dengan akhlak siswa. Hal ini di landaskan atas :
1.) Kecerdasan emosional dengan akhlak siswa memiliki jalur yang sejalan
dan sama-sama bersumber pada kepribadian manusia. Sehingga
memunculkan anggapan bahwa akhlak siswa dapat ditingkatkan dengan
adanya pembinaan dari pendidik di sekolah dalam hal pengembangan
kecerdasan emosional siswa .
57
2.) Pendidikan kecerdasan emosional dapat diterapkan secara implicit oleh
instansi sekolah khususnya bagi seorang pendidik ketika proses
pembelajaran berlangsung. Atau dengan kata lain pengembangan
kecerdasan emsoional dapat digabungkan dalam materi pelajaran yang
sudah ada sehingga tidak diperlukan waktu tambahan untuk
mengembangkan kecerdasan emosional pada siswa. Hal ini dapat berimbas
pada peningkatan akhlak siswa.
3.) Adanya interaksi emosional antara pendidik dan siswa merupakan salah
satu alternatif dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa secara
internal. Sehingga diperlukan pelatihan khusus bagi pendidik untuk dapat
menerapkan metode interaksi emosional ini secara lebih mendalam.
Perbedaan antara penelitian Evi Lailatul Latifah dengan penulis adalah
terletak pada permasalahan yang akan diteliti. Pada skripsi Evi Lailatul Latifah
masalah yang dirumuskan pada penelitiannya adalah “apakah terdapat hubungan
yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa?”, dan
metodologi penelitian pada skripsi Evi Lailatul Latifah pada analisa data
menggunakan Formula Product Moment Karl Pearson dengan perhitungan
Coefficient of Determination dengan menggunakan rumus KD = r2 x 100%,
sedangkan pada penulis perumusan masalah dalam penelitian adalah “bagaimana
peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional
siswa?”, peneliti menggunakan metode persentase dari hasil perhitungan
yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan rumus
Tinjauan yang dilakukan penulis, maka penulis tertarik untuk mengambil
penelitian dengan judul Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap
Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi. Penulis
berharap melalui penelitian ini peranan guru pendidikan agama Islam dapat
menumbuhkembangkan kecerdasan emosional siswa menjadi lebih baik.
58
D. Kerangka Berfikir Berdasarkan uraian pada kajian teori diatas, maka dapat di pahami bahwa
dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses kegiatan belajar-mengajar
banyak hal yang perlu di perhatikan agar rencana pengajaran mencapai tujuan
pendidikan yang telah di rumuskan, satu dari sekian masalah, adalah masalah
bagaimana peranan guru pendidikan agama Islam dengan kecerdasan emosional
siswa.
Kecakapan seorang guru seperti kepribadian, kemampuan guru dalam
mengajar dan kemampuan guru dalam mengelola kelas mempunyai peran yang
sangat penting dalam menumbuhkembangkan kecerdasan emosional siswa.
Semakin cakap seorang guru dalam kepribadian, mengajar dan mengelola kelas
semakin merangsang perkembanganya kecerdasan emosional dalam mengenali
kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Peranan guru pendidikan agama Islam sangat berkaitan erat dengan
kecerdasan emosional siswa, karena siswa dapat menumbuhkembangkan
kecerdasan emosional dalam diri mereka untuk mampu menyadari emosi diri
sendiri, mengendalikan diri, memotivasi diri, memahami emosi orang lain dan
keterampilan sosial secara tepat sehingga mampu menyesuaikan diri secara mental
terhadap lingkungan yang dihadapi serta mampu merespon secara positif terhadap
setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut. Kecerdasan
emosional yang dimiliki oleh siswa sangat bermanfaat bagi perjalanan hidup
siswa tersebut.
59
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang dijadikan sebagai obyek penelitian adalah SMA Martia
Bhakti Bekasi yang beralamat di Jl. Jend. Sudirman Km. 32 Bekasi. Adapun
waktu penelitian yaitu sejak bulan Januari sampai bulan April 2013.
B. Metode Penelitian
Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang akan
mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian tentang Peranan
Guru PAI terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa, penulis
melaksanakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode
“Deskriptif Analisis”.
Jenis penelitian lapangan dimaksud agar dapat memperoleh fakta, data dan
informasi yang lebih objektif dan akurat mengenai Peranan Guru PAI terhadap
Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa SMA Martia Bhakti Bekasi.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah “keseluruhan subjek penelitian”.1 Adapun populasi target
dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa SMA Martia Bhakti, kelas X, XI, dan XII
1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Penelitian, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010) , h. 173
60
yang berjumlah 470 siswa. Sedangkan populasi terjangkau yaitu siswa kelas XI
yang berjumlah 198 siswa.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.2 Dari populasi
terjangkau tersebut, penulis mengambil sampel 20% dari seluruh siswa kelas
XI yaitu 40 orang.
Adapun teknik yang digunakan adalah penentuan sampel secara Random
Sampling, yaitu pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak
tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu dengan cara memilih
siswa dari daftar hadir (absen) siswa.
Pemilihan siswa XI sebagai sampel dalam penelitian ini karena peneliti
memiliki alasan-alasan tertentu, yaitu:
a. Kelas XI secara psikologis lebih memiliki kematangan emosional dari pada
kelas X.
b. Kelas XI lebih memiliki waktu luang yang cukup sehingga peneliti banyak
memiliki waktu dalam melakukan penelitian dibanding kelas XII.
c. Kelas XII lebih berkonsentrasi kepada ujian nasional sehingga waktu yang
tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian terhadap kelas XII.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian
ini adalah:
1. Observasi (Pengamatan)
Observasi, atau “pengamatan adalah alat pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengamati, mencatat secara sistematik gejala-gejala
yang diselidiki”3 yaitu siswa-siswi kelas XI dan keadaan SMA Martia Bhakti.
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi sekolah atau
deskripsi lokasi penelitian yang dilaksanakan di SMA Martia Bhakti.
2 Ibid., h. 174 3 Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2004), Cet. Ke-6, hal.70.
61
2. Angket (Quesioner)
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan kepribadiaannya atau
hal-hal yang ia ketahui.4 Responden diminta menjawab pertanyaan angket
dengan memilih jawaban dari jawaban yang telah tersedia. Penyebaran angket
dalam bentuk pernyataan ini ditujukan pada siswa-siswi SMA Martia Bhakti
yang dijadikan responden untuk mendapatkan data dan informasi yang
berhubungan dengan peranan guru PAI dan kecerdasan emosional siswa.
3. Wawancara (Interview)
Wawancara atau interview adalah komunikasi langsung dalam bentuk
tanya jawab antara peneliti dengan responden untuk memperoleh informasi
yang berhubungan dengan penelitian. Dalam hal ini penulis mengadakan
wawancara atau interview secara langsung kepada guru bidang studi
Pendidikan Agama Islam untuk memperoleh informasi masalah kecerdasan
emosional di SMA Martia Bhakti.
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrument
Peranan Guru PAI terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa
No Variabel Dimensi Indikator No. Item
Jml Item
1 Peranan Guru Pendidikan Agama Islam
a. Peranan Guru PAI sebagai Pendidik
· Mendidik siswa untuk menjalankan perintah agama
· Mendidik siswa untuk bersikap dan berperilaku sopan santun
· Mendidik siswa untuk mengamalkan perbuatan terpuji
· Mendidik siswa untuk menjauhi perbuatan tercela
1
2
3, 4
5, 6
1
1
2
2
4Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 139
62
b. Peranan Guru PAI
sebagai Pembimbing
c. Peranan Guru PAI
sebagai Motivator d. Peranan Guru PAI
sebagai Pengelola Kelas
e. Peranan Guru PAI
sebagai Evaluator
· Keteladanan
· Membimbing dalam
mengembangkan potensi
· Membimbing dalam bersikap simpati dan empati
· Membimbing dalam menyikapi berbagai bentuk hubungan dengan orang lain
· Membimbing dalam
menyikapi emosi sendiri
· Memotivasi dalam
menyelesaikan Masalah
· Memotivasi dalam
pembelajaran agama Islam
· Menciptakan
lingkungan belajar yang baik
· Mengevaluasi
pelajaran
7, 8
9
10
11, 12
13
14
15, 16, 17, 18
19, 20, 21
22, 23, 24, 25
2
1
1
2
1
1
4
3
4
2. Kecerdasan Emosional Siswa
a. Mengenali Emosi Diri
· Mampu mengenali perasaan diri sendiri
· Mampu menilai diri secara teliti
· Percaya diri
· Menerima keadaan diri
sendiri
26, 30
27
28
29
2
1
1
1
63
b. Mengelola Emosi c. Memotivasi Diri
d. Mengenali Emosi
Orang lain
· Mampu mengatur emosi sendiri
· Mampu
mengendalikan dan mengatasi stress
· Mampu menolak
perilaku negative · Mampu menilai
kemampuan diri · Mampu menahan
impuls agresi kemarahan
· Memiliki harapan dan optimisme
· Dorongan untuk
berprestasi · Mampu untuk berpikir
positif · Mampu untuk
memecahkan masalah · Mampu mengenali
emosi orang lain
· Punya kepedulian terhadap orang lain
· Berbagi
· Mau menerima sudut
pandang orang lain
31
32
33
34
35
36 37, 39
38
40
41
42
43
44, 45
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
64
e. Membina Hubungan
· Mampu menjalin hubungan dengan orang lain
· Mampu menyesuaikan diri pada lingkungan baru
· Mampu
berkomunikasi dengan orang lain
46, 50
47, 49
48
2
2
1
E. Teknik Analisis Data Dalam teknik ini penulis menggunakan beberapa teknik dalam
mengumpulkan data hasil penelitian, yaitu:
1. Editing, yaitu memeriksa kembali jawaban daftar pertanyaan yang diserahkan
oleh responden. Kemudian angket tersebut diperiksa satu persatu, tujuannya
untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada pada daftar pertanyaan
yang telah diselesaikan. Jika ada jawaban yang diragukan atau tidak dijawab,
maka penulis menghubungi responden yang bersangkutan untuk
menyempurnakan jawabannya.
2. Skoring, yaitu merupakan tahap pemberian skor terhadap butir-butir
pernyataan yang terdapat dalam angket. Dalam pengambilan angket
menggunakan skala likert, yaitu: Selalu, Sering, Kadang-kadang, dan Tidak
Pernah, yang harus dipilih oleh responden. Maka penulis melakukan
perhitungan skor rata-ratanya dengan ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.2
Kriteria Penilaian Angket
Pernyataan Alternatif Jawaban Positif Negatif Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
4 3 2 1
1 2 3 4
65
3. Tabulating, yaitu proses memindahkan jawaban ke dalam tabel, sehingga
diketahui perhitungan prosentasenya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data secara
kuantitatif yang dinamakan deskripsi analisis, yaitu menggambarkan apa
adanya. Langkah pertama adalah membuat tabel frekuensi dan kemudian
delengkapi dengan persentase. Dalam hal ini penulis menggunakan rumus
sebagai berikut:
F P = x 100%
N
Keterangan:
P = Angka persentasi untuk setiap jawaban
F = Frekuensi untuk setiap jawaban
N = Jumlah Responden
100% = Bilangan tetap (konstanta)
Dalam menetapkan ada tidaknya peranan guru pendidikan agama Islam
terhadap pembinaan Kecerdasan Emosional siswa, peneliti menentukan kriteria
data-data kualitatif berdasarkan nilai-nilai angket yaitu:
Table 3.3
Skala Persentase
No Persentase Penafsiran
1 100 % Seluruhnya
2 90%-99% Hampir Seluruh
3 60%-89% Sebagian Besar
4 51%-59% Lebih dari Setengah
5 50% Setengah
6 40%-49% Hampir Setengah
7 10%-39% Sebagian Kecil
8 1%-9% Sedikit Sekali
9 0% Tidak Ada
66
F. Interpretasi Data Setelah melakukan perhitungan persentase, maka selanjutnya peneliti
melakukan interpretasi data, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi atau
gambaran masing-masing aspek yang diteliti berdasarkan tanggapan responden.
Untuk menentukan persentase, di gunakan perhitungan sederhana dengan
langkah-langkah:
a. Menentukan nilai harapan (NH), nilai ini dapat diketahui dengan
mengalikan jumlah item pertanyaan dengan skor tertinggi
b. Menghitung nilai skor (NS), nilai ini merupakan nilai rata-rata sebenarnya
yang diperoleh dari hasil penelitian
c. Menentukan rumus kategorinya, yaitu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
NS P = x 100%
NH
Keterangan:
P = Persentase (nilai rata-rata)
NS = Nilai Skor
NH = Nilai Harapan
Selanjutnya hasil skor tersebut akan dikatagorikan sesuai dengan banyaknya
skor sebagai berikut:
1. 80-100 = Termasuk kategori sangat baik
2. 60-79 = Termasuk kategori baik
3. 40-59 = Termasuk kategori cukup baik
4. < 39 = Termasuk kategori kurang baik
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMA Martia Bhakti Bekasi 1. Sejarah Singkat SMA Martia Bhakti
Lembaga Martia merupakan Lembaga Pendidikan yang didirikan oleh
pendirinya sejak tahun 1981. Pendiri "Yayasan Martia" adalah H. Herry Soetomo
dan Neneng Martia ( Almarhumah ). Dalam perkembangannya kata "Martia"
selain diambil dari nama Ibu Neneng Martia, juga diartikan sebagai Mari
Tingkatkan Iman dan Amal Sholeh.
Sebagai Lembaga Pendidikan yang berdiri sejak tahun 1981, kemudian
dalam mensukseskan program pemerintah di bidang pendidikan, membuka
jenjang pendidikan Sekolah Menengah Lanjutan Tingkat Pertana ( SLTP/SMP )
Martia Bhakti dan dua tahun berikutnya yaitu tahun 1983 telah berhasil membuka
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ( SLTA/SMA ) Martia Bhakti, kemudian tahun
1991 membuka cabang SLTA di Sragen Solo, Jawa Tengah.
SMA Martia Bhakti Bekasi didirikan berdasarkan surat keputusan Kepala
Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Barat nomor
163/102/.kep/E 83. Dengan lokasi yang mudah dijangkau baik dari arah Jakarta
maupun dari wilayah Bekasi yang beralamat di Jalan Jend. Sudirman km.32
Bekasi. Dalam upaya mencerdaskan masyarakat Indonesia pada umumnya dan
masyarakat Kota Bekasi pada khususnya SMA Martia Bhakti menerapkan
pendidikan yang berbasis pada dakwah.
68
Dalam mewujudkan sekolah berbasis dakwah dilaksanakan kegiatan-
kegiatan antara lain sholat berjamaah di masjid dan awal waktu, murojaah hafalan
Juz ke 30 dilaksanakan sebelum pelajaran dimulai, Tahfidzul Qur’an (Juz 30),
Mabit (Malam Bina Iman dan Taqwa), keputrian (Faqun-Nisa).
Untuk menunjang tersebut, maka pada tahun 1996 SMA Martia Bhakti
Bekasi membangun masjid dengan luas tanah 289 m2 dan kapasitas masjid 1500
jama’ah, Masjid tersebut bernama Masjid Nurul Amal Martia Bhakti.
Pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran di lingkungan lembaga
pendidikan Martia Bhakti secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pendidikan
umum dan pendidikan keagamaan. Pendidikan keagamaan yang berlandaskan
pada Al Qur'an dan Sunnah, dengan senantiasa menegakkan 4 macam pilar, yaitu
1. Melaksanakan sholat lima waktu, diawal waktu, berjamaah di Masjid
2. Membaca Al Qur'an beserta pemahaman, dan pengamalan kandungannya
3. Beramal Sholah demi kemaslahatan umat, dan mengharap ridho Allah Swt
4. Menghidupkan sholat malam (Qiyamul Lail)
Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di SMA Martia Bhakti mengacu
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) serta mulai tahun 2008/2009
SMA Martia Bhakti Bekasi berstatus sebagai Rintisan SKM dengan menerapkan
pembelajaran sistem SKS. Dengan pembelajaran sistem SKS sekolah memberikan
kesempatan kepada seluruh siswa untuk menyelesaikan pendidikan lebih awal dari
sekolah regular dengan demikian kemandirian siswa lebih diutamakan.
2. Visi dan Misi
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Adapun arah dan Tujuan
pendidikan di SMA Martia Bhakti Bekasi yaitu menciptakan warga sekolah yang
beriman dan bertaqwa serta mampu bersaing dalam menghadapi era persaingan
69
global baik persaingan diperguruan tinggi maupun persaingan di dunia kerja. Dan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, sekolah SMA Martia Bhakti
memiliki Visi dan Misi, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Visi
Menjadi lembaga yang berkualitas atas dasar Iman dan Taqwa
b. Misi
1. Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berkualitas berdasarkan
kurikulum yang berlaku
2. Melaksanakan pembinaan akhlakul karimah
3. Menyiapkan peserta didik yang mampu bersaing di perguruan tinggi
4. Menegakkan kedisiplinan
5. Memperoleh pendidikan yang lebih baik
6. Melaksanakan administrasi secara tertib
3. Keadaan Guru dan Karyawan
Kualitas pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SMA
Martia Bhakti, untuk mencapai kualitas pendidikan tersebut SMA Martia Bhakti
dalam merekrut tenaga pendidik dan kependidikan sangatlah selektif. Setiap
tenaga pendidik harus memenuhi kualifikasi pendidikan minimal S1 serta sebagai
sekolah berbasis dakwah, setiap guru SMA Martia Bhakti harus dapat membaca
Al-Qur’an. Dengan demikian harapan masyarakat yang menghendaki sekolah
berwawasan Islami akan terpenuhi. Sekolah dapat mencapai standar pendidik dan
tenaga kependidikan yang berkualitas. Untuk mengetahui keadaan guru SMA
Martia Bhakti tahun ajaran 2012/2013 dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1
Keadaan Guru SMA Martia Bhakti Bekasi
No Nama Guru Jenis Kelamin
Pendidikan Tertinggi Bidang Studi
1 Sarwan, S.Pd L S1. STKIP Purnama Jakarta
Kepala Sekolah/ Ekonomi
2 Dra. Yulianti P S1. UNSRI Pelembang
Bhs.Inggris
70
3 Ali Muyitho, S.Pd L S1. Un Indraprasta PGRI Jakarta
Akutansi
4 Suharyati, S.Pd P S1. FKIP Sarjanawijaya Yogyakarta
Bhs.Indonesia
5 Sutarni C. Suchat P D3. IKIP Muhammadiyah Jakarta
Sejarah
6 Tugiman, S.Pd L S1. UI PGRI Jakarta Sejarah 7 Sudarmadi, SH L S1. UNS Surakarta PPKN 8 Suharno, S.Pd L S1. Unvet Bangun
Nusantara Sukoharjo Matematika
9 Dra. Dwi Suyanti P S1. UNDIP Semarang Bhs.Indonesia 10 Dra. Suwarni P S1. UNRI Pekanbaru Sejarah 11 Agus Hermawan, S.Ag L S1. STIA Jakarta Pend.Agama 12 Rina Sugiantiningsih,
S.Pd P S1. UNJ Jakarta Bhs.Indonesia
13 Muh Yusuf, S.Pd L S1. STKIP Kusuma Negara Jakarta
Matematika
14 Dewi Herawati, S.Pd P S1. UNPAS Bandung Matematika 15 Ahmad Dumyati, S.Pd L S1. UNISMA Bekasi Geografi 16 Somantri, S.Ag L S1. IAIN Gunung Jati
Bandung Pend.Agama
17 Endang Supriatna, S.Pd
L S1. UIA Jakarta Bhs.Inggris
18 Mila Sudharyati, ST P S1. Gunadarma Jakarta
Komputer
19 Fauzan Haq, S.Pd L S1. UHAMKA Jakarta
Matematika
20 Emiati Sholihah, S.Pd P S1 IPB Bogor Kimia 21 Neneng Zubaidah,
S.Pd P S1. STKIP Siliwangi
Bandung Bhs.Inggris
22 Herwansyah, S.E.I L S1. STIS Yogyakarta Ekonomi 23 Wahyu Wijayanti,
S.Psi P S1. YAI Jakarta BK
24 Ramadhona Wibisana, SST
L S1. STMI Jakarta Komputer
25 Septiawati, S.Pd P S1 UNJ Jakarta Biologi 26 Dwi Handyani P S1. UNJ Jakarta Kimia 27 Rhandu Sugesti P S1 YAI Jakarta BK
71
28 Ibnu Abdullah, SHI. L S1 UNJ Jakarta Pend. Agama 29 Yanmiyati P S1 UNJ Jakarta Olahraga 30 Edi Lesmono, S.Si L S1 UNJ Jakarta Biologi 31 Dwi Reknowati P D3 IPB Bogor Fisika
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa SMA Martia Bhakti memiliki 31
tenaga pendidik yang terdiri dari 15 laki-laki dan 16 perempuan. Dari keadaan
guru di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas guru di SMA Martia Bhakti telah
menempuh jenjang pendidikan S1, dan hanya sedikit sekali yaitu 2 orang saja
dengan jenjang pendidikan terakhir D3. Hal ini menunjukkan bahwa guru di SMA
Martia Bhakti memiliki latar belakang pendidikan yang baik.
Dan dari tabel di atas menunjukkan bahwa guru pengampu berdasarkan
bidang studi yang diajar di SMA Martia Bhakti mayoritas berjumlah 3 orang. Hal
ini memungkinkan setiap guru hanya memegang satu tingkat pendidikan pada
setiap bidang studi yang di ajar dan terhindar dari missmatch dikarenakan latar
belakang pendidikan guru yang tidak sesuai dengan bidang studi yang di ajar.
Sehingga guru bisa fokus mempersiapkan materi ajar dengan baik.
Dan untuk mengetahui keadaan pegawai di SMA Martia Bhakti tahun
ajaran 2012/2013 dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini:
Tabel 4.2
Keadaan Pegawai SMA Martia Bhakti Bekasi
No Nama Pegawai Jenis Kelamin
Pendidikan Tertinggi Bidang
1 Suwargono L SMA TU 2 Zaenal Abidin L D3 TU 3 Ade Darmatin L SMA TU 4 Mustofa L SMA Tekhnisi 5 Muh. Yamin L SMP Pramubakti 6 Beno Baharjo L SMA Pramubakti 7 Suyadi L SMP Pramubakti 8 Miswan L SMK Pramubakti
72
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa SMA Martia Bhakti memiliki 8
orang pegawai yang terdiri dari 3 pegawai bagian TU, 1 pegawai bagian tekhnisi
dan 4 pramubakti dengan jenjang pendidikan tertinggi D3 dan jenjang pendidikan
terendah SMP.
4. Keadaan Siswa
Untuk mengetahui keadaan siswa SMA Martia Bhakti tahun ajaran
2012/2013 dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini:
Tabel 4.3
Jumlah Siswa/I SMA Martia Bhakti Bekasi
Tahun ajaran 2012/2013
Banyaknya Siswa TOTAL Kelas X Kelas XI Kelas XII Ket
L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml
Jml Siswa 56 91 147 99 99 198 43 63 106 198 253 451
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa SMA Martia Bhakti Bekasi tahun
ajaran 2012/2013 berjumlah 451 siswa/I, yang terdiri dari kelas X berjumlah 147
siswa/i, kelas XI berjumlah 198 siswa/i, dan kelas XII berjumlah 106 siswa/i,
adapun yang menjadi siswa SMA Martia Bhakti adalah lulusan SMP/MTS baik
negeri maupun swasta dan sederajat.
5. Sarana dan Prasarana
Dalam mewujudkan arah dan tujuan pendidikan serta Visi dan Misi SMA
Martia Bhakti Bekasi, sarana dan prasarana merupakan bagian yang terpenting
dalam menunjang kegiatan belajar mengajar. Adapun sarana dan prasarana yang
dimiliki SMA Martia Bhakti adalah sebagai berikut:
73
Tabel 4.4
Sarana dan Prasarana SMA Martia Bhakti Bekasi
No Nama Barang Kuantiti Kondisi 1 Ruang Kepala Sekolah 1 Baik 2 Ruang Wakasek 1 Baik 3 Ruang Tata Usaha 1 Baik 4 Ruang Guru 1 Baik 5 Ruang Kelas 15 Baik 6 Ruang Laboratorium Fisika 1 Baik 7 Ruang Laboratorium Kimia 1 Baik 8 Ruang Laboratorium Biologi 1 Baik 9 Ruang Laboratorium Bahasa 1 Baik
10 Ruang Laboratorium Komputer 1 Baik 11 Ruang Pusat Sumber Belajar TIK 1 Baik 12 Ruang OSIS 1 Baik 13 Ruang UKS 1 Baik 14 Ruang Broad Casting (Siaran) 1 Baik 15 Ruang Perpustakaan 1 Baik 16 Ruang Multimedia 1 Baik 17 Ruang Planetarium Mini 1 Baik 18 Masjid 1 Baik 19 Lapangan Olahraga 1 Baik 20 Lapangan Parkir 1 Baik 21 Kantin 1 Baik 22 Pos Keamanan 2 Baik 23 Komputer 30 Baik 24 Printer 10 Baik 25 Air Conditioner 20 Baik 26 LCD Proyektor 6 Baik 27 Note Book 10 Baik 28 Sound System 1 Baik
74
6. Ekstrakulikuler
Dalam upaya mengembangkan dan menuangkan bakat serta keterampilan
para siswa, maka SMA Martia Bhakti Bekasi menyediakan program pembinaan,
yaitu ekstrakurikuler yang meliputi bidang pengembangan akademik, keolahragaan,
keagamaan, keterampilan dan seni. Antara lain sebagai berikut:
a. Akademik
1. Sains Olympiade
2. KIR
b. Keolahragaan
1. Badminton
2. Dayung
3. Futsal
4. Basket
5. Volley
c. Keagamaan
1. ROHIS
2. Keputrian
d. Keterampilan dan Seni
1. PMR
2. Paskibra
3. Pramuka
4. Vocal
5. Teater
6. Tari
7. Jurnalistik
75
B. Deskripsi Data 1. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Kecerdasan
Emosional Siswa
Guru berarti yang digugu dan ditiru, jadi dalam memberikan bimbingan
kecerdasan emosional, guru agama Islam harus menjadi sosok teladan yang baik
bagi siswa baik dari segi perbuatan maupun ucapan yaitu dapat mengelola
emosinya dan tenang dalam menangani masalah siswa. Dalam menangani
masalah siswa baik masalah pribadi, sosial, belajar dan karir. guru agama islam
senantiasa menjadi motivator dalam menyelesaikan masalah siswa tersebut, serta
memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada siswa tersebut.
Peranan guru PAI terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut:
Peranan Guru Guru PAI
a. Guru Sebagai Pendidik
Tabel 4.5
Guru agama Islam memerintahkan siswa
untuk melaksanakan sholat lima waktu
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
38 2 - -
95% 5%
- -
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui hampir seluruh (95%) siswa menjawab
“selalu”, dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “sering”. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa peranan guru agama Islam sebagai pendidik sangat baik,
guru mendidik siswa untuk menjalankan perintah agama agar melaksanakan
sholat lima waktu, karena mengerjakan sholat lima waktu merupakan kewajiban
bagi setiap muslim.
76
Tabel 4.6
Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk mengucapkan salam
apabila bertemu dengan guru dan teman di jalan
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
23 13 3 1
57,5% 32,5% 7,5% 2,5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan lebih dari setengah (57,5%) siswa
menjawab “selalu”, sebagian kecil (32,5%) siswa yang menjawab “sering”, sedikit
sekali (7,5%) siswa menjawab “kadang-kadang” dan sedikit sekali (2,5%) siswa
menjawab “tidak pernah”. Hal ini membuktikan bahwa guru agama Islam
mendidik siswa untuk bersikap dan berperilaku sopan santun dengan mengajarkan
siswa untuk mengucapkan salam apabila bertemu dengan guru dan teman dijalan,
karena manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan
orang lain, dengan kata lain manusia membutuhkan interaksi dengan yang
lainnya. Maka dari itu sikap sopan santun harus dimiliki setiap manusia.
Tabel 4.7
Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk bersikap jujur
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
26 13 1 -
65% 32,5% 2,5%
-
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat dipersentasikan sebagian besar (65%)
siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (32,5%) siswa yang menjawab “sering”,
dan sedikit sekali (2,5%) siswa yang menjawab “kadang-kadang”. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan guru agama Islam sebagai pendidik
77
sudah baik, guru mendidik siswa untuk mengamalkan perbuatan yang terpuji,
sikap jujur sangat penting untuk diajarkan kepada siswa, karena sikap jujur
merupakan perintah agama.
Tabel 4.8
Guru agama Islam menasehati siswa
untuk menghormati orang tua, guru dan teman
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
30 10 - -
75% 25%
- -
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (75%) siswa
menjawab “selalu” dan sebagian kecil (25%) siswa menjawab “sering”. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa guru agama Islam mendidik siswa untuk
mengamalkan perbuatan terpuji yaitu dengan menghormati orang tua, guru dan
teman, karena apabila diri kita ingin di hormati maka kita juga harus menghormati
orang lain.
Tabel 4.9
Guru agama Islam melarang siswa merokok
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
23 12 3 2
57,5% 30% 7,5% 5%
Jumlah 40 100%
Pada tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (57,5%) siswa
menjawab “selalu”, sebagian kecil (30%) siswa menjawab “sering”, sedikit sekali
(7,5%) siswa menjawab “kadang-kadang”, dan sedikit sekali (2,5%) siswa
menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru
78
agama Islam mendidik siswa untuk menjauhi perbuatan tercela dengan melarang
siswa merokok. Hal ini disadari oleh siswa bahwa merokok itu tidak baik bagi
kesehatan, karena di dalam rokok terdapat zat-zat yang tidak baik dikonsumsi dan
merokok itu pun tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan
bagi orang lain.
Tabel 4.10
Guru agama Islam melarang siswa tawuran sesama pelajar
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
20 12 6 2
50% 30%% 15%
5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat di persentasikan setengah (50%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (30%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (15%) siswa menjawab “kadang-kadang”, dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama islam sebagi pendidik melarang siswa untuk menjauhi perbuatan tercela dengan melarang siswa tawuran sesama pelajar, karena tawuran merupakan perbuatan yang dapat merugikan dirinya, sekolah dan masyarakat. 8. Guru Sebagai Pembimbing
Tabel 4.11 Guru agama Islam memberikan contoh dalam berkata baik dan sopan santun
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
24 13 3 -
60% 32,5% 7,5%
-
Jumlah 40 100%
79
Pada tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (60%) siswa menjawab
“selalu”, sebagian kecil (32%) siswa menjawab “sering”, dan hanya sedikit sekali
(7,5%) siswa yang menjawab “kadang-kadang”. Hal ini menunjukkan bahwa
peranan guru dalam memberikan contoh dalam berkata dengan baik dan sopan
santun sudah baik. Ini menyatakan bahwa peran guru agama Islam sebagai
pembimbing memberikan teladan yang baik kepada siswa dengan berkata penuh
sopan santun, karena sopan santun merupakan sikap yang mulia dalam
berhubungan dengan sesama manusia, sehingga siswa dapat mencontoh teladan
guru dengan bersikap sopan dan santun.
Tabel 4.12
Guru agama Islam bersikap baik dan ramah pada setiap orang
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
20 20 - -
50% 50%
- -
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui setengah (50%) siswa menjawan
“selalu”, dan setengah (50%) siswa menjawab “sering”. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa guru agama Islam memberikan contoh teladan dengan
bersikap baik dan ramah pada setiap orang, karena dengan bersikap baik dan
ramah siswa dapat mudah bergaul dan berteman.
Tabel 4.13
Guru agama Islam membantu siswa lebih percaya diri
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
10 11 19 -
25% 27,5% 47,5%
-
Jumlah 40 100%
80
Dari tabel di atas dapat di ketahui hampir setengah (47%) siswa menjawab
“kadang-kadang”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “sering” dan sebagian
kecil (25%) siswa menjawab “selalu”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
peran guru agama Islam sebagai pembimbing membantu siswa lebih percaya diri
cukup baik, rasa percaya diri itu baik diajarkan oleh guru, karena dengan percaya
diri siswa dapat menghormati diri sendiri akan potensi yang dimilikinya, dan
siswa yang percaya diri akan melihat kehidupannya dengan pandangan yang
positif, hal ini dapat mengembangkan kecerdasan emosi siswa yaitu dalam aspek
menghargai dirinya sendiri.
Tabel 4.14
Guru agama Islam mengajarkan siswa
untuk mengikuti kegiatan bakti sosial (baksos)
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
3 12 20 5
7,5% 30% 50%
12,5%
Jumlah 40 100%
Pada tabel di atas dapat diketahui setengan (50%) siswa menjawab
“kadang-kadang”, sebagian kecil (30%) siswa yang menjawab “sering”, sebagian
kecil (12,5%) siswa menjawab “tidak pernah”, dan sedikit sekali (7,5%) siswa
menjawab “selalu”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama
Islam sebagai pendidik telah mengajarkan siswa untuk mengikuti kegiatan baksos,
meskipun kadang-kadang, untuk menumbuhkan rasa kepekaan sosial pada siswa
terkadang guru mengajarkan siswa untuk mengikuti kegiatan baksos agar lebih
peduli terhadap lingkungan sekitar, seperti membantu korban bencana alam,
membersihkan lingkungan sekolah secara bergotong royong dan kegiatan yang
bermanfaat lainnya, karena dengan hal tersebut dapat membiasakan siswa untuk
bekerja sama dengan baik antar sesamanya dan kecerdasan emosional siswa akan
tumbuh dalam aspek empati dan keterampilan sosial.
81
Tabel 4.15
Guru agama Islam mengajarkan siswa cara bergaul yang baik dengan teman
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
13 21 6 -
32,5% 52,5% 15%
-
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa lebih dari setengah
(52,5%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab
“selalu”, dan sebagian kecil (15%) siswa menjawab “kadang-kadang”. Hal ini
menyatakan bahwa peran guru agama Islam sebagai pembimbing sering
mengarahkan siswa cara bergaul yang baik terhadap sesama manusia sebagai
makhluk sosial, dengan bergaul yang baik siswa akan belajar bersimpati dan
berempati pada orang lain, saling hormat menghormati dan saying menyayangi
satu sama lain.
Tabel 4.16
Guru agama Islam membantu siswa cara mengatasi masalah,
baik itu masalah di luar kelas maupun di dalam kelas
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
5 16 18 1
12,5% 40% 45% 2,5%
Jumlah 40 100%
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa hampir setengah (45%) siswa
menjawab “kadang-kadang”, hampir setengah (40%) siswa menjawab “sering”,
sebagian kecil (12,5%) siswa menjawab “selalu” dan sedikit sekali (2,5%) siswa
menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru
kadang-kadang membantu siswa cara mengatasi masalah, baik itu masalah di luar
82
kelas maupun di dalam kelas, meskipun tidak selalu tetapi sebagai pembimbing
guru ikut berperan membantu siswa dalam menyelesaikan masalahnya baik itu
masalah di luar kelas maupun di dalam kelas, dengan begitu diharapkan agar
dapat menambah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dengan baik,
bijaksana, dan optimis.
Tabel 4.17
Guru agama Islam mengajarkan siswa bersikap bertanggung jawab Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
19 17 4 -
47,5% 42,5% 10%
-
Jumlah 40 100%
Pada tabel di atas dapat diketahui 47,5% siswa yang menjawab “selalu”,
42,5% siswa yang menjawab “sering” dan 10% siswa yang menjawab “kadang-
kadang”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan guru dalam
membimbing siswa untuk besikap bertanggung jawab sudah baik. Sikap tanggung
tanggung jawab harus di ajarkan pada siswa, karena dengan memiliki sikap
tanggung jawab siswa dapat mempertanggungjawabkan setiap perbuatan, perilaku
dan keputusannya, sehingga siswa tidak melemparkan kesalahannya pada orang
lain. Ini merupakan peranan guru dalam memperbaiki konsekuensi emosi kepada
siswa.
9. Guru Sebagai Motivator
Tabel 4.18 Guru agama Islam memotivasi siswa dalam menyelesaikan masalah Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
7 17 15 1
17,5% 42,5% 37,5% 2,5%
Jumlah 40 100%
83
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan hampir setengah (42,5%) siswa
menjawab “sering”, sebagian kecil (37%) siswa menjawab “kadang-kadang”,
sebagian kecail (17,5%) siswa menjawab “selalu” dan sedikit sekali (2,5%) siswa
menjawab “tidak pernah”. Hal ini membuktikan bahwa peran guru agama Islam
sebagai motivator sudah baik, guru memotivasi siswa dalam menyelesaikan
masalah, hal tersebut perlu dilakukan oleh seorang guru dengan memberikan
motivasi agar siswa dapat menyelesaikan apapun masalahnya dengan baik dan
bijaksana, dengan begitu siswa akan memotivasi dirinya dalam menyelesaikan
masalahnya.
Tabel 4.19
Guru agama Islam memberi semangat kepada siswa
untuk belajar pendidikan agama Islam
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
21 17 2 -
52,5% 42,5%
5% -
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat lebih dari setengan (52,5%) siswa
menjawab “selalu”, hampir setengah (42,5%) siswa menjawab “sering” dan
sedikit sekali (5%) siswa “menjawab kadang-kadang”. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa guru agama Islam sebagai motivator selalu memberikan
semangat kepada siswa untuk belajar pendidikan agama Islam.
Tabel 4.20
Guru agama Islam menegur siswa pada saat melakukan kesalahan
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
20 15 4 1
50% 37,5% 10% 2,5%
Jumlah 40 100%
84
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa setengah (50%) siswa
menjawab “sering”, sebagian kecil (37,5%) siswa menjawab “selalu”, sebagian
kecil (10%) siswa menjawab “kadang-kadang” dan sedikit sekali (2,5%) siswa
menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru
agama Islam sebagai motivator menegur siswa pada saat melakukan kesalahan.
Tabel 4.21
Guru agama Islam memberikan pujian/penghargaan
kepada siswa yang mengerjakan tugas
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
8 9 20 3
20% 22,5% 50% 7,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat setengah (50%) siswa menjawab “kadang-
kadang”, sebagian kecil (22,5%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (20%)
siswa menjawab “selalu” dan sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “tidak
pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam
sebagai motivator kadang-kadang memberikan pujian atau penghargaan kepada
siswa yang mengerjakan tugas, walaupun kadang-kadang tetapi pujian dan
penghargaan harus selalu di berikan agar siswa selalu bersemangat dalam belajar
dan berprestasi.
Tabel 4.22
Guru agama Islam memberikan sanksi
kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
11 10 18 1
27,5% 25% 45% 2,5%
Jumlah 40 100%
85
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan hampir setengah (42,5%) siswa menjawab “kadang-kadang”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecail (25%) siswa menjawab “selalu” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru agama Islam memberikan sanksi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas. 10. Guru sebagai Pengelola Kelas
Tabel 4.23
Guru agama Islam membantu siswa yang mengalami kesulitan/belum
mengerti dalam belajar pendidikan agama Islam
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
14 20 5 1
35% 50%
12,5% 2,5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat di persentasikan setengah (50%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (35%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (12,5%) siswa menjawab “kadang-kadang”, dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai pengelola kelas sering membantu siswa yang mengalami kesulitan atau yang belum mengerti dalam belajar pendidikan agama Islam, guru harus membantu siswa dalam belajar agar dapat mengetahui kemampuan belajar siswanya.
Tabel 4.24
Guru PAI menegur siswa yang membuat kegaduhan/keributan
di dalam kelas, ketika proses belajar mengajar
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
19 18 3 -
47,5% 45% 7,5%
- Jumlah 40 100%
86
Pada tabel di atas dapat dilihat hampir setengah (47,5%) siswa menjawab “selalu”, hampir setengah (37,5%) siswa menjawab “sering”, sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “kadang-kadang”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai pengelola kelas selalu menegur siswa yang membuat kegaduhan/keributan di dalam kelas, ketika proses belajar mengajar, karena jika keadaan kelas nyaman dan kondusif siswa dapat fokus dan mudah menerima pelajaran dengan baik.
Tabel 4.25
Guru Agama Islam dapat menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif
dalam proses belajar mengajar
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
10 23 6 1
25% 57,5% 15% 2,5%
Jumlah 40 100%
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan lebih dari setengah (57,5%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (25%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecail (15%) siswa menjawab “kadang-kadang” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai pengelola kelas sudah baik, guru dapat menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif dalam proses belajar mengajar, hal ini sangat penting agar siswa dapat belajar dengan fokus. 11. Guru Sebagai Evaluator
Tabel 4.26
Guru agama Islam memberikan penilaian
dalam setiap pelajaran pendidikan agama Islam
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
21 13 6 -
52,5% 32,5% 15%
- Jumlah 40 100%
87
Dari tabel di atas dapat dilihat lebih dari setengah (52,5%) siswa
menjawab “selalu”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “sering”, dan
sebagian kecil (15%) siswa menjawab “kadang-kadang” . Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa guru agama Islam memberikan penilaian dalam setiap
pendidikan agama Islam, baik nilai dalam ujian semester atau nilai harian.
Tabel 4.27
Guru agama Islam memberikan tugas pelajaran PAI
untuk dikerjakan di rumah
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
13 21 6 -
32,5% 52,5% 15%
-
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat lebih dari setengah (52,5%) siswa
menjawab “sering”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “selalu”, sebagian
kecil (15%) siswa menjawab “kadang-kadang”. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai evaluator sudah baik, guru
memberikan tugas kepada siswa untuk di kerjakan dirumah.
Tabel 4.28
Guru agama Islam menegur siswa jika tidak rapi
dalam menggunakan seragam sekolah
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
21 11 7 1
52,5% 27,5% 17,5% 2,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat lebih dari setengah (52,5%) siswa
menjawab “selalu”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “sering”, sebagian
88
kecil (17,5%) siswa menjawab “kadang-kadang” dan sedikit sekali (2,5%) siswa
menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru
agama Islam sebagai evaluator selalu menegur siswa jika siswa tidak rapi dalam
menggunakan seragam sekolah, dalam hal ini guru juga membantu siswa untuk
menegakkan kedisiplinan di sekolah.
Tabel 4.29
Guru agama Islam memperhatikan dan mengawasi siswa
yang sedang shalat berjamaah
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
19 16 4 1
47,5% 40% 10% 2,5%
Jumlah 40 100%
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan hampir setengah (47,5%) siswa
menjawab “selalu”, hampir setengah (40%) siswa menjawab “sering”, sebagian
kecil (10%) siswa menjawab “kadang-kadang” dan sedikit sekali (2,5%) siswa
menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru
agama Islam sebagai evaluator sudah cukup baik, guru agama Islam selalu
memperhatikan dan mengawasi siswa yang sedang shalat berjamaah.
Kecerdasan Emosional Siswa
a. Mengenali Emosi Diri
Tabel 4.30
Saya tahu persis hal-hal yang menyebabkan saya malas belajar
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
21 17 2 -
52,5% 42,5%
5% -
Jumlah 40 100%
89
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (52,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, hampir setengah (42,5%) siswa menjawab “setuju” dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa lebih dari setengah siswa SMA Martia Bhakti Bekasi memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek mengenali emosi diri, siswa memahami apa yang ada dibalik perasaannya, sehingga dapat mengetahui persis hal-hal yang menyebabkannya malas belajar.
Tabel 4.31
Saya sadar bahwa perasaan malu untuk bertanya
dapat mengganggu kesulitan saya dalam belajar
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
20 15 3 2
50% 37,5% 7,5% 5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat dipersentasikan setengah (50%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (40%) siswa menjawab “setuju”, sedikt sekali (7,5%) siswa menjawab “tidak setuju” dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa setengah dari siswa SMA Martia Bhakti mengenali emosinya dan mempunyai kesadaran diri yang baik, siswa dapat mengetahui sebab dari perasaan yang sedang dirasakan, dan mampu menilai diri secara teliti, sehingga siswa sadar bahwa perasaan malu untuk bertanya dapat mengganggu kesulitannya dalam belajar.
Tabel 4.32
Saya mampu bertindak tegas dalam membuat sebuah keputusan yang baik
walaupun dalam keadaan tertekan
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
14 23 3 -
35% 57,5% 7,5%
- Jumlah 40 100%
90
Pada tabel diatas dapat diketahui lebih dari setengah (57,5%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (35%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa setengah dari siswa SMA Martia Bhakti Bekasi memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek mengenali emosi diri, siswa percaya diri dan dapat melihat secara realistis dan optimis serta memperhatikan secara berkesinambungan apa yang terjadi dalam dirinya, sehingga siswa mampu bertindak tegas dalam membuat sebuah keputusan yang baik walaupun dalam keadaan tertekan.
Tabel 4.33
Saya mensyukuri apa yang dikaruniakan Tuhan kepada saya
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
28 11 1 -
70% 27,5% 2,5%
- Jumlah 40 100%
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan sebagian besar (70%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “setuju”, dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mempunyai kecerdasan emosional yang baik dalam aspek kesadaran diri atau mengenali emosinya, siswa mampu menerima keadaan diri serta mengenali kekuatan dan kelemahan dirinya, sehingga selalu mensyukuri apa yang dikaruniakan Tuhan kepadanya.
Tabel 4.34
Saya adalah orang yang tidak sabar
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
2 17 19 2
5% 42,5% 47,5%
5% Jumlah 40 100%
91
Dari tabel di atas dapat diketahui hampir setengah (47,5%) siswa
menjawab “tidak setuju”, hampir setengah (42,5%) siswa menjawab “setuju” dan
sedikit sekali (5%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sedikit sekali (5%) siswa
menjawab “sangat tidak setuju”. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa siswa
dapat mengenali emosinya dan mampu menilai diri secara teliti.
b. Mengelola Emosi Tabel 4.35
Saya mampu meredam kemarahan
pada situasi disaat saya seharusnya marah
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
11 25 3 1
27,5% 62,5% 7,5% 2,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (62,5%) siswa menjawab
“setuju”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, sedikit sekali
(7,5%) siswa menjawab “tidak setuju” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab
“sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mempunyai kecerdasan emosional yang baik
dalam aspek pengendalian diri atau mengelola emosi, siswa dapat mengatur
emosinya serta mampu menangani perasaan diri sendiri agar dapat terungkap
secara tepat dan wajar, sehingga dalam hal ini siswa mampu meredam kemarahan
pada situasi disaat seharusnya ia marah.
92
Tabel 4.36
Jika saya sedang stress, saya akan mengarahkannya kepada hal yang positif
dan tidak merugikan orang lain
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
15 23 2 -
37,5% 57,5%
5% -
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (57,,5%)
siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (37,5%) siswa menjawab “sangat
setuju”, dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswa SMA Martia Bhakti Bekasi
memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek pengendalian diri atau
mengelola emosi, siswa mampu menenangkan diri dan mengekspresikan
emosinya dengan tepat, sehingga jika sedang stress akan mengarahkannya kepada
hal yang positif dan tidak merugikan orang lain.
Tabel 4.37
Saya menolak dengan keras ajakan teman saya untuk membolos
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
30 6 1 3
75% 15% 2,5% 7,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat sebagian besar (75%) siswa menjawab
“sangat setuju”, sebagian kecil (15%) siswa menjawab “setuju”, sedikit sekali
(7,5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju” dan sedikit sekali (2,5%) siswa
menjawab “tidak setuju”. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mempunyai kecerdasan emosional yang
baik, siswa mampu mengendalikan emosinya dan dapat menahan pengaruh
93
negatif dari luar, sehingga siswa menolak keras ajakan temannya untuk
membolos.
Tabel 4.38
Saya berusaha untuk tidak menyontek saat ujian
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
22 16 1 1
55% 40% 2,5% 2,5%
Jumlah 40 100%
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan lebih dari setengah (55%) siswa
menjawab “sangat setuju”, hampir setengah (40%) siswa menjawab “setuju”,
sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak setuju” dan hanya sedikit sekali pula
(2,5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswa SMA Martia Bhakti memiliki
kecerdasan emosional yang cukup baik, siswa mampu mengendalikan dirinya dari
perilaku negatif, siswa memiliki pribadi yang mandiri dan kemampuan yang
tinggi untuk menghargai diri sendiri, sehingga selalu berusaha untuk tidak
menyontek pada saat ujian.
Tabel 4.39
Saya mudah sekali menjadi marah dan sulit untuk kembali menjadi tenang
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
12 18 8 2
30% 45% 20% 5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hampir setengah (45%) siswa
menjawab “setuju”, sebagian kecil (30%) siswa menjawab “sangat setuju”,
sebagian kecil (20%) siswa menjawab “tidak setuju”, dan sedikit sekali (5%)
94
siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa hampir setengah dari siswa SMA Martia Bhakti tidak dapat mengelola
emosinya dengan baik, siswa tidak mampu menahan impusl agresi kemarahannya,
sehingga mudah sekali menjadi marah dan sulit untuk kembali menjadi tenang.
c. Memotivasi Diri
Tabel 4.40
Saya selalu optimis, walaupun hasil pekerjaan tidak sesuai dengan harapan
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
30 10 - -
75% 25%
- -
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (75%) siswa menjawab
“sangat setuju”, dan sebagian kecil (25%) siswa menjawab “setuju”. Dari data di
atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa SMA Martia Bhakti
Bekasi memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek memotivasi diri,
mereka memiliki harapan serta optimisme yang tinggi, walaupun hasil
pekerjaannya tidak sesuai dengan harapan siswa selalu optimis, tidak mudah
menyerah dan tidak mudah putus asa.
Tabel 4.41
Saya berusaha mendapat nilai-nilai yang terbaik di antara teman-teman saya
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
25 13 2
-
62,5% 32,5%
5% -
Jumlah 40 100%
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan sebagian besar (62,5%) siswa
menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “setuju”, dan
95
sedikit sekali (5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa siswa memiliki kecerdasan emosi yang baik dalam aspek
memotivasi diri, siswa mampu untuk berpikir positif, mempunyai dorongan untuk
berprestasi dan memiliki cita-cita yang tinggi, dengan selalu berusaha
mendapatkan nilai-nilai yang terbaik di antara teman-temannya.
Tabel 4.42
Saya menyadari kekurangan saya di sekolah
dan berusaha mengimbanginya dengan belajar lebih giat
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
25 13 2 -
62,5% 32,5%
5% -
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (62,5%) siswa
menjawab “ sangat setuju”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “sangat
setuju”, dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa siswa memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam
aspek memotivasi diri, siswa mampu membebaskan diri dari pengaruh emosi yang
buruk dan dapat mengendalikan kegelisahan dengan cara yang baik, sehingga
siswa yang menyadari kekurangannya di sekolah akan berusaha mengimbanginya
dengan belajar lebih giat.
Tabel 4.43
Saya berusaha masuk peringkat 10 besar setiap semester
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
29 10 1 -
72,5% 25% 2,5%
-
Jumlah 40 100%
96
Pada tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (72,5%) siswa menjawab
“sangat setuju”, sebagian kecil (25%) siswa menjawab “setuju” dan sedikit sekali
(2,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar dari siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mampu berpikir
positif untuk selalu berusaha masuk peringkat 10 besar setiap semester, siswa
memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek memotivasi diri sendiri.
Tabel 4.44
Masalah yang berat membuat saya depresi dan semakin terpuruk
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
11 20 8 1
27,5% 50% 20% 2,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat dipersentasikan setengah (50%) siswa menjawab
“setuju”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil
(20%) siswa menjawab “tidak setuju” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab
“sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa tidak
mampu memotivasi dirinya, sehingga masalah yang berat membuatnya depresi
dan semakin terpuruk.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Tabel 4.45
Saya dapat mengetahui perasaan yang sedang mereka alami
dengan hanya melihat wajah teman
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
13 21 4 2
32,5% 52,5% 10% 5%
Jumlah 40 100%
97
Dari tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (52,5%) siswa
menjawab “setuju”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “sangat setuju”,
sebagian kecil (10%) siswa menjawab “tidak setuju” dan sedikit sekali (5%) siswa
menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lebih
dari setengah siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mengenali emosi orang lain
dengan baik, mereka mampu membaca pesan orang lain, baik yang di utarakan
langsung dengan kata-kata maupun tidak, sehingga dapat mengetahui perasaan
yang sedang dialami orang lain dengan hanya melihat raut wajahnya.
Tabel 4.46
Saya merasa kasihan pada mereka yang mengalami musibah
dan berusaha menolongnya
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
23 17 - -
57,5% 42,5%
- -
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (57,5%)
siswa menjawab “ sangat setuju”, dan hampir setengah (42,5%) siswa menjawab
“setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswa
SMA Martia Bhakti Bekasi mempunyai rasa empati dan kepedulian yang tinggi
terhadap sesama, mengetahui kebutuhan orang lain, sehingga siswa dapat
merasakan kasihan jika ada orang yang mengalami musibah dan berusaha untuk
menolongnya.
Tabel 4.47
Kita semua adalah saudara se-Iman yang harus saling berbagi satu sama lain
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
29 11 - -
72,5% 27,5%
- -
Jumlah 40 100%
98
Pada tabel di atas, dapat dipersentasikan sebagian besar (72,5%) siswa yang menjawab “sangat setuju”, dan sebagian kecil (27,5%) siswa yang menjawab “setuju”. Dari data tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa SMA Martia Bhakti Bekasi memiliki kepedulian secara emosional, siswa menyadari bahwa kita semua adalah saudara se-Iman yang harus saling berbagi satu sama lain, siswa yang meranjak remaja mempunyai rasa empati kepada orang lain sangatlah tinggi karena mereka mempunyai rasa kasih sayang kepada sesama.
Tabel 4.48
Saya menghargai pendapat/pemikiran orang lain
meskipun berbeda dengan saya
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
24 15 1 -
60% 37,5% 2,5%
-
Jumlah 40 100%
Dari Analisa di atas dapat dipersentasikan sebagian besar (60%) siswa menjawab “ sangat setuju”, sebagian kecil (37,5%) siswa menjawab “setuju”, dan sebagian kecil (2,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dapat disimpulkan dari data tersebut bahwa sebagian besar siswa SMA Martia Bhakti Bekasi memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek mengenali emosi orang lain, mampu mendengar orang lain secara efektif, dapat memahami sudut pandang dan sikap orang lain, sehingga siswa menghargai pendapat atau pemikiran orang lain meskipun berbeda dengannya.
Tabel 4.49
Saya tidak suka kalau ada seseorang yang mengkritik pribadi saya
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
9 20 4 7
22,5% 50% 10%
17,5%
Jumlah 40 100%
99
Dari tabel di atas dapat diketahui setengah (50%) siswa menjawab
“setuju”, sebagian kecil (22,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil
(17,5%) siswa menjawab “tidak setuju” dan sedikit sekali (10%) siswa menjawab
“sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa setengah dari
siswa SMA Martia Bhakti Bekasi tidak suka kalau ada seseorang yang mengkritik
pribadinya.
e. Membina Hubungan dengan Orang Lain
Tabel 4.50
Mudah bagi saya untuk berteman dan bergaul
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
12 25 3 -
30% 62,5% 7,5%
-
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (70%) siswa menjawab
“setuju”, sebagian kecil (30%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sedikit sekali
(7,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari tabel di atas dapat menyimpulkan
bahwa siswa memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek membina
hubungan dengan orang lain, siswa memiliki keterampilan sosial sehingga mudah
baginya untuk berteman dan bergaul dengan siapapun.
Tabel 4.51
Saya mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
11 21 7 1
27,5% 52,5% 17,5% 2,5%
Jumlah 40 100%
100
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan lebih dari setengan (52,5%)
siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “sangat
setuju”, sebagian kecil (17,5%) siswa menjawab “tidak setuju”, dan sedikit sekali
(2,5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa siswa memiliki keterampilan sosial yang baik, siswa mampu
dan mudah menyesuaikan diri pada lingkungan barunya.
Tabel 4.52
Saya dapat berkomunikasi dengan baik dalam setiap situasi yang saya alami
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
10 26 4 -
25% 65% 10%
-
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (65%) siswa
menjawab “ setuju”, sebagian kecil (25%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan
sebagian kecil (10%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data di atas dapat di
simpulkan bahwa siswa sebagian besar dapat berkomunikasi dengan baik dalam
setiap situasi yang mereka alami, hal ini membuktikan bahwa siswa memiliki
kecerdasan emosional yang baik dalam aspek membina hubungan dengan orang
lain.
Tabel 4.53
Tidak mudah bagi saya untuk dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
6 21 11 2
15% 52,5% 27,5%
5%
Jumlah 40 100%
101
Pada tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (52,55%) siswa
menjawab “setuju”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “tidak setuju”,
sebagian kecil (15%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sedikit sekali (5%)
siswa menjawab “sangat tidak setuju”, dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa
lebih dari setengah tidak mudah untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru.
Tabel 4.54
Saya kesulitan mengajak bermain teman yang baru saya kenal
Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
2 14 19 5
5% 35%
47,5% 12,5%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui hampir setengah (47,5%) siswa
menjawab “tidak setuju”, sebagian kecil (35%) siswa menjawab “setuju”,
sebagian kecil (7,5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju” dan sedikit sekali
(5%) siswa menjawab “sangat setuju”. Dari data tabel di atas dapat disimpulkan
bahwa hampir setengah dari siswa tidak setuju jika mereka dinyatakan kesulitan
mengajak bermain teman yang baru mereka kenal.
102
Tabel 4.55
Interpretasi Data
Skor Peranan Guru Pendididkan Agama Islam
Skor ∑ Responden
Aspek Penelitian
∑ Item 4 3 2 1
∑ Skor
Pendidik 6 4 x 117 = 468 3 x 62 = 186 2 x 13 = 26 1 x 5 = 5 685 Pembimbing 7 4 x 94 = 376 3 x 110 = 330 2 x 70 = 140 1 x 6 = 6 852
Motivator 5 4 x 67 = 268 3 x 68 = 204 2 x 59 = 118 1 x 6 = 6 596 40 Pengelola Kelas 3 4 x 43 = 172 3 x 61 = 183 2 x 14 = 28 1 x 2 = 2 385 Evaluator 4 4 x 74 = 296 3 x 61 = 183 2 x 23 = 46 1 x 2 = 2 527 ∑ 5 Aspek 25 1580 1086 358 21 3054
Tabel 4.56
Gambaran Tiap-tiap Aspek Dari Peranan Guru PAI Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa
Peranan Guru Skor Nilai Harapan (NH)
Nilai Skor (NS)
100% NHNS x Kategori Nilai
Pendidik 685 6 x 4 = 24 685 : 40 = 17,12 100% 24
17,12 x = 71,33% Baik
Pembimbing 852 7 x 4 = 28 852 : 40 = 21,3 100% 28
21,3 x = 76,07% Baik
Motivator 596 5 x 4 = 20 596 :40 = 14,9 100% 20
14,9 x = 74,5% Baik
Pengelola Kelas 385 3 x 4 = 12 385 : 40 = 9,62 100% 12
9,62 x = 80,16% Sangat Baik
Evaluator 527 4 x 4 = 16 527 : 40 = 13,17 100% 16
13,17 x = 82,31% Sangat Baik
103
Tabel 4.57
Skor Kecerdasan Emosional Siswa
Skor ∑ Responden Aspek Penelitian ∑
Item 4 3 2 1 ∑
Skor Mengenali Emosi Diri 5 4 x 85 = 340 3 x 83 = 249 2 x 28 = 56 1 x 4 = 4 649 Mengelola Emosi 5 4 x 90 = 360 3 x 88 = 264 2 x 15 = 30 1 x 7 = 7 661
Memotivasi Diri 5 4 x 120 = 480 3 x 66 = 198 2 x 13 = 26 1 x 1 = 1 705 40 Mengenali Emosi Orang Lain 5 4 x 98 = 392 3 x 84 = 252 2 x 9 = 18 1 x 9 = 9 671 Membina Hubungan 5 4 x 41 = 164 3 x 107 = 321 2 x 44 = 88 1 x 8 = 8 581 ∑ 5 Aspek 25 1736 1284 218 29 3267
Tabel 4.58
Gambaran Tiap-tiap Aspek Dari Kecerdasan Emosional Siswa
Aspek Skor Nilai Harapan (NH)
Nilai Skor (NS)
100% NHNS x Kategori Nilai
Mengenali Emosi 649 5 x 4 = 20 649 : 40 = 16,22 100% 20
16,22 x = 81,1 % Sangat Baik
Mengelola Emosi 661 5 x 4 = 20 661 : 40 = 16,52 100% 20
16,52 x = 82,6% Sangat Baik
Memotivasi Diri 705 5 x 4 = 20 705 : 40 = 17,62 100% 20
17,62 x = 88,1% Sangat Baik
Mengenali Emosi Orang Lain
671 5 x 4 = 20 671 : 40 = 16,77 100% 20
16,77 x = 83,85% Sangat Baik
Membina Hubungan 581 5 x 4 = 20 581 : 40 = 14,52 100% 20
14,52 x = 72,6% Baik
104
104
C. Interpretasi Data 1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Kecerdasan
Emosional Siswa
Berdasarkan data keseluruhan yang telah diuraikan pada hasil penelitian,
dapat diketahui bahwa peranan guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan
kecerdasan emosional dikategorikan baik, hal ini karena guru mempunyai peran
sangat penting dan signifikan dalam menumbuhkan kecerdasan emosional siswa,
guru memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan perannya baik
sebagai pendidik, pembimbing, motivator, pengelola kelas maupun evaluator.
Upaya guru dalam membina kecerdasan emosional siswa di SMA Martia
Bhakti Bekasi dapat dilakukan melalui berbagai cara. Dari hasil wawancara
penulis dengan guru pendidikan agama Islam, yaitu mengenai upaya dan usaha
yang dilakukan guru PAI untuk meningkatkan dan menumbuhkembangkan
kecerdasan emosional siswa baik dalam aspek mengenal emosi, mengelola emosi,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan hubungan dengan orang lain.
Upaya-upaya tersebut antara lain adalah:
a. Guru PAI sebagai Pendidik
Dalam mendidik siswa guru PAI mendapat persentase 71,33% berkategorikan
baik. Peranan guru PAI sebagai pendidik harus mampu menanamkan nilai-
nilai Islam di lingkungan sekolah, sehingga mampu meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan emosional siswa. Upaya yang
dilakukan guru PAI diantaranya adalah:
1. Guru mendidik siswa untuk menjalankan perintah agama
Upaya yang dilakukan guru dalam mendidik siswa untuk menjalankan
perintah agama adalah dengan melaksanakan 4 pilar yang dimiliki SMA
Martia Bhakti Bekasi, yaitu: Pertama, mendidik siswa untuk
melaksanakan sholat lima waktu di awal waktu, berjamaah di masjid.
Kedua, membaca Al-Qur’an beserta pemahaman, dan pengalaman
kandungannya. Ketiga, beramal sholeh demi kemaslahatan umat, dan
mengharap ridho Allah Swt. Keempat, menghidupkan sholat malam
(Qiyamul Lail). Dan peran guru PAI sebagai pendidik dalam membina
105
105
kecerdasan emosional dalam bidang keagamaan, guru membuat program-
program keagamaan di SMA Martia Bhakti Bekasi agar dapat membantu
siswa untuk meningkatkan kecerdasan emosionalnya, baik dalam aspek
mengenal emosi, mengelaola emosi, memotivasi diri, mengenal emosi
orang lain atau empati, membina hubungan dengan orang lain, dan
menumbuhkan kemandirian serta meningkatkan ibadah siswa, diantaranya
adalah:
a. Murojaah al-Qur’an guru dan siswa
b. Pembacaan al-Hasyr
c. Dzikir dan doa sholat dhuha
d. Sholat zhuhur dan ashar berjamaah
e. Bimbingan al-Qur’an
f. Buletin jum’at
g. Infak teman asuh
h. Tromol Jum’at
i. Ta’lim guru, siswa dan karyawan
j. Qiyamul lain dan Mabit
k. Infak ta’lim bulanan guru dan siswa
l. Amal sholeh
m. Zakat Profesi
n. Idhul Kurban
o. Halal bil Halal
p. Sholat malam 7 hari sukses PSB
2. Mendidik siswa untuk bersikap dan berperilaku sopan santun. Guru agama
Islam mengajarkan siswa agar mengucapkan salam apabila bertemu
dengan guru, kepala sekolah, dan teman untuk membina kecerdasan
emosional siswa dari aspek mengenali emosi diri, mengenali emosi orang
lain dan membina hubungan.
3. Mendidik siswa untuk mengamalkan perbuatan terpuji. Guru menasehati
siswa untuk menghormati kedua orang tua, guru dan teman, guru agama
Islam memberi contoh dengan berkata baik, jujur, sopan santun dan ramah,
106
106
agar siswa dapat meningkatkan kecerdasan emosionalnya dalam aspek
mengenali emosi dirinya, mengenal emosi orang lain serta membina
hubungan dengan orang lain.
4. Mendidik siswa untuk menjauhi perbuatan tercela. Sebagai pendidik guru
PAI mngerahkan siswa untuk menjauhi perbuatan tercela seperti merokok,
tawuran, melarang berbohong, marah, berkelahi dengan teman. Dalam hal
ini guru berupaya untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa dalam
aspek mengenali emosi diri dan mengenali emosi orang lain
b. Guru PAI sebagai Pembimbing
Peranan guru PAI sebagai pembimbing mendapat persentase 76,07%. Dari
hasil data tersebut menyatakan bahwa peranan guru PAI sebagai pembimbing
berkategorikan baik. Guru PAI senantiasa menjadi teladan, membimbing siswa
untuk bertanggung jawab dan lebih percaya diri, mengajarkan siswa sikap empati
dan simpati kepada orang lain, membimbing siswa untuk mengenal emosinya,
serta membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang
dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, sehingga menjadi manusia ideal yang
menjadi harapan setiap orang tua, guru dan masyarakat. Upaya tersebut
diantaranya:
1. Pengelolaan siswa asuh
2. Pengelolaan tromol jum’at
3. Menjenguk yang sakit
4. Ta’ziyah
5. Bantuan korban bencana
6. Pemberian sembako
7. Jamsostek
c. Guru PAI sebagai Motivator
Sebagai motivator guru PAI mendapat persentase 74,5% berkategorikan
baik. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa peranan guru PAI sebagai
motivator di SMA Martia Bhakti Bekasi sudah baik. Hal ini karena guru sangat
berperan dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk selalu bersikap
107
107
optimis, mendorong siswa agar berprestasi baik dibidang akademik maupun non
akademik, dan memotivasi siswa dalam menyelesaikan masalah. Upaya yang
dilakukan guru PAI dalam memotivasi siswa, diantaranya:
1. Meningkatkan semangat untuk terus memperdalam ilmu keagamaan,
dengan melakukan murojaah Al-Qur’an, dzikir dan sholat dhuha
2. Menanamkan semangat untuk melaksanakan qiyamul lail baik di rumah
maupun disekolah
3. Memotivasi siswa untuk bersikap optimis, memiliki semangat dan harapan
yang tinggi dalam belajar, upaya yang dilakukan guru PAI adalah
memberikan pujian dan penghargaan bagi siswa yang berprestasi,
melaksanakan mabit akbar dalam rangka mempersiapkan diri untuk
menghadapi Ujian Nasional yang di dalamnya berisi ESQ, dzikir
berjamaah, dan Khotmul Qur’an.
4. Khitobah, untuk membina kecerdasan emosional siswa dalam aspek
memotivasi diri dengan meningkatkan rasa percaya diri siswa.
5. Menumbuhkan keyakinan dan menanamkan nilai-nilai positif dalam diri
siswa.
d. Guru PAI sebagai Pengelola Kelas
Sebagai pengelola kelas guru PAI memperoleh persentase 80,16% berkategorikan sangat baik. Hal ini membuktikan bahwa peranan guru PAI sebagai pengelola kelas sangat baik, guru dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif dan nyaman, sehingga dalam proses belajar menjadi efektif. Upaya yang dilakukan guru PAI adalah: 1. Memahami karakter siswa, mengkondisikan siswa dalam mengatur posisi
tempat duduk siswa. 2. Membentuk diskusi kelompok pada pembelajaran PAI, untuk membina
kecerdasan siswa dalam memotivasi diri dan membina hubungan dengan orang lain.
3. Menugaskan kepada siswa untuk membuat Power Point dan mempresentasikan materi pelajaran PAI, hal ini melatih siswa dalam menumbuhkan rasa percaya diri dan berani untuk tampil di depan kelas dan melakukan praktek pada materi tertentu.
108
108
e. Guru PAI sebagai Evaluator
Peranan guru PAI sebagai evaluator memperoleh persentase 82,31%
berkategorikan sangat baik. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa peranan guru
PAI sebagai evaluator sangat baik, guru selalu melakukan evaluasi pelajaran
untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pelajaran atau materi yang telah di
sampaikan. Upaya yang dilakukan diantaranya adalah:
1. Memberikan penilain dalam setiap pelajaran pendidikan agama Islam
2. Memberikan masukan dan membimbing siswa pada materi yang belum
dipahami, contohnya dengan membuat peta konsep pada materi yang
belum dipahaminya.
3. Mengadakan remedial
4. Mengevaluasi siswa untuk menumbuhkan kecerdasan emosional dalam
aspek mengelola emosi, memotivasi diri dan mengenali emosi orang
lain (Empati) dengan cara mengawasi siswa pada waktu sholat
berjamaah, mewajibkan infaq untuk membatu siswa yang terkena
musibah.
2. Kecerdasan Emosional Siswa
Guru menempati posisi yang sangat penting terhadap pembinaan
kecerdasan emosional siswa, dengan melaksanakan peranannya sebagai pendidik,
pembimbing, motivator, pengelola kelas dan evaluator maka dapat diketahui
perkembangan kecerdasan emosional siswa pada setiap aspek-aspek sebagai
berikut:
a. Mengenali Emosi diri
Dalam aspek mengenali emosi diri mendapat persentase 81,1 %
berkategorikan sangat baik, ini membuktikan bahwa siswa dalam mengenali
emosi diri sudah sangat baik, siswa mampu mengenali perasaan diri sendiri,
mengetahui sebab dari perasaan yang sedang dirasakan, mampu menilai diri
secara teliti, percaya diri dan menerima keadaan diri sendiri, serta mengenali
kekuatan dan kelemahan dalam dirinya.
109
109
b. Mengelola Emosi
Kemampuan siswa mengelola emosi mendapat persentase 82,6%
berkategorikan sangat baik, dari data hasil tersebut menyatakan bahwa siswa
dalam mengelola emosi sangat baik. Siswa mampu mengendalikan dirinya dari
perilaku negatif, siswa memiliki pribadi yang mandiri dan kemampuan yang
tinggi untuk menghargai diri sendiri, mampu mengendalikan dan mengatasi stress,
dan dapat mengatur emosi serta mampu menangani perasaan diri sendiri agar
dapat terungkap secara tepat dan wajar.
c. Memotivasi Diri
Dalam memotivasi diri mendapat persentase 88,1% berkategorikan sangat
baik, dari data tersebut membuktikan bahwa siswa dalam memotivasi diri sangat
baik, hal ini karena siswa mamiliki harapan dan optimisme yang tinggi untuk
memperoleh cita-cita dan prestasi, selalu berpikir positif, konsisten, serta mampu
membebaskan diri dari pengaruh emosi negatif dan dapat mengendalikan
kegelisahan dengan cara yang baik sehingga tujuan hidupnya dapat terarah dan
tercapai.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Untuk mengenali emosi orang lain mendapat persentase 83,85%
berkategorikan sangat baik, hal ini menyatakan bahwa siswa dalam mengenali
emosi orang lain sangat baik, siswa memiliki sikap empati dan simpati yang
tinggi, mampu merasakan dan memahami perasaan orang lain, dapat membaca
pesan orang lain baik yang di utarakan langsung dengan kata-kata maupun tidak,
suka menolong, tidak egois, menghargai perasaan orang lain serta mampu
memahami sudut pandang dan sikap orang lain.
e. Hubungan dengan Orang Lain
Hubungan dengan orang lain mendapat persentase 72,6% berkategorikan
baik, dari data tersebut dapat diketahui bahwa hubungan siswa dengan orang lain
sudah baik, hal ini dikarenakan siswa mampu menyesuaikan diri pada lingkungan
baru, mudah bergaul dan berteman, dapat beradaptasi dengan baik, serta mampu
berkomunikasi dengan baik sehingga dapat membaca sikap dan keadaan sosial.
110
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis tentang peranan guru
pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa di SMA
Martia Bhakti Bekasi, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah memperoleh data-data yang dibutuhkan, maka penulis mengambil
kesimpulan tentang peranan guru pendidikan agama Islam sebagaimana
dibawah ini:
a. Peranan guru PAI sebagai pendidik mendapat persentase 73,08%,
berkategorikan baik.
b. Peranan guru PAI sebagai pembimbing mendapat persentase 76,07%,
berkategorikan baik
c. Peranan guru PAI sebagai motivator mendapat persentase 74,5%,
berkategorikan baik
d. Peranan guru PAI sebagai pengelola kelas mendapat persentase 80,16%,
berkategorikan sangat baik
e. Peranan guru sebagai evaluator mendapat persentase 82,31%,
berkategorikan sangat baik
Dari data tersebut dapat disimpulkan pula bahwa guru pendidikan
agama Islam sangat berperan aktif dalam membina kecerdasan emosional
siswa.
111
2. Penelitian yang dilakukan di SMA Martia Bhakti Bekasi mengenai kecerdasan
emosional siswa dapat diperoleh dari hasil angket yang telah disebar, dan
dilihat dari tiap-tiap aspek kecerdasan emosional, maka hasil yang diperoleh
sebagai berikut:
a. Mengenali emosi diri mendapat persentase 81,1% berkategorikan sangat
baik
b. Mengelola emosi mendapat persentase 82,6% berkategorikan sangat baik
c. Memotivasi diri mendapat persentase 88,1% berkategorikan sangat baik
d. Mengenali emosi orang lain (empati) mendapat persentase 83,85%
e. Membina hubungan mendapat persentase 72,6%.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kecerdasan emosional siswa di
SMA Martia Bhakti sangat baik. Maka dari kedua point di atas yaitu peranan guru
PAI dan aspek kecerdasan emosional siswa dapat disimpulkan bahwa peranan
guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional di SMA
Martia Bhakti Bekasi sudah baik.
B. Saran 1. Upaya-upaya yang dilakukan pihak sekolah di SMA Martia Bhakti Bekasi
dalam rangka membina kecerdasan emosional siswa-siswinya hendaknya terus
ditingkatkan, dengan berbagai kegiatan dan aktivitas yang dapat meningkatkan
potensi dan mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
2. Diharapkan dalam proses belajar mengajar guru memberikan pelajaran serta
pengetahuan bagi siswa tentang segala hal yang berhubungan dengan
kemampuan yang ada dalam diri termasuk kecerdasan emosional. Tidak hanya
pengetahuan yang bersifat rasional saja yang harus diberikan akan tetapi
pengetahuan tentang cara mengelola emosi, mengenali emosi orang lain,
memotivasi diri, berempati serta membina hubungan dengan orang lain.
3. Untuk meningkatkan dan membina kecerdasan emosional siswa adalah
langkah yang harus dilakukan guru dengan meningkatkan kecerdasan
emosionalnya sendiri, dan dalam waktu yang sama berusaha meningkatkan
kecerdasan emosional siswa/i nya dengan cara mengoptimalkan peranannya
112
sebagai pendidik, pembimbing, motivator, pengelola kelas dan evaluator, baik
guru maupun siswa dapat memanfaatkan proses pembelajaran guna
meningkatkan kecerdasan emosional mereka.
4. Kepada orang tua di rumah diharapkan lebih membina kecerdasan emosional
siswa dengan memberi bantuan kepada mereka dalam menyelesaikan
masalahnya, karena selain peran guru, orang tua juga sangat berperan besar
terhadap pertumbuhan kecerdasan emosional siswa. Dengan bantuan orang
tua, guru dan masyarakat diharapkan akan menumbuhkan generasi muda yang
tangguh dan berprestasi baik dibidang akademik maupun non akademik.
UJI REFERENSI
No Nama Buku No
Footnote
Halaman
Skripsi
Halaman
Referensi
Paraf
Pembimbing
BAB I
1
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008)
1 1 3
2 Lawrence E. Shapiro, Kiat-kiat Mengajarkan Kecerdasan Emosional Anak, (Jakarta: Gramedia, 1997)
3 2 7
3
Gunawan, “Pelaku Harus Dipidanakan, Beri Sanksi Juga Jajaran Manajemen Sekolah”, Kompas, Jakarta, 26 September 2012
4 3 1
4
Gunawan, “Perlu Sanksi Tawuran, Polisi Tangkap Pelaku dan Pihak yang Bantu Menyembunyikan”, Kompas, Jakarta, 28 September 2012.
5 3 1
5 Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. Ke-1
6 4 4
6
Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional,. Terj, T. Hermaya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet. Ke-11
7 4 61
7
Collin Rose, dkk., Super Accelerated Learning: Revolusi Belajar Cepat Abad 21 Berdasarkan Riset Terbaru Para Ilmuwan, (Bandung: Jabal, 2007)
9 5 21-25
8
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient, The ESQ Way 165: 1 Ihsan, 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Penerbit Arga, 2005)
10 5 17
9 GeMozaik, Pentingnya Pendidikan Kecerdasan Emosional (http://Google.com), 2005
12 5 1-2
10
John Gottman, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional, (Jakarta: Grasindo, 1999)
13 6 2
Lampiran 1
11 Imam Muslim, Shahih Muslim, (Al-Musriyah: Al-Maktabah Maktabuhah, 1924), Juz 16
14 6 207
12 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. Ke-1
15 7 53-53
BAB II
13 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985)
1 12 333
14 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), ed. 3
2 12 854
15 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-1, ed. 1
3 12 73
16 Tim Pustaka Al-Kautsar, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009)
4 13 20
17 H. Ihsan Hamdani, H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001)
5 13 93
18 Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. 1
7 14 266
19 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1987)
8 14 100
20 H. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Logos, 2001), Cet. Ke-4
9 14 62-63
21 Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Prisma Sophie Jogjakarta, 1994)
10 15 156
22 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1993)
11 15 44
23 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet. Ke-10
12 16 86
24
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-3
13 16 130
25 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. Ke-26
15 17 4
26
Sadirman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-11
19 19 145
27 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. Ke-11
22 21 37
28
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: PT. Kencana, 2006), Ed-1, Cet. Ke-5
25 23 21-26
29 Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet. Ke-1
26 23 105
30 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 192
28 25 192
31 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhunya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. Ke-5
30 26 97
32 Heri Jauhari Muhtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. Ke-1
31 26 155
33 Abu Ahmad, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Amrico, 1986)
34 27 100
34
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1
36 29 31
35 A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), Cet. Ke-1
37 30 67
36
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995)
39 31 170
37 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, Cet. Ke-2
40 31 265
38 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Edisi revisi Cet. Ke-7
41 31 96
39 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2010), Cet. Ke- 4
43 32 115
40 Suharsono, Mencerdaskan Anak (Depok, Inisiasi Press, 2003) 44 43 43
41
Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, Terj. Dari Adz-Dzaka’ Al-Athifi wa Ash-Shihhah Al-Athifiyah oleh Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), Cet. Ke-4
45 32 13
42
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Terj. Kartini Kartono, Judul asli, Dictionary of Psychology (Jakarta: Rajawali Pers, 2008)
46 32 253
43
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-1
47 33 318-319
44
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Trancendental Intelligence), (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. Ke-1
49 34 48
45
Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional, Terj. T. Hermaya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet.ke-11
50 35 7
46
Syamsu Yusuf LN, M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Karya, 2010), cet. Ke-11
54 36 115
47 Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006)
56 37 104
48 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001)
57 37 74
49
Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emosional Intelligence pada Anak, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), Cet. Ke-4
58 37 5
50
Robert K Cooper, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi Ter, Alex Tri Kantjo Widodo, Emotional Intelligence in Leadership and Organizations, (Jakarta: Gramedia, 2002), Cet. Ke-5
59 38 xv
51
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), cet. Ke-1
60 38 97
52
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. Ke-3
61 38 9
53 Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional (Bandung: Kaifa, 2002) 63 39 27
54
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, edisi Indonesia, (Bandung: Mizan, 2001)
66 40 44
55
Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Terj. Alawiyah Abdurrahman, (Bandung: Kaifa, 1999)
69 41 39
56
John Gottman, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (terjemahan), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999)
76 47 xvii
57 A. Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1992), Cet. Ke-2
79 49 50
58
Syarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-1
80 49 19-20
59 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-6
82 50 135
60
Imam Ismail bin Umar bin Katsir, Al-Mishbah Munir fi Tahdzibi; Tafsiir Ibnu Katsir, (Riyadh, Daarulsalam, 2000), Cet. Ke-2
84 51 738
61
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Theosentris, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005), Cet. Ke-1
86 52 47
62 HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Interdisiplinier, (Bandung: Rosda Karya, 2003)
87 53 7
63.
Mohammad Irfan dan Matsuki HS, Teologi Pendidikan, Tauhid Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani: 2000), Cet. Ke-1
88 53 131
64 Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993)
89 53 134
BAB III
65
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)
1 58 173
66 Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-6
3 59 70
LEMBAR PENGESAHAN UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul Peranan Guru
Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di
SMA Martia Bhakti Bekasi. Disusun oleh Siti Khoirunnisa, NIM 108011000127,
Jurusan Pendidikan Agama Islam, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing
skripsi pada tanggal 6 Mei 2013.
Jakarta, 6 Mei 2013
Dosen Pembimbing
Dra. Eri Rossatria, M.Ag NIP.1947071711966082001
ANGKET PENELITIAN
Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan
Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi
1. Membaca Bismillah 2. Tulislah biodata anda ditempat yang telah di sediakan 3. Berilah tanda chek list (√) pada kolom yang telah disediakan sesuai dengan
pengalaman anda selama belajar pendidikan agama Islam, dengan keterangan sebagai berikut: Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-Kadang (KD) dan Tidak Pernah (TP)
4. Kerjakan setiap nomor jangan sampai ada yang terlewatkan 5. Jawaban yang anda pilih sesuai dengan kata hati sendiri 6. Angket ini tidak mempengaruhi nilai pada pelajaran pendidikan agama Islam 7. Atas bantuan dan perhatiannya, saya mengucapkan terima kasih.
Nama :
Kelas :
Jenis Kelamin :
A. PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
NO Pernyataan SL SR KD TP
1 Guru agama Islam memerintahkan siswa untuk melaksanakan sholat lima waktu
2 Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk mengucapkan salam apabila bertemu dengan guru dan teman di jalan
3 Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk bersikap jujur
4 Guru agama Islam menasehati siswa untuk menghormati orang tua, guru dan teman
5 Guru agama Islam melarang siswa merokok
6 Guru agama Islam melarang siswa tawuran sesama pelajar
7 Guru agama Islam memberikan contoh dalam berkata baik dan sopan santun
8 Guru agama Islam bersikap baik dan ramah pada setiap orang
9 Guru agama Islam membantu siswa lebih percaya diri
10 Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk mengikuti kegiatan bakti sosial (baksos)
Lampiran 2
11 Guru agama Islam mengajarkan siswa cara bergaul yang baik dengan teman
12 Guru agama Islam membantu siswa cara mengatasi masalah, baik itu masalah di dalam kelas maupun di luar kelas
13 Guru agama Islam mengajarkan siswa bersikap bertanggung jawab
14 Guru agama Islam memotivasi siswa dalam menyelesaikan masalah
15 Guru agama Islam memberi semangat kepada siswa untuk belajar pendidikan agama Islam
16 Guru agama Islam menegur siswa pada saat melakukan kesalahan
17 Guru agama Islam memberikan pujian/penghargaan kepada siswa yang mengerjakan tugas
18 Guru agama Islam memberikan sanksi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas
19 Guru agama Islam membantu siswa yang mengalami kesulitan/belum mengerti dalam belajar pendidikan agama Islam
20 Guru PAI menegur siswa yang membuat kegaduhan/keributan di dalam kelas, ketika proses belajar mengajar
21 Guru Agama Islam dapat menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif dalam proses belajar mengajar
22 Guru agama Islam memberikan penilaian dalam setiap pelajaran pendidikan agama Islam
23 Guru agama Islam memberikan tugas pelajaran PAI untuk dikerjakan di rumah
24 Guru agama Islam menegur siswa jika siswa tidak rapi dalam menggunakan seragam sekolah
25 Guru agama Islam memperhatikan dan mengawasi siswa yang sedang shalat berjamaah
B. KECERDASAN EMOSIONAL
No Pernyataan SS S TS STS
26 Saya tahu persis hal-hal yang menyebabkan saya malas belajar
27 Saya sadar bahwa perasaan malu untuk bertanya dapat mengganggu kesulitan saya dalam belajar
28 Saya mampu bertindak tegas dalam membuat sebuah keputusan yang baik walaupun dalam keadaan tertekan
29 Saya mensyukuri apa yang dikaruniakan Tuhan kepada saya
30 Saya adalah orang yang tidak sabar
31 Saya mampu meredam kemarahan pada situasi disaat saya seharusnya marah
32 Jika saya sedang stress, saya akan mengarahkannya kepada hal yang positif dan tidak merugikan orang lain
33 Saya menolak dengan keras ajakan teman saya untuk membolos
34 Saya berusaha untuk tidak menyontek saat ujian
35 Saya mudah sekali menjadi marah dan sulit untuk kembali menjadi tenang
36 Saya selalu optimis, walaupun hasil pekerjaan tidak sesuai dengan harapan
37 Saya berusaha mendapat nilai-nilai yang terbaik di antara teman-teman saya
38 Saya menyadari kekurangan saya di sekolah dan berusaha mengimbanginya dengan belajar lebih giat
39 Saya berusaha masuk peringkat 10 besar setiap semester
40 Masalah yang berat membuat saya depresi dan semakin terpuruk
41 Saya dapat mengetahui perasaan yang sedang teman saya alami dengan hanya melihat wajah nya
42 Saya merasa kasihan pada mereka yang mengalami musibah dan berusaha menolongnya
43 Kita semua adalah saudara se-Iman yang harus saling berbagi satu sama lain
44 Saya menghargai pendapat/pemikiran orang lain meskipun berbeda dengan saya
45 Saya tidak suka kalau ada seseorang yang mengkritik pribadi saya
46 Mudah bagi saya untuk berteman dan bergaul
47 Saya mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
48 Saya dapat berkomunikasi dengan baik dalam setiap situasi yang saya alami
49 Tidak mudah bagi saya untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
50 Saya kesulitan mengajak bermain teman yang baru saya kenal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25S1 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 4 2 2 4 4 1 4 4 4 2 85S2 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 3 2 3 3 3 4 2 2 3 4 3 4 3 4 4 83S3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 2 4 4 1 2 3 4 3 4 3 4 4 86S4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 92S5 4 4 3 4 3 4 4 4 2 2 3 2 3 2 4 3 4 4 4 3 3 4 3 2 3 81S6 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 2 4 2 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 90S7 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 2 4 4 1 2 3 3 3 4 3 4 4 85S8 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 2 3 2 3 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 86S9 4 4 3 4 3 1 3 3 2 3 3 3 2 1 3 4 3 2 3 2 4 4 2 1 4 71S10 4 3 4 3 4 2 4 3 3 4 3 2 4 2 3 4 2 3 3 4 3 2 3 4 3 79S11 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 73S12 4 2 3 3 4 2 3 3 2 1 3 3 2 2 4 1 2 4 4 4 4 3 4 4 4 75S13 4 3 4 3 3 2 4 3 4 3 3 2 4 2 4 4 2 3 3 4 3 3 3 4 3 80S14 4 3 4 4 3 3 4 3 2 2 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 2 2 81S15 4 4 4 4 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3 2 2 3 69S16 4 4 4 4 4 4 3 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 95S17 4 3 3 4 4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 81S18 4 3 4 4 4 4 4 3 2 1 4 4 4 4 4 2 1 2 3 4 4 2 4 4 2 81S19 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 95S20 4 3 3 4 3 3 4 3 3 2 4 3 4 3 3 4 2 2 3 4 3 3 4 3 3 80S21 4 3 3 4 4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 4 3 80S22 4 3 4 4 2 3 4 4 2 4 2 3 4 3 4 3 2 3 3 3 3 2 3 4 4 80S23 4 3 3 3 4 3 4 3 2 2 3 2 2 2 3 3 3 1 3 3 4 3 3 2 3 71S24 4 2 3 4 2 4 4 4 4 2 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 88S25 3 4 3 4 4 3 3 3 2 2 3 3 3 4 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 3 71S26 4 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 4 76S27 4 4 3 3 4 3 3 4 3 2 4 2 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 86S28 4 4 3 4 4 4 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 2 4 4 3 4 4 3 4 80S29 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 2 4 4 88S30 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 4 2 2 3 4 2 3 3 3 4 82S31 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 2 4 3 4 3 2 3 3 3 2 4 3 3 4 82S32 4 4 4 4 3 4 4 3 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 4 3 3 3 3 3 3 75S33 4 1 4 4 1 1 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 2 4 2 4 4 82S34 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 3 3 2 3 4 3 4 1 4 2 2 3 2 4 80S35 4 4 4 4 4 3 3 4 2 1 3 1 4 2 3 3 4 2 2 3 2 3 3 2 3 73S36 4 3 2 3 4 3 2 4 2 1 3 2 2 2 4 4 2 3 4 3 3 4 3 3 2 72S37 3 3 3 3 2 2 2 4 4 3 4 3 4 3 4 2 2 2 2 3 4 3 2 4 3 74S38 4 4 4 3 1 2 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 65S39 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 3 4 3 4 4 4 2 3 4 4 4 3 3 4 88S40 4 4 4 3 4 3 3 4 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 4 4 3 4 3 3 1 76
158 138 145 150 136 130 141 140 111 93 127 105 135 110 139 134 102 111 127 136 122 135 127 132 133
Guru Sebagai Evaluator JumlahNAMA Guru Sebagai PembimbingGuru sebagai Pendidik Guru Sebagai
Motivator
Guru Sebagai Pengelola
Kelas
Mengenali Emosi Orang Lain1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
S1 4 1 4 4 3 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 93S2 4 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 2 88S3 4 3 4 4 2 3 3 1 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 1 3 2 3 3 2 79S4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 2 2 86S5 4 4 3 4 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 2 3 3 4 3 3 3 2 3 2 2 77S6 4 2 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 87S7 4 4 2 3 1 4 4 4 1 3 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3 1 4 1 1 77S8 4 4 4 4 2 3 4 4 4 2 3 4 4 4 2 4 3 3 3 3 3 3 3 4 1 82S9 3 4 4 4 3 1 3 3 2 3 3 2 3 3 3 4 4 4 4 1 4 4 4 4 2 79S10 4 4 3 3 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 81S11 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 76S12 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 1 4 3 3 2 1 84S13 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 1 3 3 4 2 1 81S14 3 3 4 4 3 2 3 4 3 3 4 3 4 3 3 2 3 3 4 1 3 3 2 3 3 76S15 2 3 2 4 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 69S16 3 3 3 2 2 3 3 4 3 3 4 4 4 4 2 4 4 4 3 2 3 4 4 1 1 77S17 3 4 3 4 2 3 3 2 3 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 2 2 80S18 3 4 4 4 2 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 3 3 2 3 2 85S19 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 1 3 4 4 3 4 4 3 2 3 82S20 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 92S21 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 80S22 3 4 4 4 2 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 2 2 86S23 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 4 2 87S24 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 2 4 3 3 3 3 78S25 2 3 3 4 2 2 4 4 3 1 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 77S26 3 4 3 4 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 70S27 4 4 3 3 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 90S28 3 4 3 4 1 4 4 4 4 3 3 2 4 3 4 2 4 4 4 4 3 4 3 3 2 83S29 3 2 3 4 2 3 3 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 2 2 3 3 3 80S30 4 4 3 4 2 3 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 3 4 3 2 85S31 3 4 2 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 2 4 4 4 4 3 2 3 2 2 79S32 4 4 4 3 2 3 3 4 4 2 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 83S33 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3 3 89S34 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 2 83S35 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 2 88S36 4 3 4 3 2 3 4 4 4 2 4 4 4 4 2 4 3 4 3 2 3 3 2 3 2 80S37 3 2 3 4 2 3 3 1 4 3 4 4 4 4 2 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 79S38 4 1 3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 83S39 4 4 3 4 2 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 1 3 4 4 1 3 4 3 4 2 82S40 4 4 3 3 2 3 3 4 4 2 4 3 3 4 2 3 4 3 3 1 3 2 3 2 2 74
139 133 131 147 99 126 133 143 139 120 150 143 143 148 121 125 143 149 143 111 129 122 126 111 93
JumlahNAMA Mengenali Emosi Diri Mengelola Emosi Memotivasi Diri
Lampiran 5
BERITA WAWANCARA
Hari/Tanggal : 21 Januari 2013
Tempat Wawancara : Ruang Guru SMA Martia Bhakti Bekasi
Waktu : 09.00 – 11.00
Responden : Somantri, S.Ag
Isi Wawancara
1. Sudah berapa lama bapak mengajar di SMA Martia Bhakti Bekasi ?
Jawab: sudah 10 tahun saya mengajar disini sejak tahun 2004.
2. Berhubungan dengan masalah kecerdasan emosional, menurut bapak apa arti
yang tepat tentang hal itu?
Jawab: Kecerdasan emosional yang saya pahami itu adalah harus bisa
mengontrol emosi, mengontrol emosi yang dia punya, bukan hanya marah,
tapi semua rasa yang dia punya, dan dapat menempatkan emosinya dengan
baik dan tepat.
3. Masalah apa yang sering muncul di SMA Martia Bhakti ini, khususnya
mengenai kecerdasan emosional siswa (mengenali emosi, mengelola emosi,
empati, motivasi diri, dan hubungan dengan orang lain) ?
Jawab: Dalam masalah kecerdasan emosional, masih banyak siswa yang
belum mampu mengontrol emosi, lebih mudah tersinggung, memiliki
sensitifitas yang tinggi, kurang percaya diri, komunikasi kurang baik sesama
teman, mudah terpengaruh, egois, kurang menghargai sesama teman dan
adanya perasaan minder dalam pergaulan, belum paham siapa saya, untuk
siapa saya dan akan bagaimana saya mereka belum paham, masih labil dalam
proses pencarian jati diri, siapa yang mereka temui maka mereka akan
mengikutinya.
4. Bagaimana cara bapak untuk mengetahui kecerdasan emosional siswa?
Jawab: Dapat dilihat dari komunikasi dan dari obrolan bisa kelihatan, dengan
mengajak ngobrol secara personal, setelah kita ajak bicara, bagaimana mereka
menanggapinya dan cara berpikirnya dapat terlihat apakah sudah dewasa atau
belum. Dalam hal mengetahui semangat atau motivasi diri siswa, dapat dilihat
ketika mereka dipanggil satu persatu, misalnya ketika membaca Al-Qur’an
dapat terlihat apakah dia malu-malu, gemetaran, atau semangat, terlebih dapat
dilihat ketika mereka tampil di masjid, siswa yang memiliki motivasi
semangat dan percaya diri yang tinggi mereka akan selalu ingin tampil di
depan, misalnya memimpin do’a dan dzikir setelah sholat dan sholat juga
dapat menjadi patokkannya jika sholatnya sudah benar maka otomatis
prilakunya juga baik
5. Upaya apa saja yang bapak lakukan dalam membina kecerdasan emosional
siswa dan bagaimana peran bapak dalam hal ini?
Jawab: Biasanya di dalam kelas ada pembahasan tentang konsep diri, sebelum
siswa mengenal orang lain mereka harus terlebih dahulu mengenal dirinya
sendiri, menanamkan nilai-nilai untuk selalu berpikir positif, dan peran kita
(guru) memberikan motivasi kepada mereka setiap waktu, setiap kesempatan
baik di kelas maupun di luar kelas dan berupaya semaksimal mungkin
membiasakan menanamkan nilai keagamaan kepada mereka dengan sebaik-
baiknya, membantu mereka dalam meningkatkan keimanan dan ketaatan
dalam beribadah dengan mengajak, menggiring siswa ke mesjid, dan
mengawasi siswa pada saat sholat berjamaah. Dalam menumbuhkan jiwa
sosial anak, guru mengajak siswa untuk membantu teman-temannya yang
kekurangan dalam hal pembiayaan dengan berupaya membangkitkan
semangat rajin berinfak dan bershodaqoh, dan memberikan kesempatan
kepada mereka dengan memunculkan latihan berpidato dan ceramah untuk
membangkitkan semangat, optimis, rasa percaya diri dan rasa ingin tahu.
6. Usaha apa saja yang bapak lakukan untuk memajukan pendidikan agama
Islam di SMA Martia Bhakti Bekasi?
Jawab: Dalam memajukan pendidikan agama Islam di SMA Martia Bhakti,
kita melaksanakan 4 pilar yang kita miliki, yang pertama; melaksanakan sholat
lima waktu, diawal waktu berjamaah di masjid, kedua; membaca Al-Qur’an
beserta pemahaman dan pengalaman kandungannya, ketiga; beramal sholeh
demi kemaslahatan umat dan mengharap ridho Allah SWT dan yang ke empat;
menghidupkan sholat malam (Qiyamul Lail).
Interviewer Interviewee
Siti Khoirunnisa Somantri S. Ag
Lampiran 6
BERITA WAWANCARA
Hari/Tanggal : 28 Mei 2013
Tempat Wawancara : Ruang Guru SMA Martia Bhakti Bekasi
Waktu : 09.00 – 11.00
Responden : Somantri, S.Ag
1. Bagaimana Upaya bapak sebagai pendidik dalam membina dan meningkatkan
kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti?
Jawab: Peran guru sebagai pendidik dalam membina kecerdasan emosional,
dalam bidang keagamaan banyak program-program keagamaan yang
membantu dan memotivasi siswa untuk meningkatkan kecerdasan emosional,
meningkatkan kemandirian dan ibadah siswa, diantaranya:
a. Murojaah al-Qur’an guru dan siswa
b. Pembacaan al-Hasyr
c. Dzikir dan doa sholat dhuha
d. Sholat zhuhur dan ashar berjamaah
e. Bimbingan al-Qur’an
f. Buletin jum’at
g. Infak teman asuh
h. Tromol Jum’at
i. Ta’lim guru, siswa dan karyawan
j. Qiyamul lain dan Mabit
k. Infak ta’lim bulanan guru dan siswa
l. Amal sholeh
m. Zakat Profesi
n. Idhul Kurban
o. Halal bil Halal
p. Sholat malam 7 hari sukses PSB
2. Bagaimana Upaya bapak sebagai pembimbing dalam pembinaan dan
peningkatan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi?
Jawab: Dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa, kami mempunyai
program keagamaan dalam program sosial yang dapat membantu siswa untuk
meningkatkan kecerdasan emosionalnya dalam aspek membina hubungan
dengan orang lain dan empati, bentuk kegiatan tersebut diantaranya:
a. Pengelolaan siswa asuh
b. Pengelolaan tromol jum’at
c. Menjenguk yang sakit
d. Ta’ziyah
e. Bantuan korban bencana
f. Pemberian sembako
g. Jamsostek
3. Apa saja upaya bapak sebagai motivator dalam membina kecerdasan
emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi?
Jawab: Peran guru sebagai motivator dalam membina kecerdasan siswa
dengan upaya meningkatkan semangat untuk terus memperdalam ilmu
keagamaan, dengan melakukan murojaah Al-Qur’an, dzikir dan sholat dhuha,
qiyamul lail, mengajarkan khitobah untuk meningkatkan percaya diri siswa,
memotivasi kepada siswa untuk menanamkan keyakinan dan nilai-nilai positif
agar lebih optimis dalam hidupnya. Guru memotivasi siswa dalam
menyelesaikan masalahnya dengan memberikan nasehat kepada siswa, agar
siswa lebih optimis dan mempunyai harapan dalam hidupnya.
4. Apa saja Upaya bapak sebagai pengelola kelas dalam membina dan
meningkatkan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi?
Jawab: sebagai pengelola kelas upaya yang dilakukan guru adalah kita sesuai
dengan fungsinya, maksudnya kelas itu ingin kita buat apa? Tergantung guru
tersebut, kita sesuaikan dengan materi yang diberikan, untuk menciptakan
kelas menjadi kondusif kita juga harus memahami karakter siswa, contohnya:
membentuk diskusi kelompok belajar untuk menumbuhkan rasa tanggung
jawab, siswa membuat power point tugas kelompok untuk persentasi materi
pelajaran PAI, guru juga membantu siswa yang mengalami kesulitan/belum
mengerti dalam belajar PAI, contohnya siswa yang belum membaca Al-
Qur’an siswa di bombing dan semua guru bekerjasama dalam hal ini.
5. Bagaimana upaya bapak sebagai evaluator dalam membina dan meningkatkan
kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi?
Jawab: Guru sebagai evaluator memberikan penilaian pada setiap pejaran
pendidikan agama Islam, melakukan bimbingan dan remedial jika siswa
belum memahami materi pelajaran, contoh; dengan membuat peta konsep,
mengevaluasi siswa untuk menumbuhkan kecerdasan emosional dalam aspek
mengelola emosi, memotivasi diri dan mengenali emosi orang lain (Empati)
dengan cara mengawasi siswa pada waktu sholat berjamaah, mewajibkan
infaq untuk membatu siswa yang terkena musibah.
Lampiran 7
PROGRAM BIDANG KEAGAMAAN TAHUN AKADEMIK 2012-2013
SMA MARTIA BHAKTI JL. JEND. SUDIRMAN KM. 32 BEKASI SELATAN TLP. 8841844
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA
JABATAN
TANDATANGAN
Somantri, S. Ag. PKS Bidang Keagamaan
Drs. Sarwan,
MM.
Penanggung jawab
Program
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG SMA Martia Bhakti adalah sebuah lembaga pendidikan yang
mengedepankan nilai-nilai agama dalam setiap sikap dan prilaku. Penanaman sikap dan prilaku beragama harus terus dilakukan dalam upaya mendidik peserta didik agar memiliki akhlakul karimah. Ada 4 pilar yang dikedepankan di SMA Martia Bhakti yaitu, sholat diawal waktu, membaca al-Qur’an, Qiyamul lail dan amal sholeh. Sejalan dengan pilar-pilar di atas maka diperlukan perencanaan-perencaan yang baik dan matang untuk mendidik dan membina peserta didik agar menjadi insan yang memilki iftek dan imtak yang baik dan unggul.
Maka perlu bagi sekolah khususnya bidang keagamaan untuk mengadakan suatu kegiatan keagamaan yang menunjang terhadap 4 pilar di atas. Hal tersebut juga sejalan dengan visi dan misi sekolah yakni menjadi lembaga yang berkualitas atas dasar iman dan taqwa.
B. NAMA DAN BENTUK KEGIATAN
1. Nama kegiatan : Program keagamaan Bentuk Kegiatan : a. Murojaah al-Qur’an guru dan siswa
b. Pembacaan al-Hasyr c. Dzikir dan doa sholat dhuha d. Sholat zhuhur dan ashar
berjamaah e. Bimbingan al-Qur’an f. Buletin jum’at g. Infak teman asuh h. Tromol Jum’at i. Ta’lim guru, siswa dan karyawan j. Qiyamul lain dan Mabit k. Infak ta’lim bulanan guru dan siswa l. Amal sholeh m. Zakat Profesi n. Idhul Kurban o. Halal bil Halal p. Sholat malam 7 hari sukses PSB q. Pesantren ramadhan dan ifthor
jam’i r. Lomba bidang keagamaan
Program Sosial Bentuk Kegiatan
a. Pengelolaan siswa asuh b. Pengelolaan tromol jum’at c. Menjenguk yang sakit d. Ta’ziyah e. Bantuan korban bencana f. Pemberian sembako g. Jamsostek
C. TUJUAN KEGIATAN
Tujuan dari kegiatan keagamaan ini adalah : a. mampu membaca al-Qur’an yang baik dan benar sesuai ketentuan
hokum tajwid b. membimbing siswa agar senantiasa taat dan patuh dalam
beribadah c. menanamkan semangat untuk melaksanakan qiyamul lail baik di
rumah maupun disekolah d. mampu menambah pemahaman tentang pengetahuan keagamaan
siswa e. mampu menambah dan memperluas kajian tentang ilmu agama
bagi guru dan karyawan f. meningkatkan semangat untuk terus memperdalam ilmu
keagamaan g. mampu mengetahui tingkat penguasaan siswa dalam membaca al-
Qur’an h. menguji mental siswa untuk mampu manyampaikan ilmu agama i. malatih siswa agar terbiasa dan senag membaca al-Qur’an j. menyampaikan ilmu pengetahuan agama kepada masyarakat
melalui media dakwah k. menambah wawasan keilmuan dan melatih keterampilan l. menguasai cara pembacaan al-Qur’an yang baik disertai dengan
penguasaan lagu tilawah m. melatih siswa untuk menguasai pembacaan al-Qur’an yang benar
sesuai ketentuan tajwid n. Menanamkan dan memperluas pemahaman keagamaan peserta
didik
D. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN
Kegiatan program keagamaan ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan jadwal yang sudah dibuat. (Telampir)
BAB II PELAKSANAAN PROGRAM
Pelaksanaan program kegiatan keagamaan di SMA Martia Bhakti, meliputi : I. Program Kegiatan dan waktu Pelaksanaannya
A. Murojaah al-Qur’an guru dan siswa
Kegiatan muraja’ah ini ( Juz 30) dilaksanakan dalam beberapan bentuk kegiatan yaitu : 1. Pada saat memulai pelajaran di jam pertama setiap hari senin
sampai jum’at yang dipimpin langsung oleh ketua kelasnya masing-masing
2. Pada waktu selesai sholat lima waktu yang dibagi kepada 3 bagian, a. Hari senin sampai jum’at dibi,bing oleh imam sholat b. Hari kamis khusus untuk Guru dan Karyawan
B. Pelaksanaan sholat dhuha
Sholat dhuha dilaksanakan pada setiap hari senin sampai jum’at yang dilaksanakan seluruh siswa dan guru serta karyawan
C. Qiyamul lail
Kegiatan qiyamul lail dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu : 1. Setiap minggu ke dua khusus bagi siswa secara bergiliran, di
setiap semester nya 2. Setiap minggu ke empat khusus bagi seluruh guru dan
karyawan di lingkungan SMA Martia Bhakti. 3. Setiap menjelang UN Nasional, kegiatan mabit akbar meliputi
seluruh siswa kelas semester akhir. D. Ta’lim siswa
Pelaksanaan ta’lim siswa (pengajian siswa) dilaksanakan dua bulan satu kali di minggu pertama bulanannya.
E. Ta’lim Guru dan karyawan
Ta’lim guru dan karyawan, terbagi kepada beberapa bentuk : a. Dilaksanakan dirumah salah seorang guru atau karyawan yang
mempunyai kegiatan tertentu b. Dilaksanakan disekolah, apabila tidak ada kegiatan ditempat
lain
F. Kurban
Kegiatan kurban ini dilaksanakan di bulan haji (idhul kuban) yang
pelaksanaannya melibatkan seluruh sivitas sekolah, baik guru,
siswa dan seluruh karyawan dilingkungan SMA Martia Bhakti.
G. Test baca Qur’an siswa baru
Pelaksanaan tes baca Qur’an bagi siswa baru dilaksanakan pada saat MTS di sekolah menjelang awal masuk pembelajaran
H. Pelatihan kultum
Pelatihan kultum terbagi kepada 2 bagian yaitu : 1. bagi siswa
Pelatihan kultum bagi siswa dilaksanakan pada shalat bersamaan dengan sholat dhuha secara bergantian di setiap rombelnya
2. bagi Guru pelatihan kultum bagi guru dilaksanakan pada waktu selesai shalat zhuhur di masjid setiap hari kamis
I. Pembacaan al-Hasyr qobla sholat
Pembacaan al-Qur’an ( QS. Al-Hayr, QS. Al-Baqoroh, dan surat-surat pendek) dilaksanakan setiap hari senin sampai kamis secara bergantian menurut rombelnya masing-masing.
J. Buletin jum’at
Penerbitan bulletin jum’at (Rohima) dilaksanakan 1 kali pada hari jum’at di setiap bulannya atau disesuaikan dengan hari besar Islam.
K. Keputrian
Kajian Islam yang dilakukan oleh siswa putri ( Keputrian ) dilaksanakan pada setiap hari jum’at pada waktu istirahat
L. Tilawatil Mujawadil Qur’an Pelaksanaan tilawah mujawadil qur’an dilaksanakan pada hari jum’at setelah selesai jam pelajaran
M. Tahsinul Qur’an
Kegiatan tahsinul Qur’an diperuntukan bagi peserta didik yang belum menguasai cara pembacaan al-Qur’an. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari jum’at setelah selesai jam pelajaran.
N. Pesantren Ramadhan
Dilaksanakan pada bulan Ramadan, pada hari jum’at dan sabtu sesuai dengan angatan semesternya, secara bergiliran
O. Zakat fitrah Pelaksanaan zakat melalui 2 bentuk sumber a. Dari guru b. Dari siswa
P. Khitobah
Pelatihan siswa untuk berpidato / kultom dilaksanakan pada hari senin dan selasa setelah pelaksanaan sholat dhuha
II. Team Pembimbing dan penanggung Jawab kegiatan
Team pelaksana/pembimbing kegiatan keagamaan di atas yaitu :
NO PROGRAM KEGIATAN PENANGGUNG JAWAB KET
1 Murojaah al-Qur’an guru dan siswa Agus Hermawan S. Ag.
2 Pelaksanaan sholat dhuha Somantri, S. Ag.
3 Qiyamul lail Ibnu Abdilah, S.Hi
4 Ta’lim siswa Sudarmadi SH.
5 Ta’lim Guru dan karyawan Tugiman S. PD.
6 Perlombaan bidang keagamaan Ibnu Abdillah, S. Hi.
7 Test baca qur’an siswa baru Somantri, S. Ag.
8 Pelatihan kultum Agus Hermawan S. Ag.
9 Pembacaan al-Hasyr qobla sholat Somantri, S. Ag.
10 Buletin jum’at Ibnu Abdillah, S. Hi.
11 Kajian keputrian Saptiawati, S. Pd.
12 Pelatihan Mujawadil Qur’an Zainal Abidin
13 Pelatihan tahsinul Qur’an Somantri, S. Ag.
14 Pesantrn Ramadhan Agus Hermawan, S. Ag.
15 zakat Agus Hermawan, S. Ag.
16 Khitobah Ibnu Abdillah, S. Hi.
BAB III PELAKSANA KEGIATAN
Penanggung Jawab : Kepala Sekolah
Ketua Pelaksana Program : Somantri, S. Ag.
( PKS Bidang Keagamaan )
Sekretaris : Agus Hermawan, S. Ag
Bendahara : Ade Darmatin
Anggota :.Ibnu Abdillah, S. Hi.
Tugiman, S. Pd.
Sudarmadi, SH.
M. Yusuf, S. Pd.
Zainal Abidin
Erniati Sholehah, S. Si
Saptiawati, S. Pd.
BAB IV PENUTUP
Demikian program kegiatan keagamaan dilingkungan SMA Martia
Bhakti ini, Besar Harapan kami semua kegiatan berjalan dengan lancar
dan sesuai dengan agenda kegiatan yang sudah direncanakan sehingga
bias menjadikan paserta didik memiliki akhlak yang baik dan taat
beribadah kepada Allah swt. Atas perhatian dan kerjasamanya kami
ucapkan terima kasih.