Upload
trinhkhuong
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERANCANGAN APLIKASI PEMBELAJARAN SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR
SISWA MENGGUNAKAN ADOBE FLASH DENGAN METODE
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
(Study Kasus pada Mata Pelajaran Pemrograman Dasar Kelas XI Jurusan
Rekayasa Perangkat Lunak SMK Negeri 2 Magelang)
Artikel Ilmiah
Diajukan Kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Sebagai Tugas Akhir Untuk Mengikuti Ujian
Peneliti:
Nama : Rudy Leonardo Seseray
NIM : 702011173
Progdi : Pendidikan TI dan Komputer
Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Oktober 2015
PERANCANGAN APLIKASI PEMBELAJARAN SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR
SISWA MENGGUNAKAN ADOBE FLASH DENGAN METODE
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
(Study Kasus pada Mata Pelajaran Pemrograman Dasar Kelas XI Jurusan
Rekayasa Perangkat Lunak SMK Negeri 2 Magelang)
1)
Rudy Leonardo Seseray, 2)
Dr. Dharmaputra Palekahelu, M.Pd., 3)
Frederik Samuel Papilaya, S.Kom., M.Cs.
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: 1) [email protected], 2) [email protected], 3) [email protected]
Abstract
The purpose of this research is to know how big student activity towards learning activity
that uses an application as learning media. This research uses prototype method in building an
application that will be used as learning media. This research is done by using the method of
cooperative learning with the type of think-pair-check and think-pair-share in learning process.
The population of this research is student of SMKN 2 Magelang especially class XI department of
RPL which amounts to 36 students. Observation that is used in measuring student activity is check
list. Questionnaire is also given to students to know whether learning application play an
important role in the learning process or not. The result of the research shows that, with using the
method of cooperative learning that is supported by application as learning media, able to
increase student’s activity in learning process.
Keywords: Student activity, Learning Media, Cooperative Learning
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar keaktifan siswa terhadap
kegiatan pembelajaran yang menggunakan sebuah aplikasi sebagai media pembelajaran. Penelitian
ini menggunakan metode prototype dalam membangun sebuah aplikasi yang akan digunakan
sebagai media pembelajaran. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pembelajaran
kooperatif dengan tipe think-pair-check dan think-pair-share di dalam proses pembelajaran.
Populasi penelitian ini adalah siswa SMKN 2 Magelang khususnya kelas XI jurusan RPL yang
berjumlah 36 siswa-siswi. Pengamatan yang digunakan dalam menilai keaktifan siswa adalah
checklist. Kuisioner juga diberikan kepada siswa untuk mengetahui apakah aplikasi pembelajaran
berperan penting dalam proses pembelajaran atau tidak. Hasil penelitian menunjukan bahwa,
dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif yang didukung dengan aplikasi sebagai
media pembelajaran, mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Kata kunci: Keaktifan Siswa, Media Pembelajaran, Pembelajaran Kooperatif
1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Pendidikan Teknik Informatika dan
Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana 2) Staf Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana 3) Staf Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana
1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi begitu cepat dari tahun ke tahun. Dalam
perkembangannya, teknologi informasi banyak dimanfaatkan oleh manusia di berbagai
bidang, salah satunya di dalam bidang pendidikan. Bahkan perkembangan teknologi
informasi dalam dunia pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses kegiatan
pembelajaran di sekolah. Salah satunya yaitu dalam penggunaan media pembelajaran.
Dari hasil pengamatan dan pengalaman peneliti melaksanakan PPL di SMK Negeri
2 Magelang, kegiatan belajar mengajar masih menggunakan metode konvensional seperti
metode ceramah yang sering diiringi dengan tanya jawab dan pemberian tugas. Misalnya
dalam pelajaran pemrograman dasar. Pelajaran pemrograman dasar berhubungan erat dengan
pembelajaran praktek dan penyampaian materi yang diajarkan secara langsung. Materi yang
diberikan kepada siswa berupa file .pdf untuk dipelajari sambil mendengarkan dan
mempraktekan apa yang guru ajarkan di depan kelas. Pada waktu sesi tanya-jawabpun tidak
banyak siswa yang aktif, dalam hal bertanya maupun mengutarakan pendapat, bisa saja
disebabkan karena siswa tersebut malu atau bingung dengan materi yang diajarkan. Hal ini
membuat siswa pasif dan lebih tertarik melakukan aktifitas lain di sela-sela proses
pembelajaran berlangsung seperti bermain game, mengakses internet, mengajak ngobrol
teman atau menggunakan handphone sehingga siswa tidak serius mengikuti pembelajaran.
Hasil dari wawancara dengan guru mapel pemrograman dasar, menyatakan bahwa masih ada
beberapa siswa yang nilanya di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Dari masalah yang didapati di lapangan, membuktikan bahwa metode yang
digunakan di dalam proses pembelajaran kurang efisien dalam membangun keaktifan siswa
di kelas. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa adalah
pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah
kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk
mencapai tujuan bersama [1].
Pemanfaatan model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran belum cukup dalam
mengoptimalkan hasil belajar. Ada beberapa hal positif dalam menggunakan media
pembelajaran, yaitu: proses pembelajaran akan berhasil jika siswa turut aktif dalam
pembelajaran tersebut. Dengan kata lain, siswalah yang menjadi pusat kegiatan dalam
pembelajaran, bukan guru. Oleh karena itu diperlukan berbagai fasilitas yang digunakan
sebagai media pembelajaran agar dapat lebih mengoptimalkan hasil belajar [2].
Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti, merancang dan
mengembangkan aplikasi media pembelajaran untuk memudahkan siswa dalam proses
pembelajaran. Teknologi yang dipilih dalam membuat aplikasi pembelajaran ini adalah
dengan menggunakan Adobe Flash CS3, karena program yang dihasilkan berupa file
berekstensi .exe atau aplikasi yang dapat berjalan sendiri tanpa ada dukungan lain.
Rumusan masalah yang dapat disimpulkan berdasarkan permasalahan di atas adalah
bagaimana menerapkan proses pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dengan
bantuan media pembelajaran berbasis flash khususnya pada pelajaran pemrograman dasar
guna menarik perhatian siswa serta membangkitkan semangat belajar siswa untuk aktif
berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar minat dan semangat belajar siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang
menggunakan aplikasi flash sebagai media pembelajaran. Dengan menggunakan metode
kooperatif dan dibantu dengan adanya aplikasi media pembelajaran tersebut, siswa
diharapkan lebih aktif untuk mempelajari dan memahami materi yang diajarkan.
Dalam penelitian ini, ada beberapa masalah yang peneliti batasi, antara lain: (1)
Media pembelajaran ini sifatnya berdiri sendiri (stand alone) tidak menggunakan jaringan.
(2) Tidak membahas materi lain kecuali materi yang hanya berkaitan dengan pelajaran
pemrograman dasar mengenai percabangan. (3) Media pembelajaran ini mengandung unsur-
unsur multimedia yang hanya berupa gambar, suara, teks dan animasi. (4) Tidak membahas
model pembelajaran lain kecuali metode kooperatif (cooperative learning). (5) Tidak
membahas tentang game. (6) Tidak membahas tentang keamanan system. (7) Tidak
membahas tentang ketuntasan hasil belajar.
2. Kajian Pustaka
Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Sony Yanu Rinawan tentang
Efektivitas Penggunaan Metode Pembelajaran Jigsaw Berbasis Wifi Ad Hoc Dalam
Pembelajaran Sistem Basis Data Kelas XI Jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa efektivitas metode jigsaw berbasis wifi ad hoc berpengaruh
positif terhadap kelas XI RPL SMKN 1 Tengaran [3].
Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan oleh Linggarini Andikaningrum tentang
Efektivitas E-book Berbasis Multimedia Menggunakan Flip Book Maker sebagai Media
Pembelajaran dalam Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa E-book berbasis multimedia menggunakan flip book maker sebagai media
pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran TIK di SMA Kristen
Satya Wacana [4].
Penelitian yang serupa sebelumnya juga telah dilakukan oleh Ahmad Fahrurrozi
Aziz tentang Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Adobe Flash Untuk
Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Mekanika Teknik Jurusan Teknik
Gambar Bangunan Di SMKN 1 Seyegan. Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa
Implementasi media pembelajaran terhadap siswa mendapat respon baik dengan memperoleh
skor 78,4% termasuk dalam kategori “baik”. Media pembelajaran yang dikembangkan dapat
meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran mekanika teknik terutama materi
analisis kontruksi rangka batang [5].
Persamaan dengan penelitian yang sebelumnya di atas yaitu, penelitian ini juga
dilakukan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Teknologi
yang digunakan dalam membuat aplikasi pembelajaran sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ahmad F. Aziz yaitu dengan menggunakan adobe flash. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitiannya Sony dan Linggarini yaitu penelitian ini menggunakan media
pembelajaran berbasis flash. Terlepas dari adanya persamaan dan perbedaan dari penelitian-
penelitian sebelumnya, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pengajaran
kooperatif serta memanfaatkan aplikasi pembelajaran pemrograman pascal sebagai media
pembelajaran.
Keaktifan Belajar
Proses pembelajaran yang dilakukan dalam kelas merupakan aktivitas
menstransformasikan pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Belajar menurut Dave Meier yang
dikutip Martinis Yamin adalah proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan,
pengetahuan menjadi pemahaman, pemahaman menjadi kearifan, dan kearifan menjadi
keaktifan. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat yang dimilikinya, berfikir kritis dan dapat memecahkan
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari [6]. Sedangkan menurut Sardiman
menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu
berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan [7]. Keaktifan
belajar tidak semata-mata muncul karena siswa tetapi guru harus berusaha untuk
memuncukan suasana belajar yang aktif sehingga siswa dapat terpacu untuk aktif dalam
belajar [8].
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar
untuk mencapai tujuan belajar [9]. Anita Lie mengungkapkan bahwa model pembelajaran
cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur
dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok [10].
Adapun langkah-langkah guru dalam menerapkan pembelajaran kooperatif menurut Arends
yang disampaikan dalam Ibrahim yaitu seperti tabel di bawah ini [11].
Langkah Indikator Tingkah Laku Guru
1 Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
mengkomunikasikan kompetensi dasar yang
akan dicapai serta memotivasi siswa.
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau atau lewat bahan
bacaan.
3 Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok-
kelompok belajar
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-
kelompok belajar.
4 Membimbing kelompok
belajar
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa
dalam kelompok-kelompok belajar
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
pembelajaran yang telah dilaksanakan
6 Memberikan penghargaan Guru memberi penghargaan hasil belajar
individual dan kelompok.
Tabel 1 Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif
Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam model
pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga
memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat
interdependensi efektif antara anggota kelompok [12].
Tipe Think Pair Share (TPS) merupakan teknik pembelajaran dalam pembelajaran
kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman pada tahun 1981. TPS
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. Teknik ini menghendaki siswa untuk bekerja sendiri sekaligus bekerja sama saling
membantu dengan siswa lain dalam suatu kelompok kecil. Dengan metode klasikal yang
memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas,
teknik Think Pair Share memberi sedikitnya delapan kali kesempatan lebih banyak kepada
setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain [10].
Model pembelajaran kooperatif tipe think pair-check adalah modifikasi dari tipe
think pair-share. Model pembelajaran kooperatif tipe think pair check ini merupakan salah
satu cara untuk membantu siswa yang pasif dalam kegiatan kelompok, mereka melakukan
kerja sama secara berpasangan dan menerapkan susunan pengecekan berpasangan [13].
Pembagian kelompok siswa secara berpasangan menunjukan pencapaian yang jauh lebih
besar dalam bidang ilmu pengetahuan dari pada kelompok yang terdiri atas empat atau lima
orang [12].
Media Pembelajaran
Di dalam kegiatan belajar mengajar, Guru harus mampu menentukan, memilih,
merancang dan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
pembelajaran yang sedang dilakukannya. Dalam kaitannya dengan media pembelajaran, guru
juga harus mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat untuk
menyampaikan materi ajar melalui media yang telah dipilih. Selain dapat mempermudah
guru dalam menyampaikan materi, banyak manfaat yang diperoleh dari penggunaan media
pembelajaran.
Pengertian media pembelajaran menurut Latuheru, media pembelajaran adalah
semua alat (bantu) atau benda yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar, dengan
maksud menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber
lain) kepada penerima (dalam hal ini anak didik atau warga belajar) [14].
Adobe Flash CS3
Pramono Andi menyatakan bahwa adobe flash CS3 adalah satu software dari
perusahaan adobe, Inc. yang banyak diminati oleh kebanyakan orang karena kehandalannya
yang mampu mengerjakan segala hal yang berkaitan untuk pembuatan film kartun, banner
iklan, web site, presentasi, game, dan lain sebagainya [15]. Selain itu flash juga dapat
dikombinasikan dengan program yang lain, misalnya grafis seperti AutoCAD, Photoshop,
Camtasia dan lain sebagainya. Selain itu flash juga dapat dikombinasikan dengan bahasa
pemrograman, seperti ASP, PHP, dan sebagainya”.
Kehandalan adobe flash CS3 dibandingkan dengan program lain adalah dalam hal
ukuran file dari hasil animasinya yang kecil, untuk animasi yang dihasilkan oleh program
adobe flash CS3 banyak digunakan untuk membuat sebuah web agar menjadi tampil lebih
interaktif [16].
3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 kota Magelang provinsi Jawa Tengah.
Sebelum masuk ke tahap perancangan dan implementasi aplikasi pembelajaran, perlu
dilakukannya sebuah penelitian untuk mengumpulkan informasi atau data-data apa saja yang
perlu diketahui oleh peneliti dalam membuat aplikasi pembelajaran yang interaktif. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode prototype. Prototype adalah suatu
metode pengembangan sistem yang menggunakan pendekatan membangun suatu aplikasi
dengan cepat sehingga dengan segera dapat dievaluasi oleh user. Dengan metode prototype,
developer dan user dapat saling berinteraksi selama proses pembuatan sistem [17].
Gambar 1Tahapan Prototype Model
Pembuatan aplikasi dengan metode prototype itu sendiri terbagi menjadi 3 tahap,
Tahap pertama adalah tahap pengumpulan kebutuhan / Listen to custumer yaitu tahap
dimana mencari tahu kebutuhan aplikasi yang akan dibangun [17]. Untuk mencari tahu data
atau kebutuhan aplikasi dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena
biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi
dengan orang-orang di tempat penelitian [18]. Data atau kebutuhan-kebutuhan yang
diperoleh berasal dari pengamalan peneliti melaksanakan PPL di sekolah tersebut, observasi
dan wawancara tentang masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Berdasarkan
peneliti melaksanakan observasi sekaligus praktek mengajar (PPL) di sekolah tersebut dari
tanggal 5 januari sampai 14 maret 2015, bisa dikatakan masalah yang ditemukan dalam
proses pembelajaran di sekolah tersebut adalah tidak adanya media pembelajaran yang dapat
digunakan sebagai sarana pendukung proses belajar siswa khususnya pada mata pelajaran
pemrograman dasar yang dalam prakteknya materi yang disampaikan banyak membutuhkan
alat bantu ajar, karena mengingat pelajaran pemrograman dasar sulit dipahami. Hal ini
diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 1 september 2015 dengan
guru mapel pemrograman dasar, ibu Yekti U. Winarni. Dia mengemukakan bahwa selama ini
dalam penyampaian materi hanya menggunakan file .ppt atau .pdf dengan metode pengajaran
konvensional dan tidak adanya media pembelajaran yang dapat membantu dalam
penyampaian materi sehingga dalam proses pembelajaran ada sebagian siswa yang tidak
paham dengan materi yang disampaikan dan malu untuk bertanya. Akibatnya siswa tidak
aktif dan serius dalam mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Siswa yang aktif dalam hal
bertanya bisa dihitung dengan jari, sekitar 3-5 orang dan yang berani mengungkapkan
pendapat sekitar 3-4 orang, sedangkan yang lain mendengarkan dan mengikuti pembelajaran,
tetapi kebanyakan dari mereka yang melakukan aktivitasnya sendiri saat guru mengajar. Dia
menambahkan lagi perlu adanya media pembelajaran yang interaktif di mana siswa akan
lebih terdorong dan memusatkan perhatian terhadap pembelajaran yang berlangsung.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, peneliti menyimpulkan bahwa kurangnya
keaktifan dalam belajar dan tidak adanya media pembelajaran yang mendukung.
Paul D. Deirich (dalam Martinis Yamin) menyatakan bahwa indikator keaktifan
belajar siswa berdasarkan jenis aktivitas dalam proses pembelajaran yaitu sebagai berikut: (1)
Kegiatan visual (visual activities), yaitu membaca, memperhatikan gambar, mengamati
demonstrasi atau mengamati pekerjaan orang lain. (2) Kegiatan lisan (oral activities), yaitu
kemampuan menyatakan, merumuskan diskusi, bertanya atau interupsi. (3) Kegiatan
mendengarkan (listening activities), yaitu mendengarkan penyajian bahan, diskusi atau
mendengarkan percakapan. (4) Kegiatan menulis (writing activities), yaitu menulis cerita,
mengerjakan soal, menyusun laporan atau mengisi angket. (5) Kegiatan menggambar
(drawing activities), yaitu melukis, membuat grafik, pola, atau gambar. (6) Kegiatan
emosional (emotional activities), yaitu menaruh minat, memiliki kesenangan atau berani. (7)
Kegiatan motorik (motor activities), yaitu melakukan percobaan, memilih alat-alat atau
membuat model. (8) Kegiatan mental, yaitu mengingat, memecahkan masalah, menganalisis,
melihat hubungan-hubungan atau keputusan [6].
Kemudian kalau menurut Desi yang dalam penelitiannya berjudul "Peningkatan
Keaktifan Siswa Melalui Penggunaan Multimendia dalam Pembelajaran Kimia di SMA N
egeri 10 Palembang", hal-hal yang diamati adalah keaktifan siswa pada waktu belajar yang
meliputi: (1) Perhatian siswa dalam waktu belajar yaitu, siswa tidak mengobrol dengan
teman, siswa tidak mengerjakan pekerjaan lain pada saat guru mengajar, siswa membawa
buku penunjang pelajaran, dan siswa memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru; (2)
Respon siswa dalam belajar yaitu, siswa berani bertanya kepada guru, siswa berani
mengungkapkan pendapat, dan siswa menjawab pertanyaan guru; (3) Kedisiplinan siswa
dalam belajar yaitu, siswa mengerjakan tugas yang diberikan, siswa mengumpulkan tugas
tepat waktu, siswa tidak keluar masuk kelas, dan siswa tidak membuat keributan saat guru
menjelaskan materi [19].
Beberapa Indikator keaktifan belajar yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
yaitu indikator keaktifan belajar yang menurut Desi. Tetapi dalam pemilihan indikator
disesuaikan dengan penelitian yang dilakukan. Indikator yang dipilih peneliti diperkuat
dalam pengelompokan indikator sesuai jenis aktivitas oleh Paul D. Deirich, yang bisa dilihat
pada tabel 2.
Indikator Indikator Paul D. Deirich
1. Perhatian Siswa Pada Waktu Belajar
Siswa tidak mengerjakan aktivitas lain Kegiatan emosional
Siswa memperhatikan dan mendengarkan
penjelasan guru
Kegiatan visual dan lisan
2. Respon Siswa Dalam Belajar
Siswa berani mengungkapkan pendapat Kegiatan emosional
Siswa berani bertanya kepada guru Kegiatan lisan
3. Kedisiplinan Siswa Dalam Belajar
Siswa mengerjakan tugas di komputer atau laptop Kegiatan motorik
Siswa tidak keluar masuk kelas Kegiatan motorik
Tabel 2 Indikator keaktifan
Pada penelitian ini, yang menjadi data primer yaitu hasil dari pengamatan di
lapangan dan wawancara dengan guru mapel. Sedangkan yang menjadi data sekunder yaitu
materi yang digunakan di dalam aplikasi yang disesuaikan berdasarkan kurikulum yang ada
di sekolah tersebut. Menurut Sugiyono bahwa sumber primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder adalah sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat dokumen atau
orang lain [20].
Tahap kedua yaitu tahap perancangan sistem atau build / revise mock up yang
merupakan tahapan yang digunakan untuk merancang suatu rangkaian kerja suatu sistem
yang diapresiasikan dalam bentuk gambar atau grafik [17]. Perancangan sistem merupakan
kegiatan awal yang dilakukan peneliti sebelum dilaksanakannya penyelesaian terhadap
sebuah sistem yang akan dibangun. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan DFD (Data
Flow Diagram) untuk merancang aplikasi yang akan dibangun dan juga peneliti
menggunakan adobe flash CS3 dan actionscript 2.0 sebagai tools pembuatan aplikasi, karena
peneliti lebih leluasa dengan software tersebut.
Gambar 2 Diagram Konteks
Diagram konteks merupakan sebuah diagram yang bisa dikatakan menggambarkan
sistem secara global. Dalam aplikasi pembelajaran pemrograman pascal, ketika pengguna
(user) menekan salah satu tombol materi, maka aplikasi akan mengarah ke frame sesuai
materi yang dipilih. Sehingga akan muncul materi yang diinginkan.
Gambar 3 DFD user interaction
DFD pada gambar 3 adalah hasil pemecahan dari diagram konteks. Di dalam
aplikasi pembelajaran pemrograman pascal, terdapat menu-menu yang dapat dipilih oleh
pengguna (user). Menu-menu tersebut antara lain, menu materi percabangan yang meliputi
percabangan if-then, percabangan if-then-else, percabangan if bersarang dan percabangan
case; kemudian menu contoh soal & pembahasan yang meliputi soal 1, soal 2, soal 3 dan soal
4; dan menu latihan yang meliputi latihan 1, latihan 2, latihan 3, latihan 4 dan latihan 5.
Tahap ketiga yaitu tahap pengujian sistem / customer test-drives mock up di mana
prototype dievaluasi oleh user dan digunakan untuk memperbaiki persyaratan untuk media
pembelajaran yang akan dikembangkan [17]. Pada tahap evaluasi prototype inilah proses
tahapan tersebut akan berulang selama prototype yang dibangun belum sesuai dengan
kebutuhan user. Pada tahap implementasi, sistem ini akan dijelaskan mengenai dokumentasi
evaluasi prototype 1 hingga prototype 4. Berikut dokumentasi prototype terdapat pada tabel 3
di bawah ini.
Prototype Tanggal Keterangan
Prototype tahap 1 5 Sept 2015 1. User meminta tampilan background berwarna
hitam dan abu-abu dan tulisan berwarna putih.
2. User menginginkan adanya tombol untuk
membuat layar aplikasi jadi penuh (full screen).
3. User meminta agar foto siswa di lab dipajang di
sudut kanan atas aplikasi.
Prototype tahap 2 10 Sept 2015 1. Tampilan warna background aplikasi sudah
sesuai kebutuhan user.
2. Tombol fullscreen sudah ditambahkan dalam
aplikasi.
3. Foto-foto siswa-siswa di lab sudah ditambahkan.
4. User meminta agar materi pembelajaran hanya
tentang percabangan.
Prototype tahap 3 15 Sept 2015 1. Materi lain telah dihapus sehingga tinggal materi
tentang percabangan.
2. User meminta ada tulisan RPL dan adanya link
ke website sekolah.
3. User meminta menambahkan keterangan hari,
tanggal dan waktu.
4. User meminta agar file .exe dari program pascal
kalau bisa ditampilkan lewat aplikasi.
Prototype tahap 4 19 Sept 2015 1. Tulisan RPL dan nama sekolah sekaligus link ke
website sekolah sudah ditambahkan.
2. Keterangan waktu ditambahkan.
3. File .exe program pascal sudah bisa dipanggil
lewat aplikasi.
Tabel 3 Dokumentasi prototype
Gambar 4 Halaman utama prototype 4
Setelah prototype 1 dibuat, proses selanjutnya yaitu masuk ke tahap evaluasi atau
revisi. Prototype 1 perlihatkan pada tanggal 5 September 2015. Pada waktu penyerahan
prototype 1, user meminta agar tampilan background berwarna hitam abu-abu dan tulisan
berwarna putih dan juga menambahkan tombol untuk layar penuh (fullscreen). User juga
menambahkan bahwa perlu ditambahkan foto siswa-siswi di sudut kanan atas dalam aplikasi.
Setelah menerima evaluasi dari user, prototype 1 dikembangkan lagi menjadi prototype 2.
Prototype 2 diserahkan untuk dievaluasi pada tanggal 10 September 2015. Pada
prototype 2 ini, user melihat bahwa sudah ada kesesuaian dengan apa yang diinginkan.
Tetapi user menambahkan bahwa materi di dalam aplikasi hanya tentang percabangan yang
disesuaikan dengan kurikulum yang ada. Setelah menerima evaluasi dari user, prototype 2
kembali dikembangkan menjadi prototype 3.
Prototype 3 diserahkan untuk dievaluasi pada tanggal 15 Sepetember 2015. Pada
tahap penyerahan prototype 3, user mengatakan bahwa sudah ada kesesuaian seperti yang
sebelumnya diminta, tetapi masih perlu penambahan keterangan waktu, kemudian adanya
tulisan RPL yang berarti jurusan Rekayasa Perangkat Lunak dan penambahan link untuk
menuju ke website sekolah. User juga menambahkan agar di dalam setiap contoh program
dalam materi, contoh soal dan latihan-latihan, disertakan juga tombol untuk memanggil atau
mengeksekusi program asli yang berupa file .exe dari program pascal. Setelah menerima
evaluasi, prototype 3 kembali dikembangkan menjadi prototype 4.
Prototype 4 diserahkan untuk dievaluasi pada tanggal 19 September 2015.
Berdasarkan hasil evaluasi, user melihat bahwa aplikasi telah memenuhi kebutuhan. Karena
sistem atau aplikasi yang dibangun sudah sesuai dengan apa yang diinginkan user maka
tahapan dalam metode prototype selesai.
Prosedur penelitian yang pertama adalah melakukan observasi terhadap siswa dan
kondisi pembelajaran dan kemudian wawancara dengan guru mapel untuk mengetahui
permasalahan yang ada pada pembelajaran sebelumnya. Langkah kedua yaitu studi literatur
untuk mengumpulkan referensi. Langkah ketiga yaitu membuat aplikasi pembelajaran
berbasis flash dengan metode prototype. Langkah keempat yaitu menerapkan aplikasi
pembelajaran sebagai media pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Pada saat
pembelajaran berlangsung, dilakukan pengamatan untuk mengetahui keaktifan siswa melalui
pengisian check list selama dua kali pertemuan dan pengisian kuisioner pada pertemuan
kedua untuk mengetahui seberapa besar peran dan manfaat aplikasi pembelajaran yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Langkah kelima atau langkah terakhir yaitu
mengolah dan menganalisis data kemudian menarik kesimpulan dari hasil penelitian.
Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Gambar 5 Prosedur penelitian
4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Seperti yang telah diketahui bahwa penelitian telah dilakukan di SMK Negeri 2 kota
Magelang yang menggunakan metode penelitian prototype yang memiliki 3 tahap yaitu tahap
1 pengumpulan kebutuhan atau listen to custumer, dimana dalam pengumpulan kebutuhan
atau data menggunakan pendekatan kualitatif. Setelah data terkumpul, kemudian masuk ke
tahap kedua yaitu tahap perancangan sistem atau build / revise mock up, dimana dalam
perancangan sistem menggunakan Data Flow Diagram (DFD). Dan yang terakhir tahap
ketiga yaitu tahap pengujian sistem atau customer test-drives mock up, dimana sistem
dibangun sambil dievaluasi oleh user atau guru mapel sampai sistem atau aplikasi benar-
benar siap untuk diterapkan atau diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah tersebut.
Di dalam tahap ketiga ini, pengevaluasian sistem dilakukan sampai empat kali yaitu -
prototype 1 sampai prototype 4. Di dalam prototype 4 ini, user menyatakan bahwa sistem
sudah bisa untuk diterapkan di dalam pembelajaran pemrograman pascal.
Pengujian sistem
Di dalam tahap pengujian sistem ini, peneliti melakukan pengujian terhadap sistem
atau aplikasi yang sudah dirancang. Pengujian ini dilakukan untuk menemukan beberapa
kekurangan yang terdapat dalam sistem. Pengujian aplikasi ini menggunakan dua teknik
pengujian, yaitu pengujian Alfa dan pengujian Beta.
Pengujian Alfa
Pengujian ini merupakan pengujian program yang dilakukan oleh pembuat aplikasi.
Pengujian alfa hanya untuk sirkulasi internal dan masalah (error) atau ketidaklengkapan
yang terdapat dalam aplikasi dapat diduga sebelumnya [21]. Pengujian dilakukan dengan
metode black box texting.
Pengujian dilakukan terhadap menu-menu yang dapat diakses user dalam aplikasi
pembelajaran ini meliputi menu materi percabangan, contoh soal & pembahasan, dan latihan-
latihan. Dari pengujian yang dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa semua menu telah
berfungsi dengan baik seperti tercantum pada tabel di bawah ini.
Aktivitas dan
Event
Input Output Status
Pengujian
Materi
percabangan Memilih materi
Memanggil file
.exe program
pascal
Jika memilih materi yang
diinginkan maka materi tersebut
akan ditampilkan
Jika menekan tombol lihat
contoh program maka program
akan ditampilkan
Valid
Valid
Contoh soal &
pembahasan Memilih contoh
soal
Memanggil file
.exe program
pascal
Jika memilih contoh soal yang
diinginkan maka soal beserta
pembahasan tersebut akan
ditampilkan
Jika menekan tombol lihat
contoh program maka program
akan ditampilkan
Valid
Valid
Latihan –
latihan Memilih latihan
soal
Memanggil file
.exe program
pascal
Jika memilih latihan soal yang
diinginkan maka latihan tersebut
akan ditampilkan
Jika menekan tombol lihat
contoh program maka program
akan ditampilkan
Valid
Valid
Tabel 4 Pengujian Black Box untuk menu yang dapat diakses user
Pengujian Beta
Dalam pengujian ini dilakukan di dalam proses pembelajaran yang dimana aplikasi
ini berperan sebagai media pembelajaran. Pengujian ini digunakan untuk mengetahui sejauh
mana aplikasi pembelajaran ini berfungsi dengan baik dan mampu meningkatkan keaktifan
siswa.
Pengujian aplikasi ini telah dilakukan dalam proses pembelajaran pemrograman
dasar kelas XI jurusan Rekayasa Perangkat Lunak di SMKN 2 Magelang untuk dua
pertemuan tatap muka yaitu pada tanggal 22 dan 29 September 2015. Yang dimana aplikasi
ini berfungsi sebagai media pembelajaran dalam membantu menyampaikan materi kepada
siswa. Materi yang tercantum di dalam aplikasi media pembelajaran yaitu tentang
percabangan if dan percabangan case sehingga untuk materi percabangan if diajarkan pada
pertemuan pertama dan materi percabangan case diajarkan pada pertemuan kedua. Adapun
metode pengajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran di ruang lab yang dibantu
dengan aplikasi pembelajaran ini sebagai media pembelajaran yaitu metode pembelajaran
kooperatif (cooperative learning). Metode pembelajaran kooperatif pada pertemuan pertama
menggunakan tipe think-pair-check dan pertemuan kedua menggunakan tipe think-pair-
share.
Dalam penerapan metode pembelajaran kooperatif pada pertemuan pertama,
peneliti yang yang sekaligus guru pada waktu itu pertama-tama menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai dan memotivasi siswa. Kemudian sebelum penyampaian
materi, siswa diminta membuka aplikasi pembelajaran yang sudah terinstal di setiap PC di
ruang lab. Adapun beberapa siswa yang menggunakan laptop dalam mengikuti pembelajaran
sehingga gurupun menginstal atau menyalin aplikasi pembelajaran tersebut ke laptop mereka.
Dalam penyampaian materi percabangan if oleh guru, siswa memperhatikan dan mengikuti
materi yang diajarkan lewat media pembelajaran tersebut. Kemudian setelah materi
disampaikan, siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil (dua orang) untuk
mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru yaitu latihan 1, latihan 2, dan latihan 3
yang terdapat di dalam aplikasi pembelajaran. Agar tidak menimbulkan keributan, para siswa
mencari pasangan kelompoknya hanya disekitar tempat duduk siswa (teman sebelah kiri,
kanan, belakang atau depan). Untuk pertemuan pertama menggunakan tipe think-pair-check,
dimana siswa memikirkan tentang latihan soal yang diberikan dan mendiskusikan dengan
pasangan kelompoknya. Dalam memecahkan masalah yang dalam hal ini latihan soal, siswa
bekerja sama dengan pasangannya dalam hal saling bertukar pikiran, mengerjakan latihan
soal dan melakukan pengecekan secara bersama. Ketika siswa mengerjakan latihan soal,
peneliti sekaligus guru memotivasi, membimbing sekaligus memfasilitasi setiap kelompok-
kelompok belajar. Kemudian Guru mengevaluasi bersama-sama dengan siswa tentang materi
pembelajaran if yang telah dipelajari dan juga guru memberikan penghargaan kepada siswa
yang turut aktif dalam pembelajaran dan kelompok belajar berupa kata-kata yang
membangun.
Pada pertemuan kedua, peneliti yang sekaligus guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai dan memotivasi siswa. Kemudian dalam penyampaian
materi percabangan case, siswa memperhatikan dan mengikuti materi yang diajarkan lewat
media pembelajaran tersebut. Kemudian setelah materi disampaikan, siswa diminta untuk
mencari pasangan kelompoknya yang baru (harus beda dengan pasangan kelompok
pertemuan sebelumnya) untuk mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru yaitu
latihan 4 dan latihan 5 yang terdapat di dalam aplikasi pembelajaran. Untuk pertemuan kedua
menggunakan tipe think-pair-share, dimana siswa memikirkan atas latihan soal yang
diberikan dan mendiskusikan dengan pasangan kelompoknya. Dalam memecahkan masalah
yang dalam hal ini latihan soal, siswa bekerja sama dengan pasangannya dalam hal saling
bertukar pikiran, mengerjakan latihan soal dan sebagai hasil akhir siswa membagikan hasil
pekerjaan kelompoknya, khususnya untuk latihan 5. Ketika siswa mengerjakan latihan soal,
guru membimbing dan memfasilitasi setiap kelompok-kelompok belajar. Kemudian Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran case yang telah dipelajari dan guru
juga memberikan penghargaan berupa kata-kata yang membangun kepada kelompok-
kelompok belajar yang turut aktif berpartisipasi dalam mengikuti proses pembelajaran dan
mampu mengerjakan latihan soal yang diberikan.
Di dalam proses pembelajaran, guru membuat 2 buah daftar check list untuk menilai
keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama maupun
pertemuan kedua. Contoh Check list yang disusun seperti terlihat pada tabel 5.
No.
Indikator Keaktifan
1 2 3 4 5 6 Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan Dilakukan
1.
2.
Tabel 5 check list
Pada daftar check list di atas, kolom nomor merupakan nomor absen siswa. Karena
jumlah siswa kelas XI jurusan RPL berjumlah 36 orang sehingga nomor diurutkan dari
nomor 1 sampai 36. Berdasarkan data kelas, nomor absen 1 yaitu siswi bernama Aprillita
Putri Ariana, nomor absen 2 yaitu Siswa bernama Arif Purnomo Aji, dan seterusnya. Daftar
indikator ada 6 yang terlihat pada kolom 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 yang masing-masing indikator
adalah sebagai berikut, (1) siswa tidak mengerjakan aktivitas lain, (2) siswa memperhatikan
dan mendengarkan penjelasan guru, (3) siswa berani mengungkapkan pendapat, (4) siswa
berani bertanya kepada guru, (5) siswa mengerjakan tugas di komputer atau laptop, (6) siswa
tidak keluar masuk kelas. Setelah memperoleh data dari pengamatan keaktifan siswa yang
berupa check list, data tersebut diolah dan dihitung presentasenya menggunakan rumus
sebagai berikuti:
Gambar 6 Rumus menghitung presentasi keaktifan
Kriteria keaktifan siswa dapat diukur dengan pengelompokan :
> 75 % : keaktifan tinggi (A) 55% - 60 % : keaktifan cukup (C)
61% - 75 % : keaktifan baik (B) < 55 % : keaktifan kurang (D)
Berdasarkan hasil pengamatan keaktifan siswa dan hasil pengolahan data yang
dilakukan, ditemukan bahwa secara keseluruhan keaktifan belajar siswa masuk dalam
kategori keaktifan baik (B). Hal tersebut dapat dilihat pada tabel keaktifan 6 dan tabel
keaktifan 7.
Pertemuan 1
No. Indikator n=36 (%) Tingkat
Keaktifan
1. Siswa tidak mengerjakan aktivitas lain 28 77,77 Tinggi (A)
2. Siswa memperhatikan dan mendengarkan
penjelasan guru
27 75 Baik (B)
3. Siswa berani mengungkapkan pendapat 9 25 Kurang (D)
4. Siswa berani bertanya kepada guru 16 44,44 Kurang (D)
5. Siswa mengerjakan tugas di komputer atau
laptop
35 97,22 Tinggi (A)
6. Siswa tidak keluar masuk kelas 34 94,44 Tinggi (A)
Keaktifan keseluruhan 149 68,98 Baik (B)
Tabel 6 Tingkat keaktifan siswa pertemuan 1
Berdasarkan tabel 6 bisa dilihat bahwa keaktifan siswa pada pertemuan pertama
secara keseluruhan masuk dalam kategori keaktifan baik (B = 61 % - 75 %) dimana
presentasenya 68,98 %. Siswa yang tidak mengerjakan aktivitas lain sebesar 77,77 % atau
berjumlah 28 orang, sedangkan siswa yang mengerjakan tugas yang diberikan guru hampir
semua yaitu 35 orang (97,22 %). Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar dari siswa-siswi
menunjukan keaktifannya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan indikator
nomor 3 dan 4 yang dimana siswa yang berani bertanya kepada guru berjumlah 16 dan siswa
yang berani mengungkapkan pendapat sebanyak 9 orang yang jika dibandingkan berdasarkan
hasil wawancara dengan guru mapel.
Pertemuan 2
No. Indikator n=36 (%) Tingkat
Keaktifan
1. Siswa tidak mengerjakan aktivitas lain 31 86,11 Tinggi (A)
2. Siswa memperhatikan dan mendengarkan
penjelasan guru
28 77,77 Tinggi (A)
3. Siswa berani mengungkapkan pendapat 15 41,66 Kurang (D)
4. Siswa berani bertanya kepada guru 12 33,33 Kurang (D)
5. Siswa mengerjakan tugas di komputer atau
laptop
35 97,22 Tinggi (A)
6. Siswa tidak keluar masuk kelas 33 91,66 Tinggi (A)
Keaktifan keseluruhan 154 71,29 Baik (B)
Tabel 7 Tingkat keaktifan siswa pertemuan 2
Pada tabel 7 menunjukan bahwa keaktifan siswa pada pertemuan kedua secara
keseluruhan masuk dalam kategori keaktifan baik (B = 61 % - 75 %) dimana presentasenya
71,29 %. Jika dibandingkan dengan pertemuan pertama, presentasi keaktifan pada pertemuan
kedua lebih tinggi dari presentasi keaktifan pertemuan pertama. Hal ini dipengaruhi oleh
metode pengajaran kooperatif tipe think pair share yang diterapkan pada pertemuan kedua
yang dimana siswa dituntut untuk berpikir, memecahkan permasalahan secara berpasangan
dan berani membagikan atau mengungkapkan pendapat kelompoknya dimana indikator yang
mendekati pada indikator nomor 1 dan 4.
Selain itu, di akhir pertemuan kedua siswa juga diberi semacam kuisioner oleh guru
(peneliti) untuk mengetahui apakah aplikasi pembelajaran yang mereka gunakan sangat
berperan penting dalam proses pembelajaran mereka. Kuisioner tersebut berisi lima
pernyataan yang seputar media pembelajaran yang digunakan. Daftar pernyataan dalam
kuisioner dapat dilihat pada tabel 8.
No. Pernyataan
1. Tampilan aplikasi pembelajaran ini menarik bagi saya.
2. Karena didukung media pembelajaran berupa aplikasi pembelajaran, saya semakin
terdorong untuk mempelajari materi yang disampaikan.
3. Tampilan materi dalam aplikasi mudah dipahami.
4. Saya merasa kurang tertarik dengan media pembelajaran yang digunakan.
5. Aplikasi ini membantu dalam proses pembelajaran.
Tabel 8 Kuisioner
Setelah guru menerima data dari setiap kuisioner yang diisi oleh siswa, data tersebut
kemudian diolah dan dianalisis menggunakan rumus yang sama dalam mengolah data
keaktifan siswa. Hasil dari pernyataan nomor 1 sampai 5 dapat dilihat pada tabel 9.
No.
Soal
Jawaban Siswa
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Siswa
1. 12 (33,33%) 24 (66,66%) 0 0 36
2. 19 (52,77%) 17 (47,22%) 0 0 36
3. 9 (25%) 23 (63,88%) 4 (11,11%) 0 36
4. 0 0 26 (72,22%) 10 (27,77%) 36
5. 15 (41,66%) 21 (58,33%) 0 0 36
Tabel 9 Tingkat keaktifan siswa pertemuan 2
Data pada tabel 9 merupakan data dari hasil siswa mengisi kuisioner yang diberikan
di akhir pembelajaran pertemuan kedua. Dari data tersebut bisa dilihat bahwa siswa yang
sangat setuju dengan pernyataan ke-1 berjumlah 12 orang (33,33%) dan siswa yang setuju
berjumlah 24 orang (66,66%) dimana pernyataan ke-1 yaitu “Tampilan aplikasi pembelajaran
ini menarik bagi saya”. Jadi bisa disimpulkan untuk pernyataan ke-1 siswa merasa tertarik
dengan tampilan dari aplikasi pembelajaran tersebut.
Untuk pernyataan ke-2, siswa yang sangat setuju berjumlah 19 orang (52,77%) dan
siswa yang setuju berjumlah 17 orang (47,22%) dimana pernyataan ke-2 yaitu “Karena
didukung media pembelajaran berupa aplikasi pembelajaran, saya semakin terdorong untuk
mempelajari materi yang disampaikan”. Jadi bisa disimpulkan untuk pernyataan ke-2 bahwa
siswa merasa terdorong untuk mempelajari materi yang disampaikan oleh guru dengan
bantuan aplikasi pembelajaran sebagai media pembelajaran.
Untuk pernyataan ke-3, siswa yang sangat setuju berjumlah 9 orang (25%), siswa
yang setuju berjumlah 23 orang (63,88%) dan siswa yang tidak setuju berjumlah 4 orang
(11,11%) dimana pernyataan ke-3 yaitu “Tampilan materi dalam aplikasi mudah dipahami”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa mudah memahami materi yang tercantum di dalam
aplikasi pembelajaran tersebut.
Untuk pernyataan ke-4, siswa yang tidak setuju berjumlah 26 orang (72,22%) dan
siswa yang sangat tidak setuju berjumlah 10 orang (27,77%) dimana pernyataan ke-4 yaitu
“Saya merasa kurang tertarik dengan media pembelajaran yang digunakan”. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa siswa tertarik dengan media pembelajaran yang digunakan.
Untuk pernyataan ke-5 atau terakhir, siswa yang sangat setuju berjumlah 15 orang
(41,66%) dan siswa yang setuju berjumlah 21 orang (58,33%) dimana pernyataan ke-5 yaitu
“Aplikasi ini membantu dalam proses pembelajaran”. Jadi bisa disimpulkan untuk pernyataan
ke-5 bahwa siswa merasa terbantu dengan adanya aplikasi pembelajaran dalam kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan hasil pengolahan data kuisioner yang diterima guru (peneliti),
menunjukan bahwa aplikasi pembelajaran yang digunakan menarik perhatian siswa dan
membantu siswa dalam memahami materi. Hal ini didukung dengan teori-teori yang sudah
dibahas di bab sebelumnya tentang media pembelajaran dimana media pembelajaran sangat
membantu dalam proses pembelajaran.
Dengan begitu di dalam pengujian beta ini, bisa disimpulkan bahwa dengan
penerapan metode pembelajaran kooperatif dengan tipe think pair check dan think pair share
yang didukung dengan aplikasi pembelajaran pemrograman dasar yang sebagai media
pembelajaran mampu menarik perhatian siswa dan membantu siswa dalam kegiatan
pembelajaran. Sehingga menurut teori keaktifan belajar yang disampaikan oleh Paul D.
Deirich dalam bab metode penelitian, di dalam penelitian ini siswa menjadi aktif secara lisan,
visual, motorik dan emosional.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian-pengujian, dapat disimpulkan bahwa
dengan penerapkan metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang didukung
dengan bantuan aplikasi pembelajaran pemrograman dasar yang berperan sebagai media
pembelajaran, dapat menarik perhatian siswa serta membangkitkan semangat belajar siswa
untuk turut aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Terbukti dengan hasil dari
pengolahan dan analisis data baik dari data kuisioner maupun dari hasil pengamatan berupa
check list yang diperoleh peneliti.
Saran
Adapun hal-hal yang ingin disarankan oleh peneliti untuk penelitian-penelitian
serupa selanjutnya yaitu: (1) Adanya penambahan teknologi yang digunakan di dalam
aplikasi flash misalnya menggunakan database, ada user-admin dimana user adalah siswa
dan admin adalah guru; (2) Tampilan aplikasi dibuat lebih semenarik mungkin; (3) Adanya
panambahan game agar siswa lebih menikmati pembelajaran.
6. Daftar Pustaka
[1] Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
[2] Anitah Sri, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta : Univ. Terbuka.
[3] Sony Yanu Rinawan. (2014). Efektivitas Penggunaan Metode Pembelajaran
Jigsaw Berbasis Wifi Ad Hoc Dalam Pembelajaran Sistem Basis Data Kelas XI
Jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Jurnal AITI Volume 11 Nomor 2 (2014).
[4] Linggarini Andikaningrum. (2014). Efektivitas E-book Berbasis Multimedia
Menggunakan Flip Book Maker sebagai Media Pembelajaran dalam
Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa. Jurnal AITI Volume 11 No 2 (2014).
[5] Ahmad Fahrurrozi Aziz. (2015). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis
Adobe Flash Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran
Mekanika Teknik Jurusan Teknik Gambar Bangunan Di SMKN 1 Seyegan. S1
Thesis, Lumbung Pustaka Universitas Negeri Yogyakarta.
[6] Martinis Yamin. (2007). Kiat membelajarkan siswa. Jakarta: Gaung Persada
Press Jakarta.
[7] Sardiman A. M. (2001). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
[8] Arifin, Zainal & Setiyawan, Adhi. (2012). Pengembangan Pembelajaran Aktif
dengan ICT. Yogyakarta: Skripta Media Creative.
[9] Sugiyanto. (2010). Mode Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
[10] Anita Lie. (2002). Kooperatif Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning
di Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Grasindo.
[11] Ibrahim. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA-University Press.
[12] Slavin, Robert E. (2005). Cooperative Learning: theory, research and practice
(N. Yusron. Terjemahan). Bandung: Nusa Media, terbit tahun 2011.
[13] Dana sasmita, Wawan. (2008). Model-model Pembelajaran Sebagai Alternatif.
Bandung: ASPJI Korwil Jabar.
[14] Latuheru, JD. (1988). Media Pembelajaran dalam Proses Belajar
Masa Kini. Jakarta : Depdikbud.
[15] Andi Pramono dan Syafi’i M. (2005). Kolaborasi Flash, Dreamweaver dan PHP
Untuk Aplikasi Website. Yogyakarta : Andi.
[16] Bunafit Nugroho, Mahar Fauji. (2008). Aneka kreasi animasi dengan Adobe
Flash CS3. Elex Media Komputindo, Jakarta.
[17] Roger S. Pressman. (2002). Rekayasa Perangkat Lunak Pendekatan Praktisi.
Yogyakarta : Penerbit Andi.
[18] McMillan, J. H., & Schumacher, S. (2001). Research in education: A conceptual
introduction. New York: Longman, Inc.
[19] Desi. (2009). Peningkatan Keaktifan Siswa Melalui Penggunaan Multimedia
dalam Pembelajaran Kimia di SMA Negeri 10 Palembang. Laporan Penelitian
FKIP Universitas Sriwijaya Palembang.
[20] Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : ALFABETA.
[21] Vaughan. (2004). Multimedia: Making It Work. Edisi 6. Yogyakarta: ANDI.