33
PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN BERPENGAWASAN PADA AERATION BASIN DENGAN TEKNIK CUMULATIVE OF SUM (CUSUM)Bambang Pramono (2408100057) Dosen pembimbing : Katherin Indriawati, ST, MT

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN … · Dissolved Oxygen (DO) ... awal, setpoint berada pada nilai 1250 mg/l, saat terjadi perubahan BOD menjadi 2500 mg/l, setpoint BOD berubah menjadi

Embed Size (px)

Citation preview

“PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN

BERPENGAWASAN PADA AERATION BASIN

DENGAN TEKNIK CUMULATIVE OF SUM

(CUSUM)”

Bambang Pramono(2408100057)

Dosen pembimbing :

Katherin Indriawati, ST, MT

Aeration basin

•Aeration basin atau yang juga sering disebut aerated lagoon merupakansuatu bak berisi bakteri aerob di dalamnya yang dilengkapi dengan alatpensuplai udara untuk mendukung proses pengolahan limbah(wikipedia.org,2011).

•Bakteri aerob di dalam aeration basin membutuhkan oksigen yang cukupuntuk pertumbuhan dan suplai energinya sebanding dengan besarnya nilaiBOD yang terkandung dalam limbah (kelair.bppt.go.id 2010).

•Standar baku mutu output BOD aeration basin yang ditetapkan di IPALBenowo adalah 40-60% dari konsentrasi BOD input.

•Air limbah yang menjadi inputan untuk aeration basin memiliki kandunganBOD yang berubah-ubah dan nilainya tidak dapat ditentukan.

Latar Belakang

• Algoritma MPC digunakan karena keunggulannya dalam mengatasi permasalahan pengendalian pada proses yang kompleks dan sangat lambat.

• Sedangkan teknik CUSUM digunakan untuk menentukan setpoint berdasarkan besarnya deviasi error proses yang terjadi setiap waktu.

Permasalahan

• Bagaimana merancang algoritma pengendalian MPC untuk mengendalikan BOD pada aeration basin.

• Bagaimana merancang suatu algoritma yang sesuai untuk menentukan setpoint BOD pada aeration basin dengan metode CUSUM.

• Bagaimana mengintegerasikan algoritma penentuan setpoint dengan algoritma sistem pengendalian prediktif menjadi sebuah sistem pengendalian berpengawasan.

• Bagaimana mensimulasikan kinerja sistem pengendalian berpengawasan pada aeration basin untuk mengetahui dampak ekonomis sistem tersebut.

Tujuan

• Tujuan dari pengerjaan tugas akhir ini adalahmelakukan perancangan system pengendalianberpengawasan pada aeration basin denganteknik Cumulative of Sum (CUSUM).

Batasan Masalah

• Plant yang dimodelkan adalah pengolahan air buangan (Waste Water Treatment Plant) di IPAL Benowo.

• Variabel yang dikontrol adalah BOD dengan memanipulasi suplai udara masuk sehingga proses dalam aeration basin berlangsung dalam kondisi terkendali.

• Bentuk gangguan yang diujikan dalam sistem pengendalian hasil rancangan ini adalah konsentrasi BOD pada air limbah yang masuk.

• Algoritma kontrol yang digunakan adalah Model predictive control (MPC).

• Penentuan set point menggunakan data statistik hasil pengukuran BODdengan teknik CUSUM.

Aeration basin

Menurut Metcalf & Eddy (1991), beberapa parameter untuk menentukan kualitas limbah antara lain adalah:

• Dissolved Oxygen (DO), menunjukkan jumlah kandungan oksigen yang terlarut dalam air.

• BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991.

• Amonia (NH4), konsentrasi ammonia menunjukkan reaksi nitrifikasi berlangsung secara optimal atau tidak dan menentukan banyaknya konsentrasi nitrat untuk diuraikan menjadi nitrogen bebas pada reaksi denitrifikasi.

• Nitrat (NO3), pada Aeration Basin besar konsentrasi nitrat menunjukkan reaksi denitrifikasi berlangsung secara optimal atau tidak.

Nitrifikasi

Nitrifikasi:

Amonia >>>>> Nitrat• Amonia >>>>> Nitrit ((Bakteri Nitrosomonas))• Nitrit >>>>> Nitrat ((Bakteri Nitrobacter))

Proses Nitrifikasi ini dipengaruhi oleh :

• Dissolved Oxygen (DO)

• Temperatur

• pH

Nitrifikasi

• Dalam kondisi aerobik, bukan hanya terjadi proses nitrifikasi, akan tetapi BOD Removal juga. BOD removal memiliki hubungan dengan temperatur dan DO yang dinyatakan dengan hubungan berbanding lurus.

Denitrifikasi

• Proses denitrifikasi terjadi saat larutan menjauhi aerator. Ditandai dengan pembentukan gas N2 bebas karena aktivitas mikroorganisme.

Sensor BIOX 1010

BIOX 1010

• Detection limit: 20 - 100,000 mg/liter BOD

• Power Supply230 V / 50 Hz

• Output : 0-20 mA or 4-20 mA switchable,

Aqua jet aerator 15 HP

• Menurut Metcalf dan Eddy (1991) secara umum, ada 2 tipe aerasi yang sering digunakan pada aeration basin, yaitu :

• Diffused-air aeration. Tipe aerasi ini bekerja dengan cara memesukkan udara ke dalam air limbah dengan diffuser yang diletakkan di dalam kolam.

• Mechanical aerator. Tipe aerasi ini menggunakan motor sebagai penggerak yang mengakibatkan air limbah tersembur ke udara, sehingga udara bercampur dengan air limbah.

Model : HA - 15 HPTenaga (KW): 11Putaran max:1800 RpmOTR: 2.1KgZona Aerasi : 19 Meter

Cumulative of Sum

Grafik CUSUM secara langsung membangun seluruh informasi dalam rangkaian nilai sample dengan mem-plot jumlah kumulatif deviasi-deviasi dari nilai-nilai sample dari nilai target. Grafik kontrol cumulative-sum dibentuk dari plotting nilai :

Tabular CUSUM bekerja dengan mengakumulasi asal mula dari μ0 yang beradadi atas target dengan simbol C+ dan mengakumulasi asal mula dari μ0

yang berada di bawah target dengan simbol lain.

Model Predictive Control

Flowchart penelitian

Pemodelan aeration basin

Pemodelan sensor

Sensor BIOX 1010 memiliki range kerja input: 20-100.000, dan range kerja output: 0-20mA.

Sehingga fungsi transfer BIOX 1010 menjadi:

Gain BIOX 1010:

τt adalah konstanta waktu untuk sensor yang didapat dari spesifikasi alat, besarnya adalah 1 sekon

Pemodelan aerator

Oleh karena range kerja output dari aerator adalah :0-1800 Rpm, dan actuator pada aerator bekerja pada range kerja input: 0-5Volt. Sehingga fungsi transfer aerator dapat dinyatakan sebagai berikut:

Gain Aerator:

τt adalah konstanta waktu untuk aerator yang didapat dari spesifikasi alat besarnya adalah 1 sekon

Validasi model

Uji tracking setpoint

• Pengujian dilakukan dengan BOD konstan, yaitu 2200 mg/l. Untuk mencapai keadaan steady, sistem membutuhan waktu sekitar 30 jam. Sedangkan grafik kedua yang merupakan grafik kecepatan putar aerator yang menunjukkan bahwa pada saat t=15, putaran aerator sudah mencapai kondisi steady. Dapat dilihat bahwa kecepatan putar aerator berada pada steady pada kecepatan 600 rpm. Ini berarti untuk menurunkan konsentrasi BOD dari 2200 mg/l menjadi 1250 mg/l hanya diperlukan kecepatan putar aerator sebesar 600 rpm.

Uji noise 1%

• Pada simulasi ini digunakan noise dengan nilai variance sebesar 1 % Berdasarkan hasil respon, dapat dilihat bahwa adanya tambahan noise tidak memberi pengaruh yang signifikan bagi respon sistem pengendalian ini. Respon sistem mengalami overshoot pada t=15 dengan nilai overshoot sebesar 25 mg/l. Hasil ini tidak jauh beda dengan uji sebelumnya.

Uji noise 10%

• Respon sistem mencapai keadaan steady setelah t=20. Terlihat bahwa setelah t=20, tidak terdapat overshoot lagi. Pada grafik respon kecepatan aerator pun menunjukkan hal yang sama dengan grafik respon sistem. Kecepatan aerator naik dan turun mengikuti respon sistem pengendalian, akan tetapi masih berada dalam kisaran 600 rpm, sama seperti uji sebelumnya.

Uji beban naik

• Dari hasil simulasi perubahan beban 2200-3000 mg/l, sistem supervisi menaikkan setpoint yang semula bernilai 1250 menjadi 1299 mg/l. Akibat adanya perubahan setpoint ini, maka kecepatan aerator pun juga berubah. Pada saat t=120, terjadi kenaikan konsentrasi BOD menjadi 3000 mg/l yang mengakibatkan aerator menaikkan kecepatannya. Dari kecepatan awal yang bernilai 600 rpm menjadi 800 rpm.

Uji beban turun

• Dari hasil simulasi perubahan beban 3000-2200 mg/l, dapat dilihat pada awal sistem berjalan, aerator berada pada kecepatan 900 rpm. Hal ini terjadi karena konsentrasi BOD input sangat tinggi, yaitu 3000 mg/l, akan tetapi pada saat terjadi perubahan konsentrasi BOD input pada t=120 dapat dilihat bahwa kecepatan aerator yang tadinya berada pada nilai 900 rpm turun menjadi 600 rpm mengikuti perubahan konsentrasi BOD input

Uji beban naik-turun

• Hasil uji perubahan beban naik-turun dengan nilai BOD 2200-2500-2100-2900-2000 mg/l.Pada saat proses awal, setpoint berada pada nilai 1250 mg/l, saat terjadi perubahan BOD menjadi 2500 mg/l, setpoint BOD berubah menjadi 1260 mg/l, saat BOD input turun menjadi 2100 mg/l, maka setpoint pun berubah menjadi 1210 mg/l, saat BOD input naik menjadi 2900 mg/l, setpoint proses naik menjadi 1290 mg/l, saat BOD input turun menjadi 2000 mg/l, setpoint BOD juga ikut turun hingga 1284 mg/l. Setpoint ini menjadi acuan bagi MPC dalam melakukan pengendalian sehingga kecepatan aerator dapat berubah-ubah.

Kesimpulan

Terdapat beberapa kesimpulan yang didapat dalam pelaksanaan pengerjaan Tugas Akhir ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

• Sistem pengendali dengan menggunakan algoritma MPC mampu mengendalikan proses pengolahan limbah dengan baik. Hal ini terbuktipada saat MPC diberi inputan yang berubah-ubah dan saat diberi noise 1% hingga 10%.

• Controller MPC yang memberikan hasil pengendalian terbaik dalam simulasi ini menggunakan parameter-parameter kontrol sebagai berikut: control interval 2, prediction horizon 10, control horizon 2, bobot input 0, bobot laju 0.01, dan bobot output 1.

• Sistem pengendalian berpengawasan hasil perancangan mampu menghasilkan respon output proses yang baik dengan error steady state hanya sebesar 0.0009%.

• Parameter terbaik yang digunakan pada sistem pengawas adalah K = 2 untuk proses perhitungan dan -2 untuk proses perhitungan di mana kedua nilai ini didapatkan dari proses trial and error.

• Sistem pengawas mampu mendeteksi perubahan BOD input dengan selisih minimum sebesar 300 mg/l dan tidak dapat mendeteksi perubahan BOD input dengan selisih yang lebih kecil, misalnya 100 mg/l. Selain itu, setpoint hasil perhitungan sistem pengawas ini tidak sama saat diberikan input naik dan turun untuk konsentrasi yang sama. Hal ini dikarenakan terjadinya perbedaan deviasi antara nilai proses dengan setpoint yang ada pada saat input naik dan pada saat input turun.

• Sistem pengawas mampu bekerja dengan baik pada saat diberi noise sebesar 0.1% dan menjadi tidak stabil pada saat diberi noisesebesar 1% dan 10%. Hal ini disebabkan oleh pemilihan parameter sistem pengawas yang terlalu sensitif, sehingga batasan maksimumnoise yang diperbolehkan bagi sistem pengendalian adalah 0.1%.

• Sistem pengendalian berpengawasan hasil perancangan mampu memberikan dampak ekonomis melalui penghematan daya hingga 223.56 kWh yang setara dengan Rp.134.136,00 untuk hasil uji dengan perubahan beban turun terbesar.

• Hasil simulasi selalu memenuhi kriteria air limbah ketetapan dari plant, yaitu 40-60% removal.

Saran

• Algoritma sistem pengawas dengan menggunakan teknik cumulative of sum tidak mampu memberikan respon yang baik untuk beberapa kondisi khusus, karena itu untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk digunakan algoritma exponentially weighted moving average chart (EWMA) sebagai algoritma penentu setpoint.