Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERATURAN DAERAH KOTA PADANG
NOMOR 3 TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PADANG,
Menimbang
: a. bahwa pengambilan dan pemanfaatan Sumber Daya Mineral agar dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan Pemerintah Daerah maka kegiatan usaha pernambangannya perlu dikelola secara efektif, efisien, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
b. bahwa di Kota Padang sumber daya alam pertambangan cukup potensial, karena itu pengelolaannya harus dilakukan secara tepat aturan, tepat guna dan tepat manfaatnya yang dapat memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat;
c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 26, Pasal 72 dan Pasal 143 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Kabupaten/Kota di beri wewenang untuk mengatur pertambangan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 20;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Rebuplik Indonesia Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4337), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Rebuplik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesi Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059;
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun1980 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Padang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3164).
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah propinsi dan pemerintahan daerah Kota /kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
2
13. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANGdan
WALIKOTA PADANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :1. Daerah adalah Kota Padang.2. Pemerintah Daerah adalah Walikota Padang dan perangkat daerah
sebagai unsure penyelenggara Pemerintahan Daerah.3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Kepala Daerah adalah Walikota Padang.5. Dinas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan
urusan pemerintahan daerah dibidang pertambangan.6. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Sumatera Barat.7. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
3
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
8. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas maupun padu.
9. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
10. Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut WIUP.11. Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut IUP.12. Wilayah Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat WPR adalah
bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat,
13. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
14. Peta potensi mineral dan/atau berbatuan adalah data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian pertambangan yang dilakukan Walikota.
15. Peta potensi/cadangan mineral dan atau berbatuan adalah data dan informasi hasil eksplorasi yang dilakukan Walikota.
16. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disingkat IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.
17. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
18. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan
19. Upaya Pengelolaan Lingkungan selanjutnya disingkat dengan UKL.20. Upaya Pemantauan Lingkungan selanjutnya disingkat dengan UPL.21. Izin Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat IPR adalah izin
untuk melaksanakana usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
22. WilayahPertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat WPR.23. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orangseorangatau
badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
24. Izin Usaha Pertambangan Khusus Eksplorasi yang selanjutnya disingkat IUPK Eksplorasi.
25. Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi yang selanjutnya disingkat IUPK Operasi Produksi.
4
26. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
27. Kegiatan pascatambang yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.
BAB IIASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pengelolaan pertambangan dilaksanakan berasaskan pada:a. manfaat, keadilan, dan keseimbangan;b. keberpihakan kepada kepentingan daerah;c. partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas;d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pasal 3Dalam rangka mendukung pembangunan berkesinambungan, pengelolaan pertambangan bertujuan:a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha
pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;b. menjamin manfaat pertambangan mineral dan berbatuan secara
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;c. menjamin tersedianya mineral dan berbatuan sebagai bahan baku
dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan daerah;d. mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan daerah nasional
agar lebih mampu bersaing di tingkat regional;e. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah dan menciptakan
lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat; danf. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan berbatuan.
BAB IIIIZIN USAHA PERTAMBANGAN
Bagian KesatuUmumPasal 4
(1) IUP diberikan oleh Walikota berdasarkan permohonan yang diajukan oleh:a. badan usaha;b. koperasi; danc. perseorangan
5
(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa badan usaha swasta, BUMN, atau BUMD.
(3) Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa orang perseorangan atau perusahaan komanditer.
(4) Badan usaha, koperasi, dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melakukan usaha pertambangan wajib memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial.
Bagian KeduaTahapan Izin dan Jenis Usaha
Pasal 5
IUP diberikan melalui tahapan:a. pemberian WIUP; danb. pemberian IUP.
Pasal 6
(1) Pemberian WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atas:a. WIUP mineral logam;b. WIUP mineral bukan logam; dan/atauc. IUP batuan.
(2) WIUP mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperoleh dengan cara lelang.
(3) WIUP mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diperoleh dengan cara mengajukan permohonan wilayah.
Pasal 7
(1) Dalam 1 (satu) WUP dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP.(2) Setiap pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) hanya
dapat diberikan 1 (satu) WIUP.(3) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
badan usaha yang telah terbuka (go public), dapat diberikan lebih dari 1 (satu) WIUP.
Pasal 8
Untuk memperoleh IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), pemohon harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
Bagian KetigaBentuk IUP
Pasal 9(1) IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:
6
a. IUP Eksplorasi; danb. IUP Operasi Produksi.
(2) IUP Eksplorasi terdiri atas:a. mineral logam;b. mineral bukan logam; dan/atauc. batuan.
(3) IUP Operasi Produksi terdiri atas:a. mineral logam;b. mineral bukan logam; dan/atauc. batuan.
Bagian EmpatPersyaratan Izin
Pasal 10
Persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi meliputi persyaratan:a. administratif;b. teknis;c. lingkungan; dand. finansial.
Pasal 11(1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf a untuk badan usaha meliputi:a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral logam:
1. surat permohonan;2. susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan 3. surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan:1. surat permohonan;2. profil badan usaha;3. akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha
pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;4. nomor pokok wajib pajak;5. susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan6. surat keterangan domisili.
(2)Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a untuk koperasi meliputi:a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral logam dan
batuan:1. surat permohonan;2. susunan pengurus; dan3. surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan:1. surat permohonan;2. profil koperasi;
7
3. akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4. nomor pokok wajib pajak;5. susunan pengurus; dan6. surat keterangan domisili.
(3)Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a untuk orang perseorangan meliputi:a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral logam:
1. surat permohonan; dan2. surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan:1. surat permohonan;2. kartu tanda penduduk;3. nomor pokok wajib pajak; dan4. surat keterangan domisili.
(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi:a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral logam:
1. surat permohonan;2. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan3. surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan:1. surat permohonan;2. profil perusahaan;3. akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha
pertambangan;4. nomor pokok wajib pajak;5. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan6. surat keterangan domisili.
Pasal 12(1)Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b
untuk:a. IUP Eksplorasi, meliputi:
1. daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun;
2. peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional.
b. IUP Operasi Produksi, meliputi:1. peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang
dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional;
8
2. laporan lengkap eksplorasi;3. laporan studi kelayakan;4. rencana reklamasi dan pascatambang;5. rencana kerja dan anggaran biaya;6. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan
operasi produksi; dan7. tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang
berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun.
Pasal 13
Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c meliputi:a. untuk IUP Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan
peraturan perundang undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
b. untuk IUP Operasi Produksi meliputi:1. menyusun dokumen lingkungan Amdal atau UKL/UPL;2. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
3. memiliki izin lingkungan;4. persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1)Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d untuk:a. IUP Eksplorasi, meliputi:
1. bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi; dan
2. bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang WIUP mineral logam sesuai dengan nilai penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan logam atau batuan atas permohonan wilayah.
b. IUP Operasi Produksi, meliputi:1. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan
publik;2. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan3. bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai
penawaran lelang bagi pemenang lelang WIUP yang telah berakhir.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan finansial dan jaminan kesungguhan diatur dengan Peraturan Walikota
9
Pasal 15IUP Produksi diberikan sebagai upaya peningkatan kegiatan ekploitasi.
Pasal 16
(1) Pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai peningkatan dengan mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan peningkatan operasi produksi.
(2) IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
(3) IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
Bagian KelimaIUP Operasi Produksi Khusus
Pasal 17
(1) IUP Operasi Produksi Khusus diberikan oleh Walikota. (2) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukankegiatan
pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian;
dan/atau c. IUP Operasi Produksi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP Operasi Produksi khusus diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian KeenamPemasangan Tanda Batas
Pasal 18
(1) Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diperolehnya IUP Operasi Produksi, pemegang IUP Operasi Produksi wajib memberikan tanda batas wilayah dengan memasang patok pada WIUP.
(2) Pembuatan tanda batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selesai sebelum dimulai kegiatan operasi produksi.
(3) Dalam hal terjadi perubahan batas wilayah pada WIUP Operasi Produksi, harus dilakukan perubahan tanda batas wilayah dengan pemasangan patok baru pada WIUP.
10
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan tanda batas WIUP diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian KetujuhJangka Waktu Izin Pertambangan
Paragraf 1Jangka Waktu IUP Eksplorasi
Pasal 20
(1)Jangka waktu IUP Eksplorasi mineral logam paling lama 5 (delapan) tahun.
(2)Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. penyelidikan umum 1 (satu) tahun; b. eksplorasi 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-
masing 1 (satu) tahun; c. studi kelayakan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali 1
(satu) tahun.(3)Jangka waktu IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam
paling lama 3 (tiga) tahun.(4)Jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi;
a. penyelidikan umum 1 (satu) tahun; b. eksplorasi 1 (satu) tahun; danc. studi kelayakan 1 (satu) tahun.
(5)Jangka waktu IUP Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
(6)Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:a. penyelidikan umum 1 (satu) tahun; b. eksplorasi 1 (satu) tahun; dan c. studi kelayakan 1 (satu) tahun.
Paragraf 2Jangka Waktu IUP Operasi Produksi
Pasal 21
(1)Jangka waktu IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun termasuk jangka waktu untuk konstruksi selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
(2)Jangka waktu IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
11
(3)Jangka waktu IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun termasuk jangka waktu untuk konstruksi selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
(4)Jangka waktu IUP Operasi Produksi untuk pertambangan batuan dapat diberikan paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
(5)Jangka waktu Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diajukan paling cepat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUP.
Bagian KedelapanLuas WIUPPasal 22
WIUP mineral bukan logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara permohonan wilayah kepada Walikota.
Pasal 23
(1)Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling maksimal 10.000 (sepuluh ribu) hektar.
(2)Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 5.000 (lima ribu) hektar.
(3)Pemegang IUP Eksplorasi batuan diberi WIUP dengan luas paling maksimal 5.000 (lima ribu) hektar.
Pasal 24
(1)Pemegang IUP Produksi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling maksimal 5.000 (lima ribu) hektar.
(2)Pemegang IUP Produksi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 2.000 (dua ribu) hektar.
(3)Pemegang IUP Produksi batuan diberi WIUP dengan luas paling maksimal 1.000 (seribu) hektar.
Bagian KesembilanHarga Mineral Bukan Logan dan Batuan
Pasal 25
(1)Harga patokan mineral logam dan batuan ditetapkan oleh Walikota.(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan harga patokan
mineral logam dan batubara diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB IV
12
IZIN PERTAMBANGAN RAKYATBagian Kesatu
UmumPasal 26
(1)Untuk mendapatkan IPR pemohon wajib menyampaikan permohonan kepada Walikota.
(2)IPR diberikan setelah ditetapkan WPR oleh Walikota.(3)Dalam 1 (satu) WPR dapat diberikan 1 (satu) sampai maksimal 5 (lima)
IPR.
Bagian KeduaPersyaratan Pemberian IPR
Pasal 27
(1)Setiap usaha pertambangan rakyat pada WPR dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan IPR.
(2)Untuk mendapatkan IPR, pemohon harus memenuhi:a. persyaratan administratif;b. persyaratan teknis; danc. persyaratan finansial.
Pasal 28(1)Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(2) huruf a untuk:a. perseorangan, meliputi:
1. Surat permohonan;2. Kartu tanda penduduk;3. Komoditas tambang yang dimohon;4. Surat keterangan dari Lurah setempat;5. Surat rekomendasi dari kantor lingkungan hidup Kota ;6. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup atau UKL-UPL berdasarkan peraturan perundang-undangan;
7. Surat rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air Kota bagi kegiatan pertambangan rakyat yang dilakukan di sungai;
8. Surat persetujuan dari pemilik tanah atau penguasa tanah ulayat apabila kegiatan pertambangan rakyat dilakukan di tanah yang bukan milik si pemohon.
b. kelompok masyarakat, meliputi:1. Surat permohonan;2. Komoditas tambang yang dimohon;3. Surat keterangan dari Lurah setempat;4. Surat rekomendasi dari kantor lingkungan hidup Kota ;
13
5. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup atau UKL-UPL berdasarkan peraturan perundang-undangan;
6. Surat rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air Kota bagi kegiatan pertambangan rakyat yang dilakukan di sungai;
7. Surat persetujuan dari pemilik tanah atau penguasa tanah ulayat apabila kegiatan pertambangan rakyat dilakukan di tanah yang bukan milik si pemohon.
c. koperasi setempat, meliputi:1. surat permohonan;2. Nomor pokok wajib pajak;3. Akta pendirian koperasi yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang;4. komoditas tambang yang dimohon;5. Surat keterangan dari Lurah setempat;6. Surat rekomendasi dari kantor lingkungan hidup;7. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup atau UKL-UPL berdasarkan peraturan perundang-undangan;
8. Surat rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air Kota bagi kegiatan pertambangan rakyat yang dilakukan di sungai;
9. Surat persetujuan dari pemilik tanah atau penguasa tanah ulayat apabila kegiatan pertambangan rakyat dilakukan di tanah yang bukan milik si pemohon.
(2)Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b berupa surat pernyataan yang memuat mengenai:1. sumuran pada IPR paling dalam 25 (dua puluh lima) meter;2. menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau
permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) horse power untuk 1 (satu) IPR;
3. tidak menggunakan alat berat, bahan peledak maupun alat-alat lainnya yang dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup;
4. mematuhi persyaratan teknis pertambangan lainnya yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
(3)Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf c berupa laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir dan hanya dipersyaratkan bagi koperasi setempat.
Bagian KetigaKelompok Usaha Pemegang IPR
Pasal 29
Kegiatan usaha pertambangan rakyat dikelompokkan sebagai berikut: a. pertambangan mineral logam;b. pertambangan mineral bukan logam;c. pertambangan bebatuan.
14
Pasal 30
Pihak yang dapat memegang IPR ialah:a. perseorangan;b. kelompok masyarakat;c. koperasi.
Bagian KeempatLuas Wilayah dan Jangka Waktu pemberian IPR
Pasal 31
Luas wilayah untuk 1 (satu) IPR yang dapat diberikan kepada:a. perseorangan paling banyak 1 (satu) hektar;b. kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) hektar;c. koperasi paling banyak 10 (sepuluh) hektar.
Pasal 32
(1)IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(2)Pemegang IPR dapat mengajukan perpanjangan IPR kepada Walikota setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) habis.
(3)Tata cara perpanjangan maupun persyaratan pengajuan perpanjangan IPR diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 33
Pemegang IPR dilarang memindahkan IPR tanpa persetujuan dari Walikota atau pejabat yang berwenang.
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pengajuan permohonan IPR diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB VHAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN
Bagian KesatuHak Pemegang Izin Pertambangan
Pasal 35
Pemegang IUP dan IPR berhak: a. melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan baik
kegiatan ekplorasi maupun kegiatan operasi produksi;b. dapat memanfaatkan sarana dan prasarana umum untuk keperluan
pertambangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;c. memiliki mineral termasuk mineral ikutannya setelah membayar iuran
ekplorasi atau iuran produksi, kecuali mineral ikutan radio aktif;d. mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen dari Pemerintah Kota ;
15
e. mendapat bantuan modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian KeduaKewajiban Pemegang Izin
Pasal 36
Pemegang Izin Usaha Pertambangan wajib:a. melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
IUP dan IPR diterbitkan;b. menerapkan kaedah teknik pertambangan yang baik;c. mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku;
d. mematuhi batas toleransi lingkungan hidup; e. membayar iuran tetap dan iuran produksi; f. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
setempat;g. menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;h. melaksanakan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan rencana
reklamasi dan rencana pascatambang yang telah disusun oleh Walikota;i. Bagi pemegang IUP, IUP Operasi Produksi khusus wajib menerapkan
standar baku mutu lingkungan sesuai dengan karakter suatu daerah.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut hak dan kewajiban pemegang IUP, IUP Operasi Produksi khusus, dan IPR diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB VIPENGHENTIAN SEMENTARA DAN PEMBATALAN IZIN
Bagian KesatuPenghentian Sementara Kegiatan Usaha Pertambangan
Pasal 38
(1)Kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan penghentian sementara apabila terjadi:a. keadaan kahar;b. keadaan yang menghalangi; dan/atauc. kondisi daya dukung lingkungan.
(2)Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi masa berlaku izin.
(3)Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, penghentian sementara dilakukan oleh Walikota sesuai dengan permohonan dari pemegang izin.
16
(4)Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, penghentian sementara dilakukan Walikota berdasarkan permohonan dari masyarakat.
Pasal 39
(1)Penghentian sementara karena keadaan kahar harus diajukan oleh pemegang izin dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak terjadinya keadaan kahar kepada Walikota memperoleh persetujuan.
(2)Penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.
(3)Penghentian sementara karena keadaan yang menghalangi diberikan 1 (satu) kali dengan jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu 1 (satu) tahun pada setiap tahapan kegiatan dengan persetujuan Walikota.
(4)Apabila jangka waktu penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir, dapat diberikan perpanjangan jangka waktu penghentian sementara dalam hal terkait perizinan dari instansi lain.
Pasal 40
(1)Pemegang IUP dan IUPK yang telah diberikan persetujuan penghentian sementara dikarenakan keadaan kahar tidak mempunyai kewajiban untuk memenuhi kewajiban keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Pemegang izin yang telah diberikan persetujuan penghentian sementara dikarenakan keadaan yang menghalangi dan/atau kondisi daya dukung lingkungan wajib:a. menyampaikan laporan Walikota sesuai dengan kewenangannya;b. memenuhi kewajiban keuangan; danc. tetap melaksanakan pengelolaan lingkungan, keselamatan dan
kesehatan kerja, serta pemantauan lingkungan.
Pasal 41
Persetujuan penghentian sementara berakhir karena:a. habis masa berlakunya; ataub. permohonan pencabutan dari pemegang IUP atau IUPK.
Bagian KeduaPembatalan Izin Usaha Pertambangan
Pasal 42
IUP atau IPR dapat dibatalkan apabila:a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan mengandung cacat
hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat dan prosedur sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan;
17
c. pemegang Izin tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35;
d. pemegang izin memindahkan izin ke pihak lain tanpa persetujuan dari Walikota atau pejabat yang berwenang.
BAB VIIPENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 43
(1)Hak atas WUP dan WPR tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi. (2)Hak atas WUP dan IPR bukan merupakan pemilikan hak atas tanah.(3)Pemegang IPR hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah
mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah atau penguasa tanah ulayat.
BAB VIIIREKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Bagian KesatuUmum
Pasal 44(1)Pemegang IUP dan IPR wajib melaksanakan reklamasi pascatambang.(2)Reklamasi wajib dilaksanakan pada lahan terganggu akibat kegiatan
pertambangan.(3)Reklamasi Pascatambang wajib dilaksanakan untuk memulihkan fungsi
lingkungan menurut kondisi lokal seluruh wilayah pertambangan.(4)Pelaksanaan Relamasi pascatambang sebagaimana dimasud pada ayat
(1), (2), dan (3) wajib memenuhi prinsip:a. lingkungan hidup pertambangan;b. keselamatan dan kesehatan kerja; danc. konservasi mineral.
Pasal 45
(1)Untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat usaha pertambangan, setiap Pengusaha pertambangan wajib melakukan studi lingkungan.
(2)Studi lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilakukan oleh pengusaha pertambangan yang akan ataupun yang sudah melakukan kegiatan usaha pertambangan.
(3)Tata cara pelaksanaan studi lingkungan dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 46
18
Prinsip-prinsip lingkungan hidup pertambangan sebagaimana dimaksud Pasal 44 ayat (4) huruf a meliputi:a. perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut dan
tanah serta udara sesuai dengan standar baku mutu lingkungan;b. perlindungan keanekaragaman hayati;c. pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya; dand. menghormati nilai-nilai sosial budaya.
Pasal 47
Prinsip-prinsip lingkungan hidup pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) huruf b meliputi:a. perlindungan keselamatan terhadap setiap pekerja; danb. perlindungan setiap pekerja dari penyakit akibat kerja.
Pasal 48
Prinsip-prinsip konservasi mineral pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) huruf c meliputi:a. penambangan yang optimum dan pengunaan teknologi pengelolaan
yang efektif dan efisien;b. pengelolaan dan pemanfaatan cadangan marginal kualitas rendah dan
mineral kadar rendah serta mineral ikutan;c. pendataan sumberdaya cadangan mineral yang tidak tertambang serta
sisa pengolahan dan pemurniaan.
Bagian KeduaTata Cara Teknik Reklamasi
Pasal 49
Tata cara dan teknik reklamasi lahan bekas tambang secara umum ditetapkan sebagai berikut:a. Tahap Prapenambangan, meliputi kegiatan:
1. Pengamanan terhadap penambangan atau perbaikan tanaman yang dianggap perlu;
2. Pengamanan dan pemeliharaan lapisan tanah penutup dan lapisan pucuk dari bahaya erosi dan kelongsoran.
b. Tahap Penambangan, meliputi kegiatan:1. Pengaturan blok-blok penambangan untuk mempermudah
pelaksanaan reklamasi;2. Pengisian dan penimbunan kembali pada lokasi-lokasi yang telah
ditambang pada setiap periode penambangan;3. Penataan lahan bekas tambang yang telah ditimbun dan diisi dengan
cara perataan, pembuatan teras dan pengaturan peta;4. Pengeboran lapisan tanah pucuk dan pemupukan lahan.
c. Tahap Pascapenambangan
19
1. Pembibitan dan penanaman kembali dengan jenis tanaman keras atau tanaman produksi lainnya; dan/atau
2. Pemanfaatan lahan bekas tambang untuk alternatif lain yang disesuaikan dengan tata ruang yang berlaku.
Pasal 50(1)Sebelum pelaksanaan reklamasi, pemegang IUP wajib menyampaikan
kepada Walikota tentang rencana, tata cara, dan teknik reklamasi yang akan diterapkan untuk mendapatkan persetujuan.
(2)Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya rencana reklamasi.
(3)Pemegang IUP bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan reklamasi dan menanggung segala biaya yang diperlukan.
Pasal 51
(1)Pelaksanaan reklamasi harus dilakukan sesuai jangka waktu rencana reklamasi yang telah disetujui oleh Walikota.
(2)Pengusaha pertambangan pemegang IUP yang melakukan reklamasi wajib menyampaikan laporan kegiatan reklamasi setiap 3 (tiga) bulan kepada Walikota.
(3)Pelaksanaan reklamasi dianggap telah selesai dan memenuhi persyaratan jika hasil reklamasi sesuai dengan rencana yang telah disetujui Walikota.
(4)Pengusaha pertambangan pemegang IUP tetap bertanggung jawab terhadap lahan yang telah direklamasi selama hasil reklamasi belum mendapat persetujuan Walikota.
(5)Apabila berdasarkan penelitian, pengusaha pertambangan belum atau tidak dapat menyelesaikan reklamasi sesuai dengan rencana, Walikota atau Instansi yang berwenang dapat melakukan tindakan atau tuntutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian KetigaJaminan Reklamasi Pascatambang
Pasal 52
(1)Pemegang IUP wajib menyediakan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang sesuai dengan perhitungan rencana biaya reklamasi dan perhitungan rencana biaya pascatambang yang disetujui Walikota
(2)Jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang sebagaaiamana dimaksud ayat (1) wajib ditempatkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah jadwal yang telah ditentukan.
(3)Dana Reklamasi pascatambang ditentukan oleh Walikota berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 53
20
Pemegang IUP dapat menempatkan jaminan reklamasi dalam bentuk Deposito berjangka, Bank Garansi atau Asuransi, atau cadangan Akutansi.
Pasal 54
Ketentuan lebih lanjut mengenai perhitungan jumlah, tata cara penempatan, dan pencaairan atau pelepasan jaminan reklamasi, serta penetapan pihak ketiga diatur dalam Peraturan Walikota.
Bagian KeempatPelaporanPasal 55
(1)Pemegang IUP IUP Operasi Produksi Khusus dan IPR wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pertambangan setiap tahun kepada Walikota melalui Kepala Dinas.
(2)Pemegang IUP IUP Operasi Produksi Khusus dan IPR wajib menyampaikan laporan kegiatan pertambangan reklamasi setiap tahun kepada Walikota melalui Kepala Dinas.
(3)Pemegang IUP IUP Operasi Produksi Khusus dan IPR wajib menyampaikan laporan kegiatan pertambangan pascatambang setiap 3 (tiga) bulan kepada Walikota melalui Kepala Dinas.
(4)Walikota akan melakukan evaluasi terhadap laporan tersebut.(5)Tata cara evaluasi pelaporan kegiatan pertambangan, kegiatan
reklamasi dan pascatambang diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 56
(1)Dinas harus menyampaikan laporan tertulis mengenai pengelolaan kegiatan usaha pertambangan kepada Walikota secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
(2)Walikota harus menyampaikan laporan tertulis mengenai pengelolaan kegiatan usaha pertambangan kepada Gubernur.
BAB IXPEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian KesatuPembinaan
Pasal 57(1)Walikota melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kegiatan
usaha pertambangan. (2)Pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hal-hal sebagai berikut:a. pemberian bimbingan dan supervisi tata kelola administrasi dan
manajemen pengelolaan kegiatan usaha pertambangan;b. pemberian pedoman penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan
usaha pertambangan rakyat;
21
c. pemberian pedoman teknis pertambangan;d. pemberian pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan
pertambangan, reklamasi, dan pascatambang;e. pemberian pendidikan dan pelatihan kegiatan usaha pertambangan.f. pemberian pedoman keselamatan dan kesehatan kerja
pertambangan rakyat; dang. pemberian bantuan modal sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Bagian KeduaPengawasan
Pasal 58
(1)Pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan dilakukan pejabat yang ditunjuk oleh Walikota.
(2)Pengawasan terhadap pengelolaan usaha pertambangan dilaksanakan melalui:a. evaluasi terhadap laporan rencana dan pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan dari pemegang izin; dan/ataub. inspeksi ke lokasi izin.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB X PENYELESAIAN SENGKETA PERTAMBANGAN RAKYAT
Pasal 59
(1)Penyelesaian sengketa pertambangan rakyat dapat ditempuh melalui pengadilan dan/atau di luar pengadilan.
(2)Pilihan penyelesaian sengketa pertambangan dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
(3)Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh dalam hal apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.
Pasal 60
(1)Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dalam bentuk mediasi.
(2)Penyelesaian sengketa pertambangan rakyat dapat dilakukan melalui musyawarah-mufakat melalui:a. Kerapatan Adat Nagari; ataub. Pemerintah Kota.
(3)Penunjukan mediator dalam penyelesaian sengketa dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang bersengketa.
22
(4)Penyelesaian melalui pengadilan merupakan upaya terakhir jika musyawarah dan/atau mediasi tidak tercapai.
BAB XIPENDAPATAN DAERAH
Pasal 61
(1)Pemegang IUP dan IPR wajib membayar pajak/iuran atas kegiatan usaha pertambangan yang dilakukannya.
(2)Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;b. Iuran tetap; dan/atau c. Iuran produksi.
(3)Pendapatan daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai Peraturan Daerah yang berlaku.
(4)Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XIISANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 62(1)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini
dapat berupa berupa:a. peringatan tertulis;b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi
atau operasi produksi; c. pencabutan izin;d. Pengenaan Uang Paksa.
(2)Walikota dapat memberikan sanksi administratif menurut ayat (1) atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, ayat (1) dan (2), Pasal 45 dan Pasal 55 ayat (1),(2),(3) dan (4).
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB XIIIKETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 63
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan daerah ini sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2)Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
23
a. menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan yang berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap peraturan daerah ini agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah ini.
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap peraturan daerah ini.
d. memeriksa buku–buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap peraturan daerah ini.
e. melakukan pengeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut.
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah ini.
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaiman dimaksud huruf e.
h. momotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah ini.
i. memanggil orang untuk di dengan keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
j. menghentikan penyidikan.k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah ini menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atas kuasa penuntut umum, dalam waktu 3 (tiga) hari sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.
BAB XIVKETENTUAN PIDANA
Pasal 64
(1)Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c dan huruf f selain dapat dikenakan sanksi administratif, dapat juga dikenakan tindak pidana pelanggaran dengan ancaman pidana paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
(2)Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, kerusakan
24
kondisi akibat pengelolaan pertambangan, serta pelanggaran proses penerbitan izin pertambangan, diancam pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB XVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 66
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Padang.
Ditetapkan di Padangpada tanggal 15 Februari 2013WALIKOTA PADANG,
FAUZI BAHAR
Diundangkan di Padangpada tanggal 15 Februari 2013SEKRETARIS DAERAH KOTA PADANG
SYAFRIL BASYIR
LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013 NOMOR 3
PENJELASAN
25
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA PADANG
NOMOR 3 TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL
I. UMUM
Bahwa berdasarkan semangat Undang–Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dimana potensi sumber daya alam yang ada dalam wilayah kabupaten dan merupakan kekayaan Daerah sepenuhnya dapat dikelola langsung oleh Daerah Kabupaten/Kota. Semangat kedua Undang-undang tersebut dalam rangka memenuhi hal yang asasi dalam pemerintahan daerah yakni pemeberian otonomi.
Seiring dengan semangat undang-undang diatas maka pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mana dengan keberadaan Undang-Undang ini di harapkan agar sumber daya alam yang tak terbarukan,pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan,berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar- besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. Atas dasar inilah agar manfaat sumberdaya alam dapat benar dirasakan oleh masyarakat sehingga berdasarkan pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dimana melalui UU ini memerintahkan kepada Walikota melakukan pengelokaan usaha pertambangan termasuk pertambangan rayat.
Untuk IPR di utamakan kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi. Hal itu didasarkan atas asas keadilan serta keberpihakan kepada kepentingan lokal. Selain itu agar pasal ini dapat terwujud maka oleh pemerintah Daerah (Walikota ) berdasarkan pasal 72 UU ini merupakan perintah untuk membentuk produk hukum Daerah ( Peraturan Daerah ) yang mengatur tentang pengelolaan usaha Pertambangan Rakyat di Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
26
Cukup jelasHuruf c
Cukup jelasHuruf d
Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah asas yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.
Pasal 3Cukup jelas
Pasal 4Ayat (1)
Perseorangan yang dimasud dalam peraturan ini adalah warga negara Indonesia.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 5 Cukup jelas
Pasal 6Cukup jelas
Pasal 7Cukup jelas
Pasal 8 Cukup jelas
Pasal 9Cukup jelas
Pasal 10 Cukup jelas
Pasal 11 Cukup jelas
Pasal 12Cukup jelas
Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14 Cukup jelas
Pasal 15 Cukup jelas
Pasal 16 Cukup jelas
Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18 Cukup jelas
Pasal 19Cukup jelas
Pasal 20Cukup jelas
Pasal 21 Cukup jelas
27
Pasal 22 Cukup jelas
Pasal 23 Cukup jelas
Pasal 24 Cukup jelas
Pasal 25 Cukup jelas
Pasal 26Cukup jelas
Pasal 27 Cukup jelas
Pasal 28Ayat (1)
Huruf a Angka 1
Cukup jelas Angka 2
Mempunyai Kartu Tanda Penduduk bagi yang sudah berdomisili sekurang-kurangnya 5 (lima) Tahun.
Angka 3 Cukup jelas
Angka 4Surat Keterangan dari Kelurahan/Desa setempat harus diketahui oleh Camat apabila kewenangan tidak didelegasikan kepada Camat.
Angka 5 Cukup jelas
Angka 6 Cukup jelas
Angka 7 Cukup jelas
Angka 8 Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 29 Cukup jelas
Pasal 30 Cukup jelas
Pasal 31 Cukup jelas
Pasal 32 Cukup jelas
Pasal 33Cukup jelas
Pasal 34 Cukup jelas
Pasal 35 Cukup jelas
28
Pasal 36 Cukup jelas
Pasal 37 Cukup jelas
Pasal 38 Ayat (1)
Huruf aKeadaan kahar dalam ketentuan ini antara lain meliputi perang, kerusuhan sipil, pemberontakan, epidemi, gempa bumi, banjir, kebakaran dan lain-lain bencana alam di luar kemampuan manusia.
Huruf bKeadaan yang menghalangi dalam ketentuan ini antara lain meliputi blokade, pemogokan, perselisihan perburuhan di luar kesalahan pemegang IUP atau IUPKdan ketentuan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh menteri yang menghambat kegiatan usaha pertambangan mineral atau batubara yang sedang berjalan.
Huruf cKondisi daya dukung lingkungan dalam ketentuan ini adalah apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi mineral dan/atau batubara yang dilakukan diwilayahnya.
Ayat (2) Cukup jelasAyat (3)
Cukup jelasAyat (4)
Cukup jelas
Pasal 39 Cukup jelas
Pasal 40 Cukup jelas
Pasal 41 Cukup jelas
Pasal 42 Cukup jelas
Pasal 43 Cukup jelas
Pasal 44 Cukup jelas
Pasal 45 Cukup jelas
Pasal 46 Cukup jelas
Pasal 47
29
Cukup jelasPasal 48
Cukup jelasPasal 49
Cukup jelasPasal 50
Cukup jelasPasal 51
Cukup jelasPasal 52
Cukup jelasPasal 53
Cukup jelasPasal 54
Cukup jelasPasal 55
Cukup jelasPasal 56
Cukup jelasPasal 57
Cukup jelas Pasal 58
Cukup jelasPasal 59
Cukup jelasPasal 60
Cukup jelasPasal 61
Cukup jelasPasal 62
Cukup jelasPasal 63
Cukup jelasPasal 64
Cukup jelasPasal 65
Cukup jelasPasal 66
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 65
30