7
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 ISSN Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015 Perbandingan Karakteristik Korosi oleh Serratia marcescens dan Bacillus megaterium pada Logam Baja Karbon Ardiyan Harimawan* ,1 , Fajar Cipta Yudha P. 1 , Ruzi Falahi 1 , Hary Devianto 1 , Isdiriayani Nurdin 1 1 Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10, Bandng *Corresponding Author : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik korosi pada logam baja karbon oleh dua jenis kultur murni bakteri, yakni Serratia marcescens dan Bacillus megaterium. Baja karbon diinkubasi selama 20 hari dalam air laut buatan berisi bakteri dan karakteristik biokorosi dianalisis. Analisis mencakup jumlah koloni bakteri pada biofilm dengan metode TPC, komposisi biofilm dengan spektroskopi FTIR, morfologi biofilm dengan SEM, dan laju korosi dengan gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan nilai µmax S. marcescens pada medium air laut 0,0109 jam-1, sedangkan B. megaterium 0,0110 jam-1. Dalam 20 hari perendaman, jumlah koloni S. marcescens pada biofilm meningkat 15 kali lipat dari jumlah koloni hari pertama, sedangkan B. megaterium meningkat 62,5 kali. Laju korosi rata-rata selama 20 hari perendaman dalam air laut buatan yakni 0,0102 g/(cm2.hari), air laut dengan S. marcescens 0,0232 g/(cm2.hari), dan air laut dengan B. megaterium 0,0052 g/(cm2.hari). Kata kunci : korosi, Serratia marcescens, Bacilllus megaterium 1. Pendahuluan Seiring berkembangnya industri, penggunaan logam untuk kebutuhan operasional, konstruksi, dan bahan penunjang industri lainnya terus meningkat. Meskipun logam tergolong material yang kuat, logam memiliki kelemahan, yakni dapat terkorosi. Biaya yang digunakan untuk penanggulangan, pemeliharaan alat, ataupun penggantian produk akibat korosi mencapai sekitar 5% dari pendapatan industri (Callister, 2011). Salah satu penyebab korosi di industri yaitu kehadiran mikroorganisme yang membentuk biofilm pada permukaan material. Biofilm ini merupakan campuran bakteri, fungi, ataupun alga dalam polimer ekstraseluler pada permukaan padat (Almeida, 2000). Peristiwa korosi yang diakibatkan oleh mikroorganisme ini disebut biokorosi atau Microbially-Influenced Corrosion (MIC) (Beech, 1999). Biokorosi menyebabkan kerugian yang cukup besar dalam industri. Sekitar 20% korosi yang terjadi pada logam dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme (Flemming, 1996)..Selain merusak peralatan logam, biokorosi juga mengganggu kegiatan operasional pabrik dan mengancam keselamatan pekerja (Beech, 1999). Sampai saat ini mekanisme umum biokorosi belum diketahui secara pasti. Hal ini menghambat menanggulangan biokorosi secara efektif (Lewandowski, 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian biokorosi menggunakan berbagai mikroorganisme dalam kultur murni untuk menambah data mengenai mekanisme biokorosi sehingga pengelompokkan mekanisme penyebab biokorosi secara umum menjadi lebih tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari peristiwa dan karakteristik biokorosi pada logam baja karbon oleh kultur murni Serratia marcescens dan Bacillus megaterium dalam medium air laut buatan. Setelah memahami peristiwa dan karakteristik biokorosi, diharapkan hal tersebut dapat menjadi dasar untuk pengelompokkan jenis biokorosi dan mengetahui cara penanggulangannya.

Perbandingan Karakteristik Korosi oleh Serratia marcescens ... · air laut. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing bakteri tumbuh dalam medium 100% air laut buatan. Tabel

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perbandingan Karakteristik Korosi oleh Serratia marcescens ... · air laut. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing bakteri tumbuh dalam medium 100% air laut buatan. Tabel

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 ISSN Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

   

Perbandingan Karakteristik Korosi oleh Serratia marcescens dan Bacillus megaterium pada Logam Baja Karbon

Ardiyan Harimawan*,1, Fajar Cipta Yudha P.1, Ruzi Falahi1, Hary Devianto1,

Isdiriayani Nurdin1

1Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10, Bandng

*Corresponding Author : [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik korosi pada logam baja karbon oleh dua jenis kultur murni bakteri, yakni Serratia marcescens dan Bacillus megaterium. Baja karbon diinkubasi selama 20 hari dalam air laut buatan berisi bakteri dan karakteristik biokorosi dianalisis. Analisis mencakup jumlah koloni bakteri pada biofilm dengan metode TPC, komposisi biofilm dengan spektroskopi FTIR, morfologi biofilm dengan SEM, dan laju korosi dengan gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan nilai µmax S. marcescens pada medium air laut 0,0109 jam-1, sedangkan B. megaterium 0,0110 jam-1. Dalam 20 hari perendaman, jumlah koloni S. marcescens pada biofilm meningkat 15 kali lipat dari jumlah koloni hari pertama, sedangkan B. megaterium meningkat 62,5 kali. Laju korosi rata-rata selama 20 hari perendaman dalam air laut buatan yakni 0,0102 g/(cm2.hari), air laut dengan S. marcescens 0,0232 g/(cm2.hari), dan air laut dengan B. megaterium 0,0052 g/(cm2.hari).

Kata kunci : korosi, Serratia marcescens, Bacilllus megaterium

1. Pendahuluan

Seiring berkembangnya industri, penggunaan logam untuk kebutuhan operasional, konstruksi, dan bahan penunjang industri lainnya terus meningkat. Meskipun logam tergolong material yang kuat, logam memiliki kelemahan, yakni dapat terkorosi. Biaya yang digunakan untuk penanggulangan, pemeliharaan alat, ataupun penggantian produk akibat korosi mencapai sekitar 5% dari pendapatan industri (Callister, 2011).

Salah satu penyebab korosi di industri yaitu kehadiran mikroorganisme yang membentuk biofilm pada permukaan material. Biofilm ini merupakan campuran bakteri, fungi, ataupun alga dalam polimer ekstraseluler pada permukaan padat (Almeida, 2000). Peristiwa korosi yang diakibatkan oleh mikroorganisme ini disebut biokorosi atau Microbially-Influenced Corrosion (MIC) (Beech, 1999).

Biokorosi menyebabkan kerugian yang cukup besar dalam industri. Sekitar 20% korosi yang terjadi pada logam dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme (Flemming, 1996)..Selain merusak peralatan logam, biokorosi juga mengganggu kegiatan operasional pabrik dan mengancam keselamatan pekerja (Beech, 1999).

Sampai saat ini mekanisme umum biokorosi belum diketahui secara pasti. Hal ini menghambat menanggulangan biokorosi secara efektif (Lewandowski, 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian biokorosi menggunakan berbagai mikroorganisme dalam kultur murni untuk menambah data mengenai mekanisme biokorosi sehingga pengelompokkan mekanisme penyebab biokorosi secara umum menjadi lebih tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari peristiwa dan karakteristik biokorosi pada logam baja karbon oleh kultur murni Serratia marcescens dan Bacillus megaterium dalam medium air laut buatan. Setelah memahami peristiwa dan karakteristik biokorosi, diharapkan hal tersebut dapat menjadi dasar untuk pengelompokkan jenis biokorosi dan mengetahui cara penanggulangannya.

Page 2: Perbandingan Karakteristik Korosi oleh Serratia marcescens ... · air laut. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing bakteri tumbuh dalam medium 100% air laut buatan. Tabel

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 ISSN Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

   

2. Metodologi

Inokulasi. S. marcescens ATCC27117 diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB). Bakteri dibiakan dalam 1000 mL medium Luria Bertani (LB) yang terdiri atas (g/L): tryptone, 10; yeast extract, 5; NaCl, 10; dan pH 7,0 (Hejazi, 1997). B. megaterium PI12 diperoleh dari National University of Singapore (NUS). Bakteri dibiakan dalam 1000 mL medium organik yang terdiri atas (g/L): beef extract, 5; pepton, 5; yeast, 1,5; dan NaCl, 3,5 (Shabeb dkk., 2010). Aklimatisasi. Proses ini bertujuan mengadaptasikan kedua biakan bakteri dari medium pertumbuhan masing-masing ke dalam medium perendaman, yakni air laut buatan dengan komposisi sebagaimana tersaji pada Tabel 1. Aklimatisasi dilakukan dengan mengambil bakteri (10% volume) yang telah diinokulasi dalam medium pertumbuhan ke dalam campuran larutan I yang terdiri atas 75% medium biakan dan 25% air laut. Kemudian setelah diinkubasi dan telah mencapai tahap logaritmik, bakteri dari larutan I diambil dan ditumbuhkan ke dalam campuran larutan II 50% medium biakan dan 50% air laut. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing bakteri tumbuh dalam medium 100% air laut buatan.

Tabel 1. Komposisi air laut buatan (Xiaoxia, 2007)

Zat Konsentrasi (g/L) NaCl 23,476 Na2SO4 3,917 NaHCO3 0,192 KCl 0,664 H3BO3 0,026 MgCl2.6H2O 10,610 SrCl2.6H2PO 0,04 CaCl2 1,109

Pembuatan Kurva Pertumbuhan. Kurva pertumbuhan dibuat dengan mengukur absorbansi suspensi bakteri dalam air laut. Pembuatan kurva baku dilakukan hingga kedua bakteri mencapai fasa stasioner, yakni 15 hari. Penyiapan Logam. Logam yang digunakan yaitu logam baja karbon AISI 1010. Logam dipotong dengan ukuran 2 x 2 cm. Setelah dipotong, logam dihaluskan dengan kertas abrasif grid 240-1200 (berdasarkan ASTM 1-81). Spesimen yang telah dihaluskan dicuci dengan alkohol 95% kemudian ditimbang beratnya dan disimpan dalam desikator. Perendaman. Setiap spesimen logam direndam dalam reaktor berisi 200 mL air laut kemudian ditambahkan kultur bakteri sebanyak 20 mL. Setelah direndam selama waktu tertentu, dilakukan analisis korosi. Analisis Jumlah Koloni Bakteri pada Biofilm. Jumlah koloni S. marcescens dan B. megaterium terdapat pada biofilm di spesimen logam dengan metode Total Plate Count (TPC). Biofilm masing-masing bakteri yang telah dipisahkan dari logam ditumbuhkan dalam agar cawan petri berisi agar kaldu selama 3 hari. Bakteri dihitung berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh. Pengambilan sampel TPC dilakukan pada hari pertama, ke-4, 8, 12, 16, dan 20. Analisis Morfologi Biofilm. Karakteristik morfologi biofilm pada permukaan logam dapat diketahui dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM). Penyiapan sampel SEM dilakukan dengan cara merendam sampel dalam larutan glutaraldehid 3% pada buffer fosfat (PBS, pH 7,3-7,4) selama 4 jam. Kemudian sampel dibilas dengan aqua dm dan dicuci dengan etanol 20%, 50%, 75%, dan 90% masing-masing selama 10 menit. Sampel yang telah dicuci disimpan untuk selanjutnya dianalisis menggunakan SEM.

Page 3: Perbandingan Karakteristik Korosi oleh Serratia marcescens ... · air laut. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing bakteri tumbuh dalam medium 100% air laut buatan. Tabel

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 ISSN Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

   

Analisis Komposisi Biofilm. Analisis komposisi biofilm yang terbentuk oleh masing-masing bakteri dilakukan dengan spektroskopi Fourier Transform Infra-Red Spectrometer (FTIR). Biofilm pada permukaan logam dipisahkan, disuspensikan, dikeringkan kemudian dianalisis. Analisis FTIR mengukur absorbansi pada rentang panjang gelombang 400-2000 nm. Analisis Laju Korosi. Analisis laju korosi dari kedua kultur bakteri tersebut pada baja karbon dilakukan dengan metode gravimetri. Sampel direndam dalam campuran larutan HCl 6 N dengan Sb2O3 dan SnCl2 untuk menghilangkan produk korosi. Sampel dicuci dengan aqua dm dan etanol kemudian dikeringkan dan ditimbang untuk mengukur selisih berat logam sebelum dan setelah perendaman. Analisis Produk Korosi. Produk korosi yang mungkin terbentuk selama proses perendaman dapat diketahui dengan metode XRD. Penyiapan sampel dilakukan dengan cara mencuci sampel logam dengan etanol untuk menghilangkan lapisan biofilm. Setelah biofilm hilang, sampel dianalisis.  

3. Hasil Diskusi

Kurva Pertumbuhan. Kurva pertumbuhan kedua bakteri disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan kurva pertumbuhan dengan waktu pengamatan selama 15 hari, kedua bakteri dapat tumbuh dengan baik pada medium air laut buatan. Diperoleh laju pertumbuhan spesifik maksimum (µmax) S. marcescens sebesar 0,0109 jam-1, sedangkan B. megaterium 0,0110 jam-1. Hal ini menunjukkan bahwa B. megaterium tumbuh dalam air laut lebih cepat daripada S. marcescens. Peningkatan jumlah sel bakteri tersuspensi dapat diketahui secara tidak langsung melalui perbandingan absorbansi akhir dan absorbansi awal fasa eksponensial. Konsentrasi sel S. marcescens tersuspensi meningkat sekitar 8 kali lipat selama fasa eksponensial, sedangkan B. megaterium meningkat 10 kali.

Gambar 1. Kurva pertumbuhan B. megaterium dan S. marcescens. Jumlah Koloni Bakteri. Hasil perhitungan jumlah koloni disajikan pada Gambar 2. Dalam 20 hari perendaman, jumlah S. marcescens meningkat 62 kali lipat dari jumlah koloni hari pertama, sedangkan B. megaterium hanya meningkat 15 kali lipat. S. marcescens yang merupakan bakteri gram negatif lebih cenderung melekat pada permukaan logam daripada B. megaterium yang merupakan bakteri gram positif. Hal ini disebabkan bakteri gram negatif memiliki hidrophobisitas dan muatan permukaan lebih tinggi daripada bakteri gram positif (Harimawan dkk., 2011).

0.00

0.02

0.04

0.06

0.08

0.10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Abs

orba

nsi

Waktu perendaman (hari)

air laut S. marcescens B. megaterium

Page 4: Perbandingan Karakteristik Korosi oleh Serratia marcescens ... · air laut. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing bakteri tumbuh dalam medium 100% air laut buatan. Tabel

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 ISSN Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

   

Gambar 2. Jumlah koloni bakteri pada biofilm.

Analisis Morfologi Biofilm. Matriks biofilm pada kedua bakteri dapat melindungi logam dari serangan korosi air laut atau sebaliknya, mempercepat proses korosi akibat besarnya heterogenitas oksigen atau aktivitas metabolisme mikroba. Matriks biofilm yang tebal dan merata dapat melindungi logam dari korosi. Sebaliknya, matriks yang tidak merata dapat menyebabkan korosi. Gambar 3 menunjukkan perbandingan morfologi biofilm B. megaterium (A1, A2, dan A3) dan S. marcescens (B1, B2, dan B3) pada berbagai waktu perendaman. Terlihat bahwa matriks biofilm S. marcescens dan B. megaterium terbentuk merata pada permukaan logam. Patut diduga bahwa keberadaan biofilm tersebut menurunkan laju korosi. Pengaruh biofilm terhadap korosi dapat diketahui lebih jelas melalui analisis komposisi biofilm dan laju korosi.

Gambar 3. Perbandingan morfologi biofilm dengan perbesaran 2000x: (A) B. megaterium dan (B) S.

marcescens pada waktu perendaman: (1) 1 hari, (2) 12 hari, (3) 20 hari

0 5

10 15 20 25 30 35 40 45 50

1 4 8 12 16 20

Jum

lah

kolo

ni

(x 1

05 C

FU/c

m2 )

Waktu perendaman (hari)

B. megaterium S. marcescens

Page 5: Perbandingan Karakteristik Korosi oleh Serratia marcescens ... · air laut. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing bakteri tumbuh dalam medium 100% air laut buatan. Tabel

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 ISSN Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

   

Analisis Komposisi Biofilm. Komposisi biofilm pada permukaan spesimen logam dianalisis menggunakan FTIR. Hasil spektrum FTIR untuk B. megaterium dan S. marcescens disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan spectrum ini terlihat bahwa komposisi biofilm kedua bakteri merupakan campuran air dengan adanya gugus O-H pada panjang gelombang 3500 cm-1 dan Extracellular Polymeric Substances (EPS) yang terdiri atas protein dengan adanya gugus N-H pada panjang gelombang 1600 cm-1, polisakarida dengan adanya gugus C-O pada panjang gelombang 1050 cm-1, dan asam lemak dengan adanya gugus C-H pada panjang gelombang 2910 cm-1 (Bassler dkk., 1981).

Gambar 4. Spektrum FTIR biofilm pada berbagai waktu perendaman: (a) B. megaterium dan (b) S. marcescens

Analisis Laju Korosi. Profil laju korosi oleh B. megaterium dan S. marcescens, serta air laut buatan disajikan pada Gambar 5. Pada perendaman selama satu hari, laju korosi ketiga jenis medium menunjukkan nilai tertinggi. Hal ini disebabkan logam yang digunakan masih aktif, sehingga mudah terkorosi, sedangkan logam yang lebih lama direndam dapat dilapisi oleh oksida logam atau produk korosi yang dapat menghalangi serangan korosi. Laju korosi pada medium berisi S. marcescens selalu lebih tinggi daripada korosi pada kedua medium lainnya. Hal ini dapat terjadi karena biofilm S. marcescens meningkatkan heterogenitas oksigen. Sifat S. marcescens yang merupakan mikroorganisme anaerobik fakultatif dan bakteri gram negatif membuat koloni bakteri ini banyak menempel pada bagian bawah biofilm yang melapisi logam karena bagian ini berkadar oksigen rendah. Jumlah koloni yang banyak pada pagian bawah biofilm menyebabkan tingginya aktivitas metabolisme bakteri di bagian bawah biofilm. Hal ini memperbesar dampak aktivitas metabolisme, yakni sekresi enzim peroksidase dan katalase, terhadap peningkatan laju korosi.

Gambar 5. Laju korosi baja karbon oleh air laut murni, air laut dengan B. megaterium, dan air laut

dengan S. marcescens pada berbagai waktu perendaman

ba

0.00

0.02

0.04

0.06

0.08

0.10

1 4 8 12 16 20

Laj

u ko

rosi

(g/c

m2 .h

ari)

Waktu perendaman (hari)

B.megaterium S.marcescens air laut murni

Page 6: Perbandingan Karakteristik Korosi oleh Serratia marcescens ... · air laut. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing bakteri tumbuh dalam medium 100% air laut buatan. Tabel

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 ISSN Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

   

Laju korosi oleh B. megaterium pada hari pertama lebih rendah daripada korosi oleh air laut. Hal ini disebabkan pada hari pertama, intensitas biofilm yang terbentuk masih tipis sehingga heterogenitas oksigen belum mencapai nilai yang cukup untuk mengkorosi logam. Sedangkan pada hari ke-4 dan ke-8, laju korosinya lebih tinggi daripada korosi akibat air laut. Hal ini disebabkan B. megaterium sudah membentuk biofilm yang cukup tersebar di banyak tempat. Biofilm yang tersebar tersebut dapat meningkatkan heterogenitas oksigen untuk mempercepat proses korosi. Pada hari ke-16 dan ke-20, laju korosi oleh B. megaterium lebih rendah daripada oleh air laut. Hal ini disebabkan biofilm yang terbentuk sudah merata, sehingga menghalangi serangan korosi oleh air laut. Aktivitas metabolisme B. megaterium sama seperti S. marcescens yaitu dapat merusak logam. Akan tetapi, halangan biofilm lebih dominan karena jumlah koloni yang menempel pada logam jauh lebih sedikit daripada S. marcescens. 4. Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan selama 20 hari, dapat disimpulkan bahwa B. megaterium tumbuh lebih cepat dalam air laut buatan daripada S. marcescens. Laju pertumbuhan spesifik maksimum (µmax) S. marcescens dalam air laut buatan bernilai 0,0109 jam-1, sedangkan B. megaterium 0,0110 jam-1. Melalui pengukuran absorbansi, jumlah sel S. marcescens selama fasa pertumbuhan eksponensial mengalami peningkatan 8 kali lipat, sedangkan B. megaterium 10 kali lipat. S. marcescens tumbuh lebih cepat pada biofilm yang melekat pada baja karbon daripada B. megaterium. Jumlah koloni S. marcescens pada biofilm meningkat 62 kali lipat dari jumlah koloni pada hari pertama, sedangkan B. megaterium hanya meningkat 15 kali lipat. Komposisi biofilm kedua bakteri sebagian besar merupakan campuran air dan Extracellular Polymeric Substances (EPS) yang terdiri atas protein, polisakarida, dan asam lemak. Pada hari ke-20 lapisan biofilm terbentuk secara merata pada permukaan logam. S. marcescens mempercepat laju korosi baja karbon dalam laut, sedangkan B. megaterium menghambat laju korosi. Selama 20 hari, laju korosi rata-rata pada medium berisi S. marcescens 0,0232 g/(cm2.hari), B. megaterium 0,0052 g/(cm2.hari), dan air laut murni 0,0102 g/(cm2.hari).

Daftar Pustaka

Almeida, M.A.N; de Franca, F.P., “Biofilm formation on brass coupons exposed to a cooling system of an oil refinery”, Journal of Industrial Microbiology & Biotechnology 20 (2000), 39–44.

Beech, I.B.; Gaylarde,C.C., “ Recent advances in the study of biocorrosion”, Revista de Microbiologia 30 (1999), 177-190.

Beech, I.; Sunner, J., “Biocorrosion: towards understanding interactions between biofilms and metals”, Current Opinion in Biotechnology 15 ( 2004), 181–186.

Booth, G., “Sulphur bacteria in relation to corrosion”, Journal of Applied Microbiology 27 (1964), 174-181. Booth, G.H., “Sulphur bacteria in relation to corrosion”, J. Appl. Bacteriol.27 (1964), 174-181,. Bryer, J.D.,“ Bacterial biofilms”, Current Opinion in Biotechnology 4 (1993), 197-204. Callister, W.D.; Rethwisch, D.G., “Fundamentals of Materials Science and Engineering: An

Integrated Approach”, 4nd Ed., John Wiley and Son, New York, 2011. Flemming, H.C., “Biofouling and microbiologically influenced corrosion (MIC):..an economical and

technical overview”, Microbial Deterioration of Materials (1996), 5-14. Gaylarde, C.C.; Bento, F., “Microbial contamination of stored hydrocarbon fuels and its control”,

Revista de Microbiologia 30 (1999), 1-10. Harimawan, A.; Rajasekar, A.; Ting,Y.P, ”Bacteria attachment to surfaces – AFM force spectroscopy

and physicochemical analyses”, Journal of Colloid and Interface Science 364 (2011), 213-218. Hejazi, A.;Falkiner, “Review Aryicle : Serratia marcescens”, J. Med. Microbiol. 46, (1997), 902-912 Jones, D.A., “Principles and prevention of corrosion”, 2nd Ed. McGraw Hill, New York 1996. Lewandowski, Z.; Beyenal, H., ”Mechanisms of microbially influenced corrosion", Marine and

Industrial Biofouling (2009), 35-64.

Page 7: Perbandingan Karakteristik Korosi oleh Serratia marcescens ... · air laut. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing bakteri tumbuh dalam medium 100% air laut buatan. Tabel

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 ISSN Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015

   

Li, S.Y.; Kim Y.G; Jeon, L.; Kho, Y. “Microbiologically influenced corrosion of underground pipelines under the disbonded coatings”, Metals and Materials 6(3), (2007), 281-286

Madigan, M.T., “Brock Biology of Microorganisms”, International Microbiology 8 (2005), 149-152. Monroe, D., “Looking for chinks in the armor of bacterial biofilms”, PLoS Biology, 5(11) (2007), 307. Rajasekar, A.; Ting, Yen-Peng, “Microbial Corrosion of Aluminum 2024 Aeronautical Alloy by

Hydrocarbon Degrading Bacteria Bacillus cereus ACE4 and Serratia marcescens ACE2”, Industrial and Chemistry Reasearch 49 (2010), 6054-6061.

Rajasekar, A.; Balasubramanian, R.; Joshua, V.M.K, “Role of hydrocarbon degrading bacteria Serratia marcescens ACE2 and Bacillus cereus ACE4 on Corrosion of Carbon Steel API 5LX”, Industrial and Chemistry Research 50 (2011), 10041-10046.

Raso, J, “Influence of several environmental factors on the initiation of germination and inactivation of Bacillus cereus by high hydrostatic pressure”, International Journal of Food Microbiology 44 (1994), 125-132

Sastri, V., “Corrosion inhibitors: principles and applications”, Wiley Chichester, New York, 1998. Shabeb, M.S.A.; Younis, M.A.M.; Hezayen, F. F. ; Nour-Elden, M. A., “production of cellulase in

low-cost medium by Bacillus subtilis KO strain”. World Applied Science Journal 8 (2010), 35-42.

Silverstein, R.M.; Bassler, G.C.; and Morrill, T.C., “Spectrometric Identification of Organic Compounds. 4th ed. New York: John Wiley and Sons, 1981.

Smith, W.F.; Hashemi, J., “ Foundations of materials science and engineering”,4th Ed., McGraw-Hill, New York, 2006

Sutherland, I.W., “ Biofilm exopolysaccharides: a strong and sticky framework. microbiology”, 147 (1) (2001), 3-9.