89
PERBANDINGAN (Caesalpinnia Dia Me U N KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI KA a sappan L.) SECARA DIGESTI DAN SOX SKRIPSI ajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat emperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Diajukan oleh : Trisiana Sarwastuti NIM : 068114178 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 AYU SECANG XHLETASI

PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

PERBANDINGAN

(Caesalpinnia sappan

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI KAYU SECANG

ia sappan L.) SECARA DIGESTI DAN SOXHLETASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh :

Trisiana Sarwastuti

NIM : 068114178

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

EKSTRAKSI KAYU SECANG

SOXHLETASI

Program Studi Ilmu Farmasi

Page 2: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

PERBANDINGAN

(Caesalpinnia sappan

Diajukan

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

ii

PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI KAYU SECANG

ia sappan L.) SECARA DIGESTI DAN SOXHLETASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh :

Trisiana Sarwastuti

NIM : 068114178

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

EKSTRAKSI KAYU SECANG

SOXHLETASI

Program Studi Ilmu Farmasi

Page 3: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

iii

Page 4: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

iv

Page 5: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

v

CAST YOUR CARES ON THE LORD AND HE

WILL SUSTAIN YOU, HE WILL NEVER LET

THE RIGHTEOUS FALL

Psalm 55:22

buah piker dan kerja keras ini kupersembahkan, dengan penuh rasa syukur untuk mereka yang

kukasihi Papa Mama

Lusi, Novi, Tia Sahabat

Almamaterku

Page 6: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

vi

Page 7: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

vii

Page 8: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

viii

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus

karena atas penyertaan dan kekuatanNya sehingga penulisan skripsi yang berjudul

“Perbandingan Kondisi Optimum Ekstraksi Kayu Secang (Caesalpinnia sappan

L.) secara Digesti dan Soxhletasi” ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

(S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tercapainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan,

kerjasama, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis hendak

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta atas semua kesempatan yang diberikan untuk menuntut

ilmu dan melaksanakan penelitian.

2. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang dengan

sabar memberi bimbingan, pengarahan, masukan, dan waktu selama proses

penyusunan skripsi ini.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

masukan dan saran kepada penulis.

4. Jeffry Julianus, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan

dan saran kepada penulis.

5. Semua Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, atas

semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis di bangku kuliah.

Page 9: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

ix

6. Keluarga tercinta, Papa, Mama, Mbak Lusi, Nophi, Tia, terimakasih atas cinta

dan sayang yang telah dicurahkan, segala dukungan moril dan materiil, dan

doa yang tiada henti hingga skripsi ini dapat terwujud.

7. Pak Parlan, Mas Bimo, Mas Kunto, dan Mas Andri yang telah membantu

selama penelitian.

8. Teman-teman seperjuangan, Shasha dan Astina, terima kasih atas kerjasama

dan kebersamaan selama proses penelitian yang panjang.

9. Tere, Della, Mbak Eya, Eyin, Mas Kaka, Mas Memedz, Mbak Via, terima

kasih untuk persahabatan, kasih dan semangat yang diberikan selama ini.

10. Grace, Yoki, Anton, Win, Rani, Aan, Cica, Iwan, Lina, Yacob, Iren atas

semangat dan kekompakan selama ini.

11. Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya untuk teman-teman Farmasi

angkatan 2006 untuk semua kebahagiaan dan kebersamaan selama di bangku

kuliah.

12. dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang membuat

penulis bisa melewati tahap ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini banyak kekurangan dan

jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran untuk lebih memperbaiki penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat berguna

dan bermanfaat bagi kita semua.

Penulis

Page 10: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

x

INTISARI

Tanaman secang (Caesalpinnia sappan L.) digunakan sebagai bahan

pewarna karena kandungan komposit brazilin di dalamnya. Ada beberapa teknik

ekstraksi untuk menyari komposit brazilin, dua diantaranya yaitu teknik digesti

dan soxhletasi. Ekstrak yang baik akan mengandung banyak komposit brazilin

yang diinginkan, sehingga ekstraksi harus dilakukan pada kondisi optimum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dari kedua kondisi optimum

ekstraksi tersebut akan menghasilkan nilai AUC yang berbeda atau tidak serta

membandingkan mana yang akan mengekstraksi komposit brazilin dari kayu

secang lebih banyak.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental quasi. Serbuk kayu

secang diekstraksi secara digesti dan soxhletasi yang masing-masing dilakukan

pada kondisi optimumnya. Analisis kuantitatif kandungan komposit brazilin

dilakukan dengan metode KLT-densitometri yang didahului pemisahan

menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase diam selulosa dan fase

gerak kloroform : metanol : aquadest (64 : 50 : 10).

Perbandingan kedua teknik ekstraksi dilakukan dengan membandingkan

Area Under Curve (AUC) yang diperoleh dengan menggunakan Paired Sampled

T-test. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata AUC komposit brazilin untuk

sampel digesti 11864,8 dan untuk sampel soxhletasi 14503,6. Pada analisis T-test

diperoleh perbedaan yang bermakna antara keduanya. Berdasarkan analisis dapat

disimpulkan bahwa teknik soxhletasi dapat mengekstraksi lebih banyak komposit

brazilin dibandingkan teknik digesti.

Kata kunci : kayu secang, komposit brazilin, digesti, soxhletasi

Page 11: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

xi

ABSTRACT

Sappan wood can be used as dye because brazilin composite content in it.

There are several techniques extraction of the composite brazilin, two of which

are digestion and soxhletation. A good extract will contain many brazilin

composite desired, therefore the extraction should be performed at optimum

conditions. This study aims to determine whether both extraction under optimum

conditions will produce different AUC values or not and which ones will more

extracts brazilin composite from the sappan wood.

This study includes quasi experimental study. Sappan wood extracted

with digestion and soxhletation each performed in optimum conditions.

Quantitative analysis of brazilin composite content conducted by KLT-

densitometri method which preceded the separation using thin layer

chromatography (KLT) with a stationary phase of cellulose and mobile phase

chloroform phase: methanol: aquadest (64: 50: 10).

Comparison of two extraction by comparing the Area Under Curve

(AUC) obtained by using the Paired Sampled T-test. The results show the average

AUC of brazilin composite from digestion sample is 11,864.8 and 14,503.6 for the

soxhletation sample. T-test analysis obtained significant differences between the

two method. Based on the analysis can be concluded that the soxhletation can

extract brazilin composite more than digestion.

Keywords: sappan wood, brazilin composite, digestion, soxhletation

Page 12: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................ vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vii

PRAKATA ........................................................................................................... viii

INTISARI .............................................................................................................. x

ABSTRACT ............................................................................................................. xi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xix

BAB I PENGANTAR ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang................................................................................................... 1

1. Perumusan masalah ................................................................................... 3

2. Keaslian penelitian .................................................................................... 3

3. Manfaat penelitian ..................................................................................... 3

B. Tujuan 4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ...................................................................... 5

A. Secang 5

1. Keterangan botani .................................................................................... 5

Page 13: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

xiii

2. Nama daerah ............................................................................................. 5

3. Kandungan kimia ..................................................................................... 5

4. Penggunaan .............................................................................................. 6

A. Penyarian ........................................................................................................... 7

1. Ekstrak ...................................................................................................... 8

2. Cairan penyari .......................................................................................... 9

3. Metode ekstraksi ...................................................................................... 9

a. Soxhletasi ............................................................................................. 9

b. Digesti ................................................................................................. 11

B. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ..................................................................... 12

C. KLT-Densitometri ........................................................................................... 15

D. Landasan Teori ................................................................................................ 17

E. Hipotesis .......................................................................................................... 18

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian....................................................................... 19

B. Variabel dan Definisi Operasional .................................................................. 19

1. Identifikasi variabel ................................................................................ 19

2. Definisi operasional................................................................................ 19

C. Bahan dan Alat ................................................................................................ 20

1. Bahan penelitian ..................................................................................... 20

2. Alat penelitian ........................................................................................ 20

D. Tata Cara Penelitian ........................................................................................ 21

1. Pengumpulan bahan ............................................................................... 21

Page 14: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

xiv

2. Identifikasi tanaman dan kayu................................................................ 21

a. Identifikasi morfologis tanaman ......................................................... 21

b. Identifikasi makroskopik batang kering ............................................. 21

c. Identifikasi secara kimia ..................................................................... 21

3. Pembuatan simpleks kayu secang .......................................................... 22

4. Pembuatan serbuk kayu secang .............................................................. 22

5. Ekstraksi komposit brazilin dari kayu secang secara digesti ................. 22

a. Pembuatan cairan penyari air dalam etanol 64%................................ 22

b. Ekstraksi komposit brazilin dari kayu secang secara digesti .............. 23

6. Ekstraksi komposit brazilin dari kayu secang secara soxhletasi ............ 23

a. Pembuatan cairan penyari air dalam etanol 64%................................ 23

b. Ekstraksi komposit brazilin dari kayu secang secara soxhletasi ........ 23

7. Pembuatan ekstrak kering ...................................................................... 24

8. Isolasi komposit brazilin dengan KLT ................................................... 24

a. Pembuatan buffer fosfat pH 7 ............................................................. 24

b. Isolasi dengan KLT ............................................................................ 24

9. Pengukuran AUC komposit brazilin dengan TLC densitometric scanner 24

a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ........................... 24

b. Pengukuran AUC komposit brazilin ................................................... 24

E. Analisis Hasil................................................................................................... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 26

A. Pengumpulan Bahan ........................................................................................ 26

B. Identifikasi Tanaman dan Batang Kering ........................................................ 27

Page 15: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

xv

1. Identifikasi morfologis tanaman ............................................................. 27

2. Identifikasi makroskopik batang kering .................................................. 28

3. Identifikasi secara kimia.......................................................................... 28

C. Pembuatan Simpleks Kayu Secang ................................................................. 33

D. Pembuatan Serbuk Kayu Secang ..................................................................... 35

E. Ekstraksi Komposit Brazilin secara Digesti .................................................... 36

F. Ekstraksi Komposit Brazilin secara Soxhletasi ............................................... 37

G. Rendemen Hasil Ekstraksi Digesti dan Soxhletasi .......................................... 40

H. Pemisahan Komposit Brazilin dengan KLT .................................................... 40

I. Pengukuran AUC Komposit Brazilin dengan

TLC Scanner Densitometric ......................................................................... 47

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ................................ 47

2. Pengukuran AUC komposit brazilin ........................................................ 48

J. Perbandingan Metode ...................................................................................... 51

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 54

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 55

LAMPIRAN .......................................................................................................... 58

BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................... 70

Page 16: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel I Parameter aplikasi yang direkomendasikan ....................................... 16

Tabel II Hasil identifikasi secara kimia ............................................................ 29

Tabel III Bobot rata-rata dan % CV ekstrak kering hasil digesti ...................... 37

Tabel IV Bobot rata-rata dan % CV ekstrak kering hasil soxhletasi ................. 39

Tabel V Harga Rf dan warna bercak sampel KLT

hasil digesti dan soxhletasi ................................................................. 45

Tabel VI Harga Rf bercak sampel hasil digesti dan soxhletasi

pada 5 replikasi .................................................................................. 46

Tabel VII Nilai AUC komposit brazilin dari kedua cara ekstraksi ..................... 48

Tabel VIII Hasil uji normalitas data AUC

dengan Kolmogorov-Smirnov Test ..................................................... 51

Tabel IX Hasil analisis statistik dengan Paired Sampled T-test ........................ 52

Page 17: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur brazilein, 3-0 metil brazilin, dan brazilin .............................. 6

Gambar 2. Soxhlet extractor ............................................................................... 10

Gambar 3. Batang secang segar .......................................................................... 26

Gambar 4. Bagian tanaman secang ..................................................................... 28

Gambar 5. Reaksi asam basa brazilin menjadi brazilein

pada penambahan basa ...................................................................... 30

Gambar 6. Reaksi asam basa 3’-O-metil brazilin menjadi

3’-O-metil brazilein pada penambahan basa ..................................... 31

Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks brazilin

dengan Pb2+ ....................................................................................... 33

Gambar 8. Reaksi pembentukan senyawa kompleks brazilin

dengan Fe3+ ....................................................................................... 33

Gambar 9. Simpleks kayu secang ....................................................................... 34

Gambar 10. Serbuk kayu secang .......................................................................... 35

Gambar 11. Ekstrak kering secang hasil digesti dan soxhletasi ........................... 40

Gambar 12. Interaksi brazilin, 3-O-metil brazilin dengan fase gerak ................... 41

Gambar 13. Interaksi brazilin, 3-O-metil brazilin dengan fase diam.................... 42

Gambar 14. Profil KLT komposit brazilin yang diperoleh

secara digesti dengan jarak pengembangan 15cm ............................ 43

Gambar 15. Profil KLT komposit brazilin yang diperoleh

secara soxhletasi dengan jarak pengembangan 15cm ....................... 44

Page 18: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

xviii

Gambar 16. Spektrogram hasil penentuan panjang gelombang serapan

maksimum pada bercak komposit brazilin dengan

TLC Densitometric scanner ................................................................ 47

Gambar 17. Spektra komposit brazilin dari hasil digesti ...................................... 49

Gambar 18. Spektra komposit brazilin dari hasil soxhletasi ................................. 50

Page 19: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto hasil identifikasi tanaman secara kimia .................................... 59

Lampiran 2. Foto alat digesti ................................................................................. 60

Lampiran 3. Foto soxhlet extractor ....................................................................... 60

Lampiran 4. Persentase rendemen dan CV komposit brazilin hasil digesti .......... 61

Lampiran 5. Perhitungan % rendemen hasil digesti .............................................. 61

Lampiran 6. Perhitungan standard error dan coefficient of variance ................... 62

Lampiran 7. Persentase rendemen dan CV komposit brazilin hasil soxhletasi ..... 62

Lampiran 8. Perhitungan % rendemen hasil soxhletasi ........................................ 62

Lampiran 9. Perhitungan standard error dan coefficient of variance ................... 63

Lampiran 10. Profil KLT komposit brazilin hasil digesti ..................................... 64

Lampiran 11. Profil KLT komposit brazilin hasil soxhletasi ................................ 65

Lampiran 12. Spektrum komposit brazilin hasil digesti ........................................ 66

Lampiran 13. Spektrum komposit brazilin hasil soxhletasi .................................. 68

Page 20: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Saat ini masyarakat Indonesia telah mengenal tanaman secang

(Caesalpinnia sappan L.) sebagai bahan pewarna alami. Tanaman secang sudah

banyak dimanfaatkan sebagai bahan pewarna makanan, minuman, bahkan sediaan

farmasi seperti obat dan kosmetik.

Tanaman secang dapat digunakan sebagai bahan pewarna karena

kandungan komposit brazilin di dalamnya. Komposit brazilin yaitu terdiri dari

brazilin, brazilein, 3’-O-metil brazilin. Sifat dari brazilin yaitu memiliki ikatan

rangkap terkonjugasi yang panjang dan memiliki kelarutan yang baik di dalam air

dan etanol. Selain itu, komposit brazilin tersusun dari atom-atom C, H dan O yang

peka terhadap penambahan pH.

Komposit brazilin dalam kayu secang dapat diperoleh dengan melakukan

ekstraksi. Ada beberapa macam metode ekstraksi, dua di antaranya adalah digesti

dan soxhletasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses ektraksi agar dapat

berlangsung sempurna adalah apabila digunakan cairan penyari yang sesuai.

Cairan penyari yang digunakan harus dapat menarik senyawa yang diinginkan

dari senyawa-senyawa lainnya sehingga ekstrak yang diperoleh hanya

mengandung sebagian besar senyawa yang diinginkan dari serbuk simpleks. Oleh

karena itu pemilihan cairan penyari harus

Page 21: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

2

disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang diinginkan dalam cairan

penyari.

Pemilihan cairan penyari saja belum cukup untuk menyari seluruh

senyawa yang diinginkan secara optimal. Hal yang penting diperhatikan agar

diperoleh ekstrak dengan kandungan senyawa yang diinginkan dalam jumlah

banyak adalah konsentrasi cairan penyari yang digunakan. Selain konsentrasi

cairan penyari, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah lama ekstraksi yang

dilakukan. Oleh karena itu ekstraksi yang dilakukan harus menggunakan

konsentrasi cairan penyari dan lama ekstraksi yang optimum.

Pada penelitian ini akan dilakukan perbandingan cara ekstraksi kayu

secang dengan cara digesti dan soxhletasi. Baik cara digesti maupun soxhletasi

dilakukan pada konsentrasi cairan penyari dan lama ekstraksi yang optimum.

Penentuan kondisi optimum untuk ekstraksi secara digesti dan soxhletasi telah

dilakukan pada penelitian sebelumnya. Kedua cara ekstraksi tersebut mempunyai

kelebihan dan kekurangan masing-masing. Cairan penyari yang digunakan untuk

mengekstraksi kayu secang adalah air dalam etanol.

Ekstrak yang diperoleh dari masing-masing ekstraksi akan dianalisis

dengan menggunakan TLC densitometry scanner. Kedua cara ekstraksi dengan

masing-masing konsentrasi cairan penyari dan lama ekstraksi yang optimum

dibandingkan nilai area under curve (AUC) yang terukur, mana yang akan

menghasilkan AUC komposit brazilin yang lebih besar.

Page 22: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

3

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi industri farmasi maupun

masyarakat dalam mengisolasi komposit brazilin dari kayu secang dalam

penggunaannya sebagai bahan pewarna.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka timbul permasalahan :

a. Apakah nilai AUC komposit brazilin antara hasil ekstraksi digesti dengan

soxhletasi berbeda?

b. Pada teknik ekstraksi manakah yang dapat menghasilkan AUC komposit

brazilin yang lebih besar?

2. Keaslian penelitian

Sejauh peninjauan penulis, penelitian tentang perbandingan ekstraksi

komposit brazilin dari kayu secang dengan cara digesti dan soxhletasi terhadap

AUC belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang pernah dilakukan terhadap

kayu secang yaitu tentang stabilitas warna zat aktifnya (brazilin) pada perbedaan

pH dan suhu pemanasan; isolasi dan karakterisasi brazilin dari kayu secang;

modifikasi menjadi pewarna oily; serta penggunaan zat warna dari kayu secang

sebagai pewarna pada tablet salut gula (Wijayanti, 2002; Putrandana, 2003;

Penpun, 2005; Dong-Kyu et al., 2007).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu

pengetahuan mengenai cara ekstraksi yang lebih banyak mengisolasi

komposit brazilin dalam kayu secang.

Page 23: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

4

b. Manfaat metodologis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan suatu

cara ekstraksi yang lebih banyak mengisolasi komposit brazilin dalam

kayu secang.

c. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi industri

farmasi mengenai ekstraksi komposit brazilin dari kayu secang yang

memberikan hasil optimum dalam penggunaannya sebagai bahan pewarna.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. mengetahui nilai AUC komposit brazilin antara hasil ekstraksi digesti dan

soxhletasi berbeda atau tidak

2. membandingkan ekstraksi digesti dan soxhletasi yang dapat menghasilkan

AUC komposit brazilin yang lebih besar

Page 24: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Secang

1. Keterangan botani

Secang merupakan tumbuhan yang biasa tumbuh di daerah tropis pada

ketinggian 500-1000 diatas permukaan laut dan biasa dijumpai sebagai tanaman

pagar. Tanaman secang termasuk ke dalam famili Caesalpiniaceae, suku

Caesalpinia, dan memiliki nama ilmiah Caesalpinnia sappan L

(Tjitrosoepomo, 1994).

2. Nama daerah

Tanaman secang mempunyai beberapa nama daerah, diantaranya adalah :

Sumatra : Seupang (Aceh), Sopang (Batak), Cacang (Minangkabau).

Jawa : Secang (Sunda), Kayu Cang (Madura)

Nusa Tenggara : Cang (Bali), Sepang (Sasak), Sepe (Roti)

Sulawesi : Kayu Sema (Manado), Sapang (Makasar)

Maluku : Sunyiha (Ternate), Roro (Tidore)

(Anonim, 1986).

3. Kandungan kimia

Kandungan utama dari tanaman secang berupa komponen fenolik yang

terdiri dari 4 macam subtipe struktur yaitu brazilin, kalkon, protosapannin, dan

homisoflavonoid (Fu et al., 2008). Brazilin berwarna kuning pada larutan alkali

dan akan berubah warna menjadi merah tua apabila teroksidasi (Wallis, 1985).

Page 25: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

6

Kayu secang juga mengandung asam tanat, galat, resin, resorsin, minyak

atsiri, brazilein, d-alfa-phellandrene, oscimene (Anonim, 1985). Selain itu daun

dan batang secang juga mengandung polifenol, batangnya juga mengandung tanin

(Sugati dan Hutapea, 1991).

Komposit brazilin adalah kumpulan senyawa sub tipe struktur brazilin,

yang terdiri dari brazilin, brazilein, dan 3’-O-metil brazilin. Brazilin merupakan

zat warna kayu secang yang berwarna kuning pada pH asam dan akan berubah

menjadi brazilein yang berwarna merah pada pH basa atau jika teroksidasi.

Senyawa 3’-O-metil brazilin adalah turunan brazilin.

Gambar 1. Struktur brazilein, 3-O-metilbrazilin dan brazilin (Fu et al., 2008)

4. Penggunaan

Kayu secang mengandung senyawa brazilin yang dapat digunakan

sebagai bahan pewarna makanan maupun bahan sediaan farmasi seperti obat-

obatan dan kosmetik. Selain sebagai zat warna, brazilin merupakan senyawa

antioksidan yang mengandung katekol dalam struktur kimianya. (Moon et al.,

1992).

Page 26: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

7

Brazilin dalam kayu secang juga dilaporkan memiliki efek antiinflamasi.

Beberapa penelitian melaporkan kayu secang mempunyai aktivitas anti bakteri

penyebab tukak lambung. Selain itu untuk menghentikan pendarahan, diduga yang

berperan adalah tanin dan asam galat (Sundari et al., 1998).

Kayu secang juga digunakan untuk pengobatan diare, disentri, muntah

darah, batuk darah, luka berdarah, serta luka dalam (Perry, 1980). Kayu secang

digunakan untuk semua peristiwa yang bertalian dengan darah, misalnya untuk

menyembuhkan memar berdarah, muntah darah, murus darah. Kerokan kayu

secang yang dicampur dengan ketumbar dan tawas dapat digunakan sebagai obat

mata dan sebagai obat minum kalau orang menderita luka dalam. Kayu secang ini

juga digunakan sebagai obat sifilis, batuk darah, radang selaput lendir mata, berak

darah, dan darah kotor (Greshoff dan Heyne, 1987).

Di Cina dan Filipina, rebusan kayu secang digunakan sebagai penghenti

pendarahan untuk pengobatan pasca persalinan, sedangkan di Singapura kayu

secang digunakan sebagai tonik dan obat rematik (Perry, 1980).

B. Penyarian

Penyarian (ekstraksi) adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari

bahan yang tidak dapat larut dengan cairan penyari. Pada proses penyarian terjadi

perpindahan masa zat aktif yang semula berada di dalam sel akan ditarik oleh

adanya cairan penyari. Proses penyarian dapat dibedakan menjadi pembuatan

serbuk, penyarian, dan pemekatan. Hasil penyarian akan semakin baik apabila

ukuran serbuk semakin halus, karena permukaan serbuk simplisia yang

Page 27: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

8

bersentuhan dengan cairan penyari akan semakin luas. Akan tetapi pertimbangan

ini tidak selalu dapat dilaksanakan karena dengan semakin halus serbuk simplisia

juga akan mengganggu proses penyarian. Hal ini dikarenakan serbuk yang terlalu

halus tersebut dapat membentuk suspensi yang sulit dipisahkan dari hasil

penyarian. Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan penyarian adalah

kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari

dengan bahan yang mengandung zat tersebut (Anonim, 1986).

1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan

menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok. Ekstrak kering

harus mudah digerus menjadi serbuk. Ekstrak mengandung senyawa bioaktif

dengan kadar yang lebih tinggi dari simplisia asalnya (Anonim, 1979).

Dalam pembuatan ekstrak yang baik perlu memperhatikan beberapa

tahap karena akan mempengaruhi mutu ekstrak seperti keseragaman kandungan

kimia, sifat fisiknya, khasiat dan keamanannya (Sidik dan Mudahar, 2000).

Ada 2 faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor biologi dan

faktor kimia. Pada faktor biologi, mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal

tumbuhan obat dari segi biologi. Faktor biologi baik untuk bahan yang berasal

dari tanaman budidaya maupun tanaman liar meliputi identitas jenis, lokasi

tanaman asal, periode pemanenan hasil tumbuhan, penyimpanan bahan tanaman,

umur tanaman, dan bagian tanaman yang digunakan. Pada faktor kimia, mutu

ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu kandungan kimia dari tanaman obat

(Anonim, 2000).

Page 28: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

9

2. Cairan penyari

Cairan penyari adalah pelarut yang baik atau optimal bagi senyawa yang

berkhasiat atau aktif sehingga sehingga senyawa tersebut dapat dipisahkan dari

senyawa lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa yang

diinginkan (Anonim, 1995).

Farmakope Indonesia menetapkan sebagai cairan penyari digunakan air,

etanol air, atau eter. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak atsiri,

glikosida, kurkumin, kumarin, antrakuinon, flavoloid, steroid, damar, dan klorofil

lemak, malam, tanin, dan saponin hanya sedikit larut, dengan demikian zat

pengganggu yang larut terbatas. Cairan penyari yang baik harus memenuhi

kriteria berikut :

a. Murah dan mudah diperoleh

b. Stabil secara fisika dan kimia

c. Bereaksi netral

d. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar

e. Selektif, yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki

f. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat

g. Diperbolehkan oleh peraturan

(Anonim, 1986).

3. Metode ekstraksi

a. Soxhletasi. Penyarian berkesinambungan merupakan cara penyarian

yang menghasilkan ekstrak cair kemudian dilanjutkan dengan proses penguapan

sehingga akan diperoleh ekstrak yang lebih pekat (Anonim, 1986). Alat ekstraksi

Page 29: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

10

yang digunakan adalah soxhlet (gambar 2). Pelarut yang berada di dalam labu

dipanaskan kemudian mengembun. Apabila volumenya mencukupi, pelarut yang

telah membawa zat terlarut akan keluar melalui pipa kecil dalam labu

(Anwar, 1994).

Gambar 2. Soxhlet extractor

Prinsip kerja ekstraksi dengan soxhletasi adalah sebagai berikut :

Serbuk simpleks yang dibungkus dengan kertas saring dimasukkan ke dalam

tabung, sedangkan cairan penyari yang berada di labu dipanaskan hingga

mendidih. Uap cairan penyari akan naik ke atas melalui pipa samping kemudian

diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari akan turun melarutkan zat

aktif serbuk simpleks, seluruh cairan tersebut akan kembali lagi ke labu (Anonim,

1986).

Proses ekstraksi ini berlangsung secara terus-menerus sehingga zat yang

diekstraksi harus tahan terhadap pemanasan. Cara ini lebih praktis dan hanya ada

kemungkinan kecil zat yang diekstraksi hilang selama proses ekstraksi

Page 30: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

11

berlangsung. Efisiensi yang tinggi pada soxhletasi dipengaruhi oleh viskositas

fase dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tercapainya

kesetimbangan (Khopkar, 1990).

Kelebihan cara penyarian soxhletasi adalah :

i. Uap panas tidak melalui serbuk simpleks tetapi melalui pipa samping

ii. Proses ekstraksi berjalan terus-menerus sesuai dengan keperluan tanpa

menambah volume cairan penyari. Hal ini sangat menguntungkan karena

selain ekonomis, akan diperoleh ekstrak yang lebih pekat.

iii. Cairan penyari yang digunakan lebih sedikit sehingga kan diperoleh hasil

yang lebih pekat

iv. Serbuk simpleks disari oleh cairan penyari yang murni sehingga dapat

menyari senyawa aktif lebih banyak

Kekurangan cara penyarian soxhletasi :

i. Larutan dipanaskan terus-menerus sehingga kurang sesuai untuk zat aktif

yang tidak tahan panas. Hal ini dapat diperbaiki dengan menambah peralatan

yang dapat mengurangi tekanan udara.

ii. Cairan penyari dididihkan terus-menerus sehingga cairan penyari harus murni

atau campuran azeotrop (Anonim, 1986).

b. Digesti. Pada maserasi, keadaan diam akan menyebabkan terjadinya

profil konsentrasi yaitu kesetimbangan perpindahan massa dari sel ke dalam

pelarut dan dari pelarut ke dalam sel. Keadaan ini dapat dihindari dengan

melakukan pengadukan atau dengan pemanasan (Stahl, 1985).

Page 31: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

12

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah

pada suhu 400-50

0C. Cara maserasi ini dilakukan hanya untuk bahan-bahan yang

tahan terhadap pemanasan. Pada digesti, cairan penyari akan menembus dinding

sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan

larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel

dengan di luar sel, maka larutan dengan konsentrasi yang lebih besar didesak ke

luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara

larutan di luar sel dan di dalam sel. Pemanasan akan memberikan energi bagi

cairan penyari untuk melarutkan senyawa dari simplisia. Pada peningkatan suhu

kekentalan pelarut akan berkurang sehingga akan mengurangi lapisan batas.

Selain itu, kelarutan zat akan meningkat apabila suhu dinaikkan (Anonim, 1986).

C. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan dengan

menggunakan fase diam berupa serbuk halus yang disebarkan merata pada

penyangga, sedangkan fase gerak yang berupa hampir segala macam larutan atau

campuran larutan. Campuran yang ingin dipisahkan ditotolkan pada fase diam

yang selanjutkan akan dimasukkan dalam bejana berisi fase gerak untuk dielusi.

Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) (Hardjono, 1983).

Kromatografi lapis tipis ini sering digunakan karena metodenya relatif

sederhana, cepat dalam pemisahan, sensitif, kecepatan pemisahan tinggi dan

mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang dipisahkan (Stahl,

1985). Selain itu kecepatan pemisahan dengan KLT tinggi dan mudah untuk

Page 32: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

13

memperoleh kembali senyawa yang dipisahkan. Aplikasi dengan KLT sangat luas,

dapat digunakan pada senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap dan terlalu

kecil untuk dianalisis dengan kromatografi cair, selain itu juga dapat digunakan

untuk pemeriksaan kemurnian pelarut (Khopkar, 1990).

Hal yang harus diperhatikan pada pemisahan suatu senyawa dengan

menggunakan KLT adalah pemilihan fase diam, fase gerak, dan cara kerja yang

sesuai. Pemisahan senyawa dapat berlangsung optimal apabila dilakukan

perubahan-perubahan pada fase diam, fase gerak, dan cara kerja yang meliputi

kejenuhan, temperatur dalam bejana kromatografi, cara pengembangan, dan

keadaan permukaan.

Besarnya partikel fase diam serta homogenitasnya juga harus

diperhatikan, karena daya lekat senyawa pada fase diam sangat ditentukan oleh

kedua sifat tersebut. Partikel yang terlalu besar dan kasar tidak akan memberikan

pemisahan yang baik. Oleh karena itu digunakan partikel dengan ukuran yang

halus yaitu pada umumnya 1-25 µm.

Fase gerak adalah medium pembawa yang bisa terdiri dari satu atau

beberapa macam pelarut. Pemilihan fase gerak untuk KLT ditentukan oleh

polaritas pelarut. Selain kelarutan relatif zat terlarut dalam fase gerak, perlu juga

diperhatikan persaingan antara zat terlarut dengan pelarut terhadap bidang

adsorbsi pada fase diam. Pemisahan senyawa tidak akan berjalan dengan baik

apabila pelarut mengelusi terlalu cepat, sebaliknya apabila pelarut mengelusi

terlalu lambat maka waktu elusi terlalu lama. Pengisian fase gerak dalam bejana

adalah 0,5-0,8 cm dan bejana harus tertutup rapat (Stahl, 1985).

Page 33: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

14

Penggunaan fase gerak untuk pengembangan tidak boleh lebih dari dua

kali pemakaian. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan perubahan komposisi

fase gerak akibat penyerapan berlebihan dan penguapan (Gritter, 1991).

Jarak pengembangan tiap-tiap bercak pada kromatogram biasa

dinyatakan dengan nilai Rf.

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Rf antara lain struktur kimia senyawa

yang dipisahkan, polaritas fase diam, tebal dan kerataan permukaan fase diam,

polaritas fase gerak, kejenuhan bejana kromatografi, jumlah cuplikan yang

digunakan, suhu dan kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1991).

Pengekoran bercak kromatogram terjadi apabila proses pemisahan

senyawa berlangsung tidak sempurna. Hal ini dapat digambarkan dengan bercak

yang tidak bulat (berekor). Terlalu tingginya konsentrasi komponen yang ingin

dipisahkan juga merupakan salah satu penyebab terjadinya pengekoran bercak

kromatogram. Penyebab lain pengekoran bercak yaitu antara lain ketidakjenuhan

bejana kromatografi sehingga fase gerak yang mengelusi pelat KLT akan mudah

menguap dalam ruangan tangki KLT. Ketidaktepatan pemilihan fase gerak

terhadap fase diam dan jenis sampel yang dianalisis juga dapat menjadi penyebab

pengekoran kromatogram (Mulya dan Suharman, 1995).

Pembuatan lokasi bercak yang tidak berwarna pada umumnya dilakukan

dengan cara fisika dan kimia. Pada cara fisika dilakukan dengan melihat senyawa

berwarna berfluoresensi di bawah sinar UV, sedangkan untuk senyawa yang tidak

berfluoresensi dilihat dengan latar belakang berfluoresensi. Pada cara kimia

Rf

Page 34: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

15

dilakukan penyemprotan senyawa kimia sehingga akan menghasilkan bercak yang

terlihat pada cahaya tampak ataupun pada sinar UV (Hardjono, 1983).

D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) - Densitometri

Kromatografi lapis tipis (KLT) - densitometri merupakan metode analisis

instrumental kuantitatif yang bekerja berdasarkan interaksi radiasi

elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada KLT. Interaksi

radiasi elektromagnetik dengan bercak KLT yang ditentukan adalah absorpsi,

transmisi, pantulan (refleksi) pendar fluor dari radiasi semula (Mulja dan

Suharman, 1995).

Penetapan kadar suatu senyawa dengan metode densitometri dilakukan

dengan mengukur kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan dengan KLT

(Hardjono, 1983). Adsorben dan fase gerak yang digunakan harus murni agar

mendapatkan hasil yang baik. Adsorben yang digunakan sebaiknya yang siap

pakai yaitu telah mengalami prapencucian (Gritter et al., 1991).

Analisis dengan densitometri digunakan bagi analit-analit dengan kadar

yang sangat kecil yang sebelumnya perlu dilakukan pemisahan dengan KLT.

Pemisahan dengan KLT akan diperoleh hasil yang optimal apabila penotolan

sampel dilakukan sekecil dan sesempit mungkin. Apabila sampel yang digunakan

terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi (Rohman, 2009). Penotolan

sampel yang tidak tepat dapat menghasilkan bercak yang menyebar dan puncak

ganda. Pada tabel I disajikan parameter aplikasi yang direkomendasikan untuk

pengukuran dengan densitometri.

Page 35: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

16

Tabel I. Parameter aplikasi yang direkomendasikan

Tujuan Diameter Bercak (mm)

Konsentrasi

Sampel

(%)

Banyaknya Sampel

(µg)

Densitometri 2 mm untuk volume

0,5 µL 0,02 – 0,2

0,1 – 1 (untuk KLT-

KT) dan 1 – 10

(Konvensional)

Identifikasi 3 mm untuk volume

sampel 1 µL 0,1 – 1 1 – 20

Uji kemurnian 4 mm untuk volume

sampel 2 µL 5 100

(Rohman, 2009).

Alat densitometri mempunyai sumber sinar yang bergerak di atas bercak

KLT yang ingin ditetapkan kadarnya. Lempeng KLT akan digerakkan menyusuri

berkas sinar dari sumber sinar tersebut. Bercak kecil dan intensif akan

menghasilkan puncak kurva yang sempit dan tajam, sedangkan bercak yang lebar

akan menghasilkan kurva puncak yang lebar dan tumpul (Sudjadi, 1988).

Korelasi kadar analit pada bercak kromatogram yang ditelusuri pada densitometri

terhadap area tidak menunjukkan garis lurus, melainkan memberikan garis

lengkung mendekati parabola (Mulja dan Suharman, 1995).

Teknik pengukuran dapat didasarkan pada pengukuran intensitas sinar

yang diserap (absorbansi), intensitas sinar yang dipantulkan (refleksi) atau

intensitas sinar yang difluoresensikan (fluoresensi). Teknik pengukuran

berdasarkan refleksi yaitu dimana sebagian sinar datang akan diserap dan

sebagian lagi akan dipantulkan. Sinar yang dipantulkan ini akan menjadi sensitif

dan selektif apabila sinar yang datang adalah sinar monokromatis. Banyaknya

sinar yang direfleksikan akan ditangkap oleh reflection photomultiplier yang

kemudian akan diteruskan ke pencatat untuk diubah menjadi suatu kromatogram.

Page 36: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

17

Luas kromatogram yang didapatkan sesuai dengan konsentrasi senyawa pada

bercak yang diukur.

Penelusuran bercak akan memperoleh hasil yang baik apabila

penelusuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum, karena perubahan

konsentrasi pada bercak sedikit saja sudah terdeteksi. Pengukuran biasanya

dilakukan dengan menelusuri bercak pada kisaran panjang gelombang tersebut

(Mintarsih, 1990).

Pada umumnya tebal lapisan tipis pada lempeng yang digunakan adalah

0,20-0,25 mm dan maksimum 0,33 mm. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi

efek hamburan sinar yang disebabkan oleh fase diam terhadap linearitas hubungan

serapan dan konsentrasi dari senyawa yang diteliti. Hubungan antara serapan

terhadap konsentrasi dilinierkan dengan dasar teori Kubelka-Munk, menggunakan

kurva kerja linear yang diprogramkan pada mikrokomputer. Kurva serapan

konsentrasi tersebut ditentukan oleh harga parameter hamburan yang disebabkan

oleh fase diam. Harga parameter hamburan tersebut tergantung ukuran dan

distribusi partikel fase diam pada lempeng KLT (Supardjan, 1987).

E. Landasan Teori

Ekstrak dikatakan berkualitas apabila mengandung kandungan zat aktif

yang diinginkan dalam jumlah yang banyak. Pada proses ekstraksi sangat perlu

diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas ekstrak yang dihasilkan.

Untuk itu proses ekstraksi harus dilakukan pada kondisi optimum yang dapat

mendukung terbentuknya ekstrak yang berkualitas.

Page 37: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

18

Kandungan zat aktif dalam tanaman kayu secang yang diinginkan untuk

penggunaannya sebagai bahan pewarna adalah komposit brazilin. Ekstrak

komposit brazilin dapat diperoleh melalui proses ekstraksi dengan teknik digesti

dan soxhletasi. Pada teknik soxhletasi dilakukan dengan pemanasan rendah

sampai cairan penyari mendidih. Cairan penyari yang menguap dikondensasi

sehingga cairan penyari yang mengenai serbuk tidak sepanas saat berada di dalam

labu. Apabila dibandingkan dengan teknik soxhletasi, pada teknik digesti

dilakukan pemanasan langsung sehingga akan meningkatkan daya melarut cairan

penyari. Hal ini akan mempermudah cairan penyari untuk berdifusi masuk ke

dalam serbuk dan menyari zat aktif yang diinginkan. Selain itu pada digesti

penyarian dilakukan berulang sehingga pada sirkulasi penyarian tertentu, akan

dilakukan penggantian cairan penyari sehingga kekentalan cairan penyari akan

berkurang yang menyebabkan berkurangnya lapisan batas. Pada penelitian ini

akan digunakan analisis Paired Sampled T-test untuk membandingkan area under

curve (AUC) komposit brazilin dari masing-masing ekstraksi.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat hipotesis bahwa :

1. Pada ekstraksi komposit brazilin dari kayu secang dengan cara digesti dan

soxhletasi akan menghasilkan AUC yang berbeda.

2. Ekstraksi kayu secang dengan teknik digesti menghasilkan AUC komposit

brazilin yang lebih besar apabila dibandingkan dengan cara soxhletasi.

Page 38: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

19

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental

quasi dan rancangan penelitian acak pola satu arah. Penelitian dilakukan di

Laboratorium Kimia Analisis Instrumen dan Kimia Organik Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Identifikasi variabel

a. Variabel bebas : cara ekstraksi yang digunakan yaitu soxhletasi dan

digesti

b. Variabel tergantung : area under curve (AUC) dari isolat yang

mengandung komposit brazilin

c. Variabel pengacau terkendali : suhu pemanasan pada masing-masing cara

ekstraksi, lingkungan tempat tumbuh dan waktu pemanenan kayu secang.

2. Definisi operasional

a. Simplisia adalah bahan tanaman yang belum mengalami pengolahan

apapun dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang telah

dikeringkan.

b. Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah pada

suhu 400-50

0C.

Page 39: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

20

c. Soxhletasi adalah teknik penyarian berkesinambungan yang menggunakan

soxhlet extractor.

d. Komposit Brazilin adalah kumpulan senyawa brazilin, brazilein, dan

3’-O-metil brazilin.

C. Bahan dan Alat

1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bahan utama berupa

kayu dari tanaman secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai sampel yang diperoleh

dari desa Kemuning, Wonosari, Yogyakarta, bahan untuk ekstraksi, berupa

aquadest dan etanol 96 %, bahan untuk pembuatan buffer fosfat, berupa KH2PO4,

NaOH, dan aquadest, bahan untuk pemisahan secara KLT yaitu menggunakan

fase diam selulosa (E Merck) dan fase gerak dengan derajat pro analisis produksi

dari E Merck berupa kloroform dan metanol sedangkan aquadest yang dipakai

diperoleh dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah blender (Retsch bv tipe

ZM 1) dan ayakan untuk pembuatan serbuk simpleks, soxhlet dan alat digesti

untuk pembuatan ekstrak, alat-alat gelas, seperangkat alat KLT, plat tetes, oven

(Termaks Salm en kipp b.v seri 88725), neraca analitik (Mettler Toledo AB 204),

waterbath (Salm en kipp b.v), hot plate (Hellba tipe OS 6), mantel heater (Pilz

Heraeus-Wittmann Heidelberg tipe 1746), lampu UV (Minuvis Desaga

Page 40: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

21

Heidelberg tipe 05.67.02), TLC Densitometry scanner (Camag TLC scanner 3 seri

no. 160602).

D. Tata Cara Penelitian

1. Pengumpulan bahan

Batang tanaman kayu secang diperoleh dari suatu kebun di desa

Kemuning, Wonosari, Yogyakarta pada bulan Februari 2009 dalam keadaan utuh,

segar, dan masih basah.

2. Identifikasi tanaman dan batang kering

a. Identifikasi morfologis tanaman

Identifikasi dilakukan dengan melihat morfologi tanaman dan dicocokkan

dengan pertelaan pada monografi Caesalpinnia sappan L. pada pustaka

Materia Medika Indonesia edisi I.

b. Identifikasi makroskopik batang kering

Identifikasi dilakukan dengan melihat batang kering secara makroskopik

dan dicocokkan dengan makroskopik pada monografi Caesalpinnia

sappan L. pada pustaka Materia Medika Indonesia edisi I.

c. Identifikasi secara kimia

Serbuk batang kering sebanyak 100 mg dikocok dengan 5 ml metanol P

selama 5 menit, bila perlu dengan pemanasan, saring, menghasilkan filtrat

berwarna kuning kejinggaan. Kemudian dilakukan percobaan sebagai

berikut :

Page 41: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

22

i. Pada plat tetes, 3 tetes filtrat ditambah 1 tetes larutan kalium hidroksida

P 5 % b/v

ii. Pada plat tetes, 3 tetes filtrat ditambah 1 tetes larutan natrium

hidroksida P 5 % b/v

iii. Pada plat tetes, 3 tetes filtrat ditambah 1 tetes larutan timbal (II) asetat

P 5 % b/v

iv. Pada plat tetes, 3 tetes filtrat ditambah 1 tetes larutan besi (III) klorida P

5 % b/v

Amati dan catat warna yang terjadi.

3. Pembuatan simpleks kayu secang

Batang tanaman kayu secang dipisahkan dari kotoran atau bahan asing

yang melekat misalnya tanah atau kerikil. Kayu secang dicuci dengan

menggunakan air bersih sampai kotoran yang melekat hilang. Potongan-potongan

batang kayu secang yang telah bersih kemudian diserut tipis. Serutan kayu secang

dikeringkan di dalam oven dengan suhu 600C. Selama pengeringan bahan dibolak-

balik posisinya supaya pemanasan merata. Pengeringan dilakukan sampai

simpleks mudah dipatahkan dan menimbulkan bunyi gemerisik apabila diremas.

4. Pembuatan serbuk kayu secang

Pembuatan serbuk dilakukan dengan cara menghaluskan simpleks

dengan menggunakan blender dengan pisau no 4. Serbuk yang dihasilkan diayak

menggunakan ayakan dengan derajat (12/50).

5. Ekstraksi komposit brazilin dari kayu secang secara digesti

a. Pembuatan cairan penyari dengan konsentrasi 64%

Page 42: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

23

Air sebanyak 64 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan

etanol 96% sampai tanda.

b. Ekstraksi komposit brazilin dari kayu secang secara digesti

Sebanyak kurang lebih seksama 5,0 g serbuk simpleks kayu secang

dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan cairan penyari dengan

konsentrasi 64% secara berturut-turut sebanyak 75, 50, dan 25 ml dan

dilakukan digesti dengan pemanasan rendah pada suhu 40-50OC. Digesti

dilakukan 3 kali masing-masing selama 35 menit. Ekstrak cair diserkai dan

ampasnya diperas. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan disaring

dengan menggunakan corong Buchner dengan vakum. Dilakukan replikasi

5 kali.

6. Ekstraksi komposit brazilin dari kayu secang secara soxhletasi

a. Pembuatan cairan penyari dengan konsentrasi 68%

Air sebanyak 68 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan

etanol 96% sampai tanda.

b. Ekstraksi komposit brazilin dari kayu secang secara soxhletasi.

Sebanyak kurang lebih seksama 5,0 g serbuk simpleks kayu secang

dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam tabung.

Kemudian ditambah 150 ml cairan penyari dengan konsentrasi 68% dan

dipanaskan hingga cairan penyari mendidih. Penyarian dilakukan sampai 2

sirkulasi. Ekstrak cair yang diperoleh dituang dalam wadah dan ampasnya

diperas. Dilakukan replikasi 5 kali.

Page 43: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

24

7. Pembuatan ekstrak kering

Masing-masing ekstrak cair yang diperoleh dari hasil soxhletasi dan

digesti diuapkan di atas waterbath hingga diperoleh ekstrak kering. Berat ekstrak

kering yang diperoleh dicatat.

8. Isolasi komposit brazilin dengan KLT

a. Pembuatan buffer fosfat pH 7. Kalium dihidrogen phosfat 0.2 M

sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 200 ml. Ditambahkan 29.1 ml

natrium hidroksida 0.2 N dan ditambahkan air bebas CO2 P sampai tanda. Cek

sampai pH 7 dengan menggunakan kertas pH.

b. Isolasi dengan KLT. Ekstrak kering dilarutkan dalam etanol sampai 10

ml, kemudian ditotolkan sebanyak 10 µl pada lempeng kromatografi 20 cm x 10

cm dengan fase diam selulosa setebal 0,25 mm. Lempeng kromatografi

dimasukkan ke dalam bejana yang sudah dijenuhkan dengan fase gerak berupa

kloroform : metanol : aquadest (64 : 50 : 10). Pengembangan dilakukan sepanjang

15 cm kemudian lempeng dikeringkan.

9. Pengukuran area under curve (AUC) komposit brazilin dengan TLC

Densitometric scanner

a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum. Bercak hasil elusi

yang berwarna kuning disemprot dengan buffer fosfat pH 7 sampai berwarna

merah merata. Panjang gelombang serapan maksimum diperoleh dengan cara

menelusuri bercak pada panjang gelombang 500-600 nm.

b. Pengukuran AUC komposit brazilin. Bercak kuning yang telah

disemprot dengan buffer fosfat pH 7 diukur kerapatannya dengan TLC

Page 44: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

25

densitometric scanner sehingga diperoleh luas area di bawah kurva. Pengukuran

AUC dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh.

E. Analisis Hasil

Data AUC komposit brazilin dari hasil ekstraksi secara digesti dan

soxhletasi dianalisis dengan menggunakan Paired Sample T-test. Berdasarkan

analisis hasil ini akan diketahui :

1. nilai AUC antara hasil ekstraksi digesti dan soxhletasi berbeda atau tidak

2. teknik ekstraksi yang dapat menghasilkan nilai AUC yang paling besar.

Page 45: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Bahan

Kayu secang yang digunakan pada penelitian diperoleh dari desa

Kemuning, Wonosari pada bulan Februari 2009. Bahan yang dikumpulkan berupa

batang dalam keadaan utuh dan masih segar sebanyak 20,6 kg. Bahan diperoleh

pada waktu yang sama, dari satu perkebunan yang sama, dan waktu pemanenan

yang sama. Selain itu bahan dikumpulkan dalam jumlah yang banyak mengingat

bahan akan digunakan dari awal sampai dengan akhir penelitian sehingga variabel

pengacau yang berasal dari tanaman harus dapat dikendalikan. Dalam hal ini

variabel pengacau yang dikendalikan yaitu lingkungan tempat tumbuh dan waktu

pemanenan kayu secang. Menurut Penpun (2005), pada umur 2, 4, 6, 10, dan 30

tahun, umur kayu secang tidak mempengaruhi kandungan brazilin dan turunan

brazilin yang terkandung di dalamnya.

Gambar 3. Batang secang segar

Page 46: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

27

B. Identifikasi Tanaman dan Batang Kering

Tanaman yang akan digunakan dalam penelitian terlebih dahulu

diidentifikasi untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah

Caesalpinnia sappan L.

Identifikasi tanaman dilakukan berdasarkan Materia Medika Indonesia

edisi I. Identifikasi tanaman yang dilakukan antara lain :

1. Identifikasi morfologis tanaman

Hasil identifikasi morfologis tanaman yaitu tanaman dengan ranting yang

berduri, bentuk durinya bengkok dan tersebar. Daunnya majemuk dengan panjang

20 cm sampai 40 cm, bersirip, panjang sirip 7,5 cm sampai 15 cm, setiap siripnya

mempunyai 10 sampai 20 pasang anak daun yang berhadapan. Anak daun tidak

bertangkai, bentuknya lonjong, pangkal hampir rompang, ujungnya bundar serta

sisinya agak sejajar, panjang anak daun 10 mm sampai 25 mm dan lebar 3 mm

sampai 11 mm. Panjang daun dan panjang sirip berada di luar kisaran yang

ditentukan Materia Medika Indonesia edisi 1 yaitu panjang daun 25 sampai 40 cm

dan panjang sirip 9 sampai 15 cm. Hal ini dapat disebabkan perbedaan umur pada

saat pemanenan sehingga masih ada daun yang masih bertumbuh.Perbungaan

berupa malai yang terdapat di ujung dengan panjang malai 10 cm sampai 40 cm,

panjang gagang bunga 15 cm sampai 20 cm, pinggir kelopak berambut, panjang

daun kelopak yang paling bawah 10 mm dan lebar 4 mm. Polong berwarna hitam

dengan panjang 8 cm sampai 10 cm, lebar 3 cm sampai 4 cm, berisi 3 sampai 4

biji, panjang biji 15 mm sampai 18 mm, lebar 8 mm sampai 11 mm, tebal 5 mm

sampai 7 mm.

Page 47: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

28

Gambar 4. Bagian tanaman secang

Keterangan : (a) polong secang

(b) daun secang

(c) bunga secang

Berdasarkan pengamatan morfologi tanaman, menunjukkan ciri-ciri yang

sesuai dengan keterangan yang tercantum pada Materia Medika Indonesia edisi I.

Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah tanaman

Caesalpinnia sappan L.

2. Identifikasi makroskopik batang kering

Hasil identifikasi makroskopik batang kering yaitu berupa kayu yang

keras dan padat, serta berwarna merah jingga. Hal ini sesuai dengan pemerian

makroskopik Caesalpinnia sappan L. pada Materia Medika Indonesia edisi I.

Berdasarkan hasil identifikasi menunjukkan bahwa batang kering yang

digunakan adalah batang kering dari tanaman secang.

3. Identifikasi secara kimia

Hasil identifikasi secara kimia yaitu filtrat yang berwarna kuning jingga

akan berubah menjadi warna ungu baik pada penambahan kalium hidroksida,

natrium hidroksida, timbal (II) asetat, maupun besi (III) klorida. Hal ini sesuai

dengan reaksi positif yang diberikan MMI edisi I.

(c)

(a) (b)

Page 48: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

29

Tabel II. Hasil identifikasi secara kimia

Percobaan Reaksi positif

(MMI edisi I) Hasil

Filtrat + KOH P 5% b/v Ungu Ungu kemerahan

Filtrat + NaOH P 5% b/v Ungu Ungu kemerahan

Filtrat + Pb(CH3COO)2 P 5% b/v Ungu Ungu kecoklatan

Filtrat + FeCl3 P 5% b/v Ungu Ungu kecoklatan

Reaksi positif pada penambahan pereaksi-pereaksi tersebut adalah filtrat

yang berubah warna dari kuning jingga menjadi ungu. Pada hasil penelitian,

warna ungu yang diperoleh agak berwarna kemerahan untuk penambahan basa

KOH dan NaOH sedangkan agak kecoklatan untuk penambahan Pb(CH3COO)2

dan FeCl3. Hal ini dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh yang berbeda antara

tanaman secang yang digunakan pada penelitian dengan tanaman secang yang

bereaksi positif menurut MMI edisi I.

Pada identifikasi secara kimia, penambahan metanol P berfungsi untuk

menarik senyawa komposit brazilin dari serbuk secang. Filtrat yang berwarna

kuning jingga menunjukkan kandungan komposit brazilin di dalamnya.

Pada penambahan basa kalium hidroksida dan natrium hidroksida, terjadi

reaksi asam basa brazilin menjadi brazilein. Adanya ion OH- akan menggeser

kesetimbangan ke arah kanan membentuk brazilein, sehingga akan

memperpanjang gugus kromofor. Hal ini terlihat adanya perubahan warna dari

filtrat kuning jingga yang mengandung brazilin setelah ditambahkan basa akan

berubah menjadi brazilein menjadi ungu kemerahan akibat perpanjangan gugus

Page 49: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

30

kromofor. Hal yang sama terjadi pada 3’-O-metil brazilin yang akan berubah

menjadi 3’-O-metil brazilein pada penambahan basa.

Gambar 5. Reaksi asam basa brazilin menjadi brazilein

pada penambahan basa

Keterangan : kromofor auksokrom

Page 50: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

31

Gambar 6. Reaksi asam basa 3’-O-metil brazilin menjadi 3’-O-metil brazilein

pada penambahan basa

Keterangan : kromofor auksokrom

Ketika sinar melewati kromofor, energi dari sinar digunakan untuk

mendorong perpindahan elektron dari orbital ikatan atau orbital non-ikatan ke

salah satu orbital anti-ikatan yang kosong. Lompatan yang lebih besar akan

membutuhkan energi yang lebih besar dan menyerap sinar dengan panjang

gelombang yang lebih pendek. Elektron bebas pada kromofor kemudian

terdelokalisasi di sepanjang ikatan konjugasi. Semakin panjang kromofor suatu

senyawa menunjukkan peningkatan delokalisasi sehingga menyebabkan serapan

Page 51: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

32

maksimumnya bergeser ke panjang gelombang yang lebih tinggi. Hal ini yang

menyebabkan brazilein yang merupakan perpanjangan kromofor brazilin akan

menghasilkan intensitas warna yang lebih kuat yaitu ungu kemerahan.

Filtrat yang ditambah timbal(II) asetat maupun besi (III) klorida

menghasilkan senyawa kompleks berwarna ungu. Pembentukan senyawa

kompleks sesuai dengan teori medan kristal. Menurut teori medan kristal,

interaksi antara ion pusat dan ligan dipengaruhi oleh gaya elektrostatik, dimana

medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan yang ada di

sekelilingnya, begitu juga sebaliknya medan gabungan dari ligan-ligan akan

mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat. Pada saat ligan mendekati ion

logam, elektron dari ligan akan berdekatan dengan orbital d logam dan memiliki

energi yang lebih besar daripada elektron orbital d yang berjauhan dengan ligan.

Hal ini menyebabkan timbulnya pemisahan energi orbital d.

Apabila orbital-d dari senyawa kompleks berpisah menjadi dua

kelompok, maka saat senyawa tersebut menyerap foton dari cahaya tampak,

elektron pada orbital tersebut akan meloncat dari orbital d yang berenergi lebih

rendah ke orbital d yang berenergi lebih tinggi sehingga akan membentuk kondisi

atom yang tereksitasi. Perbedaan energi antara keadaan dasar dengan keadaan

tereksitasi sama dengan energi foton yang diserap dan berbanding terbalik dengan

gelombang cahaya. Oleh karena ada penyerapan gelombang foton pada panjang

gelombang sinar tampak maka senyawa kompleks tersebut akan memperlihatkan

warna komplementer.

Page 52: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

33

Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks brazilin dengan Pb2+

Gambar 8. Pembentukan senyawa kompleks brazilin dengan Fe3+

Berdasarkan hasil identifikasi tanaman baik secara morfologis,

makroskopis, dan kimia, maka dapat dipastikan bahwa tanaman yang digunakan

adalah benar-benar tanaman secang (Caesalpinnia sappan L.).

C. Pembuatan Simpleks Kayu Secang

Kayu secang yang terkumpul dipisahkan dari kotoran-kotoran atau bahan

asing yang tidak diperlukan. Pencucian kayu secang dilakukan dengan

menggunakan air bersih agar kayu secang terbebas dari tanah yang menempel dan

mengandung mikroba. Kayu secang yang sudah bersih diserut dengan ketebalan

Page 53: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

34

3-5 mm agar memperbesar luas permukaan kayu secang sehingga akan

mempercepat proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan di dalam oven

dengan suhu 600C. Pengeringan dilakukan pada suhu 60

0C karena untuk

pengeringan batang sesuai pada suhu antara 300C – 90

0C, dan optimum pada suhu

600C (Anonim, 1985). Pengeringan dilakukan di dalam oven karena penggunaan

oven akan menjaga suhu pengeringan konstan. Selama pengeringan, kayu secang

dibolak-balik posisinya agar pengeringannya merata. Proses pengeringan

dilakukan sampai kayu secang kering yaitu apabila kayu secang sudah dapat

dipatahkan dan menimbulkan bunyi gemerisik apabila diremas, sehingga dapat

diasumsikan kadar air ± 8-10%. Adapun tujuan dari pengeringan adalah agar

simpleks tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih

lama. Hal ini dapat terjadi karena dengan mengurangi kadar air saat proses

pengeringan maka dapat mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur yang

menyebabkan kerusakan simpleks dan penurunan mutunya. Selain itu,

pengeringan dilakukan untuk meningkatkan difusi cairan penyari ke dalam serbuk

pada saat proses ekstraksi. Hal ini disebabkan pada proses pengeringan, membran

sel sebagai perlindungan sel telah dirusak oleh adanya pengeringan dengan panas

sehingga cairan penyari dapat masuk dengan mudah ke dalam serbuk.

Gambar 9. Simpleks kayu secang

Page 54: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

35

D. Pembuatan Serbuk Kayu Secang

Simpleks dibuat menjadi serbuk dengan menggunakan mesin blender.

Hasil yang diperoleh kemudian diayak dengan menggunakan ayakan dengan

derajat (12/50). Menurut ketentuan Farmakope Indonesia edisi ketiga, derajat

halus suatu serbuk yang dinyatakan dengan 2 nomor dimaksudkan bahwa semua

serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor terendah dan tidak lebih dari 40 %

melalui pengayak dengan nomor tertinggi.

Gambar 10. Serbuk kayu secang

Derajat serbuk (12/50) mengacu pada derajat optimum serbuk simpleks

untuk ekstraksi menurut Materia Medika Indonesia yaitu (4/18). Pada ukuran

serbuk tersebut, cairan penyari dapat mudah masuk ke dalam pori-pori serbuk

sehingga proses penyarian dapat berjalan dengan optimal. Apabila ukuran serbuk

terlalu besar maka luas permukaan spesifiknya kecil sehingga akan mengurangi

luas kontak serbuk dengan cairan penyari. Apabila ukuran serbuk terlalu kecil,

pada saat digesti serbuk akan mengapung sehingga akan mengurangi kontaknya

dengan cairan penyari, sedangkan pada saat soxhletasi akan menyebabkan serbuk

keluar dari kertas saring.

Page 55: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

36

E. Ekstraksi Komposit Brazilin secara Digesti

Metode digesti merupakan modifikasi dari metode maserasi yang

dilakukan dengan pemanasan lemah. Dengan ditambah pemanasan maka dapat

memberikan energi yang akan meningkatkan daya melarutkan cairan penyari.

Dengan adanya pemanasan juga akan meningkatkan kecepatan difusi sehingga

cairan penyari akan semakin mudah menarik senyawa aktif dalam serbuk

simpleks.

Pada penelitian ini, ekstraksi dilakukan pada kondisi optimum. Pada

digesti, ekstraksi dilakukan menggunakan cairan penyari dengan konsentrasi 64%

dengan lama ekstraksi 3 x 35 menit, kondisi optimum ini sesuai dengan hasil

optimasi pembuatan ekstrak etanol kayu secang pada penelitian sebelumnya

(Astina, 2010).

Pada ekstraksi secara digesti serbuk simpleks kayu secang sebanyak

kurang lebih 5,0 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup, ditambahkan

cairan penyari secara berturut-turut sebanyak 75, 50, dan 25 ml dan dilakukan

pemanasan rendah pada suhu 45-500C. Digesti dilakukan sebanyak 3 kali dengan

volume cairan yang digunakan semakin menurun karena pada penyarian pertama

masih terdapat banyak komposit brazilin di dalam serbuk yang bisa diekstraksi

sehingga volume cairan penyari yang digunakan lebih besar daripada penyarian

kedua dan ketiga. Pada penyarian ketiga karena komposit brazilin sudah banyak

yang terekstraksi saat penyarian pertama dan kedua, volume cairan penyari yang

digunakan dalam jumlah yang sedikit. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian

diserkai dan ampasnya diperas. Oleh karena ada ampas yang ikut masuk bersama

Page 56: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

37

ekstrak cair pada saat ekstrak diserkai, maka dilakukan penyaringan dengan

menggunakan corong Buchner dengan vakum. Proses ekstraksi dilakukan

sebanyak 5 kali replikasi. Ekstrak cair yang diperoleh dituang dalam cawan petri

dan diuapkan di atas waterbath sampai diperoleh ekstrak kering. Ekstrak cair yang

diperoleh dari 5 kali replikasi memiliki warna yang seragam yaitu merah

kecoklatan.

Tabel III. Bobot rata-rata dan % CV ekstrak kering hasil digesti

Replikasi Bobot ekstrak kering

(mg)

Rata-rata

(mg) SE % CV

1 313,2

315,42 2,34 0,74

2 310,3

3 312,0

4 318,7

5 322,9

Bobot rata-rata ekstrak kering secang dari 5 replikasi yaitu 315,42 mg,

dengan nilai CV sebesar 0,74 %. Nilai CV ini masuk dalam batas yang

diperbolehkan yaitu ≤ 2%. Nilai CV yang diperoleh menunjukkan bahwa

keterulangan antar perlakuan pada sampel yang sama dengan jumlah yang sama

memiliki kedekatan hasil yang tidak jauh berbeda. Hal ini menandakan bahwa

reprodusibilitas pengambilan serbuk kayu secang sebagai sampel tinggi.

F. Ekstraksi Komposit Brazilin secara Soxhletasi

Metode soxhletasi merupakan ekstraksi berkesinambungan yang

menggabungkan dua proses sekaligus, yaitu mendapatkan ekstrak cair kemudian

dilanjutkan dengan proses penguapan. Pada soxhletasi dilakukan dengan

pemanasan sehingga bahan yang digunakan harus tahan pada pemanasan.

Page 57: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

38

Komposit brazilin yang diinginkan merupakan senyawa yang tahan pada

pemanasan. Menurut Merck Index degradasi brazilin terjadi pada suhu 1300C.

Pada soxhletasi, serbuk simpleks yang dibungkus kertas saring

dimasukkan ke dalam tabung soklet, sedangkan di bagian bawahnya terdapat labu

yang berisi cairan penyari. Prinsip kerja soxhletasi adalah dengan pemanasan,

cairan penyari yang ada di labu akan menguap dan uap cairan penyari akan naik

ke pendingin alir balik melalui pipa samping untuk kemudian dikondensasi.

Cairan yang terbentuk akan menetes mengenai serbuk simpleks yang ada di

tabung dan menarik senyawa aktif yang diinginkan. Ekstrak yang terkumpul di

tabung setelah mencapai tinggi yang maksimal akan turun ke labu yang berisi

cairan penyari (Anonim, 1986). Selanjutnya ekstraksi akan berjalan terus menerus

dengan cara yang sama sampai dengan sirkulasi tertentu.

Seperti pada cara digesti, pada ekstraksi dengan cara soxhletasi juga

dilakukan pada kondisi optimum. Kondisi optimum yang dimaksud adalah proses

ekstraksi dilakukan dengan lama optimum dan dengan menggunakan cairan

penyari dengan konsentrasi optimum. Cairan penyari yang digunakan adalah air

dalam etanol. Hal ini dikarenakan senyawa komposit brazilin dalam kayu secang

larut baik dalam air dan sangat larut dalam etanol (Anonim, 1976).

Penentuan kondisi optimum ini telah dilakukan pada penelitian

sebelumnya (Yalapuspa, 2010). Pada soxhletasi, dilakukan sampai 2 kali sirkulasi.

Satu sirkulasi yang dimaksud adalah sekali proses ekstraksi dari pemanasan cairan

penyari sampai dengan ekstrak cair yang diperoleh turun kembali ke labu.

Konsentrasi cairan penyari air dalam etanol yang digunakan adalah 68%.

Page 58: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

39

Pada ekstraksi secara soxhletasi dilakukan dengan cara serbuk simpleks

sebanyak kurang lebih 5,0 g yang sudah dibungkus dengan kertas saring

dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan cairan penyari sebanyak 150 ml

kemudian dipanaskan. Pada saat proses ekstraksi, uap air dari labu akan naik ke

pendingin alir balik. Di pendingin alir balik ini, uap cairan penyari akan

dikondensasi sehingga terbentuk cairan. Cairan inilah yang akan menetes

mengenai serbuk dan akan menarik komposit brazilin dari serbuk secang. Hal

yang perlu diperhatikan pada saat proses ekstraksi adalah menjaga agar cairan

penyari tetap menguap, dalam hal ini yang dapat diamati adalah dijaga cairan

penyari tetap mendidih. Setelah 2 kali sirkulasi, ekstrak cair yang diperoleh

dituang dalam wadah dan ampasnya diperas. Proses ekstraksi dilakukan sebanyak

5 kali replikasi dan diperoleh ekstrak cair. Ekstrak cair kemudian dituang dalam

cawan petri dan diuapkan di atas waterbath sampai diperoleh ekstrak kering.

Warna ekstrak kering yang diperoleh dari 5 replikasi memiliki konsistensi warna

yang tinggi. Kelima ekstrak kering berwarna merah kecoklatan.

Tabel IV. Bobot rata-rata dan % CV ekstrak kering hasil soxhletasi

Replikasi Bobot ekstrak kering

(mg)

Rata-rata

(mg) SE % CV

1 375,5

380,24 9,115 2,40

2 347,9

3 392,0

4 401,1

5 384,7

Hasil penguapan ekstrak cair diperoleh ekstrak kering dengan bobot rata-

rata 380,24 mg, dengan nilai CV sebesar 2,40%. Nilai CV ini berada di luar batas

yang diperbolehkan, yaitu ≤ 2%. Hal ini disebabkan karena kadang-kadang pada

Page 59: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

40

saat ekstrak sudah mencapai puncak sifon, tidak semua ekstrak turun ke labu,

sehingga menyisakan sedikit ekstrak di sifon. Keadaan ini dapat menyebabkan

jumlah ekstrak cair yang terbentuk pada sirkulasi kedua tidak maksimal.

Seharusnya proses ekstraksi belum dihentikan, namun karena ekstrak cair sudah

mencapai sifon, maka ekstraksi dianggap selesai.

G. Rendemen Hasil Ekstraksi Digesti dan Soxhletasi

Pada hasil ekstraksi secara digesti dan soxhletasi diperoleh warna ekstrak

kering hasil soxhletasi lebih pekat dibandingkan ekstrak kering hasil digesti.

Warna ekstrak kering hasil soxhletasi yang lebih pekat menandakan bahwa

senyawa komposit brazilin yang terekstraksi lebih banyak. Hal ini dapat

ditunjukkan dari bobot rendemen rata-rata yang diperoleh dari soxhletasi lebih

besar daripada digesti, yaitu dari hasil soxhletasi sebesar 380,24 mg sedangkan

dari hasil digesti sebesar 315,42 mg.

(a) (b)

Gambar 11. (a) Foto ekstrak kering secang hasil digesti dan (b) soxhletasi

H. Pemisahan Komposit Brazilin dengan KLT

Kayu secang mengandung komponen utama yaitu senyawa sub tipe

struktur brazilin yang merupakan senyawa golongan fenolik. Senyawa brazilin

Page 60: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

41

terdiri dari 3 macam tipe, yaitu brazilin, brazilein, dan 3’-O-metil brazilin.

Kumpulan ketiga senyawa tersebut disebut komposit brazilin.

Komposit brazilin dipisahkan menggunakan KLT dengan fase diam yang

digunakan adalah selulosa sedangkan fase geraknya berupa kloroform : metanol :

aquadest (64 : 50 : 10). Pemilihan fase diam dan fase gerak ini berdasarkan

penelitian sebelumnya yaitu Isolasi dan Karakteristik Brazilin dari Kayu Secang

(Caesalpinnia sappan L.). Sistem kromatografi yang digunakan merupakan fase

normal dimana fase diam lebih polar dibandingkan fase geraknya.

Gambar 12. Interaksi brazilin dan 3’-O-metil brazilin dengan fase gerak

Keterangan : ------ ikatan hidrogen

------ interaksi dipol-dipol

Pada gambar 12 terlihat interaksi senyawa brazilin dan 3’-O-metil

brazilin dengan fase gerak kloroform : metanol : aquadest (64 : 50 : 10). Brazilin

dan 3’-O-metil brazilin berinteraksi dengan kloroform membentuk interaksi dipol-

OO

H2CO

O

3-O-metil brazil in

H

O

H

H

OH

HH

H

H

OO

O

O

brazilin

H

O

HH3C O H

H

OH

H3C O H

HH

H

H

H3C O H

CH3OH

CH3OH

H3C O H

H3C O H

CH3OH

metanol

metanol

metanol

metanol

metanol

metanol

metanol

aquadest

aquadest

aquadest

aquadest

Cl Cl

Cl

klorof orm

Cl

Cl

Cl

kloroform

Cl

Cl

Cl

kloroform

Cl

Cl Cl

kloroform

Cl

Cl Cl

metanol

kloroform

Cl

Cl Cl

klorof orm

Cl

Cl

Cl

kloroform

Cl

Cl

Cl

kloroform

δ-

δ- δ

-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ- δ

-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ-

δ- δ

-

δ-

δ-

δ- δ

-

δ-

δ+

δ+

δ+

δ+

δ+ δ

+

δ+

δ+

Page 61: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

42

dipol, sedangkan ikatannya dengan metanol dan aquadest adalah ikatan hidrogen.

Pada 3’-O-metil brazilin, penambahan gugus alkil akan menambah lipofilisitas,

sehingga interaksinya dengan fase gerak juga semakin besar. Fase diam selulosa

dengan brazilin dan 3’-O-metil brazilin berinteraksi dengan membentuk ikatan

hidrogen yang terlihat pada gambar 13 di bawah ini.

Gambar 13. Interaksi brazilin dan 3-O-metil brazilin dengan fase diam

Pada isolasi komposit brazilin dengan KLT ekstrak kering yang diperoleh

dari masing-masing ekstraksi dilarutkan dalam etanol hingga konsentrasinya

berada pada range 0,02-0,2% agar tidak terjadi tailing. Sampel yang ditotolkan

sebanyak 0,5 µl pada lempeng kromatografi 20 cm x 10 cm yang berisi fase diam

dengan diameter bercak 2 mm. Hal ini sesuai dengan ketentuan untuk pengukuran

dengan densitometri menurut Rohman, (2009). Fase diam selulosa pada lempeng

kromatografi memiliki ketebalan 0,25 mm. Hal ini dimaksudkan untuk

mengurangi efek hamburan sinar yang disebabkan oleh fase diam terhadap

linearitas hubungan serapan dan konsentrasi dari senyawa yang diukur (Mintarsih,

1990).

Page 62: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

43

(a) (b) (c) (d)

Keterangan : (a) secara visibel sebelum disemprot buffer fosfat

(b) sinar UV 365 nm sebelum disemprot buffer fosfat (c) secara visibel sesudah disemprot buffer fosfat (d) sinar UV 365 nm sesudah disemprot buffer fosfat

Gambar 14. Profil KLT komposit brazilin yang diperoleh secara digesti

dengan jarak pengembangan 15 cm

3

2

1

Page 63: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

44

(a) (b) (c) (d)

Keterangan : (a) secara visibel sebelum disemprot buffer fosfat

(b) sinar UV 365 nm sebelum disemprot buffer fosfat (c) secara visibel sesudah disemprot buffer fosfat (d) sinar UV 365 nm sesudah disemprot buffer fosfat

Gambar 15. Profil KLT komposit brazilin yang diperoleh secara soxhletasi dengan

jarak pengembangan 15 cm

Bercak yang diperoleh baik sebelum maupun sesudah disemprot diamati

secara visual dan di bawah sinar UV 365 nm. Pada hasil analisis dengan KLT

pada gambar 14 dan 15 terlihat bercak 2 dan 3 berwarna kuning apabila diamati

secara visual. Apabila diamati di bawah UV 365 nm akan tampak 3 bercak yaitu

bercak 1 yang berpendar berwarna ungu, pada hasil digesti diperoleh nilai Rf

0,213 dan pada hasil soxhletasi diperoleh nilai Rf 0,245; bercak 2 yang berpendar

3

2

1

Page 64: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

45

berwarna kuning dengan nilai Rf 0,713 baik pada hasil digesti maupun soxhletasi,

dan bercak 3 yang berpendar berwarna hijau dengan nilai Rf 0,830 untuk hasil

digesti dan soxhletasi. Pada saat disemprot buffer fosfat pH 7, di bawah sinar UV

365 nm yang teramati berwarna merah hanya bercak 2 dan 3. Kedua bercak inilah

yang diduga sebagai bercak komposit brazilin, yaitu brazilin pada bercak 2 dan

3’-O-metil brazilin pada bercak 3. Bercak 1 yang berwarna ungu bukan bercak

komposit brazilin.

Tabel V. Harga Rf dan warna bercak sampel KLT hasil digesti dan soxhletasi

Rf bercak Sebelum disemprot

buffer fosfat

Setelah disemprot

buffer fosfat

Digesti Soxhletasi Visual 365nm visual 365nm

1 0,213 0,245 - Ungu - Ungu

2 0,713 0,713 Kuning Kuning Merah Kuning

3 0,830 0,830 Kuning Hijau Merah Hijau

Berdasarkan sifat kepolaran senyawa, brazilin lebih polar daripada

3’-O-metil brazilin. Karena fase diam lebih polar daripada fase geraknya, maka

senyawa yang lebih polar akan lebih berinteraksi dengan fase diam sehingga Rf

yang dihasilkan lebih kecil. Pada tabel V dapat terlihat nilai Rf bercak 2 (brazilin)

lebih kecil dari bercak 3 (3’-O-metil brazilin).

Perubahan warna bercak menjadi merah setelah disemprot buffer fosfat

pH 7 dikarenakan adanya reaksi asam basa senyawa brazilin menjadi senyawa

brazilein, begitu juga senyawa 3’-O-metil brazilin menjadi 3’-O-metil brazilein

(reaksi terlihat pada gambar 5 dan 6).

Page 65: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

46

Tabel VI. Harga Rf bercak sampel hasil digesti dan soxhletasi pada 5 replikasi

Harga Rf Digesti Soxhletasi

Bercak 1 Bercak 2 Bercak 3 Bercak 1 Bercak 2 Bercak 3

Rep1 0,215 0,700 0,830 0,245 0,715 0,830

Rep 2 0,200 0,713 0,769 0,250 0,715 0,788

Rep 3 0,221 0,713 0,815 0,230 0,700 0,800

Rep 4 0,217 0,685 0,800 0,235 0,713 0,830

Rep 5 0,203 0,715 0,788 0,250 0,715 0,768

Rata-rata 0,211 0,705 0,800 0,242 0,712 0,803

SE 0,004 0,006 0,011 0,004 0,003 0,012

%CV 1,90 0,85 1,38 1,65 0,42 1,50

Pada tabel VI terlihat rata-rata Rf bercak 1, 2, 3 sampel digesti secara

berturut-turut adalah 0,211; 0,705; 0,800. Pada sampel soxhletasi diperoleh rata-

rata Rf bercak 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 0,242; 0,712; 0,803. Persentase

CV yang diperoleh untuk masing-masing bercak baik sampel digesti maupun

soxhletasi masuk dalam batas yang diperbolehkan yaitu ≤ 2% (Harmita, 2004).

Hal ini menunjukkan sampel berupa ekstrak yang ditotolkan sebanyak 0,5 µl

adalah reprodusibel.

Perbedaan yang teramati antara bercak sampel KLT hasil digesti dan

soxhletasi adalah bercak 3 pada digesti tidak seterang bercak 3 pada soxhletasi.

Begitu juga pada saat diamati di bawah sinar UV 365 nm, warna hijau pada

bercak 3 yang terlihat tidak seterang pendaran bercak 3 pada soxhletasi. Hal ini

disebabkan karena jumlah komposit brazilin terutama 3’-O-metil brazilin yang

terekstraksi berbeda, pada digesti lebih sedikit daripada soxhletasi.

Page 66: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

47

I. Pengukuran Area Under Curve (AUC) Komposit Brazilin dengan TLC

Densitometric Scanner

Pengukuran area under curve (AUC) menggunakan TLC Densitometric

scanner karena merupakan analisis kuantitatif in situ, dimana pengukuran

langsung pada lempeng kromatografi yang tidak memerlukan preparasi sampel

lebih lanjut, sehingga mencegah hilangnya senyawa yang akan diukur.

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Agar penelusuran bercak pada TLC Densitometric scanner mendapatkan

serapan yang maksimum, maka terlebih dahulu harus dilakukan penetapan

panjang gelombang serapan maksimum. Penentuan panjang gelombang serapan

maksimum dilakukan dengan cara menelususi bercak pada panjang gelombang

500-600 nm.

Gambar 16. Spektrum hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum

pada bercak komposit brazilin dengan TLC Densitometric scanner

Menurut Wetwitayaklung, Phaechamud dan Keokitichai, 2005, brazilin

dalam pelarut buffer phosfat pH 7 memiliki panjang gelombang serapan

maksimum 541nm. Panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh dari

dua kali replikasi pengukuran yang dilakukan adalah 539 nm. Panjang gelombang

Page 67: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

48

ini masih diperbolehkan dengan selisih 2 nm dari panjang gelombang serapan

maksimum teoritis (Anonim, 1995). Panjang gelombang ini yang akan dipakai

untuk pengukuran AUC komposit brazilin.

2. Pengukuran AUC komposit brazilin

AUC komposit brazilin diukur dengan TLC Densitometric scanner pada

panjang gelombang 539 nm. Prinsip analisis kuantitatif dengan TLC

Densitometric Scanner adalah pengukuran berdasarkan interaksi radiasi

elektromagnetik dengan analit yaitu bercak pada KLT. Interaksi yang dimaksud

adalah absorpsi, transmisi, pantulan (refleksi) pendar fluor atau pemadaman

pendar fluor dari radiasi semula (Mulya dan Suharman, 1995).

Hasil pengukuran AUC komposit brazilin hasil digesti dan soxhletasi

tersaji pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel VII. Nilai AUC komposit brazilin dari kedua cara ekstraksi

Replikasi AUC

Digesti Soxhletasi

I 11558,4 14687,6

II 12081,3 14567,1

III 12043,7 14405,2

IV 11937,2 14637,6

V 11703,6 14220,7

Rata-rata 11864,8 14561,9

SE 100,99 85,31

% CV 0,85 0,59

Pada hasil penelusuran bercak diperoleh nilai rata-rata AUC komposit

brazilin dari hasil digesti diperoleh sebesar 11864,8 dengan nilai CV sebesar

0,85%, sedangkan nilai rata-rata AUC komposit brazilin dari hasil soxhletasi

Page 68: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

49

adalah 14.503,6 dengan nilai CV sebesar 0,59%. Nilai CV dari kedua metode

masih berada dalam batas yang diperbolehkan yaitu ≤ 2% (Harmita, 2004).

Semakin kecil nilai CV menunjukkan pada keterulangan pengukuran AUC

komposit brazilin pada 5 kali replikasi diperoleh hasil yang reprodusibel. Apabila

ditelusuri ke belakang, maka dapat dikatakan bahwa kelima ekstrak yang

diperoleh dari kedua metode ekstraksi pada 5 kali replikasi adalah reprodusibel.

Nilai AUC yang diperoleh mewakili kadar komposit brazilin yang

terekstraksi, dapat diasumsikan semakin tinggi nilai AUC maka semakin banyak

komposit brazilin yang terekstraksi.

Gambar 17. Spektrum komposit brazilin dari hasil digesti

Page 69: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

50

Gambar 18. Spektrum komposit brazilin dari hasil soxhletasi

Pada spektrum komposit brazilin baik dari hasil digesti maupun

soxhletasi terbentuk 2 puncak. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil

pemisahan dengan KLT dihasilkan 2 bercak yang tidak memisah dengan

sempurna. Dua puncak ini menunjukkan komposit brazilin yaitu brazilin pada

puncak yang lebih tinggi dan 3’-O-metil brazilin pada puncak yang lebih rendah.

Tinggi spektrum komposit brazilin dari hasil soxhletasi lebih tinggi

daripada spektra komposit brazilin dari hasil digesti, yaitu pada digesti puncak

berada di bawah 100AU sedangkan pada soxhletasi puncak berada di atas 100AU.

Hal ini menunjukkan jumlah ekstrak komposit brazilin hasil soxhletasi lebih

banyak dibandingkan ekstrak hasil digesti.

Data AUC komposit brazilin yang diperoleh dari pengukuran TLC

densitometric scanner dianalisis secara bermakna dengan menggunakan Paired

Sampled T-test untuk memastikan jumlah ekstrak komposit brazilin yang

dihasilkan soxhletasi lebih banyak daripada digesti.

Page 70: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

51

J. Perbandingan Metode

Perbandingan metode ekstraksi secara soxhletasi dan digesti berdasarkan

nilai AUC akan dilakukan dengan menggunakan analisis statistik Paired Sampled

T-test, karena data yang diperoleh berasal dari dua sampel yang saling

berhubungan. Adapun persyaratan analisis dengan menggunakan T-test adalah

data yang dianalisis harus merupakan distribusi normal. Oleh karena itu, sebelum

dianalisis dengan Paired Sample T-test terlebih dahulu dilakukan uji normalitas

untuk mengetahui apakah sebaran data yang diperoleh ada dalam distribusi

normal atau tidak.

Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji one sample

Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan uji normalitas tersebut diperoleh hasil bahwa

sebaran data ada dalam distribusi normal. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran

sampel merata sehingga data dapat dibandingkan dengan menggunakan Paired

Sample T-test.

Tabel VIII. Hasil uji normalitas data AUC dengan Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

soxhletasi digesti

N 5 5

Normal Parameters(a,b)

Mean 14465,2000

11966,8800

Std. Deviation 314,23879 606,99562

Most Extreme Differences

Absolute ,227 ,150

Positive ,182 ,118

Negative -,227 -,150

Kolmogorov-Smirnov Z ,508 ,336

Asymp. Sig. (2-tailed) ,959 1,000

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Page 71: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

52

Tabel IX. Hasil analisis statistik dengan Paired Sampled T-test

Selanjutnya untuk melihat apakah ada perbedaan bermakna antara AUC

dari kedua cara ekstraksi tersebut dapat ditentukan berdasarkan nilai signifikansi.

Nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara

kedua data yang dibandingkan.

Berdasarkan hasil analisis dengan Paired Sample T-test, diperoleh nilai

signifikansi 0,002 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang

bermakna antara AUC komposit brazilin dari cara soxhletasi dan AUC komposit

brazilin dari cara digesti.

Sesuai dengan permasalahan pada penelitian, maka dapat dibuktikan

bahwa AUC komposit brazilin yang diperoleh dari hasil soxhletasi berbeda

dengan AUC komposit brazilin yang diperoleh dari hasil digesti. Selain itu juga

dapat dibuktikan bahwa AUC komposit brazilin dari hasil soxhletasi lebih besar

dibandingkan AUC komposit brazilin dari hasil digesti. Hal ini menunjukkan pada

kondisi optimum, cara ekstraksi secara soxhletasi akan menghasilkan ekstrak yang

lebih banyak dibandingkan cara ekstraksi secara digesti.

Pada ekstraksi secara soxhletasi, cairan penyari yang menetes dari hasil

kondensasi akan mengenai serbuk di bawahnya dan menarik senyawa komposit

brazilin. Setelah itu cairan penyari menetes lagi dan mengenai serbuk yang

Page 72: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

53

sebelumnya telah dikenai cairan penyari dan sebagian komposit brazilin telah

disari. Oleh karena proses yang demikian, semua komposit brazilin dapat

terekstraksi secara maksimum. Hal ini yang dapat menyebabkan ekstrak hasil

soxhletasi lebih banyak dibandingkan ekstrak hasil digesti, karena komposit

brazilin merupakan komponen terbesar dalam ekstrak.

Selain itu, pada digesti selama proses ekstraksi semua cairan penyari

dapat kontak langsung dengan serbuk simpleks sehingga terjadinya titik jenuh

pada cairan penyari lebih mudah dicapai. Pada soxhletasi yang menyari zat aktif

adalah tetesan cairan penyari hasil kondensasi dari pendingin alir balik, sehingga

dengan adanya siklus tersebut membuat tidak ada titik jenuh pada soxhletasi. Hal

ini membuat cairan penyari yang akan menyari zat aktif pada serbuk merupakan

cairan penyari yang murni sehingga dapat memungkinkan menyari lebih banyak

zat aktif.

Oleh karena itu untuk menyari komposit brazilin dari kayu secang

menggunakan cara ekstraksi soxhletasi agar ekstrak yang diperoleh lebih banyak.

Pada pelaksanaannya harus dilakukan dalam kondisi optimum, yaitu ekstraksi

dengan air dalam etanol 68% selama 2 kali sirkulasi.

Page 73: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

54

BAB V

KESIMPULAN

1. AUC komposit brazilin antara hasil ekstraksi digesti dengan soxhletasi

berbeda

2. Ekstraksi kayu secang yang dilakukan secara soxhletasi menghasilkan AUC

komposit brazilin yang lebih besar daripada secara digesti.

Page 74: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

55

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1976, The Merk Index 9th ed, 1362, Merck & Co Rahway, New York

Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, 29-33, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta

Anonim, 1985, Tanaman Obat Indonesia, Jilid I, 72, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 5-25, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 9, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, cetakan 1,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Rektorat Jenderal

Pengawasan Obat Dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat

Tradisional, Jakarta

Anwar, C., Purnomo, B., Pranowo, H.D., Wahyuningsih, T.D., 1994, Pengantar

Praktikum Kimia Organik, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Dong-Kyu et al., 2007, Fabrication of Nontoxic Natural Dye from Sappan Wood,

Seoul National University of Technology, Seoul Hardjono, S.,1983,

Kromatografi, Laboratorium Kimia Fisika Pusat, Universitas Gajah

Mada, Yogyakarta

Harmita,2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,

http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v01n03/Harmita010301.pdf

Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, 85-102, UI Press, Jakarta

Mintarsih, E. R.R., 1990, Penetapan Kadar Alkaloid Kinina dalam Akar, Batang,

dan Daun Chinchona succirubra Pavon et Klotzsch dari daerah Kaliurang

Secara Spektrodensitometri (TLC Scanner), Skripsi, Fakultas Farmasi,

UGM, Yogyakarta

Moon et al., 1992, Drug and Chemical Toxicology. Drug Chem. Toxicol

Page 75: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

56

Oliveira L., Edwards, H., Veloso, E., dan Nesbitt, M., 2002, Vibrational

spectroscopic study of brazilin and brazilein, the main constituent of

brazilwood from Brazil, Vibrational Spectroscopy 28 (2002), 243-249,

www.elsevier/locate/vibspec

Perry, L.M., 1980, Medicinal Plants of East and South Asia, The MIT Press,

Cambridge, Massachussets and London, England

Putrandana, 2003, Isolasi dan Karakterisasi Brazilin dari Kayu Secang

(Caesalpinnia sappan L), Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Rohman, A., 2009, Kromatografi Untuk Analisis Obat, 48-54, Graha Ilmu,

Yogyakarta

Sidik dan Mudahar, H., 2000, Ekstraksi Tumbuhan Obat, Metode dan Faktor-

faktor yang Mempengaruhi Produksi, dalam seminar PERHIBA

pemanfaatan Bahan Obat Alam III, Fakultas Farmasi Universitas 17

Agustus 1945, Jakarta

Stahl, E., 1985, Drug Analysis By Chromatography and Microscopy :A Practical

Supplement to Pharmacopoias, diterjemahkan oleh Kosasih

Padmawinata, Iwang Soediro, Penerbit ITB, Bandung

Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Sugati, S.S, dan Hutapea, J.R., 1991, 98-99, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Sundari et al., 1998, Informasi Khasiat, Keamanan, dan Fitokimia Tanaman

Secang (Caesalpinia sappan L.), Warta Tumbuhan Obat Indonesia

Trijotosoepomo, G., 1994, Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan, Edisi I, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta

Voigt, Rudolf, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, 572-573,

Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta

Wallis, T. E., 1985, Textbook of Pharmacognosy, III rd Ed., 65, Little Brown and

Company, Boston

Wetwitayaklung, P., Phaechamud, T., dan Keokitichai, S., 2005, The Antioxidant

Activity of Caesalpinia sappan L. Heartwood in Various Ages, Naresuan

University Journal 2005; 13(2): 43-52,

http://office.nu.ac.th/nu_journal/pdf/journal/13(2)43-52.pdf.

Page 76: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

57

Wijayanti, 2002, Penggunaan Zat Warna dari Kayu Secang (Caesalpinia sappan)

sebagai Pewarna pada Tablet Salut Gula, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta

Page 77: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

58

Page 78: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

59

Lampiran 1 : Foto hasil identifikasi tanaman secara kimia

Percobaan Hasil

Serbuk secang dalam metanol

Filtrat + KOH P 5% b/v

Filtrat + NaOH P 5% b/v

Filtrat + Pb(COOH)2 P 5% b/v

Filtrat + FeCl3 P 5% b/v

Page 79: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

60

Lampiran 2 : Foto alat digesti

Lampiran 3 : Foto Soxhlet extractor

Page 80: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

61

Lampiran 4. Persentase rendemen dan CV komposit brazilin hasil digesti

Digesti Rep I Rep II Rep III Rep IV Rep V

Berat serbuk (mg) 5001,9 5000,8 5000,6 5000,1 5001,0

Berat rendemen (mg) 313,2 310,3 312,0 318,7 322,9

% rendemen 6,26 6,21 6,24 6,37 6,46

Rata-rata 6,31

SE 0,05

% CV 0,74

Lampiran 5. Perhitungan % rendemen hasil digesti

% rendemen = berat rendemen x 100% ---------------------

beratserbuk

Replikasi 1

% rendemen = 313,2 x 100% --------

5001,9

= 6,26 %

Replikasi 2

% rendemen = 310,3 x 100% ----------

5000,8

= 6,21 %

Replikasi 3

% rendemen = 312,0 x 100% ----------

5000,6

= 6,24 %

Replikasi 4

% rendemen = 318,7 x 100% ---------

5000,1

= 6,37 %

Replikasi 5

% rendemen = 322,9 x 100% ----------

5001,0

= 6,46 %

Page 81: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

59

Lampiran 6. Perhitungan standard error dan coefficient of variance

SE = SD CV= SE x 100%

----- -----

√ n x

Keterangan :

SE : standard error CV : coefficient of variance

SD : standard deviation x : rata-rata rendemen

n : jumlah replikasi

SE = SD CV= SE x 100%

----- -----

√ n x

= 0,104 = 0,05 x 100%

----- -----

√ 5 6,31

= 0,05 = 0,74%

Lampiran 7. Persentase rendemen dan CV komposit brazilin hasil soxhletasi

Soxhletasi Rep I Rep II Rep III Rep IV Rep V

Berat serbuk (mg) 5005,4 5002,8 5016,4 5002,6 5000,8

Berat rendemen (mg) 375,5 347,9 392,0 401,1 384,7

% rendemen 7,50 6,95 7,81 8,02 7,69

Rata-rata 7,59

SE 0,18

% CV 2,40

Lampiran 8. Perhitungan % rendemen hasil soxhletasi

% rendemen = berat rendemen x 100% ---------------------

beratserbuk

Replikasi 1

% rendemen = 375,5 x 100% --------

5005,4

= 7,50%

Replikasi 2

% rendemen = 347,9 x 100% --------

5002,8

= 6,95%

Page 82: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

63

Replikasi 3

% rendemen = 392,0 x 100% --------

5016,4

= 7,81%

Replikasi 4

% rendemen = 401,1 x 100% --------

5002,6

= 8,02%

Replikasi 5

% rendemen = 384,7 x 100% --------

5000,8

= 7,69%

Lampiran 9. Perhitungan standard error dan coefficient of variance

SE = SD CV= SE x 100%

----- -----

√ n x

Keterangan :

SE : standard error CV : coefficient of variance

SD : standard deviation x : rata-rata rendemen

n : jumlah replikasi

SE = SD CV= SE x 100%

----- -----

√ n x

= 0,406 = 0,18 x 100%

----- -----

√ 5 7,59

= 0,18 = 2,40%

Page 83: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

64

Lampiran 10. Profil KLT komposit brazilin hasil digesti

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan : (a) visibel, sebelum disemprot buffer fosfat pH 7

(b) UV 365 nm, sebelum disemprot buffer fosfat pH 7

(c) visibel, sesudah disemprot buffer fosfat pH 7

(d) UV 365 nm, sesudah disemprot buffer fosfat pH 7

Page 84: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

65

Lampiran 11. Profil KLT komposit brazilin hasil soxhletasi

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan : (a) visibel, sebelum disemprot buffer fosfat pH 7

(b) UV 365 nm, sebelum disemprot buffer fosfat pH 7 (c) visibel, sesudah disemprot buffer fosfat pH 7 (d) UV 365 nm, sesudah disemprot buffer fosfat pH 7

Page 85: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

66

Lampiran 12. Spektrum komposit brazilin hasil digesti

(a)

(b)

(c)

Page 86: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

67

(d)

(e)

Keterangan :

(a) replikasi 1

(b) replikasi 2

(c) replikasi 3

(d) replikasi 4

(e) replikasi 5

Page 87: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

68

Lampiran 13. Spektrum komposit brazilin hasil soxhletasi

(a)

(b)

(c)

Page 88: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

69

(d)

(e)

Keterangan :

(a) replikasi 1

(b) replikasi 2

(c) replikasi 3

(d) replikasi 4

(e) replikasi 5

Page 89: PERBANDINGAN KONDISI OPTIMUM EKSTRAKSI … PDF/F. Farmasi/Farmasi/068114178_full.pdf · 2. Nama daerah ... D. Tata Cara Penelitian ... Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks

70

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama Trisiana Sarwastuti, lahir di Jakarta pada

tanggal 7 Januari 1988 merupakan putri ketiga dari

pasangan Bapak Suharno dan Ibu Ratna Sritirna. Penulis

menempuh pendidikan TK Strada Santa Theresia Jakarta

pada tahun 1992, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar

pada tahun 1994-2000 di SD Strada Tunas Keluarga Mulia I Jakarta. Pada tahun

2000 – 2003 penulis menempuh pendidikan di SLTP Strada St. Fransiskus

Xaverius II Jakarta, dan melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Umum Negeri

13 Jakarta. Setelah lulus tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan tingkat

universitas di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan

menyelesaikan pendidikannya tahun 2010.