14
PERBANDINGAN TEPUNG KULIT PISANG AMBON (Musa acuminata Colla) DENGAN BEKATUL SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SNACK KAYA SERAT Syarah Diyah Ayu Budiyono 1) , Mira Miranti 2) , Almasyhuri 3) 1) 2) dan 3) Program Studi Farmasi FMIPA Universitas pakuan Bogor Universitas Pakuan, Bogor Abstrak Berdasarkan hasil riset puslitbang gizi Depkes RI (2001) menunjukkan rata-rata konsumsi serat pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 g/hari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi kebutuhan seratnya sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 33 g setiap hari untuk umur 50-64 tahun. Konsumsi serat tidak terkait dengan tempat penduduk tinggal, melainkan lebih pada masalah status ekonomi dan pengetahuan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah ketersediaan makanan yang berserat serta pola dan kebiasaan makan. Kulit pisang ambon dan bekatul merupakan limbah yang kaya serat pangan. Serat pangan (dietary fiber) memiliki efek yang baik pada sistem metabolisme tubuh dan dapat mengurangi resiko berbagai penyakit kronis seperti jantung koroner, apendikitis, divertikulosis, kanker kolon, hipertensi, pengapuran pada pembuluh nadi dan diabetes mellitus. Pembuatan Snack fungsional berbahan baku tepung kulit pisang ambon dan bekatul selain meningkatkan kadar serat pangan juga dapat meningkatkan nilai tambah limbah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formula terbaik pada perbandingan tepung kulit pisang ambon dengan bekatul untuk Snack sebagai makanan kaya serat yang paling disukai oleh panelis. Formula yang digunakan sebagai perlakuan dengan perbandingan tepung kulit pisang dan bekatul adalah F1 (15g:3g), F2 (16g:2g) dan F3 (17g:1g) untuk mengetahui formula terbaik dilakukan uji hedonik, stastitik analisis SPSS 17, analisis serat pangan dengan metode enzimatis, analisis proksimat dengan metode standar sedangkan mineral dengan metode AAS (Spektrofotometer Serapan Atom) dan spektrofotometer. Hasil analisis menunjukkan tidak ada pengaruh perbedaan formula terhadap parameter aroma (P 0,101>0,05), rasa (P 0,626>0,05), dan warna (P 0,727>0,05) Namun untuk menentukan kadar kandungan zat gizi selanjutnya dipilih satu formula yang memiliki kadar serat yang paling tinggi yaitu F1 dengan perbandingan kulit pisang : bekatul (15:3). Snack formula 1 kulit pisang-bekatul memiliki kadar serat pangan 8,04%, protein 1,8%, lemak 22,31%, karbohidrat 70,79%, kadar air 3,32%, kadar abu 1,91%, kalsium 278,46mg/100g, natrium 133,08 mg/100g, besi 1,13mg/100g dan fosfor 1102,47mg/100g. Kata Kunci : Bekatul, Kulit pisang ambon, Serat pangan dan Snack Summary Research released by the Research and Development Center of the Ministry of Health of Indonesia (2001) showed that the average fiber consumption of Indonesians is 10.5 grams per day. The figure indicates that Indonesians have only fullfilled their fiber consumption of about a third of the ideal consumption of 33 gram a day for those aged 54-60 years. Fiber intake does not relate to residential areas, but it relates to economic status and knowledge instead. The other infulential factors to fiber intake are the availability of food containing fiber and eating patterns and habits. Ambon Banana skin powder and bran are food waste that is rich in dietary fiber. Dietary fiber affects body metabolism positively and it is able to decrease the risks of suffering form chronic diseases such as coronary heart problem, appendicitis, diverticulosis, colon cancer, hypertension, vein osteoporosis, and diabetes mellitus. The making of snacks composed of banana skin powder and bran can both increase the level of dietary fiber and added value of the waste. This research aims at knowing the best formula in the composition of banana skin and bran for snacks as fiber-rich food that is favored by panelists. The formulation used as a treatment of the composition between banana skin and bran is F1 (15g:3g), F2 (16g:2g) dan F3 (17g:1g) in other. To find out the best formula, hedonic test, SPSS 17 statistical analysis, dietary fiber analysis, using enzymatic method, proximate analysis using standard method and mineral analysis using AAS (Atomic Absorption Spectrometer) method are carried out.

PERBANDINGAN TEPUNG KULIT PISANG AMBON …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal066112068...menghasilkan rasa, warna, aroma yang baik dan produk snack yang memiliki kandungan

  • Upload
    vudieu

  • View
    228

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

PERBANDINGAN TEPUNG KULIT PISANG AMBON

(Musa acuminata Colla) DENGAN BEKATUL SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SNACK

KAYA SERAT

Syarah Diyah Ayu Budiyono1)

, Mira Miranti2)

, Almasyhuri3)

1) 2)

dan 3)

Program Studi Farmasi FMIPA Universitas pakuan Bogor

Universitas Pakuan, Bogor

Abstrak

Berdasarkan hasil riset puslitbang gizi Depkes RI (2001) menunjukkan rata-rata konsumsi serat

pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 g/hari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru

memenuhi kebutuhan seratnya sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 33 g setiap hari untuk umur

50-64 tahun. Konsumsi serat tidak terkait dengan tempat penduduk tinggal, melainkan lebih pada masalah

status ekonomi dan pengetahuan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah ketersediaan makanan yang

berserat serta pola dan kebiasaan makan.

Kulit pisang ambon dan bekatul merupakan limbah yang kaya serat pangan. Serat pangan

(dietary fiber) memiliki efek yang baik pada sistem metabolisme tubuh dan dapat mengurangi resiko

berbagai penyakit kronis seperti jantung koroner, apendikitis, divertikulosis, kanker kolon, hipertensi,

pengapuran pada pembuluh nadi dan diabetes mellitus. Pembuatan Snack fungsional berbahan baku

tepung kulit pisang ambon dan bekatul selain meningkatkan kadar serat pangan juga dapat meningkatkan

nilai tambah limbah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formula terbaik pada perbandingan tepung kulit pisang

ambon dengan bekatul untuk Snack sebagai makanan kaya serat yang paling disukai oleh panelis.

Formula yang digunakan sebagai perlakuan dengan perbandingan tepung kulit pisang dan bekatul adalah

F1 (15g:3g), F2 (16g:2g) dan F3 (17g:1g) untuk mengetahui formula terbaik dilakukan uji hedonik,

stastitik analisis SPSS 17, analisis serat pangan dengan metode enzimatis, analisis proksimat dengan

metode standar sedangkan mineral dengan metode AAS (Spektrofotometer Serapan Atom) dan

spektrofotometer.

Hasil analisis menunjukkan tidak ada pengaruh perbedaan formula terhadap parameter aroma (P

0,101>0,05), rasa (P 0,626>0,05), dan warna (P 0,727>0,05) Namun untuk menentukan kadar kandungan

zat gizi selanjutnya dipilih satu formula yang memiliki kadar serat yang paling tinggi yaitu F1 dengan

perbandingan kulit pisang : bekatul (15:3). Snack formula 1 kulit pisang-bekatul memiliki kadar serat

pangan 8,04%, protein 1,8%, lemak 22,31%, karbohidrat 70,79%, kadar air 3,32%, kadar abu 1,91%,

kalsium 278,46mg/100g, natrium 133,08 mg/100g, besi 1,13mg/100g dan fosfor 1102,47mg/100g.

Kata Kunci : Bekatul, Kulit pisang ambon, Serat pangan dan Snack

Summary

Research released by the Research and Development Center of the Ministry of Health of Indonesia

(2001) showed that the average fiber consumption of Indonesians is 10.5 grams per day. The figure

indicates that Indonesians have only fullfilled their fiber consumption of about a third of the ideal

consumption of 33 gram a day for those aged 54-60 years. Fiber intake does not relate to residential areas,

but it relates to economic status and knowledge instead. The other infulential factors to fiber intake are

the availability of food containing fiber and eating patterns and habits.

Ambon Banana skin powder and bran are food waste that is rich in dietary fiber. Dietary fiber

affects body metabolism positively and it is able to decrease the risks of suffering form chronic diseases

such as coronary heart problem, appendicitis, diverticulosis, colon cancer, hypertension, vein

osteoporosis, and diabetes mellitus. The making of snacks composed of banana skin powder and bran can

both increase the level of dietary fiber and added value of the waste.

This research aims at knowing the best formula in the composition of banana skin and bran for

snacks as fiber-rich food that is favored by panelists. The formulation used as a treatment of the

composition between banana skin and bran is F1 (15g:3g), F2 (16g:2g) dan F3 (17g:1g) in other. To find

out the best formula, hedonic test, SPSS 17 statistical analysis, dietary fiber analysis, using enzymatic

method, proximate analysis using standard method and mineral analysis using AAS (Atomic Absorption

Spectrometer) method are carried out.

The analysis showed no effect of different formula on parameters aroma (P 0,101>0,05), flavor

(P 0,626>0,05), and color (P 0,727>0,05) but to determine the levels of nutrient content furthermore been

a formula that has the higest fiber content is formula 1 of the composition between banana skin and bran

(15g:3g). Snack formula 1 of banana skin-bran, containing 8.04% dietary fiber. 1.8% protein, 22.31% fat,

70.79% carbohydrate, 3.32% water, 1.91% ash; 278.46mg/100g calcium, 133.08 mg/100g natrium,

1.13mg/100g iron and 1102.47mg/100g phosphor. Meanwhile, the dietary fiber from bananas peel was

7.83% and bran 13.17%.

Keyword : Bran, Banana Skin, Dietary Fiber, and Snacks

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan hasil riset puslitbang gizi

Depkes RI (2001) dalam Aswan dan Wresdiyati

(2004), menunjukkan rata-rata konsumsi serat

pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 g/hari.

Angka ini menunjukkan bahwa penduduk

Indonesia baru memenuhi kebutuhan seratnya

sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 30

g setiap hari. Konsumsi serat tidak terkait

dengan tempat penduduk tinggal, melainkan

lebih pada masalah status ekonomi dan

pengetahuan. Faktor lain yang mempengaruhi

adalah ketersediaan makanan yang berserat serta

pola dan kebiasaan makan (Soerjodibroto,

2004).

Kulit pisang ambon dan bekatul

merupakan limbah yang kaya serat pangan.

Serat pangan (dietary fiber) memiliki efek yang

baik pada sistem metabolisme tubuh dan dapat

mengurangi resiko berbagai penyakit kronis

seperti jantung koroner, apendikitis,

divertikulosis, kanker kolon, hipertensi,

pengapuran pada pembuluh nadi dan diabetes

mellitus (Santosa, 2011). Pembuatan Snack

fungsional berbahan baku tepung kulit pisang

ambon dan bekatul selain meningkatkan kadar

serat pangan juga dapat meningkatkan nilai

tambah limbah tersebut. Kandungan unsur gizi

kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat

18,50%, lemak 2,11%, protein 0,32%, kalsium

715%, fosfor 117%, zat besi 1,6%, vitamin B

0,12%, vitamin C 17,5% dan air 68,90%

(Munadjim, 1988).

Kulit pisang mengandung zat gizi yang

cukup tinggi terutama pada vitamin dan mineral

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku makanan dengan cara diolah menjadi

tepung. Tepung kulit pisang dapat dimanfaatkan

menjadi berbagai olahan makanan. Berdasarkan

penelitian Junaedi (2005), tepung kulit pisang

raja dalam pembuatan cookies memiliki kaya

akan mineral dan serat sehingga menjadi

sumber pangan alternatif.

Bekatul memiliki kandungan gizi yang

tinggi terutama vitamin B, mengandung serat

pangan (20-25%), dan komponen bioaktif.

Bekatul dapat menurunkan kadar kolesterol

darah dan low density lipoprotein cholesterol

(LDL cholesterol) darah, serta dapat

meningkatkan kadar high density lipoprotein

cholesterol (HDL cholesterol) darah (Berger et

al., 2004). Bekatul memiliki manfaat sebagai

sumber senyawa antioksidan tokoferol (vitamin

E), sebagai sumber serat pangan, mengatasi

konstipasi atau sembelit, dan mengurangi resiko

kanker usus (Auliana, 2011).

Pada penelitian ini kulit pisang ambon

dan bekatul memiliki sumber serat pangan yang

dapat diformulasikan sebagai snack dengan

perbandingan masing-masing tepung kulit

pisang ambon dan bekatul yaitu formula 1

(15g:3g), formula 2 (16g:2g), dan formula 3

(17g:1g). Penetapan formula ini berdasarkan

hasil uji pendahuluan dengan yang dapat

menghasilkan rasa, warna, aroma yang baik dan

produk snack yang memiliki kandungan gizi

dan serat pangan. Pada umumnya anak-anak

tidak menyukai sayuran sehingga snack ini

dapat digunakan sebagai asupan serat. Snack

bersifat ringan, aneka varian bahan, berbentuk

unik, menarik minat dengan kemasan, dan

memberikan asupan nutrisi yang dikandungnya

dalam tubuh.

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kulit pisang ambon, susu

skim bubuk, margarin, sebutir kuning telur,

sukralosa, kacang tanah, aron beras/nasi,

bekatul dan bahan kimia yang digunakan untuk

analisis adalah etanol 95%, magnesium, asam

klorida, bouchardat LP, Mayer LP, Dragendroff

LP, aquades, besi (III) klorida, natrium klorida,

selenium, asam sulfat pekat, natrium hidroksida,

larutan indikator (cairan methyl red dan brom

creosol green), asam borat, heksana, asam

nitrat, asam klorat, kalsium karbonat,

ammonium molibdat, potassium dihidrogen

fosfat, larutan baku natrium.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah timbangan analitik, oven,

loyang tipis, cetak kue, kertas saring, cawan

porselen, desikator, tanur (Ney®), soxhlet,

kondensor, labu lemak, labu kjedahl, hot plate,

spektrofotometer UV-VIS, AAS (Atomic

Absorption Spectroscopy AA7000) dan alat-alat

gelas lainnya untuk analisis.

Prosedur

Pengumpulan Bahan Baku

Kulit pisang ambon yang akan

digunakan dalam penelitian ini berasal dari Kp.

Pasapan RT 03/RW 06, Desa Bantargadung,

Kabupaten Sukabumi.

Determinasi

Determinasi tanaman dilakukan di

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat

Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Bogor.

Jalan Ir. H. Juanda No. 13, P.O.BOX 309 Bogor

16003, Indonesia. Data hasil uji determinasi

dapat dilihat pada lampiran 2.

Formula Olahan Snack kulit pisang-bekatul

Pembuatan produk olahan snack kulit

pisang-bekatul dibuat menjadi tiga formula.

Formula snack dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Formulasi Olahan Snack kulit pisang-

bekatul

BAHAN

F1

(g)

F2

(g)

F3

(g)

Tepung Kulit Pisang

Ambon 15 16 17

Susu Skim Bubuk 3 3 3

Margarin 9 9 9

Butir Kuning Telur 23 23 23

Sukralosa 0,09 0,09 0,09

Bekatul 3 2 1

Aron Beras/Nasi 23 23 23

Kacang Tanah 21 21 21

Uji Fitokimia Tepung Kulit Pisang Ambon

dan Bekatul

1. Uji Flavonoid

Ditimbang sampel sebanyak 0,5 g dilarutkan

dalam 5 mL etanol 95 %, diambil 2 mL larutan

dan ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium,

kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida

pekat, dikocok perlahan. Warna merah jingga

hingga merah ungu yang terbentuk menunjukan

positif adanya flavonoid, jika terjadi warna

kuning jingga menunjukan adanya flavon,

kalkon dan auron (Depkes RI, 1980).

2. Uji Alkaloid

Ditimbang sampel sebanyak 500 mg

kemudian ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N

dan 9 mL air, dipanaskan di atas penangas air

selama 2 menit lalu didinginkan dan disaring,

selanjutnya dipindahkan 3 tetes filtrat digunakan

sebagai larutan percobaan yang akan digunakan

dalam pengujian berikut : Filtrat pada kaca

arloji, ditambahkan 2 tetes Bouchardat LP.

Hasil positif ditujukan dengan adanya endapan

coklat sampai hitam. Filtrat pada kaca arloji,

ditambahkan 2 tetes Mayer LP. Hasil positif

ditujukan dengan adanya endapan putih atau

kuning yang larut dalam methanol P. Filtrat

pada kaca arloji, ditambahkan 2 tetes

Dragendorff LP. Hasil positif ditujukan dengan

adanya endapan jingga coklat (Depkes RI,

1980).

3. Uji Tanin

Ditimbang sampel sebanyak 20 mg

sampel yang dihaluskan, ditambahkan etanol

sampai sampel terendam semuanya. Kemudian

sebanyak 1 ml larutan dipindahkan kedalam

tabung reaksi dan ditambahkan 2-3 tetes larutan

FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan

terbentuknya warna hitam kebiruan atau hijau

(Sangi dkk, 2008).

4. Uji Saponin

Ditimbang sampel sebanyak 0,5 g yang

dimasukan kedalam tabung reaksi, ditambahkan

10 ml air suling panas, didinginkan dan

kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik.

Hasil positif ditandai dengan terbentuknya buih

yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit,

setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan

1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang

(Depkes RI, 1980).

Uji Mutu Sediaan Snack kulit pisang-bekatul

Uji Organoleptik

Uji ini meliputi penilaian terhadap

karakteristik sediaan kering yang meliputi

warna, rasa, dan aroma tepung kulit pisang

ambon.

Uji Hedonik

Para panelis diminta mencicipi untuk

menilai rasa, aroma, dan warna dari sampel

sediaan Snack kulit pisang-bekatul. Para panelis

diharapkan untuk mengisi kertas kuisioner yang

telah disediakan. Hasil dari uji hedonik

dianalisis menggunakan SPSS.17 dengan

metode RAL (Rancangan Acak Lengkap).

Penetapan Kadar Serat Pangan Tepung

Kulit Pisang Ambon, Sereal Snack dan

Bekatul

Pengujian ini dianalisis dengan metode

enzimatis. Pertama sejumlah contoh dibuat

suspense sebanyak 1 L dengan ditambah

beberapa tetes isoamil alcohol dan Kristal timol.

Kemudian suspense tersebut diambil 50mL

dimasukkan kedalam gelas piala 250 mL lalu

ditambah 50 ml HCl 0,2 N dan 100 mg Pepsin,

diaduk rata kemudian diinkubasi pada suhu

400C selama 18 jam.

Selanjutnya campuran dinetralkan dengan

larutan NaOH 4 N dan 50 mL larutan buffer pH

6,8, lalu ditambahkan 100 mg pankreatin dan

300 mg sodium dodesilsulfat kemudian

diinkubasi kembali pada suhu 400C selama 1

jam sambil diaduk.

Campuran kemudian diasamkan dengan HCl

4 N hingga mencapai pH 3,5, lalu disentrifuse

selama 30 menit pada 3000 rpm. Supernata

selanjutnya disaring dengan filter gelas 1-G-3

yang berisi pasir setebal 15 mm. Endapan dicuci

dengan air suling dan disentrifuse kembali.

Dicuci residu yang diperoleh dan disaring

dengan filter gelas 1-G-3, dibilas 3 kali dengan

aseton.

Kemudian filter gelas yang mengandung

residu dikeringkan pada suhu 1050C selama 1

malam dan ditimbang. Berat residu kering

menyatakan kandungan serat pangan. Cara

perhitungan :

Uji Proksimat

1. Uji Kadar Protein

Tahap-tahap yang dilakukan dalam

analisis protein terdiri dari destruksi, destilasi,

dan titrasi.

1) Tahap destruksi sampel ditimbang

sebanyak ±0,5-1 g kemudian sampel

tersebut dimasukkan ke dalam labu

Kjehdal. Sebanyak 0,25 g selenium dan 25

ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam

tabung tersebut. Tabung yang berisi

larutan dimasukkan ke dalam alat

pemanas. Proses destruksi dilakukan

hingga larutan berwarna hijau bening.

2) Tahap destilasi : sampel yang telah

didestruksi dituangkan ke dalam labu

destilasi lalu ditambahkan akuades 50 ml.

Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat

destilasi dan ditambahkan NaOH 40%

sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung

tabung kondensor ditampung dalam

Erlenmeyer 10 ml berisi larutan H3BO3

dan 2 tetes indikator (cairan methyl red

dan brom creosol green) yang ada di

bawah kondensor. Destilasi dilakukan

hingga diperoleh 10 ml destilat berwarna

hijau kebiruan.

3) Tahap titrasi : Titrasi dilakukan dengan

menggunakan HCl 0,1 N sampel warna

larutan berubah menjadi merah muda.

Volume titran dibaca dan dicatat.

Perhitungan kadar protein ditentukan

ditentukan dengan rumus :

Kadar Protein (%) :

( )

Kadar protein = %N x 6.25

2. Uji Kadar Lemak

Pengujian kadar lemak dilakukan

dengan metode soxhlet. Sebanyak 2 g sampel

yang telah dihaluskan, dimasukkan kedalam

selongsong kertas yang telah dialasi dengan

kapas, sumbat selongsong kertas berisi sampel

tersebut dengan kapas, keringkan dalam oven

pada suhu tidak lebih dari 800C selama ± 1 jam,

kemudian dimasukkan kedalam tabung ekstraksi

soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu

lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan

dan diketahui beratnya. Ekstraksi dengan

heksana atau pelarut lemak lainnya selama ± 6

jam. Setelah itu, sulingkan heksana dan

keringkan ekstrak lemak dalam oven

pengeringan pada suhu 1050C selama 30 menit.

Didinginkan dan ditimbang (pengeringan

diulang hingga bobot tetap). Kadar lemak yaitu

lebih dari 7% (Depkes RI, 1992). Dihitung

kadar lemak dengan rumus sebagai berikut:

Dimana :

Wa = Berat labu awal (g)

Wb = Berat sampel (g)

Wc =Berat labu lemak setelah ekstraksi (g)

3. Penentuan Kadar Karbohidrat

Dengan menggunakan metode by

difference kadar karbohidrat dapat ditentukan

dengan rumus :

Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (P + KA +A + L)

Dimana :

P = Kadar protein (%)

KA = Kadar Air (%)

A = Kadar Abu (%)

L = Kadar Lemak (%)

4. Uji Kadar Air (AOAC, 1995)

Cawan petri kosong dioven terlebih

dahulu, lalu didinginkan dan ditimbang bobot

kosongnya. Sejumlah sampel ditimbang (±3-5

g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah

diketahui beratnya. Kemudian cawan

dimasukkan ke dalam oven bersuhu 1000C

hingga diperoleh berat yang tetap. Perhitungan

kadar air dilakukan berdasarkan berat basah

dengan menggunakan rumus :

( )

Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)

B = Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)

C = Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)

5. Uji Kadar Abu

Dimasukkan lebih kurang 2-3 gram

sampel dalam kurs silika yang telah dipijarkan

dan ditara lalu diratakan. Dipijarkan perlahan-

lahan hingga arang habis, dinginkan, ditimbang,

jika cara ini arang tidak dapat hilang,

ditambahkan air panas, disaring melalui kertas

saring bebas abu. Dipijarkan sisa kertas dan

kertas saring dalam kurs yang sama.

Dimasukkan filtrat ke dalam kurs, diuapkan

dipijarkan hingga bobot tetap, dan ditimbang.

Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

( ) :

( )

Metode Analisis Mineral

1. Analisis Kalsium, Natrium dan

Ferrum/Besi

Preparasi Sampel Kalsium, Natrium dan

Ferrum/Besi

Sampel yang akan mengalami

pengujian mineral dilakukan proses pengabuan

basah terlebih dahulu. Sebanyak 1 g sampel

dimasukkan kedalam erlenmeyer 150 mL,

ditambahkan 5 mL HNO3 kedalam labu

Erlenmeyer dan dibiarkan selama 1 jam.

Selanjutkan dipanaskan diatas hotplate selama ±

4 jam, dan didinginkan. Ditambahkan 0,4 mL

H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan kembali.

Setelah terjadi perubahan warna dari dari coklat

menjadi kuning, sampel tersebut ditambahkan

campuran HCIO4 dan HNO3 sebanyak 3 mL,

dipanaskan kembali selama ± 15 menit.

Selanjutnya sampel ditambahkan 2 mL aquadest

dan 0,6 ml HCl pekat, kemudian dipanaskan

kembali sampai larut dan didinginkan. Setelah

larut, sampel tersebut kemudian diencerkan

menjadi 100 mL didalam labu takar.

a. Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Pembuatan larutan baku kalsium karbonat

Larutan baku disiapkan dengan melarutkan

0,624 g kalsium karbonat dalam 25 mL HCl 3N

dalam labu ukur 250 mL kemudian diencerkan

sampai tanda dengan air suling (1000 ppm).

Dari larutan ini dipipet 10 mL kedalam labu

ukur 100 mL kemudian dicukupkan volumenya

sampai tanda dengan air suling (100 ppm). Dari

larutan ini dipipet 1mL, 2 mL, 3 mL, 4mL dan 5

mL kemudian dimasukkan kedalam labu ukur

10 mL dan dicukupkan volumenya dengan air

suling hingga batas tanda sehingga diperoleh

larutan baku dengan konsentrasi 10 ppm, 20

ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm.

b. Penentuan Kadar Kalsium dalam Sampel

Pengukuran serapan kalsium dalam sampel

secara Spektrofotometer Serapan Atom. Larutan

sampel diukur serapannya dengan alat

spektrofotometer serapan atom pada panjang

gelombang 422,7 nm menggunakan lampu

katoda kalsium.

c. Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium

Larutan baku natrium (1000 µg/mL) dipipet

sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur

100 mL dan ditambahkan aquadest hingga garis

tanda (konsentrasi 10 µg/mL) (larutan induk

baku II). Larutan induk baku III dibuat dengan

memipet larutan induk baku II sebanyak 25 mL

dan ditambahkan volumenya hingga 100 mL

dengan aquadest (kosentrasi 2,5 µg/mL).

Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat

dengan memipet Larutan Induk Baku III

sebanyak 4, 6, 8, 10 dan 12 mL, dilarutkan

dalam labu 50 mL sehingga didapatkan

kosentrasi berturut-turut 0,2 µg/mL; 0,3 µg/mL;

0,4 µg/mL; 0,5 µg/mL; 0,6 µg/mL diukur pada

panjang gelombang 589 nm dengan tipe nyala

udara-asetilen.

d. Penetapan Kadar Natrium dalam Sampel

Larutan sampel dilakukan pengenceran

hingga 5 kali, diukur absorbansinya dengan

menggunakan spektrofotometer serapan atom

pada panjang gelombang 589 nm. Nilai

absorbansi yang diperoleh harus berada dalam

rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium.

Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan

berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva

kalibrasi.Kandungan Nadi ukur dengan

menggunakan AAS (Atomic Absorption

Spectrophotometer tipe AA7000).

e. Pembuatan Kurva Kalibrasi Ferrum/besi

Larutan baku besi (1000 μg/mL) dipipet

sebanyak 10 mL, dimasukkan ke dalam labu

ukur 100 mL, kemudian ditambahkan 10 mL

larutan HNO3 1 N dan ditepatkan dengan

aquadest hingga garis tanda (konsentrasi 100

μg/mL). Lalu dipipet 0,5 mL; 1mL ; 2 mL; 3

mL; dan 4 mL masing-masing dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 mL, kemudian

ditambahkan 10 mL larutan HNO3 1 N dan

ditepatkan dengan aquadest hingga garis tanda

sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi

0,5 μg/mL; 1,0 μg/mL; 2,0 μg/mL; 3,0 μg/mL;

dan 4,0 μg/mL lalu diukur pada panjang

gelombang 248,3 nm.

f. Penetapan Kadar Besi dalam Sampel

Larutan sampel hasil dekstruksi diukur

absorbansinya menggunakan AAS

(spektrofotometri serapan atom) dengan nyala

udara-asetilen pada panjang gelombang 248,3

nm. Pengukuran dilakukan sebanyak 6 kali

perulangan untuk setiap sampel yang telah

didestruksi. Konsentrasi besi dalam sampel

ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi

dari kurva kalibrasi.

2. Penentuan Kadar Fosfor (P)

a. Persiapan pereaksi

Pereaksi Vanadat-Molibdat

Analisis fosfor dilakukan dengan metode

Molibdat-Vanadat. Dibuat terlebih dahulu

Pereaksi Vanadat-Molibdat yaitu sebanyak 20 g

ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml

aquadest hangat (500

C) dan didinginkan.

Sebanyak 1,0 g ammonium vanadat dilarutkan

dalam 300 ml aquadest mendidih, kemudian

didinginkan dan ditambahkan dengan 140 ml

asam nitrat pekat sambil diaduk. Larutan

molibdat dimasukkan kedalam larutan vanadat

sambil diaduk, larutan vanadat-molibdat

ditepatkan volumenya sampai 1 liter dengan

menggunakan aquadest.

Larutan Fosfat Standar

Sebayak 3 g potassium dihidrogen fosfat

kering dilarutkan dalam aquadest dan

diencerkan sampai volume 1 liter. Sebanyak 25

mL larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu

takar 250 mL dan diencerkan sampai tanda

batas.

b. Pembuatan Kurva Standar

Larutan fosfat standar dimasukkan ke dalam

satu seri labu takar 100 mL dengan jumlah

masing-masing 0, 2,5, 5, 10, 20, 30, 40 dan 50

mL. larutan diencerkan sampai volume 50-60

mL dengan aquadest. Kedalam masing-masing

labu ditambahkan dengan 25 mL pereaksi

vanadat-molibdat dan diencerkan sampai

volume 100 mL dengan aquadest. Larutan di

diamkan selama 10 menit, kemudian absorbansi

masing-masing larutan diukur dengan

menggunakan spektrofotometer pada λ 400 nm.

c. Analisis Sampel

Analisis sampel sebanyak 10 mL aliquot dari

pengabuan basah dimasukkan kedalam labu

takar 100 mL. Kedalam labu ditambahkan 40

mL aquadest dan 25 mL pereaksi vanadat-

molibdat. Larutan diencerkan dengan aquadest

sampai tanda batas. Larutan didiamkan selama

10 menit kemudian diukur absorbansinya

dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang (λ) 400 nm. Absorbansi yang terbaca

dicatat. Kadar fosfat dalam sampel dapat

dihitung dengan rumus :

Keterangan : % P = Persentasi fosfat pada sampel sebagai (P2O5)

C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100

mL) yang terbaca dari kurva standar

W = berat sampel yang digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Fitokimia Kulit Pisang Ambon dan

Bekatul

Hasil analisis kulit pisang ambon dan

Bekatul dengan analisis keberadaan senyawa

fitokimia yang meliputi flavonoid, alkaloid,

tanin dan saponin,. Hasil analisis fitokimia

tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis fitokimia Kulit Pisang

Ambon dan Bekatul

Uji

Fitokimia

Tepung Kulit

Pisang

Ambon

Bekatul

Flavonoid + -

Alkaloid :

Pereaksi

Bouchardat - +

Pereaksi

Mayer - +

Pereaksi

Dragendroff - +

Tanin + -

Saponin - +

Keterangan :

+ = Ada

- = Tidak ada

Berdasarkan hasil uji fitokimia

terhadap tepung kulit pisang ambon

menunjukkan bahwa tepung kulit pisang ambon

mengandung senyawa flavonoid dan tanin.

Golongan flavonoid dapat larut dalam air panas.

Warna merah yang dihasilkan menandakan

adanya flavonoid akibat dari reduksi oleh asam

klorida pekat dan magnesium (Robinson, 1963).

Pengujian senyawa tanin pada tepung

kulit pisang ambon menunjukkan hasil yang

P 2,5

positif. Perubahan warna yang disebabkan oleh

penambahan FeCl3 dengan salah satu gugus

hidroksil yang ada pada senyawa tanin.

Penambahan FeCl3 menghasilkan warna hijau

kehitaman yang menunjukkan adanya tanin

terkondensasi (Sangi dkk., 2008).

Berdasarkan hasil uji fitokimia

terhadap bekatul menunjukkan bahwa bekatul

mengandung senyawa alkaloid dan saponin.

Analisis fitokimia golongan alkaloid

menggunakan tiga pereaksi diantaranya yaitu

pereaksi Bouchardat, pereaksi Dragendroff,

Pereaksi Mayer.

Hasil pengujian alkaloid penambahan

pereaksi Bouchardat pada bekatul menunjukkan

hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya

endapan cokelat. Hal ini disebabkan karena,

Pereaksi Bouchardat mengandung kalium iodida

dan iod sehingga bereaksi dengan senyawa

alkaloid.

Penambahan pereaksi Mayer

memberikan hasil postif dengan terbentuknya

endapan putih kalium-alkaloid. Hal ini

disebabkan karena, pereaksi Mayer

mengandung kalium iodida dan merkuri klorida

(Astarina, dkk, 2013).

Hasil uji alkaloid dengan penambahan

pereaksi Dragendroff menunjukkan reaksi

positif yang ditandai dengan adanya endapan

jingga, dimana endapan tersebut merupakan

endapam kalium-alkaloid. Hal ini disebabkan

karena, pereaksi Dragendroff mengandung

bismuth nitrat dan merkuri klorida hal ini yang

menyebabkan terbentuknya endapan jingga

karena bereaksi dengan senyawa alkaloid.

Hasil pengujian saponin terhadap

bekatul menunjukkan hasil positif terdapat buih

setelah pengocokkan. Saponin memiliki glikosil

yang berfungsi sebagai gugus polar dan gugus

steroid dan titerpenoid sebagai gugus non polar.

Senyawa yang memiliki gugus polar dan

nonpolar bersifat aktif permukaan sehingga saat

dikocok air saponin dapat membentuk misel.

Pada struktur misel gugus polar menghadap

keluar sedangkan gugus nonpolarnya

menghadap kedalam. Keadaan inilah yang

tampak seperti busa, karena itu dalam analisis

ini dilihat kemampuan sampel dalam

membentuk busa (Sangi, dkk, 2008).

Hasil Uji Mutu Sediaan Snack kulit pisang-

bekatul

Uji Organoleptik

Hasil uji organoleptik terhadap 3

formula Snack yang dibuat memiliki

karakteristik yang sama terhadap parameter

aroma dan warna. Persamaan tersebut

dipengaruhi karena bahan baku yang digunakan

sama dan perbedaan kosentrasi tepung kulit

pisang ambon dengan bekatul mempengaruhi

perbedaan rasa terhadap Snack. Hasil pengujian

organoleptik disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Sediaan Snack

kulit pisang-bekatul

Formula Pengujian Organoleptik

Warna Rasa Aroma

F1 Cokelat Manis Khas

F2 Cokelat Biasa Khas

F3 Cokelat Pahit Khas

Uji Hedonik

Tabel 7. Hasil Analisis Ragam Sediaan Snack

kulit pisang-bekatul

Formula Rata-rata

Warna Rasa Aroma

F1 1,95a 1,8

a 2,8

a

F2 2 a 2,05

a 2,55

a

F3 2,05 a 2,05

a 2,7

a

Tabel menunjukkan untuk parameter

warna F1 1,95 (suka-sangat suka), F2 2 (suka)

dan F3 2,05 (suka-biasa), rasa F1 1,8 (suka-

sangat suka), F2 2,05 (suka-biasa), F3 2,05

(suka-biasa) dan aroma F3 2,8 (suka-biasa), F2

2,55 (suka-biasa), F3 2,7 (suka-biasa).

Berdasarkan hasil uji hedonik yang diperoleh

kemudian dianalisis menggunakan SPSS 17.

Hasil analisis menunjukkan tidak ada pengaruh

perbedaan formula terhadap parameter aroma (P

0,101>0,05), rasa (P 0,626>0,05), dan warna (P

0,727>0,05). Namun untuk menentukan kadar

kandungan zat gizi selanjutnya dipilih satu

formula yang memiliki kadar serat yang paling

tinggi yaitu F1.

Penetapan Kadar Serat Pangan Snack kulit

pisang-bekatul, Tepung kulit pisang ambon

dan Bekatul Kandungan serat pangan sangat

berguna untuk kesehatan badan. Menurut

Zaimah (2009) salah satu manfaat serat pangan

adalah memperlambat absorpsi karbohidrat

yang dapat membantu penderita diabetes

mellitus dalam mengatur kadar gula darahnya,

serat pangan juga dapat mencegah gangguan

saluran pencernaan, penyakit jantung, kanker

kolon, dan mammae. Efek kenyang yang timbul

setelah konsumsi serat juga membantu untuk

mengontrol berat badan. Data hasil analisis serat

pangan dapat dilihat Tabel 10.

Tabel 8. Hasil Analisis Serat Pangan

Snack Kulit

Pisang Bekatul

F1 F2 F3

Kadar

serat

pangan

(%)

8,04 7,31 5,17 7,83 13,17

Snack formula 1 dengan perbandingan

kulit pisang ambon : bekatul (15:3) memiliki

kandungan serat yang lebih besar yaitu 8,04%

dibanding snack formula 2 dengan

perbandingan kulit pisang : bekatul (16:2) dan

formula 3 dengan perbandingan kulit pisang :

bekatul (17:3) masing-masing yaitu 7,31% dan

5,17%. Hal ini karena kandungan serat dalam

bekatul lebih tinggi diperoleh sebesar 13,17%

sedangkan kulit pisang ambon 7,83%. Sehingga

sampel yang diuji adalah snack formula 1 yang

memiliki kandungan serat yang paling tinggi

diantara 3 formula. Data hasil kadar serat

pangan dapat dilihat pada Lampiran 11.

Hasil Analisis Proksimat Sediaan Snack kulit

pisang-bekatul

Secara umum analisis proksimat pada

bahan baku pembuatan Snack berbasis

karbohidrat menggunakan 5 parameter uji

mengacu pada metode SNI 01-2891-1992

tentang cara uji makanan dan minuman.

Parameter analisis proksimat meliputi uji kadar

air, uji kadar abu, uji protein, uji lemak, dan uji

karbohidrat. Data hasil analisis proksimat dapat

dilihat Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis Proksimat Snack

formula 1 kulit pisang-ambon

Hasil kadar protein dalam sampel sebesar

1,8 % yang memenuhi syarat SNI 1992 yaitu

kurang dari 5%.

Hasil kadar lemak snack sebesar 22,31%

sesuai dengan SNI Makanan Ringan Ekstrudat

Snack

Formula 1 Ulangan

Kadar

%

Rata-

rata (%) SD

Protein 1 1,81

1,8 ±0,0141 2 1,79

Lemak 1 22,28

22,31 ±0,0424 2 22,34

Karbohidrat

70,79

Air 1 3,01

3,43 ±0,3666

2 3,64

3 3,65

Abu 1 1,85

1,67 ±0,4164

2 1,96

3 1,19

tanpa proses penggorengan (SNI 01-2886-2000)

yaitu maksimum 30%.

Kadar kabohidrat ditentukan dengan metode

by difference yaitu 100% kurangi jumlah kadar

protein, lemak, abu, air. Kadar karbohidrat yang

diperoleh yaitu 70,79%.

Hasil pengukuran kadar air snack FI

diperoleh sebesar 3,43%. Pengujian kadar air

untuk formula 1 memenuhi syarat SNI 01-2886-

2000 kurang dari 4%, dapat dilihat pada tabel 1.

Rendahnya kadar air snack ini memberi

keuntungan pada saat penyimpanan sehingga,

akan menghasilkan daya simpan yang lebih

lama.

Hasil pengukuran kadar abu untuk snack F1

sebesar 1,67% yang memenuhi syarat SNI 1992

yaitu kurang dari 4%.

Kadar abu dalam suatu bahan

menggambarkan banyaknya mineral yang tidak

terbakar menjadi zat yang dapat menguap.

Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan,

menunjukkan semakin tinggi mineral yang

terkandung dari mineral tersebut.

Kandungan Mineral Sediaan Snack kulit

pisang-bekatul

Tabel 10. Hasil Analisis Kandungan

Mineral Snack formula 1 kulit pisang-bekatul.

Snack

Ulangan Kadar

(mg/100g)

Rata-rata

(mg/100g) SD

Formula

1

Ca 1 281,63 278,455

±4,4901

2 275,28

Na 1 139,74 133,075

±9,4257

2 126,41

Fe 1 1,17 1,13

±0,0565

2 1,09

P 1 1106,29 1102,47

±5,4022

2 1098,65

Keterangan :

Ca = Kalsium, Na = Natrium, Fe = Besi, P =

Posfor, SD = Standar Deviasi

Penetapan kadar kalsium pada sediaan snack

F1 dilakukan dengan metode AAS

(Spektrofotometer Serapan Atom) pada

pengukuran 422,7 nm. Hasil analisis kadar

kalsium yang diperoleh sebesar 278,46

mg/100g.

Penetapan kadar mineral natrium pada

sediaan snack dilakukan dengan metode

Spektrofotometer Serapan Atom dengan

panjang gelombang 589 nm dengan katoda

natrium. Hasil analisis kadar natrium yang

diperoleh sebesar 133,08 mg/100g.

Hasil Analisis Kadar Ferrum/Besi. Hasil

kadar zat besi pada sediaan snack F11,13

mg/100g. Menurut Almatsier (2001), kadar zat

besi yang dibutuhkan oleh tubuh sebanyak 8-14

mg/100g.

Pengujian fosfor pada sediaan snack F1

dilakukan dengan metode spektrofotometer UV-

Vis. Hasil pengujian kadar fosfor pada snack F1

sebesar 1102,47. mg/100g. Kandungan fosfor

yang diperoleh pada snack F1 cukup tinggi.

Fosfor merupakan bagian nutrisi yang

sangat penting dalam memperkuat tulang dan

gigi, khususnya bagi anak-anak dalam masa

pertumbuhan yang berfungsi untuk memperkuat

tulang dan gigi anak.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) Snack kulit

pisang-bekatul Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah

taraf konsumsi zat-zat gizi essensial yang

berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup

untuk memenuhi hampir kebutuhan semua

orang sehat (Almatsier, 2001). Menurut Karyadi

dan Muhilal (1985) kecukupan gizi dipengaruhi

oleh faktor umur, jenis kelamin, aktivitas fisik,

berat dan tinggi badan, genetika serta keadaan

hamil dan menyusui. Anak-anak pada masa

pertumbuhan membutuhan gizi yang cukup

untuk tumbuh kembang anak, oleh karena itu

asupan makanan yang bergizi sangat dianjurkan.

Informasi Nilai Gizi Snack Formula 1

Kulit Pisang-Bekatul Takaran saji 1 keping (9 g)

Jumlah sajian per kemasan : 1

JUMLAH PER SAJIAN

Energi total 4,6 Kkal

Energi dari lemak 18,6 Kkal

AKG

Lemak 2,00 g 3,1-3,8%

Protein 0,16 g 0,2-0,3%

Karbohidrat 6,37 g 1,8-2,2%

Besi 0,10 mg 0,7-0,8 %

Natrium 11,98 mg 0,9 %

Kalsium 25,06 mg 2,5 %

Fosfor 99,22 mg 14,2 %

Serat 0,72 g 2,2-2,6 %

*Persen AKG berdasarkan kebutuhan

energi 2000 Kkal. Kebutuhan energi anda

mungkin lebih tinggi atan lebih rendah.

*Dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin.

Berdasarkan puslitbang gizi Depkes

RI (2001) rata-rata konsumsi serat pangan

penduduk Indonesia adalah 10,5 g/hari dengan

mengacu pada Angka Kecukupan yang

dianjurkan (33 gram) maka kekurangannya 2,5

g/hari. Jumlah ini dapat dipenuhi oleh 30 keping

snack tepung kulit pisang ambon-bekatul @9

gram.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil analisis menunjukkan tidak ada

pengaruh perbedaan formula terhadap

parameter aroma (P 0,101>0,05), rasa (P

0,626>0,05), dan warna (P 0,727>0,05)

Namun untuk menentukan kadar kandungan

zat gizi selanjutnya dipilih satu formula yang

memiliki kadar serat yang paling tinggi yaitu

formula 1 dengan perbandingan kulit pisang

: bekatul (15:3). Snack formula 1 kulit

pisang-bekatul memiliki kadar serat pangan

8,04% yang lebih besar dibanding formula 2

dan 3 masing-masing : 7,31 dan 5,17%.

2. Olahan pangan fungsional Snack formula 1

kulit pisang ambon-bekatul dengan

perbandingan tepung kulit pisang ambon-

bekatul (15:3) memiliki kadar protein 1,8%,

lemak 22,31% dan karbohidrat 70,79%,

kadar air 3,32%, kadar abu 1,91%, kalsium

278,46 mg/100g, natrium 133,08 mg/100g,

besi 1,13 mg/100g dan fosfor 1102,47

mg/100g. Sedangkan kadar serat pangan

tepung kulit pisang ambon sebesar 7,83%

dan bekatul 13,17%.

Saran

1. Perlu dilakukan uji stabilita Snack berbahan

baku tepung kulit pisang ambon dan bekatul

agar dapat diketahui lama waktu

penyimpanannya.

2. Perlu dilakukan preformulasi ulang agar

didapatkan Snack kulit pisang-bekatul yang

memiliki kadar serat pangan dan bernilai

gizi yang seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT

Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Alvarez EE dan Sanchez PG. 2006. Dietary

Fibre. J. Nutr. Hosp. 21 (Sup 2) 60-71.

AOAC, 1995. Official Methode of Analysis of

the Association of Analytical Chemists.

Washington D.C.

Astarina, N. W. G., Astuti, K. W., Warditiani,

N. K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak

Metanol Rimpang Bangle (Zingiber

purpureum Roxb). Jurusan Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas Pakuan

Bogor.

Berger, A. 2004. “Similar Cholesterol-lowring

Properties of Rice Bran Oil, With \

Varied Gamma-oryzanol, in Mildly

Hipercholesterolemic Men”. Eur J

Nurt.44(3): 163-73.

Clara, M. Kusharto. 2006. Serat Makanan Dan

Perannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi

dan Pangan, November 2006 1 (2): 45-

54. Departemen Gizi Masyarakat.

Fakultas Ekologi Manusia. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Damardjati, D.S., santosa, B.A., dan Munarso,

J. 1990. Studi Kelayakan dan

Rekomendasi Teknologi Pabrik

Pengolahan Bekatul. Laporan akhir.

Balai penelitian Tanaman Pangan

Sukamandi.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

1980. Materia Medika Indonesia Jilid

IV. Jakarta: Direktorat Pengawasan

Obat dan Makanan. p.77, 185.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2000. Parameter Standar Umum

Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta.

Eastwood MA, Hamilton D. 1968. Studies on

the Adsorption Components of the Diet

Biochem. Biophys. Alta. 152:165.

Junaedi, E. 2015. Pemanfaatan Limbah Kulit

Pisang Sebagai Sumber Pangan

Alternatif Dalam Pembuatan Cookies.

(Skripsi). Universitas Pakuan Bogor.

Girst, D.H. 1986. Rice. Longmans, Green and

Co. Ltd., London.

Harper, J.M. 1981. Extrusion Of Food Vol .II.

CRC pres, Boca Raten Florida.

Karyadi, D., dan Muhilal. 1985. Kecukupan

Gizi yang Dianjurkan. PT. Gramedia :

Jakarta.

Kin Y-I. 2000. Aga technical review : Impacto

of dietary fiber on colon cancer

occurrence. Gastroenterology 118 :

1235-1257.

Luh, S. 1991. Rice Production and Utilition

4thed. The AVI Publ., Co., Inc.

Westport. Conecticut.

Marliana, S.D., Suryanti V., Suyono. (2005).

Skrining Fitokimia dan Analisis

Kromatografi Lapis Tipis Komponen

Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule

Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol.

Biofarmasi 3(1): 26-31.

Martiningsih, E. 2007. Pemanfaatan Kulit

Pisang Raja (Musa paradisiaca L. var

sapientum) Sebagai Substrat

Fermentasi Etanol Menggunakan

Saccharomyces cerevisiae. Laporan

Skripsi (S1). Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah:

Surakarta.

Muchtadi TR, H. Purwiyatno, dan Ahza AB.

1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi.

PAU IPB. Bogor

Muchtadi, D. 1998. Kajian Terhadap Serat

Makanan dan Antioksidan Dalam

Berbagai Jenis Sayuran Untuk

Pencegahan Penyakit Degeneratif.

IPB-Press Bogor.

Muchtadi, D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber

Serat Pangan Untuk Mencegah

Timbulnya Penyakit Degeneratif.

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.

Volume XII No. IPB Bogor.

Munadjim. 1982. Teknologi Pengolahan

Pisang. Masa Baru. Bandung.

Munadjim. 1988. Teknologi Pengolahan

Pisang. Gramedia Pustaka Utama :

Jakarta.

Pratama, R.I., Rostini, I., DAN Liviawaty, E.

2014. Karakteristik Biskuit dengan

Penambahan Tepung Tulang Ikan

Jungilus (Istiophorus Sp.) Jurnal

Akuantika 5(1):30-39.

Rimbawan dan Siagian. 2004. Indeks Glikemik

Pangan. Penebar Swadaya : Bogor.

Robinson, T. 1963. Kandungan Organik

Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-6. a.b.

Kosasih Padmawinata. Penerbit

ITB. Bandung.

Sangi, M., dkk. 2008. “Analisis Fitokimia

Tumbuhan Obat di Kabupaten

Minahasa Utara”. Chemistry

Progress.1, 47-53.

Santoso. 2011. Structural Equation Modeling

(SEM) Konsep dan Aplikasi dengan

AMOS 18, PT Elex Media Komputindo

Kompas Gramedia : Jakarta.

Sukasih, E., dan Setadjit. 2012. Formulasi

Pembuatan Flake Berbasis Talas

Untuk Makanan Sarapan (Breakfast

Meal) Energi Tinggi dengan Metode

Oven. Jurnal Pascapanen 9(2): 70-76.

Susanti. 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis

Kulit Pisang Terhadap Kualitas Nata

Dengan Membandingkan Kulit Pisang

Raja Nangka, Ambon Kuning Dan

Kepok Putih Sebagai Bahan Baku.

Tugas Akhir. Semarang: UNNES.

SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan

Minuman. Badan Standarisasi Nasional

: Jakarta.

SNI 01-2886-2000. Makanan Ringan Ekstrudat.

Badan Standarisasi : Jakarta.

Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Penerbit

Graha Ilmu : Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.

PT : Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.

PT : Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Winarno, F.G dan F. Kartawijaya. 2007.

Pangan Fungsional dan Minuman

Energi. Mbrio Press. Bogor.

Zaimah, Z, Tala. 2009. Manfaat Serat Bagi

Kesehatan. Departemen Ilmu Gizi

Fakultas Kedokteran. Sumatera Utara.