Upload
vudieu
View
228
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PERBANDINGAN TEPUNG KULIT PISANG AMBON
(Musa acuminata Colla) DENGAN BEKATUL SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SNACK
KAYA SERAT
Syarah Diyah Ayu Budiyono1)
, Mira Miranti2)
, Almasyhuri3)
1) 2)
dan 3)
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas pakuan Bogor
Universitas Pakuan, Bogor
Abstrak
Berdasarkan hasil riset puslitbang gizi Depkes RI (2001) menunjukkan rata-rata konsumsi serat
pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 g/hari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru
memenuhi kebutuhan seratnya sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 33 g setiap hari untuk umur
50-64 tahun. Konsumsi serat tidak terkait dengan tempat penduduk tinggal, melainkan lebih pada masalah
status ekonomi dan pengetahuan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah ketersediaan makanan yang
berserat serta pola dan kebiasaan makan.
Kulit pisang ambon dan bekatul merupakan limbah yang kaya serat pangan. Serat pangan
(dietary fiber) memiliki efek yang baik pada sistem metabolisme tubuh dan dapat mengurangi resiko
berbagai penyakit kronis seperti jantung koroner, apendikitis, divertikulosis, kanker kolon, hipertensi,
pengapuran pada pembuluh nadi dan diabetes mellitus. Pembuatan Snack fungsional berbahan baku
tepung kulit pisang ambon dan bekatul selain meningkatkan kadar serat pangan juga dapat meningkatkan
nilai tambah limbah tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formula terbaik pada perbandingan tepung kulit pisang
ambon dengan bekatul untuk Snack sebagai makanan kaya serat yang paling disukai oleh panelis.
Formula yang digunakan sebagai perlakuan dengan perbandingan tepung kulit pisang dan bekatul adalah
F1 (15g:3g), F2 (16g:2g) dan F3 (17g:1g) untuk mengetahui formula terbaik dilakukan uji hedonik,
stastitik analisis SPSS 17, analisis serat pangan dengan metode enzimatis, analisis proksimat dengan
metode standar sedangkan mineral dengan metode AAS (Spektrofotometer Serapan Atom) dan
spektrofotometer.
Hasil analisis menunjukkan tidak ada pengaruh perbedaan formula terhadap parameter aroma (P
0,101>0,05), rasa (P 0,626>0,05), dan warna (P 0,727>0,05) Namun untuk menentukan kadar kandungan
zat gizi selanjutnya dipilih satu formula yang memiliki kadar serat yang paling tinggi yaitu F1 dengan
perbandingan kulit pisang : bekatul (15:3). Snack formula 1 kulit pisang-bekatul memiliki kadar serat
pangan 8,04%, protein 1,8%, lemak 22,31%, karbohidrat 70,79%, kadar air 3,32%, kadar abu 1,91%,
kalsium 278,46mg/100g, natrium 133,08 mg/100g, besi 1,13mg/100g dan fosfor 1102,47mg/100g.
Kata Kunci : Bekatul, Kulit pisang ambon, Serat pangan dan Snack
Summary
Research released by the Research and Development Center of the Ministry of Health of Indonesia
(2001) showed that the average fiber consumption of Indonesians is 10.5 grams per day. The figure
indicates that Indonesians have only fullfilled their fiber consumption of about a third of the ideal
consumption of 33 gram a day for those aged 54-60 years. Fiber intake does not relate to residential areas,
but it relates to economic status and knowledge instead. The other infulential factors to fiber intake are
the availability of food containing fiber and eating patterns and habits.
Ambon Banana skin powder and bran are food waste that is rich in dietary fiber. Dietary fiber
affects body metabolism positively and it is able to decrease the risks of suffering form chronic diseases
such as coronary heart problem, appendicitis, diverticulosis, colon cancer, hypertension, vein
osteoporosis, and diabetes mellitus. The making of snacks composed of banana skin powder and bran can
both increase the level of dietary fiber and added value of the waste.
This research aims at knowing the best formula in the composition of banana skin and bran for
snacks as fiber-rich food that is favored by panelists. The formulation used as a treatment of the
composition between banana skin and bran is F1 (15g:3g), F2 (16g:2g) dan F3 (17g:1g) in other. To find
out the best formula, hedonic test, SPSS 17 statistical analysis, dietary fiber analysis, using enzymatic
method, proximate analysis using standard method and mineral analysis using AAS (Atomic Absorption
Spectrometer) method are carried out.
The analysis showed no effect of different formula on parameters aroma (P 0,101>0,05), flavor
(P 0,626>0,05), and color (P 0,727>0,05) but to determine the levels of nutrient content furthermore been
a formula that has the higest fiber content is formula 1 of the composition between banana skin and bran
(15g:3g). Snack formula 1 of banana skin-bran, containing 8.04% dietary fiber. 1.8% protein, 22.31% fat,
70.79% carbohydrate, 3.32% water, 1.91% ash; 278.46mg/100g calcium, 133.08 mg/100g natrium,
1.13mg/100g iron and 1102.47mg/100g phosphor. Meanwhile, the dietary fiber from bananas peel was
7.83% and bran 13.17%.
Keyword : Bran, Banana Skin, Dietary Fiber, and Snacks
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan hasil riset puslitbang gizi
Depkes RI (2001) dalam Aswan dan Wresdiyati
(2004), menunjukkan rata-rata konsumsi serat
pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 g/hari.
Angka ini menunjukkan bahwa penduduk
Indonesia baru memenuhi kebutuhan seratnya
sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 30
g setiap hari. Konsumsi serat tidak terkait
dengan tempat penduduk tinggal, melainkan
lebih pada masalah status ekonomi dan
pengetahuan. Faktor lain yang mempengaruhi
adalah ketersediaan makanan yang berserat serta
pola dan kebiasaan makan (Soerjodibroto,
2004).
Kulit pisang ambon dan bekatul
merupakan limbah yang kaya serat pangan.
Serat pangan (dietary fiber) memiliki efek yang
baik pada sistem metabolisme tubuh dan dapat
mengurangi resiko berbagai penyakit kronis
seperti jantung koroner, apendikitis,
divertikulosis, kanker kolon, hipertensi,
pengapuran pada pembuluh nadi dan diabetes
mellitus (Santosa, 2011). Pembuatan Snack
fungsional berbahan baku tepung kulit pisang
ambon dan bekatul selain meningkatkan kadar
serat pangan juga dapat meningkatkan nilai
tambah limbah tersebut. Kandungan unsur gizi
kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat
18,50%, lemak 2,11%, protein 0,32%, kalsium
715%, fosfor 117%, zat besi 1,6%, vitamin B
0,12%, vitamin C 17,5% dan air 68,90%
(Munadjim, 1988).
Kulit pisang mengandung zat gizi yang
cukup tinggi terutama pada vitamin dan mineral
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku makanan dengan cara diolah menjadi
tepung. Tepung kulit pisang dapat dimanfaatkan
menjadi berbagai olahan makanan. Berdasarkan
penelitian Junaedi (2005), tepung kulit pisang
raja dalam pembuatan cookies memiliki kaya
akan mineral dan serat sehingga menjadi
sumber pangan alternatif.
Bekatul memiliki kandungan gizi yang
tinggi terutama vitamin B, mengandung serat
pangan (20-25%), dan komponen bioaktif.
Bekatul dapat menurunkan kadar kolesterol
darah dan low density lipoprotein cholesterol
(LDL cholesterol) darah, serta dapat
meningkatkan kadar high density lipoprotein
cholesterol (HDL cholesterol) darah (Berger et
al., 2004). Bekatul memiliki manfaat sebagai
sumber senyawa antioksidan tokoferol (vitamin
E), sebagai sumber serat pangan, mengatasi
konstipasi atau sembelit, dan mengurangi resiko
kanker usus (Auliana, 2011).
Pada penelitian ini kulit pisang ambon
dan bekatul memiliki sumber serat pangan yang
dapat diformulasikan sebagai snack dengan
perbandingan masing-masing tepung kulit
pisang ambon dan bekatul yaitu formula 1
(15g:3g), formula 2 (16g:2g), dan formula 3
(17g:1g). Penetapan formula ini berdasarkan
hasil uji pendahuluan dengan yang dapat
menghasilkan rasa, warna, aroma yang baik dan
produk snack yang memiliki kandungan gizi
dan serat pangan. Pada umumnya anak-anak
tidak menyukai sayuran sehingga snack ini
dapat digunakan sebagai asupan serat. Snack
bersifat ringan, aneka varian bahan, berbentuk
unik, menarik minat dengan kemasan, dan
memberikan asupan nutrisi yang dikandungnya
dalam tubuh.
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kulit pisang ambon, susu
skim bubuk, margarin, sebutir kuning telur,
sukralosa, kacang tanah, aron beras/nasi,
bekatul dan bahan kimia yang digunakan untuk
analisis adalah etanol 95%, magnesium, asam
klorida, bouchardat LP, Mayer LP, Dragendroff
LP, aquades, besi (III) klorida, natrium klorida,
selenium, asam sulfat pekat, natrium hidroksida,
larutan indikator (cairan methyl red dan brom
creosol green), asam borat, heksana, asam
nitrat, asam klorat, kalsium karbonat,
ammonium molibdat, potassium dihidrogen
fosfat, larutan baku natrium.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah timbangan analitik, oven,
loyang tipis, cetak kue, kertas saring, cawan
porselen, desikator, tanur (Ney®), soxhlet,
kondensor, labu lemak, labu kjedahl, hot plate,
spektrofotometer UV-VIS, AAS (Atomic
Absorption Spectroscopy AA7000) dan alat-alat
gelas lainnya untuk analisis.
Prosedur
Pengumpulan Bahan Baku
Kulit pisang ambon yang akan
digunakan dalam penelitian ini berasal dari Kp.
Pasapan RT 03/RW 06, Desa Bantargadung,
Kabupaten Sukabumi.
Determinasi
Determinasi tanaman dilakukan di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Bogor.
Jalan Ir. H. Juanda No. 13, P.O.BOX 309 Bogor
16003, Indonesia. Data hasil uji determinasi
dapat dilihat pada lampiran 2.
Formula Olahan Snack kulit pisang-bekatul
Pembuatan produk olahan snack kulit
pisang-bekatul dibuat menjadi tiga formula.
Formula snack dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Formulasi Olahan Snack kulit pisang-
bekatul
BAHAN
F1
(g)
F2
(g)
F3
(g)
Tepung Kulit Pisang
Ambon 15 16 17
Susu Skim Bubuk 3 3 3
Margarin 9 9 9
Butir Kuning Telur 23 23 23
Sukralosa 0,09 0,09 0,09
Bekatul 3 2 1
Aron Beras/Nasi 23 23 23
Kacang Tanah 21 21 21
Uji Fitokimia Tepung Kulit Pisang Ambon
dan Bekatul
1. Uji Flavonoid
Ditimbang sampel sebanyak 0,5 g dilarutkan
dalam 5 mL etanol 95 %, diambil 2 mL larutan
dan ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium,
kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida
pekat, dikocok perlahan. Warna merah jingga
hingga merah ungu yang terbentuk menunjukan
positif adanya flavonoid, jika terjadi warna
kuning jingga menunjukan adanya flavon,
kalkon dan auron (Depkes RI, 1980).
2. Uji Alkaloid
Ditimbang sampel sebanyak 500 mg
kemudian ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N
dan 9 mL air, dipanaskan di atas penangas air
selama 2 menit lalu didinginkan dan disaring,
selanjutnya dipindahkan 3 tetes filtrat digunakan
sebagai larutan percobaan yang akan digunakan
dalam pengujian berikut : Filtrat pada kaca
arloji, ditambahkan 2 tetes Bouchardat LP.
Hasil positif ditujukan dengan adanya endapan
coklat sampai hitam. Filtrat pada kaca arloji,
ditambahkan 2 tetes Mayer LP. Hasil positif
ditujukan dengan adanya endapan putih atau
kuning yang larut dalam methanol P. Filtrat
pada kaca arloji, ditambahkan 2 tetes
Dragendorff LP. Hasil positif ditujukan dengan
adanya endapan jingga coklat (Depkes RI,
1980).
3. Uji Tanin
Ditimbang sampel sebanyak 20 mg
sampel yang dihaluskan, ditambahkan etanol
sampai sampel terendam semuanya. Kemudian
sebanyak 1 ml larutan dipindahkan kedalam
tabung reaksi dan ditambahkan 2-3 tetes larutan
FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hitam kebiruan atau hijau
(Sangi dkk, 2008).
4. Uji Saponin
Ditimbang sampel sebanyak 0,5 g yang
dimasukan kedalam tabung reaksi, ditambahkan
10 ml air suling panas, didinginkan dan
kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik.
Hasil positif ditandai dengan terbentuknya buih
yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit,
setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan
1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang
(Depkes RI, 1980).
Uji Mutu Sediaan Snack kulit pisang-bekatul
Uji Organoleptik
Uji ini meliputi penilaian terhadap
karakteristik sediaan kering yang meliputi
warna, rasa, dan aroma tepung kulit pisang
ambon.
Uji Hedonik
Para panelis diminta mencicipi untuk
menilai rasa, aroma, dan warna dari sampel
sediaan Snack kulit pisang-bekatul. Para panelis
diharapkan untuk mengisi kertas kuisioner yang
telah disediakan. Hasil dari uji hedonik
dianalisis menggunakan SPSS.17 dengan
metode RAL (Rancangan Acak Lengkap).
Penetapan Kadar Serat Pangan Tepung
Kulit Pisang Ambon, Sereal Snack dan
Bekatul
Pengujian ini dianalisis dengan metode
enzimatis. Pertama sejumlah contoh dibuat
suspense sebanyak 1 L dengan ditambah
beberapa tetes isoamil alcohol dan Kristal timol.
Kemudian suspense tersebut diambil 50mL
dimasukkan kedalam gelas piala 250 mL lalu
ditambah 50 ml HCl 0,2 N dan 100 mg Pepsin,
diaduk rata kemudian diinkubasi pada suhu
400C selama 18 jam.
Selanjutnya campuran dinetralkan dengan
larutan NaOH 4 N dan 50 mL larutan buffer pH
6,8, lalu ditambahkan 100 mg pankreatin dan
300 mg sodium dodesilsulfat kemudian
diinkubasi kembali pada suhu 400C selama 1
jam sambil diaduk.
Campuran kemudian diasamkan dengan HCl
4 N hingga mencapai pH 3,5, lalu disentrifuse
selama 30 menit pada 3000 rpm. Supernata
selanjutnya disaring dengan filter gelas 1-G-3
yang berisi pasir setebal 15 mm. Endapan dicuci
dengan air suling dan disentrifuse kembali.
Dicuci residu yang diperoleh dan disaring
dengan filter gelas 1-G-3, dibilas 3 kali dengan
aseton.
Kemudian filter gelas yang mengandung
residu dikeringkan pada suhu 1050C selama 1
malam dan ditimbang. Berat residu kering
menyatakan kandungan serat pangan. Cara
perhitungan :
Uji Proksimat
1. Uji Kadar Protein
Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari destruksi, destilasi,
dan titrasi.
1) Tahap destruksi sampel ditimbang
sebanyak ±0,5-1 g kemudian sampel
tersebut dimasukkan ke dalam labu
Kjehdal. Sebanyak 0,25 g selenium dan 25
ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam
tabung tersebut. Tabung yang berisi
larutan dimasukkan ke dalam alat
pemanas. Proses destruksi dilakukan
hingga larutan berwarna hijau bening.
2) Tahap destilasi : sampel yang telah
didestruksi dituangkan ke dalam labu
destilasi lalu ditambahkan akuades 50 ml.
Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat
destilasi dan ditambahkan NaOH 40%
sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung
tabung kondensor ditampung dalam
Erlenmeyer 10 ml berisi larutan H3BO3
dan 2 tetes indikator (cairan methyl red
dan brom creosol green) yang ada di
bawah kondensor. Destilasi dilakukan
hingga diperoleh 10 ml destilat berwarna
hijau kebiruan.
3) Tahap titrasi : Titrasi dilakukan dengan
menggunakan HCl 0,1 N sampel warna
larutan berubah menjadi merah muda.
Volume titran dibaca dan dicatat.
Perhitungan kadar protein ditentukan
ditentukan dengan rumus :
Kadar Protein (%) :
( )
Kadar protein = %N x 6.25
2. Uji Kadar Lemak
Pengujian kadar lemak dilakukan
dengan metode soxhlet. Sebanyak 2 g sampel
yang telah dihaluskan, dimasukkan kedalam
selongsong kertas yang telah dialasi dengan
kapas, sumbat selongsong kertas berisi sampel
tersebut dengan kapas, keringkan dalam oven
pada suhu tidak lebih dari 800C selama ± 1 jam,
kemudian dimasukkan kedalam tabung ekstraksi
soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu
lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan
dan diketahui beratnya. Ekstraksi dengan
heksana atau pelarut lemak lainnya selama ± 6
jam. Setelah itu, sulingkan heksana dan
keringkan ekstrak lemak dalam oven
pengeringan pada suhu 1050C selama 30 menit.
Didinginkan dan ditimbang (pengeringan
diulang hingga bobot tetap). Kadar lemak yaitu
lebih dari 7% (Depkes RI, 1992). Dihitung
kadar lemak dengan rumus sebagai berikut:
Dimana :
Wa = Berat labu awal (g)
Wb = Berat sampel (g)
Wc =Berat labu lemak setelah ekstraksi (g)
3. Penentuan Kadar Karbohidrat
Dengan menggunakan metode by
difference kadar karbohidrat dapat ditentukan
dengan rumus :
Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (P + KA +A + L)
Dimana :
P = Kadar protein (%)
KA = Kadar Air (%)
A = Kadar Abu (%)
L = Kadar Lemak (%)
4. Uji Kadar Air (AOAC, 1995)
Cawan petri kosong dioven terlebih
dahulu, lalu didinginkan dan ditimbang bobot
kosongnya. Sejumlah sampel ditimbang (±3-5
g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah
diketahui beratnya. Kemudian cawan
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 1000C
hingga diperoleh berat yang tetap. Perhitungan
kadar air dilakukan berdasarkan berat basah
dengan menggunakan rumus :
( )
Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)
C = Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
5. Uji Kadar Abu
Dimasukkan lebih kurang 2-3 gram
sampel dalam kurs silika yang telah dipijarkan
dan ditara lalu diratakan. Dipijarkan perlahan-
lahan hingga arang habis, dinginkan, ditimbang,
jika cara ini arang tidak dapat hilang,
ditambahkan air panas, disaring melalui kertas
saring bebas abu. Dipijarkan sisa kertas dan
kertas saring dalam kurs yang sama.
Dimasukkan filtrat ke dalam kurs, diuapkan
dipijarkan hingga bobot tetap, dan ditimbang.
Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).
( ) :
( )
Metode Analisis Mineral
1. Analisis Kalsium, Natrium dan
Ferrum/Besi
Preparasi Sampel Kalsium, Natrium dan
Ferrum/Besi
Sampel yang akan mengalami
pengujian mineral dilakukan proses pengabuan
basah terlebih dahulu. Sebanyak 1 g sampel
dimasukkan kedalam erlenmeyer 150 mL,
ditambahkan 5 mL HNO3 kedalam labu
Erlenmeyer dan dibiarkan selama 1 jam.
Selanjutkan dipanaskan diatas hotplate selama ±
4 jam, dan didinginkan. Ditambahkan 0,4 mL
H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan kembali.
Setelah terjadi perubahan warna dari dari coklat
menjadi kuning, sampel tersebut ditambahkan
campuran HCIO4 dan HNO3 sebanyak 3 mL,
dipanaskan kembali selama ± 15 menit.
Selanjutnya sampel ditambahkan 2 mL aquadest
dan 0,6 ml HCl pekat, kemudian dipanaskan
kembali sampai larut dan didinginkan. Setelah
larut, sampel tersebut kemudian diencerkan
menjadi 100 mL didalam labu takar.
a. Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium
Pembuatan larutan baku kalsium karbonat
Larutan baku disiapkan dengan melarutkan
0,624 g kalsium karbonat dalam 25 mL HCl 3N
dalam labu ukur 250 mL kemudian diencerkan
sampai tanda dengan air suling (1000 ppm).
Dari larutan ini dipipet 10 mL kedalam labu
ukur 100 mL kemudian dicukupkan volumenya
sampai tanda dengan air suling (100 ppm). Dari
larutan ini dipipet 1mL, 2 mL, 3 mL, 4mL dan 5
mL kemudian dimasukkan kedalam labu ukur
10 mL dan dicukupkan volumenya dengan air
suling hingga batas tanda sehingga diperoleh
larutan baku dengan konsentrasi 10 ppm, 20
ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm.
b. Penentuan Kadar Kalsium dalam Sampel
Pengukuran serapan kalsium dalam sampel
secara Spektrofotometer Serapan Atom. Larutan
sampel diukur serapannya dengan alat
spektrofotometer serapan atom pada panjang
gelombang 422,7 nm menggunakan lampu
katoda kalsium.
c. Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium
Larutan baku natrium (1000 µg/mL) dipipet
sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL dan ditambahkan aquadest hingga garis
tanda (konsentrasi 10 µg/mL) (larutan induk
baku II). Larutan induk baku III dibuat dengan
memipet larutan induk baku II sebanyak 25 mL
dan ditambahkan volumenya hingga 100 mL
dengan aquadest (kosentrasi 2,5 µg/mL).
Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat
dengan memipet Larutan Induk Baku III
sebanyak 4, 6, 8, 10 dan 12 mL, dilarutkan
dalam labu 50 mL sehingga didapatkan
kosentrasi berturut-turut 0,2 µg/mL; 0,3 µg/mL;
0,4 µg/mL; 0,5 µg/mL; 0,6 µg/mL diukur pada
panjang gelombang 589 nm dengan tipe nyala
udara-asetilen.
d. Penetapan Kadar Natrium dalam Sampel
Larutan sampel dilakukan pengenceran
hingga 5 kali, diukur absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 589 nm. Nilai
absorbansi yang diperoleh harus berada dalam
rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium.
Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan
berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva
kalibrasi.Kandungan Nadi ukur dengan
menggunakan AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer tipe AA7000).
e. Pembuatan Kurva Kalibrasi Ferrum/besi
Larutan baku besi (1000 μg/mL) dipipet
sebanyak 10 mL, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL, kemudian ditambahkan 10 mL
larutan HNO3 1 N dan ditepatkan dengan
aquadest hingga garis tanda (konsentrasi 100
μg/mL). Lalu dipipet 0,5 mL; 1mL ; 2 mL; 3
mL; dan 4 mL masing-masing dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL, kemudian
ditambahkan 10 mL larutan HNO3 1 N dan
ditepatkan dengan aquadest hingga garis tanda
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi
0,5 μg/mL; 1,0 μg/mL; 2,0 μg/mL; 3,0 μg/mL;
dan 4,0 μg/mL lalu diukur pada panjang
gelombang 248,3 nm.
f. Penetapan Kadar Besi dalam Sampel
Larutan sampel hasil dekstruksi diukur
absorbansinya menggunakan AAS
(spektrofotometri serapan atom) dengan nyala
udara-asetilen pada panjang gelombang 248,3
nm. Pengukuran dilakukan sebanyak 6 kali
perulangan untuk setiap sampel yang telah
didestruksi. Konsentrasi besi dalam sampel
ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi
dari kurva kalibrasi.
2. Penentuan Kadar Fosfor (P)
a. Persiapan pereaksi
Pereaksi Vanadat-Molibdat
Analisis fosfor dilakukan dengan metode
Molibdat-Vanadat. Dibuat terlebih dahulu
Pereaksi Vanadat-Molibdat yaitu sebanyak 20 g
ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml
aquadest hangat (500
C) dan didinginkan.
Sebanyak 1,0 g ammonium vanadat dilarutkan
dalam 300 ml aquadest mendidih, kemudian
didinginkan dan ditambahkan dengan 140 ml
asam nitrat pekat sambil diaduk. Larutan
molibdat dimasukkan kedalam larutan vanadat
sambil diaduk, larutan vanadat-molibdat
ditepatkan volumenya sampai 1 liter dengan
menggunakan aquadest.
Larutan Fosfat Standar
Sebayak 3 g potassium dihidrogen fosfat
kering dilarutkan dalam aquadest dan
diencerkan sampai volume 1 liter. Sebanyak 25
mL larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu
takar 250 mL dan diencerkan sampai tanda
batas.
b. Pembuatan Kurva Standar
Larutan fosfat standar dimasukkan ke dalam
satu seri labu takar 100 mL dengan jumlah
masing-masing 0, 2,5, 5, 10, 20, 30, 40 dan 50
mL. larutan diencerkan sampai volume 50-60
mL dengan aquadest. Kedalam masing-masing
labu ditambahkan dengan 25 mL pereaksi
vanadat-molibdat dan diencerkan sampai
volume 100 mL dengan aquadest. Larutan di
diamkan selama 10 menit, kemudian absorbansi
masing-masing larutan diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada λ 400 nm.
c. Analisis Sampel
Analisis sampel sebanyak 10 mL aliquot dari
pengabuan basah dimasukkan kedalam labu
takar 100 mL. Kedalam labu ditambahkan 40
mL aquadest dan 25 mL pereaksi vanadat-
molibdat. Larutan diencerkan dengan aquadest
sampai tanda batas. Larutan didiamkan selama
10 menit kemudian diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang (λ) 400 nm. Absorbansi yang terbaca
dicatat. Kadar fosfat dalam sampel dapat
dihitung dengan rumus :
Keterangan : % P = Persentasi fosfat pada sampel sebagai (P2O5)
C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100
mL) yang terbaca dari kurva standar
W = berat sampel yang digunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Fitokimia Kulit Pisang Ambon dan
Bekatul
Hasil analisis kulit pisang ambon dan
Bekatul dengan analisis keberadaan senyawa
fitokimia yang meliputi flavonoid, alkaloid,
tanin dan saponin,. Hasil analisis fitokimia
tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis fitokimia Kulit Pisang
Ambon dan Bekatul
Uji
Fitokimia
Tepung Kulit
Pisang
Ambon
Bekatul
Flavonoid + -
Alkaloid :
Pereaksi
Bouchardat - +
Pereaksi
Mayer - +
Pereaksi
Dragendroff - +
Tanin + -
Saponin - +
Keterangan :
+ = Ada
- = Tidak ada
Berdasarkan hasil uji fitokimia
terhadap tepung kulit pisang ambon
menunjukkan bahwa tepung kulit pisang ambon
mengandung senyawa flavonoid dan tanin.
Golongan flavonoid dapat larut dalam air panas.
Warna merah yang dihasilkan menandakan
adanya flavonoid akibat dari reduksi oleh asam
klorida pekat dan magnesium (Robinson, 1963).
Pengujian senyawa tanin pada tepung
kulit pisang ambon menunjukkan hasil yang
P 2,5
positif. Perubahan warna yang disebabkan oleh
penambahan FeCl3 dengan salah satu gugus
hidroksil yang ada pada senyawa tanin.
Penambahan FeCl3 menghasilkan warna hijau
kehitaman yang menunjukkan adanya tanin
terkondensasi (Sangi dkk., 2008).
Berdasarkan hasil uji fitokimia
terhadap bekatul menunjukkan bahwa bekatul
mengandung senyawa alkaloid dan saponin.
Analisis fitokimia golongan alkaloid
menggunakan tiga pereaksi diantaranya yaitu
pereaksi Bouchardat, pereaksi Dragendroff,
Pereaksi Mayer.
Hasil pengujian alkaloid penambahan
pereaksi Bouchardat pada bekatul menunjukkan
hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya
endapan cokelat. Hal ini disebabkan karena,
Pereaksi Bouchardat mengandung kalium iodida
dan iod sehingga bereaksi dengan senyawa
alkaloid.
Penambahan pereaksi Mayer
memberikan hasil postif dengan terbentuknya
endapan putih kalium-alkaloid. Hal ini
disebabkan karena, pereaksi Mayer
mengandung kalium iodida dan merkuri klorida
(Astarina, dkk, 2013).
Hasil uji alkaloid dengan penambahan
pereaksi Dragendroff menunjukkan reaksi
positif yang ditandai dengan adanya endapan
jingga, dimana endapan tersebut merupakan
endapam kalium-alkaloid. Hal ini disebabkan
karena, pereaksi Dragendroff mengandung
bismuth nitrat dan merkuri klorida hal ini yang
menyebabkan terbentuknya endapan jingga
karena bereaksi dengan senyawa alkaloid.
Hasil pengujian saponin terhadap
bekatul menunjukkan hasil positif terdapat buih
setelah pengocokkan. Saponin memiliki glikosil
yang berfungsi sebagai gugus polar dan gugus
steroid dan titerpenoid sebagai gugus non polar.
Senyawa yang memiliki gugus polar dan
nonpolar bersifat aktif permukaan sehingga saat
dikocok air saponin dapat membentuk misel.
Pada struktur misel gugus polar menghadap
keluar sedangkan gugus nonpolarnya
menghadap kedalam. Keadaan inilah yang
tampak seperti busa, karena itu dalam analisis
ini dilihat kemampuan sampel dalam
membentuk busa (Sangi, dkk, 2008).
Hasil Uji Mutu Sediaan Snack kulit pisang-
bekatul
Uji Organoleptik
Hasil uji organoleptik terhadap 3
formula Snack yang dibuat memiliki
karakteristik yang sama terhadap parameter
aroma dan warna. Persamaan tersebut
dipengaruhi karena bahan baku yang digunakan
sama dan perbedaan kosentrasi tepung kulit
pisang ambon dengan bekatul mempengaruhi
perbedaan rasa terhadap Snack. Hasil pengujian
organoleptik disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Sediaan Snack
kulit pisang-bekatul
Formula Pengujian Organoleptik
Warna Rasa Aroma
F1 Cokelat Manis Khas
F2 Cokelat Biasa Khas
F3 Cokelat Pahit Khas
Uji Hedonik
Tabel 7. Hasil Analisis Ragam Sediaan Snack
kulit pisang-bekatul
Formula Rata-rata
Warna Rasa Aroma
F1 1,95a 1,8
a 2,8
a
F2 2 a 2,05
a 2,55
a
F3 2,05 a 2,05
a 2,7
a
Tabel menunjukkan untuk parameter
warna F1 1,95 (suka-sangat suka), F2 2 (suka)
dan F3 2,05 (suka-biasa), rasa F1 1,8 (suka-
sangat suka), F2 2,05 (suka-biasa), F3 2,05
(suka-biasa) dan aroma F3 2,8 (suka-biasa), F2
2,55 (suka-biasa), F3 2,7 (suka-biasa).
Berdasarkan hasil uji hedonik yang diperoleh
kemudian dianalisis menggunakan SPSS 17.
Hasil analisis menunjukkan tidak ada pengaruh
perbedaan formula terhadap parameter aroma (P
0,101>0,05), rasa (P 0,626>0,05), dan warna (P
0,727>0,05). Namun untuk menentukan kadar
kandungan zat gizi selanjutnya dipilih satu
formula yang memiliki kadar serat yang paling
tinggi yaitu F1.
Penetapan Kadar Serat Pangan Snack kulit
pisang-bekatul, Tepung kulit pisang ambon
dan Bekatul Kandungan serat pangan sangat
berguna untuk kesehatan badan. Menurut
Zaimah (2009) salah satu manfaat serat pangan
adalah memperlambat absorpsi karbohidrat
yang dapat membantu penderita diabetes
mellitus dalam mengatur kadar gula darahnya,
serat pangan juga dapat mencegah gangguan
saluran pencernaan, penyakit jantung, kanker
kolon, dan mammae. Efek kenyang yang timbul
setelah konsumsi serat juga membantu untuk
mengontrol berat badan. Data hasil analisis serat
pangan dapat dilihat Tabel 10.
Tabel 8. Hasil Analisis Serat Pangan
Snack Kulit
Pisang Bekatul
F1 F2 F3
Kadar
serat
pangan
(%)
8,04 7,31 5,17 7,83 13,17
Snack formula 1 dengan perbandingan
kulit pisang ambon : bekatul (15:3) memiliki
kandungan serat yang lebih besar yaitu 8,04%
dibanding snack formula 2 dengan
perbandingan kulit pisang : bekatul (16:2) dan
formula 3 dengan perbandingan kulit pisang :
bekatul (17:3) masing-masing yaitu 7,31% dan
5,17%. Hal ini karena kandungan serat dalam
bekatul lebih tinggi diperoleh sebesar 13,17%
sedangkan kulit pisang ambon 7,83%. Sehingga
sampel yang diuji adalah snack formula 1 yang
memiliki kandungan serat yang paling tinggi
diantara 3 formula. Data hasil kadar serat
pangan dapat dilihat pada Lampiran 11.
Hasil Analisis Proksimat Sediaan Snack kulit
pisang-bekatul
Secara umum analisis proksimat pada
bahan baku pembuatan Snack berbasis
karbohidrat menggunakan 5 parameter uji
mengacu pada metode SNI 01-2891-1992
tentang cara uji makanan dan minuman.
Parameter analisis proksimat meliputi uji kadar
air, uji kadar abu, uji protein, uji lemak, dan uji
karbohidrat. Data hasil analisis proksimat dapat
dilihat Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Analisis Proksimat Snack
formula 1 kulit pisang-ambon
Hasil kadar protein dalam sampel sebesar
1,8 % yang memenuhi syarat SNI 1992 yaitu
kurang dari 5%.
Hasil kadar lemak snack sebesar 22,31%
sesuai dengan SNI Makanan Ringan Ekstrudat
Snack
Formula 1 Ulangan
Kadar
%
Rata-
rata (%) SD
Protein 1 1,81
1,8 ±0,0141 2 1,79
Lemak 1 22,28
22,31 ±0,0424 2 22,34
Karbohidrat
70,79
Air 1 3,01
3,43 ±0,3666
2 3,64
3 3,65
Abu 1 1,85
1,67 ±0,4164
2 1,96
3 1,19
tanpa proses penggorengan (SNI 01-2886-2000)
yaitu maksimum 30%.
Kadar kabohidrat ditentukan dengan metode
by difference yaitu 100% kurangi jumlah kadar
protein, lemak, abu, air. Kadar karbohidrat yang
diperoleh yaitu 70,79%.
Hasil pengukuran kadar air snack FI
diperoleh sebesar 3,43%. Pengujian kadar air
untuk formula 1 memenuhi syarat SNI 01-2886-
2000 kurang dari 4%, dapat dilihat pada tabel 1.
Rendahnya kadar air snack ini memberi
keuntungan pada saat penyimpanan sehingga,
akan menghasilkan daya simpan yang lebih
lama.
Hasil pengukuran kadar abu untuk snack F1
sebesar 1,67% yang memenuhi syarat SNI 1992
yaitu kurang dari 4%.
Kadar abu dalam suatu bahan
menggambarkan banyaknya mineral yang tidak
terbakar menjadi zat yang dapat menguap.
Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan,
menunjukkan semakin tinggi mineral yang
terkandung dari mineral tersebut.
Kandungan Mineral Sediaan Snack kulit
pisang-bekatul
Tabel 10. Hasil Analisis Kandungan
Mineral Snack formula 1 kulit pisang-bekatul.
Snack
Ulangan Kadar
(mg/100g)
Rata-rata
(mg/100g) SD
Formula
1
Ca 1 281,63 278,455
±4,4901
2 275,28
Na 1 139,74 133,075
±9,4257
2 126,41
Fe 1 1,17 1,13
±0,0565
2 1,09
P 1 1106,29 1102,47
±5,4022
2 1098,65
Keterangan :
Ca = Kalsium, Na = Natrium, Fe = Besi, P =
Posfor, SD = Standar Deviasi
Penetapan kadar kalsium pada sediaan snack
F1 dilakukan dengan metode AAS
(Spektrofotometer Serapan Atom) pada
pengukuran 422,7 nm. Hasil analisis kadar
kalsium yang diperoleh sebesar 278,46
mg/100g.
Penetapan kadar mineral natrium pada
sediaan snack dilakukan dengan metode
Spektrofotometer Serapan Atom dengan
panjang gelombang 589 nm dengan katoda
natrium. Hasil analisis kadar natrium yang
diperoleh sebesar 133,08 mg/100g.
Hasil Analisis Kadar Ferrum/Besi. Hasil
kadar zat besi pada sediaan snack F11,13
mg/100g. Menurut Almatsier (2001), kadar zat
besi yang dibutuhkan oleh tubuh sebanyak 8-14
mg/100g.
Pengujian fosfor pada sediaan snack F1
dilakukan dengan metode spektrofotometer UV-
Vis. Hasil pengujian kadar fosfor pada snack F1
sebesar 1102,47. mg/100g. Kandungan fosfor
yang diperoleh pada snack F1 cukup tinggi.
Fosfor merupakan bagian nutrisi yang
sangat penting dalam memperkuat tulang dan
gigi, khususnya bagi anak-anak dalam masa
pertumbuhan yang berfungsi untuk memperkuat
tulang dan gigi anak.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) Snack kulit
pisang-bekatul Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah
taraf konsumsi zat-zat gizi essensial yang
berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup
untuk memenuhi hampir kebutuhan semua
orang sehat (Almatsier, 2001). Menurut Karyadi
dan Muhilal (1985) kecukupan gizi dipengaruhi
oleh faktor umur, jenis kelamin, aktivitas fisik,
berat dan tinggi badan, genetika serta keadaan
hamil dan menyusui. Anak-anak pada masa
pertumbuhan membutuhan gizi yang cukup
untuk tumbuh kembang anak, oleh karena itu
asupan makanan yang bergizi sangat dianjurkan.
Informasi Nilai Gizi Snack Formula 1
Kulit Pisang-Bekatul Takaran saji 1 keping (9 g)
Jumlah sajian per kemasan : 1
JUMLAH PER SAJIAN
Energi total 4,6 Kkal
Energi dari lemak 18,6 Kkal
AKG
Lemak 2,00 g 3,1-3,8%
Protein 0,16 g 0,2-0,3%
Karbohidrat 6,37 g 1,8-2,2%
Besi 0,10 mg 0,7-0,8 %
Natrium 11,98 mg 0,9 %
Kalsium 25,06 mg 2,5 %
Fosfor 99,22 mg 14,2 %
Serat 0,72 g 2,2-2,6 %
*Persen AKG berdasarkan kebutuhan
energi 2000 Kkal. Kebutuhan energi anda
mungkin lebih tinggi atan lebih rendah.
*Dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin.
Berdasarkan puslitbang gizi Depkes
RI (2001) rata-rata konsumsi serat pangan
penduduk Indonesia adalah 10,5 g/hari dengan
mengacu pada Angka Kecukupan yang
dianjurkan (33 gram) maka kekurangannya 2,5
g/hari. Jumlah ini dapat dipenuhi oleh 30 keping
snack tepung kulit pisang ambon-bekatul @9
gram.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil analisis menunjukkan tidak ada
pengaruh perbedaan formula terhadap
parameter aroma (P 0,101>0,05), rasa (P
0,626>0,05), dan warna (P 0,727>0,05)
Namun untuk menentukan kadar kandungan
zat gizi selanjutnya dipilih satu formula yang
memiliki kadar serat yang paling tinggi yaitu
formula 1 dengan perbandingan kulit pisang
: bekatul (15:3). Snack formula 1 kulit
pisang-bekatul memiliki kadar serat pangan
8,04% yang lebih besar dibanding formula 2
dan 3 masing-masing : 7,31 dan 5,17%.
2. Olahan pangan fungsional Snack formula 1
kulit pisang ambon-bekatul dengan
perbandingan tepung kulit pisang ambon-
bekatul (15:3) memiliki kadar protein 1,8%,
lemak 22,31% dan karbohidrat 70,79%,
kadar air 3,32%, kadar abu 1,91%, kalsium
278,46 mg/100g, natrium 133,08 mg/100g,
besi 1,13 mg/100g dan fosfor 1102,47
mg/100g. Sedangkan kadar serat pangan
tepung kulit pisang ambon sebesar 7,83%
dan bekatul 13,17%.
Saran
1. Perlu dilakukan uji stabilita Snack berbahan
baku tepung kulit pisang ambon dan bekatul
agar dapat diketahui lama waktu
penyimpanannya.
2. Perlu dilakukan preformulasi ulang agar
didapatkan Snack kulit pisang-bekatul yang
memiliki kadar serat pangan dan bernilai
gizi yang seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Alvarez EE dan Sanchez PG. 2006. Dietary
Fibre. J. Nutr. Hosp. 21 (Sup 2) 60-71.
AOAC, 1995. Official Methode of Analysis of
the Association of Analytical Chemists.
Washington D.C.
Astarina, N. W. G., Astuti, K. W., Warditiani,
N. K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak
Metanol Rimpang Bangle (Zingiber
purpureum Roxb). Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Pakuan
Bogor.
Berger, A. 2004. “Similar Cholesterol-lowring
Properties of Rice Bran Oil, With \
Varied Gamma-oryzanol, in Mildly
Hipercholesterolemic Men”. Eur J
Nurt.44(3): 163-73.
Clara, M. Kusharto. 2006. Serat Makanan Dan
Perannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi
dan Pangan, November 2006 1 (2): 45-
54. Departemen Gizi Masyarakat.
Fakultas Ekologi Manusia. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Damardjati, D.S., santosa, B.A., dan Munarso,
J. 1990. Studi Kelayakan dan
Rekomendasi Teknologi Pabrik
Pengolahan Bekatul. Laporan akhir.
Balai penelitian Tanaman Pangan
Sukamandi.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
1980. Materia Medika Indonesia Jilid
IV. Jakarta: Direktorat Pengawasan
Obat dan Makanan. p.77, 185.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta.
Eastwood MA, Hamilton D. 1968. Studies on
the Adsorption Components of the Diet
Biochem. Biophys. Alta. 152:165.
Junaedi, E. 2015. Pemanfaatan Limbah Kulit
Pisang Sebagai Sumber Pangan
Alternatif Dalam Pembuatan Cookies.
(Skripsi). Universitas Pakuan Bogor.
Girst, D.H. 1986. Rice. Longmans, Green and
Co. Ltd., London.
Harper, J.M. 1981. Extrusion Of Food Vol .II.
CRC pres, Boca Raten Florida.
Karyadi, D., dan Muhilal. 1985. Kecukupan
Gizi yang Dianjurkan. PT. Gramedia :
Jakarta.
Kin Y-I. 2000. Aga technical review : Impacto
of dietary fiber on colon cancer
occurrence. Gastroenterology 118 :
1235-1257.
Luh, S. 1991. Rice Production and Utilition
4thed. The AVI Publ., Co., Inc.
Westport. Conecticut.
Marliana, S.D., Suryanti V., Suyono. (2005).
Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen
Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule
Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol.
Biofarmasi 3(1): 26-31.
Martiningsih, E. 2007. Pemanfaatan Kulit
Pisang Raja (Musa paradisiaca L. var
sapientum) Sebagai Substrat
Fermentasi Etanol Menggunakan
Saccharomyces cerevisiae. Laporan
Skripsi (S1). Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah:
Surakarta.
Muchtadi TR, H. Purwiyatno, dan Ahza AB.
1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi.
PAU IPB. Bogor
Muchtadi, D. 1998. Kajian Terhadap Serat
Makanan dan Antioksidan Dalam
Berbagai Jenis Sayuran Untuk
Pencegahan Penyakit Degeneratif.
IPB-Press Bogor.
Muchtadi, D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber
Serat Pangan Untuk Mencegah
Timbulnya Penyakit Degeneratif.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.
Volume XII No. IPB Bogor.
Munadjim. 1982. Teknologi Pengolahan
Pisang. Masa Baru. Bandung.
Munadjim. 1988. Teknologi Pengolahan
Pisang. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.
Pratama, R.I., Rostini, I., DAN Liviawaty, E.
2014. Karakteristik Biskuit dengan
Penambahan Tepung Tulang Ikan
Jungilus (Istiophorus Sp.) Jurnal
Akuantika 5(1):30-39.
Rimbawan dan Siagian. 2004. Indeks Glikemik
Pangan. Penebar Swadaya : Bogor.
Robinson, T. 1963. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-6. a.b.
Kosasih Padmawinata. Penerbit
ITB. Bandung.
Sangi, M., dkk. 2008. “Analisis Fitokimia
Tumbuhan Obat di Kabupaten
Minahasa Utara”. Chemistry
Progress.1, 47-53.
Santoso. 2011. Structural Equation Modeling
(SEM) Konsep dan Aplikasi dengan
AMOS 18, PT Elex Media Komputindo
Kompas Gramedia : Jakarta.
Sukasih, E., dan Setadjit. 2012. Formulasi
Pembuatan Flake Berbasis Talas
Untuk Makanan Sarapan (Breakfast
Meal) Energi Tinggi dengan Metode
Oven. Jurnal Pascapanen 9(2): 70-76.
Susanti. 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis
Kulit Pisang Terhadap Kualitas Nata
Dengan Membandingkan Kulit Pisang
Raja Nangka, Ambon Kuning Dan
Kepok Putih Sebagai Bahan Baku.
Tugas Akhir. Semarang: UNNES.
SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Badan Standarisasi Nasional
: Jakarta.
SNI 01-2886-2000. Makanan Ringan Ekstrudat.
Badan Standarisasi : Jakarta.
Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Penerbit
Graha Ilmu : Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.
PT : Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.
PT : Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Winarno, F.G dan F. Kartawijaya. 2007.
Pangan Fungsional dan Minuman
Energi. Mbrio Press. Bogor.
Zaimah, Z, Tala. 2009. Manfaat Serat Bagi
Kesehatan. Departemen Ilmu Gizi
Fakultas Kedokteran. Sumatera Utara.