20
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013 192 Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Bahasa Indonesia La Ode Ahmad Jazuli 1 & Fitrah Helviana 2 ( 1 & 2 Dosen dan Alumni Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Halu Oleo emai: [email protected]) Abstrak : Penelitian eksperimen ini menggunakan desain 3x2 faktorial bertujuan mempelajari (1) perbedaan hasil belajar matematika menurut level kemampuan bahasa Indonesia dengan syarat model pembelajaran kooperatif, (2) perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, (3) perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut kemampuan bahasa Indonesia (Bj) dengan syarat khusus model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran kooperatif dengan syarat kemampuan bahsa Indonesia. Hasil analisis berdasarkan Statistik Uji-t melalui analisis varian dua jalur dalam menguji hipotesis perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut faktor Bj dengan syarat Ai mempunyai perbedaan yang signifikan. Kata kunci: Pembelajaran Jigsaw (A=1), Think Talk Write (TTW), Student Team Achivement Divisions (STAD), Kemampuan bahasa Indonesia PENDAHULUAN Masalah kualitas pembelajaran matematika di Indonesia dalam rangka menciptakan sistem pendidikan nasional yang mantap, berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan nasional serta mampu menjawab tantangan masa kini dan masa depan menjadi hal yang sangat diperhatikan dan dicarikan solusinya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan secara nasional. Pendidikan nasional dewasa ini terus ditata dan dikembangkan dengan memberikan prioritas pada aspek-aspek yang dipandang strategis bagi masa depan bangsa. Prioritas tersebut adalah pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang bersamaan dengan peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan pada semua jenis, jenjang, jalur dan satuan pendidikan perlu terus dilanjutkan, mengingat tuntutan sektor sektor pembangunan dan masyarakat umumnya terhadap pendidikan yang bermutu semakin besar. Implikasinya ialah model pembelajaran perlu lebih ditingkatkan, peningkatan mutu guru perlu ditangani secara lebih intensif, dan pengelolaan sumber daya pendidikan yang tersedia dilakukan lebih baik lagi. Sistem pendidikan yang sudah maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menyebabkan meningkatnya kebutuhan dalam bidang pendidikan. Suatu sistem pendidikan terdiri dari komponen- komponen atau bagian-bagian yang menjadi inti dari proses pendidikan. Komponen atau faktor-

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

192

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan

Kemampuan Bahasa Indonesia

La Ode Ahmad Jazuli1 & Fitrah Helviana2 ( 1 & 2 Dosen dan Alumni Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Halu Oleo emai:

[email protected])

Abstrak : Penelitian eksperimen ini menggunakan desain 3x2 faktorial bertujuan mempelajari (1)

perbedaan hasil belajar matematika menurut level kemampuan bahasa Indonesia dengan syarat model

pembelajaran kooperatif, (2) perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran

kooperatif dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, (3) perbedaan dalam perbedaan hasil belajar

matematika menurut kemampuan bahasa Indonesia (Bj) dengan syarat khusus model pembelajaran

kooperatif (Ai) dan perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran

kooperatif dengan syarat kemampuan bahsa Indonesia. Hasil analisis berdasarkan Statistik Uji-t melalui

analisis varian dua jalur dalam menguji hipotesis perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika

menurut faktor Bj dengan syarat Ai mempunyai perbedaan yang signifikan.

Kata kunci: Pembelajaran Jigsaw (A=1), Think Talk Write (TTW), Student Team Achivement Divisions (STAD), Kemampuan bahasa Indonesia

PENDAHULUAN

Masalah kualitas pembelajaran

matematika di Indonesia dalam rangka

menciptakan sistem pendidikan nasional yang

mantap, berorientasi pada pencapaian tujuan

pendidikan nasional serta mampu menjawab

tantangan masa kini dan masa depan menjadi

hal yang sangat diperhatikan dan dicarikan

solusinya dalam rangka meningkatkan kualitas

pendidikan secara nasional. Pendidikan nasional

dewasa ini terus ditata dan dikembangkan

dengan memberikan prioritas pada aspek-aspek

yang dipandang strategis bagi masa depan

bangsa. Prioritas tersebut adalah pelaksanaan

wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun

yang bersamaan dengan peningkatan mutu,

relevansi dan efisiensi pada semua jenis, jenjang

dan jalur pendidikan. Peningkatan mutu dan

relevansi pendidikan pada semua jenis, jenjang,

jalur dan satuan pendidikan perlu terus

dilanjutkan, mengingat tuntutan sektor – sektor

pembangunan dan masyarakat umumnya

terhadap pendidikan yang bermutu semakin

besar. Implikasinya ialah model pembelajaran

perlu lebih ditingkatkan, peningkatan mutu

guru perlu ditangani secara lebih intensif, dan

pengelolaan sumber daya pendidikan yang

tersedia dilakukan lebih baik lagi.

Sistem pendidikan yang sudah maju dalam

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK) menyebabkan meningkatnya

kebutuhan dalam bidang pendidikan. Suatu

sistem pendidikan terdiri dari komponen-

komponen atau bagian-bagian yang menjadi inti

dari proses pendidikan. Komponen atau faktor-

Page 2: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

193

faktor tersebut terdiri dari tujuan, peserta didik,

pendidik, alat pendidik dan lingkungan. Faktor-

faktor atau komponen sistem pendidikan

tersebut, berkaitan erat satu dan lainnya, dan

merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan.

Maksud sistem pendidikan nasional tersebut

adalah satu keseluruhan yang terpadu dari

semua satuan dan aktivitas pendidikan yang

berkaitan satu dengan lainnya untuk

mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan

nasional.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003,

secara jelas disebutkan tujuan pendidikan

nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab (Trianto,

2009:1).

Pendidikan merupakan upaya dalam

mempengaruhi individu agar berkembang

menjadi manusia yang sesuai dengan yang

dikehendaki. Dalam pendidikan, terjadi proses

pengembangan potensi manusiawi dan proses

pewarisan kebudayaan. Pendidikan merupakan

kegiatan yang melibatkan individu (manusia)

yang berperilaku yang disebut dengan perilaku

pendidikan. Perilaku pendidikan diwujudkan

oleh mereka yang secara langsung ataupun tidak

langsung, terlibat dalam pendidikan seperti

pendidik (guru, pengajar), peserta didik (murid,

pelajar, mahasiswa), pengelola pendidikan,

administrator pendidikan, perencanaan

pendidikan, peneliti pendidikan, lingkungan

pendidikan (orang tua, masyarakat, dsb) (Surya,

2004:4).

Perkembangan ilmu pengetahuan yang

ada sekarang sudah demikian pesatnya terutama

ilmu yang sangat berkaitan dengan kehidupan.

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang

memiliki peran penting dalam kehidupan.

Matematika sebagai ilmu dasar dari ilmu

pengetahuan lainnya adalah hal yang sangat

penting untuk diketahui karena matematika

tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

Mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini yang

dikenal dengan PAUD, Sekolah Dasar, sampai

Perguruan Tinggi selalu melibatkan matematika

pada mata pelajaran wajib atau kuliah.

Kegunaan matematika bukan hanya

memberikan kemampuan dalam perhitungan-

perhitungan kuantitatif, tetapi juga dalam

penataan cara berpikir, terutama dalam

pembentukan kemampuan menganalisis,

melakukan evaluasi hingga kemampuan

memecahkan masalah. Akan tetapi, pada

kenyataannya banyak siswa yang masih

beranggapan bahwa matematika merupakan

mata pelajaran yang sulit dan membosankan

karena memiliki objek yang abstrak. Hal ini

dapat mengakibatkan dampak yang tidak baik,

antara lain siswa menjadi malas, kurangnya

minat dan motivasi dalam mengikuti pelajaran.

Kondisi tersebut menunjukkan perlu adanya

perubahan dan perbaikan dalam usaha

meningkatkan kualitas pembelajaran dan

mengatasi kesulitan belajar matematika. Oleh

karena itu, dibutuhkan model pembelajaran

yang mampu menciptakan suasana belajar yang

sehat dan menyenangkan agar para siswa dapat

memiliki motivasi dan senang belajar

matematika sehingga mengoptimalkan hasil

belajar siswa.

Pembelajaran pada umumnya

mengandung dua unsur penting yaitu proses

dan hasil belajar. Proses adalah kegiatan yang

dilaksanakan siswa dalam mencapai tujuan

pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah

berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki

siswa setelah menerima pengalaman belajar.

Hasil Belajar bertujuan untuk mengetahui

tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa

Page 3: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

194

setelah mengikuti kegiatan pembelajaran

(Haryati, 2007: 115). Tentu diketahui bahwa

untuk mewujudkan kualitas belajar yang

dilakukan oleh guru dan siswa diperlukan suatu

strategi khusus yang dapat menciptakan suasana

belajar yang kondusif sehingga aktivitas belajar

siswa dapat berjalan secara maksimal. Hal ini

penting dilakukan mengingat penentu hasil

belajar siswa bukan hanya guru atau siswa saja

tetapi keduanya harus bersinergi menjadi suatu

kesatuan sehingga bersama-sama menentukan

kualitas hasil belajar siswa.

Membangun pemahaman siswa terhadap

konsep atau aturan dalam matematika, guru

perlu meninjau kembali model pembelajaran,

strategi, pendekatan ataupun metode

pembelajaran yang diterapkan dalam kelas.

Salah satu yang dapat ditempuh guru untuk

mencapai itu semua adalah dengan

mengembangkan pola pembelajaran yang

menekankan kerja sama antar siswa, demi

membentuk individu siswa menjadi manusia

yang demokratis karena dengan ini individu

mengadakan relasi dan kerjasama dengan

individu lain untuk mencapai tujuan bersama

atau dengan kata lain guru dapat menerapkan

model pembelajaran kooperatif.

Menurut Eggen dan Kauchak (dalam

Trianto), pembelajaran kooperatif merupakan

sebuah kelompok model pengajaran yang

melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi

untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran

kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk

meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi

siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan

dan membuat keputusan dalam kelompok, serta

memberikan kesempatan pada siswa untuk

berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa

yang berbeda latar belakangnya (Trianto, 2007:

42).

Dalam pembelajaran kooperatif dikenal

beberapa tipe, antara lain adalah model

pembelajaran tipe Jigsaw (A=1), model

pembelajaran tipe Student Teams Achievement

Division (STAD) dan model pembelajaran

kooperatif tipe TTW (Think Talk Write).

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1)

adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang

terdiri dari beberapa anggota dalam satu

kelompok yang bertanggung jawab atas

penguasaan bagian materi belajar dan mampu

mengajarkan materi tersebut kepada anggota

lain dalam kelompoknya. Pada model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1),

terdapat kelompok asal dan kelompok ahli.

Setiap anggota kelompok asal diberi tugas

untuk mempelajari bagian tertentu yang

berbeda dari bahan yang diberikan. Kemudian

setiap siswa yang mempelajari topik sama saling

bertemu untuk bertukar pendapat dan

informasi, inilah yang disebut sebagai kelompok

ahli. Setelah ini mereka kembali ke kelompok

asal untuk menyampaikan informasi yang

diperoleh dan mengajarkan bagian materi yang

telah dipelajari kepada anggota kelompoknya.

Jigsaw (A=1) didesain untuk

meningkatkan rasa tanggung jawab siswa

terhadap pembelajarannya sendiri dan juga

pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya

mempelajari materi yang diberikan, tetapi

mereka juga harus siap memberikan dan

mengajarkan materi tersebut pada anggota

kelompoknya yang lain. Dengan demikian,

siswa saling tergantung satu dengan yang lain

dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk

mempelajari materi yang ditugaskan serta siswa

akan lebih mudah dalam memecahkan masalah

matematika.

Think Talk Write (TTW) merupakan

model pembelajaran yang dikembangkan oleh

Huinker dan Laughlin. Model pembelajaran

Kooperatif Tipe Think Talk Write memberikan

kesempatan kepada siswa untuk memulai

belajar dengan memahami permasalahan

Page 4: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

195

terlebih dahulu, kemudian terlibat secara aktif

dalam diskusi kelompok, dan akhirnya

menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar

yang diperolehnya. Model ini merupakan model

yang dapat melatih kemampuan berpikir dan

berbicara peserta didik.

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team

Achievement Division (STAD) merupakan salah

satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan

untuk menghadapi kemampuan siswa yang

heterogen. Model pembelajaran ini dipandang

sebagai model yang paling sederhana. Model ini

dapat dijadikan sebagai alternatif untuk

menciptakan kondisi yang variatif dalam

kegiatan pembelajaran, dapat membantu guru

untuk menyelesaikan masalah dalam

pembelajaran, seperti rendahnya minat belajar

siswa, rendahnya aktivitas proses belajar siswa

ataupun rendahnya hasil belajar siswa.

Sejumlah peneliti telah memperlihatkan

bahwa penerapan model pembelajaran

kooperatif mampu meningkatkan hasil belajar

matematika, di antaranya: (i) La Ndia dan Fredy

(2011), menyimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan

hasil belajar matematika siswa (La Ndia &

Fredy, 2011: 45); (ii) Utu Rahim dan La Samutu

(2010), menyimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

dibandingkan dengan model pembelajaran

konvensional mempunyai perbedaan pengaruh

yang signifikan terhadap hasil belajar

matematika baik dalam analisis secara bersama-

sama maupun secara terpisah (Rahim & La

Samutu); (iii) Latief Sahidin dan Neni Muliani

Budiman (2010), menyimpulkan bahwa

penerapan model pembelajaran kooperatif

dapat meningkatkan hasil belajar matematika

siswa (Sahidin & Neni Muliani Budiman, 2010:

23).

Sanjaya (2006: 118) menyimpulkan hasil

eksperimen Pavlov pembentukan tingkah laku

tertentu harus dilakukan dengan berulang-

ulang, didukung oleh Djiwandono (2002: 132)

dalam membahas teori conditioning yaitu adanya

latihan yang terus menerus (kontinu),

Suryabrata (2002: 247) mengemukakan bahwa

belajar adalah pembentukan koneksi-koneksi,

Suparno (2001: 41) bagi Piaget belajar selalu

mengandung unsur pembentukan dan

pemahaman, Herdian (2010) menjelaskan

tentang pandangan Vygostky bahwa proses

belajar terjadi dari dua tahap yakni (i) saat

berkolaborasi dengan orang lain, (ii) secara

individual di dalamnya terjadi internalisasi,

Dahar (2006: 94) menyetir pandangan Ausubel

bahwa belajar dapat diklasifikasikan pada dua

dimensi yaitu (i) pelajaran yang disajikan melalui

penerimaan dan penemuan, (ii) struktur kognitif

berkaitan dengan fakta, konsep dan generalisasi,

Slameto (2003: 13) menyetir pandangan Gagne

yang menyebutkan bahwa belajar memberikan

dua definisi yakni (i) suatu proses untuk

memperoleh motivasi dalam pengetahuan dan

keterampilan, (ii) penguasaan pengetahuan dan

keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

Kemampuan berbahasa merupakan salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil

belajar siswa termasuk hasil belajar matematika.

Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri dari

lambang-lambang, kata-kata, dan kalimat-

kalimat yang disusun menurut aturan tertentu

dan digunakan sekelompok orang untuk

berkomunikasi. Bahasa Indonesia ialah bahasa

resmi Republik Indonesia sebagaimana

disebutkan dalam Undang – Undang Dasar RI

1945, pasal 36 dan merupakan bahasa persatuan

bangsa Indonesia sebagaimana disebut dalam

Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Peranan

Bahasa Indonesia dapat kita lihat saat kita

berbicara ataupun menulis untuk

menggungkapkan hasil pemikiran. Matematika

dan bahasa merupakan ilmu yang berbeda dan

berdiri sendiri. Namun, bahasa dan matematika

Page 5: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

196

memiliki kaitan yang sangat erat. Matematika

sangat ditunjang oleh bahasa dan begitu juga

sebaliknya.

Kelambatan dalam kemampuan

matematika terutama karena kesulitan dalam

koreksi. Pada satu studi di sekolah, ditemukan

beberapa siswa dengan fungsi bahasa memiliki

kesulitan dalam matematika karena mengalami

kesulitan memahami penjelasan verbal gurunya

mengenai konsep dan mengerjakan

penjumlahan (Behrman, Kliegman & Arvian,

2000: 131). Jika siswa tidak memahami bahasa

Indonesia, dengan demikian dia juga tidak akan

memahami apa yang dijelaskan oleh gurunya.

Matematika sebagai bahasa simbolik menuntut

adanya kemampuan bahasa dalam memahami

simbol-simbol matematika sebagai notasi

variabel yang diwakili dalam mempelajarinya.

Dengan demikian, salah satu cara untuk

memudahkan siswa dalam mempelajari

matematika adalah dengan memacu siswa

tersebut untuk memiliki kemampuan bahasa

Indonesia dengan baik.

METODE

Penelitian Eksperimen ini menggunakan

desain 3x2 faktorial dilaksanakan di SMP

Negeri 3 Kendari pada semester ganjil Tahun

Ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 7 kelas

pararel dengan jumlah siswa 245 orang sebagai

populasi. Pengambilan sampel dilakukan

dengan menggunakan dua teknik, yaitu cluster

random sampling dan simple random sampling.

Teknik cluster random sampling dilakukan pada

saat random kelas dengan tujuan untuk

mendapatkan 3 (tiga) kelas penelitian, yaitu dua

kelas sebagai unit eksperimen dan satu kelas

berikutnya sebagai unit kontrol. Sementara

teknik simple random sampling dilakukan pada saat

random individu dengan sampel penelitian dari

ketiga kelas berjumlah 90 orang yang diambil

berdasarkan kemampuan bahasa Indonesia,

Gambaran sampel yang terambil berdasarkan

jumlah kelas dan jumlah siswa dalam setiap

kelompok (sel), ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Gambaran Pengambilan Jumlah Sampel Siswa Kelas VIII Pada Setiap Sel dalam Penelitian

Eksperimen di SMP Negeri 3 Kendari

A B Jumlah

orang B=1 B=2 A=1 15 15 30

A=2 15 15 30

A=3 15 15 30

Jumlah 45 45 90

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

(1) variabel bebas yang terdiri dari model

pembelajaran kooperatif (faktor Ai), dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

(A=1) sebagai A=1, model pembelajaran

kooperatif tipe TTW sebagai A=2, model

pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai

A=3. Kemampuan bahasa Indonesia (faktor Bj),

dengan kemampuan bahsa Indonesia di atas

rata-rata sebagai B=1 dan kemampuan bahasa

Indonesia di bawah rata-rata sebagai B=2; (2)

variabel terikat yaitu hasil belajar matematika.

Page 6: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

197

Penelitian ini menggunakan cara

Randomized Control Group Design dengan

gambaran sebagai berikut :

R E T O1 R K - O2

Keterangan :

R =random; E = eksperimen; T = true

eksperimen; K = kontrol; Ok= Observasi, k= 1,

2 (O1= tes yang diberikan pada kelas

eksperimen dan O2= tes yang diberikan pada

kelas kontrol)…. (Djaali,1986:3), Agung (1992:88)

Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan pemberian

instrumen penelitian berupa lembar monitoring

dan tes hasil belajar matematika berbentuk tes

uraian. Monitoring dilakukan pada setiap

pertemuan yaitu sebanyak enam kali pertemuan.

Hasilnya dipergunakan untuk memperoleh data

tentang aktivitas/partisipasi guru dan siswa.

Untuk instrumen hasil belajar matematika

terdiri dari: (1) definisi konseptual, (2) definisi

operasional, (3) kisi-kisi dan (4) soal uraian.

Instrumen hasil belajar matematika ini diambil

setelah selesai proses belajar mengajar selama 6

kali pertemuan.

Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan perangkat program siap pakai,

yaitu SPSS/PC ver. 16.0 melalaui proses IF

…dan EViews-7, untuk mengji sejumlah

hipotesis yakni menggunakan formula: (i)

AC[(A,Y)|B=j]= π1i –π2j for each j=1,2; (ii)

AC[A,Y)|A=i]= π1i –π2j for I = 1,2,3 dan (iii)

Difference in Deiffereces (DID) = (π11 –π12)-( π21 –π22) … Agung (2011:166) memakai . Hasil

analisis dan pembahasan dalam penelitian

eksperimen ini terdiri dari (1) analisis validitas

dan reliabilitas, (2) Analisis perilaku berkarakter,

(3) Analisis deskriptif dan (4) analisis

inferensial. Hasil analisis validitas berdasarkan

penilaian panelis dilakukan peneliti dengan

memberikan konsep instrumen yang telah

disusun kepada 20 orang panelis, di validasi dan

dipilih 10 butir soal yang valid. Selanjutnya

dilakukan analisis reliabilitas terhadap

instrumen hasil belajar matematika yang valid,

hal ini dilakukan untuk melihat apakah

instrumen tersebut memiliki kualitas yang baik

dan dapat dipakai sebagai alat ukur untuk dapat

mengukur hasil belajar matematika siswa.

Kemudian dilakukan analisis penilaian perilaku

berkarakter dimaksudkan untuk menilai

karakter siswa yang meliputi aspek-aspek

berikut, yaitu dapat dipercaya, menghargai,

bertanggung jawab secara individu, bertanggung

jawab secara sosial, adil dan peduli. Selanjutnya

dilakukan analisis deskriptif dimaksudkan untuk

memberikan gambaran karakteristik variabel

bebas terhadap variabel terikat yang dapat

dilihat melalui skor rerata dari masing-masing

sel yang dibentuk oleh model pembelajaran

kooperatif dan Kemampuan bahasa Indonesia.

HASIL

Secara empiris hasil penelitian ini

mendukung hipotesis yang diajukan yaitu

masing-masing( komponen relatif mempunyai

perbedaan. Hasil analisis deskriptif antara

perlakuan model pembelajaran kooperatif dan

level kemampuan bahasa Indonesia terhadap

hasil belajar matematika ditunjukkan dalam

Tabel 2. Dalam Tabel 2. berikut diperoleh rerata

hasil belajar untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) (A=1)

dan siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia di

atas rata-rata (B=1) sebesar 73,00 merupakan nilai

rerata (A=1,B=1) =C(1) lebih tinggi dari kelompok

siswa yang diajar model pembelajaran kooperatif

tipe TTW (A=2) dan kemampuan bahasa Indonesia

di bawah rata-rata (B=2) yang merupakan nilai

rerata (A=1,B=2)=C(2). Demikian juga tehadap

kelompok lainnya (A=2,B=1) =C(3), (A=2,B=2)

=C(4), (A=3,B=1) =C(5) dan (A=3,B=2) =C(6).

Page 7: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

198

Tabel 2. Analisis Deskriptif Hasil Belajar Matematika Menurut Kombinasi

Antara Faktor Model Pembelajaran Kooperatif (Ai) dan kemampuan Bahasa Indonesia (Bj)

Dilanjutkan dengan pengelompokkan

model pembelajaran kooperatif dan level

kemampuan bahasa Indonesia (melalui faktor

sel (FS6)) dan hasil belajar matematika,

dilakukan analisis deskriptif crosstabulation. Hasil

analisis crosstabulation digunakan untuk

memberikan gambaran distribusi banyaknya

siswa yang memperoleh nilai tertentu

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Crosstabulation antara Faktor Sel Terhadap Hasil Belajar

Matematika (FS6 * Y_B)

Y_B Total

1 (Y<55)

2 (55≤Y<65)

3 (65≤Y<75)

4 (75≤Y<85)

5 (Y > 85)

FS6 11 2 2 3 5 3 15

12 8 2 4 1 0 15

21 3 3 3 5 1 15

22 11 4 0 0 0 15

31 4 5 4 1 1 15

32 12 2 0 1 0 15

Total 40 18 14 13 5 90

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4.15,

diperoleh hasil belajar matematika siswa banyak

terdapat pada kategori (1) yaitu sebanyak 40

siswa. Untuk kategori (2) sebanyak 18 siswa,

kategori (3) sebanyak 14 siswa, kategori (4)

Dependent Variable: Y

Method: Least Squares

Date: 08/17/13 Time: 19:54

Sample: 1 90

Included observations: 90 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. A=1,B=1 73.00000 4.593416 15.89231 0.0000

A=1,B=2 53.86667 4.593416 11.72693 0.0000

A=2,B=1 66.26667 4.593416 14.42645 0.0000

A=2,B=2 41.66667 4.593416 9.070954 0.0000

A=3,B=1 58.80000 4.593416 12.80093 0.0000

A=3,B=2 41.73333 4.593416 9.085468 0.0000 R-squared 0.315180 Mean dependent var 55.88889

Adjusted R-squared 0.274417 S.D. dependent var 20.88516

S.E. of regression 17.79022 Akaike info criterion 8.659516

Sum squared resid 26585.33 Schwarz criterion 8.826170

Log likelihood -383.6782 Hannan-Quinn criter. 8.726720

Durbin-Watson stat 1.826878

Page 8: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

199

sebanyak 13 siswa dan pada kategori (5)

sebanyak 5 siswa.

Sebelum melakukan analisis inferensial

untuk menguji hipotesis yang telah diajukan

terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan

analisis menyangkut uji normalitas dan

homogenitas. Uji homogenitas dimaksudkan

untuk mengetahui apakah variasi data variabel

terikat homogen sebagai akibat dari

pengelompokkan data variabel bebas. melalui

pengujian hipotesis sebagai berikut:

H0 : σ11 = σ12 = σ11 = σ21 = σ22 = σ31= σ32 vs H1: Bukan H0.

Tabel 4 Hasil Analisis Kesamaan Varians Faktor Ai (i=1,2,3) dan Bj J=1,2)

Terhadap Hasil Belajar Matematika (Y)

Hasil analisis sebagaimana ditunjukkan

pada Tabel 4 nilai-p = 0,8604 ˃ α=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima. Dengan

diterimanya hipotesis nol berdasarkan metode

Barlett, Levene, dapat diambil kesimpulan bahwa

data yang dipakai mendukung kebenaran asumsi

bahwa pada taraf kesalahan α = 0,05 ketiga variabel Y, A, dan B mempunyai varian yang

sama (homogen) antar kelompok model

pembelajaran Kooperatif (Ai) dan Level

Kemampuan bahasa Indonesia (Bj). Selanjutnya,

dapat dilakukan analisis inferensial.

Analisis inferensial diperlukan untuk

menguji sejumlah hipotesis perbedaan rerata

hasil belajar matematika menurut faktor (Ai)

model pembelajaran kooperatif dan faktor (Bj)

penguasaan bahsa Indonesia. Analisis

inferensial atas 10 (sepuluh) hipotesis

perbedaan rerata dengan faktor khusus atau

dengan syarat tertentu pada paket program

Eviews-7 adalah menggunakan perintah

View/Coefficient Diagnostics/Wald Test-Coefficient

Rectrictions. Hasil analisis inferensial dari

kesepuluh hipotesis yang diujikan dijabarkan

sebagai berikut.

Hipotesis-1 dengan pernyataan: “Rerata hasil belajar matematika untuk semua sel yang

dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif

dan kemampuan bahasa Indonesia mempunyai

perbedaan yang signifikan”. Hipotesis statistik

yang diperlukan adalah sebagai berikut.

H0 : C(1) = C(2) = C(3) = C(4) = C(5)

= C(6)=0 vs H1 : Bukan H0

Berdasarkan hasil analisis Wald Test

dengan menggunakan statistik Uji-F pada Tabel

5 di mana nilai F-statistic = 154,4834, df =

(6,84), nilai-p = 0,000 < α = 0,05, sehingga hasil

pengujian hipotesis nol (Ho) ditolak. Dengan

ditolaknya Ho dapat disimpulkan bahwa Rerata

hasil belajar matematika untuk semua sel yang

dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif

dan kemampuan bahasa Indonesia mempunyai

perbedaan yang signifikan.

Test for Equality of Variances of Y

Categorized by values of B and A

Date: 12/19/12 Time: 13:55

Sample: 1 90

Included observations: 90 Method df Value Probability Bartlett 5 0.568129 0.9894

Levene (5, 84) 0.381141 0.8604

Brown-Forsythe (5, 84) 0.360635 0.8740

Page 9: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

200

Tabel 5 Hasil Analisis Rerata Hasil Belajar Matematika

Menurut Faktor Ai (i=1,2,3) dan Bj (j=1,2) Secara Simultan

Hipotesis-2 dengan pernyataan “secara

signifikan rerata hasil belajar matematika siswa

yang mempunyai level kemampuan bahasa

Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang mempunyai

level kemampuan bahasa Indonesia di bawah

rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar

dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsa (A=1). Hipotesis statistik pihak kanan

yang diperlukan untuk menguji pernyataan

tersebut adalah: H0 : C(1) ≤ C(2) vs H1 :

C(1) > C(2)

Tabel 6 Hasil Pengujian hipotesis [C(1) – C(2)]

dengan Syarat A=1 Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic 2.945370 84 0.0042

F-statistic 8.675204 (1, 84) 0.0042

Chi-square 8.675204 1 0.0032

Null Hypothesis: C(1)=C(2)

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) - C(2) 19.13333 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 6,

dengan menggunakan statistik Uji-t diperoleh

thitung = 2,945, df = 84 dengan p-value/2 =

0,0042/2 = 0,0021 < α = 0,05. Dengan

Wald Test:

Equation: EQ01 Test Statistic Value df Probability F-statistic 154.4834 (6, 84) 0.0000

Chi-square 926.9005 6 0.0000 Null Hypothesis: C(1)=C(2)=C(3)=C(4)=C(5)=C(6)=0

Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(1) 73.00000 4.593416

C(2) 53.86667 4.593416

C(3) 66.26667 4.593416

C(4) 41.66667 4.593416

C(5) 58.80000 4.593416

C(6) 41.73333 4.593416

Restrictions are linear in coefficients.

Page 10: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

201

demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya Ho dapat

disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil

belajar matematika siswa yang mempunyai level

kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata

(B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa

yang mempunyai level kemampuan bahasa

Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus

untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1).

Hipotesis-3 dengan pernyataan “secara

signifikan rerata hasil belajar matematika siswa

yang mempunyai level kemampuan bahasa

Indonesia diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang mempunyai

level kemampuan bahasa Indonesia di bawah

rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar

dengan model pembelajaran kooperatif TTW

(A=2). Hipotesis statistik pihak kanan yang

diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut

adalah:

H0 : C(3) ≤ C(4) vs H1 : C(3) > C(4)

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada

Tabel 7, dengan menggunakan statistic uji-t

diperoleh thitung = 3,786904, df 84 dengan p-

value/2 = 0,0003/2 = 0,00015 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya

Ho dapat disimpulkan bahwa secara signifikan

rerata hasil belajar matematika siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan

dengan siswa yang mempunyai level

kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-

rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar

dengan model pembelajaran kooperatif TTW

(A=2).

Tabel 7 Hasil Pengujian hipotesis [C(3) – C(4)]

dengan Syarat A=2 Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 3.786904 84 0.0003

F-statistic 14.34064 (1, 84) 0.0003

Chi-square 14.34064 1 0.0002

Null Hypothesis: C(3)=C(4)

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(3) - C(4) 24.60000 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 7, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh

thitung = 3,786904, df 84 dengan p-value/2 = 0,0003/2 = 0,00015 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya Ho dapat disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil belajar matematika

siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata

(B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif TTW (A=2).

Hipotesis-4 dengan pernyataan “Secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan

dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus

Page 11: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

202

untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievment

Division) (A=3). Hipotesis statistik pihak kanan yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut

adalah: H0 : C(5) ≤ C(6) vs H1 : C(5) > C(6)

Tabel 8 Hasil Pengujian hipotesis [C(5) – C(6)]

dengan Syarat A3

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 2.627229 84 0.0102

F-statistic 6.902332 (1, 84) 0.0102

Chi-square 6.902332 1 0.0086

Null Hypothesis: C(5)=C(6)

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(5) - C(6) 17.06667 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada

Tabel 8, dengan menggunakan statistic uji-t

diperoleh thitung = 2,627229, df 84 dengan p-

value/2 = 0,0102/2 = 0,0051 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya

H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan

rerata hasil belajar matematika siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan

dengan siswa yang mempunyai level

kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-

rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar

dengan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD (Student Team Achievment Division) (A=3).

Hipotesis-5 dengan pernyataan “Secara

signifikan rerata hasil belajar matematika untuk

siswa yang diajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw (A=1) (A=1) lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan

model pembelajaran STAD (A=3) khusus

untuk siswa yang mempunyai level kemampuan

bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1).

Hipotesis statistik pihak kanan yang diperlukan

untuk menguji pernyataan tersebut adalah:

H0 : C(1) ≤ C(5) vs H1 : C(1) > C(5)

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada

Tabel 9, dengan menggunakan statistic uji-t

diperoleh thitung = 2,185937, df 84 dengan p-

value/2 = 0,0316/2 = 0,0158 <α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya

H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan

rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang

diajar dengan model pembelajaran kooperatif

tipe Jigsaw (A=1) (A=1) lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan

model pembelajaran STAD (A=3) khusus

untuk siswa yang mempunyai level kemampuan

bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1).

Page 12: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

203

Tabel 9 Hasil Pengujian hipotesis [C(1) – C(5)]

dengan Faktor Khusus B1 Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 2.185937 84 0.0316

F-statistic 4.778319 (1, 84) 0.0316

Chi-square 4.778319 1 0.0288

Null Hypothesis: C(1)=C(5)

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) - C(5) 14.20000 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Hipotesis-6 dengan pernyataan “Rerata

hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar

dengan model pembelajaran kooperatif tipe

TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang

diajar dengan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

di atas rata-rata (B=1) mempunyai perbedaan

yang signifikan. Hipotesis statistik dua pihak

yang diperlukan untuk menguji pernyataan

tersebut adalah: H0 : C(3) = C(5) vs H1 :

C(3) ≠ C(5) Tabel 10

Hasil Pengujian hipotesis [C(3) – C(5)] dengan Faktor Khusus B1

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 1.149413 84 0.2536

F-statistic 1.321150 (1, 84) 0.2536

Chi-square 1.321150 1 0.2504

Null Hypothesis: C(3)=C(5)

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(3) - C(5) 7.466667 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada

Tabel 10, dengan menggunakan statistic uji-t

diperoleh thitung = 1,149413, df 84 dengan p-value

= 0,2536 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan

bahwa rerata hasil belajar matematika untuk

siswa yang diajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan

dengan siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3)

khusus untuk siswa yang mempunyai level

kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata

Page 13: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

204

(B=1) mempunyai perbedaan yang tidak

signifikan.

Hipotesis-7 dengan pernyataan “Secara

signifikan rerata hasil belajar matematika

untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1)

lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang

diajar dengan model pembelajaran STAD

(A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai

kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-

rata (B=2). Hipotesis statisti pihak kanan yang

diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut

adalah: H0 : C(2) ≤ C(6) vs H1 : C(2) >

C(6)

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada

Tabel 11, dengan menggunakan statistic uji-t

diperoleh thitung = 1,867796, df 84 dengan p-

value/2 = 0,0653/2 = 0,0376 < α = 0,05.

Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya

H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan

rerata hasil belajar matematika untuk siswa

yang diajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang diajar

dengan model pembelajaran STAD (A=3)

khusus untuk siswa yang mempunyai

kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-

rata (B=2). Tabel 11

Hasil Pengujian Hipotesis [C(2) – C(6)] dengan Faktor Khusus B2

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 1.867796 84 0.0653

F-statistic 3.488660 (1, 84) 0.0653

Chi-square 3.488660 1 0.0618

Null Hypothesis: C(2)=C(6)

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(2) - C(6) 12.13333 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada

Tabel 11, dengan menggunakan statistic uji-t

diperoleh thitung = 1,867796, df 84 dengan p-

value/2 = 0,0653/2 = 0,0376 < α = 0,05.

Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya

H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan

rerata hasil belajar matematika untuk siswa

yang diajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang diajar

dengan model pembelajaran STAD (A=3)

khusus untuk siswa yang mempunyai

kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-

rata (B=2).

Hipotesis-8 dengan pernyataan “Rerata

hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar

dengan model pembelajaran kooperatif tipe

TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang

diajar dengan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

di bawah rata-rata (B=2) mempunyai perbedaan

yang signifikan. Hipotesis statistik dua pihak

yang diperlukan untuk menguji pernyataan

tersebut adalah: H0 : C(4) = C(6) vs H1 :

C(4) ≠ C(6)

Page 14: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

205

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada

Tabel 12, dengan menggunakan statistic uji-t

diperoleh thitung = -0,010263, df 84 dengan p-

value = 0,9918 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat

disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar

matematika untuk siswa yang diajar dengan

model pembelajaran kooperatif tipe TTW

(A=2) dibandingkan dengan siswa yang diajar

dengan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD (A=3) khusus untuk siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

di bawah rata-rata (B=2) mempunyai perbedaan

yang tidak signifikan. Tabel 12

Hasil Pengujian Hipotesis [C(4) – C(6)] dengan Faktor Khusus B2

Hipotesis-9 dengan pernyataan “Secara

Signifikan, perbedaan dalam perbedaan rerata

hasil belajar matematika untuk siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

diatas rata-rata dibandingkan dengan siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang

diajar dengan model pembelajaran kooperatif

tipe Jigsaw (A=1) dan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan

atau secara signifikan, perbedaan dalam

perbedaan antara model pembelajaran (A1) dan

(A3) dengan syarat (B1) dibandingkan dengan

model pembelajaran (A1) dan (A3) dengan syarat

(B2) mempunyai perbedaan. Hipotesis statistik

untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0

:{C(1) - C(2)}={C(5)-C(6)} vs H1 : {C(1) - C(2)} ≠ {C(5) - C(6)}

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada

Tabel 13, dengan menggunakan statistic uji-t

diperoleh thitung = 0,224960, df = 84 dengan p-

value = 0,8226 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat

disimpulkan bahwa perbedaan dalam perbedaan

rerata hasil belajar matematika ditinjau dari

siswa yang mempunyai level kemampuan

bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa

yang mempunyai level kemampuan bahasa

Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa

yang diajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan

dengan siswa yang mempunyai level

kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata

dan siswa yang mempunyai level kemampuan

bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus

untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.

Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic -0.010263 84 0.9918

F-statistic 0.000105 (1, 84) 0.9918

Chi-square 0.000105 1 0.9918

Null Hypothesis: C(4)=C(6)

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(4) - C(6) -0.066667 6.496071

Restrictions are linear in coefficients.

Page 15: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

206

Tabel 13 Hasil Pengujian Hipotesis Perbedaan Dalam Perbedaan

[C(1) - C(2) - C(5) + C(6)] Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 0.224960 84 0.8226

F-statistic 0.050607 (1, 84) 0.8226

Chi-square 0.050607 1 0.8220

Null Hypothesis: C(1)-C(2)-C(5)+C(6)=0

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(1) - C(2) - C(5) + C(6) 2.066667 9.186832

Restrictions are linear in coefficients.

Hipotesis-10 dengan pernyataan “Secara

signifikan, perbedaan dalam perbedaan rerata

hasil belajar matematika untuk siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level

kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata

khusus untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe TTW

dibandingkan dengan siswa yang mempunyai

level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-

rata dan siswa yang mempunyai level

kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata

khusus untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

mempunyai perbedaan. Hipotesis statistik yang

diperlukan sesuai pernyataan tersebut adalah:

H0 :{ C(3) - C(4)} = {C(5) - C(6)} vs H1 : {C(3)

- C(4)} ≠ {C(5) - C(6)}

Tabel 14 Hasil Pengujian Hipotesis Perbedaan dalam Perbedaan

Tipe-2: [C(3) - C(4) - C(5) + C(6)] Wald Test:

Equation: Untitled

Test Statistic Value Df Probability

t-statistic 0.820014 84 0.4145

F-statistic 0.672423 (1, 84) 0.4145

Chi-square 0.672423 1 0.4122

Null Hypothesis: C(3)-C(4)-C(5)+C(6)=0

Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(3) - C(4) - C(5) + C(6) 7.533333 9.186832

Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada

Tabel 14, dengan menggunakan statistik uji-t

diperoleh thitung = 0,820014, df 84 dengan p-value

= 0,4145 > α = 0,05. Dengan demikian, maka

H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan

bahwa rerata hasil belajar matematika untuk

siswa yang mempunyai level kemampuan

bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang

Page 16: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

207

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang

diajar dengan model pembelajaran kooperatif

tipe TTW dibandingkan dengan siswa yang

mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia

diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level

kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata

khusus untuk siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

mempunyai perbedaan yang tidak signifikan

PEMBAHASAN

Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika (Y) Menurut Faktor Bj dengan Syarat Ai

Perbedaan rerata hasil belajar matematika

menurut Bj dengan syarat Ai terdiri dari tiga

hipotesis yaitu hipotesis 2, hipotesis 3 dan

hipotesis 4. Dimana ketiga hipotesis tersebut

mempunyai perbedaan yang signifikan.

Signifikannya hipotesis 2, hipotesis 3, dan

hipotesis 4 memberi pengertian bahwa level

kemampuan bahasa Indonesia berpengaruh

terhadap hasil belajar matematika siswa. Hal ini

sejalan dengan yang diungkapkan Arifin Muslim

bahwa anak yang rendah kemampuan

bahasanya akan sangat sulit untuk bisa

memahami pelajaran. Sebaliknya, anak yang

kemampuan bahasanya tinggi mudah

mempelajari dan memahami materi yang

disampaikan oleh guru. Salah satu fungsi bahasa

yaitu sebagai alat untuk berpikir. Sejalan dengan

uraian tersebut dapat diformulasikan bahwa

makin tinggi kemampuan berbahasa seseorang,

makin tinggi pula kemampuan berpikirnya.

Makin teratur bahasa seseorang, maka makin

teratur pula cara berpikirnya. Dengan

berpegangan pada formula itulah, dapat

dikatakan bahwa seorang siswa tidak akan

mampu mencerna soal matematika yang

diberikan guru jika tidak mempunyai

kemampuan bahasa Indonesia yang baik.

Matematika sebagai bahasa simbolik menuntut

adanya kemampuan bahasa Indonesia dalam

memahami simbol-simbol matematika sebagai

notasi variabel yang diwakili dalam

mempelajarinya. Dengan demikian, salah satu

cara untuk memudahkan siswa dalam

mempelajari matematika adalah dengan

memacu siswa tersebut untuk memiliki

kemampuan bahasa Indonesia dengan baik.

Selain itu, Signifikannya ketiga hipotesis

tersebut bila dilihat dari segi model

pembelajaran yang digunakan, ini berarti ketiga

model pembelajaran kooperatif yakni Jigsaw

(A=1), TTW, dan STAD belum sepenuhnya

efektif untuk mengangkat kemampuan siswa

yang level kemampuan bahasa Indonesia di

bawah rata-rata setara dengan kemampuan

siswa yang level kemampuan bahasa

Indonesianya di atas rata-rata. Langkah-langkah

model pembelajaran yang belum diikuti dengan

sunggguh-sungguh oleh siswa khususnya siswa-

siswa dengan level kemampuan bahasa

Indonesia di bawah rata-rata diduga menjadi

salah satu penyebab berbedanya rerata hasil

belajar matematika. Hal tersebut dapat dilihat

dari masih besarnya selisih rerata hasil belajar

matematika siswa pada dua level kemampuan

bahasa. Besarnya selisih rereta hasil belajar

matematika pada ketiga model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, dan STAD

dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7,

berdasarkan hasil analisis baris Normalized

Restriction (= 0) kolom Value, untuk model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1)

selisih rerata hasil belajar matematika pada dua

level kemampuan bahasa Indonesia mencapai

19,13, untuk model pembelajaran kooperatif

tipe TTW mencapai 24,60, sedangkan untuk

model pembelajaran kooperafif tipe STAD

mencapai 17,06.

Page 17: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

208

Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika (Y) Menurut Faktor Ai dengan Syarat Bj

Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) dengan syarat level kemampuan bahasa Indonesia (Bj) terdiri dari empat hipotesis, yaitu hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 7, dan hipotesis 8. Dimana dari keempat hipotesis itu terdapat 1 hipotesis yang menolak Ho yakni hipotesis 5 dan 3 hipotesis lainnya menerima Ho yakni hipotesis 6, 7, dan 8. Signifikannya hipotesis 5, berarti bahwa terdapat perbedaan rerata hasil belajar matematika antara kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan kelas kontrol STAD pada level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata. Hal ini diduga karena pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Secara empiris dari hasil analisis deskriptif pada Tabel 2. Siswa-siswa pada kelas eksperimen Jigsaw (A=1) dengan level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata memiliki rerata hasil belajar matematika sebesar 73,00, sedangkan pada kelas kontrol STAD hanya sebesar 58,80. Perbedaan rerata nilai hasil belajar matematika diantara kedua kelas tersebut pada akhirnya menyebabkan adanya perbedaan selisih rerata hasil belajar yang masih cukup besar diantara keduanya, hal ini dapat dilihat Tabel 9 pada baris Normalized Restriction (=0) kolom Value yang mencapai 14,20.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) khususnya untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata relatif lebih efektif karena pada model pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain dalam hal ini sebagai anggota dari kelompok ahli maupun kelompok asal. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Sebab secara umum

siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep ini dengan temannya. Pembelajaran ini mampu mengarahkan siswa untuk aktif dalam memahami materi yang diajarkan yang pada akhirnya berdampak hasil belajar matematika. Sedangkan secara umum penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD hampir sama dengan belajar kelompok biasa yang selama ini sering digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan 3 hipotesis lainnya yang menerima Ho yakni hipotesis 6, hipotesis 7, dan hipotesis 8 hal ini menunjukkan bahwa: (i) rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata mempunyai perbedaan yang tidak signifikan; (ii) rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mempunyai perbedaan yang tidak signifikan; dan (iii) rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.

Tidak signifikannya hipotesis 6 diduga pada model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan STAD khususnya untuk siswa dengan level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata telah sama efektifnya, atau dengan kata lain rerata hasil belajar matematika yang diperoleh siswa pada dua kelas tersebut, baik itu kelas eksperimen TTW ataupun kelas kontrol STAD relatif tidak berbeda secara signifikan atau

Page 18: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

209

nyata. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya selisih rerata hasil belajar matematika siswa diantara keduanya yang hanya sebesar 7,46 berdasarkan Tabel 10 baris Normalized Restriction (=0) pada kolom Value. Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe TTW maupun STAD terletak pada sintaks-sintaks pembelajaran yang digunakan. Efektifnya model pembelajaran kooperatif tipe TTW karena siswa diberi kesempatan untuk belajar sendiri, belajar sendiri pada hakekatnya mempunyai pengaruh yang baik terhadap kemampuan dalam memahami suatu konsep sebagaimana dikemukakan oleh Hudoyo (1979: 109) “……..jika siswa aktif melibatkan dirinya di dalam menemukan suatu prinsip dasar siswa itu akan mengerti konsep tersebut lebih baik, mengingat lebih lama dan mampu menggunakan konsep tersebut dalam konteks yang lain. Selain itu siswa juga diberi kesempatan untuk merefleksikan, menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok.

Dan tidak signifikannya hipotesis 7 dan hipotesis 8 apabila dilihat dari kemampuan berbahasa siswa, secara teori siswa yang mempunyai kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata akan sulit untuk bisa memahami pelajaran lain, jadi baik itu siswa diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW maupun STAD hasil belajarnya tidak jauh berbeda. Tetapi bila dilihat dari model pembelajaran kooperatif yakni Jigsaw (A=1), TTW, STAD khusus untuk siswa yang kemampuan bahasa Indonesia di

bawah rata-rata hal ini dapat dikatakan bahwa untuk ketiga model pembelajaran tersebut telah sama-sama efektif, baik itu kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan TTW bila maupun di kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD rerata hasil belajar matematika siswa tidak berbeda secara signifikan.

Secara empiris dapat dilihat pada Tabel 2 berdasarkan hasil analisis deskriptif aspek mean, rerata hasil belajar matematika untuk kelas eksperimen model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mencapai 53,86 dan untuk kelas eksperimen TTW pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mencapai 41,67, sedangkan untuk kelas kontrol STAD pada level kemampuan bahasa yang sama juga mencapai 41,73. Kecilnya perbedaan rerata hasil belajar matematika yang diperoleh siswa pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata bila diajar dengan ketiga model pembelajaran kooperatif tersebut pada akhirnya membuat perbedaan diantara ketiganya tidak terlalu signifikan atau tidak berbeda nyata. Hal ini berarti pula siswa-siswa pada level ini memiliki kemampuan yang hampir sama dalam menangkap dan memahami materi yang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung. Kemampuan bahasa Indonesia siswa yang hampir sama inilah dinilai sebagai salah satu alasan perbedaan rerata hasil belajar matematika menjadi tidak signifikan.

Perbedaan dalam Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Kemampuan

Bahasa Indonesia (Bj) dengan Syarat Model pembelajaran Kooperatif (Ai)

Perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut Bj dengan syarat Ai terdiri dari 2 (dua) hipotesis, yaitu hipotesis 9 dan hipotesis 10. Berdasarkan hasil analisis perbedaan dalam perbedaan, dari kedua hipotesis yang diajukan semuanya menunjukkan hasil yang tidak signifiakn atau semuanya menerima H0. Tidak signifikannya perbedaan tersebut diduga akibat penerapan skenario

pembelajaran pada kelompok siswa yang diajar dengan Jigsaw (A=1), TTW dan STAD keduanya sama, yakni RPP berkarakter.

Penerapan RPP berkarakter yang berfungsi dengan baik dalam setiap pembelajaran. Hal ini karena dalam penerapan RPP berkarakter baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol pada setiap pembelajaran dilakukan penyajian materi secara berulang

Page 19: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

210

sebanyak tiga kali dalam satu kali tatap muka yaitu melalui penjelasan materi dari guru, pengerjaan LKS yang disertai dengan contoh dan kunci dikerjakan secara kelompok dan pengerjaan LP1 secara individu. Sebagaimana yang dikemukakan Bandura dalam Yamin bahwa fase pengulangan sebagai belajar observational yang berdasarkan kontiguitas, dimana pelajaran yang diulang-ulang akan menjadi lama bertahan dalam ingatan kita (Yamin, 2012: 130).

Kecilnya selisih dari selisih atau perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar

matematika siswa memperlihatkan bahwa perbedaan hasil belajar matematika siswa tidak begitu besar bahkan ketika siswa dibagi dalam dua level kemampuan bahasa Indonesia dan diajar dengan tiga model pembelajaran kooperatif yang berbeda. Untuk hipotesis 9 hal ini dapat dilihat pada Tabel 13 dari baris Normalized Restriction (=0) pada kolom Value yang hanya sebesar 2,06, sedangkan untuk hipotesis 10 dapat dilihat pada Tabel 14 juga pada baris Normalized Restriction (=0) kolom Value hanya sebesar 7,53.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Secara empiris, rerata hasil belajar matematika

tertinggi diperoleh kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dengan level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (A=1, B=1) yaitu sebesar 73,00, sedangkan rerata hasil belajar matematika terendah yaitu 41,67. f rata-rata (A = 2. Dengan nilai minimum = 7, nilai maximumnya = 89, Standar deviasi = 20,885, modus = 60, dan median = 60,00.

2. Secara signifikan, rerata hasil hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) dan level kemampuan bahasa Indonesia (Bj) secara bersama-sama mempunyai perbedaan

3. Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor kemampuan bahasa Indonsia (Bj) dengan syarat model pembelajaran kooperatif (Ai). Terdiri dari 3 hipotesis yaitu hipotesis 2, hipotesis 3, dan hipotesis 4. Dimana ketiga hipotesis itu menolak Ho yang mempunyai pengertian bahwa untuk masing-masing dari 3 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar matematika

4. Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor model pembelajaran (Ai) dengan

syarat kemampuan bahasa Indonesia (Bj). Terdiri dari 4 hipotesis yaitu hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 7 dan hipotesis 8. Dimana dari 4 hipotesis tersebut terdapat 1 hipotesis yang menolak Ho yaitu hipotesis 5, hal ini berarti rerata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia diatas/sama dengan rata-rata mempunyai perbedaan yang signifikan. Sedangkan 3 hipotesis lainnya menerima Ho yaitu hipotesis 6, 7 dan 8, hal ini berarti untuk masing-masing dari 3 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.

5. Perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut kemampuan bahasa Indonesia yaitu level kemampuan diatas rata-rata dan level kemampuan dibawah rata-rata (Bj) dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, STAD (Ai). Terdiri dari 2 (dua) hipotesis, yaitu hipotesis 9 dan hipotesis 10. Dimana 2 hipotesis itu menerima Ho yang mempunyai pengertian bahwa untuk masing-masing dari 2 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang tidak signifikan terhadap hasil belajar matematika.

Page 20: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013

211

Saran

Berdasarkan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut. 1. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, dan STAD hendaknya guru membuat perencanaan agar dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan langkah–langkah model pembelajaran yang diterapkan.

2. Kedua: Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dapat digunakan sebagai alternatif

pembelajaran khususnya pembelajaran matematika dengan materi Sistem Linear Dua

Variabel. 3. Ketiga: Dalam proses pembelajaran tentunya

memerlukan adanya perbaikan. Oleh karena itu guru dituntut agar dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memilih model pembelajaran yang tepat sehingga akan lebih memotivasi siswa dalam pembelajaran di sekolah khususnya pembelajaran matematika

DAFTAR RUJUKAN

Agung I Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian Sosial Pemakaian Praktis Ed1. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama).

-------. 2011. Cross Section Experimetal Data Analysis Using EViews. (Singapore: John Wiley & Sons (Asia) Pte. Ltd).

Arvyaty & Munawar. 2012. Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Bahasa Indonesia. (Kendari : Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3 Nomor 2. Kendari : Pendidikan Matematika LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).

Behrman, Kliegman & Arvin.2000. Ilmu kesehatan Anak Edisi 15. (Jakarta: EGC).

Djaali dan Mulyono. 2004. Pengukuran Dalam Pendidikan. (Jakarta: PPs UNJ).

Dahar, Ratna Willis. 2006. Teori-teori belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Erlangga)

Djiwandono, Sri E.W. 2002. Psikologi Pendidikan Ed. Revisi. (Malang: Grasindo).

Haryati, Mimin. 2007. Model & Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. (Jakarta: CP PRESS).

Herdian. 2010. Teori-teori Belajar (Piaget, Bruner, Vigostky), http//herdy07. wordpress.com/2010/05/27/ teori-teori belajar-piaget-brune –vigotsky.

La Ndia dan Fredy . 2011. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif. (Kendari: Jurnal PMAT Vol. 2 No. 1 LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).

Rahim, Utu dan La Samutu.2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Umpan Balik Penilaian terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 2 Nomor 1 LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).

Sahidin, Latief dan Neni. 2010. Pembelajaran Kooperatif tipe Make a match terhadap hasil belajar matematika. (Kendari : Jurnal PMAT Vol. 2 No. 1 LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempenagruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta).

Sanjaya, Wina. 2006. Trategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana).

Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. (Jakarata: PT RajaGrafindo Persada).

Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. (Yogyakarta: Kanisius)

Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. (Bandung: Pustaka Bani Quraisy).

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Surabaya: Prestasi Pustaka).

. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). (Jakarta: Kencana).

Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. (Jakarta: Referensi).