Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
192
Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Model Pembelajaran Kooperatif dan
Kemampuan Bahasa Indonesia
La Ode Ahmad Jazuli1 & Fitrah Helviana2 ( 1 & 2 Dosen dan Alumni Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Halu Oleo emai:
Abstrak : Penelitian eksperimen ini menggunakan desain 3x2 faktorial bertujuan mempelajari (1)
perbedaan hasil belajar matematika menurut level kemampuan bahasa Indonesia dengan syarat model
pembelajaran kooperatif, (2) perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran
kooperatif dengan syarat kemampuan bahasa Indonesia, (3) perbedaan dalam perbedaan hasil belajar
matematika menurut kemampuan bahasa Indonesia (Bj) dengan syarat khusus model pembelajaran
kooperatif (Ai) dan perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika menurut model pembelajaran
kooperatif dengan syarat kemampuan bahsa Indonesia. Hasil analisis berdasarkan Statistik Uji-t melalui
analisis varian dua jalur dalam menguji hipotesis perbedaan dalam perbedaan hasil belajar matematika
menurut faktor Bj dengan syarat Ai mempunyai perbedaan yang signifikan.
Kata kunci: Pembelajaran Jigsaw (A=1), Think Talk Write (TTW), Student Team Achivement Divisions (STAD), Kemampuan bahasa Indonesia
PENDAHULUAN
Masalah kualitas pembelajaran
matematika di Indonesia dalam rangka
menciptakan sistem pendidikan nasional yang
mantap, berorientasi pada pencapaian tujuan
pendidikan nasional serta mampu menjawab
tantangan masa kini dan masa depan menjadi
hal yang sangat diperhatikan dan dicarikan
solusinya dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan secara nasional. Pendidikan nasional
dewasa ini terus ditata dan dikembangkan
dengan memberikan prioritas pada aspek-aspek
yang dipandang strategis bagi masa depan
bangsa. Prioritas tersebut adalah pelaksanaan
wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun
yang bersamaan dengan peningkatan mutu,
relevansi dan efisiensi pada semua jenis, jenjang
dan jalur pendidikan. Peningkatan mutu dan
relevansi pendidikan pada semua jenis, jenjang,
jalur dan satuan pendidikan perlu terus
dilanjutkan, mengingat tuntutan sektor – sektor
pembangunan dan masyarakat umumnya
terhadap pendidikan yang bermutu semakin
besar. Implikasinya ialah model pembelajaran
perlu lebih ditingkatkan, peningkatan mutu
guru perlu ditangani secara lebih intensif, dan
pengelolaan sumber daya pendidikan yang
tersedia dilakukan lebih baik lagi.
Sistem pendidikan yang sudah maju dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) menyebabkan meningkatnya
kebutuhan dalam bidang pendidikan. Suatu
sistem pendidikan terdiri dari komponen-
komponen atau bagian-bagian yang menjadi inti
dari proses pendidikan. Komponen atau faktor-
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
193
faktor tersebut terdiri dari tujuan, peserta didik,
pendidik, alat pendidik dan lingkungan. Faktor-
faktor atau komponen sistem pendidikan
tersebut, berkaitan erat satu dan lainnya, dan
merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan.
Maksud sistem pendidikan nasional tersebut
adalah satu keseluruhan yang terpadu dari
semua satuan dan aktivitas pendidikan yang
berkaitan satu dengan lainnya untuk
mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan
nasional.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003,
secara jelas disebutkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Trianto,
2009:1).
Pendidikan merupakan upaya dalam
mempengaruhi individu agar berkembang
menjadi manusia yang sesuai dengan yang
dikehendaki. Dalam pendidikan, terjadi proses
pengembangan potensi manusiawi dan proses
pewarisan kebudayaan. Pendidikan merupakan
kegiatan yang melibatkan individu (manusia)
yang berperilaku yang disebut dengan perilaku
pendidikan. Perilaku pendidikan diwujudkan
oleh mereka yang secara langsung ataupun tidak
langsung, terlibat dalam pendidikan seperti
pendidik (guru, pengajar), peserta didik (murid,
pelajar, mahasiswa), pengelola pendidikan,
administrator pendidikan, perencanaan
pendidikan, peneliti pendidikan, lingkungan
pendidikan (orang tua, masyarakat, dsb) (Surya,
2004:4).
Perkembangan ilmu pengetahuan yang
ada sekarang sudah demikian pesatnya terutama
ilmu yang sangat berkaitan dengan kehidupan.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang
memiliki peran penting dalam kehidupan.
Matematika sebagai ilmu dasar dari ilmu
pengetahuan lainnya adalah hal yang sangat
penting untuk diketahui karena matematika
tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini yang
dikenal dengan PAUD, Sekolah Dasar, sampai
Perguruan Tinggi selalu melibatkan matematika
pada mata pelajaran wajib atau kuliah.
Kegunaan matematika bukan hanya
memberikan kemampuan dalam perhitungan-
perhitungan kuantitatif, tetapi juga dalam
penataan cara berpikir, terutama dalam
pembentukan kemampuan menganalisis,
melakukan evaluasi hingga kemampuan
memecahkan masalah. Akan tetapi, pada
kenyataannya banyak siswa yang masih
beranggapan bahwa matematika merupakan
mata pelajaran yang sulit dan membosankan
karena memiliki objek yang abstrak. Hal ini
dapat mengakibatkan dampak yang tidak baik,
antara lain siswa menjadi malas, kurangnya
minat dan motivasi dalam mengikuti pelajaran.
Kondisi tersebut menunjukkan perlu adanya
perubahan dan perbaikan dalam usaha
meningkatkan kualitas pembelajaran dan
mengatasi kesulitan belajar matematika. Oleh
karena itu, dibutuhkan model pembelajaran
yang mampu menciptakan suasana belajar yang
sehat dan menyenangkan agar para siswa dapat
memiliki motivasi dan senang belajar
matematika sehingga mengoptimalkan hasil
belajar siswa.
Pembelajaran pada umumnya
mengandung dua unsur penting yaitu proses
dan hasil belajar. Proses adalah kegiatan yang
dilaksanakan siswa dalam mencapai tujuan
pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah
berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajar.
Hasil Belajar bertujuan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
194
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
(Haryati, 2007: 115). Tentu diketahui bahwa
untuk mewujudkan kualitas belajar yang
dilakukan oleh guru dan siswa diperlukan suatu
strategi khusus yang dapat menciptakan suasana
belajar yang kondusif sehingga aktivitas belajar
siswa dapat berjalan secara maksimal. Hal ini
penting dilakukan mengingat penentu hasil
belajar siswa bukan hanya guru atau siswa saja
tetapi keduanya harus bersinergi menjadi suatu
kesatuan sehingga bersama-sama menentukan
kualitas hasil belajar siswa.
Membangun pemahaman siswa terhadap
konsep atau aturan dalam matematika, guru
perlu meninjau kembali model pembelajaran,
strategi, pendekatan ataupun metode
pembelajaran yang diterapkan dalam kelas.
Salah satu yang dapat ditempuh guru untuk
mencapai itu semua adalah dengan
mengembangkan pola pembelajaran yang
menekankan kerja sama antar siswa, demi
membentuk individu siswa menjadi manusia
yang demokratis karena dengan ini individu
mengadakan relasi dan kerjasama dengan
individu lain untuk mencapai tujuan bersama
atau dengan kata lain guru dapat menerapkan
model pembelajaran kooperatif.
Menurut Eggen dan Kauchak (dalam
Trianto), pembelajaran kooperatif merupakan
sebuah kelompok model pengajaran yang
melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi
untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran
kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi
siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan
dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan pada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa
yang berbeda latar belakangnya (Trianto, 2007:
42).
Dalam pembelajaran kooperatif dikenal
beberapa tipe, antara lain adalah model
pembelajaran tipe Jigsaw (A=1), model
pembelajaran tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) dan model pembelajaran
kooperatif tipe TTW (Think Talk Write).
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1)
adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota
lain dalam kelompoknya. Pada model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1),
terdapat kelompok asal dan kelompok ahli.
Setiap anggota kelompok asal diberi tugas
untuk mempelajari bagian tertentu yang
berbeda dari bahan yang diberikan. Kemudian
setiap siswa yang mempelajari topik sama saling
bertemu untuk bertukar pendapat dan
informasi, inilah yang disebut sebagai kelompok
ahli. Setelah ini mereka kembali ke kelompok
asal untuk menyampaikan informasi yang
diperoleh dan mengajarkan bagian materi yang
telah dipelajari kepada anggota kelompoknya.
Jigsaw (A=1) didesain untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga
pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi
mereka juga harus siap memberikan dan
mengajarkan materi tersebut pada anggota
kelompoknya yang lain. Dengan demikian,
siswa saling tergantung satu dengan yang lain
dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan serta siswa
akan lebih mudah dalam memecahkan masalah
matematika.
Think Talk Write (TTW) merupakan
model pembelajaran yang dikembangkan oleh
Huinker dan Laughlin. Model pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Talk Write memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memulai
belajar dengan memahami permasalahan
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
195
terlebih dahulu, kemudian terlibat secara aktif
dalam diskusi kelompok, dan akhirnya
menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar
yang diperolehnya. Model ini merupakan model
yang dapat melatih kemampuan berpikir dan
berbicara peserta didik.
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Division (STAD) merupakan salah
satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan
untuk menghadapi kemampuan siswa yang
heterogen. Model pembelajaran ini dipandang
sebagai model yang paling sederhana. Model ini
dapat dijadikan sebagai alternatif untuk
menciptakan kondisi yang variatif dalam
kegiatan pembelajaran, dapat membantu guru
untuk menyelesaikan masalah dalam
pembelajaran, seperti rendahnya minat belajar
siswa, rendahnya aktivitas proses belajar siswa
ataupun rendahnya hasil belajar siswa.
Sejumlah peneliti telah memperlihatkan
bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif mampu meningkatkan hasil belajar
matematika, di antaranya: (i) La Ndia dan Fredy
(2011), menyimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa (La Ndia &
Fredy, 2011: 45); (ii) Utu Rahim dan La Samutu
(2010), menyimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
dibandingkan dengan model pembelajaran
konvensional mempunyai perbedaan pengaruh
yang signifikan terhadap hasil belajar
matematika baik dalam analisis secara bersama-
sama maupun secara terpisah (Rahim & La
Samutu); (iii) Latief Sahidin dan Neni Muliani
Budiman (2010), menyimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan hasil belajar matematika
siswa (Sahidin & Neni Muliani Budiman, 2010:
23).
Sanjaya (2006: 118) menyimpulkan hasil
eksperimen Pavlov pembentukan tingkah laku
tertentu harus dilakukan dengan berulang-
ulang, didukung oleh Djiwandono (2002: 132)
dalam membahas teori conditioning yaitu adanya
latihan yang terus menerus (kontinu),
Suryabrata (2002: 247) mengemukakan bahwa
belajar adalah pembentukan koneksi-koneksi,
Suparno (2001: 41) bagi Piaget belajar selalu
mengandung unsur pembentukan dan
pemahaman, Herdian (2010) menjelaskan
tentang pandangan Vygostky bahwa proses
belajar terjadi dari dua tahap yakni (i) saat
berkolaborasi dengan orang lain, (ii) secara
individual di dalamnya terjadi internalisasi,
Dahar (2006: 94) menyetir pandangan Ausubel
bahwa belajar dapat diklasifikasikan pada dua
dimensi yaitu (i) pelajaran yang disajikan melalui
penerimaan dan penemuan, (ii) struktur kognitif
berkaitan dengan fakta, konsep dan generalisasi,
Slameto (2003: 13) menyetir pandangan Gagne
yang menyebutkan bahwa belajar memberikan
dua definisi yakni (i) suatu proses untuk
memperoleh motivasi dalam pengetahuan dan
keterampilan, (ii) penguasaan pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Kemampuan berbahasa merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa termasuk hasil belajar matematika.
Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri dari
lambang-lambang, kata-kata, dan kalimat-
kalimat yang disusun menurut aturan tertentu
dan digunakan sekelompok orang untuk
berkomunikasi. Bahasa Indonesia ialah bahasa
resmi Republik Indonesia sebagaimana
disebutkan dalam Undang – Undang Dasar RI
1945, pasal 36 dan merupakan bahasa persatuan
bangsa Indonesia sebagaimana disebut dalam
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Peranan
Bahasa Indonesia dapat kita lihat saat kita
berbicara ataupun menulis untuk
menggungkapkan hasil pemikiran. Matematika
dan bahasa merupakan ilmu yang berbeda dan
berdiri sendiri. Namun, bahasa dan matematika
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
196
memiliki kaitan yang sangat erat. Matematika
sangat ditunjang oleh bahasa dan begitu juga
sebaliknya.
Kelambatan dalam kemampuan
matematika terutama karena kesulitan dalam
koreksi. Pada satu studi di sekolah, ditemukan
beberapa siswa dengan fungsi bahasa memiliki
kesulitan dalam matematika karena mengalami
kesulitan memahami penjelasan verbal gurunya
mengenai konsep dan mengerjakan
penjumlahan (Behrman, Kliegman & Arvian,
2000: 131). Jika siswa tidak memahami bahasa
Indonesia, dengan demikian dia juga tidak akan
memahami apa yang dijelaskan oleh gurunya.
Matematika sebagai bahasa simbolik menuntut
adanya kemampuan bahasa dalam memahami
simbol-simbol matematika sebagai notasi
variabel yang diwakili dalam mempelajarinya.
Dengan demikian, salah satu cara untuk
memudahkan siswa dalam mempelajari
matematika adalah dengan memacu siswa
tersebut untuk memiliki kemampuan bahasa
Indonesia dengan baik.
METODE
Penelitian Eksperimen ini menggunakan
desain 3x2 faktorial dilaksanakan di SMP
Negeri 3 Kendari pada semester ganjil Tahun
Ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 7 kelas
pararel dengan jumlah siswa 245 orang sebagai
populasi. Pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan dua teknik, yaitu cluster
random sampling dan simple random sampling.
Teknik cluster random sampling dilakukan pada
saat random kelas dengan tujuan untuk
mendapatkan 3 (tiga) kelas penelitian, yaitu dua
kelas sebagai unit eksperimen dan satu kelas
berikutnya sebagai unit kontrol. Sementara
teknik simple random sampling dilakukan pada saat
random individu dengan sampel penelitian dari
ketiga kelas berjumlah 90 orang yang diambil
berdasarkan kemampuan bahasa Indonesia,
Gambaran sampel yang terambil berdasarkan
jumlah kelas dan jumlah siswa dalam setiap
kelompok (sel), ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Gambaran Pengambilan Jumlah Sampel Siswa Kelas VIII Pada Setiap Sel dalam Penelitian
Eksperimen di SMP Negeri 3 Kendari
A B Jumlah
orang B=1 B=2 A=1 15 15 30
A=2 15 15 30
A=3 15 15 30
Jumlah 45 45 90
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:
(1) variabel bebas yang terdiri dari model
pembelajaran kooperatif (faktor Ai), dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
(A=1) sebagai A=1, model pembelajaran
kooperatif tipe TTW sebagai A=2, model
pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai
A=3. Kemampuan bahasa Indonesia (faktor Bj),
dengan kemampuan bahsa Indonesia di atas
rata-rata sebagai B=1 dan kemampuan bahasa
Indonesia di bawah rata-rata sebagai B=2; (2)
variabel terikat yaitu hasil belajar matematika.
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
197
Penelitian ini menggunakan cara
Randomized Control Group Design dengan
gambaran sebagai berikut :
R E T O1 R K - O2
Keterangan :
R =random; E = eksperimen; T = true
eksperimen; K = kontrol; Ok= Observasi, k= 1,
2 (O1= tes yang diberikan pada kelas
eksperimen dan O2= tes yang diberikan pada
kelas kontrol)…. (Djaali,1986:3), Agung (1992:88)
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan pemberian
instrumen penelitian berupa lembar monitoring
dan tes hasil belajar matematika berbentuk tes
uraian. Monitoring dilakukan pada setiap
pertemuan yaitu sebanyak enam kali pertemuan.
Hasilnya dipergunakan untuk memperoleh data
tentang aktivitas/partisipasi guru dan siswa.
Untuk instrumen hasil belajar matematika
terdiri dari: (1) definisi konseptual, (2) definisi
operasional, (3) kisi-kisi dan (4) soal uraian.
Instrumen hasil belajar matematika ini diambil
setelah selesai proses belajar mengajar selama 6
kali pertemuan.
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan perangkat program siap pakai,
yaitu SPSS/PC ver. 16.0 melalaui proses IF
…dan EViews-7, untuk mengji sejumlah
hipotesis yakni menggunakan formula: (i)
AC[(A,Y)|B=j]= π1i –π2j for each j=1,2; (ii)
AC[A,Y)|A=i]= π1i –π2j for I = 1,2,3 dan (iii)
Difference in Deiffereces (DID) = (π11 –π12)-( π21 –π22) … Agung (2011:166) memakai . Hasil
analisis dan pembahasan dalam penelitian
eksperimen ini terdiri dari (1) analisis validitas
dan reliabilitas, (2) Analisis perilaku berkarakter,
(3) Analisis deskriptif dan (4) analisis
inferensial. Hasil analisis validitas berdasarkan
penilaian panelis dilakukan peneliti dengan
memberikan konsep instrumen yang telah
disusun kepada 20 orang panelis, di validasi dan
dipilih 10 butir soal yang valid. Selanjutnya
dilakukan analisis reliabilitas terhadap
instrumen hasil belajar matematika yang valid,
hal ini dilakukan untuk melihat apakah
instrumen tersebut memiliki kualitas yang baik
dan dapat dipakai sebagai alat ukur untuk dapat
mengukur hasil belajar matematika siswa.
Kemudian dilakukan analisis penilaian perilaku
berkarakter dimaksudkan untuk menilai
karakter siswa yang meliputi aspek-aspek
berikut, yaitu dapat dipercaya, menghargai,
bertanggung jawab secara individu, bertanggung
jawab secara sosial, adil dan peduli. Selanjutnya
dilakukan analisis deskriptif dimaksudkan untuk
memberikan gambaran karakteristik variabel
bebas terhadap variabel terikat yang dapat
dilihat melalui skor rerata dari masing-masing
sel yang dibentuk oleh model pembelajaran
kooperatif dan Kemampuan bahasa Indonesia.
HASIL
Secara empiris hasil penelitian ini
mendukung hipotesis yang diajukan yaitu
masing-masing( komponen relatif mempunyai
perbedaan. Hasil analisis deskriptif antara
perlakuan model pembelajaran kooperatif dan
level kemampuan bahasa Indonesia terhadap
hasil belajar matematika ditunjukkan dalam
Tabel 2. Dalam Tabel 2. berikut diperoleh rerata
hasil belajar untuk siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) (A=1)
dan siswa dengan kemampuan bahasa Indonesia di
atas rata-rata (B=1) sebesar 73,00 merupakan nilai
rerata (A=1,B=1) =C(1) lebih tinggi dari kelompok
siswa yang diajar model pembelajaran kooperatif
tipe TTW (A=2) dan kemampuan bahasa Indonesia
di bawah rata-rata (B=2) yang merupakan nilai
rerata (A=1,B=2)=C(2). Demikian juga tehadap
kelompok lainnya (A=2,B=1) =C(3), (A=2,B=2)
=C(4), (A=3,B=1) =C(5) dan (A=3,B=2) =C(6).
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
198
Tabel 2. Analisis Deskriptif Hasil Belajar Matematika Menurut Kombinasi
Antara Faktor Model Pembelajaran Kooperatif (Ai) dan kemampuan Bahasa Indonesia (Bj)
Dilanjutkan dengan pengelompokkan
model pembelajaran kooperatif dan level
kemampuan bahasa Indonesia (melalui faktor
sel (FS6)) dan hasil belajar matematika,
dilakukan analisis deskriptif crosstabulation. Hasil
analisis crosstabulation digunakan untuk
memberikan gambaran distribusi banyaknya
siswa yang memperoleh nilai tertentu
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Crosstabulation antara Faktor Sel Terhadap Hasil Belajar
Matematika (FS6 * Y_B)
Y_B Total
1 (Y<55)
2 (55≤Y<65)
3 (65≤Y<75)
4 (75≤Y<85)
5 (Y > 85)
FS6 11 2 2 3 5 3 15
12 8 2 4 1 0 15
21 3 3 3 5 1 15
22 11 4 0 0 0 15
31 4 5 4 1 1 15
32 12 2 0 1 0 15
Total 40 18 14 13 5 90
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4.15,
diperoleh hasil belajar matematika siswa banyak
terdapat pada kategori (1) yaitu sebanyak 40
siswa. Untuk kategori (2) sebanyak 18 siswa,
kategori (3) sebanyak 14 siswa, kategori (4)
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 08/17/13 Time: 19:54
Sample: 1 90
Included observations: 90 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. A=1,B=1 73.00000 4.593416 15.89231 0.0000
A=1,B=2 53.86667 4.593416 11.72693 0.0000
A=2,B=1 66.26667 4.593416 14.42645 0.0000
A=2,B=2 41.66667 4.593416 9.070954 0.0000
A=3,B=1 58.80000 4.593416 12.80093 0.0000
A=3,B=2 41.73333 4.593416 9.085468 0.0000 R-squared 0.315180 Mean dependent var 55.88889
Adjusted R-squared 0.274417 S.D. dependent var 20.88516
S.E. of regression 17.79022 Akaike info criterion 8.659516
Sum squared resid 26585.33 Schwarz criterion 8.826170
Log likelihood -383.6782 Hannan-Quinn criter. 8.726720
Durbin-Watson stat 1.826878
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
199
sebanyak 13 siswa dan pada kategori (5)
sebanyak 5 siswa.
Sebelum melakukan analisis inferensial
untuk menguji hipotesis yang telah diajukan
terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan
analisis menyangkut uji normalitas dan
homogenitas. Uji homogenitas dimaksudkan
untuk mengetahui apakah variasi data variabel
terikat homogen sebagai akibat dari
pengelompokkan data variabel bebas. melalui
pengujian hipotesis sebagai berikut:
H0 : σ11 = σ12 = σ11 = σ21 = σ22 = σ31= σ32 vs H1: Bukan H0.
Tabel 4 Hasil Analisis Kesamaan Varians Faktor Ai (i=1,2,3) dan Bj J=1,2)
Terhadap Hasil Belajar Matematika (Y)
Hasil analisis sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 4 nilai-p = 0,8604 ˃ α=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima. Dengan
diterimanya hipotesis nol berdasarkan metode
Barlett, Levene, dapat diambil kesimpulan bahwa
data yang dipakai mendukung kebenaran asumsi
bahwa pada taraf kesalahan α = 0,05 ketiga variabel Y, A, dan B mempunyai varian yang
sama (homogen) antar kelompok model
pembelajaran Kooperatif (Ai) dan Level
Kemampuan bahasa Indonesia (Bj). Selanjutnya,
dapat dilakukan analisis inferensial.
Analisis inferensial diperlukan untuk
menguji sejumlah hipotesis perbedaan rerata
hasil belajar matematika menurut faktor (Ai)
model pembelajaran kooperatif dan faktor (Bj)
penguasaan bahsa Indonesia. Analisis
inferensial atas 10 (sepuluh) hipotesis
perbedaan rerata dengan faktor khusus atau
dengan syarat tertentu pada paket program
Eviews-7 adalah menggunakan perintah
View/Coefficient Diagnostics/Wald Test-Coefficient
Rectrictions. Hasil analisis inferensial dari
kesepuluh hipotesis yang diujikan dijabarkan
sebagai berikut.
Hipotesis-1 dengan pernyataan: “Rerata hasil belajar matematika untuk semua sel yang
dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif
dan kemampuan bahasa Indonesia mempunyai
perbedaan yang signifikan”. Hipotesis statistik
yang diperlukan adalah sebagai berikut.
H0 : C(1) = C(2) = C(3) = C(4) = C(5)
= C(6)=0 vs H1 : Bukan H0
Berdasarkan hasil analisis Wald Test
dengan menggunakan statistik Uji-F pada Tabel
5 di mana nilai F-statistic = 154,4834, df =
(6,84), nilai-p = 0,000 < α = 0,05, sehingga hasil
pengujian hipotesis nol (Ho) ditolak. Dengan
ditolaknya Ho dapat disimpulkan bahwa Rerata
hasil belajar matematika untuk semua sel yang
dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif
dan kemampuan bahasa Indonesia mempunyai
perbedaan yang signifikan.
Test for Equality of Variances of Y
Categorized by values of B and A
Date: 12/19/12 Time: 13:55
Sample: 1 90
Included observations: 90 Method df Value Probability Bartlett 5 0.568129 0.9894
Levene (5, 84) 0.381141 0.8604
Brown-Forsythe (5, 84) 0.360635 0.8740
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
200
Tabel 5 Hasil Analisis Rerata Hasil Belajar Matematika
Menurut Faktor Ai (i=1,2,3) dan Bj (j=1,2) Secara Simultan
Hipotesis-2 dengan pernyataan “secara
signifikan rerata hasil belajar matematika siswa
yang mempunyai level kemampuan bahasa
Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang mempunyai
level kemampuan bahasa Indonesia di bawah
rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsa (A=1). Hipotesis statistik pihak kanan
yang diperlukan untuk menguji pernyataan
tersebut adalah: H0 : C(1) ≤ C(2) vs H1 :
C(1) > C(2)
Tabel 6 Hasil Pengujian hipotesis [C(1) – C(2)]
dengan Syarat A=1 Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value df Probability
t-statistic 2.945370 84 0.0042
F-statistic 8.675204 (1, 84) 0.0042
Chi-square 8.675204 1 0.0032
Null Hypothesis: C(1)=C(2)
Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.
C(1) - C(2) 19.13333 6.496071
Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 6,
dengan menggunakan statistik Uji-t diperoleh
thitung = 2,945, df = 84 dengan p-value/2 =
0,0042/2 = 0,0021 < α = 0,05. Dengan
Wald Test:
Equation: EQ01 Test Statistic Value df Probability F-statistic 154.4834 (6, 84) 0.0000
Chi-square 926.9005 6 0.0000 Null Hypothesis: C(1)=C(2)=C(3)=C(4)=C(5)=C(6)=0
Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(1) 73.00000 4.593416
C(2) 53.86667 4.593416
C(3) 66.26667 4.593416
C(4) 41.66667 4.593416
C(5) 58.80000 4.593416
C(6) 41.73333 4.593416
Restrictions are linear in coefficients.
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
201
demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya Ho dapat
disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil
belajar matematika siswa yang mempunyai level
kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata
(B=1) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa
yang mempunyai level kemampuan bahasa
Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus
untuk siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1).
Hipotesis-3 dengan pernyataan “secara
signifikan rerata hasil belajar matematika siswa
yang mempunyai level kemampuan bahasa
Indonesia diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang mempunyai
level kemampuan bahasa Indonesia di bawah
rata-rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif TTW
(A=2). Hipotesis statistik pihak kanan yang
diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut
adalah:
H0 : C(3) ≤ C(4) vs H1 : C(3) > C(4)
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada
Tabel 7, dengan menggunakan statistic uji-t
diperoleh thitung = 3,786904, df 84 dengan p-
value/2 = 0,0003/2 = 0,00015 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya
Ho dapat disimpulkan bahwa secara signifikan
rerata hasil belajar matematika siswa yang
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang mempunyai level
kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-
rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif TTW
(A=2).
Tabel 7 Hasil Pengujian hipotesis [C(3) – C(4)]
dengan Syarat A=2 Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value Df Probability
t-statistic 3.786904 84 0.0003
F-statistic 14.34064 (1, 84) 0.0003
Chi-square 14.34064 1 0.0002
Null Hypothesis: C(3)=C(4)
Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.
C(3) - C(4) 24.60000 6.496071
Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada Tabel 7, dengan menggunakan statistic uji-t diperoleh
thitung = 3,786904, df 84 dengan p-value/2 = 0,0003/2 = 0,00015 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya Ho dapat disimpulkan bahwa secara signifikan rerata hasil belajar matematika
siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata (B=1) lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata
(B=2), khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif TTW (A=2).
Hipotesis-4 dengan pernyataan “Secara signifikan rerata hasil belajar matematika siswa yang
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata (B=2), khusus
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
202
untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievment
Division) (A=3). Hipotesis statistik pihak kanan yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut
adalah: H0 : C(5) ≤ C(6) vs H1 : C(5) > C(6)
Tabel 8 Hasil Pengujian hipotesis [C(5) – C(6)]
dengan Syarat A3
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value Df Probability
t-statistic 2.627229 84 0.0102
F-statistic 6.902332 (1, 84) 0.0102
Chi-square 6.902332 1 0.0086
Null Hypothesis: C(5)=C(6)
Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.
C(5) - C(6) 17.06667 6.496071
Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada
Tabel 8, dengan menggunakan statistic uji-t
diperoleh thitung = 2,627229, df 84 dengan p-
value/2 = 0,0102/2 = 0,0051 < α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya
H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan
rerata hasil belajar matematika siswa yang
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
di atas rata-rata (B=1) lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang mempunyai level
kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-
rata (B=2), khusus untuk siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Team Achievment Division) (A=3).
Hipotesis-5 dengan pernyataan “Secara
signifikan rerata hasil belajar matematika untuk
siswa yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw (A=1) (A=1) lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan
model pembelajaran STAD (A=3) khusus
untuk siswa yang mempunyai level kemampuan
bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1).
Hipotesis statistik pihak kanan yang diperlukan
untuk menguji pernyataan tersebut adalah:
H0 : C(1) ≤ C(5) vs H1 : C(1) > C(5)
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada
Tabel 9, dengan menggunakan statistic uji-t
diperoleh thitung = 2,185937, df 84 dengan p-
value/2 = 0,0316/2 = 0,0158 <α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya
H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan
rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw (A=1) (A=1) lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan
model pembelajaran STAD (A=3) khusus
untuk siswa yang mempunyai level kemampuan
bahasa Indonesia di atas rata-rata (B=1).
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
203
Tabel 9 Hasil Pengujian hipotesis [C(1) – C(5)]
dengan Faktor Khusus B1 Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value Df Probability
t-statistic 2.185937 84 0.0316
F-statistic 4.778319 (1, 84) 0.0316
Chi-square 4.778319 1 0.0288
Null Hypothesis: C(1)=C(5)
Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.
C(1) - C(5) 14.20000 6.496071
Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-6 dengan pernyataan “Rerata
hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe
TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
di atas rata-rata (B=1) mempunyai perbedaan
yang signifikan. Hipotesis statistik dua pihak
yang diperlukan untuk menguji pernyataan
tersebut adalah: H0 : C(3) = C(5) vs H1 :
C(3) ≠ C(5) Tabel 10
Hasil Pengujian hipotesis [C(3) – C(5)] dengan Faktor Khusus B1
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value Df Probability
t-statistic 1.149413 84 0.2536
F-statistic 1.321150 (1, 84) 0.2536
Chi-square 1.321150 1 0.2504
Null Hypothesis: C(3)=C(5)
Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.
C(3) - C(5) 7.466667 6.496071
Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada
Tabel 10, dengan menggunakan statistic uji-t
diperoleh thitung = 1,149413, df 84 dengan p-value
= 0,2536 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan
bahwa rerata hasil belajar matematika untuk
siswa yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TTW (A=2) dibandingkan
dengan siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (A=3)
khusus untuk siswa yang mempunyai level
kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
204
(B=1) mempunyai perbedaan yang tidak
signifikan.
Hipotesis-7 dengan pernyataan “Secara
signifikan rerata hasil belajar matematika
untuk siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1)
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang
diajar dengan model pembelajaran STAD
(A=3) khusus untuk siswa yang mempunyai
kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-
rata (B=2). Hipotesis statisti pihak kanan yang
diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut
adalah: H0 : C(2) ≤ C(6) vs H1 : C(2) >
C(6)
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada
Tabel 11, dengan menggunakan statistic uji-t
diperoleh thitung = 1,867796, df 84 dengan p-
value/2 = 0,0653/2 = 0,0376 < α = 0,05.
Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya
H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan
rerata hasil belajar matematika untuk siswa
yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang diajar
dengan model pembelajaran STAD (A=3)
khusus untuk siswa yang mempunyai
kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-
rata (B=2). Tabel 11
Hasil Pengujian Hipotesis [C(2) – C(6)] dengan Faktor Khusus B2
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value Df Probability
t-statistic 1.867796 84 0.0653
F-statistic 3.488660 (1, 84) 0.0653
Chi-square 3.488660 1 0.0618
Null Hypothesis: C(2)=C(6)
Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.
C(2) - C(6) 12.13333 6.496071
Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada
Tabel 11, dengan menggunakan statistic uji-t
diperoleh thitung = 1,867796, df 84 dengan p-
value/2 = 0,0653/2 = 0,0376 < α = 0,05.
Dengan demikian, maka H0 ditolak. Ditolaknya
H0 dapat disimpulkan bahwa Secara signifikan
rerata hasil belajar matematika untuk siswa
yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang diajar
dengan model pembelajaran STAD (A=3)
khusus untuk siswa yang mempunyai
kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-
rata (B=2).
Hipotesis-8 dengan pernyataan “Rerata
hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe
TTW (A=2) dibandingkan dengan siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD (A=3) khusus untuk siswa yang
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
di bawah rata-rata (B=2) mempunyai perbedaan
yang signifikan. Hipotesis statistik dua pihak
yang diperlukan untuk menguji pernyataan
tersebut adalah: H0 : C(4) = C(6) vs H1 :
C(4) ≠ C(6)
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
205
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada
Tabel 12, dengan menggunakan statistic uji-t
diperoleh thitung = -0,010263, df 84 dengan p-
value = 0,9918 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat
disimpulkan bahwa Rerata hasil belajar
matematika untuk siswa yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TTW
(A=2) dibandingkan dengan siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (A=3) khusus untuk siswa yang
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
di bawah rata-rata (B=2) mempunyai perbedaan
yang tidak signifikan. Tabel 12
Hasil Pengujian Hipotesis [C(4) – C(6)] dengan Faktor Khusus B2
Hipotesis-9 dengan pernyataan “Secara
Signifikan, perbedaan dalam perbedaan rerata
hasil belajar matematika untuk siswa yang
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
diatas rata-rata dibandingkan dengan siswa yang
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw (A=1) dan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan
atau secara signifikan, perbedaan dalam
perbedaan antara model pembelajaran (A1) dan
(A3) dengan syarat (B1) dibandingkan dengan
model pembelajaran (A1) dan (A3) dengan syarat
(B2) mempunyai perbedaan. Hipotesis statistik
untuk menguji pernyataan tersebut adalah: H0
:{C(1) - C(2)}={C(5)-C(6)} vs H1 : {C(1) - C(2)} ≠ {C(5) - C(6)}
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada
Tabel 13, dengan menggunakan statistic uji-t
diperoleh thitung = 0,224960, df = 84 dengan p-
value = 0,8226 > α = 0,05. Dengan demikian, maka H0 diterima. Diterimanya H0 dapat
disimpulkan bahwa perbedaan dalam perbedaan
rerata hasil belajar matematika ditinjau dari
siswa yang mempunyai level kemampuan
bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa
yang mempunyai level kemampuan bahasa
Indonesia dibawah rata-rata khusus untuk siswa
yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan
dengan siswa yang mempunyai level
kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-rata
dan siswa yang mempunyai level kemampuan
bahasa Indonesia dibawah rata-rata khusus
untuk siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value Df Probability
t-statistic -0.010263 84 0.9918
F-statistic 0.000105 (1, 84) 0.9918
Chi-square 0.000105 1 0.9918
Null Hypothesis: C(4)=C(6)
Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.
C(4) - C(6) -0.066667 6.496071
Restrictions are linear in coefficients.
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
206
Tabel 13 Hasil Pengujian Hipotesis Perbedaan Dalam Perbedaan
[C(1) - C(2) - C(5) + C(6)] Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value Df Probability
t-statistic 0.224960 84 0.8226
F-statistic 0.050607 (1, 84) 0.8226
Chi-square 0.050607 1 0.8220
Null Hypothesis: C(1)-C(2)-C(5)+C(6)=0
Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.
C(1) - C(2) - C(5) + C(6) 2.066667 9.186832
Restrictions are linear in coefficients.
Hipotesis-10 dengan pernyataan “Secara
signifikan, perbedaan dalam perbedaan rerata
hasil belajar matematika untuk siswa yang
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level
kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata
khusus untuk siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TTW
dibandingkan dengan siswa yang mempunyai
level kemampuan bahasa Indonesia diatas rata-
rata dan siswa yang mempunyai level
kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata
khusus untuk siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
mempunyai perbedaan. Hipotesis statistik yang
diperlukan sesuai pernyataan tersebut adalah:
H0 :{ C(3) - C(4)} = {C(5) - C(6)} vs H1 : {C(3)
- C(4)} ≠ {C(5) - C(6)}
Tabel 14 Hasil Pengujian Hipotesis Perbedaan dalam Perbedaan
Tipe-2: [C(3) - C(4) - C(5) + C(6)] Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic Value Df Probability
t-statistic 0.820014 84 0.4145
F-statistic 0.672423 (1, 84) 0.4145
Chi-square 0.672423 1 0.4122
Null Hypothesis: C(3)-C(4)-C(5)+C(6)=0
Null Hypothesis Summary:
Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.
C(3) - C(4) - C(5) + C(6) 7.533333 9.186832
Restrictions are linear in coefficients.
Berdasarkan hasil analisis Wald Test pada
Tabel 14, dengan menggunakan statistik uji-t
diperoleh thitung = 0,820014, df 84 dengan p-value
= 0,4145 > α = 0,05. Dengan demikian, maka
H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan
bahwa rerata hasil belajar matematika untuk
siswa yang mempunyai level kemampuan
bahasa Indonesia diatas rata-rata dan siswa yang
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
207
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
dibawah rata-rata khusus untuk siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif
tipe TTW dibandingkan dengan siswa yang
mempunyai level kemampuan bahasa Indonesia
diatas rata-rata dan siswa yang mempunyai level
kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata
khusus untuk siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
mempunyai perbedaan yang tidak signifikan
PEMBAHASAN
Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika (Y) Menurut Faktor Bj dengan Syarat Ai
Perbedaan rerata hasil belajar matematika
menurut Bj dengan syarat Ai terdiri dari tiga
hipotesis yaitu hipotesis 2, hipotesis 3 dan
hipotesis 4. Dimana ketiga hipotesis tersebut
mempunyai perbedaan yang signifikan.
Signifikannya hipotesis 2, hipotesis 3, dan
hipotesis 4 memberi pengertian bahwa level
kemampuan bahasa Indonesia berpengaruh
terhadap hasil belajar matematika siswa. Hal ini
sejalan dengan yang diungkapkan Arifin Muslim
bahwa anak yang rendah kemampuan
bahasanya akan sangat sulit untuk bisa
memahami pelajaran. Sebaliknya, anak yang
kemampuan bahasanya tinggi mudah
mempelajari dan memahami materi yang
disampaikan oleh guru. Salah satu fungsi bahasa
yaitu sebagai alat untuk berpikir. Sejalan dengan
uraian tersebut dapat diformulasikan bahwa
makin tinggi kemampuan berbahasa seseorang,
makin tinggi pula kemampuan berpikirnya.
Makin teratur bahasa seseorang, maka makin
teratur pula cara berpikirnya. Dengan
berpegangan pada formula itulah, dapat
dikatakan bahwa seorang siswa tidak akan
mampu mencerna soal matematika yang
diberikan guru jika tidak mempunyai
kemampuan bahasa Indonesia yang baik.
Matematika sebagai bahasa simbolik menuntut
adanya kemampuan bahasa Indonesia dalam
memahami simbol-simbol matematika sebagai
notasi variabel yang diwakili dalam
mempelajarinya. Dengan demikian, salah satu
cara untuk memudahkan siswa dalam
mempelajari matematika adalah dengan
memacu siswa tersebut untuk memiliki
kemampuan bahasa Indonesia dengan baik.
Selain itu, Signifikannya ketiga hipotesis
tersebut bila dilihat dari segi model
pembelajaran yang digunakan, ini berarti ketiga
model pembelajaran kooperatif yakni Jigsaw
(A=1), TTW, dan STAD belum sepenuhnya
efektif untuk mengangkat kemampuan siswa
yang level kemampuan bahasa Indonesia di
bawah rata-rata setara dengan kemampuan
siswa yang level kemampuan bahasa
Indonesianya di atas rata-rata. Langkah-langkah
model pembelajaran yang belum diikuti dengan
sunggguh-sungguh oleh siswa khususnya siswa-
siswa dengan level kemampuan bahasa
Indonesia di bawah rata-rata diduga menjadi
salah satu penyebab berbedanya rerata hasil
belajar matematika. Hal tersebut dapat dilihat
dari masih besarnya selisih rerata hasil belajar
matematika siswa pada dua level kemampuan
bahasa. Besarnya selisih rereta hasil belajar
matematika pada ketiga model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, dan STAD
dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7,
berdasarkan hasil analisis baris Normalized
Restriction (= 0) kolom Value, untuk model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1)
selisih rerata hasil belajar matematika pada dua
level kemampuan bahasa Indonesia mencapai
19,13, untuk model pembelajaran kooperatif
tipe TTW mencapai 24,60, sedangkan untuk
model pembelajaran kooperafif tipe STAD
mencapai 17,06.
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
208
Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika (Y) Menurut Faktor Ai dengan Syarat Bj
Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor model pembelajaran kooperatif (Ai) dengan syarat level kemampuan bahasa Indonesia (Bj) terdiri dari empat hipotesis, yaitu hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 7, dan hipotesis 8. Dimana dari keempat hipotesis itu terdapat 1 hipotesis yang menolak Ho yakni hipotesis 5 dan 3 hipotesis lainnya menerima Ho yakni hipotesis 6, 7, dan 8. Signifikannya hipotesis 5, berarti bahwa terdapat perbedaan rerata hasil belajar matematika antara kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan kelas kontrol STAD pada level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata. Hal ini diduga karena pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Secara empiris dari hasil analisis deskriptif pada Tabel 2. Siswa-siswa pada kelas eksperimen Jigsaw (A=1) dengan level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata memiliki rerata hasil belajar matematika sebesar 73,00, sedangkan pada kelas kontrol STAD hanya sebesar 58,80. Perbedaan rerata nilai hasil belajar matematika diantara kedua kelas tersebut pada akhirnya menyebabkan adanya perbedaan selisih rerata hasil belajar yang masih cukup besar diantara keduanya, hal ini dapat dilihat Tabel 9 pada baris Normalized Restriction (=0) kolom Value yang mencapai 14,20.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) khususnya untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata relatif lebih efektif karena pada model pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain dalam hal ini sebagai anggota dari kelompok ahli maupun kelompok asal. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Sebab secara umum
siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep ini dengan temannya. Pembelajaran ini mampu mengarahkan siswa untuk aktif dalam memahami materi yang diajarkan yang pada akhirnya berdampak hasil belajar matematika. Sedangkan secara umum penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD hampir sama dengan belajar kelompok biasa yang selama ini sering digunakan dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan 3 hipotesis lainnya yang menerima Ho yakni hipotesis 6, hipotesis 7, dan hipotesis 8 hal ini menunjukkan bahwa: (i) rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata mempunyai perbedaan yang tidak signifikan; (ii) rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mempunyai perbedaan yang tidak signifikan; dan (iii) rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.
Tidak signifikannya hipotesis 6 diduga pada model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan STAD khususnya untuk siswa dengan level kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata telah sama efektifnya, atau dengan kata lain rerata hasil belajar matematika yang diperoleh siswa pada dua kelas tersebut, baik itu kelas eksperimen TTW ataupun kelas kontrol STAD relatif tidak berbeda secara signifikan atau
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
209
nyata. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya selisih rerata hasil belajar matematika siswa diantara keduanya yang hanya sebesar 7,46 berdasarkan Tabel 10 baris Normalized Restriction (=0) pada kolom Value. Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe TTW maupun STAD terletak pada sintaks-sintaks pembelajaran yang digunakan. Efektifnya model pembelajaran kooperatif tipe TTW karena siswa diberi kesempatan untuk belajar sendiri, belajar sendiri pada hakekatnya mempunyai pengaruh yang baik terhadap kemampuan dalam memahami suatu konsep sebagaimana dikemukakan oleh Hudoyo (1979: 109) “……..jika siswa aktif melibatkan dirinya di dalam menemukan suatu prinsip dasar siswa itu akan mengerti konsep tersebut lebih baik, mengingat lebih lama dan mampu menggunakan konsep tersebut dalam konteks yang lain. Selain itu siswa juga diberi kesempatan untuk merefleksikan, menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok.
Dan tidak signifikannya hipotesis 7 dan hipotesis 8 apabila dilihat dari kemampuan berbahasa siswa, secara teori siswa yang mempunyai kemampuan bahasa Indonesia dibawah rata-rata akan sulit untuk bisa memahami pelajaran lain, jadi baik itu siswa diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW maupun STAD hasil belajarnya tidak jauh berbeda. Tetapi bila dilihat dari model pembelajaran kooperatif yakni Jigsaw (A=1), TTW, STAD khusus untuk siswa yang kemampuan bahasa Indonesia di
bawah rata-rata hal ini dapat dikatakan bahwa untuk ketiga model pembelajaran tersebut telah sama-sama efektif, baik itu kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dan TTW bila maupun di kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD rerata hasil belajar matematika siswa tidak berbeda secara signifikan.
Secara empiris dapat dilihat pada Tabel 2 berdasarkan hasil analisis deskriptif aspek mean, rerata hasil belajar matematika untuk kelas eksperimen model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mencapai 53,86 dan untuk kelas eksperimen TTW pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata mencapai 41,67, sedangkan untuk kelas kontrol STAD pada level kemampuan bahasa yang sama juga mencapai 41,73. Kecilnya perbedaan rerata hasil belajar matematika yang diperoleh siswa pada level kemampuan bahasa Indonesia di bawah rata-rata bila diajar dengan ketiga model pembelajaran kooperatif tersebut pada akhirnya membuat perbedaan diantara ketiganya tidak terlalu signifikan atau tidak berbeda nyata. Hal ini berarti pula siswa-siswa pada level ini memiliki kemampuan yang hampir sama dalam menangkap dan memahami materi yang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung. Kemampuan bahasa Indonesia siswa yang hampir sama inilah dinilai sebagai salah satu alasan perbedaan rerata hasil belajar matematika menjadi tidak signifikan.
Perbedaan dalam Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika Menurut Faktor Kemampuan
Bahasa Indonesia (Bj) dengan Syarat Model pembelajaran Kooperatif (Ai)
Perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut Bj dengan syarat Ai terdiri dari 2 (dua) hipotesis, yaitu hipotesis 9 dan hipotesis 10. Berdasarkan hasil analisis perbedaan dalam perbedaan, dari kedua hipotesis yang diajukan semuanya menunjukkan hasil yang tidak signifiakn atau semuanya menerima H0. Tidak signifikannya perbedaan tersebut diduga akibat penerapan skenario
pembelajaran pada kelompok siswa yang diajar dengan Jigsaw (A=1), TTW dan STAD keduanya sama, yakni RPP berkarakter.
Penerapan RPP berkarakter yang berfungsi dengan baik dalam setiap pembelajaran. Hal ini karena dalam penerapan RPP berkarakter baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol pada setiap pembelajaran dilakukan penyajian materi secara berulang
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
210
sebanyak tiga kali dalam satu kali tatap muka yaitu melalui penjelasan materi dari guru, pengerjaan LKS yang disertai dengan contoh dan kunci dikerjakan secara kelompok dan pengerjaan LP1 secara individu. Sebagaimana yang dikemukakan Bandura dalam Yamin bahwa fase pengulangan sebagai belajar observational yang berdasarkan kontiguitas, dimana pelajaran yang diulang-ulang akan menjadi lama bertahan dalam ingatan kita (Yamin, 2012: 130).
Kecilnya selisih dari selisih atau perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar
matematika siswa memperlihatkan bahwa perbedaan hasil belajar matematika siswa tidak begitu besar bahkan ketika siswa dibagi dalam dua level kemampuan bahasa Indonesia dan diajar dengan tiga model pembelajaran kooperatif yang berbeda. Untuk hipotesis 9 hal ini dapat dilihat pada Tabel 13 dari baris Normalized Restriction (=0) pada kolom Value yang hanya sebesar 2,06, sedangkan untuk hipotesis 10 dapat dilihat pada Tabel 14 juga pada baris Normalized Restriction (=0) kolom Value hanya sebesar 7,53.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Secara empiris, rerata hasil belajar matematika
tertinggi diperoleh kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dengan level kemampuan bahasa Indonesia di atas rata-rata (A=1, B=1) yaitu sebesar 73,00, sedangkan rerata hasil belajar matematika terendah yaitu 41,67. f rata-rata (A = 2. Dengan nilai minimum = 7, nilai maximumnya = 89, Standar deviasi = 20,885, modus = 60, dan median = 60,00.
2. Secara signifikan, rerata hasil hasil belajar matematika untuk semua sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) dan level kemampuan bahasa Indonesia (Bj) secara bersama-sama mempunyai perbedaan
3. Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor kemampuan bahasa Indonsia (Bj) dengan syarat model pembelajaran kooperatif (Ai). Terdiri dari 3 hipotesis yaitu hipotesis 2, hipotesis 3, dan hipotesis 4. Dimana ketiga hipotesis itu menolak Ho yang mempunyai pengertian bahwa untuk masing-masing dari 3 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar matematika
4. Perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut faktor model pembelajaran (Ai) dengan
syarat kemampuan bahasa Indonesia (Bj). Terdiri dari 4 hipotesis yaitu hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 7 dan hipotesis 8. Dimana dari 4 hipotesis tersebut terdapat 1 hipotesis yang menolak Ho yaitu hipotesis 5, hal ini berarti rerata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dibandingkan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang level kemampuan bahasa Indonesia diatas/sama dengan rata-rata mempunyai perbedaan yang signifikan. Sedangkan 3 hipotesis lainnya menerima Ho yaitu hipotesis 6, 7 dan 8, hal ini berarti untuk masing-masing dari 3 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.
5. Perbedaan dalam perbedaan rerata hasil belajar matematika menurut kemampuan bahasa Indonesia yaitu level kemampuan diatas rata-rata dan level kemampuan dibawah rata-rata (Bj) dengan syarat model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, STAD (Ai). Terdiri dari 2 (dua) hipotesis, yaitu hipotesis 9 dan hipotesis 10. Dimana 2 hipotesis itu menerima Ho yang mempunyai pengertian bahwa untuk masing-masing dari 2 hipotesis itu mempunyai perbedaan yang tidak signifikan terhadap hasil belajar matematika.
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4 NOMOR 2 JULI 2013
211
Saran
Berdasarkan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut. 1. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1), TTW, dan STAD hendaknya guru membuat perencanaan agar dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan langkah–langkah model pembelajaran yang diterapkan.
2. Kedua: Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A=1) dapat digunakan sebagai alternatif
pembelajaran khususnya pembelajaran matematika dengan materi Sistem Linear Dua
Variabel. 3. Ketiga: Dalam proses pembelajaran tentunya
memerlukan adanya perbaikan. Oleh karena itu guru dituntut agar dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memilih model pembelajaran yang tepat sehingga akan lebih memotivasi siswa dalam pembelajaran di sekolah khususnya pembelajaran matematika
DAFTAR RUJUKAN
Agung I Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian Sosial Pemakaian Praktis Ed1. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama).
-------. 2011. Cross Section Experimetal Data Analysis Using EViews. (Singapore: John Wiley & Sons (Asia) Pte. Ltd).
Arvyaty & Munawar. 2012. Perbedaan Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Bahasa Indonesia. (Kendari : Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3 Nomor 2. Kendari : Pendidikan Matematika LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).
Behrman, Kliegman & Arvin.2000. Ilmu kesehatan Anak Edisi 15. (Jakarta: EGC).
Djaali dan Mulyono. 2004. Pengukuran Dalam Pendidikan. (Jakarta: PPs UNJ).
Dahar, Ratna Willis. 2006. Teori-teori belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Erlangga)
Djiwandono, Sri E.W. 2002. Psikologi Pendidikan Ed. Revisi. (Malang: Grasindo).
Haryati, Mimin. 2007. Model & Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. (Jakarta: CP PRESS).
Herdian. 2010. Teori-teori Belajar (Piaget, Bruner, Vigostky), http//herdy07. wordpress.com/2010/05/27/ teori-teori belajar-piaget-brune –vigotsky.
La Ndia dan Fredy . 2011. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif. (Kendari: Jurnal PMAT Vol. 2 No. 1 LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).
Rahim, Utu dan La Samutu.2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Umpan Balik Penilaian terhadap Hasil Belajar Matematika. (Kendari: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 2 Nomor 1 LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).
Sahidin, Latief dan Neni. 2010. Pembelajaran Kooperatif tipe Make a match terhadap hasil belajar matematika. (Kendari : Jurnal PMAT Vol. 2 No. 1 LPTK FKIP Universitas Haluoleo dan ISPMS).
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempenagruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta).
Sanjaya, Wina. 2006. Trategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana).
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. (Jakarata: PT RajaGrafindo Persada).
Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. (Yogyakarta: Kanisius)
Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. (Bandung: Pustaka Bani Quraisy).
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Surabaya: Prestasi Pustaka).
. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). (Jakarta: Kencana).
Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. (Jakarta: Referensi).