25
TUGAS HUKUM DAGANG “ PERBEDAAN HUKUM LINGKUNGAN SEBELUM DAN SESUDAH ADANYA UU NO. 32 TAHUN 2009” NAMA : WINNI UTARI NIM : 1003101010135

Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

TUGAS

HUKUM DAGANG

“ PERBEDAAN HUKUM LINGKUNGAN

SEBELUM DAN SESUDAH ADANYA UU NO.

32 TAHUN 2009”

NAMA : WINNI UTARI

NIM : 1003101010135

Page 2: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

I. PENDAHULUAN

Lingkungan hidup Indonesia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa

kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia, merupakan rahmat dari pada-Nya dan wajib

dikembangkan dan dilestarikan kemampuannya agar dapat menjadi sumber dan

penunjang hidup bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia serta makhluk lainnya, demi

kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri

Masalah lingkungan hidup dewasa ini timbul karena kecerobohan manusia dalam

pengelolaan lingkungan hidup. Masalah hukum lingkungan dalam periode beberapa

dekade akhir-akhir ini menduduki tempat perhatian dan sumber pengkajian yang

tidak ada habis-habisnya, baik ditingkat regional, nasional maupun internasional,

karena dapat dikatakan Ia sebagai kekuatan yang mendesak untuk mengatur

kehidupan umat manusia dalam kaitannya dengan kebutuhan sumber daya alam,

dengan tetap menjaga kelanjutan dan kelestarian itu sendiri.

Dua hal yang paling essensial dalam kaitannya dengan masalah pengelolaan

lingkungan hidup, adalah timbulnya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Secara Yuridis formal kebijaksanaan umum tentang lingkungan hidup di Indonesia

telah di tuangkan dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan

Pokok Lingkungan Hidup, yang sejak tanggal 19 September 1997 telah diundangkan.

Undang-Uundang baru sebagai penggantinya yaitu Undang-Undang No.23 Tahun

1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang merupakan ketentuan Undang-

Undang paying terhadap semua bentuk peraturan-peraturan mengenai masalah di

bidang lingkungan hidup. Banyak prinsip ataupun azas yang terkandung dalam

U.U.P.L.H tersebut, sangat baik untuk tujuan perlindungan terhadap lingkungan

hidup beserta segenap isinya. Namun demikian untuk penerapannya masih perlu di

tindak lanjuti dengan berbagai peraturan pelaksana agar dapat beroperasi

sebagaimana yang diharapkan.

Page 3: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin parah. Hal ini merupakan

dampak dari pola pengelolaan lingkungan yang salah dan eksploitasi alam yang tak

bertanggung jawab membuat kondisi semakin memprihatinkan. Hampir setiap hari

berbagai cerita duka akibat rusaknya lingkungan hidup mewarnai media masa, seperti

bencana banjir, tanah longsor, kabut asap, tragedi lumpur Lapindo, dan lain-lain.

Seiring dengan itu, muncul pula berita terungkapnya pembalakan liar, pembakaran

hutan, dan pembangunan gedung-gedung atau proyek lain yang tidak mengindahkan

tata letak dan prosedur perizinan dan masih banyak lagi perilaku yang tak terpuji

yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Namun ironisnya,

permasalahan penanganan dan penegakan hukum atas perusakan lingkungan hidup

justru sangat lemah. Hukum Lingkungan Hidup nyaris tumpul dan tak berdaya

menghadapi berbagai perkara kejahatan lingkungan. Selama ini, kekecewaan atas

putusan pengadilan tampaknya cenderung ditimpakan kepada para penegak hukum

saja, yang dinilai tidak profesional dan integritasnya diragukan. Hal tersebut memang

tidak bisa dimungkiri, namun sebenarnya ketentuan hukumnya juga masih banyak

kelemahaan dan harus segera direvisi. Pada kenyataannya, UUPLH, 1997 sudah tidak

relevan lagi/tidak bisa optimal dalam melindungi lingkungan hidup dari perilaku

tidak terpuji para pelaku kejahatan lingkungan dan sekaligus memberikan

penghukuman yang setimpal bagi pelakunya.

Menurut Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, MSc, yang disampaikan pada

pembahasan RUUPPLH sebelum di sahkan tanggal 8 September 2009, Sumber

kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan    di Indonesia banyak

berpangkal pada dua masalah utama, yakni masalah kelembagaan/ struktural dan

lemahnya pentaatan hukum. Ada dua fakta penting yang membuktikan hal ini.

Pertama, studi terbaru yang diterbitkan oleh KLH-DANIDA dan ditulis oleh Prof.

Maria Sumardjono et al (2008) menyimpulkan 13 UU yang mengatur penguasaan,

penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya alam (termasuk UU No 23 Tahun 1997),

ternyata satu sama lain saling tumpang tindih dan tidak komplemen bahkan

cenderung sebagai saling menegasikan. Temuan ini penting untuk disikapi oleh DPR.

Page 4: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

Jangan sampai UU PLH yang baru justru menambah kerumitan dan kompleksitas

yang sudah ada. Kedua, hasil studi Kementerian Koordinasi Perekonomian (2007)

tentang Daya Dukung Pulau Jawa yang menyimpulkan bahwa salah satu penyebab

terlampauinya daya dukung Pulau Jawa adalah masalah kelembagaan. Sekitar 63

persen Perda (atau 176 Perda) yang diterbitkan oleh Gubernur, Bupati, dan Walikota

se Jawa berorientasi ekstratif terhadap sumberdaya alam tanpa mempertimbangkan

daya dukung lingkungan. Sisanya 31 persen Perda (atau 85 Perda) berorientasi

kolaboratif, dan hanya 6 persen saja (atau 17 Perda) yang berorientasi devolusi

pengelolaan sumberdaya alam.

Selain itu, sudah sepatutnya, RUU PLH mengintegrasikan lingkungan dalam

pembangunan ekonomi, termasuk menghitung degradasi lingkungan dalam neraca

ekonomi nasional dan sudah selayaknya RUU PLH sebagai UU yang mengikat UU

sektor lain. Artinya, faktor lingkungan menjadi acuan kebijakan sektor lain. RUU ini

diberi nama RUU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Alasannya,

kondisi lingkungan terkini membutuhkan penanganan lebih dari sekadar aturan-

aturan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan.

Rancangan Undang-Undang Lingkungan Hidup sebagai pengganti UUPLH, 1997

diharapkan dapat mengakomodir nyaris semua persoalan substansial, struktural, dan

kultural yang tidak dapat diatasi oleh UUPLH, 1997.

Page 5: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

II. PEMBAHASAN

A. UUPLH no 23 Tahun 1997 Vs RUU PPLH no 32 Tahun 2009

Secara umum, perbedaan antara UUPLH, 1997 Dengan Rencana Undang-Undang

Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RUUPPLH), 2009 dapat dibagi

menjadi 2, yaitu :

1. PERBEDAAN STRUKTUR (BATANG TUBUH)

a) UUPLH (UU No 23/1997) terdiri dari 11 bab dan 52 pasal

b) RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup 2009 yang telah disahkan tanggal 8

September 2009 terdiri atas 18 bab dan 86 pasal

2. PERBEDAAN MATERI

A.  UUPLH UU No 23/1997

Isi UUPLH saat ini UU No 23/1997 lebih menitik beratkan pada isu

pencemaran lingkungan hidup brown issue, sedangkan pengelolaan sumberdaya alam

meskipun telah diatur dalam berbagai Undang-undang, namun terbatas pada masing-

masing komoditas (hutan, tambang, perkebunan), sedangkan implikasi terhadap

dampak negatif kumulatif di wilayah tertentu, belum ada yang mengaturnya.

1. kelembagaan pemerintah, termasuk hubungan pusat dan daerah, belum

mempunyai sinergi dan kapasitas untuk menjalankan kebijakan, baik yang terkait

dengan pengelolaan sumberdaya alam maupun pengelolaan lingkungan hidup.

2. Ruang lingkup pengelolaan lingkungan hidup sebatas pada

pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan pencemaran lingkungan

3. Azas subsidaritas

Page 6: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

B.  RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2009

1. Dalam Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup, ada

pengaturan yang memberikan kewenangan kuat kepada penyidik pegawai

negeri sipil. Wewenangnya mulai dari memeriksa kebenaran laporan, dokumen,

hingga menangkap dan menahan pelanggar lingkungan.

2. PPNS. Pada Bab XV tentang Penyidikan, terdapat sembilan kewenangan

PPNS, seperti memeriksa kebenaran laporan, memeriksa orang/badan hukum,

meminta keterangan dan bukti, serta memeriksa pembukuan, catatan, dan

dokumen. Lainnya, menyita bahan dan barang hasil pelanggaran, meminta

bantuan ahli terkait penyidikan, memasuki lokasi untuk memotret, dan

membuat rekaman video. Terakhir, wewenang menangkap dan menahan

tersangka pelanggar lingkungan.

3. Dalam RUU PLH yang baru terkandung keinginan untuk memberi mandat

yang lebih luas kepada lingkup pengelolaan lingkungan. Ranah pengelolan

lingkungan hidup yang semula sebatas pada urusan kebijakan pencegahan,

pengendalian dan penanggulangan pencemaran lingkungan; tampak diperluas

ke: i) alokasi dan fungsi ruang dan ii) pemanfaatan dan/atau pencadangan

sumberdaya alam.[1]  Pasal 5, 6, 7, dan 8

4. Dalam RUU PLH, pemulihan diletakkan sebagai bagian elemen pengendalian

(bagian keempat dari Bab V Pengendalian, Pasal 23 dan 24), disamping itu

pemulihan atas kerusakan dan pencemaran yang selama ini telah terjadi belum

secara eksplisit dinyatakan untuk diatasi oleh negara dalam Pasal 23 dan 24.

Dalam RUU PLH, pemantauan hanya diletakkan sebagai bagian dari

kewenangan pejabat pengawas (Pasal 30).  DalamPasal 7. kewajiban

pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat Kajian Lingkungan Hidup

Strategis (KHLS). Hal ini tidak terdapat dalam UU No. 23 Tahun 1997. Dari

Page 7: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

penerapan KHLS dalam UU PPLH diharapkan pembangunan berkelanjutan

sebagai dasar dan integrasi suatu kebijakan, rencana, dan program

pembangunan.

5. penguatan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Upaya itu

diharapkan mencegah kerusakan lingkungan dengan peningkatan akuntablitas,

penerapan sertifikasi kompetensi penyusun dokumen Amdal, penerapan sanksi

hukum bagi pelanggar bidang Amdal, dan Amdal sebagaipersyaratan utama

memperoleh izin lingkungan sebagai prasyarat memperoleh izin usaha/kegiatan

dan izin usaha/kegiatan.

6. Sistem hukum dapat ditegakkan oleh pejabat pengawas dengan penghentian

pelanggaran di lapangan dengan pemberlakukan UU PPLH. Begitu pula

penangkapan, penahan, hasil penyidikan dapat dilakukan oleh penyidik PNS

yang dibawa ke jaksa penuntut umum (JPU) bersama kepolisian. Pemberi izin

lingkungan tidak sesuai prosedur dan pejabat yang tidak melaksanakan tugas

pengawasan lingkungan dapat dipidana. (bila pejabat publik yang berwenang

dengan sengaja melakukan tindakan yang menimbulkan kerusakan dan

pencemaran lingkungan hidup dapat dipidana setahun dan didenda Rp1 miliar)

B. UU PPLH No 32 Tahun 2009

Sejak tanggal 3 Oktober 2009, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, yang

kemudian digantikan dengan hadirnya Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Undang-undang ini terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur secara lebih

menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perbedaan

mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang ini adalah adanya penguatan yang

terdapat dalam Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan

Page 8: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang

baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan

penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi,

akuntabilitas, dan keadilan

Beberapa point penting dalam UU No. 32 Tahun 2009 antara lain:

1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;

2. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;

3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;

4. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang,

baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal,

upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,

perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-

undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup,

analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

5. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;

6. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;

7. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan

global;

8. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi,

dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup;

Page 9: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

9. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;

10. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang

lebih efektif dan responsif; dan

11. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik

pegawai negeri sipil lingkungan hidup.

Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk

melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain.

Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas

kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Oleh karena itu, lembaga yang mempunyai beban kerja berdasarkan Undang-

Undang ini tidak cukup hanya suatu organisasi yang menetapkan dan melakukan

koordinasi pelaksanaan kebijakan, tetapi dibutuhkan suatu organisasi dengan

portofolio menetapkan, melaksanakan, dan mengawasi kebijakan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, lembaga ini diharapkan juga mempunyai

ruang lingkup wewenang untuk mengawasi sumber daya alam untuk kepentingan

konservasi. Untuk menjamin terlaksananya tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut

dibutuhkan dukungan pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang

memadai untuk Pemerintah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang

memadai untuk pemerintah daerah.

Kita semua berharap, kehadiran UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH ini akan

dapat memberikan lebih banyak manfaat dalam upaya kita, baik pemerintah,

masyarakat dan dunia usaha dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup

secara lebih baik dan bijaksana, sehingga apa yang menjadi titipan anak cucu kita

dapat kita serahkan kembali dalam kondisi yang masih layak. Semoga.

Page 10: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

Pergantian adanya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup, secara filosofi Undang-undang ini memandang dan menghargai bahwa arti

penting akan hak-hak asasi berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat

bagi warga negara.

Munculnya konsep perlindungan hak asasi manusia (HAM) pada tahun 1974 oleh

Rene Cassin dalam perkembangannya memasukan juga hak atas lingkungan yang

sehat dan baik (the right to a healthful and decent environment).Hal ini

dilatarbelangkani adanya persoalan lingkungan (khususnya pencemaran industri)

yang sangat merugikan perikehidupan masyarakat.

Secara implisit perlindungan dan fungsi lingkungan hidup telah dinyatakan dalam

instrumen hak asasi manusia, internasional covenant on economic, social and culture

right (ICESCR), namun pengakuan secara eksplisit hak atas lingkungan hidup yang

sehat (right to a healthy environment) dimulai dalam Deklarasi Stockholm dan

Deklarasi Rio sebagai non binding principle. Dalam berbagai konsitusi ditingkat

nasional, hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik telah diakui seperti halnya

Konsitusi Afrika Selatan, Korea Selatan, Equador, Hungary, Peru, Portugal dan

Philippines.

Untuk Indonesia, pertama kali hak atas lingkungan yang sehat dan baik diakui

dalam sebuah UU No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tentang

Lingkungan Hidup yang diganti dengan UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Kemudian juga hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik di

Indonesia diakui sebagai HAM melalui ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998

tentang Hak Asasi Manusia . Di salah pasal pada Dekrasi Nasional tentang HAM

menetapkan bahwa,” setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik.

Dalam perkembanganya dengan keluarnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, di Bab HAM dan Kebebasan Dasar Manusia,dibawah bagian Hak untuk

Hidup.

Page 11: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, dasarnya pada Pasal 28H UUD

1945, dengan ditempatkan hak lingkungan ini diharapkan semua lapisan masyarakat

semakin menjaga kualitas lingkungan hidup dengan perlu dilakukan suatu

perlindungan dan pengelolaan yang terpadu, intragrasi dan seksama untuk

mengantisipasi penurunan akibat pemanasan global.

UU No 32 Tahun 2009, juga memasuhkan landasan filosofi tentang konsep

pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan

ekonomi . Ini penting dalam pembangunan ekonomi nasional karena persoalan

lingkungan kedepan semakin komplek dan syarat dengan kepentingan investasi.

Karenannya persoalan lingkungan adalah persoalan kita semua, baik pemerintah,

dunia investasi maupun masyarakat pada umumnya.

Reformasi yang ingin dibangun pada UU No.32 tahun 2009 , adanya era otonomi

daerah, yang banyak memberi perubahan dalam hubungan dan kewenangan antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perlu suatu landasan filosofi yang mendasar

dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah-daerah. Bukan

rahasia lagi bahwa dengan otonomi daerah yang ditandai adanya UU No.32 Tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah, telah memberi suatu kekuasaan pada raja-raja baru

di daerah dengan membabat habis sumber daya alam kita, baik berupa hutan,

tambang, perkebunan dan lain-lainnya. Yang semua itu tidak memperhatikan

lingkungan dan dianggap tidak penting lingkungan itu.

Kedepan dengan terbitnya UU No.32 Tahun 2009, yang filosofinya begitu

menghargai lingkunga, agar setiap orang menghormati hak atas lingkungan hidup

yang baik dan sehat, tidak sewenang-wenang dalam memandang alam nan indah ini.

Dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup banyak

dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, dari 127 pasal yang ada, 23 pasal

diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi pengertian AMDAL pada UU No. 32

Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya “dampak

besar”. Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa “AMDAL adalah kajian

mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang

Page 12: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

direncanakan pada lingkungan hidup ……”, pada UU No. 32 Tahun 2009 disebutkan

bahwa “ AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau

kegiatan yang direncanakan .

Dari ke 23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang sebelumnya tidak termuat

dalam UU No. 23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999 dan memberikan

implikasi yang besar bagi para pelakuAMDAL, termasuk pejabat pemberi izin.

Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32

Tahun 2009, antara lain:

1. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

2. Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun

dokumen AMDAL;

3. Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki

lisensi AMDAL;

4. Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin

lingkungan;

5. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai

kewenangannya.

Selain ke - 5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan

dalam UU No. 32 Tahu 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait

pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi-sanksi

tersebut, yaitu:

1. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin

lingkungan;

Page 13: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

2. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki

sertifikat kompetensi;

3. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa

dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.

Kaitan UU No. 32 Tahun 209 dengan Peraturan Menteri LH No. 11 Tahun 2008:

Sebelum disahkannya UU No. 32 Tahun 2009, KLH sudah menerbitkan

peraturan menteri yang mengatur tentang Persyaratan Kompetensi Penyusun

Dokumen AMDAL (Permen. LH No. 11 Tahun 2008). Pada Pasal 4  Permen. LH No.

11 Tahun 2008 disebutkan bahwa persyaratan minimal untuk menyusun suatu

dokumen AMDAL adalah 3 (tiga) orang dengan kualifikasi 1 orang Ketua Tim dan 2

orang Anggota Tim yang kesemuanya sudah memiliki sertifikat kompetensi.

Sementara amanat dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang tertuang dalam Pasal 28

adalah ”Penyusun dokumen sebagaimana … wajib memiliki sertifikat penyusun

dokumen AMDAL”.  Jika yang dimaksud “penyusun dokumen AMDAL” pada

undang-undang lingkungan yang baru adalah seluruh tim yang ada dalam suatu

proses penyusunan dokumen AMDAL, maka dengan demikian Permen. LH No. 11

Tahun 2008 Pasal 4 sudah tidak berlaku lagi. Implikasinya selanjutnya adalah masa

berlakunya persyaratan tersebut harus mundur sampai ada peraturan menteri yang

secara rinci mengatur tentang hal itu sesuai amanat dalam Pasal 28 Ayat (4) yang

memberikan kewenangan kepada KLH untuk membuat peraturan yang mengatur

lebih rinci hal tersebut..

Page 14: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

III. . KESIMPULAN

Meskipun dalam banyak hal RUUPPLH, 2009 secara substansial jauh lebih baik

dan terperinci dibandingkan dengan UU PLH, 1997, namun ada beberapa hal yang

masih menjadi kelemahan, antara lain :

1. RUU PLH justru tampak ‘mundur kebelakang” yang ditunjukkan dengan

hanya memperkuat instrumen yang cenderung bersifat reaktif seperti AMDAL.

Yang menguat di dalam RUU PLH justru instrumen AMDAL. Ada 9 Pasal di

dalam RUU PLH yang mengatur tentang AMDAL. Jauh lebih banyak dari pada

UU PLH No 23 Tahun 1997 yang mengatur AMDAL hanya di 3 Pasal.

penguatan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Upaya itu

diharapkan mencegah kerusakan lingkungan dengan peningkatan akuntablitas,

penerapan sertifikasi kompetensi penyusun dokumen Amdal, penerapan sanksi

hukum bagi pelanggar bidang Amdal, dan Amdal sebagai persyaratan utama

memperoleh izin lingkungan sebagai prasyarat memperoleh izin usaha/kegiatan

dan izin usaha/kegiatan.

2. Di dalam RUU PLH, KLHS tampak hanya ditempatkan sebagai pelengkap

dalam  tugas dan wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pasal 40, 41,

dan 42). Padahal pengendalian kerusakan sumberdaya alam maupun

Page 15: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

pencemaran lingkungan hidup tidak akan efektif apabila tidak disertai

instrumen KLHS untuk mencegahnya pada tingkat kebijakan, rencana maupun

program. KLHS mempertimbangkan unsur-unsur keterkaitan, keseimbangan

serta keadilan; seperti keterkaitan antar daerah, keseimbangan antara unsur-

unsur ekonomi, sosial dan ekologi serta keadilan bagi masyarakat sebagai

penerima dampak. RUU PLH perlu memberi mandat kepada pemerintah untuk

membuat Peraturan Pemerintah yang memerinci pelaksanaan KLHS tersebut.

Kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat Kajian

Lingkungan Hidup Strategis (KHLS). Hal ini tidak terdapat dalam UU No. 23

Tahun 1997. Dari penerapan KHLS dalam UU PPLH diharapkan pembangunan

berkelanjutan sebagai dasar dan integrasi suatu kebijakan, rencana, dan

program pembangunan.

3. Total terdapat 26 kewenangan baru bagi KNLH, sejumlah kewenangan yang

diatur, di antaranya menerbitkan izin lingkungan bagi kegiatan berskala besar

dan penting, mengawasi kegiatan yang izin lingkungannya dikeluarkan KNLH

dan daerah, mencabut izin lingkungan yang telah dikeluarkan, mengembangkan

dan melaksanakan instrumen ekonomi lingkungan hidup, menangkap dan

menahan orang, serta menggugat secara perdata apabila terjadi kerugian

terhadap negara. Ada juga kewenangan membuat kajian lingkungan hidup

strategis secara nasional untuk pembangunan wilayah, perencanaan, dan

program. Sebagaimana disebutkan oleh Koordinator Tim Ahli Pemerintah Mas

Achmad Santos, penambahan kewenangan tersebut membutuhkan syarat

pelaksanaan. Syarat tersebut, di antaranya, pengawasan ketat pelaksanaan di

lapangan. Apabila tidak diantisipasi dengan baik, KNLH bisa menjadi sumber

penyalahgunaan kewenangan, termasuk korupsi (Kompas, September 2009)

Page 16: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

DAFTAR PUSTAKA.

1. J.B. Daliyo, S.H, Pengantar Hukum Indonesia – Buku Panduan Mahasiswa, PT. Prenhallindo, Jakarta, Tahun 2001.

2. R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia - Bogor, Cetakan: Tahun 1995.

3. R. Subekti, SH, Prof., R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata – Burgerlijk Wetboek, Pradnya Paramita - Jakarta, Cetakan: Tahun 2009.

4. M. Karjadi, Kombes Pol pnw, R. Soesilo, Ajun Kombes Pol pnw, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Politeia – Bogor, Cetakan: Tahun 1997.

5. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Citra Umbara – Bandung, Cetakan: Nopember 2009, dilengkapi:-UU RI No. 23 Tahun.1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup-PP RI No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.-PP RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.-PP RI No. 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan.-PP RI No. 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.-KEPMEN Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2009.

Page 17: Perbedaan Uud Hukum Lingkungan No 32 Tahun 2009

6. Koesnadi Hardjasoemantri, SH, Prof., Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University Press,Yogyakarta,l999.

7. Moenadjat Danusaaputro, Hukum Lingkungan, Buku I s./d V, Bina Cipta, Jakarta, l982

8. Siti Sundari Rangkuti, Prof., Hukum dan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya,2005

9. http://lingkarhayati.wordpress.com/2010/03/28/perbedaan-antara-uunri-no-23-tahun-1997-tentang-lingkungan-hidup-dengan-undang-undang-perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan-hidup-uupplh-no-32-tahun-2009/