45
LABORATORIUM ELEKTRONIKA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS UDAYANA LAPORAN PENDAHULUAN PERCOBAAN IV KELOMPOK XIX : LUH KADEK PRACANTHI DYAH S. 1404405102 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Percobaan IV

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan percobaan praktikum 2014

Citation preview

LABORATORIUMELEKTRONIKA

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS UDAYANA

LAPORAN PENDAHULUAN

PERCOBAAN IV

KELOMPOK XIX :

LUH KADEK PRACANTHI DYAH S. 1404405102

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

PERCOBAAN IV

UJT, SCR, DIAC, TRIAC

4.1 Tujuan Percobaan

1. Mengamati pengaturan daya dengan SCR, DIAC, dan TRIAC.

2. Mengetahui cara kerja SCR, DIAC, dan TRIAC.

3. Menentukan intrinsic standoff ratio ujt dan mengamati osilator

relaksasi dengan UJT.

4.2 Tinjauan Pustaka

4.2.1 UJT

Uni Junction Transistor (UJT) merupakan sebuah komponen

semikonduktor yang terdiri atas hubungan P-N. Tipe P akan dihubungkan

dengan emiter sedangkan Tipe N akan membentuk Base B1 dan B2. Komponen

ini dikenal dengan nama “Dioda Dua Basis”. Pada umumnya UJT disimbolkan

seperti dibawah ini:

Gambar 4.1 Simbol UJT

4.2.1.1 Konstruksi UJT

UJT mempunyai tiga saluran yaitu sebuah emitter dan dua basis (B1 dan

B2). Basis dibentuk oleh batang silikon tipe n yang terkotori ringan. Dua

sambungan ohmik B1 dan B2 ditambahkan pada kedua ujung batang silikon.

Resistansi diantara B1 dan B2 ketika emitor dalam keadaan rangkaian terbuka

dinamakan dengan resistansi antarbasis.

Gambar 4.2 Konstruksi Fisik UJT

4.2.1.2 Cara Kerja UJT

Pada prinsipnya sebuah tegangan yang diberikan kepada UJT melalui B1

dan B2 akan menyebabkan terjadinyaaliran arus listrik yang kecil pada UJT

tersebut. Tegangan yang diberikan kepada UJT yang melalui B1 dan B2 akan

membuat sebuah tegangan diantara B1 dan E. Tegangan diantara B1 dan E

tersebut nilainya akan sesuai dengan hasil antara rasio pengimbang dan

tegangan B1-B2 (VBB), yaitu sebesar ηV BB dan dinyatakan sebagai tegangan

basis1-emitter.

Pada umumnya rasio pengimbang dari sebuah UJT bernilai diantara 0,5

dan 0,8, namun nilai rasio pengimbang tersebut menjadi lebih bermanfaat bila

bernilai sama dengan tegangan jatuh basis-emitter yaitu sebesar 0,7.

Tegangan basis1-emitter cukup untuk melewati potensial barrier pada

diode. Diode dalam kondisi prategangan maju akan memiliki tegangan maju

sebesar VV yang mampu mengaktifkan persambungan basis1-emitter.

Persambungan basis1-emitter yang telah akttif tersebut akan menyebabkan nilai

tahanan pada B1 yaitu RB1 menjadi rendah, sehingga arus emitter akan mengalir

pada UJT.

4.2.1.3 Karakteristik UJT

Pada prinsipnya karakteristik dari sebuah UJT dapat dijelaskan secara

sederhana melalui sebuah kurva seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.3 Karakteristik UJT

Kurva diatas merupakan dari tegangan emitter (VE) dan arus emitter (IE )

pada sebuah UJT. Pada kurva UJT tersebut dapat kita lihat bahwa saat tidak

ada tegangan emitter (VE=0). maka dioda berkondisi prategangan balik (reverse

bias). Dioda yang sedang dalam kondisi prategangan balik (reverse bias)

tersebut akan mengalirkan sebuah arus listrik yang sangat kecil, yaitu arus jenuh

balik (reverse saturation current) dan disimbolkan dengan (-IE0 ). Saat tegangan

emitter mulai dinaikkan maka diode menjadi kurang berkondisi prategangan

balik (reverse bias) dan arus emitter. Dioda yang berkondisi prategangan maju

(forward bias) tersebut akan memasukan holes ke dalam tahanan basis1 (RB1),

Sehingga menyebabkan tahanan basis1 tersebut akan mempunyai holes yang

lebih dan akhirnya akan menurunka nilai tahanan basis1. Kurva UJT tersebut

memperlihatkan bahwa tahanan basis akan menurun di saat tegangan emitter

menurun dan arus emitter meingkat sehingga membuat tahanan basis1 tersebut

mempunyai konduktivitas yang tinggi.perilaku menurunnya RB1 akibat VE dan IE

tersebut dinyatakan sebagai tahanan negatif.

Pada kurva UJT tersebut dapat diperhatikan bahwa tegangan dan arus

pada titik puncak (peak point) dari kurva tersebut adalah sama dengan tegangan

puncak (VP) dan arus puncak (IP). Tegangan puncak pada kurva merupakan

tegangan emitter yang membuat sebuah transisi dari daerah terputus menuju

daerah tahanan negatif, sedangkan arus puncak pada kurva tersebut merupakan

arus minimum yang dibutuhkan untuk mengaktifkan UJT.

Pada kurva UJT juga terlihat bahwa tegangan dan arus pada titik lembah

(valley point) dari kurva tersebut adalah sama dengan tegangan lembah (Vv) dan

arus lembah (Iv). Tegangan lembah pada kurva tersebut merupakan tegangan

emitter yang membuat semua transisi dari daerah tahanan negative menuju

daerah jenuh. Pada daerah jenuh tersebut tahanan basis1 akan beroperasi

layaknya sebuah tahanan positif yaitu peningkatan nilai tahanan pada RB1 dan

nilai arus pada IE akan menyebabkan kenaikan tegangan VRB1 yang merupakan

tegangan yang melintasi basis1 dan emitter.

4.2.2 SCR

Gambar 4.4 SCR

SCR (Silicon Controlled Rectifier) adalah piranti tiga terminal yang

digunakan untuk mengatur arus yang melalui suatu beban, untuk mengatur arus

yang cukup besar yang melalui Anoda-Katoda, hanya diperlukan arus yang kecil

dari Gate. Selama arus Anoda-Katoda tetap mengalir, arus Gate dapat

dihilangkan setelah satu kali melakukan penyulutan.

4.2.2.1 Kontruksi SCR

SCR terbentuk dari dua buah junction PNP dan NPN. Untuk

memudahkan analisa SCR dapat digambarkan sebagai dua transistor yang NPN

dan PNP yang dirangkai sebagai berikut:

Gambar 4.5 Konstruksi dan Simbol SCR

Sebuah SCR terdiri dari tiga terminal yaitu anoda, katoda, dan gate.

Dalam kondisi normal antara anoda dan katoda tidak menghantarkan seperti

dioda biasa. anoda dan katoda akan terhubung setelah gate diberi trigger

minimal sebesar 0,6 V lebih positif dari katoda. SCR akan tetap menghantarkan

walaupun trigger pada gate dilepas. SCR akan kembali ke kondisi tidak

menghantarkan setelah masukan tegangan pada anoda dilepas.

4.2.2.2 Prinsip Kerja SCR

Pada prinsipnya, cara kerja SCR sama seperti dioda normal, namun

SCR memerlukan tegangan positif pada kaki “Gate (Gerbang)” untuk dapat

mengaktifkannya. Pada saat kaki Gate diberikan tegangan positif sebagai

pemicu (trigger), SCR akan menghantarkan arus listrik dari Anoda (A) ke Katoda

(K). Sekali SCR mencapai keadaan “ON” maka selamanya akan ON meskipun

tegangan positif yang berfungsi sebagai pemicu (trigger) tersebut dilepaskan.

Untuk membuat SCR menjadi kondisi “OFF”, arus maju Anoda-Katoda harus

diturunkan hingga berada pada titik IH (Holding Current) SCR. Besarnya arus

penahan atau IH sebuah SCR dapat dilihat dari datasheet SCR itu sendiri. Karena

masing-masing jenis SCR memiliki arus penahan yang berbeda-beda. Namun,

pada dasarnya untuk mengembalikan SCR ke kondisi “OFF”, kita hanya perlu

menurunkan tegangan maju anoda-katoda ke titik Nol.

4.2.2.3 Karakteristik SCR

SCR bebeda dnegan Dioda rectifier biasanya. SCR dibuat dari empat

buah lapis dioda. SCR banyak digunakan pada suatu sirkuit elektronika karena

lebih efisien dibandingkan dengan kompnen lain terutama ada pemakaian saklar

elektronik.

SCR biasanya digunakan untuk mengontrol, khususnya pada tegangan

tinggi karena SCR dapat dilewatkan tegangan dari 0 sampai 220 volt tergantung

pada spesifik dan tipe SCR tersebut. SCR tidak menghantar atau ON, meskipun

diberikan tegangan maju sampai pada tegangan breakover-nya SCR tersebut

tercapai. SCR akan menghantaran jika terminal gate diberi pemicuan yang

berupa arus dengan tegangan positif dan SCR akan tetap on bila arus yang

mengalir pada SCR lebih dari arus penahan (IH)

Satu-satunya cara untuk membuka (meng-off-kan) SCR adalah dengan

mengurangi arus trigger dibawah arus penahan. SCR disebut dengan thyristor

uni directional, karena hanya terkonduksi jika dilewati arus satu arah saja yang

berasal dari anoda menuju katoda. Hal ini diartikan SCR aktif, ketika gate-nya

diberi polaritas positif dan antara anoda dan katodanya dalam bias maju. Ketika

sumber yang masuk pada SCR adalah sumber AC, maka proses penyearahan

akan berhenti saat siklus negatif terjadi.

Gambar 4.6 Karakteristik kurva I-V SCR

Pada gambar diatas tertera tegangan breakover Vbo yang jika tegangan

forward SCR mencapai titik ini, maka SCR akan ON. Lebih penting lagi adalah

arus Ig dapat menyebabkan tegangan pada Vbo turun menjadi lebih kecil. Pada

gambar ditunjukkan bahwa arus Ig dan kolerasinya terhadap tegangan breakover.

Pada datasheet SCR, arus trigger gate ini sering ditulis dengan notasi IGT (gate

trigger current). Pada gambar ditunjukkan pula arus IB yaitu arus holding yang

mempertahankan SCR tetap ON. Jadi agar SCR akan tetap ON, maka arus

forward dari anoda menuju katoda harus berada diatas parameter.

4.2.2.4 Aplikasi SCR

Pada aplikasinya, SCR tepat digunakan sebagai saklar solid-state,

namun tidak dapat memperkuat sinyal seperti halnya transistor. SCR juga

banyak digunakan untuk mengatur dan menyearahkan power supply pada motor

DC dari sumber AC, pemanas, AC, melindungi beban yang mahal (diproteksi)

terhadap kelebihan tegangan yang berasal dari catu daya, digunakan untuk “start

lunak” dari motor induksi 3 fase dan pemanas induksi. Sebagian besar SCR

mempunyai perlengkapan untuk penyerapan berbagai jenis panas untuk

mendisipasi panas internal dalam pengoperasiannya.

Berikut merupakan contoh aplikasi SCR dalam rangkaian solid state

relay.

Gambar 4.7 Rangkaian Solid State Relay 220VAC 500W

Solid state relay berfungsi sama seperti halnya relay mekanik, dengan

solid state relay kita dapat mengendalikan beban AC maupun DC daya besar

dengan sinyal logika TTL. Rangkaian solid state relay terdiri dari 2 jenis, yaitu

solid state relay DC dan solid state relay AC. Pada gambar rangkaian 4.6

merupakan skema dari rangkaian solid state relay yang digunakan untuk jaringan

AC 220 V dengan daya maksimum 500 watt. Rangkaian solid state relay ini

dibangun menggunakan TRIAC BT136 sebagai saklar beban dan optocopler

MOC3021 sebagai isolator. Solid state relay pada gambar rangkaian diatas dapat

digunakan untuk mengendalikan beban AC dengan konsumsi daya maksimal

500 watt.

Daya maksimum rangkaian solid state relay ini ditentukan oleh kapasitas

mengalirkan arus oleh TRIAC Q1 BT136. Rangkaian solid state relay pada

gambar diatas dapat digunakan untuk mengendalikan beban dengan tegangan

kerja AC dari 24 volt hingga 220 volt. Rangkaian solid state relay ini dikendalikan

dengan sinyal logika tinggi TTL 2 – 5 volt DC yang diberikan ke jalur input solid

state relay. Untuk meningkatkan daya atau kemampuan arus solid state relay ini

dapat dilkukan dengan mengganti TRIAC Q1 BT136 dengan TRIAC yang

memiliki kapasitas arus yang lebih besar. TRIAC Q1 BT136 pada rangkaian

solid state relay diatas harus dilengkapi dengan pendingin (heatsink) untuk

meredam panas yang dihasilkan TRIAC pada saat mengalirkan arus ke beban.

4.2.3 DIAC

Gambar 4.8 Bentuk Fisik DIAC

DIAC (Dioda Alternating Current) merupakan komponen yang paling

sederhana dari keluarga thyristor dan termaksud dalam jenis “Bidirectional

Thyristor” atau juga dikenal sebagai “Bilateral Trigger Diode”. Istilah DIAC diambil

dari “Dioda AC”. DIAC merupakan sebuah komponen yang mempunyai dua buah

terminal dan dapat menghantar dari kedua arah jika tegangan breakover-nya

terlampaui.

4.2.3.1 Konstruksi DIAC

DIAC tersusun dari tiga lapis bahan semikonduktor walaupun beberapa

buku mengatakan bahwa DIAC tersusun dari piranti lapis empat, namun

demikian pembuatnya menyatakan bahwa DIAC dibuat dari tiga lapis bahan

semikonduktor. Tidak seperti halnya transistor, DIAC mempunyai tingkatan

doping sekitar junctionnya yang sebanding.

4.2.3.2 Karakteristik DIAC

Adapun karateristik dari DIAC yaitu dapat dijelaskan dengan gambar

berikut ini (pada lembar berikutnya):

Gambar 4.9 Karakteristik DIAC

Untuk mengetahui karateristik dari DIAC yang hanya perlu diketahui adalah

berapa tegangan breakdown-nya. Hanya dengan tegangan breakdown tertentu

barulah DIAC dapat menghantarkan arus. Arus yang dihantarkan tentu saja bisa

bolak-balik dari anoda menuju katoda dan sebaliknya. Karena DIAC sendiri

termasuk sukar dilewati oleh arus dua arah.

4.2.3.3 Aplikasi DIAC

Berikut adalah contoh aplikasi TRIAC dalam rangkaian dimmer lampu

AC yang sederhana.

Gambar 4.10 Aplikasi DIAC dalam pengontolan Dimmer

Gambar 4.10 menunjukkan sebuah DIAC yang dihubungkan sebagai

pentrigger pulsa dalam rangkaian TRIAC untuk mengendalikan tegangan AC

bagi beban. DIAC akan hidup pada saat kapasitor memiliki tegangan sebesar

tegangan break over baik positif maupun negatif (+VB atau –VB). Sekali tegangan

in tercapai, DIAC akan hidup dan kapasitor akan mengosongkan muatannya

melalui DIAC dan menghidupkan TRIAC, yang akan menyebabkan sumber

tegangan AC terhubung ke beban. Resistor variabel digunakan untuk mengatur

konstanta waktu pengisian RC sehingga waktu hidup DIAC dan TRIAC dapat

diubah-ubah.

4.2.4 TRIAC

Gambar 4.11 Struktur dan Simbol TRIAC

TRIAC merupakan singkatan dari Triode Alternating Current, yang artinya

adalah saklar triode untuk arus bolak-balik. TRIAC adalah pengembangan dari

pendahulunya yaitu Diode Alternating Current (DIAC) dan Silicon Control

Rectifier (SCR). TRIAC sebenarnya adalah gabungan dua buah SCR atau

Thyristor yang dirancang anti paralel dengan satu buah elektroda gerbang (gate

electrode) yang menyatu.

4.2.4.1 Karakteristik TRIAC

TRIAC memiliki karakteristik switching seperti pada SCR, kecuali bahwa

TRIAC dapat berkonduksi dalam berbagai arah. TRIAC dapat digunakan untuk

mengontrol aliran arus dalam rangkaian AC. Elemen seperti penyearah dalam

dua arah menunjukkan kemungkinan dua aliran arus antara terminal utama M1

dan M2. Pengaturan dilakukan dengan memberisinyal antara gate (gerbang) dan

M1.

Gambar 4.11 Karakteristik TRIAC

Karena dapat bersifat konduktif dalam dua arah, biasanya TRIAC

digunakan untuk mengendalikan fasa arus AC. Selain itu, karena TRIAC

merupakan bidirectional device, terminalnya tidak dapat ditentukan sebagai

anode atau katode. Jika terminal MT2 positif terhadap terminal MT1, TRIAC

dapat dimatikan dengan memberikan sinyal gerbang positif antara gerbang

Gatedan MT1, sebaliknya jika terminal MT2 negatif terhadap MT1 maka TRIAC

akan dapat dihidupkan dengan memberikan sinyal pulsa negatif antara gerbang

G dan terminal MT1.

4.2.4.2 Aplikasi TRIAC

TRIAC merupakan komponen elektronika yang dapat digunakan untuk

mengendalikan arus listrik dalam dua arah, sehingga TRIAC dapat digunakan

untuk mengendalikan arus listrik AC (Alternating Current). Aplikasi TRIAC pada

umumnya digunakan untuk mngendalikan beban listrik AC seperti lampu listrik

AC. Pada rangkaian pengatur kecerahan lampu (dimmer) kita dapat menemukan

TRIAC sebagai komponen utama untuk mengendalikan cahaya lampu. Selain

digunakan sebagai komponen utama dalam rangkaian dimmer, TRIAC juga

digunakan sebagai komponen untuk mengalirkan arus pada suatu solid state

relay.

Berikut adalah contoh aplikasi TRIAC dalam rangkaian dimmer lampu

AC yang sederhana.

Gambar 4.12 Aplikasi TRIAC dalam rangkaian dimmer lampu listrik AC

Rangkaian dimmer adalah rangkaian elektronika yang berfungsi untuk

mengendalikan terang redupnya nyala lampu bolam AC 220 Volt. Rangkaian

dimmer ini mampu mengatur beban pada tegangan 220 V AC dengan daya

sampai 900 W tiap kanal dengan beban yang mulai dari lampu bolam sampai ke

beban induktif seperti motor AC.

Inti dari rangkaian ini adalah penggunaan TRIAC K6243. TRIAC tipe ini

mempunyai empat kanal keluaran sehingga dapat mengatur empat beban

sekaligus. TRIAC tipe ini jarang dijumpai di pasar komponen. Sehingga untuk

komponen alternatif digunakan TRIAC dengan tipe 2N6346. Untuk tipe TRIAC ini

mampu melewatkan arus 12 A dengan karekateristik tegangan block-nya sampai

800 V AC tetapi hanya mempunyai satu kanal saja. Jadi jika diperlukan empat

kanal maka dibutuhkan empat buah TRIAC tipe 2N6346.

4.3 Daftar Komponen dan Alat

1. Modul Dasar Elektronika

2. Osiloskop

3. Multimeter

4. Steker T

5. Data Sheet SCR, TRIAC, DIAC

6. Disket / flashdisk

7. Milimeter block

8. Penggaris / mistar

9. Pulpen / pensil

4.4 Cara Kerja

1. Percobaan A dan B menggunakan tegangan tinggi langsung dari

jala-jala. Praktikan harus benar-benar memperhatikan keselamatan

dirinya dan rekan kerjanya.

2. Gunakan probe 1:10 untuk melakukan pengamatan dengan

osiloskop. Hubungkan osiloskop dengan jala-jala tanpa mengunakan

ground dengan cara meggunakan steker T. Dengan demikian bagian

logam dari osiloskop tidak boleh disentuh selama daya untuk modul

dihidupkan karena terdapat tegangan tinggi. Pengaturan osiloskop

dilakukan sebelum melakukan pengamatan.

3. Sebelum melakukan pengamatan, konsultasikan dulu hal-hal yang

belum jelas kepada asisten praktikan.

4.4.1 Silicon Controlled Rectifier (SCR)

1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 4.3 saklar daya dalam

keadaan OFF (lampu indikator mati). Hubungkan rangkaian kejala-

jala listrik.

Gambar 4.13 Percobaan dengan SCR

2. Atur osiloskop pada 10 Volt/Div, 5 mS/Div, kopling DC dan Trigger pada

posisi Internal. Gunakan hanya salah satu kanal saja. Amati bentuk

gelombang pada beban. Kemudian amati pula Anoda-Katoda SCR.

Perhatikan: Gunakan Probe 1:10. Selama memindah-mindahkan probe

dari suatu titik pengamatan ketitik pengamatan yang lain, matikan saklar

daya pada modul.

3. Atur lagi osiloskop pada 0.5 Volt/Div (pengaturan lainnya tetap). Amati

bentuk gelombang pada kapasitor dan Gate-Katode SCR.

4. Pengamatan langkah 2 dan 3 dilakukan untuk dua macam firing delay

angle yang berbeda dengan mengubah potensio 500 K. Ukur besarnya

hambatan potensio untuk tiap pengamatan.

Tabel 4.1 Percobaan SCR

PolaritasFREKUENSI

Lampu Mati Lampu Redup Lampu Terang

Anoda

Katoda

5. Buatlah rangkaian seperti gambar 4. Lakukan pengamatan seperti

sebelumnya

Gambar 4.14 Percobaan SCR Gelombang

Tabel 4.2 Percobaan SCR Full Wave

PolaritasFREKUENSI

Lampu Mati Lampu Redup Lampu Terang

Anoda

Katoda

4.4.2 TRIAC dan DIAC

Gambar 4.15 Percobaan dengan TRIAC

1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar4.5 lakukan pengamatan

bentuk gelombang pada beban (10 V/Div), A1 – A2 (10 V/Div),

kapasitor (2 V/Div) dan pada G – A1 (0.05 V/Div). Pengamatan

dilakukan untuk dua sudut yang berbeda. Apakah simetris sudut

sulut belahan positif dan belahan negatif ?

Tabel 4.3 percobaanTRIAC

PolaritasFREKUENSI

Lampu Mati Lampu Redup Lampu Terang

Anoda 1 (220V)

Anoda 2

Katoda

2. Ulangi percoban diatas dengan menggantikan resistor 1K dengan

DIAC (gambar 4.6). Bagaimanakah perbedaan dengan

sebelumnya ?

Gambar 4.15 Percobaan TRIAC dan DIAC

Tabel 4.4 Percobaan DIAC dan TRIAC

Polaritas

FREKUENSI

Lampu Mati

Lampu Redup

Lampu Terang

TRIAC

Anoda 1 (220V)

Anoda 2

Katoda

DIAC

Anoda 1 (220V)

Anoda 2

4.5 Data Hasil Percobaan

4.5.1 Percobaan SCR

Tabel 4.4 Data Hasil Percobaan SCR

Polaritas

Frekuensi

Lampu Mati Lampu Redup Lampu Terang

F

(HZ)

Pk-Pk

(V)

F

(HZ)

Pk-Pk

(V)

F

(HZ)

Pk-Pk

(V)

Anoda 49,90 324,00 49,95 282,00 50,00 168,00

Katoda 50,00 696,00 50,00 1,50 50,20 9,20

4.5.2 Percobaan TRIAC

Tabel 4.5 Data Hasil Percobaan TRIAC

Polaritas

Frekuensi

(Hz)

Lampu Mati Lampu Redup Lampu Terang

F

(HZ)

Pk-Pk

(V)

F

(HZ)

Pk-Pk

(V)

F

(HZ)

Pk-Pk

(V)

Anoda 50,00 324,00 50,05 246,00 49,95 102,00

Katoda 49,82 800,00 50,10 1,53 50,15 1,56

4.5.3 Percobaan DIAC dan TRIAC

Tabel 4.6 Data Hasil Percobaan DIAC dan TRIAC

Polaritas

Frekuensi

Lampu Mati Lampu Redup Lampu Terang

F

(HZ)

Pk-Pk

(V)

F

(HZ)

Pk-Pk

(V)

F

(HZ)

Pk-Pk

(V)

TRIACAnoda 50,00 324,00 49,96 320,00 30,03 216,00

Katoda 10,00 100,00 49,90 2,24 50,00 1,76

DIACAnoda

(1 dan 2)50,00 27,40 50,00 66,00 49,90 66,40

4.6 Analisa Data Hasil Percobaan

Pada percobaan ini terdapat beberapa macam bentuk gelombang dan

beberapa macam besar frekuensi. Percobaan diujikan pada saat lampu mati,

lampu redup, dan lampu terang yang berlaku untuk semua percobaan, yakni

SCR, TRIAC, dan DIAC.

Berdasarkan data hasil percobaan terlihat bahwa untuk semua percobaan

nilai frekuensi pada anoda relatif sama pada saat kondisi lampu mati, lampu

redup maupun lampu terang dengan nilai Pk-Pk yang berbeda. Begitu juga pada

katoda yang mempunyai nilai frekuensi yang sama relatif sama dan nilai Pk-Pk

yang berbeda untuk masing-masing percobaan.

4.6.1 Analisa Data Percobaan SCR

Pada percobaan SCR (Silicon Controlled Rectifier) digunakan rangkaian

sebagai berikut:

Gambar 4.16 Rangkaian Percobaan SCR

Berdasarkan data hasil percobaan pada tabel 4.6 dapat dilihat adanya

perbedaan bentuk gelombang pada saat lampu mati, lampu redup dan lampu

terang.

4.6.1.1 Anoda

1. Lampu Mati

Pada saat lampu mati, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.17 Gelombang Pada Anoda Ketika Lampu Mati

Berdasarkan gambar 4.17 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 49,90 Hz dengan Pk-Pk sebesar

324,00 V.

2. Lampu Redup

Pada saat lampu redup, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.18 Gelombang Pada Anoda Pada Saat Lampu Redup

Berdasarkan gambar 4.18 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 49,95 Hz dengan Pk-Pk sebesar

282,00 V.

3. Lampu Terang

Pada saat lampu terang, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.19 Gelombang Anoda Ketika Lampu Terang

Berdasarkan gambar 4.19 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,00 Hz dengan Pk-Pk sebesar

168,00 V.

4.6.1.2 Katoda

1. Lampu Mati

Pada saat lampu mati, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.20 Gelombang Pada Katoda Ketika Lampu Mati

Berdasarkan gambar 4.20 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,00 Hz dengan Pk-Pk sebesar

696,00 mV.

2. Lampu Redup

Pada saat lampu redup, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.21 Gelombang Pada Katoda Ketika Lampu Redup

Berdasarkan gambar 4.21 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,00 Hz dengan Pk-Pk sebesar

1,50 V.

3. Lampu Terang

Pada saat lampu terang, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.22 Gelombang Pada Katoda Ketika Lampu Terang

Berdasarkan gambar 4.22 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,20 Hz dengan Pk-Pk sebesar

9,20 V.

4.6.2 Analisa Data Percobaan TRIAC

Pada percobaan TRIAC (Triode Alternating Current) digunakan rangkaian

seperti berikut:

Gambar 4.23 Rangkain Percobaan TRIAC

Berdasarkan data hasil percobaan pada tabel 4.7 dapat dilihat adanya

perbedaan bentuk gelombang pada saat lampu mati, lampu redup dan lampu

terang.

4.6.2.1 Anoda

1. Lampu Mati

Pada saat lampu mati, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.24 Gelombang Pada Anoda Ketika Lampu Mati

Berdasarkan gambar 4.24 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,00 Hz dengan Pk-Pk sebesar

324,00 V.

2. Lampu Redup

Pada saat lampu redup, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.25 Gelombang Pada Anoda Ketika Lampu Redup

Berdasarkan gambar 4.25 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,05 Hz dengan Pk-Pk sebesar

246,00 V.

3. Lampu Terang

Pada saat lampu terang, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.26 Gelombang Pada Anoda Ketika Lampu Terang

Berdasarkan gambar 4.26 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 49,94 Hz dengan Pk-Pk sebesar

102,00 V.

4.6.2.2 Katoda

1. Lampu Mati

Pada saat lampu mati, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.27 Gelombang Pada Katoda Ketika Lampu Mati

Berdasarkan gambar 4.27 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 49,82 Hz dengan Pk-Pk sebesar

800,00 mV.

2. Lampu Redup

Pada saat lampu redup, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.28 Gelombang Pada Katoda Ketika Lampu Redup

Berdasarkan gambar 4.28 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,10 Hz dengan Pk-Pk sebesar

1,52 V.

3. Lampu Terang

Pada saat lampu terang, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.29 Gelombang Pada Katoda Ketika Lampu Terang

Berdasarkan gambar 4.29 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,15 Hz dengan Pk-Pk sebesar

1,56 V.

4.6.3 Analisa Percobaan DIAC dan TRIAC

Pada percobaan DIAC (Diode Alternating Current) dan TRIAC digunakan

rangkaian seperti berikut

Gambar 4.30 Rangkaian Percobaan DIAC dan TRIAC

Berdasarkan data hasil percobaan pada tabel 4.7 dapat dilihat adanya

perbedaan bentuk gelombang pada saat lampu mati, lampu redup dan lampu

terang.

4.6.3.1 TRIAC

1. Anoda

a) Lampu Mati

Pada saat lampu mati, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.31 Gelombang Pada Anoda Ketika Lampu Mati

Berdasarkan gambar 4.31 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,00 Hz dengan Pk-Pk sebesar

324,00 V.

b) Lampu Redup

Pada saat lampu redup, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.32 Gelombang Pada Anoda Ketika Lampu Redup

Berdasarkan gambar 4.32 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 49,96 Hz dengan Pk-Pk sebesar

320,00 V.

c) Lampu Terang

Pada saat lampu terang, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.33 Gelombang Pada Anoda Ketika Lampu Terang

Berdasarkan gambar 4.33 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,03 Hz dengan Pk-Pk sebesar

216,00 V.

2. Katoda

a) Lampu Mati

Pada saat lampu mati, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.34 Gelombang Pada Katoda Ketika Lampu Mati

Berdasarkan gambar 4.34 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 10,00 Hz dengan Pk-Pk sebesar

100,00 mV.

b) Lampu Redup

Pada saat lampu redup, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.35 Gelombang Pada Katoda Ketika Lampu Redup

Berdasarkan gambar 4.35 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 49,10 Hz dengan Pk-Pk sebesar

2,24 V.

c) Lampu Terang

Pada saat lampu terang, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.36 Gelombang Pada Katoda Ketika Lampu Terang

Berdasarkan gambar 4.36 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 30,03 Hz dengan Pk-Pk sebesar

216,00 V.

4.6.3.2 DIAC

1. Anoda (I dan II)

a) Lampu Mati

Pada saat lampu mati, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.37 Gelombang Pada Anoda Ketika Lampu Mati

Berdasarkan gambar 4.37 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,00 Hz dengan Pk-Pk sebesar

27,40 V.

b) Lampu Redup

Pada saat lampu redup, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.38 Gelombang Pada Anoda Ketika Lampu Redup

Berdasarkan gambar 4.38 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 50,00 Hz dengan Pk-Pk sebesar

66,00 V.

c) Lampu Terang

Pada saat lampu terang, maka akan terbentuk gelombang sebagai

berikut:

Gambar 4.39 Gelombang Pada Anoda Ketika Lampu Terang

Berdasarkan gambar 4.39 dapat terlihat bahwa frekuensi yang

dihasilkan pada gelombang tersebut sebesar 49,90 Hz dengan Pk-Pk sebesar

66,40 V.

4.7 Pertanyaan dan Tugas

4.7.1 Pertanyaan

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan SCR, TRIAC, dan DIAC!

2. Jelaskan perbedaan-perbedaan SCR, TRIAC, dan DIAC!

3. Berikan penjelasan tentang fungsi dan karakteristik dari SCR, TRIAC,

dan DIAC!

4. Terangkan cara kerja osilator relaksasi dengan SCR.

5. Apakah keuntungan-keuntungan penggunaan SCR dan TRIAC pada

pengaturan daya?

6. Buatlah contoh aplikasi – aplikasi yang menggunakan SCR, TRIAC, dan

DIAC!

7. Menurut data dan analisa yang anda buat, apakah yang akan terjadi jika

hambatan pada masing – masing rangkaian diatas dikurangi, jelaskan

dengan analisa matematis!

8. Mengapa pada rangkaian R diganti dengan di AC nyala lampu pada

saat potensio diputar bias lebih terang dan lebih redup, jelaskan dengan

analisa matematis!

9. Bagaimanakah hubungan antara konstanta waktu jaringan RC pada

Gate dan besarnya sudut tunda penyalaan ?

10. Berikan kesimpulan anda pada masing – masing percobaan diatas!

4.7.2 Jawaban

1. Yang dimaksud dengan SCR, TRIAC, dan DIAC

a) SCR

SCR (Silicon Controlled Rectifier) adalah komponen dengan tiga

pemicu yaitu: Anoda (A), Katoda (K) dan Gate (G). SCR berfungsi sebagai

pengendali arus yang melalui suatu beban. SCR dirancang untuk menyebabkan

aliran yang rata dari anoda ke katoda. SCR dibangun dari empat lapisan P dan N

yang saling berhubungan.

b) TRIAC

TRIAC merupakan singkatan dari Triode Alternating Current, yang

artinya adalah saklar triode untuk arus bolak-balik. TRIAC adalah pengembangan

dari pendahulunya yaitu Diode Alternating Current (DIAC) dan Silicon Control

Rectifier (SCR). sebenarnya TRIAC adalah gabungan dua buah SCR atau

Thyristor yang dirancang anti paralel dengan satu buah elektroda gerbang (gate

electrode) yang menyatu.

c) DIAC

DIAC merupakan sebuah komponen yang mempunyai dua buah

terminal dan dapat menghantar dari kedua arah jika tegangan breakover-nya

terlampaui.

2. Perbedaan SCR, TRIAC, dan DIAC

a) SCR

1) Struktur

2) Cara Kerja

b) TRIAC

1) Struktur

2) Cara Kerja

c) DIAC

1) Struktur

2) Cara Kerja

3. Fungsi dan karakteristik dari SCR, TRIAC, dan DIAC

a. SCR

1) Fungsi

2) Karakteristik

b. TRIAC

1) Fungsi

2) Karakteristik

c. DIAC

1) Fungsi

2) Karakteristik

4. Cara kerja osilator relaksasi dengan SCR

Osilator ralaksasi utamanya digunakan sebagai pembangkit

gelombang sinusosidal. Gelombang gigi gergaji, gelombang kotak dan

variasi bentuk gelombang tak beraturan termasuk dalam kelas ini.

Pada dasarnya pada osilator ini tergantung pada proses pengosongan-

pengisian jaringan kapasitor-resistor. Perubahan tegangan pada

jaringan digunakan untuk mengubah-ubah konduksi piranti elektronik.

Untuk pengontrol, pada osilator dapat digunakan transistor, UJT (uni

junction transistors) atau IC (integrated circuit).

5. Keuntungan-keuntungan penggunaan SCR dan TRIAC pada

pengaturan daya.

6. Contoh aplikasi – aplikasi yang menggunakan SCR, TRIAC, dan DIAC

7. Jika hambatan pada masing – masing rangkaian diatas dikurangi,

8. Pada rangkaian R diganti dengan di DIAC nyala lampu, pada saat

potensio diputar bias lebih terang dan lebih redup. Hal ini terjadi karena

maka nilai tegangan untuk meng-ON-kan Thyristor akan semakin kecil.

karena pada rangkaian TRIAC dengan DIAC berlaku persamaan

sebagai berikut: V=IGT (R )+V BO+VGT , misalkan diketahui DIAC yang

digunakan memiliki V BO = 20 V, R = 2.2 KΩ, IGT dari TRIAC pada

rangkaian 15 mA, VGT = 0.75 volt maka TRIAC akan On pada tegangan

V = 33+20+0.75 = 53.75 V,

Sehingga jika rangkaian dialiri tegangan yang lebih besar dari 53.75 V

maka TRIAC akan On dan besar arus yang mengalir :

I=VR =

2202200 = 0.1 A

Sehingga lampu akan menyala lebih terang, sedangkan jika R

digunakan maka TRIAC akan on pada tegangan :

V=IGT (R )+V GTV = 33 + 0.75 =33.75 V

Hal ini akan membuat lampu menyala redup.

9. Hubungan antara konstanta waktu jaringan RC pada Gate dan

besarnya sudut tunda penyalaan

10. Kesimpulan masing-masing percobaan

4.8 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. SCR (Silicon Controlled Rectifier) adalah piranti tiga terminal, yakni

Anoda (A), Katoda (K), dan Gate (G) yang berfungsi untuk mengatur arus

yang melalui suatu beban.

2. TRIAC sebenarnya adalah gabungan dua buah SCR atau Thyristor yang

dirancang anti paralel dengan satu buah elektroda gerbang (gate

electrode) yang menyatu.

3. DIAC merupakan sebuah komponen yang mempunyai dua buah terminal

dan dapat menghantar dari kedua arah jika tegangan breakover-nya

terlampaui.

4. DIAC tersusun dari tiga lapis bahan semikonduktor walaupun beberapa

buku mengatakan bahwa DIAC tersusun dari piranti lapis empat, namun

demikian pembuatnya menyatakan bahwa DIAC dibuat dari tiga lapis

bahan semikonduktor.

4.9 Daftar Pustaka