Upload
dhie-fukkatsu
View
255
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Perancangan proyek industri kittin di Indonesia
Citation preview
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Khitin dan khitosan saat ini menjadi salah satu bahan kimia
dan bahan baku industri yang menjadi unggulan khususnya bagi
industri farmasi, kesehatan, kosmetik, makanan, pengolah limbah dan
air, fotografi, kayu dan kertas. Hal itu karena aplikasi dan kegunaan
khitin dan khitosan yang luas di berbagai sektor. Khitin dan khitosan
dapat digunakan sebagai bahan tambahan dan penolong pada bidang
farmasi, kesehatan dan kosmetik (dietary fiber, kontak lensa, kapsul,
skin protection, penyembuh luka bakar, bahan benang operasi, pengisi
tulang dan gigi buatan, pengobatan kanker, anti bakteri), makanan
(preservatif, stabilisasi warna), pengolah limbah dan air (penyerap
logam berat, minyak dan lemak, penjernih air, campuran plastik
biodegradable), fotografi, pembuatan kertas, pengawetan kayu dan
peternakan (peningkat gizi dan bobot ternak).
Aplikasi dan kegunaan yang luas tersebut didukung pula oleh
tersedianya bahan baku khitin dan khitosan. Khitin dan khitosan dapat
dibuat dari udang-udangan, serangga dan jamur. Salah satu yang
potensial digunakan sabagai bahan baku khitin dan khitosan adalah
limbah udang. Limbah udang dihasilkan dari kegiatan pengolahan
udang segar menjadi udang beku. Di Indonesia terdapat 91
perusahaan pengolahan udang (BPS, 2003). Pada tahun 2002,
produksi udang olahan sebesar 571.725.257 kg (BPS, 2002). Produksi
sebesar itu akan menghasilkan limbah udang minimal 171.517.577 kg
karena menurut Mulyanto (1984), banyaknya limbah udang mencapai
30%-75% dari bobot udang.
Aplikasi dan kegunaan yang luas dari khitin dan khitosan dan
tersedianya bahan baku yang berlimpah menyebabkan adanya
peluang yang besar untuk mendirikan industri khitin dan khitosan.
Selain itu, Indonesia tidak mempunyai industri khitin dan khitosan,
sehingga kebutuhan khitin dan khitosan seluruhnya dipenuhi melalui
impor.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
2
Peluang itu juga dilihat oleh Departemen Kelautan dan
Perikanan. Pengembangan pabrik khitosan di Sumatera Utara,
Lampung, Jawa Timur, Sumatera Selatan dan Kalimantan selatan
merupakan salah satu program unggulan dari Gerakan Nasional
Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang dilaksanakan oleh
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Peluang didirikannya industri khitin dan khitosan di Indonesia
harus dioptimalkan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian tekno-
ekonomi pendirian industri pengolahan khitin dan khitosan dari limbah
udang. Kajian ini dilakukan untuk melihat kelayakan didirikannya
industri khitin dan khitosan. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000),
studi kelayakan proyek (pendirian suatu industri) secara ringkas
bertujuan menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu
besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan data dan
informasi mengenai potensi dan penyebaran bahan baku industri khitin
dan khitosan di Indonesia. Selain itu penelitian ini bertujuan mengkaji
kelayakan pendirian industri khitin dan khitosan berbahan baku limbah
udang berdasarkan aspek pasar dan pemasaran, teknis dan
teknologis, manajemen dan organisasi, legalitas dan hukum,
lingkungan, dan finansial serta ekonomi.
C. Hasil Yang Diharapkan
1. Termanfaatkannya limbah industri pengolahan udang (kulit udang)
sehingga memberi nilai tambah bagi masyarakat.
2. Berkembangnya industri khitin dan khitosan di Indonesia dengan
memanfaatkan potensi bahan baku lokal.
3. Tersedianya informasi kelayakan pendirian industri khitin dan
khitosan.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
3
D. Ruang Lingkup Kegiatan
Studi kelayakan pendirian industri khitin dan khitosan meliputi
beberapa aspek yang mempengaruhi pendirian industri khitin dan
khitosan berbahan baku limbah udang. Ruang lingkup studi kelayakan
meliputi analisis aspek pasar dan pemasaran, analisis aspek teknis
teknologis, analisis aspek manajemen dan organisasi, analisis aspek
legalitas dan hukum, analisis aspek lingkungan, analisis aspek
finansial dan ekonomi.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Udang dan Limbah Udang
Udang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Sub Flium : Mandibulata
Kelas : Crustacea
Sub Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Natantia
Reptantia
Sumber : Suwignyo (1989)
Sub ordo Natantia meliputi jenis udang misalnya Penaeus dan
Palaemon. Sedangkan sub ordo Reptantia meliputi beberapa jenis
kepiting, udang karang dan komang. Ordo Decapoda sebagian besar
hidupnya di laut, beberapa di air tawar dan darat. Jenis-jenis udang
laut yang bernilai ekonomis adalah yang termasuk dalam genus
Penaeus dan Metapenaeus yang termasuk famili Penaideae
(Suwignyo, 1989). Menurut Soegiarto dan Toro (1979), sesuai dengan
tempat pertumbuhannya, udang dibagi menjadi dua golongan besar,
yaitu udang air tawar dan udang air laut.
Udang seperti halnya crustacea lainnya adalah binatang air
beruas-ruas. Tiap ruas udang mempunyai sepasang anggota badan.
Anggota badan ini pada umumnya bercabang dua. Tubuh udang
secara morfologis dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu
chephalothorax (bagian kepala dan dada) dan abdomen (perut).
Bagian cephalothorax terlindung oleh kulit khitin yang tebal yang
dinamakan carapace (Martosudarmo dan Ranoemihardjo, 1980).
Menurut Zaitsev et. al. (1969) persentase kepala udang
sebesar 36-49%, daging keseluruhan 2-41% dan kulit ekor 17-23%
dari seluruh berat badan. Bagian-bagian tubuh udang dapat dilihat
pada Gambar 1.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
5
Kulit udang yang terdapat pada kepala, jengger dan tubuh
udang mengandung protein 34,9 %, kalsium 26,7 %, khitin 18,1 % dan
unsur lain seperti zat terlarut, lemak, protein tercerna sebanyak 19,4 %
(Casio et al., 1982). Menurut Mulyanto (1984), banyaknya limbah
udang mencapai 30%-75% dari berat udang.
Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Udang (%)
Unsur Kepala udanga Jengger udang b
Air
Protein
Lemak
Abu
78,51
12,28
1,27
5,34
69,30
20,70
8,50
1,50
Sumber : aJuhairi (1986) dan bSuparno dan Nurcahya (1974)
B. Khitin dan Khitosan
Khitin banyak ditemukan pada kulit dan kepala hewan
kelompok Avertebrata berkulit keras (crustaceae), serangga dan
beberapa mikroorganisme (Rha, 1984). Menurut Bough (1975),
Keterangan: 1. Ceplalotorax (kepala dan dada) 2. Rostum (duri) 3. Antena (penangkap ransangan) 4. Periopoda (tungkai berjalan) 5. Pleopoda (tungkai berenang) 6. Telson (ekor) 7. Uropoda (kemudi)
a, b, c, d, e : Ruas badan (abdomen) kesatu, kedua, ketiga, keempat dan kelima.
Gambar 1. Tubuh Udang dan Bagian-bagiannya
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
6
kandungan khitin pada limbah udang dan rajungan sebesar 20%-30%
(bobot kering). Menurut Ashford (1977), khitin dapat ditemukan pada
limbah udang sebesar 13%-15% (bobot kering) tergantung jenis
spesies dan faktor lain. Sedangkan menurut Prasetiyo (2004),
rendemen khitosan dari kitin sekitar 80 %.
Tabel 2. Kandungan Khitin dari Berbagai Macam Sumber
Jenis Kandungan Khitin (%)
1. Golongan Crustaceae Kepiting biru 14a Kepiting merah 1,3-1,8b Lobster Nephros 69,8c Lobster Nomarus 60,8-77,0c Udang 69,1c
2. Golongan Insecta Lipas 35c Kumbang 27-35c Belalang 20c Ulat Sutra 33,7c
3. Golongan Molusca Clam shell 6,1 Kulit Kerang 3,6 Rangka dalam cumi-cumi 41
4. Golongan Mikroorganisme Aspergillus niger 42d Penicillium notatum 18,5d Penicillium chrysogenum 20,1d Saccharomyces cerevisiae 2,9d Keterangan :
a = berdasar berat basah
b = berdasar berat kering
c = berdasar berat bahan organik pada kulit luar
d = berdasar berat kering dari dinding sel
Sumber : Naczk dan Shiroshi (1981)
Poly (1,4)-N-asetil-D-glukosamin atau yang lebih dikenal
dengan nama khitin merupakan salah satu biopolimer polisakarida
yang tersedia sangat banyak di alam. Bobot molekul rata-rata khitin
adalah 1,036 x 106 (Knorr, 1984). Struktur molekul khitin tersusun oleh
2000 sampai 3000 satuan monomer N-asetil-D-glukosamin yang saling
berikatan melalui ikatan 1,4 glikosidik (Bough, 1975). Struktur polimer
molekul khitin tampak seperti bentuk helikal yang lurus (Austin, 1981).
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
7
Khitin berbentuk kristal putih. Tidak larut dalam air, tidak larut
dalam asam organik, basa pekat dan pelarut organik lainnya. Khitin
larut dalam asam pekat seperti asam sulfat, asam nitrit, asam fosfat,
dan asam formiat anhidrida (Muzzarelli, 1986). Khitin mempunyai
rumus molekul C18H26N2O10 merupakan zat padat yang tak berbentuk
(amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer
dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam
asam-asam mineral yang pekat. Khitin kurang larut dibandingkan
dengan selulosa dan merupakan N-glukosamin yang terdeasetilasi
sedikit, sedangkan khitosan adalah khitin yang terdeasetilasi sebanyak
mungkin (Hirano, 1986).
Terdapat tiga jenis khitin di alam, yaitu , , dan -khitin.
Perbedaan ketiga jenis khitin ini terletak pada susunan rantai molekul
dinding kristal. -khitin adalah kristal polimorf dengan susunan rantai
molekul yang tidak sejajar dengan ikatan yang sangat kuat. -khitin
rantai molekulnya tersusun sejajar. -khitin disusun oleh tiga buah
rantai molekul yang terdiri dari dua rantai molekul yang terdiri dari dua
rantai sejajar dan satu rantai tidak sejajar (Rudall, 1969).
Gambar 2. Struktur Kimia Khitin (Knorr, 1984)
Gambar 3. Khitin
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
8
Khitin tidak terdapat dalam keadaan murni tetapi mengandung
bahan mineral dan protein (Blair dan Ho, 1980). Khitin di didapat
dengan isolasi atau ekstraksi bahan baku untuk memisahkan
komponen-komponen mineral (demineralisasi) dan protein
(deproteinasi). Deproteinasi dapat dilakukan sebelum dan sesudah
demineralisasi. Deproteinasi dapat dilakukan lebih dahulu apabila
protein yang terlarut akan dimanfaatkan lebih lanjut (Knorr, 1984).
Khitin terdapat sebagai mukopolisakarida yang berasosiasi
dengan kalsium karbonat dan berikatan kovalen dengan protein. Tidak
semua protein berikatan dengan khitin. Sebagian besar protein
berikatan secara fisik. Jumlah protein yang berikatan kovalen dengan
khitin setiap jenis crustacea tidak sama (Austin, 1981). Perbedaan
jumlah protein yang terikat secara kovalen akan mempengaruhi mudah
atau tidaknya proses deproteinasi (Muzi, 1990).
Perlakuan NaOH 2-4% pada suhu 60-70 oC cukup efektif
untuk melarutkan protein (Bough, 1975). Menurut Suptijah (1992),
larutan NaOH konsentrasi 2-3% dengan suhu 63-65 oC dan waktu 1-2
jam dapat mengurangi kadar protein dalam kulit crustacea secara
efektif.
Mineral utama pada kulit udang adalah CaCO3 dan sedikit
Ca3(PO4)2 (Knorr, 1984). Pemisahan mineral akan efektif jika
menggunakan HCl dengan konsentrasi 7-10% selama delapan jam
pada suhu 30 oC (Casio et al., 1982). Pemisahan mineral dengan HCl
bertujuan untuk mengubah CaCO3 manjadi CaCl2. Dengan menaikkan
suhu reaksi menjadi 60 sampai 70 oC, waktu reaksi dapat dipercepat
menjadi 2-3 jam (Johnson dan Peniston, 1982). Tahapan yang
-khitin
-khitin -khitin
Gambar 4. Perbedaan Bentuk , , dan -khitin (Rudall, 1969)
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
9
diperlukan untuk mengisolasi khitin dari senyawa-senyawa lain secara
lengkap disajikan pada Gambar 5.
Kulit udang kering sebanyak 200 gram, setelah proses
penghilangan protein dan pencucian dengan air, menghasilkan
141,098 gram bahan. Setelah dihilangkan mineralnya akan
menghasilkan 108 gram bahan. Tepung khitin yang diperoleh pada
akhir proses adalah 38,4 gram. Rendemen khitin yang dihasilkan dari
kulit udang kering adalah 19,2 % (Bastaman,1989).
Senyawa khitin mempunyai kemampuan mengikat air dan
minyak masing-masing 230-440 % dan 170-215 % (Knorr, 1982). Sifat
lain khitin yaitu sebagai bioaktivitas atau surfaktan karena pada
Pengeringan 24 jam, 80
oC
Khitin
Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Khitin dari Kulit Udang (Bastaman, 1989)
Kulit udang basah
Deproteinasi 30 menit, 80 – 85
oC
Demineralisasi 1 jam, 70-75
oC
Penggilingan 1,77-3,25 mm
HCl 1,25 N, 1:10
Pencucian
Pengeringan 24 jam, 80
oC
NaOH 3%, 1:6
Pencucian
Pengeringan 24 jam, 80
oC
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
10
struktur molekulnya terdapat gugus-gugus polar dan non polar yang
dapat mengikat air dan minyak serta memiliki ketahanan relatif
terhadap kerusakan biologis (Knorr, 1982).
Khitin tidak menimbulkan alergi dan dapat memacu
pertumbuhan bakteri penghasil laktase yang biasa hidup di dalam
organ pencernaan bayi (Austin et al., 1981). Khitin juga tidak beracun
dan sebagai sumber zat makanan khitin dapat menurunkan kadar
kolesterol (Knorr, 1984). Sifat khas khitin dapat dimanfaatkan untuk
menangani cemaran logam beracun dan zat pewarna tekstil yang
terakumulasi dalam perairan. Khitin juga berpotensi sebagai bahan
antibiotika dan benang operasi yang aman (Austin et al., 1981). Selain
itu, khitin juga dapat menyerap bahan berprotein yang terdapat dalam
air limbah industri pengolahan pangan (Bough, 1975).
Molekul khitin yang mengandung gugus-gugus polar dan non
polar menyebabkan khitin dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi.
Zat pengemulsi biasanya digunakan untuk memperbaiki tekstur,
kekentalan dan after taste di mulut, meningkatkan kestabilan selama
daur freezing thawing, mempercepat dispersi suatu bahan ke bahan
yang lain dan memperbaiki proses pencampuran komponen bahan.
Pada umumnya zat pengemulsi digunakan untuk menstabilkan hasil
olahan seperti roti, susu, keju, mayonaise, minuman ringan, es krim,
dan kembang gula. Zat pengemulsi juga diperlukan dalam industri
obat-obatan dan kosmetika (Knorr, 1984). Menurut penelitian Ananda
et al., (1988), kestabilan emulsi dan kapasitas pengemulsian khitin
cukup tinggi, masing-masing mencapai 93,0 % dan 97,1 %. Kapasitas
dan kestabilan emulsi khitin ini sedikit lebih rendah dibandingkan
lesitin. Kestabilan emulsi lesitin 97 % dan kapasitas emulsinya 99,5 %.
Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan lesitin, penambahan
khitin dalam jumlah yang banyak tidak menyebabkan perubahan warna
dan bau. Menurut Latief (2001), khitin merupakan salah satu
biopolimer yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan film kemasan
biodegradable.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
11
Dengan adanya sifat-sifat khitin dan khitosan yang
dihubungkan dengan gugus amino dan hidroksil yang terikat, maka
menyebabkan khitin dan khitosan mempunyai reaktifitas kimia yang
tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat
berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan
sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air limbah (Hirano,
1986).
Khitosan yang disebut juga dengan -1,4-2 amino-2-dioksi-D-
glukosa merupakan turunan dari khitin melalui proses deasetilasi.
Khitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena
mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil
primer dan sekunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan khitosan
mempunyai kreativitas kimia yang tinggi (Tokura, 1995).
Bobot molekul khitosan sekitar 1,036 x 105 Dalton. Berat
molekul khitosan tergantung dari degradasi yang terjadi pada saat
proses pembuatan khitosan (Knorr, 1984). Khitosan mempunyai gugus
amina sehingga mempunyai derajat reaksi kimia yang tinggi (Johnson
dan Peniston, 1982). Khitosan akan bermuatan positif dalam larutan
karena adanya gugus amin yang dapat mengikat ion positif (Muzzarelli,
O
O
H H
H
OH
H
NH2
H
CH2OH O
O
H H
H
OH
H
NH2
H
CH2OH
Gambar 6. Struktur Khitosan (Knorr, 1984)
Gambar 7. Khitosan
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
12
1986). Khitosan berbentuk tepung, serpihan maupun larutan. Khitosan
merupakan polielektrolit netral pada pH asam. Bahan-bahan seperti
protein, anion polisakarida, asam nukleat dan bahan-bahan lain yang
bermuatan negatif akan berinteraksi kuat dengan khitosan membentuk
ion netral (Sandford dan Hutchings, 1987).
Khitosan merupakan poliglukosamin yang dapat larut dalam
kebanyakan asam seperti asam asetat, laktat atau asam-asam organik
(adipat, malat), asam mineral seperti HCl, HNO3 pada konsentrasi 1 %
dan mempunyai daya larut yang terbatas dalam asam fosfat dan tidak
larut dalam asam sulfat (Lab. Protan, 1987). Pelarut khitosan yang
terbaik adalah asam format dengan konsentrasi 0,2-100% (Knorr,
1984). Sifat dan kelarutan khitosan dipengaruhi oleh bobot molekul,
derajat deasetilasi dan derajat putar spesifik yang dapat beragam
bergantung dari sumber metode isolasinya (Austin, 1981).
Keuntungan khitosan adalah mudah larut dalam suasana
asam, sedangkan khitin tidak. Dengan demikian pada penggunaannya
lebih mudah menggunakan khitosan daripada khitin. Khitin dan
khitosan mempunyai peluang komersial karena mengandung nitrogen
yang cukup tinggi (6,68%) dibandingkan dengan selulosa sintetik
(1,25%) (Habibie, 2000). Khitosan bersifat mudah mengalami
degradasi secara biologis, tidak beracun, mempunyai bobot molekul
tinggi dan tidak larut pada pH diatas 6,5 (Lab. Protan, 1987).
Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air,
larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3 PO4, dan
tidak larut dalam H2SO4. Khitosan tidak beracun, mudah mengalami
biodegradasi dan bersifat polielektrolitik (Hirano, 1986). Disamping itu
khitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik
lainnya seperti protein. Oleh karena itu, khitosan relatif lebih banyak
digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri
kesehatan (Muzzarelli, 1986). Khitin dan khitosan serta turunannya
mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal
emulsi (Lang, 1995).
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
13
Isolasi khitosan dilakukan dengan cara menghilangkan gugus
asetil (-C0CH3) pada khitin dengan larutan basa (Whistler, 1973).
Deasetilasi khitin (pembuatan khitosan) dilakukan dengan perlakuan
menggunakan larutan NaOH 40-45 % lalu endapan yang dihasilkan
dicuci dengan air. Hasilnya di campur dalam larutan 2% asam asetat
sehingga material pengotor terbuang. Produk yang dihasilkan
dinetralisasi dengan larutan NaOH untuk menghasilkan khitosan murni
berbentuk endapan putih (Hirano, 1996). Pada proses deasitalisasi
khitin digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi tinggi (40-
50%) dan suhu tinggi (100-150 oC) (Muzzarelli, 1986).
Derajat deasetilasi untuk menghasilkan produk yang baik
harus 80-85% atau lebih tinggi. Kandungan asetil dari khitosan harus
lebih kecil dari 4-4,5% (Peniston & Johnson, 1980). Kualitas khitosan
praktikal dari udang minimum 85 % deasetilasi dan viskositasnya lebih
besar dari 200 cps (Sigma-aldrich, 2004). Bagan proses pembuatan
khitosan dapat dilihat pada Gambar 8.
Banyak produk potensial menggunakan khitosan, termasuk
flocculating agents, pengolahan air dan limbah, agen pengkelat untuk
memisahkan logam berat, pelapisan untuk meningkatkan kualitas serat
optik, bahan tambahan untuk kertas, aplikasi untuk percetakan dan
fotografi, thickener, dan film (Peniston & Johnson, 1980).
Gambar 8. Diagram Alir Proses Pembuatan Khitosan dari Khitin (Bastaman, 1989)
Deasetilasi 1 jam, 110
oC
Khitosan
Kitin
Pencucian
Pengeringan 24 jam, 80
0C
NaOH 50%, 1:20
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
14
Khitosan bersifat non trombogenic (tidak menggumpalkan
darah) sehingga dapat digunakan sebagai pengganti tulang rawan dan
pengganti saluran darah (baik arteri maupun vena). Khitosan dalam
industri pangan digunakan sebagai bahan pengental dan pembentuk
gel yang baik dan digunakan juga sebagai pengikat, penstabil dan
pembentuk tekstur (Brezski, 1987).
C. Studi Kelayakan
Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau
tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)
dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi
kelayakan seharusnya memberikan kesimpulan tertentu mengenai
Khitosan
Gambar 9. Diagram Alir Proses Pembuatan Khitosan dari Kulit Udang (Suptijah et. All., 1992)
Deproteinasi 1 jam, 90
oC
Demineralisasi 1 jam, 90
OC
HCl 1 N, 1:7 (b/v)
Penyaringan dan Pencucian
NaOH 3,5 N, 1:10 (b/v)
Pencucian
Limbah Udang
Pengeringan
Penghancuran
Penyaringan dan Pencucian
Khitin
Deasetilasi 2 jam, 140
oC
NaOH 50%, 1:20 (b/v)
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
15
keseluruhan aspek dasar dari sebuah proyek setelah
mempertimbangkan alternatif-alternatif yang ada (Behrens dan
Hawranek, 1991).
Umumnya penelitian sudi kelayakan meliputi aspek pasar dan
pemasaran, aspek teknis dan produksi, aspek keuangan, aspek
manajemen, aspek hukum dan aspek sosial ekonomi (Husnan dan
Suwarsono, 2000). Aspek yang dikaji pada studi kelayakan meliputi
analisis pasar dan konsep pemasaran, bahan baku dan pemasoknya,
lokasi, peralatan, teknis dan teknologis, organisasi dan overhead cost,
sumberdaya manusia, implementasi proyek dan analisis finansial serta
taksiran investasi (Behrens dan Hawranek, 1991).
1. Aspek pasar dan pemasaran
Analisis aspek pasar dan pemasaran terhadap suatu
usulan proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran mengenai
besar pasar potensial yang tersedia untuk masa yang akan datang.
Selain itu analisis pasar mencakup juga gambaran mengenai
strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar
yang telah ditetapkan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Untuk dapat
memenangkan pasar dibutuhkan perencanaan strategis yang
berorientasi pasar dan mengembangkan strategi pemasaran yang
tepat (Kotler, 2002).
2. Aspek Teknis dan Teknologis
Beberapa hal yng perlu dikaji pada aspek teknis teknologis
adalah program produksi, kapasitas pabrik, teknologi yang dipilih,
desain pabrik dan peralatan. Selain itu perlu dikaji lokasi dan bahan
baku serta pensuplainya (Behrens dan Hawranek, 1991). Desain
pabrik meliputi seluruh aspek teknik termasuk pengembangan
pabrik baru, modifikasi atau perluasan pabrik industri. Setelah
tahap proses desain akhir selesai baru memungkinkan untuk
membuat estimasi biaya yang akurat karena detail spesifikasi
peralatan dan mesin dan fasilitas pabrik telah tersedia (Max dan
Timmerhaus, 1991).
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
16
3. Aspek manajemen dan organisasi
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek
manajemen dan organisasi meliputi manajemen pembangunan
proyek dan manajemen dalam operasi. Manajemen dalam operasi
meliputi identifikasi jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan,
persyaratan yang diperlukan dan struktur organisasi yang
digunakan. Menurut Stoner dan Freeman (1994), struktur
organisasi merujuk kepada cara dimana kegiatan-kegiatan sebuah
organisasi dibagi, diorganisasikan dan dikoordinasi.
4. Aspek legalitas dan hukum
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek hukum
mempelajari tentang bentuk badan usaha yang dipergunakan,
jaminan-jaminan yang dapat digunakan jika menggunakan sumber
dana yang berasal dari pinjaman dan berbagai akte, sertifikat serta
ijin yang diperlukan. Menurut Simatupang (2003), pembahasan
aspek hukum dalam bisnis atau industri meliputi bentuk badan
usaha dan peraturan-peraturan mengenai kontrak dan
penyelesaiannya, hubungan bisnis, hak milik intelektual, lembaga-
lembaga pembiayaan, aspek pajak, perijinan dan kepailitan.
5. Aspek lingkungan
Menurut Suratmo (1998), Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) diperlukan karena dua hal. Pertama, AMDAL
harus dilakukan untuk proyek yang akan dibangun karena Undang-
Undang dan Peraturan Pemerintah menghendaki demikian. Apabila
pemilik atau pemrakarsa proyek tidak melakukannya maka akan
melanggar undang-undang dan besar kemungkinan perizinan untuk
membangun proyek tersebut tidak akan didapat atau akan
menghadapi pengadilan yang dapat memberikan sangsi-sangsi
yang tidak ringan. Kedua, AMDAL harus dilakukan agar kualitas
lingkungan tidak rusak karena adanya proyek-proyek
pembangunan.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
17
6. Aspek finansial dan sosial ekonomi
Menurut Behrens dan Hawranek (1991), analisis finansial
dan sosial ekonomi terdiri dari total biaya investasi, total biaya
produksi, proyeksi pendapatan bersih, laju alir kas, kriteria
investasi, analisis sensitivitas, analisis titik impas dan evaluasi
ekonomi. Menurut Gittinger (1986), analisa proyek membutuhkan
pengetahuan mengenai apakah suatu proyek yang diusulkan akan
memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan
ekonomi secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup
besar dalam menentukan penggunaan sumber-sumber daya yang
diperlukan.
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek keuangan
mempelajari berbagai faktor penting meliputi dana investasi (aktiva
dan modal kerja), sumber-sumber perbelanjaan (modal sendiri,
pinjaman jangka pendek dan panjang), taksiran penghasilan, biaya
dan rugi/laba pada berbagai tingkat operasi, manfaat dan biaya
dalam artian finansial (rate of return on investment, net present
value, internal rate of return, Net B/C, profitability index, pay back
period, resiko proyek, analisa sensitivitas) dan proyeksi keuangan.
Sedangkan aspek ekonomi meliputi tentang pengaruh proyek
terhadap peningkatan penghasilan negara, pengaruh proyek
terhadap devisa yang dapat dihemat dan yang dapat diperoleh,
penambahan dan pemerataaan kesempatan kerja dan pengaruh
proyek terhadap industri lain.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
18
III. METODOLOGI
A. Kerangka Pemikiran
Khitin dan khitosan memiliki kegunaan yang sangat beragam.
Khitin dan khitosan dapat digunakan pada bidang farmasi, kesehatan
dan kosmetik (dietary fiber, lensa kontak, kapsul, skin protection,
penyembuh luka bakar, bahan benang operasi, pengisi tulang dan gigi
buatan, pengobatan kanker, anti bakteri), makanan (preservatif,
stabilisasi warna), pengolah limbah dan air (penyerap logam berat,
minyak dan lemak, penjernih air, campuran plastik biodegradable),
fotografi, pembuatan kertas, pengawetan kayu dan peternakan
(peningkat gizi dan bobot ternak). Karena Indonesia belum memiliki
industri khitin dan khitosan skala besar maka permintaan khitin dan
khitosan dipenuhi dengan melakukan impor.
Bahan baku khitin di Indonesia tersedia berlimpah dan tenaga
kerja yang ahli dalam hal teknologi pembuatan khitin dan khitosan juga
sudah mencukupi. Oleh karena itu perlu didirikan industri khitin dan
khitosan. Industri khitin dan khitosan perlu didirikan sebagai upaya
peningkatan nilai tambah dari bahan baku dan sebagai upaya
pemenuhan permintaan khitin dan khitosan. Dalam mendirikan industri
besar, studi kelayakan mutlak diperlukan sebagai salah satu upaya
meminimalisir resiko usaha.
Analisis tekno ekonomi atau studi kelayakan pendirian industri
khitin dan khitosan meliputi analisis aspek pasar dan pemasaran,
teknis dan teknologis, manajemen dan organisasi, legalitas dan
hukum, lingkungan, dan finansial serta ekonomi. Semua aspek yang
dikaji tersebut akan menentukan layak atau tidaknya industri khitin dan
khitosan berbahan baku limbah udang ini didirikan. Selain itu, aspek
yang dikaji tersebut dapat memberi pengetahuan tentang langkah-
langkah pendirian industri khitin dan khitosan berbahan baku limbah
udang. Kerangka pemikiran dalam bentuk diagram dapat dilihat pada
Gambar 10.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
19
Tidak
Ya
Selesai
Studi Pustaka dan Pengumpulan Data a. Aspek Pasar dan Pemasaran b. Aspek Teknis-Teknologis c. Aspek Manajemen dan Organisasi d. Aspek Legalitas dan Hukum e. Aspek Lingkungan f. Aspek Finansial dan Sosial Ekonomi
Mulai
Data Cukup
Tabulasi Data
Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran Potensi pasar, Derajat persaingan struktur pasar, Pangsa
pasar, Bauran pemasaran
Analisis Aspek Teknis Teknologis Bahan baku, Lokasi, Kapasitas produksi, Teknologi
Proses, Tata letak pabrik
Analisis Aspek Lingkungan AMDAL, Potensi limbah khitin dan khitosan
Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi Asumsi, Sumber dana dan struktur pembiayaan, Biaya
investasi, Harga dan prakiraan penerimaan, Proyeksi laba rugi, Proyeksi arus kas, Analisis titik impas, Kriteria
kelayakan investasi, Analisis Ekonomi
Penyusunan Laporan
Gambar 10. Kerangka Pemikiran Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan dari Limbah Udang
Analisis Aspek Legal Yuridis Bentuk usaha, Prosedur perizinan, Perpajakan
Analisis Aspek Manajemen dan Organisasi Kebutuhan tenaga kerja, Struktur organisasi, Deskripsi tugas
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
20
B. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder.
Pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh informasi, gambaran
dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan aspek
kajian sehingga data tersebut dapat dipergunakan untuk pemecahan
masalah dan pertimbangan pengambilan keputusan. Pengumpulan
data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapang (survey).
Data primer diperoleh melalui penelitian dan pengamatan
langsung di lapangan, laboratorium dan wawancara dengan pakar
serta instansi terkait. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
studi pustaka dan pencatatan data yang tersedia pada instansi-instansi
terkait. Pengumpulan data harga dilakukan dengan langsung
menghubungi penyedia alat atau mesin serta bahan baku dan bahan
pembantu. Izin dan perpajakan mengacu pada peraturan yang berlaku
di daerah pendirian pabrik.
C. Analisis Data
Analisis data terdiri dari analisis data kuantitatif dan analisis
data kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan bantuan
beberapa program komputer. Hasil analisis data kuantitatif maupun
data kualitatif kemudian didukung oleh kajian dari pakar melalui studi
literatur.
1. Analisis aspek pasar dan pemasaran
Analisis aspek pasar dan pemasaran meliputi analisis
potensi pasar, derajat persaingan struktur pasar, pangsa pasar dan
bauran pemasaran. Analisis potensi pasar yaitu menghitung
prakiraan permintaan khitin dan khitosan di Indonesia
menggunakan data penggunaan khitin dan khitosan oleh industri
menengah besar. Prakiraan khitin dan khitosan diawali oleh
pemilihan metode prakiraan deret waktu (Single Exponential
Smoothing, Double Exponential Smoothing, Trend Analysis, Single
Exponential Smoothing dan Moving Average) berdasar nilai
kecermatan yaitu MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MAD
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
21
(Mean Absolute Deviation) dan MSD (Mean Squared Deviation).
Perhitungan prakiraan tersebut dilakukan dengan bantuan software
MINITAB 13. Menurut Machfud (1999), metode dan hasil prakiraan
yang dipakai adalah yang nilai kesalahannya paling kecil.
Analisis derajat persaingan struktur pasar digunakan untuk
menentukan posisi perusahaan berdasarkan kapasitas
perusahaan-perusahaan produsen khitin dan khitosan dunia.
Dengan ditentukannya posisi perusahaan, kapasitas perusahaan
berdasarkan struktur persaingan dapat ditentukan. Hasil tersebut
dibandingkan dengan perhitungan pangsa pasar khitin dan khitosan
dunia dengan analisis struktur pasar menggunakan tabel Fellows
(1996). Jika kapasitas perusahaan berdasarkan struktur persaingan
lebih kecil dari pangsa pasar khitin dan khitosan dunia dan atau
lebih kecil dari potensi pasar khitin dan khitosan di Indonesia maka
kapasitas tersebut layak digunakan sebagai acuan.
Setelah pasar potensial, pangsa pasar dan acuan
kapasitas produksi khitin dan khitosan didapat, analisis strategi
bauran pemasaran dilakukan untuk memberi gambaran peluang
perusahaan dalam mencapai target pasar yang ditetapkan. Analisis
strategi bauran pemasaran meliputi strategi produk, strategi harga,
strategi distribusi dan strategi promosi. Diagram alir tahapan
analisis pada kajian aspek pasar dan pemasaran dapat dilihat pada
Gambar 11.
2. Analisis aspek teknis dan teknologis
Analisis aspek teknis dan teknologis meliputi analisis
bahan baku, lokasi, kapasitas produksi, teknologi proses dan tata
letak pabrik. Analisis bahan baku terdiri dari kajian berdasar
ketersediaan bahan baku, harga bahan baku, persentase
rendemen dan kualitas khitin dan khitosan yang dihasilkan.
Ketersediaan bahan baku berpengaruh terhadap kontinuitas
produksi dari industri khitin dan khitosan. Harga limbah udang dan
persentase rendemen akan menunjukkan tingkat nilai tambah yang
didapat dari industri khitin dan khitosan sedangkan kualitas khitin
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
22
dan khitosan akan menunjukkan khitin dan khitosan yang akan
diproduksi sesuai standar yang diperbolehkan.
Analisis lokasi dilakukan untuk menentukan lokasi lokasi
dimana parik akan didirikan. Lokasi dipilih dengan metode Anaytical
Hierarchy Process (AHP). Beberapa parameter yang dipakai adalah
sisi perizinan, kedekatan dengan bahan baku, kedekatan dengan
pasar, kedekatan dengan pemasok tenaga kerja, kemudahan
transportasi dan tersedianya utilitas.
Gambar 11. Diagram Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran
Selesai
Mulai
Strategi Bauran Pemasaran Strategi produk, Strategi harga, Strategi
distribusi dan Strategi promosi
Prakiraan Permintaan Deret Waktu
Potensi Pasar Indonesia (PPI)
Tidak Ya
Tabulasi Data a. Permintaan khitin dan khitosan Indonesia b. Perusahaan produsen khitin dan khitosan dunia dan kapasitasnya c. Persentase produksi khitin dan khitosan berdasarkan bahan baku d. Aplikasi dan fungsi khitin dan khitosan e. Harga khitin dan khitosan
Derajat Persaingan Struktur Pasar
Acuan Kapasitas Perusahaan (AKP)
AKP < PPI ?
Tidak Layak
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
23
Kapasitas produksi ditetapkan berdasar analisis pasar dan
pemasaran serta berdasarkan teknologi proses dan mesin yang
dipilih. Analisis teknologi proses meliputi teknologi yang dipilih,
mesin dan peralatan yang digunakan dan penghitungan neraca
massa serta neraca energi. Analisis tata letak pabrik dimulai
dengan membuat bagan keterkaitan aktivitas dengan mengacu
pada proses produksi. Selanjutnya, informasi pada bagan
keterkaitan aktivitas dituangkan pada diagram keterkaitan kegiatan.
Kebutuhan ruang produksi serta alokasi wilayah ditentukan dengan
mengacu pada diagram keterkaitan kegiatan dan jumlah serta
luasan mesin yang dibutuhkan. Diagram alir tahapan analisis pada
kajian aspek teknis dan teknologis dapat dilihat pada Gambar 12.
3. Analisis aspek manajemen dan organisasi
Analisis aspek manajemen dan organisasi meliputi analisis
kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi dan deskripsi tugas.
Tenaga kerja yang dibutuhkan terdiri dari tenaga kerja langsung
dan tenaga tidak langsung. Kebutuhan tenaga kerja langsung
mengacu pada teknologi proses produksi, mesin dan peralatan
serta ruangan proses produksi yang direncanakan. Kebutuhan
tenaga kerja tidak langsung mengacu pada efisiensi dan efektifitas
penjalanan perusahaan. Struktur organisasi dan deskripsi tugas
dianalisis berdasarkan kebutuhan perusahaan. Diagram alir
tahapan analisis pada kajian aspek manajemen dan organisasi
dapat dilihat pada Gambar 13.
4. Analisis aspek legalitas dan hukum
Analisis aspek legalitas dan hukum meliputi analisis bentuk
usaha, prosedur perizinan dan perpajakan. Analisis bentuk usaha
memaparkan keuntungan dan kerugian perusahaan yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Analisis prosedur perizinan
terdiri dari izin pendirian industri dan izin mendirikan bangunan
(IMB). Pajak yang dikaji hanya pajak penghasilan karena
perusahaan yang berbentuk PT. termasuk salah satu subjek pajak.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
24
Gambar 12. Diagram Alir Tahapan Analisis Pada Kajian Aspek Teknis Teknologis
Selesai
Mulai
Tabulasi Data a. Ketersediaan dan harga bahan baku b. Proses produksi khitin dan khitosan c. Lokasi pabrik khitin dan khitosan d. Kapasitas produksi e. Mesin dan peralatan yang digunakan
Analisis Kapasitas dan Teknologi Proses Produksi
Tidak
Ya
Cari bahan baku lain
Analisis Tata Letak Pabrik
Neraca Energi
Analisis Bahan Baku
Tersedia cukup.
Harga memadai.
Analisis Lokasi Perizinan, Kedekatan dengan bahan baku, Kedekatan
dengan pasar, Kedekatan dengan pemasok tenaga kerja, Kemudahan transportasi, Tersedianya utilitas
Teknologi Proses dan Kapasitas
Mesin dan Peralatan
Neraca Massa
Bagan Keterkaitan Aktivitas
Diagram Keterkaitan Kegiatan
Kebutuhan Ruang Produksi dan Alokasi Wilayah
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
25
5. Analisis aspek lingkungan
Analisis aspek lingkungan meliputi analisis prosedur
AMDAL dan analisis potensi limbah khitin dan khitosan. Analisis
prosedur AMDAL terdiri dari dokumen Kerangka Acuan Analisis
Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), Dokumen Analisis
Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Dokumen Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Dokumen Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
6. Analisis aspek finansial dan ekonomi
a. BEP (Analisa titik impas)
Perhitungan analisa titik impas adalah sebagai berikut :
Gambar 13. Diagram Alir Tahapan Analisis Pada Kajian Aspek Manajemen dan Organisasi
Selesai
Mulai
Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja
Tabulasi Data 1. Tujuan perusahaan 2. Teknologi proses produksi, mesin dan peralatan serta
ruangan proses produk
Analisis Struktur Organisasi
Analisis Deskripsi Tugas
Biaya tetap BEP =
1-(Biaya variabel/Total penerimaan)
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
26
b. NPV
Menurut Gray et al (1992), formula yang digunakan
untuk menghitung NPV adalah:
dimana :
Bt = benefit social brutto pada tahun t
Ct =cost social brutto sehubungan dengan proyek pada tahun t
i = tingkat suku bunga pada periode-t
t = periode investasi (t=0,1,2,3…n)
Apabila hasil perhitungan nilai NPV dalam suatu proyek
didapatkan nilai yang lebih besar atau sama dengan nol berarti
proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Apabila nilai NPV
yang dihasilkan lebih besar daripada nol, berarti proyek dapat
menghasilkan keuntungan. Apabila nilai NPV yang dihasilkan
sama dengan nol berarti proyek tersebut akan mengembalikan
biaya sebesar opportunity cost faktor produksi modal. Apabila
nilai NPV yang dihasilkan kurang dari nol berarti proyek tersebut
tidak dapat menghasilkan keuntungan. Oleh sebab itu,
pelaksanaannya harus ditolak.
c. IRR
Fomulasi matematik IRR menurut Gray et al. (1992)
adalah sebagai berikut :
dimana :
Bt = benefit social brutto pada tahun t
Ct =cost social brutto sehubungan dengan proyek pada tahun t
i = tingkat suku bunga (%) pada periode-i
n = umur ekonomis proyek
n
ijt
tt
i
CBNPV
)1(
0)1()1()1( 000
n
tt
ttn
tt
tn
tt
t
i
CB
i
C
i
BIRR
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
27
d. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Gray et al. (1992) menjelaskan rumus Net B/C sebagai
berikut :
dimana :
Bt = benefit social brutto pada tahun t
Ct =biaya social brutto pada tahun t
i = tingkat suku bunga (%)
n = umur ekonomis proyek
Kriteria kelayakan proyek adalah jika Net B/C lebih
besar atau sama dengan satu. Sedangkan proyek dinyatakan
tidak layak apabila Net B/C lebih kecil dari satu.
e. Pay Back Period (PBP)
Pay Back Period (PBP) menunjukkan berapa lama
modal yang ditanam dalam investasi akan kembali. Rumus yang
digunakan untuk menghitung Pay Back Period (PBP) adalah
sebagai berikut :
Dimana :
M = nilai pay back period
Rk = pendapatan bersih untuk periode ke-k
Ek = pengeluaran untuk periode ke-k
p = investasi awal
f. Analisa Sensitifitas
Analisa titik impas akan dilakukan dengan menaikkan
harga bahan baku, menurunkan harga jual dan menaikkan
biaya investasi. Dengan perubahan tersebut, kriteria-kriteria
kelayakan investasi juga akan berubah. Perubahan dilakukan
sampai kriteria kelayakan berada pada kisaran titik kritis antara
layak dan tidak layak.
Net B/C = n
t
ttt
tt
n
t
ttt
tt
CBuntuki
BC
CBuntuki
CB
0
0
0,)1(
0,)1(
tkiVPEkRkM )%,,/)((
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
28
D. Jadwal Kegiatan
Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan,
terhitung sejak penandatanganan SPK. Jadwal kegiatan disajikan pada
Tabel 3. Untuk memudahkan penelitian, perlu dibuat daftar
keseluruhan kajian, data dan analisis. Daftar seluruh kajian, data dan
analisis pendukung dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan Bulan ke-
1 2 3 4 5
Studi Pustaka dan Pengumpulan Data
Laporan Pendahuluan
Kajian Aspek Pasar dan Pemasaran
Kajian Aspek Teknis Teknologis
Kajian Aspek Manajemen dan Organisasi
Laporan Sementara
Kajian Aspek Legalitas dan Hukum
Kajian Aspek Lingkungan
Kajian Aspek Finansial dan Ekonomi
Laporan Akhir
Tabel 4. Daftar Aspek Kajian Serta Data dan Analisis
Pendukung yang Diperlukan
Kajian Data/Analisis Pendukung I. ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
A. Potensi Pasar 1 Permintaan khitin dan khitosan
2 Prakiraan potensi pasar khitin dan khitosan menggunakan MINITAB 13
B. Struktur Pasar 1 Daftar perusahaan khitin dan khitosan di dunia
2 Acuan kapasitas produksi berdasarkan struktur pasar
3 Alasan mengapa produk yang dihasilkan dapat menggeser produk impor
4 Strategi bersaing perusahaan
C. Pangsa Pasar 1 Pangsa pasar khitin dan khitosan menggunakan tabel Fellows
2 Perbandingan acuan kapasitas produksi dengan potensi pasar dan pangsa pasar
D. Strategi Bauran Pemasaran
1. Strategi Produk 1 Keunggulan produk khitin dan khitosan yang diproduksi dibanding produk perusahaan lain
2 Keunggulan produk khitin dan khitosan dibanding produk yang disubstitusi
3 Daftar lengkap kegunaan khitin dan khitosan bagi tiap jenis industri beserta aplikasi dan fungsi
4 Ilustrasi produk dan kemasan
5 Potensi produk samping yang dihasilkan
2. Strategi Harga 1 Laju inflasi
2 Harga jual khitin dan khitosan pada tingkat produsen dan suplayer serta pada berbagai tingkat kualitas
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
29
Tabel 4. Daftar Aspek Kajian Serta Data dan Analisis Pendukung yang Diperlukan (lanjutan)
Kajian Data/Analisis Pendukung 3. Strategi Distribusi 1 Identifikasi pembeli potensial
2 Saluran distribusi
4. Strategi Promosi 1 Sarana promosi
II. ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS
A. Bahan Baku
1. Ketersediaan Bahan Baku 1 Daftar penghasil udang di Indonesia beserta jumlah produksi, jumlah limbah udang, harga, kontinuitas, pembeli limbah udang beserta jumlah pembelian dan penggunaannya
2. Rendemen dan Kualitas khitin/khitosan
1 Data rendemen dan kualitas khitin dan khitosan yang dihasilkan dari limbah udang
3. Nilai Tambah 1 Perbandingan biaya memproduksi dan harga jual produk-produk berbahan baku limbah udang
B. Lokasi Perusahaan 1 Daerah-daerah penghasil udang
2 Industri potensial menggunakan bahan baku khitin dan khitosan
3 Analisis lokasi dengan metode Buyes
C. Kapasitas Produksi 1 Kapasitas produksi berdasar acuan kapasitas produksi dan teknologi proses yang dipilih
D. Teknologi Proses 1 Uraian proses produksi dan jenisnya (kontinu/batch)
2 Bagan alur proses produksi
3 Tabulasi kebutuhan neraca massa dan diagram neraca massa
4 Pemilihan mesin dan alat produksi
5 Gambar teknik mesin dan alat produksi
6 Tabulasi kebutuhan neraca energi dan diagram neraca energi
7 Kebutuhan bahan baku dan energi pada proses produksi
E. Tata Letak Pabrik 1 Bagan keterkaitan aktivitas
2 Diagram ketertkaitan kegiatan
3 Analisis kebutuhan luasan ruangan
4 Diagram alokasi wilayah ruang produksi
5 Gambar alokasi area pabrik
III. ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI
A. Kebutuhan Tenaga Kerja 1 Tabulasi tenaga kerja langsung
2 Tabulasi jabatan dan kualifikasi tenaga kerja
B. Struktur Organisasi 1 Bagan struktur organisasi perusahaan
C. Deskripsi Tugas 1 Deskripsi tugas seluruh tenaga kerja
IV. ASPEK LEGALITAS DAN HUKUM
A. Bentuk Usaha 1 Alasan pemilihan bentuk bentuk usaha
B. Prosedur Perizinan 1 Izin Usaha Industri
2 Izin Undang Undang gangguan (UUG)
3 IMB
C. Perpajakan 1 Undang-undang Perpajakan nomor 17 tahun 2000
V. ASPEK LINGKUNGAN
A. AMDAL 1 Prosedur pembuatan AMDAL
B. Potensi Limbah khitin dan khitosan 1 Identifikasi seluruh potensi limbah khitin dan khitosan
2 Teknologi pengolahan limbah khitin dan khitosan
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
30
Tabel 4. Daftar Aspek Kajian Serta Data dan Analisis Pendukung yang Diperlukan (lanjutan)
Kajian Data/Analisis Pendukung VI. ASPEK FINANSIAL DAN EKONOMI
A. Asumsi 1 Umur ekonomi, nilai sisa, biaya pemeliharaan, nilai depresiasi, kapasitas produksi, suku bunga, kenaikan harga jual dan biaya operasional, pajak penghasilan
B. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan
1 DER, pembayaran angsuran
C. Biaya Investasi 1 Rincian biaya investasi tetap {lahan, bangunan, persiapan (perizinan, AMDAL, paten), pekerjaan sipil dan struktur lain, mesin dan peralatan}
2 Rincian biaya modal kerja tahun pertama: 1. Biaya tetap (tenaga kerja tak langsung, administrasi, pemasaran, depresiasi, asuransi, riset dan pengembangan, pemeliharaan) 2. Biaya variabel (bahan mentah, kemasan, bahan bakar, tenaga kerja langsung)
D. Harga dan Prakiraan Penerimaan 1 Perhitungan harga pokok
2 Proyeksi penerimaan berdasar harga, kualitas, jumlah penjualan dan asumsi kapasitas per tahun
E. Proyeksi Laba Rugi 1 Perhitungan pembayaran bunga modal
2 Pajak penghasilan
3 Perhitungan proyeksi laba rugi
F. Proyeksi Arus Kas 1 Angsuran pinjaman
2 Perhitungan proyeksi arus kas
G. Analisis Titik Impas 1 Analisis titik impas
H. Kriteria Kelayakan Investasi 1 NPV, IRR, Net B/C, PBP
I. Analisis Sensitivitas 1 Kenaikan bahan baku, penurunan harga jual, kenaikan biaya investasi
J. Analisis Ekonomi 1 Analisis sosial
2 Analisis ekonomi
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
31
IV. ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Kajian aspek pasar dan pemasaran meliputi pengukuran potensi
pasar, pendefinisian struktur pasar, pengukuran pangsa pasar,
perumusan strategi pemasaran dan perumusan strategi bauran
pemasaran. Dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran khitin dan
khitosan, perusahaan perlu membedakan antara produk bisnis/industri
dengan produk konsumsi. Khitin dan khitosan termasuk produk
bisnis/industri yang diperjualbelikan pada pasar bisnis.
Pasar bisnis terdiri dari semua organisasi yang memperoleh
barang dan jasa yang digunakan dalam memproduksi barang dan jasa
lain yang dijual, disewakan atau dipasok kepada pihak lain (Kotler, 2002).
Perbedaan antara produk bisnis/industri dengan produk konsumsi akan
membuat perbedaan dalam melakukan pengukuran potensi pasar,
pendefinisian struktur pasar pengukuran pasar dan perumusan strategi
bauran pemasaran.
A. Potensi Pasar
Stanton (1991), mendefinisikan potensi pasar (market
potensial) untuk sebuah produk sebagai penjualan total yang
diharapkan selama periode tertentu dalam pasar tertentu. Menurut
Kotler (2002), potensi pasar dapat diukur dengan ramalan penjualan
yang dapat dikembangkan berdasarkan penjualan yang lalu.
Produk khitin dan khitosan belum tercantum dalam The
Harmonized Commodity Description and Coding System (HS)
sehingga tidak ada data impor khitin dan khitosan. Khitin dan khitosan
juga tidak tercantum dalam Klasifikasi Komoditi Indonesia (KKI)
sehingga tidak ada data produksi dan data penggunaan khitin dan
khitosan oleh industri menengah dan industri besar. Data impor dan
data penggunaan khitin dan khitosan sebagai bahan baku industri
masih digabung dengan produk sejenis (contoh: polimer alami) atau
memakai istilah yang menunjukkan kegunaannya (contoh: bahan kimia
khusus untuk pengolahan air).
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
32
Beberapa industri yang dapat menggunakan khitin dan
khitosan sebagai bahan baku, berdasarkan Kelompok Lapangan
Usaha Industri (KLUI) adalah industri rokok kretek, industri rokok putih,
industri rokok lainnya, industri penyempurnaan kain, industri
pencetakan kain, industri pengawetan kayu, industri pengawetan rotan,
bambu dan sejenisnya, industri kertas industri, industri kertas tisu,
industri kertas lainnya, industri percetakan dan penerbitan, industri
bahan farmasi, industri farmasi dan industri kosmetik. Tetapi, semua
industri di atas tidak ada yang mencantumkan secara khusus telah
menggunakan khitin dan khitosan sebagai bahan baku. Industri
tersebut mungkin menggunakan khitin dan khitosan tetapi dicantumkan
dengan nama lain.
Penggunaan khitin dan khitosan dapat diketahui dengan cara
mengetahui produk yang potensial disubtitusi oleh khitin dan khitosan.
Kriteria potensial disubtitusi adalah: 1) produk tersebut mempunyai
kegunaan yang sama dengan khitin dan khitosan, 2) jumlah
penggunaan produk tersebut besar, 3) produk tersebut diimpor dalam
jumlah yang besar, 4) harga produk tersebut sama atau lebih mahal
dibandingkan dengan harga khitin dan khitosan yang akan diproduksi
atau 5) harga khitin dan khitosan lebih baik atau sebanding dengan
harga produk yang dapat disubtitusi jika dilihat dari kegunaannya.
Produk yang potensial disubtitusi oleh khitin dan khitosan
adalah poly alumunium khlorida (HS 2827.32.000), alum
(2833.30.000), metanal (formaldehida) (HS 2912.11.000), lesitin dan
fosfoaminolipid lainnya (HS 2923.20.000), emulsi peka cahaya (HS
370.71.000) dan ion exchanger berasal dari polimer (HS 3914.00.000).
Produk bahan baku kosmetik lainnya yang potensial disubtitusi oleh
khitin dan khitosan, tidak spesifik disebutkan namanya. Data impor dan
ekspor produk tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Produk potensial tersebut sebagian besarnya hanya dapat
disubtitusi oleh khitosan. Oleh karena itu, perusahaan memprioritaskan
memproduksi khitosan. Dalam perkembangannya, perusahaan dapat
memproduksi khitin untuk dijual jika didapat data mengenai potensi
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
33
penyerapan pasar yang besar terhadap khitin di Indonesia atau
memproduksi khitin seluruhnya untuk konsumsi pasar luar negeri
(ekspor). Pada bab sepuluh akan dibahas kelayakan perusahaan yang
hanya memproduksi khitin saja, tanpa memproduksi khitosan.
Prakiraan potensi pasar produk yang potensial disubtitusi oleh
khitosan dilakukan menggunakan data impor dari tahun 1996 sampai
dengan tahun 2003. Pemilihan teknik prakiraan dan penghitungan
prakiraan dilakukan dengan bantuan software MINITAB 13.
Tabel 5. Impor dan Ekspor Produk yang Potensial Disubtitusi
oleh Khitosan, Tahun 1996-2003
Nama Produk
Poly alumunium khlorida Alum Metanal (formaldehida)
Tahun Impor (kg) Ekspor (kg) Impor (kg) Ekspor (kg) Impor (kg) Ekspor (kg)
1996 823.338 266.000 755.529 100.730 5.189.832 -
1997 800.410 704.176 123.913 262.126 4.318.809 -
1998 807.458 55.620 43.878 1.192 3.446.745 -
1999 383.957 74.018 87.577 35.698 5.001.957 1.347.634
2000 562.956 617.880 361.267 2.500 10.007.642 516.000
2001 911.758 371.648 225.348 143.750 10.068.257 37.299
2002 1.246.962 314.125 132.638 82.732 6.399.174 -
2003 1.958.800 226.010 275.551 - 3.132.090 46.001
Nama Produk
Lesitin dan fosfoamino-
lipid lainnya Emulsi peka cahaya
Ion exchanger dari polimer
Tahun Impor (kg) Ekspor (kg) Impor (kg) Ekspor (kg) Impor (kg) Ekspor (kg)
1996 3.788.399 41.230 122.627 35.750 1.364.590 2.084
1997 3.136.815 28.957 140.711 122.952 1.803.080 -
1998 1.817.199 - 123.596 - 2.001.047 3.788
1999 5.538.429 1.796 135.153 - 1.532.736 17.060
2000 3.223.844 262.016 128.742 - 2.229.004 3.470
2001 3.635.602 173.333 113.639 3.444 3.072.779 48.429
2002 3.238.267 447.136 134.448 - 2.986.967 5.853
2003 4.090.233 289.140 93.299 - 3.777.572 495.456
Sumber: Badan Pusat Statistik (1996-2003)
Metode prakiraan terbaik yang didapat berbeda untuk setiap
produk yang dihitung. Metode prakiraan terbaik untuk poly alumunium
khlorida adalah metode Quadratic Trend (QT), untuk alum adalah
Moving Average (MA), untuk metanal (formaldehida) adalah Single
Exponential Smoothing (SES), untuk lesitin dan fosfoaminolipid lainnya
adalah Moving Average (MA), untuk emulsi peka cahaya adalah
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
34
Moving Average (MA) dan untuk ion exchanger berasal dari polimer
adalah Exponential Growth Trend (EGT). Metode terbaik bagi setiap
produk dapat dilihat pada Tabel 1. Grafik hasil prakiraan dapat dilihat
pada Gambar 14.
Tabel 6. Nilai Kesalahan Produk yang Potensial Disubtitusi oleh Khitosan
Nama Produk Teknik
Prakiraan
Nilai Kecermatan Hasil Prakiraan
MAPE (%) MAD MSD
Poly Alumunium Khlorida QT 16,4063 118.299 1,89E+11
Alum MA 29,0000 63.418 4,93E+09
Metanal (Formaldehida) SES 28,0000 1.613.982 3,77E+12
Lesitin dan Fosfoaminolipid lainnya MA 9,0000 322.113 1,44E+11
Emulsi Peka Cahaya MA 5,0000 7.292,0 7,47E+07
Ion Exchanger dari Polimer EGT 10,7850 226.685 7,38E+10
Actual
Fits
Forecasts
Actual
Fits
Forecasts
0 10 20
0
5000000
10000000
15000000
282732000
Time
Yt = 1403597 - 495984*t + 69226,9*t**2
MAPE:
MAD:
MSD:
16
118299
1,90E+10
Quadratic Trend Analy sisQuadratic Trend Model
Actual
Predicted
Forecast
Actual
Predicted
Forecast
0 5 10 15
100000
300000
500000
700000
283330000
Time
Moving Average
Length:
MAPE:
MAD:
MSD:
5
29
63418
4,93E+09
Mov ing Av erage
Actual
Predicted
Forecast
Actual
Predicted
Forecast
0 5 10 15
0
5000000
10000000
291211000
Time
Smoothing Constant
Alpha:
MAPE:
MAD:
MSD:
1,844
28
1613982
3,77E+12
Single Exponential Smoothing
Actual
Predicted
Forecast
Actual
Predicted
Forecast
0 5 10 15
2000000
3000000
4000000
5000000
292320000
Time
Moving Average
Length:
MAPE:
MAD:
MSD:
5
9
322113
1,44E+11
Mov ing Av erage
Actual
Predicted
Forecast
Actual
Predicted
Forecast
0 5 10 15
95000
105000
115000
125000
135000
145000
370710000
Time
Moving Average
Length:
MAPE:
MAD:
MSD:
5
5
7292
74748954
Mov ing Av erage
Actual
Fits
Forecasts
Actual
Fits
Forecasts
0 10 20
0
5000000
10000000
15000000
39140000
Time
Yt = 1209292*(1,14416**t)
MAPE:
MAD:
MSD:
11
226685
7,38E+10
Growth Curve Model
Exponential Growth Trend Analy sis
Gambar 14. Grafik Hasil Prakiraan Produk yang Potensial Disubtitusi oleh Khitosan
Metode prakiraan dikatakan terbaik karena nilai kesalahan
metode tersebut lebih kecil dibandingkan dengan metode yang lain
untuk data yang sama. Ukuran nilai kesalahan yang dipakai adalah
Poly Alumunium Khlorida Alum
Metanal (Formaldehida) Lesitin dan Fosfoaminolipid lainnya
Emulsi Peka Cahaya Ion Exchanger dari Polimer
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
35
MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MAD (Mean Absolute
Deviation) dan MSD (Mean Squared Deviation). Menurut Machfud
(1999), nilai kesalahan hasil prakiraan menunjukkan sejauh mana
selisih hasil prakiraan dengan kejadian aktual juga mencerminkan
sejauh mana teknik prakiraan yang digunakan sesuai dengan pola
data. Nilai MAPE, MAD dan MSD serta grafik seluruh produk dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Hasil prakiraan menunjukkan permintaan pada tahun 2004
untuk poly alumunium khlorida sebesar 2.547.121 kg, untuk alum
sebesar 354.138 kg, untuk metanal (formaldehida) sebesar
1.293.698 kg, untuk lesitin dan fosfoaminolipid lainnya sebesar
3.945.275 kg, untuk emulsi peka cahaya sebesar 130.166 kg dan
untuk ion exchanger berasal dari polimer sebesar 4.063.738 kg. Hasil
prakiraan produk yang potensial disubtitusi oleh khitosan dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Prakiraan Produk yang Potensial Disubtitusi oleh
Khitosan
Tahun
Prakiraan (kg)
Poly Alumunium Khlorida
Alum Metanal (Formaldehida)
2004 2.547.121 354.138 1.293.698 2005 3.366.449 354.138 1.293.698 2006 4.324.230 354.138 1.293.698 2007 5.420.465 354.138 1.293.698 2008 6.655.155 354.138 1.293.698 2009 8.028.298 354.138 1.293.698 2010 9.539.895 354.138 1.293.698 2011 11.189.945 354.138 1.293.698 2012 12.978.450 354.138 1.293.698 2013 14.905.409 354.138 1.293.698
Tahun
Prakiraan (kg)
Lesitin dan Fosfoaminolipid lainnya
Emulsi Peka Cahaya Ion Exchanger dari
Polimer
2004 3.945.275 130.166 4.063.738 2005 3.945.275 130.166 4.649.583 2006 3.945.275 130.166 5.319.886 2007 3.945.275 130.166 6.086.822 2008 3.945.275 130.166 6.964.323 2009 3.945.275 130.166 7.968.328 2010 3.945.275 130.166 9.117.074 2011 3.945.275 130.166 10.431.428 2012 3.945.275 130.166 11.935.265 2013 3.945.275 130.166 13.655.901
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
36
Potensi pasar khitosan di Indonesia diasumsikan sama
dengan hasil prakiraan produk yang potensial disubtitusi oleh khitosan.
Berdasarkan hasil prakiraan produk yang potensial disubtitusi oleh
khitosan, potensi pasar khitosan pada tahun 2004 sebesar 12.334 ton.
B. Pangsa Pasar
Pangsa pasar atau sales potensial adalah proporsi sebagian
dari keseluruhan pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh
proyek yang bersangkutan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Menurut
Fellows et al. (1996), untuk kondisi persaingan dengan jumlah pesaing
banyak dan ukuran pesaing yang cukup besar dan jenis produk yang
dibuat sama maka kisaran persentase pangsa pasar yang dapat diraih
antara 0-2,5 % dan untuk kondisi jumlah pesaing tidak ada sampai
sebesar 100 %. Prakiraan pangsa pasar yang dapat diraih
berdasarkan pesaing menurut Fellows et all. (1996) dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Prakiraan Pangsa Pasar yang Dapat Diraih Berdasarkan
Pesaing
Jumlah Pesaing Banyak Sedikit
Ukuran Pesaing Besar Kecil Besar Kecil
Jenis Produk S TD S TD S TD S TD
Pangsa Pasar (%) 0-25 0-5 5-10 10-15 0-2,5 5-10 10-15 20-30
Jumlah Pesaing Satu Tidak ada
Ukuran Pesaing Besar Kecil
Jenis Produk S TD S TD
Pangsa Pasar (%) 0-5 10-15 30-50 40-80 100
Ket. : S = Sama TD = Tidak Sama Sumber: Fellows et. all (1996)
Tidak ada perusahaan yang memproduksi khitosan di
Indonesia. Sedangkan, produksi khitosan di dunia menyebar di antara
14 perusahaan terbesar dari sekitar 41 perusahaan khitosan di dunia.
Karena jumlah perusahaan penghasil khitosan di dunia cukup besar
maka persaingan usaha menjadi tinggi. Menurut Fellows et all. (1996),
untuk kondisi persaingan dengan jumlah pesaing banyak dan ukuran
pesaing yang cukup besar dan jenis produk yang dibuat sama maka
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
37
kisaran persentase pangsa pasar yang dapat diraih antara 0-2,5% dan
untuk kondisi jumlah pesaing tidak ada sampai sebesar 100 %.
Perusahaan khitosan terbesar di dunia dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Perusahaan Utama Khitin dan Khitosan di Dunia
No Nama Perusahaan
1 Advanced Biopolymers AS (Norway)
2 Biopolymer Engineering, Inc. (USA)
3 CarboMer Inc. (USA)
4 Dalian Xindie Chitin Co. Ltd. (China)
5 Kunpoong Bio Co., Ltd. (South Korea)
6 Meron Biopolymers (India)
7 Primex Ehf (Iceland)
8 Qbas Co., Ltd. (Taiwan)
9 Quansheng Group (China)
10 Sonat. Co (Russia)
11 Taizhou Candorly Sea Biochemical & Health Products Co., Ltd. (China)
12 United Chitotechnologies, Inc. (USA)
13 Vanson HaloSource Inc. (USA)
14 V-Labs, Inc. (USA)
Sumber : http//www.the-infoshop.com (2003)
Pangsa pasar khitosan yang dapat diraih sebesar 2,5% dari
potensi pasar produk yang potensial disubtitusi oleh khitosan. Pangsa
pasar tersebut pada tahun 2004 sebesar 308 ton dan naik setiap tahun
sehingga pangsa pasar pada tahun 2013 sebesar 857 ton. Pangsa
pasar khitin dan khtiosan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Pangsa Pasar Produk Khitosan
Tahun Jumlah (ton)
2004 308
2005 343
2006 384
2007 431
2008 484
2009 543
2010 610
2011 684
2012 766
2013 857
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
38
C. Strategi Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran mencakup sejumlah variabel pemasaran
yang terkontrol oleh perusahaan untuk mencapai target pasar yang
telah ditetapkan dan memberikan kepuasan kepada konsumen
(Husnan dan Suwarsono, 2000). Menurut Gitosudarmo (1997), bauran
pemasaran adalah perpaduan dari tindakan-tindakan produk, harga,
distribusi dan promosi dalam memasarkan produknya atau melayani
konsumennya.
a. Strategi produk
Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat
memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Bauran produk
adalah daftar lengkap dari seluruh produk yang ditawarkan untuk
dijual oleh perusahaan (Stanton, 1991). Produk khitosan
merupakan produk industri. Menurut Kotler (2002), industri adalah
sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau
kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lain.
Menurut Ichsan et al. (2003), salah satu karakteristik produksi
modern dari suatu industri adalah adanya standardisasi.
Oleh karena pasar khitosan termasuk pasar industri maka
konsep pemasaran yang diterapkan adalah strategi produk.
Menurut Ichsan et al. (2003), strategi produk mengasumsikan
bahwa calon konsumen dalam menetapkan produk yang dibeli
menitikberatkan pada kualitas dan karakteristik produk tersebut.
Menurut Kotler (2002), perusahaan-perusahaan yang menjual
barang-barang dan jasa-jasa bisnis (industri) menghadapi para
pembeli profesional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan
yang terampil dalam menilai penawaran bersaing.
Khitosan dijual dalam pasar dengan berbagai nama sesuai
dengan kualitas, bentuk produk dan jenis proses produksi. Nama-
nama tersebut adalah chitin azure, chitin crab shells, chitin
biochemica, chitosan crab shells, chitosan practical grade, chitosan
flakes, chitosan >75% deacetylated, chitosan >85% deacetylated,
dan chitosan biochemica.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
39
Karena perusahaan akan menghadapi pembeli profesional
maka produk yang dibuat harus memiliki keunggulan dibanding
dengan produk lain yang mempunyai fungsi sama. Jenis industri
yang akan dimasuki oleh industri khitosan adalah industri kosmetika
dan industri yang menghasilkan limbah cair serta limbah yang
mengandung logam berat. Khitosan memiliki banyak keunggulan
sebagai bahan baku industri kosmetika dan industri yang
menghasilkan limbah cair serta limbah yang mengandung logam
berat. Daftar lengkap produk kosmetik yang potensial
menggunakan khitosan beserta jumlah produksi dan nilainya dapat
dilihat pada Lampiran 2. Khitosan memiliki keunggulan dalam
bidang farmasi. Karena penggunaan khitosan dalam bidang farmasi
dalam negeri masih rendah, industri farmasi tidak menjadi sasaran
utama pemasaran khitosan. Penggunaan khitosan dalam bidang
farmasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kosmetika
Khitosan telah diteliti dan digunakan oleh Cognis. Cognis
telah menghasilkan khitosan yang dapat diaplikasikan untuk
kosmetika. Khitosan yang dihasilkan oleh Cognis bermerek
Hydagen® CMF, Hydagen® CMP, Hydagen® DCMF dan Hydagen®
HCMF. Ada tiga jenis penggunaan khitosan sebagai bahan baku
industri kosmetika yaitu perawatan kulit, deodoran dan perawatan
rambut. Penggunaan khitosan dalam perawatan kulit meliputi
khitosan sebagai baku produk sun screen (tabir surya) dan bahan
baku produk lip care (perawatan bibir).
Sebagai bahan baku produk perawatan kulit, khitosan
mengurangi kehilangan air, khitosan meningkatkan kapasitas
pengikatan air dan meningkatkan kelembaban kulit. Khitosan juga
meningkatkan parameter sensorik dan meningkatkan kesesuaian
dermatologikal dari formulasi yang dibuat. Karakteristik ini dapat
dimanfaatkan pada produk tabir surya dan lip care (perawatan
bibir). Sebagai bahan baku deodoran, khitosan menghambat
produktivitas dari bakteri penyebab bau badan. Sebagai perawatan
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
40
rambut, khitosan membuat rambut mudah diatur, tidak lengket,
mudah dibersihkan, sensitivitas yang rendah terhadap kelembaban
sehingga cocok untuk segala jenis cuaca, melindungi rambut dari
kekeringan, rambut patah dan rambut bercabang dan cocok
dengan kulit kepala.
Saat ini, produk tabir surya harus juga mencegah
kekeringan pada kulit dan memperpanjang ketahanan air produk
tabir surya. Ketahanan air produk tabir surya berarti stabilitas
perlindungan terhadap cahaya matahari dibandingkan pencucian
tabir surya oleh air atau keringat. Khitosan, sebagai polimer
kationik, meningkatkan ketahanan air pada produk tabir surya.
Khitosan mampu meningkatkan ketahanan air sampai 74 %.
Placebo (bahan yang biasa digunakan pada tabir surya) hanya
mampu meningkatkan ketahanan air sebesar 57%. Grafik
perbandingan penggunaan khitosan dan placebo terhadap
ketahanan air dapat dilihat pada Gambar 15.
Perlindungan terhadap cahaya matahari didefinisikan
sebagai perbandingan antara ambang batas dari erythema
terhadap kulit yang terlindungi dan yang tidak terlindungi. Pada
penelitian yang membandingkan perlindungan terhadap cahaya
matahari antara formulasi yang menggunakan khitosan dan
placebo, khitosan mampu mempertahankan kemampuan
penyerapan terhadap cahaya matahari sampai 91,3 %. Placebo
hanya mampu sampai 73,5 %.
Gambar 15. Perbandingan Penggunaan Khitosan dan
Placebo Terhadap Ketahanan Air
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
41
Bahan baku utama lipstick adalah lilin dan minyak. Selain
ultra violet filter, bahan yang sering digunakan adalah allantoin,
bisabolol, vitamin E dan mosturizer. Khitosan digunakan dalam
produk lipstick sebagai perawat bibir. Khitosan dapat digunakan
untuk merawat berbagai tipe bibir dan meyembuhkan luka.
Khitosan juga merupakan zat anti mikrobial dan perawat
kulit sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku produk
deodoran. Berat molekul khitosan sebesar 3 x 105 – 2 x 106 Dalton
menyebabkan khitosan dapat digunakan untuk produk deodoran
yang berbentuk spray.
Bau ketiak dapat disebabkan oleh panas, kelembaban,
jenis bahan dari baju yang dipakai, aktivitas olahraga dan stres.
Bau tersebut disebabkan oleh bakteri. Bau dapat dihilangkan
dengan mencuci dengan sabun dan air. Tetapi, pencegahan
timbulnya bau dapat dilakukan dengan menggunakan deodorizing
agent seperti allumunium chlorohidrate, penghambat enzim, bahan
antimikrobial dan parfum.
Efektivitas khitosan sebagai bahan baku deodoran dapat
dibandingkan dengan triclosan, bahan antibakteri berdaya tinggi.
Ada empat kriteria pengukuran yaitu efek deodorisasi, sensasi,
kelengketan dan kecocokan terhadap kulit. Hasilnya, efek
deodorisasi dan kecocokan terhadap kulit dari khitosan lebih baik
dibanding triclosan. Hasil uji deodoran antara khitosan dengan
triclosan dapat dilihat pada Gambar 16.
Pada uji lain yang membandingkan antara formulasi
mengandung khitosan dengan formulasi mengandung triethyl
citrate, kecocokan terhadap kulit dari khitosan lebih baik
dibandingkan triethyl citrate. Hasil uji deodoran antara khitosan
dengan triethyl citrate dapat dilihat pada Gambar 17.
Khitosan dapat mempertahankan keharuman parfum dan
menutupi bau lebih lama. Hasil uji intensitas parfum dan adhesi
dalam formulasi deodoran dapat dilihat pada Gambar 18.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
42
Gambar 16. Hasil Uji Deodoran Antara Khitosan dengan Triclosan
Gambar 17. Hasil Uji Deodoran Antara Khitosan dengan Triethyl Citrate
Gambar 18. Hasil Uji Intensitas Parfum dan Adhesi dalam Formulasi Deodoran
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
43
Karakteristik khitosan dan efek yang ditimbulkannya
sebagai bahan perawat rambut antara lain membuat rambut mudah
diatur, tidak lengket, rambut mudah dibersihkan, sensitivitas yang
rendah terhadap kelembaban sehingga cocok untuk segala jenis
cuaca, melindungi rambut dari kekeringan, rambut patah dan
rambut bercabang dan cocok dengan kulit kepala.
Penggunaan khitosan membuat rambut tidak lengket dan
elastis. Hal ini dibuktikan dengan tingginya daya elongasi dan
amplitudo maksimal yang diukur dengan alat oscillator (Gambar
19). Rambut yang diberi perlakuan khitosan tidak berubah setelah
diberi perlakuan sebanyak sepuluh kali (Gambar 20). Khitosan
sebagai bahan baku produk perawatan rambut dapat digunakan
dalam segala cuaca. Hal ini terlihat dari curl retention dari rambut
yang diberi khitosan. Curl retention mengekspresikan hubungan
antara panjang lengkungan sebelum dan sesudah perlakuan
(Gambar 21). Kekuatan rambut yang diberi perlakuan khitosan
meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari kekuatan tarik rambut
yang diberi perlakuan khitosan lebih tinggi dibanding dengan yang
diberi perlakuan lain (Gambar 22). Rambut yang diberi perlakuan
khitosan lebih tahan rusak dibanding yang tidak menggunakan
khitosan (Gambar 23).
Gambar 19. Hasil Perlakuan Khitosan dan PVP/VA Kopolimer Terhadap Rambut
Penampang rambut setelah mendapat 10 kali perlakuan 0,1
Hydagen®HCMF
Penampang rambut setelah mendapat 10 kali perlakuan 2%
PVP/VA kopolimer
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
44
air
larutan 2,0% PVP/VA
larutan 0,1% Hidagen®HCMF
Merek dagang Eropa II (PVP/VA)
Merek dagang USA (PVP/VA)
Merek dagang Asia
Hydagen®HCMF formula (1% khitosan)
Merek dagang Eropa I (PVP/VA + Khitosan)
Gambar 20. Daya Elongasi dan Amplitudo Maksimal Rambut yang Diberi Berbagai Perlakuan
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
45
Gambar 21. Curl Retention dari Beberapa Rambut yang Diberi Perlakuan Khitosan dalam Beberapa Kondisi
Gambar 22. Kekuatan Tarik Rambut yang diberi Beberapa Perlakuan
Gambar 23. Hasil Perlakuan Khitosan Terhadap Ujung Rambut
Penampang ujung rambut setelah mendapat perlakuan
Hydagen®HCMF
Penampang rambut tanpa
perlakuan Hydagen®HCMF
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
46
Pengolah air dan limbah
Khitosan dapat digunakan sebagai bahan pengolah air
dan limbah. Kegunaan yang paling potensial khitosan adalah untuk
pengolahan limbah berbahaya. Pada umumnya limbah B3 ()
mengandung logam berat antara lain tembaga (Cu), merkurium
(Hg), kadmium (Cd), kromium (Cr), kobalt (Co), nikel (Ni), platina
(Pt), timah (Nn) dan timah hitam (Pb), . Penghasil limbah B3 adalah
industri-industri kimia, batu baterai, tambang emas tradisional,
industri elektronik, kulit, pestisida, zat warna, bahan peledak, baja,
dan logam.
Ada beberapa metode untuk memisahkan logam dari
limbah yaitu pengendapan, penyulingan, ekstraksi dengan pelarut,
liquid membran dan ekstraksi padatan-cairan (ion exchange, resin
pengkelat, biosorption). Khitosan merupakan salah satu bahan
biosorption yang dpat digunakan untuk memisahkan logam.
Menurut biosorption adalah penghilangan senyawa atau partikel
logam dari larutan menggunakan bahan baku biologis (Gadd,1990).
Biopolimer, sebagai bahan baku biosorption, dapat menjalankan
fungsi pemisahan logam dengan satu atau campuran dari beberapa
metode seperti ion exchange, complexation, koordinasi, pengkelat
dan adsorpsi.
Metode Biosorption mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan dengan metode konvensional (Volesky, 1999).
Beberapa keunggulan biosorption adalah selektif terhadap logam
yang akan dipisahkan, biodegradable, regeneratif (dapat digunakan
kembali), tidak ada masalah dari endapan yang dihasilkan, logam
yang dipisahkan dapat diambil kembali dan daya pemisahannya
lebih unggul dibandingkan dengan metode lain.
b. Strategi harga
Harga adalah jumlah uang yang diminta untuk barang atau
jasa tertentu. Harga dapat pula dikatakan sebagai jumlah nilai yang
dipertukarkan para konsumen untuk mencapai manfaat
penggunaan barang-barang atau jasa-jasa. Harga sangat
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
47
berhubungan dengan produk dan kualitas (Winardi, 1991). Harga
merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang
menghasilkan pendapatan. Suatu perusahaan harus menetapkan
harga untuk pertama kali ketika perusahaan tersebut
mengembangkan produk baru. Perusahaan harus memutuskan
dimana akan memposisikan produknya berdasarkan mutu dan
harga (Kotler, 2002).
Alasan yang mempengaruhi penetapan harga khitosan
adalah karakteristik khitosan sebagai produk industri, struktur pasar
persaingan murni yang berlaku dan karakteristik biaya serta harga
dari industri khitosan. Sebagai produk industri, khitosan telah
terstandardisasi (Ichsan et al., 2003), pembeli khitosan adalah
pembeli profesional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan
yang terampil dalam menilai penawaran bersaing, permintaan total
tidak tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan harga (Kotler, 2002),
harga merupakan harga tetap, jarang terjadi tawar-menawar,
penjual tidak akan meminta harga lebih rendah atau lebih tinggi
dibandingkan dengan harga yang berlaku dan harga tidak mudah
berubah (Winardi, 1991).
Karakteristik biaya dan harga khitosan dilihat dari analisa
sensitivitas adalah NPV masih positif, IRR masih di atas suku
bunga yang berlaku dan Net B/C masih diatas satu walaupun harga
bahan baku dan bahan pembantu naik sampai 346 %. Selain itu
ukuran-ukuran tersebut masih layak jika harga diturunkan sampai
23,03 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa industri khitosan ini
lebih peka terhadap perubahan harga jual dan kapasitas penjualan
dibandingkan dengan perubahan harga bahan baku. Makin besar
persamaan produk suatu perusahaan dan produk pihak
saingannya, makin tergantung perusahaan itu pada harga.
Oleh karena itu strategi penetapan harga yang dipakai
adalah penetapan harga sesuai dengan harga berlaku. Menurut
Kotler (2002), harga yang berlaku dianggap mencerminkan
kebijakan bersama industri sebagai harga yang akan menghasilkan
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
48
tingkat pengembalian investasi yang layak dan tidak
membahayakan keselarasan industri.
Laju inflasi rata-rata Indonesia periode Mei 2003 sampai
April 2004 sdalah sebesar 5,75 % (Bank Indonesia, 2004). Laju
inflasi tersebut dapat menyebabkan kenaikan biaya operasional
dan kenaikan harga khitosan di dalam pasar. Oleh karena itu harga
khitosan diasumsikan mengalami kenaikan sebesar 11,5 % setiap
dua tahun.
Harga khitosan pada pasar dunia pada tahun 2004
berkisar Rp. 4.117.392,00 sampai 8.242.560,00 per kilo gram
(Sigmaaldrich, 2004). Harga khitosan produksi Jinan Haidebei
Marine Bioengineering Co., Ltd. Sebesar USD 90 atau sekitar Rp.
874.800,00 Harga khitosan ditetapkan berdasarkan harga pokok
pembelian ditambah margin keuntungan sebesar 100 % dari harga
pokok produksi.
c. Strategi Distribusi
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang
saling tergantung yang terlibat dalam proses menjadikan produk
atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran level nol
(juga disebut saluran pemasaran langsung) terdiri dari perusahaan
yang langsung menjual kepada pelanggan akhir (Kotler, 2002).
Sebagai produk industri, konsumen khitosan sebagian
besar adalah perusahaan-perusahaan yang menggunakan khitosan
sebagai bahan baku atau bahan pembantu. Menurut Kotler (2002),
beberapa ciri pasar industri yang berkaitan dengan strategi
distribusi adalah perusahaan pembeli yang jumlahnya lebih sedikit
dibanding dengan konsumen barang konsumsi, jumlah pembelian
yang relatif besar, hubungan pemasok dan pelanggan yang erat,
pembeli yang terkonsentrasi secara geografis dan pembeli yang
profesional.
Berdasarkan ciri khitosan sebagai produk industri tersebut
maka saluran distribusi yang paling efektif adalah saluran level nol
atau saluran pemasaran langsung. Perusahaan khitosan langsung
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
49
menjual produknya ke perusahaan konsumen yang membutuhkan.
Strategi ini mengharuskan perusahaan mempunyai data yang
akurat mengenai perusahaan-perusahaan yang potensial
menggunakan khitosan beserta jumlah permintaannya.
d. Strategi Promosi
Konsep promosi diambil dengan tujuan agar para calon
konsumen mengenal dan mengerti produk yang dihasilkan
perusahaan (Ichsan et al., 2003). Pembeli profesional
menghabiskan waktu kehidupan profesional mereka dengan
mempelajari bagaimana melakukan pembelian yang lebih baik. Hal
ini berarti pemasar bisnis/industri harus menyediakan data teknis
yang lebih banyak tentang produk mereka serta keunggulannya
atas produk pesaing. Pemasar bisnis sekarang menempatkan
produk, harga dan informasi lain ke internet (Kotler, 2002).
Sesuai dengan khitosan sebagai produk industri, promosi
yang dilakukan difokuskan pada sarana-sarana yang mencakup
segmen yang lebih khusus seperti industri, kalangan peneliti
(laboratorium) dan toko toko kimia. Sarana–sarana tersebut berupa
situs internet, katalog industri, katalog bahan kimia, Yellow Page
untuk industri, dan pengiriman tenaga pemasar ke perusahaan-
perusahaan yang potensial menggunakan khitosan.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
50
V. ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS
Kajian aspek teknis teknologis meliputi penentuan bahan baku,
lokasi perusahaan, penentuan kapasitas produksi, penentuan teknologi
proses dan tata letak pabrik. Dalam melakukan kajian teknis teknologis,
akurasi kelayakan perusahaan bergantung dari akurasi masing-masing
kajian.
A. Bahan Baku
Khitin dan khitosan dapat dibuat dari jamur, serangga dan
udang-udangan. Limbah udang merupakan bahan baku pembuatan
khitin dan khitosan yang paling potensial. Limbah udang dihasilkan
oleh industri pengolahan udang. Produksi udang Indonesia
berdasarkan industri pengolahannya sebanyak 571.725.257 kg pada
tahun 2002 (BPS, 2003). Produksi sebesar itu akan menghasilkan
limbah udang minimal 171.517.577 kg karena menurut Mulyanto
(1984), banyaknya limbah udang mencapai 30%-75% dari berat
udang. Produksi udang berdasarkan industri pengolahannya dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Produksi Udang Berdasarkan Industri Pengolahannya
Tahun 1998-2002
Tahun Total (kg)
1998 319.830.004
1999 121.759.669
2000 127.759.454
2001 157.599.654
2002 571.725.257
Sumber : BPS (1998-2002)
Hasil tangkapan udang terus naik setiap tahun. Hasil
tangkapan udang di Indonesia tahun 2000 mencapai 249. 032 ton
(DKP, 2000). Tangkapan udang terbanyak di pulau Sumatera (119.424
ton) disusul oleh Kalimantan (71.443 ton), Maluku-Irian Jaya (25.004
ton), Jawa (24.198 ton), Sulawesi (7.256 ton) dan Bali-Nusa Tenggara
(1.716 ton). Propinsi yang menghasilkan udang terbanyak adalah
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
51
propinsi Riau (46.494 ton), Kalimantan Selatan (34.596 ton), Sumatera
Utara (31.261 ton), Kalimantan Barat (18.424 ton), Jambi (17.277 ton),
Kalimantan Timur (12.307 ton), Jawa Timur (10.902 ton), Maluku
(10.293 ton), Lampung (7.704) dan Jawa Barat (6.848 ton). Hasil
tangkapan udang dan hasil tangkapan udang berdasarkan propinsi
penghasilnya dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.
Tabel 12. Hasil Tangkapan Udang, Tahun 1991-2000
Tahun Jumlah Satuan Tahun Jumlah Satuan
1991 151.435 ton 1996 181.269 ton
1992 165.475 ton 1997 212.252 ton
1993 156.777 ton 1998 222.550 ton
1994 177.734 ton 1999 238.865 ton
1995 181.954 ton 2000 249.032 ton
Sumber : DKP (2000)
Tabel 13. Hasil Tangkapan Udang Berdasarkan Propinsi Penghasilnya, Tahun 2000
Propinsi Jumlah Propinsi Jumlah
Sumatera 119.424 Bali-Nusa Tenggara 1.716
D.I Aceh 6.218 Bali 168 Sumatera Utara 31.261 NTB 852 Sumatera Barat 2.596 NTT 696 Riau 46.494 Kalimantan 71.443
Jambi 17.277 Kalimantan Barat 18.424 Sumatera Selatan 6.393 Kalimantan Tengah 6.116 Bengkulu 1.481 Kalimantan Selatan 34.596 Lampung 7.704 Kalimantan Timur 12.307
Jawa 24.198 Sulawesi 7.256 DKI Jakarta 1.255 Sulawesi Utara 541 Jawa Barat 6.848 Sulawesi Tengah 24 Jawa Tengah 5.151 Sulawesi Selatan 5.808 D.I Yogyakarta 42 Sulawesi Tenggara 883 Jawa Timur 10.902 Maluku-Irian Jaya 25.004
Maluku 10.293 Irian Jaya 14.711
Sumber : DKP (2000)
Jika perusahaan berproduksi dengan kapasitas yang
ditetapkan yaitu sebesar 62 ton per tahun maka perusahaan
membutuhkan bahan baku limbah udang sebesar 4.200 kg per hari
atau 1.260 ton per tahun. Jumlah limbah udang yang dihasilkan oleh
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
52
industri pengolahan udang sebesar 171.517 ton. Jumlah tersebut
mencukupi kebutuhan bahan baku limbah udang industri khitin dan
khitosan.
Hasil tangkapan udang pada tahun 2000 sebesar 249. 032
ton (DKP, 2000). Limbah udang yang tersedia berdasarkan hasil
tangkapan udang sebesar 74.710 ton. Jumlah tersebut mencukupi
kebutuhan bahan baku limbah udang industri khitin dan khitosan.
Salah satu perusahaan yang memproduksi udang beku
adalah PT. Istana Cipta Sembada (ICS) unit Banyuwangi. Kapasitas
produksi rata-rata per hari PT. ICS sebesar 20 ton udang. Kapasitas
produksi per tahun sekitar 6.000 ton udang. Produksi sebesar itu akan
menghasilkan limbah udang sebesar 6 ton per hari atau 1.800 ton per
tahun. Limbah udang dari PT. ICS sudah mencukupi kebutuhan bahan
baku limbah udang industri khitin dan khitosan. Profil PT. ICS dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Beberapa perusahaan memiliki skala industri yang lebih kecil
dibandingkan PT ICS. PT. Satu Tiga Enam Delapan (Banyuwangi)
berproduksi sebesar 869 ton pada tahun 2003. Produksi sebesar itu
menghasilkan limbah udang sebesar 260,7 ton.
Alternatif bahan baku industri khitin dan khitosan adalah
limbah rajungan/kepiting. Di Indonesia, perusahaan yang memproduksi
daging rajungan/kepiting berjumlah 22 buah. Pada tahun 2003, ekspor
rajungan/kepiting Indonesia sebanyak 13.244 ton (Dirjen. Perikanan
Budidaya, 2004). Limbah yang dihasilkan sekitar 50-65 % dari bobot
rajungan/kepiting yaitu sekitar 6.612-8.595 ton pada tahun 2003.
Kendala utama penggunaan bahan baku limbah
rajungan/kepiting adalah kandungan mineral yang tinggi dari cangkang
rajungan/kepiting tersebut (lebih dari 42%). Oleh karena itu, tahap
demineralisasi (penghilangan mineral) akan lebih panjang dan
dibutuhkan konsentrasi pelarut (HCl) yang lebih tinggi. Jika limbah
rajungan/kepiting digunakan sebagai bahan baku industri khitin dan
khitosan maka biaya produksi akan lebih tinggi dibandingkan jika
menggunakan bahan baku limbah udang.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
53
B. Lokasi Perusahaan
Terdapat prinsip-prinsip dalam penentuan lokasi yaitu
peraturan kebijaksanaan, pembobotan relatif, interaksi antara berbagai
faktor (input dan pasar) dan pertimbangan umum loksai lainnya
(Behrens dan Hawranek, 1991). Faktor-faktor utama yang diperhatikan
dalam menentukan lokasi pabrik adalah letak konsumen potensial atau
pasar sasaran yang akan dijadikan tempat produk dijual; letak bahan
baku utama, sumber tenaga kerja; sumber daya seperti air, kondisi
udara, tenaga listrik dan sebagainya; fasilitas transportasi untuk
memindahkan bahan baku ke pabrik dan hasil produksi ke pasar;
lingkungan masyarakat sekitar dan peraturan pemerintah (Umar,
2001).
Penentuan kriteria pemilihan lokasi dilakukan dengan
brainstorming dengan pakar dan studi pustaka. Kriteria pemilihan hasil
brainstorming dan studi pustaka adalah kemudahan suplai bahan
baku, kemudahan akses dengan pasar, sarana transportasi,
ketersediaan dan upah tenaga kerja dan utilitas (air, listrik).
Alternatif lokasi dipilih berdasarkan potensi penghasil bahan
baku limbah udang. Berdasarkan data BPS (2003), perusahaan
pengolahan udang skala menengah dan besar di Indonesia sebanyak
91 perusahaan. Perusahaan tersebut tersebar di lima pulau besar
(Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya), tersebar di 16
propinsi dan tersebar di 38 kota atau kabupaten. Perusahaan
pengolahan udang terbanyak di pulau Jawa yaitu sebanyak 35
perusahaan. Propinsi terbanyak perusahaan pengolahan udangnya
adalah propinsi Jawa Timur dengan 18 perusahaan pengolahan
udang. Kota atau kabupaten di Jawa Timur yang paling banyak industri
pengolahan udang adalah Banyuwangi.
Terdapat lima kota atau kabupaten yang berpotensi
menghasilkan bahan baku limbah udang terbesar yaitu Jakarta Utara
(10 perusahaan), Banyuwangi (5 perusahaan), Pontianak (6
perusahaan), Tarakan (6 Perusahaan) dan Ujung Pandang (10
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
54
perusahaan). Jumlah perusahaan pengolahan udang berdasarkan
kabupaten dan propinsinya dapat dilihat pada Tabel 14.
Setelah terdapat kriteria dan alternatif lokasi maka disusun
hirarki pemilihan lokasi pabrik. Susunan hirarki pemilihan lokasi pabrik
dapat dilihat pada Gambar 24. Berdasarkan hierarki pemilihan lokasi,
pendapat pakar dikumpulkan melalui kuesioner. Hasil kuesioner
dianalisis menggunakan software Criterium Decision Plus. Kuesioner
pemilihan lokasi pabrik khitosan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 14. Jumlah Perusahaan Pengolahan Udang Berdasarkan
Kabupaten dan Propinsinya
Propinsi Kota / Kabupaten Jumlah Sumatera Utara Medan 4 Tanjung Balai 2 Sumatera Selatan Banyuasin 1 Palembang 1 Riau Rokan Ilir 1 Bangka Belitung Pangkal Pinang 1 Bangka 1 Lampung Tulang Bawang 2 Jakarta Jakarta Utara 10 Banten Tangerang 1 Jawa Barat Karawang 1 Cirebon 2 Jawa Tengah Pekalongan 1 Semarang 1 Pati 1 Jawa Timur Banyuwangi 5 Malang 1 Pasuruan 1 Sidoarjo 3 Tuban 2 Surabaya 3 Gresik 2 Situbondo 1
Kalimantan Barat Pontianak 6 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 1 Kalimantan Timur Balikpapan 2 Tarakan 6 Kutai 2 Berau 1 Kalimantan Selatan Banjarmasin 2 Tanah Laut 2 Kota Baru 1 Sulawesi Selatan Bone 1 Ujung Pandang 10 Pangkajene Kepulauan 3 Irian Jaya Barat Manokwari 1 Sorong 4 Jayapura 1
Sumber : BPS (2003)
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
55
Hasil penilaian menggunakan metoda AHP dapat dilihat
pada Gambar 25. Nilai tertinggi dari alternatif lokasi adalah
Banyuwangi dengan nilai 0,29, sehingga Banyuwangi dipilih sebagai
lokasi pendirian pabrik Khitosan.
Faktor yang paling mempengaruhi penentuan lokasi adalah
kemudahan suplai bahan baku dengan bobot 49,4 %. Faktor
kemudahan akses dengan pasar merupakan faktor dengan bobot
terkecil karena karakteristik produk khitosan yang mudah dikemas dan
tidak memerlukan tempat yang luas untuk pengangkutannya. Nilai
pembobotan tiap-tiap kriteria dan alternatif-alternatif lokasi dapat dilihat
pada Tabel 15.
Gambar 24. Hierarki Keputusan Pemilihan Lokasi Pabrik
Gambar 25. Hasil Penilaian Menggunakan Metoda AHP
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
56
Tabel 15. Nilai Pembobotan Tiap-tiap Kriteria dari Alternatif-alternatif Lokasi
Kriteria Banyuwangi Jakarta Utara
Ujung Pandang
Tarakan Pontianak Bobot Kriteria
Kemudahan Suplai Bahan Baku
0,18 0,09 0,11 0,09 0,03 0,494
Ketersediaan dan Upah Tenaga Kerja
0,03 0,02 0,03 0,03 0,03 0,153
Utilitas (listrik, air dll) 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,138
Sarana Transportasi 0,03 0,04 0,02 0,02 0,02 0,138
Kemudahan Akses dengan Pasar
0,02 0,04 0,00 0,00 0,00 0,076
Hasil Akhir 0,29 0,21 0,20 0,18 0,12
C. Kapasitas Produksi
Luas produksi atau kapasitas produksi adalah jumlah atau
volume produk yang seharusnya dibuat oleh perusahaan dalam suatu
periode tertentu (Sumarni, 1993). Kapasitas produksi ditentukan
dengan mengacu pada pangsa pasar yang dapat diraih perusahaan
dan teknologi proses dan mesin yang dipilih.
Pangsa pasar khitin dan khitosan yang dapat diraih
perusahaan berdasarkan analisis pasar dan pemasaran adalah
sebesar 308 ton pada tahun 2004. Kapasitas perusahaan ditetapkan
tidak untuk memenuhi seluruh pangsa pasar khitin dan khitosan. Hal
tersebut karena khitin dan khitosan merupakan produk bahan baku
industri yang relatif baru digunakan di Indonesia. Oleh karena itu,
kapasitas perusahaan ditetapkan hanya sebesar 20% dari pangsa
pasar yang dapat diraih yaitu sebesar 62 ton per tahun atau 5,139 ton
per bulan atau 206 kg per hari.
Untuk mengamankan produksi perusahaan, kapasitas pada
tahun pertama tidak 100%. Perusahaan memproduksi khitin dan
khitosan sebesar 80 % (44 ton) dari kapasitas produksi pada tahun
pertama, 90 % (56 ton) pada tahun kedua dan 100 % pada tahun
ketiga dan seterusnya.
D. Teknologi Proses
Proses produksi khitin dan khitosan dilakukan secara kontinu
dengan menggunakan mesin dan peralatan yang dipasang berurutan
dari pengolahan bahan baku samapi menjadi produk jadi. Menurut
Sumarni (1993), ada dua jenis proses produksi yaitu proses produksi
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
57
terus-menerus (continuous) dan proses produksi yang terputus-putus
(intermitten). Proses produksi kontinu ditandai dengan aliran bahan
baku yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama sampai
produk selesai dikerjakan.
Ada beberapa alternatif metode untuk memproduksi khitin
dan khitosan yaitu metode kimia, elektro kimia, enzimatik dan radiasi.
Semua metode tersebut membutuhkan biaya yang tinggi. Metode
produksi yang dipilih adalah metode kimia. Metode ini menggunakan
proses ektraksi dengan uap air yang dihasilkan oleh boiler.
Keuntungan metode kimia adalah kapasitasnya yang besar, rendemen
yang dihasilkan tinggi, kualitas produk yang dihasilkan bervariasi dan
ada beberapa produk samping yang bisa dimanfaatkan kembali
(flavour, karoten, tepung kalsium dan protein konsentrat).
Perbandingan metode produksi khitin dan khitosan dapat dilihat pada
Tabel 16.
Tabel 16. Perbandingan Metode Produksi Khitin dan Khitosan
No. Deskripsi Metode Produksi
Kimia Elektrokimia Enzimatik Irradiasi
1 Reaksi Kimia Kimia Enzimatik Radiasi
2 Mesin/alat proses Boiler Ekstraktor Enzim counter
3 Bahan baku Kulit crust Kulit crust Bakteri Kulit crust,
bakteri
4 Bahan kimia HCl, NaOH HCl Buffer Katalis
5 Temperatur Tinggi Suhu kamar Suhu kamar Dingin
6 Waktu 1-2 jam Singkat Lama Singkat
7 Kapasitas produksi Tinggi Tinggi Rendah Rendah
8 Rendemen Tinggi Tinggi Rendah Rendah
9 Tingkat kualitas Bervariasi Bervariasi Tinggi Bervariasi
10 Dana investasi Tinggi Lebih tinggi Lebih tinggi Lebih tinggi
11 Tingkat keamanan Bahaya Lebih aman Lebih aman Bahaya
12 Limbah B3,
campuran B3, sejenis Campuran
B3, campuran
13 Produk samping
Flavour, karoten, tepung
kalsium, protein
konsentrat
Flavour, karoten, tepung
kalsium,
-- --
Proses produksi khitin dan khitosan dilakukan dengan
proses kimia. Limbah udang dicuci untuk menghilangkan kotoran.
limbah udang yang masih basah dikeringkan pada suhu 42 OC selama
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
58
4,8 jam sampai kadar air limbah udang sekitar 10 %. Kulit udang
kemudian dihancurkan. Selanjutnya, limbah udang dihilangkan
mineralnya dengan direaksikan dengan larutan HCl 1 N yang memiliki
nisbah bobot bahan dan volume larutan sebesar 1:7. Proses
demineralisasi dilakukan pada suhu 90OC selama 1 jam.
Selanjutnya, hasil pencucian pada proses demineralisasi
dilakukan proses deproteinasi dengan menambahkan larutan NaOH
3,5 N dengan nisbah bobot bahan dan volume larutan sebesar 1:10.
Proses deproteinasi ini dilakukan pada suhu 90OC selama 1 jam. Khitin
yang dihasilkan dari proses deproteinasi disaring dan dicuci dengan
air. Nisbah bobot bahan dengan volume air adalah 1:0,51811.
Khitin kemudian dideasetilasi dengan NaOH 50% dengan
nisbah bobot bahan dan volume laruten sebesar 1:20. Proses
deasetilasi dilakukan pada suhu 140OC selama 2 jam. Khitosan yang
dihasilkan dikeringkan sampai kadar air bahan sebesar 7,23%
kemudian digiling dan dikemas dalam kemasan polyetilen. Diagram alir
kualitatif proses pengolahan limbah udang menjadi khitin dan khitosan
yang diterapkan di pabrik dapat dilihat pada Gambar 26.
Neraca massa tidak lebih dari penghitungan aliran massa
dan perubahannya di dalam perlengkapan penampung atau pengolah
massa tersebut didalam sistem (Himmelblau, 1996). Neraca massa
dibuat untuk menghitung jumlah bahan baku, bahan pembantu dan
produk akhir yang dihasilkan dalam satu kali ukuran proses. Neraca
massa pengolahan khitin dan khitosan dibuat dengan basis bahan
baku limbah udang basah sebesar 4.200 kg. Neraca massa dalam
bentuk tabulasi dapat dilihat pada Lampiran 6.
1. Pencucian limbah udang
F3 (air kotor)
F4 (Limbah udang) Kadar air 81,962%
Pencucian
10% kotoran 90% limbah udang
F1 (Limbah udang kotor) 4.200 kg, kadar air 81,962%
F2 (air ) 1,5 X F1
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
59
Khitosan
Gambar 26. Diagram Alir Kualitatif Proses Pengolahan Limbah Udang Menjadi Khitin dan Khitosan yang Diterapkan di Pabrik
Deproteinasi 1 jam, 90
oC
Demineralisasi 1 jam, 90
OC
HCl 1 N, 1:7 (b/v)
Penyaringan dan Pencucian
NaOH 3,5 N, 1:10 (b/v)
Pencucian
Limbah Udang
Pengeringan
Penghancuran
Penyaringan dan Pencucian
Khitin
NaOH 50%, 1:20 (b/v)
Air 1,5 X limbah udang
Limbah air
Air dan uap air
Loss Limbah udang
Air 1:0,51811 (b/v)
Filtrat
Air 1:0,51811 (b/v) Filtrat
Air dan uap air Pengeringan
Penggilingan Loss khitin
Air 1:0,51811 (b/v) Filtrat
Deasetilasi 2 jam, 140
oC
Air dan uap air Pengeringan
Penyaringan dan Pencucian
Penggilingan dan Pengemasan
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
60
Kebutuhan air = 1,5 x 4.200 kg
= 6.300 kg
Keseimbangan limbah udang :
F4 = 0,90 x 4.200 kg
= 3.780 kg
Keseimbangan total :
F1 + F2 = F3 + F4
4.200 kg + 6.300 kg = F3 + 3.780 kg
F3 = 6.720
2. Pengeringan limbah udang
Keseimbangan limbah udang :
X6 (padatan) = X4 (padatan)
= 18,038% X F4
= 18,038% X 3.780 kg
= 681,836 kg
F6 = 100% X X6 (padatan) 90,19%
= 100% X 681,836 kg 90,19%
= 756 kg
Keseimbangan air :
F5 = F4 – F6
= 3.780 kg – 756 kg
= 3024 kg
3. Penghancuran limbah udang
F6 (Limbah udang) Kadar air 9,81%
Pengeringan F4 (Limbah udang) Kadar air 81,962%
X4 (air) : 81,962% X4 (padatan) : 18,038%
X6 (air) : 9,81% X6 (padatan) : 90,19% F5 (Air yang hilang)
F8 (Limbah udang) Kadar air 9,81%
Penghancuran F6 (Limbah udang) Kadar air 9,81%
X6 (air) : 9,81% X6 (padatan) : 90,19%
X8 (air) : 9,81% X8 (padatan) : 90,19% F7 (Loss)
5%
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
61
Keseimbangan limbah udang :
F7 = 5% X F6
= 5% X 756 kg
= 37,8 kg F8 = F6 – F7
= 756 kg – 37,8 kg
= 718,2 kg
X8 (padatan) = 90,19% X F8
= 647,745 kg
X8 (air) = F8 - X8 (padatan)
= 70,455 kg
4. Demineralisasi
Kebutuhan HCl 1N :
F9 = 7 X F8 X BJ HCl 1N
= 7 X 718,2 kg X 1,0858
= 5.458,751 kg
Keseimbangan total :
F10 = F8 + F9
= 718,2 kg + 5458,751 kg
= 6.176,951 kg
X10 (air) = X8 (air)
= 70,455 kg
F10 (Residu 1) Demineralisasi F8 (Limbah udang) Kadar air 9,81%
X8 (air) : 9,81% X8 (padatan) : 90,19%
F9 (HCl 1 N) 1:7 (b/v), BJ : 1,0858
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
62
5. Penyaringan dan pencucian mineral
Kebutuhan air :
F11 = 0,51811 X F10
= 0,51811 X 6.176,951 kg
= 3.200,340 kg
Keseimbangan mineral :
X12 (mineral) = 30% x X8 (padatan) x 98,05%
= 30% x 647,745 kg x 98,05%
= 211,259 Kg
X12 (HCl 1N) = F9
= 5.458,751 kg
X12 (Air) = F11
= 3.200,340 kg
F12 = X12 (mineral) + X12 (HCl 1N)
+ X12 (Air)
= 8.870,349 kg
Keseimbangan total :
F13 = F10 + F11 – F12
= 506,941 kg
X13 (air) = X10 (air)
= 70,455 kg
X13 (padatan) = F13 – X13
= 436,486 kg
F13 (Residu 2) F10 (Residu 1)
Mineral dalam F8 sebesar 30%
F11 (Air) 1:0,51811 (b/v)
Penyaringan & Pencucian
F12 (Filtrat) Persentase mineral yang hilang sebesar 98,05%
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
63
6. Deproteinasi
Kebutuhan NaOH 3,5 N :
F14 = 10 X F13 X BJ NaOH 3,5 N
= 7 X 506,941 kg X 1,0166
= 5.153,377 kg
Keseimbangan total :
F15 = F13 + F14
= 506,941 kg + 5.153,377 kg
= 5.660,318 kg
X15 (air) = 70,455 kg
7. Penyaringan dan pencucian protein
Kebutuhan air :
F16 = 0,51811 X F15
= 0,51811 X 5.660,318 kg
= 2.932,668 kg
Keseimbangan protein :
X17 (protein) = 28% X X8 (padatan) X 93,41%
= 28% X 647,745 kg X 93,41%
= 187,844 kg
F15 (Residu 3) Deproteinasi F13 (Residu 2)
F14 (NaOH 3,5 N) 1:10 (b/v), BJ 1,0166
F18 (Khitin) F15 (Residu 3)
Protein dalam F8 sebesar 28%
F17 (Filtrat) Persentase protein yang hilang sebesar 93,41%
Penyaringan & Pencucian
F16 (Air) 1:0,51811 (b/v)
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
64
X17 (NaOH 3,5 N) = F14
= 5.153,377 kg
X17 (air) = F16
= 2.932,668 kg
F17 = X17 (protein) +
X17 (NaOH 3,5 N) + X17 (air)
= 8.273,888 kg
Keseimbangan total :
F18 = F15 +F16 – F17
= 319,098 kg
X18 (air) = X15 (air)
= 70,455kg
X18 (padatan) = F18 – X18
= 248,642 kg
8. Pengeringan
Keseimbangan khitin :
X20 (padatan) = X18 (padatan)
= 248,642 kg
F20 = (100%) . x X20
(100%-7,23%)
= 268,020 kg
X20 (air) = F20 – X20
= 19,378 kg
Keseimbangan total :
F19 = F18 - F20
= 51,078 kg
F20 (Khitin) Kadar air : 7,23%
Pengeringan F18 (Khitin)
F19 (Air)
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
65
9. Penggilingan
Keseimbangan khitin :
F22 = (100%-2%) x F20
= 262,660 kg
X22 (air) = kadar air F20 x F22
= 7,23% x 262,660 kg
= 18,990 kg
X22 (padatan) = F22 – X22 (air)
= 243,669 kg
Keseimbangan total :
F21 = F20 – F22
= 5,360 kg
10. Deasetilasi
Kebutuhan NaOH :
F23 = 20 x F22 x BJ NaOH 50%
= 5.340,201 kg
Keseimbangan total :
F24 = F22 + F23
= 5.602,860 kg
X24 (air) = X22 (air)
= 18,990 kg
X24 (padatan) = X22 (padatan)
= 243,669 kg
F22 (Khitin) Penggilingan F20 (Khitin)
F21 (Loss) 2%
F24 (Residu 5) Deasetilasi F22 (Khitin)
F23 (NaOH 50%) 1:20 (b/v), BJ 1,0166
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
66
11. Penyaringan dan pencucian
Kebutuhan air :
F25 = 0,51811 x F24
= 2.902,898 kg
Keseimbangan total :
F26 = F24 +F25 – F27
= 8.259,028 kg
X26 (padatan) = X24 (padatan) - X27 (padatan)
= 44,756 kg
X26 (NaOH 50%) = F23
= 5.340,201 kg
X26 (air) = F26 – X26 (padatan)
– X26 (NaOH 50%)
= 2.874,072 kg
12. Pengeringan khitosan
Kesetimbangan khitosan :
X27 (padatan) = X29 (padatan)
= 198,914 kg
X27 (air) = (19,38%) x X27 (padatan) (100% - 19,38%)
= 47,816 kg
F27 = X27 (air) + X27 (padatan)
= 246,730 kg
F27 (Khitosan) Kadar air 19,38%
F24 (Residu 5)
F26 (Filtrat)
Penyaringan & Pencucian
F25 (Air) 1:0,51811 (b/v)
F29 (Khitosan) Kadar air : 7,23%
Pengeringan F27 (Khitosan) 19,38%
F28 (Air)
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
67
Keseimbangan total :
F28 = F27 – F29
= 32,314 kg
13. Penggilingan dan pengemasan
Keseimbangan khitosan :
F31 = 80% x F22
= 210,1278 kg
X31 (air) = 7,23% x F22
= 15,192 kg
X31 (padatan) = F31 – X31 (air)
= 194,936 kg
F29 = (100%/98%) x F31
= 214,416 kg
X29 (air) = 7,23% x F29
= 15,502 kg
X29 (padatan) = F29 – X29
= 198,914 kg
Keseimbangan total :
F30 = F29 – F31
= 4,228 kg
Untuk menghitung kebutuhan energi berupa bahan
bakar, steam atau listrik kita perlu menghitung kebutuhan energi
atau neraca energi dari proses produksi yang berlangsung.
Menurut Himmelblau (1996), neraca energi berkisar dari
menjawab pertanyaan seperti “Bahan bakar apa yang paling
ekonomis?”, “Apa yang dapat diperbuat terhadap kelebihan panas
yang dihasilkan?”, “Berapa banyak steam dan pada temperatur
dan tekanan berapa yang dibutuhkan untuk menghasilkan panas
F31 (Khitosan) 80%, kadar air 7,23%
Penggilingan & Pengemasan
F29 (Khitosan) 7,23%
F30 (Loss) 2%
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
68
pada proses?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang
berhubungan.
Pada pembuatan neraca energi diperlukan data
mengenai mesin yang digunakan, proses yang terjadi, kondisi
proses seperti suhu dan tekanan dan energi yang dikonsumsi
berdasarkan lamanya mesin tersebut beroperasi. Tabulasi
perhitungan neraca energi dapat dilihat pada Lampiran 7.
Hasil perhitungan neraca massa dan neraca energi
digunakan untuk menghitung analisis finansial sedangkan
spesifikasi peralatan dan mesin (khususnya ukuran dimensi)
digunakan untuk menentukan luasan ruang proses produksi.
Kebutuhan bahan baku dan energi dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Kebutuhan Bahan Baku dan Energi Pada Proses Produksi
No Komponen Jumlah
Penggunaan Satuan
Jumlah Penggunaan
Satuan
1 Limbah udang 4,478 kg/hari 112 kg/bulan
2 HCl 1N 175 kg/hari 4.375 kg/bulan
3 NaOH 3,5 N 5153 kg/hari 128.834 kg/bulan
4 NaOH 50% 5340 kg/hari 133.505 kg/bulan
5 Solar 735 liter/hari 18.375 liter/bulan
6 Listrik 454 kWh/hari 11.352 kWh/bulan
7 Air 15.336 kg/hari 383.398 kg/bulan
E. Tata Letak Pabrik
Tataletak pabrik disusun berdasarkan urutan-urutan tertentu.
Urutan tersebut meliputi merancang proses produksi, merancang aliran
bahan, membuat bagan keterkaitan aktivitas, diagram keterkaitan
kegiatan dan membuat pengalokasian wilayah (Apple, 1990). Tipe-tipe
tata letak produksi meliputi tata letak produk atau garis, tata letak
proses atau fungsional dan tata letak posisi tetap. Tata letak produk
merupakan pengaturan fasilitas produksi secara berurutan sesuai
dengan jalannya proses produk sejak dari bahan mentah sampai
dengan produk selesai diproses. Jenis tata letak ini biasanya untuk
membuat produk secara masal, terus-menerus dan produk yang
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
69
dihasilkan mempunyai standar tertentu (Sumarni, 1993). Tata letak
industri khitin dan khitosan termasuk tata letak produk.
Dengan mengacu pada alur proses pembuatan khitin dan
khitosan, tata letak dapat dibuat pertama kali dengan menentukan
bagan keterkaitan aktivitas atau peta keterkaitan kegiatan untuk
menempatkan lokasi ruang-ruang yang berkaitan dengan operasi
produksi. Bagan keterkaitan aktivitas dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27. Diagram Keterkaitan Aktivitas
11
22
33
44
55
66
77
88
99
1010
1111
1212
1313
1414
Ruang Penyimpanan Bahan BakuRuang Penyimpanan Bahan Baku
Penerimaan dan Gudang Bahan LainPenerimaan dan Gudang Bahan Lain
Tangki dan Pengolahan AirTangki dan Pengolahan Air
Ruang PencucianRuang Pencucian
Ruang Pengeringan Limbah UdangRuang Pengeringan Limbah Udang
Ruang PenghancuranRuang Penghancuran
Ruang DemineralisasiRuang Demineralisasi
Ruang DeproteinasiRuang Deproteinasi
Ruang Pengeringan KhitinRuang Pengeringan Khitin
Ruang PenggilinganRuang Penggilingan
Ruang DeasetilasiRuang Deasetilasi
Ruang Pengeringan KhitosanRuang Pengeringan Khitosan
Ruang Penggilingan dan PengemasanRuang Penggilingan dan Pengemasan
Ruang Penyimpanan ProdukRuang Penyimpanan Produk
12
34
56
78
910
1112
1314
15
I
1
U
E
-
-
A
U
U
U-
A
A
A
A
A
E
A
A
E
1515
Ruang Pembangkit UapRuang Pembangkit Uap
1616
Ruang Pembangkit TenagaRuang Pembangkit Tenaga
16
E
U
X
U
X
X X
X
U
U
U
I
U
U
X
I
I
U
U
I
U
U
U
X
U
U
U
U
U
X
X
X
X
I
U
U
U
U
U
U
U
U
I
E
U
U
U
U
E
X
U
U
U
E
U
U
U
U
U
U
X
U
U
U
I
I
U
U
U
E
U
UE
U
U
U
U
X
U
U
U
U
U
U
X
U
U
U
U
U
E
U
U
U
U
U
U
U
U
U
U
U
E
U
A Absolute A Absolute
E Especially important E Especially important
I Important I Important
U Unimportant U Unimportant
O Ordinary O Ordinary
X Undesirable X Undesirable
NoNo
AlasanAlasan
11
Urutan aliran prosesUrutan aliran proses
22
Pencegahan kontaminasi zat atau bauPencegahan kontaminasi zat atau bau
33
Kesamaan penggunaan utilitasKesamaan penggunaan utilitas
44
Memudahkan penampungan limbahMemudahkan penampungan limbah
55
Kemudahan pengangkutanKemudahan pengangkutan
1717
Ruang Pengolahan LimbahRuang Pengolahan Limbah
U
U
X
X
X
O
X
O
O
O
O
X
X
U
U
X
17
-
-
-
-
--
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
--
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
5
3
5
3
1
1
1
1
1
1
1
1
3
5
3
3
3
3
5
-
-
3
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
70
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan keterkaitan kegiatan diantaranya adalah sifat atau
karakteristik bangunan, tapak bangunan, fasilitas luar dan
kemungkinan perluasan (Apple, 1990). Untuk membantu menentukan
kegiatan yang harus diletakkan pada satu tempat, telah ditetapkan
satu pengelompokan derajat kedekatan dengan simbol A, E, I, U dan X
dengan alasan-alasan yang telah didefinisikan.
Selanjutnya informasi yang ada pada bagan keterkaitan
aktivitas dituangkan pada diagram keterkaitan kegiatan. Menurut Apple
(1990), tujuan dari diagram keterkaitan kegiatan adalah menjadi dasar
perencanaan keterkaitan antar pola aliran barang dan lokasi kegiatan
pelayanan dihubungkan dengan kegiatan produksi. Diagram
keterkaitan kegiatan dapat dilihat pada Gambar 28.
Langkah selanjutnya adalah menentukan analisis kebutuhan
luasan ruang yang diperlukan. Penentuan kebutuhan luasan ruang
memerlukan data mengenai mesin dan alat produksi serta jumlah
ruangan yang dibutuhkan. Salah satu cara menentukan luasan
ruangan adalah dengan menghitung perkiraan ruangan yang
dibutuhkan bagi tiap-tiap mesin dan peralatan pabrik.
A: - E: 4,7,8,11
I: 15 O: -
3
X: 9,10,12,13,16
A: - E: -
I: - O: -
16X: 1,2,3,9,12,13,14
A: - E: -
I: 3,7,8,11 O: -
15X: 9,10,12,13
A: - E: 13
I: 2,10 O: -
14X: 16,17
A: - E: 6,10,12,14
I: - O: -
13X; 3,15,16,17
A: 11 E: 9,12
I: - O: -
12X: 3,15,16,17
A: 10,12 E: 3
I: 7,8,15 O: 17
11X: -
A: 8 E: 10,12
I: - O: -
9X: 3,15,16,17
A: 7 E: 3
I: 11,15 O: 17
8
X: -
A: 6 E: 3,10,13
I: - O: -
7
X: -
A: 5,7 E: 10,13
I: - O: -
6
X: -
A: 4,5 E: -
I: - O: 17
5
X: -
A: 1,5 E: 3
I: - O: 17
4
X: -
A: - E: -
I: 1,13,14 O: -
2
X: 16,17
A: 4 E: -
I: 2 O: -
1
X: 16,17
A: - E: -
I: - O: 4,5,7,8,11
17X: 1,2,9,10,12,13,14
A: 11 E: 9,6,13
I:14 O: -
10X: 3,15,17
Gambar 28. Diagram Keterkaitan Kegiatan
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
71
Setelah diagram keterkaitan aktivitas, diagram keterkaitan
kegiatan dan analisis kebutuhan luasan ruang dibuat, wilayah pabrik
dialokasikan dengan cara menyusun templet luasan ruangan.
Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah jalur produksi, koordinasi
tempat kerja, kemungkinan perluasan, keluwesan letak ruangan,
kebutuhan gang, jarak antar alat dan mesin dan jarak aman antar
bangunan. Menurut Apple (1990), prosedur ini mungkin membutuhkan
kompromi dan perubahan dalam bangun wilayah atau ukurannya dan
mungkin tidak memenuhi sepenuhnya prioritas diagram keterkaitan
kegiatan. Alokasi luas ruang produksi berdasarkan kebutuhan luasan
ruang produksi dapat dilihat pada Tabel 18. Gambar alokasi ruangan
dapat dilihat pada Gambar 29.
Tabel 18. Alokasi Luas Ruang Produksi
No Nama Ruang Luas Ruang
(m2)
Panjang (m) Lebar (m)
1 Ruang penyimpanan bahan baku 576 24 24
2 Ruang penerimaan dan gudang bahan lain 576 24 24
3 Tangki dan pengolahan air 288 18 16
4 Ruang pencucian 288 18 16
5 Ruang pengeringan limbah udang 252 18 14
6 Ruang penghancuran 252 18 14
7 Ruang demineralisasi 288 18 16
8 Ruang deproteinasi 288 18 16
9 Ruang pengeringan khitin 252 18 14
10 Ruang penggilingan khitin 252 18 14
11 Ruang deasetilasi 324 18 18
12 Ruang pengeringan khitosan 324 18 18
13 Ruang penggilingan dan pengemasan 324 18 18
14 Ruang penyimpanan produk 324 18 18
15 Ruang pembangkit uap 288 18 16
16 Ruang pembangkit tenaga 288 18 16
17 Ruang pengolahan limbah 562 38 23
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
72
Gambar 29. Alokasi Ruang Produksi
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
73
VI. ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek manajemen
dalam operasi mengkaji jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan,
persyaratan yang diperlukan untuk memegang jabatan-jabatan tertentu,
dan struktur organisasi perusahaan.
A. Kebutuhan Tenaga Kerja
Penjalanan perusahaan khitosan memerlukan tenaga kerja
yang terdiri dari tenaga kerja langsung dan tak langsung. Mesin dan
peralatan pada proses produksi memerlukan tenaga kerja langsung
yang mengoperasikannya. Sedangkan tenaga tak langsung
menjalankan fungsi-fungsi yang tidak berhubungan langsung dengan
proses produksi. Tenaga kerja langsung, berdasarkan jabatannya,
meliputi pekerja (15 orang), operator (13 orang) dan supervisor (13
orang). Masing-masing mempunyai deskripsi tugas yang berbeda.
Tabulasi tenaga kerja langsung dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Tabulasi Tenaga Kerja Langsung
No Proses Produksi/Ruang
Jabatan
Jumlah Pekerja Operator
Supervisor/ Kepala Bagian
1 Ruang penyimpanan bahan baku
2 - 1 3
2 Ruang penerimaan dan gudang bahan lain
2 - 1 3
3 Tangki dan pengolahan air 2 1 1 4
4 Pencucian 2 - 1 3
5 Pengeringan limbah udang 2 1 1 5
6 Penghancuran - 1
7 Demineralisasi - 1 1 3
8 Deproteinasi - 1
9 Pengeringan khitin - 1 1 3
10 Penggilingan khitin - 1
11 Deasetilasi - 1 1 2
12 Pengeringan khitosan - 1 1 3
13 Penggilingan dan pengemasan - 1
14 Ruang penyimpanan produk 1 - 1 2
15 Ruang pembangkit uap 1 1 1 5
16 Ruang pembangkit tenaga 1 1
17 Pengolahan limbah 1 1 1 3
18 Pengawasan mutu 1 - 1 2
Total 15 13 13 41
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
74
Tenaga kerja tak langsung terdiri dari presiden direktur,
direktur, manajer, administratif dan keamanan. Kualifikasi tenaga kerja
dan jabatan dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Jabatan dan Kualifikasi Tenaga Kerja
No Jabatan Kualifikasi Jumlah
1 Presiden Direktur S2 Berpengalaman (min. 5 tahun) 1
2 Direktur Pemasaran S2 Pemasaran (min. 5 tahun) 1
3 Direktur Teknik S2 Teknik (min. 5 tahun) 1
4 Direktur Produksi S2 Kimia/Pangan (min.5 tahun ) 1
5 Direktur HRD S1 Psikologi (min. 5 tahun) 1
6 Direktur Keuangan S2 Keuangan (min. 5 tahun) 1
7 Manajer Pemasaran S1 Pemasaran (min. 2 tahun) 1
8 Manajer PPIC S1 Teknik Industri (min. 2 tahun) 1
9 Manajer Maintenance S1 Teknik (min. 2 tahun) 1
10 Manajer Produksi S1 Kimia/Pangan (min. 2 tahun) 1
11 Manajer R & D S1 Kimia/Pangan (min. 2 tahun) 1
12 Manajer SDM S1 Psikologi/Tekn. Industri (min. 2 tahun) 1
13 Manajer Keamanan dan Kesra
S1 Psikologi/Tekn. Industri (min. 2 tahun) 1
14 Manajer Keuangan S1 Keuangan (min. 2 tahun) 1
15 Manajer Pembelian S1 Tekn. Industri/Keuangan (min. 2 Tahun) 1
16 Supervisor Produksi S1 Kimia/Pangan 13
17 Operator Produksi D3 Teknik, SMU/STM 13
18 Administrasi D3/SMU 10
19 Keamanan Sekolah Menengah 8
20 Supir Sekolah Menengah 4
21 Pekerja Sekolah Menengah 15
Total 78
B. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merujuk kepada cara dimana kegiatan-
kegiatan sebuah organisasi dibagi, diorganisasikan dan dikoordinasi
(Stoner dan Freeman, 1994). Jenis organisasi terdiri dari organisasi
lini, staf, lini-staf dan fungsional. Organisasi fungsional adalah bentuk
organisasi yang susunannya berdasarkan atas fungsi-fungsi yang ada
dalam organisasi tersebut. Seorang karyawan tidak hanya
bertanggungjawab kepada satu orang atasan saja. Pimpinan
berwenang pada satuan-satuan organisasi dibawahnya di dalam
bidang pekerjaan tertentu. Kebaikan struktur organisasi ini adalah
kemungkinan adanya spesialiasi, mudah untuk mengisi setiap jabatan
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
75
dan memberikan pengawasan yang efektif kepada karyawan (Sumarni,
1993).
Oleh karena hal di atas, perusahaan khitosan menggunakan
jenis struktur organisasi fungsional. Struktur organisasi ini terdiri dari
presiden direktur, lima orang direktur, sembilan orang manajer,
supervisor produksi, pekerja dan operator produksi dan administrasi,
keamanan serta supir. Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran
8.
C. Deskripsi Tugas
Deskripsi tugas atau struktur organisasi selalu berkaitan
dengan wewenang, delegasi dan tanggungjawab (Stoner dan
Freeman, 1994). Ketiganya perlu untuk memastikan seluruh pekerjaan
organisasi perusahaan dapat berjalan dengan semestinya dan bila
terjadi kesalahan jelas siapa yang seharusnya bertanggungjawab.
Deskripsi tugas dan tanggungjawab dari masing-masing jabatan
perusahaan khitosan dijelaskan dibawah ini.
1. Presiden direktur, bertugas sebagai pelaksana kebijakan yang telah
digariskan oleh pemegang saham. Presiden Direktur juga bertugas
menjalin kerjasama dengan mitra bisnis, masyarakat dan
pemerintah. Selain itu, presiden direktur bertanggungjawab
terhadap keseluruhan pencapaian tujuan perusahaan dan terhadap
keseluruhan orgnisasi perusahaan.
2. Direktur pemasaran, bertugas merencanakan strategi pemasaran
dan menetapkan target penjualan dengan mempertimbangkan
faktor persaingan, regulasi pemerintah dan keinginan konsumen.
Direktur pemasaran bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
penjualan dalam negri dan ekspor.
3. Direktur teknik, bertugas mengembangkan teknik efisiensi produksi
dan menjalankan fungsi penggantian mesin dan alat yang
memakan biaya besar. Direktur teknik bertanggungjawab terhadap
perencanaan produksi dan kontrol, pemeliharaan dan penyediaan
mesin dan peralatan.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
76
4. Direktur produksi, bertugas menetapkan target produksi tahunan
dan kemungkinan pengembangan jumlah produksi. Direktur
produksi bertanggungjawab terhadap pencapaian target produksi
dan kualitas produk yang dihasilkan.
5. Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia (HRD), bertugas
merencanakan strategi dan menetapkan target peningkatan
kualitas tenaga kerja. Direktur HRD bertanggungjawab terhadap
pemenuhan tenaga kerja berkualitas, kesejahteraan karyawan dan
keamanan keseluruhan pabrik.
6. Direktur keuangan, bertugas merencanakan strategi keuangan
yang efektif, menentukan indikator dan posisi kesehatan
perusahaan dari segi keuangan. Direktur keuangan
bertanggungjawab terhadap pencatatan keuangan perusahaan,
pengontrolan pos-pos pengeluaran perusahaan.
7. Manajer pemasaran, bertugas mencapai target penjualan tahunan,
memasarkan produk, promosi dan membuka target konsumen baru
pada pasar dalam negeri.
8. Manajer Production Planning and Inventory Control (PPIC),
bertugas merencanakan dan mengendalikan jadwal produksi,
penyimpanan bahan baku dan produk jadi dan mencari serta
menjalankan teknik kerja yang lebih efisien.
9. Manajer maintenance, bertugas melakukan pemeliharaan dan
penyediaan mesin dan peralatan.
10. Manajer produksi, bertugas menjalankan produksi harian
perusahaan.
11. Manajer Riset dan Pengembangan (R & D), bertugas
mengembangkan produk baru yang lebih berkualitas dan
mengontrol kualitas produksi.
12. Manajer sumber daya manusia (SDM), bertugas melakukan upaya
peningkatan kualitas tenaga kerja, menyeleksi dan menerima
tenaga kerja baru.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
77
13. Manajer keamanan dan kesejahteraan, bertugas dan
bertanggungjawab terhadap keamanan keseluruhan wilayah
perusahaan dan kesejahteraan karyawan.
14. Manajer keuangan, bertugas melakukan pencatatan keuangan dan
pengontrolan pos-pos pengeluaran perusahaan.
15. Manajer pembelian, bertanggungjawab melakukan pembelian
bahan baku, bahan pendukung, mesin dan peralatan produksi.
16. Supervisor produksi, bertugas melakukan supervisi terhadap kinerja
karyawan dan proses produksi.
17. Operator produksi, bertugas mengoperasikan mesin-mesin
produksi.
18. Administrasi, bertugas menjalankan fungsi-fungsi administrasi
seperti kesekretariatan, resepsioonis dan membantu tugas-tugas
para manajer.
19. Keamanan, bertugas menjaga keamanan perusahaan.
20. Supir, bertugas mengemudikan kendaran perusahaan.
21. Pekerja, bertugas melakukan kerja-kerja manual pada proses
produksi.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
78
VII. ASPEK LEGAL YURIDIS
A. Bentuk Usaha
Bentuk usaha yang dipilih adalah Perseroan Terbatas (PT).
Menurut Simatupang (2003), Perseroan Terbatas adalah badan hukum
yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang dan
peraturan pelaksanaannya.
Ada beberapa keuntungan maupun kerugian perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas. Menurut Sumarni (1993),
keuntungan PT. adalah adanya tanggungjawab terbatas dari
pemegang saham terhadap hutang-hutang perusahaan, mudah
mendapat tambahan modal, kelangsungan hidup PT. lebih terjamin
karena pemiliknya dapat berganti-ganti, terdapat efisiensi pengelolaan
sumber dana dan efisiensi pimpinan.
Kerugian Perseroan Terbatas, menurut Sumarni (1993),
adalah PT. merupakan subjek pajak tersendiri dan deviden yang
diterima oleh pemegang saham dikenakan pajak lagi dan kurang
terjaminnya rahasia perusahaan karena semua kegiatan perusahaan
harus dilaporkan kepada pemegang saham.
B. Prosedur Perizinan
Izin bidang industri meliputi Izin Usaha Industri yang
selanjutnya disebut IUI, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri yang
selanjutnya disebut TDI (Deperindag, 2004). Perusahaan industri yang
akan mendirikan pabrik baru, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 5 tahun 1992, harus mengajukan izin Undang Undang
gangguan (UUG/HO) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada
Kepala Daerah setempat.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
79
C. Perpajakan Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu subjek pajak
penghasilan. Penentuan pajak penghasilan dilakukan berdasarkan
Undang Undang Perpajakan nomor 17 tahun 2000. Besarnya pajak
penghasilan yaitu untuk keuntungan di bawah Rp. 50 juta maka
dikenakan pajak 10 % dari pendapatan; apabila pendapatan antara
Rp. 50 juta sampai dengan 100 juta maka dikenakan pajak 10 % dari
Rp. 50 juta ditambah 15 % dikali pendapatan yang telah dikurangi Rp.
50 juta; apabila pendapatan berada diatas Rp. 100 juta maka
dikenakan pajak sebesar 10 % dikali Rp. 50 juta ditambah 15 % dikali
Rp. 50 juta ditambah 30 % dari pendapatan yang telah dikurangi Rp.
100 juta.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
80
VIII. ASPEK LINGKUNGAN
Ada dua hal yang dikaji dalam aspek lingkungan yaitu Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan dan potensi limbah dari industri khitosan.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 17 tahun
2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, industri
khitosan termasuk industri yang wajib dilengkapi AMDAL.
A. AMDAL Menurut Suratmo (1998), Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) adalah suatu analisis suatu proyek yang meliputi
pekerjaan evaluasi dan pendugaan dampak proyek dan bangunannya,
prosesnya maupun sistem dari proyek terhadap lingkungan yang
berlanjut ke lingkungan hidup manusia. Menurut Asisten Departemen
Kajian Dampak Lingkungan Departemen Lingkungan Hidup (2004),
AMDAL terdiri dari empat dokumen yaitu Dokumen Kerangka Acuan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), Dokumen Analisis
Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Dokumen Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RKL) dan Dokumen Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RPL).
1. KA-ANDAL
Dokumen KA-ANDAL disusun terlebih dahulu untuk
menentukan lingkup studi dan mengidentifikasi isu-isu pokok yang
harus diperhatikan dalam penyusunan ANDAL. Dokumen ini dinilai
di hadapan Komisi Penilai AMDAL. Setelah disetujui isinya,
kegiatan penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL barulah dapat
dilaksanakan.
2. ANDAL
Dokumen ANDAL mengkaji seluruh dampak lingkungan
hidup yang diperkirakan akan terjadi, sesuai dengan lingkup yang
telah ditetapkan dalam KA-ANDAL.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
81
3. RKL dan RPL
Rekomendasi pengelolaan lingkungan dan rekomendasi
pemantauan lingkungan digunakan untuk mengantisipasi dampak-
dampak yang telah dievaluasi dalam dokumen ANDAL disusun
dalam dokumen RKL dan RPL.
Keempat dokumen tersebut diajukan bersama-sama untuk
dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang
menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut
layak secara lingkungan atau tidak, dan apakah perlu
direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
Dalam penyusunan studi AMDAL, perusahaan dapat
meminta jasa konsultan untuk menyusunkan AMDAL. Penyusun
dokumen AMDAL diharapkan telah memiliki sertifikat Penyusun
AMDAL (lulus kursus AMDAL B) dan ahli di bidangnya. Ketentuan
standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam
Keputusan Kepala Bapedal Nomor 9 tahun 2000. Berbagai
pedoman penyusunan yang lebih rinci dan spesifik menurut tipe
kegiatan maupun ekosistem yang berlaku juga diatur dalam
berbagai Keputusan Kepala Bapedal.
Prosedur AMDAL di Indonesia terdiri dari proses
penapisan (screening) wajib AMDAL, proses pengumuman dan
konsultasi masyarakat, penyusunan dan penilaian KA-ANDAL,
penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL.
Proses penapisan atau proses seleksi wajib AMDAL yaitu
proses menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib
menyusun AMDAL atau tidak. Proses pengumuman dan konsultasi
masyarakat didasarkan pada Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor
8 tahun 2000. Perusahaan wajib mengumumkan rencana
kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan
tersebut, menanggapi masukan yang diberikan dan kemudian
melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum
menyusun KA-ANDAL.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
82
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan
mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian
Komisi AMDAL). Setelah dokumen KA-ANDAL selesai disusun,
perusahaan dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai
AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu
maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari diluar waktu yang
dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki atau menyempurnakan
kembali dokumennya.
B. Potensi Limbah Industri
Salah satu pertimbangan utama dari produksi semua jenis
khitosan adalah jumlah limbah cair yang besar dihasilkan selama
proses produksi yang dapat mengandung komponen yang
membahayakan lingkungan. Limbah tersebut dapat menghasilkan
Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
83
IX. ASPEK FINANSIAL
Beberapa hal yang dikaji dalam aspek finansial adalah sumber
dana dan struktur pembiayaan, jumlah biaya investasi, harga dan
prakiraan penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, analisa titik
impas, Kriteria kelayakan investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP, ROI) dan
analisa sensitivitas.
A. Asumsi
Perkiraan biaya membutuhkan asumsi untuk memudahkan
perhitungan. Asumsi-asumsi tersebut dijelaskan di bawah ini.
a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun.
b. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek bernilai 50 % dari nilai
awal sedangkan nilai tanah tetap pada masa akhir proyek.
c. Nilai sisa mesin dan peralatan sebesar 10 % dari nilai awal, biaya
pemeliharaan sebesar 3 % dari nilai investasi tetap dan biaya
asuransi sebesar 2 % setiap tahun dari total nilai mesin dan
peralatan yang diasuransikan.
d. Nilai depresiasi dihitung dengan metode penjumlahan angka tahun
(Sum-of-Years Digits Depreciation).
e. Kapasitas produksi khitosan sebesar 62 ton per tahun dengan
kebutuhan bahan baku limbah udang sebanyak 1260 per tahun.
f. Suku bunga yang digunakan adalah 19 % per tahun dan Debt
Equity Ratio (DER) sebesar 70:30.
g. Biaya investasi adalah biaya investasi tetap ditambah biaya modal
kerja selama satu tahun dan dikeluarkan seluruhnya pada tahun
ke-0.
h. Sebanyak 10 % produk khitosan pada tahun diproduksi tidak
terjual.
i. Harga jual naik setiap dua tahun sekali sebesar 11,5 % dan biaya
operasional naik setiap tahun sekali sebesar 5,75 %.
j. Pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak nomor 17
tahun 2000 sebesar :
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
84
- Jika pendapatan < Rp.50.000.000,00, pajak sebesar 10 % x
pendapatan
- Jika Rp.50.000.000,00<pendapatan<Rp.100.000.000,00, pajak
sebesar (10% x Rp.50.000.000,00) + (15% x (pendapatan-
Rp.50.000.000,00))
- Jika pendapatan > Rp.100.000.000,00, maka pajak sebesar
(10% x Rp.50.000.000,00) + (15% x Rp.50.000.000,00) + (30% x
(pendapatan – Rp.100.000.000,00))
k. Kapasitas produksi pada tahun pertama sebesar 80 % dari total
kapasitas, tahun kedua sebesar 90 % dari total kapasitas dan tahun
ketiga sampai tahun kesepuluh, pabrik berproduksi penuh.
B. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan
Sumber dana pembiayaan investasi perusahaan khitosan ini
terdiri dari dua bagian yaitu dana pinjman bank dan dari modal sendiri.
Jenis pinjaman yang diberikan oleh bank adalah kredit investasi yang
diberikan untuk mendirikan usaha baru. Nilai suku bunga untuk kredit
investasi tersebut adalah 19 % dengan porsi pendanaan atau Debt
Equity Ratio (DER) adalah 70 % dari pihak bank dan 30 % dari pihak
peminjam.
Jumlah kredit investasi yang diberikan oleh bank sebesar
70 % dari total biaya investasi adalah sebesar Rp. 16.295.810.039,00
sedangkan biaya investasi dari modal sendiri sebesar
Rp. 6.983.918.588,00. Total biaya investasi industri khitosan sebesar
23.279.728.627,00.
Pembayaran pinjaman terdiri dari pembayaran angsuran dan
pembayaran bunga pinjaman. Pembayaran angsuran maupun bunga
pinjaman dimulai dari tahun pertama dengan jangka waktu
pembayaran selama 10 tahun. Pembayaran angsuran dapat dilihat
pada Lampiran 9.
C. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah penggunaan dana untuk menanam
modal dalam proyek baru (Ichsan et al., 2003). Biaya investasi total
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
85
terdiri dari biaya investasi tetap dan biaya modal kerja pada tahun
pertama. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), biaya investasi
tetap adalah biaya untuk aktiva tetap yang terdiri dari aktiva tetap
berwujud (tanah, bangunan, mesin dll.) dan aktiva tetap tidak tidak
berwujud (biaya pendahuluan, biaya sebelum operasi dll.). Komposisi
investasi tetap dapat dilihat pada Tabel 21. Rincian biaya investasi
tetap, nilai sisa dan biaya depresiasi secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 10.
Tabel 21. Komposisi Biaya Investasi Tetap
No. Komponen Nilai (Rp.) Persentase (%)
1 Lahan 3.447.600.000 23,00
2 Bangunan produksi 2.298.400.000 15,33
3 Persiapan (perizinan, AMDAL, paten)
126.400.000 0,84
4 Pekerjaan sipil dan struktur lain 3.688.477.000 24,61
5 Peralatan umum 1.872.578.000 12,49
6 Mesin dan peralatan 3.555.401.000 23,72
Total 14.988.856.000 100
Modal kerja dapat diartikan semua investasi yang diperlukan
untuk aktiva lancar (Husnan dan Suwarsono, 2000). Modal kerja dalam
perencanaan industri khitosan ini adalah biaya yang diperlukan untuk
menjalankan perusahaan selama tahun pertama. Biaya operasional
tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja, administrasi, pemasaran,
depresiasi, asuransi, riset dan pengembangan, pemeliharaan, bahan
mentah, kemasan dan bahan bakar. Komposisi modal kerja dapat
dilihat pada Tabel 22. Biaya tenaga kerja, biaya bahan baku dan
bahan pembantu dan tabulasi biaya operasional selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 11, 12 dan 13.
Persentase biaya investasi tetap dari total biaya investasi
adalah sebesar 64,39% yaitu sejumlah Rp.14.988.856.137,00.
Persentase modal kerja dari total biaya investasi adalah sebesar
35,61% yaitu sebesar Rp. 8.290.872.490,00.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
86
Tabel 22. Komposisi Modal Kerja Industri Khitosan
No. Komponen Nilai (Rp.) Persentase
(%)
A Biaya Tetap 1 Tenaga kerja tak langsung 1.536.000.000 18,53 2 Administrasi 473.760.000 5,71 3 Pemasaran 954.077.867 11,51 4 Depresiasi 1.370.528.472 16,53 5 Asuransi 154.527.580 1,86
6 Riset dan Pengembangan (R&D) 954.077.867 11,51
7 Biaya pemeliharaan 523.008.950 6,31 Subtotal 5.965.980.736 71,96
B Biaya Variabel 1 Bahan bahan mentah 1.057.576.896 12,76 2 Bahan kemasan 6.538.505 0,08 3 Bahan bakar 427.976.352 5,16 4 Tenaga kerja langsung 832.800.000 10,04 Subtotal 2.324.891.753 28,04 Total 8.290.872.490 100,00
D. Harga Pokok, Harga Jual dan Prakiraan Penerimaan
Harga jual khitosan, sebagaimana dijelaskan pada aspek
pasar dan pemasaran, sebesar Rp. 322.327,58. Harga jual khitosan
dihitung dengan membagi penjumlahan harga pokok dan margin
keuntungan (100%) dengan proyeksi jumlah produk yang terjual. Harg
pokok didapat dengan membagi penjumlahan biaya operasional,
bunga modal investasi dan bunga modal kerja dengan jumlah produk
yang diproduksi. Angsuran dimasukkan sebagai variabel penghitung
harga pokok karena angsuran dikeluarkan oleh perusahaan setelah
perhitungan laba bersih. Perhitungan harga pokok dan harga jual
khitosan dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Perhitungan Harga Pokok dan Harga Jual Khitosan
No Komponen Jumlah
1 Biaya operasional (Rp) 8.290.872.489,63 2 Bunga modal investasi (Rp) 19.935.178,66
3 Bunga modal kerja (Rp) 11.026.860,41 4 Angsuran (Rp) 1.660.543.042,97
Total 9.982.377.571,67 5 Jumlah produk (kg) 62.000,00 6 Harga Pokok (Rp) 161.006,09 7 Margin keuntungan (%) 100 8 Harga jual (Rp/kg) 322.012,18 9 Prakiraan penerimaan (Rp) 19.964.755.143,33
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
87
Proyeksi penjualan dihitung dengan asumsi 20% produk tidak
terjual pada tahun produksi. Pada tahun pertama, perusahaan
memproduksi sebanyak 80 % dari kapasitas total. Pada tahun kedua,
perusahaan memproduksi 90 % sedangkan pada tahun ketiga sampai
tahun kesepuluh, perusahaan memproduksi 100 % dari kapasitas total.
Jika produk terjual seluruhnya (62.000 kg) maka penerimaan sebesar
Rp. 19.984.310.115,38. Pada tahun pertama, penerimaan sebesar
Rp. 12.789.958.474,00. Penerimaan sebesar itu mempertimbangkan
produk hanya diproduksi sebesar 80% dari kapasitas total dan produk
yang terjual sebesar 80% dari produk yang diproduksi.
E. Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi laba rugi berguna untuk mengetahui kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba. Proyeksi laba rugi dihitung
dengan cara mengurangi penerimaan dengan pengeluaran (biaya
tetap dan biaya variabel) kemudian dikurangi dengan pembayaran
bunga sehingga dihasilkan laba sebelum pajak.
Laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak yang dihitung
dengan mengalikan ketentuan pajak sesuai Undang Undang Nomor 17
tahun 2000 dengan laba sebelum pajak tersebut. Pada tahun pertama,
perusahaan mendapat laba kotor sebesar Rp. 4.499.085.984,00.
Sebelum perhitungan pajak, laba kotor dikurangi pembayaran bunga
modal investasi dan bunga modal kerja. Laba sebelum kena pajak
tersebut sebesar Rp. 4.468.123.945,00 Pajak yang dihitung dari laba
sebelum kena pajak sebesar Rp. 1.322.937.184,00. Laba bersih yang
didapat pada tahun pertama sebesar Rp. 3.145.186.762,00.
Perhitungan proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 14.
F. Proyeksi Arus Kas
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aliran kas dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu aliran kas permulaan (initial
cash flow), aliran kas operasional (operational cash flow) dan aliran
kas terminal (terminal cash flow). Aliran kas permulaan adalah aliran
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
88
kas yang berhubungan dengan pengeluaran investasi. Aliran kas
operasional dapat dihitung dengan mengurangi laba setelah pajak dan
penyusutan dengan angsuran pinjaman. Aliran kas terminal terdiri dari
nilai sisa investasi ditambah dengan pengembalian modal kerja.
Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk
dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri dari
modal sendiri dan pinjaman (initial cash flow), laba bersih, depresiasi,
nilai barang tidak terjual (operational cash flow), nilai sisa dan
pengembalian modal kerja (terminal cash flow). Aliran kas keluar terdiri
dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow) dan angsuran
pinjaman (operational cash flow). Kas bersih didapatkan dengan
mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi
arus kas dapat dilihat pada Lampiran 15.
G. Analisa Titik Impas
Titik impas (Break Event Point/BEP) dipakai untuk
menentukan besarnya volume penjualan dimana perusahaan tersebut
sudah dapat menutup semua biaya-biayanya tanpa mengalami
kerugian maupun keuntungan. Analisa titik impas tergantung pada tiga
faktor yaitu harga jual produk, biaya variabel dari biaya-biaya produksi,
pemasaran dan administrasi dan biaya tetap dari biaya-biaya produksi,
pemasaran dan administrasi (Shim et al., 1993).
Perhitungan titik impas perusahaan khitosan adalah sebagai
berikut:
BEP = Biaya tetap
1- (Biaya variabel/Total penerimaan)
= Rp. 6.982.346.860,00
= 21.683 kg khitosan
H. Kriteria Kelayakan Investasi
Beberapa kriteria kelayakan investasi yang dipakai adalah Net
Present Value (NPV), Internal Rate of return (IRR), Net Benefit Cost
(Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). Perhitungan kriteria kelayakan
investasi dapat dilihat pada Lampiran 16.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
89
1. NPV
Metode NPV membandingkan nilai tunai dari arus kas
masuk yang akan terjadi yang diharapkan dari suatu proyek
investasi terhadap arus kas keluar yang berkaitan dengan investasi
di awal proyek tersebut (Shim et al., 1993). Apabila nilai
penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar
daripada nilai sekarang investasi maka proyek tersebut
menguntungkan sehingga dikatakan layak, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai NPV adalah sebesar
Rp. 19.295.871.978,00. Karena nilai NPV lebih besar dari nol maka
industri khitosan berbahan baku limbah udang dinyatakan layak
berdasarkan perhitungan NPV.
2. IRR
IRR adalah tingkat suku bunga dimana nilai tunai dari arus
kas yang diharapkan dari suatu proyek investasi adalah sama
dengan biaya dari investasi proyek tersebut. IRR ditentukan dengan
menetapkan NPV sama dengan nol (Shim et al., 1993).
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai IRR adalah sebesar
35,65 % sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan adalah
19 %. Karena IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang
digunakan maka industri khitosan berbahan baku limbah udang
dinyatakan layak berdasarkan perhitungan IRR.
3. Net B/C
Net B/C dihitung dengan membandingkan jumlah semua
NPV Bt-Ct yang bernilai positif dengan semua NPV Bt-Ct yang
bernilai negatif. Jika B/C lebih besar sama dengan 1 maka proyek
layak untuk dilaksanakan (Pramudya dan Nesia, 1992).
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Net B/C adalah
sebesar 1,82. Karena nilai Net B/C lebih besar dari 1 maka industri
khitosan berbahan baku limbah udang dinyatakan layak
berdasarkan perhitungan Net B/C.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
90
4. PBP
PBP didefinisikan sebagai jumlah waktu yang diharapkan
suatu perusahaan untuk dapat mengembalikan investasi awalnya
(Shim et al., 1993). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP
adalah sebesar 3,25 tahun. Karena nilai PBP lebih cepat daripada
umur proyek maka industri khitosan berbahan baku limbah udang
dinyatakan layak berdasarkan perhitungan PBP.
I. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengulang kembali
perhitungan yang telah dilakukan dengan perubahan yang terjadi atau
mungkin akan terjadi (Pramudya dan Nesia, 1992). Penghitungan
dilakukan untuk melihat pengaruh kenaikan harga bahan baku dan
penurunan harga jual terhadap kriteria investasi. Ringkasan analisis
sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 24. Analisis sensitivitas secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17.
Tabel 24. Analisis Sensitivitas Industri Khitosan
Perubahan NPV (Rp.) IRR (%) Net B/C PBP
(tahun)
Harga bahan baku dan bahan pembantu naik 411% (46.042.278) 18,966 0,9984 5,42
Harga bahan baku dan bahan pembantu naik 410 % 16.150.372 19,012 1,0006 5,41
Harga jual turun 27,75 % (3.865.811) 18,996 0,9998 5,21
Harga jual turun 27,74 % 3.089.049 19,003 1,0001 5,21
Biaya investasi tetap naik 98,54 % (1.148.359) 18,999 1,0000 5,06
Biaya investasi tetap naik 98,53 % 809.934 19,000 1.0000 5,06
Berdasarkan perhitungan, titik kritis kelayakan industri
khitosan berada pada kisaran kenaikan harga bahan baku dan bahan
pembantu sebesar 410 % sampai 411 %, penurunan harga jual
sebesar 27,74 % sampai 27,75 % dan kenaikan biaya investasi tetap
sebesar 98,54 % sampai 98,53 %. Kenaikan harga bahan baku
meliputi kenaikan bahan mentah, bahan kemasan dan bahan bakar.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
91
Kenaikan biaya investasi tetap meliputi lahan, bangunan, persiapan
(perizinan, AMDAL, paten), pekerjaan sipil dan struktur lain dan mesin
serta peralatan. Kenaikan biaya investasi tetap juga akan mengubah
nilai sisa dan nilai depresiasi setiap tahunnya.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
92
X. KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI KHITIN
Pendirian industri khitin menemui kendala pada aspek pasar dan
pemasaran untuk dalam negeri. Pasar khitin untuk dalam negeri sulit
diidentifikasi. Namun, pasar ekspor khitin sangat bagus. Oleh karena itu,
pasar industri khitin diasumsikan sebagian besarnya adalah untuk ekspor.
A. Aspek Teknis dan Teknologis
1. Bahan baku
Kebutuhan bahan baku industri khitin diasumsikan sama
dengan kebutuhan bahan baku industri khitosan yaitu sebesar
1.260 ton per tahun. Dari bahan baku limbah udang sebesar itu,
khitin yang dihasilkan sebesar 78,79 ton per tahun atau sebesar
34,74 %.
2. Kapasitas produksi
Kapasitas produksi khitin sebesar 78,79 ton per tahun atau
6,56 ton per bulan atau 262,7 kg per hari. Perusahaan
memproduksi khitin dan khitosan sebesar 80 % (63 ton) dari
kapasitas produksi pada tahun pertama, 90 % (70,9 ton) pada
tahun kedua dan 100 % pada tahun ketiga dan seterusnya.
3. Teknologi proses
Teknologi proses pengolahan khitin sama dengan
teknologi proses pengolahan khitosan, tetapi tanpa proses
deasetilasi. Proses pengolahan khitin terdiri dari proses pencucian
limbah udang, pengeringan limbah udang, penghancuran limbah
udang, demineralisasi, deproteinasi, penyaringan dan pencucian,
pengeringan dan penggilingan.
Perbedaan proses pengolahan khitin dengan pengolahan
khitosan menyebabkan perbedaan pembuatan neraca massa dan
energi serta penggunaan mesin serta peralatan. Tabulasi
perhitungan neraca massa dan neraca energi dapat dilihat pada
Lampiran 18 dan Lampiran 19.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
93
B. Aspek Manajemen dan Organisasi
Kebutuhan tenaga kerja industri pengolahan khitin lebih
sedikit dibandingkan tenaga kerja industri khitosan. Jumlah tenaga
kerja langsung industri khitin sebanyak 36 orang. Jumlah tersebut
terdiri dari pekerja 15 orang, operator 10 orang dan supervisor 11
orang. Tabulasi tenaga kerja langsung dapat dilihat pada Tabel 25.
Jumlah tenaga kerja tidak langsung industri khitin sama dengan jumlah
tenaga kerja tidak langsung industri khitosan. Total tenaga kerja yang
dibutuhkan sebanyak 73 orang.
Tabel 25. Tabulasi Tenaga Kerja Langsung Industri Khitin
No Proses Produksi/Ruang
Jabatan
Jumlah
Pekerja Operator Supervisor/
Kepala Bagian
1 Ruang penyimpanan bahan baku
2 - 1 3
2 Ruang penerimaan dan gudang bahan lain
2 - 1 3
3 Tangki dan pengolahan air 2 1 1 4
4 Pencucian 2 - 1 3
5 Pengeringan limbah udang 2 1 1 5
6 Penghancuran - 1
7 Demineralisasi - 1 1 3
8 Deproteinasi - 1
9 Pengeringan khitin - 1 1 3
10 Penggilingan dan pengemasan - 1
11 Ruang penyimpanan produk 1 - 1 2
12 Ruang pembangkit uap 1 1 1 5
13 Ruang pembangkit tenaga 1 1
14 Pengolahan limbah 1 1 1 3
15 Pengawasan mutu 1 - 1 2
Total 15 10 11 36
C. Aspek Finansial
1. Asumsi
Beberapa asumsi yang berubah adalah kapasitas produksi
khitin sebesar 78,79 ton per tahun dan kebutuhan bahan baku
limbah udang sebesar 1.260 ton per tahun. Ausmsi lain sama
dengan asumsi industri khitosan.
2. Sumber dana dan struktur pembiayaan
Jumlah kredit investasi yang diberikan oleh bank
sebesar 70 % dari total biaya investasi adalah sebesar
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
94
Rp.14.940.709.077,00 sedangkan biaya investasi dari modal
sendiri sebesar Rp. 6.403.161.033,00. Total biaya investasi industri
khitin sebesar Rp. 21.343.870.110,00.
Pembayaran pinjaman terdiri dari pembayaran angsuran
dan pembayaran bunga pinjaman. Pembayaran angsuran maupun
bunga pinjaman dimulai dari tahun pertama dengan jangka waktu
pembayaran selama 10 tahun. Pembayaran angsuran dapat dilihat
pada Lampiran 20.
3. Biaya investasi
Komposisi investasi tetap dapat dilihat pada Tabel 26.
Rincian biaya investasi tetap, nilai sisa dan biaya depresiasi secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 21.
Tabel 26. Komposisi Biaya Investasi Tetap Industri Khitin
No Komponen Nilai (Rp.) Persentase (%)
1 Lahan 3.447.600.000 24,30
2 Bangunan produksi 2.298.400.000 16,20
3 Persiapan (perizinan, AMDAL, paten)
126.400.000 0,89
4 Pekerjaan sipil dan struktur lain 3.688.477.000 25,32
5 Peralatan umum 1.872.578.000 12,81
6 Mesin dan peralatan 3.555.401.000 20,47
Total 14.988.856.000 100
Komposisi modal kerja dapat dilihat pada Tabel 27. Biaya
tenaga kerja, biaya bahan baku dan bahan pembantu dan tabulasi
biaya operasional selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 22, 23
dan 24.
Persentase biaya investasi tetap dari total biaya investasi
adalah sebesar 66,47 % yaitu sejumlah Rp. 14.186.298.374,00.
Persentase modal kerja dari total biaya investasi adalah sebesar
33,53 % yaitu sebesar Rp. 7.157.571.736,00.
4. Harga pokok, harga jual dan prakiraan penerimaan
Harga jual khitin sebesar Rp. 223.292,75 per kilogram.
Harga jual khitin dihitung dengan membagi penjumlahan harga
pokok dan margin keuntungan (100%) dengan proyeksi jumlah
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
95
produk yang terjual. Perhitungan harga pokok dan harga jual khitin
dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 27. Komposisi Modal Kerja Industri Khitin
No. Komponen Nilai (Rp.) Persentase
(%)
A Biaya Tetap 1 Tenaga kerja tak langsung 1.536.000.000 21,46 2 Administrasi 448.800.000 6,27 3 Pemasaran 954.077.867 13,33 4 Depresiasi 1.254.949.465 17,53 5 Asuransi 140.401.257 1,96
6 Riset dan Pengembangan (R&D) 954.077.867 13,33
7 Biaya pemeliharaan 487.693.142 6,81 Subtotal 5.775.999.599 80,70
B Biaya Variabel 1 Bahan bahan mentah 243.600.000 3,40 2 Bahan kemasan 6.538.505 0,09 3 Bahan bakar 423.433.632 5,92 4 Tenaga kerja langsung 708.000.000 9,89 Subtotal 1.381.572.137 19,30 Total 7.157.571.736 100,00
Tabel 28. Perhitungan Harga Pokok dan Harga Jual Khitosan
No Komponen Jumlah
1 Biaya operasional (Rp) 7.157.571.735,73 2 Bunga modal investasi (Rp) 18.867.776,84
3 Bunga modal kerja (Rp) 9.519.570,41 4 Angsuran (Rp) 1.522.458.254,95 Total 8.708.417.337,93 5 Jumlah produk (kg) 78.000,00 6 Harga Pokok (Rp) 111.646,38 7 Margin keuntungan (%) 1,00 8 Harga jual (Rp/kg) 223.292,75 9 Prakiraan penerimaan (Rp) 17.416.834.675,85
Proyeksi penjualan dihitung dengan asumsi 20% produk
tidak terjual pada tahun produksi. Pada tahun pertama, perusahaan
memproduksi sebanyak 80 % dari kapasitas total. Pada tahun
kedua, perusahaan memproduksi 90 % sedangkan pada tahun
ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan memproduksi 100 %
dari kapasitas total. Jika produk terjual seluruhnya (78.000 kg)
maka penerimaan sebesar Rp. 17.416.834.675,85. Pada tahun
pertama, penerimaan sebesar Rp. 11.146.774.193,00. Penerimaan
sebesar itu mempertimbangkan produk hanya diproduksi sebesar
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
96
80% dari kapasitas total dan produk yang terjual sebesar 80% dari
produk yang diproduksi.
5. Proyeksi laba rugi
Pada tahun pertama, perusahaan mendapat laba kotor
sebesar Rp. 3.989.202.457,00. Sebelum perhitungan pajak, laba
kotor dikurangi pembayaran bunga modal investasi dan bunga
modal kerja. Laba sebelum kena pajak tersebut sebesar Rp.
3.960.815.110,00. Pajak yang dihitung dari laba sebelum kena
pajak sebesar Rp. 1.170.744.533,00. Laba bersih yang didapat
pada tahun pertama sebesar Rp. 2.790.070.577,00. Perhitungan
proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 25.
6. Proyeksi arus kas
Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk
dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri
dari modal sendiri dan pinjaman (initial cash flow), laba bersih,
depresiasi, nilai barang tidak terjual (operational cash flow), nilai
sisa dan pengembalian modal kerja (terminal cash flow). Aliran kas
keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow) dan
angsuran pinjaman (operational cash flow). Kas bersih didapatkan
dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya.
Proyeksi arus kas industri khitin dapat dilihat pada Lampiran 26.
7. Analisa titik impas
Perhitungan titik impas perusahaan khitin adalah sebagai
berikut:
BEP = Biaya tetap
1- (Biaya variabel/Total penerimaan)
= Rp. 6.411.756.966,00
= 28.715 kg khitin
8. Kriteria kelayakan investasi
Beberapa kriteria kelayakan investasi yang dipakai adalah
Net Present Value (NPV), Internal Rate of return (IRR), Net Benefit
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
97
Cost (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). Perhitungan kriteria
kelayakan investasi dapat dilihat pada Lampiran 27.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai NPV adalah sebesar
Rp. 15.716.151.316,00. Karena nilai NPV lebih besar dari nol maka
industri khitosan berbahan baku limbah udang dinyatakan layak
berdasarkan perhitungan NPV.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai IRR adalah sebesar
34,02% sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan adalah
19 %. Karena IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang
digunakan maka industri khitosan berbahan baku limbah udang
dinyatakan layak berdasarkan perhitungan IRR.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Net B/C adalah
sebesar 1,73. Karena nilai Net B/C lebih besar dari 1 maka industri
khitosan berbahan baku limbah udang dinyatakan layak
berdasarkan perhitungan Net B/C.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP adalah sebesar
3,35 tahun. Karena nilai PBP lebih cepat daripada umur proyek
maka industri khitosan berbahan baku limbah udang dinyatakan
layak berdasarkan perhitungan PBP.
9. Analisis sensitivitas
Penghitungan analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat
pengaruh kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual
terhadap kriteria investasi. Ringkasan analisis sensitivitas dapat
dilihat pada Tabel 29. Analisis sensitivitas secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran 28.
Berdasarkan perhitungan, titik kritis kelayakan industri
khitosan berada pada kisaran kenaikan harga bahan baku dan
bahan pembantu sebesar 659 % sampai 660 %, penurunan harga
jual sebesar 25,92 % sampai 25,93 % dan kenaikan biaya investasi
tetap sebesar 84,79 % sampai 84,80 %. Kenaikan harga bahan
baku meliputi kenaikan bahan mentah, bahan kemasan dan bahan
bakar. Kenaikan biaya investasi tetap meliputi lahan, bangunan,
persiapan (perizinan, AMDAL, paten), pekerjaan sipil dan struktur
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
98
lain dan mesin serta peralatan. Kenaikan biaya investasi tetap juga
akan mengubah nilai sisa dan nilai depresiasi setiap tahunnya.
Tabel 29. Analisis Sensitivitas industri Khitin
Perubahan NPV (Rp.) IRR (%) Net B/C PBP
(tahun) Harga bahan baku dan bahan pembantu naik 660 % (6.134.085) 18,995 0,9998 5,37
Harga bahan baku dan bahan pembantu naik 659 % 21.941.425 19,018 1,0009 5,36
Harga jual turun 25,93 % (897.677) 18,999 1,0000 5,17
Harga jual turun 25,92 % 5.163.661 19,005 1,0002 5,17
Biaya investasi tetap naik 84,80 % (1.011.334) 18,999 1,0000 5,05
Biaya investasi tetap naik 84,79 % 842.105 19,001 1,0000 5,05
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
99
XI. KESIMPULAN
Studi kelayakan pendirian industri khitin dan khitosan meliputi
analisis aspek pasar dan pemasaran, teknis dan teknologis, manajemen
dan organisasi, legal yuridis, lingkungan dan finansial. Semua aspek yang
dikaji menunjukkan industri khitosan berbahan baku limbah udang layak
untuk didirikan. Sedangkan, industri khitin layak didirikan dengan catatan
sebagian besar hasil khitin yang diproduksi untuk ekspor.
Berdasarkan analisis pasar dan pemasaran, ditetapkan prioritas
produksi perusahaan adalah produk khitosan. Hasil analisis aspek pasar
dan pemasaran menunjukkan bahwa potensi pasar khitosan di Indonesia
cukup besar yaitu sebesar 308 ton. Struktur pasar yang terjadi adalah
persaingan murni dalam skala internasional.
Perusahaan ditetapkan berproduksi sebesar 20% dari pangsa
pasar yang dapat diraih yaitu sebesar 62 ton per tahun atau 5,139 ton per
bulan atau 206 kg per hari. Harga jual khitosan sebesar Rp. 322.327,58
per kilo gram.
Hasil analisis teknis dan teknologis meliputi lokasi, teknologi
proses dan tata letak pabrik. Lokasi perusahaan berdasarkan metode
AHP adalah di kabupaten Banyuwangi. Perusahaan khitosan ini
membutuhkan 78 orang tenaga kerja langsung dan tidak langsung.
Berdasarkan aspek perijinan, perpajakan serta lingkungan pendirian
industri khitosan berbahan baku limbah udang layak dilaksanakan karena
tidak ada masalah terhadap ketiga aspek tersebut.
Biaya investasi proyek didapat dari modal sendiri sebesar 30 %
atau Rp. 6.983.918.588,00. dan modal pinjaman dari bank sebesar 70 %
atau Rp. 16.295.810.039,00. Total keseluruhan biaya investasi sebesar
Rp. 23.279.728.627,00 terdiri dari biaya investasi tetap sebesar 64,39%
atau Rp.14.988.856.137,00 dan biaya modal kerja sebesar 35,61% atau
sebesar Rp. 8.290.872.490,00.
Harga pokok produksi khitosan sebesar Rp. 161.163,79. Nilai
kriteria kelayakan yaitu NPV sebesar Rp. 14.290.563.556,00, IRR sebesar
31,82 %, Net B/C sebesar 1,61 dan PBP selama 3,28 tahun. Analisis
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
100
sensitivitas menunjukkan bahwa industri khitosan berbahan baku limbah
udang lebih sensitif terhadap penurunan harga jual dibandingkan kenaikan
harga bahan baku dan bahan pembantu. Industri ini masih layak pada
kenaikan harga bahan baku sampai 374 %, penurunan harga jual sampai
23,04 % dan kenaikan biaya investasi sampai 74,63 %.
Industri khitin layak didirikan dengan catatan sebagian besar
hasil khitin yang diproduksi untuk ekspor. Industri khitin diasumsikan
berproduksi sebesar 78,79 ton per tahun atau 6,56 ton per bulan atau
262,7 kg per hari. Bahan baku yang dibutuhkan sebesar 1,260 ton per
tahun. Industri khitin membutuhkan 73 orang tenaga kerja langsung dan
tidak langsung.
Biaya investasi proyek didapat dari modal sendiri sebesar 30 %
atau Rp. 6.403.161.033,00 dan modal pinjaman dari bank sebesar 70 %
atau Rp.14.940.709.077,00. Total keseluruhan biaya investasi sebesar
Rp. 21.343.870.110,00 terdiri dari biaya investasi tetap sebesar 66,47 %
atau Rp. 14.186.298.374,00 dan biaya modal kerja sebesar 33,53 % atau
sebesar Rp. 7.157.571.736,00.
Harga jual khitin sebesar Rp. 223.292, 75 per kilogram. Harga
pokok produksi khitin sebesar Rp. 111.646,38 per kilogram. Nilai kriteria
kelayakan yaitu NPV sebesar Rp. 15.716.151.316,00, IRR sebesar
34,02 % , Net B/C sebesar 1,73 dan PBP selama 3,35 tahun. Analisis
sensitivitas menunjukkan bahwa industri khitosan berbahan baku limbah
udang lebih sensitif terhadap penurunan harga jual dibandingkan kenaikan
harga bahan baku dan bahan pembantu. Industri ini masih layak pada
kenaikan harga bahan baku sampai 659 %, penurunan harga jual sampai
25,92 % dan kenaikan biaya investasi sampai 84,79 %.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
101
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, A. D., A. Muzi, D. Triana, E. Nurnisya, N. Rachmaningsih dan Y. Yunita. 1988. Pemanfaatan Kulit Udang Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Zat Pengemulsi. Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian, UGM, Yogyakarta.
Anonymous. 1987. Cational Polymer for Recovering Valuable by Product
from Food Processing Waste. Protein Laboratories, Burgess. Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.
Terjemahan Edisi Ketiga. Penerbit ITB, Bandung. Austin, P. R., C. J. Brine, J. E. castle dan J.P. Zikakis. 1981. Chitin: New
Facets of Research. Jurnal Science. Bank Indonesia. 2004. Inflasi Indonesia. Http\\www.bi.go.id
Bastaman, S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and
Chitosan from Prawn Shells (Nepros norvegicus). The Departement of Mechanical Manufacturing, aeronautical and Chemical Engineering, The Queen’s University of Belfast.
Behrens, W dan P. M. Hawranek. 1991. Manual for the Preparation of
Industrial Feasibility Studies. UNIDO, Vienna. Blair, H. S. dan T. C. Ho. 1980. Studies in The Adsorption and Diffusion of
Ion in Chitosan. J. Chem. Tech. Biotech. Bough, W. A. 1975. Coagulation with Chitosan an Aid to Recovery of By
Product from Egg Breaking Wastes. Poultry Sci. BPS. 1996-2003. Statistik Export dan Import Indonesia. Badan Pusat
Statistik, Jakarta. BPS. 1998-2002. Statistik Industri Menengah dan Besar. Badan Pusat
Statistik, Jakarta. BPS. 2003. Direktori Industri Pengolahan. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Brzeski, M. M. 1987. Chitin and Chitosan Putting Waste to Good Use.
Infofish. Casio, G. et all. 1982. Bioconversion of Shellfish Chitin Waste : waste
Pretreatmen, Enzyme Production, Process Design and Economical Analysis. Jurnal Food Science.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
102
DAFTAR PUSTAKA (lanjutan)
Dirjen Perikanan Budidaya. 2004. Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan
Budidaya Periode Januari-Desember Tahun 2003. www.perikanan-budidaya.go.id.
DKP. 2000. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Depatemen Kelautan
dan Perikanan, Jakarta. Fellows, P.,E. Franco dan R. Walter. 1996. Starting a small Food
Processing Enterprise. Intermediate Technology Publication, London.
Gitosudarmo, I. 1997. Manajemen Pemasaran. Edisi Pertama. BPFE,
Yogyakarta. Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian.
Terjemahan. Edisi kedua. UI Press, Jakarta. Himmelblau, David M. 1996. Basic Principles and Calculation in Chemical
Engineering. 4th edition. Prentice-Hall, New Jersey. Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial
Chemistry. Republicka of Germany. 5th ed. http//www.the-infoshop.com. 2003. Chitin and Chitosan (specialty
biopolymers). http//www.sigmaaldrich.com. 2004. Price List Chitin and Chitosan. Husnan, S. dan Suwarsono M. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit
Penerbit dan Pencetakan, Yogyakarta. Ichsan, M., Kusnadi dan M. Syaifi. 2003. Studi Kelayakan Proyek Bisnis.
Universitas Brawijaya, Malang. Johnson E. L. dan Q. P. Peniston. 1982. Utilization of Sellfish Wastes for
Production of Chitin and Chitosan. AVI Publishing, Wesport. Juhairi. 1986. Pembuatan Tepung dan Protein Konsentrat dari Limbah
Industri Udang Beku. Skripsi. Jurusan TPG, Fateta IPB, Bogor. Knorr, D. 1982. Functional Properties of chitin and Chitosan. J. Food
science. Knorr, D. 1984. Use of Chitinous in Food. Food Techn.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
103
DAFTAR PUSTAKA (lanjutan)
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Milenium.
Terjemahan. Prenhallindo, Jakarta. Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Edisi Milenium.
Terjemahan. Prenhallindo, Jakarta. Lab. Protan. 1987. Cational Polymer for Recovering Valuable by Products
from Processing Waste Burggess. USA. Lang, G., Wendel, H. & Konrad, E. 1985. Cosmetic Composition Based
upon Chitosan Derivatives as well as Processes for the Production Thereof. Assignee: Wella Aktiengesellschaft, (US Patent 4,528,283), 15 pp
Latief, R. 2001. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradable. Makalah
ilmiah. Http//www.hayati-ipb.com Machfud. 1999. Diktat Bahan Pengajaran Perencanaan dan Pengendalian
Produksi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Martosudarmo, R. dan B. S. Ranoemihardjo. 1980. Biologi Udang
Penaeid. Di dalam Pedoman Budidaya Udang. Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta.
Max S. P. dan K. D. Timmerhaus. 1991. Plant design and economics for
chemical engineers. 4th ed. McGraw-Hill, New York.
Moelyanto. 1984. Penanganan Ikan Segar. PT. Penebar Swadaya,
Jakarta. Muzi, A. 1990. Isolasi Kimiawi dan Kharakteristik Khitin Kulit Udang
Windu. Thesis. Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Yogyakarta.
Muzzarelli, R.A.A. 1986. Chitin. Faculty of Medicine Univeersity of Ancona.
Pergamon Press, Italy. Naczk dan Shiroshi. 1981. Di dalam Knorr, D. 1984. Uses Chitinous
Polymers in Food. Food Tech. Peniston, Q.P & Johnson, E. 1980. Process for the Manufacture of
Chitosan. US Patent No. 4,195,175, 5pp.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
104
DAFTAR PUSTAKA (lanjutan)
Pramudya, B. dan Nesia D. 1992. Ekonomi Teknik. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor. Prasetiyo, K. W. 2004. Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang Sebagai
Bahan Pengawet kayu Ramah Lingkungan. Makalah ilmiah. http//www.kompas.com.
Rha, C. 1984. Chitosan as Biomaterial. Di dalam R. R. Colwell, A. J.
Sinley dan E. R. Poriser (eds.). Biotechnologi in Marine Science. Jhon Wiley and Sons, New York.
Rudall, K. M. 1969. Chitin and Its Association with Other Molecules.
Polymer Science. Sanford, P. A. dan G. P. Hutchings. 1987. Chitosan and Natural Cationic
Biopolimer, Commercial Application on Industrial Polyssacarides. Ed. Yalpani M. Elsevier Sci. Publ. Co. Inc, New York.
Shim, J. K., J. G. Siegel dan A. J. Simon. 1993. Tool for Executives MBA.
Elex Media Komputindo, Jakarta. Simatupang, R. B. 2003. Aspek Hukum dalam Bisnis. PT. Asdi
Mahasatya, Jakarta. Sugiarto, K. A. dan V. Toro (ed.). 1979. Udang, Biologi , Potensi, Budidaya
Produksi dan Udang sebagai Bahan Makanan di Indonesia. Lembaga Oseanologi –LIPI, Jakarta.
Stanton, W. J. 1991. Prinsip Pemasaran. Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Stoner, J. A. F. dan R. E. Freeman. 1994. Manajemen. Terjemahan. Jilid
1, Edisi V. Intermedia, Jakarta. Sumarni, Murti dan John Soeprihanto. 1993. Pengantar Bisnis (Dasar
Dasar Ekonomi Perusahaan). Liberty, Yogyakarta. Suparno dan Nurcahya. 1984. Pemanfaatan Limbah Udang. Laporan
Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Perikanan, Deptan, Jakarta.
Suptijah, P., E. Salamah, H. Sumaryanto, S. Purwaningsih dan Joko
Santoso. 1992. Pengaruh Berbagai Metode Isolasi Khitin dari Kulit Udang Terhadap Mutunya. Laporan Penelitian. Program studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.
Laporan Sementara
Kajian Tekno Ekonomi Industri Pengolahan Khitin dan Khitosan
dari Limbah Udang untuk Bahan Baku Industri
105
DAFTAR PUSTAKA (lanjutan)
Suratmo, F. G. 1998. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta. Suwignyo, S. 1989. Avertebrata Air. Lembaga Sumberdaya Informasi.
Institut Pertanian Bogor. Tokura, S. and N. Nishi. 1995. Specification and Characterization of Chitin
and Chitosan. Collection of Working Papers. Univesiti Kebangsaan, Malaysia.
Umar, H. 2001. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Whistler, R. L. 1973. Poltsaccjaride Chem. Acad. Press Inc., New York.
Winardi. 1991. Harga dan Penetapan Harga dalam Bidang Pemasaran. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Zaitsev, V.P., I. Kisevetter, L. Lagunov, T. Makarova, L. Minder dan
Podsevalov. 19169. Fish Curing and Processing. MIR Publishing, Moscow.