225

eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan
Page 2: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 3: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 4: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

.

Page 5: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 6: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 7: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 8: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 9: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 10: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 11: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 12: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 13: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 14: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 15: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 16: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 17: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan yang cukup luas,

dengan wilayah perairan yang beragam memberikan karakteristik yang berbeda antara

satu wilayah dengan wilayah perairan yang lainnya. Dengan karakteristik yang berbeda

itu pula, maka teknologi dan manajemennyapun berbeda pula. Pada satu sisi, ada

wilayah yang memberikan kegiatan perikanan telah berkembang dengan pesat atau

industri perikanan yang maju, sementara di sisi lain masih banyak wilayah lain yang

kegiatan perikanannya sulit berkembang. Perikanan merupakan sub sector yang penting,

mengingat sumberdaya perikanan yang luas dengan sumberdaya ikan yang cukup

melimpah dan beraneka ragam dan sumber daya ikan masih dianggap memiliki sifat

terbuka (open access) dan milik bersama (common property), artinya setiap orang

mempunyai hak untuk memanfaatkan sumber daya tersebut, maka dalam pemanfaatannya

perlu dilakukan pengelolaan atau manajemen.

Pembangunan perikanan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional pada

hakekatnya dilaksanakan dalam rangka mendayagunakan sumber daya perikanan secara

menyeluruh, terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai dengan

kemampuan daya dukungnya, sehingga diharapkan mampu memberikan kesejahteraan

bagi masyarakat secara berkelanjutan. Kedudukan dan nilai sumber daya perikanan

sangat strategis dalam menjaga kelangsungan hidup sebagian besar penduduk di sekitar

pantai.

Menurut UU Perikanan (UU No.45/2009): “Pengelolaan perikanan adalah semua

upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,

perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan

implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang

perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk

mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah

disepakati”.

Definisi pengelolaan tersebut dapat dijadikan pegangan dalam menyusun rencana

manajemen perikanan tangkap. Tahap pertama dalam penyusunan rencanan manajemen

perikanan tangkap adalah pengumpulan informasi.

2

Page 18: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Untuk keperluan pengumpulan informasi diperlukan ilmu pengetahuan yang perlu

dipelajari terlebih dahulu yaitu tentang bagaimana Teknologi dan Manajemen Perikanan

Tangkap’ Dengan demikian tujuan pengelolaan yang sesungguhnya dapat tercapai.

Tujuan pengelolaan perikanan tangkap dapat diadopsi dari UU No 45 Tahun

2009, yaitu: meningkatkan taraf hidup nelayan, penerimaan dan devisa negara,

mendorong perluasan kesempatan kerja, meningkatkan ketersediaan dan konsumsi

sumber protein ikan, mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan, meningkatkan

produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing, meningkatkan ketersediaan bahan baku

industri pengolahan ikan, mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan

sumberdaya ikan secara optimal dan menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Perikanan

tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan,

kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk

Indonesia perlu dikelola yang berorientasi pada jangka panjang (sustainability

management).

Nikijuluw (2002) menyebutkan dalam pemanfaatan sumber daya milik bersama

dibatasi dan dilandasi beberapa hak yang memberikan jaminan bagi pemegangnya, yaitu:

(1) Hak akses, adalah hak untuk masuk ke dalam sumber daya yang memiliki batas-batas

fisik yang jelas; (2) Hak memanfaatkan, adalah hak untuk memanfaatkan sumber daya

dengan cara-cara dan teknik produksi sesuai dengan ketetapan dan peraturan yang

berlaku; (3) Hak mengatur, adalah hak untuk mengatur pemanfaatan sumber daya serta

meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya melalui upaya pengkayaan stok ikan

serta pemeliharaan serta perbaikan lingkungan; (4) Hak ekslusif, adalah hak untuk

menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan apakah hak akses tersebut dapat

dialihkan kepada orang lain; dan (5) Hak mengalihkan, adalah hak untuk menjual dan

menyewakan ke empat hak tadi kepada orang lain.

Para pengguna semberdaya, terutama yang memiliki hak memanfaatkan, harus

memperhatikan kegiatannya dalam proses optimalisasi penangkapan ikan yang

menguntungkan namun berwawasan lingkungan. Dalam proses tersebut banyak faktor

3

Page 19: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

yang harus dipertimbangkan terutama yang terkait dalam aspek sumberdaya ikan,

lingkungan perairan dan aspek teknologi perikanan tangkap yang digunakan. Selain

memperhatikan aspek tersebut harus diketahui pula bahwa perikanan tangkap memiliki

sifat yang khas dan unik. Sifat-sifat yang khas dan unik ini tidak dimiliki oleh bidang-

bidang usaha lain, bahkan oleh bidang-bidang usaha pertanian sekalipun. Ciri-siri usaha

perikanan yang khas atau spesifik dan unik tersebut antara lain sebagai berikut: (1) Ikan

(termasuk non ikan) hidup di permukaan, pertengahan dan atau di dasar air, sehingga

tidak tampak oleh mata secara langsung dan sulit diduga keberadaan dan jumlah atau

potensinya; (2) Walaupun hidup di air, tetapi untuk perairan yang luas (laut), ikan belum

tentu ada di setiap tempat/wilayah perairan. Hal ini berarti bahwa setiap wilayah perairan

belum tentu merupakan daerah penangkapan ikan; (3) Ikan sebagai hewan yang hidup di

air akan selalu bergerak dan berpindah-pindah tempat (migrasi). Perpindahan ini

dilakukan untuk mencari makan, memijah, melahirkan dan atau mencari tempat

lingkungan hidup yang cocok. Keadaan ini berlaku secara musiman, sehingga terjadi

musim penangkapan ikan di daerah-daerah perairan tertentu yang belum tentu sama

untuk daerah-daerah perairan lainnya; (4) Ikan termasuk komoditi yang mudah rusak dan

cepat busuk (perishable), memerlukan kecepatan dalam hal: pasca panen atau

penanganan dan pemrosesan (handling and processing), pelelangan (auction), pemasaran

(marketing) dan konsumsi. Jika tidak demikian, produsen akan mengalami kerugian,

karena mutu ikan akan selau merosot; (5) Akibat tekanan upaya penangkapan ikan yang

terus menerus, maka lama-kelamaan sumberdaya ikan dapat punah atau habis (deplet).

Jika keadaan ini terjadi, maka sumberdaya ikan ini (jenis ikan tertentu) tidak dapat

dipulihkan kembali (unrenewable). Jika diinginkan jenis ikan ini lagi, maka harus

didatangkan dari daerah lain atau impor; (6) Masyarakat beranggapan bahwa sumberdaya

ikan merupakan milik bersama (common properties). Akibatnya di suatu daerah

penangkapan ikan sering terjadi persaingan dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan

secara besar-besaran. Hal ini akan mempercepat keadaan lebih tangkap (over fishing)

dan punahnya jenis sumberdaya yang dimanfaatkan;

4

Page 20: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(7) Dalam operasi penangkapan ikan, diperlukan keahlian khusus dan kerjasama yang

baik/kompak dari tenaga-tenaga pelaksananya (Anak Buah Kapal/ABK dan atau

nelayan). Hal ini agar upaya penangkapan ikan yang dijalankan dapat berhasil dan

selamat dari bahaya selama di laut; (8) Operasi penangkapan ikan tidak bisa dijalankan

secara penuh selama satu tahun. Rata-rata hanya bisa dicapai 10 bulan per tahun. Hal ini

karena terjadinya cuaca buruk di laut dan dan tidak musim ikan (paceklik) serta

keperluan untuk perawatan kapal ikan secara rutin (docking), yaitu enam bulan sekali

untuk kapal yang terbuat dari besi/baja; (9) Harga ikan di tempat pelelangan Ikan (TPI)

ditetapkan berdasarkan lelang. Oleh karena itu, produsen (Pengusaha Perikanan Tangkap

dan atau Nelayan) tidak bisa menentukan harga ikan sesuai dengan kehendaknya; (10)

Bagi yang melakukan usaha penangkapan ikan secara Sistem Bagi Hasil, biaya

operasional penangkapan ikan hanya dikeluarkan sekali, karena biaya-biaya operasional

selanjutnya (untuk trip berikutnya) diambil (dipotong) dari Raman Kotor) atau Hasil

Lelang Kotor di TPI; (11) Usaha perikanan tangkap berisiko tinggi; karena selalu

berhubungan dengan media air laut yang sering menimbulkan ombak dan arus kuat serta

terjadinya cuaca buruk. Disamping itu adanya ancaman dari binatang buas (cucut dan

paus), hewan beracun (jenis ikan buntal tertentu dan ubur-ubur) dan hewan berbisa (ular);

(12) TPI pada umumnya sering berbau amis dan busuk, akibat dari sisa-sisa lendir ikan

dan ikan busuk yang belum atau tidak dibersihkan di sekitar TPI. Dengan ciri-ciri

tersebut tentu saja membutuhkan manajemen dengan sebaik-baiknya dan secara

bertanggung jawab.

Kode tindak perikanan bertanggung jawab (code of conduct for responsible

fisheries) yang digagas oleh FAO (Prado 1997) memili tujuan mulia yang terkait dengan

upaya mewujudkan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya dalam kerangka

pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.

Bagaimanapun juga dalam melaksanakan usaha perikanan tangkap harus

menghayati karakteristik atau sifat khas perikanan tangkap tersebut. Kebanyakan

masyarakat berpendapat bahwa sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang mudah

didapat sehingga tak mungkin mengurangi usaha dengan membatasi masukan, artinya

pengusaha tak mungkin menyetop orang menggunakan sarana untuk mendapatkan ikan

5

Page 21: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

tersebut. Pendapat tersebut sekarang harus sudah bergeser dengan melakukan

optimalisasi perikanan tangkap berbasis manajemen.

Dasar pertimbangan perlunya manajemen perikanan tangkap yaitu tertuang dalam

UUD 45 pasal 33, bumi dan air milik negara dan dimanfaatkan untuk se-besar-besarnya

kemakmuran rakyat. Dengan pertimbangan bahwa ikan itu adalah milik umum sehingga

tidak ada property right sehingga orang akan berlomba menangkapnya. Keberhasilan

seseorang secara tidak langsung memacu orang lain untuk ikut menangkapnya.

Akibatnya akan selalu ada kecenderungan peningkatan tingkat exploitasi baik karena

meningkatnya jumlah peserta maupun karena meningkatnya efisiensi penangkapan akibat

kemajuan teknologi kemudian hasil tangkapan akan menurun. Dengan kondisi demikian

tidak jarang terjadi konflik.

Manajemen perikanan tangkap perlu dilakukan sedini mungkin terhadap pelaku

perikanan tangkap agar tumbuh sikap dan perilaku untuk turut merasa memiliki

sumberdaya ikan beserta habitat dan lingkungannya. Menumbuhkan sikap dan perilaku

yang bertanggung jawab dalam melakukan usaha perikanan tangkap (Responsible

Fishing) sehingga ikan yang tertangkap tidak berlebihan dan lingkungannya tetap

terlpelihara. Mencegah terjadinya tangkap lebih (over fishing) dan kepunahan jenis

sumberdaya ikan, sehingga terkondisi kelestariannya. Membiasakan masyarakat nelayan

melakukan usaha perikanan tangkap yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang

berlaku (legal fishing).

Dengan demikian dapat menjamin agar sektor perikanan tangkap dapat

memberikan manfaat yang optimal bagi para stakeholders (akademisi, penentu kebijakan,

pengamat perikanan danmasyarakat umum) dalam melakukan pembangunan perikanan

baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang. Selain itu dapat menjamin

terciptanya perikanan yang bertanggung jawab.

6

Page 22: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 23: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

jaring yang di seret kedaratan dengan membawa ikan. Kini di abad moderen perkembangan

teknologi dan ilmu pengetahuan yang pesat membuat penangkapan ikan menjadi lebih mudah,

berbagai negara melakukan moderenisasi penangkapan. Dan jepang merupakan negara asia yang

sangat maju dalam hal teknologi, alat komunikasi dan penanganan hasil penangkapan.

Dalam perkembangannya usaha penangkapan ikan telah terjadi peningkatan mutu,

dimensi dan jumlah sarana tangkap secara bertahap dan berkesinambungan.

Perkembangan perikanan tangkap di Indonesia mempunyai tahahapan-tahapan yaitu: (1)

perikanan tradisional; (2) Motorisasi Perahu; (3) Modernisasi Alat dan Cata Penangkapan

Ikan.

Perikanan Tradisional; Pengetahuan nelayan terhadap bahan dan alat tangkap

yang baik kebanyakan bersumber pada pengalaman dan pengetahuan dari orang tua

mereka. Kebanyakan mereka tidak mempercayai penemuan teoritia, terutama karena

tidak tahu memanfaatkannya. Betapa pun dengan berbagai perubahan dinamis dalam

bidang perikanan belakangan ini, peningkatan pemilihan daerah penangkapan, alat dan

caranya dan masuknya alat canggih untuk memantau ikan, alat penangkapan yang sangat

besar, mesin otomatis, diperlukan nelayan yang mampu memadukan pengalaman praktis

dengan pengetahuan teori.

Perkembangan alat penangkapan ikan muncul sejak pada masyarakat primitive

dengan bentuk tombak, panah, lembing, harpoon dan pancing yang terbuat dari batu, kulit

kerang, tulang dan gigi binatang. Untuk menangkap ikan secara pasif di perairan

dangkal menggunakan penghadang terbuat dari tanah, atau batu, ranting serta rotan dan

terowongan di bangun, kemudian ikan di tangkap di dalam batang kayu yang berlubang,

perangkap dari tanah liat san keranjang. Penangkapan yang lebih efektif dilakukan

dengan lembing, sumpitan, penjepit dan alat penggaruk bersamaan dengan pancing.

Munculnya jarring yang terbuat dari serat merupakan langkah penting dalam

perkembangan alat perikanan. Di banyak negara, dongeng tentang seni pembuatan

jarring dianggap pelajaran dewa-dewa untuk manusia. Alat tangkap dan teknik penangkapan

ikan di beberapa daerah di Indonesia pada umumnya nelayan masih bersifat tradisional.

8

Page 24: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Dilihat dari perinsip penangkapan ikan di Indonesia para nelayan lebih memanfaatkan sifat-sifat

yang dimiliki ikan, misalnya pada perairan di Kalimantan Selatan nelayan lebih banyak

menggunakan Sero yaitu alat penangkap ikan dengan teknik menghadang ikan dan menggiring ke

arah tertentu sehingga ikan terjebak dan tak bisa kembali ke perairan luas

Motorisasi Perahu; Salah satu bentuk modernisasi perikanan tangkap adalah

motorisasi perahu. Sebab dengan menggunakan perahu/kapal bermotor, para nelayan

dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh, dan dapat cepat kembali ke

tempat pendaratan dan pelelangan ikan, untuk menjual ikannya. Makin singkat waktu

yang dipakai untuk menangkap ikan dan kembali ke pangkalan, kesegaran ikan lebih

terjamin, sehingga harga jual ikan di pelelangan lebih baik. Di samping itu, dengan

jangkauan daerah penangkapan yang lebih jauh, hasil yang diperolehhh bias lebih

banyak. Para nelayan berperahu motor juga tidak tergantung pada kekuatan angin lagi.

Motorisasi sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, dengan percobaan

motorisasi penangkapan ikan dengan jarring paying di Teluk Jakarta. Percobaan

dilakukan oleh Instituut voor de Zeevissrij. Pada tahun 1948-1951, di perrrairan Teluk

Jakarta terdapat dua tipe perahu motor, yaitu Tipe A dan Tipe B. Istilah ini hanya

kebetulan yang diberikan oleh Prof. Ir. Cornelus, seorang arsitek kapal yang bekerja pada

Instituut itu Soewito et al. (2000).

Perbedaan kedua tipe itu sebagai berikut: Tipe A (Kasko disebut open boat,

karena tidak memakai geladak; Ukurannya tidak lebih dari 6 m; Tidak ada palkah untuk

menyimpan ikan hasil tangkapan; Bentuk dasar badan kasko ada yang rata dan ada yang

cekung; Tidak ada bangunan atas; alat tangkap pancing tonda dan jaring). Sedangkan

Tipe B (Kasko menggunakan geladak penuh; Ada palkah ikan yang tidak berisolasi untuk

menyimpan garam sebagai bahan pengawet; Badan perahu berlunas; Konstruksi gading

tidak beraturan; Perahu memakai mesin dalam yang kecil Soewito et al. (2000).

9

Page 25: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Menurut Soewito et al. (2000) pada tahun 1951/1952, yayasan Perikanan Laut

membuat purwarupa kapal mayang dan disebut Tipe C dengan kecepatan tujuh knot:

(Kasko berukuran lebih besar; berukuran 12,00 x 3,25 x 1,20m; Kapal bermesin dalam

sehingga badan di dalam air mendapat getaran; Celah papan lambung di tutup dengan

majun (serat henep) yang didempul kappur dicampur minyak jarak; Konstruksi gading

lebih teratur; Mesin yang dipakai bervariasi, 10 DK buatan Deutz (Jerman), 15 DK

buatan Kobe (Jepang) dan 16 DK buatan Samofa (Belanda), semuanya bersumbu.

Selain membuat rancang bangun tipe kapal motor tersebut diatas, Abdul Salam

Sumintadirdja juga membuat rancang bangun KM. Cakalang kelas 30 GT untuk

Perusahaan perikanan Negara Sulawesi Utara/Tengah Air Tembaga dan 40 buah stern

trawler untuk udang kelas 15 GT serta 60 buah gillnetter tipe KB III kelas 7 GT untuk

PT. Karya Mina di Tanjung Pinang Soewito et al. (2000).

Pada tahun 1951/1952, Pemerintah Indonesia melalui Pusat Jawatan Perikanan

Laut mendapat bantuan/hibah 60 buah kapal mayang dan 14 buah kapal motor cakalang

dari pemerintah Amerika dengan program International Cooperation Administration

(ICA). Kapal mayang dibuat di Jepang dari kayu cemara/matsu berukuran

13,50x3,20x1,20m dengan mesin Yanmar 30 DK tipe 2 LD Soewito et al. (2000).

Kapal-kapal tersebut disalurkan kepada koperasi perikanan di pantai utara Jawa.

Sebagian di pakai sendiri oleh Jawatan Perikanan Laut. Seang kapal motor cakalang

disalurkan kepada koperasi perikanan di Ambon dan Air Tembaga, melalui Yayasan

Perikanan Laut setempat. Karena bantuan/hibah kapal motor dari Pemerintah Amerika

itu tidak mencukupi. Pusat jawatan Perikanan Laut melalui Yayasan Perikanan Laut

kemudian membangun 300 buah kapal mayang dengan biaya dari anggaran Rencana

Kesejahteraan Istimewa (RKI). Karena belum ada peraturan khusus tentang konstruksi

kapal ikan, Abdul Salam Soemintadirja yang telah mendapat pelatihan di Jepang,

menerapkan peraturan pembuatan kapal ikan dari kayu yang diperolehnya dari Jepang.

10

Page 26: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Galangan yang membangun kapal motor mayang antara lain: YAYASAN

PERIKANA LAUT di Jakarta; DJOESDI dan TRIDAYA di Tegal; BATANG di Banten,

mesin yang dipakai ialah Callesen 25 DK 1 cyl semi diesel, Yanmar 30 DK 2 cyl tipe 2

LD; BACHTIAR di Pekalongan; PT BAJO dan KP3 di Juana; BRN di Tuban.

Kapal motor yang selesai di bangun, diserahkan kepada Yayasan Perikanan Laut,

untuk selanjutnya diberikan kepada kelompok nelayan secara kredit. Para nelayan

penerima kapal adalah mereka yang sudah menjadi anggota koperasi. Angsuran kredit,

kapal dilakukan melalui koperasi masing-masing kkelompok yang dipotong langsung

dari hasil penjualan ikan di pelelangan Soewito et al. (2000).

Pada tahun 1956/1957, Yayasan Perikanan Laut membuat purwarupa baru, yaitu

perubahan dari tipe C menjadi tipe GB (Gillnet-Bajo): (1) Bergeladak kerja di belakang,

lengkap dengan penggulung jarring untuk operasii gillnet; (2) Kapal dibangun di

galangan kapal Bajo, Juana, seluruhnya dari kayu jati, dengan ukuran 13,00 x 3,20 x

1,20m (10 GT) dan mesin diesel Yanmar 45 DK tipe 3 LD Soewito et al. (2000).

Pada tahun 1956, Yayasan Perikanan Laut membangun kapal stern trawl yang

dirancang bangun oleh Kennedy Brown, seorang pakar Amaerika Serikat. Kapal itu

diberi nama Lollypop, berukuran 9,6 X 3,05 x 1,15 meter dengan mesin Deutz 25 DK

D14, dan dioperasikan di Kota Baru, Pulau Laut.

Lebih lanjut Soewito et al. (2000) menandaskan bahwa pada tahun 1957,

Departemen Pertanian membeli galangan kapal CV. Taat milik orang Belanda di Bajo

Juana, dan dikelola oleh PT. Bajo yang didirikan pemerintah. Galangan kapal ini

selanjutnya diserahkan pengelolaannya kepada Yayasan Perikanan Laut. Galangan ini

telah dapat membuat kapal kelas 60 GT, untuk jarring tarik, long line dan mayang.

Galangan itu selanjutnya juga dipercaya membangun kapal cakalang kelas 15-20 GT

untuk dioperasikan di Air Tembaga dan Ambon. Kapal yang telah dibangun, antara lain:

11

Page 27: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

- Km. Ardjuna (trawler) kayu 60 GT/120 DK,1950

- Km. Bima (long liner) kayu 60 GT/120 DK,1950

- Km. Ceta (carrier) kayu 60 GT/120 DK,1951

- Km. Drupadi (carrier) kayu 60 GT/120 DK,1951

- Km.Erowati (carrier) kayu 60 GT/120 DK,1952

- Km. Gondomono (trawler) kayu 60 GT/120 DK,1952

- Km. Hindra (trawler) kayu 60 GT/120 DK,1952

- Km. Peda (carrier) kayu 60 GT/120 DK,1953

Tanah galangan kapal PT Bajo ini cukup luas. Begitu juga peralatannya cukup

lengkap. Akan tetapi dengan pendangkalan sungai Juana, alur pelayaran tidak dapat

dilalui kapal motor hasil galangan itu. Dengan kurangnya pesanan kapal, akhirnya

galangan itu tidak dapat bertahan lagi dan dilikwidasi. Ini sangat disayangkan, karena

galangan kapal BUMN yang mampu membangun kapal motor perikanan menjadi tidak

ada lagi. Padahal galangan kapal khusus untuk kapal ikan sangat dibutuhkan Soewito et

al. (2000).

Pada tahun 1958 Yayasan Perikanan Laut mencoba membuat modifikasi perahu

jabur yang masih digerakkan dengan layar. Tipe ini disebut KB atau Kolek bermotor,

yang digerakan oleh layar dan mesin. Penggunaan mesin hanya kalau perlu saja, pada

saat tidak ada angin. KB terus disempurnakan dan berkembang di Jawa Tengah pada

tahun-tahun selanjutnya. P{erubahan tersebut antara lain linggih muka dan belakang

yang asli dibuat rata. Ukuran tipe KB 13,10 x 3,16 x 1,05, 8-9 GT, mesin 9-10 DK

Kubota tipe M.C.Z. Pada tahun-tahun berikutnya diadakan perubahan rancang bangun

KB I dan KB II sampai diperoleh rannncang bangun /kb III.

Dengan adanya Undang-Undang PMA (1967) dan PMDN (1968) berkembang

kapal penangkap udang (trawler) modern di kawasan Timur Indonesia (Maluku dan Irian

Jaya) dan pada waktu yang hamper bersamaan berkembang juga kapal-kapal Bagan

Siapi-api (disingkat Bagan) berjaring trawl atau pukat harimauu di kawasan batar

Indonesia (Sumatera dan Jawa) Soewito et al. (2000).

Pada Pelita I (1968/1969-1972/1973), Direktorat Jenderal Perikanan membuat

purwarupa kapal motor ukuran 10-15 GT antara lain berupa gillnetter untuk

disebarluaskan keseluruh daerah Indonesia.

12

Page 28: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Berdasarkan Statistik Perikanan Indonesia (2010), dalam periode tahun 2000 -

2010, jumlah kapal penangkap ikan meningkat rata-rata 2,67% per tahun, yaitu dari

579.491 buah pada tahun 2000 meningkat menjadi 742.369 buah pada tahun 2010.

Peningkatan rata-rata jumlah kapal penangkap ikan terbesar terjadi pada perahu motor

tempel, yaitu sebesar 7,23 % per tahun. Kapal penangkap ikan di laut dalam periode yang

sama, jumlahnya meningkat rata-rata 2,53 % per tahun, yaitu dari 449.558 buah pada

tahun 2000 menjadi 570.827 buah pada tahun 2010. Jumlah perahu motor tempel dan

kapal motor masing-masing meningkat rata-rata sebesar 7,05 % dan 5,59 % per tahun,

sementara jumlah perahu tanpa motor turun rata-rata sebesar 2,53 % per tahun. Apabila

dilihat menurut ukuran dan kategori kapal, jumlah perahu/kapal motor berukuran 30 - 50

GT mengalami peningkatan rata-rata terbesar, yaitu 34,28 % per tahun. Kemudian diikuti

jumlah kapal motor ukuran 50 - 100 GT sebesar 10,81 % per tahun, kapal motor ukuran

20 – 30 GT sebesar 10,21 % per tahun, kapal motor ukuran 100 - 200 GT sebesar 9,40 %

per tahun dan kapal motor ukuran 10 - 20 GT sebesar 7,41 % per tahun. Sedangkan

jumlah perahu tanpa motor jenis jukung mengalami penurunan ratarata sebesar 3,92% per

tahun.

Dengan ditetapkannya ZEEI pada tahun 1980, memungkinkan Pemerintah

Indonesia mengeluarkan kebijaksanaan tentang kerjasama di bidang perikanan antara

perusahaan perikanan Indonesia dengan perusahaan perikanan asing mengadakan

penangkapan di perairan laut ZEEI dengan lisensi dan carteran. Kapal-kapal tersebut

pada umumnya beroperasi di perairan Laut Cina Selatan, Arafura, Selat Malaka, Laut

Sulawesi dan Samudera Hindia. Alat tangkap yang dipakai meliputi pukat udang, pukat

ikan, long line, pole and line, gillnet dan purse seine. Pengadaan kapal ikan bekas

dengan mesin baru dari luar negeri mengalami kesulitan. Ini disebabkan antara lain oleh

kebijaksanaan uang ketat, sehingga bunga pinjaman terlalu tinggi. Kemungkinan

membangun kapal dalam negeri oleh pengusaha Indonesia kecil sekali, karena biaya

pembuatan kapal di dalam negeri lebih mahal disbanding dengasn harga kapal yang

berukuran sama dari luar negeri. Keadaan itu menghambat upaya peningkatan armada

kapal penangkap ikan nasional (Soewito et al. 2000).

13

Page 29: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Modernisasi Alat dan Cata Penangkapan Ikan; Teknik penangkapan ikan modern

berkembang bersamaan dengan teknik dan alat pelayaran. Mula-mula sampan dan alat

dioperasikan di perairan pantai. Kemudian muncul perahu layar yang memungkinkan

penangkapan ikan lebih jauh dengan alat yang lebih besar, kapal uap memungkinkan

pemakaian trawl besar, purse seine dan rangkaian gill net. Penggunaan tenaga m ekanis

untuk penggerak kapal diikuti oleh mekanisasi pekerjaan yang perlu banyak tenaga untuk

mengoperasikan alat seperti dalam penarikan trawl dan purse seine.

Perikanana komersial yang modern ditandai pertumbuhan yang terus menerus

cara penangkapan ikan secara aktif terutama dengan trawl dan purse seine. Berbagai

jarring trawl dapat menangkap gerombolan ikan mulai dari permukaan sampai dasar

perairan sedalam 2.000 m. Purse seine efektif untuk gerombolan ikan permukaan samapi

dasar perairan sedalam 200 m.

Gambaran utama perkembangan dan cara penangkapan ikan dewas ini adalah

penyempurnaan bentuk alat, khususnya makin besarnya ukuran alat, peningkatan

kecepatan penarikan dan pengenalan alat. Akibatnya, volume air yang lebih besar dapat

disapu lebih cepat sehingga daya tangkap meningkat. Hal ini dimungkinkan karena

pengenalan bahan buatan (sintetis). Dari segi lain, meningkatnya ukuran alat

penangkapan di tempat yang dalam dan jauh memerlukan kapal yang lebih kuat, cepat

dan besar; lebih banyak tenaga mekanis dan lstrik yang lebih kuat, cepat dan besar; lebih

banyak tenaga mekanis dan listrik per nelayan dan daya jangkau alat pencari ikan.

Perkembangan teknis serta peningkatan cara komunikasi dan peramalan cuaca

memungkinkan lebih banyak waktu di pakai untuk penangkapan dengan mengurangi

waktu mencari daerah penangkapan, mencari ikan dan penanganan alat. Perkembangan

alat untuk mengetahui dan mengikuti gerombolan ikan dan memantau serta

mengendalikan alat dalam operasi penangkapan telah meningkatkan ketelitian

penangkapan serta telah memulai tahapan otomatisasi. Tidak diragukan lagi, teknologi

penangkapan dapat menyumbang banyak untuk pengembangan perikanan di Negara

sedang berkembang, terutama dengan penyempurnaan alat dan cara yang telah ada serta

dengan memperkenalkan hal yang baru.

14

Page 30: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Dalam rangka modernisasi alat dan cara penangkapan ikan, pemerintah telah

mengadakan uji coba berbagai peralatan dan cara penangkapan ikan baru yang lebih

produktif. Namun tidak seluruh teknologi baru tersebut diadopsi oleh para nelayan

secara relative cepat bahkan mungkin sama sekali tidak diadopsi. Banyak factor

mengapa suatu teknologi yang tidak diadopsi, antara lain menyangkut factor social

ekonomi, ekosistem, tingkat kemampuan menyerap ilmu dan teknologi baru dan factor

kebijakan pemerintah sendiri yang tidak relevan serta kurang kondusif.

Sejalan dengan perkembangan jaman, saat ini ada cara yang lebih maju dalam

menncari gerombolan ikan yaitu dengan menggunakan alat yang disebut sonar (sound

navigation and range) dan echo sounder. Echo sounder atau juga dikenal dengan nama

fish finder (dalam dunia perikanan) adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi target

yang berada di bawah kapal dengan kata lain adalah untuk mendeteksi ikan atau target

secara vertikal. Kedua alat ini prinsip kerjanya sama yaitu menggunakan sifat-sifat suara

atau bunyi (metode akustik) yang berbeda adalah cara penggunaanya. Karena kedua alat

ini merupakan alat berteknologi tinggi dan harganya relative mahal maka pelaku

perikanan tangkap yang berskala industri sajalah yang mampu melengkapi kapalnya

(Soewito et al. 2000).

Beberapa alat dan cara penangkapan modern diantaranya adalah: Trawl (Jaring

Tarik), Jaring Muro-ami, Jaring Lampara, Jaring Otoshi-ami (Teichi-ami), Tuna

Longline, Jaring insang (Gillnet), Jaring Lingkar (Purse seine), Pukat udang, Payaos

(Rumpon di Laut Dalam), Lampara Dasar, Gilltong, dan Lapdo dan Terumbu Karang

Buatan (Soewito et al. 2000).

(1) Trawl (Jaring Tarik)

Sebelum Perang Dunia Kedua Institute voor de Zeevisserij zaman penjajahan

Belanda telah membuat kapal motor, antara lain Lencam dari kayu jati 40 GT

dengan mesin Kromhout 80 DK. Kapal ini dibangun untuk menangkap ikan

dengan trawl (jarng tarik). Perairan yang dianggap cocok pada waktu itu ialah

Selat Madura di Perairan Makasar.

15

Page 31: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Menjelang hingga pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada tahun 1949,

kapal motor Lencam berada di Visseerij Stationn di Surabaya. Pada waktu itu ada

lima orang teknis Belanda yang bekerja di stasiun itu dipimpin E.Schol

Pada tahun 1951/1952 pimpinan stasiun Perikanan Surabaya diserahkan

kepada S. Danupradoto, sedangkan E.Schol lsendiri baru kembali ke negeri

Belanda pada tahun 1956. Pada tahun-tahun berikutnya kapal trawl ditambah

dengan Km. Arjuno, Km. Gondomono dan beberapa kapal mayang.

Pada tahun 1956 dengan bantuan K.Brown dari Amerika Serikat, Yayasan

Perikanan Laut dan Bagian Biologi, Pusat Jawatan Perikanan Laut, mulai

menggunakan trawl udang dengan KM. Muna untuk percobaan penangkapan di

perairan Palembang, Selat Berhala Jambi dan Tanjung Pinang. Kapal ini dibuat di

Pulau muna oleh orang-orang Belanda menjelang perang dunia kedua. Percobaan

trawl udang dilanjutkan di perairan Kalimantan selatan, dengan tenaga pakar

biologi Dr. T.H. Buttler dari Kanada.

Pada tahun 1959/1960, Soewito melakukan percobaan penangkapan ikan

dengan jaring tarik menggunakan kapal mayang yang dilengkapi dengan trawl

winch yang digerakkan dengan tangan, dengan maksud agar kapal mayanggg dapat

berfungsi ganda, yaitu untuk menangkap ikan demersal dengan jarring trawl dan di

musim ikan layang dipakai untuk menangkap ikan laying yang pelagis dengan

njaring mayang. Meskipun percobaan itu dinilai berhasil, namun kurang mendapat

tanggapan dari para nelayan, karena biaya untuk melengkapi kapal mayang dengan

trawl winch dan jarring trawl cukup mahal.

Dengan Undang-undang Penanaman modal Asing tahun 1967, Direktorat

Jenderal Perikanan member izin kepada mereka yang berminat mengusahakan

penangkapan udang dan ikan dengan trawl. Pada waktu yang sama, penangkapan

udang dengan pukat harimau (trawl) dari Malaysia mulai memenuhi daerah pantai

timur Sumatera. Usaha ini berkembang pesat, dan sejalan dengan itu galangan

kapal di Bangansiapi-api membangun kapal trawl secara besar-besaran dengan

ukuran 20-30 GT. Jumlahnya terus bertambah dari tahun ke tahun dan meyebar ke

seluruh Indonesia. Pada tahun 1980 sudah ada 3.300 buah kapal lebih Soewito et

al. (2000).

16

Page 32: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Perkembangan pukat harimau (trawl) yang tidak terkendali ini

menyebabkan terbitnya keputusan Presiden No. 39 tahun 1980 tentang

Penghapusan Jaring Trawl di Indonesia, karena diindikasikan telah mengganggu

kelestarian sumberdaya ikan demersal dan sering terjadi pertikaian dengan para

nelayan Tradisional.

(2) Jaring Muro-ami

Muro-ami adalah jarring khusus untuk menangkap ikan karang, seperti ekor

kuning, pisang-pisangan dan kakatua. Jaring ini diperkenalkan di Indonesia oleh

orang Jepang dari Okinawa, sebelum perang dunia kedua. Pada tahun 1993,

Instituut voor de Zeevisserij mencobannya di Kepulauan Seribu. Hasilnya baru

terlihat pada tahun 1938.

Jaring Muro-ami dioperasikan oleh beberapa orang nelayan (40 nelayan),

terutama sebagai penggiring ikan agar masuk ke dalam kantung jarring. Para

nelayan yang dilatih sebagai inti adalah nelayan dari kepulauan Seribu. Sampai

dengan tahun 1960-an muro-ami berkembang perat dan beroperasi selain di

Kepulauan Seribu juga di perairan Bangka, Belitunng dan Selat Karimata. Hasil

tangkapan sejak tahun 1950 diekspor ke Singapura oleh Koperasi Nelayan Pulau

Seribu Soewito et al. (2000).

Muro-ami dikembangkan ke kawasan timur Indonesia. Ukuran jarring yang

dipakai oleh nelayan di Kepulauan Spermonde Makasar lebih kecil ukurannya dari

pada yang dipakai oleh nelayan Kepulauan Seribu.

(3) Jaring Lampara

Jaring ini diperkenalkan pertamakali oleh para nelayan dari Kepulauan Fiji

yang membawa KM. Senirosi dan KM. Senileba ke Air Tembaga pada tahun 1952.

Pusatt Jawatan Perikanan Laut mendapatkan bantuan dua buah tuna-clipper dari

Pemerintah Amerika yang dilengkapi dengan jarring lampara untuk menangkap

ikan umpan seperti teri. Jaring ini selanjutnya diperkenalkan ke daerah lain

Soewito et al. (2000).

17

Page 33: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Pada decade tahun 1970-an, alat ini pernah popular di Jawa Tengah,

meruupakan hasil modifikasi dari jarring payang.

(4) Jaring Otoshi-ami (Teichi-ami)

Jaring ini mulai dicoba di Indonesia pada tahun 1956. Otoshi-ami atau teichi

ami ini jarring tidak bergerak atau statis. Dalam bahasa Ingris disebut set-net.

Di Indonesia sebenarnya sudah ada alat penangkap inkan semacam itu, seperti

sero, banjang dan jermal, yang dipasang secara tetap di suatu lokasi dengan

menggunakan tiang yang ditancapkan di dasar laut.

Maksud dan tujuan menggunakan otoshi-ami adalah agar alat tradisional

seperti sero, banjang dan jermal itu tidak digunaan lagi, mengingat sisa tonggaknya

yang ditinggalkan mengganggu kebersihan pantai dan alur pelayaran. Otoshi-ami

telah dicoba pula antara lain di Perairan Tanjung Satai, Kalimantan Barat tahun

1956, Tanjung Pinang, Riau, tahun 1957, Camplong Madura dan Besuki tahun 1958

Kotabaru Pulau Laut 1959, namun kurang mendapat tanggapan dari masyarakat

nelayan. Bahkan Sero, jermal dan sejenisnya masih tetap berkembangn bersamaan

dengan tumbuhnya bagan tancap dan bagan apung, yang melakukan penangkapan

di malam hari dengan bantuan lampu sebagai daya tarik ikan.

(5) Tuna Longline

Pada tahun 1956-1958 telah dilakukan percobaan penangkapan ikan tuna

dengan pancing rawai atau longline. Kapal yang dipakai ialah KM Bima 60 GT

yang bermesin Kromhout 120 DK. Percobaan dilakukan di bagian Penangkapan

dan bagian Penelitian Pusat Jawatan Perikanan Laut, dengan biaya dari Yayasan

Perikanan Laut. Peralatan longline mendapat bantuan dari Amerika Serikat berikut

pakarnya, yaitu Mr. Johnson. Penangkapan dilakukan hingga tahun 1958 di

perairan sebelah utara Balikpapan, Ujung Kulon Jawa Barat, Bali dan Lombok.

Umpan yang dipakai ialah ikan kembung, selar dan belanak.

18

Page 34: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Pengembangan penggunaan longline ini selanjutnya dilakukan oleh BPU

PERIKANI dengan duabuah tuna long-liner, KM Minajaya I dan II, pada tahun

1962 yang dibeli dari California, Amerika Serikat secara kredit. Baru pada tahun

1974 usaha penangkapan dengan long line mulai berkembang dengan pesat.

(6) Jaring Insang (Gillnet)

Sejak tahun 1963 diintroduksikan jarring insang dari benang sintetis. Semula

jarring insang yang dipakai di Indonesia terbuat dari benang lawe yang disamak

secara tradisional. Pengembangannya dimulai di pantai utara Jawa, kemudian di

pantai Sumatera timur pada tahun-tahun berikutnya.

Perkembangan jarring insang dari benang sintetis sangat cepat menyebar ke

seluruh Indonesia, karena alat inii terbukti lebih produktif.

(7) Jaring Lingkar (Purse seine)

Penangkapan ikan pelagis kecil dengan purse seine sebetulnya sudah

dilakukan sejak lama. Misalnya di Aceh dengan nama pukat banting, di

Kalimantan Selatan dengan nama gae, dan di Ambon dengan nama jaring giob.

Pada pukat banting Aceh, cincin jarring dibuat dari rotan, sedangkan pada purse

seine impor model baru digunakan cincin dari logam.

Dengan membanjirnya bahan sintetis, purse seine berkembang dengan pesat

sejak tahun 1964.

(8) Pukat udang

Pada tahun 1982, Ir. Maman Surachman dari Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT), bersama Tatang Sudjastani, M.Sc dari Balai

Penelitian Perikanan Laut (BPPL) dan Ir. Daniel Monintja dari Institut Pertanian

Bogor (IPB) mengadakan peninjauan ke Pascagola (Amerika Serikat) untuk

menjajagi kemungkinan Turtte Excluder Device (TED) digunakan di Indonesia.

Sekembalinya dari Amerika Serikat mereka lalu membuat TED dan dicoba di

kapal pukat udang di Sorong. Selanjutnya di coba di pantai Cilacap dan

Kalimantan, ternyata TED tadi dapat juga melepaskan ikan-ikan besar yang ikut

19

Page 35: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

tertangkap oleh pukat udang tersebut. Maka berdasarkan Surat Keputusan

Direktur Jenderal Perikanan No. IK.010/S3.8075/82 tanggal 31 Desember 1982

perusahaan-perusahaan penangkapan udang dengan pukat udang di laut Arafura

diharuskan memasang Alat Pemisah Ikan (API yang rancang bangunnya seperti

TED), ini sebagai pendukung Keppres No. 85 Tahun 1982 tanggal 24 Desember

1982 mengenai penggunaan pukat udang.

(9) Payaos (Rumpon Laut Dalam)

Payaos adalah alat pengumpul ikan pelagis besar yang telah dikembangkan

di Filipina. Penggunaannya di Indonesia telah dirintis oleh Direktorat Jenderal

Perikanan pada tahun 1980-1983 melalui berbagai uji coba di beberapa perairan

laut (Laut Flores, Sumatera Barat, Pelabuhan Ratu, Bali dan Dearah Istimewa

Aceh), kemudian dirintis pengembangannya oleh PT. Usaha Mina di Sorong dan

PT. Perikani di Air Tembaga dengan hasil yang cukup menggembirakan.

Sejak saat itu, payaos berkembang pesat di perairan laut Irian Jaya, Sulawesi

Utara, Selatan Pullau Jawa dan lain-lain.

(10) Lampara Dasar, Giltong dan Lapdu

Dalam rangka penggantian jaring trawl yang telah dilarang penggunaannya di

seluruh perairan laut Indonesia, Balai Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI)

Semarang telah merancang bangun beberapa alat penangkap udang baru pada

tahun 1980-1983, yaitu lampara dasar, giltong dan lapdu.

Setelah melalui berbagai uji coba di berbagai perairan, Direktorat Jenderal

Perikanan menyetujui alat itu untuk dikembangkan di Indonesia pada tahun 1986.

Giltong ialah singkatan dari gillnet berkantong, sedang lapdu ialah gillnet lapis

dua denga lebar mata jarring “11/4

dan 8”. Jaring tersebut banyak digunakan di

Kalimantan Tengah dan Selatan (Soewito et al. 2000).

20

Page 36: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(11) Terumbu Karang Buatan

Tahun 1985, Pemerintah DKI Jakarta memasang TKB dengan cara

menenggelamkan 200 unit becak (satu unit terdiri dari 500 buah becak) dan 36

unit ex bus/truk (satu unit terdiri dari enam-tujuh buah bus/truk) di perairan Teluk

Jakarta. Pada waktu itu TKB masih dikenal dengan sebutan rumpun.

Sasaran pemasangan TKB dalam jangka pendek adalah untuk menarik populasi

ikan ke lokasi TKB dalam jangka panjang guna terjaminnya kelestarian ekosistem

terumbu karang, sehingga tercapai manfaat yang optimal dan berkesinambungan

serta meningkatkan kesadaran masyarakat dan nelayan akan arti pentingnya

pengelolaan sunberdaya ikan dan lungkungan bagi mereka yang bermukim di

sekitar kawasan perairan karang, sekaligus sebagai pengamanan jalur-jalur

penangkapan ikan.

Di beberapa daerah proyek pemasangan TKB ini ditindak lanjuti melalui APBD

dan swadaya masyarakat. Daerah-daerah tersebut adalah Provinsi Sumatera

Utara, Riau, Lampung, Jawa Barat dan Jawa Tengah (Soewito et al. 2000).

2.2 Perkembangan Klasifikasi Alat Tangkap

Keberadaan alat tangkap di dunia ini sangat penting, karena dapat menjadi sarana

untuk mencari nafkah atau mata pencaharian bagi nelayan. Pada awalnya usaha

perikanan dilakukan oleh rakyat dengan cara sederhana. Hasilnya hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan tidak mungkin diupayakan untuk

mengembangkan usaha lebih lanjut. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan

para nelayan dan petani ikan ialah dengan memperkenalkan perikanan tangkap yang baru

dan lebih produktif

Untuk menangkap ikan manusia memerlukan peralatan. Peralatan tersebut pada

mulanya sederhana seperti tangan, tombak, penggunaan binatang lain dan sebagainya.

Kemudian peralatan tersebut berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi.

21

Page 37: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Pengetahuan teoritis definisi dan penggolongan alat penangkap ikan berguna sebagi

rujukan dasar dan informasi umum bagi para insan perikanan tangkap, antara lain:

petugas statistic, para ahli dan peneliti, petugas pengawasan dan surveillance, petugas

penyuluh dan widyaswara, serta para teknisi dan pekerja yang bekerja yang berkaitan

dengan sub sector perikanan tangkap. Disamping itu berguna pula bagi pemerintah pusat

maupun daerah dalam menetapkan berbagai kebijakan, antara lain: dalam menerapkan

ketentuan peraturan dalam pengawasan terhadap nelayan asing serta dalam pengarahan

dan pembinaan kepada nelayan pengguna alat dan cara penangkapan terlarang.

Alat penangkap ikan atau biasa disebut alat tangkap ikan berperan penting dalam

berbagai aspek kehidupan, terutama bagi nelayan, yaitu orang yang pekerjaan atau mata

pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Pengetahuan mengenai alat penangkap

ikan yang sesuai dengan ikan yang menjadi tujuan operasi penangkapan sangat

diperlukan agar operasi penangkapan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Pengembangan jenis teknologi di Indonesia diarahkan sesuai dengan ketentuan

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Tujuan pembangunan

perikanan harus disepakati dengan syarat-syarat pengembangan teknologi yang dapat

menyediakan kesempatan kerja, menjamin pendapatan nelayan, menjamin stok produksi,

menghasilkan produksi yang bermutu dan tidak merusak lingkungan khususnya sumber

daya ikan. Pengelompokan skala usaha perikanan, jenis alat tangkap pancing dan purse

seine merupakan alat tangkap yang umum digunakan oleh rakyat yang skalanya sangat

kecil, sarana dan prasarananyapun terbatas, hal ini disebabkan karena keterbatasan modal

usaha. Kegiatannyapun bersifat tradisional hal ini berdampak pada rendahnya produksi

sehingga akan mempengaruhi daya saing.

Berdasarkan Kemajuan peradaban manusia. Disebabkan letak dan keadaan perairan,

maka banyak sekali ragam dan macam alat penangkap ikan yang diketahui dan

dipergunakan oleh manusia. Sejalan dengan perkembangan inovasi penciptaan alat

penangkapan ikan pada saat ini, semakin beraneka ragam bentuk, konstruksi serta

22

Page 38: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

penamaan alat penangkap ikan yang digunakan oleh nelayan, sehingga semakin sulit bagi

para insan perikanan (para ahli, guru, teknisi, penyuluh dan para penentu kebijakan)

dalam mengenal dan memahahaminya, maka diperlukan penggolongan yang jelas dan

disepakati oleh semua pihak yang terkait. Untuk itu diperlukan kesamaan persepsi dalam

menganalisa, menyimpulkan maupun dalam menentukan kebijakan dan tindakanterhadap

pemanfaatan teknologi penangkapan ikan diberbagai sector perikanan tangkap (perikanan

artisanal, perikanan skala industry madya dan industry maju).

Karena banyaknya bentuk alat penangkapan ikan saat ini diperlukan penggolongan

yang jelas sebelum teori, perhitungan dan desainya di buat. Ada berbagai cara

penggolongan alat penangkap ikan, hal ini disebabkan karena prinsip dan bentuk teknis

berbeda, titik pandang yang berbeda, tujuan yang berbeda, juga kondisi perairan dan

perikanan setempat yang berbeda. Berbagai cara penggolongan alat penangkap ikan di

kenal di masyarakat perikanan antara lain: (1) Kamakichi (1902); (2) Miyamoto (1956);

(3) Laevastu (1965); (4) penggolongan alat penangkap ikan menurut FAO; (5)

Penggolongan alat penangkap ikan menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap di

dalam Ketentuan kerja Pengumpulan, Pengolahan dan penyajian Data Statistik Perikanan

Indonesia (K2P3DTPI); (6) Penggolongan alat tangkap menurut Brant (1984); (7)

penggolongan berdasarkan cara mempengaruhi kelakuan ikan dan mekanisme

penangkapan.

Penggolongan alat tangkap menurut Kamakichi (1902) terdiri atas 10 jenis, yaitu:

(1) Memaksakan ikan-ikan dengan sesuatu kecepatan untuk memasuki daerah alat

penangkap (arus air di hadang kanan kiri, penghadang makin lama makin menyempit

sehingga arus mencapai suatu kecepatan yang tak mampu lagi dilawan ikan, dengan

demikian ikan-ikan secara terpaksa masuk ke dalam alat penangkap misalnya jermal,

cakalak (Sumatera Barat).

(2) Menghadang arah renang ikan-ikan

(3) Mengajak/menggiring lalu menyesatkan kea lat penangkap (misalnya : leading net

pada set net, penaju pada sero)

23

Page 39: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(4) Mengusahakan masuk kea lat penangkap dengan mudah tetapi dengan mempersulit

keluar, mengurung (misalnya: bubu, lukah).

(5) Menggarit, menggarut, menggaru (misalnya: menggarit kerang-kerangan, tiram,

seriping dari pasir atau lumpur)

(6) Menjerat (gilled)

(7) Terkait dan tidak terlepas lagi (pancing)

(8) Mencemarkan keadaan lingkungan hidup ikan (misalnya dengan mengeruhkan air)

(9) Membelit (entangled)

(10) Menjepit lalu menangkap

Miyamoto (1956) membagi metode penangkapan ikan atas 13 jenis. Dikatakan

bahwa pejenisan ini lebih ditekankan kepada cara langsung bagaimana ikan tersebut

tertangkap:

(1) Cara menusuk lalu menangkap, misalnya: penangkapan ikan paus dengan peluru

tajam bertali, panah ikan, tombak ikan untuk jenis-jenis sail fish

(2) Cara mengait, mengkaitkan, misalnya jenis-jenis pancing, mata kail terkait pada

bibir ikan.

(3) Cara menjepitkan dan setelah terjepit memulir, misalnya untuk mengambil jenis-

jenis kerang, bulu babi, jenis-jenis rumput laut.

(4) Cara menggarut, mengais, misalnya mengambil tiram yang terbenam dalam pasir,

lumpur.

(5) Cara mengundang masuk, mengajak masuk, masuk dipermudah tetapi dipersulit

untuk keluar, misalnya: lukah, bubu, lobster pot.

(6) Cara menghadang dan mengarahkan arah renang ikan kea lat penangkap, misalnya

leading net pada set net, pennaju pada sero, ikan dihadang dengan penaju agar

terarah ke bunuhan.

(7) Cara menghadang dengan paksa lalu menangkap, misalnya pada sungai batu atau

kayu disusun sehingga kayu ada satu aliran air yang menuju kea rah perangkap,

misalnya luni (Gayo), cakalak (Sumatera Barat), filtering mats, Yama (Jepang),

tubular traps.

24

Page 40: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(8) Cara menyungkup dari atas, misalnya jala

(9) Cara menyerok, diserok dari bawah ke atas misalnya tanggunk

(10) Cara menyerok horizontal, misalnya jenis-jenis trawl

(11) Cara melingkari, membatasi dengan daerah luar, area ruang gerak dipersempit,

misalnya purse seine

(12) Cara menghamparkan alat, menunggu sampai ikan berada di atasnya, sesudah ikan

ada lalu diangkat dari bawah ke atas, misalnya hanco, yotsude ami, stick held dip

net.

(13) Cara terjerat (gilled) ataupun terbelit (entangled, misalnya jenis-jenis gillnet,

trammel net.

Laevastu (1965), membagi alat penangkap ikan menjadi 5 jenis pokok, yaitu:

(1) Collect : picking up mollusks, sponges, etc and dredging

(2) Kill and retain, simultaneously : with weapons and hunting animal

(3) Kill and then collect : using poisons, explosives and electricity

(4) Attract, then kill and hold : with baits and hook and line and some set gear

(5) Capture, then kill, with traps and nets

Dari beberapa penjenisan di atas, untuk masing-masing terdapat kelemahan-

kelemahan, kemudian pula terdapat persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan, dan

terkadang ada yang menganggap sesuatu hal merupakan prinsip sebaliknya dari segi lain

ada yang memandang bahwa hal iti bukanlah prinsip tetapi hanyalah merupakan

pelengkap. Juga ada yang beberapa prinsip pada sesuatu penjenisan dimasukkan kepada

hanya satu jenis yang ruang lingkupnya lebih luas pada penjenisan yang lain.

Fridman (1988) menyajikan 12 penggolongan utama alat penangkap ikan, yaitu:

(1) Surrounding net (jaring lingkar) dimana ikan tidak saja dikepung dari samping tetapi

dari bawah sehingga memungkinkan ikan tertangkap pada perairan yang amat

dalam. Jenis yang penting adalah purse seine yang memakai purse line untuk

menutup bagian bawah jarring dan diperasikan satu atau dua kapal dan ring nets dan

lampara tanpa purse seine.

25

Page 41: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(2) Seine net (pukat), dimana suatu daerah perairan dilingkari dengan jaring atau tali,

ditebar dari pantai dan bangunan pantai atau perahu termasuk rakit atau alat

bangunan lainnya. Sayap jaringnya bisa simetris atau tidak dengan satu atau lebih

kantong. Biasanya pengoperasian alat ini di sekitar pantai atau perairan dangkal

sehingga dasar dan permukaan berfungsi sebagai penghalang. Jenis yang penting

dari golongan ini adalah pukat pantai dan pukat perahu (Danis seines, Scottish seine,

Pair seine).

(3) Trawl, yang dioperasikan dengan menarik atau menyeret jarring yang flexible di

dalam air dengan kapal perikanan. Khususnya Otter trawl dapat dioperasikan dari

samping atau buritan kapal. Secara kasar golongan ini dapat dibagi atas Trawl dasar

yang menggarap dasar atau lapisan air dekat dasar perairan (beam trawl, one boat

otter trawl, two boat trawl) dan midwater trawl yang menggarap ikan jauh dari dasar

(otter trawl dan two boat trawl).

(4) Dredge (penggaruk) yang mempunyai bentuk yang kaku, diseret di dasar perairan

untuk menyaring kerang, udang, ikan dan sebagainya dari air, lumpur, pasir dan

sebagainya. Jenis yang penting adalah alat penggaruk pakai perahu dan penggaruk

tangan.

(5) Lift net (tangkul), yang dinaikkan atau di tarik ke atas dari posisi horizontal yang

ditenggelamkan untuk menangkap ikan yang ada di atasnya dengan menyaring air.

Mencakup tangkul kecil yang diangkat pakai tangan, tangkul bulat, blanket net dan

jarring yang dioperasikan secara mekanis atau hidraulis/pneumatic memakai galah

atau gawang (gallow) dan sebagainya. Golongan ini dibagi atas cara operasinya

menjadi tangkul yang dapat dipindahkan, tangkul perahu dan tangkul yang dipasang

di pantai.

(6) Falling gear (alat yang dijatuhkan) yang menutup ikan untuk kemudian di ambil

setelah alat diangkat dan air tersaring. Biasanya hanya di pakai di perairan dangkal.

Yang terpenting adalah jala, jala yang di lempar secara mekanis, jala pendek, jala

bergawang (gallow cast net), drive cast net, bubu atau keranjang penutup dan lantern

nets.

26

Page 42: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(7) Gillnet entangling nets (jaring insang dan jaring puntal) dimana ikan terjerat atau

terpuntal pada jarring berlapis satu (gillnet), dua atau tiga (trammel net).

Penggunaan jarring dapat satu persatu atau dengan merangkaikan jarring yang sama

atau bermacam-macam. Bentuk yang penting adalah jarring tetap (di jangkar atau di

pancang di dasar perairan). Jaring hanyut (bebas atau terikat pada perahu, di

permukaan atau bawah permukaan) dan jarring insang lingkar (dimana ikan di

kepung dan dikejutkan dengan suara atau lain-lain agar melanggar jaring).

(8) Trap (perangkap) yang dipasang menetap. Ikan digiring ke dalam bagian

pengumpul yang menyukarkan ikan keluar karena banyak liku-liku atau alat

pencegah seperti injap atau corong. Bentuk yang penting adalah uncovered pound

net (jaring besar yang dijangkar atau dipancang, di Jepang terkenal dengan nama set

net), bubu (lukah) biasa, bubu jarring (menetap atau hanyut, di pasang satu per satu

atau di rangkai memakai sayap dan penggiring (penajur), jermal (di sungai atau

perairan yang berarus deras dengan mulut yang dibuka dengan rangka), belat, kerel,

penghadang dan sero biasanya terbuat dari bahan setempat, perasngkap di atas air,

rakit, perahu dan veranda nets untuk ikan peloncat atau ikan terbang.

(9) Hook and line (pancing) dimana ikan tergoda memakan umpan atau umpan palsu

kemudian terkait oleh pancing yang diikat seutas benang atau tali. Ikann dapat pula

terkait pada pancing yang dilanggarnya. Pancing dapat dipakai sendiri-sendiri atau

di rangkai. Contoh penting adalah pancing biasa, pancing berjoran, pancing genjot

(jig line), rawai dasar, rawai hanyut dan tonda.

(10) Grappling and wounding gear (pengait dan alat melukai, membunuh serta

mengaitnya. Yang penting adalah harpoon, tombak, serampang, penjepit, panah dan

lain-lain alat melukai dan membunuh.

(11) Harvesting mechines (mesin pemanen), merupakan perkembangan baru untuk

mengambil ikan secara mekanis dari air. Bentuk yang terpenting adalah pompa

untuk menyedot ikan dalam air dan alat penggaruk mekanis termasuk alat semprot

hidraulis, conveyor belt atau alat angkat lainnya.

27

Page 43: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(12) Alat penangkap lainnya, termasuk jaring tangan, jaring penggiring, penangkapan

tanpa alat dengan atau tanpa alat selam, bahan pemabuk (racun) dan bahan peledak,

binatang terlatih atau listrik.

Sistem penggolongan yang paling terkenal adalah Internattional Standard Statistical

yang diterima FAO. Penggolongan alat penangkap ikan berdasarkan FAO, yaitu:

(1) Jaring lingkar

Bertali kerut (purse seine)

1.1 Purse seine satu kapal

1.2 Purse seine dua kapal

Tanpa tali kerut (lampara dasar, payang)

(2) Pukat

Pukat panntai

2.1 Pukat berkapal

2.2 Danish seine (dogol)

2.3 Scottish seine

2.4 Pair seine

Pukat lainnya

(3) Trawl

Trawl dasar (Bottom trawl)

3.1 Trawl berpalang

3,2 Trawl berpapan (otter trawl)

3.3 Trawl dua kapal (pair trawl)

3.4 Nepthtops trawl

3.5 Trwal udang

3.6 Trawl dasar lainnya

Trawl pertengahan (mid water trawl)

Trawl kembar berpapan

Trawl berpapan lainnya

Trawl dua kapal lainnya

Trawl lainnya

28

Page 44: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Brant (1968) membagi metode penangkapan ikan atas 14 jenis, yaitu:

(1) Fishing without gear

(2) Fishing with wounding gear

(3) Fishing by stupefying

(4) Line fishing

(5) Fishing with traps

(6) Fishing with aerial traps

(7) Fishing with netbags with fixed mouth

(8) Fishing with gragged gear

(9) Seining

(10) Fishing with surrounding nets

(11) Fishing with the drive in method

(12) Fishing with lift nets

(13) Fishing with falling gear

(14) Fishing with tangle nets.

Secara umum di Indonesia standar alat penangkap perikanan laut diklasifikasikan

sebagai berikut (DJPT-KKP 2002):

(1) Pukat udang (shrimp net)

(2) Pukat kantong (seine net)

2.1. Payang (termasuk lampara)

2.2. Dogol

2.3. Pukat Pantai (beach seine)

(3) Pukat cincin (purse seine)

(4) Jaring insang (gillnet)

(5) Jaring angkat (lift net)

(6) Pancing (hook and line)

(7) Perangkap (traps)

29

Page 45: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(8) Alat pengumpul kerang dan rumput (shell fish and seaweed collection)

(9) Muro ami, dll

(10) Alat tangkap lainnya

Widodo et al. (1988), mengklasifikasikan alat tangkap ikan sebagai berikut:

(1) Pukat udang (shrimp net)

(2) Pukat ikan

(3) Pukat kantong (seine net)

3.1 Payang (termasuk lampara)

3.2 Dogol

3.3 Pukat pantai

(4) Pukat cincin (purse seine)

(5) Jaring insang (gillnet)

5.1 Jaring insang hanyut

5.2 Jaring insang lingkar

5.3 Jaring insang tetap

5.4 Trammel net

(6) Jaring angkat (lift net)

6.1 Bagan perahu/rakit

6.2 Bagan Tancap (termasuk kelong)

6.3 Serok

6.4 Jaring angkat lainnya

(7) Pancing (hook and line)

7.1 Rawai Tuna

7.2 Rawai hanyut lainnya selain rawai tuna

7.3 Rawai tetap

7.4 Huhate (pole and line)

7.5 Pancing lain selain huhate

7.6 Pancing tona

30

Page 46: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(8) Perangkap

8.1 Sero

8.2 Jermal

8.3 Bubu

8.4 Perangkap lainnya

(9) Muro ami dan lain-lain (jala, tombak, dan lain-lain)

Umum di katakan bahwa perikanan di Indonesia (dalam hal ini terutama perikanan

laut) masih berada dalam taraf perikanan tradisional. Pendapat ini ada benarnya tetapi

tidaklah pula kurang kesalahannya. Jika kita tinjau dari segi prinsip metode penangkapan

ikan yang telah digunakan oleh para nelayan di tanah air, akan terlihat bahwa telah

banyak pemanfaatan tingkah laku ikan untuk tujuan fishing yang telah dilakukan.

31

Page 47: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Tabel 1 Alat penangkap ikan untuk statistik perairan laut melalui K2P3DSPI

No Group Kategori Statistik

1 Pukat Udang* 1.1 Pukat Udang BED equipment shrimp net

2 Pukat Ikan* 2.1 Pukat Ikan Fish net

3 Pukat kantong

(seine nets)

3.1 Payang (termasuk

lampara)

Payang (include lampara)

Danish Seine

Beach Seine

4 Pukat Cincin

(Purse seine)

4.1 Pukat cincin Purse seine

5 Jaring insang (Gill

nets)

5.1 Jaring insang hanyut

5.2 Jaring insang lingkar

5.2 Jaring klitik

5.4 Jaring insang tetap

Drift Gillnet

Encircling Gillnet

Shrimp Gillnet

Set Gillnet

6 Jaring Angkat (Lift

net)

6.1 Bagan perahu

6.2 Bagan Tancap (termasuk

kelong)

Boat / Raft Liftnet

Bagan (include kelong)

Scoop net, Other Gillnet

7 Pancing (Hook and

Lines)

7.1 Rawai Tuna

7.2 Rawai hanyut lainnya,

selain Rawai Tuna

7.3 Rawai Tetap

7.4 Huhate

7.5 Pancing dan Joran

lainnya

7.6 Pancing Tonda

Tuna Long line

Drift Gillnet Other than

Tuna Line

Set Long line

Skipjack pole line

Other Pole and line

Troll Line

8 Perangkap (Trap) 8.1 Sero

8.2 Jermal

8.3 Bubu

8.4 Perangkap lainnya

Guiding Barrier

Stow net

Portable Traps

Other traps

9 Alat pengumpul

kerang dan rumput

laut (Sell fish and

seaweed collection

with manual gear)

9.1 Alat pengumpul kerang

9.2 Alat pengumpul rumput

laut

Shellfish Collection

Seawed Collection

10 Muroami 10.1 Muroami (termasuk

Malalugis)

Muroami (include

Malalugis)

11 Lain-lain 11.1 Jala Tombak dan lain-

lain

Cast net, harpoon

32

Page 48: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

3 Karakteristik Perikanan Tangkap

3.1 Pengertian Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau

pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum secara

bebas (Kesteven 1973). Setidaknya terdapat tiga pengertian terkait dengan perikanan

tangkap yakni perikanan, penangkapan ikan, dan kapal perikanan. Lebih lanjut Kesteven

(1973) menyatakan bahwa perikanan tangkap merupakan satuan yang bertujuan untuk

memanfaatakan sumberdaya hayati perairan guna kesejahteraan manusia melalui usaha

penangkapan. Satuan ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu sumberdaya hayati perairan

yang dimanfaatkan dan sarana prasarana yang digunakan untuk memanfaatkan

sumberdaya hayati perairan, mengolah dan memasarkan kepada konsumen. Antara

kedua bagian besar tersebut terdapat saling ketergantungan dan interaksi yang teratur.

Adanya interaksi ini maka perikanan tangkap dapat diidentifikasi sebagai suatu sistem.

Saling terkait dan bersinergi satu sama lain yang pada akhirnya akan memacu

kegiatan usaha penangkapan di suatu kawasan perairan, Pada akhirnya pengembangan

usaha penangkapan di suatu kawasan akan mendorong sektor-sektor lain sehingga

kesejahteraan masyarakat akan meningkat, sebasgai hasil dari roda ekonomi yang

berjalan dengan lancar. Dengan demikian secara makro akan mempengaruhi peningkatan

pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

33

Page 49: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap menurut Direktorat Jenderal Perikanan (Monintja 1994) adalah

kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman air

yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas. Definisi tersebut secara jelas

menunjukan bahwa kegiatan penangkapan ikan yang dimaksud adalah bertujuan untuk

mendapatkan keuntungan baik secara finansial, maupun memperoleh nilai tambah

lainnya, seperti penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan terhadap protein hewani,

devisa serta pendapatan bagi negara. Selain itu Hermawan (2006) menyatakan bahwa

perikanan tangkap adalah suatu kegiatan yang sangat bergantung pada ketersediaan dan

daya dukung sumberdaya ikan dan lingkungannya.

Perikanan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009

tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, adalah

semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan

pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Kemudian yang

disebutkan pula yang dimaksud dengan penangkapan ikan adalah kegiatan untuk

memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau

cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,

menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan / atau mengawetkannya.

Secara teoritis, proses penangkapan dapat dianggap sebagai pengendalian yang

sengaja terhadap sistem penangkapan. Salah satu unsurnya adalah ikan. Pengaruh alat

terhadap ikan adalah input terhadap unsur ini dan reaksi ikan adalah output. Dalam

hubungan ini cara penangkapan ikan dapat digolongkan menjadi (1) bentuk pengendalian

kelakuan ikan dan (2) mekanisme penangkapan. Dengan pendekatan ini bisa

digambarkan dan dinilai masalah komando yang baik dalam operasi penangkapan

memakai sistem otomatis.

34

Page 50: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Ayodhyoa (1981) menyatakan bahwa untuk suatu metode penangkapan harus

dilandasi dengan suatu pengetahuan yang mendalam tentang tingkah laku ikan (fishing

behavior), baik secara individu ataupun bergerombol (shoul), dalam suatu saat tertentu

ataupun satu periode musim, dalam keadaan alamiah ataupun dalam perlakuan fishing.

Pengetahuan tentang fishing behavior adalah kunci untuk mengadakan perbaikan

(improvement) dari suatu kode yang umum telah diketahui, juga untuk mengetahui hal

baru. Sedangkan fishing tactis adalah bukan saja pengetahuan tentang bagaimana

mengoperasikan alat tangkap, tetapi juga berarti bagaiman cara menemukan ikan atau

gerombolan ikan dan bagaimana mempengaruhinya (memanfaatkan dan

mempergunakan) fishing behavior untuk memperbesar efesiensi suatu penangkapan.

Menangkap ikan mencakup segala cara yang di pakai untuk mengambil ikan dari

lingkungan alami mereka. Berbagai alat tangkap digunakan oleh para nelayan untuk

mewujudkan inovasinya sebagai upaya untuk menghasilkan ikan. Secara umum

penangkapan ikan diwujudkan dalam lima mekanisme utama yaitu: (1) menjerat dengan

jarring, antara lain gill net; (2) memerangkap, antara lain pukat pantai, pukat cincin,

pukat harimau (3) menyaring antara lain pukat pantai, pukat cincin, pukat harimau; (4)

memancing antara lain pancing tangan, pancing tonda (5) menombak antara lain :

tombak, harpoon (6) belakangan ini berkembang teknik penangkapan ikan baru dengan

cara “memompa”, yaitu membuat arus kuat yang tidak dapat di tentang ikan kemudian

menghisapnya ke dalam system penampungan khusus.

3.2 Perikanan Tangkap Merupakan Suatu Sistem

Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen atau

elemen atau subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya

disebut sebagai sistem bisnis perikanan tangkap, Gambar 1 (Kesteven 1973, dimodifikasi

oleh Monintja 2000). Sistem tersebut terdiri dari berbagai komponen-komponen perikanan

tangkap sebagai berikut : (1) Subsistem sarana produksi (2) Subsistem usaha penangkapan (3)

subsistem pengolahan hasil perikanan (4) subsistem pemasaran (5) subsistem prasarana (6)

subsistem masyarakat.

35

Page 51: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Keenam subsistem ini harus secara lengkap tersedia komponennya di suatu kawasan

perikanan laut atau minimal dapat dijangkau dari kawasan tersebut dengan kemampuan yang

serasi untuk menjamin aliran informasi dan aliran materinya. Untuk lebih jelasnya berikut ini

dijelaskan peranan masing-masing sub system dalam pengembangan usaha penangkapan ikan

(Kesteven 1973).

(1) Subsistem Sarana Produksi

Salah satu indikator berkembangnya usaha perikanan tangkap sangat tergantung dari

berjalannya fungsi sarana produksi dengan optimal. Sarana produksi merupakan salah satu

fasilitas yang menunjang berlangsungnya kegiatan perikanan. Sarana produksi tersebut

antara lain penyediaan alat tangkap, pabrik es, galangan, instalasi, air tawar, instalasi

listrik, dan pendidikan pelatihan tenaga kerja.. Keberadaaan sub sitem ini akan melancarkan

kegiatan usaha penangkapan ikan.

36

Page 52: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Gambar 1 Sistem Perikanan Tangkap

(2) Subsistem Usaha Penangkapan

Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan, aspek legal dan unit sumber

daya. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang

terdiri kapal, alat tangkap dan nelayan. Aspek legal menyangkut sistem informasi dan ijin.

Unit sumber daya terdiri dari spesies, habitat seperti mangrove, terumbu karang dan padang

lamun serta musim.

37

Page 53: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Dalam sub sistem ini yang sangat menentukan adalah potensi sumberdaya ikan yang

terdapat dalam suatu perairan. Semakin melimpah suatu sumberdaya ikan berarti semakin

menjamin kelangsungan usaha penangkapan. Oleh sebab itu data yang akurat mengenai potensi

sumberdaya ikan di suatu kawasan perairan sangatlah penting, termasuk species, habitat dan

musimnya. Ketersediaan data ini akan meningkatkan efisiensi usaha penangkapan ikan yang

akan dikembangkan.

Teknologi penangkapan ikan juga sangat menentukan. Pada akhir-akhir ini tuntutan

teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan menjadi suatu keharusan. Tujuan penangkapan

ikan tidak lagi menangkap ikan sebanyak-banyaknya, tetapi penangkapan yang memperhatikan

kaidah-kaidah konservasi sumber daya hayati laut menjadi suatu kebutuhan.

(3) Subsistem Pengolahan Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan yang diperoleh tentu tidak semua dapat langsung dikonsumsi, karena

konsumen berada di beberapa tempat. Untuk menjamin mutu hasil tangkapan ikan yang

didaratkan maka perlu ada pengolahan.

Unit pengolahan termasuk didalamnya pengawetan bertujuan untuk mempertahankan

mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap sempurna segar atau dalam wujud

olahan, secara ekonomi nilai tambah produk juga meningkat. Pengolahan tersebut dapat

dilakukan secara tradisional misalnya penggaraman, pengeringan dan pengasapan atau

dengan cara modern. Unit pengolahan di sini adalah handling atau penanganan, processing

dan packaging. Pengembangan produk olahan yang kompetitif berkualitas standar sehingga dapat

menarik konsumen.

(4) Subsistem Pemasaran

Pemasaran merupakan tindakan yang berkaitan dengan distribusi atau pergerakan

barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Dalam subsistem ini akan

dilakukan distribusi, penjualan pada berbagai segmen pasar. Kalau dapat hasil tangkapan bukan

hanya untuk kebutuhan domestik tetapi juga dapat memiliki akses ke pasar internasional. Oleh

sebab itu informasi pasar sangat penting, selanjutnya dilakukan promosi pasar.

38

Page 54: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Pengembangan pemasaran diawali dengan introduksi sistem pemasaran ikan segar,

sehingga mendorong pengembangan ekspor ke luar negeri. Dengan demikian akan terkait dengan

pembangunan beberapa sarana seperti cool room dan pabrik es skala kecil di pasar-pasar umum

serta di pelabuhan perikanan.

(5) Subsistem Prasarana

Prasarana merupakan salah satu subsistem yang memegang peranan penting dalam

pengembangan usaha penaangkapan ikan di suatu kawasan perairan laut. Beberapa prasarana

yang penting artinya dalam memajukan usaha penangkapan adalah pelabuhan, pabrik es,

penyediaan air bersih dan bahan bakar minyak.

Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi

perikanan. Fungsi tersebut meliputi berbagai macam aspek yakni sebagai pusat pengembangan

masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan hasil tangkapan,

tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran dan distribusi

hasil tangkapan, serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data. Pembangunan

pelabuhan perikanan di Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah. Menurut Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009, pelabuhan perikanan adalah tempat

yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas kegiatan sistem

bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh

dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan

kegiatan penunjang perikanan.

Penyediaan fasilitas pelabuhan perikanan harus disesuaikan dengan tingkat kemajuan

perikanan pada kawasan perairan laut yang bersangkutan. Pembangunan pelabuhan

perikanan di wilayah yang sudah berkembang, pemerintah cukup hanya melengkapi

dengan fasilitas pokok dan beberapa fasilitas tambahan yang sangat diperlukan saja,

sedangkan fasilitas fungsional diserahkan kepada pihak swasta karena dapat

dioperasionalkan secara komersial. Pembangunan pelabuhan perikanan di wilayah yang

belum berkembang tetapi memiliki sumber daya perikanan yang sangat potensial maka

sebagai daya tarik investor perlu dibangun pelabuhan perikanan secara terpadu yaitu

menyediakan seluruh fasilitas baik fasilitas pokok, fungsional maupun fasilitas tambahan

kemudian dikaitkan dengan industri perikanan. Dengan demikian prasarana ini akan

memberikan dampak berkembangnya usaha perikanan, karena pelabuhan perikanan akan

39

Page 55: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

mampu membantu usaha nelayan, pedagang ikan, pengolah hasil-hasil perikanan dan

pengusaha perikanan.

(6) Subsistem masyarakat

Dalam subsistem ini masyarakat sebagai komponen dari hasil tangkapan, pemilik

modal, pengguna teknologi dan salah satu unsur pembina dalam sistem secara

keseluruhan. Sebagai pemilik modal masyarakat akan membangun dan membuat sarana-

sara produksi yang dibutuhkan.

Pembinaan merupakan suatu proses untuk peningkatan produksi dan produktivitas

perikanan yang merupakan salah satu tujuan pembangunan sektor perikanan. Pembinaan

tersebut terdiri dari pembinaan usaha perikanan terdiri dan pembinaan mutu hasil perikanan.

Pembinaan usaha perikanan bertujuan untuk pengembangan usaha di bidang perikanan yang

merupakan bagian dari dunia usaha pada umumnya. Pembinaan usaha perikanan terdiri dari

pembinaan kelembagaan usaha perikanan, perkreditan dan permodalan dan pembinaan

perijinan usaha perikanan. Pembinaan mutu hasil perikanan diantaranya adalah pembinaan

unit pengolahan dan pengawasan mutu hasil perikanan.

Berkembangnya komponen perikanan tangkap tersebut dapat terjadi jika

pengelolaan komponen perikanan berlangsung optimum sehingga dibutuhkan sebuah

perencanaan yang terpadu untuk pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap.

Agar dapat dilakukan secara efektif dan efisien, maka diperlukan perencanaan strategis

dan pengelolaan yang optimal dan berkelanjutan mengingat sumberdaya ikan memiliki

karakteristik khusus jika dibandingkan sumberdaya alam lainnya.

Keterkaitan komponen-kompenen di atas tentunya harus mempunyai tujuan jelas

dalam sistem yaitu optimalisasi perikanan tangkap secara berkelanjutan untuk mencapai

tujuan pembangunan perikanan tangkap, melalui kebijakan pembangunan perikanan

tangkap yang diarahkan untuk (1) menjadikan perikanan tangkap sebagai salah satu

andalan perekonomian dengan membangkitkan industri perikanan dalam negeri; (2)

merasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi armada penangkapan secara bertahap

dalam rangka menghidupkan industri dalam negeri dan keberpihakan kepada perusahaan

dalam negeri dan nelayan lokal; (3) menerapkan pengelolaan perikanan secara bertahap

berorientasi kelestarian lingkungan dan terwujudnya keadilan. Kebijakan tersebut secara

40

Page 56: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

nasional mempunyai sasaran untuk meningkatkan (1) produksi perikanan tangkap, (2)

volume ekspor perikanan, (3) nilai ekspor perikanan, (4) penyerapan tenaga jumlah kerja

khususnya nelayan, dan (5) pendapatan masyarakat nelayan.

Namun proses atau mekanisme yang terjadi dalam sistem tersebut dipahami

sangat kompleks, dimana setiap elemen saling mempengaruhi secara internal dalam

sistem serta tidak bisa dilepaskan dari pengaruh eksternal dan global terhadap sistem,

seperti kebijakan WTO tentang pelarangan subsidi perikanan oleh pemerintah, isu-isu

lingkungan, kualitas produk perikanan yang berkaitan dengan HACCP dan sebagainya.

Sistem perikanan mencakup tiga sub sistem yaitu: (1) sumberdaya ikan dan

lingkungannya; (2) sumberdaya manusia berserta kegiatannya; (3) manajemen perikanan.

Sumberdaya ikan dan lingkungannya meliputi tiga komponen yaitu ikan, ekosistem dan

lingkungan biofisik. Sumberdaya manusia meliputi empat komponen yaitu nelayan

dengan kegiatan memproduksi ikan; kegiatan pasca panen, distribusi pemasaran dan

konsumen; rumah tangga nelayan dan masyarakat perikanan; serta kondisi sosial,

ekonomi dan budaya. Sub sistem manajemen perikanan meliputi tiga komponen yaitu

perencanaan dan kebijakan perikanan; pengelolaan perikanan; serta pengembangan dan

penelitian. Sistem perikanan bersifat dinamis, komponen-komponennya mengalami

perubahan sepanjang waktu (Charles 2001). Selanjutnya Charles juga menyatakan

perhatian penting dalam hal keberlanjutan (sustainability) tidak terbatas hanya pada

penentuan jumlah tangkapan dan ketersediaan stok, melainkan mencakup keseluruhan

aspek perikanan mulai dari ekosistem, struktur sosial dan ekonomi, sampai kepada

masyarakat perikanan dan kelembagaan pengelolaan. Keberlanjutan secara ekologi

terkait dengan keberlanjutan penangkapan dan perlindungan terhadap sumberdaya.

Keberlanjutan sosial ekonomi terkait dengan manfaat makro bagi penyerapan tenaga

kerja dan distribusi pendapatan yang layak bagi para pelaku. Keberlanjutan masyarakat

menekankan pada perlindungan atau pengembangan ekonomi, sosial dan budaya

masyarakat. Keberlanjutan kelembagaan terkait dengan kelembagaan keuangan,

penatausahaan yang tepat dan kemampuan kelembagaan jangka panjang.

41

Page 57: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Kesteven (1973) mengemukakan karakteristik khusus dalam sistem perikanan

tangkap yaitu: (1) Invisible, sumberdaya ikan yang tidak terlihat; (2) Common property,

bahwa sumber daya tersebut merupakan milik bersama; (3) High risk, usahanya memiliki

resiko yang tinggi; dan (4) Highly perishable, produk yang mudah rusak/membusuk.

Lebih lanjut disebutkan mengenai karakteristik usaha perikanan tangkap yaitu: (1)

Perikanan tangkap berbasis pada sumberdaya hayati yang dapat diperbaharui

(renewable), namun dapat mengalami deplesi (depletion) atau kepunahan; (2)

pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat menjadi sumber konflik (di daerah

penangkapan ikan maupun dalam pemasaran hasil tangkapan; (3) usaha penangkapan

tidak cukup hanya menguntungkan, tetapi juga harus mampu memberi kehidupan yang

layak bagi para nelayan dan pengusahaannya; (4) kemampuan modal, teknologi dan akses

informasi yang berbeda antar nelayan dapat menimbulkan kesenjangan dan konflik; (5)

usaha penangkapan ikan dapat menimbulkan konflik dengan subsektor lainnya,

khususnya dalam zona atau tata ruang pesisir dan laut.

42

Page 58: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

4 Beberapa Metode Penangkapan Ikan Penting

Jenis alat penangkap ikan terbagi di dua tempat yang berbeda yaitu di perairan laut

dan perairan umum daratan. Kedua jenis perairan tersebut mempunyai karakteristik

oceanis dan limnologis yang berbeda antar perairan satu dengan yang lainnya. Perbedaan

karakteristik tersebut menghasilkan perbedaan pula dalam produktifitas perairannya dan

potensi produksi ikannya. Dengan demikian alat penangkap ikan yang digunakanpun

berbeda. Berikut disajikan jenis-jenis alat penangkap ikan yang terdapat di perairan

Kalimantan Selatan.

4.1 Jenis Alat Penangkapan di Perairan Laut

4.1.1 Jaring Insang (Gillnet)

Gillnet sering diterjemahkan dengan “ jaring insang”, “jaring rahang”, “jaring” (gill

= insang, dan net = jaring). Istilah gillnet didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan

yang tertangkap “gilled = terjerat” pada sekitar operculum nya pada mata jaring. Dalam

bahasa Jepang gillnet disebut dengan istilah “sasi ami”, yang berdasarkan pemikiran

bahwa tertangkapnya ikan pada gillnet ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut

“memasukan diri –sasi” pada “jaring –ami”.

Menurut Sadhori (1985), prinsip penangkapan gillnet adalah dengan memasang

gillnet tersebut di perairan yang sering dilalui oleh ikan baik secara bergerombol maupun

satu persatu. Ikan-ikan tertangkap karena menabrak jaring dan kemudian tersangkut atau

tergulung oleh alat tangkap tersebut, karena pemasangan alat tangkap ini bertujuan agar

ditabrak oleh ikan, maka sebaiknya warna jaring harus disesuaikan dengan warna

perairan tempat gillnet akan dioperasikan atau dipergunakan bahan yang transparan untuk

pembuatan alat tersebut, seperti monofilament agar jaring tersebut tidak dapat dilihat oleh

ikan apabila dipasang di perairan.

Bentuk alat ini sederhana sekali, yaitu persegi panjang. Pada bagian atas di pasang

tali ris atas dan beberap buah pelampung, sedangkan pada bagian bawah dipasang tali ris

bawah serta beberapa buah pemberat yang pada umumnya di buat dari batu atau batu

Page 59: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

karang. Ada juga gillnet nylon yang pada bagian bawahnya tidak memakai ris bawah dan

pemberat. Akan tetapi beberapa mata jaring bagian bawah diganti dengan benang saran

yang berfungsi sebagai pemberat, sebab berat jenis benang saran tersebut lebih berat dari

pada berat jenis benang nylon. Berat jenis benang nylon 1,14 sedangkan berat jenis

benang saran 1,40. Selain dari itu benang saran lebih banyak mengisap air (daya

absorbsinya lebih besar) dibandingkan dengan benang nylon (Syahrodin et al. 1982).

Dengan kata lain jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari

bahan jaring monofilamen atau multifilamen yang dibentuk menjadi empat persegi

panjang, kemudian pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats)

dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (singkers) sehingga

dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang

di daerah penangkapan (permukaan, kolom perairan, atau di dasar perairan) dalam

keadaan tegak menghadang ikan. Jumlah mata jaring ke arah horisontal atau ke arah

Mesh length (ML) jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring ke arah

vertikal atau ke arah Mesh depth (MD) (gambar 2)

Gambar 2 Perbandingan mata jarring horizontal dan vertikal jaring insang

Penentuan lebar jarring (jumlah mesh depth) didasarkan antara lain atas

pertimbangan terhadap dalamnya swimming layer dari jenis-jenis ikan yang menjadi

tujuan penangkapan, density dari gerombolan ikan dan lain sebagainya, sedangkan

panjang jarring (jumlah piece yang dipergunakan akan mempengaruhi besar kecilnya

Mata jaring ke arah horisontal (Mesh Length/ML)

Mata jaring

ke arah

vertikal

(Mesh

depth/MD)

Page 60: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

usaha, demikian pula akan berpengaruh pada besar kecilnya catch yang mungkin akan

berpengaruh

Target ikan yang tertangkap pada jaring insang yaitu: (1) ikan yang mempunyai

bentuk strealine seperti bentuk ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung

(Rastrelliger spp), sarden (Sardinella spp) atau seperti bentuk ikan salem

(Onchorhynchus); (2) Ikan yang mempunyai sifat bergerombol, baik bergerombol secara

aggregation, school ataupun bergerombol secara pood; (3) Besar individu dalam

gerombolan hampir merata; (4) Mempunyai kekuatan untuk menusuk atau

memasuki mata jaring atau; (5) Jenis ikan yang mempunyai model berenang

Subcarangiform, Carangiform, Thunniform dan model berenang yang menyerupainya.

Supaya ikan-ikan mudah dapat terjerat (gilled) pada mata jarring ataupun ikan-ikan

mudah dapat terbelit-belit (entangled) pada tubuh jaring, maka baik material yang

dipergunakan ataupun pada waktu pembuatan jarring hendaklah diperhatikan hal-hal

yang antara lain seperti berikut ini:

(1) Kekuatan Twine (Rigidity of netting twine)

Twine yang digunakan hendaklah “lembut tidak kaku, pliancy, suppleness”,

terutama bagi jarring yang ditunjukan untuk menangkap pikan dengan cara entangled

hal ini sangatlah perlu. Dengan demikian maka twine yang digunakan adalah cotton,

hennep, linen, amylan, nylon, kremona dan lain-lain sebagainya, dimana twine ini

mempunyai fibres yang lembut. Bahan-bahan dari manila hennep, sisal, jerami dan

lain-lain yang fibresnya keras tidak dipergunakan. Untuk mendapatkan twine yang

lembut, ditempuh cara yang antara lain dengan memperkecil diameter twine ataupun

jumlah pilin per-satuan panjang dikurangi, ataupun bahan-bahan celup pemberi warna

ditiadakan.

(2) Ketegangan rentangan tubuh jarring

Yang dimaksud dengan ketegangan di sini ialah baik rentangan kea rah lebar

demikian pula rentangan kea rah panjang jarring. Jaring mungkin direntangkan

dengan tegang sekali, tetapi mungkin pula tidak terlalu tegang. Ketegangan

rentangan ini, akan menngakibatkan terjadinya tension baik pada float line ataupun

pada tubuh jarring, dan banyak sedikitnya akan berhubungan pula dengan jumlah

catch yang akan diperoleh. Dengan perkataan lain, jika jarring direntang terlalu

Page 61: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

tegang maka ikan akan sukar terjerat dan ikan yang telah terjeratpun akan mudah

terlepas. Terutama bagi ikan-ikan yang tertangkapnya secara enteangled, ketegangan

rentangan tubuh jarring ini akan mempunyai pengaruh yang besar.

Ketegangan rentangan tubuh jarring akan ditentukan terutama oleh buoyancy dari

float, berat tubuh jarring, tali temali, sinking force dari sinker dan juga shortening

yang digunakan.

(3) Shortening atau Shrinkage

Supaya ikan-ikan mudah terjerat (gilled) ataupun terbelit-belit (entangled) pada

mata jarring/jarring dan juga supaya ikan-ikan tersebut setelah sekali terjerat pada

jarring tidak akan mudah terlepas, maka pada jarring perlulah diberikan shortening

yang cukup. Yang dimaksud dengan shortening atau shrinkage dapat diterjemahkan

dengan “pengerutan”, yaitu pada panjang tubuh jarring dalam keadaan teregang

sempurna (stretch) dengan panjang jarring setelah dilekatkan pada float line ataupun

sinker line, disebutkann dalam prosen (%). Sebagai contoh: misalnya panjang tubuh

jaring (webbing) 100 m, setelah ditatah menjadi 70 m (panjang float line ataupun

sinker line), maka dikatakan shortening yang tersebut adalah :

(100-70)/100 x 100 % = 30 %

Terutama untuk jarring yang tertangkapnya ikan dengan cara entangled, maka

soal shortening ini memegang peranan penting. Dibandingkan dengan jenis-jenis

jarring lainnya, maka dapat dikatakan bahwa pada gillnet soal shortening ini lebih

berpengaruh pada catch.

Untuk gillnet yang ikannya tertangkap secara gilled, nilai shortening bergerak

sekitara 30-40%, dan untuk yang tertangkapnya ikan secara entangled maka nilai

shortening bergerak sekitar 35-60%.

(4) Tinggi jaring

Yang dimaksud dengan istilah tinggi jaring di sini ialah jarak antara float line ke

sinker line pada saat jarring tersebut terpasang di perairan. Istilah tinggi jarring ini

diperlukan untuk membedakannya dengan istilah lebar jarring (mesh depth) yang

biasanya diungkapkan dengan satuan jumlah mata ataupun meter.

Pada umumnya untuk surface gillnet dan drift gillnet, jaring lebih lebar jika

dibandingkan dengan bottom gillnet. Hal ini dapat pula dikatakan bahwa jenis jarring

Page 62: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

yang tertangkapnya ikan secara gilled, lebih lebar jika dibandingkan dengan jarring

yang tertangkapnya ikan secara entangled. Hal ini tergantung pada swimming layer

dari pada jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapannya. Menurut

perhitungan, jika mesh size 2a, jumlah mata jarring pada lebar jarring n, shortening s;

maka tinggi gillnet tersebut dalam air akan menjadi 2 an V 2s – s2

(5) Mesh size dan besar ikan

Antara mesh size dan besar ikan yang terjerat (gilled) terdapat hubungan yang erat

sekali. Dari percobaan-percobaan terdapat kecendrungan bahwa sesuatu mesh size

mempunyai sifat untuk menjerat ikan hanya pada ikan-ikan yang besarnya tertentu

batas-batasnya. Dengan perkataan lain, gillnet akan bersifat selektif terhadap besar

ukuran dari catch yang diperoleh. Oleh sebab itu untuk mendapatkan catch yang

besar jumlahnya pada suatu fishing ground, hhendaklah mesh size disesuaikan

besarnya dengan besar badan ikan yang jumlahnya terbanyak pada fishing ground

tersebut.

Pada penentuan besar mesh size, sifat memanjang dan memendek (expantion dan

contraction) dari twine yang digunakan sehubungan dengan peristiwa water

absorption, daya mulur (elongation), elasticity, knot slippage sehubungan gaya-gaya

impact sesaat yang berasal dari gelepar-gelepar ikan yang terjerat, dan lain

sebagainya harus dipertimbangkan.

Gaya-gaya yang bekerja pada suatu simpul yang tidak sama besar dan arahnya,

antara lain akan menyebabkan terjadinya knot slippage ataupun putusnya twine pada

bagian dekat dengan simpul. Oleh sebab itu, ditinjau dari segi kestabilan luas mata

jarring, maka akan dapat dikatakan bahwa penentuan jenis simpul. Oleh sebab itu,

ditinjau dari segi kestabilan luas mata jarring, maka akan daoat dikatakan bahwa

penentuan jenis simpul akan menjadi penting. Secara umum untuk hal ini dapat

dikatakan sebagai berikut:

Webbing yang terbuat dengan simpul flat knot, pada pembuatan simpul, maka

jumlah twine yang dipergunakan akan lebih sedikit jika dibandingkan dengan

webbing yang terbuat dengan simpul trawker knot. Dengan demikian maka webbing

dengan float knot akan lebih ringan jika dibandingkan dengan trawler knot.

Page 63: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Perbedaan berat yang akan terjadi dari jenis-jenis webbing ini akan mengikuti

kenyataan, bahwa semakin tebah diameter twine dan semakin kecil mesh size yang

dipergunakan, maka perbedaan ini akan menjadi lebih besar.

Pada fat knot, simpul akan mudah terlepas (bergeser, renggang, melonggar, slip),

dengan perkataan lain jika ada gaya-gaya yang tak seimbang yang bekerja pada

simpul, maka akan mengakibatkan mata jarring akan bergeser. Pada trawler knot,

simpul terbuhul erat, yang akibatnya simpul akan mengalami peristiwa slip lebih

sedikit. Akibat mudah skip pada flat knot maka putusnya twine pada bagian dekat

simpul akan lebih sedikit dibandingkan dengan pada trawler knot. Tetapi akibat

simpul simpul yang slip akan menyebabkan perubahan luas dan bentuk sesuatu mata

jarring, dan akan menularkan pengaruh pula pada bentuk mata jarring yang berada di

sekitarnya. Akibat tidak mudah slip pada trawler knot maka twine pada bagian dekat

simpul akan lebih sering putus. Hal ini akan mengakibatkan perubahan bentuk pada

mata jarring yang berada di sekitarnya dan juga sangatlah tidak diinginkan.

Akibat bentuk simpul, pada flat knot mata jaring cenderung lebih mudah

membuka kea rah tegak dbandingkan dengan membuka ke arah mendatar. Lengan

(legs) pada webbing trawler knot, jika kita mengambil simpul sebagai pusat akan

terlihat mendekati seperti tanda “tambah”, yang akibatnya baik kea rah tegak maupun

ke arah mendatar, mata jarring pada webbing dengan bebas akan dapat

tmembuka/melebar.

Pada gillnet banyak dipakai trawler knot, hal ini antara lain disebabklan oleh

karena :

(1) Simpul tidak mudah slip/terlepas/bergeser, yang berarti luas mesh size akan lebih

stabil

(2) Mata jarring mudah/bebas untuk terbuka/membuka baik kea rah vertical maupun

kea rah horizontal.

Pada suatu webbing, bagian simpul akan menjadi lebih tinggi jika

dibandingkan dengan bagian lainnya, dibandingkan dengan pada float knot perbedaan

tinggi permukaan ini akan lebih besar pada trawler knot. Karena hal ini maka pada

waktu pengoperasian jarring (pergesekan sesamanya, pergesekan dengan tepi kapal,

dan lain sebagainya), maka bagian simpul ini akan mengalami pengausan (waste)

Page 64: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

yang lebih besar. Hal ini akan berhubungan dengan ketahanan jarring, dengan

perkataan lain jumlah waktu/lama terpakat dari jarring tersebut.

(6) Warna jaring

Warna jaring yang dimaksud di sini ialah terutama warna webbing. Warna float,

ropes, sinkers dan lain-lain diabaikan, mengingat bahwa bagian terbesar dari gillnet

adalah webbing. Pada natural fibress, dengan tujuan mencegah pembusukan,

kerusakan dan lain-lain dilakukan pencelupan dan lain-lain usaha preservasi (net

preservation) terhadap jaring, yang dengan perlakuan ini juga berarti telah terlaksana

tugas peristiwa pewarnaan jaring. Pada synthetic fibres, set preservation dalam

bentuk pencelupan tidak diperlukan, kemudiann pada warna dari twine dapat dibuat

sekehendak hati, yang dengan demikian kemungkinan mengusahakan warna jarring

untuk memperbesar fishing ability ataupun catch akan lebih dapat diusahakan.

Dengan perkataan lain, warna jarring yang sesuai untuk tujuan menangkap jenis-jenis

ikan yang menjadi tujuan dapat diusahakan.

Warna jarring di dalam air akan dipengaruhi oleh factor-faktor depth dari

perairanm tranparancy, sinar matahari, sinar bulan dan lain-lain. Warna akan

mempunyai perbedaan derajat terlihat oleh ikan-ikan yang berbeda-beda. Hal ini

sehubungan dengan bahwa beradanya jarring yang terntang di dalam air bagi ikan-

ikan yang sedang berenang adalah akan merupakan suatu benda penghalang

(penghadang, pengganggu). Dengan demikian dapatlah dipikirkan bahwa pada waktu

siang hari kemungkinan terlihatnya jaring oleh ikan akan lebih besar dibandingkan

dengan pada waktu malam hari, demikian pula hendaklah warna jarring sama dengan

warna air di perairan tersebut, juga warna jarring hendaklah jangan membuat kontras

yang sangat tinggi, baik terhadap warna air juga terhadap warna dari dasar perairan.

Karena tertangkapnya ikan-ikan pada gillnet ini ialah dengan cara gilled dan

entangled, dan yang kedua-duanya ini barulah akan terjadii jika ikan tersebut

menubruk/menerobos jarring, maka hendaklah diusahakan bahwa efek jaring sebagai

penghadang sekelcil mungkin. Dikatakan bahwa ikan-ikan dapat mengetahui adanya

jarring dengan indera penglihatan, demikian pula diduga getaran-getaran yang

disebabkan gerakan-gerakan jarring dalam air akan dapat dirasakan oleh ikan-ikan.

Page 65: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Penamaan gillnet dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan nelayan setempat, ada yang

memberi nama berdasarkan jenis ikan yang tertangkap, ada pula berdasarkan lokasi

fishing ground dan lain sebagainya. Berdasarkan letak alat di perairan, gillnet

dikelompokan menjadi :

1. Gillnet permukaan (surface gillnet)

Pada ujung jaring sepihak ataupun pada kedua pihaknya diikatkan tali jangkar, yang

dengan demikian letak (posisi) jaring menjadi tertentu oleh letak jangkar. Beberapa piece

digabungkan menjadi satu, dan jumlah piece harus disesuaikan dengan keadaan fishing

ground. Float line (tali pelampung, tali ris atas) akan berada di permukaan air (sea

surface), yang dengan demikian arah rentngan, lurus atau tidaknya dengan rentangan,

sudut antara arah rentangan dengan arah arus, angin dan sebagainya akan dapat terlihat.

Dari segi lain, gerakan turun naik dari gelombang, akan menyebabkan pula gerakan

turun naik dari pelampung yang gerakan ini akan juga dituliskan ke tubuh jaring. Jika

irama gerakan ini tidak seimbang, juga tension yang dibebankan pada float line terlalu

besar, ditambah oleh pengaruh-pengaruh lainnya, kemungkinan akan terjadi peristiwa

”the rolling up of gill net”, yaitu peristiwa dimana tubuh jaring tidak lagi terentang lebar,

tetapi menjadi membulat. Dengan demikian berarti jaring tidak berfungsi lagi sebagai

penghalang/penjerat ikan.

2. Gillnet pertengahan (mid water gillnet).

Daerah-daerah teluk, pantai-pantai, muara, merupakan fishing ground yang umum,

dan jaring ini sesuai sekali untuk area fishing ground yang umum. Persoalan terentang

atau tidak terentangnya jaring baik ke arah panjang ataupun lebar hampir tidak perlu

diperhitungkan, dengan perkataaan lain akibat konstruksinya yang sederhana, jaring akan

terentang dengan sendirinya sebab pengaruh float, sinker dan pengaruh arus dan lain

sebagainya.

3. Gillnet dasar (bottom gillnet)

Pada kedua ujung jaring diikatkan jangkar, yang dengan demikian letak jaring akan

tertentu. Karena hal ini, sering juga disebut ”set bottom gillnet”. Karena jaring ini

direntang dekat pada dasar laut, maka dinamakan bottom gillnet, yang dengan demikian

berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom

fish) ataupun ikan-ikan demersal. Posisi jaring dapat diperkirakan pada float

Page 66: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

berbendera/bertanda yang yang dilekatkan pada kedua belah pihak ujung jaring, tetapi

tidaklah dapat diketahui keadaan baik buruknya rentangan jaring itu sendiri.

Pada umumnya yang menjadi fishing ground adalah daerah pantai, teluk, muara

yang mengakibatkan pula jenis ikan yang tertangkap berbagai jenis, misalnya herring,

cod, flat fish, halibut, mackerel, yellow tail, sea bream dan lain sebagainya. Jenis-jenis

udang juga menjadi tujuan penagkapan dari jaring ini.

Berdasarkan kedudukan alat waktu dipasang di perairan, gillnet dikelompokan

menjadi :

1. Gillnet hanyut (drift gillnet)

Sering juga disebutkan dengan drift net saja, atau ada juga yang memberi nama

lebih jelas, misalnya ”salmon drift gillnet” dan ada pula yang menterjemahkannya dengan

”jaring hanyut”. Jaring insang hanyut adalah jaring insang yang pemasangannya di

biarkan hanyut mengikuti arus dan salah satu ujungnya diikatkan pada perahu atau kapal.

Alat ini ditunjukan untuk menagkap ikan-ikan permukaan (pelagic fish).

Posisi dari jaring ini tidak ditentukan (tertentu) oleh adanya jangkar, tetapi jaring

bergerak hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada satu pihak dari ujung jaring

dilekatkan tali dan tali ini dihubungkan dengan kapal, yang dengan demikian gerakan

hanyut dari kapal banyak sedikit juga akan dapat mempengaruhi posisi jaring. Selain dari

pada gaya-gaya dari arus, gelombang, maka kekuatan angin juga akan mempengaruhi

keadaan hanyut dari jaring dengan perkataan lain gaya dari angin akan bekerja pada

bagian dari float yang tersembul pada permukaan air.

2. Gillnet tetap (set gillnet)

Jaring insang tetap adalah jaring insang yang di pasang menetap untuk semantara

waktu dengan menggunakan jangkar. Pemasangan jaring ini dapat bervariasi tergantung

dari ikan yang ditangkap, apabila di pasang dekat atau pada dasar perairan yang bertujuan

menangkap ikan dasar (demersal fish) atau pada lapisan tengah atau permukaan perairan.

Pada waktu-waktu tertentu jaring ini diangkat untuj diambil hasilnya.

Berdasarkan bentuk waktu alat dipasang, gillnet dikelompokan menjadi : (1) Gillnet

melingkar (encircling gillnet atau sorrounding gillnet; (2) Gillnet mendatar; (3) Jaring

insang menetap (set gillnet / fixed gillnet); (4) Jaring insang giring (frightening

gillnet/drive gillnet); (5) Jaring insang sapu (rowed gillnet).

Page 67: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Jaring insang lingkar, oleh nelayan di Kalimantas Selatan disebut ”Agungan”.

Disebut jaring insang lingkar karena dalam pengoperasiannya jaring ditebar dan

dilingkarkan pada sasaran tertentu yang dianggap adanya gerombolan ikan. Alat tangkap

ini memiliki bagian-bagian sebagai berikut:

1. Selembaran jaring yang merupakan bahan utama dari alat tangkap ini, dengan ukuran

mata jaring 2 inci panjang 250 m dan tinggi 30 m terbuat dari bahan PE

(polyetheline).

2. Tali ris terdiri atas tali ris atas dan tali ris bawah yang masing-masing rangkap dua,

yang satunya berfungsi sebagai tempat dikaitkannya pelampung dan pemberat dan

pasangannya sebagai tempat dikaitkan jaring. Terbuat dari bahan polyethelene dengan

ukuran tali ris atas lebih besar dari tali ris bawah, dengan maksud agar daya apung tali

ris atas lebih besar daripada tali ris bawah dan sewaktu hauling jaring lebih mudah

ditarik.

3. Pelampung (float) yang digunakan adalah pelampung yang terbuat dari (fibber)

plastik yang berjumlah 500 buah per pieces yang berarti jumlah totalnya sebanyak

7.500 buah.

4. Pemberat yang digunakan untuk mempertahankan agar bibir jaring bagian bawah

tetap berada di dasar perairan pada waktu dioperasikan. Pemberat ini terbuat dari batu

yang dibuat khusus sebagi pemberat. Jumlah pemberat untuk masing-masing pieces

sebanyak 20 buah atau jumlah totalnya sebanyak 300 buah.

5. Pelampung tanda (main buoy) yang digunakan berupa gabus/busa berwarna kuning

serta dilengkapi dengan bendera.

Jaring insang lingkar adalah jaring insang yang cara pemasanganannya dengan cara

melingkari gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Setelah ikan terkurung maka

gerombolan ikan tersebut dikejutkan sehingga menubruk jaring dan tersangkut pada

jaring. Cara melingkarkan jaring ini dilakukan dengan melepas jaring dari kapal yang

bergerak membuat lingkaran.

Gerombolan ikan dilingkari dengan jaring, ataupun jaring digunakan untuk

menghadang ikan pada arah larinya. Supaya gerombolan ikan dapat dilingkari/ditangkap

dengan sempurna, maka bentuk jaring sewaktu operasi ada yang berbentuk lingkaran,

Page 68: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

setengah lingkaran, setengah lingkaran, berbentuk huruf V atau U, bengkok-bengkok

seperti alun gelombang dan banyak lagi jenis lainnya.

Ikan setelah terkurung dalam lingkaran jaring, dikejuti, sehingga ikan-ikan akan

terjerat pada mata jaring. Kadang kala pada bagian dalam dari lingkaran direntangkan

pada beberapa lembar jaring, sehinngga dengan demikian kemungkinan terjeratnya

seluruh ikan yang telah terkurung akan lebih cepat. Tinggi jaring diusahakan sesuai

dengan depth dari perairan, dengan perkataan lain sinker line haruslah menyentuh rapat

pada dasar perairan, yang dengan demikian pada saat operasi keadaan pasang naik/pasang

surut perlulah mendapatkan perhatian.

Sebelum mengadakan operasi penangkapan sangat perlu diadakan persiapan-

persiapan dan persiapan itut meliputi persiapan di pelabuhan dan persiapan waktu

berlayar. Persiapan di peliabuhan meliputi: (1) mempersiapkan bahan mekanan dan

minuman; (2) mempersiapkan bahan bakar; (3) mempersiapkan alat tangkap dan

perlengkapannya; (4) mempersiapkan lampu petromak dan lampu senter karena

penangkapan dilakukan pada malam hari; (5) Mempersiapkan batu duga atau galah duga,

dipakai untuk mengukur dalamnya laut; (6) Mempersiapkan alat-alat keselamatan kerja;

(7) Mempersiapkan alat-alat navigasi; (8) Mempersiapkan persiapan lainnya yang ada

hubungannya dengan operasi penangkapan. Sedangkap persiapan waktu berlayar

meliputi: (1) Mempersiapkan kondisi laut, cuaca, arah angin, arah arus, temperature air

dan posisi kapal; (2) Mencari daerah fishing ground atau tanda-tanda gerombolan ikan;

(3) Mempersiapkan alat-alat penangkapan, di lambung mana alat itu di simpan dan

bagaimana susunan alat itu (pelampung dan pemberat) sehingga mudah untuk melakukan

setting.

Jaring Tiga lapis (Trammel net)

Berdasarkan jumlah lapisan dari webbing jaring maka ada lagi satu jenis gillnet

yaitu jaring tiga lapis (Trammel net). Trammel net atau jaring kantong adalah alat tangkap

jaring lapis tiga yang berkembang pesat setelah alat tangkap trawl. Alat tangkap ini dapat

dioperasikan dalam bentuk usaha kecil, dengan menggunakan perahu tanpa motor atau

pun motor tempel. Namun demikian, alat tangkap ini dapat pula diusahakan dalam

bentuk usaha skala besar tergantung pada besarnya unit penangkapan. Usaha perikanan

Page 69: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

skala besar tergantung pada besarnya unit penangkapan. Usaha perikanan skala besar

umunya menggunakan kapal motor berukuran 5 sampai dengan 30 GT (Balai

Penelitian Perikanan Laut 1984).

Cara kerja trammel net menurut Dudley dan Tampubolon (1988) diacu dalam

Krishna Samudra (1998), ikan yang terhadang jaring bagian luar akan mendorong jaring

kebagian dalam (inner net yang lebih ringan dan dipasang kendur) melewati jaring bagian

luar (outter net yang lebih berat serta dipasang kencang), sehingga jaring membentuk

kantong dan ikan akan terjebak secara terpuntal.

Menurut Syahrodin dan Suhadja (1982), arus memegang peranan penting

sehubungan dengan peneyebaran ikan. Bila arus mengalir secara teratur, berarti ikan

dapat hanyut terbawa secara pasif, atau ada yang justru berenang secara aktif melawan

arus, bahkan ada dari mereka yang bergerak secara kombinasi antara keduanya.

Penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa ikan-ikan berenang melawan arus pada siang

hari dan mengikuti arus pada malam hari.

Hasil tangkapan yang diperoleh dari pengoperasian trammel net terdiri dari jenis

udang dan ikan dasar. Dari beberapa jenis udang yang tertangkap dengan trammel net

diantaranya adalah udang jerbung (Penaeus merguensis) dan udang windu (Penaeus

monodon).

Jenis ikan dasar yang tertangkap trammel net antara lain adalah ikan pepetek

(Leiognathus sp.), ikan lidah (Cynoglosus sp.) cumi-cumi (Loligo sp.) serta ikan tiga waja

(Johnius dussumieri).

Jenis Ikan yang dapat tertangkap dengan jaring insang tiga lembar yaitu ikan yang

operculum girth nya lebih kecil dan maximum body girth nya lebih besar dari keliling

mesh size jaring bagian dalam (inner net) juga ikan yang mempunya keliling operculum

girth nya lebih besar dari keliling inner net tetapi keliling Maximum body girth nya lebih

kecil dari keliling jaring bagian luar (outer net). Cara tertangkapnya ikan pada ke dua

jenis jaring ini, selain terjerat pada mata jaring bagian inner net juga tertangkap secara

terpuntal pada mata jaring bagian inner net dan outer net.

Tahapan pengoperasian jaring kantong adalah sebagai berikut :

i. Jaring kantong yang telah dipersiapkan sebelumnya dimasukkan ke dalam

kapal. Jaring kantong harus sudah siap pakai sekitar pukul 06.00 WITA.

Page 70: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

ii. Setibanya di stasiun penangkapan (fishing ground), juru mudi yang juga

sekaligus sebagai crew memastikan bahwa dasar perairan tersebut tidak

terdapat batu karang dan sebagainya yang dapat menghambat jalannya operasi

penangkapan dan dapat mengganggu penawuran jaring sekaligus dapat

merusak alat.

iii. Pada saat menawur jaring, mesin dimatikan dengan posisi kapal meyamping

arah angin, dengan kata lain terpaan angin tepat mengenai samping kapal. Hal

tersebut dimaksudkan agar kapal bergerak oleh tiupan angin dan perlu

diperhatikan arah arus agar jaring tidak mengkerut. Arah angin akan

mempengaruhi kapal dan arus lebih dominan mempengaruhi jaring.

iv. Sambil melaju perlahan oleh tiupan angin, jaring ditawur (setting) didahului

dengan pelemparan pelampung tanda, ujung jaring yang berhubungan dengan

pelampung tanda, tubuh jaring (dimulai dari tinting 1 sampai dengan tinting 5)

dan terakhir adalah pelemparan pemberat (jangkar batu).

v. Pada pengoperasian jaring secara pasif, jaring dibiarkan hanyut selama kurang

lebih 1 (satu) jam, dengan posisi jaring tegak lurus dengan arah arus.

vi. Pada pengoperasian jaring secara aktif, jaring ditarik berlawanana arah arus

membentuk setengah lingkaran dan penarikan berlangsung selama lebih

kurang 0,5 jam.

vii. Jaring diangkat (hauling) melalui arah sebaliknya, diangkat mulai dari jangkar

batu. Pengangkatan jaring dilakukan sambil melepaskan hasil tangkapan.

Untuk pengoperasian secara pasif kapal dalam keadaan berjalan perlahan,

sedangkan untuk pengoperasian secara aktif kapal dalam keadaan berhenti.

Rata-rata waktu yang diperlukan dari penawuran jaring (setting) 5 menit,

perendaman jaring di perairan 60 menit dan waktu pengangkatan jaring (hauling) sambil

melepas hasil tangkapan hingga siap ditawur kembali 25 menit. Posisi alat dan kapal pada

pengoperasian Trammel net dapat dilihat pada gambar 3

Page 71: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Keterangan gambar

: arah angin

: arah arus

: pelampung tanda

: pelampung bendera

: alat tangkap

: kapal

Gambar 3. Posisi alat dan kapal pada pengoperasian Trammel net

a.

b.

c.

d.

Page 72: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Rempa pantai

Menurut Pahlevi (1997), rempa pantai merupakan alat tangkap yang digunakan

untuk menangkap ikan-ikan di perairan pantai. Pada prinsipnya alat tangkap rempa pantai

ini merupakan alat tangkap yang bersifat aktif dan dioperasikan di perairan yang dangkal

di sekitar pantai, sedangkan teknik pengoperasiannya adalah dengan cara melingkari

gerombolan ikan. Satu set rempa pantai ini rata-rata terdiri dari 15 payah, dimana dalam

satu payah panjangnya berkisar antara 30-40 meter.

Secara garis besar rempa pantai merupakan alat tangkap yang berbentuk empat

persegi panjang. Bentuknya mirip sekali dengan jaring insang (gill net), namun ikan-ikan

yang tertangkap dengan rempa pantai ini tidak dengan cara terjerat (gilled) pada mata

jaring ataupun terbelit-belit (entangled) pada tubuh jaring, melainkan dengan cara

terkurung dalam jaring rempa pantai. Keseluruhan dari alat tangkap rempa pantai ini

terdiri dari : jaring, tali ris atas, tali ris bawah, pemberat, pelampung dan tali penarik.

Pada prinsipnya rempa pantai merupakan alat tangkap yang bersifat aktif dan

dioperasikan di perairan yang dangkal dan di sekitar pantai/tepi pantai, sedangkan dalam

teknik pengoperasiannya adalah dengan cara melingkari gerombolan ikan. Berdasarkan

hasil penelitian Pahlevi (1997), satu set rempa pantai rata-rata terdiri dari 15 payah,

dimana dalam satu payah panjangnya berkisar antara 3-4 meter. Ukuran mata jaring 2

cm, lebar jaring dan tinggi jaring darat dengan jarak tertentu dari garis pantai, sedangkan

ujung yang lain beserta jaring dibawa dengan perahu motor lebih jauh ke tengah perairan

sampai jaring teregang sempurna.

Bahan yang dipergunakan dalam membuat jaring pada rempa tarik adalah benang

kuralon (marlon) ada juga dari bahan monofilament. Pelampung yang digunakan ada dua

macam, yaitu pelampung tanda dimana bahannya terbuat dari plastik atau jirigen atau

bisa juga terbuat dari gabus yang ukuranya bermacam-macam. Ada juga pelampung kecil

(patau) yang bahannya terbuat dari gabus/plastik atau terbuat dari bahan yang mudah

dibentuk.

Pemberat yang digunakan pada rempa pantai ini adalah terbuat dari timah. Tali ris

atas dan bawah pada rempa pantai menggunakan bahan yang sama yaitu polyethylene

Page 73: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(PE) yang berdiameter 5 mm. Tali penarik yang digunakan pada alat tangkap ini memiliki

diameter 8 mm dan terbuat dari bahan polyethylene.

Menurut Subani dan Barus (1989), cara pengoperasian rempa pantai yaitu: (1) Tali

slambar (tali penarik) diikatkan pada tiang atau patok yang telah disiapkan di darat; (2)

Tali slambar (tali penarik) terus diulur mengikuti jalannya perahu. Setelah sampai di

tengah perairan, jaring diturunkan mulai dari satu ujung kaki-kantong (badan jaring)

sampai ujung kaki yang lain dengan membentuk setengah lingkaran dari daratan pantai.

Tali slambar yang lainya terus diulur sampai ke pantai (darat); (3) Penarikan alat dimulai

dengan dibantu oleh beberapa orang hingga seluruh alat dinaikan/ditarik sampai pantai.

Daerah penangkapan untuk alat tangkap rempa pantai adalah pada perairan pantai

yang tidak terlalu dalam (dangkal) dengan bentuk dasar perairan yang berpasir, dengan

pedalaman perairan kurang lebih dari 5 meter. Waktu pengoperasian alat dilakukan pada

pagi hari,antara pukul 07.00 wita sampai dengan pukul 12.00 wita.

Hasil tangkapan rempa pantai di perairan Kalimantan Selatan adalah ikan dan

udang. Jenis ikan dan udang yang tertangkap antara lain udang manis,udang brown,

udang bintik, udang batu, udang tiger, gulamah, pari, ikan sebelah, ikan selungsungan

dan ikan jeblok.

Bagian-bagian yang terdapat pada alat rempa pantai yang diperguanakan di perairan

Takisung Kalimantan Selatan antara lain :

(1) Jaring

Bahan yang dipergunakan adalah dari benang kuralon (marlon), berwarna hijau tua

atau hijau muda,dan biru. mempunyai ukuran mata jaring (mesh size) cm, panjang

jaring dalam satu payah adalah sekitar 35 meter sehingga panjang jaring yang

terdapat dalam 10 payah adalah 350 meter. Sedangkan lebar jaring /tinggi jaring

adalah 3 meter dan tinggi jaring ± 2 meter.

(2) Tali temali dan benang

Tali temali yang dipergunakan dalam mengoperasikan rempa pantai diperairan

antaralain :

i. Tali penarik, berfungsi untuk menarik rempa pantai yang mempunyai panjang

1000 meter dan ± 100 meter untuk tali penarik pada awal jaring.

Page 74: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

ii. Benang, berfungsi untuk menyambung bagian jaring yang mengikat tali ris dan

menyambung setiap payah jaring, dan terbuat dari marlon yang berwarna hijau

iii. Tali ris, yang terdiri dari tali ris atas dan tali ris bawah,panjang tali ris

disesuaikan dengan panjang jarring yang digunakan dan berdiameter 5 mm. pada

tali ris atas jumlahnya dua buah (berlapis dua) sedangkan pada tali ris bawah

hanya berjumlah satu.

(3) Pelampung

Jenis pelampung yang diperguanakan pada rempa pantai terdiri dari dua macam

yaitu:

i. Pelampung tanda (patau)

ii. Pelampung kecil

Pelampung tanda terbuat dari plastik (jirigen) atau terbuat dari gabus dengan

ukuran yang bervariasi. Jumlah pelampung tanda ada 1 buah dalam setiap payah.

Sedangkan bahan untuk pelampung kecil terbuat dari gabus/busa karet/plastik yang

mudah dibentuk dengan diameter 1-1,5 cm, dalam satu payah berjumlah ±100 buah

dengan jarak pemasangan ± 30 cm. Fungsi dari pelampung adalah untuk mengankat

bagian jaring atas sehingga badan jaring terbuka dengan sempurna.

Gambar 4 Pengoperasian Rempa Pantai

(4) Pemberat

Pemberat yang dipergunakan terbuat dari timah, jumlah pemberat dalam satu payah

berjumlah ±220 buah dengan berat keseluruhan ± 8 kg. Pemberat mempunyai

c f

d b

a g

Page 75: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

diameter 1 cm dengan jarak pemasangan 15 cm. Fungsi dari pemberat adalah untuk

menenggelamkan bagian bawah dari alat sehingga alat dapat terbuka dengan

sempurna.

(5) Kapal / Perahu motor

Dalam pengoperasian rempa pantai diperlukan sebuah perahu motor. Perahu

motor yang digunakan pada umumnya mempunyai panjang ± 5 meter, dengan lebar

± 5 meter, dan tinggi ± 1 meter. Bahan perahu motor terbuat dari kayu ulin atau kayu

halaban. Tenaga penggerak untuk perahu menggunakan mesin kapal dengan kekuatan

yang berbeda-beda.

Waktu pengoperasiannya dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari

(07.00 – 11.00 wita) dan pada siang hari (14.00 – 18.00 wita). Pengoperasian dilakukan

oleh nelatan setempat dengan jumlah tanaga penarik yang bervariasi dari yang berjumlah

4 -9 oarang, tergantung dari panjang alat yang digunakan. Jarak dalam pengoperasian

alat sejauh 1 mil laut dari pantai, waktu yang diperlukan dari fishing base ke fishing

ground ± 20 menit,dengan lama operasi antara 3 -4 jam.

4.1.2 Pukat Cincin (purse seine)

Alat tangkap purse seine yang digunakan nelayan di Kalimantan Selatan dikenal

dengan nama Gae, memiliki ukuran panjang 450 meter dan lebar 36 meter. Secara garis

besar gae terbagi menjadi tiga bagian yaitu badan, sayap, kantong. Alat ini juga

dilengkapi dengan beberapa bagian lain misalnya tali ris atas/bawah, pelampung,

pemberat, cincin dan tali kolor.

Bagian-bagian purse seine terdiri dari:

(1) Kantong; merupakan bagian yang terbuat dari seluruh bagian jaring atau lebih kurang

30 % dari keseluruhan bagian jaring. Besar mata jaring pada bagian kantong sekitar 1

inci dan besar benang biasanya 210 D/6 atau 210 D/9. Kantong ini dapat diletakkan

ditengah atau tergantung teknik penangkapan.

Page 76: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(2) Badan; pada bagian badan jaring besar mata jaring lebih besar dibandingkan pada

bagian kantong, yaitu 1,25 – 1,5 inci dengan nomor benang 210 D/3. Jumlah bagian

badan ini lebih kurang 40 % dari keseluruhan bagian jaring.

(3) Sayap; pada bagian sayap besar mata jaring lebih besar dibandingkan pada bagian

badan jaring, yaitu 1 2/3 – 2 inci dengan benang 210 D/3. Terletak di bagian ujung

dari jaring. Jumlah kedua bagian ini lebih kurang 30 % dari jumlah keseluruhan

bagian jaring.

(4) Tali ris atas; adalah tempat pengikatan jaring dan pelampung. Tali terbuat dari

polyethylene atau kuralon dengan diameter 4 – 5 mm. Panjang yang terikat dengan

bahan jaring merupakan panjang jaring keseluruhan

(5) Tali ris bawah; mempunyai fungsi dan ukuran yang sama dengan tali ris atas. Pada

bagian ini juga diikatkan cincin dan pemberat.

(6) Pelampung; berfungsi memberi bentuk pada jaring agar jaring tetap tegak dalam air.

Jumlahnya tergantung dari besar dan kecilnya alat. Bahan terbuat dari plastik dengan

bermacam-macam daya apung.

(7) Pemberat; berfungsi sebagai penambah kecepatan tenggelam pada jaring agar ikan

segera terkurung. Jumlahnya tergantung dari besar kecilnya alat. Bahan terbuat dari

timah, batu atau semen.

(8) Cincin; sebagai tempat lewatnya tali kolor. Mempunyai jarak tertentu antara cincin

yang satu dengan yang lain. Cincin yang terletak tepat di tengah diberi tanda khusus

untuk memudahkan penyusunan alat. Pemasangannya dapat tergantung atau melekat

pada tali ris bawah. Bahan terbuat dari plastik.

(9) Tali kolor; berfungsi menutup jaring bagian bawah agar ikan terkurung tidak

melarikan diri ke lapisan yang lebih dalam. Panjangnya lebih panjang dari tali ris

bawah. Bahan terbuat dari tali yang kuat seperti kuralon, polyethylene dengan

diameter 18 – 24 mm. Bagian tengah diberi tanda untuk memudahkan penyusunan

alat.

Desain alat tangkap purse seine yang dioperasikan di perairan Kalimantan Selatan

disajikan pada Gambar 5.

Page 77: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Keterangan:

1. Pelampung tanda (light bouy) 6. Tali kolor

2. Tali pelampung 7. Tali pemberat

3. Tali ris atas 8. Pemberat

4. Pelampung utama 9. Tali selambar

5. Tali ris bawah

Gambar 5 Desain Pukat Cincin (purse seine) (Sumber : Ghaffar , 2006).

Adapun teknik pengoperasi purse seine dibagi dalam beberapa tahap yaitu meliputi:

i. Tahap persiapan, merupakan tahap yang harus dilakukan setiap sebelum

penangkapan ikan. Tahap ini meliputi kegiatan pemeriksaan mesin dan semua

alat yang diperlukan harus diperiksa apakah dalam keadaan baik atau perlu

diperbaiki terlebih dahulu. Penyiapan bahan bakar, es serta konsumsi. Hal ini

dilakukan untuk memperlancar kegiatan penangkapan.

Kapal purse seine berangkat menuju daerah penangkapan (fishing ground). Pada

umumnya membutuhkan waktu 1 - 2 jam. Penentuan daerah penangkapan yang

tepat akan menjadi tujuan daerah penangkapan berdasarkan hasil pemantauan

oleh nelayan pemantau.

ii. Tahap Pengoperasian (Setting), dilakukan mulai dari pagi hari sekitar pukul

04.00 wita. Alat tangkap purse seine untuk satu kali pengopersian dilakukan

selama 4 jam. Tiba di daerah penangkapan kapal penangkap mulai menurunkan

Page 78: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

alat. Mula-mula ujung tali kolor di beri pelampung dan umbul sebagai tanda dan

disatukan dengan tali ris atas dan tali ris bawah ke posisi yang telah ditentukan.

Selanjutnya kapal penangkap segera melingkari gerombolan ikan sambil

menurunkan jaring dan peralatan (pemberat dan pelampung) menuju tali kolor

yang telah dilemparkan pada permulaan operasi. Setelah jaring membentuk satu

lingkaran penuh maka pelampung dan umbul yang pertama dilemparkan diangkat

ke atas kapal dan berikutnya tali kolor segera ditarik dan sampai menaikkan

sebagian alat (sayap jaring). Dengan demikian ikan-ikan yang terkurung tidak

dapat meloloskan diri.

iii. Penarikan Alat (Hauling), setelah tali kolor tertarik semua, maka sedikit demi

sedikit bagian bagian jaring ditarik. Penarikan pukat cincin selesai hingga tersisa

bagian kantong dan ikan yang terkurung diambil dengan menggunakan serok.

Kemudian jaring dinaikkan seluruhnya ke atas kapal sambil disusun pada tempat

semula, dirapikan kembali sebagai persiapan agar memudahkan untuk

pengoperasian kembali.

Ikan yang menjadi tujuan penangakapan dari purse seine ialah ikan-ikan yang

‘pelagic shoaling species”, yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk suatu

shoal (gerombolan), berada dekat dengan permukaan air (sea surface) dan sangatlah

diharapkan pula agar densitas shoal tinggi, yang berarti jarak antara ikan dengan ikan

lainnya haruslah sedekat mungkin. Dengan perkataan lain dapat juga dikatakan per

satuan volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Hal ini dapat

dipikirkan sehubungan dengan volume yang terbentuk oleh jarring akan dibatasi oleh

ukuran dari jarring (panjang dan lebar) yang dipergunakan.

Jika ikan-ikan belum terkumpul pada suatu catchable area, ataupun jika ikan-ikan

berada di luar kemampuan tangkap dari jarring, maka haruslah diusahakan agar ikan-ikan

itu dating berkumpul ke sesuatu catchable area. Hal ini dapat ditempuh misalnya dengan

penggunaan cahaya, rumpon, floating dan lain sebagainya.

Pada mulanya purse seine mempunyai kantong (pocket), lama kelamaan berubah

dan ternyata bahwa jarring tanpa kantong lebih praktis. Pada garis besarnya jarring

terdiri dari bag, corck line (floating line), wing, lead line (sinker line), purse line, purse

ring, bridle. Dengan menarik purse line jarring pada bagian bawah akan menutup.

Page 79: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Penjenisan jaring-jaring ini ada yang mendasarkan pada ada atau tidak adanya

kantong, dengan perkataan lain jenis lain ber-pocket dan tanpa pocket. Tetapi ada juga

yang menamakan berdasarkan jumlah kapal yang digunakan pada saat operasi dilakukan,

dengan demikian menjadi one boat purse line jarring pada bagian bawah akan menutup.

Bentuk umum lainnya berdasarkan jenis ikan yang menjadi tujuan penanhkapan,

misalnya sardine purse seine, mackerel purse seine dan lain sebagainya. Lebih lengkap

ada pula yang menyebutkan misalnya one boat sardine purse seine, two boat tuna purse

seine dan lain sebagainya.

Jika kita membandingan antara system one boat dengan two boat purse seine, maka

akan terlihat hal-hal sebagai berikut:

One boat system

(1) Dibandingkan dengan two boat system, cara operasi lebih mudah (tidak terlalu

kompek). Pada operasi malam hari, lebih mungkin menggunakan lampu untuk

mengumpulkan ikan pada one boat system, sedang untuk two biat system lebih

cenderung hanya untuk menangkap jenis-jenis ikan yang bergerak (mobile)

dengan pergerakan yang cepat pada siang hari

(2) Memungkinkan pemakaian kapal yang lebih besar, dengan demikian area operasi

akan menjadi lebih luas.

(3) Pengaruh cuaca relative kecil (lebih dapat dikuasai), dengan demikian jumlah kali

operasi akan lebih banyak.

(4) Menarik jarring, mengangkat jarring, mengangkat ikan dan lain-lain pekerjaan di

dek berkemungkinan di-mekaniser, dengan demikian kerja akan lebih efisien.

(5) Dengan ukuran jarring yang sama, ukuran kapal akan lebih besar pada one boat

system dibandingkan dengan two boat system. Dengan demikian HP akan lebih

besar, yang menyebabkan kecepatan melingkari gerombolan ikan juga akan lebih

besar. Oleh sebab itu dapat dikatakan type one boat system akan lebih ekonomis

dan efisien jika kapal di-mekaniser.

Purse seine di Kalimantan Selatan disebut dengan GAE (Mini Purse Seine)

dibentuk dari dinding jaring yang sangat panjang, tali ris bawah sama atau lebih panjang

daripada tali ris atas. Tali ris atas memuat rangkaian pelampung yang menjaga posisi

jaring agar tetap berada di permukaan air. Tali ris bawah yang nerangkai kumpulan

Page 80: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

pemberat yang terbuat dari timah sehingga memungkinkan jaring untuk melebar secara

vertikal dengan maksimal. Pada pukat cincin, mata jaring hanya berfungsi sebagai

penghadang gerak ikan, bukan penjerat seperti pada gillnet .

Pengopersian dilakukan mulai dari pagi hari sekitar pukul 04.00 wita. Untuk satu

kali pengopersian berlangsung selama 24 jam. Pengoperasian purse seine dapat juga

dilakukan pada malam hari, mengumpulkan/menaikkan ikan ke permukaan laut

dilakukan dengan menggunakan cahaya. Biasanya dengan fish finder bias diketahui

depth dari gerombolan ikan, juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini tertentu

barulah lampu dinyalakan. Kuat cahaya (light intensity) yang digunakan berbeda-besa,

bergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya, juga pada sifat phototaxisnya

ikan yang menjadi tujuan penangkapan.

Setelah fish shoal diketemukan perlu diketahui pula swimming direction, swimming

speed, density, hal-hal ini dipertimbangkan lalu diperhitungkan pula arah, kekuatan,

kecepatan angin dan arus. Sesudah hal-hal diatas diperhitungkan barulah jarring di

pasang. Penentuan keputusan ini haruslah dengan cepat, mengingat bahwa ikan yang

menjadi tujuan terus dalam keadaan bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun

akibat dari bunyi kapal, jarring yang dijatuhkan dan lain-lain sebagainya. Tidak boleh

pula luput dari perhitungan, ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-

ikan yang telah terkepung akan berusaha melarikan diri mencari tempat yang aman (pada

umumnya ke tempat yang mempunyai depth lebih besar), yang dengan demikian arah

perentangan jarring harus pula dapat menghadang ikan-ikan yang terkepung dalam

keadaan kemungkinan ikan-ikan tersebut melarikan ke depth yang lebih dalam.

Selanjutnya kapal penangkap segera melingkari gerombolan ikan sambil

menurunkan jaring. Dalam waktu melingkari gerombolan ikan, kapal dijalankan cepat

dengan tujuan supaya gerombolan ikan segera dapat terkepung. Setelah jaring

membentuk satu lingkaran penuh maka pelampung dan umbul yang pertama dilemparkan

diangkat ke atas kapal dan berikutnya tali kolor (purse line) segera ditarik dan sampai

menaikkan sebagian alat (sayap jaring), dengan demilian bagian bawah jarring akan

tertutup. Ikan-ikan yang terkurung tidak dapat meloloskan diri baik secara vertical

maupun horizontal. Antara dua tepi jarring sering tak dapat tertutup rapat, sehingga

memungkinkan menjadi tempat ikan untuk melarikan diri. Untuk mencegah hal ini

Page 81: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

dipakai pemberat (Tom’s weight) ataupun dengan menggerak-gerakan galah, memukul-

mulkul permukaan air dan lain sebagainya.

Tahap selanjutnya dilakukan penarikan pukat cincin selesai hingga tersisa bagian

kantong dan ikan yang terkurung diambil dengan menggunakan sampe (serok),

Kemudian jaring dinaikkan seluruhnya ke atas kapal sambil disusun pada tempat semula,

dirapikan kembali sebagai persiapan agar memudahkan untuk pengoperasian kembali.

4.1.3 Pancing (Angling)

Dibandingkan dengan alat-alat penangkap ikan lainnys, alat pancing inilah yang

prinsipnya tidak banyak mengalami kemajuan. Dikatakan prinsip, yaitu dengan

melekatkan umpan pada mata pancing, lalu pancing diberi tali, setelah umpan dimakan

ikan maka mata pancing akan termakan juga dan dengan tali manusia menarik ikan itu ke

darat. Dalam teknisnya banyak mengalami perubahan dan kemajuan, misalnya benang

yang dipakai berwarna sedemikian rupa sehingga tidak tampak dalam air, umpan diberi

bau-bauan sehingga dapat memberikan rangsangan untuk dimakan, bentuknya diolah

sehingga menyerupai umpan yang umum disenangi oleh ikan. Sebagi alat penangkap

ikan, alat pancing terdiri dari mata pancing, tali pancing dan umpan sebagai alat pokok,

kemudian sebagai pelengkapnya ditambahi joran, pelampung dan pemberat.

Umumnya pada mata pancingnya di pasang umpan baik umpan buatan maupun

umpan asli (alami) yang berguna untuk menarik perhatian ikan/binatang air lainnya. Jika

ikan memakan umpan tersebut maka pancing di tarik dan diangkat dari air (pancing yang

mempunyai mata pancing tanpa kait dimasukan juga).

Secara umum segi-segi positiff dari perikanan pancing dapat disebutkan antara lain:

(1) Alat-alat pancing tidak susuah dalam strukturnya, dan operasi dapat dilakan

dengan mudah

(2) Organisasi usahanya kecil, dengan modal sedikit usaha sudah dapat berjalan

(3) Syarat-syarat fishing groundnya relative sedikit dan dapat dengan bebas memilih

(4) Pengaruh cuaca, suasana laut dan lain-lain sebagainya relative kecil, dengan

manusia sedikit, usaha dapat dilakukan.

(5) Ikan yang tertangkap seekor demi seekor, sehingga freshness-nya dapat dijamin

Page 82: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(6) Dan lain sebagainya.

Sebagai kebalikan dari hal tersebut diatas terdapat pula kelemahannya, antara lain

ialah:

(1) Dibandingkan dengan perikanan jarring, maka untuk mendapatkan catch yang

banyak jumlahnya dalam waktu yang singkat tidaklah mungkin. Biar

bagaimanapun hanya seekor ikan yang dapat sekali tangkap per satu mata pancing

(2) Memerlukan umpan, ada tidaknya umpan akan berpengaruh terhadap jumlah kali

operasi yang dapat dilakukan.

(3) Keahlian perseorangan sangatlah menonjol pada tempat, waktu dan syarat-syarat

lain yang sama sekalipun catch yang diperlukan seseorang belum tentu akan dapat

sama deengan orang lainnya.

(4) Pancing terhadap ikan adalah pasif

(5) Dan lain sebagainya.

Berbeda ikan yang akan menjadi tujuan penangkapan, maka akan berbeda pula jenis

pancing yang digunakan. Dengan demikian struktur pancing juga akan berbeda. Karena

struktur ini tidak terlalu kompeks, maka terlihatlah bahwa banyak sekali variasi dari alat

pancing imi.

Sehubungan dengan jenis ikan yang akan menjadi tujuan penangkapan maka fishing

ground dimana ikan itu berada akan berbeda pula kondisinya, dengan itu pula cara yang

mungkin dilakukan akan pula berbeda.

Pada garis besarnya perikanan pancing ini dapat dilihat jenisnya sebagai berikkut:

(1) pole and line, untuk ikan cakalang (skipjack, bonito), mackerel, tuna dan lain-lain (2)

long line, untuk jenis tuna, salmon, mackerel, cod, sea bream, octopus, dan lain-lain; (3)

trolling, untuk ikan-ikan tongkol, Spanish mackerel, yellow tail dan lain-lain; (4) vertical

long line, untuk ikan-ikan mackerel, bottom fish dan lain-lain; (5) hand line, untuk squid

dan lain-lain.

Dengan satu jenis alat pancing, diharapkan setidaknya satu jenis ikan tetentu akan

tertangkap, oleh sebab itu alat akan mengalami perbaikan-perbaikan berdasarkan

penagalaman-pengalaman. Ikan yang menjadi tujuan akan pula mempunyai sifat-sifat

tertentu, musim, migration dan lain sebagainya, demikian pula saat-saat feeding bagi

setiap ikan akan pula berbeda. Ikan-ikan ini dipengaruhi oleh musim, kemudian daam

Page 83: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

saat sehari semalam aka nada waktu waktu tertentu, juga tempat-tempat tertentu dimana

ikan itu berada. Waktu dan tempat ini perlulah diketemukan. Umumnya dinihari dan

senja hari dikatakan adalah merupakan waktu yang baik.

(1) Pole and Line

Pole and line umum digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonua

pelamis, Euthynnus affinis, dan lain-lain), sehingga dengan kata perikanan pole and line

sering pengertian kita terarah ke perikanan cakalang; sesungguhnya dengan cara pole and

line juga dilakukan penangkapan albacore, mackerel dan lain-lain. Pole and line adalah

suatu alat penangkap ikan yang terdiri dari seutas tali pancing dengan atau tanpa joran

dan bermata pancing yang digunakan untuk memancing ikan, baik operasinya dilakukan

dari pantai atau dari atas perahu/kapal.

Tangkapan “shipjack pole and line” diterjemahkan dengan “huhate”; adalah sejenis

pancing yang dalam operasinya terlebih dahulu dilakukan penebaran umpan ikan-ikan

hidup (jenis Sardine atau Teri) di dekat gerombolan ikan Cakalang untuk menarik

perhatian dan mengumpulkan ikan-ikan tersebut. Kemudian ikan di pancing dengan

menggunakan pancing yang mempunyai mata pancing yang tak berkait.

Daerah penangkapan cakalang untuk Indonesia ialah Laut Banda, Laut Maluku dan

lain-lain. Umum diketahui bahwa ikan Cakalang adalah merupakan ikan yang “good

swimmer” dan kemudian mempunyai sifat “varacious”. Keadaan sifat ini yang

digunakan untuk dimanfaatkan untuk menangkapnya. Ikan ini berenang bergerombolan,

melakukan ruaya baik sekitar pulau ataupun ruaya jarak jauh, bergerombolan biasanya

dalam ukuran besar (body length, body weight, umur) yang hampir bersamaan.

Karena sifat ikan pada penagkapan dengan pole and line adalah perenang cepat dan

lama waktunya dapat ditarik (attract) dengan tebaran umpan hidup mendekati kapal

(dalam batas jarak jangkau joran) adalah terbatas, maka haruslah operasi pemancingan

dilakukan dengan secepat mungkin. Dengan demikian haruslah jumlah pancing sebanyak

mungkin yang berarti jumlah nelayan juga akan banyak yang beroperasi di sepanjang

lambung kapal, supaya dalam waktu singkat dapat mencapai hasil yang banyak,

diperlukan keahlian dan pengalaman yang lama.

Hal-hal lain yang harus diperhatikan dan diketahi adalah bahwa; umumnya jika

seekor ikan terlepas kembali ke laut, maka gerombolan ikan akan melarikan diri ke arah

Page 84: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

depth yang lebih dalam, meninggalkan kapal dan untuk menemukan gerombolan baru

diperlukan waktu. Untuk membawa live bait supaya tetap hidup segar dalam jangka

waktu operasi perlulah ketelitian dan untuk mendapatkan fishing ground menghendaki

pengalaman yang banyak.

Meskipun pada sesuatu fishing ground telah ditemukan gerombolan ikan,, belumlah

tentu ikan tersebut mau di pancing, sehubungan dengan adanya natural bait yang

berlimpah, demikian pula perlulah perhitungan besar kecil ikan yang bergerombol telah

ter-estimate sebelumnya, mengingat perhitungan hasil yang mungkin akan diperoleh.

(2) Long line

Kata “long line” diterjemahkan dengan “rawai tuna’ sungguhpun dengan demikian

dalam uraian selanjutnya istilah long line yang dipakai. Dengan perikanan long line

sering diartikan langsung “perikanan tuna long line” mengingat bahwa tujuan

penangkapan utama dari alat ini ialah jenis-jenis tuna, sungguhpun dengan prinsip yang

sama alat ini dipakai juga untuk menagkap ikan salmon, Spanish mackerel, shark dan

lain-lain. Long line untuk tuna pada kenyataan operasinya selain menangkap jenis-jenis

tuna, juga tertangkap ikan-ikan layaran, ikan hyu, dan lain-lain. Jenis-jenis tuna adalah

ikan oceanis, yang dengan demikian perikanan tuna long line merupakan perikanan

oceanis, yang dapat juga dikatakan perikanan laut bebas. Akibat dari hal ini, perikanan

tuna long line tentulah harus mempunyai struktur organisasi yang teratur.

Di Indonesia, fishing ground untuk perikanan ini ialah Laut Banda, Maluku,

perairan sebelah selatan Pulau Jawa terus menyusur ke tuimur, demikian pula perairan

sekitar sebelah selatan Sumatera, sekitar Andaman dan Nikobar, perairan sebelah Utara

Irian Jaya, perairan sebelah selatan Pulau Timor dan sebagainya.

Long line ini terdiri dari main line, branch line, tali pelampung, bendera,

pelampung, tali pancing, pancing dan lain-lain. Antara pelampung dengan pelampung

dipasang branch line sebanyak 4-6 buah, satuan untuk alat-alat ini biasa disebut “basket”,

yang berarti satu basket terdiri dari 4-6 mata pancing (hooks). Untuk umpan, nelayan

Jepang menggunakan ikan sanma (Pacific saury, Cololabis saira), cumi-cumi dan di

Indonesia dipakai ikan belanak, kembung, julung-julung, laying, bandeng, lemuru dan

lain-lain.

Page 85: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

4.1.6 Jaring Angkat (Lift net)

Jaring angkat adalah jarring yang biasanya berbentuk empat persegi panjang,

dibentangkan di dalam air secara horizontal dengan menggunakan batang-batang bambu

atau kayu sebagai rangkanya. Pemasangan jarring angkat ini dapat di lapisan tengah,

dasar perairan atau permukaan perairan dan ikan yang berada di atas jarring baik sebagai

akibat daya tarik lampu atau terbawa arus tertangkap dengan jalan menngankat jarring

tersebut.

(1) Bagan Perahut (Boat Lift net)

Bagan perahu ini adalah jarring angkat yang di pasang atau di bangun di atas satu

atau lebih rakit/perahu baik memakai jangkar atau tidak pada waktu operasi. Biasanya

dalam operasi pengkapan dipergunakan lampu sebagai dari penarik agar ikan-ikan

berkumpul di atas jaring.

Gambar 8 Bagan Perahu

Page 86: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(2) Bagan Tancap (Staked lift net)

Alat tangkap bagan tancap (Staked lift net), merupakan alat tangkap yang

memanfaatkan behavior ikan, dimana ikan-ikan yang tertangkap adalah ikan-ikan yang

menyukai cahaya dan berkumpul pada cahaya tersebut (Fototaksis Positif). Biasanya

sumber cahaya yang digunakan berasal dari lampu listrik ataupun petromak. Jenis ikan

yang sering tertangkap dengan bagan seperti ikan teri, ikan selar, tembang, cumi-cumi

dan lainnya (Ayodhyoa 1981)

Bagan tancap (Staked lift net) adalah suatu alat penangkapan ikan berupa suatu

bangunan diperairan laut/pantai dengan jaring yang berbentuk seperti kelambu terbalik,

yang merupakan alat tangkap jaring angkat, dipasang disuatu tempat perairan pantai.

Dinamakan bagan tancap karena kedudukannya tidak dapat dipindah-pindahkan dan

sekali pasang (ditanam) berarti berlaku selama musim penangkapan. Musim

penangkapan untuk alat tangkap bagan tancap adalah sepanjang tahun, sedangkan untuk

kekuatan alat tangkap bagan tancap dapat digunakan selama 4-6 tahun.

Menurut Walujo (1972) ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan

ikan dengan memasang lampu, antara lain adalah :

(1) Faktor musim (season)

Pada daerah-daerah tertentu berntuk teluk atau alam memberikan perlindungan

terhadap gelombang, angin dan arus, yang semuanya memberikan keuntungan

terhadap perikanan dengan lampu. Sebab pada musim timur biasanya perairan

cukup tenang, tetapi pada musim barat kurang menguntungkan.

(2) Faktor kedudukan bulan

Pada saat bulan purnama sukar sekali diadakan penagkapan dengan lampu, karena

cahaya terbagi rata sehingga sukar mengkonsentrasi ikan pada satu titik, sedangkan

penangkapan dengan lampu memerlukan keadaan gelap, guna menarik ikan-ikan

ketempat yang terang.

(3) Faktor kecerahan

Faktor kecerahan penting dalam pemakaian kekuatan lampu. Jika transparansi air

kecil maka diperlukan cahaya yang lebih kuat. Sedangkan jika transparansi besar

maka sebaliknya dipergunakan lampu yang kekuatannya lebih kecil untuk

mencegah terjadinya pembiasan sempurna yang menyebabkan ikan-ikan terpencar.

Page 87: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(4) Faktor binatang buas

Ikan yang tertarik dengan cahaya lampu umumnya ikan-ikan kecil, maka kehadiran

ikan-ikan buas sebagai predator justru mengacaukan ikan-ikan yang sedang

berkumpul.

(5) Faktor gelombang

Faktor angin keras, gelombang besar dan arus yang kuat jelas akan mempengaruhi

pemakaian lampu. Karena faktor tersebut dapat merubah sinar yang mestinya lurus

menjadi bengkok, akhirnya menjadi sinar yang menakutkan ikan (flickering light).

Makin besar gelombang, makin besar flickering light dan semakin besar hilangnya

efesiensi penarik perhatian ikan, karena ikan akan lebih takut dan liar.

Bagan tancap (Staked lift net) digunakan untuk menangkap ikan-ikan yang

menyenangi cahaya (fototaksis positif) dan ikan-ikan pemangsa yang berenang untuk

mencari makan (feeding). Alat tangkap ini dioperasikan pada malam hari terutama pada

malam-malam gelap dengan menggunakan alat bantu lampu yang diletakan di tengah-

tengah bagan tancap yang berfungsi menarik perhatian ikan, sehingga berkumpul di

bawah cahaya lampu (di atas jaring). Bagan tancap ini terbagi atas beberapa bagian, yaitu

berupa bangunan bagan, jaring, pondok dan gilingan. Berdasarkan hasil penelitian

Rusmilyansari (2005) mengenai bagan tancap yang banyak digunakan oleh nelayan di

Kecamatan Kusan Hilir Kaupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan dapat digambarkan

sebagai berikut:

(1) Bentuk

Bagan tancap (Staked lift net) merupakan alat tangkap yang berbentuk sebuah

bangunan panggung ditengah perairan laut atau pantai. Pada prinsipnya bagan tancap

terdiri dari jaring, bangunan bagan/anjang-anjang, lampu, pondok dan serok (scoop net)

sebagai alat bantu. Karena alat ini dilengkapi dengan lampu dan dioperasikan pada

malam hari maka ikan-ikan yang tertangkap adalah ikan-ikan yang menyukai cahaya dan

berkumpul pada atau disekitar cahaya (fototaksis positif).

Bangunan bagan tancap (anjang-anjang) dibuat dari kayu dimana bagian

bawahnya lebih lebar dari bagian atasnya. Pada bagian inilah jaring, gilingan, lampu dan

pondok dipasang dan merupakan satu kesatuan. Bangunan atau rumah bagan ini terdiri

tiang, suai, panggar, dan para-para serta pacopo, masing-masing tiang dihubungkan

Page 88: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

dengan suai dan panggar. Dibagian atas dipasang juga panggar, sehingga membentuk

segi empat dan secara melintang. Pada bagian tengah dipasang tiang untuk menggantung

bagian tengah dari pada panggar, yang bagian atas tersebut disangga oleh empat buah

kayu yang dipasang secara diagonal dan ditumpukan pada keempat bagian tengah sisi

bagan dan pada tiang tengah (disebut pacopo).

Gambar 9 Bagan Tancap

Pada bagian atas juga di pasang bambu-bambu dengan jarak tertentu sebagai para-

para. Di bagian tengah dibuat pondok sebagai tempat istirahat sambil menunggu ikan

terkumpul dan dibawah pondok inilah diletakan lampu-lampu petromaks. Pada salah

satu sisinya dan lebih tinggi dari para-para dipasang gilingan atau roller yang berfungsi

untuk menurunkan dan menaikan jaring, gilingan dan jaring dihubungkan dengan empat

utas tali yang diikatkan pada keempat sudut bingkai jaring.

Untuk mengambil hasil tangkapan setelah jaring diangkat digunakan alat bantu

berupa serok (scoop net). Alat ini berupa jaring berkerangka dan berbingkai, jaringnya

berbentuk kerucut terbalik atau silendris dan pada bukaan mulutnya berangka yang

terbuat dari rotan dan diberi tangkai.

Page 89: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Ukuran bagan tancap yang dimiliki oleh nelayan di Kecamatan Kusan Hilir

perairan Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut : (1) Bangunan Bagan, lebar dan

panjang bagian bawah adalah 11-13 meter dan bagian atasnya 12x12 meter, serta tinggi

dari dasar perairan adalah 8-12 meter (tergantung pada kedalaman perairan) tinggi dari

permukaan air 23-3 meter; (2) Jaring bagan, lebar dan panjang bagan adalah 8-12 meter

dengan tinggi 3-4 meter.

Bangunan atau rumah bagan yang berupa anjang-anjang berbentuk piramida

terpancung, merupakan rangkaian dari kayu halayung dan bambu. Ukuran dari anjang-

anjang bermacam-macam tergantung dari nelayan (pemilik) namun pada umumnya

berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 12 x 12 m pada bagian atas dan 13 x 13 m pada

bagian bawah. Pada penelitian ini menggunakan bagan tancap dengan ukuran 12 x 12 m,

hal ini bertujuan agar kekuatan bangunan lebih kokoh dan dapat menahan terpaan angin

dan gelombang.

Bahan yang dipergunakan dalam membuat bangunan bagan adalah: tiang bahan

yang dipergunakan kayu gelondongan dari pohon halayung (Barringtonia sp) atau pohon

bakau (Rhizopora sp) dengan diameter bagian bawah atau pangkal 13 - 35 cm, tiang

jaring dibuat dari bahan kayu halayung dengan diameter 10 - 15 cm atau dari kayu bakau

dengan diameter yang sama. Panggar di buat dari bahan kayu halayung dengan ukuran

10 - 25 cm, suai atau sampa dibuat dari kayu halayung atau bakau dengan diameter 13 -

35 cm. Untuk para-para bahan yang digunakan adalah bambu (gigantichloa sp) dengan

diameter 8 - 13 cm, pacopo pada umumnya nelayan menggunakan kayu ulin

(Auxyderoxylon zwageri), bahan untuk pacopo ini berdiameter 6 - 15 cm.

Dalam pembuatan bagan tancap diperlukan tali untuk mengikat semua bagian

sehingga menjadi suatu kesatuan, seperti tiang dengan panggar, dan lainnya. Tali yang

digunakan adalah tali nylon dengan diameter 1-2 cm.

Jaring atau disebut juga dengan waring terpasang pada bagan berbentuk empat

persegi (bujur sangkar) dengan ukuran lebih kecil dari pada bangunan bagan bagian atas

yaitu dengan ukuran 11 x 11 m. Untuk mes sizenya sebesar 0,5 cm. Jaring bagan yang

ada di Kecamatan Kusan Hilir terbuat dari nilon yang pada umumnya berwarna hitam,

simpul yang digunakan adalah simpul minnow net sehingga dikenal dengan jaring nilon

Page 90: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

minnow net, nilon ini berdiameter 0,033 cm sedangkan ukuran mata jaring 0,55 cm atau

dengan ukuran barnya 0,3 cm.

Lembaran waring ini mempunyai ukuran lebar antara 1 - 1,5 meter dengan

panjang 100 meter dalam setiap rol atau gulungan. Setelah lembaran jaring ini dipotong

sesuai dengan ukuran yang diinginkan kemudian lembaran jaring disatukan sehingga

terbentuk sebuah jaring (seperti kelambu terbalik). Pada umumbnya ukuran jaring yang

dibuat adalah panjang 11,5 - 12 m, lebar 11 – 12 m dan tinggi 3 - 4 meter. Untuk

menyatukan lembaran jaring tersebut digunakan tali nilon ukuran 0,2 - 0,5 cm dan tali

nilon dengan diameter 0,1 cm, serta pada bagian atas diberi tali ris yang berada pada

bagian atas jaring disatukan dengan bingkai jaring.

Bingkai waring yang digunakan untuk membuat bingkai jaring (pasaka) adalah

bambu dengan diameter 8 - 12 cm, sedangkan cincin untuk memasukan tiang jaring yang

terdapat pada sudut yang berseberangan terbuat dari kayu ulin dengan ukuran 4 x 6 cm

cincin ini mempunyai ukuran lebih besar sedikit dari tiang jaring. Jaring dipasang pada

bingkai jaring dengan menggunakan tali nilon yang berdiameter 0,6 - 1,2 cm. Tali ris

disatukan dengan bingkai jaring, kemudian diikat dengan menggunakan tali nilon dengan

jarak 1 - 1,5 meter.

Bagian lain yang sangat penting dari bagan adalah rumah jaga (Gambar 10).

Rumah jaga merupakan gubuk kecil sebagai tempat berteduh. Pondokan ini berukuan 2,5

x 3 m yang terbuat dari kayu balok dan bambu sebagai tiang, dan daun rumbia sebagai

atap, sedangkan untuk dinding dibuat dari bahan kayu atau daun rumbia, lantai terbuat

dari papan atau bambu Pada lantai terdapat lubang sebagai tempat menurunkan dan

menaikan lampu dan melihat keadaan pasang surut air.

Page 91: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

4.2 Alat Penangkap Ikan di Periaran Umum

Perairan umum merupakan istilah dari perairan tawar. Berdasarkan forum perairan

umum pada tanggal 22 Desember 2005 ditetapkan sebagai perairan umum daratan, yaitu

semua badan air yang berbentuk secara alami atau buatan dan terletak mulai garis pasang

surut terendah kea rah daratan serta bukan milik perorangan. Perairan umum daratan

terdiri dari sungai dan paparan banjirannya, danau, waduk, rawa dan genangan air

lainnya.

Introduksi alat tangkap di perairan umum perkembangannya tidak secepat

introduksi alat tangkap di perairan laut. Di Kalimantan Selatan dapat dikenal beberapa

alat tangkap yang bisa digunakan di perairan umum antara lain adalah: Pancing, Banjur,

Lukah, tempirai, jala, lalangit, Kabam, Tamba dan lain-lain.

4.2. 1 Pancing

Keterangan:

a = joran

b = tali pancing

c = pemberat

d = mata pancing

Gambar 13 Pancing

a b

c

d

Page 92: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Di Kalimantan Selatan pancing dikenal dengan unjun. Bentuk unjun sangat

sederhana, terdiri dari terdiri dari joran, tali pancing, pemberat dari timah dan mata

pancing. Panjang joran berkisar antara 2-4 m dan berdiameter 1-2 cm dimana pada bagian

ujung lebih kecil daripada bagian pangkal. Pada bagian ujung joran diikatkan tali nylon

dari monofilament dengan panjang berkisar 2-3 m. pada tali nylon ini dipasang pemberat

dari timah serta mata pancing.

Pengoperasian pancing biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari di perairan

rawa/sungai. Pancing merupakan alat tangkap pasif dengan prinsip kerja menggunakan

umpan yang dikaitkan pada mata pancing kemudian dilemparkan ke dalam air, guna

umpan adalah untuk menarik ikan agar mendekat dan memakan umpan sehingga dapat

tersangkut pada mata pancing. Jika terasa ikan mulai memakan umpan maka dilakukan

sedikit hentakan pada joran. Jenis ikan yang biasa tertangkap pancing adalah ikan gabus

dan betok. Pengoperasian pancing tidak tergantung musim atau dapat dilakukan setiap

saat. Pancing dan umpan selalu disesuaikan dengan ikan yang dipancing, misalnya

pancing patin, pancing belida, pancing udang, pancing gabun dan sebagainya. Setiap

pencing punya teknik dan umpan tersendiri dalam menggunakannya.

Para ahli pancing di perairan umum Kalimantan Selatan mengatakan bahwa

meamcing ikan punya kekhasan tersendiri dan dapat menghilangkan keruwetan.

Pendapat ini ada benarnya juga, karena memancing bias membuat orang asyik dan

menjadi lupa makan bahkan lupa pada urusan keluarga, Namun kebenaran itu belum

pernah dikaji secara ilmiah atau medis.

4.2. 2 Banjur

Banjur merupakan alat penangkap ikan tradisional yang agak unik kalau dilihat dari

bentuk dan carapenggunaannya. Banjur di pasang membujur arus, pangkalnya diikatkan

pada sebuah pelepah rumbia kering yang berfungsi sebagai pelampung dan memudahkan

mengangkatnya. Banjur diperiksa secara berkala setiap pagi dan sore hari tanpa

memerlukan waktu khusus menungguna.

Banju bukan pancing, meskipun sama-sama menggunakan mata pancing. Banjur

terdiri seutas tali besar yang panjangnya tidak menentu, pada tali itu dipasang berderet

bergantung mata pancing dengan jarak 2,5 meter dan kadang-kadang mata pancing

Page 93: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

banyaknyanya lebih dari seratus buah. Setiap mata pancing diikatkan pada sebuah bilah

bambu rotan yang diraut kecil berbentuk bulat kemudian bilah bambu tadi diikatkan lagi

pada tali besar banjur tersebut. Jarak mata pancing dengan tali besar banjur tersebut kira-

kira 20 cm.

Bisa dibayangkan makin panjang banjur makin banyak mata pancing yang bias

diikatkan, makin banyak pula ikan yang didapat. Ahli banjur di Kalimantan Selatan

mengatakan “kalau nasib lagi mujur sekali mengangkat banjur dapur mampu berkukus

sampai dua minggu”.

Gambar 14 Banjur

4.2.3 Lukah (Fish pots)

Lukah atau Bubu adalah alat perangkap tradisional berupa perangkap. Prinsip kerja

alat ini adalah menjebak atau memudahkan ikan masuk namun mempersulit ikan untuk

keluar. Alat ini bersifat pasif karena hanya menunggu ikan yang melintas dan kemudian

masuk ke dalam alat ini. Daerah operasi lukah adalah perairan rawa, dapat pula dipasang

di tepi sungai yang banyak tanaman airnya.

Keterangan : a. Pintu masuk ikan c. Badan lukah e. Penutup/sumpal

b. Perangkap/Hinjab d. Umpan

Gambar 15 Lukah

e

b

a

c

d

Page 94: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Lukah dipasang dengan posisi miring sekitar 150, lubang masuk ditaruh

menghadap arus dan ditenggelamkan seluruhnya sedangkan pintu pengeluaran

ditonjolkan ke permukaan air kemudian rapikan tanaman air tempat pemasangan lukah

tersebut. Ikan yang terjebak di dalamnya dapat dilihat setelah 12 jam, biasanya lukah

dipasang pada pagi hari kemudian diangkat pada sore harinya. Jenis ikan yang biasa

tertangkap adalah gabus, betok dan sepat siam.

4.2.4 Tempirai (Stage trap) dan Hampang (Bamboo split)

Tempirai adalah alat penangkap ikan yang bersifat perangkap, yang terbuat dari

bilah-bilah bambu dan rotan yang berbentuk hati. Alat ini tingginya 1 – 1,5 m dan

berdiameter 50 cm, ukuran lebar pintu masuk atau bagian terbuka 2 – 4 cm.

Pengoperasian tempirai adalah di daerah rawa, tepi sungai atau daerah sawah yang

digenangi air. Penggunaannya bisa dibantu dengan hampang untuk memudahkan ikan

masuk ke dalam alat tersebut. Umumnya alat dipasang sore hari dan baru diangkat pada

waktu keesokan harinya atau dipasang pada saat air pasang tinggi dan diangkat setelah air

surut.

Keterangan:

a = bilah bambu

b = mulut tempirai

c = Hampang

d = Lubang pengeluaran

e = anyaman bambu

Gambar 16 Tempirai dan Hampang

c

b

d a

e

Page 95: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Bagian-bagian dari Tempirai terdiri dari : (1) pintu masuk, berfungsi untuk

masuknya gerombolan ikan ke dalam ruangan tempat ikan terkumpu; (2) pintu keluar,

berfungsi untuk mengeluarkan ikan yang tertangkap dan biasanya diletakkan diatas

tempirai dengan ukuran 20 – 30 cm; (3) hampang atau penaju, berfungsi sebagai

penghalang dan penggiring gerombolan ikan agar masuk ke dalam alat tangkap melalui

pintu masuk.

Tahapan Pengoperasian Tempirai

(1) Persiapan

Pada tahap ini semua alat yang akan dipergunakan dipersiapkan terlebih dahulu untuk

selanjutnya di bawa ke fishing ground yang telah ditentukan. Daerah pemasangan alat

adalah perairan yang diduga terdapat ikan, dimana perairan tersebut banyak terdapat

kayu yang diduga sebagai tempat persembunyian bagi ikan

(2) Pemasangan dan pengoperasian

Semua alat yang telah dibawa ke fishing ground dipasang pada lokasi perairan yang

kedudukannya disesuaikan agar tidak menghadang arah arus agar sampah yang

terbawa arus tidak memasuli atau menutup mulut tempirai.

(3) Pengangkatan alat dan pengambilan hasil tangkapan

Setelah dioperasikan selama selang waktu (hari) yang telah ditentukan, alat tangkap

tempirai diangkat dan diambil hasil tangkapannya

Gambar 17 Pengoperasian Tempirai

Page 96: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

4.2.6 Kabam (Trap)

Kabam (Trap) merupakan alat penangakap ikan Seluang (Rasbora sp). Konstruksi

bagian luarnya terbuat dari bilah bambu yang dijalin dengan anyaman rotan. Prinsip

penangkapan sama saja dengan alat golongan perangkap lainnya yaitu memmudah ikan

masuk dan mempersulit ikan keluar. Bagian Kabam terdiri dari satu pintu masuk.

Bukaan pintunya lebih kurang 1-2 meter. Tempat pengeluaran hasil tangkapan terletak di

bagian atas.

Keterangan :

a. Anyaman rotan

b. Kayu papan

c. Lubang masuknya ikan

d. Hinjap

e. Turus

Gambar 20 Kabam (Trap)

Tahapan kerja pengoperasian Kabam adalah sebagai berikut : (1) Persiapan,

Kabam dan umpan dan alat bantu lainnya untuk keperluan operasi disiapkan. Dengan

menggunakan perahu semua peralatan dibawa menuju fishing ground; (2) Pengoperasian,

Pengoperasian Kabam dilakukan di tepian sungai besar dan anak sungai, penempatan

dilakukan 2 – 3 meter dari tepi (pada waktu air surut) dengan jarak antar kabam antara 3

– 4 meter. Tali yang ada pada kabam diikatkan pada tongkat kayu yang ditancapkan; (3)

Pemasangan dilakukan pada saat air mulai pasang dimaksudkan agar seluruh alat dapat

terendam sampai permukaan alat. Lamanya operasi sekitar 6 jam; (4) Pengangkatan,

Pengangkatan dilakukan dengan cara menarik tali pengikat ke tongkat secara perlahan-

Page 97: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

lahan hingga kabam terangkat dari permukaan. Hasil tangkapan yang diperoleh ikan

seluang (Rasbora sp) dimasukkan ke dalam kantong plastik

4.2.7 Tamba

Tamba merupakan alat tangkap golongan perangkap sejenis bubu yang

pengoperasiannya direndam di dalam perairan selama waktu tertentu sampai ikan

terperangkap ke dalamnya. Tamba terbuat dari bilahan bambu yang dianyam dengan

rotan dimana pada samping kiri dan kanannya berbentuk amor dan bagian depan

melengkung ke dalam sebagai tempat merayapnya udang ke dalam tamba. Panjang alat

40 cm dan tinggi bagian depan adalah 30 cm, jarak antara bilahan bambu berkisar 1 – 1,5

cm. Alat ini terdiri dari mulut tempat masuknya ikan sekaligus tempat pengeluaran,

pembimbing (leader), bingkai/kerangka, bilahan bambu, dan tempat peletakan umpan.

Ukuran mulut yang digunakan adalah 5 x 15 cm, dengan mulut sebesar ini akan

memberikan keleluasaan bagi udang untuk masuk. Di depan pintu masuk dibuat

melengkung sebagai tempat merayapnya udang masuk ke dalam tamba, pada kiri kanan

jembatan lengkung terdapat leader atau pembimbing arah gerak udang agar tertuju pada

mulut saat ia merayap masuk ke dalam tamba.

Keterangan : a. Anyaman rotan c. Tempat meletakkan umpan

a. Bingkai rotan d. Mulut tamba.

Gambar 21 Tamba

Bingkai terbuat dari rotan sebagai pembentuk bangun ruang tamba, ukuran rotan

yang digunakan untuk bingkai adalah 1,5 cm. Dinding tamba terbuat dari bilahan bambu

Page 98: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

yang dianyam dengan rotan dengan ukuran bilahan berkisar 0,4 – 0,5 cm. Tempat

peletakan umpan terbuat dari bilahan bambu dengan ukuran panjang 20 cm dimana pada

ujungnya diruncing dengan tujuan untuk menusuk umpan. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada gambar 21.

Tahapan Pengoperasian Tamba terdiri dari:

(1) Persiapan Pengoperasian Alat

Sebelum dioperasikan, tamba yang sudah dirakit terlebih dahulu direndam selama

2– 3 hari di sungai supaya bau bahan sesuai dengan peraiarn. Mempersiapkan tali temali

yaitu tali cabang, tali utama, kayu untuk mengikat tali utama, bambu, dan umpan. Setelah

semua siap maka alat dibawa ke perahu untuk menuju daerah penangkapan (fishing

ground).

(2) Pemasangan Tamba

Pemasangan alat dengan menggunakan tali utama. Dimana tiap alat dipasang

dengan jarak teratur yaitu sejauh 5 m. Adapun langkah kerja pemasangan alat, yaitu:

Memasang tali utama: (1) Tali utama bagian ujung diikat pada kayu berukuran panjang

70 cm dan diameter kurang lebih 2cm; (2) Kayu ditanam ke dasar perairan dengan

menggunakan bambu berukuran 5 m; (3) Tali utama dibentangkan searah sungai; (4)

Mengikat ujung tali utama berikutnya pada kayu yang berukuran 70 cm, kemudian

menanamnya ke dasar perairan. Agar bisa diangkat ke permukaan sungai saat

pengambilan hasil tangkapan, maka pemasangan tali utama tidak boleh kencang.

(3) Mengikat tali cabang dan pemasangan umpan

Pada bagian belakang tamba, tali cabang yang digunakan berukuran panjang 75 cm

dengan diameter 0,3 cm. Pemasangan umpan. Daging kelapa ditusuk dengan

menggunakan bilahan bambu kemudian dipasang di sebelah dalam pintu masuk.

Mengikat tali cabang pada tali utama. Tiap tamba dipasang dengan jarak 5 m. Tamba

dimasukkan ke dalam air, untuk operasi penagkapan dibiarkan terendam selama 24 jam.

Hasil tangkapan utama tamba adalah udang galah (Macrobrachium rosenbergii de

Man). Sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah ikan betok (Anabas testudineu)

patung (Prestolepisgrooti), lais (Beladontichtys dinema) dan ikan betutu

(Oxyeolectrismarmorata Bleeker).

Page 99: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

4.2.8 Hancau atau Anco (Portable Lift Net)

Hancau terbuat dari benang marlon rangkap tiga, dengan panjang 1,5 m – 2,0 m

dengan mesh size kurang lebih 1 cm. Hancau mempunyai tangkai yang terbuat dari

bambu bulat atau kayu sebagai pegangan dengan ukuran panjang antara 2 – 3m, dengan

diameter 7 – 9 cm.

Hancau atau Anco adalah alat tangkap yang berbentuk bujur sangkar, prinsip

operasinya adalah menunggu ikan agar berkumpul di areal jaring dan diangkat dengan

tanngkai bambu. Tiap ujung bingkai dikaitkan dengan lembaran jaring segi empat dari

nilon. Panjang dan lebar jaring relatif sama, berkisar antara 1 – 1,5 meter, ukuran mata

jaring 1,5 cm.

Keterangan : a. Tangkai bambu/ kayu b. Jaring c. Bingkai cabang

Gambar 22 Anco (portable lift nets)

Hancau dioperasikan di perairan yang dangkal dengan kedalaman sekitar 0,5- 1,5

m, yaitu pada perairan sungai dan rawa prinsip kerja hancau tergolong pasip, dimana

jaring dimasukan ke dalam perairan sedangkan tangkainya diletakkan ditempat yang

lebih tinggi, kemudian dibiarkan untuk beberapa waktu. Lama pengoperasian sekitar 15-

30 menit kemudian hancau diangkat ke permukaan perairan. Jenis-jenis ikan yang

tertangkap dengan alat tangkap hancau ini adalah ikan betok (Anabas testudineus), sepat

rawa (Trichogaster trichopterus) dan sepat siam (Trichogaster pectoralis).

a

b

c

Page 100: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

5 Daerah Penangkapan Ikan

5. 1 Pengertian Daerah Penangkapan

Menurut Syahrodin dan Suhadja (1982) yang dimaksud dengan daerah

penangkapan ikan (fishing ground) ialah suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul

dimana penangkapan ikan dapat dilakukan. Dengan kata lain daerah penangkapan ikan

merupakan daerah/area dimana populasi dari suatu organisme dapat dimanfaatkan

sebagai penghasil perikanan, yang bahkan apabila memungkinkan “diburu” oleh para

fishing master yang bekerja di kapal-kapal penangkap ikan dengan menggunakan

peralatan penangkapan yang dimilikinya.

Dengan perkembangan sumberdaya perikanan yang semakin mulai mengalami

penurunan, maka pengertian daerah penangkapan juga berkembang sebagaimana yang

ditandaskan Simbolon (2011) daerah penangkapn ikan adalah wilayah perairan dimana

alat penagkapan ikan dapat dioperasikan secara sempurna untuk mengeksploitasi

sumberdaya ikan yang ada di dalamnya. Untuk itu suatu daerah penangkapan ikan harus

memenuhi kriteria berikut: (1) perairan sesuai dengan habitat yang disenangi ikan, dan

hal ini sangat dipengaruhi parameter oseanografi fisik, biologi dan kimia; (2) alat

penagkap ikan (fishing gear) mudah dioperasikan; (3) daerah pengangkapan memiliki

sumberdaya ikan yang banyak dan bernilai ekonomis tinggi.

125

Page 101: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Dinyatakan pula bahwa suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai “daerah

penangkapan ikan” apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target

penangkapan dengan teknologi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap

ikan. Hal ini dapat diterangkan bahwa walaupun pada suatu areal perairan terdapat

sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan tetapi alat tangkap tidak dapat

dioperasikan yang dikarenakan berbagai faktor, seperti antara lain keadaan cuaca, maka

kawasan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan demikian pula

jika terjadi sebaliknya.

Sebab-sebab utama jenis ikan berkumpul disuatu daerah perairan yautu: (1) ikan-

Ikan tersebut memiliki perairan yang cocok untuk hidupnya; (2) mencari makanan; (3)

mencari tempat yang sesuai untuk pemijahannya maupun untuk perkembangan larvanya.

Penangkapan ikan akan berhasil baik apabila dilakukan di daerah penangkapan

yang tepat, yakni tepat lokasi dan waktunya. Cara untuk mengetahui lokasi daerah

penangkapan dan waktu yang tepat itu diperlukan penyidikan. Mencari dan menentukan

lokasi daerah penangkapan ikan tidak mudah dan tidak dapat ditentukan dalam waktu

singkat, harus diuji melalui beberapa kali penangkapan dan melalui beberapa kali musim

penangkapan, barulah lokasi tersebut dapat dinyatakan sebagai daerah penangkapan ikan.

Para nelayan yang belum maju mencari daerah penangkapan ikan dengan cara

tradisional. Untuk mencari tempat menangkap sejenis ikan digunakan cara berdasarkan

pengalaman mereka mengenai keadaan angin, pasang surut, keadaan bulan dan lain-lain.

Dari pengalaman mereka menangkap ikan keadaan laut di lokasi penangkapannya dapat

dijadikan tempat yang tetap untuk mengadakan penangkapan ikan.

Berbagai bidang ilmu turut mengadakan penelitian dalam mencari daerah

penangkapan. Bidang ilmu lautan, ilmu binatang, ilmu kimia dan ilmu fisika, ilmu

tumbuh-tumbuhan semuanya turut menunjang.

126

Page 102: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Lembaga-lembaga penelitian laut dan lembaga penelitian perikanan baik secara sendiri-

sendiri maupun secara bersama mengadakan penelitian. Lembaga penelitian antar

Negara mengadakan tukar menukar hasil penelitiannya dan antar Negara saling belajar

dari pengalaman masing-masing. Kerjasama di bidang penelitian laut yang dilakukan

antar Negara-negara yang bertetangga. Data penelitian sangat membantu dalam mencari

daerah penangkapan ikan. Beberapa petunjuk untuk menentukan daerah penangkapan

yang baik misalnya: (1) berdasarkan pengetahuan mengenai terdapatnya jenis plankton

tertentu; (2) keadaan dasar laut mengenai jenis sedimen yang menyusun dasar laut

tersebut serta sifat dan profil dasarnya; (3) sifat kimia dari air laut, suhu dan

kejernihannya; (4) data dari hasil penangkapan ikan selama beberapa tahun terhadap jenis

ikan tertentu.

Kondisi lingkungan ternyata dapat mempengaruhi daerah penangkapan ikan.

Beberapa factor yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan diantaranya adalah

temperature air, kadar garam (salinitas), pH, kecerahan (transparancy), gerakan air,

kedalaman perairan, topographi dasar perairan, bentuk bangunan yang ada di dasar

perairan (bottom properties), kandungan oksigen terlarut serta makanan.

Untuk mendapatkan daerah penagkapan ikan ada beberapa hal yang perlu dilacak

keberadaannya yaitu tentang adanya distribusi massa air sebagai akibat adanya daerah

pertemuan arus laut. Distribusi massa air ini membawa dan menyebarkan organisme

hidup. Fluktuasi keadaan lingkungan kenyataannya dapat mempengaruhi bebrapa hal

diantaranya adalah distribusi, migrasi, pertumbuhan dan reproduksi dari beberapa

organisme air termasuk ikan yang menghuninya.

Beberapa keadaan yang umumnya disukai oleh ikan dan hewan laut lainnya yaitu:

(1) daerah yang keadaan faktor fisiknya optimum yang menyebabkan species ikan dapat

beradaptasi karena fluktuasi yang terjadi di daerah tersebut relatif kecil; (2) daerah up

welling dari perairan yang dalam serta kaya akan nutrient yang bergerak ke atas ke daerah

Euphotic yang banyak phitoplanktonnya, dimana dari hasil proses photosintesanya dapat

dikonsumsi oleh hewan-hewan air; (3) daerah yang merupakan pertemuan dan puncak up

welling yang merupakan kombinasi thermoclin pada perairan yang dangkal dan kisaran

temperatur optimumnya bagi species ikan yang merupakan factor pembatas pada daerah

yang sempit; 127

Page 103: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(4) migrasi ikan pada waktu tertentu yang melalui massa air yang mempunyai kisaran

temperature optimum sebagai hasil pertemuan dari dua massa air yang berbeda sebagai

contoh adalah daerah pertemuan dan arus kuroshio dan oyashio; (5) daerah yang dekat

dengan bangunan-bangunan yang ada di dasar laut seperti terumbu karang, daerah

topographi yang menghasilkan campuran antara lapisan air atas dan lapisan air di

bawahnya, dan organisme yang dibawanya merupakan makan ikan; (6) beberapa lokasi

yang merupakan daerah yang spesifik bagi ikan guna menempelkan telur-telurnya seperti

dekat rumput laut, bangunan-bangunan atau kapal karam yang ada di dasar laut.

5.2 Karakteristik dan Klasifikasi Daerah Penangkapan

Daerah penagkapan dikatakan baik apabila dapat memenuhi persyaratan yang cocok

untuk usaha penangkapan ikan. Di daerah tersebut banyak ikannya dan alat

tangkapannya dapat dioperasikan dengan baik dan menguntungkan. Meskipun pada

suatu daerahh perairan terdapat banyak ikan, tetapi jika alat tangkap tidak dapat

dioperasikan, maka daerah tersebut tidak dapat disebut sebaagai daerah penangkapan

ikan. Misalnya apabila disuatu perairan banyak ikannya tetapi keadaan dasar lautnya

berkarang atau terdapat banyak kerangka kapal sehingga alat tangkap tidak dapat

dioperasikan dengan semuprna, maka daerah tersebut bukan daerah penangkapan yang

baik. Jadi suatu daerah perairan dinamakan daerah penangkapan yang baik apabila

memmenuhi persyaratan berikut: (1) di daerah tersebut terdapat ikan yang melimpah

sepanjang tahun; (2) alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah dan sempurna; (3)

lokasinya tidak jauh dari pelabuhan sehingga dapat dijangkau oleh kapal ikan; (4)

daerahnya aman yaitu tudak lazim dilalui angin taufan yang membahayakan, tidak

dinyatakan terlarang oleh peraturan dan undang-undang.

Suatu daerah penangkapan ikan ada yang tetap berkondisi baik yaitu sepanjang

masa ikan dapat ditangkap di daerah tersebut. Ada juga daerah penangkapan ikan yang

semula merupakan daerahh yang subur banyak ikannya tetapi pada suatu waktu berobah

menjadi kurang subur bahkan ada yang berubah menjadi gersang. Perubahan tersebut

disebabkan berbagai hal antara lain: (1) adanya usaha penangkapan yang berlebihan,

tanpa mengindahkan keadaan ikan yang ditangkap; (2) daerah itu diadakan penangkapan

128

Page 104: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

yang menggunakan alat dengan mata jarring yang lebih kecil dari yang diitentukan; (3)

mengadakan penangkapan pada sembarang waktu tanpa mengindahkan waktu ikan

sedang menghadapi masa pemijahan; (4) usaha penangkapan yang menggunakan racun

atau bahan peledak.

Sebab lainnya adalah perubahan lingkungan sekitar daerah penangkapan yang

secara tidak langsung merusak keseimbangan biologis, misalnya: (1) terjadinya

pencemaran atau pengotoran terhadap air di daerah penangkapan tersebut, misalnya

pengotoran oleh tumpahan minyak akibat bocor atau pecahnya tangki kapal; (2)

pengotoran oleh sampah yang dibuang oleh kapal laut yang melalui daerah penangkapan;

(3) Pengrusakan terhadap lingkungan hidup ikan seperti pembongkaran batu karang; (4)

adanya pemboran minyak bumi atau kegiatan lainnya di daerah penangkapan atau di

dekat faerah tersebut.

Sering terjadi pengrusakan lingkungan di daerah perairan pantai yang menyebabkan

mennurunnya hasil tangkapan perikanan pantai : (1) pengotoran oleh limbah dari pabrik

dan industri di darat yang terbawa oleh aliran sungai, misalnya limbah dari pabrik, cat,

pabrik diterjen, penyamakan kulit dan lain sebagainya; (2) pengotoran oleh racun yang

berasal dari pestisida dan insektisida dari daerah persawahan; (3) Penebangan pohon

yang merusak lingkungan di darat sehingga kemudian menyebabkan banjir dan erosi

yang merusak lingkungan di daerah penangkapan muara sungai; (4) terganggu oleh log

atau batang kayu hasil penebangan hutan, karena pembusukan oleh batang kayu tersebut

lingkungan perairan menjadi terganggu. (5) penebangan hutan bakau dan pohon lainnya

di daerah pantai sebab keadaan vegetasi di daerah pantai atau di pinggir laut merupakan

pertumbuhan ikan.

Wilayah perairan laut yang diduga menjadi menjadi daerah penangkapan ikan yang

cukup potensial akibat adanya pengaruh lingkungan adalah sebagai berikut:

(1) Front

Front yaitu daerah pertemuan antara dua massa air yang mempunyai

karakteristik berbeda, misalnya pertemuan antara massa air dari laut Jawa yang

agak panas dengan massa air Samudera Hindia yang lebih dingin. Robinson (1991)

menyatakan bahwa front penting dalam hal produktivitas perairan laut karena

cenderung membawa bersama-sama air yang dingin dan kaya akan nutrient

129

Page 105: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

dibandingkan dengan perairan yang lebih hangat tetapi miskin hara. Kombinasi

dari temperatur dan peningkatan kandungan zat hara yang timbul dari temperatur

dan peningkatan kandungan zat hara yang timbul dari percampuran ini akan

meningkatkan produktivitas plankton. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan

meningkatnya stok ikan di daerah tersebut. Selain itu front merupakan penghalang

bagi migrasi ikan, karena pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar.

Beberapa penelitian menunjukkan distribusi ikan layang diperairan laut Jawa

cenderung mengikuti lokasi terbentuknya front.

Peristiwa pertemuan arus karena perbedaan massa air adalah sangat

kompleks. Ikan-ikan mengikutinya dan bergerak ke arah permukaan mengikuti

pergerakan organism yang menjadi makanannya yang terbawa oleh arus. Contoh

lainnya adalah di perairan Jepang dimana terjadi pertemuan antara arus Kuroshio

(bersuhu panas) dengan Oyashio (bersuhu dingin) dari Sauriku. Disana terjadi

penetrasi, sehingga sekitar isotherm 22oC merupakan daerah penangkapan ikan

yang baik.

(2) Suhu Permukaan Laut

Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu parameter oseanografi yang

sangat penting. Berbagai proses yang terjadi di lautan mempunyai hubungan timbal

balik dengan SPL yakni SPL banyak mempengaruhi kejadian di lautan atau

sebaliknya dinamika di lautan mengakibatkan terjadinya perubahan SPL. Oleh

karena itu, karakteristik SPL adalah sangat penting dipelajari untuk memahami

dinamika atau kejadian di lautan. Bahkan suhu permukaan laut juga sangat berperan

di dalam sistem iklim dan cuaca di daratan, sehingga SPL tidak hanya penting

untuk penelitian kelautan, tetapi juga beberapa yang terjadi di daratan. Fenomena di

lautan seperti terjadinya up welling dan front yang sangat penting bagi perikanan,

juga dapat dipelajari melalui parameter suhu permukaan laut tersebut (GC Net

Home Page 1997).

130

Page 106: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Laevastu dan Hayes (1981) mengemukakan bahwa perubahan suhu perairan

yang sangat kecil (sekitar 0,02 oC) dapat menyebabkan perubahan densitas populasi

ikan di suatu perairan (daerah sub tropis). Lebih lanjut dikatakan bahwa ikan-ikan

pelagis akan bergerak menghindari suhu yang lebih tinggi, atau mencari daerah

yang kondisi suhunya lebih rendah. Selanjutnya dinyatakan, kelimpahan suatu jenis

ikan pada suatu daerah penangkapan dipengaruhi perubahan suhu tahunan serta

berbagai keadaan lainnya.

Selanjutnya Laevastu dan Hayes (1981) menyatakan bahwa suhu perairan

sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan; aktifitas dan mobilitas gerakan; ruaya,

penyebaran dan kelimpahan; penggerombolan, maturasi, fekunditas dan pemijahan;

masa inkubasi dan penetasan telur serta kelulusan hidup larva ikan. Perubahan suhu

perairan dari suhu normal/suhu optimalnya menyebabkan pula perubahan aktifitas

gerakan dan aktifitas makan serta mempengaruhi berlangsungnya proses

pemijahannya.

(3) Salinitas

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi

air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Di perairan lepas pantai yang dalam,

angin dapat pula melakukan pengadukan lapisan atas hingga membentuk lapisan

homogen sampai kira-kira setebal 50 – 70 meter atau lebih tergantung dari

intensitas pengadukan. Di lapisan dengan salinitas homogen suhu juga biasanya

homogen, baru di bawahnya terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang

besar dimana dapat menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan

bawah (Nontji 1993).

Salinitas permukaan air laut sangat erat kaitannya dengan proses penguapan

dimana garam-garam akan mengendap atau terkonsentrasi. Daerah-daerah yang

mengalami penguapan yang cukup tinggi akan mengakibatkan salinitas tinggi.

Berbeda dengan keadaan suhu yang relatif kecil variasinya, salinitas air laut dapat

berbeda secara geografis akibat pengaruh hujan lokal, banyaknya air sugai yang

masuk ke laut, penguapan dan edaran massa air (King 1963)

131

Page 107: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(3) Konsentrasi Klorofil-a

Konsentrasi klorofil-a erat kaitannya dengan tingkat produktivitas primer yang

ditunjukkan dengan besarnya biomassa fitoplankton yang menjadi rantai pertama

makanan ikan pelagis kecil. Produktivitas primer lingkungan perairan pantai

umumnya lebih tinggi dari pada produktivitas primer perairan laut terbuka. Menurut

Valiela (1984) produktivitas primer perairan pantai dapat melebihi 60% dari

produktivitas yang ada di laut.

Laju produktivitas primer di lingkungan laut ditentukan oleh berbagai faktor

fisika. Faktor fisika utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan

eutropik adalah percampuran vertikal, penetrasi cahaya matahari di kolom air dan

laju tenggelam sel (fitoplankton) (Gabric dan Parslow 1989). Beberapa penelitian

tentang produktivitas primer dalam kaitannya dengan pelapisan massa air,

menunjukkan informasi bahwa konsentrasi klorofil-a maksimum terdapat pada

kedalaman di bagian atas lapisan termoklin. Adapun pada lapisan permukaan

tercampur memiliki kosentrasi klorofil-a yang hampir homogen.

Nontji (1993) menyatakan bahwa faktor yang dapat meningkatkan konsentrasi

klorofil-a di lautan adalah adanya peristiwa up welling yang salah satu pemicunya

adalah sistem angin muson, hal ini berkaitan dengan daerah asal dimana massa air

diperoleh. Dari pengamatan terhadap sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan

Indonesia bagian timur diketahui bahwa konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai

pada musin tenggara, sedangkan kandungan klorofil-a terendah dijumpai pada

muson barat laut. Rendahnya konsentrasi klorofil-a tersebut disebabkan konsentrasi

nutrien lebih rendah akibat up welling tidak terjadi dalam skala besar. Perbedaan

konsentrasi klorofil-a pada kedua muson tersebut telah dikemukakan oleh beberapa

peneliti. Nontji (1993) yang diacu dalam Monk et al. (1997), rata-rata konsentrasi

klorofil-a di perairan Indonesia kira-kira 0,19 mg/m3, 0,16 mg/m

3 selama musim

barat dan 0,21 mg/m3 selama musim timur.

132

Page 108: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(4) Arus

Arus merupakan pergerakan atau perpindahan suatu massa air dari suatu

tempat ke tempat lain yang dapat disebabkan oleh tiupan angin atau karena adanya

perbedaan dalam densitas air laut atau karena gerakan bergelombang panjang oleh

pasang surut. Karena laut merupakan medium yang tak pernah berhenti bergerak

baik di permukaan maupun di bawahnya menyebabkan terjadinya sirkulasi air baik

berskala kecil maupun dalam skala yang besar. Penampilan yang paling mudah

terlihat dari arus ini adalah arus permukaan laut (Nontji 1993).

Peran arus terhadap tingkah laku ikan yakni meliputi aspek-aspek sebagai

berikut: (1) arus mengangkat telur-telur dan anak-anak ikan dari spawning area ke

nursery ground, dan selanjutnya dari nursery ground ke feeding ground; (2) migrasi

ikan dewasa dapat dipengaruhi oleh arus yaitu sebagai alat orientasi; tingkah laku

ikan diurnal juga dipengaruhi oleh arus (khususnya oleh arus pasang surut); (3)

arus, khususnya pada boundaries area mempengaruhi distribusi ikan dewasa dimana

pada daerah tersebut banyak terdapat makanan ikan.

Arus dapat mempengaruhi aspek-aspek lingkungan alam dan secara tidak

langsung menentukan kelimpahan spesies-spesies tertentu dan bahkan membatasi

distribusi spesies tersebut secara geografis.

Pertemuan antara arus panas dan arus dingin juga mengakibatkan fluktuasi

perubahan arus karena ruangan dan waktu yang menyebnabkan massa air beradu,

dan hal ini mengakibatkan arah arus ke bawah atau sebaliknya malah ke atas.

Akibat dari adanya kecepatan arus dan arah yang saling bersilangan sehingga

masing-masing bertemu pada suatu daerah, maka yang demikian ini disebut

sebagai bentuk/Formasi Eddy. Hal ini mengingatkan kita pada mekanisme

terjadinya cyclone dan Typhoon di atmosphere.

Daerah yang dekat dengan pertemuan arus yang kemudian berkembang dan

menyebabkan gerakan air ke permukaan dan lantas menyebar ini disebut dengan

Surface Divergence, sedang sebaliknya yang menyebabkan gerakan air ke dasar

lantas menyebar ini disebut denngan Surface Convergence. Hal ini tentu

menyebabkan tingkat kepadatan pada perairan yang dalam serta kandungan gram-

garam mineral yang terbawa ke atas ke lapisan permukaan dimana phytoplankton

133

Page 109: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

berpotoshyntesis, sehingga menarik Zooplankton yang langsung maupun tidak

langsung menjadi makanan bagi ikan-ikan.

Kenyataannya di sekitar daerah convergence maupun divergence merupakan

pertemuan arus. Disini kegiatan dalam rantai makanan bertambah, yaitu dengan

adanya hewan-hewan yang memakan plankton, yang kemudian menarik ikan

untuk memangsanya. Jadi convergence yang kuat dapat menngakibatkan ikan-

ikan menjadi terkonsentrasi, dan hal ini merupakan daerah penangkapan ikan

yang baik.

(5) Up-welling

Up-welling yaitu penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan

permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin dan

salinitas tinggi dibandingkan daerah sekitarnya, serta membawa zat-zat hara dari

lapisan bawah ke permukaan (Nontji 1993). Dengan demikian, dalam proses

upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut, salinitas lebih tinggi, dan

kandungan zat hara lebih tinggi di lapisan permukaan dibandingkan daerah

sekitarnya. Zat hara tersebut akan nmerangsang perkembangan fitoplankton di

permukaan, karena pertumbuhan fitoplankton sangat erat kaitannya dengan

tingkat kesuburan perairan. Pariwanto et al. (1988), menyatakan bahwa

upwelling selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer di suatu

perairan dan selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan.

Sebab-sebab terjadinya daerah upwelling menurut Purnomo (2005) yaitu:

(1) bila angin yang bertiup kea rah lepas pantai (off shore wind) sangat keras dan

air dipermukaan terbawa, maka lapisan permukaan menjadi turun, dan hal

tersebut akan dikompensasikan dengan adanya upwelling dari laut Dalam yang

dekat pantai; (2) bila ada terumbu karang atau tepi tebing, maka arus bawah air

yang menghantamnya akan naik dan menjadi arus up-welling; (3) up-welling yang

diakibatkan karena bertemunya dua arus lalu naik dan kemudian setelah ada di

permukaan arahnya berlawanan; (4) upwelling yang diakibatkan karena adanya

arus bawah yang melewati sisi bawah pulau atau batu karang besar yang

kemudian arus tersebut naik kea rah atas; (5) upwelling yang diakibatkan naiknya

arus seperti yang terjadi pada bentuk / formasi Eddy (Bentuk Daerah Divergence).

134

Page 110: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(6) Continental shelf

Continental shelf merupakan daerah pantai dimana sebagian dari

sumberdaya ikan berada di wilayah ini. Aliran sungai yang bermuara di kawasan

ini membawa banyak nutrient. Selain itu pengaruh gelombang, pasang surut, dan

konveksi thermal secara vertical akan menyebabkan terjadinya proses

pencampuran dan mengakibatkan perairan kaya nutrient dan menyebabkan

kelimpahan ikan banyak.

Separo dari sumber biologis di lautan aada pada daerah kemiringan benua

dan ikan-ikan sangat menyukai tinggal di daera tersebut. Banyak sungai yang

membawa nutrient dalam jumlah yang besar yang masuk ke perairan Continental

shelves. Kenyataannya gelombang dan arus dapat mempengaruhi suhu perairan

antara lapisan atas dengan lapisan di bawahnya. Daerah kemiringan benua mulai

dari permukaan hingga ke dasar kaya akan nutrient, penetrasi sinar matahari

berlimpah dan jumlah organic matternya besar, sehingga menghasilkan

phytoplankton dan zooplankton.

Di daerah kemiringan benua, banyak ikan dan binatang laut lainnya yang

menjadi target dari operasi penangkapan. Di daerah kemiringan benua

merupakan tempat yang ideal bagi ikan-ikan yang masih muda untuk tumbuh,

karena banyak organism dasar yang hidup di dasar perairan. Di daerah ini proses

rantai makanan berlangsung lebih cepat, sehingga produktivitas biologinya tinggi.

Daerah kemiringan benua yang merupakan daerah yang dangkal dengan

sudut dasar berkesinambungan adalah merupakan daerah operasi penangkapan

yang baik bagi jenis-jenis alat yang cara pengoperasiannya diseret (Drag Net).

Perairan pantai di daerah Kemiringan benua umumnya berhubungan dengan

langsung perairan laut terbuka. Contohnya di Timur Laut Cina tidak

hanyadijumpaii banyak ikan berenang, tetapi juga dipertemukan penambahan

ikan-ikan dasar

135

Page 111: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

6 Dinamika Stok Sumberdaya Ikan

6.1 Pandugaan Stok Ikan

Produktivitas potensial dari suatu stok merupakan suatu permasalahan yang

memerlukan pemahaman dan penentuan statusnya melalui analisa berdasarkan konsep-

konsep dan metode ilmiah yang telah disepakati di kalangan pakar ilmu perikanan.

Walaupun demikian apabila tidak tersedia cukup kapasitas untuk menentukan

produktivitas optimal secara memadai, estimasi dapat dilakukan dengan observasi

perkembangan jumlah produksi yang didaratkan dari tahun ke tahun (Murdiyanto 2004).

Untuk menghasilkan produksi perikanan, neleayn melalukan upaya penangkapan.

Upaya yang dilakukan nelayan untuk menangkap dan menghasilkan sejumlah ikan

tangkapan ini didefinisikan sebagai upaya penangkapan atau fishing effort.

Teori pendugaan stok ikan di perairan biasanya digunakan untuk mengkaji

sumberdaya ikan yang dapat dieksploitasi. Tujuan dari pendugaan stok ikan ini adalah

untuk meramalkan sesuatu yang akan terjadi di masa datang terhadap hasil tangkapan,

tingkat biomas (kelestarian) dan nilai tangkapan, jika tingkat usaha penangkapan tetap

atau berubah.

Pengkajian/pendugaan stok sumberdaya tropis telah berkembang cepat selama

dekade terakhir terutama melalui hasil kerja Pauly (1979, 1980, 1984), Saila dan Roedel

(1980), Pauly dan David (1981), Garcia dan Le Rese (1981) dan Munro (1983), tetapi

juga karena perkembangan perangkat keras dan lunak mikrokomputer. Maksud dari

pengkajian stok ikan adalah memberikan saran tentang pemanfaatan yang optimum dari

sumberdaya hayati perairan seperti ikan dan udang. Sumberdaya hayati bersifat terbatas

tetapi dapat diperbaharui/memperbaharui dirinya, dan pengkajian stok ikan dapat

diartikan sebagai upaya pencarian tingkat pemanfaatan yang dalam jangka panjang

memberikan hasil tangkapan maksimum perikanan dalam bentuk bobot.

147

Page 112: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

“Stok” diartikan sebagai suatu sub gugus dari satu spesies yang mempunyai

parameter pertumbuhan dan mortalitas yang sama, dan menghuni suatu wilayah geografis

tertentu atau stok adalah kelompok hewan yang terpisah yang menunjukkan sedikit

percampuran dengan kelompok sekelilingnya, dimana batas-batas sebaran geografisnya

dapat ditentukan. Menurut Gulland (1983), untuk keperluan pengelolaan perikanan,

suatu subkelompok dari satu spesies dapat diperlakukan sebagai satu stok jika perbedaan-

perbedaan dalam kelompok tersebut dan “pencampuran” dengan kelompok lain mungkin

dapat diabaikan tanpa membuat kesimpulan yang tidak absah.

Pendugaan stok dibuat terpisah masing-masing stok. Hal ini memang

menyulitkan untuk daerah tropis yang keanekaragamannya tinnggi dalam satu wilayah

penyebaran dan atau dalam suatu schooling, baik berdasarkan jenis/species/variasi,

maupun ukuran/umur ikan. Dipersulit lagi adanya keragaman upaya tangkap baik

menurut jenis alat, ukuran kapal maupun kemampuan tangkap. Selain itu sifat penting

dari stok adalah parameter pertumbuhan dan tingkat kematiannya konstan sepanjang

daerah penyebarannya. Dengan kondisi ekosistem atau kualitas lingkungan yang berbeda

yang mengalami degradasi maka keterpurukan kualitas perairan mempercepat laju

kematian alami sehingga hasil dugaan potensi berdasarkan hubungan total tangkapan dan

upaya tangkap semakin tidak signifikan.

Fenomena keseimbangan stok ikan di perairan ditentukan oleh penambahan stok

melalui pertumbuhan dan rekrutmen, dan penurunan stok melalui kematian secara alami

dan kematian karena penangkapan. Pendugaan stok ikan sehubungan akibat

penangkapan berdasarkan asumsi, bahwa selain tingkat pertumbuhan dan tingkat

kematian konstan, juga pengurangan stok akibat aktivitas penangkapan tidak

mengganggu rekrutmen.

Pendugaan stok dimaksudkan untuk menjadi salah satu bahan penting dalam

menetapkan perumusan pengelolaan sumberdaya perikanan yang diandalkan. Daata

tentang berat hasil tangkapan yang lengkap menjadi prasyarat setiap usaha pendugaan

stok. Bagian utama dari informasi data yang mampu mendiskripsikan stok dan

perikanannya adalah ukuran stok berdasarkan hasiil tangkap menurut umur (catch at

age). Dengan menggunakan metode Virtual Population Analisis (VPA) atau analisa

148

Page 113: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

kohort dapat ditentukan ukuran stok absolute dan kematian akibat penangkapan saat yang

telah lewat, tetapi tidak untuk saat kegiatan perikanan yang telah berlangsung

Pendugaan stok yang berhubungan dengan penentuan target pengelolaan

sumberdaya perikanan seperti penilaian MSY digunakan teori Model Surpuls Produksi.

Model-model Produksi Surplus berhubungan dengan seluruh stok, seluruh upaya

penangkapan dan total hasil tangkapan yang didapat dari stok, tanpa memasukkan secara

rinci beberapa hal seperti parameter pertumbuhan dan mortalitas atau efek ukuran mata

jaring terhadap umur ikan yang tertangkap, dan sebagainya. Model-model Produksi

Surplus diperkenalkan oleh Graham (1935), akan tetapi model-model Produksi Surplus

sering disebut sebagai model-model Schaefer (Sparre dan Venema 1992).

Tujuan penggunaan model-model Produksi Surplus adalah untuk menentukan

tingkat upaya yang optimal, yaitu upaya yang menghasilkan hasil tangkapan maksimum

yang lestari tanpa berdampak pada produktivitas stok jangka panjang, yang disebut

sebagai hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield atau disingkat

MSY). Teori dibalik model-model Produksi Surplus ini telah dikaji ulang oleh banyak

pengarang seperti Ricker (1975), Caddy (1980), Gulland (1983), dan Pauly (1984).

Penentuan nilai MSY dan upaya pemanfaatan yang optimum diperlukan sebagai

dasar informasi dasar untuk menetapkan tingkat pemanfaatan yang diperbolehkan.

Sebagai salah satu tolok ukur pengelolaan, telah ditetapkan bahwa jumlah ikan yang

diperbolehkan (JTB) atau dikenal di dunia perikanan dengan istilah Total Allowable

Catch (TAC) untuk wilayah pengelolaan perikanan adalah 80% dari potensi lestarinya

atau MSY.

Karena termasuk model holistik, maka Model Produksi Surplus termasuk model

yang sederhana, sehingga data yang diperlukan juga menjadi lebih sedikit. Sebagai

contoh, model ini tidak perlu menentukan kelas umur, sehingga dengan demikian tidak

perlu penentuan umur. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa model Produksi

Surplus banyak digunakan dalam estimasi stok ikan di perairan tropis (Sparre dan

Venema, 1999).

Model Produksi Surplus dapat diterapkan bila dapat diperkirakan dengan baik

tentang hasil tangkapan total (berdasarkan spesies) dan/atau hasil tangkapan per unit

upaya (Catch per Unit Effort/CPUE) per spesies dan/atau CPUE berdasarkan spesies dan

149

Page 114: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami

perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre dan Venema 1999).

Model Produksi Surplus mempunyai keunggulan dari model lainnya, yakni data

yang dibutuhkan banyak tersedia, sehingga tidak perlu melakukan survei khusus di laut.

Hal ini akan mengurangi biaya dan pekerjaan menjadi ringan (Widodo 1990 diacu dalam

Bachri 1993).

Data CPUE seringkali digunakan untuk menduga perubahan-perubahan dalam

kelimpahan stok. Hal ini disebabkan karena pendugaan kelimpahan dengan cara lain

(misalnya dengan melakukan survei dengan kapal penelitian) seringkali sulit atau mahal.

Beberapa ukuran kelimpahan dan perubahan-perubahan dalam kelimpahan cukup

penting dalam banyak studi pendugaan stok. Untuk itu, mendapatkan data CPUE yang

dapat dipercaya merupakan satu dari langkah-langkah dasar yang terpenting dalam studi

pendugaan stok (Gulland 1982).

6.2 Model-model Produksi Surplus

6.2.1 Model Schaefer

Cara paling sederhana untuk memperlihatkan hasil tangkapan per unit upaya,

CPUE atau c/f, sebagai fungsi upaya (f) adalah model linear yang disarankan oleh

Schaefer (Sparre dan Venema 1992) :

ci/fi = a + bxfi jika fi -a/b

Persamaan diatas disebut dengan “model Schaefer”.

Slope (b) harus negatif jika CPUE, c/f, menurun pada saat upaya, f, meningkat.

Intersep, a, adalah nilai c/f yang diperoleh setelah kapal pertama menangkap stok untuk

pertama kalinya. Oleh karena itu intersep harus bernilai positif. Maka, -a/b adalah

positif dan c/f adalah nol untuk f = -a/b. Karena nilai negatif dari CPUE (c/f) tidak

mungkin, model ini hanya diterapkan untuk nilai f yang lebih rendah dari –a/b (Sparre

dan Venema 1992).

150

Page 115: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

6.2.2 Model Fox

Sebuah model alternatif diperkenalkan oleh Fox (1970). Model ini menghasilkan

garis lengkung apabila c/f secara langsung diplot terhadap upaya, f, akan tetapi apabila

c/f diplot dalam bentuk algoritma terhadap upaya, maka akan menghasilkan garis lurus :

ln ci/fi = a + bxfi

Persamaan diatas disebut dengan “model Fox”, yang juga dapat ditulis :

)fb (a expf

ci

i

i

Kedua model tersebut diatas mengikuti asumsi bahwa c/f menurun dengan

meningkatnya upaya, akan tetapi mereka berbeda dalam hal dimana model Schaefer

menyatakan satu tingkatan upaya dapat dicapai pada nilai c/f sama dengan nol, yaitu bila

f = -a/b, sedangkan pada model Fox, c/f adalah selalu lebih besar dari nol untuk seluruh

nilai f.

6.2.3 Standardisasi Upaya Penangkapan

Bila di suatu daerah terdapat berbagai alat tangkap maka salah satunya harus

dipakai sebagai standar dan alat tangkap lain distandardisasi terhadap alat tangkap

tersebut. Hal ini disebabkan karena kemampuan tangkap tiap alat tangkap berbeda-beda.

Dengan demikian, standardisasi ini bertujuan untuk menyeragamkan satuan upaya yang

berbeda menjadi satu satuan upaya yang seragam (Gulland, 1982 diacu dalam Oemry,

1993).

Upaya dapat dinyatakan sebagai jumlah seluruh satuan perlakuan antara

kemampuan penangkapan (fishing power) setiap tahun dengan waktu penangkapan atau

dengan jumlah satuan operasi. Umumnya pemilihan alat tangkap standar didasari pada

dominan atau tidaknya alat tangkap tersebut di suatu daerah (Gulland, 1982 diacu dalam

Oemry, 1993).

151

Page 116: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

6.2.4 Aplikasi Model

(1) Hasil Tangkapan per Upaya Penangkapan (Catch per Unit Effort)

Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang diperoleh dibuat dalam bentuk

tabel, lalu menghitung nilai hasil tangkapan per upaya penangkapannya (Catch per Unit

Effort atau CPUE). Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai CPUE adalah sebagai

berikut (Gulland 1982) :

n ..., 2, 1, i effort

catch CPUE

i

i i

Keterangan :

CPUEi = hasil tangkapan per upaya penangkapan dalam tahun i

catchi = hasil tangkapan dalam tahun i

efforti = upaya penangkapan dalam tahun i

(2) Standardisasi Upaya Penangkapan

Karena kemampuan tangkap tiap alat tangkap berbeda-beda, maka perlu

dilakukan standardisasi upaya penangkapan. Rumus yang dipakai untuk

menstandardisasi upaya penangkapan adalah sebagai berikut (Gulland 1982) :

Menghitung Fishing Power Index (FPI)

st

dst

CPUE

CPUE FPI

Keterangan :

FPI = Fishing Power Index

CPUEdst = CPUE alat tangkap yang akan distandardisasi

CPUEst = CPUE alat tangkap standar

Menghitung Upaya Standar

f FPI f dst s

Keterangan :

fs = upaya penangkapan hasil standardisasi

fdst = upaya penangkapan yang akan distandardisasi

152

Page 117: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(3) Analisis CPUE

Nilai CPUE dihitung kembali dengan nilai upaya penangkapan yang baru, yaitu

nilai upaya penangkapan setelah dilakukan standardisasi upaya penangkapan. Adapun

nilai hasil tangkapan tetap sama.

n ..., 2, 1, i effort

catch CPUEs

i

i i

Keterangan :

CPUEsi = hasil tangkapan per upaya penangkapan yang telah

distandardisasi dalam tahun i (ton/trip)

catchi = hasil tangkapan dalam tahun i (ton)

efforti = upaya penangkapan alat tangkap yang telah distandardisasi

ditambah dengan upaya penangkapan alat tangkap standar

dalam tahun i (trip)

(1) Analisis Regresi

Untuk mendapatkan gambaran pengaruh dari upaya penangkapan (f) terhadap

hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) digunakan analisis regresi.

Persamaan regresi linear sederhana dimaksudkan untuk mengetahui besarnya pengaruh

antar peubah, dan bisa juga untuk mengetahui (meramal) nilai satu atau lebih peubah

(Harahap 1987 diacu dalam Batubara, 1999).

Analisis terhadap hubungan antara upaya penangkapan (effort) dengan CPUE

ikan cakalang diperoleh dengan menggunakan analisis kuadrat terkecil, yaitu dengan cara

meminimumkan error (simpangan). Hubungan fungsi tersebut adalah :

Y = + x + e

Keterangan :

Y = peubah tak bebas (CPUE) dalam ton/trip

x = peubah bebas (effort) dalam trip

e = simpangan

, = parameter regresi penduga nilai a dan b

153

Page 118: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Kemudian diduga dengan fungsi dugaan yaitu : Ŷ = a + bx

sehingga e = Y – Ŷ, dan diperoleh Σe2 = (Y – Ŷ)

2. Dengan “metode kuadrat terkecil”

nilai Σe2

diminimumkan. Nilai e akan minimum bila turunan pertama fungsi sama

dengan nol, sehingga nilai dugaan dapat diperoleh sebesar a dan b. Nilai a dan b

selanjutnya dapat ditentukan, yaitu (Hayat, 1997) :

x)( xn

yx -xy n b

22

n

xb -y a

Pada model Schaefer, setelah diketahui nilai a dan b, selanjutnya dapat ditentukan

beberapa persamaan yang diperlukan, antara lain adalah (Sparre and Venema, 1992) :

(1) Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (f) :

CPUE = a + bf

(2) Hubungan antara hasil tangkapan (c) dengan upaya penangkapan (f) :

c = CPUE x f

c = af + bf2

(3) Upaya penangkapan optimum (fopt atau fMSY) diperoleh dengan cara menyamakan

turunan pertama hasil tangkapan (c) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol:

c = af + bf2

c’ = a + 2bf

a + 2bf = 0 a = -2bf

fMSY = -a/2b

(4) Maximum Sustainable Yield (MSY) atau merupakan hasil tangkapan optimum

diperoleh dengan mensubstitusikan nilai upaya penangkapan optimum (fopt atau

fMSY) ke dalam persamaan pada butir (2) diatas :

c = af + bf2

copt = axfopt + bxfopt2

= a(-a/2b) + b(-a/2b)2

MSY = -a2/4b

154

Page 119: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(5) CPUE optimum diperoleh dengan cara membagi nilai hasil tangkapan optimum (copt

atau MSY) yang telah lebih dahulu diperoleh dengan nilai upaya optimum atau fopt :

CPUEopt = MSY/fopt

Apabila menggunakan rumus, maka nilai CPUE-nya adalah :

CPUEopt = MSY/fopt

= -a2/4b x -2b/a

CPUEopt = 1/2 x a

Pada model Fox, setelah diketahui nilai a dan b, selanjutnya dapat ditentukan

beberapa persamaan yang diperlukan, antara lain adalah (Sparre dan Venema 1992) :

(1) Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (f) :

CPUE = exp (a + bf)

(2) Hubungan antara hasil tangkapan (c) dengan upaya penangkapan (f) :

c = CPUE x f

c = af + bf2

(3) Upaya penangkapan optimum (fopt atau fMSY) diperoleh dengan cara menyamakan

turunan pertama hasil tangkapan (c) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol:

c = af + bf2

c’ = a + 2bf

a + 2bf = 0 a = -2bf

fMSY = -1/b

(4) Maximum Sustainable Yield (MSY) atau merupakan hasil tangkapan optimum

diperoleh dengan mensubstitusikan nilai upaya penangkapan optimum (fopt atau

fMSY) ke dalam persamaan pada butir (2) diatas :

c = af + bf2

copt = axfopt + bxfopt2

= a(-a/2b) + b(-a/2b)2

MSY = -1/b exp (c-1)

156

Page 120: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(5) CPUE optimum diperoleh dengan cara membagi nilai hasil tangkapan optimum (copt

atau MSY) yang telah lebih dahulu diperoleh dengan nilai upaya optimum atau fopt :

CPUEopt = MSY/fopt

Apabila menggunakan rumus, maka nilai CPUE-nya adalah :

CPUEopt = MSY/fopt

= -a2/4b x -2b/a

CPUEopt = 1/2 x a

6.3 Tingkat Pengupayaan dan Tingkat Pemanfaatan

Tingkat pengupayaan alat tangkap dari suatu sumberdaya ikan dapat diketahui

setelah didapatkan nilai upaya optimum. Tingkat pengupayaan dihitung dengan cara

mempersenkan jumlah upaya penangkapan pada tahun tertentu terhadap nilai upaya

penangkapan optimum.

100% f

f TP

optu

Keterangan :

TPu = tingkat pengupayaan

f = upaya penangkapan (trip)

fopt = upaya penangkapan optimum (trip)

Adapun tingkat pemanfaatan suatu sumberdaya ikan dapat diketahui setelah

didapatkan nilai MSY. Tingkat pemanfaatan dihitung dengan cara mempersenkan

jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu terhadap nilai MSY.

100% MSY

c TP

Keterangan :

TP = tingkat pemanfaatan

c = hasil tangkapan (ton)

MSY = maximum sustainable yield (ton)

157

Page 121: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

6.4 Asumsi dan Kelemahan umum penggunaan

Beberapa asumsi yang dapat digunakan dalam menduga stok suatu sumberdaya di

suatu perairan antara lain adalah :

(1) Stok sumberdaya menyebar merata di daerah tersebut.

(2) Seluruh data hasil tangkapan sumberdaya yang diperoleh berasal dari daerah

tersebut.

(3) Seluruh hasil tangkapan didaratkan di daerah tersebut.

(4) Tidak ada perubahan signifikan dalam tingkat teknologi penangkapan ikan

selama kurun waktu data diambil.

Kelemahan umum penggunaan teori pendugaan stok:

(1) Stok berlaku satu species dan mempunyai parameter stok yang tetap.

Kenyataan di lapangan sangat sulit terlebih daerah tropis terutama untuk stok

demersal yang sangat beragam (jenis, ukuran). Keragaman ekosistem dan kualitas

lingkungan perairan mempengaruhi fisiologi, tingkat pertumbuhan dan tingkat

kematian yang beragam.

Kondisi perikanan multi species akan semakin sulit dikendalikan oleh adanya

interaksi biologi terutama pada kelompok ikan berhunian local (sendentary stok).

Pada perikanan yang sering menangkap ikan berukuran kecil atau mangsa bila tak

terkendali dapat mengakibatkan penipisan stok ikan mangsa tersebut sehingga hal ini

sangat mempengaruhi keberadaan ikan pemangsa. Pada perikanan pelagis bentuk

oseanik maka semakin menipisnya mangsa menyebabkan fishing ground tidak

atraktif bagi stok migrasi pelintas batas (trans boundary fish stock) sehingga terkesan

stok ikan di fishing ground yang bersangkutan menurun.

Suatu konsekwensi penting dari efek multispecies dalam penangkapan ikan

adalah bahwa tidak mungkin memanen secara setentak pada tingkat hasil maksimum

lestari dari tisp species dalam suatu kawanan di suatu kawasan tertentu yang

merupakan campuran sepecies pemangsa dan mangsa (Tridoyo Kusumastanto 2005).

158

Page 122: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(2) Asumsi dasar perhitungan bertolak pada biomass yang masih virgin, seakan belum

tersentuh oleh kegiatan penangkapan, sedangkan kondisi demikian sudah sangat sulit

ditemukan. Pada umumnya pengelolaan secara serius dilakukan ketika kondisi

sumberdaya alam dan lingkungan telah mengalami gangguan mulai dari yang ringan

sampai sudah rusak.

(3) Constancy catchbility beragam/berubah dengan keragaman jenis alat tangkap yang

banyak dengan ukuran kapal yang berbeda untuk tujuan species yang sama atau

beragam.

6.7 Faktor-faktor yang Menentukan Ketersediaan Stok Ikan

6.7.1 Kondisi Lingkungan Habitat

Kondisi lingkungan habitat sumberdaya ikan sangat menentukan terhadap

ketersediaan sumberdaya (stok) ikan atau ideal bila mampu beperan sebagai buffer atau

penyangga keberadaan parameter pertumbuhan atau tingkat kematian alami yang

konstan. Dalam periode daur kehidupan ikan yang kritis sseperti pada saat pemijahan

dan semasa dalam asuhan (nursery period) berlangsung diperlukan lingkungan yang

cocok agar dapat dilewati masa rekrutmen itu dengan baik. Namun akibat dari keaneka

ragaman lingkungan, pertumbuhan suatu stok dari tahun ke tahun sangat bervariasi.

Setiap tahap kehidupan dipengaruhi oleh lingkungan yang dapat mempengaruhi laju

pertumbuhan, reprooduksi dan mortalitas. Periode kritis dialami selama awal daur

kehidupan yang keberadaannya lebih rentan terhadap pengaruh lingkunngan dan dpat

menjurus pada keanekaragaman yang tinggi dalam kelimpahan sumberdaya dan hasil

tangkap pada berbbagai skala waktu. Alasan inilah yang kian mempersulit teori dugaan

potensi itu diberlakukan di perairan yang mengandung multi species dan multi gear

dengan keberadaan kemampuan tangkap yang selau berubah.

Menurut Tridoyo Kusumastanto (2005), yang paling terkait dengan pengelolaan

perikanan adalah fluktuasi rekrutmen dari tahun ke tahun dan pergeseran dalam sistem

ekologi yang mengakibatkan ciri fungsional dan ekosistem, termasuk komposisi

Page 123: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

kelimpahan dan lokasi komunitas ikan, bias berubah secara dramatis sepanjang periode

beberapa dasawarsa. Oleh karena itu, yang terpenting dalam hal ini adlah bahwa

pengelolaan perikanan harus mampu mengatasi keadaan ini tanpa menambahkan dampak

merugiakan yang berlebihan terhadap stok, sehingga mampu mendorong stok dan

produktivitasnya kembali dalam kondisi normal atau berada di sekitar rata-rata fluktuasi

lingkungan alami.

Ikan dapat mati karena sebab alami atau karena ditangkap. Jumlah kematian akibat

penangkapan ataupun karena sebab lain secara keseluruhan merupakan mortalitas total.

Bila tingkat mortalitas penangkapan atau mortalitas alami salah satunya dapat diestimasi

maka jumlah kematian lainnya dapat dihitung dengan pengurangan dan mortalitas

totalnya. Dengan demikian ,aka estimasi mortalitas dapat dipakai untuk memperkirakan

pengaruh penangkapan terhadap stok. Cara lain melihat pengaruh penangkapan adalah

dengan membandingkan biomas yang memijah dalam suatu populasi yang ditangkap

denngfan kondisi apabila tidak diadakan penangkapan. Perbandingan antara biomas yang

memijah dari populasi yang ditangkap dan yang tidak dilakukan penangkapan disebut

rasio potensial memijah atau spawning potensial ratio (SPR). SPR dapat dipakai sebagai

parameter untuk memantau keseimbangan stik dengan mengendalikan mortalitas

penangkapan (Murdiyanto 2004).

Menurut teori Russel (1932), bahwa stok ikan di suatu wilayah perikanan (fishing

area) pada tahun ke-t (St) ditentukan oleh besarnya stok ikan pada tahun awal dimulainya

rejim (program) pengelolaan (S0) ditambah dengan rekrutmen (R), pertumbuhan individu

ikan (G); dan dikurangi dengan kematian alamiah ikan (M), banyaknya ikan yang

ditangkap oleh armada perikanan (F).

Page 124: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Gambar 29 Hubungan antara faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Stok Ikan

Secara matematis, formula russel tersebut adalah : St = S0 + (R+G)-(M+F),

dierjemahkan sebagai berikut:

(1) Stok seimbang atau lestari bila St = S0 sehingga G + R - M - F = 0 atau (G+R) =

(M+F)

(2) Stok produktif atau surplus bila St > S0 sehingga G + R – M – F > 0 atau (G+R)

> (M+F)

(3) Stok menurun atau berkurang bila St < S0 sehingga G + R – M – F < 0 atau

(G+R) < (M+F)

Berdasarkan tersebut, disimpulkan bahwa selain tingkat penangkapan ikan, factor-

faktor variable lain yang mempengaruhi kelestarian stok ikan tersebut sangat bergantung

pada kualitas habitat atau lingkungan tempat organisme air hidup yang tidak mendukung

keharmonisan lingkungan justru akan menyebabkan kegagalan adaptasi physiology yang

sering menyebabkan kematian individu atau populasi

Page 125: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

6.7.2 Gejala Tangkap Lebih (Overf Fishing)

Zarochman (2005) menandaskan bahwa dalam sejarah perikanan di dunia bukan

suatu rahasia bahwa tidak jarang upaya pengelolaan summberdaya perikanan baru

dilaksanakan setelah kejadian kerusakan sumber daya yang terus kian menurun

sediaannya dan produksinya akibat pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan perairan

yang berlebih atau dikenal dengan ‘over fishing”.

Pada awal tahun 1950-an, FAO mencatat adanya pertumbuhan sektor perikanan

yang sangat cepat, baik di belahan bumi bagian utara maupun di sepanjang pantai negara-

negara yang saat ini dikenal sebagai negara berkembang. Dimana-mana penangkapan

berskala industri yang umumnya menggunakan trawl (ada juga dengan purse seining dan

long-lining) berkembang dan berkompetisi dengan perikanan skala kecil atau tradisional

(artisanal fisheries) yang berperalatan sederhana. Persaingan yang tidak seimbang ini

sangat jelas terlihat di perairan dangkal (kedalaman 10-100 m) di daerah tropis.

Perikanan tradisional menjadikan ikan tangkapan mereka untuk konsumsi penduduk

lokal, sedangkan perikanan skala besar menggunaan trawl dengan udang sebagai target

utama untuk ekspor dan membuang hasil tangkapan yang tidak memiliki nilai ekonomis

(by-catch). Dalam periode tahun 1950-an hingga 1960-an, peningkatan usaha

penangkapan telah meningkatkan jumlah hasil tangkapan yang sangat besar dan melebihi

laju petumbuhan umat manusia Pauly et al. (2002). Hal ini telah membuat para penyusun

kebijakan dan politisi menjadi percaya bahwa penambahan jumlah kapal yang cepat dan

tak terkendali telah melipat-gandakan jumlah tangkapan dalam waktu singkat serta

menurunkan hasil tangkapan dalam jangka panjang. Kegagalan perikanan tangkap

pertama kali dilaporkan untuk kasus anchovy di Peru pada tahun 1971-1972. Pada

awalnya, hancurnya perikanan anchovy ini sering dikaitkan dengan kejadian alam El

Nino. Namun demikian, data yang terkumpul menunjukkan bahwa jumlah tangkapan

aktual (sekitar 18 juta ton), yang telah melebihi dari apa yang dilaporkan yaitu 12 juta ton

menunjukkan bukti lain. Terbukti, runtuhnya perikanan anchovy tersebut adalah lebih

banyak karena pengaruh overfishing.

Pada pertengahan tahun 1970-an, total tangkapan ikan di Atlantik utara juga telah

menurun. Trend penurunan yang cepat lebih jelas terlihat pada akhir tahun 1980-an dan

Page 126: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

diawal tahun 1990-an sebagian besar stok ikan cod menjadi habis di New England dan

Canada bagian timur.

Kondisi stok ikan laut di kawasan Asia-Pasifik juga tidak jauh berbeda. Kawasan

Asia-Pasifik yang saat ini menjadi penyumbang terbesar produksi ikan dunia juga sudah

mulai overfishing. Dalam 25 tahun terakhir, penurunan stok ikan di kawasan Asia-Pasifik

sekitar 6-33% (FAO 2004). Lebih lanjut, diperkirakan bahwa stok ikan laut dunia saat ini

yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi tinggal hanya 24%. Sekitar 52%

stok sudah termanfaatkan secara maksimal dan tidak mungkin dieksploitasi lebih lanjut,

dan sisanya adalah sudah overeksploitasi atau stoknya sudah menurun

Salah satu jalan yang mungkin bisa ditempuh untuk membantu pemulihanan stok

ikan laut akibat overfishing adalah dengan cara menurunkan kapasitas penangkapan.

Disadari betul bahwa penambahan kapasitas armada penangkapan merupakan salah satu

ancaman terhadap kelangsungan sumberdaya laut, dan juga penangkapan itu sendiri.

Perubahan perahu skala kecil berteknologi rendah menjadi kapal besar berteknologi

tinggi, subsidi pemerintah, kebijakan open-access pada beberapa wilayah perairan dunia,

dan beberapa aspek ekonomi lainnya telah disadari meningkatkan kapasitas penangkapan

ikan. Peningkatan kapasitas penangkapan ikan yang tak terdeteksi seperti perubahan alat

bantu penangkapan seperti echosounder dan GPS juga diyakini telah mendorong tingkat

overcapacity dibeberapa wilayah perairan.

Gejala biological overfishing untuk stok di perairan tropis yang dilaporkan oleh

ICLARM Newsletter (Pauli 1980) terdapat 3 (tiga) kejadian:

(1) Growth overfishing ditandai dengan adanyagejala penangkapan ikan yang berusia

muda atau mereka tertangkap sebelum mereka tumbuh sampai ukuran dewasa.

Persoalan ini meminta perhatian para peneliti perikanan untuk dapat memperkirakan

usia yang ideal, dimana dan pada musim apa ikan boleh ditangkap. Pada lebih dari

setengah abad yang lalu, Beverton dan Holt telah memformulasikan teori cara

perhitungan dugaan ukuran optimal ikan yang sudah boleh ditangkap (optimal size at

fish capture) dengan menggunakan ukuan mata jarring tertentu. Dari hasil

perhitungan inilah muncul kebijakan tentang pengaturan ukuran mata jarring,

berapa, kapan dan dimana dapat dioperasikan. Namun peraturan ini kurang efektif

sering terabaikan di perairan tropis yang mengandung stok ikan terdiri dari multi

Page 127: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

species dengan berbagai ukuran dan umur dalam satu schooling yang ternyata juga

banyak macam alat tangkap yang dioperasikan dalam satu daerah penangkapan ikan.

(2) Recruitment overfishing terjadi bila stok ikan dewasa jumlahnya kian berkurang atau

tidak seimbang antar jantan dan betina atau dengan perkataan lain stok yang ada

mengalami kegagalan rekrutmen akibat ikan belum sempat mencapai dewasa atau

matang telur (mature), sebab lain belum atau tidak terjadi pemijahan (spawning) atau

telur yang pecah menjadi larva hanya sedikit sekali jumlahnya sehingga hanya

sedikit yang berhasil merekrut menjadi ikan muda, dan seterusnya. Bila tersedia

data komposisi umur, hubungan stok-rekrutmen dapat dipelajari secara langsung.

Informasi yang diperlukan pada dasarnya adalah bentuk kurva dari CPUE versus

waktu pada saat stok mulai stabil atau pada saat mulai pulih pada suatu tingkat upaya

penagkapan tertentu.

(3) Ecosystem overfishing terjadi akibat adanya persaingan (competation) dan

pemangsaan (predation). Menurut Ekologi modern merupakan perubahan dari

system yang efisien dengan kematangan yang relative menjadi system yang tidak

efisien sehingga gagal matang akibat mengalami tekanan/stress. Dalam prakteknya

sebagaimana terjadi dalam berbagai kegiatan perikanan dengan ragam sumberdaya

dan aktivitas penangkapan, ketika mengalami penurunan kelimpahan stok asli yang

tidak dapat dikompensasi sepenuhnya oleh peningkatan biomas dari kelompok jenis

biota laut lain yang dieksploitasi untuk sementara atau selama beberapa waktu.

Berkaitan dengan gejala overfishing ini, Rokhmin Dahuri (2003) mempertegas,

bahwa kondisi overfishing ini bukan hanya disebabkan tingkat penangkapan ikan yang

melampaui potensi lestari sumberdaya perikanan, tetapi juga disebabkan kualitas

lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan atau kerusakan akibat

pencemaran dan terjadinya degradasi fisik ekosistem perairan sebagai tempat pemijahan,

asuhan dan mencari makan bagi sebagian besar biota laut tropis. Selanjutnya Rokhmin

Dahuri (2003) dalam kaitan penurunan lingkungan bagi kelangsungan sumberdaya ikan,

digambarkan tiga komponen utama dalam pengelolaan sumberdaya ikan yang

berinterseksi antara; komponen habitat, komponen manusia dan sumberdaya ikan.

Perbaikan kualitas lingkungan pada wilayah interseksi dari ketiga komponen tersebut

diharapkan akan dapat meningkatkan rekrutmen, pertumbuhan individu ikan, dan

Page 128: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

sekaligus menekan kematian alamiah ikan. Di wilayah interseksi tersebut sebenarnya

merupakan tempat yang akan dipersiapkan guna pemeliharaan habitat bagi suatu

kelangsungan kehidupan sumberdaya ikan agar terjadi kesinambungan bersamaan dengan

berjalannya aktivitas penangkapan secara rasional dan bertanggung jawab.

6.7.3 Faktor Iklim

Selain karena overcapacity, perubahan lingkungan diperkirakan menjadi salah satu

penyebab penurunan drastis stok ikan di Laut Atlantik Utara atau di dunia seperti yang

dilaporkan dalam pertemuan ahli biologi perikanan beberapa waktu yang lalu di London

(FAO 2005). Perubahan lingkungan yang dimaksud terutama adalah peningkatan suhu

permukaan laut. Ekosistem laut, khususnya di Atlantik Utara, sangat mudah terpengaruh

dampak fluktuasi kondisi alam dibanding dengan yang diperkirakan sebelumnya.

Projek penelitian Global Ocean Ecosystem Dynamics (GLOBEC) telah berhasil

mengidentifikasi mekanisme alam yang mengatur dinamika populasi dan produktivitas

laut. Mereka menduga bahwa penurunan stok ikan laut yang turun secara drastis sebagai

akibat dari kesalahan mengimplementasikan ilmu ekologi dan ekonomi dalam dekade

terakhir.

Para ahli eko-biologi GLOBEC telah menemukan respon biologi terhadap perubahan

lingkungan dalam ekosistem laut dari laut Baltik hingga Antartika. Terbukti bahwa

perubahan biologis dalam 10 tahun terakhir telah memberikan pengaruh terhadap

kelimpahan sumberdaya alam. Tim juga menemukan pengaruh variasi suhu air dan

kekuatan angin terhadap rantai makanan (food web) di Atlantik utara. Kepunahan dan

kegagalan dalam memulihkan populasi ikan herring di laut Baltik dan stok ikan cod di

Newfoundland, Kanada (yang penangkapannya telah dihentikan) menunjukkan bahwa

faktor lain selain penangkapan telah berperan besar dalam menjamin kelestarian

sumberdaya ikan. Okrh sebab itu, dalam mengembangkan kebijakan perikanan

berkelanjutan, penentuan berapa banyak ikan yang hilang akibat penangkapan dan berapa

yang diakibatkan oleh faktor lingkungan merupakan hal yang sangat penting. Sebab, bila

kita salah memprediksi hal itu, akan berdampak serius terhadap masyarakat.

Perubahan iklim dan faktor lingkungan, selain berdampak terhadap overfishing,

juga diyakini sebagai penyebab penurunan stok ikan dunia. Telah diketahui sejak dulu

Page 129: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

bahwa variasi iklim dapat mempengaruhi restoking burayak (juvenile), khususnya ikan-

ikan yang hidup di daerah sekitar pantai. Musim pemijahan dan kelimpahan burayak

telah diduga setiap tahun melalui survey dan data penangkapan. Informasi ini telah

terintegrasi dengan pengaruh iklim dan karenanya dapat digunakan untuk menentukan

kuota penangkapan yang optimal

6.7.4 Pengaruh Akuakultur

Penggunaan ikan hasil tangkapan dari alam sebagai bahan pakan ikan budidaya

menjadi tekanan langsung terhadap stok ikan di alam (Naylor et al. 2000). Budidaya ikan

laut yang umumnya bersifat karnivora membutuhkan suplemen minyak ikan yang

diekstraksi dari ikan laut sebagai sumber asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan

perkembangannya. Akuakultur juga mungkin bisa menyebabkan hilangnya stok ikan di

alam secara tidak langsung melalui perubahan kondisi lingkungan, pengumpulan benih

alam, interaksi rantai makanan, introduksi jenis ikan asing dan penyakit yang menyerang

populasi ikan alami, dan polusi nutrient.

Naylor et al. (2000) memberikan alternatif yang sangat bagus untuk menanggulangi

tantangan serius yang dihadapi akuakultur. Menurut mereka, usaha akuakultur

selayaknya dilakukan dengan membudidayakan ikan dengan tingkat tropik rendah

(rendah pada rantai makanan); mengurangi input tepung ikan dan minyak ikan dalam

pakan; pengembangan sistem budidaya terintegrasi; dan praktek budidaya ramah

lingkungan. International Centre for Living Aquatic Resources Management

(ICLARM) mendukung penuh pendekaran tersebut. Pengembangan pulau-pulau kecil

mungkin juga bisa dijadikan sebagai penyangga rusaknya stok ikan laut yang juga bisa

dijadikan tumpuan mata pencaharian masyarakat. Akuakultur dapat juga me-restocking

populasi ikan terumbu karang yang nilainya mahal yang telah berkurang karena

overfishing.

Pelepasan burayak hasil budidaya juga dapat membantu pemecahan masalah

sedikitnya ikan kecil yang berhasil bertahan di area penangkapan. Cara seperti itu telah

dilakukan untuk 90 jenis ikan di Jepang dalam 30 tahun terakhir ini, khususnya untuk

kasus kerang-kerangan (scallop) dan bulu babi (sea urchin). Akuakultur dan pemulihan

stok perlu terus dilakukan, dan melanjutkan restoking dengan pengawasan yang ketat.

Page 130: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

7 Usaha Perikanan Tangkap

7.1 Ciri-ciri Usaha Perikanan

Menurut Peratutan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

Per.49/Men/2011 tentang perubahan atas peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor Per. 14/Men/2011 tentang usaha perikana tangkap. Pasal (1) Usaha Perikanan

adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan sistem bisnis perikanan yang meliputi

praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran. Selanjutnya disebutkan pada pasal

(2) usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan

penangkapan ikan dan/atau kegiatan pengangkutan ikan.

Berdasarkan Peratutan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tersebut

isebutkan pula (Pasal 8) tentang rencana usaha perikanan tangkap yang selanjutnya

disebut rencana usaha adalah dokumen yang berusi tahapan kegiatan dalam mewujudkan

usaha perikanan tangkap. Selanjunya (pasal 9) penangkapan ikan adalah kegiatan untuk

memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau

cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,

menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

Usaha perikanan di dunia ini ternyata memiliki sifat yang khas dan unik. Sifat-sifat

khas dan unik ini tidak dimiliki oleh bidang-bidang usaha pertanian sekalipun. Ciri-siri

usaha perikanan yang khas atau spesifik dan unik tersebut antara lain sebagai berikut:

(1) Ikan (termasuk non ikan) hidup di permukaan, pertengahan dan atau di dasar air,

sehingga tidak tampak oleh mata secara langsung. Oleh karena itu, sulit diduga

keberadaan dan jumlah atau potensinya. Untuk menagkapnya dilakukan upaya

berburu (hunting)

(2) Walaupun hidup di air, tetapi untuk perairan yang luas (laut), ikan belum tentu ada

di setiap tempat/wilayah perairan. Hal ini berarti bahwa setiap wilayah perairan

belum tentu merupakan daerah penangkapan ikan.

173

Page 131: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(3) Ikan sebagai hewan yang hidup di air akan selalu bergerak dan berpindah-pindah

tempat (migrasi). Perpindahan ini dilakukan untuk mencari makan, memijah,

melahirkan dan atau mencari tempat / lingkungan hidup yang cocok. Keadaan ini

berlaku secara musiman, sehingga terjadi musim penangkapan ikan di daerah-

daerah perairan tertentu yang belum tentu sama untuk daerah-daerah perairan

lainnya.

(4) Ikan termasuk komoditi yang mudah rusak dan cepat busuk (perishable). Oleh

karena itu, memerlukan kecepatan dalam hal: pasca panen atau penaganan dan

pemrosesan (handling and processing), pelelangan (auction), pemasaran

(marketing) dan konsumsi. Jika tidak demikian, produsen akan mengalami

kerugian, karena mutu ikan akan selau merosot, sehingga harganyapun akan terus

menurun atau bahkan tidak laku lagi idijual, karena busuk, sehingga dapat

membahayakan kesehatan manusia (ikan yang demikian tidak layak konsumsi).

(5) Akibat tekanan upaya penangkapan ikan yang terus menerus, amaka lama-kelamaan

sumberdaya ikan dapat punah atau habis (deplet). Jika keadaan ini terjadi, maka

sumberdaya ikan ini (jenis ikan tertentu) tidak dapat dipulihkan kembali

(unrenewable). Jika diinginkan jenis ikan ini lagi, maka harus didatangkan dari

daerah lain atau impor.

(6) Masyarakat beranggapan bahwa sumberdaya ikan merupakan common properties.

Akibatnya di suatu daerah penangkapn ikan sering terjadi persaingan dalam

mengeksploitasi sumberdaya ikan secara besar-besaran. Hal ini akan mempercepat

keadaan over fishing dan punahnya jenis sumberdaya yang dimanfaatkan.

(7) Dalam operasi penangkapan ikan, diperlukan keahlian khusus dan kerjasama yang

baik/kompak dari tenaga-tenaga pelaksananya (Anak Buah Kapal/ABK dan atau

nelayan). Hal ini agar upaya penangkapan ikan yang dijalankan sapat berhasil dan

selamat dari bahaya selama di laut.

(8) Operasi penangkapan ikan tidak bias dijalankan secara penuh selama satu tahun (12

bulan). Rata-rata hanya bias dicapai 10 bulan per tahun. Hal ini karena terjadinya

cuaca buruk di laut dan dan tidak musim ikan (paceklik) serta keperluan untuk

perawatan kapal ikan secara rutin (docking), yaitu 6 bulan sekali untuk kapal yang

terbuat dari besi/baja.

174

Page 132: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(9) Harga ikan di tempat pelelangan Ikan (TPI) ditetapkan berdasarkan lelang. Oleh

karena itu, produsen (Pengusaha Perikanan Tangkap dan atau Nelayan) tidak bisa

menentukan harga ikan sesuai dengan kehendaknya.

(10) Bagi yang melakukan usaha penangkapan ikan secara Sistem Bagi Hasil, biaya

operasional penagkapan ikan hanya dikeluarkan sekali, karena biaya-biaya

operasional selanjutnya (untuk trip berikutnya) diambil (dipotong) dari Raman

Kotor) atau Hasil Lelang Kotor di TPI

(11) Usaha perikanan tangkap berisiko tinggi; karena selalu berhubungan dengan media

air laut yang sering menimbulkan ombak dan arus kuat serta terjadinya cuaca buruk

(angain kuat/kencang atau badai, mendung, hujang dan atau kabut). Disamping itu

adanya ancaman dari binatang buas (cucut dan paus), hewan beracun (jenis ikan

buntal tertentu dan ubur-ubur) dan hewan berbisa (ular).

(12) TPI pada umumnya sering berbau amis dan bususk, akibat dari sisa-sisa

darah/le4ndir ikan dan ikan bususk yang belum atau tidak dibersihkan di sekitar

TPI.

Selain itu pemarasaran hasil perikanan juga memiliki ciri khas, Pemasaran

merupakan keragaan dari seluruh kegiatan bisnis yang mengalirkan produk dari pusat

produksi ke konsumen akhir. Dalam penyaluran barang tersebut melibatkan beberapa

lembaga pemasaran yang membentuk berbagai saluran pemasaran dengan struktur pasar

yang berbeda-beda. Pemasaran menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) adalah suatu

kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan barang dan jasa.

Kegiatan yang diciptakan oleh kegiatan pemasaran adalah kegunaan tempat, waktu dan

kepemilikan.

Hanafiah dan Saefuddin (1986) menyatakan bahwa masalah pemasaran juga

merupakan bagian yang sangat penting bagi usaha penangkapan ikan, berkaitan dengan

sifat ikan itu sendiri yang mudah mengalami proses pembusukan (pershable food).

Untuk menjaga tingkat kesegaran ikan yang dihasilkan oleh nelayan agar sampai pada

tingkat konsumen dengan kualitas mutu yang baik, maka prinsip-prinsip dasar

penanganan ikan dengan mata rantai dingin (cold chain) mutlak diperlukan dengan

dukungan prasarana yang memadai kepada nelayan. Barang-barang perikanan

mempunyai ciri-ciri yang dapat mempengaruhi atau menimbulkan masalah dalam

175

5

Page 133: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

tataniaganya (pemasaran). Ciri-ciri yang dimaksud antara lain adalah: (1) produknya

musiman, berlangsung dalam skala kecil (small scale) dan di daerah terpencar-pencar

serta spesialisasi (2) konsumsi hasil perikanan berupa bahan makanannn relatif stabil

sepanjang tahun (3) barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat

atau mudah rusak (highly perishable) (4) jumlah atau kualitas dapat berubah-ubah.

Dengan ciri-ciri yang khas dan unik tersebut, maka Usaha Perikanan khususnya

Perikanan Tangkap perlu dikelola dengan sebaik-baiknya dan secara bertanggung jawab.

Usaha perikanan berdasarkan skala usahanya dapat dibedakan menjadi perikanan

skala besar dan perikanan skala kecil. Perikanan skala kecil merupakan perikanan

artisanal atau tradisional (perikanan rakyat) yang dilakukan secara sederhana di perairan

laut yang sempit dan bersifat local dengan menggunakan perahu/kapal kecil, tanpa

mekanisasi, tanpa mesin atau bermesin temple dan sedikit peralatan teknis.

Sedangkan perikanan skala besar meliputi perusahaan industri perikanan modern

dan perikanan komersial. Perikanan industry dilakukan secara besar atau luas di perairan

laut yang luas dan wilayahnya dapat meliputi wilayah laut manca Negara serta laut bebas

(high sea), dengan menggunakan kapal motor, bermekanisasi, banyak peralatan teknis

dan komputerisasi. Adapun perikanan Komersial merupakan perusahaan industri

perikanan modern yang dilengkapi dengan obyek-obyek penangkapan lainnya berupa

biota laut.

Mengingat bahwa sebagian besar usaha perikanan Indonesia masih terdiri atas

perikanan skala kecil, maka perlu diberikan perhatian khusus kepada perlindungan dan

pengembangan perikanan skala kecil dalam rangka meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan nelayan.

Pengembangan dartikan sebagai suatu upaya untuk selalu maju dalam memperbaiki

kehidupan masyarakat. Kemajuan akan dicapai apabila kondisi ekonomi

berubah/meningkat pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan mekanisme ekonomi,

sosial dan insttitusional, baik swasta maupun pemerintah untuk dapat menciptakan

perbaikan taraf hidup masyarakat dengan luas dan cepat (Tara 2001)

176

Page 134: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Tujuan pengembangan perikanan tangkap adalah; (1) meningkatkan pendapatan

nelayan (2) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya dan (3)

meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Sasaran pengembangan perikanan tangkap meliputi; (1) peningkatan produksi perikanan

tangkap; (2) volume dan nilai ekspor hasil perikanan tangkap; (3) pengembangan armada

penangkapan ikan; (4) penyediaan ikan untuk konsumsi dalam negeri; (5) penyediaan

lapangan kerja atau penyerapan tenaga kerja/nelayan; dan (6) peningkatan PNBP (DJPT-

DKP 2004)

Monintja (1987) menyatakan bahwa apabila pengembangan perikanan di suatu

wilayah perairan ditekankan pada perluasan tenaga kerja, maka teknologi yang perlu

dikembangkan adalah jenis unit penangkapan yang dapat menyerap tenaga kerja dengan

pendapatan per-nelayan memadai. Dalam kaitannya dengan penyediaan protein untuk

masyarakat Iindonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktivitas

nelayan per tahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggungjawabkan secara

biologis dan ekonomis.

Kesteven (1973) menyatakan bahwa pengembangan usaha perikanan haruslah

ditinjau dengan pendekatan bio-technico-sosio-economic. Hal ini berarti bahwa

pengembangan suatu alat tangkap dalam usaha perikanann harus mempertimbangkan hal-

hal tersebut.

Monintja (1997) menyatakan bahwa perlu ada pertimbangan dalam pemilihan suatu

teknologi yang tepat untuk diterapkann dalam pengembangan usaha perikanan dengan

kriteria usaha perikanan dengan kriteria usaha perikanan yang berkelanjutan adalah (1)

menerakan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (2) jumlah hasil

tangkapan tidak melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan (3) investasi rendah (4)

penggunaan bahan bakar minyak rendah (5) memenuhi kketentuan hukum dan

perundangan yang berlaku.

177

Page 135: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

7.2 Unsur-Unsur Usaha Penangkapan Ikan

Wahyono (2005) menandaskan bahwa dalam usaha penangkapan ikan, terdapat 3

(tiga) unsur penting yang saling berkaitan yaitu: (1) daerah penangkapan ikan; (2) tempat

pendaratan atau pangkalan; (3) pemasaran hasil. Tindakan efisiensi operasional

penangkapan ikan, dilakukan melaui upaya mendekatkan atau menyatukan masing-

masing unsur dalam satu sistem yang tapat. Ketiga unsur seperti digambarkan dalam

Gambar 30 menjelaskan keterkaitan ketiga unsur usahan penangkapan ikan.

Gambar 30 Bagan segitiga unsur usaha penangkapan ikan

Penanganan hasil

tangkapan

penyiapan

kembali

penangkapan

Pengoperasian

alat tangkap

Evaluasi

lingkungan

Tindakan

Navigasi

Fishing ground

Transportasi

Strategi

pemasaran

Pemasaran

hasil

Usaha penangkapan

ikan

Pendaratan

Bongkar

hasil

Perawatan

alat &kapal

Evaluasi

usaha

Distribusi hasil tangkapan

Pembukuan Persiapan melaut

Penyiapan

personalia

Perbekalan

178

Page 136: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Upaya penyatuan unsur “pangkalan dan daerah penagkapan ikan” dapat ditempuh

melalui:

(1) Meningkatkan kemampuan penguasaan sumberdaya ikan (jenis, musim, dan

lingkungan hidupnya), dalam hal ini peran para ahli sangat diperlukan dalam

memberikan informasi yang tepat, terutaman hal-hal yang berkaitan dengan

pengelolaan sumberdaya perikanan secara bertanggung jawab, misalnya tentang

closing season pada musim berpijah.

(2) Meningkatkan sarana apung, dengan menggunakan sarana apung yang lebih besar

dan daya motor penggerak yang lebih besar memungkinkan untuk mencapai daerah

yang lebih jauh dan cepat/singkat.

(3) Menambah penggunaan atraktor yang berfungsi sebagai alat bantu pengumpul ikan,

sehingga adanya kemungkinan penemuan gerombolan ikan dan perburuan atau

pencarian gerombolan ikan dapat dikurangi.

(4) Melaksanakan operasional penangkapan terpola sesuai dengan musim penangkapan

dan alat penagkapan ikan yang tepat guna, sehingga kegiatan operasional dapat tepat

sasaran penagkapan dan tidak mengandalkan faktor keberuntungan.

(5) Menambah jenis alat penagkapan ikan, sehinggga memungkinkan usaha

penangkapan lebih efektif dan intensif.

Upaya penyatuan unsur ‘daerah penangkapan ikan dengan pemasaran hasil’ dapat

ditempuh melalui:

(1) Melaksanakan penangkapan ikan yang selektif pada jenis ikan ekonomis penting,

sehingga tidak terjadi kerugian dalam operasi penangkapan, penampungan dan

penanganan hasil tangkapan, baik dari faktor waktu maupun tenaga kerja.

(2) Meningkatkan penangnana ikan dalam mutu dan jumlah hasil tangkapan yang tepat

sesuai tuntutan pasar

(3) Menyesuaikan kebutuhan pasar

179

Page 137: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Upaya penyatuan unsur “pemasaran hasil dengan pangkalan (home base)” dapat

ditempuh melalui:

(1) Meningkatkan kemampuan pasar yang dinamis, sehingga nelayan tidak perlu

membawa hasil tangkapan jauh dari lokasi pangkalan.

(2) Meningkatkan sarana dan prasarana pemasaran dan pengolahan yang terdekat

dengan daerah pangkalannya

(3) Meningkatkan kemampuan kelembagaan yang dapat mendukung pengembangan

perekonomian nelayan

7.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Mempersiapkan Usaha Perikanan Tangkap

Aspek pemasaran merupakan kunci strategis keberhasilan suatu unit usaha

perikanan tangkap. Dengan melalui hipotesa hasil perikanan tangkap diharapkan dapat

diperoleh indikasi sejauh mana kegiatan usaha perikanan tangkap dapat dilakukan secara

efektif, efisien ndan rasional (Wahyono 2005). Adapun konsep dasar usaha penangkapan

ikan dapat diupayakan melalui hipotesa:

Keterangan:

Hp = Hasil pemasaran

P = Jumlah produksi hasil tangkapan ekonomis penting

α = Konstanta pemasaran hasil (agar hasil menguntungkan α > 1)

bop = Biaya operasional penangkapan per satuan produksi

Hp = P x α (bop)

180

Page 138: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Produksi hasil tangkapan selama satu tahun tergantung dari jumlah hari operasi tiap

tahun yang mampu dilakukan dan hasil tangkapan per satuan unit usaha tiap tahun,

sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut:

Keterangan:

P = Total produksi hasil tangkapan per tahun

D = Jumlah hari operasional penangkapan per tahun

Cpue = rata-rata hasil tangkapan tiap unit usaha per hari pada tingkat lestari SDI

Sedangkan jumlah hari operasi efektif untuk penangkapan ikan selama satu tahun

(12 bulan) sangat dipengaruhi oleh jumlah hari yang dapat dipergunakan untuk keperluan

perawatan/perbaikan kapal, perawatan/perbaikan alat tangkap, untuk keperluan

perbekalan, pemasaran hasil dan lain-lainnya. Hal ini dapat diformulasikan menjadi:

Keterangan :

D = Jumlah hari operasional penangkapan per tahun

12 = Satu tahun (12 bulan)

30 = Jumlah hari rata-rata per bulan

Hm = Jumlah hari yang diperlukan untuk perawatan/perbaikan sarana penangkapan

Hb = Jumlah hari yang diperlukan untuk pelabuhan (pemasaran, perbengkelan,

surat kapal, dan lain-lainnya)

Kalau formula-formula tersebut diatas digabung akan menjadi hipotesa sebagai

berikut:

Mengharapkan hasil pemasaran (Hp) yang lebih baik dengan cara menekan

sereendah-rendahnya waktu yang diperlukan untuk perwatan/perbaikan sarana

penangkapan (Hm) dan menekan serendah-rendahnya waktu yang diperlukan untuk

keperluan pelabuhan (Hb) sekaligus mempertinggi hasil tangkapan per satuan usaha pada

P = D x cpue

D = 12 x {30-(Hm + Hb)}

Hp = 12 x {30 – (Hm +Hb)} x cpue x α (bop)

180

Page 139: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

batas tingkat lestari cpue) dan konstanta pemasaran (α) serta menekan biaya operasional

penangkapan (bop).

Wahyono 2005) menandaskan bahwa komponen dalam aspek pemasaran yang

mempunyai pengaruh terhadap kumulatif penjualan hasil tangkapan (Hp) terdiri dari: (1)

Waktu yang diperlukan untuk perawatan atau perbaikan sarana penangkapan (Hm); (2)

Waktu yang diperlukan untuk keperluan pelabuhan yang meliputi persiapan operasional

dan perijinan (Hb); (3) Hasil tangkapan per satuan unit usaha pada batas tingkat lestari

SDI (cpue)

(1) Waktu yang diperlukan untuk perawatan atau perbaikan sarana penangkapan

(Hm)

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan suatu usaha

penangkapan, adalah tersedianya komponen sebagai berikut: (i) Kasko kapal

penangkapan; (ii) Mesin kapal penangkapan; (iii) perlengkapan kapal; (iii) alat

penangkapan; (iv) alat bantu penangkapan; (v) alat bantu navigasi; (vi) yang selalu dalam

keadaan siap operasional atau layak tangkap. Untuk mempertahankan pada kondisi yang

diinginkan maka diperlukan pengelolaan yang memadai, atau setidak-tidaknya

mendapatkan perawatan secara terjadwal, sehingga dapat diperhitungkan dengan matang

dalam perencanaan operasionalnya.

(i) Perawatan dan Kesiapan kasko kapal penangkapan

Kapal berdasarkan jenis bahan yang digunakan sebagai pembentuk kasko

(body) nya dapat terbuat dari kayu, besi baja, bahan beton semen (ferro cement),

bahan FRP (Fiber Reinforced plastic) atau lebih dikenal dikalangan nelayan dengan

nama fibreglas. Kapal perlu dirawat menurut persyaratan teknis bahan dasarnya,

karena perawatan terhadap kapal kayu, berbeda dengan perawatan terhadap kapal

baja, demikian pula perawatan terhadap FRP.

(ii) Perawatan dan kesiapan mesin kapal penangkapan

Bagi kapal penangkap ikan yang telah dilengkapi mesin penggerak (kapal

bermotor), selain harus memelihara kasko, perlu pula memelihara mesin

penggeraknya. Dilihat dari peletakannya di atas kapal, mesin penggerak dapat

dibedakan atas: motor tempel (out board engine) dan motor dalam (inboard engine).

Page 140: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Walaupun prinsip kerja kedua jenis mesin tersebut sama, namun pada setiap

jenis dan merk mesin memiliki beberapa perbedaan karakter, antara lain: putaran

mesin, daya kuda mesin. Sebagai contoh nyata, perawatan mesin yang dibuat oleh

Carterpilar (buatan Amerika) berbeda dengan perwatan terhadap mesin Yanmar

(buatan Jepang).

Pada setiap tahun mesin kapal harus dilakukan perwatan secara berkala (annual

service), khususnya terhadap system pompa air pendingin (water cooling system),

system pompa bilga (bilge pump system), system pompa bahan bakar (fuel oil pump

system). Sistem pompa pelumasan (lubrication oil pump system), siatem hidraulik

(hidraulic system), perawatan terhadap sistem propulsi antara lain baling-baling

(propeller), poros baling-baling (propeller shaft), gear box dan lain-lain.

Pemeriksaan mesin pada saat perawatan besar (general service) dilakukan turun

mesin (general overhaul), dilakukan pemeriksaan torak mesin, poros engkol, poros

tetap mesin. Daun kemudi harus dilepas untuk diadakan pemeriksaan terhadap poros

kemudi. Baling-baling (propeller) harus diturunkan untuk ditimbang (disamakan

ketebalannya), serta dilakukan pemeriksaan kedudukan poros baling-baling,

diadakan penggantian glands packing dan lain-lain.

(iii) Perawatan dan kesiapan alat penangkapan

Pada setiap saat kapal melakukan perwatan tahunan maupun perawatan besar,

para nelayan (ABK) harus melakukan perawatan terhadap alat tangkapnya, anatar

lain mengganti bagian-bagian alat tangkap yang rusak, mempersiapkan suku cadang

alat tangkap.

(iv) Perawatan dan kesiapan alat bantu penangkapan

Secara berkala di setiap tahun dilakukan perawatan kepada mesin bantu, antara

lain: winch, windias, gallows, electric hoist, juga perawatan kepada boom, tackle

blockt, serta dilakukan perawatan alat bantu penangkapan (seperti lampu memikat

ikan, rumpon dan lain-lain)

(v) Persiapan dan Kesiapan Alat Navigasi

Pada kesempatan kapal docking dilakukan pula perawatan dan perbaikan

terhadap alat-alat navigasi (antara lain; radar, fish finder, sonar, penimbalan kompas,

pemeriksaan barometer dan lain-lain)

Page 141: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

7.6 Upaya Maksimalisasi Usaha Penangkapan Ikan

Pada umumnya nelayan tradisional atau nelayan skala kecil masih belum maksimal

dalam melakukan usaha penagkapan ikan di laut. Terdapat beberapa upaya pertimbangan

yang masih dapat diraih dalam memaksimalkan atau mendapat nilai tambah usaha

penagkapan ikan, yaitu:

(1) Peralatan tangkap ikan layak secara teknis

Unuk memaksimalkan hasil tangkapan (produksi ikan), maka diperlukan kapal

ikan, mesin kapal ikan dan alat tangkap ikan serta peralatan bantunya yang layak

secara teknis; artinya dalam kondisi baik atau tidak rusak, sehingga dapat

beroperasi secara lancer sesuai dengan tujuannya.

(2) Peralatan tangkap ikan layak secara Eknomi

Selain diperlukan kelayakan teknis, peralatan tangkap ikan juga hendaknya layak

secara ekonomi atau financial; artinta akan diperoleh keuntungan usaha. Hal ini

perlu ditunjang dengan peralatan tangkap ikan yang terpelihara secara baik,

sehingga tidak boros BBM, tidak sering rusak dan tidak sering mogok atau macet.

(3) Penggunaan Alat bantu Penagkapan ikan

Alat bantu penagkapan ikan, baik yang berupa mesin bantu penagkapan ikan

(fishing dec machinery) maupun alat bantu pengumpul ikan (fish aggregating dvice/

FAD) atau lainnya, sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan dan efisiensi

usaha penagkapan ikan.

Dengan alat bantu tersebut, maka akan dapat dihemat penggunaan waktu, tenaga

dan biaya operasional. Sealin itu, beban kerja menjadi ringan dan pekerjaan dapat

diselesaikan secara cepat, sehingga frekwensi penagkapan ikan dapat ditingkatkan.

(4) Penggunaan pendingin (es batu)

Penggunaan es bau untuk melapisi ikan-ikan hasil tangkapan di dalam palka kapal

ikan ternyata dapat mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu yang lebih lama

dari pada tanpa es batu. Ikan-ikan yang diberi es ini akan tetap segar (berkualitas

baik) sehingga berharga mahal (tinggi).

195

Page 142: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(5) Daerah penagkapan ikan dekat pantai

Jika memungkinkan, usahakan agar usaha penagkapan ikan tidak jauh dari pantai.

Hal ini dapat dilakukan jika potensi ikannya masih potensial atau melimpah. Oleh

karena itu akan dapat di hemat penggunaan BBM dan dipertahankan mutu ikan

hasil tangkapan, sehingga diperoleh harga jual yang tinggi.

(6) Pemeberdayaan wanita nelayan

Yang dimaksud dengan wanita nelayan adalah isteri dan anak perempuan nelayan.

Keberadaan dari mereka ini perlu diberdayakan untuk dapat mendongkrak

perekonomian keluarha. Mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan

pembuatan alat tangkap ikan, perbaikan alat tangkap ikan dan penjualan ikan hasil

sampingan serta masakan ikan (warung makan serba ikan) dan kios BBM

(7) Patuh pada peraturan-perundangan

Usaha-usaha penangkapan ikan harus selau diupayakan sesuai dengan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku (legal fishing). Kepatuhan ini akan

memperlancar uasaha penangkapan ikan, karena tidak akan berurusan dengan

petugas Pengawas/Penyidik Perikanan atau keamanan laut yang berwewenag dan

tidak terkenan sanksi hokum (denda, sita dan penjara)

(8) Tidak merusak lingkungan perairan

Agar usaha penangkapan ikan dapat dilakukan secara terus menerus (lestari), maka

tangkaplah ikan tanpa merusak lingkungan atau habitaatnya.

Usahakan penagkapan ikan bertanggung jawab, yaitu secara rasional dan bermoral.

Hindari penggunaan alat tangkap ikan terlarang dan bahan-bahan yang merusak

perairan berkarang seperti ; bahan peledak/bom, aliran listrik/stroom dan racun

(potassium sianida atau tuba). Di samping itu tidak melakukan pembongkaran

terumbu karang dan pemababatan hutan bakau (mangrove) di tepi pantai. Hutan

bakau ini bermanfaat bagi tempat bertelur ikan dan non ikan, tempat pembesaran

anak-anak ikan (juvenile) dan tempat untuk mencari makan (sumber makanan) bagi

sumber daya ikan.

196

Page 143: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(9) Amanah

Ananah ini harus tetap dipegang teguh oleh para nelayan dan ABK yang bekerja di

perusahaan-perusahaan perikanan atau pengusaha-pengusaha perikanan (juragan).

Cerminkanlah sikap amanah (mengemban tugas sebaik-baiknya) dalam

mewujudkan kinerja yang tinggi (semangat dan tidak malas) dan memegang teguh

kepercayaan yang diberikan oleh pihak kperusahaan yang terkait atau juragan

(Pemiliki armada penangkapan ikan) yang bersangkutan. Dengan perilaku seperti

ini, niscaya tidak akan kegilangann pekerjaan: bahkan akan memperoleh bonus tips

dari sang majikan atau juragan

(10) Menjadi anggota atau pengurus Koperasi Mina

Semua nelayan selayaknya menjadi anbggota atau pengurus Koperasi mina, selain

organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia.

Dengan berkoperasi, maka dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya.

Selain dari itu, akan mempermudah dalam perolehan fasilitas koperasi, misalnya

simpan pinjam, baik dalam bentuk uang maupun barang. Setiap panggota koperasi

akan mendapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU), dalam setiap tahunnya, sedangkan

yang menjadi pengurus koperasi, selain memperoleh SHU, juga menerima honor

(uang kehormatan) setiap bulan.

7.7 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap

Pengembangan merupakan suatu istilah tentang suatu perubahan yang dilakukan

dengan tujuan hasil yang lebih baik. Pengertian pengembangan dalam bidang perikanan

yaitu keberlanjutan melalui suatu peningkatan produksi yang didasari suatu kebijakan

yang baik akan meningkatkan produksi berikutnya. Inti dari pengembangan perikanan

yaitu suatu perubahan yang ingin dicapai berdasarkan suatu tujuan atau perubahan yang

kurang baik menjadi lebih baik (meningkat). Selanjutnya, menurut Sandy (1997) bahwa

tujuan suatu pengembangan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran.

Pengembangan perikanan yang disampaikan oleh Bahari (1989) bahwa

pengembangan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk

meningkatkan produksi di bidang perikanan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan

197

Page 144: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Haluan dan Nurani (1988)

mengungkapkan hal yang berkaitan dengan seleksi teknologi, yaitu bahwa perkembangan

perikanan dapat dilakukan melalui kriteria pengkajian aspek-aspek Bio-Technico-Socio-

Economic-Approach sebagai berikut: (1) secara biologi tidak merusak atau mengganggu

kelestarian sumberdaya, (2) secara teknis efektif digunakan, (3) dari segi sosial dapat

diterima masyarakat nelayan, (4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat

menguntungkan, (5) adanya izin dari pemerintah (kebijaksanan dan peraturan

pemerintah). Aspek-aspek tersebut penting untuk diperhatikan dalam pengembangan

perikanan. Upaya pengembangan perikanan laut dan pengelolaan di masa mendatang

akan lebih mudah dirasakan jika pengembangan perikanan dan pengelolaannya

disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dengan

pemanfaatan iptek diharapkan stakeholder akan mampu mengatasi keterbatasan

sumberdaya pada suatu tempat dimana dia berada melalui suatu langkah yang rasional

untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan melalui pengembangan dan

pengelolaan dengan mempertimbangkan aspek teknis, biologi, sosial budaya dan

ekonomi (Barus et al. 1991).

Menurut Ditjen Perikanan (1999), diacu dalam Baruadi (2004), pengembangan

sumberdaya perikanan di masa mendatang perlu persiapan lebih matang, untuk itu

diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) perlu adanya pengembangan prasarana

perikanan, (2) pengembangan agroindustri, pemasaran dan permodalan, (3) adanya

pengembangan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan perikanan, serta (4)

pengembangan sistem informasi manajemen perikanan yang tepat. Naamin (1987), diacu

dalam Monintja (1994) mengemukakan bahwa, dalam pengembangan perikanan

sumberdaya dan daya dukung lain perlu diperhatikan kebutuhan dan pengendalian dalam

menerapkan kegiatan perikanan dapat dijamin keberadaannya.

Keberhasilan pengembangan dan pembangunan di suatu daerah, perlu didukung

oleh pengembangan perikanan yang matang berdasarkan kebutuhan masing-masing

daerah, dengan mempertimbangkan kesesuaian kemampuan ilmu dan teknologi pada

sumberdaya manuasianya serta aspek-aspek yang berkaitan ”Bio-Technico-Socio-

Economi-Approach”

198

Page 145: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Dalam menentukan jenis teknologi penangkapan ikan tepat guna yang dapat

dikembangkan di suatu wilayah perairan tertentu dapat dilakukan analisis kelayakan

usaha, sedangkan untuk mendapatkan rerekomendasi strategi pemanfaatan sumberdaya

ikan di suatu wilayah perairan tertentu dapat dilakukan analisis SWOT.

Menurut Kadariah (1988), Analisis kelayakan usaha pada prinsifnya dapat

dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung dengan fihak yang berkepentingan

langsung dalam proyek yaitu; (1) Analisis Finansial, dilakukan apabila yang

berkepentingan langsung dalam proyek adalah individu atau kelompok individu yang

bertindak sebagai investor dalam proyek. Kelayakan proyek dilihat dari besarnya

manfaat bersih tambahan yang diterima investor tersebut; (2) Analisis Ekonomi,

dilakukan apabila yang bekepentingan langsung dalam proyek adalah pemerintah atau

masyarakat secara keseluruhan. Kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih

tambahan yang diterima oleh masyarakat.

Analisis kelayakan usaha diperlukan untuk melihat kemungkinan/keuntungan

(profitability) atau kerugian yang diperoleh dari suatu usaha perikanan yang ada.

Demikian Kesteven (1973) mengemukakan bahwa analisis ekonomi yang diperhatikan

adalah hasil total atau keuntungan yang diperoleh dari semua sumberdaya yang

digunakan dalam usaha untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan.

Dengan kata lain, analisis usaha untuk pengembangan suatu usaha perikanan harus

ditinjau secara bio-technico-socioeconomic-approch.

Monintja (1987) mengungkapkan bahwa di dalam pengembangan usaha perikanan

pada suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan tenaga kerja, maka hal yang perlu

dikembangkan adalah unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap tenaga kerja

yang banyak, dengan pendapatan nelayan yang memadai. Selain itu unit yang dipilih

adalah unit penangkapan ikan yang mempunyai produktivitas penangkapan tinggi, bila

dipandang dari aspek biologi dan ekonomisnya masih dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Husnan dan Suwarsono (1984), untuk mendapatkan suatu ukuran

menyeluruh sebagai dasar pengukuran kelayakan proyek, para ahli telah mengembangkan

indeks ukur ”invesment criteria” yang hakekatnya untuk mengukur hubungan antara

manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria mempunyai kelemahan dan kebaikan,

sehingga dalam menilai kelayakan proyek sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dari

Page 146: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

beberapa kriteria yang ada, empat diantaranya adalah kriteria net present value (NPV),

net benefit-cost ratio (Net B/C), break event point (BEP) dan rentabilitas.

Analisis SWOT yang merupakan singkatan dari Strengths, Weakneses,

Oportunities, Threats yaitu kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Rangkuti 2001).

Analisis ini dapat dilihat dari dua sisi dapat mempengaruhi kesuksesan suatu program

yaitu sisi internal yang meliputi Strengths dan Weakneses serta faktor eksternal yang

meliputi Oportunities dan Threats.

Penggunaan analisis SWOT disesuaikan dengan fungsinya sebagai alat menyusun

strategi. Strategi yang dihasilkan merupakan hasil perbandingan secara logika atas faktor

internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang pada

akhirnya dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan

dan ancaman.

Dari analisis SWOT dihasil 4 strategi utama yaitu strategi SO, WO, ST dan WT.

Keempat strategi merupakan perbandingan dari keempat komponen yang ada dalam

analisis SWOT. Strategi SO disusun dengan menggunakan kekuatan secara maksimal

untuk merebut peluang yang ada. Strategi WO digunakan untuk bisa meminimalkan

kelemahan dalam menggunakan peluang sebesar-besarnya. Strategi ST dilakukan dengan

menggunakan kekuatan yang ada untuk mengatasi ancaman dari luar. Sedangkan strategi

WT dimaksudkan untuk kegiatan pertahanan atas kelemahan yang dimiliki dan ancaman

yang datang.

7.7.1 Menentukan Teknologi Penangkapan Tepat Guna

Data yang dikumpulkan untuk analisis skoring untuk menentukan teknologi

penangkapan tepat guna dilakukan berdasarkan masing-masing aspek kajian (aspek

biologi, teknis, sosial dan finansial) adalah sebagai berikut:

(1) Aspek biologi

Pengukuran parameter biologi yang telah dilakukan terhadap sumberdaya ikan

kembung. Beberapa parameter biologi yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil skoring dari penelitian Rosadi (2006) dilihat dari aspek biologi

Page 147: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

menunjukkan bahwa alat tangkap purse seine berada pada urutan prioritas pertama

dari segi komposisi target species ikan kembung, rata-rata ukuran dari hasil tangkapan

dan lama waktu musim penangkapan. Setelah dilakukan standarisasi berdasarkan

keseluruhan fungsi nilai yang telah diperoleh menunjukan purse seine berada pada

urutan prioritas pertama.

Tabel 3 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek biologi unit penangkapan ikan

kembung (purse seine dan jaring insang lingkar) di Kabupaten Tanah Laut

Unit Penangkapan

Ikan kembung

Kriteria Penilaian V(A)1 UP

X1 V1 (X1) X2 V2 (X2) X3 V3(X3)

Pukat cincin

(Purse seine) 60 1 20 0 9 1 2 1

Jaring insang

lingkar (Encircling

gillnet)

50 0 22 1 8 0 1 2

Keterangan:

X1 = Komposisi target spesies (%)

X2 = Rata-rata ukuran hasil tangkapan utama (cm)

X3 = Lama waktu musim penangkapan ikan kembung (bulan)

V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari V i(Xi)

UP = Urutan prioritas

(2) Aspek teknis

Pengukuran parameter teknis dilakukan pada perahu dan alat penangkapan.

Parameter teknis penting untuk diketahui karena menyangkut masalah produksi unit

penangkapan ikan kembung yang dioperasikan. Beberapa parameter teknis yang

dikumpulkan dapat disajikan pada Tabel 4.

Page 148: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Tabel 4 Pengukuran parameter biologi terhadap sumberdaya ikan kembung

No. Parameter Uraian

1.

2.

3.

Komposisi spesies yang

menjadi sasaran (target

species)

Ukuran Hasil Tangkapan

Musim penangkapan

Komposisi hasil tangkapan utama yaitu ikan

kembung.

Rata-rata ukuran panjang ikan kembung hasil

tangkapan.

Lama waktu nelayan melakukan operasi

penangkapan ikan kembung.

Tabel 5 Pengukuran parameter teknis pada perahu dan alat penangkapan ikan kembung

No. Parameter Uraian

1.

2.

3.

4.

Ukuran perahu

Jenis mesin

Jenis Bahan Bakar

Minyak (BBM)

yang digunakan

Ukuran alat

penangkapan ikan

kembung

Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui panjang, lebar

dan tinggi perahu yang digunakan oleh nelayan, tentunya

berkaitan dengan GT, jangkauan daerah penangkapan serta

kapasitas produksi.

Jenis mesin yang digunakan oleh nelayan sebagai tenaga

penggerak perahu, jenis mesin ini berkaitan dengan

kemudahan pengadaan materialnya, harganya terjangkau,

fasilitas pelayanannya seperti bengkel serta daya tahan

operasional penangkapan dilakukan.

Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan sangat

tergantung dari jenis mesin yang dipakai oleh nelayan,

namun diharapkan BBM yang digunakan tersedia setiap

waktu, harganya terjangkau dan membuat mesin menjadi

tahan lama.

Pengukuran alat penangkapan ikan kembung seperti

dimensi (panjang dan lebar) dan pengukuran mata jaring

(mesh size).

5.

6.

Material alat

penangkapan ikan

kembung

Produksi per tahun

Jenis alat penangkapan ikan kembung terbuat dari

bermacam-macam material, yang diharapkan dari bahan ini

adalah tahan lama, harganya terjangkau serta mudah

didapatkan oleh nelayan.

Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan setiap unit

penangkapan ikan kembung selama lima tahun terakhir.

Page 149: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

7. Produksi per trip Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan setiap unit

penangkapan ikan kembung per trip. Satu kali trip yaitu satu

kali armada penangkapan ikan kembung terhitung sejak

armada meninggalkan fishing base menuju daerah

penangkapan untuk melakukan kegiatan penangkapan dan

kembali ke fishing base semula atau fishing base lainnya.

(3) Aspek sosial

Pengukuran parameter sosial diarahkan kepada nelayan sebagai pelaku utama

dalam kegiatan penangkapan ikan kembung. Pentingnya mengetahui parameter sosial

masyarakat nelayan karena didorong oleh perubahan faktor produksi seperti alat

penangkapan ikan kembung yang setiap kurun waktu tertentu mengalami perubahan dari

unit penangkapan yang berteknologi tradisional ke unit penangkapan yang skala

usahanya lebih besar. Terdapat kecenderungan bahwa alat tangkap dengan teknologi

yang lebih baik yang dapat diterima oleh nelayan. Parameter sosial yang dikumpulkan

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengukuran parameter sosial pada nelayan yang menggunakan unit penangkapan

No. Parameter Uraian

1.

2.

3.

Jumlah nelayan yang

terserap setiap unit

penangkapan ikan

kembung

Pendapatan nelayan

per tahun

Tingkat penguasaan

teknologi

Banyaknya nelayan yang bekerja atau digunakan oleh

setiap unit penangkapan ikan kembung dalam setiap

kegiatan operasi penangkapan ikan kembung dengan

pendapatan yang sesuai.

Pendapatan nelayan dari bagi hasil antara pemilik kapal

dengan ABK tanpa memperhitungkan kelebihan satu

sama lainnya.

Bagaimana pengusaan nelayan terhadap teknologi alat

tangkap (1) mudah; (2) sedang; (3) sukar.

Page 150: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(4) Aspek finansial

Pengukuran parameter finansial dilakukan untuk mengetahui manfaat dari suatu

usaha penangkapan ikan kembung. Parameter finansial yang dikumpulkan dalam

penelitian ini disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengukuran parameter finansial terhadap unit penangkapan ikan kembung

No. Parameter Uraian

1.

2.

3.

4.

Biaya

investasi

Biaya

operasional

Biaya

perawatan

Nilai

produksi

Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan kapal/perahu, alat

penangkapan ikan kembung, mesin dan perlengkapan lainnya.

Biaya yang dikeluarkan saat kegiatan operasional penangkapan

seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), perbekalan dan es.

Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan perahu, alat

penangkapan ikan kembung, mesin dan perlengkapan lainnya.

Berat produksi dikalikan harga per satuan berat pada tingkat

harga produsen, dinyatakan dalam rupiah.

Aminah (2010) menandaskan bahwa pemilihan teknologi tepat guna

penangkapan ikan kembung di perairan Tanah Laut Kalimantan Selatan, maka analisis

dilakukan terhadap kedua alat tangkap (purse seine dan jaring insang lingkar). Kedua

alat tangkap tersebut dianalisis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial dan finansial

untuk menentukan urutan prioritas alat tangkap terbaik untuk dikembangkan dalam

usaha perikanan kembung di Kabupaten Tanah Laut.

Analisis aspek biologi, berdasarkan hasil skoring dari penelitian dilihat dari

aspek biologi menunjukkan bahwa alat tangkap purse seine berada pada urutan

prioritas pertama dari segi komposisi target species ikan kembung, rata-rata ukuran

dari hasil tangkapan dan lama waktu musim penangkapan. Setelah dilakukan

standarisasi berdasarkan keseluruhan fungsi nilai yang telah diperoleh menunjukkan

purse seine berada pada urutan prioritas pertama (Tabel 8).

Page 151: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Tabel 8 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek biologi unit penangkapan ikan

kembung (pukat cincin dan jaring insang lingkar) di Kabupaten Tanah Laut

Unit

Penangkapan

Ikan kembung

Kriteria Penilaian

V(A)1 UP X1 V1 (X1) X2 V2 (X2) X3 V3(X3)

Pukat cincin 60 1 20 0 9 1 2 1

Jaring insang

lingkar 50 0 22 1 8 0 1 2

Keterangan:

X1 = Komposisi target spesies (%)

X2 = Rata-rata ukuran hasil tangkapan utama (cm)

X3 = Lama waktu musim penangkapan ikan kembung (bulan)

V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)

UP = Urutan prioritas

Analisis aspek teknis, aspek teknis merupakan aspek yang berhubungan dengan

pengoperasian alat penangkapan ikan kembung, apakah alat tangkap tersebut efektif

atau tidak bila dioperasikan. Berdasarkan hasil skoring dan standarisasi aspek teknis

maka purse seine menempati urutan pertama dan jaring insang lingkar pada urutan

kedua. Hal ini menunjukkan bahwa alat tangkap purse seine dari segi teknis

merupakan alat tangkap yang produktif untuk menangkap ikan kembung di perairan

Kabupaten Tanah Laut. Hasil penilaian aspek teknis dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek teknis unit penangkapan ikan

kembung ( pukat cincin dan jaring insang lingkar) di Kabupaten Tanah Laut

Unit

Penangkapan

Ikan kembung

Kriteria Penilaian V(A)2 UP

X1 V1 (X1) X2 V2 (X2) X3 V3(X3)

Purse seine 48600 1 300 1 30 1 3 1

Jaring insang

lingkar 18000 0 150 0 25 0 0 2

Page 152: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Keterangan: X1 = Produksi per tahun (kg)

X2 = Produksi per trip (kg)

X3 = Produksi per tenaga kerja (kg)

V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari V i(Xi)

UP = Urutan prioritas

Analisis aspek sosial, bBerdasarkan hasil skoring dan standarisasi untuk aspek

sosial maka alat tangkap purse seine menempati urutan pertama dalam hal jumlah

tenaga kerja dan pendapatan nelayan pertahun tetapi dalam hal penguasaan teknologi

maka jaring insang lingkar menempati urutan pertama kerena lebih mudah dalam

pengoperasiannya. Hasil skoring dan standarisasi untuk aspek sosial dapat dilihat

pada Tabel 10.

Tabel 10 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek sosial unit penangkapan ikan

kembung (pukat cincin dan jaring insang lingkar) di Kabupaten Tanah Laut

Unit

Penangkapan

Ikan kembung

Kriteria Penilaian

V(A)3 UP X1 V1 (X1) X2 V2 (X2) X3 V3(X3)

Pukat cincin 10 1 371.282.000 1 2 0 2 1

Jaring insang

lingkar 6 0 129.560.000 0 1 1 1 2

Keterangan:

X1 = Jumlah tenaga kerja

X2 = Pendapatan nelayan per tahun (Rp)

X3 = Tingkat penguasaan teknologi (1) mudah; (2) sedang; (3) sukar

V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)

UP = Urutan prioritas

Analisis aspek finansial, berdasarkan hasil skoring untuk aspek finansial (Tabel

11), alat tangkap pukat cincin menempati urutan prioritas pertama karena dari hasil

penerimaan kotor per tahun, penerimaan kotor per trip dan penerimaan kotor per

tenaga kerja alat tangkap pukat cincin memperoleh penerimaan lebih banyak dari

jaring insang lingkar.

Page 153: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Tabel 11 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek finansial unit penangkapan ikan

kembung (purse seine dan jaring insang lingkar) di Kabupaten Tanah Laut

Unit

Penangkapan

Ikan

kembung

Kriteria Penilaian

V(A)4 UP

X1 V1 (X1) X2 V2 (X2) X3 V3 (X3)

Purse seine 486000000 1 3000000 1 300000 1 3 1

Jaring insang

lingkar 180000000 0 1500000 0 250000 0 0 2

Keterangan:

X1 = Penerimaan kotor per tahun (Rp)

X2 = Penerimaan kotor per trip (Rp)

X3 = Penerimaan kotor per tenaga kerja (Rp)

V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari V i(Xi)

UP = Urutan prioritas

Analisis aspek biologi, teknis, sosial dan finansial, pemilihan unit penangkapan

ikan kembung adalah untuk mendapatkan jenis alat tangkap yang mempunyai nilai

yang baik ditinjau dari aspek biologi, teknis, sosial dan finansial sehingga alat

tangkap yang terpilih merupakan alat tangkap yang pantas dikembangkan. Hasil

skoring dilakukan pada kedua jenis alat tangkap yang digunakan dalam perikanan

tangkap ikan kembung di Kabupaten Tanah Laut dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial dan finansial unit

penangkapan ikan kembung (pukat cincin dan jaring insang lingkar) di

Kabupaten Tanah Laut

Unit Penangkapan

Ikan kembung

Kriteria Penilaian V(A)

Total UP

V(A)1 V(A)2 V(A)3 V(A)4

Pukat cincin 3 3 2 3 11 1

Jaring insang lingkar 0 0 1 0 1 2

Keterangan :

V(A)1 = Aspek biologi

V(A)2 = Aspek teknis

V(A)3 = Aspek sosial

V(A)4 = Aspek finansial

Page 154: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

V(A) total = Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari V i(Xi)

UP = Urutan Prioritas

Berdasarkan dari hasil total standarisasi aspek biologi, teknik, sosial dan

finansial, unit penangkapan ikan kembung di Kabupaten Tanah Laut yang menjadi

prioritas utama pengembangan adalah alat tangkap pukat cincin.

7.7.2 Kelayakan usaha

Perhitungan terhadap kelayakan finansial dari pengembangan unit perikanan

tangkap yang ada yaitu dengan menganalisis pendapatan dan biaya dari usaha masing-

masing alat tangkap. Menurut (Kadariah 1988), kelayakan finansial dapat dihitung

berdasarkan kriteria net present value (NPV), net benefit-cost ratio (Net B/C), break

event point (BEP) dan rentabilitas. Adapun rumus yang digunakan untuk analisis aspek

ini adalah sebagai berikut:

1) Net present value (NPV)

Net present value digunakan untuk menilai manfaat investasi, yaitu berapa nilai kini

(present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan dalam rupiah. Proyek

dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0, sedangkan apabila NPV < 0 , maka

investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk

dilaksanakan. Pada keadaan ini nilai NPV = 0 maka berarti pada proyek tersebut hanya

kembali modal atau tidak untung dan juga tidak rugi. Rumus yang digunakan untuk

menghitung NPV adalah:

NPV = i) 1(

C - t

1

tn

t

B

Keterangan:

B = Benefit; C = Cost; i = Discount Rate; dan t = Periode

2) Net benefit-cost ratio (Net B/C)

Net benefit-cost ratio merupakan perbandingan dimana sebagai pembilang terdiri

atas present value total yang bernilai positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas

Page 155: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

present value total yang bernilai negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada manfaat

(benefit) kotor. Persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Net B/C rato =

t

n

t

t

n

t

i

CtBt

i

CtBt

)1(

)1(

1

1

Keterangan:

B = Benefit; C = Cost; i = Discount Rate; t = Periode

Berdasarkan persamaan tersebut yaitu : jika Net B/C ≥ 1 maka suatu investasi layak

karena memberikan keuntungan. Jika Net B/C = 1, maka usaha tidak memberikan

keuntungan tetap juga tidak rugi. Jika Net B/C < 1, maka investasi tidak layak karena

mengalami kerugian.

3) Break even point (BEP)

Break even point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; atas dasar produksi dan

atas dasar nilai jual dalam rupiah.

Analisis break even point atas dasar produksi (banyaknya hasil tangkapan) dapat

dilakukan dengan rumus:

BEP (kg) = iabelvBiayapenjualanHasil

produksixtetapBiaya

ar

Analisis break even point atas dasar harga jual dapat dilakukan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

BEP (Rp) =

penjualan Hasil

variabelBiaya -1

tetapBiaya

4) Return on investment (ROI)

Return on investment adalah kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan

keuntungan. Perhitungan terhadap ROI dilakukan untuk mengetahui besarnya

keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan

(Rangkuti 2001).

Page 156: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Rumus yang digunakan adalah:

Investasi

KeuntunganROI x 100%

Nilai rasio yang diperoleh akan tergolong ”Baik” jika bernilai > 25%, ”Cukup

Baik” jika bernilai > 15 – 25%, ”Cukup Buruk” jika bernilai 5 – 15 % dan ”Buruk” jika

bernilai < 5%.

Analisis aspek kelayakan usaha dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana

tingkat kelayakan pengembangan perikanan kembung di kabupaten Tanah Laut

terhadap dua jenis alat tangkap yaitu pukat cincin dan jaring insang lingkar.

Parameter penilaian kelayakan usaha didasarkan pada 4 (empat) kriteria yaitu : NPV,

Net B/C ratio, BEP dan ROI. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha dari alat

tangkap pukat cincin dan jaring insang lingkar diperoleh bahwa dalam rangka

pengembangan perikanan kembung di Kabupaten Tanah Laut kedua alat tersebut

layak untuk dikembangkan. Hasil analisis kelayakan usaha berdasarkan kriteria-

kriteria tersebut di atas dapat di lihat di Tabel 13.

Tabel 13 Hasil analisis kelayakan usaha purse seine dan jaring insang lingkar

di Kabupaten Tanah Laut

Alat tangkap

Kriteria Net B/C NPV

(juta)

ROI (%) BEP

Nilai Nilai Nilai Nilai (Rp ) Nilai (kg) Keputusan

Pukat cincin 2,01 344 35,43 3.676.752 367,6 layak Jaring Insang Lingkar

2,08 124 33,33 2.552.204 255,2 layak

Nilai Net B/C untuk pukat cincin diperoleh sebesar 2,01. Hal ini

mempunyai arti bahwa pendapatan yang di peroleh sebesar 2,01 kali dari

besarnya biaya yang dikeluarkan sehingga usaha tersebut layak untuk

dikembangkan, sedangkan untuk nilai Net Present Value (NPV) pukat cincin

sebesar 344.066.734 dimana keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis

usaha nilai NPV > 0 menunjukkan nilai rata-rata keuntungan bersih yang

diperoleh usaha pukat cincin selama 10 tahun ke depan. Nilai ROI sebesar

35,43% untuk pukat cincin menunjukkan bahwa investasi usaha perikanan

Page 157: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

pukat cincin di Kabupaten Tanah Laut dalam artian setiap satu rupiah

yang akan diinvestasikan akan memberi keuntungan sebesar Rp. 35.43.

Hasil penjualan minimum atau hasil tangkapan minimal (BEP) dari suatu unit

penangkapan purse seine selama 1 tahun usaha. BEP merupakan jumlah dari nilai

minimal yang harus diperoleh agar dapat menutupi total biaya produksi per tahun

sehingga usaha ini akan memberikan keuntungan apabila berada pada titik sama atau

lebih besar dari Rp. 255.220.418,- dengan volume produksi per tahun sebesar

2.552,21 kg.

Alat tangkap pukat cincin diprioritaskan untuk dikembangkan di Kabupaten Tanah

Laut, namun harus tetap memperhatikan jumlah alat tangkap ini yang optimal untuk

dioperasikan di perairan Kabupaten Tanah Laut, sehingga tidak akan terjadi kelebihan

penggunaan alat tangkap. Dalam beberapa penelitian juga dikatakan bahwa alat tangkap

pukat cincin mampu memberikan keuntungan yang maksimal. Selain dengan melakukan

analisis finansial juga diperlukan penelitian mengenai faktor-faktor produksi terhadap

usaha pukat cincin. Hal ini sesuai dengan pendapat Masyahoro (2001) yang menyatakan

bahwa faktor lama operasi/trip dan ukuran panjang jaring pukat cincin akan memberikan

pengaruh yang nyata terhadap besarnya hasil tangkapan dalam operasi penangkapan ikan

kembung. Keunggulan alat tangkap tangkap pukat cincin antara lain adalah tingginya

produktivitas, hal ini menyebabkan besarnya pendapatan kotor yang diterima bila

dibandingkan dengan menggunakan alat tangkap lain, misalnya jaring insang lingkar.

Dalam mempertahankan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan kembung

yang ada di Kabupaten Tanah Laut, maka ketersediaan data dan informasi yang memadai,

aktual dan akurat mutlak diperlukan. Ketersediaan data dan informasi tersebut akan

membantu dalam menetapkan rencana dan strategi pengelolaan secara optimal, terpadu

dan berkelanjutan, maka diperlukan penelitian mengenai strategi pengembangan

sumberdaya ikan kembung di perairan Kabupaten Tanah Laut.

Page 158: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

7.7.3 Strategi pengembangan sumberdaya perikanan kembung

Berdasarkan identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dilakukan

terhadap pengembangan usaha perikanan perikanan di Kabupaten Tanah Laut maka

dilakukan pengujian dengan menggunakan metode SWOT (Tabel 14).

Tabel 14 Identifikasi, skoring dan arahan pengembangan perikanan kembung

Kode Identifikasi SWOT Kemungkinan Pengembangan

Kekuatan (Strength)

S1 Sumberdaya ikan masih

dapat dikembangkan

Pemanfaatan sumberdaya ikan kembung

secara rasional

S2 Sumberdaya nelayan lokal

tersedia Peningkatan kualitas sumberdaya nelayan

S3

Adanya dukungan

pemerintah daerah dalam

sub sektor perikanan tangkap

Inventarisasi kapal perikanan dan proyek

pengelolaan sumberdaya kelautan dan

perikanan

Kelemahan (Weakness)

W1 Masih beroperasi di perairan

pantai

Peningkatan pemanfaatan armada

penangkapan dijalur 2 (6 – 12 mil laut)

W2 Terbatasnya modal usaha

perikanan tangkap

Penyediaan modal usaha dengan bunga

rendah

W3 Kurangnya sarana dan

prasarana

Peningkatan fasilitas sarana dan prasarana

perikanan tangkap

Tabel 14 (lanjutan)

Peluang (Opportunity)

O1 Letak geografis Kabupaten

Tanah Laut yang strategis Peningkatan produksi perikanan

O2 Harga ikan kembung cenderung

meningkat Peningkatan produksi ikan kembung

O3

Permintaan pasar yang

meningkat sejalan dengan

pertumbuhan penduduk

Identifikasi permintaan pasar

Ancaman (Threats)

T1

Adanya nelayan yang datang

dari luar daerah Kabupaten

Tanah Laut

Peningkatan peran pemerintah dan

masyarakat dalam pengawasan usaha

perikanan tangkap di peraiaran

Page 159: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Kabupaten Tanah Laut

T2

Penggunaan Bahan Bakar

Minyak (BBM) sebagai bahan

operasi cukup besar karena

ketidakpastian informasi Daerah

Penangkapan Ikan (DPI)

Penggunaan bahan bakar sehemat

mungkin

Strategi pengembangan perikanan kembung yang didasarkan pada potensi yang

dimiliki Kabupaten Tanah Laut (Strategi SO) diarahkan pada optimalisasi

pemanfaatan sumberdaya perikanan kembung dengan purse seine. Strategi ST

diarahkan pada pengembangan usaha penangkapan ikan kembung yang efisien dan

efektif. Strategi WO adalah peluang pengembangan yang harus ada intervensi dari

luar untuk pelaksanaannya. Strategi tersebut adalah peningkatan fasilitas sarana dan

prasarana perikanan tangkap. Strategi WT adalah peningkatan peran pemerintah dan

masyarakat dalam pengawasan penegakan aturan hukum yang berlaku. Adapun strategi

pengembangan yang didasarkan pada analisis keterkaitan antar unsur dapat dilihat

pada Tabel 15.

Tabel 15 Analisis keterkaitan antar unsur SWOT

No Unsur SWOT Keterkaitan

Strategi SO

1 SO1 Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan kembung

S1, S2, S3, O1, O2, O3

Strategi ST

2 ST1

Pengembangan usaha penangkapan ikan kembung yang efisien

dan efektif

S1, S2, S3, T1, T2

Strategi WO

3 WO1

Peningkatan fasilitas sarana dan prasarana perikanan tangkap

W3, O1,O2,O3

Strategi WT

4 WT1

Peningkatan peran pemerintah dan masyarakat dalam

pengawasan penegakan aturan hukum yang berlaku

W3, T1

Page 160: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Hasil analisis SWOT tersebut dapat dipergunakan sebagai arahan dan kebijakan

dari program pengembangan pukat cincin sebagai teknologi tepat guna dalam usaha

perikanan kembung. Urutan kebijakan berdasarkan hasil SWOT sebagai berikut:

(1) Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan kembung

Pemanfaatan sumberdaya perikanan kembung secara rasional dan optimum

diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih luas, baik untuk peningkatan

kesejahteraan nelayan, sumber penerimaan negara/daerah dan peningkatan konsumsi

ikan. Oleh karena itu potensi sumberdaya kembung di Kabupaten Tanah Laut sudah

seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya dengan tetap menjaga kelestarian

sumberdaya. Kelestarian sumberdaya kembung dapat terjaga bilamana regulasi dalam

pengelolaannya dapat dijalankan dengan baik oleh pelaku-pelaku perikanan yaitu

nelayan, pedagang ikan, pengusaha perikanan dan pemerintah.

Pola kerjasama yang dibangun dengan baik akan menghasilkan pengelolaan dan

pemanfaatan sumberdaya kembung yang optimal dan berkelanjutan. Menurut

Gaspers (1992), optimasi adalah suatu proses pencarian yang terbaik. Karena

optimisasi mencakup usaha untuk menemukan cara terbaik dalam melakukan suatu

pekerjaan, cara terbaik dalam memecahkan persoalan, maka aplikasinya dapat meluas

ke berbagai haluan (Haluan 1985).

Pengoptimalan perikanan yang dimaksud adalah peningkatan produksi secara

rasional dengan memperhatikan sumberdaya kembung yang ada. Pemanfaatan

sumberdaya ikan yang belum optimal di Kabupaten Tanah Laut salah satunya

disebabkan karena skala usaha yang dikembangkan masih terbatas untuk pemenuhan

kebutuhan lokal. Pemikiran untuk mengembangkan skala usaha dan melakukan bisnis

dalam arti luas, belum banyak dipikirkan nelayan. Oleh karena itu diperlukan adanya

pendampingan oleh pemerintah, LSM, swasta dan perguruan tinggi, baik dalam

bentuk bantuan ataupun dalam bentuk kemitraan yang saling menguntungkan.

Prinsip dari pengoptimalan dengan memperhatikan sumberdaya adalah tetap

memperhatikan pengelolaan sumberdaya perikanan karena keterpaduan dalam

pengelolaan bukan hanya dapat melindungi keberadaan sumberdayanya saja, tetapi

Page 161: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

juga dapat menjamin kelangsungan usaha masyarakat nelayan, yang akhirnya

menjamin kesejahteraan masyarakat nelayan.

Murdiyanto (2004) menyebutkan bahwa dalam perikanan tangkap, tindakan

pengelolaan (action) sebagai mekanisme untuk mengatur, mengendalikan dan

mempertahankan kondisi sumberdaya ikan berupa biomas dan produktivitas agat tetap

pada tingkat yang diinginkan adalah dengan mengatur berapa banyak ikan yang harus

ditangkap, ukuran berapa atau umur berapa sebaiknya ikan ditangkap dan kapan harus

melakukan penangkapan.

(2) Pengembangan usaha penangkapan ikan kembung yang efisien dan efektif.

Pengembangan usaha perikanan tangkap dalam rangka pemanfaatan sumberdaya

ikan kembung secara efisien dan efektif di Kabupaten Tanah Laut yaitu dengan

pengembangan usaha penangkapan di jalur 2 (6 - 12 mil) karena keadaan di jalur 1(1 -

3 mil) sudah mengalami padat tangkap, sehingga diperlukan penambahan unit

penangkapan ikan yang produktif seperti pukat cincin dan membatasi pemberian izin

terhadap unit penangkapan ikan terutama jaring insang lingkar yang beroperasi di

jalur 1. Penambahan yang dilakukan akan berpengaruh terhadap kenaikan jumlah unit

penangkapan ikan. Strategi ini tentunya akan menimbulkan reaksi pro dan kontra

antar nelayan jika tidak dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab.

Dari hasil analisis skoring terhadap unit penangkapan ikan kembung

menunjukkan bahwa pukat cincin yang paling produktif. Pukat cincin menjadi

prioritas pengembangan karena lebih unggul dari alat tangkap jaring insang lingkar

dari aspek biologi, teknik, sosial maupun finansial. Adanya bantuan dari pemerintah

maupun instansi terkait sangat diharapkan untuk pengembangan usaha penangkapan

pukat cincin. Pemberian pinjaman modal dengan bunga yang rendah sehingga dapat

dimanfaatkan nelayan untuk membeli alat tangkap pukat cincin. Apabila hal ini bisa

dilakukan, maka upaya penangkapan yang dilakukan dapat lebih optimal, dengan

waktu penangkapan yang lebih singkat, produksi lebih banyak dan penyerapan tenaga

kerja juga lebih banyak, dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan nelayan.

Page 162: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(3) Peningkatan fasilitas sarana dan prasarana perikanan tangkap

Perkembangan aktivitas penangkapan ikan telah menyebabkan makin banyaknya

usaha perikanan, fasilitas umum, maupun perumahan penduduk. Hal ini

mengakibatkan areal di sekitar PPI menjadi padat. Ini juga yang dihadapi oleh PPI

Muara Kintap. Pemerintah berjanji untuk membenahi fasilitas-fasilitas penunjang

kelancaran usaha perikanan melalui proyek pengembangan yang dilaksanakan pada

tahun 2002 dengan sumber dana yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja

negara (APBN) melalui proyek sumberdaya kelautan dan perikanan Provinsi

Kalimantan Selatan. Kegiatan pengembangan PPI Muara Kintap memiliki fasilitas

pokok dermaga kapal perikanan seluas 1.525,675 m2, sebagai tempat sandar kapal dan

bongkar muat kapal perikanan yang berbobot 1 - 10 GT. Rencana pengembangan PPI

Muara Kintap dengan melengkapi fasilitas-fasilitas untuk menunjang kelancaran

usaha perikanan. Fasilitas-fasilitas tersebut terbagi dalam dua kategori yaitu: fasilitas

jangka pendek dan fasilitas jangka panjang. Fasilitas jangka pendek merupakan

fasilitas yang dibangun segera saat pengembangan, seperti gudang es, bengkel, kios

BBM dan menara air. Fasilitas jangka panjang merupakan fasilitas yang

penyediaannya dibangun setelah fasilitas jangka pendek terpenuhi. Fasilitas jangka

panjang meliputi balai pertemuan nelayan, rumah mesin, jaringan telekomunikasi.

Sampai saat ini fasilitas jangka pendek baru sebagian kecil terealisasi dan fasilitas

jangka panjang belum terealisasi pengadaannya. Guna menunjang pengembangan

usaha perikanan kembung, fasilitas yang paling penting untuk segera direalisasi

adalah kios BBM dan dermaga sehingga proses bongkar muat menjadi lancar.

(4) Peningkatan peranan pemerintah dan masyarakat dalam pengawasan

hukum yang berlaku.

Kegiatan perikanan laut/pantai di Kabupaten Tanah Laut umumnya didominasi

usaha perikanan rakyat (nelayan pesisir). Kebanyakan nelayan rakyat hanya

memiliki kemampuan sarana /alat yang terbatas (tradisional), sehingga rata-rata hanya

mancapai jarak aktivitas penangkapan ikan sejauh 3 – 5 mil dari pantai.

Mata pencarian nelayan skala kecil tersebut sebenarnya telah dilindungi dengan

larangan bagi kapal-kapal di atas 5 GT untuk beroperasi dalam jarak 3 mil laut dari

Page 163: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

pesisir dan kapal yang lebih besar dari 25 GT juga dilarang beroperasi dalam jarak 7

mil dari pesisir. Namun kenyataannya masih ditemukan pelanggaran-pelanggaran

terhadap ketentuan peraturan tersebut, masih adanya nelayan-nelayan yang datang

dari luar Kabupaten Tanah Laut bahkan dari luar provinsi. Nelayan-nelayan tersebut

memiliki unit penangkapan yang lebih modern dari nelayan setempat sehingga

menimbulkan kerugian bagi nelayan Kabupaten Tanah Laut. Akibatnya sumberdaya

perikanan laut di kawasan pesisir mengalami ancaman kelestarian, yang ditunjukkan

dengan menurunnya hasil tangkapan dikawasan ini. Hal ini semua terjadi akibat

lemahnya sistem pengawasan aktifitas penangkapan ikan di laut yang telah

menyebabkan banyaknya pelanggaran terhadap ketentuan yang mengatur aktivitas

usaha penangkapan di laut, oleh karena itu pemahaman terhadap ketentuan yang

mengatur kegiatan penangkapan ikan di laut harus dipahami oleh masyarakat.

Diharapkan dengan pemahaman ini masyarakat memiliki kesadaran untuk

melestarikan sumberdaya perikanan laut dan lingkungannya, yang pada dasarnya

adalah untuk menjamin kesejahteraan nelayan itu sendiri. Pemahaman akan rasa

memiliki juga akan timbul, sehingga diharapkan masyarakat juga tergerak untuk

membantu mengamankan lingkungan perairan laut yang menjadi lahan untuk mencari

penghidupan dari ancaman aktivitas penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab.

Bantuan pemerintah dan instansi terkait sangat diharapkan dalam upaya

pengawasan dan penegakkan peraturan, dengan menindak tegas semua pelanggar

peraturan yang ada, dan didukung dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 yang memberikan otonomi daerah dalam pengelolaan sumberdaya

kelautan.

7.7.4 Menetapkan prioritas pengembangan alat penangkapan ikan berdasarkan

status keramahan lingkungan di perairan Kabupaten Tanah Laut

Untuk menentukan prioritas alat tangkap yang akan dikembangkan di Kabupaten

Tanah Laut menggunakan metode Analysis Hierarcy Process (AHP) dengan analisis

program Expert Choice 9.1 yang merupakan software komputer untuk menentukan

pilihan-pilihan dalam pengambilan keputusan dengan multikriteria yang berdasarkan

Page 164: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

metodologi pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Saaty (1993). Metode ini

merupakan penyempurnaan dari sistem skoring

Kelebihan metode Analisis Proses Hierarki adalah dapat mengetahui interaksi dari

berbagai faktor yang berpengaruh terhadap alternatif solusi yang diajukan. Metode ini

memberikan kerangka yang memungkinkan untuk mengambil keputusan yang efektif

untuk persoalan yang kompleks dan tak terstruktur ke dalam bagian komponennya.

Menata bagian atau variabel dalam suatu susunan hierarki, memberi pertimbangan

numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya setiap variabel dan

mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel atau elemen yang

memiliki prioritas relatif yang lebih tinggi (Saaty 1993).

Menurut Noor (2003) menjelaskan bahwa dalam menyelesaikan persoalan dengan

menggunakan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah :

1. Decomposition, setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan dekomposisi

yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsure-unsur, jika ingin

mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-

unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga

didapatkan beberapa tingakatan persoalan tadi.

2. Comparative Judgement, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan

relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat

diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap

prioritas elemen-elemen. Hasil penilaian akan lebih baik jika disajikan dalam bentuk

matriks yang dinamakan matriks pairwise comparason.

3. Synthesis of Priority, dari setiap matriks pairwise comparason kemudian dicari eigen

vector-nya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparason

terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan

sintesis diantara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda dengan bentuk

hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui sintesis

dinamakan priority setting.

4. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah bahwa obyek-

obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi,

kedua adalah tingkat hubungan antara obyek didasarkan pada kriteria tertentu.

Page 165: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Sebelum melakukan pengambilan keputusan alternatif mana yang terbaik maka

terlebih dahulu perlu diketahui berapa besar pengaruh setiap elemen dengan elemen

yang lain di dalam suatu tingkatan hirarki. Untuk mengetahui intensitas pengaruh

masing-masing elemen dapat dilakukan dengan metode perbandingan berpasangan

dengan memberi bobot nilai antara satu elemen dengan elemen yang lain. Langkah

selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadar hasil penilaian untuk memilih elemen

mana yang menjadi prioritas tinggi pada setiap tingkatan hirarki yang disusun.

Untuk mempermudah metode perbandingan berpasangan ini maka antara

elemen-elemen yang dibandingkan disusun dalam bentuk matriks. Jika C1, C2, .... Cn

merupakan set elemen, maka kuantifikasi perbandingan berpasangan tiap elemen

terhadap elemen yang lain akan membentuk matriks A yang berukuran n x n. Apabila Ci

dibandingkan dengan elemen Cj, maka diperoleh nilai aij yang merupakan hasil

perbandingan kedua elemen dimana mencerminkan tingkat kepentingan Ci terhadap Cj

Nilai matriks aij = 1/aji yaitu merupakan nilai kebalikan aij untuk / = j, maka nilai matriks aij =

aji = 1, karena perbandingan elemen terhadap elemen itu sendiri adalah 1. Secara

formulasi matriks A yang berukuran n x n dengan elemen C1 C2 ...... , Cn untuk /, j = 1, 2

....... n dapat dituliskan sebagai berikut:

C2 C2 .........Cn

C1 a11 a12 ........a1n

pA = (aij) = C2 a21 a22 ........a2n

.... .... .... ....

Cn 1/ain 1/a2n .....an

Pengisian nilai matriks perbandingan berpasangan digunakan bilangan yang

menggambarkan tingkat pentingnya suatu elemen dengan elemen yang lain dengan skala

nilai 1-9 seperti disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Skala banding secara berpasangan antar elemen berdasarkan taraf relatif

pentingnya untuk Analisis Hirarki (Saaty 1993)

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh

yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit

Page 166: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

penting daripada elemen yang

Lainnya

menyokong satu elemen dibanding

elemen lainnya

5 Elemen yang satu lebih

penting daripada elemen yang

lainnya

Pengalaman dan penilaian dengan

kuat menyokong satu elemen

dibanding elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting

daripada elemen yang lainnya

Satu elemen yang kuat disokong

dan dominan terlihat dalam

kenyataan

9 Satu elemen mutlak lebih

penting daripada elemen yang

lainnya

Bukti yang mendukung elemen

yang satu terhadap elemen lain

memiliki tingkat penegasan

tertinggi menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dan

pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua

komponen diantara dua pilihan

Kebalikan Jika untuk aktifitas i mendapat

satu angka bila dibandingkan

dengan aktifitas j, maka j

mempunyai nilai kebalikannya

7.7.5 Arah kebijakan sektor kelautan dan perikanan Kabupaten Tanah Laut

Pembangunan sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu bagian dari

kegiatan yang berperan penting dalam penyediaan pangan dan gizi, penyumbang devisa,

penciptaan dan peningkatan lapangan kerja serta peningkatan kesejahteraan masyarakat

pesisir. Pembangunan sektor ini mengarah selain untuk menyelamatkan nalayan yang

terkena dampak krisis ekonomi juga diupayakan untuk meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia, penyediaan dan distribusi pangan, memperluas kesempatan kerja,

pertumbuhan industri dan penerimaan devisa dengan tetap menjaga kelestarian

sumberdaya kelautan dan perikanan.

Sektor Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Tanah Laut di kendalikan oleh

lembaga Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Tanah Laut sebagai

perpanjangan tangan DKP Provinsi Kalimantan Selatan dan DKP pusat. Untuk

menjalankan semua tugas dan fungsinya DKP Kabupaten Tanah Laut berkoordinasi

dengan lembaga-lembaga yang terkait dengan pengelolaan sektor kelautan dan

perikanan ini. Visi DKP Kabupaten Tanah Laut ialah terwujudnya usaha kelautan dan

perikanan yang modern, tangguh dan efesien sebagai sumber kehidupan dan

penghidupan dengan pengelolaan optimal dan berwawasan lingkungan dalam rangka

Page 167: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

peningkatan kesejahteraan masyarakat pembudidaya dan nelayan. Sedangkan misinya

ialah (1) Memberdayakan pembudidaya dan nelayan menuju masyarakat perikanan

yang mandiri, tangguh, maju dan sejahtera; (2) Mengembangkan usaha perikanan

dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkesinambungan dan

memperhatikan kelestariannya; (3) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui

kegiatan pendidikan dan pelatihan; (4) Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi

untuk peningkatan produksil dan produktifitas usaha, kelautan dan perikanan.

Mengingat masih terdapatnya berbagai keterbatasan dan kelemahan yang ada

pada masyarakat pesisir maka Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Tanah

Laut menetapkan arah kebijakan sebagai berikut : (1) Pengembangan dan pembangunan

kelautan dan perikanan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat,

peningkatan sumber devisa dan PAD, menyediakan sarana dan prasarana serta

pengembangan potensi kelautan dan perikanan. (2) Menata, mengembangkan dan

membina serta memberdayakan desa dan asyarakat pesisir. (3) Pengembangan usaha

kelautan dan perikanan yang difokuskan pada kegiatan budidaya, penangkapan,

penanganan dan pengolahan hasil-hasil perikanan yang dilakukan melalui penguatan

modal usaha, baik swadaya masyarakat maupun dengan bantuan dari pemerintah. (4)

Pelestarian dan perlindungan sumberdaya hayati kelautan dan perikanan. (5) Peningkatan

produksi dan produktifitas usaha kelautan dan perikanan sekaligus peningkatan

pendapatan nelayan dan pembudidaya serta perluasan lapangan kerja.

Kerangka regulasi sektor kelautan dan perikanan Kabupaten Tanah Laut

diantaranya ialah UU No. 45/2009 revisi UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan,

peraturan daerah (perda) Kabupaten Tanah Laut nomor 9 tahun 2006 tentang

penangkapan ikan dan perlindungan sumberdaya perikanan (perairan laut dan perairan

umum), perda nomor 3 tahun 2003 tentang retribusi izin usaha kelautan dan perikanan di

wilayah Kabupaten Tanah Laut dan perda nomor 4 tahun 2003 tentang retribusi

penerbitan surat keterangan kecakapan kapal motor perairan daratan dan kelautan.

Permasalahan/hambatan yang dihadapi pada pengembangan sektor Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Tanah Laut diantaranya : (1) Sumberdaya manusia (petani/nelayan)

pada umumnya masih rendah baik dilihat dari tingkat pendidikan, keterampilan maupun

etos kerjanya; (2) Masih terbatasnya jumlah maupun kualitas aparat Dinas Kelautan dan

Page 168: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

0

200

400

600

Jumlah Unit Alat Tangkap

2005 392 148 133 125 98 22 38 34 282 164

2006 582 380 159 262 193 43 45 300 380 48

Lampara Sungkur JIL JIH JTL PC Jermal PP Rawai JIT

Perikanan sehingga pelaksanaan tugas belum maksimal; (3) Masih terjadinya

pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan (illegal fishing) seperti penggunaan alat

tangkap yang dilarang/modifikasi alat tangkap, pelanggaran jalur penangkapan dan tidak

mempunyai izin penangkapan (4) Masih lemahnya pengawasan pengendalian dan

penyelesaian terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum di bidang kelautan dan perikanan

(7) Minimnya pengetahuan nelayan terhadap pola pemanfaatan sumberdaya ikan secara

berkelanjutan.

Untuk meminimalisir permasalahan tersebut, maka upaya yang dilakukan antara

lain ialah (1) Sosialisasi UU perikanan dan Perda. (2) Pelatihan/penyuluhan perikanan

yang bertanggung jawab. (3) Peningkatan kinerja pengawasan dan penegakan hukum. (4)

Koordinasi dengan penegak hukum dan instansi terkait. (5) Penumbuhan dan

pemberdayaan pengawasan masyarakat. (6) Peningkatan sarana/prasarana pengawasan.

Untuk mencari langkah-langkah solusi (kebijakan) pengelolaan terhadap alat

tangkap kategori kurang ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan, maka ada

beberapa hal yang harus dijadikan sebagai informasi awal. Hal itu diantaranya ialah

seberapa besar jumlah dan intensitas penggunaan alat tangkap kategori tersebut yang

beroperasi. Berdasarkan informasi tersebut, maka akan bisa dilihat gambaran potensi

ancaman atau tekanannya terhadap sumberdaya dan lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian Rusmilyansari dan Rosadi (2010) jumlah dan

intensitas penggunaan alat tangkap (trip) kategori kurang ramah dan tidak ramah

lingkungan dapat dilihat pada Grafik 8 dan 9.

Grafik 8 Perkembangan jumlah alat tangkap kategori kurang dan tidak ramah

lingkungan di Kabupaten Tanah Laut

Page 169: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

0

100,000

200,000

300,000

Jumlah Trip Alat Tangkap

2005 203,369 69,385 42,332 39,244 31,585 11,894 9,555 10,821 86,557 74,813

2006 204,357 115,927 50,611 77,572 58,153 10,416 9,855 62,184 110,312 15,912

Lampara Sungkur JIL JIH JTL PC Jermal PP Rawai JIT

Berdasarkan gambar 38 dan 39 maka hampir semua alat tangkap kategori kurang

ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan mempunyai potensi untuk menjadi

ancaman dan memberikan tekanan terhadap sumberdaya dan lingkungan. Untuk

mengurangi tekanan terhadap sumberdaya dan lingkungan akibat penggunaan alat

tangkap kurang ramah dan tidak ramah lingkungan, maka harus ada alternatif

solusi/manajemen yang dapat dijadikan acuan bagi semua stakeholder perikanan tangkap

di Kabupaten Tanah Laut.

Untuk alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yakni alat tangkap lampara dasar

(Bottom seine net) dan Sungkur (Skimming net), ada beberapa alternatif kebijakan yang

dapat dilakukan ialah :

(1) Modifikasi alat tangkap

Modifikasi ini dilakukan pada alat tangkap yang memiliki selektivitas rendah.

Ukuran mata jaring harus disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi target

penangkapan. Penerapan konsep alat tangkap ikan yang menggunakan Turtle Excluder

Device (TED) atau Bycatch Excluder Device (BED), sehingga ada jaminan berkurangnya

tekanan terhadap sumberdaya dan lingkungan.

Grafik 9 Jumlah trip penangkapan menurut alat tangkap kategori kurang dan

tidak ramah di Kabupaten Tanah Laut

Page 170: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(2) Pengendalian jumlah alat tangkap

Lampara dasar dan sungkur merupakan alat tangkap yang dominan dioperasikan

di perairan pantai Kabupaten Tanah Laut. Berdasarkan hal inilah maka pengendalian

jumlah alat tangkap (secara otomatis akan mengurangi upaya penangkapan) menjadi

alternatif kebijakan sehingga akan dapat mengurangi tekanan terhahap sumberdaya dan

lingkungan. Pengendalian jumlah alat tangkap ini dapat diimplementasikan dengan

menentukan jumlah unit penangkapan ikan yang boleh dioperasikan melalui sistem

perizinan. Dalam hal ini, Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2003 tentang Retribusi

Izin Usaha Kelautan dan Perikanan di wilayah Kabupaten Tanah Laut harus diperbarui

dengan menambahkan klausul tentang batasan jumlah alat tangkap yang dapat beroperasi

sehingga alat tangkap berizin saja yang boleh beroperasi. Kemudian hal yang penting

selanjutnya ialah cara pengalokasian perizinan harus betul-betul menerapkan asas yang

berkeadilan sehingga tidak terjadi konflik horizontal antar nelayan.

(3) Penutupan daerah penangkapan

Penutupan daerah penangkapan berarti menghentikan kegiatan penangkapan ikan

disuatu perairan. Penutupan daerah penangkapan ikan ini dapat dilakukan secara

permanen (daerah konservasi) atau sementara pada saat ikan memijah (spawning ground)

dan saat diasuh (nursery ground). Untuk melakukan penutupan daerah penangkapan ini,

maka informasi yang sangat penting ialah mengenai studi ekologi dan biologi

(ekobiologi) sumberdaya ikan. Studi ekobiologi ini akan banyak memberikan informasi

tentang pola migrasi ikan dan komposisi umur ikan. Setelah diketahui informasi

ekobiologi sumberdaya ikan tersebut, maka selanjutnya akan dapat dijalankan kebijakan

penggunaan alat tangkap lampara dasar dan sungkur.

(4) Pelarangan alat tangkap ikan

Kebijakan ini dilakukan untuk melindungi sumberdaya ikan dari penggunaan alat

tangkap yang merusak/destruktif. Pelarangan ini dapat dikecualikan apabila alat tangkap

telah dimodifikasi sehingga memberikan jaminan terhadap kelestarian sumberdaya

kelautan. Meski demikian, dalam implementasinya harus memperhatikan pertimbangan

asas kehati-hatian, dalam artian tetap harus memperhatikan dinamika sosial, politik dan

ekonomi yang berkembang di kalangan nelayan/stakeholder perikanan tangkap, sehingga

tidak akan memicu terjadinya konflik sosial.

Page 171: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Berdasarkan alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk alat tangkap yang

termasuk kategori tidak ramah lingkungan (lampara dasar dan sungkur) maka yang paling

efektif untuk diterapkan ialah kebijakan penutupan daerah penangkapan. Hal ini

disebabkan alat tangkap ini merupakan alat tangkap yang secara sosial dapat menyerap

tenaga kerja. Secara ekonomi berdasarkan B/C ratio, pengoperasian kedua alat ini

menguntungkan dan tingkat investasi yang rendah per unit alat tangkap. Pertimbangan

yang lain ialah alat tangkap ini merupakan alat tangkap yang dominan dioperasikan oleh

nelayan Kabupaten Tanah Laut sehingga banyak nelayan yang menggatungkan hidupnya

dengan menggunakan alat tangkap ini. Dengan diterapkannya kebijakan ini pula maka

dampak terhadap lingkungan dapat dikurangi yakni aman terhadap biodiversitas dan

tidak menyebabkan kematian banyak spesies.

Suatu hal yang penting dalam mengimplementasikan setiap kebijakan yang terkait

dengan perikanan berkelanjutan ialah dengan melakukan upaya seraca kontinyu tentang

peningkatan kesadaran masyarakat nelayan terhadap lingkungan. Bentuk kegiatan yang

dapat dilakukan untuk membangun kesadaran nelayan ini bisa bervariasi, bisa dalam

bentuk penyebaran informasi melalui media massa (koran, televisi, radio), pameran, tour,

pelatihan, kaos promosi yang menyampaikan pesan kegiatan dengan tetap fokus pada

tujuan penyadaran (Salm et al. 2000).

Harus dijelaskan bahwa tujuan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan

semata-mata untuk keuntungan mereka sendiri dan juga sekaligus keuntungan bagi

generasi penerus mereka dikarenakan adanya jaminan ketersediaan sumberdaya ikan

secara berkelanjutan. Sebaliknya, kalau alat tangkap yang mereka gunakan menimbulkan

dampak merusak lingkungan, maka hal ini cepat atau lambat akan berpengaruh pada hasil

tangkapan yakni terjadinya penurunan jumlah hasil tangkapan.

7.8 Usaha Penangkapan Ikan yang bertanggung Jawab

Usaha penangkapan ikan atau usaha perikanan tangkap dikatakan bertanggung

jawab jika usaha ini dikerjakan secara rasional dan bermoral, artinya selalu mengikuti

hasil-hasil perhitungan mengenai potensi lestari yang ditetapkan atau diduga oleh

lembaga yang berwewenang, yaitu Komisi Nasional pengkajian stok sumberdaya ikan

Page 172: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

laut. Selain itu, juga mengikuti ketentuan pemerintah mengenai jumlah tangkapan ikan

yang diperbolehkan (JTB) atau Total Allowable Catch (TAC) yang besarnya yang

besarnya 80 % dari potensi Lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY). JTB ini

merupakan salah satu tindakan atau pendekatan kehati-hatian (precautionary approach)

agar SDI tidak mengalami lebih tangkap (over fishing). Lebih jauh lagi usaha

penangkapan ikan ini juga diupayakan secara lestari atau berkelanjutan, sehingga sampai

kepada generasi penerus bangsa atau generasi yang akan datang.

Usaha penangkapan ikan yang bertanggung jawab adalah usaha yang juga meliputi

ketentuan-ketentuan dan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

(1) Mengikuti atau sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku, baik secara

local, Nasional, aregional maupun Internasional. Hal ini merupakan Usaha

Penangkapan Ikan yang sah (legal fishing). Usaha ini dilengkapi dengan

dokumentasi Usaha (Perusahaan Perikanan Tangkap), Dokumen Kapal Ikan, Surat-

surat perizinan dari instansi yang berwewenang.

(2) Tidak melakukan penangkapan ikan di daerah konservasi atau daerah terlarang

lainnya (pencurian ikan)

(3) Menggunakan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan yaitu allat tangkap ikan

yang selektif dan tidak merusak lingkungan perairan (ekosistem atau habitat sumber

daya ikan)

(4) Menangkap ikan di jalur penangkapan ikan yang telah ditetapkan sesuai dengan

ukuran kapal dan alat tangkap ikan yang digunakan.

(5) Tidak menggunakan bahan yang dapat merusak lingkungan perairan, yaitu bahan

peledak (dinamit atau bom), aliran listrik (stroom), racun (potassium sianida atau

tuba).

(6) Melakukan perbaikan SDI dan lingkungannya yang rusak akibat aktifitas

penanggkapan ikan. Kegiatan ini mencakup: (i) Reboisasi hutan mangrove (bakau);

(ii) Restocking atau Sea Rancing; (iii) Transpantasi Terumbu karang; (iv) Terumbu

karang buatan; (v) Habitat buatan (rumah ikan); (vi) Tidak menebarkan jenis ikan

baru yang akan merusak (memangsa) jenis-jenis ikan yang telah ada atau yang dapat

merusak lingkungan di sekitarnya.

Page 173: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(7) Melakukan npembukuan perusahaan dan pendataan aktifitas penangkapan ikan, yang

meliputi pencatatan data pada lembar atau blanko log book dan pada buku

perusahaan. Data yang dimuat atau dicatat antara lain:

(i) Tanggal melaut dan atau tanggal pulang dari laut (sampai di pangkalan

penangkapan ikan atau fishing base)

(ii) Lamanya tripLokasi / posisi penangkapan ikan (lintang dan bujurnya)

(iii) Banyak / berat ikan hasil tangkapan

(iv) Jenis-jenis ikan hasil tangkapan

(v) Jumlah unit dan jenis alat tangkap ikan yang digunakan

(vi) Data kapal ikan yang digunakan

(vii) Alat-alat bantu penangkapan ikan yang digunakan

(viii) Jenis dan volume penggunaan BBM

(ix) Jumlah crew atau Anak Buah Kapal (ABK) dan daerah asal masing-masing.

7.9 Usaha Penangkapan Ikan yang tidak Bertanggung Jawab

Suatu hal yang berbalikan, bertentangan atau berlawanan dengan Usaha

Penangkapan Ikan yang bertanggung jawab adalah Usaha penagkapan Ikan yang tidak

bnertanggung jawab. Usaha ini dilakukan secara tidak rasional dan tidak bermoral.

Penagkapan ikan dilakukan secara sembrono atau ngawur tanpa perhitungan dan

mengabaikan kelestarian, baik kelestarian sumberdaya ikan maupun lingkungannya.

Oleh karena itu, kondisi lebih tangkap (over fishing) akan cepat tercapai. Dengan

demikian, generasi penerus bangsa tidakk akan bias menikmati jenis-jenis ikan ini.

Usaha penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab meliputi hal-hal sebagai berikut:

(1) Tidak mengindahkan atau melanggar Peraturan Perundangan yang berlaku, baik

secara local, Nasional, Regional maupun Internasional. Hal ini merupakan Usaha

penangkapan ikan yang tidak syah (Illegal, Unregulated and Unreported Fishing

atau IUU fishing atau Illegal Fishing). Usaha ini dapat juga tidak dilengkapi atau

tidak memiliki dokumenm usaha, dokumen kapal ikan dan tidak memiliki surat-surat

perijinan dari instansi yang berwewenang.

Page 174: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(2) Melakukan pencuruan sumberdaya ikan di daerah konservasi atau di daerah yang

dilindungi lainnya

(3) Menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (tidak selektif dan atau

merusak lingkungan perairan)

(4) Menangkap ikan di jalur penangkapan ikan yang bukan menjadi haknya

(5) Menggunakan bahan-bahan yang dapat merusak lingkungan perrairan (bahan

peledak, aliran listrik atau racun potassium sianida.

(6) Tidak melakukan perbaikan sumberdaya ikan dam lingkungan yang rusak sebagai

akibat aktifitas penangkapan ikan yang dilakukannya.

(7) Tidak melakukan pembukuan perusahaan dan atau pendataan kegiatan penangkapan

ikan yang dilakukan

Selain dari kegiatan illegal fishing tersebut, ada kegiatan lain yang sifatnya juga

illegal, yaitu Illegal non fishing. Kegiatan ini merusak lingkungan perairan, tetapi

hasilnya tidak digunakan untuk kepentingan perikanan tangkap, misalnya:

(1) Reklamasi (pengurungan) daerah pantai untuk kepentingan “buka took/warung”

tempat rekreasi atau pembangunan gedung

(2) Menebang (membabat) hutan bakau (mangrove) untuk keperluan bahan nbakar,

bahan bangunan, jembatan dan atau “membuka tambak”

(3) Membongkar terumbu karang untuk kebutuhan bahan bangunan, pengurungan jalan,

perhiasan dan atau bahan pengisi akuarium.

7.10 Sikap dan Perilaku Operasi Penangkapan Ikan

7.10.1 Sikap dan Perilaku yang Bertanggung Jawab

Menurut Mulyadi Rasdani (2000), landasan pijakan untuk bersikap dan

berperilaku secara bertanggung jawab terhadap operasi penangkapan ikan dijalankan,

meliputi landasan moral, landasan normative dan landasan konstitusional, yang

dijelaskan sebagai berikut:

(1) Landasan Moral

Page 175: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Landasan moral ini merupakan landasan hakiki yang harus dimiliki oleh setiap

perilaku perikanan tangkap. Landasan moral bersumber pada rasio (pemikiran), perasaan,

keyakinan (agama) dan kepercayaan secara umum. Misalnya setiap orang percaya bahwa

perbuatan mencuri adalah perbuatan tercela dan verdosa bila dilakukan. Hal ini karena

merupakan larangan Agama dan akan berdampak negatif bagi yang dicurinya (merugikan

orang lain). Demikian pula dengan perlakuan pencurian sumberdaya ikan di daerah

penangkapan yang bukan menjadi jatahnya dan pencurian terumbu karang, baik jenis-

jenis ikan konsumsi maupun ikan hias.

Dengan demikian secara moral, sikap dan perilaku yang demikian merupakan

perbuatan yang salah dan tidak boleh terjadi. Penangkapan ikan yang melebihi JTB dan

potensi lestarinya juga merupakan perbuatan (sikap dan perilaku) yang tidak bertanggung

jawab terhadap kelestarian sumberdaya ikan terhadap generasi yang akan datang.

(2) Landasan Normatif

Landasan normatif ini didasarkan pada aturan adat istiadat atau konsensus

masyarakat setempat yang pada umumnya tidak tertulis dan berbeda-beda aturannya

antara satu tempat dan tempat yang lainnya. Misalnya di daerah Aceh, masyarakat tidak

menangkap ikan di laut pada setiap ahri jumat. Hal ini bila ditinjau dari aspek biologis

dapat memberi kesempatan bagi sumberdaya ikan untuk bermigrasi ke wilayah perairan

laut yang lain atau bagi induk-induk ikan dapat memijah (bertelur) sebelum tertangkap

oleh nelayan pada hari-hari sebelum atau setelah hari jumat. Disamping itu segala

urusan penangkapan ikan di laut sekitar Aceh menjadi kewenagan dan kekuasaan

Panglima Laut di daerah yang bersangkutan.

Dengan demikian, Landasan Normatif ini turut menentukan sikap dan perilaku

perikanan tangkap di daerah tersebut, karena jika di langgarnya akan berurusan dengan

masyarakat setempat melalui Panglima Laut yang disegani beserta “aparat-aparat” nya.

(3) Landasan Konstitusional

Landasan konstitusional merupakan landasan resmi yang dikeluarkan oleh

pemerintah, baik bersifat lokal, nasional, regional maupun institusional. Landasan

konstitusional berupa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, yang mengikat

setiap pelaku perikanan tangkap (Pengusaha, ABK dan Nelayan). Landasan ini berisi

perintah, larangan dan sangsi-sangsi bagi para pelanggarnya. Intensitas pengaturan di

Page 176: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

bidang perikanan merupakan wujud dinamika pembentukan regulasi terhadap kegiatan

perikanan.

Intervensi regulasi di bidang perikanan pada umumnya meliputi perlindungan

terhadap nelayan kecil guna mencegah terjadinya konflik dengan nelayan komersial.

Selain dari itu telah pula dikeluarkan regulasi tentang pembatasan ukuran mata jaring

sebagai upaya untuk menjamin terpeliharanya kemampuan reproduksi jenis-jenis ikan

tertentu. Landasan Konstitusional yang berlaku di Indonesia antara lain, meliputi: (1)

Desentralisasi wewenang pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan; (2) Larangan

penggunaan alat penangkap jenis trawl; (3) Ketentuan tentang ukuran mata jaring;

(4) Pengaturan jalur penangkapan ikan; (5) Pengawasan Penangkapan Ikan; (6) UU No

45 Tahun 2009, revisi UU No 31 Tahun 2004 tentang perikanan; (7) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1985 tentang perikanan; (8) Pengaturan Usaha

Perikanan; (9) Integrasi Perikanan Kedalam Pengelolaan Kawasan Pesisir; (10) Undang-

Undang RI No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, kemudian direvisi menjadi UU No.

45 Th 2009; (11) Peraturan Daerah

Undang-undang No. 22 Th 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan

keweanangan kepada daerah untuk melakukan pengelolaan sumberdaya ikan di perairan

pantai sampai sejauh 1 dari 2 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut teritorial dan

perairan kepulauan.

Dalam bidang perizinan, kewenangan Pemerintah Daerah untuk perizinan

diberikan kepada provinsi untuk kapal 10-30 GT dan daya mesin 30-90 PK sedangkan

Kabupaten/Kota untuk kapal < 10 GT dan daya mesin < 30 PK. Juga telah dilaksanakan

perbantuan proses pelayanan perizinan pusat oleh Pemerintah Daerah dalam hal

perpanjangan izin.

Larangan penggunaan alat penangkap jenis trawl: (i) Kepres Nomor 39 tahun

1980 tentang penghapusan jaring trawl, bertujuan untuk melindungi kelestarian

sumberdaya selain untuk melindungi kepentingan nelayan kecil; (ii) Keppres Nomor 85

tahun 1982 tentang penggunaan pukat udang; (iii) SK. Mentan Nomor 503 tahun 1980

mengenai langkah-langkah penghapusan jaring trawl tahap I; (iv) SK. Dirjen Perikanan

Nomor 340 tahun 1997 mengenai penjabaran Teknis dari SK Mentri Pertanian No. 503

Page 177: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

tahun 1980, khususnya mengenai petunjuk teknis penggunaan alat-alat penangkap ikan

menyerupai trawl.

Ketentuan tentang ukuran mata jaring: (i) SK Mentan No. 123/1975 mengatur

ukuran mata jaring purse seine yang digunakan dalam penangkapan jenis ikan pelagis

adalah 60 mm; (ii) SK Mentan No. 197 tahun 1996 mengatur ukuran panjang maksimum

jaring jenis gill net yaitu 5 km; (iii) SK Mentri Pertanian RI No. 123/Kpts/Um3/1975

mengatur lembar mata jaring jenis purse seine untuk penangkapan ikan kembung, layang,

selar, lemuru dan ikan-ikan pelagis sejenisnya, melarang purse seine yang menggunakan

ukuran mata jaring lebih kecil dari 2 inchi pada bagian sayap dan kurang dari 1 inchi

pada bagian kantong.

Pengaturan jalur penangkapan ikan: (i) SK Mentan No. 607/1976 pada dasarnya

dimaksudkan untuk melindungi nelayan kecil sehingga kapal-kapal ukuran menengah

keatas harus beroperasi lebih jauh sehingga tidak mengganggu nelayan kecil dan tidak

menimbulkan tekanan pemanfaatan sumberdaya ikan; (ii) SK. Mentan Pertanian RI No.

392/Kpts/IK. 120/4/99 mengatur jalur-jalur penangkapan ikan dan melarang alat-alat

tangkap dan kapal-kapal perikanan dari jalur penangkapan ikan lebih rendah, tetapi

sebaiknya dari jalur penangkapan ikan yang lebih rendah boleh memasuki jalur

penangkapan ikan yang lebih tinggi (lebih jauh lagi dari garis pantai). Yang dimaksud

dengan jalur penangkapan ikan adalah (1) Jalur Penangkapan Ikan I (a) : 0-3 mil laut (2)

Jalur Penangkapan Ikan I (b) : 3-6 mil laut (3) Jalur Penangkapan Ikan II : > 6-12 mil laut

(4)Jalur Penangkapan Ikan III : > 12-200 mil laut atau batas terluar dari ZEE

Selanjutnya peraturan ini melarang penggunaan jaring jenis gillnet dengan ukuran

mata jaring kurang dari 25 mm dan pukat cincin untuk penangkapan tuna/cakalang yang

berukuran mata jaring kurang dari 75 mm, kecuali untuk pukat teri dan jaring angkat (lift

net). Selain itu juga melarang panjang total rangkaian gillnet lebih dari 1.000 meter

beroperasi di jalur penangkapn ikan I (b) (3-6 mil laut) dan lebih dari 2.500 meter

beroperasi di jalur penangkapan Ikan II (6-12 mil laut)

Pengawasan Penangkapan Ikan: (i) Kep. Menteri KP No. Kep. 02/MEN/2002

menetapkan pedoman pelaksanaan pengawasan penangkapan ikan. Pengawasan

perikanan bidang penangkapan meliputi pengawasan terhadap penangkapan ikan dan atau

pengangkutan ikan. Prinsip pengawasan bidang penangkapan terdiri atas pemantauan,

Page 178: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

pemeriksaan, pengamatan dan atau penyidikan (ii) Keputusan Direktur Jenderal

Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor 14/DJ-PSDKP/2002 perihal

tata cara pengawasan penangkapan dan atau pengangkutan ikan adalah:

1 Pelaksanaan pemeriksaan dokumen perizinan usaha perikanan;

2 Pelaksanaan pemeriksaan fisik kapal perikanan;

3 Pelaksanaan pemeriksaan alat penangkapan ikan;

4 Pelaksanaan pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan;

5 Pelaksanaan pemeriksaan daerah operasi penangkapan ikan;

6 Pelaksanaan pemeriksaan nakhoda dan anak buah kapal;

7 Pelaksanaan pemeriksaan suaka perikanan, jenis-jenis ikan yang dilindungi dan

lingkungan sumberdaya ikan yang sedang direhabilitasi;

8 Pelaksanaan pemeriksaan penerapan log book perikanan (LBP) dan Lembar Laik

Operasional (LLO) kapal perkanan; dan

9 Hasil pemeriksaan dan pengambilan keputusan.

UU No 45 Tahun 2009, revisi UU No 31 Tahun 2004 tentang perikanan: (i) pasal

3 huruf i, tujuan pelaksanaan pengawasan perikanan adalah untuk menjamin kelestarian

sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata ruang. Oleh karena itu

pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan harus dilakukan secara lestari dan

berkesinambungan (ii) pasal 67, masyarakat dapat diikutsertakan dalam pengawasan

perikanan. Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokwasmas).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1985 tentang perikanan.

Pokok-pokok isisnya antara lain: (i) Larangan melakukan kegiatan penangkapan ikan

dengan menggunakan bahan dan alat yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan

dan lingkungannya; (ii) Usaha perikanan di wilayah perikanan Republik Indonesia atau

badan Hukum Indonesia, kecuali dalam bidang penangkapan sepanjang hal tersebut

menyangkut kewajiban negara republik Indonesia berdasarkan ketentuan persetujuan

Internasioanal atau hukum internasional yang berlaku; (iii) Setiap orang atau badan

hukum yang melakukan usaha perikanan diwajibkan memiliki Ijin Usaha Perikanan

(IUP), kecuali nelayan atau perorangan lainnya yang sifatnya merupakan mata

pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari; (iv) Setiap orang atau badan

hukum yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan atau pembudidayaan

Page 179: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

ikan di laut atau di perairan lainnya di wilayah perikanan Republik Indonesia dikenakan

pungutan perikanan, kecuali nelayan yang hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari.

Pengaturan Usaha Perikanan: (i) PP No. 15 tahun 1990 junct. PP No. 46 tahun

1993 junct. PP 141/2000 junct. PP No. 54/2000 tentang usaha perikanan dan SK Mentan

No. 428 tahun 1999 tentang perubahan SK Mentan No. 815 tahun 1990 yang mengatur

langkah-langkah pengendalian pemangfaatan sumberdaya ikan; (ii) SK Mentan No. 561

tahun 1973 dan No. 40 tahun 1974 mengenai kewajiban pengusaha penangkapan udang

untuk memanfaatkan hasil sampingan secara optimal; (iii) PP No. 54 Tahun 2002 dan

Kep. Menteri Kalautan dan Perikanan No. 10/MEN/2003 tentang usaha perikanan.

Menetapkan kewajiban bagi setiap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan

ikan baik kapal berbendera asing maupun Indonesia, harus dilengkapi dengan surat

penangkapan ikan (SPI) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan IUP; (iv)

Kepmen No. 10 Tahun 2004 Tentang Perizinan Usaha Perikanan; (v) Permen No. 17

Tahun 2006 Tentang Usaha Perikanan Tangkap

Integrasi Perikanan Kedalam Pengelolaan Kawasan Pesisir: (i) Kep. Mentri KP

No. 41 Tahun 2000 menetapkan pedoman pengelolaan pulau-pulau kecil yang

berkelanjutan dan berbasis masyarakat; (ii) RUU pesisir yang juga mengakomodir

kegiatan perikanan tangkap sebagai bagian integral pengelolaan pesisir sedang dalam

tahap pembahasan.

Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, kemudian direvisi

menjadi UU No. 45 Th 2009. Pokok- pokok isinya antara lain: (i) Pengelolaan perikanan

adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi,

analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan

implementasi serta penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang

perikanan yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk

mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang

disepakati; (ii) Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan,

kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi dan kelestarian sumberdaya.

Peraturan Daerah berupa: (i) Perda No 03 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Usaha

Kelautan dan Perikanan di Wilayah kabupaten Tanah Laut; (ii) Perda No 22 Tahun 2004

Page 180: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

tentang susunan organisasi dan tata kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Tanah Laut; (iii) Perda No 9 Tahun 2006 tentang penangkapan ikan dan perlindungan

sumberdaya perikanan (Perairan laut dan Perairan umum).

Selain dari kepatuhan terhadap landasan-landasan tersebut, sikap dan perilaku

operasi penangkapan ikan yang bertanggung jawab masih harus ditunjukan pula terhadap:

(1) potensi Lestari; (2) daerah penangkapan ikan; (3) hasil tangkapan sampingan (by-

catch); (4) sisa-sisa (limbah) Buangan BBM; (5) sisa-sisa (limbah) alat tangkap ikan; (6)

pengawasan terhadap pencurian ikan oleh pihak asing.

7.10.2 Sikap dan Perilaku yang tidak bertanggung jawab

Operasi penagkapan ikan dapat dikatan tidak bertanggung jawab (Irresponsible

Fishing), jika tidak memenuhi (melanggar) peraturan dan perundangan yang berlaku,

baik secara lokal, Nasional, Regional maupun International; merusak sumberdaya Ikan

atau lingkungan perairannya; tidak mau memperbaiki kembali lingkungan yang rusak

sebagai akibat operasi penangkapan ikan; dan tidak mau turut serta mengawasi pencuruan

ikan (illegal fishing), terutama yang dilakukan oleh pihak Asing, baik di Perairan Laut

Indonesia maupun ZEEI.

Kondisi tersebut merupakan hal yang gberbalikan, bertentangan atau berlawanan

dengan kondisi “Operasi penangkapan ikan yang bertanggung jawab” (Responsible

Fishing). Contoh konkrit atau nyata dari operasi penangkapan ikan yang tidak

bertanggung jawab antara lain:

(1) Menggunakan alat tangkap ikan terlarang

Sampai saat ini trawl masih dilarang pengoperasiannya di wilayah perairan

laut seluruh Indonesia (termasuk ZEEI). Namun demikian, prakteknya masih

banyak yang dioperasikan di berbagai perairan laut di Indonesia.

Pelarangan trawl tersebut karena selain tidak selektif terhadap hasil-hasil

tangkapannya, juga dapat merusak lingkungan perairannya (mematahkan dan

merontokkan terumbu karang muda, dan mengaduk-aduk dasar perairan yang

berlumpur hingga keruh sehingga dapat mengakibatkan ikan-ikan kecil atau juvenile

tertutup/tersumbat lapisan insangnya lalu tidak bias bernafas dan mati).

Page 181: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Selain dari pelarangan trawl, semua jarring (termasuk gill net atau jarring

insang) yang ukuran mata jarring (mesh size)-nya kurang dari 1 inchi, juga dilarang

dioperasikan. Namun pada prakteknya, pada bagian pembentuk kantong (bunt)

pukat cincing atau purse seine masih ada yang berukuran ¾ inchi. Demikian ini pula

bagi pukat cincin Tuna dan Cakalang yang ukuran mata jaringnya kurang dari 75

mm atau kurang dari 3 inchi dilarang beroperasi di semua Jalur Penangkapan Ikan,

kecuali Pukat Teri dan Jaring Angkat (Lift Net).

Jaring insang Hanyut (Drift Gill Net) yang panjang seluruh rangkaian piece

nya lebih dari 1.000 meter dilarang beroperasi di Jalur Penangkapan Ikan I;

sedangkan yang panjangnya melebihi 2.500 meter dilarang beroperasi di Jalur

Penangkapan Ikan II (>6-12 mil laut). Kenyataannya di lapangan, ukuran total

panjang rangkaian dari jarring insang hanyut telah melebihi ketentuan-ketentuan

tersebut.

(2) Menggunakan Bahan Terlarang

Jika bahan-bahan yang terlarang digunakan untuk melakukan Operasi

Penangkapan Ikan, maka perbuatan (sikap dan perilaku) ini benar-benar tidak

bertanggung jawab.

Bahan-bahan yang sering dihunakan dalam upaya penangkapan ikan di laut

terdiri dari: (1) bahan peledak (2) aliran atau arus listrik (stroom) (3) racun.

Bahan peledak dikemas atau dirakit menjadi bom atau dinamit dan diledakkan

di perairan karang. Maksudnya adalah untuk memperoleh ikan tangkapan secara

cepat, murah biayanya dan mudah, karena ikan-ikan yang terkena pengaruh dari

peledakan ini akan mati seketika, sehingga mudah ditangkap, baik dengan tangan

maupun dengan alat yang sangat sederhana sekalipun, misalnya caduk atau seser.

Selain cara ini mudah, juga dalam waktu singkat dapat menangkap ikan dalam

jumlah banyak.

Sangat disayangkan, perbuatan tersebut menimbukan dampak negatif bagi

terumbu karang yang terkena, yaitu menyebabkan kehancuran dan kematian atau

kepunahannya. Disamping itu, juga mematikan biota lainnya yang bukan menjadi

sasaran penangkapan.

Page 182: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Penggunaan stroom dapat mengakibatkan matinya ikan sasaran/target/tujuan

penangkapan, anak ikan (juvenile), induk ikan, telur-telur ikan dan terumbu karang

yang terkena imbasnya. Maksud penggunaannya juga untuk mempermudah hasil

tangkapan secara mudah, cepat dan murah baiyanya.

Racun yang digunakan pada umumnya adalah Potassium sianida (Potas) atau

Tuba. Akibat dari penggnaannya, selain mematikan ikan yang dituju dalam

penangkapan, juga biota lain yang terkena imbasnya. Begitu pula dengan telur-telur

dan terumbu karangnya akan mati. Cara peracunan ini juga untuk memperoleh hasil

tangkapan secara mudah, muarah biayanya dan cepat. Jika kadar racun yang

digunakan tinggi, maka dapat berdampak negative bagi konsumennya, yaitu turut

keracunan.

(3) Membongkar Terumbu Karang

Ada operasi penangkapan ikan yang dilakukan dengan terlebih dahulu

membongkar terumbu karang. Pembongkaran ini dilakukan dengan menggunakan

linggis atau alat lainnya.

Bongkahan terumbu karang tersebut digunakan untuk menutupi bubu-bubu

yang dipasang, guna menjebak ikan agar masuk ke dalam bubu. Dengan cara ini,

meskipun bubu bukanlah alat tangkap ikan yang terlarang bias menjadi terlarang

karena merusak terumbu karang. Perusakan inilah yang merupakan perbuatan

terlarang.

Pengoperasian Moro Ami di sekitar karang atau terumbu karang, juga sering

menyebabkan rusaknya karang yang diakibatkan oleh para penggiring ikan dari arah

dalam keluar karang, agar ikan-ikan memasuki Muro Ami yang dipasang di bagian

luar karang. Kerusakan karang ini dapat disebabkan secara sengaja, yaitu dengan

mematahkan atau membongkar agar ikannya dapat keluar dari karang, lalu digiring

ke Muro Ami (Pukat Karang).

Selain dari perbuatan tersebut, perbuatan-perbuatan lainnnn yang termasuk

tidak bertanggung jawab adalah perbauatan yang dapat mengakibatkan

pencemmatan perairan laut, seperti membuang bekas atau sisa-sisa (limbah) BBM

dan sampah serta alat tangkap bekas ke laut. Hal ini dapat mematikan biota (flora

dan fauna) laut yang terkena.

Page 183: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

8 Manajemen Perikanan Tangkap

8. 1 Konsep Manajemen Perikanan Tangkap

Secara global, pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap disebutkan secara

spesifik dalam pasal 61 dan 62 United Nations Convention on the Law of the Sea 1982

(UNCLOS). Indonesia telah menerima konvensi tersebut dan telah mendepositkan

Piagam Ratifikasi pada tanggal 13 Februari 1986 kepada sekretaris Jenderal PBB (Pusat

Studi Hukum Internasional dan Penyajian Internasional 2000). Selanjutnya Agenda 21

Global United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) tahun

1992 juga memuat ketentuan-ketentuan tentang perlindungan laut, penggunaan yang

rasional dan pengembangan kehidupan sumberdaya laut.

Pengelolaan perikanan menyangkut berbagai tugas yang kompleks yang bertujuan

untuk menjamin adanya hasil dari sumber daya alam yang optimal bagi masyarakat

setempat, daerah dan Negara, yang diperoleh dari memanfaatkan sumberdaya ikan secara

berkelanjutan. Untuk membentuk kesamaan persepsi tentang arti pengelolaan perikanan,

Undang Undang (UU) Perikanan No 45 Tahun 2009 mendefinisikan pengelolaan

perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan

informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan,alokasi sumberdaya

ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di

bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah otoritas lainyang diarhkan untuk

mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dantujuan yang telah

disepakati.

Berdasarkan definisi tersebut pula dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama,

perlunya pengetahuan tentang informasi dasar yang sangat diperlukan tentang proses

biologi dan ekonomi yang menyangkut setiap jenis kegiatan perikanan.

241

Page 184: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Proses biologi yang perlu dikaji meliputi informasi tentang populasi species ikan tertentu

atau kelompok species ikan dan dinamikanya, parameter habitat dan lingkungan yang

mempengaruhinya, reproduksi, pertumbuhan dan mortalitasnya. Proses ekonomi perlu

dikaji dengan sejumlah metode terutama untuk menentukan pemanfaatan sumberdaya

ikan, investasi permodalan yang diperlukan dan keluaran berupa hasil dan pendapatan

usaha.

Kedua, untuk menanggulangi penipisan stok ikan perlu menyusun teori untuk bisa

menetapkan tingkat penipisan stok ikan dan menetapkann tingkat pemanfaatan dan

tingkat upaya yang diinginkan. Ketiga adalah rancangan kelembagaan dan regulasi untuk

mempertegas hak pemanfaatan sumberdaya dan mengendalikan eksploitasi sumberdaya

ikan dan pemasarannya. Walaupun tidak mudah, perlu diupayakan mengkaji ketiga

faktor kajian tersebut dan mengaplikasikannya dalam menyusun suatu rencana

pengelolaan sumberdaya perikanan.

Menurut Widodo dan Nurhakim (2002) melaksanakan proses pengelolaan

sumberdaya perikanan sangat membutuhkan berbagai informasi sebagai dasar untuk

menetapkan berbagai rencana dan aturan yang harus di buat untuk menata kegiatan

pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut. Hal tersesebut sejalan dengan (Cochrane 2002)

yang menandaskan bahwa tahap pertama dalam menyusun rencana pengelolaan adalah

pengumpulan informasi dan dilanjutkan dengan tahap analisis dan perencanaan.

Menurut Nikijuluw (2002), sumberdaya perikanan harus dikelola dengan baik,

karena sumberdaya perikanan sangat sensitif terhadap tindakan manusia. Pendekatan

apapun yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya, jika pemanfaatan

dilakukan secara berlebihan, pada akhirnya sumberdaya akan mengalami tekanan secara

ekologi dana akan menurun kualitasnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan patut

dilakukan supaya pembangunan perikanan dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan

pembangunan dapat tercapai.

Dalam pengelolaan perikanan tangkap, terdapat beberapa ketentuan/peraturan

yang seyogyanya dimengerti dan dipahami untuk dapat dilaksanakan dengan benar,

khususnya oleh para pelaku utama penangkapan ikan (nelayan), pelaku usaha maupun

para stakeholder perikanan tangkap lainnya. Beberapa peraturan/ketentuan yang

mengatur kegiatan penangkapan ikan tersebut adalah Kewenangan Daerah dalam

Page 185: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Pengelolaan Wilayah Penangkapan Ikan. Sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Otonomi Daerah), bahwa

daerah diberikan wewenang untuk mengelola wilayah penangkapannya sesuai dengan

kemampuan daerah masing-masing.

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 telah diatur tentang beberapa kewenangan

dalam pengelolaan perkanan tangkap. Pasal yang mengatur kewenangan adalah Pasal 18.

Hal yang penting dari Pasal 18 adalah sebagai berikut: Pasal 18 (1), daerah yang

memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah

laut. Pasal (3) kewenangan tersebut meliputi: (i) eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan

pengelolaan kekayaan laut; (ii) pengaturan administratif; (iii) pengaturan tata ruang; (iv)

penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang

dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; (v) ikut serta dalam pemeliharaan

keamanan; (vi) ikut serta dalam pertahanan kedaulatan Negara.

Pasal 18 (4), kewenangan untuk Provinsi paling jauh 12 mil laut dari pantai, dan

untuk Kabupaten/Kota sepertiganya (4 mil laut); Ayat (6) ketentuan tersebut tidak

berlaku bagi nelayan kecil; Ayat (7) pelaksanaan ketentuan tersebut diatur lebih lanjut

dalam peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pasal tersebut diatas, telah terbit

berbagai macam peraturan perundang-undangan (Peraturan Pemerintah, Keppres,

Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Perda dan lain-lain). Beberapa aturan tersebut

diantaranya adalah peraturan tentang jalur penangkapan ikan dan pelaksanaan

pengawasan penangkapan ikan.

Perlu dipahami bersama, bahwa laut adalah akses terbuka, artinya kewenangan

yang diberikan kepada daerah adalah kewenangan sebagaimana Pasal 18 ayat (1), (3) dan

(4) tersebut diatas. Sehingga tidak ada kewenangan untuk melarang nelayan dari daerah

lain yang melakukan kegiatan penangkapan di daerah tertentu. Bedasarkan Undang-

Undang tersebut membawa konsekwensi berupa perubahan dalam tata pengelolaan dan

manfaat sumberdaya kelautan dan perikanan. Pemda memiliki landasan yang kuat untuk

mengimplementasikan pembangunan secara terpadu, mulai dari aspek perencanaan,

pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya dalam upaya menerapkan

pembangunan kelautan.

Page 186: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Tindakan pengelolaan perikanan tangkap adalah mekanisme untuk mengatur,

mengendalikan dan mempertahankan kondisi sumber daya ikan pada tingkat tertentu

yang diinginkan. Salah satu kunci pengelolaan ini adalah status dan tren aspek sosial

ekonomi dan aspek sumber daya. Data dan informasi status dan tren tersebut

baik dikumpulkan secara rutin (statistik) maupun tidak rutin (riset) sekaligus digunakan

untuk validasi kebijakan dan menjejak kinerja pengelolaan. Tren pengelolaan perikanan

tangkap di Indonesia saat ini cenderung dilakukan dengan intensifikasi alat tangkap atau

armada penangkapan pada hampir semua daerah penangkapan di Indonesia.

Prinsip kehati-hatian dalam konteks pengelolaan perikanan, disebutkan bahwa

Negara memberlakukan pendekatan yang bersifat kehati-hatian secara luas demi

konservasi, pengelolaan dan pengusahaan sumberdaya hayati akuatik guna melindungi

dan mengawetkan lingkungan akuatiknya. Lebih lanjut CCRF 1995 menekankan

beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pendekatan yang bersifat kehati-

hatian, diantaranya ketidak pastian yang bertalian dengan ukuran dan produktivitas stok

ikan, titik rujukan, kondisi stok yang berhubungan dengan titik rujukan tersebut, tingkat

dan persebaran mortalitas penangkapan dari dampak kegiatan penangkapan, termasuk

ikan buangan terhadap species bukan target dan species terkait (dependent species) serta

keadaan lingkungan dan sosial ekonomi.

Sementara itu, dalam menghadapi ketidakpastian sistem perikanan dan

mengambil tindakan dengan pengetahuan yang tidak lengkap, pendekatan yang bersifat

kehati-hatian mengharuskan beberapa hal, antara lain (FAO 1977); (1) pertimbangan

kebutuhan generasi mendatang dan upaya menghindari perubahan yang potensial tidak

dapat dipulihkan; (2) identifikasi awal dan hasil terhadap langkah untuk menghindari atau

memperbaikinya dengan segera (3) tiap langkah perbaikannya yang diperlukan harus

segera diawali tanpa penundaan dan langkah itu harus mencapai tujuannya dengan segera

pada skala waktu tidak lebih dari dua atau tiga dasawarsa; (4) jika dampak yang paling

mungkin dari penggunaan sumberdaya adalah ketidakpastian harus ada prioritas untuk

melestarikan kapasitas produktif dari sumberdaya tersebut; (5) kapasitas memanen dan

mengolah harus sepadan dengan tingkat pelestarian sumberdaya yang diperkirakan,

peningkatan dalam kapasitas selanjutnya harus ditahan jika produktivitas sumberdaya

sudah sangat tidak pasti; (6) semua kegiatan penangkapan harus memiliki hak

Page 187: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

pengelolaan terlebih dahulu dan tunduk pada tinjauan ulang secara berkala; (7) kerangka

kerja kelembagaan dan hukum untuk pengelolaan perikanan yang di dalamnya

dilembagakan rencana pengelolaan yang melaksanakan butir-butir di atas untuk setiap

perikanan; (8) penempatan secara tepat tanggung jawab pembuktian yang memuaskan

dengan cara melekatkan pada persyaratan diatas.

Prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab yaitu tidak

memperbolehkan hasil tangkapan melebihi jumlah potensi lestari yang boleh ditangkap.

Hal itu karena pengelolaan perikanan dipengaruhi tingkat fluktuasi dalam kegiatan

penangkapan tiap tahun secara signifikan. Namun tidak bertarti tangkapan setiap

tahunnya tidak pernah melampaui produksi bersih tahunan. Dalam lingkup kebanyakan

strategi permanen, variabilitas alami dan ketidakpastian menjadi sedemikian rupa

sehingga hasil tangkapan ikan mungkin melampaui produsi dalam beberapa tahun.

Prinsip keterpaduan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan

dan perikanan merupakan hal penting untuk diupayakan. Lewat keterpaduan di antara

stakeholders yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan

masyarakat, proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan dan

pemanfaatan sumberdaya perikanan akan dapat belajar dengan baik. Selain itu

terakomodasinya kepentingan masing-masing pihak serta keterpaduan antara hulu dan

hilir dan antar sector. Prinsip keterpaduan itu akan teraktualisasikan dalam bentuk saling

tukar informasi dan akses diantara stakeholders dalam meningkatkan kualitas

pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.

Prinsip keterpaduan itu pun bersifat dimensional dengan konteks pembangunan

berkelanjutan yaitu berdimensi ekologis, ekonomis, sosial budaya, hukum dan

kelembagaan serta politik. Dengan demikian pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

perikanan akan berjalan dengan baik.

Prinsip pengelolaan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan didefinisikan

sebagai pembangunan yang dapat mematuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa

mengurangi kemampuan generasi akan datang. Konsep pembangunan berkelanjutan

adalah pembangunan yang mengintegrasikan komponen ekologi, ekonomi dan social.

Setiap komponen itu saling berhubungan dalam satu sistem yang dipicu kekuatan dan

tujuan. Sektor ekonomi dipakai melihat pengembangan sumberdaya manusia, khususnya

Page 188: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

lewat peningkatan konsumsi barang dan jasa pelayanan. Sektor lingkungan difokuskan

pada perlindungan integritas sistem ekologi. Sektor siosial bertujuan untuk

meningkatkan hubungan antar manusia, pencapaian aspirasi individu dan kelompok, serta

penguatan nilai institusi (Munasinghe 2002).

8.2 Instrumen Pengelolaan Perikanan Tangkap

Terdapat beberapa pola yang telah dikembangkan dalam pengelolaan perikanan

tangkap. Charles (2001) menyatakan bahwa konsep perikanan tangkap yang

berkelanjutan mencakup aspek; (1) Keberlanjutan ekologi, memelihara keberlanjutan

stok/biomas sehingga melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan

kualitas ekosistem dengan perhatian utama; (2) keberlanjutan sosio-ekonomi,

memperhatikan keberlanjutan kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu.

Mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi

merupakan perhatian keberlanjutan; (3) keberlanjutan komunitas, keberlanjutan

kesejahteraan dari komunitas atau masyarakat harus menjadi perhatian pembangunan

perikanan yang berkelanjutan; (4) keberlanjutan kelembagaan; menyangkut pemeliharaan

aspek finansial dan administrasi yang sehat sebagai syarat ketiga pembangunan

perikanan.

Keterpaduan aspek-aspek pengelolaan tersebut dapat menggambarkan

keberlanjutan perikanan, karena aspek-aspek tersebut telah mencakup semua aspek

keberlanjutan perikanan sekaligus tolok ukur pembangunan berkelanjutan. Selanjunya,

Charles (2001) menyebutkan, ada tiga komponen kunci dalam sistem perikanan

berkelanjutan, yaitu (1) sistem alam (natural system) yang mencakup ikan, ekosistem,

dan lingkungan biofisik; (2) sistem manusia (human system) yang mencakup nelayan,

sector pengolah, pengguna, komunitas perikanan, dan lingkungan

social/ekonomi/budaya; (3) sistem pengelolaan perikanan (fishery management system)

yang mencakup perencanaan dan kebijakan perikanan, manajemen perikanan,

pembangunan perikanan dan penelitian perikanan.

Page 189: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Berbagai wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia sudah sangat padat, seperti

Laut Jawa, laut Arafura, Selat Karimata atau Laut Sulawesi. Pengelolaan perikanan ke

depan memerlukan upaya bersama dan serius dalam mengendalikan penagkapan (fishing

capacity) dan pemberantasan IUU fishing melalui berbagai instrumen antara lain Code of

Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) (Dirjend Perikanan Tangkap 2011).

Code of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah satu

kesepakatan dalam konferensi Committee on Fisheries (COFI) ke-28 FAO di Roma

pada tanggal 31 Oktober 1995, yang tercantum dalam resolusi Nomor: 4/1995 yang

secara resmi mengadopsi dokumen Code of Conduct for Responsible Fisheries.

Resolusi yang sama juga meminta pada FAO berkolaborasi dengan anggota dan

organisasi yang relevan untuk menyusun technical guidelines yang mendukung

pelaksanaan dari Code of Conduct for Responsible Fisheries tersebut.

Tatalaksana ini menjadi asas dan standar internasional mengenai pola perilaku

bagi praktek yang bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan

maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan

pengembangan efektif sumberdaya hayati akuatik berkenaan dengan pelestarian

ekosistem dan keanekaragaman hayati. Tatalaksana ini mengakui arti penting aspek gizi,

ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya yang menyangkut kegiatan perikanan dan terkait

dengan semua pihak yang berkepertingan yang peduli terhadap sektor perikanan.

Tatalaksana ini memperhatikan karakteristik biologi sumberdaya perikanan yang terkait

dengan lingkungan/habitatnya serta menjaga terwujudnya secara adil dan berkelanjutan

kepentingan para konsumen maupun pengguna hasil pengusahaan perikanan lainnya.

Pelaksanaan konvensi ini bersifat sukarela. Namun beberapa bagian dari pola

perilaku tersebut disusun dengan merujuk pada UNCLOS 1982. Standar pola perilaku

tersebut juga memuat beberapa ketentuan yang mungkin atau bahkan sudah memberikan

efek mengikat berdasarkan instrumen hukum lainnya di antara peserta, seperti pada

"Agreement to Promote Compliance with International Conservation and

Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas (Compliance

Agreement 1993)'. Oleh sebab itu negara-negara dan semua yang terlibat dalam

pengusahaan perikanan didorong untuk memberlakukan Tatalaksana ini dan mulai

menerapkannya.

Page 190: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Ada Enam (6) Topik yang diatur dalam Tata laksana ini adalah: (1) Pengelolaan

Perikanan; (2) Operasi Penangkapan; (3) Pengembangan Akuakultur; (4) Integrasi

Perikanan ke Dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir; (5) Penanganan Pasca Panen dan

Perdagangan; (6) Penelitian Perikanan.

Prinsip-prinsip Umum Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)

yaitu:

1. Pelaksanaan hak untuk menangkap ikan bersamaan dengan kewajiban untuk

melaksanakan hak tersebut secara berkelanjutan dan lestari agar dapat menjamin

keberhasilan upaya konservasi dan pengelolaannya;

2. Pengelolaan sumber-sumber perikanan harus menggalakkan upaya untuk

mempertahankan kualitas, keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber-

sumber perikanan dalam jumlah yang mencukupi untuk kepentingan generasi

sekarang dan yang akan datang;

3. Pengembangan armada perikanan harus mempertimbangkan ketersediaan

sumberdaya sesuai dengan kemampuan reproduksi demi keberlanjutan

pemanfaatannya;

4. Perumusan kebijakan dalam pengelolaan perikanan harus didasarkan pada bukti-

bukti ilmiah yang terbaik, dengan memperhatikan pengetahuan tradisional tentang

pengelolaan sumber-sumber perikanan serta habitatnya;

5. Dalam rangka konservasi dan pengelolaan sumber-sumber perikanan, setiap negara

dan organisasi perikanan regional harus menerapkan prinsip kehati-hatian

(precautionary approach) seluas-luasnya;

6. Alat-alat penangkapan harus dikembangkan sedemikian rupa agar semakin selektif

dan aman terhadap kelestarian lingkungan hidup sehingga dapat mempertahankan

keanekaragaman jenis dan populasinya;

7. Cara penangkapan ikan, penanganan, pemprosesan, dan pendistribusiannya harus

dilakukan sedemikian rupa agar dapat mempertahankan nilai kandungan nutrisinya;

8. Habitat sumber-sumber perikanan yang kritis sedapat mungkin harus dilindungi dan

direhabilitasi;

Page 191: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

9. Setiap negara harus mengintegrasikan pengelolaan sumber-sumber perikanannya

kedalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir;

10. Setiap negara harus mentaati dan melaksanakan mekanisme Monitoring, Controlling

and Surveillance (MCS) yang diarahkan pada penataan dan penegakan hukum di

bidang konservasi sumber-sumber perikanan;

11. Negara bendera harus mampu melaksanakan pengendalian secara efektif terhadap

kapal-kapal perikanan yang mengibarkan benderanya guna menjamin pelaksanaan

tata laksana ini secara efektif;

12. Setiap negara harus bekerjasama melalui organisasi regional untuk mengembangkan

cara penangkapan ikan secara bertanggungjawab, baik di dalam maupun di luar

wilayah yurisdiksinya;

13. Setiap negara harus mengembangkan mekanisme pengambilan keputusan secara

transparan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap

pengembangan peraturan dan kebijakan pengelolaan di bidang perikanan;

14. Perdagangan perikanan harus diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip, hak,

dan kewajiban sebagaimana diatur dalam persetujuan World Trade Organization

(WT0);

15. Apabila terjadi sengketa, setiap negara harus bekerjasama secara damai untuk

mencapai penyelesaian sementara sesuai dengan persetujuan internasional yang

relevan;

16. Setiap negara harus mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

konservasi melalui pendidikan dan latihan, serta melibatkan mereka di dalam proses

pengambilan keputusan;

17. Setiap negara harus menjamin bahwa segala fasilitas dan peralatan perikanan serta

lingkungan kerjanya memenuhi standar keselamatan internasional;

18. Setiap negara harus memberikan perlindungan terhadap lahan kehidupan nelayan

kecil dengan mengingat kontribusinya yang besar terhadap penyediaan kesempatan

kerja, sumber penghasilan, dan keamanan pangan;

19. Setiap negara harus mempertimbangkan pengembangan budidaya perikanan untuk

menciptakan keragaman sumber penghasilan dan bahan makanan.

Page 192: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Sasaran-sasaran penting implementasi Code of Conduct for Responsible

Fisheries (CCRF) di Indonesia:

1. Fisheries management (pengelolaan perikanan)

- Memperhatikan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) dalam

merencanakan pemanfaatan sumberdaya ikan.

- Menetapkan kerangka hukum – kebijakan.

- Menghindari Ghost Fishing atau tertangkapnya ikan oleh alat tangkap yang

terbuang / terlantar.

- Mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar

instansi dan Negara.

- Memperhatikan kelestarian lingkungan.

2. Fishing operations (Operasi Penangkapan).

- Penanganan over fishing atau penangkapan ikan berlebih.

- Pengaturan sistem perijinan penangkapan.

- Pembangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS).

3. Aquaculture development (Pembangunan Akuakultur)

- Menetapkan strategi dan rencana pengembangan budidaya .

- Melindungi ekosistem akuatik.

- Menjamin keamanan produk budidaya.

4. Integration of fisheries into coastal area management (Integrasi Perikanan ke dalam

pengelolaan kawasan pesisir)

- Mengembangkan penelitian dan pengkajian sumberdaya ikan di kawasan

pesisir beserta tingkat pemanfaatannya.

5. Post-harvest practices and trade (Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan).

- Bekerjasama untuk harmonisasi dalam program sanitasi, prosedur sertifikasi

dan lembaga sertifikasi.

- Mengembangkan produk value added atau produk yang bernilai tambah.

- Mengembangkan perdagangan produk perikanan.

- Memperhatikan dampak lingkungan kegiatan pasca panen.

Page 193: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

6. Fisheries research (Penelitian Perikanan)

- Pengembangan penelitian.

- Pengembangan pusat data hasil penelitian.

- Aliansi kelembagaan internasional.

Kewajiban Mengikuti Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF):

(1) Semua Negara yang memanfaatkan sumberdya ikan dan lingkungannya; (2) Semua

pelaku perikanan (baik penangkap dan prosesing); (3) Pelabuhan-pelabuhan perikanan

(kontruksi, pelayanan, inspeksi, dan pelaporan); (4) Industri disamping harus

menggunakan alat tangkap yang sesuai; (5) Peneliti untuk pengembangan alat tangkap

yang selektif; (6) Observer program (pendataan diatas kapal); (7) Perikanan rakyat, perlu

mengantisipasi dampak terhadap lingkungan dan penggunaan energi yang efisien.

Dalam acara Refleksi 2010 dan Outlook 2012 Pembangunan Perikanan Tangkap

Dedy H. Sutisna mengatakan outlook Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2011 adalah

Industrialisasi perikanan pangkap berbasis pemberdayaan nelayan. Berbagai fokus

aktivitas direncanakan untuk merealisasikan industrialisasi tersebut. Pertama dilakukan

pemulihan sumberdaya ikan dan kampanye mengenai peningkatan produktivitas

perikanan dengan jargonya “One Man One Thousand Fies”. Kedua Minapolitan yang

pada tahun ini bergerak pada tahap yang lebih operasional pada 9 lokasi minapolitan

(Kota Ternate dengan zona inti PPN Ternate, Kota Bitung dengan zona inti PPS Bitung,

Kab. Pcitan dan Zona Inti PPP Tamperan, Kab. Banyuwangi dengan zone inti PPP

Muncar, Kab. Cilacap dengan zona inti PPS Cilacap, Kab. Sukabumi dengan zona inti

PPN Pelabuhan Ratu, Kab. Bangka dengan zona inti PPN Sungai Liat, Kota Ambon

dengan zona inti PPN Ambon dan Kota Medan dengan Zona Inti PPS Belawan serta

rancangan Mega Minapolitan di Morotai.

Minapolitan adalah konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis

manajemen ekonomi kawasan dengan motor penggerak sektor kelautan dan perikana

dalam rangka peningkatan pendapatan rakyat.

Pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan dengan konsepsi Minapolitan

dikembangkan melalui peningkatan efisiensi dan optimalisai keunggulan komparatif dan

kompetitif daerah sesuai dengan eksistensi kegiatan pra produksi, produksi, pengolahan

Page 194: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

dan atau pemasaran, serta jasa pendukung lainnya, yang dilakukan secar terpadu, holistic

dan berkelanjutan.

Minapolitan bertujuan untuk; (1) meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat

skala mikro dan kecil; (2) meningkatkan jumlah dan kualitas usaha menengah ke atas

sehingga berdaya saing tinggi; dan (3) meningkatkan sektor kelautan dan perikanan

menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional.

Dalam implementasinya, pengembangan suatu kawasan minapolitan

dikarakteristikan pada sentra-sentra produksi dan pemasaran berbasis perikanan dan

mempunyai multiflier effect tinggi terhadap kegiatan ekonomi, produksi, perdagangan,

jasa, pelayanan, kesehatan dan sosial yang saling terkait, dan mempunyai sarana dan

prasarana memadai sebagai pendukung keanekaragaman aktivitas ekonomi layaknya

sebuah kota.

Ketiga pemberdayaan nelayan yang ditempuh dengan beberapa langkah, yang

diantaranya sertifikasi hak atas tanah nelayan, asuransi bagi nelayan, inpres kapal mina

1000 kapal, dan lain-lain. Keempat water front city dan konsep mall perikanan. Kelima

konversi BBM ke gas. Keenam kesyahbandaran yang akan menjadi control hasil

perikanan yang masuk keluar. Ketujuh capaian IKU dan pengembangan buku kapal

perikanan di 33 provinsi dan perijinan yang lebih cepat.

Tahun 2011

Tahun 2012

Gambar 31 Minapolitan Percontohan

Page 195: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Tata laksana pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan konsep

minapolitan difokuskan pada percepatan pengingkatan produksi kelautan dan perikanan

untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan ekonomi daerah.

Paket-paket kegiatan perikanan tangkap sekurang-kurangnya memenuhi unsure-

unsur sebagai berikut: (1) komoditas unggulan dan target produksi; (2) distribusi wilayah

penangkapan pro nelayan; (3) struktur armada nasional; (4) system pengkayaan stok,

moratorium dan peningkatan produksi; (5) system pelayanan perijinan; (6) system

pengelolaan pelabuhan perikanan dan TPI efisien pro nelayan; (7) system insentif usaha

investasi; (8) teknologi penangkapan dan penanganan ikan di atas kapal; (9) bantuan

teknis, seperti sarana dan permodalan serta pendampingan, dan (10) pembangunan

prasarana.

8.3 Beberapa Pendekatan Manajemen Perikanan Tangkap

Pengendalian perikanan tangkap dapat dilakukan dengan aturan yang bersifat

teknis, bersifat manajemen upaya penangkapan (input control) dan manajemen hasil

tangkapan (output control), serta pengendalian ekosistem (Murdiyanto 2004).

Sementara itu Suseno (2007) menandaskan bahwa terdapat sepuluh prioritas pendekatan

dalam pengelolaan perikanan tangkap secara berkelanjutan yaitu: (1) mengerjakan

penataan sistem pendataan perikanan secara akurat dan menyeluruh; (2) meningkatkan

kualitas SDM perikanan tangkap; (3) pengendalian produksi perikanan tangkap; (4)

reposisi rezim pengelolaan perikanan tangkap; (5) rehabilitasi dan perlindungan terhadap

ekosisttem; (6) merumuskan peraturan presiden tentang percepatan pemberantasan IUU

Fishing; (7) peningkatan produksi perikanan budidaya; (8) kebijakan pengembangan

pemasaran produksi perikanan nasional; (9) perberdayaan masyarakat secara partisipatif

dan dukungan perbankan; (10) peningkatan koordinasi dan komunikasi antar pengelola

perikanan.

(1) Penataan Sistem Pendataan Perikanan

Pemerintah hendaknya mulai merencanakan untuk membentuk lembaga

independen yang bertugas menyusun sistem pendataan perikanan nasional. Lembaga

Page 196: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

tersebut hendaknya bestatus fungsional. Hal yang sama telah dilakukan Jepang dengan

membentuk JAFIC (Japan Fisheries Information Center). Nilai data yang baik, tepat

waktu, dan akurat hanya dapat dilakukan lembaga independen yang ditangani tenaga-

tenaga professional dengan basis keilmuan di bidang perikanan.

Menurut Murdiyanto (2004), secara teoritis bila cukup tersedia data,

dimungkinkan untuk menentukan efisiensi relatif untuk setiap kapal dengan cara

membandingkan data historis CPUE dalam database kapal ikan. Akan tetapi dalam

prakteknya, kelangkaan data dan perubahan yang terus menerus sering dikaitkan dengan

peningkatan efiiensi sehingga sukar dikalibrasi. Hal ini menunjukkan betapa perlunya

pengumpulan data yang baik dan lengkap.

Kehadiran data yang tepat waktu dan akurat sangatlah dibutuhkan bagi para

pengguna, terutama decision marker dalam proses perencanaan pengelolaan perikanan.

Di masa depan, perencanaan pembangunan perikanan hendaknya dilakukan secara

matang dan didukung basis data yang akurat agar terhindar dari kesalahan dan kegagalan.

Keberadaan data perikanan yang akurat tidak hanya bermanfaat bagi para

pengambil kebijakan, tetapi juga bagi para pengusaha. Investasi perikanan dapat berjalan

sesuai kapasitas sumberdaya yang tersedia dan teralokasi pada lokasi yang berpeluang

untuk dikembangkan sehingga tidak terjadi penumpukan modal (over capital).

(2) Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia Perikanan Tangkap

Peningkatan kualiatas SDM mencakup peningkatan kapasitas aparatur perikanan di

tingkat daerah dan kapasitas pelaku usaha perikanan, terutama pelaku usaha tradisional.

Adapun pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengatasi terjadinya krisis SDM,

yaitu: pendekatan pendidikan formal dan pendekatan pendidikan informal. Pendekatan

pendidikan formal, misalnya penyediaan beasiswa pendidikan kepada nelayan yang tidak

mampu. Langkah tersebut dimaksudkan agar anak-anak nelayan tetap memiliki akses

pendidikan meskipun pendapatan orangtua mereka terbatas. Langkah itu termasuk

bagian dari upaya mencapai target program belajar 9 tahun. Selain dilakukan pemerintah,

hendaknya langkah itu dilaksanakan pihak terkait lain dalam menyediakan program

beasiswa pendidikan bagi anak nelayan yang memiliki kecerdasan melanjutkan

pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk perguruan tinggi. Pentingnya

Page 197: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

beasiswa pendidikan bagi para anak nelayan itu sangat penting karena sampai saat ini

hanya sebagian kecil dari mereka yang dapat mengakses pendidikan hingga perguruan

tinggi.

Penyiapan SDM perikanan tangguh tidak terbatas pada tuntuan menghadapi era

globalisasi semata, tetapi upaya untuk mengurangi pula kerusakan lingkungan akibat

ketidakpahaman para pelaku usaha perikanan. Selain itu SDM perikanan yang tangguh

diharapkan mampu mewujudkan babak baru dalam proses pembangunan perikanan yang

lebih berwawasan lingkungan, berkeadilan, dan dilakukan sesuai kaidah pembangunan

perikanan yang berkelanjutan.

Pendekatan pendidikan informal (pendidikan luar sekolah). Cara itu dapat

dilakukan dengan mengadakan pelatihan/diklat, magang, studi banding dan penyuluhan

bagi para nelayan. Kegiatan pelatihan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas

masyarakat nelayan, misalnya: pelatihan kewirausahaan dan penyusunan rencana usaha

(business plan). Pelatihan tersebut bertujuan meningkatkan keterampilan peserta dalam

menyusun rencana dan pengelolaan usahanya serta meningkatkan pengetahuan peserta

mengenai sumber permodalan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan skala

usahanya.

(3) Pengendalian Produksi Perikanan Tangkap

Untuk menjaga keberlanjutan produksi perikanan tangkap nasional agar tidak

melebihi TAC yang ditetapkan sebesar 5,1 juta ton/tahun. Langkah nyata untuk

mengimplementasikann kebijakan itu antara lain: Pengendalian upaya penangkapan

(input control) dan Pengendalian hasil tangkapan (output control).

Pengendalian upaya penangkapan (input control), dapat dilakukan dengan

membatasai jumlah unit penangkapan dengan membatasi pengeluaran surat izin dan

jumlah unit-waktu penangkapan misalnya dengan pembagian kuota upaya penangkapan

untuk individu dan pembatasan ukuran kapal dan/atau alat tangkap.

Murdiyanto (2004) menyatakan dengan membatasi jumlah upaya penangkapan

berarti mengurangi mortalitas penangkapan. Dalam menjalankan industri perikanan yang

bertanggung jawab, pembatasan upaya penangkapan harus dilakukan sebagai salah satu

syarat pengelolaan terlepas dari telah adanya aturan pengelolaan dalam bentuk lain.

Pengalaman menunjukkan, tanpa adanya pembatasan unit, upaya penangkapan akan sulit

Page 198: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

untuk dikendalikan secara efektif. Secara umum, jika akses dan hak pemanfaatan telah

ditempatkan secara wajar, pemegang hak pemanfaatan cenderung mengatur kapasitas dan

upayanya sendiri sesuai kepentingan ekonominya. Kapasitas yang berlebihan umumnya

terkait dengan adanya akses yang terbuka terhadap kawasan SDI dan cenderung menurun

setelah pengalokasian pembatasan hak pemanfaatan dapat dilakukan dengan benar.

Kesulitan terbesar dalam memakai input control untuk mengatur perikanan

berkaitan dengan masalah penentuan berapa sebenarnya jumlah upaya masing-masing

unit penangkapan yang ada. Setiap unit penangkapan yang telah tertentu tipe dan

spesifikasinyapun mempunyai variasi yang besar dalam hal sifat alat tangkap, teknologi

penunjangnya, kualitas pemeliharaan (maintenance) kapal, keterampilan nakhoda dan

faktor lainnya. Perbedaan variasi ini menyebabkan sulitnya menentukan kwantitas upaya

efektifitas dalam kegiatan perikanan.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan membatasi jumlah hasil tangkapan yang

diperbolehkan bagi suatu wilayah pemanfaatan sumberdaya ikan tertentu yang lalu

dilanjutkan menjadi pembatasan jumlah hasil tangkapan untuk setiap unit penangkapan

secara individu seperti yang dilakukan Komisi Uni Eropa. Pengaturan semacam itu,

khususnya ditujukan bagi perikanan industri dan berskala besar.

Menurut Murdiyanto (2004) dalam teorinya, output control memberikan estimasi

dan pelaksanaan penangkapan yang optimal dari suatu stok sumberdaya ikan dalam suatu

strategi penangkapan. Untuk mencapai tujuan pengendalian ini perlu adanya informasi

dan teori yang benar tentang dinamika populasi dari stok dan responnya terhadap

mortalitas penangkapan. Output control biasanya berkaitan dengan penetapan angka

TAC atau JTB yang kemudian dipecah menjadi kuota individu bagi Negara atau kapal

atau perusahaan penangkapan atau nelayan yang bersama-sama memanfaatkan

sumberdaya yang bersangkutan.

Secara teoritis output control mengabaikan kebutuhan untuk melakukan estimasi

efisiensi penangkapan terhadap semua unit dalam perikanan, serta untuk memantau dan

merespon perubahan efisiensi penangkapan terhadap waktu, yang merupakan ciri-ciri

input control. Walaupun demikian kajian semacam ini akan tetap diperlukan dari waktu

ke waktu untuk memfasilitasi penyesuaian kapasitas sumberdaya dan jumlah kapal yang

perlu dipertimbangkan bagi perkembangann teknologi penangkapan. Tanpa penyesuaian

Page 199: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

tersebut, peningkatan kapasitas penangkapan yang tidak terkendali akan mendorong

terjadinya penambahan penangkapan yang berlebihan yang tidak dilaporkan.

Lebih lanjut Murdiyanto (2004) menjelaskan bahwa pengendalian hasil tangkapan

juga mempunyai masalah dalam implementasinya: Sementara pengendalian hasil

tangkapan dapat melindungi sumberdaya ikan, dengan tidak adanya pembatasan akses

dan kuota penangkapan, maka distorsi social dan ekonomi akibat adanya persaingan

untuk memperoleh bagian alokasi JTB yang tersisa, masih belum dapat dikurangi.

Persoalan terbesar dari pengendalian hasil tangkapan adalah masalah monitoring terhadap

hasil tangkapan tersebut. Dorongan bagi nelayann untuk tidak melaporkan hasil

tangkapannya cendrung menjadi tinggi bila laporan hasil tangkapan ini merupakan faktor

yang dijadikan alat untuk membaaatasi atau mengatur haknya untuk menangkap ikan.

(4) Reposisi rezim pengelolaan perikanan tangkap

Selama ini, rezim pemanfaatan sumberdaya ikan yang berlaku di Indonesia-

terutama di ZEE dan laut lepas adalah rezim open acces (non property). Artinnya hampir

tidak ada batasan untuk melakukan akses terhadap sumberdaya ikan. (Charles 2001)

menyatakan, ada dua makna dalam rezim open access (non property) yaitu: (1)

Sumberdaya ikan yang tidak tak terbatas itu diakses kapal yang hamper tidak terbatas

(laissez-faire) pula diyakini akan menimbulkan kerusakan sumberdaya, sosial dan

ekonomi; (2) Tidak ada kendali terhadap akses kapal, padahal ada pengaturan terhadap

hasil tangkapan. Hal itu diyakini menjadi salah satu pembentu over-capitalization

terhadap kapal yang didorong pemahaman rush for the fish; menangkap ikan sebanyak-

banyaknya.

Salah satu titik awal dari reposisi rezim perikanan nasional adalah dengan

mengubah secara gradual rezim quasi open acces menjadi limited entry atau, paling tidak

controlled-open acces. Rezim itu menitik beratkan pada pengelolaan sumberdaya

perikanan dari sisi input atau output melalui mekanisme pengaturan use rights. Tata

pemerintah yang baik (good govermance) menjadi syarat penerapan rezim tersebut

karena menyangkut mekanisme pemberian izin yang adil, transparan dan efisien.

Page 200: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(5) Rehabilitasi perlindungan terhadap ekosistem

Dalam hal ini pemerintah harus melindungi ekosisterm mangrove dari ancaman

kerusakan, bahkan sudah harus merehabilitasinya guna mengembalikan fungsi ekosistem

mangrove yang menunjang kehidupan ikan. Begitu pula perlakuan terhadap ekosistem

terumbu karang yang perananya sangat signifikan bagi kelangsungan hidup ikan.

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk merehabilitasi dan

perlindungan terhadap ekosistem adalah melalui reorientasi pendekatan pengelolaan

perikanan tangkap ke arah pengelolaan yang berbasis ekosisterm (ecosystem-based

management to marine fisheries). Konsep dasar pendekatan itu, mengelola aktivitas

manusia bersama ekosistem di sekitarnya (King 1995). Salah satu bentuk nyata

pendekatan iotu adalah Marine Protected Area (MPA), yaitu pengelolaan tidak

dimaksudkan pada salah satu species tertentu, melainkan pada upaya pemnbatasan

aktivitas manusia di daerah yang dimaksud (Charles 2001).

Daerah perlindungan laut dapat merupakan alat penting untuk mencapai tujuan

perikanan yang berkelanjutan, terutama untuk jenis-jenis ikan yang kehidupannya

menetap. MPA juga berperan penting dalam mempertahankan dan memperbaiki habitat

yang kritis atau mempertahankan kehidupan ikan-ikan yang pertumbuhannya sensitif

pada fase-fase tertentu.

Perlindungan dan rehabilitasi lingkungan hendaknya diatur pula melalui

penegakan hukum (law enforcement) terhadap para pelaku kegiatan penangkapan ikan

secara destruktif. Bentuk nyata perhatian pemerintah atas masalah itu adalah UU No. 45

Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 2004 tentang perikanan yang di

dalamnya mengatur sangsi yang berat bagi para pelaku perusakan lingkungan laut, di

dalamnyapun diatur pula adanya hakim ad hoc yang khusus menangani para pelaku

pelanggaran dan perusakan lingkungan laut.

Page 201: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(6) Merumuskan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pemberantasan IUU

Fishing

Perpu tentang IUU Fishing itu harus dilihat secara komprehensif dari berbagai

aspek, antara lain masalah kedaulatan, keamanan, ekonomi, dan citra sebagai bangsa

yang besar. Oleh karena itu, beberapa hal yang hendaknya diatur dalam perpu adalah:

1. Badan pelaksana Perpu merupakan gabungan berbagai instansi pemerintah

yang terkait seperti Departemen Kelautan dan Perikanan, TNI AL,

Departemen Kehakiman, Polairut, Mahkamah Agung, dan Jaksa Agung.

Tugas badan pelaksana itu, antara lain memberantas praktek kolusi perizinan

perikanan yang dilakukan pihak dari pemerintah atau swasta yang hanya

mementingkan kepentingan sendiri (Rent Seekers).

2. Memperbaiki manajemen perikanan dengan menerapkan pengaturan musim

penangkapan untuk jenis-jenis tertentu dan memetapkan daerah perlindungan

guna menjamin kelestariannya. Pembatasan musim penangkapan dapat

digunakan untuk melindungi komponen stok ikan misalnya pada fase juwana

(juvenile) atau fase dewasa dan memijah. Pembatasan ini dimaksudkan untuk

mengatur total mortalitas penangkapan. Akan tetapi untuk melaksanakan

pengaturan ini staf pengelola perikanan harus memonitor upaya yang ada dan

pembatasan area dan waktu yang tepat.

Menurut Murdiyanto (2004), untuk melindungi stok, pemijahan,

perkembangan larva, juvenile dan ikan dewasa dapat dilakukan antara lain

dengan menutup suatu areal perairan terhadap kegiatan penangkapan ikan.

Perairan dekat pantai dapat ditutup untuk melindungi fauna habitat bakau

yang hidup di air dangkal, dikenal sebagai daerah asuhan (nursery area) bagi

berbagai spesies. Di beberapa daerah perairan pantai penutupan dapat

dilakukan secara permanen. Di beberapa daerah perairan pantai penutupan

dapat dilakukan secara permanen. Penutupan areal terhadap kegiatan

penangkapan dapat juga dilakukan pada musim tertentu saja, atau di luasan

tertentu atau kombinasi keduanya. Penutupan areal penangkapan dapat

dilakukan beberapa bulan sesuai dengan musim penangkapan untuk memberi

kesempatan kepada jenis-jenis ikan tertentu melakukan pemijahan dan

Page 202: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

bertelur. Bila perlu penutupan daerah penangkapan ikan dilakukan selama

satu tahun penuh agar dapat memulihkan populasi jenis organisme tertentu

yang telah menipis, misalnya melarang penangkapan udang dengan trawl di

perairan tertentu selama satu tahun.

Untuk menetapkan lokasi daerah perairan dan waktu penutupan secara tepat

memerlukan studi dan kajian yang mendalam sebelumnya agar benar-benar

dapat diketahui secara lebih pasti dan akurat di mana dan kapan terjadinya

masa pemijahan dan masa bertelur dari ikan atau organisme laut lainnya yang

dikelola.

3. Meningkatkan peran serta nelayan. Peningkatan peran serta nelayan dalam

upaya memanfaatkan dan menjaga kelestarian potensi SDI di perairan

Indonesia saat ini sangat perlu diatur dalam perpu tadi mengingat peran serta

nelayan hingga saat ini belum dilaksanakan secara optimal.

(7) Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya

Kebijakan itu untuk memenuhi kebutuhan ikan dan produk perikanan masyarakat

Indonesia dan dunia. Menurut Dirjend Perikanan Tangkap KKP (2011), Sektor

perikanan budidaya secara khusus peride 2006-2010 mengalami peningkatan hingga

19,56 persen. Pada tahun 2005 potensi produksi budidaya Indonesia mencapai 57,7

juta/tahun. Pada tahun 2010 pencapaian potensi produksi budidaya sebesar 10,83 juta

ton. Hal tersebut berarti melampaui target sasaran yang dipatok yaitu sebesar 10,76 juta

ton. Sektor perikanan budidaya secara khusus telah menjadi ujung tombak pencapaian

tujuan itu. Pendayagunaan potensi perikanan budidaya akan menghantarkan Indonesia

sebagai Negara yang mencapai surplus produksi perikanan (swasembada ikan). Dengan

begiatu, harapan produk perikanan Indonesia dapat menjadi pemasok utama kebutuhan

dunia dapat terealisasi.

Strategi yang dapat dikembangkan dalam upaya mencapai swasembada ikan

adalah:

1. Penerapan teknologi budidaya yang ramah lingkungan. Artinya, jangan sampai

pengembangan budidaya menimbulkan eksternalitas yang negatif terhadap

keberlanjutan lingkungan di sekitar lokasi budiaya. Oleh karena itu, pemerintah

Page 203: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

hendaknya menjadi jembatan antara pembudidaya dan perguruan tinggi dalam

mengembangkan teknologi budidaya ramah lingkungan.

2. Merehabilitasi lahan pesisir yang mengalami degradasi lingkungan. Lahan pesisir

yang telah mengalami degradasi itu sebagian besar merupakan lahan yang

potensial untuk dikembangkan sebagai lahan budidaya. Dengan demikian,

rehabilitasi lahan pesisr itu saat ini meupakan kebutuhan utama dalam upaya

mengembangkan dan merevitalisasi budidaya perikanan di Indonesia. Selain itu,

upaya rehabilitasi lahan pesisir tadi bertujuan menjaga kerusakan wilayah pesisir

yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.

3. Memudahkan akses modal para pembudidaya ikan. Selama ini, akses modal dari

perbankan dan pemilik modal lainnya bagi pembudidaya ikan sangat minim. Hal

itu karena para pemilik modal masih belum percaya pada kedahsyatan sektor

perikanan. Untuk itu, pemerintah harus terus menerus meyakinkan pihak

perbankan agar berpartisipasi dalam upaya pengembangan sector perikanan

nasional.

4. Mengembangkan pabrik-pabrik pakan ikan nasional. Selama ini, sebagian pakan

ikan nasional dipasok produk luar negeri sehingga ketika terjadi krisis ekonomi

tahun 1997, peningkatan pendapatan produk perkebunan. Itu karena beberapa

produk perikanan masih sangat bergantung pada produk luar negeri seperti halnya

produk tepung ikan.

(8) Kebijakan Pengembangan Pemasaran Produksi Perikanan Nasional

Kebijakan tersebut bertujuan agar produk perikanan Indonesia dapat dipasarkan

lebih luas lagi ke Negara-negara pengonsumsi ikan. Oleh karena itu, alangkah baiknya

jika pemerintah membentuk tim khusus yang bertanggung jawab dalam pemasaran

produk perikanan nasional. Selain bertugas memasarkan produk perikanan Indonesia,

tim itu pun bertugas meyakinkan Negara-negara di dunia bahwa perikanan Inndonesia

sangat ramah lingkungan dan memiliki daya saing tinggi

Page 204: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

(9) Pemberdayaan masyarakat secara partisipatif dan dukungan perbankan.

Pengelolaan partisipatif merupakan paradigma pengelolaan sumberdaya yang kini

banyak dianut di Negara berkembang. Di Indonesia, paradigma itu baru diperkenalkan

sejak pertengahan decade 90-an. Pengelolaan itu disebut pula sebagai pengelolaan

berbasis masyarakat, pengelolaan kooperatif atau pengelolaan kolaboratif.

Pada dasarnya, pengelolaan partisipatif merupakan pengelolaan sumberdaya yang

melibatkan partisipasi masyarakat atau yang dilakukan bersama masyarakat dan

pemerintah (kolaboratif). Tidak ada pedoman yang baku tentang proporsi partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sangat bervariasi

dalam pengelolaan partisipatif.

Pengelolaan partisipatif berada di tengah pendulum dua kutub, yaitu pengelolaan

adat dan pengelolaan pemerintah. Contoh pengelolaan yang murni dilakukan adat adalah

pengelolaan perdagangan siput Trochus melalui system sasi di Maluku sejak zaman

Belanda hingga pertengahan tahiun 1970-an (Zerner 1994). Adapun contoh pengelolaan

yang murni dilakukan pemerintah adalah pembagian wilayah penangkapan ikan serta

larangan pemakaian bom dan racun. Dari pengalaman pada dua kutub pendulum itu, kita

melihat efektivitas pengelolaan adat sangat tinggi, sedangkan pengelolaan pemerintah

biasanya tidak efektif (Fraser et al. 1999).

Namun, kearifan lokal dalam memahami sumberdaya ikan tidak selalu ada dalam

adat dan tepat untuk mengatasi permasalahan masa kini. Pada umumnya, pemahaman

masyarakat adat tentang pengelolaan sumberdaya ikan di masa kini masih sangat kurang

sehingga pengelolaan adat dapat menimbulkan salah kelola. Mobilisasi masyarakat yang

sangat tinggi kini dapat pula membuat pengelolaan adat berbenturan dengan kepentingan

nasional. Untuk itu pengelolaan sumberdaya ikan perlu dilakukan secara partisipatif

yang melibatkan seluruh stakeholder perikanan.

Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan desa pesisir hendaknya dilakukan

mulai dari penyususnan perencanaan desa sampai tahapan implementasinya.

Perencanaan pembangunan desa merupakan langkah penting yang harus dilaksanakan

dalam rangka suatu proses pembangunan. Fungsi penting perencanaan pembangunan

adalah untuk mempengaruhi, memberikan arahan dan dalam beberapa hal mengendalikan

perubahan social, ekonomi dan budaya masyarakat dlam kurun waktu tertentu.

Page 205: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Selain itu dengan bergulirnya otonomi daerah dan semangat reformasi,

perencanaan pembangunan yang baik hendaknya beranjak dari realitas sosial, ekonomi

dan budaya masyarakat setempat serta harus aspiratif dan responsif terhadap kebutuhan

masyarakat. Dalam kaitan itu, suatu proses perencanaan pembangunan hendaknya

disususn dengan melibatkan masyarakat terkait (stakeholders). Hal itu sangat penting

dilakukan agar segenap program yang berhasil di rancang merupakan buah pemikiran

para stakeholders yang pada gilirannya menambah kebersamaan dalam pelaksanaannya.

(10) Peningkatan Koordinasi dan Komunikasi antar Pengelola Perikanan.

Sejalan dilaksanakannya era desentralisasi, pengelolaan perikanan pun

mengalami babak baru yang berbeda dengan masa sentralisai, yaitu perubahan

mekanisme dalam proses penyususnan kebijakan pengelolaan perikanan; dari pendekatan

top down menjadi bottom up.

Selain itu, kedua pihak hendaknya memiliki peran dan tugas masing-masing

dalam pembangunan perikanan tangkap. Pemerintah pusat hendaknya mengembangkan

kebijakan yang terpadu dalam mengelola sumberdaya pesisir dan lautan melalui

Integrated Coastal Management (ICM), menyususun dan menyelaraskan kebijakan

nasioanal dalam kerangka pengelolaan SDI yang bekelanjutan dan menjadi mediator

beragam isu pengelolaan perikanan yang dilaksanakan pemerintah daerah. Untuk tingkat

provinsi pemerintah daerah setempat hendaknya melakukan identifikasi tertahap titik

kunci perikanan, seperti area peminjahan dan daerah juvenile melalui penilaian secara

partisipatif dan kajian ilmiah, melakukan penyusunan perencanaan pengelolaan perikanan

di tingkat regional, meningkatkan kapasitas kelembagaan SDM yang mengelola

sumberdaya perikanan, serta sebagai mediator terhadap beragam kualitas isu pengelolaan

perikanan yang ada di tingkat kabupaten/kota hendaknya melakukan beberapa peran

antara lain: (1) bersama masyarakat melakukan penilaian dan monev (pengawasan,

monitoring dan evaluasi) atas SDI; (2) menentukan alokasi jumlah pemanfaatan SDI

secara optimal; (3) melalukan pendataan dan informasi terhadap SDI; (4) melakukan

kerjasama dengan daerah tetangga dalam pengelolaan secara bersama dan (5)

menetapkan daerah tertutup untuk kegiatan penangkapan karena over-exploitation seperi

daerah perlindungan laut (marine sanctuary).

Page 206: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Selain itu, pemerintah dapat pula memberi fasilitas bagi masyarakat untuk

membuka akses jaringan pemasaran ikan dan produk perikanan, penegakan hukum

terhadap beragam pelanggaran dalam pemanfaatan sumber daya ikan di daerahnya, dan

memfasilitasi masyarakat yang terlibat konflik pemanfaatan sumber daya ikan

Page 207: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 208: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 209: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E, Liviawaty E. 1992. Pemeliharaan Kepiting. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

22 hal.

Aminah S. 2010. Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kembung (Rastrelliger spp) Di

Perairan Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan Thesis (tidak

dipublikasikan). Fakkultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Anonymous. 2008. Rencana Strategis Kabupaten Tanah Laut. Pemkab Tanah Laut.

Pelaihari.

Ansyari A. 2001. Pengaruh Pemberian Lampu Pada Alat Tangkap Tempirai (Portable

traps) Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan. Universitas Lambung

Mangkurat. Banjarbaru. 38 halaman.

Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 65 hal.

Badan Pusat Statistik. 2007. Tanah Laut dalam Angka. Kantor Statistik Kabupaten Tanah Laut.

350 hal.

Bachri M. 1993. Pendugaan Stok dan Potensi Lestari Maksimum Ikan Demersal di

Pantai Utara Batang-Pekalongan, Jawa Tengah. Laporan Praktek Lapangan

(Tidak Dipublikasikan). Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas

Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hal.

Bahari R. 1989. Peranan Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Rakyat.

Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat. Jakarta., 18 -19 Desember 1989.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. 156-180 hal.

Balai Penelitian Perikanan Laut. 1992. Alat Penangkap Ikan Indonesia. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.

Baruadi ASR. 2004. Model Pengembangan Kegiatan Perikanan Tangkap Ikan Pelagis di

Provinsi Gorontalo. Tesis (tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.176 hal.

Page 210: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Barus HR. Badrudin, Naamin N. 1991. Potensi Sumberdaya Perikanan Laut dan Strategi

Pemanfaatannya Bagi Pengembangan Perikanan yang Berkelanjutan. Prosiding Forum

II Perikanan Sukabumi, 18 – 21 Juni 1991. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. 165-180 hal.

Batubara P. 1981. Suatu Studi tentang Prospek Perikanan Tuna di Perairan Indonesia. Fakultas

Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor.

Brandt AV. 1984. Fish Catching Methods of The World. Fishing News Books. London.

Charles AT. 2001. Sustainable Fishery System. Black well Science.

Cochrane KL. 2002. A fishery manager’s guidebook. Management measures and their

application. FAO Fisheries Technical Paper, N0. 424. Rome. 231 p.

Collette B, Nauen CE. 1983. Scombrids of The World. FAO Species Catalogue. FAO

Fisheries Synopsis.IV (125): 137 p.

DJPT DKP. 2004. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. DKP. Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan RI. 2005. Juknis Penangkapan Ikan Ramah

Lingkungan (http://www.dkp.go.id )

Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2005. Spesies Sumberdaya Ikan

(http://www.dkp.go.id/pipp2/alat_tangkap/spesies.html)

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut. 2003. Laporan Final Program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Kabupaten Tanah Laut.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut. Pelaihari

Direktorat Jenderal Perikanan. 1999. Statistik Perikanan Indonesia. Departemen

Pertanian. Jakarta. 75 hal.

Dirjen Perikanan Tangkap. 2002. Hasil Sosialisasi Usaha Perikanan Tangkap dan

Workshop Rasionalisasi Usaha Penangkapan Ikan di Pantai Utara Jawa.

Departemen Kelautan dan Perikanan Semarang. 85 hal.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut. 2006. Laporan Tahunan Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut. 2007. Laporan Tahunan Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanah Laut.

FAO. 1977. Fisheries Management. FAO Technical Guidelines for Resposible Fisheries.

81 p.

Fox WW Jr. 1970. An Exponential Surplus-Yiel Model for Optimizing Exploited Fish

Population. Trans. Am. Fish. Soc. J: 99;80-88.

Page 211: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Fridman A.L, 1968. Perhitungan Dalam Merancang Alat Penangkap Ikan direvisi dan

diedit dan dikembangkan oleh PJG Carrothern. Team Penerjemah BPPI Semarang.

232 hal.

Gabric AJ, Parslow J. 1989. Effect of Physical Factor on the Vertikal Distribution of

Phytoplankton Eutrophyc Coastal Water. Aust. J. Mar. Freshwater Resc.

Gazpers. 1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri.

Tarsito. Bandung. 56 hal.

Ghaffar MA. 2006. Optimasi Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine Di

Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Tesis (Tidak Dipublikasikan).

Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 75 hal.

Gulland JA. 1983. Fish Stock Assessment; A Manual of Basic Methods. John Willey

and Sons. Inc. New York. 223 hal.

G.C. Net Home Page.1997. AVHRR Sensor Characteristics. Data Guide/Sensor.

(http://www.ccrs.nrcan.gc.ca./gcnet/guides/avhrr/ch3.html).

Haluan J. 1985. Proses Optimasi dalam Operasi Penangkapan Ikan. Pedoman Kuliah

Metode Penangkapan Ikan II (Bagian Pertama). Sistem Pendidikan Jarak Jauh

Melalui Satelit Sisdiksat Intim. Bogor. 55 hal.

Haluan J, Nurani TW. 1988. Penetapan Metode Skoring Penangkapan Ikan yang Sesuai

Untuk Dikembangkan di suatu Wilayah Perairan. Buletin PSP. Vol. II. No 1. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. 3 – 16 hal

Hanafiah AV dan Saefuddin AM. 1986. Tata niaga Hasil Perikanan. UI Press. Jakarta.

Hendriati N, Suwarso E, Aldrian K, Amri R, Andiastuti SI, Shacoemar, Wahyono IB.

2005. Seasional Variation of Pelagic Fish Catch Around Java. Oceanography

18(4);112-123)

Hermawan M. 2006. Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus perikanan

pantai. IPB. Bogor

Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek. Analisis Ekonomi, Edisi Kedua. Jakarta. Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 181 hal

Kesteven GL. 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction to Fisheries

Science. FAO of The United Nation. Rome. 43 p.

King, A.H. 1963. An Introduction to Oceanography. Hill Books Company Inc. San

Fransisco.

Page 212: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Kusumastanto dan Adrianto. 2005. Revitalisasi Sektor Perikanan dan Kelautan Secara

Berkelanjutan. “Working Paper Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL-

IPB. Bogor.

Laevastu T, Favorite F. 1988. Fishing and Stock Fluctuations. Fishing News Books

Ltd. London. 240 hal.

Malm, T. 2001. The tragedy of the commoners: the decline of the customary marine

tenure system in Tonga. SPC Traditional Marine Resource Management and

Knowledge Inforormation Bull. No. 13 : 3 – 13.

McCay, B.J. 1993. Management Regimes. Beijer Discussion Paper Series No. 38. The

Royal Swedish Academy of Science. 12 p.

Masyahoro A. 2001. Analisis Berbagai Faktor Produksi pada Perikanan Purse Seine di

Periran Teluk Tomini. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Agroland. Fakultas Pertanian

Universitas Tadulako. Vol. 8 No.2 216-233 hal.

Monintja DR. 1987. Beberapa Teknologi Pilihan untuk Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut

di Indonesia. Buletin PSP Vol. 1 No 1. Fakultas Perikanan. IPB Bogor. 14 – 25 hal.

Monintja DR. 1993. Study on The Development of Rumpon as Fish Aggregation Device

in Indonesia. Buletin ITK, Maritek Vol. III No 2 : 137 p.

Monintja DR. 1994. Pengembangan Perikanan Tangkap Berwawasan Lingkungan. Makalah

Disampaikan pada Seminar Pengembangan Agribisnis Perikanan Berwawasan

Lingkungan pada Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Agustus 1994. Jakarta: 12 hal.

Monk KY, De Fretes Y, G. Reksodihardjo-Liley. 1997. The Ecology of Nusa Tenggara

and Maluku. The Ecology of Indonesia Series. No.V. Periplus Editions.

Murdiyanto B. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pantai. Jakarta. COFISH

Project. 200 hal.

Naanim N. 1987. Perikanan Laut Indonesia : Prospek dan Problem Pengembangan

Sumberdaya Perikanan Laut. Seminar Laut Nasional II, Jakarta. 18 hal.

Nomura M, Yamazaki. 1975. Fishing Techniques. Japan International Corperation

Agency. Tokyo.

Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Noor A. 2003. Analisis Kebijakan Pengembangan Marikultur Di Kabupaten Administrasi

Kepulauan Seribu Propinsi Dki Jakarta, Tesis. IPB Bogor.

Nikijuluw, V.P.H. 1998. Ko-manajemen sebagai paradigma baru pemanfaatan

sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Inovasi teknologi pertanian.

Page 213: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Seperempat abad penelitian dan pembangunan pertanian. BPPP, Jakarta. Hal. 931

– 939.

Nikijuluw VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pustaka Cidesindo.

Jakarta.

Oemry AF. 1993. Aplikasi Pendugaan Stok Ikan Demersal di Perairan Utara Kabupaten

Batang. Laporan Praktek Lapangan (Tidak Dipublikasikan). Program Studi Ilmu

dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 64

hal.

Pahlevi K. 1997. Studi Tentang Alat Tangkap Rempa Tarik (Beach Seine) Di Takisung

Kecamatan Takisung Kabupaten (Skripsi) tidak dipublikasikan. Program Studi

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Lambung

Mangkurat. Banjarbaru. 46 Halaman.

Pasaribu BP. 1967. Menemukan Kelompok Ikan Kembung (Rastrelliger spp) di

Perairan Tapanuli. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

Parerung YM. 1996. Pendugaan Potensi Sumberdaya Ikan Kembung (Rastrelliger spp)

di Perairan Pantai Sulawesi Selatan. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Program

Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Bogor. 56 hal.

Panayotou T. 1982. Management concepts for small-scale fisheries: economic and social

aspects. FAO Fisheries Technical Paper No. 228. FAO, Rome. 53 p.

Pemerintah Kabupaten Tanah Laut. 2006. Rencana Strategis Kabupaten Tanah Laut.

(http://www.tanah-laut.go.id)

Radarwati S, Baskoro MS, Monintja DR, Purbayanto A. 2010. Alokasi Optimum dan

Wilayah Pengembangan Berbasis Alat Tangkap Potensial Teluk Jakarta. . Marine

Fisheries 1(2): 189-198

Rangkuti F. 2001. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis-Reorentasi Konsep

Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. Hal 18-35.

Rasdani M, Sudarja Y, Prihartini A. 2001. Pedoman Regional untuk Perikanan Yang

Bertanggungjawab di Asia Tenggara (Regional Guidelines for Responsible

Fisheries in South East Asia: Responsible Fishing Operation). Penerjemah. BPPI

Semarang.

Page 214: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Rasdani M. 2005. Usaha Perikanan Tangkap yang Bertanggung Jawab. Makalah

disampaikan pada Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Ikan tanggal 14 – 24 Juni

2005. BPPI Semarang.

Robinson. 1991. Satelite Oceanography, an Introduction for Oceanographer and remote

sensing scientist. Ellis Horwood Limited. John Wiley and Sons. New York.

Rusmilyansari. 2005. Desain Kapal dan Model Trammel net Yang Sesuai Untuk

Meningkatkan Efektifitas. Fakultas Perikanan Unlam. Banjarbaru. 44 Hal.

Rusmilyansari. 2006. Disain, Bahan Dan Konstruksi Alat Tangkap “Rakang (Crab Lift

And Stake Drip Net) Yang Sesuai Untuk Meningkatkan Efektifitas Penangkapan

Kepiting. Fakultas Perikanan. Banjarbaru. 81 Hal.

Rusmilyansari 2008. Kajian material jaring lalangit untuk penangkapan ikan betok di

Perairan Rawa. Majalah Ilmiah Kalimantan Scientiae. Hal 114-123

Rusmilyansari. 2008. Pengkajian Rancangan Dasar (Basic Design) Kapal Perikanan yang

sesuai untuk penangkapan ikan di Kabupaten Tanah Laut. Jurnal Ilmiah

Chlorophyl. Vol. 4, No.2. Hal 95-102.

Rusmilyansari. 2009. Modifikasi Tamba (Trap) Untuk Meningkatkan Efektifitas

Penangkapan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii). Majalah Ilmiah

Kalimantan Scientiae.

Rusmilyansari. 2009. Penggunaan papan Layang (Otter board) pada lampara Dasar

(Bottom seine net) untuk meningkatkan hasil tangkapan. Jurnal ilmiah

Chlorophyl Hal 12-18

Rusmilyansari dan Rosadi E. 2010. Status Perikanan Ramah Lingkungan Untuk

Keberlanjutan Perikanan Tangkap di Perairan Kalimantan Selatan. Fakultas

Perikanan. Banjarbaru. 15 Hal.

Rusmilyansari dan Irhamsyah. 2011. Teknologi Trammel net Dalam Kajian Selektivitas

Penangkapan Ikan. Alhaka Publishing. Banjarmasin. 94 Hal

Sandy LM. 1997. Pembangunan Wilayah. Direktorat Tata Guna Tanah. Departemen

Dalam Negeri. Jakarta. 295 Hal.

Sparre PE, Ursin, Venema SC. 1989. Introductional to Tropical Fish Stock Assessment:

Part -1 Manual. FAO Fish Tech. Paper. 301.1. Rome. 337 hal.

Sparre PE, Ursin, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1.

Manual. (Diterjemahkan oleh J. Widodo, I. G. S. Merta, S. Nurhakim dan M.

Badrudin). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian

Page 215: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

dan Pengembangan Pertanian (Berdasarkan Kerjasama dengan Organisasi

Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa). Jakarta. 438 hal.

Setiawan R. 1999. Analisis Potensi,Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Pengkapan

Tongkol di Peraiaran Binuangeun, Jawa Barat. Skripsi (tidak dipublikasikan).

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 63 hal.

Simbolon D. 2011. Bioekologi dan Dinamika Daerah Penangkapan Ikan. Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Bogor.

Soewito, Sobono, Soeparso, Malangjoedo MS, Soesanto V. 2000. Sejarah Perikanan

Indonesia. Yasamina. Jakarta. 213 hal.

Subani W, Barus H. R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia.

Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

DEPTAN.

Suhendrata T. Amin EM. 1990. Pendugaan Pertumbuhan dan Pola Penambahan Bara

Ikan Kembung Lelaki (R. kanagurta) di Peraian Selat Madura. Jurnal Penelitian

Perikanan Laut. (54) : 59 – 64 hal.

Suparmoko. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Suatu Pendekatan

Teoritis. BPFE, Yogyakarta

Suseno. 2007. Menuju Perikanan Berkelanjutan. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 160 Hal.

Suyasa. 1989. Analisis Efisiensi Ekonomi Relatif Usaha Tani Tambak di Kecamatan

Pontang, Kabupaten Serang, Jawa Barat. Tesis Fakultas Pascasarjana IPB.

Valiela I. 1984. Marine Ecological Process. Springer-Verlag. New York. USA.

Vitner Y. 2006. Ekolabel Produk Perikanan (http://www.kompas.com) direkam pada 16

Sep 2006

Widodo J, Nurhakim S. 2002. Konsep Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Disampaikan pada

Training of Trainers on Fisheries Resources Management. Hotel Golden Clarion,

Jakarta.

Wiyono ES. 2005. Pengembangan Teknologi Penangkapan Dalam Pengelolaan

Sumberdaya Ikan (http://www.beritaiptek.com) yang direkam pada 22 Sep 2010

Zarochman, Fauzi, Siregar N. 1996. Klasifikasi Alat Penangkap Ikan Yang disesuaikan

Untuk Perairan Indonesia. Bagian Proyek Pengembangan Teknologi

Penangkapan Ikan. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang.

Page 216: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Zen, S. and J.R. Nielsen. 1996. Fisheries Co-Management: A Comparative Analysis.

Marine Policy 20(5): 374 – 382.

Glosarium

1 Alat penangkap ikan : Sarana dan perlengkapan atau benda lainnya yang

dipergunakan untuk menangkap ikan.

2 By-catch : Hasil tangkapan sampingan; merupakan bagian dari

hasil tangkapan yang didapatkan pada saat operasi

penangkapan sebagai tambahan dari tujuan utama

penangkapan (target spesies).

3 Code of Conduct for

Responsible Fisheries

: Kode tindak perikanan bertanggung jawab,

merupakan acuan bagi pelaksanaan kegiatan

perikanan berkelanjutan yang dikeluarkan oleh

FAO

4 Demersal : sifat hidup ikan yang menyukai perairan bagian

dalam atau dasar, contahnya: udang, ikan kerapu

dan ikan kakap.

5 Effort : adalah menunjukkan jumlah alat penangkapan ikan

berjenis khusus yang digunakan di daerah

penangkapan ikan dalam satu satuan waktu

6 Echo sounder : Alat yang digunakan untuk mendeteksi target yang

berada di bawah kapal untuk mendeteksi ikan atau

target secara vertikal

7 Fishing Power Index : Perbandingan kemampuan tangkap antar alat

tangkap selanjutnya dinyatakan dalam bentuk

indeks

8 Fishing : usaha melakukan penangkapan ataupun

pengumpulan ikan dan jenis-jenis aquatic

resources lainnya dengan dasar pemikiran

bahwa ikan dan aquatic resources tersebut

mempunyai manfaat ataupun mempunyai nilai

ekonomi.

Page 217: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

9 Fishing ground : Wilayah perairan yang digunakan sebagai lokasi

penangkapan

10 Fishing method : kebiasaan, cara, metode yang dipergunakan

dengan mana ikan dapat tertangkap

11 Gross Tonnage (GT) : Ukuran besarnya kapal secara keseluruhan yang

merupakan jumlah isi semua ruang-ruang tertutup

(volume)

12 Hasil tangkapan : porsi dari hasil penangkapan yang di daratkan di

pangkalan pendataran ikan atau didistribusikan ke

pasar

13 Hasil tangkapan sasaran : komponen atau unsure stok ikan/sumberdaya

(ukuran, jenis dan lain-lain) terutama yang dicari

atau dituju oleh nelayan industry

14 Hasil tangkapan

insedental

: hasil tangkapan yang tidak diperkirakan

sebelumnya/tidak diantisipasi akan tertangkap

dalam operasi penangkapan ikan, tetapi tertangkap

secara sepintas lalu/kebetulan

15 Hauling : proses pengangkatan alat tangkap ke atas dek kapal

pada operasi penangkapan ikan

16 High risk : karakter pemanfaatan sumberdaya ikan di laut

mengandung risiko tinggi, baik dalam segi

keamanan teknis proses produksinya, maupun

kepastian hasil tangkapannya.

17 Highly perishable : sifat produk perikanan (ikan) sangat cepat menjadi

busuk.

18 Invisible : sifat sumberdaya ikan tidak terlihat secara kasat

mata, menyebabkan ketidakpastian usaha.

19 Illegal Fishing : alat penangkapan ikan dan praktek penangkapannya

yang dilarang oleh hokum dan peraturan

perundangan

20 Keseimbangan bio-

ekonomi

: Kondisi dimana pada setiap effort dibawah

EoA,penerimaan total akan melebihi biaya total,

sehingga pelaku perikanan (nelayan) akan lebih

banyak tertarik (entry) untuk melakukan

Page 218: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

penangkapan ikan

21 Kebijakan : suatu peraturan untuk mengatur atau mengubah

suatu kondisi ke kondisi yang lebih baik

22 Light fishing : Kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan

cahaya sebagai pengumpul ikan

23 Maximum Sustainable

Yield

: Suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil

tangkapan maksimum yang lestari tanpa

Mempengaruhi produktivitas biomassa secara

secara jangka panjang

24 Model bio-ekonomi : Salah satu alternatif pengelolaan yang dapat

diterapkan demi upaya optimalisasi pengusahaan

sumberdaya perikanan berkelanjutan

25 Multi species : populasi yang terdiri dari banyak jenis tanpa satupun

yang menjadi jenis dominan.

26 Nelayan : orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalan

operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya

atau tanaman air.

27 Net B/C : bersih dan total biaya produksi atau perbandingan

antara total penerimaan

28 Net Present Value : selisih antara nilai sekarang dari penerimaan atau

nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga

tertentu

29 Otter board : Papan pembuka mulut jarring yang umumnya

digunakan dalam pengoperasian trawl

30 Overfishing : suatu resiko yang dapat ditimbulkan oleh

penangkapan yang berlebihan

31 Penangkapan Ikan : kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan

diperairan yang tidak dalam dengan alat atau cara

apapun termasuk kegiatan yang menggunakan kapal

untuk memuat, mengangkut, menyimpan,

mendinginkan, mengolah atau mengawetkan.

Page 219: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

32 Pelagis : sifat hidup ikan yang menyukai perairan terbuka

atau bagian tengah ataupun bagian permukaan

perairan, contohnya: ikan cakalang, ikan lemuru dan

ikan tuna.

33 Perairan Teritorial : daerah laut yang membentang ke arah laut sampai

jarak tiga mil dari garis air surut pulau-pulau yang

termasuk wilayah Republik Indonesia: dengan

pulau-pulau diartikan juga karang-karang, batu-batu

dan gosong-gosong yang ada di atas permukaan laut

pada waktu air surut termasuk wilayah Republik

Indonesia.

34 Perikanan Sebagai Suatu

Kegiatan Ekonomi

: usaha manusia memanfaatkan sumberdaya

perikanan dengan cara menerapkan kaedah

teknologi secara ekonomis untuk mencapai

kesejahteraannya melalui produksi hasil perikanan.

35 Perikanan pantai : unit/sastuan penangkapan ikan yang beroperasi di

perairan pantai (mulai dari pantai kea rah laut

sampai mencapai jarak 3-5 mil laut)

36 Pengelolaan

Berkelanjutan

: pengelolaan yang dapat memenuhi kebutuhan dan

aspirasi manusia saat ini tanpa mengorbankan

potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasinya pada

masa yang datang.

37

Pengembangan : Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang

kepada sesuatu

38 Perairan umum daratan : semua badan air yang terbentuk secara alami atau

buatan dan terletak mulai garis pasang surut

terendah ke arah daratan serta bukan milik

perorangan

39 Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan SDI dan

lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,

pengolahan sampai dengan pemasaran, yang

dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan

40 Perikanan Tangkap : Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang

tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat

atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang

mengunakan kapal untuk memuat, mengangkut,

menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah,

Page 220: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

dan/atau mengawetkannya.

41 Perikanan yang

bertanggung jawab

: konsep mengenai ruang lingkup pemanfaatan

sumberdaya perikanan yang lestari dan serasi

dengan lingkungannya

42 Produksi : jumlah semua ikan, binatang air lainnya dan

tanaman air yang telah ditangkap/diambil dari

sumber perikanan alami atau dari tempat

pemeliharaan yang diusahakan oleh

perusahaan/rumah tangga perikanan.

43 Produktivitas : Suatu alat untuk melihat efisiensi teknik dan suatu

proses produksi yang merupakan perbandingan

antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan input

sumberdaya yang dipergunakan

44 Selektifitas alat : sifat dari alat penangkapan ikan yang

mengurangi/mengeluarkan hasil tangkapan yang

ukurannya tidak diinginkan dan melepaskan hasil

tangkapan insedental

45 Stakeholders : pemangku kepentingan

46 Stok : populasi atau bagian dari populasi dimana semua

anggotanya dikarakteristik oleh persamaan-

persamaan yang tidak dapat diturunkan tetapi

dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.

47 Sistem : sebagai suatu kumpulan objek yang saling berkaitan

dan saling bergantung secara tetap (reguler) untuk

mencapai tujuan bersama dalam suatu lingkungan

yang kompleks.

48 Sonar : Merupakan salah satu alat penginderaan jarak jauh

dengan prinsip kerja menggunakan metode akustik

yaitu sistem sinyal

49 Sumberdaya ikan : Salah satu sumberdaya alam yang dapat

diperbaharui tetapi terbatas

50 Sustainable development : pembangunan berkelanjutan, kegiatan pembangunan

yang mempertimbangkan aspek kelestarian

sumberdaya dan lingkungan sehingga menjamin

Page 221: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

keberlanjutan komunitas, keberlanjutan ekologi,

keberlanjutan social ekonomi dan keberlanjutan

institusi.

51 Skala kecil : usaha yang serba terbatas, misalnya bermodal kecil,

alat tangkap yang digunakan sederhana dan

berukuran kecil, sarana apungnya berukuran kecil,

tanpa mesin atau bermesin temple, atau bermesin

duduk, dengan ukuran kapal motor maksimal 10 GT

dan daerah penangkapan di sekitar pantai

52 Subsisten : unit-unit penangkapan ikan yang menangkap hasil

perairan terutama untuk konsumsi sendiri dan

keluarga

53 Usaha perikanan tangkap : Kegiatan yang bertujuan memperoleh ikan di

perairan dalam keadaan tidak dibudidayakan

dengan maupun tanpa alat tangkap, termasuk

kegiatan yang menggunakan kapal untuk

menampung, mengangkut,menyimpan,

mendinginkan, mengolah dan mengawetkan.

54 Unit Penangkapan Ikan : Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi

penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan,

alat tangkap, dan nelayan.

55 ZEEI : Zone Ekonomi Ekskusif; Daerah laut Indonesia dan

wilayah laut negara lain sebagaimana ditetapkan

undang-undang yang berlaku tentang perairan

Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah

dibawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar

200 mil laut di ukur dari garis pangkal laut wilayah

Indonesia

Page 222: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 223: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 224: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Page 225: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/8606/1/Buku PERIKAKAN TANGKAP rusmilyansari.pdf · Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap Negara kepulauan Indonesia yang memiliki potensi perairan

Teknolgi dan Manajemen Perikanan Tangkap