Perjuangan Seorang Ibu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cerpen

Citation preview

PERJUANGAN SEORANG IBUUdara pagi itu terasa begitu dingin. Di sebuah panti jompo terlihat sesosok wanita renta yang berjalan tertatih. Wanita itu biasa dipanggil Dewi. Matanya terlihat sayu memancarkan kesedihan. Buah hati yang ia dambakan dapat menjadi tempat bergantung di hari tuanya terpendam sudah. Masih teringat olehnya betapa berat beban yang ia tanggung untuk melahirkan putrinya. Masa yang begitu berat ia jalani dengan penuh ketegaran untuk mempertahankan putrinya. Pikirannya berkelana ke masa lalu yang begitu pahit. Matanya berkaca-kaca saat teringat perjuangannya untuk putri tercintanya. Air matanya tak terasa meleleh di pipinya. Teringat olehnya sebuah aib yang membawanya dalam derita yang tiada henti. Kesalahan masa mudanya yang selalu membayanginya. Ia terlena oleh cinta masa mudanya. Saat ia mulai mengenal cinta, tak peduli apapun akan ia lakukan demi nama cinta. Masa muda memang masa yang paling indah. Semua berawal dari kisah cintanya dengan seorang pria. Cinta telah membutakannya, ia terlalu terlena oleh indahnya cinta. Bahkan ia serahkan segalanya demi cinta. Ia tak pernah menyangka bahwa kisah cintanya itu merupakan awal dari penderitaannya. Ia terlalu mendewakan cinta sampai pada akhirnya ia tersakiti oleh cinta yang selalu ia agung-agungkan. Ia terlalu mempercayai sosok pria yang hanya memberikan janji-janji semu yang pada kenyataannya tak pernah terwujud. Ia telah melakukan sebuah kesalahan besar yang pada akhirnya membuatnya hamil di luar nikah. Sosok pria yang ia harapkan dapat bertanggungjawab atas benih yang ia kandung, meninggalkannya tanpa rasa bersalah dan tak menghiraukan derita yang harus ia tanggung seorang diri.Ia terpukul dan meratap atas kenyataan yang harus ia terima seorang diri. Ia merasa kecewa, putus asa, bahkan terlintas dalam benaknya untuk mengakhiri hidupnya. Namun, dia teringat akan benih yang ada dalam rahimnya. Bagaimanapun ia masih mempunyai hati kecil yang selalu menuntun pada kebaikan. Ia tak ingin lagi berbuat dosa yang akan semakin membuatnya terpuruk. Benih dalam rahimnya tidaklah bersalah atas semua yang telah terjadi, benih itu suci dan tak berdosa. Ia berpikir bahwa Ia harus bangkit dan tegar menghadapi semua masalah ini. Ia pun berjanji kepada dirinya bahwa ia akan tetap mempertahankan dan memperjuangkan benih yang ada dalam rahimnya. Betapapun sulitnya.Perjuangan untuk mempertahankan dan memperjuangkan benih yang ia kandung tidaklah semudah seperti yang terbayangkan. Ia harus menerima berbagai tekanan dan deraan. Keluarganya tidak bisa menerima kenyataan bahwa putrinya telah hamil di luar nikah. Keluarganya pun murka atas kehamilannya itu. Kau benar-benar telah mencoreng keluargamu dengan kehamilanmu itu. Ayahnya berkata dengan murka. Tapi ayah, ibu aku benar-benar menyesali semua ini. Maafkan aku karena telah membuat malu semua keluarga akibat tindakan bodohku ini. Kau telah membuat aib dalam keluarga ini, gugurkan kandunganmu itu atau kau pergi dari rumah ini. Ayah, bayi dalam kandunganku ini tidaklah bersalah atas semua ini. Aku tidak mau membunuh bayi yang tidak berdosa ini, aku tidak mau mengulang kesalahan dan dosa yang akan membuatku akan semakin terpuruk. Terserah kau. Aku tak akan peduli. Kau benar-benar telah mempermalukan keluarga ini. Lebih baik kau pergi dari rumah ini dan jalani hidupmu sesuai apa yang kau inginkan. Aku tidak mau melihatmu lagi. Begitu berat cobaan yang harus Dewi hadapi. Akhirnya, Dewi pun meninggalkan rumah orang tuanya dengan hati yang sangat kecewa. Keluarga yang ia harapkan dapat menjadi tempat bergantung ternyata justru tidak bisa menerima keadaannya. Ia berjalan tanpa tujuan seorang diri. Ia tak menghiraukan malam yang begitu dingin. Ia tetap tegar dan berjanji dalam dirinya untuk bisa tegar dalam menjalani takdir ini. Ia berjanji pada dirinya bahwa ia akan tetap mempertahankan dan membahagiakan anak dalam kandunganya betapa pun sulitnya.*****Dewi pun menjalani hidupnya dengan penuh ketegaran. Ia bekerja begitu keras untuk bisa bertahan hidup. Waktu pun terus berjalan sampai pada saatnya Dewi akan melahirkan. Peluh keringat mengucur dan begitu berat perjuangannya untuk melahirkan buah hatinya. Tergurat sebuah senyuman dari bibir Dewi karena buah hati yang ia kandung selama ini telah lahir dengan selamat. Sejenak ia melihat sekelilingnya berharap akan ada ayah, ibu, teman ataupun saudaranya memberinya ucapan selamat atas lahirnya putri kecilnya itu. Tapi ia tak menemui apa yang ia harapkan itu. Meski hatinya sedih mengenang orang tua dan keluarganya, tapi ia mencoba untuk tetap bersabar dan tegar. Ia bersyukur karena telah melahirkan seorang putri kecilnya dengan selamat. Meski Dewi seringkali mendapatkan cemoohan bahkan hujatan karena ia telah melahirkan seorang bayi tanpa bapak, tapi ia mencoba untuk tetap bersabar dan tetap tegar untuk tetap membesarkan putrinya itu. Ia berjanji dalam dirinya bahwa ia akan memberikan semua kasih sayangnya hanya untuk putrinya seorang. Semenjak kelahiran putrinya Dewi semakin giat dalam bekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan putri semata wayangnya. Sebagai orang tua tunggal bagi putrinya, Dewi memang harus bekerja keras agar mereka dapat bertahan hidup. Berbagai pekerjaan Ia jalani dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Ia bekerja dari pagi buta hingga petang. Siang hari Ia harus bekerja sebagai buruh cuci. Namun, karena penghasilan sebagai buruh cuci tidaklah mencukupi maka malam harinya ia mencari tambahan penghasilan dengan menjahit. Seakan tiada hentinya ia selalu bekerja keras agar bisa bertahan hidup dan memberikan yang terbaik untuk putri tercintanya. Terkadang ia harus lembur menjahit hingga pukul 3 pagi. Begitulah setiap hari ia jalani kehidupannya. Tidur lebih dari 3 jam merupakan suatu kemewahan yang pernah ia dapatkan.Dewi adalah seorang ibu yang selalu mengutamakan kebahagiaan putrinya, tak peduli betapapun sulitnya ia akan melakukannya demi putri tercintanya. Ia rela menjadi buruh cuci dan penjahit tanpa rasa malu sedikit pun. Satu-satunya hal yang membuat Dewi tetap bertahan dalam menjalani semuanya adalah putrinya. Segala hal yang berat terasa begitu ringan ia jalani saat ia membayangkan senyum putri tercintanya. *****Dewi hanyalah manusia biasa, ada saat dimana fisiknya tak mampu untuk selalu kuat menjalani rutinitasnya yang begitu berat. Pada suatu hari, fisik seorang ibu itu begitu lemah, wajahnya begitu pucat dan ia demam tinggi. Malam sebelumnya ia telah berjanji kepada putrinya untuk membelikannya sebuah baju baru sebagai hadiah ulang tahunnya. Ibu, aku ingin baju baru untuk hari ulang tahunku. Maukah ibu membelikan baju yang aku inginkan itu, bu. Kata putrinya. Iya sayang. Ibu akan membelikannya untukmu. Kata Dewi.Saat teringat olehnya betapa putri tercintannya itu menginginkan sebuah hadiah di hari ulang tahunnya. Ia tahu bahwa uang yang ia sisihkan belumlah cukup untuk membelikan hadiah untuk putrinya. Akhirnya, ia memutuskan untuk tetap bekerja meski tubuhnya seakan tidak kuat lagi untuk melakukannya. Ia bangkit dan memulai untuk menjahit. Ia bekerja begitu keras sampai tengah malam. Bahkan rasa kantuk dan rasa sakitnya tak ia hiraukan, semua itu demi putri tercintanya.Dewi memang seorang ibu yang begitu tegar dan sabar menjalani berbagai deraan dan cobaan yang seakan tiada henti. Dewi memang seorang ibu yang selalu ingin membahagiakan putrinya tak peduli untuk itu ia harus mengorbankan segalanya. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk putrinya betapapun sulitnya. Selama hidupnya ia tidak pernah absen dalam bekerja sekalipun dalam keadaan sakit.Dewi berharap bahwa suatu saat nanti semua perjuangan dan pengorbanan yang ia berikan kepada putri tercintanya akan berbuah manis. Ia tak ingin putrinya menjalani kehidupan yang sulit seperti yang ia jalani selama ini. Kesalahan masa lalunya yang pahit ia jadikan sebagai pelajaran yang berharga untuk menjaga dan mendidik putrinya agar tidak mengalami kesalahan yang sama seperti yang ia alami.*****Waktu berjalan terasa begitu cepat. Perjuangan dan pengorbanan Dewi untuk membesarkan dan mendidik putri tercintannya tidaklah sia-sia. Ia berhasil memberikan pendidikan yang terbaik untuk putrinya, sampai pada akhirnya putrinya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah di luar kota. Bu, aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah di luar kota. Aku ingin mendapatkan pendidikan yang lebih baik di sana, bu. Aku ingin ibu mengizinkanku untuk pergi. Nak, tidak bisakah kau melanjutkan sekolahmu disini saja. Ibu tidak bisa jika harus berpisah jauh darimu, nak. Ibu, kesempatan ini begitu berharga untukku. Lagipula aku ingin mendapatkan pendidikan yang lebih baik untuk masa depanku. Aku sudah bosan hidup dalam baying-bayang kemiskinan seperti ini. Aku akan tetap pergi meski ibu tidak mengizinkanku. Kata putrinya. Baiklah, nak. Jika memang ini yang terbaik untuk masa depanmu. Pergilah , ibu akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Dewi begitu berat untuk melepaskan putri tercintannya.itu. Keesokan harinya, putrinya itu berpamitan untuk pergi. Bu, aku akan pergi hari ini ke luar kota. Baiklah, nak. Jaga dirimu baik-baik disana. Ibu akan selalu berdoa yang terbaik untukmu. Kata Dewi saat melepas putri tercintannya itu. Dewi memberikan uang yang ia sisihkan selama ini untuk bekal bagi putrinya yang akan pergi ke luar kota itu. Saat melepas kepergiaan putri tercintanya itu, Dewi tak kuasa untuk menahan rasa harunya, air matanya tumpah saat ia berpesan kepada putrinya. Nak. Jangan pernah tinggalkan shalatmu dan jaga dirimu baik-baik. Ibu sangat menyayangimu, nak. Pesan Dewi sembari memeluk putri tercintanya itu.Dewi melepas putri tercintanya dengan hati yang miris dan tetes air mata. Ia tak kuasa karena ia harus berjauhan dengan putrinya dalam waktu yang cukup lama. *****Sudah dua tahun sejak kepergian putrinya ke luar kota. Tapi ia tak pernah mendapatkan kabar dari putrinya. Setiap hari ia berharap putrinya itu akan memberikan kabar kepadanya. Semakin lama ia menunggu kabar putrinya itu tapi tak kunjung ia dapatkan. Akhirnya ia memutuskan untuk menyusul putrinya itu ke luar kota. Dewi benar-benar merindukan putri tercintanya itu. Berbekal uang seadanya, ia pergi ke tempat putrinya seorang diri.Perjalanan yang cukup jauh ia tempuh untuk sampai di kota tempat putrinya berada. Sesampai di tempat tujuan, Dewi merasa bingung karena ia tak tahu harus berjalan kemana. Ia tidaklah memiliki informasi yang cukup tentang tempat tinggal putrinya di kota itu. Ia berjalan tanpa arah di kota yang asing baginya itu. Ia bertanya dari orang satu ke orang lain untuk sekedar mencari informasi tentang putrinya. Akhirnya, setelah cukup lama ia berjalan dan bertanya kesana kemari tentang putrinya ia mendapatkan titik terang dimana keberadaan putrinya itu. Karena hari yang sudah semakin larut dan fisiknya yang sudah sangat lemah untuk dapat melanjutkan perjalanannya, ia memutuskan untuk beristirahat sejenak. Karena uang yang ia punya tidaklah cukup untuk menginap di sebuah penginapan, maka ia memutuskan untuk tidur di pinggir jalan. Kerinduannya yang begitu besar kepada putrinya membuatnya rela berkorban apa pun, sekalipun ia harus tidur di pinggir jalan menahan dinginya malam yang menusuk tulang rusuknya. Pagi-pagi buta ia terbangun dari tidurnya dan melanjutkan perjalananya mencari keberadaan putrinya. Akhirnya, ia mendapatkan alamat tempat tinggal putrinya. Untuk menuju tempat tinggal putrinya itu ia harus berjalan beberapa kilometer jauhnya. Karena uangnya telah habis dalam perjalanannya selama beberapa hari ini. Setibanya di depan pintu tempat putrinya, ia mengetuk pintu rumah itu. Dewi ingin segera memeluk putri tercintanya itu dan melepas kerinduannya selama ini.Beberapa saat kemudian, pintu pun terbuka.. Ibu, apa yang ibu lakukan disini ? kata putri Dewi dengan kasar kepadanya tanpa mempersilahkan ibunya masuk ke dalam rumah. Apa maksudmu, nak ? Ibu sangat merindukanmu, nak. Selama ini, ibu menunggumu tapi kau tak pernah member kabar untuk kepada ibu. kata Dewi sedih. Ibu, tolong jangan ganggu aku lagi. Aku sekarang sudah hidup bahagia bersama keluarga baruku. Aku gak mau kalau sampai keluarga baruku tahu kalau ibu adalah ibu kandungku. Nak.. apa yang kau katakan? Dewi merasa terkejut mendengar anaknya berkata begitu kasar kepadanya. Aku malu jika aku harus mengakui bahwa aku terlahir dari seorang ibu yang hanya bekerja sebagai buruh cuci yang miskin bahkan aku malu jika harus mengakui bahwa aku adalah anak yang terlahir tanpa seorang ayah. Dan sekarang aku sudah memiliki keluarga baru yang bisa lebih memberiku segalanya. Jadi lebih baik ibu pergi darisini sebelum keluargaku mengetahui ibu disini. Kata-kata putrinya itu benar-benar membuat hatinya begitu terpukul. Ia tak menyangka bahwa putri yang ia besarkan selama ini tega berkata begitu kasar dan mengusirnya tanpa rasa iba. Ia meninggalkan rumah anaknya itu dengan langkah yang gontai dan tetes air mata kesedihan. Sejak saat itu, Dewi hidup sebatang kara, putri yang ia besarkan selama bertahun-tahun dengan perjuangan dan pengorbanan yang begitu luar biasa ternyata tak mengakuinya sebagai ibu. Ada istilah bahwa Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah. Mungkin istilah ini sesuai untuk menggambarkan sosok ibu Dewi. Meski putrinya telah menyakiti hatinya bahkan tidak mengakuinya sebagai ibu, tapi kasih sayangnya tak sedikit pun berkurang untuk putri tercintanya itu. Setiap doa yang ia panjatkan ia berdoa untuk kebahagian putrid tercintanya.*****Bertahun-tahun sudah Dewi hidup seorang diri. Tubuhnya yang semakin renta dan fisiknya seakan sudah begitu lemah. Dewi sering sakit-sakitan, disaat sakit ia selalu berharap bahwa putri tercintanya akan menemuinya, namun itu hanyalah mimpi yang seakan tidak akan pernah terwujud. Sampai pada suatu saat, ada seseorang yang merasa iba melihat Dewi yang sering sakit-sakitan dan hidup sebatang kara. Akhirnya, orang tersebut membawa Dewi ke sebuah panti jompo. Dewi menjalani sisa hidupnya di sebuah panti jompo. Pada suatu hari, Dewi jatuh sakit. Ia merasa bahwa umurnya tidak akan bertahan lama lagi. Sebelum ia meninggal dunia, untuk terakhir kalinya ia ingin melihat dan menemui putri tercintanya. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke rumah putrinya itu meskipun ia dalam keadaan sakit. Malam itu begitu dingin, tapi ia tak mempedulikannya. Perjalanan Dewi ke rumah putrinya itu cukup jauh, ia harus menempuh perjalanan selama 5 jam. Akhirnya, bus yang ditumpangi Dewi sampai di tempat tujuan. Perjalanan yang cukup jauh untuk seorang nenek tua seperti Dewi. Dewi pun berjalan beberapa saat untuk sampai di rumah putrinya itu dengan langkah yang tertatih-tatih. Setibanya di depan rumah putrinya, ia mengetuk pintu rumah itu. Beberapa saat kemudian pintu terbuka dan ternyata putrinyalah yang keluar. Apa yang kamu lakukan di sini, bukankah aku sudah mengatakan bahwa jangan kau temui aku lagi. Apa yang kau inginkan ? Kata putrinya dengan kesal. Nak, ibu hanya ingin melihatmu mungkin untuk yang terakhir kalinya. Ibu tak ingin apa pun darimu, nak. Ibu sudah senang melihatmu dalam keadaan yang sehat dan bahagia. Bolehkah ibu sejenak saja beristirahat disini, fisik ibu sudah begitu lemah, nak. Kata wanita tua dengan wajah yang pucat dan tubuh menggigil.Berharap bahwa putrinya itu akan mengizinkannya untuk sekedar beristirahat, tapi ternyata putrinya itu justru mengusirnya tanpa rasa iba sekalipun. Ia mengusir ibunya sendiri seperti mengusir seorang pengemis. Hati wanita tua merintih, ia begitu sedih atas perlakuan putrinya itu.Dengan langkah gontai, wanita tua pergi meninggalkan rumah putrinya itu. Ia sangat mendambakan kehangatan dari kasih sayang putri tercintanya yang tidak pernah ia rasakan selama hidupnya. Air matanya menetes mengenang betapa besar perjuangan dan pengorbanannya untuk membesarkan putri tercintannya itu.Keesokan harinya, sakit yang diderita oleh Dewi semakin parah. Wanita tua itu menggigil dan wajahnya pucat menahan rasa sakitnya. Dewi sudah tak mampu lagi menahan rasa sakitnya. Akhirnya, hari itu Dewi menghembuskan napas terakhirnya. Ia meninggal dunia tanpa didampingi oleh putri tercintanya. Perjuangan dan pengorbanan Dewi untuk putri tercintanya begitu besar. Meski hatinya telah tersakiti oleh putrinya namun kasih sayang untuk putrinya tetaplah besar hingga akhirnya ajal menjemputnya. *****

1