Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA ORDE BARU DI MAMBI
KABUPATEN MAMASA PROVINSI SULAWESI BARAT
(SUATU TINJAUAN SEJARAH)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna
Mempeloreh Gelar Sarjana Humaniora pada Jurusan
Sejarah dan Kebudayaan Islam
OLEH
NAWIR
NIM : 40200114030
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2019
brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
provided by Repositori UIN Alauddin Makassar
iv
KATA PENGANTAR
بسم الله الر حمن الرحيم
Alhamdulillahi Rabbilaa’lamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt,
yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada saya sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Perkembangan “Islam pada Masa Orde
Baru di Mambi Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat tahun 1966-1998”
dapat terselesaikan sekalipun dalam pembahasan dan penguraiannya masih
sederhana. Shalawat serta salam taklupa saya haturkan kepada Nabi Muhammad
Saw., keluarga serta para sahabat.
Dalam rangka proses penyelesaian skripsi ini, banyak kendala dan hambatan
yang saya temukan, tetapi dengan keyakinan dan usaha kerja keras serta kontribusi
Ayahanda Kasman, dan ibunda Kamaria yang sangat saya cintai dan saya sayangai,
yang selama ini suda selalu memberikan motipasi, dukungan, dan kasih sayangnya
selama ini semoga selalu diberikan kesehatan dan dimudahkan rezekinya amin. yang
selama ini dengan ikhlas membantu saya hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Meskipun demikian, saya menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan,
untuk itu diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.
Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
yang selama ini membantu proses perkuliahan penulis sebagai mahasiswa strata satu
hingga menyelesaikan skripsi sebagai bagian akhir dari perjalanan studi penulis,
akumulasi ungkapan terima kasih itu penulis haturkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Si. Selaku Rektor UIN Alauddin
Makassar, Prof. Dr. H. Mardan, M.Ag. Wakil Rektor I UIN Alauddin Makassar,
Prof. Dr. H. Lomba Sultan, MA. Wakiln Rektor II dan Prof. Dr. Hj. Siti Aisyah
Kara, M.Ag. Ph.D Wakil rektor III, serta wakil rector IV Prof. Dr. Hamdan
v
Johannes, atas kepemimpinan dan kebijaksanaan yang telah memberikan banyak
kesempatah dan fasilitas kepada saya demi kelancaran dalam proses
penyelesaian studi saya.
2. Bapak Dr. H. Barsihannor, M. Ag. sebagai Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
beserta wakil Dekan I Dr. Abd. Rahman R. M.Ag, Wakil Dekan II Dr. Hj.
Syamsyan Syukur, M.Ag dan Wakil Dekan III Muh. Nur Akbar Rasyid M.Pd,
M.Ed Ph.D Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami selama dalam proses
perkuliahan sampai menyelesaikan studi.
3. Ibu Dr. Hj. Syamzan Syukur, M.Ag, dan Bapak Dr. Nasruddin, MM masing-
masing sebagai pembimbing pertama dan kedua yang telah meluangkan waktu
dan perhatian memberikan bimbingan, petunjuk serta saran-saran yang
membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Hj. Suraya Rasyid, M.Pd dan Dr. Abu Haif. M.Hum. sebagai penguji
pertama dan kedua yang telah memberikan masukan dan petunjuk serta saran
kepada saya sehingga saya dapat memperbaiki dan menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
5. Bapak Dr. Rahmat, M.Pd.I. dan Bapak Dr. Abu Haif, M.Hum. Ketua dan
Sekretaris Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Alauddin Makassar atas ketulusan dan kebijaksanaan dalam memberikan
arahan serta motivasi dalam penyelesaian studi kami.
6. Bapak dan Ibu Dosen, atas segala bekal ilmu yang telah diberikan selama
penyusun menempuh pendidikan di UIN Alauddin Makassar.
7. Saudara-saudara saya: Sainal, Mustaman, Mirja Wati, Nurja, Nursi, Mulki, dan
Sari yang telah banyak memberikan dukungan moral dan material serta doa
untuk saya dalam penyelesaiaan proses akademik.
vi
8. Seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan moral dan material
serta doa untuk saya dalam penyelesaiaan proses akademik.
9. Seluruh staff dan pegawai dalam lingkup Fakultas Adab dan Humaniora secara
khusus dan dalam lingkup kampus UIN Alauddin Makassar secara umum, yang
telah memberikan pelayanan yang berguna dalam kelancaran administrasi.
10. Keluarga Besar jurusan Sejaranh dan Kebudayaan Islam Angkatan 2014 sebagai
wadah untuk berproses selama penulis menempuh perkuliahan di UIN Alauddin
Makassar.
11. Kepala-Kepala desa di Kecamatan Mambi dan jajarannya yang telah memberikan
data dan informasi kepada saya untuk proses penyusunan skripsi ini.
12. Tokoh-tokoh masyarakat serta tokoh agama yang telah memberikan data dan
informasi kepada saya untuk proses penyusunan skripsi ini.
13. Teman-teman angkatan 2014 Sejarah dan Kebudayaan Islam yang selalu
memberikan semangat dan do’a kepada penulis dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
14. Kakanda dan Adinda di Himpunan Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam
(HIMASKI), yang senantiasa memberikan semangat dan arahan serta do’a
kepada saya.
15. Kakanda dan Adinda di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang senantiasa
memberikan semangat dan arahan serta do’a kepada saya
16. Kakanda dan Adinda di Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga (UKM Olahraga)
yang senantiasa memberikan semangat dan arahan serta do’a kepada saya
17. Saudara seposko Kuliah Kerja Nyata (KKN) Angk. ke-58 Desa Garing
Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa atas dukungan dan saran dalam
penyusunan skripsi ini.
vii
18. Rekan-rekan saya yang ikhlas membantu baik moral maupun material dalam
penyelesaian skripsi ini, yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata, terimah kasih yang sebanyak-banyaknya atas segala bantuan dan
dukungan berbagai pihak, semoga bantuan dan jerih payahnya dapat terbalas dan
mendapatkan pahala disisi Allah swt.
Semoga skripsi ini dapat menjadi tambahan referensi, informasi bagi para
akademisi maupun praktisi khususnya dalam bidang Sejarah Kebudayaan Islam serta
masyarakat luas pada umumnya.
Gowa, 12 Maret 2019 M Penulis
Nawir NIM: 40200114030
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1-13
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Rumusan Masalah..................................................................... 4 C. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian...................................... 4 D. Kajian Pustaka .......................................................................... 5 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 12
BAB II KAJIAN TEORETIS .................................................................. 14-38
A. Kondisi Islam di Indonesia pra Orde Baru ............................... 14 B. Kondisi Islam di Indonesia pada Masa Orde Baru ................... 23
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 39-43
A. Jenis dan Lokasi Penelitian....................................................... 39 B. Pendekatan Penelitian ............................................................... 39 C. Sumber Data ............................................................................. 40 D. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 41 E. Metode Pengolahan dan Analisis data ...................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................ 46-56
A. Lokasi Penelitian ...................................................................... 46 B. Sejarah Masuknya Islam di Mambi ………………………….. 46 C. Posisi Islam di Mambi pada masa Orde Baru........................... 49 D. Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Islam Di Mambi….51
viii
BAB V PENUTUP .................................................................................... 57-61
A. Kesimpulan ............................................................................... 57 B. Implikasi ................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62-63 LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS
xi
ABSTRAK
Nama Penyusun : Nawir NIM : 40200114030 Judul Skripsi : Perkembangan Islam pada Masa Orde Baru di Mambi
Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat tahun 1966-1998
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perkembangan Islam pada masa
Orde Baru di beberapa desa yang ada di Kecamatan Mambi Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat,
Jenis penelitian ini adalah penelitian field research (lapangan) dengan menggunakan metodologi sosiologi antropologi budaya dan agama, namun tidak mengabaikan pendekatan historis, pendekatan antropologi dan pendekatan agama dengan tahap pengumpulan data melalui observasi, wawancara atau interview, dan dokumentasi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, agama Islam pertama kali masuk di wilayah kecamatan Mambi Pada abad ke 17 m Ataub tahun 1602 m yang di bawa oleh seorang penganjur agama yang bernama Toilang. Kedua, Proses perkembangan Islam di Mambi pada masa Orde Baru adalah di mulai dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menerapkan pendidikan agama itu mulai di ajarkan dari tingkat sekolah dasar selain dari itu islam juga di Mambi berkembang dari segi politik itu dapat di lihat dari posisi islam yang ada di sana yang bersifat minoritas namun mampu hidup berdampingan dengan agama agama lain yang ada di kecamatan mambi, selain itu karna juga meskipun kecamatan Mambi secara khusus adalah minoritas islam tapi pusat pemerintahan waktu itu kemudian secara administrasi masuk kedalam wilayah Kabupaten Polmas waktu itu yang yang masi di bawa naungan Privinsi Sulawesi selatan yang nota benenya ketika di gabungkan dengan wilayah Kabupaten Polmas waktu itu maka tentu bukan lagi minoritas secara umum. Ketiga, Faktor Pendukung Perkembangan Islam di Mambi pada masa Orde Baru ada tiga yang pertama adalah pendidikan, Kebudayaan dan juga Politik.
Saya berharap masyarakat tetap menjaga nilai nilai kebersamaan hususnya yang suda di jalin oleh masyarakat kecamatan Mambi agar kiranya nila-nilai persatuan Islam ini tetap terjaga dan bahkan harus di tingkatkan karna persatuan adalah salah satu kekuatan yang paling besar yang bisa merubah kita dari Islam yang minoritas menuju Islam yang Mayoritas.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Maslah
Secara sosiologis-antropologis masyarakat yang tinggal di bagian Selatan dan
Barat pulau Sulawesi, terdiri atas empat suku bangsa yaitu: Suku Mandar, Suku
Toraja, Suku Bugis dan Makassar. Dalam beberapa aspek kehidupan mereka,
keempat Suku tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan, baik nilai-budaya
maupun sistem kepercayaan.1
Khusus dalam sistem kepercayaan, keempat suku bangsa yang mendiami
pulau Sulawesi bagian selatan ini pada prinsipnya sama, yakni kepercayaan kepada
satu Dewa Tunggal yaitu Dewata Seuwae pada masyarakat Bugis, Karaeng
Kaminang Kammaya pada masyarakat Makassar dan Puang Matua dalam masyarakat
Toraja.2
Dari segi pemahaman dan kepercayaan mereka terhadap Dewa Tunggal
masing-masing berbeda.Kemudian perbedaan-perbedaan itu sangat berpengaruh
dalam menentukan sikap sekaligus sangat berpengaruh dalam menerimah sesuatu
nilai terhadap sentuhan-sentuhan kultural yang berasal dari luar lingkungannya,
terutama yang bersangkut paut dengan masalah kepercayaan dari suatu ajaran. Ajaran
itu akan diterima sepanjang sistem nilai yang kandunganya mempunyai relevansi
dengan sistem nilai yang melembaga.dalam masyarakat; ataukah sistem nilai yang
baru tersebut dianggap oleh mereka mampu menutupi kebutuhan hidup mereka, baik
dari segi material maupun dari segi spritual, yang kesemuanya itu diukur dengan
sistem nilai tertinggi yang berpusat pada Dewa Tunggal tadi.3
1Samiang Katu, Peta Islamisasi dan Kristenisasi di Sulawesi Selatan (Makassar: Alauddin University Press, 2012), h. 1-2.
2Samiang Katu, Peta Islamisasi dan Kristenisasi di Sulawesi Selatan 3Samiang Katu, Peta Islamisasi dan Kristenisasi di Sulawesi Selatan.
2
Dewata Seuwae pada masyarakat Bugis dan Karaeng Kaminang Kammaya
pada masyarakat Makassar dianggap sebagai sesuatu yang mempunyai nilai tertinggi
dalam kehidupan mereka.
Hal tersebut apabila dilihat dari sudut kepercayaan, dapat digolongkan sebagai
perwujudan dari konsepsi ketuhanan mereka.Segala sesuatu yang diperbuat
senantiasa disandarkan kepada Dewata Seuwae dan Karaeng Kaminang Kammaya.Di
sanalah merupakan titik awal dan akhir dari segala sesuatu.
Kepercayaan dan penyembahan mereka terhadap kepercayaan tersebut
berlangsung terus menerus dari keturunan sat uke keturunan lainya sehingga mampu
bertahan di dalam masyarakat dan dijunjung tinggi sampai penyebaran agama Kristen
dan Islam masuk di bagian wilayah Selatan dan Barat pulau Sulawesi, sekitar abad
XVII M.4
Menurut catatan sejarah, agama monoteistis yang pertama kali dijumpai di
Sulawesi Selatan pada saat itu sebelum datangnya agama Islam adalah agama
Katolik. Hadimuljono mencatat bahwa pada tahun 1543 di Siang Pangkep
(Pangkajene Kepulauan) dan Suppa pada masa raja La Makkarawie menduduki
tahtakerajaan didaerah tersebut, sudah ada penganut agama Katolik berkat seorang
penginjil bangsaPortugis, bernama Antonio de Payva.5
Dalam kaitannya dengan Perkembangan Islam Pada Masa Orde Baru di
Mambi Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat bahwa dalam penyebaran agama
Islam di Tanah Mandar saat itu tidak mendapatkan kesulitan berat, karena
kebudayaan yang ada pada saat itu sudah berbau Islam.Sehingga agama Islam yang
disebarkan diterima dengan baik oleh masyarakat terutama dari pihak kerajaan yang
berkuasa pada saat itu.
Pada abad XVIIsaat itu pemerintahan di wilayah Mandar masih berbentuk
kerajaan.Terdapat empat belas kerajaan besar di tanah Mandar pada saat itu, yaitu
4Samiang Katu, Peta Islamisasi dan Kristenisasi di Sulawesi Selatan. 5Samiang Katu, Peta Islamisasi dan Kristenisasi di Sulawesi Selatan h. 2.
3
tergabung dalam konfederasi Pitu Ulunna Salu (tujuh kerajaan di wilayah
pegunungan) dan Pitu Baqbana Binanga (tujuh kerajaan diwilayah pantai).Awal
penyebaran agama Islam dimulai dari daerah kerajaan Binuang, yang disebarkan oleh
seorang utusan kerajaan Gowa, yaitu Abdurrahman Kamaruddin.Di kawasan
Kerajaan Binuang kemudian dilanjutkan ke Kerajaan Balanipa.6
Agama Islam masuk di tanah Mandar secara resmi diterima oleh raja Balanipa
seorang pemegang kekuasaan dari konfederasi 14 kerajaan dengan ini raja Balanipa
pada masa pemerintahan raja ke IV yaitu Kakanna Pattang alias Daetta Tummuane
pada awal abad XVII atau tahun 1608 yang dibawa oleh penganjur agama Islam deri
Kerajaan Gowa.
Abdurrahim Kamaluddin pertama kali tiba di daerah Biring Lembang (Desa
Tammangalle Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar) dan dia berhasil
mengislamkan Mara’dia Pallis yaitu Kakanna Cunnang atau Daetta Cunnang ada juga
yang mengatakan Tamerus selanjutnya menuju ke pusat Kerajaan Balanipa yaitu
Napo dan dia diterima dengan baik oleh raja kemudian berhasil mengislamkan raja
Balanipa ke VI Kakanna Pattang DaettaTummuane.Setelah rajamasuk Islam dia pun
langsung memproklamirkan ke seluruh kerajaankerajan di tanah mandar sebagai
agama resmi.7
Abdurrahim Kamaluddin adalah nama yang tidak asing lagi bagi masyarakat
Islam di daerah Mandar karna dia banyak di kenal oleh masyarakat terutama yang
beragama islam yang ada di beberapa kerajaan di wilayah mandar ini terjadi karna
berkat raja Balanipa pada saat itu langsung memproklamirkan islam sebagai agama
resmi yang di bawa oleh beliau.
Nama Abdurrahim Kamaluddin telah terukir dalam sejarah Islamisasi di
daerah Mandar.Sebagaimana diketahui bahwa sebelum agama Islam masuk dan
6Andi Depu. Adat Istiadat KerajaanMandar, (Mandar: Yayasan Maha Putra Mandar, 1970),
h. 23. 7Ahmad M Sewang, Seputar Tentang Kerajaan Balanipa di Mandar (Cet. 1; Mandar:
Yayasan Maha Putra Mandar, 2006), h. 59
4
berkembang di Indonesia, masyarakat menganut animisme dan dinamisme bahkan
ada yang atheisme (tidak memiliki kepercayaan) sedikit pun.Apa yang terjadi pada
pulau-pulau lain (selain Pulau Sulawesi), begitu pula halnya dengan masyarakat
Mandar.8
Raja Balanipa yang pertama dan raja kedua bahkan ketiga belum pernah
didatangi oleh seorang penganjur Islam. Kemudian, pada saat periode pemerintahan
Daetta Tummuane, alias Kakanna Pattang Raja Balanipa ke IV, seorang penganjur
agama yaitu Abdurrahim Kamaluddin datang menyebarkan agama Islam. Dan setelah
raja balanipa memproklamirkan Islam di situlah masyaraka dari Pitu Ulunna Salu
juga datang menimba ilmu-ilumu agama yang suda terlebi dahulu dianut oleh
masyarakat Mandar yang ada di bagian pesisir terkhusus Balanipa yang di lakukan
oleh pedagang pedagangdari sana.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, dapat
dirumuskan pokok masalah yaitu bagaimana prosesp Perkembangan Islam pada Masa
Orde Baru di Mambi Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat.
Dari permasalah pokok tersebut, maka dirumuskan beberapa sub masalah
sebagai berikut.
1.Bagaimana Sejarah masuknya Islam di Mambi ?
2. Bagaimana Proses Perkembangan Islam di Mambi pada Masa Orde Baru?
3. Bagaimana Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Islam di Mambi
Pada Masa Orde Baru
8Ahmad M Sewang, Seputar tentang Kerajaan Balanipa di Mandar
5
C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
1. Fokus Penelitian.
Penelitian ini berpokus pada kecamatan Mambi pada masa orde baru. Yang di
maksud orde baru adalah masa pemerintahan presiden soeharto yaitu dari tahun 1966
sampai 1998.
2. Deskripsi Fokus
Orde baru adalah orde pengganti orde lama Ketika Soeharto menjadi presiden
tahun 1966 sampai 1998 ketika dia menganti presiden sebelumnya yeaitu Sukarno
yang pada saat itu di namai orde lama pada tahun 1945 sampai 1966.
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan usaha untuk menemukan tulisan atau tahap
pengumpulan literatur-literatur yang berkaitan atau relevan dengan objek dan
permasalahan yang akan diteliti oleh seorang peneliti.
Kajian pustaka ini bertujuan untuk memastikan bahwa permasalahan yang
akan diteliti dan dibahas belum ada yang meneliti dan ataupun ada namun berbeda
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti selanjutnya.
Dalam pembahasan skripsi ini, peneliti menggunakan beberapa literatur yang
berkaitan dengan judul skripsi yang ditulis sebagai acuan. Adapun literatur yang
dianggap relevan dengan obyek penelitian ini diantaranya:
1. Ahmad M. Sewang,Seputar tentang Kerajaan Balanipa di Mandar,yang
membahas tentang Proses Islamisasi di Mandar Kerajaan Balanipa.9Beliau dalam
bukunya mengatakan bahwa Agama Islam masuk di tanah Mandar secara resmi
diterima oleh raja Balanipa seorang pemegang kekuasaan dari konfederasi 14
kerajaan dengan ini raja Balanipa pada masa pemerintahan raja ke IV yaitu Kakanna
Pattang alias Daetta Tummuane pada awal abad XVII atau tahun 1608 yang dibawa
oleh penganjur agama Islam deri Kerajaan Gowa.
9Ahmad Sewang, Seputar tentang Kerajaan Balanipa di Bandar (Cet. 1; Mandar: Yayasan
Maha Putra Mandar, 2006)
6
Abdurrahim Kamaluddin pertama kali tiba di daerah Biring Lembang (Desa
Tammangalle Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar) dan dia berhasil
mengislamkan Mara’dia Pallis yaitu Kakanna Cunnang atau daetta Cunnang ada juga
yang mengatakan Tamerus selanjutnya menuju ke pusatKerajaan Balanipa yaitu Napo
dan dia diterima dengan baik oleh raja kemudian berhasil mengislamkan raja
Balanipa ke VI Kakanna Pattang DaettaTummuane.Setelah raja terislamkan dia pun
langsung memproklamirkan ke seluruh kerajaankerajan di tanah mandar sebagai
agam resmi.10
2. Bahaking Rama,Mengislamkan Daratan Sulawesi Suatu Tinjauan Metode
Penyebaran,yang membahas tenteng Pengislaman daratan SulawesiPada abad ke-17
kerajaan Gowa menyebarkan Islam di Mandar.
Penyebaran Islam di Mandar oleh kerajaan Gowa dilakukan secara damai, hal
ini terjadi karena sebelum Islam disebarkan di Mandar, hubungan antara kerajaan
Balanipa dengan kerajaan Gowa sangat baik dan akrab. Bukan hanya hubungan di
bidang perekonomian dan kerja sama dibidang politik, tetapi juga terjalin hubungan
kekeluargaan melalui perkawinan antar keluarga kerajaan.11
3. Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, yang membahas tentang Metodologi
penelitian. Tujuan dari penelitian sejarah ini yaitu untuk menemukan dan
mendeskripsikan secara analisis serta menafsirkan bagaimana latar belakang sejarah
Perkembangan Islam di Mambi pada Masa Orde Baru.
Penelitian sejarah merupakan penelitian yang sifatnya nirpragmatis, dalam
artian bahwa yang diteliti adalah peristiwa atau kejadian masa lampau. Maka perlu
diingat, bahwa dalam penelitian sejarah bukan aspek kurang atau lebih yang ingin
dicari, akan tetapi fakta yang harus diungkap.
10Ahmad M Sewang, Seputar tentang Kerajaan Balanipa di Bandar (Cet. 1; Mandar: Yayasan Maha Putra Mandar, 2006), h. 59
11Bahaking Rama “Mengislamkan Daratan Sulawesi Suatu Tinjauan Metode Penyebaran”
(Jakarta: PT, Parado Tama Wiragemilang, 2000), h. 20-21.
7
Penulisan peristiwa masa lampau dalam bentuk peristiwa atau kisah sejarah
supaya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, harus melalui prosedur kerja
sejarah.Secara sederhana penulisan sejarah dapat dijelaskan beberapa tahapan kerja,
yaitu heuristik, Kritik, Interpretasi dan historiografi.12
4. Samiang Katu, Peta Islamisasi dan Kristenisasi di Sulawesi Selatanyang
membahas teantang Secara sosiologis-antropologis masyarakat yang mendiami
jazirah Selatan pulau Sulawesi, terdiri atas empat suku bangsa yaitu: Suku Mandar,
Suku Toraja, Suku Bugis danMakassar. Dalam beberapa aspek kehidupan mereka,
keempat Suku tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan, baik nilai-budaya
maupun sistem kepercayaan.13
Khusus dalam sistem kepercayaan, keempat suku bangsa ini pada prinsipnya
sama, yakni kepercayaan pada satu Dewa Tunggal yaitu Dewata Seuwae pada
masyarakat Bugis, Karaeng Kaminang Kammaya pada masyarakat Makassar dan
Puang Matua dalam masyarakat Toraja.
Dari segi penghayatan atau kepercayaan mereka terhadap Dewa Tunggal
masing-masing berbeda.Kemudian perbedaan-perbedaan itu sangat berpengaruh
dalam menentukan sikap sekaligus sangat berpengaruh dalam menerimah sesuatu
nilai terhadap sentuhan-sentuhan kultural yang berasal dari luar lingkungannya,
terutama yang bersangkut paut dengan masalah kepercayaan dari suatu ajaran.
Ajaran itu akan diterima sepanjang sistem nilai yang kandunganya mempunyai
relevansi dengan sistem nilai yang melembaga.dalam masyarakat; ataukah sistem
nilai yang baru tersebut dianggap oleh mereka mampu menutupi kebutuhan hidup
mereka, baik dari segi material maupun dari segi spritual, yang kesemuanya itu
diukur dengan sistem nilai tertinggi yang berpusat pada Dewa Tunggal tadi.14
12Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), h. 86
13Samiang Katu, Peta Islamisasi dan Kristenisasi di Sulawesi Selatan (Makassar: Alauddin University Press, 2012), h. 1-2.
14Samiang Katu, Peta Islamisasi dan Kristenisasi di Sulawesi Selatan.
8
Dewata Seuwae pada masyarakat Bugis dan Karaeng Kaminang Kammaya
pada masyarakat Makassar dianggap sebagai sesuatu yang mempunyai nilai tertinggi
dalam kehidupan mereka.Hal tersebut apabila dilihat dari sudut kepercayaan, dapat
digolongkan sebagai perwujudan dari konsepsi ketuhanan mereka.Segala sesuatu
yang diperbuat senantiasa disandarkan kepada Dewata Seuwae dan Karaeng
Kaminang Kammaya.
Di sanalah merupakan titik awal dan akhir dari segala sesuatu.Penghayatan
mereka terhadap kepercayaan tersebut berlangsung terus dan dijunjung tinggi sampai
penyebaran agama Kristen dan Islam masuk di Jazirah Selatan pulau Sulawesi,
sekitar abad XVII M.
Menurut catatan sejarah, agama monoteistis yang pertama kali dijumpai di
Sulawesi Selatan sebelum datangnya agama Islam adalah agama Katolik.
Hadimuljono mencatat bahwa pada tahun 1543 di Siang Pangkep (Pangkajene
Kepulauan) dan Suppa pada masa raja La Makkarawie menduduki tahtakerajaan
didaerah tersebut, sudah ada penganut agama Katolik berkat seorang penginjil
bangsaPortugis, bernama Antonio de Payva.15
5. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan
yang membahas tentang periodisasi Islam di Indonesia Harun Nasution membagi
sejarah Islam pada tiga periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern.16
Sementara itu kegiatan pendidikan Islam di Indonesia yang lahir dan tumbuh
serta berkembang bersamaan dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia.
Oleh karena itu, dalam rangka melihat Sejarah Islam di Indonesia dengan
periodisasinya baik bagi pemikiran, isi maupun pertumbuhan organisasi dan
kelembagaannya serta pola kebijakan pemerintah pertumbuhan organsiasi dan
15Samiang Katu, Peta Islamisasi dan Kristenisasi di Sulawesi Selatanh. 2.
16Lihat, Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2003), h. 48.
9
kelembagaannya serta, fase-fase peting yang dilalui, secara garis besar fase tersebut
dapat dibagi menjadi beberapa.17
6. Masduki Baidlowi dan Rizal Mustary, Mahfud MD; Bersih dan
Membersihkan yang membahas Konfigurasi politik, menurut Dr. Moh. Mahfud MD,
SH, mengandung arti sebagai susunan atau konstelasi kekuatan politik yang secara
dikotomis dibagi atas dua konsep yang bertentangan secara diametral, yaitu
konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter.18
Konfigurasi politik yang ada pada periode orde lama membawa bangsa
Indonesia berada dalam suatu rezim pemerintahan yang otoriter dengan berbagai
produk-produk hukum yang konservatif dan pergeseran struktur pemerintahan yang
lebih sentralistik melalui ketatnya pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah
daerah. Pada masa ini pula politik kepartaian sangat mendominasi konfigurasi politik
yang terlihat melalui revolusi fisik serta sistem yang otoriter sebagai esensi
feodalisme.
Sedangkan dibawah kepemimpinan rezim Orde Baru yang mengakhiri tahapan
tradisional tersebut pembangunan politik hukum memasuki era lepas landas lewat
proses Rencana Pembangunan Lima Tahun yang berkesinambungan dengan
pengharapan Indonesia dapat menuju tahap kedewasaan dan selanjutnya berkembang
menuju bangsa yang adil dan
makmur.Indonesiamenjalankanpemerintahan republicpresidensialmultipartai
yang demokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di
Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif.
Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis
Permusyawatan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR} yang anggota-
17Lihat, Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan., h. 49
18Lihat, Masduki Baidlowi dan Rizal Mustary, Mahfud MD; Bersih dan Membersihkan(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 11.
10
anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya
mewakili provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang
dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing.
Oleh sebab itu tidak disangsikan lagi bahwa pada saat itu ummat Islam
yangdiwadahi oleh dua organisasi sosial kemasyarakatan, yaitu Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama’ mendesak dan mengusahakan adanya perwakilan dalam sistem
pemerintahan yang ada mulai dari beberapa kabinet yang selalu mengalami
pembubabaran karena ketidak mampuannya mengatasi keadaan ketika membicarakan
ideologi yang akan dianut Indonesia sebagai negara yang masih mencari jati diriya
sebagai negara yang baru merdeka yang pada saat itu selalu dimonopoli oleh tiga
kekuatan besar, yaitu, Nasionalis, Islam dan Komunis.
Akhirnya tiga kekuatan tersebut dibentuk sebuah aliansi besar oleh Soekarno
yang bernama Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis). Maka kemudian
terbentuklah satu kekuatan yang menjadi landasan berfikir rakyat Indonesia pada saat
itu hingga sekarang, yaitu Pancasila.
Penerimaan Pancasila sebagai dasar negara pada saat itu tidaklah mulus, masih
banyak pro dan kontra yang mengiringinya, terutama dari pihak Islam yang diwakili
oleh Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Persis. Akan tetapi pada akhirnya semua
pihak menerima dengan hati yang lapang, karena ketika ditinjau lebih dalam hal-hal
yang ada dalam Pancasila sangat tidak bertentangan dengan ajaran agama masing-
masing.19
7. Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Yang membahas tentang
Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, maka sejarah kebijakan pendidikan di
Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan Islam. Oleh karena itulah perjalanan
sejarah pendidikan Islam sejak Indonesia merdeka sampai tahun 1965 yang lebih
19Lihat,Masduki Baidlowi dan Rizal Mustary, Mahfud MD; Bersih dan Membersihkan, h. 13.
11
dikenal dengan masa orde lama akan berbeda dengan tahun 1965 sampai sekarang
yang lebih dikenal dengan orde baru.20
Di tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah Indonesia tetap membina
pendidikan agama. Pembinaan agama tersebut secara formal institusional
dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara
kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah
umum baik negeri maupun swasta.Maka sejak itulah terjadi semacam dualisme
pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum.
Di satu pihak Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama
baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum. Keadaan seperti
ini sempat dipertentangkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan
adanya pendidikan agama, terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-
akan pendidikan agama khususnya Islam, terpisah dari pendidikan.Pendidikan agama
diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu:21
Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid
menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
1. Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri di aturdalam
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.Dalam hubungan ini
kementrian agama juga telah merencanakan rencana-rencana program
pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis
pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut:22
8. Thohir Luth, M. Natsir; Dakwah dan pemikirannya, yang membahas Agama
Kristen Katolik di Indonesia tampaknya benar-benar memanfaatkan kesempatan
20Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta2008.)
21Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. h. 39.
22Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan.h. 41.
12
dengan melakukan upaya Kristenisasi secara terbuka pasca-G. 30 S/PKI. Peluang ini
ternyata berhasil merayu sebagian umat Islam untuk berpindah ke agama mereka.
Yang lebih demonstratif lagi adalah sebagai minoritas, mereka tidak segan-
segan mendirikan gereja dan sekolah-sekolah di tengah-tengah lingkungan
masyarakat mayoritas Muslim.
Mereka tidak segan-segan melakukan ajakan Kristenisasi dari rumah ke
rumah kepada umat Islam dengan membagikan sejumlah materi yang menjadi
kebutuhan masyarakat Islam. Alasannya sederhana, yaitu bantuan sosial dan
kepedulian mereka terhadap nasib sebagian umat Islam yang memerlukan bantuan.
Jika diteliti, sebenarnya kegiatan seperti ini tidak lebih dari peaceful aggressison
‘suatu penyerangan yang bersemboyan perdamaian’.
Dari segi ini, Kristen/Katolik melalui misionarisnya tampak sudah melampaui
batas, sebab mereka sudah tidak mengindahkan lagi etika beragama, atau dengan
pengertian lain, para misionaris Kristen/Katolik tampak demonstratif memasuki
rumah-rumah orang Islam dengan berbagai dalih untuk menyampaikan pekabaran
Injil.23
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian:
a. Untuk mengetahui sejarah masuknya Islam di Mambi.
b. Untuk mengetahui perkembangan Islam di Mambi pada masa Orde Baru.
c. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat perkembangan Isalam di
Mambi pada masa orde baru
2. Kegunaan Penelitian:
a. Kegunaan Ilmiah
1. Dapat di gunakan sebagai landasan teoritis dalam memahami sejarah masuknya
Islam di Mambi.
23Thohir Luth, M. Natsir; Dakwah dan pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 120.
13
2. Dapat di gunakan sebagai landasan teoritis terkait perkembangan Islam pada
masa Orde Baru.
3. Dapat di gunakan sebagai landasan teoritis terkait masalah faktor pendukung
dan penghambat perkembangan islam di mambi pada masa Orde Baru.
b. Kegunaan Praktis:
1. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberikan informasi kepada
masyarakat tentang Perkembangan Islam di Mambi pada Masa Orde Baru
2. Hasil penelitian diharapkan menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk lebih
memperhatikan kondisi agama islam dari semua segi yang ada di Mambi.
3. Memajukan pengetahuan Perkembangan Islam di Mambi pada Masa Orde Baru
14
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kondisi Islam di Indonesia pada Masa Orde Lama
Perdebatan Para pakar sejarah terkait masalah kedatangan Islam di Nusantara
telah memberikan berbagai macam teori islamisasi yang bisa menjadi landasan untuk
menjawab proses islamisasi di Nusantara. Berikut ini akan di jelaskan tentang
Rekontruksi teori-teori islamisasi yang di lakukan di Nusantara. Pada Skripsi ini saya
akan mengacu kepada teori-teori yang di bangun oleh Dr. Hj. Syamzan Syukur, M.Ag
yang suda menjadi perdebatan para ahli Sejarah dalam bingkai teori yang dapat
menjadi kerangka penelitian terkait masalah islamisasi yang di harapkan bisa
membantu para peneliti dalam menganalisis setiap tahapan-tahapan islamisasi di
Nusantara. Teori islamisasi yang di maksud adalah proselitisasi (kegiatan penyebaran
Islam) teori konvergensi (persamaan antara budaya lokal deanga ajaran Islam
sehingga Islam muda di terima) dan teori Propagasi (Penyebar luasan Islam).1
1. Teori Proselitisasi
Teori proselitisasi yang di maksud dalam pembahasan ini adalah teori tentang
kegiatan penyebaran agama Islam. Dalam kerangka ini, Islamisasi dalam pembahasan
ini merujuk kepada teori islamisasi yang di kembangkan Hurgronje, dia mengatakan
ada tiga elemen proses islamisasi yang mesti di bedakan, yaitu; masuknya Islam,
pendudukan muslim dan pendirian kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Teori
yang sama juga di kembangkan oleh Noorduyn yaitu islamisasi dapat di artikan
sebagai proses penyebaran agama Islam dari seorang atau beberapa orang Islam atau
di artikan sebagai sejak datangnya pertama kali, penerimaan dan penyebaranya
berlanjut dari waktu ke waktu sampai sekarang.
Maka berdasarkan teori di atas maka dapat di simpulkan bahwa proses
penyebaran Islam (proselitisasi) yang terjadi di Nusantara terdiri atas tiga tahapan
1Dr. Syamzan Syukur, M.Ag Islam Literasi dan Budaya Lokal :( Makassar). UIN Alauddin Makassar, 2014. H 73
15
yaitu peretama, kedatangan Islam (arrival), yang kedua penerimaan Islam (receive)
dan yang ke tiga, pembentukan kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam yang di tandai
dengan Islam di terima sebagai agama resmi kerajaan (kingdom).2
2. Teori Konvergensi
Konvergensi di artiakan sebagai menuju satu titik pertemuan. Dengan
demikian yang di maksud dengan teori konvergensi dalam penulisan skripsi ini
adalah memudahkan ajaran Islam dengan budaya-budaya lokal yang memiliki
persamaan, sehingga hanya dengan pendekatan adaptasi, Islam di terima secara damai
(penetration pacifique) yang terjadi dalam waktu yang bisa terbilang singkat.
Menurut teori sebagian ahli, mengatakan bahwa faktor yang mengakibatkan
Islam muda di terima oleh masyarakat dan kemudian bisa menjadi agama yang
dominan dalam suatu daerah adalah karna adanya “kesamaan” antara bentuk Islam
yang pertama kali datang ke Nusantara dengan sifat mistis dan sinkretis kepercayaan
nenek moyang setempat. Oleh karena itu menurut teori ini, Islam tasawuf hampir
secara alami di terima. Bahkan ada teori yang mengatakan bahwa Islam bisa hidup
berdampingan secara damai dengan kepercayaan nenek moyang.
Teori yang pertama di atas di dukung oleh A.H johns. Dalam teori ini johns
mengecilkan peran perdagangan dalam islamisasi. Menurut beliau, bahwa peranan
para sufi atau pengembara , Islam di terima oleh sebagian besar penduduk Nusantara
terjadi sejak abad ke 13. Faktor utama keberhasialan oleh para sufi dalam melakukan
proses islamisasi di Nusantara adalah karna kemampuan mereka dalam menyajikan
Islam dalam kemasan atraktif, dengan menekankan kesesuaian dengan Islam atau
kontinitas, ketimbang perubahan dalam kepercayaan dan prakttek keagamaan lokal.
Untuk menguatkan teorinya Johns mengambil banyak sumber lokal yang ada
2Dr. Syamzan Syukur, M.Ag Islam Literasi dan Budaya Lokal :( Makassar). UIN Alauddin Makassar, 2014. H 74-75
16
kaitannya dengan Islam di Nusantara dengan guru-guru pengembara dengan
karakteristik sufi yang sangat kental. 3
3. Teori Propagasi
Propagasi dapat di artiakan sebagai penyebarluasan atau perkembangan.
Dalam konteks islamisasi, teori propagasi ini atau teori penyebarluasan Islam adalah
teori yang dapat di gunakan dalam melihat proses akulturasi (acculturation process).
Islamisasi adalah proses penyebaran agama Islam, sehingga proses itu sendiri tidak
bisa kita lepaskan dalam proses akulturasi, baik terkait dengan Islam dan budayanya
di satu pihak dan dengan mesyarakat setempat dengan budaya dan kepercayaan dan
ataupun keagamaan mereka yang suda ada sebelumnya.4
Dengan demikian teori ini akan membatu kita dalam melihat sikap oleh
masyarakat setempat husunya masyarakat yang suda memeluk islam yang tentu akan
sangat di pengaruhi oleh karakteristik dari budaya lokal dengan prinsip yaang
berkarakter Islam.
Bukannya tidak biasa jika suatu teori tertentu tidak mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan tandingan yang diajukan teori-teori lain.
Adapun mengenai periodisasi Islam di Indonesia Harun Nasution membagi
sejarah Islam pada tiga periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern.5
Sementara itu kegiatan pendidikan Islam di Indonesia yang lahir dan tumbuh
serta berkembang bersamaan dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia.
Oleh karena itu, dalam rangka melihat Sejarah Islam di Indonesia dengan
periodisasinya baik bagi pemikiran, isi maupun pertumbuhan organisasi dan
kelembagaannya serta pola kebijakan pemerintah pertumbuhan organsiasi dan
3Dr. Syamzan Syukur, M.Ag Islam Literasi dan Budaya Lokal :( Makassar). UIN Alauddin Makassar, 2014. H 83
4Dr. Syamzan Syukur, M.Ag Islam Literasi dan Budaya Lokal :( Makassar). UIN Alauddin Makassar, 2014. H 84
5Lihat, Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2003), h. 48.
17
kelembagaannya serta, fase-fase peting yang dilalui, secara garis besar fase tersebut
dapat dibagi menjadi:6
1. Periode masuknya Islam ke Indonesia
2. Periode pengembangan melalui proses adaptasi
3. Periode pengembangan kerajaan-kerajaan Islam
4. Periode penjajahan Belanda
5. Periode penjajahan Jepang
6. Periode kemerdekaan I (Orde Lama)
7. Periode kemerdekaan II (Orde baru/pembangunan)
Melihat periodisasi di atas maka saya akan berusaha mengetahui macam-
macam kebijakan yang dijalankan pada masa Orde Lama yang tentunya mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan Islam di Indonesia.
Karena pada saat itu, Islam memiliki batu sandunga yang tentunya sangat kuat
dari agama Kristen saat itu, terutama yang berkaitan dengan penghapusan tujuh kata
dalam Piagam Madinah yang sangat berdampak luas terhadap integritas dan keutuhan
Indonesia yang notabenenya baru mengalami kemerdekaan.
1. Situasi Politik pada Masa Orde Lama
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 negara Indonesia masuk
dalam satu bingkai kehidupan baru sebagai negara yang merdeka dan berdaulat
penuh.
Dalam melihat perjalanan sejarahnya negara Indonesia mengalami berbagai
perubahan asas, paham, ideologi dan pengaruh dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai rintangan dan juga terkadang ada
ancaman yang tentu akan sangat membahayakan perjuangan bangsa indonesia dalam
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Hasil dari sekian banyak hambatan
adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional yang terjadi sejak periode orde lama
yang puncaknya terjadi dengan adanya pemberontakan PKI 30 September 1965
6Lihat, Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
18
sampai-sampai lahir Supersemar sebagai awal datangnya tonggak pemerintahan era
Orde Baru yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde
Lama dimana masih terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang
tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme pada saat itu.
Konfigurasi politik, menurut Dr. Moh. Mahfud MD, SH,7 mengandung arti
sebagai susunan atau konstelasi kekuatan politik yang secara ril terbagi atas dua
konsep yang bertentangan secara pungsi, yaitu politik yang bersipat demokratis dan
politik yang bersipat otoriter.
politik yang ada pada periode orde lama membawa negara Indonesia berada
dalam suatu masa pemerintahan yang bersipat otoriter dengan adanya berbagai
produk-produk hukum yang konservatif dan pergeseran struktur pemerintahan yang
lebih transparan melalui ketatnya pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah
daerah daerah yang terbagi dalam beberapa provinsi dan kota kota.
Pada masa ini pula partai politik sangat mendominasi perkembangan politik
yang dapat kita lihat melalui revolusi fisik dan sistem yang otoriter. Sedangkan
pemerintahan yang di atur oleh kepemimpinan rezim Orde Baru yang mengakhiri
pemerintahan yang bersifat tradisional itu terlihat dari pembangunan politik hukum
memasuki zaman lepas landas melalui proses Rencana Pembangunan Lima Tahun
yang berkesinambungan dengan tujuan negara ini dapat menuju era kedewasaan dan
selanjutnya berkembang menjadi bangsa yang adil dan makmur di mata dunia dan
masyarakat.8
Indonesia menjalankan proses pemerintahan republic presidensial multi partai
yang demokratis. Sama yang di laksanakan oleh negara-negara demokrasi lainnya,
sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama
Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR} yang 7Lihat, Masduki Baidlowi dan Rizal Mustary, Mahfud MD; Bersih dan Membersihkan(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 11.
8Lihat,Masduki Baidlowi dan Rizal Mustary, Mahfud MD; Bersih dan Membersihkan, h. 13.
19
anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-
anggotanya mewakili provinsi-provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili
oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing agar
pemimpin tersebut dapat mejalankan aspirasi masyarakat setempat dengan adanya
pemilihan langsuang tadi.
Oleh sebab itu tidak dapat di pungkiri lagi bahwa pada saat itu ummat Islam
yang diwadahi oleh dua organisasi sosial kemasyarakatan sangat besar pada saat itu
dan kemudian suda menjadi patokan oleh sebagian besar penduduk bangsa indonesia,
yaitu Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah mendesak dan mengusahakan adanya
perwakilan dalam sistem pemerintahan yang ada mulai dari beberapa kabinet yang
selalu mengalami pembubabaran karena ketidak mampuannya mengatasi keadaan
ketika membicarakan ideologi yang akan dianut Indonesia sebagai negara yang masih
mencari jati diriya sebagai negara yang baru merdeka yang pada saat itu selalu
dimonopoli oleh tiga kekuatan besar, yaitu, Nasionalis, Islam dan Komunis.
Akhirnya tiga kekuatan tersebut dibentuk sebuah aliansi besar oleh Soekarno
yang bernama Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis). Maka kemudian
terbentuklah satu kekuatan yang menjadi landasan berfikir masyarakat Indonesia pada
saat itu hingga sekarang, yaitu Pancasila. Penerimaan Pancasila sebagai dasar negara
pada saat itu tidaklah muda tentu terjadi perdebatan ada yang pro dan ada juga
kontrak, masih banyak pro dan kontra yang mengiringinya, terutama dari pihak Islam
yang diwakili oleh Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Persis. Akan tetapi pada
akhirnya semua pihak menerima dengan hati yang lapang, karena ketika ditinjau lebih
dalam hal-hal yang ada dalam Pancasila sangat tidak bertentangan dengan ajaran
agama masing-masing yang di anut oleh masyarakat di Indonesia.
2. Pendidikan Islam pada Masa Orde Lama
Setelah negara Indonesia merdeka, penyelesaian pendidikan agama Islam
akhirnya mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun
swasta. Usaha itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga-
lembanglembaga pendidikan sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja
20
Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan
bahwa:
Madrasah dan pesantren adalah sekola sekola yang mengajarkan agama yang
juga pada prinsipnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat
jelata yang tidak berurat akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah
mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari
pemerintah setempat dengan tujuan agar semua lembaga pendidikan ini mampu
memberikan pembelajaran kepada masyarakat setempat agar mampu bersaiang
dengan sekola sekola umum.9
Kejadian yang seperti ini timbul karena kesadaran umat Islam yang telah
sekian lama terpuruk dibawah kekuasaan penjajah yang gerak gerinya sangat terbatas.
Sebab pada zaman penjajahan Belanda, pintu masuk pendidikan modern bagi umat
Islam terbuka secara sangat sempit. Dalam hal ini minimal ada dua hal yang menjadi
penyebabnya, yaitu:
1. Sikap dan kebijaksanaan pemerintah kolonial yang amat diskriminatif terhadap
kaum muslimin.
2. Politik non kooperatif para ulama terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa
ikut serta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah salah
satu bentuk penyelewengan agama. Mereka berpegang kepada salah satu hadits
Nabi Muhammad saw yang artinya : “Barangsiapa menyerupai suatu golongan,
maka ia termasuk ke dalam golongan itu”. Hadits tersebut melandasi sikap para
ulama pada waktu itu.10Itulah di antara beberapa faktor yang menyebabkan
mengapa kaum muslimin Indonesia amat terbelakang dalam sesi
intetelektualitas ketimbang golongan lain.Sementara itu bila membicarakan
organisasi Islam dan kegiatannya dibidang pendidikan. Sudah tentu tidak bisa
terlepas dari membicarakan bentuk, sistem dan cita-cita bangsa Indonesia yang 9Lihat, Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan EraRasulullah sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009), h. 57.
10Moh. Mahfud MD..PolitikHukum di Indonesia. (Depok:PT Rajagrafindo2012), h302
21
baru merdeka. Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan yang
sekian lama, terutama melalui berbagai organisasi pergerakan, baik sosial,
agama maupun politik, senantiasa mendapat dukungan dari pemerintah.
Pemerintah sadar bahwa sesungguhnya kekuatan negara terletak pada kesatuan
dan persatuan bagi organisasi dan golongan, yang semuanya itu merupakan
modal dasar dan kekayaan bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan sebesar-
besarnya dalam pembangunan.
sehubungan dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia hingga sekarang, maka sejarah kebijakan
pendidikan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan Islam. Oleh karena itulah
perjalanan sejarah pendidikan Islam sejak Indonesia merdeka sampai tahun 1966
yang lebih dikenal dengan masa orde lama akan berbeda dengan tahun 1966 sampai
1998 yang lebih dikenal dengan masa Orde Baru.11
Pergerakan pertama yang diambil oleh pemerintah Indonesia, adalah
menyesuaikan pendidikan dengan tuntunan dan aspirasi rakyat sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 yang berbunyi :
1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-
undang.
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
11Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta2008.) h. 12
22
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.12
Oleh sebab itu, pembatasan pemberian pendidikan disebabkan perbedaan
agama, sosial, ekonomi dan golongan yang ada di masyarakat tidak dikenal lagi.
Dengan demikian, setiap anak Indonesia dapat memilih kemana dia akan belajar,
sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
3. Sistem Pendidikan pada Orde Lama
Di tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah Indonesia tetap membina
pendidikan agama. Pembinaan agama tersebut secara formal institusional
dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara
kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah
umum baik negeri maupun swasta.
Maka sejak itulah terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu
pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak Departemen Agama
mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama maupun di
sekolah-sekolah umum.
Keadaan seperti ini sempat dipertentangkan oleh pihak-pihak tertentu yang
tidak senang dengan adanya pendidikan agama, terutama golongan komunis,
sehingga ada kesan seakan-akan pendidikan agama khususnya Islam, terpisah dari
pendidikan.
Pendidikan agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada
bab XII Pasal 20, yaitu:13
Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid
menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
12https://brainly.co.id/tugas/5790889 yang diakses pada tanggal 02 Januari 2019
13Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. h. 39.
23
1. Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri di atur
dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.Dalam hubungan ini kementrian
agama juga telah merencanakan rencana-rencana program pendidikan yang akan
dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam
sebagai berikut:14
Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan
asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi,
sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
1. Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran
tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
2. Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang
bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
3. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di
mana perbandingan umum kira-kira 1:2..
4. Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang
memberikan latihan ketrampilan sederhana.
5. Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak
tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di
Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.
B. Kondisi Islam di Indonesia Pada Masa Orde Baru
Setelah presiden Sukarno turun, secara otomatis rezim Orde Lama juga
terhenti. Bersamaan dengan itu, lahirlah orde lain sebagai penerus perjuangan. Orde
ini tidak lain adalah Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto. Orde ini
berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 32 tahun.
14Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan.h. 41.
24
Dilihat dari segi fisik, Indonesia sangat berkembang dan maju. Di berbagai
tempat (terutama di kota-kota besar) bangunan-bangunan besar dan mewah didirikan.
Tapi jika ditinjau dari segi politik, maka Indonesia semakin menurun. Karena trias
politika sebagai lembaga-lembaga tertinggi negara, yang berfungsi hanya lembaga
eksekutif saja, sementara dua lembaga lainnya, baik itu lembaga legistatif dan
yudikatif kurang atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Kedua lembaga ini tunduk
di bawah lembaga eksekutif. Keduanya tidak lebih hanyalah sebagai robot yang
gerak-geriknya diatur oleh lembaga eksekutif.15
Kebijakan pemerintah tentang pendidikan agama juga sangat dipengaruhi oleh
perkembangan politik. Terjadi ketegangan antara PKI dan tentara di masa- masa akhir
kekuasaan Sukarno, kelompok-kelompok agama (terutama Islam dan Kristen)
memutuskan untuk beraliansi dengan tentara. Sejak tahun 1961 hingga akhir
kekuasaan Sukarno, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dipegang dua orang
Menteri.
Menteri Pendidikan Dasar dipegang oleh Prijono, seorang tokoh Murba yang
dekat dengan PKI, sedangkan Menteri Pendidikan Tinggi dipegang oleh Sjarief
Tajeb, seorang tokoh militer. Dengan dukungan kelompok agama, pada akhirnya
Sjarief Tajeb dapat mewajibkan pendidikan agama di berbagai Perguruan Tinggi di
Indonesia, meskipun UU Pendidikan 1950 tidak mewajibkan pendidikan Agama.
Kudeta berdarah 30 September 1965 yang gagal telah mengubah arah politik
bangsa Indonesia. Dalam perlawanan terhadap PKI yang dilakukan setelah kudeta,
kaum Muslim dan Kristen bekerjasama bahu membahu dengan tentara. Pada sidang
MPRS tahun 1966 diputuskan bahwa pendidikan agama wajib dilaksanakan dari
tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Tetapi konversi besar yang terjadi
itu disamping menggembirakan bagi sebagian tokoh agama, juga telah menjadi
pemicu bagi timbulnya ketegangan dan konflik antara tokoh-tokoh Islam dan
Kristen.
15Dra. Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 1997. Cet. 4) h 17
25
Banyaknya orang yang masuk Kristen (meski yang masuk Islam dan agama
lain juga banyak) kemudian dibesar-besarkan oleh media Barat atau misionaris asing,
membuat kalangan Muslim ketakutan dan merasa terancam. Inilah pangkal dari
wacana ancaman kristenisasi di kalangan Islam yang berujung pada tuntutan untuk
(1) membatasi penyiaran agama hanya kepada yang belum beragama, (2) agar
pembangunan tempat ibadah mendapat persetujuan penduduk pusat.16
Kegiatan misi Kristen di Indonesia tampak meningkat setelah meletusnya
pemberontakan komunis G.30 S/PKI. Keluarga orang-orang komunis yang ditangkap
dan umat Islam yang miskin adalah sasaran utama mereka. Berpuluh- puluh ribu
orang terpaksa masuk Kristen berkat bujukan-bujukan dan dana-dana misi tersebut.
Organisasi-organisasi misionaris itu bermacam-macam dan cara yang mereka
jalankan dalam kegiatannya bertentangan dengan Pancasila (kebebasan menganut
agama).
Pada tahun 1967, misi tersebut mulai menunjukkan cara-cara yang sangat
menyinggung perasaan umat Islam, yaitu mendirikan gereja-gereja dan sekolah-
sekolah Kristen di lingkungan kaum Muslim. Keadaan yang demikian itu telah
menimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan, yaitu perusakan gereja di
Meulaboh, Aceh, pada bulan Juni 1967, perusakan gereja di Ujung pandang
(Makassar) bulan Oktober 1967, dan perusakan sekolah Kristen di Palmerah, Slipi,
Jakarta.17
Agama Kristen Katolik di Indonesia tampaknya benar-benar memanfaatkan
kesempatan dengan melakukan upaya Kristenisasi secara terbuka pasca-G. 30 S/PKI.
Peluang ini ternyata berhasil merayu sebagian umat Islam untuk berpindah ke agama
mereka.
16Nursyirwan, Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia setelah Kemerdekaan, (Didaktika Jurnal Kependidikan Vol. 4 No. 2 November 2009), h. 217.
17M. Natsir, Mencari Modus Vivendi antar Umat Beragama di Indonesia, (Jakarta: Media Dakwah, 1980), h. 7.
26
Yang lebih demonstratif lagi adalah sebagai minoritas, mereka tidak segan-
segan mendirikan gereja dan sekolah-sekolah di tengah-tengah lingkungan
masyarakat mayoritas Muslim. Mereka tidak segan-segan melakukan ajakan
Kristenisasi dari rumah ke rumah kepada umat Islam dengan membagikan sejumlah
materi yang menjadi kebutuhan masyarakat Islam.
Alasannya sederhana, yaitu bantuan sosial dan kepedulian mereka terhadap
nasib sebagian umat Islam yang memerlukan bantuan. Jika diteliti, sebenarnya
kegiatan seperti ini tidak lebih dari peaceful aggressison „suatu penyerangan yang
bersemboyan perdamaian‟. Dari segi ini, Kristen/Katolik melalui misionarisnya
tampak sudah melampaui batas, sebab mereka sudah tidak mengindahkan lagi etika
beragama, atau dengan pengertian lain, para misionaris Kristen/Katolik tampak
demonstratif memasuki rumah-rumah orang Islam dengan berbagai dalih untuk
menyampaikan pekabaran Injil.18
1. Kebijakan Pendidikan Islam Masa Orde Baru
Zaman pemerintah Orde Baru, pendidikan diwarnai oleh politik yang bersifat
sentralistik, dengan titik tekan pada pembangunan ekonomi yang ditopang oleh
stabilitas politik dan keamanan yang didukung oleh kekuatan birokrasi pemerintah,
angkatan bersenjata, dan konglomerat. Dengan politik yang bersifat sentralistik ini,
seluruh masyarakat harus menunjukkan monoloyalitas yang tinggi, baik secara
ideologis, politis, birokrasi, maupun hal-hal yang bersifat teknis yang di anggap
berkaitan dengan itu.19
Dari sisi ideologi, pendidikan telah cukup mendapat tempat dari pendiri
bangsa. Terbukti dengan dimasukkannya pendidikan sebagai salah satu prioritas
utama dalam Pembukaan UUD 1945, yang notabene-nya tidak dapat diubah dan
dianggap sebagai landasan perjuangan bangsa yang sakral. Sebelum pemerintahan
18Thohir Luth, M. Natsir; Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 120.
19Nata, Abuddinsejarah pendidikan Islam. (Jakarta: 2011kencana h. 12
27
Presiden Suharto, masalah pendidikan nasional telah memperoleh cukup banyak
perhatian dari elite politik yang ada.20
Jika kita melihat sejarah, proklamator Bung Hatta merupakan salah satu tokoh
yang gencar menyuarakan pentingnya pendidikan nasional bagi kemajuan bangsa
sejak zaman kolonialisme. Yang lebih menyedihkan dari kebijakan pemerintahan
Orde Baru terhadap pendidikan adalah sistem doktrinisasi. Yaitu sebuah sistem yang
memaksakan paham-paham pemerintahan Orde Baru agar mengakar pada benak
anak-anak. Bahkan dari sejak Sekolah Dasar sampai pada tingkat Perguruan Tinggi
diwajibkan untuk mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila) yang berisi tentang hapalan butir-butir Pancasila.21
Proses indoktrinisasi ini tidak hanya menanamkan paham-paham Orde Baru,
tetapi juga sistem pendidikan masa Orde Baru yang menolak segala bentuk budaya
asing, baik itu yang mempunyai nilai baik ataupun mempunyai nilai buruk. Dengan
demikian, pendidikan pada masa Orde Baru bukan untuk meningkatkan taraf
kehidupan rakyat, apalagi untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia,
tetapi malah mengutamakan orientasi politik agar semua rakyat itu selalu patuh pada
setiap kebijakan pemerintah.
Putusan pemerintah adalah putusan yang adiluhung dan tidak boleh dilanggar.
Itulah doktrin Orde Baru pada sistem pendidikan kita. Indoktrinisasi pada masa
kekuasan Suharto ditanamkan dari jenjang Sekolah Dasar sampai pada tingkat
pendidikan tinggi, pendidikan yang seharusnya mempunyai kebebasan dalam
pemikiran. Pada masa itu, pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme
yang militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin. Semua serba
kaku dan berjalan dalam sistem yang otoriter.22
20Nata, Abuddinsejarah pendidikan Islam.
21Nata, Abuddinsejarah pendidikan Islam.
22Nata, AbuddinSejarah pendidikan Islam. h. 12-13
28
Pendidikan adalah pilar utama berdirinya sebuah bangsa. Pada dasarnya
pendidikan merupakan usaha untuk merancang masa depan umat manusia sebagai
generasi yang memajukan sebuah bangsa. Dalam konsep dan implentasi pendidikan
harus memperhitungkan berbagai faktor.
Demikian juga konsep pendidikan yang diterapkan di Indonesia yang tidak
pernah lepas dari unsur politik dan kebijakan pemerintah. Semangat zaman pada
masa Orde Baru adalah semangat melawan dan membebaskan. Semangat ini tumbuh
dengan kuat, akan tetapi semangat ini diperlemah secara sistematis dan akhirnya
menjadi lumpuh sama sekali.23
Semangat zaman yang ada selama Orde Baru ialah semangat “mengabdi
penguasa”. Baru setelah muncul suatu “generasi baru” yaitu kelompok mahasiswa
yang tidak lagi mau menerima pandangan-pandangan rezim Orde Baru mulailah
muncul sikap melawan. Para mahasiswa mendobrak rezim Orde Baru ini dengan
memelopori suatu sikap politik yang merupakan ulangan dari sikap para perintis
kemerdekaan, yaitu menentang segenap kesewenang-wenangan dan ketidakadilan.24
Ahkirnya, kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru mengarah pada
penyeragaman, baik cara berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Hal ini
menyebabkan generasi bangsa kita adalah generasi yang mandul. Maksudnya, miskin
ide dan takut terkena sanksi dari pemerintah karena semua tindakan bisa- bisa
dianggap subversif. Tindakan dan kebijakan pemerintah Orde Baru-lah yang paling
benar. Semua wadah-wadah organisasi baik yang tunggal maupun yang majemuk
dibentuk pada budaya homogen bahkan partai politik pun dibatasi. Hanya tiga partai
yang berhak mengikuti Pemilu.
Namun, pada waktu itu tidak ada yang berani bicara. Masa itu tidak ada lagi
perbedaan pendapat sehingga melahirkan disiplin ilmu yang semu dan melahirkan
generasi yang latah dan penakut. 23Nata, AbuddinSejarah Pendidikan Islam.h. 13-14
24Mochtar Buchori, Peranan Pendidikan dalam Pembentukan Budaya Politik di Indonesia, Dalam Quo Vadis Pendidikan di Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius, t.t), h. 29.
29
Pada masa pemerintahan Orde Baru pertumbuhan ekonomi tidak berakar pada
ekonomi rakyat dan sumber daya domestik, melainkan bergantung pada utang luar
negeri sehingga menghasilakan sistem pendidikan yang tidak peka terhadap daya
saing dan tidak produktif.
Pendidikan tidak mempunyai akuntabilitas sosial karena masyarakat tidak
diikutsertakan dalam merancang sistem pendidikan karena semua serba terpusat.
Dengan demikian, pendidikan pada masa itu mengingkari pluralisme masyarakat
sehingga sikap teloransi semakin berkurang, yang ada adalah sikap egoisme.
Perkembangan pendidikan Islam masa Orde Baru setahap demi setahap
mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Di antaranya lembaga- lembaga
pesantren mulai mendirikan madrasah dalam sistem pendidikannya. Dalam sistem ini
jenjang-jenjang pendidikan terbagi menjadi Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.
Sistem madrasah ini mendorong perkembangan pesantren sehingga jumlahnya
meningkat pesat.
Pada tahun 1958/1959 lahir Madrasah Wajib Belajar yang memiliki hak dan
kewajiban seperti sekolah negeri. Selanjutnya, di tahun 1965, berdasarkan rumusan
Seminar Pondok Pesantren di Yogyakarta disepakati di pondok pesantren perlu
dimasukkan pelajaran keterampilan seperti: pertanian dan pertukangan.25
Keadaan inilah yang mendorong tokoh-tokoh Islam menuntut agar madrasah
dan pendidikan keagamaan dimasukkan menjadi bagian dari sistem pendidikan
nasional. Reaksi terhadap sikap pemerintah yang mendiskriminasikan menjadi lebih
keras dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1972, yang kemudian
diperkuat dengan Intruksi Presiden No. 15 Tahun 1974. Kepres dan Inpres ini isinya
dianggap melemahkkan dan mengasingkan madrasah dari pendidikan nasional.
Bahkan sebagian umat Islam memandang Kepres dan Inpres itu sebagai manuver
25Hasbullah..Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada2001.) h. 30
30
untuk mengabaikan peran dan manfaat madrasah yang sejak zaman penjajahan telah
diselenggarakan umat Islam.
Kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks
madrasah di indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade
terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Lembaga pendidikan dikembangkan dalam
rangka pemerataan kesempatan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan.26.
Pada awal-awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah
bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini
madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi
baru sebagai lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan Menteri
Agama.
Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat
keberadaannya. Namun, di awal-awal tahun 1970–an justru kebijakan pemerintah
terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan
nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang ditempuh pemerintah dengan
mengeluarkan suatu kebijakan berupa Keputusan Presiden Nomor 34 tanggal 18
April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan. Isi
keputusan ini mencakup tiga hal:
1. Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas
pembinaan pendidikan umum dan kebijakan.
2. Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan
latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.
3. Ketua lembaga administrasi negara bertugas dan bertanggung jawab atas
pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negri.
Perkembangan pendidikan agama di Indonesia pada masa Orde Baru ditandai
dengan selesainya bangsa Indonesia dalam menumpas G30 S/PKI (1965-1966). Sejak 26Rossi, Pendidikan Islam Masa Orde Baru, http://coretan-rossi.blogspot.com/2011/06pendidikan-islam-masa-orde-baru.html,diakses19Desember 2018
31
saat itu pula pemerintah Indonesia semakin menunjukkan perhatiannya terhadap
pendidikan agama, sebab disadari dengan bermentalkan agama yang kuatlah bangsa
Indonesia akan terhindar dari paham komunisme. Untuk merealisasikan cita-cita
tersebut, sidang umum MPRS tahun 1966 berhasil menetapkan TAP MPRS No.
XXVII/MPRS/1966 yang membahas tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan
pasal 1 menjelaskan ”Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di
sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri”.
Dengan demikian, sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi materi pelajaran
wajib dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh
Indonesia. TAP MPRS inilah yang menjadi landasan pertama kali bagi
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama di seluruh sekolah di Indonesia
pada zaman Orde Baru.27
Setelah pemilu 1973, secara politik pemerintah Orde Baru mengonsolidasikan
agenda-agenda pembangunan pendidikan melalui Tap MPR- RI No. IV/MPR 1973
yang berbunyi:
1. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup.
2. Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara, Pancasila
dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang
berpancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan
rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan
kreatifitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan
tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi
pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai
dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
27http://anggiewidya.wordpress.com/2012/03/01/peristiwa-g30spki/ diakses 19 Desember 2018
32
Salah satu momentum nasional yang mempengaruhi iklim pendidikan
nasional, selain ketetapan MPR 1978 dan 1983 adalah keluarnya kebijakan
pendidikan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) serta munculnya
pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) sejak Taman Kanak- kanak sampai
Perguruan Tinggi. Kedua ketetapan MPR tersebut sangat memengaruhi iklim politik
nasional yang mempengaruhi dunia pendidikan. Ketetapan MPR 1983 ini kemudian
menjadi landasan munculnya pelajaran baru, yakni Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB) sejak SD. Jadi ada beberapa pelajaran baru, di antaranya masuknya
pengajaran P4 dalam bentuk penataran di SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, serta
pelajaran PMP dan PSPB dari SD-SMA dengan pelajaran Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa (PSPB) dan Bahasa Daerah.
Pada awal tahun 1980-an, pernah ada usul agar pemerintah memasukkan
kurikulum perbandingan agama untuk di sekolah-sekolah lanjutan atas; SMU dan
Madrasah Aliyah, atau yang setingkat. Namun, usul ini diprotes oleh beberapa
kalangan Muslim karena dianggap dapat merusak dan melemahkan iman para anak
didik. Pendidikan Agama dimasukkan ke dalam program pendidikan inti, sebagai
mata pelajaran wajib bagi semua siswa SMA bersama- sama dengan 14 mata
pelajaran lain: Pendidikan Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa
dan Sastra Indonesia, Geografi, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Pendidikan
Kesenian, Pendidikan Keterampilan, Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, Sejarah,
dan Bahasa Inggris.
Menteri P dan K, Nugroho Notosusanto yang menggantikan Daud Yusuf
memberlakukan kebijakan baru berupa keharusan setiap murid baru untuk
menandatangani surat pernyataan mengenai pendidikan agama yang akan diikuti.
Argumen yang dikemukakan saat itu adalah mengidentifikasi kebutuhan (need
assesment) guru agama di masing-masing agama.
Kebijakan lainnya adalah menyangkut pakaian jilbab bagi siswi yang
beragama Islam. Banyak sekolah yang secara tegas melarang pengenaan pakaian
tersebut bagi murid perempuan, seperti yang menimpa 19 siswi kelas I–III SMA I
33
Jakarta pada tahun 1985. Pada awalnya sekolah menjatuhkan sanksi skors terhadap
siswi yang mengenakan jilbab dengan alasan melanggar tata tertib sekolah yang telah
ditandatangani oleh orangtua murid sewaktu anaknya mau masuk ke sekolah tersebut
yakni anaknya akan menaati semua peraturan sekolah termasuk pakaian seragam.
Namun, setelah tidak ada kata sepakat dengan orangtua, para siswi itu
kemudian dipindahkan ke sekolah lain dan uang seragam mereka pun dikembalikan,
mereka harus beli pakaian seragam baru di tempat lain.
Ketentuan pakaian seragam itu sendiri didasarkan pada SK Dirjen Dikdasmen
No. 052/C/Kep./D.82 yang disusul dengan Peraturan Pelaksanaan No.18306/C/D.83
tentang Pedoman Pakaian Seragam Anak Sekolah (PSAS). Salah satu poin dalam SK
tersebut yang kemudian menjadi dasar bagi para kepala sekolah (negeri) untuk
mengambil kebijakan di tingkatan sekolah adalah poin yang menyatakan
”Pelaksanaan pakaian seragam di sekolah-sekolah, bagi beberapa siswi yang
melakukan penyimpangan karena keyakinan agama (bila ada), diberlakukan secara
persuasif, edukatif, dan manusiawi”.28
2. Keberhasilan-keberhasilan Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru
Masa Orde Baru ini mencatat banyak keberhasilan, di antaranya adalah:
1. Pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga
universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966).
2. Madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum.
3. Pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan.
4. Berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1975.
5. Pelarangan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993
setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an.
28Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, http://istanailmu.com/2011/ 04/08/pendidikan-islam-dalam-sistem-pendidikan-nasional/html, diakses 19 Desember 2018
34
6. Pemerintah memberi izin pada pelajar Muslimah untuk memakai rok panjang
dan busana jilbab di sekolah-sekolah negeri sebagai ganti seragam sekolah yang
biasanya rok pendek dan kepala terbuka.
7. Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
8. Terbentuknya UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
9. Adanya Kompilasi Hukum Islam (KHI).
10. Dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam.
11. Pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sodaqoh).
12. Pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan
minuman pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan.
13. Pemerintah memfasilitasi penyebaran da‟i ke daerah terpencil dan lahan
transmigrasi.
14. Mengadakan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur‟an).
15. Mengadakan peringatan hari besar Islam di Masjid Istiqlal.
16. Mencetak dan mengedarkan mushaf Al-Quran dan buku-buku Agama Islam
yang kemudian diberikan ke mesjid atau perpustakaan Islam.
17. Terpusatnya jama‟ah haji di asrama haji.
18. Penayangan pelajaran Bahasa Arab di TVRI.
19. Berdirinya MAN PK (Program Khusus).
20. Mengadakan pendidikan pascasarjana untuk Dosen IAIN baik ke dalam
maupun luar negeri. Khusus mengenai kebijakan ini, Departemen Agama telah
membuka program pascasarjana IAIN sejak 1983 dan join cooperation dengan
negara-negara Barat untuk studi lanjut jenjang Magister maupun Doktor.29
3. Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Upaya dalam pengaturan dan pembaruan kurikulum madrasah dikembangkan
dengan menyusun kurikulum sesuai dengan konsensus yang ditetapkan. Khusus
29Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional, http://istanailmu.com/2011/ 04/08/pendidikan-islam-dalam-sistem-pendidikan-nasional/html, diakses 19 Desember 2018
35
untuk MA, waktu untuk setiap mata pelajaran berlangsung 45 menit dan memakai
semester. Sementara itu, jenis program pendidikan dalam kurikulum madrasah terdiri
dari program inti dan program pilihan.
Pengembangan kedua program kurikulum ini terbagi menjadi dua bagian
yaitu: pendidikan agama, terdiri atas: Al-Quran Hadits, Aqidah Akhlak, Fikih, SKI,
dan Bahasa Arab, dan pendidikan umum antara lain: PMP, PSPB, Bahasa dan Sastra
Indonesia, Pengetahuan Sains, Olahraga dan Kesehatan, Matematika, Pendidikan
Seni, Pendidikan Keterampilan, Bahasa Inggris (MTS dan MA), Geografi (MA),
Biologi (MA), Fisika (MA) dan kimia (MA).
Sebagai esensi dari pembakuan kurikulum di sekolah umum dan madrasah ini
memuat antara lain:
1. Kurikulum sekolah dan madrasah terdiri atas program inti dan program pilihan.
2. Program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan
madrasah, dan program inti sekolah umum dan madrasah secara kualitatif sama.
3. Proram khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa
yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi Sekolah Menengah Atas /
Madrasah Aliyah.
4. Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai
sistem kredit semester, bimbingan karir, ketuntasan belajar.
5. Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam
rangkakeberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua
departemen yang bersangkutan.
Di antara rumusan kurikulum 1984 memuat hal strategis sebagai berikut:
1. Program kegiatan kurikulum madrasah ( MI, MTS dan MA) tahun 1984
dilakukan melalui kegiatan interkurikuler, kokuler, dan ekstrakurikuler, baik
dalam program inti maupun program pilihan.
2. Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memerhatikan keserasian antara
cara seseorang belajar dengan apa yang dipelajarinya.
36
3. Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk
peningkatan proses dan hasil belajar, serta pengelolaan program.
Secara formal, madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan
agama sebagai ciri khas kelembagaannya.
Di satu pihak materi pengetahuan umum bagi madrasah secara kuantitas dan
kualitas mengalami peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan murid terhadap
pengetahuan agama menjadi serba tanggung. Menyadari kondisi seperti itu muncul
keinginan pemerintah untuk mendirikan MA yang bersifat khusus yang kemudian
dikenal dengan Madrasah Aliah Program Khusus (MAPK).30
Awal dari Orde Baru pun bergulir di bawah kepemimpinan Jenderal Suharto,
nama Orde Baru diciptakan demi membedakan dengan pemerintahan Orde Lama
yang di bawah Presiden Sukarno. Perbedaan nama rezim itu bukan saja secara harfiah
atau perbedaan sang pemimpin orde, tetapi juga berimplikasi kepada pergeseran
secara fundamental misi dari pemerintah serta metode yang tepat untuk mencapai
misi tersebut.
Diawali dari proses pengertian sejumlah madarasah oleh pemerintah RI pada
masa Orde Baru yaitu pada tahun 1967, mulai dari Madarasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, selangkah telah terlihat kebijakan pemerintah yang
berkontribusi positif terhadap pendidikan Islam kemudian disusul dengan munculnya
SKB 3 menteri tahun 1975 tentang peningkatan mutu madrasah dengan diakuinya
ijazah madrasah yang memiliki nilai yang sama dengan ijazah nilai sekolah umum.
Secara formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama
sebagai ciri khas kelembagaannya.
Kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya makin memperoleh
tempat yang kokoh dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat
pada umumnya. Dalam sidang-sidang MPR yang menyusun GBHN pada tahun 1973-
30Rossi, Pendidikan Islam Masa Orde Baru, http://coretan-rossi.blogspot.com/2011/06/pendidikan-islam-masa-orde-baru.html, diakses 19 Desember 2018
37
1978 dan 1983 selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran
wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua tingkat (jenjang) pendidikan. Bahwa
bangsa dan pemerintah Indonesia bercita- cita menuju kepada apa yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945.
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian,
keseimbangan, dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani,
antara bidang material dan spiritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan
hidupnya secara seimbang. Pembangunan tersebut menjadi pangkal tolak
pembangunan bidang agama.
Adapun sasaran pembangunan di bidang jangka panjang adalah terbinanya
iman bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupan yang selaras,
seimbang, dan serasi antara lahiriah dan rohaniah, mempunyai jiwa yang dinamis dan
semangat gotong royong sehingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan
untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional.31
Agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis.
Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral, dan etika dalam pembangunan
nasional. Agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan
kemakmuran rakyat. Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan
oleh setiap individu, warga, dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai
kehidupan bangsa dan negara.
Sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik itu
menyangkut kehidupan sosial- agama maupun politik.
Pada Orde Baru tekad yang diemban, yaitu kembali pada UUD 1945 dan
melaksanakannya secara murni dan konsekuen, sehingga pendidikan agama
memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.
31Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 156-157.
38
Perkembangan Islam pada masa Orde Baru berkembang dengan pesat, begitu
juga dengan perkembangan agama lain. Saking bebasnya, muncullah kristenisasi
dengan bentuk bakti sosial terhadap umat muslim yang membutuhkan bantuan.
Dibalik itu, para misionaris mengajak umat Muslim untuk masuk agama mereka.
Akibat dari sikap tersebut, timbul beberapa pemberontakan dengan
memusnahkan gereja-gereja yang dibangun di tengah pemukiman umat Islam.
Pengajaran Islam berkembang dengan munculnya beberapa program pendidikan
Islam, antara lain adanya program pelatihan bahasa Arab yang disiarkan di TVRI,
didirikannya MUI, didirikannya MAN PK, program penyebaran da‟i, dan lain-lain.
Beberapa kebijakan pendidikan Islam masa Orde Baru membawa perubahan
terhadap pendidikan Islam. Lahirnya SKB Tiga Menteri yang menyatakan bahwa
alumni madrasah bisa melanjutkan pendidikannya ke sekolah umum. Sehingga
kurikulum madrasah pun harus diseimbangkan dengan kurikulum sekolah umum.
Pada masa Orde Baru inilah pendidikan agama menjadi pelajaran wajib mulai dari
Sekolah Dasar (SD) sampai universitas.32
Lembaga pendidikan Islam seperti: pesantren dan madrasah telah sejajar
dengan sekolah umum.Dengan demikian, kurikulum yang digunakan baik di
pesantren maupun madrasah harus seimbang dengan kurikulum sekolah umum.
Sehingga lulusan pesantren atau madrasah bisa bersaing dengan lulusan sekolah
umum. Bahkan lulusan pesantren atau madrasah harus mempunyai kelebihan dalam
pendidikan agama. Hendaknya dalam lembaga pendidikan Islam tradisional
(pesantren) tidak hanya belajar agama saja akan tetapi dimasukkan pengajaran
keterampilan seperti: bertani, berternak, dan berkebun sebagai bekal bagi kehidupan
para santri
32Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian mengenai Perkembangan Islam pada Masa Orde Baru di Mambi
Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat merupakan suatu penelitian sejarah
karena penelitian ini diarahkan untuk meneliti, mengungkapkan, dan menjelaskan
peristiwa masa lampau, metode yang di gunakan adalah metode sejarah yang bersifat
kualitatif.
Tujuan dari penelitian sejarah ini yaitu untuk menemukan dan
mendeskripsikan secara analisis serta menafsirkan bagaimana latar belakang sejarah
Perkembangan Islam di Mambi pada Masa Orde Baru. Penelitian sejarah merupakan
penelitian yang sifatnya nirpragmatis, dalam artian bahwa yang diteliti adalah
peristiwa atau kejadian masa lampau. Maka perlu diingat, bahwa dalam penelitian
sejarah bukan aspek kurang atau lebih yang ingin dicari, akan tetapi fakta yang harus
diungkap.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di Kecamatan Mambi Kabupaten Mamasa
Provinsi Sulawesi Barat dan yang menjadi pusat objek Opservasinya adalah
masyarakat, tokoh agama dan pemerintah yang ada di beberapa desa dan juga
kelurahan Mambi.
B. Pendekatan penelitian
Ada beberapa pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitan ini
yaitu:
a. Pendekatan Histori
Dalam penelitian ini penulis melakukan suatu pendekatan yang sesuai dengan
studi penelitian sejarah. Tentu dalam penelitian sejarah pendekatan yang akan
digunakan adalah pendekatan histori atau pendekatan sejarah. Pendekatan histori atau
Pendekatan sejarah merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam
40
melakukan penelitian tentang objek sejarah, agar mampu mengungkap banyak
dimensi dari peristiwa tersebut.1
b. Pendekatan Politik.
Sejarah identik dengan politik karna jalannya sejarahselalu ditentukan oleh
kejadian politik.2
Penelitian ini memfokuskan obyek penelitannya pada Perkembangan Islam
pada Masa Orde Baru di Mambi Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat, penulis
merasa perlu menggunakan pendekatan politik dalam penelitian ini agar peneliti lebih
objektif dalam mengungkapkan atau menginterpretasikan hubungan politik antara
Mambi dengan daerah daerah lainya di mandar karna dari situ kita dapat mengetahui
sipa yang berperan dalam penyebaran dan perkembangan islam di mambi.
C. Sumber Data
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif.Data
kualitatif yaitu data yang tidak berupa angka-angka,3
melainkan diuraikan dalam bentuk kalimat.
Adapun data kualitatif meliputi :
1. Data tentang gambaran umum mengenai objek penelitian
2. Data lain yang tidak berupa angka
Adapun jenis-jenis dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
dibagi menjadi dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh dari
informan yaitu orang yang berpengaruh dalam proses perkembangan islam yang ada
di mambi.
1Rahmad, dkk.Buku Daras Praktek Penelusuran Sumber Sejarah dan Budayah (Cet. l;
Jakarta: Gunadarma Ilmu), h. 135 2Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h.
17.
3Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM, 1987), h. 66.
41
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini antara lain : Kepala
Kantor Urusan Agama kecamatan Mambi, Dan beberapa Tokoh Masyarakat, Tokoh
agama dan Tokoh Pendidikan Yang ada di beberapa desa di Kecamatan Mambi.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi
keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan
data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan.Metodenyaadalah.
1.Metodeobservasi.
2. Metodeinterview.
3. Metode wawancara.
Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan
langsung adalah salah satu cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa
ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Pengamatan baru
tergolong sebagai teknik mengumpulkan data, jika pengamatan tersebut mempunyai
kriteria berikut:
a. Pengamatan digunakan untuk penelitian dan telah direncanakan secara sistematik.
b. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah direncanakan.
c. Pengamatan tersebut dicatat secara sistematis dan dihubungkan dengan proposisi
umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu set yang menarik perhatian saja.
d. Pengamatan dapat dicek dan dikontrol atas validitas dan reliabilitasnya.
Penggunaan pengamatan langsung sebagai cara mengumpulkan data
mempunyaibeberapakeuntungan:
1. Dengan cara pengamatan langsung terdapat kemungkinan untuk mencatat hal-
hal, perilaku, Pertumbuhan dan sebagainya, sewaktu kejadian tersebut berlaku
atau sewaktu perilaku tersebut terjadi. Dengan cara pengamatan, data yang
langsung mengenai perilaku yang tipikal dari objek dapat dicatat segera dan
tidak menggantung data dari ingatan seseorang.
2. Pengamatan langsung dapat memperoleh data dari subjek baik tidak dapat
berkomunikasi secara verbal atau yang tak mau berkomunikasi secara
42
verbal.Adakalanya subjek tidak mau berkomunikasi secara verbal dengan
enumerator atau peneliti, baik karena takut, karena tidak ada waktu atau karena
enggan. Dengan pengamatan langsung, hal di atas dapat ditanggulangi..
Kelemahan dari pengamatan langsung adalah:
1. Kadang kala diperlukan waktu menunggu yang lama untuk memperoleh
pengamatan langsung terhadap satu kejadian.
2. Pengamatan terhadap suatu fenomena yang lama tidak dapat dilakukan secara
langsung.
Metode wawancara.
Yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan
alat yang dinamakan interview guide..
Beberapa hal dapat membedakan wawancara dengan percakapan sehari-hari,
antara lain:
Pewawancara dan responden biasanya belum saling mengenal sebelumnya;
Responden selalu menjawab pertanyaan:
Pewawancara selalu bertanya:
Pewawancara tidak menjuruskan pertanyaan kepada suatu jawaban, tetapi harus
selalu bersifat netral.
E. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penulisan peristiwa masa lampau dalam bentuk peristiwa atau kisah sejarah
supaya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, harus melalui prosedur kerja
sejarah.Secara sederhana penulisan sejarah dapat dijelaskan beberapa tahapan kerja,
yaitu heuristik, Kritik, Interpretasi dan historiografi.4
4Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), h. 86.
43
a. Heuristik
Heuristik merupakan suatu keterampilan dalam menemukan sumber.5Dalam
penelitian ini penulis dalam memperoleh sumber didapatkan melalaui data
Wawancara, kepustakaan,dan observasi.
1. Wawancara dapat di di lakukan secara langsung dengan individu maupun
wawancara dengan kelompok. Wawan cara juga dapat di lakukan secara tidak
langsung, melalui kuesioner dengan pertanyaan maupun tidak ter struktur.
2. Kepustakaan adalah studi mengenai sumber-sumber tertulis berupa naskah,
buku, serta jurnal yang diterbitkan. Untuk memudahkan pencarian dapat
menggunakan kataloq. Berikutnya yaitu dengan menggunakan buku yang
menjadi referensi, selain itu peneliti juga bisa mengetahuinya dari melihat
catatan kaki (footnote)
3. Observasi (pengamatan) dilakukan secara langsung di lapangan terhadap objek.
b. Kritik Sumber
Krtik sumber yang biasa disebut juga penilaian data adalah tahap penyaringa
sumber yang diperoleh.Setelah data terkumpul maka perlu diadakan verifikasi data
dan kritik untuk memperoleh keabsahan data yang telah diperoleh.
Dalam melakukan sebuah kritik sumber ada dua hal yang perlu diperhatikan,
yang pertama kritik eksternal (otentisitas).Dalam hal ini berkaitan dengan kritik
tentang keabsahan keaslian sumber.Kedua kritik internal (kredibilitas) dalam hal ini
berkaitan dengan kritikan keabsahan tentang kebenaran sumber.6
Kritik sumber terbagi atas dua yaitu:
1. Kritik intern di lakukan untuk menilai kelayakan atau kredibilitas sumber.
Kredibilitas sumber biasanya mengacu pada kemampuan sumber untuk
5Dudung Abdurrahman, M. Hum. Metode Penelitian Sejarah(Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999)h. 55. 6Dudung Abdurrahman, M. Hum. Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999)h. 37
44
mengungkap kebenaran suatu peristiwa sejarah. Kemampuan sumber meliputi
kompetensi kedekatan atau kehadiaran sumber dalam peristiwa sejarah.
2. Kritik ekstern di lakukan untuk mengetahui sejauh mana keabsahan dan
autentisitas sumber. Kritik terhadap autentisitas sumber tersebut misalnya
dengan melakukan pengecekan tanggal penerbitan dokumen, pengecekan
bahan yang berupa kertas atau tinta apakah cocok dengan masa di mana bahan
semacam itu biasa di gunakan atau di produksi. Kritik sumber dapat
menjawab tiga hal mengenai sumber:
1.Apakah sumber itu merupakan sumber yang kita butuhkan?
2. Apakah itu merupakan sumber asli atau Salinan (turunan)?
3. Apakah sumber itu masi utuh atau suda mengalami perubahan?
c. Interpretasi
Interpretasi merupakan penafsiran dari data-data yang telah diperoleh setelah
melalui proses kritik sumber dan pengklasifikasian data secara otentik.7
1. Interpretasi analisis. Yaitu dengan menguraikan fakta satu persatu sehingga
memperluas perspektif terhadap fakta itu. Dari situlah dapat di Tarik sebuah
kesimpulan.
2. Interpretasi sintetis. Yaitu mengumpulkan beberapa fakta dan menarik
kesimpulan dari fakta fakta tersebut8
d. Historiografi
Historiografi sebagai tahap akhir dalam metode penulisan sejarah, merupakan
cara penulis untuk menyajikan hasil penelitian yang telah dilakuakn dalam bentuk
tulisan, dengan menggunakan imajinasi historis.
Pengisahan sejarah itu jelas sebagai suatu kenyataan subjektif, karena setiap
orang atau setiap generasi dapat mengarahkan sudut pandangannya terhadap apa yang
7Syamsues Salihima, Dalam Rihlah Jurnal Sejarah dan Kebudayaan, Diterbitkan Oleh Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar 2015.h. 37
8M. Dien Madjid dan Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah Sebua Pengantar. (Jakarta): Kemcana 1 Oktober 2014. H 226
45
telah terjadi dengan berbagai interpretasi yang erat kaitannya dengan sikap hidup,
pendekatan atau orientasinya oleh karena itu perbedaan pandangan terhadap peristiwa
masa lampau, yang pada dasarnya ialah objektif dan absolut, pada giliran-nya akan
menjadi kenyataan yang relatif
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini di lakukan di bebera desa di Kecamatan Mambi Kabupaten
Mamasa Provinsi Sulawesi Barat.
Dari beberapa desa tersebut yang menjadi lokasi penelitian saya adalah: desa
Rantebulahan, desa Salumaka, desa Saludurian, desa Salubanua, desa Pamoseang dan
Kelurahan Mambi. Di sinilah saya melakukan wawancara dan mencari data-data
terkait dengan penelitian ini yang di mana penelitian saya ini adalah penelitian
lapangan yang nota benenya data yang saya dapat itu kemudian adalah hasil dari
wawan cara yang di lakukanterhadap beberapa informan ataupun tokoh masyarakat
setempat yang ada di beberapa desa tersebut.
Mambi adalah kecamatan yang sangat luas yang terletak di perbatasan
Kabupaten polewali mandar, dan juga kabupaten Majene yang ada di sebla barat
kabupaten Mamasa yang penduduk aslinya terbagi ke dalam beberapa suku ada suku
Pennei, suku Pattaek dan Suku Toraja yang ke semuanya itu terbagi kedalam
beberapa desa yang saat ini kecamatan mambi ini suda terbagi ke dalam 3 kecamatan.
B. Sejarah Kedatangan Islam di Mambi
Islam pertama kali masuk di daerah mambi pada abad ke17. Menurut warga
setempat bahwa Islam pertama sekali masuk di daerah Mambi dibawah oleh seorang
agamawan yang bernama To Ilang.1
To Ilang ini adalah seorang agamawan yang mendatangi daerah kerajaan Pitu
Ulunna Salu pada waktu itu daerah yang beliau datangi adalah desa pamoseang. To
Ilang ini Menyebarkan agama Islam pertama kali di Pamoseang, tapi sebelum dia
sampai kepada pamoseang itu dia juga mendatangi beberapa daerah sebelumnya.
Seperti kerajaan Tabang, kerajaan Matangga, kerajaan Rante Bulahan, kerajaan
Mambi.
1Abdul Salam, (60)Tokoh Masyarakat,Wawancara, (Salubanua): pada 27, November, 2018
47
To Ilang ini adalah seorang penganjur agama dari kerajaan Balanipa yang
secara otomatis untuk mencapai daerah pamoseang itu yang terletak di wilaya
kerajaan mambi pada saat itu harus melalu beberapa kerajaan kerajaan lain seperi
Kerajaan Tabang, Kerajaan Matangnga, dan Kerajaan Rante Bulahan..2
Bukti sejarah yang membuktikan bahwa Pamoseang adalah daearah yang
pertama kali di datangi islam di wilaya Mambi itu di buktikan dengan adanya sebuah
kuburan tua yang sampai saat ini, masyarakat setempat belum mengetahui pasti, siapa
yang sebenarnya berkubur didalamnya. Konon, kuburan tua yang kini berumur
Ratusan tahun itu, adalah kuburan dari salah satu penyebar Agama Islam yang datang
di Mambi tempo dulu sekitar Tahun 1602 M. Toilang.3
Toilang inilah yang diperkirakan meninggal di Mambi dan dikuburkan di
Kampung Galung Desa Pamoseang. Dan dia datang ini tidadak di ketahui ke
datangannya dan beliua bernama Toilang, tinggal di Pamoseang dan kawin dengan
salah satu anak Tomakaka.
Dari perkawinannya itu, dikarunia satu orang puteri yang bernama Santrianja.
Namun anak semata wayang itu, terlebih dahulu meninggal dunia, membuat
keturunan anak cucu Toilang di Pamoseang tidak ada satu orangpun,'' papar Kepala
Kantor Urusan Agama Mambi.4
Toilang selama di Pamoseang menurut yang orang tua dulu, semasa hidupnya
memiliki pengikut yang cukup banyak, khususnya dalam wilayah Pitu Ulunna Salu
(Kecamatan Mambi, Aralle dan Kecamatan Tabulahan). Sehingga membuat ketiga
Kecamatan hasil pemekaran Kecamatan Mambi itu, merupakan wilayah penganut
Agama Islam terbesar di wilayah Pitu Ulunna Salu (PUS) yang juga masuk
administrasi Kabupaten Mamasa.
2Abdul Salam (60) Tokoh Masyarakat, Wawancara. Salubanua:, Pada 27 November 2018
3Abd. Salam. (60) Tokoh Masyarakat Wawancara.(Salubanua): pada tanggal 27 Nevember, 2018
4Kadri S.pd,(55) Ketua KUA, Wawancara. (Mambi): pada tanggal, 28November, 2018.
48
Toilang yang diduga keras adalah seorang pengembara dan ulama dari pulau
Jawa, melakukan pengembaraan sambil mengajarkan Agama Islam akhirnya
meninggal dunia dan dikuburkan di Pamoseang. Versi lain yang menguatkan, Toilang
berasal dari Pulau Jawa. H.M.Syuaib Abdullah (Imam Masjid Agung Syuhada
Polman) menuturkan, salah seorang ulama besar pada saat itu (1600-red)
meninggalkan Pambusuang dan sampai hari ini kuburannya tidak diketahui pasti
dimana letaknya. Kuburan tua yang ada di Pamoseang, barangkali itulah kuburannya
yang memiliki nama asli Mas Surya Adi Logo. ''Toilang memiliki nama asli Mas
Surya Adi Logo yang punya kekerabatan dekat dengan masyarakat Pambusuang
Kabupaten Polman, diperkirakan meninggal dunia sekitar tahun 1602 dan kuburannya
tidak diketahui,'' tutur H.M.Syuaib Abdullah mengaku salah seorang turunan Mas
Surya Adi Logo.
Kuburan tua Pamoseang yang berada di tengah hutan belantara Kecamatan
Mambi, terletak 7 km dibelahan barat dari pusat pemerintahan kecamatan Mambi dan
kuburan tersebut,sampai saat ini, dikeramatkan masyarakat setempat, karena memiliki
berbagai keunikan yang tidak sama dengan kuburan lainnya. Satu diantaranya dari
sekian keunikan adalah, kuburan Toilang tidak berlumut, tidak tertimbun dedaunan
yang jatuh dari dahan, padahal pohon-pohon besar berada disekelilingnya, pokoknya
kuburan itu bersih sepertinya setiap hari disapu, yang dibenarkan oleh warga lainnya.
Saya sudah menyaksikan sendiri kuburan tua itu, disekelilingnya tidak ada dedaunan
yang menjatuhinya, batu nisannya tidak berlumut, padahal usia kuburan itu sudah
ratusan tahun. Bahkan diseputar batu nisan itu, tumbuh pohon-pohon besar yang
mengelilinginya,5
Harta warisan yang ditinggalkan Toilang di Mambi yang tetap dikenang, ada
dua jilid buku yang ditinggalkan, yaitu Buku Yasin disimpan oleh Imam Masjid Batu
Lotong Ulu Manda Kabupaten Majene, dan sebuah Al Qur'an asli tulisan tangan yang
5Kadri. S.Pd. (55) Kepala KUA Mambi, Wawancara, Mambi,: Pada tanggal 28 November
2018
49
disimpan oleh Drs.Muh.Darwis (Guru SMU Neg I Mambi dan sekarang bertugas di
Mamasa)6
Di luar dari Itu tidak adalagi harta warisan yang bias kita liat karna mushallah
pun yang dulunya di bangun Bersama masyarakat itu sudah tidak ada karna suda di
lewati jalan.Satu satunya yang masi bias kita liat sekarang adalah batu Nisan kuburan
beliau yang ada di tengah hutan belantara yang tidak semua orang bias masuk kesana
di sebapkan oleh jalanan yang masi setapak yang harus di tempuh dengan jalan kaki
itu menyulitkan bagi sebagian orang untuk bias melihat langsung kuburan tua itu.
C. Posisi Islam di Mambi Pada Masa Orde Baru
Setelah presiden Sukarno turun, secara otomatis rezim Orde Lama juga
terhenti. Bersamaan dengan itu, lahirlah orde lain sebagai penerus perjuangan. Orde
ini tidak lain adalah Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto. Orde ini
berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 32 tahun.7
Kalau dilihat dari segi fisik, Indonesia sangat berkembang dan maju. Di
berbagai tempat (terutama di kota-kota besar) bangunan-bangunan besar dan mewah
didirikan. Tapi jika ditinjau dari segi politik, maka Indonesia semakin menurun.
Karena ‘trias politika’ sebagai lembaga-lembaga tertinggi negara, yang berfungsi
hanya lembaga eksekutif saja, sementara dua lembaga lainnya, baik itu lembaga
legistatif dan yudikatif kurang atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Kedua
lembaga ini tunduk di bawah lembaga eksekutif. Keduanya tidak lebih hanyalah
sebagai robot yang gerak-geriknya diatur oleh lembaga eksekutif.
Kebijakan pemerintah tentang pendidikan agama juga sangat dipengaruhi oleh
perkembangan politik. Terjadi ketegangan antara PKI dan tentara di masa- masa akhir
kekuasaan Sukarno, kelompok-kelompok agama (terutama Islam dan Kristen)
memutuskan untuk beraliansi dengan tentara. Sejak tahun 1961 hingga akhir 6Sudirman S.Pd, (45) Kepala Sekola SDN Salubanua, Wawancara,Rante Bulahan: pada tanggal 31 November, 2018
7Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Baru 1966-1998, http://ranggambojoarea.blogspot.com/2011/06/sistem-pendidikan-indonesia-pada-masa.html, diakses 19 Desember 2018.
50
kekuasaan Sukarno, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dipegang dua orang
Menteri. Menteri Pendidikan Dasar dipegang oleh Prijono, seorang tokoh Murba
yang dekat dengan PKI, sedangkan Menteri Pendidikan Tinggi dipegang oleh Sjarief
Tajeb, seorang tokoh militer.
Dengan dukungan kelompok agama, pada akhirnya Sjarief Tajeb dapat
mewajibkan pendidikan agama di berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia, meskipun
UU Pendidikan 1950 tidak mewajibkan pendidikan Agama.
Kudeta berdarah 30 September 1965 yang gagal telah mengubah arah politik
bangsa Indonesia. Dalam perlawanan terhadap PKI yang dilakukan setelah kudeta,
kaum Muslim dan Kristen bekerjasama bahu membahu dengan tentara. Pada sidang
MPRS tahun 1966 diputuskan bahwa pendidikan agama wajib dilaksanakan dari
tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Tetapi konversi besar yang terjadi
itu disamping menggembirakan bagi sebagian tokoh agama, juga telah menjadi
pemicu bagi timbulnya ketegangan dan konflik antara tokoh-tokoh Islam dan
Kristen.8
Dan apa yang kemudian terjadi di indonesia pada umumnya itu kemudian
menjadi pengaruh yang angat besar bagi perkembangan islam di mambi karna sejak
masukya islam di mambi sampai kepada zaman orde baru agama Islam itu kemudian
menjadi agama yang minoritas dan setelah masuk di zaman orde baru dengan adanya
kebijakan pemerintah untuk kemudian mewajibkan semua sekola untuk memasukkan
pelajaran agama mulai dari bangku sekola dasar itu kemudian memberikan dampak
positif kepada daerah daerah yang penduduk islam-nya masi minoritas bisa
berkembang. Dan juga dengan adanya pembangunan tempat tempat ibada juga
kemudian semakin menambah semangat dan aurah agama islam yang ada di mambi
yang pada saat itu masi bersifat minoritas.
8Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Baru 1966-1998, http://ranggambojoarea.blogspot.com/2011/06/sistem-pendidikan-indonesiapada-masa.html, diakses 19 Desember 2018.
51
Jadi ketika berbicara tentang posisi islam di mambi pada masa orde baru maka
posisinyaaa adalah sebagai agama yang minoritas tapi mengalami perkembangan
yang sangat luar biasa dengan adanya kebijakan seperti yang suda di uangkapkan tadi
di atas.9
Itu kemudian di benarkan oleh Imam masjid Mambi H. Ruslan Badaruddin
A.Md. beliau mengatakan bahwa islam di mambi pada masa pemerintahan pak
Sueharto itu mengalami perkembangan yang cukup pesat bukan berarti bahwa
sebelumnya itu tidak berkembang akan tetapi pada masaorde baru itu
perkembangannya itu ada dari banyak segi mulai dari segi pendidikan, politik dan
juga pemerintah pada waktu itu.
Lanjut dan salah satu keberhasilan dari tokoh tokoh agama dan pemerinta saat
itu di kecamatan mambi adalah meskipun islam pada waktu itu di sini bersipat agama
yang minoritas namun kita mampu hidup dan tentram berdampingan dengan
penganut agama lain seperti kristen yang menjadi agama mayoritas pada waktu itu.10
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Islam di Mambi.
Faktor pendukung perkembangan Islam di Mambi dapat di bagi ke dalam
beberapa yeaitu Sosil Budaya, Politik, pendidikan, Dari segi Perdagangan, dan Letak
geografis Mambi.
1. Sosial Budaya.
Islam di mambi di lihat dari segi sosial budaya adalah tentu kita dapat melihat
budaya yang sangat kental di tengah tengah masyarakat di antaranya adalah:
Pelaksanaan maulid nabi besar Muhammad sallalahu alaihi wasallam ini
menjadi salahsatu bukti bahwa islam di mambi memiliki eksistensi dan kebersamaan
yang sangat erat dan pelaksanaanya ini dapat kita lihat di semua kalangan masyarakat
kecamatan mambi pada umumnya yang beragama islam pada umumnya
9Sudirman S.Pd, (45)Kepala sekola SDN salubanuaWawancara, (Rantebulahan):pada tanggal 31 November, 2018.
10H. Ruslam Badaruddin A.Md, (70) Imam Mesjid Raya Mambi.Wawancara, (Mambi),: pada tanggal, 03 Desember, 2018.
52
a. Pelaksanaan Maulid.
Pelaksanaan Maulid di desa Salubanua merupakan sebua kegiatan yang bersipat
rutinitas yang setiap tahunya di laksanakan terkait masalah pelaksanaannya ndak ada
yang terlalu menonjol dalam artian bahwa pelaksanaannya itu sama seperti yang di
lakukan di wilayah mandar pada umumnya nanmum tentu punya nilai nilai tersendiri
seperti Makdodak (memasak beras ketang di dalam bambu). Yang aromanya itu
sangat khas karna dia di masak dalam Bambu itu tampa di lapisi, Ini beda dengan
yang di lakukan oleh masyarakat bugis yang dia namai lammang karna kalua
lammang dia di lapisi daun pisang.
b. Pelaksanaan halal bihalal.
Halal bihalal ini di laksanakan pada saat selesainya pelaksanaan hari raya Idul
Fitri pelaksanaannya itu biasanya di adakan antar masjid sekecamatan mambi
pelaksanaannya berupa pertandingan yang melibatkan mulai dari anak anak sampai
kepada orang dewasa semisal di bagian anak anak yeaitu pertandingan hapal surat
pendek, lomba Adzan, lomba Tilawa tingkat anak anak dan juga lomba prattek
pelaksanaan shalat. Sedangkan untuk orang dewasa adalah kasida Rebana untuk ibuk-
ibuk, dan juga kegiatan keolahragaan yang banyak macamnya seperti tariktambang,
volley, takrow dan lomba-lomba ke olahragaan lainya.
Dan dengan adanya kegiatan ini semangat dari masyarakat desa itu sangat luar
biasa yang masing masing membawa gensi mereka tanpa menghilangkan nilai nilai
persaudaraan yang ada di tengah tengah masyakat dan kegiatan ini di laksanakan dan
menjadi program pemerintah setiap tahunya yang sengaja di nlakukan untuk menjaga
kekompakan masyarakat islam dan juga untuk sebagai ajang pengembangan bakat
bakat anak muda yang ada di berbagai desa di kecamatan Mambi.11
11Kadri S.Pd, (55) Kepala KUA Mambi.Wawan cara; (Mambi),: pada tanggal, 28 November,
2018.
53
2. Politik.
Islam di mambi di tinjau dari segi politik itu juga kemudiang memiliki
pengaruh yang sangat besar ini bisa kita lihat dari peranan parah tokoh agama di
mambi yang bisa bekerja sama dengan baik dengan tokoh tokoh agama lainya yang
ada di kecamatan mambi karna meskipun kita tauk bahwa di zaman orde baru itu
sempat terjadi ke tegangan antara tokoh2 agama namun di kecamatan mambi itu beda
di sini jusru mereka hidup rukun dan damai dengan nilai nilai toleransi yang cukup
baik.12
Selain itu factor lainya adalah pada masa orde baru juga kecamatan mambi ini
masi di bawa naungan kabupaten Polmas (polewali Mamasa) yang di mana meskipun
di kecamatan mambi secara khusus minoritas islam tapi tetap saja pemerintahan itu
kemudian di kendalalikan secara umum oleh Pemerintah Polmas pada waktu itu yang
nota benenya adalah mayoritas islam maka tentu kebijakan kebijakan yang di
keluarkan oleh pemerintah pada waktu itu harus sesuai dengan norma norma agama
tampa memberatkan agama sepihak saja.
3. Pendidikan
Islam di mambi di tinjau dari segi pendidikan tentu memilikiperkembangan
yang besar itu di latar belakangi oleh kebijakan pemerintah untukmenerapkan
pendidikan agama mulai dari bangku sekolah dasar.
Meski saat itubelum ada pesantren yang di di rikan di sini tapi islam tetap
mengalami perkembangan yang pesat karna di sini suda ada beberapa sekola dasar
yang berlakon islam seperti madrasah ibtidaiyah yang ada di kecamatan Mambi yang
sengajah di bangun oleh pemerintah waktu itu untuk bisa mengajarkan kepada anak
anak mulai dini di ajarkan pengetahuan agama.
Di luar dari pendidikan yang bersifat akademis banyak juga Pendidikan yang
di lakukan yang sifatnya non akademis seperti perguruan-perguruan yang di adakan
12Muh, Ilyas, S.Ip, (45) Pegawai Kantor Camat Mambi, Wawancara (Mambi,): pada tanggal 10 Desember 2018
54
oleh masyarakat di kampung kampung yea itu anak anak pada saat itu di tuntut oleh
orang tua untuk pergi belajar mengaji di ruma pak amam atau ke ruma warga yang di
anggap mampu dan memiliki skil di bidang baca tulis alqur-an ini jelas karna saya
waktu itu meskipun suda mulai agak besar cuman tetap saja saya masi rajin bersama
teman teaman dan itu menjadi suatu kegembiraan tersendiri bagi kami waktu itu yang
kadang harus bermalam di ruma guru kami karna jarak yang cukup jauh dari ruma
dan kita kesana harus berjalan kaki.13
4. Dari segi perdagangan.
Islam di Mambi di lihat dari sisi perdagangan juga mengalama perkembangan
yang cukup pesat ini terjadi karna di pengaruhi oleh kondisi geografis Mambi yang
berada di tengah tengan atau di kelilingi oleh desa desa yang ada di wilayah
kecamatan Mambi pada waktu itu yang sekarang suda terbagi menjadi tiga kecamatan
di samping itu karna Mambi juga adalah satu satunya pasar tradisional yang masi
tergolong dekat yang bisa di datangi oleh seluruh masyarakat pada waktu itu.
Karna pasar yang bisa di datangi oleh masyarakat waktu di tu di luar dari
pasar mambi ini adalah pasar Wonomulyo yang lebi di kenal oleh masyarakat Mambi
dengan sebutan Kampung Jawatapi itu sangat jauh karna bisa di tempuh oleh
masyarakat pedalaman sampai satu minggu berjalan kaki sambi membawa bahan
bahan hasil pertanian mereka ataupun Rotan yang mau di jual di pasar.14
Ini yang membuat masyarakat lebih memili pasar mambi yang bisa di jangkau
dengan waktu yang lebi sedikit karna bagi masyarakat pelosok suda bisa memjangkau
dengan maksimal dua hari saja pulang balik dengan jalan kaki maupun berkuda bagi
yang suda memiliki kuda.
Sedangkan pedagang pedagang yang berdagan di pasar mambi ini di huni oleh
pedagang pedagang dari Wonomulyo, Bugis pinrang, Rappang, dan juga pedagang
13Sudirman S.Pd(45) Kepala Sekola SDN Salubanua, Wawancara, (Rantebulahan): pada
tanggal 31 November 2018
14Sudirman S.Pd, (45) Kepala Sekola SDN Salubanua,Wawancara,(Rante Bulahan): pada tanggal 31, November, 2018.
55
pedagang dari makassar yang tentu beragama islam di samping itu juga yeaa tentu
ada masyarakat lokal yang berdagang yang biasanya cuman menjual rempa-rempa
dan hasil pertanian lainya seperti sayur sayuran dan buah buahan yang banyak di sini
seperti manggis dan lansat’
5. Letak Geografis Mambi
Letak Geogrsfis Mambi Yang berada di tengah Tengan dan juga sebagai pusat
perdagangan di Beberapa desa di Mambi Ini sangat mendorong Proses
perkembaangan Islam. Karna Islam yang berkembang di kecamatan Mambi ini
kemudian bisa cepat berkembang ke desa desa melelui perdagangan yang yang di
sana banyak pedagang pedagang dari polewali, pinrang dan Sidrap dan bahkan
banyak di antara mereka yang suda bermungkim di sana.
Selain itu masyarakat mambi juga adalah masyarakat yang yang di kenal
luwes dan mudah berinteraksi dengan masyarakat lain sehingga membuat masyakata
mambi itu muda menerima agama Islam.
Dan juga kepercayaan mereka sebelumya kan kebanyakan animisme yang
percaya kepada Dehata (percaya kepada mahluk yang katanya bisa memberi
kenyamanan dan ketentraman) karna masyakat dahulu di sana itu rata rata berpindah-
pinda jadi ketika mereka suda pindah ke daerah lain itu harus dulu izin sama pemilik
hutan itu supaya ketika mereka menggarap hutan itu tidak ada yang mengaggu yang
di namai Dehata ini kemudian bisa di luruskan oleh kaum agamawan yang menjadi
penyebar waktu itu bahwa sebenarnya yang punya semua langit dan bumi dan
seisinya adalah Allah dan itu kemudian bisa di terima olehmasyarakat.15
Sedangkan yang menjadi faktor penghambat adalah Mambi adalah daerah
yang berpenduduk masyarakat yang kental dengan budaya-budaya peninggalan nenek
monyang yang di sebut kepercayaan animisme dan dinamisme maka untuk kemudian
menghentikan kebudaayaan itu tentu sulit karana kepercayaan ini suda menjadi
15H. Ruslam Badaruddin A.Md, Imam Mesjid Raya Mambi (70) Wawancara Pada tanggal 03
Desember 2018
56
kepercayaan yang suda menjadi turun temurun dalam masyarakat mambi di luar dari
itu untuk masyarakat mambi yang sebelumnya suda memiliki agama lain juga
menjadi paktor tersendiri karna untuk kemudian meyakinkan orang untuk memeluk
Islam dengan mereka yang suda beragama kristen itu sulit karna agama kristen ini
suda di anut lebi dulu dari mereka meskipun sesungguhnya masyarakat ini adalah
masyarakat yang satu suku dengan masyarakat toraja dan masyarakat mambi yang
masi tergolong ke dalam suku pattaek, dan suku pannei ini hanya memiliki
kepercayaan animisme dan di namisme saja yang tergolong masi bisa menerima
Islam.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Islam pertama kali masuk di daerah Mambi pada abad ke 17. Menurut warga
setempat bahwa Islam pertama sekali masuk di daerah Mambi di bawah oleh
seorang agamawan yang bernama To Ilang.
To Ilang ini adalah seorang agamawan yang mendatangi daerah kerajaan Pitu
Ulunna Salu pada waktu itu daerah yang beliau datangi adalah desa pamoseang. To
Ilang ini Menyebarkan agama Islam pertama kali di Pamoseang, tapi sebelum dia
sampai kepada pamoseang itu dia juga mendatangi beberapa daerah sebelumnya.
Seperti kerajaan Tabang, kerajaan Matangga, kerajaan Rante Bulahan, kerajaan
Mambi. Ini terjadi karna To Ilang ini adalah seorang penganjur agama dari kerajaan
Balanipa yang secara otomatis untuk mencapai daerah Pamoseang itu yang terletak di
wilaya Kerajaan Mambi pada saat itu harus melalu beberapa Kerajaan yang di
Sebutkan di atas.
Bukti sejarah yang membuktikan bahwa Pamoseang adalah daearah yang
pertama kali di datangi Islam di wilaya Mambi itu di buktikan dengan adanya sebuah
kuburan tua yang sampai saat ini, masyarakat setempat belum mengetahui pasti, siapa
yang sebenarnya berkubur didalamnya. Konon, kuburan tua yang kini berumur
Ratusan tahun itu, adalah kuburan dari salah satu penyebar Agama Islam yang datang
di Mambi sekitar Tahun 1602 M. Toilang. Toilang inilah yang diperkirakan
meninggal di Mambi dan dikuburkan di Kampung Galung Desa Pamoseang.
Toilang, tinggal di Pamoseang dan kawin dengan salah satu anak Tomakaka
dari perkawinannya itu, dikarunia satu orang puteri yang bernama Santrianja. Namun
anak semata wayang itu, terlebih dahulu meninggal dunia, membuat keturunan anak
cucu Toilang di Pamoseang tidak ada satu orangpun, Toilang selama di Pamoseang
menurut yang orang tua dulu, semasa hidupnya memiliki pengikut yang cukup
banyak, khususnya dalam wilayah Pitu Ulunna Salu (Kecamatan Mambi, Aralle dan
58
Kecamatan Tabulahan). Sehingga membuat ketiga Kecamatan hasil pemekaran
Kecamatan Mambi itu, merupakan wilayah penganut Agama Islam terbesar di
wilayah Pitu Ulunna Salu (PUS) yang juga masuk administrasi Kabupaten Mamasa.
Toilang yang diduga keras adalah seorang pengembara dan ulama dari pulau Jawa,
melakukan pengembaraan sambil mengajarkan Agama Islam akhirnya meninggal
dunia dan dikuburkan di Pamoseang.
Versi lain yang menguatkan, Toilang berasal dari Pulau Jawa. H.M.Syuaib
Abdullah (Imam Masjid Agung Syuhada Polman) menuturkan, salah seorang ulama
besar pada saat itu (1600-red) meninggalkan Pambusuang dan sampai hari ini
kuburannya tidak diketahui pasti dimana letaknya. Kuburan tua yang ada di
Pamoseang, barangkali itulah kuburannya yang memiliki nama asli Mas Surya Adi
Logo. ''Toilang memiliki nama asli Mas Surya Adi Logo yang punya kekerabatan
dekat dengan masyarakat Pambusuang Kabupaten Polman, diperkirakan meninggal
dunia sekitar tahun 1602 dan kuburannya tidak diketahui,'' tutur H.M.Syuaib
Abdullah mengaku salah seorang turunan Mas Surya Adi Logo.
Kuburan tua Pamoseang yang berada di tengah hutan belantara Kecamatan
Mambi, terletak 7 km dibelahan barat dari pusat pemerintahan kecamatan tersebut,
sampai saat ini, dikeramatkan masyarakat setempat, karena memiliki berbagai
keunikan yang tidak sama dengan kuburan lainnya. Satu diantaranya dari sekian
keunikan adalah, kuburan Toilang tidak berlumut, tidak tertimbun dedaunan yang
jatuh dari dahan, padahal pohon-pohon besar berada disekelilingnya, pokoknya
kuburan itu bersih sepertinya setiap hari disapu, yang dibenarkan oleh warga lainnya.
Saya sudah menyaksikan sendiri kuburan tua itu, disekelilingnya tidak ada dedaunan
yang menjatuhinya, batu nisannya tidak berlumut, padahal usia kuburan itu sudah
ratusan tahun. Bahkan diseputar batu nisan itu, tumbuh pohon-pohon besar yang
mengelilinginya Harta warisan yang ditinggalkan Toilang di Mambi yang tetap
dikenang, ada dua jilid buku yang ditinggalkan, yaitu Buku Yasin disimpan oleh
Imam Masjid Batu Lotong Ulu Manda Kabupaten Majene, dan sebuah Al Qur'an asli
59
tulisan tangan yang disimpan oleh Drs.Muh.Darwis (Guru SMU Neg I Mambi dan
sekarang bertugas di Mamasa)
2. Proses perkembangan Islam di Mambi pada masa Orde Baru adalah di mulai
dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menerapkan pendidikan agama itu
mulai di ajarkan dari tingkat sekolah dasar selain dari itu islam juga di Mambi
berkembang dari segi politik itu dapat di lihat dari posisi islam yang ada di
sana yang bersifat minoritas namun mampu hidup berdampingan dengan
agama agama lain yang ada di kecamatan mambi, selain itu karna juga
meskipun kecamatan Mambi secara khusus adalah minoritas islam tapi pusat
pemerintahan waktu itu kemudian secara administrasi masuk kedalam wilayah
Kabupaten Polmas waktu itu yang yang masi di bawa naungan Privinsi
Sulawesi selatan yang nota benenya ketika di gabungkan dengan wilayah
Kabupaten Polmas waktu itu maka tentu bukan lagi minoritas secara umum.
Kemudian islam juga di sana berkembang dari segi budaya kebudayaan Islam
yang kemudian nampak di tengah tengah masyarakat mambi pada umumnya adalah
pelaksanaan maulid nabi besar muhammad sallallahu alaihi wasallam ini di lakukan
di hampir semua desa yaang ada di kecamatan Mambi yang proses pelaksanaannya
itu di sesuaikan dengan budaya daerah masing masing, yang ke dua adalah
pelaksanaan Halal Bihalal kegiatan ini menjadi kegiatan rutin masyarakat yang
menganut agama islam di mambi yang biasanya di laksanakan mulai dari tingkat desa
sampai kepada tingkat kecamatan Mambi. Yang pelaksanaannya adalah setelah
selesainya perayaan Idul Fitri.
3. Faktor Pendukung Perkembangan Islam di Mambi pada masa Orde Baru ada
tiga yang pertama adalah pendidikan, Kebudayaan dan juga Politik.
a. Pendidikan.
Islam di Mambi di tinjau dari segi pendidikan tentu memiliki perkembangan yang
besar itu di latar belakangi oleh kebijakan pemerintah untuk menerapkan pendidikan
agama mulai dari bangku sekolah dasar. Meski saat itu belum ada pesantren yang di
di rikan di sana tapi Islam tetap mengalami perkembangan yang pesat karna di sana
60
suda ada beberapa sekola dasar yang berlakon Islam seperti madrasah ibtidaiyah yang
ada di kecamatan Mambi yang sengajah di bangun oleh pemerintah waktu itu untuk
bisa mengajarkan kepada anak anak mulai dini pengetahuan agama. Di luar dari
pendidikan yang bersifat akademis banyak juga perguruan perguruan yang di adakan
oleh masyarakat di kampung kampung yang di lakukan untuk anak-anak pada saat itu
di tuntut oleh orang tua untuk pergi belajar mengaji di ruma pak imam atau ke ruma
warga yang di anggap mampu dan memiliki skil di bidang baca tulis alqur-an ini
Sedangkan Faktor penghambatnya adalah Karna Islam di mambi ini bersifat
minoritas jadi secara otomatis ketika masyarakat Islam ini mau menyuarakan sesuatu
yang bersifat umum untuk semua masyarakat maka tentu sulit karna yeaa namanya
juga minoritas maka memang perlu dulu berembuk lebi terutama harus ada
kesepakatan dari agama lain seperti kristen.
b. Kebudayaan.
Islam di mambi di lihat dari segi sosial budaya adalah tentu kita dapat melihat budaya
yang sangat kental di tengah tengah masyarakat di antaranya adalah:
Pelaksanaan maulid nabi besar Muhammad sallalahu alaihi wasallam ini menjadi
salahsatu bukti bahwa islam di mambi memiliki eksistensi dan kebersamaan yang
sangat erat dan pelaksanaanya ini dapat kita lihat di semua kalangan masyarakat
kecamatan mambi pada umumnya yang beragama islam pada umumnya.
c. Politik
Islam di Mambi di tinjau dari segi politik itu juga kemudiang memiliki pengaruh
yang sangat besar ini bisa kita lihat dari peranan parah tokoh agama di mambi yang
bisa bekerja sama dengan baik dengan tokoh tokoh agama lainya yang ada di
kecamatan Mambi karna meskipun kita tauk bahwa di zaman Orde Baru itu sempat
terjadi ke tegangan antara tokoh2 agama namun di kecamatan Mambi itu beda di sini
jusru mereka hidup rukun dan damai dengan nilai-nilai toleransi yang cukup baik.
Selain itu factor lainya adalah pada masa Orde Baru juga kecamatan Mambi ini masi
di bawa naungan kabupaten Polmas (polewali Mamasa) yang di mana meskipun di
kecamatan Mambi secara khusus minoritas Islam tapi tetap saja pemerintahan itu
61
kemudian di kendalalikan secara umum oleh Pemerintah Polmas pada waktu itu yang
nota benenya adalah mayoritas Islam maka tentu kebijakan kebijakan yang di
keluarkan oleh pemerintah pada waktu itu harus sesuai dengan norma norma agama
tampa memberatkan agama sepihak saja. Karna Kabupaten Polmas secara umum
adalah Mayoritas Islam.
B. Implikasi.
1. Kepada jurusan sejarah dan kebudayaan islam penelitian ini dpat di gunakan
sebagaibahan kajian diskusi akademik tentang proses masuknya islam di
kecamatan Mambi.
2. Kepada jurusan sejarah dan kebudayaan islam sebagai referensi dan acuan
untuk mengetahui dan memehami proses perkembangan islam di kecamatan
mambi pada masa Orde Baru.
3. Kepada masyarakat sebagai wadah untuk menemukan informasi dan
pengetahuan bahwa bagaimana sejarah perkembangan dan kondisi islam di
mambi pada masa Orde Baru.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung, M. Hum. 1999. Metode Penelitian Sejarah Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
Andaya Leonado Y. 2004. “Warisan Arung Palakka Sejarah Sulawesi Selatan Abad Ke-17”, Makassar: Ininnawa.
Depu Andi. 1970. Adat Istiadat Kerajaan Mandar. Mandar.Yayasan Maha Putra Mandar.
Katu Samiang. 2012. Peta Islamisasi dan krestenisasi di Sulawesi selatan. Makassar: Alauddin University press.
Mas’ud Rahman Darmawan. 1988. Dalam disertasi “puang dan Daeng”; Kajian Sistem Nilai Budaya Orang Balanipa. Mandar: Universitas Hasanuddin, ujung pandang Indonesia.
Rama, Bahaking. 2000. “Mengislamkan Daratan Sulawesi, Suatu Tinjauan Metode Penyebaran” Jakarta: PT, Parado Tama Wiragemilang.
Rahmat, dkk .Buku Daras Praktek Penelusuran Sumber Sejarah dan Budayah. Jakarta: Gunadarma Ilmu.
Sewang Ahmad M. 2006. Seputar tentang Kerajaan Balanipa di Mandar. Mandar: Yayasan Maha Putra Mandar.
Sewang, M. Ahmad. 2013. Peranan Orang Melayu Dalam Perkembangan Islam di Sulawesi Selatan.Makassar: Alauddin University Pres.
Sjamsuddin, Helius 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Sewang M Ahmad. 2013. Peranan Orang Melayu Dalam Perkembangan Islam di Sulawesi Selatan. Makassar: Alauddin University Pres.
Sinrang, A.Syaiful. 1994.Mengenal Mandar Sekilas Lintas Ujung Pandang: Yayasan Kebudayaan Mandar Rewata Rio.
Salihima, Syamsues. 2015. Dalam Rihlah Jurnal Sejarah dan Kebudayaan. Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar
Harun Nasution, Prof. Dr, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2003.
Masduki Baidlawi-Rizal Mustary, Mahfud MD; Bersih dan Membersihkan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013.
MA, M. Nur hasan, Ijtihad Politik NU. Yogyakarta: Penerbit Manhaj, 2010.
63
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam ; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rosullulah Sampai Indonesia, Cetakan 3, Jakarta, Kencana, 2009.
Luth, Thohir, M. Natsir; Dakwah Dan Pemikirannya. Jakarta: Gema Insani. 1999.
Natsir. M. Mencari Modus Vivendi Antarumat Beragama Di Indonesia. Jakarta: Media Dakwah, 1980.
Nursyirwan. Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia Setelah Kemerdekaan. Didaktika Jurnal Kependidikan Vol. 4 No. 2 November 2009.
Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional. Tersedia: http://istanailmu.com/2011/04/08/pendidikan-islam-dalam sistempendidikan- nasional/html. diakses 19 Desember 2018.
Syaodih Nana, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Baru 1966-1998. diakses 19 Desember 2018.
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Madjid M.Dien dan Wahyudi Johan. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar cetakan 1 Jakarta, Kencana Oktober 2014
LAMPIRAN
Bersama Mayarakat di Desa Salubanua 27 November 2018
Wawancara Dengan Salah Satu Kepala Sekola dasar yang ada di Desa Salubanua Bapak Sudirman S.Pd. Bersama Masyarakat
Wawancara Dengan Salah Satu Tokoh Agama di Kelurahan Mambi Terkait Dengan Perkembangan Islam Di Mambi pada masa orde baru
Wawan Cara dengan Salah Satu Pegawai Kantor Kecamatan Mambi di mambi pada tanggal 29 November 2018
Wawancara dengan Kepala KUA Mambi Pada Tanggal 28 November 2018
Wawan Cara dengan Pegawai Kantor Camat Mambi
1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama saya Nawir, saya lahir di Kaloean pada tanggal 10 Juni 1996, dan saya
sekarang berumur 22 tahun saya lahir sebagai anak pertama dari 9 bersaudara dari
pasangan suami istri ayahanda Kasman, dan ibuk saya bernama Kamaria ibuk dan
bapak saya masing masing tammatan SD dan mereka kerja sebagai seorang petani
dan saya sangat bangga terlahir dari seorang petani karna bagi saya petani adalah
seorang pekerja keras yang tidak tauk lelah hanya untuk mencari kelansungan hidup
hal ini cukup banyak memberikan pelajaran kepada saya untuk kemudian harus selalu
kuat dan tidak bole bergantung kepada siapapun dalam hal apa saja sehingga saya
akan selelu berusaha untuk mandiri dalam proses menuntut ilmu untuk biograpi saya
tamat SD pada tahun 2011 di SDN 017 Salumaka, kemudian tamat MTS 017 Mambi
tahun 2008, dan pada tahun 2014 saya lulus di MA Negri Polewali dan melanjutkan
keperguruan tinggi UIN Alauddin Makassar mengambil jurusan Sejarah Kebudayaan
Islam Strata 1. Selama kuliah, Saya juga aktif di beberapa organisasi seperti pernah
menjadi pengurus HIMASKI (Himpunan Mahasiswa Jurusan Sejarah Kebudayaan
Islam) HMI Komisyariat Adab dan Humaniora, dan UKM Olahraga UIN Alauddin
Makassar dan selain itu saya bangga menjadi mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan
Islam karena dengan ini saya juga sudah pernah mengelilingi beberapa daerah seperti
sudah berkunjung di luar kota seperti Jakarta, bandung, jogja, bali, dan Surabaya.
Saya juga sanga tbersyukur mendapat kesempatan dari Allah swt untuk bisamenimba
2
ilmu sebagai bekal dihari-hari yang akan datang nanti. Saya berharap bias
membahagiakan orang tua, keluarga dan orang-orang yang selalumemberikan
dukungan serta semangat. Semoga apa yang saya dapatkan selama proses pendidikan
dapat dimanfaatkan dan diamalkan terutama untuk diri sendiri dan kepada orang lain.
aamiin