25
PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN DAN PROSES PEMBELAJARAN A. Pentingnya Kemandirian bagi Subjek Didik Subjek didik akan selalu dihadapkan pada situasi dan dinamika kehidupan yang terus berubah dan berkembang. Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan itu, yang pada saat sekarang seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian demi sebagian akan bergeser atau bahkan mungkin hilang sama sekali karena digantikan oleh pola kehidupan baru pada masa mendatang yang diprakirakan akan semakin lebih kompleks. Kecenderungan yang muncul di permukaan dewasa ini, ditunjang oleh laju perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang sulit atau tidak mungkin untuk dibendung, mengisyratkan bahwa kehidupan masa mendatang akan menjadi sarat pilihan yang rumit. Ini mengisyaratkan pula bahwa manusia akan semakin didesak ke arah kehidupan yang amat kompetitif. Andersen (1993:718) memprediksikan situasi kehidupan semacam itu dapat menyebabkan manusia menjadi serba bingung atau bahkan larut ke dalam situasi baru itu Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 1

Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN DAN PROSES

PEMBELAJARAN

A. Pentingnya Kemandirian bagi Subjek Didik

Subjek didik akan selalu dihadapkan pada situasi dan dinamika kehidupan

yang terus berubah dan berkembang. Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin

kompleks. Kompleksitas kehidupan itu, yang pada saat sekarang seolah-olah telah

menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian demi sebagian

akan bergeser atau bahkan mungkin hilang sama sekali karena digantikan oleh

pola kehidupan baru pada masa mendatang yang diprakirakan akan semakin lebih

kompleks.

Kecenderungan yang muncul di permukaan dewasa ini, ditunjang oleh laju

perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang sulit atau

tidak mungkin untuk dibendung, mengisyratkan bahwa kehidupan masa

mendatang akan menjadi sarat pilihan yang rumit. Ini mengisyaratkan pula bahwa

manusia akan semakin didesak ke arah kehidupan yang amat kompetitif. Andersen

(1993:718) memprediksikan situasi kehidupan semacam itu dapat menyebabkan

manusia menjadi serba bingung atau bahkan larut ke dalam situasi baru itu tanpa

dapat menyeleksi lagi jika tidak memiliki ketahanan hidup yang memadai karena

tata-nilai lama yang telah mapan ditantang oleh nilai-nilai baru yang belum

banyak dipahami.

Situasi kehidupan semacam itu memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika

kehidupan remaja, apalagi remaja, secara psikologis, tengah berada pada masa

topan dan badai dan tengah mencari jatidiri. Pengaruh kompleksitas kehidupan

dewasa ini sudah tampak pada berbagai fenomena remaja yang perlu memperoleh

perhatian pendidikan. Fenomena yang tampak akhir-akhir ini antara lain

perkelahian antarpelajar, penyalahgunaan obat dan alkohol, reaksi emosional yang

berlebihan, dan berbagai perilaku yang mengarah pada tindak kriminal.

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 1

Page 2: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

Dalam konteks proses belajar, gejala negatif yang tampak adalah kurang

mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki

perguruan tinggi, kebiasaan belajar yang kurang baik yakni tidak tahan lama dan

baru belajar setelah menjelang ujian, menyontek, dan mencari kebocoran soal

ujian.

Problem menjadi di atas, yang merupakan perilaku-perilaku reaktif,

semakin meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang

diprakirakan akan semakin kompleks dan penuh tantangan itu. Menurut Tilaar

(1987:2), tantangan kompleksitas masa depan itu memberikan dua alternatif:

pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik mungkin. Misi pendidikan

yang juga berdimensi masa depan tentunya menjatuhkan pilihannya pada

alternatif kedua. Artinya, pendidikan mengemban tugas untuk mempersiapkan

remaja bagi peranannya di masa depan agar kelak menjadi manusia berkualitas

dan memiliki kemandirian yang tinggi.

Pentingnya ikhtisar mempersiapkan remaja bagi masa depannya itu, di

samping mereka tengah mencari jatidiri, karena mereka juga tengah berada pada

tahap perkembangan yang amat potensial. Perkembangan kognitifnya, menurut

teori perkembangan kognitif dari Piaget, telah mencapai tahap puncak

perkembangan kognitif: masa munculnya kemampuan berpikir sistematis dalam

menghadapi persoalan-persoalan abstrak dan hipotesis karena telah mencapai

tahap operasional formal. Perkembangan moralnya tengah berada pada tingkatan

konvensional: suatu tindakan yang ditandai dengan adanya kecenderungan

tumbuhnya kesadaran bahwa norma-norma yang ada dalam masyarakat perlu

dijadikan acuan dalam hidupnya, menyadari kewajibannya melaksanakan norma-

norma itu, dan mempertahankan perlunya ada norma. Perkembangan fsisiknya

juga tengah berada pada masa perkembangan fisik yang amat pesat.

Ikhtiar pendidikan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk

mengembangkan kemandirian menjadi sangat penting karena selain problema

remaja dalam bentuk perilaku negatif sebagaimana dipaparkan di atas, ada

sejumlah gejala negatif yang tampak menjauhkan individu dari kemandirian.

Gejala-gejala tersebut dapat dipaparkan berikut ini:

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 2

Page 3: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

1. Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena niat sendiri

yang ikhlas. Perilaku seperti ini akan mengarah kepada perilaku formalistik

dan ritualistik serta tidak konsisten. Situasi seperti ini akan menghambat

pembentukan etos kerja dan etos kehidupan yang mapan sebagai salah satu ciri

dari kualitas sumberdaya dan kemandirian manusia.

2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Manusia mandiri bukanlah

manusia yang lepas dari lingkungannya, melainkan manusia yang

bertransenden terhadap lingkungannya. Ketidakpedulian terhadap lingkungan

hidup merupakan gejala perilaku impulsif yang menunjukkan bahwa

kemandirian masyarakat masih rendah.

3. Sikap hidup konformistik tanpa pemahaman dan kompromistik dengan

mengorbankan prinsip. Gejala mitos bahwa segala sesuatunya bisa diatur yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat merupakan petunjuk adanya

ketidakjujuran berpikir dan bertindak serta kemandirian yang masih rendah.

Gejala-gejala di atas merupakan sebagian dari kendala utama dalam

mempersiapkan individu-individu yang mampu mengarungi kehidupan masa

mendatang yang semakin kompleks dan penuh tantangan. Oleh sebab itu,

perkembangan kemandirian remaja menuju ke arah kesempurnaan menjadi sangat

penting untuk diiktiarkan secara serius, sistematis, dan terprogram. Sebab,

problema kemandirian sesungguhnya bukanlah hanya merupakan masalah

“intergeneration” (dalam-generasi), tetapi juga merupakan masalah “between-

generation” (antar-generasi). Perubahan tata nilai yang terjadi dalam generasi dan

antar-generasi akan tetap memposisikan kemandirian sebagai isu aktual dalam

perkembangan manusia.

B. Definisi Kemandirian

Kata “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapatkan

awalan “ke” dan akhiran “an” yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau

badan kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri”, maka

pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan

mengenai perkembangan “diri” itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 3

Page 4: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

disebut dengan istilah “self” karena “diri” itu merupakan inti dari kemandirian.

Kalau menelusuri berbagai literatur, sesungguhnya banyak sekali istilah yang

berkenan dengan “diri” ini. Terdapat sejumlah istilah yang dikemukakan oleh para

ahli yang makna dasarnya relevan dengan “diri” yakni: self-determinism (Emil

Durkheim), autonomous morality (Jean Piaget), ego integrity (Erick E. Erickson),

the creative self (Alfred Adler), self-actualization (Abraham H. Maslow), self-

system (Harry Stack Sullivan), real self (Caren Horney), self-efficacy (Albert

Bandura), self-expansion, self-esteem, self-pity, self-respect, self-sentience, self-

sufficiency, self-expression, self-direction, self-stucture, self-contempt, self-

control, self-righteousness, self-effacement (Hall dan Linzey).

Sedemikian banyak istilah atau konsep yang berkenaan dengan “diri” itu,

namun jika dikaji lebih mendalam lagi ternyata tidak selalu merujuk kepada

kemandirian. Konsep yang seringkali digunakan atau yang berdekatan dengan

kemandirian adalah yang sering disebut dengan istilah “autonomy”.

Upaya mendefinisikan kemandirian dan proses perkembangannya, ada

berbagai sudut pandang yang sejauh perkembangannya dalam kurun waktu

sedemikian lamanya telah dikembangkan oleh para ahli. Emil Durkheim,

misalnya, melihat makna dan perkembangan kemandirian dari sudut pandang

yang berpusat pada masyarakat.

Pandang ini dikenal juga dengan pandangan konformistik. Dengan

menggunakan sudut pandang ini, Durkheim berpendirian bahwa kemandirian itu

merupakan elemen esensial ketiga dari moralitas yang bersumber pada kehidupan

masyarakat. Durkheim berpendapat bahwa kemandirian itu tumbuh dan

berkembang karena adanya dua faktor yang merupakan elemen prasyarat bagi

kemandirian, yaitu:

1. Adanya disiplin yaitu adanya aturan bertindak dan otoritas

2. Adanya komitmen terhadap kelompok

Dalam pandangan konformistik, kemandirian merupakan konformitas

terhadap prinsip moral kelompok rujukan. Oleh sebab itu, individu yang memiliki

kemandirian pengambilan keputusan pribadinya dilandasi oleh pemahaman

mendalam akan konsekuensi dari tindakannya dan disertai dengan keberanian diri

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 4

Page 5: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

menrima segala konsekuensi dari tindakannya itu. Dengan demikian, dalam

pandangan konformistik ini pemahaman mendalam tentang hukum moralitas

menjadi faktor utama pendukung perkembangan kemandirian. Bahkan, menurut

Sunaryo Kartadinata (1988), faktor pemahaman inilah yang membedakan

kemandirian (self-determinism) dari kepatuhan (sumbission) karena dengan

pemahaman inilah individu akan terhindar dari konformitas pasif.

Pada pembahasan terdahulu telah dikatakan bahwa proses perkembangan

manusia dipandang sebagai “proses interaksional dinamis”. Interaksional

mengandung makna bahwa kemandirian berkembang melalui proses keragaman

manusia dalam kesamaan dan kebersamaan; bukan dan kevakuman. Dalam

konteks kesamaan dan kebersamaan ini, Abrahaman H. Maslow (1971)

membedakan kemandirian menjadi dua, yaitu:

1. Kemandirian aman (secure autonomy)

2. Kemandirian tak aman (insecure autonomy)

Kemandirian aman adalah kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada

dunia, kehidupan, orang lain, sadar akan tanggungjawab bersama, dan tumbuh

rasa percaya terhadap kehidupan. Kekuatan ini digunakan untuk mencintai

kehidupan dan membantu orang lain. Sedangkan kemandirian tak aman adalah

kekuatan kepribadian yang dinyatakan dalam perilaku menentang dunia. Maslow

menyebut kondisi seperti ini sebagai “self autonomy” atau kemandirian

mementingkan diri sendiri.

Masih dalam konteks kemandirian ini, Maslow (1971) mengajukan suatu

konsep yang disebut “self-transcendence” yang merujuk kepada konsep

perkembangan. Dikatakannya bahwa “self-transcendence” itu bukanlah “self-

obliteration” atau peleburan diri melainkan suatu proses perkembangan kekuatan

kemandirian dan pencapaian identitas diri. Melalui konsep transendensi ini juga

ditegaskan bahwa antara “autonomy” dengan “homonomy” merupakan dua hal

yang berhubungan dan tumbuh serta berkembang bersamaan. Ini mengandung

makna bahwa kemandirian sesungguhnya mengandung aspek keterkaitan, yakni

pengakuan dan kesadaran akan ketergantungan dalam berbagai faset kehidupan.

Dalam kaitannya dengan kesadaran akan ketergantungan ini, Stephen R. Covey

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 5

Page 6: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

(1989) melalui bukunya yang meraih Bestseller yang berjudul “The Seven Habits

of Highly Effective People” memperkenalkan bahwa dalam paradigma

manajemen modern dan kehidupan modern justru yang paling tinggi adalah

interdependensi. Tahapannya adalah paling rendah ketergantungan (dependence),

di pertengahan adalah kemandirian (independence), dan paling tinggi adalah

saling ketergantungan (interdependence). Kata saling-ketergantungan atau

“interdependence” mengandung makna yang luas; bukan hanya saling-

ketergantungan antar manusia saja melainkan juga saling-ketergantungan antar

berbagai motif dan nilai yang melandasai perilaku yang muncul dalam interaksi

antar manusia tersebut. Dengan demikian, keputusan dan tindakan tidak semata-

mata didasarkan atas kebutuhan dalam dimensi ruang dan waktu, tetapi juga

dimensi nilai.

Perkembangan kemandirian adalah proses yang menyangkut unsur-unsur

normatif. Ini mengandung makna bahwa kemandirian merupakan suatu proses

yang terarah. Karena perkembangan kemandirian sejalan dengan hakikat

eksistensial manusia, maka arah perkembangan tersebut harus sejalan dengan dan

berlandaskan pada tujuan hidup manusia.

Pada pembahasan terdahulu juga dikatakan bahwa “ego” juga merupakan

inti perkembangan kemandirian. Konsep ini mengandung makna perkembangan

manusia mengarah kepada penemuan makna diri dan dunianya. Cara individu

memberikan makna terhadap diri dan dunianya sangat bervariasi tergantung pada

persepsi individu itu terhadap diri dan dunianya. Konsep ini menyiratkan bahwa

kegiatan memberikan makna itu merupakan suatu proses selektif. Oleh karena itu,

bangun kehidupan yang terbentuk dalam setiap diri individu menjadi berbeda-

beda. Dalam konsep transendensi lingkungan yang dikemukakan Maslow

dikatakan bahwa individu dengan lingkungan tidak lagi bersifat interaksi antara

subjek dengan objek melainkan hubungan antar-subjektivitas (intersubjectivity

relationship) atau dapat dikatakan sebagai proses dialog dalam diri.

Jika dikatakan bahwa proses memaknai diri dan dunianya itu bersifat

selektif, maka sifat selektif itu menunjukkan bahwa apa yang dipersepsi dan

dimaknai oleh manusia itu ditentukan melalui proses memilih. Proses memilih itu

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 6

Page 7: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

tidak terlepas dari proses kognitif dalam menimbang berbagai alternatif yang

selalu terkait dengan sistem inilai; bukan proses yang bersifat reaktif atau impilsif.

Mekanisme proses kognitif dan penyesuaian kehendak terhadap berbagai dimensi

kehidupan akan mewarnai cara individu memaknai dunianya.

Meskipun dalam proses peragaman manusia sudah memiliki kemampuan

instrumental, tetapi belum sampai kepada kemandirian karena pemunculannya

baru pada aspek-aspek kehidupan tertentu. Proses peragaman ini sesungguhnya

baru sampai pada suatu titik antara yang disebut dengan “having process” (proses

pemilikan) pengetahuan, keterampilan, teknologi. Padahal, suatu titik dimensi

kehidupan yang lebih penting dan harus dicapai oleh manusia dalam proses

perkembangannya adalah yang disebut dengan “being process” (proses menjadi).

Dalam konteks ini, Stephen R. Covey (1989) menegaskan bahwa perkembangan

kehidupan manusia harus mengarah dan sampai pada manusia sebagai “being at

cause” (menempatkan manusia pada posisi yang menentukan), berparadigma

“inside out” (berusaha mengubah dari dalam keluar), memusatkan pada “circle of

influence” (mengarahkan waktu dan energinya terhadap hal-hal di luar diri yang

dapat dikendalikannya), dan berpikir “to be” (berusaha untuk menjadi) dan bukan

mengarah kepada “to have” (berusaha untuk memiliki). Proses perkembangan

secara kontinyu sampai pada titik ini yang oleh Fuad Hassan (1986) disebut

sebagai upaya memantapkan jati diri.

Proses peragaman ini bahkan harus berkembang terus sampai pada suatu

tingkat yang disebut dengan tingkat integrasi atau tingkat mendunia. Pada tingkat

ini perkembangan individu sudah sampai pada tingkat mendekatkan diri pada

dunia yang dihadapi dan dihidupinya; bukan mengasingkan diri dari dunianya

sehingga menimbulkan kemandirian tak aman. Interaksi dan dinamika

perkembangan kemandirian manusia menuju tahapan integrasi ini dapat

digambarkan dengan lima karakteristik inheren dan esensial yang saling

berinteraksi dalam kehidupan, yaitu:

1. Kedirian

Kedirian ini menunjukkan pengukuhan bahwa dirinya berada dari orang

lain.

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 7

Page 8: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

2. Komunikasi

Kedirian manusia itu tidak pernah berlangsung dalam kemandirian

melainkan dalam komunikasinya dengan lingkungan fisik, lingkungan sosial, diri

sendiri, maupun Tuhan.

3. Keterarahan

Komunikasi manusia dengan berbagai pihak itu menunjukkan adanya

keterarahan dalam diri manusia yang menyatakan bahwa hidupnya bertujuan.

4. Dinamika

Proses perwujudan dan pencapaian tujuan manusia memerlukan adanya

dinamika yang menyatakan bahwa manusia memiliki pikiran, kemampuan dan

kemauan sendiri untuk berbuat dan berkreasi, dan tidak menjadi objek yang

dipolakan atau digerakkan oleh orang lain.

5. Sistem nilai

Keempat karakteristik di atas muncul secara terintegrasi dalam

keterpautannya dengan sistem nilai sebagai elemen inti dari cara dan tujuan hidup.

Pembahasan kemandirian ditinjau dari berbagai perspektif di atas

mengantarkan pada suatu intisari bahwa kemandirian merupakan suatu kekuatan

internal individu yang diperoleh melalui proses individuasi. Proses individuasi itu

adalah proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. “Diri” adalah

inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan

mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian. Kemandirian yang terintegrasi dan

sehat dapat dicapai melalui proses peragaman, perkembangan, dan ekspresi sistem

kepribadian sampai pada tingkatan yang tertinggi.

C. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian

Lovinger mengemukakan tingkatan kemandirian beserta ciri-cirinya

sebagai berikut:

1. Tingkatan pertama, adalah tingkatan impulsif dan melindungi diri

Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari

interaksinya dengan orang lain.

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 8

Page 9: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

b. Mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik.

c. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype).

d. Cenderung melihat kehidupan sebagai “zero-sum game”.

e. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.

2. Tingkatan kedua, adalah tingkatan konformistik

Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.

b. Cenderung berpikir stereotype dan klise.

c. Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.

d. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.

e. Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.

f. Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.

g. Takut tidak diterima kelompok.

h. Tidak sensitif terhadap keindividualan.

i. Merasa berdosa jika melanggar aturan.

3. Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri

Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Mampu berpikir alternatif.

b. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.

c. Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.

d. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.

e. Memikirkan cara hidup.

f. Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.

4. Tingkatan keempat, adalah tingkat saksama (conscientious)

Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.

b. Mampu melihat dari sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 9

Page 10: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

c. Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri

maupun orang lain.

d. Sadar akan tanggungjawab.

e. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.

f. Peduli akan hubungan mutualistik

g. Memiliki tujuan jangka panjang.

h. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.

i. Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

5. Tingkatan kelima, adalah tingkat individualistik

Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Peningkatan kesadaran individualitas.

b. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan

ketergantungan.

c. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiiri dan orang lain.

d. Mengenal eksistensi perbedaan individual.

e. Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.

f. Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.

g. Mengenal kompleksitas diri.

h. Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.

6. Tingkatan keenam, adalah tingkat mandiri

Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan

b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun

orang lain.

c. Peduli terhadap faham-faham abstrak, seperti keadilan sosial.

d. Toleran terhadap ambiguitas.

e. Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment).

f. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.

g. Respek terhadap kemandirian orang lain.

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 10

Page 11: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

h. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.

i. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan

keceriaan.

Dengan menggunakan perspektif tingkatan-tingkatan kemandirian di atas,

maka berdasarkan penelitian mendalam yang dilakukan oleh Sunaryo Kartadinata

(1988) menunjukkan bahwa tingkat kemandirian remaja pada umumnya bervariasi

dan menyebar pada tingkatan sadar diri, saksama, individualistik, dan mandiri.

Kecenderungan bervariasi ini mengisyaratkan bahwa proses pengambilan

keputusan oleh remaja belum sepenuhnya dilakukan secara mandiri. Walaupun

proses pengambilan keputusan oleh remaja belum sepenuhnya dilakukan secara

mandiri, tetapi tampak bahwa proses tersebut telah didasari oleh kecenderungan

berpikir alternatif. Dalam posisi seperti ini, proses penyesuaian diri terhadap

situasi dan peranan yang dihadapi tidak dilakukan secara mekanis belaka karena

dalam diri remaja telah tumbuh dan berkembang tentang hubungan dirinya dengan

kelompok.

Remaja ada juga yang kemandiriannya berada pada tingkat saksama.

Kemandirian seperti ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan yang

dilakukan bukan saja didasarkan pada kemampuan berpikir alternatif melainkan

didasarkan pada patokan atau prinsip sendiri dan disertai kesadaran akan

tanggungjawab atas keputusan yang diambil meskipun keputusan yang dilakukan

berada dengan yang dilakukan oleh orang lain. Pengambilan keputusan secara

saksama itu akan mengantarkan remaja ke tingkat berikutnya yakni tingkat

individualistik yang ditandai oleh sikap penghargaan terhadap individualitas orang

lain. Remaja yang kemandiriannya berada pada tingkat individualistik ini sudah

semakin menyadari akan adanya perbedaan antara proses dan hasil.

Bagi remaja yang kemandiriannya berada pada tingkat mandiri berarti

telah berkembang kesadaran bahwa sikap bergantung itu adalah masalah

emosional yang akan semakin berkembang dalam dirinya karena memahami

bahwa dirinya tidak mampu bersikap realistik. Remaja yang kemandiriannya

berada pada tingkat mandiri bukan saja sadar akan berbagai alternatif yang dapat

dipilih secara saksama dan dialami sendiri, tetapi juga mampui bersikap realistik

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 11

Page 12: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

dan memecahkan konflik internal secara obejektif dengan tetap saling

ketergantungan dengan orang lain.

Jika temuan penelitian pada umumnya menunjukkan bahwa tingkatan

kemandirian remaja menyebar pada tingkatan sadar diri, saksama, individualistik,

dan mandiri, maka semua ini dapat ditafsirkan secara rinci masing-masing

tingkatan sebagai berikut.

1. Tingkat sadar diri

Ini dsapat ditafsirkan bahwa remaja telah memiliki kemampuan berikut

ini:

a. Cenderung mampu berpikir alternatif.

b. Melihat berbagai kemungkinan dalam suatu situasi.

c. Peduli akan pengambilan manfaat dari situasi yang ada.

d. Berorientasi pada pemecahan masalah.

e. Memikirkan cara mengarungi hidup.

f. Berupaya menyesuaikan diri terhadap situasi dan peranan.

2. Tingkat Saksama

Ini dapat ditafsirkan bahwa remaja telah memiliki kemampuan berikut ini:

a. Cenderung bertindak atas dasar nilai internal.

b. Melihat dirinya sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.

c. Melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang

lain

d. Sadar akan tanggungjawab.

e. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.

f. Peduli akan hubungan mutualistik.

g. Berorientasi pada tujuan jangka panjang.

3. Tingkat individualistik

Ini dapat ditafsirkan bahwa remaja telah memiliki kemampuan berikut ini;

a. Memiliki kesadaran yang lebih tinggi akan individualitas.

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 12

Page 13: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

b. Kesadaran akan konflik emosionalitas antara kemandirian dan

ketergantungan.

c. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.

d. Sadar akan eksistensi perbedaan individual.

e. Bersikap toleran terhadap perkembangan dalam kehidupan.

f. Mampu membedakan kehidupan dalam dirinya dengan kehidupan luar

dirinya.

4. Tingkat mandiri

Ini dapat ditafsirkan bahwa remaja telah memiliki kemampuan berikut ini:

a. Telah memiliki pandangan hidup sesuai suatu keseluruhan

b. Bersikap objektif dan realistis terhadap diri sendiri maupun orang lain.

c. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan

d. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik dalam diri.

e. Menghargai kemandirian orang lain

f. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.

g. Mampu mengekspresikan perasaannya dengan penuh keyakinan dan

keceriaan.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kemandirian Subjek

Didik

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian,

yaitu:

1. Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian

tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga.

Namun, faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang

berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya

itu menurun kepada anaknya melainkan sifat orang tuanya itu muncul

dalam cara-cara orang tua mendidik amaknya.

2. Pola asuh orang tua. Cara-cara orang tua mengasuh atau mendidik anak

akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 13

Page 14: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan” kepada

anak tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat

perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan

suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong

kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung

sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan lainnya juga akan

berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anaknya.

3. Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah yang tidak

mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan

indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan

kemandirian remaja. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak

menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment)i

juga dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya,

proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan

terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi

positif akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja.

4. Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang

terlalu menekankan pentingnya hirarkhi struktur sosial, kurang terasa

aman atau bahkan mencekam, dan kurang menghargai manisfestasi potensi

remaja dalam kegiatan-kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran

perkembangan kemandirian ramaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat

yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai

kegiatan, dan tidak terlalu hirarkhis akan merangsang dan mendorong bagi

perkembangan kemandirian ramaja.

E. Proses Pembelajaran untuk Membantu Perkembangan Kemandirian

Subjek Didik

Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai ikhtiar pengembangan

kemandirian remaja, antara lain sebagai berikut:

1. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga. Ini dapat

diwujudkan dalam bentuk:

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 14

Page 15: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

a. Saling menghargai antaranggota keluarga

b. Keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja atau keluarga

2. Penciptaan keterbukaan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Toleransi terhadap perbedaan pendapat

b. Memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi remaja

c. Keterbukaan terhadap minat remaja

d. Mengembangkan komitmen terhadap tugas remaja

e. Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja

3. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan. Ini dapat

diwujudkan dalam bentuk:

a. Mendorong rasa ingin tahu remaja

b. Adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi

lingkungan

c. Adanya aturan, tetapi tidak cenderung mengancam bila ditaati

4. Penerimaan positif tanpa syarat. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Menerima apapun kelebihan maupun kekurangan yang ada pada diri

remaja

b. Tidak membeda-bedakan remaja satu dengan yang lain

c. Menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan produktif

apapun meskipun sebenarnya hasilnya kurang memuaskan

5. Empati terhadap remaja. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Memahmai dan menghayati pikiran dan perasaan remaja

b. Melihat berbagai persoalan remaja dengan menggunakan perspektif

atau sudut pandang remaja

c. Tidak mudah mencela karya remaja betapapun kurang bagusnya karya

itu

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 15

Page 16: Perkembangan kemandirian dan proses pembelajaran

6. Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja. Ini dapat diwujudkan

dalam bentuk:

a. Interaksi secara akrab tetapi tetap saling menghargai

b. Menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap

remaja

c. Membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja

Perkembangan Kemandirian dan Proses Pembelajaran 16