Perkembangan Moral Anak Usia Dini

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perkembangan Moral Anak Usia Dini

Citation preview

PERKEMBANGAN MORAL ANAK USIA DINI, DAN IMPLIKASINYA PADA PENDIDIKAN MORAL ANAK USIA DINI.( Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah perkembangan moral dan agama anak usia dini )

OLEH:TRI SUPRIHATIN11261202885DOSEN PENGAMPU:YULIANA INTAN LESTARI, S.Psi., M.Si.

FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAUPEKANBARU2015

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangAnak merupakan anugerah terbaik yang Allah karuniakan untuk sepasang suami-istri, yang dengan kehadirannya, sepasang suami-istri itu bisa disebut keluarga. Anugerah itu tak hanya cukup disambut dengan senyuman, melainkan dengan kesiapan dan kemantapan untuk menjaga dan mendidiknya sebagai bentuk syukur dan sikap amanah terhadap apa yang telah Allah titipkan.Setiap orang tua, berharap kelak anak-anaknya menjadi anak yang berhasil. Baik berhasil dalam akademis, spiritual, dan interaksi sosial dengan lingkungannya. Anak yang berhasil dalam hal interaksi sosial ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku dalam lingkungan sosialnya serta mampu menjadikan ste aturan tersebut sebagai pedomannya dalam bertindak dan bersikap. Kemampuan ini bukanlah kemampuan bawaan yang sifatnya genetis atau diturunkan, melainkan kemampuan yang diperoleh dari proses belajar dengan lingkungannya. Anak akan mengalami perkembangan moral jika anak mendapat pengalaman moralitas. Oleh karena itu, pendidikan moral haruslah diberikan sejak dini, sehingga anak akan menginternalisasi nilai-nilai moralitas sehingga membentuk pribadi yang berkarakter ketika tumbuh dewasa.Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan hingga berusia enam tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Usia dini merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat yang disebut sebagai golden age. Oleh karena dalam usia ini anak belajar dan berkembang pesat, maka anak usia dini harus mendapat stimulasi positif yang intensif untuk membantu perkembangan tersebut. Namun banyak orang tua yang tidak sepenuhnya optimal dalam memberikan stimulasi positif kepada anak-anaknya, seperti mengajarkan bagaimana agar anak berperilaku baik ketika ada tamu, bagaimana mengajarkan anak tidak berbohong, bagaimana mengajarkan anak untuk berterimakasih, bagaimana meminta tolong, dan sebagainya. Berawal dari pengalaman moralitas yang dianggap remeh temeh dan diabaikan oleh para orang tua, akhirnya berimplikasi pada pembentukan karakter yang akan berujung pada kenakalan-kenakalan remaja yang ramai menjadi perbincangan, seperti cabe-cabean yang merupakan tereduksinya rasa malu, geng motor, turut serta dalam komunitas-komunitas yang mengkrikiti nilai-nilai luhur generasi bangsa. Semuanya berawal dari bagaimana orang tua serta lingkungan menanamkan nilai moral yang akan diinternalisasi dan menjadi internal locus of control maupun superego yang menjadi polisi lalu lintas dalam berperilaku. Mengingat beratnya beban yang ada dipundak orang tua untuk mendidik anaknya menjadi pribadi yang berhasil dalam segala aspek kehidupan, maka peneliti tergerak untuk melakukan pembahasan tentang perkembangan moral anak usia dini. Dengan mengetahui bagaimana perkembangan moral anak usia dini, orang tua akan menjadi lebih tahu apa saja implikasinya dan bagaimana cara yang tepat untuk memberikan pendidikan moral pada anak usia dini. B. Rumusan MasalahDari uraian di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini yaitu: 1. Bagaimana perkembangan moral anak usia dini?2. Apa implikasinya pada pendidikan moral anak usia dini?

C. Tujuan PenulisanAdapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memperluas kajian dan memperkaya pengetahuan terkait dengan perkembangan moral anak usia dini dan implikasinya pada pendidikan moral anak usia dini.

D. Manfaat PenulisanManfaat penulisan makalah ini adalah:1. Manfaat TeoritisManfaat teoritis dari penulisan makalah ini yaitu diharapkan bahwa makalah tentang perkembangan moral anak usia dini ini akan menambah wawasan orang tua terkait dengan perkembangan moral anak usia dini dan implikasinya pada pendidikan moral anak usia dini.2. Manfaat PraktisAdapun manfaat praktis dari penulisan ini yaitu dengan mengetahui bagaimana perkembangan moral pada anak usia dini, akan membantu orang tua untuk memformulasikan bentuk pendidikan yang tepat untuk mendukung perkembangan moral pada anak usia dini.

BAB IITINJAUAN TEORIA. Pengertian Moral Moral berasal dari kata latin mores yang berarti tatacara, kebiasan, dan adat. Istilah moral selalu terkait dengan kebiasaan, aturan, atau tatacara suatu masyarakat tertentu termasuk aturan-aturan atau nilai-nilai agama yang dipegang masyarakat setempat. Dengan demikian perilaku moral merupakan perilaku manusia yang sesuai dengan harapan, aturan, kebiasaan suatu kelompok masyarakat tertentu, sebagaimana dikemukakan oleh Hurlock (1991) dalam mendefinisikan perilaku moral sebagai perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial (Setiawati, 2006).B. Pengertian Anak Usia DiniAnak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia sejak lahir hingga 8 tahun. Batasan usia 0-8 tahun merupakan batasan usia yang mengacu pada konsep DAP (Developmentally Apropriate Practices) yaitu acuan pendidikan anak usia dini (PAUD) yang diterbitkan oleh asosiasi PAUD di Amerika. Batasan usia ini kemudian dibagi menjadi 1) 0-1 tahun merupakan masa bayi, 2) Usia 1-3 tahun merupakan masa Toddler (BATITA), 3) usia 6 merupakan masa prasekolah, dan 4) usia 6-8 tahun merupakan masa SD kelas awal (Setiawati, 2006). C. Pendidikan Moral Anak Usia DiniPendidikan moral anak usia dini dimulai dari pendidikan yang diberikan oleh keluarga dan lingkungannya. Anak belajar dengan mengamati dan meniru perilaku orang-orang dewasa di sekitarnya. Menginjak usia pra-sekolah, orang tua dapat memberikan pendidikan formal melalui PAUD dan TK.Secara umum pendidikan pada anak usia dini bertujuan untuk membantu mengembangkan seluruh potensi dan kemampuan fisik, intelektual, emosional, moral dan agama secara optimal pada anak dalam lingkungan pendidikan yang kondusif, demokratis dan kompetitif (PUSKUR, 2002 dalam Setiawati, 2006). Terkait dengan dengan tujuan tersebut kompetensi dan hasil belajar yang ingin dicapai pada anak usia dini adalah kemampuan melakukan ibadah , mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai sesama (Acuan menu pembelajaran PADU,2002 dalam Setiawati, 2006). lebih spesifik lagi PUSKUR (2002 dalam Setiawati, 2006) dalam membuat peta kompetensi pada pendidikan anak usia dini untuk anak usia 1 hingga 3 tahun diupayakan untuk menanamkan kebiasaan baik dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari dan untuk anak usia 4 hingga 6 tahun ditanamkan agar anak percaya akan ciptaan Allah, mencintai sesama, dan dapat mematuhi aturan yang menyangkut etika perbuatan.

BAB IIIPEMBAHASANA. Perkembangan Moral Anak Usia DiniPada masa bayi, anak belum mengenal perilaku moral atau perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan kebiasaan orang-orang disekitarnya (Setiawati, 2006). Pengetahuannya tentang perilaku yang boleh atau tidak boleh dan sesuai atau tidak sesuai ia dapatkan dari pendidikan orang-orang dewasa di lingkungannya.Jean Piaget menjelaskan perkembangan moral pada anak dengan membagi tahap perkembangan moral menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama yang disebut sebagai heteronomous morality yang berlangsung dalam rentang usia 4-10, tahap kedua usia 7-10 merupakan tahap transisi, tahap ketiga usia 10 tahun dan selanjutnya disebut sebagai autonomous morality (Piaget, 1932 dalam Santrock, 2011). Pada tahap pertama, anak-anak berpikiran tentang aturan-aturan dan keadilan sebagai sifat-sifat dunia yang tidak dapat dirubah dan terlepas dari kendali manusia. Artinya bahwa anak berperilaku dikendalikan oleh ketaatan secara otomatis terhadap aturan. Anak belum dapat melakukan penalaran atau penilaian terhadap aturan atau norma, anak hanya memandang benar dan salah berdasarkan konsekuensi dari tindakan tersebut bukan dari motivasinya. Sedangkan pada tahap ketiga, anak menampakkan ciri-ciri tahap pertama dan tahap kedua, untuk itulah tahap ini disebut tahap transisi. Tahap ketiga, konsep anak dalam memandang aturan secara bertahap berubah dan dimodifikasi. Anak tidak lagi kaku dalam memandang aturan, anak bisa saja membenarkan perilaku yang selama ini dianggapnya salah selama ada alasan yang dapat diterima. Tahap ketiga ini berbarengan dengan tahap perkembangan kognitif operasional formal, yaitu tahap di mana anak mampu untuk berfikir abstrak, memahami, dan memecahkan masalah berdasar asumsi, dalil, dan teori tertentu.Kohlberg kemudian mengembangkan teori Piaget dengan membagi tahapan perkembangan moral menjadi tiga tahap dengan enam stadium. Perkembangan moral anak usia dini menurut Kohlberg berada pada tahap pra-konvensional yang terdiri dari dua stadium. Tahap ini berada pada rentang usia 4-9 tahun. Karakteristik khas pada tahap ini adalah tingkah laku anak tunduk pada peraturan dari luar. Pada stadium pertama, anak berperilaku dikendalikan oleh akibat fisik yang ditimbulkannya. Pada stadium kedua anak berperilaku moral untuk mendapatkan penghargaan dari orang-orang dewasa di sekitarnya.B. Implikasi Perkembangan Moral Anak usia Dini pada Pendidikan Moral Anak Usia DiniPerkembangan moral anak usia dini yang telah diuraikan di atas berimplikasi pada bagaimana seharusnya pendidikan baik formal maupun non-formal dilakukan untuk membangun kecerdasan moral anak usia dini. Kecerdasan moral didefinisikan oleh Borba (2001 dalam Kurniawati & Pranoto) sebagai kemampuan untuk memahami benar dan salah dan pendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai moral. Dengan kecerdasan moral, anak akan tumbuh dewasa dan mampu mengendalikan perilakunya sesuai dengan nilai-nilai yang terinternalisasi sejak kecil. Borba (2001) merumuskan kecerdasan moral dalam tujuh kebajikan moral yaitu: emphaty, conscience, self control, respect, kindness, tolerance dan fairness. Kebajikan-kebajikan utama tersebut yang akan melindungi anak agar tetap berada di jalan yang benar dan mendorong anak untuk beperilaku moral. Perkembangan moral merupakan suatu proses yang terus menerus berkelanjutan sepanjang hidup. Meningkatnya kapasitas moral anak dan didukung dengan lingkungan yang kondusif, sehingga anak berpotensi menguasai moralitas yang lebih tinggi. Ketika anak berhasil menguasai satu kebajikan, kecerdasan moralnya semakin meningkat dan anak mencapai tingkat kecerdasan moral yang lebih tinggi (Borba, 2001 dalam Kurniawati & Pranoto). Kecerdasan moral dapat dibangun sejak dini dimulai dari keluarga, dengan menjalin relasi yang berkualitas, disiplin orang tua, strategi proaktif, dan komunikasi yang baik (Thompson, 2006, 2009c dalam Santrock, 2011). Relasi orang tua-anak mengenalkan anak-anak kepada kewajiban bersama dari relasi yang akrab (Kochanska dkk, 2008 dalam Santrock, 2011). Merupakan kewajiban bagi orang tua untuk memberikan pengasuhan yang positif, kewajiban anak-anak adalah merespons inisiatif orang tua. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa orientasi dini responsivitas antara orang tua dan bayi mereka serta berkurangnya penggunaan kekuasaan oleh orang tua dalam mendisiplinkan anak terkait dengan peningkatan internalisasi dan regulasi diri (Kochanska dkk, 2008 dalam Santrock, 2011). Strategi pengasuhan yang proaktif untuk menghindari potensi perilaku yang salah oleh anak-anak sebelum hal itu terjadi (Thompson, 2009c dalam Santrock, 2011). Untuk anak-anak yang lebih kecil, menjadi proaktif berarti menggunakan pengalihan, seperti mengalihkan perhatian anak-anak atau memberikan aktivitas alternatif ketika ia ingin melakukan hal-ha yang menyimpang dari aturan moralitas. Sedangkan untuk anak-anak yang lebih besar, menjadi proaktif adalah berkomunikasi kepada anak-anak mengenai nilai-nilai yang dianggap penting oleh orang tua. Komunikasi sangat bermanfaat untuk anak-anak, entah komunikasi tersebut menjadi bagian dari disiplin atau di luar interaksi sehari-hari orang tua-anak (Thompson, Meyer & McGinley, 2006; Thompson, 2010).Melihat karakteristik perkembangan anak, pada anak usia dini mereka menjadi peniru sejati, untuk itu orang tua dan orang-orang dewasa di sekitarnya untuk berperilaku dan memberi contoh perilaku yang baik, sehingga anak mengimitasi perilaku baik mereka. Kembali ke tahapan perkembangan moral yang berorientasi hukuman, anak usia dini dapat dibimbing dengan memanfaatkan reward dan punishment. Memberikan penghargaan perilakunya yang baik sehingga diharapkan anak akan mempertahankan perilaku baiknya tersebut. Dan memberikan hukuman perilakunya yang buruk, agar anak tidak berperilaku buruk kembali.Orang tua harus menjadi supervisi yang responsif, tempat bertanya dan gudang informasi untuk anak-anaknya, sehingga anak menjadi tahu mana yang benar dan salah dari orang tuanya. Orang tua juga menjadi agen yang membiasakan perilaku-perilaku moral kepada anak, pendidikan moral bukan hanya sekedar rutinitas tetapi juga pembiasaan sehingga sedikit demi sedikit seiring pertumbuhan dan perkembangannya anak akan mengerti mengapa berperilaku tertentu dan tidak boleh berperilaku tertentu.Pendidikan formal, anak dapat memasuki jenjang play group, PAUD, TK dan sebagainya. Di sana anak ditanamkan nilai-nilai moral berbasis kurikulum yang dikembangkan dan kompetensi pendidikan moral yang ditargetkan. Anak diajarkan bukan hanya kegiatan ibadah agama yang bersifat rutinitas, tetapi juga mencakup bagaimana penanaman kasih sayang dengan sesama, tanggung jawab, sopan santun, kebersihan dan kerapian serta ketertiban dalam aturan. Setiawati (2006) mengatakan bahwa penanaman moral dan nilai-nilai agama baik di sekolah maupun di rumah pada anak tidak sekedar kegiatan rutinitas dalam ibadah tetapi lebih tepat ditanamkan secara langsung, kongkrit dan sesuai dengan bahasa anak dalam perilaku kesehariannya. Pembelajaran moral di sekolah dapat berjalan efektif dengan pendekatan Cotextual Teaching and Learning (CTL), yaitu suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan fakta dalam kehidupan siswa (Ermawati).Moeslichatoen (2004 dalam Ermawati) mengatakan bahwa yang menyatakan bahwa kegiatan bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan sosial, nilai-nilai moral, dan keagamaan. Pendapat ini didukung oleh pernyataan Muliawan (2009 dalam Ermawati) yang mengatakan bahwa pada saat bercerita ingatan bawah sadar anak akan merekam memori tentang pesan-pesan moral, intelektual, atau teknologi yang diceritakan oleh gurunya.Jadi, menurut Ermawati, metode yang paling cocok dan tepat dalam pelaksanaan pembelajaran moral bagi anak usia dini adalah metode praktek langsung dan metode bercerita, dimana metode bercerita ini disertai dengan media yang menarik. Kedua model ini bisa membawa anak dengan cepat memahami dan mengerti tentang perbuatan yang baik, tidak baik, benar dan salah. Sementara itu, model keteladanan dan pembiasaan guru dan orang tua yang utama adalah cara bersikap yang baik dan berbicara dengan sopan terutama dihadapan anak.Pendidikan moral yang diberikan di sekolah tidak serta merta menjadikan tugas orang tua di rumah sudah selesai, justru orang tua menjadi faktor inti keberhasilan pendidikan moral sehingga anak emiliki kecerdasan moral yang tinggi. Berdasarkan pandangan Greenberg, Patmonodewo (2003 dalam Ermawati) percaya bahwa keterlibatan orang tua di sekolah akan meringankan guru di dalam membina moral dan kepercayaan diri anak, mengurangi masalah disiplin murid dan meningkatkan motivasi anak. Bentuk keteladanan dan pembiasaan orang tua dan keluarga sangat dibutuhkan oleh anak dalam kegiatan/aktifitas sehari-hari untuk membantu dan mendukung moral pada anak.

BAB IVPENUTUP

A. KesimpulanMoral berasal dari kata latin mores yang berarti tatacara, kebiasan, dan adat. Istilah moral selalu terkait dengan kebiasaan, aturan, atau tatacara suatu masyarakat tertentu termasuk aturan-aturan atau nilai-nilai agama yang dipegang masyarakat setempat. Dengan demikian perilaku moral merupakan perilaku manusia yang sesuai dengan harapan, aturan, kebiasaan suatu kelompok masyarakat tertentu, sebagaimana dikemukakan oleh Hurlock (1991) dalam mendefinisikan perilaku moral sebagai perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial (Setiawati, 2006).Jean Piaget menjelaskan perkembangan moral pada anak dengan membagi tahap perkembangan moral menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama yang disebut sebagai heteronomous morality yang berlangsung dalam rentang usia 4-10, tahap kedua usia 7-10 merupakan tahap transisi, tahap ketiga usia 10 tahun dan selanjutnya disebut sebagai autonomous morality (Piaget, 1932 dalam Santrock, 2011). Kohlberg kemudian mengembangkan teori Piaget dengan membagi tahapan perkembangan moral menjadi tiga tahap dengan enam stadium. Perkembangan moral anak usia dini menurut Kohlberg berada pada tahap pra-konvensional yang terdiri dari dua stadium. Tahap ini berada pada rentang usia 4-9 tahun. Karakteristik khas pada tahap ini adalah tingkah laku anak tunduk pada peraturan dari luar. Pada stadium pertama, anak berperilaku dikendalikan oleh akibat fisik yang ditimbulkannya. Pada stadium kedua anak berperilaku moral untuk mendapatkan penghargaan dari orang-orang dewasa di sekitarnya.Perkembangan moral pada anak usia dini berimplikasi pada bagaimana seharusnya pendidikan moral baik formal maupun informal diselenggarakan untuk mencapai kecerdasan moral pada anak. Pendidikan pertama diberikan oleh keluarga dan orang-orang dewasa di sekitarnya. Kochanska dan Ross Thompson (Santrock, 2011) memberikan solusi bagaimana mendidik untuk mengembangkan moral anak, yaitu dengan membangun relasi yang berkualitas, strategi pengasuhan yang proaktif, dan komunikasi. Selain itu juga orang tua perlu menjadi supervisor yang responsif agar anak mendapat informasi yang mencukupi sehingga membantu perkembangan anak secara optimal.Pendidikan moral formal di sekolah dilaksanakan berbasis kurikulum yang dikembangkan. Metode yang tepat adalah dengan metode praktik yaitu pembelajaran kontekstual dan metode bercerita. Orang tua dan guru harus menjalin hubungan yang baik sehingga membantu pertumbuhan dan perkembangan moral anak.B. Saran1. Orang tua hendaknya bersinergi dengan anggota keluarga lainnya dalam memberikan pendidikan moral kepada anaknya sejak dini, sehingga tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter.2. Orang tua menjalin interaksi yang baik dengan pihak sekolah untuk memonitor pertumbuhan dan perkembangan moral anak sebagai upaya yang responsif membantu perkembangan moral yang optimal.

DAFTAR PUSTAKAErmawati. Pelaksanaan pembelajaran moral bagi anak usia dini pada taman kanak-kanak laboratorium UM kota Malang. Universitas Negeri Malang. Kurniawati, Yuli & Pranoto, Sugiyo. Kecerdasan moral anak usia prasekolah. FKIP UNNES.Santrock, John W. 2011. Life-span development. 13th edition. Jakarta: Erlangga. Setiawati, Farida Agus. 2006. Pendidikan moral dan nilai-nilai agama pada anak usia dini: bukan sekedar rutinitas. Jurnal Paradigma, 02, 01.

2 Perkembangan moral anak usia dini, dan implikasinya pada pendidikan moral anak usia dini