9
101 J Kedokter Trisakti Juli-September 2004, Vol.23 No.3 Perkembangan mutakhir infeksi kolera Murad Lesmana Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRAK Kolera tetap merupakan masalah utama kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang seperti Afrika, Asia dan Amerika Selatan, walaupun epidemilogi dan bakteriologi penyakit kolera sudah diketahui sejak abad yang lalu. Diperkirakan ada 5,5 juta kasus kolera terjadi setiap tahunnya di Asia dan Afrika. Teknik-teknik molekuler baru seperti chromosomal restriction fragment length polymorphism dan pulse field gel electrophoresis ribotyping telah digunakan untuk mengetahui lebih mendalam tentang patogenesis, hubungan antara kedaan lingkungan dan galur baru. Penatalaksanaan penyakit ditujukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dengan memberikan cairan intravena. Pemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit, walaupun saat ini banyak dilaporkan adanya multiresistensi. Saat ini tesedia dua jenis vaksin secara oral yaitu attenuated live vaccine berdasarkan genetically modified V.cholerae galur O1 (Orochol) dan sel dari galur O1 V.cholerae yang sudah dimatikan dengan purified cholera toxin (Dukoral). Untuk mengurangi beban yang ditimbulkan oleh penyakit kolera pada masyarakat, perlu pemahaman yang lebih luas mengenai biologi, ekologi, epidemiologi dan pengobatan serta pencegahan penyakit ini. Kata kunci : Kolera, epidemiologi, bakteriologi, pengobatan, pencegahan Recent developments of cholera infections ABSTRACT Cholera continues to be an imporant public health problem among many developing countries in Africa, Asia and Sout America, despite the bacteriology and epidemiology of the disease having been described over a century ago. The number of reported cholera cases worldwide around 5.5 million cases per year. Molecular techniques such as chromosomal restriction fragment length polymorphism and pulse field gel electrophoresis ribotyping have enabled researchers to gain new insight into pathogenicity, and into the relationship between environmental and clinical strains. Disease management continues to be based on dehydration pevention. Therapy with antimicrobial agents (tetracycline, cotrimoxazole and ciprofloxacin) reduces the severity and duration of symptoms although resistance to these agents has been reported.Two oral cholera vaccines are available; an attenuated live vaccine based on the genetically modified V.cholerae O1 strain (Orochol), and a killed wholecell V.cholerae O1 strain with purified cholera toxinc (Dukoral). A greater understanding of the pathogen, its biology, ecology, epidemiology, treatment and prevention, are essential for the control of cholera. Keywords : Cholera, epidemiology, bacteriology, therapy, prevention

Perkembangan mutakhir infeksi kolera - · PDF filePemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit,

  • Upload
    dothuy

  • View
    227

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perkembangan mutakhir infeksi kolera - · PDF filePemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit,

101

J Kedokter Trisakti Juli-September 2004, Vol.23 No.3

Perkembangan mutakhir infeksi kolera

Murad LesmanaBagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRAK

Kolera tetap merupakan masalah utama kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang seperti Afrika,Asia dan Amerika Selatan, walaupun epidemilogi dan bakteriologi penyakit kolera sudah diketahui sejak abad yanglalu. Diperkirakan ada 5,5 juta kasus kolera terjadi setiap tahunnya di Asia dan Afrika. Teknik-teknik molekuler baruseperti chromosomal restriction fragment length polymorphism dan pulse field gel electrophoresis ribotyping telahdigunakan untuk mengetahui lebih mendalam tentang patogenesis, hubungan antara kedaan lingkungan dan galurbaru. Penatalaksanaan penyakit ditujukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dengan memberikan cairan intravena.Pemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangiberat dan lamanya penyakit, walaupun saat ini banyak dilaporkan adanya multiresistensi. Saat ini tesedia dua jenisvaksin secara oral yaitu attenuated live vaccine berdasarkan genetically modified V.cholerae galur O1 (Orochol) dansel dari galur O1 V.cholerae yang sudah dimatikan dengan purified cholera toxin (Dukoral). Untuk mengurangibeban yang ditimbulkan oleh penyakit kolera pada masyarakat, perlu pemahaman yang lebih luas mengenai biologi,ekologi, epidemiologi dan pengobatan serta pencegahan penyakit ini.

Kata kunci : Kolera, epidemiologi, bakteriologi, pengobatan, pencegahan

Recent developments of cholera infections

ABSTRACT

Cholera continues to be an imporant public health problem among many developing countries in Africa, Asiaand Sout America, despite the bacteriology and epidemiology of the disease having been described over a centuryago. The number of reported cholera cases worldwide around 5.5 million cases per year. Molecular techniquessuch as chromosomal restriction fragment length polymorphism and pulse field gel electrophoresis ribotyping haveenabled researchers to gain new insight into pathogenicity, and into the relationship between environmental andclinical strains. Disease management continues to be based on dehydration pevention. Therapy with antimicrobialagents (tetracycline, cotrimoxazole and ciprofloxacin) reduces the severity and duration of symptoms althoughresistance to these agents has been reported.Two oral cholera vaccines are available; an attenuated live vaccinebased on the genetically modified V.cholerae O1 strain (Orochol), and a killed wholecell V.cholerae O1 strain withpurified cholera toxinc (Dukoral). A greater understanding of the pathogen, its biology, ecology, epidemiology,treatment and prevention, are essential for the control of cholera.

Keywords : Cholera, epidemiology, bacteriology, therapy, prevention

Page 2: Perkembangan mutakhir infeksi kolera - · PDF filePemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit,

Lesmana Perkembangan infeksi kolera

102

PENDAHULUAN

Kolera merupakan suatu sindromepidemiologik klinis yang disebabkan oleh Vibriocholerae (V.cholerae), umumnya serogrup O1.Dalam bentuknya yang berat, penyakit ini ditandaioleh diare yang hebat dengan tinja menyerupai aircucian beras (rice water), yang dengan cepat dapatmenimbulkan dehidrasi. Ada dua perangaiepidemiologik yang khas dari kolera, yaitu (i)kecenderungannya untuk menimbulkan wabahsecara eksplosif, acapkali pada beberapa foki secarabersamaan, dan (ii) kemampuannya untuk menjadipandemik yang secara progresif mengenai banyaktempat di dunia, seperti yang terjadi dalamperjalanannya selama ini. Ada lebih dari 150antigen O spesifik dari V.cholerae yang telahberhasil diidentifikasi.(1) Antigen O adalahpolisakarida termostabil dan merupakan bagian darilipopolisakarida dinding sel. Serogrup O1V.cholerae sudah lama dikenal sebagai penyebabkolera epidemik dan pandemik. Di samping O1,baru-baru ini serogrup O139 juga dikaitkan denganwabah besar dengan derajat kematian yang tinggi.Serogrup non-O1/non-O139 biasanya hanyamenyebabkan diare yang sifatnya sporadis.

Diperkirakan ada 5,5 juta kasus kolera terjadisetiap tahunnya di Asia dan Afrika. Sekitar 8% daripada kasus-kasus ini cukup berat sehinggamemerlukan perawatan rumah sakit dan 20% darikasus-kasus berat ini berakhir dengan kematiansehingga jumlah kematian besarnya 120.000 pertahun.(2-4) Badan Kesehatan Sedunia (World HealthOrganization/WHO) pada awal tahun 2004melaporkan adanya kejadian luar biasa kolera dienam negara di Afrika.(3) Kejadian luar biasa inimengingatkan bahwa di samping infeksi baru sepertisevere acute respiratory syndrome (SARS), musuhlama seperti kolera masih harus diwaspadaiterutama di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan.

EPIDEMIOLOGI KOLERA

Epidemiologi kolera harus ditinjau secaraglobal, karena perangainya yang pandemik.Penyakit ini dengan mudah menyebar secara luas,melampui batas-batas geografis Asiatik. Ciri khas

dari kolera, bila menyerang suatu daerah yang barusama sekali, yang sebelumnya belum pernahmengenal kolera, maka insidens paling tinggiterjadi pada laki-laki dewasa muda. Tetapi ketikapenyakit sudah mulai menjadi endemik, insidenspada wanita dan anak-anak akan meningkat.(4)

Dalam waktu 30 tahun terakhir, hasil studilaboratorium dan epidemiologik telah membawa kesuatu perubahan besar di dalam pemikiran mengenaikolera. Apa yang dulu diyakini, yaitu bahwamanusia merupakan satu-satunya reservoirV.cholerae O1, kini telah berubah karenaV.cholerae O1 ternyata dapat hidup di alam bebasdan memiliki reservoir alamiah.(5) Ini berarti bahwapengendalian kolera tidak akan berhasil bila hanyadipusatkan pada individu yang terinfeksi. Upayaharuslah diarahkan kepada (i) cara-cara untukmengubah kondisi paparan terhadap reservoirinfeksi yang sebelumnya tidak terdeteksi, atau (ii)pengendalian penyebaran sekunder penyakit.

Telah diketahui bahwa penyebaran kolerasecara primer melalui air minum yangterkontaminasi, tetapi penelitian wabah akhir-akhirini menunjukkan bahwa binatang laut sepertikerang, tiram dan remis, serta udang dan kepiting,dapat juga menjadi perantara (vehicle) transmisiyang penting untuk infeksi Vibrio. Beberapa darijenis binatang laut ini bahkan hidup jauh di tengahlaut. Ini menandakan bahwa Vibrio dapatmempertahankan siklus hidupnya tanpa harusmelalui ekskreta manusia secara terus menerus.Berbagai penelitian terhadap kontak di dalamkeluarga penderita kolera juga menunjukkanadanya derajat infeksi asimtomatik yang tinggi didaerah-daerah endemik kolera. Meskipun telahbanyak yang dipelajari mengenai transmisi kolera,tetapi untuk menentukan cara penyebaran tunggalyang dominan adalah sulit karena banyak faktoryang berperan, seperti imunitas, infeksiasimtomatik, rute penyebaran yang multipel danberbagai faktor lainnya.

Di dalam keadaan endemik, prevalensi kolerayang berat dapat tampak rendah, seperti diBangladesh di mana insidens hospitalisasi antara1,0 - 3,0 kasus per 1.000 penduduk per tahun untukwaktu 20 tahun terakhir. Namun angka-angka iniperlu ditafsirkan secara hati-hati. Pertama, insidens

Page 3: Perkembangan mutakhir infeksi kolera - · PDF filePemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit,

103

J Kedokter Trisakti Juli-September 2004, Vol.23 No.3

terjadi pada seluruh populasi dari umur 2 tahunsampai usia lanjut, sehingga risiko kumulatifterhadap kolera untuk seseorang pada usia 20 tahunpertama adalah sekitar 6%. Jika derajat kematiansecara kasar adalah 20%, maka 1% dari pendudukBangladesh akan meninggal karena kolera bilatidak diobati.(5) Kedua, penelitian terhadap kontakkeluarga dari kasus kolera menunjukkan untuksetiap individu dengan kasus kolera yang berat,lebih dari sepuluh orang akan menderita diareringan dan sedang dan jumlah yang sama akanmenderita infeksi asimtomatik. Dengan demikian,derajat penyakit yang berat yang dilaporkan tidakmencerminkan secara wajar kasus-kasus ringanyang jumlahnya lebih banyak.

Pemahaman lebih jauh mengenaiepidemiologi kolera dimungkinkan dengan adanyateknik-teknik molekuler seperti chromosomalrestriction fragment length polymorphism danribotyping. Teknik ini telah digunakan dalampenyelidikan wabah di berbagai lokasi dan periodewaktu yang berbeda. Penelitian klinis danlingkungan yang dilakukan di Thailand(6) denganmenggunakan pulsed field gel electrophoresis(PFGE), ribotyping dan toxin genotypingmenunjukkan adanya ribotipe baru V.cholerae O1dibandingkan dengan isolat O1 yang didapatkanbeberapa tahun sebelumnya. Ini membuktikanbahwa suatu ribotipe baru dari galur O1 mungkinberasal dari reservoir lingkungan.

Air sumur dan mata air dapat terkontaminasidengan V.cholerae sehingga dapat menjadi tempathidup sekaligus transmisi dari kuman tersebut. Jugaair yang disimpan di tempat penyimpanan yangbermulut lebar seperti tempayan, dapatterkontaminasi melalui tangan atau benda-bendalain yang digunakan untuk mengambil air. Disamping kontaminasi air yang merupakan ruteutama transmisi kolera, makanan juga merupakanfaktor penting dalam penularan kolera, terutamamakanan yang tidak dimasak atau setengah matang.Di makanan, V.cholerae dapat hidup antara 2-14hari dan ketahanan hidup ini menjadi lebih baikbila makanan dimasak terlebih dahulu sebelumterjadi kontaminasi. Dengan memasak florakompetitif terbunuh, dan zat-zat penghambatpertumbuhan yang sifatnya termolabil rusak oleh

pemanasan. Juga dengan memasak terbentuk bahan-bahan protein yang sudah mengalami denaturasi,yang baik untuk pertumbuhan V.cholerae. BiotipeEl Tor beradaptasi lebih baik pada transmisi melaluimakanan dari pada biotipe klasik. Di makanan,biotipe El Tor berkembang biak lebih cepatdibandingkan biotipe klasik. Keuntungan darimakanan sebagai media trasmisi untuk El Tor inimenerangkan mengapa El Tor telah menggeserbiotipe klasik di banyak tempat dan menjadimikroorganisme yang dominan dalam beberapapandemi baru-baru ini.

Ikan dan kerang-kerangan telah lamadiketahui berperan dalam transmisi kolera.Binatang-binatang laut itu dapat terkontaminasioleh V.cholerae melalui air di mana kuman itusecara persisten sudah berada di sana, atau karenaair terkontaminasi oleh tinja manusia. Di beberapatempat, ikan dan kerang-kerangan dimakan dalamkeadaan mentah sehingga menyebabkan terjadinyainfeksi. Kejadian infeksi Vibrio di beberapa tempatdi Amerika Serikat, seperti di Florida dan TelukMeksiko, dilaporkan sebagai akibat dari konsumsimakanan laut (seafood) yang tidak dimasak denganbenar.(7,8)

Kejadian wabah yang merupakan hubunganantara peristiwa penguburan dengan transmisikolera juga pernah dilaporkan di Afrika(9) dan diIndonesia.(10) Sebelumnya, wabah kolera yangberhubungan dengan penguburan terjadi karenatransmisi dari orang ke orang (person to person).Di Guinea, Afrika Barat, nasi ditemukan sebagaisebab terjadinya wabah kolera yang mengikutiupacara penguburan. Nasi itu disiapkan dandimasak untuk disajikan pada upacara penguburanoleh para wanita-wanita yang sebelumnya jugamerawat penderita kolera yang meninggal tersebut,membersihkan tempat tidur dan memandikannya.(9)

Di Irian Jaya, Indonesia, wabah kolera berkaitandengan upacara duka cita di rumah penderita yangmeninggal karena kolera.(10)

Transmisi langsung dari orang ke orang sangatkecil kemungkinannya karena dosis infeksi koleratinggi. Juga transmisi melalui lalat secaraepidemiologik tidak memainkan peranan penting.Secara teoritis, lalat dapat mengontaminasimakanan di mana Vibrio berkembang biak sampai

Page 4: Perkembangan mutakhir infeksi kolera - · PDF filePemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit,

Lesmana Perkembangan infeksi kolera

104

jumlah dosis infektif tetapi belum ada bukti danlaporan terjadinya wabah kolera yang berkaitandengan transmisi oleh lalat.

Di alam bebas, V.cholerae ditemukan hidupdi lingkungan akuatik, baik di daerah yang tidakditemukan kolera maupun daerah yang endemik.Beberapa laporan baru-baru ini menunjukan bahwaVibrio patogen dapat beradaptasi dengan baik padalingkungan air yang tidak mengalir, bersuhu hangatdengan konsentrasi kegaraman (salinity) dannutrien yang tinggi.(11,12) Suhu air merupakan faktorpaling penting yang memegang peranan di dalamkemampuan Vibrio patogen untuk bertahan hidupdi dalam lingkungan alam bebas. Semua spesiesVibrio yang patogen menyesuaikan diri padalingkungan dengan kadar garam antara 5‰ sampai30‰ (86mM–500mM).(10) Vibrio patogen dapattumbuh di air yang berkadar garam rendah, asalkansuhunya hangat dan banyak terdapat sedimen yangmengandung nutrien organik. Collins(11) jugamelaporkan bahwa adanya nutrien organik dalamkonsentrasi tinggi dapat mengatasi keadaankurangnya konsentrasi garam.

Salah satu kendala utama yang dihadapi olehpara ahli ekologi mikrobial adalah ketidakmampuan sistem biakan untuk mengisolasi danmenumbuhkan bakteri yang ada di alam bebas.Keadaan hidup tetapi tidak dapat dibiak (viablebut nonculturable) ini merupakan suatu fenomenabakteri yang mencerminkan fase tidur (dormancy),ketahanan hidup (survival) dan keberadaannyasecara persisiten di lingkungan. Kesulitan yangberkaitan dengan upaya isolasi V.cholerae dalamkeadaan seperti di atas disebabkan karena metodeisolasi dikembangkan dan digunakan untuk sampelklinik di mana kebanyakan sel bakteri sedang aktiftumbuh. Metode kultural ini tidak dapat digunakanuntuk sampel dari lingkungan (environmentalsamples) yang kondisinya sangat berbeda. Olehkarena itu, bakteri yang hidup tetapi tidak bisadibiak ini mungkin tidak akan terdeteksi tanpamenggunakan metode yang sesuai seperti misalnyateknik biologi molekuler, imunologis atau denganmikroskop fluoresen. Dengan menggunakan teknikmikroskop fluoresen, Huq dkk.(12) membuktikanbahwa keberadaan V.cholerae di air dapat dideteksisepanjang tahun meskipun organisme ini tidak dapat

diisolasi melalui teknik pembiakan. Sifat tidakdapat dibiak yang ditunjukkan oleh V.choleraemerupakan mekanisme adaptasi bakteri terhadaplingkungan alam yang kurang mengandung nutrisi.Pada fase tidur (dormant) ini ukuran sel menjadilebih kecil dan berbentuk kokoid

Di banyak daerah endemik, koleramenunjukkan adanya pola musiman di mana padabulan-bulan tertentu insidensnya tinggi dan padabulan lain insidensnya rendah. Sekali terjadikeadaan endemik pada suatu daerah, koleracenderung untuk menampakkan diri dalam polamusiman (seasonality) yang jelas. Di Bangladesh,misalnya, musim kolera (El Tor) di mulai setelahmusim hujan yaitu pada bulan Agustus atauSeptember, dengan puncaknya pada musim dingin,1-3 bulan kemudian, setelah itu dengan cepatmenurun. Awal dari musim kolera bertepatandengan saat suhu menghangat, turunnya permukaanair sungai, berhentinya hujan, dan berakhir ketikacuaca dingin dan kering.(13) Untuk alasan yangbelum diketahui, kasus-kasus yang disebabkan olehV.cholerae biotipe klasik cenderung terjadi padabulan-bulan yang lebih tua, yaitu Nopember atauDesember. Pola musiman untuk daerah-daerah yangberbeda, tidak sama. Misalnya di Calcutta, India,yang letaknya kurang dari 500 km dari Bangladesh,puncak kolera terjadi pada bulan April, Mei danJuni. Di Amerika Selatan, kolera juga menunjukkansuatu periodisitas yang sama dengan konsentrasikasus-kasus pada bulan Januari dan Februari.(14)

Perbedaan pola musiman ini juga terlihat diIndonesia.(15) Di bagian barat Indonesia pola kolerasangat berbeda dengan bagian timur. Mirip dengankeadaan di Bangladesh, kolera sporadik ataupunepidemik di bagian barat Indonesia berkaitandengan periode curah hujan yang subnormal, yaitupada bulan September dan Oktober, sedangkan diIndonesia bagian timur kasus-kasus kolera mencapaipuncaknya justru pada musim hujan, yaitu Februaridan April.

Di daerah-daerah yang endemik, puncakkasus-kasus kolera banyak dijumpai pada anak-anak berumur 2 sampai 9 tahun, menyusul wanitamasa produktif yaitu antara 15-35 tahun. Derajatinfeksi yang lebih rendah pada anak-anak di bawah1 tahun mungkin berkaitan dengan sedikitnya

Page 5: Perkembangan mutakhir infeksi kolera - · PDF filePemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit,

105

J Kedokter Trisakti Juli-September 2004, Vol.23 No.3

mereka berada dalam paparan infeksi, atau karenaadanya efek protektif dari air susu ibu. Pada wanitausia produktif, diperkirakan bahwa meningkatnyajumlah kasus pada golongan ini disebabkan karenapenurunan imunitas pada saat mengurus anak.Sebaliknya, di daerah-daerah di mana koleramenyerang penduduk yang paparannya rendah,penyakit cenderung untuk mengenai semuakelompok umur dengan frekuensi yang samabesarnya. Ini terlihat pada epidemi yang terjadi diAmerika Selatan, seperti misalnya di Peru, di manaderajat serangan (attack rate) pada anak-anak <1tahun, anak-anak berumur 1-4 tahun dan anak-anakyang lebih besar serta orang dewasa adalah sekitar0,5 - 0,6%.(14)

ASPEK BAKTERIOLOGIS DAN DIAGNOSISLABORATORIUM

Sebelum tahun 1992, hanya V.cholerae O1enterotoksigenik yang memproduksi toksin kolera(cholera toksin = CT) dikenal menyebabkan koleraendemik dan epidemik. Belakangan, V.choleraeO139 juga diketahui memproduksi toksin dalamjumlah sebesar seperti serogrup O1. Beberapa jenisV.cholerae tidak memproduksi cholera toxin (non-toxigenic), terutama yang hidup di alam bebassehingga dianggap tidak patogen. Dalam waktu 20tahun terakhir, V.cholerae O1 non-toksigenik inijuga ditemukan pada manusia, namun peranan sertakemaknaannya secara klinis dan epidemiologikmasih tidak jelas dan kontroversial.

Secara garis besar, V.cholerae dibedakan atasO1 dan non-O1 menurut antigen somatiknya, namunsecara biokimiawi keduanya tidak dapat dibedakansatu sama lain. Vibrio cholerae O1 memilikisedikitnya satu antigen somatik yang unik, yangmemberikan reaksi aglutinasi hanya dengan O1antiserum. Antigen flagela (H) yang sifatnyatermolabil, juga diproduksi, tetapi manfaatnyaterbatas karena secara umum kesamaan antigen Hdijumpai pada semua spesies Vibrio. Vibriocholerae O1 dapat diuji lebih jauh menurutserotipenya. Ada 3 serotipe V.cholerae O1, yaitu(i) Ogawa, (ii) Inaba, dan (iii) Hikojima. SerotipeHikojima jarang dijumpai dan tidak stabil, dan padaumumnya diabaikan, sehingga hanya Ogawa dan

Inaba saja yang sering dilaporkan serta dianggapsignifikan. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir,Ogawa dijumpai sebagai serotipe yang palingdominan di Indonesia, dengan frekuensi sekitar98% dari seluruh isolat yang didapatkan padapasien-pasien kolera.(16)

Vibrio cholerae O1 kecuali dibedakan atasserotipe Ogawa dan Inaba juga dibedakan menurutbiotipenya yaitu klasik dan El Tor. Pembedaanbiotipe tidak penting untuk penanganan danpengobatan penderita atau pengendalian wabah,tetapi secara epidemiologik penting untukmenentukan sumber infeksi, terlebih apabilaV.cholerae baru untuk pertama kalinya diisolasi disuatu negara atau daerah. Biotipe El Tor merupakanbiotipe yang dominan sejak pandemi kolera yangketujuh dan dijumpai di banyak negara, baik darikasus-kasus klinis maupun dari peristiwa wabah.Perubahan dominansi dari biotipe klasik ke El Torterlihat di Pakistan Timur (sekarang, Bangladesh)ketika pada tahun 1963 wabah El Tor menyerangnegara tersebut, menggantikan biotipe klasik yangsebelumnya endemik untuk daerah itu. Untukselanjutnya, dalam peristiwa wabah biotipe klasikadalah yang dominan di bagian selatan Bangladesh,sedangkan El Tor di bagian utara negara ini.(17)

Mesksipun tindakan pengobatan terhadapdiare yang berat dengan dehidrasi tidak perlu dantidak boleh menunggu hasil identifikasi kumanpenyebab, tetapi pemeriksaan mikrobiologis untukmenemukan V.cholerae dari bahan pemeriksaanklinis mempunyai arti penting dalam menentukanupaya klinis dan epidemiologik. Bahanpemeriksaan berupa tinja atau usap dubur harusdiambil pada saat dini atau awal penyakit. Bahanpemeriksaan ini kemudian dimasukkan ke dalammedium transport Cary-Blair dan dikirim kelaboratorium pada suhu kamar. Usap duburditanamkan secara langsung ke lempeng perbenihanthiosulfate citrate bile salts sucrose (TCBS) agaryang merupakan medium selektif untuk Vibrio. Jugabahan pemeriksaan ini dimasukkan ke dalammedium persemaian alkaline peptone water (APW)sebelumkan ditanam di TCBS. Lempeng agarTCBS diinkubasi pada suhu 360 ± 10C selama 18-20 jam. APW diinkubasi pada suhu 360 ± 10Cselama 6-8 jam(18) dan 20-24 jam,(16) sesudah itu

Page 6: Perkembangan mutakhir infeksi kolera - · PDF filePemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit,

Lesmana Perkembangan infeksi kolera

106

biakan APW dipindah-tanamkan ke lempeng agarTCBS dan diinkubasi pada suhu 360 ± 10C selama18-20 jam. Inkubasi APW 6-8 jam adalah cara yangdirekomendasikan(19) dan digunakan oleh hampirsemua laboratorium. Dalam periode 6-8 jampertama, kuman-kuman Vibrio tumbuh denganpesat; waktu inkubasi yang lebih lama dari 8 jamdikuatirkan akan menyebabkan berkembangnyakuman-kuman lain yang merupakan pesaingsehingga menekan pertumbuhan Vibrio sehinggasulit diisolasi. Akan tetapi hasil penelitian baru-baru ini menyatakan yang sebaliknya, yaitupersemaian di APW selama 24 jam meskipunmendorong pertumbuhan kuman-kuman nonvibrioseperti Proteus dalam jumlah yang lebih besar dariVibrio, tetapi tidak mengurangi pertumbuhanV.cholerae.(16) Juga persemaian APW 6-8 jam tidaklebih dibandingkan APW 24 jam. Akan tetapidengan melakukan kedua sistem tersebut, yaituAPW 6 jam dan APW 24 jam, diperoleh hasilisolasi V.cholerae yang lebih besar secara bermaknadaripada bila hanya satu sistem saja yangdigunakan.(16) Koloni-koloni V.cholerae pada agarTCBS diuji secara biokoimiawi untuk identifikasi.Konfirmasi dilakukan dengan reaksi aglutinasidengan antiserum spesifik. Isolat yang aglutinasinyapositif dengan polivalen O1 (V.cholerae O1)selanjutnya diuji dengan antiserum Ogawa danInaba untuk menentukan serotipenya. Isolat yangmemberikan reaksi biokimia V.cholerae tetapiaglutinasinya dengan antiserum polivalen O1negatif, dikelompokkan dalam V.cholerae non-O1.

PATOFISIOLOGI DAN GAMBARAN KLINIS

Pada manusia, infeksi V.cholerae O1 terjadikarena masuknya kuman melalui air atau makananyang terkontaminasi ke saluran cerna. Tergantungpada jumlah inokulum dan kerentanan individu,masa inkubasi infeksi V.cholerae O1 berkisar antara12 sampai 72 jam. Dibandingkan dengan jumlahkuman yang diperlukan untuk terjadinya infeksipada jenis enterik lain, jumlah inokulum untukterjadinya infeksi V.cholerae O1 relatif lebih besar.Ini mungkin disebabkan karena V.cholerae O1sangat tidak stabil dalam suasana asam sehinggasebagian besar V.cholerae O1 yang masuk ke

saluran cerna (ingested) terbunuh pada lingkunganasam di lambung. Makanan mempunyai efekpenyangga (buffering) seperti yang terlihat padapemberian sodium bikarbonat. Masuknya 106

organisme bersamaan dengan makanan seperti ikandan nasi dapat meningkatkan attack rate (100%)seperti bila inokula diberikan bersamaan denganlarutan penyangga (buffer). Usus halus adalahtempat primer infeksi V.cholerae O1 danmerupakan asal terjadinya diare sekretorik. Derajatkehilangan cairan paling tinggi pada jejunum.Kehilangan cairan di bagian usus ini mencapai 11ml/cm/jam.(20)

Vibrio cholerae O1 berkolonisasi di epitelintestinal tetapi tidak bersifat invasif ataumenyebabkan perubahan struktural dari epitel. Efekutama dari infeksi V.cholerae O1 adalahmeningkatnya secara aktif sekresi klorida danbikarbonat, dan menurunnya absorpsi sodiumklorida. Kedua peristiwa ini terjadi melaluipekerjaan toksin kolera, yaitu (i) subunit B, yangmengikatkan diri pada reseptor di permukaanmukosa epitel intestinal yang mengandungglikolipid GM

1 gangliosida, dan (ii) subunit A yang

secara enzimatis mengaktifkan adenilat siklase danmeningkatkan konsentrasi intraseluler AMP siklik(cAMP). Selanjutnya cAMP bekerja sebagaipembawa perintah intraseluler kedua (intracellularsecond messenger) untuk menghambat absorpsisodium klorida yang terjadi secara aktif, dansebaliknya meningkatkan sekresi klorida danbikarbonat.

Mekanisme lain selain peningkatankonsentrasi intraseluler dari cAMP yang jugadianggap berperan di dalam sekresi cairan intestinalpada kolera adalah meningkatnya kadarprostaglandin. Prostaglandin meningkatkan sekresicairan intestinal secara in vitro dan meningkatnyaprostaglandin dapat dijumpai di dalam tinjapenderita kolera. Gambaran klinis kolera yangpaling menyolok adalah produksi tinja cair yangjumlahnya besar dan terjadinya dehidrasi sebagaiakibat dari kehilangan cairan melalui tinja yangtidak diganti. Masa inkubasi kolera dapat berkisarantara beberapa jam sampai beberapa haritergantung kepada jumlah inokulum. Awalterjadinya gejala penyakit dapat mendadak, dengan

Page 7: Perkembangan mutakhir infeksi kolera - · PDF filePemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit,

107

J Kedokter Trisakti Juli-September 2004, Vol.23 No.3

diare air yang hebat; atau mungkin didahului olehperasaan tidak enak perut, mual, dan diare ringan.Mula-mula tinja masih mengandung masa danberwarna kuning cokelat, tetapi denganberkembangnya penyakit, tinja akan menjadi lebihencer dan berwarna abu-abu pucat, dan selanjutnyaakan menyerupai air cucian beras. Tinja kolera initidak mengandung sel-sel radang atau eritrosit danhampir tidak ada protein. Tidak adanya sel-selleukosit, eritrosit, dan protein ini mencerminkanpenyakit yang sifatnya noninflamatorik dannoninvasif. Diare sering diikuti muntah, terutamapada awal penyakit. Pada beberapa penderita,muntah dapat sangat hebat. Penyebab dari muntahbelum diketahui dengan pasti, tetapi karena muntahbiasanya berkurang dengan pemberian cairan danelektrolit yang adekuat, beberapa peneliti mendugabahwa muntah ini disebabkan karena adanyagangguan elektrolit, khususnya gangguankeseimbangan asam-basa. Dehidrasi beratmemberikan gambaran yang khas dan menonjolsehingga kolera merupakan sedikit dari penyakit-penyakit pada orang dewasa yang dapat didiagnosissecara tepat secara klinis. Nadi perifer tidak teraba,dan tekanan darah tidak dapat diukur. Turgor kulitmenurun sehingga memberi kesan kulit sepertiadonan kue; mata cekung dan kaki tangan keriputseperti terendam lama di air (washerwoman’shands). Suara penderita serak, penderita menjadigelisah dan merasa sangat haus.

Oleh karena V.cholerae O1 tidak bersifatinvasif terhadap mukosa intestinal, dan tidakmenyebabkan terjadinya repons inflamatorik padapenderita-penderita maka suhu badan biasanyanormal atau subnormal; demam derajat rendahmungkin terdapat pada sekitar 20% penderita,terutama pada anak-anak, yang mungkindisebabkan karena adanya vasokonstriksi perifer.

PENGOBATAN

Pemberian cairan dan elektrolit merupakan halyang paling penting di dalam pengobatan penderitakolera. Pemberian cairan secara dini dapatmenghindarkan terjadinya dehidrasi, sedangkanbilamana diberikan setelah terjadi dehidrasi maka

upaya ini penting untuk memulihkan keseimbangancairan dan menghindarkan kematian. Terapi cairandibagi dua fase: (i) fase rehidrasi, pada saat di manaair dan elektrolit yang hilang karena dehidrasidiganti, dan (ii) fase maintenance, di mana cairantinja yang keluar diganti. Terapi cairan intravenaatau intravenous fluid therapy (IVFD) merupakanpengobatan terpilih untuk rehidrasi penderitadehidrasi berat dan untuk penggantian cairan padapenderita dengan muntah yang persisten.Sedangkan cairan per oral diberikan pada penderitadengan dehidrasi ringan/sedang yang tidakmengalami muntah hebat dan sebagai maintenancehidrasi setelah keadaan dehidrasi terkoreksi.

Ada beberapa larutan yang dapat digunakanuntuk terapi cairan intravena, larutan yang palingideal adalah yang memiliki komposisi elektrolityang serupa dengan cairan tinja kolera. OrganisasiKesehatan Dunia (WHO) merekomendasikanlarutan Ringer’s lactate sebagai cairan yang terbaikuntuk IVFD.(20) Setelah keadaan dehidrasi dapatdiatasi dengan pemberian IVFD, larutan rehidrasioral (oral rehydration solution/ORS) dapatdiberikan kepada penderita untuk mempertahankan(maintenance) hidrasi.

Ada banyak pilihan antibiotika untukpengobatan infeksi V.cholerae O1. Tetrasiklinadalah antibiotika pertama yang secara sistematisdikaji penggunaannya dalam pengobatan kolera danhingga kini masih merupakan antibiotika yangpaling umum digunakan untuk kolera. Antibiotikalain yang juga efektif untuk kolera adalaheritromisin, furazolidon, trimetoprim-sulfametoksazol dan golongan quinolon(norfloksasin).(21) Dalam dua dekade terakhir,pengobatan antibiotika terhadap kolera menjadilebih kompleks karena adanya galur-galurV.cholerae O1 yang resisten terhadap banyakantibiotika (multiresisten), seperti yang dilaporkandi India,(21) dan Afrika.(22) Untuk ini dapat dipakainorfloksasin atau jenis quinolon yang lain yangkesemuanya efektif untuk kolera.(20)

Oleh karena adanya multiresistensi dariV.cholerae O1, maka di daerah-daerah di manakolera endemik, pola kepekaan antibiotika darikuman ini perlu diawasi dari waktu ke waktu.

Page 8: Perkembangan mutakhir infeksi kolera - · PDF filePemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit,

Lesmana Perkembangan infeksi kolera

108

PENCEGAHAN

Dua jenis vaksin secara oral tersedia saat iniyaitu an attenuated live vaccine berdasarkangenetically modified V.cholerae galur O1 (Orochol)yang diberikan dalam dosis tunggal dan sel darigalur O1 V.cholerae yang sudah dimatikan denganpurified cholera toxin (Dukoral) yang memberikanpencegahan yang sangat kuat diberikan dalam 2dosis 1-6 minggu secara terpisah.(3) Orochol tidakdianjurkan bagi wisatawan untuk penggunaansecara rutin bila berkunjung ke daerah endemikkolera, kecuali mereka yang mempunyai risikotinggi seperti petugas kesehatan yang bertugas diderah endemik. Wisatawan dianjurkan makan danminum yang bersih. Dosis ulang dibutuhkan karenaimunitas tidak berlangsung lama. Vaksin Dokoralsaat ini sedang dicoba di Mozambique untukmenurunkan insidens pada populasi yang berisikotinggi.(23) Vaksin baru sedang dicoba berdasarkanpemahaman molekuler dari patognenitas kolera.(24)

PENUTUP

Pada awal abad ke-21 ini penyakit koleratetap merupakan penyakit yang sifatnya epidemikdan endemik untuk banyak negara di dunia.Penelitian telah memberikan banyak informasimengenai patogenesis dan genetik V.cholerae. Jugamelalui penelitian telah diketahui cara-carapengobatan yang sederhana dan efektif terhadappenyakit kolera. Namun demikian, agaknya untukwaktu yang lama kolera tidak akan mungkin dapatdilenyapkan. Jenis-jenis baru Vibrio akan selalutimbul seperti misalnya kejadian dengan munculnyaV.cholerae O139 yang baru-baru ini menimbulkanwabah besar di seluruh dunia. Oleh karena itu,pengetahuan tentang ekologi kuman ini sangat perludan akan banyak membantu di dalam upayamengatasi dan membatasi penyebaran dari infeksiV.cholerae.

Daftar Pustaka

1. Shimada T, Arakawa E, Itoh K, Kosako Y, OkitsuT, Yamai S, et al. Extended serotyping scheme forVibrio cholerae. Curr Microbiol 1994; 28: 175-8.

2. Sack DA, Sack RB, Nair GB, Siddique AK.Cholera. Lancet 2004; 363: 223-33.

3. Wier E, Haider S. Cholera outbreaks continue.JAMC 2004; 170: 1092-3.

4. Viret JF, Dietrich G, Favre D. Biosafety aspects ofthe recombinant live oral Vibrio cholerae vaccinestrain CVD 103-HgR. Vaccine 2004; 22: 2457- 69.

5. Sack RB, Siddique AK, Longini IM Jr, Nizam A,Yunus M, Islam MS, et al. A 4 year study of theepidemiology of Vibrio cholerae in four rural areasof Bangladesh. J Infect Dis 2003; 187: 96-101.

6. Dalsgaard A, Serichantalergs O, Forslund A, LinW, Mekalanos J, Mintz E, et al. Phenotypic andmolecular characterization of Vibrio cholerae O1isolated in Samutsakorn, Thailand before, duringand after the emergence of V.cholerae O139.Epidemiol Infect 1998; 121: 259-68.

7. Hlady WG, Klontz KC. The epidemiology of Vibrioinfections in Florida, 1981-1993. J Infect Dis 1996;173: 1176-83.

8. Altekruse SF, Bishop RD, Baldy LM, ThompsonSG, Wilson SA, Ray BJ. Vibrio gastroenteritis inthe US Gulf of Mexico region: the role of rawoysters. Epidemiol Infect 2000; 124: 489- 95.

9. Gunnlaugsson G, Angulo FJ, Einarsdottir J, PassaA, Tauxe RV. Epidemic cholera in Guinea-Bissau:the challenge of preventing deaths in West Africa.Int J Infect Dis 2000; 4: 8-13.

10. Korthuis PT, Jones TR, Lesmana M, Clark SM,Okoseray M, Ingkokusumo G, et al. An outbreakof El Tor cholera associated with a tribal funeral inIrian. Southeast Asian J Trop Med Public Health1998; 29: 550-4.

11. Collins AE. Vulnerability to coastal choleraecology. Soc Sci Med 2003; 57: 1397-407.

12. Huq A, Colwell RR, Rahman R, Ali A, ChowdhuryMA, Parveen S, et al. Detection of Vibrio choleraeO1 in the aquatic environment by fluorescent-monoclonal antibody and culture methods. ApplEnviron Microbiol 1990; 56: 2370-3.

13. Longini IM Jr, Yunus M, Zaman K, Siddique AK,Sack RB, Nizam A. Epidemic and endemic choleratrends over a 33-year period in Bangladesh. J InfectDis 2003; 186: 245-51.

14. Kaper JB, Morris JG, Levine MM. Cholera. ClinMicrobiol Rev 1995; 8: 48-86.

15. Simanjuntak CH, Larasati W, Arjoso S, Putri M,Lesmana M, Oyofo BA, et al. Cholera in Indonesiain 1993-1999. Am J Trop Med Hyg 2001; 65: 788-97.

Page 9: Perkembangan mutakhir infeksi kolera - · PDF filePemberian antimikroba seperti tetrasiklin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan quinolon mampu mengurangi berat dan lamanya penyakit,

109

J Kedokter Trisakti Juli-September 2004, Vol.23 No.3

16. Lesmana M, Richie E, Subekti D, Simanjuntak C,Walz SE. Comparion of direct plating andenrichment methods for isolation of Vibrio choleraefrom diarrhea patients. J Clin Microbiol 1997; 35:1856-8.

17. Ryan ET, Dhar U, Khan WA, Salam MA, FaruqueAS, Fuchs GJ. Mortality, morbidity, andmicrobiology of endemic cholera amonghospitalized patients in Dhaka, Bangladesh. Am JTrop Med Hyg 2000; 63: 12-20.

18. Famer JJ III, Janda M, Birkhead K. Vibrio. In:Murray PR, Baron EJ, Jorgensen JH, Pfaller MA,Yolken RH, editors. Manual of ClinicalMicrobiology. 8th ed. Washington DC: AmericanSociety for Microbiology; 2003. p. 706-18.

19. Kay BA, Bopp CA, Wells JG. Isolation andidentification of Vibrio cholerae O1 from fecalspecimens. In: Wachsmuth IK, Blake PA, and OlsvikØ, editors. Vibrio cholerae and cholera: molecularto global perspective. Washington DC: AmericanSociety for Microbiology; 1994. p. 3-25.

20. Bennish ML. Cholera: pathophysiology, clinicalfeatures, and treatment. In: Wachsmuth IK, Blake

PA, and Olsvik Ø, editors. Vibrio cholerae andcholera: molecular to global perspective.Washington DC: American Society forMicrobiology; 1994. p. 229-55.

21. Ramamurthy T, Pal A, Bhattacharya MK,Bhattacharya SK, Chowdhury AS, Takeda Y, et al.Serovar, biotype, phage type, toxigenicity, andantibiotic susceptibility patterns of Vibrio choleraeisolated during two consecutive cholera seasons(1989-1990) in Calcutta. Indian J Med Res 1992;95: 125-9.

22. Shapiro RL, Kumar L, Phillips-Howard P, WellsJG, Adcock P, Brooks J, et al. Antimicrobial-resistant bacterial diarrhea in rural western Kenya.J Infect Dis 2001; 183: 1701-4.

23. World Health Organization. Mozambique masscampaign test the therapy. Geneva: TheOrganization, 2004 Jan 14. Available at:www.who.int/mediacentre/releases/2004/pr3/en(Accessed 2004, Mar 12).

24. Shears P. Recent developments in cholera. CurrOpin Infect Dis 2001; 14: 553-8.