27
PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN A. Masa Demokrasi Liberal Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada demokrasi pancasila, Indonesia mengalami tiga periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu: 1. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 ) 2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 ) 3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang ) Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota parlemen. Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk

PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN

Citation preview

Page 1: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN

A. Masa Demokrasi Liberal

Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada demokrasi pancasila,

Indonesia mengalami tiga periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:

1. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )

2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )

3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang )

Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan

Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar

1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya

parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya

suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota parlemen.

Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini

disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang

memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai

berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam

perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari

kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk

seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah

berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.

Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen,

dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok

anggota parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat

berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet,

sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun. Kabinet-

kabinet pada masa Demokrasi Parlementer adalah sebagai berikut.

1. Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)

Page 2: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

Setelah bentuk negara RIS dibubarkan, kabinet pertama yang membentuk NKRI

adalah kabinet Natsir yang merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh Masyumi

dan PNI sebagai partai kedua terbesar menjadi oposisi. PNI menolak ikut serta

dalam komite karena merasa tidak diberi kedudukan yang tepat sesuai dengan

kekuatannya. Tokoh-tokoh terkenal yang mendukung kabinet ini adalah Sri Sultan

HB IX, Mr. Asaat, Mr. Moh Roem, Ir. Djoeanda dan Dr. Sumitro Djojohadikusuma.

a. Program:

1) Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman;

2) Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan

pemerintahan;

3) Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang;

4) Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat;

5) Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

b. Hasil:

1) Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda

untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.

c. Kendala yang dihadapi:

1) Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan

Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).

2) Timbul masalah keamanan dalam negeri, yaitu terjadi

pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII,

Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, dan Gerakan RMS.

d. Berakhirnya kekuasaan kabinet:

Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan

Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah

No. 39 tahun 1950 mengenai DPRD yang terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi

tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya

kepada presiden.

Page 3: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

2. Kabinet Sukiman (27 April 1951-23 Februari 1952)

Setelah Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden, Presiden Soekarno

menunjuk Sartono, ketua PNI, untuk menjadi formatur. Hampir selama satu bulan

Sartono membuat kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi, tetapi gagal. Akhirnya

Sartono mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 23

hari (28 Maret 1951 – 18 April 1951). Kemudian presiden menunjuk Sukiman

Wirosandjojo dari Masyumi dan menunjuk Djojosukarto sebagai formatur, mereka

berhasil membentuk kabinet koalisi antara Masyumi, PNI, dan sejumlah partai

kecil.

a. Program:

1) Menjamin keamanan dan ketentraman;

2) Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar

sesuai dengan kepentingan petani;

3) Mempercepat persiapan pemilihan umum;

4) Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian

Barat ke dalam wilayah RI secepatnya

b. Hasil:

Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir, hanya

saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti

awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya

diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.

c. Kendala yang dihadapi:

1) Adanya pertukaran Nota Keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia

Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran, mengenai

pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika Serikat

kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dalam MSA

ini terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI. Hal ini dikarenakan RI

menjadi diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman

tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas

Page 4: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

aktif karena lebih condong ke blok barat, bahkan dinilai telah memasukkan

Indonesia ke dalam blok barat.

2) Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada

setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran terhadap barang-barang

mewah.

3) Masalah Irian barat belum juga teratasi.

4) Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang

tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat,

Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

d. Berakhirnya kekuasaan kabinet:

Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga

mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat

Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada

presiden.

3. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet, yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar

yang ahli dalam biangnya. Kabinet Wilopo dipimpin oleh Mr. Wilopo (tokoh PNI)

dan mendapatkan dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.

a. Program:

1) Program dalam negeri:

a). Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD);

b). Meningkatkan kemakmuran rakyat;

c). Meningkatkan pendidikan rakyat;

d). Pemulihan keamanan.

2) Program luar negeri:

a). Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda;

b). Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia;

c). Menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif.

Page 5: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

b. Hasil:

Tidak ada hasil yang cukup signifikan dari Kabinet Wilopo.

c. Kendala yang dihadapi:

1) Masalah Angkatan Darat yang dikenal dengan Peristiwa 17 Oktober 1952.

masalah ini dilatarbelakangi oleh: (1) masalah ekonomi (perkembangan

ekonomi dunia kurang menguntungkan hasil ekspor Indonesia), dan (2)

reorganisasi (profesionalisasi tentara) yang menimbulkan kericuhan di

kalangan militer yang akhirnya menjurus ke arah perpecahan. Peristiwa 17

Oktober 1952 merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai

alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab

dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan

munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan

kebijakan KSAD A.H. Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno

sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri

pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan

perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat

yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan

keamanana di Sulawesi Selatan.Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi

di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu, TNI-AD

yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen

dibubarkan, tetapi saran tersebut ditolak. Akhirnya muncullah mosi tidak

percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang

dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah

perwira angkatan darat guna menekan Soekarno agar membubarkan kabinet.

2) Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah

perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB,

pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan

memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah

ditinggalkan pemiliknya selama masa penjajahan Jepang telah digarap oleh

Page 6: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

para petani di Sumatera Utara dan dianggap sebagai miliknya. Sehingga pada

tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani

liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para

petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi

bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya dari peristiwa

Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian

dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera

Timur (Deli).

3) Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang

banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga

membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.

4) Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang

mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa

ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.

5) Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga

barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus

meningkat.

d. Berakhirnya kekuasaan kabinet:

Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat

Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Selain itu, peristiwa tersebut dijadikan

sarana oleh kelompok yang antikabinet dan pihak oposisi lainnya untuk mencela

pemerintah sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )

Kabinet ini terbentuk dua bulan kemudian setelah Kabinet Wilopo mundur.

Kabinet ini merupakan kabinet koalisi anatar PNI dan NU dengan Mr. Ali

Sastroamidjojo sebagai perdana menteri. Sementara itu Masyumi menjadi partai

oposisi.

a. Program:

Page 7: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan

Pemilu;

2. Pembebasan Irian Barat secepatnya;

3. Pelaksanaan politik bebas aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB;

4. Penyelesaian pertikaian politik.

b. Hasil:

1. Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan

diselenggarakan pada 29 September 1955.

2. Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955.

c. Kendala yang dihadapi:

1. Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat

terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

2. Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) menuntut Aceh sebagai Propinsi. Daud

Beurueh (pimpinan PUSA) menilai bahwa tuntutan itu diabaikan dan

menyatakan Aceh sebagian dari NII.

3. Terjadi peristiwa 27 Juni 1955, suatu peristiwa yang menunjukkan adanya

kemelut dalam tubuh TNI-AD. Peristiwa ini adalah masalah TNI-AD yang

merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Setelah peristiwa 17

Oktober, Nasution mengundurkan diri sebagai KSAD dan digantikan oleh

Bambang Sugeng. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan

permohonan berhenti karena tugasnya dirasakan sangat berat dan

permohonan tersebut disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya menteri

pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo, tetapi Angkatan Darat di

bawah KSAD Zulkifli Lubis menolak menolak pemimpin baru tersebut karena

proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang

berlaku di lingkungan TNI-AD. Ketika Bambang Utoyo dilantik pada tanggal 27

Juni 1955, TNI AD memboikot pengangkatan itu karena Bambang Utoyo adalah

KSAD yang tidak pernah berkantor di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).

Tidak ada seorangpun panglima tinggi yang hadir dalam upacara tersebut

Page 8: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD pun menolak melakukan

serah terima dengan KSAD baru.

4. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang

menunjukkan gejala membahayakan.

5. Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.

6. Munculnya konflik antara PNI dan NU. Hal ini menyebabkkan NU memutuskan

untuk menarik kembali menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang

diikuti oleh partai lainnya.

d. Berakhirnya kekuasaan kabinet:

NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam

kabinet inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya kepada

presiden.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)

Dalam kabinet ini Burhanudin Harahap berasal dari Masyumi, sedangkan PNI

membentuk partai oposisi.

a. Program:

1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan

Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah;

2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan

mempercepat terbentuknya parlemen baru;

3. Masalah desentralisasi, inflasi, dan pemberantasan korupsi;

4. Perjuangan pengembalian Irian Barat;

5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.

b. Hasil:

1. Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955

(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih Konstituante).

Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos

Page 9: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

seleksi. Hasil seleksi ini menghasilkan empat partai politik besar yang

memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.

2. Perjuangan diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran

Uni Indonesia-Belanda.

3. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan

oleh polisi militer.

4. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.

5. Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel

A.H. Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Darat pada tanggal 28 Oktober

1955

c. Kendala yang dihadapi:

Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan

ketidaktenangan.

d. Berakhirnya kekuasaan kabinet:

Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin pun dianggap

selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet

sehingga kabinet pun jatuh. Sehingga dibentuk kabinet baru yang harus

bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula. Tanggal 3 Maret 1956,

Kabinet Burhanudin mengembalikan mandatnya kepada presiden. Kabinet ini

merupakan kabinet peralihan dari DPR. Sementara ke DPR hasil Pemilu.

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (24 Maret 1957)

Kabinet Ali kembali diserahi mandat pada tanggal 20 Maret 1956 yang

merupakan koalisi antara PNI, Masyumi, dan NU.

a. Program:

Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang

memuat program jangka panjang, sebagai berikut:

1. Perjuangan pengembalian Irian Barat;

Page 10: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya

anggota-anggota DPRD;

3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai;

4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara;

5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional

berdasarkan kepentingan rakyat.

Selain itu, program pokoknya adalah:

1. Pembatalan KMB;

2. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, dan

menjalankan politik luar negeri bebas aktif;

3. Melaksanakan keputusan KAA.

b. Hasil:

Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak

dari periode planning and investment, hasilnya adalah pembatalan seluruh

perjanjian KMB.

c. Kendala yang dihadapi:

1. Berkobarnya semangat anti-Cina di masyarakat.

2. Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan

mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer,

seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara,

Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan

Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.

3. Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap

mengabaikan pembangunan di daerahnya.

4. Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya

mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha

Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang

merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat

melindungi pengusaha nasional.

Page 11: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

5. Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar

Ali Sastroamidjojo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah,

sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti

meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.

d. Berakhirnya kekuasaan kabinet:

Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I

ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.

7. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )

Setelah Kabinet Ali Sastroamidjojo II jatuh, Presiden Soekarno menunjuk

dirinya menjadi pembentuk kabinet yang bernama kabinet Karya dengan

programnya yang disebut Panca Karya dan Ir. Djuanda sebagai perdana

menteri. Kabinet ini merupakan zaken kabinet, yaitu kabinet yang terdiri dari para

pakar yang ahli dalam bidangnya.

a. Program:

1. Membentuk Dewan Nasional;

2. Normalisasi keadaan Republik Indonesia;

3. Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB;

4. Perjuangan pengembalian Irian Barat;

5. Mempergiat dan mempercepat proses pembangunan.

b. Hasil:

1. Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda,

yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini

menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia karena lautan dan

daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.

2. Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan

menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan

presiden sebagai ketuanya. Dengan dibentulnya Dewan Nasional merupakan titik

tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.

Page 12: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

3. Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di

berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional

dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.

4. Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis

dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.

c. Kendala yang dihadapi:

1. Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah

semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi

terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.

2. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program

pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.

3. Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap

Presiden Soekarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta

sekolah tempat putra-putrinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957.

Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena

mengancam kesatuan negara.

d. Berakhirnya kekuasaan kabinet:

Kabinet ini berakhir saat presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden

tanggal 5 Juli 1959. Sejak itu mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi

Terpimpin

B. Pemilihan Umum Tahun 1955

1. Pelaksanaan Pemilu 1955

Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia

dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu

Indonesia yang paling demokratis.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.

Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante

Page 13: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas

yang diangkat pemerintah.

Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali

Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat

pemungutan suara, kepala pemerintahan kemudian dipegang oleh Perdana

Menteri Burhanuddin Harahap.

Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

a. Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR.

Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29

partai politik dan individu.

b. Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota

Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.

2. Suasana Kampanye

Perdana Menteri Ali Sastro Atmijayo, sedang berkampaye dari parta Partai

Nasional Indonesia.

Page 14: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

Mohammad Natsir sedang berkampanye untuk Masyumi (Majelis Syuro Muslimin

Indonesia), partai terkuat di Sumatera Barat.

Kampanye PSI (Partai Sosialis Indonesia) bersama mantan Perdana Menteri Sutan

Syahrir. Di Bali PSI menjadi partai terbesar kedua setelah PNI (Partai Nasionalis

Indonesia).

Page 15: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

DN Aidit (DN = Dipa Nusantara) sedang berkampanye untuk PKI (Partai Komunis

Indonesia).

3. Hasil Pemilu 1955

Peserta pemilu 1955 yang berjumlah 29 partai memperoleh kursi masing-masing

sebagai berikut :

5 besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) mendapatkan 57

kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi (Majelis Syuro

Muslimin Indonesia) 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen),

Nahdlatul Ulama (NU) 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai

Komunis Indonesia (PKI) 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan

Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 8 kursi DPR dan 16 kursi Konstituante (2,89

persen).

Partai-partai lainnya, mendapat kursi DPR di bawah 10. Yaitu PSII (Partai Syarikat

Islam Indonesia) 8 kursi, Parkindo (Partai Kristen Indonesia) 8 kursi, Partai Katolik 6

kursi, Partai Sosialis Indonesia (PSI) 5 kursi. Dua partai mendapat 4 kursi (IPKI /

Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia dan Perti / Pergerakan Tarbiyah

Islamiyah). 6 partai mendapat 2 kursi (PRN / Partai Rakyat Nasional, Partai Buruh,

GPPS / Gerakan Pembela Panca Sila, PRI / Partai Rakyat Indonesia, PPPRI /

Persatuan Pegawai Polisi RI, dan Murba). Sisanya, 12 partai, mendapat 1 kursi

(Baperki, PIR (Persatuan Indonesia Raya) Wongsonegoro, PIR (Persatuan Indonesia

Raya) Hazairin, Grinda, Permai (Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia), Partai

Persatuan Dayak, PPTI (Partai Politik Tarikat Islam), AKUI, PRD (Persatuan Rakyat

Desa), PRIM (Partai Republik Indonesis Merdeka), ACOMA (Angkatan Comunis

Muda) dan R. Soedjono Prawirisoedarso.

C. Dekret Presiden 5 Juli 1959

Dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh

Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekrit ini adalah

Page 16: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang

dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD '45.

1. Latar Belakang

Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk

menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai

bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun

1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan

masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat.

Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di

depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk

kembali ke UUD '45.

Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269

suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang

menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang,

karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum

anggota yg harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari

separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan

suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara

ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan,

Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang parlemen; masa istirahat

dari kegiatan bersidang) yang ternyata merupakan akhir dari upaya penyusunan

UUD.

Penyebab lainnya adalah karena kehidupan politik yang lebih sering dikarenakan

sering jatuh bangunnya kabinet dan persaingan partai politik yang semakin

menajam dan terjadinya gangguan keamanan berupa pemberontakan bersenjata

di daerah-daerah

2. Konsepsi Presiden 21 Februari 1957

Page 17: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

Demi mengatasi situasi tersebut, Presiden Soekarno mengajukan gagasan yang

dikenal dengan konsepsi presiden pada 21 Februari 1957. Isi pokok konsepsi

tersebut adalah sebagai berikut.

a. Bahwa Demokrasi Liberal secara barat tidak sesuai dengan

kepribadian bangsa Indonesia karena itu harus diganti dengan Demokrasi

Terpimpin

b. Dibentuk kabinet gotong royong yang terdiri dari wakil-wakil

dari partai-partai (PNI, Masyumi, NU, dan PKI) ditambah dengan golongan

fungsional.

c. Dibentuk Dewan Nasional yang beranggotakan wakil-wakil

partai dan golongan fungsional dari masyarakat bertugas sebagai pemberi

nasehat kepada kabinet.

3. Pengeluaran Dekret Presiden 5 Juli 1959

Pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 WIB akhirnya dalam suatu upacara resmi di

Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden

Republik Indonesia No. 150/1959 yang dimuat dalam Lembaran Negara No.

75/1959 yang isinya sebagai berikut.

a. Pembubaran Konstituante

b. Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950

c. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

4. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959

DEKRET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN

PERANG

TENTANG

KEMBALI KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Page 18: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa :

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI

ANGKATAN PERANG,

Dengan ini menyatakan dengan khidtmat :

Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar

1945, yang disampaikan kepada segenap rakyat Indonesia dengan Amanat Presiden

pada tanggal 22 April 1959, tidak memperoleh keputusan dari Konstituante

sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Dasar Sementara;

Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian terbesar anggota-anggota Sidang

Pembuat Undang-undang Dasar untuk tidak menghadiri lagi sidang, Konstutuante

tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya;

Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang

membahayakan persatuan dan keselamatan negara, nusa dan bangsa, serta

merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan

makmur;

Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakyat Indonesia dan didorong oleh

keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk

menyelamatkan negara proklamasi;

Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai

Undang-undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan

konstitusi tersebut;

Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI

ANGKATAN PERANG,

Page 19: PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN.doc

Menetapkan pembubaran Konstituante;

Menetapkan Undangt-undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah-darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan dekret

ini, dan tidak berlakunya lagi Undang-undang Dasar Sementara.

Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas anggota-

anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-

daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung

Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Ditetapkan di Jakarta.

Pada tanggal 5 Juli 1959.

Atas nama rakyat Indonesia :

Presiden Republik Indonesia/

Panglima Tertinggi Angkatan Perang

SOEKARNO