17
PERKEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA Untuk Memenuhi Tugas Tambahan Masalah Kebijakan Pembangunan Di susun oleh : JURIYAH 11.02.3.1.1.00043 EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

perkembangan-umkm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perkembangan umkm

Citation preview

PERKEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA

Untuk Memenuhi Tugas Tambahan Masalah Kebijakan Pembangunan

Di susun oleh :

JURIYAH11.02.3.1.1.00043

EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2012/2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan usaha yang tangguh

di tengah krisis ekonomi. Saat ini sekitar 99% pelaku ekonomi mayoritas adalah pelaku usaha

UMKM yang terus tumbuh secara signifikan dan menjadi sektor usaha yang mampu menjadi

penopang stabilitas perekonomian nasional. UMKM makin tahan banting dan tetap optimistis

di tengah krisis. Ketika terjadi krisis global pelaku UKMKM tetap bergerak. Pemerintah telah

memberikan upaya-upaya pemberdayaan berupa kebijakan, program dan kegiatan untuk

semakin menguatkan sektor UMKM ini.

Namun upaya pemberdayaan tersebut belum memberikan hasil yang maksimal dan

membawa daya ungkit (leverage) yang kuat bagi para pelaku UMKM pada khususnya, dan

masyarakat pada umumnya.

Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)  merupakan pelaku bisnis yang bergerak

pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat. Berdasarkan data BPS

(2003), populasi usaha kecil dan menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau

99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UKM memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Semenrtara itu,

kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen.

Dalam proses pemulihan ekonomi Indonesia, sektor UMKM memiliki peranan yang

sangat stategis dan penting yang dapat ditinjau dari berbagai aspek. Pertama, jumlah

industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi.  Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik (BPS) 2002, jumlah UMKM tercatat 41,36 juta unit atau 99,9% dari total unit

usaha. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi

pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan

dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UMKM menyerap 76,55 juta tenaga

kerja atau 99,5% dari total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UMKM dalam

pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 55,3% dari total PDB.

Salah satu upaya peningkatan dan pengembangan UMKM dalam perekonomian

nasional dilakukan dengan mendorong pemberian kredit modal usaha kepada UMKM.  Dari

sudut perbankan, pemberian kredit kepada UMKM menguntungkan bagi bank yang

bersangkutan. Pertama, tingkat kemacetannya relatif kecil. Hal ini terutama disebabkan oleh

tingkat kepatuhan nasabah usaha kecil yang lebih tinggi dibandingkan nasabah usaha besar.

Kedua, pemberian kredit kepada UMKM mendorong penyebaran risiko, karena penyaluran

kredit kepada usaha kecil dengan nilai nominal kredit yang kecil memungkinkan bank untuk

memperbanyak jumlah nasabahnya, sehingga pemberian kredit tidak terkonsentrasi pada satu

kelompok atau sektor usaha tertentu. Ketiga, kredit UMKM dengan jumlah nasabah yang

relatif lebih banyak akan dapat mendiversifikasi portofolio kredit dan menyebarkan risiko

penyaluran kredit. Keempat, suku bunga kredit pada tingkat bunga pasar bagi usaha kecil

bukan merupakan masalah utama, sehingga memungkinkan lembaga pemberi kredit

memperoleh pendapatan bunga yang memadai. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa

ketersediaan dana pada saat yang tepat, dalam jumlah yang tepat, sasaran yang tepat dan

dengan prosedur yang sederhana lebih penting dari pada bunga murah maupun subsidi.

Namun dari beberapa hal yang melatar belakangi seperti tersebut di atas, masih belum

cukup menjadi landasan keyakinan bahwa pelaku UMKM akan mendapatkan kemudahan

dalam hal pengajuan fasilitas kredit modal usaha ke lembaga-lembaga pemberi kredit baik

perbankan maupun non perbankan.  Hingga saat ini masih banyak pelaku UMKM yang

mengalami permasalahan dalam hal pengajuan kredit usaha.

1.2. Rumusan Masalah

UMKM di indonesia memang menjadi sorotan bagi pemerintah untuk mendorong laju

pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan perkembangan perekonomian daerah, banyak kendala

yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam mengembangkan UMKM. Kendala

pengembangan UMKM tersebut antara lain berasal dari internal dan eksternal. Kendala

internal meliputi kurangnya permodalan, keterbatasan sumber daya manusia dan lemahnya

jaringan usaha Sementara itu kendala eksternal meliputi iklim usaha yang belum kondusif,

terbatasnya sarana dan prasarana, implikasi otonomi daerah dan perdagangan bebas, sifat

produk dengan lifetime rendah dan keterbatasan akses pasar.

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di tarik beberapa permasalahan, di antaranya:

1. Bagaimana perkembanagan UMKM di Indonesia?

2. Bagaimana peranan UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi?

3. Bagaimana strategis pengembangan UMKM di indonesia?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Sri Winarti (2004) dengan mempertimbangkan peran penting UMKM dalam

berbagai aspek perekonomian dan dalam upaya percepatan pemulihan kegiatan ekonomi,

Bank Indonesia memberikan dukungan dalam pengembangan UMKM. Dukungan Bank

Indonesia ini termasuk juga dalam rangka mendorong pulihnya fungsi intermediasi

perbankan dan menciptakan kondisi perbankan yang sehat.

Dalam rangka mendukung pemberdayaan dan pengembangan UMKM terutama dalam

mendorong penyaluran kredit kepada UMKM, upaya Bank Indonesia antara lain melalui

penerapan kebijakan kredit, pemberian bantuan teknis kepada UMKM melalui Konsultan

Keuangan Mitra Bank, penelitian mengenai pola pembiayaan kepada UMKM, penyediaan

sistem informasi pembiayaan usaha kecil dan pemberian bantuan teknis.

BAB III

PEMBAHASAN

2.1. Perkembangan UMKM di Indonesia

Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar

ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan

nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah UMKM

sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0

ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian

terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga

kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan

telah melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen

per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah

sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada tahun 2000.

Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu unit dengan jumlah

anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat masing-masing 11,8 persen dan 15,4

persen dari akhir tahun 2001.

Berbagai hasil pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan koperasi

dan UMKM pada tahun 2004 dan 2005, antara lain ditunjukkan oleh tersusunnya berbagai

rancangan peraturan perundangan, antara lain RUU tentang penjaminan kredit UMKM dan

RUU tentang subkontrak, RUU tentang perkreditan perbankan bagi UMKM, RPP tentang

KSP, tersusunnya konsep pembentukan biro informasi kredit Indonesia, berkembangnya

pelaksanaan unit pelayanan satu atap di berbagai kabupaten/kota dan terbentuknya forum

lintas pelaku pemberdayaan UKM di daerah, terselenggaranya bantuan sertifikasi hak atas

tanah kepada lebih dari 40 ribu pengusaha mikro dan kecil di 24 propinsi, berkembangnya

jaringan layanan pengembangan usaha oleh BDS providers di daerah disertai terbentuknya

asosiasi BDS providers Indonesia, meningkatnya kemampuan permodalan sekitar 1.500 unit

KSP/USP di 416 kabupaten/kota termasuk KSP di sektor agribisnis, terbentuknya pusat

promosi produk koperasi dan UMKM, serta dikembangkannya sistem insentif pengembangan

UMKM berorientasi ekspor dan berbasis teknologi di bidang agroindustri. Hasil-hasil

tersebut, telah mendorong peningkatan peran koperasi dan UMKM terhadap perluasan

penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan peningkatan pendapatan.

Perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum

diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi

yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi

UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan

teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan

terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor

produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya

adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan

bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih

merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang

harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman

tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur

organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan

usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi

yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan

organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga

menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi

ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan

teknologi.

Secara umum, perkembangan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 diperkirakan

masih akan menghadapi masalah mendasar dan tantangan sebagaimana dengan tahun

sebelumnya, yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif,

rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, dan tertinggalnya kinerja koperasi.

Pada tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap penciptaan devisa nasional melalui

ekspor non migas mengalami peningkatan sebesar Rp. 40,75 triliun atau 28,49% yaitu dengan

tercapainya angka sebesar Rp. 183,76 triliun atau 20,17% dari total nilai ekspor non migas

nasional (www.bps.go.id). Selanjutnya pada tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap total

PDB nasional adalah sebesar Rp. 1.165,26 triliun atau 58,33%.

Kemudian pada tahun 2008, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar

90.896.270 orang atau 97,04% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada. Jumlah ini

meningkat sebesar 2,43% atau 2.156.526 orang dibandingkan tahun sebelumnya. UMKM

masih akan menjadi primadona bagi pengemabngan ekonomi daerah di masa mendatang.

Banyak program yang telah dijalankan untuk memberdayakan UMKM sejak hampir 10 tahun

yang lalu, namun hasilnya sampai saat ini belum menggembirakan. Sehingga perlu dicarikan

Model baru yang berbeda dengan yang sebelumnya agar UMKM tidak jalan di tempat.

Dibutuhkan usaha-usaha strategik guna memberdayakan UMKM agar dapat menjadi

penopang perekonomian lokal seperti yang terjadi di Jepang dan Taiwan. Oleh karena itu

upaya mengembangkan dan memberdayakan UMKM agar hasil yang diperoleh memiliki

multiplier effect yang tinggi menjadi sangat penting saat ini, khususnya dalam meningkatkan

daya saing. Dengan daya saing itu diharapkan bisa meningkatkan pendapatan UMKM , tidak

tergilas perdagangan bebas, dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Kini UMKM

memiliki peluang untuk terus berkembang.

Perkembangan UMKM di Indonesia masih terhambat sejumlah persoalan. Beberapa

hal yang masih menjadi penghambat dalam pengembangan UKM ditinjau dari dua faktor

yaitu faktor internal dan faktor eksternal UKM, dimana penanganan masing-masing faktor

harus bersinergi untuk memperoleh hasil yang maksimal, yaitu: (1) Faktor Internal :

merupakan masalah klasik dari UKM yaitu lemah dalam segi permodalan dan segi manajerial

(kemampuan manajemen, produksi, pemasaran Simposium Nasional 2010: Menuju

Purworejo Dinamis dan Kreatif - 3 dan sumber daya manusia); (2) Faktor Eksternal :

merupakan masalah yang muncul dari pihak pengembang dan pembina UKM, misalnya

solusi yang diberikan tidak tepat sasaran, tidak adanya monitoring dan program yang

tumpang tindih antar institusi.

Dalam sketsa ekonomi nasional, setelah terjadi krisis ekonomi usaha mikro kecil

menengah lebih efisien dan memiliki ketahanan yang lebih baik di bandingkan dengan usaha

besar, sedangkan UMKM sendiri terbukti berkembang dan mampu mempercepat

pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Untuk mengetahui banyak sedikitnya

UMKM yang berkembang di indonesia dapat di lihat melalui tabel berikut:

Dari tahun ke tahun UMKM yang di adakannya termasuk industri kecil di indonesia semakin

meningkat. Rata-rata kenaikan jumlah unit usaha UMKM sebesar 3.55% atau sebesar

1.574.696 tiap tahunnya, namun yang paling besar pengaruhnya terlihat pada tahun 2009

sebesar 8.25% atau sebesar 3.885.548 dari 47.109.555 unit UMKM.

2.2. Peranan UKM Dalam Perekonomian

Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan usaha

skala kecil menengah (UKM). Beberapa kesimpulan, setidak-tidaknya hipotesis telah ditarik

mengenai hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat sebagaimana terjadi di

Jepang, telah dikaitkan dengan besaran sektor usaha kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan

kerja di Amerika Serikat sejak perang dunia II, sumbangan UKM ternyata tak bisa diabaikan

(D.L. Birch, 1979).

Negara-negara berkembang yang mulai mengubah orientasinya ketika melihat

pengalaman di negara-negara industri maju tentang peranan dan sumbangan UKM dalam

pertumbuhan ekonomi. Ada perbedaan titik tolak antara perhatian terhadap UKM di negara-

negara sedang berkembang (NSB) dengan di negara-negara industri maju. Di NSB, UKM

berada dalam posisi terdesak dan tersaingi oleh usaha skala besar. UKM sendiri memiliki

berbagai ciri kelemahan, namun begitu karena UKM menyangkut kepentingan

rakyat/masyarakat banyak, maka pemerintah terdorong untuk mengembangkan dan

melindungi UKM. Sedangkan di negara-negara maju UKM mendapatkan perhatian karena

memiliki faktor-faktor positif yang selanjutnya oleh para cendekiawan (sarjana –sarjana)

diperkenalkan dan diterapkan ke NSB.

2.3. Strategi Pengembangan UMKM

Untuk itu dalam rangka lebih mengembangkan UMKM,  maka ada beberapa startegi

yang dapat dilakukan antara lain adalah:

1) Mengoptimalkan peran KKMB dalam membina dan melakukan pendampingan

para UMKM prospek yang akan mengajukan permohonan kredit usaha

2) Mensosialisasikan pembiayaan bagi hasil atau modal ventura

3) Meningkatkan peran serta lembaga penjamin kredit untuk para UMKM

prospek yang terbentur akan adanya persyaratan agunan.  Diharapkan dengan

dilaksanakannya strategi-strategi di atas, para UMKM prospek tidak lagi

mengalami kesulitan dalam hal pengajuan kredit modal usaha dari Lembaga

Penyalur Kredit.

Pemberdayaan UMKM Dalam Perekonomian

Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan

langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian

dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan

mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk

memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran

makro, meso dan mikro yang meliputi:

1) penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-

luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi;

2) pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan

akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan

kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya

lokal yang tersedia;

3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan

menengah (UKM);

4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala

usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu,

peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan

jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro

dan kecil.

Kedudukan UMKM di Indonesia

Kedudukan UKM dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari :

1) Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai

sektor;

2) Penyedia lapangan kerja yang terbesar;

3) Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan

pemberdayaan masyarakat;

4) Pencipta pasar baru dan inovasi; serta

5) Sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam

menghasilkan ekspor.

Secara garis besar kebijakan Pemerintah dalam pengembangan UKM semasa krisis

dimulai dengan menggerakkan sektor ekonomi rakyat dan koperasi untuk pemulihan produksi

dan distribusi kebutuhan pokok yang macet akibat krisis Mei 1998. Hingga akhir tahun 1999

upaya ini secara meluas didukung dengan penyediaan berbagai skema kredit

program yang kemudian mengalami kemacetan. Sejak 2000 dengan keluarnya UU 25 tentang

PROPENAS secara garis besar kebijakan pengembangan UKM ditempuh dengan tiga

kebijakan pokok yaitu;

1) penciptaan iklim kondusif,

2) Meningkatkan akses kepada sumberdaya produktif, dan

3) pengembangan kewirausahaan.

Daftar Pustaka

Tambunan, T.T.H., (2008), “Masalah Pengembangan UMKM di Indonesia: Sebuah Upaya Mencari Jalan Alternatif”, Makalah, diakses dari http://www.kadin-indonesia.or.id pada tanggal 1 Mei 2010

Hasanudin,nofri,” peran UMKM dalam mendorong kekompetitifan perekonomian “Okzone.com

Sri Lestari Rahayu, 2005, Analisis Peranan Perusahaan Modal Ventura Dalam Mengembangkan UKM Di Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan,Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional.

Endang, Sri Nuryani. “Peran Pemerintah Dalam Pengembangan UKM Menghadapi Pasar Global.” Makalah disampaikan pada Seminar UKM Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global, Yogyakarta, 2 Oktober 2004.

Ernawati. “Upaya Meningkatkan Peran UMKM.” Warta Kemitraan Bagi Pengembangan Ekonomi Lokal (KPEL, Jakarta, Edisi Oktober Bappenas, UNDP, UN-HABITAT, 2002.