Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI AHLI WARIS
DALAM PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
(STUDI PUTUSAN NOMOR 624 K/AG/2017)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
AHMAD DZAKY ROYHAN
11140460000098
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
F AK U LT A S S Y A RI AH D AN HU K UM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M / 1440 H
v
ABSTRAK
Ahmad Dzaky Royhan. NIM 11140460000098. PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI AHLI WARIS DALAM PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
(STUDI PUTUSAN NOMOR 624/ K/AG/2017). Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018 M./1440 H.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah ahli waris dari Almarhum
Ongku Sutan Harahap, nasabah yang ikut serta dalam Pembiayaan Musyarakah di
Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan memiliki kewajiban untuk
membayar tunggakan yang terhenti karena meninggalnya Almarhum Ongku Sutan
Harahap. Dalam gugatannya, ahli waris menyatakan bahwa, bersamaan dengan
pembuatan Akad Pembiayaan Musyarakah, Almarhum Ongku Sutan Harahap telah
membayar biaya asuransi jiwa kepada Bank Sumut Syariah Cabang Padang
Sidempuan. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha
Perasuransian, Almarhum telah dibebaskan dari tunggakan karena telah membayar
biaya asuransi jiwa. Namun, Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan
berkali-kali mengirimkan Surat Peringatan kepada ahli waris supaya segera
melunasi tunggakan pembayaran yang belum diselesaikan oleh Almarhum Ongku
Sutan Harahap. Dengan dalih, Surat Pernyataan yang telah ditandatangani oleh
Almarhum Ongku Sutan Harahap yang pada pokoknya menyatakan “… apabila
dikemudian hari pada saat asuransi jiwa saya belum terbit polisnya, terjadi sesuatu
pada diri saya dan mengancam jiwa saya, ahli waris saya tidak akan menuntut
pihak bank dan seluruh pembiayaan saya tetap akan menjadi tanggung jawab ahli
waris saya sehingga selesai.”
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Hukum Normatif dan
Kepustakaan dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-
undangan, buku-buku, dan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan judul skripsi
ini.
Hasil penelitian ini mewajibkan ahli waris dan Bank Sumut Syariah Cabang
Padang Sidempuan untuk membayar kerugian tersebut secara proporsional menurut
pembagian saham, hal tersebut berdasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah yang menyatakan
bahwa “Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut
saham masing-masing dalam modal”.
Kata Kunci : Pembiayaan Musyarakah, Asuransi Jiwa, Putusan Mahkamah Agung
Nomor 624/K/Ag/2017
Pembimbing : Mohamad Mujibur Rohman, M.A.
Daftar Pustaka : 1989 s.d. 2019
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. karena
berkat rahmat-Nya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan yang
diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan
oleh-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tanpa suatu
halangan yang berarti.
Shalawat serta salam selalu penulis sanjungkan kepada Rasulullah
Muhammad Saw. beserta segenap keluarga, para sahabat, dan pengikutnya, syafa’at
beliau sangat penulis harapkan di hari pembalasan nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul:
“Perlindungan Hukum Bagi Ahli Waris Dalam Pembiayaan Musyarakah (Studi
Putusan Nomor 624 K/Ag/2017). Penulis mengakui bahwa dalam menyusun
penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Karenanya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Dr. Ahmad Tholabi, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. A. M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta selaku
dosen pembimbing akademik.
4. Mohamad Mujibur Rohman, M.A., selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu memberikan arahan, pemahaman dan selalu berbagi ilmunya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Pimpinan perpustakaan yang telah memberi fasilitas untuk mengadakan studi
kepustakaan.
6. Bapak dan Ibu Dosen selaku pengajar dan seluruh staf administrasi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan
ilmunya kepada penulis.
vii
7. Kedua orang tua tercinta, Abi Mukhobar dan Umi Rosyadah yang tak henti-
hentinya memberikan dukungan, semangat, dan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tanpa suatu halangan.
8. Saudaraku tercinta Kakak Maulida Putri Ahdaini, Ahmad Fakhry Ziyanul
Qays, serta Abang Achmad Irfan Setiawan, yang senantiasa memberikan
dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Keluarga Besar Racana Fatahillah - Nyi Mas Gandasari, yang selalu
memberikan motivasi kepada penulis untuk terus-menerus berkembang.
10. Teman-teman Program Studi Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2014 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta terkhusus kepada Laila Hasna, Zelfi Gofar Aulia,
Muhammad Ammar Wibowo, Fathurrahman Al-Aziz, Kharisma Inggil
Wekasane, Yessi Rachma Khasanah, Cahya Kamila, dan Masyhuri Azhar yang
selalu menemani keseharian dalam suka maupun duka.
11. Kawan dan Guru tercinta, Wahyu Fahmi Rizaldy, Mang Acep Aryadi, Wahyu
Fajar Romadhon, Pak Iwan Setiawan, M. Syukron Amin, yang senantiasa
memberikan motivasi, bimbingan dan dukungan pada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Jakarta, 7 November 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .......................... 3
1. Identifikasi Masalah ................................................................. 3
2. Pembatasan Masalah ................................................................ 3
3. Perumusan Masalah .................................................................. 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 4
1. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
2. Manfaat Penelitian .................................................................... 4
D. Metode Penelitian ............................................................................. 5
1. Pendekatan Penelitian............................................................... 5
2. Jenis Penelitian ......................................................................... 5
3. Data Penelitian ......................................................................... 5
4. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 6
5. Analisis Data ............................................................................ 6
E. Sistematika Penulisan ....................................................................... 7
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................... 8
A. Putusan .............................................................................................. 8
1. Pengertian Putusan ................................................................... 8
2. Peran Hakim Dalam Memeriksa dan Memutus Perkara .......... 8
3. Bentuk, Isi dan Susunan Putusan Hakim.................................. 9
4. Macam-Macam Putusan ......................................................... 15
5. Kekuatan Putusan ................................................................... 16
ix
B. Perlindungan Hukum ...................................................................... 17
1. Pengertian Perlindungan Hukum............................................ 17
2. Bentuk Perlindungan Hukum ................................................. 18
C. Musyarakah ..................................................................................... 20
1. Pengertian Musyarakah .......................................................... 20
2. Dasar Hukum Akad Musyarakah ........................................... 22
3. Rukun dan Syarat Musyarakah............................................... 23
4. Macam-Macam Musyarakah .................................................. 25
5. Ketentuan-Ketentuan Yang Terkait Dengan Musyarakah ..... 27
6. Aplikasi .................................................................................. 28
7. Berakhirnya Akad................................................................... 29
BAB III STUDI PUTUSAN NOMOR 967/PDT.G/2012/PA.MDN
SAMPAI DENGAN PUTUSAN NOMOR 624/K/AG/2017 ............. 31
A. Deskripsi Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn ...................... 31
1. Posisi Kasus ............................................................................ 31
2. Duduk Perkara ........................................................................ 32
3. Amar Putusan ......................................................................... 36
B. Deskripsi Putusan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn .................... 38
1. Posisi Kasus ............................................................................ 38
2. Duduk Perkara ........................................................................ 39
3. Amar Putusan ......................................................................... 40
C. Deskripsi Putusan 624/K/Ag/2017 ................................................ 41
1. Posisi Kasus ............................................................................ 41
2. Duduk Perkara ........................................................................ 42
3. Amar Putusan ......................................................................... 45
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN.............................................. 46
A. Perbandingan Pertimbangan Hakim Dalam Hal Perlindungan
Hukum Bagi Ahli Waris dalam Pembiayaan Musyarakah
Dalam Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn dan Putusan
Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn .................................................. 46
1. Pertimbangan Hakim Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/
PA.Mdn ................................................................................... 46
2. Pertimbangan Hakim Putusan Nomor 124/Pdt.G/2013/
PTA.Mdn ................................................................................. 49
x
B. Pertimbangan Hakim Tingkat Kasasi Dalam Hal Perlindungan
Hukum Bagi Ahli Waris Dalam Pembiayaan Musyarakah
Dalam Putusan Nomor 624/K/Ag/2017 .......................................... 52
C. Implikasi Putusan Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Ahli
Waris Dalam Pembiayaan Musyarakah .......................................... 56
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ...................................... 63
A. Kesimpulan ..................................................................................... 63
B. Saran ............................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di
Indonesia semakin pesat. Pesatnya perkembangan perbankan dan lembaga
keuangan syariah berimplikasi pada semakin besarnya kemungkinan timbulnya
permasalahan atau sengketa antara pihak penyedia layanan dengan masyarakat
yang dilayani.1
Untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya permasalahan atau sengketa
diperlukan adanya lembaga untuk menyelesaikan sengketa yang mempunyai
kredibilitas dan berkompeten sesuai bidangnya yaitu bidang ekonomi syariah
seperti lembaga peradilan ataupun lembaga non peradilan.2
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah dapat dilakukan secara non litigasi
dan litigasi. Adapun penyelesaian sengketa ekonomi syarah secara non litigasi
dapat diselesaikan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau dikenal
dengan Alternative Dispute Resolution (ADR), penyelesaian sengketa melalui
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR)
diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa. Yang termasuk kategori penyelesaian sengketa
ekonomi syariah melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative
Dispute Resolution (ADR) yaitu musyawarah, mediasi, konsultasi, negosiasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli.3
Ekonomi syariah menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Peradilan Agama adalah “Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut
prinsip syariah,” antara lain meliputi: Bank Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi
Syariah, Reksa Dana Syariah, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Obligasi Syariah
dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syariah, Sekuritas Syariah, Pembiayaan
1Yulkarnain Harahab, “Kesiapan Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Perkara
Ekonomi Syariah,” Mimbar Hukum, XX, 1 (Maret, 2008), h. 112. 2 Ibid. 3 Nurani, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Bekasi, XVII, 2,
(Desember, 2017), h. 224-225.
2
Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah, dan Bisnis
Syariah.4
Pada tanggal 25 Oktober 2017, Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim
telah memutuskan Perkara Sengketa Pembiayaan Musyarakah Nomor
624/K/Ag/2017 yang diajukan oleh ahli waris Almarhum Ongku Sutan Harahap,
nasabah Bank Sumut Syariah dan Bank Sumut (Tergugat I dan Tergugat II). Pada
perkara tersebut, ahli waris yang tidak lain merupakan ibu kandung dari Almarhum
Ongku Sutan Harahap, dalam duduk perkaranya, pada tanggal 26 April 2011
Almarhum Ongku Sutan Harahap telah mengadakan Akad Pembiayaan
Musyarakah dengan Tergugat I dan Tergugat II senilai Rp. 700.000.000,00 (tujuh
ratus juta rupiah) untuk jangka waktu dua belas bulan dengan dua sertifikat hak
milik atas nama Ongku Sutan Harahap. 5
Pada saat berjalannya pelaksanaan pembayaran pembiayaan Musyarakah
dari Almarhum Ongku Sutan Harahap kepada Tergugat I dan Tergugat II, pada hari
Rabu tanggal 13 Juni 2011 Ongku Sutan Harahap Meninggal Dunia karena sakit di
Gunung Tua menyebabkan terhentinya pembiayaan Musyarakah Almarhum Ongku
Sutan Harahap kepada Tergugat I dan Tergugat II.6
Pada tanggal 22 Mei 2012 Tergugat I dan Tergugat II mengirimkan Surat
Peringatan III (terakhir) yang pada pokoknya menegaskan tunggakan pembiayaan
sebesar Rp 752.000.000 (tujuh ratus lima puluh dua juta rupiah). Karena ahli waris
tidak dapat menyelesaikan tunggakan tersebut walaupun berulang-ulang telah
disurati. Maka Tergugat I dan Tergugat II memberikan kelonggaran waktu
penyelesaian tunggakan tersebut paling lambat tanggal 25 Juni 2012. Jika sampai
dengan batas waktu tersebut belum juga menyelesaikannya makan agunan yang
telah diserahkan akan segera diajukan lelang kepada Kantor Pelayanan Piutang dan
Lelang Negara (KP2LN) Medan.7
Pada saat pembuatan Akad Pembiayaan Musyarakah, Almarhum Ongku
Sutan Harahap telah membayar sejumlah biaya termasuk biaya asuransi jiwa
kepada Tergugat I dan Tergugat II senilai Rp2.170.000.00 (dua juta seratus tujuh
4 Mufliha Wijayati, “Peradilan Agama dan Sengketa Ekonomi Syariah, XII, 1, (Juni, 2013),
h. 131. 5 Putusan Mahkamah Agung Nomor 624/K/Ag/2017 6 Ibid. 7 Ibid.
3
puluh ribu rupiah). Jika mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
21/DSN-MUI/III/2012 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, seharusnya
Almarhum Ongku Sutan Harahap dibebaskan dari tagihan yang tercantum pada
Surat Peringatan yang telah dikirimkan oleh Tergugat I dan Tergugat II. 8
Berdasarkan pada latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, penulis
merasa tertarik untuk mengangkat sebuah judul “Perlindungan Hukum Bagi Ahli
Waris Dalam Pembiayaan Musyarakah (Studi Putusan Nomor 624/K/Ag/2017)”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan yang terkait
dengan judul penelitian ini. Masalah-masalah yang sudah tertuang pada sub
bab latar belakang di atas akan di penulis ringkas menjadi pokok permasalahan,
masalah-masalah tersebut antara lain:
1. Bagaimana Putusan Nomor 624 K/Ag/2017 melindungi ahli waris
dalam pembiayaan Musyarakah?
2. Bagaimana pembiayaan Musyarakah dalam melindungi hak ahli waris?
2. Pembatasan Masalah
Guna menjadikan penelitian terstruktur dan terarah, penulis membatasi
penelitian ini hanya mengenai Perlindungan Hukum Bagi Bank Syariah dan
Ahli Waris Mitra atas Meninggalnya Mitra dalam Akad Pembiayaan
Musyarakah (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 624
K/Ag/2017).
3. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka skripsi ini akan mengacu pada
permasalahan pokok yaitu:
1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi ahli waris dalam
pembiayaan Musyarakah?
8 Putusan Mahkamah Agung Nomor 624/K/Ag/2017
4
2. Bagaimana penerapan hukum dalam putusan perkara nomor 624
K/Ag/2017?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi ahli waris dalam
Pembiayaan Musyarakah;
b. Menganalisis penerapan hukum dalam putusan perkara nomor
624/K/Ag/2017
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademisi
Penelitian ini dapat menjadi informasi/ilmu pengetahuan bagi
kalangan akademisi institusi tentang perlindungan hukum bagi ahli
waris nasabah bank syariah dalam Pembiayaan Musyarakah.
b. Manfaat Praktis
(1) Bagi Penulis
Untuk menerapkan dan mempersembahkan sebuah karya
tulis terhadap ilmu yang telah didapat selama perkuliahan dan
memperluas wawasan pada bidang kajian ekonomi Islam
(2) Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana baru
dalam kajian ekonomi syariah yang pada gilirannya akan
mendorong lahirnya karya-karya baru oleh para akademisi.
(3) Bagi Masyarakat
Memberikan kontribusi positif bagi pembaca pada
umumnya, memberikan wawasan kepada masyarakat, baik para
akademisi maupun para praktisi dalam menghadapi zaman
modernisasi saat ini dan sebagai bahan untuk melakukan
penyuluhan hukum dengan memberikan sumbangan
pengetahuan, pemahaman, kepastian hukum kepada masyarakat
terhadap perlindungan hukum bagi ahli waris nasabah bank
5
syariah dalam pembiayaan Musyarakah berdasarkan Fatwa
Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Perundang-Undangan.
D. Metode Penelitian
Setiap penelitian ilmiah, selalu menggunakan metode-metode tertentu
agar penelitian dapat berjalan secara terarah dan mencapai hasil yang
diharapkan. Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh dalam
mencari, menggali, mengolah dan membahas data dalam suatu penelitian, untuk
memperoleh kembali pemecahan terhadap permasalahan.9 Adapun metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yang berpacu
kepada pendekatan normatif, karena dalam penelitian ini berdasarkan pada
aturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
Pembiayaan Musyarakah di Bank Syariah.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis.10 Dengan
menggunakan pendekatan hukum normatif, yaitu dengan melalui
pendekatan hukum terkait dengan peraturan hukum yang mengatur
Pembiayaan Musyarakah di Bank Syariah.
3. Data Penelitian
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari pengunduhan yang dilakukan
melalui laman resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia
9 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994),
h. 2. 10 Lexy J Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010),
h. 3.
6
(https://mahkamahagung.go.id), yang merupakan Putusan Perkara
Nomor 624/K/Ag/2017.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi
kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan bahasan yang berkaitan
dengan penelitian ini yang digunakan sebagai landasan dalam
penulisan yang bersifat teoritis. Data sekunder yang diperlukan untuk
melengkapi data primer adalah:
(1) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Musyarakah.
(2) Putusan Nomor 624 K/Ag/2017
(3) Putusan Nomor 976/Pdt.G/2012/PA.Mdn
(4) Putusan Nomor 124.Pdt.G/2013/PTA.Mdn
(5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah
(6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan datanya, penelitian ini dilakukan dengan
metode dokumentasi, yakni dilakukan dengan cara mengumpulkan data
dengan menyalin dari sumber-sumber yang ada, sebagai bahan identifikasi
gabungan antara bahan hukum primer dan hasil dari studi kepustakaan.
5. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul kemudian
mengolah, menganalisis dan mengambil kesimpulan dari proses analisis
yuridis dari hukum yang ada pada Putusan Nomor 624 K/Ag/2017, dengan
tujuan untuk menyempitkan dan membatasi penemuan-penemuan sehingga
menjadi data yang teratur dan tersusun dengan baik.
7
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan berisi deskripsi isi skripsi bab per bab. Uraian
dibuat dalam bentuk esai yang menggambarkan alur logis dan struktur dari
bangun bahasan skripsi. Agar porsi masing-masing bab dibatasi isi judulnya,
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini memuat latar belakang penelitian, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Konsep Putusan, Perlindungan Hukum, dan Konsep Musyarakah
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian, yaitu konsep Putusan, konsep perlindungan hukum, dan konsep
Musyarakah.
Bab III Studi Putusan
Bab ini memaparkan deskripsi putusan hakim tingkat pertama
sampai dengan tingkat kasasi.
Bab IV Analisis dan Pembahasan
Bab ini berisi pembahasan mengenai pertimbangan hakim tingkat
pertama dan tingkat banding pada umumnya dan tingkat kasasi pada
khususnya. Serta relevansinya dengan perlindungan hukum bagi ahli waris
dalam pembiayaan Musyarakah.
Bab V Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir. Terdiri dari penutup yang berisi
kesimpulan dan saran-saran yang bersifat membangun bagi
penyempurnaan penelitian ini.
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Putusan
1. Pengertian Putusan
Putusan disebut vonnis (Belanda) atau al-qada’u (Arab), yaitu
produk Pengadilan Agama karena adanya dua pihak yang berlawanan
dalam perkara, yaitu “penggugat” dan “tergugat”. Produk Pengadilan
semacam ini biasa diistilahkan dengan “produk peradilan yang
sesungguhnya” atau jurisdictio cententiosa.1
Putusan Peradilan Perdata (Peradilan Agama adalah peradilan
Perdata) selalu membuat perintah dari Pengadilan kepada pihak yang kalah
untuk melakukan sesuatu, atau untuk berbuat sesuatu, atau untuk
melepaskan sesuatu, atau untuk menghukum sesuatu. Jadi diktum vonis
selalu bersifat condemnatoir artinya menghukum, atau bersifat constitutoir
artinya menciptakan.2
Perintah dari Pengadilan ini, jika tidak diturut dengan suka rela,
dapat diperintahkan untuk dilaksanakan secara paksa yang disebut di
eksekusi.3 Putusan menurut syarak ialah memisahkan sengketa gugatan
dan menyelesaikan serta memutuskan pertentangan.4
2. Peran Hakim Dalam Memeriksa dan Memutus Perkara
Peran hakim sebagai aparat kekuasaan kehakiman pasca Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan
dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, pada prinsipnya tidak lain
daripada melaksanakan fungsi Peradilan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Dalam menjalankan fungsi peradilan ini, para hakim Peradilan
1 Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003,
cet. ke-10), h. 193-203. 2 Ibid. 3 Ibid. 4 Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Indonesia, Cet.1,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 101.
9
Agama harus menyadari sepenuhnya bahwa tugas pokok hakim adalah
menegakkan hukum dan keadilan.
Apabila hakim telah memeriksa suatu perkara yang diajukan
kepadanya, ia harus menyusun putusan dengan baik dan benar. Putusan itu
harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, guna mengakhiri
sengketa yang diperiksanya. Putusan hakim tersebut disusun apabila
pemeriksaan sudah selesai dan pihak-pihak yang berperkara tidak lagi
menyampaikan sesuatu hal kepada hakim yang memeriksa perkaranya.5
3. Bentuk, Isi dan Susunan Putusan Hakim6
Bila diperhatikan secara keseluruhan suatu putusan, mulai dari
halaman pertama sampai halaman terakhir, bentuk dan isi putusan
Pengadilan Agama secara singkat adalah sebagai berikut:
a. Bagian kepala putusan
Bagian ini memuat kata PUTUSAN atau kalau salinan, adalah
SALINAN PUTUSAN. Baris di bawah dari kata itu adalah Nomor
Putusan, yaitu nomor urut pendaftaran perkara. Diikuti garis miring
dan tahun pendaftaran perkara, misalnya Nomor 79/1983, artinya
perkara urutan ke 79 dalam tahun 1983. Walaupun tanggal diputusnya
perkara mungkin saja tahun 1984. Nomor urut pendaftaran perkara
gugatan maupun permohonan memper-gunakan satu buku yang
disebut Buku Pendaftaran Perkara.
Baris selanjutnya adalah tulisan huruf besar semua yang
berbunyi BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, untuk memenuhi
perintah pasal 57 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1989.
Menurut bunyi pasal tersebut, ditulis dengan huruf besar semua tanpa
disertai kode bacaan harakat panjang atau pendek sebagai ayat dari
Al-Qur’an.
5 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), h. 305. 6 Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003,
cet. ke-10), h. 193-203.
10
Baris di bawah lagi adalah tulisan yang berbunyi DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
sebagai memenuhi pasal 4 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 dan pasal 57 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.
b. Nama Pengadilan Agama yang memutus dan jenis perkara
Nama Pengadilan Agama yang memutus dan jenis perkara
sesudah yang tersebut di butir 1, maka dicantumkan pada baris
selanjutnya nama Pengadilan Agama yang memutus yang sekaligus
disertai menyebutkan jenis perkara, misalnya “Pengadilan Agama
Palembang, yang telah memeriksa dan mengadili dalam tingkat
pertama, perkara gugatan cerai antara”.
Penyebutan perkara yang bersifat gugatan kumulatif cukup
menyebutkan saja induk perkaranya. Misalnya perkara gugatan cerai
yang disertai nafkah istri, nafkah anak, nafkah iddah, harta bersama,
dapat disebut saja “perkara gugatan cerai”.
c. Identitas pihak-pihak
Penyebutan identitas pihak, dimulai dari identitas penggugat,
lalu identitas tergugat. Pemisah keduanya itu ialah dengan tulisan
dalam baris tersendiri yang berbunyi “Berlawanan dengan”.
Identitas pihak ini meliputi nama. bin/binti siapa (nama dan
bin/binti ditulis dengan huruf besar semua), alias atau julukan (kalau
ada), umur, agama, pekerjaan, tempat tinggal terakhir, sebagai
penggugat atau tergugat. Jika kumulasi penggugat atau kumulasi
tergugat, sebutkan sebagai penggugat atau tergugat ke berapa,
misalnya Penggugat 1, Penggugat 2, Tergugat 1, Tergugat 2 dan
sebagainya. Jika memakai kuasa, sebutkan identitas pemegang kuasa
itu, barangkali berikut nomor dan tanggal surat kuasanya.
Kalau dalam proses conventie dan reconventie atau
intervensi atau vrijwaring, status pihak tersebut harus disebutkan pula,
11
misalnya “yang dulu sebagai Penggugat dalam conventie, kini sebagai
tergugat dalam reconventie”.
d. Duduk perkaranya (bagian posita)
Pada bagian ini dikutip dari gugatan penggugat, jawaban
tergugat, keterangan saksi dan hasil dari Berita Acara sidang
selengkapnya tetapi singkat, jelas dan tepat serta kronologis. Juga
dicantumkan alat-alat bukti lainnya yang diajukan oleh pihak-pihak.
Pengadilan di bagian ini belum tentu memberikan penilaian
atas alat-alat bukti melainkan hanya mencantumkan hubungan atau
peristiwa hukum serta dalil-dalil atau alat-alat bukti yang diajukan ke
dua belah pihak.
Sekalipun perkara reconventie atau intervensi atau vrijwaring
misalnya, tentang duduk perkaranya tidak perlu dipisah-pisahkan
tersendiri, jadi tidak perlu “duduk perkaranya dalam conventie” dan
“duduk perkaranya dalam “reconventie” dibuat sendiri-sendiri.
Begitu pula dalam intervensi atau vrijwaring. Tegasnya, gabung saja
dalam satu duduk perkaranya yang mencakup keseluruhan, yang
memuat hal-hal yang disebutkan di atas tadi.
e. Tentang pertimbangan hukum dan dasar hukum
Bagian ini terdiri dari alasan memutus (pertimbangan) yang
biasanya dimulai dengan kata “menimbang” dan dari dasar memutus
yang biasanya dimulai dengan kata “mengingat”.
Pada alasan memutus makan apa yang diutarakan dalam
bagian “duduk perkaranya” terdahulu, yaitu keterangan pihak-pihak
berikut dalil-dalilnya, alat-alat bukti yang diajukan harus ditimbang
semua secara seksama satu persatu, tidak boleh ada yang luput dari
ditimbang, diterima atau ditolak. Pertimbangan terakhir pihak yang
mana yang akan dinyatakan sebagai pihak yang akan dibebankan
untuk memikul biaya perkara karena kalah.
12
Pada dasar memutus, dasar hukumnya ada dua, yaitu peraturan
perundang-undangan negara dan hukum syara’. Peraturan perundang-
undangan negara disusun menurut urutan derajatnya, misalnya
Undang-Undang didahulukan dari Peraturan Pemerintah, lalu urutan
tahun terbitnya, misalnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Sebut titel peraturan perundang-undangan tersebut tentang apa, tahun
dan nomor Lembaran Negaranya.
Dasar hukum syara’ usahakan mencarinya dari al-Qur’an, baru
Hadis, baru Qaul Fuqaha, yang diterjemahkan juga menurut bahasa
hukum. Mengutip Al-Qur’an harus menyebutkan nomor Surat, nama
Surat, nomor ayat. Mengutip Hadis harus menyebut siapa sanadnya,
bunyi matan-nya siapa pen-takhrij-nya dan disebutkan pula dikutip
dari kitab apa. Kitab ini harus disebut siapa pengarang, nama Kitab,
penerbit, kota tempat diterbitkan, tahun terbit, jilid dan halamannya.
Mengutip qaul fuqaha’ juga harus menyebut Kitabnya selengkapnya
seperti di atas, apalagi bukan tidak ada kitab yang sama judulnya tetapi
lain pengarangnya.
Alasan memutus dan dasar memutus yang wajib menunjuk
kepada peraturan perundang-undangan negara atau sumber hukum
lainnya dimaksudkan (c/q. Dalil syar’i bagi Peradilan Agama)
memang diperintahkan oleh pasal 23 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970.
f. Diktum atau amar putusan
Bagian ini didahului oleh kata “mengadili” yang diletakkan di
tengah-tengah, dalam baris tersendiri, semua dengan huruf besar.
Isi diktum atau amar putusan bisa terdiri dari beberapa poin,
tergantung kepada petita (tuntutan) penggugat dulunya. Jika perkara
reconventie atau rekonvensi atau vrijwaring maka diktum ini harus
dipecah dalam dua bagian, yaitu diktum dalam conventie dan diktum
dalam reconventie, atau diktum dalam gugatan asal dan diktum dalam
interventie, atau diktum dalam gugatan asal dan diktum dalam
13
vrijwaring, kecuali kalau putusan Pengadilan memang dijadikan dua
putusan (sekalipun diselesaikan bersama-sama dalam satu proses).
Walaupun intinya putusan bersifat condemnatoir tetapi biasa
juga ada untuk declatoir atau constitutoir, hal itu tergantung dari petita
penggugat. Misalnya, menerima gugatan penggugat (declatoir),
menyatakan sah ta’liq talaq sudah terwujud atau sudah terlanggar
(declatoir), menceraikan penggugat dan tergugat (constitutoir),
menghukum tergugat untuk membayar nafkah iddah (condemnatoir),
menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara (condemnatoir).
Amar putusan untuk diktum pertama dan terakhir selalu sama.
Diktum pertama ialah tentang formal perkara apakah diterima oleh
Pengadilan atau tidak yaitu dilihat dari segi syarat-syarat formal
pengajuan perkara. Diktum terakhir selalu tentang menghukum pihak
yang kalah untuk membayar biaya perkara, kecuali untuk perkara di
bidang perkawinan selalu dibebankan kepada penggugat atau
pemohon. Diktum di tengah-tengah, di antara diktum pertama dan
diktum terakhir, itulah putusan tentang pokok perkara.
Banyaknya diktum pada amar putusan, boleh dikatakan sama
dengan banyaknya petita penggugat, sebab Pengadilan tidak boleh
mengurangi atau menambahnya gugatan dan tiap butir petita mesti
diadili.
Amar putusan dalam reconventie atau dalam intervensi atau
dalam vrijwaring, sesuaikan saja dengan petita penggugat dalam
revonventie, dalam intervensi dan dalam vrijwaring.
g. Bagian kaki putusan
Bagian kaki putusan yang dimaksudkan ialah dimulai dari
kata-kata “Demikianlah putusan Pengadilan Agama ...”.
Tanggal diputus perkara dalam permusyawaratan majelis
hakim berlainan dengan tanggal putusan diucapkan, sebab hal itu
membawa perubahan kepada “bagian kaki” putusan, apalagi jika
berlainan hakim yang memutus dalam musyawarah majelis hakim
14
dengan yang mengucapkan keputusan di samping berlainan tanggal
musyawarah dan tanggal penguapan putusan.
h. Tanda tangan hakim dan panitera serta perincian biaya
Pada asli Putusan, semua hakim dan panitera sidang harus
bertanda tangan tetapi pada Salinan Putusan, hakim dan panitera
hanya “ttd” (tertanda) atau “dto” (ditandatangani oleh), lalu di
bawahnya dilegalisir (ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
pada Pengadilan itu dan dibubuhi stempel).
Salinan Putusan akan diberikan kepada pihak-pihak atau akan
dikirim ke tingkat banding (kalau terjadi banding dan untuk laporan)
atau akan dikirim ke Mahkamah Agung (kalau terjadi kasasi atau
peninjauan kembali). Asli Putusan tetap disimpan pada Pengadilan
Agama, disatukan dalam berkas perkara yang sudah diminitur.
Jika terjadi kelainan hakim yang memutus dalam
permusyawaratan majelis hakim dengan hakim yang mengucapkan
keputusan maka yang menandatangani pada asli Putusan adalah
Hakim-hakim dan Panitera sidang pada waktu pengucapan keputusan.
Yang dimaksud dengan perincian biaya ialah perincian biaya
yang tercantum di bagian kiri bawah dari keputusan, bukan yang
tercantum dalam diktum. yang tercantum dalam diktum adalah biaya
total sedangkan yang disebut terdahulu itu adalah rinciannya.
Menurut pasal 90 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989, perincian biaya tersebut meliputi:
(1) biaya kepaniteraan dan meterai;
(2) biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah dan pengambil
sumpah;
(3) biaya untuk pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain
yang diperlukan;
(4) biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah
Pengadilan.
Dulu sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun
15
1989, Peradilan Agama masih ragu-ragu dalam mengartikan "biaya
perkara" sehingga pencantumannya pada diktum keputusan berikut
rinciannya tidak sesuai dengan biaya yang nyatanya
dipungut/diperlukan.
Perincian biaya ini perlu agar umum mengetahui jelas biaya
perkara yang dimaksudkan, sekaligus sebagai bahan kontrol.
4. Macam-Macam Putusan7
Menurut Pasal 185 HIR putusan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Putusan Sela
Putusan sela adalah putusan yang belum merupakan putusan
akhir. Putusan sela tidak dapat mengikat hakim. Bahkan hakim yang
menjatuhkan putusan sela berwenang mengubah putusan sela tersebut
jika ternyata mengandung kesalahan. Pasal 48 dan Pasal 334 Rv
membedakan beberapa putusan sela yaitu:
(1) Putusan praeparatoir
Putusan sela guna mempersiapkan putusan akhir, tanpa ada
pengaruhnya atas pokok perkara atau putusan akhir.
(2) Putusan interlucotoir
Putusan yang isinya memerintahkan pembuktian dan dapat
mempengaruhi putusan akhir.
(3) Putusan insidentil
Putusan atas suatu perselisihan yang tidak begitu
mempengaruhi atau berhubungan dengan pokok perkara.
(4) Putusan provisi
Putusan yang menjawab tuntutan provisional, yaitu
permintaan para pihak yang bersangkutan untuk sementara
diadakan tindakan pendahuluan.
7 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), h. 321-313.
16
b. Putusan Akhir
Setelah hakim selesai memeriksa perkara dan tidak ada lagi
hal-hal yang perlu diselesaikan dalam persidangan, maka hakim
menjatuhkan putusan terhadap perkara yang diperiksanya. Putusan
yang diucapkan itu merupakan putusan akhir. Putusan akhir adalah
suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi
wewenang untuk itu, diucapkan dalam persidangan dan bertujuan
untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara atau sengketa antara
pihak yang berperkara dan diajukan kepada pengadilan.
Mahkamah Agung RI dengan Surat Edaran Nomor 5 Tahun
1959 dan Nomor 1 Tahun 1962 tanggal 7 Maret 1962
menginstruksikan agar pada waktu putusan diucapkan, konsep
putusan harus selesai dibuat. Jika ada perbedaan antara yang
diucapkan dengan yang ditulis, maka yang sah adalah yang diucapkan
dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Lahirnya putusan itu
sejak diucapkan oleh hakim dalam persidangan.
5. Kekuatan Putusan8
Putusan pengadilan mempunyai tiga kekuatan, yaitu:
a. Kekuatan mengikat (bindende kracht); artinya putusan hakim itu
mengikat para pihak yang berperkara dan terlibat dalam perkara itu.
b. Kekuatan bukti (bewijzende kracht); artinya dengan putusan hakim itu
telah diperoleh kepastian tentang sesuatu yang terkandung dalam
putusan itu. Putusan hakim menjadi bukti bagi kebenaran suatu yang
termuat di dalamnya.
c. Kekuatan eksekusi (executoriale kracht); artinya kekuatan untuk
dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa
oleh alat-alat negara.
Suatu putusan mempunyai kekuatan mengikat dan mempunyai
kekuatan bukti ialah setelah putusan tersebut memperoleh kekuatan
8 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama di Indonesia Dalam Rentang Sejarah dan Pasang
Surut, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 277-278.
17
hukum yang tetap (in kracht). Suatu putusan dikatakan in kract ialah
apabila upaya hukum seperti verzet, banding, kasasi tidak dipergunakan
dan tenggang waktu untuk itu sudah habis, atau telah mempergunakan
upaya hukum tersebut dan sudah selesai. Upaya hukum terhadap putusan
yang telah in kracht tidak ada lagi, kecuali permohonan peninjauan
kembali ke Mahkamah Agung tetapi hanya dengan alasan-alasan yang
sangat tertentu sekali.
Putusan yang sudah in kracht, sekalipun ada dimohonkan
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung, tidak terhalang untuk
dieksekusi, itulah yang dikatakan mempunyai kekuatan eksekusi.
B. Perlindungan Hukum
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum merupakan salah satu hal terpenting dari
unsur negara hukum. Perlindungan hukum dianggap penting karena dalam
pembentukan suatu negara akan dibentuk pula hukum yang mengatur tiap-
tiap warga negaranya. Dalam hal ini akan melahirkan hak dan kewajiban
satu sama lain. Oleh karena itu perlindungan hukum menjadi hak tiap
warga negaranya. Perlindungan hukum adalah gambaran bekerjanya
fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu
perlindungan yang diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan aturan
hukum, baik yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk
represif (pemaksaan), secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka
menegakkan peraturan hukum.9
Bentuk perlindungan terhadap masyarakat mempunyai banyak
dimensi salah satunya yaitu perlindungan hukum. Adanya benturan
kepentingan di dalam masyarakat harus dapat diminimalisasi dengan
kehadiran hukum dalam masyarakat. Adanya perlindungan hukum bagi
seluruh rakyat Indonesia dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar
9 Salma, Elfia, &Afifah Djalal, “Perlindungan Hukum Bagi Perempuan dan Anak”. Istimbath
Jurnal Hukum Islam. XVI, 1 (Juni, 2017), h. 177.
18
Negara Republik Indonesia 1945, oleh karena itu maka setiap produk yang
dihasilkan oleh legislatif harus mampu memberikan perlindungan hukum
bagi seluruh masyarakat.
Terdapat beberapa pendapat mengenai perlindungan hukum,
antara lain:
a. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah adanya upaya
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan
tersebut.10
b. Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum diartikan sebagai
tindakan melindungi atau memberikan pertolongan kepada subjek
hukum dengan perangkat-perangkat hukum.
Bila melihat pengertian hukum di atas, maka dapat diketahui
unsur-unsur dari perlindungan hukum, yaitu11: subjek yang melindungi,
obyek yang akan dilindungi alat, instrumen maupun upaya yang digunakan
untuk tercapainya perlindungan tersebut.
2. Bentuk Perlindungan Hukum
Menurut R. La Porta dalam Journal of Financial Economics,
bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki
dua sifat, yaitu bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman
(sanction). Bentuk perlindungan hukum yang paling nyata adalah adanya
institusi-institusi penegak hukum seperti pengadilan, kepolisian dan
lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigasi) lainnya.
Hal ini sejalan dengan pengertian hukum menurut Soedjono Dirdjosisworo
yang menyatakan bahwa hukum memiliki pengertian beragam dalam
masyarakat dan salah satu yang paling nyata dari pengertian tentang
hukum adalah adanya institusi-institusi penegak hukum.12
10 Satjipto Raharjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003), h. 121. 11 Philipus M. Hadjon, dkk., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2011), h. 10. 12 Hilda Hilmiah Dimyati. Perlindungan Hukum Bagi Investor dalam Pasar Modal, Jurnal
Cita Hukum, Vol. 2 (2014), h. 342-343.
19
Perlindungan hukum sangat erat kaitannya dengan aspek keadilan.
Menurut pendapat Soediman Kartohadiprodjo, pada hakikatnya tujuan
adanya hukum adalah mencapai keadilan. Maka dari itu, adanya
perlindungan hukum merupakan salah satu medium untuk menegakkan
keadilan. 13
Subjek hukum dalam hukum perdata terdapat dua subjek hukum,
yaitu subjek hukum orang pribadi dan subjek hukum berupa badan hukum.
Subjek hukum orang pribadi atau natuurlijkepersoon adalah orang atau
manusia yang telah dianggap cakap menurut hukum. Orang sebagai subjek
hukum merupakan pendukung atau pembawa hak sejak ia dilahirkan hidup
sampai ia mati walaupun ada pengecualian bahwa bayi yang masih dalam
kandungan ibunya dianggap telah menjadi sebagai subjek hukum
sepanjang kepentingannya mendukung untuk itu. 14
Selanjutnya, subjek hukum dalam hukum perdata adalah badan
hukum atau rechtspersoon. Badan hukum merupakan kumpulan manusia
pribadi atau pula dapat merupakan kumpulan dari badan hukum.
Pembagian badan hukum ada dua bentuk, yaitu badan hukum publik atau
Publiek Rechtspersoon dan badan hukum privat atau Privaat
Rechtspersoon. Menurut Satjipto Rahardjo, hukum melindungi
kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan kekuasaan kepadanya
untuk bertindak dalam rangka kepentingannya secara terukur.
Kepentingan merupakan sasaran dari hak karena hak mengandung unsur
perlindungan dan pengakuan. 15
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum atau legal
protection merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara
masyarakat demi mencapai keadilan. Kemudian perlindungan hukum
dikonstruksikan sebagai; a) Bentuk pelayanan, pelayanan ini diberikan
13 Hilda Hilmiah Dimyati. “Perlindungan Hukum Bagi Investor dalam Pasar Modal”, Jurnal
Cita Hukum, Vol. 2 (2014), h. 342-343. 14 Ibid. 15 Ibid.
20
oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan, b) Subjek yang
dilindungi.16
C. Musyarakah
1. Pengertian Musyarakah
Musyarakah menurut bahasa berarti:
تلط أيإ خلإط أحد الإماليإن بلإ خإ ضهماألإ تزان عنإ بغإ خر بحيإث ل يمإ
Artinya: “Percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta
dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya.” 17
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan, bahwa keuangan
dan risiko ditanggung bersama.18
Secara istilah, yang dimaksud dengan Musyarakah menurut para
fukaha adalah sebagai berikut:19
a. Menurut Malikiyah, Musyarakah ialah:
ف لهما معا أنإفسهما أيإ أنإ ن فى التصر يأإذن كل واحد من هي إذإ
ف في مال لهما معا إبإقاء حق الشريإكيإن لصاحبه في أنإ يتصر
ف لكل منإهما التصر
Artinya: ”Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan
(tasharruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh
keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya
untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing
memiliki hak untuk bertasharruf.”
b. Menurut Sayyid Sabiq, Musyarakah ialah:
بإح عقإد بيإن الإمتشاركيإن في ورأإس الإمال والر
16 Hilda Hilmiah Dimyati. “Perlindungan Hukum Bagi Investor dalam Pasar Modal”, Jurnal
Cita Hukum, Vol. 2 (2014), h. 342-343. 17 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
2014, Cet. Ke-21), h. 90 18 Ibid. 19 Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
h. 177-179
21
Artinya: “Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta
(modal) dan keuntungan”.
c. Menurut Muhammad al-Syarbini al-Khatib, Musyarakah, ialah:
ت الإحق لثإنيإن ثر عل ثبوإ ي فأكإ وع ى جهة اش
Artinya: “Ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih
dengan cara yang masyhur (diketahui).”
d. Menurut Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira, Musyarakah ialah:
ثر ت الإحق لثإنيإن فأكإ ثبوإ
Artinya: “Penetapan hak pada sesuatu bagi dua orang atau lebih.”
e. Menurut Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini,
Musyarakah ialah:
صيإن فصاعدا على جهه ت الإحق في الشيإ الإواحد لشخإ عبارة عنإ ثبوإ
ع يوإ الش
Artinya: “Ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk
dua orang atau lebih dengan cara yang telah diketahui.”
f. Menurut Hasbi ash-Ashiddiqe, Musyarakah ialah:
ثر على التعاون فى عمل اكإ تسابي واقإتسم صيإن فأكإ عقإد بيإن الشخإ
باحه ارإ
Artinya: “Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk
ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi
keuntungannya.”
g. Idris Ahmad menyebutkan, Musyarakah sama dengan syarikat
dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja
sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing,
keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya
modal masing-masing.
22
2. Dasar Hukum Akad Musyarakah
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 08/DSN-
MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah adalah sebagai berikut:20
a. Al-Qur’an
ض, إل وإن كثيإرا ... ضهمإ على بعإ ا من الإخلطاء ليبإغيإ بعإ الذيإن آمنوإ
الحات وقليإل م ا همإ ... وعملوا الص
Artinya: “... dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian
yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh;
dan amat sedikitlah mereka ini ...”(Q.S. Shad (38): 24).
فوا بالإعقود ... يا أيها الذيإن آمنوا أوإ
Artinya: “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu ....”
(Q.S. Al-Maidah (5): 1).
... فهمإ شركآء فى الثلث ج ...
Artinya: “... Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu ...”
(Q.S. An-Nisaa’ (4): 12)
b. Hadis
ا ذ إ , ف ه ب اح ا ص م ه د ح أ نإ خ ي مإ ال م ن يإ ك يإ ر الش ث ال ا ث ن أ :ل وإ ق تعالى ي للا ن إ
. ام ه ن يإ ب نإ م ت جإ ر خ أحدهما صاحبه ان خ
“Allah swt. Berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satu pihak tidak menghianati pihak lain.
Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.”
(H.R. Abu Daud, yang disahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).
20 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Musyarakah.
23
ا ام ر ح ل ح أ وإ أ ل ل ح م ر ح اح لإ ص ل إ ن يإ م ل سإ م الإ ن يإ ب ز ائ ج ح لإ الص
. اام ر ح ل ح أ وإ أ ل ل ح م ر ا ح ط رإ ش ل إ مإ ه ط وإ ر ش ل ع ن وإ م ل سإ م الإ و
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram.” (H.R. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
c. Kaidah Fiqh
ا ت ل ام ع م الإ ىف ل صإ لإ .اه م يإ ر حإ ى ت ل ع ل د ي نإ أ ل ا ة اح ب الإ
Artinya: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkan.”
3. Rukun dan Syarat Musyarakah
Sebagian ulama berbeda pendapat mengenai rukun Musyarakah,
ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun Musyarakah ada dua, yaitu
ijab dan qabul. Sedangkan menurut mayoritas ulama berpendapat bahwa
rukun Musyarakah ada tiga, yaitu: 'Aqid (dua pihak yang berakad), Ma'qud
'alaih (objek akad), dan Sighat (ijab dan qobul). Sedangkan menurut
Muhammad, bahwa Musyarakah akan menjadi akad apabila telah
terpenuhi syarat dan rukun-rukunnya, yaitu21:
a. Melafazkan kata-kata yang menunjukkan izin yang akan
mengendalikan harta.
b. Anggota syarikat percaya mempercayai
c. Mencampurkan harta yang akan diserikatkan.
Adapun rukun sahnya melakukan Musyarakah, adalah:
a. Macam harta modal
b. Nisbah bagi hasil dari modal yang diserikatkan
21 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah Dan Aplikasinya Pada LKS, (Tangerang
Selatan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, Cet. Pertama), h. 108-109.
24
c. Kadar pekerjaan masing-masing pihak yang berserikat
Lebih lanjut para ulama dan praktisi perbankan telah merumuskan
rukun dan syarat Musyarakah menjadi:
a. Ucapan (sighat), penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul). Tidak
ada bentuk khusus dari kontrak Musyarakah. Ia dapat berbentuk
pengucapan yang menunjukkan tujuan. Berakad dianggap sah jika
diucapkan secara verbal. Kontrak Musyarakah dicatat dalam tulisan
dan disaksikan.
b. Para pihak yang berkontrak. Para pihak yang berkontrak harus
berkompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan, karena dalam Musyarakah mitra kerja juga berarti
mewakilkan harta untuk diusahakan.
c. Objek kesempatan: modal dan kerja
(1) Modal/Dana.
Modal yang diberikan harus tunai, emas, perak atau
nilainya sama. Tidak ada perbedaan pendapat antara ulama
dalam hal ini. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan,
seperti barang-barang, properti, perlengkapan dan sebagainya.
Dapat juga dalam bentuk yang tidak terlihat, seperti lisensi,
hak paten dan sebagainya. Dibolehkan oleh beberapa ulama
modal sebuah perusahaan dapat disumbangkan dalam bentuk
jenis-jenis aset ini asalkan barang-barang itu dinilai dengan
tunai menurut yang disepakati para mitranya. Mazhab Syafi'i
dan Maliki menyaratkan dana yang disediakan oleh para pihak
itu harus dicampur supaya tidak ada keistimewaan diberikan
kepada bagian salah satu dari mereka. Tetapi mazhab Hanafi
tidak mencantumkan syarat ini jika modal itu dalam bentuk
tunai, sedangkan mazhab Hanbali tidak menyaratkan
pencampuran dana.
25
(2) Kerja.
Partisipasi para mitra dalam pekerjaan Musyarakah
adalah sebuah hukum dasar dan tidak dibolehkan bagi salah
satu dari mereka untuk mencantumkan ketidakikutsertaan dari
mitra lainnya. Tetapi kesamaan kerja bukanlah merupakan
syarat. dibolehkan seorang mitra dalam hal ini ia boleh
menyaratkan bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
4. Macam-Macam Musyarakah
Secara garis besar Musyarakah terbagi menjadi dua macam, yaitu
Musyarakah Amlak (kepemilikan); Musyarakah yang sifatnya memaksa
dalam aturan-aturan yang bersifat positif, dan Musyarakah 'Uqud
(kontrak); Musyarakah yang aturannya bersifat pilihan sendiri dalam
aturan-aturan.22
a. Musyarakah Amlak adalah orang atau lebih yang memiliki satu
barang dengan tanpa adanya akad Musyarakah. Musyarakah Amlak
terdiri dari dua macam:
(1) Musyarakah Amlak Ikhtiar adalah Musyarakah yang terjadi
karena adanya dua orang yang saling berserikat dalam
kepemilikan harta. Contohnya: adanya dua orang yang
membeli, memberi ataupun berwasiat tentang sesuatu hal, dan
ketika keduanya saling sepakat untuk menerima maka jadilah
pembeli, orang yang diberi ataupun orang yang diberi wasiat
berserikat di antara keduanya.
(2) Musyarakah Amlak Jabar, adalah Musyarakah yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih yang ditetapkan bukan atas dasar
perbuatan keduanya. Contohnya ketika ada dua orang yang
mewariskan sesuatu, maka pihak yang diberi wasiat menjadi
sekutu di antara kedua orang tersebut.
22 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah Dan Aplikasinya Pada LKS, (Tangerang
Selatan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 110-112.
26
b. Musyarakah 'Uqud adalah akad yang terjadi di antara dua orang atau
lebih untuk berserikat mengenai harta dan keuntungannya. Menurut
Hanabilah, Musyarakah jenis ini terdiri dari lima macam, yakni
Musyarakah 'inan, mufawadhah, abdan, wujuh dan Musyarakah
mudharabah. Ulama Golongan Hanafiyah membagi Musyarakah ini
menjadi enam macam, yaitu Musyarakah amwal, amwal 'inan, a'mal
mufawadhah, a'mal 'inan, wujuh mufawadhah dan Musyarakah
wujuh 'inan. Sedangkan sebagian ulama Mesir yang bermazhab
Syafi'i dan Maliki berpendapat bahwa Musyarakah ini terbagi atas
empat macam, yaitu:
(1) Musyarakah 'Inan adalah Musyarakah yang dilakukan antara
dua orang atau lebih dalam hal permodalan untuk suatu usaha
bersama, dan kemudian membagi untung dan ruginya bersama-
sama sesuai dengan jumlah modal masing-masing.
(2) Musyarakah Mufawadhah adalah akad yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha dengan tasharruf
(bertindak), dan berkeyakinan (agama).
(3) Musyarakah Wujuh adalah Musyarakah yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih dengan tanpa modal untuk membeli suatu
barang tetapi hanya modal kepercayaan, kemudian keuntungan
yang diperoleh dibagi antara sesama mereka.
(4) Musyarakah A'mal / Abdan adalah Musyarakah yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih untuk melakukan sesuatu pekerjaan
atau usaha bersama, yang keuntungannya dibagi antara
keduanya berdasarkan kesepakatan / perjanjian.
Mayoritas ulama fiqih bersepakat tentang diperbolehkannya
Musyarakah 'inan, akan tetapi untuk bentuk-bentuk Musyarakah
yang lain masih diperselisihkan. Ulama Syafi'iyyah membolehkan
Musyarakah 'inan dan mudharabah, akan tetapi melarang tiga
macam Musyarakah, yaitu Musyarakah abdan, mufawadhah dan
wujuh. Ulama Hanabilah memperbolehkan semua bentuk
Musyarakah, terkecuali Musyarakah mufawadhah. Ulama
27
Malikiyyah memperbolehkan semua bentuk Musyarakah, terkecuali
Musyarakah wujuh. Ulama Hanafiyyah memperbolehkan semua
bentuk Musyarakah apabila dilakukan dengan syarat-syarat yang
telah ditentukan.
5. Ketentuan-Ketentuan Yang Terkait Dengan Musyarakah
a. Sifat Akad Musyarakah Dan Kewenangan
(1) Hukum kepastian Musyarakah
Mayoritas ulama ahli fiqih (fuqaha) berpendapat bahwa
akad Musyarakah merupakan akad yang dibolehkan akan tetapi
tidak lazim (umum) dilakukan. Semua pihak yang terkait dengan
Musyarakah boleh hukumnya untuk membatalkan akad, akan
tetapi harus dengan sepengetahuan pihak yang lain untuk
menghindari kemudaratan (konflik). 23
(2) Bagi hasil dalam Musyarakah24
Hakikatnya bagi hasil dalam Musyarakah tergantung dari
besar kecilnya modal yang telah diinvestasikan. Adapun tata cara
bagi hasil usaha nasabah Bank Islam adalah:
(a) Bank dapat memberikan fasilitas pembiayaan suatu proyek
yang dianggap feasible berdasarkan prinsip Musyarakah.
(b) Dalam skema pembiayaan ini Bank dengan nasabah atau
nasabah-nasabahnya menyetujui untuk memberikan
kontribusi pembiayaan sesuai dengan proporsi yang telah
disepakati bersama.
(c) Semua pihak termasuk Bank mempunyai hak untuk
berpartisipasi dalam manajemen perusahaan. Demikian juga
semua pihak berhak untuk menggugurkan hak tersebut.
(d) Semua pihak melalui suatu negosiasi menyetujui nisbah
pembagian keuntungan ini tidak semestinya harus sesuai
23 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah Dan Aplikasinya Pada LKS, (Tangerang
Selatan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 112-113. 24 Ibid.
28
dengan besarnya penyertaan modal masing-masing
(mungkin ada beberapa pihak yang memberikan managerial
skill tambahan).
(e) Seandainya terjadi kerugian dalam usaha maka masing-
masing tidak bertanggung jawab kecuali sebatas besar
penyertaan modalnya.
6. Aplikasi25
Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan sebagian kebutuhan
modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan.
Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana (shahibul
maal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan kesepakatan.
Umumnya, porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase kontribusi
masing-masing. Pada akhirnya jangka waktu pembiayaan, dana
pembiayaan dikembalikan kepada bank. Pada pembiayaan Musyarakah
bank boleh ikut serta dalam manajemen proyek yang dibiayai.
Gambar 1
Secara spesifik, bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama
dapat berupa dana, barang perdagangan (trading aset), kewiraswastaan
25 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah Dan Aplikasinya Pada LKS, (Tangerang
Selatan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, Cet. Pertama), h. 115-116.
29
(enterpreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan
(equipment), atau intangible aset (seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (kredit worthiness), dan barang-barang lainnya yang
dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari
bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu
menjadikan produk ini sangat fleksibel.
7. Berakhirnya Akad
Musyarakah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut: 26
a. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak
lainnya sebab Musyarakah adalah akad yang terjadi atas dasar rela
sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk
dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi.
Hal ini menunjukkan pencabutan kerelaan Musyarakah oleh salah satu
pihak.
b. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk ber-tasharruf (keahlian
mengelola harta), baik karena gila maupun karena alasan lainnya.
c. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota Musyarakah
lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja.
Musyarakah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup.
Apabila ahli waris anggota yang meninggal menghendaki turut serta
dalam Musyarakah tersebut, maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli
waris yang bersangkutan.
d. Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan, baik karena boros
yang terjadi pada waktu perjanjian Musyarakah tengah berjalan
maupun sebab lainnya.
e. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi
atas harta yang menjadi saham Musyarakah. Pendapat ini kemukakan
oleh mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Hanafi berpendapat bahwa
26 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, Cet. kelima), h.
133-135.
30
keadaan bangkrut itu tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan
oleh yang bersangkutan.
f. Modal para anggota Musyarakah lenyap sebelum dibelanjakan atas
nama Musyarakah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi
pencampuran yang tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, yang
menanggung risiko adalah para pemiliknya sendiri. Apabila harta
yang lenyap setelah terjadi pencampuran yang tidak dapat dipisah-
pisahkan lagi, menjadi risiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah
dibelanjakan, menjadi risiko bersama. Apabila masih ada sisa harta,
Musyarakah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang masih
ada.
31
BAB III
STUDI PUTUSAN NOMOR 967/PDT.G/2012/PA.MDN SAMPAI DENGAN
PUTUSAN NOMOR 624/K/AG/2017
A. Deskripsi Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn1
1. Posisi Kasus
Perkara pada putusan ini adalah perkara Gugatan Pembiayaan
Musyarakah antara Penggugat melawan Para Tergugat yang identitasnya
sebagai berikut:
Penggugat, Hj. Saripah Dalimunthe, umur 66 tahun, Agama Islam,
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat di Jalan Merdeka No. 7,
Kelurahan Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten
Padang Lawas Utara yang memberikan kuasa kepada H. Abd. Hadi, S.H.
dan M. Muda HD Harahap, S.H. Advokat yang berkantor di Kantor Hukum
Lubis & Harahap, S.H. beralamat di Jalan Sisingamangaraja Km. 8,9 No.
98 B, Kota Medan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 11 Juni 2012.
Tergugat I, Aminuddin Sinaga, selaku pribadi sekaligus Pemimpin
Cabang PT. Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan, beralamat di
Jalan Merdeka No. 12, Padang Sidempuan.
Tergugat II, Direktur Utama PT. Bank Sumut, beralamat di Jalan
Imam Bonjol No. 18, Medan, keduanya (Tergugat I dan Tergugat II)
diwakili oleh Syafri Chan, S.H., M. Hum., dan Rizaldi, S.H. Advokat pada
Law Office Syafri Chan & Partners, berkantor di Medan Jl. Denai No.95-
A Kode Pos 20226, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Juli 2012.
Tergugat III, Pimpinan PT. Asuransi Bangun Askrida Syariah,
beralamat di Pusat Niaga Cempaka Mas, M.I/36, Jalan Letjend Soeprapto,
Jakarta, diwakili oleh Taufik Nugraha, S.H., Indria G. Leman, S.H., LLM.,
dan Dwinandra Ibrahim, S.H. berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 17
Desember 2012.
Tergugat IV, Pemerintah R.I. c/q Departemen Keuangan R.I. c/q
Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Kantor Wilayah I Medan c/q Kantor
1 Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn
32
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan, beralamat di
Jalan P. Dipenogoro No. 30 A, Medan, Sumatera Utara. Diwakili oleh
Burhanuddin H. Manik, S.H., Ahmad Rifai., S.E., M.Kn., Joslan Mt.
Nainggolan, S.H., Aqni Roniasi Hutauruk., Ady Ramon, S.E. M.Ec. Dev.,
Ika Dany Sutepu, S.E., dan Muhammad Safiuddun.
Turut Tergugat I, Yusliana Dalimunthe, umur 45 tahun, Agama
Islam, Pekerjaan Mengurus Rumah Tangga, selaku pribadi sekaligus
mewakili anak kandung yang masih di bawah umur yaitu: a. Elva Azerina
Harahap, 17 tahun, Agama Islam, pekerjaan: tidak bekerja; b. Ali Umar
Harahap, 15 tahun, Agama Islam, pekerjaan: tidak bekerja; c. Rudy
Machmud Harahap, 12 tahun, Agama Islam, pekerjaan: tidak bekerja.
Kesemua anak 1 – 3 di atas tinggal bersama Turut Tergugat I di Jalan Juhar,
Lingkungan III, Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten
Padang Lawas Utara.
Turut Tergugat II, Fatma Dini Anggita, umur 21 tahun, Agama
Islam, Pekerjaan Mahasiswa, beralamat di Jalan Juhar, Lingkungan III,
Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas
Utara.
Turut Tergugat III, Elza Maryna Harahap, umur 19 tahun, Agama
Islam, Pekerjaan Mahasiswa, beralamat di Jalan Juhar, Lingkungan III,
Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas
Utara. Dalam hal ini (Tergugat I – III) diwakili oleh Arselan Moora, S.H.
Advokat-Penasihat Hukum berkantor di Jalan Badik No. 22, Kelurahan
Pahlawan, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan, Sumatera Utara
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 4 Februari 2013.
Perkara ini sesuai dengan yang didaftarkan pada kepaniteraan
Pengadilan Agama Medan Kelas-IA yang tertera pada Nomor
967/Pdt.G/2012/PA.Mdn pada tanggal 14 Juni 2012.
2. Duduk Perkara
Dari duduk perkara ini menggambarkan bahwa alasan-alasan yang
diajukan Penggugat pada putusan ini adalah sebagai berikut:
33
Penggugat merupakan ibu kandung sekaligus ahli waris yang salah
dari Almarhum Ongku Sutan Harahap, hal ini sesuai dengan surat
keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh lurah Pasar Gunung Tua Kab.
Paluta pada tanggal 30 Desember 2011 dengan No. 474.3/846.KLH/2011.
Sejak tahun 2007 Almarhum Ongku Sutan Harahap merupakan
nasabah tetap dari Tergugat II yang melaksanakan kewajiban dan angsuran
tepat waktu serta merupakan nasabah yang jujur dan beritikad baik dan
penuh tanggung jawab dalam melunasi seluruh pembiayaan pada Tergugat
I pada pelaksanaannya.
Pada tanggal 26 April 2011 Almarhum Ongku Sutan Harahap
menggunakan pembiayaan Musyarakah dari Tergugat I dan Tergugat II
untuk penambahan modal kerja dengan jumlah pembiayaan sebesar
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) dengan jangka waktu selama
dua belas bulan dengan agunan Sertifikat Hak Milik No. 457/Pasar Gunung
Tua tanggal 19 Desember 2008 atas nama Ongku Sutan Harahap dan
Sertifikat Hak Milik No. 457/Pasar Gunung Tua tanggal 19 Desember 2008
atas nama Ongku Sutan Harahap.
Pada saat berjalannya pelaksanaan pembiayaan Musyarakah,
Almarhum Ongku Sutan Harahap meninggal dunia karena sakit di Gunung
Tua pada tanggal 13 Juli 2011 dan menyebabkan terhentinya pembiayaan
Musyarakah.
Pada tanggal 22 Mei 2012, Tergugat I dan Tergugat II mengirimkan
Surat Peringatan III kepada Penggugat yang pada pokoknya menegaskan
tunggakkan pembiayaan Almarhum Ongku Sutan Harahap pada Tergugat
I dan Tergugat II sebesar Rp752.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh dua
juta rupiah) dan karena ahli waris Almarhum Ongku Sutan Harahap belum
menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan tunggakkan tersebut
walaupun telah berulang-ulang telah disurati, maka Tergugat I dan
Tergugat II memberikan kelonggaran waktu hingga 25 Juni 2012. Jika
sampai pada batas waktu tersebut belum juga menyelesaikannya, maka
agunan yang telah diserahkan akan diajukan lelang ke Tergugat IV.
34
Pada saat permohonan akad pembiayaan Musyarakah, almarhum
Ongku Sutan Harahap dibebankan oleh Tergugat I dan Tergugat II biaya-
biaya sebagai berikut:
a. Administrasi : Rp8.750.000,00
b. Notaris : Rp1.500.000,00
c. Asuransi jiwa : Rp2.170.000,00
d. Asuransi Kebakaran : Rp1.189.408,00
Dengan total biaya keseluruhan yang telah lunas dibayar oleh Almarhum
Ongku Sutan Harahap sebesar Rp13.609.408,00 (tiga belas juta enam
ratus sembilan ribu empat ratus delapan rupiah)
Pada klausula akad pembiayaan Musyarakah antara Almarhum
Ongku Sutan Harahap dengan Tergugat I dan Tergugat II disebutkan di
Ayat (1) Pasal 2 tentang kedudukan para pihak, yang pada pokoknya “...
dari pendapatan, keuntungan usaha itu kelak akan dibagi di antara kedua
belah pihak berdasarkan prinsip bagi hasil (syirkah).”, dari klausula ini
dapat diartikan bahwa segala risiko usaha yang dijalankan nantinya akan
dibagi kepada kedua belah pihak juga, sehingga sesuai syariat, ahli waris
Almarhum Ongku Sutan Harahap tidak menanggung seluruh beban biaya
yang dimaksud.
Dalam permohonan pembiayaan Musyarakah Almarhum Ongku
Sutan Harahap telah memenuhi pembayaran asuransi jiwa kepada Tergugat
I dan Tergugat II maka sesuai syariat, Penggugat dan Turut Tergugat I, II,
III dibebaskan dari seluruh beban pembayaran pembiayaan Musyarakah
atas meninggalnya Almarhum Ongku Sutan Harahap karena segala risiko
telah disebabkan oleh pada Tergugat III.
Akan tetapi setelah meninggalnya Almarhum Ongku Sutan
Harahap, Tergugat I dan Tergugat II mengabaikan kepatutan yang
disebabkan beban utang bagi Penggugat dan Tergugat I, II, III dari beban
pembayaran Almarhum Ongku Sutan Harahap dan kemudian secara
berturut-turut mengirimkan Surat Peringatan pembayaran tunggakkan
angsuran pokok dan bagi hasil pembiayaan Musyarakah kepada Turut
Tergugat I. Masing-masing surat peringatan tersebut yaitu: a. surat
35
peringatan pertama pada tanggal 3 Februari 2012; b. surat peringatan kedua
pada tanggal 27 Maret 2012; dan surat peringatan ketiga (terakhir) pada
tanggal 22 Mei 2012.
Kedudukan Turut Tergugat I, II, III yang pernah membuat surat
pernyataan akan bertanggung jawab atas pembiayaan Musyarakah
Almarhum Ongku Sutan Harahap pada tanggal 26 April 2011 yang pada
pokoknya juga menyatakan “... apabila di kemudian hari pada saat
asuransi jiwa saya belum terbit polisnya, terjadi sesuatu pada diri saya
dan mengancam jiwa saya, ahli waris saya tidak akan menuntut pihak bank
dan seluruh pembiayaan saya tetap akan menjadi tanggung jawab ahli
waris saya hingga selesai ...”. Fakta ini demi hukum sangatlah
bertentangan dengan klausula yang telah diuraikan pada akan pembiayaan
Musyarakah yang telah diadakan oleh Tergugat I dan Tergugat II dengan
Almarhum Ongku Sutan Harahap.
Pada tanggal 20 Oktober 2011, 5 November 2011, dan 24
November 2011, Turut Tergugat I telah menyampaikan surat keberatan
kepada Tergugat I yang pada pokoknya meminta agar beban utang yang
masih berjalan menjadi tanggungan Tergugat I sehingga tidak membebani
ahli waris termasuk Penggugat.
Untuk menjaga hak dan kepentingan Penggugat selaku salah satu
ahli waris Almarhum Ongku Sutan Harahap atas tanah dan bangunan
Sertifikat Hak Milik No. 457/Pasar Gunung Tua dan Sertifikat Hak Milik
No. 395 maka Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Medan agar
meletakkan sita milik (revindicatoir) terhadap tanah dan bangunan
tersebut.
Dalam Provinsi
Membatalkan atau menunda pelaksanaan permohonan lelang
eksekusi oleh Tergugat I dan II serta Tergugat IV menunggu sampai ada
keputusan yang berkekuatan hukum tetap atas gugatan ini.
36
Dalam Pokok Perkara
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
b. Menyatakan Penggugat serta Turut Tergugat I, II, dan III selaku ahli
waris Almarhum Ongku Sutan Harahap dibebaskan dari beban utang
pembiayaan Musyarakah dari Tergugat I dan Tergugat II sebesar
Rp752.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh dua juta rupiah);
c. Menyatakan bahwa surat pernyataan yang dibuat oleh Almarhum
Ongku Sutan Harahap dengan diketahui oleh istrinya/Turut Tergugat I
pada tanggal 28 April batal demi hukum atau tidak mempunyai
kekuatan hukum;
d. Menetapkan dan memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II serta
Tergugat IV untuk membatalkan pelaksanaan lelang atas aset-aset
Almarhum Ongku Sutan Harahap;
e. Menyatakan lelang eksekusi atas tanah dan bangunan yang dijadikan
agunan ditunda pelaksanaannya dan menunggu sampai ada putusan
yang berkekuatan hukum tetap;
f. Menghukum Tergugat I s/d Tergugat IV untuk tunduk dan patuh
melaksanakan isi putusan ini, dan kelalaian atas pelaksanaan ini
dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsoom) sebesar
Rp500.000,00 setiap hari sampai putusan ini dijalankan dengan baik
oleh Tergugat I s/d Tergugat IV;
g. Menyatakan sah dan berharga sita milik (revindicatoir besslagh) yang
dijalankan dalam perkara ini;
h. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan dengan serta merta walaupun
ada upaya hukum banding, kasasi dari Para Tergugat.
3. Amar Putusan
Dalam Konvensi dan Provisi
Menolak Provisi Penggugat tersebut
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi dari Tergugat I dan II serta Tergugat III untuk
seluruhnya
37
Dalam Pokok Perkara
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
b. Menyatakan Penggugat serta Turut Tergugat I, II, III selaku ahli waris
dari Almarhum Ongku Sutan Harahap dibebaskan dari bebas utang
pembiayaan Musyarakah dari Tergugat I dan Tergugat II sebesar
Rp752.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh dua juta rupiah);
c. Menyatakan Surat Pernyataan yang dibuat oleh Almarhum Ongku
Sutan Harahap dengan diketahui istrinya (Turut Tergugat I/ Yusliana
Dalimunthe) bertanggal 28 April 2011 batal demi hukum dan/atau tidak
mempunyai kekuatan hukum;
d. Menyatakan Sertifikat Hak Milik Nomor 457/Pasar Gunung Tua
tanggal 19 Desember 2008 atas nama Ongku Sutan Harahap dan
Sertifikat Hak Milik Nomor 395/Pasar Gunung Tua tanggal 7 Juni 2007
atas nama Ongku Sutan Harahap, harus dikembalikan kepada yang
mustahak/Penggugat;
e. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk menyerahkan kepada
Penggugat, dua buah sertifikat hak milik tersebut kepada
Penggugat/ahli waris Almarhum Ongku Sutan Harahap sebagaimana
tercantum dalam amar angka 4 aquo;
f. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
g. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk membayar
biaya perkara yang hingga saat ini sebesar Rp3.841.000,00 (tigas juta
delapan ratus empat puluh satu ribu rupiah).
38
B. Deskripsi Putusan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn2
1. Posisi Kasus
Perkara ini merupakan perkara lanjutan dari perkara nomor
967/Pdt.G/2012/PA.Mdn yakni perkara mengenai pembiayaan
Musyarakah. Pada tahap ini para pihak mengajukan upaya hukum lanjutan
yaitu upaya hukum banding dengan identitas para pihak sebagai berikut:
Pembanding I/Tergugat I, Aminuddin Sinaga, sebagai Pemimpin
Cabang PT. Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan, beralamat di
Jalan Merdeka No. 12, Padang Sidempuan.
Pembanding II/Tergugat II, PT. Bank Sumut, beralamat di Jalan
Imam Bonjol, No. 18, Medan, keduanya (Pembanding I dan Pembanding
II) diwakili oleh Syapri Chan, S.H., M.Hum. dan Rizaldi, S.H, Advokat
pada Law Office Syapri Chan & Partners yang berkantor di Jalan Denai
No. 95-A, Medan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Juli 2012.
Terbanding/Penggugat, Hj. Saripah Dalimunthe, umur 66 tahun,
Agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, beralamat di Jalan Merdeka No.
7, Kelurahan Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten
Padang Lawas Utara, diwakilkan oleh H. Abd Hadi, S.H. dan M. Muda HD
Harahap, S.H., advokat/pengacara/konsultan hukum pada Kantor Lubis &
Harahap, S.H. berkantor di Jalan Sisingamangaraja Km 8,9 No. 98 B, Kota
Medan sesuai Surat Kuasa Khusus tanggal 11 Juni 2012.
Turut Tergugat I/Tergugat III, PT. Asuransi Bangun Askrida
Syariah, beralamat di Pusat Niaga Cempaka Mas M.I/36, Jalan Letjend
Soeprapto, Jakarta, diwakili oleh Taufik Nugraha, S.H., Indria G Leman,
S.H., LLM., Dwinanda Ibrahim, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 17 Desember 2012.
Turut Tergugat II, Yusliana Dalimunthe, umur 45 tahun, Agama
Islam, Pekerjaan Mengurus Rumah Tangga, selaku pribadi sekaligus
mewakili anak kandung yang masih di bawah umur yaitu: a. Elva Azerina
Harahap, 17 tahun, Agama Islam, pekerjaan: tidak bekerja; b. Ali Umar
Harahap, 15 tahun, Agama Islam, pekerjaan: tidak bekerja; c. Rudy
2 Putusan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn.
39
Machmud Harahap, 12 tahun, Agama Islam, pekerjaan: tidak bekerja.
Kesemua anak 1 – 3 di atas tinggal bersama Turut Tergugat II di Jalan
Juhar, Lingkungan III, Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak,
Kabupaten Padang Lawas Utara.
Turut Tergugat III, umur 21 tahun, Agama Islam, Pekerjaan
Mahasiswa, beralamat di Fatma Dini Anggita Harahap, Kabupaten Padang
Lawas Utara.
Turut Tergugat IV, umur 19 tahun, Agama Islam, Pekerjaan
Mahasiswa, beralamat di Elza Maryna Harahap, Kabupaten Padang Lawas
Utara. Dalam hal ini (Tergugat I – III) diwakili oleh Arselan Moora, S.H.
Advokat-Penasehat Hukum berkantor di Jalan Badik No. 22, Kelurahan
Pahlawan, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan, Sumatera Utara
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 4 Februari 2013.
Perkara ini sesuai dengan yang didaftarkan pada kepaniteraan
Pengadilan Tinggi Agama Medan yang tertera pada Nomor
124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn pada tanggal 9 Desember 2013.
2. Duduk Perkara
Mengutip segala uraian tentang hal ini sebagaimana termuat dalam putusan
Pengadilan Agama Medan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn.
Dalam Konvensi
Dalam Provisi
Menolak Provisi Penggugat tersebut.
Dalam Eksepsi
Menolak eksepsi dari Tergugat I dan Tergugat II serta Tergugat III untuk
seluruhnya
Dalam Pokok Perkara
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
b. Menyatakan Penggugat serta Turut Tergugat I, II dan, III selaku ahli
waris dari Almarhum Ongku Sutan Harahap dibebaskan dari beban
utang Pembiayaan Musyarakah dari Tergugat I dan Tergugat II
sebesar Rp752.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh dua juta rupiah);
40
c. Menyatakan Surat Pernyataan yang dibuat oleh Almarhum Ongku
Sutan Harahap dengan diketahui oleh istrinya (Turut Tergugat
I/Yusliana Dalimunthe) bertanggal 28 April 2011 batal demi hukum
dan/atau tidak mempunyai kekuatan hukum;
d. Menyatakan sertifikat Hak milik No. 457/Pasar Gunung Tua tanggal
19 Desember 2008 atas nama Ongku Sutan Harahap dan Sertifikat
Hak Milik No. 395/Pasar Gunung Tua tanggal 7 Juni 2007 atas nama
Ongku Sutan Harahap, harus dikembalikan kepada yang
mustahak/Penggugat;
e. Menghukum Tergugat I dan tergugat II untuk menyerahkan kepada
Penggugat, dua buah Sertifikat Hak Milik tersebut kepada
Penggugat/ahli waris Almarhum Ongku Sutan Harahap sebagaimana
tercantum dalam amar angka 4 aquo;
f. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
g. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya
perkara yang hingga saat ini sebesar Rp3.841.000.00 (tiga juta
delapan ratus empat puluh satu ribu rupiah).
3. Amar Putusan
a. Menerima permohonan banding Pembanding;
b. Membatalkan putusan Pengadilan Agama Medan Nomor
967/Pdt.G/2012/PA.Mdn tanggal 18 Juni 2013
Dengan Mengadili Sendiri
Dalam Provisi
Menolak permohonan provisi Penggugat
Dalam Eksepsi
Mengabulkan eksepsi Para Tergugat I, II, III, dan IV
Dalam Pokok Perkara
a. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ntvankelijke
verklaard);
b. Menghukum Penggugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara
pada tingkat pertama sebesar Rp3.841.000,00 (tiga juta delapan ratus
41
empat puluh satu ribu rupiah) dan pada tingkat banding sebesar
Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah)
C. Deskripsi Putusan 624/K/Ag/2017 3
1. Posisi Kasus
Perkara ini merupakan perkara lanjutan dari perkara nomor
124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn yakni perkara mengenai pembiayaan
Musyarakah. Pada tahap ini para pihak mengajukan upaya hukum lanjutan
yaitu upaya hukum kasasi dengan identitas para pihak sebagai berikut:
a. Pemohon Kasasi/Penggugat/Terbanding:
(1) Hj. Saripah Dalimunthe, bertempat tinggal di Jalan Merdeka
Nomor 7, Kelurahan Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang
Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara yang diwakilkan oleh H.
Abd. Hadi, S.H. yang berkantor di Jalan Sisingamangaraja Km.
8,9 Nomor 198 B, Kota Medan berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 20 Maret 2014;
b. Para Termohon Kasasi/Para Tergugat/Para Pembanding;
(1) PT Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan,
berkedudukan di Jalan Merdeka Nomor 12, Padang Sidempuan,
Kota Padang Sidempuan, Sumatera Utara, diwakili oleh
Aminuddin Sinaga sebagai Pimpinan Cabang;
(2) PT Bank Sumut, berkedudukan di Jalan Imam Bonjol Nomor 18,
Kelurahan Sei Rengas, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan,
Sumatera Sutara, diwakilkan oleh Syapri Chan, S.H., M.Hum.,
Advokat yang berkantor di Jalan Denai Nomor 95 A, Kota
Medan, sekarang di Jalan Beringin Pasar V Nomor 16, Tembung
(20371), berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 10 Januari
2017.
(3) PT Asuransi Bangun Askrida Syariah, berkedudukan di Askrida
Tower, Jalan Pramuka Raya Kav. 151, Jakarta Timur, diwakili
oleh Direktur Utama.
3 Putusan Nomor 624/K/Ag/2017
42
c. Para Turut Termohon Kasasi/Para Turut Tergugat/Para Turut
Terbanding
(1) Yusliana Dalimunthe, selaku pribadi sekaligus mewakili anak
kandung yang masih di bawah umur yaitu:
(a) Elva Azerina Harahap;
(b) Ali Umar Harahap;
(c) Rudy Machmud Harahap, semua bertempat tinggal di Jalan
Juhar Lingkungan III, Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang
Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara;
(2) Fatma Dini Anggita Harahap, bertempat tinggal di Jalan Juhar,
Lingkungan III, Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak,
Kabupaten Padang Lawas Utara;
(3) Elza Maryna Harahap, bertempat tinggal di Jalan Makmur,
Lingkungan III, Pasar Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak,
Kabupaten Padang Lawas Utara.
2. Duduk Perkara
Bahwa Penggugat I merupakan ibu kandung sekaligus ahli waris
yang sah dari Almarhum Ongku Sutan Harahap, dan Penggugat II,
Penggugat III, dan Penggugat IV adalah anak kandung dari Almarhum
Ongku Sutan Harahap.
Almarhum Ongku Sutan Harahap merupakan nasabah tetap dari
Tergugat II yang dalam pelaksanaannya dilakukan melalui Tergugat I dan
selama menjadi nasabah Almarhum Ongku Sutan Harahap selalu
melaksanakan kewajiban dan angsuran tepat waktu serta merupakan
nasabah yang jujur yang senantiasa beritikad baik dan penuh tanggung
jawab dalam melunasi seluruh akad kredit pada Tergugat I
Pada tanggal 26 April 2011 Almarhum Ongku Sutan Harahap telah
membuat Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor 120/KCSY02-
APP/MSY/2011 dengan Tergugat I dan Tergugat II untuk penambahan
modal kerja, dengan jumlah pembiayaan senilai Rp700.000.000,00 (tujuh
ratus juta rupiah) untuk jangka waktu selama dua belas bulan dengan
43
agunan Sertifikat Hak Milik Nomor 457/Pasar Gunung Tua tanggal 19
Desember 2008 atas nama Almarhum Ongku Sutan Harahap dan Sertifikat
Hak Milik Nomor 395/Pasar Gunung Tua tanggal 7 Juni 2007 atas nama
Ongku Sutan Harahap.
Pada saat berjalannya pelaksanaan pembayaran pembiayaan
Musyarakah, pada tanggal 13 Juli 2011 Ongku Sutan Harahap meninggal
dunia karena sakit di Gunung Tua yang menyebabkan terhentinya
pembayaran pembiayaan akad Musyarakah.
Pada saat pembuatan akad pembiayaan Musyarakah, Tergugat I
dan Tergugat II mewajibkan kepada Almarhum Ongku Sutan Harahap
untuk membayar biaya-biaya sebagai berikut:
a. Biaya administrasi senilai Rp8.750.000,00 (delapan juta tujuh ratus
lima puluh ribu rupiah);
b. Biaya notaris senilai Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah);
c. Biaya asuransi jiwa senilai Rp2.170.000 (dua juta seratus tujuh puluh
ribu rupiah);
d. Biaya asuransi kebakaran senilai Rp1.189.408,00 (satu juta seratus
delapan puluh sembilan ribu empat ratus delapan rupiah);
dengan total keseluruhan biaya senilai Rp13.609.408,00 (tiga belas juta
enam ratus sembilan ribu empat ratus delapan rupiah), dan telah dibayar
lunas oleh Almarhum Ongku Sutan Harahap.
Penggugat sangat keberatan dengan disampaikannya Surat
Peringatan III (terakhir) yang dikirimkan oleh Tergugat I dan Tergugat II
pada tanggal 22 Mei 2012. Surat tersebut pada pokoknya menegaskan
tunggakan pembiayaan Almarhum Ongku Sutan Harahap sebesar
Rp752.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh dua juta rupiah). Dikarenakan
ahli waris belum menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan tunggakan
tersebut walaupun berulang kali telah disurati, maka Tergugat I dan
Tergugat II memberikan kelonggaran waktu paling lambat tanggal 25 Juni
2012. Jika sampai dengan batas waktu tersebut belum juga
menyelesaikannya maka agunan yang telah diserahkan akan segera
44
diajukan lelang kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara
(KP2LN) Medan.
Surat Peringatan III (Terakhir) pokoknya menegaskan tunggakan
angsuran pokok dan bagi hasil pembiayaan Musyarakah Almarhum Ongku
Sutan Harahap sebesar Rp752.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh dua juta
rupiah), hal tersebut sesuai dengan Surat Peringatan I pada tanggal 3
Februari 2012, Surat Peringatan II pada Tanggal 27 Maret 2012.
Akibat dari teguran yang disampaikan melalui Surat Peringatan
yang disampaikan oleh Tergugat I dan Tergugat II kepada Para Penggugat
yang menyatakan bahwa ahli waris Almarhum Ongku Sutan Harahap
harus melanjutkan dan melunasi pembiayaan Musyarakah yang dicairkan
secara inconcretto telah bertentangan dengan Asas Ekonomi Syariah dan
Nash Shar’I dan dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum.
Dikarenakan Almarhum Ongku Sutan Harahap telah memenuhi
kewajibannya untuk memperoleh fasilitas akad pembiayaan Musyarakah,
maka sesuai dengan Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992 Tentang Usaha Perasuransian yang menyebutkan bahwa: “Asuransi
jiwa adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan”, secara yuridis
Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III telah salah dan lalai menerapkan
administrasi asuransi dengan melanggar asas dan prinsip Asuransi Syariah
yakni yang diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-
MUI/III/2002 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
Atas perintah Tergugat I dan Tergugat II, Turut Tergugat I, II, dan
III telah membuat Surat Pernyataan akan bertanggung jawab atas
pembiayaan Musyarakah Almarhum Ongku Sutan Harahap dan Surat
Pernyataan yang dibuat oleh Almarhum Ongku Sutan Harahap yang juga
diketahui oleh Tergugat I tanggal 26 April 2011 yang pada pokoknya
menyatakan “… Apabila dikemudian hari pada saat asuransi jiwa saya
belum terbit polisnya, terjadi sesuatu pada diri saya dan mengancam jiwa
45
saya, ahli waris saya tidak akan menuntut pihak bank dan seluruh
pembiayaan saya tetap akan menjadi tanggung jawab ahli waris saya
sehingga selesai”. Fakta tersebut demi hukum sangat bertentangan dengan
klausula yang telah diuraikan pada akad pembiayaan Musyarakah.
3. Amar Putusan
Mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi tersebut;
Mengadili Sendiri;
Dalam Eksepsi:
Menolak eksepsi Para Tergugat
a. Mengabulkan gugatan Para Penggugat sebagian;
b. Menyatakan Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum;
c. Menetapkan kerugian dari akad Musyarakah antara Ongku Sutan
Harahap dengan Tergugat I sejumlah Rp752.000.000,00 (tujuh ratus
lima puluh dua juta rupiah);
d. Menghukum Para Penggugat menanggung kerugian dan membayar
kepada Tergugat I sejumlah 53,22% x Rp752.000.000,00 =
Rp400.214.400,00 (empat ratus juta dua ratus empat belas ribu empat
ratus rupiah);
e. Menghukum Tergugat I menanggung kerugian sejumlah 46,78% x
Rp752.000.000,00 = Rp351.785.800,00 (tiga ratus lima puluh satu
juta tujuh ratus delapan puluh lima ribu delapan ratus rupiah);
f. Menghukum Tergugat I untuk mengembalikan sisa hasil lelang dari
objek hak tanggungan kepada Para Penggugat setelah dikeluarkan
sebagai biaya dan kewajiban Para Penggugat pada angka empat di
atas;
g. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.
46
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Perbandingan Pertimbangan Hakim Dalam Hal Perlindungan Hukum
Bagi Ahli Waris dalam Pembiayaan Musyarakah Dalam Putusan Nomor
967/Pdt.G/2012/PA.Mdn dan Putusan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn
1. Pertimbangan Hakim Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn
Dalam salinan Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor
967/Pdt.G/2012/PA.Mdn Tentang Sengketa Ekonomi Syariah, maka
penulis uraikan pertimbangan Majelis Hakim, diantaranya sebagai
berikut:40
Guna memenuhi ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan, Majelis Hakim telah berusaha untuk mendamaikan para pihak,
pada prinsipnya para pihak sepakat menempuh jalan perdamaian, namun
upaya tersebut tidak ada titik temu antara Para Pihak, maka Majelis Hakim
berkesimpulan bahwa telah tidak tercapai perdamaian dan patut
dinyatakan bahwa mediasi telah gagal;
Berdasarkan bukti P.1 (Surat Keterangan Ahli Waris) yang
merupakan bukti autentik dan sejalan dengan apa yang diterangkan oleh
saksi-saksi Penggugat, maka dapat terbukti bahwa Penggugat adalah ibu
kandung sekaligus ahli waris Almarhum Ongku Sutan Harahap yang
berhak mewarisi/menolak harta warisan peninggalan Almarhum Ongku
Sutan Harahap. Karena hal tersebut, secara maqashid asy-syariah
Penggugat berkepentingan dalam mengajukan gugatan dalam perkara ini;
Berdasarkan bukti P.2 (Surat Keterangan Meninggal Dunia) adalah
bukti yang membuktikan Almarhum Ongku Sutan Harahap telah
meninggal dunia akibat serangan jantung di Rumah Sakit Gunung Tua
Paluta pada tanggal 13 Juli 2011, yang secara hukum berkaitan pewaris
terhadap ahli waris dan mal waris;
40 Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn
47
Berdasarkan bukti P.3 yakni Akad Pembiayaan Musyarakah No.
120/KCSY02/APP/MSY/2011 tanggal 26 April 2011 adalah bukti
autentik yang membuktikan Almarhum Ongku Sutan Harahap telah
membuat Akad Pembiayaan Musyarakah dengan PT. Bank Sumut
(Tergugat II) yang diwakili oleh Pimpinan Cabang PT. Bank Sumut
Syariah Cabang Padang Sidempuan (Tergugat I) sebesar
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah), dimana uang tersebut telah
diterima Almarhum Ongku Sutan Harahap terlebih dahulu memenuhi
biaya persyaratan sebesar Rp13.609.405,00 (tiga belas juta enam ratus
sembilan ribu empat ratus lima rupiah) yang telah diterima dan disetujui
oleh Tergugat I;
Berdasarkan bukti P.4 yang berupa tanda terima asli Surat Barang
Agunan adalah merupakan bukti yang membuktikan Almarhum Ongku
Sutan Harahap menyerahkan agunan dan diterima oleh Tergugat I serta
diketahui dan disetujui oleh Tergugat II pada tanggal 26 April 2011.
Sesuai juga dengan bukti P.4, menurut Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah, setelah Almarhum Ongku Sutan Harahap meninggal,
Tergugat I dan Tergugat II akan melakukan lelang kepada Tergugat IV ,
perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dapat dikualifisir sebagai
perbuatan melawan hukum karena seluruh uang jaminan asuransi dan
administrasi telah dipenuhi oleh Almarhum Ongku Sutan Harahap;
Berdasarkan bukti P.5 berupa Surat Nota Debet dan Jadwal
Angsuran Pembiayaan Musyarakah yang dikeluarkan oleh Tergugat I pada
tanggal 26 April 2011 adalah yang membuktikan pada masa hidupnya
Almarhum Ongku Sutan Harahap merupakan nasabah yang tetap
melakukan pembayaran sesuai dengan yang ditetapkan serta tercatat
sebagai nasabah yang baik dan jujur;
Berdasarkan bukti P.6 berupa Surat Peringatan I, II, dan III
(terakhir) yang dikeluarkan oleh Tergugat I atas perihal keterlambatan
pembayaran angsuran sampai pada peringatan dilakukannya lelang
terhadap barang agunan, hal tersebut membuktikan bahwa Tergugat I dan
48
Tergugat II ingin melepaskan tanggung jawab atas kelalaiannya untuk
menanggung risiko karena telah melakukan pencairan pinjaman
sedangkan Tergugat III belum menerbitkan polis asuransi atas nama
Almarhum Ongku Sutan Harahap;
Berdasarkan bukti T.I-II No.2 yang merupakan pernyataan
Almarhum Ongku Sutan Harahap semasa hayatnya bersama istrinya
adalah merupakan bukti yang dibuat dan diterbitkan oleh Tergugat I dan
Tergugat II, menurut Majelis Hakim bukti tersebut tidak berkekuatan
hukum, dan harus dinyatakan bahwa bukti tersebut tidak memenuhi syarat
formil dan materiil serta harus ditolak;
Berdasarkan bukti T.I-II No.3 yang berkaitan dengan pemeriksaan
kesehatan untuk mengajukan asuransi ternyata telah dilakukan oleh
Tergugat I dan Tergugat II dan diterima oleh Ahli Waris setelah Almarhum
Ongku Sutan Harahap meninggal dunia yang menyebabkan pembayaran
pembiayaan Musyarakah tersebut, maka bukti tersebut tidak memenuhi
syarat-syarat alat bukti, karenanya harus dinyatakan ditolak;
Berdasarkan bukti T.I-II No.6 berupa surat klaim asuransi jiwa
adalah merupakan bukti yang dapat membuktikan bahwa Almarhum
Ongku Sutan Harahap telah memenuhi dan membayar uang asuransi yang
telah diterima oleh Tergugat I;
Berdasarkan bukti T.I-II No.9, 11 dan 14 yaitu tanda terima Surat
Jaminan Barang dan fotokopi Sertifikat Hak Milik No.457 dan Sertifikat
Hak Milik No.395 adalah merupakan bukti yang sempurna.
Berdasarkan bukti T.I-II No.19 – 21 yaitu berupa Surat Peringatan
I, II, dan III (terakhir), menurut Majelis Hakim surat-surat yang di
terbitkan oleh Tergugat I dan Tergugat II tersebut yang ada relevansinya
dengan kondisi Penggugat, maka oleh karenanya majelis hakim
berpendapat bahwa bukti tersebut harus dinyatakan ditolak;
Berdasarkan bukti T.III-5 berupa setoran Tergugat I kepada
Tergugat III dan telah dikembalikan oleh Tergugat III kepada ahli waris
Almarhum Ongku Sutan Harahap, ternyata telah dibantah oleh Penggugat
bahwa sampai saat ini pengembalian uang premi tersebut belum diterima
49
ahli waris. Majelis Hakim berpendapat bahwa bukti tersebut harus
dinyatakan ditolak;
2. Pertimbangan Hakim Putusan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn
Dalam salinan Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor
967/Pdt.G/2012/PA.Mdn Tentang Sengketa Ekonomi Syariah, maka
penulis uraikan pertimbangan Majelis Hakim, diantaranya sebagai
berikut:41
Dalam Akad Musyarakah No.120/KCSY02-APP/MSY/2011
tanggal 26 April 2011 Pasal 8 terdapat klausul jika terjadi sengketa dan
tidak bisa diselesaikan oleh para pihak secara damai, maka diselesaikan
melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan agama di medan;
Bahwa terhadap putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam
provisi, Majelis Hakim Tingkat Banding mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut; Bahwa tentang permohonan provisi yang didalilkan
Penggugat agar Tergugat IV (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang Medan) membatalkan atau menunda pelaksanaan lelang, telah
dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama dan Hakim Tingkat
Banding sependapat permohonan provisi tersebut ditolak, dengan
tambahan pertimbangan bahwa dalam posita gugatan angka 5 dinyatakan
apabila sampai pada tanggal 25 Juni 2012 Turut Tergugat I belum
menyelesaikan tunggakan, maka Tergugat I akan melelang agunan melalui
Kantor Lelang. Sampai dengan Gugatan tersebut diajukan, faktanya
Tergugat I belum pernah mengajukan permohonan lelang kepada Tergugat
IV, tetapi Tergugat I baru memberikan somasi (peringatan), maka
permohonan provisi Penggugat tersebut jelas tidak ada relevansinya dan
tidak beralasan menurut hukum, oleh karenanya sudah seharusnya
permohonan provisi tersebut ditolak;
Para Tergugat telah mengajukan eksepsi atas gugatan Penggugat
dan eksepsi tersebut telah dipertimbangkan oleh Hakim Tingkat Pertama,
41 Putusan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn
50
namun Hakim Tingkat Banding perlu mempertimbangkan kembali
eksepsi tersebut sebagai berikut:
Eksepsi Tergugat I dan II
Eksepsi Tergugat I dan II pada pokoknya menyatakan bahwa
gugatan Penggugat obscuur libel, yaitu antara posita dengan petitum tidak
saling mendukung;
Dalam posita gugatannya, Penggugat membenarkan antara
Tergugat I dengan Almarhum Ongku Sutan Harahap dan atas persetujuan
istrinya (Turut Tergugat I) telah mengadakan dan menandatangani Akad
Pembiayaan Musyarakah No. 120/KCSY02-APP/MSY/2011 tanggal 26
April 2011 dengan dana penyertaan modal dari Tergugat I sebesar
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah);
Akad pembiayaan Musyarakah tersebut berakhir pada tanggal 26
April 2012 (vide bukti P-III, T-I dan II No.1, Pasal 3) dan sampai masa
perjanjian tersebut berakhir, modal penyertaan dari Tergugat I belum
dikembalikan oleh ahli waris Almarhum Ongku Sutan Harahap terutama
oleh istri dan anak-anak almarhum (Turut Tergugat I, II dan III);
Dalam petitum gugatannya, Penggugat sama sekali tidak
membebankan kepada pihak siapa yang harus mengembalikan modal
pembiayaan Musyarakah yang telah diterima, dan dinikmati oleh
Almarhum Ongku Sutan Harahap dan keluarganya (Turut Tergugat I, II,
III). Pada hal sesuai Pasal 7 akad pembiayaan Musyarakah (vide bukti P-
III, T-I dan II, No.1) modal pembiayaan Musyarakah tersebut harus
dikembalikan oleh Ongku Sutan Harahap (suami Turut Tergugat I dan
ayah Tergugat II dan III) ditambah lagi hasil yang disepakati dan menjadi
hak Tergugat I. Hal ini sesuai pula dengan ketentuan Pasal 1 angkat 25
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Oleh
karena tidak jelas siapa yang harus mengembalikan modal pembiayaan
ditambah bagi hasil tersebut, maka telah nyata antara posita gugatan
dengan petitum gugatan tidak saling mendukung, dan karenanya secara
formil gugatan Penggugat obscuur libel, lagi pula yang ditarik sebagai
Tergugat I adalah Aminudin Sinaga selaku pribadi dan Pimpinan Cabang
51
PT Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan, sedangkan pada akad
pembiayaan Musyarakah Aminudin Sinaga bertindak untuk dan atas nama
PT Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan, seharusnya yang
digugat adalah PT Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan
sebagai badan hukum (persona standi in judicio) bukan person/pribadi
pemimpinya. Dengan demikian gugatan Penggugat cacat formil.
Eksepsi Tergugat III
Eksepsi Tergugat III menyatakan antara lain bahwa Penggugat
tidak memiliki legal standing sebagai Penggugat (diskualifikasi in person)
dalam perkara aquo. Untuk itu Majelis Hakim Tingkat Banding
memberikan pertimbangan, bahwa berdasarkan Pasal 1340 KUH Perdata
(BW) yang menyatakan bahwa “Persetujuan hanya mengikat atau berlaku
antara pihak-pihak yang membuatnya”. Dalam pasal ini terkandung
makna asas personalia, bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat
oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu dan/atau subjek
hukum, hanya akan berlaku dan mengikat untuk yang membuat perjanjian
tersebut. Sengketa dalam perkara aquo adalah akibat adanya Perjanjian
Akad Musyarakah No. 120/KCSY02-APP/MSY/2011 tanggal 26 April
2011, dan yang membuat dan menandatangani perjanjian tersebut adalah
PT Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan yang diwakili oleh
Aminudin Sinaga selaku Pimpinan Cabang sebagai Pihak Pertama dan
Ongku Sutan Harahap serta disetujui dan ditandatangani oleh Yusliana
Dalimunthe (istri Ongku Sutan Harahap) sebagai Pihak Kedua, sedangkan
dalam hal ini Penggugat tidaklah termasuk pihak yang membuat perjanjian
akad Musyarakah Tersebut. Oleh karena Penggugat tidak termasuk pihak
dalam perjanjian akad Musyarakah yang sekarang disengketakan, maka
Penggugat tidak mempunya legal standing (kapasitas sebagai subjek
hukum) dalam perkara aquo. Maka Penggugat tidak berhak untuk
mengajukan gugatan dalam perkara aquo, dan untuk itu gugatan
Penggugat mengandung cacat formil yaitu diskualifikasi in person.
52
Eksepsi Tergugat IV
Eksepsi Tergugat IV menyatakan bahwa gugatan Penggugat
prematur sebab Tergugat IV sama sekali belum melakukan tindakan
hukum suatu apa pun atas agunan atau objek hak tanggungan dalam
perkara aquo karena memang tidak ada pengajuan lelang dari Tergugat I
dan Tergugat II, lagi pula Tergugat IV tidak mewilayahi agunan atau objek
hak tanggungan dalam perkara aquo.
Bahwa Hakim Tingkat Banding sependapat dengan Hakim Tingkat
Pertama yang mengabulkan eksepsi Tergugat IV tersebut, karena faktanya
Tergugat I belum mengajukan permohonan lelang kepada kantor lelang
dimana pun termasuk Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
Medan (Tergugat IV).
Sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, tanpa
mempertimbangkan eksepsi Para Tergugat lainnya, maka Hakim Tingkat
Banding berpendapat bahwa formalitas gugatan Penggugat dalam perkara
aquo adalah cacat formil. Dengan demikian eksepsi Para Tergugat I, II, III
dan IV telah tepat dan benar sesuai hukum dan karenanya patut
dikabulkan;
Bahwa karena eksepsi Para Tergugat I, II, III, dan IV telah
dikabulkan, maka tidak ada relevansinya lagi mempertimbangkan pokok
perkara, dan dengan sendirinya gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak
dapat diterima (niet onvankelijke verklaard).
B. Pertimbangan Hakim Tingkat Kasasi Dalam Hal Perlindungan
Hukum Bagi Ahli Waris Dalam Pembiayaan Musyarakah Dalam
Putusan Nomor 624/K/Ag/2017
Menuntut pendapat Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi Agama
Medan telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai
berikut:
Bahwa tindakan Tergugat I yang menjadikan Surat Pernyataan
Penggugat I sebagai alasan pencairan pembiayaan Musyarakah sebelum
polis asuransi diterbitkan, merupakan indikasi (qarinah) adanya kekurang
53
hati-hatian Penggugat I. Sebelum terbit polis asuransi seharusnya
Penggugat tidak menerbitkan akad Musyarakah. Meskipun akad sah tanpa
polis, karena asuransi tidak merupakan syarat untuk mencairkan dana yang
sudah disepakati. Akan tetapi, polis sangat penting dan urgen untuk
menjamin keamanan pembiayaan apabila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan di belakang hari. Selain itu, tindakan tersebut tidak sesuai
dengan ruh ekonomi Islam serta melanggar asas ekonomi yang sesuai
prinsip syariah. Sebab faktanya tindakan tersebut telah menimbulkan
kerugian dan keresahan. Dengan demikian Tergugat I telah melakukan
kelalaian dengan membiarkan Ongku Sutan Harahap sebagai konsumen
tidak mengetahui konsekuensi yang akan ditanggung olehnya dan ahli
warisnya apabila terjadi risiko kematian di belakang hari, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 Huruf (e) dan (j) Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah;
Bahwa oleh karena hal tersebut di atas, putusan Pengadilan Tinggi
Agama Medan harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili
sendiri perkara ini dengan pertimbangan berikut ini;
Bahwa Tergugat I telah mengabaikan prinsip kehati-hatian
(prudent banking principle), hal mana bank dalam menjalankan usaha baik
dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat
harus sangat berhati-hati. Hal tersebut dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal
29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,
oleh karena itu Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Bahwa pihak pertama (Tergugat I) membuat akad Musyarakah
pada tanggal 26 April 2011 dan pada tanggal tersebut dibuat pernyataan
oleh pihak kedua (Penggugat I) yang menegaskan jika polis asuransi
belum terbit dan terjadi sesuatu, maka seluruh pembiayaan menjadi
tanggung jawab ahli waris, hanya saja dengan wafatnya pihak kedua yang
merupakan risiko usaha, terlebih pihak pertama begitu mudahnya
mencairkan dana sebelum terbit polis asuransi dan hanya bermodalkan
surat pernyataan antara Penggugat (sebagai pihak kedua) dengan Tergugat
I (pihak kedua);
54
Bahwa adanya akad Musyarakah antara Ongku Sutan Harahap
dengan Tergugat I telah menimbulkan risiko kerugian karena dengan tidak
adanya asuransi jiwa yang menjamin untuk mengembalikan modal pokok
akad Musyarakah yang diterima oleh nasabah apabila nasabah meninggal
dunia, adalah perbuatan yang dapat merugikan ahli waris yang seharusnya
pembayaran sejumlah Rp752.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh dua juta
rupiah) ditanggung oleh pihak asuransi terlebih dahulu adalah perbuatan
yang bertentangan dengan Pasal 16 Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor
120/KCSY02-APP/MSY/2011 dan ini merupakan kerugian yang
diakibatkan oleh pihak bank (Tergugat I). Oleh karenanya akad ini
merupakan akad Musyarakah, maka kerugian harus dibagi secara
proporsional sehingga uang modal harus dilunasi oleh Penggugat sebesar
53,22 (lima puluh tiga koma dua puluh dua) persen yakni
Rp400.214.400,00 (empat ratus juta dua ratus empat belas ribu empat ratus
rupiah) dan Tergugat sebesar 46,78 (empat puluh enam koma tujuh puluh
delapan) persen yakni Rp351.785.800,00 (tiga ratus lima puluh satu juta
tujuh ratus delapan puluh lima ribu delapan ratus rupiah), sesuai bunyi
Pasal 3 ayat (2) Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor 120/KCSY02-
APP/MSY/2011 tanggal 26 April 2011.
Perbandingan Putusan Hakim Putusan Nomor 944/Pdt.G/2015/PA.Mdn,
68/Pdt.G/2016/PTA.Mdn dan 624/K/Ag/2017
Putusan Nomor
944/Pdt.G/2015/PA.Mdn
Putusan Nomor
68/Pdt.G/2016/PTA.Mdn
Putusan Nomor
624/K/Ag/2017
Majelis Hakim Tingkat
Pertama membebaskan
utang seluruhnya bagi ahli
waris atau Penggugat atas
Almarhum Ongku Sutan
Harahap kepada Tergugat I
dan Tergugat II
dikarenakan sudah ada
Majelis Hakim Tingkat
Banding berpendapat bahwa
1. Gugatan Penggugat
obscuur libel, yaitu antara
posita dengan petitum tidak
saling mendukung; 2.
Gugatan Penggugat
mengandung cacat formil
Majelis Hakim
Tingkat Kasasi
Berpendapat bahwa
Tergugat I telah
melakukan
perbuatan melawan
hukum dengan
mengabaikan
55
bukti adanya pembayaran
biaya administrasi yang
meliputi biaya asuransi
jiwa yang sudah
dibayarkan oleh Almarhum
Ongku Sutan Harahap di
awal transaksi. Mengenai
tidak terbitnya polis
asuransi atas nama Ongku
Sutan Harahap adalah
murni kelalaian Tergugat I
dan Tergugat II yang
kurang memperhatikan
prinsip kehati-hatian, serta
Tergugat I dan Tergugat II
telah melakukan kelalaian
menerapkan administrasi
asuransi.
yaitu diskualifikasi in
person, yaitu Penggugat
tidak memiliki legal
standing sebagai Penggugat
hal tersebut dikarenakan
Akad Pembiayaan
Musyarakah No.
120/KCSY02-
App/MSY/2011 diadakan
oleh Tergugat I dan II
dengan Almarhum Ongku
Sutan Harahap dengan
ditandatangani oleh Turut
Tergugat I (Yusliana
Dalimunthe); 3. Gugatan
Penggugat prematur sebab
Tergugat IV belum sama
sekali melakukan tindakan
apapun terhadap agunan dan
pada faktanya Tergugat I
sama sekali belum
mengajukan permohonan
lelang kepada Tergugat IV
prinsip kehati-
hatian (prudent
banking principle)
yang tidak sesuai
dengan Pasal 2 dan
Pasal 29 Ayat (2)
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun
1998 Tentang
Perbankan. Oleh
karenanya akad ini
merupakan akad
Musyarakah, maka
kerugian harus
dibagi secara
proporsional yakni
Penggugat sebesar
53,22% dan
Tergugat I dan
Tergugat II sebesar
46,78%, hal ini
sesuai dengan Pasal
3 ayat (2) Akad
Pembiayaan
Musyarakah
Nomor
120/KCSY02-
APP/MSY/2011.
Tabel 1
56
C. Implikasi Putusan Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Ahli Waris
Dalam Pembiayaan Musyarakah
Berdasarkan putusan-putusan yang telah penulis jabarkan di atas (Putusan
Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn, Putusan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn dan
Putusan Nomor 624/K/Ag/2017), putusan-putusan tersebut memiliki kesamaan
dan perbedaan terkait dengan substansi pokok perkara maupun putusan Majelis
Hakim. Jika dikomparasikan, ketiganya memiliki kesamaan pada pokok perkara
yakni pembiayaan akad Musyarakah.
Dalam Putusan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn, hakim memutuskan
pembebasan hutang seluruhnya bagi ahli waris Ongku Sutan Harahap dikarenakan
sudah ada bukti adanya pembayaran biaya administrasi yang meliputi biaya
asuransi jiwa yang sudah dibayarkan oleh Almarhum Ongku Sutan Harahap di
awal transaksi terkait permohonan pembiayaan Musyarakah. Mengenai tidak
terbitnya polis asuransi atas nama Ongku Sutan Harahap merupakan murni
kelalaian pihak bank karena telah melakukan kelalaian dalam menerapkan
administrasi asuransi.42
Pada putusan hakim tingkat banding yakni pada Putusan Nomor
124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn, majelis hakim mengabulkan gugatan Pembanding dan
membatalkan semua putusan Pengadilan Tingkat Pertama. Majelis hakim
berpendapat bahwa Penggugat/Terbanding bukan orang yang melakukan akad
tetapi hanya sebatas ibu dari Ongku Sutan Harahap, maka gugatan tersebut cacat
formil. Majelis Hakim Tingkat Banding belum memutuskan siapa yang harus
bertanggung jawab untuk menyelesaikan sisa angsuran pembiayaan Musyarakah
tersebut karena Majelis Hakim belum memeriksa pokok perkara.43
Majelis Hakim Tingkat Kasasi dalam Putusan 624/K/Ag/2017
memutuskan pihak bank telah salah dalam menerapkan administrasi pembiayaan
yang menimbulkan risiko kerugian karena tidak adanya asuransi jiwa yang
menjamin untuk mengembalikan modal pokok akad Musyarakah yang diterima
nasabah pada saat nasabah meninggal dunia. Hal tersebut merugikan ahli waris
yang seharusnya pembayaran sejumlah Rp752.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh
42 Putusan 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn 43 Putusan 124/Pdt.G/2013.PTA.Mdn
57
dua juta rupiah) ditanggung oleh pihak asuransi tetapi karena pencairan dana
dilakukan sebelum terbitnya polis asuransi, dan pihak bank membebankan seluruh
kewajiban kepada ahli waris untuk menyelesaikan sisa tunggakkan modal pokok
pembiayaan Musyarakah. Hal merupakan kerugian yang diakibatkan pihak bank
kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian dan karena akadnya adalah akad
Musyarakah maka kerugian harus dipikul secara bersama-sama oleh pihak yang
berakad.44
Setelah penulis mengetahui jalan perkara kasus ini dalam Putusan Nomor
624/K/Ag/2017, dapat dipahami bahwa masalah yang disengketakan antara para
pihak adalah mengenai kewajiban ahli waris terhadap tunggakan yang belum
diselesaikan oleh Almarhum Ongku Sutan Harahap.
Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya mengenai pembiayaan
Musyarakah, semua telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, seperti yang ditegaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah
yang menyebutkan bahwa “Musyarakah merupakan pembiayaan berdasarkan
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dan risiko
akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan”.
Juga sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan yang menyatakan bahwa “Untuk kepentingan nasabah, bank
wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian
sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
Mengenai pertimbangan Hakim Tingkat Kasasi dalam perkara ini, hakim
menilai bahwa Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan telah mengabaikan
prinsip kehati-hatian (prudent banking principle). Hal tersebut dikarenakan Bank
Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan menjadikan Surat Pernyataan ahli waris
sebagai alasan pencairan pembiayaan Musyarakah. Bahkan pencairan tersebut
dilakukan sebelum polis asuransi atas nama Ongku Sutan Harahap terbit. Dengan
demikian Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan telah melakukan
kelalaian dengan membiarkan Ongku Sutan Harahap sebagai nasabah yang ikut
44 Putusan 624/K/Ag/2017
58
serta dalam pembiayaan akad Musyarakah tidak mengetahui konsekuensi yang
akan ditanggung olehnya dan ahli warisnya apabila risiko kematian terjadi di
kemudian hari. Hakim berpendapat bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang
menyebutkan bahwa “Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian”.45
Lebih lanjut Hakim memutuskan bahwa kerugian yang terjadi pada Akad
Musyarakah Nomor 120/KCSY02-APP/MSY/2011 harus ditanggung oleh kedua
belah pihak yakni ahli waris sebagai perwakilan dari Almarhum Ongku Sutan
Harahap dan Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan dikarenakan bahwa
Akad Nomor 120/KCSY02-APP/MSY/2011 merupakan akad pembiayaan
Musyarakah yang diatur berdasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah yang menyebutkan
bahwa “Musyarakah merupakan pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara
dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan”; serta “Kerugian harus di bagi di antara para
mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.” Dengan
ini Majelis Hakim Tingkat Kasasi telah benar dalam memutuskan perkara nomor
624/K/Ag/2017.
Kewenangan melakukan penemuan hukum hakim bersumber dari
peraturan-peraturan untuk menempuh cara yang bijaksana dalam menjalankan
tugasnya, dengan lebih mengutamakan idea moral daripada legal formal. Dengan
demikian, bahwa Majelis Hakim Tingkat Kasasi dalam melaksanakan
kewenangannya bersifat bebas untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan
situasi yang dihadapi, tidak didasarkan pada lahiriah dari peraturan undang-undang
yang berlaku tetapi atas dasar kebijaksanaan dan keadilan.46
Kaidah-kaidah umum yang harus diperhatikan dalam menerapkan hukum
adalah: 1. mewujudkan keadilan; 2. Mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran
45 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah 46 Achmad Arief Budiman, “Penemuan Hukum Dalam Putusan Mahkamah Agung Dan
Relevansinya Bagi Pengembangan Hukum Islam Indonesia”, Jurnal Pemikiran Hukum Islam Al
Ahkam, XXIV, 1, (April, 2014), h. 4
59
masyarakat; 3. menetapkan hukum yang berpandangan dengan keadaan darurat; 4.
pembalasan harus sesuai dengan dosa yang dilakukan; 5. tiap-tiap manusia memikul
dosanya sendiri. Dalam kaitan dengan keadilan, putusan hakim harus mewujudkan
keadilan dari kedua belah pihak yang bersengketa.47
Berkenaan dengan pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Kasasi pada
Putusan Nomor 624/K/Ag/2017, penulis ingin menganalisis putusan tersebut
sebagai perlindungan hukum bagi ahli waris dalam pembiayaan Musyarakah.
Dalam permohonan Akad Musyarakah Nomor 120/KCSY02-
APP/MSY/2011, Almarhum Ongku Sutan Harahap sebagai nasabah diwajibkan
untuk memenuhi biaya-biaya yang tercantum di dalamnya yaitu biaya asuransi jiwa
Rp2.170.000,00 (dua juta seratus tujuh puluh ribu rupiah). Menurut Pasal 1 Angka
(1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian yang
berbunyi “Asuransi jika adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan”, kerugian yang terjadi
karena meninggalnya Almarhum Ongku Sutan Harahap ditanggung oleh PT.
Asuransi Bangun Askrida Syariah sebagai pihak penanggung asuransi dan Ahli
waris Almarhum Ongku Sutan Harahap dibebaskan dari sisa biaya tunggakan
modal pokok pembiayaan Musyarakah.48
Namun Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan tidak menyetorkan
biaya yang telah dibayar oleh Almarhum Ongku Sutan Harahap dan telah
dikonfimasi oleh PT. Asuransi Bangun Askrida (Turut Termohon Kasasi). Terlebih
juga Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan mencarikan dana terlebih
dahulu sebelum terbitnya polis asuransi atas nama Ongku Sutan Harahap. Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang menyebutkan
bahwa Pasal 2: “Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian”49; serta
Pasal 29 Ayat (4): “Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi
47 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fakta Keagungan Syariat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h.
25-26 dalam Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam: Sejarah, Teori dan Konsep, Cetakan
Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 56. 48 Putusan Nomor 624/K/Ag/2017 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
60
mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi
nasabah yang dilakukan melalui bank.”
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank syariah wajib memenuhi tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate govenance), prinsip kehati-hatian dan
pengelolaan risiko, serta menerapkan prinsip mengenal nasabah dan perlindungan
nasabah termasuk kewajiban untuk menjelaskan kepada nasabah mengenai
timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan di
bank syariah.50 Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah
salah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak
bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti
harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di
bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik.51
Fakta tersebut merupakan murni kesalahan Bank Sumut Syariah Cabang
Padang Sidempuan yang kurang memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam
menjalankan usahanya.
Hakim Tingkat Kasasi dalam Putusan Nomor 624/K/Ag/2017 memutuskan
bahwa kerugian yang terjadi pada Akad Musyarakah Nomor 120/KCSY02-
APP/MSY/2011 harus ditanggung oleh kedua belah pihak yakni ahli waris sebagai
perwakilan dari Almarhum Ongku Sutan Harahap dan Bank Sumut Syariah Cabang
Padang Sidempuan dikarenakan bahwa Akad Nomor 120/KCSY02-
APP/MSY/2011 merupakan akad pembiayaan Musyarakah yang diatur
berdasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Musyarakah yang menyebutkan bahwa “Musyarakah
merupakan pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan ketentuan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan”; serta “Kerugian harus di bagi di antara para mitra secara
proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.”
50 Gunarto Suhardi, “Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, (Yogyakarta: Kanisius,
2003), h. 27. 51 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008), h. 134-135.
61
Berdasarkan penjabaran mengenai dasar hukum putusan Majelis Hakim
Tingkat Kasasi yang telah penulis sampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa hak
ahli waris dalam kewajiban menyelesaikan tunggakan Akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor 120/KCSY02-APP/MSY/2011 dilindungi oleh Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Pembiayaan Musyarakah.
Selain itu, penulis berpendapat bahwa ahli waris juga terlindungi haknya
mengenai kewajiban penyelesaian tunggakan pembayaran modal dan bagi hasil
dalam Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor 120/KCSY01-APP/MSY/2011
melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
52dalam Pasal 7 yang menyebutkan bahwa:
“Kewajiban pelaku usaha adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
e. memberi konpensasi, ganti rugi dan/atau pergantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan
f. memberi konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
62
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan juga melindungi hak ahli waris
dalam pembiayaan Musyarakah. Dalam Pasal 4 Ayat (1) menyebutkan bahwa
“Pelaku Usaha wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai
produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas dan tidak menyesatkan. Pasal
tersebut di atas menyatakan bahwa pelaku usaha jasa perbankan wajib menempuh
cara-cara yang tidak merugikan bank dan nasabah serta menyediakan informasi
mengenai timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang
dilakukan melalui bank”. Apabila penyelenggara jasa perbankan menempuh cara-
cara yang tidak merugikan nasabah dan menyediakan informasi mengenai risiko
yang dapat terjadi maka hak konsumen atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam menggunakan jasa akan terpenuhi.53
Selanjutnya, hal yang terpenting yang juga diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen pada
Pasal 29, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian
konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai
Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan
Pelaku Usaha Jasa Keuangan.54
Oleh karena itu, cukup banyak pasal dalam peraturan perundangan yang
memberikan perlindungan bagi ahli waris dalam Akad Pembiayaan Musyarakah
Nomor 120/KCSY02-APP/MSY/2011.
53 Aad Rusyad Nurdin, “Kajian Peraturan Pelindungan Konsumen Di Sektor Perbankan”,
Jurnal Hukum dan Pembangunan, IXVIII, 2 (April, 2018), h. 311-312. 54 Ibid.
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Putusan hakim merupakan perlindungan hukum bagi Penggugat
sebagai ahli waris dengan berbekal pada peraturan perundang-undangan
dengan menetapkan Tergugat I dan Tergugat II sebagai pihak yang kalah.
Majelis Hakim Tingkat Kasasi berpendapat bahwa Bank Sumut Syariah
Cabang Padang Sidempuan telah mengabaikan prinsip kehati-hatian dengan
menjadikan Surat Pernyataan ahli waris sebagai alasan pencairan dana sebelum
polis asuransi terbit. Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Majelis Hakim Tingkat Kasasi memutuskan bahwa kerugian yang
terjadi harus ditanggung oleh kedua belah pihak yakni ahli waris sebagai
perwakilan dari Almarhum Ongku Sutan Harahap dan Bank Sumur Syariah
Cabang Padang Sidempuan dikarenakan Akad Pembiayaan Nomor
120/KCSY02-APP/MSY/2011 merupakan Akad Pembiayaan Musyarakah,
dimana telah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah.
Selain itu, ahli waris juga dilindungi haknya beberapa peraturan
perundang-undangan lainnya yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan.
Dengan begitu, cukup banyak peraturan perundang-undangan yang
memberikan perlindungan bagi ahli waris dalam Akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor 120/KCSY/02-APP/MSY/2011.
64
B. Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang
dapat dijadikan sebagai masukan kepada Bank Syariah dan Nasabah sebagai
pelaku Ekonomi Syariah, beberapa implikasi tersebut yaitu:
1. Mengutamakan prinsip kehati-hatian oleh Bank Syariah, guna
meminimalisir terjadinya kerugian yang dapat merugikan Bank Syariah
dengan menegaskan seluruh persyaratan kepada nasabah sebelum
mencairkan dana pembiayaan.
2. Meningkatkan kedetailan kontrak akad ekonomi syariah yang disediakan
oleh bank, sehingga dapat dijalankan ketika suatu peristiwa kerugian yang
tidak dapat di perkirakan terjadi. Serta meningkatkan kenyamanan bagi
nasabah untuk ikut serta dalam akad ekonomi syariah tersebut.
3. Meningkatkan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan risiko yang akan
terjadi oleh nasabah dalam memilih Bank Syariah untuk mengajukan
pembiayaan ekonomi syariah.
65
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2005)
Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di
Indonesia, Cet. 1, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama di Indonesia Dalam Rentang Sejarah dan
Pasang Surut, (Malang: UIN Malang Press, 2008)
Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam: Sejarah, Teori dan Konsep, Cetakan
Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)
Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, (Yogyakarta:
Kanisius, 2003)
Hasbi Ash-Shiddieqy, Fakta Keagungan Syariat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1975)
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, Cet.
kelima)
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008)
Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah Dan Aplikasinya Pada LKS,
(Tangerang Selatan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2011, Cet. Pertama)
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
1994)
Lexy J Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2010)
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema
Insani, 2014, Cet.1)
Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003, cet. ke-10)
Satjipto Raharjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003)
Philipus M. Hadjon, dkk., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 2011)
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2011)
Jurnal dan Majalah
Aad Rusyad Nurdin, “Kajian Peraturan Pelindungan Konsumen Di Sektor
Perbankan”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, IXVIII, 2 (April, 2018)
Achmad Arief Budiman, “Penemuan Hukum Dalam Putusan Mahkamah Agung
Dan Relevansinya Bagi Pengembangan Hukum Islam Indonesia”, Jurnal
Pemikiran Hukum Islam Al Ahkam, XXIV, 1, (April, 2014)
Hilda Hilmiah Dimyati. “Perlindungan Hukum Bagi Investor dalam Pasar Modal”,
Jurnal Cita Hukum, Vol. 2 (2014)
66
Mahkamah Agung RI, “Profil Mahkamah Agung Republik Indonesia” (Jakarta,
2016)
Mufliha Wijayati, “Peradilan Agama dan Sengketa Ekonomi Syariah, XII, 1, (Juni,
2013)
Nurani, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Bekasi,
XVII, 2, (Desember, 2017)
Salma, Elfia, &Afifah Djalal, “Perlindungan Hukum Bagi Perempuan dan Anak”.
Istimbath Jurnal Hukum Islam. XVI, 1 (Juni, 2017)
Valerine J. Kriekhoff, dkk., “Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2010”,
(Jakarta, 2011)
Yulkarnain Harahab, “Kesiapan Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Perkara
Ekonomi Syariah,” Mimbar Hukum, XX, 1 (Maret, 2008)
Internet
https://www.mahkamahagung.go.id/id/struktur-organisasi-mahkamah-agung-ri
diakses pada 7 Maret 2019 Pukul 19.53 WIB.
Peraturan Perundang-Undangan
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Pembiayaan Musyarakah.
Putusan Nomor 624 K/Ag/2017
Putusan Nomor 976/Pdt.G/2012/PA.Mdn
Putusan Nomor 124.Pdt.G/2013/PTA.Mdn
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen