Upload
others
View
12
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
i
i
HUBUNGAN PERAN KELUARGA SEBAGAI PENGAWAS MINUM
OBAT DENGAN KEPATUHAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU
DALAM MINUM OBAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PIYUNGAN KABUPATEN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
STIKES Jenderal A. Yani Yogyakarta
FATIH MUHAMMAD NURSITO
12/2212081/PSIK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2016
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
ii
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
iii
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:
Hubungan Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat dengan Kepatuhan
Penderita Tuberkulosis Paru dalam Minum Obat di Wilayah Kerja Puskesmas
Piyungan Kabupaten Bantul.
Skripsi ini dapat diselesaikan atas bimbingan, arahan, dan bantuan dari
berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada
kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
2. Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku Ketua Program studi
Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta.
3. Muhamat Nofiyanto, S.Kep., Ns., M.Kep selaku ketua LPPM Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
4. Wenny Savitri, S.Kep., Ns., MNS selaku pembimbing I yang telah dengan
sabar memberikan bimbingan, saran dan pendapat dalam skripsi ini.
5. Miftafu Darussalam, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku pembimbing II yang telah
dengan sabar memberikan bimbingan, saran dan pendapat skripsi ini.
6. Tri Prabowo, SKp., MSc selaku Penguji yang telah memberikan arahan, kritik,
saran dan pendapatdalam hasil skripsi ini.
7. Kepala Puskesmas dan Perawat Puskesmas Piyungan yang telah memberikan
ijin dan membantu selama penelitian skripsi ini.
8. Orang tua dan semua keluarga yang selalu memberikan semangat, motivasi,
doa, pengertian dan kasih sayangnya.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
v
9. Teman-teman dan sahabat-sahabatku serta semua pihak yang telah membantu
dan memberikan support dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya,
sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuanya. Penulis menyadari
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akhirnya besar harapan penulis semoga
skripsi ini berguna bagi semua.
Yogyakarta, Juni 2016
Penulis
(Fatih Muhammad Nursito)
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
vi
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
vii
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
viii
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
ix
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1 Pengelompokan OAT .................................................................... 17
Tabel 2 Jenis, Sifat dan Dosis OAT lini pertama ...................................... 18
Tabel 3 Dosis paduan OAT KDT Kategori-1 ........................................... 18
Tabel 4 Dosis Paduan OAT-Kombipak Kategori-1 ................................... 19
Tabel 5 Dosis paduan OAT KDT Kategori-2 ............................................ 19
Tabel 6 Dosis paduan OAT kombipak untuk Kategori-2 .......................... 19
Tabel 7 Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 36
Tabel 8 Kisi-kisi kuesioner peran keluarga sebagai PMO ......................... 37
Tabel 9 Kisi-kisi kuesioner kepatuhan ....................................................... 38
Tabel 10 Tingkat nilai validitas.................................................................... 39
Tabel 11 Tingkat reliabilitas berdasarkan nilai alpha .................................. 40
Tabel 12 Pedoman pemberian interpretasi koefisien korelasi...................... 43
Tabel 13 Distribusi karakteristik responden ................................................ 48
Tabel 14 Distribusi karakteristik PMO ........................................................ 49
Tabel 15 Gambaran peran keluarga sebagai PMO ....................................... 49
Tabel 16 Gambaran kepatuhan .................................................................... 49
Tabel 17 Tabulasi silang karakteristik responden dengan kepatuhan .......... 50
Tabel 18 Hubungan peran keluarga sebagai PMO dengan Kepatuhan ........ 51
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
x
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 Kerangka Teori ......................................................................... 32
Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian .................................................... 33
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian
Lampiran 2. Jadwal Penyusunan Usulan Penelitian
Lampiran 3. Jadwal Bimbingan Usulan Penelitian
Lampiran 4. Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5. Informed Consent
Lampiran 6. Surat Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 9. Data Karakteristik Responden
Lampiran 10. Data Hasil Penelitian
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
xii
HUBUNGAN PERAN KELUARGA SEBAGAI PENGAWAS MINUM OBAT
DENGAN KEPATUHAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DALAM
MINUM OBAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIYUNGAN KABUPATEN
BANTUL
Fatih Muhammad Nursito1, Wenny Savitri
2, Miftafu darussalam
3
INTISARI
Latar Belakang: Penyakit TB merupakan penyakit infeksi kronis yang terutama
menyerang paru-paru namun bisa juga menyerang organ-organ lain. Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini memerlukan
pengobatan yang adekuat agar tidak menular ke orang disekitarnya. Waktu pengobatan
yang cukup lama yaitu sekitar 2-6 bulan. Hal ini berisiko apabila penderita tidak patuh
minum obat atau putus obat, justru akan mengakibatkan kekebalan ganda kuman TB
terhadap obat anti tuberkulosis. Program pengobatan TB dilaksanakan dengan strategi
DOTS yaitu pengawasan langsung minum obat oleh seorang PMO keluarga yang
berperan mengawasi, memotivasi, dan mendampingi penderita selama minum obat
sampai dinyatakan sembuh.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan peran peluarga sebagai pengawas minum obat
dengan kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam minum obat di Wilayah Kerja
Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul.
Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan rancangan cross
sectional dan menggunakan total sampling. Responden pada penelitian ini berjumlah 25
responden yaitu penderita TB paru pengobatan kategori I. Pengambilan data
menggunakan lembar kuesioner yang kemudian di analisis menggunakan uji statistik
bivariat rank spearman.
Hasil: Hasil penelitian ini diperoleh nilai ρ= 0,002 (<0,05) dan koefisien korelasinya
0,600 yang berarti ada hubungan yang kuat antara peran keluarga sebagai pengawas
minum obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB. Pola hubungan
yang terjadi adalah berpola positif artinya semakin baik peran PMO keluarga maka akan
semakin tinggi pula kepatuhan penderita TB dalam minum obat.
Simpulan: Ada hubungan yang kuat antara peran keluarga sebagai pengawas minum
obat (PMO) dengan kepatuhan penderita TB paru dalam minum obat di wilayah kerja
Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul.
Kata Kunci: Peran keluarga, PMO, Kepatuhan minum obat, TB paru
1Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
2Dosen Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
3Dosen Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
xiii
RELATIONSHIP AS A SUPERVISORY ROLE OF FAMILY DRINKING DRUG
COMPLIANCE WITH PULMONARY TUBERCULOSIS PATIENTS IN
DRINKING MEDICINE IN THE WORK AREA HEALTH DISTRICT
PIYUNGAN BANTUL
Fatih Muhammad Nursito1, Wenny Savitri
2, Miftafu darussalam
3
ABSTRACT
Background: TB disease is a chronic infectious disease that mainly affects the lungs but
can also attack other organs. The disease is caused by the bacterium Mycobacterium
tuberculosis. This disease requires adequate treatment in order not contagious to those
around him. long treatment time is about 2-6 months. It is risky if the patient is not
adherent to take medication or drug withdrawal, would likely result in a double immunity
against TB germs anti-tuberculosis drugs. Dilaksanakn TB treatment program with the
DOTS strategy, namely the direct supervision of a PMO to take medicine by families
whose role supervising, motivating, assisting patients taking the drug for up otherwise
recovered.
Objective: To determine the relationship family role as a watchdog to take medication
with pulmonary tuberculosis patient compliance in taking medication in Puskesmas
Piyungan Bantul.
Method: The study was descriptive korelasi with cross-sectional design and use total
sampling. Respondents in this research were 25 respondents ie patients with pulmonary
tuberculosis treatment category I. Retrieving data using a questionnaire sheet which is
then analyzed using bivariate statistical Spearman rank test.
Results: The results obtained by the value of ρ = 0.002 (<0.05) and the correlation
coefficient of 0.600, which means there is a strong relationship between the role of the
family as a supervisor to take medication (PMO) with medication adherence in patients
with TB. The pattern of the relationship is positive pattern means the better the role of
PMO family, the higher the TB patient compliance in taking medication.
Conclusion: There is a strong relationship between the role of the family as a supervisor
to take medication (PMO) with pulmonary TB patient compliance in taking medication
in Puskesmas Piyungan Bantul.
Keywords: Role of the family, PMO, Compliance with taking medication, pulmonary
TB.
________________________________________________________
1Student of Nursing Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
2Lecturer of Nursing Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
3Lecturer of Nursing Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberculosis, sebagian besar bakteri ini menyerang paru-
paru namun dapat menyerang organ tubuh lainya (Kemenkes RI, 2014). Penyakit
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang terutama menyerang paru-paru
namun bisa juga menyerang organ-organ lain. Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberculosis, bakteri tersebut merupakan bakteri tahan
asam berbentuk batang dan bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. Penyakit TB menular melalui droplet atau percikan dahak yang
dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi TB, penularan penyakit ini bersifat kontak
lama dan terus menerus. TB adalah penyakit yang dapat mengancam derajat
kesehatan masyarakat dan menimbulkan angka kematian yang tinggi (Raviglione,
2009).
World Health Organization (WHO) dalam Global Tuberculosis Report
2015 menyatakan bahwa pada tahun 2014, diperkirakan terdapat kasus kejadian
TB yang menyerang 9,6 juta penduduk di dunia, dari angka tersebut kasus TB
yang telah terdiagnosis dan dilaporkan sebesar 5,4 juta kasus, sementara yang
belum terdiagnosis dan dilaporkan sebanyak 4,2 juta kasus. Dari 9,6 juta kasus TB
paru pada tahun 2014, 58% berada di Asia Tenggara dan Pasifik Barat yaitu di
India, Indonesia dan China yang memiliki jumlah kasus masing-masing: 23%,
10% dan 10% dari total keseluruhan kasus. Indonesia menempati urutan ke 2 di
Asia Tenggara dan Pasifik Barat setelah India untuk jumlah kasus kejadian TB
dengan prevelensi 1000 per 254.455 populasi di Indonesia.
Data tahun 2014 dari Profil Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa
jumlah kasus TB BTA positif berdasarkan jenis kelamin dan provinsi ditemukan
bahwa laki-laki sebanyak 106.451(60,3%) dan perempuan sebanyak 70.226
(39,7%) dari total 176.677 kejadian TB seluruh provinsi di Indonesia. Di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) terdapat 1.278 kasus kejadian TB yang ditemukan,
dari jumlah kasus tersebut yang dinyatakan sembuh 513 orang (40,1%),
1
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
2
2
pengobatan lengkap 50 orang (3,9%), dan keberhasilan pengobatan 563 orang
(44,1%). Angka tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan provinsi
Sumatra Utara, Kalimantan Selatan, Gorontalo yang angka pengobatan lengkap
dan keberhasilan pengobatanya mencapai lebih dari 85,5% (Kemenkes RI, 2015).
Data tahun 2014 dalam Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta
secara keseluruhan pravelensi penyakit TB di DIY adalah 43 per 100.000
penduduk. Kabupaten Bantul menempati posisi kedua setelah Kabupaten Sleman
dengan jumlah 428 kasus sedangkan Kabupaten Sleman sebanyak 546 kasus.
Namun yang membedakan kedua kabupaten tersebuat adalah angka kesembuhan,
angka pengobatan lengkap dan angka keberhasilan pengobatan dimana kabupaten
bantul angka pencapainya sangat rendah dibandingkan kabupaten sleman. Di
kabupaten Bantul terdapat 303 kasus TB BTA positif yang diobati, angka
kesembuhanya hanya 73 orang (24,09%), angka pengobatan lengkap tidak ada
(0%), angka keberhasilan pengobatan hanya 25 orang (8,25%) dan jumlah
kematian selama pengobatan 7 orang (2,31%). Dibandingkan dengan kabupaten
sleman dari 302 kasus TB BTA positif yang diobati, angka kesembuhan mencapai
265 orang (87,75%), angka pengobtan lengkap 5 orang (1,66%), angka
keberhasilan pengobatan 89 orang (29,47%), dan angka kematian selama
pengobatan sebanyak 8 orang (2,64%) (Dinkes DIY, 2015).
Berdasarkan data dari profil kesehatan tahun 2014 Kabupaten Bantul,
penemuan kasus TB BTA positif pada tahun 2013 sebesar 52,68% naik
dibandingkan tahun 2012 yang dilaporkan sebesar 51,01%. Angka keberhasilan
pengobatan pada tahun 2013 dilaporkan sebesar 85,23% dan angka kesembuhan
(cure rate) sebesar 79,75%. Angka kesembuhan pengobatan TB di Kabupaten
Bantul menurun bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 86,12% dan
menurun drastis pada tahun 2014 yaitu angka kesembuhan pengobatan TB hanya
24,09%. Jumlah kematian TB dilaporkan sebesar 1,8 per 100.000 penduduk (17
orang). Angka kejadian TB Kabupaten Bantul terbanyak berada di Kecamatan
Piyungan dengan jumlah seluruh kasus TB ada 30 orang yang semuanya berada
di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul dengan angka
kesembuhan baru mencapai 75% (Dinkes Kab.Bantul, 2014).
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
TB menjadi salah satu penyakit menular selain HIV/AIDS dan malaria
yang upaya pengendalianya dinilai pada komitmen global Millenium Development
Goal’s (MDG‟s). MDG‟s menetapkan TB sebagai bagian dari tujuan dibidang
kesehatan yang terdiri dari: 1) menurunkan insidensi TB; 2) menurunkan
prevalensi dan angka kematian akibat TB menjadi setengahnya; 3) sedikitnya 70%
kasus TB dengan BTA positif terdeteksi dan diobati melalui program Directly
Observed Treatment Shortcourse (DOTS) atau pengobatan TB dengan
pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO); dan 4)
setidaknya 85% tercapai Treatment Success Rate (TSR). Upaya pengendalian TB
secara nasional dilakukan dengan menerapkan strategi DOTS sejak 1995, yaitu
strategi penatalaksanaan TB yang menekan pentingnya pengawasan untuk
memastikan penderita menyelesaikan pengobatan sesuai ketentuan sampai
dinyatakan sembuh. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu: 1) Adanya
komitmen politik berupa dukungan dalam penanggulangan TB. 2) Diagnosa TB
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan sputum yang mikroskopik secara
langsung. 3) Pengobatan TB dengan panduan obat anti tuberkulosis (OAT) jangka
pendek di bawah pengawasan langsung seorang PMO, khususnya penderita baru
yang minum obat setiap hari pada dua bulan pertama. 4) Adanya kesinambungan
ketersedian paduan OAT jangka pendek yang cukup. 5) Pencatatan dan pelaporan
yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan penderita serta
kinerja program secara menyeluruh (Kemenkes RI, 2011).
Pengembangan strategi DOTS telah dilaksanakan diseluruh provinsi di
Indonesia pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FPK); Puskesmas (96%) dan
Rumah Sakit (30%), baik Rumah Sakit Pemerintah, Swasta, BUMN, dan
TNI/Polri (Kemenkes Republik Indonesia, 2013). Tiga FPK utama yang
digunakan oleh penderita untuk menjalani pengobatan TB antara lain, Puskesmas,
Rumah sakit dan Praktik dokter swasta (Kemenkes RI, 2011).
Data dari Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) angka keberhasilan
pengobatan atau Treatment Succes Rate (TSR) TB paru di Indonesia paling
rendah di provinsi Papua (24%) dan tertinggi di provinsi Gorontalo (96%)
sementara DIY berada di urutan ke empat dengan angka TSR (44%). Tinggi
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
rendahnya TSR dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1) Faktor penderita:
penderita tidak patuh minum OAT, penderita pindah fasilitas pelayanan
kesehatan, dan TB-nya termasuk yang resisten terhadap OAT. 2) Faktor PMO:
PMO tidak ada, PMO ada tapi kurang memantau, peran PMO kurang maksimal.
3) Faktor obat: suplai OAT terganggu sehinga penderita menunda atau tidak
meneruskan minum obat, penurunan kualitas OAT karena penyimpanan tidak
standar (Kemenkes RI, 2015).
Kepatuhan merupakan hal yang sangat penting dalam perilaku hidup
sehat. Kepatuhan minum obat adalah mengkonsumsi obat obatan secara teratur
sesuai dengan waktu, cara, dan dosis sesuai resep dokter. Selain ketidakpatuhan
masalah lain dalam pengobatan TB adalah waktu pengobatan yang cukup lama
yaitu sekitar 2-6 bulan. Hal ini berisiko apabila penderita tidak patuh minum obat
atau putus obat, justru akan mengakibatkan kekebalan ganda kuman TB terhadap
obat anti tuberkulosis. Pada akhirnya pengobatanya akan mulai dari awal lagi dan
akan mengeluarkan biaya yang lebih mahal serta memakan waktu yang relatif
lebih lama (Kemenkes RI, 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
minum obat ada 3 yaitu: pertama faktor predisposing meliputi pengetahuan,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sikap, kedua faktor enabling meliputi
ketersediaan sarana atau fasilitas kesehatan, dan yang ketiga faktor
reinforcactoring yaitu peran tenaga kesehatan dan peran keluarga sebagai
pendamping atau PMO untuk anggota keluarganya yang menjalani pengobatan
TB (Suhadi, 2005).
PMO keluarga mempunyai peranan penting dalam rangka mempercepat
proses penyembuhan serta memastikan bahwa penderita tersebut menyelesaikan
pengobatanya secara teratur. Keberhasilan pengobatan ditentukan oleh kepatuhan
penderita dalam minum OAT itu sendiri serta pengawasan dari PMO. Tingginya
angka putus obat menjadi masalah penting bagaimana peran dan tugas seorang
PMO dalam mengawasi, mendampingi selama pengobatan dan memberikan
dukungan kepada penderita agar teratur minum OAT sampai dinyatakan sembuh
(Kemenkes RI, 2014).
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
Anggota keluarga sangat efektif dan efisien dalam berperan terhadap
penyembuhan penderita TB karena tidak mengedepankan reward atau balasan
berupa materi sebagai imbalan jasa tetapi dimotivasi oleh kedekatan keluarga
yang didasari oleh pengabdian yang tulus, ikhlas, sabar, cinta, kasih sayang, dan
tanggung jawab sebagai implementasi nilai keyakinan. Keluarga juga merupakan
orang terdekat yang dapat memotivasi dan mengubah perilaku anggota
keluarganya (Marni, 2007).
Penderita TB yang patuh melakukan pengobatan disamping karena
adanya kesadaran dari penderita sendiri untuk sembuh juga didukung karena
adanya peran keluarga sebagai pengawas minum obat yang selalu mengawasi,
mendampingi, menyediakan dan mengontrol selama pengobatan penderita TB
sampai dinyatakan sembuh. Dalam program pengobatan TB, peran keluarga
mempunyai andil besar dalam meningkatkan kepatuhan minum obat, yaitu dengan
adanya pengawasan dan pemberian dorongan kepada penderita untuk minum obat
secara teratur. Keuntungan keluarga sebagai PMO adalah tempat tinggalnya yang
serumah dengan penderita sehingga pengawasanya lebih optimal (Kartikasari,
2011).
Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 18
Nopember 2015 di Puskesmas Piyungan, dan kunjungan berikutnya pada tanggal
29 April 2016 untuk pengambilan data sampel dari buku register TB didapatkan
hasil jumlah penderita TB di Puskesmas Piyungan pada tahun 2014 sejumlah 16
orang, tahun 2015 sejumlah 11 orang dan tahun 2016 (per maret 2016) sejumlah 7
orang, sehingga total penderita TB paru di Puskesmas Piyungan dari tahun 2014-
2016 berjumlah 34 orang. Hasil wawancara menyebutkan bahwa di Puskesmas
Piyungan diwajibkan bagi setiap penderita untuk mempunyai seorang PMO dari
keluarganya untuk mengawasi dan memantau selama proses minum obat
penderita. Kecuali penderita TB paru dengan B-20 (HIV/AIDS) dan penderita TB
paru MDR (Multi Drug Rasistance) yang PMOnya selain dari keluarga juga ada
PMO dari petugas puskesmas yang mendampingi selama pengobatan.
Berdasarkan urain diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan
peran keluarga sebagai pengawas minum obat dengan kepatuhan penderita paru
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
dalam minum obat khususnya di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten
Bantul.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “ Adakah Hubungan Peran Keluarga Sebagai Pengawas
Minum Obat dengan Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru dalam Minum Obat
di Wilayah Kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul? ”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya Hubungan Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat
dengan Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru dalam minum obat di wilayah
kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran karakteristik demografi keluarga dari penderita
Tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten
Bantul.
b. Diketahuinya peran keluarga sebagai pengawas minum obat terhadap
kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam minum obat di wilayah kerja
Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul.
c. Diketahuinya tingkat kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam minum
obat di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul.
d. Diketahuinya keeratan hubungan peran keluarga sebagai pengawas minum
obat dengan kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam minum obat di
wilayah kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan sumber
kepustakaan keperawatan medikal bedah dan keperawatan komunitas sebagai
acuan untuk mengetahui gambaran tentang hubungan peran keluarga sebagai
PMO terhadap kepatuhan penderita TB dalam minum obat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi STIKES A.yani
Dapat dipergunakan untuk menambah sumber kepustakaan keperawatan
medikal bedah dan keperawatan komunitas sebagai bahan bacaan dan
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
b. Bagi Puskesmas Piyungan Kabupaten bantul
Sebagai bahan pertimbangan atau masukan untuk pengembangan strategi
DOTS dan pengembangan program-progam PMO di Puskesmas dan di
Kabupaten Bantul.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk melakukan penelitian-
penelitian lebih lanjut dengan variabel lain yang belum diteliti.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian Kartikasari (2011) tentang Hubungan Peran Keluarga Sebagai
Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kepatuhan Minum Obat Pada
Penderita TB Paru di Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan.
Tujuan penelitiannya untuk mengetahui hubungan peran keluarga sebagai
pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan penderita TB dalam minum
obat. penelitian menggunakan desain deskriptif korelasional dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian kartikasari adalah
seluruh penderita TB yang ada dalam keluarga yang masih menjalani
pengobatan di Puskesmas Kedungwuni II. Tehnik pengambilan sampel adalah
total sampling sebanyak 31 orang. Penelitian kartikasari dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas Kedungwuni II Pekalongan pada Desember 2010-Januari
2011. Hasil penelitian diperoleh nilai ρ=0.000 (<0,05) dan koefisien korelasi
0,591 yang berarti ada hubungan yang kuat antara peran keluarga sebagai
PMO dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB. Persamaan penelitian
Kartikasari dengan penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikatnya
sama (variabel bebasnya peran keluarga sebagai PMO sedangkan variabel
terikatnya adalah kepatuhan minum obat), tehnik desain yang digunakan sama
yaitu deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional, tehnik
penggambilan sampel sama-sama menggunakan tehnik Total sampling.
Perbedaan penelitian kartikasari dengan penelitian ini adalah lokasi dan waktu
penelitian, kuesioner yang digunakan dan jumlah responden berbeda.
2. Penelitian Suhadi (2005) tentang Kepatuhan Minum Obat Penderita TB paru
di Kota Bengkulu. Tujuan penelitianya adalah untuk mengetahui kepatuhan
minum obat penderita Tb paru dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan tersebut. Desain penelitian menggunakan desain penelitian Analitik
dengan pendekatan cross sectional. Populasinya adalah seluruh penderita TB
yang sedang menjalani pengobatan di Kota Bengkulu yang berjumlah 137
orang. Tehnik pengambilan sampelnya adalah Purposive Sampling. Hasil
penelitian adalah variabel yang paling berperan terhadap kepatuhan minum
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
obat penderita TB di Kota Bengkulu adalah pengetahuan, sikap, serta peran
PMO dan keluarganya. Peran PMO dan keluarganya mendapatkan koefisien
nilai (R² = 0,187) dan (Beta = 0.068). Persamaan penelitian suhadi dengan
penelitian ini adalah pada variabel terikatnya yaitu kepatuhan minum obat,
pendekatan sama-sama menggunakan cross sectional. Kuesioner peran
keluarga sebagai PMO dan kuesioner kepatuhan yang digunakan sama karena
pada penelitian ini mengadopsi dari penelitian Suhadi. Perbedaan penelitian
suhadi dengan penelitian ini adalah tehnik desain yang digunakan pada
penelitian suhadi menggunakan desain penelitian Analitik sedangkan
penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasional, lokasi dan waktu
penelitian berbeda, hal lain yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
suhadi adalah tehnik pengambilan sampelnya, pada penelitian suhadi
menggunakan tehnik purposive sampling sedangkan penelitian ini
menggunakan tehnik total sampling.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
47
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Piyungan adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Bantul yang memiliki
luas 33.54 km2 dan merupakan 6,38% dari seluruh luas wilayah Kabupaten
Bantul. Secara administratif Kecamatan Piyungan terdiri atas 3 Desa, yang
terdiri dari 60 dusun dan 340 RT. Pusat tata pemerintahan terletak diantara
Desa Srimartani dengan Desa Srimulyo, sedangkan desa yang paling jauh dari
pusat kecamatan adalah Desa Sitimulyo dengan jarak sekitar 10 Km dari
Ibukota Kecamatan, wilayahnya merupakan perbukitan yang berbatasan
dengan Kecamatan Banguntapan dan Kecamatan Pleret. Kecamatan Piyungan
berbatasan dengan Kecamatan Patuk Kabupaten Gunung Kidul disebelah
timur, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Banguntapan, sebelah
utara berbatasan dengan Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Berbah
Kabupaten Sleman dan sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Dlingo
dan Kecamatan Pleret.
Di kecamatan Piyungan terdapat satu Puskesmas yang melayani
masyarakat dibidang kesehatan yaitu Puskesmas Piyungan. Salah satu
pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan Puskesmas Piyungan adalah
melaksanakan program pengobatan TB menggunakan strategi DOTS atau
pengawasan langsung minum obat oleh seorang PMO sejak tahun 1995.
puskesmas piyungan melakukan 3 upaya dalam rangka mencegah penularan
penyakit TB yaitu Pencegahan, Penemuan Penderita dan Pengobatan.
Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan kontak individu yang dekat
dengan penderita, Vaksinasi BCG dan KIE tentang penyakit TB. Penemuan
Penderita dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan labaratoris
kepada terduga atau suspek TB. Pengobatan yang dilakukan yaitu pengobatan
kategori I dan Kategori II yang lama pengobatan 2-6 bulan, penderita TB yang
menjalani pengobatan dipuskesmas piyungan diwajibkan untuk memiliki
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
48
seorang PMO dari anggota keluarganya baik orang tua, anak atau suami/istri
yang mengawasi dan mendampingi selama pengobatan agar penderita patuh
dalam minum obat. Pengambilan obat dilakukan dipuskesmas oleh penderita
TB atau PMOnya yang kemudian dicatat di register TB pengambilan obat
untuk mengetahui apakah penderita mengambil obat sesuai jadwal yang
ditentukan oleh dokter di Puskesmas atau tidak.
2. Analisis Hasil Penelitian
a. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik
responden dari subyek penelitian sehingga kumpulan data tersebut berubah
menjadi informasi yang berguna. Gambaran karakteristik responden
penelitian disajikan didalam tabel sebagai berikut:
1) Karakteristik Responden
Tabel 13 Distribusi Karakteristik Responden Penderita TB di Wilayah
Kerja Puskesmas Piyungan (N=25) Karakteristik responden Frekuensi Presentase (%)
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
17
8
68
32
Usia
a. 15-25 Tahun
b. 36-45 Tahun
c. 46-55 Tahun
d. >55 Tahun
5
4
2
14
20
16
8
56
Pendidikan
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SLTP/Sederajat
d. SLTA/Sederajat
e. Perguruan Tinggi
1
7
4
12
1
4
28
16
48
4
Berdasarkan tabel 13 diketahui bahwa mayoritas responden adalah
laki-laki (68%); berusia diatas 55 tahun (56%); dan berlatar pendidikan
SLTA/Sederajat (48%).
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
49
2) Karakteristik PMO
Tabel 14 Distribusi Karakteristik PMO Penderita TB di Wilayah Kerja
Puskesmas Piyungan (N=25)
Hubungan PMO dengan responden Frekuensi Presentase (%)
a. Orang Tua
b. Anak
c. Suami/Istri
3
7
15
12
28
60
Berdasarkan tabel 14 diketahui bahwa mayoritas yang menjadi
PMO adalah Suami/Istri (60%).
3) Gambaran Peran Keluarga sebagai PMO
Tabel 15 Gambaran Peran Keluarga sebagai PMO Responden Penderita
TB di Wilayah Kerja Puskesmas Piyungan (N=25)
Gambaran Peran Keluarga Frekuensi Presentase (%)
Peran Keluarga sebagai PMO
a. Baik
b. Cukup
c. Kurang
21
4
0
84
16
0
Jumlah 25 100
Berdasarkan tabel 15 diketahui bahwa mayoritas peran keluarga
sebagai PMO penderita TB dalam minum obat dalam kategori baik
(84%).
4) Gambaran Kepatuhan minum obat
Tabel 16 Kepatuhan Penderita TB di Wilayah Kerja Puskesmas
Piyungan (N=25)
Gambaran Kepatuhan Frekuensi Presentase (%)
Kepatuhan
a. Patuh
b. Tidak patuh
20
5
80
20
Jumlah 25 100
Berdasarkan tabel 16 diketahui bahwa mayoritas responden patuh
dalam minum obat (80%).
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
50
5) Tabulasi Silang antara Karakteristik Responden dengan Kepatuhan
Minum Obat
Tabel 17 Karakteristik Responden dengan Kepatuhan penderita dalam
minum obat di Wilayah Kerja Puskesmas Piyungan (N=25)
Karakteristik Responden Patuh Tidak Patuh
F % F %
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
13
7
52
28
4
1
16
4
Usia
a. 15-25 Tahun
b. 36-45 Tahun
c. 46-55 Tahun
d. >55 Tahun
3
4
1
12
12
16
4
48
2
0
1
2
8
0
4
8
Pendidikan
a. Tidak Sekolah
c. SD
d. SLTP/Sederajat
e. SLTA/Sederajat
f. Perguruan Tinggi
1
6
2
10
1
4
24
8
40
4
0
1
2
2
0
0
4
8
8
0
Pengawas Minum Obat
a. Orang Tua
b. Anak
c. Suami/Istri
1
6
13
4
24
52
2
1
2
8
4
8
Berdasarakan Tabel 17 diketahui bahwa mayoritas responden
yang patuh minum obat adalah laki-laki (52%); berusia diatas 55 tahun
(48%); berlatar pendidikan SLTA/Sederajat (40%); dan memiliki
seorang PMO Suami/Istri (52%). Sedangkan responden yang tidak
patuh mayoritas adalah laki-laki (16%); berusia diatas 55 tahun dan
berussia 15-25 tahun (8%); berlatar pendidikan SLTP/Sederajat dan
SLTA/Sederajat (8%) dan memiliki seorang PMO Suami/Istri atau
Orang Tua (8%).
b. Analisa Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas yaitu peran keluarga sebagai PMO dengan variabel
terikat yaitu kepatuhan minum obat. Uji stasistik yang digunakan
adalah Rank Spearman untuk mengetahui nilai koefisien korelasi atau
keeratan hubungan dari kedua variabel tersebut.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
51
Tabel 18. Hubungan Antara Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum
Obat Dengan Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru Dalam Minum
Obat di Wilayah Kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul
Kepatuhan Penderita Total
ρ
r
Peran
Keluarga
Patuh Tidak Patuh
F % F % F %
Baik 19 76,0 2 8,0 21 84,0
0,002
0,600 Cukup 1 4,0 3 12,0 4 16,0
Jumlah 20 80,0 5 20,0 25 100,0
Hasil analisis statistik diketahui bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antaran peran keluarga sebagai PMO dengan kepatuhan
penderita TB dalam minum obat dengan nilai (ρ= 0,002 < 0,05). Untuk
keeratan hubungan antara peran keluarga sebagai PMO dengan
kepatuhan penderita TB dalam minum obat dilihat dari nilai
Correlation Coefficient sebesar 0,600 yang artinya mempunyai nilai
keeratan yang kuat (Sugiyono, 2014).
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis penelitian ini, sebagian besar penderita TB paru
di Puskesmas Piyungan berjenis kelamin laki-laki (68%). Hasil Riskesda tahun
2013 menunjukkan bahwa diagnosis TB paru yang ditemukan berdasarkan jenis
kelamin yaitu laki-laki (0,4%) dibandingkan perempuan (0,3%). Profil kesehatan
Indonesia 2012 sebelumnya menunjukkan kasus BTA positif pada laki-laki
hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA positif pada perempuan. Sebesar
(59,4%) kasus BTA positif yang ditemukan berjenis kelamin laki-laki dan
(40,6%) berjenis kelamin perempuan (Kemenkes RI, 2013). Angka penemuan
kasus TB lebih tinggi dari pada laki-laki dibandingkan perempuan dapat
mencerminkan dari pajanan pada resiko infeksi (termasuk gaya hidup seperti
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
52
merokok dan pekerjaan yang berasal dari polutan dari dalam atau ruangan) dan
progesivitas penyakit (Puspasari, 2014).
Apabila dilihat dari usia, mayoritas responden pada penelitian ini berada
pada kelompok umur 55 tahun keatas atau dikatakan kelompok umur lansia akhir
atau bisa dikatakan usia tidak produktif sebanyak 14 orang (56%). Pada kelompok
umur ini pengobatan TB diperumit dengan pengobatan untuk penyakit-penyakit
lain yang menyertai sehingga menyebabkan bertambahnya efek samping obat,
putus obat, dan meningkatnya kasus pengobatan ulang dan resistensi OAT. Hal ini
dapat dikarenakan berkurangnya absorbsi obat yang berhubungan dengan
perubahan fisiologis terkait usia dan kekuatan untuk melawan infeksi (Puspasari,
2014).
Tingkat umur pasien dapat mempengaruhi kerja efek obat, karena
metabolisme obat dan fungsi organ kurang efisien pada bayi dan umur tidak
produktif, sehingga dapat menimbulkan efek yang lebih kuat dan panjang pada
kedua kelompok umur ini (Amaliah, 2012). Terapi TB pada umur tidak produktif
(> 50 tahun) tidak mudah karena populasi lanjut usia tidak dapat diandalkan untuk
minum obat secara teratur, pada waktu yang tepat atau dalam dosis yang tepat,
terutama jika beberapa obat harus diminum secara bersamaan. Hal ini
dimungkinkan karena memori yang buruk, penglihatan yang buruk dan
kebingungan mental. Pasien lanjut usia sering menjadi apatis tentang pengobatan
mereka dan sering didapatkan kurangnya tekad atau keinginan untuk
menyelesaikan program pengobatan enam bulan. Suatu studi retrospektif
menunjukkan bahwa pasien TB paru lanjut usia hampir tiga kali lipat lebih
mungkin untuk bereaksi terhadap OAT dibandingkan dengan pasien-pasien umur
produktif (Kemenkes RI, 2014).
Mayoritas pendidikan responden pada penelitian ini adalah SMA/Sederajat
(48%). Tingkat kepatuhan responden pada penelitian ini diketahui baik, hal ini
disebabkan karena tingkat pendidikan responden tinggi yaitu berpendidikan
SMA/Sederajat. Pendidikan sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan
wawasan seseorang. Begitu juga dengan pendidikan kesehatan yang dapat
membuat seseorang mampu meningkatkan kontrol dan memperbaiki kesehatan
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
53
individu serta melakukan perubahan secara sukarela dalam tingkah laku individu
(Notoatmodjo, 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Farida (2013) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah akan
menyebabkan pengetahuan dan wawasan seseorang kurang terhadap penyakit TB
sehingga akan mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang dalam minum obat.
Hasil karakteristik responden yang lain menunjukkan bahwa semua
penderita TB mempunyai seorang PMO dari anggota keluarganya masing-masing.
PMO keluarga bisa orang tua, anak, dan suami/istri. Mayoritas responden
memiliki PMO yaitu suami/istri sebesar (60%) hal ini menunjukkan bahwa PMO
suami/istri sangat efektif karena selain dekat dan tinggal serumah dengan
penderita juga mempunyai rasa kasih sayang yang sangat besar terhadap
pasangannya yang mendorong untuk mengawasi pasangannya agar cepat sembuh.
Namun hasil penelitian juga masih menunjukkan ada beberapa penderita TB yang
yang menyatakan peran keluarganya cukup (16%) dalam mengawasi dan
mendampingi selama pengobatan. Hal ini dapat berpengaruh pada ketidakpatuhan
penderita TB dalam minum obat. Peran PMO tidak bisa hanya dilihat dari sudut
pandang penderita saja karena banyak faktor yang akan mempengaruhi sikap
seorang PMO dalam mengawasi anggota keluarganya misalnya kesibukan, tidak
tinggal serumah, tingkat pengetahuan tentang TB yang kurang, usia atau penuaan
sehingga mempengaruhi daya ingat dan lain sebagainya (Kemenkes RI, 2014).
Untuk menunjang keefektifan PMO dalam mengawasi penderita TB puskesmas
perlu menyelenggarakan kegiatan semacam pelatihan-pelatihan untuk
meningkatkan wawasan dan keterampilan menjadi seorang PMO, diadakan
penyululuhan kepada anggota keluarganya atau diberi buku panduan tentang
PMO sehingga peran PMO dapat dicapai secara maksimal sehingga akan berefek
baik terhadap kepatuhan penderita TB dalam menjalani pengobatannya.
Anggota keluarga sangat efektif dan efisien dalam berperan terhadap
penyembuhan penderita TB karena tidak mengedepankan reward atau balasan
berupa materi sebagai imbalan jasa tetapi dimotivasi oleh kedekatan keluarga
yang didasari oleh pengabdian yang tulus, ikhlas, sabar, cinta, kasih sayang, dan
tanggung jawab sebagai implementasi nilai keyakinan. Keluarga juga merupakan
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
54
orang terdekat yang dapat memotivasi dan mengubah perilaku anggota
keluarganya (Marni, 2007).
Pada penelitian ini mayoritas peran keluarga sebagai PMO dalam kategori
baik (84%). Peran keluarga mempunyai andil besar dalam meningkatkan
kepatuhan pengobatan yaitu dengan adanya dorongan dan pengawasan kepada
penderita dalam minum obat, karena keluargalah yang berada paling dekat dengan
penderita. Pasien yang mempunyai peran keluarga sebagai pengawas minum obat
(PMO) baik maka akan semakin patuh pula pasien dalam minum obat, begitu pula
sebaliknya semakin kurang peran keluarga sebagai PMO maka semakin tidak
patuh pasien dalam minum obat.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepatuhan responden diketahui
mayoritas patuh terhadap pengobatan sebanyak 20 orang (80%) dan yang tidak
patuh ada 5 orang (20%). Dari hasil kuisioner yang diisi responden diketahui
bahwa ketidakpatuhan ini terutama dikarenakan pernah lupa minum obat, berhenti
minum obat karena merasa tidak batuk lagi, tidak teratur minum obat, atau merasa
malas minum obat tiap hari dengan jangka waktu yang relatif lama apalagi jumlah
obat yang harus diminum juga banyak memberikan efek samping seperti mual,
serta muntah sehingga membuat penderita malas dalam meminum obatnya,
disamping itu juga karena kurangnya pengawasan dari keluarga dan tingkat
pengetahuan yang kurang karena pendidikan yang rendah, faktor PMO yang
kurang mengawsi karena tidak tinggal serumah atau bahkan lupa mengingatkan
karena sibuk atau faktor penuaan. Oleh karena itu karakteristik PMO juga perlu
menjadi pertimbangan untuk menunjang keberhasilan pengobatan dinilai sangat
penting. Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) selama
bertahun-tahun terus dikembangkan untuk menjaga pengawasan langsung
terhadap kepatuhan pasien dalam minum OAT (Puspasari, 2014).
Pentingnya pengawasan langsung adalah untuk memastikan pasien
menyelesaikan pengobatan sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh
(Kemenkes RI, 2013). Hal ini didukung oleh pelayanan kesehatan yang diberikan
petugas Poli DOTS Puskesmas Piyungan yang telah menerapkan strategi DOTS
dalam memberikan pengobatan kepada pasien TB paru. Strategi DOTS terbukti
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
55
secara ekonomis dan efisien, masyarakat terutama responden tidak terbebani oleh
biaya yang mahal sehingga perilaku kepatuhan dalam pengobatan TB paru dapat
meningkat namun hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada penderita TB
yang tidak patuh minum obat sehingga UPT Puskesmas Piyungan perlu
melakukan sosialisasi tentang fasilitas pengobatan gratis dan stategi DOTS
kepada masyarakat sehingga perilaku kepatuhan meningkat dan tingkat
ketidakpatuhan penderita menurun.
Kepatuhan dapat diartikan sebagai perilaku pasien secara
kognitif/intelektual yang mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan
oleh kalangan tenaga medis (Subhakti, 2014). Kepatuhan minum obat diukur
sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah diterapkan yaitu dengan
pengobatan lengkap. Kepatuhan pengobatan apabila kurang dari 90% maka akan
mempengaruhi kesembuhan. OAT harus diminum teratur sesuai jadwal, terutama
pada fase pengobatan intensif untuk menghindari terjadinya kegagalan
pengobatan serta terjadinya kekambuhan (Supriyono, Wardani & Meikawati,
2007).
Hasil korelasi antara peran keluarga sebagai pengawas minum obat dengan
kepatuhan penderita TB dalam minum obat menunjukkan r = 0,600, ρ < 0,05 yang
berarti ada hubungan yang kuat antara peran keluarga sebagai pengawas minum
obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB. Hubungan yang
kuat dalam penelitian ini berarti peran keluarga sebagai PMO berpengaruh
terhadap kepatuhan, namun tidak bisa dikatakan sangat kuat karena masih ada
beberapa faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan seseorang misalnya: sikap
atau motivasi, keyakinan, dukungan sosial, pemahaman tentang instruksi,
komunikasi, dan dukungan dari profesi kesehatan. Hasil penelitian ini relevan
pada populasi TB dengan PMO yang pernah dilakukan sebelumnya (Citra, 2010;
Istiawan, 2006; Pratomo, 2009).
Peran keluarga mempunyai andil besar dalam meningkatkan kepatuhan
pengobatan yaitu dengan adanya dorongan dan pengawasan kepada penderita
dalam minum obat, karena keluargalah yang berada paling dekat dengan
penderita. Pasien yang mempunyai peran keluarga sebagai pengawas minum obat
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
56
(PMO) baik maka akan semakin patuh pula pasien dalam minum obat, begitu pula
sebaliknya semakin kurang peran keluarga sebagai PMO maka semakin tidak
patuh pasien dalam minum obat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan peran PMO keluarga
dengan kepatuhan minum obat kepada penderita tuberkulosis paru menunjukkan
hubungan yang kuat. Pola hubungan yang terjadi adalah berpola positif artinya
semakin baik peran PMO keluarga,maka akan semakin tinggi pula kepatuhan
minum obat penderita TB.
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini masih terdapat adanya adanya keterbatasan dalam
penelitan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, keterbatasan tersebut
diantaranya adalah:
1. Penelitian ini baru terbatas pada peran PMO dilihat dari sudut pendang
penderita TB saja, belum dilakukan penilaian khusus yang mengkaji peran
PMO secara langsung.
2. Peneliti belum mengkaji karakteristik PMO sehingga belum diketahui faktor-
faktor yang mempengaruhi PMO dalam mengawasi anggota keluarganya yang
menjalani pengobatan TB.
3. Variabel pengganggu belum dibatasi. Meliputi: Sikap atau motivasi, keyakinan,
dukungan sosial, pemahaman atau pengetahuan yang mumgkin ada pengaruh
terhadap kepatuhan penderita TB dalam minum obat.
4. Distribusi karakteristik ressponden tidak dapat digeneralisasikan karena tidak
mewakili seluruh populasi penderita TB yang berada di Wilayah Kerja
Puskesmas Piyungan.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, hipotesis penelitian ini diterima
dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik responden penelitian ini diketahui bahwa mayoritas responden
adalah laki-laki (68%); berusia diatas 55 tahun (56%); berlatar pendidikan
SLTA/Sederajat (48%); dan memiliki PMO seorang Suami/Istri (60%).
2. Sebagian besar responden memiliki peran PMO dalam kategori baik (84%).
3. Sebagian besar responden patuh minum obat (80%).
4. Ada hubungan yang signifikan antara peran keluarga sebagi pengawas
minum obat dengan kepatuhan penderita TB dalam minum obat di Wilayah
Kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul (r = 0,600, ρ < 0,05).
B. Saran
Berdasarkan hasil, pembahsan, dan kesimpulan penelitian tentang hubungan peran
keluarga sebagai pengawas minum obat dengan kepatuhan penderita TB dalam
minum obat di Wiayah Kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul peneliti
menyarankan kepada:
1. Bagi Puskesmas Piyungan Bantul
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi puskesmas dalam
mengembangkan strategi DOTS dan memberikan promosi kesehatan terkait
kepatuhan pasien TB dalam menyelesaikan pengobatan hingga dinyatakan
sembuh dan peningkatan kemitraan dengan berbagai pihak terutama
Pengawas Minum Obat. Peneliti juga menyarankan agar pihak puskesmas:
a. Mempertimbangkan karakteristik anggota keluarga yang menjadi PMO,
untuk penderita TB lanjut usia maka disarankan PMO nya adalah
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
58
anaknya yang pengetahuan dan daya ingatnya masih bagus dibandingkan
apabila pasangan yang menjadi PMOnya.
b. Perlu diadakan program pelatihan untuk PMO agar PMO mampu
memahami tugas dan perannya dengan baik serta mengetahui tentang
penyakit TB, pengobatan TB dan cara pencegahannya.
c. Pihak puskesmas juga perlu menyediakan buku panduan untuk PMO
untuk menambah wawasan dan pengetahuan agar PMO dalam
melaksanakan perannya sesuai dan dapat dilakukan secara maksimal.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti dapat mencoba meneliti tentang variabel pengganggu lain yang
mempengaruhi Peran keluarga sebagai pengawas minum obat dan kepatuhan
penderita TB lebih mendalam. Peran PMO perlu dilihat dari sudut PMO nya
secara langsung bukan hanya dari sudut pandang penderita TB saja. Perlu
juga dikaji tingkat kepatuhan penderita TB pengobatan selain Kategori I saja
seperti TB pengobatan kategori II, TB MDR, TB B-20, TB Anak dan lain
sebagainya
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
Daftar Pustaka
Aditama, T. (2005). Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Edisi 5.
Jakarta: YP-IDI
Amaliah, R. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungn dengan Kegagalan
Konversi Penderita Tb Paru BTA Positif Pengobatan Fase Intensif di
Kabupaten Bekasi Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kesehatan
masyarakat Universitas Indonesia
Andarmoyo, S. (2012). Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan Praktik
Keperawatan. Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu
Ardani, T.A., Rahayu L.T., dan Scholichatun, Y. (2007). Psikologi Klinis.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Arikunto, S. (2010). Prosedure Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
__________ . (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta
Azwar, S. (2009). Reliabilitas dan Validitas. Edisi ke 3. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Aziz, A. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis
Data.Jakarta: Salemba Medika
Citra. (2010). Pengaruh Pengawas Menelan Obat (PMO) Oleh Keluarga
Terhadap Kepatuhan Minum Obat TBC di Wilayah Puskesmas Kasihan
Bantul Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Muhamadiyah Yogyakarta
Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Depkes RI
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
Dinas Kesehatan DIY. (2015). Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2015 (Data tahun 2014). Yogyakarta: Dinkes DIY
Dinkes Bantul. (2014). Profil Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2014. Bantul:
Dinkes Bantul
Farida. (2013). Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita TBC di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli
Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013. Skripsi. Deli serdang: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Hidayat, A. (2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika
Istiawan R. (2006). Hubungan Peran Pengawas Minum Obat Oleh Keluarga dan
Petugas Kesehatan Terhadap pengetahuan, Perilaku pencegahan dan
Kepatuhan Klien TBC dalam Konteks Keperawatan Komunitas di
Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Irianto, K. (2004). Gizi dan Pola Hidup Sehat, Cet.I. Bandung: Yrama Widya
Kaplan & Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC
Kartikasari. (2011). Hubungan Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat
(PMO) dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB Paru di
Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan. Skripsi. Semarang:
Universitas Muhamadiyah Semarang
Kemenkes RI. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Edisi 2.
Jakarta: Kemenkes RI
___________. (2011). Terobosan Menuju Akses Universal strategi Nasional
Pengobatan TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kemenkes RI
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
____________. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kemenkes RI
____________. (2014). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta: Kemenkes RI
___________. (2015). Profil Kesehatan Indonesia (Data dan Informasi Tahun
2014). Jakarta: Kemenkes RI
Kurniawan. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Pengobatan Tuberkulosis Paru. Skripsi. Riau: Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Riau
Marni. (2007). Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) dalam
Mendukung Proses Pengobatan Penderita TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Baumata Kecamatan Taebenu Kabupaten Kupang. Skripsi.
Jakarta: Universitas Indonesia
Misnadiarly. (2006). Penyakit Infeksi TB Paru dan Ekstra Paru: Mengenal.
Mencegah, Menanggulangi TBC paru, Ekstra paru, Anak dan pada
Kehamilan. Jakarta : Pustaka Populer Obor
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Niven. (2008). Psikologi Kesehatan : Pengantar untuk Perawat dan Profesional.
Jakarta : EGC
Noor, J. (2011). Metode Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, Karya Ilmiah.
Jakarta: Kencana.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Prilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
_____________. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
________. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Partomo. (2009). Hubungan Antara Peran Keluarga SebagaiPengawas Minum
Obat dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas
Grabag Purworejo. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhamadiyah Purworejo
Purwanta., Erawatyningsih E., Subekti., dan Heru. (2009). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Ketidakpatuhan Berobat Pada Penderita Tuberkulosis Paru.
Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, volume 25 no 3, halaman 117-124.
Puspasari, N. (2014). Karakteristik Pasien Tuberculosis yang Memperoleh
Pengobatan Kategori 2 di UP4 Provinsi Kalimantan Barat 2009-2012.
Skripsi. Kalimantan Barat: Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
Raviglione. (2009). Tuberculosis Prevention, Care and Control, 2010-2015:
Framing Global and WHO Strategic Priorities. Report of the Ninth Meeting
9-11 November 2009. Geneva
Rusmani, A. (2002). Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru di RSUD
Dr. Donis Sylvanus Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. Tesis.
Yogyakarta: UGM
Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendekia
Press
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Setyowati, S dan Arita, M. (2008). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta :
Mitra Cendekia
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
Somantri, I. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Subhakti, K.A. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tindakan
Penderita TB Paru Melakukan Kontrol Ulang di Puskesmas Sidomulyo.
Skripsi. Pekanbaru: Universitas Riau
Sudoyo, A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K., Marcellus, dan Setiati S.
(2006). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
_________. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi
(Mixed Methods). Bandung : Alfabeta
Suhadi, A. (2005). Kepatuhan Minum Obat Penderita TB paru di Kota Bengkulu.
Tesis. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Supriyono, W.A., Wardani, R.S., dan Meikawati, W. (2007). Hubungan Faktor
Karakteristik, Cara Minum Obat dan Kedisiplinan Minum Obat TBC Paru
dengan Tingkat Keberhasilan Pengobatan Paket TBC Paru di Puskesmas
Ngembel Kulon Kabupaten Kudus tahun 2007. Jurnal Kesmas. Semarang:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhamadiyah Semarang
Taylor, S. E. (2009). Health Psychology Seventh Edition. New York, America:
Mcgraw-Hill.
Widyaningsih. N., Widjonarko. B., dan Prabamurti, P.N. (2006). Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Praktik Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam
Pengawasan Penderita Tuberkulosis Paru di Kota Semarang. Skripsi.
Semarang: PKIP FKM Undip
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
Wijaya & Putri. (2013). KMB 1 Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.
Cetakan pertama. Yogyakarta : Nuha Medika
WHO. (2015). Global Tuberculosis Report. 20th
Edition. WHO