Upload
others
View
12
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
i
PERSEPSI NELAYAN PUKAT CINCIN (Purse Seine) TERHADAP SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL YANG BERKELANJUTAN DI
PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PRIGI TRENGGALEK, JAWA TIMUR
SKRIPSI
Oleh :
TIARA AYU WIDYASTUTI
NIM. 125080207111013
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PERSEPSI NELAYAN PUKAT CINCIN (Purse Seine) TERHADAP
SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL YANG BERKELANJUTAN DI
PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PRIGI TRENGGALEK,
JAWA TIMUR
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
TIARA AYU WIDYASTUTI
NIM. 125080207111013
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
iii
Judul : PERSEPSI NELAYAN PUKAT CINCIN (Purse Seine) TERHADAP
SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL YANG BERKELANJUTAN DI
PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PRIGI
TRENGGALEK, JAWA TIMUR
Nama Mahasiswa : Tiara Ayu Widyastuti
NIM : 125080207111013
Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PENGUJI PEMBIMBING :
Pembimbing 1 : Dr. Ir. Darmawan Ockto S, M.Si
Pembimbing 2 : Dr. Eng. Abu Bakar Sambah, S.Pi., MT
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING :
Dosen Penguji 1 : Muhammad Arif Rahman, S.Pi., M.App.Sc
Dosen Penguji 2 : Ir. Agus Tumulyadi, MS
Tanggal Ujian : 14 Desember 2017
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 14 Desember 2017
Mahasiswa
_________________________
Tiara Ayu Widyastuti
v
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi ini dengan
lancar. Dalam kesempatan yang baik ini, tak lupa penulis ingin menyampaikan
rasa ucapan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang telah menjadi penolong utama bagi penulis untuk tetap
tegar dan kuat menghadapi segala bentuk ujian hidup.
2. Bapak Dr. Ir. Darmawan Ockto S, M.S. selaku Dosen Pembimbing 1.
3. Bapak Dr. Eng. Abu Bakar Sambah, S.Pi., MT selaku Dosen Pembimbing
2.
4. Bapak Sunardi ST., MT selaku Ketua Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan (PSP).
5. Bapak Dr. Ir. Daduk Setyohadi, MP dan Bapak Ir. Agus Tumulyadi, MS
Selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik terhadap
penulisan penelitian ini
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya Malang terutama dosen PSP yang telah menyalurkan ilmunya
selama penulis mengenyam pendidikan Sarjana
7. Orangtua tercinta terutama Mama saya Wiwik Lidyawati yang tidak pernah
absen memberikan bantuan doa materi dan support sehingga penulis tidak
merasa putus asa selama menyenyam pendidikan di kota Malang.
8. Ayah dan Ibu dari Fauzi Rahmad P, S.Pi yang telah memberikan doa dan
dukungan kepada penulis
9. Fauzi Rahmad P., S.Pi yang telah sabar berada disisi penulis untuk
bersama sama mengerjakan skripsi dan telah banyak membantu penulis
vii
dengan memberikan masukan dan nasehat serta telah bersedia untuk
menjadi partner hidup penulis..
10. Seluruh pegawai Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek
Jawa Timur yang telah membantu kelancaran dalam penelitian ini.
11. Para Nelayan purse seine yang telah bersedia untuk diwawancarai dan
memberikan data untuk penulis gunakan dalam penyusunan skripsi.
12. Teman-teman PSP 2012 yang telah mengisi hari-hari penulis dengan
canda tawa dan motivasi, terutama 5 sekawan Eri Doni yang mengajarkan
penulis arti mensyukuri kehidupan, Yogi Wijanarko yang telah memberikan
penulis gambaran mengenai kehidupan, Fauzi Rahmad yang memberikan
perhatian kepada penulis serta tak lupa Izzudin H yang banyak
mengajarkan penulis untuk lebih disiplin dalam hal beribadah dan teman-
teman perjuangan yang tak dapat penulis tuliskan satu persatu semoga
kelak menjadi orang sukses dunia dan akhirat.
viii
PERSEPSI NELAYAN PUKAT CINCIN (Purse Seine) TERHADAP
SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL YANG BERKELANJUTAN DI
PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PRIGI TRENGGALEK,
JAWA TIMUR
The Perception Of Trawler Fisherman (Purse Seine) On Sustainable Small Pelagic Fish Resources At Fishery Port of Prigi Trenggalek, East Java
Oleh:
Tiara Ayu Widyastuti1, Darmawan Ockto S2, Abu Bakar Sambah2
ABSTRAK
Persepsi nelayan purse seine terhadap sumberdaya perikanan merupakan proses
pengorganisasian potensi daya yang dimiliki nelayan dalam menafsirkan pengelolaan sumberdaya
perikanan di perairan. Perairan Prigi merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi besar dalam
hal perikanan lautnya. Alat tangkap purse seine memberikan kontribusi besar dalam hal meningkatkan
kesejahteraan nelayan karena hasil tangkapan yang didapatkan sangat melimpah. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan cara melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung
untuk memperoleh keterangan-keterangan yang akurat dari responden yaitu nelayan, dengan Instrumen
sebuah kuesioner. Analisis keberlanjutan perikanan purse seine di PPN Prigi dilakukan penilaian dengan
menggunakan metode Rapid Appraisal Analysis Fisheries (RAPFISH). Metode RAPFISH menghasilkan
nilai indeks status keberlanjutan perikanan purse seine pada masing-masing dimensi yang diukur. Pada
dimensi ekologi diketahui nilai indeks keberlanjutan sebesar 69% yang berarti baik, dimensi ekonomi
mendapatkan nilai indeks keberlanjutan 57% dapat dikatakan cukup dan kurang berkelanjutan, dimensi
sosial 67% yang berarti baik dan berkelanjutan, dimensi teknologi mendapatkan nilai indeks
keberlanjutan 75% yang dapat dikatakan baik dan berkelanjutan serta pada dimensi etika mendapatkan
nilai indeks sebesar 66% yang berarti baik dan berkelanjutan. Nilai indeks keberlanjutan menunjukkan
bahwa status keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di PPN Prigi secara keseluruhan mengalami
pembangunan perikanan tangkap ke arah yang lebih baik dan berkelanjutan. Dari kelima dimensi yang
menentukan keberkanjutan perikanan purse seine pada sumberdaya ikan pelagis kecil, dimensi teknologi
mempunyai nilai indeks keberlanjutan paling tinggi yakni sebesar 75% yang berarti baik dan
berkelanjutan dan dimensi ekonomi yang memiliki nilai paling rendah yaitu 57% yang artinya cukup dan
kurang berkelanjutan.
Kata Kunci : Persepsi, Rapfish, Purse Seine, Sumberdaya Ikan Yang Berkelanjutan Perception of purse-seine fishermen to fishery resources is a process of organizing the potential power that
fishermen have in interpreting the management of fishery resources in the water. Prigi water is one of the areas which has
great potential in terms of its marine fishery. Purse seine fishing gear gives great contribution in improving the welfare of
fishermen because the catch is extremely abundant. This research uses descriptive method by conducting research and
observation directly to obtain accurate information by giving the fishermen questionnaire as the research instrument. Purse
seine fishery sustainability analysis in VAT Prigi was assessed using Rapid Appraisal Analysis Fisheries method
(RAPFISH). The RAPFISH method produces value of sustainability index for a purse seine fishery on each measured
field. In ecological field, it is known that 69% of sustainability index means good. While in economic field, 57% of
sustainability index is classified as sufficient and less sustainable and 67% of sustainability index in social field means
good and sustainable. Besides, in technological field, the sustainability index is classified as good and sustainable if it
reaches 75% and in ethical field, 66% of sustainability index means good and sustainable. The value of the sustainability
index shows that the sustainability status of small pelagic fish resources in the Prigi Fishing Port, as a whole, experiences
the development of fishery capture in a better and sustainable way. Out of the five fields which determine the purse seine
fishery prosperity in small pelagic fish resources, technology field has the highest sustainability index value that is equal to
1 Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijya, Malang 2 Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang
ix
75% which means good and sustainable while economic field has the lowest sustainability index value that reaches 57%
which means sufficient and less sustainable.
Keywords : Perception, Rapfish, Purse Seine, Sustainability of fishery resources
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyajikan Laporan Skripsi ini yang berjudul “Persepsi
Nelayan Pukat Cincin (Purse Seine) terhadap Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil yang
Berkelanjutan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi Trenggalek, Jawa
Timur”. Laporan ini disusun sebagai hasil penelitian skripsi yang telah
dilaksanakan oleh penulis dengan melakukan survei terhadap persepsi nelayan
purse seine di PPN Prigi, Kabupaten Trenggalek berkaitan dengan pemanfaatan
sumberdaya ikan pelagis kecil yang berkelanjutan.
Atas terselesaikannya Laporan Skripsi ini, penulis juga mengucapkan
terima kasih sebesar - besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyelesaian laporan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa laporan skripsi
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang
membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Malang, 14 Desember. 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................ 5 1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ............................................................. 6
2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 7
2.1 Persepsi .................................................................................................... 7 2.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan .............................. 7 2.3 Alat Tangkap Purse Seine ....................................................................... 9 2.4 Nelayan ................................................................................................... 10 2.5 Sumberdaya Ikan Pelagis ...................................................................... 11 2.6 Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) ............................................. 12
3. METODE PENELITIAN .................................................................................. 14
3.1 Metode Penelitian ................................................................................... 14 3.2 Jenis dan Pengumpulan Data ................................................................ 15
3.2.1 Observasi ......................................................................................... 16
3.2.2 Wawancara ....................................................................................... 16
3.2.3 Dokumentasi .................................................................................... 17
3.2.4 Kuisioner .......................................................................................... 17
3.3 Variabel Penelitian ................................................................................. 17 3.3.1 Dimensi Ekologi ............................................................................... 18
3.3.2 Dimensi Etika ................................................................................... 19
3.3.3 Dimensi Sosial ................................................................................. 19
3.3.4 Dimensi Ekonomi ............................................................................. 21
3.3.5 Dimensi Teknologi ........................................................................... 21
3.4 Metode Pengumpulan Responden ........................................................ 22 3.5 Analisis Data ........................................................................................... 23
3.5.1 Analisis Deskriptif............................................................................ 25
3.6 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................. 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 28
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ........................................................ 28 4.1.1. Lokasi Penelitian............................................................................. 29
4.1.2 Letak Gografis dan Topografi ......................................................... 29
iii
4.1.3 Iklim .................................................................................................. 30
4.1.4 Jumlah Penduduk ............................................................................ 30
4.2 Keadaan Umum PPN Prigi ..................................................................... 31 4.2.1 Profil PPN Prigi ................................................................................ 31
4.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................. 32
4.2.3 Fungsi Pemerintah ........................................................................... 33
4.2.4 Fungsi Pengusahaan ....................................................................... 34
4.2.5 Fasilitas Pelabuhan ......................................................................... 35
4.3 Keadaan Umum Perikanan .................................................................... 39 4.3.1 Potensi Perikanan Tangkap ............................................................ 39
4.3.2 Armada Penangkapan ..................................................................... 40
4.3.3 Alat Tangkap Purse Seine ............................................................... 41
4.3.4 Deskripsi Perikanan Purse Seine ................................................... 43
4.3.5 Data Perikanan Lima Tahun Terakhir di PPN Prigi ........................ 45
4.3.6 Deskripsi Daerah Penangkapan ...................................................... 49
4.3.7 Deskripsi Ikan Hasil Tangkapan Purse Seine ................................ 50
4.3.8 Musim Penangkapan ....................................................................... 51
4.4 Analisis Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Purse Seine PPN Prigi 52
4.4.1 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Dimensi ................................... 53
4.4.2 Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi ........................................... 58
4.4.3 Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi ........................................ 64
4.4.4 Status Keberlanjutan Dimensi Sosial ............................................. 72
4.4.5 Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi ....................................... 78
4.4.6 Status Keberlanjutan Dimensi Etika ............................................... 84
4.4.7 Status Keberlanjutan Multi Dimensi ............................................... 90
4.4.8 Masalah dan Upaya Penyelesaian .................................................. 92
5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 95
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 95 5.2 Saran ....................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 97
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Kategori Status Keberlanjutan .............................................................. 25
Tabel 2. Fasilitas Pokok PPN Prigi .................................................................... 36
Tabel 3. Fasilitas Fungsional PPN Prigi ............................................................. 37
Tabel 4. Fasilitas Penunjang PPN Prigi ............................................................. 38
Tabel 5. Jumlah Armada di PPN Prigi tahun 2012-2016 .................................... 41
Tabel 6. Jumlah Alat Tangkap Tahun 2016........................................................ 43
Tabel 7. Spesifikasi Alat Tangkap Purse Seine di PPN Prigi .............................. 44
Tabel 8. Jumlah Alat Tangkap Periode 2012 – 2016 .......................................... 46
Tabel 9. Jumlah Armada Periode 2012 – 2016 .................................................. 47
Tabel 10. Jumlah Trip Penangkapan Ikan Periode 2012 – 2016 ........................ 48
Tabel 11. Nilai Produksi Periode 2012 – 2016 ................................................... 49
Tabel 12. Kategori Koefisien Cronbach’s alpha based on standardizad items ... 54
Tabel 13. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ........................................................... 55
Tabel 14. Hasil Uji Validitas Indikator Dimensi Ekonomi. ................................... 56
Tabel 15. Hasil Uji Validitas Indikator Dimensi Sosial. ....................................... 56
Tabel 16. Hasil Uji Validitas Indikator Dimensi Etika. ......................................... 57
Tabel 17. Hasil Uji Validitas Indikator Dimensi Teknologi. .................................. 57
Tabel 18. Hasil Uji Validitas Indikator Dimensi Ekologi....................................... 57
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian. ........................................................... 27
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi
Trenggalek, Jawa Timur. ................................................................. 28
Gambar 3. Ikan Hasil Tangkapan Purse Seine di PPN Prigi. ............................. 50
Gambar 4. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis pada Dimensi Ekologi di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur .............................. 59
Gambar 5. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil pada Dimensi Ekonomi di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur. ............................. 65
Gambar 6. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil pada Dimensi Sosial di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur. ............................. 72
Gambar 7. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil pada Dimensi Teknologi di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur. ............................. 79
Gambar 8. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecilpada Dimensi Etika di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur. ............................. 84
Gambar 9. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil pada Multi Dimensi di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur. ............................. 90
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Rekapitulasi Dimensi dan Atribut Rapfish. ......................................... 103
Lampiran 2. Atribut dan Skoring dalam Analisis Dimensi Ekologi dari
Keberlanjutan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di PPN Prigi. ......... 104
Lampiran 3. Atribut dan Skoring dalam Analisis Dimensi Ekonomi dari
Keberlanjutan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di PPN Prigi. ......... 106
Lampiran 4. Atribut dan Skoring dalam Analisis Dimensi Sosial dari Keberlanjutan
Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di PPN Prigi.................................... 108
Lampiran 5. Atribut dan Skoring dalam Analisis Dimensi Teknologi dari
Keberlanjutan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di PPN Prigi. ......... 110
Lampiran 6. Atribut dan Skoring dalam Analisis Dimensi Etika dari Keberlanjutan
Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di PPN Prigi. .................................. 112
Lampiran 7. Desain Penelitian ................................................................................... 114
Lampiran 8. Perhitungan Sample Responden ......................................................... 116
Lampiran 9. Hasil Skoring Persepsi Nelayan Purse Seine terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil yang Berkelanjutan di PPN Prigi ........................ 117
Lampiran 10. Kontribusi Atribut Keberlanjutan Perikanan Pelagis Kecil di PPN
Prigi. ........................................................................................................ 121
Lampiran 11. Tabel R .................................................................................................. 123
Lampiran 12. Uji Validitas Semua Dimensi. ............................................................. 124
Lampiran 13. Uji Reliabilitas Semua Dimensi. ......................................................... 126
Lampiran 14. Foto Penelitian ..................................................................................... 127
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi perikanan yang melimpah di Indonesia belum sepenuhnya
termanfaatkan dengan baik. Sering diungkapkan dalam berbagai penelitian
bahwa sumberdaya ikan (SDI) merupakan sumberdaya yang dapat pulih
(renewable resources). Namun, pada kenyataannya penangkapan berlebih
atau overfishing masih sering terjadi di berbagai daerah sehingga
menyebabkan produksi perikanan tangkap cenderung menurun setiap
tahunnya. Menurut Mallawa (2006), beberapa wilayah pengelolaan perikanan
antara lain Selat Malaka, Laut Jawa, dan Samudera Pasifik telah mengalami
over-exploited pada jenis ikan pelagis besar.
Ikan adalah salah satu bentuk sumberdaya alam yang bersifat
renewable atau memiliki sifat dapat pulih /dapat memperbaharui diri. Di
samping sifat renewable, menurut Widodo dan Nurhakim (2002), sumberdaya
ikan pada umumnya mempunyai sifat “open access” dan “common property”
yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan
kepemilikannya bersifat umum (Suyasa, 2003).
Pengertian pengelolaan Sumberdaya Ikan (SDI) berkelanjutan adalah
pengelolaan yang mengarah kepada bagaimana SDI yang ada dan saat ini
mampu memenuhi kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan
datang. Di mana aspek keberlanjutan yang meliputi aspek ekologi, sosial –
ekonomi, masyarakat dan institusi. Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak
melarang aktivitas penangkapan yang ekonomi/ komersial, tetapi
menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak
melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan perairan atau
2
kemampuan pulih SDI, sehingga generasi mendatang tetap memiliki aset
sumberdaya alam (SDI) yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini.
Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap purse seine
pada umumnya banyak terdapat di perairan pantai selatan. Purse seine
pertama kali di Indonesia diperkenalkan di pantai utara Jawa oleh Balai
Penelitian Perikanan Laut (BPPL) pada tahun 1970 dan diterapkan di berbagai
lokasi dan berkembang pesat sampai sekarang. Ikan yang menjadi tujuan
penangkapan dari alat tangkap purse seine ialah ikan-ikan pelagic shoaling
species yang berarti ikan-ikan tersebut adalah ikan yang membentuk suatu
gerombolan dan berada dekat dengan permukaan air (Wiyono, 2012).
Alat tangkap purse seine merupakan jaring yang memiliki tali kerut (tali
kolor) yang berguna membentuk alat tangkap tersebut untuk melingkari
gerombolan ikan target. Ikan target dari alat tangkap purse seine ini
menangkap ikan-ikan yang bergerombol atau schooling yang ada di perairan
permukaan (pelagis). Sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya
yang dapat pulih (renewable resources) namun bukanlah sumberdaya tidak
terbatas. Di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua unit penangkapan
ikan yang dipakai nelayan memenuhi kriteria ramah lingkungan. Jika alat yang
dipakai tidak ramah lingkungan, maka keberlanjutan pemanfaatan
sumberdaya perikanan perlu dipertanyakan.
Prigi merupakan salah satu daerah di Pantai Selatan Jawa yang
memiliki potensi besar dalam hal perikanan lautnya. Terdapat berbagai
macam alat tangkap yang digunakan oleh masyarakat nelayan setempat,
salah satunya yakni purse seine. Alat tangkap purse seine di Prigi
dioperasikan oleh dua kapal. Alat tangkap purse seine memberikan kontribusi
3
besar dalam hal meningkatkan kesejahteraan nelayan karena hasil tangkapan
yang didapatkan sangat melimpah.
Persepsi diartikan sebagai pandangan atau pengertian seseorang
mengenai sesuatu atau secara arti sempitnya persepsi diartikan sebagaimana
cara seseorang melihat sesuatu, di mana orang-orang melihat segala sesuatu
secara berbeda satu sama lain. Persepsi dibedakan menjadi dua yaitu
persepsi sosial dan persepsi benda, persepsi sosial adalah persepsi
mengenai seseorang atau orang lain untuk memahami orang dan orang lain.
Dalam persepsi sosial ada yang ingin diketahui, yaitu keadaan dan perasaan
orang lain saat ini, di tempat ini melalui komunikasi non-lisan (seperti kontak
mata, busana, gerak tubuh, dan sebagainya) atau lisan dan kondisi yang lebih
permanen yang ada dibalik segala yang tampak saat ini (seperti: niat, sifat,
motivasi) yang diperkirakan menjadi penyebab dari kondisi saat ini. Hal ini
bersumber pada kecenderungan manusia untuk selalu berupaya guna
mengetahui apa yang ada dibalik gejala yang ditangkap dengan indera.
Dengan demikian, persepsi merupakan pemberian makna pada hasil
pengamatan terhadap suatu objek (Sarwono, 2002).
Persepsi orang bisa berbeda terhadap sebuah objek, jadi bila dikaitkan
dengan persepsi (perception) atau tanggapan atau penglihatan manusia
terhadap benda tanda dan simbol yang terdapat pada space atau ruang, maka
terbentuknya persepsi manusia sangat tergantung pada kemampuannya
dalam “membaca” tanda atau simbol tersebut dengan modal memori yang ada
pada otaknya dan bentuk tanda atau simbol dalam memberikan “penjelasan”
pada manusia yang melihatnya (Harisah dan Masiming, 2002).
Persepsi nelayan terhadap sumberdaya perikanan merupakan proses
pengorganisasian potensi daya yang dimiliki nelayan dalam menafsirkan
4
pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan. Dari kesimpulan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses bagaimana
seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-
masukan informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada dan kemudian
menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.
Salah satu alternatif metode yang digunakan untuk mengevaluasi
keberlanjutan perikanan purse seine adalah metode Rappid Appraisal for
Fisheries (RAPFISH). RAPFISH merupakan metode penilaian berkelanjutan
perikanan yang berdasarkan pendekatan multidimensional scaling. Penelitian
ini mengaplikasikan metode RAPFISH dalam menganalisis persepsi nelayan
purse seine terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan purse seine agar
dapat menjadi perikanan yang sustainable. Peneliti menganalisis beberapa
indikator yakni dimensi ekologi, ekonomi, etika,sosial dan dimensi teknologi.
1.2 Rumusan Masalah
Nelayan merupakan pelaku utama yang berhubungan dengan
sumberdaya perikanan, tingkat kesadaran untuk menjaga kelestarian
sumberdaya alam mereka sangat mempengaruhi. Terkadang pengetahuan
yang rendah dapat menimbulkan kegiatan yang dapat mengancam
kelestarian sumberdaya alam tersebut.
Terkait dengan pemaparan di atas, maka perlu sebuah pemahaman
dalam mengetahui perilaku nelayan. Penelitian ini meneliti bagaimana
pandangan dan pendapat nelayan terhadap pengelolaan sumberdaya
perikanan yang berkelanjutan. Bagaimana persepsi nelayan di Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Prigi terhadap berbagai dimensi yaitu dimensi
ekologi,dimensi ekonomi, dimensi etika, dimensi sosial, dimensi teknologi,
5
dan dimensi pengelolaan yang mempengaruhi sumberdaya perikanan. Dan
untuk mengetahui dimensi mana yang paling baik dan buruk pada
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi Trenggalek.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui persepsi nelayan terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan
pelagis kecil berkelanjutan di PPN Prigi dilihat dari dimensi ekologi,
ekonomi, teknologi, sosial, etika dan dimensi pengelolaan berkelanjutan.
2. Mengetahui persentase pengaruh dimensi ekologi, ekonomi, sosial,
teknologi, etika dan dimensi pengelolaan yang berkelanjutan terhadap
persepsi nelayan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis
kecil yang berkelanjutan.
3. Mengetahui dimensi mana yang paling baik dan buruk pada keberlanjutan
sumberdaya ikan pelagis kecil di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Prigi Trenggalek.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Bagi mahasiswa: sebagai tambahan ilmu pengetahuan dengan
melakukan kegiatan perikanan secara langsung serta sebagai tambahan
informasi dalam penelitian selanjutnya yang berkelanjutan.
2. Bagi lembaga atau instansi: terkait sebagai masukan dalam menentukan
kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.
3. Bagi pemerintah: sebagai bahan untuk menentukan model pengelolaan
perikanan yang berkelanjutan khususnya di PPN Prigi Trenggalek.
6
4. Bagi masyarakat: sebagai bahan informasi mengenai perkembangan
kegiatan perikanan dan sumberdaya perikanan yang ada di PPN Prigi
Trenggalek.
1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2017 di
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi Trenggalek, Jawa Timur.
7
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persepsi
Persepsi nelayan terhadap sumberdaya perikanan merupakan proses
pengorganisasian potensi daya yang dimiliki nelayan dalam menafsirkan
pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan. Menurut Simamora (2005),
persepsi merupakan suatu proses seseorang menyeleksi dan
menginterpretasi stimulus untuk membentuk deskripsi menyeluruh. Sifat
abstrak dari persepsi menyebabkan deskripsi yang digambarkan oleh seorang
pemersepsi tidak objektif tetapi subjektif.
Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh
proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra,
kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian
menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi
individu dapat menyadari dan mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada
di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang
bersangkutan (Sunaryo, 2004).
2.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan
Sebagaimana diketahui bahwa sumberdaya perikanan adalah
sumberdaya yang dapat pulih (renewable) yang berarti bahwa apabila tidak
terganggu, maka secara alami kehidupan akan terjaga keseimbangannya,
dan akan sia-sia bila tidak dimanfaatkan. Apabila pemanfaatannya tidak
seimbang dengan daya pulihnya maka sumberdaya tersebut dapat
terdegradasi dan terancam kelestariannya, yang sering dikenal sebagai
tangkap berlebih (overfishing). Untuk menghindari kemungkinan terjadinya
8
kondisi tangkap lebih maka perlu adanya pengelolaan sumberdaya perikanan.
Tujuan (goal) umum dalam pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi 4
(empat) aspek, yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Tujuan sosial
meliputi tujuan-tujuan politis dan budaya. Contoh masing-masing tujuan
tersebut yaitu: (1) untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau diatas
tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas (tujuan biologi); (2)
untuk meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta
sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait
(tujuan ekologi); (3) untuk memaksimalkan pendapatan nelayan (tujuan
ekonomi); (4) untuk memaksimalkan peluang kerja/mata pencaharian nelayan
atau masyarakat yang terlibat (tujuan sosial) (Wahyuning, 2013).
Pengelolaan sumberdaya ikan adalah suatu proses yang terintegrasi
mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pengambilan keputusan, alokasi sumber dan implementasinya, dalam rangka
menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan
(FAO, 1997). Sementara Widodo dan Nurhakim (2002) mengemukakan
bahwa secara umum, tujuan utama pengelolaan sumberdaya ikan adalah
untuk:
1. Menjaga kelestarian produksi, terutama melalui berbagai regulasi serta
tindakan perbaikan (enhancement);
2. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial para nelayan; serta
3. Memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut.
Menurut Suyasa (2003), perikanan berkelanjutan merupakan
pengelolaan perikanan yang lestari sehingga dapat dimanfaatkan secara terus
menerus. Oleh karena itu, pada beberapa perairan yang kondisi pemanfataan
sumberdaya ikannya telah mendekati dan atau melampaui potensi lestari,
9
perlu kiranya mendapatkan perlakuan khusus agar sumberdaya ikan yang ada
tidak “collapse”. Pemanfaatan sumber daya alam, baik yang dapat
diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui tidak hanya untuk tujuan
pemenuhan kebutuhan jangka pendek, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan
manusia pada tingkat output yang dapat dipertahankan dalam jangka panjang.
Di samping itu, pendekatan pembangunan berkelanjutan saat ini telah
bergeser yang pada awalnya menekankan pada “output berkelanjutan”
kemudian meningkat ke tingkat pemikiran yang lebih terpadu dalam banyak
tingkat pengelolaan, yaitu semakin menekankan juga pada “proses” yang
berkelanjutan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009
tentang perikanan, pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk
proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan,
dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-
undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas
lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya
hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
2.3 Alat Tangkap Purse Seine
Purse seine biasanya disebut jaring berkantong, karena bentuk jaring
tersebut waktu dioperasikan menyerupai kantong. Purse seine kadang-
kadang juga disebut jaring kolor, karena pada bagian bawah jaring sewaktu
operasi, dengan cara menarik tali kolor tersebut (Sadhori, 1985).
Alat tangkap purse seine merupakan alat tangkap yang dioperasikan
secara aktif, yaitu dengan cara mengejar dan melingkarkan jaring pada suatu
10
gerombolan ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa purse seine terdiri dari dua
jenis yaitu tipe Amerika dan Jepang. Purse seine tipe Amerika berbentuk
empat persegi panjang dengan bagian pembentuk kantong terletak di bagian
tepi jaring. Purse seine tipe Jepang berbentuk empat persegi panjang dengan
bagian bawah berbentuk busur lingkar. Bagian pembentuk kantong purse
seine tipe Jepang terletak di tengah jaring (Brandt 2005).
2.4 Nelayan
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya
tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan
penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir
pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya
(Imron, 2003). Umumnya nelayan untuk memenuhi kebutuhan primer mereka
yaitu mencari makan. Bakat dan keterampilan yang diperoleh dari orang tua
sebagi nelayan secara turun-temurun ditularkan secara alamiah kepada anak-
anak mengingat letak pemukiman mereka berada atau dekat dengan wilayah
pesisir pantai (Wasak, 2012).
Menurut Kuswindara (2015), nelayan dapat didefinisikan sebagai
orang, komunitas orang, atau kelompok masyarakat, yang secara
keseluruhan atau sebagian dari hidupnya tergantung dari hasil laut, baik
dengan cara melakukan penangkapan atau budidaya. Sebagian dari
kelompok nelayan memiliki beberapa perbedaan dalam karakteristik sosial
dan kependudukan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam kelompok umur,
pendidikan, status sosial, dan kepercayaan dalam satu kelompok nelayan
juga sering ditemukan perbedaan kohesi internal yaitu pengertian hubungan
di antara sesama nelayan maupun di dalam hubungan bermasyarakat.
11
Nelayan bisa didefinisikan sebagai orang yang melakukan pekerjaan
dalam operasi penangkapan ikan di laut, termasuk ahli mesin, ahli lampu dan
juru masak yang bekerja diatas kapal penangkapan ikan serta mereka yang
secara tidak langsung ikut melakukan kegiatan operasi penangkapan seperti
juragan.
2.5 Sumberdaya Ikan Pelagis
Menurut Wachidah (2015), pada umumnya kepadatan ikan di perairan
yang lebih dangkal atau dekat permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan
di laut yang lebih dalam. Kecuali daerah up welling yang merupakan daerah
perairan yang subur. Kedalaman renang kelompok ikan pelagis tergantung
pada struktur suhu secara vertikal. Apabila suhu permukaan air meningkat,
maka jenis ikan pelagis akan berenang semakin dalam. Setelah melihat
matahari terbenam ikan tersebut akan menyebar di lapisan pertengahan
perairan dan saat matahari terbit akan turun ke lapisan yang lebih dalam.
Sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan salah satu sumberdaya
perikanan yang hidupnya berada pada lapisan permukaan. Beberapa jenis
ikan yang termasuk dalam kelompok pelagis kecil adalah Teri (Stelophorus
spp), selar (Selaroides spp), tembang (Sardinela fimbriata), layang
(Decapterus ruselli) (Yusron, 2005).
Menurut Efkipano (2012), sumberdaya ikan termasuk salah satu
sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) tapi terbatas dan
bersifat milik umum (common property), sehingga kalau ada seseorang dapat
menangkap ikan di suatu tempat, maka cenderung mengundang orang lain
untuk ikut melakukan kegiatan penangkapan ikan di tempat tersebut. Apabila
kegiatan penangkapan ikan pada suatu tempat dibiarkan secara terus
12
menerus, maka menimbulkan permasalahan padat tangkap yang
mengakibatkan gejala tangkap lebih (over fishing) dan pada akhirnya akan
mengancam kelestarian sumberdaya ikan.
Sumberdaya ikan yang bersifat multispecies di perairan Indonesia dan
ikan bergantung pada lingkungannya menyebabkan adanya pola penyebaran
ikan dan berdampak terhadap pola penyebaran ikan dan mengakibatkan
adanya perbedaan daerah penangkapan.
2.6 Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH)
Menurut Pitcher dan Preikshot (2001) analisis Rapfish dimulai dengan
me-review atribut dan mendefinisikan perikanan yang akan dianalisis
(misalnya vassel-base, area-base, atau berdasarkan periode waktu),
kemudian dilanjutkan dengan skoring, yang didasarkan pada ketentuan yang
sudah ditetapkan oleh Rapfish. Setelah itu dilakukan MDS untuk menentukan
posisi relatif dari perikanan terhadap ordinasi baik (good) dan buruk (bad).
Menurut Hartono, et.al (2005) hasil dari kegiatan pengembangan
metode RAPFISH untuk mengkaji indikator kinerja pembangunan subsektor
perikanan tangkap sebagaimana diuraikan di atas kemudian dirangkum dalam
suatu bentuk pedoman penentuan indikator dari hasil berbagai riset yang
mengacu pada konsep suistainable development diantaranya metode
RAPFISH. Penyusunan pedoman ini lebih bertujuan sebagai sarana
sosialisasi metode analisis multivarites berbasis multidimensional scaling
(MDS), terutama diaplikasikan dalam metode RAPFISH.
Pemilihan MDS pada RAPFISH dilakukan mengingat metode
multivariate analysis yang lain seperti Factor Analysis dan Multi-Atribute Utility
Theory (MAUT) , terbukti tidak menghasilkan hasil yang stabil (Pitcher dan
13
Preikshot 2001). Di dalam MDS, objek atau titik yang diamati dipetakan
kedalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga objek atau tiitik tersebut
diupayakan ada sedekat mungkin terhadap titik asal, dengan kata lain dua
objek atau titik yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan
satu sama lain. Sebaliknya objek atau titik yang tidak sama digambarkan
dengan titik-titik yang berjauhan. Rekapitulasi dimensi dan atribut RAPFISH
dalam riset penentuan indikator kinerja pembangunan perikanan tangkap
Indonesia (PRPPSE, 2002. Dalam Hartono. et.al. 2005) (Lihat pada lampiran
1).
14
3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan cara melakukan
penelitian dan pengamatan secara langsung untuk memperoleh keterangan-
keterangan yang akurat dari responden yaitu nelayan, dengan Instrumen
sebuah kuesioner. Data primer yang diperoleh akan diproses dan diolah
dengan suatu analisis, yaitu dengan metode analisis RAPFISH dan sebelum
dianalisis menggunakan Rapfish terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan
reliabilitas untuk mengetahui tingkat keakuratan dan ketepatan kuesioner
yang disebar.
Menurut Nazir (2005), penelitian deskriptif adalah metode dalam
meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi suatu
sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Sedangkan menurut Sugiono (2015), penelitian deskriptif adalah penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel
atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan, atau
menghubungkan dengan variabel lain. Ciri-ciri dari penelitian deskriptif ini,
yaitu: hanya menggambarkan keadaan obyek, tidak ada hipotesis, dan
merupakan penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Tujuan dari penelitian
deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antara fenomena sendiri.
15
3.2 Jenis dan Pengumpulan Data
Menurut Widiastuti (2015), data adalah fakta empirik yang
dikumpulkan oleh peneliti untuk kepentingan memecahkan masalah atau
menjawab pertanyaan penelitian. Data penelitian dapat berasal dari berbagai
sumber yang dikumpulkan dengan berbagai teknik selama kegiatan penelitian
berlangsung. Berdasarkan sumbernya data dibagi menjadi dua yaitu data
primer dan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengambil dua macam data yaitu data primer dan data sekunder.
Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari metode observasi,
wawancara, dokumentasi dan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh
secara tidak langsung seperti dari buku, hasil penelitian, artikel dan data-data
dari Instansi Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Trenggalek.
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan
langsung ke lapang dalam situasi yang sebenarnya dengan
mengadakan observasi langsung terhadap gejala objek yang diselidiki
(Nazir, 2005). Bisa diartikan bahwa data primer merupakan data yang
diambil langsung atau diamati langsung di tempat kejadian atau tempat
pelaksanaan kegiatan berlangsung.
Data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti dari
tempat yang akan diteliti yaitu melalui observasi, wawancara secara
langsung, dengan kuesioner dan dengan cara dokumentasi.
2. Data Sekunder
Menurut Widiastuti (2005), data sekunder merupakan data yang
diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah
16
ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti buku laporan, jurnal ilmiah, dan lain
sebagainya.
Dalam penelitian ini pengumpulan data sekunder diperoleh dari
Internet, DKP Kabupaten Trenggalek, ruang baca PPN Prigi,
perpustakaan Universitas Brawijaya serta ruang baca Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Di mana data
sekunder ini digunakan sebagai data pendukung.
3.2.1 Observasi
Menurut Nazir (2005), pengumpulan data dengan observasi langsung
atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan
menggunakan mata tanpa alat pertolongan alat standar lain untuk keperluan
tersebut. Observasi yang dilakukan adalah mengenai keadaan penelitian.
Tujuan dari metode ini adalah untuk mengetahui kondisi secara umum
tempat penelitian dilakukan. Selain itu mengamati gejala-gejala yang
memungkinkan untuk mendukung penelitian.
3.2.2 Wawancara
Menurut Sugiono (2011), pedoman wawancara dapat dibedakan dua,
yaitu (1) pedoman wawancara secara terstruktur, di mana pedoman
wawancara sudah disusun secara terperinci dan bertahap biasanya
menyerupai check-list atau catatan pertanyaan. (2) pedoman secara tidak
terstruktur, di mana peneliti hanya bertanya secara garis besarnya saja.
Untuk memperoleh data yang lebih akurat, menggunakan metode
pertanyaan atau wawancara. Metode wawancara merupakan metode atau
cara untuk mengambil suatu data dengan bertanya secara langsung dengan
17
responden. Wawancara dilakukan pada pihak pegawai PPN Prigi Trenggalek
dan Masyarakat/Nelayan sekitar PPN Prigi Trenggalek.
3.2.3 Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, prasasti, notulen, rapat, logger,
agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006). Dalam hal ini peneliti menggunakan
dokumentasi berupa foto untuk digunakan sebagai bukti telah melakukan
penelitian dan untuk mencari data profil nelayan purse seine di PPN Prigi.
3.2.4 Kuisioner
Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan memberi beberapa pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada
responden untuk dijawab. Menurut Hendri (2009), kuisioner merupakan daftar
pertanyaan yang akan digunakan oleh periset untuk memperoleh data dari
sumbernya secara langsung melalui proses komunikasi atau mengajukan
pertanyaan.
Kuesioner yang ditujukan kepada responden berisi pertanyaan dengan
6 variabel yaitu variabel ekologi, etika, ekonomi, teknologi, dan pengelolaan.
Dan setiap variabel didalamnya terdiri dari pertanyaan yang ditujukan untuk
responden, yaitu nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi
Trenggalek.
3.3 Variabel Penelitian
Topik penelitian ini yaitu persepsi nelayan purse seine terhadap
sumberdaya ikan pelagis yang berkelanjutan di Pelabuhan Perikanan
18
Nusantara (PPN) Prigi Trenggalek. Penelitian ini menggunakan 5 (lima)
dimensi yaitu :
1. Dimensi Ekologi
2. Dimensi Etika
3. Dimensi Sosial
4. Dimensi Ekonomi
5. Dimensi Teknologi
Dari kelima dimensi tersebut ditentukan indikator-indikator yang
merupakan sifat penting dari masing-masing dimensi. Kelima dimensi tersebut
diukur tingkat keberlanjutannya berdasarkan skoring setiap indikator yang
merupakan modifikasi RAPFISH. Adapun indikator masing-masing dimensi
dijelaskan sebagai berikut:
3.3.1 Dimensi Ekologi
Ekologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
hubungan makhluk hidup dan lingkungannya. Mempelajari ekologi sangat
penting, karena masa depan kita sangat tergantung pada hubungan ekologi
di seluruh dunia. Meskipun perubahan terjadi tempat lain bumi ini, namun
akibatnya akan kita rasakan pada lingkungan di sekitar kita (Prabu, 2008).
Dimensi ekologi dalam penelitian ini terdapat 6 indikator yaitu:
a. Status eksploitasi (Y21)
b. By catch (Y22)
c. Fishing ground (Y23)
d. Trophic level (Y24)
e. Hasil tangkapan (Y25)
f. Discarded (Y26)
19
3.3.2 Dimensi Etika
Dimensi ini merupakan cerminan dari derajat pengaturan kegiatan
ekonomi manusia terhadap lingkungan perairan laut dan sumberdaya
perikanan tangkap yang terkandung di dalamnya. Semakin baik derajat
pengaturan yang dilakukan maka semakin dapat menjamin setiap kegiatan
ekonomi yang dilakukan dalam sektor perikanan tangkap dapat berjalan
dalam jangka panjang dan berkesinambungan. Untuk mewujudkannya
pengaturan kegiatan ekonomi tersebut haruslah berlandaskan pada etika
lingkungan (inilah yang membuat dimensi ini sebelumnya dinamai dimensi
etika), yaitu setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia harus
disertai dengan pertimbangan terhadap terciptanya keberlangsungan fungsi
lingkungan beserta keberadaan sumberdaya alam (dapat pulih) di dalamnya
(Hartono et al, 2005). Pada dimensi ini peneliti menggunakan 6 indikator,
yaitu:
a. Alasan masuk dunia perikanan (X31)
b. Co-management (X23)
c. Pencegahan kerusakan habitat (X33)
d. Memperbaiki ekosistem yang rusak (X34)
e. Masyarakat lokal (X35)
f. Pengurangan masalah (X36)
Dari masing-masing indikator pada dimensi etika ditentukan indikator
untuk mengukur seberapa besar kontribusi masing-masing indikator terhadap
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di PPN Prigi.
3.3.3 Dimensi Sosial
Menurut Sugiharsono (2008), interaksi sosial adalah proses di mana
orang-orang yang menjalin kontak dan berkomunikasi saling mempengaruhi
20
dalam pikiran dan tindakan. Proses sosial tidak selalu menggambarkan
hubungan sosial yang bersifat positif, bisa juga bersifat negatif. Dengan kata
lain, proses sosial tidak hanya bersifat asosiatif, tetapi juga bersifat disosiatif.
Proses sosial dikatakan asosiatif bila proses itu mengarah pada bentuk kerja
sama dan menciptakan kesatuan, sedangkan proses sosial yang disosiatif
adalah interaksi sosial yang mengarah pada perpecahan.
Dimensi ini merupakan cerminan dari bagaimana sistem sosial
manusia masyarakat perikanan tangkap yang terjadi dan berlangsung dapat
atau tidak dapat mendukung berlangsungnya pembangunan perikanan
tangkap dalam jangka panjang dan secara berkelanjutan. Keadaan sosial
yang dimaksud dalam penelitian ini mengenai tingkat pendidikan, kondisi
perangkat di masyarakat, dan pengaruh masyarakat lokal terhadap
pengelolaan sumberdaya (Hartono et al, 2005). Dimensi ini terdiri dari 7 (tujuh)
indikator antara lain:
a. Sistem kerja (X21)
b. Jenjang pendidikan (X22)
c. Frekuensi konflik (X23)
d. Pengaruh nelayan terhadap kebijakan perikanan tangkap (X24)
e. Sosialisasi penangkapan (X25)
f. Keluarga (X26)
g. Antar warga nelayan purse seine (X27)
Dari masing-masing indikator pada dimensi sosial ditentukan indikator
untuk mengukur seberapa besar kontribusi masing-masing indikator terhadap
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di PPN Prigi.
21
3.3.4 Dimensi Ekonomi
Dimensi ini merupakan cerminan dapat atau tidaknya suatu kegiatan
pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap memperoleh hasil yang secara
ekonomis dapat berjalan dalam jangka panjang dan berkelanjutan. Dimensi
ini mencakup kondisi perekonomian masyarakat nelayan dan dampak
ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan penangkapan (Hartono et al, 2005).
Penelitian ini terdapat 7 (tujuh) indikator yang telah ditentukan oleh peneliti,
yaitu:
a. Keuntungan (X11)
b. Gaji/ upah rata-rata (X12)
c. Subsidi (X13)
d. Alternatif pekerjaan (X14)
e. Pasar utama (X15)
f. Penghasilan rata-rata (X16)
g. Curahan waktu (X17)
Dari masing-masing indikator pada dimensi ekonomi ditentukan
indikator untuk mengukur seberapa besar kontribusi masing-masing indikator
terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di PPN Prigi.
3.3.5 Dimensi Teknologi
Dimensi ini merupakan cerminan dari derajat pemanfaatan
sumberdaya perikanan tangkap dengan menggunakan suatu teknologi.
Teknologi yang baik adalah teknologi yang semakin dapat mendukung dalam
jangka panjang dan secara berkesinambungan setiap kegiatan ekonomi
dalam sektor perikanan tangkap. Dimensi teknologi menjadi tolak ukur dalam
penelitian ini meliputi alat tangkap dan karakteristik penangkapan (Hartono et
al, 2005). Dimensi ini terinci dalam 7 (tujuh) indikator yakni:
22
a. Lama trip (Y11)
b. Selektivitas alat (Y12)
c. Ukuran kapal (Y13)
d. Alat bantu (Y14)
e. Efek samping alat (Y15)
f. Armada penangkapan (Y16)
g. Ukuran kapal (Y17)
Dari masing-masing indikator pada dimensi teknologi ditentukan
indikator untuk mengukur seberapa besar kontribusi masing-masing indikator
terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di PPN Prigi.
3.4 Metode Pengumpulan Responden
Metode penentuan responden/sampel dalam penelitian ini
menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan data
secara sengaja yang berarti peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil
karena ada pertimbangan tertentu, dengan ukuran sampel yang layak dalam
penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500 (Sugiono, 2015).
Menurut Sugiono (2012), sampel responden diambil dengan
menggunakan metode random purposive sampling, yaitu dilakukan dengan
mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu secara
acak. Metode penentuan responden menggunakan rumus menurut Slovin
adalah sebagai berikut :
23
𝑛 = 𝑁
N (d)2 + 1
Keterangan :
n = jumlah sampel yang dicari
N = jumlah populasi
d = nilai presisi (ditentukan sebesar 90% atau d = 0,01)
Responden penelitian sebanyak 100 orang nelayan purse seine yang
ada di PPN Prigi Trenggalek dari sekitar 3.350 jumlah nelayan dan dari 134
jumlah armada purse seine yang ada di PPN Prigi. Hal tersebut dikarenakan
adanya yang berperan adalah masyarakat nelayannya tidak hanya juragan
laut. Responden ditentukan langsung oleh peneliti dengan cara sengaja
memilih responden yang berpengaruh langsung dengan penelitian. Rincian
perhitungan responden disajikan pada (lampiran 8).
3.5 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis
RAPFISH. Metode ini menyangkut aspek keberlanjutan dari dimensi ekologi,
dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi etika. Setiap
aspek memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan sustainibility
sebagaimana yang diisyaratkan oleh FAO-CCRF 1995. Dengan Rapfish,
atribut-atribut tersebut diadaptasikan dari atribut yang telah dikembangkan
oleh Pitcher et al (2000) yang telah terbukti sejalan dengan indikator FAO
Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rapfish adalah metode yang
sangat tepat sebagai pendiagnosis yang komprehensif terhadap status
perikanan di suatu wilayah pengelolaan.
24
Data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan kuisioner dari
responden selanjutnya diolah dengan software microsoft excel dan aplikasi
Rapfish dalam template excel. Hasil olahan data tersebut ditampilkan dalam
bentuk grafik untuk kemudian dianalisis secara deskriptif.
Metode Rapfish digunakan dalam menganalisis persepsi nelayan
purse seine untuk mengetahui keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis
kecil di PPN Prigi melalui beberapa tahap yaitu :
1. Melihat ulang indikator-indikator pada setiap dimensi yang terdapat dalam
form RAPFISH dan mendefinisikan indikator tersebut melalui
pengamatan yang ada di lapang.
2. Analisis terhadap data perikanan purse seine PPN Prigi melalui data
statistik, studi literatur, observasi lapang, wawancara dan dokumentasi.
3. Melakukan skoring dan pendapat nelayan terhadap dimensi ekologi,
ekonomi, sosial, teknologi, dan etika yang mengacu pada form RAPFISH
berbasis Microsoft Excel. Rentang skor yang ditawarkan bervariasi
tergantung jenis indikator yang ditanyakan dalam kuisioner. Di dalam
kuisioner telah dijelaskan secara detail panduan cara menilai dari masing-
masing indikator.
4. Hasil pemberian skor kemudian dianalisis dengan menggunakan program
MDS yang terdapat dalam Software SPSS 16, untuk mengetahui nilai
validitas dan nilai reliabilitas untuk mengetahui skor setiap indikator valid
dapat diketahui dengan melihat tabel r (Lampiran 11) uji tabel r dengan
menggunakan selang kepercayaan 10% dan menggunakan dua arah
karena pengaruh dimensi penelitian terhadap keberlanjutan sumberdaya
ikan pelagis kecil masih belum diketahui.
25
5. Sedangkan untuk mengetahui status keberlanjutan pada setiap dimensi
dan multidimensi data diolah menggunakan Microsoft Excel 2010. Status
keberlanjutan dapat dinyatakan dalam skala indeks keberlanjutan. Skala
indeks keberlanjutan terletak antara 0-100%.
Tabel 1. Kategori Status Keberlanjutan
Nilai Indeks (%) Kategori
0 – 20 Buruk sekali (tidak berkelanjutan)
20 – 40 Buruk (kurang berkelanjutan)
40 – 60 Cukup (cukup berkelanjutan)
60 – 80 Baik (berkelanjutan)
80 – 100 Baik sekali (sangat berkelanjutan)
Tabel diatas menunjukkan nilai skoring dan status keberlanjutan
indikator dari 5 (Lima) dimensi yang telah dianalisis sebelumnya. (Tabel 1)
digunakan untuk mengetahui dan menduga status keberlanjutan perikanan
tangkap yang ada di perairan Prigi.
3.5.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran,ataupun suatu
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari analisis ini agar peneliti dapat
membuat deskripsi, gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta-
fakta, sikap-sikap serta hubungan antar peristiwa yang diselidiki (Nazir,2014).
Analisis ini untuk menguraikan data yang diperoleh, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Kegiatan analisa menurut Miles dan Huberman
dalam Sugiyono (2006), dapat dijabarkan antara lain:
26
1. Reduksi Data
Merupakan langkah untuk mengelompokkan data kasar yang
diperoleh sehingga hanya data yang diperlukan saja yang digunakan.
2. Penyajian Data
Merupakan langkah penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk
uraian, singkat, bagan, hubungan antar kategori, flow chart dan sejenisnya,
yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.
3. Penarikan Kesimpulan
Langkah terakhir merupakan kegiatan penarikan kesimpulan
menjawab tujuan penelitian.
3.6 Kerangka Konsep Penelitian
Konsep penelitian ini adalah mengetahui persepsi nelayan purse seine
terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis di PPN Prigi Trenggalek.
Kerangka ini dirancang untuk melihat proses kinerja perikanan tangkap di
PPN Prigi Trenggalek. Dan kemudian berdasarkan kinerja yang ada dapat
dilakukan berbagai strategi untuk perbaikan di masa mendatang serta
menemukan alternatif sebagai pemecahan suatu masalah yang akan muncul
nantinya. Kerangka ini dibangun berdasarkan isu pengelolaan perikanan yang
menjadi suatu fenomena yang timbul yakni kondisi sumberdaya
penangkapan, etika pemanfaatan sumberdaya perikanan, dan dampak
ekonomi sosial pada saat ini.
Mengetahui skoring dari pendapat nelayan purse seine terhadap
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis, maka diperlukan strategi pengelolaan
perikanan yang tepat sasaran. Dilihat dari perspektif keberlanjutannya, belum
27
ada kajian yang komprehensif yang sekaligus mencakup berbagai dimensi
keberanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi, etika, sosial, dan dimensi
teknologi. Padahal kondisi dimensi-dimensi tersebut dapat dijadikan
pertimbangan perikanan tangkap ke depan.
Analisa keberlanjutan menggunakan metode RAPFISH ini dimulai
dengan me-review atribut atau mendefinisikan atribut perikanan yang akan
digunakan, mengidentifikasi persepsi dan melakukan penelitian terhadap
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di wilayah penelitian. Kemudian
akan dilanjutkan skoring yang di dasarkan pada ketentuan yang sudah
ditetapkan dalam teknik RAPFISH. Setelah itu dilanjutkan MDS untuk
menentukan posisi relatif dari perikanan terhadap ordinasi baik dan buruk.
Dengan mengetahui skoring tersebut maka perlu adanya alternatif yang tepat
untuk keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di PPN Prigi Trenggalek.
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian.
28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi terletak di Desa Tasikmadu,
Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Pada
posisi koordinat 111o 24’ – 112o 11’ BT dan 7o 34’ LS. Wilayah kerja
operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi ditetapkan oleh Bupati
Trenggalek sesuai SK Bupati Trenggalek Nomor 872 tahun 2006 tanggal 24
November 2006 dan dikuatkan oleh SK Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor:KEP.09/MEN/2009 tanggal 29 Januari 2009. Berikut gambaran umum
lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Prigi Trenggalek, Jawa Timur.
29
4.1.1. Lokasi Penelitian
Seiring dengan perkembangan zaman Pelabuhan Perikanan Pantai ini
berkembang atau naik tingkat dari PPP menjadi PPN. Status ini berdasarkan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.21/MEN/2001
tentang Organisasi dan Tatat Kerja Pelabuhan Perikanan tanggal 1 mei 2001.
Pada tanggal 22 Agustus tahun 2004 kantor baru Pelabuhan Perikanan
Nusantara Prigi diresmikan langsung oleh Presiden Megawati Soekarno Putri.
Daerah Penangkapan Fishing Ground yang digunakan nelayan Prigi
masih di wilayah Samudera Hindia (WPP 573) yaitu Teluk Prigi (1110 43’ 20”
BT dan 80 27’ 20” LS), perairan Kabupaten Tulungagung (1110 53’ 20” BT dan
80 28’ 40” LS), perairan Blitar (1110 09’ 20” BT dan 80 26’ 30” LS), dan perairan
Sadheng, Yogyakarta (1110 42’ 10” BT dan 80 28’ 40” LS). Kabupaten
Trenggalek memiliki 3 kecamatan yang terletak di wilayah di pesisir pantai,
yaitu kecamatn Watulimo, Munjungan dan Panggul. Wilayah pesisir
kabupaten Trenggalek memiliki potensi sumberdaya alam beragam
diantaranya potensi tambang, hutan, perkebunan, pertanian, wisata alam dan
perikanan.
4.1.2 Letak Gografis dan Topografi
Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi (PPN Prigi) dibangun di atas
lahan seluas 27,5 Ha dengan luas tanah 14,1 Ha dan luas kolam labuh 16 Ha.
Terletak pada posisi koordinat 111043’58” BT dan 08017’22” LS, tepatnya di
Desa Tasikmadu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Propinsi Jawa
Timur. Jarak ke ibukota provinsi (Surabaya) adalah +-200 km dan jarak ke
kota kabupaten (Trenggalek) adalah +-47 km. Trenggalek merupakan salah
satu kabupaten yang ada di pesisir pantai selatan dengan batas-batas
wilayah; sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo, sebelah
30
timur dengan Kabupaten Tulungagung, sebelah selatan dengan Samudera
Hindia dan sebelah barat dengan Kabupaten Pacitan.Perairan Desa
Tasikmadu merupakan perairan teluk dengan dasar lumpur bercampur pasir
dan sedikit berbatu karang. Teluk ini dinamakan dengan teluk Prigi yang
mempunyai kedalaman 6-45 meter.
4.1.3 Iklim
Iklim di wilayah Kecamatan Watulimo adalah tropis, dimana
mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada
saat penelitian pada bulan April wilayah di Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN) Prigi sedang mengalami musim penghujan. Tinggi wilayah kecamatan
Watulimo kurang lebih 299 meter dari permukaan laut, dan suhu rata-rata di
Watulimo berkisar 27-280C.
4.1.4 Jumlah Penduduk
Desa Tasikmadu terdiri dari 3 dusun yaitu Dusun Ketawang dengan
luas 83,55 Ha yang terdiri dari 2 RW dan 15 RT, Dusun Gares dengan luas
133,565 Ha yang terdiri dari 3 RW dan 17 RT serta Dusun Karanggongso yang
memiliki luas 31,495 Ha dan terdiri dari 1 RW dan 5 RT. Jumlah total penduduk
Desa Tasikmadu sejumlah 10.378 jiwa terdiri dari 5.135 jiwa adalah penduduk
laki-laki dan 5.243 jiwa adalah penduduk perempuan.
Menurut data dari Desa Tasikmadu, pada tingkat pendidikan,
penduduk Desa Tasikmadu termasuk daerah yang memiliki tingkat yang
cukup baik karena sebagian dari mereka bersekolah , mengingat secara
umum tingkat pendidikan nelayan penduduk di kawasan pesisir biasanya
rendah. Jumlah tersebut diharapkan terus meningkat dengan bertambahnya
sarana pendidikan serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan
31
pentingnya pendidikan. Wawasan yang tinggi akan mempengaruhi pola pikir
masyarakat yang sehingga akan memajukan tingkat perekonomian Prigi
terutama pada sektor perikanannya pada kesejahteraan masyarakat nelayan
Prigi.
4.2 Keadaan Umum PPN Prigi
4.2.1 Profil PPN Prigi
Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi pada awalnya merupakan desa
pantai tradisional yang berlokasi di teluk prigi. Dengan berjalannya waktu dari
suatu pemukiman nelayan tumbuh besar dan berperan dalam kegiatan
perikanan di Kabupaten Trenggalek.
Pada Tahun 1982 awalnya adalah Pelabuhan Perikanan Pantai Prigi
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor:261/Kpts/Org/IV/1982 tentang Struktur organisasi, tanggal 21 April
1982, sedangkan Tatat Kerjanya berdasarkan SK Mentan
Nomor:311/Kpts/Org/v/2978. Dan pada saat itu masih dibawah Departemen
Pertanian. Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi mempunya Visi dan Misi
diantaranya yakni:
1. Visi dan Misi
Visi
“Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang Berdaya saing dan
berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat”
Misi
1. Mengoptimalkan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
2. Meningkatkan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Kelautan dan
Perikanan
32
3. Memelihara Daya Dukung dan Kualitas Lingkungan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan.
2. Kebijakan PPN Prigi
1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif
2. Pengembangan infrastruktur
3. Pembinaan manajemen usaha
4. Peningkatan kapasitas SDM nelayan dan aparatur
4.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 20/ME/2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan
Perikanan, maka Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi adalah Unit
Pelaksana Teknis di bidang pelabuhan perikanan yang berada dibawah dan
bertanggun jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.
Selain itu Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi mempunyai tugas
melaksananakan fasilitasi produksi ikan dan pemasaran hasil perikanan di
wilayahnya, pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan dan pelestariannya,
dan kelancaran kegiatan kapal perikanan, serta pelayanan kesyahbandaran
di pelabuhan perikanan.
Fungsi dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi antara lain:
a. Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan, dan evaluasi
pelabuhan perikanan;
b. Pelaksanaan pengaturan keberangkatan, kedatangan, dan keberadaan
kapal perikanan di Pelabuhan Perikanan;
c. Pelaksanaan pelayanan penerbitan Surat Tanda Bukti Lapor
Kedatangan dan Keberangkatan Kapal Perikanan;
d. Pelaksanaan pemeriksaan Log Book;
33
e. Pelaksanaan pelayanan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar;
f. Pelaksanaan penerbitan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI);
g. Pelaksanaan pengawasan pengisian bahan bakar;
h. Pelaksanaan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan,
pendayagunaan dan pengawasan serta pengendalian sarana dan
prasarana;
i. Pelaksanaan fasilitasi penyuluhan, pengawasan dan pengendalian
sumberdaya ikan, publikasi hasil penelitian, pemantauan wilayah pesisir,
wisata bahari, pembinaan mutu, serta pengolahan, pemasaran, dan
distribusi hasil perikanan;
j. Pelayanan Jasa, pemanfaatan lahan dan fasilitas usaha;
k. Pelaksanaan pengumpulan data, informasi, dan publikasi;
l. Pelaksanaan bimbingan teknis dan penerbitan Sertifikat Cara
Penanganan Ikan yang Baik (CPIB);
m. Pelaksanaan inspeksi pembongkaran ikan;
n. Pelaksanaan pengendalian lingkungan di Pelabuhan perikanan; dan
o. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
4.2.3 Fungsi Pemerintah
Fungsi pemerintahan merupakan fungsi untuk melaksanakan
pengaturan, pembinaan, pengendalian, pengawasan, serta keamanan dan
keselamatan operasional kapal perikanandi pelabuhan perikanan yang
meliputi:
a. Pembinaan pelayanan mutu dan penglahan hasil perikanan
b. Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan
c. Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat
nelayan;
34
d. Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;
e. Tempat pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian
sumberdaya ikan;
f. Pelaksanaan kesyahbandaran;
g. Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan;
h. Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal
pengawas kapal perikanan;
i. Tempat publikasi hasil penelitian kelautan dan perikanan;
j. Pemantauan wilayah pesisir;
k. Pengendalian lingkungan;
l. Kepabeanan lingkungan dan atau
m. Keimigrasian.
4.2.4 Fungsi Pengusahaan
Fungsi pengusahaan merupakan fungsi untuk melaksanakan
pengusahaan berupa penyediaan dan atau pelayanan jasa kapal perikanan
dan jasa terkait di pelabuhan perikanan yang meliputi:
a. Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan
b. Pelayanan bongkar muat ikan
c. Pelayanan pengolahan hasil perikanan
d. Pemasaran dan distribusi ikan
e. Pemanfaatan fasilitas dan lahan di pelabuhan perikanan
f. Pelayanan perbaikan dan pemeliharaan kapal perikanan
g. Pelayanan logistik dan perbekalan kapal perikanan
h. Wisata bahari dan atau
i. Penyediaan dan atau pelayanan jasa lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
35
4.2.5 Fasilitas Pelabuhan
Suatu Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan akan
berfungsi dengan baik apabila dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang
meliputi fasilitas pokok, fungsional dan penunjang. Fasilitas yang termasuk
fasilitas pokok adalah dermaga, kolam pelabuhan, alat bantu navigasi, dan
pemecah gelombang/breakwater (Lubis, 2006).
Pelabuhan Perikanan Prigi dibangun pada tahun 1982 dan sampai
sekarang terus dilakukan pengembangan saran dan prasaran yang
menunjang aktivitas perikanan di dalamnya. Fasilitas yang terdapat di
Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
fasilitas pokok yang merupakan fasilitas utama dalam menunjang kegiatan
operasional di Pelabuhan Perikanan, fasilitas fungsional yang mendukung
pengembangan usaha perikanan tangkap dan fasilitas penunjang yang
merupakan fasilitas sekunder. Adapun pembangunan fasilitas yang sudah
tersedia diantaranya adalah (PPNP 2016) :
a. Fasilitas Pokok
Fasilitas kolam di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi
ada dua, satu terdapat dibagian timur dan satu lagi ada di bagian barat.
Kolam bagian barat dibatasi dengan breakwater (BW 03) dengan panjang
sekitar 310 mdan breakwater paralel di sebelah barat (BW 02 dan BW 01)
dengan kedalaman kolam kurang lebih 3,7 m. Dermaga barat digunakan
untuk kapal-kapal berukuran sedang yaitu antara 20-30 GT yang
kebanyakan yakni kapal purse seine dan beberapa kapal tonda. Kolam
pelabuhan bagian timur dibatasi dengan breakwater yang terletak di
selatan (BW 04) dengan panjang sekitar 390 m dengan kedalaman
36
kurang lebih 2,8 m. Dermaga timur digunakan untuk kapal berukuran lebih
kecil >20 GT, berupa kapal tonda, gillnet dan pancing ulur.
Tabel 2. Fasilitas Pokok PPN Prigi
No. Nama Fasilitas Jumlah
1.
Lahan
a. Lahan
b. Kolam
1,41 Ha
16 Ha
2.
Kolam Pelabuhan :
a. Sebelah barat
b. Sebelah timur
6,5 Ha
9,5 Ha
3. Break Water 710 m’
4. Dermaga 552 m
5. Jalan Komplek 13.471 m2
6. Revetment 830 m2
7. Jetty (2 unit) 583 m2
Sumber : Buku Laporan Tahunan PPN Prigi tahun 2016
Fasilitas pokok yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN) Prigi semuanya dalam kondisi baik dan terawat, mungkin untuk
jalan komplek perlu adanya perbaikan berupa pengaspalan kembali agar
pada saat musim hujan jalan tidak ada genangan air dan tidak
membahayakan para pengguna kendaraan roda dua.
b. Fasilitas Fungsional
Fasilitas fungsional merupakan fasilitas yang dibangun untuk
mendayagunakan pelayanan yang menunjang kegiatan di areal
pelabuhan, sehingga manfaat dan kegunaan pelabuhan yang optimal
dapat tercapai (Lubis, 2006).
37
Tabel 3. Fasilitas Fungsional PPN Prigi
No. Nama Fasilitas Jumlah / Volume
1. Kantor Administrasi 2 Unit
2. Gedung TPI 2 Unit
3. SPDN 2 Unit
4. Instalasi Air 3 Unit
5. Bengkel 1 Unit
6. Jaringan PLN 205 Kva
7. Jaringan Telepon 7 Unit
8. Jaringan Internet 10 Mbps
9. Lampu Navigasi 4 Unit
10. Cold Storage 1 Unit
Sumber : Buku Laporan Tahunan PPN Prigi tahun 2016
Fasilitas fungsional yang ada di PPN Prigi berjumlah 10 unit denan
kondisi baik dan terawat, namun untuk cold storage perlu adanya
penambahan agar bisa memperbaiki mutu ikan yang didaratkan di TPI
PPN Prigi.
c. Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang dibangun untuk memberi
kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat perikanan yang ada di
areal pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk memenuhi kesejahteraan
sosial nelayan. Fasilitas ini terdiri atas fasilitas kesejahteraan yang
meliputi : MCK, Poliklinik, mess, warung dan mushola dan fasilitas
administrasi yang meliputi: kantor pengelola pelabuhan, ruang operator,
kantor syahbandar, dan kantor beacukai (Lubis, 2006). Berikut daftar
fasilitas penunjang yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Prigi tahun 2016.
38
Tabel 4. Fasilitas Penunjang PPN Prigi
No. Nama Fasilitas Jumlah
1. Rumah Dinas 4 Unit
2. Guest House 1 Unit
3. Balai Pertemuan Nelayan 1 Unit
4. Mess Operator 8 Unit
5. Kios Tertutup 46 Unit
6. Kendaraan Dinas 14 Unit
1. Roda Dua 5 Unit
2. Roda Tiga 5 Unit
3. Roda Empat 2 Unit
4. Truck 2 Unit
5. Forklift 1 Unit
7. Bangsal Pengolahan 2 Unit
8. Bangunan Parkir 1 Unit
9. Gudang Keranjang 2 Unit
10. Garasi 2 Unit
11. Rumah Jaga 2 Unit
12. Rumah Genset 1 Unit
13. Gudang Perlengkapan 2 Unit
14. Rumah Pompa 1 Unit
15. Gudang Es 1 Unit
16. Tempat Pengepakan Ikan 1 Unit
17. MCK Umum 4 Unit
18. Mushola Pelabuhan 1 Unit
19. Kanopi Dermaga 2 Unit
20. Kanopi Perbaikan Jaring 1 Unit
21. Wisma Nelayan 1 Unit
22. CCTV 9 Titik
Sumber : Buku Laporan Tahunan PPN Prigi tahun 2016
Fasilitas penunjang yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN) Prigi berjumlah 22 unit yang semuanya dalam kondisi baik dan
cukup terawat. Belum ada penambahan untuk fasilitas penunjang yang
39
ada di PPN Prigi dari tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan semua belum
ada kerusakan total dan untuk fasilitas penunjang yang telah ada rutin
sebulan sekali untuk dilakukan perawatan fasilitas.
4.3 Keadaan Umum Perikanan
Daerah penangkapan ikan bagi para nelayan di PPN Prigi adalah
Samudera Hindia WPP 573. Dengan luasnya jangkauan daerah penangkapan
ini diharapkan adanya peningkatan dalam jumlah maupun macam produksi
hasil tangkap serta ketrampilan dan pengetahuan semua faktor pendukung
kegiatan perikanan. Nelayan di PPN Prgi sebagian besar menggunakan alat
tangkap pancing ulur, payang, jaring insang, pancing tonda, dan pukat cincin.
Armada yang digunakan nelayan di PPN Prigi rata-rata GT yakni <10 GT. Para
nelayan di PPN Prigi hanya melakukan trip one day fishing dengan banyak
memilih sistem trip secara gerakan atau hanya separuh waktu 12 jam pada
waktu siang hari.
4.3.1 Potensi Perikanan Tangkap
Daerah penangkapan ikan bagi para nelayan di PPN Prigi adalah
Samudera Hindia WPP 573. Dengan luasnya jangkauan daerah penangkapan
ini diharapkan adanya peningkatan dalam jumlah maupun macam produksi
hasil tangkap serta ketrampilan dan pengetahuan semua faktor pendukung
kegiatan perikanan. Nelayan di PPN Prigi sebagian besar menggunakan alat
tangkap pancing ulur, payang, jaring insang, pancing tonda, dan pukat cincin.
Armada yang digunakan nelayan di PPN Prigi rata-rata GT yakni <10 GT. Para
nelayan di PPN Prigi hanya melakukan trip one day fishing dengan lama waktu
penangkapan biasanya malam hari atau siang hari. Untuk nelayan yang
40
berangkat operasi malam hari disebut gedangan dan untuk nelayan yang
berangkat operasi siang hari disebut dengan gerakan.
Pada tahun 2015 volume produksi perikanan yang didaratkan di PPN
Prigi sebesar 24.014.967 Kg dengan nilai Rp. 177.930.930.200,-. Sedangkan
tahun 2016 sebesar 4.165.068 Kg dengan nilai Rp. 79.243.899.200,- berarti
mengalami penurunan volume produksi perikanan sebesar 19.849.899 Kg
atau 82,65 % dan nilai produksi mengalami penurunan sebesar Rp.
98.687.031.000,- atau 55,46%. Penurunan produksi ikan ini dikarenakan pada
tahun 2016 mendapat efek dari musim La Nina atau musim kemarau basah
sedangkan 2015 musim penangkapan ikan dari Agustus sampai November.
4.3.2 Armada Penangkapan
Armada penangkapan pukat cincin yang ada di Pelabuhan Perikanan
Nusantara Prigi pada tahun 2016 sejumlah 303 unit, yaitu terdiri dari kapal
berukuran <10 GT 151 unit, 20 - <30 GT 151 unit dan >30 GT 1 unit. Pada
tahun 2015 sebesar 705 unit, berarti mengalami kenaikan sebanyak 89 unit
armada. Armada yang ada di PPN Prigi termasuk armada penangkapan ikan
skala kecil karena dapat dilihat dalam tabel rata-rata nelayan di PPN Prigi
ukuran kapalnya yakni <10 GT. Daerah penangkapan ikan ini tergantung dari
alat tangkap yang digunakan oleh nelayan. Untuk nelayan purse seine
biasanya hanya beroperasi di sekitar teluk dan sepanjang pantai Selatan
Kabupaten Trenggalek. Waktu tempuh menuju fishing ground berkisar 1-2
41
jam, hal ini dikarenakan nelayan setempat hanya melakukan one day
fishing.
Tabel 5. Jumlah Armada di PPN Prigi tahun 2012-2016
Sumber : Buku Laporan Tahunan PPN Prigi tahun 2016
Jumlah armada yang ada di PPN Prigi pada kurun waktu lima tahun
terakhir menunjukkan perubahan yang tidak terlalu signifikan, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya tidak banyak investor dari luar
daerah maupun dari lokal yang berinvestasi dengan membuat kapal
penangkapan. Kebanyakan masih memilih untuk berinvestasi dalam dunia
pariwisata salah satu contohnya yakni membeli banana boat dan doughnat
floatis untuk disewakan kepada para pengunjung pantai pasir putih. Pada
tahun 2013 jumlah armada penangkapan mengalami penurunan sebanyak 48
unit dibanding tahun sebelumnya.
4.3.3 Alat Tangkap Purse Seine
Alat tangkap Purse Seine pada dasarnya merupakan kelompok alat
penangkapan ikan berupa jaring berbentuk kantong empat persegi panjang
yang terdiri dari sayap, badan dilengkapi pelampung, pemberat, tali ris atas,
tali ris bawah dengan atau tanpa tali kerut/pengerut dan salah satu bagiannya
berfungsi sebagai kantong yang pengoperasiannya melingkari gerombolan
No. Tahun
Kapal Motor
Total <
10
GT
10 -
< 20
GT
20 - <
30 GT
>
30
GT
1 2012 292 126 304 0 722
2 2013 433 100 141 0 674
3 2014 445 106 153 5 709
4 2015 474 82 144 5 705
5 2016 546 94 151 3 794
42
ikan pelagis. Penghadangan gerakan schooling ikan ini sangat ditentukan oleh
kecepatan tenggelam jaring (SNI 7277.3:2008).
Jumlah alat tangkap di PPN Prigi pada tahun 2016 sebanyak 990 unit
yang terdiri dari Pancing Ulur 694 unit (70.10%), Pukat Cincin 152 unit
(15.35%), Pancing Tonda 93 unit (9.39%), Jaring Insang 36 unit (3,64%) dan
Payang 15 unit (1,52%). Dibanding dengan jumlah alat tangkap pada tahun
2015 sebanyak 853 unit, berarti mengalami kenaikan 137 unit (16.06%). Alat
tangkap yang pertama kali dioperasikan di teluk Prigi yakni pancing karena
memiliki bentuk konstruksi yang sederhana. Awal mulanya alat tangkap hanya
dioperasikan di pinggir pantai dengan menggunakan perahu dayung akan
tetapi pada saat ini pancing dioperasikan dengan perahu motor. Seiring
perkembangan sarana dan prasarana yang ada di PPN Prigi, termasuk
perkembangan armada kapal banyak armada kapal yang datang dan
menangkap ikan dengan menggunakan beragam alat tangkap salah satunya
yakni pukat cincin di perairan teluk Prigi yang memang kaya akan sumberdaya
hayati ikan.
43
Tabel 6. Jumlah Alat Tangkap Tahun 2016
Sumber : Buku Laporan Tahunan PPN Prigi tahun 2016
Jumlah alat tangkap pukat cincin di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi
pada tahun 2016 sebesar 302 unit, untuk pukat cincin dengan 1 kapal
berjumlah 151 pada armada kapal berukuran 20 – 30 GT, dan 151 unit purse
seine pada armada berukuran <10 GT. Sedangkan pukat cincin yang
menggunakan 2 buah kapal hanya terdapat 1 unit pada armada kapal
berukuran >30 GT. Lebih jelasnya lihat tabel 6.
4.3.4 Deskripsi Perikanan Purse Seine
Alat tangkap yang digunakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi
salah satunya yakni alat tangkap purse seine. Purse seine di daerah Prigi
dioperasikan oleh dua kapal, yaitu kapal utama yang disebut kapal ketinting
dan kapal jhonson. Kapal utama mebawa alat tangkap dan kapal jhonson
untuk membawa hasil tangkapan. Prinsip kerja dari alat tangkap purse seine
yakni dengan cara melingkari gerombolan ikan. Proses untuk mendapatkan
gerombolan ikan membutuhkan waktu yang lama. Untuk satu kali trip operasi
biasanya nelayan hanya melakukan 1-4 kali setting dan jumlah tripnya yakni
Alat Tangkap >30 GT 20 – 30 GT 10 – 20 GT <10 GT
Jumlah
Pancing Ulur 347 347
Payang 15 15
Jaring Insang 2 1 33 36
Pancing Tonda 93 93
Pukat Cincin (1 boat)
151 151 302
Pukat Cincin (2 boat)
1 1
44
satu hari (one day fishing). Rata-rata nelayan di perairan prigi tidak
menggunakan alat bantu tangkapan berupa rumpon, hanya sedikit saja yang
mempunyai dan menggunakan rumpon, nelayan purse seine Prigi menangkap
ikan dengan cara mengejar gerombolan ikan atau berburu (hunting).
Nelayan purse seine di Prigi melakukan penangkapan berdasarkan
pengalaman yang mereka dapatkan dalam mendapatkan ikan. Tetapi mereka
belum mengetahui secara pasti kapan waktu yang tepat untuk melakukan
operasi dan apa yang menyebabkan ikan datang dalam jumlah besar. Purse
seine adalah suatu alat tagkap yang paling efektif untuk menangkap ikan
permukaan (pelagis) yang suka bergerombol seperti lemuru, cakalang,
tongkol dan lain sebagainya. Berikut adalah spesifikasi alat tangkap purse
seine yang digunakan nelayan di sekitar perairan Prigi.
Tabel 7. Spesifikasi Alat Tangkap Purse Seine di PPN Prigi
No. Uraian Keterangan
1. Panjang jaring 600m
2. Lebar/depth 49 m
3.
Mesh size : sayap
badan
kantong
1.93cm
1.9 cm
1.6 cm
4. Pemberat : panjang
Diameter
5.6cm
2.5 cm
5. Mesh size serampat 2,65 cm
6.
Nomer benang: sayap
badan
kantong
D6
D9
-
7. Jenis benang Nylon
Spesifikasi alat tangkap pukat cincin yang dipakai oleh nelayan di
perairan Prigi Trenggalek rata-rata menggunakan bahan benang untuk
jaringnya yakni nylon dengan ukuran panjang jaring sebesar 600 meter dan
45
lebar jaring sebesar 49 meter, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7
diatas.
4.3.5 Data Perikanan Lima Tahun Terakhir di PPN Prigi
Data perikanan 5 Tahun terakhir meliputi jumlah armada, alat tangkap,
jumlah trip penangkapan ikan, nilai produksi, jumlah penyerapan tenaga kerja
yang disajikan pada tabel 8, 9, 10, dan 11.
Jumlah alat tangkap di PPN Prigi pada tahun 2016 sebanyak 990 unit yang
terdiri dari Pancing Ulur 694 unit (70.10%), Pukat Cincin 152 unit (15.35%),
Pancing Tonda 93 unit (9.39%), Jaring Insang 36 unit (3.64%) dan Payang 15
unit (.52%). Dibandingkan dengan jumlah alat tangkap pada tahun 2015
sebanyak 853 unit, hal ini berarti mengalami kenaikan 137 unit (16.06%) alat
tangkap.berikut disajikan pada tabel 8 mengenai jumlah alat tangkap selama
periode tahun 2012 – 2016.
Jumlah alat tangkap di PPN Prigi pada periode tahun 2012 – 2016
tidak mengalami kenaikan dan pengurangan jumlah yang signifikan. Pada
tahun 2013 jumlah alat tangkap di PPN Prigi mengalami penurunan sebanyak
63 unit dibanding tahun sebelumnya. Untuk lebih jelasnya padat dilihat pada
tabel 8 berikut.
46
Tabel 8. Jumlah Alat Tangkap Periode 2012 – 2016
No
.
Tahu
n
Jenis alat tangkap/fishing gear type
Jumla
h
Pukat
cinci
n
Pancin
g tonda
Jaring
insan
g
Payan
g
Pancin
g Ulur
Jarin
g
Klitik
Pukat
Panta
i
1 2012 152 79 37 10 584 43 0 905
2 2013 141 63 27 10 584 17 0 842
3 2014 155 75 47 5 584 0 0 866
4 2015 149 82 23 15 584 0 0 853
6 2016 152 93 36 15 694 0 0 990
Sumber : Buku Laporan Tahunan PPN Prigi tahun 2016
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah alat tangkap paling banyak
di PPN Prigi pada tahun 2016 dan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir
jumlah alat tangkap pada tahun 2013 yang paling sedikit yakni sebesar 842
unit.
Jumlah armada pada tahun 2016 adalah 784 unit, yang terdiri dari
kapal berukuran <10 GT 546 unit (68.7%), 10 - <20 GT 94 unit (11.84%), 20
– 30 GT 151 unit (19.02%) dan >30 GT 3 unit (0.38%). Pada tahun 2015
sebesar 705 unit, hal ini berarti armada penangkapan di PPN Prigi mengalami
kenaikan sebanyak 89 unit. Berikut jumlah armada di PPN Prigi dalam kurun
waktu 5 (Lima) tahun dari tahun 2012 – 2016.
Jumlah armada pada periode tahun 2012 – 2016 tidak banyak
menunjukkan penambahan atau pengurangan terlalu banyak. Pada tahun
2013 terlihat jumlah armada di PPN Prigi mengalami penurunan sebanyak 48
unit dari tahun 2012. Lebih jelasnya lihat pada tabel 9 berikut.
47
Tabel 9. Jumlah Armada Periode 2012 – 2016
Sumber : Buku Laporan Tahunan PPN Prigi tahun 2016
Armada penangkapan ikan tahun 2016 ini tercatat 11.744 kali yang terdiri
dari pukat cicin 2.674 kali (22.77%), jaring insang 531 kali (4.52%), payang
242 kali (2.06%), pancing tonda 635 kali (5.41%) dan pancing ulur 7.662 kali
(65.24%). Berarti mengalami penurunan sebesar 9.183 kali (43.88%) dari
tahun 2015 sebesar 20.927 kali. Berikut adalah jumlah trip penangkapan ikan
periode 2012 – 2006 di PPN Prigi Trenggalek, Jawa Timur.
Jumlah trip penangkapan di PPN Prigi pada tahun 2016 paling sedikit
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yakni 11.744 kali trip dengan jumlah
trip pukat cincin sebanyak 2.674 kali. Hal ini dikarenakan pada tahun 2016
perairan Prigi masih mengalami dampak dari musim La Nina. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 10.
No. Tahun Kapal Motor Total
< 10 GT 10 - < 20 GT 20 - < 30 GT > 30 GT
1 2012 292 126 304 0 722
2 2013 433 100 141 0 674
3 2014 445 106 153 5 709
4 2015 474 82 144 5 705
5 2016 546 94 151 3 794
48
Tabel 10. Jumlah Trip Penangkapan Ikan Periode 2012 – 2016
Sumber : Buku Laporan Tahunan PPN Prigi tahun 2016
Jumlah trip penangkapan ikan pada tahun 2016 ini tercatat 11.744 kali
yang terdiri padi pukat cincin 2.674 kali (22.77%), jaring insang 531 kali
(4.52%), payang 242 kali (2.06%), pancing tonda 635 kali (5.41%), dan
pancing ulur 7.662 kali (65.24%). Mengalami penurunan sebesar 9.138 kali
(43.88%) dari tahun 2015 sebesar 20.927 kali.
Pada tahun 2015 volume produksi perikanan yang didaratkan di PPN
Prigi sebesar 24.014.967 Kg dengan nilai produksi Rp. 177.930.930.200,-.
Sedangkan tahun 2016 sebesar 4.165.068 Kg dengan nilai Rp.
79.2443.899.200,- berarti mengalami penurunan nilai produksi perikanan
sebesar 19.849.899 Kg atau 82,65 % dan nilai produksi mengalami penurunan
sebesar Rp. 89.687.031.000,- atau 55,46 %. Penurunan produksi ikan ini
dikarenakan pada tahun 2016 mendapat efek dari musim La Nina atau musim
kemarau basah sedangkan 2015 musim penangkapan ikan dari Agustus
sampai November. Berikut disajikan nilai produksi 5 (Lima) tahun terakhir di
Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi.
No. Tahun Pukat
cincin
Jaring
insang Payang
Pancing
tonda
Pancing
Ulur Jumlah Drift
Gill
Nets
Set
Gill
nets
1 2012 14.950 503 1.820 48 827 4.878 23.026
2 2013 10.779 976 676 390 906 8.368 22.095
3 2014 9.915 516 0 138 778 3.455 14.802
4 2015 11.228 890 0 969 1.072 6.768 20.927
5 2016 2.674 531 0 242 635 7.662 11.744
49
Tabel 11. Nilai Produksi Periode 2012 – 2016
No. Tahun Produksi Nilai produksi Harga Rata-
rata / Kg
Produksi Rata-
rata / Hari
(Kg) (Rp) (Rp) (Kg)
1 2012 36.735.488 152.149.219.200 4.142 100.645
2 2013 30.509.213 141.240.110.525 4.629 83.587
3 2014 17.719.136 121.798.005.050 6.874 48.546
4 2015 24.014.967 177.930.930.200 7.409 65.794
5 2016 4.165.068 79.243.899.200 19.026 11.411
Sumber : Buku Laporan Tahunan PPN Prigi tahun 2016
Nilai produksi dari ikan yang didaratkan di TPI Prigi pada tahun 2012
– 2016 tidak banyak mengalami kenaikan. Pada tahun 2014 untuk nilai volume
produksi sebanyak 17.719.136 nilai tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan tahun sebelum dan sesudahnya. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan
pada tahun tersebut sedang terjadi musim La Nina hingga pada tahun 2015.
4.3.6 Deskripsi Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan bagi para nelayan di PPN Prigi adalah
Samudera Hindia WPP 573. Dengan luasnya jangkauan daerah penangkapan
ini diharapkan adanya peningkatan dalam jumlah maupun macam produksi
hasil tangkap serta ketrampilan dan pengetahuan semua sektor pendukung
kegiatan perikanan. Untuk operasi tangkapan yang bersifat komersial
diperlukan pengetahuan tentang daerah penangkapan ikan. Letak dan
keadaan daerah penangkapan ikan akan mempengaruhi bentuk dan ukuran
kapal serta alat tangkapnya. Pengetahuan ini sangat berguna dalam
mengahadapi musim-musim paceklik.
Daerah penangkapan ikan atau fishing ground nelayan Prigi
kebanyakan masih terkonsentrasi di perairan teluk Prigi terutama kapal yang
berukuran < 10 GT. Nelayan yang tidak memliki rumpon menentukan sendiri
50
daerah penangkapan dengan spekulasi dari gejala-gejala perairan,
sedangkan nelayan yang memiliki rumpon langsung menuju ke rumpon
dengan bantuan GPS. Sedangkan untuk kepemilikian rumpon kebanyakan
dimiliki secara berkelompok namun ada juga yang perorangan.
4.3.7 Deskripsi Ikan Hasil Tangkapan Purse Seine
Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian dengan
menggunakan alat tangkap pukat cincin dengan jumlah produksi paling
banyak sebesar 2.484.875 kg (60,00%) jenisnya bervariasi, diantaranya
adalah tongkol lisong (Auxis rochei), kembung (Restrelliger brachysoma),
layang deles (Decapterus macrosoma), bentong (selar boops), dan ikan ekor
merah (Caesio sp). Selain menangkap jenis ikan tadi, terdapat ikan hasil
tangkapan sampingan berupa cumi-cumi.
Ikan layang (Decapterus spp) merupakan hasil tangkapan utama
perikanan purse seine di laut Jawa, dengan tingkat produksi 60% dari hasil
tangkapan total ikan pelagis lainnya. Seperti ikan Kembung, Lemuru, Selar
Bentong, dan Tembang (Aziz, dkk., 2000)
Gambar 3. Ikan Hasil Tangkapan Purse Seine di PPN Prigi.
51
Menurut Ayodhyoa (1979), ikan yang menjadi tujuan penangkapan
dari pukat cincin adalah ikan pelagic schoaling species, yang berarti ikan-ikan
tersebut haruslah membentuk suatu schoal (gerombolan), berada dekat
permukaan air (sea surface) dan sangatlah diharapkan pula agar densitas
schoal tinggi, yang berarti jarak antara ikan dengan ikan lainnya haruslah
sedekat mungkin. Menurut Rahardjo (1978) ikan-ikan pelagic shoaling species
yang biasanya tertangkap adalah hering (Clupea sp), layang (Decapterus sp),
kembung perempuan (Rastrelliger neglectus), kembung laki-laki (Rastrelliger
kanagurta), selar (Caranx sp), tongkol (Auxiz thazard), cakalang (Katsuwonus
pelamis), tenggiri (Scomberomorus sp) dan sardine (Sardinella sp). Sainsbury
(1986) mengatakan untuk jawa dan sekitarnya hasil tangkapan pukat cincin
adalah layang (Decapterus sp), kembung (Rastrelliger sp) dan lemuru
(Sardinella sp).
4.3.8 Musim Penangkapan
Musim penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi
pada tahun 2016 tidak terjadi dikarenakan pada tahun 2016 mendapat efek
dari musim La Nina atau musim kemarau basah. La Nina merupakan
fenomena mendinginya suhu muka air laut Samudera Pasifik area
Khatulistiwa sehingga mengakibatkan curah hujan meningkat, suhu
permukaan air laut turun dan berpengaruh terhadap kadar garam, pH dan
kecerahan air laut.
Dalam satu bulan biasanya hari penangkapan hanya berjumlah 22-25
hari. Musim penangkapan tidak berlangsung sepanjang tahun, biasanya
berlangsung sekitar bulan April sampai Oktober dimana sedang terjadi musim
Timur.
52
4.4 Analisis Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Purse Seine PPN Prigi
Analisis keberlanjutan perikanan purse seine di PPN Prigi dilakukan
penilaian dengan menggunakan metode Rapid Appraisal Analysis Fisheries
(RAPFISH). Metose RAPFISH menghasilkan nilai indeks status keberlanjutan
perikanan purse seine pada masing-masing dimensi yang diukur. Dalam
penelitian ini terdapat lima dimensi yaitu dimensi Ekonomi, dimensi Sosial,
dimensi Etika, dimensi Teknologi dan dimensi Ekologi. Dimana dari masing-
masing dimensi memiliki indikator yang mencerminkan status keberlanjutan
dari masing-masing dimensi yang bersangkutan. Nilai yang dihasilkan berupa
gambaran kondisi perikanan purse seine di PPN Prigi pada saat ini. Nilai
tersebut ditentukan oleh nilai skoring dari masing-masing indikator pada setiap
dimensi yang digunakan. Nilai indeks keberlanjutan perikanan purse seine
mempunyai rentang 0-100%. Dimensi yang dinilai keberlanjutan (sustainable),
jika memiliki nilai indeks lebih dari 50%, sebaliknya jika nilai indeks
keberlanjutan kurang dari 50% maka dinyatakan tidak sustainable. Nilai status
indeks keberlanjutan perikanan purse seine dapat dikategorikan kedalam 5
status keberlanjutan, yakni:
1. Kategori buruk sekali, jika memiliki nilai indeks keberlanjutan pada rentang
nilai 0,00 – 19,99
2. Kategori buruk, jika memiliki nilai indeks keberlanjutan pada rentang nilai
20,00 – 39,99
3. Kategori kurang, jika memiliki nilai indeks keberlanjutan pada rentang nilai
40,00 – 59,99
4. Kategori baik, jika memiliki nilai indeks keberlanjutan pada rentang nilai
60,00 – 79,99
5. Kategori baik sekali, jika nilai indeks keberlanjutan pada rentang nilai 80,00
– 100;
53
Hasil analisa dengan menggunakan teknik Rapid Appraisal Analysis
dalam keberlanjutan perikanan purse seine di PPN Prigi digabarkan dan
disajikan dalam bentuk grafik dan diagram layang yang menampilkan nilai
status keberlanjutan dari setiap dimensi yang telah dinilai. Setelah
mendapatkan hasil, maka dapat ditentukan dimensi mana yang paling baik
dan paling buruk.
Dimensi dan indikator yang akan dinilai status keberlanjutannya
dengan menggunakan analisis multidimensional yang digunakan untuk
menganalisis 5 dimensi yang telah ditetapkan, yakni dimensi ekonomi,
dimensi sosial, dimensi etika, dimensi teknologi serta dimensi ekologi. Pada
masing-masing dimensi memiliki indikator yang menggambarkan kondisi
keberlanjutan dari dimensi tersebut.
4.4.1 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Dimensi
Penelitian ini menggunakan 5 dimensi untuk mengetahui persepsi
nelayan purse seine terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan pelagi di PPN
Prigi. Dari kelima dimensi masing masing memiliki jumlah indikator yang
berbeda. Dimensi ekonomi (7 indikator), dimensi sosial (7 indikator), dimensi
etika (6 indikator), dimensi teknologi (7 indikator), dan dimensi ekologi (6
indikator). Sebelum diketahui hasil dari uji validitas dan reliabilitas, masing
masing indikator dari setiap dimensi tersebut diuji terlebih dahulu
menggunakan perhitungan SPSS 16.0 (tabel 13,14,15,16,17 dan 18) . Nilai
validitas dapat dilihat dari Correlations dengan ketentuan hasil total tiap
indikator akan valid atau diterima jika lebih besar atau sama dengan nilai R
tabel, dan tidak valid jika kurang dari nilai R Tabel (Lampiran 11). Nilai R tabel
diketahui dengan rumus DF = n – 2. Dimana n (total) didapat dari jumlah
54
keseluruhan responden kemudian dikurangi 2 maka 100 – 2 = 98. Nilai 98
tersebut langsung dilihat pada tabel R yakni 0,1654.
Sedangkan untuk nilai reliabilitas dapat dilihan berdasarkan nilai
Cronbach’s alpha dengan ketentuan jika nilai total lebih besar dari r tabel maka
data tersebut dikatakan (reabel) lebih handal atau sangat nyata, sebaliknya
jika nilai total kurang dari atau lebih kecil dari nilai r tabel maka data tersebut
dikatakan tidak reabel atau tidak nyata. Apabila jawaban dari responden
memiliki kesamaan hampir 100% atau bahkan sama 100% maka hasil
validitas dan reliabilitasnya memiliki nilai negatif sehingga akan termasuk
reliabilitas asumsi.
Reliabilitas yakni alat untuk mengukur suatu kuisioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuisioner dikatakan
reliabel atau reabel (handal) jika jawaban dari responden terhadap pertanyaan
yang diajukan bersifat konsisten atau stabil. Dimensi dapat dikatakan
reliabel/handal jika memiliki koefisien reliabilitas (Alpha) lebih dari Cronbach’s
Alpha Based on Standardizad items. Menurut (Gilford, 1956: 145) dalam
menentukan kategori keofisien reliabilitas adalah disajikan pada tabel 12
sebagai berikut:
Tabel 12. Kategori Koefisien Cronbach’s alpha based on standardizad items
Cronbach,s Alpha Based on
Standardizad items Kategori
0,80 < r11 < 1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi
0,60 < r11 < 0,80 Reliabilitas Tinggi
0,40 < r11 < 0,60 Reliabilitas Sedang
0,20 < r11 < 0,40 Reliabilitas Rendah
-1,00 < r11 <0,20 Reliabilitas Sangat Rendah (tidak
reliable)
55
Angka cronbach alpha dengan ketentuan nilai cronbach alpha minimal
0.6. artinya jika nilai cronbach alpha yang didapatkan dari hasil perhitungan
SPSS lebih besar atau sama dengan 0.6 maka bisa disimpulkan bahwa
kuisioner tersebut reliabel, dan sebaliknya jika nilai cronbach alpha lebih kecil
dari 0.6 maka kuisioner dikatakan tidak reliabel. Uji reliabilitas setiap dimensi
menunjukkan angka koefisien reliabilitas alpha 0.6 maka dikatakan bahwa
semua indikator dalam setiap dimensi yang diuji yakni reabel dan diterima.
Hasil uji reliabilitas instrumen masing-masing dimensi menunjukkan
angka koefsien reliabilitas (alpha) yakni 0.632 – 0.685 yang berarti dapat
dikatakan reliabilitas tinggi. Berikut adalah hasil uji reliabilitas masing-masing
dimesi dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Dimensi
(variabel)
Koefisien
reliabilitas
(alpha)
Cronbach,s alpha
based on
standardizad items
Keterangan
Ekologi 0.632 0.60 < r11 < 0.80 Reliabilitas tinggi
Ekonomi 0.681 0.60 < r11 < 0.80 Reliabilitas tinggi
Sosial 0.685 0.60 < r11 < 0.80 Reliabilitas tinggi
Teknologi 0.667 0.60 < r11 < 0.80 Reliabilitas tinggi
Etika 0.668 0.60 < r11 < 0.80 Reliabilitas tinggi
Hasil uji validitas dan reliabilitas pada masing-masing dimensi dapat
ditarik kesimpulan yakni bahwa semua masing-masing indikator dalam
dimensi ekonomi, sosial, etika, teknologi dan ekologi dikatakan valid dan
reabel tinggi. Berikut disajikan hasil dari uji validitas masing-masing indikator
pada dimensi ekonomi, ekologi, teknologi, sosial dan etika pada tabel
14,15,16,17 dan 18.
Hasil uji validitas tiap indikator pada dimensi ekonomi semuanya
menunjukkan angka lebih dari dari nilai r tabel, yang berarti semua indikator
56
pada dimensi ekonomi dapat dikatakan valid. Berikut adalah hasil uji validitas
indikator dimensi ekonomi dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Hasil Uji Validitas Indikator Dimensi Ekonomi.
Jumlah butir soal r table Hasil Keterangan
1
0.1654
0.675 Valid
2 0.473 Valid
3 0.363 Valid
4 0.622 Valid
5 0.327 Valid
6 0.559 Valid
7 0.268 Valid
Hasil uji validitas dimensi ekonomi dengan jumlah butir soal sebanyak
7 dikatakan valid dikarenakan setiap nilai atau hasil dari butir soal pada
dimensi ekonomi lebih besar atau sama dengan nilai R tabel.
Tabel 15. Hasil Uji Validitas Indikator Dimensi Sosial.
Jumlah Butir soal r table Hasil Keterangan
1
0.1654
0.435 Valid
2 0.528 Valid
3 0.257 Valid
4 0.452 Valid
5 0.626 Valid
6 0.509 Valid
7 0.584 Valid
Hasil uji validitas dimensi sosial dengan jumlah butir soal sebanyak 7
dikatakan valid dikarenakan setiap nilai atau hasil dari butir soal pada dimensi
sosial lebih besar atau sama dengan nilai R tabel.
57
Tabel 16. Hasil Uji Validitas Indikator Dimensi Etika.
Jumlah Butir soal r table Hasil Keterangan
1
0.1654
0.451 Valid
2 0.477 Valid
3 0.371 Valid
4 0.578 Valid
5 0.596 Valid
6 0.447 Valid
Hasil uji validitas dimensi etika dengan jumlah butir soal sebanyak 6
dikatakan valid dikarenakan setiap nilai atau hasil dari butir soal pada dimensi
etika lebih besar atau sama dengan nilai R tabel.
Tabel 17. Hasil Uji Validitas Indikator Dimensi Teknologi.
Jumlah Butir soal r table Hasil Keterangan
1
0.1654
0.476 Valid
2 0.552 Valid
3 0.405 Valid
4 0.369 Valid
5 0.484 Valid
6 0.461 Valid
7 0.504 Valid
Hasil uji validitas dimensi teknologi dengan jumlah butir soal sebanyak
7 dikatakan valid dikarenakan setiap nilai atau hasil dari butir soal pada
dimensi teknologi lebih besar atau sama dengan nilai R tabel.
Tabel 18. Hasil Uji Validitas Indikator Dimensi Ekologi.
Jumlah Butir soal r table Hasil Keterangan
1
0.1654
0.494 Valid
2 0.28 Valid
3 0.514 Valid
4 0.481 Valid
5 0.595 Valid
6 0.273 Valid
58
Hasil uji validitas dimensi teknologi ekologi dengan jumlah butir soal
sebanyak 6 dikatakan valid dikarenakan setiap nilai atau hasil dari butir soal
pada dimensi ekologi lebih besar atau sama dengan nilai R tabel.
4.4.2 Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Berdasarkan kajian Komisi Pengkajian Stok Ikan Nasional
(KOMNASJISKAN) DKP, (2001) bahwa potensi lestari sumberdaya ikan
sebesar 6,4 juta ton per tahun yang meliputi 9 (sembilan) wilayah pengelolaan
perikanan di Indonesia dengan menggolongkan ikan pelagis kecil, pelagis
besar, ikan demersal, ikan karang, udang, crustacea, cumi-cumi, saat itu
beberapa di wilayah pengelolaan perikanan tersebut dengan kelompok ikan
tertentu sudah ada yang berstatus fully ekploited dan over fishing. Dilanjutkan
dengan hasil kajian KOMNASJISKAN, DKP ( 2005) bahwa keadaan
sumberdaya ikan semakin menghawatirkan yang ditandai dengan indikator
biologis dan lingkungan sehingga peningkatan dan penambahan status stok
beberapa jenis ikan pada berbagai wilayah pengelolaan perikanan dari status
moderat menjadi fully eksploited dan fully exploited menjadi over exploited.
Oleh karena itu penerapan Code of Conduct for Responsible Fisheries
(CCRF) pada pengelolaan sumberdaya perikanan dengan prinsip hati-hati
harus ditingkatkan agar sumberdaya ikan berkelanjutan.
Dimensi ekologi terdiri dari 6 indikator yaitu :
1. Status Eksploitasi (Y21)
2. By catch / Hasil Tangkapan Sampingan (Y22)
3. Daerah Penangkapan (Y23)
4. Trophic Level (Y24)
5. Hasil Tangkapan (Y25)
59
6. Hasil Tangkapan yang Dibuang (Y26). Berikut rincian dari setiap indikator
Gambar 4. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap
Sumberdaya Ikan Pelagis pada Dimensi Ekologi di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur
Berdasarkan hasil dari pendataan scoring pertanyaan responden
tentang kontribusi setiap dimensi terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan
pelagis di PPN Prigi dengan menggunakan analisis RAPFISH adalah status
ekploitasi 65%, hasil tangkapan sampingan 65%, daerah penangkapan 59%,
perubahan jenis ikan 70%, hasil tangkapan 62% dan hasil tangkapan yang
dibuang 90%.
60
A. Status Eksploitasi
Berdasarkan hasil analisa RAPFISH dari nilai skor indikator
pertanyaan tentang status ekploitasi menunjukkan bahwa status
keberlanjutan pada indikator ini yakni 65% dan dapat dikatakan “baik atau
berkelanjutan”. Responden berpendapat bahwa status ekploitasi yang
ada di perairan Prigi tergolong sedang dan masih beranggapan jika di
perairan Prigi masih cukup banyak sumberdaya ikan yang dieksploitasi
secara maksimal. Menurut Wakidi (50 tahun), salah satu nelayan pukat
cincin di perairan Prigi mengatakan “ iwak nde kene iki isik akeh, dadi gak
usah kawatir lak bakalan entek. ( Ikan di daerah sini masih banyak, jadi
tidak perlu khawatir akan kehabisan). Tingkat pemanfaatan lestari sangat
diperlukan terutama di daerah Prigi yang menurut Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan No. KEP.45 / MEN / 2011 tentang Estimasi
Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) NKRI,
perairan Prigi sudah menunjukkan status tingkat ekploitasi moderate
(sedang), artinya bahwa perlu dilakukan kehati-hatian dalam pengelolaan
perikanan agar tetap terjaga keberlanjutannya bahkan ditingkat menjadi
lebih baik. Semakin rendah tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan di
wilayah/unit analisis, maka resiko/ancaman bagi keberlanjutan perikanan
di wilayah/unit akan semakin kecil.
Perairan Prigi termasuk Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)
Samudera Hindia, merupakan kawasan yang berbeda pada status
pemanfaatan tinggi dan telah memasuki tahapan diperlukannya
pemantauan yang sangat intensif. Kawasan pesisir dan laut di perairan
Prigi memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) laut, terumbu karang
(coral reefs), padang lamun (seagrass), mangroves, potensi perikanan
61
tangkap maupun perikanan budidaya dan berbagai potensi lainnya yang
belum banyak dimanfaatkan secara optimal bagi pembangunan daerah
ataupun sebagai sumber devisa negara (Sulandari, 2011).
B. By Catch
Hasil tangkapan sampingan nelayan purse seine di PPN Prigi
yakni menunjukkan hasil baik. Yang dimaksudkan dengan baik adalah
hasil tangkapan sampingan terdiri dari beberapa jenis dan laku dijual di
pasaran dengan harga relatif tinggi. Dari hasil wawancara responden
tentang indikator hasil tangkapan sampingan memperoleh nilai scoring
sebesar 65%. Semakin sedikit ikan non-target yang tertangkap dan
dibuang berarti semakin efisien pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Kode tindak perikanan bertanggung jawab Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF), butir 8.4 dan 8.5 telah menganjurkan
untuk meminimalkan buangan (discarded) dan memaksimalkan
pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan (by catch) (Merpaung,
2006). Kesimpulannya yakni perikanan purse seine di PPN Prigi status
keberlanjutannya bisa dikatakan terjamin, karena ikan hasil tangkapan
sampingan pemanfaatannya maksimal.
C. Fishing Ground
Daerah penangkapan (fishing ground) para nelayan di PPN Prigi
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mengalami sedikit perubahan,
namun sebagian nelayan menyatakan bahwa daerah penangkapan
semakin jauh dari kebiasaan nelayan mendapatkan ikan. Dari hasil
wawancara dengan nelayan dan analisis hasil scoring pertanyaan daerah
penangkapan terhadap indeksi keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis
62
dimensi ekologi adalah 59% yang berarti menunjukkan hasil cukup dan
cukup berkelanjutan. Daerah penangkapan ikan jika sedang musim ikan
biasanya masih berada di sekitar teluk Prigi saja dan juga biasanya
berada di sekitar barat Panggul, Nglorok, perairan Blitar, Selatan Malang
dan juga terkadang Pacitan.
Yuliasari (2011), menyatakan bahwa, penentuan daerah
penangkapan dari jenis ikan tertentu bukan hal yang mudah sehingga
diperlukan alat bantu sebagai penunjang dalam menentukan daerah
penangkapan.
D. Trophic Level / Berkurangnya Jenis Ikan
Kelestarian sumberdaya perikanan dan jenis ikan yang masih
berlimpah mengindikasikan bahwa rantai makanan di perairan tersebut
masih sangat bagus dan untuk keberlanjutan sumberdaya mendatang.
Perubahan jenis ikan yang tertangkap dalam 10 tahun terakhir berkurang
banyak yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain migrasi ikan,
La Nina, dan kebiasaan nelayan yang menangkap ikan tanpa
memperhatikan kelestarian sumberdaya lestari lingkungan. Hasil scoring
dan analisis Rapfish dari skor pertanyaan trophic level adalah 70% yang
berarti angka ini menunjukkan bahwa status keberlanjutan baik.
Penangkapan ikan yang terus menerus dapat berdampak pada
perubahan rantai makanan dan aliran biomas/energi dalam ekosistem
laut, terutama penangkapan pada jenis ikan predator yang bernilai
ekonomis tinggi (Garcia et. al., 2003). Perubahan ini ditunjukan oleh
berubahnya jenis ikan sasaran tangkap dan atau ukuran ikan dalam jenis
yang sama. Perubahan trophic level dari sumberdaya ikan di suatu
wilayah/unit analisis di atas menunjukkan tingkat kemantapan ekosistem
63
tersebut (terkait dengan rantai pangan dan jaring makanan). Oleh karena
itu jika trophic level alami dari kelompok sumberdaya ikan yang
dieksploitasi tidak berubah menunjukkan tidak adanya perubahan
ekosistem (Abullah.,dkk 2011).
E. Hasil Tangkapan
Produksi ikan hasil tangkapan pada tahun 2016 sebesar
2.484.875 kg (60,00%) yakni ditangkap dengan menggunakan alat
tangkap pukat cincin. Berdasarkan hasil wawancara dan hasil analisis
Rapfish dari skor pertanyaan hasil tangkapan adalah 62%. Hal ini
menunjukkan bahwa status keberlanjutan indikator hasil tangkapan baik
dan berkelanjutan. menurut Supri (50 Th) Sebagai nelayan purse seine
yang kurang lebih sudah melaut hampir 15 tahun di perairan Prigi
mengatakan bahwa ikan hasil tangkapan slerek umumnya jenis ikan dari
komunitas pelagis pantai yakni ( Sardinella spp, Rastrellinger spp, dan
Selar spp) yang mana paling banyak ditemukan dahulu yakni ikan layur.
Ikan-ikan hasil tangkapan Purse Seine di Prigi biasanya yaitu ikan Lemuru
(Sardinella longiceps), ikan Layang (Decapterus russelli), ikan Kembung
(Rastrelliger spp.), dan ikan Tongkol (Euthynnus spp.).
Purse seine adalah alat tangkap yang paling produktif untuk
menangkap ikan pelagis yang hidup bergerombol. Ikan unggulan yang
paling banyak tertangkap purse seine adalah tongkol, lemuru dan layang.
Ikan tongkol memiliki sifat yang lebih kosmopolitan dibanding ikan tuna
dan ikan cakalang karena mampu hidup di perairan lebih dangkal dan
bersalinitas lebih rendah (Simbolon, 2011).
64
F. Discarded
Discarded (hasil tangkapan yang dibuang), pada analisa Rapfish
menunjukkan hasil sebesar 90% yang dapat dikategorikan baik sekali dan
berkelanjutan. Dimana rata-rata nelayan yang ada di PPN Prigi tidak
membuang hasil tangkapannya baik dilaut maupun yang didaratkan
meskipun nilai ekonomis dari ikan hasil tangkapan tersebut setelah di
daratkan mendapatkan nilai dengan harga jual yang rendah. Semakin
sedikit ikan non target yang tertangkap dan dibuang berarti semakin
efisien penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Perbedaan keragaman jenis ikan hasil tangkapan sampingan ini
juga diakibatkan oleh berbedanya tingkat keragaman ikan di suatu
perairan. Hasil tangkapan sampingan atau bycatch pada purse seine
umumnya dibagi menjadi dua yaitu hasil tangkapan yang dimanfaatkan
dan hasil tangkapan yang dibuang (discarded). Hasil tangkapan
sampingan (bycatch) pada penelitian ini tidak ada yang dibuang, semua
bycatch dimanfaatkan oleh nelayan dengan cara dijual kepada
tengkulak.Dampak dari hasil tangkapan yang dibuang (discarded
species) yakni dampak ekonomi dan ekologi. Tingginya hasil tangkapan
sampingan (by catch) dan hasil tangkapan yang dibuang mengakibatkan
terjadinya biological overfishing, sehingga hal ini akan merubah struktur
ekosistem laut (Purboningrum, 2016).
4.4.3 Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Dimensi ekonomi terdiri dari 7 indikator, yaitu keuntungan, gaji/upah
rata-rata, subsidi, alternatif pekerjaan, pasar utama, penghasilan rata-rata dan
curah waktu. Lihat pada gambar 5 dibawah ini.
65
Gambar 5. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil pada Dimensi Ekonomi di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur.
Gambar 5 menjelaskan bahwa pada dimensi ekonomi terhadap
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di Pelabuhan Perikanan
Nusatara (PPN) Prigi, prosentase tertinggi terdapat pada indikator subsidi
sebesar 69% dan indikator lain memiliki nilai skoring yang berbeda. Berikut
uraian dari masing-masing indikator yang terdapat dalam dimensi ekonomi :
A. Keuntungan
Hasil analisa keuntungan nelayan purse seine yang ada di PPN
Prigi menunjukkan nilai 52% yang berarti cukup berkelanjutan. Para
nelayan di PPN Prigi mendapatkan hasil keutungan dari trip yang
dilakukan setiap harinya, yakni satu hari per trip dan diagi dengan semua
ABK. Pembagian antara ABK dengan pemilik kapal sendiri masih terdapat
ketidaksamaan, akan tetapi untuk mengurangi ketidak berlanjutan para
pemilik kapal selain memberikan upah juga memberikan ikan “lawuhan”
kepada para ABK. Pada 10 tahuh terakhir keuntungan yang didapatkan
66
nelayan bisa dikatakan menurun secara signifikan, dikarenakan sudah
hampir dua tahun di perairan Prigi sedang mengalami musim paceklik
yang mengakibatkan para nelayan banyak yang tidak melaut dan hanya
memperbaiki alat tangkap atau armada yang mereka pergunakan untuk
melaut. Jika tingkat keuntungan hasil tangkapan per trip dalam volume
dan jenis tangkapan yang sama semakin tinggi, maka tingkat eksploitasi
per trip akan cenderung menurun. Hal ini berakibat akan semakin kecilnya
resiko/ancaman terhadap keberlanjutan usaha perikanan di wilayah/unit
analisis.
B. Gaji/ Upah rata-rata
Menurut hasil analisis rapfish dan wawancara pertanyaan gaji
diperoleh nilai dan skoring sebesar 49% yang berarti cukup
berkelanjutan. Nelayan di PPN prigi saat ini tidak cukup hanya
menggantungkan hidupnya dari hasil melaut saja dikarenakan para
nelayan juga harus menabung untuk biaya hidup selama musim paceklik
dan untuk membiayai pendidikan anak hingga perguruan tinggi. Sistem
bagi hasil di PPN Prigi terdapat 2 tipe yaitu: sistem bagi hasil dan upah
harian. Untuk sistem bagi hasil dibagi rata-rata sama antara pemilik kapal
dengan para ABK sebanyak 50%-50% dikurangi dengan biaya
operasional yang dikeluarkan (BBM, Perbekalan) sedangkan untuk upah
harian antara 30-50% dari bagi hasil upah harian tersebut.
Kurangnya manajemen uang bagi para nelayan digambarkan
dengan pola konsumtif masyarakat nelayan di PPN Prigi. Pada saat
musim ikan, para nelayan menghamburkan uangnya untuk pergi
berkaraoke yang tidak hanya dilakukan sekali dua kali namun sering,
membeli kebutuhan tersier secara berlebihan dan tidak terbersit
67
keinginan untuk menabung untuk kebutuhan pada saat musim paceklik
tiba. Jika pendapatan rata-rata masyarakat perikanan dibandikan dengan
rata-rata penduduk di wilayah/unit analisis secara keseluruhan semakin
tinggi, maka kecenderungan masyarakat tersebut akan semakin
mendukung keberlanjutan usaha perikanan.
Pendapatan keluarga nelayan merupakan jumlah seluruh
pendapatan rumah tangga nelayan ditambah dengan orang lain yang
tinggal serumah dan dibiayai oleh nelayan baik dari usaha perikanan
maupun dari usaha non perikanan diukur dalam rupiah per bulan.
Sebagai buruh nelayan, para buruh nelayan purse seine mendapatkan
penghasilan dengan sistem bagi hasil dan sangat bergantung pada
banyaknya jumlah hasil tangkapan (musim ikan) serta harga bahan bakar
solar (Habbah, 2001).
C. Subsidi
Semakin kecil subsidi yang diberikan/diperoleh nelayan, maka
secara tidak langsung menunjukkan kemandirian mereka untuk
mendukung keberlanjutan usaha perikanan semakin besar (semakin kecil
resiko/ancaman terhadap keberlanjutan usaha perikanan). Dari hasil
wawancara dan analisis Rapfish yang dilakukan terhadap pertanyaan
subsidi diperoleh hasil 69% bisa di katakan baik dan berkelanjutan.
Banyak subsidi yang telah diberikan pemerintah kepada para nelayan
yakni berupa bantuan BBM yang sangat membantu dalam kegiatan
operasional kegiatan penangkapan yang diketahui biaya operasi kegiatan
dari tahun ke tahun bertambah mahal akan tetapi banyaknya subsidi yang
diberikan pemerintah secara langsung kepada nelayan akan berdampak
68
buruk pada kegiatan usaha perikanan. Efek dari banyaknya susidi yang
diberikan kepada nelayan berdampak pada sumberdaya yang menurun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para nelayan di PPN Prigi
selama kurun waktu 10 tahun terakhir nelayan purse seine tidak
mendapatkan bantuan alat tangkap yang mereka gunakan. Banyak
nelayan yang mengeluhkan tentang pemberian subsidi, dikarenakan
banyak yang tidak tepat sasaran dan hanya orang-orang tertentu yang
bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Subsidi dalam kegiatan perikanan tangkap yang menggunakan
mesin sangat diperlukan. Subsidi tersebut adalah bahan bakar minyak
(BBM) seperti solar, minyak tanah, dan pelumas. Jika subisidi tidak
diberikan maka akan meningkatkan biaya produksi sehingga akan
menurunkan penerimaan atau keuntungan para nelayan. Ada 2 hal yang
dapat dilakukan agar nelayan masih tetap mendapatkan keuntungan yaitu
efisiensi biaya produksi atau memperbaiki struktur harga jual ikan melalui
sistem lelang yang transparan. Namun jika menaikkan harga jual ikan
pasar sulit menyerap produksi ikan tangkapan nelayan (Nababan., dkk
2008).
D. Alternatif Pekerjaan
Berdasarkan hasil wawancara dan skoring terhadap nelayan
purse seine pada indikator alternatif pekerjaan di PPN Prigi didapatkan
hasil 62% yang berarti menunjukkan hasil baik dan berkelanjutan. Banyak
nelayan purse seine yang saat ini memilki pekerjaan sampingan lain
sektor non perikanan dan banyak pula lapangan pekerjaan yang bisa
dijadikan alternatif para nelayan jika memasuki musim paceklik. Pada
memasuki musim paceklik nelayan purse seine yang biasa tidak pergi
69
melaut dan hanya memperbaiki jaring (alat tangkap) bisa memperoleh
penghasilan lain seperti menjadi petani, berkebun di lahan yang mereka
punyai sendiri, dan menjadi buruh serabutan.
Pekerjaan sambilan nelayan yang paling besar adalah berkebun
dan bertani. Para nelayan banyak yang memiliki kebun cengkeh yang
luas. Apabila sedang tidak musim menangkap ikan nelayan mendapatkan
penghasilan dari bertanam cengkeh. Selain berkebun cengkeh dan
bertani sebagian nelayan ada yang berdagang, kuli bangunan dan lain-
lain (Sari, 2016).
E. Pasar Utama
Pasar atau pengguna lokal cenderung akan lebih
peduli/bersahabat (concern/sterwardship) atas sumberdaya perikanan di
wilayah/unit analisis. Karenanya akan mendukung keberlanjutan usaha
perikanan semakin besar (semakin kecil resiko/ancaman terhadap
keberlanjutan usaha perikanan). Dilihat dari hasil wawancara dan skoring
analisis Rapfish terhadap pertanyaan mengenai pasar utama diperoleh
hasil 44% yang berarti tidak cukup berkelanjutan, dikarenakan nelayan
hanya menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak (bakul) di wilayah
prigi kemudian oleh tengkulak tersebut hasil tangkapan selanjutnya dijual
kembali di daerah lokal saja masih satu kabupaten dan diluar kabupaten
dalam satu provinsi. Dikarenakan besarnya wilayah pemasaran tidak
sampai tingkat luar pulau, maka harga dari produk tersebut (ikan)
ditentukan oleh bakul dan tidak mengikuti harga diluar pasar lokal, sebab
ini banyak nelayan yang mengeluhkan nilai jual ke tengkulak dengan
penghasilan yang mereka dapatkan sangat kecil. Wilayah pemasaran
hasil perikanan dari PPN Prigi berupa produk ikan segar dan ikan hasil
70
olahan. Daerah distribusi meliputi wilayah lokal yaitu Trenggalek dan
distribusi antar kota antara lain meliputi Tulungagung, Surabaya,
Jombang, Malang, Nganjuk dan wilayah kota lainnya yang berdekatan.
Ikan hasil tangkapan di PPN Prigi dipasarkan dalam bentuk segar
dan olahan. Ikan segar hanya dipasarkan di 3 kota yakni Surabaya,
Trenggalek dan Tulungagung. Dominansi pemasaran ikan segar yaitu
kota Surabaya sebesar 2.384 ton atau sekitar 82% pada tahun 2010.
Terbatasnya pemasaran ikan segar disebabkan ikan memiliki sifat mudah
rusak serta membutuhkan perlakuan ekstra dan tambahan biaya.
Sedangkan pemasaran ikan olahan lebih luas jangkauannya yaitu
Trenggalek, Tulungagung, Surabaya, Jombang, Malang dan Nganjuk.
Surabaya juga mendominasi pemasaran ikan olahan dari PPN Prigi
dengan total 1.602 ton atau 33,56% pada tahun 2010, sedangkan
Tulungagung, Trenggalek, Malang, Jombang dan Nganjuk hanya
menyerap ikan olahan sebesar 1,84% (PNPP, 2016).
F. Penghasilan Rata-rata
Hasil wawancara dan skoring analisis Rapfish tentang
pertanyaan Penghasilan rata-rata oleh nelayan di PPN Prigi
mendapatkan nilai 52% yang berarti cukup atau tidak bekelanjutan. Tidak
berkelanjutan disini berarti nelayan di PPN Prigi mendapatkan
penghasilan rata-rata dari aktivitas melaut yang jauh berkurang untuk
menutupi kebutuhan ekonomi mereka. Nelayan di PPN Prigi
mendapatkan gaji yakni 50% untuk sekali trip dari pemilik kapal yang
masih dibagi untuk semua ABK, dan dalam satu bulan nelayan purse
seine di PPN Prigi biasanya melakukan 20-25 kali trip. Penghasilan rata-
71
rata nelayan purse seine di PPN Prigi masih jauh dibawah dari UMR
Kabupaten Trenggalek yaitu Rp. 1.388.000.
Pendapatan nelayan buruh dengan sistem bagi hasil tidak
menentu dan hal ini tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah
harga bahan bakar (solar). Hasil yang diperoleh nelayan semakin kecil
jika harga bahan bakar melambung tinggi. Kenaikan harga solar
mengakibatkan kenaikan biaya operasional yang akan mengurangi
penghasilan nelayan. Misalnya untuk sekali perjalanan atau trip, kapal
ikan (purse seine) membutuhkan biaya operasional berupa : solar,
makanan, dan lain-lain sedikitnya 20 juta rupiah, jika hasil tangkap bernilai
30 juta rupiah maka tersisa 10 juta rupiah, dibagi antara pemilik kapal dan
buruh nelayan (nahkoda dan ABK) purse seine sesuai sistem bagi hasil
yang disepakati (Habbah, M. 2001).
G. Curah Waktu
Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner terhadap nelayan
purse seine di PPN Prigi menunjukkan indikator curahan waktu
penangkapan adalah 62% baik, hal ini dikarenakan nelayan purse seine
di PPN Prigi hanya melakukan penangkapan secara one day trip yang
biasanya nelayan akan berangkat melaut pada siang atau sore hari dan
akan mendaratkan hasil tangkapannya pada pagi atau malam harinya. Ini
biasa dilakukan karena wilayah penangkapan hanya berjarak 2-3 jam
yang masih bisa dijangkau oleh nelayan slerek di PPN Prigi.
Proses mendapatkan gerombolan ikan membutuhkan waktu yang
sangat lama. Untuk satu kali trip operasi biasanya nelayan hanya
melakukan 1 sampai 4 kali setting. Ada nelayan yang dengan cepat
mendapatkan ikan tetapi ada juga nelayan yang hanya mendapatkan
72
hasil tangkapan sedikit. Waktu pemberangkatan yang lebih cepat dan
lama tidak menjamin akan mendapatkan hasil tangkapan yang lebih
banyak (Perkasa, 2004).
4.4.4 Status Keberlanjutan Dimensi Sosial
Hasil analisis RAPFISH pada dimensi sosial diperoleh nilai 67% dan
dapat dikatakan baik atau berkelanjutan. dimensi sosial terdiri dari 7 indikator
yang akan dijelaskan pada gambar 6 dibawah.
Gambar 6. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil pada Dimensi Sosial di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur.
Penyusunan skor indikator keberlanjutan pada Dimensi Sosial
perikanan purse seine di PPN Prigi berdasarkan keadaan lapang daerah
penelitian dan berdasarkan acuan dari kriteria yang telah dibuat. Hasil
wawancara dan pengamatan lapang yang dilakukan di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi menghasilkan 7 indikator seperti Pekerjaan, Jenjang
pendidikan, Status konflik, Pengaruh terhadap kebijakan, Keluarga dan Antar
73
Warga nelayan purse seine. Masing-masing indikator dari Dimensi Sosial
akan diuraikan sebagai berikut:
A. Pekerjaan
Para nelayan purse seine di PPN Prigi umumnya bekerja secara
kelompok, keluarga dan individu. Jika nelayan rata-rata bekerja dengan
sistem kelompok, maka akan meminimalisir terjadinya perselisihan atau
konflik dan dapat mengindikasikan sumberdaya dapat lestari karena
mengurangi tekanan terhadap sumberdaya perikanan. Semakin sedikit
kelompok/individu yang melaut berarti semakin kecil resiko/ancaman
mengeksploitasi sumberdaya perikanan di suatu wilayah/unit.
Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner terhadap nelayan di
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi dari indikator pekerjaan
kemudian di skor dan dilakukan analisis Rapfish maka kontribusi indikator
pekerjaan terhadap status keberlanjutan perikanan purse seine pada
dimensi sosial adalah 83% yang berarti baik dan berkelanjutan.
Menurut Kartika (2010), bahwa sektor perikanan merupakan
sumber penghidupan terbesar bagi masyarakat Indonesia bagian pesisir
yang daerahnya langsung berhadapan dengan laut. Sektor perikanan ini
juga menyerap tenaga kerja paling banyak diantara sektor lainnya.
Walaupun demikian, penyerapan tenaga kerja yang banyak pada sektor
perikanan tidak diimbangi dengan kontribusi yang besar terhadap
pendapatan Nasional, sehingga nilai tambah pada sektor perikanan ini
kecil dikarenakan sektor tersebut masih bersifat subsistem.
74
B. Jenjang Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat perikanan maka
akan cenderung akan semakin meningkatkan kepedulian masyarakat
(public awareness) terhadap keberlanjutan usaha perikanan di suatu
wilayah/unit. Dari hasil wawancara dan skoring analisis Rapfish terhadap
pertanyaan jenjang pendidikan diperoleh nilai 62% yang berarti baik dan
berkelanjutan. Rata-rata nelayan purse seine di PPN Prigi sudah
mengenyam pendidikan hingga SMA, walaupun masih banyak nelayan
yang hanya mempunyai latar belakang pendidikan hanya di sekolah
dasar bahkan tidak lulus sekolah dasar. Hal ini menimbulkan persepsi
yang berbeda diantara para nelayan terhadap keberlanjutan sumberdaya
perikanan di wilayah perairan Prigi.
Suryani et al., (2004), rendahnya tingkat pendidikan di kalangan
nelayan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; orangtua
yang lebih mengarahkan untuk menjadi nelayan dan dikenalkan pada laut
sejak kecil sehingga tidak terpikir untuk sekolah, selain itu keterbatasan
biaya dan tidak adanya keinginan dari diri sendiri.
C. Status Konflik
Umumnya kelestarian usaha perikanan di wilayah/unit analisis
akan lebih terjamin jika tidak pernah terjadi konflik, baik konflik antar
stakeholder usaha perikanan maupun konflik antara stakeholder usaha
perikanan dengan masyarakat diluar usaha perikanan tangkap.
Berdasarkan hasil wawancara dan skoring analisis Rapfish
terhadap pertanyaan indikator status konflik mendapatkan hasil sebesar
85% yang berarti baik sekali dan sangat berkelanjutan. Nelayan purse
seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi sebagian besar
75
hidup secara berdampingan dengan para nelayan maupun stakeholder
pemerintahan yang bertanggung jawab di PPN Prigi. Hampir tidak ada
konflik atau perselisihan yang terjadi di lingkungan PPN Prigi, jika terjadi
konflik antar nelayan biasanya akan langsung diselseikan dalam sebuah
forum bersama dan tidak dibiarkan secara berlarut-larut.
Ginting (1998), menyatakan bahwa konflik dapat muncul dari
beberapa sebab, namun faktor yang cukup dominan adalah kerancuan
tipe pemilikan sumberdaya dan kerancuan wewenang. Artinya kerancuan
pemilikan menyebabkan tidak jelasnya siapa yang berhak memanfaatkan
satu sumberdaya dan berakibat timbulnya pertikaian antara pihak-pihak
yang berbeda persepsi dalam penentuan kepemilikan sumberdaya
perikanan dan kelautan. Menurut Priyatna et.al., (2005), tindakan
manusia dalam menghadapi sumberdaya milik bersama mengarah pada
pemenuhan kepentingan sendiri dalam jangka pendek.
D. Pengaruh Terhadap Kebijakan
Semakin besar tingkat partisipasi (keterlibatan/pengaruh)
masyarakat nelayan/perikanan dengan pengetahuan tradisionalnya
dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan sumberdaya
perikanan maka akan mendukung kelestarian sumberdaya perikanan
(resiko/ancaman terhadap keberlanjutan pengelolaan sumberdaya
perikanan semakin kecil).
Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner terhadap nelayan di
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi dari indikator pengaruh
terhadap kebijakan kemudian di skor dan dilakukan analisis Rapfish maka
kontribusi indikator pengaruh nelayan terhadap kebijakan terhadap status
keberlanjutan perikanan purse seine pada dimensi sosial adalah 55%
76
yang berarti cukup dan tidak berkelanjutan (kurang). Hal ini dikarenakan
nelayan seringkali mengabaikan peraturan yang telah dibuat oleh
pemerintah yang dimana dapat mengindikasikan bahwa Sumberdaya
Manusia di tempat penelitian yakni sangat kurang bahkan rendah.
Pengaruh atau dampak langsung nelayan pada peraturan
(kebijakan) pemerintah dalam perikanan tangkap, peraturan tidak
menghambat nelayan untuk berproduksi ikan atau menangkap ikan.
Tetap, kebijakan pemerintah itu juga harus ditinjau kembali atau
disempurnakan karena belum memberikan dampak terhadap
perkembangan sektor perikanan (Mulyana, 2011).
E. Sosialisasi Penangkapan
Untuk pengelolaan usaha perikanan yang semakin terikat secara
emosional – hubungan sosial dan berskala luas (satu komunitas
masyarakat sampai dengan negara) akan semakin mempermudah
melakukan pengelolaan usaha perikanan di wilayah/unit analisis – terkait
dengan berjalannya fungsi kelembagaan.
Kebijakan perikanan tangkap yang dibuat oleh pemerintah yang
sifatnya kadang diubah-ubah terkadang menimbulkan polemik bagi para
nelayan yang mengakibatkan ketidaktaatan para nelayan untuk mematuhi
peraturan atau kebijakan yang telah dibentuk. Dari hasil wawancara dan
kuisioner terhadap nelayan di PPN Prigi dari indikator sosialisasi
penangkapan kemudian dilakukan skor dan analisis Rapfish maka statsu
indikator sosialisasi penangkapan terhadap status keberlanjutan
sumberdaya perikanan purse seine pada dimensi sosial adalah 49% yang
berarti kurang berkelanjutan. Hal ini dikarenakan nelayan purse seine di
PPN Prigi mengaku hanya mendapatkan sosialisasi hanya 1 kali salam
77
satu tahun saja. Dari pemerintah sudah sering melakukan sosialisasi
kepada nelayan di PPN Prigi, akan tetapi hanya sedikit dari nelayan yang
bisa menghadiri undangan sosialisasi dikarenakan waktu sosialisasi
banyak nelayan purse seine yang sedang melaut. Kebijakan pengelolaan
perikanan tangkap semestinya tidak hanya berupa regulasi yang
mengontrol akses terhadap pemanfaatan sumberdaya yang ada, tetapi
harus mampu membangun dan memberdayakan komunitas perikanan
untuk mengatasi masalahnya (Wiyono, 2006).
Penilaian nelayan pemilik tidak jauh berbeda dengan penilaian
nelayan Anak Buah Kapal (ABK). Mereka menilai bahwa pada dasarnya
program pengembangan perikanan tangkap Purse seine adalah baik
sepanjang program itu bisa memberi mereka peningkatan hasil produksi.
Hambatan yang dihadapi pelaksanaan program pengembangan seperti
kurangnya kesadaran nelayan akan pentingnya kelompok nelayan,
kurangnya kepedulian dan rasa ingin tahu nelayan serta banyaknya
kelompok-kelompok baru ketika ada bantuan-bantuan Kementrian
Kelautan Perikanan (KKP).
F. Keluarga
Semakin banyak anggota keluarga yang terlibat dalam usaha
perikanan, maka semakin tinggi perhatian akan diberikan kepada
keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan. Dari hasil wawancara
dan kuisioner terhadap nelayan di PPN Prigi dari indikator keluarga
kemudian dilakukan skor dan analisis Rapfish maka status indikator
keluarga terhadap status keberlanjutan sumberdaya perikanan purse
seine pada dimensi sosial adalah 89% yang artinya baik sekali dan sangat
berkelanjutan. Dalam indikator keluarga yang diamati pada saat
78
penelitian berlangsung seluruh anggota keluarga mendukung penuh
pekerjaan sebagai nelayan.
Cahyat., dkk (2007), mengatakan ada tiga hal yang menjadi
motivasi para istri nelayan untuk ikut terjun melakukan kegiatan ekonomi
yaitu: 1) Dorongan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi Rumah Tangga,
2) Memanfatkan ketrampilan yang ia miliki, 3) Merasa bertanggung jawab
terhadap keluarga.
G. Antar Warga
Semakin kecil tingkat pertumbuhan jumlah masyarakat yang
bergerak di bidang perikanan maka semakin kecil penambahan tingkat
kebutuhan akan sumberdaya perikanan (memperkecil resiko/ancaman
terhadap keberlanjutan usaha perikanan di suatu wilayah/unit analisis).
Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner terhadap nelayan purse
seine di PPN Prigi dari indikator antar warga nelayan kemudian dilakukan
skoring dan analisis Rapfish maka kontribusi indikator antar warga
nelayan terhadap status keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis
kecil di PPN Prigi pada dimensi sosial adalah 44% yang dapat dikatakan
buruk, hal ini dikarenakan kurang adanya pertemuan rutin antar nelayan
purse seine di PPN Prigi dan kurangnya memperhatikan komunitas di
PPN Prigi terutama untuk nelayan purse seine.
4.4.5 Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi
Hasil analisis RAPFISH pada dimensi teknologi diperoleh nilai 75%
dan dapat dikatakan baik atau berkelanjutan. dimensi teknologi terdiri dari 7
indikator yang akan dijelaskan pada gambar 7 dibawah.
79
Penentuan indeks status keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis
kecil pada dimensi teknologi dimulai dengan penentuan skor dalam setiap
indikator dalam dimensi teknologi yang berdasarkan realitas data di lapang
baik dengan wawancara dan pengamatan (data primer) maupun dengan
menggunakan data sekunder. Alat tangkap untuk mengetahui status
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil yakni pukat cincin (purse seine).
Dimensi teknologi merupakan cerminan dari derajat pemanfaatan
sumberdaya perikanan tangkap dengan menggunakan suatu teknologi.
Teknologi yang baik adalah yang semakin dapat mendukung dalam jangka
panjang dan secara berkesinambungan setiap kegiatan ekonomi dalam sektor
perikanan tangkap.
Gambar 7. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil pada Dimensi Teknologi di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur.
Terdapat 7 indikator dalam dimensi Teknologi antara lain : Lama Trip,
Selektivitas Alat, Ukuran Kapal, Alat Bantu, Efek Samping Alat, Armada, dan
Perubahan Ukuran Kapal. Dari masing-masing indikator dimensi teknologi
80
diatas mempunyai tingkat kontribusi terhadap keberlanjutan sumberdaya
perikanan pelagis dengan alat tangkap pukat cincin di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi. Berikut uraian dari masing-masing indikator pada
dimensi teknologi :
A. Lama Trip
Berdasarkan hasil wawancara terhadap nelaya purse seine
terhadap indikator lama trip kemudian di skor dan dilakukan analisis
Rapfish maka kontribusi indikator lama trip terhadap status keberlajutan
sumberdaya ikan pelagis pada dimensi teknologi adalah 91% yang berarti
sangat baik sekali dan sangat berkelanjutan. Berdasarkan keadaan di
lapang pada saat penelitian dilakukan dalam satu bulan para nelayan
purse seine Di PPN Prigi melakukan trip sebanyak 20-25 kali dalam satu
bulan, dikarenakan sistem pengoperasian purse seine di PPN Prigi
dilakukan secara one day trip. Nelayan biasa berangkat siang maupun
sore hari dan kemudian mendaratkan ikannya pada malam hari dan
besok harinya bisa kembali melaut.
Kemampuan lama melaut secara tidak langsung menunjukkan
kemampuan mengeksploitasi sumberdaya perikanan. Semakin singkat
waktu melaut berarti semakin kecil kemampuan mengeksploitasi
sumberdaya perikanan.
Untuk kapal-kapal Purse Seine di Prigi umumnya menggunakan
sistem penangkapan one day fishing dengan lama waktu kurang lebih 8
jam, yaitu untuk waktu perjalanan dan mencari ikan kurang lebih 3 jam,
dan waktu setting sekitar 1 jam ( Suryana., dkk 2013).
81
B. Selektivitas Alat
Penanganan selektivitas penangkapan sangat terkait dengan
efisiensi penggunaan sumberdaya perikanan (mengurangi tertangkapnya
ikan non-target). Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan purse
seine di PPN Prigi terhadap indikator selektivitas alat tangkap terhadap
status keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis perikanan purse seine
pada dimensi teknologi adalah sebesar 57% yang berarti cukup dan
berkelanjutan. Pada dasarnya alat tangkap pukat cincin bersifat tidak
selektif dan terkadang juga menangkap ikan non-target.
Pengoperasian suatu alat tangkap dengan tingkat selektivitas
yang tinggi akan menyebabkan upaya penangkapan lebih efisien dan
kelangsungan sumberdaya ikan pada suatu perairan akan tetap lestari,
oleh karena itu perlu adanya pengkajian tentang selektivitas alat
tangkapan purse seine. Tingkat keselektifan sebuah alat tangkap akan
berdampak pada terciptanya sumberdaya ikan yang berkelanjutan
(Rambun., dkk 2016).
C. Ukuran Kapal
Semakin besar ukuran kapal (armada) penangkapan, maka
semakin tinggi kemampuan mengeksploitasi sumberdaya perikanan di
suatu wilaya/unit penelitian. Ukuran kapal di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi untuk alat tangkap purse seine berkisar 20-30 GT
namun juga ada yang berukuran <10 GT.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan purse seine
terhadap indikator ukuran kapal kemudian di skor dan dilakukan analisis
Rapfish maka kontribusi indikator ukuran kapal terhadap status
keberlajutan sumberdaya ikan pelagis pada dimensi teknologi adalah
82
66% yang dapat dikatakan baik dan berkelanjutan. Bentuk dan ukuran
dari suatu kapal akan berpengaruh terhadap kekuatan kapal tersebut di
atas laut seperti menahan suatu ombak. Selain itu ukuran kapal
berpengaruh terhadap pergerakan kapal tersebut dilaut. GT kapal
berpengaruh terhadap hasil tangkaan secara signifikan. Semakin besar
GT kapal semakin besar hasil tangkapan.
D. Alat Bantu
Penggunaan alat penarik perhatian akan meningkatkan
kemampuan mengeksploitasi sumberdaya perikanan. Alat bantu
penangkapan pada dasarnya digunakan untuk membantu menangkap
ikan yakni berupa GPS, Sonar, Lampu, Fish finder dsb, akan tetapi
penggunaan alat bantu yang berlebihan akan berdampak over fishing
pada sumberdaya perikanan. Berdasarkan hasil wawancara nelayan
purse seine terhadap indikator alat bantu kemudian di skor dan dilakukan
analisis Rapfish maka kontribusi indikator alat bantu terhadap status
keberlajutan sumberdaya ikan pelagis pada dimensi teknologi sebesar
70% yang dapat dikatakan baik dan berkelanjutan.
Monintja dan Zulkarnain (1995) dan Diniah et al., (2006),
menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan pada awal keberadaan
rumpon, mampu meningkatkan hasil tangkapan. Namun dengan semakin
padatnya pemasangan rumpon menyebabkan menurunnya hasil
tangkapan per satuan upaya, yang dimulai dengan tanda-tanda ukuran
rata-rata ikan yang tertangkap memperlihatkan kecenderungan yang
lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya.
83
E. Efek Samping Alat
Dampak dari penggunaan alat-alat yang merusak ekosistem
adalah meningkatnya resiko/ancaman terhadap keberlanjutan usaha
perikanan. Efek yang ditimbulkan akibat dari penggunaan alat tangkap
yang bersifat merusak seperti penggunaan sianida, potasium, dinamit dan
trawl akan berdampak buruk bagi kelangsungan ekosistem perikanan.
Berdasarkan hasil wawancara nelayan purse seine terhadap indikator
efek samping alat kemudian di skor dan dilakukan analisis Rapfish maka
kontribusi indikator efek samping alat tangkap terhadap status
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil pada dimensi teknologi
sebesar 91% yang dapat dikatakan baik sekali dan sangat berkelanjutan.
Nelayan purse seine di PPN Prigi hampir tidak pernah menggunakan alat
tangkap yang merusak ekosistem, mereka diberikan sosialisasi dari
dampak penggunaan alat tangkap yang merusak.
Arimoto (2000), mengemukakan bahwa suatu alat tangkap
dikatakan ramah lingkungan apabila alat tangkap tersebut tidak
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana alat
tangkap tersebut merusak dasar perairan (benthic disturbance),
kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi.
Faktor lain adalah bagaimana dampaknya terhadap bio-diversity dan
target resources yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by-catch, serta
tertangkapnya ikan-ikan muda.
F. Armada Penangkapan
Jumlah armada penangkapan purse seine di Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Prigi berjumlah 303 unit pada tahun 2016.
Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner terhadap indikator armada
84
penangkapan kemudian di skor dan dilakukan analisis Rapfish terhadap
status keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil adalah 67% yang
berarti baik. Berdasarkan data sekunder yang di dapatkan selama
penelitian, jumlah armada alat tangkap purse seine dengan 2 boat
berjumlah 151 unit untuk kapal dengan ukuran 20<30 GT dan 151 unit
untuk kapal dengan ukuran <10 GT. Sedangakan untuk purse seine
dengan 1 boat hanya terdapat 1 unit dengan ukuran kapal >30 GT.
G. Perubahan Ukuran Kapal
Semakin besar ukuran kapal maka semakin tinggi kemampuan
mengeksploitasi sumberdaya perikanan disuatu wilaya/unit analisis.
Rata-rata ukuran kapal yang dioperasikan di Pelabuhan Perikanan
Nusantara Prigi berkisar 20 - 30 GT. Berdasarkan hasil wawancara dan
kuisioner terhadap indikator perubahan ukuran kapal kemudian di skor
dan dilakukan analisis Rapfish terhadap status keberlanjutan ikan pelagis
kecil diperoleh hasil sebesar 83% dan dapat dikatakan baik sekali serta
berkelanjutan. Berdasarkan hasil pengamatan ketika di lapang,
penambahan jumlah armada purse seine yang ada di PPN Prigi tidak
banyak mengalami perubahan ukuran kapal. Hal ini dikarenakan banyak
nelayan yang sudah tidak banyak memperbaiki dan menambah ukuran
kapal mereka.
4.4.6 Status Keberlanjutan Dimensi Etika
Hasil analisis RAPFISH pada dimensi etika diperoleh nilai 66% dan
dapat dikatakan baik atau berkelanjutan. Dimensi etika terdiri dari 6 indikator
yang akan dijelaskan pada gambar 8 dibawah.
85
Gambar 8. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecilpada Dimensi Etika di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur.
Terdapat 6 (enam) indikator pada dimensi etika antara lain adalah
Alasan masuk perikanan, Hasil tangkapan yang dibuang, Co-Management,
Mencegah kerusakan habitat, Peran masyarakat lokal, dan Memperbaiki
lingkungan. Dari masing-masing indikator mempunyai kontribusi terhadap
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi. Lebih jelasnya masing-masing indikator dari dimensi
etika akan dijelaskan sebagai berikut :
A. Alasan Masuk Perikanan
Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner terhadap nelayan di
PPN Prigi tentang indikator alasan masuk dunia perikanan kemudian di
skor dan dilakukan analisis Rapfish maka kontribusi indikator alasan
masuk dunia perikanan terhadap status keberlanjutan sumberdaya ikan
pelagis kecil pada dimensi etika adalah 58% dikatakan cukup. Pada saat
86
penelitian berlangsung, alasan nelayan untuk masuk kedalam dunia
perikanan yakni ada yang mengikuti tradisi, ajakan keluarga,
pertimbangan ekonomi, ingin masuk saja karena keinginan sendiri
maupun ikut membantu perekonomian. Semakin banyak pekerjaan di luar
perikanan secara tidak langsung menurunkan tingkat eksploitasi
sumberdaya perikanan.
B. Hasil Tangkapan yang Dibuang
Besarnya jumlah ikan yang terbuang, terutama jika tidak tercatat
akan mengakibatkan status eksploitasi tidak dapat diukur dengan baik
(bisa terjadi over fishing/over exploitation). Berdasarkan hasil wawancara
dan kuisioner terhadap nelayan di PPN Prigi tentang indikator hasil
tangkapan yang dibuang kemudian di skor dan dilakukan analisis Rapfish
maka kontribusi indikator hasil tangkapan yang dibuang terhadap status
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil pada dimensi etika adalah
74% yang berarti baik dan berkelanjutan. Para nelayan purse seine di
PPN Prigi hampir tidak pernah membuang hasil tangkapannya kembali ke
laut, hal ini disebabkan karena ikan yang ikut tertangkap jaring purse
seine jika dijual akan tetap laku di pasaran. Hal ini mengindikasikan
bahwa tingkat kesadaran nelayan cukup baik untuk keberlanjutan
ekosistem perairan, walaupun terkadang masih ada nelayan purse seine
yang masih membuang hasil tangkapannya ke laut dengan alasan bahwa
terlalu banyak ikan yang sudah tertangkap dan mereka takut jika terjadi
kecelakaan dilaut (kapal pecah) karena over size muatan.
Beberapa alternatif untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan
(bycatch) telah di implementasikan baik itu melalui input kontrol dan
output kontrol (Hall, 2002). Input kontrol dapat dilakukan dengan
87
penutupan wilayah penangkapan atau penutupan musim penangkapan.
Selain dengan menerapkan pengelolaan perikanan melalui input kontrol
dan output kontrol cara lain yang dapat dijadikan solusi dalam
mengurangi hasil tangkapan sampingan adalah melalui pemanfaatan
bycatch dan perbaikan teknologi penangkapan ikan (Matsuoka, 2008).
C. Co-Management
Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaannya yang
semakin melibatkan seluruh stakeholders dalam posisi yang seimbang
akan lebih dapat menghasilkan mekanisme pengaturan sumberdaya
perikanan di wilayah/unit analisis dengan baik. Berdasarkan hasil
wawancara dan kuisioner terhadap nelayan di PPN Prigi tentang indikator
Co-management kemudian di skor dan dilakukan analisis Rapfish maka
kontribusi indikator Co-management terhadap status keberlanjutan
sumberdaya ikan pelagis kecil pada dimensi etika adalah 68% yang
berarti baik dan berkelanjutan.
Model Co-Management diharapkan dapat mengatasi berbagai
permasalahan dan isu-isu yang muncul dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan dan laut. Hal ini dikarenakan model pengelolaan ini kolaboratif
memudahkan antara unsur masyarakat pengguna perikanan (kelompok
nelayan, pengusaha perikanan, dll) dan pemerintah, sehingga dapat
,menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan dan laut, sehingga pembiasaan
aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi (Kartika, 2010).
88
D. Mencegah Kerusakan Habitat
Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner terhadap nelayan di
PPN Prigi tentang indikator mencegah kerusakan habitat kemudian di
skor dan dilakukan analisis Rapfish maka kontribusi indikator mencegah
kerusakan habitat terhadap status keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis
kecil pada dimensi etika adalah 50% dan berarti cukup. Perbaikan atau
pemeliharaan habitat ikan akan menjamin kelestarian sumberdaya
perikanan di suatu wilayah/unit analisis.
Menurut Darmawan (2001), dalam pengelolaan sumber daya
alam, kegiatan penangkapan ikan merupakan kegiatan eksploitasi.
Sebagai kegiatan eksploitatif, penangkapan ikan hanya bertujuan
mengambil sumberdaya yang tersedia di alam. Oleh sebab itu kegiatan
penangkapan ikan harus memiliki beberapa pengaturan dan pembatasan
agar tidak menghancurkan sumberdaya yang ada.
Menurut Mukhtar (2007), penggunaan bahan peledak seperti
bom dapat memusnahkan biota dan merusak lingkungan.
Penggunaannya di sekitar terumbu karang menimbulkan efek samping
yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di sekitar
lokasi ledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan
merupakan sasaran penangkapan.
E. Peran Masyarakat Lokal
Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner terhadap nelayan di
PPN Prigi tentang indikator peran masyarakat lokal kemudian di skor dan
dilakukan analisis Rapfish maka kontribusi indikator peran masyarakat
lokal terhadap status keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil pada
dimensi etika adalah 69% dapat dikatakan baik dan berkelanjutan. Peran
89
masyarakat lokal dalam menajamen pengelolaan sumberdaya
berkelanjutan sangat berpengaruh terhadap kelestarian sumberdaya di
masa yang akan datang. Pada saat penelitian berlangsung terdapat
peran tokoh masyarakat lokal yang ikut membantu kelestarian seperti
terdapat POKMASWAS dan terdapat paguyuban nelayan purse seine
yang terdapat di PPN Prigi.
Adrianto et al., (2005) berpendapat, bahwa kebijakan pengelolaan
sumberdaya perikanan sangat tergantung dengan ketahanan
kelembagaan. Ketahanan kelembagaan akan berjalan dengan baik dan
berkelanjutan, jika didukung oleh kepastian hukum, norma yang berlaku
ditengah masyarakat dan kepercayaan masyarakat (Pretty and Smith
2004). Membangun rasa kepercayaan sebagai modal sosial terhadap
masyarakat nelayan merupakan tantangan bagi penentu kebijakan dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan.
F. Memperbaiki Ekosistem
Ekosistem merupakan salah satu faktor penting dalam
pengelolaan perikanan karena pada hakekatnya fokus utama dari
pengelolaan yaitu sumberdaya perikanan terkait erat dengan kualitas
lingkungan dan ekosistem dimana sumberdaya perikanan tersebut
secara ekologis berada. Dalam konteks inilah pengelolaan perikanan
berbasis ekosistem menjadi sangat relevan (Nikijuluw, 2002). Menurut
Berkes et al., (2001), ada beberapa pertimbangan pokok mengapa
pendekatan ekosistem ini menjadi sangat penting dalam pengelolaan
perikanan yaitu: (1) kemampuan memprediksi kondisi ekosistem sangat
terbatas, (2) ekosistem memiliki batas yang nyata (daya dukung) dimana
apabila pemanfaatan sumberdaya melebihi kemampuan ekosistem
90
meregenerasi suberdaya tersebut maka akan terjadi perubahan struktur
ekosistem dan tidak dapat kembali seperti semula (irreversible), (3)
keanekaragaman sangat penting dalam fungsi ekosistem, (4) komponen-
komponen dalam ekosistem saling berinteraksi, (5) batas ekosistem
terbuka, dan (6) ekosistem linier terhadap perubahan waktu.
Pemeliharaan atau perbaikan ekosistem akan menjamin
kelestarian sumberdaya perikanan di wilayah/unit analisis. Berdasarkan
hasil wawancara dan kuisioner terhadap nelayan di PPN Prigi tentang
indikator memperbaiki ekosistem yang rusak kemudian di skor dan
dilakukan analisis Rapfish maka kontribusi indikator memperbaiki
ekosistem yang rusak terhadap status keberlanjutan sumberdaya ikan
pelagis kecil pada dimensi etika adalah 58% yang berarti cukup dan
kurang berkelanjutan. Ini dikarenakan nelayan purse seine di PPN Prigi
cenderung kurang memperbaiki ekosistem yang rusak, tingkat kesadaran
masyarakat yang kurang akan pentingnya perbaikan ekosistem yang
rusak.
4.4.7 Status Keberlanjutan Multi Dimensi
Dalam konsep pembangunan perikanan berkelanjutan sebagaimana
diamanatkan FAO melalui perikanan yang bertanggung jawab (code of
conduct for responsible fisheries) dan kelestarian sumber daya ikan dengan
cara memanfaatkannya seoptimal mungkin, menjadi fokus perhatian dunia.
Upaya perencanaan kebijakan dan pengelolaan sumber daya ikan secara
komprehensif dan berhasil guna, hendaknya ditindak-lanjuti dengan
penyiapan pembangunan yang baik. Dengan pengelolaan yang tepat dan
91
optimal, maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat nelayan (Purbayanto et al., 2004).
Gambar 9. Nilai Indeks Persepsi Nelayan Purse Seine Terhadap Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil pada Multi Dimensi di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur.
Dari gambar diatas dapat dilihat secara keseluruhan dimensi
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek Jawa Timur. Masing-masing dimensi
memberikan kontribusi untuk status keberlanjutan perikanan purse seine.
Pada dimensi ekologi diketahui nilai indeks keberlanjutan sebesar 69% yang
berarti baik, dimensi ekonomi mendapatkan nilai indeks keberlanjutan 57%
dapat dikatakan cukup dan kurang berkelanjutan, dimensi sosial 67% yang
berarti baik dan berkelanjutan, dimensi teknologi mendapatkan nilai indeks
keberlanjutan 75% yag dapat dikatakan baik dan berkelanjutan serta pada
dimensi etika mendapatkan nilai indeks sebesar 66% yang berarti baik dan
berkelanjutan. Nilai indeks keberlanjutan menunjukkan bahwa status
92
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di PPN Prigi secara keseluruhan
mengalami pembangunan perikanan tangkap ke arah yang lebih baik dan
berkelanjutan.
Munasinghe (2002) menyatakan konsep pembangunan berkelanjutan
harus berdasarkan pada empat faktor, yaitu : (1) terpadunya konsep “equity”
lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan keputusan; (2) dipertimbangkan
secara khusus aspek ekonomi; (3) dipertimbangkan secara khusus aspek
lingkungan; dan (4) dipertimbang secara khusus aspek sosial budaya. Dahuri
(2001) menyatakan ada 3 prasyarat yang dapat menjamin tercapainya
pembangunan berkelanjutan yaitu: keharmonisan spasial, kapasitas, asimilasi
dan pemanfaatan berkelanjutan.
4.4.8 Masalah dan Upaya Penyelesaian
Masalah
Berdasarkan nilai skoring dan analisi Rapfish nilai dari dimensi
ekonomi yang memberikan kontribusi cukup sedikir dalam status
keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil di PPN Prigi yakni sebesar 57%.
Masalah ekonomi yang paling sering ditemui pada saat penelitian adalah :
1. Kurangnya masalah penghasilan yang dirasakan nelayan dari sitem bagi
hasil mempengaruhi dimensi ekonomi terhadap kesejahteraan
masyarakat nelayan purse seine. Misalnya pada saat musim ikan
melimpah harga ikan turun hingga pernah ikan tidak laku dijual dan
akhirnya busuk lalu masuk kedalam pabrik tepung dengan harga sangat
rendah.
2. Kurangnya transparansi keuntungan hasil melaut antara pemilik kapal
dengan ABK yang menyebabkan tingkatan gaji yang diterima oleh ABK
93
purse seine kadang tidak mencukupi untuk kebutuhan ekonomi
keluarganya.
3. Kurangnya pengetahuan dari nelayan mengenai isu-isu yang terjadi di
dalam dunia perikanan khususnya perikanan tangkap, hal ini
disebabkan para nelayan banyak yang hanya mengenyam bangku
pendidikan pada tingkat dasar (SD)
4. Nelayan purse seine di PPN Prigi mengeluhkan untuk pemberian subsidi
atau bantuan dari pemerintah hanya sebagian nelayan tertentu saja.
Banyak nelayan yang masih tidak paham dan mengerti bagaimana
proses untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Penyelesaian
Banyaknya masalah yang dialami oleh nelayan purse seine di
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi membutuhkan upaya
penyelsaian dan solusi agar tercapai kesepakatan bersama. Dalam hal ini
peneliti mengusulkan beberapa opsi diantaranya :
1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPN Prigi dan Pemerintah Daerah
akan lebih baik jika menyediakan sistem pelelangan untuk ikan hasil
tangkapan alat tangkap purse seine agar harga ikan dapat
menyesuaikan dengan harga pasaran. Dan para pengepul (bakul) juga
sebaiknya tidak di dominasi oleh pengepul lokal melainkan juga dari luar
daerah.
2. Pihak pemerintah dan instansi terkait sebaiknya sering mengadakan
sosialisasi mengenai kebijakan baru yang telah dibuat dengan waktu
yang telah disepakati bersama antara nelayan purse seine dengan
instansi terkait.
94
3. Untuk kartu nelayan yang sudah dibuat oleh pemerintah sebaiknya juga
nelayan purse seine mendapatkan edukasi terkait pentingnya penerima
kartu dan manfaatnya.
95
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian tentang Persepsi Nelayan Purse Seine terhadap
Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Berkelanjutan di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek, Jawa Timur dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hasil dari analisis RAPFISH pada dimensi Ekologi, Ekonomi, Sosial,
Teknologi dan Etika pada status keberajutan sumberdaya ikan pelagis
kecil berdasarkan persepsi nelayan purse seine di Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Prigi Trenggalek, Jawa Timur dapat
dikatakan baik dan berkelanjutan.
2. Berdasarkan hasil dari analisis Rapfish terhadap status keberlanjutan
suberdaya ikan pelagis kecil berdasrkan persepsi nelayan purse seine
di PPN Prigi didapatkan hasil pada dimensi ekologi memperoleh
prosentase sebesar 69%, dimensi ekonomi sebesar 57%, dimensi
teknologi 75%, dimensi sosial 67% dan dimensi etika sebesar 66%.
3. Dari lima dimensi yang telah diuji dan di skoring untuk menentukan
status keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil berdasarkan
persepsi nelayan purse seine di PPN Prigi Trenggalek, Jawa Timur
didapatkan hasil dimensi teknologi mempunyai nilai skoring indeks
keberlanjutan paling tinggi sebesar 75% yang berarti baik
(berkelanjutan), dan dimensi ekonomi memiliki nilai skoring paling
rendah yaitu 57% yang artinya cukup (kurang berkelanjutan).
96
5.2 Saran
1. Agar keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis kecil pada perikanan purse
seine di PPN Prigi dapat berkelanjutaan secara efektif, efisisen dan tepat
guna maka perlu adanya perbaikan tentang peran dari masing-masing
instansi terkait dengan pengelolaan perikanan purse seine.
2. Perlu penambahan pelatihan bagi nelayan purse seine dalam penanganan
hasil tangkapan untuk memperoleh nilai tambah, manajemen usaha dalam
mengelola penghasilan untuk berwirausaha dan pengkajian kelayakan
jenis produk yang berpotensi untuk di ekspor.
3. Pemerintah dan instansi terkait perlu melakukan sosialisasi kepada
nelayan purse seine secara aktif, guna memberikan wawasan tentang
kebijakan pengelolaan perikanan tangkap, agar terciptanya perikanan yang
berkelanjutan. serta nelayan purse seine juga ikut aktif dalam menjaga
lingkungan di sekitar perairan Prigi.
97
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Romy., Sugeng Hari., Daniel R., Monintja., M. Fedi A., Sondita. 2011.
Keberlanjutan Perikanan Tangkap di Kota Ternate Pada Dimensi Ekologi.
Buletin PSP Vol. XIX No.1 Edisi April. 2011. Hal. 113-126. Departemen
PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Adrianto, L, Y. Matsuda, and Y. Sakuma. 2005. Assesing local sustainability of
fisheries system: a multi-criteria participatory approach with the case of
Yoron Island, Kagoshima prefecture, Japan. Marine Policy 29: 9-23.
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Jakarta.
Arimoto. 2000. Research and Education System of Fishing Technology In Japan.
TUFSJSPS International Project. Vol.8. March 2000. Proceding The 3rd
JSPS International Seminar on Fisheries Science in Tropical Area
Sustainable Fishing Technology In Asia Yoward the 21st Century. Tokyo
University of Fisheries. P 32-37.
Ayodhyoa, A.U. 1979. Diktat Kuliah Ilmu Teknik Penangkapan Ikan (Tidak
Dipublikasikan). Bogor:Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Bagian Penangkapan.
Aziz, K.A., J. Widodo., Mennofatria Boer., Asikin Djamali., dan A.Ghofar. 2000.
Reevaluasi Potensi Sumberdaya Ikan Up Dating Potensi Sumberdaya Ikan
Ekonomis Penting. Laporan Akhir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Cahyat, A., Gonner. C, and Haug., M. 2007. Mengkaji Kemiskinan dan
Kesejahteraan Rumah Tangga : Sebuah Panduan dengan Contoh dari
Kutai Barat, Indonesia. CIFOR. Bogor, Indonesia. 121p.
Diniah, Monintja DR., dan Ardianto A. 2006. Teknologi Rumpon Laut Dalam
Sebagai Alat Bantu Pemanfaatan Sumberdaya Cakalang. Di dalam :
Sondita MFA, Solikin I,. Editor Buku Kumpulan Pemikiran Teknologi
Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Bogor : FPIK. IPB.
Ekofipano, D. T. 2012. Analisis Ikan Hasil Tangkapan Jaring Insang Milenium dan
Strategi Pengelolaannya di Perairan Kabupaten Cirebon. Tesis. FMIPA. UI.
Jakarta.
Hall. 2002. Hall,S. 2002. The Use of Technical Measures in Responsible to
Fisheries: Area and Time Restrictions. (ed) Cohrane,K.L. A Fishery
98
Manager Guide Book. Management Measures and Their Application. FAO
Fisheries Technical Paper no:424.FAO.
Harisah, A. dan Z. Masiming. 2002. Persepsi Manusia terhadap Tanda, Simbol
dan Spasial. Jurnal Staf Pengajar Fakultas Teknik. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Hartono T.T., Kodiran T, Iqbal Ma, dan Koeshendrajana S. 2005. Pengembangan
Teknik Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) untuk Penentuan Indikator
Kinerja Perikanan Tangkap Berkelanjutan di indonesia. Buletin Ekonomi
Perikanan Vol. VI. No.1.
Hendri, J. 2009. Riset Pemasaran Universitas Gunadarma. Jakarta.
Heny, M, Habbah. 2001. Peluang Bekerja Keluarga Nelayan Buruh Purse Seine
pada Sektor Pariwisata di Pantai Prigi, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor .Bogor.
Imron, M. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Media Pressindo.
Yogyakarta.
Kartika, S. 2010. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis
Ekosistem di Pantura Barat Provinsi Jawa Tengah (Studi Empiris: Kota
Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Brebes).
Program Sarjana Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Skripsi
Kuswidara, H. 2015. Persepsi Nelayan Purse Seine di Pelabuhan Perikanan
Pantai Mayangan Probolinggo terhadap Sumberdaya Ikan Pelagis yang
Berkelanjutan (Tidak Dipublikasikan). Skripsi. Malang: Universitas
Brawijaya.
Lubis, E. 2006. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor : PSP-FPIK-IPB.110 hlm.
Mallawa, A. 2006. Pengelolaan Sumberdaya ikan berkelanjutan dan berbasis
masyarakat. Jurnal Staf Pengajar Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanudin. Makasar.
Matsuoka. 2008. A Review of Bycatch and Discard Issue Toward Solution.
Fisheries for Global Welfare and Environment, 5th World Fisheries
Congress. pp 169-180.
Merpaung, Azmar. 2006. Kajian Pengelolaan Hasil Tangkapan Sampingan Pukat
Udang: Studi Kasus di Laut Arafura Provinsi Papua. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tesis.
99
Mukhtar. 2007. Destructive Fishing Di Perairan Propinsi Sulawesi Tenggara.
Makalah (Tidak Dipublikasikan).
Mulyana, R. J. Haluan. M. S. Baskoro. Dan S. H. Wisudo. 2011.Analisis
Multidimensional untuk Pengelolaan Perizinan Perikanan yang
Berkelanjutan: Studi Kasus WPP Laut Arafura. Jurnal Teknologi Perikanan
dan Kelautan. Vol 2. No.1. Hal: 71-79.
Nababan, O., Benny., Yesi D Sari., Maman Hermawan. Tinjauan Aspek Ekonomi
Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Tegal Jawa
Tengah. Buletin Ekonomi Perikanan. Vol. VIII No.2. Tahun 2008. STP,
DKP. RI.
Nazir. 2014. Metode Penelitian (Cetakan 9). Ghalia Indonesia. Bogor.
Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. 2016. Laporan Statistik Pelabuhan
Perikanan Nusantara (2016). PPN. Prigi. Trenggalek.
Pitcher, T.J. and D. Preikshot. 2001. Rapfish: A Rapid Appraisal Technique to
Evaluate the Suistainability Status of Fisheries. Fisheries Research
49(3):1-27. Fisheeries Center University of British Colombia. Vancouver.
Canada,
Pretty J and D. Smith. 2004. Social Capital in Biodiversity Conservation and
Management. Conservation Biology 18 (3): 631 – 638.
Purbayanto, A., Sugeng Hari Wisudo, Joko Santoso, Mita Wahyuni, Ronny I.W.,
Dinarwan, Zulkarnain, Sarmintohadi, Akmala Dwi Nugraha, Deni A
Soeboer, Beni Pramono, Azmar Marpaung, Mochammad Riyanto. 2004.
Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan dan Pemanfaatan Hasil
Tangkap Sampingan Pukat Udang di Laut Arafura. Dinas kelautan dan
Perikanan Provinsi Papua dan SUCOFINDO. Jakarta.
Purboningrum, Ratna. 2016. Jenis dan Distribusi Ukuran Ikan Hasil Tangkapan
Non-Target Species pada Purse Seine di Muncar, Banyuwangi. Skripsi.
IPB. Bogor.
Rahardja, B. 1978. Suatu Studi Pendahuluan Tentang Hidrodinamika dari Purse
Seine. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Jurusan Teknik dan
Manajemen Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan. Hal :2-3.
Rambun, P. Azlhimsyah ., Sunarto, dan Isni N. 2016. Selektivitas Alat Tangkap
Purse Seine di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke Jakarta.
Universitas Padjajaran : Jurnal Perikanan Kelautan. Vol. VIII.2
100
Sainsbury, J.C. 1986. Commercial Fishing Methods, England : Fishing News
Books. Ltd. Farnhan Surrey.207.p.
Sari, K. Wahida. 2016. Komposisi dan Pola Usaha Perikanan Skala Kcil di PPN
Prigi Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur. Tesis. Bogor. Institut
Pertanian Bogor. Pasca Sarjana.
Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Sosial Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial.
Jakarta: Balai Pustaka.
Simamora B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta (ID): PT Gramedia
Pustaka Utama.
Simbolon, D. 2011. Bioekologi Dinamika Daerah Penangkapan Ikan. Bogor :
Institut Pertanian Bogor. hlm.29-136.
SNI. 2011. Kumpulan Peraturan Alat Penangkapan Ikan. Direktorat Kapal
Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan. Direktorat Jendera Perikanan
Tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Sugiharsono. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial. Pusat Pembukuan Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta. 240 hml.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Gramedia. Jakarta.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.
Sugiyono. 2011. Metode Pengumpulan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta.
Bandung.
Sulandari, Arik. 2011. Strategi Peningkatan Produksi Pada Nelayan Pancing
Tonda di Perairan Teluk Prigi (Pelabuhan Perikanan Nusantara). Tesis.
Depok. Universitas Indonesia. Program Magister Ilmu Kelautan, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Suryana, A. Sholica., Iman Prajogo., Sukandar. 2013. Pengaruh Panjang Jaring,
Ukuran Kapal, PK Mesin dan Jumlah ABK Terhadap Produksi Ikan Pada
Alat Tangkap Purse Seine di Perairan Prigi Kabupaten Trenggalek, Jawa
Timur. PS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan
Kelautan : PSPK Student Journal, Vol. I No.1. pp 36-43.
Suryani, N., Amanah S., Kusumastuti YI. 2004. Analisis Pendidikan Formal Anak
pada Keluarga Nelayan di Desa Karangjalandri, Kecamatan Purigi,
Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Buletin Ekonomi Perikanan. 5 (2)
: 33-34.
101
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. EGC. Jakarta.
Susanti, I. Aziz, N. B. Dan Asriyanto. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Terbentuknya Harga Ikan Bawal Putih (Pampus Argenteus)
dengan Alat Tangkap Gill Net di TPI Tegalkatilayu Kabupaten Cilacap.
Journal of Fisheries Resource Utilization Management and Technology.
Volume 3 Nomor 3, Tahun 2014, Hlm 284-291.
Suyasa, I. N. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Indonesia (Pendekatan
Normatif). Makalah Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Undang-Undang Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomer 45 tahun 2009 tentang perikanan. Jakarta.
Wachidah, O. Persepsi Nelayan Purse Seine terhadap Pengelolaan Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil yang Berkelanjutan di Pelabuhan Perikanan Pantai
Temperan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Skripsi. Universitas Brawijaya.
Malang.
Wahyuning Trias. 2009. Pengelolaan Sumberdaya perikanan yang Berkelanjutan.
Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan Tegal. Tegal.
Wasak, M. 2012. Keadaan sosial-ekonomi masyarakat nelayan di Desa
Kinabuhutan Kecamatan Likupang Barat. Kabupaten Minahasa Utara,
Sulawesi Utara. Pacific Journal. 1 (7): 1339-1342.
Widiastuti, A. 2015. Data, Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian. 48
hlm.
Widodo, J dan S. Nurhakim. 2002. Konsep Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.
Disampaikan dalam Training of Trainers on Fisheries Resources
Management. 28 Oktober s/d 2 November 2002. Hotel Golden Clairon.
Jakarta.
Wiyono, E.S. 2012. Analisa Efisiensi Teknis Penangkapan Ikan Menggunakan Alat
Tangkap Purse Seine di Muncar Jawa Timur. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Wiyono ES, S Yamada, E Tanaka, T Arimoto, and T. Kitakado. 2006. Dynamics of
Fishing Gear Allocation By Fisheries in Small-Scale Coastal Fisheries of
Pelabuhan Ratu Bay, Indonesia. Fisheries Research Journal. Tokyo:
Blackwell Publishing Ltd.
Yuliasari, R.A. 2011. Studi Perikanan Tangkap Panjang Lemuru di Pelabuhan
Perikanan (PPN) Prigi Trenggalek, Jawa Timur. Proposal (Tidak
Diterbitkan). Universitas Diponegoro. Semarang.
102
Yusron, M. 2005. Analisis Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Pelagis Kecil di
Perairan Kepulauan Samataha dan Sekitarnya. Laporan Tesis.