76
PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA By Timur Abimanyu, SH.MH Pendahuluan : Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, tercantum bahwa setiap warga negara berhak mendapat penghidupan, pendidikan, dan pekerjaan yang layak serta status hukum yang sama dimata hukum. Penulis memilih judul Perlindungan Anak dalam rangka memenuhi tugas Pengantar Ilmu Hukum 1 dikarenakan menurut pandangan penulis masih banyak sekali anak-anak di negeri ini yang tidak endapatkan hak- hak mereka seperti yang saya sebutkan diatas. Padahal walaupun masih anak-anak mereka juga merupakan warga negara bangsa ini yang seharusnya juga mendapat perlakuan yang sama dari pemerintah dan Negara. Dimana anak juga merupakan salah satu aset terpinting suatu negara, hal ini dikarenakan merekalah yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa ini. Mengingat tanggung jawab moral yang akan mereka pikul ketika dewasa nanti, sudah seharusnya mereka mendapatkan 1 . HLA. Hart, Th Consept of Law, (londn : Oxford University Pes, 1961), hal.32.

PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG

NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA

By Timur Abimanyu, SH.MH

Pendahuluan :

Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, tercantum bahwa setiap

warga negara berhak mendapat penghidupan, pendidikan, dan pekerjaan yang layak serta

status hukum yang sama dimata hukum. Penulis memilih judul Perlindungan Anak dalam

rangka memenuhi tugas Pengantar Ilmu Hukum1 dikarenakan menurut pandangan penulis

masih banyak sekali anak-anak di negeri ini yang tidak endapatkan hak- hak mereka

seperti yang  saya sebutkan diatas. Padahal walaupun masih anak-anak mereka juga

merupakan warga negara bangsa ini yang seharusnya juga mendapat perlakuan yang

sama dari pemerintah dan Negara. Dimana anak juga merupakan salah satu aset terpinting

suatu negara, hal ini dikarenakan merekalah yang nantinya akan menjadi generasi

penerus bangsa ini. Mengingat tanggung jawab moral yang akan mereka pikul ketika

dewasa nanti, sudah seharusnya mereka mendapatkan sesuatu yang layak di kehidupan

mereka, terutama di bidang pendidikan dan perlindungan dari kekerasan.2

Dengan pemberlakuan Perlindungan anak yaitu UU No. 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak adalah amanat yang diberikan Allah kepada kedua orang tua

untuk dijaga, dididik dan dilindungi. Perlindungan terhadap anak tidak hanya diberikan

setelah ia lahir tapi bayi yang masih di dalam kandunganpun juga wajib dilindungi. Oleh

karena itu, orang tua sebagai orang terdekat dari anak maka wajib melindungi bayi

sampai ia dewasa nanti.3 Undang Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak, dalam Pasal I butir I UU No. 23/2002 berbunyi: “Anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam 1. HLA. Hart, Th Consept of Law, (londn : Oxford University Pes, 1961), hal.32.2. Sarjono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum. (Bandung : Penrit : PT.Citra Aditya Bakti,

1989), hal..23.3. Donal Black, The Behavior of Law, (New York : Academic Press, 1976), hal, 25.

Page 2: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

kandungan”.Pengertian dan batasan tentang anak sebagaimana dirumuskan dalam pasal I

butir I UU No.23/2002 ini, tercakup 2 (dua) faktor penting yang menjadi unsur definisi 4anak, yakni:

” Pertama, seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Dengan demikian, setiap orang yang telah melewati batas usia 18 tahun, termasuk orang yang secara mental tidak cakap, dikualifikasi sebagai bukan anak, yakni orang dewasa. Dalam hal ini, tidak dipersoalkan apakah statusnya sudah kawin atau tidak. Kedua, anak yang masih dalam kandungan. Jadi, UU No.23/2002 ini bukan hanya melindungi anak yang sudah lahir tetapi diperluas, yakni termasuk anak dalam kandungan”. 

Mengenai pengertian dan batasan usia anak dalam UU No. 23/2002, bukan

dimaksudkan untuk menentukan siapa yang telah dewasa, dan siapa yang masih anak-

anak. Sebaliknya, dengan pendekatan perlindungan, maka setiap orang (every human

being) yang berusia di bawah 18 tahun- selaku subyek hukum dari UU No. 23/2002 :

mempunyai hak atas perlindungan dari Negara yang diwujudkan dengan jaminan hukum

dalam UU No. 23/2002.

Pendapat pakar hukum Nur Hasyim yang dimaksud dengan anak5 adalah

seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk yang masih dalam kandungan ibunya,

yang merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, memiliki harkat, martabat

serta hak-hak sebagai manusia yang harus dihormati. Anak merupakan tunas, potensi

serta generasi penerus cita-cita bangsa. Anak yang merupakan potensi dan sumber daya

manusia bagi pembangunan nasional, memerlukan pembinaan dan perlindungan. Dimana

anak merupakan investasi unggul untuk melanjutkan kelestarian peradaban sebagai

penerus bangsa, maka haruslah diperhatikan pendidikan dan hak-haknya. Orang tua

memiliki tugas yang amat penting dalam menjaga dan memperhatikan hak-hak anak.

Kewajiban melindungi hak anak agar anak akan tumbuh dengan sempurna,

sehat jasmani dan rohani sehingga dapat menjadi generasi penerus bangsa. Seyogyanya

anak harus dipandang sebagai aset berharga suatu bangsa dan negara di masa mendatang

4. Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (bandung, Aumni, 1982), h, 310.5 R. Otje Salman, Sosiologi Hukum : Suatu Pengantar, (Bandung : Penerbi CV, Armico,

1992), hal.13.

Page 3: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

yang harus dijaga dan dilindungi hak-haknya. Hal ini dikarenakan bagaimanapun juga di

tangan anak-anak lah kemajuan suatu bangsa tersebut akan ditentukan. Karena semakin

modern suatu negara, seharusnya semakin besar perhatiannya dalam menciptakan kondisi

yang kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak dalam rangka perlindungan.

Perlindungan yang diberikan negara terhadap anak – anak meliputi berbagai aspek

kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, hankam maupun aspek hukum.6

Pendapat pakar hukum lainnya : Barda Nawawi Arief, dimana perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. (Barda Nawawi Arief,1998:155).

Perlindungan hukum bagi anak mempunyai spektrum yang cukup luas.

Dalam berbagai  dokumen dan pertemuan internasional terlihat bahwa perlunya

perlindungan hukum bagi anak dapat meliputi berbagai aspek, yaitu: (a) perlindungan

terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak; (b)perlindungan anak dalam proses

peradilan7; (c) perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga, pendidikan

dan lingkungan sosial); (d) perlindungan anak dalam masalah penahanan dan perampasan

kemerdekaan;8 (e) perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan,

perdagangan anak, pelacuran, pornografi, perdagangan/penyalahgunaan obat-obatan,

memperalat anak dalam melakukan kejahatan dan sebagainya); (f) perlindungan terhadap

anak-anak jalanan; (g) perlindungan9 anak dari akibat-akibat peperangan/konflik

6 .Geert, Hartz, Cunningham, Turner, dan Levi Strauss, Struktur Sosial, Agama dan Upacara, dikutip dari www.yahoo.co. Tgl 23 Oktober 2004.

7. M. Qurash Shihab, Wawasan Al Qur’an, Cet.Ke IX, (Bandung : Mizan, 1999) h.253. 8. Muhammad –Hufy, Ahmad, Akhlak Nabi Muhammad SAW : Keluhuran dan Kemuliaan.

(jakarta : Bulan Bintang, 1987), h. 15. Bandingkan uraian, Ahmadamin, Etika (Ilmu Akhlak), ( Jakarta : Bulan Bintang, 1987), h.62.

9.Frans Magnis Suso, Etika Dasa Masalah-masalah Pokok Filsaat Moral, (Yogyakarta, 1985), h.18-20.

Page 4: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

bersenjata; (h) perlindungan anak terhadap tindakan kekerasan. (Barda Nawawi Arief,

1998:156).

Kesejahteraan10 anak merupakan orientasi utama dari perlindungan hukum.

Secara umum, kesejahteraan anak tersebut adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan

anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik

secara rohani, jasmani maupun sosial.(Paulus Hadisuprapto, 1996:7). Berdasarkan 

prinsip non- diskriminasi,11 kesejahteraan merupakan hak setiap anak tanpa terkecuali.

Maksudnya adalah bahwa setiap anak baik itu anak dalam keadaan normal maupun anak 

yang sedang bermasalah tetap mendapatkan prioritas yang sama dari pemerintah dan

masyarakat dalam  memperoleh kesejahteraan tersebut. Kondisi anak dewasa ini yang

sangat mengkhawatirkan seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah dan

masyarakat.12 Realita menunjukkan bahwa kesejahteraan anak untuk saat ini, nampaknya

masih jauh dari harapan. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa tidak sedikit anak

yang menjadi korban kejahatan dan dieksploitasi dari orang dewasa, dan tidak sedikit

pula anak-anak yang melakukan perbuatan menyimpang,13 yaitu kenakalan hingga

mengarah pada bentuk tindakan kriminal, seperti narkoba, minuman keras, perkelahian,

pengrusakan, pencurian bahkan bisa sampai pada  melakukan tindakan pembunuhan.

Perilaku menyimpang yang dilakukan anak ini disebabkan oleh beberapa

faktor internal maupun eksternal dari si anak, di antaranya adalah perkembangan fisik dan

jiwanya (emosinya) yang belum stabil, mudah tersinggung dan peka terhadap kritikan,

serta  karena disebabkan pengaruh lingkungan sosial di mana anak itu berada.(Gatot

10.Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, (Bandung, Remadja Karya, 198), hal.53.

11.Roscoe Pound, Interpretation of Legal History, USA : Holmes Heach, Plorida, 1986, hal.164.

12 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu Kajian Filosofi dan Sosiologis, Gunung Agung, Jakata, 2002, hal. 88.

13 . Engineering Interpretation diambil dari Bab VII buku Rocoe Pound yang berjudul : Interpretation of Legal History. (USA : Holmes Heach, Plorida, 1986), Hal.141-165.

Page 5: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Supramono, 2000:4). Perilaku menyimpang anak-anak tersebut (atau yang disebut juga

dengan deliquency) tidak dapat dipandang mutlak sama dengan perbuatan menyimpang

yang dilakukan orang dewasa. Meskipun pada prinsipnya jenis perbuatannya sama,

namun tingkat kematangan fisik dan emosi anak masih rendah, dan masa depan anak

seharusnya dapat menjadi pertimbangan dalam hal menentukan perlakuan yang tepat

terhadap mereka. Terhadap anak yang melakukan perbuatan yang menyimpang, sikap

yang ditunjukkan masyarakat dan pemerintah seringkali kurang arif. Anggapan atau

stigma sebagai anak nakal atau penjahat seringkali diberikan kepada mereka, bahkan

dalam proses peradilan, mereka kerapkali diperlakukan tidak adil. Sehingga yang terjadi

adalah anak-anak pelaku kejahatan tersebut menjadi korban struktural dari para penegak

hukum.

Beberapa produk perundang-undangan sebenarnya telah dibuat guna

menjamin terlaksananya perlindungan hukum bagi anak. misalnya, Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 4 Tahun

1979 tentang Kesejahteraan anak dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan anak. Mengingat anak dipandang sebagai subjek khusus dalam hukum, maka

peraturan perundang-undangan tersebut memuat berbagai kekhususan tentang anak, yaitu

kekhususan perlakuan hukum terhadap anak baik sebagai korban maupun anak sebagai

pelaku, baik dalam proses pengadilannya hingga pada penjatuhan sanksi yang dikenakan

dan lembaga pemasyarakatannya.

Kekhususan-kekhususan tertentu mengenai cara memperlakukan anak-anak

pelaku kejahatan dalam berbagai undang-undang, pada kenyataannya tidak menjamin

tindakan para penegak hukum dalam memperlakukan anak pelaku kejahatan secara arif

dan bijaksana dengan memperhatikan kondisi internal anak-anak dan pengaruh jangka

panjang bagi masa depannya. Pada masalah ini dikarenakan, masih banyak penegak

hukum yang kurang memperhatikan hak-hak anak pelaku tindak pidana. Mereka

kerapkali memperlakukan mereka sama dengan pelaku yang sudah dewasa, semisal

mereka diletakkan di Lembaga Pemasyarakatan yang sama dengan pelaku dewasa

Page 6: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

umumnya tanpa mempertimbangkan ekses-ekses negatif yang timbul dari tindakan

tersebut.

Lingkup perlindungan anak :

Perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana sama  pentingnya dengan

perlindungan anak sebagai korban. Bertolak dari pemikiran tersebut, maka penulis dalam

makalah ini menfokuskan pada kajian terhadap perlindungan anak dilihat dari 2 (dua)

sudut pandang yakni anak sebagai pelaku dan anak sebagai korban ditinjau dari peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan Beijing Rules. Bahasan pertama

mengenai kedudukan anak di mata hukum, kemudian bahasan yang kedua adalah

mengenai perlindungan yang diberikan hukum kepada anak sebagai pelaku tindak pidana

yang dikaitkan hukum pidana positif yang berlaku dan Beijing Rules.

Permaalahan hukum :

Berdasarkan uraian tersebut diatas, adanya permasalahan hukum pada

Perlindungan anak yang menjadi perhatian penulisan yaitu :

1. Apa yang menjadi landasan hukum apa yang melindungi anak - anak Indonesia?2. Sampai sejauhmanakah implementasi UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan

anak dijalankan ?2. Apa tugas, alasan, dan landasan hukum dibentuknya lembaga nasional Komisi

Perlindungan Anak (KPA)?3. Apa saja hal - hal yang dianggap melanggar UU perlindungan anak?

Dasar Hukum :

Sumber-sumber hukum meliputi yang terdapat pada :1. Undang-undang Dasar 1945 pasal 28B ayat 2.2. Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.3. Kitab undang-undang hukum pidana.4. UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.5. UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.6. UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.7. UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika.8. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.9. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Page 7: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

10.UU NO. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.11.UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.12.UU No.12 Tahun 2005 tentang kewarganegaraan.13.UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.14.UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Korban.15.UU No. 21 tahun 2007 tentang PTPPO : setiap orang yang melakukan tindak pidana

perdagangan orang dan korbannya adalah anak, maka ancaman pidananya ditambah sepertiga.

16.RPJMN 2004-2009 (Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005),Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak merupakan salah satu dari agenda menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis.

17.RKP 2006 dan RKP 2007 : Pengarusutamaan anak merupakan salah satu program pembangunan, dan harus dilakukan untuk memastikan kebijakan/ program/ kegiatan pembangunan peduli/ ramah anak.

Pengertian Perlindungan anak : 14

Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang dimiliki orang

dewasa, hak asasi manusia (HAM).15 Pemberitaan yang menyangkut hak anak tidak

segencar sebagaimana hak-hak orang dewasa (HAM) atau isu gender, yang menyangkut

hak perempuan. Perlindungan hak anak16 tidak banyak pihak yang turut memikirkan dan

melakukan langkah-langkah kongkrit. Demikian juga upaya untuk melindungi hak-hak

anak yang dilanggar yang dilakukan negara, orang dewasa atau bahkan orang tuanya

sendiri, tidak begitu menaruh perhatian akan kepentingan masa depan anak. Dimana anak

merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa depan, aset keluarga, agama, bangsa

dan negara.17 Di berbagai negara dan berbagai tempat di negeri ini, anak-anak justru

mengalami perlakuan yang tidak semestinya, seperti eksploitasi anak, kekerasan terhadap

14 Zainuddin Ali, Ilmu Hukum dalam Masyarakat Indonesia, (Palu, YMIB, 2001), hal 219.15 15. W ignjodipoero, Soerojo.Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat (Jakarta : CV.Haji

Masagung, 1983), hal.76-77.16 . Soerjono Soekanto dan Mustapa Abdullah, Hukum Adat Indonesia. (Jakarta : Rajawali

Press, 1983), hal.19317 .AM. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Presfektif Islam, (jakarta : Rajawali,

1987), hal..113.

Page 8: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

anak, dijadikan alat pemuas seks, pekerjaanak, diterlantarkan, menjadi anak jalanan dan

korban perang/ konflik bersenjata.

Menurut data yang dikeluarkan UNICEF 18tahun 1995, diketahui bahwa

dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, hampir 2 juta anak-anak tewas, dan 4-5 juta

anak-anak cacat hidup akibat perang. Di beberapa negara, seperti Uganda, Myanmar,

Ethiopia, Afghanistan dan Guatemala, anak-anak dijadikan peserta

tempur (combatan) dengan dikenakan wajib militer. Semua terjadi akibat kedahsyatan

mesin perang yang diproduksi negara-negara industri, yang pada akhirnya membawa

penderitaan bukan hanya dalam jangka pendek, tetapi juga berakibat pada jangka panjang

yang menyangkut masa depan pembangunan bangsa dan negara. Demikian juga di

negara-negara yang dalam keadaan aman,yang tidak mengalami konflik bersenjata, telah

terjadi pelanggaran terhadap hak-hak anak akibat pembangunan ekonomi yang dilakukan,

seperti pekerja anak (child labor), anak jalanan (street children), pekerja seks anak (child

prostitution), penculikan dan perdagangan anak (child trafficking), kekerasan

anak (violation) dan penyiksaan (turtore) terhadap anak.

Pada Negara Indonesia pelanggaran hak-hak anak baik yang tampak mata

maupun tidak tampak mata, menjadi pemandangan yang lazim dan biasa diberitakan di

media masa, seperti mempekerjakan anak baik di sektor formal, maupun informal,

eksploitasi hak-hak anak. Upaya mendorong prestasi yang terlampau memaksakan

kehendak pada anak secara berlebihan, atau untuk mengikuti berbagai kegiatan belajar

dengan porsi yang melampaui batas kewajaran agar mencapai prestasi seperti yang

diinginkan orang tua. Termasuk juga meminta anak menuruti kehendak pihak tertentu

(produser) untuk menjadi penyayi atau bintang cilik, dengan kegiatan dan jadwal yang

padat, sehingga anak kehilangan dunia anak-anaknya. Pada sisi lain sering dijumpai

perilaku anak yang diketegorikan sebagai anak nakal atau melakukan pelanggaran

hukum, tapi tidakmendapat perlindungan hukum sebagaimana mestinya dalam proses

hukum. Hak-hak yang mereka miliki diabaikan begitu saja dengan perlakukan yang tidak

manusiawi oleh pihak tertentu, dan kadang kala dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk

18 . Soejono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhdap Masalah-Masalah Sosial, Penerbit umni, Bandung, 1981, hal. 188.

Page 9: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

mencari keuntungan diri sendiri, tanpa peduli bahwa perbuatannya telah melanggar hak-

hak anak.

Pengertian Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 :19

Anak adalah amanat yang diberikan Allah kepada kedua orang tua untuk

dijaga, dididik dan dilindungi. Perlindungan terhadap anak tidak hanya diberikan setelah

ia lahir tapi bayi yang masih di dalam kandunganpun juga wajib dilindungi. Oleh karena

itu, orang tua sebagai orang terdekat dari anak maka wajib melindungi bayi sampai ia

dewasa nanti.  Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak tercantum dalam Pasal I butir I UU No. 23/2002 berbunyi: “Anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas tahun),20 termasuk anak yang masih dalam

kandungan”.Dalam pengertian dan batasan tentang anak sebagaimana dirumuskan dalam

pasal I butir I UU No.23/2002 ini tercakup 2 (dua) isu penting yang menjadi unsur

definisi anak, yakni: Pertama, seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

Dengan demikian, setiap orang yang telah melewati batas usia 18 tahun, termasuk orang

yang secara mental tidak cakap, dikualifikasi21 sebagai bukan anak, yakni orang dewasa.

Dalam hal ini, tidak dipersoalkan apakah statusnya sudah kawin atau tidak.

Kedua, anak yang masih dalam kandungan. Jadi, UU No.23/2002 ini bukan hanya

melindungi anak yang sudah lahir tetapi diperluas, yakni termasuk anak dalam

kandungan. Pengertian dan batasan usia anak dalam UU No. 23/2002, bukan

dimaksudkan untuk menentukan siapa yang telah dewasa, dan siapa yang masih anak-

anak. Sebaliknya, dengan pendekatan perlindungan, maka setiap orang (every human

being) yang berusia di bawah 18 tahun – selaku subyek hukum dari UU No. 23/2002 –

mempunyai hak atas perlindungan dari Negara yang diwujudkan dengan jaminan hukum

dalam UU No. 23/2002.19.Abdul Ghofur Anshori, Hukum Islam Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia,

Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, Editor : Khotibul Umam dan Muhammad Rifqi, Yogyakarta : Kreasi Total Media, 2008, hal. 215.

20. Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 289.

21..Sayyid Sabiq.” Fiqih Sunjnah”, Penerjemah : Nor Hasanuddin, Penyunting : Dendi Irfan, Arif Anggoro, Dedi M. Han Basri, Cet.2, Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2007.

Page 10: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Perlindungan Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002.22

Perlindungan anak adalah segala kegiatan yang menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berprestasi secara

optimal sesuai dengan harkat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi. Suatu Undang-Undang pasti mempunyai prinsip yaitu

sesuatu yang dijadikan acuan, begitu juga dengan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak. Prinsip perlindungan anak menurut UU No.23/2002 tercantum dalam

pasal 2 UU No. 23/2002 yang berbunyi: Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan

Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar

Konvensi Hak-Hak Anak meliputi:23

1. Nondiskriminasi.

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak. 3. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan

perkembangan.

3. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Dengan demikan prinsip-prinsip perlindungan anak dalam UU No. 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak mengadopsi prinsip-prinsip dasar dari KHA (Konvensi

Hak-Hak Anak) dan berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Kemudian tercantum dalam

pasal 2 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Telah disebutkan dalam

undang-undang tersebut bahwa terdapat 4 prinsip perlindungan anak yaitu:24

1. Non diskriminasi Alinea pertama Pasal 2 KHA menciptakan kewajiban fundamental

Negara paserta (fundamental obligation of state parties) yang mengikatkan diri dengan

Konvensi Hak Anak, untuk menghormati dan menjamin (to respect and ensure)

seluruh hak-hak anak dalam konvensi ini kepada semua anak dalam semua jurisdiksi

nasional dengan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. Prinsip non diskriminasi ini 22.Rasjidin oesman, ”Filsafat Hukum”, Universitas Islam Jakarta Program Magister Ilmu Hukum,

jakarta, 2005,hal.1.23.Feener R.Michael, Islamic Law In Contemporary Indonesia : Ideas and Institutions, Editor

By R.Michael Feener, Mark.E.Cammack, Cambridge : Harvard Law School, hal 195.24.Fadjar, ”beraneka ragam itu semua berasal dari materi atau benda yaitu sesuatu yang

berbentuk dan menempati ruang serta kedudukan nilai benda/badan/materi adalah lebih tinggi daripada roh/sukma/jiwa/spirit”, 2007: 1-2.

Page 11: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

diartikulasikan pada umumnya konvensi dan atau instrument internasional HAM,

seperti Universal Declaration of Human Right, International Convenant on Civil and

Political Right, and Convenant on Economic, Social and Cultural Right, Convention

on Elimination of All Form Discrimination Againt Women (CEDAW).

Beberapa konvensi HAM mengartikan diskriminasi sebagai adanya pembedaan

(distinction), pengucilan (exclusion), pembatasan (restriction) atau

pilihan/pertimbangan (preference), yang berdasarkan atas ras (race), warna kulit

(colour), kelamin (sex), bahasa (language), agama (religion), politik (political) atau

pendapat lain (other opinion), asal-usul social atau nasionalitas, kemiskinan (poverty),

kelahiran atau status lain. Dalam hukum nasional, pengertian diskriminasi dapat dilihat

dalam pasal I butir 3 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi

sebagai berikut:

“Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung

ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku,

ras, etnik, kelompok, golongan status social, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,

keyakinan, politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan,

pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar

dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,

hukum, social, budaya dan aspek kehidupan lainnya”.

Dalam hal peradilan anak, United Nations Standard Minimum Rules for

the Administration of juvenile justice yang dikenal dengan “Beijing Rules” juga

memuat prinsip non diskriminasi dalam peradilan anak. Berdasarkan Peraturan

Nomor 2 ayat I Beijing Rules disebutkan bahwa standar peraturan minimum

diterapkan pada anak-anak pelanggar hukum (juvenile offenders) secara tidak

memihak (impartially), tidak dengan pembedaan dalam segala bentuknya, misalnya

ras, warna kulit, kelamin, bahasa, agama, politik, dan pendapat lain, asal kebangsaan,

atau kewarganegaraan, harta benda kekayaan (property), kelahiran, atau status

lainnya. Dalam Perubahan Kedua UUD 1945 Pasal 28 B ayat 2, dirumuskan secara

eksplisit hak anak dari diskriminasi, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak

Page 12: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.  Dengan adanya prinsip ini,

seorang anak akan terhindar dari perlakuan yang tidak adil dari orang lain karena

dalam Undang-Undang tersebut setiap anak mempunyai hak sama.

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak, yang dimaksud dengan prinsip kepentingan

yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak

yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif,

maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Jadi,

segala sesuatu yang menyangkut kepentingan bagi anak diusahakan harus sesuatu

yang baik untuk kelangsungan hidup anak.

Prinsip kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interest of The Child) diadopsi dari

Pasal 3 ayat I KHA, yang meminta negara dan pemerintah, serta badan-badan publik

dan privat memastikan dampak terhadap anak-anak atas semua tindakan mereka.

Tentunya menjamin bahwa prinsip The Best Interest of The Child menjadi

pertimbangan utama, memberikan prioritas yang lebih baik bagi anak-anak dan

membangun masyarakat yang ramah anak (child friendly-society). Upaya untuk

menjamin prinsip The Best Interest of The Child ini, dalam rumusan Pasal 3 ayat 2

KHA ditegaskan bahwa Negara peserta menjamin perlindungan anak dan

memberikan kepedulian pada anak dalam wilayah yurisdiksinya. Negara mengambil

peran untuk memungkinkan orang tua bertanggungjawab terhadap anaknya,

demikian pula lembaga-lembaga hukum lainnya. Pasal 3 ayat 3 KHA menyebutkan

negara mesti menjamin institusi-institusi, pelayanan, dan fasilitas yang diberikan

tanggung jawab untuk kepedulian pada anak atau perlindungan anak yang sesuai

dengan standar yang dibangun oleh lembaga yang berkompeten. Negara mesti

membuat standar pelayanan sosial anak, dan memastikan bahwa semua intitusi yang

bertanggung jawab mematuhi standar dimaksud dengan mengadakan monitoring atas

pelaksanaannya. Berkaitan dengan Pasal 3 ayat I KHA tersebut, dalam Beijing Rules

juga dikandung prinsip The Best Interest of The Child. Menurut Beijing Rules,

negara anggota (state member) berusaha mendorong kesejahteraan anak beserta

keluarganya (vide Peraturan I ayat I), dan menentukan bahwa sistem peradilan anak

harus menekankan kesejahteraan anak (vide Peraturan 5 ayat I), dan prosedur

Page 13: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

peradilan yang kondusif terhadap kepentingan terbaik anak (the best interest of the

juvenile) (vide Peraturan 14 ayat 2), serta kesejahteraan anak harus menjadi faktor

penentu arah dalam memberikan pertimbangan dalam kasus anak (vide Peraturan 17

ayat I, d). 

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan.

Yang dimaksud dengan prinsip untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan

adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh Negara,

pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.

Prinsip ini merupakan implementasi dari pasal 6 KHA, 25yang kemudian secara

eksplisit dianut sebagai prinsip-prinsip dasar dalam UU No. 23/2002. Selanjutnya,

prinsip ini dituangkan dalam norma hukum Pasal 4 UU No. 23/2002. Jika

dibandingkan, norma hukum Pasal 4 UU No. 23/2002 mengacu dan bersumber

kepada Pasal 28 B ayat I dan ayat 2 UUD 1945.

Sementara itu, ketentuan perundang-undangan lainnya seperti UU No. 39/1999 juga

mengatur hak hidup ini yang merupakan asas-asas dasar dalam Pasal 4 dan 9 UU No.

39/1999. Hak hidup ini, dalam wacana instrument/konvensi internasional merupakan

hak asasi yang paling universal, dan dikenali sebagai hak yang utama (supreme

right). Sebelum disahkannya KHA, beberapa instrument/konvensi internasional juga

sudah menjamin hak hidup sebagai hak dasar seperti Universal Declaration of

Human Right (pasal 2), International Covenant on Civil and Political Right- ICCPR

(pasal 6).

4. Penghargaan terhadap pendapat anak, yang dimaksud dengan prinsip penghargaan

terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi

dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika

25.Rasyid, ”yang meliputi peraturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara komprehensif, melainkan sebatas hukum Islam yang menyangkut aspek keperdataan tertentu saja. Itulah yang menjadi hukum yang hidup (living law) dan selebihnya seperti aturan-aturan yang menyangkut aspek peribadatan dan lain sebagainya masih belum menjadi hukum yang hidup dimasyarakat”, 1991 : 6.

Page 14: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya. Prinsip ini merupakan

wujud dari hak partisipasi anak yang diserap dari Pasal 12 KHA. Mengacu kepada

Pasal 12 ayat I KHA,26 diakui bahwa anak dapat dan mampu membentuk atau

mengemukakan pendapatnya dalam pandangannya sendiri yang merupakan hak

berekspresi secara bebas (capable of forming his or her own views the rights to

express those views freely).27 Jaminan perlindungan atas hak mengemukakan

pendapat terhadap semua hal tersebut, mesti dipertimbangkan sesuai usia dan

kematangan anak.

Sejalan dengan itu, Negara peserta wajib menjamin bahwa anak diberikan

kesempatan untuk menyatakan pendapatnya pada setiap proses peradilan ataupun

administrasi yang mempengaruhi hak anak, baik secara langsung ataupun tidak

langsung. Jadi, setiap anak berhak mengemukakan pendapatnya jika hak-haknya

tidak terpenuhi baik secara lisan maupun tulisan. 

Hak Dan Kewajiban Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 sebagai berikut :

1. Hak Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 : hak anak adalah bagian dari hak asasi

manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,

masyarakat, pemerintah, dan Negara. Hak-hak anak yang tercantum dalam UU No. 23

Tahun 2002 di antaranya adalah:

Tertuang dalam pasal 4 : dimana setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.Pasal 5,

setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan.Pasal 6 : setiap anak berhak untuk bribadah menurut agamanya,

berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam

bimbingan orang tua, Pasal 7 : (1) setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya,

26.Masruri dan Rosidy dalam Fadjar, ”Epistemologi adalah yang terkait dengan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan”, 2007: 4.

27. Imam Syarkani. ”Epistemologi Islam Indonesia : Dan Relevansinya Bagi Pembangunan Hukum Nasional”, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006, hal 176.

Page 15: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.(2) Dalam hal karena suatu sebab

orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau dalam keadaan

terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak

angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, Pasal 8 : setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan

sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial, Pasal 9 :(1) setiap

anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan

pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya, (2) Selain

hak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang

cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang

memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.Pasal 10: Setiap

anak berhak menyatakan dan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan

memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan. Pasal 11 :

setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan

anak sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan

tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Pasal 12 : setiap anak yang

menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan

taraf kesejahteraan sosial. Pasal 13: (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang

tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak

mendapat perlindungan dari perlakuan:1. Diskriminasi,2. eksploitasi, baik ekonomi

maupun seksual, 3. Penelantaran, 4.kekejaman, kekerasan, peng-aniaya-an,

5.ketidakadilan.6.perlakuan salah lainnya, (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh

anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka

pelaku dikenakan pemberatan hukuman. Pasal 14 : setiap anak berhak untuk diasuh

oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan /atau aturan hukum yang sah

menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan

merupakan pertimbangan terakhir. Pasal 15 : Setiap anak berhak untuk memperoleh

perlindungan dari: 1.penyalahgunaan dalam kegiatan politik. 2. pelibatan dalam

sengketa bersenjata. 3. pelibatan dalam kerusuhan sosial. 4. pelibatan dalam peristiwa

Page 16: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

yang mengandung unsur kekerasan. 5. pelibatan dalam peperangan. Pasal 16 : (1)

Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan,

atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. (2) Setiap anak berhak untuk

memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. (3) Penangkapan, penahanan, atau

tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai hukum yang berlaku dan

hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Pasal 17 : (1) Setiap anak yang

dirampas kebebasannya berhak untuk: a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi

dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa. b. Memperoleh bantuan hukum

atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. c.

Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan

tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. (2) Setiap anak yang menjadi

korban atau pelaku kekerassan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak

dirahasiakan. Pasal 18 : Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana

berhak mendapatkan bantuan hukum atau bantuan lainnya.

2. Kewajiban Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 :28

Kewajiban berasal dari kata dasar “wajib” yang artinya harus melakukan; tidak boleh

tidak dilaksanakan (ditinggalkan). Mendapat awalan ke- dan akhiran -an, menjadi

kewajiban yang artinya sesuatu yang harus dilaksanakan. Jadi, kewajiban anak adalah

sesuatu yang harus dilaksanakan oleh seorang anak. 

Di antara kewajiban yang harus dilakukan oleh anak menurut UU No. 23 Tahun 2002

adalah:

Pasal 19 : setiap anak berkewajiban untuk:29

a. menghormati orang tua, wali, dan guru.

b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman.

c. mencintai tanah air, bangsa, dan Negara.

28.Mertokusumo, ”Dengan demikian sillogisme atau dialektika hanyalah memberi bentuk untuk membenarkan putusan, sedangkan untuk menemukan putusannya diperlukan analogi dan acontrario ”, 1999: 167.     

29.Sumardjono, ”siklus ilmu pengetahuan sebagaimana digambarkan oleh L. Wallace di dalam bukunya The Logic of Science in Sociology”, 1989: 3

Page 17: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.

e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Kewajiban Orang Tua Menurut UU No. 23 Tahun 2002 :

Orangtua sebagai orang terdekat anak berkewajiban melaksanakan kewajibannya.

Orangtua tidak boleh hanya menuntut hak terhadap anak saja tetapi juga memiliki

kewajiban yang harus ia laksanakan. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 terdapat kewajiban

orangtua yaitu tercantum dalam pasal 26 yang berbunyi:

1. Orang tua berkewajiban dan berytanggung jawab untuk:

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak.

b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.

c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

2. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu

sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban

dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada

keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Pengertian Anak dalam Perspektif Dokumen Internasional dan Hukum Pidana Positif Indonesia :Terdapat banyak sekali definisi yang menjabarkan atau memberikan batasan mengenai

siapakah yang disebut dengan ”anak” ini. Masing-masing definisi ini memberikan

batasan yang berbeda disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Pasal

1 Children Rights Convention (CRC) atau Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi

Indonesia pada tahun 1990, mendefinisikan bahwa anak adalah:

“………..Setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun kecuali berdasarkan undang-

undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal”.

(C.De Rover, 2000:369)

Page 18: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak merumuskan

dalam pasal 1 nomor 1 bahwa :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak dalam

kandungan”

Di antara undang-undang yang lain, Undang-undang perlindungan anak ini lebih rigid

dan limitatif dalam membatasi pengertian anak dengan memasukkan anak yang dalam

kandungan sebagai kategori anak juga. Dalam Pasal 1 nomor 2 Undang-undang Nomor 4

Tahun 1979, tentang Kesejahteraan anak disebutkan bahwa “anak adalah seseorang yang

belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin”.

Dan, yang terakhir Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan dalam

pasal 1 nomor 1 bahwa:

“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun,

tetapi belum mencapai umur 18 tahun danbelum pernah kawin”.

Dari beberapa perundang-undangan pidana Indonesia, penulis dapat menggarisbawahi

tiga hal yang signifikan, yaitu: (1) Batasan yang digunakan oleh masing-masing undang-

undang yang telah disebutkan di atas untuk memaknai siapakah yang disebut anak

tersebut, umumnya berdasarkan batasan umur; (2) KUHP sebagai peraturan induk dari

keseluruhan peraturan hukum pidana di Indonesia, sama sekali tidak memberikan batasan

yuridis mengenai anak. Pasal 45 KUHP yang selama ini dianggap sebagai batasan anak

yang dalam KUHP, sesungguhnya bukan merupakan definisi anak, melainkan batasan

kewenangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang melakukan

perbuatan sebelum berumur 16 (enam belas) tahun; (3) Dari perundang-undangan pidana

seperti yang telah disebut di atas, nampak adanya ketidakseragaman definisi antara

undang-undang yang satu dengan yang lainnya dalam hal memaknai siapakah yang

disebut anak tersebut. Ketidak seragaman tersebut dilatarbelakangi dengan adanya

perbedaan tujuan dan sasaran dari masing-masing undang-undang tersebut. Meskipun

Page 19: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

tidak dipungkiri, adanya perbedaan definisi ini akan menyulitkan para penegak hukum

dalam memberlakukan hukum yang sesuai terhadap anak.

1. Signifikansi Kedudukan Khusus Anak Di Mata Hukum :

Sama halnya dengan orang dewasa, anak dengan segala keterbatasan biologis

dan psikisnya mempunyai hak yang sama  dalam setiap aspek kehidupan, baik itu

aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, hankam, dan hukum. Prinsip

kesamaan hak antara anak  dan orang dewasa dilatar belakangi oleh unsur internal dan

ekternal yang melekat pada diri anak tersebut, yaitu: Unsur internal pada diri anak,

meliputi: (a) bahwa anak tersebut merupakan subjek hukum sama seperti orang

dewasa, artinya sebagai seorang manusia, anak juga digolongkan sebagai human

rights yang terikat dengan ketentuan perundang-undangan; (b) Persamaan hak dan

kewajiban anak. Maksudnya adalah seorang anak juga mempunyai hak dan kewajiban

yang sama dengan orang dewasa yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan

dalam melakukan perbuatan hukumnya. Hukum meletakkan anak dalam reposisi

sebagai perantara hukum untuk dapat memperoleh hak atau melakukan kewajiban-

kewajiban; dan atau untuk dapat disejajarkan dengan kedudukan orang dewasa; atau

disebut sebagai subjek hukum yang normal. Sedangkan, Unsur eksternal pada diri

anak, meliputi: (a) Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum (equaliy before the

law), memberikan legalitas formal terhadap anak sebagai seorang yang tidak mampu

untk berbuat peristiwa hukum; yang ditentukan oleh ketentuan peraturan hukum

sendiri. Atau ketentuan hukum yang memuat perincian tentang klasifikasi kemampuan

dan kewenangan berbuat peristiwa hukum dari anak yang bersangkutan; (b) Hak-hak

privilege yang diberikan negara atau pemerintah yang timbul dari UUD 1945 dan

perundang-undangan lainnya. (Maulana Hassan Waddong, 2000:4&5). Meskipun pada

prinsipnya kedudukan anak dan orang dewasa sebagai manusia adalah sama di mata

hukum, namun hukum juga meletakkan anak pada posisi yang istimewa (khusus).

Artinya, ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku pada anak dibedakan dengan

ketentuan hukum yang diberlakukan kepada orang dewasa, setidaknya terdapat

jaminan-jaminan khusus bagi anak dalam proses acara di pengadilan.

Page 20: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Jelasnya menurut penulis, bahwa kedudukan istimewa (khusus) anak dalam

hukum itu dilandasi dengan pertimbangan bahwa anak adalah manusia dengan segala

keterbatasan biologis dan psikisnya belum mampu memperjuangkan segala sesuatu

yang menjadi hak-haknya. Selain itu, juga disebabkan karena masa depan bangsa

tergantung dari masa depan dari anak-anak sebagai generasi penerus. Oleh karena itu,

anak sebagai subjek dari hukum negara harus dilindungi, dipelihara dan dibina demi

kesejahteraan anak itu sendiri.

Yang pada prinsipnya dilihat pada : Prinsip anak tidak dapat berjuang

sendiri, Anak dengan segala keterbatasan yang melekat pada dirinya belum mampu

melindungi hak-haknya sendiri. Oleh karena itu, orang tua, masyarakat dan negara

harus berperan serta dalam melindungi hak-hak tersebut; Prinsip kepentingan terbaik

anak, bahwa kepentinganterbaik anak harus dipandang sebagai ‘paramount

importance’ atau prioritas utama; Prinsip Ancangan Daur Kehidupan (life circle

approach, harus terbentuk pemahaman bahwa perlindungan terhadap anak harus

dimulai sejak dini dan berkelanjutan; Lintas Sektora, bahwa nasib anak sangat

bergantung pada berbagai faktor makro dan mikro, baik langsung maupun tidak

langsung. (Muhammad Joni, 1999:106).

2. Perlindungan Anak Secara Umum :

Mendapatkan perlindungan merupakan hak dari setiap anak, dan

diwujudkannya perlindungan bagi anak berarti terwujudnya keadilan dalam suatu

masyarakat. Asumsi ini diperkuat dengan pendapat Age, yang  telah mengemukakan

dengan tepat bahwa “melindungi anak  pada hakekatnya melindungi keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara di masa depan”. (Arief Gosita, 1996:1). Dari

ungkapan tersebut nampak betapa pentingnya upaya perlindungan anak demi

kelangsungan masa depan sebuah komunitas, baik komunitas yang terkecil yaitu

keluarga, maupun komunitas yang terbesar yaitu negara. Artinya, dengan

mengupayakan perlindungan bagi anak komunitas-komunitas tersebut tidak hanya

telah menegakkan hak-hak anak, tapi juga sekaligus menanam investasi untuk

Page 21: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

kehidupan mereka di masa yang akan datang. Di sini, dapat dikatakan telah terjadi

simbiosis mutualisme antara keduanya. Perlindungan anak adalah suatu usaha yang

mengadakan situasi dan kondisi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban

anak secara manusiawi positif. Ini berarti dilindunginya anak untuk memperoleh dan

mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh

kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri atau

bersama para pelindungnya. (Arief Gosita, 1996:14).

Menurut pasal 1 nomor 2 , Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak disebutkan bahwa:

“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak

dan hak-haknya agar dapat  hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Pada umumnya, upaya  perlindungan anak dapat dibagi

menjadi perlindungan langsung dan tidak langsung, dan  perlindungan yuridis dan

non-yuridis. Upaya-upaya perlindungan secara langsung di antaranya meliputi:

pengadaan sesuatu agar anak terlindungi dan diselamatkan dari  sesuatu yang

membahayakannya, pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau

mengorbankan anak, pengawasan, penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya

atau dari luar dirinya, pembinaan (mental, fisik, sosial), pemasyarakatan pendidikan

formal dan informal, pengasuhan (asah, asih, asuh), pengganjaran (reward),

pengaturan dalam peraturan perundang-undangan.(Arief Gosita, 1996:6). Sedangkan,

upaya perlindungan tidak langsung antara lain meliputi: pencegahan orang lain

merugikan, mengorbankan kepentingan anak melalui suatu peraturan perundang-

undangan, peningkatan pengertian yang tepat mengenai manusia anak serta hak dan

kewajiban, penyuluhan mengenai pembinaan anak dan keluarga, pengadaaan sesuatu

yang menguntungkan anak, pembinaan (mental, fisik dan sosial) para partisipan selain

anak yang bersangkutan dalam pelaksanaan perlindungan anak, penindakan mereka

yang menghalangi usaha perlindungan anak.(Arief Gosita, 1996:7)

Page 22: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Kedua upaya perlindungan di atas sekilas nampak sama dalam hal bentuk

upaya perlindungannya. Perbedaan antara keduanya terletak pada objek dari

perlindungan itu sendiri. Objek dalam upaya perlindungan langsung  tentunya adalah

anak secara langsung. Sedangkan upaya perlindungan tidak langsung, lebih pada para

partisipan yang berkaitan dan berkepentingan terhadap perlindungan anak, yaitu orang

tua, petugas dan pembina. Demi menimbulkan hasil yang optimal, seyogyanya upaya

perlindungan ini ditempuh dari dua jalur, yaitu dari jalur pembinaan para partisipan

yang berkepentingan dalam perlindungan anak, kemudian selanjutnya pembinaan anak

secara langsung oleh para partisipan tersebut. Upaya-upaya ini lebih merupakan upaya

yang integral, karena bagaimana mungkin pelaksanaan perlindungan terhadap anak

dapat berhasil, apabila para partisipan yang terkait seperti orang tua, para petugas dan

pembina, tidak terlebih dahulu dibina dan dibimbing serta diberikan pemahaman

mengenai cara melindungi anak dengan baik. Ditinjau dari sifat perlindungannya,

perlindungan anak juga dapat dibedakan dari menjadi: perlindungan yang bersifat

yuridis, meliputi perlindungan dalam bidang hukum perdata dan dalam hukum pidana;

perlindungan yang bersifat non-yuridis, meliputi perlindungan di bidang sosial, bidang

kesehatan dan bidang pendidikan. (Maulana Hassan Waddong, 2000:40)

Perlindungan yang bersifat yuridis atau yang lebih dikenal dengan

perlindungan hukum. Menurut Barda Nawawi Arief adalah upaya perlindungan

hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and

freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan

kesejahteraan anak.(Barda Nawawi Arief, 1998:156)

Perlindungan hukum dalam bidang keperdataan, terakomodir dalam

ketentuan dalam hukum perdata yang mengatur mengenai anak seperti, (1) Kedudukan

anak sah dan hukum waris; (2) pengakuan dan pengesahan anak di luar kawin; (3)

kewajiban orang tua terhadap anak; (4)kebelumdewasaan anak dan perwaliaan.

(Retnowulan, 1996:3)

Page 23: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Dalam hukum pidana, perlindungan anak selain diatur dalam pasal 45, 46,

dan 47 KUHP (telah dicabut dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun

1997 tentang Peradilan Anak). Kemudian, terdapat juga beberapa pasal yang secara

langsung atau tidak langsung berkaitan dengan perlindungan anak, yaitu antara lain

pasal 278, pasal 283, pasal 287, pasal 290, pasal 297, pasal 301, pasal 305, pasal 308,

pasal 341 dan pasal 356 KUHP.

Selanjutnya, dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan anak yang pada prinsipnya mengatur mengenai perlindungan hak-hak

anak. Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak, pada

prinsipnya diatur mengenai upaya-upaya untuk mencapai kesejahteraan anak. Dan,

yang terakhir Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, yang

pada prinspnya mengatur mengenai perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak

pidana dalam konteks peradilan anak. Perlindungan anak yang bersifat non-yuridis

dapat berupa, pengadaan kondisi sosial dan lingkungan yang kondusif bagi

pertumbuhan anak, kemudian upaya  peningkatan kesehatan dan gizi anak-anak, serta

peningkatan kualitas pendidikan melalui berbagai program bea siswa dan pengadaan

fasilitas pendidikan yang lebih lengkap dan canggih. Sebagaimana yang telah

dikemukakan sebelumnya, berbagai upaya perlindungan anak tersebut tidak lain

diorientasikan sebagai upaya untuk menciptakan kesejahteraan anak. Guna mencapai

tujuan tersebut, maka pelaksanaan perlindungan tersebut tidak boleh dipisahkan dari

prinsip-prinsip dasar perlindungan anak dalam Konvensi Hak Anak, yaitu: (1) Prinsip-

prinsip non-diskriminasi (non-discrimination); (2) Prinsip Kepentingan terbaik untuk

anak  (the best interest of the child;(3) Prinsip hak-hak anak untuk hidup, bertahan

hidup dan pengembangan  (the right to life, survival and development);(4) Prinsip

menghormati pandangan anak (respect to the views of the child).

(www.sekitarkita.com,2002).

Perlindungan Hukum Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Ditinjau dari Perspektif

KUHP, Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 dan The Beijing Rules.

Page 24: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Peradilan pidana (juvenile justice) merupakan salah satu bentuk perlindungan yang

diberikan hukum kepada anak yang telah melakukan tindak pidana. Orientasi dari

keseluruhan proses peradilan pidana anak ini harus ditujukan pada kesejahteraan anak

itu sendiri, dengan dilandasi prinsip kepentingan terbaik anak (the best interest for

children).

Tujuan utama dari sistem peradilan pidana ini telah ditegaskan dalam SMR-JJ (Beijing

Rules) dalam rule 5.1 bahwa:

“The juvenile  justice system shall emphasize the well – being of the juvenileand shall

ensure that any reaction to juvenile offenders shall always be in proportion to the

circumtances of both the offender and the offence”.(Rule 5.1. SMR JJ dalam Muladi,

1992:112).

Dari Aims of Juvenile Justice ini dapat disimpulkan adanya dua sasaran dibentuknya

peradilan anak, yaitu: (a) Memajukan kesejahteraan anak (the promotion of the well

being of the juvenile),Artinya, Prinsip kesejahteraan anak ini harus dipandang sebagi

fokus utama dalam sistem peradilan anak. Prinsip ini dapat dijadikan dasar untuk tidak

menerapkan penggunaan sanksi yang semata-mata bersifat pidana, atau yang bersifat

menghukum. (Muladi, 1992:113). Sedapat mungkin sanksi pidana, terutama pidana

penjara harus dipandang sebagai ‘the last resort’ dalam peradilan anak, seperti yang

telah ditegaskan dalam Resolusi PBB 45/113 tentang Un Rules For The Protection Of

Juveniles Deprived Of Thei Liberty. (Barda Nawawi Arief, 1996:13); (b)

Mengedepankan prinsip proporsionalitas (the principle of proporsionality). Prinsip

yang kedua ini merupakan sarana untuk mengekang penggunaan sanksi yang bersifat

menghukum dalam arti memabalas. Paul H. Hann dalam hal ini mengemukakan

pendapatnya bahwa pengadilan anak janganlan semata-mata sebagai suatu peradilan

pidana bagi anak dan tidak pula harus berfungsi semata-mata sebagai suatu lembaga

sosial.(Muladi, 19992:114)

Sebagai subjek hukum  yang dipandang khusus oleh hukum, maka proses

perlindungan hukum terhadap anak dalam peradilan anak memerlukan perlakuan dan

Page 25: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

jaminan-jaminan khusus dari undang-undang. Jaminan-jaminan khusus ini tentunya

tidak mengesampingkan jaminan-jaminan umum yang berlaku bagi setiap orang.

Jaminan umum yang dimaksud tersebut adalah jaminan-jaminan yang bersifat

prosedural yang paling mendasar, antara lain: (a) Hak untuk diberitahukannya tuduhan

(the right to be notified of the charges); (b)Hak untuk tetap diam (the right to remain

silent) ; (c) Hak untuk memperoleh penasehat hukum (the right to councel); (d) Hak

untuk hadirnya orang tua/wali (the right to the presence of a parent of guardian);(e)

Hak untuk menghadapkan saksi dan pemeriksaan silang para saksi (the right to

confront and cross-examine witness); (f) Hak untuk banding ke tingkat yang lebih

tinggi (the right to appeal to a higher authority). (Muladi, 1992:117).

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa keseluruhan perlindungan

terhadap anak, dalam hal ini anak sebagai pelaku tindak pidana, seyogyanya dimulai

dari ketentuan-ketentuan hukum yang seoptimal mungkin menjamin hak-hak anak,

dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar perlindungan anak yang berlaku

universal, yakni: (a) non-diskriminasi; (b) kepentingan terbaik bagi anak; (c) hak

untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (d) penghargaan terhadap

pendapat anak.

Dalam lingkup nasional, jaminan hukum  secara khusus yang diberikan kepada anak

sebagai pelaku tindak pidana diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Peradilan Anak. Sedangkan, secara Internasional diatur dalam The Beijing

Rules.

Sebagai peraturan yang secara khusus mengatur perlakuan dan jaminan-jaminan

khusus bagi anak yang melakukan tindak pidana, pada kenyataannya substansi

undang-undang peradilan anak tersebut belum cukup memberikan jaminan

perlindungan. Dalam hal ini,  terdapat beberapa ketentuan yang inkonsistensi dengan

peraturan induknya (KUHP) dan Undang-undang 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan anak, dan  mengabaikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak (the best

interest for children).

Page 26: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Berikut ini adalah beberapa catatan terhadap Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Peradilan Anak: (1) Mengenai batasan minimum usia minimal

pertanggungjawaban pidana (the minimum age of criminal responsibility) bagi anak

yang terlampau rendah. Undang-undang Peradilan Anak  menetapkan batasan usia

minimal anak untuk dapat dihadapkan ke pengadilan adalah 8 (delapan) tahun (Pasal 4

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Meskipun sanksi yang ditetapkan bagi anak

usia 8 – 12 tahun hanya berupa tindakan, namun dengan batasan usia minimal

pertanggunjawaban pidana yang terlampau rendah ini memungkinkan timbulnya

ekses-ekses negatif yang dirasakan anak, yakni pengalaman selama proses diajukan ke

persidangan    akan menimbulkan stigma dan trauma yang akan dirasakan anak. Hal

ini jelas merupakan dampak yang tidak dapat dihindari anak yang diajukan ke

persidangan, mengingat anak masih terus tumbuh berkembang dalam masyarakat,

sedangkan stigma “jahat” dari masyarakat akan terus dirasakan anak selama tumbuh

kembangnya tersebut. Di sinilah menurut penulis letak pengabaian prinsip terbaik bagi

anak; (2) Adanya inkonsistensi dengan peraturan induknya, yakni KUHP. Dengan

lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, maka ketentuan Pasal 45, 46, 47

KUHP dinyatakan tidak berlaku (Pasal 67 UU No. 3 Tahun 1997). Ketentuan ini jelas

akan menimbulkan implikasi yuridis tersendiri, mengingat ketentuan yang terkait

dengan anak sebagai pelaku tindak pidana dalam KUHP tidak hanya terletak pada

Pasal 45, 46, 47 KUHP saja, melainkan terkait pula dengan pasal-pasal lain dalam

buku II dan III KUHP. Dengan tidak adanya penegasan dalam Undang-undang

Pengadilan anak tersebut maka dapat dikatakan bahwa ketentuan selain pasal 45, 46,

47 KUHP secara yuridis masih tetap berlaku untuk anak. (Disarikan dalam Barda

Nawawi Arief, 2005).

Di sini nampak adanya inkonsistensi dan ketidaksistematisan Undang-undang Nomor

3 Tahun 1997. Sebagai salah satu sub dari keseluruhan aturan/sistem pemidanaan

umum, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 harus tetap berpedoman pada aturan-

aturan atau prinsip-prinsip umum yang diatur dalam peraturan induknya (KUHP)

sepanjang tidak diatur tersendiri dalam undang-undang yang bersangkutan. Mengingat

Page 27: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

beberapa ketentuan dalam buku I (khususnya Bab II dan Bab III) KUHP semisal

ketentuan mengenai pidana, percobaan, konkursus, recidive, dan ketentuan lainnya

tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, maka aturan dalam KUHP

tetap berlaku bagi anak karena merupakan bagian sistem yang tidak terpisahkan. Hal

ini sungguh merugikan anak, karena untuk beberapa ketentuan seperti yang disebutkan

di atas, terhadap anak tetap dikenakan ketentuan yang berlaku pula untuk orang

dewasa pada umumnya.

Mengenai pidana penjara, Jenis Pidana ini masih merupakan jenis pidana pokok yang

dikenakan juga kepada anak. Yang dipermasalahkan di sini bukan lah jenis ataupun

bobot pidana penjara itu sendiri, melainkan tidak adanya aturan yang menjadi

pedoman bagi hakim untuk melaksanakan sanksi pidana bagi anak.

Dalam undang-undang pengadilan anak tersebut juga tidak diatur mengenai

kewenangan hakim untuk tidak meneruskan atau menghentikan proses pemeriksaan

(seperti yang telah diatur dalamThe Beijing Rules, Rule 17.4)

Seperti yang diatur dalam The Beijing Rules, adapun prinsip-prinsip yang seharusnya

diatur sebagai pedoman bagi hakim dalam mengambil keputusan dalam perkara anak,

adalah sebagai berikut: Rule 17.1 :  (a) reaksi yang diambil (termasuk sanksi pidana)

selalu harus diseimbangkan dengan keadaan-keadaan dan bobot keseriusan tindak

pidana; (b) pembatasan kebebasan/kemerdekaan pribadi anak hanya dikenakan setelah

pertimbangan yang hati-hati dan dibatasi seminimal mungkin; (c) perampasan

kemerdekaan pribadi jangan dikenakan kecuali anak melakukan perbuatan serius

(termasuk tindakan kekerasan terhadap orang lain) atau terus menerus melakukan

tindak pidana serius, dan kecuali tidak ada bentuk respons/sanksi lain yang lebih tepat;

(d) kesejahteraan anak harus menjadi faktor pedoman dalam mempertimbangkan

kasus anak. Rule 17. 4 : Adanya prinsip “diversi”, yakni hakim diberikan

kewenangan  untuk menghentikan atau tidak melanjutkan proses pemeriksaan, atau

dengan kata lain  hakim dapat tidak menjatuhkan sanksi apapun terhadap anak.Rule

19.1: penempatan seorang anak dalam lembaga Pemasyarakatan (penjara. pen) harus

Page 28: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

selalu ditetapkan sebagai upaya terakhir (the last resort) dan untuk jangka waktu

minimal yang diperlukan. (Barda Nawawi Arief, 1998:164-165). Undang-undang

Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak tidak mengatur prinsip-prinsip yang

diakui oleh The Beijing Rules di atas (terkhusus prinsip diversi), sehingga yang dapat

terjadi adalah hakim dapat sewenang-wenang dalam menerapkan pidana penjara

terhadap anak, tanpa memperdulikan kepentingan terbaik anak. Beberapa ketentuan

yang cenderung tidak memperdulikan bahkan merugikan anak, adalah ketentuan

mengenai:

3. Ketentuan mengenai Pidana bersyarat.

Berdasarkan prinsip “lex specialis derogat lege generalis” (aturan khusus akan

menyimpangi aturan umum). Ketentuan pidana bersyarat dalam pasal 29 Undang-

undang Nomor 3 tahun 1997 (sebagailex specialis) akan menyimpangi (berlaku)

ketentuan pidana bersyarat dalam Pasal 14 a hingga 14 f KUHP (sebagai lex

generalis). Padahal jika dicermati lebih lanjut, ketentuan pidana bersyarat dalam

KUHP lebih melindungi kepentingan anak sebagai pelaku  daripada Pasal 29 Undang-

undang Peradilan Anak terkait dengan pidana bersyarat. Beberapa permasalahan

(kelemahan) yang terdapat dalam formulasi Pasal 29 tersebut adalah sebagai berikut:

sebagai bentuk non-custodial measures dan strafmodus, pidana bersyarat yang

diberlakukan bagi anak hanya untuk pidana penjara saja (tidak diperkenankan untuk

pidana lainnya, semisal kurungan, denda dan pidana tambahan lainnya). Hal ini

berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 14 a KUHP yang mensyaratkan pidana

bersyarat untuk pidana penjara maksimal 1 (satu) tahun atau pidana kurungan (Pasal

14 a ayat (1)), dan denda (Pasal 14 a ayat (2)). Dari 2 (dua) ketentuan tersebut dapat

disimpulkan bahwa kesempatan untuk memperoleh pidana bersyarat bagi orang

dewasa lebih besar daripada kesempatan bagi anak. Ini jelas sangat diskriminatif,

padahal prinsip yang seharusnya melandasi setiap ketentuan untuk anak adalah

“Prinsip Kepentingan Terbaik Anak”. Sungguh tidak realistis kiranya jika kesempatan

untuk mendapatkan pidana bersyarat bagi anak yang seharusnya lebih besar, menjadi 

lebih kecil dibandingkan orang dewasa. Dengan tidak diaturnya ketentuan pidana

Page 29: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

bersyarat untuk pidana kurungan, denda dan pidana tambahan, maka otomatis

ketentuan mengenai hal itu kembali lagi harus mengacu pada ketentuan pidana

bersyarat dalam KUHP (kecuali pidana bersyarat dalam hal pidana penjara), padahal

dalam hal ini KUHP tidak mengenal pembayaran ganti rugi sebagai pidana tambahan.

Sehingga tetap saja tidak ada pidana bersyarat untuk pidana tambahan “ Pembayaran

Ganti Rugi”.

4. Ketentuan mengenai Pelepasan bersyarat.

Permasalahan yang timbul dari ketentuan Pelepasan bersyarat dalam Pasal 62 Undang-

undang Nomor 3 tahun 1997 adalah sebagai berikut: (a) ketentuan mana yang akan

diberlakukan kepada anak, apakah Pasal 15 KUHP ataukah Pasal 62 Undang-undang 

Nomor 3 Tahun 1997, hal ini dikarenakan Pasal 15 KUHP tidak dicabut oleh Undang-

undang Nomor 3 Tahun 1997; (b) Pasal 62 ini tidak ditempatkan dalam Bab III UU

Nol. 3/1997 (tentang “Pidana dan Tindakan”), tetapi ditempatkan di dalam Bab VI

tentang “Lembaga Pemasyarakatan Anak”. Penempatan pasal pada bab yang tidak

semestinya ini, selain menyebabkan penafsiran yang berbeda mengenai peruntukkan

pasal tersebut, juga menyebabkan keberadaan pasal tersebut jarang diketahui oleh para

aparat penegak hukum, sehingga seringkali dianggap tidak pernah ada ketentuan

mengenai pelepasan bersyarat dalam undang-undang yang dimaksud; (c) Ketentuan

jangka waktu percobaan pelepasan bersyarat dalam Pasal 62 Undang-undang Nomor 3

Tahun 1997  sangat pendek jika dibandingkan dengan jangka waktu yang ditetapkan

KUHP. Masa percobaan pelepasan bersyarat  dalam KUHP (Pasal 15) adalah sisa

waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah satu tahun. Sedangkan, masa

percobaan pelepasan bersyarat bagi adank dalam Pasal 62 Undang-undang Nomor 3

Tahun 1997  adalah sama dengan sisa pidana yang harus dijalankannya (tanpa

penambahan apapun). Ketentuan ini tentunya juga tidak masuk akal, berdasarkan

prinsip kepentingan terbaik anak, seharusnya kesempatan yang diberikan anak untuk

menjalani pelepasan bersyarat/pembebasan bersyarat lebih lama, dibandingkan

kesempatan yang diberikan kepada orang dewasa, bukan malah lebih dipersingkat

sehingga peluang anak untuk kembali menjalani pidana penjara lebih besar.

Page 30: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

5. Ketentuan mengenai pidana Pengawasan :

Pidana pengawasan yang diatur dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 

pada prinsipnya sama dengan konsep pidana bersyarat. Pidana Pengawasan ini

merupakan jenis sanksi baru yang diperkenalkan Undang-undang Nomor 3 Tahun

1997  untuk perkara-perkara pidana anak. Permasalahan yang muncul adalah

mengingat KUHP tidak mengenal  pidana pengawasan, maka Undang-undang Nomor

3 Tahun 1997  seharusnya mengatur pula mengenai aturan pelaksanaannya

(strafmodus). Kenyataannya, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997  sama sekali tidak

mengaturkan aturan pelaksanaan dari pidana pengawasan ini, sehingga ekses yang

muncul adalah kesulitan dalam menerapkan pidana pengawasan ini untuk perkara anak

karena tidak ada aturan pelaksananya.

Dari beberapa catatan yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa Undang-

undang Nomor 3 Tahun 1997  tentang Peradilan Anak belum cukup memberikan

jaminan perlindungan hukum bagi anak yang melakukan tindak pidana. Secara

ekstrem dapat dikatakan bahwa dalam beberapa hal (pidana bersyarat dan pelepasan

bersyarat) KUHP lebih memberikan jaminan perlindungan bagi anak.

Dengan adanya beberapa kelemahan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Peradilan Anak, wajar kiranya jika aparat penegak hukum dalam menangani

perkara anak seringkali keliru dalam menafsirkan dan menerapkan undang-undang,

sehingga pada tataran praktek yang muncul adalah ketidakadilan bagi anak.

Demi menghindari proses hukum yang semata-mata bersifat menghukum, degradasi

mental dan penurunan semangat (discouragement) serta menghindari proses

stigmatisasi  yang dapat menghambat proses perkembangan, kematangan dan

kemandirian anak dalam arti yang wajar, maka dalam menangani masalah hukum dari

anak-anak yang telah melakukan perilaku yang menyimpang, para penegak hukum

perlu memahami bahwa: (a) anak yang melakukan tindak pidana (juvenile offender)

janganlah dipandang sebagai seorang penjahat, namun harus dilihat sebagai orang

yang memerlukan bantuan, pengertian dan kasih sayang.(Muladi, 1992:115),

Page 31: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

pendekatan yuridis terhadap anak hendaknya lebih mengutamakan pendekatan

persuasif-edukatif dan pendekatan kejiwaan. (b) Kesejahteraan anak dalam hal ini

harus dijadikan guiding factordalam penegakan hukum terhadap anak pelaku tindak

pidana.

Contoh Kasus Kekerasan Terhadap Anak :

- TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menerima laporan kekerasan terhadap anak di Depok, Jawa Barat. MH, 8 tahun, dilaporkan sering dianiaya kedua orang tuanya dan memutuskan untuk kabur dari rumah, pekan lalu. "Sudah diterima laporannya di Polres Depok Jumat kemarin," ujar juru bicara Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto, Senin, 26 Agustus 2013. Rikwanto menyatakan, laporan diterima polisi setelah beberapa saksi melihat korban linglung usai dianiaya kedua orang tuanya. Saksi yang menemukan korban di sebuah pusat perbelanjaan di Depok, mendapat cerita korban sering dipukul menggunakan bambu oleh ayahnya. Polisi bergerak cepat. Mereka mendatangi rumah korban dan menyita bambu yang diduga digunakan untuk memukul korban. Dari tubuh korban terlihat bekas kekerasan, seperti memar di punggung akibat pukulan dan luka ringan di telinga akibat sering mendapat jeweran. Namun, hingga kini kedua pelaku, SA (40 tahun) dan D (38 tahun), tidak ditahan. Alasannya, pelaku masih memiliki tanggungan anak yang lain. "Ada empat anak, paling besar 12 tahun.Proses hukum kasus ini masih berjalan. Korban MH kini tinggal di tempat perlindungan kasus kekerasan anak. Bila terbukti bermasalah, kedua orang tua korban terancam pidana tiga setengah tahun karena melanggar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

- TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat sejak awal tahun 2013 hingga sekarang ada sebanyak 127 laporan kasus kekerasan terhadap anak, secara fisik, mental, dan seksual di wilayah Jabodetabek.Ketua Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan dari 127 laporan kekerasan anak di Jabodetabek terdapat 67 kasus atau 51 persennya terjadi di wilayah Jakarta Timur. Tahun lalu, kata Arist, tercatat ada 2.637 kasus kekerasan anak di Jabodetabek."DKI Jakarta paling tinggi yakni 663 kasus kekerasan anak, sebanyak 190 kasusnya terjadi di Jakarta Timur," kata Arist di kantor Komnas Anak, Selasa 2 April 2013. Artinya, Arist melanjutkan, wilayah Jakarta Timur memang paling rawan terjadinya kejahatan dan kekerasan terhadap anak.Arist mengungkapkan, banyaknya kasus kekerasan pada anak di Jakarta Timur, karena faktor padatnya penduduk dan pendidikan yang rendah. "Ekonomi penduduknya juga 80 persen menengah ke bawah," ujarnya.Menurutnya, ada tiga kecamatan yang sering terjadi tindakan kekerasan terhadap anak, yakni Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Ciracas dan Kecamatan Cakung. Komnas Anak juga mengapresiasi kinerja Polres Jakarta Timur yang selalu menindaklanjuti dan mengusut tuntas setiap laporan kasus kekerasan anak."Saya berharap polisi terus bekerja menuntaskan segala kasus kekerasan seksual anak sesuai hukum, agar menimbulkan efek jera di masyarakat.

- TEMPO.CO, Washington - Tyler James Deutsch adalah ayah muda berusia 25 tahun. Dan ia memiliki bayi yang usianya baru enam pekan. Ketika si bayi menangis tanpa henti,   Deutsch diduga mendiamkannya dengan cara tak lazim. Yakni menaruhnya dalam freezer atau kotak pendingin di lemari es. Atas tuduhan penyerangan anak, penganiayaan kriminal, dan mengganggu pelaporan kekerasan, Deutsch dihadapkan ke muka meja hijau.Di depan hakim, Deutsch mengklaim dirinya tak bersalah. Sedangkan menurut jaksa Mark Lindquist, Deutsch tertidur setelah menempatkan bayinya di dalam freezer. Deutsch baru terbangun satu jam kemudian ketika istrinya pulang. Deutsch juga dituduh merebut ponsel waktu istrinya akan menelepon untuk meminta bantuan.“Jaksa mengatakan suhu bayi itu turun drastis," tulis Daily Mail, Rabu, 29 Mei 2013. "Ia juga mengalami patah lengan, patah kaki,

Page 32: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

lecet di kaki, serta cedera kepala.” Dalam persidangan, ibu dari bayi perempuan itu tidak ikut hadir. Namun, dalam dokumen pengisian, ia menyatakan ragu bila Deutsch dapat menjaga anak mereka dengan baik. Kepada si ibu, Deutsch sendiri mengakui menempatkan bayi itu ke dalam freezer, dengan dalih untuk kebaikan putrinya. Namun, ketika polisi tiba, ia mengubah cerita. Kata Deutsch, ia lelah sehabis kerja hingga tertidur. Dan, saat terbangun, bayinya tidak tidur di sampingnya. Dia pun berkukuh tidak tahu bagaimana si bayi sampai ke dalam freezer.Polisi percaya Deutsch sengaja menempatkan anaknya dalamfreezer untuk menghentikan tangisan. Sebab, Deutsch tidak mengetahui cara menghentikan tangisan bayi berusia enam pekan. "Sehingga ia menempatkan bayi dalam freezer,” ujar seorang polisi, Ed Troyer.Pengadilan mendapatkan laporan bahwa Deutsch tidak tengah berada di bawah pengaruh obat atau zat terlarang. Meski demikian, Deutsch bukanlah orang yang bersih hukum. Dia pernah mengaku bersalah atas pencurian identitas pada tahun 2012: menggunakan kartu kredit adiknya untuk membeli rokok dan bir. "Jika terbukti bersalah atas semua tuduhan, Deutsch akan menghabiskan sisa hidupnya di penjara." 

- TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) melansir data kasus yang terpantau selama Januari-Juni 2013. Menurut Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, kasus sepanjang pertengahan 2013 masih didominasi kekerasan terhadap anak, terlebih kasus kekerasan seksual. “Terdapat 1.032 kasus selama enam bulan,” kata Arist ketika dihubungi Kamis, 18 Juli 2013. Komnas PA memerinci, kasus kekerasan fisik ada sebanyak 294 kasus, kekerasan psikis sebanyak 203 kasus, dan paling banyak yaitu kekerasan seksual sebanyak 535 kasus. Arist berasumsi, setiap bulan hampir 90-100 anak menerima kekerasan seksual.Mengenai lokasi kejadian, kasus kekerasan seksual paling banyak terjadi di lingkungan sosial sebanyak 385 kasus, disusul lingkungan keluarga 193, dan lingkungan sekolah 121. Beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan seksual karena pengaruh pornografi sebanyak 70 kasus, terangsang dengan korban 122, dan hasrat tak tersalurkan 148 kasus.Bentuk kekerasan seksual di antaranya sodomi 52 kasus, pemerkosaan 280 kasus, pencabulan 182 kasus, dan inses 21 kasus. Modusnya dengan menggunakan obat penenang 15 kasus, diculik lebih dulu 14 kasus, disekap 45 kasus, bujuk rayu dan tipuan 139 kasus, dan iming-iming 131 kasus. Dampaknya, meninggal dunia sembilan kasus dan trauma 345 kasus.Arist meminta semua komponen masyarakat untuk ikut memerangi dan menghentikan kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan. Dia juga meminta Kepolisian RI meningkatkan pelayanannya dan memberikan perlakuan khusus terhadap korban kejahatan seksual. Komnas PA mendorong DPR agar memasukkan pasal sanksi bagi pelaku kejahatan seksual kepada anak dan perempuan. “Minimal 20 tahun penjara dan maksimal seumur hidup..

Analisa Faktor Internal :

Secara faktor internal mengenai landasan hukum yang melindungi anak-anak

Indonesia adalah Undang-undang Dasar 1945 pasal 28B ayat 2, Undang Undang No.

23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, Kitab undang-undang hukum pidana, UU No.

4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak, UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, UU No. 22 tahun 1997 tentang

narkotika, UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, UU NO. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU

No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No.12

Tahun 2005 tentang kewarganegaraan, UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Page 33: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Kependudukan, UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Korban, UU No. 21

tahun 2007 tentang PTPPO : setiap orang yang melakukan tindak pidana perdagangan

orang dan korbannya adalah anak, maka ancaman pidananya ditambah

sepertiga, .RPJMN 2004-2009 (Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005),Peningkatan

kesejahteraan dan perlindungan anak merupakan salah satu dari agenda menciptakan

Indonesia yang adil dan demokratis dan RKP 2006 dan RKP 2007 : Pengarusutamaan

anak merupakan salah satu program pembangunan, dan harus dilakukan untuk

memastikan kebijakan/ program/ kegiatan pembangunan peduli/ ramah anak.

Semua aturan atau norma-norma yang berupa perundang-undang didalam

implementasi secara faktor internal belum benar-benar melindungi anak-anak di

Indonesia, dimana pada faktanya masih terlihat kejahatan terhadap anak yang semakin

marak terjadi di Indonesia. Permasalahan lain juga dikarena kurangnya sosialisasi

terhadap orang dewasa dan orang tua tentang pemberlakuan undang-undang perlindungan

anak tersebut.

Upaya mengimplementasikan UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan

anak adalah sebagai perlindungan langsung dan tidak langsung, dan  perlindungan yuridis

dan non-yuridis. Upaya-upaya perlindungan secara langsung di antaranya meliputi:

pengadaan sesuatu agar anak terlindungi dan diselamatkan dari  sesuatu yang

membahayakannya, pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau

mengorbankan anak, pengawasan, penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya atau

dari luar dirinya, pembinaan (mental, fisik, sosial), pemasyarakatan pendidikan formal

dan informal, pengasuhan (asah, asih, asuh), pengganjaran (reward), pengaturan dalam

peraturan perundang-undangan. Sedangkan, upaya perlindungan tidak langsung antara

lain meliputi: pencegahan orang lain merugikan, mengorbankan kepentingan anak

melalui suatu peraturan perundang-undangan, peningkatan pengertian yang tepat

mengenai manusia anak serta hak dan kewajiban, penyuluhan mengenai pembinaan anak

dan keluarga, pengadaaan sesuatu yang menguntungkan anak, pembinaan (mental, fisik

dan sosial) para partisipan selain anak yang bersangkutan dalam pelaksanaan

perlindungan anak, penindakan mereka yang menghalangi usaha perlindungan anak.

Upaya-upaya perlindungan di atas sekilas nampak sama dalam hal bentuk upaya

Page 34: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

perlindungannya. Perbedaan antara keduanya terletak pada objek dari perlindungan itu

sendiri. Objek dalam upaya perlindungan langsung  tentunya adalah anak secara

langsung. Sedangkan upaya perlindungan tidak langsung, lebih pada para partisipan yang

berkaitan dan berkepentingan terhadap perlindungan anak, yaitu orang tua, petugas dan

pembina. Dan upaya-upaya ini lebih merupakan upaya yang integral, karena bagaimana

mungkin pelaksanaan perlindungan terhadap anak dapat berhasil, apabila para partisipan

yang terkait seperti orang tua, para petugas dan pembina, tidak terlebih dahulu dibina dan

dibimbing serta diberikan pemahaman mengenai cara melindungi anak dengan baik.

Dimana sifat perlindungannya, perlindungan anak juga dapat dibedakan dari menjadi:

perlindungan yang bersifat yuridis, meliputi perlindungan dalam bidang hukum perdata

dan dalam hukum pidana; perlindungan yang bersifat non-yuridis, meliputi perlindungan

di bidang sosial, bidang kesehatan dan bidang pendidikan.

Perlindungan yang bersifat yuridis atau yang lebih dikenal dengan

perlindungan hukum adalah upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan

hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan

yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Perlindungan hukum dalam bidang

keperdataan, terakomodir dalam ketentuan dalam hukum perdata yang mengatur

mengenai anak seperti, (1) Kedudukan anak sah dan hukum waris; (2) pengakuan dan

pengesahan anak di luar kawin; (3) kewajiban orang tua terhadap anak;

(4)kebelumdewasaan anak dan perwaliaan.

Dalam hukum pidana, perlindungan anak selain diatur dalam pasal 45, 46,

dan 47 KUHP (telah dicabut dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun

1997 tentang Peradilan Anak). Kemudian, terdapat juga beberapa pasal yang secara

langsung atau tidak langsung berkaitan dengan perlindungan anak, yaitu antara lain pasal

278, pasal 283, pasal 287, pasal 290, pasal 297, pasal 301, pasal 305, pasal 308, pasal 341

dan pasal 356 KUHP.

Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan anak yang pada prinsipnya mengatur mengenai perlindungan hak-hak anak

dan dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak, pada

prinsipnya diatur mengenai upaya-upaya untuk mencapai kesejahteraan anak. Dan, yang

Page 35: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

terakhir Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, yang pada

prinsipnya mengatur mengenai perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana

dalam konteks peradilan anak. Perlindungan anak yang bersifat non-yuridis dapat berupa,

pengadaan kondisi sosial dan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan anak,

kemudian upaya  peningkatan kesehatan dan gizi anak-anak, serta peningkatan kualitas

pendidikan melalui berbagai program bea siswa dan pengadaan fasilitas pendidikan yang

lebih lengkap dan canggih. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, berbagai

upaya perlindungan anak tersebut tidak lain diorientasikan sebagai upaya untuk

menciptakan kesejahteraan anak, guna mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan

perlindungan tersebut tidak boleh dipisahkan dari prinsip-prinsip dasar perlindungan anak

dalam Konvensi Hak Anak, yaitu: (1) Prinsip-prinsip non-diskriminasi (non-

discrimination); (2) Prinsip Kepentingan terbaik untuk anak  (the best interest of the

child;(3) Prinsip hak-hak anak untuk hidup, bertahan hidup dan pengembangan  (the right

to life, survival and development);(4) Prinsip menghormati pandangan anak (respect to

the views of the child).

Pada prinsipnya landasan hukum yang dibentuk oleh lembaga nasional

Komisi Perlindungan Anak (KPA) adalah telah diuraikan diatas yang harus

mencerminkan apa yang terdapat dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Hak Asasi

Manusia.

Analisa faktor internal, yang merupakan sebagai pelanggaran terhadap

undang-undang perlindungan anak adalah diatur oleh UU No. 23 Tahun 2002 yang pada

prinsipnya dalam upaya perlindungan anak adalah segala kegiatan yang menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berprestasi

secara optimal sesuai dengan harkat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi, yang meliputi hak-hak anak yiatu Nondiskriminasi,

Kepentingan yang terbaik bagi anak. 3. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan

perkembangan.Penghargaan terhadap pendapat anak. Dimana Hak dan Kewajiban Anak

adalah hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan

dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara. Kewajiban Anak

adalah kewajiban yang artinya sesuatu yang harus dilaksanakan. Jadi, kewajiban anak

Page 36: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh seorang anak. Sedangkan kewajiban Orang

Tua adalah tercantum dalam pasal 26 yang berbunyi: orang tua berkewajiban dan

bertanggung jawab untuk: a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak,

menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya, mencegah

terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Terdapat pengaturan Pidana bersyarat untuk perlindungan anak yang secara

faktor internal adalah berdasarkan prinsip “lex specialis derogat lege generalis” (aturan

khusus akan menyimpangi aturan umum). Ketentuan pidana bersyarat dalam pasal 29

Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 (sebagailex specialis) akan menyimpangi (berlaku)

ketentuan pidana bersyarat dalam Pasal 14 a hingga 14 f KUHP (sebagai lex generalis).

Padahal jika dicermati lebih lanjut, ketentuan pidana bersyarat dalam KUHP lebih

melindungi kepentingan anak sebagai pelaku  daripada Pasal 29 Undang-undang

Peradilan Anak terkait dengan pidana bersyarat. Beberapa permasalahan (kelemahan)

yang terdapat dalam formulasi Pasal 29 tersebut adalah sebagai berikut: sebagai

bentuk non-custodial measures dan strafmodus, pidana bersyarat yang diberlakukan bagi

anak hanya untuk pidana penjara saja (tidak diperkenankan untuk pidana lainnya,

misalnya berupa kurungan, denda dan pidana tambahan lainnya). Hal ini berbeda dengan

ketentuan dalam Pasal 14 a KUHP yang mensyaratkan pidana bersyarat untuk pidana

penjara maksimal 1 (satu) tahun atau pidana kurungan (Pasal 14 a ayat (1)), dan denda

(Pasal 14 a ayat (2)). Dari 2 (dua) ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa

kesempatan untuk memperoleh pidana bersyarat bagi orang dewasa lebih besar daripada

kesempatan bagi anak, hal ini sangat diskriminatif, padahal prinsip yang seharusnya

melandasi setiap ketentuan untuk anak adalah “Prinsip Kepentingan Terbaik Anak”.

Mengenai Pelepasan bersyarat, diatur dalam Pasal 62 Undang-undang Nomor

3 tahun 1997 adalah sebagai berikut: (a) ketentuan mana yang akan diberlakukan kepada

anak, apakah Pasal 15 KUHP ataukah Pasal 62 Undang-undang  Nomor 3 Tahun 1997,

hal ini dikarenakan Pasal 15 KUHP tidak dicabut oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun

1997; (b) Pasal 62 ini tidak ditempatkan dalam Bab III UU Nol. 3/1997 (tentang “Pidana

dan Tindakan”), tetapi ditempatkan di dalam Bab VI tentang “Lembaga Pemasyarakatan

Anak”. Penempatan pasal pada bab yang tidak semestinya ini, selain menyebabkan

Page 37: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

penafsiran yang berbeda mengenai peruntukkan pasal tersebut, juga menyebabkan

keberadaan pasal tersebut jarang diketahui oleh para aparat penegak hukum, sehingga

seringkali dianggap tidak pernah ada ketentuan mengenai pelepasan bersyarat dalam

undang-undang yang dimaksud; (c) Ketentuan jangka waktu percobaan pelepasan

bersyarat dalam Pasal 62 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997  sangat pendek jika

dibandingkan dengan jangka waktu yang ditetapkan KUHP. Masa percobaan pelepasan

bersyarat  dalam KUHP (Pasal 15) adalah sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani

ditambah satu tahun. Sedangkan, masa percobaan pelepasan bersyarat bagi adank dalam

Pasal 62 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997  adalah sama dengan sisa pidana yang

harus dijalankannya (tanpa penambahan apapun). Ketentuan ini tentunya juga tidak

masuk akal, berdasarkan prinsip kepentingan terbaik anak, seharusnya kesempatan yang

diberikan anak untuk menjalani pelepasan bersyarat/pembebasan bersyarat lebih lama,

dibandingkan kesempatan yang diberikan kepada orang dewasa, bukan malah lebih

dipersingkat sehingga peluang anak untuk kembali menjalani pidana penjara lebih besar.

Mengenai pidana Pengawasan, diatur dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor

3 Tahun 1997  pada prinsipnya sama dengan konsep pidana bersyarat. Pidana

Pengawasan ini merupakan jenis sanksi baru yang diperkenalkan Undang-undang Nomor

3 Tahun 1997  untuk perkara-perkara pidana anak. Permasalahan yang muncul adalah

mengingat KUHP tidak mengenal  pidana pengawasan, maka Undang-undang Nomor 3

Tahun 1997  seharusnya mengatur pula mengenai aturan pelaksanaannya (strafmodus).

Kenyataannya, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997  sama sekali tidak mengaturkan

aturan pelaksanaan dari pidana pengawasan ini, sehingga ekses yang muncul adalah

kesulitan dalam menerapkan pidana pengawasan ini untuk perkara anak karena tidak ada

aturan pelaksananya. Dengan undang-undang tersebut adalah semata-mata bersifat

menghukum, degradasi mental dan penurunan semangat (discouragement) serta

menghindari proses stigmatisasi  yang dapat menghambat proses perkembangan,

kematangan dan kemandirian anak dalam arti yang wajar, maka dalam menangani

masalah hukum dari anak-anak yang telah melakukan perilaku yang menyimpang, para

penegak hukum perlu memahami bahwa: (a) anak yang melakukan tindak pidana

(juvenile offender) janganlah dipandang sebagai seorang penjahat, namun harus dilihat

Page 38: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

sebagai orang yang memerlukan bantuan, pengertian dan kasih sayang.(Muladi,

1992:115), pendekatan yuridis terhadap anak hendaknya lebih mengutamakan pendekatan

persuasif-edukatif dan pendekatan kejiwaan. (b) Kesejahteraan anak dalam hal ini harus

dijadikan guiding factordalam penegakan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana.

Analisa Faktor Eksternal

Adalah proses kebijakan pemberlakuan faktor eksternal yang mempengaruhi

adanya peradilan pidana (juvenile justice) merupakan salah satu bentuk perlindungan

yang diberikan hukum kepada anak yang telah melakukan tindak pidana. Orientasi dari

keseluruhan proses peradilan pidana anak ini harus ditujukan pada kesejahteraan anak itu

sendiri, dengan dilandasi prinsip kepentingan terbaik anak (the best interest for children).

Tujuan utama dari sistem peradilan pidana ini telah ditegaskan dalam SMR-JJ (Beijing

Rules) dalam rule 5.1 bahwa: “The juvenile  justice system shall emphasize the well –

being of the juvenileand shall ensure that any reaction to juvenile offenders shall always

be in proportion to the circumtances of both the offender and the offence”.(Rule 5.1.

SMR JJ dalam Muladi, 1992:112).

Aims of Juvenile Justice ini dapat disimpulkan adanya dua sasaran

dibentuknya peradilan anak, yaitu: (a) Memajukan kesejahteraan anak (the promotion of

the well being of the juvenile), artinya prinsip kesejahteraan anak ini harus dipandang

sebagi fokus utama dalam sistem peradilan anak. Prinsip ini dapat dijadikan dasar untuk

tidak menerapkan penggunaan sanksi yang semata-mata bersifat pidana, atau yang

bersifat menghukum. (Muladi, 1992:113). Sanksi pidana, terutama pidana penjara harus

dipandang sebagai ‘the last resort’ dalam peradilan anak, seperti yang telah ditegaskan

dalam Resolusi PBB 45/113 tentang Un Rules For The Protection Of Juveniles Deprived

Of Thei Liberty. (Barda Nawawi Arief, 1996:13); (b) Mengedepankan prinsip

proporsionalitas (the principle of proporsionality). Prinsip yang kedua ini merupakan

sarana untuk mengekang penggunaan sanksi yang bersifat menghukum dalam arti

memabalas.

Page 39: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Sebagai subjek hukum  yang dipandang khusus oleh hukum, maka proses

perlindungan hukum terhadap anak dalam peradilan anak memerlukan perlakuan dan

jaminan-jaminan khusus dari undang-undang. Jaminan-jaminan khusus ini tentunya tidak

mengesampingkan jaminan-jaminan umum yang berlaku bagi setiap orang. Jaminan

umum yang dimaksud tersebut adalah jaminan-jaminan yang bersifat prosedural yang

paling mendasar, antara lain: (a) Hak untuk diberitahukannya tuduhan (the right to be

notified of the charges); (b)Hak untuk tetap diam (the right to remain silent) ; (c) Hak

untuk memperoleh penasehat hukum (the right to councel); (d) Hak untuk hadirnya orang

tua/wali (the right to the presence of a parent of guardian);(e) Hak untuk menghadapkan

saksi dan pemeriksaan silang para saksi (the right to confront and cross-examine

witness); (f) Hak untuk banding ke tingkat yang lebih tinggi (the right to appeal to a

higher authority). 

Keseluruhan perlindungan terhadap anak, dalam hal ini anak sebagai pelaku

tindak pidana, seyogyanya dimulai dari ketentuan-ketentuan hukum yang seoptimal

mungkin menjamin hak-hak anak, dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar

perlindungan anak yang berlaku universal, yakni: (a) non-diskriminasi; (b) kepentingan

terbaik bagi anak; (c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (d)

penghargaan terhadap pendapat anak. Pandangan Internasional diatur dalam The Beijing

Rules adalah sebagai peraturan yang secara khusus mengatur perlakuan dan jaminan-

jaminan khusus bagi anak yang melakukan tindak pidana, pada kenyataannya substansi

undang-undang peradilan anak tersebut belum cukup memberikan jaminan perlindungan

dan  mengabaikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak (the best interest for children).

Dalam undang-undang pengadilan anak tersebut juga tidak diatur mengenai

kewenangan hakim untuk tidak meneruskan atau menghentikan proses pemeriksaan

(seperti yang telah diatur dalamThe Beijing Rules, Rule 17.4) Seperti yang diatur dalam

The Beijing Rules, adapun prinsip-prinsip yang seharusnya diatur sebagai pedoman bagi

hakim dalam mengambil keputusan dalam perkara anak, adalah reaksi yang diambil

(termasuk sanksi pidana) selalu harus diseimbangkan dengan keadaan-keadaan dan bobot

keseriusan tindak pidana, melakukan pembatasan kebebasan/kemerdekaan pribadi anak

Page 40: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

hanya dikenakan setelah pertimbangan yang hati-hati dan dibatasi seminimal mungkin,

perampasan kemerdekaan pribadi jangan dikenakan kecuali anak melakukan perbuatan

serius (termasuk tindakan kekerasan terhadap orang lain) atau terus menerus melakukan

tindak pidana serius, dan kecuali tidak ada bentuk respons/sanksi lain yang lebih tepatn

dan demi kesejahteraan anak harus menjadi faktor pedoman dalam mempertimbangkan

kasus anak. 

Prinsip “diversi”, yakni hakim diberikan kewenangan  untuk menghentikan

atau tidak melanjutkan proses pemeriksaan, atau dengan kata lain  hakim dapat tidak

menjatuhkan sanksi apapun terhadap anak dan penempatan seorang anak dalam lembaga

Pemasyarakatan (penjara. pen) harus selalu ditetapkan sebagai upaya terakhir (the last

resort) dan untuk jangka waktu minimal yang diperlukan.

Kesimpulan :

Anak dipandang memiliki kedudukan khusus di mata hukum,yang didasarkan

atas pertimbangan bahwa anak adalah manusia dengan segala keterbatasan biologis dan

psikisnya belum mampu memperjuangkan segala sesuatu yang menjadi hak-haknya.

Selain itu, juga disebabkan karena masa depan bangsa tergantung dari masa depan dari

anak-anak sebagai generasi penerus. Oleh karena itu, anak sebagai subjek dari hukum

negara harus dilindungi,  dipelihara dan dibina demi kesejahteraan anak itu sendiri.

Aturan-aturan atau norma-norma yang berupa perundang-undang didalam

implementasi secara faktor internal belum benar-benar melindungi anak-anak di

Indonesia, dimana pada faktanya masih terlihat kejahatan terhadap anak yang semakin

marak terjadi di Indonesia.

Page 41: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Implementasi UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak adalah

sebagai perlindungan langsung dan tidak langsung, dan  perlindungan yuridis dan non-

yuridis.

Objek dalam upaya perlindungan langsung  tentunya adalah anak secara

langsung. Sedangkan upaya perlindungan tidak langsung, lebih pada para partisipan yang

berkaitan dan berkepentingan terhadap perlindungan anak, yaitu orang tua, petugas dan

pembina.

Perlindungan yang bersifat yuridis atau yang lebih dikenal dengan

perlindungan hukum adalah upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan

hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan

yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Perlindungan hukum dalam bidang

keperdataan, terakomodir dalam ketentuan dalam hukum perdata yang mengatur

mengenai anak seperti, (1) Kedudukan anak sah dan hukum waris; (2) pengakuan dan

pengesahan anak di luar kawin; (3) kewajiban orang tua terhadap anak;

(4)kebelumdewasaan anak dan perwaliaan dan perlindungan hukum pidana, perlindungan

anak selain diatur dalam pasal 45, 46, dan 47 KUHP (telah dicabut dengan

diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak).

Kemudian, terdapat juga beberapa pasal yang secara langsung atau tidak langsung

berkaitan dengan perlindungan anak, yaitu antara lain pasal 278, pasal 283, pasal 287,

pasal 290, pasal 297, pasal 301, pasal 305, pasal 308, pasal 341 dan pasal 356 KUHP.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang pada

prinsipnya mengatur mengenai perlindungan hak-hak anak dan dalam Undang-undang

Nomor 4 tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak, pada prinsipnya diatur mengenai

upaya-upaya untuk mencapai kesejahteraan anak.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, yang pada

prinsipnya mengatur mengenai perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana

dalam konteks peradilan anak. Perlindungan anak yang bersifat non-yuridis dapat berupa,

pengadaan kondisi sosial dan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan anak,

kemudian upaya  peningkatan kesehatan dan gizi anak-anak, serta peningkatan kualitas

Page 42: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

pendidikan melalui berbagai program bea siswa dan pengadaan fasilitas pendidikan yang

lebih lengkap dan canggih.

Upaya perlindungan anak tersebut tidak lain diorientasikan sebagai upaya

untuk menciptakan kesejahteraan anak, guna mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan

perlindungan tersebut tidak boleh dipisahkan dari prinsip-prinsip dasar perlindungan anak

dalam Konvensi Hak Anak, yaitu: (1) Prinsip-prinsip non-diskriminasi (non-

discrimination); (2) Prinsip Kepentingan terbaik untuk anak  (the best interest of the

child;(3) Prinsip hak-hak anak untuk hidup, bertahan hidup dan pengembangan  (the right

to life, survival and development);(4) Prinsip menghormati pandangan anak (respect to

the views of the child).

Pidana bersyarat untuk perlindungan anak yang secara faktor internal adalah

berdasarkan prinsip “lex specialis derogat lege generalis” (aturan khusus akan

menyimpangi aturan umum). Ketentuan pidana bersyarat dalam pasal 29 Undang-undang

Nomor 3 tahun 1997 (sebagailex specialis) akan menyimpangi (berlaku) ketentuan pidana

bersyarat dalam Pasal 14 a hingga 14 f KUHP (sebagai lex generalis). Padahal jika

dicermati lebih lanjut, ketentuan pidana bersyarat dalam KUHP lebih melindungi

kepentingan anak sebagai pelaku  daripada Pasal 29 Undang-undang Peradilan Anak

terkait dengan pidana bersyarat.

Pelepasan bersyarat, diatur dalam Pasal 62 Undang-undang Nomor 3 tahun

1997 adalah sebagai berikut: (a) ketentuan mana yang akan diberlakukan kepada anak,

apakah Pasal 15 KUHP ataukah Pasal 62 Undang-undang  Nomor 3 Tahun 1997, hal ini

dikarenakan Pasal 15 KUHP tidak dicabut oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997;

(b) Pasal 62 ini tidak ditempatkan dalam Bab III UU Nol. 3/1997 (tentang “Pidana dan

Tindakan”), tetapi ditempatkan di dalam Bab VI tentang “Lembaga Pemasyarakatan

Anak”.

Pidana Pengawasan, diatur dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 3 Tahun

1997  pada prinsipnya sama dengan konsep pidana bersyarat. Pidana Pengawasan ini

merupakan jenis sanksi baru yang diperkenalkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 

untuk perkara-perkara pidana anak. Permasalahan yang muncul adalah mengingat KUHP

tidak mengenal  pidana pengawasan, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 

Page 43: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

seharusnya mengatur pula mengenai aturan pelaksanaannya (strafmodus). Kenyataannya,

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997  sama sekali tidak mengaturkan aturan

pelaksanaan dari pidana pengawasan ini, sehingga ekses yang muncul adalah kesulitan

dalam menerapkan pidana pengawasan ini untuk perkara anak karena tidak ada aturan

pelaksananya.

Proses perlindungan hukum terhadap anak dalam peradilan anak memerlukan

perlakuan dan jaminan-jaminan khusus dari undang-undang, dimana jaminan-jaminan

khusus ini tentunya tidak mengesampingkan jaminan-jaminan umum yang berlaku bagi

setiap orang. Yang dimaksud jaminan umum yang dimaksud tersebut adalah jaminan-

jaminan yang bersifat prosedural yang paling mendasar, antara lain: (a) Hak untuk

diberitahukannya tuduhan (the right to be notified of the charges); (b)Hak untuk tetap

diam (the right to remain silent) ; (c) Hak untuk memperoleh penasehat hukum (the right

to councel); (d) Hak untuk hadirnya orang tua/wali (the right to the presence of a parent

of guardian);(e) Hak untuk menghadapkan saksi dan pemeriksaan silang para saksi (the

right to confront and cross-examine witness); (f) Hak untuk banding ke tingkat yang

lebih tinggi (the right to appeal to a higher authority). 

Prinsip “diversi”, yakni hakim diberikan kewenangan  untuk menghentikan

atau tidak melanjutkan proses pemeriksaan, atau dengan kata lain  hakim dapat tidak

menjatuhkan sanksi apapun terhadap anak dan penempatan seorang anak dalam lembaga

Pemasyarakatan (penjara. pen) harus selalu ditetapkan sebagai upaya terakhir (the last

resort) dan untuk jangka waktu minimal yang diperlukan.

Pengadilan anak yang senantiasa mengedepankan kesejahteraan anak

sebagai guiding factor dan disertai prinsip proporsionalitas merupakan bentuk

perlindungan hukum bagi anak sebagi pelaku tindak pidana. Dalam hal ini, secara

yuridis-formil Undang-undang Pengadilan anak tidak cukup memberikan jaminan

perlindungan hukum bagi anak sebagai pelaku kejahatan. Terdapat beberapa peraturan

dalam undang-undang tersebut yang inkonsistensi dengan KUHP dan The Beijing Rules,

sehingga yang terjadi adalah secara tidak langsung terjadi pengabaian prinsip

kepentingan terbaik anak seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Page 44: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu Kajian Filosofi dan Sosiologis, Gunung Agung, Jakata, 2002.

Ak, Syahmin, 1999, Hukum Internasional Publik dalam M Joni dan Z Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak.

AM. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Presfektif Islam, (jakarta : Rajawali, 1987).

Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada.

Abdoeraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, Jakarta, Bulan Bintang, 1970.

Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan Pustaka Firdaus).

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Islam Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia, Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, Editor : Khotibul Umam dan Muhammad Rifqi, Yogyakarta : Kreasi Total Media, 2008, hal. 215.

Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 289.

----------2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada.

Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.

Blau, Peter M dan Mashall W. Meyer, 1987, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, , Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia

----------- Bertens.Dr.K. Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, 1975.----------- Bertens. Dr.K Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta , 1976.----------- Beerling,Dr.R.F.Filsafat dewasa ini, Jilid I, II, Jakarta, 1958.Bochenski, J.M.Contemporary European Philosophy, translated bay D. Nichol and K.

Aschenbrenner, London and Berkeley, 1956.

Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.

----------- Collins,J.A .History of Modern Eurapean Philosophy, Milwaukee, 1954.----------- Copleston,F.A. Historys of Philosophy, London.

----------- Dardji Darmodihardjo, Orientasi Singkat Pancasila, Jakarta : PT.Gita Karya, 1974.

Page 45: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

----------- Donal Black, The Behavior of Law, (New York : Academic Press, 1976).

----------- (2003) Disertasi “Sanksi Alternatif Sebagai Fokus Pembinaan Anak Pidana

Saran Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”, Jakarta: Program Pasca

sarjana Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.

----------- Dirjarkara, Prof.Dr.N.Pertjikan Filsafat, Jakarta, 1966.----------- Durant Wil, The Story of Philosophy, NewYork, 1952.

Engineering Interpretation diambil dari Bab VII buku Rocoe Pound yang berjudul : Interpretation of Legal History. (USA : Holmes Heach, Plorida, 1986).

Frans Magnis Suso, Etika Dasa Masalah-masalah Pokok Filsaat Moral, (Yogyakarta, 1985).

Fakih, Mansour, 1999, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Friedman.W.Teori Dan Filsafat Hukum (Judul asli : ”Legal Theory”). Penerjemah Muhammad Arfin, Jakarta : CV.Rajawali, 1990.

Friedman, W.”Teori Dan Filsafat Hukum (Judul Asli : “LegalTheory”).Penerjemah Muhammad Arifin, Jakarta : CV.Rajawali. 1990.

Fadjar, ”beraneka ragam itu semua berasal dari materi atau benda yaitu sesuatu yang berbentuk dan menempati ruang serta kedudukan nilai benda/badan/materi adalah lebih tinggi daripada roh/sukma/jiwa/spirit”, 2007: 1-2.

Feener R.Michael, Islamic Law In Contemporary Indonesia : Ideas and Institutions, Editor By R.Michael Feener, Mark.E.Cammack, Cambridge : Harvard Law School, 2007.

----------- Fuller, B.A.G (Ph.D) History of Greek Philosophy, New York, 1923.----------- Gilson Etiene, History of Christian Philosophy in the Middie Ages, New York,

1954.

Geert, Hartz, Cunningham, Turner, dan Levi Strauss, Struktur Sosial, Agama dan Upacara, dikutip dari www.yahoo.co. Tgl 23 Oktober 2004.

Gosita, Arief,  (5 Okober 1996) Makalah Pengembangan Aspek Hukum Undang-undang Peradilan Anak dan Tanggung Jawab Bersama, Seminar Nasional Perlindungan Anak, diselenggarakan Oleh UNPAD, Bandung.

---------- HLA. Hart, Th Consept of Law, (londn : Oxford University Pes, 1961).

Hadisuprapto, Paulus, (5 Oktober 1996) Masalah Perlindungan Hukum Bagi Anak,

Seminar Nasional Peradilan Anak, Bandung: Fakultas Hukum Universitas

Padjajaran,

Page 46: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Haidar Bagir dan Zainal Abdin, Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an (Judul asli : The Holy Qur’an and the Sciences of Nature, Dr. Mahdi Ghulsyani. Terbitan Thran, Edsi I, 1986) Penerjemah : Agus Effendi, Bandung : Mizan, Cetakan Kedua, 1989.

Haarin, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, Jakarta : Bina Akara, 1981.Harold H. Titus. Living Issues in Philosophya, New York : Amirika Book Company,

Thirdd Edition 1959.Hirschaberger,J.The History of Philosophy, translated by in Nineteenth Century, New

York, 1967.

Imam Syarkani. ”Epistemologi Islam Indonesia : Dan Relevansinya Bagi Pembangunan Hukum Nasional”, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006, hal 176.

---------- Ibnu Katsir.2008.Tafsir Ibnu Katsir.Jakarta:Pustaka Imam as-Syafi’i---------- Izzuddin Solikhin.2010.Happy Ending Full Barokah.Yogyakarta:Pro-U Media

Joni, Muhammad, (1999) Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Johnson Victoria etal.19998.Stepping Forward dan Bahan-bahan dari Impact Assessment Program PLAN International atau Anak-anak membangun Kesadaran Kritis diterjemahkan oleh Prabowo H dkk.Cetakan Pertama.Yogyakarta:Read Book

Kansil, SH., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.

---------- Krass, Peter (ed), The Book of Business Wisdom, John Wiley & Sons, New York, 1998.

Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni.

Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell.

Loewith,K.From hegel to Nietzsche, The revolution in Nineteenth Century, New York, 1967.

----------- M. Qurash Shihab, Wawasan Al Qur’an, Cet.Ke IX, (Bandung : Mizan, 1999). Muladi, 2002, Demokrasi, Hal Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum Indonesia, The

Jakarta, Habibie Center.Muhammad –Hufy, Ahmad, Akhlak Nabi Muhammad SAW : Keluhuran dan Kemuliaan.

(jakarta : Bulan Bintang, 1987), h. 15. Bandingkan uraian, Ahmadamin, Etika (Ilmu Akhlak), ( Jakarta : Bulan Bintang, 1987).

Masruri dan Rosidy dalam Fadjar, ”Epistemologi adalah yang terkait dengan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan”, 2007: 4.

Page 47: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Mertokusumo, ”Dengan kaidah sosial hendak dicegah gangguan-gangguan maupun konflik kepentingan manusia, sehingga diharap manusia dapat terlindungi kepentingan-kepentingannya”, 1999- 10, 1999-12, 1999: 167.     

Mohammad Noor Syam, ” Pembudayaan Nilai Pancasila Sebagai Sistim Filsafat Dan Idiologi Nasional”Laboratorium Pancasila,Universitas Negeri Malang (UM), Malang, 30 November 2007

Masruri dan Rosidy dalam Fadjar, ”Epistemologi adalah yang terkait dengan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan”, 2007: 4.

McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.

Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila.

Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.

Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.

Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.

Punadi Purbacaraka, Ridwan Halim.Filsafat Hukum Pidana.Jakarta :CV.Rajawali 1982.

Pound, roscoe.Pengantar Filsafat Hukum.Penerjemah : Muhammad Rajab. Jakarta : Bhratara, 1972.

---------- Poedjowijatno, I.R, Pembimbing kearah Ilmu Filsafat, Jakarta, 1963.

Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, (Bandung, Remadja Karya, 198).

Roscoe Pound, Interpretation of Legal History, USA : Holmes Heach, Plorida, 1986.R. Otje Salman, Sosiologi Hukum : Suatu Pengantar, (Bandung : Penerbi CV, Armico,

1992). Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western,

London, George Allen and Unwind Ltd.

Rasyid, ”yang meliputi peraturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara komprehensif, melainkan sebatas hukum Islam yang menyangkut aspek keperdataan tertentu saja. Itulah yang menjadi hukum yang hidup (living law) dan selebihnya seperti aturan-aturan yang menyangkut aspek peribadatan dan lain sebagainya masih belum menjadi hukum yang hidup dimasyarakat”, 1991 : 6. ---------- Rudi T.Erwin. Tanya jawab Filsafat Hukum.Jakarta : Aksara Baru, 1982.

Page 48: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

----------- Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

---------- Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

---------- Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

-----------Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Soejono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhdap Masalah-Masalah Sosial, Penerbit umni, Bandung, 1981.

---------- Siti Soetami, SH., Pengantar Tatat Hukum Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2001.

---------- Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (bandung, Aumni, 1982).

Soerjono Soekanto dan Mustapa Abdullah, Hukum Adat Indonesia. (Jakarta : Rajawali Press, 1983).

Sayyid Sabiq.” Fiqih Sunjnah”, Penerjemah : Nor Hasanuddin, Penyunting : Dendi Irfan, Arif Anggoro, Dedi M. Han Basri, Cet.2, Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2007.

---------- Sutikno.Filsafat Hukum.Jakarta :CV.Prima,1973.Suriasumantri, ”Hukum barat yang bercorak kapitalistik dan individualistik memiliki

dasar  ontologis monisme yaitu materialisme,bahwa hakekat dari kenyataan yang ada, 1990: 93.

Sumardjono, ”siklus ilmu pengetahuan sebagaimana digambarkan oleh L. Wallace di dalam bukunya The Logic of Science in Sociology”, 1989: 3.

Saptariani, N. Potret Perspektif Keadilan Gender dalam Pengelolaan SDA di Indonesia. Jurnal Perdikan.

Soejono Soekanto, Mengenai Sosiologi Hukum, Bandung, PT. Citra Bakti, 1989.Teguh Pudjo Mulyono, “Anlisis Laporan Keuangan untuk Perbankan”, Penerbit Djambatan , Jakarta, 1999. UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO

UNICEF, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak, dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung, PT Citra Aditya Bakti.

----------- UNICEF, 1990, Convention on The Rights of The Child.----------- Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966;

2001, 2003)

Wignjodipoero, Soerojo.Pengantar dan Asas-Asas Hukum Ada (Jakarta : CV.Haji Masagung, 1983).

---------- Wright,W.K, A history of modern European Philosophy, New York, 1941.

Page 49: PERSPEKTIF DAN IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA.d.doc

Wiliam Zelernyer. Internasional to Bussines Law The Macmillan Company, New York. London : Collier-Macmillan Limited, 1964.

Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press.

Zainuddi Ali, MA, Sosiologi Hukum. Penerbit : Yayasan Mayarakat Indonesia Baru. Palu, Hal. 2.

---------- Zainuddin Ali, Ilmu Hukum dalam Masyarakat Indonesia, (Palu, YMIB, 2001).--------- 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural,

Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.