Upload
elsam
View
451
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Penjelasan Presiden RI mengenai Revisi Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban-2014
Citation preview
i
MEITTERI IIT'XI'M DAT{ IIAKASASI MA!ruSIAREPI'BLIK II{DONESIA
KETERAI{GAN PRESIDEN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2010,6
TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
Jakarta, 19 Mei 2Ol4
Assala'mualaikumWo:rq.hmo:tullo,hiWo,barakatuh,Salam sejahtera bagi kita semua,Saudara limpinan -an enggota Komisi Iil DPR RI yang terhormat'Hadirin yang kami hormati,
Pertama-tama marilah kita panjatkan Puji S1'ukur ke hadirat Aliah swT,
Tuhan Yang Maha Esa, karena pada hari ini kita dapat hadir dalam Rapat Kerja
antara Komisi III DPR RI dan Pemerintah dalam rangka penyampaian
keterangan Presiden atas Rancangan undang-undang tentang Perubahan Atas
undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan
Korban- Pemerintah juga mengucapkan terima kasih atas atensi DPR-RI yang
telah memprioritaskan RUU ini pada masa sidang sekarang walaupun
Pemerintah menyadari bahwa RUU yang dibahas pada Komisi III cukup banyak'
SebagaimanadiketahuibahwaRUUtersebuttelahdisampaikanPresiden
kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui
surat nomor R-09/ PreslO2l2Ol4 tanggal 11 Februan 2OI4 dan di dalam surat
tersebut Presiden menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, baik sendiri-
sendiri maupun bersama-sama untuk mewakili Presiden dalam pembahasan
RUU tersebut di DPR RI guna mendapatkan persetujuan bersama.
www.elsam.or.id
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan kami mewakili
Presiden untuk menyampaikan Keterangan Presiden atas RUU tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban. Pen5rusunan RUU tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban merupakan
bagian dari upaya menyempurnakan beberapa substansi untuk menyesuaikan
kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka meningkatkan perlindungan
terhadap saksi pelaku, pelapor, dan ahli dalam konteks implementasi hukum
acara pidana untuk mendorong upaya penegakan hukum dan hak asasi
manusia.
Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang terhormat,
Hadirin yang kami hormati,
Pasal 28J ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi
manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Selanjutnya dalam Pasal 28J ayat (2) diatur bahwa dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-
mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.
Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat bergantung pada alat
bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan. Salah satu alat bukti yang sah
dalam proses peradilan pidana adalah keterangan Saksi dan/atau Korban yang
mendengar, melihat, atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana
dalam upaya mencari dan menemukan penjelasan tentang tindak pidana yang
dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Dalam proses persidangan, terutama
yang berkenaan dengan Saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak
adanya Saksi yang dapat mendukung tugas dari penegak hukum. Padahal,
www.elsam.or.id
adanya Saksi dan Korban merupakan unsur yang sangat menentukan dalamproses peradilan pidana. Keberadaan Saksi dan Korban dalam proses peradilalpidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan penegak
hukum. Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan banyakdisebabkan oleh Saksi dan Korban takut memberikan kesaksian kepadapenegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak tertentu.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi danKorban yang telah berlaku selama lebih dari 7 (tujuh) tahun dan tentunya telahmemberikan pengalaman bagi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LpSK)
sebagai satu-satunya lembaga yang diamanatkan menjalankan tugas danfungsi sesuai ketentuan dalam undang-Undang tersebut. sejakdiberlakukannya Undang-Undang tersebut, LPSK kerap menemukan sejumlahkendala dan kelemahan yang cukup signifikan dalam melaksanakan ketentuanUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi danKorban, khususnya dalam konteks substansi pemberian perlindungan dankelembagaan LPSK.
Beberapa kendala dan kelemahan tersebut mengakibatkan upayapenegakan hukum ataupun penyelesaian berbagai tindak kejahatan belumdapat berjalan dengan maksimal. Proses pencarian kebenaran materil yang
seharusnya ditopang dengan kesaksian yang memadai tidak dapat tercapai.Selain itu, dampak yang lebih luas adalah tidak terungkapnya kejahatan-kejahatan tertentu, misalnya kasus pelanggaran HAM yang berat, kejahatan
terorganisir, kasus kekerasan terhadap perempuan, kasus kejahatan seksualterhadap anak, kasus korupsi, dan kasus-kasus lainnya.
Hal-hal yang ditemukan LPSK dalam praktiknya selama ini serta berbagai
perkembangan dalam sistem peradilan pidana, merupakan salah satu alasan
utama diperlukannya perubahan dan penyempurnaan secara komprehensifterhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksidan Korban. Hal ini mengingat bahwa upaya pencarian keadilan dalam sistemperadilan pidana sejatinya tidak akan dapat dicapai jika sistem peradilanpidana mengabaikan fungsi dan peranan saksi dan korban dalam menemukankebenaran materil dari suatu perkara pidana.
www.elsam.or.id
Kebutuhan adanya perubahan tersebut telah berbanding lurus dengan
harapan masyarakat luas akan pentingnya perlindungan saksi dan korban
dalam rangka penegakan hukum, keadilan, serta perlindungan terhadap hak
asasi manusia. Aspirasi publik untuk memperkuat keberadaan LPSK dalam
menjalankan tugas dan fungsinya tercermin dari meningkatnya jumlah
permohonan perlindungan dari tahun ke tahun, selain itu dukungan untukmelakukan perubahan undang-undang juga berasal dari lembaga-lembaga
terkait yang berwenang baik dalam lingkup pemerintahan maupun dari Dewan
Perwakilan Ra(yat.
Untuk itu, secara umum, terdapat beberapa kelemahan dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang
menghambat pemberian perlindungan terhadap saksi dan korban, antara lain:
Pettama, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban belum memenuhi perkembangan kebutuhan
masyarakat termasuk standar dan instrumen hukum internasional;
Kedua, keterbatasan kewenangan yang menyangkut substansi penjabaran dari
pelaksanaan kewenangan LPSK yang berimplikasi pada kualitas pemberian
layanan perlindungan saksi, korban, saksi pelaku, pelapor, dan ahli; dan
Ketiga, keiembagaan yang belum memadai untuk mendukung pelaksanaan
kewenangan LPSK dalam pemberian perlindungan terhadap saksi dan korban.
Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang terhormat,
Hadirin yang kami hormati,
Dalam RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ini dapat kami sampaikan
beberapa substansi pokok sebagai berikut:
1. Penyelarasan definisi pokok dalam konteks Perlindungan Saksi dan
Korban, yang disesuaikan dengan peraturan Perundang-undangan,
standar, maupun i.nstrumen Hukum Internasional yang relevan dengan
perlindungan Saksi dan Korban, yang telah diratifikasi oleh negara
Republik Indonesia;
www.elsam.or.id
2. Perluasan hak yang diberikan kepada Saksi dan Korban yaitu hak untukdirahasiakan identitasnya, mendapat tempat kediaman sementara, danmendapat pendampingan dalam proses peradilan. selain itu, RUU inimemperluas subjek yang mendapatkan perlindungan selaras dengan
perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat yang meliputi jugapelapor (wltistle blouer) dan saksi pelaku yang bekerjasama (Justice
Collabolator), dan ahli. Pelapor dan Saksi pelaku memiliki kontribusibesar untuk mengungkap tindak pidana khususnya tindak pidanatransnasional yang terorganisasi;
Pengaturan secara komprehensif tata cara pemberian bantuan, restitusi,dan kompensasi terhadap korban dan/atau keluarganya dalam rangkapenguatan landasan hukum bagi aparat penegak hukum dalampengajuan dan pelaksanaan pemberian bantuan, restitusi, dankompensasi;
Penguatan kelembagaan Lembaga Perlindungan saksi dan Korban yangberupa revitalisasi organisasi dan penguatan kewenangan dalam rangkapelaksanaan pemberian perlindungan terhadap saksi dan Korban;Pengaturan mengenai perlindungan terhadap anak di bawah umur yang
menjadi Saksi atau menjadi Korban yang memerlukan rnekanismekhusus dan beium diatur; dan
Perubahan ketentuan pidana berupa penambahan terhadap subjektindak pidana guna menjamin terwujudnya kepastian hukum.
3.
4.
5.
6.
www.elsam.or.id
Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang terhormat,hadirin yang kami hormati,
Demikianlah keterangan Presiden terhadap RUU tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban ini kami sampaikan. Besar harapan kami agar kiranya RUU inidapat segera dibahas dan mendapatkan persetqiuan bersama dari DPR-RI
sesuai dengan tahap-tahap pembicaraan yang telah diahrr dalam Peratrrran
Perundang-undangan.
Atas segala perhatian dan kerjasarna dari pimpinan dan Anggota
Komisi III DPR RI yang terhormat, kami mengucapkan terima kasih,semoga Allah swr, T\rhan Yang Maha Esa, senantiasa melimpahkanRahmat dan KaruniaNya kepada kita semua, Amin.
WqssalamualalkumWcrrq.hmstullahlWabara*rrttttt-
ATAS NAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MAITUSIAwww.elsam.or.id