312

Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut
Page 2: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut
Page 3: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilan

Kado Untuk Sang GuruProf. Dr. I Dewa Gede Atmadja, SH., MS.

Editor :

I Gede Yusa

Demokrasi,HAM,

dan Konstitusi

Page 4: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

Demokrasi, HAM dan KonstitusiPerspektif Negara Bangsa untuk Menghadirkan Keadilan

Kado untuk 67 Tahun Prof. Dr. I Dewa Gede Atmadja, SH., MS.

Pertama kali di terbitkan di Indonesia dalam Bahasa Indonesia oleh SetaraPress.

14 x 20 cm.vi + 322 hal.

Copyright © September, 2011.

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip ataumemperbanyak baik sebagian ataupun keseluruhan isi buku dengan cara

apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

Editor : I Gede Yusa

Penulis :Prof. Dr I Dewa Gede Atmadja, S.H,.MSProf. Dr. I Made Pasek Diantha, SH, MS

Prof. Dr. H. Suko Wiyono, SH, MHum.Prof. Dr. Yuliandri, S.H,.M.HProf.. Dr.Sudarsono, SH.MS

Prof. Dr. IsrokKusnu Goesniadhie S, SH, MHum.

Dr. Jazim Hamidi, SH., MH.Dr Eddy Pranjoto W., S.H., MPA. MSi.

I Dewa Gede PalgunaI Gede Yusa

Ni Ketut Sri Utari

Cover & Lay out: Wawan Sulthon F.

ISBN : 978 - 602 - 99833 - 0 - 2

PenerbitSetara Press (kelompok Penerbit Intrans)

Wisma KalimetroJl. Joyosuko Metro 42 Malang, Jatim

Telp. 0341-573650, 7079957 Fax. 0341-573650Email : [email protected]

[email protected]

Distributor :Cita Intrans Selaras

Page 5: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

Reformasi politik yangterjadi telah memberikandampak perubahan yang luarbiasa bagi proses kehidupanberbangsa dan bernegara,terutama yang menyangkuttentang tata cara bernegara dandalam menjalankan pemerin-tahan. Diskursus tentang de-mokrasi, HAM dan konstitusitelah menjadi bagian yang takterpisahkan bagi proses ter-jadinya konsolidasi demokrasidi Indonesia.

Dan buku yang adadihadapan sidang pembacayang budiman, yang diberijudul tentang DEMOKRASI,HAM DAN KONSTITUSI;Perspektif Negara Bangsauntuk Menghadirkan Keadilan,adalah sebuah upaya untukmemberikan sumbangan pemi-kiran bagi sebuah nation stateIndonesia, untuk menapaki ke-hidupan berbangsa dan berne-gara dalam masa-masa transisipolitik dan dalam menghadapitantangan zaman yaitu globa-lisasi.

PengantarPenerbit

Page 6: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

iv

Awalnya, bunga rampai ini hanyalah sebatas angan-angan. Namun, saat ini angan-angan telah dirampungkandalam sebuah buku, yang secara khusus didedikasikan sebagaikado 66 tahun bagi Prof. Dr. I Dewa Gede Atmadja, SH,. MS.

Dalam buku ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagianpertama adalah buah pikir/ karya dari Prof. Dr. I Dewa GedeAtmadja, SH., MS. Dan bagian kedua adalah ragam tulisan darikolega-koleganya, sedangkan bagian ketiga merupakan senaraikenangan yang disampaikan oleh kolega maupun muridnya.

Terakhir, tak ada gading yang tak retak, kami sangatterbuka menerima masukan, saran untuk perbaikan kedepandalam rangka ikut mencerdaskan bangsa sebagaitanggungjawab moral kita bersama. Selamat membaca.

Penerbit,

Page 7: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

v

BAGIAN PERTAMAKonsepsi Demokrasi dalam Bingkai Konstitusi

1. Demokrasi Teori, Konsep Dan Praksis ............................. 022. Refleksi Hak Asasi Manusia Kajian Hukum Tata Negara .... 153. Penyempurnaan Ketetapan MPRS

No. XX/MPRS 1966 Tentang Memorandum DPRGN ..... 324. Mengefektifkan Peranan Pengawasan DPR

Dalam Pelaksanaan Sistem Pemerintahan MenurutUUD 1945. Prof. Dr. I Dewa Gede Atmadja, SH.,MS.,Prof Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MS. .......................... 43

5. Analisis Pembatasan Periode Jabatan PresidenDalam Rangka Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 ...... 65

6. Figur Hakim Dalam Menegakkan Hukum Dan Keadilan .... 807. Terobosan Mahkamah Agung Dalam Rangka

Sosialisasi Hukum Melalui Penafsiran UU ....................... 928. Perbandingan Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 Dan Pembukaan Undang-Undangan DasarNegara Jepang .................................................................... 110

9. Negara Dan Pemerintah Menurut Konsep Hindu ......... 121

Daftar isi

Page 8: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

vi

BAGIAN KEDUAHAM dalam Perspektif Konstitusi

1. Konsepsi Bernegara Bangsa Indonesia ................................ 135Dr. Jazim Hamidi, SH., MH.

2. Prinsip Moral Pemerintahan Yang Baik ................................ 144Kusnu Goesniadhie S., SH.,M.Hum.

3. Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam KerangkaNegara Hukum Yang Demokratis Berdasarkan Pancasila ... 176Prof. Dr. H. Suko Wiyono, SH.,M.Hum.

4. Analisis Konvergensi Terhadap: PerwujudanPrinsip-Prinsip Demokrasi Dan Hak Asasi ManusiaDalam Pembentukan Undang-Undang Di Indonesia .......... 205Prof. Dr. Yuliandri, SH.,MH.

5. Pilihan Hukum Dalam Penyelesaian SengketaTata Usaha Negara Di Peradilan Tata Usaha Negara .......... 227Prof. Dr. Sudarsono, SH.,MS,

6. Pembodohan terhadap DPRD atas Penyampaian Visi,Misi, dan Program Pasangan Calon Kepala Daerahdalam Rapat Paripurna DPRD ............................................... 285Prof. Dr. Isrok

7. KORUPTOR bersama ISTRI .................................................... 302Dr. Eddy Pranjoto W., SH., MPA., MSi.

BAGIAN KETIGASenarai Kenangan

1. Prof. Atmadja: Patahnya Sebuah Mitos ................................ 307I Dewa Gede Palguna

2. Profesor Pengganti SosokAyah Yang Tercinta ..................... 313I Gede Yusa

3. Sosok Angker Dari Seorang Guru Sejati ................................ 316Ni Ketut Sri Utari

4. IngatanYang Terlintas ............................................................. 320Prof. Dr. H. Suko Wiyono, SH., M.Hum.

Page 9: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

Konsepsi Demokrasidalam Bingkai Konstitusi

Karya-karyaProf. Dr. I Dewa Gede Atmaja, SH., MS.

Page 10: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

DEMOKRASI TEORI,KONSEP DAN PRAKSIS

ABSTRAK

Suatu teori dan sebuah konsep baik itu teori klasik maupun teori moderndemokrasi tidak berpengaruh terhadap praksis demokrasi Indonesia.Praksis demokrasi justru ditentukan oleh pengalaman oleh visi politik,elit penguasa. Meskipun harus diakui bahwa perimbangan kekuasaan(Balance of power) legislatif dan eksekutif yang ditentukan dalamkonstitusi mewarnai pula aktualisasi demokrasi. Dengan demikian,konstitusi (UUD 1945) memberikan landasan legal sesuai asaskekeluargaan, bagi partisipasi politik organisasi non pemerintah (NGO)sebagai pelantar (agent) “lokomotif” demokratisasi.

PENGANTARDemokrasi tataran teori dan konsepnya mudah ditemukan

dan pahami dari literatur, namun praktek serta khususnya praksisIndonesia sulit dikaji. Karena berbeda pelaksanaannya diberbagainegara, dan operasionalisasinya tidak pada ruang yang hampatetapi dalam kultur yang juga berbeda-beda. Oleh karena ituuraian difokuskan pada usaha untuk menjawab dua masalahpokok dari sisi teori dan praksis mengenai Demokrasi, yaitu:(1) Apakah ada relefansi suatu teori dan sebuah konsep dengan

praksis Indonesia?(2) Apakah dasar legalitas membangun partisipasi masyarakat

dalam demokratisasi pada praksis demokrasi Indonesia ?

1

Page 11: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

3

Beranjak dua masalah tersebut, dapat disebutkan ada duatujuan penulisan, yaitu:(1) Menganalisis keterkaitan suatu teori dan sebuah konsep

demokrasi dalam tataran operasionalisasi segi praksissistem demokrasi Indonesia dalam dimensi sejarah politik.

(2) Menemukan sisi legalitas-konstitusional gerakan politikkekuatan non pemerintah sebagai motor atau “lokomotif”demokratisasi di Indonesia.Manfaat penulisan ini berdampak teoritikal dan praktikal.

Teoritikal, tulisan ini memberi nuansa pemanfaatan teori dalammenelaah praksis demokrasi, sehingga memperkaya pemahamandan pemakaian khasanah-khasanah teori. Secara praktikal,manfaat yang ditawarkan berupa landasan legitimasi partisipasipolitik dalam pergulatan demokratisasi masyarakat, bangsa dannegara.

Dari sisi ini, pendekatan (approach) atau metode kajianHukum Tata Negara yang dipandang dapat menjawab masalahyang diajukan adalah metode yuridis historis. Metode inimenunjukkan suatu cara kerja ilmiah untuk mendekati masalahselain bertumpu pada peraturan perundang-undangan juga padaperkembangan politik dan perkembangan tatanan sosial-budayamasyarakat. Dengan demikian, diasumsikan metode yuridishistoris dapat menjawab masalah tersebut diatas secara lengkapdan kontekstual.

PEMBAHASANDemokrasi sebagai suatu sistem politik memiliki sejarah

panjang. Asal- usulnya dapat ditelusuri mulai abad ke-5 sebelumMasehi, ketika orang-orang Yunani membentuk polls (Negarakota). Mereka mencoba menjawab pertanyaan bagaimana suatusistem politik harus diorganisasikan agar dapat memenuhikepentingan dan kesejahteraan bersama masyarakat. Sejak itudemokrasi menjadi spesies politik yang mengalami “pasang surutdan pasang naik” dalam perjalanan sejarah manusia.

Page 12: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

4

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Setelah Perang Dunia II demokrasi memperoleh angin segardan dianggap sebagai sistem politik yang paling baik oleh hampirsemua negarawan dan ilmuwan, terutama sesudah disadaribagaimana fasisme (Mosoulini), Nazisme (Hitler) yangberwatak anti-demokratik hampir-hampir menghancurkanperadaban dunia.

Tiga dasa warsa pembangunan Orba yang membawakemajuan ekonomi telah menumbuhkan tuntutan politik baruseperti keterbukaan dan demokratisasi. Oleh karena akhir-akhirini, marak kembali perbincangan demokrasi dan praksisnya diIndonesia. Hal ini diperkuat oleh asumsi-asumsi yaitu; Pertama,melihat dinamika politik pada bangsa kita selama tahun terakhir,agaknya kita sudah mencapai ambang bahwa partisipasi politikdan pemerataan pertumbuhan tak dapat ditunda lebih lama.Cita-cita kebangsaan kita meniscayakan adanya partisipasi danpemerataan itu. Kedua, prinsip demokrasi dan hak-hak asasimanusia, “blueprint” Konstitusi kita tidak dapat dinafikan. Dalamkepustakaan secara dikotomik dikenal dua teori demokrasi yaitu;teori klasik dan teori modern dengan paradigmanya masing-masing.

Teori klasik paradigmanya jumlah orang dan siapa yangpatut memerintah. Paradigma ini bersandar pada pikiranPlatonisme dan Marxisme. Karl Marx, misalnya mempersoalkansiapa yang patut memerintah suatu negara kaum kapitalis atauproletar. Dan ia sendiri berdasarkan manifesto komunis (falsafahhistoris materialisme dan teori perjuangan kelas, teori nilai lebihdalam ekonomi) serta metode dialektikanya, memilih kaumproletar yang patut dan yang baik untuk memerintah suatu negarakomunis.

Teori modern paradigmanya bagaimana pemerintahannyadisusun dengan suksesi secara damai. Paradigma teori moderndikembangkan oleh Karl Popper, ahli filsafat ilmu terkemuka abadini.

Plato, teoritisi pertama yang membedakan bentukpemerintahan berdasarkan jumlah orang dan yang mampu

Page 13: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

5

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

memerintah. la membedakan antara monarki (tirani), aristokrasi,(oligarki), dan demokrasi. Monarki adalah bentuk pemerintahanoleh satu orang bijak, sedangkan tirani merupakan pemerosotandari monarki. Aristokrasi adalah bentuk pemerintahan olehsedikit atau beberapa orang bijak (terutama filosof), sedangkanoligarki merupakan pemerosotan dari aristokrasi. Demokrasiadalah bentuk pemerintahan oleh mayoritas masyarakat,seluruh masyarakat. Demokrasi tidak memiliki bentuk merosotyang tipikal, karena menurut Plato mayoritas masyarakatcenderung melakukan kerusuhan, berperilaku sebagai “jembel”.Dengan demikian, demokrasi itu sendiri yang memerosotkandemokrasi.

Dari uraian diatas, teori klasik tampaknya menjelaskanbahwa demokrasi adalah pemerintahan rakyat. Rakyat memilikihak untuk memerintah. Konsep ini sesuai dengan akar katademokrasi yang berasal dari bangsa Yunani yakni demos artinyarakyat dan kratein artinya pemerintah. Dalam praktek politik“demokrasi politik” yang disebut demokrasi langsungdioperasionalisasikan pada polls Athena. Demokrasi modelAthena ini dapat dikatakan merupakan suatu working modeldemokrasi murni (bandingkan dengan “demokrasi asli”,demokrasi desa Indonesia). Sudah tentu dapat dicatat bahwademokrasi langsung ini memiliki kelemahan dan tidak dapatdipandang sebagai suatu model mini dari demokrasi perwakilandemokrasi modern. Juga lembaga-lembaga serta pemikirantokohnya seperti Solon, ahli hukum (638 - 558 SM), Periclesjendral negarawan (490 - 429 SM), dan Demostenes, negarawanorator (385 - 322 SM), tidak dapat ditranplantasikan ke duniamodern. Namun demikian, terlepas dari kelemahan dan kritikitu, perlu dicatat prinsip-prinsip operasional yang menarik dalammodel demokrasi Athena, melalui sidang umum dewan rakyat(ecclesia) yaitu:(1) Hukum dibuat atas kehendak dan persetujuan semua

warga negara,

Page 14: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

6

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

(2) Keputusan-keputusan politik diputuskan pula oleh seluruhrakyat,

(3) Terdapat equalitas dalam politik dan hukum bagi semuawarga negara untuk memberikan suara pada semua isu,

(4) Kebebasan politik dan kewarganegaraan (political and civicfreedom) dijamin sepenuhnya, karena itu civil society menjadidominan,

(5) Dalam proses penentuan kebijakan, bila semua argumentelah dipaparkan, voting atau pemungutan suara barudilakukan. Voting dianggap cara terbaik untuk mengetahuikehendak rakyat mengenai suatu masalah dan

(6) Fungsi yudisial juga dilakukan oleh warga negara sendiri,apakah lewat Dewan atau Majelis Peradilan yang bertindaksebagai juri dan hakim, disebut helialia, dipilih dari ratusanwarga negara yang punya minat masalah hukum. Karenawaktu itu belum ada hakim dan jaksa profesional, jadikekuasaaan peradilan dapat dikatakan dijalankan secaraamatiran (M.Amien Rais, 1986: x).Model demokrasi Athena ini sudah lama lenyap, dihancurkan

oleh pemerintahan otoriter bergaya militer dari Sparta, dan jugakarena kelemahan dari demokrasi langsung model Athena itusendiri. Kritik yang paling berat dihadapi adalah bahwa modeldemokrasi Athena suatu “demokrasi semu”, karena hanya 10% sajarakyat yang mempunyai hak pilih, selebihnya wanita, budak, danmereka yang tidak mempunyai hak milik, apa lagi orang asingtidak diberi hak pilih. Akan tetapi tidak dapat disangkal benih-benih demokrasi setidak-tidaknya dari segi teori dan konsepberkembang dari model demokrasi Athena.

Karl Poper, dalam bukunya berjudul “Masyarakat terbuka dankendala-kendalanya” (terjemahan), mengemukakan bahwa sesuaiparadigma “suksesi tanpa pertumpahan darah, tanpa kekerasan”,maka demokrasi modern adalah negara yang dapat memecahkanpersoalan bagaimana agar pemimpin yang tidak mampu dapatdigantikan dengan tanpa menimbulkan pertumpahan darah, dan

Page 15: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

7

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

tanpa kekerasan. Ia menyebut teorinya ini lebih realistik dan lebihpraktis dari pada teori klasik. Untuk memecah-kan masalahteoritis ini, ia mengajukan tiga konsep pokok yaitu: Pertama,bahwa konsep klasik tentang siapa yang seharusnya memerintahdiganti dengan konsep yang lebih praktis melalui ketentuan caramenghindari pemerintahan yang buruk agar tidak terlalu banyakmerugikan.

Kedua, secara hukum, mengatur dalam konstitusi atauundang-undang dasar, suksesi pemerintahan melalui suaramayoritas.

Ketiga, perwakilan proporsional harus dihapuskan, karenamenghasilkan politisi (wakil rakyat) yang hanya menjadi budakdan mesin ideologi partai. Dalam konstitusi yang tidakmengutamakan perwakilan proporsional peran partai politiksangat kecil. Partai tak perlu diberi status resmi. Para pemilih darimasing- masing daerah pemilihan dapat mengirimkan perwakilanpribadinya langsung kepada parlemen (sistem distrik). Dengandemikian dapat dihasilkan politisi yang mewakili suara hati danaspirasi rakyat sebaik mungkin. Untuk tujuan ini konstitusi harusmenjamin hak-hak wakil rakyat.

Dari pandangan Poper yang terurai diatas, tampaknya ia puntak dapat melepaskan teorinya pada konsep demokrasi klasik, yaitu“pemerintahan rakyat”. Bahkan tidak tepat untuk disebut teoridemokrasi modern, karena yang ditonjolkan segi-segi normatifdemokrasi menurut konstitusi. Oleh sebab itu hanyalah suatu “iuscontituendum” (aturan hukum yang dicita-citakannya) dalammengatur suksesi atau penggantian pemerintah melalui suaramayoritas. Dalam konteks teori modern demokrasi abad XIX, kinidianut konsep demokrasi perwakilan (representative democracy).Demokrasi dipandang sebagai sistem pemerintahan yangmengakui hak rakyat utuk mempengaruhi keputusan politik baiksecara langsung maupun tidak langsung. Formalisasinya melaluibadan perwakilan rakyat. Oleh karena itu kaum YurisInternasional di New Delhi menetapkan kriteria pemerintahandemokrasi perwakilan di bawah “rule of law” yang berlaku

Page 16: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

8

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

universal. Namun secara partikularistik tentu saja tidak semuanyadapat diterima dalam praksis di beberapa negara.

Secara leksikal, kata praksis diartikan bidang kehidupan dankegiatan praktis manusia. Namun dalam wacana politik, kinipraksis dikonsepkan sebagai praktek yang bernuansa nilai atau“value oriented”. Nilai praksis diletakkan di bawah nilai dasardan nilai instrumental.

Dengan demikian, kajian keterkaitan teori dan konsep daritiga demokrasi yang dipraktekkan di Indonesia ditempatkandalam kerangka orientasi nilai-nilai yang mewarnainya. Sejarahpergerakan nasional telah meletakkan nilai dasar demokrasi,diabstraksikan dalam Pancasila kemudian sesudah kemerdekaandiderivasikan ke dalam UUD 1945, baik dalam Pembukaan,Batang tubuh maupun Penjelasannya. Bahkan karena begituantusiasnya untuk melakukan “pendemokrasian” saat itu dilakukanperubahan ketatanegaraan secara fundamental dengan tidakmengubah UUD 1945. Perubahan fundamental itu diawali denganMaklumat Wakil Presiden No. X, tanggal 16 Oktober 1945mengenai perubahan fungsi KNIP dari pembantu Presidenmenjadi:a. Badan Legislatif yakni ikut serta menetapkan Undang-

undang dan Garis-garis Besar Haluan Negara, danb. Ikut serta bertanggung jawab atas seluruh pemerintahan

(Kuntjoro Poerbopranoto; 1975:129).Kemudian lebih jauh lagi masuk nilai kebebasan yang

merupakan label demokrasi liberal melalui Maklumat Pemerintah3 Nopember dasar sistem multipartai, disusul dengan Maklumat14 Nopember 1945, perubahan sistem Kabinet Presidentil menjadiKabinet Parlementer. Uji coba ini berlanjut dibawah UUDS 1950,dan makin kuat sesudah Pemilu 1955 yang dikenal pemerintahanpartai-partai politik (parpol). Ada dua penilaian terhadapkehancuran sistem demokrasi liberal ini. Pertama, kaumetnosentris, berpendapat kegagalan pelaksanaan demokrasi liberaldisebabkan ketidakmampuan menjalankannya, bahkan Dr.Adrian Buyung Nasution (1995) menyatakan digagalkan. Karena

Page 17: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

9

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

parpol waktu itu mendapat tekanan keras dari pihak tentara danpengikut Demokrasi Terpimpin untuk membubarkanKonstituante yang merupakan puncak perjuangan menujudemokrasi konstitusional di Indonesia. Kedua, sebaliknya kaumorientalis, berpendapat gagalnya demok-rasi liberal karena tidaksesuai dengan nilai dasar Pancasila yang legitimasinya bertumpupada kebudayaan Indonesia seperti asas musyawarah danmufakat, asas kekeluargaan, asas laras dan patut.

Memasuki sistem Demokrasi Terpimpin (1960-1965),dilandasi oleh nilai progresif revolusioner, yang segeramenimbulkan konflik internal dan eksternal. Konfrontasi denganMalaysia, Amerika dan pengikut-pengikutnya yang diamankankekuatan-kekuatan politik dunia lama (Olde Emerging Forces).Indonesia terperangkap dalam poros Jakarta, Peking, Pyongyangdan Hanoi. Dalam pergulatan politik praktis di dalam negerisituasi ini dimanfaatkan oleh PKI (almarhum) melaksanakanOfensif politiknya.

Oleh karena itu terdapat apa yang ditulis oleh Dr.Mochtar Pabottinggi, antara lain : “Melihat kegagalanpendahulunya, rezim Demokrasi Terpimpin kembali mengangkatsemangat Revolusioner, namun memberikan tekanan yangberlebihan. Pengabaian ekonomi serta pemahaman konsep“revolusi” yang berbeda-beda dikalangan pendukungnya telahmengakibatkan kehancurannya”. (Syamsudin Haris, 1995 : 25 ).

Gambaran Mochtar Pabottinggi, sudah diketahui secara luas,bahwa dari segi ekonomi pemerintah waktu itu dapat dikatakanbangkrut, menghadapi inflasi sampai 600%. Dibidang politikperbedaan pemahaman revolusi mengakibatkan konflik yangtajam antara PKI danABRI terutama Angkatan Darat. BagiAngkatan Darat “revolusi” terbatas pada masa revolusi fisikmengusir pemerintah kolonial Belanda (1945-1949). Bagi PKIrevolusi dimaknakan sebagai perjuangan mendirikan negarakomunis atau masyarakat komunistis. Bagi pemerintah Soekarnorevolusi dikonsepkan sebagai suatu gerakan revolusioner yangbersifat multikomplek, Nasakom menjadi andalannya. Dengan

Page 18: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

10

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

demikian, dua “uji coba” Demokrasi dalam praksis Indonesiamengalami kehancuran. Tampaknya bukan karena kesalahanmenggariskan tujuan- tujuannya akan tetapi kesalahan dalammenentukan asumsi-asumsinya, seperti digambarkan diatas.

Setelah kehancuran kedua sistem demokrasi itu, pemerintahOrde Baru (Orba), membangun Demokrasi Pancasilaberlandaskan nilai dasar Pancasila dan UUD 1945, nilai praksisyakni ketentuan perundang-undangan yang bersumber padakonstitusi, serta nilai instrumental yang berupa strategipembangunan politik. Dari sisi nilai dasar, secara konstitusionaltelah ditentukan adanya mekanisme Demokrasi Pancasila yangdikenal sebagai tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara.

Dalam strategi pembangunan, melalui nilai praksis daninstrumental ini didesain format politik Orba yang memilikisejumlah sisi yang menonjol antara lain: Dwi fungsi ABRI,pengutamaan Golkar, dominasi kekuasaan ditangan Eksekutif,diteruskannya cara pengangkatan dalam badan perwakilanpermusyawaratan rakyat, kebijakan depolitisasi dan massamengambang, serta kontrol pers yang cukup ketat. Format iniberhasil menciptakan stabilitas politik dan meningkatkanperekonomian negara.Akan tetapi setelah tiga dasa warsa, strategiini mulai “digoyang”, baik karena fenomena politik dunia yangmenghendaki keterbukaan dan HAM serta isu lingkungan hidup,maupun tuntutan perubahan politik dalam negeri mengenaidemokrasi dan peninjauan kembali lima UU PembangunanPolitik, pemberdayaan kekuatan politik rakyat dan civil society(masyarakat warga). Dengan demikian, Demokrasi Pancasilamenghadapi tantangan proaktif, dapatkah ia menghantarkanbangsa Indonesia pada demokrasi yang bermuara kepadakedaulatan rakyat di bidang politik dan ekonomi serta sosial-budaya. Jika tidak, maka terjadilah konsentrasi kekuasaanditengah eksekutif, DPR menjadi “badan perwakilan semu” dankesenjangan sosial makin melebar.

Gejala kurang berfungsinya badan legislatif telah diketahuisecara luas, baik dalam pelaksanaan fungsi legeslatif, fungsi

Page 19: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

11

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

budgeter maupun fungsi pengawasan yang sesungguhnyastrategis untuk menyeimbangkan kekuasaan (balance of power).Anekdot lemahnya fungsi DPR, tampak tidak jalannya ataumandulnya hak inisiatif, Dewan cenderung menjadi tukangsetempel, secara teoritik DPR mengawasi dan mengendalikanpemerintah, namun ketentuan formal tersebut tidak jalan.

Dalam hal ini penilaian jujur anggota DPR (FKP mewakiliDaerah Pemilihan Bali) AAOka Mahendra, antara lain : “kalaumau jujur, DPR memang belum optimal” (Sahroel Polontalo;1993:17). Mengantisipasi kondisi itu, jangka panjang, optimasiperan DPR dalam menjalankan fungsinya adalah melaluipembaruan sistem Pemilu dari perwakilan proporsional menjadiperwakilan distrik. Seperti dikemukakan Karl Poper, sistemdistrik menghasilkan politisi yang mampu mendengar suara hatidan memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya. DPRmenjadi badan perwakilan yang real. Dalam arti, sungguh-sungguh menjalankan hak-haknya yang dijamin oleh konstitusi,perilaku politiknya dipertanggungjawabkan kepada pemilihnya.

Dalam jangka pendek masih ada celah mekanisme untukmeningkatkan fungsi pengawasan DPR melalui dinamika komisi.Dengan dasar pertimbangan (1) komisi menangani isu-isu secaradetail, sehingga masalahnya dikuasai, karena itu dapat lebih nyatadan sungguh-sungguh memperjuangkan penyelesaiannyadengan tuntas (2) budaya menyelesaikan permasalahan lewatäomisi dapat menciptakan keadaan yang mampu melunakkanpolarisasi politik dalam DPR, dan (3) pemerintah manapun didunia ini yang otoriter sekalipun memerlukan legitimasi DPR,disini komisi dapat bergerak agar persetujuan DPR ataskebijaksanaan pemerintah tidak hanya sekedar “rubber stamp”.

Dalam hubungan ini melalui kekuatan dan cara manademokrasi dapat dilakukan atau diaktualisasikan. James W.Caesar (1985), dari segi fondamen kepercayaan politik masyarakatAmerika demokrasi tekanannya adalah pada pembatasan gerak-gerik pemerintah, yang disebut the concept of power un- der a limitedgovernment. Dari konsep ini untuk mewujudkan demokrasi adalah

Page 20: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

12

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

kekuatan masyarakat yang berada dalam satuan-satuan non-pemerintah yang disebutnya “private entities”. Samuel P.Huntington (1983), yang memandang demokrasi sebagaidistribusi kekuasaan dan lingkup kekuasaan disebarkan padamasyarakat. Perwujudannya adalah partisipasi rakyat danrasionalisasi wewenang. Ini berarti pula peran serta ataupartisipasi masyarakatlah dari mulai pengambilan keputusansampai pelaksanaannya prasyarat utama demokratisasi. Dalamwacana politik Indonesia, muncul pandangan bervariasi mengenai“lewat pintu” mana demokratisasi dilakukan. Pandangan yang perludiilustrasikan dan dijadikan bahan diskusi disajikan di bawah ini.

Prof Ismail Sunny (1989), menyebutkan bahwa kelompokstrategis dalam sejarah Indonesia yang berperan sebagai agenperubahan dalam rangka demokratisasi selalu mahasiswa, pelajardan cendekiawan dan tentara. Namun pada bagian akhir darimakalahnya, Ia meragukan kemungkinan ABRI khususnyalulusan Akademi Hukum Militer (AHM) dan Perguruan Tinggi HukumMiliter (PTHM) untuk bersatu dengan rakyat melakukan pembaharuan.

Eka Budianta (aktivis LSM), mengemukakan sebenarnyapaham demokrasi menuju “civil society”, pemerintah hanyalahsalah satu komponen dari suatu bangsa. Tiga unsur kekuasaanlain, yaitu: bisnis dan industri (mungkin konglomerasi), media,dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Empat pilar ini yangdapat menghantarkan kepintu demokrasi menuju “civil society”.Namun kini dalam praksis Indonesia, hanya LSM yang berperan.Karena tidak pernah mengalah dalam memperjuangkanpartisipasi politik rakyat dari bawah, sedangkan bisnis danindustri terlalu menyerah, pasrah pada pemerintah.

Berbeda dengan dua pandangan di atas, menarikdikemukakan pandangan Prof. Juwono Sudarsono (1996), saatini dan sampai 10 - 15 tahun lagi ABRI-lah yang tetap dominan,karena organisasinya rapi, kaderisasinya sangat solid, danmemang lebih siap daripada sipil. Dimasa yang akan datang iamelihat lebih siap daripada sipil. Dimasa yang akan datang iamelihat “sumbu utama” yang menentukan perjalanan demokrasi

Page 21: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

13

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

kita adalah pengusaha, karena mereka mempunyai jaringan yangkuat dan mempunyai modal yang besar. Mengenai peran LSM,ia melihatnya sebagai “burung merak”, cukup populer, seringmuncul di media massa, tetapi organisasi mereka keropos.

Oleh karena itu LSM masih berada dalam pergulatandemokratisasi, apakah tahan banting dalam menghadapi kritik,serta dapat menyelesaikan masalah internalnya seperti dihadapiYLBHI (bersuara keras menjadi “lokomotif demokrasi”) dilandaperpecahan, karena tidak mempraktekan demokrasi dalampemilihan pengurus. Ini menandakan LSM yang relatif sama sajakeropos organisasinya, apalagi yang baru perlu mawasdiri untuk dapatmembangkitkan partisipasi rakyat “lapisan bawah” (grasss root).

PENUTUPApabila disimak lebih cermat lagi, hakikatnya makalah/

tulisan ini berusaha untuk mencari jawaban bahwa di satu sisi,suatu teori dan sebuah konsep tidak begitu dominan dalampraksis demokrasi Indonesia, karena justru visi politik elitpenguasa dalam memahami dan melaksanakan konstitusi inilahyang menentukan sistem demokrasi yang dianut. Di samping ituperimbangan kekuasaan atau balance of power, eksekutif danlegislatif mempengaruhi pula kualitas demokrasi dalam citrakelembagaan negara. Di pihak lain, ditemukan dasarkonstitusional partisipasi masyarakat baik melalui kekuatan politikformal maupun oleh kekuatan lembaga nonpemerintah yaknidalam semangat kekeluargaan dan musyawarah mufakat.

Akhirnya kita praksis demokrasi di Indonesia adalahdemokrasi. Demokrasi Pancasila yang kita bangun adalah suatuproses sejarah bangsa Indonesia dan merupakan pencerminankehendak bangsa sendiri. Berdasarkan fundamen pikiran ini danpaparan di atas, pergulatan demokrasi apapun labelnya terkaitdan ditentukan oleh praktek politik dan kultur masyarakat,bangsa dan negaranya masing-masing. Konstitusi sebagaikesepakatan politik rakyat yang dituangkan secara formal kedalam naskah hukum (UUD 1945) merupakan dan menentukanasas legalitas yang dianut bangsa Indonesia.

Page 22: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Buyung Nasoetion; Aspirasi Pemerintahan Konstitusionaldi Indonesia Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956 -1959, 1995, Grafitti, Jakarta.

Amien Rais, M. (ed.), Demokrasi dan Proses Politik, 1986, LP3ES,Jakarta. Ismail Sunny, Menegakkan Prinsip Konstitusi,dalam Menegakkan Demokrasi, 1986, Kelompok StudiIndonesia, Jakarta.

Karl Poper, Memahami Demokrasi Melalui Pendekatan Baru, dalamMenegakkan Demokrasi, 1986, Pusat Studi Indonesia (ed.),Jakarta.

Kuntjoro Poerbopranoto, Sedikit tentang Sistem PemerintahanDemokrasi, 1975, P.T. Eresco, Jakarta - Bandung.

Mochtar Pabottinggi, Dilema Legitimasi Orde Baru : Bayangan KrisisPolitik dan Arah Pemecahannya dalam Syamsuddin Haris danRiza Sihbudi,(ed), Menelaah Kembali Format Politik OrdeBaru, 1995, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sahroel Polontalo, Penyambung Suara Rakyat : Profil 16 PolitisiTerpilih DPR RI, 1993, PT. Nyiur Indah Alam Sejati, Jakarta.

Samuel P. Huntineton, Tertib Politik di Dalam Masyarakat yangSedang Berubah, Buku Kesatu (terjemahan), 1983, RajawaliPress, Jakarta.

Page 23: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

2

REFLEKSI HAK ASASI MANUSIA:KAJIAN HUKUM TATA NEGARA

(Pemerintah yang sedang goyah, yang tengah menghadapimasalah-masalah berat, kerapkali mencoba untukmempertahankan kekuasaan mereka dengan memenjarakan,menganiaya dan bahkan membunuh orang-orang yangmenentang kekuasaan mereka. Tatkala kasus-kasus semacam itumemancing perhatian kita, saat itu mungkin kita akanmelukiskannya sebagai pelanggaran hak asasi manusia...; JamesW. Nickel, 1996 : xi)

I. PENDAHULUANMencuatnya isu hak asasi manusia (selanjutnya disingkat

HAM), menunjukkan bahwa HAM baik pada tataran domestikmaupun internasional telah diterima secara luas. Namun banyakmasalah, bahkan dari masalah- masalah yang paling dasar belummemperoleh jawaban final. Misalnya apakah HAM dipandangsebagai hak ilahi, moral atau hukum, apakah dasar pembenaranHAM berdasarkan teori hukum alam, sehingga legitimasinyapada kontrak sosial yang bersifat individualis ataukah keabsahanHAM pada prinsip-prinsip keadilan, atau hukum positif. Masalahlainnya, apakah HAM dapat dicabut atau ditarik kembali,kontroversi antara hak-hak sipil dan politik disatu pihak dan hak-hak ekonomi dan sosial budaya serta hak asasi pembangunandipihak lain, merupakan isu-isu yang masih diperdebatkan.Meskipun demikian, ada tiga postulat yang diterima secara luasatas HAM, yaitu:

Pertama , HAM dipahami mewakili tuntutan individual dankelompok, yang membatasi kekuasaan negara; Kedua , HAM

Page 24: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

16

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

memiliki sifat hukum maupun moral, yang kadang-kadang tidakdapat dipisahkan; Ketiga , HAM intinya adalah Universal, dalambeberapa hal sama-sama dimiliki oleh umat manusia (T. MulyaLoebis : 1993 ; 10-11).

Dalam literatur sifat HAM yang universal perumusannyamengalami pentahapan, yakni tahap pertama, dirumuskan melaluitranshistoris tentang moralitas dan keadilan; tahap kedua, disebut“tahap konstitusional”, dimana orang merumuskan spesifikasihak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi warga negara; tahap ketiga,adalah “tahap legislatif”, perumusan norma-normanya dalamhukum positif, dan akhirnya tahap keempat, adalah “tahapyudisial”, penerapannya melalui badan peradilan, termasuk Lawenforcement.

Kajian tahap pertama, lebih bersifat pendekatan filosofis danteoritis mengenai HAM, dalam konteks ini di Indonesia, menurutProf. Notonagoro, kata-kata “bahwa Sesungguhnya” dalamkalimat Alinea I Pembukaan UUD 1945, mengandung arti secarafilosofis HAM Indonesia berakar pada hak kodrat, yakni hak yangdibawa manusia sejak kelahirannya sebagai makhluk ciptaanNya.Senada dengan pandangan di atas, Bung Hatta dan juga RomoDyarkara, mengelompokkan sila-sila Pancasila dalam duakelompok besar, yaitu (1) Sila KetuhananYang Maha Esa dan SilaKemanusiaanYangAdil dan Beradab dalam kelompok landasanmoral, dan (2) Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yangdipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dDalam Permusya-waratan/Perwakilan, serta Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh RakyatIndonesia, dalam kelompok landasan politik negara (Moerdiono;1997 : 20). Tahap perumusan HAM dalam Pembukaan UUD 1945,teoritis dapat disebut, tahap moralitas dan keadilan HAMIndonesia. Selanjutnya tahap konstitusional, tahap legislatif, dantahap yudisial, merupakan kajian hukum terutama melaluiHukum Tata Negara. Karena seperti dikemukakan oleh D.H.M.Meuwissen, bahwa unsur-unsur Hukum Tata Negara (elementenvan staasrecht) meliputi di satu sisi “de bevoegheidhen en hetfunctionaren van de staatsorganen”dan disisi lain adalah “rechtspositie

Page 25: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

17

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

van de burgers in de staat” (grondrechten). Elemen yang duluanmengenai kewenangan dan fungsi badan-badan negara sebagaipengemban kekuasaan negara, sedangkan yang bela-kangan“grondrecten”adalah HAM dan dalam konsep HukumKonstitusi istilah atau term yang dipakai adalah Hak-hak DasarManusia (Fundamental Human Rights).

Dalam bahasan ini kajian dititik beratkan pada pendekatanHukum Tata Negara, yang membahas segi peraturan perundang-undangan yang merupakan penjabaran pasal-pasal UUD 1945mengenai HAM, asas-asas Umum Pemerintahan yang baik dalamrangka perlindungan terhadap HAM dan menjaga kualitaspemerintahan, dan penegakan HAM terutama mengenai hak sipildan politik.

II. HAM DIMENSI GLOBAL, REGIONAL DAN NASIONALDewasa ini sebagai pertanda terpaan arus budaya

globalisasi, isu-isu HAM, demokratisasi, dan lingkungan mencuatmenjadi wacana yang mendunia. Di mana-mana orang-orang,kalangan pemerintahan, masyarakat, apalagi ilmuan banyakbicara terutama mengenai HAM dan demokratisasi. Hal inidisebabkan karena diasumsikan bahwa HAM hanya dapatdijamin perlindungannya dalam negara demokrasi. Di negara-negara yang pemerintahannya absolut, muncul kesewenang-wenangan, maka tidak akan ada perlindungan terhadap HAM.Dalam dimensi global, setelah Perang Dunia II, sidang Commissionof Human Rights dari PBB, dalam tahun 1946 membahas persoalanHAM, dan baru dua tahun kemudian, 1948 diterima oleh PBB,serta ditetapkan menjadi “Deklarasi Universal Hak-hak AsasiManusia”. Dalam dokumentasi PBB dicatat bahwa hasil gemilangini merupakan kompromi antara negara-negara “Barat” dannegara-negara “Timur”, sekalipun hak-hak politik masihdominan. Dicatat pula Deklarasi HAM ini diterima secara aklamasioleh negara-negara anggota PBB saat itu, yakni 48 negara memberipersetujuannya, tiada satu negara pun yang menolak. Hanya adadelapan negara, antara lain Uni Soviet, Arab Saudi, dan Afrika

Page 26: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

18

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

yang abstain (Miriam Budiardjo; 1990:41). Dapat dikatakan darisisi moral dan kemanusiaan PBB mencatat prestasi yang gemilang.Hasil gemilang itu disebabkan, antara lain; (1) momentumnyamemang menguntungkan, karena negara-negara Sekutu(termasuk eks Uni Soviet) yang waktu itu memenangkan perang,mempunyai satu persepsi untuk menata dunia baru yang lebihmaju dan aman; (2) Deklarasi HAM ini tidak mengikat secarayuridis, hanya pedoman moral untuk menghormati hak dankebebasan setiap orang, dan kewajiban moralitas bagi suatunegara menjamin ketertiban, dan kesejahteraan umum (Pasal29 Deklarasi Universal HAM).

Walaupun Deklarasi Universal HAM tidak mengikat secarahukum, namun pengaruh moral, politik, dan edukatifnya sangatbesar. la merupakan komitmen moral dari dunia internasionalkepada HAM, dan sering kali menjadi acuan dalam putusan-putusan hakim, undang-undang atau undang-undang dasarbeberapa negara, dan tentunya dalam fora-fora PBB.

Perkembangan HAM yang berdimensi global tidak berhentisampai di sini. Komisi HAM PBB, menghendaki bentuk perjanjian(convenant) yang lebih mengikat negara-negara secara hukumdaripada hanya deklarasi (“some- thing more legally binding than amere declaration”). Atas kerja keras dari komisi HAM PBB padatahun 1966 secara aklamasi sidang umum PBB, menyetujui tigadokumen HAM, yaitu (1) International Convenant on Eco- nomic,Social and Cultural Rights (Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), (2) International Convenant onCivil and Political Rights (Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik), dan (3) Optional Protocol to the Internationalon Civil and Political Rights. Ketiga dokumen ini beserta DeklarasiUniversal HAM dinamakan International Bill of Human Rights(Undang-undang Internasional tentang Hak-hak Manusia).

Sesuai dengan prinsip Hukum Internasional agar perjanjianitu mengikat diperlukan ratifikasi dari negara-negara anggota PBB.Di mana baru pada tahun 1976 persyaratan tersebut terpenuhi, sehinggasejak saat itu sudah memiliki kekuatan hukum internasional.

Page 27: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

19

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Dalam dimensi regional, Scott Davidson (1994),menyebutkan ada tiga sistem regional mengenai HAM, berturut-turut; (1) Sistem HAM Eropa, dokumennya adalah KonvensiEropa tentang HAM (1950). Konvensi dirumuskan dengantujuan, pertama memperlancar demokrasi, dan komitmennegara-negara anggotanya pada rule of law; kedua, memberikanperingatan tanda bahaya akan munculnya totaliterisme baru;ketiga, bertindak sebagai benteng dalam menghadapi ancamankepungan komunisme. (2) Sistem HAM Organisasi Persa-tuanAmerika (HAM Amerika), dokumennya berbentuk deklarasi,yakni American of the Rights and Duties of Man (1948) yang dapatdianggap analog dengan Deklarasi Universal HAM PBB (1948).Kemudian dokumen yang kedua berbentuk perjanjian dikenaldengan nama Pakta San Jose (1969), dilengkapi dengan sebuahprotokol yang bernama Pakta Salvador (1989) yang menekankandaftar hak ekonomi, sosial dan budaya. Seperti halnya sistemEropa, HAM di Amerika diawasi pelaksanaannya melalui KomisiHAM dan Mahkamah atau Badan Peradilan, yang bernama InterAmerican Court. Makamah Antar Amerika ini mempunyaiwewenang yang luas, yaitu memberikan nasehat danpertimbangan, tidak hanya yang berhubungan dengan konvensiatau Pakta San Jose itu saja, akan tetapi juga mengenai PiagamOrganisasi Negara-negara Amerika (OAS) dan traktat-traktat lainmengenai perlindungan HAM. (3) Sistem Afrika disusun olehOrganisasi PersatuanAfrika, bentuk dokumennya Piagam Hak-hak Manusia dan Rakyat (1981) berlaku sebagai “TraktatMultilateral” diberlakukan tahun 1986. Oleh karenapelaksanaannya hanya mengandalkan Komisi HAM OrganisasiPersatuanAfrika, dan tidak memiliki Mahkamah HAM, makapengaduan pelanggaran atas HAM tidak mendapat putusan yangkongkret dan mengikat secara hukum (Scott, Davidson, 1994 :26; bandingkan dengan fungsi Caimans HAM).

Dalam konteks regional beberapa organisasi sepertiOrganisasi Konferensi Islam menetapkan “Deklarasi Kairo”tentang HAM (1990), Law Asia, OrganisasiAhli Hukum,Asia

Page 28: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

20

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

menyetujui traktat HAM regional, namun karena belum memilikidampak yang nyata dalam menangani HAM dilingkungananggotanya, maka belum dapat dimasukkan ke dalam suatusistem HAM regional. Dalam kerangka HAM Internasional atauglobal dan regional, perlu dicermati bunyi pasal 2 piagam PBB,yang menegaskan:

“Nothing contained in the present Charter shall authorize the UNto intervene in matter which are essentially within the domesticsjurisdiction of any state”.

Ketentuan Piagam PBB ini menyiratkan bahwa PBB melarangadanya perjanjian yang bersifat mencampuri yurisdiksi domestiksuatu negara. Dengan demikian, setiap hak yang berkait denganperjanjian, termasuk mengenai HAM, perlu diberi duapembatasan yaitu: pertama, undang-undang nasional yang berlakudalam negara anggota: kedua, pertimbangan bahwa ketertibandan keamanan nasional masing-masing negara anggota perludipertahankan (Mariam Budiardjo; op. cit., 1990;43). Sebagaiilustrasi, dalam hal hak kebebasan untuk mempunyai danmengutarakan pendapat, yang merupakan hak sipil dan politik,seyogyanya memperhatikan UU dan kesusilaan, serta keamananNasional (pasal 19 Piagam PBB). lni berarti bahwa HAMInternasional dalam pelaksanaannya tetap memperhatikanhukum positif dari suatu negara. Oleh karena itu dimensi HAMyang diatur dalam peraturan perundang-undangan suatu negara,akan sangat menentukan perlindungan HAM dalam dimensidomestik.

Di Indonesia masalah HAM telah dibahas dalam forumumum menjelang perumusan tiga undang-undang dasar (UUD1945, KRIS 1949, UUDS 1950) pada sidang Konstituante (1956-1959). Dan dalam menegakkan orba, menjelang SU MPRS 1968oleh MPRS dirancang piagam HAM dalam rangka kembali padapelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dankonsekuen. Namun karena situasi politik yang belum mendukung,rancangan tersebut gagal untuk disahkan, kini muncul lagiperdebatan tentang perlunya TAP MPR tentang HAM (tersendiri)

Page 29: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

21

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

atau cukup dimasukkan dalam TAP MPR GBHN terlepas dariperdebatan itu persoalan HAM di Negara kita mengalamikebangkitan terutama dapat dibaca melalui media massa. Olehkarena itu bagi aparat negara masalah HAM Indonesia perludipahami melalui berbagai kajian dan pendekatan, seperti kajianfilsafat, kajian politik, dan hukum. Karena pihak aparat negarainilah yang rawan melanggar HAM.

III. HAM, KONSTITUSI DAN PENJABARANNYA DALAM UUHenc Van Maarseveen (1978), membedakan Konstitusi

sebelum ditetapkan Deklarasi Universal HAM dan Konstitusisesudahnya. Konstitusi sebelumnya justru mengilhami“Deklarasi”, sedangkan konstitusi sesudahnya dipengaruhi oleh“Deklarasi”, tersebut. Skemanya:

Meskipun Deklarasi Universal HAM mengilhami sebagianbesar Konstitusi negara-negara di dunia, namun rumusan HAMdalam berbagai Konstitusi berbeda-beda, Kalau kita bandingkanUUD 1945 dengan dua UUD yang pernah juga berlaku di Negarakita Indonesia, yakni KRIS 1949 dan UUDS 1959 tentu berbedaKRIS 1949 dan UUDS 1950 mengatur HAM secara rinci atau saratdengan HAM, sementara itu dalam Batang Tubuh UUD 1945tidak ada BAB khusus yang mengatur HAM. Hanya penjelasanUUD 1945 yang sedikit memberikan gambaran tentang hak dankewajiban dasar Penjelasan pasal 27, 30, 31 ayat 1; menyatakan“pasal-pasal ini mengenai haknya warga negara”. Penjelasan pasal28, 29 ayat 1, 34 menyatakan: “Pasal-pasal ini mengenaikedudukan penduduk. Pasal-pasal baik yang hanya mengenaihak warga negara ataupun yang mengenai seluruh pendudukmemuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negarayang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakankeadilan sosial dan perikemanusian.”

The Declaration ofHuman Right

KONTITUSIMenghilhami

KONTITUSIDipengaruhi

Page 30: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

22

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Mengacu pada rumusan diatas sudah jelas bahwa UUD 1945bertumpu pada landasan falsafah Pancasila, Falsafah ini saratdengan nilai-nilai kemanusiaan, karena itu tidak diragukan lagimemancarkan jiwa pengakuan dan perlindungan atas HAM(Kuntjoro Purbopranoto 1979 ; 26). Nilai tersebut diderivasi atauditurunkan kedalam konstitusi yakni pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32,33, dan pasal 34 UUD 1945, merupakan norma hukum tentanghak dan kewajiban dasar yang dalam istilah asing disebut“Fundamental Human Rights”, yang juga sepadan dengan istilah“Human Rights” atau HAM, jika diteliti secara cermatPembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 sebagaimanaditentukan dalam pasal-pasalnya termasuk diatas tidak kurangditemukan 15 prinsip HAM, yaitu :

(1) hak untuk menentukan nasib sendiri (self determination)ditentukan dalam Alinea 1 Preambule, (2) hak akan warga negara(pasal 26), (3) hak keamanan dan persamaan di muka hukum(pasal ayat 1), (4) hak akan pekerjaan dan kehidupan yang layak(pasal 27 ayat 2), (5) hak berserikat dan berkumpul (Pasal 28), (6)hak menyatakan pendapat (Pasal 28), (7) hak beragama (Pasal29), (8) hak untuk membela negara (Pasal 30), (9) hak akanpendidikan (Pasal 31), (10) hak ekonomi, (11) hak kesejahteraansosial (Pasal 31), (12) hak jaminan sosial (Pasal 34), (13) hakmempertahankan tradisi budaya (Pasal 32), dan (14) hakmempertahankan bahasa daerah. Kelima belas prinsip HAMdalam UUD 1945 itu merupakan tradisi budaya (Pasal 32), dan(15) hak mempertahankan bahasa daerah.

Kembali lagi kepada falsafah Pancasila yang merupakansumber pengakuan dan penghormatan terhadap harkat danmartabat manusia atau HAM, dalam tata susunan norma hukumberkedudukan sebagai “sumber” dari segala sumber hukum ataudikaitkan dengan teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky,Pancasila berada pada lapisan “Grondnorm” (Norma dasar). Atasdasar itu yang penting bagaimana membuat peraturan yangmenghormati martabat manusia serta memahami HAM yangdijabarkan dalam peraturan perundang- udangan (Philipus M.

Page 31: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

23

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Hadjon; 1988 : 258). Hal ini sejalan pula dengan UUD 1945, sepertimisalnya ketentuan pasal 28 yang mengatur “kemerdekaanberkumpul dan berserikat serta kemerdekaan mengeluarkanpikiran”, masih harus dijabarkan dengan undang-undang. Dapatdisebutkan penjabarannya dalam UU Pembangunan BidangPolitik yaitu UU Pemilu (UU No. 1/1985) UU Parpol Golkar (UUNo. 3/1985, dan UU Ormas (UU No. 8/1985).

Dalam kaitan dengan penjabaran HAM dalam hukum positif,kini ada dua hal penting yang sering didiskusikan, yaitu:(1) Sejauh mana hukum positif Indonesia melindungi HAM

sejalan dengan instrumen HAM internasional;(2) Sejauh mana ketentuan HAM dihormati dan dijalankan.

Persoalan pertama diatas muncul, karena masih banyakproduk hukum kolonial yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsipHAM, seperti halnya ketentuan hatzaai artikelen dalam KUHP.Bahkan didalam produk hukum nasional masih ada hukum positifyang sengaja atau tidak sejalan dengan prinsip-prinsip HAM,seperti UU Antisubversi, permenpen No. 01/per/Menpen/1984tentang pencabutan SIUPP (tabung Mulyo Loebis, 1997; 26).Belum lagi kadang- kadang muncul kebijakan lokal yang dalambeberapa hal lebih bersifat represif daripada ketentuan peraturanperundangan yang lebih tinggi.

Soal kedua, muncul karena meskipun UU kita telahmenentukan perlindungan atas HAM, namun praktekmenunjukkan sepertinya hukum positif tidak berbunyi, laksanahuruf-huruf mati, yang dalam teori disebut “Black letter law”.Adasemacam keengganan untuk melakukan “penegakan hukum”,karena mungkin alasan politik, ekonomi, maupun budaya.Memang pelanggaran HAM tidak hanya terjadi di Indonesia.Yamane (1987) menyebutkan bahwa Irak, Iran dan Rusia yangtelah banyak meratifikasi HAM PBB, akan tetapi pelanggaranbrutal HAM diketiga negara tersebut terjadi tanpa sedikit punrasa hormat terhadap ratifikasi HAM.

Page 32: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

24

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Dengan demikian, hukum positif terutama peraturanperundang-undangan dapat dikatakan hidup dalam komplek-sitas politik, ekonomi, sosial budaya, di mana rentan terhadappenyimpangan. Di sinilah diperlukan penegak-penegak hukumyang integritas moral dan dedikasinya yang tangguh, danmemiliki apresiasi budaya menghormati harkat dan martabatmanusia, sesuai dengan Sila Kemanusian yang adil dan beradabdari Pancasila.

IV. PENEGAKAN HUKUM HAM DAN KEKUASAANKEHAKIMAN YANG MERDEKAHukum positif Indonesia memiliki landasan yang kuat dalam

penegakan HAM. Ketentuan UU Pemilu yang menganut asasluber (langsung, umum, bebas dan rahasia) bahkan secara materiilditambah dengan “jurdil” (jujur dan adil), jelas mamberi landasanhukum untuk memaksa secara sah agar aparat pemerintahanmenghormati hak kebebasan untuk menentukan aspirasipolitiknya. Demikian pula, dalam hal prosedur hukumnyamemberikan berbagai ketentuan untuk melindungi HAM.Ketentuan yang sifatnya prosedural dalam penegakan HAM,dapat disebut antara lain: KUHAP jo. Reglement Indonesia yangdiperbaharui (RIB, Stb.1941-44); UU No.13/ 1961 Jo. UU No. 28/1997 tentang kepolisian negara ; UU No. 5/1997 tentangKejaksaan; UU No.14/ 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman; UUNo. 14/1985 tentang Mahkamah Agung; UU No.2/1986 tentangperadilan Umum.; UU 6/1985 Tentang Peradilan Tata UsahaNegara (Laporan Penelitian Undip, 1991).

Di luar yang disebutkan itu tentu masih ada produk hukumyang secara materiil dan prosedural baik pada tingkat pusatmaupun pada tingkat daerah yang bertujuan menjaminpenegakan HAM. Diantara produk hukum yang ada barangkaliKUHAP (UU No.8/1981) yang paling menonjol, karenamerupakan UU yang sangat instrumental. KUHAP telahmemasukkan prinsip-prinsip hukum acara modern, apalagi telahmemasukkan berbagai prinsip dari Con-vention Against Torture

Page 33: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

25

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

and other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment and punishment.KUHAP dapat dikatakan secara komprehensif memberiperlindungan terhadap HAM. Misalnya dari segi Hukum AcaraPidana, diaturnya asas praduga tak bersalah (presumption ofinnocent), hak atas bantuan hukum (legal aid), hak untuk tidakditahan secara semena-mena (arbitrary arrest) hak untuk tidakdisiksa dan dianiaya (torture), hak akan pra peradilan (pretrial).Apabila KUHAP dilaksanakan secara konsekuen, banyak sekali artinyabagi penegakan HAM (todung Mulyo Loebis, op. cit., 1997 ; 101).

Begitu pula dari segi kelembagaan dengan dibentuknyakomnas HAM (Keppres No. 50 Tahun 1993) dapat dikatakanmakin memperkuat kemauan politik (political will) dalampenegakan HAM. Kenyataannya memang Komnas HAM dapatmelaksanakan fungsinya. Baharuddin Lopa (1997) antara lainmenyatakan: “atas dasar pasal 4 (a) Keppres No. 50/1993 yangmenghendaki terwujudnya kondisi nasional yang kondusif, makaKomnas HAM terpanggil untuk mengusahakan penyelesaiankonflik-konflik sosial agar dapat diwujudkan perdamaian danpemulihan HAM”. Selanjutnya atas dasar pasal 5 (c) Keppres 50/1993 Komnas HAM melakukan pemantauan dan penyelidikanpelaksanaan HAM serta memberi rekomendasi, pertimbangandan saran penegakan HAM kepada badan pemerintah. KomnasHAM tidak pernah mencampuri wewenang pemerintah, kecualiada pelanggaran terhadap HAM (Baharuddin Lopa ; 1997 ; 181).

Namun demikian dari pantauan media massa serta beberapahasil penelitian ilmuwan, dan laporan badan-badan internasionalpelanggaran HAM di negeri kita, masih cukup banyak terjadi.

Alexander Irwan, dkk (1995), mengemukakan data penelitianyang cukup lengkap mengungkap pelanggaran HAM dalamketentuan UU Pemilu dan KUHAP. Dan yang menarik bahwaselama Pemilu (1992) dari kasus pelanggaran HAM itu ABRI(belum termasuk Polri) dicatat melakukan pelanggaran sebanyak31 kasus, sedangkan Polri sendiri tercatat melakukan 16 kasuspelanggaran, lengkap dengan pasal-pasal yang dilanggar(Alexander lrwan, 1995 ; 59).

Page 34: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

26

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Persyaratan yang paling relevan bagi penegakan HAM dalamarti efektifnya perlindungan HAM tersebut adalah peradilan. T.H.Marshall menyatakan “hak sipil, hak politik dan hak sosial akanmemiliki arti hanya apabila HAM itu dipertahankan olehpengadilan” (Mardjono Reksodiputro, 1994 ; 32).

Dari pendekatan Hukum Tata Negara ialah kekuasaankehakiman yang merdeka (pasal 24 dan 25 UUD 1945), yangmensyaratkan larangan campur tangan kekuasaan eksekutifmaupun legislatif terhadap kekuasaan kehakiman. Karena itukedudukan kekuasaan kehakiman yang merdeka itu melindungipara warga pencari keadilan (justiabelen) dari cengkramanperadilan yang sesat, culas, lalim dan sewenang-wenang, yangmemutuskan atas dasar pengaruh tekanan serta campur tanganpenguasa (Laica Mardzuki, 1997 ; 39).

Dari sisi hakim yang melakoni kekuasaan kehakiman ituselain kebebasan dalam mengadili formal dilindungi oleh UU,namun dalam praktek tidak kalah pentingnya etika profesihakim akan menentukan jaminan perlindungan HAM dalampenegakan hukum. Sehubungan dengan profesi hakim AdiAndojo Soetjipto (mantan Hakim Agung) antara lain menyatakan:“Tugas Hakim begitu rawan dan peka terhadap godaan-godaan,sehingga meskipun sudah ada ketentuan UU yang mengamankanHakim terhadap hal-hal yang dapat menggoyahkan imannya,masih dirasa perlu untuk membuat Kode Kehormatan Hakim.Kode kehormatan di sini adalah segala bathiniah dan sikap-sikaplahiriah yang wajib dimiliki dan diamalkan untuk menjamintegaknya kewibawaan dan kehormatannya”.

Dibagian lain dikatakan pula “kebebasan hakim yang serasidengan falsafah Pancasila, para hakim dalam memutuskanperkara bersikap sebagai layaknya seorang yang mempunyaiperilaku kehidupan yang tertib, berdisiplin dan memiliki mentalyang bersih” (Hadely Hasibuan, tanpa tahun ; 103). Kita telahmemahami bahwa falsafah Pancasila menjunjung tinggi harkatmartabat manusia. Oleh karena itu jika Hakim dalamkebebasannya serasi dengan falsafah Pancasila, maka ia sungguh-

Page 35: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

27

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

sungguh melindungi HAM dalam penegakan hukum. Itu berartiHAM pun dapat ditegaskan melalui penghayatan danpelaksanaan kode kehormatan hakim oleh profesi hakim.

Begitu pula halnya dengan “Tribrata”, POLRI akan dapatmenjunjung tinggi perlindungan HAM dalam penegakan hukum.Dalam hubungan ini yang paling relevan adalah “brata” ketiga,bunyinya: “polisi wajib menjaga ketertiban pribadi dari rakyat(jana anucasanadharma).

Apalagi POLRI sebagai penegak hukum yang mempunyaitugas sebagai penyidik dalam melakukan tugasnya berdasarkanKUHAP yang sarat dengan asas-asas hukum perlindunganterhadap HAM. Asas-asas hukum perlindungan

HAM dalam KUHAP yang patut diperhatikan oleh POLRIantara lain:(1) Asas non diskriminasi dihadapan hukum(2) Asas praduga tak bersalah(3) Asas perlindungan hak-hak sipil (penangkapan, penahanan,

penggeledahan, dan penyitaan harus didasarkan UU dandilakukan dengan surat perintah tertulis), dan

(4) Hak seorang tersangka untuk diberitahu tentang persang-kaan dan pendakwaan terhadapnya, dan;

(5) Hak seseorang untuk bebas dari penyiksaan dan penga-niayaan.Kelima prinsip diatas sajalah dengan fungsi kepolisian

sebagai bagian dari fungsi negara, di mana kepolisian berfungsimenjamin hidup dan hak milik, penegakan dan perlindungan darikesewenang-wenangan, menegakkan dan memaksakan hak-hakdan kewajiban-kewajiban yang ditentukan menurut hukum(Momo kelana, 1994 ; 31).

Di samping itu, dalam fungsi polri menegakkan hukumkebebasan berpendapat” juga rawan sekali. Dalam halpenegakkan hukum kebebasan berpendapat itu terutama berkaitdengan kegiatan seminar, diskusi, loka karya (SDL) yang

Page 36: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

28

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

mengambil tema politik, dan kebebasan mimbar serta kebebasanakademik, POLRI sering melakukan tindakan preventif, menolakizin, dan atau tindakan refresif, membubarkan SDL. LazimnyaPOLRI dalam menghadapi kegiatan politik itu menggunakandasar hukum UU No.5/PNPS/1963 jo. SKB Mendagri danMenhankam, No.153/1995 dan No.Kep/12/XII/1995. Disiniseyogyanya POLRI berhati-hati jangan sampai mematikankreativitas ilmiah yang merupakan pencerminan kebebasanmengemukakan pendapat dan pikiran yang dijamin pasal 28UUD 1945 jo. UU No.2/1989 tentang sistem pendidikan nasionaldan PP 30/1990 tentang pendidikan Tinggi. POLRI hendaknyabaru bertindak membubarkan kegiatan politik atau seminar,Diskusi dan lokakarya (SDL) apabila kegiatan itu bersifatmenghimpun kekuatan dan pemaksaan konsep-konsep politikuntuk merealisasi tujuan-tujuan politiknya.

V. HAM DAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHANYANG BAIKHukum Tata Negara dan Hukum Administrasi menaruh

perhatian atas kajian asas-asas umum pemerintahan yang baikdalam bahasa Inggris disebut “principal of good government”dan dalam bahasa Belanda disebut “algemene beginselen vanbehoorlinjk bestuur”. Asas-asas pemerintahan yang baik padapokoknya bertumpu pada aturan Hukum Administrasi tidaktertulis yang menghendaki pemerintah (eksekutif atau lebih tepatbestuur) tidak menyalahgunakan wewenangnya (detournemantde pouvoir), tidak sewenang-wenang (wilkeur) dan tidakmelanggar ketentuan-ketentuan peraturan perundangan. Jikapemerintah melakukan ini, maka ada alasan atau terpulihlahsyarat-syarat bagi warga negara untuk menggugat keputusanpemerintah (keputusan Tata Usaha Negara disingkat KTUN) kepengadilan Tata Usaha Negara (pasal 53 ayat 2 UU No.6/1985UU peraturan).

Apabila asas-asas umum pemerintahan yang baik atauprincipal of good government dapat diwujudkan perlindungan HAM

Page 37: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

29

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

akan terjamin serta penegakan HAM pun memiliki arti yangsignifikan (bandingkan dengan Rene David dan Johne C. Brierley,1985 ; 2).

Asas-asas pemerintahan umum yang baik dapat terwujudapabila pemerintah dalam bertindak dan mengeluarkankeputusan (beschikking), berpegang pada 11 asas, yaitu :1. Asas Kepastian hukum,2. Asas Keseimbangan,3. Asas kesamaan,4. Asas kecermatan,5. Asas Motivasi pada setiap keputusan pemerintah,6. Asas tidak menyalahgunakan wewenang,7. Asas permainan yang wajar (fairness)8. Asas keadilan atau kewajaran,9. Asas menanggapi harapan yang wajar,10. Asas meniadakan keputusan yang batal, dan11. Asas perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup

pribadi (M. Solly Lubis,1989;60).Secara eksplisit asas ke-11 merupakan prinsip perlindungan

terhadap HAM. Oleh karena itu tepat apa yang dikatakan olehProf. Muladi (1977) bahwa asas-asas umum pemerintahan yangbaik menjamin perlindungan HAM dan sekaligus menjagakualitas pemerintahan. Dengan demikian, HAM memiliki dimensiyang kompleks dan sangat luas ruang lingkup kajiannya.

VI. PENUTUPMeskipun kajian HAM ruang lingkupnya begitu luas, namun

sorotan yang sering muncul dalam Hukum Tata Negara adalahmengenai ketentuan perundang-undangan sebagai salah satuperangkap hukum positif. Persoalannya berupa kekhawatiran adakecenderungan tidak dilaksanakan secara konsekuen, sehinggaterkesan sebagai “black letter law”.

Page 38: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

30

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Kita bisa menilai bahwa dari segi falsafah negara Pancasiladan UUD 1945 memiliki kedalaman memaknai HAM sebagaiwujud penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Akantetapi dari sisi pelaksanaan, penegaknya negara kita masih banyakdinilai kurang menunjukkan konsistensi dan bahkan disodori datapelanggaran HAM yang cukup banyak dan mengagetkan.Tampaknya faktor-faktor yang merupakan kendala penegakanHAM bukan pada segi falsafah dan konstitusi serta peraturanperundang-undangannya. Faktor penghambatannya terletakpada sikap mental aparatur pemerintah, penegak hukum yangkurang menghayati makna hakiki dari HAM dalam pelaksanaantugas atau fungsinya.

Kini ada momentum yang tampak kondusif yang merupakanpotensi bagi perlindungan HAM, antara lain issu HAM mencuatmenjadi perhatian internasional, kemauan politik pemerintahmakin kuat untuk menegakkan HAM, juga faktor budaya daerahmulai menganut dalam mempertimbangkan akan hak-hak yangmenyangkut harkat dan martabat manusia serta hak akanperlindungan dalam mengembangkan budaya lokal ataumelestarikan “ingenu- ous culture”.

Page 39: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

31

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

R E F E R E N S I

James W. Nickel, Hak Asasi Manusia Refleksi Filosofis atas DeklarasiUniversal Hak Asasi Manusia (terjemahan). PT GramediaPustaka Utama, Jakarta, 1966.

T. Mulyo Loebis, Penyunting Hak-hak Asasi Manusia dalam MasyarakatDunia, Yayasan Obor, Jakarta, 1993.

Moerdiono, Hak-hak Asasi Manusia dalam Alam Pikiran KenegaraanIndonesia, dalam, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif BudayaIndonesia. Komnas Ham, Jakarta 1997.

Miriam Budiardjo, Hak-hakAsasi manusia dalam Dimensi Global, dalam,Jurnal llmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 1990.

Scott Davidson, (terjemahan), Hak-hakAsasi Manusia, Graffiti, Jakarta, 1994Henc Van Maarceveen, Written Constitutions a ComputerizedComparative Study, Oceana Publications, inc. Dobbs Fery, NewYork 1987.

Philipus M. Hardjo, Hak-hak kewajiban Dasar suatu kajian Hukum TataNegara, dalam Majalah HukumYuridika Fakultas HukumUniversitasAirlangga, Surabaya, 1988.

Kuntjoro Purbopranoto, Hak-hak Asasi Manusia dan Pancasila, PradnyaParamita, Jakarta, 1979.

Todung Mulyo Loebis. Penegakan Hak Asasi Manusia Dalam Hukum PositifIndonesia, dalam. Hak Asasi manusia dalam Perspektif BudayaIndonesia, Komnas HAM, Jakarta.1997.

Alexander Irwan, et. al Pemilu pelanggaran Asas Luber, Pustaka SinarHarapan, Jakarta. 1995

Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana,pusat pelayanan keadilan dan pengadilan Hukum UI,Jakarta.1994.

Baharuddin Lopa. Kinerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dalam HakAsasi manusia dalam Perspektif Budaya Indonesia, Komnas Ham,Jakarta, 1997.

Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PT Gramedia Widiasarana Indonesia,Jakarta 1994.

Rene David et. al. Major Legal Systems In The Word To day, Stevens & Sons,London, 1985.

Page 40: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

3

PENYEMPURNAAN KETETAPAN MPRS NO. XX/MPRS1966 TENTANG MEMORANDUM DPRGR

Bahasan penyempurnaan Tap MPRS No. XX/MPRS/1966berawal dari belum dipenuhinya janji MPR yang dituangkandalam Tap MPR No. V tahun 1973 yo. Tap MPR No. IX tahun1978 yang menegaskan antara lain perlu disempurnakan butir bTap MPRS No. XX 1966 tentang tingkatan dan jenis perundang-undangan. Penyempurnaan ini diperlukan agar tertib hukumIndonesia lebih berdaya guna dan berhasil guna dalammengantisipasi perkembangan masyarakat dibidang politik,ekonomi, sosial dan budaya.

I. PENDAHULUANPenyempurnaan disini dapat diartikan perbaikan-perbaikan

yang diperlukan agar Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 lebih sesuaidan lebih berdayaguna dalam kehidupan berbangsa danbernegara. Beranjak dari pengertian itu, maka pokok persoalannyaseyogyanya difokuskan pada aspek-aspek mana dari Tap MPRSNo. XX/MPRS/1966 yang perlu diperbaiki. Sebagaimanadimaklumi Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandumDPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia danTata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia,merupakan sumbangan fikiran DPRGR yang menyangkut hidupketatanegaraan dengan tujuan utama supaya negara kita de factodan de jure adalah negara hukum dan ditegakkan di atas landasanUUD 1945.

Page 41: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

Sumbangan fikiran tersebut meliputi tiga aspek pokok, yaitu;I. Sumber tertib Hukum Republik Indonesia; II. Tata UrutanPeraturan Perundangan Republik Indonesia dan Bagan Susunankekuasaan di dalam Negara Republik Indonesia, dan; III. SkemaSusunan Kekuasaan di dalam Negara Republik Indonesia. Dengandemikian ketiga aspek tersebut diatas harus diidentifikasikan dandianalisa mana yang perlu disempurnakan atau diperbaiki.

II. JANJI MPRTertib hukum merupakan soal yang sangat penting bagi suatu

negara dan yang perlu dikaji dalam Hukum Tata Negara. Karenadi satu pihak di abad ke-20 ini, seperti dikemukakan oleh M.Friedmann, negara mesin raksasa yang membentuk danmenerapkan hukum atau mesin raksasa kontrol sosial, yangmengontrol pemerintah melalui kontrol hukum (Gunther Teubner,1986; 13). Di lain pihak tertib hukum adalah tangga urutan, manayang pertama, kedua dan seterusnya; serta mengandungpengertian sumber hukum, tempat asal pengambilan landasanhukum.

Oleh karena itu memorandum DPRGR menegaskan bahwatertib hukum yang dibawah harus bersumber kepada tertibhukum yang diatasnya, dan mengandung arti pula tidak bolehbertentangan dengan yang diatasnya, namun DPRGRkemudian MPRS, memandang terjadi kesenjangan antara duniacita (das sollen) dan dunia nyata (das sein) tertib hukum RepublikIndonesia ¼ periode 1959 - 1966, sehingga MPRS mengeluarkanTap MPRS No. XX/MPRS/1966 yang intinya mengenai Pancasilasebagai sumber tertib hukum.

Tampaknya DPRGR melihat bahwa kemelut tertib hukumkita bukan hanya karena intervensi negara yang begitu luas dibidang sosial ekonomi sebagaimana halnya negara sedangberkembang pada umumnya, akan tetapi rupanya juga karenakemelut politik yang berpuncak pada pemberontakan G30S/PKI.Karena itu, memorandum DPRGR tanggal 9 Juni 1966 diwarnaipula oleh isu-isu politik.

Page 42: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

34

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Kemudian beranjak ke periode MPR hasil Pemilu 1971, situasipolitik berkembang ditandai oleh sikap MPR, meninjau kembaliproduk-produk MPRS termasuk Tap MPRS No. XX/MPRS/1966.Sikap MPR itu dituangkan dalam Tap MPR V/MPR/1973 tentangpeninjauan produk-produk yang berupa ketetapan MajelisPersmusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dalam pasal 3-nya menyebutkan; “Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tetapberlaku dan perlu disempurnakan, khususnya mengenai butirb tentang tingkatan dan jenis perundang-undangan”. Namunsampai periode MPR 1978 apa yang dijanjikan itu belum menjadikenyataan; MPR 1978 hanya menjanjikan lagi melalui Tap MPRNo. IX/MPR/ 1978 tanggal 22 Maret 1978 yang menyatakan perlupenyempurnaan yang termaktub dalam pasal 3 Tap MPR No. V/MPR/1973.

Ternyata janji MPR itu hingga periode MPR 1978 belum dapatdipenuhi bahkan tampaknya MPR tidak pernah lagimempersoalkannya. Sebagai ilustrasi ketidakmampuan MPRmemenuhi janjinya itu disebabkan antara lain:1 Rancangan Tap MPR dipersiapkan oleh Badan Pekerja MPR

hanya beberapa waktu sebelum sidang MPR berlangsung.2. Badan Pekerja MPR dalam melaksanakan tugasnya didesak

oleh bidang- bidang yang menyangkut pembangunandengan titik berat di bidang ekonomi. MPR nampaknyalebih memberikan perhatian pada masalah-masalah yanghangat dan berkembang di masyarakat yang merupakanisu-isu politik, dan

3. Rupanya ketika tim penyusun GBHN yang dibentukPresiden dan Wan Hankamnas melakukan kegiatanmenghimpun bahan-bahan GBHN berlangsung, profesihukum kurang memberikan masukan tentang masalahhukum, khususnya tentang tertib hukum dan tata urutanperundang-undangan. (Ibid).Dari ilustrasi di atas kiranya sangat tepat seminar yang

dilaksanakan oleh FH UNAIR mengambil prakarsa menghimpundan menyusun bahan-bahan masukan sebagai sumbangan fikiran

Page 43: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

35

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

dalam rangka penyempurnaan Tap MPRS No. XX/MPRS/1966,dengan harapan janji MPR 1973 dan MPR 1978 dapat dipenuhi.

III. ANALISIS TERTIB HUKUM REPUBLIK INDONESIAPeraturan hukum bersama merupakan tertib hukum (“Legal

Order” atau “rechtsordnung”), apabila memenuhi empat syarat,yaitu; (1) adanya kesatuan subyek (penguasa) yang mengadakanperaturan-peraturan hukum; (2) ada kesatuan asas kerohanianyang meliputi (menjadi) dasar dari pada keseluruhan peraturan-peraturan hukum itu; (3) ada kesatuan daerah dimanakeseluruhan peraturan-peraturan hukum itu berlaku, dan; (4) adakesatuan waktu dalam mana keseluruhan peraturan-peraturanitu berlaku (Notonagoro, 1975 : 19).

Dengan merujuk pada teori Hans Kelsen bahwa revolusi yangberhasil dengan sendirinya melahirkan negara. Dengan mana saatberdirinya Negara Republik Indonesia Proklamasi, peraturanhukum yang ada merupakan suatu tertib hukum Indonesia.Dimana asas kerohanian Pancasila menjadi landasan dasarkeseluruhan peraturan-peraturan hukum.

Di atas sudah dikemukakan tertib hukum menggambarkansuatu tangga karenanya tersusun secara hierarkhis. Sepertidikemukakan oleh Julius Stone sebagai berikut :

“Superiority-inferiority between norms is a way of expressing therela- tive value-intensity of norms within the scale of validity of thegiven legal order, and constitutes if fully developed the kind of hierarchicalstructure familiarised by Kelsenite theory, in which each norm is assignedand ascertanaible position”. (Julius Stone, 1964: 202).

Bertolak dari UUD 1945 yang juga adalah UUD Proklamasi,tertib hukum Republik Indonesia dapat dikatagorikan ke dalamtiga kelompok, yaitu:

Kelompok I, aturan dasar atau aturan pokok negara, terdiriatas:1. Proklamasi 17 Agustus 1945, merupakan norma pertama,

dasar penyelenggaraan tertib hukum Indonesia, dan

Page 44: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

36

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

berfungsi sebagai keputusan politik tertinggi bangsa Indo-nesia untuk merombak tata hukum kolonial. (Joeniarto,1974: 19).

2. UUD 1945 merupakan Undang-Undang Dasar yangmemberikan suatu bentuk konkret pengaturan tata susunanpemerintah Negara Republik Indonesia Proklamasi,sebagaimana tersurat dan tersirat dalam alinea keempatpembukaan UUD 1945.

3. Hasil-hasil MPR, terutama Ketetapan MPR yangmempunyai kekuatan hukum mengikat ke luar dan kedalam MPR sendiri. Ketetapan MPR dimasukkan dalamjenjang pertama tertib hukum kita, karena MPR lembagatertinggi negara yang mempunyai kewenangan yang lebihtinggi daripada badan legislatif, badan pembentuk Undang-undang. Oleh karena itu produk, hasil karya MPRmenempati posisi tangga pertama tertib hukum RepublikIndonesia.Kelompok II, perundang-undangan “yang pokok”, yang

secara tegas ditentukan eksistensinya dalam UUD 1945 danmerupakan kewenangan badan pembentuk undang-undang,serta kewenangan presiden. Sehingga merupakan perundang-undangan itu adalah UU (Pasal 5 ayat 1 UUD 1945), Perpu (pasal22 UUD 1945), dan PP untuk menjalankan undang-undangsebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2).

Kelompok III, peraturan pelaksanaan yang setiap periodeberlakunya UUD 1945 mempunyai ciri-ciri yang menandai periodetersebut. (Tolchah Mansoer, 1979 : 17). Periode I berlakunyaUUD 1945, tertib hukum kelompok III bersumber pada AturanPeralihan UUD 1945 Pasal I sebagai konsekuensi dari asas umumuntuk mengisi kekosongan hukum. Kemudian Pasal IV AturanPeralihan UUD 1945 merupakan pengejawantahan kekuasaanyang amat besar dan luas dari Presiden sebagai pemegangkekuasaan MPR, DPR dan DPA sebelum badan-badan ituterbentuk. Ditambah dengan besarnya wibawa “Dwi Tunggal”Sukarno-Hatta. Pada periode mana muncul bentuk peraturan,

Page 45: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

37

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

yang bersumber pada Pasal IV Aturan Peralihan DiantaranyaPeraturan No. 2/1945, yang sifatnya melengkapi Pasal II AturanPeralihan, dimana ditegaskan :

“Untuk ketertiban masyarakat berdasarkan atas AturanPeralihan Undang- undang Dasar Negara Republik In-donesia Pasal II berhubung dengan Pasal IV, kamiPresiden menetapkan peraturan”. ¼dst.nya.

Disamping itu muncul pula Maklumat, seperti maklumatWakil Presiden No. X, 16 Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah14 Nopember 1945 dalam rangka memenuhi semangat demokrasidan secara teoritis maklumat tersebut derajat hukumnya pernahdiperdebatkan di kalangan ahli-ahli hukum Indonesia. (IsmailSuny, 1977: 28 dan 29).

Kemudian periode II berlakunya UUD 1945 ditandai olehpelaksanaan perintah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengenaipembentukan MPRS, DPR dan DPAS. Dalam masa ini munculproduk yang diberi nama Penetapan Presiden (Penpres) danPeraturan Presiden (Perpres), karena bersumber pada DekritPresiden materi muatannya mengatur hal-hal yang sangat luasantara lain Penpres No. 3/1960 sebagai dasar pembekuan fungsiatau pembubaran DPR hasil Pemilu 1955, Penpres No. 4/1960tentang pembentukan DPRGR, Penpres No. 6/ 1959 mengenaiPemerintah Daerah, sehingga praktik membekukan UU No. 1/1957 tentang Pemerintah Daerah (yang belaku pada waktu itu).

Sebagaimana dimaklumi Penpres dinyatakan merupakanproduk yang bertentangan dengan UUD 1945 oleh Tap MPRSNo. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-ProdukLegeslatif di luar produk MPRS yang tidak sesuai dengan UUD1945. Dimana Tap MPRS No. XIX/MPRS/1966, menyatakan:“Semua produk Presiden yang namanya Penetapan Presiden danPeraturan Presiden ditinjau kembali. Sejak 5 Juli 1966 tidak bolehlagi ada produk perundangan yang bernama PenetapanPresiden dan Peraturan Presiden”.

Kemudian pada Periode Sidang MPRS 1966, ditandai olehsumbangan fikiran DPRGR untuk menegakkan negara hukum

Page 46: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

38

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

de facto dan de jure berlandaskan UUD 1945 yang dituangkandalam memorandum tanggal 5 Juni 1966 dan ditetapkan olehMPRS dalam Tap MPRS No. XX/MPRS/1966.

Namun dalam perkembangannya sekarang ini karenadesakan kepentingan ekonomi dan keuangan yang begitu sangatcepat berubah, oleh pemerintah dilakukan terobosan-terobosanterhadap tertib hukum, sehingga dapat menggoyahkan asas-asas negara hukum yang berlandaskan UUD 1945. diantaranyamuncul produk Instruksi Presiden (Inpres) dan Surat Edaran yangmaterinya dapat dikatakan mendesak perundang-undangan“yang pokok”.

Barangkali seperti dikatakan oleh M. Friedmann bahwa:“finance and commerce like health were completely out of controle” (M.Friedmann, op.cit : 22). Misalnya Inpres No. 4/1985 yangmerupakan dasar kebijakan “deregulasi” dan “debirokratisasi” dibidang import-ekspor, kepelabuhan, dan pelayaran antar pulaumendesak PP No. 3/1983, PP No. 1/1982 dan PP No. 2/1969,karenanya Inpres tersebut diluar kontrol tertib hukum.

IV. ASPEK TAP MPRS NO. XX/MPRS/1966 YANG PERLUDISEMPURNAKANBertitik tolak pada analisis di atas dibandingkan dengan

pandangan Hans Hawiasky (murid Hans Kelsen) mengenaiStufenbautheorie, maka tertib hukum kelompok I dapatdigolongkan sebagai “grund gesetsze” (UUD dan TAP MPR),kelompok II digolongkan kedalam “formelle gesetsze”, dankelompok III digolongkan pada “autonome satzungen”/”verudnung”. (A. Hamid S. Attamimi, 1985 : 65).

Kemudian Pancasila sebagai “grund norm” yang menurut TapMPRS No. XX/MPRS/1966 merupakan sumber dari segala sumberhukum atau sumber tertib hukum. Dalam hubungan ini istilah“Sumber dari segala sumber” perlu ditinjau kembali karena istilahitu memberi kesan di atas segala-galanya bahkan di atas Tuhanyang merupakan kepercayaan yang paling agung dan diyakinisebagai sumber kebenaran yang bersifat absolut.

Page 47: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

39

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Sekalipun Bung Hatta menyatakan bahwa dalam Pancasila,sila KetuhananYang Maha Esa merupakan yang memimpin sila-sila lainnya yang merupakan asas moral yang menjiwai sila-silalainnya. (Mohammad Hatta, 1965 : 19). Akan tetapi sesuai denganjiwa religius masyarakat Indonesia maka istilah sumber dari segalasumber hukum dapat menyinggung emosi keagamaanmasyarakat. Oleh karena itu kata “sumber dari segala sumber”seyogyanya dihapuskan dan cukup ditetapkan Pancasila adalah“sumber tertib hukum nasional”.

Selanjutnya mengenai tata urutan peraturan perundang-undangan tidaklah tepat Tap MPRS No. XX/MPRS/1966menempatkan UUD 1945 dan Tap MPR dalam tata urutanperaturan perundang-undangan. Dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain :1. UUD 1945 dan Tap MPR bukan dibentuk oleh badan

legislatif tetapi produk Lembaga Tertinggi Negara, hanyadapat digolongkan sederajat posisinya dengan aturan-aturan dasar atau aturan-aturan pokok negara.

2. Menggolongkan UUD 1945 dan Tap MPR dalam peraturanperundang-undangan sama dengan menempatkannyasebagai produk pembentuk Undang- undang.

3. Yang dapat digolongkan sebagai peraturan perundang-undangan adalah mulai dari “formelle gesetsze” sampai padaperaturan pelaksanaan, “autonome satzungen’. Peraturanperundang-undangan inilah lebih kongkret mengaturperilaku masyarakat serta menentukan sanksi yuridis ataspelanggarannya (Farida Indriani; 1988 : IV).

Barangkali tepat apa yang dikatakan oleh W. Friedmann,bahwa:

“In the legal systems of modern societies, legal norm, result-ing from a constan intreplay of legeslative, executive power,and judicial pronouncement and enforceability by sanctionswhich may be civil, criminal, or administrative”. (W.Friedmann, 1967 : 14-15).

Page 48: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

40

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Mengenai “kelompok III”, peraturan pelaksanaan yangberkembang sesuai dengan ciri karakteristik menurut periodetertentu itu, masing-masing perlu dipertegas dengan mengingatmana yang berasal dari kekuasaan derivative Presiden, delegasiperundang-undangan, legeslasi semu (“pseduo wetsgeving”), danmana yang hanya bersifat intern administrasi. Sepertidikemukakan oleh Padmo Wahyono, bahwa Inpres merupakanperaturan yang bersifat intern tidak bisa mengubah sertabertentangan dengan ketentuan PP. sekalipun ia mengakuidewasa ini banyak produk perundang-undangan yang menyalahitertib perundang-undangan seperti ditetapkan dalam Tap MPRSNo. XX/MPRS/1966, namun ada faktor lain, yaitu strategipencapaian prinsip- prinsip yang terkandung didalam Inprestersebut harus dipertimbangkan, sehingga kekeliruan heirarkhitidak dijadikan alasan pembatasan.

Catatan kecil saya berikutnya adalah mengenai “skemasusunan kekuasaan negara”, yang menurut Prof. Notonagoro,menimbulkan kerancuan dalam tertib hukum karena didalamnyatidak ada kesatuan pengertian, dan isi antara uraian dan lampiranmemorandum DPRGR, yaitu mengenai status pembukaan UUD 1945.

Dimana dalam uraian menimbulkan pengertian dan isibahwa pembukaan dan batangtubuh UUD 1945 merupakansatu kesatuan kedudukannya sama sedangkan dalam lampiran(“Susunan Kekuasaan Negara”) pembukaan dan batang tubuhterpisah, kedudukannya pembukaan UUD 1945 lebih tinggi dantidak boleh dirubah. Menurut pendapat saya masalah ini sudahtidak relevan lagi karena materinya sudah diatur dalam Tap MPRNo. III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata KerjaLembaga Tertinggi Negara Dengan/Atau antar lembaga-lembagaTinggi Negara.

Page 49: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

41

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

V. PENUTUPDari uraian di atas ada tiga kesimpulan yang dapat

dikemukakan dalam makalah ini, sebagai berikut :1. Istilah “sumber dari segala sumber hukum” perlu ditinjau

kembali, dimana Pancasila sudah tepat bila dinyatakansebagai sumber tertib hukum tempat darimana segalaperaturan hukum berasal.

2. Tertib Hukum Republik Indonesia dapat dikelompokkankedalam tiga kelompok yaitu Peraturan Perundang-undangan dasar, Peraturan Perundang- undangan, danPeraturan Pelaksanaan.

3. Oleh karena itu tata urutan perundang-undangan juga perludisempurnakan, dengan tidak memasukkan UUD 1945 danTap MPR dalam jajaran peraturan perundangansebagaimana ditentukan dalam memorandum DPRGR.Demikianlah tulisan ini saya akhiri, semoga ada manfaatnya.

Page 50: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

DAFTAR PUSTAKA

Farida Indruani; Tap MPRS No. XX/MPRS/1966,”Perlu segeradisempurnakan”, dalam Kompas, 1 Maret 1988.

Friedmann 1967; Legal Theory, Fifth Edition, Columbia UniversityPress, New York,

Gunther, Teubner (ed.) 1986; Dilemmas of Law in the Welfare State,Walter de Gruyter, Berlin, New York,

Hamid S. Atamimi; Materi Muatan Peraturan Perundang-undangandalam Majalah Hukum Pembangunan.

Ismail Suny 1977; Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru,Jakarta, Joeniarto 1983; Selayang Pandang TentangSumber-sumber Hukum Tatanegara Indonesia, Liberty,Yogyakarta,

Mohamad Hatta, 1956; Lampau dan Datang, Jembatan, Jakarta,

Notonagoro 1975; Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila,Pancuran Tujuh, Jakarta,

Stone, Julius 1968; Legal System and Lawyers Reasoning, StanfordUni-ersity Press, California,

Tolchach Mansoer 1979; Sumber Hukum dan Urutan TertibHukum Menurut UUD Republik Indonesia ’45,Binacipta Bandung,

Ujang Bahar 1984; Menanti Janji MPR, dalam Hukum Pembangunan,UI,

Page 51: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

4

MENGEFEKTIFKAN PERANANPENGAWASAN DPR DALAM

PELAKSANAAN SISTEMPEMERINTAHAN MENURUT UUD 1945

Oleh : Atmadja dan Pasek Diantha,

I. PENDAHULUANBadan Perwakilan Rakyat apakah ia dinamakan Parlemen

(DPR) atau Majelis merupakan persoalan yang sangat menarikperhatian dalam suatu struktur pemerintahan. Sebagian besarnegara di dunia memiliki Badan Perwakilan Rakyat baik dalamnegara yang menganut pemerintahan demokrasi maupun yangmenganut pemerintahan otoriter. Menurut pengamatan AustinRanney, sejak abad yang lalu disetiap negara demokrasi moderncenderung parlemennya kehilangan kekuasaan inisiatif yaitukekuasaan untuk mengajukan rancangan undang-undang. Di sisilain dikatakannya bahwa kekuasaan parlemen justru mengalamipeningkatan di bidang pengawasan, perubahan rancanganundang-undang, dan kritik terhadap eksekutif. Secara gamblangRanney mengatakan:1

1 Austin Ranney, The Governing of Men, Holt. Rinehart and Winston, Inc;New York1962, Page 394-395

Page 52: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

44

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

2 J. Blondel, Compoarative Legislatures, Prentice Hall, ContemporaryComparative Politics Series, 1973, Page 7

“In every modern democratic nation during the past century thelegislature has increasingly lost their power of initiative. .... As theyhave lost their power as initiator of policy to the executive andadministrative agencies, modern democratic legislature have great-lyincreased their power and activities as checkers, revisers, and critics ofpolicies initiated by others”.

Sementara itu J. Blondel menggambarkan bahwa perananBadan PerwakilanRakyat (legislature) mengalami pasang surut(“Up and Down”) bahkan dalam abad ke-19 dikatakankwalitasnya merosot, dan pada abad ke-20 peranannya begitusepele. Dengan kata-katanya sendiri J. Blondel menegaskan:2

“Whether or not legislature had declined in quality in the twentieththey were gradually reduce to minor or even negligible roles. ...Congresswas often bypassed by executive or judicialaction”.

Analog dengan apa yang digambarkan oleh J. Blondel di atasmaka dapat dikatakan bahwa peranan DPR juga mengalamipasang surut sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia, diawalidari masa KNIP sampai Pemilu 1987. Makalah ini dimaksudkanuntuk memberikan kontribusinya dalam usaha mengefektifkanperanan DPR sesuai dengan tugas wewenangnya menurut UUD1945. Untuk itu dikemukakan model hipotesis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi peranan DPR. Peranan DPR itu sendiridalam tulisan ini diidentifikasi sebagai aktualisasi pelaksanaantugas wewenang (fungsi) DPR sebagai partner pemerintah dalampembuatan Undang-undang dan sebagai pengawas pemerintahdalam melaksanakan Undang-undang dan pembuatankebijaksanaan. Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwaperanan itu akan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internaldan faktor eksternal. Secara metodelogis ditentukan bahwa“peranan” merupakan variabel dependence (variabel terpengaruh/variabel tidak bebas) sedangkan faktor internal dan faktoreksternal merupakan variabel dependence (variabel mem-pengaruhi/variabel bebas), sesuai seketsa dibawah ini:

Page 53: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

45

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Berkenaan dengan peranan (aktualisasi fungsi) DPR sebagaipartner pengawas pemerintah maka tulisan ini akanmemfokuskan uraiannya pada masalah peranan DPR sebagaipengawas pemerintah dengan dasar pemikiran bahwa perananDPR sebagai partner pemerintah relatif dipandang telah cukupmemadai. Dengan meminjam kerangka analisis teori sistem makaketerkaitan faktor intern dan ekstern dengan pelaksanaan perananDPR serta produk yang dihasilkannya kiranya dapat digambarkanseperti diagram di bawah ini:

Besar kecilnya pengaruh faktor intern dan ekstern akanmempengaruhi besar kecilnya peranan DPR dan pada akhirnyasecara langsung akan mempengaruhi banyak sedikitnya produkDPR dibidang pengawasan (kontrol sosial).

Bertitik tolak dari kerangka hipotesis di atas, makalah ini akanmembahas tiga persoalan yaitu :1. Badan Perwakilan Rakyat merupakan suatu keharusan.2. Faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi

peranan DPR.3. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan

peranan DPR.Ketiga aspek itulah yang akan memandu dan sekaligus

membatasi uraian yang kami pandang urgen untuk dikaji dalamrangka meningkatkan peranan DPR.

X1 = Faktor Internal Y = Peranan DPR X2 = Faktor Eksternal Z = Produk DPR

ZX1

X2Y

INPUT Faktor Internal

Faktor Eksternal

THROUGHPUT Peranan Pengawasan

OUTPUT Produk

Pengawasan

Page 54: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

46

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

3 Mohammad Hatta, Menuju Negara Hukum, Idayu Press, Jakarta, 1977,Hal. 11.

4 Soediman Kartohadirrodjo, Kumpulan Karangan, PT. Pembangunan, Jakarta,1965,Hal. 50.

5 Ibid, hal. 50

II. BADAN PERWAKILAN RAKYAT MERUPAKANKEHARUSANApabila kajian aspek ini dirumuskan dalam satu pertanyaan

singkat, kiranya dapat ditemukan “apa sebabnya harus ada BadanPerwakilan Rakyat”. Berdasarkan pada UUD 1945, petanyaanini dapat dijawab dari sudut falsafah negara Pancasila dan darisudut juridis ketatanegaraan.

Pembukaan UUD 1945 dimana rumusan Pancasila termuatdidalamnya dapat dipandang sebagai dasar pokok UUD 1945.3

Sila ke-4 Pancasila rumusannya “Kerakyatan yang dipimpin olehhikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”,yang merupakan satu kesatuan dengan sila-sila lainnya,meletakkan dasar yang kuat bagi adanya Badan PerwakilanRakyat yang berupa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, Bung Karnomenegaskan dasar perwakilan, bertalian dengan “NegaraIndonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan negarauntuk satu golongan. Tetapi kita mendirikan negara buat semua,satu buat semua, semua buat satu”.4

Kemudian ditegaskan pula bahwa syarat mutlak untukkuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan.5Berkaitan dengan sudut pandangan falsafah negara itu, keharusanadanya Badan Perwakilan Rakyat adalah untuk memperjuangkanaspirasi rakyat dan merumuskan apa yang penting bagi bangsadengan jalan mengaktualisasikan tugas-wewenang DewanPerwakilan Rakyat.

Kajian juridis ketatanegaraan adalah berkaitan denganpersoalan pemusatan kekuasaan ataukah pembagian kekuasaannegara. Dari teori kenegaraan klasik dapat diketahui bahwa padanegara dimana kekuasaannya terpusat pada seorang penguasa,

Page 55: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

47

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

maka negara tersebut tidak memerlukan badan perwakilanrakyat. Gejala demikian diungkapkan oleh Thomas Hobbes yangpada pokoknya menggambarkan bahwa kekuasaan negaradipusatkan secara mutlak di tangan raja Inggris (Charles II).6

Berbeda halnya dengan negara yang mengenal pembagiankekuasaan seperti antara lain diajarkan oleh Montesquieu dalamTrias Politicanya, ditegaskan bahwa seluruh kekuasaan negaradipisahkan dalam tiga bidang yakni:1. Kekuasaan untuk membuat undang-undang (pouvoir

legislatif).2. Kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang (pouvoir

executif).3. Kekuasaan untuk melaksanakan pengadilan (pouvoir

jidiciair).Lazimnya Badan Perwakilan Rakyat yang diserahi kekuasaan

legislatif, kabinet dan/atau presiden/raja yang diserahikekuasaan eksekutif, dan pengadilan/hakim yang diserahikekuasaan judisiil.7

Walaupun UUD 1945 secara materiil tidak menganut TriasPolitica, namun secara formal ketiga pembagian kekuasaan itudiatur dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, seperti tampakpada BAB III Kekuasaan Pemerintah Negara, Bab VII DewanPerwakilan Rakyat, Bab IX Kekuasaan Kehakiman. 8 SelanjutnyaPenjelasan UUD 1945 menegaskan antara lain bahwa sekaligusPresiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, akan tetapiPresiden harus sungguh-sungguh memperhatikan suara DPR.Ini mengandung arti Presiden dan DPR, badan negara yang takdapat dipisahkan dalam arti kedua badan ini memiliki hubunganpartnership yang erat dan kuat.

6 Koentjoro Porbopranoto, Sedikit Tentang Sistem Perintahan Demokrasi, PT.Eresco,

7 Ibid, Hal. 34 dan 35.

Page 56: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

48

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

8Ismail Sunny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, 1977,Hal. 16.

9 M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,Pusat Studi HTN FH UI, Jakarta, 1983, Hal 132.

10 Abdoel Cani, Profesi Hukum, Suatu Orientasi, Makalah FH UnairSurabaya, 1991,

11 Hermaily Ibrahim, Komposisi Keanggotaan Lembaga Perwakilan Rakyatdan Prospek Efektivitas Pelaksanaan Demokrasi Pancasila (Komposisi dari SudutSosial & Profesi) Dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, JurusanHTN UI, Jogyakarta, Hal. 38

Dari segi ajaran kedaulatan rakyat, jelas bahwa rakyat bukanobjek penguasa, tetapi diakui sebagai subyek dalam prosesbernegara. Pengakuan rakyat sebagai pemegang kedaulatanditempatkan dalam konstitusi seperti tercantum dalam UUD 1945pasal 1 ayat (2). Meskipun diakui secara konstitusional bahwarakyatlah yang berdaulat, tetapi sekaligus disadari bahwa rakyattidak mungkin melaksanakan sendiri kedaulatannya, walausejarah pernah mencatat adanya demokrasi langsung pada jaman“Polis” Yunani Kuno.

Ketidakmampuan rakyat melaksanakan sendiri kedaula-tannya, tidak hanya karena jumlahnya yang relatif banyak dantersebar di wilayah yang relatif luas, akan tetapi juga karenatingkat kehidupan yang semakin kompleks.9 Kehidupan yangsemakin kompleks itu melahirkan spesialisasi di bidang perkerjaanyang pada gilirannya menuju profesionalisme.

Unsur-unsur profesionalisme (kualitas dan/atau statusprofesional) seperti diajukan oleh Abrahan Flexner dalambukunya “School and Society”, sebagai berikut:

1. Individual responsibility2. Practical application of an intelectual techniqeu3.Atendency of self-organization4. Increasingly altruistic motivation.10

Dalam kaitan dengan Badan Perwakilan Rakyat, sepertidikemukakan oleh H. Fenichel Pettkin, dalam bukunya “The Concept ofRepresentation”, bahwa orang-orang sudah terbiasa berpendapat, urusan-urusan yang di pandang bukan bidangnya diserahkan kepada oranglain untuk mengerjakannya. Demikian pula dalam masalah kenegaraan,rakyat akan menyerahkan kepada ahlinya.11

Page 57: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

49

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Pandangan kedaulatan rakyat ini menempatkan rakyatsebagai titik sentral dalam proses bernegara. Oleh karena itu,Badan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota-anggotanyaseyogyanya berakar pada rakyat, profesional menangani aspirasirakyat yang semakin kompleks baik bagi kepentingan materiilmaupun idiil.

III. FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNALAda banyak faktor yang dapat mempengaruhi peranan DPR

seperti digambarkan pada kerangka hipotesis di atas. Untukmemudahkan mengidentifikasikannya, dikategorikan menjadidua kelompok yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktorinternal berupa :

1. Sikap mental para anggota DPR2. Undang-Undang Pemilu3. Undang-Undang Susduk MPR/DPR dan DPRD4. TataTertib DPRUndang-undangn Pemilu menentukan sistem pemilihan

umum yang dianut oleh Indonesia. UU Pemilu 1985 (UU No. 1Tahun 1985) menganut sistem proporsional, sampai saat inimenjelang Pemilu 1992 masih ada kendala yang perlu dianalisisguna dapat dipenuhi harapan makin meningkatnya peranan DPR.UU Susduk MPR/DPR/DPRD I & II menentukan secara formalsusunan keanggotaan DPR yang pada pokoknyamenentukan bahwa jabatan keanggotaan DPR diisi dengan carapemilihan dan pengangkatan. Peraturan Tata-tertib DPRmemberikan gambaran bagaimana DPR menata diri dalammengaktualisasikan hak-haknya. Dari materi Tata-tertib ini dapatdiidentifikasi kendala-kendala yang menyebabkan DPR menemuihambatan dalam menjalankan peranan pengawasannya.

Mengenai faktor eksternal kiranya sumber utamanya kembalikepada konstelasi kekuatan sosial politik dan struktur masyarakatIndonesia sendiri baik struktural horisontal maupun struktural

Page 58: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

50

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

vertikal yang tersalur kepada DPR melalui kepentingan danbudaya politik masyarakat. 12

Adapun faktor-faktor eksternal tersebut adalah :1. Pengaruh OPP dalam menentukan nominasi calon2. Pengaruh OPP terhadap anggota DPR3. PendidikanAnggota DPR

IV. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR1. Sikap Mental Para Anggota DPR

Dimuka telah disinggung, bahwa jabatan DPR adalah jabatanyang menuntut profesionalisme yang tinggi. Ada ciri khas tertentuyang harus mengejawantah dalam diri seorang wakil rakyat yaitu“memperjuangkan kepentingan rakyat”. Ciri yang demikian tidaknampak pada jabatan-jabatan lainnya seperti jabatan eksekutifdan judikatif. Mereka para anggota DPR harus sadar bahwamereka diutus ke forum yang terhormat itu adalah untukmemperjuangkan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Merekaadalah pengemban kepercayaan dari sekitar 170 juta rakyatIndonesia. Hal ini mengakibatkan mereka bukan sebagai pejabatbiasa tetapi pejabat kepercayaan (convidence proffesionality). Halini pula yang menyebabkan mereka diberi sebutan/gelar “anggotayang terhormat”. Oleh karena itu, sikap mental yang harus dimilikioleh setiap anggota DPR adalah: berani, jujur, tanpa pamrih, selaluberorientasi pada kepentingan rakyat. Sikap yang demikianadalah diatas segala-galanya. Artinya faktor pendidikan bersifatpenunjang. Memang faktor pendidikan tetap relevan terutamadalam rangka mewujudkan profesionalisme. Tetapi pendidikansaja tentunya tidak cukup.

Bertitik tolak dari semuanya itu kiranya sangat memalukansikap/perilaku anggota DPR yang pernah dikemukakan oleh WinaArmada dalam tulisannya di harian Kompas 21-3-1981, sebagaiberikut:

12 Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia, CV. Rajawali Press, Jakarta,1985, Hal. 257

Page 59: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

51

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

“Ternyata anggota DPR jauh dari apa yang sayabayangkan. Malah saya melihat suatu kenyataan yangmenyedihkan yaitu bahwa sebenarnya anggota DPRkita pada umumnya kurang dedikasinya terhadappekerjaannya, kurang tanggap terhadap gejala-gejalayang tumbuh dimasyarakat tetapi cenderung mencaripopularitas….bahwa untuk sidang-sidang masalahbiasa ruang sidang tak pernah penuh. Bahkan tak jarangterlihat sidang terpaksa ditunda hanya karena belummemenuhi korum. Bukan itu saja, jika sidang sedangberjalan nyaris tidak ada perhatian dari para pesertanyakecuali kalau sedang gilirannya berbicara. Dan selamasidang, para anggota DPR seenaknya keluar masuksidang seolah-olah itu rapat tingkat RT.”

Dibagian lain dari tulisan yang disusun berdasarkan hasilpenelitian FH UI itu, Wina Armada SA menyatakan: “Tetapi, katamahasiswa tadi, kalau sedang membahas masalah yang pentingdan menarik perhatian pers, sidang pasti penuh dan anggota DPRberlomba memberikan perhatiannya. Sudah sering kita melihatgambar di koran, sementara sidang berjalan banyak anggota DPRyang asyik membaca koran atau mengisi teka-teki silang. Seakan-akan dirinya tidak ada hubungannya den-gan sidang yang sedangberlangsung itu. Masih belum puas? Coba kita lirik daftar absensiyang ada di sekretariat DPR, kita akan menemukan fakta yangmemprihatinkan, lantaran banyaknya anggota DPR “Membolos”dari tugas tanpa alasan apa-apa.13

Gambaran diatas mencerminkan betapa rapuhnya sikapmental dan perilaku anggota DPR yang sudah barang tentumerupakan kendala besar bagi peningkatan peranan DPR. 2.Undang-undang Pemilu, Undang-undang No. 15 tahun 1969tentang pemilihan umum telah berkali-kali dirubah yaitu denganUU No. 4 tahun 1975, dengan UU No. 2 tahun 1980 dan denganUU No. 1 tahun 1985 pasal 5 ayat (1) dari UU tersebut

13 Harian Kompas, tanggal 21 Maret 1981

Page 60: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

52

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

menyatakan, Jumlah anggota DPR yang dipilih bagi tiap daerahpemilihan berdasarkan imbangan jumlah peduduk yang terdapatdalam daerah pemilihan tersebut.

Di sisi lain pasal 18 ayat (1) berbunyi: Dalam mengajukancalon untuk pimilihan umum angota DPR, DPRD I dan DPRD IIorganisasi kekuatan sosial politik peserta pemilihan umummengajukan nama dan tanda gambar organisasi yangbersangkutan berdasarkan Pancasila.

Dari kutipan pasal-pasal tersebut dapat dikatakan bahwaIndonesia menganut sistem proporsional dengan kombinasisistem daftar (List system). Ada beberapa kelemahan sistem ini,atara lain :

a. Biaya relatif mahalb. Cenderung mendorong timbulnya banyak partaic. Pemilih tidak memilih orang tetapi memilih tanda gambarKelemahan (a dan c) secara langsung berkaitan dengan

kemungkinan pemerosotan kualitas anggota DPR manakalaorang yang tidak populer disuatu daerah pemilihan dicalonkanoleh organisasinya melalui nomor urut kecil atau “calon jadi”dalam daftar calon.

Untuk mengatasi kendala ini, sudah tiba saatnya diterapkansistem distrik (single member contituency). Dasar pertimbangannyaadalah : (1) Bahwa sistem proporsional yang dianut dalamundang-undang No. 15 tahun 1969 berasal dari gagasan partai-partai politik ketika Indonesia masih menganut sistem banyakpartai (NU, Parmusi, PSII, Perti, PNI, Parkindo, Katholik, IPKIdan Murba). Gagasan itu tampaknya masuk akal, karena kalauditerapkan sistem distrik ada kemungkinan suara mereka akanhilang begitu saja didaerah-daerah pemilihan dimana merekamengalami kekalahan. (2) Bahwa dengan ditetapkan Pancasilasebagai satu-satunya asas bagi Parpol dan Golkar makaberakhirlah sudah era konflik ideologi dikalangan organisasipolitik. Lebih dari itu, dengan di hapusnya ciri Islam terbuka jalanyang lebar bagi penggabungan (fusi) dikalangan partai politik

Page 61: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

53

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

sehingga nantinya hanya tinggal dua kekuatan sosial politik yaitusatu Partai Politik dan satu Golongan Karya.

Memang pernah terdengar adanya kekhawatiran bahwa jikaditerapkan sistem distrik dengan dasar pertimbangan jumlahberasal dari jawa mengingat penduduk Pulau Jawa adalah 2/3dari seluruh penduduk Indonesia. (Lihat tabel I).

Untuk mengatasi kekhawatiran ini kiranya dapat ditempuhjalan sebagai berikut: 1) Distrik pemilihan ditetapkan tersendiridengan perkataan lain, Dati II tidak otomatis merupakan distrikpemilihan; 2) Jumlah distrik pemilihan di Jawa dengan diluar Jawadiupayakan agar seimbang. Perimbangan ini dimaksud agarjumlah wakil dari Jawa seimbang; 3) Undang-Undang TentangSusunan dan Kedudukan MPR/DPR/DPRD I dan II.

Page 62: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

54

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Jawa Luar Jawa

No Provinsi Jumlah No Provinsi Jumlah

1

2

3

4

5

DKI

Jakarta

Jabar

Jateng

DI jogja

Jatim

7.361570

30.971.070

27.070.136

1841.476

30.484.419

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

DI Aceh

Sumut

Sumbar

Riau

Jambi

Sumsel

Bengkulu

Lampung

Kalbar

Kalteng

Kalsel

Kaltim

Sulut

Sulteng

Sultra

Sulsel

Bali

NTB

NTT

Maluku

Irja

Timtim

3.036.264

9.267.643

3.757.132

2.688.944

1.740.746

5.546.046

984.247

5.251.173

2.924.369

1.239.674

2.329424

1521.539

2.303.019

1.538.704

1.177.980

6.459.362

2.647.376

3.018.696

3.021.909

1.640.973

1.469.090

628.998

Jumlah total 98.728.671

60,6% Jumlah total

64.193.318

39,4%

Tabel IJumlah Penduduk Jawa dan Luar Jawa

Page 63: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

55

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Tabel II

Perimbangan jumlah wakil antara Jawa dan luar JawaUndang-Undang tentang susunan dan kedudukan MPR/DPR/DPRD I dan II .

Seperti halnya Undang-undang Pemilu, UU ini juga telahberkali-kali dirubah, yaitu dengan UU No. 5 Tahun 1975 dandengan UU No. 2 Tahun 1985. Undang-undang ini pada garisbesarnya tidak melarang pegawai negeri sipil menjadi anggotaDPR. Pasal 38 UU ini hanya melarang pejabat-pejabat tertentumerangkap menjadi anggota DPR seperti misalnya :

Jawa Luar Jawa No Propinsi Jml

Dati II Tbh Jml Pdd

Jml No Propinsi Jml Dati II

Tbh Jml Pdd

Jml

1 2 3 4 5

DKI Jaya Jabar Jateng DI Jogya Jatim

8 24 35 5

37

7 37 23 2

27

15 61 58 7

64

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

DI Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sultra Sulsel Bali NTB NTT Maluku Irja Timtim

10 17 14 6 6

10 4 4 7 6

10 6 6 4 4

23 8 6

12 4 9 4

- 4 - 1 - 3 - 6 - - - - - - - - - 1 - - - -

10 21 14 7 6

13 4

10 7 6

10 6 6 4 4

23 8 7

12 4 9 4

Jumlah 109 96 204 Jumlah 180 15 195

Page 64: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

56

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Jaksa AgungMuda, Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggotapada Mahkamah Agung, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BadanPemeriksa Keuangan, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPA,Gubernur Bank Sentral, Gubernur KDH. TK I, Wakil KDH. TK I,Bupati/Wali Kota Madya, KDH. TK.II, Wakil Bupati/ Wali KotaMadya KdH TK. II.

Duduknya Pegawai Negeri Sipil dalam keanggotaan DPRdisinyalir oleh sementara kalangan bahwa mereka menderitasemacam beban mental ketika berhadapan dengan eksekutif(atasannya). Mereka ditempatkan pada kedudukan “maju kenamundur kena”, artinya kalau mereka terlalu vokal pada atasantimbul rasa sungkan, tetapi kalau mereka tidak vokal, dikecamoleh rakyat. Mereka dikatakan berada dalam lingkaran budaya“ewuh-pakewuh”. Ada lagi satu hal nampaknya kurangmenguntungkan usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Menurutpasal 8 ayat (2) sub a UU No. 3 Tahun 1975 Pegawai Negeri Sipilkepada umumnya dibolehkan menjadi anggota Parpol danGolkar. Ketentuan tersebut dapat memecah belah kesatuan danpersatuan Pegawai Negeri Sipil yang selama ini telah dimantapkandalam suatu wadah yang disebut Korpri. Hal tersebut tidak sesuaidengan Anggaran Dasar Korpri pasal 2 ayat (2) yang bunyinya:KORPRI adalah satu-satunya wadah untuk menghimpun danmembina seluruh Pegawai Republik Indonesia di luar kedinasan,guna lebih meningkatkan pengabdiannya dalam mengisikemerdekaan dan pelaksanaan pembangunan.

Mengingat bahwa kedudukan Pegawai Negeri Sipil sebagaiabdi masyarakat adalah sangat strategis dalam rangkapembangunan bangsa, dan mengingat pula bahwa PegawaiNegeri Sipil bukan milik kelompok Orpol tertentu melainkan milikseluruh rakyat, sehingga dengan begitu mereka bisa memberikanpelayanan yang adil maka analog dengan ABRI seyogyanyamereka tidak menggunakan hak pilih dan dipilih. Dengandemikian dipandang perlu untuk meninjau kembali UU SusdukMPR/DPR/DPRD I dan II dengan memuat ketentuan sebagai berikut;

Page 65: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

57

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

a. Larangan bagi Pegawai Negeri Sipil menggunakan hak pilihaktif dan pasifnya dalam Pemilu.

b. Jaminan adanya wakil-wakil Pegawai Negeri Sipil di DPRberdasarkan pengangkatan.

c. Wakil-wakil baik Pegawai Negeri Sipil maupun PegawaiNegeri Militer (ABRI) dikelompok dalam satu fraksi di DPRkarena mereka sama-sama abdi negara sesuai UU No. 8Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian.

d. Kenaikan pangkat otomatis untuk satu kali masa jabatanDPR bagi ABRI dan PNS yang diangkat menjadi anggotaDPR guna menghindari budaya “ewuh pakewuh”.

2. Tata Tertib DPRDalam kaitan dengan peningkatan peranan DPR di bidang

pengawasan, materi Tata-tertib yang perlu disoroti adalah tatacara atau persyaratan pengajuan hak minta keterangan, hakmengadakan penyelidikan (angket) dan hak menyatakanpendapat (memorandum). Sedangkan yang berkaitan denganperanan DPR sebagai partner pemerintah dalam pembuatanundang-undang kiranya perlu disoroti adalah tata cara/persyaratan pengajuan usul inisiatif. Tabel di bawah ini diharapdapat menggambarkan persyaratan pengajuan hak- hak DPRTersebut.

Tabel IIIPersyaratan Pengajuan Hak-hak DPR

No Jenis Hak Jumlah Pengusul

Keterlibatan Fraksi

Ketentuan Tata tertib

Kemungkinan Gugur

1 Minta Keterangan >20 orang ……. Ps. 10 (1) Ya. Ps 2 Mengadakan

penyelidikan Sesuai UU >2 Ps. 15 (1) Ya. Ps. 19 (3)

3 Minta Keterangan >20 orang >2 Ps. 24 (1) Ya. Ps.12 (3) 4 Usul Inisiatif >20 orang >2 Ps. 134 (1) Ya. Ps. 136

Page 66: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

58

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Tabel tersebut di atas memerlukan penjelasan sebagai berikut.Bahwa untuk mengajukan usul minta keterangan harus diajukanoleh sekurang-kurangnya 20 orang tidak perlu terdiri darisekurang-kurangnya dua fraksi. Usul tersebut dapat menjadigugur bila penandatangan berkurang menjelang sidang paripurnauntuk pengesahan menjadi usul DPR sebagai lembaga.

Usul untuk mengadakan penyelidikan harus diajukan sesuaidengan Undang-undang tentang angket (sampai kini belumterbentuk) dan tidak boleh terdiri dari satu fraksi (sekurang-kurangnya dua fraksi) dengan kemungkinan gugur menjalankansidang paripurna bila penandatangan berkurang dari jumlah yangditentukan dalam Undang-undang.

Usul untuk menyatakan pendapat dan usul inisiatifpersyaratannya sama yaitu diajukan oleh sekurang-kurangnya20 orang dan tidak boleh berasal dari satu fraksi (sekurang-kurangnya dua fraksi) juga dengan kemungkinan gugurmenjelang sidang paripurna jika jumlah penandatanganberkurang.

Terhadap persyaratan-persyaratan tersebut dapat diajukanbeberapa komentar sebagai berikut:a. Untuk lebih meningkatkan peranan DPR kiranya

persyaratan 20 orang itu perlu diperkecil menjadi 5 orang.b. Keharusan bahwa pengusul berasal dari sekurang-

kurangnya dua fraksi (kecuali usul minta keterangan) perludihilangkan dengan alasan bahwa segera setelah anggota-anggota DPR itu dilantik, mereka mewakili rakyat secarakeseluruhan dan bukan mewakili fraksi-fraksi.

c. Kemungkinan gugurnya usul tersebut sebelum sidangparipurna perlu juga dihilangkan dengan alasan sidangparipurna itulah yang sebenarnya menentukan gugur dantidaknya (ditolak atau diterima) usul-usul tersebut.

d. Usul untuk mengadakan penyelidikan adalah usul yangpaling mendasar, oleh karena memorandum untukmengundang MPR guna meminta pertanggungjawaban

Page 67: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

59

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Presiden dalam sidang istimewa akan sangat berbobot danrealistis jika didasarkan atas hasil penyelidikan (angket) DPR.Memorandum yang tidak didasarkan atas hasil angket

cenderung bersifat ambisius, tendensius dan tidak realistis. Olehkarena itu Undang-undang Angket segera harus dibentuk.

3. Pengaruh OPP Dalam Menentukan Nominasi CalonParpol dan Golkar diasumsikan dapat mempengaruhi

nominasi calon. Tahap nominasi di Indonesia lebih dikenal denganistilah penyusunan Daftar Calon Sementara dan kemudianmenjadi Daftar Calon Tetap. Pengalaman Pemilu 1987menunjukkan jumlah Calon Tetap kurang lebih 5 kali anggotaDPR dengan perincian : PPP 183%, Colkar 191%, dan PDI 124%. 14

Pengaruh yang terlalu kuat dari OPP dalam nominasi calondengan ditopang oleh sistem proporsional & sistem daftarmenyebabkan semakin besarnya kemungkinan munculnya calon-calon yang kurang populer di masyarakat. Penyusunan daftarcalon semacam itu sudah barang tentu dapat berpengaruh burukterhadap hubungan antara anggota DPR dengan rakyat yangdiwakilinya.

Secara teoritis, menurut Gilbert Abcarian ada 4 tipe hubungandiantara si wakil dengan rakyat yang diwakilinya yaitu :a. Si wakil bertindak sebagai “wali” (trustee). Dalam hal ini si

Wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan menurutpertimbangannya sendiri tanpa perlu berkonsultasi denganyang diwakilinya.

b. Si wakil bertindak sebagai “utusan” (delegate). Dalam halini si wakil bertindak sebagai utusan atau duta dari yangdiwakilinya dalam melaksanakan tugasnya. Si wakil kurangbebas bertindak.

c. Si wakil bertindak sebagai “politico” (politikus profesional).Si wakil kadang- kadang bertindak sebagai “wali” (strustee)

14 Hermaily Ibrahim, Op. Cit., Hal.45

Page 68: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

60

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

15 Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan Dan Pemilihan Umum di Indonesia,Caya Media Pratama, Jakarta, 1988, Hal. 85.

16 Harian Bali Post, tanggal 29 April 1989

dan ada kalanya bertindak sebagai “utusan” (delegate).Tindakannya tergantung dari persoalan yang dihadapi.

d. Si wakil bertindak sebagai “partisan”. Di sini si wakilbertindak sesuai dengan keinginan partai (organisasi) siwakil. Setelah si wakil dipilih oleh pemilihnya (yangdiwakilinya), maka lepaslah hubungannya dengan parapemilihnya. Mulai saat itu terjalin hubungan antara si wakildengan partai (organisasi) yang mencalonkannya.15

Dari keempat model itu, nampaknya model “politico” lahyang paling ideal. Model partisan harus dihindari karena modelini dapat menyebabkan keterasingan antara si wakil denganrakyat yang diwakilinya sehingga ruang gerak si wakil dalammemperjuangkan aspirasi rakyat kurang bebas.

6. Pengaruh OPP Terhadap Anggota DPRPengaruh ini merupakan kelanjutan dari pengaruh OPP

dalam menominasi calon. Artinya pengaruh itu tidak berhentihingga saat menominasi calon saja, tetapi berlanjut hingga calontersebut telah menjadi anggota DPR. Pengaruh yang demikianitulah yang menimbulkan model partisan, suatu model yang harusdihindari.

Adanya pengaruh (tekanan) dari OPP (Organisasi Induk)memang telah diakui oleh kalangan anggota DPR itu sendiri dariberbagai fraksi antara lain.16 Soetarjo, wakil ketua fraksi PDImengakui adanya budaya “sungkan” di DPR. Yang dimaksuddengan budaya sungkan adalah keengganan anggota DPR untuk“bersuara” karena takut dituduh telah melanggar disiplinorganisasi.

Disisi lain H.M. Muas Wakil Ketua Komisi IX dari Fraksi KaryaPembangunan membenarkan keterbatasan ruang gerak anggotaDPR di dalam melakukan kontro sosial. Dikatakannya, memang

Page 69: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

61

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

ada semacam aturan dalam induk organisasi yang melarangmenyudutkan pihak pemerintah.17

Sementara itu dari kalangan luar DPR, Soeprapto yangmenjabat wakil ketua DPR dari fraksi utusan daerah menyatakanbahwa MPR sangat dipengaruhi oleh kemauan politik Indukorganisasinya berupa perhitungan untung rugi. Berhadapandengan pemerintah, perhitungan untung rugi inilah yangmengedepan. Hal inilah menurut R. Soeprapto dapatmenimbulkan budaya sungkan.18 Hubungan yang tidak akrabantara anggota DPR dengan rakyat yang diwakilinya dapatdikatakan berlanjut terus. Kunjungan ke daerah yang sebenarnyamerupakan sarana untuk dapat menjalin hubungan yang erat,nampaknya juga kurang dimanfaatkan. Masa reseskelihatannya hanya digunakan oleh anggota DPR untuk bertemudengan pejabat-pejabat teras di daerah, tidak pernahdimanfaatkan untuk berdialog dengan kelompok- kelompokmasyarakat yang potensial dapat menyuarakan aspirasi dankesulitan yang dihadapi rakyat, seperti organisasi profesi, LSM,kampus-kampus, dan lain-lain di daerah pemilihan mereka.

7. Pendidikan Anggota DPRMengenai tingakat pendidikan anggota DPR, secara

dikotomis dapat dikelompokkan atas sarjana dan non sarjana.Diperoleh data sementara sebagai berikut:

Periode Demokrasi Liberal (1945-1959), anggota DPR yangtingkat pendidikannya sarjana 12,4%; periode DemokrasiTerpimpin (1959-1965) jumlah sarjananya 14,8%; periodeDemokrasi Pancasila (1966-1977), jumlah sarjananya meningkatmenjadi 64%. Sekretariat DPR-CR Seperempat Abad DewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia, Hal. 570-585, 586-590,606-621, 624-656.

17 Harian Bali Post, Ibid, Hal. 1.18 Harian Bali Post, Ibid, Hal. 1

Page 70: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

62

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Periode Tahun/ lama

Jenid Produk Jumlah Rata-rata Tahun UU Ms. Int. PP Rs. Ak.

Demokrasi Liberal 13,5 440 45 22 0 0 1 503 37,6 Demokrasi Terpimpin

6,5 122 0 0 2 0 0 124 19,1

Demokrasi Pancasila 12 125 0 0 13 10 1 149 12,4 Jumlah 32 687 45 22 15 10 2 781 24,4

Meskipun menurut data di atas, tingkat pendidikan anggotaDPR kualitasnya makin baik, jumlah sarjananya makin bertambahbanyak, akan tetapi bila diukur dari segi kuantitas dan variasiproduk yang dihasilkannya dapat disimpulkan bahwa faktorpendidikan pengaruhnya atas efektivitas peranan DPR tidakbegitu signifikan.

Sebagai ilustrasi ditinjau dari jumlah dan jenis produk DPRdari tahun 1945-1977, maka akan terlihat penurunan yang terusmenerus mengenai peranannya sesuai Tabel IV di bawah ini.

Tabel IVProduk DPR 1fp 1945-1977

Sumber:1) DPR Rl, 25 tahun Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia

Jakarta, 1971.2) Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia, 1985, Hal. 256.

Keterangan :UU : Undang-undangMs : MosiInt : InterpelasiPP : Pernyataan PendapatRs : ResolusiAk : Angket

Page 71: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

63

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

V. PENUTUPa) Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagaiberikut:

1. Keberadaan DPR merupakan suatu keharusan sesuaidengan apa yang tersurat dalam Undang-Undang Dasar1945. Sesuai dengan mekanisme Pancasila, DPRmempunyai dua fungsi pokok yaitu sebagai partnerpemerintah dan sebagai pengawas pemerintah(Presiden).

2. Peranan DPR dalam melaksanakan fungsi partnershipdipandang telah cukup memadai, kecuali dibidangpengajuan, usul inisiatif. Sementara peranan dibidangpengawasan masih perlu lebih diefektifkan.

3. Faktor-faktor yang menghambat pengefektifan perananDPR dibidang pengawasan adalah faktor internal danfaktor eksternal. Faktor internal berupa: sikap mental,Undang-Undang Pemilu, UU Susduk MPR/DPR/DPRDI dan II,Tata Tertib DPR. Faktor eksternal berupa :pengaruh OPPdalam menominasi calon, pengaruh OPPterhadap anggota DPR, serta pendidikan anggota DPR.

4. Hambatan terhadap peranan DPR itu nampaknyamenyebabkan makin menurunnya kuantitas produkDPR serta melemahnya pengawasan DPR, bahkan terasabahwa DPR hanya sebagai pembentuk legitimasieksekutif.

b) Saran1. Untuk menghindari keterasingan si wakil dengan rakyat

yang diwakili perlu diadakan perubahan sistem Pemiludari sistem proporsional ke sistem distrik (single mem-ber konstituency). Disamping itu, pengaruh OPP baikdalam menominasi calon maupun terhadap anggotaDPR itu sendiri perlu segera dihindari.

Page 72: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

2. Pegawai Negeri Sipil sebaiknya tidak ikut Pemilu dantidak boleh menjadi anggota OPP. Hal ini dimaksudkandemi terjaminnya loyalitas tunggal Korpri sebagai abdinegara yang merupakan milik seluruh rakyat.Keanggotaannya dalam DPR sebaiknya melaluipengangkatan (analog dengan ABRI) dan dijadikan satufraksi dengan ABRI dengan catatan jumlah keseluruhanpengangkatan (sipil dan militer) tidak melebihi seperlimadari seluruh anggota DPR.Untuk lebih menjaminkelancaran dan kemudahan pengajuan hak-hak DPRdibidang pengawasan, dipandang perlu segera merubahmateri tata tertib yang berupa hambatan intern.

3. Untuk menumbuhkan citra bahwa DPR memangsederajat dengan Presiden, hendaknya dalam interaksipelaksanaan hak-hak pengawasan DPR denganeksekutif, eksekutif diwakili oleh Presiden. Beberapa haldengan pembahasan rancangan Undang-Undang,Presiden dapat diwakili oleh menteri yang bersangkutan,karena pembahasan itu lebih banyak bersifat teknisoperasional yang menyangkut tugas wewenangDepartemen.

4. Untuk mengakrabkan hubungan DPR dengan rakyatpemilih yang diwakilinya, maka kunjungan DPR kedaerah pada masa reses hendaknya dimanfaatkanseefektif dan seefisien mungkin, antara lain mengadakandialog, tukar pikiran, pencarian informasi padaorganisasi profesi, LSM, kampus-kampus, dan lain- laindi daerah asal pemilihan anggota Dewan yangbersangkutan.

Page 73: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

5

ANALISIS PEMBATASAN PERIODE JABATANPRESIDEN DALAM RANGKA PASAL 7

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

AbstrakSalah satu isu kampanye Pemilu yang mencuat persoalan

pembatasan periode jabatan Presiden. Masalahnya apakah hal inidikehendaki oleh pembentuk UUD 1945? Jawabnya, berdasarkan

pada semangat dinamika UUD 1945, meskipun tipologi konstitusidi mana UUD 1945 tergolong ke dalam klasifikasi “normative

open” dan “norm vague” constitutions, yang mudah dielaborasi,ditafsirkan dan dibuat saplemennya, akan tetapi karena

pembatasan periode jabatan Presiden membawa konsekuensihukum penting dan luas, maka pembatasan periode jabatan

Presiden kewenangannya diserahkan kepada MPR dalam ruanglingkup wewenang perubahan undang-undang dasar (Pasal 37UUD 1945), bukan dalam wewenang MPR untuk menafsirkan

UUD 1945. Mengingat konstelasi politik pasca Pemilu 1992, kursiMPR/ DPR didominasi GOLKAR, maka BP MPR sebaiknya tidak

mengangkat isu tersebut menjadi bahan Rantap SU MPR 1993.

Page 74: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

66

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

I. PENDAHULUANPersoalan perlu atau tidak pembatasan periode jabatan

Presiden, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia menurutcatatan penulis muncul sejak tahun 1963, yang menjelma secaraformal dalam Tap MPRS No. lll/MPRS/1963. Kemudian munculkembali pada tahun 1977, dan mencuat menjadi isu kampanyePemilu 1992.

Oleh karena itu, persoalan ini masih berada dalam peringkatpertarungan politik antar OPP (Organisasi Peserta PemilihanUmum) yang mungkin akan muncul dalam SU MPR 1993.Apalagi dalam perkembangan tradisi ketatanegaraan kita, kiniRantap MPR baik Rantap GBHN maupun non-GBHN diserahkanpenyusunannya kepada OPP yang perpanjangannyadiaktualisasikan melalui usulan fraksi-fraksi di MPR (FKP, FPPP,FPDI) plus FABRI dan FUD. (Fraksi Utusan Daerah).

Dari segi hukum tatanegara, fenomena politik ini menarikuntuk dikaji dengan menempatkannya pada dua rumusanmasalah yaitu :1. Apakah Pembentuk Undang-undang Dasar 1945

menghendaki pembatasan periode jabatan Presiden ?2. Apakah pendapat yang mencuat dalam kampanye Pemilu

mengenai pembatasan periode jabatan Presiden suatupenafsiran konstitusi atas Pasal 7 UUD 1945 ?Pendekatan yang digunakan dalam bahasan ini adalah

pandangan tentang kekuasaan, tipologi atau klasifikasi konstitusidan interpretasi sistematis atas pasal-pasal UUD 1945. Pendekatanyang terakhir ini lazim dinamakan metode hermaneutik, dalamIlmu Hukum.

Dengan pendekatan tersebut di atas diharapkan diperolehalternatif jalan keluar terhadap permasalahan yangdikemukakan.Alternatif pemikiran ini dimaksudkan sebagai inputatau masukan bagi BP MPR yang akan membahas Rantap MPRuntuk materi SU MPR 1993.

Page 75: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

67

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

II. PRESIDEN FIGUR SENTRAL KEKUASAANDalam hukum tata negara suatu lembaga negara dapat

memperoleh kekuasaan melalui berbagai cara. Cara-caramemperoleh kekuasaan yang konstitusional ialah : atribusi danpelimpahan. Atribusi merupakan cara yang paling seringdilakukan. Begitu seringnya cara ini dilakukan melalui Undang-undang Dasar, maka Akkermas menyatakan bahwa Undang-undang Dasar tidak lebih dari “een reglement van atribute”. (PhilipusM. Hadjon, 1991: 40). Kekuasaan atribusi disebut juga kekuasaanasli, yang dibentuk oleh pembentuk Undang-undang Dasar dandiberikan kepada lembaga-lembaga negara yangpembentukannya melalui UUD.

Sumber kekuasaan atribusi yang lain adalah badan yangdiberi kekuasaan melaksanakan kedaulatan rakyat. Dengandemikian MPR mempunyai kekuasaan untuk membentukkekuasaan baru dan yang dapat diberikannya kepada lembaga-lembaga tinggi negara (Soewoto, 1990: 77-78). Sedangkankekuasaan yang diperoleh karena pelimpahan dibedakan atasdelegasi dan mandat. Dengan delegasi, delegataris (penerimakekuasaan) memperoleh kekuasaan untuk melaksanakankekuasaan atas namanya di atas tanggung jawab (responsibility)serta tanggung gugatnya (liability) sendiri. Dengan mandat,mandataris menerima kekuasaan tetapi tidak melaksanakankekuasaan itu atas namanya dan atas tanggung jawabnya akantetapi atas nama dan atas tanggung jawab pemberi mandat(Philipus M. Hadjon; Locit.).

Guna memperoleh kejelasan mengenai kekuasaan Presidenmenurut UUD 1945, bertumpu pada penjelasan tentang SistemPemerintahan Negara, butir IV, ditegaskan: PRESIDEN IALAHPENYELENGGARA PEMERINTAH NEGARA YANGTERTINGGI DI BAWAH MAJELIS. DALAM MENJA-LANKAN PEMERINTAHAN NEGARA, KEKUASAAN DANTANGGUNG JAWAB DITANGAN PRESIDEN (CONCEN-TRATION OF POWER AND RESPONSIBILITY UPON THEPRESIDENT). Dengan merujuk pada arti istilah pemerintah yang

Page 76: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

68

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

sama dengan konsep “regering” yakni pemerintah diartikansebagai lembaga dan fungsi, maka menurut pengertian ini seluruhtugas dan fungsi “staatsregering” (pemerintah negara) beradaditangan Presiden.

“Staatsregering” atau disingkat “regering” menurut vanVollenhoven, sesuai dengan teori Catur Praja, mengandung empatfungsi yaitu ketataprajaan atau pemerintahan dalam arti sempit,kepolisian, peradilan, dan pengaturan atau perundang-undangan.Bertumpu pada kerangka pemikiran van Vollenhoven, kekuasaanpemerintah menurut UUD 1945 tidaklah sama dengan kekuasaaneksekutif seperti diajarkan oleh Montesquieu dalam teori TriasPolitika. Ia lebih luas meliputi kekuasaan legislatif (pasal 5 ayat 1),kekuasaan eksekutif (pasal 5 ayat 2) dan kekuasaan reglementerberdasarkan Pasal 4 UUD 1945 (H. Hamid S. Attamimi, 1990 : 3).

Dengan demikian kekuasaan pembentukan peraturanperundang- undangan secara umum terpusat pada Presiden.Khusus untuk membentuk undang-undang sebagai jenisperaturan perundang-undangan yang khas, Presidenmelakukannya dengan persetujuan DPR (pasal 5 ayat 1).Selanjutnya dari ketentuan Pasal 5 ayat (2) dapat disimpulkanbahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk peraturanpemerintah untuk menjalankan undang- undang, tanpamemerlukan persetujuan DPR. Sesudah kekuasaanpembentukan peraturan perundang-undangan secara umumyang bersumber pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, dikhususkanke dalam kekuasaan pembentukan undang-undang dankekuasaan pembentukan peraturan pemerintah, maka sisanyaialah kekuasaan Keputusan Presiden (Keppres) yang bersifatpengaturan. Keputusan Presiden ini dibedakan atas : (1) KeppresDelegasian yaitu Keppres yang didelegasikan dari undang-undang melalui peraturan pemerintah, (2) Keppres Mandiri,mengatur hal-hal yang tidak diatur oleh undang-undang dan/atau peraturan pemerintah. (Ibid).

Dikaitkan dengan bunyi sumpah Presiden seperti diaturdalam Pasal 9 UUD 1945 yang intinya “kewajiban Presiden

Page 77: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

69

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

memegang teguh Undang-undang Dasar, Undang-undang, danperaturannya selurus-lurusnya”. Ini mengandung arti bahwaPresidenlah yang memimpin bagaimana caranya organisasinegara memenuhi tugas kenegaraan dalam mencapai tujuannegara.

Dengan demikian Presiden merupakan figur sentralkekuasaan dalam mencapai tujuan negara Republik Indonesiauntuk :- melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah In-

donesia,- memajukan kesejahteraan umum,- mencerdaskan kehidupan bangsa- ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial(Pembukaan UUD 1945 Alinea IV)

III. KONTROVERSI PEMBATASAN PERIODE JABATANPRESIDENSejarah ketatanegaraan Indonesia mencatat bahwa

pemikiran mengenai pembatasan periode jabatan presidenterangkat kepermukaan menjadi fenomena politik tahun 1963,ketika MPRS melalui TAP MPRS No. III/MPRS/1963, mengangkatPresiden Sukarno sebagai Presiden Seumur Hidup.

Sikap MPRS (1963) yang demikian itu, jelas tidakmenghendaki masa jabatan presiden dibatasi, baik dalam halrentang waktunya (selama lima tahun Pasal 7 UUD 1945) maupunmengenai periode jabatannya (boleh menjabat satu kali, dua kalimasa jabatan dan seterusnya).

Alasan MPRS mengangkat Presiden Sukarno sebagaiPresiden seumur hidup adalah sebagai berikut:

a. Tap MPRS No. 1/MPRS/1960 mengangkat PresidenSukarno menjadi Pemimpin Besar Revolusi;

Page 78: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

70

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

b. Tap MPRS No. 11/MPRS/1960 mengangkat PresidenSukarno sebagai mandataris dengan kekuasaan penuh;

c. Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indone-sia telah berhasil memimpin revolusi mencapaikemenangan-kemenangan seperti yang sampai kini kitanikmati bersama;

d. Bung Karno memenuhi syarat-syarat sebagai Presidenbaik ditinjau dari segi revolusi, Konstitusi 1945 maupundari segi agama pada umumnya, khususnya agama Is-lam sebagai Wahjulamri;

e. Hasrat kuat dari berbagai golongan rakyat dan daerahRepublik Indonesia agar Bung Karno diangkat menjadiPresiden seumur hidup (lihat konsiderans Tap MPRS No.III/MPRS/1963).

Konsiderans ini menunjukkan bahwa pengangkatanPresiden seumur hidup, bukan kehendak dan rekayasa politikBung Karno, akan tetapi karena situasi politik prolog G 30 S/PKI.Dari segi dasar hukumnya dikemukakan oleh Ketua KomisiPengangkatan Presiden Seumur Hidup (MPRS 1963), RuslanAbdulgani antara lain:

“Komisi mengikuti bahwa Ketetapan MPRS ini dari segilegalistik dan formal konstitusionalnya kurang memenuhipersyaratan. Namun komisi ingin menegaskan bahwa hasil kerjaini bukan semata-mata sebagai suatu karya yuridis-legalistikproduk, akan tetapi hasil kerja berdasarkan pertimbangan politikdengan memperhatikan sejauh mungkin persyaratan yuridis-legalistisnya”. (RuslanAbdulgani; 1965 : 68).

Dengan demikian sudah jelas bahwa Tap MPRS No. III/MPRS/1963 ini tidak mempunyai dasar hukum yang kuat, lebihmenonjolkan pertimbangan politik oleh karena itu bertentangandengan asas negara hukum. Karena menurut teori hukum tentangnegara bahwa kekuasaan negara atau kekuasaan politik adalahkekuasaan hukum, artinya dipersyaratkan dan dengan petunjukhukum, karenanya validitas kekuasaan hanya ditentukan oleh

Page 79: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

71

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

hukum. Sesegera hukum berakhir, maka berakhir pula kekuasaanyang ada pada negara (Abdoel Gani,1984:228). Ini berartikekuasaan politik yang diaktualisasikan dalam pertimbanganpolitik dari suatu lembaga negara termasuk lembaga tertingginegara, MPRS tersebut di atas seyogyanya berdasarkan atashukum.

Oleh karena itu tepatlah MPRS (1966) telah mencabut TapMPRS No.III/MPRS/1963, dengan Tap MPRS No.XIII/MPRS/1966,yang mencabut pengangkatan Presiden Sukarno sebagai presidenseumur hidup, dengan disertai permintaan maaf MPRS kepadaBung Karno. Pasal 7 UUD 1945 menentukan : “Presiden dan WakilPresiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dansesudahnya dapat dipilih kembali”. Rupanya anak kalimat“sesudahnya dapat dipilih kembali” inilah yang menimbulkanpertentangan atau kontroversi. Kontroversi ini bertumpu padasudut pandangan tentang kekuasaan, karena Presiden menurutUUD 1945 merupakan figur sentral kekuasaan sepertidiungkapkan di muka.

Di satu sisi ada “kecurigaan” terhadap kekuasaan, di manakelompok ini dalam kepustakaan dapat dikatakan dipengaruhioleh sudut pandang Barat atas kekuasaan, seperti ungkapan LordActon bahwa “power tend to corrupt, absoulutly power corruptabsoulutly” dapat diartikan bahwa kekuasaan cenderungsewenang-wenang, makin besar kekuasaan makin besar pulatindakan sewenang-wenang itu.

Berdasarkan kecurigaan pada kekuasaan itu disekitar tahun1977 muncul pendapat periode jabatan Presiden perlu dibatasi,hanya dua kali masa jabatan dikemukakan antara lain olehS.Amin, Dachlan Danuwihardjo, lembaga pendidikan tinggi,UGM dan Unair, dan dilontarkan kembali tahun 1992 sebagai isukampanye pemilu oleh Surjadi (Ketua Umum DPP PDI). Alasanyang dikemukakan kelompok ini dapat dihimpun antara lain :1) Jabatan Presiden suatu jabatan yang sedemikian pentingnya

dan besar pertanggungjawabannya, tidaklah mungkinuntuk waktu yang lama berada ditangan seseorang;

Page 80: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

72

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

2) Pembaharuan-pembaharuan dalam waktu singkat harusdilakukan guna mengatasi ekses-ekses yang timbul dariseorang pejabat yang memegang jabatan penting itu terlalulama;

3) Analog dengan periode jabatan Kepala Daerah (GubernurKepala Daerah Tingkat I dan Bupati Kepala Daerah TingkatII), Undang-undang Pokok Pemerintahan Di Daerah (UUNo.5/1974) menentukan pembatasan periode jabatan untukdua kali masa jabatan;

4) Jika periode jabatan Predisen tidak dibatasi, secara teoritasPresiden yang terpilih setiap kali pemilihan Presiden setiaplima tahun sekali akan sama saja dengan Presiden seumurhidup.Dalam hubungan ini S. Amin secara tegas mengemukakan,

bahwa Pasal 7 UUD 1945 mengandung konsekuensi (akibat)jabatan Presiden paling lama 10 tahun; yaitu, 5 tahun untuk masajabatan pertama ditambah dengan 5 tahun untuk masa jabatankedua. Sekali-kali tidak terbuka kesempatan menjadi Presidenuntuk ketiga kalinya. (S.Amin, 1981:70).

Sebaliknya kelompok yang berpendapat periode jabatanPresiden tidak perlu dibatasi, rupanya dipengaruhi oleh budayaJawa, yang pada pokoknya meletakkan dasar sudut pandangantidak mencurigai kekuasaan, sehingga sepanjang yang memegangkekuasaan mampu mengayomi rakyat, sesuai asas “kawula ngirasgusti”, maka tidak ada alasan untuk membatasi kekuasaanpemangku kekuasaan, dalam hal ini periode jabatan Presiden.Pendirian kelompok kedua, dianut oleh GOLKAR, yang dapatdirinci alasannya sebagai berikut:

1) Pasal 7 UUD 1945 sudah jelas menentukan pembatasanperiode jabatan Presiden;

2) Kita tidak boleh curiga pada kekuasaan, karena Presidenmenjalankan kekuasaan pemerintah berdasarkan UUD1945 dan GBHN yang ditetapkan MPR, maka apabilaPresiden dinilai oleh DPR sungguh-sungguh melanggar

Page 81: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

73

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

garis-garis besar daripada haluan negara, jangankanpada dua kali masa jabatan, satu kali masa jabatan punMPR dapat menarik mandatnya dari tangan Presiden;

3) Jabatan presiden tidak dapat dianalogkan denganjabatan Kepala Daerah karena secara kualitatifpersyaratan Presiden sangat berat;

4) Praktek ketatanegaraan Indonesia setelah mengalamitiga kali pergantian Konstitusi, baik Konstitusi RepublikIndonesia Serikat (KRIS, 1949) maupun UUDS 1950 danUUD 1945 tidak satu pun dari ketiga Undang-undangDasar tersebut membatasi berapa kali Presiden bolehdipilih kembali.

Menurut pendapat penulis untuk menentukan apakah yangdikehendaki oleh Pembentuk UUD 1945 mengenai periode jabatanPresiden, tidak dapat didasarkan atas sudut pandangan curigaatau tidak terhadap kekuasaan, namun hendaknya di lihat darisegi dinamika UUD 1945, yang setiap lima tahun diserahkankepada MPR sebagai penjelmaan rakyat untuk mengamati danmengevaluasinya. Di samping itu MPR sebagai pemegangkedaulatan rakyat dapat menciptakan kekuasaan baru ataukekuasaan atributif.

Berdasarkan pada sudut pandangan ini, tampaknyaPembentuk UUD 1945 menyerahkan kepada kewenangan MPRuntuk menentukan apakah akan membatasi atau tidak periodejabatan Presiden, melalui wewenang perubahan Undang-undangDasar.

I. PERIODE JABATAN PRESIDEN, INTERPRETASI DANTIPOLOGI UUD 1945Untuk menjawab permasalahan apakah pembatasan periode

jaba-tan Presiden itu merupakan interpretasi Pasal 7 UUD 1945anak kalimat yang berbunyi... “sesudahnya dapat dipilihkembali” akan digunakan pendekatan tipologi konstitusi. Konseptipologi dikembangkan oleh MaxWeber, yang dapat digunakan

Page 82: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

74

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

untuk membantu pemecahan masalah konstitusi. Dikemukakanbahwa : “the concept of typology deve-loped by Max Weber can beused as a scientific aid in constitutional science as well as sociology”(Henc van Maarseveen, Ger van der Tang; 1978 : 241). Selanjutnyadikatakan ada tiga manfaat teoritis dan praktis pemakaian tipologiatau klassifikasi konstitusi yaitu:

a. Classification is an aid to the interpretation of constitu-tion (Klasifikasi memudahkan interpretasi);

b. A constitution prescaribing concert norm, however hasmuch more direct legal consequencies (Tipologiberkaitan dengan konsekwensi hukum);

c. Classification can be an important aid in the process ofconstitution making (Klassifikasi penting bagipembentukan Undang-undang Dasar baru).

Studi tipologi konstitusi sudah lama dilakukan. Namunbaru tahun 1950- an dikenal penulis-penulis terkemuka dalamklassifikasi konstitu-si, seperti Karl Lowenstin, Leslie Wolf Philips,K.C. Wheare, Ivan Kovacs (K.C Wheare; 1966:14, lihat jugaPhilipus M. Hadjon; Op.cit.: 43).

Dalam bahasan tipologi UUD 1945 dirujuk klasifikasi Hencvan Maarseveen, yang membedakan tipologi formal dan material,la menegaskan: “In our view there are only two sorts ofclassifications, formal and ma- terial” (Ibid). Tipologi formalberkaitan dengan aspek formal atau eksternal dari konstitusi.Contoh tipologi formal adalah penggolongan konstitusi atas:“Konstitusi yang tersusun dalam satu dokumen” dan “Konstitusiyang tersusun dalam multi dokumen” (“Unidocumentary” and“multidocumentary” con- stitutions), “Konstitusi yangnaskahnya panjang” artinya konstitusi yang jumlah pasal-pasalnya banyak, materi muatannya konfigurasinya rinci dan“konstitusi yang naskahnya pendek”, artinya jumlah pasalnyasedikit, materi muatannya konfigurasinya hanya aturan-aturanpokok saja (“Long” and “Short” consti- tutions).

Page 83: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

75

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Sedangkan tipologi material berkaitan dengan isi ataustruktur kon-stitusi. Berdasarkan tipologi atau klasifikasi materialini dibedakan “konstitusi normatif terbuka” (“normative openconstitutions”) dan “konstitusi normatif tertutup” (“normativeclosed constitutions”); “konstitusi normanya samar-samar”(“norm vague constitutions”) dan “konstitusi yang normanyakongkret” (“norm concrete” constitutions). Dari tipologi material,UUD 1945 dapat diklasifikasikan ke dalam “konstitusi normatifterbuka” dan “konstitusi yang normanya samar-sa-mar”. UUD1945 diklasifikasikan ke dalam “normative open” constitutionskarena ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasalnya baik yangdinyatakan secara tegas maupun tidak pada dasarnya untukpelaksanaannya perlu dijabarkan dengan Undang- undang (lihatantara lain Pasal 2, Pasal 12, Pasal 16, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 28,Pasal 30 dan Pasal 31 UUD 1945). Seperti dikemukakan oleh Hencvan Maarseveen bahwa “normative open” constitutionspelaksanaannya tergantung pada undang-undang atau“legislation”. Dengan kata-katanya sendiri, ia menegaskan :”Anormative open constitutions leaves the way for father legis- lation onmatters with which it deals (Op.cit. : 254-255). “

Pernyataan di atas sesuai dengan struktur UUD 1945 yanghanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garisbesar sebagai instruksi, kepada Pemerintah Pusat dan lain-lainpenyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupannegara dan kesejahteraan sosial. (Penjelasan Umum IV UUD1945). Oleh karena itu UUD 1945 mengamanatkan ada 18 halyang perlu diatur atau ditetapkan dengan undang-undang, yangmateri muatannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. yang secara tegas diperintahkan oleh Undang-undangDasar untuk diatur dengan undang-undang;

b. yang mengatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan dalamUndang- undang Dasar dan Ketetapan MPR;

c. yang mengatur hak-hak asasi manusia terlepas darikedudukan sebagai warga negara atau bukan;

d. yang mengatur hak dan kewajiban warga negara;

Page 84: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

76

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

e. yang mengatur pembagian kekuasan negara, termasukkekuasaan peradilan yang bebas;

f. yang mengatur siapa warga negara dan caramemperoleh atau kehilangan kewarganegaraan;

g. yang mengatur organisasi pokok lembaga-lembagatinggi negara dan lembaga tertinggi negara;

h. yang mengatur pembagian daerah atas daerah besar dankecil;

i. hal-hal yang oleh suatu undang-undang ditetapkanuntuk diatur lebih lanjut dengan undang-undang lain.(Attamimi; 1979:286)

Dari apa yang ditentukan di atas, maka materi muatan butirc dan d yang paling luas, karena di dalamnya termasuk hal-halyang menyangkut pengaturan disertai dengan sanksi pidana,pencabutan hak milik dan sebagainya yang berkaitan denganterganggunya hak-hak asasi manusia dan warga negara (Ibid).

Sedangkan pada tipologi konstitusi yang normanya samar-samar atau “norm vague” constitutions, menurut Heng vanMaarseveen ada kesempatan yang luas untuk melakukanelaborasi, interpretasi dan saplemen. Dalam pendapatnya yanglebih rinci, ia mengemukakan sebagai berikut:

“The vaguer the norms which a constitution contains, the lessneed there is to amend the text and the longer its life expectancy.If a constitution contains only vague norms, this allows a certainfreedom for elaboration, supplementation and interpretation”(Op.cit.:255).

UUD 1945 karena memiliki sifat yang singkat dan supeldapat diklasifikasikan sebagai tipe konstitusi yang normanyasamar-samar (“normvague” constitution), oleh karena itukelihatannya pandangan tentang pembatasan periode jabatanPresiden dapat ditafsirkan dari anak kalimat Pasal 7 UUD 1945seperti pendapat Surjadi dalam kampanye Pemilu 1992.

Dalam hal penafsiran konsultasi, kepustakaan mengung-kapkan bahwa menurut sistem ketatanegaraan Barat (Eropa

Page 85: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

77

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Kontinental), yang mempunyai wewenang untuk menafsirkanUndang-undang Dasar adalah Mahkamah Agung.

Dikemukakan oleh Wade dan Phillips antara lain:“By aconstitution is normally meant a document having aspecial le-gal sanctity which sets out the framework andprinciple functions of the organs of government of a State anddeclar the principles the operation of those organs. Such adocument is implemented by de-cisions of the particular organ,nor- mally the highest court of State, which as power to interpretits content.” (Wade and Phillips ; 1970 : 1). “

Sedangkan menurut sistem ketatanegaraan Indonesia yangberwenang memberikan penafsiran terhadap UUD 1945 adalahMPR sebagai lembaga negara yang memiliki supremasi danotoritas hukum (“legal authority”), jelas bukan wewenangpimpinan atau anggota MPR apalagi dalam kapasitasnya sebagaipribadi.

Di samping itu menurut hemat penulis soal pembatasanperiode jabatan presiden akan menimbulkan konsekuensi hukumyang penting dan luas, maka hal itu merupakan wewenang atributMPR. Oleh karena itu pembatasan periode jabatan Presidenmasuk dalam ruang lingkup wewenang MPR untuk mengubahdan bukan dalam wewenang menafsirkan UUD 1945.

V. PENUTUPDari bahasan yang telah diutarakan itu dapat diterima

pengertian bahwa konsep pemerintah menurut UUD1945 lebihluas dari makna eksekutif menurut teori Trias Politica,Montesquieu. Oleh karena UUD 1945 sebagai sumber wewenangatributif bagi Presiden memberikan kekuasaan kepadanya untukmelaksanakan kekuasaan legislative dan kekuasaan eksekutif,bahkan juga secara terbatas mempunyai wewenang yudisialseperti grasi, amnesty dan abolisi (pasal 14UUD 1945).

Di samping itu dari segi perundang-undangan presidenmerupakan pusat kekuasaan membentuk perundang-undangan

Page 86: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

78

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

dalam arti yang “umum” yakni dalam kedudukannya memimpinorganisasi negara memenuhi tugas untuk mencapai tujuannegara. Dengan demikian presiden merupakan figur sentralkekuasaan pemerintahan negara. Karena besar dan luasnyakekuasaan Presiden, maka muncul pemikiran kontroversialmengenai perlu atau tidak pembatasan periode jabatannya itu.

Penulis berpendapat bahwa pembentuk UUD 1945menyerahkan kewenangan untuk membatasi atau tidak periodejabatan presiden apakah dua kali masa jabatan atau seterusnyakepada MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Daripendekatan tipologi atau klasifikasi konstitusi, meskipun secaramaterial UUD 1945 termasuk tipe “norma-tive open” dan “normvague” constitution, yang mudah ditafsirkan, namun oleh karenapenafsiran konstitusi menurut sistem ketatanegaraan kitamerupakan wewenang MPR dan MPR juga merupakan sumberkekuasaan atributif, serta mengingat pengalaman sejarahketatanegaraan tahun 1963 tentang pengangkatan presidenseumur hidup, maka persoalan pembatasan periode jabatanPresiden tidak dapat dilakukan melalui penafsiran. Tegasnyaapabila periode jabatan presiden akan dibatasi seyogyanyadilakukan perubahan UUD 1945 melalui Pasal 37 UUD 1945.

Mengingat konstelasi politik pasca Pemilu 1992 di mana kursiMPR/ DPR masih didominasi oleh GOLKAR untuk kurun waktulima tahun tidak mungkin dilakukan perubahan konstitusi. Olehkarena itu BP MPR sebaiknya tidak memperdebatkan dulumengenai pembatasan periode jabatan Presiden, sebab akanmubazir.

Page 87: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

79

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

DAFTAR PUSTAKA

Abdoel Gani, 1984, Hukum Dan Politik Beberapa Permasalahan, dalamHimpunan Laporan Hasil Pengkajian Bidang Hukum TataNegara tahun 1980/1981 -1981/1982, Badan PembinaanHukum Nasional Departemen Kehakiman.

Amin, S., 1981, Disekitar Pemilihan Presiden Baru, dalam DiskusiHukum Tata Negara Menjelang Sidang Umum MPR 1978,Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas HukumUniversitas Indonesia, Jakarta.

A. Hamid, S. Attamimi, 1979, Materi Muatan Perundang-undangan,dalam, Majalah Hukum dan Pembangunan, Ul, No. 3 TH. KeIX. 1992, Keputusan Presiden Dalam PenyelenggaraanPemerintahan Negara, Disertasi Doktor, Fakultas PascaSarjana Uni-versitas Indonesia, Jakarta.

Maarseveen, Henc, van, et.al., 1978, A Written Constitution, AComputerized Comparative Studie, Oceana Publications, Inc.Dobbs Ferry, New York, Sijthoff & NordhoffAlpens aanden Rijn, Netherlands.

Philipus M. Hadjon, 1991, Pelimpahan Wewenang Kepada PresidenMandataris MPR Dalam Rangka PenyuksesanPembangunan, dalam Majalah Yuridika, No. 4-5, Th. VI,Fakultas Hukum UNAIR. Surabaya.

Ruslan Abdulgani, 1965, Revolusi Dalam Hukum Dan HukumDalam Revolusi, BP. Prapanca, Jakarta.

Suwoto, 1990, Kekuasaan Dan Tanggungjawab Presiden RepublikIndonesia Suatu Penelitian Segi-segi Teoritik dan YuridikPertanggungjawaban Kekuasaan, Desertasi Doktor, FakultasPasca Sarjana UNAIR, Surabaya.

Wade dan Phillips, 1970, Constitutional Law, Fakenham, Norfolk.

Wheare, K.C., 1966, Modern Constitution, Oxford University Press,Ox- ford, New York, Toronto, Melbourne.

Page 88: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

6

FIGUR HAKIM DALAM MENEGAKKANHUKUM DAN KEADILAN

I. PendahuluanDidalam suatu Negara Hukum, “Kekuasaan Kehakiman”

merupakan badan yang sangat menentukan isi dan kekuatankaidah-kaidah hukum positif dalam kongkritisasinya oleh hakimpada putusan-putusannya di depan Pengadilan. Denganungkapan lain dapat dikatakan bahwa, bagaimanapun baiknyasegala peraturan hukum yang diciptakan didalam suatau negara,dalam usaha menjamin keselamatan masyarakat menujukesejahteraan rakyat, peraturan-peraturan itu tidak ada artinyajika tidak ada kekuasaan Kehakiman yang dilakukan oleh hakimyang mempunyai kewenangan untuk memberi isi dan kekuatankepada norma-norma hukum dalam undang-undang danperaturan hukum lainnya. Disini, tampaklah badan-badanperadilan merupakan forum dimana segala lapisan pendudukdapat mencari keadilan serta penyelesaian persoalan-persoalantentang hak dan kewajibannya masing-masing menurut hukum.

Oleh karena itu, dapat dimaklumi kebutuhan akan adadan terselenggaranya peradilan yang baik, teratur serta memenuhirasa keadilan masyarakat sangat diperlukan bagi terselenggaranyaNegara Hukum yang berdasarkan Pancasila (vide Pasal 1 UU No.14/1970 tentang Kekuasaan Kehakiman). Untuk memenuhikebutuhan tersebut, disini “Figur Hakim” sangat menentukan,melalui putusan-putusannya karena pada hakekatnya hakimlahmenjalankan kekuasaan hukum peradilan demi terselenggaranyafungsi peradilan itu. Karena itu beralasanlah apabila penulis

Page 89: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

mengungkapkan sekelumit tentang “Gambaran Hakim” dalammenegakkan Hukum dan Keadilan.

II. Kekuasaan Hukum Peradilan dan Pembagian KekuasaanUUD 1945 mengatur kekuasaan kehakiman sangat rumit

(vide pasal 24 dan 25) dimana ditentukan: “KekuasaanKehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Badan-badanKehakiman lainnya menurut Undang- undang”. Selanjutnyadalam penjelasan pasal tersebut ditentukan bahwa kekuasaankehakiman sebagai kekuasaan merdeka terlepas dari campurtangan pemerintah. Oleh karena itu, pengangkatan danpemberhentian hakim harus diatur dengan undang-undang.Maksudnya adalah untuk menegaskan adanya jaminan bagihakim dalam menjalankan peradilan yang tidak dicampuri olehkekuasaan eksekutif maupun legislatif.

Ditempatkannya kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaanmerdeka disamping dua badan lainnya, legislatif dan eksekutif,adalah merupakan pengaruh ajaran pemisahan kekuasaan dariMontesqueiu yang terkenal dengan nama Trias Politica.

Sedangkan, mengenai perkembangan kekuasaan hukumperadilan dapat kita ikuti dari uraian ringkas mengenai sejarahkekuasaan Kehakiman di negara kita, yang pembabakannyadapat ditentukan menurut konstelasi

ketatanegaraan dari zaman penjajahan hingga sekarangsebagai berikut:

1. Kekuasaan Kehakiman Zaman Hindia Belanda.2. Kekuasaan Kehakiman Zaman Jepang3. Kekuasaan Kehakiman Zaman Kemerdekaan

Ad.1. Kekuasaan Kehakiman Zaman Hindia Belanda.Pada Zaman Hindia Belanda “Gouvernementrechtspraak”

menganut azas dualisme. Artinya, dalam pelaksanaan hukumnyaperadilan untuk orang Eropa terpisah dari peradilan untuk

Page 90: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

82

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

golongan Indonesia asli, kecuali dalam beberapa hal yang tertentuyurisdictie, kedua jenis peradilan perbedaan atau pembatasannyaditentukan oleh golongan penduduk yang tergugat danterdakwanya.

Pengecualian ini pada asasnya menentukan bahwapengadilan untuk orang Eropa dalam instansi pertama memeriksaperkara perdata yang tergugatnya orang Eropa sekalipunpenggugatnya orang Indonesia asli dan perkara pidana yangterdakwanya orang Eropa. Pengadilan untuk golongan Indonesiaasli dalam instansi pertama memeriksa perkara perdata yangtergugatnya orang Indonesia asli walaupun penggugatnya orangEropa, dan mengadilan perkara pidana yang terdakwanya orangIndonesia asli.

Terhadap golongan Timur Asing Cina dalam perkara perdatatermasuk yurisdiksi pengadilan Eropa dan untuk perkara pidanatermasuk yurisdiksi pengadilan Indonesia asli. Sedangkan untukgolongan timur asing lainnya yurisdiksinya termasuk pengadilanIndonesia baik mengenai perkara perdata maupun perkarapidana.

Mengenai kekuasaan hukum peradilan dalam perkaraperdata diatur dalam pasal 134 IS. Yang menentukan antara lainhak-hak yang timbul tentang milik atau hak-hak yang timbul daripada itu hutang piutang atau hak-hak perdata yang lain masukperkara yang diadili oleh kekuasaan kehakiman. Sedangkan,mengenai perkara pidana diatur dalam pasal 2. R.O. (RechtstelijkeOrdonantie) yang menentukan bahwa hal menjatuhi hukumanyang sah adalah termasuk wewenang kekuasaan kehakiman.

Ad.2. Kekuasaan Kehakiman Zaman JepangSegera setelah Indonesia diduduki oleh Jepang,

dikeluarkanlah undang- undang (Ossamu Sirei) No. 1/1942 yangpada pokoknya mengandung asas bahwa kekuasaan kehakimanpada zaman Hindia Belanda itu dilanjutkan asal tidakbertentangan dengan peraturan bala tentara Jepang.

Page 91: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

83

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Untuk penyempurnaan peradilan itu, dikeluarkan undang-undang No. 14/1942 tentang peraturan pengadilan bala tentaraDai Nippon, yang mengatur kekuasaan hukum peradilan sipil baikdalam mengadili perkara perdata maupun perkara pidana.Kemudian Undang-undang No. 14/1942 ini mendapatpenyempurnaan dengan dikeluarkannya undang-undang No. 34/1942 dimana susunan peradilan sipil yang diatur dalam UU No.14/1942 ditambah dengan dua buah badan yaitu :

- Kootoo Hooin (Pengadilan Tinggi) lanjutan dari Raad vanJustitie

- Saikoo Hooin (MahkamahAgung) lanjutan dariHoggerechtshof Suatu catatan penting yang perlu kitaketahui ialah pada zaman Jepang ini, azas dualismedalam yurisdiksi peradilan dihapuskan.

Ad.3. Kekuasaan Kehakiman Zaman Kemerdekaan hinggaSekarangPada permulaan Proklamasi Kemerdekaan berdasarkan

pasal II aturan peradilan UUD 1945, pada prinsipnya kekuasaankehakiman dan pembagian kekuasaannya merupakan lanjutandari zaman Hindia Belanda dengan penyesuaian pada jiwaProklamasi dan UUD 1945.

Dalam masa RI Jogya telah dikeluarkan Undang-undang No.19/1948 yang mengatur dasar-dasar kekuasaan kehakiman, akantetapi sayangnya tidak pernah diundangkan karena itu tidakpernah berlaku. Setelah pemulihan kedaulatan dalam tangannegara kesatuan, diundangkanlah undang-undang Darurat No.1/1961 tentang tindakan-tindakan sementara untukmenyelenggarakan kesatuan susunan kekuasaan dan acarapengadilan sipil. Dimana pada prinsipnya menentukanpenghapusan peradilan Swapraja, pengadilan agama, pengadilanadat dan dilain pihak masih tetap mempertahankan kekuasaanhakim perdamaian desa. Selanjutnya berturut-turut dapatdisebutkan :

Page 92: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

84

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

1. Undang-undang No. 1/1950 tentang Mahkamah Agungyang kemudian setelah berlakunya kembali UUD 1945dicabut dengan undang-undang No. 13/1965 (Undang-undang tentang Mahkamah Agung dan Peradilan Umum).Pencabutan UU No. 1/1950 ini dengan yurisprudensi tetapdari Mahkamah Agung hanya meliputi susunan dankekuasaan Mahkamah Agung, sedang mengenai ketentuanacara Kasasi dan Pembuktian dianggap masih tetap berlaku(vide pasal 44 UU No. 13/1965).

2. Undang-undang No. 19/1964 tentang ketentuan-ketentuanpokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian dicabut,dengan Undang-undang kekuasaan kehakiman no. 14/1970.Dari gambaran di atas, dapat kita ketahui bahwa ada dua

buah Undang- undang Kekuasaan Hukum Peradilan yakniUndang-undang No. 13/ 1965 dan Undang-undang No. 14/1970.Mengenai Undang-undang No. 13/ 1965 dengan Ketetapan MPRSNo. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Produk-Produk Legislatifdi luar produk MPR ditentukan bahwa Undang-undang No. 13/1965 ini termasuk ditinjau kembali yang ditugaskan kepadaPemerintah bersama-sama DPR. Ternyata dalam rangka “legislatifreviem” UU No. 13/ 1965 dinyatakan masih tetap berlakumaterinya belum ada Undang-undang baru yangmenggantikannya (vide UU No. 6/1969 lampiran II).

Dalam Undang-undang No. 13/1965 jo Undang-undangNo. 6/1969 tersebut ditentukan mengenai kekuasaan dan atribusiperadilan sebagai berikut:

- Lingkungan peradilan umum dilaksanakan olehPengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan MahkamahAgung (Pasal 1 UU No. 13/1965).

- Kekuasaan peradilan umum adalah mengadili baikperkara perdata maupun perkara pidana (pasal 2).

- Selanjutnya mengenai kekuasaan Mahkamah Agungdiatur dalam pasal 47 UU No. 13/1965, sebagai berikut;(1) Mahkamah Agung sebagai puncak semua peradilan

Page 93: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

85

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

dan sebagai pengadilan tertinggi untuk semua lingkunganperadilan dan memberi pimpinan kepada pengadilan-pengadilan yang bersangkutan; (2) Mahkamah Agungmelakukan pengawsan tertinggi terhadap jalannyaperadilan di seluruh Indonesia dan menjaga supayaperadilan diselenggarakan secara saksama; (3) Mengawasidengan cermat perbuatan-perbuatan hakim; (4) Untukkepentingan negara dan keadilan memberi peringatan,teguran dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengansurat tersendiri maupun dengan surat edaran. (garisbawah dari penulis); (5) Berwenang untuk mintaketerangan dari semua pengadilan dalam lingkunganperadilan.

Dalam hal ini, Mahkamah Agung dapat memerin-tahkan disampaikannya berkas-berkas perkara dan surat-suratuntuk dipertimbangkan Undang-undang No. 14/1970 mengaturkekuasaan kehakiman dalam pasal 1, pasal 2 dan pasal 10, dimanaditentukan antara lain:

- Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yangmerdeka untuk menyelenggarakan peradilan gunamenegakkan hukum dan keadilan demi terse-lenggaranya Negara Hukum yang berdasarkanPancasila (pasal 1).

- Tugas pokok badan peradilan untuk menerima,memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiapperkara (pasal 2 ayat 1).

- Tentang atribusi absolut peradilan masing-masingdilakukan oleh peradilan umum, peradilan agama, peradilanmiliter dan peradilan Tata Usaha Negara (pasal 10).

Dari ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut diatas,tampak dengan jelas bahwa pada hakekatnya kekuasaan hukumperadilan adalah melalui pengadilan menyelesaikan danmengadili setiap perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan.Dimana kesemuanya itu pelaksanaannya terletak di pundak parahakim.

Page 94: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

86

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

III. Hakim, Hukum dan Rasa Keadilan MasyarakatHampir tidak ada suatu perkataan yang begitu erat seperti

pada kata “Hakim, Hukum dan Rasa Keadilan”. Hakim sebagaipejabat yang melaksanakan fungsi peradilan terikat oleh hukumyang berlaku. Sedangkan, rasa keadilan merupakan dasar darisegala hukum.

Bertitik tolak pada isi rangkaian kata tersebut di atas dansebagaimana beberapa kali disinggung dalam uraian terdahulu,terlihatlah hakim merupakan figur dari hukum dan keadilan atauseringkali pula orang mengatakan bahwa hakim dalammelaksanakan fungsi peradilan adalah merupakan bentengterakhir dari keadilan.

Ungkapan ini tidaklah merupakan ungkapan kosong, karenaketentuan- ketentuan hukum positif dan doktrin ilmu hukummemang memberikan tempat bagi hakim dalam peradilanmenjadi figur dalam menegakkan hukum dan keadilan. Beberapaketentuan hukum positif dan doktrin ilmu hukum itu antara lain;- Ketentuan Pasal 27 UU No. 14/1970 Undang-undang

Kekuasaan Kehakiman (L.N. No. 74/1970) dihubungkandengan asas peradilan bebas dimana Undang-undangmenunjukkan kepada para hakim dalam mengambilkeputusannya berpegang pada “asas kepatutan”(billijkheid), “rasa keadilan” (gerechtigheid), pemberian isipada azas itikad baik (te goeder trouw) dan itikad buruk (tekwader trouw). Dalam melaksanakan asas kebebasan gunadapat menjatuhkan putusan yang tetap, hakim melakukaninterpretasi, rechtverfining (penghalusan hukum) dankontruksi hukum. Untuk dapat melakukan penafsiranpenghalusan hukum dan kontruksi hukum dengan sebaik-baiknya seorang yuris umumnya dan hakim khususnyaharus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal,merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum danrasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tambahanpula mengingat suasana hukum di negara kita dimanamasih kuat berakarnya hukum adat yang merupakan

Page 95: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

87

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

warisan budaya bangsa disinilah terletak lapangan yangluas bagi para hakim karena hampir dapat dikatakan bahwadalam penghalusan penguatan dan pengisian sertapenentuan apa hukumnya itu datangnya dari hakim.Sebagaimana dikatakan oleh Prof. Soepomo SH. bahwa,hakim dalam melaksanakan tugasnya menurut hukum adatterikat dan bebas. Artinya, hakim terikat oleh sistim hukumyang berlaku dan bebas untuk meninjau secara mendalamapakah putusan-putusan yang diambil dalam waktu yanglampau, masih dapat dipertahankan sehubungan denganadanya perubahan-perubahan di dalam masyarakatdisebabkan adanya pertumbuhan rasa keadilan yang barudalam masyarakat.

- Ajaran yang dianut dalam hukum pembuktian, dimanaternyata sistem pembuktian di negara kita menganut asaspembuktian negatif yang pada prinsipnya menentukanbahwa suatu hak atau peristiwa dan atau kesalahandianggap terbukti disamping adanya alat-alat buktimenurut undang-undang juga ditentukan oleh keyakinanhakim. Jadi disini, keyakinan hakim ikut menentukan,karena itu dalam kaitannya dengan penegakkan hukumdan keadilan integritas moral dari para hakim sangat mutlakdiperlukan dan dituntut dari padanya. Dengan demikiantepatlah ketentuan hukum positif menuntut adanya integritasmoral bagi pejabat pengadilan Hakim dan Panitra untukmelakukan sumpah jabatan sebelum melakukan jabatan itu.Ketentuan sumpah tersebut diatur dalam paasl 29 UU No.14/1970 yang isinya memuat hal-hal sebagai berikut :1. Hakim karena jabatannya tidak akan memberikan atau

menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun.2. Hakim akan setia mempertahankan dan mengamalkan

Pancasila sebagai ideologi Negara, UUD 1945 dan segalaUndang-undang yang berlaku bagi Negara RepublikIndonesia.

Page 96: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

88

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

3. Para hakim bersumpah dalam menjalankan jabatannyasecara jujur seksama dan tidak membeda-bedakan or-ang, melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknyadan seadil-adilnya seperti selayaknya seorang hakimyang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukumdan keadilan.

Mengenai pentingnya integritas moral, Prof. Paul Scholtenmengatakan bahwa keputusan hukum seorang yuris, bukansaja seorang hakim adalah suatu keputusan berdasarkanhati nurani”. Semuanya itu menunjuk kepada pendapatbahwa keputusan hakim bukanlah semata-mata soal teknisformalitas belaka, melainkan erat bertalian dengan moraldan kesusilaan. Dengan demikian jelaslah bahwa sumpahjabatan tersebut bukanlah hanya bernilai formalitas belakatetapi suatu kekuatan yang dilandasi oleh perasaan batindan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.

- Selanjutnya pembentuk Undang-undang menggambarkanbahwa hakim sebagai organ pengadilan dianggapmemahami hukum. Pencari keadilan datang padanya untukmohon keadilan. Andai kata dalam mengadili perkarahakim tidak menemukan hukum tertulis ia wajib menggalihukum tidak tertulis untuk merumuskan sebagai orangyang bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepadaTuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, bangsa dannegara (vide penjelasan pasal 14 UU No. 14/1970).Dari perumusan pasal 14 tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa pembentuk Undang-undang menghendaki supaya hakimmenjadi manusia hukum yang cinta akan keadilan dan membenciketidakadilan. Serta berani mengambil keputusan ataskeyakinannya berdasarkan hati nurani yang tinggi murni hinggatidak gentar menghadapi siapapun kecuali akan kebesaran Tuhan.

Sekarang jika kita melihat kenyataan dalam masyarakatbanyak sekali keluhan-keluhan yang ditunjukkan kepada badanperadilan yang direkam oleh mass media. Seperti misalnyakeluhan akan pelaksanaan asas peradilan yang sederhana cepat

Page 97: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

89

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

dan biaya ringan (pasal 4 UU No. 14/1970) kurang dilaksanakandalam praktek. Sampai timbul kesan bahwa keadilan merupakanbarang lux, dimana hanya orang-orang kaya saja yangdigambarkan dapat menikmati keadilan di negara kita. Bagi rakyatkecil, biarlah ketidakadilan dipendam dalam hati dengan pasrahpada saksi TuhanYang Maha Mengetahui. Disinyalir pula adagejala bahwa ada hakim yang merangkap menjadi pembela ataukuasa, yang berarti hakim sudah memihak dan tidak bebas lagidalam menjalankan hukum. Dengan kedua contoh keluhan diatas sebagai ilustrasi kami kira merupakan hal yang prinsipil untukmemperingatkan, jika keluhan ini dibiarkan meluas di kalanganmasyarakat jelas akan memudarkan figur hakim sebagai penegakhukum dan keadilan. Pada hal sesungguhnya ketentuan hukumpositif telah memacaki dengan peringatan keras bagi hakim,dimana ditentukan: “Hakim Pengadilan Tinggi dari PengadilanNegeri bila ia memberi nasehat atau pertolongan yang bersifatmemihak kepada yang berkepentingan dalam perkara yangsedang diperiksa, ia dapat dipecat dari jabatannya. (vide pasal 11UU No. 13/1965).

IV. KesimpulanSetelah secara ringkas diungkapkan tentang kaitannya

Kekuasaan Kehakiman dan fungsi Peradilan serta hakim sebagaipenegak hukum dan keadilan, sampailah kami pada kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :1. Kekuasaan kehakiman tidak akan ada artinya bila tiada

hakim yang melalui putusan-putusannya berwenang untukmemberi isi dan kekuasaan bagi norma- norma hukum yangdiletakkan pada UU dan peraturan hukum lainnya.

2. Hukum positif menghendaki agar hakim menjadi manusiayang cinta akan hukum dan keadilan.Yang karena sistemhukum kita dimana hukum adat sampai saat ini masihmenguasai lalu lintas hukum dalam berbagai bidangkehidupan masyarakat sehari-hari, sangat diperlukan“Integritas Moral” dalam melaksanakan tugasnya.

Page 98: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

90

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Integritas moral yang mana hendaknya bukan hanyamerupakan formalitas pengangkatan hakim tetapi tentunyalebih ditekankan pada kekuatan batin serta tanggung jawabdalam melakukan tugas atau menetapkan keputusan-keputusannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Dan kesemuanya itu akan mendekati apa yang ditentukanoleh hukum positif dan rasa keadilan masyarakat, itutergantung dari manusianya. Oleh karenanya,pengangkatan hakim harus diseleksi (melalui proses seleksi)baik mengenai karakternya, kapasitas professionalnya sertatingkah lakunya tidak tercela. Dan, mendesak puladiadakannya suatu undang-undang yang mengatur suatucara bagaimana hakim yang tak memiliki sifat yang disebutdiatas dapat diberhentikan (removal of Judges).

4. Terakhir dan tidak kalah pentingnya dalammempertahankan “figur hakim sebagai penegak hukumdan keadilan” adalah pembinaan hakim, baik dalam bidangteknis yudisiil melalui training yang berkesinambungan.Disamping pembinaan administratif finansial seperti yangdilaksanakan melalui Departemen Kehakiman CqDirektorat Jendral Pembinaan Badan Peradilan Umumantara lain dengan peningkatan jabatan hakim,kepangkatan, penggajian dan tunjangan hakim.Demikianlah apa yang tersurat dan tersirat didalamperaturan perundang-undangan yang berisi asas-asasumum yang berlaku bagi peradilan dan yang menyangkutsecara khusus pejabatnya atau hakimnya untukterselenggaranya penegakan hukum dan keadilan.

Page 99: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

91

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

DAFTAR PUSTAKA

Z. Asikin Kesumaatmadja SH; Menegakkan Kekuasaan Kehakimanyang Bebas; Majalah L.P.H.N. Jilid III, hal. 8

Mr. R. Tresna; Peradilan Indonesia dari Abad ke Abad, hal. 79.

Bunyi pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 2/1945: Segala Badan-Badan Negara dan Peraturan yang ada masih berlaku asalsaja tidak bertentang dengan Undang-undang Dasartersebut.

Dr. Wirjono Prodjodikoro SH; Bunga Rampai Hukum; hal 11. 6.Kartono SH; Peradilan Bebas ; hal 43.

Prof. Soepomo SH ; Bab-bab Tentang Hukum Adat, hal. 37.

Yap Thian Hein ; Beberapa Pikiran Mengenai Kemerdekaan KekuasaanKehakiman; Majalah Fakultas Hukum UniversitasIndonesia, hal. 6.

Page 100: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

7

TEROBOSAN MAHKAMAH AGUNGDALAM RANGKA SOSIALISASI

HUKUM MELALUI PENAFSIRAN UU

Doktrin penafsiran hukum lahir dalam konteks penemuanhukum (rechtsvinding) yang diperlukan bagi penerapan hukum(rechtstoepassing). Penerapan hukum merupakan prosidisyllogisme yaitu penerapan peraturan sebagai premise mayorterhadap fakta yuridis dalam suatu perkara sebagai premise minoroleh hakim untuk menentukan konklusi. Atau secara lebihsederhana, penerapan hukum adalah pemberlakuan peraturanabstrak umurn dalam kasus konkret oleh hakim di mukapengadilan. Ini menunjukkan bahwa penafsiran merupakan suatuinstrumen bagi hakim (MA) melakukan terobosan dalammenegakkan hukum dan keadilan. Di sinilah nampak urgensipenafsiran hukum tersebut. Karena itu ia berkembang baik darisisi ilmu hukum maupun sisi metodenya dalam praktek peradilan.Dalam ilmu hukum penafsiran terletak dalam tataran ilmu hukumdogmatik atau ilmu hukum normatif dan teori hukum.

I. PENGANTAR“Terobosan” di sini diartikan suatu usaha Mahkamah Agung

(MA) melalui putusan-putusannya mengantisipasi rasa keadilanmasyarakat. Untuk itu MA dengan metode penafasiran hukummenentukan makna atau arti yang tepat terhadap ketentuanperaturan perundang-undangan (UU dalam arti materiil).Lahirnya ajaran penafsiran atau interpretasi ini berkaitan eratdengan penemuan hukum (rechtsvinding) dalam rangka

Page 101: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

penerapan hukum (recthstoepassing). Penerapan hukum ialahmemberlakukan UU oleh hakim kedalam suatu kasus konkret.

Oleh sebab itu, Roscoe Pound (ahli Filsafat Hukum Amerikapelopor aliran Sociological Jurisprudence), berpendapat bahwa adatiga langkah dalam penerapan hukum yaitu; (1) memilih satuaturan hukum dari sekian banyak hukum positif atau hukum yangberlaku; (2) menafsirkan aturan hukum yang telah dipilih itu untukmenentukan makna yang tepat; dan (3) menyatakan peraturanyang ditemukan serta ditafsirkan itu berlaku bagi kasus konkretyang diperiksa dan diadili oleh hakim.

Lebih rinci lagi Burght dan Winkelman, menyebutkan adatujuh langkah dalam penyelesaian kasus hukum yaitu; (a) kasusposisi, pemaparan singkat duduk perkaranya; (b) kualifikasiyuridis, menerjemahkan kasus kedalam peristilahan hukum; (c)penemuan aturan hukum, seleksi peraturan yang relevan; (d)analisis dart interpretasi hukum, penguraian isi dan penentuanarti ketentuan hukum untuk kasus itu; (e) penerapan aturanhnkum, penentuan secara konkret akibat hukum pada kasus itu;(f) evaluasi, mengkaji argumen penyelesaian kasus itu; dan (g)formulasi, konklusi yang disusun secara logis dan sistematis olehhakim/pengambil keputusan.

Dengan demikian, penafsiran atau interpretasi hukummerupakan sarana bagi hakim dan yuris (pembela/penasehathukum) dalam melaksanakan fungsi peradilan yakni menegakkanhukum dan keadilan. Kiranya perlu diketahui bahwa penafsiranhukum bukanlah membentuk UU baru, namun tetap dalamkerangka menentukan makna yang tepat bagi suatu ketentuanUU. Hanya haruslah diakui hingga kini baik teori hukum maupunperaktek hukum belum menemukan kriteria obyektif untukmenentukan seberapa jauh penafsiran dapat dikatakan telahmembentuk UU baru dan kapan tidak. Hal inilah yang perludicermati dengan pengkajian yurisprudensi. Apabila arahkebijakan pendidikan hukum Strata (S1) berorientasi padaprofesionalisme.

Page 102: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

94

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Dalam hubungan ini pula harus diingat bahwaprofesionalisme bukan berarti mendidik “tukang”, akan tetapitetap berpijak pada konsep akademis dalam pengkajian hukum.D.H.M. Meuwissen, mengingatkan bahwa pengkajian hukum ituberwujud dua aspek meliputi segi teoritikal dan segi praktikal.Segi teoritikal adalah penguasaan hukum secara ilmiah dalamarti metodis, sistematis dan logis. Segi ini terdiri atas empat lapishukum, yaitu : (1) ilmu hukurn dogmatis, disebut pula ilmuhukurn normatif atau ilmu hukum praktis, kegiatannya mencakupmendeskripsi, mensitematisasi, menganalisa, dan menafsirkanhukum positif; (2) ilmu hukum empiris yang mempelajari hukumsebagaimana ia tampak dalam sikap dan perilaku wargamasyarakat yang dapat diamati secara empiris, termasuk kedalam bidang ilmu hukum empiris antara lain sosiologi hukum,antropologi hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, danpsikologi hukum; (3) teori hukum; kajiannya mencakup, analisisbahan hukum, ajaran metode hukum, metode keilmuan dogmatikhukum, kritik ideologi hukum; dan (4) filsafat hukum yang levelkajiannya paling abstrak, persoalan pokok yang dikaji antara laintentang tujuan hukum, pengertian hukum (pandangan Prof.A.Soeteman), keadilan, fungsi hukum, hubungan manusia danhukum, cita hukum (pandangan Gustaf Radbruch dan KarlLarenz), konsep hukum dan hak-hak asasi manusia (pandanganProf D.F. Schelten). Segi praktikal adalah berupa kegiatan manusiauntuk mewujudkan hukum secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatannya berupa pembentukan hukum (rechtsvorming),penemuan hukum (rechtsvinding) dan bantuan hukum(rechtshulp).

Dari uraian di atas, tampak bahwa penafsiran hukummerupakan kegiatan kajian ilmu hukum dogmatik dan teorihukum, sebagai suatu syarat penguasaan hukum secara ilmiah,memang sangat berperan dalam praktek hukum yakni kegiatanpenemuan hukum (menentukan hukum inkonkret).

Indonesia sebagai negara hukum yang dijiwai oleh Pancasiladan UUD 1945, “sosialisasi hukum” merupakan sisi

Page 103: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

95

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

pelaksanaannya secara murni dan konsekuen. Artinya bahwapenerapan hukum harus selalu mencerminkan konsistensi sesuaidengan. makna rechtsidee yang tercantum dalam UUD 1945.Dengan demikian, “sosialisasi hukum analoginya tidaklah samadengan semboyan yang diintroduksi dalam bidang olahraga;“memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakanmasyarakat”. Jika pengertian “sosialisasi hukum” dianalogikanseperti semboyan diatas, maka terasa amat janggal bunyinya,yakni: “memasyarakatkan hukum dan menghukumkanmasyarakat”. Di samping itu semboyan ini mengandungpengertian yang luas dan kabur. Menghindari kesalahpahamanitu, “sosialisasi hukum” diartikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang posisi sosial ekonominya lemah. Disinilahtercermin secara operasional pelaksanaan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen, melindungi kepentinganrakyat, dan ungkapan-ungkapan sejenisnya, seperti;memberdayakan kekuatan politik rakyat, memperkuat ekonomikerakyatan dan akar budaya kerakyatan.

Mengingat begitu pentingnya peran penafsiran hukum itu,maka uraian dalam artikel ini difokuskan pada dua pokokbahasan yaitu; pertama, perihal penafsiran hukum, dan kedua,penafsiran hukum upaya terobosan MA menegakkan hukumdan keadilan.

II. PEMBAHASAN1. Perihal Penafsiran Hukum

Di kalangan masyarakat sering terdengar kekhawatiranbahwa penafsiran terhadap peraturan perundang-undangandapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Hakim, pejabatnegara, aparat pemerintah yang satu dengan lainnya mungkinmenafsirkan suatu peraturan secara berbeda-beda, sehingga tidakjarang muncul keputusan yang kontroversial. Kekhawatirantersebut sesungguhnya tidak sepenuhnya beralasan, karena dalamhal penafsiran hukum, kita tidak boleh mengada-ada.

Page 104: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

96

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Logemann, dalam bukunya berjudul “Over de Theorie van eenStelling Staatsrecht”, menegaskan bahwa “hakim dalammenafsirkan UU harus memahami kehendak pembentuk UU,karena itu, tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang”.Disamping itu Penafsiran hukum terikat oleh asas-asas, antaralain asas proporsionalitas, asas subsidair dan asas patut. Disamping itu telah berkembang pula. berbagai jenis ajaranpenafsiran yang dikembangkan oleh para ahli hukum.

Asas proporsionalitas, hakim dalam menafsirkan aturanhukum berpegang pada keseimbangan kepentingan kolektif dankepentingan individu, keseimbangan antara hak dan kewajiban,keseimbangan antara materialisme dan spiritualisme.

Asas subsidair mengandung prinsip bahwa penafsiransyaratnya hanya apabila peraturan itu tidak jelas. Peraturanperundang-undangan yang sudah jelas tidak perlu ditafsirkanlagi. Dalam hal asas patut, penafsiran harus dijalankan atasprinsip-prinsip moralitas.Tidak bertentangan dengan moralagama, moral kehidupan bernegara, berbangsa danbermasyarakat yakni moral Pancasila. Dengan merujuk pendapatKarl Larenz (dalam Methoden-Lihreder Rechtszuissenschaft), iamenunjukkan bahwa asas-asas itu merupakan ukuran hukumiah-etis bagi pembentukan hukum dan penafsiran hukum yangdilakukan oleh pembentuk undang-undang dan hakim. Darirujukan ini dapat dikatakan asas-asas hukum mempunyaikegunaan praktis dalam hal pembentukan hukum dan penafsiranagar legislator dan hakim dapat mengukur secara tepat(percesering) keputusan-keputusannya.

Perlu pula diungkapkan penafsiran hukum mengalamiperkembangan pesat, dapat diketahui dari beragam pandangantentang adanya bermacam- macam penafsiran. Menurut sumberdan kekuatan mengikat suatu interpretasi hukum, dapatdisebutkan dilakukan oleh tiga komponen pilar institusi yaitu; (1)Pembentuk UU (legislatif) disebut penafsiran autentik, mengikatumum atau masyarakat; (2) Hakim atau kekuasaan kehakiman,disebut penafsiran yurisprudensi, berlangsung dalam proses

Page 105: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

97

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

ajudikasi, mengikat pihak-pihak berperkara; dan (3) Ahli Hukumatau yuris disebut penafsiran doktrinal, meskipun secara formaltidak mempunyai kekuatan mengikat, namun karena wibawailmiahnya, ternyata interpretasinya dapat mempengaruhipandangan pembentuk UU, hakim dan pemerintah dalampelaksanaan suatu ketentuan hukum.

Dalam garis besarnya dari segi pelaksanaannya jenispenafsiran dapat dikelompokan menjadi dua yaitu; penafsiranmenurut ilmu hukum dan penafsiran menurut metodenya.Menurut ilmu hukum dibedakan empat macam interpretasi, Yaitu;(1) Interpretasi subyektif, peraturan perundang-undanganditafsirkan sesuai kehendak pembentuknya ketika peraturan ituditetapkan; (2)Iriterpretasi obyektif, merupakan kebalikan daripenafsiran subyektif. Dalam interpretasi obyektif, peraturanperundang-undangan ditafsirkan sesuai dengan adat-istiadat,kebiasaan sehari-hari; (3) Interpretasi restriktif atau penafsiransecara sempit, peraturan perundang-undangan diberi pengertianterbatas menurut bunyi peraturan tersebut. Pada cabang hukumpidana, menurut Profesor van Hattum penafsiran ini disebutpenafsiran yang bersifat “strictissimae interpretationis”. Iamenegaskan, untuk jangka waktu yang lama, orang masih tetapbertahan bahwa undang-undang pidana harus ditafsirkanterbatas menurut bunyi undang-undang itu sendiri. Dalamhukum perdata interpretasi restriktif biasanya digunakan dalampenerapan pasal 1756 KUH Perd, alinea 2 mengenai perubahannilai uang, istilah uang diartikan hanya “uang logam” tidakmencakup “uang kertas”. Dalam hukum administrasi, istilahtunjangan anak, kata “anak” ditafsirkan “anak sendiri saja” atau“anak kandung” tidak mencakup “anak angkat” dan “anak luarkawin” (astre di Bali). (4) Interpretasi ekstensif atau penafsiransecara luas, peraturan perundang- undangan ditafsirkan denganmemberi arti yang lebih luas daripada yang tersurat. Contoh klasikpenggunaan penafsiran ekstensif ini adalah dalam hal pencurianaliran listrik. Di Negeri Belanda sebelum penafsiran ini diterapkanoleh Mahkamah Agung Belanda (Hogeraad, selanjutnyadisingkat HR),

Page 106: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

98

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Pengambilan aliran listrik dari rumah orang lain tidak dapatdikualifikasi sebagai “pencurian”, karena itu tidak dapat dipidana.Baru sejak HR dalam putusannya yang terkenal dengan nama“electriciteit-arrest”, tanggal 23 Mei 1921, dengan menggunakanpenafsiran ekstensif, istilah “barang” eks pasal 362 KUHPtermasuk juga aliran listrik. Atas dasar itu HR menyatakanpencurian listrik adalah perbuatan pidana. Oleh karena itupencuriannya dapat dihukum.

Dikalangan ahli hukum Belanda, seperti Scholten danRoling berpendapat bahwa tidak ada perbedaan prinspil antarapenafsiran ekstensif dan penafsiran analogi, karena keduapenafsiran itu bersifat “memperluas” dengan cara membuatketentuan yang lebih umum pada suatu ketentuan undang-undang tertentu. Bahkan Van Hattum lebih tegas lagipendiriannya, ia menyatakan penafsiran ekstensif sama denganpenafsiran analogi, karena melalui kedua penafsiran itu, suaturumusan delik menjadi diperluas.

Dengan menyamakan kedua penafsiran tersebut di atastampaknya mereka menentang pendapat HR, sebab menurutahli hukum tersebut, penafsiran ekstensif atau interpretasi analogidipandang dapat membahayakan kepastian hukum danbertentangan dengan asas-asas yang terkandung dalam pasal 1ayat 1 KUHP yaitu asas “nullum crime sine lege”. Beberapa ahlihukum tidak menggolongkan analogi kedalam interpretasihukum, akan tetapi mereka memasukkannya ke dalam“konstruksi hukum” (seperti halnya rechtsverfijning atau “peng-halusan hukum” dan argumentum a contario). L. B. Curzon (1979)membedakan interpretasi dan konstruksi hukum, bahwainterpretasi umumnya menunjuk pada memberikan artiketentuan dalam UU; sedangkan konstruksi menunjuk padapemecahan masalah ambiguitas, kekaburan dan ketidak pastianketentuan UU. Dalam bahasa aslinya, ia menyatakan sebagaiberikut:

“The process of interpreting a statute is different from that ofconstru- ing a statute. Inter-pretation refers generally to the

Page 107: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

99

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

assigning of meaning to words in a statute; construction refersto the resolving of ambiguities, obscuri- ties and uncertaintiesin statute”.

Dari segi metode interpretasi, lebih beragam lagi pandanganpara ahli hukum, baik mengenai jenisnya maupun mengenaiketepatan penggunaannya. Mr. P van Bemellen, menyebutkanada 10 macam metode penafsiran hukum. Metode-metode inidiperlukan sebagai suatu ikhtiar agar tercapai kebulatan ataspersoalan-persoalan dari aturan hukum yang ditafsirkan.

Di dalam kepustakaan hukum disebutkan ada empatmetode interpretasi yang paling sering digunakan oleh hakimuntuk memeriksa dan memutus perkara, seperti diuraikan dibawah ini:a) Penafsiran gramatika (tata bahasa) ialah mencari,

menentukan makna atau arti satu ketentuan hukum, darikata-katanya berdasarkan pemakaian dalam bahasa sehari-hari dan/atau menurut istilah teknis yuridisnya. Interpretasiini merupakan sarana tertua yang dimiliki yuris untukmenafsirkan hukum. Contoh tafsiran XXV Prof. Moh.Yamin atas kata “sepenuhnya” (pasal 1 ayat 2 UUD 1945,bunyinya: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dandilakukan sepenuhnya oleh Majelis PermusyawaratanRakyat”) merupakan penafsiran gramatika denganmemakai istilah teknis yuridis. Kata “sepenuhnya” diartikanbahwa “MPR memegang kekuasaan tertinggi dan bulatsempurna”.

b) Penafsiran historis, dibedakan atas interpretasi sejarahhukum (rechtshistorische inter-pretatie) dan interpretasisejarah undang-undang (wethistorische interpretatie). Dalamhal penafsiran sejarah hukum, hakim mencari makna atauarti aturan hukum, menurut sejarah lembaga hukum (figurhukum). Misalnya, untuk memahami kompetensi relatif danabsolut pengadilan dalam lingkungan peradilan tata usahanegara, maka ditelusuri melalui sejarah peradilanadministrasi, yang pada mulanya berkembang dalam

Page 108: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

100

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Hukum Administrasi Prancis. Di Prancis segala pelanggaranhukum administrasi diserahkan kepada dan diselesaikanoleh satu peradilan khusus yaitu “Tribunaux Administratifs”.Peradilan bandingnya dipegang oleh “Council d’ Etat”.Putusan-putusan badan peradilan tertinggi ini merupakansumber hukum terpenting dalam hukum administrasiPrancis. Pada penafsiran sejarah undang-undang, hakimmencari makna atau arti suatu ketentuan UU dengan jalanmenelusuri riwayat pembentukan UU tersebut. Sejarahpembentukan UU itu dapat dipelajari dari risalah UU,perdebatan-perdebatan di dalam sidang-sidang DPR,jawaban dan keterangan eksekutif serta melalui dengarpendapat umum.

c. Penafsiran sistematis, hakim menentukan arti atau maknasuatu pasal peraturan perundang-undangan denganmengaitkannya pada pasal-pasal lainnya dalam kerangkakeseluruhan peraturan atau tata hukum yang berlaku.Contoh pemakaian interpretasi sistematis dalam konstitusikita adalah pengertian pasal 6 ayat (1) dan pasal 27 ayat (1)UUD 1945. Menurut penafsiran sistematis ini pasal 6 ayat(1) mengandung makna sebagai aturan hukum yangbersifat ex- ception (pengecualian), sehingga syarat Presidenorang Indonesia asli tidak bertentangan dengan HAM.

d. Penafsiran teologis atau penafsiran sosiologis, hakimmenentukan arti satu ketentuan hukum dengan mencaritujuan pembentuk UU serta dengan memperhatikanperkembangan masyarakat ketika UU tersebut diterapkan.Perlu diketahui bahwa tujuan pembentuk UU identikdengan tujuan UU, tetapi berbeda dengan tujuan hukum.Tujuan hukum sifatnya umum dan ditentukan oleh doktrinhukum. Gustav Radbruch (1950) berpendapat bahwatujuan hukum yang harus dikemas oleh hakim adalah (1)keadilan, (2) kepastian hukum, dan (3) kegunaan atauutilitas. Masing-masing bersandar pada doktrin filosofis,doktrin yuridis dan doktrin Historis-Sosiologis mengenai

Page 109: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

101

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

validitas hukum.Tujuan UU sifatnya khusus, dalam artisetiap UU mempunyai tujuan dan politik perundang-undangan sendiri. Tujuan UU dapat diketahui dari latarbelakang pembentukan UU serta proses pembentukannya.

Melalui penafsiran-penafsiran tersebut di atas, ilmu hukumdan praktek hukum mengisyaratkan bahwa hakim kini sudahtidak dapat lagi berpegang pada UU secara kaku dalampenerapan hukum. Ia juga dituntut untuk memperhatikan segiheuristik yakni perkembangan ekonomi, sosial-budaya, politik danhankam dalam proses kemajuan bermasyarakat, berbangsa sertabernegara. Terlebih lagi, kepustakaan dan praktek hukum telahmemperkenalkan jenis penafsiran yang relatif baru yaitupenafsiran antisipatif (anticiperende interpretatie).

Metode penafsiran antisipatif, dipergunakan untukmenjawab isu hukum berdasarkan gagasan-gagasan yang masihberupa Rancangan Undang-undang (RUU) yang sedang dibahasdi DPR, guna menjawab tantangan masa depan. Dikalanganilmuwan dalam rangka mengantisipasi kemajuan iptek, eraglobalisasi, era “kesejagatan” penafsiran ini lebih dikenal denganistilah penafsiran futuristik.

Di Indonesia, menurut Adi Andojo Soetjipto, (Ketua MudaMA Bidang Pidana Umum), bahwa dalam praktek MAmenggunakan penafsiran antisipatif dan penafsiran ekstensifuntuk mengantisipasi kejahatan penyelundupan danmemberantas pencurian ikan.

2. Penafsiran Hukum Terobosan MA Menegakkan HukumDan Keadilan

Oleh karena begitu luas dan peliknya persoalan upayapenegakan hukum dan keadilan itu, maka uraian dibatasi padahal-hal pokok di bawah ini.

Diatas telah dikemukakan bahwa MA sesuai kewenangannyasebagai puncak kekuasaan kehakiman dalam perkara tingkatkasasi sering melakukan terobosan melalui penafsiran antisipatif

Page 110: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

102

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

dan penafsiran ekstensif. Lebih jauh “konstruksi hukum” dan “formtclasihukum” kasus-kasus tersebut digambarkan sebagai berikut:

“Beberapa waktu yang lalu ada seorang tersangka yangberusaha menyelundupkan 5 kg batangan emasdimasukkan ke dalam aki kosong, dibawa dariKemayoran ke Tanjung pinang dan akan diselundupkanke Singapura. Oleh Pengadilan Negeri dan PengadilanTinggi, orang itu dibebaskan karena dipandang tidakmemenuhi tiga unsur penyelundupan. Ketiga unsurtersebut sebagimana diatur dalam pasal 26 B OrdonansiBea jo. pasal 53 KUHP unsur ikhtiar atau percobaan yaitu:pertama, ada niat; kedua, ada permulaan perbuatanpelaksanaan; dan ketiga, tak terlaksananya perbuatan itubukan karena kemauan terdakwa, akan tetapi ada hal-hal lain dari luar. MA berpendapat, tersangka itu terbuktimelakukan penyelundupan, meskipun hanya memenuhisatu unsur saja yaitu unsur niat. Ia telah memasukkanbatangan emas itu kedalam aki dan data dalam dokumenyang dibawa palsu “. Ini namanya interpretasi yangantisipatif. Mengantisipasi banyaknya penyelundup(Kompas, Minggu 17 Desember 1995, hal. 2).

Dalam penggunaan penafsiran ekstensif untuk memberantaskejahatan. Misalnya, pencurian ikan dengan alat jaring “pukatharimau”. Dengan memperluas makna Surat Edaran MahkamahAgung (SEMA), anak buah kapal (ABK) yang hanya menyimpan“pukat harimau” dalam palka sudah dapat dipidana.

Dalam kasus politik yang dikriminalisasikan, seperti tuduhanatas kejahatan “menghasut” terhadap Mochtar Pakpahan (KetuaSBSI), didakwa melanggar Pasal 160 KUHP. Pengadilan Negeridan PengadilanTinggi Medan, menyatakan terdakwa terbukti“menghasut pemogokan buruh”, karena itu ia dijatuhi hukumanpenjara. Namun, MA menjatuhkan putusan bebas murni.Pertimbangan hukumnya dapat disarikan dari wawancara pers,Adi Andojo Sutjipto (Hakim Ketua Majelis MA yang memutusperkara tersebut), sebagai berikut:

Page 111: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

103

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

“Unsur menghasut sesuai Pasal 160 KUHP adalahperbuatan melawan kekuasaan umum, tidak dapatditafsirkan seperti 85 tahun yang lalu, ketika masapenjajahan. Tatanan kolonial berlainan dengan tatanansekarang. Dulu berlaku hubungan antara penjajahdengan yang dijajah, kini pandangan sudah lebihdemokratis, demokrasi lebih berkualitas. Kebebasanbeorganisasi dan berbicara sesuai dengan UUD 1945dijamin, keberanian memberikan kritik juga dijamin,karena itu perbuatan pemohon kasasi (MochtarPakpahan) tidak memenuhi unsur menghasut(Kompas, 17 Desember 1995). “

Dari pertimbangan hukum itu, dalam kasus ini MA,tampaknya menggunakan penafsiran sosiologis, denganmemperhatikan faktor heuristik yakni perkembangan kehidupanpolitik yang menunjukkan gejala meningkatnya kualitasdemokrasi dan keterbukaan. Terobosan atas kebekuan penafsiranyurisprudensi tindak pidana terhadap keamanan negara ataudelik politik. Dalam hubungan ini, tepat pula pendapat Prof.Koesnoe dalam komentarnya atas putusan MA tersebut, yaitubahwa metode interpretasi penafsiran UU yang diutamakanmenurut ajaran MA adalah penafsiran “yuridis sosiologis”.

Pendirian MA dalam kasus ini mencerminkan suatu aliranyurisdisme yang dianutnya ialah aliran “yuridisrne idealisme”yang berbeda dari aliran “yuridisme positivisme”. Ajaran inimengajarkan bahwa di dalam mengolah ketentuan dari suatu UU,kita tidak boleh berpegangan hanya pada apa yang ada dalamUU saja, sebagaimana diajarkan oleh aliran yuridisme positivisme,melainkan harus memperhatikan jiwa yang menguasai tatahukum yang memberlakukan UU itu. Disini tampak pula MAmenganut ajaran memutus gabungan antara yang berpola pikirsistem dan yang berpola pikir masalah sosial konkret, yang harusmemperoleh keputusannya itu (Hadely Hasibuan, 1996: 178-179).

Edgar Bodenheimer (1970) membedakan secara dikotomiteori interpretasi konstitusi yaitu; pertama, teori penafsiran historis

Page 112: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

104

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

(theory of his- torical interpretation); kedua, teori penafsirankontemporer (theory of contemporaneous inter-pretation). Keduateori interpretasi konstitusi tersebut pernah diterapkan secarakontroversial oleh hakim-hakim agung di Amerika Serikat. EdgarBodenheimer menggambarkan penggunaan teori tersebut sepertidi bawah ini:

Teori interpretasi historis terhadap ketentuan konstitusidianut oleh Roger Taney, Ketua MA Amerika Serikat(Supreme Court) dalam kasus Dred Scott v. Stanford.Dalam kasus ini Supreme Court berpendapat bahwaketentuan konstitusi diberi makna atau arti seperti padawaktu konstitusi itu ditetapkan. Dengan demikian,karena waktu itu (1787) orang-orang Negro statusnyainferior, tidak diakui sebagai warga negara (AS), makamereka tidak mempunyai hak untuk mengajukangugatan kepada badan peradilan federal. Filosofinyaadalah tidak seorang pun dapat begitu saja mendugabahwa perubahan opini dan perasaan ras yang infe-rior, menyebabkan pengadilan memberi hadiah denganmengkonstruksikan rumusan konstistusi secara lebihliberal daripada ketika ditetapkan.

Teori interpretasi kontemporer dipertahankan oleh Chief JusticeJohn Marshall (Hakim Agung yang dikenal gigih membelaKonstitusi Amerika Serikat dengan menerapkan ajaran “judicialreview”), terkenal dalam kasus Mc Culloch v. Maryland. Dalamkasus ini, Marshall menyatakan bahwa Konstitusi Amerika Serikatdimaksudkan untuk dapat bertahan lama bagi perkembanganzaman, konsekuensinya harus beradaptasi dalam menghadapiberbagai krisis urusan-urusan umat manusia. Pendirian itu diikutioleh Hughes (Hakim Agung Washington DC), bahwa “ketentuan-ketentuan konstitusi harus ditafsirkan untuk memenuhi danmeliputi perubahan kondisi sosial dan kehidupan ekonomi”.Teori interpretasi kontemporer yang dibela oleh John Marshall danHughes, hasilnya positif, terutama melahirkan pengakuanpersamaan hak bagi “kulit hitam”.

Page 113: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

105

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Namun bila teori interpretasi kontemporer ini diterapkan diIndonesia, dampak negatifnya akan lebih terasa dikalangan rakyatkecil. Dari deskripsi mass media, selama PJP I dan masihberlangsung pula pada PJP II di bidang pertanahan, terdapatindikasi bahwa hak tanah rakyat sering digusur oleh perangkathukum modern (seperti peraturan tentang pembebasan tanah,peraturan tentang kawasan wisata dan sebagainya).

Kenyataan ini menunjukkan bahwa apabila kitamengabaikan interpretasi sejarah, dalam modernisasi dapat terjadinilai-nilai tradisi dan historis yang merupakan sumber hak hukumasli rakyat (hak ulayat, tanah desa, karang desa), digeserkepentingan pragmatis di bidang ekonomi, atas pengorbananrakyat yang posisinya lemah (Atmadja, 1996 : 15).

Modernisasi nampaknya melucuti, mengabaikan asas-asashukum adat, menggeser sistem kehidupan informal-tradisonalke arah sistem formal- modern. Nilai-nilai tradisi dan historis yangmerupakan sumber hak hukum asli rakyat digusur oleh hakhukum baru. Disinilah terjadi redistribusi pemiliknya danpenguasaan aset ekonomi yang merugikan rakyat kecil.

Perlu dipahami bahwa dibentuknya aturan hukum baru,tidak selalu keliru, karena hukum dapat berfungsi sebagaipembaharuan masyarakat, social engineering, asal sesuai dengancita-cita keadilan sosial. Satu langkah maju pembentuk UU,melalui penafsiran historis atas pasal 33 ayat (3) UUD 1945 telahmeletakan landasan yuridis bagi “keadilan antar generasi”(intergeneration equity). Melalui pasal 4 huruf (d) UU No. 4 Tahun1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok PengelolaanLingkungan Hidup, dengan tegas melindungi hak-hak generasimendatang atas sumber daya alam dalam ekosistem bumi.Prinsip-prinsip “keadilan antar generasi” ini, meletakan tigakewajiban utama generasi sekarang dalam konservasi yaitu; (1)conservation of option, menjaga kuantitas keanekaragaman sumberdaya alam, (2) conservation of quality, menjaga kualitas lingkunganagar lestari, dan (3) conservation of access, menjamin generasi

Page 114: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

106

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

mendatang memiliki akses yang sama dengan generasi sekarangatas titipan kekayaan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih.

Di Indonesia ada gejala pencemaran dan kerusakanlingkungan yang memprihatinkan, pertanda keengganangenerasi sekarang mentaati prinsip “keadilan antar generasi”.Motivasinya “egoisme ekonomi”, keserakahan generasi sekarang,terutama para investor, pemegang HPH (Hak PengusahaanHutan) yang enggan mencegah pencemaran dan melakukanupaya penghutanan kembali atau reforestasi (kasus-kasuspencemaran karena limbah industri dan perusakan hutan dapatdiikuti dari berita mass media baik lokal maupun nasional).

Untuk mencegah maraknya pelanggaran atas prinsip-prinsip“keadilan antargenerasi”, diperlukan adanya penegakan HukumLingkungan lebih tegas dan kosisten. Dalam hal ini duniaperadilan pada umumnya dan khususnya MA seyogyanya lebihprogresif dengan penafsiran antisipatifnya atas aturan-aturanhukum lingkungan. Sebagaimana penafsiran antisipatif yangdilakukan MA untuk memberantas penyelundup.

Sementara itu, eksekutif pemerintah dalam kaitanperlindungan hak politik rakyat, ada gejala melakukan penafsiranpredestinata (interpretatio predestinatio), yaitu penafsiran sesuaidengan pandangan dan kehendak penguasa. Keputusan Bersama(SKB) Mendagri dan Menhankam, No. 153 tahun 1995 dan No.Kep/12/XII/1995 tentang Kegiatan Politik, dalam rangkapelaksanaan pasal 28 UUD 1945. Pemerintah sendiri menentukankegiatan politik, pertemuan ilmiah dan keramaian yangmemerlukan izin dan yang tidak atau yang cukup denganpemberitahuan saja. Misalnya, untuk kegiatan politik yangdilakukan oleh Partai Politik dan Golongan Karya diluarlingkungan Kantor atau sekretariatnya, cukup denganpemberitahuan kepada Kepolisian setempat. Penggunaaninterpretasi predestinata itu, menunjukkan belum mantapnyapelaksanaan demokrasi politik dalam kerangka DemokrasiPancasila, karena kegiatan politik yang dijamin oleh konstitusi,penafsirannya adalah wewenang pembentuk UU, presiden

Page 115: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

107

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

dengan persetujuan DPR (pasal 5 ayat 1 UUD 1945), bukansemata-mata wewenang eksekutif.

Dalam demokrasi ekonomi, pelaksanaan pasal 33 ayat (1)dan ayat (2) UUD 1945, pemerintah mengembangkan teoripenafsiran kontemporer, memenuhi tuntutan globalisasi ekonomiyakni liberalisasi perdagangan, pasar bebas, deregulasi dandebirokratisasi yang makin berkembang dari waktu ke waktu.Dampak yang diharapkan; terciptanya dunia usaha semakinmaju, memperlancar penanaman modal, mempercepatpengembangan industri, mendorong pertumbuhan ekonomi danpemerataan pendapatan. Perwujudan harapan positif itu perludiimbangi dengan pelaksanaan secara kosisten UU tentang UsahaKecil (UU No.9 Tahun 1995), dan UU anti monopoli perludirealisasikan, yang dapat memperkuat ekonomi kerakyatan.

PENUTUPBerdasarkan pandangan dan uraian yang saya paparkan

di atas, dikemukakan simpulan:1. Penafsiran hukum diperlukan untuk menemukan makna

yang tepat suatu ketentuan hukum dalam rangkamenegakkan hukum dan keadilan.

2. Hakikat menegakkan hukum dan keadilan adalahpenerapan hukum yang mencerminkan ketaatan dalammelaksanakan cita hukum (rechtsidee) sesuai makna danjiwa UUD 1945.

3. Perwujudan perlindungan hak-hak rakyat yang bersumberpada tradisi dan nilai-nilai sejarah dibidang pertahanan danagraria, tidak menonjolkan penafsiran kontemporer, tetapimemperhatikan pula penafsiran historis, sehingga hakhukum asli rakyat tidak senantiasa tergusur, hanya karenakepentingan pragmatis yang berorientasi pada kepentinganekonomi investor.

4. Dalam memberantas kejahatan yang merugikankepentingan sosial-ekonomi rakyat, sudah saatnya hakim

Page 116: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

108

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

menggunakan metode penafsiran arrtisipatif yang sudahdipelopori oleh badan peradilan tertinggi, MA. Penafsiranantisipatif digunakan dalam arti sesuai dengan jiwa UU danbukan untuk melegitimasi kekuasaan bertindak penguasayang sewenang-wenang atau yang melampaui bataskewenangan.

5. Dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi,penggunaan penafsiran predestinata oleh pemerintah tidakrelevan lagi dan sudah waktunya diakhiri. Dalam hal ini,peran MA melalui penafsiran UU sangat menentukanprospek yuridis dari kebijakan pemerintah. Disini pulalahtuntutan kekuasaan kehakiman yang bebas sesuai amanatkonstitusi sangat relevan dalam rangka “sosialisasi hukum”.

Page 117: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

109

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, I Dewa Gede, Penafsiran Konstitusi Dalam rangkaSosialisasi Hukum Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara MurniDan Konsekuen, Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar,Universitas Udayana, 10 April 1996.

Burght dan Winkelman, Penyelesaian Kasus, dalam Majalah ProJustitia, No. 1, Tahun XII, 1994.

Cruzon, L.B., Jurisprudence, M & E Handbooks, Mac Dorrald andEvans, 1979.

Djasadin Saragih, Peran Interpretasi Dalam Proses SosialisasiHukum: Khususnya Hukurn Perdata Di Dalam BW, MajalahYuridika, No. 1, 1988.

Edgar Bodenheimer, Jurisprudence, The Philosophy And Method OfLaw, HarvardUniversity Press, 1970.

Hadely Hasibuan, AdiAndojo, PastiAda ‘Kolusi’di MahkamahAgung, CV. Cahaya Ilmu, Jakarta, 1966.

O. Notoharnidjajo, Demi Keadilan Dan Kemanusiaan, BPK GunungMulia, Jakarta, 1975.

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Pidana IndonesiaPenerbit “Sinar Baru”; Bandung, 1984.

Soewoto, Metoda Interpretasi Hukum Terhadap Konstitusi, dalamMajalah Hukum Juridika, No. 1, 1990.

Stefanus Haryanto, Keadilan Antargenerasi dan Hukum LingkunganIndonesia, dalam Harian Kompas, 11 Januari 1996.

Page 118: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

19 Dr. Ato Masuda, LLM,20 E.A. Goemar ; The Contitutions of Europe, Henry Regnery Company Chicago;

hal. 102.21 Russel F. Meore, Basic Comparative Government Modern Contitution, Little

Field Adams & Co, hal. 13.

8

PERBANDINGAN PEMBUKAANUNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN

PEMBUKAAN UNDANG-UNDANGDASAR NEGARA JEPANG

I. PengantarAntara Konstitusi dan kehidupan politik ada hubungan

yang erat, oleh karena itu untuk memahami suatu Konstitusi lebihdahulu mesti diketahui pendirian falsafahnya Konstitusi yangbersangkutan.19 Perkembangan konstitusi menunjukkan bahwapaham falsafah yang dianut suatu negara tersurat dan tersiratpada Pembukaan Undang-undang Dasar atau PreambuleKonstitusinya. Seperti halnya Konstitusi Perancis, dari tahun 1789sampai Konstitusi Republik kelima 4 Oktober 1958 dengan falsafahyang tetap berpegang pada “Declaration of the Rights of Man andCitizen”, Konstitusi Republik Wiemar, dimana falsafahnya adalahliberty dan justice tersurat dalam Preamble Konstitusinya.20

Demikian juga Konstitusi Amerika Serikat dengan berpegangpada Declaration of Indepence paham falsafahnya tersirat dalamPreambule Konstitusinya yang inti isinya adalah: “Life, liberty, andpursuit of happiness.”21 Disamping itu, perlu pula diketahui apa

Page 119: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

yang dikemukakan oleh Prof. Mr. H. Moh. Yamin dalam bukunya“Naskah Persiapan UUD 1945”, Jilid III, halaman 773, menyatakanbahwa bagian Pembukaan UUD adalah merupakan bagianjasmaniah, intisari dari suatu Konstitusi.

Dari apa yang ditegaskan di atas, tampaklah bahwapreambule konstitusi sebagai bagian dari hukum konstitusimenempati kedudukan penting, oleh karenanya ada alasan ilmiahuntuk mengkajinya dari segi Ilmu Perbandingan Hukum, baikmengenai asas-asas hukumnya maupun aspek-aspekfundamental lainnya. UUD adalah merupakan bagian jasmaniah,intisari dari suatu konstitusi.

Dari apa yang ditegaskan di atas, tampaklah bahwapreambule konstitusi sebagai bagian dari hukum konstitusimenempati kedudukan penting, oleh karenanya ada alasan ilmiahuntuk mengkajinya dari segi Ilmu Perbandingan Hukum, baikmengenai asas-asas hukumnya maupun aspek-aspek fundamen-tal lainnya.

Sesuai dengan judul maka tulisan ini akan mengkaji duaaspek, yakni asas-asas hukum di bidang hukum Tata Nearaserta kedudukan hukum Pembukaan UUD 1945 dan PembukaanUUD Negara Jepang (1946) yang disebut “Showa Constitution of1946”.22

Pengkajian dalam makalah ini menggunakan metoda“Essentialy static” (hakekatnya stat ik) sebagai suatupendekatan dengan tidak memperhitungkan akibat-akibattertentu dalam hal menilai efektif tidaknya konstitusi itu mencapaitujuan “konstitusionalisasi” sebagai paham untuk melawankekuasaan diktator.23

22 Sebelum Konstitusi (1946), di Jepang berlaku “Meiji Constitution of1889” dengan memasukkan ide-ide lembaga-lembaga politik EropahKontinental, lihat Kenco Takayanagi : A Century of Inovation The Developmentof Japanese Law, 1868-1961, dalam Arthur T. von Mehren, Law in Japan(Cambridge, Mass : Harvard University Press, 1969), hal. 5

23 Sjachran Baah, SH, CN, Hukum Tata Negara Perbandingan, AlumniBandung, 1976, hal. 48-49.

Page 120: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

112

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

II. Materi dalam Kuantitas dan KualitasUndang-undang Dasar 1945 disusun oleh Panitia Sembilan

dari Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesiayang ditandatangani tanggal 22 Juni 1945 dengan nama “ProgramJakarta sedangkan Batang Tubuhnya disusun oleh Panitia HukumDasar dari PPKI, yang kesemuanya itu baik Pembukaan maupunBatang Tubuh disusun dibawah pengaruh tentara Sekutupimpinan Jendral Mac.Arthur, dan ditetapkan berlakunya mulai3 Mei 1947.24 Disini yang dimaksud dengan materi kuantitahanyalah mengenai jumlah alineanya. Dimana ternyata secarakuantita baik Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 maupunPembukaan Undang-undang Dasar Negara Jepang sama-samaterdiri dari empat alinea. Hanya saja rumusan kalimatnya alinea-alinea Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 lebih ringkasdibandingkan rumusan Pembukaan Undang-undang DasarNegara Jepang.

Perbandingan pada pengertian itu, maka perbandingannyaadalah, Pembukana Undang-undang Dasar 1945 yang terdiri dariempat alinea isinya dapat diperinci:I. Alinea pertama memuat isi di satu pihak menyatakan hak

segala bangsa untuk merdeka dan di lain pihak perlunyasebagai keharusan penghapusan sistem penjajahan di mukabumi karena tidak sesuai dengan perikeadilan danperikemanusiaan.

II. Alinea kedua berisi penegasan bahwa perjuanganpergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai ke depanpintu gerbang kemerdekaan Indonesia. Dengan menyadariperlunya bagi negara Indonesia yang merdeka, bersatu,berdaulat, adil dan makmur.

III. Alinea ketiga mengandung pengakuan spiritual bahwakemerdekaan Indonesia berkat rakhmat Tuhan Yang MahaEsa.

24 Z. Baharoeddin, Menyongsong Lahirnya Undang-undang Dasar BaruDengan Konstitusi Tujuh Negara Sebagai Bahan Perbandingan, Penerbit:Tintamas-Jakarta, hal. 405

Page 121: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

113

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

IV. Alinea terakhir ini di satu pihak berisi penegasan tujuannegara nasional. Berikutnya mengenai materi kualitas yang menyangkut asas-

asas yang terkandung dalam pembukaan dapat diadakanperbandingan seperti dibawah ini:- Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 memuat beberapa

asas pokok diantaranya asas hak asasi, asas kedaulatanrakyat, asas pemerintahan Republik, asas negara kesatuan,asas negara hukum, dan asas kesejahteraan. Yang manakeseluruhan asas-asas tersebut dalam implementasi padapasal-pasal Undang-undang Dasar 1945 bersumber padalandasan dasar falsafah negara Pancasila.

- Sedangkan Pembukaan Undang-undang Dasar NegaraJepang oleh Ato Masuda dikatakan lain dengan asas-asasyang terkandung dalam Pembukaan Undang-undangDasar 1945. Adapun asas-asas pada Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Jepang adalah asas kerakyatan, asasperdamaian, asas- asas kemanusiaan yang universal, danasas hak asasi yang keseluruhannya bersendikan ajaranhukum alam (natural law).25

Dengan demikian, sekalipun ada kesamaan misalnya dalamhal asas hak asasi, namun karena landasan falsafahnya berbeda,maka j iwa dan perwujudannya di dalam pola-polapelaksanaannyapun berbeda. Secara ringkas dapat dikatakan asashak asasi di Jepang yang berlandaskan falsafah hukum alam akanlebih menonjol corak liberalistisnya didalam kehidupanpemerintahan negaranya, sedangkan asas hak asasi di negara kitaIndonesia yang berlandaskan falsafah Pancasila lebih menonjolcorak kekeluargaannya. Seperti misalnya kebebasan yangbertanggung jawab, keputusan secara musyawarah untukmufakat, dan hak milik berfungsi sosial adalah salah satuperwujudan jiwa kekeluargaan yang dikaitkan dengan pola-polapelaksanaan hak asasi.

25 Dr. Ato Masuda, LLM., Op Cit, hal. 25

Page 122: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

114

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

III. Kedudukan Hukum Pembukaan Undang-Undang Dasar1945 dan Perbandingan dengan Undang-Undang DasarNegara JepangKedudukan hukum Pembukaan suatu konstitusi disini

dimaksudkan apakah pembukaan itu merupakan bagian dariUndang-undang Dasar, sehingga statusnya sama dengan Batangtubuhnya ataukah sebaliknya bahwa pembukaan tidakmerupakan bagian Undang-undang Dasar, karena itu statusnyalebih tinggi dari Batang Tubuh Undang-undang Dasar tersebut.

Berpegang pada pengertian kedudukan hukum seperti diatas akan membawa konsekwensi apabila kedudukanPembukaan sama dengan Batang Tubuhnya, maka PembukaanUndang-undang Dasar tersebut menurut hukum positif dapatdirubah. Sedangkan apabila pembukaan lebih tinggikedudukannya dari Batang Tubuhnya tentu saja menurut hukumtidak dapat dirubah. Sebelum membahas kedudukan hukumpembukaan tersebut perlu diketahui bahwa beberapa konstitusidari berbagai negara ada yang secara tegas mengadakanpembatasan tentang konstitusinya artinya ada bagian-bagian ataunorma-norma konstitusi yang tidak dapat dirubah, misalnya:1. Undang-undang Dasar Amerika Serikat pasal V

memberikan “pembatasan pencabutan hak suara yangsama bagi negara-negara bagian dalam senat”.

2. Undang-undang Dasar Turki pasal 102 antara lainmenyebutkan: perubahan pasal 1 Undang-undangDasarnya mengenai bentuk republik tidak dapat diusulkandalam keadaan apapun atau dalam bentuk apapun.

3. Demikian pula halnya konstitusi Perancis pasal 95menegaskan: “bentuk republik dari pada pemerintahantidak boleh dijadikan usul dalam perubahan.26

4. Undang-undang Dasar Mesir pasal 156 tidakmemperkenankan perubahan bentuk pemerintahan

26 E.A. Goermer, Op Cit, hal. 73.

Page 123: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

115

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

representatif dan parlementer, asas-asas kebebasan danpersamaan.Kembali kepada masalah kedudukan Preambule konstitusi,

ternyata berlandaskan Memorandum DPRGR tanggal 9 Juni 1966yang merupakan lampiran Tap MPRS No. XX/MPRS/1966,terdapat dua pendapat yang saling bertentangan mengenaikedudukan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu:I. Pembukaan adalah merupakan bagian dari Undang-

undang Dasar 1945 dan ini terbukti dari adanya ketentuandidalam memorandum tersebut bahwa “Undang-undangDasar 1945 sebagai perwujudan tujuan ProklamasiKemerdekaan 17 Agustus 1945 terdiri dari Pembukaan danBatang Tubuhnya”.

II. Pembukaan adalah tidak merupakan bagian dari Undang-undang Dasar 1945, ini terbukti pada Skema SusunanKekuasaan di Dalam Negara Republik Indonesia dalammemorandum tersebut dimana pembukaan diletakkan diatas dan terpisah dengan Undang-undang Dasar 1945.11

Dari dua pendapat ini tampaknya MPR menganut pendapatke-II, mengingat dalam Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 jo Tap MPRNo. V/MPR/ 1978, ditegaskan: “Pembukaan Undang-undangDasar 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci,yang mengandung cita-cita luhur Proklamasi Kemerdekaan17Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila sebagai DasarNegara, merupakan satu rangkaian dengan ProklamasiKemerdekaan 17 Agustus 1945 dan oleh karena itu tidak dapatdiubah oleh siapapun juga termasuk MPR hasil pemilihan umumyang berdasarkan pasal 3 dan pasal 37 Undang-undangberwenang menetapkan dan merubah Undang-undang Dasar,karena merubah isi Pembukaan berarti pembubaran Negara”.

Dengan mengikuti pandangan Prof. Drs. Notonagoro, S.H.,saya berpendapat bahwa Pembukaan Undang-undang Dasar1945 merupakan bagian dari Batang Tubuhnya, akan tetapiberkedudukan sebagai sesuatu yang bereksistensi sendiri dan

Page 124: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

116

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

27 R. Wiryono, S.H., Garis Besar Pembahasan & Komentar Undang-undangDasar1945, Penerbit : Alumni, Bandung (1976) hal. 24-25

28 Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H., Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila,Penerbit : Pancuran Tujuh, Jakarta, hal. 20

yang mempunyai dasar berada dan kemampuan hidup sendiri,intinya adalah Pancasila karena itu tidak tergantung dari adanyaBatang Tubuh Undang-undang Dasar 1945. Dan karena ituPembukaan Undang- undang Dasar 1945 tidak dapat diubah baikdari sudut formal maupun material.

Dari sudut formal Pembukaan Undang-undang Dasar 1945tidak dapat diubah oleh siapapun juga adalah mengingatPembukaan merupakan pokok kaidah negara yang fundamental,yang menurut pengertian ilmiah mengandung beberapa unsurmutlak, yaitu : Pertama, dalam hal terjadinya ditentukan olehpembentuk negara dan terjelma dalam suatu bentuk pernyataanlahir (ijab kabul) sebagai penjelmaan kehendak pembentuk negarauntuk menjadikan hal-hal tertentu sebagai dasar- dasar negarayang dibentuk. Kedua, dalam hal isinya, memuat dasar-dasarnegara yang dibentuk (asas kerokhanian negara), asas politiknegara Pancasila (Republik yang berkedaulatan rakyat) tujuannegara, dan memuat ketentuan diadakannya Undang-undangDasar Negara, jadi merupakan sumber hukum daripada Undang-undang Dasar Negara.27

Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 itu menurutsejarah terjadinya, ditentukan oleh pembentuk negara sebagaipenjelmaan kehendaknya yang pada hakekatnya rancangannyadibuat terpisah dari Undang-undang Dasar, dan isinya memuatasas kerohanian negara (Pancasila), asas Politik negara (Republikyang berkedaulatan rakyat), tujuan negara (melindungi segenapbangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupanbangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia keadilan sosial),lagi pula menetapkan adanya suatu Undang-undang DasarNegara Indonesia).28 Dengan demikian Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dalam segala sesuatunya memang memenuhi

Page 125: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

117

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

syarat-syarat mutlak bagi suatu pokok kaidah negara yangfundamental menurut pengertian ilmiah.

Norma hukum yang disebut pokok kaidah negara yangfundamental dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukanyang tetap, kuat dan tak berubah bagi negara yang dibentuk,dengan demikian Pembukaan Undang- undang Dasar 1945melalui jalan hukum tidak dapat diubah.

Soal tak dapat diubahnya Pembukaan itu kecuali dari sudutformal (hukum) dapat juga ditinjau dari sudut material. KarenaPembukaan Undang- undang Dasar 1945 merupakan rangkaiankesatuan dengan Proklamasi Kemerdekaan 17Agustus 1945, danyang terjadi pada saat Proklamasi itu tak dapat terulang hanyasatu kali saja, isi materinya terutama Pancasila sudah meresapdalam kalbu rakyat bangsa Indonesia, jadi meskipun seandainyaformalnya dihapuskan akan tetap hidup di dalam hati nuranirakyat, bangsa Indonesia, dan terlekat kepada Tuhan (ProklamasiKemerdekaan adalah atas berkat Rahmat Tuhan Yang MahaKuasa). Segala sesuatunya itu menyertai kelahiran dari negaraProklamasi Republik Indonesia 17Agustus 1945, sehingga tidakdapat lain dari pada terletak kepada kelangsungan NegaraProklamasi Itu.29

Sekarang bagaimana halnya dengan kedudukanPembukaan Undang- undang Dasar Negara Jepang terhadapBatang Tubuhnya. Bilamana kita perhatikan pada Undang-undang Dasar Negara Jepang tidak terdapat kata-kataPembukaan atau Preambule seperti halnya secara tegas kitajumpai didalam Undang-undang Dasar 1945. Namun begituberpegang pada sistematika rumusan suatu Undang-undangDasar sebagaimana lazimnya Undang-undang Dasar berbagainegara jelaslah bahwa rumusan empat alinea bagian muka dariUndang-undang Dasar Negara Jepang tahun 1947 itu merupakanbagian Pembukaan atau Preambule Konstitusinya.

29 Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 Alinea ke-4

Page 126: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

118

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Berpegang pula pada sistimatika Undang-undang Dasartersebut, maka kedudukan Pembukaan Undang-undang DasarNegara Jepang merupakan bagian dari Undang-undangDasarnya, karenanya mempunyai status yang sama denganBatangTubuhnya. Sehubungan dengan kedudukannya yangsedemikian itu bila dikaitkan pada ketentuan perubahan Bab IXpasal 96 tentang amandemen akan sama halnya dengan Undang-undang Dasar 1945 (pasal 37) tidak ada menyebutkan bagianmana dari Undang-undang Dasar tidak dapat dirubah secaraeksplisit.30

Dengan demikian dapat saja ditafsirkan secara sistematis(menggunakan interpretasi sistematik) Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Jepang dapat dirubah melalui pasal 96nya.31 Namun secara teoritis oleh karena Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Jepang memuat asas dasar kemanusiaanyang bersifat universal dan berlandaskan hukum alam (naturallaw), maka sebagaimana dimaklumi dalam literatur filsafat hukumkita menemukan bahwa hukum alam yang dinamakan pulahukum kodrat adalah hukum yang mempunyai kedudukan lebihtinggi dari pada hukum positif. Juga Hugo de Groot atau Grotiusmenegaskan hukum alam yang pada waktu ini sering dinamakanprinsip-prinsip umum dari hukum (“general principle of law”) akanmenjadi asas-asas hukum positif tertinggi yang berasal dari “theinternational sovereign”.

Berpegang pada teori di atas menurut saya, sekalipunkedudukan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Jepangmerupakan bagian dari Batang Tubuhnya, tetapi karena memuatazas dasar kemanusiaan universal berdasarkan hukum alam,maka Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Jepang puntidak dapat dirubah melaluli hukum sebagaimana ditentukanpasal 96 Undang-undang Dasar Negara Jepang tersebut.

30 Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H. Loc Cit, hal. 2431 Dr. Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Penerbit :

Alumni, Bandung (1979), hal. 129

Page 127: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

119

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

IV. Penutup dan KesimpulanDari uraian ringkasan di atas dapat ditarik tiga kesimpulan,

sebagai Berikut; 1) Perbandingan terhadap materi kuantitatifnyakedua Pembukaan Undang- undang Dasar, baik Undang-undangDasar 1945 maupun Undang-undang Dasar Negara Jepangsama-sama terdiri dari empat alinea, namun dari segiperumusannya Undang-undang Dasar Negara Jepangmenunjukkan uraian yang lebih panjang dan terperinci, dan lebihsistematik. Hal ini dapat dimaklumi karena Undang-undangDasar Negara Jepang disusun dalam suasana sesudah tercapaiperdamaian setelah berakhirnya perang Dunia Kedua; 2) Dalamisi kualitatifnya tentu saja terdapat perbedaan prinsipil disebabkankarena asas-asas yang melandasi kedua Undang-undang Dasartersebut berlainan, Undang-undang Dasar Negara Jepangmenganut azas dasar kemanusiaan yang Universal denganberlandaskan pada hukum alam (natural law). SedangkanUndang-undang Dasar 1945 menganut asas dasar Pancasila yangmerupakan dasar falsafah negara dan pandangan hidup bangsaIndonesia. Sehingga tidak mengherankan apabila corakpemerintahan kedua negara tersebut berbeda. Sebagaimana kitamaklumi karena pengaruh faktor tradisi dan pahamindividualisme, pemerintahan Jepang berbentuk kekaisarandengan sistem pemerintahan parlementer. Negara Indonesiasebagai hasil perjuangan melalui Proklamasi 17Agustus 1945,bentuk pemerintahannya Republik dalam bentuk NegaraKesatuan, dan sistem pemerintahan dibawah Undang-undangDasar 1945 adalah Presidensi; 3) Mengenai kedudukan keduaPembukaan Undang-undang Dasar tersebut, meskipun dari sudutpandangan yang berbeda karena sistematika berbeda, falsafahberlainan, namun mempunyai kedudukan hukum yang samayakni merupakan bagian dari Batang Tubuhnya Undang-undangDasar, dan sama pula tidak dapat dirubah dengan jalan hukum.Demikianlah kesimpulan yang dapat saya kemukakan sekaligusmerupakan penutup makalah ini.

Page 128: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

DAFTAR PUSTAKA

Baharoeddin, z : Menyongsong Lahirnya Undang-undang DasarDengan Konstitusi Tujuh Negara Sebagai BahanPerbandingan; Penerbit: Tintamas, Jakarta.

Goemer, E.A: The Contitution of Europe ; Henry Regenery CompanyChicago.

Moore, Russel F: Basic Comparative Government ModernConstitution; Little Field Adams & Co.

Masuda, Atto: Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia danPerbandingannya dengan Undang-undang Dasar NegaraJepang; Penerbit: Universitas Jakarta(1962)

Notonagoro: Beberapa Hal Mengnai Falsafah Pancasila; Penerbit:Pancuran Tujuh, Jakarta.

Soemantri, Sri: Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi;Penerbit:Alumni, Bandung, 1979.

Sjahran Basah: Hukum Tata Negara Perbandingan; Penerbit Alumni,Bandung, 1976.

Takayanagi, Kenzo: A Century of Inovation: The Development ofJapanase Law,1968 -1961, Cambridge, Mess; HarvardUniversity, 1969.

Wiryono, R: Garis Besar Pembahasan & Komentar Undang-undangDasar 1945, Penerbit :Alumni, Bandung, 1976.

Page 129: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

121

9

NEGARA DAN PEMERINTAHMENURUT HINDU

I. PENDAHULUANMengungkap akar-akar “budaya lama” bagi negara dan

pemerintah, dibenak kita muncul pertanyaan, apakah konsepsi-konsepsi keagamaan dan filsafat yang menjadi dasar membentuknegara masih mempunyai tempat untuk dikaji. Apakah konsepsi-konsepsi ini masih merupakan tenaga- tenaga yang hidup yangdapat dijadikan pegangan atau ia sudah mati dan hilang tanpabekas?

Bagi bangsa yang hendak membina kepribadiannya tentusaja akan memberikan jawaban positif baik dari segi teoritismaupun praktis. Secara teoritis, ambillah contoh KonsepKosmologi (Makrokosmos- mikrokosmos, di Bali “bhuana agung-bhuana alit”) tidak lepas dari pengertian Hindu yang menguasaialam pikiran adat kebiasaan kita.

Dari sudut praktisnya bahwa adat kebiasaan dankepercayaan yang dikandungnya seringkali mempengaruhi sikaphidup, termasuk sikap politik kita, walaupun tanpa disadari.Dalam rangka inilah, tulisan ini mungkin ada faedahnya bagimasyarakat luas, yaitu mengetahui suatu pandangan yangberpangkal pada kepercayaan lama dimana pernah menguasaialam pikiran sebagian besar bangsa Indonesia, dan yangbarangkali tanpa disadari, banyak pula sisa-sisa pengaruhnya dizaman kita ini. Misalnya ajaran pola kepemimpinan P4 danpendidikan yang digali oleh Ki Hajar Dewantoro, “tut wurihandayani”, tentulah berakar pada budaya lama.

Page 130: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

122

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

II. TEORI KENEGARAANDi dalam kepustakaan teori kenegaraan dibedakan atas

teori kenegaraan yang sifatnya umum merupakan bidang IlmuNegara Umum (Algemeine Staatslehre), dan teori bernegara yangbersifat khusus, tercakup di dalam Ilmu Negara Khusus (BeZondere Staatslehre). Teori bernegara umum diantaranyamencakup pembahasan mengenai teori terjadinya negara, unsur-unsur negara, dan fungsi serta tujuan negara, inilah yangmerupakan fokus pembahasan dalam kerangka pemikiran Hindu.

Ajaran Hindu yang berorientasi atau bertumpu pada alam“jagat raya” (bhuana agung bhuana alit), memandang kehidupanbernegara suatu persoalan yang amat penting dan amatmendasar. Suatu cabang ilmu pengetahuan atau teori yangbersumber padaAgama Hindu dan khusus membahas kehidupanbernegara disebut “Nitisastra”. Dalam ilmu ini kita akanmenemukan berbagai konsepsi kehi-dupan bernegara seperti bentuknegara, tujuan negara, kedaulatan negara dan sebagainya.32

Negara seperti yang kita kenal sekarang dari segi etimilogisberasal dari kata latin “Lo State” kemudian dalam praktekberubah menjadi “State” (bahasa Inggris) dan Staat (bahasaBelanda) yang baru lahir abad ke -16 atas jasa Machiavelli. Negaradalam pengertian modern ini menunjuk kepada negara teritorial,yaitu keseluruhan jabatan-jabatan tetap, penguasa besertarakyatnya, dan kesatuan wilayah yang dikuasai.

Dalam pengertian yang lebih sempit di Indonesia kata negaraberasal dari bahasa Sansekerta telah dikenal sekitar abad ke-5(ingat nama Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat denganRajanya Purnawarman). Menurut Utrecht dalam bahasa JawaKuno negara itu sama artinya dengan “kerajaan”, “keraton” ataujuga “rakyat”.

32 Bunyi pasal 96 Undang-undang Dasar Negara Jepang Perubahan-perubahan terhadap Undang-undang ini harus dimulai oleh Dewan Negaradengan melalui pemungutan suara gabungan oleh sekurang-kurangnya 2/3seluruh anggota tiap-tiap negara bagian ¼ Perubahan-perubahan yang disetujuisecara demikian harus segera diumumkan oleh kaisar atas nama rakyat, sebagaibagian yang integral dari Undang- undang Dasar ini.

Page 131: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

123

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Sedangkan di dalam bahasa Bali yang dimaksud dengannegara adalah “Ibu Kota Kerajaan” atau tempat kedudukanpusat kekuasaan yang mengandung arti penting bagiperdagangan. Pengertian ini sesuai dengan konsep Ibu Kota pusatmagis Kerajaan. Seperti dikatakan oleh Robert Heine Geldernbahwa Ibu Kota bukan saja merupakan pusat politis dankebudayaan dari sesuatu bangsa, walaupun merupakan pusatmagis kerajaan.

Peninggalan-peninggalan beberapa kota tua jelas sekalimembuktikan cita pikiran kosmologis itu yang memangmembayangi keseluruhan sistem pemerintahan. Di Bali pada kota-kota bekas Ibu Kota Kerajaan masih kita ketemukan “Meru” yaitucandi-candi yang atapnya dari ijuk dengan susunan berlapis-lapisatau bertingkat-tingkat dan merupakan lambang pusat kekuatanmagis dari kerajaan itu.33

Terjadinya NegaraKalangan ahli ilmu negara umum membedakan teori mula

terjadinya negara yang bersifat klasik atau kuno dan teori modern.Misalnya Proklamasi Kemerdekaan di golongkan sebagai teoriterjadinya negara yang bersifat modern disebut “SecundaireStaatswording”. Konsepsi kenegaraan Hindu digolongkankedalam teori klasik, meliputi tiga macam teori, yaitu teori perang,teori kontrak sosial, dan teori dewa-dewa.

Teori-teori ini berturut-turut dapat digambarkan, sebagaiberikut:- Teori terjadinya negara karena perang disuratkan dalam

buku Aitirya Brahmana. Dimana diceritakan pembentukannegara (“kerajaan”) karena peperangan antara “Asura”(orang-orang jahat) dan dewa-dewa. Didalam peperanganitu justru dewa-dewa yang menderita kekalahan olehkarena mereka tidak mempunyai pimpinan atau raja.Bertumpu pada pemikiran itu, akhirnya dibentuklah

33 Di Bali pernah berdiri sembilan buah kerajaan : Kerajaan Jembrana,Tubanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem, Buleleng dan Mengwi.

Page 132: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

124

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

organisasi pemerintahan dan dipilih raja untuk memerintahkerajaan. Teori ini oleh Javaswal diaplikasikan pada mulaterjadinya kerajaan Bangsa Arya. Dan sampai kini di bidangkebudayaan mempengaruhi pendapat tentang adanyaakulturasi kebudayaan bangsa Arya dan bangsa Dravida.

- Teori kontrak sosial, merupakan teori asal mula negara yangbersifat universal artinya ada penganutnya baik sampai didunia Barat maupun di dunia Timur. Di dunia Baratpenganut teori kontrak sosial sudah tidak asing lagi bagikalangan ilmuwan di Indonesia, tentu mereka mengenalnama-nama besar seperti Thomas Hobbes John Locke, danJ.J. Rousseau, trio bapaknya teori perjanjian masyarakat,walaupun mereka satu sama lain melahirkan konsepsikenegaraan yang kontroversial. Hobbes meletakkan dasarpemerintahan absoulut, Rousseau melahirkan konsepsinegara dks mokrasi, dan Locke meletakkan dasar funda-mental pemerintahan monarchi konstitusional.Sarjana Hindu yang mengembangkan teori kontrak sosial,

bernama Kautilnya ditulis dalam bukunya Arthasastra. Di manabeliau mengungkapkan teori tentang “ikan besar yang menelanikan kecil” (Hukum ikan atau fish law), dibentangkan dalamkalimat berikut ini : “People suffering from anarchy as illustretedby the proverbial tendency of a large fish swallowing a small one,first elected Manu to be their king, and alloted one-sicht of grainsgrown and one-tenth of their merchandice as soverign dues.Suppor-ted by their pay ment, king took upon themselves theresponsibility of maintining the safety and security of theirsubjects”. Jadi menurut teori ini dalam anarki akan terjadi/ berlaku“hukum rimba” atau “hukum ikan”, ikan besar memangsa ikankecil, yang kuat akan menghancurkan yang lemah. Setelahdipilihnya Manu sebagai raja, dimana diberikan oleh ke 61 petanidan 11 pedagang sebagai yang seharusnya berdaulat. Di dukungoleh pajak dari rakyat raja bertanggung jawab memeliharakeselamatan dan keamanan warga negaranya. Demikian pulakeadaan yang dilukiskan dalam epik agung Mahabharata.

Page 133: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

125

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Dalam Mahabharata dilukiskan manusia yang hidup tanpapemerintah, saling serang-menyerang seperti keadaan di laut.Manusia itu kemudian berkumpul dan membuat samayiah,perjanjian bermufakat untuk membentuk negara danpemerintahan.

Semua teori kontrak sosial baik yang berakar padakebudayaan Barat ataupun kebudayaan Timur, mengandungtiga ciri pokok : (1) rational intelektualis, (2) adanya hubunganantara raja (“govern”) dan rakyat (“governed”), (3) didasarkanatas kepercayaan kepada “hukum kodrat” (“natural law”).

Teori terjadinya negara karena dewa-dewa, mirip denganteori theokratis dari dunia Barat. Menurut Manu, jika masyarakattanpa raja dunia akan kacau. Sebab itu raja yang manunggaldengan negara diciptakan oleh Dewa-dewa dan ia adalah mahlukmanusia yang termulia CiptaanTuhan. Dalam buku Santi Parwa,Bhagawan Bhisma menjawab pertanyaanYudistira tentang kapanmulai adanya raja dan negara, berkata sebagai berikut:

“Dalam Zaman Kertayuga belum ada kerajaan dan raja.Karena semua orang dilindungi oleh Dharma.Kemudian “Moha” dan “Tamak” menyelinap di hatimanusia, lalu timbullah kekacauan Weda dan Dharmahilang lenyap. Dewa- Dewa melihat keadaan ini sangatkhawatir, kemudian menghadap kepadaWisnu agarBhatara Wisnu mengatasi hal itu. Disinilah Wisnumenciptakan raja dan kerajaan”.

Dapat juga ditambahkan disini bahwa teori tentang penitisandewa atau reinkarnasi ini pada waktu yang lalu, bisadipergunakan bukan saja sebagai alat untuk meninggikankedudukan atau posisi raja yang sah, tetapi juga dipakai sebagaidasar pembenaran atau pengesahan penggulingan kekuasaan(Coup d’etat) . Dalam Sejarah Hindu Indonesia dapat disebutkanaplikasi dari teori ini adalah pada KenArok, pendiri kerajaanSingosari perampas tahta kerajaan TunggulAmetung, Tumapel.Padahal dia telah mempunyai jalan hidup pidana sebagai penipu,perampok, dan pembunuh. Tetapi, walaupun masa lalunya itu

Page 134: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

126

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

penuh dengan perbuatan-perbuatan pidana, ia menjadi raja juga.Menurut Pararaton Ken Arok memperoleh pengesahan,dukungan rakyat karena ia adalah inkarnasi dari Dewa Brahma.

Unsur-unsur Pokok NegaraIlmu politik mensyaratkan bagi masyarakat politik (“political

body”) yang disebut negara, secara essensial memenuhi tiga syaratatau unsur utama, yaitu ada penduduknya, ada wilayahteritorialnya, dan mempunyai pemerintah yang berdaulat penuh.

Di dalam pembentukan negara Hindu Kuno Sastra Wedamenyebutkan adanya tujuh pembentukan negara yangdmamakan “Saptangga”, yaitu :

1. Swamin = Raja,2.Atmatja = PegawaiTinggi,3. Janapada = Wilayah dan Penduduk,4. Kosa = Kekayaan harta benda,5. Durgha = Benteng,6. Bala = Angkatan Bersenjata,7. Mitra = Negara Sahabat.Konsepsi pembentukan unsur-unsur negara itu berkembang

mendekati teori politik modern, seperti nampak pada unsur-unsurpokok pembentukan Negara Sriwijaya dan Negara Majapahit,meliputi empat unsur :a. Dathu/Prabu = Raja/ Pemerintah yang berdaulat;b. Praja = Penduduk;c. Wilayah / Mandala = Wilayah;d. Tujuan Negara, Sriwijaya dinyatakan dalam kalimat : “Sri

Wijaya JayaSudhaYatra Subhiksa”, intinya adalah mencapai “dharma”

dengan jalan dharma pula; Majapahit, dengan kalimat :“Kadigwijayanira Naren dra ing Praja”, Krom menterjemahkan

Page 135: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

127

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

kalimat ini, sebagai berikut: “kekuasaan memerintah yangberbahagia oleh Sang Prabu bagi kejayaannya”34

Dalam konsepsi kenegaraan, unsur yang dikatakan palingmenentukan bagi tegaknya negara adalah kedaulatan baikkedaulatan keluar (“external souverignity”), maupun kedaulatankedalam (“Internal souverignity”); yaitu kemampuan pemerintahdan rakyat mempertahankan serangan dari negara lain, sertamempunyai kekuasaan menentramkan kehidupan rakyat, melaluipenegakan hukum. Menurut konsepsi Hindu kedaulatan itudisimpulkan dalam istilah : “Cakra warttin dharma prawarthaka”artinya raja berkuasa penuh sebagai pelindung dharma dankeadilan.

Fungsi dan Tujuan NegaraDalam pembedaan yang bersifat dikotomis, antara konsepsi

kuno dan modern, maka Fungsi dan Tujuan Negara menurut teoriHindu dipandang dari dimensi historis digolongkan sebagai teoriklasik, sedangkan dari bentangan isi teorinya, ia termasukklasiflkasi yang modern. Dikatakan demikian, sebab teori kunoitu dikembangkan ± abad ke - 4 Sebelum Masehi, seperti dapatdibaca di dalam “A Clasical of the Chinese School of Law”,dikemukakan oleh seorang Perdana Menteri Tiongkok kuno,ShangYang, sebagai berikut: “ ..... a weak state means a strongpeople and a strong state make a weak people. Therefore a country,wich has the right way is concerned with weaking people”. Daripendapat ini, jelas sekali bahwa tujuan negara menurut teori klasikadalah semata-mata untuk kekuasaan pemerintah, dimana dalammencapai kekuasaan pemerintah yang absolut itu, negaradibenarkan “membodohkan rakyat”. Karena itu dapat dikata-kan pendapat yang tidak bermoral.

34 Di dalam Kitab Menawa Dharmasastra (Compedium Hukum Hindu), BukuVII ayat 70 disebutkan ada 5 jenis benteng pertahanan, yaitu : dharmadurga - bentengdalarn bentuk gurun : abdurga - benteng yang dikelilingi air ; mahidurga - bentengdalam bentuk batu - batu ; ndurga - benteng dalam bentuk perkemahan : giridurga -benteng berupa hutan-hutan dan gunung.

Page 136: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

128

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Sedangkan teori kenegaraan modern, hakekatnya bersendipada usaha kesejahteraan umum. Ini nampak, misalnya pada pen-dapat Mac Iver dalam bukunya “The Web of Goverment”,mengemukakan ada tiga fungsi negara, yaitu : (1) fungsikebudayaan, (2) fungsi kesejahteraan umum, dan (3) fungsiperekonomian. Ketiga fungsi itu masing-masing saling berkaitandan pengaruh mempengaruhi. Fungsi kultural terletak dalamaktivitas masyarakat untuk mengembangkan kebudayaan.Negara hanya berfungsi mendorong, menggugah kreativitaskebudayaan rakyat. Contoh : Pemerintah Daerah Bali dalammenjalankan fungsi seperti itu, mengambil prakarsa mengadakan“pesta Seni Daerah Bali” yang diselenggarakan setiap tahunsekali, dengan tujuan melestarikan dan mengembangkan kebuda-yaan daerah yang merupakan puncak-puncak kebudayaannasional.

Fungsi Kesejahteraan umum dimaksudkan semua kegiatannegara/ pemerintah yang secara langsung sasarannyamewujudkan perbaikan keadaan kehidupan rakyat, yaitupemeliharaan kesehatan, perumahan, jasmani sosial dansebagainya. Fungsi perekonomian di gambarkan bahwa negarasecara aktif turut campur tangan dalam kegiatan perekonomiandengan maksud agar perekonomian tidak cenderung menjadimonopolistis.Akan tetapi di negara kita turut sertanya negaradalam perekonomian dengan membangun perusahaan negaraseperti : Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum(Perum), dan Perusahaan Perseroan (Persero) harus dicegahjangan sampai melahirkan “estatisme”.

Dari gambaran diatas, bertumpu pada isi teori, tujuan, danfungsi negara menurut agama Hindu tergolong modern, karenaprinsipnya mencapai kesejahteraan. Contoh di dalam eposRamayana kita jumpai satu baik sloka berbunyi : “Ksayan ikangpapa nahan prayojana”. “Gumowasukan nikang ratkininkinira”.Artinya : melenyapkan penderitaan itulah tujuan kitamenjelma. Membuat kesejahteraan masyarakat selalu diusahakan.Kautilnya, juga dalam bukunya “Artha Castra”, menyebutkan

Page 137: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

129

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

fungsi negara adalah perlindungan hak milik, pendidikan,pemeliharaan sosial ekonomi rakyat, sehingga kesejahteraandapat terjamin.

Guna merealisir fungsi itu negara harus melakukan aktivitas,mencakup :a. Mengusut, menuntut, dan menghancurkan semua hal yang

membahayakan negara baik dari luar maupun dari dalam.b. Negara harus menjamin pemeliharaan, dan sumber daya

dari pengrusakan baik terhadap tindakan sembrono daridalam, maupun tindakan pihak asing. Apabiladibandingkan fungsi dan tujuan negara yangdikembangkan Ketatanegaraan Hindu yang bernafaskanajaran-ajaran suci, konform dengan tujuan negarasebagaimana digariskan UUD 1945, seperti tersurat-tersiratdi dalam Pembukaan aline ke-4, yaitu :1. Melindungi segenap bangsa dan tumpah darah, Indo-

nesia.2. Memajukan kesejahteraan umum,3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan4. Melaksanakan ketertiban dunia, atas da-sar perdamaian

abadi, kemerdekaan, dan keadilan sosial.

III. POLA-POLA KEKUASAAN RAJAKekuasaan yang banyak diperbincangkan di kalangan

sosiolog, ternyata ada yang merujuk teori Max Weber di dalammengamati kekuasaan raja tradisional Hindu baik di Jawamaupun di Bali. Merujuk kerangka teoritik Max Weber, merekasampai pada evaluasi bahwa kekuasaan tradisional itu bertipe“kekuasaan patrimonial”9. Tipe “kekuasaan patriomonial”,menentukan bahwa kemampuan manusia merupakan faktoryang paling menentukan dalam kehidupan kenegaraan.

Berdasarkan tipe kekuasaan patrimonial, maka Rajauntuk mengendalikan kekuasaan pemerintahan diidentikkan

Page 138: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

130

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

dengan sifat-sifat dewa atau bhatara. Simbolisasi sifat-sifat itudigariskan didalam ajaran kepemimpinan Hindu yang disebut“Astabarata” Ajaran ini menggariskan delapan kewicaksanaanharus dipegang teguh oleh raja, yaitu sesuai dengan sifat hakekatdewa indra dewa bayu, dewa surya, dewa brahma, dewa waruna,dewa candra, dewa yama, dan dewa kuberu. Sifat-sifat inimencakup keberanian, pemahaman terhadap hati nurani rakyat,sikap terhadap alam semesta, membasmi musuh atau kejahatan.Ini merupakan prabhawa raja. Dalam lontar “Raja Pad Gondala”dijelaskan seorang raja memiliki kemampuan yaitu :1. Sidhi, kemampuan bersahabat.2. Wigraha, kemampuan mengidentifikasi permasalahan,3. Wibawa, memiliki kewibawaan,4. Winarya, cakap memimpin,5. Gasraya, kemampuan menghadapi lawan yang kuat, dan6. Stanha, dapat mempertahankan setiap hubungan yang baik.

Aspek kekuasaan patrimonial nampak pula dari strukturpemerintahan raja-raja Hindu. Ambillah contoh masa pemerintah-an Raja Udayana di Bali, seperti dituliskan prasastiBwahanAbertahun 916 saka (993 - Masehi), jabatan- jabatantingkat pusat dinamakan “pasamaksa plakpakan”. Kemudianprasasti Sading A bertahun 923 saka (1101 Masehi) memakaiistilah “pakirakiranijero”. Jabatan-jabatan mana secara hirarkisberdasarkan penulisannya di dalam prasasti digolongkan menjadiempat kelompok, yaitu : Kelompok Senapati, kelompokSangat, kelompok Dhikara di Panglapnan, dan kelompokpemuka Agama Ciwa dan Budha.

Kelompok ini mempunyai tugas wewenang sebagai saksi atassegala keputusan yang telah diambil oleh raja. Demikian pulamenurut tatanegara Majapahit, konsentrasi kekuasaan dantanggung jawab negara dan pemerintahan ada di tangan raja.Dalam penyelenggaraan urusan pemerin-tahan raja dibantu olehpelbagai pejabat dalam pelbagai bidang, yang diangkat oleh SriBaginda Raja.

Page 139: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

131

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Ditinjau dari gelar sebutannya dapat dibagi atas tigagolongan, yakni:

1. Golongan rakrian,2. Golongan arya, dan3. Golongan dang acarya.Jabatan yang terakhir ini dipegang oleh pendeta (di Bali

“Pedanda”) Siwa dan Budha, disamping bertugas sebagai“dharmadhyaksa” : hakim tinggi, atau upapati : pembantudharmadhyaksa alias hakim 11, beliau juga mempunyaikedudukan sebagai penasehat spiritual, dibidang keagamaan.Sedangkan untuk jabatan penasehat di bidang penentuankebijaksanaan pemerintahan seperti pengambilan keputusan(“decision making”) raja dibantu oleh para kerabat.Slametmulyana menyamakan kedudukan kerabat raja denganDewan PertimbanganAgung (DPA). Hal ini dibuktikan dari uraianNegarakretagama pupuh LXXI dan LXXII mengenaipengangkatan calon pengganti patih amengku bumi Gajah Madapada tahun 1364. Yang hadir pada musyawarah tahun 1364 ialahSri baginda Kepala dan Kepala Kerabat, Tribhuwanatunggadewidan Sri Kertawardhana, Dyah Wiyah Raja-dewi, dan SriWijayarajasa, Bhre Lasem, dan Sri Rajasawardhana, Bhre Pajangdan Sri Singawardhana.

Dimuka telah dikemukakan prinsip kekuasaan raja adalahabsolut disebut dengan istilah “Cakra warttin dharmaprawartaka”. Konsep ini berkenaan dengan paradigma bahwaraja adalah inkarnasi dari dewa-dewa di Kahyangan. Rajadijadikan satu-satunya penghubung antara manusia danTuhan.Dengan demikian kedudukan raja sebagai penguasa tunggal danabsolut di dunia nyata ini, tetap dibenarkan Tuhan, sesuai dengan teorikekuasaan patrimonial sebagaimana diajarkan oleh Max Weber.

Namun demikian dalam praktek di Indonesia, khususnya diJawa dan Bali kekuasaan raja ternyata “terbatas”. Pembatasanpertama adalah adat dan tradisi. Adat dan tradisi tidak hanyamenyucikan kedudukannya, akan tetapi berkaitan dengan upeti

Page 140: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

132

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

yang diharapkan dapat berjalan lancar, dimana rakyat secarapatuh membayarnya. Pembatasan kedua adalah struktur darinegara, yang menentukan sampai sejauh mana kekuasaan rajadapat menjangkau secara effektif. Pembatasan yang ketiga adalahkemampuan raja itu sendiri menentukan sejauh manakekuasaannya dapat dikembangkan dalam batasan tersebut.

Apabila raja sampai pada tindakan melanggar adat istiadatmasyarakat, ia mendapat tantangan keras dan rakyatnya,tindakan yang lunak dapat dipersamakan dengan pengungsiandi zaman modern sekarang ini, dan yang lebih keras berupapemberontakan.

IV. PENUTUPMeskipun dari wawasan dimensi waktu atau kesejarahan

teori-teori konsep-konsep Hindu di bidang kenegaraan,pemerintahan digolongkan konsepsi tua, kuno, klasik, akan tetapidari segi isi dan akar-akar kulturalnya masih cukup relevan untukkita kaji lebih dalam lagi. Uraian di atas menunjukkan masih adayang dapat kita kembangkan di dalam rangka membina aparatpeme-rintahan yang bersih, jujur, dan berwibawa.

Gambaran ideal mengenai pola kepemimpinan, misalnya,tentu bisa memberikan dampak positif bagi para pemimpin kitadewasa ini, baik menurut konsep “astabrata”. Sifat-sifat simbolikdari delapan dewa, maupun konsep kepemimpinan yang digalioleh Ki Hajar Dewantara dari kandungan budaya tradisional.

Ternyata merupakan ajaran kepemimpinan yang unggul,terbukti telah disepakati melalui konsensus nasional menjadiprinsip utama kepemimpinan Pancasila.

Di sini lain kita sadar bahwa ada pula ajaran-ajaran menurutkonsep di atas yang harus kita tinggalkan, bahkan di kubur jangansampai muncul kepermukaan. Misalnya pola kekuasaanpatrimonial dan kekuasaan absolut yang jelas sangat bertentangandengan UUD 1945, karenanya inkontitusional di dalam kehidupanbernegara dewasa ini

Page 141: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

133

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

DAFTAR PUSTAKA

Goris, Sejarah Bali Kuno, Fakultas Sastra Universitas Udayana, .Heine

Geldern, Robert, Konsepsi Tentang Negara dan Kedudukan Raja DiAsia Tenggara, Terjemahan : Deliar noer, Rajawali Press.Jakarta, 1972.

Iswara, Pengantar Ilmu Politik, Dhiwantara. Bandung, 1967.I Made Pasek, et. al. Nitisastra, Proyek PendidikanAgama Hindu

Departemen Agama Republik Indonesia, 1982.Slametmulyana, Negara Kertagama dan Tafsir Sejarahnya, Bharata,

Jakarta, 1979.Padmo Wahyuno, Negara Republik Indonesia, Academika, Jakarta,

1980.I Made Pasek, dkk, Niti Sastra, Proyek Pembinaan Pendidikan

Agama Hindu Departemen Agama Republik Indonesia1982.

Kranenburg, R, Ilmu Negara Umum, Terjemahan Tk Sabaroeddin,Groningen, 1955.

Remelink, G.J. Willem, Raja dan Algojonya Faktor Kemampuan RajaJawa, Kompas, 15 Juni, 1984 : IV.

Goris, Sejarah Bali Kuno, Fakultas Sastra Universitas Udayana (In-tern) : Tanpa tahun : 15.

Harian Kompas ; 15 Juni, 1984 : IV.

Page 142: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

134

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Page 143: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

A. PendahuluanTema di atas menurut saya adalah tepat dijadikan

kado bagi ulang tahun Prof. Dr. I Dewa Gede Atamdja, SH.,MS. yang kini telah menjalankan tugas dan pengabdiannyaselama 65 tahun kepada bangsa dan negara (utamanyasebagai dosen dan guru besar Ilmu Hukum Tata Negarapada Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali - Denpasar)Indonesia yang kebetulan baru saja menyelenggarakanulang tahun kemerdekaan RI ke 64.

Ada dua hal menarik dari momentum di atas yaitu:Pertama, Prof. Atmadja sebagai pakar hukum tata negarasepanjang yang saya kenal adalah sosok guru besar, sahabat,dan pendidik yang santun kepada semua orang (palagiterhadap mahasiswa dan bimbingannya), ramah dalam

Bagian KeduaHAM dalam Perspektif Konstitusi

1

KONSEPSI BERNEGARABANGSA INDONESIA

Oleh: Dr. Jazim Hamidi, SH., MH.1

1 Jazim Hamidi adalah dosen Pascasarjana Fakultas Hukum UniversitasBrawijaya, sekarang mendapat amanat sebagai Kepala UB Press dan Dewan Pakar“Green Mind Community” di Malang.

Page 144: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

136

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

bertutur kata, dan bijak dalam perilakunya. Selain dari itubeliau juga sangat konsen mengembangkan pikiran-pikiranbaru di bidang ketatanegaraan termasuk diskursus soalkebangsaan. Kedua, di usia negara kita yang sudah setengahabad lebih ini, berbagai persoalan kebangsaan (positifmaupun negatif) terus bermunculan, semua itu dapatdimaknai sebagai sarana “batu uji” untuk mengukur tingkatkedewasaan bangsanya yaitu mulai dari soal kesuksesanpemilu yang cukup demokratis, soal disintegrasi bangsa,krisis multidimensional, sampai persoalan terorisme. Titikkonvergensi dari keduanya adalah bertumpu padapertanyaan fundamental yaitu apakah benar kitamempunyai konsepsi bernegara bangsa Indonesia? Jikabenar-benar punya, seperti apakah konsepsi bernegarabangsa Indonesia itu?Atau jangan-jangan di usia yang sudahhampir senja ini negara kita belum menemukan konsepsibernegara bangsa khas Indonesia?

B. Rethinking Konsepsi Bernegara BangsaPemaknaan kembali terhadap konsepsi negara

bangsa tentu tidak bisa lepas dari sejarah kebangsaan dankelahiran suatu negara yaitu Indonesia. Maka berikut inisaya ilustrasikan secara singkat pendapat para pakar hukumtata negara tentang makna dan sejarah bernegara bangsaIndonesia.

Menurut A. Hamid Attamimi,2 pada saat membahas“konsepsi bernegara”, harus dibedakan dengan “konsepsinegara”, sebab seringkali antara keduanya terjadi tumpang

2 A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden RI DalamPenyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi, Pada Fakultas PascasarjanaUniversitas Indonesia, Jakarta, 1999, hlm. 83-87. Bandingkan dengan Azhari,Negara Hukum Indonesia; Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-unsurnya, UI-Press, Jakarta, 1995, hlm. 72- 76. Juga Azhari, Teori BernegaraBangsa Indonesia (Suatu Pemahaman tentang Pengertian-pengertian danAsas-asas dalam Hukum Tata Negara), Pidato Pengukuhan Guru Besar di Fak.Hukum UI, Jakarta, 1995, hlm. 3.

Page 145: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

137

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

tindih pemahaman. Konsepsi Negara itu berbicara padapersoalan mengapa di antara manusia itu hidup berkelompok,bermasyarakat, dan sebagian dari kelompok memerintah yanglain. Jadi pusat perhatian konsepsi negara itu menyangkutmasalah wibawa, kuasa, perintah, membahas negara sebagaistruktur kekuasaan. Konsepsi negara ini melihat negara darisudut hukum, sedangkan konsepsi bernegara melihatnya darisudut sosial dan filsafat.

Konsepsi bernegara memandang negara tidak sebagaisuatu struktur kekuasaan yang menentukan kata putus bagikekuasaan-keuasaan lain yang ada di dalamnya. MenurutPadmo Wahyono, kajian tentang konsepsi bernegara itumeliputi:3 arti negara atau sifat hakekat negara, pembenaranadanya negara, terjadinya suatu negara, dan tujuan negara itusendiri.

Lebih lanjut Padmo menjelaskan, arti atau sifat hakekatnegara itu dibedakan dalam tiga cara pandang. Cara pandangyang individualistik, di mana orang-seorang lebih dari padapaguyuban masyarakat atau bangsanya. Cara pandang kelasatau golongan, yang menganggap negara sebagai alat suatugolongan untuk menindas golongan lain. Cara pandangintegralistik yang mesti mengutamakan masyarakat umum,namun harkat dan martabat manusia orang-seorang tetapdihargai. Cara pandang yang terakhir inilah yang dominanmengilhami praktek ketatanegaraan di Indonesia, sebagaimanatelah digagas oleh Soepomo.

Konsepsi tentang pembenaran adanya negara, tergantungteori yang digunakan. Jika teori relegius-teologis yangdigunakan, maka negara itu sebagai lembaga ketuhanan,demikian juga pembenaran adanya negara dapat dilihat dariteori kekuasaan, teori hukum (baik yang patriarkhal, patrimo-nial, atau teori perjanjian), teori etik, dan teori psikologi.

3 Padmo Wahyono, Pancasila Sebagai Ideologi Dalam KehidupanKetatanegaraan, disampaikan dalam suatu seminar di BP-7 Pusat, Jakarta, 1989,hlm. 4.

Page 146: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

138

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Dalam perspektif teori terbentuknya negara, kapan suatunegara (Indonesia, misalnya) itu terbentuk, ada dua pandanganyang meresponnya yaitu pandangan primer dan sekunder.Terbentuknya negara secara primer, hanya didasarkan padahipotesa-hipotesa dalam sejarah. Karena sejarah pergerakanbangsa Indonesia itu (apa mulai dari Budi Utomo 1908 ataudari gerakan Manifesto Politik 1925) mepunyai andil besardalam mengantarkan terbentuknya negara Indonesia merdekatanggal 17 Agustus 1945. Sedangkan terbentuknya negarasecara sekunder, mengacu pada pemenuhan unsur-unsurberdirinya suatu negara, di mana yang pokok ada 3 yaitu:adanya rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berdaulat.Perdebatan klasik mengenai hal ini pernah terjadi, ada yangmengatakan negara Indonesia itu mulai ada/berdiri sejaktanggal 17Agustus 1945 (misal Pujosewoyo, dkk.) dan ada yangberpendapat baru tanggal 18 Agustus 1945 negara Indonesiaitu berdiri (misalA.G. Pringgodigdo, dkk.).

Perdebatan mengenai hal ini sudah dijawab secara tuntasoleh Simorangkir dalam disertasinya, akhirnya kedua kubu diatas, setelah mendalami berbagai teori para ahli (terutamasetelah memahami teori-teori Logeman dan Hans Kelsen) jugamengacu pada Konvensi Montevideo,4 mereka bersepahambahwa negara Indonesia itu lahir dan terbentuk sejakproklamasi kemerdekaan RI 17Agustus 1945. Karena ketigaunsur tersebut sudah terpenuhi, meskipun dalam batas yangmasih sederhana, sedangkan unsur yang keempat yaitukecakapan melakukan hubungan dengan negara-negara lainjuga sudah terpenuhi.5

4 Pasal 1 Konvensi Montevideo: Negara sebagai persona menurut hukuminternasional harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a). Suatu pendudukyang tetap, b) suatu daerah yang tertentu, c) suatu pemerintah, dan d) kecakapanmelakukan hubungan dengan negara-negara lain.

5 Lihat dalam J.C.T. Simorangkir, Penetapan UUD Dilihat dari segi Ilmuhukum Tata Negara Indonesia, PT. Gunung Agung, Jakarta, 1984, hlm. 168-169.

Page 147: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

139

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Dari sudut tujuan negara, baik yang bersifat objektifpartikular maupun yang objektif universal, keduanya telahterpenuhi secara konsepsional sejak disahkannnya PembukaanUUD 1945. Tujuan umum negara Indonesia adalahterbentuknya masyarakat adil dan makmur berdasarkanPancasila, di mana unsur-unsurnya sebagaimana telahdikandung dalam Pembukaan UUD pada alenia IV.6 Sebenarnyakita sudah memiliki konsepsi bernegara bangsa Indo- nesia,hanya saja pemaknaannya perlu dilakukan terus menerus, darigenerasi ke generasi, di samping konsepsi bernegara bangsaitu sangat dinamis.

C. Implikasi HukumnyaSecara etimologis kata ‘implikasi’ merupakan terjemahan

dari kata “im- plication - implicate - imply”. Kata implicationmempunyai arti: maksud, pengertian; secara tersimpul; atauterlibatnya. Implicate artinya melibatkan atau menyangkutkan.Sedangkan imply artinya menyatakan secara tidak langsung.7

Dalam kamus bahasa Indonesia, implikasi berarti: keterlibatanatau keadaan terlibat; yang termasuk atau tersimpul; yang tidakdinyatakan; atau yang yang mempunyai hubunganketerlibatan.8 Berbeda dengan kata impact yang artinyadampak, pengaruh yang kuat, atau kata result, consequence yangartinya hasil, akibat, dan konsekuensi.9 Dalam kamus bahasaIndonesia, dampak berarti: pengaruh kuat yang mendatangkanakibat (baik negatif maupun positif). Kata akibat sendiri

6 Alenia IV Pembukaan UUD 1945, tujuan negara Indonesia ialah: a)melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah, 2) memajukankesejahteraan umum, 3) mencerdaskan kehidupan bangsa, 4) ikut melaksanakantertib dunia berdasarkan perdamaian abadi, kemerdekaan, dan keadilan sosial.

7 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, PT.Gramedia, Jakarta, 2000, hlm. 313

8 Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan dan Pengembangan BahasaDepdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991., hlm.374.

9 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus¼,Op. cit., hlm. 312, 482,dan 140.

Page 148: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

140

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

mempunyai arti sesuatu yang menjadi kesudahan atau hasilsuatu peristiwa, persyaratan atau keadaan yang mendahu-luinya. Kata konsekuensi berarti akibat dari suatu perbuatanatau persesuaian dengan yang dahulu.10

Sedangkan kata dampak, akibat, dan konsekuensimenunjuk pada maksud yang sama yaitu akibat secaralangsung, kuat, atau eksplisit.

Melalui tulisan ini saya cenderung menggunakan istilahimplikasi hukum, dari pada istilah dampak hukum atau akibathukum. Sebab, kata “implikasi hukum” dikandung maksuddampak atau akibat hukum secara langsung, sedangkan kata“dampak hukum/akibat hukum” dikandung maksud dampakatau akibat hukum secara tidak langsung.

Jadi implikasi hukum atas kemerdekaan negara Indone-sia sejak proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945,harus dipahami bahwa sejak saat itu juga terbentuk tatahukumnya.Artinya sejak saat itu tata hukum kolonial telahberakhir dan digantikan dengan tata hukum nasional yangbaru. Pada saat itu tata hukum nasional dalam arti hukum tidaktertulis sudah ada seperti hukum adat, hukum kebiasaan,hukum yang bersumber dari agama-agama, dan hukum taktertulis lainnya. Pemositifan ke dalam hukum tertulis baruterjadi sehari berikutnya yaitu tanggal 18 Agustus 1945. Upayapembentukan hukum nasional yang baru, bisa dalam artimenciptakan hukum yang baru sama sekali ataumemperbaharui hukum peninggalan kolonial, tolok ukur darikeduanya adalah terletak pada kesesuaiannya dengan nilai-nilaidan jiwa yang terkandung dalam Naskah Proklamasi.

Dalam perspektif pendekatan “hukum dalam revolusidan revolusi dalam hukum” seperti yang pernah diteliti olehJazim Hamidi,11 hukum itu dapat bersumber kepada negara,

10 Tim Penyusun Kamus Besar P & K, Kamus Besar¼, Op. cit., hlm. 207,17, dan 519.

11 Jazim Hamidi, Revolusi Hukum Indonesia (Makna, Kedudukan, danImplikasi Hukum Teks Proklamasi 17 Agustus 1945 Dalam SistemKetatanegaraan RI), Konstitusi Press, 2006, Bagian Kata Pengantar

Page 149: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

141

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

atau negara dapat melahirkan hukum, asalkan negara ituadalah negara nasional yang merdeka, dan bukan negarakolonial yang terikat. Tetapi yang lebih menentukan lagi sebagaisumber hukum adalah “gerak kausal- dinamik dialektikanyakehidupan” (meminjam istilah Roeslan Abdulgani) 12

masyarakat Indonesia dengan perjuangan rakyatnya untukkemerdekaan, keadilan, dan kemakmuran. Persolannya adalahpada usia kemerdekaan RI yang sudah ke 64 ini, sudahkah kitamerasakan makna kemerdekaan yang hakiki, paling tidak dalampembentukan peraturan perundang-undangan misalnya.

Realitasnya bisa kita cermati bersama melalui politikperundang- undangan kita selama ini. Pertama, tidak menutupkemungkinan di satu sisi akan dan sedang terjadi suatupenciptaan hukum maupun pembaruan hukum di alam yangmerdeka seperti sekarang ini, di mana jiwa dan materimuatannya bersifat menindas rakyat, serta tujuannya berpihakkepada kelompok elit tertentu. Jika hal ini yang terjadi, berartisecara hakiki bangsa dan negara Indonesia masih belummerdeka atau justru perlu dimerdekakan kembali. Sebab, tidaksedikit produk peraturan perundang-undangan dewasa inidalam pasal- pasal tertentu masih ditemukan di sana sini yangberkarakter represif, ortodok, menindas, dan elitis, sepertidalam: UU Anti Monopoli, UU Hak Cipta, UU PMDN maupunUU PMDA, UU Perburuhan, dan masih banyak lagi yanglainnya. Kedua, dalam pengertian yang lebih konstruktif, kitajuga patut bersyukur bahwa pada usia kemerdekaan RI yangsudah setengah abad ini ternyata sudah banyak produkperaturan perundang-undangan yang materi muatannyaberkarakter responsif, otonom, egaliter dan pro-kemanusiaan,seperti: UU Pemberantasan Korupsi, UU Perlindungan Anak,UU Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU MahkamahKonstitusi, UU HAM, dan masih banyak lagi substansi undang-undang yang lainnya.

12 Roeslan Abdulgani, Hukum Dalam Revolusi dan Revolusi DalamHukum, B.P. Prapantja, Djakarta, 1964, hlm. 17

Page 150: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

142

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

D. PenutupAnalisis kaj ian di atas terus terang masih belum

memuaskan berbagai pihak, karena untuk mengetahui konsepsibernegara bangsa Indonesia (baca, khas ke-Indonesia-an) perlusebuah penelitian eksploratif yang lebih mendalam (lintaszaman: Era Zaman Kerajaan-kerajaan di Nusantara sampai EraReformasi sekarang ini).Atas dasar itu melalui tulisan ini sayamasih menyebut “konsepsi” artinya proses pencarian atauproses menuju jadi. Besar harapan saya pasca ulang tahun Prof.Atmadja yang ke 65 ini, Tuhan senantiasa memberikankesehatan dan umur panjang sehingga ProfAtmadja terusdapat menyumbangkan karya-karya briliannya melalui riset-riset mendalam termasuk menemukan “konsep” bernegarabangsa khas Indonesia. Untuk sebuah tujuan mulia itu, sayabersedia menjadi agent of change terhadap tema kajian di atasbersama-sama ProfAtmadja. Sekali lagi selamat berulang tahun,damai di hati, damai bagi alam semesta, dan damai bersamaTuhan Yang Maha Esa.

Page 151: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

143

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Sumber Rujukan

Azhari, Negara Hukum Indonesia; Analisis Yuridis NormatifTentang Unsur-unsurnya, UI-Press, Jakarta, 1995.

Azhari, Teori Bernegara Bangsa Indonesia (Suatu Pemahamantentang Pengertian-pengertian dan Asas-asas dalamHukum Tata Negara), Pidato Pengukuhan Guru Besardi Fak. Hukum UI, Jakarta, 1995.

Hamid S. Attamimi, A., Peranan Keputusan Presiden RI DalamPenyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi, PadaFakultas Pasc asarjana Universitas Indonesia,Jakarta, 1999.

J.C.T. Simorangkir, Penetapan UUD Dilihat dari segi Ilmuhukum Tata Negara Indonesia, PT. Gunung Agung,Jakarta, 1984.

Jazim Hamidi, Revolusi Hukum Indonesia (Makna, Kedudukan,dan Implikasi Hukum Teks Proklamasi 17 Agustus1945Dalam Sistem Ketatanegaraan RI), KonstitusiPress, 2006.

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,PT. Gramedia, Jakarta, 2000.

Padmo Wahyono, Pancasila Sebagai Ideologi Dalam KehidupanKetatanegaraan, disampaikan dalam suatu seminardi BP-7 Pusat, Jakarta, 1989.

Roeslan Abdulgani, Hukum Dalam Revolusi dan RevolusiDalam Hukum, B.P. Prapantja, Djakarta, 1964

Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan danPengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus BesarBahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991.

Page 152: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

2

PRINSIP MORALPEMERINTAHAN13

YANGBAIK

Kusnu Goesniadhie S.*

AbstractGood governance encompasses not just public

administration fungtions embraces action by executivebodies (executive), but also the other branches of power,e.g. law making proc ess by parliaments and lawenforcement by judicial bodies (legislature and yudiciary).The term of governance is a very versatile one. It is used inconnection with several contemporary to take forms andc ontents of good governance, e.g. part ic ipation,predictability, transparency, resposiveness, effectivenessand efficiency, accountability, and so forth.

13 Naskah ini dipersiapkan dalam rangka 65 tahun tugas danPengabdian Prof. Dr. I D.G. Atmadja, S.H., M.S. Rasa hormat yang setinggi-tingginya telah memberikan ide dan pemikiran sebagai salah satu budayaakademik yang ditanamkan Prof. Dr. I D.G.Atmadja, S.H., M.S. dalammenggeluti dan mengembangkan keilmuan di bidang hukum. Selamat 65tahun Tugas dan Pengabdian Prof. Dr. I D.G. Atmadja, S.H., M.S.

** Dr. Kusnu Goesniadhie S., SH.MHum. Dosen Fakultas Hukum danPascasarjana Universitas Wisnuwardhana Malang; dan STIH-YPM Ma’arifSidoarjo.

Page 153: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

Understanding in depth of good governance, theimportance for gov ernment aparatus of executive bodies,assemblies (parliaments) and judicial bodies (yudiciary), willbe carefull and keeping political and legal moral quality ofsystemic procedures and processes in place for planning,management and decision-making.

Significancy an understanding of good governanceto take place civil society (individuals and groups) to knowthere is criterion indicators for moni- toring aparatusexecutive bodies, parliaments and judicial bodies, themanner in which power is exercised in the managementactivities a place in such decisions, then propose effectivelyand social control optimaly, so that could pro- vide someuseful insights into the quality of decision-making processeshave in place.Advanced quality of decision-making in whichmonitoring indicators for predictability, accountability,transparency and widely participated, ability to ensure thedegree of democracy. In a similar vein emphasizedcompetitive elec- tions as the essence of democracy.

Keywords: law, legal-moral, good governance.

PendahuluanPemerintah (government), pada dasarnya merupakan

suatu struktur lembaga formal menyelenggarakan tugaskeseharian negara. Dalam Black’s Law Dictionary, governmentantara lain didefinisikan sebagai “¼ an organi- zation throughwhich a body of people exercise political authority; the machinery bywhich sovereign power is exercised¼”. Sekitar tahun 1980anberkembang konsep governance yang dirumuskan oleh WorldBank, sebagai “¼.the manner in which power is exercised in themanagement of a country’s economic and social resource for devel-opment¼”. Organization for Economic Cooperation and Devel-opment (OECD), merumuskan “The concept of governance de-

Page 154: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

146

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

notes the use of political authority and exercise of control in a societyin relation to the management of its resources for social and eco-nomic development”. Konsep good governance kemudianbanyakdikembangkanolehberbagaipenulis,denganmasing-masingargumentasi dan justifikasi sesuai kontekspembahasannya.

Sesungguhnya, dalam arti yang terdalam, semua itudilakukan dalam rangka menuju good governance. Ini artinyabahwa prinsip-prinsip good gov- ernance harus terlihat dalamsetiap perilaku para pejabat pemerintahan di badan-badanlegislatif, eksekutif atau administratif dan badan-badan yudisial.Hukum yang melandasi good governance menjadi landasandalam berperilaku, bukan hanya bagi masyarakat, tetapi jugabagi para pejabat pemerintahan di badan-badan legislatif,eksekutif atau administratif dan badan-badan yudisial. Walaudemikian, mesti diingat bahwa hukum dimaksud adalahhukum yang memang benar-benar diciptakan melalui prosesyang benar dan sesuai dengan aspirasi rakyat, dengan mengacupada kepentingan rakyat dan keadilan social. Tanpa adanyahukum yang berkeadilan, baik yang dibuat oleh legislatif,eksekutif maupun yudikatif, sulit diharapkan bahwa hukumakan diterima dan dijadikan panutan.

Hukum Dalam MasyarakatUntuk sampai pada pembahasan tentang pemerintahan

yang baik, kiranya perlu uraian singkat mengenai tingkatpemahaman masyarakat terhadap hukum. Banyak filsufberpendapat bahwa hokum merupakan bagian yang pentingdalam kehidupan manusia terutama kehidup-an bernegara.Dalam pembicaraan sehari-hari, media cetak, media elektronik,maupun dalam berbagai kesempatan, seringkali dilontarkanberbagai macam bentuk ungkapan yang mengatas namakanhukum, baik bagi mereka yang berlindung atasnama hukum,maupun pihak- pihak yang menghujat hukum itu sendiri.

Page 155: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

147

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Konsep hukum sangat luas, meskipun dalam berbagairumusan dan tulisan telah merujuk dan mengutip pendapatpara sarjana maupun filsuf terkemuka di dunia yang mencobauntuk memberikan suatu definisi atau bentuk- bentukpemahaman mengenai hukum. Dalam praktek tidak jarangdijumpai kesalahpahaman atau salah penafsiran, bahkan telahmemberikan penafsiran baru terhadap hukum itu sendiri.

Pada dasarnya, suatu hukum yang baik adalah hukumyang mampu mengakomodasi dan membagi keadilan padaorang-orang yang akan diaturnya. Kaitan yang erat antarahukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu ternyatabahwa hukum yang baik adalah hukum yang mencerminkannilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Namun sudah sejaklama orang mempunyai keraguan atas hukum yang dibuatmanusia. Misalnya, pada zaman Romawi enam ratus tahunsebelum Masehi, Anarchasis observed comparing laws to spiderwebs, bahwa hukum seringkali berlaku sebagai sarang laba-laba,yang hanya menangkap “...that laws catch the weak and the poor,while the rich and powerful tear them to pieces, ¼. easily be brokenby the mighty and rich ...”. Di sisi lain, kaum Sofist berpendapatbahwa “justice is the interest of the stronger”, bahwa hukummerupakan hak dari penguasa. Karena itu, dalam ‘The SecondTreatise of Government’ (1980), John Locke telahmemperingatkan bahwa “whereever law ends, tiranny begins”.

Dalam hubungan ini, maka terlihat bahwa hukum yangberlaku mencerminkan ideologi, kepedulian dan keterikatanpemerintah pada rakyatnya, tidak semata-mata merupakanhukum yang diinginkan rakyat untuk mengatur mereka.Hukum yang berpihak pada rakyat, yang memperhatikankeadilan sosial, yang mencerminkan perlindungan hak asasimanusia, seperti tercantum dalam konstitusi UUD 1945.Hukum bukan hanya merupakan pedoman berperilaku bagirakyat, tetapi juga bagi para pejabat pemerintahan dan seluruhpenyelenggara kenegaraan.

Dalam Black’s Law Dictionary (1999: 889), Bryan A.Garner memberikan definisi hukum, sebagai:

Page 156: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

148

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

“The regime that orders human activies and relations throughsystem- atic application of the force of politically organizedsociety, or trough a pressure, backed by force, in such a society;the legal system (respect and obey the law). The aggregate oflegislation, judicial precedents, and accepted legal principles;the body of judicial and administrative action (the law of land).The judicial and administrative process, legal action and pro-ceedings (when settlement negotiations failed, they submittedtheir dispute to the law)......”.

Melalui uraian singkat arti hukum di atas, maka secaraumum dapat dikatakan bahwa manusia pada dasarnya secaraberkesinambungan berupaya untuk memberikan pemahamantentang hukum, dan setidaknya telah memahami tentangkonsep hukum. Banyak para pakar yang berusaha untukmemberikan arti hukum, tetapi tidak jarang arti hukum tersebutdikatakan masih bersifat mendekati sempurna. L.J.vanApeldoorn (1983: 13) menulis, tidak mungkin memberikandefinisi tentang hukum yang sungguh-sungguh dapat memadaikenyataan. Seperti kata Immanuel Kant, bahwa para juristmasih mencari suatu definisi bagi pengertian mereka tentanghukum (noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffevon recht). Demikian pula Dennis Lloyd, dalam L.B. Curzon(1979: 24-25), “¼ although ‘much juristic ink’ has been used in anattemp to provide ‘a universally acceptable definition of law’ there islittle sign of the objective having been attained”. Walaupun sejakberibu tahun orang sibuk mencari sesuatu definisi tentanghukum, namun belum pernah terdapat sesuatu yangmemuaskan. Kesulitannya terletak pada kata-kata yangdipergunakan dalam mengartikulasikan hukum yang padaakhirnya justru membatasi ruang gerak pemikiran tentanghukum itu sendiri.

Para sarjana terus mencoba untuk memberikan artihukum, tetapi hukum itu sendiri tetap hidup meskipun tanpadiberikan arti maupun definisi. Terhadap terminologi hukummasyarakat pun sudah memberikan suatu kesan atau

Page 157: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

149

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

pandangan tertentu. Namun keadaan demikian ini tidak dapatdikatakan sebagai pernyataan untuk suatu alasan pemaaf bagipara pejabat hukum untuk mengabaikan atau tidak mengetahuiarti hukum. Hukum bukan sesuatu yang mistik seperti zamanpurbakala, melainkan sesuatu yang rasional yang dijangkauoleh setiap orang yang hidup dalam masyarakat secara sadar.Di sisi lain, hukum tidak dapat diberikan sembarang arti, ataudiberikan arti sesuai selera oleh sembarang orang, terlebihdisalahgunakan.

Hukum yang melandasi good governance menjadi landasandalam berperilaku, bukan hanya bagi masyarakat, tetapi jugabagi para pejabat pemerintahan di badan-badan legislatif,eksekutif atau administratif dan badan- badan yudisial. Walaudemikian, hukum dimaksud adalah hukum yang memangbenar-benar diciptakan melalui proses yang benar dan sesuaidengan aspirasi masyarakat, dengan mengacu padakepentingan masyarakat dan keadilan sosial. Tanpa adanyahukum yang berkeadilan, baik yang dibuat oleh badan-badanlegislatif, eksekutif maupun yudisial, sulit diharapkan bahwahokum akan diterima dan dijadikan panutan. Dalam hubunganini, baik dari komponen-komponen hukum, maupun darifaktor-faktor yang memandu orientasi masyarakat, apalagi daripenghormatan terhadap prinsip keadilan bagi penerapanhukum itu nyatalah bahwa lembaga-lembaga kenegaraan yangmenetapkan norma hukum, melaksanakan-nya, maupun yangmenindak pelanggaran terhadapnya, dan lebih lagi para pejabatyang menyandang jabatan lembaga-lem-baga tersebutmemainkan peranan yang besar.

Dari uraian singkat tentang hukum dalamkehidupan masyarakat di atas, pada akhirnya kita akanberbicara mengenai manusia dalam mencoba untukmengaplikasikan hukum, dan refleksi dari para pejabathukum yang terjadi di badan-badan legislatif, eksekutif atauadministratif dan badan-badan yudisial, serta akibat yangditimbulkannya.

Page 158: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

150

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Good GovernanceDalam banyak kepustakaan dan berbagai wacana ilmu

hukum dan pemerintahan, istilah good governance banyakdiangkat ke dalam pembahasan. Seolah-olah, hendak mendesakistilah ‘clean government’ yang sebelumnya lebih banyak dikenaldan mewarnai pembahasan dalam kepustakaan. Institute OnGovernance (IOG: 2003), Ottawa, Canada, dalam ‘Principles forGood Governance in the 21st Century’ membedakan istilah gov-ernment dan governance, dengan memberikan definisi:

Governance is not synonymous with government. This confu-sion of terms can have unfortunate consequences. A publicpolicy issue where the heart of the matter is a problem of “gov-ernance” becomes defined implicitly as a problem of “govern-ment”, with the corollary that the onus for “fixing” it neces-sarily rests with government.

Dalam Sahgal and Chakrapani (2000), IOG memberikandefinisi:

Governance comprises the institutions, processes and conven-tions in a society which determine how power is exercised, howimportant deci- sions affecting society are made and how vari-ous interests are accorded a place in such decisions.

Commission on Global Governance (1995), memberikankonsep:

Governance is the sum of the many ways individuals andinstitu- tions, public and private, manage their common af-fairs. It is a continuing process through which conflicting ordiverse interests may be accommo- dated and co-operative ac-tion may be taken. It includes formal institu- tions and re-gimes empowered to enforce compliance, as well asinformalarrangements that people and institutions either haveagreed to or perceive to be in their interest.

Page 159: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

151

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Dalam ‘Clean Government and Public Financial Accountability’,Sahgal and Chakrapani, (2000), mengajukan suatu konsep,bahwa:

The first pillar of the Comprehensive Development Framework(CDF) calls for good and clean government. The CDF assumesthat clean gov- ernment promotes good governance. But goodgovernance requires at minimum four elements: effective pub-lic financial accountability relation- ships between a country’sgoverning bodies and its executive manage- ment, transpar-ent decisionmaking, stakeholders participation, and ethi- calpractices.

Dalam ‘Sustainability and good governance: Monitoringparticipation and process as well as outcomes’ (Adelaide: 2002),Julia Porter, memberikan definisi: “Governance encompassesnot just government, but also the private sector and civil society(individuals and groups) and the systems, procedures andprocesses in place for planning, management and decision-making”. Sementara itu, dalam Black’s Law Dictionary (1999:703), government diberikan definisi antara lain, sebagai “¼an organization through which a body of people exercise politicalauthority; the machin- ery by which sovereign power isexpressed¼”.

Dari uraian pengertian di atas, sepertinya tidak adabeda arti antara apa yang disebut government yang harus‘bersih’ dan apa yang disebut gov- ernance yang harus ‘baik’.Keduanya sama-sama merujuk pada arti ‘pemerintah’ atau‘pemerintahan’. Pemerintah atau pemerintahan, padadasarnya merupakan suatu struktur lembaga formalmenyelenggarakan tugas keseharian negara. Konsep goodgovernance banyak dikembangkan dalam berbagai tulisanoleh para pakar dengan masing-masing argumentasi danjustifikasi, sehingga dapat dikatakan sebagai ‘a ratherconfusing variety of catchwords; yang oleh Harkristutidikatakan sebagai suatu konsep yang ‘has come to mean toomany different things’. Demikian halnya menurut Europa

Page 160: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

152

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Union Com- mission (1997), bahwa “the term ‘governance’ isa very versatile one”, dengan memberikan definisi governance,sebagai:

It is used in connection with several contemporary social sci-ences, especially economics and political science. It originatesfrom the need of economics (as regards corporate governance)and political science (as regards State governance) for an all-embracing concept capable of con- veying diverse meaningsnot covered by the traditional term “govern- ment”. Referringto the exercise of power overall, the term “governance”, in bothcorporate and State contexts, embraces action by executive bod-ies, assemblies (e.g. national parliaments) and judicial bodies(e.g. na- tional courts and tribunals).

Dalam ‘OxfordAdvanced Learner ’s’(2000: 557),Hornby memberikan arti governance sebagai “the activity ofgoverning a country or contolling a company or an organization;the way in which a country is governed or a company orinstitution is controlled”.

Dengan mendasarkan pada pengertian di atas,istilah governance pada dasarnya menunjuk pada tindakan,fakta, atau perilaku governing, yakni mengarahkan ataumengendalikan atau mempengaruhi masalah publik dalamsuatu negara. Dengan demikian, makna good governancesebagai tindakan atau tingkah-laku yang didasarkan padanilai-nilai, dan yang bersifat mengarahkan, mengendalikanatau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkannilai-nilai itu di dalam tindakan dan kehidupan keseharian.

Kemungkinan perbedaan di antara keduanya,government hendak lebih menunjuk pada sistem organisasiatau struktur institusionalnya. Sedangkan governance lebihmengacu pada the manner, kinerja atau seni atau gaya moral--legal pelaksanaannya. Moral selalu mengacu kepada baikburuknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalahbidang kehidupan dilihat dari segi kebaikannya sebagaimanusia. Moral itu berkaitan dengan penilaian baik buruk

Page 161: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

153

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

menurut ukuran manusia yang berlandaskan nilai-nilai yangberlaku dalam suatu masyarakat manusia dan yang dijunjungtinggi oleh masyarakat manusia pula. (Suseno, 1989)

Dalam Kamus Filsafat (1995), istilah moral dan etika(ethics) mempunyai pengertian yang sama, meskipun asalkata berbeda. Moral berasal dari bahasa Latin ‘mores’ atau‘mos’ yang berarti kebiasaan, sedangkan etika dari bahasaYunani ‘ethos’ . Keduanya mempunyai pengertian ‘thecustoms’, yang berkaitan dengan aktivitas manusia yangdipandang baik atau tindakan yang benar, adil dan wajar.Dalam bahasa Inggris (Encyclopedia International, 1967:543), ethics diartikan sebagai “branch of philosophy concernedwith conduct, the determination of good, and of right and wrong”.Dalam New Webster Dictionary of the English Language (1970:300), ethics juga diartikan sebagai “the science which treats ofthe nature and grounds of moral obligation; moral philosophywhich teaches men their duty and the reasons of it; the science ofduty”. Untuk membedakan kedua pengertian tersebut,dikenal dengan kata moral untuk menunjukkan perbuatanmoral act. Sedangkan penyelidikan tentang moral seringdiungkapkan sebagai ethical code. Jadi, etika lebih bersifatteori, sedangkan moral lebih menunjukkan praktek.

Dalam ‘teori perkembangan moral’ (Burhanuddin,1997), kata moral berasal dari kata latin ‘mos’ yang berartikebiasaan. Kata ‘mos’ jika akan dijadikan kata keteranganatau kata sifat lalu mendapat perubahan danbelakangannnya, sehingga membiasakan menjadi ‘mores’kepada kebiasaan moral dan lain-lain. Moral adalah katanama sifat dari kebiasaan moral dan lain-lain, yang semulaberbunyi moralis. Kata sifat tidak akan berdiri sendiri dalamkehidupan sehari-hari selalu dihubungkan dengan hal lain.Begitu pula kata ‘moralis’ dalam dunia ilmu laludihubungkan dengan scientia dan berbunyi scientis moralis,atau philosophia moralis. Karena biasanya orang-orangtelah mengetahui bahwa pemakaian selalu berhubungan

Page 162: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

154

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

dengan kata-kata yang mempunyai arti ilmu. Maka untukmudahkan disingkat menjadi moral. Perkataan moralisdiartikan dengan ajaran kesusilaan, tabiat atau kelakuan.Dengan demikian moral dapat diartikan ajaran kesusilaan.

Moralitas berart i hal mengenai kesusilaan,sedangkan etika merupakan suatu ilmu yang membicarakantentang perilaku manusia, perbuatan manusia yang baikdan yang buruk. (Ethics the study and phylosophy of humancon- duct with emphasis on the determination of right and wrongone of the normative sciences). Etika, adalah ilmu yang mencariorientasi, yaitu sarana orientasi bagi usaha manusia untukmenjawab suatu pertanyaan yang sangat fundamental,bagaimana saya harus hidup dan bertindak. Etika tidakmemberi-kan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika tidak membiarkanpandangan-pandangan moral begitu saja, tetapi menuntutagar pandangan-pan-dangan moral yang dikemukakandipertanggungjawabkan. Jadi, nilai etika itu berkaitandengan makna-makna moral yang mengekspresikankewajiban dan berkaitan dengan kesadaran relasional. Etikamelibatkan analisis kritis mengenai tindakan manusia untukmenentukan suatu tindakan itu benar atau salah. Ukuranbenar-salah itu kemudian dirujukkan pada nilai-nilai, moral,dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. (P.H.Phenix, 1956)

Di sisi lain, berkembang konsep governance, yangdirumuskan oleh World Bank (1997) sebagai “¼.the mannerin which power is exercised in the management of a country’seconomic and social resources¼”, dan the World Bank hasidentified three distinct aspects of governance: “(i) the form ofpolitical regime; (ii) the process by which authority is exer- cisedin the management of a country’s economic and social resourcesfor development; and (iii) the capacity of governments to design,formulate, and implement policies and discharge functions”.

Page 163: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

155

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Konsep governance yang dirumuskan olehOrganization for Economic Cooperation and Development(OECD: 1995), sebagai:

The concept of governance denotes the use of political author-ity and exercise of control in a society in relation to the man-agement of its resources for social and economic development.This broad definition encompasses the role of public authori-ties in establishing the environment in which economic opera-tors function and in determining the distribution of benefits aswell as the nature of the relationship between the ruler and theruled.

Dengan pengertian tersebut, World Bank dan OECDmemberi makna good governance, sebagai penyelenggaraanmanajemen pembangunan yang solid dan bertanggung-jawab, yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yangefisien. Penghindaran salah alokasi dan investasi, sertapencegahan korupsi secara politik maupun administratif,menjalankan disiplin anggaran berikut penciptaan kerangkapolitik dan hukum yang kondusif bagi tumbuhnya aktivitaskewiraswastaan.

Apabila seperti uraian di atas pengertiannya, makaclean government dapat diter j emahkan sebagai‘pemerintahan yang bersih’, sedangkan good gov- ernancedapat diter jemahkan sebagai ‘seni atau gaya moralpemerintahan yang baik’ . Dengan demikian yangdimaksudkan dengan ‘bersih’ dalam istilah clean governmenttersebut telah jelas, yakni tidak korup, tidak kolusif dannepotis, serta perbuatan tercela lainnya. Sedangkan yangdimaksudkan dengan ‘baik’ dalam istilah good governance,lebih memerlukan suatu butir-butir moral-le- gal dalampelaksanaannya.

Prinsip-prinsip Good GovernanceKunci utama dalam memahami good governance

adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya.

Page 164: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

156

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Bertolak dari prinsip-prinsip good gover- nance, akan dapatdiperoleh tolok-ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik dantidak baiknya penyelenggaraan pemerintahan, dapat dinilaiapabila pelaksanaannya telah bersinggungan dengan semuaunsur prinsip-prinsip good governance.

United Nations Development Programme (UNDP: 1997),memberikan definisi governance sebagai:

“Governance is viewed as the exercise of eco- nomic, politicaland administrative authority to manage a country’s affairs atall levels. It comprises mechanisms, processes and institutionsthrough which citizens and groups articulate their interests,exercise their legal rights, meet their obligations and mediatetheir differences”.

Dari definisi governance tersebut, UNDP memberikanpemikiran good governance, sebagai suatu hubungan sinergisantara negara, masyarakat dan sektor swasta, yangberlandaskan pada sembilan prinsip (karakteristik), yaknipartisipasi masyarakat (participation), tegaknya supremasihukum (rule of law), tranparansi (transparency), sikap responsif(resposiveness), berorientasi pada konsensus (consensus orienta-tion), kesetaraan atau kesederajatan (eq- uity), efektifitas danefisiensi (effectiveness and efficiency), akuntabilitas (ac- countabil-ity), dan visi strategis (strategic vision).

Partisipasi masyarakat, artinya semua warga masyarakatmempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secaralangsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sahyang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruhtersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul danmengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasisecara konstruktif. (Participation. “All men and women should havea voice in decision making, either directly or through legitimate in-termediate insti- tutions that represent their interest. Such broadparticipaion is built on freedom of association and speech, as well ascapacities to participate constructively”).

Page 165: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

157

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Tegaknya supremasi hukum, artinya kerangka hukumharus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.(Rule of law. Legal frameworks should be fair and enforced impar-tially, particularly the laws on human rights).

Tranparansi dibangun atas dasar arus informasiyang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi dapat diakses oleh pihak- pihakyang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harusmemadai agar dapat dimengerti dan dipantau.(Transparency. Transparency is bui lt on the free flow ofinformation. Processes, institutions, and information on di- rectlyaccessible to those concerned with them, and enaugh informationis provided to understand and monitor them.)

Sikap responsif, peduli pada stakeholders, artinyalembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harusberusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.(Responsiveness. Institutions and processes try to serve allstakeholders.)

Berorientasi pada konsensus, art inya tatapemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatukonsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagikelompok-kelompok masyarakat, dan apabila mungkin,konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. (Consensus orientation. Good governance medi- atesdiffering interest to reach a broad consensus on what is in thebest interests of the group, and where possible, on policies andprocedures.) Kesetaraan atau kesederajatan, artinya semuawarga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaikiatau mempertahankan kesejahteraan mereka. (Eq- uity. Allmen and women have opportunities to improve or maintain theirwell being.)

Efektifitas dan efisiensi, artinya proses-prosespemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil

Page 166: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

158

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

sesuai kebutuhan warga masyarakat dan denganmenggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimalmungkin. (Ef- f ectiveness and efficiency. Processes andinstitutions produce results that meet needs while making thebest use of resources.)

Akuntabilitas, artinya para pengambil keputusan dipemerintahan, sektor swasta dan organisasi-organisasimasyarakat, bertanggungjawab baik kepada masyarakatmaupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu denganlainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.(Accountability. Decision makers in government, the privatesector, and civil society organization are account- able to thepublic, as well as to institutional stakeholders. This account-ability differs depending on the organization and whether thedecision is internal or external to the organization.)

Visi strategis, artinya para pemimpin dan masya-rakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atastata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia,serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untukmewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu merekajuga harus memiliki pemahaman atas kompleksitaskesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagiperspektif tersebut. (Strategic vision. Leaders and the publichave a broad and long term perspective on good governance andhuman development, along with a sense of what is needed forsuch development. There is also an understanding of thehistorical, cultural, and social complexities in which thatperpective is grounded.)

Bagi masyarakat, penyelenggaraan pemerintahanyang baik adalah pemerintahan yang memberikan berbagaikemudahan, kepastian dan bersih, dalam menyediakanpelayanan dan perlindungan dari berbagai tindakansewenang-wenang, baik atas diri, hak, maupun hartabendanya. Pelayanan berarti pula semangat pengabdian

Page 167: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

159

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsadalam membangun, yang dimanifestasikan antara laindalam perilaku “melayani, bukan dilayani”, “mendorong,bukan menghambat”, “mempermudah, bukan memper-sulit”, “sederhana, bukan berbelit-belit”, “terbuka untuksetiap orang, bukan hanya untuk sekelompok orang”,(Mustopadidjaja, 2003).

Dalam kaitan pelayanan dan perlindungan, ada duacabang pemerintahan yang berhubungan langsung denganmasyarakat, yakni administrasi negara dan penegak hukum.Makna administrasi negara sebagai wahana penyeleng-garaan pemerintahan negara, yang esensinya ‘melayanipublik’, harus benar-benar dihayati oleh para penyelenggarapemerintahan negara. Karena itu wajar apabila tuntutangood governance terutama ditujukan pada reformasiadministrasi negara dan penegakan hukum. Berdasarkanhal tersebut, secara praktis usaha mewujudkan goodgovernance adalah pemerintahan yang bersih, memberikankemudahan dan berbagai jaminan bagi masyarakat.

Gaya Moral Pemerintahan Yang BaikDalam perspektif yang lebih luas, konsep governance

meliputi tiga dimensi utama yakni ekonomi, politik danadministrasi, yang kesemuanya berada dalam kawasannegara dan masyarakat yang saling berinteraksi untukmenjalankan fungsinya masing-masing. Dengan demikian,untuk mewujudkan good governance maka harus adakerjasama yang bersifat sinergis antara negara denganmasyarakat yang mengacu pada prinsip-prinsip demokrasidengan elemen-elemennya, seperti legitimasi, akuntabilitas,perlindungan hak asasi manusia, kebebasan, transparansi,pembagian kekuasaan dan kontrol masyarakat.

Elemen-elemen prinsip demokrasi tersebut,dinormatifisasi dalam Pasal 2 UU No.28 Tahun 1999,tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas

Page 168: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

160

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, sebagai asas umumpenyelenggaraan negara, yang meliputi asas kepastianhukum, asas tert ib penyelenggaraan negara, asaskepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsiona-litas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.a. asas kepastian hukum, adalah asas dalam negara hukum

yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakanpenyelenggara negara;

b. asas tertib penyelenggaraan negara, adalah asas yangmenjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangandalam pengendalian penyelenggaraan negara;

c. asas kepentingan umum, adalah yang mendahulukankesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif,akomodatif dan selektif;

d. asas keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadaphak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraannegara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hakasasi pribadi, golongan dan rahasia negara;

e. asas proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakankeseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaranegara;

f. asas profesionalitas, adalah asas yang mengutamakankeahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku;

g. asas akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwasetiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaranegara harus dapat dipertanggungjawabkan kepadamasyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatantertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturanperundang- undangan yang berlaku.

Oleh karena itu, suatu pelaksanaan pemerintahandapat disebut bergaya moral baik, apabila keputusan-

Page 169: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

161

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

keputusan politik atau hukum di badan-badan legislatif,eksekutif atau administratif dan badan-badan yudisial,memenuhi asas umum penyelenggaraan negara i.c. sebagaielemen-elemen prinsip demokrasi di atas.

Di antara prinsip-prinsip demokrasi dengan elemen-elemennya tersebut, empat prinsip di antaranya merupakanprasyarat utama yang saling terkait satu sama lain. Dengankata lain, suatu pelaksanaan pemerintahan dapat disebutbergaya moral baik, sekurang—kurangnya memenuhiempat syarat yang meliputi legitimasi, akuntabilitas,transparansi dan partisipasi. Pertama, keputusan ituberlegitimasi atau taat asas, sehingga kekurangan dankelebihannya akan dapat terprediksikan sebelumnya(predictable). Kedua, pembuat keputusan dapat dimintaipertanggungjawaban oleh masyarakat (accountable). Ketiga,prosesnya tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi yangdapat mengindikasikan adanya kolusi (transparency) .Keempat, prosesnya terbuka untuk mengakomodasi opinikritis masyarakat (participated).

Keempat prasyarat tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, yang satu lepas dari yang lain. Predictability akanmenentukan apakah suatu keputusan hukum, secarakolektif oleh suatu dewan atau secara individual olehseseorang pejabat, telah dibuat secara rasional, dan secaraobjektif sebagai bagian dari suatu sistem normatif yang telahdibangun. Dengan demikian, kemudian juga benar-benardapat dimintai pertanggungjawabannya.

Partisipasi masyarakat, hanya dapat dipenuhiapabila sesuatu hal sampai batas tertentu telah dapat dibuatsecara transparan. Sementara itu, mustahil normaaccountabil i ty dapat direalisasi apabila kesempatanmasyarakat untuk berpartisipasi tidak dibuka. Begituhalnya, norma transparansi tidak ada gunanya, bila hal itutidak dimaksudkan untuk memungkinkan partisipasi danpermintaan akuntabilitas masyarakat. Norma transparansi

Page 170: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

162

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

‘memaksa’ peningkatan akuntabilitas masyarakat .Partisipasi masyarakat tidak dapat terlaksana tanpa adanyatransparansi. Akuntabilitas sulit terlaksana tanpa peman-tauan dan part isipasi masyarakat dalam prosespengambilan keputusan. Ketidakjelasan dan ketidak trans-paranan dalam proses pengambilan keputusan, membuatmasyarakat selalu diliputi oleh berbagai pertanyaan, apakahmemang benar bahwa kepentingan masyarakat selaludiprioritaskan. Untuk itulah kemampuan masyarakat harusdiperkuat (empowering), kepercayaan masyarakat harusmeningkat , dan kesempatan masyarakat untukberpartisipasi ditingkatkan. (Wignjosoebroto, 2002)

Dengan demikian membangun pemerintahan yanggood governance sangat ditentukan oleh sikap dan perilakupara pejabat pemerintahan. Kejujuran adalah hal yangpaling penting untuk dikembangkan dalam pembinaansumber daya insani, karena kejujuran tidak ada modulnya.Kejujuran sangat dipengaruhi oleh keimanan dan integritasseseorang. Sebagai konsekuensi, pemerintah dengansendirinya dituntut untuk meningkatkan kemampuansumber daya insaninya sesuai dengan bidang tugasnya,kesejahteraannya, termasuk menentukan sikap danperilakunya, agar mampu berpikir dengan baik dan benar.

Pentingnya Memahami Good GovernancePentingnya memahami good governance, dengan hak

dan kewajiban yang dimiliki agar masyarakat mengetahuibahwa tolok-ukur yang diperlukan guna menilai kinerjapara pejabat pemerintahan itu ada, kemudiandidayagunakan secara efektif, melaksanakan kontrol sosialsecara optimal, sehingga dapat diharapkan kualitaskeputusan-keputusan para pejabat pemerintahan akanterjaga. Tingginya kualitas keputusan-keputusan oleh parapejabat pemerintahan yang tertengarai memenuhi tolok-ukur predictability, accountability, transparency dan widely

Page 171: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

163

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

participated , akan mengindikasikan tingginya kadardemokrasi di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsadan bernegara.

Keputusan para pejabat pemerintahan yangkehilangan konsistensi dan ob jektifitas, mempunyaikecenderungan yang kuat untuk menjadi sewenang-wenang. Kesinambungan sikap dan konsistensi dalamtindakan para pejabat pemerintahan amat menentukankadar kepastian hukum. Rapuhnya kesinambungan sikapdan konsistensi dalam tindakan, akan mengakibatkankaburnya kepastian hukum. Keputusan-keputusan sepertiitu akan sulit dievaluasi, apabila prosesnya tidak transparandan data serta informasi yang diperlukan untukmemberikan tolok-ukur tidak terbuka untuk umum. Sulitmemperoleh akses ke sumber-sumber yang dapatdigunakan untuk menelusuri informasi sebagai tolok-ukuryang akurat. Sedangkan diketahui bahwa suatu keputusanseseorang penguasa yang dikaj i dan dinilai untukmemperoleh kritik, akan meningkatkan kualitas dansignifikansi sosial- politiknya. Kehilangan signifikansi sosial-politik, pada gilirannya keputusan-keputusan para pejabatpemerintahan seperti itu hanya akan bermakna baik di ataskertas daripada realitas.

Keputusan-keputusan seperti itu pada umumnyahanya akan menjadi signifikan apabila pelaksanannyadipaksakan dengan dukungan kekuasaan dan kekuatansanksi secara fisik. Sedangkan diketahui bahwa sanksi fisikj ika terlanjur eksesif, hanya akan menjadikan segalakeputusan, baik yang in ab- stracto dalam bentuk keputusanlegislatif untuk diundangkan, maupun yang in concretodalam bentuk keputusan pejabat administratif dan jugadalam bentuk amar putusan hakim, akan menjadi sangatrepresif. Dengan demikian, hanya keputusan-keputusanyang telah teruji melalui partisipasi masyarakat yangmenyumbangkan opini-opini kritik melalui antara lain debat

Page 172: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

164

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

dan wacana publik, keputusan-keputusan yang mempunyaiakibat hukum akan tampil dalam sifatnya yang responsifdan demokratis. Pada gilirannya akan terproses pula secarawajar untuk menjadi signifikan dalam kehidupan sosial-politik. (Wignjosoebroto, 2002).

Gaya Moral Pemerintahan Yang Baik Dalam HukumPemerintahan dalam definisinya yang luas, tidak

hanya berkenaan dengan apa yang dikerjakan para pejabatdi wilayah eksekutif dan administrasi semata, tetapi jugayang berlangsung di wilayah legislatif dan yudisial. Maka,wacana tentang syarat gaya moral pelaksanaan peme-rintahan yang baik, dimasukkan pula ke dalam prosesbagaimana hukum itu dibentuk dan ditegakkan.

Merupakan tuntutan dalam kehidupan hukum yangdemokratis dan berwawasan kemasyarakatan untukmemberikan tolok-ukur setiap proses pengambilankeputusan oleh para pejabat yang berwenang, atas dasarkriteria mengenai gaya moral pelaksanaannya. Para pejabatpemerintahan dan anggota masyarakat yang berkepenti-ngan mesti sama-sama mengetahui kriteria untuk mem-berikan tolok-ukur ada-tidaknya good governance dalampraktek- praktek pemerintahan yang akan berdampak padakehidupan mereka.

Dengan memahami secara baik seluk-beluk danliku-liku good governance, para pejabat pemerintahan akanberhati-hati dalam bertindak guna menjaga kualitas moral-polit ik dan moral-legal keputusan-keputusannya.Sementara itu, dengan mengetahui apa yang dimaksuddengan good governance, masyarakat pun akan dapatmemberikan tolok-ukur dan menilai apakah badan legislatif,baik di pusat maupun di daerah, telah menguasai danmampu melaksanakan gaya moral governance yang baikatau belum. Masyarakat akan dapat menilai kepatuhananggota-anggota badan legislatif pada ketentuan-ketentuan

Page 173: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

165

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

yang ada mengenai mekanisme dan prosedur yang telahditetapkan demi terjaganya sistem hukum. Kepatuhan padamekanisme dan prosedur serta sistem yang ada, padagilirannya akan menjamin terpenuhinya tuntutanpredictability dan accountability.

Dengan mengetahui apa yang dimaksud dengangood governance, masyarakat akan dapat mengamati danmemberikan tolok-ukur apakah para pelaksana penegakanhukum sebagai fungsionaris dalam suatu proses peradilan,hakim, jaksa, polisi dan pengacara, telah bertindak sesuaidengan persyarata gaya moral governance yang baik ataubelum. Pengetahuan dan kepahaman masyarakat mengenaisesuatu yang baik dalam wilayah yudisial, akan dapatdigunakan untuk menilai proses penyelesaian berbagaiperkara yang telah atau yang masih harus diselesaikanmelalui pengadilan.

Dalam proses peradilan, indikator yang dapatdigunakan untuk mengamati dan memberikan tolok-ukurgaya moral governance adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan hukum, antara lain: “Adakah tindakan-tindakankepolisian atau kejaksaan pada tingkat penyelidikan danpenyidikan telah berlangsung seperti yang diharapkan danpatut didugakan?” “Adakah tindakan- tindakan polisionildemi hukum dapat dipertanggungjawabkan?” Adakahpenyelenggaraan sidang-sidang pengadilan, baik padatahap dakwaan, penuntutan, maupun pada tahap penjatuhanhukuman, telah berjalan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan?” (Wignjosoebroto, 2002).

Implementasi Gaya Moral Pemerintahan Yang BaikGovernance dan good governance, c enderung

dipahami sebagai persoalan manajemen pemerintahandalam artinya yang sempit. Dirumuskan oleh InternationalCouncil on Archives Paris (ICA), France, dalam proposal‘The Management of Public Sector Records in DevelopingCountries’, bahwa:

Page 174: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

166

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

The management of recorded information is thus a cornerstoneof any government’s ability to ensure the degree of openness,accountability and integrity necessary to fulfill thegovernment’s basic responsibility to serve the public interest.This is fundamental to the capacity of the state to embrace soundgovernance in terms of the direct and indirect manage- mentof public affairs and the maintenance of the rule of law.

Akibat dari pemahaman sebagai persoalanmanajemen pemerintahan dalam arti yang sempit, makaapabila persoalan governance dan good gover- nancedimasukkan sebagai persoalan hukum dan peradilan,persoalannya akan disempitkan ke dalam persoalan hukumacara, mekanisme dan prosedur formal belaka. Pejabathukum akan dinilai sudah bert indak benar apabilamekanisme dan prosedur formal telah diikuti, meski dalammaknanya yang harfiah dan sumir. Padahal, persoalan goodgovernance adalah persoalan gaya dan moral pengelolaanproses, yang memerlukan pemahaman terhadap -maknanyayang lebih substantif. Persoalan governance merupakanpersoalan yang terkait erat dengan kepentingan masyarakatsebagai stakeholders dalam suatu kehidupan bernegara. Dariperspektif paham demokrasi, persoalan good governanceadalah persoalan public predictability, public accountability,public trans- parency, dan public participation.

Dalam persoalan gaya moral governance, apabilapemahaman rule of law dimaksudkan untuk mengontrolkepatuhan prosedural para pejabat pemerintahan, dan ruleof law diletakkan sebagai norma hukum yang tertinggi(supreme), maka harus dipahami bahwa dalam rule of lawitu hendak ditegakkan demi kepentingan dandimudahkannya masyarakat memperoleh pengetahuaninformatif suatu range of predictability mengenai tindakan-tindakan para pejabat pemerintahan yang berwenangmembuat keputusan— keputusan.

Page 175: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

167

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Oleh karena persoalan gaya moral pemerintahanyang baik, relevan dengan kepentingan masyarakat, makasangat diperlukan kesadaran masyarakat atas kewajibandan hak-hak yang dimiliki untuk memantau dan menilaikinerja para pejabat pemerintahan di badan-badan eksekutifberikut para pejabat yang mengisi jajaran birokrasi, sipilatau militer, serta badan-badan legislatif dan badan-badanyudisial. Kesadaran seperti ini perlu ditumbuhkembangkan,sehingga masyarakat akan dapat mengevaluasi berdasarkantolok-ukur yang ada. Hanya dalam kondisi demikian, hakuntuk menuntut predictability, accountablity, transparency danparticipation, masyarakat dapat mengevaluasi kinerja parapejabat pemerintahan dan mencegahnya dari tindakan-tindakan yang menyimpang.

ReformasiAdministrasi Negara Mewujudkan Pemerinta-han Yang Baik

Dalam kehidupan bernegara, administrasi negaramerupakan wahana utama penyelenggaraan negara dalamberbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubunganantar bangsa. Di samping melakukan pengelolaanpelayanan, administrasi negara juga bertugasmenterjemahkan berbagai keputusan politik ke dalamberbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukanpengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebutsec ara operasional. Karena itu administrasi negaramerupakan faktor penentu keberhasilan dalammewujudkan good governance. Dalam hubungan ini, halutama yang perlu ditempuh adalah terwujudnya goodgovernance yang berlandaskan prinsip-prinsip participa- tion,rule of law, transparency, resposiveness, consensus orientation,eq- uity, effectiveness and efficiency, accountability dan strategicvision, serta integritas pengabdian dalam mengemban misiperjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuanbernegara.

Page 176: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

168

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Dalam Article 41, Charter of Fundamental Rights ofthe European Union (EN C 364/18 Official Journal of theEuropean Communities 18.12.2000), disebutkan “Right to goodadministration: 1) Every person has the right to have his or heraffairs handled impartially, fairly and within a reasonable timeby the institutions and bodies of the Union. 2) This right includes:the right of every person to be heard, before any indi- vidualmeasure which would affect him or her adversely is taken; theright of every person to have access to his or her file, whilerespecting the legitimate interests of confidentiality and ofprofessional and business secrecy; 3) the obligation of theadministration to give reasons for its decisions. Every personhas the right to have the Community make good any damagecaused by its institutions or by its servants in the perfor- manceof their duties, ¼”.

Dengan mengadopsi Right to good administration dariCharter of Fundamental Rights of the European Union di atas,maka pemahaman administrasi dan pelayanan publikmerupakan hak masyarakat, yang pada dasarnya:

1) memperoleh penanganan urusan-urusannya secaratidak memihak, adil dan dalam waktu yang wajar;

2) hak untuk didengar sebelum tindakan individualapapun yang akan merugikan dirinya diputuskan;

3) hak atas akses untuk memperoleh berkas milik pribadidengan tetap menghormati kepentingannya yang sahatas kerahasiaan dan atas kerahasiaan profesio-nalitasnya;

4) kewajiban pihak administrasi negara untuk memberikanalasan-alasan yang mendasari keputusannya;

5) memperoleh ganti rugi yang ditimbulkan oleh lembagaatau pejabat pemerintahan dalam menjalankantugasnya.Untuk meningkatkan pelayanan publik tidak

terlepas dari upaya reformasi administrasi. Pelayanan

Page 177: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

169

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

publik tidak hanya sepenuhnya diandalkan pada adanyasuatu peraturan perundang-undangan yang menjadilandasan hukumnya, akan tetapi perlu dilakukan reformasiadministrasi yang bermuara pada pembenahan birokrasi.Reformasi administasi meliputi: (1) reformasi administrasiditujukan untuk perbaikan birokrasi; (2) reformasi birokrasiberkaitan dengan inovasi; (3) perbaikan atas efisiensi danefektifitas pelayanan publik merupakan tujuan darireformasi administrasi; (4) urgensi reformasi dijustifikasidengan kebutuhan untuk mengatasi ketidakpastian danperubahan dalam lingkungan organisasi. (Mark Turner andDavid Hume, 1997: 106)

Dalam posisi dan perannya yang demikian pentingdalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik,administrasi negara sangat menentukan efesiensi dankualitas pelayanan kepada masyarakat, serta efisiensi danefektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Dengandemikian, tuntutan akan reformasi administrasi negaramengandung makna perlunya langkah-Iangkah penda-yagunaan terhadap sistem administrasi negara, padaberbagai lembaga dan individu, baik publik maupun privat,termasuk lembaga-lembaga negara dan berbagai lembagayang berkembang dalam masyarakat, beserta segenappersonnelnya, yang dilakukan secara sinergis dengansemangat mengemban amanat konstitusi, danmengindahkan prinsip-prinsip good governance.

Reformasi administrasi negara seperti di atas,memerlukan pelaksanaan yang terarah pada prosesperubahan dan pencapaian sasaran yang meliputiaktualisasi tata nilai, yang melandasi dan menjadi acuanperilaku sistem dan proses administrasi negara, yang tertujupada pencapaian tujuan bangsa dalam bernegara. Semuaitu dikembangkan dalam rangka mewujudkan cita-cita dantujuan negara, terwujudnya good governance, berdaya gunadan berhasil guna. Tata nilai dalam suatu sistem berperan

Page 178: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

170

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

melandasi, memberikan acuan dan menjadi pedomanperilaku dalam sistem administrasi negara. Reformasiadministrasi negara yang hendak dilakukan pertama-tamaharus menjaga konsistensi dengan berbagai dimensi nilaiyang terkandung dalam konstitusi negara yang menjadidasar eksistensi dan acuan perilaku sistem dan prosesadministrasi negara.

Dalam pembukaan UUD 1945 terkandung dimensi-dimensi nilai, yang terdiri atas dimensi spiritual, berupapengakuan terhadap eksistensi Kemahakekuasaan dan curahanrahmat Allah Yang Maha Kuasa dalam perjuangan bangsa(alinea tiga); dimensi kultural, berupa landasan falsafah negarayaitu Pancasila; dimensi institusional, berupa cita-cita (alineadua) dan tujuan bernegara; serta nilai-nilai yang terkandungdalam bentuk negara dan sistem penyelenggaraanpemerintahan negara (alinea empat). Penempatannya dalamkonstitusi, menjadikannya sebagai nilai-nilai kebangsaan danperjuangan bangsa, yang harus diwujudkan dalam hidup dankehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sertadalam hubungan antar bangsa, sebagai acuan pokok dalampenyelenggaraan negara.

Dimensi-dimensi nilai itu pulalah yang harusdiaktualisasikan dalam dan melalui reformasi administrasinegara dalam berbagai aspeknya, dalam rangka pencapaiankinerja yang terarah pada pencapaian tujuan bernegara.

Wujud dari reformasi administrasi negara adalah berupasistem dan proses pemerintahan negara berdasarkan hukumyang merupakan perwujudan atas nilai peradaban dankemanusiaan yang luhur, dilaksanakan dengan penuh kearifan,ketaatan, atau kepatuhan sebagai pejabat negara, warga negaradan warga masyarakat dunia. Dengan demikian hukum dapatditempatkan pada tingkat yang paling tinggi, yang padapenerapannya tidak boleh menjadi subordinasi tetapisupremasi.

Page 179: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

171

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Untuk menjamin adanya pemerintahan yang good gover-nance, maka dalam pembentukan hukum (law making process)harus ditujukan untuk mencapai tegaknya supremasi hukum.Pembentukan hukum sebagai sarana mewujudkan supremasihukum, harus diartikan bahwa hukum termasuk penegakanhukum, harus diberikan tempat sebagai instrumen utama yangakan mengarahkan, menjaga dan mengawasi jalannyapemerintahan. Penegakan hukum harus dilakukan secarasistematis, terarah dan dilandasi konsep yang jelas, danintegritas yang tinggi. Selain itu penegakan hukum harus benar-benar ditujukan untuk meningkatkan jaminan dan kepastianhukum dalam masyarakat, sehingga keadilan dan perlindunganhukum terhadap hak asasi manusia benar- benar dapatdirasakan oleh masyarakat.

Pada akhirnya, reformasi dalam konsteks administrasinegara tersebut, baik di pusat maupun di daerah-daerah, perlumemperhatikan aktualisasi tata nilai yang terkandung dalamkonstitusi dan prinsip-prinsip good governance, yakni participa-tion (partisipasi masyarakat), rule of law (tegaknya supremasihukum), transparency (tranparansi), resposiveness (sikapresponsif), con- sensus orientation (berorientasi pada konsensus),equity (kesetaraan atau kesederajatan), effectiveness and efficiency(efektifitas dan efisiensi), account- ability (akuntabilitas), danstrategic vision (visi strategis).

PENUTUPKunci utama dalam memahami good governance adalah

pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dariprinsip-prinsip good gover- nance akan diperoleh tolok-ukurkinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya penyelenggaraanpemerintahan, dapat dinilai apabila pelaksanaannya telahbersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good gov-ernance.

Pentingnya memahami good governance, agar masyarakatmengetahui bahwa tolok-ukur yang diperlukan guna menilai

Page 180: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

172

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

kinerja para pejabat pemerintahan itu ada, kemudiandidayagunakan secara efektif, melaksanakan kontrol sosialsecara optimal, sehingga diharapkan kualitas keputusan-keputusan para pejabat pemerintahan akan ter-jaga. Tingginyakualitas keputusan-keputusan para pejabat pemerintahan yangtertengarai memenuhi tolok-ukur pre-dictability, accountability,transparency dan widely participated, akan mengindikasikantingginya kadar demokrasi di dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

Membangun pemerintahan yang good governancesangat ditentukan oleh sikap dan perilaku para pejabatpemerintahan di badan-badan eksekutif berikut parapejabat yang mengisi jajaran birokrasi, sipil atau militer,serta badan- badan legislatif dan yudisial. Sebagaikonsekuensi, pemerintah dituntut untuk meningkatkankemampuan sumber daya insaninya sesuai dengan bidangtugasnya, kesejahteraannya, termasuk menentukan sikapdan perilakunya, agar mampu berpikir dengan baik danbenar. Dengan demikian para pejabat pemerintahan sebagaiseorang penguasa di bidangnya, tidak akan menyalah-gunakan kekuasaan dan mampu menjalankan mandat yangdiberikan rakyat secara lebih bertanggungjawab.

Dalam konteks reformasi administrasi negaratermasuk birokrasi di dalamnya, pada hakikatnyamerupakan transformasi berbagai dimensi nilai yangterkandung dalam konstitusi UUD 1945. Dalam hubunganini, reformasi administrasi negara juga merupakan jawabanatas tuntutan terhadap sistem administrasi negara yangmengindahkan nilai dan prinsip-prinsip good governance,dan sumber daya insani pejabat pemerintahan dan seluruhpenyelenggara kenegaraan yang memiliki integritas,kompetensi dan konsistensi dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance tersebut, baik di badan-badaneksekutif berikut para pejabat yang mengisi jajaran birokrasi,sipil atau militer, serta badan-badan legislatif dan yudisial.

Page 181: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

173

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

REFERENSI:

Apeldoorn, L.J. van, 1983, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:Pradnya Paramita.

Burhanuddin, 1997, Etika Individual Pola Dasar FilsafatMoral,Jakarta: Rineka Cipta.

Charter of Fundamental Rights of the European Union, EN C 364/18

Official Journal of the European Communities 18.12.2000.Curzon, L.B., 1979, Jurisprudence, W & E Handbook.Encyclopedia International, 1967, (6), New York: Grolier

Incorporated.Europa Union International Commission, http : //

www.europa.eu.int/comm/governance/Garner, BryanA., 1999, Black’s Law Dictionary, St. Paul Minn.:

West Group.Graham, John, and BruceAmos and Tim Plumptre, Institute

On Governance (IOG: 2003), Canada, dalam Principlesfor Good Governance in the 21st Century, Web., http://www.iog.ca/publications/policy

Hernandez, Carolina G., (Institute for Strategic and DevelopmentStudies, Inc. Manila), “Governance, Civil Society, andDemocracy”, dalam Inter- national Conference on GoodGovernance in East Asia: Realities, Prob- lems, andChallenges, Jakarta: November, 1999.

Hornby, AS., 2000, Oxford Advanced Learner’s, Oxford: OxfordUniversity Press.

Kusumohamidjojo, Budiono, 1999, Ketertiban Yang AdilProblematik Filsafat Hukum , Jakarta: GramediaWidiasarana Indonesia.

International Council on Archives (ICA), Paris, France, TheManage- ment of Public Sector Records in DevelopingCountries, Web., http://www.undp.org/

Page 182: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

Liputo, Yuliani, (ed.), 1995, Kamus Filsafat, Bandung: RemajaRosdakarya.

Locke, John, 1980, The Secon Treaties of Government, Stuttgart:Reclam. Organization for Economic Cooperation andDevelopment (OECD: 1995), Web., http://www.oecd.org/

Mustopadidjaja AR., “Reformasi Birokrasi Sebagai SyaratPemberantasan KKN” , Seminar PembangunanNasional VIII, Penegakan Hukum Dalam EraPembangunan Berkelanjutan , BPHN DepartemenKehakiman dan HAM, Denpasar, 14-18 Juli 2003.

Phenix, P.H., 1956, Realms of Meaning: A Philosophy of TheCurriculum for General Education, New York: McGraw-Hill Book Company.

Porter, Julia, 2002, Sustainability and good governance:Monitoring par- ticipation and process as well as outcomes,Web., http://www.porteradelaide/

Sahgal, Vinod, and Deepa Chakrapani, 2000, Clean Governmentand Public Financial Accountability, The World Bank,Washington, D.C., Website, http://www.worldbank.org/ html/oed

Suseno, Frans Magnis, 1989, Etika Dasar: Masalah Pokok FilsafatMoral, Yogyakarta: Kanisius.

The New Webster Dictionary of the English Language, 1970, NewYork: Grolier Incorporated.

The World Bank , Washington, D.C., 1997, Website, http://www.worldbank.org/

Turner, Mark, and David Hume, “Governance, Administrationand Devel- opment: Making the State Work”, London:Mc Millan Press Ltd.

United Nations Development Programme (UNDP: 1997), Website,http:/ /www.undp.org/governance/ publication

Wignjosoebroto, Soetandyo, ‘Hukum dan Moral Pemerintahanyang Baik’, dalam Analisis Hukum 2002, Jangan TungguLangit Runtuh, Jakarta: hukumonline.com.

Page 183: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut
Page 184: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

3

HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAMKERANGKA NEGARAHUKUM YANG

DEMOKRATIS BERDASARKANPANCASILA**)

Prof. Dr. H. Suko Wiyono, SH., Mhum.*)

PENDAHULUANMochtar Kusumaatmadja,(2002;12) mengemukakan

makna terdalam dari Negara berdasarkan atas hukumadalah: “...kekuasaan tunduk pada hukum dan semuaorang sama di hadapan hukum”. Konsep negara hukumtentu saja sekaligus memadukan paham kedaulatan rakyatdengan kedaulatan hukum sebagai satu kesatuan.

Dalam UUD 1945 setelah diadakan perubahan,konsepsi negara hukum yang awalnya berada dalamPenjelasan UUD 1945 naskah asli, dimasukkan ke dalamPasal 1 ayat (3) dengan perumusan “Negara Indonesiaadalah negara hukum”. Dengan demikian jelas bahwa baikkonstitusi RIS 1949, UUDS 1950 maupun UUD 1945 yangtelah diubah, ketiganya merumuskan secara harfiah dantegas dalam salah satu pasalnya, bahwa “Indonesia adalah

* Suko Wiyono, adalah Rektor Universitas Wisnuwardhana Malang.** Makalah dimaksudkan sebagai sumbangan dalam rangka memperingati

Hari Ulang Tahun ke-65 Bapak Prof. Dr. I Dewa Gede Atmadja, SH., MS.

Page 185: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

negara hukum”, yang mana hal ini berbeda dengan UUD1945 naskah asli yang merumuskan bahwa “ Indonesiaadalah negara hukum” hanya dalam Penjelasan UUD 1945.

Meskipun pernyataan tentang sistem negara hukumyang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelahperubahan tersebut hanya diuraikan secara singkat dantidak ada tambahan penjelasan, namun makna danimplikasinya sangat luas dan jelas. Agar dapat lebihdimengerti, hendaknya dibaca pula isiPasal 1 ayat (2) yangmenyatakan: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar ”.Dari dua pasal tersebut dapat ditegaskan bahwa NegaraIndonesia menganut prinsip demokrasi konstitusional(Constitutional Democracy)” yang pada pokoknya tidaklain adalah dari prinsip negara demokrasi yang berdasaratas hukum sebagai sisi lain dari mata uang yang samadengan prinsip negara hukum yang demokratis(democratische rechtsstaat) yang sama-sama dianut dalamUUD 1945. Berkaitan dengan hal tersebut Jimly Asshiddiqie(2002;2) menyatakan bahwa prinsip kedaulatan rakyat(democ ratie) dan kedaulatan hukum (nomoc ratie)hendaklah diselenggarakan secara beriringan sebagai duasisi dari mata uang yang sama. Untuk itu, Undang-UndangDasar 1945. menganut pengertian bahwa Negara RepublikIndonesia adalah negara hukum yang demokratis(democratische rechtsstaat) dan sekaligus adalah negarademokrasi yang berdasar atas hukum (constitutionaldemocracy) yang tidak terpisahkan satu sama lain.

Kedaulatan rakyat (democratie) di Indonesia itudiselenggarakan secara langsung dan melalui sistemperwakilan. Secara langsung, kedaulatan rakyat itudiwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermindalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri darianggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota DewanPerwakilan Daerah; Presiden dan Wakil Presiden; dan

Page 186: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

178

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Kekuasaan Kehakiman yang terdiri MahkamahAgung danatas Mahkamah Konstitusi. Dalam menentukan kebijakanpokok pemerintahan dan mengatur ketentuan-ketentuanhukum berupa Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang (fungsi legislasi), serta dalam menjalankan fungsipengawasan (fungsi kontrol) terhadap jalannya pemerin-tahan, pelembagaan kedaulatan rakyat itu disalurkanmelalui sistem perwakilan, yaitu melalui MajelisPermusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat danDewan Perwakilan Daerah. Di daerah- daerah provinsi dankabupaten/kota, pelembagaan kedaulatan rakyat itu jugadisalurkan melalui sistem perwakilan, yaitu melalui DewanPerwakilan Rakyat Daerah.

Penyaluran kedaulatan rakyat secara langsung(direct democracy) dilakukan melalui pemilihan umumuntuk memilih anggota lembaga perwakilan dan memilihpresiden dan wakil presiden, Gubernur serta memilihBupati dan Walikota. Di samping itu, kedaulatan rakyatdapat disalurkan setiap waktu melalui pelaksanaan hak ataskebebasan berpendapat, hak atas kebebasan pers, hak ataskebebasan informasi, dan hak atas kebebasan berorganisasidan berserikat serta hak-hak asasi lainnya yang dijamindalam Undang-Undang Dasar. Namun, prinsip kedaulatanrakyat yang bersifat langsung itu hendaklah dilakukanmelalui saluran-saluran yang sah sesuai dengan prosedurdemokrasi (procedural democracy). Sudah seharusnyalembaga perwakilan rakyat dan lembaga perwakilan daerahdiberdayakan fungsinya dan pelembagaannya, sehinggadapat memperkuat sistem demokrasi yang berdasar atashukum (demokrasi konstitusional) dan prinsip negarahukum yang demokratis tersebut. Bersamaan dengan itu,negara Indonesia juga disebut sebagai negara hukum(rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (matchtsstaat), danpemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukumdasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

Page 187: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

179

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Sebagai konsekwensi dari Pasal 1 ayat (3) UUD 1945perubahan, ada 3 (tiga) prinsip dasar yang wajib dijunjungoleh setiap warga negara yaitu supremasi hukum,kesetaraan dihadapan hukum, dan penegakan hukumdengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.Dengan demikian dalam Negara Hukum Indonesia didalamnya terkandung pengertian adanya pengakuanterhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi,dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaanmenurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan hak asasi manusia dalamUndang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yangbebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiapwarga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagisetiap orang termasuk terhadap penyalahgunaanwewenang oleh pihak yang berkuasa. Dalam paham negarahukum yang demikian itu, pada hakikatnya hukum itusendirilah yang menjadi penentu segalanya sesuai denganprinsip nomokrasi (nomocracy) dan doktrin “the rule of law,and not of man”. Dalam kerangka “the rule of law” itu,diyakini adanya pengakuan bahwa hukum itu mempunyaikedudukan tert inggi (supremac y of law), adanyapersamaan dalam hukum dan pemerintahan (equalitybefore The law), dan berlakunya asas legalitas dalam segalabentuknya dalam kenyataan praktek (due process of law).

Namun demikian, harus ada pula jaminan bahwahukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurutprinsip-prinsip demokrasi, karena prinsip supremasihukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknyaberasal dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsipnegara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkanmenurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat(democratische rechtsstaat). Hukum tidak boleh dibuat,ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besiberdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat). Prinsip

Page 188: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

180

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikanprinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Puncak kekuasaan hukum itu diletakkanpada konstitusi yang pada hakikatnya merupakandokumen kesepakatan tentang sistem kenegaraan tertinggi.

Dengan demikian, merupakan suatu keharusanbahwa semua warga negara, tanpa melihat kedudukannya,mengerti bahwa substansi dari negara hukum adalahdianutnya paham supremasi hukum yang dalam bahasapopulernya disebut sebagai the Rule of Law. Berkait dengandemoc ratische rechtsstaat ini pendapat dari PadmoWahjono (Nurtjahjo, 2004;83-84) sangat menarik untukdikemukakan. Ia menyatakan, bahwa dalam perkembanganteori kenegaraan, pada pengertian reachtsstaat seringdikaitkan dengan pengertian demokratis. Sehinggamerupakan sesuatu yang ideal dalam bernegara, ialah pola“Negara Hukum yang Demokratis” (Democ ratisc herechtsstaat). Rumusan itu pernah dipakai dalam KonstitusiRIS dan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950,yang mana rumusan tersebut lazim didunia barat dalamsuatu sistem Parlementer.Adapun inti perumusan ini, ialahbahwa Hukum yang berlaku dalam suatu Negara Hukum,haruslah yang terumus secara demokratis, yaitu yangmemang dikehendaki oleh rakyat . Dalam sejarahkenegaraan menunjukkan, bahwa apabila kekuasaantertinggi semata-mata berada pada rakyat tanpa ada suatupembatasan, memungkinkan t imbulnya absolutedemocratie, yang tidak berbeda sifatnya dengan kekuasaantidak terbatas pada satu orang (diktatur), maupun padasekelompok orang (diktatur proletariaat).

Menurut Padmo Wahjono, rumusan mengenai halini dapat dipahami dalam kalimat terakhir alinea ke empatpembukaan UUD 1945 yang menyatakan : “yang terbentukdalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yangberkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan

Page 189: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

181

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin olehhikmat kebijaksanaan dalam Persmusyawa-ratanPerwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilansosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Selanjutnya iamenyatakan, bahwa sila-sila dari Pancasila membatasikemungkinan timbulnya demokrasi yang absolute, danjaminan itu lebih tegas dari pada rumusan: “Negara Hukumyang Demokratis” ataupun sebaliknya “Negara Demokrasiyang dibatasi oleh pola negara Hukum”, karena pandanganbernegara tidak nampak dalam rumusan tersebut.

Ragam Pandangan Filsafati tentang HAM1. Filsafat Liberalis

Pemikiran awal pengaturan hak asasi manusiadalam bingkai negara hukum dimulai ketika John Lockemengemukakan pikiran spekulatifnya mengenai kontraksosial (Sc hmid, 1980:152). Menurut Loc ke, negaramerupakan hasil kesepakatan (pactum unionis) antarrakyatyang dikuasai dengan penguasa (pactum subjectionis), dimana posisi masing-masing pihak wajib dilindungi dandibatasi oleh aturan hukum yang disebut konstitusi. Makadari itu, cukup beralasan apabila Noor Syam (2000: 153)menjelaskan bahwa berdasarkan isinya, pactum unionismutatis mutandis dengan konstitusi negara. Perlu puladitegaskan bahwa pemikiran Loc ke tentang HAM,kontekstualnya bersifat alamiah yang melekat pada harkatdan martabat manusia, sehingga tidak dapat dialihkankepada negara, bahkan mewajibkan negara untukmelindunginya. Pemikiran ini menekankan hak asasimenusia pada jaminan perlindungan terhadap hak-hak sipildan politik yang lebih bersifat individual di satu pihak danmembatasi kekuasaan negara untuk tidak campur tangandalam urusan hak-hak warga negara di pihak lain.Langkah-langkah kongkret suatu negara yang memiliki

Page 190: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

182

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

komitmen kuat terhadap pengakuan dan perlindunganHAM dinormatifkan ke dalam sebuah deklarasi, konstitusi,atau undang-undang dasar.

Sebagai contoh, Perancis berdasarkan kesepakatanpendirian republik ke-1 (th 1792) mencoba menata strukturbernegaranya agar melahirkan sebuah tatanan negara yangdemokratis (Poerbopranoto, 1978:27). Semboyan dasar yangsangat terkenal adalah Liberte, Egalite, dan Fraternite.Demikian pula denganAmerika Serikat, pada preambulkonstitusinya tahun 1787 menetapkan prinsip-prinsipkebebasan dasar manusia sebagai hak-hak individualistikyang melekat pada kodrat manusia untuk dilindungi olehnegara (Noor Syam, 2000:150; Hadjon, 1987:41).

Wujud nyata dari pikiran filsafati yang bersifatliberal dan individualis dapat dilihat dalam rumusanPiagam HakAsasi Manusia PBB yang ditetapkan tanggal10 Desember 1948. Kata “everyone has right” menunjukkansifatnya yang liberal dan tertuju pada individu. Selain itu,pengaturan hak asasi banyak mengatur pada kewajibannegara untuk memenuhi hak dibandingkan dengankewajiban individu terhadap negara. Oleh sebab itu,karakteristik Piagam PBB sangat universal dan individual.Konsekuensi dari ketentuan yang demikian, Piagam PBBdapat berlaku umum bagi setiap bangsa yang merdeka danmenjunjung tinggi HAM.

2. Filsafat SosialisPrinsip sosialisme berawal dari pemikiran dasar Karl

Marx yang mencoba mengkritisi gagalnya kapitalisme baratyang individualis.Ajaran Karl Marx bertumpu padapemikiran bahwa masyarakat atau kelompok sebagaitumpuan utama, sedangkan individu sub ordinat terhadapmasyarakat dan kelompok. Hak asasi dipandang sebagaibentuk kewajiban masyarakat untuk mematuhi ketentuan

Page 191: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

183

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

negara, khususnya dalam bidang ekonomi. Oleh sebab itu,hak-hak politik rakyat menjadi lebih kecil pengaturannya.

Di sini nampak bahwa pikiran-pikiran sosialismelebih menekankan hak-hak masyarakat . Hak-hakperorangan harus lebur dalam tujuan sosialisme yangmengutamakan kepentingan kolektif masyarakat di ataskepentingan pribadi individu-individu. Dalam kerangkaitulah maka keberadaan hak-hak individual yang berakarpada keadaan alamiah yang dianggap ada sebelum adanyanegara adalah tidak ada. Hak-hak asasi manusia hanyalahhak-hak yang diberikan oleh negara, dan pelaksanaannyatergantung pada pemenuhan kewajiban- kewajiban kepadamasyarakat dan negara.

Hak-hak asasi tidak dipandang sebagai hal yangkodrati dan hakiki, tetapi lebih dilihat sebagai bentukpemberian negara. Pandangan seperti ini, lebih nampak jikakita mengamati teori hukum Marxistis yang dipengaruhioleh pikiran Karl Marx. Pengalaman Uni Soviet pascarevolusi Bolsevic (yang menjadi wujud lahirnya teori hukumini), mengajarkan tiga prinsip dasar tujuan undang-undang(hukum sebagai produk negara): (1) security; (2) economictask; (3) education (Freeman, 1985:987). Berdasar teoritersebut, maka pengakuan dan perlindungan hak asasiharus diabdikan untuk kepentingan keamanan nasionaldalam mendukung pembangunan ekonomi (karenakapitalisme dengan liberalismenya dianggap gagalmenghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat).

3. Filsafat PancasilaAjaran filsafat bernegara bangsa Indonesia yang

dibingkai dalam sebuah ideologi negara yang disebutPancasila merupakan landasan utama semua sistempenyelenggaraan negara Indonesia. Hukum sebagai produknegara tidak dapat dilepas dari falsafah negaranya. Dalam

Page 192: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

184

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

pandangan seperti ini, maka filsafat hukum pun tidak dapatdilepaskan dari pemikiran filsafati dari negaranya.

Penjelasan lebih rinci tentang hal itu dapat dicermatidari pemikiran Noor Syam (2000:68) sebagai berikut:

Gambar : Skema Penjabaran Filsafat Negara Pancasiladalam Negara Hukum Masa Depan

Skema di atas menggambarkan posisi Pancasilasebagai filsafat negara terhadap sistem hukum.Atas dasarkonsepsi tersebut, maka filsafat hukumnya pun harusberdasar pada ide dasar yang ada dalam Pancasila.Selanjutnya, aturan hukum yang dibentukpun harusberlandaskan pada pemikiran filsafat hukumnya yangmengacu pada ide dasar Pancasila.

Lebih jelas dapat dilihat dalam pemikiran PhilipusM. Hadjon (1998:71) yang mengatakan bahwa kajian teorihukum terhadap status Pancasila sebagai dasar negaramelalui alur dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafathukum, akan sampai pada filsafat hukum yangmenempatkan Pancasila sebagai landasan filsafat hukumIndonesia. Filsafat hukum yang berlandaskan pada dasarnegara Pancasila disebut juga sebagai filsafat hukumPancasila. Kalau digambarkan, hal itu akan tampak sebagaiberikut:

Page 193: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

185

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Jika pandangan bahwa filsafat hukum Pancasila diterimadalam konsepsi pemikiran hukum dan dijadikan landasannormatif pembentukan dan pelaksanaan hukum, maka semuapola penyelenggaraan negara akan bertumpu pada Pancasila.Hal ini juga harus diikuti dalam perumusan aturan-aturanhukum yang menjadi dasar pengakuan dan perlindungan HAMdi Indonesia. Terkait dengan hal itu, menurut Moh. MahfudMD (2009:16) dalam pembentukan negara hukum, makaPancasila harus melahirkan kaidah-kaidah penuntun dalam

Page 194: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

186

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

pembuatan politik hukum atau kebijakan negara lainnya yaitu:(1) kebijakan umum dan politik hukum harus tetap menjagaintegrasi atau keutuhan bangsa baik secara ideologi maupunsecara teritori, (2) kebijakan umum dan politik hukum haruslahdidasarkan pada upaya membangun demokrasi (kedaulatanrakyat) dan nomokrasi (negara hukum) sekaligus, (3) kebijakanumum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upayamembangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, (4)kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan padaprinsip toleransi beragama yang berkeadaban.

Demikian pula menurut Noto Negoro sebagaikonsekwensi Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD1945, maka pembukaan yang memuat Pancasila itu sebagaistaatsfundamentalnorm. Konsekwensinya nilai-nilai Pancasila,secara yuridis harus diderivasikan kedalam UUD Negara In-donesia dan selanjutnya pada seluruh peraturan perundanganlainnya. Dalam kedudukan seperti ini Pancasila telah memilikilegitimasi filosofis, yuridis dan politis. Dalam kapasitas iniPancasila telah diderivasikan dalam suatu norma-norma dalamkehidupan kenegaraan dan kebangsaan.

Berdasarkan norma-norma peraturan perundang-undangan tersebut dapat diimplementasikan realisasikehidupan kenegaraan yang bersifat praksis. Oleh karena itutidak mungkin implementasi dilakukan secara langsung dariPancasila kemudian direalisasikan dalam berbagai kontekskehidupan, karena harus melalui penjabaran dalam suatunorma yang jelas. Banyak kalangan memandang hal tersebutsecara rancu seakan-akan memandang Pancasila itu secaralangsung bersifat operasional dan praksis dalam berbagaikonteks kehidupan bermasyarakat. Sejalan dengan hal tersebutdi atas, maka pemikiran tentang pengakuan HAM di Indone-sia tentu tidak sama dengan apa yang terjadi di Eropa dankelompok negara-negara sosialis. Berdasarkan ide dasarPancasila, maka hubungan antara negara dengan rakyat danrakyat dengan rakyat di dasarkan pada keseimbangan hak dankewajiban. Konsepsi hak asasi sebagai wujud keseimbangan

Page 195: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

187

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

antara hak dan kewajiban. Bentuk pemikiran hubungan antarapenguasa dengan rakyat pun berpola pada “asas kerukunan”.Hal ini sejalan dengan pemikiran Hatta tentang HAMdinyatakan sebagai berikut “kita menghendaki negarapengurus, kita membangunkan masyarakat baru yangberdasarkan “gotong royong” (Poerbopranoto, 1978:104).

Maksud asas ini adalah, bahwa antara penguasa danrakyat sedapat mungkin menyelesaikan masalah-masalahnyasecara damai. Dengan demikian, maka penyelesaian sengketamelalui badan peradilan merupakan upaya yang paling akhir.Sebenarnya bagi bangsa Indonesia, masalah HAM bukanmerupakan hal yang asing, karena sejak merumuskan UUD1945 para pendiri Republik Indonesia sudah memperdebatkanmasalah HAM tersebut. Dari berbagai tulisan atau bahasanyang kemudian muncul terdapat semacam kesimpulan bahwapemuatan beberapa HAM dalam UUD 1945 merupakan hasilkompromi atau konsensus antara pemikiran yang memandangtidak tepat merumuskan HAM dalam UUD dan pemikiranyang berpendapat bahwa sudah sewajarnya UUD memuatketentuan mengenai HAM. Dapat dicatat bahwa pandanganyang pertama diwakili oleh Soekarno dan Soepomo, sedangkanpandangan ke dua diwakili oleh Moh. Hatta dan M. Yamin(Yamin, t.t.: 259). Sesuai dengan sejarah dan sistem nilainya,bangsa Indonesia mempunyai cara pandang yang agak berbedadengan cara pandang Barat mengenai HAM. Menurut carapandang bangsa Indonesia, HAM bertumpu pada pahammonodualis atau paham yang memandang manusia sebagaiindividu, tetapi juga sebagai makhluk sosial. Pemikiran-pemikiran di atas merupakan landasan untuk mencantumkanperumusan HAM sebagaimana tercantum dalam Pasal 27, 28,29, 30, 31, 33, dan 34 UUD 1945. Sebenarnya muatan HAMjuga tersirat pada keseluruhan Pembukaan, BatangTubuh, danPenjelasan UUD 1945 naskah asli.

Menurut Ismail Suny (1993/1994:90) apabila kita mengkajiUUD 1945 dari sudut pandang HAM, kita akan menemukanlebih banyak di dalamnya daripada sementara orang menduga,

Page 196: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

188

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

bahwa UUD 1945 tidak mengandung HAM atau hanyabeberapa pasal saja yang secara langsung memuat HAM. DalamPembukaan UUD 1945, alinea pertama menyatakan. “Bahwasesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa danoleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskankarena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Pengakuan terhadap kemerdekaan, perikemanusiaan danperikeadilan menunjukkan bahwa alinea pertama ini saratmuatan hak asasinya, karena pengakuan kemerdekaan sesuaidengan Pasal 1 Deklarasi sedunia tentang HAM (1948) yangberbunyi: “Setiap orang dilahirkan merdeka”. Sedangkanpengakuan terhadap perikemanusiaan adalah murapakan intidari HAM, dan pengakuan terhadap perikeadilan adalah intidari prinsip negara hukum. Alinea kedua berbunyi: “Danperjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telahsampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamatsentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintugerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka,bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Adanya kata adil dalamalinea kedua ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negarahukum, karena salah satu tujuan negara hukum ialah untukmencapai keadilan. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 DeklarasiSedunia tentang HAM (1948) yang berbunyi: “Setiap orangberhak dalam persamaan yang sepenuhnya didengarkansuaranya di muka umum dan secara adil oleh pengadilan yangmerdeka dan tidak memihak”.

Alinea ketiga berbunyi: “Atas berkat rakhmat Allah YangMaha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyatIndonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Dalamalinea ketiga ini yang ditekankan adalah agar rakyat Indonesiaberkehidupan kebangsaan yang bebas sesuai dengan Pasal 27ayat (1) Deklarasi Sedunia tentang HAM (1948) yang berbunyi:“ Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalamhidup kebudayaan masyarakat”.

Page 197: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

189

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Alinea keempat berbunyi: “Kemudian daripada itu untukmembentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yangmelindungi segenap bangsa Indo- nesia dan seluruh tumpahdarah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakanketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaianabadi dan keadilan sosial, maka disusunlah KemerdekaanKebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang- Undang DasarNegara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan NegaraRepublik Indonesia yang berkedaulatan rakyat denganberdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaanyang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatanyang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkansuatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam alinea keempat ini memuat HAM dibidang politik,ekonomi, sosial dan budaya. Dengan menghendaki:“Disusunnya kemerdekaan kebangsaan indonesia itu dalamsuatu Undang-undang Dasar Negara Indone- sia”, merupakanbukti bahwa sejak semula bangsa Indonesia menghendakiadanya negara hukum dan bukan negara kekuasaan belaka.

Apabila kita bandingkan dengan Deklarasi Seduniatentang HAM (1948), maka alinea keempat ini ini sesuai denganPasal 21, Pasal 22 dan Pasal 26 Deklarasi tersebut, yang manaPasal 21 nya berbunyi: “Kemauan rakyat harus menjadi dasarkekuasaan pemerintah, kemauan ini harus dinyatakan dalampemilihan-pemilihan berkala yang jujur dan tidak membeda-bedakan serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupunmenurut cara-cara lain yang juga menjamin kebebasanmengeluarkan suara”.

Sedangkan Pasal 22 Deklarasi sedunia tentang HAM(1948) berbunyi: “Setiap orang, sebagai anggota masyarakat,berhak atas jaminan soial dan berhak melaksanakan denganperantaraan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasionaldan sesuai dengan organisasi-organisasi serta sumber-sumber

Page 198: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

190

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

kekayaan dari setiap negara, hak-hak ekonomi, sosial danbudaya yang perlu guna martabatnya dan guna perkembanganbebas pribadinya”.

Rumusan dasar negara Pancasila dalam alinea terakhirini jelas menjunjung tinggi harkat dan martabat (perorangan)manusia dan kemanusiaan. Sila pertama dan kedua menjunjungtinggi dan menjamin perlindungan tentang HAM.

Apabila kita mengkaji isi masing-masing dari Pancasila,maka akan nampaklah bahwa masing-masing silanyamengandung dan memuat hak asasi manusia sebagai berikut:

1. Hak-hak asasi manusia menurut sila Ketuhanan YangMaha Esa

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung maknapengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligusmenjamin setiap orang untuk melakukan ibadah menurutkeyakinannya masing-masing. Negara menjamin kemer-dekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan beribadahmenurut agama dan kepercayaan masing-masing.

Menurut Oemar Senoadj i (Kansil ,1980:104)Ketuhanan Yang Maha Esa adalah “causa prima” atausebab yang utama dan pertama, sebagai asal dari segalakehidupan yang tenteram. Dan ini semua sama denganpengakuan terhadap hak asasi manusia. Pengabdianterhadap TuhanYang Maha Esa dapat dilaksanakanmanakala penghormatan terhadap hak asasi manusiamendapat pengakuan berupa jaminan terhadap kemer-dekaan beragama sebagai salah satu hak asasi yangterpenting.

2. Hak asasi manusia menurut sila Kemanusiaan yang Adildan Beradab

Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikapyang menghendaki terlaksananya human values dalam arti

Page 199: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

191

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

pengakuan martabat manusia, HakAsasi Manusia sertakemerdekaan manusia. Hal ini berarti bahwa setiap orangdiperlakukan secara pantas, tidak boleh disiksa, dihina ataudiperlakukan secara tidak manusiawi. Kemanusiaanmengakui seluruh manusia memiliki kedudukan yangsederajat , dan oleh karena itu tidak boleh adanyapenjajahan di atas dunia. Sila Kemanusiaan jugamengandung arti adanya pengakuan terhadap manusiasebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluksosial. Sebagai individu manusia mempunyai hak-hak asasiyang dapat dinikmati dan dipertahankan terhadapsiapapun baik sesama warga negara maupun terhadappenguasa. Sedangkan sebagai makhluk sosial, berarti dalammenggunakan hak-hak asasi manusia, t idak bolehmelanggar hak asasi orang lain , apalagi melanggarkepentingan umum.

Sila Perikemanusiaan mengandung prinsip, bahwadalam pergaulan antar umat manusia yang berdasarkankemanusiaan yang adil dan beradab adalah untukmembangun pergaulan antar bangsa di dunia.

3. Hak asasi manusia menurut sila Persatuan IndonesiaPersatuan Indonesia atau Kebangsaan ialah sikap yang

mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan suku,agama, ras, golongan, dan lain- lain.

Kesadaran kebangsaan Indonesia itu lahir dari keinginanuntuk bersatu dan mendirikan suatu bangsa, yaitu bangsa In-donesia yang lepas dari belenggu penjajahan. Persatuan Indo-nesia tidak bersifat sempit, tidak eksklusif dan tidak chauvinis.Persatuan Indonesia mengandung pengakuan bahwa setiapbangsa bebas untuk menentukan nasibnya sendiri, dengantanpa campur tangan bangsa yang satu terhadap bangsa yanglain.

Page 200: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

192

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

4. Hak asasi manusia menurut sila Kerakyatan YangDipimpin oleh Hikmat Kebijaksanan dalam Permusya-waratan/Perwakilan.

Kedaulatan rakyat berarti kekuasaan negara yangtertinggi berada di tangan rakyat. Dengan kedaulatantertinggi di tangan rakyat, berarti sila ini mengakui harkatdan martabat manusia, atau dengan kata lain menjunjungtinggi terhadap hak asasi manusia.

Di samping itu demokrasi di Indonesia bukanlahdemokrasi yang bersifat totaliter maupun demokrasi yangbersifat liberal. Demokrasi di Indonesia adalah demokrasiyang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permu-syawaratan/perwakilan. Kedaulatan yang di Indonesiadiselenggarakan secara langsung dan melalui sistemperwakilan.

5. Hak asasi manusia menurut sila Keadilan Sosial bagiSeluruh Rakyat Indonesia

Keadilan sosial mengandung makna bahwa setiapwarga negara akan mendapatkan keadilan dalam bidanghukum, politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Dalam silaini t idak boleh ter j adi adanya penghisapan olehmanusiaterhadap manusia. Hal ini berarti di Indonesiasetiap warga negara akan dapat menikmati kehidupan yanglayak dan tidak akan ada kesenjangan yang mencolokantara warga yang satu dengan warga yang lain.

Dengan keadilan sosial akan diwujudkankesejahteraan umum bagi seluruh anggota masyarakat(sosial). Keadilan yang dimaksud ialah keadilan yangmemberi perimbangan dimana hak milik berfungsi sosial.

Tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesiaseperti ditentukan dalam Pembukaan UUD 1945, yaknisuatu masyarakat yang adil dan makmur material danspiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara

Page 201: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

193

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu,berdaulat, dalam suasana perikehidupan bangsa yangaman, tertib, dan damai serta dalam lingkungan pergaulandunia yang merdeka, bersahabat, dan tertib.

Oleh karena itu, yang terpenting bagaimana kitamemahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila itudalam segala segi kehidupan. Panc asila merupakankesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya.Pemahamannya juga tidak dengan secara terpisah dandiberi arti sendiri-sendiri.

Dalam kenyataan sejarah, sejak ProklamasiKemerdekaan 17Agustus 1945 hingga kini dalam era OrdeReformasi. Pancasila selalu dikukuhkan dalam kehidupankonstitusional. Hal ini merupakan pertanda bahwaPancasila memang merupakan pegangan hidup danfalsafah bangsa, merupakan bukti bahwa Pancasilamemang dikehendaki dan merupakan konsensus nasionalbangsa dan negara Indonesia. Pancasila di samping sebagaidasar negara sekaligus merupakan pandangan hidupbangsa Indonesia.

Dalam sejarah ketatanegaraan RI, perkembanganperlindungan hak asasi manusia dalam konstitusi Indonesiamengalami kemajuan dalam UUD RIS 1949 dan UUDS 1950.Dalam kedua UUD ini pasal-pasal yang mengatur tentangHAM semakin bertambah. Perkembangan ini menunjukkanbahwa gagasan perlunya jaminan perlindungan hak asasimanusia benar-benar didukung oleh seluruh umat manusia,termasuk bangsa Indonesia.

Upaya memperkuat perlindungan hak asasimanusia juga nampak dalam Dewan Konstituante, yaitusuatu dewan yang dibentuk sebagai hasil Pemilu 1955 danditugasi untuk menyusun undang-undang dasar sebagaipengganti

UUDS 1950. Dalam pembahasan di DewanKonstituante tersebut, telah dirumuskan hak asasi manusia

Page 202: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

194

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

yang cukup luas cakupannya. Namun sebelum DewanKonstituante berhasil, keburu dibubarkan oleh PresidenSoekarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berdasarkanHukum Tata Negara Darurat Subyektif. Salah satu isi DekritPresiden adalah memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidakberlakunya UUDS 1950. Dengan demikian, perumusan danpengaturan hak asasi manusia kembali kepada UUD 1945.

Lemahnya perlindungan HAM pada era Orde Lamadan besarnya kekuasaan Presiden seperti yang diatur dalamUUD 1945 naskah asli , menyebabkan ter jadinyapelanggaran HAM dalam masa demokrasi terpimpin. Olehkarena itu, setelah terjadinya pemberontakan G 30 S PKI,salah satu tujuan Orde Baru adalah melaksanakan HAMyang tercantum dalam UUD 1945 dan berusaha melengkapiHAM dalam UUD 1945 naskah asli tersebut. Usaha inidilakukan oleh MPRS dengan menyusun “RancanganPiagam Hak- Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak sertaKewajiban Warga Negara” yang dibahas dalam SidangMPRS ke V Tahun 1968. Pembahasan Rancangan PiagamHAM tersebut mengalami kemacetan, sebagai akibatadanya perbedaan pendapat antara beberapa golongandalam MPRS, sehingga akhirnya diputuskan untukdihentikan.Akibat dari dihentikannya pembahasantersebut, maka upaya untuk memperluas j aminanperlindungan hak asasi manusia dalam UUD 1945 kembaligagal, yang akhirnya membuka kembali peluangpelanggaran HAM pada masa Orde Baru, dan bukanrahasia umum lagi bahwa pada era Orde Baru terjadilahpelanggaran HAM yang c ukup serius. HAM yangsemestinya dilindungi dan dihormati telah diabaikanbahkan banyak terjadi perampasan terhadap HAM. Situasidan kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan sangatjauh dari apa yang diharapkan oleh rakyat.

Kebijakan perlindungan HAM di Indonesia sedikitmengalami kemajuan pada tahun 1993, yaitu dengan

Page 203: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

195

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

melalui Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 dibentuklahKomisi Nasional HakAsasi Manusia (Komnas HAM).Melalui komisi ini, gagasan tentang hak asasi manusiadisebarluaskan. Komnas

HAM mengkaj i dan memberi saran kepadapemerintah untuk meratif ikasi beberapa instrumeninternasional tentang HAM, serta memantau danmenyelidiki pelaksanaan HAM. Berkat kegigihan paraanggota Komnas HAM dan dukungan serta tekananinternasional, lembaga ini telah mendorong menguatnyajaringan gerakan HAM di Indonesia.

Setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru padatahun 1998 yang kemudian digantikan denganpemerintahan berikutnya di Era Reformasi, pengakuan danperlindungan terhadap HAM semakin ditingkatkan. Padaera reformasi, pembangunan HAM memperoleh legitimasihukum yang signifikan. Apabila pada era Orde Baru produkhukumnya selalu berpihak kepada kepentingan penguasadan membatasi ruang gerak kehidupan berpolit ik,sebaliknya pada era reformasi produk hukumnya berubahlebih berpihak secara substantif kepada pengakuan danperlindungan terhadap HAM. Dalam rangka memenuhituntutan reformasi, Presiden mengeluarkan berbagaimacam keputusan dan instruksi, demikian pula Presidendan DPR membentuk undang- undang dalam rangkamenegakkan dan melindungi HAM.

Hal ini diawali dengan keluarnya KeputusanPresiden Republik Indo- nesia (Keppres RI) Nomor 129Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak AsasiManusia Indonesia 1998-2003 yang ditetapkan pada 15Agustus 1998. Dalam Rencana Aksi Nasional Hak-HakAsasi Manusia (RANHAM) ditegaskan adanya empat pilarutama pembangunan HAM di Indonesia yaitu: (1)Persiapan pengesahan perangkat-perangkat internasionalHAM; (2) Diseminasi dan pendidikan HAM; (3)

Page 204: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

196

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Pelaksanaan HAM yang ditetapkan sebagai prioritas; dan(4) Pelaksanaan isi atau ketentuan-ketentuan berbagaiperangkat internasional HAM yang telah disahkanIndonesia.

Setelah berlakunya Keppres Nomor 129 Tahun 1998tentang RANHAM, kemudian diikuti dengan keluarnyaInstruksi Presiden (Inpres) Nomor 26 Tahun 1998 tanggal16 September 1998 tentang Menghentikan PenggunaanIstilah Pribumi dan Non Pribumi dalam semua Perumusandan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program,ataupun Pelaksanaan Kegiatan PenyelenggaraanPemerintahan. Dalam Inpres tersebut Presiden menugaskankepada Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamananuntuk mengkoordinasikan pelaksanaan Inpres inidikalangan para menteri dan pejabat- pejabat lainnya yangdisebut di dalamnya.

Setelah berlakunya Keppres Nomor 129 Tahun 1998dan Inpres Nomor 26 Tahun 1998, kemudian diikuti denganberlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentangPengesahan Convention Against Torture and Other cruel,In human Or Degrading Treatment on Punisment (KonvensiMenentang Penyiksaan dan Perlakuan atau PenghukumanLain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau MerendahkanMartabat Manusia).

Kemudian pada tanggal 9 Oktober 1998 keluar lagiKeppres Nomor 181Tahun 1998 tentang KomisiNasionalAnti KekerasanTerhadap Perempuan. Kepprestersebut dikeluarkan dalam rangka pencegahan danpenanggulangan masalah kekerasan terhadap perempuan.Dalam Keppres tersebut ditegaskan bahwa komisi inibersifat independen.

Berikutnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)RI dalam Sidang Istimewa pada tanggal 13 Nopember 1998menetapkan Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998tentang HakAsasi Manusia yang merupakan wujud nyata

Page 205: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

197

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

pengaturan yang lebih rinci dibandingkan dengan yang adadalam UUD 1945 naskah asli . Ketetapan MPR inimenugaskan kepada Lembaga-Lembaga Tinggi Negara danseluruhAparatur Pemerintah untuk menghormati,menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenaihak asasi manusia kepada seluruh masyarakat, serta segerameratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM sepanjang tidak bertentangan denganPancasila dan UUD 1945.

Setahun kemudian, hal ini ditindaklanjuti denganterbitnya Undang- Undang No. 39 Th. 1999 tentangHakAsasi Manusia dan akhirnya diterbitkan lagi UU No.26 Th. 2000 tentang Pengadilan HakAsasi Manusia. Puncakdari peningkatan pengakuan dan perlindungan terhadapHAM ditandai dengan dimasukkannya Hak Asasi Manusiasebagai bab tersendiri dalam perubahan UUD 1945, yaituBab X A yang terdiri dari Pasal 28 A, 28 B, 28 C, 28 D, 28 E,28 F, 28 G, 28 H, 28 I, dan 28 J.

Dari keseluruhan Pasal 28 UUD 1945 tersebut di atasyang mengatur secara eksplisit tugas konstitusionalpenegakan HAM oleh negara terutama pemerintah adalahPasal 28 I ayat (4) dan ayat (5) yang substansinya sebagaiberikut:Pasal 28 I ayat (4)

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhanhak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,terutama pemerintah.

Pasal 28 I ayat (5)Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusiasesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis ,maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dandituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan kewajiban negara tersebut HakristutiHarkrisnowo (2009:29), menyatakan bahwa kewajiban

Page 206: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

198

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

negara dalam penegakan HAM terdiri dari tiga bentukyaitu: pertama, menghormati HAM di mana negara tidakboleh mencampuri hak-hak warga negara, termasuk hakuntuk mewujudkan HAM mereka. Kedua, memenuhi HAMdengan mengambil tindakan untuk mewujudkan HAMsetiap warga. Tindakan ini termasuk membentuk hukum,menerapkan upaya ekonomi dan penganggaran, sertameningkatkan fungsi lembaga administratif dan yudikatif.Ketiga, negara juga harus melindungi HAM: Negara harusmencegah pelanggaran HAM, termasuk memastikanindividu dan organisasi untuk menghormati hak-hak oranglain, serta memberikan sanksi terhadap pelanggaran.

Bagi bangsa Indonesia HAM sebagai idea dansebagai paradigma tidak lahir bersama dengan deklarasiuniversal HAM tanggal 10 Desember 1948. Ditinjau secarahistoris, apa yang terjadi pada tanggal 10 Desember 1948merupakan titik kulminasi perjuangan sebagian besar umatmanusia, khususnya negara-negara anggota PBB, agarHAM dihargai dan dijunjung tinggi demi keadilan danperdamaian dunia. Dorongan mengenai hal ini menjadisemakin besar setelah umat manusia menyaksikankekejaman peperangan pada masa lalu.

Persoalan HAM menjadi hangat, karena dengansemakin majunya Iptek dan globalisasi, pemikiran pelbagaibangsa semakin dekat satu sama lain, dan sebagai salahsatu dampaknya adalah munculnya keinginan untuk salingmendominasi hubungan antar bangsa atas dasar norma-norma dan nilai-nilai yang dianut masing-masing bangsatersebut, baik untuk tujuan-tujuan politik, ekonomi, sosialbudaya maupun hukum.

Menurut Muladi (1997:2-4) peta permasalahanHAM di pelbagai kawasan dunia menjadi semakin menarikapabila dikaji adanya pelbagai kelompok pemikiran, baikyang berkaitan dengan pendirian negara-negara maupunkelompok-kelompok yang bersifat non pemerintah (Non

Page 207: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

199

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Govern- mental Organization). Pola pemikiran tersebutdapat diperinci paling sedikit ada 4 (empat) kelompokpandangan sebagai berikut . (1) Kelompok yangberpandangan universal absolut, yang melihat HAMsebagai nilai-nilai univer- sal sebagaimana dirumuskan didalam The International Bill of Rights. Mereka ini tidakmenghargai sama sekali profil sosial budaya yang melekatpada masing- masing bangsa. Penganut dari pandanganini adalah negara-negara maju dan bagi negara-negaraberkembang mereka ini seringkali dipandang eksploitatif,karena melihat persoalan HAM dipakai sebagai alatpenekan dan instrumen penilai (tool of judgement). (2)Kelompok yang berpandangan universal relatif. Merekajuga melihat persoalan HAM sebagai masalah universal danmelihat dokumen-dokumen internasional tentang HAMsebagai ac uan yang penting. Namun demikian,pengecualian (exeptions) yang didasarkan atas asas-asashukum internasional tetap diakui. (3) Kelompok yangberpandangan partikularistik absolut. Penganut pandanganini melihat HAM sebagai persoalan masing-masing bangsa,tanpa memberikan alasan yang kuat, khususnya dalammelakukan penolakan terhadap berlakunya dokumen-dokumen internasional. Pandangan ini bersifat chauvinisegois, defensif, dan pasif tentang HAM. (4) Kelompok yangberpandangan part ikularist ik relatif , yang melihatpersoalan HAM di samping sebagai masalah universal, jugamerupakan masalah nasional masing-masing bangsa.Berlakunya dokumen internasional harus diselaraskan,diserasikan, diseimbangkan, dan memperoleh dukunganserta tertanam (em- bedded) dan melembaga dalammasyarakat bangsa tersebut sebagai budaya bangsa.Pandangan ini tidak sekedar defensif terhadap dokumen-dokumen internasional tentang HAM, tetapi juga berusahauntuk aktif, baik mencari perumusan maupun pembenarantentang karakteristik HAM yang dianutnya, sesuai dengantahap pembangunan (stages of development) negaranya.

Page 208: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

200

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Sikap bangsa Indonesia sudah jelas, bahwa yangkita anut adalah pandangan partikularistik relatif, denganberusaha untuk menemukan titik dialogis di antara empatpandangan di atas tersebut atas dasar Pancasila dan UUD1945, tanpa mengesampingkan substansi dokumen-dokumen internasional tentang HAM. Bangsa Indonesiamenyadari sepenuhnya bahwa pelbagai pemikiran padaakhirnya akan kembali kepada kesepakatan bangsa padawaktu mendirikan negara ini.

Atas dasar alur pemikiran di atas, maka secaradefensif-aktif bangsa dan negara Indonesia harus berusahauntuk mengkomunikasikan pemikiran- pemikirannyatentang HAM kepada dunia internasional atas dasarPancasila dan UUD 1945 tanpa melupakan kaitannyadengan dokumen-dokumen internasional tentang HAM.Konsepsi ini harus mendasarkan dir i pada asaskekeluargaan, yang menegaskan bahwa bagi bangsaIndonesia hak (rights) tidak akan terlepas dari kewajiban(obligation). Adapun pola penegakan dan perlindunganterhadap HAM, sesuai dengan prinsip negara hukum yangdemokratis, yang dirumuskan dalam Pasal 28 I ayat (5)UUD 1945 perubahan, adalah “pelaksanaan HakAsasiManusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturanperundang-undangan”.

PENUTUPPada era reformasi, di satu sisi pengakuan dan

perlindungan terhadap HAM semakin membaik, namun disisi lain yang sangat disayangkan adalah adanyakecenderungan meninggalkan Pancasila sebagai asas yangmenjiwai sistem hukum nasional di Indonesia. Pancasilatidak saja mengandung nilai budaya bangsa, tetapi jugamenjadi sumber hukum dasar nasional, dan merupakanperwujudan cita-cita luhur disegala aspek kehidupanbangsa. Dengan perkataan lain, nilai-nilai yang terkandung

Page 209: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

201

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

di dalamnya juga harus dijabarkan menjadi norma moral,norma pembangunan, norma hukum, dan etika kehidupanberbangsa. Dengan demikian, sesungguhnya secara formalbangsa Indonesia telah memiliki dasar yang kuat danrambu-rambu yang jelas bagi pembangunan masyarakatIndonesia masa depan yang dicita-citakan.

Permasalahannya ialah bagaimana mengaktualisasi-kan dasar dan rambu-rambu tersebut ke dalam kehidupannyata setiap pribadi warga negara, sehingga bangsa initidak kehilangan norma moral sebagai penuntun danpegangan dalam melaksanakan gerakan reformasi, danuntuk mengatasi krisis multi dimensi termasuk krisis moralyang sedang melanda bangsa dan negara untukmenjangkau masa depan yang dicita-citakan.Apabilabangsa Indonesia tidak dapat mengaktualisasikan nilai-nilaiPancasila, maka Indonesia akan terkubur dengan ideologitransnasional (Kapitalisme) yang memang dirancang untukdiberlakukan sebagai satu-satunya nilai yang akanmenyatukan umat manusia. Kapitalisme secara operasionalberwujud demokratisasi, HAM dan pasar bebas yangbersandar pada individualisme, yang sekarang ini banyakdipuja-puja sebagai nilai dan sistem yang terbaik di dunia.

Reformasi sekarang ini melahirkan pluralisme asashukum. Seperti yang diungkapkan oleh Sunaryati Hartono(Kompas, 30 Mei 2006), bahwa pada masa Orde Baru yangdianut adalah sistem unifikasi hukum yang menekankankesatuan dan kesamaan. Setelah reformasi, yang mencuatjustru pluralisme. Ia memberikan contoh, munculnyakeinginan masyarakat agama agar hukum agamanyadipakai, sementara itu masyarakat adat ingin agar hukumadatnya diterapkan. Bahkan pluralisme di era reformasimelebihi pluralisme pada jaman kolonial, karena semuamenginginkan agar fahamnya diterapkan. Di samping itupenuntutan pelaksanaan dan penegakkan HAM jugaseringkali tidak lagi sesuai dengan kultur dan budaya

Page 210: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

202

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sejalandengan pemikiran Sunaryati Hartono tersebut, maka sangattepat apabila Moh. Mahfud MD mengemukakan bahwadalam pembentukan negara hukum, Pancasila harusmelahirkan kaidah-kaidah penuntun dalam pembuatanpolitik hukum atau kebijakan negara lainnya.

Terkait dengan hal itu menurut penulis pembentukperaturan perundang- undangan dan dengan dibantu olehsegenap komponen bangsa Indonesia harus selalu berusahaagar asas hukum dikembalikan kepada Pancasila dan UUD1945, serta perbedaan harus berlandaskan kepada kesatuanasas hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Bruggink, J.J.H. 1996. Refleksi tentang Hukum. Bandung:CitraAditya Bakti

Centre for Strategic and International Studies (CSIS), 1993,Hak Asasi Manusia dan Penguasa Politik, AnalisisTahun XXII, No.5, September- Oktober.

Darmodiharjo, Dardji dan Sidharta. 1998. Pokok-pokokFilsafat Hukum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Freeman, M.D.A., Lord Lloyd of Hamstead qc. 1985.“Introduction to Jurisprudence”, ELBS, h. 987

Hadjon, Philipus M. 1987. Perlindungan Hukum bagi Rakyatdi Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu

———————————. 1994. “Pengakaj ian HukumDogmatik (Normatif)”. Yuridika..No. 6 Tahun IX,November-Desember 1994

Page 211: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

203

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

———————————. 1998. “Pancasila Sebagai DasarNegara dan Hukum Tata Negara”. Yustika. MediaHukum dan Keadilan. Vol. I. No.2 Desember.Fakultas Hukum Ubaya. Surabaya

Hendro Nurtjahjo, Editor 2004, Politik Hukum Tata NegaraIndonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara, FakultasHukum Universitas Indonesia

Jimly Asshiddiqie, 2, 2002, Konsolidasi Naskah UUD 1945setelah Perubahan Keempat, Pusat Studi Hukum TataNegara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,Jakarta

———————————, 3, 2003, Struktur KetatanegaraanIndone- sia Setelah Perubahan keempat UUD 1945,Badan Pembinaan Hukum Nasional DepartemenKehakiman dan Hak Asasi Manusia, Jakarta

Kansil, C.S.T., 1980, Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945, Pradnya Paramita, Jakarta

Lubis, Ibrahim, 1982, Kuliah Penghayatan dan PengamalanPancasila, Ghalia Indonesia, Jakarta

Mahfud. MD. Moh, 2009, Pancasila sebagai Hasil Karya danMilik Bersama, Makalah pelengkap atas naskah“Keynote Speech” pada Konggres Pancasila yangdiselenggarakan dalam bentuk kerjasama antaraMahkamah Konstitusi Republik Indonesia danUniversitas Gajahmada, 30 Mei,Yogyakarta

Meuwissen, D.H.M.. 1994. “Filsafat Hukum”, alih bahasaoleh Bernard Arief Sidharta. Pro Justutia. No. 3, Juli, Universitas Parahyangan, Bandung

Muladi. 1997. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sitem PeradilanPidana . Semarang: Badan Penerbit UniversitasDiponegoro

Page 212: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

—————. 1993. Pokok-Pokok Pemikiran tentang HAMBerdasarkan Pancasi la dan UUD 1945 DalamMenghadapi Tekanan Isue-Isue International. TaskapKursus Singkat |Angkatan III. Jakarta: Lemhanas

Mochtar Kusumaatmadja, 2002, Konsep-Konsep HukumDalam Pembangunan. Pt. Alumni. Bandung

Noor Syam, Mohammad. 2000. Penjabaran Filsafat Pancasiladalam Filsafat Hukum . Cetakan II. Malang: LumanChristi

Poerbopranoto, Koentjoro. 1978. Sistem PemerintahanDemokrasi. Cetakan III. Jakarta: Eresco

Schimd, Von, J.J. 1980. Ahli-ahli Pikir tentang Negara danHukum. diterjemahkan oleh R. Wiratno (et.al).Jakarta: Pembangunan

Seidman, Robert & Ann, (et. Al). 2001. PenyusunanRancangan Undang- Undang dalam PerubahanMasyarakat yang Demokratis. Jakarta: ELIEPS

Wiyono, Suko, 2008, Otonomi Daerah dalam Negara HukumIndone- sia , Pembentukan Peraturan DaerahPartisipatif, Cetakan ke II, Faza Media, Jakarta

————————, 2008, Supremasi Hukum dalam BerbagaiPerspektif, Cetakan ke III, Gaung Persada Press,Jakarta

Yamin. Naskah Persiapan UUD 1945. Jilid I.

Page 213: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

4

Analisis Konvergensi Terhadap:

PERWUJUDAN PRINSIP-PRINSIPDEMOKRASI DAN HAK ASASI

MANUSIA DALAM PEMBENTUKANUNDANG-UNDANG DI INDONESIA14

Oleh: Prof. Dr. Yuliandri, S.H,.M.H15

A. PendahuluanTelah merupakan suatu adagium dikalangan

akademik, bahwa hukum adalah merupakan produkpolitik.3 Adagium ini adalah refleksi dari kenyataan yangtidak bisa dipungkiri bahwa dalam mekanismepembentukan produk hukum (dalam hal ini misalnyaundang-undang di Indonesia), tidak bisa dilepaskan dariperan lembaga- lembaga politik yang ada (Presiden bersamadengan Dewan Perwakilan Rakyat).

Konsekuensi itu semua juga akan membawapengaruh pada substansi yang dikandung oleh setiapundang-undang. Persoalan kemudian muncul, adalahberkaitan dengan substansi dari undang-undang yang

14 Tulisan disumbangkan dalam rangka 65 Tahun Prof Dr I Dewa GedeAtmadja, S.H,.MS (Guru Besar Hukum Tata Negara) Fakultas Hukum UniversitasUdayana, Denpasar, Bali.

15 Guru Besar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum UniversitasAndalas, Padang. 3 Moh. Mahfud. MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES,Jakarta, 1998, hal.7-27

Page 214: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

206

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

dibentuk, sejauh mana isi dari setiap produk hukumdimaksud dapat menampung semua kebutuhan hukumyang ada dimasyarakat. Hal ini menjadi urgen, manakalasuatu undang-undang yang telah disahkan dandiundangkan serta kemudian dinyatakan berlaku, makasejak itu semua orang akan terikat ke dalamnya tanpa lagimelihat persoalan misi politik yang ada dalam undang-undang itu.

Salah satu aspek pokok yang dapat menjadibarometer utama dalam melihat fenomena pembentukanundang- undang di Indonesia, adalah berkaitan dengansejauhmana suatu undang-undang dibentuk dapatmengakomodir/ menampung prinsip- prinsip demokrasidan hak azazi manusia (HAM). Demokrasi dan HAMmerupakan dua prinsip utama yang tidak dapat diabaikan,manakala suatu negara telah menyatakan (men-claim)bahwa negara-nya adalah negara demokrasi. Dalammengkaji demokrasi dan HAM, sebagaimana dikemukakanoleh I.Dewa Gede Atmadja, tidak dapat dipisahkan satusama lain, karena HAM merupakan roh-nya daridemokrasi. Dalam persfektif kajian, antara demokrasi danHAM dapat saja dikaji secara terpisah atau Divergensi, dandapat juga dilakukan analisis secara bersamaan/menyatuatau Konvengensi.16

Demokrasi dan hak asasi manusia saat ini (terutamaera Abad 21) disadari sebagai konsep yang telah menjadiinti terhadap perjuangan dalam menuntut kebebasan dankemerdekaan. Dalam gerakan itu, wacana demokrasi danhak asasi manusia, tetap mengedepan, terutama dalamupaya mendorong untuk melakukan perlawanan terhadapkekuasaan yang otoriter. Salah satu pintu masuknya adalah,dengan melembagakan-nya dalam aturan-aturan formal

16 I.Dewa Gede Atmadja , dalam Materi Kuliah Demokrasi danPerkembangan Hak Asasi Manusia pada Program S3 Program Studi IlmuHukum pada Program Pascasarjana Unair, 2003.

Page 215: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

207

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

yang ada di setiap negara, seperti halnya dalam konstitusiatau peraturan perundang-undangan lainnya.17

Dalam perkembangan kekinian, terutama diskursusterhadap pembentukan undang- undang di Indonesiaseringkali kita temui bahwa suatu undang- undang, baikyang sedang dalam pembahasan di Dewan PerwakilanRakyat (DPR), maupun setelah suatu undang-undangdinyatakan berlaku sering divonis tidak demokratis, danmelanggar HAM. Kenyataan ini dapat kita lihat terhadapberbagai komentar dan tanggapan yang mentakan bahwaundang- undang itu harus segera dilakukan judicial review,atau bersifat diskriminatif, atau bertentangan dengankonstistusi¸ tidak demokratis serta hanya untuk targetpolitik kelompok tertentu dan lain sebagainya, pada halundang- undang itu telah dibahas dengan memakan waktulama dan melibatkan berbagai kelompok kepentinganataupun komponen masyarakat lainnya. Sepintas terlihat,fenomena di atas akan dapat dijawab kalau telah digunakanatau melalui mekanisme yang ditetapkan dalampembentukan undang- undang. Mekanisme dimaksudadalah sebagaimana tercantum dalam UUD, maupun dalamUU serta yang diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRsendiri. Tetapi, dalam kenyataannya dalam hal semuamekanisme dan tata cara telah diikuti ternyata tetapmendapat respon negatif dari masyarakat, setelah suatuundang- undang ditetapkan.

Sebagai gambaran, dalam kurun waktu 10 tahunterakhir telah dilahirkan berbagai undang-undang, yangpada dasarnya ditujukan untuk membangun dan menatasistem ketetanegaraan yang dikehendaki, sesuai dengan

17 Jimly Assidiqie, Dimensi Konseptual Dan Prosedural pemajuan HakAsasi Manusia Dewasa Ini (Perkembangan Ke Arah Pengertian Hak AsasiManusia Generasi Keempat), Makalah Dalam Diskusi Terbatas TentangPerkembangan Pemikiran Mengenai Hak Asasi Manusia, Yang Diadakan OlehInstitute For Democracy And Hu- man Rights, The Habibie Center, April 2000.

Page 216: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

208

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

prinsip demokratis. Beberapa undang- undang yangdibentuk, selalu mengalami perubahan dalam waktu relatifpendek.Ada undang-undang dibentuk seakan- akan telahmerupakan paket yang secara periodik (misalnya 5tahunan) harus diganti, misalnya undang-undang dalambidang politik.18 Paket undang-undang dalam bidangpolitik, dapat dijadikan salah satu tolok ukur untuk melihatbangunan sistem kelembagaan negara yang dipakai. Setelahperubahan UUD 1945, saat akan dilangsungkan pemilihanumum legislatif tahun 2004, melalui Undang- UndangNomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum AnggotaDewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah, telah ditetapkan sistempemilihan umum yang dianggap sesuai dengan UUD 1945.Tetapi kemudian, melalui Undang-Undang Nomor 10Tahun 2008, kembali dilakukan perubahan sistem pemiluanggota legislatif.

Bahkan, substansi yang dihasilkan sering dipersoalkanberbagai kalangan termasuk oleh anggota DPR yang terlibatlangsung dalam proses pembentukan undang-undang.Misalnya, permohonan judicial review atas rezim nomor urutuntuk menentukan perolehan kursi bagi calon anggota legislatif.Permohonan juga diajukan oleh partai politik di DPR terhadapketentuan presi- dential threshold bagi partai politik untukdapat mengajukan pasangan calon presiden. Contoh itumembenarkan sindiran Saldi Isra, semakin dominankepentingan (seperti politik) pembentuk undang-undang,proses dan hasil legislasi seperti mengalami mati-rasa.19 Bahayadari semua itu, undang-undang gagal menjadi instrumen untukmenata sistem ketatanegaraan, yang pada dasarnya menyentuhsendi- sendi demokrasi.

18 Undang Undang Partai Politik, Undang-undang Pemilihan Umum DPR,DPD dan DPRD, Undang- undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,serta Undang- undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD danDPRD.

19 Saldi Isra, Legislasi Yang Mati Rasa, dalam harian Kompas, 30 Desember,Jakarta, 2008, hal. 6.

Page 217: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

209

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Salah satu bukti kegagalan itu, relatif banyak undang-undang yang telah diundangkan dan dinyatakan berlaku,langsung diajukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi, karenadinilai bertentangan dengan UUD 1945. Data Tahun 2003- 2008,menunjukan bahwa ada sebanyak 169 perkara pengujianundang-undang yang diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi.Walaupun, dari jumlah registrasi perkara pengujian undang-undang dimaksud tidak semuanya dikabulkan oleh MahkamahKonstitusi.20 Dalam pandangan Moh. Mahfud MD, banyaknyaUU yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi sebagai implementasichecks and balances dalam sistem ketatanegaraan.21 Tetapi,fenomena demikian, dari aspek lain dapat juga dijelaskan masihbelum konsistennya upaya untuk menentukan sistemketatanegaraan yang diinginkan.

Berbagai analisis, sering dikemukakan bahwaseyogyannya pembahasan dan proses yang dipakai dalampembentukan suatu undang- undang di Indo- nesia merupakanperwujudan dan penerapan prinsip- prinsip demokrasi danmemperhatikan serta menampung jaminan perlindunganterhadap HAM merupakan solusi yang dapat dipakai. Dalamkerangka demikianlah, pembahasan dalam tulisan ini akanmencoba memberikan analisis secara konvergensi (menyatu)antara prinsip- prinsip demokrasi dan HAM, yang harus diwujudkandalam pembentukan undang- undang di Indonesia.

Analisis ini, akan dapat melihat tentang urgensinyamakna demokrasi yang salah satu jiwa utamanya adalahpengakuan dan jaminan perlindungan terhadap HAM, dalampembentukan undang- undang. Di samping itu serta juga akandapat melihatkan, apakah suatu produk hukum yangdihasilkan (dalam hal ini undang- undang di Indonesia) hanyamerupakan refleksi semata dari kekuasaan atau telah dapat

20 Mahkamah Konstitusi, Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi,Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,Maret 2009 hal.7- 11.

21 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tatanegara Pasca AmandemenKonstitusi, LP3ES, Jakarta, 2007, hal. xv.

Page 218: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

210

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

sepenuhnya memberikan jaminan terhadap substansi yangmengakomodir prinsip- prinsip HAM. Dalam melakukananalisis, akan dikemukakan beberapa contoh kasus dariundang- undang serta akan diberikan langkah- langkah sebagaisolusi terhadap permasalahan yang dikemukakan.

B. Pembentukan UU dan Penerapan prinsip- prinsipDemokrasi dan HAM.

Dalam memahami makna dari demokrasi danHAM, sebagai suatu sistem pokok dalam penyelenggaraankehidupan berbangsa suatu negara bangsa termasukIndonesia, tidak dapat dilepaskan dari kajian tentang esensidan prinsip- prinsip dasar serta perkembangan demokrasidan HAM itu sendiri. Salah satu faktor utama yangmelatarbelakanginya, adalah karena sifat universal yangdikandung oleh konsep demokrasi dan HAM itu sendiri.1. Tinjauan Umum Konsep Demokrasi dan HAM.

Secara umum sering diungkapkan, bahwamemahami konsep demokrasi dan HAM selalu dilihat darimakna dasar (asal usul perkembangan) maupun dari unsurpokok yang terkandung dalam kedua konsep dimaksud.Demokrasi, terdiri atas kata- kata “demos” dan “kratein”atau kata- kata “Rakyat” dan “Pemerintahan”. Dengandemikian, maka “demokrasi” dapat ditafsirkan dengan“Pemerintahan Rakyat”. Yaitu, suatu pemerintahan yangdijalankan “oleh Rakyat” dan “untuk Rakyat”.22 Dilihat dariasal usulnya,Yunani dapat dikatakan sebagai cikal bakaltumbuhnya demokrasi (demokratia), yang kemudian dalamperkembangan kekinian telah diikuti oleh hampir sebagianbesar bangsa- bangsa di dunia.23 Dalam pandangan lain,demokrasi juga dimaknai sebagai bagian yang tidak bisa

22 S.M. Amin, Demokrasi Selayang Pandang, Pradnya Paramita, Jakarta,1981, hal.5.

23 Frans Magnis Suseno J, Mencari Sosok Demokrasi (Sebuah TelaahFilosofis), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hal. Xi.

Page 219: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

211

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

dilepaskan dari terbetuknya negara. Demokrasi(demokratie) terbentuk dari dua pokok kata Yunani“demos” (rakyat) dan “kratein” (memerintah) itu dan yangmaknanya adalah “cara memerintah negara oleh rakyat”.24

Bagi bangsa Indonesia wacana tentang pemahamandemokrasi, telah mulai dibahas oleh para pendiri negara(the faundhing father) saat sidang- sidang BPUPKI,terutama yang bergema dari konsep- konsep yangdikemukakan oleh Moh. Hatta dan Soepomo dansebagainya. 25 Walaupun dalam realita masyarakatIndonesia, hakekat tentang demokrasi telah berkembangjauh sebelum Indonesia Merdeka. Selanjutnya berkaitandengan unsur- unsur yang melekat pada makna dan konsepdemokrasi yang dipunyai oleh negara demokratis, berbagaipandangan juga mengemukakan. Menurut Frans MagnisSuseno26, ada lima gugus ciri hakiki negara demokratis,yakni:(1) negara hukum;(2) pemerintahan yang di bawah kontrol nyata masyarakat;(3) pemilihan umum yang bebas;(4) prinsip mayoritas;(5) adanya jaminan terhadap hak-hak demoktaris.

Dalam pandangan lain sebagaimana dikemukakanoleh Bagir Manan, menyebutkan unsur- unsur demokrasidengan menyatakan bahwa suatu Negara dikatakanmenjalankan demokrasi, apabila dipenuhi unsur- unsursebagai berikut:27

24 Koentjoro Poerbopranoto,sedikit Tentang Sistem PemerintahanDemokrasi, Eresco, Jakarta- Bandung, 1975, hal. 16.

25 Bung Hatta, Demokrasi Kita, dalam Satu Abad Bung Hatta (Bebas Aktif,Ekonomi Masa Depan), UI Press, Jakarta, 2002.

26 Frans Magnis Suseno J, op.cit, hal. 58.27 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Mewujudkan Kedaulatan Rakyat

Melalui Pemilihan Umum, dalam : Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusiadan Negara Hukum, Kumpulan Esei 70 Tahun Prof. Dr. R. Sri SoemantriMartosoewignjo, S.H, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1996, hal. 58.

Page 220: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

212

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

(1) Ada kebebasan untuk membentuk dan menjadianggota perkumpulan;

(2) Ada kebebasan menyatakan pendapat;(3) Ada hak untuk memberikan suara dalam pemungutan

suara;(4) Ada kesempatan untuk dipilih atau menduduki

berbagai jabatan pemerintahan atau negara;(5) Ada hak bagi aktivis partai politik berkampanye untuk

memperoleh dukungan atau suara;(6) Terdapat berbagai sumber informasi; (7) Ada pemilihan

yang bebas dan jujur;(7) Semua lembaga yang bertugas merumuskan

kebijaksanaan pemerintah, harus tergantung padakeinginan rakyat.

Diuraikan lebih lanjut, unsur- unsur di atas harusdipahamkan sebagai asas- asas umum. Dari asas umum ituada yang bersifat absolut, artinya sesuatu yang harus adadan tidak dapat dibatasi, misalnya pemilihan yang bebasdan jujur. Di samping itu, ada unsur- unsur meskipun harusada, tetapi dapat dibatasi. Hanya setiap pembatasannyaharus dilaksanakan secara demokrtais, artinya sesuaidengan kehendak rakyat. Dalam praktek demokrasi,pembatasan ini akan sah, apabila diatur dalam peraturanperundang- undangan yang disetujui oleh rakyat.28

Selanjutnya, dalam kaitan dengan pemahamantentang konsepsi hak asasi manusia (HAM) sebagai salahsatu komponen pokok dalam konsep demokrasi, karenamerupakan roh-nya demokrasi dapat dipadukan(konvergensi) dengan demokrasi. Keterpaduan ini terjadidisebabkan, esensi HAM- lah yang memberikan corakterhadap demokrasi. Dalam uraian yang dikemukakan olehFrans Magnis Suseno, bahwa salah satu gugus ciri hakiki

28 Ibid

Page 221: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

213

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

demokrasi negara demokratis, adalah negara hukum danadanya jaminan terhadap hak- hak demokratis. Khusus cirinegara hukum dijelaskan, bahwa kekuasaan negara terikatpada hukum. Demokrasi merupakan cara paling amanuntuk mempertahankan kontrol atas negara hukum.Adalima ciri negara hukum : (1) Fungsi- fungsi kenegaraandijalankan oleh lembaga yang ditetapkan dalam undang-undang dasar; (2) undang-undang dasar menjamin hakasasi manusia yang paling penting; (3) Badan- badan negaramenjalankan kekuasaan sesuai dengan hukum; (4)Terhadap tindakan badan negara masyarakat dapatmengadu ke pengadilan dan putusan pengadilandilaksanakan oleh badan negara, dan (5) Badan kehakimanbebas tidak memihak.29

Hak Asasi Manusia (human rights) yang secarauniversal diartikan sebagai those rights which are ingerent inour nature and without which we cannot live as human beingoleh masyarakat di dunia perumusan dan pengakuannyatelah diperjuangkan dalam kurun waktu yang sangatpanjang. Bahkan sampai saat ini dengan pelbagai dimensipermasalahan yang muncul karena pelbagai spektrumpenafsiran yang terkait di dalamnya.30

Muladi melihat, bahwa peta permasalahan HAM dipelbagai kawasan dunia menjadi sangat menarik, apabila dikajiadanya pelbagai kelompok pemikiran baik yang berkaitandengan pendirian negara-negara, maupun kelompok-kelompok yang bersifat non pemerintah (NGO). Dalam hal inipada dasarnya paling sedikit dapat diperinci adanya 4 (empat)kelompok pandangan sebagai berikut : 31

29 Frans Magnis Suseno, op.cit, hal. 58-59.30 Muladi, Hukum dan Hak Asasi Manusia, dalam : Kedaulatan Rakyat,

Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, Kumpulan Esei 70 Tahun Prof. Dr.R. Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1996, hal.114

31 Ibid

Page 222: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

214

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

(1) Mereka yang berpandangan Universal- absolut yangmelihat HAM sebagai nilai- nilai universal sebagaimanadirumuskan di dalam The International Bill of HumanRights. Mereka ini tidak menghargai sama sekali frofil sosialbudaya yang melekat pada masing- masing bangsa.Penganut pandangan ini adalah negara-negara maju danbagi negara berkembang mereka ini sering kali dipandangeksploitatif, karena menerapkan HAM sebagai alat untukmenekan dan instrumen penilai (tool of judgement);

(2) Mereka yang berpandangan Universal- relatif. Mereka inijuga memandang persoalan HAM sebagai masalah univer-sal, namun demikian perkecualian (exeptions) yangdidasarkan atas asas- asas hukum internasional tetap diakuikeberadaanya;

(3) Mereka yang berpandangan Partikularistik-absolut, yangmelihat HAM sebagai persoalan masing- masing bangsa,tanpa memberikan alasan yang kuat, khususnya dalammelakukan penolakan terhadap berlakunya dokumen-dokumen internasional. Pandangan ini bersifat chauvinis,egois, defensif, dan fasif tentang HAM.

(4) Mereka yang berpandangan Partikularistik-relatif, yangmemandang persoalan HAM di samping sebagai masalahuniversal juga merupakan masalah nasional masing-masing bangsa. Berlakunya dokumen- dokumeninternasional harus diselaraskan, diserasikan, dandiseimbangkan serta memperoleh dukungan dan tertanam(embedded) dalam budaya bangsa. Pandangan ini tidaksekadar defensif, tetapi juga secara aktif berusaha mencariperumusan dan pembenaran karakteristik HAM yangdianutnya. (Indonesia termasuk yang menganutpandangan ini).

Page 223: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

215

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Menurut JimlyAssidiqie, kalau dilihat dari dimensihistoris dan kultural, terdapat 4 (empat) generasiperkembangan hak asasi manusia, yakni:32

Generasi Pertama, pemikiran mengenai konsepsi hakasasi manusia yang sejak lama berkembang dalam wacana parailmuwan sejak era ‘enlight- enment’ di Eropah, meningkatmenjadi dokumen-dokumen hukum internasional yang resmi.Puncak perkembangan generasi pertama hak asasi manusia iniadalah pada persitiwa penandatangan naskah Universal Dec-laration of Human Rights Perserikatan Bangsa-Bangsa padatahun 1948 setelah sebelumnya ide- ide perlindungan hak asasimanusia itu tercantum dalam naskah-naskah bersejarah dibeberapa negara, seperti di Inggris dengan Magna Charta danBill of Rights, diAmerika Serikat dengan Decalaration of Inde-pendence, dan di Perancis dengan Declaration of Rights of Manand of the Citizens. Dalam konsepsi generasi pertama ini elemendasar konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsipintegritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasansipil dan politik.

Pada perkembangan selanjutnya yang dapat disebutsebagai hak asasi manusia Generasi Kedua, konsepsi hak asasimanusia mencakup pula upaya menjamin pemenuhankebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dankebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak untukmenentukan status politik, hak untuk menikmati ragampenemuan penemuan-penemuan ilmiah, dan lain-lainsebagainya. Puncak perkembangan kedua ini tercapai denganditandatanganinya ‘International Couvenant on Economic,Social and Cultural Rights’ tahun 1966.

Kemudian pada tahun 1986, muncul pula konsepsi baru hakasasi manusia yaitu mencakup pengertian mengenai hak untukpembangunan atau ‘rights to development’. Hak atas atau untukpembangunan ini mencakup persamaan hak atau kesempatanuntuk maju yang berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk

32 Jimly Assidiqie, op.cit

Page 224: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

216

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

hak setiap orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupanbangsa tersebut. Hak untuk atau atas pembangunan ini antaralain meliputi hak untuk berpartisipasi dalam prosespembangunan, dan hak untuk menikmati hasil-hasilpembangunan tersebut, menikmati hasil hasil dari perkem-bangan ekonomi, sosial dan kebudayaan, pendidikan,kesehatan, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, dan lain-lain sebagainya. Konsepsi baru inilah yang oleh para ahli disebutsebagai konsepsi hak asasi manusia Generasi Ketiga.

Persoalan hak asasi manusia tidak cukup hanya dipahamidalam konteks hubungan kekuasaan yang bersifat vertikal,tetapi mencakup pula hubungan- hubungan kekuasaan yang bersifathorizontal, antar kelompok masyarakat, antara golongan rakyat ataumasyarakat, dan bahkan antar satu kelompok masyarakat di suatunegara dengan kelompok masyarakat di negara lain. Konsepsi baruinilah yang saya sebut sebagai konsepsi hak asasi manusiaGenerasi Keempat.

Menurut Muladi,33 globalisasi telah semakin memperkuatpemikiran-pemikiran untuk mengoperasionalkan nilai- nilaidasar hak asasi manusia yang bersifat universal, indivisible andinterdependent and interrelated. Dalam kerangka demikian, makasetiap negara harus memberikan jaminan terhadapperlindungan HAM yang mempunyai prinsip universaldimaksud, yang juga dianut oleh Indonesia secaraPartikularistik-relatif, yang kemudian memadukannya (titikdialogis) dengan pandangan lainnya. Bagi Indonesia komitmenitu telah secara tegas dituangkan dalam konstitusi dan berbagaiperaturan perundang- undangan lainnya.34

33 Muladi, Penegakkan Hak Asasi Manusia Dalam Hukum PositifIndonesia, dalam Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Budaya Indonesia,Komnas HAM, Gramedia, Jakarta, 1997, hal 81-83

34 UUD 1945 (Amandemen Kedua) yang secara khusus menenmpatkan hakasasi manusia sebagai Bab tersendiri (BAB XA tentang Hak Asasi Manusia), danKetetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia, serta UUNomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 26 Tahun2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia), Pembentukan Komnas HAM dansebagainya.

Page 225: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

217

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Dalam kaitannya antara HAM dengan demokrasi,perwujudan prinsip- prinsip itu tidak akan ada artinya apabilatidak adanya jaminan perlindungan terhadap HAM. Dapatdikatakan pada dasarnya demokrasi dan ditambah lagi denganprinsip negara hukum adalah merupakan instrumen dasar darihak asasi manusia.35 Demokrasi yang berintikan kebebasan danpersamaan sering dikaitkan dengan berbagai unsur danmekanisme. Demikian pula paham negara berdasarkan atashukum. Salah satu ciri unsur itu adalah jaminan perlindungandan penghormatan HAM. Jaminan, perlindungan, danpenghormatan HAM tidak mungkin tumbuh dan hidup secarawajar apabila tidak ada demokrasi dan tidak terlaksananyaprinsip-prinsip negara berdasarkan atas hukum. Daripendekatan ini dapat ditarik suatu dasar bahwa demokrasi danpelaksanaan prinsip- prinsip negara berdasarkan atas hukummerupakan instrumen bahkan prasyarat bagi jaminanperlindungan dan penegakan HAM. Oleh karena itu, hubunganantara HAM, demokrasi, dan prinsip- prinsip negaraberdasarkan atas hukum harus dilihat dalam hubungankeseimbangan yang “simbiosis mutualistik”.36

2. Pembentukan UU yang berdimensi Demokrasi dan HAMSekurang-kurangnya ada 2 (dua) parameter yang dapat

dijadikan dasar untuk melihat apakah pembentukan undang-undang di Indonesia merupakan perwujudan dari prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, sehingga undang-undang tersebut telah dapat dikatakan berdimensi demokrasidan HAM. Kedua ukuran dimaksud terlihat dari : Pertama,mekanisme pembentukan undang-undang, dan Kedua,substansi atau materi muatan dari suatu undang- undang.

Mekanisme Pembentukan Undang- Undang Di Indone-sia, secara khusus diatur dalam pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20

35 Bagir Manan, dkk, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HakAsasi Manusia di Indonesia, Alumni Bandung, 2001, hal. 58-59.

36 Ibid

Page 226: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

218

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

serta Pasal 21 UUD 1945 (Perubahan Pertama),37 serta dalamUU Nomor 10 Tahun 2004, dan UU Tentang MajelisPermusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerahserta dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyatdan Dewan Perwakilan Daerah.

Apabila dianalisis ketentuan yang mengatur mekanismepembahasan dan penetapan suatu undang-undang, makabelum terlihat secara tegas bagaimana peran serta masyarakatsecara luas (partsipasi publik). Hal demikian dikarenakan tidakada mekanisme secara tegas menyebutkan tentang kaharusanuntuk mengikuti prosedur demikian, karena sepenuhnyaotoritas terletak pada DPR dan Pemerintah.

Dalam berbagai literatur sering ditemui, dalam kaitannyadengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia yangdalam hal ini untuk menentukan proses akhir dalampengambilan suatu keputusan, hendaknya mencerminkan :38

(a) proses- prosesnya mensyaratkan bahwa para pembuatkeputusan menerima masukan dan umpan balik semuapihak yang berkepentingan;

(b) harus mendefinisikan terhadap semua kriteria yangpatut untuk dipertimbagkan oleh pembuat keputusan;

(c) memenuhi persyaratan transparansi dan pertangung-jawaban.

37 Pasal 5 ayat (1) UUD 1945, Presiden berhak mengajukan rancanganundang- undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat, serta ketentuan Pasal 20berbunyi sebagai berikut : (1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaanmembentuk undang- undang. (2) Setiap Rancangan undang- undang dibahas olehDewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.(3) Jika rancangan undang- undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,rancangan undang- undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DewanPerwakilan Rakyat masa itu. (4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang- undang. Sedangkanketentuan Pasal 21 UUD 1945, menegaskan tentang Hak Anggota DPR untukmengajukan usul rancangan undang- undang.

38 Aan Seidman, dkk, Penyusunan Rancangan Undang-undang dalamPerubahan Masyarakat yang Demokratis, ELIPS, Jakarta,2002, hal.430.

Page 227: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

219

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Di samping hal demikian, untuk mencirikan suatuketentuan hukum (dalam hal ini UU) bercirikan demokratis,harus mencerminkan sepenuhnya prinsip- prinsip partisipasipublik. Menurut Moh. Mahfud MD, suatu produk hukum akanberkarakter responsif apabila, dalam proses pembuatannyabersifat partisipatif, yakni mengundang sebanyak- banyaknyapartisipasi masyarakat melalui kelompok- kelompok sosial danindividu di dalam masyarkat.39

Dalam perspektif berbagai kajian dapat dikemukakanbahwa untuk membangun sebuah konsep yang dilandasi olehspririt reformasi, guna mewujudkan supremasi hukum danmencapai pemerintahan yang demokratis, juga didukung olehketerlibatan optimal dari masyarakat madani (civil society), baikitu kalangan masyarakat, media massa, LSM, maupunperguruan tinggi. Good Governance atau pemerintahan yang baikdan demokratis adalah suatu pemerintahan (pelaksanaankewenangan politik, ekonomi dan administrasi dalammengelola masalah- masalah publik, dimana elemen- elemennegara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), sektor swasta(industri, pengusaha, perbankan dan koperasi), sertamasyarakat sipil atau civil society, dapat berfungsi optimal,efektif dan proporsional serta mampu saling mengendalikan,mengimbangi dan melakukan pengawasan satu sama lainnya— checks an balances.40

Ketersediaan akses bagi masyarakat dalam upayamenciptakan pemerintahan yang demokratis, merupakan suatukeharusan dan dimungkinkan. Hal demikian terwujud danakan menumbuhkan pemerintahan yang accountable dantransparant. Dalam konsep yang lebih umum dirumuskan,bahwa untuk mewujudkan terciptanya adanya saling kontroldan berkeseimbangan (checks and balances) antara negara, dan

39 Moh. Mahfud.MD, op.cit, hal. 2640 Mas Achmad Santosa ,Aksesibilitas Publik Dalam Proses Reformasi

Hukum, Semi- nar Hukum Nasional ke VII, Badan Pembinaan Hukum Nasional,Jakarta, 1999.hal.2.

Page 228: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

220

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

masyarakat, juga diperlukan masyarakat sipil yang kuat,sehingga mampu menjalankan fungsi pengawasan publik (pub-lic watchdog) dan penekan (pressure). Di samping masyarakatsipil yang kuat, juga ditopang oleh ; lembaga perwakilan yangmampu menjalankan fungsi kontrol yang efektif (effective rep-resentative system) ; peradilan yang bebas, kuat dan profesional; aparatur pemerintahan yang propesional dan memilikiintegritas yang kokoh; serta sistem pemerintahan/ kekuasaanyang desentralisasi dan lembaga perwakilan di daerah yangkuat serta didukung oleh local civil society yang juga kuat (demo-cratic decen-tralization).41

Untuk menumbuhkan dan memupuk bagaimanaketerlibatan masyarakat secara sadar dalam prosesmenciptakan pemerintahan yang demokratis, sekurang-kurangnya diperlukan 2 (dua) prasyarat pokok : Pertama ;kehendak politik yang tulus (genuine political will), dari institusi-institusi negara dan daerah (termasuk DPR/DPRD) untukmenjalankan keterbukaan, melakukan dialog berdasarkanprinsip kesetaraan, melakukan eksplorasi terhadap aspirasipublik, menyediakan akses publik atas informasi (public accesto information) ; Kedua ; kesiapan masyakat sipil (civil soci- ety)— baik LSM, perguruan tinggi, media massa, tokoh- tokohmasyarakat, untuk menjadi penyalur dan dapat mengarti-kulasikan kepentingan mayoritas rakyat. Sinerji antara elemen-elemen civil society dengan demikian sangat diperlukan untukmembangun suatu kekuatan pembaharuan. LSM misalnya kinidituntut tidak hanya saja berani mengemukakan permasalahan(problem identification) akan tetapi harus mampu menjadi prob-lem solver. Perguruan tinggi tidak hanya berkutat dengan teori-teori akademisnya.Akan tetapi harus. mengkaji kondisi riildalam masyarakat dan ikut serta memecahkan berbagaipermasalahan aktual yang dialami masyarakat, dan beranibersikap dalam mengutarakan kebenaran (truth).

41 Ibid

Page 229: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

221

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Berkaitan dengan Substansi/ Materi Muatan dari suatuundang- undang untuk menentukan perwujudan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, dapat dianalisisbahwa dalam realita hari ini, masih terlihat bahwa relatif masihbanyak produk perundang- undangan yang belum sepenuhnyamencerminkan jaminan perlindungan terhadap hak asasimanusia. Fenomena demikian terjadi, karena belumsepenuhnya dapat difahami makna dan esensi demokrasi danHAM untuk dimasukan dalam materi muatan suatu undang-undang. Dalam isu global prinsip prinsip HAM, saat ini masihbelum sepenuhnya diratifikasi konvenan-konvenan atauinstrumen-instrumen Internasional tentang HAM. MenurutMuladi, perlu dilakukan kajian-kajian terhadap instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional, serta menentukanskala prioritas dalam rangka aksesi dan ratifikasinya.Disamping itu juga perlu dilakukan kajian terhadap berbagaiproduk hukum kolonial, yang cendrung melanggar HAM danmengantikannya dengan hukum nasional, nilai instrumental,nilai praksis bangsa serta memperhatikan kecendrunganinternasional yang diakui bangsa-bangsa beradab.42

Secara umum, sebagaimana juga telah dikemukakandalam uraian terdahulu, bahwa acuan dasar yang dapat dipedomaniuntuk membentuk suatu undang- undang, terutama dalammenentukan substansinya adalah dilandasi oleh:43

(a) Diperintahkan/diamanahkan oleh UUD dan atauKetetapan MPR;

(b) Diamanatkan oleh undang- undang terdahulu, yangdalam hal tertentu bersifat undang- undang pokok;

(c) Hal- hal yang bersifat memberikan beban kepadamasyarakat;

d. Materi yang berkaitan dengan pengaturan hak asasimanusia.

42 Muladi, Penegakan op cit, hal. 93-94.43 Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang- undangan Indonesia, IND-

HILL.CO, Jakarta, 1992, hal.37-42

Page 230: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

222

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Selanjutnya dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan,ditegaskan bahwa materi muatan yang dapat dengan UUadalah berkaitan dengan: mengatar lebih lanjut ketentuanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945yang meliputi: hak-hak asasi manusia; hak dan kewajiban warganegara; pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara sertapembagian kekuasaan negara; wilayah negara dan pembagiandaerah; kewarganegaraan dan kependudukan; keuangannegara, serta yang diperintahkan oleh suatu Undang-Undanguntuk diatur dengan Undang-undang.44

Penentuan materi muatan di atas, dilakukan untukmemberikan garisan yang tegas serta untuk menghindarijangan terjadi suatu undang- undang yang dibentuk adalahuntuk kepentingan penguasa dan atau kepentingan politiktertentu. Memang kondisi demikian disadari, karena dalamkenyataan dapat saja terjadi suatu undang- undang dibentukhanya untuk kepentingan sesaat atau kepentingan politikjangka pendek dari kelompok/golongan tertentu.

Sebagai bahan kajian dalam kaitannya antara materimuatan UU dengan penerapan prinsip- prinsip HAM, dapatdianalisis Undang Undang tentang Pemberantasan TindakPidana Terorisme (UU Nomor 15 Tahun 2003), yang padaawalnya berasal dari Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002. UU ini memberikanpeluang terhadap tindakan- tindakan yang bersifat refresif daripenguasa. Walaupun kita menyadari sepenuhnya, bahwakeluarnya Perpu pada awalnya dilatarbelakangi oleh terjadinyapersitiwa pemboman di Legian Kuta Bali, yang telah merusaksendi- sendi dari tatanan sosial dan kehidupan ekonomi di Balikhususnya dan Indonesia umumnya, akibat tindakan yangbiadap dari kelompok orang yang diduga telah melakukankejahatan kemanusian. Tetapi dalam pengaturan hukum,

44 Pasal 8 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-undangan.

Page 231: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

223

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

seyogyanya tetap berpegang pada prinsip- prinsip legalitas.Karena juga terlihat, pengaturan tentang tindak pidana terorismememungkinkan untuk diberlakukan surut (retro aktif), terhadap tindakpidana terorisme yang terjadi sebelum UU itu dikeluarkan.

Prinsip retroaktif, adalah merupakan prinsip yang secaralangsung bertentangan dengan prinsip- prinsip hak asasimanusia secara universal, serta juga bertentangan dengan UUD(inkonstitusional). Ketentuan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945menyebutkan bahwa : “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuktidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlakusurut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalamkeadaan apa pun”. Tetapi dalam praktiknya, hal yang samadilakukan terhadap kasus- kasus pelanggaran hak asasimanusia yang di sidangkan di Pengadilan ad hoc HAM, yangdisidangkan dengan dasar hukum Perpu Peradilan HAM, sertaterhadap pelanggaran HAM yang terjadi sebelum Perpu ituditetapkan.

Ketentuan yang terdapat Pasal 26 UU Tindak PidanaTerorisme misalnya menyebutkan, keterangan intelijen bisadigunakan sebagai bukti awal penyelidikan, sementara di sisilain tidak dijelaskan mengenai hak-hak tersangka. UU ini jugamemberi kewenangan penahanan selama enam bulan terhadaptersangka. “Ini sangat lama bagi kebebasan seseorang”.Seyogyanya Undang-Undang Antiterorisme juga mengedepan-kan asas kepastian hukum, perlindungan HAM, transparansi,keseimbangan, dan proporsionalitas.

Memahami berbagai fenomena pembentukan undang-undang di Indonesia, baik dari segi proses, maupun substansiserta upaya untuk menghindari terjadinya judicial review setelahundang-undang dibentuk dan diundangkan, maka perludilakukan langkah penyesuaian dari awal terutama berkaitandengan prinsip demokrasi serta HAM, sehingga undang-undang yang dihasilkan lebih berkualitas.

Page 232: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

224

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

C. PenutupSebagai bagian akhir dari tulisan ini, dapat

dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran sebagaiberikut :a. Kesimpulan

a. Analisis terhadap prinsip- prinsip Demokrasi danHakAsasi Manusia, pada dasarnya dapat dilakukansecara konvergensi dan divergensi antara keduanyayang dianalisis terhadap proses dan mekanisme sertapenyusunan materi muatan dari suatu undang- undang;

b. Perkembangan dan perwujudan prinsip- prinsipDemokrasi dan HakAsasi Manusia, dapat dikaji baik daridimensi internasional yang akan melahirkan prinsipuniversal, maupun dalam konteks nasional yangberdimensi budaya dan kontekstual;

c. Perwujudan prinsip-prinsip Demokrasi dan Hak AsasiManusia dalam pembentukan undang- undang di In-donesia, dapat dianalisis baik dari mekanismepembentukan undang undang, maupun daripenyusunan materi muatan (isi) dari suatu undang-undang;

d. Disadari sepenuhnya, bahwa beberapa undang-undangyang berlaku di In- donesia, belum sepenuhnyamenampung prinsip-prinsip Demokrasi dan Hak AsasiManusia, karena proses pembentukan yang belumtransparan dan tidak membuka peluang untukpartisipasi publik, serta cendrung mengebiri hak-hakasasi manusia yang bersifat universal.

b. Saran.a. Seyogyannya dalam penyusunan undang- undang di

Indonesia, terutama dalam mekanisme pembahasannya,dapat memberikan peluang yang optimal kepada perandan partisipasi publik yang besar, sehingga undang-undang yang dihasilkan lebih bersifat responsif;

Page 233: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

225

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

b. Perlu dievaluasi kembali, beberapa undang- undangyang berlaku saat ini di Indonesia yang belummenampung sepenuhnya prinsip- prinsip Demokrasidan HakAsasi Manusia, terutama terhadap produkhukum peninggalan kolonial, dan undang- undang yangberorientasi pada kepentingan kekuasaan dankeuntungan kelompok tertentu.

Kepustakaan

- Aan Seidman, dkk, Penyusunan Rancangan Undang-undang dalamPerubahan Masyarakat yang Demokratis, ELIPS, Jakarta,2002.

- Bagir Manan, Dasar- Dasar Perundang- undangan Indonesia, IND-HILL.CO, Jakarta, 1992.

- ———————, dan Kuntana Magnar, Mewujudkan KedaulatanRakyat Melalui Pemilihan Umum, dalam : Kedaulatan Rakyat,Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, Kumpulan Esei 70Tahun Prof. Dr. R. Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H,Gaya Media Pratama, Jakarta, 1996.

- ———————, dkk, Perkembangan Pemikiran dan PengaturanHak Asasi Manusia di Indonesia, Alumni Bandung, 2001.

- Bung Hatta, Demokrasi Kita , dalam Satu Abad Bung Hatta,Demokrasi Kita, BebasAktif, Ekonomi Masa Depan), UIPress, Jakarta, 2002.

- Frans Magnis Suseno J, Mencari Sosok Demokrasi (Sebuah TelaahFilosofis), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995.

- I.Dewa GedeAtmadja, Materi Kuliah Demokrasi dan PerkembanganHak Asasi Manusia pada Program S3 Program Studi IlmuHukum pada Pro- gram Pascasarjana Unair, 2003.

- JimlyAssidiqie, Dimensi Konseptual Dan Prosedural Pemajuan HakAsasi Manusia Dewasa Ini (Perkembangan Ke ArahPengertian Hak Asasi Manusia Generasi Keempat),Makalah Dalam Diskusi Terbatas Tentang PerkembanganPemikiran Mengenai HakAsasi Manusia,Yang Diadakan

Page 234: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

Oleh Institute For DemocracyAnd Human Rights, TheHabibie Center,April 2000.

- Koentjoro Poerbopranoto, Sedikit Tentang Sistem PemerintahanDemokrasi, Eresco, Jakarta- Bandung, 1975.

- Mahkamah Konstitusi, Laporan Tahunan MahkamahKonstitusi, Sekretariat Jenderal dan KepaniteraanMahkamah Konstitusi Republik Indo- nesia, Maret 2009.

- MasAchmad Santosa ,Aksesibilitas Publik Dalam Proses ReformasiHukum, Seminar Hukum Nasional ke VII, BadanPembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1999.

- Moh. Mahfud. MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta,1998.

- ———————————, Perdebatan Hukum Tatanegara PascaAmandemen Konstitusi, LP3ES, Jakarta, 2007

- Muladi, Hukum dan Hak Asasi Manusia, dalam : Kedaulatan Rakyat,Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, Kumpulan Esei 70Tahun Prof. Dr. R. Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H,Gaya Media Pratama, Jakarta, 1996.

- ——————, Penegakkan Hak Asasi Manusia Dalam HukumPositif Indonesia, dalam HakAsasi Manusia DalamPerspektif Budaya Indo- nesia, Komnas HAM, Gramedia,Jakarta, 1997.

- S.M. Amin, Demokrasi Selayang Pandang, Pradnya Paramita,Jakarta, 1981.

- Saldi Isra, Undang-Undang Partai Politik : Isi dan Implikasinya,Jurnal Ilmu Pemerintahan, Masyarakat Ilmu PemerintahanIndonesia, Edisi, 19 Tahun 2003.

- ————————, Legislasi Yang Mati Rasa, dalam harianKompas, 30 Desember, Jakarta, 2008

- UUD 1945 (Naskah setelah Amandemen Pertama, Kedua, Ketigadan Keempat).

- Undang Undang Nomor 10Tahun 2004 tentang PembentukanPeraturan Perundang- undangan.

Page 235: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

5

PILIHAN HUKUMDALAM PENYELESAIAN SENGKETA

TATA USAHA NEGARADI PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Prof. Dr. Sudarsono, SH. MS45

Tulisan ini sengaja penulis buat sebagaipersembahan kepada Prof.Dr.I Dewa Gede Atmadja,SH.MS.dalam memasuki masa purnah bakti dan sekaligussebagai salah satu bentuk ekspresi rasa hormat dan banggapenulis terhadap beliau. Hormat karena beliau sebagaisosok pendidik yang mumpuni dibidangnya, santun dalammengamalkan ilmunya dan memiliki semangat tinggi dalammendidik dan mencerdaskan muridnya. Bangga karenabeliau dapat memasuki masa purnah baktinya dengan baik.Semoga TuhanYME senantiasa melindungi beliau besertakeluarganya.

Judul ini dipilih berawal dari ketertarikan terhadapdua hal, pertama, statement sejarahwan Inggris Lord Actonyang menyatakan bahwa “Power tends to corrupt, but absolutepower corrupts absolutely”46. Setiap kekuasaan cenderungdisalahgunakan, sedangkan kekuasaan mutlak pastidisalahgunakan. Kedua, sinyalemen M.De Secondat, Baron

45 Prof.Dr.Sudarsono, SH.MS adalah guru besar hukum administrasi negara(Dosen) pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang

46 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1977, 52

Page 236: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

228

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

de Montesquieu sekitas 250 tahun yang lalu, beliaumensinyalir bahwa pemegang kekuasaan memilikikecenderungan untuk memperbesar sendiri kekuasaannyadi luar ketentuan hukum yang berlaku47. Statement dansinyalemen ini selain mengindikasikan bahwa penyalah-gunaan kekuasaan, termasuk kewenangan (detournement depouvoir) dan tindak sewenang-wenang (willekeur / abus depouvoir) merupakan gejala yang sudah lama ada, jugasekaligus mengingatkan kita pada arti pentingnya controlterhadap penggunaan wewenang (authority) itu sendiri,terlebih-lebih dengan adanya asas praduga keabsahan(vermoeden van rechtmatigheid praesumptio iustae causa) yangmewajibkan kita untuk menganggap sah terlebih dahulusuatu tindak pemerintahan sebelum adanya keputusan atauperaturan yang menyatakan sebaliknya. Asas ini dapatmendorong seseorang untuk menyalahgunakan wewenang-nya atau bertindak sewenang-wenang manakala controlterhadap penggunaan wewenang itu sendiri melemah atauberkurang.

Kontrol terhadap penggunaan wewenang pemerintahDi negara kita kontrol terhadap penggunaan wewenang

pemerintah sudah ada bahkan sudah lama adanya, baik itukontrol intern (built-in control), atau kontrol ekstern; preventifkontrol (A-priori kontrol) atau represif kontrol (A-posteriorikontrol); yuridis kontrol, politik kontrol, sosial kontrol, maupunkontrol yang lain. Salah satu wujud diantaranya adalahPeradilan Tata Usaha Negara, yaitu salah satu pelaku kekuasaankehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa TataUsaha Negara48.

47 Bagir Manan, Perlindungan Hukum Terhadap Pejabat Publik Daerah,Varia Peradilan Tahun XXII No.262 November 2007, 13

48 Lihat UU No.5 Tahun 1986 jo.UU No.9 Tahun 2004, Pasal 4

Page 237: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

229

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

SengketaTata Usaha Negara adalah sengketa yang timbuldalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badanhukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara,baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannyaKeputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketakepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undanganyang berlaku49. Sedangkan yang dimaksud Keputusan TataUsaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yangdikeluarkan oleh Badan atau PejabatTata Usaha Negara yangberisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifatkonkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukumbagi seseorang atau badan hukum perdata50. Dari ketentuanini paling tidak sudah dapat diperoleh gambaran tentang sosokdan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara, yang tidak lain adalahsebuah pengadilan yang dibentuk untuk mengontrolpenggunaan wewenang pemerintah (Badan atau Pejabat TataUsaha Negara), yang sekaligus berarti juga untuk memberikanperlindungan hukum kepada rakyat dari kemungkinanterjadinya penyalahgunaan wewenang atau tindak sewenang-wenang Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Sosok danfungsi yang demikian ini semakin dipertegas lagi di dalampertimbangan dan ketentuan Pasal 1 angka 6 UU No.5 Tahun1986 jo UU No.9 Tahun 2004. Disebutkan pada huruf dpertimbangan pembentukan UU No.5 Tahun 1986 tentangPeradilan Tata Usaha Negara :”Bahwa untuk menyelesaikansengketa tersebut diperlukan adanya Peradilan Tata UsahaNegara yang mampu menegakkan keadilan, kebenaran,ketertiban, dan kepastian hukum, sehingga dapat memberikanpengayoman kepada masyarakat, khususnya dalam hubunganantara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara denganmasyarakat”. Sedangkan ketentuan Pasal 1 angka 6 nyamenyebutkan bahwa :”Tergugat adalah Badan atau Pejabat TataUsaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan

49 I b i d, Pasal 1 angka 450 I b i d, Pasal 1 angka 3

Page 238: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

230

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkankepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukumperdata”.

Jika diperhatikan, sosok dan fungsi Peradilan Tata UsahaNegara yang demikian itu adalah baik. Betapa tidak, karenakeberadaannya selain untuk mengontrol penggunaanwewenang pemerintah, juga sekaligus dimaksudkan untukmemberikan perlindungan hukum kepada rakyat darikemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang atautindak sewenang-wenang Badan atau Pejabat Tata UsahaNegara. Namun sayangnya, seiring dengan keberadaannya ituPeradilan Tata Usaha Negara masih memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu di bidang kompetensi absolutnya.Keterbatasan ini selain disebabkan karena substansi UU No.5Tahun 1986 jo UU No.9 Tahun 2004 sendiri, juga karena adanyaperbedaan persepsi tentang pilihan hukum di kalangan paraahli hukum dan praktisi hukum.

Tindak pemerintahan (Bestuurshandeling)Sebelum bicara soal kompetensi absolut Peradilan Tata

Usaha Negara, termasuk perluasan dan batasannya, serta soalpilihan hukum, ada baiknya diketahui lebih dahulu berbagaimacam tindak pemerintahan, sebab sebagian dari tindakpemerintahan adalah merupakan bagian dari kompetensiabsolut Peradilan Tata Usaha Negara, dan berkait erat denganpersoalan pilihan hukum.

Di dalam hukum administrasi negara dijumpai ajarantentang berbagai macam tindak pemerintahan. M.Hadjonmengemukakan bahwa pada garis besarnya tindakpemerintahan dibagi dua, yaitu:1. Tindak pemerintahan yang bukan merupakan tindakan

hukum; dan2. Tindak pemerintahan yang merupakan tindakan hukum.51

51 M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introductionto the Indonesian Administrative Law), Gajah Mada University Press, 1993, h.315

Page 239: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

231

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Sejalan dengan itu J.B.M.ten Berge dan F.C.M.A.Michielsdi dalam bukunya Bestuuren door de overheid membagibestuurhandeling menjadi dua bagian besar yaitu:1) Feitelijke handelingen, dan2) Rechtshandelingen52.

Sama dengan pembagian J.B.M.ten Berge danF.C.M.A.Michiels ini, H.D.van Wijk di dalam bukunyaHoofdstukken van Administratief Recht juga membagioverheidsbesluiten menjadi dua bagian besar yaitu :1. Feitelijke handelingen; dan2. Rechtshandelingen53

Tindak pemerintahan yang bukan merupakantindakan hukum adalah merupakan tindakan nyata(feitelijkehandelingen), yaitu tindak pemerintahan yang tidakmenimbulkan akibat hukum, karena memang tidak diaturoleh hukum.

Contoh misalnya kehadiran Pejabat Tata UsahaNegara dalam suatu pesta perkawinan stafnya. Walaupunia diundang atas nama jabatannya akan tetapi kehadirannyabukanlah merupakan tindakan hukum karena untuk itutidak diatur oleh hukum serta tidak menimbulkan akibathukum. Demikian pula halnya jika ia menolak untukmenghadiri undangan tersebut. Dalam hal demikian ia tidakdapat digugat (di Peradilan Tata Usaha Negara) karenatindakan tersebut bukan tindakan hukum. Sedangkantindak pemerintahan yang merupakan tindakan hukum(rechtshandelingen) adalah tindakan pemerintahan yangdiatur oleh hukum dan menimbulkan akibat hukum. Salahsatu contoh adalah tindakan pemerintah menerbitkan Surat

52 J.B.M.ten Berge dan F.C.M.A.Michiels, Bestuuren door de everheid,Nederland Algemene Bestuursreht I vijde druk, 2001, W.E.J.Tjeenk WillinkDeventer in samenwerking met het G.J.Wiarda Instituut, h.139

53 H.D.van Wijk, Hoofdstukken van Administratief Recht, vijde druk bewerktdoor Mr.Milem Konijnebelt hoogleraar aan de Katholieke Hogeschool Tilberg, 1984,Vuga Uitgeverij B.V.’S.Gravenhage. h.10

Page 240: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

232

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Keputusan (SK) pengangkatan seseorang menjadi gurubesar. Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahankadang- kadang timbul kekaburan apakah suatu tindakpemerintahan terutama yang bersifat seremonial sepertiperesmian-peresmian yang sering kita saksikan selama inimerupakan tindakan hukum atau bukan.

Kekaburan semac am ini dapat menimbulkankesalahan dalam penerbitan KeputusanTata Usaha Negarayang pada akhirnya dapat mengancam keabsahanKeputusan Tata Usaha Negara itu sendiri. Di dalam uraianlebih lanjut ketiga pakar hukum administrasi tersebutmemerinci tindakan hukum sebagai berikut :

M.Hadjon mengemukakan bahwa tindak pemerin-tahan yang merupakan tindakan hukum terdiri dari duamacam, yaitu :1) Tindakan hukum publik; dan2) Tindakan hukum privat 54

Masing-masing tindakan hukum ini memilikikarakterist ik yang berbeda. Satjipto Rahardjomengemukakan bahwa hukum publik adalah hukum yangmengatur segala sesuatu yang menyangkut kepentinganumum, seperti hubungan antara warga negara dengannegara dan seluruh komponen yang terlibat dalam negara.Hukum publik berurusan dengan beberapa hal yangberhubungan dengan masalah kenegaraan serta bagaimananegara melaksanakan tugasnya55. Inti dari pendapat iniadalah bahwa c ir i hukum publik adalah mengaturkepentingan umum, sehingga ciri tindakan hukum publikadalah tindakan yang mengatur kepentingan umum.Sudikno Mertokusumo, antara lain mengatakan bahwa:”... .hukum publik mengatur hubungan hukum antara

54 M.Hadjon, dkk, loksit55 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, h.73

Page 241: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

233

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

negara dengan individu” 56. Wirjono Prodjodikoromengemukakan bahwa hukum publik sebagai hukum yangmengatur kepentingan umum (masyarakat)” 57. HansKelsen antara lain mengemukakan bahwa :”.....public law,a relationship between a super and a subordinates subyect, thatis, between two subyect of whom one has a higher legal value ascompared with that of the other”58. Dari beberapa pendapattersebut dapat disimpulkan bahwa ciri atau karakter hukumpublic adalah : mengatur kepentingan umum dan mengaturhubungan negara dengan individu (warganegara). Setelahmengetahui cirri umum dari hukum public, kini saya akanmengemukakan cirri hukum administrasi Negara yang notabene merupakan bagian dari hokum public, hal ini perlukarena tindakan hukum public yang dilakukan olehpemerintah (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara) masukdalam ranah hukum administrasi negara sehingga dengandemikian akan dapat diketahui ciri-ciri atau karakteristikdari t indakan hukum public yang dilakukan olehpemerintah (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara).J.M.Baron de Gerando menyatakan bahwa :”Le droitadminis- trative a pour object les regles qui regissent les rapportreciproques de I ’administration avee les administre’s(HukumAdministrasi adalah peraturan- peraturan yangmengatur hubungan timbal balik antara pemerintah denganrakyat). Ditegaskan pula bahwa hukum administrasimenyoroti “de staat in beweging”59. C.V.Vollenhovenmengemukakan bahwa :”het Administratief recht is datcomplex van bepalingen, waaraan hogere en lagere organen

56 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,Yogyakarta1986, h.108

57 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Sumur Bandung,Jakarta, 1966, h.7-11

58 Hans Kelsen, Pure Theory of Law (Reine Rechtslehre), translated fromthe second German edition by Max Knight (Berkeley University of California Press,1978, h.280

59 Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa catatan Hukum Tata Pemerintahan DanPeradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1975, h.16

Page 242: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

234

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

gebonden zi jn, zodra ze van hun reeds vaststaande,staatsrechtteijke bevoegdheid gebruik gaan maken (HukumAdministrasi adalah keseluruhan ketentuan yang mengikatalat-alat perlengkapan negara, baik tinggi maupun rendah,setelah alat-alat itu akan menggunakan kewenangan-kewenangan ketatanegaraan) 60. Lebih lanjut vanVollenhoven memberikan ciri-ciri hukum administrasisebagai berikut : Untuk sebagian hukum administrasimerupakan pembatas terhadap kebebasan pemerintah, jadimerupakan jaminan bagi mereka, yang harus taat kepadapemerintah.Akan tetapi untuk sebagian besar hukumadministrasi mengandung arti pula bahwa mereka yangharus taat kepada pemerintah menjadi dibebani pelbagaikewajiban yang tegas bagaimana dan sampai di manabatasnya, dan berhubungan dengan itu berarti juga bahwawewenang pemerintah menjadi luas dan tegas”61. Daripernyataan ini dapat diketahui bahwa hukum administrasiselain membatasi kekuasaan pemerintah juga sekaligusmembatasi kebebasan individu. Van Wijk-Konijnenbeltmengemukakan bahwa hukum administrasi (AdministratiefRecht / Bestuurrecht) merupakan instrumen yuridis bagipenguasa untuk secara aktif terlibat dengan masyarakat,dan pada sisi lain hukum administrasi merupakan hukumyang memungkinkan anggota masyarakat mempengaruhipenguasa dan memberikan perlindungan terhadappenguasa”62. W.IvorJennings menyatakan bahwa :

Administrative law is the law relating to the Administra-tion. It determines the organization, power and duties of ad-ministrative authori- ties. It includes the law relating to the civilservice, local government law, the law relating to nationalizedindustries, and the legal power which these authority exercise.Or, looking at the subyect from the functional instead af theinstitutional point of view, we may say that it includes the law

60 M.Hadjon, dkk, Op cit ,h.2361 I b i d, h.2562 I b i d, h.27

Page 243: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

235

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

relating to public healt, the law of highways, the law of socialinsur- ance, the law of education, and the law relating to theprovision of gas, water, and electricity”63

Dari rumusan ini nampak adanya hubungan antarapemerintah (kekuasaan) dengan rakyat. Hubungan yangdimaksud adalah hubungan hukum dalam bentuk penggunaanwewenang pemerintah terhadap individu. A.D.Belinfante danBoerhanoeddin Soetan Batoeah mengatakan bahwa hukumadministrasi meliputi peraturan-peraturan yang berhubungandengan administrasi. Administrasi mengandung arti yang samadengan pemerintah”64. E.Utrecht antara lain mengemukakanbahwa hukum administrasi negara adalah hukum yangmengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara65.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkanbahwa ciri atau karakteristik dari tindakan hukum publik yangdilakukan oleh pemerintah (Badan atau Pejabat Tata UsahaNegara) adalah :1. Untuk kepentingan umum2. Dilakukan atas dasar kewenangan;3. Tidak adanya keseteraan popsisi antara yang mengatur

dengan yang diatur; dan4. Sanksinya tegas dan dipertahankan secara sepihak oleh

penguasa (dapat dipaksakan).Berbeda dengan ciri atau karakter tindakan hukum

publik, maka tindakan hukum privat memiliki ciri ataukarakter tersendiri. Untuk mengetahui ciri atau karaktertindakan hukum privat yang dilakukan oleh pemerintah(Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara) perlu dipahamilebih dahulu ciri-ciri atau karakter hukum privat itu sendiri.Secara klasik Sudikno Mertokusumo menyebut beberapatolok ukur hukum perdata, terutama untuk membedakandengan hukum publik. Dikatakan bahwa:

63 I b i d , h.2364 A.D. Belinfante dan Boerhanoeddin Soetan Batoeah, Pokok-Pokok Hukum

Tata Usaha Negara, Bina Cipta, Bandung, 1983, h.165 M.Hadjon, op cit, h.24

Page 244: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

236

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

a. Peraturan hukum publik bersifat memaksa, sedangkan peraturanhukum perdata pada umumnya bersifat melengkapi;

b. Hukum publik mengatur hubungan hukum antara negaradengan individu, sedangkan hukum perdata mengaturhubungan antar individu;

c. Hukum publik bertujuan untuk melindungi kepentinganumum, sedangkan hukum perdata bertujuan untukmelindungi kepentingan individu (perorangan)66 Lebihlanjut dikatakan bahwa hukum perdata adalah hukumantar perorangan yang mengatur hak dan kewajibanperorangan yang satu terhadap yang lain di dalamhubungan keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat.Pelaksanaannya diserahan kepada masing-masing pihak67.Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa hukumperdata adalah suatu rangkaian hukum antara orang-or-ang atau badan hukum satu sama lain tentang hak dankewajiban. Dikatakan bahwa kebanyakan para sarjanamenganggap hukum perdata sebagai hukum yangmengatur kepentingan perorangan (pribadi) yang berbedadengan hukum publik sebagai hukum yang mengaturkepentingan umum68. Dari beberapa pendapat ini dapatdisimpulkan bahwa ciri atau karakter hukum privat adalah :1. mengatur kepentingan individu (perorangan);2. dibuat atas dasar konsensus (kesepakatan) para pihak;3. terdapat kesetaraan posisi diantara para pihak;4. dipertahankan sendiri oleh para pihak; dan 5. sanksinya

tergantung kemauan para pihakCiri atau karakter yang demikian ini sekaligus merupakan

ciri atau karakter tindakan hukum privat yang dilakukan olehpemerintah (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara).

Kalau ciri atau karakter tindakan hukum privat inidibandingkan dengan ciri atau karakter tindakan hukumpublik, maka akan nampak perbedaannya sebagai berikut :

66 Sudikno Mertokusumo, Op cit, h.10867 Ibid68 Wirjono Prodjodikoro, lok-cit

Page 245: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

237

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Dari paparan di atas juga dapat diketahui bahwa tindakanhukum privat bukanlah monopoli individu atau badan hukumprivat saja. Badan hukum publik (Pemerintah/Badan atauPejabat Tata Usaha Negara) pun juga dapat melakukantindakan hukum privat. Akan tetapi walaupun demikian antarakeduanya terdapat perbedaan yang prinsipiil.Artinya bahwawalaupun sama-sama dapat melakukan tindakan hukumprivat, antara tindakan hukum privat yang dilakukan olehBadan Hukum Publik dengan tindakan hukum privat yangdilakukan oleh individu atau Badan Hukum Privat tidak sama(berbeda). Perbedaan tersebut terletak pada dasar dankepentingannya.Tindakan hukum privat yang dilakukan olehindividu atau Badan Hukum Privat murni didasarkan padaketentuan hukum privat, karena memang hal itu dilakukan atasdasar haknya dan untuk kepentingan serta menggunakanmodalnya sendiri.Tetapi tidak demikian halnya dengantindakan hukum privat yang dilakukan oleh Badan HukumPublik. Tindakan hukum privat yang dilakukan oleh BadanHukum Publik tidak cukup hanya didasarkan pada ketentuanhukum privat saja, akan tetapi yang pertama dan utama harusdidasarkan pada ketentuan hukum publik. Karena tindakantersebut dilakukan atas nama jabatan dan untuk kepentinganpublik serta menggunakan domein publik. Dalam kaitan iniSoehino mengemukakan bahwa:

Bagan 1 : Tindakan Hukum yang dilakukan oleh Pemerintah

Tindakan Hukum Publik Tindakan Hukum Privat Mengatur kepentingan umum; Dibuat atas dasar kewenangan; Tidak ada kesetaraan posisi antara

yang mengatur dengan yang diatur; Dipertahankan secara sepihak oleh

pemerintah (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara)

Sanksinya tegas dan dipaksakan

Mengatur kepentingan individu; Dibuat atas dasar konsensus para pihak; Terdapat kesetaraan posisi diantar para

pihak; Dipertahankan sendiri oleh para pihak;

dan Sanksinya tergantung kemauan para

pihak

Page 246: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

238

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Keputusan (tindakan) pemerintah yang merupakanperbuatan hokum perdata adalah keputusan yangdikeluarkan oleh pemerintah untuk mengesahkan suatuperjanj ian (kortverband contract ) . Kontrak tersebutdiselenggarakan oleh pemerintah sebagai pihak yangmemberikan pekerjaan dengan seseorang atau badanhukum perdata. Perbuatan hukum (kortverband contract)tersebut diatur oleh suatu hukum khusus atau istimewah,yaitu peraturan hukum publik dan tidak oleh peraturanhukum biasa yaitu peraturan hukum perdata69. Hal inimenunjukkan bahwa t indakan hukum privat yangdilakukan oleh Badan Hukum Publik harus didasarkan padaketentuan hukum publik. Contoh misalnya (lihat bagan)berikut ini :

Bagan 2: Dasar tindakan hukum privat yang dilakukanoleh badan hukum publik

Pembagian tindakan hukum publik dan tindakanhukum privat yang dikemukakan oleh Hadjon tersebutternyata sejalan dengan pembagian yang dikemukakan olehJ.B.J.M.ten Berge dan F.C.M.A.Michiels serta H.D.van Wijkyang membagi Rechtshandelingen menjadi dua yaitu :

69 Soehino, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty, Yogyakarta, 1984,h.69

Hukum Publik/

Tindakan Hukum Publik

Hukum Privat/ Tindakan Hukum Privat

Hukum Publik/ Tindakan Hukum Publik

Peraturan Daerah (Perda)

Perjanjian Kontrak

Keputusan Bupati

Page 247: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

239

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

1. Privaatrechtstelijke externerechtshandelingen;2. Publiekrechtstelijke externerechtshandelingen.

Hanya bedanya pembagian M.Hadjon tidak menyebutInternerechtshandelingen dan Externerechtshandelingen sebagaibagian dari rechtshandelingen. Untuk jelasnya berikut ini dikutifsecara lengkap macam-macam tindak pemerintahan yangdikemukakan oleh ketiga paar hukum administrasi tersebut.

Bagan 3 : Tindak pemerintahan menurut M.Hadjon70

70 M.Hadjon dkk, lok-cit

Tindakan Materiil (Feitelijkehandelingen)

Umum Individual

Abstrak Konkrit

Tindakan Hukum Privat Tindakan Hukum Publik

Tindak Pemerintahan (Bestuurshandeling)

Tindakan Hukum (Rechtshendelingen)

Berbagai Pihak Sepihak

Page 248: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

240

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Bagan 4 : Tindak pemerintahan (Bestuurshandeling)menurut J.B.J.M.ten Berge dan F.C.M.A.Michiels71:

71 ten Berge dan Michiels, Lok-cit

Feitelijkehandelingen

Bestuurshandeling

Interne rechtshandelingen

Rechtshandelingen

Externe rechtshandelingen

Privaatrechttelijke rechtshandelingen

Publiekrechttelijke rechtshandelingen

Meerzijdige besluiten (J a m a k > 1)

Eenzijdige besluiten (Tunggal/sepihak)

Algemene strekking (Algemene verbidende

voorschriften c.a;beleids regel )

Concrete strekking

Page 249: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

241

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Bagan 5 : Tindak pemerintahan(Bestuurshandeling) menurut H.D.van Wijk72:

Diantara ketiga macam pembagian t indakpemerintahan tersebut nampaknya yang lebih rinci adalahpembagian yang dikemukakan oleh J.B.J.M.ten Berge danF.C.M.A.Michiels. Sedangkan H.D.van Wijk hanya membagiOverheidsbesluiten yang menurut J.B.J.M.ten Berge danF.C.M.A.Michiels merupakan bagian dari bestuurhandelingen.

Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara,perluasan dan batasannya

Kompetensi absolut adalah kewenangan mengadiliberdasar materi perkara. Untuk mengetahui kompetensi

Interne rechtshandelingen Tindakan hukum intern

Externe rechtshandelingen Tindakan hukum ekstern

Feitelijkehandelingen

OVERHEIDSBESLUITEN

Rechtshandelingen

Privaatrechttelijke Externerechtshandelingen

Publiekrechttelijke externerechtshandelingen

Meerzijdige Publiekrechttelijke externe

Eenzijdige besluiten Publiekrechttelijke

Algemene Individuele

(algemene) abstracte

(individuele) concret

(algemene) concrete

(individuele) abstracte

72 van Wijk, Lok-cit

Page 250: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

242

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

absolut Perdilan Tata Usaha Negara dapat ditelusuri denganmelihat dua hal, yaitu1) Subyek sengketa; dan2) Obyek sengketa. Subyek sengketa (para pihak yang

bersengketa)Di muka telah dikemukakan bahwa Sengketa Tata

Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidangTata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdatadengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannyaKeputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketakepegawaian berdasarkan peraturan per Undang-Undangan yang berlaku, dan Tergugat adalah Badan atauPejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusanberdasarkan wewenang yang ada padanya atau yangdilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang ataubadan hukum perdata. Dari ketentuan ini dapat diketahuibahwa para pihak yang dapat bersengketa di Peradilan TataUsaha Negara dan posisi masing-masing adalah sebagaiberikut :

Posisi yang demikian ini tidak bisa dibalik denganmenempatkan orang atau badan hukum perdata sebagaiTergugat dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagaiPenggugat. Hal ini disebabkan karena latar belakang filosofispembentukan Peradilan Tata Usaha Negara adalah untukmengontrol penggunaan wewenang pemerintah ataumelindungi rakyat dari kemungkinan terjadinya penya-lahgunaan wewenang atau tindak sewenang-wenang Badanatau Pejabat Tata Usaha Negara. Oleh karenanya wajar jika didalam hokum acara Peradilan Tata Usaha Negara tidak dikenalgugat balik (rekonvensi). Yang dimaksud orang adalah setiap

Penggugat : Orang, atau

Badan Hukum Perdata

Tergugat : Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara Dengan

Page 251: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

243

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

orang baik WNI maupun WNA yang memenuhi syarat sebagaisubyek hukum dan mampu melakukan perbuatan hukum sertamemiliki kepentingan langsung dengan obyek sengketanya.Sedangkan yang dimaksud Badan atau Pejabat Tata UsahaNegara adalah mereka yang melaksanakan urusanpemerintahan, yaitu kegiatan yang “bersifat eksekutif”. Dalamperspektif HukumAdministrasi Negara, maka bicara tentangkegiatan yang bersifat eksekutif tidak bisa lepas dari ajaranpemisahan kekuasaan (separation of power) yang bersumberpada ajaran John Locke (1631-1704), yang kemudian diteruskanoleh M.De Secondat, Baron de Montesquieu (1689-1755)melalui ajarannya yang terkenal yaitu “Trias Politica”. Di dalambukunya “Two Treatises on Civil Government” (1690) pada BabXII tentang “Of The Legislative, Executive and Federative Power ofThe Common- wealth” John Locke membagi dan memisahkankekuasaan Negara menjadi tiga bagian, yaitu :kekuasaan legis-lative (membuat undang-undang), kekuasaan eksekutif(melaksanakan undang-undang), dan kekuasaan federatif(hubungan luar negeri). Sedangkan Montesquieu dalambukunya L’Esprit des Lois (1748) membagi dan memisahkankekuasaan Negara dalam tiga macam yaitu : kekuasaan legis-lative, eksekutif dan judisiil. Meskipun kemudian Sir IvorJennings. di dalam bukunya “The Law and The Constitution”mengatakan bahwa pemisahan kekuasaan seperti yangdikemukakan oleh Montesquieu tidak pernah tercantum padakonstitusi abad ke 18 dari Kerajaan Inggris73. Dari ajaran inidapatlah dipahami bahwa kegiatan yang bersifat eksekutifadalah kegiatan yang tidak termasuk dalam kegiatan yangbersifat legislative, dan tidak pula termasuk dalam kegiatanyang bersifat yudisiil. Atau dengan kata lain : kegiatan eksekutifadalah kegiatan di luar kegiatan legislative dan di luar kegiatanyudisiil.

Indonesia tidak menganut ajaran pemisahan kekuasaan(separation of power), melainkan hanya mengenal pembagian

73 Ismail Sunny, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, Jakarta, 1978, h.5-7

Page 252: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

244

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

kekuasaan (division of power), hal ini dapat dilihat dalamKonstitusi-nya, baik UUD 1945 sebelum amandemen,Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, maupun UUD 1945 pascaamandemen.1. UUD 1945 sebelum amandemen, antar lain :

Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 20 ayat (1), Presiden memegangkekuasaan membentuk Undang-Undang denganpersetujuan DPR;Pasal 22 ayat (1) : “Dalam hal ihwal kegentingan yangmemaksa, Presiden berhak menetapkan peraturanpemerintah sebagai pengganti undang-undang”;

2. Konstitusi RIS 1949, antara lain:Pasal 127 menentukan bahwa: “Kekuasaan perundang-undangan federal, sesuai dengan ketentuan-ketentuanbagian ini, dilakukan oleh :a. Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan

Rakyat dan Senat, sekadar hal itu mengenai peraturan-peraturan tentang hal-hal yang khusus mengenai satu,beberapa atau semua daerah-bagian atau bagian-bagiannya, ataupun yang khusus mengenaiperhubungan antara Republik Indonesia Serikat dandaerah-daerah yang tersebut dalam Pasal 2;

b. Pemerintah bersama-sama dengan Dewan PerwaklilanRakyat, dalam seluruh lapangan pengaturannya selebihnya.

Pasal 139 : “Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggungjawab sendiri menetapkan Undang-Undang Daruratuntuk mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintahanfederal yang karena keadaan-keadaan yang mendesakperlu diatur dengan segera”.

3. UUDS 1950, antara lain menentukan :Pasal 89 :”Kecuali apa yang ditentukan dalam Pasal 140,maka kekuasaan perundang-undangan, sesuai denganketentuan-ketentuan bagian ini dilakukan oleh Pemerintahbersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat”;

Page 253: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

245

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Pasal 96 ayat (1) :”Pemerintah berhak atas kuasa dantanggung jawab sendiri menetapkan Undang-undangDarurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraanPemerintahan yang karena keadaan-keadaan yangmendesak perlu diatur dengan segera”.

4. UUD 1945 pasca amandemen, antara lain menentukan :Pasal 5 ayat (1) :”Presiden berhak mengajukanrancangan undang-undang kepada Dewan PerwakilanRakyat”;Pasal 20 ayat (1) Dewan Perwakilan Rakyat memegangkekuasaan membentuk undang-undang; (2) Setiaprancangan undang-undang dibahas oleh DewanPerwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkanpersetujuan bersama; (3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapatkan persetujuan bersama,rancanganundang-undang itu tidak boleh diajukan lagidalam persi dangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu;(4) Presiden mengesahkan rancangan undang- undangyang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang; (5) Dalam hal rancangan undang-undang yangtelah disetujui bersama tersebut tidak disahkan olehPresiden dalam waktu tiga puluh hari semenjakranc angan undang- undang tersebut disetujui,rancangan undang-undang tersebut sah menjadiundang-undang dan wajib diundangkan.Pasal 22 :”Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintahsebagai pengganti undang-undang”.

Hal ini menimbulkan konsekwensi adanya campurtangan antar kekuasaan, sehingga kemudian kegiatan yangbersifat eksekutif-pun tidak hanya ada dalam lembagaeksekutif, melainkan juga ada dalam lembaga yang lain(Legislatif dan Yudisiil), dan bahkan lebih dari itu dalamperkembangannya kegiatan yang bersifat eksekutif dapatjuga dilakukan oleh pihak swasta (non government

Page 254: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

246

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

organizations) yang memang diberi wewenang untuk itu,baik secara atributif maupun derivative. Atas dasar ini dapatdisimpulkan bahwa yang dapat menjadi Tergugat diPeradilan Tata Usaha Negara adalah tidak hanya Badanatau Pejabat Tata Usaha Negara yang berada di lingkunganlembaga eksekutif saja tetapi juga di likungan lain termasuklembaga atau organisasi swasta yang melaksanakan kegiataneksekutif berdasarkan wewenang yang dimilikinya.

Obyek sengketa (pangkal sengketa)Di muka telah dikemukakan bahwa Sengketa Tata

Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidangTata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdatadengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik dipusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannyaKeputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketakepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undanganyang berlaku74, dan Keputusan Tata Usaha Negara adalahsuatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atauPejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum TataUsaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual,dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorangatau badan hukum perdata75. Dari ketentuan ini diketahuibahwa obyek sengketa di Peradilan Tata Usaha Negaraadalah Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu penetapan:- tertulis;- diterbitkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;- berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara; - bersifat konkret,

individual, dan final; serta-menimbulkan akibat hukum.Pengertian “tertulis”tidak berarti harus memenuhi syarat

formalitas tertentu seperti layaknya surat keputusan yanglengkap dengan pertimbangan (konsideran) nya, melainkansembarang tulisan dapat dianggap tertulis, dengan syarat :

74 Ibid, Pasal 1 angka 475 Ibid, Pasal 1 angka 3

Page 255: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

247

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

- jelas siapa yang membuat;- jelas siapa yang dituju;- jelas apa isinya; dan- menimbulkan akibat hukum.

Oleh karenanya tulisan-tulisan seperti “nota dinas”,“katabelece”, “Memo”, “surat sakti”, dan surat-surat lainsemacamnya, dapat dijadikan obyek gugatan, asalkanmemenuhi syarat tersebut. Ini merupakan perluasan artidari kata “tertulis” yang dimaksud. Bahkan diperluas lagihingga sikap diam (pasif) dari suatu Badan atau PejabatTata Usaha Negara “dapat” disamakan dengan KeputusanTata Usaha Negara. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal3 yang berbunyi :(1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak

mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadikewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengankeputusan Tata Usaha Negara;

(2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidakmengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangkawaktu sebagaimana ditentukan dalam peraturanperundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badanatau PejabatTata Usaha Negara tersebut dianggap menolakmengeluarkan keputusan yang dimaksud;

(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yangbersangkutan tidak menentukan jangka waktusebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewatjangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan,Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutandianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.

Selain memberikan perluasan terhadap pengertiankata tertulis, UU No.5 Tahun 1986 juga memberikanbatasan-batasan tertentu terhadap kompetensi absolutePeradilanTata Usaha Negara, khususnya yang menyangkutobyek sengketa. Batasan yang dimaksud tercantum pada

Page 256: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

248

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

ketentuan Pasal 2, dan Pasal 49 yang merupakan batasanyang bersifat langsung, serta Pasal 48 yang merupakanbatasan tidak langsung.

Pasal 2 nya menentukan bahwa : Tidak termasuk dalampengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-undang ini :a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan

hukum perdata;b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan

pengaturan yang bersifat umum;c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan

persetujuan;d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan

berdasarkan Kitab Undang- undang Hukum Pidana atauKitab Undang-undang HukumAcara Pidana atau peraturanperundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;

e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasarhasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku;

f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usahaAngkatan Bersenjata Republik Indonesia;

g. Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun didaerah, mengenai hasilpemilihanumum.

Ketentuan Pasal 2 UU No.5 Tahun 1986, khususnyahuruf f dan g telah diubah melalui UU No.9 Tahun 2004sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 2 huruf f:Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha TentaraNasional Indonesia”, dan Pasal 2 huruf g menjadiberbunyi:”Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik dipusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum”.Hal ini nampaknya untuk menyesuaikan dengan berlakunyaUU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia(TNI) yang menggantikan UU No.2 Tahun 1988 tentangPrajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran

Page 257: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

249

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Negara RI Tahun 1988 No.4, Tambahan Lembaran NegaraRI No.3368), dan berlakunya UU No.12 Tahun 2003 tentangPemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah yang menggantikan UU No.3 Tahun 1999 tentangPemilihan Umum (Lembaran Negara RITahun 1999 No.23,Tambahan Lembaran Negara RI No.3812) sebagaimana telahdiubah dengan UU No.4 Tahun 2000 (Lembaran Negara RI Tahun2000 No.71, Tambahan Lembaran Negara RI No.3959).

Pasal 49 menentukan bahwa : Pengadilan tidakberwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketaTata Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yangdisengketakan itu dikeluarkan :a. Dalam waktu, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau

keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umumberdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan Pasal 48 nya menentukan bahwa:(1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturanperundang-undangan untuk menyelesaikan secara admin-istrative sengketa Tata Usaha Negara tertentu, makasengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikanmelalui upaya administrative yang tersedia”.

(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus danmenyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administrativeyang bersangkutan telah digunakan”.

Perubahan UU No.5 Tahun 1986 tidak hanyamenyangkut soal pengertian Keputusan Tata Usaha Negarasebagaimana tersebut dalam Pasal 2 saja, akan tetapi jugamasalah-masalah lain. Pasal 53 ayat (2) semula menyebuttiga macam alasan gugatan, yaitu:

Page 258: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

250

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

(1) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itubertentangan dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku;

(2) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktumengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalamayat (1) telah menggunakan wewenang untuk tujuan laindari maksud diberikannya wewenang tersebut;

(3) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktumengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelahmempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkutdengan keputusan itu seharusnya tidak sampai padapengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut,maka dalam UU No.9Tahun 2004 hanya menyebut duaalasan gugatan, yaitu:a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu

bertentangan dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku;

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itubertentangan dengan asas- asas umum pemerintahanyang baik.Demikian juga tentang macam-macam tuntutan

yang bisa diminta oleh Penggugat dalam gugatannya. Jikasemula hanya memuat satu macam tuntutan pokok yangberupa permintaan pembatalan atau pernyataan tidak sahterhadap obyek gugatan (Keputusan Tata Usaha Negara)dengan atau tanpa disertai tuntutan tambahan yang berupagantirugi dan/atau rehabilitasi (untuk sengketakepegawaian), maka dalam perubahannya ada tambahanbahwa Penggugat dapat juga meminta upaya paksa berupapembayaran sejumlah uang dan/atau sanksi administrative,serta pengumuman di media massa cetak setempat jikaTergugat tidak mau melaksanakan putusan Peradilan TataUsaha Negara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.Perubahan juga menyangkut penataan organisasi

Page 259: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

251

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

kelembagaan, dari yang semula tidak mengenal jabatan“Jurusita”, menjadi ada jurusita. Dari paparan di atas dapatdisimpulkan bahwa tidak semua tindak pemerintahandapat dijadikan obyek sengketa di Peradilan Tata UsahaNegara. Hanya tindak pemerintahan tertentu saja yangdapat dijadikan obyek sengketa di Peradilan Tata UsahaNegara, yaitu yang berupa keputusan yang memenuhisyarat-syarat tertentu seperti yang dikemukakan di atas.

Penyempitan kompetensi absolut Peradilan Tata UsahaNegara

Setelah dikemukakan obyek sengketa di PeradilanTata Usaha Negara lengkap dengan perluasan danbatasannya sebagaimana diatur di dalam UU No.5 Tahun1986 jo UU No.9 Tahun 2004, maka kini dikemukakanbeberapa peraturan perundang-undangan lain yang“dapat” mengurangi (mempersempit) kompetensi absolutPeradilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang yangdimaksud adalah :1. UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme(Lembaran Negara RI Tahun 1999 No.75 tanggal 19 Mei1999, Tambahan Lembaran Negara RI No.3851);

2. UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (LembaranNegara RI Tahun 2002, No.27 Tanggal 12April2002,Tambahan Lembaran Negara No.)

3. UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan Indus- trial (Lembaran Negara RI Tahun 2004,No.6 Tanggal 14 Januari 2004, Tambahan Lembaran NegaraRI No.4356);

4. UU No.5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung RI(lembaran Negara RI Tahun 2004 No.9 Tanggal 15 Januari2004, Tambahan Lembaran Negara RI No.4359)

Page 260: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

252

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

5. UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Tahun 2004, No.125, Tanggal 15 Oktober2004, Tambahan Lembaran Negara RI No.4437)

Untuk jelasnya dibahas satu persatu sebagai berikut :1) UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme(Lembaran Negara RI Tahun 1999 No.75 tanggal 19 Mei1999, Tambahan Lembaran Negara RI No.3851);

Pasal 3 disebutkan bahwa:”Asas-asas umumpenyelenggaraan Negara meliputi :

1. Asas Kepastian Hukum;2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;3. Asas Kepentingan Umum;4. Asas Keterbukaan;5. Asas Proporsionalitas;6. Asas Profesionalitas; dan7. AsasAkuntabilitas.

Ketentuan ini kemudian dimasukkan ke dalam Pasal 53ayat (2) huruf b UU No.9Tahun 2004 sebagai salah satu alasanpengajuan gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara. Di dalampenjelasannya disebutkan bahwa :”Yang dimaksud denganasas-asas umum pemerintahan yang baik adalah meliputi asas:

- kepastian hukum;- tertib penyelenggaraan Negara;- keterbukaan;- proporsionalitas;- profesionalitas; dan- akuntabilitas;

Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih,Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme”.

Demikian pula menurut UU No.32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah. Pasal 20 ayat (1) menyebutkanbahwaAsas Umum Penyelenggaraan Negara, terdiri atas :

Page 261: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

253

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

a. asas kepastian hukum;b. asas tertib penyelenggaraan Negara;c. asas kepentingan umum;d. asas keterbukaan;e. asas proporsionalitas;f. asas profesionalitas;g. asas akuntabilitas;h. asas efisiensi; dani. asas efektifitas

Penyebutan asas-asas di dalam norma hukum positifseperti tersebut di atas, di satu sisi memiliki nilai positif, yaituadanya kepastian hukum dalam penerapan asas, akan tetapidi sisi lain dapat mempersempit kompetensi abso- lute PeradilanTata Usaha Negara. Betapa tidak, karena denganmencantumkan asas ke dalam norma hukum (Undang-undang), maka selain dapat mengubah karakter asas menjadikarakter norma, juga dapat mempersempit macam asas itusendiri. Untuk mengetahui karakter dari asas-asas hukum adabaiknya dikemukakan pendapat beberapa tokoh. PaulScholten, di dalam risalahnya Rechtsbeginselen mengemukakanbahwa asas-asas hukum adalah merupakan :”tendenzen, welkeons zedelijk oordeel aan het recht stelt”, (tedensi- tendensi yangdisyaratkan kepada hukum oleh paham kesusilaan kita)76. KarlLarenz, dalam Methoden-lehre der Rechtswissenschaftmengemukakan bahwa asas-asas hukum adalah :” derechtsethische, richtinggevende maatstaven der rechtsvorming”,(ukuran-ukuran hukumiah-ethis yang memberikan arahkepada pembentuk hukum)77. P.Bellefroid, dalamBeschouwingen over Rechtsbeginselen berpendapat bahwa asas-asas hukum ialah :” uit het positieve recht afgeleide en door derechtswetenschap niet tot nog algemener regelen te herleiden

76 O.Notohamidjojo, Demi Keadilan Dan Kemanusiaan Beberapa Bab DariFilsafat Hukum, BPK Gunung Mulia, jakarta Pusat, 1975, h.49

77 Ibid

Page 262: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

254

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

grondnormen”, (norma dasar yang dijabarkan dari hukum positifdan yang oleh ilmu hukum tidak diperasalkan dari aturan-aturan yang lebih umum)78. H.J.Hommes, dalam De betekenisvan de Algemene Rechtsbeginselen voor de praktijk, menyimpulkanbahwa asas-asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagainorma-norma hukum yang konkret, akan tetapi perludipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk- petunjuk(rechtsnoer) bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukumpraktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut.Singkatnya, asas-asas hukum ialah dasar-dasar atau petunjukarah (rechtlijn) dalam pembentukan hukum positif79. Daribeberapa pendapat tersebut dapatlah dipahami bahwa karakterasas-asas hukum dan sekaligus bedanya dengan karakternorma hukum ialah :1) Asas-asas hukum bersifat umum (abstrak), sedangkan

norma hukum bersifat khusus (konkret);2) Asas-asas hukum memiliki wilayah terapan yang lebih luas

daripada norma hukum;3) Asas-asas hukum memiliki daya kerja tidak langsung dalam

penemuan hukum, karena ia bukanlah aturan hukum.Sedangkan norma hukum langsung dapat diterapkankarena ia memiliki isi yang lebih konkret;

4) Asas-asas hukum memiliki kedudukan (posisi) yangberdampingan satu dengan yang lain, sehingga tidak salingmenyingkirkan. Sedangkan norma hukum salingberdesakan atau saling menying-kirkan. Asas-asas hukumberada sebagai dasar system hukum, ia berada di luar sys-tem hukum akan tetapi berpengaruh terhadap system hukum80

Penempatan asas ke dalam norma hukum berartimerubah karakter asas menjadi karakter norma hukum. Hal

78 Ibid79 I b i d, h.49-5080 Roeslan saleh, Pembinaan Cita Hukum Dan Penerapan Asas-asas Hukum

Nasional, Pembentukan Hukum Dan Penemuan Hukum, dalam Majalah HukumNasional, Edisi Khusus, Departemen Pembinaan Hukum Nasional DepartemenKehakiman, Edisi khusus No.1, Jakarta, 1995, h.52

Page 263: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

255

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

ini dapat menimbulkan konsekwensi timbulnya peluangpertentangan antara asas yang satu dengan asas yang lain,misalnya asas kepastian hukum dengan asas kepentinganumum. Jika ini terjadi maka akan mengalami kesulitandalam penerapannya, mengingat karena kedua asastersebut sama-sama merupakan bagian dari undang-undang yang sama. Masalah lain juga akan munculmanakala asas-asas yang tersedia dalam UU No.9 Tahun2004 tidak mencukupi sebagai alasan pengajuan gugatan.Dalam hal demikian, dapatkah Penggugat menggunakanasas-asas lain di luar yang tercantum dalam penjelasan Pasal53 ayat (2) huruf b tersebut ? Secara nor- mative UUNo.9Tahun 2004 telah membatasi jumlah atau macam asas,sehingga dengan demikian secara tidak langsung hal inidapat mempersempit kompetensi absolute Peradilan TataUsaha Negara. Bukankah di luar itu (dalam HukumAdministrasi Negara) masih ada asas-asas umumpemerintahan yang baik lainnya ? Kuntjoro Purbopranotomengemukakan 13 macam asas-asas umum pemerintahanyang baik, yaitu :1. Asas kepastian hukum (principle of legal security);2. Asas keseimbangan (principle of proportionality);3. Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan (Principle

of equality);4. Asas kecermatan (principle of carefulness);5. Asas motivasi (Principle of motivation);6. Asas tidak mencampur aduk wewenang (Principle of non

misuse of competence);7. Asas permainan yang layak (Principle of fair play);8. Asas keadilan dan kewajaran (Principle of reasonableness or

prohibition of arbitrariness);9. Asas menanggapi harapan yang wajar (Principle of meeting

raised expectation);10. Asas meniadakan akibat hukum dari keputusan yang

dinyatakan batal (Principle of undoing the consequences of anannulled decision);

Page 264: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

256

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

11. Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi (Prin-ciple of protecting the personal way of life);

12. Asas kebijaksanaan (apiesnce); dan13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (Principle of pub-

lic service)81. A.D.Belinfante mengemukakan 5 unsur asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu:1) Asas larangan untuk bertindak sewenang-wenang

(willekeur);2) Asas larangan detournement de pouvoir;3) Asas kepastian hukum;4) Asas keseksamaan; dan5) Asas persamaan82

Cince Le Roy mengemukakan 11 macam unsure asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu :1. Asas kepastian hukum;2. Asas keseimbangan;3. Asas kecermatan dalam bertindak;4. Asas motivasi;5. Asas tidak boleh mencampur aduk kewenangan;6. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan;7. Asas permainan yang layak;8. Asas keadilan dan kewajaran;9. Asas menanggapi harapan yang wajar;10. Asas meniadakan akibat hukum dari suatu keputusan yang

batal;11. Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi.83

Di Belanda, yuriprudensi AROB (AdministrativeRechtspraak Overheidsbeschikkingen) merumuskan asas-asasumum pemerintahan yang baik (Algemene Beginselen vanBehoorllijk Bestuur)sebagai berikut :

81 Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan DanPeradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1978, h.30

82 A.D.Belinfante, Kort begrip van het adminstratief recht, Alih Bahasa,Boerhanoeddin Soetan Batoeah, Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara,Binacipta, Bandung, 1983, h.25

83 Ateng Safruddin, Kepala Daerah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, h.55-56

Page 265: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

257

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

1) Asas pertimbangan (motiveringsbeginsel);2) Asas kecermatan (zorgvuldigheidsbeginsel);3) Asas kepastian hukum (rechtszekerheidsbeginsel);4) Asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel of beginsel van

opgewekte verwachtingen);5) Asas persamaan (gelijkheidsbeginsel);6) Asas keseimbangan (evenredigheidsbeginsel);7) Asas kewenangan (bevoegheidsbeginsel);8) Asas keterbukaan/fair play (beginsel van fair play);9) Asas larangan “detournement de pouvoir atau

penyalahgunaan wewenang (het verbod detournement depouvoir);

10) Asas larangan bertindak sewenang-wenang (het verbod vanwillekeur)84 Di Perancis, asas-asas umum pemerintahan yangbaik (Les Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique)dirumuskan sebagai berikut :1. Asas persamaa (egalite);2. Asas tidak boleh mancabut keputusan bermanfaat

(intangibilite de effects individuals des actesadministratifs). Dengan asas ini keputusan yang teraturdan sesuai dengan peraturan (regelmatig) tidak bolehdicabut jika akibat hukum yang bermanfaat telah terjadi;

3. Asas larangan berlaku surut (principle de non retroac-tive des actes adminsitratifs);

4. Asas jaminan masyarakat (garante des libertespubliques);

5. Asas keseimbangan (proportionnalite)85.2) UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran

Negara RI Tahun 2002, No.27, Tanggal 12 April 2002,Tambahan Lembaran Negara No..)

84 Philipus M.Hadjon, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, padaHimpunan Makalah AAUPB,Bandung, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, h.106

85 T.Gayus Lumbun, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik DalamPrespektif Hukum Administrasi Negara Ditinjau Dari Aspek Kegunaan DanManfaat, Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Dalam Bidang IlmuHukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana,Jakarta, 27 Februari 2006

Page 266: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

258

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Sebelum terbitnya UU No.14 Tahun 2002 tentangPengadilan Pajak, maka penyelesaian sengketa pajak yangtimbul antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang dibidang perpajakan dilakukan melalui Badan PenyelesaianSengketa Pajak (BPSP). Hal ini sesuai dengan ketentuan UUNo.17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.Jika tidak puas maka dapat mengajukannya ke MajelisPertimbangan Pajak (MPP), dan jika masih saja tidak puas,maka dapat mengajukannya ke Pengadilan Tinggi Tata UsahaNegara. Dalam hal demikian Pengadilan Tinggi Tata UsahaNegara bukan melaksanakan tugasnya sebagai peradilantingkat banding, melainkan sebagai peradilan tingkat pertama.Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 48 jo Pasal 51 ayat (3)UU No.5 Tahun 1986 jo UU No.9 Tahun 2004. Disebutkan dalampasal 48 bahwa

(1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negaradiberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturanperundang-undangan untuk menyelesaikan secara ad-ministrative sengketa Tata Usaha Negara tertentu, makasengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikanmelalui upaya administrative yang tersedia”.

(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus danmenyelesaikan sengketa Tata Usaha Negarasebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upayaadministrative yang bersangkutan telah digunakan.Sedangkan Pasal 51 ayat (3) menentukan bahwa :

“Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas danberwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan ditingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara sebagaimanadimaksud dalam Pasal 48”. Jika ternyata masih saja adayang belum puas, maka dapat diajukan kasasi keMahkamah Agung RI. Pasal 131 ayat (1) mengatur bahwa:”Terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapatdimohonkan pemeriksaan kasasi kepada MahkamahAgung”. Dan jika masih belum juga puas maka Pasal 132

Page 267: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

259

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

ayat (1) menentukan :”Terhadap putusan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukanpermohonan Peninjauan Kembali kepada mahkamahAgung”. Atas dasar ini dapat dipahami bahwa pada saatberlakunya UU No.17 Tahun 1997, maka sengketa pajakmerupakan kompetensi absolute Peradilan Tata UsahaNegara. Sekarang UU No.17 tahun 1997 sudah tidakberlaku, dan sebagai gantinya adalah UU No.14 Tahun 2002.Bagaimana penyelesaian sengketa pajak setelah berlakunyaUU No.14 tahun 2002 ? Setelah terbitnya UU No.14 Tahun2002, maka penyelesaian sengketa pajak tidak lagi dilakukanmelalui Peradilan Tata Usaha Negara, melainkan melaluiPengadilan Pajak. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 31ayat (1) yang menyatakan bahwa :”Pengadilan Pajakmempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutussengketa pajak”, dan pasal 33 ayat (1) yang menyatakanbahwa :”Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkatpertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutussengketa pajak”.Dari uraian ini dapat saya simpulkanbahwa dengan adanya Pengadilan Pajak yang diatur dalamUU No.14 Tahun 2002, kompetensi absolute Peradilan TataUsaha Negara semakin menyempit.

3) UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan In-dustrial (Lembaran Negara RI Tahun 2004, No.6 Tanggal 14 Januari2004, Tambahan Lembaran Negara RI No.4356)

Sama halnya dengan penyelesaian sengketa pajakyang sebelum adanya Pengadilan pajak diselesaikan melaluiPeradilan Tata Usaha Negara, maka untuk sengketaperburuhan sebelum terbitnya UU No.2 Tahun 2004,diselesaikan oleh Panitya Penyelesaian Perburuhan Daerah(P4-D), dan Panitya Penyelesaian Perselisihan PerburuhanPusat (P4P). Apabila ada yang tidak puas terhadap putusanP4P, maka dapat mengajukan gugatannya ke Peradilan TataUsaha Negara, yaitu ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Page 268: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

260

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Negara, yang dalam hal ini menjalankan tugas danwewenangnya sebagai peradilan tingkat pertama (bukansebagai peradilan banding). Hal ini sesuai dengan ketentuanPasal 48 jo Pasal 51 ayat (3) UU No.5 Tahun 1986 jo UUNo.9 Tahun 2004. Disebutkan dalam pasal 48 bahwa:

(1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negaradiberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturanperundang-undangan untuk menyelesaikan secara ad-ministrative sengketa Tata Usaha Negara tertentu, makasengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikanmelalui upaya administrative yang tersedia”.

(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus danmenyelesaikan sengketa Tata Usaha Negarasebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruhupaya administrative yang bersangkutan telahdigunakan.Sedangkan Pasal 51 ayat (3) menentukan bahwa

:”Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas danberwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan ditingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara sebagaimanadimaksud dalam Pasal 48". Jika masih ada yang belum puas,maka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI.Pasal 131 ayat (1) mengatur bahwa :”Terhadap putusantingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkanpemeriksaan kasasi kepada MahkamahAgung”. Dan jikamasih ada yang belum puas maka Pasal 132 ayat (1)menentukan :”Terhadap putusan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonanPeninjauan Kembali kepada mahkamah Agung”. SetelahUU No.2 Tahun 2004 berlaku efektif86, maka penyelesaiansengketa perburuhan tidak lagi melalui P4D, P4P, danPeradilan Tata Usaha Negara, melainkan melalui cara-cara

86 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)No.1 Tahun 2005, maka UU No.2 tahun 2004 tentang Pengadilan HukbunganIndustrial berlaku efektif pada Tahun 2006

Page 269: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

261

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

yang diatur dalam UU No.2 Tahun 2004, yaitu mulai dariperundingan bipartite, konsiliasi atau arbitrase, sampai kePengadilan Hubungan Industrial. Perlu diketahui bahwamenurut Pasal 2, jenis perselisihan hubungan industrialmeliputi :

a. perselisihan hak;b. perselisihan kepentingan;c. perselisihan pemutusan hubungan kerja; dand. perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh

hanya dalam satu perusahaan.Untuk perselisihan kepentingan, dan perselisihan

antar serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaanmaka putusan Pengadilan Hubungan Industrial merupakanputusan kahir dan bersifat tetap 87. Sedangkan untukperselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungankerja dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI88. Dariuraian ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya UUNo.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan Industrial, maka kompetensi absolute PeradilanTata Usaha Negara menjadi semakin sempit.

4) UU No.5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung RI(lembaran Negara RI Tahun 2004 No.9 Tanggal 15 Januari2004, Tambahan Lembaran Negara RI No.4359)

Sebelum terbitnya Undang-undang ini, maka semuaSengketa Tata Usaha Negara dapat dimintakan kasasi keMahkamahAgung RI. Tetapi setelah terbit (berlakunya)

87 UU No.2 Tahun 2004, Pasal 109 menentukan bahwa :”Putusan PengadilanHubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan kepentingandan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaanmerupakan putusan akhir dan bersifat tetap.

88 Ibid, pasal 110 menentukan bahwa :”Putusan Pengadilan HubunganIndustrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihanpemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidakdiajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja: a. bagi pihak yang hadir, terhitung sejakputusan dibacakan dalam siding majelis hakim; b. bagi pihak yang tidak hadir,terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan putusan”.

Page 270: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

262

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

undang-undang tersebut maka ada pembatasan-pembatasantertentu yang menyebabkan kompetensi absolute Peradilan TataUsaha Negara menjadi semakin sempit. Hal ini dapat dilihatpada Pasal 45 A nya, yang menentukan bahwa:(1) MahkamahAgung dalam tingkat kasasi mengadili perkara

yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecualiperkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasipengajuannya.

(2) Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud padaayat (1) terdiri atas:a. Putusan tentang praperadilan;b. Perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda;c. Perkara tata usaha Negara yang obyek gugatannya

berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauankeputusannya berlaku di wilayah daerah yangbersangkutan.Dengan adanya pembatasan seperti yang tersebut

pada ayat (2) huruf c maka berarti ada tiga macam carapenyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara di Peradilan TataUsaha Negara, yaitu :1. Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, kemudian (jika

tidak puas) dapat mengajukan banding ke PengadilanTinggi Tata Usaha Negara, dan jika tidak puas dapatmengajukan kasasi serta Peninjauan Kembali keMahkamahAgung RI. Hal ini sesuai dengan ketentuan UUNo.5 Tahun 1986 jo UU No.9 Tahun 2004 :

Pasal 50, “Pengadilan Tata Usaha Negara bertugasdan berwenang memeriksa, memutus, danmenyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara ditingkat pertama”.Pasal 51 ayat (1), “Pengadilan Tinggi Tata UsahaNegara bertugas dan memutus Sengketa Tata UsahaNegara di tingkat banding”.

Page 271: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

263

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Pasal 131 ayat (1), “Terhadap putusan tingkatterakhir Pengadilan dapat dimohonkan pemerik-saan kasasi kepada Mahkamah Agung”Pasal 132 ayat (1), “Terhadap putusan pengadilanyang telah memperoleh kekuatan hukum tetapdapat diajukan permohonan peninjauan kembalikepada Mahkamah Agung”;

2. Melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara untukSengketa Tata Usaha Negara yang memiliki upayaadministrasi89. Dalam hal ini Pengadilan Tinggi Tata UsahaNegara bukan sebagai pengadilan banding, melainkansebagai pengadilan tingkat pertama. Hal ini sesuai denganketentuan UU No.5 Tahun 1986 jo UU No.9 Tahun 2004,Pasal 51 ayat (3) yang menentukan bahwa: “PengadilanTinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenangmemeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkatpertama sengketa Tata Usaha Negara sebagaimanadimaksud dalam Pasal 48”. Demikian, jika tidak puas dapatmengajukan kasasi dan peninjauan kembali kepadaMahkamahAgung RI;

3. Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara untuk Sengketa TataUsaha Negara yang obyek gugatannya berupa keputusanpejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku diwilayah daerah yang bersangkutan. Dalam hal iniPengadilan Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkatpertama. Jika tidak puas dapat mengajukan banding kePengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Jika masih ada yangtidak puas maka yang bersangkutan tidak bisa mengajukankasasi kepada Mahkamah Agung RI. Hal ini sesuai denganketentuan pasal 45 AUU No.5 Tahun 2004 tentangMahkamah Agung RI seperti dikemukakan di atas.

89 Upaya administrative adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh olehseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu KeputusanTata Usaha Negara. Prosedur ini ada dua bentuk, yaitu prosedur “keberatan” dan“banding administrative”.

Page 272: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

264

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Ketentuan Pasal 45 A ini hanya membatasi pengajuan kasasisaja, sedangkan untuk peninjauan kembali tidak disebut.Oleh karenanya menurut saya untuk Sengketa Tata UsahaNegara yang dimaksud dalam Pasal 45 A ayat (2) huruf ctersebut masih dapat dimintakan peninjauan kembalikepada MahkamahAgung RI.

Selain penyempitan-penyempitan tersebut di atas,masih ada lagi penyempitan terhadap kompetensi absolutePeradilan Tata Usaha Negara.Yaitu seperti yang diaturdalam Surat Edaran MahkamahAgung RI (SEMARI) No.8Tahun 2005, yang mengatur bahwa Pengadilan Tata UsahaNegara tidak lagi mempunyai kewenangan untukmenerima, memeriksa dan menyelesaikan sengketatentang90:a. Penetapan/keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU)

mengenai hasil Pemilihan Umum (Pasal 2 huruf g UU No.5tahun 1986 yang telah diubah dengan UU No.9 Tahun 2004tentang Peradilan Tata Usaha Negara);

b. Penetapan/keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah(KPUD) Propinsi dan KPUD Kabupaten/Kota tentangPenetapan Hasil Penghitungan Suara;

c. Penetapan/keputusan KPUD baik dalam rangka persiapanpelaksanaannya maupun hasil pemilihan umum (SEMARINo.8 Tahun 2005 ayat (2) );

d. Keputusan yang berkaitan dengan ruang lingkup politikdalam kasus pemilihan (SEMA RI No.8 Tahun 2005 ayat(3) )91.

Sebelum terbitnya SEMARI No.8 Tahun 2005tersebut terjadi dualisme dalam penyelesaian sengketatentang keputusan/Penetapan KPU/KPUD, yaitu :

90 Ujang Abdullah , Peradilan Tata Usaha Negara Menuju SistemPenyelesaian Sengketa Dua Tingkat Yng Lebih Efisien Dan Efektif, Varia Peradilan,Majalah Hukum Tahun ke XXI No.249 Agustus 2006, h.44-45

91 ibid

Page 273: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

265

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

1. Melalui Peradilan Umum untuk sengketa mengenai hasilpenghitungan suara;

2. Melalui PeradilanTata Usaha Negara untuk sengketa yangmenyangkut proses persiapan pemilihan sebelum hasilpenghitungan suara, seperti penetapan pendaftaran calon,penetapan bakal calon, penetapan calon dan lain-lainnya.

Pilihan hukum sebagai dasar penyelesaian sengketa diPeradilan Tata Usaha Negara.

Di depan telah dikemukakan bahwa tindakanhukum privat yang dilakukan oleh badan hukum publik(Pemerintah / Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara) harusdidasarkan pada ketentuan hukum publik.Artinya bahwasebelum tindakan hukum privat dilakukan maka terlebihdahulu harus ada ketentuan hukum publik yangmendasarinya, baru setelah itu didasarkan pada ketentuanhukum privat , dan dapat pula dilanjutkan denganpembuatan hukum publik, kemudian hukum privat lagi danbegitu seterusnya secara bergantian sesuai kebutuhan. Halini dapat menimbulkan masalah manakala terjadi sengketadalam melakukan tindakan hukum privat. Masalah yangtimbul adalah menyangkut soal pilihan hukum yang akandigunakan sebagai dasar penyelesaian sengketanya.Apakah akan didasarkan pada hukum publik sehinggapenyelesaiannya melalui Peradilan Tata Usaha Negara,ataukah didasarkan pada ketentuan hukum privat sehinggaharus diajukan ke Peradilan Umum (Pengadilan Negeri)untuk mendapat penyelesaian ? Sebagai ilustrasi berikut inidikemukakan cuplikan hasil penelitian yang pernah penulislakukan.

Ada dua Badan atau Pejabat Tata Usaha Negarayang masing-masing disebut sebagai Tergugat I danTergugat II yang digugat oleh salah satu perseroan terbatas(sebagai Penggugatnya). Duduk persoalannya adalahsebagai berikut :

Page 274: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

266

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

- Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat II telahmenandatangani suatu perjanjian kerjasama proyek airbersih. Perjanjian ini disetujui oleh Tergugat I; - Bahwa didalam perjanjian kerjasama tersebut disebutkan secara jelasdan tegas pada salah satu pasalnya bahwa jika terjadiperselisihan mengenai perjanj ian kerjasama akandiselesaikan melalui beberapa cara, yaitu (1) musyawarah;(2) pengajuan kepada pakar; (3) arbitrase;

- Bahwa ternyata secara tiba-tiba pada Tergugat Imenyatakan bahwa proyek air bersih akan ditenderkanulang pada investor lain. Kemudian Tergugat I menerbitkanKeputusan Tata Usaha Negara tentang gantirugi berkaitandengan kerjasama proyek air bersih yang isinya adalahmenyetujui pemutusan hubungan kerjasama antaraPenggugat danTergugat II serta membebankan gantirugisesuai ketentuan yang disebutkan pada beberapa pasal yangada dalam perjanjian kerjasama.

- Bahwa menurut Penggugat tindakan Tergugat Imenerbitkan keputusan tersebut bertentangan dengan isiperjanjian kerjasama yang telah dibuat, karena ketentuanbeberapa pasal tersebut tidak dapat digunakan sebagai daliluntuk memutuskan hubungan kerjasama antara Penggugatdengan Tergugat II;

- Bahwa menurut Penggugat, ketentuan pasal itu baru dapatdigunakan oleh Tergugat I untuk mengakhiri perjanjiankerjasama jika dalam jangka waktu tertentu setelah tanggalkewajiban dan pada saat pemberitahuan mengenaipengakhiran tersebut, tanggal pembiayaan belum terjadi;

- Bahwa menurut Penggugat ternyata tanggal pembiayaansebagaimana diuraikan tersebut belum terjadi karenaTergugat II belum memenuhi kewajiban yang dibebankankepadanya;

- Bahwa menurut Penggugat j ika Tergugat I tetapmenggunakan ketentuan Pasal 20 ayat (3) huruf (2) angka(2), maka sebaliknya justru Tergugat II yang mempunyai

Page 275: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

267

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

kewajiban hukum untuk membayar kepada Penggugatbiaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Penggugat;

- Bahwa menurut Penggugat tindakan Tergugat I dalammenerbitkan keputusannya untuk Penggugat adalahmerupakan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatigeoverheidsdaad), sebab Tergugat I telah nyata menyalah-gunakan wewenangnya untuk membuat keputusannyayang bertentangan dengan perjanjian antara Penggugatdengan Tergugat II.Apalagi menurut Penggugat keputusantersebut membebankan suatu kewajiban kepada Penggugat;

- Bahwa menurut Penggugat sebaiknya jika terjadiperselisihan antara Penggugat dengan Tergugatdiselesaikan menurut kesepakatan seperti yang tertuangpada pasal yang ada pada perjanjian kerjasama, bukandengan cara menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara;

- Bahwa Penggugat meminta agar perkara ini diperiksadengan acara cepat. Atas dasar ini maka Penggugat mintakepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memberikanputusan sebagai berikut :1) Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;2) Menetapkan pemeriksaan dengan acara cepat;3) Menyatakan menghentikan seluruh perbuatan/tindakan

hukum lain sebagai pelaksanaan atas Keputusan TataUsaha Negara yang ada;

4) Menyatakan perbuatan Tergugat I adalah perbuatanmelawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad);

5) Menyatakan batal dan tidak sah surat Tergugat I tentanggantirugi berkaitan dengan kerjasama proyek air bersih;

6) Menghukum Tergugat I untuk mematuhi isi putusan ini;7) Menghukum Tergugat II untuk mematuhi isi putusan

ini;8) Menghukum Tergugat I untuk membayar seluruh biaya

perkara yang timbul dalam perkara ini.

Page 276: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

268

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Atas gugatan ini para Tergugat menyatakanmenolak dan mengajukan eksepsi yang pada intinya bahwaobyek sengketa dalam perkara ini bukanlah Keputusan TataUsaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka3 UU Nomor 5 Tahun 1986. Sengketa ini telah diputus olehPengadilan Tata Usaha Negara Surabaya dalam putusannyaNomor 137/G.TUN/1999/PTUN. SBY tanggal 7 Desember1999, yang amarnya berbunyi sebagai berikut:Mengadili

1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;2. Menyatakan Penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara

Surabaya Nomor 137/PEN.TUN/1999/PTUN.SBYtanggal 21 Oktober 1999 dinyatakan diangkat;

3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkaraini sebesar Rp.82.500 (delapan puluh dua ribu lima ratusrupiah).

Putusan ini dibuat dengan pertimbangan hukum antara lainsebagai berikut :- Menimbang bahwa apabila Pengadilan Tata Usaha Negara

Surabaya meneliti secara detail tentang perjanjian kerjasamapengelolaan air bersih antaraTergugat II Nomor 690/022/509/KS/1997 tanggal 11 April 1997 dengan Penggugatadalah tunduk pada peraturan hukum perdata. Bukanhubungan sebagaimana termaksud dalam hukum publik;

- Menimbang bahwa Pengadilan Tata Usaha Negaraberpendapat perjanjian antara Tergugat II denganPenggugat bersifat perdata, karena:1) adanya asas otonomi yaitu berupa kebebasan dari pihak-

pihak yang bersangkutan untuk mengadakan hubunganhukum atau tidak, serta menentukan apa isinyahubungan hukum itu;

2) adanya asas kepercayaan;3) adanya asas sebab musabab karena perjanjian itu

merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan;

Page 277: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

269

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

- Menimbang bahwa perbuatan Tergugat II mengeluarkansurat Nomor 690/ 041/509/1999 tanggal 4 Mei 1999 adalahmerupakan pemutusan hubungan kerja dalam bentukhubungan hukum perdata, sehingga gugatan Penggugatyang ditujukan kepada Tergugat II adalah masuk dalamkategori Pasal 2 huruf (a) UU Nomor 5 Tahun 1986, sehinggaPengadilan Tata Usaha Negara Surabaya tidak berwenanguntuk memeriksa, mengadili dan memutus;

- Menimbang bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas,maka keputusan yang dikeluarkan Tergugat I adalahberkaitan dengan keputusan yang dibuat oleh Tergugat IImemenuhi ketentuan Pasal; 2 huruf a UU Nomor 5 Tahun1986, dengan demikian tidak termasuk dalam pengertianKeputusanTata Usaha Negara menurut undang-undang ini.

Dari beberapa pertimbangan hukum tersebut dapatdiketahui bahwa penyebab tidak diterimanya gugatanPenggugat adalah karena (menurut Hakim) obyekgugatannya termasuk dalam kategori ketentuan Pasal 2huruf a UU Nomor 5 Tahun 1986. Pasal ini menyebutkanbahwa :”Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan TataUsaha Negara menurut Undang-Undang ini : a.KeputusanTata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukumperdata”. Jadi menurut Hakim, obyek gugatannyamerupakan perbuatan hukum perdata. Masalahnya adalahapakah dasar atau landasan Hakim berpendapat demikian? Bukankah telah ada Saksi Ahli yang telah didengar danmenyatakan bahwa obyek gugatan termasuk dalampengertian Keputusan Tata Usaha Negara ? Memang, didalam salah satu pert imbangan hukumnya Hakimmenyatakan tidak terikat pada keterangan SaksiAhli. Hakimjuga tidak menyebut yurisprudensi sebagai pertimbanganhukumnya, melainkan memberikan putusan berdasarpendapatnya sendiri. Di dalam ajaran rechtvinding Hakimmemiliki kewenangan untuk mencari, menggali danmenemukan sendiri hukum yang hidup dalam masyarakat

Page 278: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

270

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

(living law) sebagai dasar putusannya. Ditegaskan dalamUU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal28 ayat (1) bahwa :”Hakim wajib menggali, mengikuti, danmemahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidupdalam masyarakat”. Hal ini sesuai dengan ajaran FriederichKarl von Savigny (1719-1861) tentang “Law as aManifestation of the spirit of the People in History”. Dikatakanbahwa :”Law is developed not by the arbitrary will of a lawgiver but by internal, silently operating powers. It is not madebut found. Its growth in essentially an unconscious the people ismanifested in the progress of the times. The spirit of the people(Volkgeist) manifests it self in the law of the people”. Lebih lanjutdikatakan bahwa :”The task of the lawyers is not to create butto bring into legal shap that wich exsist in the Volkgeist”92. Dariilustrasi ini dapat disimpulkan bahwa dalam hal pilihanhukum ternyata terjadi peleburan hukum kearah hukumprivat. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabayayang demikian ini ternyata dikuatkan oleh PengadilanTinggi Tata Usaha Negara Surabaya dan dikuatkan pulaoleh putusan Kasasi Mahkamah Agung RI. Di dalampertimbangan hukumnya Pengadilan Tinggi Tata UsahaNegara Surabaya antara lain menyatakan :- Menimbang bahwa menurut para Tergugat dalam kontra

memori bandingnya mengenai kewenangan Tergugat I/Terbanding untuk mengetahui/ menyetujui kerjasamaTergugat II/Terbanding dan Penggugat/Pembanding khususdalam proyek air bersih tersebut adalah dilandaskan dariketentuan yang diatur dalam Instruksi Menteri DalamNegeri Nomor 9 Tahun 1995 tentang petunjuk pelaksanaanperaturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1990tentang kerjasama antara Perusahaan Daerah dengan Pihakketiga tepatnya dalam diktum IV tata cara kerjasama hurufA angka 4 yang menegaskan :”Perjanjian kerjasama

92 Surya Prakash Sinha, Professor of Law Pace University School of Law,Jurisprudence Legal Philosophy In A Nutshell, St.Paul Minn, West PublishingCO, 1993, h.206

Page 279: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

271

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

ditandatangani oleh kedua belah pihak dan diketahui olehKepala Daerah”, maka Majelis Hakim Pengadilan TinggiTata Usaha Negara Surabaya setelah meneliti ketentuantersebut dalam surat bukti para Tergugat yaitu T.II-51berpendapat bahwa kewenangan Tergugat I/Terbandingsebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (BadanHukum Publik) secara umum adalah kewenangan HukumPublik (Hukum Tata Usaha Negara), tetapi khusus dalamperjanjian kerjasama Penggugat dan Tergugat II dalamproyek air bersih tersebut, di mana perjanjian kerjasamaitu sendiri jelas adalah suatu produk yang berdasar hukumperdata, maka jelas tindakan Tergugat I/ Terbanding ikutbertanda tangan mengetahui/menyetujui perjanj iankerjasama Tergugat II dan Penggugat dalam proyek airbersih (vide Surat Bukti P- 11=T.I.II-2) adalah berisikantindakan hukum perdata, begitu pula suratTergugat I/Terbanding Nomor 690/6605/022/1999 tanggal 30 Juni 1990perihal persetujuan Tergugat I/Terbanding (vide surat buktiT.I.II-1) terhadap surat Tergugat II/Terbanding Nomor 690/041/509/1999 tanggal 4 Mei 1999 tentang pemutusanperjanjian kerjasama Tergugat II dan Penggugat dalamproyek air bersih (vide surat bukti P.11 = T.I.II-2) jelas suratTergugat I/Terbanding tersebut adalah berisikan tindakanhukum perdata.

- Menimbang bahwa dengan demikian ternyatalah bahwasurat Tergugat I/ Terbanding yang menjadi obyek gugatanPenggugat/Pembanding tersebut tidak memenuhi unsurPasal 1 ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 1986 yaitu unsur yangberisikan tindakan hukum Tata Usaha Negara, tetapitepatnya adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 huruf (a)UU Nomor 5 Tahun 1986 bahwa surat Tergugat I/Terbanding tersebut tidak masuk pengertian KeputusanTata Usaha Negara;

- Menimbang bahwa selain daripada itu bahwa secara for-mal posita gugatan Penggugat dan petitumnya serta dalammemori bandingnya lebih menonjol mengemukakan hal

Page 280: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

272

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

yang menyangkut keperdataan, yang menyatakan alasangugatannya bahwa suratTergugat I/Terbanding yangdigugatnya (obyek gugatan) adalah merupakan perbuatanmelawan hukum oleh penguasa (onrechtmatigeoverheidsdaad), menurut Majelis Hakim Pengadilan TinggiTata Usaha Negara Surabaya bahwa semestinya gugatanPenggugat diajukan ke Peradilan umum (PengadilanNegeri) berdasar Pasal 1365 KUHPerdata;

- Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan diuraikandi atas, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha NegaraSurabaya berpendapat bahwa surat Tergugat I/Terbandingtersebut yang menjadi obyek gugatan Penggugat terhadapTergugat I/Terbanding adalah tidak merupakan suatuKeputusan yang menjadi obyek Sengketa Tata UsahaNegara sesuai menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) UU NO.5Tahun 1986, maka tidak menjadi kewenangan PeradilanTata Usaha Negara, dengan demikian putusan HakimPengadilan Tata Usaha Negara Surabaya yang menyatakangugatan Penggugat tidak dapat diterima adalah sudahtepat, harus dikuatkan dalam putusan di tingkat banding;

Demikian juga putusan Kasasi MahkamahAgungRI, di dalam pert imbangan hukumnya antara laindisebutkan :- Menimbang bahwa segala Keputusan Tata Usaha Negara

yang diterbitkan dalam rangka untuk menimbulkanperjanjian aquo maupun diterbitkan dalam kaitannyadengan pelaksanaan isi bunyi perjanjian itu an sich, ataupunmenunjuk pada suatu ketentuan dalam perjanjian (kontrak)yang menjadi dasar hubungan hukum antara kedua belahpihak, haruslah dianggap melebur (oplosing) kedalamhukum perdata, dan karenanya merupakan Keputusan TataUsaha Negara dalam arti Pasal 2 huruf (a) UU No.5 Tahun1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu KeputusanTata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukumperdata, yang menjadi kompetensi Pengadilan perdata

Page 281: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

273

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

untuk menilainya sesuai dengan kewenangan yangdimilikinya dalam rangka penilaian terhadap suatuperbuatan hukum pemerintahan;

- Menimbang bahwa oleh karenanya persoalan-persoalantentang menyimpang atau tidaknya Keputusan Tata UsahaNegara aquo yang menjadi obyek dalam gugatan inidihubungkan dengan syarat-syarat atau klausula dalamperjanjian ataukah penilaian bahwa keputusan aquo bersifatmelawan hukum atau tidak dan sebagainya, makapersoalan-persoalan tersebut merupakan permasalahanperdata yang akan dinilai oleh Hakim perdata dalam rangkagugatan perbuatan melawan hukum ataupun dalam rangkagugatan cidera janji (wanprestasi) tergantung menurutkasus posisinya sehingga dengan demikian seandainyapunsecara formal pihak Tergugat seharusnya menempuh upayaarbitrase atau tidak berhak secara sepihak memutuskanhubungan kerjasama antara Penggugat dengan TergugatII, maka kewenangan pengadilan untuk menyatakan hal-hal ini adalah pada Hakim perdata di Pengadilan Negeri,bukan pada Hakim Tata Usaha Negara di Peradilan TataUsaha Negara.

Dari ilustrasi ini dapat disimpulkan bahwa dalamhal pilihan hukum ternyata terjadi peleburan hukum kearahhukum privat, sehingga penyelesaian sengketanya menjadikompetensi absolut Peradilan Umum (Pengadilan Negeri).

Dalam penelitian yang lain penulis juga menjumpaipenanganan kasus di Peradilan Tata Usaha Negara yangsangat menarik. Betapa tidak, karena diantara pertim-bangan hukumnya terdapat dua hal yang kontradiktif. Disatu pihak Majelis Hakim menyatakan dengan tegas bahwaobyek sengketanya adalah benar-benar murni KeputusanTata Usaha Negara menurut pengertian Pasal 1 butir (3)UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata UsahaNegara, akan tetapi di lain pihak Majelis Hakim menyatakandengan tegas pula bahwa karena keputusan Tergugat

Page 282: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

274

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

tersebut didahului oleh per janj ian kerjasama, makakeputusan Tergugat tersebut melebur kedalam perbuatanhukum perdata, sehingga pada akhirnya gugatan yangdiajukan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (nietontvenkelijkeverklaar). Sebagai ilustrasi saya kemukakanduduk persoalan dan beberapa pertimbangan hukumMajelis Hakim sebagai berikut :

Tentang duduk perkara :Ada salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

menjadiTergugat di Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya.Penggugatnya adalah salah satu perseroan terbatas. AntaraPenggugat dan Tergugat mengadakan perjanjian tentangpengelolaan pemandian. Isi perjanjian menyangkut dua hal,yaitu pertama, tentang pelaksanaan pembangunan di dalamkompleks tempat rekreasi dan kedua, tentang pengelolaanpemandian selama waktu 21 tahun. Sebelum habis masawaktunya, ternyata Tergugat menerbitkan surat tentangpemutusan hubungan kerjasama pengelolaan tempat rekreasipemandian Penggugat merasa dirugikan dan mengajukangugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya denganpermintaan (tuntutan) agar surat keputusan Tergugat tersebutdinyatakan tidak sah karena dianggap telah sewenang-wenang.

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor20/TUN/ 1991/PTUN.SBY antara lain menyatakan bahwagugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (nietonvenkelijkeverklaard). Dalam pertimbangan hukumnya antaralain disebutkan :Dalam Eksepsi- Menimbang bahwa menurut Majelis Hakim dalam kasus

sengketa Tata Usaha Negara ini terdapat dua sisi perludipertimbangkan. Pertama, adanya perjanjian kerjasamaantara Tergugat dan Penggugat, kedua adanya KeputusanTergugat tanggal 19 Juli 1991 Nomor 974/2387/406-13/1991tentang pemutusan kerjasama pengelolaan tempat rekreasipemandian;

Page 283: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

275

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

- Menimbang bahwa menurut Majelis, keputusan Tergugat(P-1) adalah merupakan penetapan tertulis yangdikeluarkan oleh Tergugat selaku Pejabat Tata UsahaNegara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negaraberupa pemutusan hubungan kerjasama, berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku (UU Nomor5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan DiDaerah), bersifat konkret, individual dan final,menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badanhukum perdata (merupakan kepentingan Penggugat)sesuai Pasal 1 butir (3) UU Nomor 5 Tahun 1986;

- Menimbang bahwa menurut Majelis keputusanTergugattersebut adalah benar- benar murni Keputusan Tata UsahaNegara menurut pengertian Pasal 1 butir (3) UU Nomor 5Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

- Menimbang bahwa dengan demikian pokok perkara yangmenyangkut keputusanTergugat tersebut adalah menjadikewenangan PengadilanTata Usaha Negara Surabaya untukmemeriksa, memutus dan menyelesaikan;

- Menimbang bahwa menurut eksepsi Tergugat, keputusanTergugat tersebut merupakan perbuatan hukum perdata,hal tersebut tidaklah benar, karena tidak sesuai denganketentuan Pasal 1 butir (3), meskipun demikian Majelis akanmenentukan dalam formulasi lain, oleh karena keputusanTergugat tersebut didahului oleh perjanjian kerjasama,keputusan tersebut melebur kedalam perbuatan hukumperdata;

- Menimbang bahwa oleh karena pemutusan kerjasamaberkait erat dengan klausula tersebut di atas menurutMajelis keputusan Tergugat tersebut telah melebur kedalamhukum perdata di atas;

- Menimbang bahwa meskipun keputusan Tergugat tersebutmurni sebagai Keputusan Tata Usaha Negara, karena telahmelebur kedalam perbuatan hukum perdata, dapatdipandang sebagai suatu pengecualian Pasal 1 butir (3) UU

Page 284: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

276

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Nomor 5 Tahun 1986, dengan demikian tidak menjadikompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya, olehkarena itu eksepsi Tergugat di bagian akhir jawabannya,harus dinyatakan cukup beralasan hukum dan di dalamdiktum putusan nanti seyogyanya menyatakan menerimaatau mengabulkan eksepsi;

Dalam Pokok Perkara- Menimbang bahwa meskipun demikian, karena keputusan

Tergugat tentang pemutusan hubungan kerjasamapengelolaan tempat rekreasi pemandian tersebutberkedudukan sebagai Keputusan Tata Usaha Negaramurni, karena adanya perjanjian hubungan kerjasamadalam hubungan keperdataan, Keputusan Tata UsahaNegara tersebut telah melebur ke dalam perbuatan hukumperdata sebagai terurai di dalam pertimbangan eksepsi diatas;

- Menimbang bahwa keputusanTergugat yang telah meleburkedalam perbuatan hukum perdata itu menurut Majelisberlaku sebagai suatu pengecualian Pasal 1 butir (3) UUNomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negarasebagai tersebut di dalam ketentuan Pasal 2 huruf a undang-undang tersebut; - Menimbang bahwa pada dasarnyasengketa pemutusan hubungan kerjasama tersebut yangsecara formil tertuang di dalam keputusan Tergugattertanggal 19 Juli 1991 Nomor 974/2387/406-13/1991 adalahmurni menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara;

- Menimbang bahwa karena keputusan tersebut telahmelebur kedalam perbuatan hukum perdata, keputusanmana telah dikeluarkan dari kompetensi Peradilan TataUsaha Negara.

Dari pertimbangan hukum yang demikian iniNampak sekali bahwa dalam penyelesaian sengketa iniMajelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Surabayamenganut ajaran peleburan hukum (oplosing) ke dalamhukum perdata. Indroharto pernah mengemukakan bahwa

Page 285: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

277

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

:”pendapat yang masih berlaku di sini adalah meleburdalam tindakan hukum perdata yang menjadi tujuan akhirdari rangkaian tindakan-tindakan hukum tersebut” 93.Secara normatif UU Nomor 5 Tahun 1986 (jo UU No.9 Tahun2004) dan peraturan perundang-undangan lain yangberkaitan dengan Peradilan Tata Usaha Negara belummengatur masalah peleburan hukum ini. Oleh karenanyamenurut saya masalah peleburan hukum lebih merupakanpandangan/pendapat (para ahli). Pandangan/pendapat ahlibisa saja dipakai sebagai dasar penyelesaian sengketa,karena pandangan/pendapat ahli juga merupakan salahsatu sumber hukum administrasi negara yang lazim disebutdoktrin. Hadjon mengemukakan bahwa “doktrin” adalahpendapat pendapat para pakar dalam bidangnya masing-masing yang berpengaruh. Pendapat yang dikemukakan inisering dipergunakan sebagai sumber dalam pengambilankeputusan, terutama oleh para Hakim”94.

Di dalam hukum administrasi negara dikenal ajaranbahwa setiap tindakan hukum privat yang dilakukan olehpemerintah (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara) harusselalu didasarkan pada hukum publik atau harus didahuluitindakan hukum publik. Karena hal ini menyangkut soalpenggunaan wewenang pemerintah (Badan atau Pejabat TataUsaha Negara) untuk melakukan tindakan hukum privat. Didalam praktek peleburan hukum yang terjadi adalah peleburanhukum publik kedalam hukum privat. Rangkaian tindakanhukum publik yang dilakukan sebagai dasar melakukantindakan hukum privat melebur kedalam hukum privat yangmenjadi tujuan akhir dari rangkaian tindakan hukum tersebut.Oleh karenanya jika terjadi sengketa antara pemerintah denganpihak swasta yang melakukan kontrak, maka penyelesaiannyatidak ke Peradilan Tata Usaha Negara, melainkan ke Peradilan

93 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan TataUsaha Negara, Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, h.117-118

94 Philipus M.Hadjon, Op cit, h.65

Page 286: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

278

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Umum (Pengadilan Negeri). Ten Berge & TAK dalam NederlandAdministratief Procesrecht- W.E.Tjeenk1 Willink-Zwolle 1983memerinci Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat dianggapsebagai tindakan hukum menurut hukum perdata(rechtshandeling naar burgerlijkrecht), yaitu :

a. Keputusan Tata Usaha Negara (termasuk yangmerupakan penolakan) yang jangkauannya sampaitindakan hukum perdata. Contoh Keputusan Tata UsahaNegara yang isinya memberi izin atau menolakpenjualan asset Pemerintah Daerah;

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang melebur dalamsuatu tinakan hukum perdata. Contoh keputusanpemenang lelang yang kemudian ditindaklanjuti dengankontrak;

c. Keputusan Tata Usaha Negara yang menyebabkandipenuhi tidaknya suatu syarat untuk dapat bekerjasecara sah suatu tindakan menurut hukum perdata.Misalnya untuk mengerjakan pemborongan suatupekerjaan senilai tertentu harus terlebih dahulumemperoleh persetujuan dari Pejabat berwenang;

d. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakanpelaksanaan dari suatu tindakan hukum perdata.Contoh, setelah dilakukan perjanjian jualbeli assetPemerintah Daerah, maka kemudian diperlukanKeputusan Tata Usaha Negara untuk baliknama”95.Masalahnya adalah apakah Hakim Peradilan Tata

Usaha Negara dapat sec ara bebas menggunakanpandangan/pendapat ahli sebagai sumber dalam membuatputusannya ?

Menurut saya tidak. Artinya bahwa Hakim tidakbebas dalam menggunakan pendapat ahli sebagai dasarmemutus perkara. Ia harus memperhatikan secara cermatketentuan hukum positif yang tertulis. Jangan sampai

95 Indroharto Op cit, h.118

Page 287: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

279

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

pendapat ahli bertentangan dengan hukum positif yangtertulis. Hal ini penting diperhatikan untuk mencapaikepastian hukum dalam penyelesaian sengketa. Pendapatahli (doktrin) dapat digunakan sebagai sumber hukumdalam penyelesaian sengketa, jika :

1) tidak ada sumber hukum lain; atau2) untuk melengkapi sumber hukum yang sudah ada,

terutama jika terjadi kekaburan atau konflik norma.Mungkin masih ada lagi Sengketa Tata Usaha

Negara yang dapat menimbulkan perbedaan pendapatdalam penyelesaiannya. Namun kembali pada persoalanpokok tentang pilihan hukum dalam penyelesaian SengketaTata Usaha Negara di Peradilan Tata Usaha Negara, penulisberpendapat bahwa dalam hal pilihan hukum seyogyanyadidasarkan pada peleburan hukum privat ke dalam hukumpublik, bukan sebaliknya seperti yang terjadi dalam praktekselama ini.Alasannya adalah selain UU No.5 tahun 1986 joUU Nomor 9 Tahun 2004 tidak mengatur soal peleburanhukum, juga dari kajian teori dapat dijelaskan sebagaiberikut : Negara adalah merupakan organisasi kekuasaan.Sebagai organisasi kekuasaan ia diatur dan tunduk padahukum publik. Pemerintah (Badan atau Pejabat Tata UsahaNegara) adalah merupakan salah satu unsur pelaksanakekuasaan negara. Oleh karenanya ia juga diatur dan harustunduk pada ketentuan hukum publik, termasuk dalam halmelakukan tindakan hukum privat. Seperti yang dikatakanoleh Soehino bahwa kontrak yang diselenggarakan olehPemerintah dengan seseorang atau badan hukum perdatadiatur oleh suatu hukum khusus atau istimewah, yaituperaturan hukum publik dan tidak oleh peraturan hukumbiasa, yaitu peraturan hukum perdata”52. Atas dasar inimaka jika peleburan hukum harus dilakukan, seharusnyapeleburan hukum tersebut mengarah ke dalam hukum publik,artinya hukum privat melebur kedalam hokum publik, bukansebaliknya hukum public melebur ke dalam hukum privat.

Page 288: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

280

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

KesimpulanDari uraian di atas akhirnya dapat disimpulkan

bahwa :1. Tidak semua tindak pemerintahan dapat dijadikan obyek

sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara, hanya tindakpemerintahan tertentu yang berupa Keputusan Tata UsahaNegara yang memenuhi syarat-syarat sebagaimanaditentukan dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor9 Tahun 2004 saja yang dapat dijadikan obyek sengketa diPeradilan Tata Usaha Negara;

2. Penyempitan kompetensi absolut Peradilan Tata UsahaNegara, selain disebabkan karena faktor intern seperti yangditentukan di dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor9 tahun 2004, juga disebabkan faktor ekstern seperti yangtersebut di dalam :1) UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi danNepotisme (Lembaran Negara RI Tahun 1999 No.75tanggal 19 Mei 1999, Tambahan Lembaran Negara RINo.3851);

2) UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(Lembaran Negara RI Tahun 2002, No.27 Tanggal12April 2002,Tambahan Lembaran Negara No.);

3) UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan Indus- trial (Lembaran Negara RI Tahun2004, No.6 Tanggal 14 Januari 2004, TambahanLembaran Negara RI No.4356);

4) UU No.5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung RI(lembaran Negara RI Tahun 2004 No.9 Tanggal 15Januari 2004, Tambahan Lembaran Negara RI No.4359),khususnya ketentuan Pasal 45A ayat (2) huruf c

5) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Tahun 2004, No.125, Tanggal 15Oktober 2004, Tambahan Lembaran Negara RI No.4437)

Page 289: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

281

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

khususnya Pasal 20 ayat (1) yang mengatur tentangAsasUmum Penyelenggaraan Negara;

6) Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA RI) No.8Tahun 2005,

3. Dalam praktek, pilihan hukum yang digunakan sebagaidasar penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara diPeradilan Tata Usaha Negara adalah peleburan hukum yangmengarah kepada hukum privat. Untuk ini sayaberpendapat sebaliknya, yaitu pilihan hukum yangdidasarkan pada peleburan hukum kearah hukum publik.

Saran / Harapan1) Perlu penguatan kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha

Negara di undang- undang tentang Peradilan Tata UsahaNegara, karena disamping keberadaannya disebut secaraeksplisit di dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 pascaamandemen, juga karena fungsinya yang sangat strategissebagai alat kontrol penggunaan wewenang pemerintah(Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara);

2) Jika terjadi pilihan hukum dalam penyelesaian sengketa diPeradilan Tata Usaha Negara, hendaknya mengarah kepadapeleburan ke hukum publik (hukum privat melebur kedalam hukum publik). Karena obyek sengketa di PeradilanTata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negarayang merupakan bagian dari hukum publik. Untuk ini perludiatur secara tegas di dalam undang-undang tentangPeradilan Tata Usaha Negara.

Page 290: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

282

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

DAFTAR PUSTAKA

Amrah Muslimin, Beberapa Azas-Azas Dan Pengertian-Pengertian Pokok tentang Administrasi Dan HukumAdministrasi, Alumni, Bandung, 1980;

Ateng Safruddin , Kepala Daerah, Citra Aditya Bakti,Bandung, 1994;

A.D. Belinfante dan Boerhanoeddin Soetan Batoeah,Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara, BinaCipta, Bandung, 1983

Boerhanoeddin Soetan Batoeah, Pokok-Pokok Hukum TataUsaha Negara, Binacipta, Bandung, 1983;

Bagir Manan, Perlindungan Hukum Terhadap PejabatPublik Daerah, Varia Peradilan Tahun XXII No.262November 2007

Gayus Lumbun T, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang BaikDalam Prespektif Hukum Administrasi Negara DitinjauDari Aspek Kegunaan Dan Manfaat , PidatoPengukuhan sebagai Guru Besar Tetap DalamBidang Ilmu Hukum Administrasi Negara, FakultasHukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, 27Februari 2006;

H.D.van Wijk, Hoofdstukken vanAdministratief Recht,vijde druk bewerkt door Mr.Milem Konijnebelthoogleraar aan de Katholieke Hogeschool Tilberg,1984, Vuga Uitgeverij B.V.’S.Gravenhage

Hans Kelsen, Pure Theory of Law (Reine Rechtslehre),translated from the second German edition by MaxKnight (Berkeley University of California Press, 1978

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang TentangPeradilanTata Usaha Negara, Buku I BeberapaPengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993,

Page 291: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

283

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Ismail Sunny, Pembagian Kekuasaan Negara, AksaraBaru, Jakarta, 1978

J.B.M.ten Berge dan F.C.M.A.Michiels, Bestuuren doorde everheid, NederlandAlgemene Bestuursreht Ivijde druk, 2001, W.E.J.Tjeenk Willink Deventer insamenwerking met het G.J.Wiarda Instituut, h.139

Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum TataPemerintahan Dan Peradilan Administrasi Negara,Alumni, Bandung, 1978;

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia,Jakarta, 1977

Marbun S.F., Peradilan Administrasi dan Upaya Administratifdi Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2003;

Notohamidjojo O. , Demi Keadilan Dan Kemanusiaan,Beberapa Bab Dari Filsafat Hukum, BPK GunungMulia, Jakarta Pusat , 1974;

O.Notohamidjojo, Demi Keadilan Dan KemanusiaanBeberapa Bab Dari Filsafat Hukum, BPK GunungMulia, jakarta Pusat, 1975

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia,Jakarta, Indonesia, 1981;

Philipus M.Hadjon, Asas-Asas Umum Pemerintahan YangBaik, pada Himpunan MakalahAAUPB, Bandung,CitraAditya Bakti, Bandung, 1994

————————————, PengantarHukumAdministrasi Indonesia (In- troduction tothe IndonesianAdministrative Law), Gajah MadaUniversity Press, 1993

Roeslan Saleh, Pembinaan Cita Hukum Dan Penerapan Asas-asas Hukum Nasional, Pembentukan Hukum DanPenemuan Hukum, dalam Majalah Hukum Nasional,Edisi Khusus, Departemen Pembinaan HukumNasional Departemen Kehakiman, Edisi khususNo.1, Jakarta, 1995

Page 292: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

6

KORUPTOR bersama ISTRI

Dr Eddy Pranjoto W., S.H., MPA. MSi.

Makna koruptor dan istri secara harfiahKelakuan koruptor tidak dapat dipisahkan dengan

kelakuan istri. Mengapa?, sepanjang pengetahuan penulis,99 prosen koruptor sudah beristri. Kata koruptor dalambahasa Indonesia yang baku berarti orang melakukankorupsi atau orang yang menyelewengkan (menggelapkan)uang negara (perusahaan) di tempat kerjanya. Sedangkankata korupsi terambil dari kata korup yang artinya buruk,busuk, suka memakai barang (uang) yang dipercayakankepadanya, dapat disogok (memakai kekuasaannya untukkepentingan pribadi). Kata korup ditambah imbuhan simenjadi kata korupsi, yang berarti penyelewengan ataupenyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untukkeuntungan pribadi atau orang lain (KBBI, 2001: 597).

Dengan demikian jika sebagian orang menganggapbahwa, kata koruptor hanya diberikan kepada pelaku yangmencuri keuangan rakyat (baca: Negara) dengan jumlahmilyaran rupiah saja sebenarnya keliru sekali. Mengapa?,sebab meskipun jumlahnya kecil, pelakunya dapat jugadisebut koruptor dan kasatmata, koruptor itu banyakdilakukan oleh kaum pria (laki-laki dewasa) yang sudahberistri. Selanjutnya, istri juga disebut garwa, terambil dari

Page 293: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

bahasa Jawa garwo. Garwo sering dimaknai sigaraning nyowooleh orang Jawa, artinya dalam bahasa Indonesia samadengan separuhnya nyawa atau belahan jiwa (KBBI, 2001: 123)Belahan jiwanya siapa ?, yaitu tidak lain adalah belahan jiwasuaminya. Makna belahan j iwa menunjukkan, begitudekatnya hubungan kedua manusia yang berlainan jenis danterikat perkawinan itu. Sehingga sebelum mempunyai anak,hubungan suami yang paling dekat dan sangat dekat, yaitudengan istrinya. Hubungan dengan orang tua, saudara danteman sangat jauh ketimbang hubungan dengan istrinya.Jika kemudian mempunyai anak, maka hubungan terdekatsuami mulai terpecah. Hubungan suami terdekat pertama,yaitu dengan istrinya dan hubungan terdekat yang kedua,yaitu dengan anaknya. Begitu dekatnya hubungan suami-istri tersebut, sehingga apa yang dilakukan suami, istri dapatdipastikan mengetahui. Begitu juga sebaliknya, mereka jugaakan selalu berbagi senang dan duka. Istri lebih mengetahuiketimbang para penegak hukum

Kalimat koruptor bersama istri dapat berarti suamiyang korupsi bersama istri. Jika diwujudkan secara nyata,sering kita lihat dalam hidup keseharian, di media cetak danelektronik. Ketika suami ditangkap/ditahan, istr imerangkulnya dan bahkan sambil menangis. Padahalsebelumnya, seharusnya ia mampu untuk mencegah agarsuaminya tidak melakukan korupsi. Koruptor memangsudah membumi disemua sektor pelayanan publik, seiringgetolnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polisi, Jaksadan Hakim atau para penegak hukum yang memegangamanah rakyat untuk memberantas koruptor. Ada koruptoryang ditangkap dan ada pula koruptor yang diloloskan saja.Kata diloloskan muncul disebabkan ada penegak hukumsetelah mengadakan penyel idikan panjang , t iba-t ibamenyatakan dengan kalimat sakti: tidak cukup bukti ! .Sebutan koruptor dapat pula diberikan kepada petugasparkir yang tidak memberikan karcis pada orang yang

Page 294: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

286

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

sedang parkir, petugas pajak yang memanipulasi bon dirumah makan, petugas imigrasi yang mempersulitpermohonan paspor karena tidak memberi imbalan, dosentidak meluluskan peserta ujian karena tidak diberi imbalan,anggota dewan yang mempermudah rancangan undang-undang menjadi undang-undang karena diberi imbalan,menginjak kaki tersangka agar diberi imbalan, menuntutringan terdakwa karena imbalan, memutus ringan terdakwakarena imbalan dan/atau penyelenggara negaramempermudah pelayanan publik karena diberi imbalan.Hanya saja imbalan itu sekarang dibuat dengan istilah kerenoleh para wakil rakyat, yaitu gratifikasi.Akan tetapi artiharfiahnya sama saja, yaitu menerima uang sogok, atauClive Gray memberikan istilah uang siluman (Mubyarto,1980: 65). Masalahnya yaitu, siapa yang lebih dahulumengetahui adanya koruptor yang banyak dilakukan olehsuami itu?. Apakah KPK, polisi, jaksa atau hakim?. Tentusaja bukan, dan orang yang lebih dahulu mengetahui suamimelakukan korupsi, yaitu orang yang paling dekatdengannya, yaitu istri yang merupakan belahan jiwanya.

Mengapa istri yang paling mengetahui perbuatansuami tersebut?. Secara normatif dan sosiologis, istri akanmengetahui berapa gaji suaminya. Jika gaji suami setiapbulan Rp. 7.500.000,- maka secara matematis selama 5 tahungaji yang diterima suami genap/utuh sebesar Rp.450.000.000,- (itupun jika tidak mengeluarkan biaya kedokter bagi anak, istri dan dirinya yang sakit). Sementaraitu selama kurun waktu 5 tahun, suami dengan sabar,tawakal (sesudah berikhtiar, baru berserah diri kepadaTuhan) menanti tingkat kesejahteraan serta menahan untuktidak menikmati gebyarnya dunia secara berlebihan dan

Page 295: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

287

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

tercela, maka perilaku suami yang demikian itu dapatdipastikan istri mengetahui, suaminya bukanlah seorangkoruptor. Berbeda, jika selama kurun waktu itu suamimemberikan gebyarnya dunia kepada istri (misalnyamembeli mobil baru, rumah setengah mewah, mengajakpergi haji plus Rp. 70.000.000,-/perorang atau keliling Eropaatau kenikmatan lainnya), padahal suaminya tidak pernahmenerima warisan, atau mencari tambahan pengasilan yanghalal, maka dapat dipastikan pula istri mengetahuiperbuatan suaminya, yaitu suaminya telah melakukankorupsi. Oleh karena itu undang-undang korupsimenegaskan bahwa, seorang terdakwa (baca: suami) yangtidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidakseimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahankekayaannya, maka keterangan tersebut dapat digunakanuntuk memperkuat alat bukti yang sudah ada, yaitusuaminya telah melakukan tindak pidana korupsi (Pasal 37angka 4 UU No. 31 Th. 1999 Tentang Pemberantasan TindakPidana Korupsi [PTPK] jo Pasal 37 A ayat (2) UU No. 20 Th.2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Th. 1999 TentangPTPK).

Istri memang dapat sebagai penyulut suami untukmenjadi koruptor. Dikatakan sebagai penyulut, jika istrimendiamkan pemberian suami di luar gaji yang ia terima,tanpa menanyakan darimana asalnya. Istri tidak peduli lagidarimana suami memperoleh tambahan gaj inya, yangpenting baginya. Ia dapat ikut menikmati gebyarnya dunia.Oleh karena itu ketika Nabi Muhammad ditanya: mengapasebagian besar penghuni neraka itu kaum perempuan?.Beliau menjawab: “Sebab mayoritas perempuan kurangbersyukur dan kufur (ingkar) nikmat” (Ummu Najwa, 2009:

Page 296: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

288

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

56). Sebaliknya, istri yang berbudi pekerti baik. Ia dapatsebagai penyejuk hati suami dan tidak merangsang suamiagar memberi gebyarnya dunia secara tercela. Ingat, NabiAdam melakukan dosa karena rayuan Siti Hawa untukmemakan pohon larangan Tuhan. Kiranya tidak berlebihanjika seorang istri, khususnya istri koruptor meneladani SitiHajar (istri Nabi Ibrahim), yang dengan tawakal mengabdikepada suami, meskipun sama sekali tidak diberi harta.Namun tetap dengan tekun mendidik anaknya, Ismaildengan akhlak yang mulia. Semoga para istri di republik inimampu dan mau menolak pemberian suaminya yang berasaldari perbuatan tercela.

Tulisan ini dibuat dalam rangka memperingati tugasdan pengabdian Prof. Dr. I Dewa Gede Atmadja, S.H., MS.selama 65 tahun. Beliau tidak saja sebagai promotor ketikapenulis menempuh pendidikan doktor, namun lebih dari itu.Beliau telah memberikan ajaran tentang akhlak dalammenulis dan bersopan santun dalam bergaul. Semoga TuhanYang Maha Bijaksana senantiasa memberikan kesehatankepada beliau. Amin.

Page 297: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

1

PROF. ATMADJA:PATAHNYA SEBUAH MITOS

I Dewa Gede Palguna

Jika kesedihan begitu mudah ditulis, apa yang hendakdikatakan tentang kebahagiaan? Itulah kesulitan yang selalu sayahadapi setiap kali hendak melukiskan kebahagiaan terhadapsuatu hal, keadaan, peristiwa, atau orang tertentu.

Seperti saat ini. Begitu bahagianya saya tatkala diminta untukmemberi kesan terhadap orang yang begitu saya hormati, seorangguru yang penuh dedikasi dan tetap bersahaja, Prof. Dr. I DewaGede Atmadja, sehingga setiap kata yang hendak saya pilih untukmelukiskan kebahagiaan itu selalu terasa tidak cukup representatifuntuk mewakili emosi dan perasaan saya. Kendatipundramawan-penyair-budayawan W.S. Rendra (almarhum)mengatakan bahwa kata lebih berkuasa dari bedil, atau, sepertikata-kata cendekiawan “pemberontak” Brazil, Paulo Freira,bahwa kata sejati mampu mengubah dunia, bagi saya kata tidakpernah menjadi wakil yang sempurna untuk setiap perasaan yanghendak diekspresikan. Karena itu, saya memilih akan berceriterasoal pengalaman saja, pengalaman selama menjadi mahasiswadari ProfesorAtmadja hingga kemudian menjadi apa pun adanyasaya saat ini.

Bagian KetigaSenarai Kenangan

Page 298: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

308

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Penyair Lebanon, Khalil Gibran, mengatakan “dekaplahmasa lalu dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan”(embrace the past with rememberance and the future with longing).Maka biarkan sejenak saya mendekap masa lalu itu dengankenangan.

Setidak-tidaknya ada empat “oknum” yang bertanggungjawab karena telah “menjerumuskan” saya sebagai dosen, profesiyang ternyata sangat saya cintai hingga saat ini. Beliau adalahalmarhum Bapak Drs. Ida Bagus Gde Uttara, S.H. (saat itu Dekan),Bapak Prof. Dr. I Ketut Mertha, S.H., M.Hum (saat itu PD III),Bapak Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, S.H., M.S (Pembimbingskripsi saya), dan Bapak Prof. Dr. I Dewa GedeAtmadja, S.H.,M.S.(saat itu Ketua Jurusan Hukum Tata Negara). Bahkan, PakUttara dan PakAtmadja minta saya membantu beliau “mengajar”pada saat saya masih berstatus mahasiswa yang sudah “bebaskuliah” alias tidak ada mata kuliah lagi yang harus ditempuh(akhir tahun 1985). Pak Uttara meminta saya membantunya untukmata kuliah Kapita Selekta Hukum Tata Negara, Pak Atmadjauntuk mata kuliah Perbandingan Hukum Tata Negara. Pada saatitu penampilan fisik saya sedang kacau-kacaunya: rambutpanjang hingga melewati bahu, ada gelang gading besarmelingkar di tangan, terkadang “disempurnakan” oleh kalungbermahkota tengkorak bajak laut yang terbuat dari tulang.Penampilan macam “hantu di siang bolong” itu sama sekali tidakmemenuhi kualifikasi sebagai “pengajar” sekaligus paling tidakdisukai oleh Prof.Atmadja. Oleh karena itu, bukan saja semuateman yang mengenal atau pernah diajar oleh ProfAtmadja, sayasendiri pun merasa heran bagaimana “hantu” seperti itu tiba-tiba memenuhi syarat untuk jadi “asisten” beliau. Hingga kinipun saya sesungguhnya saya tidak pernah tahu jawabannya yangpasti. Saya hanya bisa menduga.

Ada kebiasaan “buruk” di kalangan mahasiswa, yang bisajadi juga berlaku di semua kampus di seluruh tanah air, yaitu“kegemaran” para mahasiswa senior menakut-nakuti yuniornyadengan “mitos” tentang perilaku dosen tertentu, khususnyadalam hal mengajar dan memberi nilai. “Kegemaran” macam itu

Page 299: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

309

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

juga terjadi di kampus ini dan salah seorang dosen yang kerapdijadikan “mitos” untuk menakut-nakuti itu adalah Prof.Atmadja.Pada mulanya saya terpengaruh juga, sehingga sempat terbersitniat untuk mengubah penampilan menjadi serapi mungkin jikasuatu ketika nanti saya menempuh mata kuliah yang beliau asuh.Dan itu tidak menggembirakan saya sebab saat itu saya sedangmenikmati betul penampilan saya yang bak hantu itu. Untungnyakemudian justru saya terdorong untuk mencari tahu perihalkebenaran “mitos” tadi. Hasil investigasi dengan gaya “intelmelayu” yang saya dan beberapa teman lakukan ternyatamenemukan jawaban bahwa biang kerok ceritera“menyeramkan” tentang Pak Atmadja itu rupanya karena beliausangat disiplin, sangat tidak menyukai ada mahasiswa yangterlambat, dan terutama akan “meledak” kalau pertanyaan-pertanyaan yang beliau lontarkan selama kuliah sama sekali tidakmendapat respons dari mahasiswanya.

“Bingo! ketemu sudah”, kata saya dalam hati. Saya selamatkarena merasa yakin tidak harus mengubah penampilan. Makasaya bersama sejumlah teman dekat, yaitu kawan-kawan yangsama-sama aktif di Senat seperti Gus Wyasa Putra (yang kinisama-sama jadi dosen di bagian HI), TonnyAntonius (yangmundur jadi hakim dan kini presiden direktur sebuah bank swastanasional),Agustinus Saibung (yang kini tak terlacakkeberadaannya) menyusun strategi. Kalau kami nanti menempuhmata kuliah yang diasuh oleh PakAtmadja ada dua hal yang wajibkami kerjakan. Pertama, kami harus selalu dalam keadaan siaptatkala memasuki ruang kuliah dan tidak boleh terlambat.Artinya,sebelumnya kami sudah belajar dengan baik, minimal menguasaibetul perkuliahan dari pertemuan sebelumnya.Atau, kedua, jikakurang yakin dengan persiapan belajar kami maka alternatifnyaadalah kami harus bertanya sebanyak- banyaknya dengan catatan“haram hukumnya” untuk mengajukan pertanyaan ngawur aliasasbun - sebab, itu justru bisa mengundang kemarahan beliau. Adasatu orang sahabat yang terbebas dari “kewajiban” itu yaitu LiliekMulyadi (kini Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen, JawaTimur) sebab ia mengambil jurusan Hukum Pidana sehingga lepas

Page 300: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

310

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

dari “ancaman bahaya” ketemu dengan Pak Atmadja. Walhasil,ternyata strategi itu sangat jitu. Pak Atmadja, dalam ingatan saya,rasanya tidak pernah tidak ceria setiap kali mengajar, dari awalhingga akhir, untuk setiap mata kuliah yang beliau asuh di manakami ikut di dalamnya. Lebih-lebih, menurut sumber yang layakdipercaya, sepanjang sejarah Fakultas Hukum UniversitasUdayana, konon baru pada angkatan kami (angkatan 1981) adabegitu “banyak” mahasiswa yang mengambil jurusan HukumTata Negara, yaitu dua puluh orang. Sebelumnya, paling-palinghanya empat atau lima. Mungkin itu juga semacam blessing indisguise yang membuat PakAtmadja, dalam penilaian saya, cukupsenang dengan kami.

Barangkali karena raya sayang beliau, tatkala PakAtmadjatahu bahwa saya terlalu “mabuk” dengan aktivitaskemahasiswaan dan tidak kunjung ujian skripsi (yangsesungguhnya telah selesai saya susun), sekitar pertengahantahun 1986 beliau secara khusus meminta saya untuk menghadapke ruang ketua jurusan Hukum Tata Negara. Saya masih ingatbetul kata-kata beliau, “Saudara kuliah mau jadi sarjana atau maujadi aktivis terus-terusan?” Saya hanya bisa diam, karena memangpertanyaan itu tidak perlu dijawab. Itu adalah nasihat yangmengambil bentuk kalimat interogatif. Beliau tahu persis kalautahun 1984 sebenarnya saya sudah selesai menempuh semuamata kuliah.Artinya, paling lambat tahun 1985 saya mestinyasudah bisa menyelesaikan studi. Tetapi nyatanya sampai denganpertengahan tahun 1986 itu saya masih saya wara- wiri denganaktivitas kemahasiswaan. Satu hal yang tidak beliau ketahui, ataumungkin baru kemudian beliau sadari, adalah “persengkong-kolan” kawan- kawan di Senat Mahasiswa dengan Pak KetutMertha (PD III saat itu) yang mem-plot saya menjadi calonmahasiswa teladan mewakili Fakultas Hukum. Saya tidak tahu,mungkin Pak Mertha hendak bikin rekor di Universitas Udayana.Sebab, pada tahun 1985 yang terpilih jadi mahasiswa teladan Uni-versitas adalah sahabat saya Liliek Mulyadi, sedangkan padatahun 1986 “predikat” itu jatuh pada saya. Itulah rekor yang sayamaksud: baru kali itu terjadi di mana dua tahun berturut-turut

Page 301: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

311

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

mahasiswa teladan Universitas Udayana jatuh ke fakultas yangsama, Fakultas Hukum.

Saya ceriterakan ini sebagai sekadar kenangan, jauh darimaksud menyombongkan diri, sebab memang tidak ada apa punyang patut disombongkan darinya - dalam banyak hal, itu bahkanlebih merupakan beban buat saya, terutama karena saya harusmemotong pendek rambut saya demi “keteladanan” itu, suatuhal yang saat itu saya lakukan sungguh dengan berat hati. Sayayakin, siapa pun di antara sahabat-sahabat saya saat itu diajukanuntuk mewakili Fakultas Hukum, rasanya kansnya untuk terpilihjadi mahasiswa teladan hampir seratus persen. Saya yakin itu.Sebab aktivitas maupun prestasi akademik kami setara. Entahitu Ida Bagus Wyasa Putra (Sekretaris Umum Senat Mahasiswa),atau TonnyAntonius (Ketua I Senat Mahasiswa) ataupunAgustinus Saibung (Ketua I Badan Perwakilan Mahasiswa). Sayaceriterakan ini hanyalah sebagai semacam kesempatan “melunasiutang” kepada Prof. Atmadja untuk pertanyaan yang mungkinselama ini menggantung: mengapa hingga pertengahan tahun1986 saya tak kunjung ujian skripsi. Itu saja, tak kurang tak lebih.

Lalu tibalah saatnya ujian skripsi. Kedudukan Surat PresidenNomor 2826/HK/1960 dan Pengaruhnya Terhadap Peranan DewanPerwakilkan Rakyat Dalam Pembuatan Perjanjian Internasional, ituadalah judul skripsi saya. Masih terang benderang dalam memorisaya bagaimana Pak Atmadja menghujani saya dengan berbagaipertanyaan begitu saya selesai mempresentasikan skripsi sayayang berkarakter “hibrida” itu karena bersangkut-paut dengandua cabang hukum, hukum tata negara dan hukum internasional.Begitu bersemangatnya beliau, sampai-sampai setelah pengujiyang lain selesai dengan pertanyaannya, Pak Atmadja nyerobotlagi dengan pertanyaan-pertanyaan baru, sehingga terciptalah“rekor” pula dalam hal waktu yang dihabiskan untuk ujianskripsi: saya “dikerjai” hampir tiga jam. Point yang hendak sayakatakan dari ceritera ini adalah jika dalam hal menguji PakAtmadja meluncurkan pertanyaan-pertanyaan yang serasahendak “menghabisi” dan “menjatuhkan”, saya berani pastikan

Page 302: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

kesan itu sungguh keliru. Saya sudah mengalami danmembuktikannya. Dari Pak Pasek Diantha (pembimbing skripsisaya) saya mendapatkan “bocoran” bahwa Pak Atmadja adalahpenguji pertama yang mengusulkan nilai A untuk skripsi saya.Itulah Pak Atmadja. Seorang guru yang tidak membiarkanperasaannya ikut mempengaruhi penilaian beliau terhadapkemampuan akademik mahasiswanya (Maksud saya, pada waktusaya menjawab pertanyaan-pertanyaan beliau dalam ujian skripsi itu,bahasa tubuh saya sangat mungkin berlebihan, karena terlalubersemangat, sehingga menimbulkan kesan kurang sopan. Buktinya,berkali-kali Pak Pasek Diantha menyondongkan badan beliau agak kebelakang sehingga lebih leluasa memberi kode kepada saya dengantangannya agar saya menjawab pertanyaan dengan tenang dan tidakterlalu mengumbar bahasa tubuh yang memberi kesan kurang sopan).

Sesungguhnya, jumlah halaman yang disediakan untukmenulis kesan ini telah saya lampaui, maka saya harusmengakhirinya. Tapi perkenankan saya minta satu alinea lagiuntuk mengatakan ini: almarhum IsaacAsimov pernah berkata,“aspek paling menyedihkan dalam kehidupan saat ini adalahbahwa sains mengumpulkan pengetahuan lebih cepat darikemampuan manusia untuk mengumpulkan kebajikan” (thesaddest aspect of life right now is that sci- ence gathers knowledge fasterthan people gather wisdom). Saya katakan ini karena saya sadarbetul bahwa mungkin saya, sebagai mahasiswa, mampumenyerap ilmu yang PakAtmadja ajarkan, tetapi kebajikan yangterekam dalam kesungguhan beliau sebagai seorang guru yangpenuh dedikasi akan selamanya melekat pada diri beliau.Kenangan itulah yang akan tetap hidup dalam hati saya dan yangseharusnya dihidupkan dalam hati setiap hati mahasiswa yangpernah dibimbingnya.

***

Denpasar, 1 September 2009

Page 303: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

2

PROFESOR PENGGANTISOSOK AYAH YANG TERCINTA

I Gede Yusa

Saya adalah salah satu dari sekian orang yang sudahmenjadi anak yatim ketika masih duduk di bangku sekolahdasar (tepatnya kelas 6 SD). Sejak saat itu hingga pendidikanSMP dan SMA saya lalui, saya belum menemukan“pengganti “ sosok ayah yang menjadi kesayangan dankebanggaan. Baru ketika saya menginjakkan kaki di FakultasHukum Universitas Udayana tahun 1980, ketika sayabertemu dan diberi kuliah serta dibimbing oleh Prof. I DewaGede Atmadja (Beliau adalah pembimbing I Skripsi), sayamenemukan

Ketika saya agak terlambat dalam penyelesaianpenulisan skripsi karena banyak terlibat dalam kegiatankemahasiswaan saat itu seperti Senat mahasiswa dan BPM,tak segan-segan dengan penuh kebapakan beliau memarahisaya dengan mengatakan :”kamu sudah besar, seharusnyatahu mana yang lebih diutamakan, lebih-lebih tujuanmenjadi mahasiswa agar cepat tamat studi, dan kegiatankemahasiswaan dihentikan dulu !” Sungguh kata-kata itumasih terngiang di telinga saya, begitupun ketika saya akanmelamar pekerjaan, beliau menawarkan kepada saya untukikut menjadi tenaga edukatif difakultas hukum, walau ketikaitu saya juga diterima di kantor Gubernur provinsi Bali dankanwil depnaker.Tapi pilihan saya jatuhkan pada fakultas

Page 304: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

314

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

hukum unud, dengan harapan selalu dapat dekat denganbeliau, dosen sekaligus saya anggap sebagai “ayah” sayasendiri.

Pada kesempatan ini tidak ada maksud sedikitpununtuk mengkultus pribadikan beliau, tapi inilah kesan yangsaya tangkap dari kesehari-harian dengan beliau.

Ketika didepan kelas beliau sangat kharismatik, semuamahasiswa “terbius” oleh kemampuan beliau dalammenguasai dan menjelaskan setiap persoalan hukum, lebih-lebih persoalan hukum tata negara. Pernah suatu ketika saatbeliau mengajar, entah karena apa saya ikut terbawa emosihingga berteriak dan Prof.Atmadja “menuding” saya, tetapikarena saya tidak merasa bersalah ( sungguh saya terbawaemosi begitu kuat ketika beliau menjelaskan beberapaketidak beresan jalannya pemerintahan di Indonesia saat itu), maka beliaupun dapat memakluminya.

Prof. Atmadja adalah sosok guru sejati yang sangatdihormati dan disegani oleh mahasiswa dan rekan sejawat.Beliau sangat rajin dalam membaca literatur lebih-lebih jikaada literatur baru, beliau selalu menginformasikan kepadakami. Beliau sungguh menjadi sumber informasi bagi rekansejawat di fakultas, khususnya di bagian hukum tata negara.Beliau juga terbilang sosok yang bersih dari kesan “matrik”,hal ini terbukti ketika beliau mendapat proyek-proyekpenelitian dan lainnya, tidak mau terlibat langsung dalampengelolaan keuangan dan biasanya beliau serahkan padaorang lain.

Prof.Atmadja juga sangat produktif dalam menulisartikel baik di Ko- ran, majalah dan jurnal ilmiah lainnya,hal ini saya ketahui karena saya sering terlibat dalampengetikan naskah dan proses pengirimannya.

Page 305: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

315

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

Terakhir dalam suasana hari ulang tahun Prof. Atmadjayang ke-65 ini saya persembahkan satu kutipan sloka pustakasuci Weda :

Dagdham dagdham punarapi punah Kancanamkantivaranam,

Grstam grstam punarapi punas candanam carugandham,Chinam chinam punarapi punas ceksudandam sakhandam,Bhavante’ pi praktivikrtir jayate nottamanam“Walaupun berkali-kali dibakar namun emas tetap

bercahaya cemerlang. Kayu cendana kendatipun digosokberulang kali namun tetap berbau harum. Meskipun tebudipotong-potong hingga berkeping-keping, namun tetapmengahsilkan gula.Walaupun pada akhir hayatnya, orangberbudi mulia tidak akan berubah sifatnya (yang luhur) “

Page 306: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

3

SOSOK ANGKER DARISEORANG GURU SEJATI

Ni Ketut Sri Utari

Ketika saya diminta untuk menulis kesan saya tentang ProfAtmadja, saya sempat merenung agak lama, ya beliau adalahdosen saya dan kini menjadi Dosen Senior saya. Bahkan sayaadalah asisten beliau yang paling lama, sehingga saya dimintaoleh Bapak Gede Yusa menulis pesan dan pesan ini. Saya akanmencoba mengungkapkan sejujurnya tentang kesan sayaterhadap beliau.

Ketika menjadi mahasiswa beliau terkesan sebagai dosenyang galak dan disegani oleh kawan-kawan termasuk saya. Sayamerasakan tuntutan dan disiplin beliau yang keras ketika beliaumengajar. Beliau tak segan mengkritik dengan keras , danmenyentil kuping mahasiswa dengan pedas. Kesan kami saat itumemang beliau dosen yang galak, angker dll..

Walaupun begitu ,saya justru kemudian tertarik untukmengambil jurusan Hukum Tata Negara, karena beliau dengansikap kerasnya justru menjadi cambuk buat saya untukmembangunkan semangat dan menyadari sepenuhnya tugassaya menjadi mahasiswa kala itu. Di sisi kerasnya, beliau jugasangat murah hati, memberi pinjaman buku-buku yang beliaumiliki dan tidak pelit atas informasi buku-buku yang beliaugunakan untuk acuan. Dalam kuliahnya beliau sering melakukandiskusi dan tiba-tiba memberikan pertanyaan, sehingga memaksakita belajar sebelumnya untuk setiap perkuliahan berikutnya.

Page 307: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

Banyaknya kesempatan untuk berdiskusi itulah yangmenyebabkan saya memilih jurusan Hukum Tata Negara,walaupun nilai -nilai mata kuliah Hukum Pidana saya juga sangatbaik.

Ketika saya tamat, saya langsung ditugaskan menjadi asistenoleh Bapak Dekan Alm. Ida Bagus Uttara, sebagai tenaga honorer,sebelum diadakan formasi pengangkatan.

Saya menjadi asisten Prof Atmadja untuk mata kuliah IlmuNegara dan HukumTata Negara. Sebagai asisten “anyar” beliaumengijinkan saya untuk ikut ke kelas, mengurus absen mahasiswadan mengikuti kuliah beliau dan diam- diam saya juga mencuriilmu beliau, terutama dalam memahami substansi dan alurhubungan antara materi satu dengan lainnya. Hanya beliau dosenyang mau mengijinkan saya ikut, sementara dosen yang lain dimana saya menjadi asistennya menolak saya ikut, kikuk katanya.Setahun berikutnya saya sudah menjadi asisten siap pakai dandipercaya memberikan kuliah per pokok bahasan sampaiakhirnya berani dilepas sendiri. Saya sangat berterimakasih untukhal itu.

Bagi saya beliau adalah guru sejati. Beliau berhasilmembangun kepercayaan diri saya yang besar sebagai asistenbeliau, sehingga saya percaya diri melaksanakan tugas mengajarhingga dewasa ini.

Saya merasa beliau tidak pernah mengecewakan saya, atausaya tidak pernah kecewa terhadap beliau, mungkin justru beliauyang banyak kecewa terhadap saya. Saya tidak punya pamrihjabatan atau keuntungan materi apapun ketika beliau menjabatdekan ataupun jabatan lainnya. Saya hanya mencuri ilmunya,itu saja. Saya tidak punya alasan untuk berlaku tidak hormatdidepan atau dibelakang beliau.

Kesan saya terhadap beliau adalah pribadi yang sederhana,disiplin, blak-blakan dalam mengungkapkan perasaan tanpabasa-basi, dan keras pada pendiriannya dan sangat idealis.Mengenai idealism beliau ada dua peristiwa yang saya alami.

Page 308: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

318

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

Pertama, Saya ingat ada kejadian yang mengesankan sekitartahun 1984 kurang lebih, Kami diruangan Bagian HTN, beliaudisodori surat oleh pegawai, tiba-tiba beliau berteriak dan marah-marah coba lihat ini, kami kaget beliau memperlihatkan didalamamplop ada amplop berisi uang semacam uang sogok untuk lulusujian dari mahasiswa Universitas Swasta yang Ujian Negara.

Spontan beliau berdiri dan marah-marah, dan berkata :” Kitamenjadi dosen, memang hidup pas-pasan, tapi tidak bisa dihinabegini, coba apa lagi yang kita miliki selain harga diri, kalau kitamau disogok seperti ini kan kita menjadi pelacur intelektual..”Beliau kemudian menghadap Dekan saat itu juga agar diusut,dan tidak terima atas perbuatan itu. Saya melihat wajah yangsangat terluka. Sayapun mendapat pelajaran idealism menjadiguru, seharusnya seperti apa.

Kedua, Ada sikap blak-blakan beliau, terutama ada duateman yang kena “semprit” karena malas mengajar, kupingnyapanas dan menjadi tersinggung, mereka mengeluh dan menjauhibeliau. Mereka curhat ke saya dan celakanya mereka menuduhsaya melaporkan mengingat saya asisten yang paling dekatdengan beliau. Saya geli sampai sekarang.”Memangnya sayakurang kerjaan !” saya jawab. Introspeksi diri sajalah fakultas kantahu dari daftar hadir dan faktanya memang males kan, yaahhrasain..lu..dipecut..hi hi..? “Kalau mau jujur, sejatinya harapanbeliau adalah bagaimana kita melaksanakan tugas dengan baikdan professional! “ Kamu kaya nggak kenal aja beliau memangbegitu dari dulu,., kan ? Itu komentar saya. Ternyata teman-temansulit juga memahami maksud beliau, tapi ahkirnya mereka bisamaklum. Beliau memang marah pada siapa saja yang tidakmelaksanakan tugas, dan tidak pilih kasih, siapa saja. Beliau jugapernah mengungkapkan pengakuan atas kelemahan nya dalamberkomunikasi, tidak bisa basi-basi, lugas apa adanya. Tapi,siapakah yang sempurna memang sebaiknya hidup sesuai jatidiri kita saja, kan Prof? Ya, memang begitu adanya, mau apalagi.

Sebagai guru, beliau merupakan motivator yang baik, inginmurid atau bimbingannya maju, bahkan kalau bisa melebihi

Page 309: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

319

Perspektif Negara-Bangsa untuk Manghadirkan Keadilan

beliau. Saya ingat, ketika rekan kami Palguna berhasil menjadiHakim Mahkamah Konstitusi, beliau sangat bangga, danberulangkali beliau ungkapkan, dan berkata, kapan yang lain akanmenyusul. Beliau tak pernah lelah memberi motivasi, lihat sajasemua mantan muridnya didorong untuk kuliah mengikuti jejak-nya kuliah S2 dan S3, dan kini telah menjadi guru besar samaseperti beliau. Walaupun terlambat, saya juga berusaha mengikutijejak nya.

ProfAtmadja banyak menulis, diktat Ilmu Negara,Rangkuman Ilmu Politik, Partai politik, Hukum Konstitusi danterakhir adaArgumentasi Hukum.Ternyata diktat Ilmu Negarabeliau pernah digandakan dan dijual oleh seorang dosen diUniversitas Swasta, saya tanya memangnya sudah minta ijin,beliau menggelengkan kepala, dan berkomentar biarlah, asaldigunakan untuk pendidikan! Yah..begitulah keihlasan danmurah hati beliau yang sangat saya hormati.

Harapan saya, Prof Atmadja diusia yang mulai senja initetaplah menulis Ada ungkapan” Gajah mati meninggalkangading, harimau mati meninggalkan belangnya”. Guru matimeninggalkan murid, ajaran dan karya- karyanya.

Ungkapan ini merupakan harapkan dan dorongan agar Proftetap bersemangat dan berbesar hati, apapun yang pernah Proflakukan tidak pernah sia-sia, kata-kata keras dan kritik yang pahitjuga banyak manfaatnya, karena saya sangat yakin dilandasi dariniat tulus dan penuh pengabdian dari seorang guru sejati. Itulahsebabnya saya selalu siap menjadi asisten beliau.

Tak ada kata yang bisa diucapkan untuk mengungkapkanrasa hormat saya pada ProfAtmadja, guru saya, Selamat UlangTahun , Semoga panjang umur dan sehat walafiat. Maafkan bilaada yang tidak berkenan dihati, saya tulis sejujurnya dan apaadanya.

Page 310: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

4

INGATAN YANG TERLINTAS

Prof. Dr. H. Suko Wiyono, SH., Mhum.

Sejak saat saya menjadi mahasiswa Program Doktor diProgram Pascasarjana Unibraw Malang pada tahun 2001, sayamengenal secara dekat Bapak Prof. Dr. I Dewa Gede Atmadja,SH., MS., atau yang akrab dipanggil PakAtmadja sebagai dosenpengampu matakuliah HakAsasi Manusia. Tidak terasa telahsembilan tahun saya mengenal beliau baik sebagai pribadimaupun sebagai seorang dosen yang menyandang predikat GuruBesar.

Sebagai mantan mahasiswa saya sangat terkesan pada PakAtmadja, beliau dimata mahasiswanya adalah sebagai sosokdosen yang cerdas, tekun, religius, santun, ramah serta memilikipendirian yang kokoh. Apabila berbeda pendapat dalam berdebattentang bidang keilmuannya, beliau bisa meyakinkan kepadaaudience dengan didukung oleh argumentasi hukum yang secarateoritik sangat dikuasainya.

Sebagai dosen dan juga sebagai promotor disertasi, beliausangat perhatian pada mahasiswa yang mengikuti kuliahnya danjuga kepada mahasiswa yang menjadi promovendusnya.PakAtmadja tidak segan-segan membela dan membantumenjelaskan tentang substansi disertasi hasil karyapromovendusnya pada saat dicecar oleh penguji baik dalam ujiantertutup maupun ujian terbuka. Di samping itu beliau juga seringmembantu mencarikan buku literatur yang tidak dimiliki olehmahasiswa yang dibimbingnya, baik buku tersebutdiperolehnyadari dalam maupun dari luar negeri.

Page 311: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

Ada pengalaman yang sangat menarik untuk dikemukakantentang perhatian beliau pada mahasiswa bimbingannya. Saatitu saya dengan teman- teman menunggu beliau di salah satuhotel di Malang, karena beliau pada hari itu ada jadwal untukmemberikan kuliah dan sekaligus memberikan bimbinganpenyusunan disertasi bagi mahasiswa Program Doktor diPascasarjana Unibraw Malang. Pada saat beliau turun dari taxidengan susah payah dua koper dijinjingnya yang dibawa dariPulau Dewata. Ternyata isi dua koper itu adalah buku-bukulitertur yang akan dipinjamkan pada salah seorang teman sayayang kebetulan disertasinya dibimbing oleh beliau. Memang buku-buku literatur tersebut sangat diperlukan oleh teman saya untukmenyusun disertasi. Bukan main, saya belum pernah menemukansosok dosen sebaik itu, yang memiliki perhatian demikian besarpada mahasiswanya.

Dalam berbagai kesempatan dan dimanapun tempatnya,kami sebagai mahasiswanya dapat bertemu, dan Pak Atmadjasangat terbuka terhadap seluruh mahasiswanya yang datanguntuk berdiskusi tentang hal-hal yang terkait dengan Hukum TataNegara dan Hukum Administrasi Negara yang perlumendapatkan saran dari beliau. PakAtmadja memiliki kualitaskeilmuan yang sangat mumpuni serta pengalaman luas sebagaidosen senior yang banyak menimba ilmu baik dari dalam maupundari luar negeri.

Saya dan teman-teman mahasiswa program doktor merasaberuntung memiliki dosen yang sekaligus juga sebagai promotordisertasi yang sangat menguasai bidang keilmuan Hukum TataNegara dan Hukum Administrasi Negara. Setiap diskusi denganbeliau, ilmunya mengalir seperti sumber yang tidak pernahmengering. Di samping itu, beliau sangat penyabar, tidak pernaahmarah dan telaten dalam membimbing mahasiswanya. Beliautampak teduh, selalu tenang, namun memiliki disiplin yang tinggi.

Setelah studi saya di program doktor selesai, hubungankekeluargaan kami berlanjut bahkan semakin dekat sampaisekarang ini. Saya sekeluarga apabila rekreasi ataupun

Page 312: Perspektif Negara-Bangsa untuk Menghadirkan Keadilanerepo.unud.ac.id/id/eprint/19346/1/ab42b521e9ef0a7ddc3f... · 2020. 7. 21. · berbangsa dan bernegara, terutama yang menyangkut

322

Demokrasi, HAM, dan Konstitusi

mengemban tugas ke Pulau Dewata, selalu berkomunikasi denganPak Atmadja beserta Ibu. Beliau dengan Ibu Atmadja yang sangatramah, bersahaja dan taat beribadah itu sering menghantarkankami sekeluarga menikmati keindahan Pulau Dewata. Demikianpula apabila beliau bertugas ke kota Malang selalu menghubungisaya dan keluarga, karena sampai sekarang beliau masih mengajarserta masih sebagai promotor di Program Doktor Ilmu HukumUniversitas Brawijaya, di samping itu putra laki-lakinya yang kamipanggil mas Wahyu kuliah di Fakultas Kedoteran Universi- tasBrawijaya, yang beberapa waktu yang lalu baru menyelesaikanstudi dokternya.

Selain kita dapat menimba kemampuan keilmuan BapakProf. Dr. I Dewa GedeAtmadja, SH., MS., yang tidak kalahpentingnya untuk dijadikan panutan adalah kehidupan rumahtangga beliau yang sangat harmonis, kerukunan diantara bapak-ibu yang dapat saling menopang keberhasilan beliau berdua. Ibuselalu mendampingi dengan setia, dan putri serta putranya yangtaat menjalankan ajaran agamanya, juga berhasil dibidangpendidikan. Putri pertamanya yang sering kami panggil denganmbak Warma (ID A.AWarma Dewanthi, ST., MT., Phd.) adalahdosen ITS yang meraih gelar Phd di Jerman, sedangkan masWahyu (dr. Cok Agung Wahyu Purnamasidhi) insya Allahsebentar lagi akan memasuki Program Pendidikan DokterSpesialis. Mereka sekeluarga berhasil mencapai seperti apa yangselalu didambakan oleh keluarga pada umumnya.

Akhirnya kami sekeluarga mengucapkan terima kasih atasbimbingan Bapak Prof. Dr. I Dewa Gede Atmadja, SH., MS. selamaini, dan tidak lupa kami ucapkan selamat ulang tahun untuk PakAtmadja yang ke-65 tahun, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalumemberikan rahmat, taufik dan hidayahNya, serta memberikankesehatan dan rejeki yang barokah kepada beliausekeluarga.Amin¼Amin¼.Amin.

Malang, 27 Agustus 2009