Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KONSEP KESEHATAN MENTAL
DALAM AL-QUR’ĀN DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP ADVERSITY QUOTIENT
PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH
Oleh:
SAMAIN
NIM. 12010180048
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan
untuk gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Judul: Konsep Kesehtan Mental Dalam al-Qur‟ān Dan
ImplikasinyaTerhadap Adversity Quotient Perspektif Tafsir Al-
Misbah.
Penelitian ini bertujuan utuk mengetahui (1) Bagaimana Konsep Kesehatan
Mental dalam al-Qur‟ān, (2) Bagaimana pandangan al-Quran tertang
Psychotherapy terhadap gangguan kesehatan mental.(3) Bagaimana
implikasi konsep al-Qur‟ān tentang kesehatan mental terhadap sikap
Adversity Quotient siswa dalam belajar perspektif tafsir Al-Misbah. Jenis
penelitian ini adalah kualitatif dengan metode Teoritik Hermeneutika teks.
Hasil penelitian ini bahwa al-Qur‟ān memeiliki nilai-nilai spiritual yang
tinggi, mampu menyelesaikan masalah-masalah psikologis manusia.
Dimensi Islam dalam al-Qur‟ān seperti; iman, taqwa, ibadah, dan tasawuf
memiliki metodologi yang sistematik untuk mewujudkan kesehatan mental
dan terhindar dari gangguan jiwa. Pandangan al-Qur‟ān tentang psikoterapi
merupakan rukyah dengan menggunakan bacaan ayat ayat al-Qur‟ān
terdapat pada surah Al Isra‟(17): 82. Implikasi esensial terhadap adversity
Quotient.Kesehatan mental dalam al-Qur‟ān sebagaimana firman Allah
Q.S. al-Baqarah (2): 153; Q.S.al-Baqarah (2): 155; Q.S.Adz Dariyat: 56.
Ayat-ayat tersebut memuat nilai-nilai dan motivasi yang kuat terhadap
adversity Quotient, yaitu sabar dalam menghadapi kesulitan kehidupan.
Bahwa dalam menghadapi berbagai persoalan hidup manusia diingatkan
untuk memiliki sikap menerima (ridla), ikhlas serta usaha dengan
maksimal. Demensi spiritual merupakan sikap memasrahkan permasalahan
hidup kepada Allah SWT., dan Allah bersama orang yang sabar. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat merekonstruksi cara pandang manusia dan
mentalitas yang sehat dalam menghadapi persoalan hidup sehingga
memiliki Adversity Quotient yang tinggi serta tidak mudah putus asa,
tangguh, pantang dan tidak mudah melakukan aksi bunuh diri.
Kata kunci : Kesehatan Mental, Adversity Quotient, Tafsir Al Misbah.
vi
ABSTRACT
Title: The Concept of Mental Health in the Qur'an and its Implications for
Adversity Quotient Perspectives on Al-Misbah's interpretation.
This study aims to find out (1) How the Concept of Mental Health in the Qur'an,
(2) How the views of the Qur'an refer to Psychotherapy for mental health
disorders, (3) What are the implications of the Qur'anic concept of mental health
on attitudes Adversity Quotient of students in learning the perspective of Al-
Misbah interpretation. This type of research is qualitative with the textual
Hermeneutics Theoretic method. The results of this study are that the Qur'an has
high spiritual values, capable of solving human psychological problems. The
Islamic dimension in the Qur'an such as; faith, piety, worship, and Sufism have a
systematic methodology to realize mental health and avoid mental disorders. Al-
Qur'an's view of psychotherapy is a recitation using the verses of the verses of the
Qur'an contained in surah Al Isra ‟(17): 82. Essential implications for the
adversity of Quotient. Mental health in al-Qur'an as the word of God Q.S. al-
Baqarah (2): 153; Q.S.al-Baqarah (2): 155; Q.S.Adz Dariyat: 56. These verses
contain strong values and motivation towards adversity quotient, which is patient
in facing life's difficulties. That in dealing with various problems of human life, it
is reminded to have an attitude of acceptance (ridla), sincerity and maximum
effort. Spiritual dimension is the attitude of surrendering the problems of life to
Allah SWT, and Allah is with a patient person. The results of this study are
expected to be able to reconstruct a human perspective and a healthy mentality in
dealing with life's problems so that they have a high Adversity Quotient and are
not easily discouraged, resilient, unyielding and not easy to commit suicide.
Keywords: Mental Health, Adversity Quotient, Tafsir Al - Misbah.
vii
PRA KATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesisini. Sholawat dan
salam semoga tercurah keada Nabi Muhammad SAW. Dan para sahabatnya
beserta keluarganya. Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini tidak lepas dari
kesulitan dan hambatan, namun berkat ridhlo dari Allah SWT, dan bimbingan-
Nya, serta pihak lain yang terkait dalam bimbingannya, maka tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag selaku Raktor IAIN Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. Phil. Widiyanto, MA. selaku ketua dan Direktur Pasca
Sarjana.
3. Bapak Dr. Ruwandi, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana IAIN
salatiga.
4. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag. selaku pembimbing dalam meyelesaikan
tesis.
5. Guru Besar Program Pascasarjana IAIN Salatiga.
6. Ke dua orang tua, istri, anak, dan sahabat mahasiswa pasca sarjana angkatan
2018.
Akhirnya dengan segala kesendahan hati menyadari tentunya masih
terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini, sehingga penulis mengharap saran
dan kritik dari pihak manapun yang bersifat membangun demi kesempurnaan
tulisan ini.
Salatiga, 19 Maret 2020
Samain
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Arab Nama Huruf Latin Arab Nama Huruf Latin
Ba B/b Ṭ a Ṭ /ṭ
Ta T/t Ẓ a Ẓ /ẓ
Ṡ a Ṡ /ṡ „Ain „__
Jim J/j Gain G/g
Ḥa Ḥ /ḥ Fa F/f
Kha Kh/kh Qof Q/q
Dal D/d Kaf K/k
Żal Ż/ż Lam L/l
Ra R/r Mim M/m
Zai Z/z Nun N/n
Sin S/s Wau W/w
Syin Sy/sy Ha H/h
Ṣ ad Ṣ /ṣ Hamzah __‟
Ḍad Ḍ /ḍ Ya Y/y
B. Vokal Panjang
Huruf Arab Nama Huruf dan Tanda Baca Nama
Fathah ā a garis atas
Kasrah ī i garis atas
Dammah ū a garis atas
C. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap karena syaddah ditulis rangkap.
D. Vokal Pendek
Vokal pendek fatḥ ah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dhamah ditulis u.
E. Kata Sambung sandang Alif + lam
Kata sandang alif +lam ditulis al- ( dengan tanda penghubung).
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
PRAKATA ..................................................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C. Signifikansi Penelitian ....................................................................................... 5
D. Tinjauan Pusataka ........................................................................... 6
E. Kerangka Teori .......................................................................... 7
F. Metode Penelitian .................................................................... 17
G. Sistematika Penelitian .................................................................... 18
H. BAB II BAGAIMANA PANDANGAN AL-QURAN TERTANG
PSYCHOTHERAPY TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN
MENTAL .............................................................................................. 20
A. Pemahaman tentang Kesehatan Mental dan Gangguannya .... 20
B. Model dan Pendekatan Psikoterapi Terhadap Gangguan
Mental............................................................................................. 22
BAB III KONSEP AL-QUR’ĀN TERHADAP KESEHATAN MENTAL 27
C. Konsep Kesehatan Mental Dalam al-Qur‟ān ............................ 27
D. Konsep Kesehatan Mental Al-Qur‟ān Perspektif Tafsir Al- Misbah
....................................................................................... ................. 28
E. BAB IV IMPLIKASI KONSEP AL-QUR’ĀN TENTANG
KESEHATAN MENTAL TERHADAP SIKAP ADVERSITY
QUETIONT PESPEKTIF TAFSIR AL- MISBAH .................... 34
x
F. Kesehatan Mental dalam Ilmu Tasawuf ....................................... 35
A. Adversity Quotient dalam perspektif Al-Qur‟ān ............................ 39
B. Sikap-Sikap Adversity Quotient dalam perspektif Al-Qur‟ān ...... 40
BAB V PENUTUP ....................................................................... 45
A. Simpulan ........................................................................................ 45
B. Saran ........................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 49
LAMPIRAN 1 RIWAYAT HIDUP PENULIS .............................................. 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era Revolusi industri 4.0 dan globalisasi serta transformasi sosial
sudah memicu lahirnya tegangan mental, tekanan mental, depresi, psikosis,
kecemasan, dan kegelisahan yang berkepanjangan. Hasil survei melalui (IDI)
Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa pada tahun 2007 menyatakan
bahwa 94 persen masyarakat Indonesia mengalami depresi ringan dan berat.1
Sain modern terhadap hal yang menyangkut masalah psikologi manusia dapat
meningkatkan statistik penderita kemurungan, kegelisahan, fobia, tekanan
stres dan sebagainya.
Sesorang mengalami ketidakstabilan emosi spiritual dan psikologi,
sehingga tingkat menderita penyakit mental mengambil jalan pintas
tindakan bunuh diri. Inilah efek langsung dari pemisahan antara manusia
dengan agama, sebagai implikasi dari perkembangan filsafat sains Barat.2
Merujuk teori keseimbangan antara agama dan dunia di mana tasawuf
menawarkan teori keseimbangan antara nilai-nilai agama dengan nilai-nilai
peradaban modern. Namun, tidak sedikit yang memandang pengaruh sufisme
1 Khairunnas Rajab, Psikologi Iman sebagai Penguatan Nilai Teologis dalam Kesehatan
Mental Islam, mmengutip dari Harian Sijori Mandiri, Kamis, 21 Juni 2007, Jurnal Sosio-Religia,
Vol. 9, No. 3, Mei 2010, 1. 2 Mehdi al-Ghalsani, Filsafat Sains Menurut al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 1993, 9.
2
hanya terbatas bagi dunia Islam saja3
Sains modern sebenarnya telah
berupaya dengan maksimal dalam upaya menciptakan dan mewujudkan
generasi prospektus dalam kesehatan mental.4
Kekuatan spiritual dalam kehidupan; dengan beribadah yang ikhlas,
ketaatan yang terus-menerus, tawaddhu‟ yang wara‟, penyerahan diri pada
takdir, sabar atas musibah, mampu menghadirkan ketenangan, dan kesehatan
mental paripurna.
Berangkat dari fenomena tersebut, dibutuhkannya kemampuan untuk
menghadapi kesulitan dan persoalan hidup sehingga tidak berlari ke arah
yang negatif seperti bunuh diri sebagai wujud keputusasaan.
Kemampuan dalam menghadapi kesulitan dalam Adversity Quotient,
seiring dengan bertambahnya waktu, dikenal istilah kecerdasan-kecerdasan
yang lain. Salah satu di antaranya adalah Adversity Quotient. Faktor penentu
kesuksesan tidak hanya kercerdasan intelektual dan emosional saja. Dengan
Adversity Quotient kita dapat mengubah hambatan menjadi peluang, karena
kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi
dan mengatasi kesulitan hidup. Adversity Quotient bekerja pada riset sehingga
mampu merumuskan dalam mencapai kesuksesan.5
3 Akbar S. Ahmed, Post Modernisme and Islam: Predicament and Promise, London:
Routledge, 1992), 23. 4 Ali Syariati menafsirkan al-Qur‟an surat al-Rum 30: 60, yang menyatakan; Karena
itu bersabarlah engkau hai Muhammad, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan janganlah
engkau merasa berkecil hati terhadap orang-orang yang tidak meyakini hari kiamat itu. Ayat ini
sangat pantas untuk diwahyukan pada masa ini, karena dengan sangat tepat ia mencerminkan
masa kini. Oleh karena itu, raushan fikr berarti mampu dan punya wawasan masa depan yang
cerah, cemerlang, dan berjaya. Lihat Ali Syariati, The Englightened Thinkers and Islamic
Renaisance, (terj. Rahmani), (Bandung, Mizan, 1995), 131.
3
Psikologi Barat dalam kontek pengendalian diri dikenal dengan istilah
self control atau kontrol diri. Konsep menahan diri ini seperti pengertian sabar
yang dikemukakan oleh Agte dan Chiplonkar yang memberikan definisi
kesabaran dengan “… patience is defined as calmness and willingness
orability to tolerate delay ...”.5
Perilaku sabar dapat diartikan sebagai
ketenangan dan kesediaan kemampuan untuk mentolelir keterlambatan.
Adversity Quotient, konsep ini dekat dengan kontrol. Kontrol sebagai
kemampuan untuk mengendalikan emosi, perasaan sikap seseorang untuk
merespon suatu peristiwa sulit yang dihadapi. Adversity Quotient merupakan
suatu kecerdasan berfikir, mengotrol, dan mengelola untuk menghadapi
kesulitan.
Al-Qur‟ān sebagai kitab sempurna mempunyai banyak kandungan
nilai-nilai petunjuk bagi manusia bagaimana bersikap menghadapi kesulitan
dan pengobatan terhadap gangguan kesehatan mental. Di antara nilai luhur
yang sangat penting untuk bekal manusia yaitu kesabaran.6
Demikian ini menjadi penting penulis untuk mengupas tentang
bagaimana konsep al-Qur‟ān yang besentuhan langsung kehidupan manusia.
Maka penulis mengajukan judul “Konsep Kesehatan Mental dalam al-Qur‟ān
dan Implikasinya Terhadap Adversity Quotient” Perspektif Tafsir Al-Misbah .
5Agte dan Chiplonkar, S.A, Link Age onceptof Cs of Good Nutrition in Yoga and Modern
Science. Curren Science, 2007. 147. 6 Niila Khoiru Amaliya, Adversity Quotient Dalam al-Qur‟an, Jurnal Al-Adabiya: Jurnal
Kebudayaan dan Keagamaan. Vol. 12 No. 2 , 2017, 23.
4
B. Rumusan Masalah
1. Identifikasi masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, permasalahan
dapat di identifikasikan sebagai berikut; Kesehatan mental merupakan
aspek utama dalam kehidupan. Kitab suci al-Qur‟ān banyak kandungan
nilai-nilai dan tuntunan kehidupan manusia, tetapi kurang dipahami
maknanya. Maka penulis ingin mengungkapakan konsep kesehatan
mantal dalam al-Qur‟ān dan implikasinya terhadap adversity quotient
siswa dalam belajar perspektif tafsir al misbah.
2. Pembatasan Masalah.
Dalam pembahasan ini penulis membatasi upaya menemukan
penjelasan tentang konsep kesehatan mental berdasarkan al-Qur‟ān dan
implikasinya terhadap adversity quotient perspektif tafsir al Misbah.
3. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah konsep al-Qur‟ān tentang kesehatan mental perspektif
tafsir Al-Misbah?
b. Bagaimanakah pandangan al-Qur‟ān tertang Psychotherapy terhadap
gangguan kesehatan mental?
c. Bagaimanakah implikasi konsep al-Qur‟ān tentang kesehatan mental
terhadap sikap adversity quetiont pespektif tafsir Al-Misbah ?
5
C. Signifikasi Penelitian
Agar penulisan ini terarah dan mempunyai isi yang mudah dipahami
maka tujuan yang akan dicapai adalah untuk:
1. Tujuan Penelitian
Agar penulisan ini terarah dan mempunyai isi yang mudah
dipahami maka tujuan yang akan dicapai adalah untuk:
a. Mengetahui konsep al-Qur‟ān tentang kesehatan mental perspektif
tafsir Al- Misbah.
b. Mengetahui pandangan al-Qur‟ān tertang Psychotherapy terhadap
gangguan kesehatan mental.
c. Mengetahaui implikasi konsep al-Qur‟ān tentang kesehatan mental
terhadap sikap Adversity Quotient pespektif tafsir Al Misbah.
2. Manfaat Penelitian
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat meliputi:
a. Manfaat teoritis
Secara teoritis, bahwa penelitian ini berimplikasi ditemukannya
konsep kesehatan mental dalam al-Qur‟ān , dan diperkuat teori para
ahli yang terkait dengan konsep kesehatan mental, dan penerapannya
terhadap Adversity Quotient pesrspektif tafsir Al-Misbah.
b. Manfaat praktis.
Pada level praktis, penelitian ini dapat memberikan manfaat
dan dijadikan bahan review dan reorientasi pengembangan pendidikan
kesehatan mental yang terkandung dalam al-Qur‟anbaik secara
6
teoretis maupun praktis bagi akademisi, kaum intelektual, ustadz, guru
bimbingan penyuluhan untuk melakukan interpretasi terhadap
khazanah tekstual pemikiran Islam.
D. Tinjauan Pustaka
Qurotul Uyun, yang berjudul: “Kesehatan Jiwa Menurut Paradigma
Islam” kajian kerdasarkan al-Qur‟an dan Hadiśt”, penelitian ini memaparkan
bahwa manusia yang sehat jiwanya menurut paradigma Islam adalah manusia
yang paling taqwa dan berserah diri kepada Allah.
Malikah, karyanya berjudul: “Pendidikan Kesehatan Mental Melalui
Bacaan al-Qur‟ān ,” dalam pengembangan bakat ranah kognitif peserta didik
dalam menirukan bacaan al-Qur‟ān, penelitian ini bertujuan mngetahui
pelaksanaan dan keberhasilan kesehatan mental pada santri di pesantren
Darullughah Wadda‟wah Raci Bangil dan pesantren al-Amanah Bilingual
Junwangi Krian Sidoarjo .
M. Noor Rochman Hadjam, Jurnal Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada Vol. 38, No.1 Juni 2011 berjudul: “Pengujian Model Peranan
Kecakapan Hidup Terhadap Kesehatan Mental”. Penelitian ini mengetahui
pasien dalam perawatan keseha tan mental kepada orang yang kurang
mampu merawat diri sendiri.7
Ahmad Rusydi, “Religiusitas dan Kesehatan Mental” Studi pada
Aktivis Jama‟ah Tabligh Jakarta Selatan Tangerang Selatan, penelitian
7 M. Noor Rochman Hadjam, Pengujian Model Peranan Kecakapan Hidup terhadap
Kesehatan Mental, (Yogyakarta : Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada Vol. 38, No.1
Juni 2011). 46.
7
tersebut bertujuan membuktikan bahwa religiusitas memiliki korelasi yang
signifikan kesehatan mental.
Penelitian tentang keceredasan Adversity atau daya juang juga pernah
diteliti oleh Yosiana Nur Agusta dengan judul penelitian “Hubungan antara
Orientasi Masa Depan dengan Daya Juang dan Kesiapan Kerja” hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini mengupas bahwa terdapat hubungan yang
positif antara orientasi masa depan dan daya juang terhadap kesiapan kerja
mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Mulawarman.8
Dari beberapa Penelitian tersebut, sebagian besar meneliti mengenai
kesehatan mental dan kecerdaan adversity terhadap kesiapan kerja
mahasiswa. Peneliti tidak menemukan tentang konsep kesehatan mental
dalam al-Qur‟ān dan implementasinya terhadap adversity quotient.
E. Kerangka Teori
1. Pengertian Kesehatan Mental
Ilmu kesehatan mental merupakan salah satu cabang termuda dari
ilmu jiwa, yang berkembang pada akhir abad ke-19 M dan sudah ada di
Jerman sejak tahun 1875 M pada abad ke-1.9
Namun demikian,
sebenarnya para nabi sejak nabi Adam AS. sampai Nabi Muhammad
SAW. telah terlebih dahulu berbicara hakikat jiwa , penyakit jiwa, dan
8 Yosiana Nur Agusta, “Hubungan antara Orientasi Masa Depan dan Daya Juang terhadap
Kesiapan Kerja pada Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di
Universitas Mulawarman”, Jurnal Psikologi, Volume 3, Nomor 1, 2015, 379.
9 Hamdani dan Afifuddin, Bimbingan dan Konseling , (Bandung: Pustaka Setia,2012).27.
8
kesehatan jiwa yang terkandung dalam al-Qur‟anyang di wahyukan Allah
SWT.10
Firman Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah (2): 37.
Artinya: Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun
menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (Al-
Baqarah/2:37)11
Dalam pentashihan al-Qur‟ān menurut sebagian mufassir adalah
ucapan untuk memohon ampun (taubat). Hal ini berkaitan dengan hakikat
jiwa secara etimologi, di dalam bahasa Yunani dalam kata hygiene, berarti
ilmu kesehatan. Sedangkan kata “mental” berasal dari latin, yaitu “mens”
atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Maka kesehatan
mental merupakan bagian dari hygiene.12
Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, orang lain, dan dengan masyarakat. Kesehatan mental
tidak hanya jiwa yang sehat berada dalam tubuh yang sehat (means sana
incopere sano) atau dalam bahasa arab
tetapi juga suatu keadaan yang terkait dengan eksistensi manusia.13
Hal ini orang yang sehat mentalnya adalah mampu mewujudkan
dan mengembangkan potensi dirinya dengan maksimal.14
10 AF, Jaelani, Penyucian Jiwa & Kesehatan Mental, ( Jakarta : amzah, 2001) , 79. 11 M. Quraish Shihab, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an,Tafsir Al-Misbah,
Jakarta: Lentera Hati,2002,137-139. 12
Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung :Pustaka Setia, 1999), 3 13 Ramayulis, Psikologi Agama, ( Jakart : Kalam Mulia, 2002 ), 17. 14
Syekh Thohirbin Sholihal-jazairi,”Jawahiru lkalamiyyah”, aqidah islamiyyah, almiftah,
surabaya : 20.
9
2. Pengertian Gangguan Kesehatan Mental.
Pertentangan (konflik) dalam batin akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam kehidupan rohani, yang dalam kesehatan mental
disebut kekusutan rohani. Kekusutan rohani seperti ini disebut kekusutan
fungsional, yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan mental. 15
Sederhana gangguan mental dapat diartikan sebagai tiadanya atau
kurangnya dalam hal kesehatan mental, dengan ditandai oleh adanya rasa
tidak tenang, tidak aman, fungsi mental menurun dan terjadinya perilaku
yang tidak tepat atau wajar.16
Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan hidup yang
beragam. Namun demikian, keberagaman itu dikelompokkan menjadi dua
bagian yang mendasar. Pertama, kebutuhan untuk keberlangsungan hidup
dan pelestarian jenis (spesies). Kedua, kebutuhan untuk mencapai
ketenangan jiwa dan kebahagiaan hidup. Dua kebutuhan pokok inilah yang
mendorong atau memotivasi manusia melakukan aktifitasnya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut.17
Jika seseorang dihadapkan pada dua pengaruh motivasi yang
masing-masing sama kekuatannya tetapi tujuan keduanya berlawanan,
maka motivasi pertama akan menariknya ketujuan tertentu. Kondisi seperti
ini diistilahkan sebagai konflik kejiwaan. Akibatnya orang akan
mengalami depresi, stress dan gangguan mental lainnya, jika dibiarkan
akan menjadi parah gangguan mentalnya sehingga dapat berujung pada
langkah bunuh diri.
15
Hawari, Dadang.al-qurān, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, 1995.
Yogyakarta, Dana Bhakti Prima Jasa, 31 16
Jalaluddin, Psikologi Agama..., 2010.176. 17 Jalaluddin, Psikologi Agama..., 2010.177.
10
3. Pskoterapi Terhadap Perspektif al-Qur’ān
Psikoterapi adalah pengobatan dengan secara psikologis
untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku.
Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche"
yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya
penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu,
psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi
mental, atau terapi pikiran.18
Lebih jauh membagi pengertian psikoterapi dalam dua sudut
pandang. Secara khusus, psikoterapy diartikan sebagai penerapan
teknik khusus pada penyembuhan penyakit. Secara luas, psikoterapi
mencakup penyembuhan lewat keyakinan.19
Psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi
merupakan suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini
digunakan untuk orang yang sehat atau pada mereka yang
mempunyai hak atas kesehatan psikis yang sangat menyiksa.20
4. Pengertian al-Qur’ān
Al-qur‟ān adalah Firman Allah dan satu-satunya kitab suci yang
terjaga keotentikannya. Mulai dari proses pewahyuannya maupun cara
penyampaian, pengajaran, dan periwayatannya dilakukan melalui tradisi
18 James P. Chaplin, Dictionary of Psychology...., 1999. 407. 19 Alam Budi Kusuma, Pendekatan Psychotherapy al-Qur‟ān Dalam Gangguan Kesehatan
Mental, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 5, Nomor 1, Juni 2019. 20 Alam Budi Kusuma, Pendekatan ...., 2019.
11
oral dan hafalan. Proses transmisi seperti ini dengan isnad yang mutawatir
dari generasi ke generasi, telah menjamin keutuhan dan keasliannya. 21
Al-Qur‟ān yaitu Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW.
yang lafazhnya merupakan, mu‟jizat, i‟badah, dan ditulis dalam muṣ ḥ af,
yang diawali dari surat al-Fātihah dan di akhiri surat al-nas.22
Maka al-Qur‟ān didefinisikan bahwa al-Qur‟ān adalah firman
Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat
Jibril a.s sesuai redaksinya, dimulai dari surat al-Fātihah sampai al-Nas,
dan jika dibacanya dinilai sebagai ibadah.23
5. Pengertian Adversity Quotient.
Konsep Adversity Quotient tentang kecerdasan untuk meraih
kesuksesan manusia tidak cukup hanya dengan Kecerdasan Intelektual
(IQ) serta kecerdasan emosi (EQ). Akan tetapi juga ditentukan oleh
kecerdasan dalam menghadapi kesulitan hidup. Secara bahasa, Adversity
Quotient terdiri dari dua kata; Adversity dan Quotient berarti
kesengsaraan dan kemalangan.24
Dalam bahasa Arab disebut syiddah,
miḥ nah, Ḍarra‟, ḥ adzzun atṣ ir.19 Sedangkan Quotient berarti cerdas
atau pandai untuk meraih kesuksesan.20
Sedangkan secara terminologinya, Adversity Quotient adalah
kecerdasan dalam menghadapi kesulitan. Hal ini terkait dengan
21 Munjin, S. Konsep Asbab Al-Nuzul dalam Ulum al-Qur‟an, Al-Tadabbur: Jurnal
Ilmu Alquran Dan Tafsir Vol: 04 No. 02, 2019. 22 Budihardjo, Pembahasan Ilmu-ilmu al-Qur‟an, Lokus, Yogyakarta, 2012, 2.
23 Muhammad Roihan Daulay, Studi Pendekatan Alquran, Jurnal Sosial Humaniora, Juni 2013,Vol:6, No.1, 21-22.
24Stoltz, P.G (2003). Adversity Quotient: Turning Obstacles into Opportunities.Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. T. Hermaya (terj.). Jakarta: Grasindo. 2000, 8-9.
12
bagaimana seorang individu menginternalisasi keyakinan, menggerakkan
tujuan hidup untuk meraih kesuksesan.25
Adversity Qoutient adalah merupakan kempampuan seseorang
dalam mengamati kesulitan dan mengolah dengan kecerdasan sehingga
menjadi sebuah tantangan.
6. Pengertian Tafsir.
Tafsir secara etimologi mengikuti wazan taf-‟il, berasal dari kata
fasr yang berarti al-i‟dah, al-sarḥ dan al-bayan (penjelasan atau
keterangan). Ia juga berarti al-ibanah (menerangkan), al-kashf
(menyingkap) dan iẓ har al- ma‟na al-ma‟qul (menampakkan makna yang
rasional).
Kata tafsir adalah bentuk kata benda dari kata kerja fassara. Tafsir
berati penjelasan, uraian, interpretasi, atau komentar. Istilah tafsir berasal
dari kata bahasa Arab, “asfara al- ṣ ubḥ iża ada‟a” artinya apabila
shubuh itu telah bersinar.26
Ibn Manzur dalam Lisan al-„Arab menjelaskan
bahwa “faṣ r” adalah menyingkap sesuatu yang tertutup dan tafsir adalah
menyingkap makna yang dikehendaki. 27
Urgensi „u‟lumul al-Qur‟ān dengan tafsir bahwa setiap orang ingin
menfsirkan ayat-ayat al-Qur‟ān dengan benar..28
Sebagainan firman Allah Q.S.Al Furqan (25): 33.
25 Paul G.Stoltz, Adversity Quotient..., 27-30.
26 Khalil al-Qattan, Mabahith fi „Ulum al-Qur‟an (Riyad}: Manshurat al- „Asr al-Hadith,
t.t.), 323. Lihat juga Muhammad Ali al-Sabuni, Al-Tibyan fi „Ulum al-Qur‟an (Jakarta: Dar al-
Kutub al-Islamiyyah, 2003), 65. 27 Jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur‟an, Vol. 2 (Al-Mamlakah al„Arabiyyah,
1426 H), 173. 28 Budihardjo, Pemabahasan..., 4.
13
Artinya“Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan
yang paling baik.” (Al-Furqan,25:33). 29
Pengertian yang lain tafsir yaitu menfasirkan ayat dengan ayat, ayat
dengan hadis Nabi SAW, menjelsakan makna sebagian ayat yang dirasa
sulit dipahami oleh para sahabat, Setelah tafsir sudah menjadi disiplin
ilmu, maka ditulislah tafsir khusus memuat al-tafsir bi al-ma‟tṣ ur lengkap
dengan sanat sampai kepada Nabi SAW.30
7. Kesehatan Mental dalam al-Qur’ān.
Al-Qur‟ān sebagai sumber ajaran Islam, kebenarannya bersifat
hakiki dan tidak ada keraguan didalamnya karena ia diturunkan oleh Allah
SWT, sebagai kitab suci yang berisi petunjuk dan penjelasan, bagi
petunjuk itu sendiri di dalamnya banyak terdapat ayat-ayat yang berkaitan
dengan kesehatan mental dengan berbagai istilah yang digunakannya
sebagai sesuatu yang hendak dicapai oleh setiap manusia.31
Ayat-ayat al-Qur‟ān yang menjelaskan tentang sabar tersebar di 103
ayat di dalamnya. Kata sabar terdapat dalam al-Qur‟ān dengan berbagai
konteksnya. Sikap sabar ini sangat penting ditanamkan dalam jiwa
manusia.32
Penjelasan tentang sabar dapat ditemukan dalam ayat yang
menjelaskan tentang siapa orang yang sabar, yaitu Q.S. al-Baqarah
(2):155-156.
29 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an,
Jakarta: Lentera Hati, 2002, 33. 30 Budihardjo, Pembahasan..., 5. 31 Ramayulis,Psikologi Islam..., 139. 32 Niila Khoiru Amalia, Adversity Quotient ..., 2017.
14
Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji„un” (sesungguhnya kami milik Allah dan
kepada-Nyalah kami kembali).”(al-Baqarah 2:155-156). 33
Ayat-ayat tersebut memberikan penjelasan tentang siapa yang
disebut ṣ ābirīn atau orang-orang yang bersabar. Orang yang bersabar
berdasarkan ayat ini adalah mereka yang apabila ditimpakan musibah
mereka mengatakan “innālillāhi waiinnā ilaihi rāji‟un”.
Penjelasan ayat ini mengandung makna yang begitu dalam. M.
Quraish Shihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa innālillāhi, bahwa
kami milik Allah. Karena milik Allah, maka Allah berhak melakukan
sekehendak-Nya. Namun perlu diingat bahwa Allah Maha Bijaksana
dengan demikian apapun yang dilakukan pasti mengandung kebaikan.
waiinnā ilaihi rāji‟un, dan kami akan kembali kepadaNya.34
Selain dari
ayat di atas, penjelasan tentang orang yang bersabar bisa ditelusuri dari
ayat Q.S. Ali Imran (3) : 146-147.
Artinya :”Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari
pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang
menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada
musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar; Dan tidak lain ucapan mereka
hanyalah doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami
yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah
kami terhadap orang-orang kafir.”(Ali 'Imran (3):146-147).35
Ayat tersebut menguraikan bahwa orang yang sabar selalu mohon
ampun dan berdoa kepada Allah. Dalam tafsir al-Misbah disebutkan
bahwa kalimat yang menunjukkan kedekatan antara mereka dengan
33 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟ān,
Jakarta: Lentera Hati,2002, Vol. 1, 433-435. 34 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan ..., 367. 35 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan ..., 137-139.
15
Allah. Mereka selalu mohon ampun kepada Allah, mereka khawatir kalau
yang dialaminya adalah akibat kesalahan dan tindakan yang berlebih-
lebihan. Setelah itu, do‟a adalah memohon kepada Allah, memohon
diberi ketetapan pendirian sehingga memiliki kekuatan dalam menghadapi
kesulitan dan tantangan.36
Jadi orang yang bersabar adalah orang yang apabila ditimpa
musibah akan berserah diri kepada Allah dan tidak putus asa sehingga
selalu memiliki harapan hidup yang dialaminya. Hal ini memperbaiki dan
memeprbanyak ibadah serta berdoa kepadsa Allah SWT.
Dalam hidup manusia, Allah telah menyatakan dalam al- Qur‟ān
bahwa Allah akan memberikan cobaan pada manusia. Hal ini terdapat
dalam Q.S. al-Baqarah (2): 155,37
Karakteristik orang sabar dalam al-
Qur‟ān yang tersirat dari ayat di atas, selanjutnya dibahas tentang
kesulitan, atau hambatan yang dihadapi manusia. Dalam ayat tersebut,
penggunakan lafadz walanabluwannakum adalah menyatakan
kesungguhan, Allah dengan tegas menyatakan bahwa Allah pasti menguji
manusia dalam bentuk kesempitan dan kesulitan.
Dalam Q.S. ali-Imran (3): 186, Allah menegaskan bahwa manusia
sugguh diuji dengan harta dan (nafṣ ) diri/jiwa. Dalam ayat ini juga
diperintahkan untuk bersabar terhadap sesuatu yang mereka katakan.
Tidak jarang ketika mengalami suatu kesulitan atau ujian tertentu manusia
akan mendapati perkataan atau sikap yang menyakitkan di hati dari
36 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol. 2, 239.
37 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol. 1, 435-436.
16
manusia yang lain. Untuk menghadapi hal ini Allah sudah memberikan
tuntunan, yaitu dengan bersikap sabar dan taqwa.38
Dalam Q.S. Muhammad (47): 31, Allah juga menegaskan tujuan
ujian yang diberikan Allah, yaitu bahwa sesungguhnya Allah benar-benar
menguji manusia untuk bisa diketahui mana orang-orang yang berjihad
dan bersabar.
Bahkan Allah menyatakan bahwa apakah manusia mengira masuk
surga sebelum diketahui mana manusia yang bersungguh-sungguh dan
bersabar firman Allah,39
Q.S. ali Imran (3): 142.
Artinya; “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata
bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang
yang sabar”. (Ali 'Imran 3:142).
Konsep kesehatan mental berdasarkan al-Qur‟ān pengertian para
ahli dan pandangan al-Qur‟ān pada surah: Q.S. al-Baqarah: 53, Q.S. Ali
Imran(3): 200, Q.S. Ar-ra‟d (13): 11, Q.S. Yūsuf: 87, Q.S. Al A‟raf: 199,
Q.S. Rum (30): 38, Q.S. Fuṣ ilat ( 41): 53.
Di dalam al-Qur‟ān, terdapat beberapa esensi yang terkait dengan
sabar. Ayat yang mengandung kata sabar dengan redaksi amr terdapat
pada ayat-ayat yang menyatakan perintah sabar dalam menghadapi ujian
tersebut: Q.S. al-Baqarah (2): 153, Q.S. al- Baqarah, (2):155; al-Rum,
38
Jurnal Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan..., 2017, 11. 39 M. Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol. 2, 216-217
17
(30): 60; Hūd, (11): 49.40
Dari sini terlihat bahwa dalam konsep sabar
yang terkandung dalam al-Qur‟ān juga memuat aspek-aspek Adversity
quotient seperti yang dirumuskan dalam al-Qur‟ān, yaitu adanya dimensi
ketuhanan.
F. Metode Penelitian
Sebagai pegangan dalam penulisan dan pengolahan data untuk
memudahkan pencapaian tujuan penulisan, maka penulis menggunakan
metode metode, yaitu:
1. Metode pengumpulan data.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library
research), yaitu semua data-data dalam penelitian diperoleh melalui
penggalian dan penelitian sejumlah literatur berupa buku-buku dan sumber
lainnya yang dinilai mempunyai hubungan dan dapat mendukung
pemecahan masalah yang berhubungan tema pembahasan.” sesuai judul
“Konsep kesehatan mental dalam al-Qur‟ān dalam implikasi terhadap
adversity Quotient perspektif tafsir Al-Misbah.
2. Sumber Data
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah konsep kesehatan
mental dalam al-qur‟ān, adversity Quotient dan tafsir Al Misbah. Untuk
memperdalam pembahasan dan mempertajam analisa, maka
dipergunakan sumber sekunder dari kitab-kitab dan buku lain yang relevan
40
Nila KhoiruAmalia, Adversity Quotient dalam Al-Qur‟ān Jurnal Al-Adabiya: Jurnal
Kebudayaan dan Keagamaan. Vol 12 No 2 tahun 2017.lihat Usha Parvathy, Praseeda M.,
“Relationship between Adversity Quotient and Academic Problems among Student Teachers”
dalam Jurnal IOSR Journal of Humanities And Social Science. Vol.19, Issue 11.VII, November
2014, 23 diakses dr www.iosrjournals.org.
18
dengan pembahasan, seperti konsep kesehtan mental, pembahasan al-
Qur‟ān , dan Tafsir Al Misbah.
3. Metode Analisis Data.
Penelitian ini merupakan penelitian (library research) identik
dengan penelitian dalam filsafat dengan metode theoretical hermeneutic,41
yaitu penelitian ilmiah yang menekankan pada kekuatan interpretasi dan
pemahaman seseorang terhadap teks, sumber, dan pandangan-pandangan
para pakar terhadap suatu content, objek, atau simbol. Dalam konteks
pendidikan penelitian kepustakaan digunakan untuk memecahkan problem
penelitian yang bersifat konseptual teoritis, baik dengan tokoh pendidikan,
konsep pendidikan tertentu, dan lainnya.
Untuk pengolahan data penelitian ini menggunakan dekskriptif
analitis berusaha memaparkan seperti pada judul: Konsep kesehatan mental
dalam al-Qur‟ān dan implikasinya terhadap adversity quotient perspektif
tafsir Al- Misbah.
G. Sistematika Penulisan.
Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi tiga bagjan yaitu terdiri
bagian muka, bagian isi atau teks dan bagian akhir atau penutup. Adapun
masing-masing bagian tersebut ada yaitu: bagian muka penulis kemukakan
mengenai: halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman
persembahan, kata pengantar serta diakhiri dengan daftar isi. Sedang bagian
41 Pengantar: M. Amin Abdullah, Upaya Integrasi Hermeneutika Dalam Kajian Al-Qur”an Dan Hadis (Teori dan aplikasi), Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogjakarta, 2011, 61-66.
19
teks dibagi menjadi lima bab, lima bab sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, signifikasi, Tinjuan pustaka,
Kerangka teori, Metode Penelitian, pengumpulan data, Metode analisis data,
dan sitematika penulisan.
Bab II: Pandangan al-Qur‟ān tentang psychotherapy terhadap
gangguan kesehatan mental.
Bab III: Konsep Kesehatan Mental Dalam Al-Qur‟an Perspektif Tafsir Al
Misbah
Bab IV: Konsep Al-Qur‟ān Tentang Kesehtan Mental Dan
Implikasinya Terhadap Adversity Quotient Perspektif Tafsir Al-
Misbah
Bab V: Penutup : Simpulan dan saran.
20
BAB II
PANDANGAN AL- QUR’ĀN TENTANG PSYCHOTHERAPY
TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN MENTAL
A. Pemahaman tentang Kesehatan Mental dan Gangguannya
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan
dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup
menghadapi masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya
keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa
dirinya berharga, berguna dan bahagia, serta dapat menggunakan
potensi yang ada padanya seoptimal mungkin.42
Kesehatan mental (mental hygiene)43
adalah ilmu yang
meliputisistem tentang prinsip-prinsip peraturan- peraturan serta
prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani. Kesehatan
mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat di
lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosiologi, dan
agama.44
42 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, 1983.
9 43 Mental hygiene merujuk kepada pengembangan dan aplikasi seperangkat
prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian dan pemeliharaan psikologis
manusia yang sehat dan pencegahan dari kemungkinan timbulnya kerusakan mental
atau maladjustment.Menurut M. Surya (1976) mental hygiene atau "ilmu kesehatan
mental" adalah usaha- usaha yang dilakukan agar tercapai mental yang sehat (mental
health), mental hygiene memiliki pengertian yang sama dengan psiko-higiene 44 Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. 154
21
Pertentangan (konflik) dalam batin akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam kehidupan rohani, yang dalam kesehatan
mental disebut kekusutan rohani. Kekusutan rohani seperti ini disebut
kekusutan fungsional, yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan
mental.45
Jadi gangguan mental secara sederhana dapat diartikan sebagai
tiadanya atau kurangnya dalam hal kesehatan mental, dengan ditandai
oleh adanya rasa tidak tenang, tidak aman, fungsi mental menurun
dan terjadinya perilaku yang tidak tepat atau wajar.46
Jika seseorang dihadapkan pada dua pengaruh motivasi yang
masing-masing sama kekuatannya tetapi tujuan keduanya
berlawanan, maka motivasi pertama akan menariknya ketujuan
tertentu. Hal ini menyebabkan perasaan bingung dalam diri seseorang
karena tidak mampu memenuhi kebutuhan keduanya. Kondisi
seperti ini diistilahkan sebagai konflik kejiwaan. Akibatnya orang
akan mengalami depresi, stress dan gangguan mental lainnya
sehingga dapat berujung pada langkah bunuh diri.47
45 Jalaluddin, Psikologi Agama..., 2010.176. 46 Hawari, Dadang. Alquran : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. 1995.
Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Jasa, 31 47 James P. Chaplin, Dictionary of Psychology, Terj, Kartini Kartono, Kamus Lengkap
Psikologi, (Jakarta: Rajawali, 1999. 406.
22
B. Model-Model dan Pendekatan Psikoterapi Terhadap Gangguan Mental
Psikoterapi al-Qur‟ān, yaitu terapi yang diberikan dengan
mempelajari dan mengamalkan ajaran agama karena ajaran agama
Islam mengandung tuntunan bagaimana kehidupan manusia bebas dari
gangguan kijiwaan seperti rasa cemas, tegang, depresi.48
Pendekatan terapi keagamaan ini dapat dirujuk dalam al-Qur‟an
pada Q.S. Yunus (10): 57 dan Q.S. Al Isra‟(17): 82.
ٗ Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Q.S. Al Isra‟(17): 82.49
Q.S. Yunus(10) : 57
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Q.S. Yunus(10): 57.
Banyak ayat al-Qur'an yang mengisyaratkan tentang pengobatan
karena Al Qur'an itu sendiri diturunkan sebagai penawar dan Rahmat
bagi orang-orang yang mukmin. Segala bentuk terapi yang
menggunakan media atau digali dari al-Qur‟an misalnya seperti:
ruqyah, dzikir, doa, sholat, dan haji.50
48 Alam Budi Kusuma, Pendekatan Psychotherapy Alquran Dalam Gangguan Kesehatan
Mental, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 5, Nomor 1, Juni 2016 49 Quraish Shihab, Pesan Kesan...., 174. 50 Bishri, Hasan, Penjelasan Lengkap tentang Ruqyah Terapi Gangguan Sihir dan Jin
Sesuai Syariat Islam. Jakarta: Ghaib Pustaka, 2005. 2.
23
1. Rukyah
Kata “Ruqyah” adalah berasal dari bahasa Arab yang jika
diartikan dalam bahasa Indonesia adalah jampi atau mantra.
Definisi psikoterapi ruqyah adalah proses pengobatan dan
penyembuhan suatu penyakit, apakah mental, spiritual, moral
maupun fisik dengan melalui bimbingan al-Qur‟an dan al-Sunnah
Nabi. Dengan kata lain psikoterapi ruqyah berarti suatu terapi
penyembuhan dari penyakit fisik maupun gangguan kejiwaan.51
Terapi ruqyah ini secara syariat dibagai menjadi dua, yaitu
Ruqyah Syar‟iyyah dan Ruqyah Syirkiyyah. Ruqyah Syar‟iyyah
mempunyai tiga syarat, yaitu: a) menggunakan ayat-ayat al-Qur‟an
atau Hadis dengan tanpa mengubah susunan kalimatnya, b)
menggunakan bahasa Arab yang fasih, dibaca dengan jelas, sehingga
tidak berubah dari makna aslinya, c) meyakini bahwa bacaan ayat-
ayat al- Quran tersebut hanyalah merupakan sarana atau wasilah
untuk penyembuhan, sedangkan yang menyembuhkan pada
hakikatnya adalah Allah.52
Adapun Ruqyah Syirkiyyah adalah ruqyah dengan memohon
bantuan kepada selain Allah atau memohon kepada Allah sekaligus
juga memohon kepada yang lain.
Dasar-dasar terapi ruqyah terdapat di dalam al-Qur‟an pada
surat al-Isra‟ ayat 82 ( Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran
51
Bishri, Hasan, Penjelasan ...., 12. 52
Bishri, Hasan, Penjelasan ...., 13.
24
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian). Psikoterapi ruqyah dapat dikatakan
sebagai komunikasi Ilahiyah yang antara lain aspeknya berupa dzikir
dan doa. Adapun penjelasanya adalah dzikir dan doa.
2. Dzikir
Secara harfiah dzikir berarti ingat. Dalam hal ini yang dimaksud
adalah ingat pada Allah.Ada banyak bentuk amalan dzikir, salah satunya
adalah membaca ayat-ayat suci al-Qur‟an. Dengan berdzikir hati menjadi
tenang sehingga terhindar dari kecemasan. al-Qur‟ān sendiri menerangkan
hal ini dalam surat Ar Ra‟d 28 yang berbunyi:
Artinya (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram. (QS.Ar Ra‟d (13): 28.53
Dalam perspektif ilmu kesehatan, dzikir merupakan terapi
psikiatrik, karena dzikir mengandung unsur spiritual kerohanian yang
dapat membangkitkan rasa percaya diri terhadap orang yang sedang
sakit, yang berimbas pada meningkatnya kekebalan (imunitas) tubuh.
Sehingga mempercepat proses penyembuhan.54
53 Quraish Shihab, Pesan Kesan...., 271. 54 Bishri , Hasan, Penjelasan ...., 17.
25
3. Do’a
Dalam al-Qur‟an terdapat bacaan yang mengandung ayat-ayat
berupa do‟a yang disebut dengan do‟a Qur‟ani. Do‟a mengandung
kekuatan spiritual yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dan
optimisme yang merupakan hal yang mendasar bagi penyembuhan
suatu penyakit.
Dalam al-Qur‟an banyak diutarakan ayat-ayat mengenai obat
(syifa‟un) bagi manusia yang disebut dalam Al-Qur‟an, diturunkan
untuk mengobati jiwa yang sakit, seperti pada ayat-ayat al-Qur‟an
(QS.Yunus: 57) yaitu: Artinya: “Hai manusia, Telah datang nasihat
dari Tuhanmu sekaligus sebagai obat bagi hati yang sakit, petunjuk
serta rahmat bagi yang beriman.”
4. Shalat
Dalam al-Qur'an al-Karim, shalat merupakan satu-satunya
cara untuk membersihkan jiwa dan raga manusia. Shalat merupakan
salah satu ibadah yang menuntut gerakan fisik dan tiga aspek fikiran
yaitu perkataan, tindakan, dan kedisiplinan. Sebelum melakukan
shalat, terlebih darhulu berwudhlu membersihkan kotoran dan
bersma mengalirnya air wudlu tesebut mengalirlah dosa-dosa yang
kita perbuat.
26
5. Puasa dan Zakat.
Manfaat utama puasa adalah menumbuhkan kemampuan
mengontrol syahwat dan hawa nafsu pada diri manusia. Puasa
merupakan latihan bagi manusia dalam menanggung kondisi
perihatin dan merupakan bersabar atasnya. Zakat merupakan
implikasi ibadah yang dirasakannya dapat berempati terhadap
penderitaan fakir dam miskin dan mengasihi mereka.
27
BAB III
KONSEP KESEHATAN MENTAL DALAM AL-QUR’AN
PERSPEKTIF TAFSIR AL MISBAH
A. Konsep al-Qur’ān Tentang Kesehatan Mental
Al-Qur‟ān sebagai sumber ajaran Islam, kebenarannya bersifat hakiki
dan tidak ada keraguan didalamnya karena ia diturunkan oleh Allah SWT,
sebagai kitab suci yang berisi petunjuk dan penjelasan, bagi petunjuk itu
sendiri di dalamnya banyak terdapat ayat-ayat yang berkaitan dengan
kesehatan mental dengan berbagai istilah yang digunakannya sebagai sesuatu
yang hendak dicapai oleh setiap manusia.55
Ilmu Kedokteran dan Kesehatan mental dalam al-Qur‟an
mengemukakan beberapa penyakit mental yang disebabkan oleh seseorang
jauh dari al-Qur‟ān diantaranya sebagai berikut : Riya‟ yaitu bertingkah laku
karena motif ingin dipuji atau diperhati- kan orang lain, Ḥasad dan dengki atau
iri hati, Rakus (berlebih-lebihan dalam makan), Waswas merupakan bisikan
hati, akan nafsu dan kelezatan, Ingkar janji, Membicarakan kejelekan orang
lain (ghibah), Sangat marah (syiddat al-ghaḍ ap), Cinta dunia (ḥ ubb ad
dunya), Cinta harta (ḥ ubb al-Mal), Kebakhilan (pelit), Cinta pada kedudukan
atau pangkat (hubb al-Jah), Kesombongan (kibr) atau bangga („ujub).56
Islam
menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal,
55 Ramayulis, Pskologi Agama..., 139 56
Dadang Hawari, Al-Qur‟an Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta :
Dana Bkahti Prima Yasa, 1996), 112
28
jasmani dan keturunan. Setidaknya dari yang disebutkan di atas berkaitan
dengan kesehatan. Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang
digunakan untuk menunjukan tentang pentingnya kesehatan mental pandangan
al-Qur‟ān, yaitu terdiri dari dua kata sehat dan „afiat.57
Istilah kebahagiaan, ketentraman, keselamatan, kejayaan, kemakmuran
dan kesempurnaan, dalam istilah kesehatan mental tersebut, al-Qur‟ān juga
terdapat ayat-ayat yang berkaitan dengan uraian definisi kesehatan mental,
meliputi hubungan manusia dengan dirinya sendiri, sesama manusia,
lingkungan dan Tuhan, yang kesemuanya ditujukan untuk mendapatkan hidup
bermakna bahagia dunia dan akhirat.58
B. Konsep al-Qur’ān Tentang Kesehatan Mental Perspektif Tafsir Al-
Misbah
Berikut ini ayat-ayat al-Qur‟ān yang berhubungan dengan konsep
kesehatan mental yaitu sebagai berikut:
Pertama: ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan hubungan manusia
dengan dirinya serta pengembangan dan memanfaatkan potensinya dalam
bentuk amr ma‟ruf wa nahi munkar atau sebaliknya mengutamakan hawa nafsu
yang ada pada dirinya. Firman Allah SWT : dalam Q.S Al-Imran (3): 110.
57 Update-Makalah. Blogspot.com/home/kesehatan mental/psikologi agama. Senin, 17
Desember 2016. 09.00 WIB.
58 Ramayulis, Psikologi Agama..., 141.
29
Artinya :”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepa- da Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S
Al-Imran: 110).
Menurut Quraish Shihab, dalam tafsir Al-Misbah bahwa ayat di atas
dijelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah kalian, sebaik-baik
umat yang dilahirkan untuk manusia jika kalian semua menunaikan syarat-
syaratNya, dan beriman kepada Allah, yang dilahirkan untuk syarat yang
telah Allah tetapkan, jadi penafsiran ayat tersebut adalah “ kalian sebaik-
baiknya umat yang memerintahkan manusia kepada yang ma‟ruf, melarang
manusia yang munkar manusai pada zaman kalian.59
Kedua: Ayat al-Qur‟ān tentang kesehatan mental yang diterapkan
dalam kesabaran dalam menghadapi cobaan, Allah Q.S. al-Baqarah (2): 155.
.
.
Artinya: Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang
sabar, (Al-Baqarah/2:155 .
Ayat tersebut, penggunakan lafadz walanabluwannakum adalah
menyatakan kesungguhan, Allah dengan tegas menyatakan bahwa Allah pasti
akan menguji manusia. Ujian bagi manusia seringkali terasa dalam bentuk
kesempitan, kesulitan, keberatan sebagaimana yang tersurat dalam ayat di atas;
59 M.Qurais Shihap, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 2, 435.
30
bahwa ujian yang akan diberikan Allah adalah ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa serta buah-buahan. Semua yang diujikan kepada
manusia adalah kebutuhan manusia yang bisa membuat manusia merasa dalam
keadaan sulit dan putus asa. Ketakutan akan mengganggu psikologi manusia,
kekurangan makanan akan menganggu stabilitas kehidupan manusia karena
kurang tercukupinya kebutuhan primer yang berupa pangan, demikian juga
dengan kekurangan harta akan menjadikan manusia merasa serba kekurangan
dan berada dalam kesempitan.60
Al-Baqarah (2): 153, al-Baqarah (2): 155, Sabar dengan kepribadian
dalam Tafsir Al-Misbah, terdapat hubungan sabar dengan kesejahteraan
psikologis, dan Relevansi konsep sabar dalam pendidikan Islam berimplikasi
pada konsep Adversity Quotient.
Pada penelitian ini menemukan bahwa kesabaran menuntut ketabahan
menghadapi kesulitan, berat, pahit, yang harus diterima dan dihadapi dalam
kehidupan, sebagaiman firman Allah : "Hai orang-orang yang beriman,
jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta
orangorang yang sabar.” (Q.S. al Baqarah(2): 153). Pada umumnya sabar
sering diartikan sebagai keteguhan hati dalam menghadapi cobaan dan
kesulitan, serta keuletan menghadapi cita-cita.61
Ketiga: Ayat al-Qur‟ān yang berkaitan dengan ḥ abl min Allah, manusia
mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan beribadah kepada Allah
60 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 1, 337. 61
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 1, 443-446.
31
atau sebelumnya mengingkarinya. Firman Allah SWT dalam Q.S Adz-Zariyat
(51): 56.
.56
Artinya:Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Az-Zariyat/51:56).
Menurut Quraish Shihab, penafsiran ayat di atas menggunakan persona
pertama (Aku) dan sebelumnya menggunakan persona ketiga (Dia/Allah) ini
bertujuan bukan menekankan pesan yang dikandungnya tetapi mengisaratkan
bahwa perbuatan-perbuatan Allah melibatkan Malaikat dan sebab-sebabnya,
yaitu karena penekanan beribadah kepada Allah semata-mata. Ayat ini
didahului kata al jinn dari kata al-ins (manusia), karena memang jin lebih dulu
diciptakan Allah dari pada manusia. Huruf lam pada li ya‟budūn berarti agar
mereka beribadah atau agar Allah disembah.62
Keempat: Ayat al-Qur‟ān tentang motivasi, Q.S. Asy-Syarh (94): - 6.
-
Artinya : Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan,sesungguhnya beserta
kesulitan itu ada kemudahan, Asy-Syarh/9, 5-6.
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah dijelaskan bahwa ayat 5 kata
al-„usr berbentuk definit (memakai alif dan lam) demikian pula kata tersebut
pada ayat 6. Ini berarti bahwa kesulitan yang dimaksud pada ayat 5 sama
halnya dengan kesulitan yang disebutkan pada ayat 6, berbeda dengan yusran.
Kata tersebut tidak dalam bentuk definit, sehingga kemudahan yang disebut
pada ayat 5 berbeda dengan kemudahan yang disebut pada ayat 6.
62 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 1, 147.
32
Dalam surat di atas terdapat dua ayat yang diulangi yakni “bersama
kesulitan ada kemudahan.” Ayat ini memberi spirit agar setiap manusia mau
merenungkan dengan serius bahwa kesulitan, kesengsaraan, kemalangan, dan
kesakitan merupakan pintu untuk memasuki rahasia dan hakikat kemudahan,
kebahagiaan, dan kedamaian. Dengan kecerdasan ini seseorang dapat mudah
mengetahui dan memahami hakikat dari setiap tantangan dan kesulitan.
Sehingga, ia senantiasa memiliki spirit untuk selalu mencari jalan dan celah-
celah agar dapat menembus esensi tantangan, kesulitan, dan penderitaan itu
melalui perjuangan hidup di dunia ini dan dapat pula dalam arti satu
kemudahan di dunia dan satu lainnya di akhirat.63
Kelima: Ayat tentang ketenangan dan ketentraman jiwa, Firman Allah
SWT dalam Q.S. Al-Ra‟d (13): 28.
Artinya:”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Q.S Al-Ra‟d (13): 28)
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah kata żikr mulanya mengucapakan
dengan lidah dan berkembang menjadi “mengingat”, dalam ayat di atas dipahami arti
menyebut nama Allah yang agung. Kontek ayat ini tentang żikrullāh yang melahirkan
ketentraman hati yang mencakup keangungan, larangan dan perintah, dan Allah
sebagai penolong dan pelindung.64
63 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol. 15, 416-417. 64 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol. 6, 128-129.
33
Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” Ketika
manusia melupakan Sang Maha Pencipta dan kehilangan God view-nya,
kehidupan jadi hampa. Menjauhkan diri dari Sang Pencipta, berarti
mengosongkan diri dari nilai-nilai imani. Sungguh merupakan “kerugian”
terbesar bagi manusia selaku makhluk berdimensi spiritual. “Mereka itulah
orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung
perniagaan mereka dan tidaklah mendapat petunjuk.” (Q S al-Baqarah (2): 16).
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” Q S al-Ra‟d
(13 :28).
Al-Qur‟ān merupakan kitab dan di dalamnya mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia, begitu juga dalam mengatur tatanan kehidupan di bumi
guna menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Implikasi al-Qur‟ān terhadap kesehatan mental dapat dilihat dari
peranannya bagi kehidupan manusia, yang dapat dikemukakan bahwa Islam
dalam al-Qur‟ān memberikan tugas dan tujuan bagi hidup dan kehidupan
manusia di dunia dan akhirat. Al-Qur'ān menyebutkan untuk beribadah kepada
Allah, firmannya Allah Q.S. Al-Żariyat (51): 56, “Dan tidak Aku jadikan jin
dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”65
Manusia mempunyai
beban amanat dari Allah untuk melaksanakan syariat-Nya untuk beribadah.
Kesehatan mental dalam pandangan al-Qur‟ān adalah pengembangan dan
pemanfaatan potensi-potensi jiwa dengan niat ikhlas beribadah.
65 M. Quraish Shihap, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan..., Vol, 1, 79.
34
BAB IV
KONSEP AL-QUR’ĀN
TENTANG KESEHTAN MENTAL DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP ADVERSITY QUOTIENT
PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH
A. Kesehatan Mental dalam Ilmu Tasawuf
Islam dengan doktrin iman yang dimilikinya menawarkan sistem
pembinaan mental, yang dapat mewakili umat dalam mencari solusi terhadap
persoalan sosial yang semakin mendera. Doktrin iman yang esensial dalam
Islam adalah tauhidullah. Keimanan yang terpatri dengan benar, esensial
dalam diri seorang muslim, dan kokoh terhunjam dalam amalan dapat
memberikan sikap cerminan teladan terhadap seorang mukmin dan
lingkungannya. Kekuatan iman mampu melawan gejolak angkara murka dan
motivasi negatif yang merongrong eksistensi keyakinan. Hal tersebut
diterapkan dalam kehidupan; dengan beribadah yang ikhlas, ketaatan yang
terus-menerus, tawāḍ hu‟ yang wara‟, tawakal, sabar atas musibah, dan
keteladanan mampu menghadirkan ketenangan, dan kesehatan mental. Islam
sebagai agama yang bermuatan nilai-nilai spiritual yang tinggi, mampu
menyelesaikan masalah-masalah psikologis manusia. Dimensi Islam seperti;
iman, ibadah, dan tasawuf memiliki metodologi yang sistematik bagi
mewujudkan kesehatan mental.66
66 Khairunnas Rajab, Psikologi Iman....,Jurnal Sosio Relegia, Vol. 9, No. 3, Mei 2010, 1.
35
Apabila aspek-aspek yang terkandung dalam Islam dapat membantu
mewujudkan kesehatan mental, maka ajaran Islam dalam al-Qur‟ān itu
merupakan langkah utama yang dapat membentuk kesehatan mental.
Kesehatan mental dalam al-Qur‟ān merupakan upaya Islamisasi sains
(Islamization of knowledge). Metodologi yang digunakan dalam menganalisis
persoalan dapat dilakukan melalui pencerahan, aplikasi, dan implementasi
nilai-nilai al-Qur‟an. Kesehatan mental dengan penguatan iman adalah
sebuah metodologi dan berimplikasi pada ketenangan, dan kesehatan mental.
Al-Qur‟ān merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada
Muhammad s.a.w., ajarannya rasional serta dapat membantu umat manusia
dalam mencapai kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan hidup.67
Al-Qur‟ān memuat berbagai dimensi aturan, sistem, dan undang-
undang yang dipersiapkan bagi kemaslahatan umat, memberikan solusi atas
persoalan dan kesulitan kemanusiaan, sehingga mampu membentuk
komunitas Adversity Quotient yang teguh.68
Nilai-nilai keimanan adalah motivasi-inovatif yang dapat
membentuk terapi agama Islam (klinikal Islam).69 Keyakinan aplikatif
adalah metodologi preventif, kuratif, konstruktif, dan rehabilitative yang
dapat menumbuhkembangkan kepribadian dan kesehatan mental.70
67 Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1997, 23. 68 Muhammad Utsman Najati, Al-Qur‟an wa`Ilm al-Nafs, al-Kaherah: Dar al- Syuruq,
2001), 235. 69 Jalaluddin Rahmat, Renungan-Renungan Sufistik, (Bandung: Mizan, 1999), 37. 70 Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan Kesehatan
Mental, Jakarta: Ruhama, 1992, 15.
36
Kesehatan mental Islam merupakan kekuatan emosional-psikologis
yang mengkaji manusia selaku subjek pengamal agama; dari dimensi ritual
(ibadah), dan norma atau akhlak yang berlaku dalam suatu komunitas.
Jika esensi iman merupakan sebuah proses perkembangan jiwa yang
berimplementasi kepada daya tahan, pembinaan, dan nilai psikologis, niscaya
manusia mendapatkan kesehatan mental. Namun sebaliknya, apabila manusia
itu hidup sebagai manusia tanpa dirinya dan tidak menjadikan iman patri,
maka ia hidup sebagai makhluk yang tidak bermoral (asfala sāfilīn).71
Al-Qur‟ān menjelaskan kehidupan duniawi dan ukhrawi, yang secara
holistik bertujuan dalam pencapaian kejayaan, kebahagiaan, dan
kegemilangan bagi umatnya. Formulasi dan sistem peraturan yang dibentuk
di dalam agama ini, diciptakan semaksimal mungkin, sehingga diperoleh
faedah untuk mewujudkan kehidupan manusia yang lebih baik dan
komprehensif telah membuat metodologi perawatan psikologis yang berujung
pada pencapaian kehidupan yang tenang, nyaman, dan bahagia.72
Al-Qur‟ān seringkali disebut esensinya sebagai syifa‟ fi al-sudr, karena
ia dapat menenangkan dan mententeramkan jiwa yang kacau dan gelisah.73
Aspek keimanan dalam ilmu kesehatan mental merupakan hal yang paling
mendasar yang sangat menentukan. Kesehatan mental dapat ditandai
dengan terwujudnya keimanan yang kokoh dan istiqamah,74
karena seorang
71Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan ..., Vol. 1, 731-733. 72 Muhammad Utsman Najati, Al-Qur‟an wa `Ilm al-Nafs, al-Kaherah: Dar al-Syuruq,
2001, 217. 73 Sayyid Mujtaba Musawi Lari, Psikologi Islam, Bandung: Mizan, 1993, 123. 74
Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkan Kepribadian dan Kesehatan
37
muslem menjalin hubungan baik dengan Tuhan, melalui ber-ubudiyah
kepada-Nya.75
Mental yang sehat dan kokoh teraplikasi dengan baik dapat
melahirkan psikologis tenang dan tenteram.76
Seorang muslem yang bersih
hatinya, meyakini bahwa ia diciptakan hanya untuk menghambakan dan
menghinakan diri di hadapan Tuhannya.
Kesehatan mental merupakan pengaplikasian sistem nilai yang
terkandung dalam Islam yang membawa seorang muslim ke derajat Adversity
Quotient. Kesehatan Mental dan Adversity Quotient adalah dua komponen
yang tidak boleh dipisahkan. Seorang muslim yang yakin senantiasa menjaga
dirinya, yang berlandaskan tauhid uluhiyyah, rububiyyah, maupun tauhid asma‟
wa sifat, dapat memperkokoh diri dalam keadaan ke-Adversity Quotient.77
Bertawakkal kepada Allah s.w.t, ber-Adversity Quotient taqarrub kepada-Nya,
selalu berikhtiar, ikhlas dalam beramal, memaafkan kesalahan orang lain,
menjauhi sifat dendam, ḥ asad, takabur, dan menjauhi riya‟, tidak mudah
marah, semangat dan optimis.78
Apabila seorang mukmin menghayati dan mengamalkan keimanan
terhadap asma‟ dan sifat, menjadikan dirinya lebih baik dan memperoleh
kesehatan mental. Manifestasi dari keimanan, seperti dalam firman Allah
Mental, Jakarta: Ruhama, 1992, 34.
75 Zakiah Darajat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Mas Agung, 1988), 83.
76 Yahya Jaya, Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan Kesehatan Mental,
Jakarta: Ruhama, 1992, 77. 77 Khairunnas, mengutip dari buku: Majmu`ah al-Tauhid wa Tasytamil „ala Sittati
wa ‟Isyrina Risalah, Beirut: Dar al-Fikr, 1991, 5.ditulis dalam Jurnal Sosio Religia, Vol.9, No.3. 2010, 12.
78 Syaikh al-Islam Taqiy al-Din Ibn Taymiyyah, Amrad al Qulub wa Sifa‟uha, Riyadh:
Dar al-Salam, 13.
38
s.w.t; “Yaitu orang-orang yang beriman dan tenteram hatinya dengan
mengingat Allah s.w.t. tenteramlah di hati.”79
Kesempurnaan dan keikhlasan dalam mengingat Allah s.w.t secara
terus menerus menjadi obat yang sempurna untuk segala penyakit hati dan
badan.
Kesehatan mental merupakan kekuatan spiritual dan mampu
mengawasi dari gangguan kegoncangan, kegersangan dan ketakutan mampu
menghindarkan diri seorang muslem dari sikap dan perbuatan tercela.80
Kesehatan mental dan keimanan yang kuat mampu mengantarkan seorang
individu kepada kesehatan mental yang paripurna.81
Orang yang sehat mentalnya dengan penuh kesabaran dan
bertawakkal kepada Allah s.w.t mesa yakin dalam menghadapi rintangan
hidupnya bahwa dia tidak sendirian hal ini berimplikasi kepada harapan ke
depan.82
Dalam kesehatan mental, iman kepada Allah s.w.t merupakan
parameter ketuhanan dalam bentuk pengembangan dan pembinaan potensi
fitrah manusia yang menjadi makhluk yang sempurna. Kesehatan mental
memiliki spesifikasi ”spiritual-tauḥ id” yang menyeluruh dengan standarisasi
sebagai berikut: pertama, orang yang sehat dapat diukur kadar keimanan,
ihsan dan tauhid; kedua, orang yang ahli memahami, menghayati, dan
79
Quraish Shihab, Tafsir Al misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 16, 271. 80
Nurchalish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan,Jakarta: Paramadina, 1995, 30. 81 Khairunnas Rajab, Pskologi Iman...., Jurnal Sosio Religi, Vol. 9, No. 3, Mei 2010, 7.
82 Nurchalish Madjid, Pintu-Pintu..., 14.
39
mengamalkan aktivitas yang berkaitan dengan jiwa; ketiga, orang yang telah
memiliki ilmu pengetahuan tentang formula kausalitas seluruh
permasalahan masa lalu, kini, dan masa akan datang; keempat, orang yang
memperoleh ketenangan jiwa lazimnya terbuka akal, panca indra, dan
kalbu, yang kemudian mencerminkan aḥ laqul al-karimah, serta dapat pula
membuka diri untuk menjadi lebih baik dalam mencapai nilai-nilai
ketuhanan.83
Keniscayaan bahwa beriman kepada Allah s.w.t dapat membuka diri
agar selalu menjaga kestabilan mentalnya.
B. Adversity Quotient dalam perspektif al-Qur’ān.
Merujuk pada konesp Barat, terdapat sebuah kecerdasan dalam
menghadapi kesulitan yang disebut dengan Adversity Quotient. Bila kita
melihat pada al-Qur‟ān terdapat penjelasan dan dorongan agar manusia
senantiasa dapat berjuang untuk mengatasi kesulitan dan senantiasa berlapang
dada. Tidak hanya berjuang dengan kemampuan diri, di dalam konsep Islam
juga terdapat do‟a dan harapan yang menjadi pendorong agar dapat menjadi
sukses dan mencapai tujuan. Firman Allah SWT.Q.S. Al-Syarḥ (94): 1-8.
Q.S. Al Syarh ayat 5 dan 6 bermaksud menjelaskan salah satu sunnah-
Nya yang bersifat umum dan konsisten yaitu “setiap kesulitan pasti disertai
atau disusul oleh kemudahan selama yang bersangkutan bertekad untuk
83 Hamdani, Metodologi Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 205.
40
menanggulanginya.” Kedua ayat ini memesankan agar manusia berusaha
menemukan segi-segi positif yang dapat dimanfaatkan dari setiap kesulitan,
karena bersama setiap kesulitan terdapat kemudahan. Ayat-ayat ini seakan-
akan berpesan agar setiap orang mencari peluang pada setiap tantangan dan
kesulitan yang dihadapi.84
C. Sikap-sikap Adversity Quotient dalam perspektif al-Qur’ān
Konsep Islam dalam al-Qur‟ān ada beberapa aspek yang menunjukkan
bahwa seseorang telah memperoleh Adversity Quotient, antara lain: bersikap
sabar, yaitu kekuatan jiwa dan hati dalam menerima perbagai persoalan hidup
yang berat dan menyakitkan, dan dapat membahayakan keselamatan diri lahir
batin. Sikap spirit dari firman Allah SWT. Q.S.al-Baqarah (2): 155-156.
Indikasi adanya kesabaran adalah adanya sikap tauḥ idiyyah dalam
diri bahwa “diri ini adalah milik Allah SWT. dan akan kembali kepada Allah
SWT.” Sikap tauḥ idiyyah ini mengembangkan spirit, energi, dan kekuatan
untuk menembus rintangan-rintangan dan ujian-ujian hidup ini dengan baik
dan gemilang. Esensi kalimat “innālillāhi waiinnā ilaihi rāji‟un”
mengandung energi ketuhanan yang sangat dahsyat bagi yang benar-benar
memahami hakikatnya, sehigga seberat apapun halangan dan rintangan dapat
dilewati dengan mudah dan menyelematkan.85
Karakter ṣ abir (yang sabar), yaitu menahan diri (al-manu‟) atau lebih
tepatnya mengendalikan diri (mutaḥ affaḍ ). Maksudnya, menahan dan
84 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 9, 416-417. 85 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 1, 435.
41
mengendalikan diri dari hal-hal yang dibenci dan menahan lisan agar tidak
mengeluh. Karakter shabir dapat menghindarkan seseorang dari perasaan
resah, cemas, marah dan kekecauan, Q.S. ali-Imran (2): 200.
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya
kamu beruntung” (QS. Ali Imran: 200)
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah bahwa ayat di atas
diuraikan kesulitan dan perjuangan. Juga mengandung tuntunan agama serta
bimbingan moral, pada akhir surat ini mengajak: “Hai orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasulnya”, pada ayat ini ditekankan tentang
kesabaran. Kandungan ayat ini berimplikasi pada kesabaran dalam
menanggung derita kehidupan dan bencana zaman, bersabar dalam
menghadapi orang yang menyakiti dan memusuhinya, bersabar dalam
beribadah dan taat kepada Allah, dan bersabar dalam bekerja dan menuju
kepada orang yang berkepribadiandan sehat mentalnya.86
Bersikap optimis dan pantang menyerah, yaitu hadirnya keyakinan
yang kuat bahwa bagaimana pun sulitnya ujian, cobaan, dan halangan yang
terdapat dalam hidup ini pasti dapat diselesaikan dengan baik dan benar
selama adanya upaya bersama Allah SWT. Firman Allah Q.S.al-Ra‟d (13):
11, dan Q.S. Yusuf: 87.
Kedua ayat di atas memberikan spirit kepada kita agar tidak berhenti
dan hilang semangat dalam melakukan perbaikan diri dari perbagai aspek
kehidupan. Keputusasaan adalah suatu penyakit ruhani yang dapat
melumpuhkan potensi manusia, bahkan Allah SWT. Beratnya rintangan di
86 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan,Kesan..., Vol. 2, 305-306.
42
dalam kehidupan dunia ini merupakan tangga untuk mendaki dan menuju
kepada kemuliaan di hadapan Allah SWT. Sikap optimis dan semangat
pantang menyerah adalah berdo‟a yang hidup dan menghasilkan tenaga dan
kekuatan jiwa.87
Berjiwa besar, yakni hadirnya kekuatan untuk tidak takut mengakui
kekurangan, kesalahan, dan kekhilafan diri, lalu hadir pula kekuatan untuk
belajar dan mengetahui bagaimana mengisi kekurangan diri dan memperbaiki
kesalahan diri dari orang lain dengan lapang dada.
Berjiwa besar dapat dipahami dan diterapkan pada sikap: Sikap
mereka terbuka (open minded), tidak mempunyai rasa dendam terhadap
sipapun; Tidak ada penghalang komunikasi (communication barriers),
mampu berkomunikasi secara lancar, Sehingga memliki sikap memaafkan
dan melupakan (to forgive and to forget) terhadap siapa saja. Spirit ini dapat
dipahami sebagaimana firman Allah SWT. Q.S. al-A‟raf (7): 199.
Artinya: Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan
pedulikan orang-orang yang bodoh. (Al-A'raf/7:199).
Berjihad, yaitu pengerahan seluruh potensi dalam menangkis serangan
musuh. Dalam makna yang lebih luas adalah segala bentuk usaha maksimal
untuk penerapan ajaran Islam dan pemberantasan kejahatan serta ke-ḍ alim-
an, baik terhadap diri pribadi maupun dalam masyarakat.
Secara esensial, jihad adalah kekuatan yang muncul dari dalam diri,
ruhani, dan jiwa untuk mewujudkan suatu cita-cita ketuhanan (kebaikan di
bumi dan di langit, di dunia hingga akhirat) dengan perjuangan, pengorbanan
87 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan Kesan..., Vol.15, 30.
43
tanpa mengenal lelah, dan tidak takut menghadapi penderitaan, rasa sakit,
ancaman, dan kematian hingga titik darah yang terakhir.88
Terdapat tiga kelompok analogi bagi Adversiy Quotient yang memiliki
respon berbeda terhadap pendakian.89
1. Tingkatan Terendah (Quiters)
Dalam perspektif Barat Tingkatan paling rendah adalah quitters. Ia
Merasa tidak mampu melakukan usaha meskipun belum mencobanya dan
menyerah sebelum berjuang. Quiters ini pun diperlukan latihan (riyaḍ ah)
khusus untuk menekan daya nafsu dari hawa, seperti dengan berpuasa,
shalat, berdoa, dan sebagainya.
2. Tingkatan Antara ( Campers )
Tingkatan antara ini dapat disejajarkan dengan kepribadian
lawwāmah yang berada di antara kepribadian ammarah dan kepribadian
muṭ mainnah. Kepribadian semacam ini telah berusaha meningkatkan
kualitas dirinya yang telah dibantu oleh cahaya terang (nurani) tetapi
watak gelap (Żulmani)-nya ikut campur dalam pembentukan kepribadian,
sehingga ia menjadi bimbang. Kepribadian Campers yaitu seorang pendaki
yang menghentikan pendakian sebelum sampai di puncaknya dengan dalih
ketidakmampuannya.
88 Hanna Maryama mengutip dari pendapat Adz-Dzakiey(2005), Hamdani Bakran,
Prophetic Intelligence, Kecerdasan Kenabian: Menumbuhkan Potensi Hakiki Insani Melalui
Pengembangan Kesehatan Ruhani. Yogyakarta: Islamika.Baca Jurnal Pskologi UIN, Jakarta,
2015, 13-14. 89 Miarti Yoga, Adversity Quostient, Solo: Tinta Medina, 2016, 29-30.
44
3. Tingkatan Tertinggi ( Climbers)
Tingkatan tertinggi yang dalam perspektif Barat disebut dengan
climber dapat dibandingkan dengan kepribadian muthmainnah karena
merupakan tingkatan tertinggi. Climbers adalah seorang pendaki yang
sesungguhnya. Seorang yang memiliki karakter ini akan terus melakukan
pendakian sampai puncak dengan totalitas dan komitmen.
Climbers merupakan Kepribadian muṭ mainnah dapat dicapai
ketika jiwa di ambang pintu ma‟rifah Allah disertai dengan adanya
ketundukan dan kepasrahan. Firman Allah SWT.Q.S. al-Fajr: 27-28.
Artinya:“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya (QS. Al-Fajr: 27-28).
M.Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah bahwa kepribadian
muṭ mainnah bersumber dari kalbu manusia, sebab hanya kalbu yang
mampu merasakan ketenangan. Sebagai komponen yang bernatur ilahiyah
qalbu cenderung pada ketenangan beribadah, dan beroientasi kepribadian
teosentris.90
Bentuk-bentuk kepribadian muṭ mainnah diantaranya adalah
keimanan, keyakinan, keikhlasan, tawakal, taubat, taqarrub pada Allah,
sabar, bijaksana, tawaḍ u‟, tenang, disederhanakan dalam dimensi iman,
islam dan ihsan. Semua bentuk tersebut bermotivasi pada teosentris yang
berdaya positif.
90 Quraish Shihab, Tfasir Al Misbah, Pesan, Kesan..., Vol. 4, 299.
45
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan pada bab tedahulu tentang konsep
kesehatan mental dalam al-Qur‟ān dan implementasinya terhadap Adversity
Quotient siswa dalam belajar perspektif tafsir Al-Misbah maka penulis
penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. Konsep al-Qur‟an tentang kesehatan mental dalam al-Qur‟ān merupakan
kekuatan spiritual emosional-psikologis yang mengkaji manusia selaku
subjek pengamal agama; dari dimensi ritual „ibadah, īman, dan norma
(aḥ laq) yang berlaku dalam suatu komunitas. Jika esensi iman
merupakan sebuah proses perkembangan jiwa yang berimplementasi pada
pertumbuhan, pembinaan, dan pengembangan nilai psikologis, niscaya
manusia mendapatkan kesehatan mental. Namun sebaliknya, apabila
manusia itu hidup sebagai manusia tanpa dirinya dan tidak menjadikan
iman sebagai patri, maka mereka hidup sebagai makhluk asfala sāfilīn
(makhluk yang tidak bermoral). Upaya sadar seorang merupakan
keyakinan yang matang dan kokoh kepada Allah s.w.t. mampu menjadi
motivator perolehan kesehatan mental yang paripurna. Seorang yang
memiliki daya dan kekuatan hati yang istiqamah, meyakini Allah s.w.t
dengan asma‟ dan sifat-sifat-Nya sebagai pengawasan dan terapeutik bagi
gangguan mental. Perasaan serupa ini, menjadikannya tetap dalam iman
46
dan selamat. Keimanan membuat kestabilan hati, kejernihan fikiran, dan
dalam mewujudkan keamanan, keselamatan, kebahagiaan dan kesehatan
mental.
2. Pandangan al-Quran tentang psykoterapi terhadap gangguan kesehatan
mental adalah pengobatan penyakit dengan cara kebathinan, atau
penerapan teknik khusus pada penyakit mental atau kesulitan -kesulitan
penyesuaian diri atau penyembuahan melalui keyakinan agama.
Seseorang mendalami agama potensinya lebih kecil untuk depresi, cemas,
pobia, traumatik, dan bunuh diri dari pada orang yang kurang mendalami
agama. Jika dikaitkan tasawuf, simpulan ini dibenarkan oleh beberapa
ajaran spiritual di dalamnya. Konsep sabar dan nilai-nilai psikoterapi
berorientasi pembentukan mental psikis yang baik pada tahap pengisihan
(tahalli). Dan pada tahap sebelumnya yakni pelepasan (takhalli) seorang
hamba dikosongkan dari potensi negatif seperti, sombong, buruk sangka,
takabur, putus asa dan sebagainya sehingga dapat membentuk pribadi
tangguh untuk selalu bertahan (survive) dalam menghadapi tantangan
hidup. Disini al-Qur‟ān hadir mengisi konsepsi manusia untuk mengatasi
kepelikan dan kesulitan dengan pertimbangan logis tentang arti
kebermaknaan hidup dan kebahagiaan (farh). Spiritualitas manusia
bekerja sebagai pencegah (preventive), penyembuh (treatment) dan
pemulih (recovery).
3. Konsep al-qur‟ān tentang kesehatan mental dan implikasinya
terhadap adversity quotient perspektif tafsir al-misbah adalah
47
konsep sabar yang terkandung dalam al-Qur‟ān dan aspek-aspek
Adversity quotient yang meliputi: control (pengendalian diri), origin dan
ownership (asal dan penguasaan diri), reach (jangkauan) serta endurance
(daya tahan) yang dalam al-Qur‟ān juga diajarkan dengan konsep sabar
yang di implementasikan dalam unsur pengendalian diri, tenang, tidak
gelisah, tabah, gigih dalam usaha, ikhtiar, optimis, bergantung dan
bertaqwa kepada Allah SWT. Terdapat karakteristik khusus dari
konsep kesabaran dalam al-Qur‟ān, yaitu pada adanya dimensi
ketuhanan. Dimana dalam sikap sabar manusia bergantung harapannya
hanya kepada Allah. Substansi dan implikasi konsep al-Qur‟ān terhadap
adversity Quotient dan kesehatan mental terdapat dalam Q.S. al-Baqarah
(2):153,91 Q.S. al-Baqarah (2) 155,92 Q.S. A- Zariyat 56.93
Kepasrahan dan ketabahan yang diamalkan merupakan bentuk
berserah diri kepada Allah. Memohon pertolongan dan harapan atas
masalah yang dihadapi hanya kepada Allah yang dapat menyelesaikannya.
Sehingga akan muncul rasa optimis dan kekuatan karena kimanan tinggi
yang akan membantu kesulitannya dengan etika yang sudah diajarkan.
91 Quraish Shihab, tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan..., dituliskan bahwa: Kesehatan
mental merupakan kesehatan kerohanian yang sehat, dengan memandang pribadi manusia sebagai
satu totalitas psiko-fisik yang kompleks, serta melaksanakan shalat dan sabar, Vol.1, 43-44. 92 Quraish Shihab, tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan ..., dituliskan bahwa Allah akan memberi
cobaan kepada hambanya beruapa sedikit ketakutan, kelapara