78
18 BAB II TINJAUAN TERHADAP PERTANGGUNGJAWAB DIREKSI BERKAITAN DENGAN BUSINESS JUDGEMENT RULE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas merupakan perusahaan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak dan kewajiban, sebagai badan hukum. Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan perantaraan pengurusnya). Sebelum Undang-Undang Perseroan Terbatas dilahirkan, di negara kita berlaku peraturan perseroan terbatas yang berasal dari jaman kolonial. Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel Staatsblad 1847-23) dalam Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, yang perubahannya dilakukan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971. Disamping itu masih terdapat pula badan hukum lain sebagaimana diatur dalam Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandelen, Staatsblad 1939-569 jo 717). 24 Kedua peraturan ini dirasakan sudah tidak sesuai dengan tuntutan jaman dan untuk memenuhi kebutuhan hukum baru yang dapat lebih 24 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, Djambatan, Jakarta, 2007, h.1.

Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

18

BAB II

TINJAUAN TERHADAP PERTANGGUNGJAWAB DIREKSI

BERKAITAN DENGAN BUSINESS JUDGEMENT RULE

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN

2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas merupakan perusahaan yang oleh undang-undang

dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang

demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak dan

kewajiban, sebagai badan hukum. Hal ini berarti PT dapat melakukan

perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula

mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan perantaraan

pengurusnya).

Sebelum Undang-Undang Perseroan Terbatas dilahirkan, di negara

kita berlaku peraturan perseroan terbatas yang berasal dari jaman kolonial.

Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel Staatsblad 1847-23) dalam

Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56,

yang perubahannya dilakukan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun

1971. Disamping itu masih terdapat pula badan hukum lain sebagaimana

diatur dalam Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische

Maatschappij op Aandelen, Staatsblad 1939-569 jo 717).24

Kedua peraturan ini dirasakan sudah tidak sesuai dengan tuntutan

jaman dan untuk memenuhi kebutuhan hukum baru yang dapat lebih

24

Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, Djambatan, Jakarta, 2007, h.1.

Page 2: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

19

memacu pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi.

Kemudian lahirlah UUPT yang merupakan produk negara Indonesia

sendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, yang lebih lanjut

akan diuraikan di bawah ini:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan

Terbatas:25

Salah satu pertimbangan lahirnya Undang-undang ini

adalah dalam rangka menciptakan kesatuan hukum, untuk

memenuhi kebutuhan hukum baru yang dapat lebih memacu

pembangunan nasional, serta untuk menjamin kepastian dan

penegakan hukum. Materi hukum yang diperlukan dalam

menunjang pembangunan ekonomi adalah ketentuan-ketentuan

di bidang Perseroan Terbatas yang menggantikan ketentuan

hukum yang peninggalan zaman kolonial.

Dengan lahirnya Undang-undang ini diharapkan Perseroan

Terbatas dapat menjadi salah satu pilar pembangunan ekonomi

nasional yang berasaskan kekeluargaan menurut dasar-dasar

demokrasi ekonomi sebagai perwujudan dari Pancasila dan

Undang-Undang Dasar, Ketentuan tentang Perseroan Terbatas

yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang

sudah tidak lagi dapat mengikuti dan memenuhi kebutuhan

perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang sangat

Page 3: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

20

26pesat saat ini, Oleh karena itu dibutuhkan kebijaksanaan baru,

misalnya dalam hal devisa, bantuan luar negeri, penanaman

modal asing peningkatan kerjasama international, sistem

perbankan, pasar modal, dan lain sebagainya.

Dengan diundangkannya Undang-undang nomor 1 Tahun

1995 tentang Perseroan Terbatas, maka Buku Kesatu Titel

Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang yang mengatur mengenai

Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971, dinyatakan

tidak berlaku lagi. Hal ini termuat dalam Ketentuan Penutup,

Pasal 128 UUPT Nomor 1 Tahun 1995.

2. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan

Terbatas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan

yang berasal dari Zaman Kolonial sebagaimanadiuraikan di

atas, hanya berlaku dalam kurun waktu 12 tahun. Karena

Undang-Undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi

perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena

keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan informasi sudah berkembang begitu pesat, khususnya pada

Page 4: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

21

era globalisasi. Disamping itu, meningkatnya tuntutan

masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta

tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan

prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate

governance) menuntut penyempurnaan UUPT nomor 1 tahun

1995.

Salah satu perbedaan yang cukup menonjol antara UUPT ini dengan

peraturan yang digantikannya (UU nomor 1 tahun 1995) adalah adanya

ketentuan mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)

dalam UUPT. Pencantuman TJSL sebagai suatu syarat yang diwajibkan

bagi perseroan sebenarnya merupakan hal yang tidak lazim mengingat

konsep Corporate Social Responsibility (CSR) konsep yang diadaptasi

menjadi TJSL dalam UUPT bukanlah ketentuan yang mandatory dalam

ketentuan tentang perseroan di negara lain.

Di satu sisi, penerapan syarat Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

(ditambah ketentuan sanksi atas pelanggarannya) dalam Undang-undang

Perseroan Terbatas dapat menjadi sarana penekan bagi para pemodal yang

selama ini dikenal nakal dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Namun di

sisi lain, golongan pengusaha yang selama ini disiplin menerapkan CSR

akan merasa kehilangan nilai kesukarelaan dalam setiap aktivitas CSR

mereka.

Perubahan Undang-Undang Perseroan Terbatas membawa

konsekuensi bahwa para pelaku usaha harus menyesuaikan anggaran dasar

perseroannya dengan UUPT tersebut, selain itu semua organ perseroan

Page 5: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

22

juga harus mengikuti ketentuan dalam UUPT. Perseroan pada hakekatnya

adalah badan hukum/subyek hukum mandiri dan wadah perwujudan

kerjasama para pemegang saham (persekutuan modal). Kenyataan tersebut

berakibat bahwa demi kelangsungan keberadaannya Perseroan mutlak

membutuhkan organ, yaitu:

1. RUPS, dimana para pemilik modal sebagai pihak yang berwenang

sepenuhnya untuk menentukan kepada siapa akan mereka

percayakan pengurusan perseroan.

2. Direksi, yang oleh UUPT ditugaskan mengurus dan mewakili

Perseroan

3. Komisaris, yang oleh UUPT ditugaskan untuk melakukan

pengawasan serta memberi nasehat kepada Direksi.

Memperhatikan keadaan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa

keputusan-keputusan yang menyangkut Perubahan UUPT juga membawa

beberapa perubahan mengenai Organ Perseroan sebagaimana diatur dalam

perundangan sebelumnya, yaitu mengenai :

1. Kedudukan RUPS bukan lagi sebagai organ tertinggi dalam suatu

Perseroan.

2. Adanya Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

3. Adanya Direksi Independence

4. Komisaris tidak boleh bertindak sendiri-sendiri, melainkan harus

bersama-sama.

5. Adanya Dewan Syariah.

6. Konsep Pemisahan Menurut UUPT

Page 6: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

23

Organ Perseroan Terbatas adalah Rapat Umum Pemegang Saham,

Direksi, dan Komisaris. Yang membedakan antara UUPT Nomor 1 Tahun

1995 dan UUPT Nomor 40 Tahun 2007 tentang organ perseroan adalah:

bahwa dalam UUPT yang baru tidak lagi mengatakan Rapat Umum

Pemegang Saham sebagai organ perseroan yang tertinggi. Hal ini termuat

dalam pasal 1 butir 4 UUPT baru yang berbunyi:

“Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS,

adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak

diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang

ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar”.

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

telah memiliki aturan-aturan yang tegas mengatur mengenai

kewenangan masingmasing organ yang ada dalam perseroan terbatas,

yaitu RUPS, direksi, dan dewan komisaris, sebagai berikut:

1. Pasal 75 ayat (1) UUPT mengatur mengenai kewenangan RUPS

dimana dijelaskan bahwa RUPS mempunyai wewenang yang

tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris.

2. Pasal 92 ayat (1) UUPT mengatur mengenai kewenangan

direksi, dimana dikatakan bahwa direksi menjalankan

pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai

dengan maksud dan tujuan Perseroan. Selanjutnya dalam Pasal

97 ayat (1) UUPT juga diberikan penjelasan lebih lanjut bahwa

direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan.

Page 7: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

24

3. Pasal 108 ayat(1) UUPT mengatur mengenai kewenangan

dewan komisaris di mana disebutkan bahwa dewan komisaris

melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya

pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun

usaha Perseroan, dan memberikan nasihat kepada direksi. Dalam

Pasal 114 ayat (1) UUPT menegaskan kembali bahwa dewan

komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan.

Undang-undang No. 1 tahun 1995 merupakan undang-undang yang

secara fundamental melakukan perubahan terhadap ketentuan Pasal 36 –

56 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Perubahan yang

sifatnya fundamental tersebut dapat dimengerti, oleh karena Pasal 36 – 56

KUHD telah diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi

sejak tahun 1848. Sementara kalau dirunut kebelakang lagi, aturan tersebut

telah diberlakukan di Belanda beberapa tahun sebelumnya. Sehingga,

substansi yang dinormakan dalam pasal-pasal tersebut telah banyak

mengalami perubahan.

Apabila dicermati karakter perubahan aturan tentang PT pada tahun

1995 tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut (Fuady, 1999 : 1-16) :

1. mengambil alih prinsip-prinsip yang diatur dalam KUHD sepanjang

mengatur mengenai PT melalui reformulasi ke dalam pasal-pasal

dalam UU No. 1 tahun 1995.

2. Mengkodifikasikan kebiasaan yang telah dikenal dan diikuti dalam

praksis bisnis.

Page 8: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

25

3. Menstranplantasikan doktrin-doktrin hukum korporasi dari negara-

negara lain, khususnya yang menganut common law system.

Salah satu argumet yang terkemuka adalah sistem hukum di

negara-negara ini lebih memungkinkan berkembangnya doktrin

hukum yang dihasilkan dari pertelingkahan praksis hukum dan

praksis ekonomi. Kondisi ini disuburkan (fertilized) oleh karakter

sistem hukum dan budaya yang secara teguh memberikan

perlindungan terhadap individualisme, serta lembaga pendidikan

tinggi hukum yang memberikan tempat terhadap pemikiran-

pemikiran yang kontroversial dan bersifat terbuka terhadap

pemikiran-pemikiran multidisiplin (Schmidt and Brun, 2006).

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 telah berhasil meletakkan

dasar-dasar pengaturan Perseroan Terbatas yang pada dasarnya merupakan

lex generalis. Sementara itu untuk memahami PT secara lebih

komprehensif perlu juga difahamkan lex specialis-nya, yang antara lain

adalah UU Pasar Modal, UU Perbankan, UU Pertambangan, UU

Kehutanan, dll. Asas hukum yang membingkai keterhubungan diantara

dua kelompok hokum tersebut adalah lex specialis derogate lex generalis

(hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum).

Beberapa prinsip pengaturan PT yang diletakkan melalui UU No. 1

tahun 1995 adalah :

1. Ditransplantasikannya doktrin-doktrin hukum yang mengatur

keterhubungan antar aktor lapis pertama dalam PT, yang meliputi :

Page 9: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

26

a. Doktrin Piercing the Corporate Veil atau Lifting the

Corporate Veil

b. Doktrin Ultravires yang merupakan tindak lanjut dari

doktrin Intravires.

c. Doktrin Corporate Opportunity

d. Doktrin Minority Shareholders Protection

e. Doktrin Business Judgment atau Business Judgment rule

f. Doktrin Derivative Action atau Derivative Suit

g. Doktrin Self Dealing

h. Doktrin Fiduciary Duty

Namun demikian dari doktrin-doktrin yang ditransplantasikan

tersebut harus diakui ada doktrin yang transplantasikannya dilakukan

secara jelas dan terang-terangan–sekalipun tidak mengadopsi istilah.

Misalnya, doktrin piercing the corporate veil, doktrin derivative action

dan doktrin business judgment, serta doktrin minority shareholders

protection. Sedang sisanya tidak dirumuskan secara jelas atau secara

abu-abu (Budiyono, 2006).

2. Penegasan tentang proses pendirian, pendaftaran, dan pengumuman

Perseroan Terbatas. Beberapa persoalan penting yang dapat dicermati

dari pengaturan ini adalah :

a. Penegasan dianutnya teori perjanjian baik pada saat PT

didirikan maupun setelah PT memperoleh status sebagai

badan hukum.

Page 10: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

27

b. Penegasan regime waktu proses pendirian PT dalam rangka

memberikan perlindungan terhadap pemohon.

c. Penegasan tentang kewajiban direksi untuk melakukan

proses pendaftaran dan pengumuman PT, diikuti dengan

sanksi hukum.

3. Permodalan untuk mendirikan PT sebagai lex generalis yang

menentukan modal dasar (statute capital) minimalnya Rp.

20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).

4. Saham PT, yang meliputi pengaturan tentang nominal saham,

pecahan saham dan gadai saham.

5. Pengaturan tentang Laporan Tahunan Perseroan.

6. Kombinasi Usaha, yang meliputi Penggabungan (merger),

pengambilalihan (aquisisi) dan peleburan (konsolidasi).

Pengaturan Perseroan Terbatas sebagai bentuk usaha sebagaimana

dituangkan dalam Undang-undang nomor. 1 tahun 1995 telah mampu

meletakkan dasar-dasar perusahaan yang memiliki tingkat harmonisasi

yang jauh lebih tinggi terhadap hokum perusahaan (corporate law) di

negara-negara lain. Dari sisi yang lain, harmonisasi hokum dalam bidang

perusahaan ini dapat lebih mendekatkan perusahaan-perusahaan dalam

“pergaulan” ekonomi dunia. Mengacu pada pendapat Simon dan Spitzer

(1980 : 129-130) reformasi hukum merupakan syarat fungsional dari

industrialisasi di Negara-negara sedang berkembang. Namun demikian,

UU No. 1 tahun 1995 juga meninggalkan ketidak jelasan, kekaburan

Page 11: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

28

perumusan dan kekosongan hukum yang menimbulkan permasalahan pada

aras implementasi.27

1. Kewenangan Direksi Perseroan Terbatas

Berdasarkan Pasal 1 angka (5) Undang- Undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa pengertian

Direksi dalam Perseroan Terbatas adalah organ Perseroan yang

berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan

untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar

pengadilan sesuai dengan anggaran dasar.

Sebagaimana disebutkan dalam pengertian direksi di atas, maka

kewenangan direksi adalah sebagai berikut:

a. Salah satu organ Persoran yang memiliki kewenangan penuh

atas pengurusan dan hal-hal terkait kepentingan Perseroan

sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

b. Mewakili Perseroan untuk melakukan perbuatan hukum baik di

dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan

UUPT and anggaran dasar.

Kewenangan direksi untuk mewakili Perseroan bersifat tidak terbatas

dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang nomor

27

Tri Budiyono, “Perseroan Terbatas Dalam Pergeseran Jaman”, http://trb-hukum-

ekonomi.blogspot.com/2008/05/perseroan-terbatas-dalam-pergeseran.html, dikunjungi pada

tanggal 28 Mei 2014 pukul 14.09.

Page 12: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

29

40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, anggaran dasar atau keputusan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam hal anggota direksi terdiri

lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah

setiap anggota direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.

Maksud dari pengecualian ini adalah agar anggaran dasar dapat

menentukan bahwa Perseroan dapat diwakili oleh anggota direksi tertentu

sebagaimana diatur dalam Pasal 98 UUPT.

Menurut Pasal 99 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, kewenangan direksi dalam mewakili Perseroan bukan

berarti tidak ada pembatasan. Namun, dalam hal tertentu direksi tidak

berwenang mewakili Perseroan apabila:

a. Dalam hal terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan

dengan anggota direksi yang bersangkutan; atau

b. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan

kepentingan dengan Perseroan.

Jika terjadi kondisi seperti demikian, maka Perseroan dapat diwakili

oleh:

1) Anggota direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan

kepentingan dengan Perseroan;

2) Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota direksi

mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan; atau

Page 13: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

30

3) Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota

direksi atau dewan komisaris mempunyai benturan kepentingan

dengan Perseroan.

Oleh karena itu, kewenangan yang diberikan kepada Direksi sebagai

organ yang dipercaya mampu menjalankan perseroan tidak boleh

melampaui batas kewenangan yang telah ditetapkan dalam Undang-

Undang maupun anggaran dasar, dalam hal terdapat suatu tindakan yang

dibutuhkan untuk kepentingan perseroan namun tindakan tersebut dibatasi

oleh anggaran dasar, perseroan dapat memberikan kewenangan kepada

Direksi melakukan tindakan tersebut dengan meratifikasi tindakan tersebut

di dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

Dengan demikian, mengutip pandangan Fred Tumbuan, maka suatu

perbuatan hukum berada di luar maksud dan tujuan perseroan apabila

terpenuhi salah satu atau lebih kriteria di bawah ini:

a. Perbuatan hukum yang bersangkutan secara tegas dilarang oleh

anggaran dasar.

b. Dengan memerhatikan keadaan-keadaan khusus, perbuatan

hukum yang bersangkutan tidak dapat dikatakan akan menunjang

kegiatan-kegiatan yang disebut dalam anggaran dasar.

c. Dengan memerhatikan keadaan-keadaan khusus, perbuataan

hukum yang bersangkutan tidak dapat diartikan sebagai tertuju

pada kepentingan perseroan

Page 14: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

31

B. Business Judgement Rule atau Doktrin Putusan Bisnis

Doktrin ini dikenal dengan nama Business Judgement Rule. Agak

berbeda dengan doktrin-doktrin lain yang berkaitan dengan posisi direksi,

yang cenderung memperlemah atau menuntut pertanggungjawaban,

doktrin ini secara teoritis justru memperkuat posisi direksi.28

Robert W.

Hamilton29

memberikan pengertian business judgement rule sebagai: “that

decisions made by the board of director upon reasonable information and

with some rationality do not give rise the directoral liability even if they

turn out badly or disastrously from the stand point of the corporation.”30

Sedang Robert Charles Clark31

memberikan pengertian business

judgement rule sebagai berikut: “a presumption that in making a business

decision, the directors of corporation acted on an informed basis in good

faith and in the honest belief that the action was taken in the best interest

of the company.” Implikasi yuridis dari putusan atau transaksi yang

dilakukan oleh direksi, adalah sah dan mengikat terhadap perseroan.

Kualifikasi terhadap suatu transaksi yang dapat dikategorikan dalam

doktrin ini adalah, tidak mengandung unsur benturan kepentingan (conflict

of interest) atau berkaitan dengan self dealing transactions.32

Dari ketentuan tersebut dapat kita simpulkan:

28

Tri Budiyono, Op.Cit., h. 190. 29

Robert Charles Clark dalam Tri Budiyono, Ibid., h. 124.Hamilton, Robert W., The Law of

Corporation (in a nutshell), West Publishing, United States, 1996, h. 385. 30

"Bahwa keputusan yang dibuat oleh dewan direktur pada informasi yang wajar dan dengan

rasional tidak mewajiban direktur bertanggungjawab bahkan jika mereka berubah buruk atau

malapetaka berdirinya korporasi." 31

Robert Charles Clark dalam Tri Budiyono, Op. Cit., h. 190. 32

Ibid.,

Page 15: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

32

1. Bahwa perseroan merupakan subyek hukum mandiri yang

terpisah dari pribadi para pemegang sahamnya, bertindak atas

nama dan untuk kepentingannya dan bertanggung jawab sendiri

terhadap tindakannya tersebut.

2. Para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi

atas segala perikatan yang dibuat oleh perseroan atas nama

perseroan.

4. Para pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian

yang terjadi terhadap perseroan melebihi nilai saham yang

dimilikinya.

Ketentuan tersebut menegaskan bahwa pemegang saham, pada

prinsipnya tidak bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan

yang dibuat atas nama perseroan juga atas kerugian yang dialami oleh

perseroan. Tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas modal yang

disetorkannya kepada perseroan. Timbulnya prinsip tanggung jawab

terbatas berkaitan erat dengan didapatnya status perseroan sebagai badan

hukum. Sebelum perseroan menjadi badan hukum, maka sesuai dengan

Pasal 39 KUHD , masing-masing pengurusnya bertanggung jawab secara

pribadi untuk keseluruhan.33

Hal ini juga berlaku bagi pemegang saham,

seperti yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2), yang menentukan bilamana

persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum terpenuhi, makan

33

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesian-Bentuk-Bentuk

Perusahaan, Djambatan, Jakarta, 1980, h. 102.

Page 16: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

33

ketentuan mengenai tanggung jawab pemegang saham yang hanya terbatas

pada besarnya nilai saham yang disetorkan tidaklah berlaku.34

Tanggung jawab terbatas memberikan tabir perlindungan bagi setiap

pemegang saham, sehingga terlepas dari tuntutan pihak ketiga yang timbul

atas kontrak atau perikatan yang dilakukan oleh perseroan.35

Harta benda

pribadi milik pemegang saham tidak dapat disita atau digugat untuk

dibebankan tanggung jawab perseroan tersebut.36

Bagi perseroan yang

berbentuk badan hukum seperti perseroan terbatas, koperasi, dan lain-lain,

maka secara hukum prinsipnya harta bendanya terpisah dari harta benda

pendirinya/pemiliknya. Karena itu, tanggung jawab secara hukum juga

dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk

badan hukum tersebut.37

1. Latar Belakang Business Judgement Rule

Business Judgement Rule merupakan suatu doktrin dari hukum

korporasi, sudah diterapkan sejak 170 tahun yang lalu di Amerika

Serikat dan telah memainkan peranan yang sangat penting dalam

perusahaan dan dalam kasus-kasus bisnis. Berawal tahun 1829, di

Supreme Court Louisiana dalam Sistem common law di Amerika.

Dalam tahun 1853, Supreme Court Rhode Island menyatakan doktrin

34

Lihat Pasal 3 ayat (2) UUPT 35

M.Yahya Harahap, Op. Cit., h. 75. 36

Munir Fuady, Op. Cit., h. 3. 37

Ibid., h. 2-3.

Page 17: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

34

ini sebagai berikut:38

“We think a board of directors acting in good

faith and with reasonable care and diligence, who nevertheless falls

into a mistake, either as to law or fact, is not liable for a consequence

of such mistake.”39

Di dalam sistem hukum asalnya40

Business Judgement Rule

disebutkan sebagai berikut: “Business judgment rule is a specific

application of this directorial standard of conduct to the situation

where, after a reasonable investigation, disinterested directors adopt a

course of action which, in good faith, they honestly and reasonably

will benefit the corporation”.41

Secara umum doktrin ini merupakan doktrin yang memberikan

perlindungan bagi direksi terhadap keputusan bisnis yang

diambilnya.42

Business Judgment Rule is the legal doctrine that a

corporation’s officers and directors cannot be liable for

damages to stockholders for a business decision that proves

unprofitable or harmful to the corporation so long as the

decision was within the officers’ or directors’ discretionary

power and was made on an informed basis, in good faith

without any direct conflict of interest, and in the honest and

reasonable belief that it was in the corporation’s best

interest.”43

38

“The Business Judgment Rule amid the Recent Corporate Scandals,

http://www.loranoslaw,com/CMArticles/Articles7.asp, dikunjungi pada tanggal 30 Maret 2014

pukul 09.38. 39

"Kami pikir dewan direksi bertindak dengan itikad baik dan dengan hati-hati yang tetap jatuh ke

dalam kesalahan, baik mengenai hukum atau fakta, tidak bertanggung jawab atas konsekuensi dari

kesalahan tersebut." 40

Block, Dennis J, (et.al), The Business Judgment Rule: Fiduciary Duties of Corporate, New

York: Prentice Hall & Buisness 41

Ibid., h. 2. 42

Susan Ellis Wild, Webster’s New World Law Dictionary, (Canada: Wiley Publishing, Inc,2006),

h. 58. 43

Doktrin Putusan Bisnis adalah doktrin hukum yang pejabat dan direktur perusahaan tidak dapat

bertanggung jawab atas keslahan kepada pemegang saham untuk keputusan bisnis yang terbukti

Page 18: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

35

Salah satu negara bagian di Amerika Serikat yang menerapkan

doktrin Business Judgment Rule adalah Delaware, dimana menurut

ketentuan Hukum Perusahaan Delaware, Business Judgment Rule

merupakan turunan dari prinsip dasar, yang dikodifikasi dari Del Code

Ann. tit. 8, s 141(a), dimana keputusan bisnis dan urusan dari suatu

perseroan di Delaware diurus oleh atau di bawah kewenangan direksi.

Dimana dalam menjalankan peran pengurusan perseroan tersebut,

direksi dituntut untuk tidak mudah putus asa dalam memenuhi

fiduciary duty untuk kepentingan perseroan dan pemegang saham

perseroan. Selain Amerika Serikat, Australia dan Jerman juga

mengadopsi Doktrin Business Judgment Rule ke dalam hukum

perusahaan mereka. Australia di dalam Corporation Law (section 180

[2]) mengadopsi Business Judgment Rule, kemudian Jerman di dalam

German Corporate Law Act (The first two sentences of 93 para.1.

Dasar pemikiran dari aturan ini adalah pengakuan dari pengadilan

bahwa sudah menjadi sifatnya dalam menjalankan bisnis yang

bernuansa resiko, Direksi harus terbebas dari rasa takut atas jeratan

hukum yang mungkin menjerat direksi dalam hal direksi mengambil

keputusan bisnis yang beresiko, rasa takut direksi dalam mengambil

menguntungkan atau berbahaya bagi korporasi selama keputusan itu dalam tugas dan wewenang

direktur. kekuasaan diskresi dan dibuat atas dasar informasi, dengan itikad baik tanpa ada konflik

kepentingan, jujur dalam menjalankan tugas dan alasan yang masuk akal bahwa itu adalah

kepentingan terbaik untuk korporasi.

Page 19: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

36

keputusan bisnis tersebut akan mempengaruhi keputusan bisnis direksi

tersebut.44

Inti dari pemberlakuan doktrin ini adalah bahwa semua pihak,

termasuk pengadilan harus menghormati putusan bisnis yang diambil

oleh orang-orang yang memang mengerti dan berpengalaman di

bidang bisnisnya, terutama sekali terhadap masalah-masalah bisnis

yang kompleks.

2. Konsep dan Unsur-unsur Business Judgement Rule

Secara rinci, dalam Business Judgement Rule terdapat lima unsur

pokok sebagai ukuran untuk menentukan apakah perlindungan hukum

dapat diberikan kepada direksi atau tidak. Unsur pokok itu adalah

sebagai berikut:45

a. Business Decision: Business Judgement Rule hanya dapat

diterapkan dalam konteks tindakan direksi, atau keputusan

yang diambil merupakan tindakan direksi, termasuk tidak

mengambil keputusan sejauh keputusan untuk tidak

melakukan tindakan itu disadarinya.

b. Disinterestedness: Ketentuan Business Judgement Rule

menekankan loyalitas kepada perseroan yang tidak terbagi

dan tidak mengandung kepentingan pribadi, sehingga tidak

44

Wikipedia, the free encyclopedia, “Business Judgment

Rule”http://en.wikipedia.org/wiki/Business_judgment_rule, dikunjungi pada tanggal 30 Maret

2014 pukul 10.02. 45

Ibid., h. 12-23

Page 20: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

37

terjadi konflik antara tugas dan kepentingan pribadi. Dalam

kata lain, syaratnya adalah “ketidaktertarikan” atau

Disinterestedness. Untuk menjaga integritas dari transaksi,

direksi tidak boleh merasa tertarik, atau tidak memiliki

kepentingan keuangan pada transaksi yang akan

diputuskannya.

c. Due Care: Direksi harus melakukan usaha yang diperlukan

untuk memastikan dan mempertimbangkan seluruh

informasi yang relevan. BJR hanya melindungi “informed

decision”, atau pengambilan keputusan berdasarkan

informasi yang relevan dan cukup. Di Delaware, ukuran

yang dipakai adalah gross negligence.

d. Good Faith: Ini artinya bahwa motivasi dari tindakan direksi

secara murni, berdasarkan keinginan yang jujur dan dengan

itikad baik untuk menguntungkan pemegang saham

perusahaan; tidak karena tujuan lain seperti keuntungan

pribadi. Tidak adanya kepentingan keuangan yang

signifikan menimbullkan anggapan adanya itikad baik.

Namun, syarat adanya itikad baik memerlukan penentuan

secara ad hoc mengenai motif direksi dalam membuat

keputusan bisnis yang kemudian dipersoalkan.

e. No Abuse of Discretion or Waste: Dipenuhinya seluruh

unsur di atas tidak berarti bawa pengadilan sama sekali

Page 21: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

38

dipinggirkan, tetapi hakim tetap dapat memeriksa manfaat

dari keputusan direksi, bukan untuk menggantikannya;

tetapi untuk semata-mata memastikan bahwa tidak terdapat

gross overreaching, atau an abuse of discretion, atau

penyalahgunaan wewenang.

Seperti halnya dengan pengadilan lain di Amerika, pengadilan di

Delaware juga menggunakan unsur-unsur yang sama tersebut.46

Ditinjau dari pendapat Mahkamah Agung Delaware di atas, unsur-

unsur ini dikelompokan menjadi tiga jenis dari fiduciary duty, yaitu

loyalty, due care, dan good faith, dan disebut sebagai suatu tiga

serangkai.

Ketiga unsur tersebut merupakan inti dari lima unsur di atas; karena

dua unsur yang lain, yaitu Disinterestedness dan No Abuse of

Discretion, kecuali Business Decision, berkaitan erat dengan fiduciaru

duty, dan merupakan patokan tidak adanya benturan kepentingan atau

conflict of interest, atau tidak adanya pengambilan kesempatan pribadi

atau pelanggaran terhadap duty of loyalty. Jika salah satu dari unsur ini

dilanggar, maka BJR tidak dapat digunakan untuk melindungi direksi.

Sebagai tambahan dalam perkembangan terakhir, Delaware

menyatakan bahwa direksi hanya bertanggungjawab untuk

mempertimbangkan fakta-fakta yang materil yang umumnya tersedia

46

Brandson, Douglas M., “The Rule That Isn’t A Rule – The Bussiness Judgment Rule”,

Valparaiso University Law Review Vol. 36,

http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=346080, dikunjungi pada tanggal 30 Maret

2014 pukul 20.13.

Page 22: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

39

(reasonably available), bukan fakta-fakta yang imateril yang berada di

luar jangkauan direksi. Sedangkan berapa banyak informasi yang

dianggap cukup, dan bagaimana informasi dikumpulkan apakah

melalui mekanisme konsultan, komite, atau laporan, juga merupakan

pertimbangan bisnis.47

Direksi berkewajiban dengan tingkat

kepeduliannya (degree of care) untuk mengumpulkan informasi, ketika

dalam proses pengambilan keputusan, yang membuat direksi dapat

memilih alternatif menuju ke keputusan yang akan diambilnya.48

3. Tanggungjawab Direksi Perseroan Terbatas dilindungi oleh Doktrin

Business Judgement Rule

Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan dengan

itikad baik. Tanggung jawab direksi melekat penuh secara pribadi atas

kerugian Perseroan, apabila anggota direksi yang bersangkutan

bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.

Tanggung jawab direksi yang terdiri atas dua anggota direksi atau

lebih berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi.

Pengecualian terhadap tanggung jawab secara renteng oleh anggota

direksi terjadi apabila dapat membuktikan:

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

47

Ibid., h. 639. 48

Ashraf, Zeeshan. The Position of the Business Judgment Rule in Different Corporate Cultures

and Structures: A Study and Analysis, h. 17.

Page 23: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

40

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-

hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan

Perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung mapun

tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan

kerugian; dan

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau

berlanjutnya kerugian tersebut.

Selain Direksi yg bisa dilindungi oleh doktrin business judgement

rule, organ lainnya Dewan Komisaris juga dapat dilindungi dengan

doktrin ini. Sebelum lahirnya Undang-undang No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris hanya memiliki peran

dan fungsi yang sangat kecil dalam suatu Perseroan Terbatas, bahkan

sering kali terkesan hanya sebagai perwakilan dari para pemegang

saham saja. Sehingga fungsi sebenarnya tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Padahal hakikat sebenarnya dari Dewan Komisaris ini

adalah sebagai pemberi nasihat bagi Direksi. Namun hal tersebut telah

dipertegas dengan dikeluarkannya Undang-undang Perseroan Terbatas

yang baru sehingga kewenangan Dewan Komisaris menjadi lebih

besar dan nyata dalam jalannya suatu Perseroan Terbatas. Di dalam

UUPT tersebut juga dikembangkan suatu konsep baru yang dikenal

dengan Business Judgement Rule. Semula prinsip ini diberlakukan

bagi Direksi dari pertanggungjawaban hukum atas setiap keputusan

bisnis yang diambilnya apabila keputusan tersebut nantinya

Page 24: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

41

menimbulkan kerugian bagi Perseroan. Hal ini berlaku apabila Direksi

dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan pengurusan dengan

itikad baik dan penuh kehati-hatian, tidak mempunyai benturan

kepentingan dan telah mengambil tindakan untuk mencegah

timbulnya atau berlanjutnya kerugian tersebut. Prinsip ini kemudian

mengalami perkembangan, sehingga tidak hanya berlaku bagi Direksi,

tetapi juga bagi Dewan Komisaris. Bedanya, kalau prinsip Business

Judgement Rule pada Direksi ditekankan kepada perlindungan

terhadap keputusan bisnis yang diambilnya, pada Dewan Komisaris

lebih ditekankan pada perlindungan terhadap tindakan pengawasan

dan pemberian nasihat kepada Direksi. Dewan Komisaris dilindungi

oleh prinsip Business Judgement Rule jika ia dapat membuktikan

bahwa ia telah melakukan pengawasan terhadap pengurusan Direksi

dan memberikan nasihat kepada Direksi dengan itikad baik dan

kehati-hatian, tidak mempunyai kepentingan pribadi atas tindakan

tersebut serta telah memberikan nasihat kepada Direksi agar tidak

terjadi hal yang merugikan Perseroan Terbatas, termasuk kepailitan.

4. Transplantasi Business Judgement Rule dalam Sistem Hukum di

Indonesia

Pada umumnya perseroan terbatas di Indonesia merupakan

perusahaan yang diisi oleh para keluarga besar dari para pendiri

perseroan, bahkan bukan tidak mungkin hal itu dapat terjadi pada

perusahaan besar seperti perseroan terbatas tbk. Di samping itu

Page 25: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

42

melihat aturan hukum perusahaan di Indonesia yaitu Undang-Undang

Perseroan Terbatas yang salah satunya mengatur mengenai direksi

serta ketentuan seseorang untuk dapat diangkat menjadi direksi, dalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas terlihat jelas bahwa tidak ada

kualifikasi khusus bagi seseorang untuk dapat diangkat menjadi

direksi dalam suatu perseroan terbatas.

Kedua hal di atas saling timbal balik, maksudnya adalah untuk

mengangkat seorang direksi, karena tidak diperlukan suatu keahlian

khusus, maka dapat dipilih dari salah satu anggota keluarga, begitu

juga sebaliknya, dalam seorang anggota keluarga dari pendiri

perseroan membutuhkan suatu pekerjaan atau kedudukan dalam

perusahaan, kedudukan direksi sangat dimungkinkan meskipun orang

tersebut tidak mempunyai keahlian khusus karena tidak ada syarat

khusus untuk menjadi seorang direksi, yang utama diatur oleh UUPT

adalah cakap hukum, serta tidak pernah menjadi direksi atas perseroan

yang pailit paling lama lima tahun sejak pengangkatannya.

Oleh karena iklim perusahaan yang berkembang di Indonesia

seperti disebut diatas, sangat dimungkinkan terjadinya banyak

pelanggaran fiduciary duty terhadap direksi-direksi di Indonesia,

kemudian dengan keadaan seperti tersebut di atas sangat mungkin

terjadi penyalahgunaan wewenang oleh direksi karena kurang

ketatnya pengawasan, terlebih lagi pengawas yang dalam hal ini

komisaris pun merupakan bagian dari keluarga.

Page 26: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

43

Dengan tingkat penyalahgunaan wewenang yang sangat tinggi

terhadap kondisi perseroan di Indonesia, direksi harus dibebani

dengan tanggung jawab yang besar agar tidak semena-mena dan tidak

menyalahgunakan kewenangan yang ada.

Seperti telah disimpulkan sebelumnya bahwa Doktrin Business

Judgment Rule sama dengan Pasal 97 ayat 5 Undang-Undang

Perseroan Terbatas, dengan demikian Pasal 97 ayat 5 Undang-Undang

Perseroan Terbatas merupakan penerapan Doktrin Business Judgment

Rule di dalam hukum perusahaan di Indonesia, yaitu Undang-Undang

Perseroan Terbatas.

Dengan demikian, apabila Doktrin Business Judgment Rule yang

dimaksud benar-benar diterapkan di Indonesia dan Pasal 97 ayat 5

Undang-Undang Perseroan Terbatas disesuaikan dengan pemahaman

doktrin Business Judgment Rule sebagaimana di negara-negara yang

mengembangkannya, maka sangat dimungkinkan penyalahgunaan

wewenang dalam jabatan direksi semakin dapat ditindak lanjuti secara

benar sesuai hukum korporasi yang berlaku. Dari pemikiran di atas,

dapat dikatakan bahwa pasal 97 ayat 5 Undang-Undang Perseroan

Terbatas merupakan aturan yang tepat terhadap kondisi di Indonesia

saat ini.

C. Business Judgement Rule Berdasarkan Undang-undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung

jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan,

Page 27: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

44

sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik

di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran

dasar. Standar Model Anggaran Dasar Perseroan menyatakan bahwa Direksi

dapat juga mengambil keputusan yang sah tanpa mengadakan rapat direksi,

dengan ketentuan semua anggota direksi telah diberitahu secara tertulis dan

semua anggota direksi memberikan persetujuan mengenai usul yang

diajukan secara tertulis serta menandatangani persetujuan tersebut. Seluruh

ketentuan tersebut menunjukkan adanya ketergantungan perseroan terhadap

direksi. Antara direksi dan perseroan terdapat suatu ikatan hubungan, karena

tanpa direksi, maka maksud dan tujuan serta usaha perseroan tidak akan

tercapai. Sebaliknya, tanpa adanya perseroan, direksi tidak akan ada.

Menurut Fred B. G. Tumbuan, seperti yang dikutip oleh Rachmadi Usman,

hubungan kedua pihak ini merupakan hubungan kepercayaan atau fiduciary

relationship, yang melahirkan fiduciary duties bagi direksi.49

Secara langsung atau tidak langsung, tugas yang harus dilakukan oleh

direksi itu adalah untuk kepentingan perseroan, dan mengandung tingkat

kepercayaan yang tinggi yang dapat diberikan oleh perseroan, serta secara

tidak langsung oleh pemangku kepentingan. Selain itu, direksi juga harus

memperhatikan kewajiban hukumnya terhadap perseroan, dengan

mengambil keputusan dan bertindak secara hati-hati, sehingga tidak

merugikan perseroan atau pemangku kepentingan lainnya, dan menghindari

diri dari perbuatan yang melanggar hukum, atau tidak mengikat perusahaan

dalam perikatan yang tidak seimbang atau tidak adil.

49

Rachmadi Usman, 2004, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Penerbit Alumni,

Bandung, h. 175.

Page 28: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

45

Seperti yang telah dijelaskan diatas, hal ini tentunya sangatlah berkaitan

dengan doktrin business judgment rule yang termuat didalam Pasal 97 ayat

(5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu :

Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan”,

a) Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b)Telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-

hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan. c) Tidak mempunyai benturan kepentingan baik lansung

maupun tidak lansung atas tindakan pengurusan yang

mengakibatkan kerugian; dan d) Telah mengambil tindakan untuk

mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Dari rumusan Pasal 97 ayat (5) UUPT tersebut diatas secara jelas,

memberikan konsekuensi yuridis kepada seorang Direksi apabila ingin

terlepas dari pertanggungjawaban secara pribadi apabila dianggap

melanggar prinsip fiduciary duty. Beban pembuktian tersebut tentunya ada

pada Direksi yang dianggap melanggar prinsip fiduciary duty. Dalam hal

ini tentulah sangat membutuhkan peran serta hakim dalam proses

peradilan, dimana hakimlah yang akan menentukan bahwa dapatkah

seorang Direksi yang dianggap melanggar prinsip fiduciary duty untuk

dimintakan pertanggungjawabannya terhadap sebuah keputusan yang telah

diambil oleh Direksi. Kedudukan hakim dalam memutus perkara tersebut

juga seharusnya tidak boleh memberikan second guess terhadap keputusan

Page 29: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

46

bisnis yang diambil oleh Direksi karena pihak Direksilah yang paling

mengetahui posisi serta keadaan bisnis pada saat itu mengenai perihal

untung dan ruginya suatu keputusan bisnis, dan hakim dianggap tidak

boleh mengambil suatu perbandingan hukum terhadap keputusan tersebut.

Doktrin ini merupakan jawaban terhadap risiko dan ketidakpastian

yang harus dihadapi direksi, ketika keputusan yang diambil dalam rangka

mengusahakan keuntungan bagi perseroan, kemudian ternyata tidak

membuahkan hasil yang diharapkan, atau menimbulkan kerugian bagi

perseroan. Jawaban ini memberikan ruang atau diskresi dalam membuat

kebijakan untuk menjalankan roda bisnis perusahaan dan membuat

keputusan yang diperlukan, dengan menggunakan kewenangan yang

diberikan kepada direksi berdasarkan anggaran dasar perusahaan.

Eksistensi BJR adalah untuk melindungi dan mempromosikan pelaksanaan

yang bebas dan penuh dari kewenangan pengelolaan yang diberikan

kepada direksi, dalam Hukum Korporasi Delaware.50

Dalam sistem hukum tersebut, direksi bertanggung jawab untuk

mengawasi bisnis dan jalannya perusahaan. Untuk memenuhi tanggung

jawab itu, direksi berkewajiban untuk memenuhi fiduciary duty terhadap

perusahaan dan komponen penting lainnya. Fiduciary duty ini terdiri dari

duty of care, duty of loyalty, dan duty of good faith atau itikad baik.

Teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-

undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana

50

Bainbridge, Stephen M, “Much Ado about Little? Directors‟ Fiduciary Duties in the Vicinity of

Insolvency”, http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=832504, dikunjungi pada tanggal

11 Maret 2014 pukul 21.07.

Page 30: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

47

kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang

sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai

kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari

kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan yang

dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah seseorang yang

memegang peran sebagai suatu wakil (trustee) atau suatu peran yang

disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini

peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan (trust and

confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous), itikad

baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Fiduciary ini termasuk

hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali,

dan pelindung. termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang

mempunyai hubungan fiduciary dengan kliennya.51

Doktrin atau prinsip fiduciary duty ini terdapat dalam Undang-undang

nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pada Pasal 179 ayat (1).

Pengurusan PT dipercayakan kepada Direksi Lebih jelasnya pasal 82

UUPT menyatakan, bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas

pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta

mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. sedangkan

Pasal 85 UUPT menetapkan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan

itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk

kepentingan dan usaha Perseroan. Pelanggaran terhadap hal ini dapat

51

Henry Campbell Black , Black‟s Law Dictionary, h. 625.

Page 31: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

48

menyebabkan Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila

yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.

Dalam konteks direktur, sangat penting untuk mengontrol perilaku

dari para direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam

mengelola perusahaan, termasuk menentukan standar perilaku (standart of

conduct) untuk melindungi pihak-pihak yang akan dirugikan apabila

seorang direktur berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya atau

berperilaku tidak jujur.52

Untuk membebankan pertanggungjawaban

terhadap direktur atau pengurus korporasi, maka harus dibuktikan adanya

pelanggaran terhadap kekuasaan kewajiban kewenangan yang

dimilikinya. Pengurus korporasi dalam hal ini harus dapat dibuktikan

telah melanggar good faith yang dipercayakan padanya dalam menjalan

korporasi atau perusahaan, sebagaimana diatur dalam prinsip fiduciary

duty. Dengan kata lain, jika salah satu syarat ini tidak dipenuhi, maka

kesalahan tersebut tidak dapat dipikul oleh korporasi, namun harus dipikul

secara pribadi oleh organ korporasi yang melakukan tindakan tersebut.

Salah satu cara untuk melihat apakah direksi melakukan pengelolaan

perseroan yang salah atau tidak bersalah adalah menilai apakah mereka

gagal melakukan tugasnya dalam pengelolaan perseroan tersebut. Di

samping itu, bisa pula dilihat dari berbagai kasus yang melibatkan direksi

dalam konflik kepentingan (conflict of interest).53

Hal ini dapat dipahami dari tradisi common law, seperti Amerika

Serikat, dimana terdapat pendapat pengadilan dalam Bayer v. Beran, 49

52

Janet Dine, 1998, Company Law, Macmillan Press Ltd, h. 179. 53

Ibid., h. 209.

Page 32: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

49

N.Y.S.2d 2, 6 (1944), yang menyatakan, bahwa “it is unusual for directors

to be liable for negligence in the absence of fraud or personal interest.54

Hukum perseroan di Indonesia juga telah mengisyaratkan agar direksi

dalam mengelola perseroan dengan kehati-hatian. Pasal 85 ayat (1) UUPT

menentukan, bahwa “setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan

penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha

perseroan.” Namun ketentuan Pasal 85 ayat (1) tersebut tidak menjelaskan

batasan kehatian-hatian. Akibatnya, sulit menentukan kapan direksi

perseroan masuk pada kategori tidak mengelola perseroan dengan kehati-

hatian. Dalam hal kehatian-hatian direksi mengelola perseroan tersebut

perlu pula mengkaji pertimbangan bisnis (business judgment). Hakim

Shientag dalam perkara Casey v. Woodruff, 49 N.Y.S.2d 625, 643 (1944)

berpendapat sebagai berikut:55

The fundamental concept of negligence does not vary, it is applied to

the case of a simple personal injury action or to liability of directors

in the management of the affairs of their corporation. A pedestrian

crossing the street is under a duty to use reasonable care. He is

required to look before he crosses, “but the law does not say how

often he must look or precisely how far, or when or from where……..

If he has used his eye, and has miscalculated the danger, he may still

be free from fault,”Knapp v.Barret, 216 N.Y,230,110 N.E. 428, 429.

The law does not hold him guilty of negligence although if he had

looked oftener the accident might have been avoided. He discharges

his duty when he has acted with reasonable prudence. So it is with

directors. The law requires the use of judgment, the judgment of

54

Bloomberg Law, Bayer v. Beran, 49 N.Y.S.2d 2, 6 (1944),

http://www.casebriefs.com/blog/law/corporations/corporations-keyed-to-klein/the-duties-of-

officers-directors-and-other-insiders/bayer-v-beran/, dikunjungi pada tanggal 11 Juni 2014 pukul

21.37.

55

United States Court of Appeals, Third Circuit, Casey v. Woodruff, 49 N.Y.S.2d 625, 643 (1944),

http://openjurist.org/507/f2d/759/miller-v-american-telephone-and-telegraph-company, dikunjungi

pada tanggal 11 Juni 2014 pukul 21.38.

Page 33: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

50

ordinary prudence, but it does not hold directors liable simply

because they might have use better judgment.

The question is frequently asked, how does the operation of the so-

called “bussines judgment rule” tie in with the concept of negligence?

There is no conflict between the two. When courts say that they will

not interfere in matters of bussines judgment, it is presupposed that

judgment-reasonable diligence-has in fact been exercised. A director

cannot close his eyes to what is going on about him in the conduct of

the bussiness of the corporation and have it said that he is exercising

bussiness judgment. Courts have properly decided to give directors a

wide atitude in the management of the affairs of a corporation

provided alwalys that judgment, and that means an honest, unbiased

judgment, is reasonably exercise by them.56

Duty of loyalty kepada perusahaan mencegah direksi mengambil

kesempatan menguntungkan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan.

Dalam penggunaan properti misalnya komisaris secara tegas dilarang

menggunakan aset perusahaan dalam membangun usahanya pribadi.

Komisaris juga tidak diperkenankan memanfaatkan properti atau

keuntungan lainnya untuk kepentingan pribadi apabila perusahaan

56

Konsep dasar kelalaian tidak bervariasi, artinya itu diterapkan untuk kasus sederhana misalnya

cedera pribadi atau tanggung jawab direksi dalam pengelolaan PT. Seorang pejalan kaki

menyeberang jalan berkewajiban untuk menggunakan perlengkapan yang wajar. Dia hanya perlu

untuk melihat sebelum ia melintasi, "tetapi hukum tidak mengatakan seberapa sering ia harus

melihat atau tepatnya seberapa jauh, atau kapan atau dari mana ........ Jika ia telah menggunakan

matanya, dan telah salah perhitungan maka bahaya, ia masih dapat bebas dari kesalahan, "Knapp

v.Barret , 216 NY , 230.110 NE 428 , 429. Hukum tidak menahan dia bersalah atas kelalaiannya

meskipun jika ia tampak lebih sering kecelakaan mungkin telah dihindari. Komisaris tidak dapat

dipertanggungjawabkan atas tugasnya ketika ia telah bertindak dengan penuh kehati-hatian dan

sifat yang wajar. Begitu pula dengan direktur, Undang-undang mengharuskan penggunaan

penghakiman, penghakiman kehati-hatian biasa, tetapi tidak melihat direksi bertanggung jawab

hanya karena mereka mungkin telah menggunakan penilaian yang lebih baik.

Pertanyaannya adalah, bagaimana operasi yang disebut "aturan penghakiman korporasi" mengikat

dengan konsep kelalaian? Tidak ada konflik antara keduanya. Ketika pengadilan mengatakan

bahwa mereka tidak akan mencampuri urusan penghakiman korporasi, maka diandaikan bahwa

penghakiman-wajar ketekunan-sebenarnya telah dilaksanakan. Seorang direktur tidak bisa

menutup matanya dengan apa yang terjadi tentang dirinya dalam pelaksanaan dari bisnis korporasi

dan mengatakan bahwa ia melakukan penilaian bisnis. Pengadilan telah benar memutuskan untuk

memberikan direksi keleluasaan dalam pengelolaan urusan perusahaan yang disediakan pengadilan

tersebut, dan itu berarti , penilaian jujur, cukup dilaksanakan oleh mereka.

Page 34: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

51

berkepentingan atau perusahaan memiliki keinginan (expectancy) atas

properti tersebut. Sebagai contoh, apabila perusahaan telah menyewa suatu

properti maka direksi tidak boleh membeli properti tersebut untuk dirinya.

Suatu perusahaan dikatakan memiliki ekspektansi apabila secara rasional

dapat dilihat bahwa perusahaan memiliki kepentingan atas properti

tersebut. Dalam hal suatu kesempatan terkait erat dengan bisnis

perusahaan maka itu juga berarti suatu ekspektansi.

Beberapa alasan digunakan oleh direksi sebagai bantahan atas gugatan

telah menyalahi corporate opportun57

Pertama, kapasitas sebagai individu.

Komisaris menyatakan bahwa kesempatan bisnis tersebut diberikan

kepada dirinya sebagai individu. Pertanyaan yang muncul adalah

bagaimana kesempatan tersebut datang kepadanya dan mengapa. Apakah

merupakan kesempatan bisnis yang secara rasional diminati perusahaan.

Kedua, perusahaan tidak mampu melaksanakan kesempatan yang

ditawarkan. Secara umum, komisaris dapat mengambil keuntungan atas

suatu peluang bisnis yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan.

Misalnya perusahaan sedang berada dalam keadaan insolven. Namun

demikian, mengingat penilaian apakah perusahaan mampu atau tidak

memanfaatkan kesempatan bisnis yang ditawarkan bersifat relatif maka

seharusnya komisaris menjelaskan terlebih dahulu kesempatan tersebut

kepada dewan komisaris atau pemegang saham. Ketiga, perusahaan

menolak peluang yang ditawarkan. Apabila perusahaan, dalam hal ini

57

Direktur harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi

terhadap transaksi yang menimbulkan conflict of interest

Page 35: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

52

komisaris independen atau pemegang saham independen, setelah

dijelaskan adanya kesempatan bisnis tersebut dan menolaknya maka

komisaris dapat memanfaatkan kesempatan bisnis tersebut.

Apabila direksi telah terbukti merampas peluang bisnis perusahaan

maka apabila properti tersebut telah dijual, keuntungan yang diperoleh dari

penjualan tersebut harus diserahkan kepada perusahaan. Disamping itu

perusahaan dapat memaksa direksi untuk menyerahkan properti kepada

perusahaan.58

Perbedaannya dengan konsep trustee terletak pada hukum trust, dan

trustee tidak mengambil risiko. Tetapi, fiduciary yang berlaku pada

perusahaan, direksi mengambil resiko bisnis. Derek French (et.al)

menekankan bahwa masalah pengambilan resiko merupakan isu sentral

dalam hukum trust (karena tidak mengambil risiko, pen), tetapi bukan

pada hukum fiduciary. Dalam hukum fiduciary, yang penting bagi

fiduciaries adalah menghindari diri dari penggunaan wewenang atau

diskresi dalam cara yang merugikan untuk siapa dia bekerja, dan dari

penyalahgunaan kepercayaan dan keyakinan yang diberikan kepadanya.59

Setiap direktur perusahaan memiliki fiduciaries duties terhadap

perusahaan dan pemegang sahamnya, yang meliputi itikad baik, duty of

care, loyalty dan candor.

58

Zulkarnain Sitompul dan Bismar Nasution, 2006, “Pengelolaan Perseroan Terbatas”,

BooksTerrace & Library, Medan, h. 17. 59

French, Derek, 2009, Company Law, Oxford University Press, New York, h. 471.

Page 36: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

53

Dalam Black‟s Law Dictionary definisi dari duty of care adalah:60

“Under the law of negligence or of obligation, the conduct demanded of a

person in a given situation. Tipically, this involves a person’s giving

attention both to possible dangers, mistakes, and pitfalls and to way of

minimizing those risks”.

Pengertian di atas diterjemahkan bahwa standar kehati-hatian

mewajibkan seseorang untuk bertindak dalam keadaan tertentu, untuk

memperhatikan segala kemungkinan yang ada seperti bahaya, kesalahan,

dan perangkap sehingga dapat meminimalkan risiko yang mungkin

dihadapi.61

Dari segi hukum, duty of care dikembangkan pada awalnya oleh Lord

Atkin dari perkara Donoghue Vs Stvenson, yang menyatakan bahwa “anda

harus melakukan kehati-hatian yang wajar agar menghindari tindakan atau

omission atau kealpaan yang dapat anda perkirakan akan membahayakan

tentangga anda”. Duty of care merupakan kewajiban hukum bagi setiap

orang untuk bertindak secara hati-hati, sehingga tidak membahayakan atau

merugikan pihak lain. Duty of care dapat pula dianggap sebagai

formalisasi dari tanggung jawab yang ada berdasarkan kontrak, atau

perjanjian, atau terhadap publik.62

Arti dari „skills and care‟ seperti yang dijelaskan oleh the Insolvency

Act 1985 adalah pada intinya mengandung harapan yang sejalan dengan

60

Garner, Bryan A., 1999 (Editor in Chief), Black’s Law Dictionary, Minnesota: West Group. 61

Ibid., 62

“Duty of Care: Corporate Liability, http://www.amicus.iupindia.org/Corps, dikunjungi pada

tanggal 14 Maret 2014 pukul 23.05.

Page 37: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

54

keahlian atau skill, kualifikasi, dan pengalaman dari suatu tingkat direktur

tertentu. Oleh karena itu, tingkat skill yang lebih tinggi diharapkan dari

seorang direktur keuangan yang profesional dibandingkan dengan direktur

non eksekutif lainnya. Standar yang digunakan mensyaratkan direksi, baik

secara individu dan secara kolektif, memperoleh dan memiliki

pengetahuan dan pengertian yang cukup mengenai bisnis dari perusahaan,

sehingga mereka dapat menjalankan tugas–tugasnya secara tepat sebagai

direksi.Tingkat dari duty ini tergantung pada posisi direksi yang

bersangkutan di dalam rantai manajemen dan tugas serta tanggung

jawabnya dalam peranan tersebut.63

Duty of loyalty merupakan bagian yang penting dari fiduciary duty,

dan lebih penting dari duty of care.64

Duty of loyalty mengharuskan

seorang fiduciary untuk selalu menyesuaikan tingkah lakunya secara terus

menerus untuk menghindari tingkah laku yang mementingkan diri sendiri,

yang merupakan tindakan yang salah terhadap beneficiary.65

Duty of

loyalty adalah kewajiban seseorang dalam kedudukannya sebagai seorang

direksi untuk tidak terlibat dalam kegiatan yang merupakan self dealing,

atau menggunakan kedudukannya untuk kepentingan pribadi, bukan untuk

63

Professional Briefing – Law Case Review- Director in Breach of Fiduciary Duty. Accountancy.

Vol. 128, Oct 1, 2001. 64

Cunningham, Lawrence A., dan Yablon, Charles M., “Delaware Fiduciary Duty Law after QVC

and Technicolor: A Unified Standard (and the End of Revlon Duties?)”, Boston College Law

School, Research Paper 1994-03, http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=917120,

dikunjungi pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 23.25. 65

Block, Dennis J., (et.al), h. 1.

Page 38: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

55

kepentingan untuk siapa dia bekerja. Intinya, duty of loyalty melarang

adanya unsur ketidaksetiaan atau faithlessness, dan self dealing.66

Dalam perkembangannya, dilihat dari keputusan pengadilan dalam

Perkara Stone Vs Ritter, definisi dasar duty of loyalty adalah kewajiban

untuk bertindak dengan itikad baik dalam rangka mengutamakan

kepentingan atau the best interest dari perusahaan; juga dipandang

sebagai kewajiban yang lebih luas dari sekedar menghindar dari tindakan

mengambil keuntungan pribadi.67

Duty of loyalty juga berarti menghindar

dari tindakan dengan tujuan yang ilegal, yang memerlukan direksi

berusaha dengan itikad baik untuk mengawasi jalannya perusahaan sesuai

dengan hukum. Pengadilan dapat meminta pertanggungjawaban direksi

yang independen yang dinyatakan gagal dalam melakukan kewajiban

pengawasannya, jika melanggar duty of loyalty karena gagal

mengusahakan dengan itikad baik untuk memenuhi duty of care.68

Duty of candor adalah kewajiban untuk membeberkan semua fakta-

fakta materiel, khususnya merupakan kewajiban seorang direktur untuk

membuka semua informasi yang diketahui yang bersifat materiel kepada

pemegang saham, ketika direktur itu meminta persetujuan pemegang

saham untuk melakukan suatu transaksi. Duty of candor merupakan

kewajiban dari fiduciaries perusahaan, dalam hal ini para direksi, untuk

membuka seluruh informasi yang bersifat materiel yang berkaitan dengan

66

Ibid., 67

BFA, “The Duty of Loyalty Revisited”, No. 21 http:www.thedefiningtension.com/2009/03/no-

21-the-duty-of-loyalty-revisited.html, dikunjungi pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 23.54. 68

Ibid.,

Page 39: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

56

keputusan yang diambil perusahaan dari dalam mana direksi memperoleh

manfaat pribadi.

Duties of skill and care secara jelas disebutkan dalam Pasal 93 ayat

(1) UUPT, yaitu bahwa yang dapat diangkat menjadi anggota direksi

adalah orang yang dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali

dalam lima tahun sebelum pengangkatannya pernah: (a) dinyatakan pailit,

(b) menjadi anggota direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah

menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, (c) dihukum melakukan

tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan atau yang berkaitan

dengan sektor keuangan. Oleh karena itu, agar tetap dapat diangkat

sebagai anggota direksi, setiap orang ketika menjabat sebagai anggota

direksi harus melakukan pekerjaannya dengan suatu tingkat keahlian atau

kemampuan dan bertindak secara hati-hati, sehingga tidak membuat

perseroan yang dikelolanya mengalami kesulitan keuangan yang kemudian

dapat berakhir pada kepalilitan.

Pasal 97 Ayat (5) Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa direksi tidak dapat

dipertanggungjawabkan secara pribadi atas kerugian perseroan “...apabila

yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan

ketentuan yang dimaksud pada Ayat 2”, apabila dapat membuktikan

bahwa:

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahannya atau kelalaiannya,

Page 40: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

57

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-

hatian,

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan secara langsung

maupun tidak secara langsung,

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau

berlanjutnya kerugian tersebut.

Agar tidak dapat dihukum karena kesalahan dan kelalaian, direksi

harus memiliki suatu tingkat kemampuan, sikap rajin, dan peduli atau

diligent and care yang diperlukan dalam mengelola perseroan, dan

dilakukan dengan itikad baik. Unsur itikad baik yang disertai dengan tidak

adanya benturan kepentingan secara langsung atau tidak langsung

menunjukkan bahwa direksi menempatkan kepentingan perseroan di atas

kepentingan pribadinya, sehingga merupakan pemenuhan duty of loyalty-

nya kepada perseroan. Duty of loyalty ini diperkuat dengan usaha yang

dilakukan direksi untuk mencegah timbul dan berlanjutnya kerugian yang

dapat dialami oleh perseroan.

Manifestasi dari ketentuan untuk menempatkan kepentingan

perusahaan di atas kepentingan pribadi direksi dapat terlihat dengan jelas

dari kemungkinan timbulnya kesempatan untuk melakukan transaksi

bisnis dengan pihak ketiga, atau disebut sebagai corporate opportunity.

Jika kesempatan itu muncul, dan dalam keadaan seperti itu, direksi harus

mengutamakan perseroan bukan diri pribadinya untuk mengambil

Page 41: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

58

kesempatan bisnis tersebut. Ini artinya direksi menempatkan kepentingan

perseroan di atas kepentingan pribadinya. Menurut Munir Fuady, tidak

saja kesempatan seperti itu merupakan milik perseroan, tetapi juga setiap

hak dan pengharapan yang berkaitan dengan perseroan adalah juga

merupakan kepunyaan perseroan.69

Duty of candor dengan jelas dikandung dalam Undang-undang nomor

40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pada pasal 69 Ayat (3)

menyebutkan bahwa apabila laporan keuangan yang disediakan direksi

ternyata tidak benar, atau menyesatkan, maka anggota direksi dan anggota

komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak

yang dirugikan. Informasi keuangan berfungsi sebagai indikator utama

bagi kekuatan perseroan dalam melanjutkan kehidupan usahanya. Ini

artinya bahwa direksi dituntut agar melaporkan atau membeberkan

informasi atau keadaan keuangan yang sebenarnya, tidak saja kepada

pemegang saham, atau pihak yang terkait lainnya, tetapi terlebih kepada

pihak yang berkepentingan akan informasi itu.

Namun, dari segi materi atau secara substanstif, jika penggugat tidak

berhasil memenuhi beban pembuktian yang diperlukan, maka ketentuan

business judgement rule berlaku, dan dapat melindungi direksi yang

digugat dari tanggung jawab terhadap kerugian yang diakibatkan karena

keputusan yang diperkarakan itu.

69

Munir Fuady, Op.Cit., h. 63.

Page 42: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

59

Business Judgement Rule memiliki beberapa karakteristik, yaitu:70

a. Business Judgement Rule diterapkan pada keputusan bisnis

yang dibuat oleh direksi dan pejabat korporasi, dengan

menganggap apa yang mereka lakukan adalah benar.

Keputusan ini dibuat untuk kepentingan perusahaan semata

atau best interests of the corporation.71

b. Business Judgement Rule memerlukan pertimbangan atau

keputusan.

c. Business Judgement Rule melindungi direksi dan pejabat

korporasi dari tanggung jawab jika melakukan kesalahan dalam

mengambil keputusan, walaupun keputusan itu ternyata tidak

sehat atau salah dan menjatuhkan.

d. Business Judgement Rule memberikan batasan bagi pengadilan

sehingga pengadilan akan bersifat netral, atau tidak melakukan

dugaan kedua atau mempertanyakan atau mempermasalahkan

keputusan para direktur korporasi.

Pada dasarnya, Business Judgement Rule merupakan anggapan atau

presumsi yang dapat melindungi tindakan direksi atau pejabat korporasi

sejauh syarat-syarat tertentu dipenuhi, yaitu:72

pembuat keputusan bebas

70

Triem, Fred W, , 2007, Judicial Schizophrenia in Corporate Law: Confusing the standard of

Care With The Business Judgment Rule, Alaska, h. 26-27, http://ssrn.com/abstract=975775>,

dikunjungi pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 01.46. 71

Tindakan ini tidak langsung berkaitan dengan pemilik saham, tetapi menguntungkan mereka

dalam jangka panjang karena tindakan dibuat untuk kepentingan perusahaan semata. Ashraf,

Zeeshan. The Position of The Business Judgment Rule in Different Corporate Cultures and

Structures: A Study and Analysis, h. 18. 72

Brandson, Douglas M., “The Rule That Isn’t A Rule – The Bussiness Judgment Rule”,

Valparaiso University Law Review Vol. 36,

Page 43: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

60

dari adanya benturan kepentingan (conflict of interest), menerapkan

kepedulian yang standar dengan menggunakan informasi materiel yang

memadai dalam membuat keputusan, dan memiliki dasar yang rasional

dalam mengambil keputusan tersebut.

D. Implikasi Doktrin Business Judgement Rule dalam Kasus PT. Merpati

Nusantara Airlines berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas

1. Kronologi Kasus

Implikasi doktrin business judgement rule dalam sistem hukum

Indonesia sangat dipengaruhi dari sistem common law yang merupakan

turunan dari Hukum Korporasi di Amerika Serikat. Sebagai doktrin

dimana seorang Direksi dapat dilindungi terhadap keputusannya dalam

melakukan pengelolaan perusahaan berdasarkan doktrin business judgment

rule. Apabila seorang direksi terbukti melanggar prinsip fiduciary duty,

maka terhadap pelanggaran tersebut secara otomatis tidak dapat dilindungi

oleh doktrin business judgment rule, akan tetapi sepanjang dapat

membuktikan sebaliknya bahwa direksi tersebut tidak melakukan

pelanggaran terhadap fiduciary duty maka akan terlepas dari bentuk

pertanggungjawaban.

Pada kasus yang penulis ambil sebagai studi kasus, antara PT. Merpati

Nusantara Airlines dengan Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG).

Berikut adalah table kronologi kasus PT. MNA, yang menjerat direksi:

http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=346080, dikunjungi pada tanggal 15 Maret

2014 pukul 02.17.

Page 44: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

61

No Bulan/Tahun Peristiwa

1. Juni-November

2006

Merpati memasang iklan pencarian pesawat di

www.speednews.com73

2. 8 Desember 2006

Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) mengajukan

proposal sewa dua pesawat B 737 yang dimiliki Lehman

Brother

3. 18 Desember

2006

Penandatangan kesepakatan penyewaan dua pesawat Boeing

737-500 dan 734-400 antara Merpati dan TALG. Disepakati

klausal: Merpati harus menempatkan Refundable Security

Deposit (RSD) untuk setiap pesawat US$ 500.000 yang bisa

ditarik jika ada masalah. Jadi total security deposit yang

diserahkan Merpati US$ 1 juta. Hume setuju dan menerima

penunjukkan TALG untuk penempatan RSD.

4. 19 Desember

2006

Merpati meminta bantuan lawyer Lawrence Siburian (LS)

yang sedang berada di Washington untuk membantu

mengecek keberadaan TALG dan Hume. LS melakukan cek

fisik dan memverifikasi keberadaan kantor dan manajemen

TALG dan Hume.

5. 20 Desember

2006

Merpati menempatkan US$ 1 juta ke Hume and Associates,

firma hukum independen yang telah disepakati sebagai

custodian.74

6. 5 Januari 2007

Rencana penyerahan pesawat pertama, Boeing 737-500 gagal.

TALG tidak menepati janji.

7. 1 Februari 2007

Merpati menerbitkan Special Power of Attorney untuk

LTPSA sebagai pengacara mewakili PT Merpati Nusantara

Airline.

8. 17 Februari 2007

Merpati bersama LTPSA menemui Jon Cooper di Washington

untuk penyelesaian transaksi dan penarikan security deposit.

9. 20 Maret 2007

Rencana penyerahan pesawat kedua, Boeing 737-400 gagal.

TALG tidak menepati janji.

10. 2 April 2007

Atas nama Merpati, LPTSA resmi menunjuk BKK untuk

melakukan gugatan pada TALG.

11. 17 April 2007

Merpati secara resmi melakukan gugatan. Merpati

mengajukan tuntutan pengembalian uang security deposit ke

Federal Court Washington DC.75

12. 19 April 2007

Gugatan diterima oleh TALG.

13. 4 Juni 2007

Solidaritas Pegawai Merpati melaporkan kasus dugaan

korupsi penyewaan pesawat Boeing oleh Merpati ke Komisi

Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan Markas Besar

Kepolisian RI.

14. 8 Juli 2007

Putusan hakim Pengadilan Distrik Columbia, Washington,

DC memenangkan Merpati. Pengadilan memerintahkan

TALG mengembalikan US$ 1 juta sekaligus bunga dan biaya

73

Hotasi Nababan, Op.Cit., h. 34. 74

Ibid., h. 35. 75

Ibid., h. 36.

Page 45: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

62

pengacara.

15. 3 Maret 2008

Hotasi Nababan mundur dari Direktur Utama Merpati.

Pengganti yang baru, Cucuk Suryoprojo meneruskan upaya

pengejaran dana deposit itu, yang juga dilanjutkan oleh

Bambang Bhakti, Dirut Merpati selanjutnya.

16. 18 Juli 2008

Mediasi antara Merpati dengan Jon C. Cooper. Merpati

memberi tawaran pencicilan US$ 45.000 setiap bulan selama

18 bulan sehingga total biaya yang harus dikembalikan Jon

pada Desember 2009 US$ 810.000. Jon menolak tawaran

tersebut.76

17. 24 Juli 2007

LTPSA menunjuk Daniel J. Nickle untuk mengeksekusi aset

TALG & Alan Messner. Namun aset TALG negatif.

18. 27 September

2007

Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menyatakan

belum ditemukan tindak pidana korupsi dalam perkara

Merpati.

19. 27 Oktober 2009

KPK menyatakan perkara Merpati tidak masuk dalam perkara

korupsi karena tidak memenuhi kriteria tindak pidana korupsi

seperti diatur dalam UU No.31/1999 dan UU No.20/2001

tentang Pemberantasan Korupsi.

20. 4 Juli 2011

Untuk pertama kali Kejaksaan Agung memeriksa mantan

Direktur Utama Merpati Hotasi Nababan. Status

“penyelidikan” perkara secara cepat ditingkatkan menjadi

“penyidikan”.

21. 16 Agustus 2011

Hotasi dan bekas Direktur Keuangan Merpati, Guntur Aradea,

ditetapkan sebagai tersangka.77

22. 12 September

2011

Kejaksaan mengeluarkan surat perintah pencekalan untuk

Hotasi.

23. April 2012

Setelah menjalani beberapa kali pemeriksaan, Direktur

Penyidik (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus

(Jampidsus), Arnold Angkouw, menyatakan berkas perkara

kasus dugaan korupsi penyewaan dua pesawat Boeing 737

senilai satu juta dolar AS telah memasuki tahap penuntutan

setelah berkasnya dinyatakan lengkap. Berkas perkara Hotasi

Nababan dan Tony Sudjiarto segera dilimpahkan ke

pengadilan. Sedangkan berkas Guntur Aradea masih belum

dinyatakan lengkap.78

76

Ibid., h. 37. 77

Ibid., h. 38. 78

Ibid., h. 39.

Page 46: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

63

Pada kasus ini Direksi PT. Merpati Nusantara Airlines sudah

membicarakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham soal rencana leasing

pesawat dan sudah mendapat izin dari RUPS.79

Business Judgment Rule merupakan sebuah doktrin yang telah lama

diterapkan untuk melindungi Direksi dalam pertanggungjawaban hukum

yang diambil dari keputusan-keputusan bisnis mereka. Dalam kasus PT.

Merpati Nusantara Airlines dengan Thirdstone Aircraft Leasing Group

(TALG), yang melibatkan direksi dan segenap jajaran komisaris yang

diduga melakukan TIPIKOR yang menyebabkan kerugian negara.

Business Judgment Rule telah lama diterapkan sebagai awan yang

melindungi Direksi dari tanggung jawab yang diambil dari keputusan-

keputusan bisnis mereka. Apabila direksi-direksi dalam pelaksanaan

tanggung jawab yang dimandati atas perlindungan tersebut, maka

pengadilan tidak boleh mencampuri hal tersebut atau memberikan

pendapat lain atas keputusan direksi. Sebaliknya jika direksi tidak

dimandati atas perlindungan Business Jugdment Rule maka pengadilan

wajib memeriksa keputusan-keputusan tersebut apakah perilaku direksi

memang untuk kepentingan perusahaan dan dengan itikad baik serta

memperhatikan pemegang saham minoritas perusahaan. Prinsip Business

Judgment rule merupakan ketentuan yang dapat dikesampingkan jika

direktur bertindak lebih baik daripada pengadilan yang akan mendalilkan

79

Merdeka.com, Anulir Vonis Bebas, Artidjo hukum Hotasi Nababan 4 Tahun,

http://www.merdeka.com/peristiwa/anulir-vonis-bebas-artidjo-hukum-hotasi-nababan-4-

tahun.html, dikunjungi pada tanggal 13 Juni 2014 pukul 08.04.

Page 47: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

64

Business Judgment Rule dan apabila direksi bertindak dalam keputusan

bisnis yang bebas dari self-dealing (atau untuk kepentingan pribadi) dan

dapat menunjukan tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan alasan yang

wajar serta itikad baik. Pihak yang menggugat keputusan dewan direksi

menghadapi resiko akan adanya ketentuan akan ditolaknya gugatan jika

pada akhirnya dapat dibuktikan bahwa direksi membuat keputusan bisnis

yang tepat.

Business Judgment Rule selain melindungi tanggung jawab pribadi

seorang direksi apabila terjadi pelanggaran, ia juga dapat diberlakukan

terhadap pembenaran-pembenaran keputusan bisnis dimana perintah-

perintah yang ditujukan kepada Dewan Direksi, atau terhadap keputusan-

keputusan itu sendiri, terhadap kasus yang menitikberatkan kepada

keputusan bisnis yang merupakan tanggung jawab dari pembuat

keputusan. Business Judgment Rule yang diterapkan terhadap

direksi/pembuat keputusan lazim disebut doktrin Business Jugdment Rule,

dan Business Jugdment Rule yang diterapkan terhadap keputusannya

langsung disebut Business Judgment Rule.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, hal ini tentunya sangatlah

berkaitan dengan doktrin business judgment rule yang termuat didalam

Pasal 97 ayat (5) Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu :

Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas

kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat

membuktikan”, a) Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau

kelalaiannya; b)Telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik

Page 48: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

65

dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud

dan tujuan perseroan. c) Tidak mempunyai benturan kepentingan

baik lansung maupun tidak lansung atas tindakan pengurusan

yang mengakibatkan kerugian; dan d) Telah mengambil tindakan

untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.”

Dari rumusan Pasal 97 ayat (5) Undang-undang nomor 40 tahun 2007

tentang Perseroan terbatas tersebut diatas secara jelas, memberikan

konsekuensi yuridis kepada seorang Direksi bilamana ingin terlepas dari

pertanggungjawaban secara pribadi apabila dianggap melanggar prinsip

fiduciary duty. Beban pembuktian tersebut tentunya ada pada Direksi yang

dianggap melanggar prinsip fiduciary duty. Dalam hal ini tentulah sangat

membutuhkan peran serta hakim dalam proses peradilan, dimana hakimlah

yang akan menentukan bahwa dapatkah seorang Direksi yang dianggap

melanggar prinsip fiduciary duty untuk dimintakan

pertanggungjawabannya terhadap sebuah keputusan yang telah diambil

oleh Direksi. Kedudukan hakim dalam memutus perkara tersebut juga

seharusnya tidak boleh memberikan second guess terhadap keputusan

bisnis yang diambil oleh Direksi karena pihak Direksilah yang paling

mengetahui posisi serta keadaan bisnis pada saat itu mengenai perihal

untung dan ruginya suatu keputusan bisnis, dan hakim dianggap tidak

boleh mengambil suatu perbandingan hukum terhadap keputusan tersebut.

Apabila hal ini terjadi, tidak berarti bahwa direktur tersebut

bertanggungjawab secara pribadi. Jika dalam kasus dimana dititikberatkan

pada tanggung jawab pribadi direksi yang menimbulkan keputusan bisnis

tersebut daripada keputusan bisnis itu sendiri, maka direktur tersebut tidak

Page 49: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

66

dapat bertanggungjawab secara pribadi kecuali pengadilan telah

membuktikan bahwa keputusan tersebut adalah tidak wajar dan merupakan

kegagalan dari direktur tersebut.

Penerapan doktrin business judgment rule tersebut dapat dipahami

dari berbagai pendapat pengadilan, dalam sebuah kasus di pengadilan

Indonesia Pada kasus yang terjadi antara PT. Usayana (Penggugat)

melawan Iriansyah Zain (Tergugat I), FX.Suripto (Tergugat II), PT.Indo

Petro Nusantara (Tergugat III) PT.Pelumpang Raya Anugrah (Tergugat

IV), PT. Permata Drilling International (Tergugat V) dalam Putusan

Nomor : 406/PDT/G/2010/PN.Bks.

Dalam perkara sebagaimana diatas, Tergugat dianggap melakukan

pemborosan keuangan perusahaan karena melakukan penyewaan pompa

dalam kenyataannya pompa tersebut tidak digunakan serta dianggap

melakukan tindakan yang menyebabkan terjadinya kerugian perseroan

karena perubahan spek mesin ternyata tidak dapat langsung di fungsikan

sehingga mengalami denda (penalty). Tergugat menolak gugatan

Penggugat, dengan beralasan bahwa segala kegiatan serta keputusan yang

dilakukan oleh Tergugat telah disampaikan kepada pemilik saham perihal

untung rugi dari segala tindakannya dan telah mendapat pembebasan

tanggung jawab karena telah diterima oleh pemilik saham melalui RUPS.

Majelis hakim dalam memutus perkara ini menyimpulkan bahwa yang

dijadikan dasar oleh Penggugat dalam mengajukan gugatan adalah surat

perjanjian borongan dan addendum perjanjian pemborongan ada tercantum

Page 50: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

67

pemilihan domisili oleh para pihak, dimana dinyatakan bahwa “apabila

terjadi perselisihan dalam pelaksanaan surat perjanjian borongan ini yang

tidak dapat diselesaikan secara musyawarah tersebut akan diselesaikan

melalui pengadilan Jakarta Timur”. Berdasarkan pilihan domisili tersebut

Pengadilan Negeri Bekasi tidak berwenang untuk memeriksa dan

mengadili perkara tersebut sehingga gugatanPenggugat dinyatakan tidak

dapat diterima.

Dalam kasus direksi PT. Merpati Nusantara Airlines, seorang direksi

haruslah memenuhi syarat:

1. Tidak terlibat

2. Independen

3. Mengetahui hal tersebut agar dapat dilindungi business

judgment rule.

Jika direktur gagal dalam memperoleh dukungan terhadap tiga

persyaratan tadi, maka dia tidak akan dilindungi oleh business judgment

rule. Hal ini tidaklah berarti semua keputusan bisnis itu salah; hanya untuk

mengalihkan perlindungan yang diberikan oleh BJR bila direktur tersebut

tidak dapat membuktikannya. Jika ternyata BJR itu memang ternyata tidak

dapat diterapkan terhadap seorang direksi maka pengadilan yang akan

berperan di dalam menentukan kebenaran keputusan bisnis tersebut.

Di negara lain seperti Amerika Serikat. Misalnya dalam perkara

Call v. Exxon Corp ,United District Court, S.D New York, 1976, 418

Page 51: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

68

F.Supp.508, dimana Hakim Robert L. Carter, menyatakan bahwa para

tergugat bertindak, sesuai dengan peraturan Rule 56, F.R.Civ.P, dalam

kesimpulan pendapatnya untuk membahas gugatan Penggugat dengan

dasar bahwa Special Committee on Litigation (“Special Committee”),

mewakili Dewan Direksi dari Exxon Corporation (“Exxon”), yang dengan

itikad baiknya telah melaksanakan business judgment mereka yang

menyatakan bahwa pelaksanaan gugatan atas dasar apa yang terdapat

dalam gugatan Penggugat adalah berlawanan dengan kepentingan Exxon.

Mosi Penggugat dengan ini disanggah tanpa prejudice setelah Penggugat

menghadirkan penemuan yang berkaitan dengan pokok perkara.80

Fakta dari perkara Call v. Exxon Corp adalah Gugatan Penggugat

timbul dari alleged pembayaran Exxon Corporation sekitar $ 59 juta yang

berasal dari dana perusahaan yang ditujukan untuk penyuapan atau dengan

kata lain sebagai pembayaran berkenaan “politik”, yang dengan cara yang

tidak selayaknya telah diberikan kepada partai politik Itali dan pihak-pihak

lainnya pada periode 1963-1974, dalam rangka untuk memenuhi

kepentingan politisnya dan menurut dugaan untuk komitmen politis

lainnya.81

Bila diamati dari kasus dalam perkara ini tidak perlu dipertanyakan

bahwa hak-hak yang sedang diperjuangkan dalam gugatan ini adalah hak

mempertahankan dari Exxon, dan bukan kepunyaan Penggugat yang

80

Joan Levine GALL, as Executrix of the Estate of Nathan Levine, Plaintiff,v.

EXXON CORPORATION et al., Defendants, No. 75 Civ. 3682,

http://law.justia.com/cases/federal/district-courts/FSupp/418/508/1602634/, dikunjungi pada

tanggal 16 Maret 2014 pukul 19.31. 81

Ibid.,

Page 52: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

69

menggugat untuk kepentingan perusahaan. Karena memang kepentingan

perusahaan yang sedang dipertaruhkan, hal ini adalah tanggung jawab dari

para direktur perusahaan untuk menentukan, pada saat itu, apakah untuk

kepentingan perusahaan tindakan ini harus dilakukan. ” Sepertinya

keputusan dari direktur perusahaan ini disandarkan kepada business

judgment of the management.82

Prinsip ini, yang kemudian diketahui sebagai business judgment rule,

telah diucapkan oleh Mr.Justice Brandeis di Pengadilan di United Copper

Securities Co. v. Amalgamated Copper Co.supra, 244 US. Pada 263-64,

37 Sct. Pada 510. Dalam hal ini para direktur dari perusahaan memilih

untuk tidak membawa tindakan yang menentang penggabungan industri-

industri (antitrust) terhadap pihak ketiga.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, hal ini tentunya sangatlah

berkaitan dengan doktrin business judgment rule, adapun perlindungan

hukum bagi direksi dalam UUPT yaitu:

Pasal 97 ayat (3) UUPT berbunyi: “Setiap Direksi bertanggung jawab

penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan

bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2).”

82

United Copper Securities Co. v. Amalgamated Copper Co.,244 U.S 261, 263-4, 37 S.Ct.509,61

Led. 1119 (1917).

Page 53: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

70

Pasal 97 Ayat (5) UUPT menyebutkan bahwa:

Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi atas

kerugian perseroan, apabila dapat membuktikan bahwa; (a)

kerugian tersebut bukan karena kesalahannya atau kelalaiannya,

(b) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-

hatian, (c) tidak mempunyai benturan kepentingan secara langsung

maupun tidak secara langsung, (d) telah mengambil tindakan untuk

mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Pasal 104 ayat (4) UUPT menyebutkan bahwa:

Anggota direksi tidak dapat dipersalahkan atas kepailitan

perseroan, apabila dapat membuktikan bahwa kepailitan itu bukan

karena kesalahan atau kelalaianya (huruf a), telah melakukan

pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan

(huruf b), tidak mempunyai benturan kepentingan baik secara

langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang

dilakukan (huruf d), dan telah mengambil tindakan untuk

mencegah terjadinya kepailitan (huruf d).

Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

tidak mengatur secara khusus mengenai business judgement tetapi

mengatur prinsip-prinsip umumnya. Dari prinsip umum business

Page 54: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

71

judgement itu maka: 1. Direksi dalam mengurus perseroan harus

memperhatikan kepentingan perseroan di atas kepentingan lainnya (to act

bona fide in the interest of the company); 2. Pengurus Perseroan harus

bertindak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan (intra vires) serta

memperhatikan batasan dan larangan yang ditentuka UU dan anggaran

dasar sesuai Pasal 92 ayat (1), “Direksi menjalankan pengurusan Perseroan

untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan

Perseroan.”; 3. Dalam melaksanakan kepengurusan, pribadi-pribadi

anggota direksi harus memiliki itikad baik (in good faith) dan tanggung

jawab (in full sense of responsibility); 4. Direksi harus melaksanakan

tugasnya dengan rajin (diligently), penuh kehati-hatian (carefully), dan

pintar serta terampil (skillfully). Kesimpulannya, direksi dalam mengurus

Perseroan di Indonesia dengan tegas dibebani kewajiban untuk

melaksanakan fiduciary duty.

Pasal 97 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 99 ayat (1) menekankan

berlakunya doktrin business judgement rule. Pasal 97 ayat (1) dan ayat (2)

UUPT itu khususnya memberlakukan doktrin business judgement rule dan

dari ketentuannya dapat dsimpulkan bahwa tindakan direksi terhadap

perseroan haruslah dilakukan dengan memenuhi ketiga syarat yuridis

yaitu: a. Itikad baik (good faith); b. Penuh tanggungjawan dan; c. Untuk

kepentingan perseroan. Manakala salah satu dari unsur yuridis itu tidak

terpenuhi, direksi tersebut dianggap bersalah (dalam arti kesengajaan) atau

setidak-tidaknya dalam keadaan lalai (negligence) dalam menjalankan

tugasnya itu sehingga dia harus bertanggungjawab secara pribadi. Dengan

Page 55: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

72

demikian dapat ditarik suatu kesimpulan yuridis bahwa miskalkulasi,

kesalahan yang jujur (honest mistake), atau kesalahan dalam mengambil

keputusan (mere error in judgement) selama tidak melanggar salah satu

atau lebih dari tiga unsur tersebut di atas, belumlah dapat dibebankan

kewajiban hukum kepada direksi secara pribadi,meskipun mungkin saja

pihak perseroan atau pemegang saham telah dirugikan secara materil atau

non-materil. Karena itu dapat dikatakan bahwa sampai batas-batas

tertentu, UUPT memberlakukan doktrin business judgement rule 83

.

Doktrin business judgement rule merupakan reaksi atas pembatasan

diskresi yang timbul karena adanya kewajiban-kewajiban fiduciary bagi

direksi dalam mengurus korporasi atau perseroan.

Berlakunya doktrin fiduciary duty terkait dengan doktrin business

judgement rule juga ditegaskan dalam Pasal 92 ayat (1) dan (2) berikut

penjelasannya. Adapun Pasal 92 ayat (1) menekankan keharusan direksi

menjalankan Perseroan sesuai dengan kepentingan, maksud dan tujuan

Perseroan tentu dengan itikad baik dan tanggungjawab sesuai prinsip

fiduciary duty dan business judgement rule, yang berbunyi “Direksi

menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan

sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.” Sedangkan Pasal 92 ayat

(2) dan penjelasannya menyatakan bahwa direksi berwenang menjalankan

pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang, antara lain,

didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam

usaha sejenis. Bunyi Pasal 92 ayat (2) sebagai berikut, “Direksi

83

Munir Fuady, Op. Cit., h. 193.

Page 56: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

73

berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang

ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.” Adapun

penjelasan Pasal 92 ayat (2) ini berbunyi, “Yang dimaksud dengan

“kebijakan yang dipandang tepat ” adalah kebijakan yang, antara lain

didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam

dunia usaha yang sejenis.”

Pasal-pasal di atas ini tegas sekali menganut doktrin business

judgement rule serta memiliki prinsip fiduciary duty bila dikatakan direksi

menjalankan perseroan didasarkan pada keahlian berarti direksi

menjalankan duty of skill dimana direksi tidak diharapkan tingkat keahlian

kecuali hanya setingkat yang dapat diharapkan secara wajar dari orang

yang sama pengetahuannya dan sama pengalaman dengannya atau dalam

bahasa hukum popular, “degree of skill that may reasonably be expected

from a person of his knowledge and experience.”84

Adapun kebijakan

bisnis dalam business judgement law dalam penjelasan Pasal 92 ayat (2)

itu berupa “kebijakan sesuai kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis”

ini sesuai dengan prinsip duty to exercise care dalam fiduciary duty yang

menuntut direksi untuk melaksanakan tugasnya dengan rajin (diligently),

penuh kehati-hatian (carefully), dan pintar serta terampil (skillfully), hal ini

biasanya disebut dengan standard of conduct.

84

Teddy Anggoro, Bahan Kuliah, Teori Perusahaan, FHUI, 2010.

Page 57: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

74

Apapun tingkat kelalaiannya itu, sejauh adanya gugatan dari pihak

penggugat karena adanya kerugian, atau dari pihak yang dirugikan, maka

sudah cukup bagi direksi untuk membuktikannya di pengadilan, bahwa

kerugian itu bukan akibat karena adanya kelalaian atau kesalahan direksi.

Jadi, kerugian dan adanya tuntutan dari pihak yang dirugikan dapat

dijadikan ukuran bagi direksi untuk membuktikan bahwa kelalaian atau

kesalahan itu bukan milik mereka.

Ukuran kedua untuk menentukan kelalaian atau kesalahan direksi

adalah adanya keadaan pailit, sebagai patokan atas, apapun tingkat

kelalaian atau kesalahan itu harus dibuktikan oleh direksi di pengadilan.

Di sini, besar kecil kelalaian atau kesalahan itu tampaknya akan ditentukan

oleh pengadilan, tetapi yang pasti telah ada suatu keadaan untuk

membuktikan apakah itu kesalahan atau kelalaian direksi. Kalaupun

kepailitan itu disebabkan karena kelalaian atau kesalahan direksi, sejauh

direksi telah melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan

itu, berdasarkan redaksi pasal tersebut, maka direksi tidak dapat

dipersalahkan dan dimintakan pertanggungjawabannya.

Dari uraian terakhir di atas, yang berkaitan dengan adanya usaha

direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan, tersirat adanya unsur

Keputusan Bisnis. Orang yang paling berpengalaman, dan keputusan yang

terbaik sekalipun, dapat membuahkan hasil yang tidak diharapkam. Hal ini

dapat ditinjau dari keadaan berikut. Jika direksi memang telah berusaha

dengan sunguh-sunguh untuk mencegah timbulnya kepailitan, maka

Page 58: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

75

keadaan ini dapat diartikan bahwa keadaan yang mengarah menuju

kepailitan itu, dapat merupakan bagian dari sifat bisnis perseroan yang

mengandung risiko tertentu. Pada saat yang sama, bisnis itu harus

menghadapi keadaan yang tidak normal. Keadaan yang tidak normal ini

biasanya sulit untuk diperkirakan sebelumnya, walaupun karakteristik

bisnisnya sendiri yang berkaitan dengan risiko sudah dipahami secara

penuh oleh direksi. Dengan demikian, walaupun diteksi telah menerapkan

sikap kehati-hatian yang diperlukan, dan telah memiliki pengalaman yang

panjang dalam bisnis yang dikomandoinya, tidak ada jaminan bahwa

direksi selalu akan berhasil dalam menjalankan usaha itu dalam setiap

keadaan yang mungkin dapat terjadi.

Berbeda dengan konsep gross negligence yang berlaku dalam business

judgement rule, dalam perundang-undangan di Indonesia dapat mengacu

pada ketentuan Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata, Pasal 97 Ayat (5)

dan Pasal 104 Ayat (4) UUPT. Sejalan dengan ketentuan Pasal-pasal ini,

yurisprudensi Indonesia mengartikan bahwa kelalaian adalah pelanggaran

terhadap hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si

pelaku, atau bertentangan dengan sikap kehati-hatian di dalam pergaulan

masyarakat, terhadap kepentingan atau milik orang lain. Kewajiban hukum

pelaku dapat diartikan sebagai fiduciary duty dari direksi, dan memenuhi

sikap kehati-hatian di dalam pergaulan masyarakat, atau duty of care

seperti yang diuraikan di atas, dalam hal melakukan pekerjaan; dan

kepentingan pihak lain diartikan sebagai kepentingan perseroan dan

pemangku kepentingan lainnya. Perbuatan melanggar hukum diartikan

Page 59: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

76

bertentangan dengan kepentingan pihak-pihak tersebut, dan merupakan

kesalahan atau kelalaian atau sikap kurang hati-hati, sehingga

menimbulkan kerugian bagi perseroan atau pihak-pihak tersebut. Organ

badan hukum harus bertanggungjawab secara pribadi dengan melakukan

ganti rugi secara pribadi, apabila melakukan kesalahan-kesalahan pribadi

karena lalai atau kurang hati-hati yang merugikan badan hukum.85

Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

tidak secara jelas mendefinisikan kesalahan atau kelalaian yang dimaksud

dalam berbagai pasalnya. Namun, moral dari Pasal 45 KUHD dapat pula

digunakan sebagai acuan dalam menentukan apa yang dimaksud dengan

kesalahan (yang disengaja) atau kelalaian (yang tidak disengaja).

Ukurannya adalah‚ ‟menunaikan sebaik-baiknya tugas yang diberikan

kepada mereka, dan tidak menyimpang dari ketentuan yang ada dalam

anggaran dasar atau perubahannya‟. Setara dengan pengertian ini, maka

kesalahan atau kelalaian dalam UUPT dapat pula diartikan sebagai tidak

dilakukannya tugas pengurusan perseroan dengan itikad baik dan penuh

tanggung jawab, seperti yang diindikasikan oleh Pasal 97 Ayat (2) UUPT,

dan menyimpang dari ketentuan dalam anggaran dasar serta merupakan

tindakan dalam klasifikasi ultra vires.

Sejauh direksi memenuhi persyaratan atau kewajiban hukum yang

dimaksud dalam kedua Pasal UUPT tersebut, maka direksi tidak dapat

dipersalahkan. Di lain pihak, sejauh direksi dapat membuktikan bahwa

85

Ali Rido, R., 2004, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf, Penerbit Alumni, Bandung, h. 30.

Page 60: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

77

kerugian atau kepailitan itu bukan disebabkan karena kelalaian atau

kesalahannya, atau direksi telah berusaha untuk mencegahnya, maka

direksi tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban ganti kerugian secara

pribadi, dalam kata lain direksi dapat diberikan perlindungan hukum.

2. Penyelesaian Pertanggungjawaban

Penyelesaian Pertanggungjawaban Direksi PT. Merpati Nusantara

Airlines Pasal-pasal di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas telah

merumuskan secara tegas mengenai tanggung jawab direksi suatu

perseroan terbatas. Secara umum direksi bertanggung jawab penuh atas

pengurusan perseroan, hal ini diatur dalam ketentuan pasal 1 angka 5

Undang-Undang Perseroan Terbatas. Tanggung jawab penuh terhadap

pengurusan perseroan tersebut harus dilakukan dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku, artinya terbatas pada maksud dan tujuan yang

tercantum dalam anggaran dasar perseroan.

Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Responsibility:86

a. …(for something/for doing something) / …(to do something) :

A duty to deal with or take care of somebody/something, so

that you may be blamed if something goes wrong; eg: We are

recruiting a sales manager with responsibility for the European

market. They have responsibility for ensuring that the rules are

86

A. S. Hornby, et al, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Oxford University Press, 2010.

Page 61: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

78

enforced. It is their responsibility to ensure that the rules are

enforced. To take/assume overall responsibility for personnel.

Parental rights and responsibilities. I don’t feel ready to take on

new responsibilities. To be in a position of responsibility. I did it

on my own responsibility (= without being told to and being

willing to take the blame if it had gone wrong).

b. …(for something) :

Blame for something bad has happened; eg: The bank refuses

to accept responsibility for the mistake. Nobody has claimes

responsibility for the bombing.-see also DIMINISHED

RESPONSIBILITY.

c. …(to/towards somebody) / …(to do something) :

A duty to help or take care of somebody because of your job,

position, etc; eg: She feels a strong sense of responsibility

towards her employees. I think we have a moral responsibility to

help these countries.

Menurut definisi kosakata bahasa asing tersebut di atas, tanggung

jawab dapat diartikan sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan,

dalam hal ini berarti perbuatan tersebut belum dilakukan, namun telah

mengikat pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan

tersebut.

Oleh karena itu tanggung jawab dapat bermakna sesuatu yang belum

dilakukan tapi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan, seperti

halnya dalam penulisan ini adalah merupakan tanggung jawab direksi

Page 62: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

79

untuk melakukan pengurusan perseroan, begitu seseorang diangkat secara

sah sebagai direksi secara otomatis dia bertanggung jawab untuk tugas

pengurusan itu, dimana dia berkewajiban untuk selanjutnya menjalankan

tugas pengurusan perseroan dengan sebaik-baiknya, yang mana makna

tersebut dapat dirumuskan dari pasal 1 angka 5 UUPT.

Kemudian makna berikutnya adalah sesuatu yang telah dilakukan

harus ditanggung akibatnya beserta segala resiko yang mungkin timbul

dari dilaksanakannya tindakan tersebut, yang dalam penulisan ini, seorang

direksi dianggap bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang

diambil dan tindakan-tindakan yang dilakukan berkaitan dengan tindakan

pengurusan perusahaan. Makna ini dapat dirumuskan dari pasal-pasal

dalam UUPT berikut ini:

a. Pasal 14 ayat (1) UUPT;

“Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh

status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota

Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan

Komisaris Perseroan dan mereka sernua bertanggung jawab secara

tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.”

b. Pasal 37 ayat (3) UUPT;

“(3) Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas

kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang

timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum

sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”

c. Pasal 69 ayat (3) UUPT;

“(3) Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak

benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan

Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap

pihak yang dirugikan.”

d. Pasal 72 ayat (6) UUPT;

Page 63: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

80

“(6) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara

tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang

saham tidak dapat mengembalikan dividen interim sebagaimana

dimaksud pada ayat (5).”

e. Pasal 95 ayat (2) UUPT;

“(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung

sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris

harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang

bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada

Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.”

f. Pasal 95 ayat (4) UUPT;

“(4) Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama

Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak sah dan menjadi

tanggung jawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan.”

g. Pasal 95 ayat (5) UUPT;

Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi atas

kerugian perseroan, apabila dapat membuktikan bahwa; (a)

kerugian tersebut bukan karena kesalahannya atau kelalaiannya,

(b) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-

hatian, (c) tidak mempunyai benturan kepentingan secara

langsung maupun tidak secara langsung, (d) telah mengambil

tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian

tersebut.”

h. Pasal 101 ayat (2) UUPT;

“(2) Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menimbulkan kerugian

bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian

Perseroan tersebut.”

Page 64: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

81

i. Pasal 104 ayat (2) UUPT;

(2) Dalam ha1 kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit

tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam

kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung

renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak

terlunasi dari harta pailit tersebut,

j. Pasal 133 UUPT

“(1) Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan atau Direksi

Perseroan hasil Peieburan wajib mengumumkan hasil

Penggabungan atau Peleburan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau

lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau Peleburan.”

“(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga

terhadap Direksi dari Perseroan yang sahamnya diambil alih.”

Pasal-pasal di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas telah

merumuskan secara lebih khusus mengenai tanggung jawab direksi

terhadap akibat dari suatu tindakan yang dilakukan direksi dalam

melaksanakan tugas pengurusan perseroan maupun terhadap akibat dari

suatu keputusan bisnis yang dibuat direksi dalam menjalankan perseroan.

Dari pasal-pasal yang ada, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab

direksi meliputi setiap tindakan yang dilakukan oleh direksi dalam

pengurusan perseroan dan/atau atas tindakan yang tidak dilakukan direksi

namun seharusnya dilakukan. Direksi tidak hanya bertanggung jawab

Page 65: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

82

terhadap kerugian yang diderita perseroan, tetapi juga bertanggung jawab

terhadap kerugian yang diderita pihak lain selain perseroan, seperti

ternyata pada pasal 69 ayat (3) tersebut di atas mengenai

pertanggungjawaban atas laporan keuangan.

Terlepas dari tanggung jawab yang disebutkan dalam pasal-pasal

tersebut di atas, direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan tidak

selalu membawa keberhasilan bagi perseroan. Merupakan hal yang wajar

bahwa dalam menjalankan perjalanan bisnisnya suatu perusahaan

mendapat keuntungan dan mengalami kerugian. Karena kedudukan direksi

yang bersifat fiduciary, yang oleh UUPT sampai batas-batas tertentu

diakui, maka tanggung jawab direksi menjadi sangat tinggi (high degree).

Tidak hanya bertanggungjawab terhadap ketidakjujuran yang disengaja

(dishonesty), tetapi dia juga bertanggungjawab secara hukum terhadap

tindakan mismanagement, kelalaian atau gagal atau tidak melakukan

sesuatu yang penting bagi perseroan.87

Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur secara tegas bahwa

kerugian perseroan akibat dari kelalaian direksi dalam menjalankan

tugasnya menjadi tanggung jawab pribadi direksi secara penuh. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas

yang menyatakan bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh

secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah

87

Ridwan Khairandy, Op. Cit., h. 208-209, mengutip Munir Fuady, Perseroan Terbatas

Paradigma Baru, Citra Aditya, Bandung, 2003, h. 82.

Page 66: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

83

atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2).

Kemudian ayat berikutnya dalam pasal yang sama yaitu ayat (4)

menyatakan bahwa dalam hal Direksi terdiri atas dua anggota Direksi atau

lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara

tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. Pasal ini juga merupakan

penerapan dari definisi tanggung jawab sebagai keadaan dimana suatu

pihak harus menanggung resiko yang timbul akibat dari dilakukannya

suatu tindakan. Selain bertanggung jawab terhadap tindakan yang

dilakukan direksi seperti halnya diatur di dalam Undang-Undang

Perseroan Terbatas, direksi suatu perseroan juga dituntut untuk

bertanggung jawab secara pribadi terhadap tindakan ultra vires, yaitu tidak

hanya termasuk pada tindakan yang dilarang oleh anggaran dasar dan

peraturan perundang-undangan tetapi juga tindakan yang tidak dilarang

namum melampaui kewenangan yang diberikan kepadanya, meskipun

tindakan ultra vires itu dilakukan untuk kepentingan perseroan.

Perseroan tidak bertanggung jawab lebih dari tindakan yang dilakukan

sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, oleh karena itu perbuatan dan

tindakan yang dilakukan direksi yang tidak sesuai dengan maksud dan

tujuan perseroan yang tercantum dalam anggaran dasar merupakan

tanggung jawab pribadi direksi tersebut dan bukan merupakan tanggung

jawab perseroan, selain itu ketentuan ultra vires tidak hanya mengenai

tindakan direksi untuk kepentingan perseroan yang tidak sesuai dengan

maksud dan tujuan perseroan, tetapi juga termasuk tindakan direksi yang

Page 67: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

84

melebihi kewenangan yang diberikan oleh perseroan kepada direksi.

Meskipun direksi melakukan pengurusan perseroan dengan sah untuk

kepentingan perseroan, bukan berarti direksi dapat melakukan tindakan

pengurusan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan

perseroan, apalagi bila tujuan itu untuk kepentingan pribadi direksi.

Bila dalam hal ini ternyata terdapat kerugian akibat tindakan ultra

vires yang dilakukan direksi dalam melakukan pengurusan perseroan,

direksi wajib bertanggung jawab penuh secara pribadi atas tindakan ultra

vires nya tersebut, namun apabila tindakan ultra vires tersebut

menguntungkan perseroan, keuntungan tersebut menjadi milik perseroan,

di samping itu apabila direksi mengambil keuntungan dengan

menggunakan nama perseroan, aset perseroan, dan dengan alasan untuk

kepentingan perseroan, direksi tersebut dianggap melanggar fiduciary

duty.

Dalam kasus Direktur PT. Merpati Nusantara Airlines ini Hotasi tidak

menerima uang apapun dalam transaksi dengan TALG. Jadi dakwaan

memperkaya diri atas Hotasi tidak dapat dikenakan. Hotasi juga tidak

melanggar prosedur yang. Keputusan dibuat secara kolektif oleh direksi.

Sehingga pasal penyalahgunaan wewenang tidak bisa dikenakan. Secara

sederhana dapat dikatakan bahwa TALG menipu MNA, kemudian MNA

sudah menggugat TALG di Amerika Serikat dan menang. Potensi

pengembalian masih ada, kerugian negara belum terjadi. Jadi pasal

tersebut tidak bisa dikenakan. KPK, Bareskrim Polri dan Badan Pemeriksa

Page 68: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

85

Keuangan (BPK) menyimpulkan perkara gagal sewa pesawat ini tidak

memenuhi kriteria tindak pidana korupsi.

Membuktikan kasus ini harusnya sederhana. Intinya ada sewa-menyewa

yang macet. Konstruksi hukumnya adalah perdata, sewa menyewa kons-

truksi hukumnya adalah keperdataaan. Sewa-menyewa yang macet adalah

bentuk wanprestasi (ingkar janji) yang tanggung-gugatnya bersifat

keperdataan, bukan pidana. Untuk mengujinya dengan pertanyaan

sederhana.

Sepanjang tidak ada bukti perbuatan melawan hukum berupa

persekongkolan, melanggar aturan, atau tipu daya antara PT MNA dengan

pihak swasta yang menguntungkan pihak lain serta menimbulkan kerugian

negara, maka kasus tersebut tidak bisa masuk ranah korupsi atau pidana.

Penerapan doktrin business judgment rule tersebut kasus PT. Merpati

Nusantara Airlines, Direksi dari PT. MNA telah melaksanakan dengan

itikad baiknya. Setelah melihat fakta-fakta yang terdapat dalam Putusan

Nomor: 36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST, maka penulis menyatakan

pendapat dua hal, yaitu:

a. Pada kasus PT. MNA dengan terdakwa Hotasi Nababan, bukan

merupakan kasus Tindak Pidana Korupsi melainkan hanya resiko

bisnis.

Pasal 97 ayat (3) UUPT: “Setiap Direksi bertanggung jawab penuh

secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan

Page 69: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

86

bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2)“.

Apapun tingkat kelalaiannya itu, sejauh adanya gugatan dari pihak

penggugat karena adanya kerugian, atau dari pihak yang dirugikan,

maka sudah cukup bagi direksi untuk membuktikannya di pengadilan,

bahwa kerugian itu bukan akibat karena adanya kelalaian atau

kesalahan direksi. Jadi, kerugian dan adanya tuntutan dari pihak yang

dirugikan dapat dijadikan ukuran bagi direksi untuk membuktikan

bahwa kelalaian atau kesalahan itu bukan milik mereka.

Ukuran kedua untuk menentukan kelalaian atau kesalahan direksi

adalah adanya keadaan pailit, sebagai patokan atas, apapun tingkat

kelalaian atau kesalahan itu harus dibuktikan oleh direksi di

pengadilan. Di sini, besar kecil kelalaian atau kesalahan itu tampaknya

akan ditentukan oleh pengadilan, tetapi yang pasti telah ada suatu

keadaan untuk membuktikan apakah itu kesalahan atau kelalaian

direksi. Kalaupun kepailitan itu disebabkan karena kelalaian atau

kesalahan direksi, sejauh direksi telah melakukan tindakan untuk

mencegah terjadinya kepailitan itu, berdasarkan redaksi pasal tersebut,

maka direksi tidak dapat dipersalahkan dan dimintakan pertanggung-

jawabannya.

Dari uraian terakhir di atas, yang berkaitan dengan adanya usaha

direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan, tersirat adanya unsur

Keputusan Bisnis. Orang yang paling berpengalaman, dan keputusan

Page 70: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

87

yang terbaik sekalipun, dapat membuahkan hasil yang tidak

diharapkam. Hal ini dapat ditinjau dari keadaan berikut. Jika direksi

memang telah berusaha dengan sunguh-sunguh untuk mencegah

timbulnya kepailitan, maka keadaan ini dapat diartikan bahwa

keadaan yang mengarah menuju kepailitan itu, dapat merupakan

bagian dari sifat bisnis perseroan yang mengandung risiko tertentu.

Pada saat yang sama, bisnis itu harus menghadapi keadaan yang tidak

normal. Keadaan yang tidak normal ini biasanya sulit untuk

diperkirakan sebelumnya, walaupun karakteristik bisnisnya sendiri

yang berkaitan dengan risiko sudah dipahami secara penuh oleh

direksi. Dengan demikian, walaupun diteksi telah menerapkan sikap

kehati-hatian yang diperlukan, dan telah memiliki pengalaman yang

panjang dalam bisnis yang dikomandoinya, tidak ada jaminan bahwa

direksi selalu akan berhasil dalam menjalankan usaha itu dalam setiap

keadaan yang mungkin dapat terjadi.

b. Law in book berbeda dengan law in action, karena penerapan hukum

yang tidak tepat pada suatu perkara, yaitu antara hukum perdata

dengan hukum pidana, atau secara khusus antara UUPT dalam ranah

hukum bisnis dengan UU Pemberantasan TIPIKOR dalam hukum

publik. Kesenjangan dalam bentuk lain adalah antara das sein dengan

das sollen, atau kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat MNA

sebenarnya tidak perlu sampai ke pengadilan Tipikor. Sebab, dalam

kasus tersebut tidak ada unsur kesengajaan maupun niat jahat yang

dilakukan Hotasi Nababan sehingga pesawat yang disewa tidak

Page 71: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

88

dikirim oleh penyedia pesawat. Seharusnya Hakim lebih jeli memilah

kasus, dan Hotasi dilindungi doktrin Business Judgement Rule dalam

hukum korporasi.

Undang-undang Perseroan Perseroan Terbatas tidak secara jelas

mendefinisikan kesalahan atau kelalaian yang dimaksud dalam berbagai

pasalnya. Namun, moral dari Pasal 45 KUHD dapat pula digunakan

sebagai acuan dalam menentukan apa yang dimaksud dengan kesalahan

(yang disengaja) atau kelalaian (yang tidak disengaja). Ukurannya adalah‚

‟menunaikan sebaik-baiknya tugas yang diberikan kepada mereka, dan

tidak menyimpang dari ketentuan yang ada dalam anggaran dasar atau

perubahannya‟. Setara dengan pengertian ini, maka kesalahan atau

kelalaian dalam UUPT dapat pula diartikan sebagai tidak dilakukannya

tugas pengurusan perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab,

seperti yang diindikasikan oleh Pasal 97 Ayat (2) UUPT, dan menyimpang

dari ketentuan dalam anggaran dasar serta merupakan tindakan dalam

klasifikasi ultra vires.

Sejauh direksi memenuhi persyaratan atau kewajiban hukum yang

dimaksud dalam kedua Pasal Undang-undang Perseroan Terbatas tersebut,

maka direksi tidak dapat dipersalahkan. Di lain pihak, sejauh direksi dapat

membuktikan bahwa kerugian atau kepailitan itu bukan disebabkan karena

kelalaian atau kesalahannya, atau direksi telah berusaha untuk

mencegahnya, maka direksi tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban

Page 72: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

89

ganti kerugian secara pribadi, dalam kata lain direksi dapat diberikan

perlindungan hukum.

Mengenai pembuktian itu sendiri, Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata pasal 1865 menyatakan bahwa setiap orang yang mendalilkan

bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri

maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa,

diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.88

Berdasarkan bunyi pasal tersebut di atas, berkaitan dengan Business

Judgment Rule, bahwa dalam hal adanya pihak yang menganggap adanya

kerugian akibat kesalahan direksi, maka pihak tersebut harus dapat

membuktikan.

Berdasarkan prinsip-prinsip tanggungjawab direksi haruslah

menjalankan tanggung jawabnya secara penuh dengan mempunyai

kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas,

dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan derajat yang tinggi (high

degree). Jika prinsip tanggungjawab direksi tersebut dikaitkan dengan

doktrin Business Judgement rule, maka seorang direksi suatu perusahaan

tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan

pengambilan keputusan, apabila tindakan direksi tersebut didasari itikad

baik, sifat hati-hati, serta dapat mebuktikan bahwa seorang direksi tersebut

memang tidak bersalah sesuai dengan apa yang telah dicantumkan pada

Pasal 97 ayat (5) UUPT yang mengatur mengenai syarat seorang direksi

tidak dapat dipertanggung jawabkan atas suatu kerugian PT.

88

Ibid., Ps. 1865

Page 73: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

90

Direksi PT. Merpati Nusantara Airlines Hotasi Nababan tidak dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya, karena memenuhi unsur-unsur

dalam business judgement rule, yaitu:

a. Business Decision: Business Judgement Rule hanya dapat

diterapkan dalam konteks tindakan direksi, atau keputusan

yang diambil merupakan tindakan direksi, termasuk tidak

mengambil keputusan sejauh keputusan untuk tidak melakukan

tindakan itu disadarinya. Unsur ini dapat ditemukan dalam

Pasal 97 Ayat (5) huruf (a).

b. Disinterestedness: Ketentuan Business Judgement Rule

menekankan loyalitas kepada perseroan yang tidak terbagi

dan tidak mengandung kepentingan pribadi, sehingga tidak

terjadi konflik antara tugas dan kepentingan pribadi. Dalam

kata lain, syaratnya adalah “ketidaktertarikan” atau

Disinterestedness. Untuk menjaga integritas dari transaksi,

direksi tidak boleh merasa tertarik, atau tidak memiliki

kepentingan keuangan pada transaksi yang akan

diputuskannya. Unsur ini dapat ditemukan dalam Pasal 97

Ayat (5) huruf (c).

c. Due Care: Direksi harus melakukan usaha yang diperlukan

untuk memastikan dan mempertimbangkan seluruh

informasi yang relevan. BJR hanya melindungi “informed

decision”, atau pengambilan keputusan berdasarkan

Page 74: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

91

informasi yang relevan dan cukup. Di Delaware, ukuran

yang dipakai adalah gross negligence. Unsur ini dapat

ditemukan dalam Pasal 97 Ayat (5) huruf (d).

d. Good Faith: Ini artinya bahwa motivasi dari tindakan direksi

secara murni, berdasarkan keinginan yang jujur dan dengan

itikad baik untuk menguntungkan pemegang saham

perusahaan; tidak karena tujuan lain seperti keuntungan

pribadi. Tidak adanya kepentingan keuangan yang

signifikan menimbullkan anggapan adanya itikad baik.

Namun, syarat adanya itikad baik memerlukan penentuan

secara ad hoc mengenai motif direksi dalam membuat

keputusan bisnis yang kemudian dipersoalkan. Unsur ini

dapat ditemukan dalam Pasal 97 Ayat (5) huruf (b).

e. No Abuse of Discretion or Waste: Dipenuhinya seluruh

unsur di atas tidak berarti bawa pengadilan sama sekali

dipinggirkan, tetapi hakim tetap dapat memeriksa manfaat

dari keputusan direksi, bukan untuk menggantikannya;

tetapi untuk semata-mata memastikan bahwa tidak terdapat

gross overreaching, atau an abuse of discretion, atau

penyalahgunaan wewenang.

Seperti yang sudah penulis paparkan diatas bahwa antara hukum

perdata dengan hukum pidana, atau secara khusus antara Undang-Undang

Perseroan Terbatas dalam ranah hukum bisnis dengan Undang-Undang

Page 75: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

92

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam hukum publik. Dimana

kasus ini sebetulnya antara orang perorangan yang sifatnya pribadi (privat)

dan bukan merupakan warga Negara dengan negaranya yang mengatur

kepenntingan umum (publik).

Kecenderungan memproses kasus-kasus perdata dengan mekanisme

hukum pidana seolah-olah menegaskan ada stigma kriminalisasi hukum

perdata, dan menimbulkan pertanyaan dan polemik berkepanjangan di

masyarakat bagaimana kegagalan suatu transaksi bisnis dapat berakhir di

ranah hukum pidana (korupsi). Apakah telah terjadi elaborasi tanggung

jawab dari semula bersifat keperdataan saja sekarang mencakup juga

tanggung jawab pidana. Dari sisi penanggung jawab, pihak mana yang

dianggap paling bertanggung jawab atas perbuatan melanggar hukum

yang dilakukan atau terkait dengan kegiatan usaha korporasi, apakah

menjadi beban direksi, karyawan atau diatribusikan sebagai beban

korporasi selaku badan hukum yang telah diakui keberadaannya

selayaknya manusia (naturlijk persoon).

Penulis tidak bermaksud mengananalisis pertimbangan hukum majelis

hakim yang mengadili kasus ini, karena putusan sudah dijatuhkan dan

sudah menjadi realitas hukum (das sein). Penulis hanya akan menganalisis

dari sisi das sollen (ideal) untuk mencari elemen, batasan dan unsur-unsur

hukum baik dari sisi hukum perdata maupun pidana sebagai sarana untuk

melihat munculnya proses elaborasi pertanggungjawaban perdata menjadi

pidana.

Page 76: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

93

Terkait dengan hukum perdata dan hukum pidana, Prof. Indriyanto

Senoadji dan Prof. Andi Hamzah mengatakan bahwa sampai kapan pun

hukum perdata tidak bisa bertemu dengan hukum pidana, mengingat

masing-masing memiliki rel sendiri-sendiri. Bagaimana suatu wanprestasi

atas suatu perikatan perdata atau perbuatan melanggar hukum

(onrechtmatige daad) atas norma hukum perdata bisa bergeser menjadi

perbuatan melanggar hukum pidana (wederrechtelijkheid). Kasus perdata

harus ditangani sesuai dengan norma hukum perdata, kasus korporasi

ditangani dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas, kasus perbankan

ditangani dengan Undang-Undang Perbankan, tidak bisa serta merta

semuanya ditangani dengan mempergunakan delik korupsi, mengingat

dalam ilmu hukum dikenal asas systematische specialiteit (kekhususan

sistematis).

Dengan melaksanakan langkah-langkah (corporate self

regulatory)tersebut direksi dan pengurus korporasi lainnya akan

mendapatkan perlindungan hukum (corporate veil). Penyimpangan

terhadap anggaran dasar dan ketentuan UUPT, baik karena

penyalahgunaan kewenangan, ketidakhati-hatian, tindakan ultra vires

dan/atau tindakan-tindakan lain, menyebabkan hilangnya perlindungan

hukum (piercing corporate veil) dan direksi korporasi bertanggung jawab

atas tindakannya. Direksi akan masuk ke ranah wilayah yang antara ranah

hukum perdata dan pidana, dimana penentuan tanggung jawab direksi atas

tindakannya yang merugikan pihak lain akan diuji apakah tetap dalam

ranah hukum perdata, atau memasuki ranah hukum pidana.

Page 77: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

94

Dengan demikian, menurut pendapat penulis, walaupun secara teoritis

dan akademis, masih dimungkinkan untuk mempergunakan instrumen

hukum pidana (korupsi) untuk memeriksa kasus-kasus yang bernuansa

perdata, namun harus melalui mekanisme yang benar dan tepat serta

sangat hati-hati. Tujuannya agar tidak menimbulkan perbedaan perlakuan

dan penghukuman yang pada akhirnya dapat menimbulkan ketidakadilan,

ketidakpastian hukum dan ketiadaan manfaat hukum bagi korporasi.

Penulis mendukung usulan beberapa ahli hukum, harus melibatkan ahli

hukum korporasi dalam pemeriksaan kasus-kasus lainnya selain kasus

Merpati, sejak masih ditingkat kepolisian maupun di kejaksaan, untuk

mencegah kesalahan penentuan ranah hukum dan sekaligus mengurangi

beban Pengdilan Tipikor mengadili kasus-kasus non korupsi.

Menurut penulis, dalam hal direksi PT. Merpati Nusantara Airlines

telah melaksanakan tindakannya sesuai dengan anggaran dasar atau

ketentuan perundangan-undangan (intra vires), menerapkan fiduciary duty

dan melaksanakan business judgment rule apalagi jika direksi telah

mendapatkan pernyataan Acquit et de charge dari RUPS maka segala

akibat dari tindakannya merupakan tanggung jawab korporasi, kecuali

dapat dibuktikan bahwa direksi telah melakukan tindakan-tindakan yang

tidak melalui prosedur dan tata cara yang diwajibkan oleh korporasi,

dilakukan dengan curang, mempunyai benturan kepentingan (conflict of

interest) , mengandung unsur perbuatan melanggar hukum dan merupakan

kelalaian berat (gross negligence).

Page 78: Pertanggungjawaban Direksi Berkaitan dengan Bussiness ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8348/3/T1_312010024_BAB II.pdf · Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab

95

Penulis berharap agar asas systematische specialiteit89

diterapkan dalam

menangani kasus-kasus yang bernuansa hukum perdata. Sehingga para

penegak hukum dapat dengan tepat mempergunakan parameter apa yang

akan dipergunakan, apakah akan mempergunakan elemen pidana korupsi,

pidana umum, korporasi atau mengembalikan ke elemen perbuatan

melanggar hukum perdata. Dengan demikian untuk kasus-kasus hukum

yang melibatkan korporasi, maka prinsip-prinsip dasar korporasi harus

diterapkan sebagai landasan utama untuk mempertimbangkan kesalahan

direksi atau korporasi sehingga prinsip keadilan benar-benar dapat

ditegakkan sesuai amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 D ayat (1)

bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

89

kekhususan yang sistematis, artinya ketentuan pidana yang bersifat khusus apabila pembentuk

undang-undang memang bermaksud untuk memberlakukan ketentuan pidana tersebut sebagai

suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus atau ia akan bersifat khusus dari khusus yang telah

ada, Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Penegakan Hukum, 2009, h. 17.