6
BAGAIMANA PERTANGGUNGJAWABAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA SEBAGAI WUJUD PEMERINTAHAN YANG KONSTITUSIONAL ? Lembaga negara yang dimaksudkan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu lembaga-lembaga negara (tinggi) yang mempunyai kedudukan sederajat yang secara langsung menerima kewenangan kosntitusional menurut UUD 1945 (Pasca perubahan) dan lembaga-lembaga negara independen yang dasar pembentukannya diatur secara konstitusional. Lembaga-lembaga negara (tinggi) yang mempunyai kedudukan sederajat yang secara langsung menerima kewenangan kosntitusional menurut UUD 1945 (Pasca perubahan) terbagi menjadi 8 (delapan) buah organ yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Majelis permusyawarakatan rakyat dalam sidang tahunan 2001 memutuskan menyempurnakan Pasal 1 ayat (2) lama dan menggantinya menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-undang Dasar.” Perubahan itu mengisyarakatkan bahwa MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, dan tidak lagi memegang kedaulatan rakyat. Perubahan ini juga berimplikasi pada kewenangan- kewenangan MPR, yaitu MPR tidak lagi berwenang memilih presiden dan wakil presiden karena rakyat akan memilihnya secara langsung, wewenang MPR adalah melantik presiden dan wakil presiden hasil pilihan rakyat. MPR pun tidak lagi memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya, tetapi kewenangan itu baru akan muncul manakala ada usulan DPR setelah Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden bersalah. Wewenang yang masih melekat pada MPR adalah mengubah dan menetapkan UUD 1945. 1 Gagasan meniadakan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara secara konseptual ingin menegaskan, MPR bukan satu-satunya yang melaksanakan kedaulatan rakyat. 1 Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007, Hlm. 95.

PERTANGGUNGJAWABAN LEMBAGA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hukum

Citation preview

BAGAIMANA PERTANGGUNGJAWABAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA SEBAGAI WUJUD PEMERINTAHAN YANG KONSTITUSIONAL ?Lembaga negara yang dimaksudkan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu lembaga-lembaga negara (tinggi) yang mempunyai kedudukan sederajat yang secara langsung menerima kewenangan kosntitusional menurut UUD 1945 (Pasca perubahan) dan lembaga-lembaga negara independen yang dasar pembentukannya diatur secara konstitusional.Lembaga-lembaga negara (tinggi) yang mempunyai kedudukan sederajat yang secara langsung menerima kewenangan kosntitusional menurut UUD 1945 (Pasca perubahan) terbagi menjadi 8 (delapan) buah organ yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Majelis permusyawarakatan rakyat dalam sidang tahunan 2001 memutuskan menyempurnakan Pasal 1 ayat (2) lama dan menggantinya menjadi Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-undang Dasar. Perubahan itu mengisyarakatkan bahwa MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, dan tidak lagi memegang kedaulatan rakyat. Perubahan ini juga berimplikasi pada kewenangan-kewenangan MPR, yaitu MPR tidak lagi berwenang memilih presiden dan wakil presiden karena rakyat akan memilihnya secara langsung, wewenang MPR adalah melantik presiden dan wakil presiden hasil pilihan rakyat. MPR pun tidak lagi memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya, tetapi kewenangan itu baru akan muncul manakala ada usulan DPR setelah Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden bersalah. Wewenang yang masih melekat pada MPR adalah mengubah dan menetapkan UUD 1945.[footnoteRef:0] [0: Nimatul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007, Hlm. 95.]

Gagasan meniadakan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara secara konseptual ingin menegaskan, MPR bukan satu-satunya yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Setiap lembaga yang mengemban tugas-tugas politik negara dan pemerintahan (tidak termasuk kekuasaan kehakiman) adalah pelaksana kedaulatan rakyat dan harus tunduk dan bertanggungjawab pada rakyat.[footnoteRef:1] [1: Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 BARU, FH UII Press, Yogyakarta, 2003, Hlm. 74.]

Disebutkan bahwa dalam memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden MPR harus melalui usulan dari DPR yang sebelumnya mendapat keputusan MK bahwa presiden dan/atau wakil presiden bersalah. Hal ini berarti kedudukan DPR dan Presiden dan/atau Wakil Presiden memiliki kedudukan yang sejajar atau seimbang, sehingga antara Presiden dan/atau wakil presiden dan DPR tidak dapat saling menjatuhkan. Meskipun Presiden mempunyai kewenangan mengangkat dan memberhentikan anggota DPR setelah pimpinan DPR menyampaikan dan juga dari rekomendasi KPU, bukan berarti bahwa DPR bertanggungjawab kepada presiden. Karena anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum maka pertanggungjawabannya sudah seharusnya kepada rakyat, akan tetapi dalam prakteknya Badan Kehormatan DPR dan partai politik yang bersangkutanlah DPR bertanggungjawab.Sama halnya dengan DPR , karena DPD juga dipilih melalui pemilihan umum maka pertanggungjawabannya ada pada rakyat yang implementasinya pada badan kehormatannya yaitu Badan Kehormatan DPD sesuai dengan Undang-undang 27 Tahun 2009.Sebelum adanya perubahan UUD 1945 Presiden dan/atau Wakil Presiden dipilih dan diberhentikan oleh MPR, hal ini menyebabkan bahwa presiden dan/atau wakil presiden bertanggungjawab kepada MPR. Hal ini berubah setalah adanya perubahan UUD 1945 bahwa dalam hal pemilihan presiden dan/atau wakil presiden rakyatlah yang memilihnya secara langsung memilih melalui pemilihan umum dan dalam hal pemberhentiannya dapat diberhentikan oleh MPR setelah mendapat usulan dari DPR melalui keputusan Mahkamah Konstitusi.Menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dalam bidang kekuasasan kehakiman terdapat dua lembaga yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Jimly Asshidiqie berpendapat bahwa pada hakikatnya MA dan MK berbeda satu dengan yang lain. Mahkamah Agung merupakan pengadilan keadilan (court of justice) yang berkonstrasi menangani perkara-perkara yang diharapkan dapat mewujudkan rasa adil bagi setiap warga negara. Sedangkan Mahkamah Konsitusi merupakan lembaga pengadilan hukum (court of law) yang mempunyai tugas pengujian peraturan (judicial review). Akan tetapi MA dan MK tidak sepenuhnya mempunyai sifat court of justice dan court of law , hal ini dapat dilihat dari kewenangan MA terhadap pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dan di sisi lain MK mempunyai kewenenangan memutuskan dna membuktikan unsur kesalahan dan tanggungjawab presiden dan/atau wakil presiden yang menurut pendapat DPR telah melakukan pelanggaran hukum menurut UUD.[footnoteRef:2] Dalam hal kepada siapa pertanggungjawabannya, hakim agung dan hakim konstitusi memiliki tanggungjawab yang sama yaitu kepada presiden sebagai yang mengangkatnya. [2: Jimly Asshidiqie, Mahkamah Konstitusi dan Pengujian Undang-undang, Makalah Kuliah Umum Program Doktor S-3 Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2 Oktober 2004, Hlm 5-6.]

Dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim maka peran Komisi Yudisial lah yang berjalan meskipun KY tidak menjalankan kekuasaan kehakiman. Hakim yang harus dijaga dan ditegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilakunya tidak hanya mencakup hakim agung tetapi juga hakim pengadila umum, pengadilan agama, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan militer, termasuk hakim konstitusi.[footnoteRef:3] Karena pengangkatan dan pemberhentian anggota KY oleh Presiden dengan persetujuan DPR maka jelaslah bahwa pertanggungjawabannya kepada presiden dan DPR. [3: Nimatul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007, Hlm. 154.]

Dan yang terakhir lembaga negara bebas dan mandiri yang berfungsi sebagai memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK disusun dan disajikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan hasil pemeriksaan selesai. Dan setiap LHP yang disusun dan disajikan oleh BPK dilaporkan atau disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD , selain itu anggota BPK diusulkan dan diangkat oleh DPR dan DPD maka pertanggungjawaban BPK kepada DPR di pusat dan DPD di daerah.Selain 8 (delapan) buah lembaga negara menurut ketentuan UUD 1945 (Pasca Perubahan) yaitu MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial dan BPK terdapat juga lembaga-lembaga negara independen yang dasar pembentukannya diatur secara konstitusional yaitu Komisi Pemilihan Umum, Komnas HAM, TNI, POLRI, dan Bank Indonesia. Penetapan keanggotaan KPU dilakukan oleh : (a) Presiden untuk KPU; (b) KPU untuk KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Dalam hal pertanggungjawaban KPU bertanggungjawab kepada Dewan Kehormatan KPU yang bersifat ad hoc yang keanggotaannya sendiri terdiri dari 3 (tiga) orang yang terdiri dari atas seorang ketua dan anggota-anggota yang dipilih dari dan oleh anggota KPU.[footnoteRef:4] [4: Nimatul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007, Hlm. 171.]

Dalam melaksanakan tujuannya menurut UU No.39 Tahun 1999, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia. Pengangkatan dan pemberhentian keanggotaandan pimpinan Komnas HAM ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib Komnas HAM. Pertanggungjawaban dari anggota Komnas Ham diputus oleh Sidang Paripurna dan diberitahukan kepada DPR RI kemudian presiden memutuskan pemberhentian iya atau tidaknya anggota Komnas HAM dengan Keputusan Presiden.Lembaga negara yang bertugas menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara adalah TNI. Kewenagan dan tanggungjawab pengerahan kekuatan TNI berada pada presiden. Akan tetapi dalam hal pengerahan kekuatan TNI, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR.[footnoteRef:5] [5: Nimatul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007, Hlm. 183-185.]

Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 berbunyi, Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarkat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Maka dari itu tugas Kepolisian mempunyai 2 (sifat) yaitu sebagai alat keamanan dan penegak hukum. Kepolisian Negara Republik Indonesia berada dibawah Presiden. Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggungjawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[footnoteRef:6] [6: Nimatul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007, Hlm. 188.]

Didam UUD 1945 sendiri sama sekali tidak menegaskan kewenangan apa saja yang diberikan kepada bank sentral karena hal tersebut masih aka diatur dalam undang-undang. Sebagai tindak lanjutnya, maka keluarla UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia dimaksudkan mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan tidak melakukan kegiatan intermediasi seperti yang dilakukan oleh Bank pada umumnya. Agar independensi yang diberikan kepada Bank Indonesia dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab, maka Bank Indonesia diwajibkan melakukan transparansi dan prinsip akuntanbilitas publik yang dilakukan dengan cara menyampaikan rencana kebijakan untuk tahun yang akan datang dan evaluasi terhadap pelaksanaan moneter untuk tahun sebelumnya serta perkembangan kondisi ekonomi, keuangan, dan perbankan kepada presiden dan DPR.[footnoteRef:7] [7: Nimatul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007, Hlm. 193.]

SumberUndang-undang Dasar 1945.Undang-undang No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.Nimatul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, UII Press, Yogyakarta, 2007.Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 BARU, FH UII Press, Yogyakarta, 2003.Jimly Asshidiqie, Mahkamah Konstitusi dan Pengujian Undang-undang, Makalah Kuliah Umum Program Doktor S-3 Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2 Oktober 2004.