Upload
nguyenthu
View
245
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERTEMUAN 6
TEORI-TEORI KOMUNIKASI TAHAP SELANJUTNYA
BAGIAN II
Referensi :1. Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori &
Filsafat Komunikasi, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1993
2. Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian
Komunikasi, Remaja Karya,
Bandung, 1984
4. Teori Hubungan Sosial (Social Relationship Theory)
Lewat teori ini Defleur menunjukkan bahwa hubungan sosial
secara informal berperan penting dalam mengubah perilaku
seseorang ketika diterpa pesan komunikasi massa.
Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa orang-orang
yang diterpa media massa jumlahnya terbatas. Kebanyakan
penduduk menerima informasi kampanye pemilu dari orang-
orang lain yang mendapat informasi pertama dari media massa.
Ditemukan adanya arus informasi melalui dua tahapan.
Pertama, informasi bergerak dari media massa kepada orang-
orang yang relatif banyak pengetahuannya (well informed),
Kedua, informasi bergerak dari orang-orang tersebut (well
informed) melalui komunikasi antarpribadi kepada mereka yang
kurang diterpa media dan banyak bergantung pada orang-orang
pertama tadi.
Orang-orang yang relatif banyak pengetahuannya disebut
opinion leader atau pemuka pendapat, karena mereka
berperan penting dalam proses pembentukan pengumpulan
suara di pemilu.
Proses komunikasi dengan tahapan di atas dikenal sebagai arus
komunikasi dua tahap (two step flow of communication).
5. Cultural Norms Theory (Teori Norma
Budaya)
Hakikat teori Norma Budaya menurut Melvin
D.Defleur ialah, media massa melalui
penyajiannya yang selektif dan penekanan pada
tema-tema tertentu, menciptakan kesan pada
khalayak dimana norma-norma budaya umum
mengenai topik yang diberi bobot, dibentuk
dengan cara-cara tertentu.
Perilaku individual biasanya dipandu oleh
norma-norma budaya tertentu, sehingga media
massa tidak bisa langsung mempengaruhi
perilaku.
Ada tiga cara dimana media bisa mempengaruhi
situasi dan norma individu, yaitu:
a. pesan komunikasi akan memperkuat pola-
pola yang sedang berlaku dan memandu
khalayak untuk percaya bahwa suatu bentuk
sosial tertentu tengah dibina masyarakat.
b. Media massa dapat menciptakan keyakinan
baru khalayak mengenai hal-hal yang telah
dialami sebelumnya.
c. komunikasi massa dapat mengubah norma-
norma yang tengah berlaku dan karenanya
mengubah khalayak dari suatu bentuk perilaku
menjadi bentuk perilaku lainnya.
Persoalannya adalah, apakah media massa
mampu mengubah perilaku khalayak yang
sudah mapan?
Menurut Defleur, memang cukup sulit namun
sedikit demi sedikit bisa berubah. Contoh,
kampanye antirokok yang disponsori
American Cancer Society di Amerika tahun
1968 berhasil mengubah perilaku perokok
sehingga jumlah perokok di Amerika menjadi
berkurang
Contoh lain terkait teori norma budaya adalah
masalah prasangka ras di Amerika. Berkat
kampanye lewat media massa orang negro
yang dulu dianggap hina, sedikit demi sedikit
prasangka mulai menghilang, hingga kini istilah
negro diganti menjadi Black American.
Defleur mengatakan bahwa peranan media
massa terkait norma budaya tampaknya tidak
diragukan.
6. Teori belajar secara sosial (social learning
theory)
Albert Bandura mengkaji proses belajar
melalui media massa sebagai tandingan
terhadap proses belajar secara tradisional.
Bandura menyatakan bahwa social learning
theory menganggap media massa sebagai
agen sosialisasi yang utama, selain guru,
keluarga dan sahabat.
Dalam belajar secara sosial langkah pertama adalah perhatian,
perhatian ditentukan oleh karakteristik peristiwa itu dan
karakteristik si pengamat (kemampuan, umur, intelegensi,
daya persepsi, dan taraf emosional). Peristiwa yang jelas dan
sederhana akan mudah menarik perhatian dan mudah pula
dimodelkan.
Langkah berikutnya adalah proses retensi yaitu proses
pemasukan lambang baik verbal atau imaginal ke dalam benak
seseorang sehingga menjadi ingatan.
Langkah ketiga yaitu, proses reproduksi motor dimana terjadi
peningkatan dari ingatan menjadi bentuk perilaku.
Kemampuan motorik dan kognitif menjadi penentu dalam
proses ini.
Langkah terakhir adalah proses motivasional, yaitu, meneguhkan
perilaku.
7. Model difusi inovasi
Model difusi inovasi banyak digunakan sebagai pendekatan dalam
komunikasi pembangunan, terutama di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia.
Menurut Everett M. Rogers defenisi difusi adalah proses di mana
suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka
waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial (the
process by which an innovation is communicated through certain
channels overtime among the members of a social system).
Unsur-unsur utama difusi adalah:
a. Inovasi
b.Dikomunikasikan melalui
salurantertentu
c. Dalam jamgka waktu tertentu
d.Di antara para anggota suatu sistem
sosial.
Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek yang
dianggap baru oleh seseorang. Menurut
Roger ada lima ciri-ciri inovasi, yaitu:
a. relative advantage (keuntungan relatif),
yakni menunjukan tingkat kelebihan inovasi
dibandingkan dengan gagasan yang
mendahuluinya.
b. compatibility (kesesuaian/keajegan), yaitu
tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai-nilai
yang berlaku, pengalaman, dan kebutuhan
pengadopsi.
c. complexity (kerumitan), yakni tingkat kesukaran
untuk memahami atau menggunakan inovasi.
d. trialbility (kemungkinan dicoba), yaitu tingkat
dimana inovasi dapat di uji coba.
e. observability (kemungkinan diamati), yakni tingkat
dimana inovasi dapat diamati oleh orang lain.
Rogers mengatakan bahwa media massa lebih efektif
menyebarkan inovasi atau menciptakan pengetahuan
akan inovasi.
Sedangkan komunikasi antarpribadi lebih efektif dalam pembentukan
dan percobaan sikap terhadap ide baru dengan kata lain untukmempengaruhi keputusan menerima atau menolak adopsi.
Ada lima langkah dalam proses inovasi, yaitu:
a. knowledge (pengetahuan)
b. persuasi
c. decision (keputusan)
d. implementation (pelaksanaan)
e. confirmation (peneguhan)
Pada tahap pengetahuan sesorang menerima informasi terkait inovasiteknologis, pada tahap persuasi dan keputusan, seseorang mencariinformasi tentang penilaian inovasi untuk mengurangi ketidakpastianakan
konsekuensi yang diharapkan dari inovasi. Langkah keputusan
membawa seseorang pada tahap penerimaan (adopsi) untuk
memanfaatkan seutuhnya atau menolak inovasi.
8. Agenda Setting Model
Mc.Combs dan D.L.Shaw mengatakan bahwa jika media
memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu
akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.
Hasil penyelidikan Combs dan Shaw menunjukkan bahwa surat
kabar lebih efektif mempengaruhi agenda politik khalayak
dibanding televisi.
Alexis S.Tan menyimpulkan bahwa media
massa mempengaruhi kognisi politik
khalayak dengan dua cara, yaitu:
a. Media secara efektif menginformasikan
peristiwa politik kepada khalayak.
b. Media mempengaruhi persepsi khalayak
mengenai pentingnya masalah politik.
Sementara Manhein menyatakan bahwa agenda
setting meliputi tiga agenda, yaitu agenda media;
agenda khalayak; dan agenda kebijaksanaan.
Masing-masing agenda mencakup dimensi-dimensi
sebagai berikut:
1. Dimensi-dimensi agenda media:
a. visibilitas (jumlah dan tingkat menonjolnya berita)
b. audience salience atau tingkat menonjol bagi
khalayak yaitu relevansi isi berita dengan kebutuhan
khalayak
c. valensi, yakni menyenangkan atau tidak cara
pemberitaan suatu berita.
2. Dimensi-dimensi agenda khalayak:
a. familiarity, yaitu tingkat kesadaran khalayak akan topik
tertentu
b. personal salience, yakni relevansi kepentingan dengan ciri
pribadi
c. favorability, yaitu pertimbangan senang atau tidak senang
akan topik berita.
3. Dimensi-dimensi agenda kebijaksanaan:
a. support atau dukungan, ialah kegiatan menyenangkan bagi
posisi suatu berita tertentu
b. likelihood of action (kemungkinan pemerintah melaksanakan
apa yang diibaratkan)
c. freedom of action (kebebasan bertindak)
9. Uses and Gratification Model
Model ini merupakan pergeseran fokus dari tujuan komunikator ke
tujuan komunikan. Model ini menentukan fungsi komunikasi massa
dalam melayani khalayak.
Model uses and gratification dari Elihu Katz ini menunjukkan bahwa
yang menjadi permasalahan pokok adalah bukanlah bagaimana
media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana
media memenuhi kebutuhan pribadin dan sosial khalayak. Jadi
intinya ialah pada khalayak aktif, yang sengaja menggunakan media
untuk mencapai tujuan khusus.
Dalam model ini anggota khalayak dianggap secara aktif
menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam
asumsi ini tersirat pengertian bahwa komunikasi massa berguna
(utility); bahwa konsumsi media di arahkan oleh motif
(intentionality); bahwa perilaku media mencerminkan
kepentingan dan preferensi (selectivity); dan bahwa khalayak
sebenarnya kepala batu (stubborn). Karena penggunaan media
hanyalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan
psikologis, efek media dianggap sebagai situasi ketika
kebutuhan terpenuhi.
10. Teori Clozentropy
Teori ini dikembangkan oleh Dennis T. Lowry dan Theodore J.
Marr yang mengkajinya dalam komunikasi internasional.
Studi yang dilakukan Lowry dan Marr terhadap teori
clozentropy menekankan pentingnya pra keakraban (prior
familiarity) dengan isi pesan yang asing dalam hubungan
dengan pengertian pesan komunikasi, dalam arti isi pesan
komunikasi bersifat khas. Dalam beberapa hal pra keakraban
lebih penting daripada taraf pendidikan.
Clozentropy theori telah memperbaiki istilah sebelumnya,
“kenalilah diri mereka”, menjadi “kenalilah pesan anda dan
sasaran anda beserta hubungannya”.
Menurut Lowry dan Marr, menjadi suatu pertanyaan dalam
komunikasi dengan menggunakan bahasa resmi yang sama
dapat diperoleh pemahaman yang maksimal, jika pesan yang
disampaikan itu dalam konteks nasional dan kebudayaan yang
berbeda.
Hasil penelitian Lowry dan Marr menunjukkan
bahwa pentingnya pra keakraban dalam
komunikasi internasional sekalipun hubungan
antara dua negara yang terlibat dalam
komunikasi ditinjau dari segi bahasa
bersifat monolingual, apalagi jika antara dua
negara berbeda bahasa, kebudayaan dan
politik.