Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Ir. SATYA WIDYA YUDHA, M.Sc, Ph.D (Cand.)
PERUBAHAN IKLIM &
NDC INDONESIAMENGARUNGI TANTANGAN,
MENYIASATI KESEMPATAN
Rakernas KLHK
Gedung Manggala Wanabakti
2 Agustus 2017
Wakil Ketua Komisi VII & Ketua Kaukus Ekonomi Hijau
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
AGENDA
BACKGROUND1. Pemanasan global sebagai krisis nyata
2. Perubahan iklim: implikasi sosial-ekologis bagi Indonesia
3. Pengamatan dan proyeksi perubahan suhu dan curah hujan di Indonesia
WHERE DO WE STAND?1. Perbandingan emisi karbon Indonesia dengan negara lain
2. Proporsi emisi gas rumah kaca Indonesia
3. Grafik emisi karbon Indonesia, 1960–2013
HOW DO WE MOVE FORWARD?1. NDC: menerjemahkan target menjadi aksi
2. Mencermati kembali amanat perundang-undangan
3. Membenahi indikator NDC agar implementatif di segala lapisan masyarakat
4. Mendorong maju EBT dalam bauran energi nasional
5. Performa EBT nasional (MW)
6. Mendorong EBTKE: tidak hanya sebatas biaya per kWh
7. Kontradiksi tata kelola dan komitmen ketenagalistrikan
8. Rekor global di pasar EBT global: kesempatan bagi Indonesia
9. Komparasi dan kolaborasi: lessons learned dari pengalaman global
10. Mendukung implementasi Circular Economy sebagai pendukung NDC
11. Kapitalisasi potensi pasar yang positif
12. Pendanaan hijau
13. Dukungan dan pengawasan legislatif: menekankan inisiatif anggaran dan langkah-langkah hijau
14. GEC sebagai garis depan untuk kolaborasi dan promosi legislasi hijau
BACKGROUND
Sumber: United States Global Change Research Program
Pemanasan global sebagai krisis nyata
• Korelasi positif antara pengeluaran emisi CO2 dan pemanasan global.
• Suhu dunia terpanas sepanjang 11.000 tahun terakhir.
• Implikasi sosial, ekonomi, dan ekologis yang masif jika tak ada perubahan
dan komitmen global untuk pembalikan krisis.
• Sebagai negara kepulauan yang rawan bencana, Indonesia memiliki tingkat
kerentanan terhadap perubahan iklim yang sangat besar.
BACKGROUNDPerubahan iklim: implikasi sosial-ekologis bagi Indonesia
Sea Level Rise
Ocean Warming
Increased Temperature
Increased Rainfall
Increased Evaporation
Increased Tropical Storms
Disappearing Small Islands
Salt Water Intrusion
Decline in Fisheries Harvest
Loss of Biodiversity
Increased Fire Risk
Increased Disease Risk, Range
Floods and Land Slides
Changes in Planting Season
Drought, Food Security
Transport Vulnerability
Food and Water Scarcity
Climate Change Effects Impacts on Indonesia
BACKGROUNDPengamatan dan proyeksi perubahan suhu dan curah hujan di Indonesia
Sumber: WWF 2007
4. Curah hujan pada musim hujan dan kering berubah; di
Indonesia bagian selatan, curah hujan saat musim hujan
meningkat sedangkan di Indonesia bagian utara, curah
hujan saat musim kering berkurang.
Dampak perubahan suhu & curah hujan yang teramati (Hulme & Sheard 1999; Boer
& Faqih 2004)1. Rata-rata suhu meningkat sekitar 0,3°C per tahun.
2. Rata-rata curah hujan berkurang 2–3% per tahun.
3. Pola curah hujan berubah; di Indonesia bagian selatan, curah hujan per tahun menurun
sedangkan di bagian utara meningkat.
Dampak perubahan suhu & curah hujan yang
diproyeksikan (Hulme & Sheard 1999; Boer & Faqih
2004; Naylor dkk. 2007)1. Peningkatan suhu meningkat dari 0,2°C per dekade menjadi
0,3°C per dekade.
2. Rata-rata curah hujan per tahun meningkat di sebagian
besar pulau di Indonesia, kecuali di Indonesia bagian
selatan yang diproyeksikan berkurang hingga 15%.3. Perubahan curah hujan pada musim-musim tertentu; hingga 2080, curah hujan di sebagian pulau
Sumatera dan Kalimantan akan meningkat 10–30% pada bulan-bulan Desember–Februari, dan
curah hujan di Jakarta akan berkurang 5–15% pada bulan-bulan Juni–Agustus.
4. Musim hujan akan telat tiba 30 hari, curah hujan meningkat 10% di akhir tahun panen (April–Juni)
dan berkurang 75% saat musim kering (Juli–September).
WHERE DO WE STAND?Perbandingan emisi karbon Indonesia dengan negara lain
Indonesia adalah pencemar GRK ke-6 terbesar di dunia dan
berkontribusi 4,5% pada total emisi GRK dunia (IEA 2015).
WHERE DO WE STAND?Perbandingan emisi karbon Indonesia dengan negara lain
Indonesia adalah negara dengan intensitas emisi GRK terbesar di
dunia (juta ton CO2e per US$1 juta PDB).
WHERE DO WE STAND?Grafik emisi karbon Indonesia, 1960–2013
Tahun 1960 emisi CO2 Indonesia sebesar 21.404 kt, hingga tahun 2012 telah
meningkat 2.801% menjadi 599.539 kt CO2, kemudian berkurang 20% (120,175 kt
CO2) menjadi 479.364 kt CO2 pada tahun 2013.
Sumber: World Bank
WHERE DO WE STAND?Proporsi emisi gas rumah kaca Indonesia
42%
29%
22%
7%
Proporsi emisi sektor energi
Power Generation
Transportation
Industry
Housing
Energi (±34%), 453.2
Limbah (±6,6%), 88
IPPU (±2,7%), 36
Pertanian (±8,3%),
110.5
Kehutanan (±48,5%),
647
Kontribusi emisi GRK per
sektor pada tahun 2010
(juta ton CO2e)
TOTAL: 1.334 juta ton CO2e
HOW DO WE MOVE FORWARD?
Sektor
Tingkat Emisi GRK 2010
(Juta Ton CO2e)
Tingkat Emisi GRK 2030(Juta Ton CO2e)
Penurunan Emisi GRK Rerata Pertum-buhan
Tahunan BAU
(2010–2030)
Rerata Pertum-buhan 2000–2012*
Juta Ton CO2e % dari total BAU
BAU CM1 CM2 CM1 CM2 CM1 CM2
1 Energi453,2
(33,97%)
1.669 (58,17%
)
1.355(66,61%
)
1.271(71,12%
)314 398 11% 14% 6,7% 4,5%
2 Limbah88
(6,59%)
296 (10,31%
)
285(14,01%
)
270(15,10%
)11 26 0,38% 1% 6,3% 4%
3 IPPU36
(2,69%)69,6
(2,42%)66,85
(3,28%)66,35
(3,71%)2,75 3,25 0,10% 0,11% 3,4% 0,1%
4 Pertanian110,5
(8,28%)119,66(4,17%)
110,39(5,42%)
115,86(6,48%)
9 4 0,32% 0,13% 0,4% 1,3%
5Kehutanan
**647
(48,50%)
714(24,88%
)
217(10,66%
)
64(3,58%)
497 650 17,2% 23% 0,5% 2,7%
TOTAL 1.334 2.869 2.034 1.787 834 1.081 29% 38% 3,9% 3,2%CM1 = Counter Measure 1 (kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi—unconditional)CM2 = Counter Measure 2 (kondisi skenario dengan persyaratan mitigasi—conditional)
-29% (UNCONDITIONAL)-41% (CONDITIONAL)
NDC INDONESIA 2030
* Termasuk fugitive** Termasuk kebakaran gambut
NDC: menerjemahkan target menjadi aksi
HOW DO WE MOVE FORWARD?Mencermati kembali amanat perundang-undangan
1. UU Energi No. 30/2007• Pasal 20 ayat (2): “Penyediaan energi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
diutamakan di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil, dan daerah perdesaan
dengan menggunakan sumber energi setempat, khususnya sumber energi terbarukan”.
• Pasal 30 ayat (3): “Pengembangan dan pemanfaatan hasil penelitian tentang energi baru dan
terbarukan dibiayai dari pendapatan negara yang berasal dari energi tak terbarukan”.
➢ Dana Ketahanan Energi perlu diaktifkan kembali sebagai wujud konkret dari Pasal 30
ayat (3) UU Energi dan payung hukumnya segera ditetapkan.
2. Kebijakan Energi Nasional (KEN), PP No. 79/2014• Pasal 6a: “Sumber Daya Energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata tetapi
sebagai modal pembangunan nasional”.
• Pasal 11 ayat (2): Prioritas pengembangan Energi nasional:
a. memaksimalkan penggunaan Energi Terbarukan dengan memperhatikan tingkat
keekonomian;
b. meminimalkan penggunaan minyak bumi;
c. mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan Energi Baru; dan
d. menggunakan batubara sebagai andalan pasokan Energi nasional.
• Pasal 11 ayat (3): energi nuklir sebagai “pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor
keselamatan secara ketat”.
➢ KEN harus direvisi sehingga energi nuklir diamanatkan sebagai viable option dan
bukan last option.
➢ Perlu sinkronisasi antara Pasal 11 ayat (3) poin a, c, dan d (EBT >< batubara) agar
tidak kontradiktif dengan target penurunan emisi.
HOW DO WE MOVE FORWARD?Membenahi indikator NDC agar implementatif di segala lapisan masyarakat
1. NDC Sektor Energi• “Penggunaan energi baru terbarukan pada pembangkit listrik”.
➢ Bagaimana dengan pengembangan EBTKE di sektor household (e.g. panel
surya -> feed in tariff), UMKM, daerah terpencil/terluar yang masih off-grid?
• “Penambahan Stasiun pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG)”.
➢ Bagaimana dengan roadmap konversi BBM ke BBG?
➢ Pertimbangan: mewajibkan teknologi dual-fuel pada industri otomotif.
1. NDC Sektor Pertanian• “Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas mencapai 0,06% dari populasi ternak pada
tahun 2030”.
➢ Bagaimana proses diseminasi informasi dan teknologi reaktor biogas?
➢ Seberapa besar kontribusi biogas di 0,06% populasi ternak untuk penurunan
emisi?
2. NDC Sektor Limbah• “Peningkatan persentase pemanfaatan sampah melalui pengomposan dan 3R (kertas)”.
➢ Bagaimana skema pelibatan masyarakat?
➢ Industri daur ulang plastik mempekerjakan 300.000 orang, belum termasuk
ratusan ribu pemulung; 134 perusahaan anggota ADUPI mampu mendaur
ulang 400.000 ton plastik setiap tahun untuk mengisi kebutuhan domestik
maupun ekspor.
HOW DO WE MOVE FORWARD?Membenahi indikator NDC agar implementatif di segala lapisan masyarakat
3. NDC Sektor Limbah (cont’d)• “Pengelolaan limbah cair domestik” melalui pembangunan septic tank dengan sludge
recovery, septic tank komunal, biodigester.
➢ Bagaimana target implementasinya, berapa banyak unit?
➢ Bagaimana skema pelibatan masyarakat?
• “Pengelolaan limbah cair industri” untuk industri pulp and paper dan pengolahan sawit.
➢ Bagaimana dengan UMKM, home industry, dan masyarakat lokal?
4. NDC Sektor IPPU (Industrial Processes and Product Use)• “Proses industri dan penggunaan produk di industri besar” untuk industri semen,
amonia, smelter, besi dan baja.
➢ Apakah betul skenario mitigasi IPPU hanya bisa diimplementasikan untuk
industri besar?
Indikator dan aksi mitigasi NDC masih terlihat terlalu fokus pada
skala makro dan industri besar.
Faktanya, secara demografis:• 58,35% angkatan kerja adalah pekerja informal, berjumlah 72,67 juta orang.
• ± 97% dari seluruh tenaga kerja nasional bekerja di UMKM, yang memberikan
kontribusi kepada PDB sebesar 57–60%.
• Apabila dibenahi UMKM dan pekerja informal dapat berperan aktif dalam aksi mitigasi.
HOW DO WE MOVE FORWARD?Mendorong maju EBT dalam bauran energi nasional
Energy Mix 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
Total Energy 215 290 380 480 593 740 850 980
Oil 39% 32% 25% 22% 22% 21% 21% 20%
Gas 22% 22% 22% 23% 24% 24% 24% 24%
Coal 29% 29% 30% 30% 29% 27% 26% 25%
Total Renewable Energy 10% 17% 23% 25% 26% 28% 29% 31%
Energy Mix Up To 2050
Indonesia diproyeksikan memiliki potensi EBT >443 GW: air 75 GW, panas bumi 29 GW,
matahari 207 GW, angin (kecepatan 4–6m/detik) 60,6 GW, bioenergi >102 GW, energi
samudera 17,9 GW (KESDM 2017).
HOW DO WE MOVE FORWARD?Mendorong maju EBT dalam bauran energi nasional
Kendala EBT1. Harga EBT belum kompetitif dengan harga energi fosil yang masih disubsidi.
2. Penguasaan teknologi yang rendah sehingga nilai impornya tinggi.
3. Keterbatasan dana untuk penelitian, pengembangan, maupun investasi dalam pemanfaatan
EBT.
4. Infrastruktur yang kurang memadai (rata-rata biaya investasi yang dibutuhkan mencapai
US$2 juta–US$5 juta per megawatt).
Final Report of the Task Force for Accelerating the Development of New and
Renewable Energy and Energy Conservation (2016)1. Tariff: expensive NRE power plants are unaffordable for the National Electricity Company
(PT PLN);
2. Licensing: licensing processes are unduly lengthy and complex, especially for geothermal
projects which are generally located in forested areas;
3. Data: there is a lack of data and information on NRE;
4. Regulations: there are underdeveloped regulations and standards specific to NRE
investment;
5. Electricity Trading Regulation (PJBL): no PJBL standard for renewable energy;
6. Financial institutions funding: lack of capacity and interest of local financial institutions in
financing renewable energy projects.
HOW DO WE MOVE FORWARD?Performa EBT nasional (MW)
Sektor 2012 2013 2014 2015 2016
Hidro 4.146 5.166 5.230 5.261 5.321
Angin 1 1 1 1 7
Surya 4 9 9 9 80
Bioenergi 1.910 1.593 1.736 1.742 1.742
Panas bumi 1.336 1.344 1.404 1.439 1.534
Total 7.397 8.112 8.379 8.452 8.682
• Pada tahun 2016, Indonesia peringkat 3 sedunia dalam penambahan kapasitas panas bumi
(+95 MW), di atas Italia dan di bawah Turki dan Kenya.
• Panas bumi: sejak 1974 pengembangannya hanya mencapai 1643 MW dari potensi 29 GW
(5%).
• Pada tahun 2015, diperkirakan lebih dari 600 pembangkit mikrohidro menghasilkan listrik
untuk wilayah pedalaman off-grid di Indonesia.
• Angin: dari 160 titik potensi energi angin (WhyPGen), investor nasional dan asing baru
berminat membangun PLTB di 12 titik; investasi PLTB masih sama mahal dengan PLTS
yang mana di kisaran 30 sen/kWh -> 1 tower dengan kapasitas 2,5 MW butuh modal
US$1,5–1,7 juta per MW.
HOW DO WE MOVE FORWARD?Mendorong EBTKE: tidak hanya sebatas biaya per kWh
International Institute for Sustainable Development: “Financial Supports for Coal
and Renewables in Indonesia” (2017).
• Walaupun secara biaya per kWh masih lebih mahal, energi fosil seperti batubara
memiliki eksternalitas negatif yang besar.
• Pada tahun 2014, produsen batubara mendapatkan subsidi (didefinisikan secara luas
sebagai “kontribusi finansial oleh pemerintah yang menguntungkan penerimanya”)
sebesar Rp12,4 triliun (US$946 juta) -> lebih dari 5 kali lipat subsidi untuk EBT dari
tahun 2010–2015.
HOW DO WE MOVE FORWARD?Kontradiksi tata kelola dan komitmen ketenagalistrikan
Komitmen
internasional
memandatkan
pengembangan EBT
dalam bauran energi
sebagai syarat mutlak
penurunan emisi.
Pasal 9f KEN: target
EBT dalam bauran
energi dituliskan
dengan syarat
“sepanjang
keekonomiannya
terpenuhi”.
Kurangnya insentif
dari pemerintah dan
tidak menariknya
skema jual-beli listrik
untuk pengembangan
EBT menyebabkan
nilai komersialitas
rendah.
—Poempida Hidayatullah,
CEO PT Viron Energy,
Majalah Gatra 18–24 Mei 2017
“Jika hanya mengandalkan harga beli PLN saat ini, saya
rasa komersialitas tidak akan pernah tercapai”.
HOW DO WE MOVE FORWARD?Kontradiksi tata kelola dan komitmen ketenagalistrikan
Menata ulang mandat PLN dalam skema ketenagalistrikan nasional guna
mencapai ketahanan energi nasional1. Negara perlu menyediakan infrastruktur pada daerah-daerah terpencil dan terluar yang
secara keekonomian kurang menarik.
2. Meninjau kembali posisi PLN yang tunduk kepada UU BUMN.
3. Diperlukan penyedia listrik yang khusus menjalankan Public Service Obligation yang juga
didukung oleh swasta.
4. PSO di sektor kelistrikan perlu ditaruh dalam kerangka RUEN untuk aksi nasional, serta
NDC untuk komitmen internasional dalam rangka mendorong maju sektor EBTKE.
i. Penetapan tarif listrik secara progresif;
ii. Penerapan mekanisme feed in tariff dalam penetapan harga jual Energi Terbarukan;
dan
iii. Penyempurnaan Pengelolaan Energi panas bumi melalui pembagian risiko antara
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dan pengembang.
Target dan Tantangan Kelistrikan1. Target Rasio Elektrifikasi mencapai 99,7% pada 2025.
2. Target Rasio Elektrifikasi untuk 6 provinsi Indonesia Timur (Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat): ± 90% di tahun 2020
(RUPTL 2017–2026).
3. Di kawasan Asia Tenggara, Rasio Elektrifikasi Indonesia paling rendah (86,7%).
4. Tarif listrik per kWh masih tidak ekonomis.
HOW DO WE MOVE FORWARD?Rekor global di pasar EBT global: kesempatan bagi Indonesia
• Tahun 2016, 161 GW kapasitas baru EBT dipasang di seluruh dunia, meningkat 10% dari
tahun 2015.
• Total kapasitas EBT tahun 2016 meningkat 17% menjadi 921 GW tanpa hidro, dan
meningkat 8,7% menjadi 2.017 GW jika termasuk hidro.
• 161 GW ini memakan biaya US$242 miliar, investasi menurun 23% dari tahun 2015.
• Di akhir tahun 2016, lebih dari 24% total listrik dunia dihasilkan oleh EBT.
“The economic case for renewables as the backbone of our global energy system is
increasingly clear and proven. Offering ever greater bang-for-buck, renewables are quite
simply the cheapest way to generate energy in an ever-growing number of countries.”
—Christiana Figueres, former UN climate chief
Sumber: Guardian 2017
HOW DO WE MOVE FORWARD?Komparasi dan kolaborasi: lessons learned dari pengalaman global
Negara-negara yang akhir-akhir ini mengadakan tender untuk kontrak layanan
energi bersih (AQA 2017): komparasi harga $/MWh
Sumber: AQA 2017
Setelah bertahun-tahun konvensi, pertukaran, dan komitmen antarnegara
dalam kerangka PBB:• Pada akhir tahun 2015 terdapat 146 negara yang sudah memiliki kebijakan EBTKE.
• Pada akhir tahun 2015 juga terdapat 173 negara yang memiliki target EBTKE pada tingkat
nasional maupun daerah (REN21 2016).
➢ Kekurangan kebijakan int’l: kurangnya pendekatan supply chain management.
HOW DO WE MOVE FORWARD?Mendukung implementasi Circular Economy sebagai pendukung NDC
Mengkaji dan mendorong Circular Economy berbasis Reuse, Refurbish,
Remanufacture, Recycle (zero waste) sebagai pengganti Linear Economy
berbasis Take, Make, Dispose (wasteful)• Menginisiasi RUU Circular Economy agar menjadi payung hukum serta mengikat lintas K/L.
➢ Points of concern: insentif, penciptaan pasar, penegakan hukum, keselarasan
dengan indikator SDG nomor 9 (build resilient infrastructure, promote inclusive
and sustainable industrialization and foster innovation).
➢ Konsep Circular Economy adalah in-line dengan NDC: dalam kondisi circular
economy yang ideal, segala aktivitas ditopang oleh energi bersih.
• Mendukung peran swasta dalam upaya pendauran ulang dan diseminasi teknologi pro-
lingkungan.
• Meningkatkan kerja sama internasional untuk saling tukar dukungan, komitmen, ide dan
praktik terbaik (best practices).
➢ Preseden: Memorandum Saling Pengertian Antara Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dan Kementerian Infrastruktur dan
Lingkungan Hidup Kerajaan Belanda mengenai Kerjasama di Bidang Perubahan
Iklim, Pengelolaan Sampah, dan Circular Economy (23 November 2016).
• Perbandingan internasional: tahun 2015, Uni Eropa menerapkan Circular Economy Package
yang mendanai upaya implementasi serta mengeluarkan regulasi tentang sampah yang
memberikan insentif untuk program daur ulang.
HOW DO WE MOVE FORWARD?Kapitalisasi potensi pasar yang positif
Indonesia berada pada tingkat ke-7 dari 50 negara dalam 2015 Top
Markets Study. Pada tahun 2016 pasar teknologi lingkungan kita dinilai
sebesar US$6,3 miliar (International Trade Association, 2016).
HOW DO WE MOVE FORWARD?Pendanaan hijau: transparansi dan akuntabilitas setiap bantuan
Tujuan dan periode
Jumlah yang dibutuhkan
Triliun rupiah Miliar US$
Estimated resource envelope for emission
reduction effort (per 2014) 37,8 3,7
Dana Hijau yang tersedia Dikelola oleh Tipe
Global Environment Facility (GEF) UNFCCC
Multilateral
Adaptation Fund UN
Green Climate Fund (GCF) UNFCCC
Clean Technology Fund (CTF) The World Bank
Strategic Climate Fund (SCF) The World Bank
Pilot Programme for Climate Resilience (PPCR) The World Bank
Forest Investment Programme The World Bank
NAMAs UK and Germany Bilateral
ICCTFBappenas Multi-donors National
Channel
HOW DO WE MOVE FORWARD?Pendanaan hijau: TLFF sebagai contoh yang menjanjikan
“Current pledged capitalisation of $11.4 million and $4.85 million in technical assistance
support. One of the smaller actors in Indonesian climate finance…
Operationalization much slower than expected: as a result, while the ICCTF was
supposed to help strengthen coordination and coherence across international support for
climate action in Indonesia, as yet very little international funding to support
Indonesia to respond to climate change has been channelled through the Fund.
The success of the ICCTF depends on both international donors and national institutions
working through the Fund.”
— Overseas Development Institute (ODI), 2014
TROPICAL LANDSCAPES
FINANCE FACILITY
The Indonesian Parliament
welcomes and supports private
financing initiatives such as the
TLFF in order to achieve
Indonesia’s Funds for the Future,
urgently needed to achieve its NDC.
Obstacles in State-
Administered Multi
Donors Channel
HOW DO WE MOVE FORWARD?Dukungan dan pengawasan legislatif: menekankan inisiatif anggaran dan
langkah-langkah hijau
LULUCFLegal Reform, Peatland and Forest Governance, OneMap, Moratorium, Information Systems Licensing,Peatland water canal• Maintain and enhance forest carbon stocks throughconservation, sustainable forest management and / orrehabilitation and restoration of degraded forest land;and• Provide benefits to increasing environmentalservices, biodiversity, and the welfare of localcommunities / indigenous peoples.
POWER• Enhancing energy security & mitigating CO2emissions: to secure strategic reserve, to improveefficiency in energy production & use, to increasereliance on non fossil fuels and to sustain the domesticsupply of oil/gas (slower growth in fossil fuel-demandin oil/gas imports and in emissions).• Proposed energy technology use, diffusion anddeployment, increasing clean energy technologies.• High Efficiency Power Generation: Clean CoalTechnology, CHP Technology, etc.• Energy Efficiency in Industrial sector & Equipments.
TRANSPORTATION• The Adoption of European emission standards (Euro 4 on 2021 and Euro 5 on 2025) • Switching Modes of Transport • Low Sulfur Fuel and Low Emission Vehicle Policy (case study) - Diesel Fuel quality improvement:low sulfur (Beijing, Kunming, Guangzo, Shanghai, Hong Kong, India, Brazil) - Use of alternative Fuel: Non – Oil (New Delhi) - Tightening New Vehicle Emission Standards (Several cities in China, India and Santiago) - Adoption of high taxes for high- emission passenger vehicles (New Delhi, India) - Scrapping Policy: Switching to Euro 4 car (Beijing)
HOUSE SUPPORT1. Budget Support• Green Budget Initiative• Increasing Budget for adaptation and mitigation program and other Environment Function (currently at 1%); • Inclusion of green infrastructure indicator into macroeconomic framework in preparation of State Budget; • Fiscal Transfer; • Fiscal Support2. Legislation Support• Climate Change Law • Renewable Energy (Electricity) Law• Circular Economy Law
HOW DO WE MOVE FORWARD?Kaukus Ekonomi Hijau/Green Economy Caucus sebagai garis depan untuk
kolaborasi dan promosi legislasi hijau
RATIFICATION OF PARIS AGREEMENT
IN RECORD TIME
OVERSEEING THE IMPLEMENTATION
OF NDC ACROSS THE MINISTRIES
CAPACITY BUILDING FOR
PARLIAMENTARY SUPPORT
REDD+ Workshop with UNORCID: Capacity
Building for Legislative Staff Members (4 batches)
INITIATIVES & UNDERTAKINGS
COP 21:Parliamentary Forum at Pavilion Indonesia;SSE Leaders Luncheon on Climate Change;
Parliamentary Meeting with Nordic States
Bali Clean Energy Forum 2016
Dialogue Series: Paris Agreement and the
Way Forward for Indonesia
National Waste Day
Innovative Finance Forum: Sustaining
Indonesia’s Tropical Landscape
Climate Asia Report Launch
Climate Parliament Gathering, Shanghai, China
GLOBE 1st Climate Change Summit, London
GEC terdiri dari anggota DPR RI dari 3 komisi (Komisi VII, Komisi XI, dan Komisi I)
dan 5 fraksi (Golkar, PDIP, Gerindra, HANURA and PAN).
HOW DO WE MOVE FORWARD?GEC: inisiatif dan pencapaian
Pada tanggal 21 Februari 2014, GEC menandatangani MoU dengan
GLOBE International.
Anggota GEC, Dewi Coryati dan Mercy Barends,
memaparkan saat sesi tanya jawab di DPR RI.
GEC bersama Andrew Mitchell (Global Canopy
Programme), Pavan Sukhdev (GIST Advisory), dan Setya
Novanto (Ketua Fraksi Golkar).
Anggota GEC, Aryo Djojohadikusumo dan Satya Widya
Yudha di Parliamentary Forum, Pavilion Indonesia, COP 21.
HOW DO WE MOVE FORWARD?
GEC di pembukaan Tropical
Landscapes Finance Facility
(TLFF) bersama pimpinan
badan-badan PBB, pemerintah,
parlemen, dan aktor sektoral
utama.
Pimpinan Komisi VII dan Ketua GEC meratifikasi Paris Agreement bersama pimpinan berbagai
kementerian dalam sidang terbuka di DPR RI.
GEC: inisiatif dan pencapaian
BACKUP SLIDEProyeksi kebutuhan dana untuk pengembangan EBT hingga 2030