2
Pikiran Rakyat o Selasa o Rabu o Kamis C) Jumat o Sabtu Minggu 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 . @ 19 20 21 22 23 24 26 27 28 29 30 31 OPeb o Mar C')Apr OMei OJun eJul OAgs OSep OOkt ONov ODes "Saba Sastra" Sebagai Ene.,_ T AHUN 2005, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menge- luarkan kebijakan penera- pan bahasa Sunda sebagai muatan lokal (mulok) wajib bagi seluruh pelajar di tingkat Jawa Barat, mulai dari SD sampai SMA. Namun sama halnya dengan beberapa kebijakan lain, penerapan mulok bahasa Sun- da belum diikuti dengan kesiapan sarana dan prasarana pendukung kebijakan tersebut. Terbukti, hampir semua guru bi- dang studi bahasa Sunda bukan berlatar pendidikan bahasa Sunda. Padahal, kalau merujuk kebijakan pemerintah terkait sertifikasi guru yang menyebutkan bahwa profesio- nalitas guru dilihat dari materi pe- lajaran yang diberikan guru harus sesuai dengan latar pendidikan gu- ru tersebut, maka tentu belum pro- fesional dan tersertifikasi bila guru pendidikanjasmani (penjas) malah mengajar bahasa Sunda. Namun, justru begitulah potret pelajaran bahasa Sunda di Jawa Barat. Di Wilayah Galuh Selatan- Ciamis, misalnya. Di kawasan ini, sedikitnya ada tujuh SMA/SMK, te- tapi hanya seorang guru bahasa Sunda yang mengajar sesuai de- ngan bidang studi bahasa Sunda. Sisanya, mengajar dengan latar be- lakang pendidikan yang bukan ba- hasaSunda. Dampak yang terjadi, guru tidak punya pegangan cara mengajar. Mengajar jadi proses sambilan. Akibatnya, hasil yang diperoleh ti- dak maksimal. Bahasa Sunda ha- nya dianggap sebagai bahasa seha- ri-hari. Siswa ataupun guru tidak mendapat "nilai tambah" dari seka- dar pelajaran bahasa Sunda. Pada- hal, khazanah kearifan lokal, moral, dan etika yang terdapat dalam ba- hasa Sunda dapat menjadi landas- an manusia Sunda dalam berbuda- ya. Terlebih posisinya yang strategis diberikan sebagai mata pelajaran mulok wajib bagi siswa yang se- dang bertumbuh di tengah kepung- an budaya global. Namun, nasib se- tiap kebijakan yang dibuat memang selalu hanya bertumpu pada kertas, tidak diikuti dengan pemenuhan kebutuhan bagi terealisasikannya kebijakan tersebut. Ajip Rosidi pernah berkomentar keras saat Kota Bandung akan memberlakukan kebijakan mulok bahasaSunda pada 2007. Kebijak- an pemberlakukan bahasa Sunda sebagai mulok dipandang Ajip se- bagai kemunduran. Padahal, seha- rusnya bahasa Sunda justru menja- di bahasa pengantar ilmu pengeta- huan sehingga derajat bahasa Sun- da menjadi terangkat. Guru-guru mau mempelajari lebih jauh bahasa Sunda. Namun, pandangan ideal me- mang sering kali berseberangan de- ngan dunia nyata. Guru mengajar tidak sesuai dengan program studi (prodi) yang diberikan, ketersedia- an buku sebagai bahan ajar juga minim. Tak mengherankan bila an- tusiasme guru pada acara "Saba Sastra" yang diselenggarakan Pagu- yuban Panglawungan Sastra Sunda (PPSS) di Ciamis-Pangandaran, Se- lasa-Rabu (20-21/7), di Ciamis dan Pangandaran, sangat tinggi. Guru seperti mendapatkan "energi barn bagi perjalanan mengajar mereka. Gurumembaca Persoalan mendasar guru meng- ajar menurut pengarang dan warta- wan senior H.M. Usep Romli ber- tumpu pada minat guru dalam membaca. Semakin tinggi kecende- rungan guru mau membaca buku; semakin banyak peluang variasi da- lam mengajar. Dengan membaca, guru bukan saja mendapat menam- bah ilmu dan wawasan, tetapi juga membuka ruang kreasi dalam pe- mikiran-pemikirannya. Persoalan lain yang tampaknya sepele tetapi juga berarti dalam membangun situasi mengajar yang kondusif di kelas adalah gaul. Guru harus gaul. Seorang guru yang gaul dengan guru yang hanya mengan- dalkan mengajar pada sumber ba- han ajar, hasilnya akanjauh berbe- da dengan guru yang gaul. Guru ga- ul dapat menimba banyak penga- laman dari orang lain melalui per- gaulannya. Kendati begitu, potret bahasa Sunda saat ini memang da- lam posisi pabaliut. Banyak unsur serapan lain yang masuk ke dalam bahasa Sunda dan digunakan begi- tu saja tanpa mengindahkan etika berbahasa. Kondisi ini ditengarai karena semakin bercampurbaurnya berbagai kebudayaan manusia se- bagai dampak globalisasi. Akibat- nya, bukan semata mengundang senyum, tetapi juga memengaruhi Kliping Humas Unpad 2010 perilaku dan kepribadian anak-> anak tersebut secara budaya. Kon disi ini notabene tidak dapat dihin dari, mengingat keberadaan bahasa memang sifatnya senantiasa ber- ubah, selayaknya bagian dari bud ya yang sedang berubah. Dalam kaca mata Dr. Safrina No- orman, hambatan guru mengajar bergantung pada teks yang diguna- kan. Bila teks (bahan ajar) yang di gunakan hanya bersumber terba- tas, jangan mengharapkan "feed- back" lebih dari guru saat meng- . ajar. Teks bahan ajar yang variatif akan menjadikan pelajaran itu me- narik. Akan tetapi persoalannya, Safrina mengakui, sangat sedikit sumber ataupun bahan ajar yang beragam. Apalagi pelajaran bahasa Sunda juga dikategorikan sebagai muatan lokal (mulok) sehingga sa- ngat terbatas para penulis yang mau menulis untuk kepentingan tersebut. Potret ini, menurut pupuhu PPS Dra. Etti R.S., M.S., dapat ditengahi dengan adanya kebijakan pemerin- tah untuk mendukung penerbitan buku-buku sumber yang lebih ber gam. Pada tahun 2008, Pemprov Jabar pernah mengundang sejum- lah penerbit untuk memberikan buku-buku yang pantas direkome ,- dasikan sebagai bahan ajar dan sumber pendukung pembelajaran bahasa Sunda di sekolah. Namun sampai sekarang, buku-buku yang sudah dikirimkan penerbit untuk direkomendasikan pemerintah be- lummuncul. Pemprov Jabar belum (juga) memberikan rekomendasi bagi bu- ku-buku sebagai bahan ajar dan sumber yang pantas untuk diguna- kan guru. Padahal kebijakan terse- but, menurut Etti, cukup strategis. Secara budaya, guru lebih mau membeli buku yang direkomenda- sikan pemerintah dibandingkan de- ngan membeli buku atas inisiatif sendiri. Budaya ini mestinya men- jadi alasan bagi pemerintah untuk mempercepat proses pembubuhan rekomendasi tersebut. Keuntunga lainnya, pembubuhan rekomend . dapat merangsang para penulis un- tuk lebih bergiat melahirkan buku dan karya terbarn. Siswa berkarya Berbeda dari "Saba Sastra" sebe- lumnya, "Saba Sastra" yang ke VI

PikiranRakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/07/pikiranraktyat-25072010... · ERIYANTI/"PR" PENYAIR yang juga komposer laqu-laqu Sunda, Dian Hendrayana,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PikiranRakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/07/pikiranraktyat-25072010... · ERIYANTI/"PR" PENYAIR yang juga komposer laqu-laqu Sunda, Dian Hendrayana,

Pikiran Rakyato Selasa o Rabu o Kamis C) Jumat o Sabtu • Minggu

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15. @19 20 21 22 23 24 26 27 28 29 30 31OPeb oMar C')Apr OMei OJun eJul OAgs OSep OOkt ONov ODes

"Saba Sastra" Sebagai Ene.,_TAHUN 2005, Pemerintah

Provinsi Jawa Barat menge-luarkan kebijakan penera-

pan bahasa Sunda sebagai muatanlokal (mulok) wajib bagi seluruhpelajar di tingkat Jawa Barat, mulaidari SD sampai SMA.Namun samahalnya dengan beberapa kebijakanlain, penerapan mulok bahasa Sun-da belum diikuti dengan kesiapansarana dan prasarana pendukungkebijakan tersebut.

Terbukti, hampir semua guru bi-dang studi bahasa Sunda bukanberlatar pendidikan bahasa Sunda.Padahal, kalau merujuk kebijakanpemerintah terkait sertifikasi guruyang menyebutkan bahwa profesio-nalitas guru dilihat dari materi pe-lajaran yang diberikan guru harussesuai dengan latar pendidikan gu-ru tersebut, maka tentu belum pro-fesional dan tersertifikasi bila gurupendidikanjasmani (penjas) malahmengajar bahasa Sunda.

Namun, justru begitulah potretpelajaran bahasa Sunda di JawaBarat. Di Wilayah Galuh Selatan-Ciamis, misalnya. Di kawasan ini,sedikitnya ada tujuh SMA/SMK, te-tapi hanya seorang guru bahasaSunda yang mengajar sesuai de-ngan bidang studi bahasa Sunda.Sisanya, mengajar dengan latar be-lakang pendidikan yang bukan ba-hasaSunda.

Dampak yang terjadi, guru tidakpunya pegangan cara mengajar.Mengajar jadi proses sambilan.Akibatnya, hasil yang diperoleh ti-dak maksimal. Bahasa Sunda ha-nya dianggap sebagai bahasa seha-ri-hari. Siswa ataupun guru tidakmendapat "nilai tambah" dari seka-dar pelajaran bahasa Sunda. Pada-hal, khazanah kearifan lokal, moral,dan etika yang terdapat dalam ba-hasa Sunda dapat menjadi landas-an manusia Sunda dalam berbuda-ya.

Terlebih posisinya yang strategisdiberikan sebagai mata pelajaranmulok wajib bagi siswa yang se-dang bertumbuh di tengah kepung-an budaya global. Namun, nasib se-tiap kebijakan yang dibuat memangselalu hanya bertumpu pada kertas,tidak diikuti dengan pemenuhankebutuhan bagi terealisasikannyakebijakan tersebut.

Ajip Rosidi pernah berkomentarkeras saat Kota Bandung akan

memberlakukan kebijakan mulokbahasaSunda pada 2007. Kebijak-an pemberlakukan bahasa Sundasebagai mulok dipandang Ajip se-bagai kemunduran. Padahal, seha-rusnya bahasa Sunda justru menja-di bahasa pengantar ilmu pengeta-huan sehingga derajat bahasa Sun-da menjadi terangkat. Guru-gurumau mempelajari lebih jauh bahasaSunda.

Namun, pandangan ideal me-mang sering kali berseberangan de-ngan dunia nyata. Guru mengajartidak sesuai dengan program studi(prodi) yang diberikan, ketersedia-an buku sebagai bahan ajar jugaminim. Tak mengherankan bila an-tusiasme guru pada acara "SabaSastra" yang diselenggarakan Pagu-yuban Panglawungan Sastra Sunda(PPSS) di Ciamis-Pangandaran, Se-lasa-Rabu (20-21/7), di Ciamis danPangandaran, sangat tinggi. Guruseperti mendapatkan "energi barnbagi perjalanan mengajar mereka.Guru membacaPersoalan mendasar guru meng-

ajar menurut pengarang dan warta-wan senior H.M. Usep Romli ber-tumpu pada minat guru dalammembaca. Semakin tinggi kecende-rungan guru mau membaca buku;semakin banyak peluang variasi da-lam mengajar. Dengan membaca,guru bukan saja mendapat menam-bah ilmu dan wawasan, tetapi jugamembuka ruang kreasi dalam pe-mikiran-pemikirannya.

Persoalan lain yang tampaknyasepele tetapi juga berarti dalammembangun situasi mengajar yangkondusif di kelas adalah gaul. Guruharus gaul. Seorang guru yang gauldengan guru yang hanya mengan-dalkan mengajar pada sumber ba-han ajar, hasilnya akanjauh berbe-da dengan guru yang gaul. Guru ga-ul dapat menimba banyak penga-laman dari orang lain melalui per-gaulannya. Kendati begitu, potretbahasa Sunda saat ini memang da-lam posisi pabaliut. Banyak unsurserapan lain yang masuk ke dalambahasa Sunda dan digunakan begi-tu saja tanpa mengindahkan etikaberbahasa. Kondisi ini ditengaraikarena semakin bercampurbaurnyaberbagai kebudayaan manusia se-bagai dampak globalisasi. Akibat-nya, bukan semata mengundangsenyum, tetapi juga memengaruhi

Kliping Humas Unpad 2010

perilaku dan kepribadian anak->anak tersebut secara budaya. Kondisi ini notabene tidak dapat dihindari, mengingat keberadaan bahasamemang sifatnya senantiasa ber-ubah, selayaknya bagian dari budya yang sedang berubah.

Dalam kaca mata Dr. Safrina No-orman, hambatan guru mengajarbergantung pada teks yang diguna-kan. Bila teks (bahan ajar) yang digunakan hanya bersumber terba-tas, jangan mengharapkan "feed-back" lebih dari guru saat meng- .ajar. Teks bahan ajar yang variatifakan menjadikan pelajaran itu me-narik. Akan tetapi persoalannya,Safrina mengakui, sangat sedikitsumber ataupun bahan ajar yangberagam. Apalagi pelajaran bahasaSunda juga dikategorikan sebagaimuatan lokal (mulok) sehingga sa-ngat terbatas para penulis yangmau menulis untuk kepentingantersebut.

Potret ini, menurut pupuhu PPSDra. Etti R.S., M.S., dapat ditengahidengan adanya kebijakan pemerin-tah untuk mendukung penerbitanbuku-buku sumber yang lebih bergam. Pada tahun 2008, Pemprov

Jabar pernah mengundang sejum-lah penerbit untuk memberikanbuku-buku yang pantas direkome ,-dasikan sebagai bahan ajar dansumber pendukung pembelajaranbahasa Sunda di sekolah. Namunsampai sekarang, buku-buku yangsudah dikirimkan penerbit untukdirekomendasikan pemerintah be-lummuncul.

Pemprov Jabar belum (juga)memberikan rekomendasi bagi bu-ku-buku sebagai bahan ajar dansumber yang pantas untuk diguna-kan guru. Padahal kebijakan terse-but, menurut Etti, cukup strategis.Secara budaya, guru lebih maumembeli buku yang direkomenda-sikan pemerintah dibandingkan de-ngan membeli buku atas inisiatifsendiri. Budaya ini mestinya men-jadi alasan bagi pemerintah untukmempercepat proses pembubuhanrekomendasi tersebut. Keuntungalainnya, pembubuhan rekomend .dapat merangsang para penulis un-tuk lebih bergiat melahirkan bukudan karya terbarn.Siswa berkaryaBerbeda dari "Saba Sastra" sebe-

lumnya, "Saba Sastra" yang ke VI

Page 2: PikiranRakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/07/pikiranraktyat-25072010... · ERIYANTI/"PR" PENYAIR yang juga komposer laqu-laqu Sunda, Dian Hendrayana,

ERIYANTI/"PR"

PENYAIR yang juga komposer laqu-laqu Sunda, Dian Hendrayana, memberikan arahan pada lokakarua "SabaSastra 2010" di SMAN 1Pangandaran, Galuh Selatan. *

II ini diisi dengan lokakarya untukpelajar. Dalam workshop yang di-gelar di Pangandaran, pelajar daritujuh SMA/SMK dapat mengapre-siasi karya dari para pelaku sastra,seperti Dian Hendrayana yangmembahas musikalisasi puisi,Asep Ruhimat (penulisan karyasastra), dan Rosyid E. Abby (peng-adaptasian karya sastra ke dalamdrama).

Ruang baru "Saba Sastra" ini bu-kan hanya mengenalkan bahasadan sastra Sunda lebih dekat kepa-da siswa, tetapi juga menjadikankarya sastra sebagai karya yang"hidup" untuk diapresiasi. DianHendrayana misalnya, bukan ha-nya mengenalkan karya sastra dan

, bukan karya sastra. Akan tetapi, iajuga menjadikan karya sastra seba-gai karya seni yang dapat dinikrna-ti banyak orang. Sebuah puisi yangbaik, menurut Dian, tampak daripemilihan kata (diksi) yang digu-nakan dan makna (pesan) yang di-sampaikan. Sebuah puisi akan da-pat menjadi lagu melalui pemak-naan kata dari puisi tersebut, Con-toh, kata cipanon (air mata-red.)tentulah akan menggambarkan se-

-buah kesedihan atau suasana sedihsehingga melodi yang dipilih punharus mampu menggambarkan ke-sedihan itu.

Di dunia drama begitujuga. Sut-radara Rosyid E. Abby yang telahmengerjakan banyak pementasanberhasil menyulut semangat siswauntuk mendedah satu puisi karyaW.S. Rendra menjadi naskah dra-ma. Hasilnya, sebuah monologmenarik dengan vokal teruji yangdipergelarkan siswa. Semua kerjakreatif ini tentu saja menjadi at-mosfer baru yang menarik bagisiswa yang notabene sama haus-nya dengan para guru dalam men-dapatkan hal-hal baru berkenaandengan bahasa dan sastra Sunda.

Dalam pendangan Heri Heriadi,pengarang dan penulis skenario,lokakarya seperti ini sesungguh-nya jauh lebih efektif dibanding-kan dengan diklat yang diberikankepada guru. Hal itu dapat dilihatdari tingkat antusiasme dan sikapspontan siswa saat mengikuti kegi-atan. Siswa juga dapat memilihkecenderungannya pada bahasadan sastra. Dengan demikian,Rembelajaran bahasa dan sastra

Sunda yang notabene cendenlillgmonotonjustrujauh lebih "hi up"dan berenergi.

Apalagi pada "Saba Sastra" kaliini dihadirkan pula sejarahwanProf. Dr. Nina Herlina Lubis yangmembahas tentang sejarah Galuhdan perannya dalam sejarah ke-sundaan. Wawasan-wawasan se-perti itu yang diinginkan para gu-ru. Selain terdapat kepentinganuntuk bahan ajar, juga ada ke e-katan secara emosional terhadappotensi kedaerahannya.

Sayang, karena "Saba Sastra" inihanya digelar sehari di masing-masing tempat, energi yang dibe-rikan masih tercerai-berai, Pada-hal, bila saja Pemprov Jabar, Un-pad, dan Yayasan Masyarakat Se-jarah Indonesia (YMSI) selakupendukung acara memberikawaktu lebih, dipastikan akan ter-bentuk klub-klub baru pecinta ba-has a dan sastra di Galuh Selatan,yang tentusaja tidak lagi sebatasmempelajari bahasa dan sastraSunda tetapi juga micinta dan mi-kanyaah (mencintai dan merrya- .yangi) bahasa dan sastra Sun a.(Eriyanti/"PR")***