Upload
pietra-jaya
View
221
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
REKAM MEDIS
1.1. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. Ririn
Umur : 26 tahun
Alamat : Jln. Sukaraja Sp. Padang, OKI, Sumsel
Suku Bangsa : WNI
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
MRS : 18 Mei 2013
1.2. ANAMNESIS
Anamnesis Umum (tanggal 18 Mei 2013 pukul 13.40 WIB)
Riwayat Obstetri : G3P1A1
No Tempat
Bersalin
Tahun Hasil
Kehamilan
Jenis
Persalinan
ANAK
Kelamin Berat Keadaan
1 Mantri 2001 Aterm Spontan Perempuan 3400 gr Baik
2 Abortus 2005
3 Hamil ini 2013
Riwayat Kehamilan Lalu
Preeklampsi-eklampsia/hiperemesis : (-)
Perdarahan post partum : (-)
Penyakit-penyakit lain : (-)
Trauma (kecelakaan lalu lintas) : (-)
Operasi yang lalu : (-)
1
Riwayat kehamilan sekarang
Haid : Teratur, siklus 28 hari
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : Biasa
HPHT : 10/9/2012
Taksiran persalinan : 17/6/2013
Lama Hamil : 34-35 minggu
Nafsu makan : Baik
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Gerakan anak dirasakan : 3 bulan yang lalu
Periksa hamil : Periksa ke bidan
Riwayat Persalinan
Dikirim oleh : RSUD Kayu Agung
His mulai sejak tanggal : -
Darah lendir sejak : -
Rasa Mengedan : -
Ketuban sudah pecah sejak : -
Riwayat Perkawinan : 2 kali, lama perkawinan pertama 12 tahun, lama
perkawinan kedua 1 tahun
Riwayat Sosial ekonomi : Sedang
Riwayat gizi : Sedang
Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Hamil kurang bulan dengan keluar darah dari kemaluan dan
anak letak lintang
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Os datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak ±1 bulan yang lalu,
banyaknya ±2 kali ganti pembalut, lalu os control ke RSUD di Bangka dan
2
dirawat ±2 hari. Riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang (-). Riwayat
keluar air-air (-). Riwayat trauma (-). Riwayat perut diurut-urut (-). ±2 minggu
SMRS os mengeluh keluar darah lagi dari kemaluannya, berwarna merah,
banyaknya ±2 kali ganti pembalut, lalu os periksa kembali ke RSUD Kayu
Agung dan dirawat selama ±3 hari. ±1 minggu SMRS os mengeluh keluar darah
lagi dari kemaluannya berwarna merah kecokelatan banyaknya ±3 kali ganti
pembalut dan disertai gumpalan darah, lalu os dirawat selama ±7 hari di RSUD
Kayu Agung dan dikatakan hamil kurang bulan dengan keluar darah dari
kemaluan dan disarankan untuk operasi melahirkan, karena tempat operasi tidak
bias dipakai lalu os dirujuk ke RSMH. Os mengaku hamil kurang bulan dan
gerakan anak masih dirasakan.
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Sedang
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/mnt
Frekuensi pernafasan : 20x/mnt
Suhu : 36,5°C
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 169 cm
Bentuk badan : piknikus
Konjungtiva palpebra : Pucat +/+
Sklera : Ikterik -/-
Gizi : Baik
Payudara hiperpigmentasi : (+/+)
Jantung : Gallop (-), murmur (-)
3
Paru-paru : Vesikular (+), wheezing (-), ronki (-)
Hati dan lien : Sulit dinilai
Edema pretibial : (-/-)
Varices : (-/-)
Refleks fisiologis : (+/+)
Refleks patologis : (-/-)
Status Obstetri
Pemeriksaan luar: Tanggal : 18 Mei 2013 pukul 13.40 WIB
TFU 4 jbpx (26 cm), melintang, punggung dorso superior, his (-), DJJ 138x/m,
TBJ 2015 g.
Pemeriksaan Dalam:
Tidak dilakukan
Inspekulo : Tanggal 18 Mei 2013 pukul 13.40 WIB
Portio livide, OUE tertutup, flour (-), fluxus (+), darah tidak aktif E/L/P (-),
ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai.
Pemeriksaan panggul:
Tidak dilakukan
1.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 9,7 gr/dl
Leukosit : 10.200/mm3
LED : 26 mm/jam
Trombosit : 288.000/mm3
Diff. Count : 0/0/1/70/26/3 %
1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG :
Janin tunggal, hidup, intrauterin
Biometri : BPD 80,8 mm
AC 300 mm
FL 59,9 mm
4
EFU 2130 g
Ketuban cukup SP 5,2 cm
Plasenta korpus posterior menutupi OUI
Kesimpulan : Usia kehamilan 34-35 minggu dengan PPT JTH letak lintang
1.6. DIAGNOSIS KERJA
G3P1A1 hamil 34-35 minggu dengan HAP e.c PPT dengan perdarahan aktif +
anemia sedang belum inpartu, JTH letak lintang.
1.7. PROGNOSIS
Ibu : dubia
Janin : dubia
1.8. PENATALAKSANAAN
1. Rencana terminasi perabdominal
2. Observasi tanda vital, DJJ, his, perdarahan
3. Ekspektatif
4. IVFD RL gtt xx/m
5. Injeksi Cefotaxime 2x1 gram IV, skin test
6. Nifedipine 3x10 mg
7. Cek laboratorium (darah rutin, urin rutin)
5
BAB II
PERMASALAHAN
2.1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2.2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?
2.3. Apakah penyebab terjadinya plasenta previa pada penderita ini?
2.4. Bagaimana prognosis ibu untuk kehamilan selanjutnya?
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi dan Klasifikasi
Plasenta previa adalah suatu keadaan dimana plasenta
berimplantasi pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang
normal ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim, atau di daerah
fundus uteri (Ohio State University, 2003)
Gambar 1. Implantasi normal plasenta
Plasenta previa dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Hanafiah,
2004) :
a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4-5 cm :
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm
teraba plasenta menutupi OUI
2. Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta
- Plasenta previa lateralis posterior, bila sebagian plasenta
menutupi OUI bagian belakang
- Plasenta previa lateralis anterior, bila sebagian plasenta
menutupi OUI bagian depan
7
3. Plasenta previa marginalis, bila sebagian kecil atau hana pinggir
OUI yang ditutupi plasenta
b. Menurut Cunningham (2007) :
1. plasenta previa totalis, yaitu seluruh ostium uteri internum tertutupi
oleh plasenta
2. plasenta previa parsialis, yaitu sebagian ostium uteri internum
tertutupi oleh plasenta
3. plasenta previa marginalis, yaitu bila pinggir plasenta tepat berada
di pinggir ostium uteri internum
4. Low-laying plasenta (plasenta letak rendah), yaitu tepi plasenta
terletak pada 3-4 cm dari tepi ostium uteri internum
Gambar 2. Klasifikasi Plasenta previa. A. Implantasi plasenta yang normal. B. Low-laying placenta (Plasenta letak rendah) C. Plasenta parsialis D. Plasenta
previa totalis
3.2. Epidemiologi
Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 200 kelahiran, tetapi hanya
20% termasuk dalam plasent aprevia totalis. Insiden meningkat 20 kali pada
grande multipara. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa
merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus difikirkan lebih
dahulu (Miller, 2009)
8
3.3. Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya arena atrofi endometrium atau
kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :
1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Kuretase yang berulang
4. Usia lanjut
5. Bekas seksio sesarea
6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan
dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada
perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) (Martaadisoebrata, 2005)
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus
tumbuh menjadi luas untuk memenuhi kebutuhan janin. Plasenta yang
tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum.
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu tempat yang rendah di dekat ostium
uteri internum (Martaadisoebrata, 2005). Plasenta previa juga dapat terjadi
pada plasenta yang besar dan luas seperti pada eritroblastosis, diabetes
mellitus atau kehamilan multiple (Stoppler, 2005)
Menurut Sarwono (2005), plasenta previa tidak selalu terjadi pada
penderita dengan paritas yang tinggi akibat vaskularisasi yang berkurang
atau terjadinya atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau. Plasenta
yang letaknya normal dapat memperluas permukaannya sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum, seperti pada kehamilan kembar.
3.4. Patofisiologi
Menurut DeChemey dan Nathan (2003), perdarahan pada plasenta
previa mungin berhubungan dengan beberapa mekanisme sebagai berikut :
9
a. Pelepasan plasenta dari tempat implantasi selama pembentukan segmen
bawah rahim atau selama terjadi pembukaan ostium uteri internum atau
sebagai akibat dari manipulasi intravagina (Vaginal Toucher)
b. Infeksi pada plasenta
c. Rupture vena desidua basalis
3.5. Gejala Klinik
1. Perdarahan tanpa nyeri
Perdarahan pada plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh,
tetapi tidak menutup kemungkinan perdarahan dapat terjadi sebelum
bulan ketujuh dan perdarahan sebelum bulan ketujuh member gambaran
yang tidak berbeda dari abortus. Perdarahan pada plasenta previa
disebabkan pergerakan antara plasenta dan dinding rahim. Setelah bulan
ke-4 terjadi regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat
tumbuhnya dari rahim sendiri. Akibatnya ismus uteri tertarik menjadi
bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah rahim
(Martaadisoebrata, 2005).
Dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan
perdarahan. Sementara dalam persalinan, his pembukaan menyebabkan
perdarahan karena bagian plasenta diatas atau didekat ostium akan
terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa bersifat
berulang-ulang karena setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan
diding rahim akan menyebabkan reganan dinding rahim dan tarikan pada
serviks akan berkurang dan dengan bertambahnya usia kehamilan
regangan akan bertambah dan menimbulkan perdarahan baru
(Martaadisoebrata, 2005).
2. Bagian terendah anak masih tinggi karena plasenta terletak pada kutub
bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas
panggul (Martaadisoebrata, 2005)
3. Pada plasenta previa, ukuran rahim berkurang sehingga sering disertai
dengan kelainan letak (Martaadisoebrata, 2005)
10
4. Perdarahan pasca persalinan
Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan pasca
persalinan karena kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada
dinding rahim (plasenta akreta), daerah perlekatan luas dan kontraksi
segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme penutupan pembuluh
darah pada insersi plasenta tidak baik.
5. Infeksi Janin
Selain itu, kemungkinan infeksi janin besar karena luka plasenta
lebih dekat pada ostium dan merupakan port d entrée yag mudah tercapai
dan pasien biasnaya akan mengalami anemia karena perdarahan
sehingga daya tahan tubuhpun akan berkurang.
3.6. Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang (Wiknjosastro, 2005) :
o Anamnesa yang sesuai dengan gejala klinis, yaitu terjadi perdarahan
spontan dan berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.
o Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi : telihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar
- Palpasi abdomen : janin sering belum cukup bulan sehingga fundus
uteri masih rendah, sering disertai kelainan letak janin, bagian
terbawah janin belum turun, pada presentasi kepala, biasanya kepala
masih dapat digoyang atau terapung, bila pemeriksa sudah cuku
pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah
rahim, terutama pada ibu yang kurus.
- Inspekulo : Pada pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat
diketahui asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varisen
yang pecah dan lain-lain. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai (Johnson, 2003).
- Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan karena dapat menyebabkan
perdarahan pervaginam yang lebih deras
11
o Pemeriksaan Penunjang :
- Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan
USG abdomen.
3.7. Diagnosa Banding
Gejala dan tandaFaktor
predisposisiPenyulit lain Diagnosis
- Perdarahan tanpa nyeri
- Usia gestasi > 22
minggu
- Darah segar arau
kehitaman dngan
bekuan
- Perdarahan dapat
terjadi setelah miksi
atau defekasi, aktifitas
fisik, koitus
- Multipara
- Mioma uteri
- Usia lanjut
- Kuretase
berulang
- Bekas SC
- Merokok
- Syok
- Perdarahan setelah
koitus
- Tidak ada
kontraksi uterus
- Bagian terendah
janin tidak masuk
PAP
- Bisa terjadi gawat
janin
Plasenta
previa
- Perdarahan dengan
nyeri intermitten atau
menetap
- Warna darah kehitaman
dan cair, tapi mungkin
ada bekuan jika solusio
relative baru
- Jika ostium terbuka,
terjadi perdarahan
berwarna merah segar
- Hipertensi
- Versi luar
- Trauma
abdomen
- Polihidrambion
- Gemeli
- Defisiensi gizi
- syok yang tidak
sesuai dengan
jumlah darah
(tersembunyi)
- anemia berat
- melemah atau
hilangnya denyut
jantung janin
- gawat janin
- uterus tegang dan
nyeri
Solusio
plasenta
- perdarahan - Riwayat seksio - Syok atau Ruptur
12
intraabdominal dan atau
vaginal
- nyeri hebat sebelum
perdarahan dan syok
yang kemudian hilang
setelah terjadi regangan
hebat pada perut bawah
(kondisi ini tidak kas)
sesarea
- Partus lama
atau kasep
- Disproporsi
kepala panggul
- Kelainan
letak/presentasi
- Persalinan
traumatik
takikardia
- Adanya cairan
bebas
intraabdominal
- Hilangnya gerak
atau DJJ
- Bentuk uterus
abnormal atau
konturnya tidak
jelas
- Nyeri raba/tekan
dinding perut dan
bagian-bagian
janin mudah
dipalpasi
uteri
- perdarahan berwarna
merah segar
- uji pembekuan darah
tidak menunjukkan
adanya bekuan darah 7
menit
- rendahnya factor
pembukan darah,
fibrinogen, trombosit,
fragmentasi sel darah
- solusio plasenta
- janin mati
dalam rahim
- eklampsia
- emboli air
ketuban
- perdarahan gusi
- gambaran memar
bawah kulit
- perdarahan dari
tempat suntikan
jarum infus
Gangguan
pembekuan
darah
3.8. Tatalaksana
Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera dirujuk
ke rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi, tanpa
dilakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu. Perdarahan yang pertama kali
jarang mengakibatkan kematian. Bila pasien dalam keadaan syok karena
13
perdarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan ummnya dengan
pemberian infus atau transfusi darah (Hanafiah, 2005)
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :
- Keadaan umum pasien, kadar Hb
- Jumlah perdarahan yang terjadi
- Umur kehamilan/taksiran BB janin
- Jenis plasenta previa
- Paritas dan kemajuan persalinan
Penanganan pasien dengan plasenta previa ada 2 macam, yaitu :
1. Penanganan Pasif/ Ekspektatif
Kriteria penanganan ekspektatif :
- Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
- Perdarahan sedikit
- Belum ada tanda-tanda persalinan
- Keadaan umum baik, kadar Hb 8% atau lebih
- Janin masih hidup
Perdarahan pada plasenta previa pertama kali terjadi biasanya
sebelum paru-paru janin matur sehingga penanganan pasif ditujukan untuk
meningkatkan survival rate janin. Langkah awal adalah transfusi untuk
mengganti kehilangan darah dan penggunaan agen tokolitik untuk mencegah
persalinan prematur sampai usia kehamilan 36 minggu. Sesudah kehamilan
36 minggu, penambahan maturasi paru-paru janin dipertimbangkan dengan
beratnya resiko perdarahan mayor. Sekitar 75% kasus plasenta previa
diterminasi pada umur kehamilan 36-38 minggu (Hanafi, 2005).
Penderita dengan usia kehamilan antara 24-34 minggu diberikan
preparat tunggal betamethason (12 mg im 2x1) untuk meningkatkan
maturasi paru janin. Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat dirumah sakit
sampai berat anak ± 2500 gram atau kehamilan sudah sampai 37 minggu.
Selama ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokasi plasenta dengan
pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Penderita plasenta
14
previa juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan terjadinya
infeksi yangdisebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin.
Setelah kondisi stabil dan terkontrol, penderita diperbolehkan pulang dengan
pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan berulang
(Nathan, 2003)
2. Penanganan Aktif/ Terminasi kehamilan
Terminasi kehamilan dilakukan jika janin yang dikandung telah
matur, IUFD atau terdapat anomali dan kelainan lain yang dapat
mengurangi kelangsungan hidupnya, pada perdarahan aktif dan banyak
Keriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan :
- Umur kehamilan >/= 37 minggu, BB janin >/= 2500 gr
- Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
- Ada tanda-tanda persalinan
- Keadan umum pasien tidak baik, ibu anemis Hb < 8 gr% (Hanafi,
2005)
Pada wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam
yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa
memandang maturitas janin.
Ada 2 pilihan cara persalanan, yaitu persalinan pervaginam dan seksio
sesarea. Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin
menekan bagian plasenta yang berdarah selama peralinan berlangsung,
sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan mengangkat sumber
perdarahan, memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi
mengentikan perdarahannya dan mengindari perlukaan serviks dan segmen
bawah uterus yang rapuh apabila dilakukan persalinan pervaginam
(Wiknjosastro, 2005)
15
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta.
Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
A. Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis
dengan pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah
ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh
kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah,
akselerasi dengan infus oksitosin
B. Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan
tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks
tidak dilakukan pada janin yang masih hidup
C. Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri
beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang
efektif untuk menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan
pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah
meninggal dan perdarahan tidak aktif.
Pemecahan selaput ketuban merupakan cara pilihan untuk
melangsungkan persalinan pervaginam, karena (1) bagian terbawah janin
akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah; dan (2) bagian
plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah
uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus lebih lanjut
dapat dihindarkan (Wiknjosastro, 2005)
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio
sesarea. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung untuk
seksio sesarea. Perdarahan banyak dan berulang merupakan indikasi mutlak
seksio sesarea. Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa
marginalis atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm
dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Tetapi jika dengan
16
pemecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul, maka
seksio sesaria harus segera dilakukan (Hanafiah, 2004)
Persiapan untuk resusitasi janin perlu dilakukan. Kemungkinan
kehilangan darah harus dimonitor sesuadah plasenta dilahirkan. Penurunan
hemoglobin 12 mg/dl dalam 3 jam atau sampai 10 mg/dl dalam 24 jam
membtuhkan transfusi segera. Komplikasi post operasi yang paling sering
dijumpai adalah infeksi masa nifas dan anemia. Tindakan seksio sesarea
pada plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama jga
dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu, seksio sesaria jga
dilakukan pada plasenta previa walaupun anak sudah mati (Nathan, 2003)
3.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa,
adalah:
1. Perdarahan antepartum
2. Perdarahan post partum
3. Syok hipovolemik
4. Infeksi
5. Abortus
6. Prolaps plasenta
7. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu
dibersihkan dengan kerokan
8. Robekan jalan lahir
9. Bayi prematur atau lahir mati (Peediacayil, 1992)
3.10. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat kematian ibu karena plasenta previa
seharusnya dapat ditanggulangi. Sejak dilakukan penangan pasif pada tahun
1945, kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang
peran utama. Dengan persalinan seksio sesarea, fasilitas transfusi darah, dan
metode anestesi yang benar kematian ibu dapat diturunkan sampai kurang
17
dari 1%. Sedangkan kematian perinatal yang dihubungkan dengan plasenta
previa sekitar 10% (Peedicayil, 1992)
18
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada tanggal 18 Mei 2013, Ny. R berusia 26 tahun, alamat dalam kota,
kebangsaan Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga datang ke RSMH dengan
keluhan keluar darah dari kemaluan sejak +1 bulan yang lalu, banyaknya ±2 kali
ganti pembalut, lalu os kontrol ke RSUD di Bangka dan dirawat ±2 hari. Riwayat
perut mules yang menjalar ke pinggang (-). Riwayat keluar air-air (-). Riwayat
trauma (-). Riwayat perut diurut-urut (-). ±2 minggu SMRS os mengeluh keluar
darah lagi dari kemaluannya, berwarna merah, banyaknya ±2 kali ganti pembalut,
lalu os periksa kembali ke RSUD Kayu Agung dan dirawat selama ±3 hari. ±1
minggu SMRS os mengeluh keluar darah lagi dari kemaluannya berwarna merah
kecokelatan banyaknya ±3 kali ganti pembalut dan disertai gumpalan darah, lalu
os dirawat selama ±7 hari di RSUD Kayu Agung dan dikatakan hamil kurang
bulan dengan keluar darah dari kemaluan dan disarankan untuk operasi
melahirkan, karena tempat operasi tidak bisa dipakai lalu os dirujuk ke RSMH. Os
mengaku hamil kurang bulan dan gerakan anak masih dirasakan.
Berdasarkan anamnesis, adanya keluhan keluar darah dari kemaluan pada
masa kehamilan dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti plasenta previa,
solusio plasenta, ruptura uteri dan kelainan pembekuan darah. Akan tetapi adanya
perdarahan tanpa nyeri, usia gestasi > 22 minggu, darah yang keluar merupakan
darah berwarna merah dan kadang kecokelatan disertai dumpalan darah dapat
menyingkirkan diagnosis solusio plasenta, ruptura uteri dan gangguan pembekuan
darah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan
20x/menit, suhu 36,5 0C, konjungtiva palpebra kanan dan kiri pucat, dan keadaan
organ lainnya dalam batas normal. Secara umum pasien dalam kondisi baik dan
Palpebra pucat pada pasien ini kemngkinan disebabkan oleh perdarahan yang
19
dialaminya.
Pemeriksaan luar didapatkan TFU 4 jbpx (26 cm), melintang, punggung
dorso superior, his (-), DJJ 138x/m, TBJ 2015 g. Pemeriksaan inspekulo
didapatkan Portio livide, OUE tertutup, flour (-), fluxus (+), darah tidak aktif
E/L/P (-), ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai. Pemeriksaan dalam dan
pemeriksaan panggul tidak dilakukan untuk mengindari terjadinya perdarahan
yang lebih banyak dan komplikasi lainnya. Tinggi fundus uteri 4 jari dibawah
procecus xhypoideus menunjukan usia kehamilan pasien berkisar antara 34-35
minggu dengan janin melintang. Secara umm janin dalam kondisi baik yang
terlihat dari denyut jantung janin 138x/menit yang masih berada dalam batas
normal.
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan ginekologi, diagnosis
banding seperti solusio plasenta dapat disingkirkan karena pada solusio plasenta
perdarahan disertai dengan nyeri yang intermittent dan menetap, warna
perdarahan pun biasanya lebih gelap. Diagnosis banding ruptura uteri juga dapat
disingkirkan dengan hal yang serupa, yaitu pada pasien perdarahan tidak disertai
dengan nyeri.
Dari anamnesis, pemeriksaan ginekologi serta pemeriksaan penunjang yang
didapatkan maka pasien ini didiagnosa plasenta previa.
Dalam menangani kasus plasenta previa kondisi ibu dan janin harus sangat
diperhatikan. Pada kasus ini penatalaksanaan yang perlu dilakukan adalah
observasi keadaan ibu dan janin yang meliputi tanda vital ibu, His, denyut jantung
janin dan perdarahan yang dialami oleh pasien, pemberian IVFD RL gtt xx/menit,
injeksi cefotaxime 2x1 gr IV, nifedipine 3x10 mg dan merencanakan tindakan
terminasi kehamilan perabdominal.
Plasenta previa dapat terjadi pada keadaan-keadaan endometrium yang
kurang baik dan keadaan ini bisa ditemukan pada kondisi multipara terutama jika
jarak antara kehamilan pendek, mioma uteri, kuretase berulang, usia lanjut, bekas
seksio sesarea dan perubahan akibat inflamasi dan atrofi yang dapat terjadi pada
wanita perokok atau pemakai kokain. Pada kasus ini penyebab plasenta previa
belum dapat ditentukan.
20
Prognosis ibu dan janin quo ad vitam dan functionam adalah dubia. Secara
umum prognosis ibu dan janin ditentukan oleh seberapa hebat perdarahan dan
seberapa cepat penanganan awal terhadap kasus plasenta previa ini. Dengan
persalinan seksio sesarea, fasilitas transfusi darah, dan metode anestesi yang benar
kematian ibu dapat diturunkan sampai kurang dari 1%.
21
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu adanya tanda-
tanda plasenta previa
5.2. Penyebab plasenta previa berhubungan dengan kondisi endometrium
yang kurang baik. Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian ini
adalah peningkatan usia ibu (>35 tahun), multiparitas, riwayat kuretase
berulang, bekas seksiosesarea dan merokok.
5.3. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat yaitu dengan observasi
keadaan ibu dan janin yang meliputi tanda vital ibu, His, denyut
jantung janin dan perdarahan yang dialami oleh pasien, pemberian
IVFD RL gtt xx/menit, injeksi cefotaxime 2x1 gr IV, nifedipine 3x10
mg dan merencanakan tindakan terminasi kehamilan perabdominal
5.4. Prognosis ibu dan janin quo ad vitam dan functionam adalah dubia.
Secara umum prognosis ibu dan janin ditentukan oleh seberapa hebat
perdarahan dan seberapa cepat penanganan awal terhadap kasus
plasenta previa ini. Dengan persalinan seksio sesarea, fasilitas
transfusi darah, dan metode anestesi yang benar kematian ibu dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%.
22
DAFTAR PUSTAKA
Cunningam, F. Gary; Gant, Norman F; Leveno Md. 201. Williams Obstetrics. 21st.
McGraw-Hill Professional
Hanafiah, T.M, 2004. Plasenta Previa, online,
(http:/www.Library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-tmhanafiah2.pdf, diakses
tanggal 26 Mei 2013)
Johnson LG, Sergio F and Lorenzo G. 2003. The relationship of placenta previa and
history of induced abortion. International Journal of Gynaecology and
Obstetrics. 81(2): 191–198.
Lestari, W. 2007. Hubungan Antara Paritas Dengan Kejadian Perdarahan
Antepartum. Universitas Indonesia.
Martaadisoebrataa Djamhoer, Wijayanegara Hidayat, dkk. 2005. Obstetri Patologi.
Jakarta. EGC.
Ohio State university, 203. Placenta Previa. Online,
http://medicalcenter.osu.edu/PatientEd/Materials/PDFDocs/women-in
pregnancy/placent.pdf, diakses tanggal 26 Mei 2013
Sumapraja S dan Rachimhadi T. 2005. Perdarahan Antepartum dalam: Wiknjosastro
H. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp:
365-85.
Wardana GA dan Karkata MK. 2007. Faktor Risiko Plasenta Previa . CDK 34: 229-
32.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiharjo. Jakarta
23