Click here to load reader
Upload
bobby-faisyal-rakhman
View
51
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PNEUMONIA
Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)
disebut pneumonitis.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang
merupakan penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk
proses non infeksi. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur paru normal
kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan antara lain oleh staphylococcus
atau kuman gram negative terbentuk jaringan parut atau fibrosis.
Diagnosis pneumonia harus didasarkan kepada pengertian patogenesis penyakit hingga
diagnosis yang dibuat mencakup bentuk manifestasi, beratnya proses penyakit dan etiologi
pneumonia. Cara ini akan mengarahkan dengan baik kepada terapi empiris dan pemilihan
antibiotic yang paling sesuai terhadap mikroorganisme penyebabnya.
Pneumonia Komuniti (PK) adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar RS,
sedangkan Pneumonia Nosokomial adalah Pneumonia yang terjadi > 48 jam atau lebih setelah
dirawat di RS, baik di ruang rawat umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator.
Pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV) adalah Pneumonia yang
terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pada Pneumonia yang di dapat di
Pusat Perawatan Kesehatan (PPK) termasuk pasien yang dirawat oleh perawatan akut di RS
selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal di rumah perawatan,
mendapat AB intravena, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi
ataupun dating ke klinik RS atau klinik Hemodialisa.
Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting untuk
memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita
dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan
oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Dari kepustakaan, pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak
disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri
anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram
negatif.
Etiologi Pneumonia Komuniti
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram
positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negatif.
Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta,
Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan
mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :
o Klebsiella pneumoniae 45,18%
o Streptococcus pneumoniae 14,04%
o Streptococcus viridans 9,21%
o Staphylococcus aureus 9%
o Pseudomonas aeruginosa 8,56%
o Steptococcus hemolyticus 7,89%
o Enterobacter 5,26%
o Pseudomonas spp 0,9%
Etiologi Pneumonia atipik
Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai bakteri
atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza
tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.
Patogenesis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imunitas) inang,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat
ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris, serta prognosis dari pasien.
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi
di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal
atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi
dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada
keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi
orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan
terjadi pneumonia.
Pada pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.
Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran
napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis
mikroorganisme yang sama.
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet
sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang infuse oleh Staphylococcus aureus,
sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter. Dijumpai
peningkatan patogenitas/jenis kuman akibat adanya berbagai mekanisme, terutama oleh S.
Aureus, B. Catarrhalis, H. influenza, dan Enterobacteriacae. Juga oleh berbagai bakteri enteric
gram negative.
Patologi
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak
bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis
sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan
antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah
PMN yang banyak.
4. Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit
dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray
hepatization' ialah konsolodasi yang luas.
Diagnosis
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat
terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks
saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan
petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada
20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Diagnosis Pneumonia Komuniti
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis, foto
toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
• Batuk-batuk bertambah
• Perubahan karakteristik dahak / purulen
• Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
• Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
• Leukosit > 10.000 atau < 4500
Penilaian derajat Keparahan penyakit
Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan menggunakan
sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti
tabel di bawah ini :
Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah
ini.
Kriteria minor:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah > 50%
• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal
atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu
dari kriteria dibawah ini.
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang
mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan
membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2
kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik <
90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan
Ruang Rawat Intensif.
Penatalaksanaan
1. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
a. Istirahat ditempat tidur
b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
c. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
d. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antibiotik kuran dari 8 jam
2. Penderita Rawat Inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
a. Pemberian terapi oksigen
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pemberian antibiotik kuran dari 8 jam
3. Penderita rawat inap di ruang rawat intensif
Pengobatan suportif / simptomatik
a. Pemberian terapi oksigen
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pemberian antibiotik kuran dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.
Prognosis
Kejadian PK di USA adalah 3,4 – 4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu dirawat di
R.S. Secara Umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%. Namun
dapat menigkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenzadi USA
merupakan penyebab kematian no.6 dengan kejadian sebesar 59% sebagian besar pada lanjut
usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%.
Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan “faktor perubah” yang ada pada pasien.
PNEUMONIA NASOKOMIAL
Definisi
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam
dirawat dirumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum masuk
rumah sakit.
Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam
setelah pemasangan intubasi endotrakeal.
Etiologi
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti.
Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR)
misalnya S. Pneumoniae, H.influenzae, Methicillin sensitive staphylococcus aureus (MSSA) dan
kuman MDR misalnya pseudomonas aeruginosa, escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Acinetobacter SPP dan gram positive seperti Methicillin Resistence staphylococcus aureus
(MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang
terjadi.
Etiologi tergantung pada 3 faktor yaitu tingkat berat sakit, adanya risiko untuk jenis
patogen tertentu dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
Faktor risiko utama untuk patogen tertentu pada Pneumonia Nosokomial
Patogen Factor risiko
o Staphylococcus aureus
Methicillin resisten S.aureus
o Ps. aeruginosa
o Anaerob
o Acinobachter spp
oKoma, cedera kepala, influenza,
pemakaian obat IV, DM,gagal ginjal
oPernah dapat antibiotik, ventilator
>2 hari lama dirawat di ICU, terapi
steroid/antibiotik, kelainan struktur
paru (bronkiektasis, kistik fibrosis),
malnutrisi
oAspirasi, selesai operasi abdomen
oAntibiotik sebelum onset
pneumonia dan ventilasi mekanik.
Patogenesis
Patogen yang sampai ke trakea terutama berasal dari aspirasi bahan orofaring, kebocoran
melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber bahan patogen yang mengalami
kolonisasi di pipa endotrakeal. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke
dalam saluran napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal
membersihkan inokulum dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi
pneumonia. Sehingga PN terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk saluran napas
bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme
pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (epitel cilia dan mucus), humoral (antibody dan
complement) dan selular (leukosit polinuklear,makrofag,limfosit, dan sitokinnya). Kolonisasi
terjadi akibat adanya berbagai factor inang dan terapi yang telah dilakukan yaitu adanya penyakit
penyerta yang berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lainnya dan tindakan
invasive pada saluran pernafasan. Mekanisme lain adalah pasasi bakteri pencernaan ke paru,
penyebaran hematogen dan akibat tindakan intubasi.
Faktor predisposisi atau faktor risiko pneumonia nosokomial dibagi menjadi 2 bagian:
1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, DM, alkoholisme, azotemia),
perawatan rumah sakit yang lama,koma,pemakaian obat tidur, perokok, intubasi
endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu
operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat diluar paru dan cidera paru akut
(acute lung injury) serta bronkiektasis.
2. Faktor eksogen
a Pembedahan
Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan, yaitu
torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%), dan operasi abdomen bawah (5%).
b Penggunaan antibiotik
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif
terhadap streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan.
Sebagai contoh pemberian antibiotik golongan pemisilin mempengaruhi flora normal
di orofaring dan saluran pencernaan. Sebagaimana diketahui streptococcus merupakan
flora normal di orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan
bakteri gram negatinve. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah
bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negative di orofaring.
c Peralatan terapi pernapasan
Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri psedomonas aeruginosa dan
bakteri gram negative lainnya sering terjadi.
d Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negative di lambung karena asam
lambung dengan Ph <3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan.
Pemberian antasid/penyekat H2 yang mempertahankan Ph >4 menyebabkan
peningkatan kolonisasi bakteri gram negative aerobik lambung, sedangkan larutan
enteral mempunyai pH netral 6,4-7,0
e Lingkungan rumah sakit
o petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur
o penatalaksanaan dan pemakaian alat-alat yang tidak sesuai prosedure seperti alat
bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter
o pasien dengan kuman MDR tidak dirawat diruang isolasi
Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP
o pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
o dirawat dirumah sakit > 5 hari
o tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut
o penyakit imunosupresi dan pemberian pemberian imunoterapi
o ada faktor risiko pneumonia nosokomial
o ada penyakit/ terapi yang bersifat imunosupresi
Klasifikasi pneumonia nasokomial
Berdasarkan American Thoracic Society (ATS), dengan melihat 3 faktor sebagai mana
dibawah ini:
1. Beratnya penyakit pneumoni:
- ringan – sedang
- berat
2. Faktor resiko
3. Onset dari penyakit pneumonia
-onset dini (<5 hari)
-onset lanjut (>5 hari)
Maka pnemonia nasokomial dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
Kelompok 1 : pneumonia ringan- sedang onset setiap saat dan tidak ada faktor
resiko atau pneumonia berat dengan onset dini dan tidak ada
faktor resiko
Kelompok 2: pneumonia ringan- sedang, faktor resiko spesifik dan onset setiap
waktu
Kelompok 3: pneumonia berat onset setipa waktu dengan faktor resiko spesifik
dan atau pneumonia berat dengan onset lambat dan tidak ada faktor
resiko
Kriteria pneumonia berat:
1. Dirawat diruang rawat intensif karena pneumonia atau gagal nafas
2. Gagal nafas yang memerlukan alat bantu nafas mekanik atau membutuhkan
O2 lebih dari 35% untuk mempertahankan saturasi O2 lebih dari 90%
3. Perubahan radiologis secara progresif, pneumonia multilobar atau kaviti dari
infiltarat paru
4. Taerdapat sepsis dengan hipotensi denagn atau disfungsi organ termasuk:
- Syok (tekanan sistolik<90 mmhg atau diastolik < 60 mmhg0
- Memerlukan vasopresor >4 jam
- Jumlah urin < 20 ml/jam atau jumlah urin 80 ml/4jam
- Gagal ginjal akut yang memerlukan dialisis
Diagnosis
Kriteria diagnosis pneumonia nosokomial menurut Centers for Disease Control and Prevention
(CDC):
1. Ronki atau dullness pada perkusi torak. Ditambah salah satu:
a. Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya
b. Isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirasi transtrakeal, biopsi, atau sapuan
bronkus
2. Gambaran radiologis berupa infiltrat baru yang progresif, konsolidasi, kavitas, atau
efusi pleura dan salah satu dari a,b, atau c di atas
a. isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret respirasi
b. Titer antibodi tunggal yang diagnostik (IgM), atau peningkatan 4 kali titer IgG dari
kuman
3. pasien sama atau < 12 tahun dengan 2 dari gejala berikut: apnea, takipnea, bradikardia,
wheezing, ronki, atau batuk, disertai salah satu dari: peningkatan produksi sekresi
respirasi atau salah satu dari kriteria no.2 diatas
4. pasien sama atau < 12 tahun yang menunjukan infiltrat baru atau progresif, kavitas,
konsolidasi, atau efusi pleura pada foto torak. Ditambah salah satu dari kriteria no.3 di
atas.
Pengobatan
Pengobatan didasarkan atas klasifikasi pneumonia nosokomial menurun ATS yaitu:
Kelompok 1
- Kuman penyebab : Enterobacter spp, E.Coli, Klebsiela spp, Proteus spp, S.marcescens,
H.influenzae, S.pneumonia, S.aureus
- Obat pilihan : sefalosforin generasi 2 atau 3 non psudomonas, beta laktam ditambah
inhibitor beta laktamase.
- Jika alergi penisilin dapat diberikan fluorokuinolon atau klindamisin ditambah
aztreonam
Kelompok 2
- Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E.Coli, Klebsiela spp, Proteus spp,
S.marcescens, H.influenzae, S.pneumonia, S.aureus
- Kuman penyebab tambahan: Anaerob, MRSA,ligeonela spp, P.aeruginosa
- Obat pilihan : sefalosforin generasi 2 atau 3 non psudomonas, beta laktam ditambah
inhibitor beta laktamase.
- Jika alergi penisilin dapat diberikan fluorokuinolon atau klindamisin ditambah
aztreonam
- Jika dicurigai anaerob diberikan klindaminin atau metronidazol atau beta laktam
ditambah inhibitor beta laktamase
- Jika dicurigai legionella spp : makrolid atau fluorokuinolon
- Jika dicurigai MRSA diberikan vancomisin
- Jika dicurigai P.aeruginosa diberikan sesuai dengan kelompok 2
Kelompok 3
- Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E.Coli, Klebsiela spp, Proteus spp,
S.marcescens, H.influenzae, S.pneumonia, S.aureus
- Kuman penyebab tambahan : P.aeruginosa, Acenobacter spp, S. Maltophilia, MRSA
- Obat pilihan : Aminoglikosid dikombinasi dengan salah satu dibawah ini ;
1. Penisilin anti psudomonas
2. Piperasilin + tasobaktam
3. Seftasidin atau sefoperason
4. Imipenem
5. Meropenem
6. Sefepin
Harus dipikirkan kemungkinan terdapat infeksi P.aeruginosa atau Acinebacter atau MRSA. Pada
keadaan-keadaan ini diperlukan pengobatan antibiotik kombinasi. Jika terdapat S.maltopilia
dapat diberikan kontrimoksasol atau sefalosporin generasi 4.
Pencegahan
Pencegahan pneumonia nasokomial ditukan kepada upaya program pengawasan dan
pengontrolan infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi dan praktek
pengontrolan infeksi. Pada pasien dengan gagal organ ganda, skor APACHE yang tinggi dan
penyakit dasar yang dapat berakibat fatal perlu diberikan terapi pencegahan. Terdapat berbagai
faktor terjadinya PN. Dari berbagai faktor tersebut beberapa faktor penting tidak bisa dikoreksi.
Beberap faktor dapat dikoreksi untuk mengurangi terjadinya PN, yaitu antara lain dengan
pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat sitoproktektif
sebagai pengganti antagonis H2 dan antasid.
Prognosis
Rekomendasi dalam pengolaan aktor resiko yang dapat diubah
Faktor inang
- Nutrisi adekuat, makanan enteral dengan selang nasogastrik
- Redukis atau penghentian terapi imunosupresif
- Cegah ekstubasi yang tidak derencanakan (tangan diikat,beri sedasi)
- Tempat tidur yang kinetik
- Spirometer incentife, nafas dalam, kontrol rasa nyeri
- Mengobati penyakit dasar
- Menghindari penghambat histamin tipe 2 dan antasida
Faktor alam
- Kurangnya obat sedative dan paralitik
- Hindari overdistensi lambung
- Hindari intubasi dan reintubasi
- Pencabutan selang endotrakeal dan nasogastrik yang tercerna
- Posisi setengah duduk (30-40 derajat)
- Jaga saluran ventilator bebas dari kondensasi
- Tekanan ujung slang endotrakeal lebih dari 20 cmH2O (menjaga kebocoran
patogen ke saluran napas bawah
- Aspirasi sekresi epiglotis yang kontinue
Faktor lingkungan
- Pendidikan
- Menjaga prosedure pengontrol infeksi oleh staf
- Program Pengontrolan infeksi
- Mencuci tangan, disinfektasi peralatan.
Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50 % yang bisa mencapai 70% bila termasuk
yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah
akibat bakteriemi terutama oleh Ps.Aeruginosa atau Acinobacter spp.