Upload
masyitha-wahid
View
30
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN
POLA DISTRIBUSI SPESIES TUMBUHAN
MASYITHA WAHID091404169
ICP
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR2011
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di lingkungan sekitar kita, seringkali terlihat tumbuhan dengan spesies
yang sama tumbuh bersama-sama secara berkelompok. Namun, ada pula jenis
spesies lainnya yang tumbuh saling berjauhan satu sama lain secara acak.
Meskipun terkesan tidak memiliki pola, namun tumbuhan-tumbuhan tersebut
tidak terdistribusi secara kebetulan. Perbedaan kondisi lingkungan, sumberdaya,
dan gangguan adalah beberapa faktor yang mempengaruhi dinamika populasi dan
pola distribusi spesies. Ketika suatu spesies mampu bertahan pada lingkungan
tertentu, maka pola penyebaran, pola pertumbuhan, serta kecepatan reproduksi
dapat mencerminkan adaptasi spesies tumbuhan tersebut dengan lingkungannya.
Penyebaran spesies di dalam komunitas dapat mencerminkan informasi yang
banyak mengenai hubungan antara spesies. Namun lingkungan yang berbeda tidak
hanya mempengaruhi dan memodifikasi distribusi dan kelimpahan individu, tetapi
sekaligus merubah laju pertumbuhan, produksi biji, pola percabangan, area daun,
area akar, dan ukuran individu.
Pola-pola penyebaran adalah khas untuk setiap spesies dan jenis habitat.
Secara umum pola penyebaran tumbuhan di alam dapat dikelompokkan kedalam 3
pola, yaitu acak (random), mengelompok (clumped), dan teratur (regular).
Berbagai faktor lingkungan mempengaruhi pola-pola distribusi spesies pada suatu
ekosistem, sehingga pola distribusi spesies pada suatu tempat menjadi berbeda satu
sama lain. Pemahaman mengenai penentuan pola distribusi spesies yang
mencerminkan kisaran geografis (geographical range) suatu spesies adalah hal
pokok pada setiap analisis dalam ekologi komunitas dan biogeografi. Untuk dapat
memahami lebih dalam tentang tata cara penentuan pola-pola distribusi spesies
serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi distribusi spesies di alam, maka
dilaksanakanlah praktikum ekologi tumbuhan dengan judul “Distribusi Spesies.”
B. Tujuan
Praktikum ini dilaksanakan untuk mengetahui berbagai pola distribusi
spesies di alam.
C. Manfaat
Setelah melaksanakan praktikum ini, mahasiswa akan memiliki
pemahaman tentang berbagai pola distribusi spesies di alam.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Distribusi spesies adalah cara di mana takson biologis teratur secara spasial.
Konsep serupa adalah rentang spesies. Sebuah rentang spesies yang sering diwakili
dengan peta berbagai spesies. Ilmuan mencoba untuk memahami faktor-faktor yang
menentukan distribusi spesies. Pola distribusi tidak permanen untuk setiap spesies.
Pola distribusi dapat berubah secara musiman, sebagai tanggapan terhadap
ketersediaan sumber daya, dan juga tergantung pada skala di mana mereka terlihat.
(Anonimc. 2011).
Biogeografi adalah ilmu yang mempelajari distribusi tumbuhan dan binatang
di bumi ini. Di dalam biogeografi terdapat bidang biogeografi ekologi, yatu
mempelajari hubungan antara lingkungan dan organisme untuk mengetahui kapan
dan dimana organisme tersebut ditemukan. Organisme memerlukan tempat khusus
untuk hidup yang disebut habitat. Habitat sangat tergantung pada iklim, yang meliputi
ketersediaan air, kelembaban, suhu, cahaya matahari, dan angin. Faktor lingkungan
ini yang akhirnya menentukan pola persebaran flora dan fauna (Anonimb. 2011).
Tumbuhan tidak terdistribusi secara kebetulan di alam. Perbedaan kondisi
lingkungan, sumberdaya, dan gangguan adalah beberapa faktor yang mempengaruhi
dinamika populasi dan pola distribusi spesies. Perbedaan kondisi lingkungan tidak
hanya memodifikasi distribusi dan kelimpahan individu tetapi juga mengubah laju
pertumbuhan, produksi biji, pola percabangan, area penutupan, area akar, dan ukuran
individu. Distribusi, survival, serta pola pola pertumbuhan dan reproduksi
mencerminkan adaptasi tumbuhan terhadap lingkungan khusus (Barbour, 1987).
Organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan
fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik,
sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup.
Pengertian ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya
mikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem
kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan". Kehadiran,
kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat
ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada
dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan
hukum toleransi (Anonima. 2011).
Perbedaan kondisi lingkungan tidak hanya memodifikasi distribusi dan
kelimpahan individu tetapi juga mengubah laju pertumbuhan, produksi biji, pola
percabangan, area penutupan, area akar, dan ukuran individu. Distribusi, survival,
serta pola pola pertumbuhan dan reproduksi mencerminkan adaptasi tumbuhan
terhadap lingkungan khusus (Barbour, 1987).
Di dalam suatu wilayah geografis populasi, kepadatan lokal bisa bervariasi
secara mendasar karena lingkungan membentuk patch-patch (tidak semua daerah
menjadi habitat yang sama baiknya) dan karena individu-individu memperlihatkan
pola jarak dalam hubungannya dengan anggota-anggota lain populasi tersebut. Patch
adalah sebidang tanah kecil yang berbeda dari yang lain terutama karena ditumbuhi
jenis tumbuhan yang berbeda. Pola penyebaran yang paling umum adalah
pembentukan rumpun (clump), dengan individu-individu berkelompok di dalam
patch-patch. Tumbuhan bisa menjadi terumpun pada tempat-tempat tertentu dimana
kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungan lain mendukung untuk perkecambahan
dan pertumbuhan. Pengaturan jarak secara acak atau random (penyebaran yang tidak
dapat diprediksi dan tidak berpola) terjadi karena tidak adanya tarik-menarik atau
tolak-menolak yang kuat di antara individu-individu dalam suatu populasi; posisi
masing-masing individu tidak bergantung pada individu lain (Campbell, 2004).
Menurut Campbel (2004), pemahaman mengenai penentuan tempat tinggal (kisaran)
geografis (geographical range) suatu spesies adalah hal pokok pada setiap analisis
dalam ekologi komunitas dan biogeografi. Tiga penjelasan umum yang dapat
dijelaskan mengenai terbatasnya suatu spesies untuk tempat hidup yang khusus saat
ini:
1. Spesies kemungkinan tidak pernah tersebar melebihi daerah batasannya saat ini
2. Spesies perintis yang menyebar melebihi daerah hidup yang diamati gagal untuk
bertahan hidup
3. Selama waktu evolusioner, spesies itu telah menarik diri dari daerah yang luas
ke daerah yang ditempatinya saat ini
Ludwig dan Reynolds (1988) menyatakan bahwa pola penyebaran tumbuhan
dalam suatu komunitas bervariasi dan disebabkan beberapa faktor yang saling
berinteraksi antara lain: (i) faktor vektorial (intrinsik), yaitu: faktor lingkungan
internal seperti angin, ketersediaan air, dan intensitas cahaya, (ii) faktor kemampuan
reproduksi organisme, (iii) faktor sosial yang menyangkut fenologi tumbuhan, (iv)
faktor koaktif yang merupakan dampak interaksi intraspesifik, dan (v) faktor
stokhastik yang merupakan hasil variasi random beberapa faktor yang berpengaruh.
Syafei (1994) menyebutkan bahwa faktor-faktor lingkungan yaitu iklim, edafik
(tanah), topografi dan biotik antara satu dengan yang lain sangat berkaitan erat dan
sangat menentukan kehadiran suatu jenis tumbuhan di tempat tertentu, namun cukup
sulit mencari penyebab terjadinya kaitan yang erat tersebut.
Setiap spesies tumbuhan, memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk
hidup, sehingga persyaratan hidup setiap spesies berbeda-beda, dimana mereka hanya
menempati bagian yang cocok bagi kehidupannya. Clement (1978, dalam Barbour et
al, 1987) menyimpulkan setiap tumbuhan merupakan hasil dari kondisi tempat
dimana tumbuhan itu hidup, sehingga tumbuhan dapat dijadikan sebagai indikator
lingkungan.
Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi tumbuhan yang mencapai
klimaks dan mampu hidup di tempat tersebut. Kegiatan anggota komunitas
tergantung penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor fisik dan biotik yang ada
di tempat tersebut. Dengan demikian pada suatu komunitas, pengendali kehadiran
spesies dapat berupa satu atau beberapa spesies tertentu atau dapat juga sifat fisik
habitat. Namun tidak ada batas yang jelas antara keduanya, sebab keduanya dapat
beroperasi bersama-sama atau saling mempengaruhi (Barbour et al, 1987).
Distribusi semua tumbuhan di alam dapat disusun dalam tiga pola dasar, yaitu
acak, teratur, dan mengelompok. Pola distribusi demikian erat hubungannya dengan
kondisi lingkungan. Organisme pada suatu tempat bersifat saling bergantung,
sehingga tidak terikat berdasarkan kesempatan semata, dan bila terjadi gangguan pada
suatu organism atau sebagian faktor lingkungan akan berpengaruh terhadap
keseluruhan komunitas (Barbour et al, 1987).
Menurut Greig-Smith (1983), bila seluruh faktor yang berpengaruh terhadap
kehadiran spesies relatif sedikit, maka faktor kesempatan lebih berpengaruh, dimana
spesies yang bersangkutan berhasil hidup di tempat tersebut. Hal ini biasanya
menghasilkan pola distribusi.
Tumbuhan yang hidup secara alami pada suatu tempat, membentuk suatu
kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungan yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan hidup
bersama (asosiasi), dan hubungan timbal balik (interaksi) yang saling
menguntungkan, sehingga terbentuk suatu derajat keterpaduan (Resosoedarmo,
1989).
BAB III
METODE PENGAMATAN
A. Waktu dan Tempat
Hari/ tanggal : Minggu, 18 Desember 2011
Waktu : 08.00 – 01.00 WITA
Tempat : Lapangan Fakultas Teknik, Universitas Negeri Makassar.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Plot
b. Meteran
c. Tali rafia
d. Gunting
e. Kamera
2. Bahan
a. Tumbuhan yang terdapat pada Lapangan Fakultas teknik UNM
C. Langkah Kerja
1. Menentukan area yang akan diobservasi distribusi spesiesnya, yakni daerah
terbuka, semi-ternaung, dan daerah ternaung.
2. Pada masing-masing daerah observasi, diambil sampel sebanyak 200 plot,
dengabn ukuran plot 2 x 2 m2 secara acak.
3. Memperhitungkan kerapatan individu untuk setiap spesies dimulai dari 0, 1, 2,
3, 4, dan 5 individu. Bila jumlah individu suatu spesies dalam satu plot lebih
dari 5 individu maka dianggap 5 individu.
4. Menyusun data yang didapat, untuk mengetahui apakah tumbuhan
terdistribusi secara acak atau non acak dengan menggunakan analisis poison
dengan rumus:
X2 = (Pengamatan – Harapan) 2 Harapan
5. Pada taraf signifikansi tertentu apabila X2 hitung lebih besar dari X2 tabel
maka spesies tumbuhan tersebut pola distribusinya adalah secara tidak acak,
dan sebaliknya bila X2 hitung < X2 tabel maka pola distribusinya adalah
secara acak.
6. Untuk mengetahui yang tersebar secara tidak acak tersebut apakah
mengelompok atau reguler, dilakukan perhitungan perbandingan varian :
mean. Menurut Blackman (1942) dalam Smith (1984), bila dari perhitungan
rasio Varian : mean hasilnya kurang dari 1, maka tumbuhan tersebut
terdistribusi secara reguler, dan sebaliknya bila hasilnya lebih dari 1, maka
tumbuhan tersebut terdistribusi secara mengelompok.
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Pola Distribusi Tumbuhan Lahan Terbuka
Spesies Pola Distribusi
Acak Berkelompok Regular
Mimosa invisa V - - Samanea saman - v -Pennisetum purpureum - - VMimosa pudica V - -Clitoria ternatea V - -Ipomea reactans - v -Muntingia calabura - v -Vernonia cinerea - v -Cyperus rotundus - v -Kyllinga sp. - - VEclipta prostata - - -Musa paradisiaca - - -
TOTAL 3 5 2
2. Pola Distribusi Tumbuhan Lahan Semi Ternaung
Spesies Pola Distribusi
Acak Berkelompok RegularPhyllanthus niruri - v -
Mimosa pudica - v -Mimosa invisa - v -
Penisetum purpureum - - VMuntia calabura - v -
Fimristy sp - v -Imperata cylindrica - v -Passiflora foetida - v -Eclipta prostata - v -
Sida sp - v -Paspalum conjugatum - - V
TOTAL 0 9 2
3. Pola Distribusi Tumbuhan Lahan Ternaung
Spesies Pola Distribusi
Acak Berkelompok Regular
Panicum virgatum - v -
Brachiaria decumbens - v -
Setaria verticillata - v -
Pueraria phaseoloides - v -
Mikania gigantica - v -
Sida guri - v -
Musa paradisiaca - v -
Paspalum notatum - V -
TOTAL 0 8 0
B. Pembahasan
Praktikum ekologi tumbuhan dengan judul Analisis Pola Distribusi
Tumbuhan, yang dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2011, dengan meninjau
beberapa lokasi berbeda yakni area terbuka, semi ternaung dan ternaung. Metode
yang digunakan pada praktikum ini adalah metode plot dengan sebaran tumbuhan
secara acak. Setiap area baik terbuka, semi ternaung dan ternaung akan dijadikan area
observasi dengan dengan menggunakan plot dengan ukuran 2x2 meter. Pada
praktikum kali ini jumlah plot yang akan di amati adalah 200 plot dengan sebaran
acak.
Pengamatan terhadap pola distribusi tumbuhan tersebut dilakukan dengan
mencatat semua jenis (nama spesies) tumbuhan serta jumlah dengan rentang 0-5 yang
berada dalam plot yang berukuran 2x2 meter. Kemudian dengan menggunakan
analisis data chi square maka kemudian ditentukan bagaiman pola distribusi
tumbuhan tersebut. Diawali dengan menentukan H0 sebagai spesies berpola distribusi
acak, kemudian dari perbandingan X2 hitung dan X2 tabel dapat diketahui apakah H0
diterima atau ditolak. Jika X2 hitung lebih besar dari X2 tabel (X2 hitung> X2 tabel)
maka H0 ditolak. Berarti kemungkinan persebarannya adalah berkelompok atau acak.
Jika nilai Variansi dibagi rata-rata lebih besar dari 1 maka spesies tersebut berpola
distribusi berkelompok. Jika nilai variansi dibagi rata-rata lebih kecil dari satu maka
spesies tersebut berpola distribusi regular.
Menurt Crawley (1986), bahwa lingkungan akan berubah dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Bersamaan dengan itu terjadi pula perubahan vegetasi, baik
komposisi spesies penyusunnya maupun frekuensinya. Perbedaan kondisi lingkungan
tersebut dapat juga akan mempengaruhi pola distribusi suatu spesies. Di samping itu,
pola penyebaran tersebut juga dipengaruhi oleh cara dispersal dari spesies tumbuhan.
Pola distribusi spesies di alam secara garis besar dibedakan atas 3 pola, yaitu
pola acak, pola mengelompok dan teratur atau reguler.
1) Pola penyebaran secara acak
Pola ini menggambarkan penyebaran tumbuhan secara sembarang atau acak,
artinya setiap spesies tidak mempunyai arah dan posisi terhadap lokasi tertentu, serta
spesies yang sama. Penyebaran seperti ini jarang terdapat di alam. Penyebaran ini
biasanya terjadi apabila faktor lingkungan sangat beragam untuk seluruh daerah
dimana populasi berada, selain itu tidak ada sifat-sifat untuk berkelompok dari
organisme tersebut. Dalam tumbuhan ada bentuk-bentuk organ tertentu yang
menunjang untuk terjadinya pengelompkan tumbuhan.
2) Pola mengelompok
Pola ini terjadi dalam satu area yang cukup sempit di permukaan bumi oleh
beberapa spesies. Artinya dalam suatu wilayah tertentu, hadirnya suatu spesies akan
diikuti oleh spesies yang sama.
Barbour et al (1987) menyatakan bahwa ada dua alasan yang menyebabkan
timbulnya pola distribusi tumbuhan mengelompok yaitu : Pertama, apabila suatu
tumbuhan perkembangbiakannya dengan menggunakan biji atau buah yang ada
kecenderungan untuk jatuh di dekat induknya, dan bagi tumbuhan yang
berkembangbiak secara vegetatif melalui umbi, rhizoma yang tentunya individu baru
akan berada di sekitar induknya. Kedua, adalah berhubungan dengan lingkungan
mikro, di mana habitat yang homogen pada lingkungan makro terdiri atas beberapa
mikrositus yang berbeda yang memungkinkan tumbuhan tersebut dapat tumbuh pada
lingkungan yang sesuai. Pada mikrositus yang paling sesuai kerapatan populasi
spesies akan menjadi lebih tinggi.
3) Pola teratur
Pola distribusi tumbuhan secara teratur jarang terjadi di alam. Pola distribusi
secara teratur artinya jarak antara satu individu dengan individu lain pada spesies
yang sama dalam satu wilayah adalah sama atau hampir sama. Keadaan seperti ini
hanya terjadi pada ekosistem buatan, seperti persawahan dan perkebunan. Penyebaran
semacam ini terjadi apabila ada persaingan yang kuat antara individu-individu dalam
populasi tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan untuk mendapatkan nutrisi
dan ruang
Berdasarkan hasil pengamatan pada tiga area yang berbeda maka diperoleh
data seperti berikut:
a. Area terbuka
Pada daerah terbuka ditemukan beberapa jenis spesies seperti Mimosa invisa,
Samanea saman, Pennisetum purpureum, Clitoria ternatea, Ipomea reactans,
Muntingia calabura, Vernonia cinerea, Cyperus rotundus, Kyllinga sp., Eclipta
prostata dan Musa paradisiaca. Mimosa pudica, Mimosa invisa dan Clitoria
ternatea termasuk pola distribusi acak. Artinya Ketiga spesies tersebut mempunyai
pola penyebaran yang tidak dapat dipresiksi dan tidak berpola. Hal ini terjadi
karena tidak adanya tarik menarik atau tolak menolak yang kuat diantara individu-
individu dalam populasi tersebut. Jadi posisi tiap jenis dari ketiga spesies tersebut
tidak bergantung pada spesies sesamanya. Pada Samanea saman, Ipomea reactans,
Muntingia calabura, Vernonia cinerea, Cyperus rotundus kedalam pola
persebaran menelompok. Pola persebaran ini merupakan pola yang paling umum
ditemukan dalam persebaran tumbuhan. Artinya hadirnya kelima spesies tersebut
memicu kehadiran spesies yang sama pada suatu populasi. Hal in kemudian bisa
dikaitkan dengan cara perkembangbiakannya yaitu dengan biji, yang biasanya
jatuh dekat induknya sehingga pola persebaran cenderung mengelompok.
Kemungkinan yang lain adalah jenis tempat spesies tersebut sesuai dengan
pertumbuhan spesies tersebut. Penisetum purpureum dan Kyllinga sp termasuk ke
dalam pola persebaran regular. Pola persebaran ini merupakan pola persebaran
secara teratur, dimana jarak antar satu spesies dengan spesies sejenis adalah sama
atau hampir sama. Keadaan seperti ini biasanya terjaddi pada ekosistem buatan
seperti sawah dan kebun, dimana terjadi persaingan kuat untuk meperoleh nutrisi
dan ruang antar spesies satu dengan spesies yang sejenis. Penisetum purpureum
dan Kyllinga sp termasuk kelompok rumput-rumputan yang biasanya tumbuh
dalam jumlah melimpah, terbilang rapat dan teratur, sehingga dalam analisisnya
kemudian ditemukan bahawa mereka termasuk kelompok tumbuhan berpola
distribusi regular.
b. Area semi ternaung
Dari sebelas spesies di daerah semi ternaung terhitung 9 spesies berpola
distribusi mengelompok dan 2 spesies berpola distribusi regular. Pada daerah ini
ditemukan spesies seperti Phyllanthus niruri, Mimosa invisa, Mimosa invisa, ,
Muntingia calabura, Fimristy sp, Imperata cylindrica, Passiflora foetida.,
Eclipta prostata, dan Sida sp termasuk pola distribusi menegelompok. Artinya
kehadiran spesies tersebut akan memicu hadirnya spesies yang sama. Terjadi
tarik menarik yang kuat antar individu yang sejenis, posisi individu dalam suatu
komunitas ditentukan oleh individu yang sejenis, sehingga pola distribusi
cenderung mengelompok. Penisetum purpureum dan Paspalum conjugatum
termasuk ke dalam pola persebaran regular. Pola persebaran ini merupakan pola
persebaran secara teratur, dimana jarak antar satu spesies dengan spesies sejenis
adalah sama atau hampir sama. Seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa
keadaan seperti ini biasanya terjadi pada ekosistem buatan seperti sawah dan
kebun, dimana terjadi persaingan kuat untuk meperoleh nutrisi dan ruang antar
spesies satu dengan spesies yang sejenis. Penisetum purpureum dan Paspalum
conjugatum termasuk kelompok rumput-rumputan yang biasanya tumbuh dalam
jumlah melimpah, terbilang rapat dan teratur, sehingga dalam analisisnya
kemudian ditemukan bahawa mereka termasuk kelompok tumbuhan berpola
distribusi regular.
c. Area ternaung
Pada daerah ternaung tercatat 8 jenis tumbuhan yang tumbuh pada daerah
tersebut yaitu Panicum virgatum, Brachiaria decumbens, Setaria verticillata, Pueraria
phaseoloides, Mikania gigantica, Sida guri, Musa paradisiaca, Paspalum notatum.
Kedelapan spesies tersebut termasuk kedalam tumbuhan berpola distribusi mengelompok..
Pola distribusi ini merupakan pola yang paling umum ditemukan dalam pola penyebaran
tumbuhan. Kehadiran suatu spesies pada suatu komunitas akan mamicu hadirnya spesies
yang sama. Adanya kecenderungan membentuk pola diistribusi seperti ini bisa
disebabkan karena Pertama, apabila suatu tumbuhan perkembangbiakannya dengan
menggunakan biji atau buah yang ada kecenderungan untuk jatuh di dekat
induknya, dan bagi tumbuhan yang berkembangbiak secara vegetatif melalui
umbi, rhizoma yang tentunya individu baru akan berada di sekitar induknya.
Kedua, adalah berhubungan dengan lingkungan mikro, di mana habitat yang
homogen pada lingkungan makro terdiri atas beberapa mikrositus yang berbeda
yang memungkinkan tumbuhan tersebut dapat tumbuh pada lingkungan yang
sesuai. Pada mikrositus yang paling sesuai kerapatan populasi spesies akan
menjadi lebih tinggi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tumbuhan berbagai jenis hidup secara alami di suatu tempat membentuk
suatu kumpulan yang di dalamnya menemukan lingkungan yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pola distribusi spesies di alam secara garis besar dibedakan atas
3 pola, yaitu pola acak, pola mengelompok dan teratur atau reguler.
1) Pola penyebaran secara acak, pola ini menggambarkan penyebaran tumbuhan
secara sembarang atau acak, artinya setiap spesies tidak mempunyai arah dan posisi
terhadap lokasi tertentu, serta spesies yang sama. Penyebaran seperti ini jarang
terdapat di alam.
2) Pola mengelompok, pola ini terjadi dalam satu area yang cukup sempit di
permukaan bumi oleh beberapa spesies. Artinya dalam suatu wilayah tertentu,
hadirnya suatu spesies akan diikuti oleh spesies yang sama.
3) Pola teratur, pola distribusi tumbuhan secara teratur jarang terjadi di alam. Pola
distribusi secara teratur artinya jarak antara satu individu dengan individu lain pada
spesies yang sama dalam satu wilayah adalah sama atau hampir sama.
B. Saran
1. Sebelum melakukan praktikum ini, pelajarilah tata cara observasi yang benar
untuk memudahkan proses observasi tumbuhan di lapangan
2. Lakukanlah pendataan jenis tanaman pada setiap kuadran secara akurat.
BIBLIOGRAPHY
Anonima. 2011. Ekosistem. http://id.wikipedia.org/wiki/Ekosistem. Diakses pada De-sember 2011.
Anonimb. 2011. Metode Pendekatan Biogeografi. http://carapedia.com/metode_pendekatan_biogeografi_info954.html. Diak-ses pada Desember 2011.
Anonimc. 2011. Species Distribution. http://en.wikipedia.org/wiki/Species_distribution. Diakses pada Desember 2011.
Barbour, G.M., J.K. Busk and W.D. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. New
York: The Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc.
Campbell, Neil A. et al. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Iowa: University Press.
Susanto, Pudyo. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Nasional.
Ludwig, J.A. and J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology, a Primer on Methods and Computing. New York: John Wiley and Sons.
Resosoedarma, R.S. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung: CV Remaja Karya.
Syafei, E.S. 1994. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung; FMIPA ITB.