82
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai pria dan wanita hanya dengan melihat genital fisiknya manusia dapat mengetahui dengan jelas identitas gendernya sebagai pria atau wanita. Identitas gender (gender identity) adalah kesadaran terhadap diri sendiri sebagai laki-laki atau perempuan yang telah tertanam sejak dini. Pengertian gender yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan distinction dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Hal ini yang membedakan diri individu perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan.

Pola Interkasi Gay

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pola Interkasi Gay

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan sebagai pria dan wanita hanya dengan melihat genital

fisiknya manusia dapat mengetahui dengan jelas identitas gendernya sebagai pria

atau wanita. Identitas gender (gender identity) adalah kesadaran terhadap diri

sendiri sebagai laki-laki atau perempuan yang telah tertanam sejak dini.

Pengertian gender yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat

dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa

gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan distinction

dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki

dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam buku Sex and Gender

yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan-harapan

budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Hal ini yang membedakan diri individu

perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan.

Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa.1

Namun terdapat sekelompok manusia yang merasa genital fisiknya salah,

dikarenakan sekelompok manusia tersebut merasa sebagai anggota jenis kelamin

yang berlawanan dengan genital fisiknya, seperti ketika seorang pria merasa

terperangkap dalam tubuh wanita. Sehingga transeksual menjadi identitas gender,

yaitu kesadaran mental yang dimiliki sesesorang tentang jenis kelaminnya,

1 Sarwono, Sarlito Wirawan, 2005.Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan(cetakan ketiga). Jakarta: Balai Pustaka. Hal 8-9

Page 2: Pola Interkasi Gay

2

tentang apakah dirinya pria atau wanita. Trans seksual memiliki identitas gender

yang berlawanan dengan jenis kelamin seseorang yang dimiliki genital fisiknya.2

Banyaknya kasus penyimpangan identitas gender bukanlah menjadi hal

yang tabu lagi dalam masyarakat seperti kelainan dalam diri pria yang disebut

kaum homoseksual (gay) adanya ketertarikan antara individu pria dengan individu

pria, begitupun dengan kaum lesbian yang menyukai sesama jenis perempuan,

ketertarikan dalam hubungan sesama jenis sudah menjadi penyimpangan identitas

gender antara pria dan wanita. Seorang dokter Hongaria bernama Karoly Maria

Benkert yang telah mengubah namanya menjadi Kertbeny pada tahun 1848

pertama kalinya menemukan istilah “homoseksual” pada tahun 1869. Seperti yang

dikutip oleh Colin Spencer dalam buku “Histoire de I’homosexualité: De

I’antiquité à nos jours” dengan judul buku edisi bahasa Indonesianya, “Sejarah

Homoseksualitas: dari Zaman Kuno hingga Sekarang”, mengatakan bahwa:

“Selain hasrat laki-laki dan perempuan yang normal, alam dengan segenap kekuasaannya telah memberi beberapa orang lelaki dan perempuan-perempuan tertentu suatu hasrat homoseksual, dengan demikian menempatkan mereka dalam perbudakan seksual yang secara fisik dan psikis menjadikan mereka tidak berdaya, meskipun besar keinginan untuk ereksi secara normal. Hasrat yang lebih dahulu (sebelumnya) menciptakan rasa ngeri yang nyata dari jenis seks lawannya.” 3

Istilah homoseksual dapat diterapkan pada laki-laki maupun perempuan,

karena istilah ini secara umum ditujukan untuk kesamaan jenis kelamin.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Atkinson, Atkinson, Smith dan Bern (2000)

yang dikutip oleh Koeswinarno mengatakan bahwa,

2 SigitIrawan, 2008. Skripsi :FenomenaHomoseksual (Gay) ditinjau Dari Proses Komunikasi Dan Eksistensinya Di Bandung. Unikom Bandung

3 Stokes, Jane. 2006. How To Do Media and Cultural Studies. Yogyakarta: PT.BentangPustaka. Hal : 346

Page 3: Pola Interkasi Gay

3

“Individu dianggap homoseksual apabila mereka secara seksual tertarik terutama kepada individu berjenis kelamin sama.”.4

Disini dapat dilihat bahwa homoseksual berbeda dengan homoseksualitas

dalam pengartiannya. Perilaku homoseksual, dan lesbian merupakan kegiatan

seksual dengan sesama jenisnya yang ditujukan kepada individu yang memiliki

ketertarikan secara perasaan ataupun secara erotis dengan melakukan hubungan

fisik ataupun tanpa melakukan hubungan fisik.

Dalam melihat persoalan ini bukanlah menjadi perbincangan yang terus

berlarut karena kaum homoseksual mencoba membuka dirinya untuk bisa eksis

kedalam lingkungan masyarakat seperti ngamen, ludruk, atau berprofesi pada

dunia kecantikan dan kosmetik. Melihat dari berbagai profesi yang mereka

jalankan, telah memberikan persfektif yang positif dalam lingkungan masyarakat,

sehingga kaum homoseksual dapat mudah membangun sosialitasnya.

Karakteristik manusia dalam upaya membangun sosial mempunyai

perbedaan masing-masing untuk bisa beradaptasi dengan lingkungannya sehingga

keberadaanya dapat diterima, karena itu perlunya pondasi sehingga peran

komunikasi menjadi jembatan interaksi antara satu individu ke individu lainnya.

Seperti yang dikutip Jalaludin Rakhmat dalam bukunya “Psikologi Komunikasi”,

interaksi sosial harus didahului oleh kontak komunikasi, sehingga untuk

mengaktualisasikan ekistensinya kaum gay dibutuhkan keterampilan komunikasi

karena dalam berkomunikasi sesuatu hal yang penting yang dilakukan oleh setiap

manusia dalam menjalani kehidupannya, proses komunikasi dilakukan dengan

menggunakan media atau pun secara tatap muka (face to face) sehingga akan

4 Koeswinarno, 2004. Hidup Sebagai Waria, Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara. Hal : 35

Page 4: Pola Interkasi Gay

4

terjalin interaksi dimana informasi atau pesan-pesan yang disampaikan akan

kembali menimbulkan efek.

Seperti yang dikutip Deddy Mulyana dalam buku suatu pengantar

komunikasi, yang di kemukakan oleh Carl I. Hovland bahwa komunikasi adalah

proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan

(biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain. Fungsi

komunikasi yaitu untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk

keberlansungan hidup, untuk memperoleh kebahagian hidup, dan terhindar dari

tekanan dan ketegangan.5

Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita. Kita

semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan komunikasi.

Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai dengan cara

yang kompleks. Komunikasi tidak terbatas pada kata-kata yang terucap belaka

melainkan bentuk dari apa saja interaksi, senyuman, anggukan kepala yang

membenarkan hati, sikap badan, ungkapan minat, perhatian yang mendukung

diterimanya pengertian, sikap dan peraaan yang sama. Diterimanya pengertian

yang sama adalah merupakan kunci dalam komunikasi.

Pertanyaan besar kemudian mucul sebagai bentuk efek dari aroganisme

yang individualis, untuk berada dalam masyarakat perlu adanya eksistensi, yang

berarti keberadaan diri sosialnya dapat diakui. Sebagai bentuk eksistensi kaum

homoseksualitas khususnya komunitas Gay di kota Cilegon mencoba mengadopsi

pola interaksi mereka dengan cara pribadinya masing-masing, dalam hal ini

5 Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal : 62

Page 5: Pola Interkasi Gay

5

bahasa merupakan bagian dari komunikasi yang mereka gunakan untuk

berinteraksi dengan sesama kaum gay, dan masyarakat pada umumnya.

Bahasa komunitas gay digunakan untuk berkomunikasi yaitu bahasa gaul

prokem khusus kaum gay, sama halnya yang digunakan oleh artis lawakan betawi

Debby Sahertian memberikan pengapresisian lewat lawakannya serta membuat

kamus gaul “Edisi Litonga Ketigana” yang menggunakan bahasa gaul prokem

dengan gaya bahasa komunikasi pada umumnya, bahasa “Prokem berasal dari

kata preman, yang kemudian disisipi -ok menjadi pr(ok)eman dan kemudian agar

singkat dan mudah dibaca, dihilangkanlah suku kata terakhir, yaitu man, sehingga

menjadi prokem”.

Sehingga dalam hal ini peranan bahasa tidak luput dari komunikasi, karena

bahasa merupakan hasil dari sebuah kreatifitas, sehingga untuk mencapai

komunikasi yang efektif terjadi apabila individu mencapai pemahaman bersama,

merangsang pihak lain melakukan tindakan, dan mendorong orang untuk berpikir

dengan cara baru. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif akan

menambah produktifitas baik secara individu. Namun peran komunikasi ditunjang

dengan arus pola komunikasi, karena tanpa adanya pola komunikasi yang

terstruktur penyampaian pesan pun tidak akan tersampaikan dengan baik.

Pengertian pola Interaksi adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan

dari satu orang ke orang lain.

Gay melakukan suatu pola interaksi untuk bisa di akui dan menjalin

hubungan yang baik dan bisa eksis dalam ruang lingkup sesama gay maupun

masyarakat kota Cilegon pada umumnya. Pola interaksi yang dilakukan gay

Page 6: Pola Interkasi Gay

6

dengan menggunakan bahasa verbal dan nonverbal. Dalam buku suatu

“Pengantar Ilmu Komunikasi” menurut definisinya bahwa komunikasi dengan

menggunakan bahasa verbal adalah sarana untuk menyatakan pikiran, perasaan

dan maksud kita dengan menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai

aspek realitas individual. Sedangkan komunikasi yang menggunakan bahasa

nonverbal yaitu komunikasi dengan menggunakan isyarat-isyarat seperti gerak

tubuh, intonasi suara, sikap dan sebagainya yang memungkinkan seseorang untuk

berkomunikasi tanpa menggunakan kata-kata.

Permasalahan yang timbul kemudian menunjukan bahwa tidak semua

orang mengetahui pola interaksi yang dilakukan oleh gay, sehingga esensi dari

pesan yang disampaikan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipahami. Pemahaman

pola interaksi, seperti halnya penggunaan bahasa, dapat memberikan pemahaman

yang lebih dalam memaknai apa yang menjadi isi pola interaksi di antara gay.

Pola interaksi yang ditunjukan tersebut akan memberikan kesempatan bagi

peneliti untuk lebih dapat memberikan wacana yang lebih dalam mengenai

keberadaan gay.

Kesempatan penelitian ini dalam mengangkat permasalahan pola interaksi

gay, akan memberikan pemahaman yang lebih kepada masyarakat tentang

keberadaan gay yang senantiasa ada sebagai bagian dari sosialitas juga. Hal ini

penting untuk dapat dipahami, karena dari komunikasi yang dilakukan tersebut

akan memberikan pemahaman mengenai hal-hal yang dijadikan sebagai alasan

eksistensi gay tersebut. Lantas permasalahan yang timbul kemudian merujuk pada

ketidak pahaman masyarakat dalam mengartikan pola interaksi gay, karena pola

Page 7: Pola Interkasi Gay

7

interaksi ini hanya tumbuh dan berkembang dalam sosialitas mereka semata,

tetapi bukan berarti pola interaksi tersebut tidak dapat dipahami. Pemahaman yang

lebih baik mengenai pola interaksi tersebut, akan memberikan wacana yang baru

dalam memaknai keberadaan gay sebagai bagain dari masyarakat itu sendiri.

Kemunculan gay dikota Cilegon pada dasarnya tidak selalu menimbulkan

pandangan yang negatif yang beranggapan bahwa gay kerap kali berperilaku tidak

senonoh dan menjajakan dirinya untuk membiayai kehidupannya karena

diskriminasi terhadap kelompok seperti mereka, sehingga memaksa mereka untuk

bekerja dengan jalan tersebut.

Dalam pandangan positif masyarakat bisa melihat banyak gay yang

bekerja dengan halal seperti menjadi perias di salon-salon ataupun bekerja di

dunia hiburan sebagai seorang figuran dalam sinetron-sinetron di layar televisi

untuk menghibur kita dan banyak dari mereka juga yang mengikuti kegiatan-

kegiatan sosial untuk membantu sesama manusia walaupun kadang banyak

cercaan serta hinaan yang mereka dapatkan.

Tidak hanya itu saja adapun gay yang didaulat oleh lembaga Family

Health International-Aksi Stop AIDS (FHI/ASA) tertentu untuk meng-kampanye-

kan tentang bahaya penularan penyakit HIV/AIDS terutama bagi mereka para

LGBT (Lesbian, Gay, Bisex, Transgender) yang bekerja sebagai seorang PSK

yang selalu berganti-ganti pasangan.6

Namun eksistesi Gay di Indonesia khusunya di kota Cilegon sendiri masih

belum diakui oleh Negara, hanya saja beberapa pihak seperti LSM, ORSOS serta

badan HAM menganggap gay merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM)

6 http://srikandisejati.wordpress.com/kegiatan/

Page 8: Pola Interkasi Gay

8

dengan landasan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi

Manusia, yang keberadaanya harus diperhatikan layaknya manusia ciptaan Tuhan.

Keterbukaan gay dalam lingkungan masyarakat menjadi tolak ukur untuk tetap

eksis, untuk mengubah berbagai stigma buruk yang selama ini dipandang sebelah

mata, menjadikan dorongan kepada hal yang lebih baik sebagai bentuk eksistensi

diri mereka. 7

Peneliti mengambil gay sebagai objek penelitian ini, karena gay

merupakan bagian dari masyarakat yang terasingkan, namun banyak orang yang

kurang memperhatikan dan mengannggap bahwasannya kaum gay merupakan

kaum marginal yang dianggap menyimpang dari koridor masyarakat pada

umumnya. Banyaknya gay di Kota Cilegon menjadi salah satu objek yang

menarik untuk dikaji karena dilihat dari latar belakang masalah yang ada, karena

gay bukanlah sesuatu yang harus ditakuti melainkan harus kita akui

keberadaannya sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan. Maka penulis dalam

penelitiannya akan memberikan uraian mengenai pola interaksi komunitas gay

yang mewakili interaksi yang ada dan terjalin sebagai upaya untuk bisa

mengeksistensikan dirinya dalam berbagai bentuk apresiasi.

Maka peneliti menilai bahwa penelitian gay ini merupakan hal yang

menarik untuk diteliti, karena dapat mengetahui pola interaksi yang mereka

gunkan dalam lingkungan masyarakat yang belum kita ketahui. Penelitian ini akan

memberikan wacana baru bagi masyarakat dalam memandang gay sebagai bagian

langsung dari masyarakat, karena pemahaman yang lebih baik mengenai pola

7 http://srikandisejati.wordpress.com/kegiatan- (Diunduhpada 06 April 2013- Jam 17.40 WIB

Page 9: Pola Interkasi Gay

9

interaksi tersebut memberikan kesempatan yang lebih baik untuk lebih mengenal

dan memahami gay dan keberadaannya. Oleh sebab itu peneliti mengambil judul

yaitu: Pola Interaksi Komunitas Gay di Kota Cilegon

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan oleh peneliti, maka telah

ditetapkan rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut :

Bagaimana Pola Komunikasi Komunitas Gay Di Kota Cilegon?

1.3 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana kebiasaan gay dilingkungan masyarakat kota Cilegon ?

2. Bagaimana pertukaran informasi gay dilingkungan masyarakat kota

Cilegon ?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis kebiasaan gay dilingkungan masyarakat kota Cilegon.

2. Untuk mengkaji pertukaran informasi gay dilingkungan masyarakat kota

Cilegon.

1.5 Kegunaan Penelitian

1.5.1 Kegunaan Teoritis

Page 10: Pola Interkasi Gay

10

Secara teoritis penulis berharap agar penelitian ini dapat menjadi bahan

pengembangan ilmiah terutama bagi ilmu komunikasi khususnya mengenai pola

interkasi gay.

1.5.2 Kegunaan Praktis

1. Untuk Peneliti

Kegunaan penelitian bagi penulis yakni, memberikan pengetahuan

mengenai osialisasi dan interaksi dikalangan gay dilingkungan mayarakat kota

Cilegon khususnya dalam pola interkasi dan juga sebagai bentuk eksistensi diri.

enelitian ini memberikan wawasan baru bagi penulis dengan pengaplikasian nyata

mengenai penerapan pola interkasi. Penelitian ini juga memberikan wacana akan

wawasan penulis terhadap penerapan ilmu - ilmu komunikasi secara umum dalam

memahami permasalahan sosial.

2. Untuk Masyarakat

Kegunaan ini bagi masyarakat umum yakni, ingin memberikan informasi

serta penguraian tentang pola interaksi yang biasa digunakan para gay untuk

berinteraksi sebagai wujud eksistensinya dikalangan masyarakat kota Cilegon.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana pola pikir yang

objektif dari sosialitas terhadap keberadaan kaum gay di kota Cilegon. Penelitian

ini juga diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi, sehingga kita dapat

menempatkan penilaian terhadap kaum gay pada posisi yang seharusnya dengan

melihat dari kacamata kita sebagai masyarakat Kota Cilegon.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Page 11: Pola Interkasi Gay

11

2.1 Pola Interaksi

Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa tidak akan bisa lepas dari

proses komunikasi, baik verbal maupun non verbal, disadari maupun tidak

disadari. Dalam proses komunikasi/interaksi tersebut, masing-masing individu,

masing-masing tempat tidak sama. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan

lambang yang mengandung arti/makna. Arti ini perlu dipahami bersama oleh

pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi.8

Komunikasi juga bisa didefinisikan sebagai hubungan kontak antar dan

antara individu maupun kelompok, dalam kehidupan sehari-hari disadari atau

tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, paling tidak

sejak ia dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannnya.9

Dalam bukunya Managing Organizational Behavior, John R.

Schemerhon10 menyatakan bahwa :

“Komunikasi itu dapat diartikan sebagai proses antar pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka.”

Komunikasi selain merupakan kegiatan pengoperan dan penerimaan

lambang atau keinginan mengubah pendapat orang lain, juga merupakan suatu

usaha untuk mengadakan hubungan sosial. Hal ini dilakukan dengan jalan

komunikasi yang serasi.

Dalam sistem sosial komunikasi berfungsi sebagai berikut :11

8 Astrid S. Susanto, Komunikasi Sosial di Indonesia, Binacipta Bandung, 1985, hal. 1.9 A. W. Widjaja, Komunikasi:Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Bumi Aksara

Jakarta, 1993, hal. 1.10 A. W. Widjaja, Op cit, hal. 8.

Page 12: Pola Interkasi Gay

12

1. Informasi

Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data,

gambar, pesan opini, dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan

dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

2. Sosialisasi

Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap

dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar

akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat.

3. Motivasi

Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka

panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya,

mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama

yang akan dikejar.

4. Perdebatan dan diskusi

Menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk

memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat

mengenai masalah publik.

5. Pendidikan

11 A. W. Widjaja, Komunikasi:Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Bumi Aksara Jakarta, 1993, hal. 3.

Page 13: Pola Interkasi Gay

13

Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan

intelektual, pembentuk watak dan pendidikan ketrampilan dan kemahiran

yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

6. Memajukan kebudayaan

Penyebaran hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan

warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan dengan memperluas

horizon seseorang, membangun imajinasi, dan mendorong kreativitas

estetikanya.

7. Hiburan

Penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan image dari drama, kesenian,

kesusastraan, olahraga dan musik baik kelompok maupun individu.

8. Integrasi

Menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu kesempatan untuk

memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat

saling kenal, mengerti dan menghargai kondisi, pandangan dan keinginan

orang lain.

Kegiatan komunikasi merupakan kunci awal untuk membentuk sebuah

pola interkasi. Wilbur Schramm12 menyatakankan bahwa komunikasi akan

berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan

kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian

(collection of experiences and meaning) yang pernah diperoleh komunikan.

12 Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya Bandung, 2001, hal.13.

Page 14: Pola Interkasi Gay

14

Dalam proses komunikasi interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi

interaksi, komunikator memproduksi (encode) suatu pesan, lalu

menyampaikannya kepada komunikan dan komunikan menerima (decode) pesan

tersebut.

Model komunikasi Wilbur Schramm13 ini disebut sebagai model sirkular.

Gambar 1.1

Model Sirkular Osgood dan Schramm

Model sirkular Wilbur Schramm menitikberatkan perhatian langsung

kepada saluran yang menghubungkan komunikator dan komunikan serta perilaku

pelaku-pelaku utama dalam proses komunikasi. Jika bidang pengalaman

komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan

berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak sama dengan

pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain.

13 Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti Bandung, 1993, hal. 258.

Message

Encoder

Interpreter

Decoder

Decoder

Interpreter

Encoder

Message

Page 15: Pola Interkasi Gay

15

Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa dalam berkomunikasi setiap

orang, setiap tempat mempunyai gaya yang berbeda. Hal ini kemudian akan

mempengaruhi pola interaksi yang terbangun dalam satu komunitas masyarakat

tertentu. Banyak faktor yang mempengaruhi, seperti pergaulan, budaya yang

disepakati, dan sistem kepercayaan/agama sehingga bisa dikatakan bahwa pola

interaksi tidak berbentuk baku tetapi fleksibel.

Pola adalah sebuah sistem maupun cara kerja sesuatu yang memiliki

bentuk dan struktur tetap. Pada tingkat masyarakat, interaksi biasanya berpola

dalam bentuk-bentuk fungsi, kategori ujaran dan sikap konsepsi tentang bahasa

dan penutur. Interaksi berpola menurut peran tertentu dan kelompok tertentu

dalam suatu masyarakat, tingkat pendidikan, wilayah geografis, dan ciri-ciri

organisasi sosial lainnya. Pada tingkat individual, komunikasi berpola pada

tingkat ekspresi dan interpretasi kepribadian. Dalam bentuk fungsi, bahasa

ditunjukkan lewat cara –dalam kasus ini- gay menyampaikan perasaan atau

emosinya (ekspresif), memohon atau memerintah (direktif), beragumen

(referensial), menunjukkan empati dan solidaritas (fatik) dan mereferensi pada

bahasa itu sendiri (metalinguistik).14

Pola Interkasi yang kemudian dimaksud dalam penelitian ini adalah

kebiasaan dari suatu kelompok dan pertukaran informasi yang terjadi pada

komunitas gay di Kota Cilegon dalam jangka waktu tertentu.

Pola Interkasi yang terbentuk dalam komunitas gay secara tidak langsung

ada dua, yaitu :

14 Abd. Syukur Ibrahim, 1994, Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi, Surabaya: Usaha Nasional, hal. 15.

Page 16: Pola Interkasi Gay

16

1. Pola Interkasi Formal berkaitan dengan kegiatan gay yang lebih bersifat

resmi

2. Pola interkasi informal adalah interaksi yang terjadi antar gay dalam

berbagai kegiatan sehari-hari.

Komunikasi adalah inti semua hubungan sosial, apabila orang telah

mengadakan hubungan tetap, maka sistem komunikasi yang mereka lakukan akan

menentukan apakah sistem tersebut dapat mempererat atau mempersatukan

mereka, mengurangi ketegangan atau melenyapkan persengkataan apabila

muncul. Dengan komunikasi, manusia dapat menyampaikan informasi, opini, ide,

konsepsi, pengetahuan, perasaan, sikap, perbuatan dan sebagainya kepada

sesamanya secara timbal balik, baik sebagai penyampai maupun penerima

komunikasi.

2.2 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang digunakan di

dalam komunitas gay. Komunikasi interpersonal menunjuk kepada komunikasi

dengan orang lain. Komunikasi interpersonal juga sering disebut sebagai

komunikasi diadik. Komunikasi diadik15 merupakan komunikasi antarpribadi yang

berlangsung antara dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang

menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Dalam

15 Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti Bandung, 1993, hal.62.

Page 17: Pola Interkasi Gay

17

bukunya yang berjudul Manajemen, William F. Glueck16 menyatakan bahwa

komunikasi interpersonal adalah:

“Interpersonal communications, yaitu proses pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara 2 (dua) orang atau lebih di dalam suatu kelompok kecil manusia.”

Komunikasi interpersonal pada dasarnya merupakan jalinan hubungan

interaktif antara seorang individu dan individu lain dimana lambang-lambang

pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa17. Jarang sekali

orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini menurut Onong18

disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta (content) – yakni

pikiran atau perasaan- yang dibawanya menjadi totalitas pesan yang tidak dapat

dipisahkan. Sebagai media primer atau lambang yang paling banyak digunakan

dalam komunikasi, bahasa memerankan banyak fungsi komunikatif.

Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam proses komunikasi

sudah jelas, mengingat hanya bahasalah yang mampu menerjemahkan pikiran

seseorang kepada orang lain, baik gesture, gambar, warna, dan media primer lain

kesulitan buat menerjemahkannya.

Perbedaan latar belakang kadang menimbulkan konflik baik antar individu

maupun individu dengan masyarakat. Namun apabila ditemukan suatu

pemahaman dan jalinan komunikasi yang baik, maka konflik tersebut dapat

16 A. W. Widjaja, Komunikasi:Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Bumi Aksara Jakarta, 1993, hal.8.

17 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, PT. LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta,2007, hal.2.18 Onong Uchjana, 2001, Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek, Bandung : Remaja

Rosdakarya, hal.11.

Page 18: Pola Interkasi Gay

18

dihindari. Konsep jalinan hubungan (relationship) sangat penting dalam

komunikasi interpersonal. Jalinan hubungan merupakan seperangkat harapan yang

ada pada partisipan yang dengan itu mereka menunjukkan perilaku tertentu di

dalam berkomunikasi. Jalinan hubungan antar individu hampir senantiasa melatar

belakangi pola-pola interaksi di antara partisipan dalam komunikasi

interpersonal.19

Dalam proses komunikasi, komunikasi interpersonal efektivitasnya paling

tinggi karena komunikasinya timbal balik dan terkonsentrasi. Komunikator

mengetahui pasti apakah komunikannya itu menanggapi dengan positif atau

negatif, berhasil atau tidak. Pentingnya situasi seperti ini bagi komunikator adalah

karena ia dapat mengetahui diri komunikan selengkap-lengkapnya dan yang

penting artinya untuk mengubah sikap, pendapat atau perilakunya. Dengan

demikian komunikator dapat mengarahkan ke suatu tujuan sebagaimana ia

inginkan.

Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication

Book20 menerangkan bahwa :

”Komunikasi Interpersoanl merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk. Kita mengirimkan dan menerima pesan ini melalui salah satu atau kombinasi tertentu dari panca indra kita. Kita bisa berkomunikasi secara verbal (lisan dan terrtulis) dan non verbal (tanpa kata).

19 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, PT. LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta,2007, hal.3.20 Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti Bandung,

1993, hal. 59-60.

Page 19: Pola Interkasi Gay

19

Hubungan dalam komunikasi interpersonal terbina melalui tahap-tahap.

Kita menumbuhkan keakraban secara bertahap, melalui langkah atau tahap.

Kelima tahap ini adalah kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan, dan

pemutusan tahap-tahap ini menggambarkan hubungan seperti apa adanya. Tahap-

tahap ini tidak mengevaluasi atau menguraikan bagaimana seharusnya hubungan

itu berlangsung.21 Tahap-tahap itu antara lain :

1. Kontak

Pada tahap pertama gay membuat kontak. Ada beberapa macam persepsi

alat indra (melihat, mendengar, dan membaui seseorang). Menurut

beberapa riset selama tahap inilah dalam empat menit pertama interaksi

awal. Pada tahap ini penampilan fisik begitu penting karena dimensi fisik

paling terbuka untuk diamati secara mudah. Namun demikian, kualitas-

kualitas lain seperti sikap bersahabat, kehangatan, keterbukaan dan

dinamisme juga terungkap pada tahap ini. Jika anda menyukai orang ini

dan ingin melanjutkan hubungan maka akan beranjak ke tahap kedua.

2. Keterlibatan

Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh, ketika gay

mengikatkan diri nya untuk mengenal masyarakat atau gay yang lainnya

dan juga mengungkapkan diri nya sendiri. Jika ini adalah hubungan yang

romantik, maka ini disebut tahap kencan.

3. Keakraban

Pada tahap keakraban, gay mengikat diri lebih jauh dengan masyarakat

atau dengan sesama gay. Hubungan dalam keakraban disebut sebagai

21 Ibid, hal.233-235.

Page 20: Pola Interkasi Gay

20

hubungan primer (primary relationship), dimana orang menjadi sahabat

baik atau kekasih.

4. Perusakan

Pada tahap perusakan mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin tidaklah

sepenting apa yang dipikirkan sebelumnya. Hubungan akan semakin jauh.

Makin sedikit waktu senggang yang dilalui bersama dan bila bertemu

maka akan berdiam diri, tidak lagi banyak mengungkapkan diri. Jika tahap

perusakan ini berlanjut maka memasuki tahap pemutusan.

5. Pemutusan

Tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua

pihak. Jika bentuk ikatan itu adalah perkawinan, pemutusan hubungan

dilambangkan dengan perceraian, walaupun pemutusan hubungan aktual

dapat berupa hidup berpisah. Adakalanya terjadi peredaan, kadang-kadang

ketegangan dan keresahan makin meningkat, saling tuduh dan

permusuhan.

Pentingnya komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya

memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi dialogis adalah bentuk

komunikasi interpersonal yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang

terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi

pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis

nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian

bersama (mutual understanding) dan empati.

Page 21: Pola Interkasi Gay

21

Walaupun demikian derajat keakraban dalam komunikasi interpersonal

dialogis pada situasi tertentu bisa berbeda. Komunikasi horizontal selalu

menimbulkan derajat keakraban yang lebih tinggi ketimbang komunikasi vertikal.

Yang dimaksudkan horizontal adalah komunikasi antara orang-orang yang

memiliki kesamaan dalam apa yang disebut Wilbur Schramm, frame of reference

(kerangka referensi) yang kadang-kadang dinamakan juga field of experience

(bidang pengalaman). Para pelaku komunikasi yang mempunyai kesamaan dalam

frame of reference/field of experience itu adalah mereka yang sama atau hampir

sama dalam tingkat pendidikan, jenis profesi atau pekerjaan, agama, bangsa, hobi,

ideologi, dan lain sebagainya.22

Komunikasi interpersonal yang terjadi antara gay satu dengan gay lainya

bertujuan untuk menciptakan suasana yang baik dan maksimal. Artinya, setiap

individu yang terlibat didalamnya membutuhkan komunikasi interpersonal yang

baik untuk membina suatu hubungan yang harmonis. Menurut Joseph A.Devito,

komunikasi interpersonal yang efektif dimulai dengan lima kualitas umum yang

perlu dipertimbangkan, yaitu :23

1. Keterbukaan

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi

interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus

terbuka pada orang yang diajak berinteraksi. Sebaliknya, harus ada

kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya

22 Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti Bandung, 1993, hal. 61.

23 Joseph A.Devito, Komunikasi Antar Manusia, Professional Books Jakarta, 1997, hal.259.

Page 22: Pola Interkasi Gay

22

disembunyikan. Kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk

bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam,

tidak kritis dan tanggap merupakan peserta percakapan yang menjemukan.

Kita ingin setiap orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita

ucapkan. Aspek ketiga, menyangkut kepemilikan perasaan hati dan

pikiran. Terbuka dalam arti ini adalah mengakui bahwa perasaan dan

pikiran yang kita lontarkan adalah milik kita dan kita bertanggungjawab

atasnya.

2. Empati

Henry Backrack, dalam Devito mendefinisikan empati sebagai

kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang

lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui

kacamata orang lain itu. Pengertian empati itu akan membuat seseorang

lebih mampu menyesuaikan komunikasinya. Langkah pertama dalam

mencapai empati adalah menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai,

menafsirkan dan mengkritik. Bukan karena reaksi ini salah, tetapi

seringkali menghambat pemahaman. Langkah kedua, semakin banyak

anda mengenal seseorang-keinginannya, pengalamannya, kemampuannya,

ketakutannya, dan sebagainya, maka anda akan mampu melihat apa yang

dilihat dan dirasakan orang itu.

3. Sikap mendukung

Sikap mendukung adalah pandangan yang mendukung, membantu

bersamasama. Sebuah bentuk hubungan interpersonal yang efektif adalah

Page 23: Pola Interkasi Gay

23

sebuah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness).

Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam

suasana yang tidak mendukung.

4. Sikap positif

Sikap positif mengacu pada dua aspek komunikasi interpersonal. Pertama,

komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif

terhadap diri mereka sendiri. Orang yang merasa positif mengisyaratkan

perasaan ini ke orang lain dan selanjutnya merefleksikan perasaan positif

ini. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya

sangat penting untuk interaksi yang positif. Tidak ada hal yang lebih

menyenangkan ketimbang berkomunikasi dengan orang yang tidak

menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap

situasi interaksi.

5. Kesetaraan

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidak-setaraan salah seorang

lebih pandai, lebih kaya, atau lebih cantik. Tidak pernah ada dua orang

yang benarbenar setara dalam segala hal. Komunikasi interpersonal akan

lebih efektif bila suasananya setara. Artinya harus ada pengakuan diam-

diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa

masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk

disumbangkan.

Page 24: Pola Interkasi Gay

24

Komunikasi interpersonal berperan dalam mentransfer pesan/informasi

dari seseorang kepada orang lain berupa ide, fakta, pemikiran serta perasaan. Oleh

karena itu, komunikasi interpersonal merupakan suatu jembatan bagi setiap

individu, dimana mereka dapat bebas berbagi rasa, pengetahuan serta mempererat

hubungan antara sesama individu pada masyarakat dilingkungannya sehingga

tidak akan timbul suatu pemaksaan kehendak antara pihak satu dengan yang

lainnya. Jadi komunikasi interpersonal selalu menimbulkan saling pengertian atau

saling mempengaruhi antara seseorang dengan orang lain. Dari semua komponen

tindak komunikasi yang paling penting adalah diri (self)24. Siapa anda dan

bagaimana anda mempersepsikan diri sendiri dan orang lain akan mempengaruhi

komunikasi anda dan tanggapan anda terhadap komunikasi orang lain. Kesadaran

diri menempati prioritas paling tinggi, kita semua ingin mengenal diri sendiri

secara lebih baik karena kita mengendalikan pikiran dan perilaku kita sebagian

besar sampai batas kita memahami diri sendiri sebatas kita menyadari siapa diri

kita.

Kesadaran diri merupakan landasan bagi semua bentuk dan fungsi

komunikasi. Ini dapat dijelaskan melalui Jendela Johari (Johari Window)25, dibagi

menjadi empat daerah kuadran pokok, yang masing-masing berisi diri (self) yang

berbeda. Empat kuadran pokok itu adalah :

1. Daerah terbuka (open self), berisikan semua informasi, perilaku, sikap,

perasaan, keinginan, motivasi, gagasan, dan sebagainya yang diketahui

24 Joseph A.Devito, Komunikasi Antar Manusia, Professional Books Jakarta, 1997, hal.56.

25 Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication;Konteks-Konteks Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya Bandung, 1996, hal.13.

Page 25: Pola Interkasi Gay

25

oleh diri sendiri dan oleh orang lain. Besarnya daerah terbuka juga

berbeda-beda dari satu orang ke orang lain. Sebagian orang cenderung

mengungkapkan keinginan dan perasaan mereka yang paling dalam.

Lainnya lebih suka berdiam diri baik dalam hal yang penting maupun

tidak penting.

2. Daerah buta (blind self), berisikan informasi tentang diri kita yang

diketahui orang lain tetapi kita sendiri tidak mengetahuinya. Sebagian

orang mempunyai daerah buta yang luas dan tampaknya tidak menyadari

berbagai kekeliruan yang dibuatnya.

3. Daerah gelap (unknown self), adalah bagian dari diri kita yang tidak

diketahui baik oleh kita sendiri maupun oleh orang lain. Ini adalah

informasi yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang luput

dari perhatian.

4. Daerah tertutup (hidden self), mengandung semua hal yang anda ketahui

tentang diri sendiri dan tentang orang lain tetapi anda simpan hanya untuk

anda sendiri. Ini adalah daerah tempat anda merahasiakan segala sesuatu

tentang diri sendiri dan tentang orang lain. Pada ujung-ujung ekstrim,

terdapat mereka yang terlalu terbuka (overdiscloser) dan mereka yang

terlalu tertutup (underdiscloser). Mereka yang terlalu terbuka

menceritakan segalanya dan mereka yang terlalu tertutup tidak mau

mengatakan apa-apa.

2.3 Komunikasi Kelompok Kecil

Page 26: Pola Interkasi Gay

26

Dalam komunitas gay di Kota Cilegon, komunikasi interpersonal dapat

dikatakan sukses apabila dalam interaksi sosial didalamnya terdapat aturan-aturan

dan harapan-harapan yang mengatur hubungan mereka. Sejalan dengan

perkembangan hubungan antar gay, mereka juga mengembangkan sejenis

masyarakat miniatur dan suatu sistem sosial kelompok kecil yang dilengkapi

dengan harapan dan aturan yang berlaku didalamnya.

Kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang

masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai

derajat organisasi tertentu diantara mereka26. Pada umumnya kelompok

mengembangkan norma atau peraturan mengenai perilaku yang diinginkan.

Norma adalah aturan, implisit maupun eksplisit mengenai perilaku. Terlepas dari

apakah peraturan itu dinyatakan secara eksplisit maupun implisit, peraturan itu

merupakan kekuatan yang mengatur perilaku para anggotanya27. Norma ini

berlaku bagi anggota perorangan maupun kelompok secara keseluruhan dan

tentunya akan berbeda dari satu kelompok dengan kelompok lainnya. Norma

muncul dalam sejumlah tingkat sosial dan kadang norma di setiap masyarakat itu

berbeda. Dalam suatu budaya tertentu, beberapa norma berlaku bagi semua

anggota budaya itu dan norma-norma lainnya berlaku hanya bagi sebagian

anggotanya. Di dalam sebuah norma terdapat sebuah peranan. Peranan secara

sederhana merupakan seperangkat norma yang berlaku bagi subkelas tertentu

dalam masyarakat28. Komunitas gay khususnya di Kota Cilegon secara tidak

26Joseph A.Devito, Komunikasi Antar Manusia, Professional Books Jakarta, 1997, hal.303.27 Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication;Konteks-Konteks

Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya Bandung, 1996, hal.3.28 Ibid, hal.6.

Page 27: Pola Interkasi Gay

27

langsung juga terbentuk sebuah peranan yang dimiliki oleh setiap individunya.

Kualitas hubungan akan efektif jika setiap individu memahami akan perannya

dalam sistem sosial tersebut.

2.4. Jaringan atau Pola Interkasi

Dalam sebuah kelompok kecil seperti halnya pada komunitas Gay di Kota

Cilegon terdapat sebuah jaringan komunikasi yang dapat membentuk pola-pola

interaksi. Yang dimaksud jaringan di sini adalah saluran yang digunakan untuk

meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain. Jaringan ini dapat dilihat dengan

dua perspektif. Pertama, kelompok kecil sesuai dengan sumber daya yang

dimilikinya akan mengembangkan pola interkasi yang menggabungkan beberapa

struktur jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan

sistem komunikasi umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam

mengirimkan pesan dari satu orang ke orang lainnya. Kedua, jaringan komunikasi

ini bisa dipandang sebagai struktur yang diformalkan yang diciptakan oleh

organisasi sebagai sarana organisasi29.

Townsend30 berbicara mengenai jaringan komunikasi yang merupakan pola

interaksi manusia. Berikut merupakan lima jaringan komunikasi :

1. Jaringan roda, struktur roda mempunyai pemimpin yang jelas, yaitu yang

posisinya dipusat. Orang ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim

dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika seorang

29 Joseph A.Devito, Komunikasi Antar Manusia, Professional Books Jakarta, 1997, hal.344.30 Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication;Konteks-Konteks

Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya Bandung, 1996, hal.90-91.

Page 28: Pola Interkasi Gay

28

anggota ingin berkomunikasi dengan anggota lain maka pesannya harus

disampaikan melalui pemimpinnya.

2. Jaringan rantai, keadaan terpusat. Orang yang paling ujung hanya dapat

berkomunikasi dengan satu orang saja. Orang yang ditengah lebih

berperan sebagai pemimpin daripada mereka yang berada diposisi lain.

3. Jaringan Y, struktur Y relatif kurang tersentralisasi dibanding dengan

struktur roda, tetapi lebih tersentraliasasi dibanding dengan pola lainnya.

Pemimpin jelas tetapi satu anggota lain berperan sebagai pemimpin kedua.

Anggota ini dapat mengirimkan dan menerima pesan dari dua orang

lainnya. Ketiga anggota lainnya komunikasinya terbatas hanya dengan satu

orang lainnya.

4. Jaringan lingkaran, struktur ini tidak memiliki pemimpin yang jelas yaitu

yang posisinya dipusat. Semua memiliki wewenang dan kekuatan yang

sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi

dengan dua anggota lain disisinya.

5. Jaringan semua saluran, struktur semua saluran hampir sama dengan

struktur lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya

juga memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya.

Akan tetapi, dalam struktur semua saluran setiap anggota bisa

berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya. Pola ini memungkinkan

adanya partisipasi anggota secara optimum. Oleh karena itu, banyak

kelompok kecil memilih struktur ini.

Page 29: Pola Interkasi Gay

29

Komunitas gay di Kota cilegon masuk ke dalam kategori kelompok kecil

dimana mereka tidak terikat oleh adanya struktur. Mereka berkumpul berdasarkan

kesamaan status saja yaitu sebagai gay. Maka, pola atau jaringan interkasi yang

cocok adalah jaringan semua saluran, dimana jaringan ini memnugkinan setiap

gay di kota Cilegon memiliki kekuatan yang sama untuk saling berkomunikasi

dan mempengaruhi.

2.5 Tinjauan Mengenai Gay

Berdasarkan hasil sebuah riset ilmiah, setiap individu mempunyai potensi

menjadi seorang homoseksual. Namun tingkatannya berbeda satu sama

lainnya.Sebagian besar dari kita mungkin akan terkejut ketika ternyata, dari salah

satu penelitian yang dilakukan hampir semuanya mengacu bahwa gen ternyata

berperan sangat penting dalam orientasi seksual seseorang.31

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa selama berada dalam kandungan,

ketika bayi terpapar testosteron (hormon pria), lebih banyak, maka jari manis akan

tumbuh lebih cepat. Dari dasar penelitian inilah, maka salah satu peneliti lain

(yang juga tidak pernah disebutkan namanya, dan dibahas dalam nymags.com)

memiliki hipotesis. Ia berpendapat bahwa panjang relatif jari manis dapat

digunakan sebagai dasar untuk menentukan apakah seseorang memiliki

kecenderungan menjadi gay atau tidak.32

Dalam sebuah situs internet dilihat dari jenisnya, penyebab homoseksual

dapat dibagi dalam beberapa kategori.

31 http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2011/07/29/apakah-ada-orang-terlahir-sebagai-gay/ DI akses pada tanggal 05 Desember 2012 pada pukul 17.36

32 http://lifestyle.fajar.co.id/read/95434/93/iklan/index.php/ Diakses pada hariRabu tanggal 05 Desember 2012 pada pukul 17.37

Page 30: Pola Interkasi Gay

30

1. Biogenik, yaitu homoseksual yang disebabkan oleh kelainan di otak atau

kelainan genetik. Biasanya homoseks yang disebabkan oleh faktor ini

dapat dilihat sejak ia masih kecil. Seorang pria akan terlihat lebih feminim,

lebih suka bergaul dengan wanita daripada pria, perasaannyapun

cenderung lebih sensitif.

2. Psikogenetik, yaitu homoseksual yang disebabkan oleh kesalahan dalam

pola asuh atau pengalaman dalam hidupnya yang mempengaruhi orientasi

seksualnya di kemudian hari. Biasanya homoseks dengan faktor ini terjadi

ketika ia menginjak masa remaja atau dewasa. Seperti terjadinya kasus

sodomi pada anak di bawah umur.

3. Sosiogenetik, yaitu orientasi seksual yang dipengaruhi oleh faktor sosial-

budaya.Pada masa ini ketika seseorang mengalami keadaan yang memicu

(seperti: pergaulan sejenis, lingkungan yang abnorman, dan sebagainya)

maka dia akan segera mengalami perilaku homoseks secara perlahan.33

Homoseks telah dapat dipahami sebagai manifestasi seksualitas manusia

yang pada dasarnya adalah suatu kontinum dengan berbagai gradasi kelabu.

Kontinum seksualitas manusia menurut Kinsey dibagi 7 gradasi, mulai dari angka

0 sampai dengan angka 6.34

Tabel 2.2

Tabel Tingkatan Orientasi Seksual Skala Kinsey

33 http://gayindonesiaforum.com/informasi/memahami-orientasi-seksual-dan-homoseksualitas-secara-lebih-t422.html/ Diakses pada hariRabu tanggal 05 Desember 2012 pada pukul 17.37

34 http://lipsus.kompas.com/aff2012/read/2009/11/09/0848226/memahami.seksualitas.diri/ Diakses pada hariRabu tanggal 05 Desember 2012 pada pukul 17.37

Page 31: Pola Interkasi Gay

31

No GRADASI ORIENTASI SEKSUAL

1 0 Heteroseksual eksklusif

2 1 Heterosek lebih menonjol, homoseks hanya

kadang-kadang atau gradasinya sedikit saja

3 2 Heteroseks lebih menonjol dan homoseks lebih

sering

4 3 Heteroseks dan homoseks gradasinya sama

5 4 Homoseks lebih menonjol, heteroseks lebih

sering

6 5 Homoseks lebih menonjol dan heteroseks hanya

kadang- kadang

7 6 Homoseksual eksklusif (semata-mata/tulen)

Sumber: lipsus.kompas.com

Homoseksual dapat digolongkan ke dalam tiga ketegori, yakni:

1. Golongan yang secara aktif mencari mitra kencan di tempat-tempat

tertentu, misalnya: bar-bar homoseksual.

2. Golongan pasif, artinya yang menunggu.

3. Golongan situasional yang mungkin bersikap pasif atau melakukan

tindakan-tindakan tertentu. 35

Sebenarnya perundang-undangan yang berlaku di Amerika Serikat tidak

secara langsung mengatur masalah-masalah homoseksual. Tujuan utama dari

perundang-undangan itu pada dasarnya adalah:

1. Melindungi manusia terhadap agresifitas seksual.

35 Ibid.

Page 32: Pola Interkasi Gay

32

2. Melindungi anak-anak atau orang di bawah umur terhadap

eksploitasi seksual.

3. Melindungi warga masyarakat terhadap ekspose seksual yang

mempunyai pengaruh negatif (yakni dampak). 36

Bagaimanapun persoalan homoseksual ini masih menjadi persinggungan

di kalangan masyarakat. Adapun yang menyebutkan bahwa homoseksual

merupakan pilihan hidup seseorangm namun hal tersebut bukan lantas dijadikan

alasan untuk mendiskreditkan mereka.

2.5.1 Homoseksual di Barat

Penggunaan pertama istilah homoseksual yang tercatat dalam sejarah

adalah pada tahun 1869 oleh Karl-Maria Kertbeny, dan kemudian dipopulerkan

penggunaannya oleh Richard Freiherr von Krafft-Ebing pada bukunya

Psychopathia Sexualis. Istilah „homo‟ berasal dari bahasa Yunani yang berarti

“sama” dan “seks” yang berarti “jenis kelamin”. Pada abad ke 20 semakin banyak

homo atau bahasa gaulnya Maho-maho bermunculan, sehingga munculnya

komunitas homoseksual di kota-kota besar di Hinda-Belanda sekitar pada tahun

1920an.

Sekitar tahun 1968 mulai dikenal isitilah wadam yang diambil dari kata

hawa dan adam. Kata wadam menunjukkan seseorang pria yang mempunyai

prilaku menyimpang yang bersikap seperti perempuan, yang pada jaman sekarang

lebih dikenal dengan istilah banci atau bencong. Pada tahun 1969 tepatnya bulan

Juni di New York, Amerika berlangsung Huru-hara Stonewall ketika kaum waria

36 Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. 2005. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Hal : 382

Page 33: Pola Interkasi Gay

33

dan gay melawan represi polisi yang khususnya terjadi pada sebuah bar bernama

Stonewall Inn. Perlawanan ini merupakan langkah awal dari Waria dan Gay,

dalam mempublikasikan keberadaan mereka. Sejak itu kaum waria atau gay sering

mengadakan pawai dan acara-acara lainnya termasuk di Israel, Amerika Latin,

Jepang, bahkan Indonesia.

Munculnya gejala penyakit baru yang kemudian dinamakan AIDS.

Penyakit ini pertama kali ditemukan di kalangangay di kota-kota besar Amerika

Serikat, Kemudian diketahui bahwa HIV adalah virus penyebab AIDS. Penularan

HIV / AIDS pertama kali ditularkan melalui hubungan seks anal antara laki laki.

Secara sosiologis, homoseksual adalah seseorang yang cenderung mengutamakan

orang yang sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual. Homoseksuaitas sudah

dikenal sejak lama, salah satunya terjadi pada massa Yunani Kuno. Di Inggris

homoseksual ini mulai terjadi pada akhir abad ke-17.

Homoseksualitas lazim terjadi antara tentara yang terlibat dalam perang

saudara di Amerika Serikat, dan ada kelompok pria tuna susila yang mengikutinya

di medan perang. Di Amerika serikat homoseksualitas dianggap sebagai tingkah

laku seksual antara dua orang yang berjenis kelamin sama. Tingkah laku itu

mencakup saling memegang, mencium, melakukan hubungan seksual, dan

seterusnya. Pada tahun 1994 Afrika Selatan menjadi Negara pertama yang

menjamin non-diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dalam UUD-nya. Pada

bulan April 2001 Negeria Belanda menjadi negeri pertama yang mengesahkan

pernikahan untuk warganya (termasuk gay dan lesbian). Tetapi salah seorang dari

pasangan yang menikah itu haruslah warga atau penduduk tetap Belanda.

Page 34: Pola Interkasi Gay

34

Homoseksualitas adalah pasangan yang tidak dapat dielakan dari

heteroseksual. Sejarah peradaban dibentuk antara pemikiran kaum homoseksual

dan heteroseksual yang saling melengkapi.jika dicermati banyak bangsawan,

pimikir, dan seniman besar datang dari kalangan gay. Misalnya saja Julius Caesar

yang biseksual, komponis Tchaikovsky, John Maynard Keynes seorang ekonom

yang turut meletakan dasar kapitalisme, Iskandar Zulkarnaen (Alezander the

great) Raja Macedonia yang gemar menaklikana bangsa-bangsa lain adalah juga

seorang gay.

Di luar negeri, kaum homoseks sering kali melakukan karnaval sebagai

bentuk untuk mendapatkan pengakuan atas eksistensi mereka. Di Berlin, sebuah

kota dengan komunitas gay terbesar di Eropa, ada perayaan Christopher Street

Day alias hari kaum gay. Di Amsterdam-Belanda, yang dijuluki Gay Capital of

The World (Ibukota Dunia Gay), terdapat Gay Pride Amsterdam.

2.5.2 Homoseksual di Indonesia

Menurut Dede Oetomo dalam sebuah koran menyebutkan bahwa

keberadaan gay dan lesbian di Indonesia belangsung sejak ratusan tahun silam.

Bahkan di beberapa daerah, perilaku homoseks malah menjadi semacam tradisi.

Perilaku homoseksual ini tidak hanya dibatasi oleh suatu daerah yang mempunyai

keadaan religiusitas yang tinggi.

Di kota Aceh dan Jawa timur saja yang dikenal dengan daerah yang

mempunyai religious tinggi praktek homoseksual tetap saja ada. Hal ini

dibuktikan dalam buku The Achehnesekarya Snouck Hurgronje.Dalam buku ini,

Snouck melaporkan, lelaki Aceh pada abad ke-19 mempunyai kebiasaan berkasih-

Page 35: Pola Interkasi Gay

35

kasihan dengan anak muda sejenis. Eksistensi homoseksual di Aceh tertuang

dalam kesenian roteb sadati. Tarian ini disebut dalem atau aduen, umumnya tarian

ini dimainkan oleh pria dewasa yang berjumlah 15 – 20 orang. Dalam tarian

tersebut bukan hanya melibatkan pria dewasa saja akan tetapi menyertakan

seorang anak laki-laki kecil. Anak laki-laki kecil ini kemudian didandani mirip

perempuan dan disebut dengan sadati. Mereka yang melakukan tarian ini

umumnya berasal dari Aceh pegunungan atau Nias. Menurut Prof. Dr. T. Ibrahim

Alfian, guru besar ilmu budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Fenomena

homoseksual Aceh masa lampau itu muncul karena ketatnya norma yang

membatasi pergaulan antara laki-laki dan perempuan lajang.

Kegiatan homoseks juga terjadi di ligkungan dayah atau pesantren. Pada

masa lampau anak laki-laki di Aceh yang sudah menginjak tujuh belas tahun

sering tidur di meunasah (surau), anak baru ini sering disebut anekeh. Di

lingkungan pesantren di Jawa pun tedapat praktek homoseks. Sebelum tahun

1970-an, di pesantren muncul istilah mairil di kalangan sejumlah santri. Istilah

mairil atau amrot-amrotan merupakan kebiasaan beberapa santri senior yang

gemar tidur dalam satu ranjang bersama santri cilik berwajah manis.

Pada jaman dahulu, perilaku homoseks juga mewarnai kehidupan para

warok dalam kesenian reog di ponorogo, Jawa Timur.Gemblak yang artinya anak

laki-laki pilihan warok dipinang dengan mas kawin beberapa ekor sapi betina dan

sebidang tanah. Gemblak tersebut akan dipenuhi kebutuhannya dan diperlakukan

layaknya seorang “istri” selain istrinya yang asli. Sang warok percaya apabila ia

berhubungan seks dengan wanita, apalagi wanita yang bukan istrinya maka

Page 36: Pola Interkasi Gay

36

kesaktian warok tersebut akan hilang. Dalam seni reog, gemblak juga mempunyai

peran sebagai penari jaranan atau jathilan yang didandani menyerrupai

wanita.Namun, saat ini kebiasaan tersebut sudah luntur. Tari jaranan dalam grup-

grup reog dimainkan oleh perempuan tulen.

Homoseksual memang sudah terjadi pada kehidupan masyrakat tradisional

di Indonesia. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Jaleswari

Pramodhawardani. Pada masa lampau di suku Asmat di Papua ada ttradisi

menyodomi anak laki-laki yang baru menginjak dewasa. Suku Asmat ini

mempercayai bahwa anak membawa sifat wanita karena anak tersebut selalu

mendapatkan cairan ibu dari sejak berada di rahim hingga menyusui. Agar anak

tersebut menjadi jantan, sang anak harus diberi cairan laki-laki dengan melakukan

ritual sodomi, tetapi tindakan sodomi tersebut bukan dilakukan oleh ayah

kandungnya melainkan oleh pria seangkatan ayahnya

Dari uraian kisah-kisah diatas, ini menyiratkan bahwa praktek homoseks

di Indonesia telah ada sejak jaman dahulu.Akan tetapi, sampai saat ini masyarakat

umum Indonesia belum sepenuhnya menerima perilaku homoseks. Namun

beberapa tahun belakangan ini kaum homoseks mulai memberanikan diri

menunjukan eksistensinya.

2.5.3 Organisasi Homoseksual di Indonesia

Pada tahun 1969 di Indonesia dibentuk sebuah organisasi wadam pertama

yang diberi nama HIWAD (Himpunan Wadam Djakarta). Organisasi ini

difasilitasi oleh Gubenur DKI Jakarta Raya yang pada waktu itu menjabat yaitu

Ali Sadikin. Namun pada tahun 1980 kata wadam diganti menjadi kata waria,

Page 37: Pola Interkasi Gay

37

disebabkan adanya keberata dari sebagian pimpinan Islam, karena wadam

mengandung nama dari seorang Nabi, yakni Nabi Adam a.s. Di kota-kota besar di

Indonesia, kaum gay sudah terang-terangan memunculkan identitasnya dan

melakukan kegiatan rutin di berbagai tempat umum sepeti mall, café, diskotek,

taman, dan tempat-tempat lainnya. Sebagai tindakan nyata untuk menampung

kebebasan kaum gay yang semakin menjamur, maka dibentuklah organisasi-

organisasi sebagai wadah bagi mereka untuk mengekspoitasi dirinya sebagai

seorang gay.

Pada tanggal 1 Maret 1982 dibentuklah organisasi gay yang pertama di

Indonesia dan Asia yaitu organisasi Lamda Indonesia yang bersekretariat di Solo.

Kini ada Ikatan Persaudaraan Orang-orang Sehati yang berpusat di Jakarta, Gaya

Dewata yang berlokasi di Bali, Komunitas Pelangi di Yogyakarta, Gaya Priangan

di Kota Cilegon, atau GAYa Nusantara di Surabaya. Pada organisasi GAYa

Nusantara terdapat media untuk mewadahi kegiatan yang diselenggarakan oleh

komunitas gay, lesbian, biseksual dan waria.Kegiatan utama di GNCC saat ini

antara lain adalah:

1. Pusat Informasi,

Yaitu pelayanan informasi seputar komunitas LGBT (Lesbian, Gay,

Bisexual, Transgender) kepada semua orang yang membutuhkannya, baik

itu gay, lesbian, biseksual dan waria atau orang umum lainnya. Informasi

yang diberikan meliputi masalah Kesehatan Seksual (HIV & AIDS dan

IMS), masalah Perkawanan dan berbagai informasi mengenai lokasi

ngeber (cruising), acara-acara komunitas LGBT dan informasi-informasi

Page 38: Pola Interkasi Gay

38

lainnya. Pelayanan informasi ini disampaikan melalui media telepon dan

internet, selama jam kerja.

2. Media Konseling,

Yaitu pelayanan konsultasi, curhat ataupun sharing untuk masalah pribadi,

dari, oleh dan untuk kaumgay, lesbian, biseksual dan transgender. Baik

untuk masalah kesehatan fisik maupun kesehatan psikologis seperti

masalah-masalah tentang asmara, seksualitas, jati diri dan sebagainya.

GNCC ini merupakan tempat yang cukup efektif untuk bertemu dan saling

berkenalan antara kawan.

2.6 Teori Interaksi Simbolik

Sistem sosial merupakan terdapatnya unsur-unsur yang saling berkaitan

atau berhubungan dalam satu kesatuan, terdapatnya himpunan bagian-bagian yang

saling berkaitan dimana bagian masing-masing bekerja secara mandiri dan

bersama-sama, satu sama lain saling dukung dan semuanya ditujukan pada

pencapaian tujuan bersama atau tujuan sistem37. Menurut Alvin L. Betrand38

bahwa di dalam sistem sosial, paling tidak harus terdapat dua orang atau lebih dan

terjadi interaksi antara mereka, memiliki struktur, simbol, harapanharapan dan

tujuan-tujuan yang telah dirumuskan bersama. Sehingga apabila pihak satu

bereaksi, maka pihak lain pun akan bereaksi pula, yang pada akhirnya

menimbulkan hubungan timbal balik yang disebut dengan interaksi sosial.

Interaksi sosial adalah sebuah interaksi antar pelaku dan bukan antar faktor-faktor

37 Dr. H. R. Riyadi Soeprapto, M. S, Interaksionisme simbolik ; Perspektif Sosiologi Modern, Averroes Press, Malang, 2002, hal.30.

38 Ibid, hal.31.

Page 39: Pola Interkasi Gay

39

yang menghubungkan mereka atau yang membuat mereka berinteraksi. Teori

interaksionisme simbolis melihat pentingnya interaksi sosial sebagai sebuah

sarana ataupun sebagai sebuah penyebab ekspresi tingkah laku manusia.39

Interaksi simbolik merupakan sebuah teori yang berusaha menjelaskan

tingkah laku manusia dalam kaitannya dengan makna melalui simbol-simbol yang

nampak. Esensi dari interaksi sendiri adalah proses pemindahan diri pelaku yang

terlibat secara mental ke dalam posisi orang lain melalui simbol yang diberi

makna40. Simbol atau lambang yang digunakan merupakan hasil kesepakatan

bersama untuk menunjukkan sesuatu, misalnya kata “Lekong” bagi kaum gay kata

itu mempunyai arti yang sama dengan kata laki-laki. Simbol-simbol ini pun tidak

hanya berupa perkataan saja tetapi juga meliputi benda dan perilaku.

Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya

adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol41. Pernyataan

tersebut sesuai dengan kenyataan. Karena dalam setiap kita berinteraksi disadari

maupun tidak, tersirat simbol-simbol yang mewakili diri kita. Seperti cara

berbicara, dialek yang digunakan, intonasi dalam menekankan kata yang

diucapkan dan gaya berpakaian. Ini semua dapat merepresentasikan apa yang

dimaksud oleh seorang komunikator. Interaksi simbolik mengakui bahwa

interaksi adalah suatu proses interpretif dua arah. Salah satu fokus interaksi

39 Ibid, hal.143.40 Onong Uchjana, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Adtya Bakti Bandung,

2000, hal.395.41 Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif ; Paradigma Baru, Ilmu Komunikasi Dan

Ilmu Sosial Lainnya, PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2004, hal.71.

Page 40: Pola Interkasi Gay

40

simbolik adalah efek dari interpretasi terhadap orang yang tindakannya sedang

diinterpretasikan42.

Prinsip-prinsip teori interaksi simbolik oleh George Ritzer, dalam Deddy

Mulayana43 diantaranya adalah :

1. Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan

berpikir.

2. Kemampuan berpikir itu dibentuk oleh interaksi sosial.

3. Dalam interaksi sosial orang belajar makna dan simbol yang

memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai

manusia, yakni berpikir.

4. Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan dan

interaksi yang khas manusia.

5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang

mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi

mereka atas situasi.

6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan karena, antara lain,

kemampuan mereka berinteraksi dengan dirinya sendiri, yang

memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai

keuntungan dan kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya.

7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin-menjalin ini membetuk

kelompok dan masyarakat.

42 Ibid, hal.105.43 Ibid, hal.73.

Page 41: Pola Interkasi Gay

41

Berdasarkan pada prinsip-prinsip tersebut, maka sangat mungkin satu

simbol mempunyai makna yang beraneka ragam. Tergantung kepada interpretasi

masing-masing individu, situasi yang mendukung saat simbol tersebut muncul dan

juga latar belakang individu yang bersangkutan.

Dalam kaitannya dengan penelitian mengenai pola interkasi Gay di kota

Cilegon, peneliti ingin menganalisis bagaimana kebiasaan dan pertukaran

informasi sebagai bagian dari pola interaksi pada komunitas gay di Kota Cilegon.

2.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait pola komunikasi ataupun pola interkasi gay, sebenarnya

sudah dilakukan penelitian oleh beberapa oran, diantaranya :

1. Priyo Dwi Utomo pada tahun 2010 dengan judul Pola Komunikasi

dan Interaksi Kaum Gay dalam Masyarakat (Studi Kasus di

Yogyakarta)”.

Dalam kehidupan masyarakat setiap manusia sebagai mahluk

sosial selalu terlibat dalam interaksi. Begitu halnya dengan kaum minoritas

gay yang keberadaannya sampai saat ini belum mendapat tempat

dimasyarakat. Agar keberadaan mereka bisa diterima dilingkungan

masyarakat, maka perlu adanya pengungkapan diri. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi dan interaksi kaum

gay dalam masyarakat Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan studi

kasus deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui

wawancara, observasi dan studi pustaka. Sedangkan pengujian validitas

Page 42: Pola Interkasi Gay

42

data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data, data yang

diperoleh disesuaikan atau dikroscek dengan sumberdata lainnya. Adapun

teori yang digunakan adalah interkasionalisme simbolik.

Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa kaum

gay terbagi menjadi dua golongan yaitu golongan terbuka dan golongan

tertutup. Kaum gay terbuka lebih mudah berkomunikasi dan berinteraksi

dilingkungan masyarakat dibanding kaum gay tertutup. Saat

berkomunikasi dan berinteraksi kaum gay kota Yogyakarta belum bisa

secara langsung berterus terang. Pro kontra membuat kaum gay sulit

berkomunikasi dan berinteraksi di lingkungan masyarakat. Hal ini

membuat kaum gay tidak menjadi dirinya sendiri. Saat berkomunikasi

dengan masyarakat hetroseksual, mereka akan menjaga sikap dan

menjalankan norma-norma yang ada serta mengikuti aturan-aturan yang

ada di masyarakat. Belum adanya undang-undang yang tegas membuat

agama sebagai landasan hukum saat berbicara fenomena homoseksual.

Sehingga masih banyak oknum-oknum yang mengatas namakan agama

melakukan kekerasan terhadap kaum gay.

2. Mega Tarigan pada tahun 2011 dengan judul Pola Komunikasi

Interpersonal Kaum Gay Di Pontianak

Gay merupakan suatu fenomena sosial yang tidak mampu lagi

disangkal. Keberadaannya disadari sebagai sebuah realita didalam

masyarakat dan menimbulkan berbagai macam reaksi oleh lingkungan

sekitar. Penolakan dari lingkungan sekitar dan lingkup luas membuat

Page 43: Pola Interkasi Gay

43

kaum gay terhimpit rasa takut, ragu, bahkan malu untuk menunjukkan

identitas seksual mereka yang sebenarnya. Hal ini menjadi penghambat

untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Komunikasi yang terjalin antara

kaum gay dengan masyarakat tidaklah mudah, dibutuhkan proses agar

komunikasi itu dapat terjalin dan pada akhirnya keberadaan kaum lesbian

dapat diterima atau diakui oleh masyarakat sekitar sehingga terjalin bentuk

komunikasi yang mutual understanding (komunikasi dua arah).

Untuk mendapatkan pengakuan atas keberadaan dari identitasnya

sebagai gay dari masyarakat sekitar, kaum gay harus melibatkan diri dalam

proses komunikasi interpersonal. Ketika kaum gay menyatakan diri dan

berinteraksi melalui komunikasi interpersonal pasti ada tekanan-tekanan

tertentu yang dirasakan untuk memutuskan apa yang akan diungkapkan

dan apa yang harus dirahasiakan. Lebih jauh lagi, teori Pengaturan Privasi

Komunikasi/ Communication Privacy Management (CPM) menyatakan

pasti ada resiko dan penghargaan yang dihasilkan oleh keputusan yang

dibuat bagi masyarakat dengan siapa kaum lesbian berinteraksi.

Penelitian mengenai komunikasi interpersonal kaum gay di

Pontianak Kalimantan Barat merupakan penelitian dengan jenis deskriptif

kualitatif. Proses dalam melakukan penelitian merupakan penekanan

dalam riset kualitatif. Agar bisa dilakukan lebih mendalam, penelitian ini

difokuskan pada interaksi simbolik yang dilakukan oleh kaum gay dalam

komunikasi interpersonal. Penelitian ini mengamati bagaimana kaum gay

tentang diri mereka kemudian mengamati bagaimana kaum gay

Page 44: Pola Interkasi Gay

44

berinteraksi dengan masyarakat disekitar komunitas mereka yang

terbentuk dalam komunikasi interpersonalnya melalui metode penelitian

sosiokultural yang lebih menekankan pada observasi partisipan. Penelitian

ini menggunakan metode wawancara dan studi pustaka, dimana pengujian

validitas datanya menggunakan triangulasi data yaitu data yang satu

dibandingkan dengan data yang lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa kaum gay dapat

menyatakan dirinya pada masyarakat melalui interaksi simboliknya. Gay

yang memiliki pemahaman konsep diri positif lebih mudah untuk

membuka diri atau melakukan komunikasi yang baik dengan masyarakat.

Dengan membuka batasan informasi privat yang mereka miliki melalui

berbagai cara dalam komunikasi interpersonalnya, kaum gay berharap

masyarakat dapat menembus batasan informasi privat dan berada dalam

batasan kolektif (collective boundry) mereka dapat diterima dan dihargai.

Disisi lain ada kaum gay yang terpengaruh oleh hambatan-

hambatan yang terjadi dalam berkomunikasi, yaitu karena masing-masing

kepentingan, motivasi dan prasangka sehingga memilih untuk tertutup

sehingga mereka tidak menyatakan interaksi simboliknya pada masyarakat

sekitar, artinya mereka lebih menetapkan informasi privat mereka pada

batasan personal (personal boundry) saja.

3. Ilham Akbar pada tahun 2011 dengan judul Pola Komunikasi

Interpesonal kaum gay di Kota Serang

Page 45: Pola Interkasi Gay

45

Gay merupakan bagian dari kehidupan sosia yang tidak dapat

dipisahkan keberadaanya. Untuk itu maka perlu adanya sebuah

komunikasi aktif dari komunitas gay itu sendiri agar keberadaanya bisa

diterima di masyarakat.

Penelitian dengan mengambil judul pola komunikasi gay di kota

Serang merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini

hanya mendeskripsikan bagaimana kaum gay mengolah komunikasinya

baik itu di masyarakat maupun di kalangan sesame gay. Metode

pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan studi pustaka, adapaun

untuk menguji validitas data maka dilakukan triangulasi data dimana data

yang satu dibandingkan dengan data yang lainnya.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Gay di Kota Serang

memiliki kecenderungan untuk melakukan komunikasi aktif dengan

masyarakat namun masih tetap menyembunyikan identitasnya. Artinya,

mereka ada dan hidup di masyarakat namun tidak membuka identitas

aslnya. Identitas Gay hanya di buka pada kalangan sesama gay saja.

2.8 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur pikir yang dijadikan sebagai skema

pemikiran atau dasar-dasar pemikiran untuk memperkuat indikator yang melatar

belakangi penelitian ini. Dalam kerangka pemikiran ini peneliti akan mencoba

menjelaskan masalah pokok penelitian. Penjelasan yang disusun akan

menggabungkan antara teori dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

Page 46: Pola Interkasi Gay

46

2.8.1 Kerangka Konseptual

Kaum gay merupakan bagian dari kelompok minoritas yang berada dalam

mastarakat, keberadaanya yang termarjinalkan memberikan sedikit ruang gerak

untuk sosialitasnya. Interaksi merupakan bagian dari proses komunikasi yang

meliputi pola-pola didalamya.

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan kumpulan gay

yang mempunyai tujuan bersama, dengan berinteraksi satu sama lain untuk

mencapai tujuan bersama (adanya saling ketergantungan), mengenal satu sama

lainnya, dan memandang komunitas gay sebagai bagian dari kelompok tersebut,

meskipun setiap anggota gay boleh jadi punya peran berbeda.

Sedangkan komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah

komunikasi antar gay dengan gay secara tatap muka, yang memungkinkan setiap

gay menangkap reaksi dari orang lain, secara langsung, baik verbal ataupun non

verbal”

Dalam penelitian ini peneliti berusaha menjelaskan tentang pola interaksi

komunitas gay dilingkungan masyarakat Kota Cilegon, dalam sub fokus di atas

peneliti mengaplikasikan kedalam bentuk nyata diantaranya, Kebiasaan dan

pertukaran informasi yang digunakan gay sebagai cara untuk berinteraksi yang

merupakan konsep dalam penelitian ini. Seperti yang sudah dijelaskan diatas

tentang Kebiasaan dan pertukaran informasi yang digunakan maka peneliti akan

mengaitkan dengan konsep atau judul yang telah dibuat.

1. Kebiasaan

Page 47: Pola Interkasi Gay

47

Yang dimaksud kebiasaan dalam hal ini yaitu dimana setiap

kegiatan-kegiatan rutin kalangan gay yang sering dilakukan tiap harinya

baik itu pekerjaan maupun perilaku mereka sehari-harinya. Serta tentang

bagaimana pola pikir mereka dalam menghadapi kesehariannya. Seperti

hal tentang bagaimana mereka melakukan interaksi dengan masyarakat

dalam aktivitas yang selalu mereka lakukan.

2. Pertukaran Informasi

Yaitu dimana para gay melakukan suatu interaksi atau komunikasi

serta pertukaran pesan baik dengan sesamanya maupun orang lain untuk

mendapatkan informasi yang diinginkan dengan menggunakan komunikasi

verbal serta media yang digunakannya. Dimana pertukaran informasi tidak

hanya bertukar informasi tetapi juga bisa bertukar pesan ataupun pikiran

ataupun timbal balik yang positif dari proses tersebut. Pertukaran

informasi akan memberikan pengetahuan yakni bagaimana seorang gay

mengetahui tentang bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat

agar mendapatkan respon yang positif.

GAMBAR 2.2

Kerangka berpikir

Pola Interkasi komunitas Gay di Cilegon

Komunitas Gay di Kota Cilegon

Pola Interaksi

Kebiasaan

Pertukaran InformasiTeori Interaksi Simbolik

Page 48: Pola Interkasi Gay

48

BAB III

Metodologi Penelitian

3.1 Metode Penelitian

Pada metode penelitian ini, peneliti melakukan suatu penelitian dengan

pendekatan secara Kualitatif deskriftip dimana untuk mengetahui dan mengamati

segala hal yang menjadi ciri sesuatu hal. Metode ini diambil untuk medapatkan

data penelitian secara menyeluruh terkait dengan pola interkasi yang digunakan

oleh komunitas gay di Kota Cilegon. Metode penelitian kualitatif akan didukung

dengan tekhnik pengambilan data melalui tekhnik wawancara dan observasi

langsung kepada subjek penelitian.

Page 49: Pola Interkasi Gay

49

Menurut David Williams (1995) dalam buku Lexy Moleong menyatakan

bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah,

dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti

yang tertarik secara alamiah”.44

3.2 Subjek dan Informan Penelitian

3.2.1 Subjek Penelitian

Menurut Sugiyono bahwa subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang,

benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya ( atributt -nya) akan

diteliti. Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya

melekat atau terkandung objek penelitian45

Subjek dalam Penelitian ini adalah kaum gay di Kota Cilegon.

3.2.2 Informan Penelitian

Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

purposive sampling. Menurut Sugiyono teknik purposive sampling adalah

“Teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu”46

Beberapa riset kualitatif sering menggunakan teknik ini dalam penelitian

observasi eksploratoris atau wawancara mendalam. Biasanya teknik ini dipilih

untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data dari pada untuk tujuan

representatif yang dapat digeneralisasikan”47

44 Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal.5

45 Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alphabeta. Hal 30046 Sugiyono, 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta

47 Kriyantoro, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Hal. 154-155

Page 50: Pola Interkasi Gay

50

Adapun informan penelitian ini adalah sebagaimana bisa dilihat dalam

tabel dibawah ini:

Tabel 3.1

Daftar Informan Penelitian

n= 5

No Nama Lokasi Pekerjaan1. Novan Zulfikar KR Cilegon2. Aldy KFC Cilegon 3. Erbi Syah KR Cilegon 4. Adi Hamid Super Mall Cilegon 5 Denis KFC Cilegon

Informan ini diambil dari berbagai profesi yang ada di Kota Cilegon. Baik

itu profesi yang biasanya di identifikasi sebagai ruang kerja gay seperti salon dan

lain-lain, mapun profess-profesi yang menjadi ruang kerja pria pada umumnya.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Sebagai bentuk penunjang dari penelitian yang valid tidak hanya

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, melainkan informasi-informasi dalam

bentuk data yang relevan dan dijadikan bahan-bahan penelitian untuk di analisis

pada akhirnya. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan, sebagai berikut:

1. Wawancara

Dalam penelitian perlu adanya data-data yang relevan untuk dijadikan

sebagai penunjang dalam penelitian yang berlangsung, salah satunya adalah

melalui wawancara. Menurut Berger dalam buku Rachmat Kriyantoro,

menyatakan Wawancara adalah percakapan antara periset-seseorang yang

Page 51: Pola Interkasi Gay

51

berharap mendapatkan informasi dan informan-seseorang uang diasumsikan

mempunyai informasi paling penting tentang suatu objek.48

Wawancara dibagi dua :

a. Wawancara dalam riset kualitatif, yang disebut sebagai wawancara

mendalam (depth interview)

b. Wawancara secara intensif (intensive interview) dan kebanyakan tak

berstruktur. Tujuannya untuk mendapatkan data kualitatif yang

mendalam.49

Maka, dalam hal ini peneliti pun mengumpulkan data-data dengan salah

satu caranya melalui wawancara untuk mendapatkan informasi yang benar-benar

relevan dari narasumber terkait dalam hal ini dilakukan kepada gay-gay terpilih

sebagai informan dengan itu semua mengetahui kebenaran dan menjadikan

keyakinan bagi peneliti.

Beberapa hal yang akan menjadi tema wawancara dengan komunitas gay di

kota cilegon tentu saja yang berkaitan dengan bagaiaman pola interkasi yang

terjadi, melalui indicator kebiasaan yang dilakukan serta pertukaran informasi

yang terjadi di komunitas gay kota Cilegon.

2. Observasi

Observasi adalah metode atau cara-cara yang menganalisis dan

mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat

atau mengamati individu atau kelompok secara langsung”50

48 Kriyantoro, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Hal. 11

49 Ibid. Hal 9650 http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/10/pengertian-observasi-dan-

kedudukannya.html /dikutip pada hari Senin, 7 Juni 2010/20:43 WIB

Page 52: Pola Interkasi Gay

52

Dalam observasi ini, tidak hanya melihat apa yang informan lakukan atau

sampaikan. Melainkan dari definisi diatas adalah menganalisis, mengadakan

pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan merekam keadaan

yang ada atau menggunakan catatan lapangan, mengamati individu atau kelompok

tersebut. Sehingga dengan ini, informasi-informasi yang diperoleh pun relevan.

Observasi yang dilakukan kepada subjek penelitian yaitu berupa

kebiasaan-kebiasaan dari masing-masing individu subjek penelitian dan juga

pertukaran informasi yang dilakukan oleh masing-masing subjek. Sebagaimana

yang dijelaskan di atas bahwa observasi terkait kebiasaan dan pertukaran

informasi ini akan menghasilkan data berupa catatan penelitian tentang subjek

penelitian.

3.4 Teknik Analisa Data

Menurut Jonathan Sarwono dalam bukunya metode penelitian kuantitatif

dan kualitatif, menyatakan Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat

induktif dan berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian-

pengertian, konsep-konsep dan pembangunan suatu teori baru, contoh dan model

analisis kualitatif ialah analisis domain, analisis taksonomi, analisis kompesional,

analisis tema kultural, dan analisis komparasi konstan (Grounded theory

research)”.51

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang

51 Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal. 261

Page 53: Pola Interkasi Gay

53

diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum

memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap

tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.

Tahapan-tahapan analisis data di lapangan menurut Miles & Huberman

(1984) dalam buku Sugiyono, yaitu bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,

sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction,

data display, dan conclusion drawing atau verification”52

Langkah-langkah analisis data ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.1Komponen dalam analisis data (flow model)

Periode pengumpulan|………………………………………..|

Reduksi Data|___________|_______________________________|Antisipasi Selama Setelah

Display data|_______________________________|Selama Setelah

Kesimpulan/verifikasi|_________________________________| Selama Setelah

Sumber : Sugiyono, 2009: 246

1. Reduksi data (Reduction)

52 Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Hal. 246

ANALISIS

Page 54: Pola Interkasi Gay

54

Reduksi data yakni memilah data yang didapat untuk dijadikan sebagai

bahan laporan penelitian. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan sesuai

dengan kebutuhan penelitian dan dianggap relevan untuk dijadikan sebagai

hasil laporan penelitian. Data yang diperoleh kemungkinan tidak sejalan

dengan tujuan penelitian sebelumnya, oleh karena itu penyeleksian data yang

dianggap layak sangat dibutuhkan. Ada[un data yang akan di reduksi dalam

penelitian ini yaitu berupa kebiasaan dan pertukaran informasi dai rubjek

penelitian

2. Display data

DIsplay data yakni mengkatagorikan data yang diperoleh berdasarkan

bagian-bagian penelitian yang telah diterapkan. Klasifikasi data ini dilakukan

untuk memberikan batasan pembahasan dan berusaha untuk menyusun

laporannya secara tersistematis menurut klasifikasinya. Display ini juga

membantu penulis dalam memberikan penjelasan secara lebih detail dan jelas.

Data akan di Display ke dalam 2 kategori yaitu kebiasaan dan pertukaran

informasi subjek penelitian.

3. Merumuskan hasil penelitian (Conclusion Drawing)

Semua data yang diperoleh kemudian dirumuskan menurut

pengklasifikasian data yang telah ditentukan. Rumusan hasil penelitian ini

memaparkan beragam hasil yang didapat dilapangan dan berusaha untuk

menjelaskannya dalam bentuk laporan yang terarah dan tersistematis.

Page 55: Pola Interkasi Gay

55

4. Menganalisa/Memverifikasi hasil penelitian (Verification)

Tahap yang akhir adalah menganalisa/verifikasi hasil penelitian yang

diperoleh dan berusaha membandingkannya dengan berbagai teori atau

penelitian sejenis lainnya dengan data yang diperoleh secara nyata dilapangan.

Menganalisa hasil penelitian dilakukan untuk dapat memperoleh jawaban atas

penelitian yang dilakukan dan berusaha untuk membuahkan suatu kerangka

pikir atau menguatkan yang ada.

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini memiliki lokasi yang menjadi lapangan penelitian dari

penulis serta waktu berlangsungnya penelitian ini, adapun lokasi dan waktunya

sebagai berikut :

3.5.1 Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti memilih tempat penelitian di kota Cilegon.

3.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung dan dilaksanakan oleh peneliti dengan

menggunakan kurun waktu penelitian selama 2 (dua) bulan terhitung mulai bulan

Desember 2012 sampai September April, dengan time schedule waktu penelitian

sebagai berikut :