Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA
KEPALA DI RUANG BEDAH TRAUMA CENTER
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
MUTHIA AZIFA
NIM : 153110258
PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2018
POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA
KEPALA DIRUANG RAWAT BEDAH TRAUMA CENTER
RSUP Dr. M. DJAMILPADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan ke Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang Sebagai Salah SatuSyarat Untuk
Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan
MUTHIA AZIFA
153110258
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cedera Kepala di Ruang
Rawat Bedah Tauma Center RSUP. Dr. M. Djamil Padang Tahun2018”. Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari Ibu Ns.
Netti, S.Kep.,M.Pd selaku pembimbing I serta Ibu Ns. Yossi Suryarinilsih,
M.Kep. Sp.KMB selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga,
dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah
ini. Peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM, MSi.,selaku direktur Poltekkes
Kemenkes RI Padang.
2. Bapak Dr. dr. H. Yusirwan Yusuf, Sp.BA(K), MARS selaku Pimpinan
RSUP. Dr. M. Djamil Padang beserta staf yang telah mengizinkan untuk
melakukan penelitian.
3. Ibu Hj. Murniati Muhtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang.
4. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku ketua Program Studi D-III
Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes RI Padang.
5. Ibu Ns. Hj. Defia Roza, M.Kep., Sp.KMB selaku pembimbing akademik
6. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Jurusan Keperawatan yang telah
memberikan pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan.
7. Kepada “Kedua Orang Tua” tersayang yang selalu meberikan semangat,
dorongan serta doa restu dan kasih sayang yang tiada terhingga. Tiada kata
yang dapat ananda samapaikan selain terimakasih dan doa semoga Allah
SWT selalu memberikan kesehatan,rahmat dan karunia-Nya kepada kita
semua.
8. Teman-temanku yang senasib seperjuangan Mahasiswa Poltekkes
Kemenkes RI Padang Program Studi D-III Keperawatan Padang angakatan
2015
Akhir kata, peneliti berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga nantinya dapat
membawa manfaat bagi dunia pendidikan
Padang, Juni 2018
Peneliti
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2018
Muthia Azifa
“Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cedera Kepala di Ruang
Trauma Center Ruang Rawat Bedah RSUP dr. M. Djamil Padang”
vii + 69 halaman, 1 bagan, 6 tabel, 12lampiran.
ABSTRAK
Cedera kepala merupakan trauma langsung atau tidak langsung mengakibat kerusakan pada otak. Persentase cedera kepala di Sumatera Barat karena kecelakaan sepeda motor 49,5 %, karena terjatuh sebanyak 33,2% dan karena benda tajam dan tumpul sebanyak 7,4%.Pasien yang dirawat dengan cedera kepala di RSUP Dr. M. Djamil Padang dalan 3 tahun terakhir sebanyak 1581 kasus. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala diruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Jenis penelitian deskriptif dengan desain studi kasus.Pengambilan kasus pada tanggal 06 – 11 Maret 2018 di ruangTrauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang .Populasi pasien cedera kepala sedang dan subjek penelitian 2 partisipan, sampel diambil dengan teknik purposive sampling.Instrumen pengumpulan data berupa format pengkajian sampai evaluasi keperawatan, pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Masalah keperawatan yang ditemukan pada kedua partisipan adalah ketidakefektifan pola nafas, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, nyeri akut, kerusakan integritas kulit dan resiko infeksi. Intervensi yang dilakukanantara lain monitor peningkatan TIK, monitor tingkat kesadaran, monitor TTV, monitor oksigen dan monitor status neurologis. Masalah yang teratasi pada kedua partisipan adalah ketidakefektifan pola nafas pada hari kelima dan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak pada hari ke lima dan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pada hari ke lima.
Disarankan kepada tenaga kesehatan di ruang Trauma Center RSUP. Dr. M. Djamil Padang agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, salah satunya memberikan asuhan keperawatan yang optimal khususnya pada pasien dengan cedera kepala.
Kata kunci :cedera kepala, asuhan keperawatan
Daftarpustaka: 21 (2007 – 2017)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………….……..i
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….…..1
A. Latar Belakang……………………………………………….……..……..1 B. Rumusan Masalah…………………………………………….……..…….4 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………….5 D. Manfaat Penelitian………………………………………………………...5
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Cedera Kepala …………………………………………….7 1. Pengertian Cedera Kepala ……………………………………………7 2. Klasifikasi Cedera Kepala ……………………………………………8 3. Etiologi Cedera Kepala ……………………………………………….8 4. Patofiologi …………………………………………………………….9 5. WOC ………………………………………………………………...13 6. Manifestasi Klinis Cedera Kepala …..………………………………14 7. Mekanisme cedera Kepala ……………………………………..……16 8. Tipe Cedera Kepala ........................................................................…16 9. Pemeriksaan Penunjang .................................................................….20 10. Penatalaksanaan .............................................................................….21
B. Konsep Asuhan Keperawatan Cedera Kepala …………………………..22 1. Pengkajian …………………………………………………………… 2. KemungkinanDiagnosaKeperawatan ……………………………...27 3. IntervensiKeperawatan ……………………………………………..28
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………………………………………………………….38 B. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………………...38 C. Populasi dan Sampel …………………………………………………….38 D. Instrument Pengumpulan Data ………………………………………….39 E. Metode Pengumpulan Data …………………………………………….40 F. Analisis …………………………………………………………………40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi lokasi penelitian ………………………………………………41 B. Hasil ……………………………………………………………………..41 C. Pembahasan ……………………………………………………………..55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………...68 B. Saran …………………………………………………………………….69
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR BAGAN
WOC CederaKepala ........................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rencana Keperawatan…………………………………….,………… 28 Tabel 4.1 Pengkajian Keperawatan……………………………...……………… 41 Table 4.2 Diagnosa Keperawatan……………………………………..…..…….46 Table 4.3 Intervensi Keperawatan………………………………….…..………..46 Table 4.4 Implementasi Keperawatan………….…..……………………………52 Table 4.5 Evaluasi Keperawatan………………………………………………...53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 2 Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 1
Lampiran 3 Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 2
Lampiran4 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Partisipan I
Lampiran5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Partisipan II
Lampiran 6 Lembar Absensi Penelitian
Lampiran7 Format Asuhan Keperawatan partisipan I
Lampiran 8 Format Asuhan Keperawatan partisipan II
Lampiran9 Lembar Konsultasi KTI Pembimbing 1
Lampiran10 Lembar Konsultasi KTI Pembimbing 2
Lampiran11 Surat Izin Penelitian dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 12 Surat Izin Selesai Penelitian dari Ka.Subag Diklit Non Medik
RSUP Dr M. Djamil Padang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
tidak langsung terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan
tengkorak dan otak. Cedera kepala merupakan cedera pada kulit
kepala, cedera tengkorak dan cedera yang terjadi pada otak, sehingga
fungsi otak dapat mengalami perdarahan interstisial dalam otak atau
tanpa terputusnya kontuitas otak. Cedera kepala biasanya diakibatkan
karena benturan dan kecelakaan (Muttaqin, 2011).
Cedera kepala sering terjadi pada anak usia remaja dan dewasa,
terutama pada kaum laki-laki yang disebabkan karena kecelakaan lalu
lintas dan kekerasan seperti tawuran. Sehingga dapat menyebabkan
benturan pada basis krania (dasar tengkorak) yang bisa terjadi secara
langsung maupun tidak langsung (Satyanegara, 2010).
Cedera kepala dapat mengancam jiwa seperti kerusakan otak,
perdarahan atau pembengkakan pada otak dan bisa terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Cedera kepala juga bisa
menyebabkan penurunan daya ingat dan juga bisa menyebabkan
kecacatan pada otak (Muttaqin, 2011). Cedera kepala dapat dibagi
menjadi Cedera kepala primer merupakan kerusakan yang terjadi pada
otak segera setelah trauma. Dan Cedera otak sekunder merupakan
kerusakan yang berkembang kemudian sebagai komplikasi.
Pencegahan cedara kepala sekunder merupakan tujuan yang paling
penting dari penatalaksaan cedera kepala ( Borley dan Grace, 2007).
Dampak masalah yang terjadi pada cedera kepala yaitu perdarahan
intra kranial seperti hematoma epidural, hematoma subdural. Pasien
juga bisa mengalami amnesia, perubahan neurologis dan psikologis
(Borley dan Grace, 2007). Dari tanda gejala dan dampak cedera kepala
tersebut masalah yang biasa muncul pada pasien yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan nafas, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak,
nyeri akut dan resiko infeksi (NANDA International, 2015 - 2017).
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah mengatur posisi pasien
untuk memaksimalkan ventilasi, kolaborasi dalam pemberian oksigen,
monitor tanda-tanda vital, manajemen nyeri, monitor tingkat kesadaran
dengan GCS, monitor jika terjadinya perdarahan secara tiba-tiba
(NOC-NIC, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya sekitar
1,2 juta orang meninggal dengan diagnosis cedera kepala yaitu akibat
kecelakaan lalu lintas dan jutaan lainnya terluka atau cacat. Di
Amerika Serikat diperkirakan 1,7 juta orang mengalami cedera kepala
setiap tahunnya, sebanyak 50.000 orang meninggal dunia, 275.000
orang dirawat di rumah sakit, dan 1.111.000, atau hampir 80% dirawat
dan dirujuk ke departemen Instalasi Gawat Darurat (WHO, 2016).
Angka kejadian di Indonesia, menurut Riskesdas (2013) menunjukkan
insiden cedera kepala sebanyak 100.000 jiwa meninggal dunia
(Depkes RI, 2013).
Menurut data dari Riskesdas (2013), angka kejadian cedera kepala di
Sumatera Barat cukup tinggi, ada sebanyak 5,8% dengan berbagai
penyebab yang meliputi kecelakaan sepeda motor sebanyak 49,5%,
kecelakaan karena transportasi barat lainnya ada sebanyak 5,4%,
disebabkan karena terjatuh sebanyak 33,2%, karena benda tajam dan
tumpul sebanyak 7,4%. Berdasarkan data Polda Sumatera Barat,
jumlah kecelakaan lalu lintas di kota Padang pada tahun 2012 jumlah
kecelakaan lalu lintas di kota Padang mencapai 540 kasus dengan
korban jiwa 80 orang, luka berat 318 orang dan luka ringan 447 orang
(Riandini, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUP Dr. M.
Djamil Padang di Ruang IRNA Bedah pada tahun 2015 yang dirawat
dengan cedera kepala sebanyak 337 orang dan pada tahun 2016 pasien
yang dirawat dengan cedera kepala sebanyak 400 orang, pada tahun
2017 (dari bulan Januari – November) pasien dengan cedera kepala
sebanyak 525. Dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2015 saampai
2017 mengalami peningkatan. Data dari rekam medik ruang Trauma
Center RSUP Dr. M. Djamil Padang dalam 3 bulan terakhir yaitu
bulan September – November 2017 tercatat sebanyak 319 kasus cedera
kepala (Rekam Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang).
Penelitian Nasir (2012), menjelaskan bahwa diagnosa keperawatan
yang biasa terjadi pada cedera kepala yaitu gangguan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan edema serebral, pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan hiperventilasi dan nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik. Namun yag lebih di prioritaskan yaitu
gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral. Intervensi keperawatan yang dilakukan peneliti yaitu
observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran
pasien, memberikan posisi head up 30°, kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian oksigen nasal kanul dan monitor tanda – tanda vital
pasien.
Dari survey awal yang dilakukan peneliti di ruang Bedah Trauma
Center RSUP Dr. M.Djamil Padang pada tanggal 23 Desember 2017
ditemukan 3 orang dengan diagnosa medis cedera kepala dari 21 orang
yang dirawat diruangan tersebut. Dari 3 orang pasien tersebut
diantaranya, pertama Tn. H dengan GCS 14 (cedera ringan) saat ini
dalam masa pemulihan dengan keadaan yang masih lemah, posisi
badan dan kepala di ekstensi 30°, klien terpasang infus Nacl 0.9% 20
tetes/menit, yang kedua Tn. D dengan GCS 12 (cedera kepala sedang)
pasien dengan kondisi lemah dan terasa nyeri di daerah kepala, dan
yang ketiga Tn. R dengan GCS 10 (cedera kepala sedang) pasien
masih mengalami kehilangan kesadaran dan terpasang Nacl 0,9% 20
tetes/menit.
Hasil observasi yang didapatkan diruangan pada tanggal 23 Desember
2017 ditemukan perawat sudah melakukan pengkajian, menegakkan
diagnosa yaitu nyeri akut, gangguan perfusi jaringan serebral dan
intoleransi aktivitas. Tindakan keperawatan yang dilakukan perawat
seperti kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi analgetik
untuk mengurangi nyeri. memantau tanda – tanda vital untuk
memantau adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK),
pemantauan GCS, memposisikan pasien semi fowler 30° dengan
kepala di ekstensikan untuk memaksimalkan ventilasi dan melakukan
perawatan luka.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti telah selesai melakukan
penelitian tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala di ruang Trauma Center bedah RSUP Dr. M.Djamil Padang
tahun 2018.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tahun 2018
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian pada pasien yang mengalami
cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2018
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien yang
mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018
c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien yang
mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018
d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien yang
mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018
e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien yang
mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP
Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti
Laporan penelitian ini dapat mengaplikasikan dan menambah
wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan dalam menerapkan
cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2018.
2. Bagi Tempat Penelitian
Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tahun 2018.
3. Institusi Pendidikan
Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan
keperawatan pada pasien cedera kepala di RuanganTrauma Center
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian
berikutnya untuk menambah pengetahuan dan data dasar untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Cedera Kepala
1. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan
yang disebabkan karena gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2011).
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh
kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran
dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi tingkah laku dan
emosional (Padila,2012).
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari
luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan neurologis, kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik (Bararah dan Jauhar, 2013).
Kerusakan neurologis yang diakibatkan oleh suatu benda atau serpihan
tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh suatu
pengaruh kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya
oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada
kompartemen yang kaku (Wijaya dan Yessi, 2013).
2. Klasifikasi
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessi Mariza Putri (2013)
klasifikasi cedera kepala dibagi yaitu :
a. Berdasarkan keparahan cedera :
1) Cedera kepala ringan (CKR)
Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio serebri,
hematom, GCS 13 – 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi
< 30 menit.
2) Cedera kepala sedang (CKS)
Kehilangan kesadaran ( amnesia) >30 menit tapi < 24 jam,
muntah, GCS 9 – 12, dapat mengalami fraktur tengkorak,
disorientasi ringan (bingung).
3) Cedera kepala berat (CKB)
GCS 3-8, hilang kesadaran > 24 jam, adanya kontusio serebri,
laserasi / hematoma intracranial.
3. Etiologi
Menurut Wijaya dan Yessi (2013), ada 2 macam cedera kepala yaitu :
a. Trauma Tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera local. Kerusakan local meliputi contusion
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan mesa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma Tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(disfusi) : kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4
bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi
karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau
kedua – duanya.
Penyebab utama terjadinya trauma kepala menurut (Bararah dan
Jauhar, 2013) adalah :
1) Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah di mana sebuah sebuah kendaraan
bermotor bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda
lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada
pengguna jalan raya
2) Jatuh
Jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur
kebawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih
di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
3) Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada
barang atau orang lain (secara paksaan).
4. Patofisiologi
Cedera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul seperti
terjatuh, dipukul dan kecelakaan yang dapat mengenai kepala dan otak
sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada fungsi otak dan
seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma mengenai ekstra kranial akan
dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala dan pembuluh
darah sehingga terjadi perdarahan. Apabila perdarahan yang terjadi
terus– menerus dapat menyebabkan terganggunya aliran darah
sehingga terjadi hipoksia. Akibat hipoksia ini otak mengalami edema
serebri dan peningkatan volume darah di otak sehingga tekanan intra
kranial akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala
akan menyebabkan fraktur yang dapat menyebabkan desakan pada
otak dan perdarahan pada otak, kondisi ini dapat menyebabkan cedera
intra kranial sehingga dapat meningkatkan tekanan intra kranial,
dampak peningkatan tekanan intra kranial antara lain terjadi kerusakan
jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas (Borley dan Grace, 2007)
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen glukosa
dapat terpenuhi. Energy yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari
20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70% aka terjadi gejala-gejala
permulaan disfungi serebral (Bararah dan Jauhar, 2013).
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen malalui proses metabolic anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia
atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekucup
aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema
paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardi. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh
darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan
para simpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu
besar (Rendi dan Margareth, 2012).
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1) Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik ( aselerasi – deselerasi
rotasi yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera
primer dapat menyebabkan gegar kepala ringan, memar otak, dan
laserasi. Menurut Aweloi, dkk (2016) pada cedera kepala primer
bisa juga disebabkan karena adanya peristiwa coup dan kontra
coup. Artinya adalah cedera coup merupakan kerusakan yang
terjadi pada daerah benturan, sedangkan kontra coup kerusakan
yang terjadi pada daerah yang berlawanan dengan lokasi benturan .
pada cedera kepala primer terjadinya cedera pada vascular, fokal,
multifokal atau diffuse sehingga bisa mengakibatkan yaitu
penurunan kesadaran, peningkatan TIK, pendarahan subdural,
pendarahan subaracnoid, contusion dan laserasi.
2) Cedera kepala sekunder
Cedera kepala sekunder terjadi akibat berbagai proses patologik
yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti : hipotensi
sistemik, hipoksia, hiperkapnea, udema otak, komplikasi
pernafasan dan infeksi/ komplikasi pada organ tubuh lain. Pada
cedera kepala sekunder terjadi gangguan proses metabolism dan
homeostatis ion-ion sel otak, hemodinamika intrakranial dan
kompartemen cairan serebrospinalis (CSS) yang dimulai setelah
terjadinya trauma namun tidak Nampak secara klinis segera setelah
trauma (Rendi dan Margareth, 2012).
Akumulasi cairan ekstravaskuler di dalam otak dapat menyebabkan
peningatan tekanan intrakranial yang bisa membawa kematian karena
kompartemen intrakranial tertutup. Keadaan ini menimbulkan herniasi
otak yang dapat membawa kematian lewat lubang sekat duramater
dalam rongga tengkorak. Berikut ini merupakan herniasi yang penting,
yaitu :
1) Herniasi Transtentorial, terjadi jika aspek medial lobus temporalis
tertekan ke tepi bebas tentorium serebeli. Dengan semakin
parahnya pergeseran lobus temporalis dan serabut parasimpatisnya
akan tertekan dan menyebabkan dilatasi pupil dan gangguan
pergerakkan bola mata ipsilateral. Arteri serebri posterior juga
sering tertekan sehingga terjadi cedera iskemik didaerah yang
diperdarahi oleh pembuluh ini.
2) Herniasi subfalsin, terjadi jika ekspansi unilateral atau asimetrik
hemisfer serebri menggeser gyrus cinguli dibawah falks serebri.
Hal ini sering berkaitan dengan penekatan cabang arteri serebri
anterior, yang bermanifestasi sebagai kelumpuhan dan kelainan
sensorik di tungkai, akibat cedar iskemik di daerah korteks
motorik primer atau korteks sensorik.
3) Herniasi tonsilar, mengacu pada bergesernya tonsil serebelum
melalui fotamen magnum. Pola herniasi ini mangancam nyawa
karena menyebabkan penekanan batang otak dan mengganggu
pusat pernapasan vital di medulla oblongata. Herniasi batang otak
sering disertai oleh lesi hemoragik di otak tengah dan pons, yang
dsisebut perdarahan batang otak sekunder ( Kumar,dkk, 2007).
Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu
dari arteri, perdarahan arteri yang di akibatkan tertombun dalam ruang
epidural bisa mengakibatkan fatal. Kerusakan neurologik disebabkan
oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek
jaringan otak oleh pengaruh kekuatan atau energy yang diteruskan
keotak dan oleh efek akselerasi – deselerasi pada otak. Derajat
kerusakan ke otak yang disebabkan bergantung pada kekuatan yang
menimpa. Makin besar kekuatan maka makin parah kerusakan yang
terjadi (Tarwoto, 2009).
Infeksi fraktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobek membran
meningen sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen bisa
berbahaya karena infeksi dapat menyebar ke sistem saraf yang lainnya
(Satyanegara,2010).
5.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya dan Putri (2013) gejala dari cedera kepala yaitu :
1) Cedera kepala ringan – sedang
Disorientasi ringan, amnesia post traumatic, hilang memori sesaat,
sakit kepala, mual dan muntah, vertigo dalam perubahan posisi,
gangguan pendengaran.
2) Cedera kepala sedang – berat
Edema pulmonal, kejan, tanda herniasi otak, hemiparise, ganggua
akibat saraf cranial.
Manifestasi klinis spesifik
a. Gangguan Otak
a) Comosio Cerebri / geger otak
Tidak sadar < 10 menit, muntah – muntah, pusing, tidak
ada tanda deficit neurologis
b) Contusion cerebri / memar otak
Tidak sadar >10 menit, bila area yang terkena luas dapat
berlangsung > 2-3 hari setelah cedera, muntah – muntah,
amnesia retrograde, ada tanda – tanda deficit neurologis.
b. Perdarahan Epidural / Hematoma Epidural (EDH)
a) Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak
bagian dalam dan meningen paling luar. Terjadi akibat
robekan arteri meningal
b) Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis
dari kacau mental sampai koma
c) Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan
perrnapasan, bradikardia, penurunan tanda-tanda vital
d) Herniasi otak yang menimbulkan : dilatasi pupil dan reaksi
cahaya hilang, isokor dan anisokor, patosis.
c. Hematoma Subdural (SDH)
a) Akumulasi darah antara duramater dan araknoid, karena
robekan vena
b) Gejala : sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfasia
c) Akut : gejala 24 – 48 am setelah cedera, perlu intervensi
segera
d) Sub akut : gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu stelah
cedera
e) kronis : 2 minggu sampai 3 – 4 bulan setelah cedera
d. Hematoma Intracranial (ICH)
a) Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak
b) Penyebab : fraktur depresi tulang tengkorak, cedera
penetrasi peluru, gerakan akselerasi – deselerasi tiba-tiba
e. Fraktur Tengkorak
a) Fraktur Linear/simple
melibatkan tulang temporal dan pariental, jika garis fraktur
meluas kearah orbita / sinus paranasal ( resiko perdarahan)
b) Fraktur Basiler
Fraktur pada dasar tengkorak, bisa menimbulkan kontak
CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri masuk
Menurut Padila (2014) tanda dan gejala dari cedera kepala yaitu :
a) Sakit kepala karena trauma langsung dan meningkatkan tekanan
intracranial
b) Disorientasi atau perubahan kognitif
c) Perubahan dalam berbicara
d) Perubahan dalam gerakan motorik
e) Mual dan muntah karena meningkatnya tekanan intracranial
f) Ukuran pupil tidak sama penting untuk menentukan apakah
terkait dengan perubahan neurologis atau apakah pasien
mempunyai ukuran pupil berbeda (persentase kecil populasi
mempunyai ukuran pupil berbeda)
g) Berkurangnya atau tidak adanya reaksi pupil terkait dengan
kompromi neurologis
h) Menurunnya tingkat kesadaran atau hilangnya kesadaran
i) Hilang ingatan (amnesia)
7. Mekanisme Cedera
Menurut Wijaya dan Putri (2013) cidera kepala dapat diakibatkan oleh
yaitu:
a. Perubahan bentuk tengkorak kepala
b. Percepatan dan perlambatan, dimana tengkorak kepala
mengakibatkan perubahan bergerak lebih cepat dari pada masa
otak dan mengakibatkan perubahan tekanan
c. Pergerakan kepala yang menyebabkan rotasi dan distorsi dari
jaringan otak. Kekuatan ini dapat menyebabkan kompresi,
ketegangan dan kerusakan jaringan otak.
Pada saat satu objek bergerak membentuk kepala dengan cukup kuat,
dapat mengakibatkan fraktur tengkorak. Fraktur tersebut dapat atau
tidak dapat menekan jarinagan otak. Kontusio adalah cidera kepala
ringan atau sedang sampai dengan berat, dimana terjadi kedema dan
pendarahan. Coup adalah pendarahan dan edema langsung dibawa
ketempat trauma sebagai akibat dari kecepatan. Contracoup adalah
adanya dua letak luka yang berlawanan dari letak trauma yang
dibabkan oleh percepatan-perlambatan atau trauma perputaran.
8. Tipe cidera kepala
Menurut Rendy dan Margareth (2012) tipe dari cedera kepala dapat
meliputi :
1) Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam
jaringan otak dan melukai saraf otak dan jaringan otak.
a. Fraktur tengkorak
Fraktur kepala berupa jaringan pembuluh darah dan saraf-
saraf otak, merobek buramater yang mengakibatkan
perembesan cairan serebros spiner, dimana dapat membuka
satu jalan untuk terjadinya infeksi intralpranial. Adapun
macam-macam dari fraktur tengkorak adalah :
a) Linear fraktur adalah retak biasa pada hubungan
tulang dan tidak merubah hubungan dari kedua
fragmen
b) Comunited fraktur adalah patah tulang dengan
multiplay fragmen dengan fraktur yang multilinear
c) Depressed fraktur fragmen tulang melekuk kedalam
d) Coumpound fraktur, fraktur tulang yang meliputi
laserasi dari kulit kepala, membrane mukosa, sinus
paranasal, mata dan telinga atau membrane timpani.
e) Fraktur dasar tengkorak, fraktur yang terjadi pada
dasar tengkorak, khusunya pada kosa anterior dan
tengah. Fraktur dapat dalam bentuk salah satu :
linear, comminited atau depressed. Sering
menyebabkan erhainorrhea atau otorrhea.
2) Trauma kepala tertutup
a) Cedera serebral
Cedera serebral dapat meliputi :
(1) Komosia Serebri adalah suatu kerusakan sementara
fungsi neurologi yang disebabkan oleh benturan
pada kepala. Biasanya tidak merusak struktur tetapi
menyebabkan hilangnya ingatan sebelum dan
sesudah cidera, lesu, mual, dan muntah. Biasanya
dapat kembali pada fungsi yang normal. Setelah
komosia akan timbul sindroma berupa sakit
kepala,pusing, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
beberapa minggu setelah kejadian.
(2) Kontusio Cerebri. Benturan dapat menyebabkan
perubahan dari struktur dari permukaan otak yang
mengakibatkan perdarahan dan kematian jaringan
dengan/ tanpa udema. Kontusio dapat berupa coup
atau contacoup injury. Deficit neurologi serius dapat
terjadi. Gejala-gejala dapat terjadi tergantung pada
luasnya kerusakan.
(3) Hematoma Epidural. Adalah perdarahan yang menuju
ke ruang antara tengkorak dan duramater. Kondisi ini
terjadi karena laserasi dari arteri meningea media.
Gambaran klinik klasik yang terlihat berupa :
hilangnya kesadaran dengan diikuti periode flaccid,
tingkat kesadaran dengan cepat menurun menuju
condision sampai dengan koma. Jika tidak ditangani
akan menyebabkan kematian.
(4) Hematoma Subdural. Adalah perdarahan arteri atau
vena duramater dan arachnoid. Hematoma subdural
akut dapat timbul dalam waktu 48 jam, dengan gejala-
gejala berupa sakit kepala,mengantuk, agitasi,
bingung dan dilatasi dan fiksasi pupil ipsilateral.
Untuk hematoma subakut subdural gejala-gejalanya
sama dengan yang akut, tetapi berkembang lebih
lambat yaitu 2 hari sampai 2 minggu. Hematoma
subdural kronik akibat trauma kecil dapat berkembang
lebih lama lagi.
(5) Hematoma intracerebral. Adalah perdarahan menuju
ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cidera
langsung dan sering didapat pada lobus frontal atau
temporal. Gejala-gejalanya meliputi : sakit kepala,
menurunnya kesadaran, hemiplagia kontralateral dan
dilatasi pupil ipsilateral.
(6) Hematoma subaracnoid. Hematoma yang terjadi
akibat trauma, meskipun pembentukan hematoma
jarang. Tanda dan gejala – gejalanya meliputi : kaku
kuduk, sakit kepala, menurunnya tingkay kesadaran,
hemiparesis dan ipsilateral dilatasi pupil.
9. Dampak Masalah cedera kepala
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie Marisa Putri (2013),
komplikasi dari cedera kepala yaitu :
a. Epilepsi pasca trauma
Adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu
setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang
bisa saja terjadi beberapat tahun kemudian setelah terjadinya
cedera.
b. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa
karena trjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak
mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak
yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis
sebelah kiri dan lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada
bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cdera
kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari
fungsi bahasa.
c. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini
jarang dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus
parietalis atau lobus frontalis.
d. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan
untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa
yang sudah lama berlalu.
e. Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema
terjadi 72 jam setelah cedera. Perubahan TD, frekuensi nadi,
pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya
peningkatan TIK.
f. Deficit neurologis dan psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis: perubahan TIK
kesadaran, nyeri kepala hebat, mual/muntah proyektif (tanda dari
peningkatan TIK).
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk cedera kepala antara lain :
a. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan pada klien dengan cedera
kepala menurut Wijaya dan Yessie (2013) meliputi :
1) CT scan (dengan atau kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan,
ventrikuler dan perubahan jaringan otak
2) MRI
MRI digunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras
radioaktif
3) Cerebral Angiopraphy
Menunjukkan anomaly sikrulasi serebral seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi emea, perdarahan dan trauma
4) Serial EEG
Pemeriksan yang dapat melihat perkembangan patologis
pasien
5) Sinar –X
Untuk mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang
6) BAER
Untuk pemeriksaan mengoreksi batas fungsi korteks dan otak
kecil
7) PET
Pemeriksaan untuk Mendeteksi perubahan aktivitas
metabolisme otak
8) CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
9) Kadar Elektrolit
Cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi
natrium, retensi Na dapat berakhir beberapa hari, diikuti
dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang
akibat ketidakseimbangan elektrolit
10) Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intracranial
11) Screen Toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang menyebabkan
penurunan kesadaran
12) Rontgen thorax 2 arah ( PA/AP dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleura
13) Analisa gas darah (AGD)
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostik untuk
mencantumkan status respirasi. Status respirasi yang dapat
digambarkan melalui permeriksaan AGD adalah status
oksigenasi dan status asam basa ( Muttaqin, 2011).
11. Penatalaksaan
Menurut Rendy dan Margareth (2012 Terapi yang dapat diberikan
pada pasien dengan cedera kepala adalah :
a. Memberikan oksigen
b. Monitor tingkat kesadaran dengan GCS
c. Terapi hiperventilasi untuk mengurangi vasodilatasi
d. Glukokortikoid biasanya deksametason dan metilprednison untuk
mengurangi edema otak
e. Mengontrol metabolisme otak dapat diberikan barbiturate,
pentobarbital atau thiopental untuk mencegah hipoksia dan
iskemia.
f. Pemberian antibiotik yang mengandung barrier darah otak seperti
penicilin dan untuk infeksi anaerob diberikan metrodinazol
g. Monitor tanda-tanda vital
h. Monitor intake dan output
i. Berikan pasien istirahat yang cukup
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Rendi dan Margareth (2012), asuhan keperawatan pasien
cedera kepala meliputi :
a. Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat
tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku,
status pekawinan, pekerjaan, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Berisi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan
klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya saat dilakukan pengkajian klien mengalami
penurunan kesadaran, latergi, mual dan muntah, sakit kepala,
wajah tiak simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur,
hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar
kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan mendengar,
mengecap dan mencium bau, sulit mencerna dan menelan
makanan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien mengalami trauma yang mengenai kepala akibat
dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma
langsung ke kepala. Perlu dilakukan pengkajian tentang riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, jantung koroner,
diabetes mellitus, aemia.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya cedera kepala tidak dipengaruhi oleh riwayat anggota
penyakit keluarga, namun perlu diakaji adanya anggota
keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi, diabee mellitus,
jantung koroner yang dapat memperlambat proses pemulihan.
d. Pengkajian persistem dan pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Biasanya pada pasien dengan cedera kepala pada umumnya
mengalami penurunan kesadaran
2) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala : biasanya ada luka atau laserasi pada kulit kepala
b) Mata : biasanya mata simetris kiri kanan, dan inspeksi
konjungtiva anemis atau tidak, sklera ikterik atau tidak,
reflek pupil.
c) Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
d) Telinga : inspeksi apakah ada darah yang keluar
dari telinga
e) Mulut : biasanya bibir pasien pucat dan kerin
f) Leher : observasi adanya cidera servikal dan
observasi adanya distensi vena jugularis
g) Dada : inspeksi dinding dada, kaji kualitas dan
kedalaman, pernafasan, kaji kesemetrisan
pergerakkan dinding dada dan auskultasi
bunyi nafas.
h) Abdomen : inspeksi ada luka , catat adanya
distensi dan adanya memar
khususnya di organ vital seperti
limfa dan hati, dan auskultasi bising
usus.
i) Ekstremitas : inspeksi adanya perdarahan, udema
nyeri di ektremitas, cek capillary refil
pada ujung kuku, dan cek reflek
seperti bisep, trisep dan patella.
3) Fungsi Motorik
Biasanya pada pasien cedera kepala kekuatan ototnya
berkisar antara 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan
cedera kepala yang dialami pasien.
4) Aspek neurologis
a) Kaji GCS : biasanya pasien cedera kepala GCS nya
tergantung berat, sedang, ringannya (cedera kepala
ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13, cedera kepala
berat 3-8)
b) Perubahan status mental
c) Nervus carnialis (biasanya pasien yg mengalami cedera
kepala pola bicara abnormal)
d) Perubahan pupil atau penglihatan kabur, diplopia, foto
pobia, kehilangan sebagian lapang pandang
e) Perubahan tanda – tanda vital : biasanya tekanan darah
pasien cedera kepala naik/turun
f) Biasanya pasien mengalami gangguan pengecapan dan
penciuman, serta pendengaran
g) Pasien mengalami adanya tanda – tanda peningkatan
TIK seperti : penurunan kesadaran, gelisah letargi, sakit
kepala, muntah proyektif, pelambatan nadi, pelebaran
tekanan nadi, peningkatan tekanan darah sistolik
h) Aspek kardiovaskuler
Biasanya pasien mengalami perubahan TD, denyut nadi
tidak teratur, TD naik, TIK naik
i) Sistem pernafasan : Biasanya pasien mengalami
perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi), irama dan frekuensi nafas lemah
j) Pengkajian psikologis
Biasanya pasien mengalami gangguan emosi terhadap
penyakit yang dideritanya, elirium, perubahan tingkah
laku atau kepribadian
k) Pengkajian sosial
Mengkaji bagaimana hubungan pasien dengan orang
terdekat, kemampuan komunikasi pasien dengan orang
lain.
l) Nyeri / kenyamanan : biasanya pasien mengalami sakit
kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda, respon
menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah
5) Pemeriksaan Nervus cranial
a. N.I (Olfaktorius)
Adanya mengalami penurunan daya penciuman atau
tidak
b. N.II (Optikus)
Pada trauma frontalis memperlihatkan terjadi
penurunan penglihatan
c. N. III (okulomotorius) ,IV (trokhlearis), VI (abducens)
Menyebabkan penurunan lapang pandang, reflek cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak
dapat mengikuti perintah, anisokor.
d. N.V (trigeminus)
Apakah adanya gangguan mengunyah atau tidak
e. N.VII (Fasialis)
Mengalami gangguan lemahnya penutupan kelopak ata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
f. N.VIII (Akustikus)
Pasien mengalami penurunan pendengaran dan
keseimbangan tubuh
g. N.IX (glosofaringeus), X (vagus), XI (assesorius)
Gejala tersebut jarang ditemukan karena penderita akan
meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut.
Adaya cekungan karena kompresi pada nervus vagus,
yang menyebabkan kompresi spasmodic dan diafragma.
Cekungan yang terjadi biasanya akan mengalami
oeningkatan intrakranial.
h. N. XII (hipoglosus)
Gejala biasa timbul adalah jatuhnya lidah kesalah satu
sisi, disfagia dan disartria. Hal ini akan menyebabkan
kesulitan menelan (Rendi dan Margareth, 2012).
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
Menurut Wijaya dan Yessi (2013), pemeriksaan penunjang cedera
kepala :
1) X ray / CT scan
Biasanya pada pasien cedera kepala mengalami edema serebral
terjadi apabila sudah jatuh ke cedera kepala sekunder begitupun
dengan perdarahan intracranial dan fraktur tulang tengkorak.
2) Angiografi serebral
Melihat apakah ada kelainan sirkulasi serebral atau tidak
3) BAER (brain auditory evoked respons)
Menentukan fungsi koteks dan batang otak pasien
4) PET (positron emission tomography)
Biasanya pada pasien cedera kepala metabolism otak akan
meningkat karena kurangnya suplai oksigen ke otak.
5) MRI
Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan edema serebri,
perdarahan otak, bisa juga ditemukan adanya fraktur linear,
fraktur depresed dan comunited.
b. Pemeriksaan laboratarium
1) AGD, PO2, PH, HCO3
Biasanya pada pasien cedera kepala yang mengalami TIK nilai
PO2 didapatkan dibawah rentang normal dan PCO2 meningkat.
2) Elektrolit serum
Biasanya pada pasien cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa
hari diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi
dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit,
3) Hematologi
Biasanya pada pasien cedera kepala leukosit meningkat apabila
terjadi infeksi, Hb menurun apabila terjadi perdarahan,
albumin, globulin dan protein serum.
4) Kadar antikonvulsan darah
Untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif mengatasi
kejang. Kejang yang terjadi pada pasien cedera kepala dapat
meningkatkan metabolism, oleh karena itu kebutuhan otak akan
oksigen dan glukosa juga meningkat.
3. Kemungkinan diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (NANDA, 2013)
b. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan cedera
medula spinalis
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
status sirkulasi
f. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kurangnya asupan makanan
g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot
h. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit,
pemajanan terhadap pathogen
i. Resiko cidera
(NANDA 2015 – 2017)
4. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan serangkaian tindakan untuk
mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarkan
diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai
berikut
Tabel 2.2 Rencana Intervensi
No NURSING DIAGNOSA
(NANDA)
NURSINGOUTCOMES
CLASSIFICATION (NOC)
NURSING INTERVENTION
CLASSIFICATION (NIC)
1 Resiko ketidakefektifan
jaringan cerebral
Definisi : rentan mengalami
penurunan sirkulasi jaringan
otak yang dapat mengganggu
kesehatan
Faktor resiko :
1. Hipertensi
Tumor otak (mis:
gangguan
serebrovaskuler, penyakit
neurologis, trauma,
tumor)
NOC:
Status sirkulasi
Mendemostrasikan status sirkulasi yang
ditandai dengan:
1. Tekanan sistem dan diastole
dalam rentang yang diharapkan
2. Tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intracranial
Tissue prefusion cerebral
Indicator :
Mendemostrasikan kemampuan kognitif
yang ditandai dengan
1. berkomunikasi dengan jelas
sesuai kemampuan
2. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
3. Memproses informasi
4. Membuat keputusan dengan benar
5. Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh: tingkat
kesadaran membaik, tidak ada
Terapi oksigen
1. Periksa mulut, hidung dan secret
trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi tanda-tanda hipovolemi
7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Monitor peningkatan intracranial
1. Monitor tekanan perfusi serebral
2. Catat respon pasien terhadap
stimulasi
3. Monitor tekanan intracranial pasien
dan respon neurologi terhadap
aktifitas
4. Monitor intake dan output cairan
5. Kolaborasidalam pemberian
antibiotic
6. Posisikan pasien pada posisi semi
gerakan involunter
flower
7. Minimalkan stimulasi dari
lingkungan
Monitor vital signs
1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
2. Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk dan berdiri
3. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
4. Monitor TD, nadi, RR sebelum dan
sesudah, selama dan setelah aktivitas
5. Monitor kualitas nadi
6. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
7. Monitor pola pernafasan abnormal
8. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
9. Monitor sianosis perifer
10. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
Manajemen sensasi perifer
1. Monitor adanya daerah tertentu yang
hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
2. Instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada lesi
atau laserasi
3. Gunakan sarung tangan untuk
proteksi
4. Batasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
5. Kolaborasi pemberian analgetik
6. Monitor adanya tromboplebitis
7. Diskusikan mengenai penyebab
perubahan sensasi
2 Ketidakefektifan pola nafas
Definisi :
Inspirasi dan ekspirasi yang
tidak member ventilasi adekuat
Batasan karakteristik :
1. Takipnea
2. Pernafasan cuping
hidung
3. Dispnea
4. Penurunan tekanan
ekspirasi
a.status respieasi ventilasi
Indicator :
1. Respiratory rate daalam rentang
normal
2. Tidak ada retraksi dinding dada
3. Tidak mengalami dispnea saat
istirahat
4. Tidak ditemukan orthopnea
5. Tidak ditemukan atelektasis
b.Respiratory : Airway Patency
indicator :
1. Manajemen jalan nafas
aktivitas
1. Buka jalan nafas
2. Posisikanpasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
4. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara nafas tambahan
5. Monitor respirasi dan status O2
b.Terapi Oksigen
1. Respiratory rate dalam rentang
normal
2. Pasien tidak cemas
3. Menunjukkan jalan nafas yang
paten
aktivitas :
1. Peratahankan kepatenan jalan
nafas
2. Monitor aliran oksigen
3. Pertahankan posisi pasien
4. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
5. Monitor adanya kecemasan
c.Monitor Tanda-tanda vital
aktivitas:
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya flutuasi tekanan
darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor suara paru
5. Monitor suara pernafasan
6. Monitor suhu, warna,
kelembaban kulit
3 Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensori
dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan actual
NOC:
Pain level
Indicator :
1. Melaporkan nyeri
2. Durasi nyeri
1. Manajemen nyeri
Aktivitas:
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan,
awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang
dapat diantasipasi atau
diproduksi
Batasan karakteristik :
1. Bukti nyeri dengan
mengguanakan standar
dafrtar periksa nyeri
untuk pasien yang tidak
dapat
mengungkapkannya
2. Diaphoresis
3. Dilatasi pupil
4. Ekspresi wajah nyeri
(mis: mata kurang
bercahaya, tampak kacau
atau tetap pada satu
focus, meringis)
5. Focus menyempit
(mis:persepsi waktu,
proses berfikir, interaksi
3. Menunjukkan lokasi nyeri
4. Meringis
5. Ekspresi wajah nyeri kegelisahan
6. Focus menyempit
7. Ketergantungan otot
8. Kehilangan selera makan
9. Mual
10. Intoleransi makanan
Pain control
Indicator :
1. Mengakui timbulnya nyeri
2. Menjelaskan factor penyebab
3. Menggunakan buku harian untuk
memantau gejala dari waktu ke
waktu
4. Menggunakan tindakan
pecegahan non analgesic ukuran
lega menggunakan analgesic
seperti yang dianjurkan
5. Laporan nyeri dikendalikan
Comfort level
Indicator :
1. Reaksi obat
2. Otonomi pribadi
kualitas dan factor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal pasien
dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan control nyeri masa
lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
8. Control lingkungan yang dapat suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi factor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
dengan orang lain dan
lingkungan)
6. Focus pada diri sendiri
7. Keluhan tentang
intensitas engguanakan
standar skala nyeri
8. Keluahan tentang
karakteristik nyeri
dengan mengguanakan
standar instrument nyeri
9. Laporan tentang perilaku
nyeri/prubahan aktivitas
10. Mengekspresikan
perilaku (mis: menangis,
gelisah, merengek)
11. Perilaku distraksi
12. Perubahan pada
parameter fisiologis (mis:
tekanan darah, frekuensi
jantung, frekuensi
pernafasan, saturasi
oksigen)
13. Pertahankan posisi untuk
menghindari nyeri
3. Relokasi adaptasi
4. Lingkungan yang aman
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan control nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasi dengan dokter jika ada
keluhan dan tindaka nyeri yang tidak
berhasil
b.Pemberian analgetik
aktivitas :
1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik
nyeri, kualitas dan tingkay keparahan
sebelum mengobati pasien
2. Periksa perintah medis untuk obat,
dosis, frekuensi yang ditentukan
analgetik
3. Periksa alergi obat
4. Evaluasi kemampuan pasien untuk
berpartisipasi dalam pemilihan
analgesic, rute, dan dosis serta
melibatkan pasien
5. Pilih analgesic sesuai atau kombinasi
14. Perubahan selera makan
15. Sikap melindungi area
nyeri
16. Sikap tubuh melindungi
Factor yang berhubungan
dengan :
1. Agens cidera biologis
(mis: infeksi, iskemia,
neoplasma)
2. Agens cidera fisik (mis:
abses, amputasi, luka
bakar, terpotong,
mengangkat berat,
proedur bedah, trauma,
olahraga berlebihan)
3. Agens cidera kimia (mis:
lika bakar, kepsaisin,
metilen klorid)
dari analgesic ketika lebih dari satu
yang diresepkan
6. Pantau tanda-tanda vital sebelum dan
setelah pemberian analgesik
7. Fasilitasi respon pasien terhadap
analgesic
8. Informasikan kepada pasien terkait
efek samping dari analgesic
9. Evaluasi efektifitas analgesik pada
interval yang sering dan teratur
setelah pemberian masng-masing,
terutama setelah dosis awal
c.Pengurangan kecemasan
aktivitas :
1. Gunakan pendekatan yang
menenangkan pasien
2. Jelaska prosedur pengobatan pasien,
meliputi sensai yang dirasakan
selama prosedur yang dilakukan
3. Sediakan informasi factual meliputi
diagnosis, pengobatan dan perawatan
pasien
4. Tetap bersama pasien untuk
mempromosikan keaman dan
ngurangi rasa kuat
5. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
6. Sediakan objek yang menandakan
keamanan
7. Identifikasi jika tingkat kecemasan
pasien berubah
8. Tentukan kemampuan pengambilan
keputusan pasien
9. Ajarkan pasien melakukan teknik
relaksasi
10. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
situasi yang menimbulkan
kecemasan
d.Terapi latihan ambulasi
aktifitas:
1. Bantu pasien utnuk menggunakan
alas kaki yang memfasilitasi pasien
saat berjalan untuk menghindara
cidera
2. Anjurkan pasien unutk duduk di
tempat tidur
3. Bantu pasien untuk duduk di tepi
tempat tidur untuk memfasilitasi
ketahanan posisi
4. Batu pasien untuk berpindah sesuai
kebutuhan
5. Sediakan alat bantu seperti kursi
roda untuk ambulasi
6. Ajarkan pasien dan keluarga terkait
cara berpindah yang aman dan teknk
ambulasi
e.Monitirng tanda-tanda vital
aktivitas:
1. Monitor TD, nadi, suhu, RR sesuai
anjuran
2. Catat fluktuasi tekanan darah pasien
3. Monitor tekanan darah setelah pasien
memperoleh pengobatan
4. Monitor tanda dan gejala hipotermi
dan hipertermia yang dilaporkan
5. Monitor kuantitas dan kualitas
denyut nadi
6. Monitor pernafasan
7. Monitor suara nafas
8. Monitor pola nafas abnormal
9. Identifikasi adanya perubahan tanda-
tanda vital
f.Peningkatan tidur
aktivitas :
1. Tentukan pola aktifitas/tidur pasien
2. Tentukan efek pengobatan pasien
terhadap pola tidur pasien
3. Monitor / catat pola tidur, jumlah
waktu tidur pasien
4. Monitor pola tidur dan catat tanda
fisikyang dapat mengganggu tidur
5. Bantu untuk mengurangi situasi yang
bias membuat pasien stress sebelum
tdiur
6. Diskusikan dengan pasien dan
keluarga terkait teknik meningkatkan
kualitas tidur
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dengan menggunakan metode deskriptif dengan desain penelitian
studi kasus.. Penelitian deskriptif adalah suatu metode tentang keadaan pasien secara
objektif dengan pendekatan studi kasus (Nursalam, 2015). Penelitian ini diarahkan
untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Cedera Kepala di Ruang Rawat Bedah Trauma Center RSUP. Dr. M.Djamil
Padang.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Ruang Rawat Bedah Trauma Center RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Waktu penelitian dilakukan dari bulan September 2017 - Juni 2018.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah 5 orang dengan diagnosa cedera kepala yang
dirawat di Ruang Rawat Bedah Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang pada
tahun 2018.
2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat dipengaruhi sebagai subjek
penelitian melalui sampling (Nursalam, 2015). Sampel dalam penelitian ini adalah
2 pasien dengan diagnosa Cedera Kepala sedang yang dirawat di Ruang Rawat
Bedah Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang. Teknik pengambilan sampel
dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling adalah suatu teknik
pemilihan partisipan atau penetapan sampel dengan cara memilih sampel
diantaranya populasi berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan. Cara
pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengundi untuk dipilih sebagai
sampel penelitian.
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini antara lain :
a. Inklusi
1) Klien dan keluarga bersedia menjadi responden
2) Klien cedera kepala dengan cedera kepala sedang
D. Instrument Pengumpulan Data
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah format pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implemanstasi
keperawatan, evaluasi keperawatan, dan alat pemeriksaan fisik yang terdiri dari
tensimeter, stetoskop, thermometer, dan penlight. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi langsung dan studi dokumentasi.
1. Format pengkajian keperawatan medikal bedah terdiri dari identitas pasien,
identitas penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan
fisik, data psikologis, sosial dan spiritual. Pemeriksaan laboratariu dan teori
pengobatan.
2. Format analisa data terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, masalah dan
etiologi.
3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik,
diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah serta tanggal dan
paraf pemecahannya masalah.
4. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam
medik, diagnosa keperawatan.
5. Format implementasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik,
hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, impplementasi keperawatan dan paraf
yang melakukan implementasi keperawatan.
6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, hari
dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan dan paraf yang
mengevaluasi tindakan keperawatan.
E. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti yaitu teknik
pengumpulan data bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data
yang telah ada. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian seperti, identitas pasien,
identitas penanggung jawab pasien, riwayat kesehatan (riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan dahulu, dan riwayat kesehatan keluarga), dan activity daily living
seperti makan, minum, BAB, BAK, istirahat dan tidur.
2. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari pasien,
seperti keadaan umum pasien, respon nyeri pada pasien cedera kepala,
mengamati tingkat kesadaran pasien, mengamati proses keperawatan mulai dari
pengkajian, diagnosa yang ditegakkan, intervensi, implementasi dan evaluasi serta
mengamati perkembangan pasien tiap harinya.
3. Dokumentasi
Dalam penelitian metode studi dokumentasi digunakan peneliti melihat hasil
laboratarium pasien, catatan perkembangan pasien, arsip dan hasil rontgen.
F. Analisis
Analisis terhadap proses keperawatan yang dilakukan peneliti meliputi pengkajian
keperawatan, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan
dibandingkan dengan teori.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP dr. M. Djamil Padang di ruangan Trauma Center terdiri
dari 5 ruang rawatan yaitu ruang 1,2,3 untuk laki-laki dan ruang 4 dan 5 untuk
perempuan. Penelitian dilakukan diruang rawat Trauma Center yang dipimpin oleh
seorang Ka. Ruangan dan dibantu oleh perawat pelaksana sebanyak 10 orang perawat.
Selain perawat ruangan beberapa mahasiswa praktik dari berbagai institusi juga ikut
berperan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien.
B. Hasil
Penelitian yang dilakukan pada tanggal 06 - 11 Maret 2018 pada partisipan I dan
partisipan II dengan diagnosa medis cedera kepala sedang di Ruang Trauma Center
beda RSUP Dr. M.Djamil Padang. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi serta evaluasi
keperawatan yang dilakukan dengan metode wawancara, observasi, studi
dokumentasi serta pemeriksaan fisik.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan dimulai pada tanggal 06 Maret 2018 pukul 09.00 WIB,
hasil penelitian tentang pengkajian yang didapatkan peneliti melalui observasi,
wawancara dan studi dokumentasi pada kedua partisipan dituangkan pada tabel
sebagai berikut.
Tabel 4.1
Pengkajian keperawatan pada partispan I dan partisipan II
PENGKAJIAN PARTISIPAN I PARTISIPAN II
Identitas pasien Studi dokumentasi dan wawancara: pasien bernama Tn. Z, umur 42 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat Lubuk Basung, status kawin yaitu kawin, agama islam, pekerjaan
Studi dokumentasi dan wawancara: pasien bernama Tn.S, umur 62 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat di Solok, status kawin yaitu kawin, agama islam, pekerjaan sebagai
petani. petani.
Alasan masuk Pasien masuk karena penurunan kesadaran, diagnosa medis CKS GCS 12 + EDH
Pasien masuk karena penurunan kesadaran, diagnosa medis CKS GCS 10 + ICH
Identitas penanggung jawab
wawancara : penanggung jawab Tn.Z adalah Ny. J ( istri pasien)
Wawancara : Penanggung jawab Tn. S adalah Ny. E (istri pasien)
Riwayat Kesehatan a. Keluhan
utama
Studi dokumenasi dan wawancara : Pasien masuk RSUP Dr.M. Djamil Padang, pada tanggal 04 Maret 2018, rujukan dari RSUD Lubuk Basung pada pukul 14.30 WIB, dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ± 7 jam sebelum masuk rumah, pasien pingsan setelah kejadian, sakit, muntah proyektif 5 x, kejang (+), keluar darah dari telinga (+)
Studi dokumentasi dan wawancara : Paien masuk RSUP Dr.M.Djamil Padang pada tanggal 04 Maret 2018 rujukan RSUD Solok pukul 17.25 WIB, dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ±9 jam sebelum masuk rumah sakit, muntah proyektif 4x dan keluar darah dari telinga (+)
b. Riwayat kesehatan sekarang
Observasi dan Wawancara Saat dilakukan pengkajian pada hari Selasa 06 Maret 2018, pasien sudah hari rawatan ke – 2, keluarga mengatakan pasien lemah. Keluarga mengatakan pasien sering memegang kepalanya, pasien sering mengeracau. keluarga mengatakan pasien terasa mual saat akan membuka mata.
Observasi dan Wawancara Saat dilakukan pengkajian pada hari Rabu 07 Maret 2018, pasien sudah hari rawatan ke 3, keluarga mengatakan keadaan pasien lemah, pasien masih mengalami penurunan kesadaran, Keluarga mengatakan pasien belum sadar. Keluarga mengatakan pasien sering menggaracau dan gelisah.
c. Riwayat kesehatan
Wawancara : Keluarga mengatakan
Wawancara : Keluarga mengatakan
dahulu pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit dan tidak ada memiliki riwayat penyakit DM, hipertensi dan jantung.
pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit dan tidak ada memiliki riwayat penyakit DM, hipertensi dan penyakit jantung.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Wawancara : Keluarga mengatakan tidak mengetahui ada anggota keluarga pasien yang memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit keturunan lainnya.
Wawancara : Keluarga mengatakan tidak mengetahui anggota keluarga pasien yang memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit keturunan lainnya.
Pola Aktivitas a. Pola Nutrisi
Saat sakit pasien mendapatkan diit MC 6 x 300 melalui oral, pasien menghabiskan diit 200 cc
Saat sakit pasien mendapatkan diit MC 6 x 300 melalui NGT, infus NaCl 0,9 % 20 tetes / menit.
b. Pola eliminasi
Saat sakit pasien BAB 1 x selama dirawat, konsistensi lunak, berwarna kuning dan menggunakan pempers. Urine 400 cc/8 jam, bau urin pesing.
Saat sakit : pasien BAB hanya 1 kali selama dirawat. Pasien menggunakan pempers, konsisten lunak, bau dan warna feses khas. Pasien BAK menggunakan kateter, urine tampak berwarna kuning pekat, bau pesing, banyak urin ± 2500 cc/hari
c. Pola istirahat dan tidur
saat sakit keluarga mengatakan pasien susah tidur, pasien sering gelisah
Sakit : pasien mengalami penurunan kesadaran, jadi pasien lebih banyak tidur
d. Pola aktivitas
Saat sakit aktivitas pasien dibantu oleh perawat dan keluarga.
Saat sakit : aktivitas pasien dibantu oleh perawat dan keluarga
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan : dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum pasien lemah, tingkat kesadaran apatis GCS 12 (E3V6M3). TTV :
Pemeriksaan : Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum pasien lemah, tingkat kesadaran delirium, GCS 10
TD : 120/90 mmHg, Nadi: 80 x/i, Pernafasan: 21 x/i dan suhu: 36.7oC. Kepala dan wajah :
tampak luka jahit dibagian pariental sepanjang 8 cm, luka jahit sudah tampak kering, tidak ada pus. Wajah tampak pucat, N VII (fasial) tidak dapat dinilai. Mata : disekitar mata sebelah kanan tampak lebam berwarna kebiruan dan pada sudut lateral sclera tampak kemerahan Pada pemeriksaan N II (Optikus) tidak dapat dinilai. N. III (Occulomotorius) pupil isokor dengan diameter Ø OD/OS : Ø 2/2 mm, N.IV (trochlearis) dan N.VI (Abducens) tidak dapat dinilai. Hidung :, Pada pemeriksaan N.I (olfaktorius) tidak dapat dinilai. Mulut : bibir pasien tampak kering, pucat, N. IX (Glassofaringeus) tidak dapat dinilai, N. X (Vagus) pasien bisa menelan saat diberikan air minum, N XII (Hipoglosus) tidak dapat dinilai. Telinga : tampak kurang bersih(serumen). Pada N.VIII (akustikus) pasien menoleh saat dipanggil dengan suara sedang.
(E2V5M3). TTV : TD : 130/70 mmHg, Nadi: 90x/i, pernafasan : 23 x/i dan suhu: 38,6 ºC Kepala dan Wajah :
tampak luka gores diwajah sebelah kanan, panjang luka 3 cm, luka masih tampak belum kering, pasien tampak pucat, N.VII (faisal) tidak dapat dinilai. Mata:.Pada pemeriksaan N II (Optikus) tidak dapat dinilai. N. III (Occulomotorius) pupil isokor dengan diameter Ø OD/OS : Ø 2/2 mm, N.IV (trochlearis) dan N.VI (Abducens) tidak dapat dinilai. Hidung : tampak luka gores dibatang hidung sepanjang 4 cm, luka tampak belum kering, ada pus. Pasien terpasang oksigen nasal kanul 4 liter/i, pasien tepasang NGT, N.I (olfaktorius) tidak dapat dinilai. Mulut : bibir pasien tampak kering dan pucat, N. IX (Glassofaringeus) dan N. X (Vagus) tidak dapat dinilai, N XII (Hipoglosus) tidak dapat dinilai. Telinga : masih tampak ada sisa darah dari telinga. N.VIII (akustikus) tidak dapat dinilai. Leher : N. X (vagus) tidak dapat dinilai
Leher :, N. X (vagus) pasien bisa menelan saat diberikan air minum Thorax : pergerakan dinding dada sama, palpasi fremitus kiri dan kanan tidak dapat dinilai, perkusi sonor, auskultasi vesikuler Jantung : iktus kordis tidak terlihat, palpasi : iktus kordis teraba di RIC V sinistra, perkusi pekak, auskultasi: tidak ada bunyi jantung tambahan. Abdomen : tampak simetris, palpasi: tidak ada pembesaran hepar, perkusi tympani, auskultasi: bising usus normal (8x/i). Ekstremitas atas :
tampak ada luka lecet ditangan sebelah kiri, panjang luka 2,5 cm, luka tampak kering, tidak ada pus, CRT kembali > 2 detik, akral teraba hangat, Ektremitas bawah :
tampak luka lecet di kaki sebelah kiri dengan panjang luka 2,5 x 1,5 cm luka tampak berwarna kemerahan, luka belum kering, dan akral teraba dingin
Thoraxs : pergerakan dinding dada sama, palpasi fremitus kiri dan kanan tidak dapat dinilai, perkusi sonor, auskultasi vesikuler Jantung : iktus kordis tidak terlihat, palpasi iktus kordis teraba di RIC V , perkusi pekak, auskultasi tidak ada bunyi jantung tambahan Abdomen : tampak simetris, palpasi: tidak ada perbesaran hepar, perkusi tympani, auskultasi: bising usus normal (8x/i) Ekstremitas atas : tampak luka di punggung tangan sebelah kiri, panjang luka 4 cm, luka belum kering, tidak ada pus, CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin, terpasang infus NaCl 0,9% 20 tetes di tangan sebelah kiri. Ekstremitas bawah :
tampak luka dilutut sebelah kiri pasien, panjang luka 3 x 3,5 cm, luka tampak belum kering, pada telapak kaki kanan pasien terdapat luka terbuka, panjang luka 2 x 6 cm, luka dibalut dengan kasa, akral teraba dingin.
Data Psikologis Status emosional :
keluarga mengatakan pasien sering memegang kepalanya dan
Status emosional :
keluarga mengatakan pasien gelisah dan sering meracau
mengerang Kecemasan : keluarga mengatakan sering bertanya bagaimana keadaan pasien untuk kedepannya kepada perawat. Pola Koping : keluarga mengatakan selalu memberi dukungan kepada pasien untuk kesembuhannya. Gaya Komunikasi :
keluarga mengatakan pasien lebih sering tidur
Kecemasan : keluarga selalu mengajak pasien berbicara agar pasien cepat sadar. Pola koping : keluarga mengatakan selalu memberi dukungan kepada pasien agar pasien cepat sadar Gaya komunikasi :
pasien mengalami penurunan kesadaran
Data Penunjang
Laboratarium Pada tanggal 4 Maret 2018 hasil labor didapatkan : Hemoglobin 13 gr/dl, leukosit 17.960 gr/dl, hematrokit 39%, SGOT 35 u/l, SGPT 16 u/l.
Pada tanggal 4 Maret 2018, hasil labor didapatkan : Hemoglobin 10 gr/dl, hematrokit 29 %, SGOT 34 u/l, SGPT 29 u/l.
Terapi
Pengobatan
Ceftriaxon 1gr frekuensi 2 x IV ranitidine 50 mg frekuensi 2 x IV paracetamol 500 gr frekuensi 4x1 melalui oral
ceftriaxon 2 gr frekuensi 2 x IV Ranitidin 50 mg frekuensi 2 x IV paracetamol 500 gr frekuensi 4x1 (melalui oral)
2. Diagnosa Keperawatan
Tabel 4.2
Diagonsa keperawatan pada partisipan 1 dan 2
Partisipan I Partisipan II
Diagnosa berdasarkan studi dokumentasi:
1. Gangguan perfusi jaringan serebri berhubungan dengan trauma kepala
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Diagnosa berdasarkan studi dokumentasi:
1. Gangguan perfusi jaringan serebri berhubungan dengan trauma kepala
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Resiko perdarahan 3. Hipertermi
Diagnosa berdasarkan observasi peneliti :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik
Diagnosa berdasarkan observasi peneliti :
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan ke perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
3. Resiko infeksi
4. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan pada kedua partisipan mengacu pada NIC dan
NOC. Intervensi yang dapat disusun berdasarkan diagnosa pada partisipan 1 dan 2
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Intervensi Keperawatan
Partisipan I Partisipan II
Dx 1 : Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
berhubungan dengan trauma
kepala
NOC :
a. Status sirkulasi 1) Tekanan darah sistol
dalam rentang normal 2) Tekanan darah diastol
dalam rentang normal 3) Saturasi O2 dalam
rentang normal 4) Tekanan PaO2 (tekanan
parsial O2 dalam darah arteri) dalam rentang normal
5) Tekanan PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam darah
Dx 1 : Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan
gangguan neurologis
NOC :
a. Status pernafasan : ventilasi 1) Frekuensi pernafasan dalam
rentang normal 2) Tidak ada retraksi dinding
dada 3) Tida mengalami dispnea saat
istirahat 4) Tidak ditemukan ortopnea 5) Tidak ditemukan atelektasis
NIC :
a. Terapi oksigen 1) Pertahankan kepatenan
jalan nafas
arteri) dalam rentang normal b. Perfusi jaringan serebral
1) Mempertahankan tekanan intracranial
2) Tekanan darah dalam rentang normal
3) Tidak ada nyeri kepala 4) Tidak ada muntah 1) Memonitor tingkat
kesadaran NIC
a. Terapi oksigen 1) Periksa mulut, hidung,
dan sekret trakea
2) Pertahankan jalan nafas yang paten
3) Atur peralatan oksigenasi
4) Monitor aliran oksigen
5) Pertahankan posisi pasien
6) Observasi tanda-tanda hipovolemi
7) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
b. Monitor peningkatan
intracranial 1) Monitor tekanan perfusi
serebral 2) Catat respon pasien
terhadap stimulasi 3) Monitor tekanan
intrakranial pasien dan respon neurologi terhadap aktifitas
4) Monitor intake dan output cairan
5) Kolaborasidalam pemberian antibiotik
6) Posisikan pasien pada posisi semi fowler
7) Minimalkan stimulasi dari lingkungan
2) Atur peralatan oksigen 3) Monitor aliran oksigen 4) Pertahankan posisi pasien 5) Observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi 6) Monitor adanya kecemasan
b. Monitor tanda-tanda vital 1) Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan
2) Catat adanya flutuasi tekanan darah
3) Monitor kualitas nadi 4) Monitor suara paru 5) Monitor suara pernafasan 6) Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit
c. Monitor vital signs 1) Monitor TD, nadi, suhu
dan RR
2) Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk dan berdiri
3) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
4) Monitor TD, nadi, RR sebelum dan sesudah, selama dan setelah aktivitas
5) Monitor kualitas nadi 6) Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
7) Monitor pola pernafasan abnormal
8) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
9) Monitor sianosis perifer 10) Monitor adanya clushing
triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
11) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Dx 2 :Nyeri akut
berhubungan dengan agen
cedera fisik
NOC :
a. Level nyeri 1) Melaporkan nyeri 2) Durasi nyeri 3) Menunjukan lokasi nyeri 4) Meringis 5) Ekspresi wajah nyeri
kegelisahan 6) Fokus menyempit
b. Pain control 1) Mengakui timbulnya
Dx 2 : Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
NOC :
c. Status sirkulasi 1) Tekanan darah sistol dalam
rentang normal 2) Tekanan darah diastol
dalam rentang normal 3) Saturasi O2 dalam rentang
normal 4) Tekanan PaO2 (tekanan
parsial O2 dalam darah arteri) dalam rentang normal
5) Tekanan PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam darah
nyeri 2) Menjelaskan factor
penyebab 3) Menggunakan buku
harian untuk memantau gejala dari waktu ke waktu
4) Menggunakan tindakan pecegahan non analgesic ukuran lega menggunakan analgesic seperti yang dianjurkan
5) Laporan nyeri dikendalikan
NIC :
a. Manajemen nyeri 1) Lakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2) Observasi reaksi nonverbal pasien dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau
7) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
arteri) dalam rentang normal
d. Perfusi jaringan serebral 1) Mempertahankan tekanan
intracranial 2) Tekanan darah dalam rentang
normal 3) Tidak ada nyeri kepala
4) Tidak ada muntah
5) Memonitor tingkat kesadaran
NIC
a. Terapi oksigen 1) Periksa mulut, hidung,
dan sekret trakea
2) Pertahankan jalan nafas yang paten
3) Atur peralatan oksigenasi 4) Monitor aliran oksigen
5) Pertahankan posisi pasien
6) Observasi tanda-tanda hipovolemi
7) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
b. Monitor peningkatan
intracranial 1) Monitor tekanan perfusi
serebral 2) Catat respon pasien
terhadap stimulasi 3) Monitor tekanan
intrakranial pasien dan respon neurologi terhadap aktifitas
4) Monitor intake dan output cairan
5) Kolaborasidalam pemberian antibiotic
6) Posisikan pasien pada posisi semi fowler
7) Minimalkan stimulasi dari lingkungan
c. Monitor vital signs 1) Monitor TD, nadi, suhu dan
8) Kontrol lingkungan yang dapat suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9) Kurangi factor presipitasi nyeri
10) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan interpersonal)
11) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
RR
2) Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk dan berdiri
3) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
4) Monitor TD, nadi, RR sebelum dan sesudah, selama dan setelah aktivitas
5) Monitor kualitas nadi 6) Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
7) Monitor pola pernafasan abnormal
8) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
9) Monitor sianosis perifer 10) Monitor adanya clushing
triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
11) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Dx 3 : Kerusakan intergritas
kulit berhubungan dengan
faktor mekanik
NOC :
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik - Menunjukkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
Dx 3 : Ketidakefektifan perfusi
jaringan ke perifer berhubungan
dengan penurunan sirkulasi
darah ke perifer
NOC :
a. Status sirkulasi 1) Tekanan darah sistol dalam
rentang normal 2) Tekanan darah diastol dalam
rentang normal 3) Akral teraba hangat 4) Nadi teraba kuat dan teratur 5) Saturasi O2 dalam rentang
normal 6) Capilary refil kecil dari 3
detik b. Tissue Perfusion : Peripheral
1) CRT (jari tangan dan kaki)
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
NIC :
Pressure Management - Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar
- Hindari kerutan pada tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Monitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
- Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tandatanda infeksi lokal, formasi traktus
- Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,
dalam batas normal 2) Suhu kulit ekstremitas
dalam rentang normal 3) Kekuatan denyut nadi
(karotis kanan dan kiri;brachial kanan dan kiri; femur kanan dan kiri, radialis kanan dan kiri) dalam rentang normal
4) Blood pressure dan MAP dalam rentang normal
NIC :
a. Terapi oksigen 1) Periksa mulut, hidung, dan
sekret trakea
2) Pertahankan jalan nafas yang paten
3) Berikan oksigen sesuai kebutuhan pasien
4) Atur peralatan oksigenasi 5) Monitor aliran oksigen
6) Pertahankan posisi pasien
7) Observasi tanda-tanda hipovolemi
8) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
b. Monitor tanda-tanda vital 1) Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan
2) Catat adanya flutuasi tekanan darah
3) Monitor kualitas nadi 4) Monitor suara paru
5) Monitor suara pernafasan
6) Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit
vitamin - Lakukan tehnik
perawatan luka dengan steril
- Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan partisipan I dan II adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan
Partisipan I Partisipan II
Dx 1 : Resiko ketidakfektifan perfusi
jaringan otak
Terapi oksigen : mempertahankan jalan nafas, memonitor aliran oksigen, pertahankan posisi pasien, monitor pola pernafasan abnormal. Monitor peningkatan intracranial : mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30˚ untuk memaksimalkan ventilasi, memberikan rangsangan suara untuk meningkatkan tingkat kesadaran, memonitor tanda-tanda peningkatan TIK dan respon neurologis. Monitor vital signs : monitor tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu, monitor kualitas nadi, monitor pola pernafasan abnormal, mencatat adanya fluktuasi tekanan darah, monitor suhu, warna dan kelembaban kulit.
Dx 1 : Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan gangguan
neurologis
Terapi oksigen : mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30º untuk memaksimalkan ventilasi, memonitor kepatenan aliran oksigen, memonitor frekuensi dan irama pernafasan, memberikan terapi oksigen nasal kanul 4 l/i. Monitor vital sign : memonitor tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu, memonitor frekuensi pernadasan dan irama pernafasan, memonitor kualitas nadi.
Dx 2 : Nyeri Akut berhubungan
dengan Agen Cidera Fisik
Manajemen nyeri : lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, kaji hal yang mempengaruhi respon nyeri. Mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 300 untuk memaksimalkan ventilasi, melakukan pengukuran TD,
Dx 2 : Resiko ketidakfektifan perfusi
jaringan otak
Terapi oksigen : mempertahankan jalan nafas, memonitor aliran oksigen, pertahankan posisi pasien, monitor pola pernafasan abnormal. Monitor peningkatan intracranial : mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30˚ untuk memaksimalkan ventilasi, memberikan rangsangan suara
nadi, respirasi, suhu, memonitor terjadinya fluktuasi TD, mengukur skala nyeri dengan raut wajah.
untuk meningkatkan tingkat kesadaran, memonitor tanda-tanda peningkatan TIK dan respon neurologis. Monitor vital signs : monitor tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu, monitor kualitas nadi, monitor pola pernafasan abnormal, mencatat adanya fluktuasi tekanan darah, monitor suhu, warna dan kelembaban kulit.
Dx 3 : kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan faktor mekanik
Pressure management : hidari kerutan pada tempat tidur, jaga kebersihan kulit agar tetap bersihdan kering, monitor luka akan adanya kemerahan, monitor status nutrisi pasien. Insision site care : membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka, monitor tanda-tabda infeksi, melakukan dressing pada interval waktu sesuai program.
Dx 3 : Ketidakefektifan perfusi
jaringan ke perifer berhubungan
dengan penurunan sirkulasi darah ke
perifer
Terapi oksigen : Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea, pertahankan jalan nafas yang paten, monitor aliran oksigen, pertahankan posisi pasien Monitor Vital Sign : mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 300 untuk memaksimalkan ventilasi, memonitor kepatenan aliran oksigen, memonitor frekuensi dan irama pernafasan, memonitor pola pernafasan abnormal, memberikan terapi oksigen binasal kanul 4l/menit, mengobservasi tanda-tanda syok hipovolemi, melakukan penilaian CRT, memonitor hasil laboratorium.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan setiap hari, pada partisipan I dilakukan selama 6 hari dan pada
partisipan II dilakukan selama 5 hari. Berikut adalah hasil evaluasi yang dilakukan
pada kedua partisipan.
Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan
Partisipan I Partisipan II
Evaluasi berdasarkan observasi dan wawancara peneliti : Setelah dilakukan implementasi keperawatan berdasarkan diagnosa
Evaluasi berdasarkan observasi dan wawancara peneliti : Setelah dilakukan implementasi keperawatan berdasarkan
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak didapatkan evaluasi pada hari pertama yaitu : S : keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran O : pasien mengalami penurunan kesadaran, kesadaran pasien apatis GCS 12, pasien belum bisa berinteraksi A : masalah belum teratasi P: intervensi dilanjutkan. Pada hari keempat pasien mengatakan kepalanya tidak sakit, pasien tampak tenang. Setelah dilakukan implementasi keperawatan pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik didapatkan evaluasi pada hari pertama yaitu : S : keluarga mengatakan pasien sering memegang kepalanya dan gelisah O : pasien tampak pucat, meringis, TD: 120/90 mmHg, nadi: 80 x/i, RR : 20 x/i. A : Masalah belum teratasi, P : Intervensi dilanjutkan. Pada hari kelima : pasien mengatakan nyeri kepalanya sudah mulai hilang, masalah sudah teratasi, intervensi duhentikan. Setelah dilakukan implementasi keperawatan pada diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik, didapatkan evaluasi pada hari pertama yaitu : S : keluarga mengatakan luka gores dikaki sebelah kiri pasien, O: luka tampak belum kering, kemerahan dan ada pus A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan. Pada hari ke empat luka pasien sudah sedikit kering, tidak ada pus dan tidak kemerahan.
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis pada hari pertama yaitu : S : keluarga mengatakan nafas pasien sesak O : pasien terpasang oksigen nasal kanul 4 l/I, pasien tampak sesak. A : masalah belum teratasi P: intervensi dilanjutkan. Pada hari ke lima (Tn. S ) tampak sudah tidak sesak , pasien tidak memakai oksigen, RR : 20 x/menit, masalah teratasi, intervensi dihentikan. Setelah dilakukan implementasi keperawatan pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, didapatkan evaluasi pada hari pertama yaitu : S : keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran O : kesadaran pasien delirium, GCS 10, TTV dalam batas normal. A : masalah belum teratasi P: intervensi dilanjutkan. pada hari keempat GCS pasien 13, pasien masih tampak bingung, TTV dalam batas normal, masalah belum teratasi, intervensi dilanjutkan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi oksigen ke otak didapatkan evaluasi pada hari pertama S: keluarga mengatakan akral pasien teraba dingin O : akral pasien teraba dingin, CRT > 2 detik A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanutkan. Pada hari kelima akral pasien teraba hangat, CRT < 2 detik, suhu normal. Masalah teratasi, intervensi dihentikan
C. Pembahasan
Setelah didapatkan data pasien dengan metode wawancara, observasi, studi
dokumentasi serta pemeriksaan fisik pada 2 orang partisipan melalui pendekatan
proses keperawatan, pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi, maka peneliti akanmembahas mengenai kesenjangan antara
teori dengan kenyataan yang ditemukan pada pasien dengan cedera kepala yang dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
landasan dari proses keperawatan dari pengkajian dapat dilihat dari perbedaan
kasus dengan teori yaitu :
a. Identitas pasien
Identitas pasien (Tn. Z dan Tn. S) diperoleh dari keluarga dan status,
partisipan 1 dan 2 sama- sama megalami cedera kepala sedang dan sama–
sama berjenis kelamin laki-laki. Menurut peneliti ada kecendrungan
pengaruh jenis kelamin dalam kasus cedera kepala lebih sering terjadi
pada laki-laki dari pada perempuan.
Menurut peneliti Awaloei (2016), bahwa jenis kelamin laki-laki yang
tersering mengalami cedera kepala dibandingkan dengan perempuan.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Brunner & Suddart
(2013) yang mengatakan bahwa yang berisiko tinggi yang mengalami
cedera kepala adalah laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan
perbandingan 2:1.
Menurut peneliti biasanya pasien cedera kepala lebih banyak dialami pada
pasien laki-laki yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas.
Pada diagnosa medis didapatkan diagnosa partisipan I yaitu CKS GCS 12
+ EDH, sedangkan diagnosa partisipan II yaitu CKS GCS 10 + ICH.
Perbedaan dari EDH dengan ICH yaitu, EDH adalah perdarahan yang
menuju ke ruang antara tengkorak dan durameter. Kondisi ini terjadi
karena laserasi dari arteri meningea media. Sedangkan ICH adalah
perdarahan menuju ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cedera
langsung dan sering didapat pada lobus frontal atau temporal (Rendy dan
Margareth, 2012).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Berdasarkan hasil pengkajian pada partisipan I dan II, keluhan utama
pasien mengalami penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas,
adanya muntah proyektif dan keluar darah dari telinga (+). Dari
keluhan utama pada kedua partisipan tidak didapatkan adanya tanda
fraktur basis cranii karena kedua partisipan keluar darah dari telinga
tidak disertai adanya cairan lendir. Hal ini dijelaskan oleh teori Rendy
dan Margareth (2012), fraktur basis cranii berupa jaringan pembuluh
darah dan saraf-saraf otak, merobek burameter yag mengakibatkan
perembesan cairan serebros spiner, dimana dapat membuka satu jalan
untuk terjadinya infeksi intrapranial. Tanda – tanda fraktur servikal
yaitu terdapatnya jejas diatas clavikula kearah cranial, adanya memar
di sekitar leher, nyeri ketika menggerakkan lengan. Menurut peneliti
kedua partisian tidak ada mengalami tanda-tanda adanya fraktur
servikal.
Menurut teori Rendy dan Margareth (2012), umumnya pasien dengan
cedera kepala datang kerumah sakit dengan penurunan kesadaran
(GCS dibawah 15), sering bingung , muntah, dispnea/takipnea, sakit
kepala, lemah, hemiparise, luka dikepala, akumulasi sputum di saluran
pernafasan, dan adanya kejang. Menurut peneliti pada pasien cedera
kepala masuk karena penurunan kesadaran, kejang dan adanya
muntah.
Pada partisipan I dan II ada perbedaan pada keluhan utama yaitu pada
partisipan I ada kejang setelah kecelakaan, tapi partisipan II tidak ada
kejang. Menurut peneliti pasien cedera kepala yang mengalami kejang
setelah kecelakaan lalu lintas disebabkan karena adanya benturan yang
mengenai saraf pada otak.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada pasien Tn. Z, Selasa, 06 Maret 2018
pukul 09.00 WIB, keluarga mengatakan pasien sering terasa mual saat
membuka mata. Keluarga mengatakan pasien sering memegang
kepalanya. Sedangkan pada pasien Tn. S, saat dilakukan pengkajian
pada hari Selasa, 07 Maret 2018 pukul 10.00 WIB, keluarga
mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien sering
meracau dan gelisah.
Menurut peneliti Yolanda (2017), pada pasien cedera kepala biasanya
mengalami penurunan kesadaran dan adanya luka disekitar kepala
pasien.
Dalam teori Wijaya dan Putri (2013), adapun hasil yang sama antara
lain terjadinya penurunan kesadaran, sakit kepala,perdarahan otak dan
lainnya sehingga mengakibatkan otak tidak dapat bekerja secara
efektif. Menurut peneliti partisipan I dan II sama-sama mengalami
penurunan kesadaran dan adanya perdarahan otak yang disebabkan
karena benturan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan adanya
peningkatan TIK. Menurut teori Borley dan Grace (2007), bila trauma
mengenai ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya laserasi pada
kulit kepala dan pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Apabila
perdarahan terjadi terus menerus akan terganggunya aliran darah dan
menyebabkan hipoksia. Akibat hipoksia otak mengalami edema
serebri dan peningkatan volume darah di otak sehinga tekanan
intrakranial akan meningkat.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga Tn. Z mengatakan pasien sedang mengendarai motor
bersama anaknya untuk pergi mancing, kemudian setelah sampai
ditempat pemancingan pasien memberhentikan motornya, pada saat
pasien berhenti tiba-tiba datang motor lain menabrak pasien sehingga
pasien terjatuh dan kepalanya terbentur dan robek. Sedangkan keluarga
Tn. S mengatakan pasien sedang mengendarai motor kemudian pasien
disenggol oleh mobil dan pasien terjatuh dari motornya, pasien
langsung pngsan dan dibawa langsung ke RSUD Solok.
Salah satu penyebab cedera kepala berdasarkan teori Muttaqin (2008)
adalah kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian , dan trauma
langsung ke kepala. Menurut penelit antara partisipan I dan partisipan
II sama-sama mengalami cedera kepala karena kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan pasien menjadi cedera kepala.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga Tn. Z mengatakan tidak mengetahui anggota keluarga pasien
yang memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit keturunan
lainnya. Pada keluarga Tn. S mengatakan tidak mengetahui anggota
keluarga pasien yang memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit
keturunan lainnya.
Teori Muttaqin, A (2008), berpendapat bahwa perlu dilakukan
pengkajian tentang riwayat kesehatan pasien yang dapat
memperlambat pemulihan, meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat
cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, jantung koroner, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan konsumsi alkohol.
Menurut peneliti cedera kepala bukan penyakit keturunan, namun
terjadi karena kecelakaan.
c. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik Tn. Z didapatkan, kesadaran pasien apatis GCS
12, Pada kepala tampak luka jahit dibagian pariental sepanjang 8 cm, luka
jahit sudah tampak kering, tidak ada pus. Tampak lebam pada mata
sebelah kanan, berwarna kebiruan, pada sudut lateral sclera tampak
kemerahan. N. III (Occulomotorius) pupil isokor dengan diameter Ø
OD/OS : Ø 2/2 mm. Pada N. X (Vagus) pasien bisa menelan saat
diberikan air minum. Pada N.VIII (akustikus) pasien menoleh saat
dipanggil dengan suara sedang.
Pada pemeriksaan fisik Tn. S, kesadaran pasien delirium GCS 10
(E2M5V3). Pada kepala dan wajah terdapat luka gores diwajah sebelah
kanan panjang 3 cm, luka tampak masih belum kering. Pada mata N II (
occulomotorius ) pupil isokor dengan diameter Ø OD/OS : Ø 2/2 mm.
terdapat luka gores dibatang hidung pasien sepanjang 4 cm, luka tampak
belum kering, ada pus. Tampak pernafasan cuping hidung, pasien
terpasang oksigen nasal kanul 4 liter/menit, pasien terpasang NGT.
Telinga tampak simetris, tidak ada luka. Masih ada tampak sisa darah
yang keluar dari telinga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada partisipan I dan partisipan II
sama-sama mengalami penurunan kesadaran. Menurut teori Muttaqin
(2008), menjelaskan bahwa bertambahnya volume otak akibat perdarahan
dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial yang
ditandai dengan kejang, penurunan kesadaran dan nyeri kepala. Menurut
peneliti, penurunan kesadaran pada pasien terjadi akibat adanya tanda-
tanda peningkatan TIK.
Namun ada perbedaan pada 2 partisipan yaitu pada partisipan I ditemukan
adanya luka robek dikepala pariental, disekitar mata sebelah kiri pasien
lebam berwarna kebiruan, pada nervus vagus dapat dinilai karena pasien
bias menelan saat diberikan air minum, sedangkan pada partisipa II ada
luka di wajah, luka gores di batang hidung, pasien terpasang oksigen nasal
kanul, tampak pernafasan cuping hidung dan terpasang NGT. Menurut
peneliti tanda – tanda yang dialami kedua partisipan merupakan tanda dan
gejala dari cedera kepala. Pada pemeriksaan nervus partisipan I N.VIII
dan N.X dapat di nilai sedangkanpada partisipan II tidak dapat di nilai
karena pada partisipan II mengalami penurunan kesadaran.
Hal tersebut sama dengan teori Brunner & Suddart (2013) yang
menjelaskan bahwa manifestasi klinis cedera kepala adalah tingkat
kesadaran yang berubah, terganggunya pola nafas, adanya gangguan
pendengaran, disfungsi sensorik.
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pengkajian dan observasi yang dilakukan peneliti ditemukan
beberapa masalah keperawatan yang muncul pada Tn. Z dan Tn. S yaitu :
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis (Tn. S),
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak ( Tn. Z dam Tn. S ) ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
(Tn. S ), nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ( Tn. Z ), kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (Tn. Z ).
a. Masalah keperawatan pertama yang ditemukan pada Tn. S adalah
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis ditandai
dengan data subjektif keluarga mengatakan pasiem tampak sesak, data
objektif pasien tampak sesak, pasien menggunakan oksigen nasal kanul 4
l/menit, RR 26/i, tampak retraksi dinding dada.
Teori Randy dan Margareth (2012), yaitu pada aspek pernafasan terjadinya
perubahan pola nafas, kedalaman, maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal
dan irama tidak teratur. Menurut peneliti masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas pada Tn.S ditegakkan karena pasien terpasang
oksigen nasal kanul, RR: 26x/menit dan adanya retraksi dinding dada.
b. Masalah keperawatan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, dialami
pada kedua partisipan, hal ini disebabkan karena partisipan I dan II sama-sama
mengalami penurunan kesadaran, pasien sering mengerang dan gelisah.
Menurut peneliti kedua partisipan mengalami penurunan kesadaran
diakibatkan karena kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan benturan
dikepala dan menyebabkan adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
c. Masalah keperawatan yang ketiga pada Tn. S adalah ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
dengan data subjektif keluarga mengatakan telapak kaki dan tangan pasien
teraba dingin, data objektif pasien tampak pucat, Hb 10 g/dl, CRT > 2 detik.
Dalam teori NANDA (2-15-2017) dikatakan bahwa diagnosa ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer adalah penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan dengan batasan karakterisktik CRT > 2 detik,
penurunan nadi perifer dan warna kulit pucat. Menurut peneliti data yang
didapat ada kesamaan tanda dan gejala pada Tn. S yaitu CRT > 2 detik, pasien
tampak pucat maka menyebabkan sirkulasi darah pasien ke perifer dapat
terganggu disebabkan karena kurangnya oksigen.
d. Masalah keperawatan kedua yang ditemukan pada Tn. Z adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan data subjektif keluarga
mengatakan pasien sering memegang kepalanya dan gelisah, data objektif
pasien tampak gelisah, pasien tampak meringis.
Dalam teori NANDA ( 2015-2017) dikatakan bahwa nyeri akut adalah
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau yang digambarkan sebagai kerusakan
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yag dapat diantisipasi atau
diprediksi. Dengan menggunakan karakteristik yaitu dengan ekspresi wajah
dan perilaku. Menurut peneliti diagnosa yang ditegakkan untuk nyeri akut
pada partisipan I ditandai dengan pasien sering memegang kepalanya, pasien
gelisah dan tampak meringis.
e. Masalah keperawatan yang ketiga pada partisipan I adalah kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik ditandai dengan terdapat
luka jahit di bagian pariental sepanjang 8 cm, luka sudah kering. Dan tampak
luka gores di bagian kaki sebelah kiri dengan panjang luka 2,5 x 1,5 cm, luka
masih tempak belum kering dan kemerahan.
Sesuai dengan NANDA (2015- 2017), bahwa diagnosa kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan faktor mekanik batasan karakteristiknya adalah
integrutas kulit yang baik bisa dipertahankan, tidak ada luka lesi pada kulit
dan perfusi jaringan baik.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi atau rencanaan keperawatan diartika sebagai suatu dokumen tulisan
tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intevensi keperawatan dan
merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan pada pasien
(Nursalam, 2015).
Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus Tn. Z dan Tn. S didasarkan pada
tujuan intervensi masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan gangguan neurologis, resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah ke perifer, nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik dan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik.
a) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis
Menurut NANDA internasional tahun 2015 – 2017 rencana tindakan
keperawatan pada diagnosa ketidakefektiffan pola nafas berhubungan dengan
kerusakan neurologis dengan tujuan status respiasi baik, frekuensi pernafasan
dalam batas normal, irama pernafasan normal, tidak ada penggunaan otot
bantu pernafasan, tidak ada retraksi dinding dada dan tidak ada suara nafas
tambahan. Dengan NIC yaitu posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi, auskultasi suara nafas, pertahankan kepatenan jalan nafas, berikan
oksigen sesuai kebutuhan, monitor respirasi dan status O2, monitor aliran O2,
amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen. Menurut peneliti intervensi
yang dilakukan perawat pada pasien sesuai dengan teori yaitu memposisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi, memberikan oksigen sesuai kebutuhan
pasien dan monitor aliran O2.
b) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Menurut NANDA Internasional tahun 2015-2017, rencana tindakan untuk
diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan pasien akan menunjukan status sirkulasi baik,
perfusi jaringan serebral normal, tekanan darah dalam rentang normal, tidak
ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, berkomunikasi dengan jelas
dan sesuai kemampuan, tingkat kesadaran baik. Dengan NIC yaitu
pertahankan jalan nafas yang paten, pertahankan posisi pasien, monitor
tekanan perfusi serebral, monitor tekanan intrakranial pasien dan respon
neurologis terhadap aktivitas, posisikan pasien pada posisi semi fowler,
monitor tanda-tanda vital. Menurut peneliti intervensi yang dilakukan pada
pasien sesuai dengan NIC yaitu monitor tingkat kesadaran pasien, posisikan
pasien semi fowler, memonitor tanda-tanda vital dan monitor adanya tanda-
tanda peningkatan TIK.
c) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke perifer
Menurut NANDA Internasional 2015-2017, rencana tindakan keperawatan
pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah ke perifer dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan pasien akan menunjukkan tekanan darah sistol dalam rentang
normal, tekanan darah diastol dalam rentang normal, akral teraba hangat, nadi
teraba kuat dan teratur, saturasi O2 dalam rentang normal, Capilary refil kecil
dari 3 detik. Dengan NIC Pertahankan jalan nafas yang paten, berikan oksigen
sesuai kebutuhan pasien, monitor aliran oksigen, pertahankan posisi pasien,
monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan, monitor kualitas
nadi, monitor suara pernafasan, onitor suhu, warna, dan kelembapan kulit.
d) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Menurut NANDA Internasional 2015-2017, rencana tindakan untuk diagnosa
nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dengan tujuan rasa nyeri
dapat dikontrol, mengenali kapan nyeri terjadi, menggambarkan faktor
penyebab, , menggunakan anagesik yang digunakan, nyeri yang dilaporkan
tidak ada, tidak ada ekspresi nyeri pada wajah. Dengan NIC yaitu lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif (meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi
durasi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri0, observasi adanya
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi
secara efektif, gali bersama pasien faktor yang bisa memperingan nyeri atau
memperberat nyeri, ajarkan penggunaan nonfamakologi (seperti relaksasi
nafas dalam), dukung pasien untuk istirahat yang adekuat untuk menurunkan
rasa nyeri, berikan analgesic sesuai waktunya, monitor tanda-tanda vital.
e) Kerusakan integritas kulit
Menurut NANDA Internasional 2015-2017, rencana tindakan untuk diagnosa
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik dengan tujuan
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi), tidak ada luka/lesi pada kulit, perfusi jaringan baik,
menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang, mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka. NIC Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar, hindari kerutan pada tempat tidur, jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering, mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali,
monitor kulit akan adanya kemerahan, monitor aktivitas dan mobilisasi pasien,
monitor status nutrisi pasien, memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat, kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan, observasi
luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tandatanda infeksi lokal, formasi traktus, ajarkan pada
keluarga tentang luka dan perawatan luka, kolaburasi ahli gizi pemberian diae
TKTP, vitamin, lakukan tehnik perawatan luka dengan steril, berikan posisi
yang mengurangi tekanan pada luka.
Menurut penelitian Nasir (2012), intervensi keperawatan yang dilakukan
peneliti yaitu observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien, memberikan posisi head up 30°, kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian oksigen nasal kanul dan monitor tanda – tanda vital pasien.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap melakukan rencana keperawatan yang
telah dibuat. Adapun kegiatan yang ada dalam tahap implementasi meliputi
pengkajian ulang, memperbaharui data dasar, meninjau dan merevisi rencana
asuhan keperawatan yang direncanakan. Peneliti melakukan implementasi
keperawatan berdasarkan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya,
implementasi keperawatan yang dilakukan partisipan I dimulai pada tanggal 6-11
Maret 2018 dan pada partisipan II pada tanggal 7- 11 maret 2018.
Implementasi yang dilakukan selama 5 hari untuk ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan gangguan neurologis adalah memonitor kepatenan aliran
oksigen, posisikan kepala pasien elevasi 30˚, memonitor pola pernafsan abnormal,
memonitor frekuensi dan irama pernafasan.
Implementasi yang dilakukan selama 6 hari untuk masalah resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak adalah mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30˚
untuk memaksimalkan ventilasi, monitor tingkat kesadaran pasien dengan
memberikan rangsangan suara, memonitor tanda-tanda vital, memonitor adanya
tanda-tanda peningkatan TIK, memonitor alira O2,monitor kualitas nadi dan
memonitor intake output.
Implementasi yang dilakukan selama 6 hari untuk masalah ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubunga dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
adalah memonitor suhu, warna dan kelembaban kulit, memonitor aliran oksigen,
memonitor tanda-tanda vital, mengobservasi tanda-tanda hipovolemi, melakukan
penilaian CRT.
Implementasi yang dilakukan selama 6 hari untuk masalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik adalah memposisikan pasien semi fowler,
mengukur tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan, monitor kualitas nadi.
Implementasi yang dilakukan selama 6 hari untuk masalah kerusakan intgritas
kulit berhubungan dengan faktor mekanik adalah anjrkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar, member tahu keluarga pasien untuk menjaga
kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, monitor kulit akan adanya
kemerahan, monitor tanda-tanda infeksi, monitor status nutrisi pasien.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap ini yang
dilakukan adalah mengkaji respon setelah dilakukan intervensi keperawatan,
membandingkan respon pasien dengan kriteria hasil, memodifikasi asuhan
keperawatan sesuai dengan hasil evaluasi dan mengkaji ulang asuhan keperawatan
yang telah diberikan kepada pasien.
1) Evaluasi yang didapatkan pada partisipan I yaitu :
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
Partisipan I hari pertama GCS 12, tingkat kesadaran apatis, pasien
tampak bingung. Pada hari ke tiga tingkat kesadaran pasien GCS 15,
tapi pasien mengatakan sakit kepala. Pada hari kelima pasien
mengatakan sakit kepalanya sudah hilang. Masalah teratasi intervensi
dihentikan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Partisipan I pada hari kelima nyeri sudah mulai berkurang, TTV
dalam batas normal, pasien tampak tenang, skala nyeri 3. Masalah
teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dngan faktor mekanik
Tn. Z pada hari kelima luka pada kaki sebelah kiri pasien sudah
kering, tidak kemerahan dan tidak ada pus. Masalah teratasi,
intervensi dihentikan.
2) Evaluasi yang di dapatkan pada partisipan II yaitu :
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan
neurologis.
Pada hari ke lima (Tn. S ) tampak sudah tidak sesak , pasien tidak
memakai oksigen, RR : 19 x/menit, masalah teratasi, intervensi
dihentikan.
b. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
Pada Tn. S hari pertama tingkat kesadaran delirium, GCS 10, pasien
mengalami penurunan kesadaran, pada hari kelima GCS pasien 14,
TTV dalam batas normal, masalah teratasi sebagian, intervensi
dilanjutkan.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan sirkulas darah ke perifer
Pada Tn.S hari pertama pasien tampak pucat, suhu 38,6 ˚c, akral
teraba dingin. Pada hari kelima akral pasien teraba hangat, CRT < 3
detik, suhu normal. Masalah teratasi, intervensi dihentikan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
diruang Trauma Center RSUP dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018 peneliti
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian pada pasien dengan cedera kepala sedang didapatkan pasien
mengalami penurunan kesadaran, pasien dengan tingkat kesadaran apatis dan
delirium dan TTV dalam batas normal.
2. Rumusan diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus cedera kepala
sedang yaitu ketidakefektifan pola napas, resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, nyeri akut, kerusakan
integritas kulit dan resiko infeksi.
3. Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada pasien dengan cedera
kepala sedang menurut Bulechek (2013) dan Mroorhead (2013) adalah
manajemen udem serebral, terapi oksigen, monitor peningkatan TIK, monitor
neurologis, monitor tanda-tanda vital, manajemen demam, manajemen sensasi
perifer, pengecekan kulit dan perawatan luka.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien cedera kepala sedang
adalah mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30º untuk
memaksimalkan ventilasi, meningkatkan tingkat kesadaran, memonitor tanda-
tanda vital, memoniotr adanya tanda-tanda peningkatan TIK, memoniot aliran
oksigen dan monitor kualitas nadi.
5. Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan selama 5 hari pada
tanggal 06 - 11 Maret 2018 dalam bentuk SOAP Evaluasi yang didapatkan
pada pasien cedera kepala adalah pasien mengalami peningkatan kesadaran
dalam waktu 4 – 6 hari, namun masih perlu pemantauan perkembangan
pasien.
B. Saran
1. Bagi Perawat ruang Trauma Center
Melalui hasil peneitian ini di sarankan bagi perawat diruang Trauma center
RSUP. Dr. M. Djamil Padang agar dapat melakukan asuhan keperawatan lebih
baik lagi dan dapat meningkatkan asuhan keperawatan secara optimal.
2. Bagi peneliti selanjutnya
a. Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan pengkajian secara tepat dan
mengambil diagnosa secara tepat menurut pengkajian yang ditetapkan. Dalan
melaksanakan tindakan keperawatan harus terlebih dahulu memahami
masalah dengan baik serta mendokumentasikan hasil tindakan yang telah
dilakukan.
b. Diharapkan hasil peneliti ini dapat dijadikan sebagai atau pembanding dalam
melakukan penelitian.
.
DAFTAR PUSTAKA
Anurogo. Ditto dan Fritz Sumantri Usman.(2014). 45 Penyakit Dan Gangguan
Saraf. Yogyakarta :Rapha Publishing.
Awaloe, Astrid C., dkk. (2016). Gambaran cedera kepala yang menyebabkan kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP Prof Dr. R. D. Kandou periode Juni 2015 – Juli 2016. Jurnal e-Clinic (e-Cl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember
2016. Diakses pada tanggal 20 Desember 2017 https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/14369/13 941.
Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013.Riset kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Tersedia pada http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesd as%202 013.pdf. Diakses pada 4 Agustus 2017.
Bararah, Taqiyyah dan Muhammad Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan
Panduan Lengkap Menjadi Perawat Professional. Jilid 2. Jakarta:prestasi Pustakaraya.
Bulechek, G, M. Butcher, H, K. Dochterman, J, M. Wagner, C, M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) (6 th ed). Mosby : Lowa City.
Brunner & Suddart. 2015. Keperawatn Medikal Bedah. Ed. 12. Jakarta : EGC.
Grace, Pierce A, dan Neil R. Borley. (2007).At a Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Herdman. H.T & Kamitsuru. S. (2015). NANDA Internasional, Inc: Nursing Diagnosa, Definitions & Classification 2015- 2017 (10 th ed). Jakarta : EGC.
Kumar Vinay, dkk. (2007). Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC.
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L.Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Mosby : Lowa City
Nasir. (2012). Asuhan Keperawatan pada Psien Ny.A denagn cedar kepala sdang di
IGD RSUP. Srangen. Jurnal Fk UMS. Diakses pada 28 januari 2018. Pukul 13.45. http://www.co.id/eprints.ums.ac.id.
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Ed. 4. Jakarta : Salemba Medical.
Muttaqin, Arif. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarafan. Jakarta : Salemba Medikal.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarafan. Jakarta : Salemba Medikal.
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah . Yogyakarta :
Nuha Medika
Rendy, M. Clevo & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Satyanegara, dkk. (2010). Ilmu Bedah Saraf. Ed. I. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.
Sugiyono, dkk. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Tarwoto, dkk. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Trans Info Medis.
Wijaya, Andra.S dan Yessi, M.P. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika.
Yolanda, R. (2017). Karya Tulis Ilmiah : Asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala diruang HCU Bedah RSUP.dr. M. Djamil Padang. Poltekkes Kemenkes
Padang
PARTISIPAN I
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi Pasien:
1) Nama : Tn. Z ( umur 42 tahun)
2) Jenis kelamin : Laki - laki
3) Status kawin : Kawin
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SLTA
6) Pekerjaan : Petani
7) Alamat : Lubuk basung
8) Diagnosa medis : CK Gcs 12 E3M6V3
9) No MR : 0100xxxx
b. Identififkasi Penanggung Jawab
1) Nama : Ny. J
2) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3) Alamat : Lubuk basung
4) Hubungan : Istri
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang:
a) Keluhan Utama:
Pasien masuk RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 04 maret 2018,
pada pukul 14.30 WIB, melalui IGD rujukan dari RSUD. Lubuk Basung
dengan keluhan penurunan kesadaran ±7 jam sebelum masuk rumah sakit
karena kecelakaan lalu lintas pada tanggal 2 Maret 2018. Pasien pingsan
setelah kejadian, muntah proyektif (+) 5 kali, keluar darah dari telinga (+),
hidung (-), kejang (+), TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit dan
pernafasan : 20 x/ menit.
b) Keluhan saat dikaji :
Saat dilakukan pengkajian pada Selasa, 06 Maret 2018 pukul 09.00 WIB,
keluarga mengatakan pasien sering memegang kepalanya, malam hari
pasien sering terbangun dan gelisah, keluarga mengatakan pasien sering
terasa mual saat membuka mata.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga mengatakan pasien sedang mengendarai motor bersama anaknya
untuk pergi mancing, kemudian setelah sampai ditempat pemancingan
pasien memberhentikan motornya, pada saat pasien berhenti tiba-tiba
datang motor lain menabrak pasien sehingga pasien terjatuh dan kepalanya
terbentur dan robek.
Keluarga mengatakan sebelumnya pasien tidak pernah dirawat dirumah
sakit dan tidak ada memiliki riwayat penyakit DM, hipertensi dan jantung.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak mengetahui anggota keluarga pasien yang
memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit keturunan lainnya.
d. Pola Aktivitas Sehari- hari
1) Pola Nutrisi
a. Makan
Sehat: Saat sehat keluarga mengatakan pasien makan 3 x sehari dengan nasi
+ lauk + sayur.
Sakit : pasien mendapatkan diit MC 6X 300 cc melalui oral. Pasien hanya
menghabiskan 200 cc untuk diit pagi.
2) Pola Eliminasi
a. BAB
Sehat: pasien BAB 1 kali dalam sehari, konsistensi lunak, BAB normal.
Sakit: Selama dirawat dirumah sakit pasien BAB hanya 1 kali selama
dirawat. BAB tidak ada masalah.
b. BAK
Sehat: pasien BAK 6 – 7 kali/hari, warna kuning, bau urin khas
Sakit: pasien menggunakan kateter, urine tampak berwarna kuning pekat,
bau khas urin, banyak urin ± 400 cc/8 jam.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Sehat: pasien tidur 6 – 7 jam pada malam hari, tidur nyenyak.
Sakit: keluarga mengatakan pasien susah tidur, pasien sering gelisah
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sehat: keluarga mengatakan pasien bekerja sebagai petani sawah.
Sakit: saat sakit aktivitas pasien dibantu perawat dan keluarga.
e. Pemeriksaan Fisik (Secara Head to toe)
1) Keadaan umum
Kesadaran : Apatis
GCS : 12 (E3M6V3)
TTV : TD : 120/90 mmHg, Nadi: 80x/i, Pernafasan: 21 x/i dan suhu:
36.7oC.
a. Kepala :
Tampak simetris, tampak luka jahit dibagian pariental sepanjang 8 cm, luka
jahit sudah tampak kering, tidak ada pus.
b. Wajah :
Tampak pucat, N VII (fasial) tidak dapat dinilai.
c. Mata:
Mata tampak simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, tampak
lebam pada mata sebelah kanan, berwarna kebiruan. Pada pemeriksaan N II
(Optikus) tidak ada penurunan penglihatan. N. III (Occulomotorius) pupil
isokor dengan diameter Ø OD/OS : Ø 2/2 mm, N.VI (trochlearis) dan
N.VI (Abdicens) tidak dapat dinilai.
d. Hidung :
Hidung simetris, hidung tampak kurang bersih (adanya serumen), tidak ada
lesi. Pada pemeriksaan N.I (olfaktorius) tidak dapat dinilai.
e. Mulut :
Bibir pasien tampak kering, pucat. N. IX (Glassofaringeus) dan N. X
(Vagus) pasien bisa menelan saat diberikan air minum, N XII (Hipoglosus)
tidak dapat dinilai
f. Telinga :
Tampak simetris, tidak ada luka, telinga tampak kurang bersih. Pada N.VIII
(akustikus) tidak ada gangguan pendengaran
g. Leher:
Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening, tidak ada distensi vena
jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. N. X (vagus) pasien bisa
menelan saat diberikan air minum, N. XI (aksesorius) tidak dapat dinilai.
h. Thorax :
I: simetris kiri dan kanan, tampak tidak ada luka, pergerakan dinding dada
kiri dan kanan sama
Pa: fremitus kiri dan kanan tidak dapat dinilai
Pe: Bunyi sonor
A: Vesikuler
i. Jantung :
I : Iktus cordis tidak terlihat
Pa : Iktus kordis teraba di RIC V sinistra
Pe : pekak
A : tidak ada bunyi jantung tambahan
j. Abdomen:
I : tampak simetris
A : Bising usus normal ( 8 x/i)
Pa : Tidak ada perbesaran hepar
Pe : Tympani
k. Ekstremitas:
Atas : tampak ada luka lecet ditangan sebelah kiri panjang luka 2,5
cm, luka tampak kering, tidak ada pus, CRT kembali > 2
detik, akral teraba hangat,
Bawah : tampak ada luka lecet di kaki sebelah kiri dengan panjang
luka 2,5 x 1,5 cm luka tampak berwarna kemerahan, luka
belum kering, dan akral teraba dingin
l. Genitalia : tidak diperiksa.
f. Data Psikologis
1) Status Emosional
Keluarga mengatakan pasiem lebih banyak tidur, ketika dipanggil pasien
hanya melihat sebentar saja.
2) Kecemasan
Keluarga mengatakan pasien sering memegang kepalanya, dan keluarga
selalu mengajak pasien untuk berbicara dan memberi dukungan untuk
kesembuhan pasien.
3) Pola Koping
Keluarga mengatakan selalu meyakinkan pasien untuk sembuh dan tidak
menyerah dengan kondisinya.
4) Gaya Komunikasi
Keluarga mengatakan pasien lebih sering tidur
g. Data sosial
Pasien banyak dikunjungi oleh kelurga dan teman-temannya
h. Data Spiritual
Keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran.
i. Data Penunjang
Hematologi
Tanggal pengambilan sampel: 04 Maret 2018
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1. Hemoglobin 13.0 gr/dl 14 - 18 g/dl
2. Leukosit 17.960 gr/dl 5.000-10.000/mm3
3. Trombosit 189000 /mm3 150.000-400.000/mm3
4. Hematrokit 39% 40 – 48 %
5. Gula Darah Puasa 158 mg/dl <200
6. Ureum darah 19 mg/dl 10,0-50,0 mg/dl
7. Kreatinin darah 0,9 mg/dl 0,8-1,3 mg/dl
8. Natrium 142 Mmol/L 136-145 Mmol/L
9. Kalium 4,1 Mmol/L 3,5-5,1 Mmol/L
10. Klorida Serum 110 Mmol/L 97-111 Mmol/L
11. SGOT 35 u/l <38
12. SGPT 16 u/l < 41
j. Program Pengobatan
1) Ceftriaxon 1 gr frekuensi 2 x IV
2) Ranitidine 50 mg frekuensi 2 x IV
3) Paracetamol oral
ANALISA DATA
Data Masalah Etiologi
Ds : - Keluarga mengatakan
kepala pasien sering memegang keplanya dan mengerang
- Keluarga mengatakan pasien tampak sering mual
Do : - Pasien tampak gelisah - Tingkat kesadaran apatis,
GCS 12 (E3M6V3). - Pasien tampak sering
memegang kepalanya yang luka
- Pasien tampak sering mengerang
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Trauma kepala
DS : - Keluarga mengatakan
kepala pasien sering terasa sakit,
- Keluarga mengatakan pasien sering memegang kepalanya.
- Keluarga mengatakan pasien sering gelisah
DO : - Pasien tampak meringis - Pasien tampak pucat - Pasien tampak sering gelisah - Skala nyeri 6
Nyeri akut Agen cedera fisik
DS : - Keluarga mengatakan
tampak ada luka lecet di kaki sebelah kiri
DO : - Tampak ada luka di kaki
sebelah kiri dengan
Kerusakan integritas kulit
Faktor mekanik
panjang luka 2,5 x 1,5 cm - luka tampak berwarna
kemerahan - luka belum kering - tampak luka jahit dibagian
pariental sepanjang 8 cm, luka jahit sudah tampak kering, tidak ada pus.
1) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nanda 2015-2017
No Diagnosa Keperawatan Ditemukan Masalah Dipecahkan Masalah
Tgl Paraf Tgl Paraf
1 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
06 maret 2018 08 maret 2018
2 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
06 maret 2018 08 maret 2018
3 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
06 maret 2018 08 maret 2018
2) INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa
Keperawatan
Intervensi
NOC NIC
1 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Status sirkulasi
Mendemostrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan:
1) Tekanan sistem dan diastole dalam rentang yang diharapkan
2) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
Tissue prefusion cerebral Indicator : Mendemostrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan
1) berkomunikasi dengan jelas sesuai kemampuan
2) Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
3) Memproses informasi 4) Membuat keputusan
dengan benar 5) Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yang utuh: tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan involunter
Terapi oksigen
j) Periksa mulut, hidung dan secret trakea
k) Pertahankan jalan nafas yang paten
l) Atur peralatan oksigenasi
m) Monitor aliran oksigen
n) Pertahankan posisi pasien
o) Observasi tanda-tanda hipovolemi
p) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Monitor peningkatan
intrakranial
a) Monitor tekanan perfusi serebral
b) Catat respon pasien terhadap stimulasi
c) Monitor tekanan intracranial pasien dan respon neurologi terhadap aktifitas
d) Monitor intake dan output cairan
e) Kolaborasidalam pemberian antibiotic
f) Posisikan pasien pada posisi semi flower
g) Minimalkan stimulasi dari lingkungan
Monitor vital signs
a) Monitor TD, nadi, suhu dan RR
b) Monitor vital sign saat pasien berbaring,
duduk dan berdiri c) Auskultasi TD pada
kedua lengan dan bandingkan
d) Monitor TD, nadi, RR sebelum dan sesudah, selama dan setelah aktivitas
e) Monitor kualitas nadi f) Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
g) Monitor pola pernafasan abnormal
h) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
i) Monitor sianosis perifer
j) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Manajemen sensasi
perifer a) Monitor adanya daerah
tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
b) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
c) Gunakan sarung tangan untuk proteksi
d) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
e) Kolaborasi pemberian analgetik
f) Monitor adanya tromboplebitis
g) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
2 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Pain level
Indicator : a) Melaporkan nyeri b) Durasi nyeri c) Menunjukkan lokasi
nyeri d) Meringis e) Ekspresi wajah nyeri
kegelisahan f) Focus menyempit g) Ketergantungan otot h) Kehilangan selera makan i) Mual j) Intoleransi makanan
Pain control
Indicator :
a) Mengakui timbulnya nyeri
b) Menjelaskan factor penyebab
c) Menggunakan buku harian untuk memantau gejala dari waktu ke waktu
d) Menggunakan tindakan pecegahan non analgesic ukuran lega menggunakan analgesic seperti yang dianjurkan
e) Laporan nyeri dikendalikan
Comfort level Indicator :
a) Reaksi obat b) Otonomi pribadi c) Relokasi adaptasi d) Lingkungan yang aman
a) Manajemen nyeri
Aktivitas:
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
2) Observasi reaksi nonverbal pasien dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
6) Control lingkungan yang dapat suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
7) Kurangi factor presipitasi nyeri
8) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan interpersonal)
9) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
10) Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
11) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
12) Evaluasi keefektifan control nyeri
13) Tingkatkan istirahat 14) Kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan dan tindaka nyeri yang tidak berhasil
b.Pemberian analgetik aktivitas :
1) Tentukan lokasi nyeri, karakteristik nyeri, kualitas dan tingkay keparahan sebelum mengobati pasien
2) Evaluasi kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam pemilihan analgesic, rute, dan dosis serta melibatkan pasien
3) Pilih analgesic sesuai atau kombinasi dari analgesic ketika lebih dari satu yang diresepkan
4) Pantau tanda-tanda vital sebelum dan setelah pemberian analgesik
5) Fasilitasi respon pasien terhadap analgesic
6) Informasikan kepada pasien terkait efek
samping dari analgesic
7) Evaluasi efektifitas analgesik pada interval yang sering dan teratur setelah pemberian masng-masing, terutama setelah dosis awal
c.Pengurangan kecemasan aktivitas :
1) Gunakan pendekatan yang menenangkan pasien
2) Tetap bersama pasien untuk mempromosikan keaman dan ngurangi rasa kuat
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
4) Sediakan objek yang menandakan keamanan
5) Identifikasi jika tingkat kecemasan pasien berubah
6) Tentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien
7) Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi
8) Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan
d.Terapi latihan ambulasi aktifitas:
1) Bantu pasien untuk duduk di tepi tempat
tidur untuk memfasilitasi ketahanan posisi
2) Batu pasien untuk berpindah sesuai kebutuhan
3) Sediakan alat bantu seperti kursi roda untuk ambulasi
4) Ajarkan pasien dan keluarga terkait cara berpindah yang aman dan teknk ambulasi
e.Monitirng tanda-tanda vital aktivitas:
a) Monitor TD, nadi, suhu, RR sesuai anjuran
b) Catat fluktuasi tekanan darah pasien
c) Monitor tekanan darah setelah pasien memperoleh pengobatan
d) Monitor tanda dan gejala hipotermi dan hipertermia yang dilaporkan
e) Monitor kuantitas dan kualitas denyut nadi
f) Monitor pernafasan g) Monitor suara nafas h) Monitor pola nafas
abnormal i) Identifikasi adanya
perubahan tanda-tanda vital
f.Peningkatan tidur aktivitas :
1) Tentukan pola aktifitas/tidur pasien
2) Tentukan efek pengobatan pasien terhadap pola tidur pasien
3) Monitor / catat pola tidur, jumlah waktu tidur pasien
4) Monitor pola tidur dan catat tanda fisikyang dapat mengganggu tidur
5) Bantu untuk mengurangi situasi yang bias membuat pasien stress sebelum tdiur
6) Diskusikan dengan pasien dan keluarga terkait teknik meningkatkan kualitas tidur
3 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik - Menunjukkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Pressure Management - Anjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang longgar
- Hindari kerutan pada tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Monitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan sabun dan
- Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
air hangat - Kaji lingkungan dan
peralatan yang menyebabkan tekanan
- Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tandatanda infeksi lokal, formasi traktus
- Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
- Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
- Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
3) IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
Implementasi
Keperawatan
Evaluasi
Keperawatan
Par
af
Selasa, 6 Maret 2018
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
a) Mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30° untuk memaksimalkan ventilasi
b) Memonitor adanya tanda-tanda peningkatan TIK
c) Memonitor tingkat kesadaran
d) Memonitor TTV e) Memberikan
rangsangan suara untuk meningkatkan tingkat kesadaran
f) Monitor kualitas nadi
S : a. Keluarga
mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran
b. Keluarga mengatakan pasien sering meracau dan gelisah
O : a. Tanda-tanda vital
TD:120/80 mmHg, RR:20x/menit, Nadi :80 x/Ii GCS 12 E3M6V3
b. Pasien tampak gelisah
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Selasa, 06/03/2018
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
a) Memonitor tanda-tanda vital
b) Memposisikan pasien semi fowler
c) Mengukur skala nyeri
d) Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
S: a. Keluarga
mengatakan pasien sering memegang kepalanya
b. Keluarga mengatakan pasien sering gelisah
O : a. Pasien tampak pucat b. Posisi semi fowler c. Skala nyeri 5 d. Tanda-tanda vital
TD:120 / 90 mmHg, RR:20 x/menit, Nadi :80 x/Ii
A : Masalah belum teratasi
P :Intervensi dilanjutkan
Selasa, 06/03/2018
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
c) Monitor kulit akan adanya kemerahan
d) Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
e) Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
f) Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
S : - Keluarga
mengatakan kaki sebelah kiri pasien luka gores
- Keluarga mengatakan luka belum kering
- O:
a. Tampak luka di kaki sebelah kiri pasien
b. Luka tampak belum kering
c. Panjang luka 2,5 x 1,5 cm
d. Luka tampak kemerahan
e. tampak luka jahit dibagian pariental sepanjang 8 cm, luka jahit sudah tampak kering, tidak ada pus.
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Rabu,
07/03/20
18
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Monitor tingkat kesadaran
c. Mempertahankan posisi pasien semi fowler
d. Member
S : a. Keluarga
mengatakan pasien sering memegang kepalanya
b. Keluarga mengatakan pasien sering menung
rangsangan suara untuk meningkatkan kesadaran pasien
O : a. Pasien tampak lemah b. Pasien tampak sering
bayak tidur c. Tanda-tanda vital
TD :110/80 mmHg Nadi :84 x/menit, RR: 20 x/menit, GCS 12
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Rabu, 07/03/2017
Nyeri aku berhubungan dengan agen cedera fisik
a) Memonitor tanda-tanda vital
b) Melakukan pengukuran skala nyeri
c) Mengajarkan pasien untuk rlaksasi nafas dalam
d)
S : a. Keluarga
mengatakan pasien sering memegang kepalanya
O : a. Pasien tampak
meringis b. Skala nyeri 5 c. Tanda-tanda vital
TD 110/80 mmHg Nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu :36.6 oC.
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Rabu, 07/03/2018
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
c) Monitor kulit akan adanya kemerahan
d) Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
e) Ajarkan pada
S : a. Keluarga
mengatakan luka di kaki sebelah kiri pasien masih belum kering
O : a. Masih Tampak
luka di kaki sebelah kiri pasien
b. Luka masih tampak belum
keluarga tentang luka dan perawatan luka
f) Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
kering c. Panjang luka 2,5
x 1,5 cm d. Luka tampak
kemerahan A : Masalah belum teratasi P : Intervensi
dilanjutkan
Kamis,
08/03/20
18
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
a. Memonitor TTV b. Monitor tingkat
kesadaran c. Mempertahanka
n posisi semi fowler
d. Memonitor terjadinya fluktuasi TD
S : a. Pasien mengatakan
kepalanya sakit O : a. TTV
TD : 120/90 mmhg Nadi :80 x/i RR : 19 x/i
b. Pasien masih tampak lemah
c. GCS 14 A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Kamis , 08/03/2018
nyeri akut a) Memonitor TTV b) Memposisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi posisi semifowler
c) Mengajarkan pasien untuk relaksasi nafas dalam
S : a. Pasien
mengatakan kepala terasa nyeri saat akan duduk
O: - Pasien tampak
sering memegang kepalanya
- Posisi semifowler b. Tanda-tanda vital
TD:130/90 mmHg Nadi: 86 x/menit RR:20 x/menit Suhu : 36.6oC
A : Masalah belum
teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Kamis, 15/02/2018
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
c) Monitor kulit akan adanya kemerahan
d) Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
e) Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
S : - Pasien
mengatakan luka dikaki sebelah kirinya sudah dibersihkan
O : - Luka tampak
sudah dibersihkan - Kemerahan pada
luka sudah mulai hilang
- A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan
Jumat, 09/03/2018
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
a) Memonitor TTV b) Memonitor
tingkat kesadaran
c) Memonitor kualitas nadi
S : a. Pasien mengatakan
sakit kepala sudah mulai hilang
O : a. Tanda-tanda vital
TD:120/80 mmHg, Nadi:80 x/menit, RR: 19 x/menit, Suhu 36,5 o C.
b. GCS 14 E3M6V5 A : Masalah sebagian teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Jumat, 09/03/2018
nyeri akut a) Memonitor tanda-tanda vital
b) Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
c) Mengajarkan pasien untuk relaksasi nafas dalam
S: - pasien mengatakan nyeri kepala sudah mulai hilang
O: a. Pasien tampak tenang b. Tanda-tanda vital
TD:120/80 mmHg, Nadi:80 x/menit, RR: 19 x/menit,
Suhu 36,5 o C. A: Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Jumat, 09/03/2018
Kerusakan integritas kulitt berhubungan dengan faktor mekanik
a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
c) Monitor kulit akan adanya kemerahan
d) Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
S : - Pasien
mengatakan luka di kaki sebelah kirinya sudah sedkit kering
O : - Luka sudah
tampak kering - Luka tidak ada
pus
A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan
Sabtu, 10/03/2018
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
a. Memonitor tanda-tanda vital
b. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi posisi semifowler
c. Memantau tingkat kesadaran pasien
d. Memantau adanya tanda-tanda terjadi peningkatan TIK
S: a. Pasien mengatakan
sakit kepalanya sudah mulai hilang
O: a. Pasien tampak tenang b. Tanda-tanda vital
TD:100/80mmHg, Nadi:85 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu 36,6 o C.
A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan
Sabtu, 10/03/2018
nyeri akut a) Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b) Monitor tanda0-tanda vital
c)
S : a. Pasien mengatakan
nyeri kepalanya sudah mulai hilang
O : a. Tanda-tanda vital
TD:100/80 mmHg, Nadi:85 x/menit, RR: 20 x/menit,
Suhu 36,6o C. Skala nyeri 3
A : masalah teratasi P : intervensi dihentikan
Sabtu, 17/02/2018
Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
c) Monitor kulit akan adanya kemerahan
d) Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
e) Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
S : - Pasien
mengatakan lukanya sudah sedikit kering
O : - luka sudah tidak merah lgi
- Luka tidak ada pus
- A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan
Minggu, 18/02/2018
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
a. Memonitor TTV b. Memposisikan
pasien semi fowler dan fowler
c. Memonitor tingkat kesadaran
d. Memonitor adanya tanda-tanda peningkatan TIK
e. Menganjurkan pasien untuk miring kanandan kiri
S : - pasien mengatakan keadaannya sudah membaik
- Pasien mengatakan sudah tidak sakit kepala lagi
O : a. Tanda-tanda vital
TD: 110/ 90 mmHg, Nadi:80 x/menit, RR: 19 x/menit, Suhu 36,7o C.
b. GCS 15 E4M6V5
A: Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan
Minggu, 18/02/2018
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
a. Memonitor tanda-tanda vital
b. Memposisikan pasien semi fowler
c. Mengukur skala nyeri
S: a. Pasien mengatakan
nyeri kepala sudah mulai berkurang
O: a. Pasien tampak tenang
d. b. Tanda-tanda vital TD: 110/ 90 mmHg, Nadi:80 x/menit, RR: 19 x/menit, Suhu 36,7o C.
c. Skala nyeri 4 A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan
PARTISIPAN II
a. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi Pasien :
1) Nama : Tn. S ( usia 62 tahun )
2) Jenis Kelamin : Laki-laki
3) Status Kawin : Kawin
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SD
6) Pekerjaan : Tani
7) Alamat : Jorong Galanggang Tinggi Kinari,
Solok
8) Diagnosa Medis : CK Gcs 10
9) No MR : 0100xxxx
b. Identifikasi Penanggung Jawab
1) Nama : Ny. E
2) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3) Alamat : Jorong Galanggang Tinggi Kinari,
Solok
4) Hubungan : Istri
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang:
a) Keluhan Utama:
Pasien masuk RSUP. DR M. Djamil Padang pada tanggal
04 maret 2018 pukul 17.25 WIB, melalui IGD rujukan
RSUD solok dengan keluhan penurunan kesadaran ± 9 jam
sebelum masuk rumah sakit karena kecelakaan lalu lintas
pada tanggal 04 maret 2018. Pasien pingsan setelah
kejadian, muntah (+) 4 kali, keluar darah dari telinga (+) ,
hidung (-), kejang(-), TD : 130/90 mmHg, Nadi : 102
x/menit dan pernafasan : 28 x/menit, suhu : 36,8 ºc
b) Keluhan saat dikaji :
Saat dilakukan pengkajian pada hari Selasa tanggal 07
Maret 2018 pukul 10.00 WIB, keluarga mengatakan pasien
mengalami penurunan kesadaran, pasien sering mengeracau
dan gelisah.
2) Riwayat Kesehatan dahulu
Keluarga mengatakan pasien sedang mengendarai sepeda
motor kemudian pasien disenggol oleh mobil dan pasien
terjatuh dari motornya, pasien langsung pingsan dan dibawa
langsung ke RSUD Solok. Keluarga mengatakan sebelumnya
pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit dan tidak ada
memiliki riwayat penyakit DM, hepertensi dan penyakit
jantung.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak mengetahui ada anggota keluarga
pasien yang memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit
keturunan lainnya.
d. Pola Aktivitas Sehari-hari
1) Pola Nutrisi
a. Makan
Sehat: saat sehat keluarga mengatakan pasien makan 3x
sehari dengan nasi + lauk + sayur.
Sakit : pasien mendapatkan diit MC 6X 300 melalui NGT.
Infuse NaCI 0,9% 20 tetes/menit.
2) Pola Eliminasi
a. BAB
Sehat: pasien BAB 1 kali dalam dua hari, konsistesi lunak,
BAB normal.
Sakit : selama dirawat dirumah sakit pasien BAB hanya 1
kali selama dirawat. Pasien menggunakan pempers,
konsisten lunak, bau dan warna feses khas.
b. BAK
Sehat : pasien BAK 6 – 7 kali dalam sehari, warna kuning
dan bau pesing.
Sakit : pasien menggunakan kateter, banyak urin ±2500
cc/hari, warna urin kuning dan bau pesing.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Sehat : pasien tidur 6 – 7 jam pada malam hari, tidur nyenyak.
Sakit : keluarga mengatakan pasien lebih banyak tidur. Pasien
mengalami penurunan kesadaran.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Sehat : keluarga mengatakan pasien bekerja sebagai petani
Sakit : saat sakit aktivitas pasien dibantu perawat dan keluarga.
e. Pemeriksaan Fisik (Secara head to toe)
1) Keadaan umum
Kesadaran : Delirium
GCS : 10 (E2M5V3)
TTV : TD : 130/70 mmHg, Nadi: 90x/i,
pernafasan : 23 x/i dan suhu: 38,6 ºC
a. Kepala dan wajah :
Tampak simetris, terdapat luka gores diwajah sebelah
kanan panjang 3 cm, luka tampak masih belum kering.
Pasien tampak pucat. N. VII (faisal) tidak dapat dinilai.
b. Mata :
Mata tampak simetris, kongjuktiva anemis, sclera tidak
ikterik. Pada pemeriksaan N II (Optikus) tidak dapat dinilai,
tampak edema dikelopak mata, N II ( occulomotorius )
pupil anisokor dengan diameter Ø OD/OS : Ø 2/2 mm. N
IV (trochearis) dan N VI (abdusens) tidak dapat dinilai.
c. Hidung :
Hidung simetris, hidung tampak kurang bersih. Terdapat
luka gores dibatang hidung pasien sepanjang 4 cm, luka
tampak belum kering, ada pus. Tampak pernafasan cuping
hidung, pasien terpasang NGT, N. I (Olfaktorius) tidak dapt
dinilai. Terpasang NGT.
d. Mulut :
Bibir pasien tampak kering dan pucat. N. IX
(Glassofaringeus) dan N. X (Vagus) tidak dapat dinilai, N
XII (Hipoglosus) tidak dapat dinilai.
e. Telinga
Tampak simetris, tidak ada luka. Masih ada tampak sisa
darah yang keluar dari telinga. Pemeriksaan N. VIII
(Akustikus) ridak dapat dinilai.
f. Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening, tidak ada
distensivena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid. Pemeriksaan N.X (vagus) tidak dapat dinilai. N. XI
(Aksesorius) tidak dapat dinilai.
g. Dada
I: sismetris kiri dan kanan, tampak tidak ada luka
Pa: fremitus kiri dan kanan tidak dapat dinilai
Pe: bunyi sonor
A: vesikuler
h. Kardiovakuler :
I : Iktus cordis tidak terlihat
Pa : Iktus cordis teraba di RIC V
Pe : pekak
A : tidak ada bunyi jantung tambahan
i. Abdomen :
I : tampak simetris
A : bising usus normal (8 x/i)
Pa : tidak ada perbesaran hepar
Pe : Tympani
j. Ekstremitas :
Atas : tampak luka dipunggung tangan sebelah
kiri, panjang luka 4 cm, luka belum kering, CRT kembali >
2 detik, akral teraba dingin, terpasang infuse NaCI 0,9% 20
tetes.
Bawah : tampak luka di lutut kiri pasien, panjang
luka 3 cm x 3,5 cm, luka tampak belum kering, pada
telapak kaki kanan pasien terdapat luka terbuka, panjang
luka 2 cm, x 6 cm, dibalut dengan kasa, akral teraba dingin.
k. Genitalia : tidak diperiksa
f. Data Psikologis
1) Status Emosional
Keluarga mengatakan pasien lebih banyak tidur, ketika
dipanggil pasien hanya menggerakan tangannya
2) Kecemasan
Keluarga selalu mengajak pasien untuk berbicara dan memberi
dukungan untuk kesembuhan pasien.
3) Pola Koping
Keluarga mengatakan selalu meyakinkan pasien untuk sembuh
dan tidak menyerah dengan kondisinya.
4) Gaya Komunikasi
Keluarga mengatakan pasien labih banyak tidur.
g. Data sosial
Pasien banyak dikunjungi oleh ke;lluarga dan teman-tamannya.
h. Data Spritual
Kelaurga mengatakan sering membaca al-Quran didekat pasien
dan shalat 5 waktu semalam.
i. Data Penunjang
Hematologi
Tanggal pengambilan sampel : 04 Maret 2018
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1 Hemoglobin 10 gr/dl 14 – 18 g/dl
2 Leukosit 7970 gr/dl 5.000-10.000/mm
3 Trombosit 149000/mm 150.000-
400.000/mm
4 Hematrokit 29% 40-48%
5 GDP 127 mg/dl <200
6 Ureum darah 18 mg/dl 10,0-50,0 mg/dl
7 Kreatinin darah 1,2 mg/dl 0,8-1,3 mg/dl
8 Natrium 138 Mmol/L 136-145 Mmol/L
9 Kalium 4,1 Mmol/L 3,5-5,1 Mmol/L
10 Klorida serum 109 Mmol/L 97-111 Mmol/L
11 SGOT 34 U/1 <38
12 SGPT 29 U/1 <41
j. Program Pengobatan
1) Ceftriaxone 2 gr frekuensi 2 x IV
2) Ranitidine 50 mg frekuensi 2 x IV
3) Paracetamol 500 gr frekuensi 4x 1 melalui NGT
ANALISA DATA
Data Masalah Etiologi
Ds :
- Keluarga mengatakan pasien tampak sesak
Do : - Pasien tampak
sesak - Pasien
menggunakan oksigen nasal kanul 4 l/menit
- RR : 26 x/i - Tampak retraksi
dinding dada
Ketidakefektifan pola
nafas
Gangguan neurologis
Ds :
- Keluarga mengatakan telapak tangan dan kaki pasien teraba dingin
- Keluarga mengatakan
Do : - Pasien tampak
pucat - akral teraba dingin - Hb 10 gr/dl - CRT > 2 detik - Suhu : 38,6ºc
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
Penurunan sirkulasi
darah ke perifer
Ds :
- Keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran
- Keluarga mengatakan pasien sering gelisah
- Keluarga mengatakan pasien meracau
Do :
- Tingkat kesadaran pasien delirium, GCS 10 (E3M5V2)
Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak mengalami penurunan kesadaran
Ds :
- Keluarga mengatakan luka di batang hidung pasien belum kering
Do :
- Tampak luka di batang hidung pasien, panjang luka 4 cm,
- Luka tampak belum kering, ada pus
- tampak luka dilutut kiri pasien , panjang luka 3 x 3,5 cm, luka tampak belum kering.
Kerusakan integritas
kulit
Faktor mekanik
Ds :
- Keluarga mengatakan pasien demam
- Keluarga mengatakan pasien sering gelisah
Do :
- Badan pasien terasa hangat
- Suhu 38ºc
- Tampak luka gores dibatang hidung pasien sepanjang 4 cm, luka tampak belum kering, ada pus, berwarna kemerahan
- tampak luka dipunggung tangan sebelah kiri, panjang luka 4 cm,
Resiko infeksi
luka belum kering
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
3) INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Ketidakefektifan
pola nafas
berhubungan
dengan gangguan
neurologis
a.status pernafasan
ventilasi
Indicator : 1) Respiratory rate
daalam rentang normal
2) Tidak ada retraksi dinding dada
3) Tidak mengalami dispnea saat istirahat
4) Tidak ditemukan orthopnea
a. Manajemen jalan nafas
aktivitas
1) Buka jalan nafas 2) Posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
4) Auskultasi suara
N
O
Diagnosa Keperawatan Ditemuka masalah Dipecahkan masalah
Tgl Paraf Tgl Paraf
1 Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan Gangguan
neurologis
07 Maret
2018
2 Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
behubungan dengan
penurunan siekulasi
darah ke perifer
07 Maret
2018
3 Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
07 Maret
2018
4 Kerusakan integritas
kulit berhubngan
dengan faktor mekanik
07 Maret
2018
5 Resiko infeksi 07 Maret
2018
5) Tidak ditemukan atelektasis
nafas, catat adanya suara nafas tambahan
5) Monitor respirasi dan status O2
b.Terapi Oksigen aktivitas :
1) Peratahankan kepatenan jalan nafas
2) Monitor aliran oksigen
3) Pertahankan posisi pasien
4) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
5) Monitor adanya kecemasan
c.Monitor Tanda-tanda vital aktivitas:
1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2) Catat adanya flutuasi tekanan darah 3) Monitor kualitas nadi 4) Monitor suara paru 5) Monitor suara pernafasan
Monitor suhu, warna, kelembaban kulit
2 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer behubungan dengan penurunan siekulasi darah ke perifer
a. Status sirkulasi
Indikator 1) Tekanan darah sistol
dalam rentang normal
2) Tekanan darah diastol dalam rentang normal
3) Akral teraba hangat 4) Nadi teraba kuat dan
teratur 5) Saturasi O2 dalam
a. Terapi oksigen Aktivitas :
1) Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea
2) Pertahankan jalan nafas yang paten
3) Berikan oksigen sesuai kebutuhan pasien
rentang normal 6) CRT < 3 detik
b. Tissue perfusion perifer
Indikator 1) CRT (jari tangan dan
kaki ) dalam batas normal
2) Suhu kulit ekstremitas dalam rentang normal
3) Kekuatan denyut nadi dalam rentang normal
4) Blood pressure dan MAP dalam rentang normal
4) Atur peralatan oksigenasi
5) Monitor aliran oksigen
6) Pertahankan posisi pasien
7) Observasi tanda-tanda hipovolemi
8) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
b. Monitor tanda-
tanda vital Aktivitas :
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan
2) Catat adanya flutuasi tekanan darah
3) Monitor kualitas nadi
4) Monitor suara paru
5) Monitor suara pernafasan
6) Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit
3 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
a. Status sirkulasi Indikator :
1) Tekanan darah sistol dalam rentang normal
2) Tekanan darah diastol dalam rentang normal
3) Saturasi O2 dalam rentang normal
4) Tekanan PaO2
(tekanan parsial O2 dalam darah
a. Terapi oksigen Aktivitas :
1) Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea
2) Pertahankan jalan nafas yang paten
3) Atur peralatan oksigenasi
4) Monitor aliran oksigen
5) Pertahankan
arteri) dalam rentang normal
5) Tekanan PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam darah arteri) dalam rentang normal
b. Perfusi jaringan
serebral Indicator :
2) Mempertahankan tekanan intracranial
3) Tekanan darah dalam rentang normal
4) Tidak ada nyeri kepala
5) Tidak ada muntah 6) Memonitor
tingkat kesadaran.
posisi pasien 6) Observasi
tanda-tanda hipovolemi
7) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
b. Monitor
peningkatan
intracranial
1) Monitor tekanan perfusi serebral
2) Catat respon pasien terhadap stimulasi
3) Monitor tekanan intracranial pasien dan respon neurologi terhadap aktifitas
4) Monitor intake dan output cairan
5) Kolaborasidalam pemberian antibiotic
6) Posisikan pasien pada posisi semi flower
7) Minimalkan stimulasi dari lingkungan
c. Monitor vital signs 1) Monitor TD,
nadi, suhu dan RR
2) Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk dan berdiri
3) Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan 4) Monitor TD,
nadi, RR sebelum dan sesudah, selama dan setelah aktivitas
5) Monitor kualitas nadi
6) Monitor frekuensi dan irama pernafasan
7) Monitor pola pernafasan abnormal
8) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
9) Monitor sianosis perifer
10) Monitor adanya clushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
11) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
4) Impelmentasi keperawatan
Tanggal, Rabu 07 Maret 2018
No Diagnosa
keperawatan
Implementasi Evaluasi Paraf
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengangangguan neurologis
1. mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30º untuk memaksimalkan ventilasi
2. memonitor kepatenan aliran oksigen
3. memonitor frekuens dan irama pernafasan
4. memonitor pola pernafasan abnormal
S : - keluarga mengatakan nafas pasien sesak O :
- pasien tampak menggunakan oksigen nasal kanul 4 liter
- tampak retraksi dinding dada
- RR 26 x/menit
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
2 Ketidakefektifan perfus jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Memonitor warna dan kelembapan kulit
3. Memonitor aliran oksigen
4. Memonitor tanda-tanda syok hipovolemi
5. Melakukan penilaian CRT
S : - keluarga mengatakan tangan dan kaki pasien teraba dingin O :
- Pasien tampak pucat
- Akral teraba dingin
- CRT > 2 detik
- Suhu 38, 6 ºc
- Hb : 10 mg/dl
A : masalah
belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
3 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
1. Memonitor tingkat kesadaran pasien
2. Memonitor tanda-tanda adanya peningkatan TIK
3. Memonitor TTV 4. Mempertahankan
posisi kepala pasien 30 º unutk memaksimalkan ventilasi
5. Memonitor aliran oksigen
S : - keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran O :
- Pasien tampak mengalami penurunan kesadaran
- Tingkat kesadaran pasien delirium, GCS 10
- TD : 130/70 mmHg
- Nadi : 90 x/ menit
- RR : 26 x/menit
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
Tanggal, Kamis 08 Maret 2018
No Diagnosa
keperawatan
Implementasi Evaluasi Paraf
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengangangguan neurologis
1. mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30º untuk memaksimalkan ventilasi 2. memonitor kepatenan aliran oksigen 3. memonitor frekuens dan irama
S : - keluarga mengatakan nafas pasien masih sesak O :
- pasien tampak menggunakan oksigen nasal kanul 4 liter
- RR 27 x/menit - Tampak
pernafasan
pernafasan 4. memonitor pola pernafasan abnormal
cuping hidung A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
2 Ketidakefektifan perfus jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
1. Monitor tanda-tanda vital 2. Memonitor warna dan kelembapan kulit 3. Memonitor aliran oksigen 4. Memonitor tanda-tanda syok hipovolemi 5. Melakukan penilaian CRT
S : - keluarga mengatakan keringat pasien banyak O :
- Pasien tampak pucat
- Akral tangan dan kaki teraba dingin
- CRT > 2 detik - Suhu 38, 5 ºc - Hb : 10 mg/dl
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
3 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
1. Memonitor tingkat kesadaran pasien
2. Memonitor
tanda-tanda adanya peningkatan TIK
3. Memonitor TTV
4. Mempertahan posisi kepala pasien 30 º untuk memaksimalkan ventilasi
5. Memonitor aliran oksigen
S : - keluarga mengatakan pasien masih mengalami penurunan kesadaran O :
- Pasien tampak mengalami penurunan kesadaran
- Tingkat kesadaran pasien delirium, GCS 10
- TD : 140/80 mmHg
- Nadi : 90 x/ menit
- RR : 27 x/menit A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
Tanggal, Jumat 09 Maret 2018
N
o
Diagnosa
keperawatan
Implementasi Evaluasi Paraf
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengangangguan neurologis
1. mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30º untuk memaksimalkan ventilasi 2. memonitor kepatenan aliran oksigen 3. memonitor frekuens dan irama pernafasan 4. memonitor pola pernafasan abnormal
S : - keluarga mengatakan nafas pasien masih sesak O :
- pasien tampak masih menggunakan oksigen nasal kanul 4 liter
- RR 24 x/menit
- Tampak pernafasan cuping hidung
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
2 Ketidakefektifan perfus jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
1. Monitor tanda-tanda vital 2. Memonitor warna dan kelembapan kulit 3. Memonitor aliran oksigen 4. Memonitor tanda-tanda syok hipovolemi 5. Melakukan penilaian CRT
S : - keluarga mengatakan masih demam O :
- Pasien tampak pucat
- Akral tangan dan kaki teraba dingin
- CRT > 2 detik
- Suhu 38, 3 ºc
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
3 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
1. Memonitor tingkat kesadaran
S : - keluarga mengatakan pasien sering meracau
otak pasien
2. Memonitor tanda-tanda adanya peningkatan TIK
3. Memonitor TTV
4. Mempertahan posisi kepala pasien 30 º untuk memaksimalkan ventilasi
5. Memonitor aliran oksigen
O : - Pasien
tampak gelisah
- Tingkat kesadaran pasien delirium, GCS 10
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 88 x/ menit
- RR : 24 x/menit
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
Tanggal, Sabtu 10 Maret 2018
No Diagnosa
keperawatan
Implementasi Evaluasi Paraf
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengangangguan neurologis
1. mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30º untuk memaksimalkan ventilasi 2. memonitor kepatenan aliran oksigen 3. memonitor frekuens dan irama pernafasan 4. memonitor pola pernafasan abnormal
S : - keluarga mengatakan nafas pasien sudah tidak sesak O :
- pasien tampak masih menggunakan oksigen nasal kanul 4 liter
- RR 23 x/menit
- Pasien tampak tenang
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
2 Ketidakefektifan perfus jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
1. Monitor tanda-tanda vital 2. Memonitor warna dan kelembapan kulit 3. Memonitor aliran oksigen 4. Memonitor tanda-tanda syok hipovolemi 5. Melakukan penilaian CRT
S : - keluarga mengatakan akral pasien teraba hangat O :
- Akral tangan dan kaki teraba hangat
- CRT < 3 detik
- Suhu 37,4 ºc A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
3 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
1. Memonitor tingkat kesadaran pasien
2. Memonitor tanda-
tanda adanya peningkatan TIK
3. Memonitor TTV 4. Mempertahan
posisi kepala pasien 30 º untuk memaksimalkan ventilasi
5. Memonitor aliran oksigen
S : - keluarga mengatakan pasien gelisah O :
- Tingkat kesadaran pasien naik menjadi apatis, GCS 13
- TD : 130/90 mmHg
- Nadi : 80 x/ menit
- RR : 23 x/menit
A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan
Tanggal, Minggu 11 Maret 2018
No Diagnosa
keperawatan
Implementasi Evaluasi Paraf
1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengangangguan neurologis
1. mempertahankan posisi kepala pasien elevasi 30º untuk memaksimalkan ventilasi 3. memonitor frekuens
S : - keluarga mengatakan nafas pasien sudah tidak sesak O :
- pasien tampak tidak
dan irama pernafasan 4. memonitor pola pernafasan abnormal
menggunakan oksigen
- RR 20 x/menit
- Pasien tampak tenang
A : masalah sudah teratasi P : intervensi dihentikan
2 Ketidakefektifan perfus jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke perifer
1. Monitor tanda-tanda vital 2. Memonitor warna dan kelembapan kulit 3. Memonitor aliran oksigen 4. Melakukan penilaian CRT
S : - keluarga mengatakan akral pasien teraba hangat O :
- Akral tangan dan kaki teraba hangat
- CRT < 3 detik
- Suhu 36,7 ºc A : masalah teratasi P : intervensi dilanjutkan
3 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
1. Memonitor tingkat kesadaran pasien
2. Memonitor tanda-
tanda adanya peningkatan TIK
3. Memonitor TTV 4. Mempertahan
posisi kepala pasien 30 º untuk memaksimalkan ventilasi
S : - pasien mengatakan kepalanya masih terasa pusing O :
- Tingkat kesadaran pasien naik menjadi compos mentis, GCS 14
- TD : 120/90
mmHg - Nadi : 80 x/
menit - RR : 20
x/menit A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan