81
POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : Ismatun Nadhifah NIM: 1113048000071 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN

KEPALA DAERAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

Ismatun Nadhifah

NIM: 1113048000071

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Page 3: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Page 4: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Page 5: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

iv

ABSTRAK

ISMATUN NADHIFAH. NIM 1113048000071. POLITIK HUKUM

CALON PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH.

PROGRAM STUDI Ilmu Hukum, konsentrasi Kelembagaan Negara, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1437 H/ 2016 M. x + 70 halaman + 4 halaman Daftar Pustaka.

Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana disebutkan dalam

pasal 1 ayat (3) Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia, ciri dari

Negara hukum adalah sistem pemerintahan berasaskan demokrasi. Dalam sistem

demokrasi, kedaulatan tertinggi dalam Negara adalah kedaulatan rakyat.

Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat yang berdasarkan pada ketuhanan yang

maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang tertuang pada Pancasila.

Warga Negara mempunyai hak yang sama dalam hukum dan

pemerintahan (pasal 27 ayat 1) UUD 1945. Oeh sebab itu tidak boleh ada suatu

diskriminasi karena hak-hak warga Negara sudah diatur dalam konstitusi.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang pemikiran partai

politik yang mempengaruhi regulasi dibolehkannya calon Perseorangan dalam

Pilkada dengan melakukan analisis pada risalah Rapat Kerja (RAKER)

pengambilan keputusan akhir Tingkat I antara komisi II DPR RI dengan

pemerintah terhadap RUU tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang

Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22

Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, menjadi Undang-

Undang.

Adapun Prosedur dan mekanisme pencalonan kepala daerah perseorangan

(Independen) telah diatur di dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Ada 2 (dua) jenis

verifikasi yaitu verifikasi administrasi dan verifikasi faktual.

Dari hasil Rapat Kerja Komisi II DPR RI tersebut, menyatakan bahwa

syarat dukungan bagi calon perseorangan yang dinaikkan menjadi 6,5 sampai 10

persen dari jumlah peduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap. Dengan

alasan untuk meningkatkan kualitas dan legitimasi bagi calon perseorangan di

masyarakat.

Kata Kunci: Calon Perseorangan, Pilkada, Undang-undang Nomor 10 Tahun

2016.

Page 6: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Segala puji dan syukur kita panjatkan untuk kehadirat Allah SWT,

karena berkat rahmat, nikmat serta anugerah-Nya peneliti dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN

DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH”. Sholawat serta salam peneliti

sampaikan kepada junjungan alam semesta Nabi Muhammad SAW, yang telah

membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang

ini. Untuk dapat terselesainya penulisan skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan

bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan

ini penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Asep Saepudin Jahar, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH., selaku ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum, selaku sekretaris Program

Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. A. Salman Maggalatung, SH., MH., selaku Dosen pembimbing

yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran

dalam membimbing sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

4. Segenap staff Pelayanan PPID DPR RI yang sudah membantu

memberikan data-data dan informasi yang peneliti butuhkan sebagai bahan

analisis sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Page 7: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

vi

5. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah menyediakan fasilitas untuk mengadakan studi

kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta khususnya dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah

memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga Allah

SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua

kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.

7. Kedua orangtua tercinta yaitu bapak H. Sulikan dan ibu Hj. Niskah yang

telah tulus dan sabar mendoakan agar penulis dapat menyelesaikan

pendidikan dari sekolah dasar hingga Perguruan Tinggi dan telah

memberikan semangat dan dukungan dari segi materil maupun moril agar

skripsi ini dapat berjalan dengan lancar hingga selesai. Begitu juga untuk

kakak tercinta Hj. Eny Suliana dan Alm. H. Ali Wahyudin serta tidak lupa

keponakan saya Nailal Hadawiyah S.I.Kom, Khusnul Khuluq, Fatimatuz

Zahro, Halimatus Sa’diyah, Nur Wahyu Suindah dan Muhammad Kharis,

saya bersyukur telah memiliki kalian.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan di kampus khususnya Devi Annisyah

Hasibuan dan Hertin Sion, terima kasih untuk kebersamaan,

kepercayaannya selama empat tahun ini dan selalu memberikan semangat

serta dukungan kepada penulis.

Page 8: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

vii

9. Sahabat-sahabat tercinta Nurul Azmi Safitri, S.Pd., Annisa Nuraeni, S.Pd.,

Mei Annisa, S.Pd., dan Muhammad Riza Rif’an terimakasih atas doa,

semangat dan dukungannya selama ini kepada penulis.

10. Keluarga besar Ilmu Hukum angkatan 2013 Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih atas ilmu, pengalaman dan

kebersamaannya untuk selalu berbagi banyak hal dan wawasan baru.

11. Keluarga besar FORMALA, FOKDEM, PMII Komfaksyahum dan LS-

Adi terimakasih sudah mengajarkan banyak pengalaman berorganisasi dan

menjadi keluarga ke dua bagi penulis.

12. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) JUARA 2016, terimakasih atas

kebersamaan, pengalaman, dan dukungannya selama ini.

13. Teman-teman Kos Sulanga, terimakasih atas kebersamaan dan

dukungannya yang telah diberikan kepada peneliti.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi

peneliti dan umumnya bagi pembaca. Sekian terima kasih.

Jakarta, 13 April 2017

Ismatun Nadhifah

Page 9: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................... 3

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ..................................... 4

1. Pembatasan Masalah ........................................................... 4

2. Rumusan Masalah ............................................................... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 5

1. Tujuan Penelitian ................................................................ 5

2. Manfaat Penelitian .............................................................. 5

E. Metode Penelitian .................................................................... 6

1. Tipe Penelitian .................................................................... 6

2. Pendekatan Masalah ............................................................ 7

3. Sumber Hukum ................................................................... 7

4. Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 8

5. Metode Penulisan ................................................................ 9

F. Sistematika Penulisan ............................................................. 9

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KONSEPTUAL .................................. 11

A. Kerangka Teoritis ................................................................. 11

1. Teori Demokrasi ................................................................ 11

2. Teori Kedaulatan Rakyat ................................................... 15

Page 10: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

ix

3. Teori Partai Politik ............................................................ 17

4. Teori Politik Hukum ......................................................... 20

5. Teori Keadilan ................................................................... 23

6. Teori Kedaulatan Hukum .................................................. 26

B. Kerangka Konseptual ........................................................... 27

1. Independen ........................................................................ 27

2. Partai Politik ...................................................................... 27

3. Calon Independen dan Pilkada .......................................... 29

4. Politik Hukum ................................................................... 33

C. Kajian (Review) Studi Terdahulu ........................................ 33

BAB III PROSEDUR CALON PERSEORANGAN DALAM PILKADA ..... 36

A. Persyaratan Calon Perseorangan dalam Pilkada .............. 36

1. Syarat Pencalonan ............................................................. 36

2. Tata Cara Pencalonan ........................................................ 38

B. Prosedur dan Mekanisme Calon Perseorangan dalam

Pilkada .................................................................................... 41

C. Landasan Yuridis Dibolehkannya Calon Perseorangan

dalam Pilkada ........................................................................ 44

BAB IV ANALISIS TEMUAN PENELITIAN ................................................ 47

A. Latar Belakang Pemikiran Partai Politik Meningkatkan

Syarat Dukungan Minimum Bagi Calon Perseorangan

dalam Pilkada ........................................................................ 47

B. Analisis Latar Belakang Pemikiran Partai Politik

Meningkatkan Syarat Dukungan Minimum Bagi Calon

Perseorangan dalam Pilkada ............................................... 57

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 66

A. Kesimpulan ............................................................................ 66

B. Saran ...................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68

Page 11: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di

tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Kedaulatan

yang berada di tangan rakyat merupakan bukti bahwa Indonesia merupakan

negara demokrasi. Indikator penting yang menunjukkan adanya kedaulatan

rakyat adalah adanya Pemilihan Umum (Pemilu). Pasal 1 butir 1 UU No. 22

Tahun 2007 mendefinisikan Pemilihan Umum sebagai sarana pelaksanaan

kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Sedangkan pada Pasal 1 butir 4 Pemilihan Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah (Pilkada) adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah

dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Selama ini demokrasi dipahami sebagai bentuk pemilihan secara

langsung untuk mengisi jabatan publik atau politik. Argumen ini dikuatkan

melalui pendapat Syamsudin Haris yang mendefinisikan pemilihan umum

(pemilu) sebagai cara terbaik untuk memilih pejabat publik.1 Partai Politik

sebagai infrastuktur politik memiliki peran yang sentral dalam demokrasi. Hal

1 Agus, Aktor Penyelenggara Pemilu, (Malang: Pusat Kajian Inovasi dan Kerjasama Antar

Daerah Ilmu Pemerintahan FISIP UB, 2013), h. 13

Page 12: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

2

tersebut tercermin dari UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, yang

mana salah satu fungsi Partai Politik adalah sebagai sarana partisipasi politik

Warga Negara Indonesia. Sayangnya peran sentral tersebut sedikit demi

sedikit mengalami degradasi, proses melemahnya peran partai ini sering

disebut sebagai deparpolasi. Deparpolisasi dapat terjadi sebagai akibat dari

Peraturan Perundang-Undangan, putusan hakim, persepsi publik bahkan sikap

amoral dari anggota Partai Politik. Secara historis dalam Pasal 56 ayat UU

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa

“Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh Partai

Politik atau gabungan Partai Politik”, artinya calon kepala daerah untuk

menjadi peserta Pilkada harus diajukan oleh Partai Politik atau koalisi Partai

Politik. Sehingga terlihat bahwa Partai Politik memiliki peran yang begitu

dominan dalam Pilkada.

Pasca putusan MK nomor 5/PUU-V/2007, yang mana calon kepala

daerah Independen atau perseorangan dapat menjadi peserta Pilkada. MK

menafsirkan bahwa pemilihan kepala daerah yang demokratis yang dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 berarti memberikan peluang kepada calon

perseorangan untuk mengajukan diri dalam Pilkada. Sehingga dalam Pilkada

calon kepala daerah perseorangan dan calon kepala daerah yang diusulkan

partai dapat bersaing untuk menjadi kepala daerah. Implikasi dari putusan

MK tersebut adalah Partai Politik bukan merupakan satu-satunya sarana

politik bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam Pilkada.

Melalui pergolakan sejarah dan usaha yang panjang, maka calon

Independen hadir sebagai representasi dari adanya UU Nomor 10 Tahun 2016

Page 13: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

3

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Sejalan dengan Pasal 18

Ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-

masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota

dipilih secara demokratis” menandakan dalam sistem demokasi dianut

prinsip bahwa kedaulatan (kekuasaan tertinggi) dalam negara sepenuhnya

berada di tangan rakyat.2

Namun di sisi lain, adanya persyaratan yang memberatkan bagi calon

perseorangan dalam Pasal 48 UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, hal ini

menunjukkan bahwa dalam pembentukan UU didalamnya terdapat intervensi

dari kelompok-kelompok tertentu, dengan demikian jika dilihat dari sudut

pandang politik hukum maka dapat dikatakan bahwa hukum dapat dijadikan

sebagai alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan demi kepentingan

politik karena hukum merupakan produk politik.

Berkenaan dengan latar belakang di atas, oleh karena itu dengan adanya

hal tersebut judul dalam penelitian ini adalah “Politik Hukum Calon

Perseorangan dalam Pemilihan Kepala Daerah”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan sebelumnya, maka

identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Eksistensi calon perseorangan dalam Pilkada sesuai Amar putusan

Mahkamah Konstitusi No. 60/PUU-XIII/2015

2 T.A. Legowo, dkk, Lembaga Perwakilan Rakyat (Studi dan Analisis Sebelum dan Setelah

Perubahan UUD 1945), (Jakarta: FORMAPPI, 2005), h. 252

Page 14: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

4

2. Latar belakang pemikiran partai politik yang mempengaruhi regulasi

dibolehkannya calon perseorangan dalam Pilkada

3. Beratnya syarat dan prosedur calon perseorangan implementasinya dalam

Undang-Undang Pilkada.

4. Faktor penghambat yang dihadapi bagi calon perseorangan dalam

pemilihan kepala daerah secara langsung berdasarkan Undang-Undang

No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan identifikasi masalah di atas cukup luas,

dikhawatirkan nantinya akan ada keterbatasan dari peneliti secara

keseluruhan maka penelitian hanya akan dibatasi pada aspek latar

belakang pemikiran partai politik yang mempengaruhi regulasi calon

perseorangan dalam Pilkada.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas peneliti

rumuskan beberapa masalah berikut:

a. Bagaimana persyaratan dan prosedur calon perseorangan dalam

Pilkada?

b. Apa landasan yuridis dibolehkannya calon perseorangan dalam

Pilkada?

c. Apa latar belakang pemikiran partai politik meningkatkan syarat

dukungan minimum bagi calon perseorangan dalam Pilkada?

Page 15: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana persyaratan dan prosedur calon

perseorangan dalam Pilkada

b. Untuk mengetahui landasan yuridis dibolehkannya calon

perseorangan dalam Pilkada

c. Untuk mengetahui latar belakang pemikiran partai politik

meningkatkan syarat dukungan minimum bagi calon perseorangan

dalam Pilkada.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk:

a. Secara teoritis, penelitian ini memberikan sebagai tambahan

dokumentasi segi hukum dalam rangka membahas latar belakang

pemikiran partai politik yang mempengaruhi tentang pengaturan

dibolehkannya calon perseorangan dalam Pilkada

b. Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi para peminat

hukum tata negara dan praktisi ketatanegaraan dalam menganalisis

tentang latar belakang pemikiran partai politik yang mempengaruhi

tentang pengaturan dibolehkannya calon perseorangan dalam Pilkada

c. Secara akademis, penelitian ini merupakan syarat untuk meraih gelar

Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 16: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

6

E. Metode Penelitian

Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi

kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan skripsi

ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka diterapkan

metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Tipe Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif, yaitu

penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai sebuah bangunan

sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas,

norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan,

perjanjian, serta doktrin (ajaran).3

Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian

doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis

hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is written in the

book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses

pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process)4.

Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data

sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis

dan analisis normatif-kualitatif.5

Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang

merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran

3 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 31

4 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006),

h. 118

5 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

2003), h. 3

Page 17: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

7

berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.6 Logika

keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun

berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif,

yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum

adalah pendekatan komparatif (Comparative Approach), dan

pendekatan konseptual (Conceptual Approach).7

3. Sumber Hukum

Sumber penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa data

sekunder. Di dalam penelitian hukum, data sekunder mencakupi:8

a. Bahan hukum primer, yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan

ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum primer

dalam tulisan ini di antaranya UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota Menjadi Undang-Undang terhadap Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut

UU Nomor 10 Tahun 2016) tentang Pemilihan Kepala Daerah,

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

6 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press,

2007) h. 57

7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. II,

2006), h. 93

8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,

Edisi I, Cet. XII, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 13

Page 18: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

8

daerah, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007 dan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XIII/2015 tentang

Calon Perseorangan, risalah sidang dan peraturan lain yang terkait.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, jurnal, hasil

karya dari kalangan hukum, karya tulis ilmiah, dan beberapa

sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan

seterusnya.

4. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data pada dasarnya tergantung dari jenis

datanya, bagi penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data

sekunder saja, yang terdiri dari: bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier, maka dalam mengolah dan

menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari

berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum.9

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian

dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode

deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan

membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan

menterjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik

9 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2004), h. 163

Page 19: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

9

dengan skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesui dengan

tujuan penelitian yang telah dirumuskan.10

Data yang didapat dari penelitian studi dokumen ini disusun secara

sistematik untuk memperoleh deskripsi tentang calon independen

dalam pemilihan kepala daerah menurut undang-undang pemilihan

kepala daerah. Analisis data dilakukan secara kualitatif11

, yaitu dengan

cara penguraian, menghubungkan dengan peraturan-peraturan yang

berlaku, menghubungkan dengan pendapat pakar hukum. Untuk

mengambil kesimpulan dilakukan dengan pendekatan deduktif.

5. Metode Penulisan

Metode penulisan skripsi ini mengacu pada “Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Cet. I, 2017".

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab

terdiri atas beberapa sub-sub bab guna lebih memperjelas ruang lingkup

dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak

masing-masing bab serta pokok pembahasannya sebagai berikut:

BAB I: Bab ini merupakan bab Pendahuluan yang isinya antara

lain memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah,

10 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

1997), h. 71

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2006), h. 32

Page 20: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

10

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian dan sistematika Penulisan.

BAB II: Dalam bab ini akan dibahas mengenai Landasan Teoritis

dan Konseptual yang berupa kerangka teoritis, kerangka

konseptual dan kajian (review) studi terdahulu.

BAB III: Dalam bab ini akan dibahas mengenai Prosedur Calon

Perseorangan dalam Pilkada yang mengemukakan tentang

persyaratan calon perseorangan dalam Pilkada, prosedur

dan mekanisme calon perseorangan dalam Pilkada dan

landasan yuridis dibolehkannya calon perseorangan dalam

Pilkada.

BAB IV: Dalam bab ini akan dibahas mengenai Analisis Temuan

Penelitian yang mengemukakan tentang latar belakang

pemikiran partai politik meningkatkan syarat dukungan

minimum bagi calon perseorangan dalam Pilkada dan

analisis latar belakang pemikiran partai politik

meningkatkan syarat dukungan minimum bagi calon

perseorangan dalam Pilkada.

BAB V: Berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil

penelitian dan dilengkapi juga dengan saran-saran.

Page 21: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

11

BAB II

LANDASAN TEORITIS DAN KONSEPTUAL

A. Kerangka Teoritis

1. Teori Demokrasi

Teori demokrasi lahir dari tradisi Yunani tentang hubugan negara

dan hukum yang dipraktikkan antara abad ke 6 SM sampai abad ke 4

M. Pada masa itu demokrasi yang dipraktikkan berbentuk demokrasi

langsung, yaitu dimana hak rakyat dalam membuat keputusan politik

dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan

prosedur mayoritas.

Demokrasi langsung tersebut berjalan secara efektif karena negara

kota Yunani Kuno merupakan sebuah kawasan politik yang tergolong

kecil, yaitu sebuah wilayah dengan jumlah penduduk tidak lebih dari

300.000 penduduk. Yang unik dari demokrasi Yunani itu adalah

ternyata hanya kalangan tertentu (warga negra resmi) yang dapat

menikmati dan menjalankan sistem demokrasi awal tersebut.

Sementara masyarakatnya berstatus budak, pedagang asing, anak-anak

dan perempuan tidak bisa menikmati demokrasi.12

Dalam sejarah demokrasi, demokrasi Yunani Kuno berakhir pada

abad pertengahan. Pada masa itu masyarakat Yunani berubah menjadi

masyarakat feodal yang ditandai oleh kehidupan keagamaan terpusat

12 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi, Hak Asasi

Manusia dan Masyarakat Madani), (Jakarta: Penerbit Prenada Media Group, 2012), h. 73

Page 22: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

12

pada Paus dan pejabat agama dengan kehidupan politik yang diwarnai

dengan perbutan kekuasaan di kalangan para bangsawan.13

Sejarah demokrasi selanjutnya tumbuh kembali di Eropa

menjelang akhir abad pertengahan, ditandai oleh lahirnya Magna

Charta (piagam besar) di negara Inggris. Magna Charta adalah suatu

piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja

John Inggris. Dalam piagam Magna Charta menegaskan bahwa Raja

mengakui dan menjamin beberapa hak dan hak khusus bawahannya.

Dalam hal ini terdapat dua hal yang sangat mendasar pada piagam ini,

adanya pembatasan kekuasaan raja dan HAM (Hak Asasi Manusia)

lebih penting daripada kedaulatan rakyat.

Dalam sejarah demokrasi, momentum lainnya yang menandai

kemunculan kembali demokrasi di Eropa yaitu gerakan pencerahan

dan reformasi. Gerakan pencerahan adalah gerakan yang

menghidupkan kembali minat pada budaya dan sastra Yunani Kuno.

Gerakan reformasi yaitu penyebab lain kembalinya tradisi demokrasi

di Barat, setelah pernah tenggelam pada abad pertengahan tersebut.

Gerakan reformasi adalah gerakan revolusi agama di Eropa pada abad

ke 16. Tujuan dari gerakan ini yaitu gerakan kritis terhadap kebekuan

doktrin gereja.

Lahirnya istilah kontrak sosial antara yang berkuasa dan yang

dikuasai tidak lepas dari dua filsuf Eropa, John Locke dari Inggris dan

Monstesquieu dari Perancis. Pemikiran keduanya telah berpengaruh

13 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi, Hak Asasi

Manusia dan Masyarakat Madani), (Jakarta: Penerbit Prenada Media Group, 2012), h. 74

Page 23: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

13

pada ide dan gagasan pemerintah demokrasi. Menurut Locke, hak-hak

politik rakyat mencakup hak atas hidup, kebebasan dan juga hak

kepemilikan, sedangkan menurut Montesquieu sistem politik tersebut

adalah melalui prinsip trias politica. Trias Politica adalah suatu sistem

dimana pemisahan kekuasaan dalam negara menjadi tiga bentuk

kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan

kekuasaan yudikatif.

Gagasan demokrasi dari kedua filsuf Eropa itu pada akhirnya

berpengaruh pada kelahiran konsep konstitusi demokrasi Barat.

Konstitusi demokrasi yang bersandar pada trias politica ini selanjutnya

berakibat pada munculnya konsep negara kesejahteraan. Konsep

negara kesejahteraan tersebut pada intinya merupakan suatu konsep

pemerintahan yang memprioritaskan kinerja pada peningkatan

kesejahteraan warga negara.14

Demokrasi ditinjau dari sudut etimologi berasal dari kata demos

(rakyat) dan Cratein (memerintah). Dengan demikian demokrasi itu

berarti pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.15

Menurut Deliar Noor, demokrasi sebagai dasar kehidupan bernegara

memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan

ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya,

termasuk dalam menilai kebijakan Negara, karena kebijakan tersebut

14 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi, Hak Asasi

Manusia dan Masyarakat Madani), (Jakarta: Penerbit Prenada Media Group, 2012), h. 75

15 Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 1996), h. 204

Page 24: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

14

menentukan kehidupan rakyat.16

Dalam konteks itu kemudian rakyat

menduduki posisi yang mulia dan tinggi dalam sebuah negara yang

menganut paham demokrasi. Oleh karenanya sebuah Negara Dapat

dikatakan menerapkan bentuk penyelenggaraan pemerintah demokrasi

yang mana penyelenggaraan Negara didasarkan pada kehendak dan

kemauan rakyat (kedaulatan rakyat).17

Menurut Mukti Arto, Negara demokrasi ialah Negara yang

diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika

ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian Negara

yang dilakuakan oleh rakyat sendiri dengan persetujuan karena

kedaulatan berada di tangan rakyat.

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang terbaik dari yang

terburuk (the best among the worst). Ungkapan itu muncul pada saat

membandingkan dengan bentuk-bentuk penyelenggaraan pemerintah

lainnya karena di dalam demokrasi terdapat prinsip-prinsip liberte

(kebebasan), egalite, dan fraternite (kebersamaan). Dalam konteks itu

kemudian rakyat menduduki posisi yang mulia dan tinggi dalam

sebuah Negara yang menganut paham demokrasi. 18

Tidak dapat dibantah bahwa demokrasi merupakan asas dan sistem

yang paling baik di dalam politik sistem dan ketatanegaraan. Dari

16 Fatkhurohman, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2004), h. 8-9

17

Abdi Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, (Bandung:

Fokusmedia, 2007), h. 28

18

Fatkhurohman, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, h. 4

Page 25: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

15

sekian banyak aliran pemikiran yang dinamakan demokrasi, ada 2

kelompok aliran yang paling penting, yaitu:19

a. Demokrasi Konstitusional

Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa

pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas

kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenangan

terhadap warga negaranya.

b. Konstitusi yang mendasarkan dirinya atas paham komunis

Pandangan aliran ini selalu bersikap ambivalen terhadap Negara.

Negara dianggap sebagai suatu alat pemaksa yang akhirnya akan

lenyap sendiri dengan munculnya masayarakat komunis.

Negara demokratis, sangat menghargai adanya perbedaan antara

individu dan kelompok. Namun negara memberikan pula kesempatan

politik yang sama bagi setiap individu dan kelompok untuk

membentuk organisasi agar dapat mengawasi dan mempengaruhi

kebijakan pemerintah.

2. Teori Kedaulatan Rakyat

Istilah kedaulatan dipergunakan dalam bebagai macam pengertian.

Dalam Hukum Tata Negara, pengertian kedaulatan itu bisa relative

artinya bahwa kedaulatan itu tidak hanya dikenal pada Negara-negara

yang mempunyai kekuasaan penuh keluar dan kedalam, tapi juga bisa

dikenakan kepada Negara-negara yang terikat dalam suatu perjanjian

yang berbentuk traktat atau dalam bentuk konfederansi atau federasi,

19 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h.

243

Page 26: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

16

dan yang paling akhir jika kedaulatan itu hanya diartikan sebagai

kekuasaan untuk mengurus rumah tangga sendiri yang disebut

otonomi.20

Pengertian lain dari kedaulatan adalah wewenang yang tertinggi

yang menetukan segala wewenang yang ada dalam suatu Negara.

Dengan demekian, kedaulatan rakyat berarti bahwa rakyatlah yang

mempunyai wewenang tertinggi yang menentukan segala wewenang

yang ada dalam Negara.21

Kehendak rakyat itu disampaikan dalam 2 (dua) cara yaitu:22

a. Kehendak rakyat seluruhnya (volonte de tous)

Volonte de toushanya dipergunakan oleh rakyat seluruhnya sekali

saja waktu. Negara hendak dibentuk melalui perjanjian

masyarakat. Maksudnya adalah untuk memberi dasar agar negara

dapat bersiri abadi, karfena ini merupakan kedaulatan kehendak,

dan jika Negara itu sudah berdiri, pernyataan setuju tidak bisa

ditarik kembali.

b. Kehendak sebagian besar rakyat (volonte generale)

Volonte generale setelah Negara berdiri, yaitu dengan pernyataan

kehendak rakyat melalui suara terbanyak.

Lazim dipahami bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menganut ajaran kedaulatan rakyat. Hal ini

secara tegas dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

20 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta:

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1981), h. 122

21

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, h. 130

22

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, h. 126

Page 27: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

17

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan:

“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar”.

3. Teori Partai Politik

Partai Politik dilihat sebagai „autonomous groups that make

nominations and contest elections in the hope of eventually gaining

and exercise control of the personnel and policies of government‟

(Ranney & Kendall, 1956). Dalam konteks ini, mereka melihat bahwa

tujuan utama dibentuknya Partai Politik adalah mendapatkan

kekuasaan dan melakukan kontrol terhadap orang-orang yang duduk

dalam pemerintahan sekaligus kebijakannya. Partai Politik terkait

dengan kekuasaan, untuk membentuk dan mengontrol kebijakan

publik.23

Di negara-negara berkembang maupun negara-negara maju parpol

menjadi ihktiar yang penting dalam sebuah sistem politik. Pendapat

atau aspirasi seseorang atau kelompok akan hilang tak berbekas

apabila tidak ditampung dan disalurkan sedemikian rupa sehingga

kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat menjadi lebih teratur.

Artikulasi pendapat dan sikap dari berbagai kelompok yang sedikit

banyak menyangkut hal yang sama digabungkan menjadi sebuah

“penggabungan kepentingan” yang dalam suatu sistem politik

merupakan input bagi pemerintah yang berkuasa.

23 Firmanzah, Mengelola Partai Politik (Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era

Demokrasi), (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h. 67-68

Page 28: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

18

Salman Subekti mengemukakan bahwa ciri-ciri Partai Politik

antara lain:

a. Parpol berakar dalam masyarakat lokal, dalam arti bahwa partai

mempunyai cabang-cabang di setiap daerah;

b. Melakukan kegiatan secara terus menerus, dengan penyusunan

program kegiatan yang berkesinambungan

c. Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam

pemerintahan

d. Ikut serta dalam pemilu

e. Mempunyai landasan ideologi

f. Sebagai pembina kesadaran nasional dan mengarahkan massa

untuk mencapai kemerdekaan.

Miriam Budiardjo, menjelaskan mengenai fungsi Partai Politik di

negara demokrasi, yaitu:24

1) Partai sebagai sarana komunikasi politik

Partai sebagai sarana komunikasi politik berfungsi

menkomunikasikan masyarakat (ruled) arus ke atas terhadap

pemerintah (ruler) artinya bahwa parpol mengakomodasikan sikap-

sikap dan tuntutan masyarakat yang diagregasikan dalam

kepentingan partai terhadap pemerintahan yang berkuasa, dan juga

arus ke bawah dalam arti bahwa parpol turut memperbincangkan

dan menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan

pemerintah.

24 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h.

405-410

Page 29: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

19

2) Partai sebagai sarana sosialisasi politik

Partai sebagai sarana sosialisasi politik adalah penanaman nilai-

nilai ideologi dan loyalitas kepada Negara dan Partai. Bagi bangsa

Indonesia yang termasuk negara berkembang mempunyai sifat

yang heterogen dan parpol secara ideal dapat membantu

peningkatan identitas nasional dan pemupukan integrasi nasional.

3) Partai sebagai sarana rekrutmen politik

Partai sebagai rekrutmen politik, yaitu proses melalui mana partai

mencari aggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk

berpartisipasi dalam proses politik. Rekrutmen dapat dilakukan

terhadap siapa saja dari seluruh lapisan masyarakat. Dengan

rekrutmen tersebut partai dapat menjamin kontinuitas dan

kelestariannya, juga sekaligus dapat menjadi seleksi calon-calon

pemimpin bangsa.

4) Partai sebagai sarana pengatur konflik

Partai sebagai sarana pengatur konflik, adalah mengatur segala

potensi konflik yang ada. Mdengan keadaan bangsa Indonesia yang

majemuk maka perbedaan-perbedaan etnis, status sosial ekonomi

dan agama mudah sekali mengundang konflik. Tetapi tidak jarang

pula justru Partai Politiklah yang menjadi pemicu potensi konflik

tersebut seperti terjadi pada masa orde lama.

Dengan demikian maka ,dibentuklah Partai Politik sebagai wadah

aspirasi dan partisipasi dari rakyat serta merupakan penghubung

antara rakyat dengan pemimpin yang menguasai pemerintahan.

Page 30: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

20

Dengan posisi tersebut, parpol kini dianggap sebagai barometer

demokrasi, karena demokratis atau tidaknya sistem politik suatu

negara, sangat bergantung oleh ada tidaknya Partai Politik yang juga

menjadi kendaraan untuk menduduki kursi kekuasaan.

4. Teori Politik Hukum

Padmo Wahjono dalam bukunya Indonesia Negara Berdasarkan

atas Hukum25

mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar

yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan

dibentuk. Definisi ini masih bersifat abstrak dan kemudian dilengkapi

dengan sebuah artikelnya yang berjudul Menyelisik Proses

Terbentuknya Perundang-Undangan, yang dikatakan bahwa politik

hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang

dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini

kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum,

penerapan hukum dan penegakannya sendiri.26

Menurut Soedarto, politik hukum adalah kebijakan dari negara

melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan

peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan

digunakan untuk nengekspresikan apa yang terkandung dalam

masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.27

25 Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1986), Cet. II, h. 160

26 Padmo Wahjono, “Menyelisik Proses Terbentuknya Peraturan Perundang-undangan”, dalam

majalah Forum Keadilan, No. 29, April 1991, h.65

27 Soedarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat dalam Kajian Hukum Pidana,

(Bandung: Sinar Baru, 1983), h. 20

Page 31: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

21

Sunaryati Hartono dalam bukunya Politik Hukum Menuju Satu

Sistem Hukum Nasional melihat politik hukum sebagai sebuah alat

(tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah

untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan

dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa

Indonesia.28

Satjipto Rahardjo mendefinisikan politik hukum sebagai aktivitas

memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan

sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.29

Menurut Abdul Hakim

Garuda Nusantara, politik hukum adalah kebijakan hukum (legal

policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan oleh suatu

pemerintahan negara tertentu.30

Garuda Nusantara menjelaskan pula

wilayah kerja politik hukum dapat meliputi pelaksanaan ketentuan

hukum yang telah ada secara konsisten, proses pembaruan dan

pembuatan hukum, yang mengarah pada sikap kritis terhadap hukum

yang berdimensi ius contitutum dan menciptakan hukum yang

berdimensi ius constituendum, serta pentingnya penegasan fungsi

lembaga dan pembinaan para penegak hukum.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis menggunakan teori

politik hukum menurut Padmo Wahyono yaitu bahwa politik hukum

adalah kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum

yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai

28 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung: Alumni,

1991), h. 1

29 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 35

30

Mahfud MD, Membangun Politik Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 15

Page 32: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

22

yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-

citakan.

William Zevenbergen31

mengutarakan bahwa politik hukum

mencoba menjawab pertanyaan, peraturan-peraturan hukum mana

yang patut untuk dijadikan hukum. Perundang-undangan itu sendiri

merupakan bentuk dari politik hukum (legal policy). Pengertian legal

policy, mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang

dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun.

Politik hukum memberikan landasan terhadap proses pembentukan

hukum yang lebih sesuai, situasi dan kondisi, kultur serta nilai yang

berkembang di masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan

masyarakat terhadap hukum itu sendiri.32

Dengan kata lain, politik hukum dapat dibedakan menjadi dua

dimensi, yaitu pertama, politik hukum yang menjadi alasan dasar dari

diadakannya suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, tujuan atau

alasan yang muncul dibalik pemberlakuan suatu peraturan perundang-

undangan.

Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, politik hukum

memiliki peranan sangat penting. Pertama, sebagai alasan mengapa

diperlukan pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Kedua,

untuk menentukan apa yang hendak diterjemahkan ke dalam kalimat

hukum dan menjadi perumusan pasal.

31 William Zevenbergen dalam Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,

2011), h. 19

32 Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 9

Page 33: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

23

Dua hal ini penting karena keberadaan peraturan perundang-

undangan dan perumusan pasal merupakan jembatan antara politik

hukum tersebut dalam tahap implementasi peraturan perundang-

undangan. Hal ini mengingat antara pelaksanaan peraturan perundang-

undangan harus ada konsistensi dan korelasi yang erat dengan apa

yang ditetapkan sebagai politik.

5. Teori Keadilan

Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata “adil” yang berarti: tidak

berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, sepatutnya,

tidak sewenang-wenang. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan

bahwa pengertian keadilan adalah semua hal yang berkenaan dengan

sikap dan tindakan dalam hubungan antar manusia, keadilan berisi

sebuah tuntutan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan

hak dan kewajibannya, perlakukan tersebut tidak pandang bulu atau

pilih kasih; melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan

hak dan kewajibannya.33

Tujuan hukum tidak hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum

dan kemanfaatan., hukum memang harus mengakomodasikan

ketiganya. Dalam bukunya Nicomachean Ethics, Aristoteles

menyatakan keadilan adalah kebajikan yang berkaitan dengan

hubungan antar kemanusiaan.

33 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: Nuansa

dan Nusamedia, 2004), h. 239

Page 34: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

24

Aristoteles menyatakan bahwa kata adil mengandung lebih dari

satu arti. Adil dapat berarti menurut hukum, dan apa yang sebanding

yaitu yang semestinya.34

Dalam teorinya, Aristoteles mengemukakan perbuatan yang dapat

digolongkan adil, yaitu :35

a. Keadilan Komutatif adalah perlakuan terhadap seseorang yang

tidak melihat jasa yang dilakukannya, yakni setiap orang mendapat

haknya.

b. Keadilan Distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai

dengan jasanya yang telah dibuat, yakni setiap orang mendapat

kapasitas dengan potensi masing-masing dan memberikan kepada

masing-masing orang apa yang menjadi haknya, di mana yang

menjadi subjek hak adalah individu, sedangkan subjek kewajiban

adalah masyarakat. Keadilan distributif berkenaan dengan

hubungan antara individu dan masyarakat/negara. Di sini yang

ditekankan bukan asas kesamaan/kesetaraan (prestasi sama dengan

kontra prestasi). Melainkan, yang ditekankan adalah asas

proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan kecakapan, jasa,

atau kebutuhan. Keadilan jenis ini berkenaan dengan benda

kemasyarakatan seperti jabatan, barang, kehormatan, kebebasan,

dan hak-hak.

34 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2008), h. 156

35 Aim Abdulkarim, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: PT Grafindo Media Pratama,

2006), h. 57

Page 35: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

25

c. Keadilan vindikatif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai

perbuatannya, yakni sebagai balasan kejahatan atau kebaikan yang

dilakukan. Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk turut serta

dalam mewujudkan tujuan hidup bermasyarakat, yaitu kedamaian,

dan kesejahteraan bersama. Apabila seseorang berusaha

mewujudkannya, maka ia bersikap adil. Tetapi sebaliknya, bila

orang justru mempersulit atau menghalangi terwujudnya tujuan

bersama tersebut, maka ia patut menerima sanksi sebanding

dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya.

d. Keadilan Konvensional adalah keadilan berdasarkan undang-

undang. Yang menjadi objek dari keadilan legal adalah tata

masyarakat. Tata masyarakat itu dilindungi oleh undang-undang.

Tujuan keadilan legal adalah terwujudnya kebaikan bersama

(bonum commune). Keadilan legal terwujud ketika warga

masyarakat melaksanakan undang-undang, dan penguasa pun setia

melaksanakan undang-undang itu.

e. Keadilan perbaikan adalah jika seseorang telah berusaha

memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar.

Pada intinya, keadilan adalah meletakkan segala sesuatunya pada

tempatnya.. Kata adil berarti tengah. Adil pada hakikatnya bahwa kita

memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Keadilan

berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu di tengah-tengah,

tidak memihak. Keadilan juga diartikan sebagai suatu keadaan dimana

setiap orang baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

Page 36: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

26

bernegara memperoleh apa yang menjadi haknya, sehingga dapat

melaksanakan kewajibannya.

6. Teori Kedaulatan Hukum

Menurut teori kedaulatan hukum atau rechts-souvereinteit

kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum itu sendiri.

Karena itu, baik raja atau penguasa maupun rakyat atau warga

negaranya bahkan negara itu sendiri semuanya tunduk kepada hukum.

Semua sikap, tingkah laku, dan perbuatannya harus sesuai atau

menurut hukum. Jadi menurut Krabbe yang berdaulat adalah hukum.36

Menurut Leon Duguit dalam bukunya, Traite de Droit

Constitutionel berpendapat bahwa hukum merupakan penjelmaan dari

kemauan negara, tetapi negara tunduk pada hukum yang dibuatnya.

Krabbe melancarkan kritik terhadap ajaran kedaulatan negara.

Menurutnya kekuasaan tidak bersumber pada kekuasaan pribadi raja.

Kalau warga negara taat pada peraturan perundang-undangan, itu tidak

disebabkan karena ia menaati kekuasaan raja melainkan karena

undang-undang itu dibuat oleh parlemen yang membawakan kesadaran

hukum rakyatnya.

Atas kritik Krabbe, Jellineck yang berpendapat bahwa kekuasaan

tertinggi dimiliki oleh negara, mempertahankan pendapatnya dengan

mengemukakan teori yang menyatakan bahwa negara tunduk pada

hukum secara sukarela. Tetapi menurut Krabbe, selain negara masih

36 Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 2005), h.156

Page 37: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

27

ada faktor lain yaitu kesadaran hukum dan rasa keadilan, dengan

demikian yang berdaulat tetaplah hukum dan bukan negara.

Paham Krabbe dipengaruhi aliran historis yang berkembang

sesudah revolusi Prancis. Aliran ini dipelopori oleh Von Savigny yang

menyatakan bahwa hukum timbul bersama-sama dengan kesadaran

hukum masyarakat. Hukum tidak tumbuh atas kehendak negara atau

kemauan negara, oleh karena itu berlakunya hukum terlepas dari

kemauan negara.37

B. Kerangka Konseptual

Untuk menghindari kesalahan dalam mengartikan judul penelitian ini

dan sebagai pijakan penulis dalam penelitian ini serta untuk membantu

penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka penulis menyediakan

konsep-konsep sebagai berikut:

1. Independen

Pengertian Independen dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa

Indonesia) berarti yang berdiri sendiri, yang berjiwa bebas, tidak

terikat, bebas.38

Secara sederhana pengertian calon independen yang

dimaksud di dalam keputusan Mahkamah Konstitusi adalah calon

perseorangan yang dapat berkompetisi dalam rekrutmen pencalonan

kepala daerah dan wakil kepala daerah melalui mekanisme pilkada

tanpa mempergunakan Partai Politik sebagai media perjuangannya.

2. Partai Politik

37 Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori Ilmu Negara (Aktualisasi

dalam Teori Negara Indonesia), (Bandung: Fajar Media, 2013), h.190-191

38 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 532

Page 38: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

28

Menurut Sigmund Neuman dalam buku karyanya, Modern

Political Parties mengemukakan definisi Partai Politik adalah suatu

organisasi yang artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang

aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya

pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk

memperoleh dukungan rakyat dan beberapa kelompok lain yang

mempunyai pandangan berbeda. Dengan demikian parpol merupakan

perantara penting yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan

ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan

yang megaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik

yang lebih luas.

Dari pendapat di atas, parpol diartikan sebagai suatu kelompok

yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-

nilai dan cita-cita yang sama yang bertujuan untuk memperoleh

kekuasaan politik dan merebut kedaulatan politik.39

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dijelaskan pula mengenai

definisi dari Partai Politik yaitu suatu organisasi yang bersifat nasional

dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela

atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan

dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan

negara, serta memelihara keutuhan Negara Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

39 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 404

Page 39: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

29

Pasal 28 UUD 1945 dengan tegas menyatakan “Kemerdekaan

berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan

tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.”

Namun, kebebasan mendirikan partai tanpa batas dapat

menimbulkan berbagai persoalan yang justru merugikan

perkembangan demokrasi. Kalau memang jumlah partai harus dibatasi,

maka persoalannya kemudian ialah, bagiamana caranya agar partai-

partai itu dapat memainkan peranannya secara optimal dan wajar, baik

sebagai wahana penyalur aspirasi rakyat maupun sebagai sarana

membangun pemerintahan secara demokratis dari bawah, yang mampu

menunjukkan bahwa negara memang menganut asas kedaulatan

rakyat. Karena itu, diperlukan diskusi-diskusi intelektual secara

mendalam untuk memikirkan masa depan politik Indonesia agar asas

kedaulatan rakyat itu dapat diwujudkan secara lebih baik.40

3. Calon Independen dan Pilkada

Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang

Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Definisi dari Pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya dijelaskan bahwa

pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah

provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 untuk

memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

40 Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia (Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi

Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 204-205

Page 40: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

30

Pemilihan kepala daerah adalah upaya demokrasi untuk mencari

pemimpin daerah yang berkualitas dengan cara-cara damai, jujur, dan

adil. Salah satu prinsip demokrasi yang terpenting adalah pengakuan

terhadap perbedaan dan penyelesaian perbedaan secara damai.41

Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 dinyatakan “Gubernur, Bupati,

Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,

kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”. Demokratis tersebut

diartikan sebagai pemilihan langsung sebagaimana prinsip one man

one vote dalam praktek demokrasi.

Salah satu ciri sistem pilkada yang demokratis dapat dilihat dari

asas-asas yang dianut. Asas adalah suatu pangkal tolak pikiran untuk

sesuatu kasus atau suatu jalan dan sarana untuk menciptakan sesuatu

tata hubungan atau kondisi yang dikehendaki.42

Asas pilkada adalah

pangkal tolak pikiran untuk melaksanakan pilkada. Dengan kata lain,

asas pilkada merupakan prinsip-prinsip atau pedoman yang harus

mewarnai proses penyelenggara. Asasa pilkada juga merupakan jalan

atau sarana agar pilkada terlaksanakan secara demokrasi. Dengan

demikian, asas-asas pilkada harus tercemin dalam tahapan-tahapan

kegiatan atau terjemahkan secara teknis dalam elemen-elemen kegiatan

pilkada.

Asas yang dipakai dalam pilkada yakni langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur dan adil. Rumusan mengenai asas-asas pilkada langsung

41 Amiruddin dan A. Zaini Bisri, Pilkada Langsung, Problem dan Prospek: Sketsa Singkat

Perjalanan Pilkada 2005, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 26

42

Supardi dan Syaiful Anwar, Dasar-dasar Perilaku Organisasi, (Yogyakarta: UII Press, 2002), h.

5

Page 41: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

31

tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016

Tentang Pemilihan Kepala Daerah yang berbunyi: “Pemilihan

dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil.”

Asas-asas tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pilkada langsung

di Indonesia telah digunakan prinsip-prinsip yang berlaku umum

dalam rekrutmen pejabat publik atau pejabat politik yang terbuka.

Adapun pengertian asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:43

a. Langsung

Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan

suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya,

tanpa perantara.

b. Umum

Pada dasarnya semua warga Negara yang memenuhi

persyaratan sesuai dengan ketentuan perundangan berhak

mengikuti pilkada. Pemilihan yang bersifat umum mengandung

makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi

semua warga Negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, bangsa,

agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan

status sosial.

c. Bebas

Setiap warga Negara yang berhak memilih bebas menentukan

pilihan tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam

43 Joko Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem dan

Problema.Penerapan di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 207-208

Page 42: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

32

melaksanakan haknya, setiap warga Negara dijamin keamanannya

sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nurani dan

kepentingannya.

d. Rahasia

Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin dan

pemilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan

dengan jalan apapun. Surat suara dengan tidak diketahui oleh orang

lain kepada siapapun suaranya diberikan.

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) diatur dalam UU Nomor 10

Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Sebelumnya Kepala

daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon

yang diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik.

Namun ada keinginan dari masyarakat untuk memilih kepala

daerah tanpa harus melalui Partai Politik. Masyarakat menilai

kinerja Partai Politik seelama ini sangat mengecewakan. Keinginan

masyarakat tersebut akhirnya melalui Lalu Ranggalawe diajukan

ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan uji materil

terhadap Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Ranggalawe mengangap bahwa undang-undang tersebut

membatasi hak warganegara untuk duduk dalam pemerintahan.

Akhirnya pada tahun 2007 Mahkamah Konstitusi memutuskan

bahwa calon perseorangan (calon independen) dapat ikut dalam

pilkada pada Putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007 tentang calon

perseorangan.

Page 43: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

33

4. Politik Hukum

Politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi

tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum

baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka

mencapai tujuan negara. Dengan demikian, politik hukum merupakan

pilihan tentang hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus

pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak

diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan

negara seperti yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945.44

C. Kajian (Review) Studi Terdahulu

1. Buku

Ibnu Tricahyo dalam bukunya yang berjudul Reformasi Pemilu,

menjelaskan bahwa secara universal Pemilihan Umum adalah

instrumen mewujudkan kedaulatan rakyat yang bermaksud membentuk

pemerintahan yang absah serta sarana mengartikulasikan aspirasi dan

kepentingan rakyat. Definisi ini menjelaskan bahwa pemilihan umum

merupakan isntrumen untuk mewujudkan kedaulatan rakyat,

membentuk pemerintahan yang absah serta sebagai sarana

mengartikulasi aspirasi dan kepentingan rakyat. Dengan kata lain

ketika warga memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat untuk mewakili

mereka di dalam Pemilu maka warga sekaligus memberikan mandat

pada para wakil dan pejabat tersebut untuk dan atas nama rakyat,

membuat dan mengambil keputusan atau kebijakan dan melaksanakan

44 Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 1

Page 44: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

34

program untuk kepentingan mereka. Untuk memperoleh wakil atau

pejabat yang mengatasnamakan rakyat maka pemilihan harus

demokratis. Oleh karenanya baik calon dari Partai Politik/gabungan

Partai Politik maupun calon perseorangan boleh ikut dalam kontestasi

pemilu demi terwujudnya sistem demokrasi yang ideal yang

berasaskan kedaulatan rakyat.

2. Buku

Prof. Dr. Moh Mahfud MD dalam Bukunya yang berjudul Politik

Hukum di Indonesia menjelaskan bahwa karakter produk hukum selalu

dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang melatarinya. Arti hukum pun

dibatasi sebagai “undang-undang yang merupakan produk lembaga

legislatif”.

3. Jurnal “Al-Daulah”

Membahas Penelitian dengan judul “Calon Perseorangan dalam

Pemilihan Kepala Daerah” yang ditulis oleh Sri Warjiyati, Universitas

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini memiliki

pembahasan yang sama dengan tema yang saya angkat, hanya saja

fokus pada penelitian ini ditinjau dalam prespektif Fikih Siyasah.

4. Skripsi

Membahas penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap

Calon Perseorangan dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah Secara Langsung Berdasarkan Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2008” yang ditulis oleh Alfarioni Sarjana Strata 1 (S-1)

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sultan

Page 45: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

35

Syarif Kasim Riau Pekanbaru 2013. Hasil penelitian ini berfokus

kepada bagaimana mekanisme bagi calon peseorangan dalam

mengikuti pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara

langsung dan apa faktor penghambat dan dihadapi oleh calon

perseoangan dalam mengikuti pemilihan tersebut.

Page 46: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

36

BAB III

PROSEDUR CALON PERSEORANGAN DALAM PILKADA

A. Persyaratan Calon Perseorangan dalam Pilkada

1. Syarat pencalonan

Persyaratan calon perseorangan dalam Pilkada diatur pada Pasal

41 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota. Calon perseorangan dapat

mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur

jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai

hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap pada pemilihan umum

atau Pemilihan sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan,

dengan ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar

pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus

didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar

pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan

6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5%

(delapan setengah persen);

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar

pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai

dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling

sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);

Page 47: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

37

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar

pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus

didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan

e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,

huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh

persen) jumlah kabupaten/kota di Provinsi dimaksud.

Selain itu pada Pasal 41 Ayat (2) Undang-undang No. 10 Tahun

2016 Tentang Pilkada menegaskan bahwa Calon perseorangan dapat

mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta

Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika memenuhi syarat

dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat

dalam daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan pada pemilihan

umum atau Pemilihan sebelumnya yang paling akhir di daerah

bersangkutan, dengan ketentuan:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar

pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu)

jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar

pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu)

sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung

paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar

pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan

Page 48: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

38

1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5%

(tujuh setengah persen);

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar

pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung

paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan

e. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,

huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh

persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud.

Dukungan yang dimaksud yakni dibuat dalam bentuk surat

dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk

Elektronik atau surat keterangan yang diterbitkan oleh dinas

kependudukan dan catatan sipil yang menerangkan bahwa penduduk

tersebut berdomisili di wilayah administratif yang sedang

menyelenggarakan Pemilihan paling singkat 1 (satu) tahun dan

tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap Pemilihan umum sebelumnya

di provinsi atau kabupaten/kota dimaksud. Yang mana dukungan

tersebut diberikan kepada satu pasangan calon perseorangan.

2. Tata Cara Pencalonan

Berkaitan dengan tata cara pencalonan bagi calon perseorangan

diatur dalam Pasal 42 dan 45 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016

tentang Pilkada. Pada Pasal 42 menegaskah bahwa Pasangan Calon

Gubernur dan Calon Wakil Gubernur didaftarkan ke KPU Provinsi.

Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon

Walikota dan Calon Wakil Walikota didaftarkan ke KPU

Page 49: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

39

Kabupaten/Kota oleh Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau

perseorangan.

Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta

pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota disertai dengan

penyampaian kelengkapan dokumen persyaratan. Adapun dokumen

persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 45 di atas meliputi:

a. Surat pernyataan, yang dibuat dan ditandatangani oleh calon

sendiri,

b. Surat keterangan hasil pemeriksaan kemampuan secara jasmani,

rohani, dan bebas penyalahgunaan narkotika dari tim yang terdiri

dari dokter, ahli psikologi, dan Badan Narkotika Nasional, yang

ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota sebagai

bukti pemenuhan syarat calon.

c. Surat keterangan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat

tinggal calon atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan

jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan

mantan terpidana dari pemimpin redaksi media massa lokal atau

nasional dengan disertai buktinya.

d. Surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

Page 50: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

40

dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat

tinggal calon.

e. Surat keterangan tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang

dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian. Tidak

sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau

secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang

merugikan keuangan negara, dari Pengadilan Negeri yang

wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon.

Surat keterangan tidak dinyatakan pailit dari Pengadilan Negeri

yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon.

f. Surat tanda terima laporan kekayaan calon dari instansi yang

berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara.

g. Fotokopi Ijazah pendidikan terakhir paling rendah sekolah lanjutan

tingkat atas atau sederajat yang telah dilegalisir oleh pihak yang

berwenang.

h. Kartu nomor pokok wajib pajak atas nama calon, tanda terima

penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan

wajib pajak orang pribadi atas nama calon, untuk masa 5 (lima)

tahun terakhir, yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak

mempunyai tunggakan pajak dari kantor pelayanan pajak tempat

calon yang bersangkutan terdaftar.

i. Kartu Tanda Penduduk elektronik dengan nomor induk

kependudukan.

Page 51: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

41

j. Daftar riwayat hidup calon yang dibuat dan ditandatangani oleh

calon perseorangan dan bagi calon yang diusulkan dari Partai

Politik atau gabungan Partai Politik ditandatangani oleh calon,

pimpinan Partai Politik atau pimpinan gabungan Partai Politik;

k. Pas foto terbaru Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon

Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon

Wakil Walikota;

l. Naskah visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon

Walikota dan Calon Wakil Walikota.

B. Prosedur dan Mekanisme Calon Perseorangan dalam Pilkada

Menurut sigit pamungkas “sistem pemilu merupakan seperangkat

metode atau aturan untuk mentransfer suara pemilih ke dalam satu

lembaga perwakilan”. Arti lain dari sistem pemilu merupakan metode

yang didalamnya suara-suara yang diperoleh dalam pemilihan yang

diterjemahkan dalam parlemen oleh partai-partai dan para kandidat.

Pendapat lain menyatakan bahwa sistem pemilu sebagai aturan atau

prosedur yang memungkinkan adanya suara yang telah dipungut dalam

suatu pemilihan umum.

Pendapat Dieter Nohlen sebagaimana dikutip oleh khairul fahmi

mendefinisikan sistem pemilihan umum dalam dua pengertian, yaitu

dalam artian luas dan arti sempit. Arti luas dari sistem pemilihan adalah

segala proses yang berhubungan dengan hak pilih, administrasi pemilihan

dan perilaku pemilihan. Sedangkan pengertian secara arti sempit adalah

Page 52: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

42

suatu cara dimana pemilih dapat mengekspresikan diri dalam member

suara, dimana suara tersebut ditransformasikan menjadi kursi di parlemen.

Sistem pemilu merupakan permasalahan yang utama dalam tatanan

pemilihan dalam pelaksanaannya, dikarenakan sitem pemilu akan sangat

berpengaruh dengan tahapan dan pelaksanaan pemilu selanjutnya. Begitu

juga sistem pemilu akan menentukan demokratis dan tidaknyapemilu

dilaksanakan. Setiap sistem pemilihan memiliki nilai-nilai tertentu,

masing-masing pun memiliki kekurangan dan kelebihan. Hal ini pun

terlihat disetiap pemilihan Negara mana pun yang memang sama-sama

tidak ada ke idealisasian dalam sistem pemilu, namun semua sistem itu

memiliki persamaan yaitu suatu proses pengembangan atau reformasi

sistem pemilu agar pemilu itu sendiri memiliki legitimasi dan

demokratis.45

Prosedur calon perseorangan dalam Pilkada diatur dalam pasal 48

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota. Ada 2 (dua) jenis verifikasi yaitu verifikasi

administrasi dan verifikasi faktual.

Verifikasi administrasi yaitu verifikasi yang dilakukan KPU tingkat

provinsi/kabupaten/kota dibantu oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)

dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Sedangkan Verifikasi faktual

adalalah verifikasi yang dilakukan dengan metode sensus dengan cara

menemui langsung setiap pendukung calon yang menyerahkan KTP-nya.

Terhadap pendukung calon yang tidak dapat ditemui pada saat verifikasi

45 Sodikin, Hukum Pemilu (Pemilu sebagai Praktek Ketatanegaraan), (Bekasi: Gramata

Publishing, 2014), h. 92-94

Page 53: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

43

faktual, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan

pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS paling lambat 3 (tiga) Hari

terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut. Namun jika

pasangan calon tidak dapat menghadirkan pendukung calon maka

dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Berkaitan dengan ketentuan verifikasi KTP calon perseorangan yang

diatur di dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang

Pilkada menjelaskan bahwa pasangan calon atau tim yang diberikan kuasa

oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan pencalonan

untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada KPU Provinsi dan

untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan

Wakil Walikota kepada KPU Kabupaten/Kota untuk dilakukan verifikasi

administrasi dan dibantu oleh PPK dan PPS, dapat pula berkoordinasi

dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi atau

Kabupaten/Kota dengan mencocokkan dan meneliti berdasarkan nomor

induk kependudukan, nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, dan

alamat dengan mendasarkan pada Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau

surat keterangan yang diterbitkan oleh dinas kependudukan dan catatan

sipil dan;

KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh pasangan calon

perseorangan atau tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon

menyerahkan dokumen syarat dukungan kepada PPS untuk dilakukan

verifikasi faktual paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari sebelum

waktu pendaftaran pasangan calon dimulai. Verifikasi faktual dilakukan

Page 54: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

44

paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak dokumen syarat

dukungan pasangan calon perseorangan diserahkan ke PPS. Verifikasi

faktual dilakukan dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap

pendukung calon, terhadap pendukung calon yang tidak dapat ditemui

pada saat verifikasi faktual, pasangan calon diberikan kesempatan untuk

menghadirkan pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS paling

lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung

tersebut. Namun jika pasangan calon tidak dapat menghadirkan

pendukung calon maka dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi

syarat.

Hasil verifikasi dokumen syarat dukungan pasangan calon

perseorangan dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan

kepada PPK dan salinan hasil verifikasi disampaikan kepada pasangan

calon. PPK melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan

pasangan calon untuk menghindari adanya seseorang yang memberikan

dukungan kepada lebih dari 1 (satu) calon dan adanya informasi

manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari,

selanjutnya diteruskan kepada KPU Kabupaten/Kota dan salinan hasil

verifikasi dan rekapitulasi disampaikan kepada pasangan calon yang

nantinya dipergunakan oleh pasangan calon perseorangan sebagai bukti

pemenuhan persyaratan dukungan pencalonan.

C. Landasan Yuridis Dibolehkannya Calon Perseorangan dalam Pilkada

Dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia

sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

Page 55: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

45

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka

penyelenggaraan Pemerintahan harus didasarkan pada konstitusi dan

demokrasi. Pada hakikatnya prinsip-prinsip demokrasi yang terkandung

dalam konstitusi Indonesia dijiwai oleh sila keempat pancasila yaitu

“kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan”. Dengan demikian setiap upaya

penyelenggaraan pemerintahan harus bergerak dalam kerangka demokrasi

Pancasila yang menjamin 3 (tiga) hal yaitu: tegaknya kedaulatan rakyat

(daulat rakyat), berjalannya prinsip permusyawaratan (kekeluargaan) dan

mengedepankan hikmat kebijaksanaan.

Sebagai konsekuensi, pemilihan kepala daerah tentu didasarkan pada

prinsip demokrasi. Kewajiban menyelenggarakan pemilihan kepala daerah

secara demokratis harus mampu memberi akses yang luas bagi segala

kekuatan dalam masyarakat selaku pemegang kedaulatan, sebagaimana

tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-undang Dasar”.

Untuk menjamin pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18

ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

“Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala

pemerintahan daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara

demokratis”, serta menjaga kesuaiannya dengan Pancasila maka

kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk

Page 56: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

46

rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota. Dan proses pemilihan yang demokratis

tentu memenuhi unsur keterwakilan, tingkat responsivitas dan

akuntabilitas, diharapkan mampu menghasilkan Gubernur, Bupati, dan

Walikota yang legitimate serta mendapat dukungan penuh baik dari

masyarakat maupun DPRD Kabupaten/Kota dalam setiap kebijakan yang

dibuatnya. Hal ini tentu lebih jauh akan membawa dampak baik bagi

pencapaian tujuan negara yaitu mensejahterakan rakyat.

Secara legal formal calon independen muncul dalam pentas politik

lokal setelah dikeluarkannya Amar putusan Mahkamah Konstitusi No.

5/PUU-V/2007 tentang pencabutan terhadap ketentuan pasal 59 ayat 1 dan

pasal 56 (2) ” UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang

bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 18 Ayat (4) karena hanya memberi

kesempatan bagi pasangan calon yang berasal dari Partai Politik atau

gabungan Partai Politik dan juga Amar putusan Mahkamah Konstitusi No.

60/PUU-XIII/2015 memberikan ruang kepada calon perseorangan dalam

Pilkada terhadap perubahan ketentuan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU

No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, dalam penentuan jumlah besarnya

persentase dan jumlah bilangan pembagi.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada merupakan

regulasi yang juga di dalamnya mengatur tentang dibolehkannya calon

perseorangan dalam Pilkada.

Page 57: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

47

BAB IV

ANALISIS TEMUAN PENELITIAN

A. Latar Belakang Pemikiran Partai Politik Meningkatkan Syarat

Dukungan Minimum Bagi Calon Perseorangan dalam Pilkada

Pada risalah Rapat Kerja (RAKER) pengambilan keputusan akhir

Tingkat I antara komisi II DPR RI dengan pemerintah terhadap RUU

tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2014

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, menjadi Undang-

Undang dan RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 2015

tentang Penetapan Perppu Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

menjadi Undang-Undang yang dihadiri 38 dari 50 orang anggota Komisi II

DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, dan

Menteri Keuangan, serta Komite I DPR RI diadakan dengan beberapa

agenda, yaitu:

1. Pengantar pimpinan Komisi

2. Laporan Panitia Kerja

3. Pembacaan Naskah RUU

4. Pendapat akhir mini fraksi-fraksi, Pemerintah dan DPD RI

5. Penandatanganan Naskah RUU tentang Perubahan UU Nomor 1

Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Page 58: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

48

Gubernur, Bupati dan Walikota, menjadi Undang- Undang dan RUU

tentang Perubahan UU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah, menjadi Undang-Undang; dan

6. Pengambilan keputusan untuk melanjutkan pada pembicaraan tingkat

II

Selain itu dalam Rapat kerja Komisi II DPR RI seperti yang telah

dijelaskan di atas, ada beberapa materi yang menjadi fokus pembahasan

terkait RUU tersebut, dalam hal ini dilakukan dalam bentuk

pengelompokan substansi sebagai bentuk penyederhanaan model

pembahasan. Adapun kelompok substansi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pemilihan secara berpasangan atau tidak.

b. Uji publik atau sosialisasi

c. Penguatan pendelegasian tugas KPU dan Bawaslu sebagai

penyelenggara pemilihan kepala daerah.

d. Persyaratan calon terkait dengan syarat pendidikan.

e. Persyaratan calon terkait dengan usia

f. Syarat dukungan penduduk untuk calon perseorangan

g. Penentuan pemenang dalam pemilihan kepala daerah

h. Penentuan jumlah wakil

i. Time frame pelaksanaan pilkada serentak

j. Pejabat kepala daerah, penjabat kepala daerah

k. Tambahan syarat calon kepada kepala daerah

l. Penyelesaian perselisihan hasil pemilihan

Page 59: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

49

m. Pembiayaan penyelenggaraan pilkada.

Pada pembahasan draf Rancangan Undang-Undang sebelumnya,

secara konsinyir bersama Pemerintah Panja (Panitia Kerja) menyepakati

syarat dukungan bagi pasangan calon Perseorangan ditingkatkan sebesar

tiga setengah persen dari jumlah penduduk dengan alasan utama harus

disesuaikan dengan syarat dukungan bagi calon yang diusulkan Partai

Politik, atau gabungan Partai Politik, yaitu minimal sebesar 20 persen

kursi di DPRD atau 25 persen perolehan suara pada saat pemilu. Selain itu

terkait dengan substansi lain tentang penentuan pemenang ditentukan oleh

suara terbanyak, maka peningkatan syarat dukungan bagi calon

perseorangan ini menjadi relevan agar setiap calon sudah memiliki dasar

legitimasi yang cukup melalui dukungan tersebut.

Sesuai dengan risalah rapat kerja (RAKER) Komisi II DPR RI

tersebut, maka dalam hal ini yang menjadi fokus pembahasan peneliti

adalah materi tentang syarat dukungan bagi calon Perseorangan dalam

Pilkada. Dalam hal ini, peneliti menganalisis risalah rapat kerja tersebut di

atas dengan agenda pengambilan keputusan tingkat I pendapat akhir dari

setiap fraksi, Pemerintah dan DPD RI pada pembahasan RUU tentang

Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1

Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, menjadi Undang- Undang yang

akan dipaparkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Page 60: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

50

No Anggota

Komisi II

DPR RI

Pendapat Akhir Mini Keterangan

1. Fraksi

Partai

Hanura

Tidak memberikan

pendapat tentang

syarat Calon

Perseorangan dalam

Pilkada pada risalah

Rapat Kerja Komisi

II DPR RI.

2. Fraksi PDIP Tidak memberikan

pendapat tentang

syarat Calon

Perseorangan dalam

Pilkada pada risalah

Rapat Kerja Komisi

II DPR RI.

3. Fraksi

Partai

Nasdem

Tidak memberikan

pendapat tentang

syarat Calon

Perseorangan dalam

Pilkada pada risalah

Rapat Kerja Komisi

II DPR RI.

Page 61: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

51

4. Fraksi

Partai

Golkar

Dalam hal ambang batas

calon dari partai atau

gabungan partai fraksi

Partai Golkar menyetujui

tidak ada perubahan, yakni

sebesar 20 persen dari

sejumlah kursi DPRD atau

25 persendari akumulasi

perolehan suara sah

pemilihan anggota DPRD

di daerah yang

bersangkutan, sebagaimana

diatur dalam Pasal 40.

Sementara untuk ambang

batas pendaftaran calon

Perseorangan Independen,

fraksi Partai Golkar

menyetujui penambahan

persentase sebesar 3 1/2

persen yang tersebar di

lebih dari 50 persen jumlah

Kabupaten kota untuk

propinsi dan lebih dari 50

persen jumlah kecamatan

Page 62: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

52

atau Kabupaten atau kota.

Penambahan ini bertujuan

untuk meningkatkan

legitimasi calon

perseorangan, atau

independen di masyarakat.

5. Fraksi PPP Sebagai akhir dari

pandangannya, fraksi

Partai Persatuan

Pembangunan

memberikan catatan

agar hasil Panja tetap

konsisten pada hal-

hal yang disepakati

untuk dibahas, selain

itu dalam rangka

sinkronisasi antar

norma juga perlu

dilakukan agar tidak

kontradiksi yang

akan menimbulkan

ketidakpastian dan

multitafsir dalam

pelaksanaannya.

Page 63: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

53

6. Fraksi

Partai

Gerindra

Persyaratan calon

perseorangan, Fraksi Partai

Gerindra berpandangan

untuk menambah syarat

dukungan atau prosentase

bagi calon perseorangan

dimaksudkan agar calon

yang maju dari jalur

perseorangan benar-benar

menggambarkan dan

mempresentasikan

dukungan riil dari

masyarakat, sehingga bekal

untuk maju ke ajang

pemilihan.

7. Fraksi

Partai PKS

Tidak memberikan

pendapat tentang

syarat Calon

Perseorangan dalam

Pilkada pada risalah

Rapat Kerja Komisi

II DPR RI.

8. Fraksi

Partai

Tidak memberikan

pendapat tentang

Page 64: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

54

Demokrat syarat Calon

Perseorangan dalam

Pilkada pada risalah

Rapat Kerja Komisi

II DPR RI.

9. Fraksi PKB Tentang syarat

perserorangan, sejak awal

PKB tetap memberikan

tempat khusus kepada

calon Independen atau

calon Perseorangan, namun

demikian bahwa PKB

setuju untuk bukan

memperberat, tetapi untuk

membuat agar calon

perseorangan itu lebih

berkualitas, yang terpenting

juga lebih serius, agar tidak

main-main, karena itu PKB

setuju untuk menaikkan

threshold dari sekian

persen menjadi 3 sampai

3,5 persen mengikuti kuota

atau jumlah penduduk di

Page 65: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

55

daerah masing-masing,

meskipun PKB tetap

memberikan catatan bahwa

calon perseorangan harus

serius untuk diingatkan

agar tidak kemudian

berpindah hati ketika dia

menjadi seorang Gubernur,

Bupati, ataupun Walikota.

10. Fraksi PAN calon yang didukung Partai

Politik harus memiliki

dukungan minimal 20

persen kursi atau 25 persen

suara, sedangkan calon

perseorangan harus

memiliki dukungan sebesar

6,5 sampai 10

persen suara sesuai dengan

jumlah penduduk suatu

daerah. Angka ini juga

akan memungkinkan rakyat

memiliki cukup alternatif

untuk mendapatkan

pemimpin yang benar-

Page 66: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

56

benar berkualitas di satu

sisi, dan di sisi lain juga

benar-benar mereka

inginkan.

11. Ketua

Komite I

DPD RI

Kemudian soal prosentase

syarat dukungan penduduk

adalah dalam rangka

meningkatkan kualitas dan

legitimasi.

12. Menteri

Hukum dan

HAM

Syarat dukungan jumlah

penduduk bagi calon

Perseorangan antara 6,5

persen sampai 10 persen

dari jumlah penduduk.

Setelah mengetahui pandangan dari berbagai Fraksi dan

Pemerintah dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI yang membahas RUU

tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2014

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, menjadi Undang-

Undang tersebut, berkenaan dengan materi tentang syarat dukungan bagi

calon Perserangan dalam Pilkada yang dinaikkan menjadi 6,5 persen

samapai 10 persen dari jumlah penduduk lebih tinggi daripada calon yang

diusung dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik, maka peneliti

Page 67: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

57

dapat merumuskan bahwa latar belakang pemikiran partai politik yang

mempengaruhi regulasi dibolehkannya calon perseorangan dalam Pilkada

adalah sebagai berikut:

1. Adanya keinginan dari fraksi untuk meningkatkan kualitas dan

legitimasi bagi calon perseorangan di masyarakat.

2. Adanya keinginan dari fraksi agar calon yang maju dari jalur

perseorangan benar-benar menggambarkan dan mempresentasikan

dukungan riil dari masyarakat sebagai bekal untuk maju ke ajang

pemilihan.

3. Adanya keinginan dari fraksi supaya lebih serius dan tidak main-main

bagi Calon Perseorangan yang maju dalam Pilkada; dan

4. Adanya keinginan dari fraksi supaya memungkinkan rakyat memiliki

cukup alternatif untuk mendapatkan pemimpin yang benar-benar

berkualitas di satu sisi, dan di sisi lain juga benar-benar mereka

inginkan.

B. Analisis Latar Belakang Pemikiran Partai Politik Meningkatkan

Syarat Dukungan Minimum Bagi Calon Perseorangan dalam Pilkada

Setelah mengetahui pandangan dari berbagai Fraksi dan latar

belakang pemikiran partai politik meningkatkan syarat dukungan

minimum bagi calon perseorangan dalam Pilkada pada Rapat Kerja

(RAKER) komisi II DPR RI, maka peneliti menganalisis dari berbagai

pandangan fraksi dan Pemerintah sebagaimana dikemukakan terdahulu:

1. Pendapat Fraksi Golkar yang dibacakan oleh Dadang S. Muchtar,

bahwa “Dalam hal ambang batas calon dari partai atau gabungan partai

Page 68: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

58

fraksi Partai Golkar menyetujui tidak ada perubahan, yakni sebesar 20

persen dari sejumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi

perolehan suara sah pemilihan anggota DPRD di daerah yang

bersangkutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 40. Sementara untuk

ambang batas pendaftaran calon Perseorangan Independen, fraksi

Partai Golkar menyetujui penambahan persentase sebesar 3 setengah

persen yang tersebar di lebih dari 50 persen jumlah Kabupaten Kota

untuk Provinsi dan lebih dari 50 persen jumlah Kecamatan atau

Kabupaten atau Kota. Penambahan ini bertujuan untuk meningkatkan

legitimasi calon perseorangan, atau Independen di masyarakat.”46

Dari pernyataan fraksi Partai Golkar tersebut sesuai dengan teori

demokrasi yang menegaskan bahwa demokrasi sebagai sebuah bentuk

pemerintahan rakyat di mana kekuasaan tertinggi terletak di tangan

rakyat, maka dengan demikian hakikat demokrasi adalah sebuah

proses bernegara yang bertumpu pada peran utama rakyat sebagai

pemegang kedaulatan tertinggi. Suatu pemerintahan yang sah adalah

suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan

mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi, pemilihan umum.

Pengakuan dan dukungan rakyat suatu pemerintah sangatlah penting,

karena dengan legitimasi politik tersebut pemerintah dapat

menjalankan roda birokrasi dan program-programnya sebagai wujud

dari amanat yang diberikan oleh rakyat kepadanya.

46 Dadang S. Muchtar, Pandangan Fraksi Golkar tentang “Syarat Calon Perseorangan dalam

Pilkada.” Dalam Risalah Rapat Kerja Komisi II DPR RI, 16 Februari 2015 (Jakarta: DPR-RI, 2015), h. 18-21

Page 69: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

59

2. Pendapat Fraksi PKB yang dibacakan oleh H. Abdul Malik Haraman,

M.Si sebagai Juru bicara Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa

menegaskan “Tentang syarat perserorangan, sejak awal PKB tetap

memberikan tempat khusus kepada calon Independen atau calon

Perseorangan, namun demikian bahwa PKB setuju untuk bukan

memperberat, tetapi untuk membuat agar calon perseorangan itu lebih

berkualitas, yang terpenting juga lebih serius, agar tidak main-main,

karena itu PKB setuju untuk menaikkan threshold dari sekian persen

menjadi 3 sampai 3,5 persen mengikuti kuota atau jumlah penduduk di

daerah masing-masing, meskipun PKB tetap memberikan catatan

bahwa calon perseorangan harus serius untuk diingatkan agar tidak

kemudian berpindah hati ketika dia menjadi seorang Gubernur, Bupati,

ataupun Walikota.”47

“Sejak awal PKB tetap memberikan tempat khusus kepada calon

Independen atau calon Perseorangan”, maka pendapat tersebut sesuai

dengan teori keadilan yang menegaskan bahwa adil artinya tidak

memihak atau berat sebelah, oleh karenanya semua warga negara harus

diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai warga

negara dengan demikian baik calon yang diusung dari Partai Politik

maupun calon perseorangan harus mendapatkan ruang yang sama

dalam Pilkada sebagai bentuk representasi atau aspirasi dari

masyarakat dan bukan dari partai politik.

47 Abdul Malik Haraman, Pandangan Fraksi PKB tentang “Syarat Calon Perseorangan dalam

Pilkada.” Dalam Risalah Rapat Kerja Komisi II DPR RI, 16 Februari 2015 (Jakarta: DPR-RI, 2015), h. 31-33

Page 70: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

60

Persayaratan pencalonan kepala daerah seharusnya tidak menafikan

siapapun yang memiliki kemampuan untuk menjadi kepada daerah dan

wakil kepala daerah baik mencalonkan diri sendiri melalui jalur

perseorangan maupun dicalonkan/diusulkan oleh partai politik dan

atau gabungan partai politik karena sifatnya individual (sebjectum

llitis), sehingga baik calon Perseorangan maupun calon dari Partai

Politik dan atau Gabungan Partai Politik harus dipandang memiliki

persamaan yang sama di depan hukum dan pemerintahan.

Pengenyampingan terhadap hal tersebut merupakan pengenyampingan

terhadap hak-hak warga negara untuk berparisipasi dalam

pemerintahan sebagaimana asas proporsionalitas yang menuntut

keseimbangan tujuan dengan bobot hak dasar yang dilindungi dan

dijamin oleh Undnag-Undang Dasar 1945.

Selain itu calon pemimpin atau kepala daerah harus memiliki

potensi, kapabilitas serta integritas sebagai seorang pemimpin yang

telah diberikan kepercayaan oleh masyarakatnya, maka dengan

dinaikkannya syarat dukungan bagi calon perseorangan dalam Pilkada

salah satu tujuan utamanya adalah untuk menjadikan calon

perseorangan supaya lebih berkualitas, dan yang terpenting supaya

lebih serius dan tidak main-main dalam pencalonannya.

3. Fraksi Partai Gerindra yang disampaikan oleh H. Bambang Riyanto

berpendapat, bahwa “Persyaratan calon perseorangan, Fraksi Partai

Gerindra berpandangan untuk menambah syarat dukungan atau

prosentase bagi calon perseorangan dimaksudkan agar calon yang

Page 71: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

61

maju dari jalur perseorangan benar-benar menggambarkan dan

mempresentasikan dukungan riil dari masyarakat, sebagai bekal untuk

maju ke ajang pemilihan.”48

Dari pendapat tersebut, maka tidak heran jika dalam prosedur dan

mekanisme bagi calon perseorangan dalam Pilkada terdapat jenis

metode verifikasi faktual. Adapun verifikasi faktual adalalah verifikasi

yang dilakukan dengan metode sensus dengan cara menemui langsung

setiap pendukung calon yang menyerahkan KTP-nya. Terhadap

pendukung calon yang tidak dapat ditemui pada saat verifikasi faktual,

pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung

calon yang dimaksud di kantor PPS paling lambat 3 (tiga) hari

terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut. Namun

jika pasangan calon tidak dapat menghadirkan pendukung calon maka

dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Prosedur verifikasi faktual tersebut menggambarkan pendapat

Fraksi Partai Gerindra bahwa syarat dukungan atau prosentase bagi

calon perseorangan tersebut benar-benar mempresentasikan dukungan

riil dari masyarakat, alasan lainnya adalah karena calon perseorangan

berangkat tanpa melalui kendaraan Partai Politik, oleh sebab itu

dukungan riil dari masyarakat menjadi sangat penting sebagai calon

yang maju dari jalur perseorangan dalam Pilkada.

4. Fraksi PAN juga berpendapat yang dibacakan oleh H. Sukiman S.Pd.,

MM, bahwa “Calon yang didukung Partai Politik harus memiliki

48 Bambang R, Pandangiyantoan Fraksi Partai Gerindra tentang “Syarat Calon Perseorangan

dalam Pilkada.” Dalam Risalah Rapat Kerja Komisi II DPR RI, 16 Februari 2015 (Jakarta: DPR-RI, 2015), h. 24-26

Page 72: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

62

dukungan minimal 20 persen kursi atau 25 persen suara, sedangkan

calon perseorangan harus memiliki dukungan sebesar 6,5 sampai 10

persen suara sesuai dengan jumlah penduduk suatu daerah. Angka ini

juga akan memungkinkan rakyat memiliki cukup alternatif untuk

mendapatkan pemimpin yang benar-benar berkualitas di satu sisi, dan

di sisi lain juga benar-benar mereka inginkan.”49

Jika dikaitkan dengan teori politik hukum maka, politik hukum

memberikan landasan terhadap proses pembentukan hukum yang lebih

sesuai, situasi dan kondisi, kultur serta nilai yang berkembang di

masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat terhadap

hukum itu sendiri. Begitupun arah pembentukan hukum tersebut harus

selaras dan tidak boleh bertentangan dengan hirarki peraturan

perundang-undangan yang ada di atasnya.

Politik hukum dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu

pertama, politik hukum yang menjadi alasan dasar dari diadakannya

suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, tujuan atau alasan yang

muncul dibalik pemberlakuan suatu peraturan perundang-undangan.

Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, politik hukum

memiliki peranan sangat penting. Pertama, sebagai alasan mengapa

diperlukan pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Kedua,

untuk menentukan apa yang hendak diterjemahkan ke dalam kalimat

hukum dan menjadi perumusan pasal.

49 Sukiman, Pandangan Fraksi PAN tentang “Syarat Calon Perseorangan dalam Pilkada.”

Dalam Risalah Rapat Kerja Komisi II DPR RI, 16 Februari 2015 (Jakarta: DPR-RI, 2015), h. 34-36

Page 73: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

63

Latar belakang pemikiran partai politik yang mempengaruhi

regulasi dibolehkannya calon perseorangan dalam Pilkada serta alasan

dinaikkannya syarat dukungan bagi calon perseorangan dalam Pilkada

adalah agar rakyat memiliki calon pemimpin yang benar-benar

berkualitas di satu sisi, dan di sisi lain juga benar-benar datang dari

keinginan rakyat.

Secara legal formal dengan diberikannya ruang kepada calon

Perseorangan dalam Pilkada, maka memungkinkan rakyat memiliki

cukup alternatif untuk memilih Calon Pemimpin bagi daerahnya.

Selain itu juga, karena amanat yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal

18 Ayat (4) yang berbunyi “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-

masing sebagai kepala Pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan

kota dipilih secara demokratis.”

5. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang disampaikan oleh

Dr. H. MZ. Amirul Tamim, M. Si, dengan Nomor Anggota 544 dalam

Rapat Kerja Komisi II DPR RI tersebut, memberikan catatan agar hasil

Panja tetap konsisten pada hal-hal yang disepakati untuk dibahas.

Selain itu, dalam rangka sinkronisasi antar norma juga perlu dilakukan

agar tidak kontradiksi yang akan menimbulkan ketidakpastian dan

multitafsir dalam pelaksanaannya.50

Berdasarkan saran fraksi PPP tersebut peneliti menegaskan bahwa

Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang menganut asas

kepastian hukum (Principle of legal security), asas ini menghendaki

50 MZ. Amirul Tamim, Pandangan Fraksi PPP tentang “Syarat Calon Perseorangan dalam

Pilkada.” Dalam Risalah Rapat Kerja Komisi II DPR RI, 16 Februari 2015 (Jakarta: DPR-RI, 2015), h. 22-24

Page 74: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

64

agar sikap dan keputusan pemerintahan tidak boleh menimbulkan

ketidakpastian hukum bagi masyarakat, jika hal tersebut terjadi maka

dapat mengurangi kepercayaan masyarakat kepada hukum dan

peraturan-peraturan serta legitimasi bagi pemerintahan suatu negara.

Ketua Komite I DPD RI juga memberikan pendapatnya dalam hal

syarat dukungan bagi calon perseorangan yaitu, “Soal prosentase

syarat dukungan penduduk adalah dalam rangka meningkatkan

kualitas dan legitimasi.”51

Pendapat Pemerintah dalam hal ini diwakili Menteri Hukum dan

HAM RI yang disampaikan oleh Dr. Yasonna H. Laoly, SH., M.Sc.,

menyatakan bahwa “Syarat dukungan jumlah penduduk bagi calon

Perseorangan antara 6,5 persen sampai 10 persen dari jumlah

penduduk.”52

Rapat Kerja Komisi II DPR RI tersebut, dihadiri 38 dari 50 orang

anggota Komisi II DPR RI yang terdiri dari 5 orang sebagai Pimpinan

Rapat, 2 anggota dari Fraksi Partai Hanura, 6 anggota dari Fraksi

PDIP, 2 anggota dari Fraksi Partai Nasdem, 3 anggota dari Fraksi PKS,

5 anggota dari Partai Demokrat, 6 anggota dari Fraksi Partai Golkar, 3

anggota dari Fraksi Partai Gerindra, 2 anggota dari Fraksi PPP, 1

anggota dari Fraksi PKB, 3 anggota dari Fraksi PAN, bersama Menteri

Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta Komite I DPD RI.

51Ahmad Muqowwam, Pandangan Ketua Komite I DPD RI tentang “Syarat Calon Perseorangan

dalam Pilkada.” Dalam Risalah Rapat Kerja Komisi II DPR RI, 16 Februari 2015 (Jakarta: DPR-RI, 2015), h. 37-39

52 Yasonna H. Laoly, Pandangan Menteri Hukum dan HAM RI tentang “Syarat Calon

Perseorangan dalam Pilkada.” Dalam Risalah Rapat Kerja Komisi II DPR RI, 16 Februari 2015 (Jakarta: DPR-RI, 2015), h. 40-42

Page 75: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

65

Beberapa fraksi seperti Fraksi Partai Hanura, PDIP, Partai Nasdem,

PKS, dan Partai Demokrat dalam Rapat Kerja yang membahas RUU

tentang Pilkada tersebut di atas, tidak turut memberikan pandangannya

terkait syarat bagi calon perseorangan, tapi Fraksi-fraksi tersebut

hanya memberikan pandangannya terkait materi pemilihan gubernur

secara berpasangan atau tidak, uji publik atau sosialisasi, penguatan

pendelegasian tugas KPU dan Banwaslu sebagai penyelenggara

Pilkada, persyaratan calon terkait dengan syarat pendidikan dan usia,

dan penentuan pemenang dalam Pilkada.

Sangat disayangkan sekali jika dalam rapat kerja tersebut ada

beberapa Fraksi yang tidak turut memberikan pandangannya terkait

materi yang menjadi fokus pembahasan, seharusnya DPR sebagai

perwakilan rakyat sebaiknya menjalankan tugasnya dengan baik

sebagai wujud representasi atau aspirasi rakyat.

Page 76: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penjelasan dari bab 1 sampai 4 maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Prosedur calon perseorangan dalam pemilukada diatur dalam pasal 48

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota dengan menggunakan 2 (dua) jenis verifikasi

yaitu verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Syarat dukungan

bagi calon perseorangan dinaikkan menjadi 6,5 sampai 10 persen dari

jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap.

2. Landasan yuridis dibolehkannya calon perseorangan dalam

Pemilukada adalah Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945, Pasal 18 Ayat (4)

UUD 1945, Amar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 5/PUU-V/2007,

Amar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 60/PUU-XIII/2015 dan

Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 Tentang Pemilukada.

3. Latar belakang pemikiran partai politik meningkatkan syarat

dukungan minimum bagi calon perseorangan dalam Pilkada adalah

untuk meningkatkan kualitas dan legitimasi bagi calon perseorangan

di masyarakat selain itu calon yang maju dari jalur perseorangan

supaya benar-benar menggambarkan dan mempresentasikan dukungan

riil dari masyarakat.

Page 77: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

67

B. Saran

Setelah menganalisis risalah Rapat Kerja pengambilan keputusan

akhir Tingkat I antara komisi II DPR RI dengan pemerintah terhadap RUU

tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2014

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, menjadi Undang-

Undang, maka peneliti memiliki beberapa saran yang ingin disampaikan,

yaitu:

1. Persyaratan dan mekanisme pemilihan kepala daerah dianggap

menghambat ruang gerak dan memberatkan bagi calon perseorangan

oleh karena itu perlu adanya perbaikan terhadap Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2016 Tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota terkait persyaratan dan mekanismenya.

2. Anggota DPR merupakan representasi dari suara rakyat, oleh karena

itu setiap fraksi diharuskan memberikan pandangannya saat rapat

kerja berlangsung terkait materi yang menjadi fokus pembahasan,

guna memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.

Page 78: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

68

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku:

Abdulkarim, Aim. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Grafindo Media

Pratama, 2006

Agus. Aktor Penyelenggara Pemilu. Malang: Pusat Kajian Inovasi dan Kerjasama

Antar Daerah Ilmu Pemerintahan FISIP UB, 2013

Amiruddin dan Asikin, Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:

Kencana, 2006

__________. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2004

Amiruddin dan Zaini Bisri, A. Pilkada Langsung, Problem dan Prospek: Sketsa

Singkat Perjalanan Pilkada 2005. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006

Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2013

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. Pokok-pokok Filsafat Hukum. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2008

Fatkhurohman. Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia.

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004

Firmanzah. Mengelola Partai Politik (Komunikasi dan Positioning Ideologi

Politik di Era Demokrasi). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011

Hartono, Sunaryati. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional.

Bandung: Alumni, 1991

Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2005

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

UMM Press, 2007

Ihza Mahendra, Yusril. Dinamika Tata Negara Indonesia (Kompilasi Aktual

Masalah Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian). Jakarta:

Gema Insani Press, 1996

Page 79: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

69

Joachim Friedrich, Carl. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa

dan Nusamedia, 2004

Kusnardi, Moh. dan Ibrahim, Harmaily. Pengantar Hukum Tata Negara

Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 1981

Latif, Abdul dan Ali, Hasbi. Politik Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2011

Legowo, T.A, dkk. Lembaga Perwakilan Rakyat (Studi dan Analisis Sebelum dan

Setelah Perubahan UUD 1945). Jakarta: FORMAPPI, 2005

Maggalatung, Salman dan Yunus, Nur Rohim. Pokok-pokok Teori Ilmu Negara

(Aktualisasi dalam Teori Negara Indonesia). Bandung: Fajar Media, 2013

Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2006

MD, Mahfud. Membangun Politik Menegakkan Konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers,

2010

__________. Politik Hukum Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2009

Muhammad Ahmadi, Fahmi dan Aripin, Jaenal. Metode Penelitian Hukum.

Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010

Prihatmoko, Joko. Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem dan

Problema.Penerapan di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005

Raharjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000

Soedarto. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat dalam Kajian Hukum

Pidana. Bandung: Sinar Baru, 1983

Soehino. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty, 1996

__________. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty, 2005

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers, 2010

Page 80: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

70

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2006

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 1997

Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta,

2014

Supardi dan Anwar, Syaiful. Dasar-dasar Perilaku Organisasi. Yogyakarta: UII

Press, 2002

Supranto, J. Metode Penelitian Hukum dan Statistik. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2003

Ubaedillah, A. dan Rozak, Abdul. Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi,

Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani). Jakarta: Penerbit Prenada

Media Group, 2012

Wahjono, Padmo. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum. Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1986

Yuhana, Abdi. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945.

Bandung: Fokusmedia, 2007

Jurnal:

Warjiyati, Sri. “Calon Perseorangan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah;

Perspektif Fikih Siyasah.” Al-Daulah Vol 4. No.1 (April 2014)

Skripsi:

Kusumawardani, Frysca. “Calon Perseorangan Dalam Pemilihan Kepala Daerah

(Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 5/PUU-V/2007)”. Skripsi

S1 Fakultas Hukum, Universitas Jember, 2015

Kamus:

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008

Majalah:

Page 81: POLITIK HUKUM CALON PERSEORANGAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41881/1/ISMATUN... · Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

71

Wahjono, Padmo. “Menyelisik Proses Terbentuknya Peraturan Perundang-

undangan.” Majalah Forum Keadilan. No. 29 (April 1991)

Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-undang Nmor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan

Walikota

Risalah Sidang:

Risalah Rapat Kerja Komisi II DPR RI. Jakarta: 16 Februari 2015