78
D itinjau dari segi demokrasi, pemberian otonomi kepada daerah dipandang perlu, dengan maksud diikutsertakan rakyat dalam kegiatan pemerintahan dan sekaligus mendidik rakyat mempergunakan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pemeritahan. Namun demikian, walaupun sudah digariskan oleh konstitusi, jabaran otonomi daerah dalam rangka desentralisasi itu berubah-berubah. Dalam kondisi ini, kemudian memunculkan pertanyaan-pertanyaan besar mengenai model penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Isu ini yang kemudian menjadi bagian utama pembahasan dari buku yang sederhana ini. Semoga buku ini dapat memenuhi fungsinya.

POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Ditinjau dari segi demokrasi, pemberian otonomi kepada daerah dipandang perlu, dengan maksud

diikutsertakan rakyat dalam kegiatan pemerintahan dan sekaligus mendidik rakyat mempergunakan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pemeritahan. Namun demikian, walaupun sudah digariskan oleh konstitusi, jabaran otonomi daerah dalam rangka desentralisasi itu berubah-berubah. Dalam kondisi ini, kemudian memunculkan pertanyaan-pertanyaan besar mengenai model penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Isu ini yang kemudian menjadi bagian utama pembahasan dari buku yang sederhana ini.

Semoga buku ini dapat memenuhi fungsinya.

Page 2: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

POLITIK HUKUM MODEL PEMBAGIAN KEWENANGAN

DALAM RANGKA DESENTRALISASI DI INDONESIA

(ORDE BARU – SEKARANG)

ISHARYANTO

Page 3: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing
Page 4: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Oleh:

ISHARYANTO

Editor: IsharyantoDisain :Tim Halaman Moeka

Hak cipta dilindungi oleh undang-undangAll rights reserved

Cetakan 1, Agustus 2016ISBN 978-602-269-174-7

Diterbitkan oleh:Halaman Moeka Publishing:

Penerbit dan Jasa Penerbitan BukuJl. Manggis IV No.2 Rt. 07/04 Tanjung Duren Selatan

Grogol Petamburan, Jakarta Baratwww.halamanmoeka.net Email : [email protected]

POLITIK HUKUM MODEL PEMBAGIAN KEWENANGAN

DALAM RANGKA DESENTRALISASI DI INDONESIA

(ORDE BARU – SEKARANG)

Page 5: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Kebijakan nyata tentang otonomi daerah, sebetulnya sejak lahirnya UU No.5 Tahun 1974. Perubahan konfigurasi politik mendorong lahirnya UU No. 22/1999 yang diganti dengan UU No. 32/2004 dan terakhir adalah UU No. 23/2014 mengenai Pemerintah Daerah merupakan jawaban atas berbagai pertanyaan seputar rekonstruksi hubungan pusat-daerah.

Ditinjau dari segi demokrasi, pemberian otonomi kepada daerah dipandang perlu, dengan maksud diikutsertakan rakyat dalam kegiatan pemerintahan dan sekaligus mendidik rakyat mempergunakan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pemeritahan. Namun demikian, walaupun sudah digariskan oleh konstitusi, jabaran otonomi daerah dalam rangka desentralisasi itu berubah-berubah. Dalam kondisi ini, kemudian memunculkan pertanyaan-pertanyaan besar mengenai model penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Isu ini yang kemudian menjadi bagian utama pembahasan dari buku yang sederhana ini.

Semoga buku ini dapat memenuhi fungsinya.

Surakarta, Juni 2016

Penulis

Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum.

KATA PENGANTAR

iv

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 6: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................... ivDaftar Isi ......................................................v

BAB IPendahuluan ............................................... 1

Bab IIPijakan Teoritis ..........................................10A. Demokrasi, Desentralisasi, dan Negara Hukum ....................................10B. Hubungan Kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ..............................12C. Cara dan Cakupan Otonomi ................19

Bab IIIPolitik Hukum Model Pembagian Kewenangan dalam Kerangka Desentralisasi ..............................................28A. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 ............................28B. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ..........................35

Afe

n Sena

v

Page 7: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

C. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ..........................46D. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ..........................53

Bab IVPenutup .......................................................66

Daftar Pustaka............................................68Tentang Penulis ..........................................70

vi

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 8: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

BAB I

PENDAHULUAN

Para pendiri negara (the founding father) dari sejak awal menyadari bahwa Indonesia yang wilayahnya terdiri dari ribuan pulau dan kepulauan serta penduduknya terdiri dari ratusan suku bangsa, tidak mungkin dikelola secara sentralistik. Dengan perkataan lain, otonomi bagi kesatuan masyarakat hukum yang sudah ada sebelum negara Indonesia terbentuk merupakan conditio sine quanon. Prinsip dasar tersebut kemudian dituangkan ke dalam konstitusi yang menjadi pedoman dasar dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa, bernegara, dan berpemerintahan (Sadu Wasistiono, 2003: 1).

Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia telah mengalami pasang naik dan pasang surut sebagai gambaran sebuah dinamika. Otonomi daerah menjadi sesuatu yang disakralkan pasca reformasi 1998. Banyaknya perdebatan seputar otonomi daerah sebagai manifestasi

Afe

n Sena

1

Page 9: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

dari desentralisasi kekuasaan pemerintahan mendorong pemerintah untuk secara sungguh-sungguh merealisasikan konsep otonomi daerah secara jujur, penuh kerelaan dan konsekwen mengingat wacana dan konsep otonomi daerah memiliki sejarah yang sangat panjang seiring berdirinya republik ini.

Secara konstitusional, Indonesia adalah negara unitaris yang terdesentralisasi. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Selanjutnya pada Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (6) merupakan dasar konstitusional bahwa Indonesia adalah negara unitaris yang terdesentralisasi. Pada tataran konstitusi, mungkin sebagian besar bangsa Indonesia tidak lagi mempermasalahkan bentuk negara tersebut, meskipun ada gerakan-gerakan yang ingin mengubahnya menjadi negara federalis.

Ada beberapa pertimbangan tentang perlunya memberikan otonomi kepada daerah dalam rangka desentralisasi menurut sudut pandangan yang berbeda. Pertama, ditinjau dari segi politik sebagai permainan kekuasaan, pemberian otonomi daerah dipandang perlu untuk daerah untuk mencegah bertumpuknya kekuasaan di satu tangan yang akhirnya dapat menimbulkan pemerintahan tirani. Kedua, dari segi demokrasi, pemberian otonomi kepada daerah dipandang perlu, dengan maksud diikutsertakan rakyat dalam kegiatan pemerintahan dan sekaligus mendidik rakyat mempergunakan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pemeritahan. Ketiga,

2

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 10: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

dari segi teknis organisatoris pemerintahan, pemberian otonomi kepada daerah dipandang sebagai cara untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih doelmatig untuk diurus oleh pemerintahan setempat diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tempat berada di tangan pusat tetap diurus oleh pemerintahan pusat. Dengan demikian, soal desentralisasi dan otonomi daerah adalah soal teknis pemerintahan yang ditujukan untuk mencapai hasil sebaik-baiknya (Liang Gie, 1998:35-39). Keempat, dari segi manajemen sebagai salah satu unsur administrasi, suatu pelimpahan wewenang dan kewajiban memberikan pertanggungjawaban dari penunaian suatu tugas merupakan hal yang wajar. Dalam beberapa hal, pemberian otonomi kepada daerah dipandang dapat mendorong pengambilan keputusan yang lebih cepat dan luwes. Ia dapat memberikan dukungan lebih konstruktif dalam proses pengambilan keputusan.

McGregor (dalam Pamudji, 1984:3) mengemukakan bahwa, jika menekankan pengambilan keputusan dalam organisasi ke tingkat yang lebih rendah, akan cenderung memperoleh keputusan-keputusan tidak saja akan dapat memperbaiki kualitas keputusan, tetapi juga akan dapat memperbaiki kualitas pengambilan keputusan itu sendiri. Ia menyimpulkan bahwa people tend to grow and develop more rapidly and they are motivated more effectively. Artinya, orang cenderung untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat apabila wewenang untuk mengambil keputusan diserahkan kepadanya.

Afe

n Sena

3

Page 11: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Pernyataan ini secara tegas mendorong perlunya pemberian kewenangan atas dasar desentralisasi agar diterapkan ke dalam setiap organisasi yang besar. Sebagaimana juga dikatakan oleh Pfiffner dan Presthus (1960:212), bahwa apabila suatu organisasi relatif masih kecil, kecenderungan untuk mengonsentrasikan kekuasaan mengambil keputusan pada faktor pusat merupakan hal yang lumrah. “...but as organizations expand, it becomes phisically impossible for one person to make all the decisious or to supervise the details of operations personally.” Artinya, apabila organisasi itu sudah berkembang menjadi besar, secara fisik tidak mungkin seseorang untuk mengambil semua keputusan atau untuk mengawasi pekerjaan yang mendetail secara pribadi.

Perhatian yang semakin besar tentang perlunya pemberian otonomi daerah dalam rangka desentralisasi di bidang administrasi bukan saja merupakan pertanda tentang diakuinya kelemahan yang terdapat pada administrasi yang dipusatkan, melainkan adanya pergeseran kebijakan yang menekankan pada pertumbuhan yang harus dibarengi dengan kebijakan. Di samping itu, diakui bahwa pembangunan adalah suatu proses yang kompleks, yang tidak begitu saja dengan mudah direncanakan dan dikendalikan dari pusat. Otonomi daerah yang lepas dari kekuasaan pemerintah pusat adalah tidak mungkin. Namun, merujuk the founding fathers terdapat kesepakatan tentang perlunya desentralisasi dan otonomi daerah.

4

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 12: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Sampai saat ini sekurang-kurangnya sudah ada 7 (tujuh) undang-undang yang mengatur mengenai pemerintahan daerah, yaitu: (a) UU No. 1 Tahun 1945; (b) UU No. 22 Tahun 1948; (c) UU No. 1 Tahun 1957; (d) UU No. 18 Tahun 1965; (e) UU No. 5 Tahun 1974; (f) UU No. 22 Tahun 1999; (g) UU No. 32 Tahun 2004; dan (h) UU No. 23 Tahun 2014. Akan tetapi, permasalahan yang berkaitan dengan otonomi daerah nampaknya tidak pernah selesai (Bagir Manan, 1994: 1).

Sejak reformasi, hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sebagai gambaran mengenai terjadinya revolusi (paradigma) desentralisasi di Indonesia, dapat dikemukakan perbandingan tiga undang-undang yang terakhir yakni UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pilihan pada ketiga undang-undang tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa paradigmanya masih dijalankan secara tumpang tindih dalam praktek pemerintahan di berbagai daerah. UU Nomor 5 Tahun 1974 yang dijalankan selama duapuluh lima tahun masih memberi warna yang sangat kuat, terutama pada daerah-daerah yang mengalami keterlambatan perubahan karena keterbatasan informasi ataupun karena keengganan birokrasinya untuk berubah. Adanya camat di berbagai daerah yang masih memakai tanda jabatan kepala wilayah dengan lambang burung garuda merupakan contoh nyata masih berlakunya paradigma UU Nomor 5 Tahun 1974.

Afe

n Sena

5

Page 13: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Merunut aspek yuridis formal, sejak pertama kali muncul dalam UU No. 1 tahun 1945 sampai dengan UU No. 5 tahun 1974, semangat otonomi daerah sudah kelihatan dan menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan di daearah. Hanya saja semangat para penyelenggara pemerintahan masih jauh dari idealisme konsep otonomi daerah itu sendiri. Bahasa yang digunakan pun belum seringkas dan selugas otonomi daerah, masih seputar bagaimana mengatur urusan rumah tangga (B.N. Marbun, 2005: 43-45).

Pada sisi yang lain, permasalahan yang muncul adalah pada tingkat implementasi dari konstitusi yang berbentuk undang-undang ataupun peraturan perundangan lainnya. Dengan bunyi konstitusi yang sama dapat muncul undang- undang yang berbeda karena adanya penafsiran yang bersifat subyektif. Sebagai contoh kongkret, dengan merujuk pada UUD 1945 yang telah diamandemen, lahir UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian digantikan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dengan judul yang sama. Isi kedua UU tersebut berbeda cukup signifikan, sehingga menimbulkan kebingungan dan kerancuan di dalam implementasinya. Usia undang-undang pemerintahan daerah di Indonesia yang relatif pendek membuat turbulensi di dalam implementasinya. Dikatakan demikian karena antara penetapan sebuah undang-undang sampai pada tingkat pemahaman dan implementasinya terdapat jarak yang cukup lebar, apalagi tingkat kematangan pemerintahan daerah dan masyarakat daerah sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu diperlukan sebuah

6

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 14: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

disain besar mengenai desentralisasi, yang didalamnya berisi cetak biru tentang desentralisasi dan peta jalan menuju perubahan yang diinginkan serta dimensi waktu yang dibutuhkan.

Memburuknya implementasi dari regulasi-regulasi di atas berdampak kepada upaya untuk melakukan rekonstruksi dan reformasi atas segenap aturan-aturan yang tidak akan pernah bisa terealisasi tersebut. “Pemberontakan” ataupun tarik-ulur kewenangan yang tidak pernah berhenti antara pusat (baca: Jakarta) dengan daerah memicu para praktisi dan analis pemerintahan membuat sebuah formulasi regulasi baru yang diharapkan dapat benar-benar mengakomodasikan kepentingan-kepentingan daerah secara lebih proporsional. Peninjauan kembali atas kerangka hubungan pusat-daerah menjadi sebuah kewajiban yang tidak dapat ditunda-tunda lagi seiring dengan berhembusnya angin reformasi 1998 (Dzunuwanus G. Manar, 2008: 1).

Sungguhpun demikian, selama kurun waktu hampir satu dasa warsa pelaksanaan otonomi daerah pasca reformasi 1998, masih saja ditemui kesenjangan posisi, kewenangan dan tanggung jawab serta implementasi dari regulasi-regulasi yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, “bidang kewenangan lain” sebagaimana disebutkan dalam undangundang yang ada masih saja memberikan peluang multi tafsir serta peran yang lebih besar bagi pemerintah pusat untuk mengendalikan pemerintah daerah melalui proses perencanaan dan anggaran yang masih bercorak Jakarta sentris (Dzunuwanus G. Manar, 2008: 2).

Afe

n Sena

7

Page 15: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Hal ini seolah menjadi bargaining yang cukup kuat bagi pusat untuk menentukan hitam putih pelaksaaan otonomi daerah. Apalagi melihat selama ini corak sentralistik yang sedemikian kuat berakar pada Orde Baru serta sejarah kerajaan-kerajaan besar di Indonesia yang dikuatkan dengan strategi pemerintah kolonial Belanda untuk tetap mengenyam manisnya sumber-sumber daya Indonesia, corak sentralistik mejadi sangat kental dan sulit dihilangkan. Puncak dari sentralistik ini bisa dikatakan adalah orde baru, namun melihat dari sejarah pola hubungan ini sudah muncul sejak jaman Majapahit, kolonial Belanda dan Jepang dengan pola yang lebih rigid. Hal ini terus dilestariakn oleh penguasa mengingat sentralistik memberikan kemudahan pengendalian dan pengawasan atas daerah-daerah yang ada di bawahnya (Dzunuwanus G. Manar, 2008: 2).

Salah satu persoalan yang muncul mewarnai hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah adalah mengenai pembagian kekuasaan. Perubahannya bergerak secara dinamis dari satu kutub yang bersifat sentralistik ke kutub lain yang bersifat desentralistik seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing. Model pengaturan yang demikian memungkinkan untuk terjadi karena hukum adalah sebuah produk politik (Moh. Mahfud M.D., 1998: 7).

Pada negara kesatuan, pendulum sentralisasi – desentralisasi idelanya berada pada titik keseimbangan.

8

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 16: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Menurut Benyamin Hoessein (2001), bahwa negara bangsa tidak mungkin memilih salah satu alternatif sentralisasi atau desentralisasi karena akan memunculkan anarki. Dalam konteks ini, maka pembicaraan tentang model pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi penting supaya pilihan kebijakan yang diambil sekurang-kurangnya dapat memuaskan kalangan masyarakat luas, jika tidak memungkinkan memuaskan semua pihak.

Tulisan ini akan mencoba menyoroti masalah model pembagian kekuasaan dan atau kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi. Pembahasan disajikan dengan cara studi komparasi, yaitu dengan melihat ketentuan tentang model pembagian kewenangan tersebut menurut 4 (empat) peraturan perundang-undangan, yaitu (a) UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; (b) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; (c) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan (d) UU No. 23 Tahun 2014.

***

Afe

n Sena

9

Page 17: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

A. Demokrasi, Desentralisasi, dan Negara Hukum

Masalah yang sering menjadi pusat perhatian dalam studi tentang pemerintahan daerah adalah asas otonomi dan pelaksanaan desentralisasi dalam hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut Moh. Yamin (1982: 145), bahwa otonomi daerah dan desentralisasi merupakan bagian dari negara yang menganut paham demokrasi. Jadi, otonomi haruslah menjadi salah satu sendi susunan pemerintahan yang demokratis. Artinya, di negara demokrasi dituntut adanya pemerintahan daerah yang mempunyai hak otonomi. Adanya pemerintahan daerah yang demikian itu juga menyempurnakan suatu ciri negara demokrasi, yaitu kebebasan (Moh. Mahfud M.D., 1998: 90). Kesimpulan ini diambil karena salah satu karakter demokrasi adalah adanya kebebasan. Dalam bahasa yang lain, Bagir

BAB II

PIJAKAN TEORITIS

10

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 18: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Manan (1990: 39), menguraikan bahwa hubungan antara demokrasi dengan desentralisasi adalah sebagai berikut: (a) untuk mewujudkan prinsip kebebasan (liberty); (b) untuk menumbuhkan kebiasaan rakyat memutuskan sendiri berbagai kepentingan yang berkaitan langsung dengan mereka; dan (c) untuk memberikan pelayanan yang sebaik-banyaknya terhadap masyarakat yang mempunyai tuntutan yang berbeda.

Konsep awal otonomi daerah muncul pada tahun 1903 melalui undang-undang desentralisasi di bawah pemerintah kolonial Belanda yang diperluas dengan Bestuursher Vormingswet 1922 yang mana otonomi dititikberatkan pada dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan (B.N. Marbun, 2005: 40-41). Dewan-dewan daerah sebagai representasi dari lembaga legislatif juga telah ada namun proses rekrutmennya tidak melalui pemilihan umum, berdasarkan kriteria tertentu (pajak dan tingkat pendidikan) serta model pengangkatan lembaga di atasnya.

Selanjutnya, bagaimanakah hubungan antara negara hukum dengan desentralisasi? Jamak diketahui, bahwa secara tradisional negara hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) adanya undang-undang dasar sebagai peraturan tertulis yang mengatur hubungan antara pemerintah dan warganya; (b) adanya pembagian kekuasaan yang dapat menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman; dan (c) adanya pemencaran kekuasaan negara/pemerintah (Bagir Manan, 1990: 39). Berkaitan dengan hal tersebut, maka adanya desentralisasi dapat dilihat

Afe

n Sena

11

Page 19: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

sebagai bagian perwujudan negara hukum, sebab di dalam prinsip ini terkandung maksud pembatasan kekuasaan terhadap pemerintah pusat. Jadi, asas desentralisasi merupakan salah satu cara pembatasan kekuasaan yang dengan demikian mengandung makna sebagai salah cara menegakkan negara hukum.

B. Hubungan Kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Menurut Moh. Mahfud M.D. (1998: 92), hubungan kekuasaan (gezagsverbaounding) antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah menunjukkan sifat yang vertikal. Suatu kekuasaan sama dengan hak untuk mengambil tindakan yang wajib ditaati. Pemahaman kekuasaan dapat dilihat dari 2 (dua) aspek, yaitu aspek formil dan aspek materiil (Ateng Syafruddin, 1985: 22-23). Dari aspek formil, kekuasaan adalah jawaban atas pertanyaan tentang siapa dan organ mana yang berhak mengambil tindakan serta syarat-syarat apa yang harus dipenuhi agar kekuasaan itu sah. Jika dilihat dari aspek materiil, maka tindakan kekuasaan merupakan jawaban pertanyaan tentang bagaimana sifat-sifat tindakan itu, apakah mengatur, mengurus, atau mengadili. Dari sudut ini dapat dipahami bahwa urusan merupakan bentuk tindakan kekuasaan dari aspek materiil, sedangkan untuk menjalankan urusan ini, pelaku harus mempunyai kewenangan untuk bertindak.

Istilah otonomi mempunyai arti kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan sehingga daerah otonomi itu diberi kebebasan atau kemandirian sebagai

12

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 20: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan (Ateng Syafruddin, 1985: 24). Oleh sebab itu, usaha membangun keseimbangan harus diperhatikan dalam konteks hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah. Artinya, daerah harus dipandang dalam 2 (dua) kedudukan, yaitu: (a) sebagai organ daerah untuk melaksanakan tugas-tugas otonomi; dan (b) sebagai agen pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan pusat di daerah.

Secara teoritis, hubungan kekuasaan antara pemerintah dengan pemerintah daerah berdasarkan atas 3 (tiga) asas, yaitu: (a) asas desentralisasi; (b) asas dekonsentrasi; dan (c) asas tugas pembantuan. Dalam asas desentralisasi ada penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintah daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya baik menyangkut kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pembiayaan. Pada asas dekonsentrasi yang terjadi adalah pelimpahan wewenang kepada aparatur pemerintah pusat di daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah dalam arti bahwa kebijakan, perencanaan, dan biaya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sedangkan aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas melaksanakan.

Asas pembantuan berarti keikutsertaan pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah itu, dalam arti bahwa organisasi pemerintah daerah memperoleh tugas dan kewenangan untuk membantu melaksanakan urusan-urusan pemerintah pusat (P. Rosodjatmiko, 1982: 22-23).

Afe

n Sena

13

Page 21: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Ditinjau dari aspek organisasi pemerintahan, maka pelaksanaan hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah melahirkan adanya 2 (dua) macam organ pemerintahan di daerah, yaitu pemerintah daerah dan pemerintah wilayah. Pemerintah daerah adalah organ daerah otonom yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi, yang dalam konteks Indonesia adalah kabupeten/kota. Sedangkan pemerintah wilayah adalah organ pusat di wilayah-wilayah administratif dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi (Sujamto, 1990: 16).

Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan sistem penyelenggaraan pemerintahan atau ketatanegaraan sering digunakan secara campur-aduk (interchangeably). Kedua istilah ini secara praktis penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dipisahkan sehingga tidak mungkin masalah otonomi daerah dibahas tanpa melihat konteksnya dengan konsep desentalisasi.

Pada masa sekarang, hampir setiap negara (nation state) menganut desentralisasi sebagai suatu asas dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Desentralisasi bukan merupakan rangkaian kesatuan dari suatu sistem yang lebih besar. Suatu negara menganut desentralisasi bukan merupakan alternatif dari sentralisasi, karena antara desentralisasi dan sentralisasi tidak bersifat dikotomis, melainkan merupakan sub-sub sistem dalam kerangka sistem organisasi negara. Akan tetapi, pengertian desentralisasi tersebut sering dikacaukan dengan istilah-istilah dekonsentrasi, devolusi, desentralisasi politik,

14

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 22: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

desentralisasi teritorial, desentralisasi administratif, desentralisasi jabatan, desentralisasi fungsional, otonomi dan tugas pembantuan, dan sebagainya.

Walaupun pelaksanaan desentralisasi dan pemberian otonomi daerah secara formal diterima sebagai prinsip penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, dalam prakteknya kecenderungan pelaksanaan sentralisasi merupakan gejala umum di negara berkembang. Penyebabnya adalah adanya anggapan dan keyakinan dari pembuat keputusan akan berjalan secara efektif apabila dilaksanakan secara terpusat. Pola pengendalian secara sentral oleh pemerintah pusat terhadap kegiatan pembangunan yang dilakukan sejak Tahun 1950-an didasari oleh pemikiran akan perlunya memanfaatkan sumber daya seefektif mungkin guna menjamin percepatan pertumbuhan ekonomi industri.

Ide ini didukung Badan Bantuan Internasional, seperti Bank Dunia. Mereka melihatnya sebagai jalan terbaik untuk mempercepat perubahan sosial dan politik, meningkatkan kesempatan kerja, dan menumpuk modal untuk investasi pembangunan. Menurut Myrdal dalam Rondinelli dan Cheema (1988:11), ide ini dianggap sebagai “would allowment.” Upaya sentralisasi dalam perencanaan dan administrasi dipandang perlu semata-mata untuk memberikan arah dan kontrol terhadap pembangunan ekonomi, serta mempersatukan bangsa yang sedang tumbuh sebagai akibat masa penjajahan yang cukup lama. dengan sistem sentralisasi ini terbuka kemungkinan merencanakan dan memprogramkan pertumbuhan, seperti

Afe

n Sena

15

Page 23: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

yang disarankan para ahli ekonomi barat melalui model ekonometrik.

Pada akhir Tahun 1960-an sesungguhnya faham sentralisasi sudah tidak diakui lagi oleh sebagian besar negara berkembang. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa upaya sentralisasi dalam perencanaan dan administrasi ternyata tidak dapat mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. pertumbuhan ekonomi pada sebagian besar negara berkembang pada periode Tahun 1950-an dan 1960-an berjalan lamban. Sekalipun terjadi pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, pertumbuhan itu hanya dinikmati oleh sebagian kecil golongan masyarakat. Perbedaan antara yang kaya dan yang miskin semakin mencolok. Laju pertumbuhan antara satu daerah dengan lainnya berjalan timpang. Standar hidup golongan berpenghasilan rendah dan sejumlah golongan orang-orang yang hidup dalam kondisi yang oleh Bank Dunia (1980:1-3) disebut absolute poverty meningkat semakin besar. Dalam kenyataannya, perencanaan yang center down ini tampaknya terlalu kaku dan diragukan. Menurut Klu dalam Sofyan Effendi dkk. (1988:17), perencanaan jenis ini lebih menguntungkan kepentingan lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang seharusnya didirikan untuk berfungsi sebagai generator pembangunan. Bahkan mereka selalu mendominasi dan membebankan berbagai aturan secara berlebihan kepada masyarakat lokal atau daerah yang seharusnya mereka layani. Strategi ini terlalu menyamaratakan konsep pembangunan dan tidak menghiraukan perbedaan-perbedaan dalam sistem nilai, aspirasi masyarakat, dan variasi sosial yang ada.

16

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 24: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Walaupun tidak ada jawaban yang pasti mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial, kegagalan kebijakan konvensional mengeni pertumbuhan ekonomi di banyak negara berkembang dalam mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpanagan (disparitas) pendapatan, kembali mempelajari aspek-aspek kebijakan yang selama ini ditempuh. Mereka didorong oleh kebutuhan untuk mencari alternatif yang lebih realistis bagi kebijakan pertumbuhan ekonomi yang konvensional (Thee Kian Wie, 1981:23-24).

Begitu banyak kritikan terhadap model pembangunan tersebut, misalnya dari Haddad (1981) dengan mengambil pengalaman dari Chilli yang menunjukkan bahwa tetesan ke bawah ternyata tidak terjadi dan malahan menimbulkan ketimpangan. Ada tiga style of development yang lebih desentralistik menurut konsep United Nations Center for Regional Development (UNCRD, 1985). Pertama, Pembangunan Masyarakat sebagai Pengadaan Pelayanan Masyarakat. Di sini, pembangunan masyarakat identik dengan peningkatan pelayanan masyarakat dan pemberian fasilitas sosial, seperti kesehatan, peningkatan gizi, pendidikan, sanitasi, dan sebagainya yang secara keseluruhan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, Pembangunan masyarakat diartikan sebagai upaya untuk mencapai tujuan-tujuan sosial yang lebih sublim dan sukar untuk mencapai tujuan-tujuan sosial yang lebih sublim dan sukar diukur, seperti keadilan, pemerataan, ditekankan kepada pengertian pembangunan masyarakat sebagai community self-reliance dan family self reliance. Ketiga, Pembangunan

Afe

n Sena

17

Page 25: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

sosial sebagai upaya terencana untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk berbuat. Pembangunan masyarakat di dalam artian ini merupakan derivasi dari paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people-centre development). Anggapan dasar dari interpretasi pembangunan yang demikian adalah bahwa manusia, dan bukan ekonomi atau teknologi yang menjadi fokus dan sumber pembangunan utama. Kehendak, komitmen, dan kemampuan manusia sebagai anggota masyarakat merupakan sumber pembangunan yang strategis. Pembangunan masyarakat, menyangkut suatu upaya yang terencana untuk meningkatkan kemampuan dan potensialitas anggota masyarakat dan memobilisasikan antusiasme mereka untuk berpartisipasi secara aktif di dalam proses pengambilan yang menyangkut diri mereka.

Rust (1969:273)) yang membahas permasalahan di Inggris menyoroti hubungan antara pusat dan daerah, terutama mengenai pemberian otonomi kepada daerah dalam rangka desentralisasi. Dikemukakannya bahwa pemerintahan yang sangat sentralistik menjadi kurang populer karena ketidakmampuan untuk memahami secara tepat nilai-nilai daerah atau aspirasi daerah. Warga masyarakat merasa lebih aman dan tentram dengan badan pemerintahan lokal yang lebih dekat kepada mereka, baik secara fisik maupun psikologis.

Oleh karena itu, alternatif utama yang dipilih adalah menguji kembali kemungkinan dilaksanakannya desentralisasi dengan memberikan otonomi kepada

18

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 26: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

daerah. Desentralisasi dan otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan, pembangunan politik yang efektif. Desentralisasi menjamin penanganan variasi tuntutan masyarakat secara cepat.

Berbagai definisi tentang desentralisasi dan otonomi daerah telah banyak dikemukakan yang pada umumnya didasarkan kepada sudut pandang yang berbeda sehingga sulit untuk diambil defenisi yang paling tepat dengan penelitian ini. Walaupun demikian, yang perlu ditelusuri sebetulnya adalah sumber rujukan mengapa muncul konsep otonomi daerah.

C. Cara dan Cakupan Otonomi

Dalam tataran teoritis, bagaimana otonomi diberikan dan bagaimana batas cakupannya, para ahli mengidentifikasikannya ke dalam 3 (tiga) ajaran yaitu ajaran rumah tangga formil, ajaran rumah tangga materiil, dan ajaran rumah tangga nyata (riil). Keseluruhan ajaran itu menyangkut tatanan yang berkaitan dengan cara pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Dalam sistem otonomi formil, pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri tidak dirinci di dalam undang-undang. Basis ajaran ini adalah tidak ada perbedaan sifat urusan yang diselenggarakan oleh pusat dan daerah. Di dalam pengertian rumah tangga formil yang sering disebut sebagai ajaran rumah tangga

Afe

n Sena

19

Page 27: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

formil (formele huishoudingsleer), tidak ada perbedaan sifat antara urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah pusat dan oleh daerah-daerah otonom. Yang dapat dikerjakan oleh masyarakat hukum yang satu pada prinsipnya juga dapat dilakukan oleh masyarakat hukum yang lain. Bila dilakukan pembagian tugas, hal itu semata-mata didasarkan atas pertimbangan rasional dan praktis. Artinya, pembagian itu tidak karena materi yang diatur berbeda sifatnya, tetapi semata- mata karena keyakinan bahwa kepentingan-kepentingan daerah itu dapat lebih baik dan lebih berhasil diselenggarakan sendiri oleh setiap daerah daripada oleh pemerintah pusat. Jadi, pertimbangan efisiensilah yang menentukan pembagian tugas itu dan bukan disebabkan perbedaan sifat dari urusan-urusan yang menjadi tanggungan masing-masing (Rachmat Soemitro, 1983:34).

Di dalam ajaran ini tidak secara apriori ditetapkan hal yang termasuk rumah tangga daerah, tetapi sepenuhnya tergantung atas prakarasa atau inisiatif daerah yang bersangkutan. Urusan rumah tangga daerah ditentukan dalam suatu prinsipnya saja, sedangkan pengaturan lebih lanjut diserahkan kepada prakarsa daerah yang bersangkutan. Batas-batas pelaksanaan urusan juga tidak ditentukan, tergantung kepada keadaan, waktu, dan tempat. Menurut laporan PBB (1961:34), ada beberapa metode dalam mengalokasikan kewenangan kepada daerah yang hampir mirip dengan ajaran ini disebut open-end arrangement.

20

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 28: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Dari batasan rumah tangga formil bisa dilihat bahwa pemerintah daerah dapat lebih leluasa untuk bergerak (vrife taak), untuk mengambil inisiatif, memilih alternatif, dan mengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan daerahnya. Walaupun keleluasaan (discretion) pemerintah daerah dalam sistem rumah tangga formal lebih besar, tetap ada pembatasan. Pertama, pemerintah daerah hanya boleh mengatur undang-undang atau peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya. Kedua, bila negara atau daerah yang lebih tinggi tingakatannya kemudian mengatur sesuatu urusan yang semula diatur oleh daerah yang lebih rendah, peraturan daerah yang lebih rendah tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi.

Secara positif sistem rumah tangga formil sudah memenuhi kriteria keleluasaan berprakarsa bagi daerah untuk mengembangkan otonomi daerahnya. Di lain pihak, sistem ini kurang memberi kesempatan kepada pemerintah pusat untuk mengambil inisiatif guna menyerasikan dan menyeimbangkan pertumbuhan dan kemajuan antara daerah yang kondisi dan potensinya tidak sama. Pemerintah pusat membiarkan setiap daerah berinisiatif sendiri, tanpa melihat kondisi dan potensi riil daerah masing-masing. Bagi daerah yang kondisi dan potensinya menguntungkan, keleluasaan dan inisiatif daerah akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang lebih cepat. sebaliknya, bagi daerah yang kondisi dan potensinya kurang menguntungkan (minus, miskin, terpencil, dan sebagainya), keleluasaan dan prakarsa dihadapinya. Oleh karena itu, intervensi pemerintah pusat

Afe

n Sena

21

Page 29: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

untuk pemerataan dan memelihara keseimbangan laju pertumbuhan antar daerah, dipandang perlu.

Menurut Tresna (t.t.: 32-36), sistem ini memberi keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangga sendiri. Jadi, titik berat sistem otonomi formil adalah pertimbangan daya guna dan hasil guna pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab (Koesoemahatmadja, 1979: 18).

Berbalikan dengan sistem otonomi formil, maka sistem otonomi materiil memuat secara rinci pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab antara pusat dan daerah. Basis ajaran ini adalah adanya perbedaan mendasar antara urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Jadi, urusan-urusan pemerintahan itu dianggap dapat dipilah-pilah dalam berbagai lingkungan satuan pemerintahan (Moh. Mahfud, 1998: 97).

Pengertian rumah tangga materiil atau ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer) adalah suatu sistem dalam penyerahan urusan rumah tangga daerah. antara pemerintah pusat dan daerah terdapat undang-undang yang diperinci secara tegas di dalam undang-undang pembentukannya. Di dalam ajaran ini ada yang disebut taak verdeling antara pusat dan daerah. Jadi, apa yang tidak tercantum dalam rincian itu tidak termasuk kepada urusan rumah tangga daerah. Daerah tidak mempunayai kewenangan untuk mengatur kegiatan di luar yang sudah diperinci atau yang telah ditetapkan.

22

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 30: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Rasio dari pembagian tugas ini didasarkan kepada suatu keyakinan bahwa ada perbedaan tugas yang asasi dalam menjalankan pemerintahan dan memajukan kesejahteraan masyarakat antara negara dan daerah-daerah otonom yang lebih kecil. Daerah otonom sebagai masyarakat hukum yang lebih kecil mempunyai urusan-urusan sendiri yang secara prinsipil berbeda dari negara sebagai kesatuan masyarakat hukum yang lebih besar. Negara dan daerah-daerah otonom masing- masing mempunyai urusan-urusan sendiri yang spesifik. Karena itulah, ajaran ini disebut juga ajaran rumah tangga materiil (Rachmat Soemitro, 1983:32).

Bila ditinjau secara seksama, akan kelihatan bahwa isi dan luas otonomi itu akan sangat terbatas. Daerah yang bersangkutan tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak tersebut dalam undang-undang pembentukannya. Segala langkah kerja daerah itu tidak dapat keluar dari ketentuan-ketentuan yang telah tercantum dalam undang-undang. Daerah itu tidak dapat secara leluasa bergerak dan mengembangkan inisiatifnya. kecuali rumah tangganya, menurut tingkatan dan ruang lingkup pemerintahannya. Di dalam literatur Belanda ada ajaran yang disebut sebagai de drie kringenleer yang menganjurkan ditetapkannya secara pasti mana soal-soal yang masuk lingkungan negara, lingkungan propinsi, dan lingkungan gemeente. Dengan demikian, ajaran ini tidak mendorong daerah untuk berprakarsa dan mengembangkan potensi wilyah di luar urusan yang tercantum dalam undang-undang pembentukannya. Padahal, kebebasan untuk berprakars, memilih alternatif dan mengambil keputusan justru

Afe

n Sena

23

Page 31: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

merupakan prinsip dasar dalam mengembangkan otonomi daerah. Karena kelemahan yang terdapat dalam ajaran rumah tangga materiil ini, orang cenderung untuk memilih ajaran rumah tangga formal.

Sementara itu, sistem otonomi riil dianggap sebagai kompromi antara kedua sistem terdahulu (Tresna, t.t.: 34). Dalam sistem ini, penyerahan urusan kepada daerah otonom didasarkan kepada faktor-faktor riil. Di samping itu, sifat kompromistis nampak bahwa sistem ini mengutamakan sistem otonomi formil karena mengandung gagasan untuk mewujudkan prinsip kebebasan dan kemandirian bagi daerah, sedangkan sistem otonomi materiil nampak dengan adanya urusan pangkal yang diserahkan dan dikembangkan kepada daerah (Bagir Manan, 1990: 33; The Liang Gie, 1980: 58).

Sistem ini tampaknya mengambil jalan tengah antara ajaran rumah tangga materiil dan rumah tangga formal, dengan tidak melepaskan prisip sistem rumah tangga formal. Konsep rumah tangga riil bertitik tolak dari pemikiran yang mendasarkan diri kepada keadaan dan faktor-faktor yang nyata mendasarkan diri kepada keadaan dan faktor-faktor yang nyata untuk mencapai keserasian antara tugas dengan kemampuan dan kekuatan, baik yang ada pada daerah sendiri maupun di pusat. Dengan demikian, pemerintah pusat memperlakukan pemerintah daerah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pusat.

Dikatakan bahwa sekalipun pemerintah pusat yang bertanggung jawab lebih cenderung memberikan

24

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 32: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

kepercayaan teknis kepada masyarakat. Oleh karena itu, sampai sejauh mana petunjuk dan campur tangan pusat kepada daerah, sangat tergantung kepada sampai seberapa besar kemampuan pemerintah daerah itu sendiri. Dikatakan bahwa the degree of central prescrioption and control depends largely on the capability of the local authorities.

Di dalam sistem rumah tangga riil dianut kebijakan bahwa setiap undang-undang pembentukan daerah mencantumkan beberapa urusan rumah tangga daerah yang dinyatakan sebagai modal pangkal dengan disertai segala atributnya, berupa kewenangan, personil, alat perlengkapan dan sumber pembiayaan. Dengan modal pangkal itu, setiap saat urusan-urusan tersebut dapat ditambah sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan daerah yang bersangkutan. Cara ini menurut Tresna telah ditetapkan sejak zaman Belanda, misalnya dalam Instekkingsodonantie Provincie West Java (S. 1925-378).

Dalam perkembangan sistem pemerintahan daerah di Indonesia, penerapan ajaran yang hampir mirip dengan sistem rumah tangga riil sudah dilakukan melalui UU No.1 Tahun 1957 dan UU No.18 Tahun 1965.

Ada beberapa keuntungan apabila ajaran rumah tangga riil ini diterapkan. Pertama, sistem rumah tangga riil memberikan kesempatan kepada daerah yang beraneka ragam (heterogeneous) untuk menyesuaikan faktor-faktor otonomi itu dengan keadaan daerahnya masing-masing. Kedua, sistem ini berlandaskan kepada faktor-faktor yang

Afe

n Sena

25

Page 33: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

nyata di daerah dan memperhatikan keadaan khusus (local spesific) daerah. Ketiga, sistem ini mengandung fleksibilitas tanpa mengurangi kepastian sehingga daerah bebas berprakarsa mengembangkan modal pangkal yang sudah ada, dengan memperoleh bimbingan/pembinaan tanpa melepaskan pengawasan pusat. Keempat, sampai seberapa jauh pusat melakukan pembinaan dan campur tangan terhadap daerah tergantung kepada kemampuan pemerintah daerah itu sendiri. Kelima, prakarsa untuk mengembangkan urusan di luar modal pangkal juga bisa dilakukan, asal tidak bertentangan dengan atau belum/tidak diatur oleh pusat atau daerah yang tingkatannya lebih tinggi. Keenam, sistem ini memperhatikan keseimbangan pertumbuhan antar-daerah.

Selanjutnya perlu dikemukakan, bahwa bidang-bidang kewenangan yang dimiliki baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah meliputi 4 (empat) bidang, yaitu (a) Pengaturan; (b) Pengurusan; (c) Pembinaan; dan (d) Pengawasan. Bidang kewenangan pengaturan mencakup kewenangan untuk membuat aturan, pedoman, norma, maupun standar. Pemerintah pusat membuat pengaturan hal-hal yang bersifat nasional maupun internasional. Propinsi memiliki kewenangan pengaturan yang bersifat regional, sedangkan kabupaten/kota memiliki pengaturan yang bersifat lokal.

Bidang pengurusan dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota. Bidang kewenangan pembinaan mencakup upaya-upaya pemberdayaan institusi pemerintah, nonpemerintah

26

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 34: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

maupun masyarakat agar menjadi makin mandiri. Sedangkan kewenangan pengawasan mencakup tindakan untuk menegakkan aturan, norma, serta standar yang telah disepakati.

***

Afe

n Sena

27

Page 35: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

A. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

Rumusan kebijakan utama yang menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah adalah Pasal 18 UUD 1945 (Sebelum perubahan). Esensi dari prinsip-prinsip yang telah digariskan dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945 dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia tidak menganut paham sentralisme, melainkan membagi daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang akan diatur dengan undang- undang. Kedua, pengaturan dalam undang-undang tersebut harus memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem

BAB III

POLITIK HUKUM MODEL PEMBAGIAN KEWENANGAN

DALAM KERANGKA DESENTRALISASI

28

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 36: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

pemerintahan negara, serta memandang dan mengingat hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Ketiga, daerah besar dan kecil bukan merupakan “negara bagian”, melainkan daerah yang tidak terpisahkan dan dibentuk dalam kerangka yang tidak terpisahkan serta dalam kerangka “negara kesatuan” (eenheidstaat). Keempat, corak daerah besar dan kecil itu ada yang bersifat otonom (streek en locale rechtsgemeenschappen) dan ada yang bersifat daerah administrasi belaka. Kelima, sebagai konsekuensi daerah yang bersifat otonom, akan dibentuk Badan Perwakilan Daerah karena di daerah pun pemerintahan akan bersendikan atas azas permusyawaratan. Keenam, daerah yang hak-hak asal-usul yang bersifat istimewa adalah swapraja (zelfbesturende landschappen) dan desa atau nama lain semacam itu yang disebut volksgemeenchappen. Ketujuh, negara Republik Indonesia akan menghormati kedudukan daerah-daerah yang mempunyai hak-hak asal-usul yang bersifat istimewa. Kedelapan, sampai sejauh mana otonomi itu akan diberikan kepada daerah; kebijakan dasarnya, yaitu sebagaimana terkandung dalam alinea pertama penjelasan pasal 18 UUD 1945.

Kebijakan nyata tentang otonomi daerah, sebetulnya sejak lahirnya UU No.5 Tahun 1974. Dalam penjelasan umum angka 1.f undang-undang ini, dikemukakan bahwa:

Dengan demikian prinsip otonomi riil atau nyata tetap merupakan prinsip yang harus melandasi pelaksanaan pemberian otonomi kepada daerah. Sedang istilah “seluas-

Afe

n Sena

29

Page 37: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

luasnya” tidak lagi dipergunakan karena berdasarkan pengalaman selama ini istilah tersebut ternyata dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada Daerah sesuai dengan prinsip yang digariskan di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara.

Otonomi yang nyata menurut penjelasan UU.No.5 Tahun 1974 ialah pemberian otonomi kepada daerah harus berdasarkan kepada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan, dan kebijakan- kebijakan yang dapat menjamin yang bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangga sendiri. Kata bertanggung jawab diartikan sebagai pemberian otonomi yang benar-benar sejalan dengan tujuannya, yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok negara dan serasi atau tidak bertentangan dengan pengarahan yang telah diberikan, serasi dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa, menjamin hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah. Pemerintah Provinsi menyerahkan lebih lanjut semua atau sebagian urusan-urusan tersebut kepada Pemerintah kabupaten/Kota di lingkungannya (pasal 6).

Begitulah, secara konseptual rumusan kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia. Akan tetapi, kenyataannya pada tingkat implementasi pelaksanaan otonomi daerah dijelaskan di muka menunjukkan

30

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 38: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

pelaksanaan otonomi daerah yang dimaksud belum berjalan sebagaimana diharapkan.

Dasar filosofi yang digunakan oleh UU Nomor 5 Tahun 1974 adalah keseragaman. Berdasarkan filosofi ini maka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah di seluruh Indonesia dalam segala segi dibuat serba seragam, bahkan sampai dalam bentuk petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Pola otonomi yang digunakan bersifat simetris, dalam arti bentuk dan susunan serta isi otonomi daerah otonom di Indonesia juga dibuat secara seragam. Melalui filosofi dan pola semacam itu membuat daerah tidak berdaya dan tidak berkembang. Tetapi karena posisi pemerintah pusat pada masa itu sangat kuat, makanya pola ini berjalan sampai lebih dari seperempat abad.

Sejak berlakunya UU.No.5 Tahun 1974 sampai 1998 baru 6 (enam) PP tentang penyerahan urusan yang telah diterbitkan, yaitu: urusan perkebunan besar, kepariwisataan, pertambangan, kesehatan, lalulintas dan angkutan jalan, serta pekerjaan umum. Departemen teknis yang sama sekali belum menyerahkan urusannya adalah departemen: perdagangan, koperasi, transmigrasi, penerangan, dan agama. Di samping itu, ada beberapa departemen yang masih menggunakan Peraturan Pemerintah tahun limapuluhan dan masih ada permasalahan dalam pelaksanaan atas urusan-urusan yang telah mereka serahkan kepada daerah, yaitu departemen: Pendidikan dan Kebudayaan, Kehutanan, Sosial, Tenaga Kerja, dan Pertanian. Ada

Afe

n Sena

31

Page 39: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

juga departemen yang sudah menyerahkannya menarik kembali, seperti Departemen Perindustrian. Alasan lain mengapa departemen teknis dan Pemerintah Provinsi enggan menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota ialah penyerahan urusan itu sedikit banyak mengurangi kekuasaannya.

Dalam menuju kepada pelaksanaan titik berat otonomi pada daerah tingkat kabupaten/kota, UU.No.5 Tahun 1974 dan PP.No.45 Tahun 1992 memberikan ketegasan, bahwa setiap penyerahan urusan kepada daerah disertai perangkat, alat perlengkapan, dan sumber pembiayaannya (pasal 8 ayat 2). Sedangkan PP. No. 45 Tahun 1992 menyebutkan bahwa setiap penyerahan urusan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota disertai penyerahan sumber pembiayaan dan anggaran sekurang-kurangnya sebesar anggaran yang disediakan untuk urusan itu dalam APBN/APBD tingkat provinsi yang bersangkutan (pasal 13 ayat 1). Pemerintah Kabupaten/Kota wajib menggali dan mengembangkan sumber-sumber pendapatan asli daerah dari urusan-urusan yang diserahkan, yang dapat atau mungkin memberikan pendapatan karena penyelenggaraan urusan tersebut (pasal 14). Batas waktu penyerahan ditegaskan dalam PP tersebut bahwa selambat-lambatnya dua tahun setelah suatu urusan diterima secara nyata oleh Pemerintah Provinsi.

Pada UU No. 5 Tahun 1974, kewenangan Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II ditetapkan secara limitatif di dalam undang-undang pembentukannya dan peraturan pemerintah mengenai penyerahan urusan yang

32

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 40: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

diberikan kemudian. Selebihnya kewenangan pemerintah pusat dengan batas yang jelas, dengan catatan pemerintah masih memiliki kewenangan untuk mencampuri urusan atau kewenangan yang telah diberikan kepada daerah dengan alasan kepentingan nasional.

Kewenangan itu masih diperluas dengan kewenangan residual yang diberikan kepada Kepala Wilayah di tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kotamadya, serta Propinsi. Dengan perkataan lain, desentralisasi pada masa UU No. 5 Tahun 1974 adalah desentralisasi semu karena pada dasarnya yang memainkan peranan utama dalam bidang politik, administrasi, fiskal, dan ekonomi masih tetap pemerintah pusat atau aparaturnya yang ada di daerah. Intervensi dari pemerintah pusat terhadap otonomi daerah lebih banyak dilakukan oleh menteri ke bawah. Untuk mengikat loyalitas daerah otonom, pemerintah pusat menguasai secara penuh sumber daya nasional, sumber keuangan, sumber daya aparatur, dan sumber daya informasi dan keputusan. Dengan penguasaan berbagai sumber daya tersebut, pemerintah daerah menjadi sangat tergantung kepada pemerintah pusat.

Pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974 ini, digunakan pendekatan tingkatan daerah (level approach). Hal ini dapat dilihat dari adanya daerah tingkat I dan daerah tingkat II yang kedudukannya bersifat hierarkhi. Meskipun pada Pasal 11 ayat (1) UU ini menegaskan bahwa titik berat otonomi diletakkan pada daerah tingkat II, tetapi dalam pelaksanaannya, isi otonomi masih lebih luas di daerah tingkat I.

Afe

n Sena

33

Page 41: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Menurut pasal 12 UU Nomor 5 Tahun 1974, tugas pembantuan dari pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah diatur dengan undang-undang, sedangkan tugas pembantuan dari Pemerintah Daerah Tingkat 1 kepada Pemerintah Daerah Tingkat II di atur dengan peraturan Daerah Tingkat 1 bersangkutan. Sampai UU Nomor 5 Tahun 1974 di cabut, belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai tugas pembantun,meskipun asas tersebut secara faktual di laksanakan. Pengaturannya di tempelkan pada berbagai undang-undang yang mengatur kewenangan pada masing-masing sector.

Jika dikaitkan dengan model pembagian kewenangan, maka UU No. 5 Tahun 1974 memberikan bobot yang sangat besar kepada pemerintah pusat untuk melakukan pengaturan, pengurusan, pembinaan, dan pengawasan. Kewenangan pemerintah pusat itu ada yang dijalankan sendiri dan ada pula yang dilaksanakan oleh propinsi dalam rangka dekonsentrasi. Akibatnya, kewenangan pemerintah kabupaten/kota menjadi minimal, bahkan untuk bidang pembinaan dan pengawasan terhadap urusan pemerintah tidak dimiliki.

Secara visual, model pembagian kewenangan menurut UU No. 5 Tahun 1974 dapat disajikan sebagai berikut:

34

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 42: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Tabel 1

Model Pembagian Kewenangan Menurut UU No. 5 Tahun 1974

No. Bidang Kewenangan Pusat Propinsi Kabupaten/Kota

1. Pengaturan +++++ +++ ++

2 Pengurusan +++++ +++ ++

3. Pembinaan +++++ +++ -

4. Pengawasan +++++ +++ -

Keterangan:+ : Lambang bobot kewenangan, makin banyak

jumlahnya berarti bobot kewenangannya makin besar.

: Transfer kewenangan dari pusat kepada propinsi dalam rangka dekonsentrasi

B. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

Pada saat reformasi, keinginan yang kuat dari “para pemenang” adalah merombak secara total berbagai kebijakan yang dijalankan oleh orde baru, termasuk terhadap UU Nomor 5 Tahun 1974. Sebagai kontra-konsep terhadap UU yang lama, maka UU Nomor 22 Tahun 1999 menggunakan dasar filosofi keanekaragaman dalam kesatuan. Dasar filosofi ini sejalan dengan sesanti “Bhineka Tunggal Ika”. Konsekuensi logisnya, isi dan bentuk otonomi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Pola otonomi yang digunakan juga berubah dari simteris menjadi a-simetris. Pada masa ini lahir UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Otonomi Khusus Papua dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang NAD, yang isi otonominya jauh berbeda dengan isi otonomi daerah

Afe

n Sena

35

Page 43: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

lainnya di Indonesia. Pada masa UU Nomor 22 Tahun 1999, digunakan pendekatan besaran dan isi otonomi (size and content approach). Melalui pendekatan ini dibentuk daerah besar (provinsi) dan daerah kecil (kabupaten/kota). Pada sisi lain, ada daerah dengan isi otonomi yang terbatas (pada provinsi) dan daerah dengan isi otonomi yang luas (daerah kabupaten/kota). Sebagai penyeimbang, posisi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah diperkuat dalam menjalankan fungsi dekonsentrasi.

Secara garis besar UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan jelas telah mengatur masalah pembagian kewenangan. Undang-undang menyuratkan bahwa kewenangan pemerintah di tingkat lokal akan bertambah dan mencakup kewenangan pada hampir seluruh bidang pemerintahan. Sementara itu kewenangan yang terdapat pada pemerintah pusat terbatas hanya pada kewenangan di bidang: (a) politik luar negeri; (b) pertahanan keamanan; (c) peradilan; (d) moneter dan fiskal; (e) agama; dan (f) kewenangan di bidang lain.

Khusus mengenai kewenangan dan tanggung jawab di bidang lain yang masih dimiliki oleh pusat sebagaimana dijelaskan didalam pasal 7, UU No. 22 Tahun 1999 meliputi kewenangan: (a) perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro; (b) dana perimbangan keuangan; (c) sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara; (d) pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia; (e) pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi

36

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 44: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

tinggi yang strategis; (f) konservasi; dan (g) standarisasi nasional.

Sejak keberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 ini, Indonesia sebenarnya bukan hanya melakukan dentuman besar desentralisasi, tetapi melaksanakan revolusi desentralisasi. Disebut demikian karena Indonesia melakukan transfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada dimensi yang sangat luas serta dengan kecepatan perubahan yang sangat tinggi. Pada saat yang bersamaan, pemerintah pusat di Indonesia juga membuka pintu yang lebih longgar bagi usulan pembentukan daerah otonom baru yang datang dari masyarakat, sehingga dalam waktu pendek jumlah daerah otonom baru bertambah secara signifikan. Pembentukan daerah otonom baru yang lebih banyak didasarkan pertimbangan politis dengan alasan tuntutan demokrasi menyebabkan pemerintah pusat mengalami masalah besar dalam melaksanakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Untuk memperlambat tuntutan pembentukan daerah otonom baru, Presiden telah membuat kebijakan moratorium sampai batas waktu yang belum d itentukan, dan pemerintah membuat disain besar penataan daerah otonom baru, yang didalamnya dimasukkan perlunya pembentukan daerah persiapan melalui PP sebelum dibentuk menjadi daerah otonom definitif dengan UU.

Di dalam UU No.22 Tahun 1999 secara tegas dinyatakan bahwa kewenangan daerah adalah: “Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

Afe

n Sena

37

Page 45: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia” (Pasal 1 huruf i). Kewenangan ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan yang masih harus berada ditangan pusat.

Lebih rinci lagi kewenangan daerah yang terdapat di dalam undang-undang adalah pertama, Mengelola sumberdaya nasional yang tersedia diwilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan [Pasal 10 ayat (1)]. Kedua, Mengelola wilayah laut sejauh 12 mil dari garis pantai kearah laut lepas. Ketiga, Melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, dan kesejahteraan pegawai, serta pendididkan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan [Pasal 76].

Keempat, Membiayai pelaksanaan tugas pemerintah daerah dan DPRD [Pasal 78}. Kelima, Melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri dan atau luar negeri dengan persetujuan DPRD dan Pusat untuk pinjaman luar negeri [Pasal 81]. Keenam, Menentukan tarif dan tata cara pemungutan retribusi dan pajak daerah [Pasal 82]. Ketujuh, Membentuk dan memiliki Badan Usaha Milik Daerah [Pasal 84]. Kedelapan, Menetapkan APBD [Pasal 86].

Kesembilan, Melakukan kerjasama antar daerah atau badan lain, dan dapat membentuk Badan Kerjasama baik dengan mitra di dalam maupun diluar negeri [Pasal 87 dan

38

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 46: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Pasal 88]. Kesepuluh, Menetapkan pengelolaan kawasan perkotaan [Pasal 91]. Kesebelas, Pemerintahan kota/kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dapat membentuk lembaga bersama untuk mengelola kawasan perkotaan [Pasal 91]. Keduabelas, Membentuk, menghapus, dan menggabungkan desa yang ada di wilayahnya atas usul dan prakarsa masyarakat dan persetujuan DPRD [Pasal 93]. Ketigabelas, mengatur penyelenggaraan pemerintahan desa [Pasal 111]. Keempatbelas, membentuk Kesatuan Polisi Pamongpraja [Pasal 120].

Lebih jauh lagi Pasal 9 UU No. 22 Tahun 1999 mengatur kewenangan propinsi sebagai daerah otonom dan sebagai wilayah administrasi. Kewenangan tersebut meliputi, pertama, Kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya. Kedua, Kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh daerah kabupaten/kota. Ketiga, Sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat.

Selain kewenangan-kewenangan umum yang telah disebutkan diatas, bagi daerah kabupaten dan daerah kota diwajibkan menyelenggarakan kewenangan wajib sebagai berikut: (1) pekerjaan umum; (2) kesehatan; (3) pendidikan dan kebudayaan; (4) pertanian; (5) perhubungan; (6) industri dan perdagangan; (7) penanaman modal; (8) lingkungan hidup; (9) pertanahan; (10) koperasi; dan (11) tenaga kerja. Untuk daerah kota

Afe

n Sena

39

Page 47: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

disamping kewajiban diatas juga diwajibkan untuk menyediakan kebutuhan utilitas kota sesuai kondisi dan kebutuhan kota yang bersangkutan, utilitas kota ini antara lain: (1) pemadam kebakaran; (2) kebersihan; (3) pertamanan; dan (4) tata kota [Penjelasan Pasal 11 ayat 92].

Kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota diatas berlaku juga di kawasan otorita yang terletak didaerahnya [Pasal 119]. Kawasan otorita yang dimaksud meliputi (1) badan otorita; (2) kawasan pelabuhan; (3) kawasan bandar udara; (4) kawasan perumahan; (5) kawasan industri; (6) kawasan perkebunan; (7) kawasan pertambangan; (8) kawasan kehutanan; (9) kawasan pariwisata; (10) kawasan jalan bebas hambatan; (11) kawasan lain yang sejenis.

Selain itu, berbagai kewenangan yang dipunyainya daerah juga dapat ditugasi oleh pusat untuk membantu melaksanakan kewenangan yang seharusnya dilaksanakan oleh pusat (Tugas Pembantuan). Untuk penugasan ini undang-undang mensyaratkan harus disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Dalam pelaksanaannya daerah wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkannya kepada pemerintah pusat.

Oleh karena itu desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana dirumuskan dalam UU No. 22 Tahun 1999 secara eksplisit merupakan kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai urusan penyelenggaraan pemerintahan di daerah bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di

40

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 48: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

daerah. Karenanya pemerintah daerah harus menjadikan otonomi daerah dan desentralisasi sebagai modal awal bagi upaya peningkatan pelayanan masyarakat dan pembangunan daerah yang berorientasi untuk kepentingan daerah. Sehingga paradigma “pembangunan di daerah” akan berubah menjadi “pembangunan daerah”, di daerah, oleh daerah, untuk kepentingan daerah.

Pasal 4 ayat (1) dan (2), UU No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota tidak lagi mempunyai hubungan hierarki. Karenanya masing-masing daerah secara otonom mempunyai wewenang untuk: (1) merencanakan; (2) melaksanakan; dan (3) mengawasi pembangunan di daerahnya. Dengan demikian pemerintah daerah kabupaten/kota tidak lagi diatur dan tergantung kepada pemerintah daerah propinsi. Demikian pula halnya dengan pemerintah propinsi tidak diatur dan tergantung pada pemerintah pusat, kecuali untuk tugas-tugas tertentu yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi dan pembantuan.

Hubungan hierarki secara implisit sudah tidak ada lagi namun demikian hubungan fungsional dan koordinatif masih tetap diperlukan dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam alam desentralisasi yang demokratis yang diwujudkan dengan otonomi yang luas tersebut, “pengarahan” akan diganti oleh “konsultasi dan koordinasi yang mendalam dan meluas”, sehingga menghasilkan konsensus yang positif dan produktif. Yang perlu dihindari adalah bahwa otonomi yang akan

Afe

n Sena

41

Page 49: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

terjadi justru akan menghilangkan keduanya sehingga menjadi anarkis bahkan menjauhkan kita dari tujuan otonomi dalam kerangka negara kesatuan yang kita cita-citakan melalui UU No. 22 Tahun 1999 tersebut. Mencegah hal ini, menjadi tugas dan tanggung jawab pembuat kebijakan dalam proses perencanaan untuk mengembangkannya.

Urusan-urusan dan wewenang yang sudah diserahkan kepada daerah kabupaten/kota kegiatannya tidak akan diusulkan ke pusat melalui propinsi. Kegiatan-kegiatan yang sudah menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota cukup dikoordinasikan di tingkat kabupaten/kota bagi kelurahan/desa dan kecamatan yang ada di wilayahnya. Sedangkan usulan kegiatan yang mencakup lintas kabupaten atau kota dan atau bersifat strategis propinsi cukup dibahas ditingkat propinsi. Usulan kegiatan yang mencakup lintas propinsi dan atau bersifat kepentingan nasional dapat diusulkan dan dibahas ditingkat nasional.

UU Nomor 22 tahun 1999,tidak terdapat bab secara khusus yang mengatur tentang tugas pembantuan.pengaturannya tersebar pada pasal 13 untuk penugasan dari pemerintahan pusat kepada Daerah,dan pasal 100 untuk penugasan dari Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah kepada Desa Di dalam pasal 13 ayat (2) di sebutkan bahwa setiap penugasan dalam rangka tugas pembantuan di tetapkan dengan peraturan perundang-undangan.peraturan perundang-undangan yang di maksudkan di sini tidak harus berbentuk UU,melainkan

42

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 50: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

juga dapat berbentuk peraturan pemerintah,Keputusan Presiden,dan peraturan lainnya yang sejenis. Sampai saat ini baru ada PP Nomor 52 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan Tugas pembantuan sebagai pedoman pelaksanaan tugas pembantuan bagi Pemerintah Pusat,Daerah maupun Desa. Sedangkan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur setiap penugasan dalam rangka tugas pembantuan belum berdata dengan lengkap.

Di dalam pasal-pasal tersebut di atas di kemukakan bahwa pihak yang memberikan tugas pembantuan adalah institut Pemerintah (Pemaerintah Pusat,Pemerintah Daerah propinsi,pemerintah Daerah Kabupaten/Kota). Sedangkan yang menerima tugas pembantuan adalah Daerah dan atau Desa sebagai Kesatuan masyarakat hukum. Manifestasi dari Daerah ataupun Desa adalah pada Kepala Daerah dan Kepala Desa.Hal tersebut tercermin dari bunyi pasal 17 PP Nomor 52 Tahun 2001, di mana penanggungjawab pelaksanaan tugas pembantuan adalah Kepala Daerah dan Kepala Desa. Implementasi asas tugas pembantuan masih relatif terbatas. Implementasi yang nampak secara nyata barulah dari pemerintah pusat ke daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota. Sedangkan implementasi dari pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten ke desa masih sangat terbatas. Salah satu propinsi yang merintis pelaksanaan asas tugas pembantuan belum di laksanakan secara intensif. Salah satu diantaranya kesalahan persepsi mengenai pengertian tugas pembantuan yang dicampur adukan

Afe

n Sena

43

Page 51: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

dengan pengertian pemberian bantuan.

Ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 menggunakan model yang berbeda dengan UU No. 5 Tahun 1974. Pada undang-undang ini, dilakukan pengakuan, bukan pengaturan, terhadap kewenangan daerah otonom. Isi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah propinsi sebagai daerah otonom justru dibatasi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2000. Kewenangan selebihnya menjadi kewenangan Kabupeten/Kota. Model pembagian kewenangan tersebut dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel 2

Model Pembagian Kewenangan Menurut

UU No. 22 Tahun 1999

No. Bidang Kewenangan Pusat Propinsi Kabupaten/Kota1. Pengaturan ++++ +++ ++

2 Pengurusan ++ +++ +++++

3. Pembinaan +++ ++++ -

4. Pengawasan +++ ++++ -

Keterangan:+ : Lambang bobot kewenangan, makin banyak

jumlahnya berarti bobot kewenangannya makin besar.

: Transfer kewenangan dari pusat kepada propinsi dalam rangka dekonsentrasi

Model pembagian kewenangan di atas menegaskan bahwa peranan pemerintah pusat dalam keempat bidang

44

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 52: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

kewenangan mengalami penurunan. Hal ini secara nyata dapat dilihat di dalam ketentuan di dalam UU No. 22 Tahun 1999 maupun di dalam PP No. 25 Tahun 2000. Di luar lima buah kewenangan utama yang tercantum di dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1999 dan Pasal 2 PP No. 25 Tahun 2000, pemerintah pusat memiliki 25 bidang kewenangan yang dirinci ke dalam 193 urusan/subbidang terbagi ke dalam kewenangan kebijakan (sekitar 82%), kewenangan dukungan dan kerjasama (sekitar 3%) dan kewenangan operasional (sekitar 15%).

Di sisi lain, kewenangan propinsi sebagai daerah otonom juga mengalami perubahan seiring dengan menyurutnya peran pemerintah pusat. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000, kewenangan propinsi sebagai daerah otonom meliputi 20 bidang kewenangan yang dirinci ke dalam 108 buah urusan/subbidang, terbagi dalam kewenangan kebijakan (sekitar 23%), kewenangan dukungan dan kerjasama (2%), dan kewenangan operasional (sekitar 57%).

Pengurangan kewenangan pemerintah propinsi dalam menjalankan asas desentralisasi diimbangi dengan pengaturan kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi. Kewenangan tersebut terutama dalam hal membina dan mengawasi jalannya pemerintah daerah kabupaten/kota sebagaimana diatur di dalam PP No. 39 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi.

Afe

n Sena

45

Page 53: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

C. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, pembagian kewenangan dan atau urusan pemerintahan dilakukan lebih jelas antara pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota, dan desa dengan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan keserasian hubungan pemerintahan. Di dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa urusan yang menjadi kewenangan daerah meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar, sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait dengan potensi keuanggulan dan kekhasan daerah.

Sementara itu, pemerintah pusat memegang urusan utama yang meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan,moneter, yustisi, dan agama; serta urusan yang ditetapkan oleh suatu undang-undang menjadi urusan pusat. Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Dengan demikian, setiap urusan yang bersifat concurent selalu ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan propinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.

46

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 54: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Pelaksanaan keseluruhan urusan pemerintahan tersebut masih memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk PP.

Pada masa ini, ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004, digunakan paradigma pembagian urusan pemerintahan meskipun sebenarnya UU ini menggunakan prinsip general competence. Hal ini dapat dilihat dari bunyi Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa : “Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah”. Jadi undang-undang ini tidak lagi menggunakan istilah kewenangan pemerintahan, melainkan urusan pemerintahan. Tetapi tidak ada definisi yang jelas apa yang dimaksud dengan urusan itu. Definisi urusan pemerintahan baru dibuat secara rinci di dalam PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerinahan Daerah Kabupaten/Kota.

Pada revisi UU Nomor 32 Tahun 2004, nampaknya paradigma ini masih akan dilanjutkan dengan perubahan jumlah urusan wajib bagi daerah provinsi dan kabupaten/kota yang semula sebanyak 26 buah akan dikurangi menjadi sekitar tujuh buah, mencakup urusan pemerintahan yang benar-benar berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat yakni urusan pemerintahan bidang pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, perhubungan, kegiatan perekonomian yang menciptakan lapangan pekerjaan, penyediaan perumahan, penyediaan kebutuhan administrasi umum. Sedangkan

Afe

n Sena

47

Page 55: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

selebihnya dimasukkan ke dalam urusan pemerintahan pilihan, yang akan dipilih oleh daerah sesuai dengan potensi unggulannya. Urusan pemerintahan yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan hidup seperti kehutanan, pertambangan akan ditangani oleh pemerintahan daerah provinsi disertai pengaturan pembagian hasilnya dengan daerah kabupaten/kota.

Model kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang digunakan pada masa UU Nomor 22 Tahun 1999 yang lebih banyak dalam bentuk blok grant, kemudian dilanjutkan pada masa UU Nomor 32 Tahun 2004, meskipun melalui perubahan peraturan perundang-undangannya. Jumlah dana yang ditransfer dari pemerintah pusat ke daerah dari waktu ke waktu juga semakin besar, baik yang berbentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, maupun Dana Bagi Hasil. Model Kebijakan perimbangan keuangan sebagaimana dikemukakan di atas nampaknya akan tetap dipertahankan dalam revisi UU Nomor 33 Tahun 2004, sebagai konsekuensi logis direvisinya UU Nomor 32 Tahun 2004. Revisi tersebut dilakukan dalam konteks Kebijakan Desentralisasi Fiskal Indonesia yang akan mewujudkan empat misi yakni 1) meminimumkan ketimpangan vertikal dan horisontal; 2) menciptakan pendapatan dan pembiayaan daerah yang efektif dan efisien; 3) menciptakan siklus dan proses belanja daerah yang efisien dan efektif; 4) mengharmoniskan belanja pusat dan daerah.

48

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 56: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Pada masa UU Nomor 22 Tahun 1999, manajemen kepegawaian menggunakan sistem yang berbeda yakni sistem terpisah (separated system),yang Kebijakan ini kemudian membuat pegawai negeri sipil menjadi terkotak-kotak kedaerahan dan kariernya hanya terbatas di satu daerah saja, sehingga tidak sesuai dengan kedudukan pegawai negeri di negara unitaris yang berfungsi sebagai pengikat kesatuan negara. Sistem kepgawaian semacam itu kemudian dikoreksi pada masa UU Nomor 32 Tahun 2004 dengan menggunakan sistem campuran (mixed system), yang memberi peluang kepada daerah untuk mengusulkan pengangkatan pegawai baru berdasarkan formasi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun adanya rekomendasi pengisian jabatan eselon tertentu oleh pejabat pemerintah pusat.

Berdasarkan pengalaman empirik di daerah, nampaknya sistem kepegawaian perlu dikendalikan lagi secara terpusat dan ditangani oleh sebuah komisi negara yang independen. Tujuannya adalah untuk menghindari adanya politisasi birokrasi serta membangun birokrasi professional berdasarkan standar kompetensi jabatan. memberikan kebebasan kepada daerah otonom untuk menjalankan manajemen kepegawaiannya sendiri secara bebas.

Melalui UU Nomor 32 Tahun 2004, model pertanggungjawaban kepala daerah kepada rakyat yang kemudian oleh peraturan perundang-undangan dibuat memencar ke empat arah yaitu vertical ke atas kepada pemerintah pusat berupa LPPD (Laporan

Afe

n Sena

49

Page 57: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah) dan kepada BPK berupa LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah), ke samping kepada DPRD berupa LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban), dan vertical kepada masyarakat dalam bentuk IPPD (Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah). Di dalam revisi UU Nomor 32 Tahun 2004, mekanisme pertanggungjawaban kepala daerah akan sangat tergantung pada model pemilihan kepala daerahnya, yang akan diatur dengan UU tersendiri.

Pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, pengelolaan keuangan antar asas dijadikan satu dalam APBD. Pada masa UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian dilanjutkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004, pengelolaan keuangan antar asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah dipisahkan. Untuk pelaksanaan asas desentralisasi dibukukan dalam APBD, sedangkan untuk pelaksanaan asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan pembukuannya dipisahkan dan tidak masuk ke dalam APBD, sehingga DPRD tidak dapat ikut mengawasi pelaksanaannya. Padahal masyarakat seringkali mengadu pada DPRD setempat apabila ada proyek dari pemerintah pusat yang tidak beres pengerjaannya. Di dalam revisi UU Nomor 33 Tahun 2004, ada keinginan untuk mengatur secara tegas mengenai penggunaan dana berdasarkan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah secara konsisten, supaya tidak muncul kegiatan “dekonsentrasi semu” seperti BOS (bantuan operasional sekolah) ataupun Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat). Disebut semu, karena urusan tersebut sebenarnya sudah

50

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 58: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

diserahkan kepada daerah kabupaten/kota, tetapi pemerintah pusat melalui kementerian sektoralnya melakan intervensi langsung ke obyeknya, tanpa melalui kepala daerah.

Salah satu perubahan paradigma yang cukup penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesudah reformasi adalah mengenai kedudukan kecamatan. Pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, kecamatan adalah pelaksana asas dekonsentrasi, sedangkan camat berkedudukan sebagai kepala wilayah yang merupakan penguasa tunggal di bidang pemerintahan diwilayahnya. Pada masa UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diteruskan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004, kecamatan dijadikan lingkungan kerja perangkat daerah kabupaten/kota, sedangkan camat berkedudukan sebagai pimpinan SKPD yang menjalankan asas desentralisasi. Masa depan camat dan kecamatan berdasarkan revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 akan tergantung pada keputusan politik mengenai pengaturan desa dalam undang-undang tersendiri.

Sementara itu, bidang pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan atau gubernur sebagai wakil pusat di daerah. Pengawasan dilaksanakan oleh pusat terkait dengan urusan pemerintahan dan terutama terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan kepala daerah, pemerintah melakukan 2 (dua) cara sebagai berikut: (a) pengawasan

Afe

n Sena

51

Page 59: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

terhadap rancangan peraturan daerah sejauh mengatur tentang pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR, sebelum disahkan oleh kepala daerah dievaluasi terlebih dahulu oleh menteri dalam negeri untuk propinsi, dan oleh gubernur untuk peraturan daerah kabupaten/kota; dan (b) terhadap semua peraturan daerah yang mengatur hal-hal yang lain, maka harus diserahkan guna memperoleh klarifikasi kepada menteri dalam negeri untuk propinsi dan gubernur untuk kabupaten/kota.

Agar fungsi pembinaan dan pengawasan tersebut dapat berjalan secara optimal, maka pemerintah pusat dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah jika ditemukan pelanggaran dan penyimpangan seperti: (a) penataan kembali suatu daerah otonom; (b) pembatalan pengangkatan pejabat; (c) pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah; dan (d) sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika digambarkan secara visual, maka model pembagian kewenangan menurut UU No. 32 Tahun 2004 dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel 3

Model Pembagian Kewenangan

Menurut UU No. 32 Tahun 2004

No. Bidang Kewenangan Pusat Propinsi Kabupaten/Kota1. Pengaturan ++++ +++ ++

2 Pengurusan ++ ++ +++++

52

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 60: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

3. Pembinaan +++ ++++ -

4. Pengawasan +++ ++++ -

Keterangan:+ : Lambang bobot kewenangan, makin banyak jumlahnya

berarti bobot kewenangannya makin besar.

: Transfer kewenangan dari pusat kepada propinsi dalam rangka dekonsentrasi

D. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Lahimya UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama dalam UU No.2 Tahun 2015 dan Perubahan Kedua dalam UU No.9 Tahun 2015 menandai suatu babak baru kebijakan otonomi dan relasi Pusat-Daerah hart ini. Penataan ulang urusan, penguatan kedudukan Gubernur dan pemertntahan Propinsi, hingga pengenalan konsep manajemen tranisisi berupa status daerah persiapan dalam pemekaran wilayah hanyalah sebagian contoh yang bisa disitir sebagai butki perubahan. Tentu dalam pola dan warna relasi pemerintah pusat dengan daerah, berbagai perubahan yang ada sedikit-banyak membawa dinamika baru dalam pengelolaan otonomi dan penyelenggaraan pemertntahan daerah ke depan.

Kewenangan wajib dan pilihan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, hanya diberikan kepada Pemerintah Daerah serta bagian mana yang termasuk

Afe

n Sena

53

Page 61: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

wajib dan yang mana termasuk pilihan. Dalam Undang- Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur kewenangan yang menggunakan istilah kewenangan absolut, konkuren, dan umum.

Selanjutnya dilihat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dapat dijelaskan urusan pemerintah yang diatur di dalamnya. Urusan pemerintah terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum (Pasal 9 Ayat (1)). Bahwa urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat (Pasal 9 Ayat (2)). Kewenangan yang dipegang penuh oleh pemerintah pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan baik itu dapat dilimpahkan kepada instansi vertikal ataupun melaksanakan sendiri urusan pemerintahannya. Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota (Pasal 9 Ayat (3)). Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri urusan pemerintahan wajib dan pilihan. Urusan wajib yakni kewajiban yang ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan urusan pilihan yakni hak untuk meningkatkan potensi-potensi yang terdapat pada setiap daerah.

Dari urusan pemerintahan konkuren menghasilkan hak dan kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalah pengawasan dan pembinaan terhadap wawasan bangsa, ketahanan nasional, pembinaan

54

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 62: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

persatuan dan kesatuan bangsa. Artinya pelaksanaan semua urusan pemerintah yang bukan kewenangan pemerintah daerah (Pasal 25). Kewenangan yang hanya dipegang oleh pemerintah pusat (Presiden) namun urusan pemerintahannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Dalam UU No. 23 Tahun 2014 telah membagi kewenangan atas pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing.

Di sinilah penulis menyimpulkan bahwa pertama, bentuk negara kesatuan (unitary state) oleh perencana, pembuat dan pelaksana negara diartikan sebagai “penyeragaman” daripada “perbedaan”. Kedua, UU No. 23 Tahun 2014 menggunakan konsepsi otonomi daerah melalui sistem rumah tangga materiil dengan pengertian yaitu terdapat perbedaan secara mendasar antara urusan pusat dan daerah, urusan pemerintahan dipilah-pilah dan ditetapkan secara rinci/rigid melalui undang-undang pemerintahan daerah. Di sinilah pemerintah menggunakan cara sentralisasi dengan muka dekonsentrasi, dengan pemerintah memiliki kewenangan luas melaksanakan isu strategis nasional di daerah. Akhirnya sistem rumah tanggal formal dan nyata (riil) pun ditanggalkan.

Ketiga, Indonesia sebagai negara penganut konsepsi kesejahteraan akan kesulitan melaksanakan urusan yang berada di luar kompetensi negara, terutama persoalan yang bersifat lokalitas (local wisdom) yang membutuhkan penanganan serius dan berbeda-beda antardaerah satu dengan yang lainnya. Kehendak efektif dan efisien bakal

Afe

n Sena

55

Page 63: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

berubah menjadi ketidakadilan terlebih menjadi pembiaran karena ketidakmampuan pemerintah sendiri.

Ketiga, antara Pemerintah Pusat dan provinsi diberikan kewenangan besar untuk mengawasi kabupaten/kotamadya. Provinsi yang sebelumnya lemah dan terbatas diperkuat dengan penambahan fungsi dan kewenangan kepada gubernur. Di sinilah yang kemudian memicu ketidakberdayaan kota/kabupaten.

Keempat, Pemerintah Pusat mengutamakan efisiensi dan efektivitas dengan menggerus otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip demokrasi, peran-serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah terabaikan.

Untuk itu, penulis mengingatkan bahwa perlu pemurnian pengaturan regulasi tentang hubungan kewenangan antara pusat–daerah yang sesuai perintah UUD, yaitu mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, bukan sentralisasi yang berbalut dekonsentrasi.

Dalam UU tersebut banyak hal terkait pengaturan penyelenggaraan Pemerintah Daerah diantaranya terkait kependudukan, keluarga berencana, perpecahan kepala daerah dengan wakilnya hingga pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat, daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Diantara persoalan yang perlu ditilik dengan seksama adalah pada pembagian urusan bidang antara Pemerintah

56

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 64: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

pusat, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota terkhusus pada sektor kelautan dan perikanan. Pada undang undang tersebut terjadi banyak pembatasan-pembatas kinerja Kabupaten/kota yang diambil alih oleh Pemerintah pusat dan provinsi. Pemerintah Kabupaten/Kota terkesan tidak diberi akses banyak untuk mengembangkan daerahnya sehingga daerah makin tak berdaya.

Misalnya dalam urusan Kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, 70% diambil alih oleh pemerintah pusat dan 30% diambil alih oleh Pemerintaah Daerah Provinsi dan tanpa melibatkan Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini bisa menimbulkan banyak sekali masalah ketika hampir keseluruhan urusan daerah di urus oleh pusat. Contohnya saja dalam hal Database pesisir dan pulau-pulau kecil yang kewenangannya dilakukan oleh Pemerintah pusat. Kenapa urusan hal pendataan seperti ini tidak diserahkan saja kepada Pemeritah Kabupaten/kota yang wilayhnya akan dilakukan pendataan. Contoh lain, pemberdayaan Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang urusannya di tangani oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Sebaiknya urusan Pemberdayaan masyarakat seperti ini langsung ditangani oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, hal ini terkait akses atau alur-alur informasi tidak terlalu jauh dan panjang.

Dalam urusan perikanan tangkap, Ukuran porsi Pemerintah pusat masih mendominasi yaitu 50%, Provinsi 40 % dan Kabupaten/Kota 10%. Dominasi Pemerintah pusat dalam urusan perikanan tangkap di daerah tentu

Afe

n Sena

57

Page 65: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

bisa saja mempunyai dampak buruk pada daerah tersebut. Misalnya Terkait berbagai perizinan yang pengelolahannya ke Pusat dan Pemerintah Provinsi tentu berdampak pada pendapatan hasil daerah pada Kabupaten/Kota.

Hal lain dalam urusan Pengolahan dan pemasaran, Pemerintah pusat mengambil 80%, Pemerintah Daerah provinsi 20%, sedangkapn Pemerintah Kabupaten/Kota tidak mendapatkan kewenangan dalam urusan Pengolahan dan pemasaran. Belum lagi urusan karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan, pengembangan sumber daya manusia Masyarakat Kelautan dan Perikanan yang mana semunya 100% kewenangan dilakukan oleh pusat.

Kebijakan yang dibuat dalam Undang-undang ini secara perlahan melemahkan bahkan mematikan potensi daerah. Daerah akan terkesan malas karena segala urusan sudah ditangani oleh pemerintah pusat dan provinsi. Di sisi lain, kebijakan ini bisa saja menurukan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) dan juga ketika terjadi masalah di daerah terkait berbagai kebijakan yang ditangani oleh pusat, penanganaya semua harus ke pemerintah pusat. Tentu hal ini sangat merepotkan dikarenakan akses yang cukup jauh.

Kebijakan dalam UU 23 Tahun 2014 khususnya dalam pembagian urusan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota berindikasi pada banyak pemborosan anggaran atau penggunaan anggrana yang tidak perlu. Misalanya dalam hal-hal yang selama ini sudah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan kewenangan

58

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 66: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

baru berdasar UU 23 Tahun 2014 Pemerintah pusat atau provinsi dituntut untuk melakukan hal yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Tentu hal ini bagian dari pemborosan.

Daerah harus tetap terlibat dalam pengelolaan kelautan dan perikanannya, jangan hanya menerima menjalankan kebijakan provinsi dan pusat karena yang mempunyai tempat/wilayah pengelolahan adalah Pemerintah Kabupaten/Kota.

Seharusnya dalam pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus memberikan porsi yang lebih banyak kepada Pemerintah Kabupaten.Daerah. Porsi daerah dalam pembagian urusan harus lebih besar pembagiannya dalam hasil sumberdaya alam, mineral dan non mineral. Porsi Daerah 60% Provinsi 20% dan Pusat 20%. Dengan porsi seperti ini, Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai tanggung jawab penuh dalam membangun daerahnya. Berbagai urusan yang di buat tentu menjadikan Pemerintah Kabupaten/kota terlihat aktif hal ini bisa saja meningkatkan kualitas SDM dan meningkatkan PAD setiap daerah.

Berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tanggung jawab pendidikan setingkat SD/SMP berada dalam lingkup pemerintah kabupaten-kota sedangkan Pemerintah Provinsi bertanggung jawab atas pendidikan setingkat SMA/SMK dan Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas pendidikan tinggi. Pemerintah memutuskan melaksanakan penuh kebijakan di bidang

Afe

n Sena

59

Page 67: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

pendidikan sesuai dengan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mulai pada 1 Januari 2017. Keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan berbagai hal termasuk pemilihan kepala daerah serentak pada 2015 dan kesiapan di lapangan, dan tak bertentangan dengan keputusan untuk melaksanakan sesuai jadwal semula pada September 2016. Berdasarkan UU itu, Pemerintah kabupaten-kota bertanggung jawab atas pendidikan setingkat SD/SMP, Pemerintah Provinsi bertanggung jawab atas pendidikan setingkat SMA/SMK dan Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas pendidikan tinggi.

Kebijakan di bidang pendidikan tersebut bertujuan untuk mencapai setidaknya program wajib belajar 12 tahun tercapai sehingga anak-anak didik dapat bersekolah hingga ke tingkat sekolah menengah atas atau sederajat, menunda usia untuk menikah, meningkatkan kualitas pendidikan untuk menghadapi persaingan. Angkatan kerja setingkat SMP mencapai 65 persen dan setingkat SMA/SMK 20 persen, ujar Agus. Sedangkan data siswa tahun 2014 menunjukkan jumlah siswa SD/SM/SMA di Tanah Air sekitar 36 juta orang dan jika ditambah dengan jumlah mahasiswa menjadi sebanyak 50 juta orang.

Dalam UU pemda yang baru, tersua materi mengenai wewenang yang dijalankan berbagai institusi yang bersinggungan dengan roda pemerintahan daerah. Bahkan, UU yang masih menganut model rincian sengaja memasukkan materi wewenang secara rinci dalam lampirannya. Penyalahgunaan kekuasaan dapat terjadi

60

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 68: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

jika muncul peluang dari sistem yang tercipta. Peluang yang tercipta sebagai basis penyalahgunaan kekuasaan dalam UU pemda itu terbagi dalam dua kelompok: sumber yang datang dari tingkat pusat; dan sumber yang datang dari dalam pemerintahan daerah itu sendiri. Pada sumber pertama terdapat dua hal.

Pertama, dipicu oleh pengaturan sejumlah urusan pemerintah pusat yang dapat didekonsentrasikan ke gubernur sebagai wakil pemerintah (Pasal 1, 10, 19, dan 25) sebagai konsekuensi dianutnya sistem prefektur terintegrasi yang meliputi urusan pemerintahan umum (PUM), sektor konkuren, dan urusan yang mutlak milik pemerintah pusat. Secara teoretis gubernur sebagai wakil pemerintah hanya menerima dekonsentrasi urusan PUM semata, bukan menyangkut urusan teknis-sektoral. Urusan PUM itu tak pula mencakup urusan teknis-sektoral.

Kedua, terjadi dalam tugas pembantuan (TP) yang tak diperhatikan apakah materinya tumpang tindih dengan materi urusan daerah otonom (Pasal 1, 19, dan 20). Jika urusan yang di-TP-kan adalah materi daerah otonom, dapat didorong terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Dalam hal ini, laporan keuangan daerah amat rentan disalahgunakan, seolah-olah tugas pusat. Sebetulnya dalam hal ini pemerintah pusat dapat memancing melalui dana hibah atau alokasi lain agar program daerah otonom dapat sejalan dengan arah kebijakan besar pusat, TP diatur bertingkat-tingkat sampai desa. TP dari pusat ke provinsi dapat dilimpahkan ke kabupaten/kota dan seterusnya dapat dilimpahkan kembali ke desa. TP dari

Afe

n Sena

61

Page 69: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

pusat ke kabupaten/kota dapat juga dilimpahkan kembali ke desa. Akhirnya desa dapat menjadi bulan-bulanan instansi atasannya (Irfan Maksum, 2016).

Urusan pengelolaan ruang laut sampai dengan 4 (empat) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan yang sebelumnya menjadi kewenangan kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi sehingga berimplikasi terhadap kewenangan penyusunan dan penetapan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3-K) Kabupaten/Kota. Menyikapi hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah menyusun Surat Edaran (SE) Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pembagian Sub Urusan Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil bagi Gubernur dan Bupati/Walikota.

Implikasi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap penyelenggaraan penataan ruang lainnya adalah proses evaluasi Rancangan Perda Rencana Tata Ruang Provinsi/Kabupaten/Kota yang menjadi lebih panjang karena dalam proses evaluasi, Menteri Dalam Negeri harus berkoordinasi dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang. Di samping itu, Rancangan Perda Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota yang sebelumnya cukup dievaluasi oleh Gubernur, harus dikonsultasikan dengan Menteri Dalam Negeri. Hal ini perlu ditindak lanjuti dengan penyesuaian terhadap Permendagri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Raperda tentang Rencana Tata Ruang Daerah.

62

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 70: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Selain itu, pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 juga memunculkan kewenangan baru bagi Pemerintah Pusat untuk menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Kawasan Perbatasan. Oleh karena itu, Presiden lazimnya mendelegasikan kewenangannya kepada K/Ltertentu yang dipandang berkompeten. Untuk itu, akan diadakan pembahasan lebih lanjut yang diselenggarakan oleh BNPP terkait regulasi pengelolaan kawasan perbatasan, termasuk penyusunan RDTR Kawasan Perbatasan.

Kemunculan UU Nomor 23 Tahun 2014 dengan corak sentralistiknya menyisakan tanda tanya mengenai dampaknya terhadap undang- undang di bidang sumberdaya alam seperti UU Kehutanan, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU Perikanan. Keempat UU tersebut dinamai sebagai UU Sektoral. Selain terhadap UU Sektoral, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, juga menerima dampak dari pemberlakuan UU Pemda. Sejak tahun 1999, UU Sektoral dan UUPPLH telah menyesuaikan diri dengan UU No. 22/1999 dan No. 32/2004 dengan mengatur mengenai pembagian kewenangan. Pada saat yang sama, kementerian-kementerian yang melaksanakan undang-undang tersebut juga sudah menundukan diri pada peraturan pelaksana UU No. 22/1999 dan No. 32/2004 yang mengatur mengenai pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Afe

n Sena

63

Page 71: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Merujuk UU Nomor 23 Tahun 2014, pemerintah pusat memiliki kewenangan membatalkan Perda bila dinilai bertentangan dengan ketentuan perundangan. Sebaliknya, pemerintah daerah pun memiliki ruang keberatan bila tidak menerima pembatalan Perda.

Pasal 251 ayat (1) UU Pemda menyatakan, “Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri”. Sedangkan Pasal 252 ayat (1) menyebutkan, “Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4), dikenai sanksi”.

Bila mengacu Pasal 250, alasan pembatalan Perda oleh pemerintah pusat setidaknya terdapat tiga hal. Pertama, karena bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Kedua, mengganggu kepentingan umum. Ketiga, karena alasan kesusilaan. Dalam konteks ini pemerintah dalam membatalkan Perda mesti akuntabel, tentunya dilakukan sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Begitu pula pemda tak perlu ragu melakukan keberatan bila pembatalan Perda dinilai tidak tepat.

Jika digambarkan secara visual, maka model pembagian kewenangan menurut UU No. 32 Tahun 2004 dapat disajikan sebagai berikut:

64

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 72: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

No. Bidang Kewenangan Pusat Propinsi Kabupaten/Kota

1. Pengaturan ++++ +++ +

2 Pengurusan +++ ++++ +++

3. Pembinaan +++ ++++ -

4. Pengawasan +++ ++++ -

Keterangan:+ : Lambang bobot kewenangan, makin banyak

jumlahnya berarti bobot kewenangannya makin besar.

: Transfer kewenangan dari pusat kepada propinsi dalam rangka dekonsentrasi

***

Afe

n Sena

65

Page 73: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Politik hukum model pembagian kewenangan menurut ketiga peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah tersebut di atas menunjukkan pola bahwa sejarah otonomi daerah di Indonesia menunjukkan bahwa jika di dalam proses desentralisasi dilakukan pembagian kewenangan yang berat ke salah satu kutub, baik desentralisasi atau sentralisasi, justru akan menimbulkan masalah dan kemudian akan mendorong munculnya reaksi balik untuk menyeimbangkannya kembali.

Ada beberapa faktor yang mendasari hal tersebut. Susunan negara kesatuan secara “kodrati” memang memiliki pemerintahan yang bersifat sentralistik karena sumber

BAB IV

PENUTUP

66

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 74: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

kewenangan untuk menjalankan pemerintahanberdada di tangan pemerintah pusat berdasar mandat yang diberikan oleh rakyat. Transfer kewenangan dalam rangka desentralisasi dilakukan berdasarkan kemauan politik dari pemilik sumber kewenangan melalui peraturan perundang-undangan yang dibentuk. Dalam negara kesatuan, pemerintah pusat sebagai penjaga kesatuan dan persatuan bangsa justru harus kuat, intensif, tetapi juga tidak boleh represif. Tanpa hal yang demikian, kewibawaan pemerintah pusat akan merosot.

Di sisi lain, paradigma untuk melaksanakan desentralisasi hanya terjebak kepada pola lama, yaitu hanya berkutat kepada transfer kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah saja. Jadi belum menyinggung sama sekali transfer kewenangan dari pemerintah kepada lembaga-lembaga non-pemerintah. Dengan demikian, bentuk desentralisasi dalam pengertian transfer of function from public to non-governmental institution layak untuk dipertimbangkan. Hal ini penting karena meskipun konsep partisipasi masyarakat sebagai salah bentuk pelaksanaan demokrasi diadopsi oleh peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah sebagai dasar filosofis pembentukannya, ternyata tidak terlaksana atau tidak dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan-ketentuan batang tubuhnya, atau hanya dibatasi dalam aspek politik saja, tidak menyentuh kepada aspek-aspek yang lain.

***

Afe

n Sena

67

Page 75: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Ateng Syafruddin, 1984, Pasang Surut Otonomi Daerah, Jakarta: Binacipta.

Bhenyamin Hoessein, 2001, Pembagian Kewenangan antara Pusat dan Daerah, makalah.

Bagir Manan, 1990, Hubungan Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Jakarta; Sinar Harapan.

B.N. Marbun, 2005, Otonomi Daerah 1945-2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda, Sejak Zaman Kolonial sampai Saat Ini, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.

Moh. Mahfud M.D., 1998, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES.

Pratikno, “Desentralisasi: Pilihan yang Tidak Pernah Final,” dalam Abdul Gaffar Karim (ed.), 2003, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia , Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rachmat Soemitro, 1983, Peraturan Perundang-undangan tentang Pemerintahan Daerah dari Tahun 1945 s/d 1983, Jakarta, PT. Eresco-Terate.

Daftar Pustaka

68

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 76: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

R. Tresna, t.t., Bertamasya Ke Alam Ketatanegaraan, Bandung: Dibya.

Sadu Wasistiono, 2003, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Bandung: Fokus Media.

Suparni Pamudji, “Pelaksanaan Asas Desentralisasi dan Otonomi Daerah di dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Administrasi Negara, 1984, Jakarta, Institut Ilmu Pemerintahan.

Soehino, 1984, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, Yogyakarta: Liberty.

Sujamto, 1990, Otonomi Daerah yang Nyata dan Bertanggung Jawab, Jakarta: Ghalia Indonesia.

***

Afe

n Sena

69

Page 77: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

Tentang Penulis

Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum. Lahir di Gunung Kidul, 1 Mei 1978. Merupakan dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret sejak 2004. Menyelesaikan pendidikan sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (2001), Magister Hukum Universitas Gadjah Mada (2003), dan Doktor Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret (2014). Pernah menempuh Sandwich Like Program di School of Economics, Law, and Governemnt Utrecht University, Netherland (2012) untuk memperdalam riset hukum dan penulisan jurnal internasional. Pernah menjabat sebagai Sekretaris Badan Mediasi dan Bantuan Hukum Universitas Sebelas Maret (2004-2011), Kepala Pusat Penelitian Konstitusi dan Hak Asasi Manusia LPPM Universitas Sebelas Maret (2010-2012), dan Koordinator Tenaga Ahli Rektor Bidang Hukum (2015-sekarang). Aktif melakukan penelitian antara lain Hibah Kajian Wanita (2005), Hibah Strategi Nasional Dirjen Dikti (2012 dan 2013), Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (2015), dan Hibah Prioritas Nasional MP3EI Dirjen Dikti (2016), serta penelitian yang dibiayai

70

SAFE

TY M

ANAG

EMEN

T SY

STEM

Page 78: POLITIK HUKUM MODEL file/Buku... · 2020. 2. 26. · seperti layaknya sebuah pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing

oleh PNBP Universitas Sebelas Maret (2013 dan 2015). Ia juga aktif menulis di media nasional dan lokal untuk isu-isu hukum dan politik serta berpengalaman melakukan advokasi kebijakan publik dan menjadi mentor dalam bimbingan teknis pengembangan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan.

***

Afe

n Sena

71