Upload
elya-agustina
View
534
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
BENTUK DAN STRUKTUR TUBUH PORIFERA
KELOMPOK 1
Ahmad Nailur Rahman/1210702001, Ayu Agustini Juhari/1210702007, Deni
Raharja/1210702015, Elya Agustina/1210702021, Ervina Rizky A/12010702022,
Idariyah Ulfah Nurulhusna/1201702031
Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
ABSTRAK
Porifera adalah hewan air yang hidup di laut. Hidupnya selalu melekat pada substrat (sesil) dan
tidak dapat berpindah tempat secara bebas. Sebagian besar hidupnya di laut, sebagian kecil di air
tawa. Berdasarkan ciri-ciri anatominya porifera memiliki tiga tipe saluran yaitu: Asconoid,
Syconoid, Leuconoid. Berdasarkan jenis bahan dasar spikula, porifera dibagi menjadi 3 kelas,
diantaranya adalah Kelas Calcarea, Kelas Hexactinillida, dan Kelas Demospongiae. Dari hasil riset
dan penelitian banyak manfaat yang dihasilkan dari filum porifera ini, baik itu bagi ekosistem
maupun bagi manusia. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari bentuk dan
struktur tubuh porifera. Spesimen yang diamati pada praktikum ini adalah Spongilla aspinosa,
merupakan kelas demospongiae dengan bahan bahan dasar spikula diantaranya serat spongin,
agar-agar protein, dan serat kollagen.
Kata Kunci : Porifera, Spongilla aspinosa, demospongidae, spikula
PENDAHULUAN
Porifera berasal dari bahasa latin “porus” yang artinya lubang, “fere”
artinya mengandung/memiliki. Porifera merupakan hewan sederhana, terdapat
sekitar 9000 spesies. Cirri khas porifera adalah tubuhnya berpori seperti busa atau
spons sehingga porifera desebut juda sebagai hewan spons. Bentuk tubuhnya
bervariasi, ada yang seperti vas bunga, bercabang, bulat, kantung, tidak teratur.
Ukuran tubuh porifera antara 1 mm - 2 m (tinggi). Warna tubuhnya bermacam-
macam, ada yang merah, orange, kuning, biru, ungu, hitam (Sa’adah, 2011).
Habitat porifera sebagian besar di laut, sebagian kecil di air tawar (satu
familia). Semua sesil tidak bergerak dan menempel pada substrat yang terdapat di
air, seperti bebatuan. Porifera laut mempunyai warna yang cerah. Porifera air
tawar ukuran kecil warna biasanya hijau (Sa’adah, 2011).
Bentuk tubuhnya asimetri atau radial simetri, merupakan hewan
multiseluler, diploblastik, sel-sel tersusun tidak sempurna menyerupai jaringan
dilengkapi dengan mesenkim (mesoglea atau mesohil). Banyak pori, saluran-
saluran atau ruangan tempat air mengalir. Seluruh atau sebagian lapisan
permukaan tubuh dilengkapi koanosit (sel kolar). Tidak mempunyai membrane
atau anggota gerak. Umumnya dengan rangka dalam berupa Kristal-kristal atau
serat-serat organik yang tidak teratur atau keduanya. Reproduksi aseksual dengan
tunas, fragmentasi, gemulae, atau secara seksual (fertilisasi), larvanya bersilia dan
berenang bebas (Sa’adah, 2011).
Ekstrak metabolit dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui
mempunyai sifat aktifitas seperti: sitotoksik dan antitumor, antivirus, anti HIV dan
antiinflamasi, antifungi, antileukimia, penghambat aktivitas enzim. Spons laut
menghasilkan ekstrak kasar dan fraksi yang bersifat antibakteri, antijamur,
antibiofouling dan ichtyotoksik. Bioaktifitas antibakteri ekstrak kasar spons laut
terdapat pada beberapa jenis, seperti: Halichondria sp, Callyspongia
pseudoreticulata, Callyspongia sp. dan Auletta. Beberapa spons yang belum
diketahui jenisnya, yang aktif terhadap bakteri Staphylococcus aures,
Bacillussubtilis dan Vibrio cholerae Eltor (Suparno, 2005).
Selain sebagai sumber senyawa bahan alam, spons juga memiliki manfaat
yang lain, seperti: digunakan sebagai indikator biologi untuk pemantauan
pencemaran laut (Amir, 1991), indikator dalam interaksi komunitas (Bergquist,
1978) dan 3) sebagai hewan penting untuk akuarium laut (Riseley, 1971).
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari bentuk dan struktur
tubuh porifera.
METODE
Praktikum ini dilakukan pada hari kamis, 20 Oktober 2011. Bertempat di
laboratorium biologi Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu, awetan basah porifera
Tahapan praktikum
Adapun tahapan praktikum sebagai berikut, diambil awetan basah porifera,
kemudian digambarkan masing masing poriferra yang anda lihat dan ditunjukkan
ostia dan oskulum, lalu dipelajari struktur tubuh porifera.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spongilla aspinosa
Spongilla aspinosa merupakan salah satu spons paling langka ditemukan
di air tawar. Sebagian besar spesies hidup berkoloni yang melekat pada substrat di
dasar tambak. Koloni dari spesies ini biasanya berwarna hijau karena adanya
protozoa yang bersimbiosis mengandung klorofil (zoochlorellae). Bentuk koloni
vertikal jari dengan tinggi 100 mm (Smith, 1992).
Spesies ini sangat mirip dengan Spongilla Lacustris. Spongilla aspinosa
tidak memiliki gemmosclere (kelas spikule), sedangkan Spongilla Lacustris
gemmules cenderung terkonsentrasi di dasar spons dalam satu lapisan, sedangkan
Spongilla aspinosa didistribusikan dalam semua kelompok spons (Smith, 1992).
Spongilla aspinosa menyukai perairan alami ber-pH asam dengan pH 5,0
(kisaran total pH untuk sampel yang dilaporkan adalah 4,0-5,5). Spongilla aspinosa di
air tawar atau danau dengan banyak masukan organik dari hutan di sekitarnya, tetapi
dengan produktivitas rendah. Warna air biasanya jelas sedikit kecoklatan. Spons akan
tumbuh di air tawar yang paling pada musim panas. Semua spesies memproduksi kapsul
yang mengandung sel-sel germinal (gemmules) yang dibawa melalui musim dingin (atau
kondisi yang merugikan lainnya) (Smith, 1992).
Gambar 1. Spongilla sp.
Sumber: http://en.academic.ru
Klasifikasi Spongilla aspinosa menurut Potts (1880), adalah sebagai berikut:
Domain : Eukaryota
Kingdom : Animalia
Phylum : Porifera
Subphylum : Cellularia
Class : Demospongiae
Subclass : Ceractinomorpha
Order : Haplosclerida
Suborder : Spongillina
Family : Spongillidae
Genus : Spongilla
Spesies : Spongilla aspinosa
Tipe saluran air pada porifera
Terdapat 3 tipe saluran air pada porifera, yaitu:
1. Asconoid
Asconoid merupakan tipe Porifera yang mempunyai sistem saluran air sederhana.
Air masuk melalui pori yang pendek, lurus ke spongocoel (rongga tubuh) lalu keluar
melalui oskulum. Contoh tipe Ascon, misalnya Leucoslenia sp. (Jasin, 2010).
Gambar 2. Asconoid
http://library.thinkquest.org/26153/marine/porife.htm
2. Sycnonoid
Syconoid merupakan Porifera yang mempunyai dua tipe saluran air, tetapi
hanya radialnya yang mempunyai koanosit. Air masuk melalui pori ke saluran
radial yang berdinding koanosit spongocoel keluar melalui oskulum,
misalnya : Scypha sp (Jasin, 2010).
Gambar 3. Syconoidhttp://library.thinkquest.org/26153/marine/porife.htm
3. Leuconoid
Leuconoid merupakan Porifera dengan tipe saluran air yang paling kompleks/rumit.
Porifera ini mempunyai lapisan masoglea yang tebal dengan sistem saluran air
bercabang-cabang. Koanosit dibatasi oleh suatu rongga yang bersilia berbentuk
bulat. Air masuk melalui pori-pori saluran radial yang bercabang-cabang keluar
melalui oskulum. misalnya Euspongia dan Spongida (Jasin, 2010).
Gambar 4. Leuconoid
http://library.thinkquest.org/26153/marine/porife.htm
Jenis Bahan dasar spikula
Berdasarkan jenis bahan dasar spikula, porifera dibagi menjadi 3 kelas,
diantaranya adalah Kelas Calcaera, Kelas Hexactinillida, dan Kelas
Demospongidae
1. Calcarea
Berasal dari kata “calcare” yang berarti kapur. Calcarea adalah kelas
spons yang semuanya hidup di laut. Spons ini mempunyai struktur sederhana
dibandingkan yang lainnya. Spikulanya terdiri dari kalsium karbonat dalam
bentuk calcite. Porifera jenis ini kerangka tubuhnya terbuat dari bahan kristal
zat kapur atau CaCo3 (Romihmohtarto, 1999).
Calcaera terdiri atas 2 ordo, yaitu:
1) Ordo Homoccela (Leucosolenia, Clathrina blanca)
2) Ordo heterocela (Sycon gelatinosum, Grantia, Scypha)
Gambar 5. Leucosolenia
http://www.serc.si.edu/labs/benthic_ecology/plotinfo.aspx
2. Hexactinillida
Berasal dari kata ”hexa” yang berarti enam. Hexactinellida merupakan
spons gelas. Mereka kebanyakan hidup di laut dalam dantersebar luas.
Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak mengandung. Porifera jenis ini
kerangka tubuhnya terbuat dari bahan kristal silikat H2Si3O7, kristal-kristal
yang terbentuk seperti duri, binatang, mata kail, jangkar, dan lain-lain yang
biasa disebut spikula itu merupakan hasil bentukan atau sekresi dari sel-sel
skleroblast. Sedangkan spongin merupakan sekresi dari sel-sel spongioblast
(Romihmohtarto, 1999).
Spikula terkadang bersatu dengan struktur jaringan sehingga
membentuk mangkuk atau vas bunga, Contoh: Euplectella aspergillum,
Spongicola venusta (Sa’adah, 2011)
Gambar 6. Euplectella aspergillum
http://commons.wikimedia.org/wiki/Euplectella_aspergillum
3. Demospongiae
Berasal dari kata “demo” yang berarti tebal dan “spongiae” yang berarti
spons. Demospongiae adalah kelompok spons yang terdominan di antara
Porifera masa kini. Mereka tersebar luas di alam, serta jumlah jenis maupun
organismenya sangat banyak. Mereka sering berbentuk pasif dan berwarna
cerah dengan sistem saluran yang rumit, dihubungkan dengan kamar-kamar
bercambuk kecil yang bundar. Spikulanya ada yang terdiri dari silikat dan ada
beberapa (Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida) spikulanya hanya
terdiri serat spongin, agar-agar protein, serat kollagen atau spikulanya tidak
ada. Demospongiae merupakan porifera yang spikulanya tersusun dari dari
serabut sponging (Amir, 1996).
Kelas Demospongia tebagi menjadi tiga ordo, yaitu:
1) Ordo Tetractinellida (Thenea muricata)
2) Ordo Monoxonida (Chalina oculata, Cliona, Spongilla, Haliclona)
3) Ordo Keratosa (Spongia officinalis)
Gambar 6. Spongia officinalis
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Spongia_officinalis_001.JPG
Manfaat Porifera Bagi Ekosistem
Spons dapat memproduksi racun dan senyawa lain yang digunakan untuk
mengusir predator, kompetisi dengan hewan sesil lain, dan untuk melindungi diri
dari infeksi. Lebih dari 10% spons memiliki aktivitas citotoksik yang berfotensial
untuk bahan obat obatan. (Sa’adah, 2011)
Didalam tubuh spons terdapat populasi mikroorganisme simbiotik,
simbion tersebut seperti archae bacteria, sianobakteria, dan microalgae.
Mikroorganisme tersebut merupakan sumber metabolit sekunder, sebagai contoh,
antibiotic polybrominated biphenyl ether yang diisolasi dari dysidea herbacea
sebenernya dihasilkan oleh endosimbiotik sianobakterium (Sa’adah, 2011).
Spons memiliki kemampuan menyaring 80% kandungan partikel terlarut
diperairan. Kemampuan ini menjadi salah satu pertimbangan untuk menggunakan
sponge sebagai pengumpul mikroorganisme polutan. Sponges jenis chondrilla
nucula lah yang dapat mengakumulasi bakteri dalam jumlah besar. Koloni dengan
ukuran satu meter persegi dapat menyaring 14 liter per jam air laut dengan
kandungan 7-10 pangkat 10 sel bakteri perjam. Adapun spons jenis crambe
crambe dapat digunakan sebagai biomonitor untk kontaminasi polutan diperairan.
Spons jenis ini dapat mengakumulasi tembaga, timbale dan vanadium didalam
jaringannya. Selain itu, pengaruh kandungan polutan juga dapat dilihat dengan
adanya respon pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup spons tersebut.
Dan jenis petrosia testudinaria digunakan sebagai biomarker untuk mendeteksi
kandungan logam berat daerah perairan pantai (0,5-1 km) dan lepas pantai (5-7
km) di teluk Mannar, India. Dari hasil penelitian tersebut diketahui sponge yang
diambil dari daerah perairan pantai mengandung konsentrasi logam berat lebih
besar daripada lepas pantai. Konsentrasi logam berat didaerah perairan pantai
lebih besar 0,13 sampai 64 kali lebih besar daripada perairan lepas pantai
suberitas domuncula dapat juga digunakan sebagai biomarker bagi kondisi
lingkungan yang mengalami tekanan oleh cadmium dan bakteri (Sa’adah, 2011).
Selain sebagai sumber senyawa bahan alam, spons juga memiliki manfaat
yang lain, seperti: digunakan sebagai indikator biologi untuk pemantauan
pencemaran laut (Amir, 1991), indikator dalam interaksi komunitas, sebagai
hewan penting untuk akuarium laut (Riseley, 1971).
Manfaat Porifera Bagi Manusia
Beberapa jenis Porifera seperti Spongia dan Hippospongia dapat
digunakan sebagai spons mandi. Zat kimia yang dihasilkan dapat digunakan untuk
pengobatan kanker. Hewan Demospongia yang hidup di laut dangkal dapat
dimanfaatkan oleh manusia, misalnya spons untuk mandi dan pembersih kaca dan
dapat dibuat agen pembunuh bakteri (bakterisidal) yang menyerang tanaman
pertanian.
Porifera yang biasa hidup di laut ini pada umumnya sebagai bahan dasar
spons juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dalam farmasi yang
memberikan pengaruh yang luas untuk kesehatan. Secara tidak langsung, bisa
dimanfaatkan untuk anti-inflammatory, antitumor, dan antibiotik. Tumbuhan
spons merupakan salah satu organisme laut yang bisa diolah sebagai bahan
pangan. Manfaat untuk manusia, sebagai substansi bioaktif untuk obat-obatan,
makanan kesehatan dan kosmetik. Petrosia sp. sebagai anti kanker. Petrosia sp.
telah berhasil diisolasi dan diuji sitotoksik. Pengujian sitotoksisitas banyak
digunakan untuk mencari senyawa potensial untuk dikembangkan sebagai obat,
kosmetik atau anti kanker (Astuti, 2005).
Senyawa bioaktif dikandung Petrosia sp. berupa poliasetilen yang
memiliki aktivitas sitotoksik yang kuat terhadap sel tumor leukemia pada manusia
(Nursid, 2006). Potensi lain yaitu pengembangan Coscinoderma sp. sebagai ‘bath
sponges’. Kriteria Coscinoderma sp. memiliki mutu sangat baik. Potensi ini dapat
dikembangkan untuk menggandakan spesimen ini baik dengan transplantasi
ataupun metode lain. Potensi ekonomis ini dapat dimanfaatkan terutama untuk
meningkatkan perekonomian bagi masyarakat sekitar. (Wiyaniningtiyah, 2011)
Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang
yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut
ini mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar
dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat.
Beberapa tahun terakhir ini peneliti kimia memperlihatkan perhatian pada spons,
karena keberadaan senyawa bahan alam yang dikandungnya. Senyawa bahan alam
ini banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan harganya sangat mahal dalam
katalog hasil laboratorium (Pronzato et, al., 1999).
Ekstrak metabolit dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui
mempunyai sifat aktifitas seperti: sitotoksik dan antitumor, antivirus, anti HIV dan
antiinflamasi, antifungi, antileukimia, penghambat aktivitas enzim. Spons laut
menghasilkan ekstrak kasar dan fraksi yang bersifat antibakteri, antijamur,
antibiofouling dan ichtyotoksik. Bioaktifitas antibakteri ekstrak kasar spons laut
terdapat pada beberapa jenis, seperti: Halichondria sp, Callyspongia
pseudoreticulata, Callyspongia sp. dan Auletta. Beberapa spons yang belum
diketahui jenisnya, yang aktif terhadap bakteri Staphylococcus aures,
Bacillussubtilis dan Vibrio cholerae Eltor (Suparno, 2005).
Tabel hasil pengamatan awetan Spongila aspinosa pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan
No. Pernyataan atau Pertanyaan Istilah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lubang tempat keluar air
Rangka yang terbuat dari kapur atau kersik
Sel-sel pipih penyusun lapisan luar
Sel berflagel atau sel leher yang membatasi
lapisan dalam
Sel yang berfungsi untuk membuka dan
menutup ostium
Sel yang berfungsi untuk mengedarkan
makanan
Sel yang menghasilkan sperma
Sel yang menghasilkan ovum
Reproduksi aseksual
Sel-sel penyusun spikula
Oskulum
Spikula
Pinakosit
Koanosit
Pinakosit/Porosit
Amoebosit pemangsa
Amoebosit
Arkeosit
Pembentukan tunas
Skleroblas
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh
DAFTAR PUSTAKA
Amir, I dan Budiyanto. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara
Umum. Oseana, Volume XXI, Nomor 2, 1996: 15 – 31.
Astuti P, et al . 2005. Uji Sitotoksik senyawa Alkaloid dari Spons Petrosia sp :
Potensial Pengembangan sebagai Anti Kanker. Majalah farmasi
Indonesia. 16 (1): 58-62.
http://en.academic.ru (23 Oktober 2011 10:29)
http://library.thinkquest.org/26153/marine/porife.htm (23 Oktober 2011 15:23)
http://www.serc.si.edu/labs/benthic_ecology/plotinfo.aspx (23 Oktober 2011 19:00)
http://commons.wikimedia.org/wiki/Euplectella_aspergillum (23 Oktober 2011 19:07)
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Spongia_officinalis_001.JPG (23 Oktober 2011 19:12)
Jasin, Maskoeri. 2010. Zoologi Invertebrata. Sinar Wijaya. Surabaya
Nursid M. 2006. Aktivitas Sitotoksik, Indukasi Apoptosis dan Ekspresi Gen p53
Fraksi Metanol Spons Petrosia Cf. Nigricans Terhadap Sel Tumor. Jurnal
Pascapanen dan Bioteknologi kelautan dan Perikanan. Vol 1.
Pronzato R, Bavestrello G, Cerrano C, Magnino G, Manconi R, Pantelis J, Sara A,
and Sidri M. 1999. Sponge Farming in the Mediterranian Sea: New
Perspectives. Memoir of the Queensland Museum 44: 485 - 491.
Riseley RA. 1971. Tropical Marine Aquaria. The Natural System. George Allen
& Unwin Ltd. Ruskin Hause Museum Street. London. hlm 164 – 165.
Romihmohtarto, K. dan Juwana S. 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Jakarta. hlm 115 – 128.
Smith, 1992. Spongilla aspinosa) (http://export.nbii.gov/xml/natureserv/html/
Spongillidae/0/ELEMENT_GLOBAL_2_106811.html)
(23 Oktober 2011 20:36)
Sugeng Paranto. 1982. Invertebrata Sistematik hewan Rendah 1. Surabaya : FKIE
IKIP
Suharyanto. 2008. Distribusi dan Persentase Tutupan Sponge pada Kondisi
Terumbu Karang dan Kedalaman yang Berbeda di Perairan Pulau
Baranglompo. Jurnal Biodiversitas.Vol 9. (3): 209-212.
Sa’adah, Sumiyati. 2011. Porifera. Zoologi Invertebrata. UIN SGD. Bandung.
Suparno. 2005. Kajian bioaktif spons laut (Porifera: demospongiae) suatu peluang
alternative pemanfaatan ekosistem karang Indonesia dalam bidang
farmasi. Makalah falsafah sains. Institut Petanian Bogor. Hal 2-14
Wiyaniningtiyah, Atim Agus, dkk. 2011. Potensi dan Keanekaragaman Porifera
Sebagai Bentuk Inventarisasi Sumberdaya Laut Sekitar Pulau Pramuka.
Laporan Karya Ilmiah Mahasiswa, Institut Pertanian Bogor. (2): 10-11