14
POSISI HUTANG INDONESIA DIANTARA NEGARA ASEAN Awal April 2009 menjelang pesta demokrasi Indonesia lalu, masyarakat kita kembali dibingungkan oleh informasi mengenai utang luar negeri yang disebut-sebut tertinggi sepanjang sejarah. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh ekonom Tim Indonesia Bangkit (TIB), posisi jumlah utang luar negeri RI per Februari 2009 mencapai Rp 1.667 triliun atau setara dengan 65,72 juta dolar AS. Seperti dikatakan calon presiden yang juga ketua TIB Rizal Ramli waktu itu, bahwa dalam lima tahun terakhir jumlah utang Indonesia meningkat sebesar 31 persen dari Rp 1.275 triliun pada Desember 2003 menjadi Rp 1.667 triliun pada bulan Januari 2009 atau naik kurang lebih sebesar Rp 392 triliun. Selain itu, dalam perhitungan secara beban utang per kapita, beban utang meningkat dari Rp 5,8 juta per orang per tahun menjadi Rp 7,7 juta per orang per tahun. Dengan kata lain beban masyarakat menjadi lebih besar karena pertambahan beban utang. Ujung-ujungnya, TIB lalu meminta pemerintah, dalam hal ini Presiden mencabut iklan partainya yang mengklaim berhasil menurunkan utang Indonesia. Sekedar catatan, kenaikan utang Indonesia yang signifikan terjadi setelah krisis moneter 1997/1998 lalu. Kenaikan ini terjadi dalam rangka untuk membiayai BLBI dan menyelamatkan perbankan nasional. Pada saat yang bersamaan, pelemahan rupiah terhadap dollar AS sebagai standar kurs utang waktu itu, membuat utang luar negeri kita berlipat- lipat dalam waktu singkat. Utang negara ini naik dari sekitar Rp 129 triliun pada tahun 1996 menjadi sekitar Rp 1.234 triliun pada tahun 2000, atau berlipat sepuluh kali lipat. Sebagai masyarakat tentu kita harus mampu melihat secara kritis. Dalam hal utang tersebut, terkesan perhitungan utang per kapita dan nominal utang kita meningkat. Namun perlu dingat pengukuran yang sering digunakan untuk menganalisis utang luar negeri adalah membandingkannya dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Pengukuran rasio utang terhadap PDB merupakan normal practice yang umum digunakan dalam analisa ekonomi secara internasional. Karena utang luar negeri suatu negara dibutuhkan salah satunya untuk mengatasi masalah defisit

Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

  • Upload
    vq19

  • View
    336

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

POSISI HUTANG INDONESIA DIANTARA NEGARA ASEAN

Awal April 2009 menjelang pesta demokrasi Indonesia lalu, masyarakat kita kembali dibingungkan oleh informasi mengenai utang luar negeri yang disebut-sebut tertinggi sepanjang sejarah. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh ekonom Tim Indonesia Bangkit (TIB), posisi jumlah utang luar negeri RI per Februari 2009 mencapai Rp 1.667 triliun atau setara dengan 65,72 juta dolar AS.

Seperti dikatakan calon presiden yang juga ketua TIB Rizal Ramli waktu itu, bahwa dalam lima tahun terakhir jumlah utang Indonesia meningkat sebesar 31 persen dari Rp 1.275 triliun pada Desember 2003 menjadi Rp 1.667 triliun pada bulan Januari 2009 atau naik kurang lebih sebesar Rp 392 triliun.

Selain itu, dalam perhitungan secara beban utang per kapita, beban utang meningkat dari Rp 5,8 juta per orang per tahun menjadi Rp 7,7 juta per orang per tahun. Dengan kata lain beban masyarakat menjadi lebih besar karena pertambahan beban utang. Ujung-ujungnya, TIB lalu meminta pemerintah, dalam hal ini Presiden mencabut iklan partainya yang mengklaim berhasil menurunkan utang Indonesia.

Sekedar catatan, kenaikan utang Indonesia yang signifikan terjadi setelah krisis moneter 1997/1998 lalu. Kenaikan ini terjadi dalam rangka untuk membiayai BLBI dan menyelamatkan perbankan nasional. Pada saat yang bersamaan, pelemahan rupiah terhadap dollar AS sebagai standar kurs utang waktu itu, membuat utang luar negeri kita berlipat-lipat dalam waktu singkat. Utang negara ini naik dari sekitar Rp 129 triliun pada tahun 1996 menjadi sekitar Rp 1.234 triliun pada tahun 2000, atau berlipat sepuluh kali lipat.

Sebagai masyarakat tentu kita harus mampu melihat secara kritis. Dalam hal utang tersebut, terkesan perhitungan utang per kapita dan nominal utang kita meningkat. Namun perlu dingat pengukuran yang sering digunakan untuk menganalisis utang luar negeri adalah membandingkannya dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Pengukuran rasio utang terhadap PDB merupakan normal practice yang umum digunakan dalam analisa ekonomi secara internasional. Karena utang luar negeri suatu negara dibutuhkan salah satunya untuk mengatasi masalah defisit anggaran negara maupun untuk menstimulus perekonomian. Dan PDB adalah indikator yang tepat untuk mengukur besaran aktivitas perekonomian yang ikut distimulus, salah satunya oleh utang tersebut.

Berdasarkan rasio utang luar negeri terhadap PDB, posisi utang Indonesia selama sepuluh tahun terakhir ini tercatat turun tajam. Dari sekitar 88 % pada tahun 2000, lalu turun menjadi 56 % pada tahun 2004, dan pada tahun 2009 lalu, rasio tersebut semakin turun hingga sekitar 32 persen. (www.cdt31.org)

Bagaimana dengan negara lain?

Sebenarnya beberapa negara juga menerbitkan surat utang untuk membiayai kegiatan negaranya. Pemerintah Amerika Serikat misalnya, ketika pecah Perang Dunia Kedua, mereka menerbitkan surat utang dalam jumlah yang sangat besar untuk membiayai pasukannya dalam medan perang. Utang pemerintah AS mengalami kenaikan dari 59 milyar dollar pada tahun 1940 menjadi

Page 2: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

sekitar 260 milyar dollar setelah perang tersebut usai. Begitu juga pemerintah Australia pun menerbitkan utang untuk membiayai keterlibatannya pada Perang Dunia Pertama dan Kedua. Bisa dibayangkan, untuk sekedar biaya perang saja mereka rela utang dalam jumlah besar, apalagi untuk memberi makan rakyatnya.

Di sini saya tidak akan membicarakan nominal jumlah utangnya, karena jika data itu yang jadi patokan sama saja saya berpikir sebagai berikut :

data 1: masyarakat di kota A berpenghasilan rata-rata Rp 10 juta per bulan

data 2: masyarakat di kota B berpenghasilan rata-rata Rp 1 juta per bulan

simpulan : penghasilan rata-rata kedua kota itu sebesar Rp 5,5 juta per bulan (11 juta/2).

Secara matematis perhitungan tersebut memang benar, tapi jika dihadapkan pada data statistik, sudah dapat dipastikan dosen akan memberi nilai E, karena itu data palsu, tidak sesuai parameter ilmu statistika, jadi tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Saya yakin Rizal Ramli yang pernah menjabat Menteri Keuangan era Presiden Abdurrahman Wahid sangat paham akan hal itu, namun karena momennya pas menjelang pemilu 2009, konteks langsung berubah. Lucunya, data tentang nominal hutang itu dikutip media massa tanpa penjelasan, adakah upaya penggiringan opini publik? Saya tidak perlu menjawabnya.

Selanjutnya kita akan mengulas nominal utang tersebut berdasar normal practice yang dijadikan patokan ekonomi internasional saja, yaitu perhitungan rasio utang terhadap PDB suatu negara.

Untuk rasio utang negara Indonesia terhadap PDB-nya silahkan lihat grafik-grafik di bawah :

Rasio utang pemerintah terhadap PDB

Page 3: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

Keterangan :

Pada tahun 2000, sewaktu proses rekapitalisasi perbankan rampung, utang Pemerintah mencapai Rp 1.226,1 triliun (setara USD 60,8 miliar pada waktu itu) atau sekitar 96 % dari PDB. Hingga tahun 2009 rasio itu turun hingga mencapai 30 % dari PDB, diharapkan tahun-tahun ke depan akan seperti itu trendnya.

Rasio utang pemerintah tahun 2009 turun menjadi 30 persen, melampaui target yang ditetapkan 31,8 persen. Rasio utang Indonesia terus turun, dari tahun 2000 yang mencapai 89 persen.

Perkembangan Utang Indonesia (sumber : Depkeu RI)

“Keberhasilan pemerintah menurunkan rasio utang pada 2009 menjadi 30 persen, tercapai seiring kenaikan nilai tukar rupiah,”kata Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Lukita Dinarsyah Tuwo di Jakarta baru-baru ini.

Sementara itu, rincian pinjaman yang diperoleh pemerintah pusat hingga akhir Oktober 2009 adalah utang bilateral USD42,6 miliar, utang multilateral USD20,78 miliar,dan utang komersial USD2,2 miliar. Secara jumlah, utang Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Namun secara rasio terhadap produk domestik bruto (PDB), utang terus menurun. Tercatat, utang pemerintah pusat sejak tahun 2005 berikut rasio utang terhadap PDB menunjukkan perkembangan positif. Secara berturut-turut, utang pemerintah mengalami penurunan. Pada 2005 utang pemerintah tercatat sebesar Rp1.313,29 triliun (47 %), tahun 2006 Rp1.302,16 triliun (39 %), tahun 2007 Rp1.389,41 triliun (35 %) dan pada 2008 Rp1.636,74 triliun (33 %). Sumber : http://economy.okezone.com/read/2010/01/04/20/290523/rasio-utang-indonesia-terus-turun

Page 4: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

Secara ringkas begini perkembangannya :

-------------------------------------------------------------------------------Tahun Jumlah utang % Tahun 2000: Rp 1.234,28 triliun (89%) Tahun 2001: Rp 1.273,18 triliun (77%) Tahun 2002: Rp 1.225,15 triliun (67%) Tahun 2003: Rp 1.232,04 triliun (61%) Tahun 2004: Rp 1.299,50 triliun (57%) Tahun 2005: Rp 1.313,29 triliun (47%) Tahun 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%) Tahun 2007: Rp 1.389,41 triliun (35% )Tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%) September 2009 : Rp 1.604,69 triliun (30%) Oktober 2009 : Rp 1602,19 triliun (30%) November 2009 : Rp 1.618,54 triliun (30%)--------------------------------------------------------------------------------

Bandingkan dengan rasio utang negara lain terhadap PDB-nya.

Kemampuan maupun kemauan sering kali dilihat dari beberapa variabel makro ekonomi. Salah satu ukuran ekonomi yang sering digunakan adalah rasio utang terhadap PDB. Semakin kecil rasio ini, semakin mampu suatu negara untuk membayar utangnya, dan semakin aman berinvestasi di negara tersebut.

Secara teoritis, tidak ada batasan yang pasti untuk mengatakan rasio utang suatu negara sudah mencapai level yang membahayakan atau tidak. Akan tetapi, negara-negara Eropa bersepakat bahwa rasio utang maksimal yang dapat diterima adalah 60 % dari PDB.

Page 5: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

Dilihat dari ukuran ini, keadaan utang Indonesia untuk saat ini masih cukup baik. Dibandingkan dengan negara tetangga pun, keadaan utang kita masih lebih baik. Rasio utang terhadap PDB Malaysia, misalnya, diperkirakan akan berada pada level 41,6 %. Untuk Thailand rasio ini diperkirakan akan berada pada level 39,9 % pada tahun 2009 lalu.

Jadi, dari ukuran rasio ini utang Indonesia masih dalam keadaan yang amat aman.

Ukuran lain yang sering digunakan untuk menilai kesinambungan fiskal suatu negara (sekaligus kemampuan membayar utangnya) adalah rasio defisit terhadap PDB. Sekali lagi, secara teoritis tidak ada patokan jangka pendek yang pasti untuk menentukan keadaan fiskal (anggaran) yang aman untuk suatu negara. Namun, negara-negara di Eropa membatasi rasio defisit anggaran maksimum terhadap PDB pada angka 3 %.

Keadaan fiskal Indonesia dilihat dari ukuran ini pun cukup baik. Rasio utang terhadap PDB Indonsia dalam beberapa tahun terakhir ini senantiasa berada di bawah 3 %. Pada tahun 2009 lalu, dengan stimulus fiskal yang besar, rasio defisit terhadap PDB Indonesia masih berada pada kisaran 2,5 %. surplus atau defisit yang terjadi pada anggaran sebelum pembayaran bunga utang

Sebaliknya, keadaan utang negara-negara maju saat ini banyak yang melewati batas prinsip kehati-hatian. Rasio utang terhadap PDB Jepang, misalnya mencapai 217,2 % pada tahun 2009 lalu. Sedangkan AS mencapai 87,0 %. Sebelumnya Central Intellegence Agency (CIA) merilis daftar Public Debt, Country Comparison, jika Zimbabwe dan Jepang berada di posisi satu dan dua untuk ukuran rasio utang terhadap PDB-nya dengan rasio 241,20 % dan 170,40 %, Indonesia berada jauh di bawah, yaitu peringkat 73 dengan rasio hanya 30,10 %. (klik foto untuk memperbesar).

Data CIA : Public Debt, Country Comparison

Page 6: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

Catatan :

Sejak 2008, opini BPK terhadap Laporan Keuangan seluruh bagian anggaran (BA) terkait Pengelolaan Utang yang terdiri pembayaran biaya utang (BA-061), pembayaran cicilan pokok utang luar negeri (BA-096), dan pembayaran pokok surat berharga negara (BA-097) adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP);

Menurut BPK, akuntabilitas kinerja pengelolaan utang membaik dari segi Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku;

Pengelolaan APBN dan utang Indonesia relatif lebih baik dibandingkan dengan negara lain, misalnya dalam indicator rasio utang terhadap PDB, PDB per kapita dan rasio utang terhadap Penerimaan Negara.

Jika ingin mengetahui variable atau parameter apa saja tentang metodologi statistik, silahkan berkunjung ke situs resmi Badan Pusat Statistik (bps.go.id)

Jika ingin mengetahui variable ekonomi dan pergerakannya, silahkan berkunjung ke situs resmi Departemen Keuangan (depkeu.go.id)

Selain itu, pada tahun 2011, Decak kagum banyak terlontar pada pencapaian Indonesia yang dibilang cukup cemerlang, dari segi perekonomian khususnya, seakan tak mau menutup tahun 2011 dengan hal yang biasa, lembaga pemeringkat Fitch Rating menambah lengkapnya prestasi Indonesia lewat naiknya peringkat utang Indonesia ke level layak investasi “Investment Grade” dari BB+ menjadi BBB-. Investment grade yang terakhir pernah dicapai Tahun 1997, saat ini seakan menjadi angin segar yang mengirimkan sinyal optimisme ekonomi Indonesia.

Meningkatnya peringkat Indonesia menjadi layak investasi dengan pembuktian stabilitas eknonomi pada krisis di tahun 2008, menjadikan Indonesia disebut sebut sebagai calon “permata ekonomi di ASIA” dimasa yang akan datang. Bahkan pada tahun 2025, World Bank memprediksi akan terjadi pergeseran peta perekonomian Dunia, yaitu terdapat 6 negara (Brasil, China, Indonesia, India, Korsel, dan Rusia) akan masuk dalam jajaran Negara yang cemerlang dari sisi pertumbuhan ekonomi global dan system moneter Internasional.

Tahun 2011 lalu, sesuai dengan prediksi Pemerintah, Indonesia mencatat pertumbuhan Ekonomi sebesar 6,5 %. Seperti yang disampaikan pada pidato Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang sekaligus menjadi ketua ASEAN 2011 di forum ASEAN Supreme Audit Institutions (ASEANSAI) November lalu, Negara ASEAN menunjukkan ketahanannya terhadap krisis keuangan global, dan diprediksi rata-rata Negara ASEAN mencatat pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,4 – 6,4 % pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi ASEAN termasuk Dunia global.

Page 7: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

Sebagai bahan perbandingan antara growth ekonomi di Negara Asean, berikut dapat dilihat dalam grafik yang diadapat dari publikasi Depkeu 2012 “Kerangka Ekonomi Makro & Kebijakan Fiskal 2012” dimana pada data tersebut diketahui bahwa Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang paling besar diantara Negara asean lainnya. Berbeda dengan tahun sebelumnya dimana Indonesia menempati urutan ke III pada tahun 2010 dibawah singapura dan Thailand.

Sumber : Publikasi Depkeu “Kerangka Kebijakan Fiskal dan Ekonomi Makro 2012”

Sejalan dengan pernyataan Direktur OECD ( Organisation for Economic Co-operation and Development) Mario Pezzini dalam acara "The Economic Outlook and Policy Challenges of Southeast Asia" , diprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2012-2016 akan menjadi paling tinggi dibandingkan 5 (lima) Negara ASEAN lainnya dengan rata-rata 6,6 % pada kurun waktu tersebut. Sebagai bahan perbandingan, berikut adalah prediksi pertumbuhan Negara ASEAN kurun waktu 2012-2016 :

No Negara ASEAN Proyeksi Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi 2012-2016=============================================================== 1 Indonesia 6,6 %

2 Vietnam 6,3 %

3 Malaysia 5,3 %

4 Filiphina 4,9 %

5 Singapura 4,6 %

6 Thailand 4,5 %

Source : Inilah.com 29 Nov.2011

Page 8: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

Dengan berbagai data yang menunjukkan pencapaian yang baik, memang tak heran jika berbagai ekspektasi baik pun datang dari berbagai kalangan, termasuk terhadap peningkatan nilai investasi di Indonesia seiring dengan meningkatnya pencapaian ekonomi Indonesia.

Sebagai gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui pendekatan pertumbuhan Gross Domestic Product, dari tahun ke tahun dapat dilihat melalui table berikut :

Sumber : BPS & Kemenkeu 2012

Guncangan kondisi ekonomi global yang tercatat sebagai dampak dari krisis Negara-negara eropa dan Amerika memang menjadikan posisi Negara-negara berkembang yang memiliki tujuan ekspor ke kedua benua tersebut agak terganggu. Sedikit sebagai gambaran tentang utang suatu Negara, seperti yang pernah disampaikan oleh Ekonom Chatib Basri, bahwa utang suatu Negara tidak dapat dilihat dari besar nominalnya, melainkan suatu Negara dapat dilihat melalui perspektif rasio utang terhadap Gross Domestic Bruto (GDP). Sebagai ilustrasi, posisi utang Indonesia pada November 2011 adalah sebesar Rp.1.816,05 Triliun, jika dilihat dari nominalnya, memang tergolong besar, namun apabila kita bandingkan dengan rasio terhadap GDP, utang Indonesia masih tergolong pada wilayah aman dengan prosentase utang terhadap GDP Indonesia sebesar 28,2 %.

Untuk melihat betapa besarnya kemungkinan resesi dari Negara Eropa & Amerika, berikut dapat dilihat data dari cnbc.com mengenai perbandingan utang suatu Negara terhadap GDP nya, dimana jika dibandingkan dengan Indonesia, Negara kita masih tergolong aman.

Page 9: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

No Negara % Utang Negara terhadap GDP==================================================== 1 Irlandia 1.382 %

2 Inggris 413,3 %

3 Swiss 401,9 %

4 Belanda 376,3 %

5 Belgia 335,8 %

6 Norwegia 251.3 %

7 Prancis 250 %

8 Yunani 182.2 %

9 Italia 146.6 %

10 Amerika Serikat 101.1 %=====================================================

Source : vivanews.com (peringkat Negara utang terbesar)

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa rasio hutang terhadap GDP Negara-negara eropa dan Amerika memang berada pada posisi yang tidak baik. Dan jika dibandingkan dengan Indonesia dengan rasio hutang terhadap GDP nya sebesar 28,2 %, dapat dikatakan Indonesia masih berada pada posisi Aman terhadap ancaman Resesi Global.

Selain itu, Awal tahun 2011, Moody’s Investor Services juga sudah menaikkan peringkat surat utang Indonesia dari Ba2 menjadi Ba1. Artinya, untuk mencapai investment grade, Indonesia tinggal memerlukan satu step lagi. Kalau pemerintah mampu mempertahankan kebijakan ekonomi dan kestabilan politik yang ada sekarang ini, keyakinan Standard Chartered Bank Indonesia pasti akan terwujud.

Menurut data yang dimiliki Moody’s saat ini neraca yang dimiliki pemerintah Indonesia sangat mendukung untuk pencapaian level investmen grade. Dengan difisit di bawah 2 persen selama enam tahun terakhir, Indonesia mengungguli dua Negara emerging market, yaitu India dan Mesir. India yang notabenenya masuk dalam kelompok Negara berpengaruh di dunia (BRIC; Brazil, Rusia, India, China) hanya mampu mengelola neraca dengan nilai deficit delapan persen.

Ketahanan ekonomi Indonesia di tengah badai krisis global berpengaruh pada sistem pengelolaan ekonomi makro, diantaranya posisi utang dan cadangan devisa yang terus meningkat. Derasnya arus investasi yang masuk ke Indonesia, terutama tahun 2010 dan kwartal I tahun 2011 ikut menjadi pertimbangan Moody’s menaikkan peringkat Indonesia. Masuknya investasi ke dalam negeri

Page 10: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

juga direspons dengan baik oleh kalangan pelaku ekonomi, sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus menguat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga berjaya di bersa regional. Awal tahun 2010 lalu, IHSG menguat 16,6 persen yang merupakan terbesar ketiga di dunia dan nomor satu di Asia. Kinerja positif pasar saham di Indonesia terus bertahan sampai dengan kwartal I tahun 2011.

Pondasi ekonomi yang kuat membuat capital inflow deras masuk ke Indonesia. Indonesia sama sekali tak terpengaruh oleh krisis utang Yunani, Eurozone dan krisis global. Meski sempat terjebak dalam krisis pangan, namun pemerintah cepat menemukan formula, sehingga mampu melakukan stabilisasi harga. Kondisi ekonomi makro dan mikro yang menunjukkan tren positif menjadi kredit plus Indonesia di mata para pemeringkat utang. Untuk menuju level investmen grade, saya pikir Indonesia tinggal menunggu waktu saja.

Kita mungkin bersepakat dengan pendapat beberapa pengamat bahwa untuk segera mencapai level investment grade, Indonesia harus memenuhi minimal tiga syarat. Pertama, cadangan devisa. Kedua, kebijakan fiscal untuk mengatur subsidi energi, terutama listrik dan bahan bakar minyak (BBM). Ketiga, reformasi kebijakan.

Untuk syarat pertama, Indonesia sudah mampu memenuhinya. Sebagaimana sudah dilansir Bank Indonesia (BI), jumlah cadangan devisa hingga akhir Mei 2011 mencapai US$ 118 miliar dolar Amerika Serikat. Padahal untuk mencapai level investmen grade, batas psikologis cadangan devisa adalah US$ 100 miliar dolar Amerika Serikat. Padahal sejak tahun 2010, tren cadangan devisa RI terus naik. Bahkan dalam tempo sekitar 10 hari, RI bisa menambah cadangan sekitar US$ 1,5 miliar dolar Amerika Serikat. Tanggal 20 Mei 2011 cadangan devisa RI US$ 116 dolar Amerika Serikat. Sementara akhir Mei 2011 menjadi US$ 118 dolar Amerika Serikat. Sampai akhir tahun 2012 nanti, Indonesia sangat mungkin bisa menyamai cadangan devisa dua anggota kelompok BRIC, yaitu India dan Brazil. Saat ini cadangan devisa India dan Brazil di kisaran US$ 250 miliar dolar Amerika Serikat.

Untuk syarat kedua, Indonesia sebenarnya juga bisa melakukan. Saat ini perusahaan setrum Negara (PLN) sedang menggodok kenaikan tarif dasar listrik (TDL) untuk industri. Sementara untuk sektor BBM, pemerintah juga tengah menyiapkan kebijakan pembatasan subsidi. Investor saat ini tengah menunggu kebijakan konkrit pemerintah menyangkut TDL dan BBM. Mengingat harga energi, terutama minyak masih bertahan di level tinggi, dan besar kemungkinan masih fluktuatif, investor menginginkan adanya kebijakan fiskal di bidang energi yang lebih fleksibel.

Sedangkan untuk syarat ketiga, yaitu menyangkut reformasi kebijakan, Indonesia kini tengah melakukannya di segala bidang. Hukum, kesehatan, pendidikan dan keamanan kini sedang menjadi prioritas reformasi kebijakan pemerintah. Stabilitas nasional dan kepastian hukum akan menjadi pertimbangan para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sementara reformasi kebijakan di bidang lain akan memicu foreign direct investmen. Keseriusan pemerintah dalam memberantas pungli dan praktik percaloan akan semakin menarik minat investor untuk menanamkan modalnya secara langsung.

Page 11: Posisi Hutang Indonesia Diantara Negara Asean

Saat ini para investor sedang serius memantau negara-negara emerging market sebagai tujuan investasi. Dengan mencapai level investment grade, Indonesia akan semakin ‘cantik’ di mata para investor. Apalagi kalau pemerintah mampu meyakinkan dan merealisasikan ramalan para pengamat bahwa tahun 2025 nanti Indonesia akan bergabung dalam kelompok BRIC (Brazil, Rusia, India, China) yang dianggap sebagai Negara berpengaruh dalam tatanan ekonomi dunia. Tentunya akan semakin menarik minat para investor.