Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
0
POTENSI Bacillus spp. SEBAGAI AGENSIA HAYATI UNTUK
MENGENDALIKAN REBAH KECAMBAH YANG
DISEBABKAN Rhizoctonia solani Kuhn.
PADA TANAMAN CABAI
SKRIPSI
LUTHER ZEGA
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
1
POTENSI Bacillus spp. SEBAGAI AGENSIA HAYATI UNTUK
MENGENDALIKAN REBAH KECAMBAH YANG
DISEBABKAN Rhizoctonia solani Kuhn.
PADA TANAMAN CABAI
LUTHER ZEGA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Jurusan Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Jambi
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
2
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul Potensi Bacillus spp. Sebagai Agensia Hayati Untuk
Mengendalikan Rebah Kecambah Yang Disebabkan Rhizoctonia solani Kuhn.
Pada Tanaman Cabai yang disusun oleh Luther Zega, NIM D1A014107, telah
diuji dan dinyatakan Lulus pada tanggal 04 Januari 2021 dihadapan Tim Penguji
yang terdiri atas:
Ketua : Dr. Husda Marwan, S.P., MP.
Sekretaris : Ir. Sri Mulyati, MP.
Penguji Utama : Dr. Ir. Asniwita, M.Si.
Anggota : 1. Weni Wilia S.P., M.Si.
2. Fuad Nurdiansyah S.P., M. PlaHBio., Ph.D.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Husda Marwan, SP., MP Ir. Sri Mulyati, MP
NIP. 19710321 200012 1 001 NIP. 19620417 198701 2 001
Mengetahui:
Ketua Jurusan Agroekoteknologi
Dr. Sunarti, S.P., M.P
NIP. 19731227 199903 2 003
3
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Luther Zega
NIM : D1A014107
Jurusan : Agroekoteknologi
Peminatan : Proteksi Tanaman
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini belum pernah diajukan dan tidak dalam proses pengajuan di
manapun juga dan/atau oleh siapapun juga.
2. Semua sumber kepustakaan dan bantuan dari berbagai pihak yang diterima
selama penelitian dan penyusunan Skripsi ini telah dicantumkan atau
dinyatakan pada bagian yang relevan, dan Skripsi ini bebas dari plagiarisme.
3. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa Skripsi ini telah diajukan atau dalam
proses pengajuan oleh pihak lain dan/atau terdapat plagiarisme di dalam
Skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Pasal 12 Ayat (1)
butir (g) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, yakni
Pembatalan Ijazah.
Jambi, 15 Maret 2021
Yang membuat pernyataan
Luther Zega
NIM. D1A014072
4
RINGKASAN
POTENSI Bacillus spp. SEBAGAI AGENSIA HAYATI UNTUK
MENGENDALIKAN REBAH KECAMBAH YANG DISEBABKAN
Rhizoctonia solani Kuhn. PADA TANAMAN CABAI (Luther Zega di bawah
bimbingan Dr. Husda Marwan, SP., MP dan Ir. Sri Mulyati, MP).
Cabai merupakan tanaman hortikultura yang penting di Indonesia, salah satu
faktor rendahnya produktivitas cabai disebabkan oleh penyakit tanaman. Penyakit
rebah kecambah yang disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani umumnya
menyerang cabai pada masa pembibitan. Penyakit rebah kecambah dapat
dikendalikan dengan beberapa cara diantaranya teknik budidaya (rotasi tanaman
dan solarisasi tanah), penggunaan fungisida sintetis, secara biologi, varietas tahan
dan bibit bebas penyakit. Pengendalian biologi merupakan salah satu
pengendalian yang ramah lingkungan dengan menggunakan bakteri antagonis dari
rizosfer tanaman.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Rumah Kaca
Fakultas Pertanian Universitas Jambi dari bulan November 2019 sampai Agustus
2020 dengan tujuan untuk mengetahui potensi isolat bakteri Bacillus spp. sebagai
agensia hayati untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan
oleh cendawan R. solani pada beberapa varietas cabai. Penelitian ini dilakukan
dengan dua tahap yaitu dengan in vitro dan in planta. Pelaksanaan secara in vitro
dilakukan dengan 2 tahap yaitu seleksi daya hambat dan uji dua kultur Bacillus
spp. terhadap R. solani. Tahap in planta menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari 10 kombinasi perlakuan 3 ulangan sehingga terdapat 30
satuan percobaan yaitu, K0C1 (Kontrol sehat cabai varietas Laris), K0C2 (Kontrol
sehat cabai varietas Loker Telun Berasap), K1C1 (Kontrol sakit cabai varietas
Laris), K1C2 (Kontrol sakit cabai varietas Loker Telun Berasap), B1C1 (B.G4.4
dengan cabai varietas Laris), B1C2 (B.G4.4 dengan cabai varietas Loker Telun
Berasap), B2C1 (B.G4.5 dengan cabai varietas Laris), B2C2 (B.G4.5 dengan
cabai varietas Loker Telun Berasap), B3C1 (B.SM.16 dengan cabai varietas Laris)
B3C2 (B.SM.16 dengan cabai varietas Loker Telun Berasap).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 21 isolat bakteri Bacillus spp.
dapat menghambat R. solani secara in vitro. Perlakuan pemberian bakteri
Bacillus spp. berpengaruh nyata terhadap persentase pre-emergence damping off
dan post-emergence damping off pada bibit cabai. Isolat Bacillus spp. mampu
menekan penyakit rebah kecambah sebelum muncul kepermukaan tanah
(pre-emergence damping off) dan mampu menekan penyakit rebah kecambah
setelah muncul kepermukaan tanah (post-emergence damping off) pada tanaman
cabai.
5
RIWAYAT HIDUP
Luther Zega. Penulis dilahirkan di Sibolga, Tapanuli Tengah
Sumatera Utara pada tanggal 07 Mei 1996. Penulis merupakan
anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Ayah
Yuniaro Zega dan Ibu Masaria Laoli. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri No. 08/V Merlung,
Tanjung Jabung Barat pada tahun 2008, Pendidikan menengah
pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Merlung, Tanjung Jabung Barat
pada tahun 2011, dan Pendidikan menengah atas di Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Merlung, Tanjung Jabung Barat pada tahun 2014 dengan mengambil
jurusan IPA. Pada tahun 2014 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas
Jambi melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis memilih Peminatan Proteksi Tanaman, Program Studi Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa di Universitas Jambi penulis
mendapatkan beasiswa dari Tanoto Foundation pada tahun 2015. Penulis
mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di PT. Inti Indosawit Subur
Kebun Tungkal Ulu pada tanggal 08 Maret sampai dengan 30 April 2018. Pada
tahun 2019 penulis melaksanakan penelitian Skripsi dengan judul “Potensi
Bacillus spp. Sebagai Agensia Hayati Untuk Mengendalikan Rebah Kecambah
Yang Disebakan Rhizoctonia solani Kuhn. Pada Tanaman Cabai” dibawah
bimbingan Dr. Husda Marwan S.P., M.P. selaku dosen Pembimbing Skripsi I dan
Ir. Sri Mulyati., M.P. selaku dosen Pembimbing Skripsi II. Pada tanggal 04
Januari 2021 penulis melaksanakan ujian skripsi dan dinyatakan lulus sebagai
Sarjana Pertanian.
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa
dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
ingin menyampaikkan ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Ayah Yuniaro Zega (Almarhum) dan Ibu Masaria
Laoli, Kakak Adaria Zega, Yana Kristian Zega, Abang Nosinema Zega dan
Adik Kayla Kalani Zega serta keluarga besar tercinta yang telah memberikan
kasih sayang, dukungan, motivasi, materi dan doa yang tiada henti-hentinya
mengalir demi kelancaran dan kesuksesan penulis.
2. Bapak Dr. Husda Marwan, SP.,MP. selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Sri
Mulyati, MP. selaku Dosen Pembimbing II serta Ibu Dr. Ir. Asniwita, M.Si.,
Ibu Weni Wilia S.P., M.Si., Bapak Fuad Nurdiansyah S.P., M. PlaHBio., Ph.D.
selaku dosen undangan yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan
saran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu Dosen, seluruh Staff dan Karyawan Fakultas Pertanian
Universitas Jambi yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan serta
bantuan kepada penulis selama masa studi.
4. Seluruh teman-teman seperjuangan Agroekoteknologi 2014 terkhusus kepada
teman-teman di Proteksi Tanaman 2014 (Siti, Ismi, Wilujeng, Sholihin, Rober,
Jeki, Andi, Yogi, Bayu, Wiwin, Tuti, Annisa, Septinita, Yanita, Friandi,
Suhanda, Fajar, Eko, Nadia, Winda, Nanda, Mega, Afifatul, Hasaya, Fitri dan
Jhonson) yang sama-sama berjuang dan selalu memberikan banyak bantuan
dalam penyelesaian tugas akhir skripsi.
5. Teman-teman Tanoto Scholars Association Jambi yang selalu memberikan
semangat, bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini.
6. Sahabat-sahabatku tim Burung Kejepit dan Ayu Cahyaning Tyas yang telah
memberikan banyak motivasi, semangat serta selalu mengisi hari-hari menjadi
sangat menyenangkan.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul
“Potensi Bacillus spp. Sebagai Agensia Hayati Untuk Mengendalikan Rebah
Kecambah Yang Disebakan Rhizoctonia solani Kuhn. Pada Tanaman Cabai”
ini dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing skripsi Dr. Husda Marwan, S.P., M.P. dan Ir. Sri Mulyati, M.P.
selaku pembimbing I dan II atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan
selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada dosen penguji yaitu Dr. Ir. Asniwita, M.Si., Weni Wilia S.P., M.Si.,
Fuad Nurdiansyah S.P., M. PlaHBio., Ph.D. serta kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan nantinya. Semoga skripsi ini dapat memberikan
wawasan dan pengetahuan serta manfaat bagi masyarakat dan semua pihak yang
memerlukannya.
Jambi, 15 Maret 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.3. Kegunaan Penelitian ................................................................... 3
1.4. Hipotesis .................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Rebah Kecambah ......................................................... 4
2.2. Pengendalian Penyakit ................................................................ 6
2.3. Bacillus spp. ................................................................................ 7
2.4. Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) ....................................... 8
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu ...................................................................... 10
3.2. Bahan dan Alat ............................................................................ 10
3.3. Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 10
3.4. Variabel Pengamantan ................................................................ 15
3.5. Analisis Data ............................................................................... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil ............................................................................................ 18
4.2. Pembahasan ................................................................................. 23
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 26
5.2. Saran ........................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 27
LAMPIRAN ............................................................................................. 31
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Persentase daya hambat Bacillus spp. terhadap R. solani secara
in vitro ..................................................................................................... 18
2. Persentase Pre-emergence damping off dan penekanan penyakit
pada varietas Laris dan Lokal Kerinci Telun Berasap ......................... 20
3. Persentase Post-emergence damping off dan penekanan penyakit
pada varietas Laris dan Lokal Kerinci Telun Berasap ......................... 21
4. Persentase damping off pada varietas Laris dan Lokal Kerinci Telun
Berasap .................................................................................................. 22
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema pengujian daya hambat isolat bakteri terhadap Rhizoctonia
solani pada tahap pertama : (A) Koloni R. solani; (B1-B4) Isolat
bakteri. ...................................................................................................... 11
2. Skema uji ganda daya hambat isolat bakteri terhadap Rhizoctonia solani
Padatahap kedua : (A) Koloni R. solani; (B) Isolat bakteri; (R1)
Jari – jari koloni R. solani yang menjauhi koloni bakteri; (R2)
Jari – jari koloni R. solani yang mendekati koloni bakteri. ...................... 12
3. Uji antagonis tahap pertama isolat Bacillus spp. terhadap cendawan
Rhizoctonia solani dengan mengoreskan isolat Bacillus spp. pada
empat sisi petri dan terdapat isolat B.SM9 dan B.G4.21 yang tidak
menghambat sedangkan isolat B.SM.16 dan isolat B.G4.6 yang memiliki
zona hambat dan dilanjutkan pada uji ganda ............................................ 19
4. Uji ganda daya hambat isolat B.SM.16 terhadap Rhizoctonia solani ....... 19
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Deskripsi Tanaman Cabai Varietas Laris .............................................. 31
2. Deskripsi Tanaman Cabai Varietas Loker Telun Berasap
(Lokal Kerinci Telun Berasap).............................................................. 32
3. Denah Tanaman .................................................................................... 33
4. Denah Penelitian ................................................................................... 34
5. Hasil Uji Penghambatan bakteri Bacillus spp. terhadap cendawan
R. solani ............................................................................................... 35
6. Data persentase daya hambat secara in vitro......................................... 37
7. Data Persentase pre-emergence damping off varietas Larisdan varietas
Lokal Kerinci Telun Berasap ................................................................ 38
8. Data Persentase post emergence damping off varietas Laris dan varietas
Lokal Kerinci Telun Berasap ................................................................ 40
9. Persentase Damping off varietas Laris dan varietas Lokal Kerinci
Telun Berasap ...................................................................................... 42
10. Dokumentasi penelitian ....................................................................... 43
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cendawan Rhizoctonia solani merupakan kelompok cendawan steril
(tidak dapat menghasilkan spora) tetapi dapat menghasilkan sklerotia sebagai
struktur bertahannya baik ditanah maupun pada jaringan tanaman (Dijst, 1988).
Sklerotia merupakan sumber inokulum primer di lahan dan dapat bertahan selama
beberapa tahun di tanah. Ketika kondisi lingkungan mendukung
pertumbuhannya, sklerotium akan berkecambah dan jika ditemukan inang yang
sesuai, hifa yang berkecambah akan menginfeksi tanaman inang yang ada. (Muis
dan Quimio, 2006).
Pada dasarnya cendawan R. solani memiliki kemampuan saprofitik
(saprophytic ability) yang tinggi yakni ketika tidak ada inang yang sesuai,
cendawan ini mampu memanfaatkan bahan organik disekitarnya sebagai tempat
tumbuhnya, sehingga cendawan R. solani masih dapat bertahan di alam. Ketika
sudah menemukan inang yang sesuai di lapangan, R. solani akan mulai
menginfeksi jaringan tanaman inang tersebut dan jika kondisi lingkungan
mendukung maka terjadilah gejala penyakit pada tanaman (Octriana, 2011).
Menurut Muis dan Quimio (2006), cendawan R. solani memiliki tanaman
inang yang luas dari familia gramineae termasuk serealia yaitu jagung, sorgum,
gandum, rumput dan padi, familia leguminoceae, familia Solanaceae dan juga dari
familia Cucurbitaceae. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) dari familia
Solanaceae merupakan salah satu tanaman inang R. solani. Penyakit yang
disebabkan cendawan ini adalah rebah kecambah yang terjadi di pembibitan.
Penyakit rebah kecambah dapat terjadi sebelum tanaman muncul ke permukaan
tanah (pre-emergance damping off) yang gejalanya diketahui dari biji membusuk
sebelum tumbuh maupun bibit sudah muncul ke permukaan tanah
(post-emergance damping off) tetapi kemudian layu karena bagian pangkal
batangnya membusuk. Penyakit rebah kecambah dapat berkembang baik pada
kondisi lingkungan yang lembab (Yulianti dan Ibrahim, 2000). Intensitas penyakit
yang disebabkan oleh R. solani pada musim hujan mencapai 80%, dan 20 – 30 %
pada musim kemarau (Widodo, 2007).
2
Pengendalian rebah kecambah pada umumnya dilakukan dengan
penggunaan fungisida sintetis, akan tetapi dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap bahaya lingkungan dan kesehatan, penggunaan bahan kimia
sintetis mulai dikurangi. Disamping itu pestisida sintetis tidak semuanya efektif
dan dapat menyebabkan munculnya resistensi patogen baru, serta kurang selektif.
Dampak negatif yang tidak diinginkan terhadap keamanan produk dan pangan,
serta masalah fitotoksisitas sehubungan dengan penggunaan pestisida yang
berlebihan (Charles, 1997).
Pengendalian dengan pemanfaatan mikroorganisme antagonis merupakan
salah satu alternatif yang saat ini banyak diteliti dan digunakan sebagai agen
pengendali penyakit tanaman tular tanah. Penggunaan agensia hayati sebagai
biokontrol patogen tular tanah merupakan upaya untuk mengurangi kemampuan
bertahan suatu patogen, menghambat pertumbuhan serta penyebarannya,
mengurangi intensitas dan beratnya serangan patogen pada tanaman inang. Selain
itu diharapkan dapat menggantikan peran pestisida sintetik dan mengurangi biaya
pengendalian. Bakteri Bacillus spp. berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai agen
pengendali penyakit tanaman. Kemampuannya dalam menghasilkan berbagai
senyawa metabolit seperti basilin, basitrasin, basilomisin, difisidin, oksidifisidin,
lesitinase, subtilisin dan fengymycin berperan dalam menghambat agen penyakit
tanaman (Stein, 2005). Selain itu juga dapat menghasilkan enzim kitinase yang
dapat merusak dinding sel jamur (Hutauruk et al., 2016) serta kemampuannya
dalam membentuk endospora (Kloepper et al., 1999).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Oktania et al., (2018) melalui
pengujian daya hambat secara in vitro, isolat Bacillus B.G3-27 dapat menghambat
Sclerotium rolfsii sebesar 55% dengan menghasilkan zona bening. Pemberian
Bacillus spp. juga dapat menekan penyakit rebah kecambah kedelai sebelum
muncul kepermukaan tanah sebesar 21,56% sampai 34,4% dan penyakit rebah
kecambah setelah muncul ke permukaan tanah sebesar 51,14% sampai 77,06%.
Hasil penelitian oleh Djaenuddin dan Muis (2017) menunjukkan bahwa perlakuan
tunggal formulasi B. subtilis dapat menekan perkembangan penyakit hawar
pelepah dan upih daun yang disebabkan oleh cendawan R. solani pada tanaman
jagung dengan persentase penekanan serangan penyakit sebesar 39,1 %.
3
Lama masa kolonisasi dan waktu adaptasi agens hayati dengan lingkungan
merupakan hal yang mempengaruhi efektifitas agens hayati dalam mengendalikan
penyakit. Perakaran tanaman yang belum terkolonisasi dengan baik oleh agens
hayati, akan membuat tanaman tidak mampu untuk tahan terhadap serangan
patogen (Abadan, 2015)
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis telah melakukan penelitian dengan
judul “Potensi Beberapa Isolat Bacillus spp. Sebagai Agensia Hayati Untuk
Mengendalikan Rebah Kecambah yang disebabkan Rhizoctonia solani Kuhn.
Pada Tanaman Cabai”
1.2.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi beberapa isolat bakteri
Bacillus spp. sebagai agensia hayati untuk mengendalikan penyakit rebah
kecambah yang disebabkan oleh cendawan R. solani pada beberapa varietas cabai.
1.3.Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait
potensi isolat bakteri Bacillus spp. dalam mengendalikan penyakit rebah
kecambah pada tanaman cabai yang disebabkan oleh cendawan R. solani.
1.4.Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat isolat bakteri Bacillus spp.
yang memiliki potensi untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah yang
disebabkan oleh cendawan R. solani.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Rebah Kecambah
2.1.1 Penyebab penyakit
Penyakit rebah kecambah pada cabai disebabkan oleh cendawan
Rhizoctonia solani. Pertumbuhan cendawan R. solani berlangsung sangat cepat,
pada media biakan satu isolat dapat tumbuh menutupi cawan petri ukuran 90 mm
dalam tiga hari. Cendawan ini dapat bertahan hidup selama beberapa tahun
dengan memproduksi sklerotia di dalam tanah dan pada jaringan tanaman.
R. solani juga bertahan hidup sebagai miselium dengan cara saprofit, yakni
mengkolonisasi bahan-bahan organik tanah khususnya sebagai hasil aktivitas
patogen pada sisa tanaman inang. Pada kondisi yang menguntungkan sklerotia
R. solani tumbuh membentuk hifa yang dapat menyerang beberapa jenis tanaman.
Patogen ini sangat cocok dengan keadaan struktur tanah yang kurang baik dan
kelembapan tanah yang tinggi (Ceresini, 1999).
Hifa R. solani yang masih muda mempunyai percabangan yang
membentuk sudut 45o, semakin dewasa percabangannya semakin lurus
membentuk sudut 90o, kaku, dan mempunyai ukuran yang sama (uniform).
(Garcia et al., 2006). Menurut Soenartiningsih (2009) diameter hifa jamur
R. solani bergantung pada isolat dan jenis medium yang digunakan. R. solani
yang diisolasi dengan medium PDA mempunyai diameter 4-6 µm, dan yang
diisolasi dengan medium Hopkins syntetic agar mencapai 6-13 µm. Sklerotia dari
R. solani terbentuk dari hifa yang mengalami agregasi menjadi massa yang
kompak. Sklerotia pada awal pertumbuhan berwarna putih dan setelah dewasa
berubah menjadi cokelat. Bentuk sklerotia pada umumnya bulat atau tidak
beraturan, dan ukurannya bervariasi, bergantung pada isolatnya. Pembentukan
sklerotia dirangsang oleh faktor peningkatan suhu.
5
1.4.1. Gejala penyakit
Ceresini (1999) menyatakan cendawan Rhizoctonia solani tertarik pada
tanaman karena senyawa kimia stimulan yang dilepaskan oleh tanaman. Hifa
cendawan bergerak ke arah tanaman dan melekat pada permukaan luar tanaman.
Setelah melekat, cendawan terus berkembang pada permukaan luar tanaman dan
menyebabkan penyakit dengan membentuk apresorium atau infection cushion dan
melakukan penetrasi ke dalam sel tanaman. Proses infeksi didukung oleh produksi
berbagai enzim ekstraseluler yang mendegradasi berbagai komponen dinding sel
tanaman, seperti selulosa, kitin, dan pektin. Seiring dengan matinya sel tanaman
oleh cendawan tersebut, hifa melanjutkan pertumbuhannya dan menyerang
jaringan mati, sering kali juga membentuk sklerotia. Inokulum baru dihasilkan
pada atau di dalam jaringan inang, dan siklus baru berulang jika substrat baru
tersedia.
Gejala penyakit rebah kecambah disebabkan oleh cendawan R. solani yang
terlihat pada saat kecambah belum muncul dari permukaan tanah
(pre-emergence damping off) yaitu, biji cabai berubah warna menjadi coklat
kehitam-hitaman dan jaringan mengalami pembusukan sehingga biji tidak dapat
berkembang menjadi kecambah dan akhirnya mati. Gejala penyakit pada tanaman
yang telah muncul pada permukaan tanah (post emergence damping off) yaitu
pada pangkal batang terdapat lekukan berwarna coklat sampai hitam, selanjutnya
batang yang telah membusuk tersebut mengkerut, rebah dan mati
(Muslim et al., 2015).
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit
Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu lingkungan
yang mendukung, inang yang rentan dan patogen yang virulen. Lingkungan
merupakan hal penting dalam perkembangan penyakit, seperti temperatur dan
kelembaban yang tinggi. Menurut Ahmad et al. (2015) R. solani tumbuh optimal
pada suhu 25-30oC. Kondisi lingkungan yang mendukung menurut Anshori
(2008) dan Henuk (2010) yaitu pada kondisi ketika kelembaban tinggi, kaya
nitrogen N dan temperatur yang optimal. Pada kondisi ini patogen akan segera
berkecambah dan kemudian melakukan penetrasi kedalam jaringan tanaman.
R. solani merupakan patogen tular tanah yang mampu bertahan dalam tanah
6
sebagai hifa dan sklerotia. R. solani memiliki juga kemampuan menyebabkan
penyakit pada kisaran temperatur tanah, pH tanah, tipe tanah, tingkat kesuburan,
dan kelembaban yang luas.
2.2. Pengendalian Penyakit
Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh R. solani menurut
Soenartoningsih et al. (2015), dapat dilakukan dengan banyak cara diantaranya
menggunakan varietas tahan; pengendalian secara mekanik yaitu dengan cara
mencabut dan membakar; menggunakan agen hayati dan penggunaan fungisida.
Pengendalian secara pestisida sintetis terbukti mampu menekan
penyebaran patogen tular tanah, tetapi dalam aplikasinya seringkali tidak
bijaksana, misalnya jenis bahan aktif untuk patogen sasaran pengendalian belum
sesuai, dosis dan frekuensi belum tepat, sehingga tidak dapat menekan penyakit
secara efektif dan efisien. Selain itu, residu pestisida sintetis berdampak negatif
terhadap kehidupan mikrobia tanah dan membahayakan lingkungan. Menurut
Soylu et al. (2005) dan Meyera et al. (2006), pestisida sintetis dapat memicu
munculnya patogen kelompok strain baru yang lebih resisten.
2.2.1. Pengendalian hayati menggunakan bakteri rizosfer
Pengendalian hayati merupakan pengendalian dengan cara pemanfaatan
mikroorganisme untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Adapun kegiatan atau aktivitas dalam pengendalian hayati yaitu pemberian
mikroorganisme antagonis dengan perlakuan tertentu yang bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah (rizosfer) diantaranya dengan
pemberian atau penambahan bahan organik sehingga meningkatkan aktivitasnya
mikroorganisme antagonis di dalam tanah. Secara alamiah mikroorganisme
antagonis banyak dijumpai pada tanah-tanah pertanian yang banyak mengandung
bahan organik sehingga menciptakan aktifitas pengendalian hayati itu sendiri
terhadap satu atau banyak jenis patogen tumbuhan, tanpa adanya campur tangan
manusia.
Mikroorganisme yang banyak digunakan sebagai agen hayati diantaranya
golongan cendawan dan bakteri. Menurut Kloepper et al. (1999), bakteri
antagonis khususnya rizobakteria dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung rizobakteria dapat
7
menyediakan nutrisi bagi tanaman, sedangkan secara langsung rizobakteria
terlebih dahulu menekan pertumbuhan patogen dan mikroorganisme yang
mengganggu melalui mekanisme kompetisi, predasi langsung, dan antibiotik yang
dihasilkannya. Beberapa spesies dari Bacillus sp. diketahui berpotensi sebagai
agens hayati.
2.3. Bakteri Bacillus spp.
Bakteri Bacillus spp. merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang,
bersel satu dengan ukuran 0,3-2,2 μm x 1,27-7,0μm (Gordon, 1989). Bakteri ini
masuk dalam Devisi : Bacteria, Kelas : Schizomycetes, Bangsa: Eubacteriales,
Famili: Bacillaceae, Genus: Bacillus, Spesies : Bacillus spp. (Ariani, 2000).
Bakteri ini dapat ditemui di tanah maupun di air. Bacillus spp. akan tetap
bertahan walaupun kondisi lingkungan tidak sesuai bagi pertumbuhannya,
misalnya suhu yang tinggi, maka Bacillus spp. akan membentuk endospora.
Endosprora akan berkembang kembali jika kondisi lingkungan sesuai
(Suriani dan Amran, 2016). Menurut Gordon dalam Ariani (2000) genus Bacillus
merupakan salah satu dari enam bakteri penghasil endospora. Endospora tersebut
berbentuk bulat, oval, elips atau silinder, yang terbentuk di dalam sel vegetatif.
Genus bakteri yang mampu menghasilkan endospora yaitu, Bacillus, Sporolacto
bacillus, Clostridium, Desulfotomaculum, Sporo sarcina, Thermo actinomycetes.
Warna koloni bakteri Bacillus spp. pada umumnya putih sampai
kekuningan atau putih suram, tepi koloni bermacam-macam namun pada
umumnya tidak rata, permukaannya kasar dan tidak berlendir. Bentuk koloni
bervariasi tergantung dengan jenisnya. Selain itu setiap jenis juga menunjukkan
kemampuan dan ketahanan yang berbeda-beda dalam menghadapi kondisi
lingkungannya, misalnya ketahanan terhadap panas, asam, kadar garam, dan
sebagainya (Ceresini, 1999).
Bakteri Bacillus spp. merupakan bakteri termofilik yang tumbuh pada
suhu diatas suhu maksimum sebagian besar bakteri (Kumar dan Nussinov, 2001).
Beberapa bakteri termofilik dapat tumbuh pada suhu diatas 500C. Bahkan
beberapa hidup pada suhu 800C, meskipun yang paling melimpah pada suhu
60-700C. Menurut Todar (2005), pH minimum untuk pertumbuhan Bacillus
bervariasi mulai 7,5-8,0 toleransi terhadap NaCl berkisar 2%-25%, mampu
8
menghidrolisa pati, sellulosa, pektin, protein, hidrokarbon, dapat mereduksi nitrat
menjadi nitrit serta memfiksasi nitrogen.
Mekanisme pengendalian Bacillus spp. terhadap beberapa patogen
tanaman melalui beberapa cara seperti kompetisi, menginduksi ketahanan
sistemik pada tanaman dan memproduksi antibiotik (Monteiro et al., 2006).
Bacillus spp. banyak digunakan sebagai pengendali beberapa patogen yang
menyerang tanaman. Isolat-isolat B. subtilis, Aureobasidium pullulans, dan
Rhodotorula glutinisc dapat mengendalikan penyakit pada apel yang disebabkan
oleh patogen Penicillium expansum , Botrytis cinerea, dan Pezicula malicorticis
(Leibinger et al., 1997 dalam Suriani dan Amran, 2016) dan terhadap Eutypa lata
penyebab penyakit mati pucuk pada anggur (Ferreira et al., 1991 dalam Suhardi
et al., 2007)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abidin et al. (2015) bahwa
perlakuan bakteri antagonis Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. mampu
menghambat pertumbuhan cendawan patogen S. rolfsii secara in vitro. Bakteri
antagonis Bacillus sp. mampu menekan penyakit rebah semai dengan kejadian
penyakit 22 % hingga 84,5 % pada pegamatan 8 HSI (hari setelah inokulasi).
2.4. Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)
Tanaman cabai merah merupakan tanaman semusim atau berumur pendek
yang tergolong dalam familia terung-terungan (Solanaceae) yang tumbuh sebagai
perdu atau semak. Menurut Agriflo (2012), cabai besar termasuk dalam Devisi :
Spematophyta, Sub divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Sub Kelas :
Sympetalae, Ordo : Tubiflorae (Solanales), Famili : Solanaceae, Genus :
Capsicum, Spesies : Capsicum annuum L.
Menurut Tjahjadi (2010) tanaman cabai berbatang tegak yang bentuknya
bulat. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi 50-150 cm. Tangkai daunnya
horisontal atau miring dengan panjang sekitar 1,5-4,5 cm. Panjang daun berkisar
9-15 cm dengan lebar 3,5-5 cm. Posisi bunganya menggantung dengan warna
mahkota putih, mahkota bunga ini memiliki cuping sebanyak 5-6 helai dengan
panjang 1-1,5 cm dengan lebar sekitar 0,5 cm. Panjang tangkai bunganya 1-2 cm
dengan tangkai putik sepanjang 0,5 cm. Buahnya berbentuk memanjang atau
9
bulat atau hampir bulat dengan biji buah berwarna putih kekuning-kuningan
(krem) atau kuning kecoklat-coklatan (Setiadi, 2011).
Cabai dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi
dengan ketinggian 0 – 1000 dpl. Tanah yang baik untuk pertanaman cabai adalah
yang berstruktur remah atau gembur, banyak mengandung bahan organik, pH
tanah 6-7 (Badan Litbangtan, 2008). Menurut Kementrian Pertanian (2008), cabai
dapat tumbuh dengan baik pada suhu 25-27o C pada siang hari dan 18-20
oC pada
malam hari, kelembaban udara 50-70 %, curah hujan 600-1200 mm/tahun.
Keberagaman sepesies tanaman cabai yang ada di dunia mendorong para
pakar tanaman untuk mengklasifikasikannya dalam beberapa kelompok untuk
mempermudah dalam pemberian nama. Berdasarkan sepesiesnya cabai
dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu Capsicum annuum, Capsicum
frutescens, Capsicum baccatum, Capsicum pubescens, dan Capsicum chinense.
Pengelompokan ini didasarkan pada bentuk buah, warna buah, rasa buah, bentuk
daun, ukuran daun, bentuk tanaman, ukuran tanaman, serta beberapa ciri lain yang
bisa membedakan antar sepesies yang satu dengan yang lain (Setiadi, 2011).
10
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan
Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penelitian ini dimulai dari
bulan November 2019 sampai dengan Agustus 2020.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang diguanakan dalam penelitian ini adalah isolat Bacillus
spp. yang merupakan koleksi Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Jambi, isolat R. solani, 2 varietas cabai, alkohol 70%, NaClO 2%,
akuades steril, plastik tahan panas, plastik, spritus, kapas, kertas label, polybag,
tisu, media Potato Dextrose Agar (PDA), media Tryptic Soy Agar (TSA), media
pepton 5%, media Corn Meal Sand (CMS) dan media semai (tanah, pupuk
kandang, pasir) steril.
Alat-alat yang digunakan adalah autoclave, laminar air flow, cawan petri,
gelas piala, kompor, timbangan digital, timbangan, lampu bunsen, jarum oose,
object glass, cover glass, vortex, erlenmeyer, hands sprayer, mikro pipet, spidol,
pena, buku tulis, kamera dan bak plastik (41 x 32 cm).
3.3. Pelaksanaan Penelitian
3.3.1. Persiapan inokulum cendawan Rhizoctonia solani
Isolat cendawan Rhizoctonia solani yang digunakan diperoleh dengan cara
mengisolasi dari benih cabai yang menunjukkan gejala penyakit yang disebabkan
R. solani. Benih tersebut kemudian didensifeksi dengan larutan 2% NaClO selama
10 detik, dicuci dengan air steril sebanyak tiga kali dan ditanam pada media
potato dextrose agar (PDA). Miselium yang tumbuh dipindahkan kembali pada
media PDA baru agar mendapatkan biakan yang murni. Isolat murni identifikasi
menggunakan buku Barnet dan Hunter (1998). Cendawan yang sudah
diidentifikasi tersebut kemudian diperbanyak dan dibuat stok inokulum yang akan
digunakan pada penelitian.
11
3.3.2. Isolat bakteri Bacillus spp.
Isolat Bacillus spp. yang digunakan merupakan koleksi Laboratorium
Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Isolat Bacillus spp.
tersebut dibiakkan dalam media Tryptic Soy Agar (TSA) dan diinkubasi selama
2 x 24 jam, kemudian dilakukan uji daya hambat.
3.3.3. Uji daya hambat Bacillus spp. terhadap R. solani secara in vitro
Pengujian daya hambat Bacillus spp. terhadap R. solani menggunakan
media PDA melalui 2 tahap. Tahap pertama yaitu potongan biakan R. solani
berdiameter 0,5 cm diletakkan di tengah-tengah cawan petri, kemudian 4 isolat
Bacillus spp. digoreskan sepanjang 2 cm dengan jarak 1 cm dari permukaan
cawan petri (Gambar 1). Pengamatan daya hambat dilakukan 2 hari setelah
inokulasi (hsi). Bacillus spp. yang memiliki zona hambat dilanjutkan dengan
tahap kedua yaitu uji ganda (dual culture).
Gambar 1. Skema pengujian daya hambat isolat bakteri terhadap Rhizoctonia
solani pada tahap pertama : (A) Koloni R. solani; (B1-B4) Isolat
bakteri.
Uji ganda dilakukan dengan meletakkan koloni R. solani pada cawan petri
dengan jarak 3 cm dari tepi cawan petri dan menggoreskan Bacillus spp. dengan
jarak 3 cm dari tepi cawan petri berlawanan dengan koloni R. solani sehingga
jarak antara R. solani dan Bacillus spp. adalah 3 cm(Gambar 2). Biakan
diinkubasi selama 2x24 jam dan dilakukan pengamatan.
A
B1
B2
B3
B4
1 cm
12
Gambar 2. Skema uji ganda daya hambat isolat bakteri terhadap Rhizoctonia
solani pada tahap kedua : (A) Koloni R. solani; (B) Isolat bakteri;
(R1) Jari – jari koloni R. solani yang menjauhi koloni bakteri; (R2)
Jari – jari koloni R. solani yang mendekati koloni bakteri.
Persentase daya hambat bakteri Bacillus spp. terhadap R. solani dapat
dihitung mengunakan rumus :
I =
X 100%
Keterangan :
I = Persentase daya hambat (%)
R1 = Jari-jari koloni R. solani yang arahnya berlawanan dengan bakteri
R2 = Jari-jari koloni R. solani yang arahnya menuju pusat bakteri
3.3.4. Uji Penekanan Bacillus spp. terhadap penyakit rebah kecambah
3.3.4.1. Rancangan penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari 10 kombinasi perlakuan 3 ulangan
sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 30 benih
cabai perbak plastik. Kombinasi perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
K0C1 : Kontrol sehat cabai varietas Laris
K0C2 : Kontrol sehat cabai varietas Loker Telun Berasap
K1C1 : Kontrol sakit cabai varietas Laris
K1C2 : Kontrol sakit cabai varietas Loker Telun Berasap
A
B
3 cm 3 cm 3 cm
R1 R2
13
B1C1 : Perlakuan isolat B.G4.4 dengan cabai varietas Laris
B1C2 : Perlakuan isolat B.G4.4 dengan cabai varietas Loker Telun Berasap
B2C1 : Perlakuan isolat B.G4.5 dengan cabai varietas Laris
B2C2 : Perlakuan isolat B.G4.5 dengan cabai varietas Loker Telun Berasap
B3C1 : Perlakuan isolat B.SM.16 dengan cabai varietas Laris
B3C2 : Perlakuan isolat B.SM.16 dengan cabai varietas Loker Telun Berasap
3.3.4.2. Persiapan media semai
Media semai yang digunakan adalah pasir, tanah yang telah diayak dan
pupuk kandang dicampur dengan perbandingan volume 2:2:1. Sebelum
dimasukkan ke dalam wadah nampan plastik, media tersebut distrerilkan agar
aman dari mikroba. Metode yang digunakan untuk menstrerilkan media semai
yaitu metode Tyndalisasi dalam drum yang dipanaskan selama 1 jam kemudian
diinkubasikans selama 1x24 jam, pemanasan ini diulang sebanyak 3 hari berturut
turut. Campuran media tersebut dimasukan ke dalam wadah kecambah masing-
masing 12 kg. Kemudian diinkubasikan selama 1 minggu sebelum dipergunakan
(Alfiah et al., 2016).
3.3.4.3. Pengujian daya kecambah benih cabai
Benih yang digunakan sebanyak 100 benih setiap varietas yang diambil
secara acak. Benih didesinfektan dengan larutan NaOCl 2% selama 2 menit dan
dibilas dengan air steril, kemudian dimasukan ke dalam cawan petri yang terlebih
dahulu diberi kertas saring sebanyak 5 lembar yang sudah dibasahi dengan
akuades. Setiap cawan petri diletakan sebanyak 10 benih cabai dengan jarak yang
sama. Pengujian dilakukan selama 7 hari. Kemudian dihitung persentase daya
kecambah dengan rumus :
14
3.3.4.4. Perbanyakan cendawan R. solani dan aplikasi ke media semai
Perbanyakan R. solani menggunakan media Corn Meal Sand (CMS).
Media ini menggunakan campuran pasir 98%, tepung jagung 2% dan 20%
aquades. Media CMS dimasukkan didalam plastik tahan panas sebanyak 100 g,
kemudian pada permukaan plastik dipasang cincing paralon, diikat dengan benang
dan ditutup menggunakan kapas. Selanjutkan media tersebut disterilkan
menggunakan autoclave dengan suhu 1210C tekanan 2 atm selama 20 menit.
Media yang telah dingin diinokulasi dengan biakan murni cendawan
R. solani sebanyak 8 potong dengan ukuran 0,5 cm. Kemudian di inkubasi selama
10 hari. Media CMS yang telah diinkubasikan kemudian diinfestasi ke dalam
media semai sedalam 5 cm dari permukaan tanah dan diaduk, selanjutnya
diinkubasi selama 1 minggu.
3.3.4.5. Perbanyakan bakteri Bacillus spp. dan aplikasi suspensi ke media
tanam
Isolat Bacillus spp. yang terpilih menjadi perlakuan dibiakan dalam media
TSA dan diinkubasikan selama 3 x 24 jam. Sel bakteri dipanen dengan cara
menambahkan 5 ml akuades ke dalam cawan petri dan digores menggunakan
jarum oose, kemudian bakteri dibiakan pada media pepton 5% dan dishaker
selama 72 jam.
Konsentrasi suspensi diatur dengan menggunakan spektrofotometer hingga
menjadi 109
cfu/ml (OD600 = 0,16) yang selanjutnya digunakan sebagai inokulum
untuk aplikasi bakteri antagonis (Thompson, 1996). Benih disterilisasi permukaan
dengan menggunakan NaClO 2% dan direndam selama 2 menit, selanjutnya
dicuci dengan akuades sebanyak 3 kali (Malinda et al., 2012).
Inokulasi bakteri Bacillus sp. dilakukan dua tahap yaitu dengan
merendam/penyelaputan benih cabai dan menyiraman benih cabai. Tahap
pertama, benih direndam dalam suspensi bakteri 50 ml pada kerapatan 109cfu/ml
selama 6 jam, lalu benih dikeringanginkan, selanjutnya ditanamdalam wadah yang
telah disediakan (Khaeruni dan Rahman, 2012). Tahap kedua, ketika benih
ditanam dilakukan penyiraman suspensi bakteri pada setiap lubang tanam dengan
volume 1,5 ml pada kerapatan 109cfu/ml (Abidin et al., 2015). Untuk perlakuan
kontrol benih direndam dalam akuades steril selama 6 jam.
15
3.3.4.6. Penanaman dan pemeliharaan tanaman
Benih cabai yang digunakan adalah benih yang ukuran benih seragam,
permukaan kulitnya bersih, tidak keriput, tidak cacat dan warna kulit terlihat
cerah. Benih yang telah dilakukan perendaman suspensi bakteri ditanam dalam
wadah kecambah sebanyak 30 dengan kedalaman 0,5 cm dengan jarak tanam
6 x 5 cm. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan penyiraman
sebanyak duakali sehari yaitu pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan setiap
pagi dan sore agar menjaga kelembaban pada tanah.
3.4. Variabel Pengamatan
3.4.1. Persentase kecambah terserang sebelum muncul ke permukaan tanah
(pre-emergence damping off)
Persentase benih terserang sebelum muncul ke permukaan tanah dihitung
berdasarkan jumlah benih yang gagal berkecambah dan tidak muncul di
permukaan tanah. Perhitungan dimulai 1 minggu setelah semai dan apabila
kecambah tidak muncul di permukaan maka dilakukan pembongkaran. Persentase
kecambah sebelum muncul ke permukaan dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan :
S = persentase terserang sebelum muncul ke permukaan tanah
(Pre-emergence damping off)
A = jumlah benih yang ditanam
B = jumlah kecambah yang muncul ke permukaan tanah
D = persentase daya kecambah
S A − B
A 𝑥 − − D
16
3.4.2. Persentase kecambah terserang setelah muncul kepermukaan tanah
(Post-emergence damping off)
PersentasePost-emergence damping off dihitung berdasarkan banyaknya
kecambah yang rebah setelah kecambah muncul di atas permukaan tanah.
Perhitungan dimulai sejak munculnya kecambah ke permukaan tanah sampai hari
ke-21 setelah semai menggunakan rumus :
Keterangan :
K = persentase kecambah terserang setelah muncul ke permukaan tanah
(post-emergence damping off)
n = jumlah kecambah terserang setelah muncul ke permukaan tanah
(post-emergence damping off)
N = jumlah benih yang ditanam
3.4.3. Persentase rebah kecambah (damping off)
Persentase damping off pada tanaman cabai dihitung dengan menggunakan
rumus:
Do = S + K
Keterangan :
Do = persentase rebah kecambah (damping off)
S = persentase terserang sebelum muncul ke permukaan tanah
(Pre-emergence damping off)
K = persentase kecambah terserang setelah muncul ke permukaan tanah
(Post-emergence damping off)
𝐾 𝑛
𝑁 𝑥
17
3.4.3. Penekanan penyakit rebah kecambah
Persentase penekanan penyakit rebah kecambah dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : PP = Penekanan penyakit
lk = Persentase penyakit pada tanaman kontrol sakit masing-
masing varietas
li = Persentase penyakit pada perlakuan ke i pada masing – masing
varietas
3.5. Analisis data
Data hasil dari pengamatan dianalisis untuk melihat pengaruh perlakuan
dengan menggunakan analisis sidik ragam selanjutnya untuk melihat pengaruh
dari masing-masing perlakuan dilanjutkan dengan uji DNMRT (Duncan New
Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5%.
−
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Uji Penghambatan bakteri Bacillus spp. terhadap pertumbuhan
cendawan R. solani.
Hasil uji penghambatan terhadap 75 isolat bakteri Bacillus spp. diperoleh
21 isolat Bacillus spp. yang menghambat pertumbuhan cendawan R. solani. secara
in vitro (Lampiran 5). Sebanyak 7 isolat bakteri Bacillus spp. menunjukkan zona
bening yang lebih luas menghambat pertumbuhan cendawan R. solani
dibandingkan isolat lainnya. Hasil uji ganda diperoleh daya hambat terendah
yaitu isolat bakteri B.G4.6 dan B.SM.2 sebesar 20 % kemudian yang tertinggi
yaitu isolat B.G4.4 sebesar 55,56 % (Tabel 1, Gambar 3 dan 4).
Hasil evaluasi persentase daya hambat isolat Bacillus spp. maka ditetapkan
3 isolat Bacillus spp. yang memiliki daya hambat tertinggi yang akan diuji secara
in planta di rumah kaca dengan dua varietas cabai yaitu varietas Laris dan varietas
Lokal Kerinci Telun Berasap. Isolat yang diuji yaitu B.G4.5 (44,44 %), B.SM.16
(53,33 %), B.G4.4 (55,56 %).
Tabel 1. Persentase daya hambat Bacillus spp. terhadap R. solani secara in vitro
Isolat bakteri Daya hambat (%)
B.G3.4 37,78
B.G4.4 55,56
B.G4.5 44,44
B.G4.6 20,00
B.G4.8 26,67
B.SM.2 20,00
B.SM.16 53,33
19
Gambar 3. Uji antagonis tahap pertama isolat Bacillus spp. terhadap cendawan
Rhizoctonia solani dengan mengoreskan isolat Bacillus spp. pada empat sisi
petri dan terdapat isolat B.SM9 dan B.G4.21 yang tidak menghambat sedangkan
isolat B.SM.16 dan isolat B.G4.6 yang memiliki zona hambat dan dilanjutkan
pada uji ganda
Gambar 4. Uji ganda daya hambat isolat B.SM.16 terhadap Rhizoctonia solani
20
4.1.2 Persentase Pre-emergence damping off
Berdasarkan hasil analisis ragam dari persentase Pre-emergence damping
off pada varietas Laris menunjukkan perlakuan isolat B.G4.5 berbeda nyata
dengan kontrol sakit. Persentase pre-emergence damping off terendah pada
varietas Laris yaitu pada isolat B.G4.5 sebesar 2,78 % dengan penekanan penyakit
tertinggi sebesar 84,83 %, sedangkan hasil analisi ragam pada varietas Lokal
Kerinci Telun Berasap pada perlakuan semua isolat Bacillus spp. berbeda nyata
dengan kontrol sakit. Persentase pre-emergence damping off terendah pada
varietas Lokal Kerinci Telun Berasap yaitu pada isolat B.G4.4 dan B.G4.5 sebesar
9,45 % dengan penekanan penyakit sebesar 66,65 %. (Tabel 2).
Tabel 2. Persentase Pre-emergence damping off dan penekanan penyakit pada
varietas Laris dan Lokal Kerinci Telun Berasap
Varietas Perlakuan Pre-emergence
damping off (%)
Penekanan
Penyakit(%)
Laris Kontrol sehat 0,00 a *
Kontrol sakit 18,33 bc *
B.G4.4 5,00 ab 72,72
B.G4.5 2,78 a 84,83
B.SM.16 7,22 ab 60,61
Lokal Kerinci
Telun Berasap
Kontrol sehat 0,00 a *
Kontrol sakit 28,34 c *
B.G4.4 9,45 ab 66,65
B.G4.5 9,45 ab 66,65
B.SM.16 11,67 ab 58,82
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan
uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%.
*= tidak terjadi penekanan penyakit
21
4.1.3 Persentase Post-emergence damping off
Hasil sidik ragam dari persentase post-emergence damping off pada
varietas Laris menunjukkan perlakuan isolat B.G4.4 dan B.SM.16 berbeda nyata
dengan kontrol sakit. Persentase terendah pada perlakuan isolat B.SM.16 sebesar
1,11 % dengan penekanan penyakit tertinggi sebesar 90 %, sedangkan hasil sidik
ragam dari persentase post-emergence damping off pada varietas Lokal Kerinci
Telun Berasap menunjukkan semua perlakuan isolat bakteri Bacillus spp. berbeda
nyata dengan kontrol sakit. Persentase post-emergence damping off terendah
yaitu pada isolat B.G4.4 sebesar 1,11 % dengan penekanan penyakit tertinggi
sebesar 87,51 (Tabel 3).
Tabel 3. Persentase Post-emergence damping off dan penekanan penyakit pada
varietas Laris dan Lokal Kerinci Telun Berasap
Varietas Perlakuan Post-emergence
damping off(%)
Penekanan
Penyakit(%)
Laris Kontrol sehat 0,00 a *
Kontrol sakit 11,11c *
B.G4.4 3,33 ab 70,02
B.G4.5 6,67 bc 36,96
B.SM.16 1,11 a 90
Lokal Kerinci
Telun Berasap
Kontrol sehat 0 ,00 a *
Kontrol sakit 8,89 c *
B.G4.4 1,11 a 87,51
B.G4.5 2,22 ab 75,02
B.SM.16 3,33 ab 62,54
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan
uji Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%.
*= tidak terjadi penekanan penyakit
22
4.1.4 Persentase Damping off
Berdasarkan hasil persentase pre-emergence damping off dan
post-emergence damping off pada varietas Laris dan varietas Lokal Kerinci Telun
Berasap maka diperoleh hasil persentase damping off. Persentase damping off
tertinggi pada varietas Laris yaitu pada kontrol sakit sebesar 29,44 %, sedangkan
pada perlakuan Bacillus spp. persentase tertinggi damping off pada isolat B.G4.5
sebesar 9,45 %, dan persentase terendah pada isolat B.G4.4 dan B.SM.16 sebesar
8,33 %. Persentase damping off tertinggi pada varietas Lokal Kerinci Telun
Berasap terdapat pada kontrol sakit sebesar 37,23 % dan persentase damping off
terendah pada pada perlakuan isolat B.G4.4 sebesar 10,56 % (Tabel 4).
Tabel 4. Persentase damping off pada varietas Laris dan Lokal Kerinci Telun
Berasap
Varietas Perlakuan Damping off(%)
Laris Kontrol sehat 0,00
Kontrol sakit 29,44
B.G4.4 8,33
B.G4.5 9,45
B.SM.16 8,33
Lokal Kerinci
Telun Berasap
Kontrol sehat 0,00
Kontrol sakit 37,23
B.G4.4 10,56
B.G4.5 11,67
B.SM.16 15,00
23
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian antagonis dengan metode uji kultur ganda
in vitro, diperoleh sejumlah isolat Bacillus spp. sebagai kandidat agensia hayati
yang memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan koloni patogen yang
berbeda-beda. Perbedaan kemampuan tersebut dikarenakan kemampuan isolat
dalam mensekresikan senyawa metabolit yang bersifat anti mikroba. Senyawa
antimikroba yang dikeluarkan oleh Bacillus spp. antara lain bacitracin
(Awais et al., 2007), kanosamine (Milner et al., 1996), iturin (Bernal et al., 2002),
mikosubtilins, basilomisin, fengimisin, mikobasilin, mikoserein (Hornby, 1993)
dan zwitermisin (Silo-Suh et al., 1998). Mekanisme penghambatan mikroba
antagonis terhadap patogen adalah dengan menghasilkan antibiotik, kompetisi
ruang, toksin, kompetisi nutrisi, menghasilkan siderofor dan hidrogen sianida
(HCN) (Fernando et al., 2005).
Secara in vitro bakteri Bacillus spp. mampu menghambat pertumbuhan
R. solani dengan persentase penghambatan 20-50,56%. Eliza et al. (2007)
menyatakan senyawa antifungal yang dihasilkan bakteri secara umum
mengakibatkan pertumbuhan abnormal pada hifa (malformasi), yang ditunjukkan
dengan pemendekan dan pembengkakan hifa sehingga hifa tidak berkembang
dengan baik. Kemampuan menghambat pertumbuhan jamur R. solani dari bakteri
antagonis tersebut juga diduga berkaitan dengan kemampuan menghasilkan enzim
kitinase. Enzim kitinase ini mampu mendegradasi kitin yang terdapat pada
dinding sel jamur, sehingga jamur akan mengalami lisis. Hal ini sesuai dengan
pendapat Khadim et al. (2014) bahwa perlakuan Bacillus spp. pada jamur
R. solani menggakibatkan terjadinya perubahan pada jamur yang terlihat pada
perlakuan Bacillus spp. pada isolat BS1 dan BS2 dan mampu menghambat
100 % pertumbuhan dari jamur R. solani. Hal ini dikarenakan rizobakteri
memproduksi senyawa siderofor dan nitrogen sianida, enzim kitinase, protease,
dan beberapa enzim lain yang beracun bagi cendawan patogen sehingga dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen.
Persentase pre-emergence damping off terendah pada varietas Laris yaitu
perlakuan isolat B.G4.5 sebesar 2,78 dengan penekanan penyakit 70,02 %,
sedangkan varietas Lokal Kerinci Telun Berasap persentase terendah
24
pre-emergence damping off yaitu B.G4.4 dan B.G4.5 dengan persentase yang
sama yaitu 9,45 % dengan penekanan penyakit 66,65 %. Hasil tersebut dapat
dipengaruhi kemampuan bakteri berkolonisasi dengan lingkungannya.Perlakuan
benih dengn Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) akan menghasilkan
pembentukan koloni PGPR sedini mungkin sehingga dapat mencegah
pembentukan koloni patogen pada akar (Khalimi, 2009). Menurut Yuliar (2008),
jumlah bakteri yang semakin banyak akan menghasilkan jumlah metabolit yang
semakin banyak juga, sehingga akan meningkatkan penghambatan bakteri
terhadap patogen.
Berdasarkan hasil persentase post emergence damping off pada kedua
varietas menunjukkan perlakuan Bacillus spp. mampu menekan penyakit rebah
kecambah pada tanaman cabai hingga 90 % pada varietas Laris menggunakan
isolat B.SM.16 dengan persentase post emergence damping off 1,11 % dan
mampu menekan penyakit rebah kecambah sebesar 87,51 % pada varitas Lokal
Kerinci Telun Berasap dengan persentase post emergence damping off 1,11 %
pada perlakuan solat B.G4.4. Menurut Munif et al. (2012) penekanan cendawan
patogen dengan bakteri antogonis berkaitan dengan beberapa karakter fisiologis
yaang dimilikinya, seperti penguasaan ruang tunggu atas patogen, produksi
metabolit berupa senyawa antifungi, serta kemampuannya menginduksi
ketahanan sistemik tanaman terhadap patogen. Damanik et al. (2012)menjelaskan
bahwa penekanan intensitas penyakit yang dilakukan bakteri Bacillus spp. bersifat
agresif dalam membentuk koloni dalam rizosfer tanaman untuk menggantikan
tempat bagi patogen. Selain itu, rizobakteria dapat bersaing dengan patogen dalam
pemamfaatan eksudat akar dan menyebar secara pasif melalui perkolasi air.
Menurut Benhamou et al. (1996) mekanisme penekanan penyakit diduga
karena dengan pemberian isolat bakteri Bacillus spp. dapat menyebabkan induksi
ketahanan sistemik pada tanaman berupa kolonisasi akar sehingga perkembangan
patogen menjadi berkurang. Bacillus spp. dapat menginduksi ketahanan fisik pada
tanaman dengan cara penebalan dinding sel atau secara kimia dengan
meningkatkan senyawa fenol, protein dan fitoaleksin yang dapat memberikan
ketahanan terhadap infeksi patogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Istiqomah dan
Kusumawati (2018) bahwa meningkatkan kadar fenol pada tanaman dapat
25
menyebabkan ketahanan sistemik tanaman sehingga mampu menekan serangan
patogen.
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan perlakuan isolat bakteri Bacillus spp. mampu menekan penyakit
rebah kecambah yang disebabkan oleh R. solani baik sebelum muncul di
permukaan tanah (Pre-emergence damping off) maupun setelah muncul pada
permukaan tanah (Post-emergence damping off) pada varietas Laris dan varietas
Lokal Kerinci Telun Berasap. Penekanan penyakit pada sebelum muncul di
permukaan tanah (Pre-emergence damping off) 58,82 - 84,83 % dengan
penekanan tertinggi yaitu isolat B.G4.5 dan penekanan penyakit setelah muncul
pada permukaan tanah (Post-emergence damping off) 36,69 – 90,00 % dengan
penekanan tertinggi B.SM.16.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberi
saran perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan beberapa interval waktu aplikasi
bakteri Bacillus spp.
27
DAFTAR PUSTAKA
Abadan FI. 2015. Skripsi. Keefektifan formulasi biopestisida berbahan aktif
bakteri endofit dan Plant Growth Promoting Rhizobacteria setelah
penyimpanan untuk mengendalikan layu bakteri pada tomat. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Abidin Z., Aini LQ., dan Abadi AL. 2015. Pengaruh Bakteri Bacillus sp. dan
Pseudomonas sp. Terhadap Pertumbuhan Cendawan Patogen S. rolfsii
Sacc. Penyebab Penyakit Rebah semai pada Tanaman Kedelai. Jurnal
HPT. Vol. 3 No. 1: 1-10
Achmad, Soetrisni H., Herlinayana M.N. dan Setiawan. 2015. Patogenisitas
Rhizoctonia solani Pada Semai Pinus merkusii dan Acacia mangium.
Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol. 5 No. 1: 11-12.
Agriflo. 2012. Prospek Bisnis dan Teknologi Mancan Negara. Penebar Swadaya
Grup. Jakarta.
Anshori. 2008. Pemetaan Keberadaan Cendawan Patogen Tular Tanah
Rhizoctonia solani Dan Phytophthora nicotianae Di Lahan Tanaman
Tembakau Pada Enam Kabupaten Di Jawa Timur. Jurnal Berkala ilmiah
pertanian. Vol. 10 No. 10 : 1-5.
Ariani H. 2000. Pengenalan Bacillus spp. Jurnal Oseana. Vol. 25 No. 1 : 31- 41
Awais M., Al. Shah, A. Hameed, dan F. Hasan. 2007. Isolation, identification and
optimization of bacitracin produced by Bacillus sp. Journal Bot. Vol. 39
No. 4 : 1303-1312.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya cabai
merah. Balai besar pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian.
Bogor.
Benhamou N., JW. Kloepper, A. Quadt-Hallman dan S. Tuzun. 1996. Induction of
defence-related ultrastuctural modification in pea root tissues inoculated
with endophytic bacteria. Journal Plant Physiol. Vol. 112 No. 3 : 119-129
Bernald G., A. Illanes, dan L. Ciampil. 2002. Isolation dan partial purification of
metabolite from a mutant strain of Bacillus sp. with antibiotic activity
against plant pathogenic agents. Elect J Biotech Vol. 5 No. 1 : 12-20.
Ceresini P. 1999. Rhizoctonia solani, pathogen profile as one of the requirements
of the course. Soilborne Plant Pathogens. NC. State University. Online.
http://www.cals.ncsu.edu. ( diakses pada 20 November 2019).
Charles L.B., D.B. Benny, Bruton, M.W. Marisa, dan R. Melinda. 1997.
Phytophthora capsici zoospore infection of pepper fruit in variuos
physical environments. Departement of Agronomy and Horticulture. New
Mexico State University. Las Cruces.
28
Damanik S., MI. Pinem dan Y. Pangestiningsih. 2013. Uji efikasi agens hayati
terhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. Oryzae)
pada beberapa varietas padi sawah (Oryzae sativa). Jurnal Online
Agroekoteknologi. Vol. 1 No. 1 : 2337- 6597
Dijst G. 1988. Formation of sclerotia by Rhizoctonia solani on artificial media and
potato tuber. Neth. Jurnal Pl. Path. Vol. 94 No. 1 :233–242.
Djaenuddin N dan A. Muis. 2017. Efektivitas Biopestisida Bacillus subtilis BNt 8
dan pestisida nabati untuk pengendalian penyakit hawar pelepah dan upih
daun jagung. Jurnal HPT Tropika. Vol. 17 No. 2 : 152-163.
Eliza, A. Munif, I. Djatnika dan Widodo. 2007. Karakter fisiologis dan peranan
antibiosis bakteri perakaran graminae terhadap fusarium dan pemacu
pertumbuhan tanaman pisang. Jurnal Hortikultura. Vol. 17 No. 2 :150-160
Fernando D., Nakkeeran dan Z. Yilan. 2005. Biosynthesis of Antibiotics by PGPR
and Its Relation in Biocontrol of Plant Diseases. Journal of Agricultural
Science Vol. 7 No. 1 :1–7.
Garzia G. V., M.A.P. Onco dan V.R. Susan. 2006. Review. Biology and
Systematics of The Form Genus Rhizoctonia. Jurnal Agric Res Vol. 4 No.
1: 55-79.
Gordon RE. 1989. The genus Bacillus. CRC Press Inc. UK: CAB International.
Henuk JBD. 2010. Identifikasi dan uji patogenesitas penyebab busuk pangkal
batang pada jeruk (Citrus spp.) dari beberapa sentra produksi jeruk di
Indonesia [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hornby D. 1993. Biological Control of Soil-borne Plant Pathogens. Wallingford,
UK: CAB International.
Hutauruk D., Suryanto., D dan Munir E. 2016. Asal Isolat Bakteri Kitinolitik
Bacillus sp. BK17 pada Media Pembawa Tanah Gambut dan Kompos
Janjang Kelapa Sawit dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Patogen
Sclerotium rolfsii dan Fusarium Oxysporum pada Kecambah Cabai.
Jurnal HPT Tropika., Vol. 16 No. 1 :61-70.
Istiqomah dan DE. Kusumawati. 2018. Pemanfaatan Bacillus subtilis dan
Psudomonas flourencens dalam pengendaalian hayati Ralstonia
solanacearum penyebab penyakit layu bakteri pada Tomat. Journal Agro.
Vol. 5 No. 1 :1-12.
Khadim M., P.A. Mihardjo dan A. Majid. 2014. Efektivitas Beberapa Isolat
Bacillus spp. Untuk Mengendalikan Patogen Jamur Rhizoctonia solani
Pada Tanaman Kedelai. Berkala Ilmiah Pertanian. Vol. 1 No.1 : 1-6.
Kementrian Pertanian. 2008. Budidaya cabai. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura. Bogor.
Khaerunidan Rahman A. 2012. Penggunaan Bakteri Kitinolitik Sebagai Agens
Biokontrol Penyakit Busuk Batang Oleh Rhizoctonia solani Pada
Tanaman Kedelai. Jurnal Fitopatologi Indonesia. Vol. 8 No. 2 : 37-43.
29
Khalimi K. 2009. Pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria untuk
biostimulans bioprotectans. Jurnal Ecotrophic. Vol. 4 No.2. :131-135
Kloepper J.W. 1999. Plant Root Bacterial Interaction on Biological Control of
Soilborn Disease and Potensial Extension to Systemic An Foliar Disease.
Jounal Austral Plant Pathol., Vol. 28 No.1 : 21-26.
Kumar S dan Nussinov R. 2001. How do thermophillic protein deal with heat ? A
review. Journal Life Sci. Vol. 58 No. 9 : 1216– 233.
Malinda N., D. Suryanto, dan K Nurtjahja. 2012. Penghambatan serangan
Sclerotium Rolfsii penyebab rebah kecambah pada kedelai dengan bakteri
kitinolitik. Jurnal bioteknologi Vol. 1 No. 1 : 52 – 58.
Meyera M.C., C.J. Buenob, N.L. de Souzab, dan J.T. Yorinoric. 2006. Effect of
doses of fungicides and plant resistance activators on the control of
Rhizoctonia foliar blight of soybean and on Rhizoctonia solani AG1-IA in
vitro development. Jurnal Crop Protect. Vol. 25 No. 8 : 848–854.
Milner J.L., L. Silo-Sub, J.C. Lee, H. He, J. Clardy dan J. Handelsman. 1996.
Production of Kanosamine by Bacillus cereus UW85. Appl Environ.
Microbiol. No. 62 Vol. 8: 3061-3065.
Monteiro, Alburquerque UP., Florentino ATN. dan Almeida. 2006. Evaluating
Two Qualitative Enthnobotanical Techniques. Journal. Vol. 4 No. 1:51-
60.
Muis A dan Quimio AJ. 2006. Biological control of banded leaf and sheath blight
disease (Rhizoctonia solani Kuhn) in corn with formulated Bacillus
subtilis BR23. Journal of Agricultural Science Vol. 7 No. 1 :1–7.
Munif A, Suryo W, dan Suwarno. 2012. Isolasi bakteri endofit asal padi gogo dan
potensinya sebagai agens biokontrol dan pemacu pertumbuhan. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. Vol. 8 No. 3 : 57-64
Muslim, Permatasari R. dan Abdul M. 2015. Ketahanan beberapa varietas padi
rawa lebak terhadap penyakit rawa upih yang disebabkan oleh
Rhizoctonia solani. Jurnal Lahan suboptimal. Vol. 1 No. 2: 26-31.
Octriana L. 2011. Potensi agens hayati dalam menghambat pertumbuhan Phytium
sp. secara in vitro. Jurnal Buletin Plasma Nutfah. Vol. 17 No. 2 :138–142.
Oktania P., Husda M. dan Asniwita. 2018. Potensi Bacillus spp. dari Rhizosfer
Tanaman Kedelai Untuk Mengendalikan Penyakit Rebah Kecambah
(Screlotium rolfsii Sacc.). Jurnal Agroecotania Vol. 1 No. 1: 19-32.
Setiadi. 2011. Bertanam Cabai di Lahan dan Pot. Penebar Swadaya. Jakarta.
Silo-Suh L., E.V. Stabb, S.J. Raffel dan S.J. Handelsman. 1998. Target range of
zwittermicin A, and amino polyol antibiotic from Bacillus cereus. Curr
Microbiol Vol. 37 No. 1: 6-11
Soenartiningsih M., Akil, dan N.N. Andayani. 2015. Cendawan Tular Tanah
(Rhizoctonia solani) Penyebab Penyakit Busuk Pelepah pada Tanaman
30
Jagung dan Sorgum dengan Komponen Pengendaliannya. Jurnal Iptek
Tanaman Pangan Vol. 10 No. 2 : 85-92.
Soenartiningsih. 2009. Histologi dan kerusakan oleh jamur R. solani penyebab
penyakit busuk pelepah pada jagung. Prosiding Seminar Nasional Biologi
XX dan Kongres Perhimpunan Biologi Indonesia XIV. Malang 24-25 Juli
2009.
Soylu S., E.M. Soylu, S. Kurt, dan O.K. Ekici. 2005. Antagonistic potentials of
rhizosphere-associated bacterial isolates against soilborne diseases of
tomato and pepper caused by Sclerotinia sclerotiorum and Rhizoctonia
solani. Pak. Jurnal Biol. Sci. Vol. 8 No. 1 : 43-48.
Stein T. 2005. B. subtilis antibiotics: structures, syntheses and specific functions.
Journal Molecular Microbiology.Vol. 56 No. 4 : 854-857.
Suhardi, Hanudin, Handayati W, dan Saepulloh A. 2007. Skrining Kemangkusan
Mikroba Antagonis terhadap Penyakit pada Tanaman Krisan. Jurnal
Hotikultura Vol. 17 No. 2 : 175-180.
Suriani dan Amran M. 2016. Prospek Bacillus subtilis Sebagai Agen Pengendali
Hayati Patogen Tular Tanah Pada Tanaman Jagung. Jurnal Litbang
Pertanian. Vol. 35 No. 1 : 37-45
Thompson DC, BB. Clarke dan DY. Kobayashhi. 1996. Evaluation of bacterial
antagonis for reduction of summer patch symptoms in kentucky bluegrass
plant Dis. Vol. 80 No. 8 : 856-862.
Todar K. 2005. Salmonella dan Salmonelosis. Todar’s Online Textbook of
Bacteriology. Universitas of Wisconsin-Madison Departemen of
Bacteriology. Online. http://textbookofbacteriology.net/salmonella.html.
(diakses pada 21 November 2019).
Widodo. 2007. Status of Chili Anthracnose in Indonesia. Fisrt International
Symposium on Chili Anthracnose. Seoul National University. Seoul.
Korea.
Yulianti T. dan Ibrahim N. 2000. Penyakit Tanaman Kapas dan Pengendaliannya.
Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Malang.
Yuliar. 2008. Skrining biotantagonistik bakteri untuk agen biokontrol Rhizoctonia
solani dan kemampuannya untuk menghilangkan surfaktin. Jurnal
Biodiversitas. Vol. 9 No. 2 : 83-86
31
LAMPIRAN
Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Cabai Varietas Laris
Golongan : Hibrida
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 100-140 cm
Umur tanaman : - Mulai berbunga 60-50 hari
- Mulai panen 100–150 hari
Bentuk kanopi : Tegak memayung
Warna batang : Hijau
Warna kelopak bunga : Hijau
Warna tangkai bunga : Hijau
Warna mahkota bunga : Putih
Warna kotak sari : Ungu
Jumlah kotak sari : 5-6
Warna kepala putik : putih
Jumlah helai daun : 5-6
Bentuk bunga : Keriting
Kulit buah : Lurus berwarna merah sehingga terlihat segar
Tebal kulit buah : 1-1,5 mm
Warna buah muda : Hijau medium
Warna buah tua : Merah medium
Ukuran buah : - Panjang 14,5 cm
- Diameter 0,9 cm
Rasa buah : Pedas
Keterangan : Untuk daerah dataran rendah sampai dataran tinggi
Pengusul/peneliti : PT. EAST WEST SEED INDONESIA
Tahun pelepasan : 1999
Sumber : PT. EAST WEST SEED INDONESIA (2014)
32
Lampiran 2. Deskripsi Tanaman Cabai Varietas Loker Telun Berasap
(Lokal Kerinci Telun Berasap)
Asal : Kabupaten kerinci
Golongan tanaman : Bersari bebas
Umur tanaman : 120-141 HST
Tinggi tanaman : 110-181 cm
Diameter batang : 1,76-1,85 cm
Bentuk penampang batang : Bulat
Warna batang : Hijau
Bentuk daun : Oval
Ukuran daun : Panjang 8,7-11,2 cm; Lebar 3,5 – 5,8 cm
Warna daun : Hijau tua
Bentuk bunga : Seperti bintang
Warna kelopak bunga : Hijau
Warna mahkota bunga : Putih
Warna kepala putik : Kuning
Warna benang sari : Ungu bergaris putih
Bentuk buah : Memanjang
Ukuran buah : Panjang 16,1 – 11,2 cm;
Diameter 5,88 – 9,27 mm
Warna buah muda : Hijau
Warna buah tua : Merah
Rasa buah : Pedas
Bentuk biji : Bulat pipih
Warna biji : Kuning muda
Keunggulan vatietas : Tahan terhadap penyakit antraknose serta mampu
beradaptasi dimusim kering dan musim hujan
Keterangan : Untuk daerah dataran rendah sampai dataran tinggi
Peneliti : Eva Silvia, S.P.
Sumber : Litbang Pertanian (2018)
33
Lampiran 3. Denah Tanaman
41 cm
32 c
m
34
Lampiran 4. Denah Penelitian
B1C2 B2C1 K0C1 K1C1B3C2 B2C2
K0C1 K1C1 B3C1 B1C1B2C1 K0C2
K1C2 B2C2 K0C1 B1C2B3C1 K0C2
B3C2 B2C2 K0C2 K1C1B3C2 B2C1
B1C1 B1C1 B3C1 K1C2B1C2 K1C2
Varietas Laris Varietas Loker Telun Berasap
6 m
4,5 m
35
Lampiran 5. Hasil Uji Penghambatan bakteri Bacillus spp. terhadap
cendawan R. solani
Isolat Bakteri Uji Antibiosis pada
koloni Isolat Bakteri
Uji Antibiosis pada
koloni
B.G1.1 - B.G3.24 +
B.G1.2 - B.G3.28 -
B.G1.3 - B.G3.29 -
B.G1.4 + B.G4.1 +
B.G1.5 - B.G4.2 +
B.G1.7 - B.G4.3 -
B.G1.24 - B.G4.4 +
B.G2.1 - B.G4.5 +
B.G2.3 - B.G4.6 +
B.G2.4 - B.G4.7 +
B.G2.5 - B.G4.8 +
B.G2.6 - B.G4.9 -
B.G2.8 + B.G4.10 -
B.G2.9 - B.G4.12 -
B.G2.10 - B.G4.13 +
B.G2.11 + B.G4.15 -
B.G2.12 - B.G4.18 -
B.G2.13 - B.G4.19 +
B.G3.1 - B.G4.21 -
B.G3.3 - B.SM.1 -
B.G3.4 + B.SM.2 +
B.G3.5 - B.SM.4 -
B.G3.6 - B.SM.5 -
36
Isolat Bakteri Uji Antibiosis pada
koloni
Isolat
Bakteri
Uji Antibiosis pada
koloni
B.G3.7 - B.SM.6 -
B.G3.8 - B.SM.7 -
B.G3.9 - B.SM.8 -
B.G3.10 + B.SM.9 -
B.G3.11 - B.SM.16 +
B.G3.12 - K3P6 -
B.G3.13 - B.SA.4 +
B.G3.14 - B.SA.5 -
B.G3.15 - B.SA.9 -
B.G3.16 - B.KK.7 -
B.G3.17 - B.KK.8 -
B.G3.18 + B.KK.13 -
B.G3.19 +
B.G3.20 +
B.G3.21 -
B.G3.22 -
B.G3.23 -
Keterangan = “+” Isolat bakteri Bacillus spp. positif menghambat terhadap R. solani, “-“
isolat Bacillus spp. negatif menghambat terhadap R. solani.
37
Lampiran 6. Data persentase daya hambat secara in vitro
Isolat Bakteri Ulangan
Total
Rata -rata
1 2 3
B.G3.4 36,67 40,00 36,67 113,33 37,78
B.G4.4 53,33 56,67 56,67 166,67 55,56
B.G4.5 40,00 43,33 50,00 133,33 44,44
B.G4.6 16,67 33,33 10,00 60,00 20,00
B.G4.8 26,67 30,00 23,33 80,00 26,67
B.SM.2 20,00 16,67 23,33 60,00 20,00
B.SM.16 46,67 60,00 53,33 160,00 53,33
Toyal (yi) 240,00 280,00 253,33 773,33 257,78
38
Lampiran 7. Data Persentase pre-emergence damping off varietas Laris dan
varietas Lokal Telun Berasap
Perlakuan Ulangan
Total Rata-rata 1 2 3
KOC1 (Akuades) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
K1C1 (R. solani) 18,33 25,00 11,67 55,00 18,33
B1C1 (B.G4.4) 15,00 5,00 -5,00 15,00 5,00
B2C1 (B.G4.5) 1,67 1,67 5,00 8,33 2,78
B3C1 (B.SM.16) 1,67 11,67 8,33 21,67 7,22
KOC2 (Akuades) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
K1C2 (R. solani) 31,67 31,67 21,67 85,01 28,34
B1C2 (B.G4.4) 5,00 11,67 11,67 28,34 9,45
B2C2 (B.G4.5) -8,33 11,67 25,00 28,34 9,45
B3C2 (B.SM.16) 8,33 15,00 11,67 35,00 11,67
Total (yi) 73,34 113,34 90,01 276,69 92,23
Analisis Ragam
Sumber keragaman Db JK KT F hitung F Tabel
5 %
Perlakuan 9,00 2063,72 229,30 4,45* 2,39
Galat 20,00 1029,58 51,48
Total 29,00 3093,30
Keterangan : Berpengaruh nyata (F Hitung > F Tabel)
*= Berpengaruh nyata
39
Nilai perbandingan Duncan Multiple Range Test
Jarak 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sy 2,39 2,39 2,39 2,39 2,39 2,39 2,39 2,39 2,39
SSR% 2,95 3,10 3,19 3,25 3,30 3,34 3,37 3,39 3,41
LSR% 7,06 7,41 7,62 7,77 7,89 7,98 8,05 8,10 8,15
Uji selisih rata-rata perlakuan
Perlakuan
Rata-
rata
Beda rata-rata Notasi
2 3 4 5 6 7 8 9 10
K1C2 28,34 10,00 16,67 18,89 18,89 21,11 23,34 25,56 28,34 28,34 c
K1C1 18,33 6,67 8,89 8,89 11,11 13,33 15,56 18,33 18,33 bc
B3C2 11,67 2,22 2,22 4,44 6,67 8,89 11,67 11,67 ab
B1C2 9,45 0,00 2,22 4,45 6,67 9,45 9,45 ab
B2C2 9,45 2,22 4,45 6,67 9,45 9,45 ab
B3C1 7,22 2,22 4,44 7,22 7,22 ab
B1C1 5,00 2,22 5,00 5,00 ab
B2C1 2,78 2,78 2,78 a
KOC2 0,00 0,00 a
KOC1 0,00 a
40
Lampiran 8. Persentase post emergence damping off varietas Laris dan
varietas Lokal Kerinci Telun Berasap
Perlakuan Ulangan
Total Rata-rata 1 2 3
KOC1 (Akuades) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
K1C1 (R. solani) 13,33 10,00 10,00 33,33 11,11
B1C1 (B.G4.4) 3,33 3,33 3,33 9,99 3,33
B2C1 (B.G4.5) 3,33 6,67 10,00 20,00 6,67
B3C1 (B.SM.16) 3,33 0,00 0,00 3,33 1,11
KOC2 (Akuades) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
K1C2 (R. solani) 10,00 13,33 3,33 26,66 8,89
B1C2 (B.G4.4) 0,00 3,33 0,00 3,33 1,11
B2C2 (B.G4.5) 0,00 6,67 0,00 6,67 2,22
B3C2 (B.SM.16) 3,33 3,33 3,33 9,99 3,33
Total (yi) 36,65 46,66 29,99 113,30 37,77
Analisis Ragam
Sumber keragaman Db JK KT F hitung F Tabel
5 %
Perlakuan 9,00 401,41 44,60 7,08* 2,39
Galat 20,00 125,94 6,30
Total 29,00 527,35
Keterangan : Berpengaruh nyata (F Hitung > F Tabel)
*= Berpengaruh nyata
41
Nilai perbandingan Duncan Multiple Range Test
Jarak 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sy 0,84 0,84 0,84 0,84 0,84 0,84 0,84 0,84 0,84
SSR% 2,95 3,10 3,19 3,25 3,30 3,34 3,37 3,39 3,41
LSR% 2,47 2,60 2,68 2,73 2,77 2,81 2,83 2,85 2,86
Uji selisih rata-rata perlakuan
Perlakuan Rata-
rata
Beda rata-rata Notasi
2 3 4 5 6 7 8 9 10
K1C1 11,11 2,22 4,44 7,78 7,78 8,89 10,00 10,00 11,11 11,11 c
K1C2 8,89 2,22 5,56 5,56 6,66 7,78 7,78 8,89 8,89 c
B2C1 6,67 3,34 3,34 4,44 5,56 5,56 6,67 6,67 bc
B3C2 3,33 0,00 1,11 2,22 2,22 3,33 3,33 ab
B1C1 3,33 1,11 2,22 2,22 3,33 3,33 ab
B2C2 2,22 1,11 1,11 2,22 2,22 ab
B1C2 1,11 0,00 1,11 1,11 a
B3C1 1,11 1,11 1,11 a
KOC2 0,00 0,00 a
KOC1 0,00 0,00 a
42
Lampiran 9. Persentase Damping off varietas Laris dan varietas Lokal
Kerinci Telun Berasap
Perlakuan Pre-emergence
damping off(%)
Post-emergence
damping off(%) Damping off(%)
KOC1 (Akuades) 0,00 0,00 0,00
K1C1 (R. solani) 18,33 11,11 29,44
B1C1 (B.G4.4) 5,00 3,33 8,33
B2C1 (B.G4.5) 2,78 6,67 9,45
B3C1 (B.SM.16) 7,22 1,11 8,33
KOC2 (Akuades) 0,00 0 ,00 0,00
K1C2 (R. solani) 28,34 8,89 37,23
B1C2 (B.G4.4) 9,45 1,11 10,56
B2C2 (B.G4.5) 9,45 2,22 11,67
B3C2 (B.SM.16) 11,67 3,33 15,00
43
Lampiran 10. Dokumentasi penelitian
Gambar 1. Miselium Rhizoctonia solani pada biji cabai yang tumbuh dalam
media PDA.
Gambar 2. Miselium Rhizoctonia solani yang tumbuh dalam media PDA.
Gambar 3. Hifa Rhizoctonia solani dengan percabangan 90o serta bersepta.
44
Gambar 5. Uji Dual culture Bacillus sp. dengan Rhizoctonia solani
Gambar 6. (a) Perbanyakan Rhizoctonia solani pada media CMS (b) Miselium
Rhizoctonia solani pada media CMS
Gambar 4. Isolat Bacillus sp. pada media TSA
a b
45
Gambar 8. Perkembangan sklerotia Rhizoctonia solani pada media semai
Gambar 9. Suspensi bakteri Bacillus sp. pada media pepton
Gambar 7. Denah penelitian
46
Gambar 10. Perendaman benih cabai pada suspensi bakteri Bacillus spp.
Gambar 11. Pengaplikasian suspensi bakteri Bacillus spp. pada lubang semai
Gambar 12. Penyiraman persemaian cabai pagi dan sore hari.
47
Gambar 14. Bibit cabai yang terkena penyakit rebah kecambah yang
disebabkan oleh Rhizoctonia solani.
Gambar 13. Benih yang terserang Rhizoctonia solani
Pangkal batang