Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POTENSI BAKTERI TERMOTOLERAN DARI LUMPUR SIDOARJO SEBAGAI AGENS HAYATI UNTUK
MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK LUNAK PADA UMBI PORANG (Amorphophallus muelerri Blume)
Oleh
ANIFATUZ Z
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing skripsi ini
tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, keculai yang dengan jelas
ditunjukan rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, 16 Juni 2017
Anifatuz Z
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Potensi Bakteri Termotoleran Dari Lumpur Sidoarjo
Sebagai Agens Hayati Untuk Mengendalikan Penyakit
Busuk Lunak Pada Umbi Porang (Amorphophallus
muelerri Blume)
Nama Mahasiswa : Anifatuz Z
NIM : 135040200111034
Jurusan : Hama dan Penyakit Tumbuhan
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui
Allah akan meninggikan (derajat) orang-otang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha teliti atas apa yang kamu kerjakan
(Q.S al-Mujadalah : 11)
Bila kamu tak tahan dengan lelahnya belajar maka kamu akan
menanggung pahitnya kebodohan (Imam Syafi’i)
Skripsi ini ku persembahkan untuk
Kedua orang tua tercinta yang tak henti dalam memberi dan
Mencintai dan adik-adikku tersayang serta
Para yang membutuhkan informasi dalam skripsi ini
i
RINGKASAN
Anifatuz Z. 135040200111034. Potensi Bakteri Termotoleran dari Lumpur Sidoarjo sebagai Agens Hayati untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Lunak pada Umbi Porang (Amorphophallus muelleri Blume). Di bawah bimbingan Luqman Qurata Aini, SP., M.Si., Ph.D. sebagai Pembimbing Utama dan Fery Abdul Choliq SP., M. Sc., sebagai Pembimbing Pendamping
Porang (Amorphophallus muelerri Blume) merupakan tanaman yang potensial dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan diekspor sebagai bahan baku industri. Permasalahan utama penyakit pada umbi porang yaitu penyakit busuk lunak disebabkan oleh bakteri Erwinia sp. menyebabkan kerugian hasil yang cukup besar. Pengendalian penyakit busuk lunak dengan aplikasi pestisida sudah diterapkan, tetapi tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Pengendalian hayati dengan memanfaatkan mikroorganisme antagonis adalah salah satu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan. Salah satu mikroorganisme yang memiliki potensi antagonis untuk mengendalikan penyakit tanaman adalah bakteri. Semburan Lumpur Sidoarjo menyebabkan peningkatan temperatur sehingga memberikan peluang untuk mendapatkan bakteri termotoleran, termofilik atau hipertermofilik. Bakteri termotoleran Lumpur Sidoarjo dengan sifat uniknya (mampu hidup dalam cekaman, suhu tinggi dan salinitas tinggi) dimungkinkan mampu menghasilkan enzim-enzim tahan panas dan senyawa antimikrobial yang dapat menghambat perkembangan bakteri Erwinia sp. penyebab penyakit busuk lunak pada umbi porang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi bakteri termotoleran Lumpur Sidoarjo dalam menghambat dan mengendalikan penyakit busuk lunak Erwinia sp. pada umbi porang.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya mulai bulan Desember 2016–April 2017. Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah perbanyakan bakteri patogen Erwinia sp. dan bakteri dari Lumpur Sidoarjo (LuSi), uji busuk lunak bakteri Erwinia sp. pada umbi kentang, uji pertumbuhan pada suhu 600C, seleksi bakteri LuSi antagonis, uji reaksi hipersensitif, uji antagonisme bakteri LuSi terhadap Erwinia sp. secara in vitro, uji penghambatan bakteri LuSi terhadap perkembangan penyakit busuk lunak pada umbi porang, dan karakterisasi morfologi, fisiologi dan biokimia bakteri LuSi termotoleran yang bersifat antagonis.
Hasil seleksi dari 30 isolat bakteri dari lumpur Sidoarjo diperoleh 23 isolat yang bersifat antagonis tehadap Erwinia sp. dan empat isolat memiliki indeks penghambatan lebih tinggi yaitu isolat G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan G.8.1. Empat perlakuan isolat bakteri dari lumpur Sidoarjo memiliki indeks penghambatan lebih tinggi daripada perlakuan bakterisida berbahan aktif Streptomycin sulfat 20% baik secara in vitro dan in vivo. Empat isolat bakteri termotoleran dari lumpur Sidoarjo yang bersifat antagonis mampu menghambat pertumbuhan Erwinia sp. dan menekan perkembangan penyakit busuk lunak pada umbi porang. Hasil identifikasi secara morfologi, fisiologi, dan biokimia menunjukkan bahwa isolat G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan G.8.1 adalah Pseudomonas sp.
ii
SUMMARY
Anifatuz Z. 135040200111034. The Potency of Thermotolerant Bacteria from Sidoarjo Mud as Biological Control Agent for Controlling Soft Rot Disease on Porang Tubers (Amorphophallus muelleri Blume). Supervised by Luqman Qurata Aini, SP., M.Si., Ph.D. and Fery Abdul Choliq SP., M. Sc.
Porang or konjac (Amorphophallus muelerri Blume) is a potential crop used as food and is exported as industrial raw material. The main problem of disease in porang tubers is soft rot disease caused by Erwinia sp which ended in high yield losses. Control of soft rot disease with pesticide application has been applied. However, it did not have a significant effect and had a negative impact on the environment. Biological control by utilizing antagonistic microorganisms is one of the environment friendly control alternatives. One of the microorganisms that has antagonistic potential to control plant diseases is bacteria. The Sidoarjo Mudflow caused increased temperature, giving the opportunity to get thermotolerant, thermophilic or hyperthermophilic bacteria. Thermotolerant bacteria originated from Sidoarjo mud with their unique properties (able to live in stress, high temperature and high salinity) are possible to produce heat-resistant enzymes and antimicrobial compounds that can inhibit the development of Erwinia sp. the causal agent of soft rot disease in porang. The purpose of this study is to elucidate the potency of thermotolerant bacteria originated from Sidoarjo Mud (LuSi) in preventing and controlling soft rot disease caused by Erwinia sp. on porang tubers.
This study was conducted at Plant Disease Laboratory, Plant and Disease Department, Faculty of Agriculture, University of Brawijaya from December 2016-April 2017. The stages performed in this study were propagation of pathogenic bacteria Erwinia sp. and bacteria originated from Sidoarjo Mud (LuSi), soft rot assay of Erwinia sp. on potato tuber, growth assay at the temperature of 600C, selection of LuSi bacterial antagonist, hypersensitive reaction assay, antagonism assay of LuSi bacteria against Erwinia sp. in vitro, the inhibition assay of LuSi bacteria against the growth of soft rot disease on the porang tuber, and characterization of the morphology, physiology and biochemistry of antagonistic thermotolerant LuSi bacteria.
The selection of 30 isolates of Sidoarjo mud (LuSi) bacteria obtained 23 isolates which were antagonistic to Erwinia sp. and four isolates have higher inhibition index i.e. isolate of G.1.4, G.2.3, G.7.5, and G.8.1. Each treatment of four bacterial isolates of Sidoarjo mud had higher inhibition index value than the treatment of bactericide with the active ingredient of 20% streptomycin in vitro and in vivo. The four isolates of antagonistic thermotolerant bacteria of Sidoarjo mud were able to inhibit the growth of Erwinia sp. and suppress the development of soft rot disease in porang tubers. The results of morphological, physiological, and biochemical identification indicated that isolate of G.1.4, G.2.3, G.7.5, and G.8.1 are Pseudomonas sp.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Potensi Bakteri Termotoleran dari Lumpur Sidoarjo sebagai Agens Hayati
untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Lunak pada Umbi Porang
(Amorphophallus muelerri Blume)”. Penulis mengucapkan banyak terima kasih
atas segala bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah membantu
penelitian ini, terutama kepada:
1. Dr. Ir. Ludji Pantja Astuti, MS. Selaku Ketua Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
2. Bapak Luqman Qurata Aini, SP., M.Si., Ph.D. dan bapak Fery Abdul
Choliq, SP., M. Sc. atas segala kesabaran, nasehat, arahan, dan
bimbingannya dalam penyelesaian skripsi.
3. Kedua orang tua, keluarga, dan semua saudara yang telah memberikan
doa serta dukungan untuk kesuksesan penulis sampai saat ini.
4. Seluruh dosen Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan atas ilmu dan arahan
yang diberikan.
5. Staff karyawan Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan atas fasilitas,
bimbingan dan bantuan yang diberikan.
6. PT. Indofood Sukes Makmur Tbk. Yang telah membantu pendanaan
penelitian ini melalui program Indofood Riset Nugraha Periode 2016-
2017.
Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak serta bisa memberikan sumbangan pemikiran dalam kemajuan ilmu
pengetahuan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna
memperbaiki karya tulis selanjutnya.
Malang, Juni 2017
Penulis
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Gandrirojo, Kecamatan Sedan, Kabupaten
Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 6 Maret 1996. Penulis menempuh
pendidikan TK di Raudlatul Athfal Gandrirojo pada tahun 1999-2001, pendidikan
dasar di MI Islamiyah Syafi’iyah Gandrirojo pada tahun 2001-2007, pendidikan
menengah pertama di MTs. Islamiyah Syafi’iyah Gandrirojo pada tahun 2007-
2010, dan pendidikan menengah atas di MA YSPIS Rembang pada tahun 2010-
2013. Pada tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Strata-1 di
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,
Malang melalui seleksi ujian tertulis SBMPTN. Pada semester 6, penulis memilih
jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dengan konsentrasi bakteri sebagai
penyebab penyakit tanaman.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan akademik
ataupun non akademik. Dalam kegiatan non akademik penulis pernah menjabat
sebagai sekretaris Departemen Akademi dan Keprofesian di FORSIKA FPUB,
anggota PRISMA, dan PKPT IPNU-IPPNU Universits Brawijaya. Selain itu,
penulis juga menjadi asisten beberapa mata kuliah yaitu Botani, Biokimia
Tanaman, Genetika Tanaman, Manajemen Agroekosistem, Fisiologi Tanaman,
dan Bakteriologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis memperoleh
beasiswa BIDIKMISI. Selain itu, Penulis juga pernah mendapatkan beberapa
penghargaan yaitu Juara 1 MTQ Tingkat Fakultas Pertanian Cabang Lomba
Fahmil Qur’an, Juara Umum, Juara 2 Presentasi Poster dan Juara Favorit Poster
dalam Lomba Cerdas Tepat dan Poster Haryono Semangun Award Tahun 2016
di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Juara Umum Lomba Cerdas Cermat
dan Poster dalam Plant Protection Day Tahun 2016 di Universitas Padjadjaran
Bandung serta sebagai mahasiswa penerima pendanaan penelitian dari program
Indofood Riset Nugraha periode 2016/2017.
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN ........................................................................................................ i SUMMARY .......................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... iv DAFTAR ISI ........................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3 1.4 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 4 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5 2.1 Tanaman Porang (Amorphophallus muelerri Blume) ................................ 5 2.2 Penyakit Busuk Lunak Erwinia sp. pada Umbi Porang ............................. 7 2.3 Agens Hayati .......................................................................................... 10 2.4 Bakteri Termotoleran .............................................................................. 11 2.5 Lumpur Sidoarjo ..................................................................................... 12 2.6 Pemanfaatan Bakteri dari Lingkungan Ekstrem ...................................... 14
III. METODE PENELITIAN ................................................................................. 15 3.1 Kerangka Operasional Penelitian ........................................................... 15 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 15 3.3 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 16 3.4 Metode Penelitian ................................................................................... 16 3.5 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 17 3.6 Variabel Pengamatan ............................................................................. 23 3.7 Analisis Statitik ....................................................................................... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 25 4.1 Uji Busuk Lunak Patogen Erwinia sp. pada Umbi Kentang ..................... 25 4.2 Uji Pertumbuhan Isolat Bakteri LuSi pada Suhu 600C ............................ 25 4.3 Seleksi Isolat Bakteri Termotoleran dari LuSi yang Bersifat Antagonis
Terhadap Erwinia sp. Secara In Vitro ..................................................... 26 4.4 Uji Hipersensitif ...................................................................................... 27 4.5 Uji In Vitro Penghambatan Pertumbuhan Erwinia sp. oleh Bakteri
Termotoleran LuSi dalam Cawan Petri ................................................... 28 4.6 Uji Penghambatan Perkembangan Penyakit Busuk Lunak Erwinia sp.
Oleh Bakteri Termotoleran LuSi pada Umbi Porang ............................... 30 4.7 Karakterisasi Morfologi, Fisiologi dan Biokimia Bakteri Termotoleran
LuSi yang Bersifat Antagonis terhadap Erwinia sp. ................................ 32
V. PENUTUP ..................................................................................................... 38 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 38 5.2 Saran ..................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39 LAMPIRAN ........................................................................................................ 43
vii
DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Morfologi tanaman porang ............................................................................... 6 2. Gejala penyakit busuk lunak pada umbi porang ............................................... 8 3. Kerangka Operasional Penelitian ................................................................... 14 4. Identifikasi bakteri hingga tingkat genus......................................................... 20 5. Hasil uji busuk lunak ...................................................................................... 24 6. Pengujian hipersensitif .................................................................................. 27 7. Zona bening yang dihasilkan oleh setiap perlakuan ....................................... 29 8. Perkembangan gejala busuk lunak umbi porang ............................................ 31 9. Hasil uji KOH . ............................................................................................... 32 10. Hasil pewarnaan Gram ............................................................................... 32 11. Uji katalase .................................................................................................. 33 12. Pengujian oksidatif dan fermentatif ............................................................. 33 13. Hasil uji pigmen berfluorescens pada medium King's B .............................. 34
viii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Contoh agens hayati tanaman. ...................................................................... 11 2. Rentang suhu pertumbuhan mikroba ............................................................. 11 3. Pemanfaatan bakteri dari lingkungan ekstrem................................................ 13 4. Perlakuan uji antagonis in vitro . ................................................................... 15 5. Perlakuan uji antagonis bakteri termotoleran LuSi pada umbi porang. ........... 16 6. Pertumbuhan 30 isolat bakteri LuSi pada suhu 600C ..................................... 25 7. Indeks penghambatan in vitro 30 isolat bakteri termotoleran LuSi .................. 26 8. Penghambatan secara in vivo bakteri antagonis LuSi . .................................. 29 9. Rerata massa busuk lunak umbi porang ....................................................... 30 10. Hasil uji pigmen berfluorescens pada media King's B . ................................ 34 11. Hasil uji morfologi, fisiologi dan biokimia bakteri termotoleran LuSi. ............. 34
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Hasil Purifikasi Erwinia sp. Pada Media Nutrient Agar ................................... 43 2. Perbanyakan 30 Isolat Bakteri Lumpur Sidoarjo ............................................ 43 3. Uji Termotoleran 30 Isolat Bakteri Lumpur Sidoarjo pada Suhu 600C............ 44 4. Pewarnaan Gram empat Isolat Bakteri Lumpur Sidoarjo ............................... 45 5. Uji KOH 4 Isolat Bakteri dari Lumpur Sidoarjo ............................................... 46 6. Uji Katalase empat Isolat Bakteri Lumpur Sidoarjo ........................................ 46 7. Uji antagonis secara in vitro 4 isolat bakteri LuSi. ......................................... 47 8. Analisis Ragam Indeks Penghambatan in vitro 1 HSI.................................... 47 9. Analisis Ragam Indeks Penghambatan in vitro 2 HSI.................................... 48 10. Analisis Ragam Indeks Penghambatan in vitro 3 HSI .................................. 48 11. Analisis Ragam Indeks Penghambatan in vivo 7 HSI .................................. 48 12. Uji OF 4 Isolat Bakteri dari Lumpur Sidoarjo ............................................... 48
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Porang (Amorphophallus muelerri Blume) merupakan salah satu
kekayaan hayati umbi-umbian di Indonesia yang potensial untuk
dikembangkan sebagai bahan pangan sumber karbohidrat dan diekspor
sebagai bahan baku industri. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan nilai
ekspor yang meningkat. Kebutuhan porang untuk ekspor mencapai 10.000
ton per tahun tetapi Indonesia hanya dapat memenuhinya 4.000 ton per
tahun (Hartoyo, 2012). Umbi porang dapat diolah menjadi tepung porang,
tepung tersebut digunakan sebagai bahan baku industri pangan, industri
pesawat, farmasi dan kosmetik, karena memiliki kandungan glukomannan
yang cukup tinggi. Glukomannan pada tepung porang dimanfaatkan untuk
pembuatan mie dan pembuatan seluloid sehingga meningkatkan nilai
gunanya (Hidayat et al., 2013).
Penyakit busuk lunak merupakan salah satu penyakit pascapanen
tanaman umbi-umbian. Penyakit ini dapat menyerang ketika masih di
lapangan, saat pengangkutan, di tempat penyimpanan, dan selama
pemasaran. Penyakit busuk lunak sulit dikendalikan, karena patogen
memiliki kisaran inang yang luas dan pengendalian menggunakan
bakterisida kurang efektif (Wu et al., 2013). Penyakit busuk lunak dapat
menyerang beberapa umbi antara lain wortel, kentang, dan porang.
Permasalahan utama penyakit pada umbi porang yaitu penyakit busuk lunak
yang disebabkan oleh bakteri E. carotovora subsp. carotovora yang memiliki
intensitas serangan tinggi dan menyebabkan kerugian hasil tanaman (Zhang
et al., 2011). Di China, penyakit busuk lunak dilaporkan disebabkan oleh E.
carotovora subsp. carotovora menyerang umbi porang di tempat budidaya
dengan tingkat kehilangan mencapai 80% dari total produksi (Wu et al.,
2013). Di sentra produksi porang di Kabupaten Madiun, Jawa Timur terdapat
serangan busuk lunak pada umbi porang di tempat penyimpanan dengan
tingkat kerusakan mencapai 60% (Azizah, 2015). Serangan busuk lunak
pada porang tersebut menyebabkan kerugian bagi petani karena umbi yang
terserang tidak dapat diolah menjadi tepung porang dan tidak dapat
digunakan sebagai bibit.
Di Cina, berbagai pengendalian penyakit busuk lunak dengan aplikasi
pestisida sudah diterapkan. Tetapi, belum ada pestisida yang efektif untuk
2
mengendalikan penyakit busuk lunak pada umbi porang. Beberapa pestisida
yang digunakan untuk mengendalikan penyakit busuk lunak pada umbi
porang tidak memberikan pengaruh yang signifikan (Zhou, 2004). Selain itu,
penggunaan pestisida kimia memiliki dampak negatif yaitu membunuh
mikroorganisme non target, menimbulkan resistensi patogen, dan
berdampak buruk bagi lingkungan (Cook, 1993). Oleh karena itu, diperlukan
strategi pengendalian alternatif yang tepat, efektif, dan ramah lingkungan.
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan mikroorganisme antagonis
adalah salah satu alternatif pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan.
Sige (1993) melaporkan bahwa penggunaan mikroorganisme antagonis
dalam pengendalian hayati bekerja dengan cara memproduksi antibiotik atau
senyawa lainnya yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
patogen, bersaing dengan patogen dalam hal nutrisi ruang serta
menginduksi ketahananan tanaman.
Salah satu mikroorganisme yang berpotensi sebagai agens pengendali
hayati tanaman adalah bakteri. Compant et al (2005) melaporkan bahwa
terdapat beberapa bakteri yang bertindak sebagai agens pengendali hayati
terhadap patogen penyebab busuk lunak. Bakteri Pseudomonas fluorescens
menunjukkan aktivitas antagonis yang mampu mengendalikan penyakit
busuk lunak dengan memproduksi berbagai macam senyawa antibiotik dari
metabolit sekunder termasuk siderofor, antibiotik, dan surfaktan.
Efektivitas aplikasi bakteri sebagai agens pengendali hayati penyakit
tanaman dipengaruhi oleh berbagai kondisi lingkungan yang mendukung
pertumbuhannya, seperti suhu, kadar air, keberadaan oksigen, salinitas, dan
pH. Pada umumnya bakteri dapat hidup optimal pada suhu 370C, kisaran pH
6,7-7,5 dan kadar air sekitar 80-90%. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan
efektivitasnya sebagai agens pengendali hayati, maka diperlukan bakteri
yang mampu berperan optimal pada berbagai kondisi lingkungan. Bakteri
yang mampu hidup pada kondisi lingkungan ekstrem seperti suhu dan
salinitas tinggi dilaporkan memiliki efektivitas aplikasi yang tinggi dan
menyesuaikan diri pada berbagai kondisi lingkungan.
Salah satu lingkungan dengan kondisi yang ekstrem yaitu kawasan
semburan lumpur Sidoarjo. Lumpur Sidoarjo merupakan bencana nasional
sejak 29 Mei 2006 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Kawasan lumpur
Sidoarjo dilaporkan memiliki kondisi lingkungan yang ekstrem dengan suhu
3
antara 45-700C, pH antara 7,5-7,8, dan kandungan garam (salinitas) yang
tinggi yaitu 30 ppt atau 30.000 ppm (Dagdag et al., 2015). Semburan lumpur
Sidoarjo secara langsung berdampak pada pembentukan ekosistem baru
yang unik, salah satunya yaitu dengan adanya kehidupan bakteri yang
dicirikan dengan adanya berbagai tanda aktivitas mikroorganisme. Hasil
analisis mikroba pada tanah lumpur Sidoarjo menunjukkan keberadaan
bakteri dengan jumlah total sekitar 5,1x104 cfu/g (Santosa et al., 2014).
Muhidin (2016) melaporkan bahwa bakteri B. methylotrophicus, B.
velezensis dan B. amyloliquefaciens yang diisolasi dari lumpur Sidoarjo
dapat mengendalikan penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh bakteri
Erwinia carotovora pada umbi kentang. Selain itu, bakteri yang bersifat
termofilik penghasil enzim xilanase yang diketahui termasuk dalam jenis
Bacillus lichenformis juga telah berhasil diisolasi dari lumpur Sidoarjo
(Habibie et al., 2014).
Bakteri termotoleran lumpur Sidoarjo dengan sifat uniknya (mampu
hidup dalam cekaman suhu dan salinitas tinggi) dimungkinkan mampu
menghasilkan enzim-enzim tahan panas yang mempunyai potensial aplikasi
tinggi dan senyawa antimikrobial yang dapat menghambat perkembangan
penyakit busuk lunak. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan dan mengkaji kemampuan bakteri termotoleran yang bersifat
antagonis dari lumpur Sidoarjo sebagai agens hayati untuk mengendalikan
penyakit busuk lunak pada umbi porang yang disebabkan oleh bakteri
Erwinia sp.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat bakteri termotoleran dari lumpur Sidoarjo yang bersifat
antagonis terhadap bakteri patogen Erwinia sp. pada umbi porang?
2. Bagaimana potensi bakteri termotoleran dari lumpur Sidoarjo dalam
menghambat dan mengendalikan perkembangan penyakit busuk lunak
pada umbi porang?
3. Apakah jenis bakteri termotoleran dari lumpur Sidoarjo yang bersifat
antagonis terhadap bakteri patogen Erwinia sp. pada umbi porang?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan bakteri termotoleran dari lumpur Sidoarjo yang bersifat
antagonis terhadap bakteri patogen Erwinia sp. pada umbi porang.
4
2. Mengetahui potensi bakteri termotoleran dari lumpur Sidoarjo dalam
menghambat dan mengendalikan perkembangan penyakit busuk lunak
pada umbi porang.
3. Mengidentifikasi jenis bakteri termotoleran dari lumpur Sidoarjo yang
bersifat antagonis terhadap bakteri patogen Erwinia sp. pada umbi
porang.
1.4 Hipotesis Penelitian
Terdapat bakteri Bacillus sp. dari lumpur Sidoarjo yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri patogen Erwinia sp. dan menekan
perkembangan penyakit busuk lunak pada umbi porang.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada
masyarakat maupun petani dalam upaya pengendalian penyakit busuk lunak
pada umbi porang yang disebabkan oleh bakteri Erwinia sp. dan diharapkan
dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati yang ramah lingkungan serta
dapat memberikan informasi kepada akademisi mengenai bakteri
termotoleran yang berpotensi sebagai bahan aktif agens hayati.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Porang (Amorphophallus muelerri Blume)
2.1.1 Taksonomi
Porang tergolong dalam Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta,
Subdivisi Angiospremae, Kelas Monocotiledonae, Ordo Aracales, Famili
Araceae, Genus Amorphophallus, Spesies Amorphophallus muelerri Blume
(Pitojo, 2007).
2.1.2 Morfologi
Porang merupakan tanaman herba dan tahunan yang mampu tumbuh
hingga 60% dibawah naungan. Porang memiliki batang semu yang
sebenarnya merupakan tangkai daun yang tumbuh ditengah-tengah umbinya
(Koswara, 2010).
Porang memiliki warna daun yang bervariasi yaitu hijau muda hingga
hijau tua. Permukaan daun porang halus dan bergelombang. Bentuk helaian
daun yaitu elips dengan ujung runcing. Diameter tajuk daun pada satu
periode tumbuh yaitu 25-50 cm, dua periode tumbuh yaitu 40-75 cm, dan
tiga periode tumbuh yaitu 50-150 cm. Tangkai daun porang termasuk batang
semu dengan bercak putih kehijauan. Permukaan tangkai daun halus dan
licin. Letak batang bersatu berada di sebelah atas umbi dan di dalam tanah
(Gambar 1) (Sumarwoto, 2005).
Bunga porang tersusun atas spathe, putik, dan benang sari. Spathe
pendek berbentuk agak bulat dan agak tegak, dan berjumlah satu buah.
Putik berwarna merah hati dengan tinggi 6-9 cm dan berdiameter 2-4 cm.
Letak benang sari yaitu di atas putik yang terdiri atas benang sari fertil
(bawah) dan benang sari steril (atas). Bagian steril berwarna kuning
kecoklatan dan fertil berwarna hijau (Gambar 1) (Sumarwoto, 2005).
Buah porang termasuk buah majemuk, berdaging, dan berwarna hijau
ketika masih muda, kuning- kehijauan ketika tua, serta berwarna merah
ketika sudah masak. Bentuk tongkol buah lonjong serta meruncing ke bagian
pangkal dengan diameter 40-80 mm dan panjang 10-22 cm. Jumlah buah
dalam satu tongkol yaitu 100-450 butir dan rata-rata 300 butir. Buah porang
berbentuk oval, setiap buah terdapat sekitar dua sampai empat lembaga (biji
atau ovule), dan bersifat apomiksis. Umur buah hingga masak yaitu sekitar
delapan sampai sembilan bulan mulai fase pembungaan. Masa dorman biji
6
porang sekitar satu sampai dua bulan. Perbanyakan tanaman porang dapat
dilakukan secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan secara vegetatif
dilakukan melalui umbi batang, potongan umbi batang, umbi daun (bulbil),
dan daun (stek daun), sedangkan secara generatif melalui biji (Gambar 1)
(Sumarwoto, 2005).
Gambar 1. Morfologi tanaman porang, (a) daun dan bulbil; (b) akar; (c) bunga; (d) umbi; (e) batang; (f) buah (Sumarwoto, 2005).
2.1.3 Manfaat
Tanaman porang mempunyai manfaat yang cukup banyak. Karena
sifatnya yang membutuhkan naungan, porang dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar hutan sebagai tanaman sela pada hutan milik Perum
Perhutani. Hal ini memberi nilai tambah dari segi efisiensi lahan dengan
penghasilan selain dari hasil kayu. Menurut Hidayat et al., (2013)
menyatakan bahwa manfaat porang diibedakan menjadi dua yaitu manfaat di
lahan budidaya (on-farm) dan manfaat pasca panen, pengolahan hingga
pemasarannya (off-farm). Berikut penjelasan manfaat on-farm dan off-farm:
1. Manfaat on-farm
Dari segi konservasi lahan di tempat budidaya, tanaman porang
mampu mencegah bahaya erosi yang berlebihan, mempertahankan tingkat
kesuburan tanah dalam jangka panjang, serta mengurangi terjadinya
kebakaran di hutan. Dari segi efisiensi, tanaman porang membutuhkan
7
naungan yang cukup hingga 60% sehingga potensial sebagai tanaman sela
diantara pepohonan.
2. Manfaat off-farm
Beberapa manfaat pasca panen tanaman porang, yaitu:
a. Tepung porang mempunyai daya rekat yang kuat sehingga
dimanfaatkan untuk bahan perekat (lem) kertas kualitas tinggi di bidang
industri kertas, bahan pengisi tablet, dan berfungsi sebagai pengikat di
bidang farmasi, untuk pembuatan jas hujan, industri cat dan tekstil,
sebagai pengikat mineral yang tersuspensi secara koloidal pada hasil
awal penambangan di bidang industri pertambangan, dan sebagai
penjernih air minum yang berasal dari sungai dengan cara
mengendapkan lumpur yang tersuspensi didalam air.
b. Tepung porang memiliki sifat resistensi yang tinggi terhadap air. Dalam
bentuk pasta kering, tepung porang memiliki tingkat kekedapan yang
tinggi dan akan membentuk lapisan yang impermeable sehingga
digunakan dalam industri pesawat.
c. Berdasarkan struktur kimia, tepung porang memiliki kadar glukomannan
yang tinggi dan sangat mirip dengan selulosa, sehingga tepung porang
dapat dipakai sebagai bahan pembuatan seluloid, bahan peledak, isolasi
listrik, film, bahan toilet, dan kosmetika.
d. Pada industri pangan, tepung porang dimanfaatkan sebagai bahan baku
jelly, mie, tahu, bahan makanan coctai dan cendol, serta untuk
campuran makanan bayi. Di Jepang, tepung porang digunakan sebagai
bahan makanan konyaku (olahan tahu) dan shirataki (olahan mie) yang
sangat digemari dan baik untuk penderita diabetes.
e. Dari nilai gizi dan kesehatan, tepung porang dapat membuat kolesterol
normal, mencegah diabetes, mencegah tekanan darah tinggi, membantu
mengatasi permasalahan berat badan, rendah kalori, kadar serat tinggi,
dan kaya mineral.
2.2 Penyakit Busuk Lunak Erwinia sp. pada Umbi Porang
2.2.1 Gejala Serangan Penyakit Busuk Lunak pada Umbi Porang
Menurut Azizah (2015) gejala penyakit busuk lunak pada umbi
porang yang diperoleh di gudang penyimpanan yaitu umbi tampak berwarna
cokelat kehitaman dan berlendir. Kulit umbi yang terserang bakteri mudah
8
mengelupas, berbau tidak sedap serta terdapat masa bakteri yang keluar
dari dalam jaringan saat dicelupkan ke dalam air. Ketika umbi yang sakit
dipotong melintang, umbi tampak busuk dan teksturnya lunak, dan batas
infeksinya ada yang jelas dan ada yang tidak jelas. Pembusukan dimulai dari
tepi umbi yang kemudian menyebar ke seluruh bagian umbi. Bagian yang
terserang semakin lama akan berwarna kuning kehitaman (Gambar 2).
Gambar 2. Gejala penyakit busuk lunak pada umbi porang, (a) kenampakan luar umbi; (b) kenampakan umbi sakit saat dipotong melintang; (c) tekstur busuk lunak; (d) masa bakteri keluar dari jaringan yang sakit ditandai dengan tanda panah (Azizah, 2015).
Gejala serangan busuk lunak pada umbi porang hampir sama
dengan gejala busuk lunak pada umbi kentang yang disebabkan oleh E.
carotovora yaitu terdapat bintik-bintik kecil berwarna hitam kemudian gejala
tersebut akan meluas dengan cepat dan permukaan umbi berubah warna
menjadi kehitaman. Umbi kentang yang terserang bakteri E. carotovora
mulanya tidak berbau, kemudian mengeluarkan bau tidak sedap saat gejala
meluas, jaringan membusuk lunak dan kental. Ketika umbi dipotong
melintang, bagian dalam terlihat basah seperti bubur serta berwarna kuning
kecoklatan (Agrios, 2004).
9
2.2.2 Karakteristik Bakteri Erwinia sp. Penyebab Penyakit Busuk
Lunak pada Umbi Porang
Klasifikasi bakteri penyebab penyakit busuk lunak sebagai berikut:
kingdom Procaryotae, Divisi Gracilicutes, Kelas Proteobacteria, Famili
Enterobacteriaceae, Genus Erwinia (Brenner et al., 2005).
Bakteri Erwinia sp. yang menyebabkan busuk lunak pada umbi
porang adalah Gram negatif, berbentuk batang, berukuran 0,98-1,67 x 1,12-
1,91μm, berwarna putih pada media NA, saat koloni diangkat menggunakan
jarum Ose terasa agak lengket, bersifat anaerob, mampu tumbuh pada pH 4-
10,5 dan tidak mampu tumbuh pada suhu 10°C, 52°C, pH 3,5 serta kadar
NaCl 9% (Azizah, 2015).
2.2.3 Perkembangan Penyakit
Perkembangan penyakit busuk lunak yaitu bakteri bertahan di organ
berdaging yang terinfeksi di penyimpanan dan di lapangan, di sisa tanaman,
pada akar, atau bagian lain tanaman inang, di kolam dan sungai yang
digunakan untuk irigasi air, kadang-kadang di dalam tanah, dan dalam pupa
dari beberapa serangga. Beberapa umbi-umbian, rimpang, dan ubi-ubian
terinfeksi melalui luka atau lentisel saat dibenamkan di dalam tanah.
Penularan penyakit dimudahkan oleh serangga karena bakteri penyebab
busuk lunak dapat hidup di semua fase serangga. Saat menginfeksi, bakteri
mendapat makanan dari cairan yang dikeluarkan ketika perusakan awal. Sel-
sel pada permukaan mengalami kerusakan lalu mereka mendapat
peningkatan jumlah enzim pectolytic yang memecah zat pectic pada lamella
tengah dan membawa keluar maserasi dari jaringan. Tekanan osmotik tinggi
dari jaringan maserasi dan air dari sel-sel yang berdifusi ke ruang dalam sel
menyebabkan sel-sel plasmolisis runtuh dan mati. Bakteri berkembang biak
dalam ruang dalam sel dan menginvasi jaringan. Jaringan yang terserang
menjadi lembut dan berubah menjadi massa berlendir yang terdiri dari
bakteri yang tak terhitung jumlahnya (Agrios, 2004).
2.2.4 Pengendalian Penyakit Busuk Lunak pada Umbi Porang
Penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh bakteri E. carotovora
subsp. carotovora menyebabkan kerusakan dan kerugian hasil umbi porang
setiap tahun. Penyakit ini dapat menimbulkan kerusakan pada umbi porang
secara keseluruhan, yang sangat mengurangi hasil panen (Zhang et al.,
2011). Belum ada metode yang efektif untuk mengendalikan penyakit ini.
10
Dengan meningkatnya pengetahuan pertanian, pengendalian secara biologis
telah menjadi pilihan untuk keselamatan manusia dan hewan.
Penyakit busuk lunak merupakan masalah utama pada umbi porang
selama penyimpanan pascapanen dan di lapangan. Di Cina, berbagai
pengendalian penyakit busuk lunak dengan aplikasi pestisida sudah
diterapkan, tetapi belum ada pestisida khusus untuk mengendalikan penyakit
busuk lunak pada umbi porang, dan sebagian besar pestisida yang telah
diaplikasikan tidak mampu mengendalikan penyakit busuk lunak pada umbi
porang secara efektif. Beberapa pestisida yang digunakan untuk
mengendalikan penyakit busuk lunak pada umbi porang tidak memberikan
pengaruh yang signifikan. Aplikasi pestisida menimbulkan pencemaran
lingkungan (Zhou, 2004).
Pengendalian penyakit busuk lunak pada umbi porang dengan aplikasi
agens hayati menjadi alternatif pilihan yang tepat. Bakteri antagonis yang
diisolasi dari tanah bisa mengendalikan penyakit busuk lunak pada umbi
porang dan mengurangi gejala bakteri penyakit busuk untuk meningkatkan
hasil produksi umbi porang (Chen, 2013).
2.3 Agens Hayati
Agens hayati adalah organisme atau mikroorganisme, baik yang terjadi
secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil
rekayasa genetik (Genetically modified microorganisms) yang digunakan
untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (FAO, 1988).
Penggunaan agens hayati dalam mengendalikan organisme pengganggu
tanaman (OPT) semakin berkembang karena cara ini lebih unggul dibanding
pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut adalah
aman bagi manusia, musuh alami, dapat mencegah timbulnya ledakan OPT
sekunder, produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida,
terdapat di sekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan
petani terhadap pestisida sintetis, dan menghemat biaya produksi (Tabel 1)
(Nurhayati, 2011). Salah satu mikroorganisme yang berpotensi sebagai
agens pengendali hayati tanaman adalah bakteri. Penelitian sebelumnya
melaporkan bahwa terdapat beberapa bakteri yang bertindak sebagai agens
pengendali hayati terhadap patogen penyebab busuk lunak.
11
Tabel 1. Contoh agens hayati tanaman.
Agens
Hayati
Nama Ilmiah Mekanisme
Pengendalian
Jamur
Trichoderma viride, T. harzianum, T. koningii, T. hamatum, T. Pseudokoningii
Mikoparasit, kompetisi, antibiotik dan
enzimatik
Penicillium sp. Peniophora gigantean
Kompetisi dan antibiosis.
Phytium oligandrum Sporodesmium sclerotivorum Gliocladium virens Laccaria laccata Lactarius sp. Ampelomyces quisqualis
Mikoparasit
Fusarium solani, F.oxysporum
Kompetisi, proteksi silang dengan jenis Fusarium yang tidak virulen
Bakteri
Bacillus cereus, B. subtilis, B. pumilus, Erwinia herbicola
Antibiosis
Pseudomonas sp. Steptomyces praecox, S. griseus
Kompetisi, antibiosis dan Kolonisasi
Sumber : Nurhayati (2011)
2.4 Bakteri Termotoleran
Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan, mikroorganisme secara
umum dibedakan atas mikroorganisme psikrofil, psikotrop, mesofil, termofil,
dan hipertermofil. Bakteri psikrofil hidup pada kisaran suhu 0-200C. Bakteri
psikotrop dapat tumbuh pada suhu 0-350C. Bakteri mesofil dapat tumbuh
pada suhu 20-450C dan bakteri termofil tumbuh pada suhu 45-650C. Bakteri
hipertermofil hidup pada suhu pada suhu di atas 900C dan maksimal pada
suhu 1000C, namun pada beberapa bakteri dapat hidup pada suhu 80-1130C
(Tabel 2) (Prescott et al., 2008).
12
Tabel 2. Rentang suhu pertumbuhan mikroba
Mikroorganisme Suhu Kardinal (0C)
Minimum Optimum Maksimum
Prokariot Nonfotosintetik Bacillus psychrophilus -10 23-24 28-30 Pseudomonas fluorescens
4 25-30 40
Enterococcus faecalis 0 37 44 Escherichia coli 10 37 45 Thermoplasma acidophilum
45 59 62
Thermus aquaticus 40 70-72 79
Bakteri Fotosintetik Synechococcus eximius 70 79 84
Sumber : Prescott et al (2008)
Bakteri termotoleran merupakan bakteri dengan kemampuan
bertahan hidup pada kondisi panas sampai ekstrim panas, pada beberapa
literatur bahkan disebutkan ada yang mampu bertahan hidup pada suhu
2500C (Sutiamiharja, 2008). Indonesia sebagai negara tropis mempunyai
banyak daerah dengan aktivitas geoternal, seperti daerah pegunungan
berapi, sumber air panas dan cadangan minyak bumi dan batubara. Bakteri
termotoleran menghasilkan enzim termostabil yang sangat penting dalam
proses industri dan bioteknologi, seperti dalam teknik-teknik biologi
molekuler untuk kegunaan penelitian dan diagnostik dan kemampuan enzim
untuk mengubah tepung, makanan, pengelolaan sampah, pembuatan kertas
dan sintesis zat-zat organik (Sutiamiharja, 2008).
Adanya sifat bakteri yang termotoleran dan enzim yang termostabil
akan lebih menguntungkan karena dapat digunakan untuk reaksi biokonversi
pada suhu tinggi tanpa kekhawatiran berlangsungnya denaturasi maupun
kontaminanasi oleh mikrobia lain. Contoh bakteri termotoleran adalah
Methylococcus capsulatu (Prescott et al., 2008).
2.5 Lumpur Sidoarjo
Lumpur Sidoarjo merupakan bencana nasional sejak 29 Mei 2006 di
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Lokasi semburan berjarak 150-500 m dari
sumur Banjar Panji yang merupakan sumur ekplorasi gas milik PT. Lapindo
Brantas. Dampak dari luapan lumpur telah menenggelamkan kawasan
pemukiman, pertanian, industri, bagian wilayah dari 3 kecamatan, yaitu
kecamatan Porong, Jabon dan Tanggulangin. Dampak lain terhadap
13
lingkungan yaitu merusak ekosistem perairan dan pertanian (UNEP/OCHA
Environment Unit, 2006). Hingga saat ini belum ada tanda-tanda bahwa
semburan lumpur tersebut akan berhenti (Habibie et al., 2014).
Material lumpur sidoarjo yang keluar dari dalam bumi terdiri dari 70%
air dan 30% padatan dengan suhu antara 50-60oC (Laporan BPLS, 2015).
Lumpur panas yang dihasilkan mengandung karbon organik sebesar 54.7-
55.47%, Pb sebesar 0.27-0.34 mg/L, dan Cu sebesar 0.83-1.31 mg/L dan
memiliki suhu antara 45-700C dengan pH antara 75-7,8. Karakteristik ini
menunjukkan bahwa lumpur Lapindo berpotensi sebagai sumber
mikroorganisme yang bersifat termofilik maupun hipertermofilik dan memiliki
potensi dalam mendegradasi komponen penyusun tanaman dan dapat
tumbuh pada kondisi alkali (Habibie et al., 2014).
Penelitian yang telah dilakukan Marwati (2006) dilaporkan telah
memperoleh isolat Bacillus sp. dari lumpur panas Sidoarjo yang mampu
mengikat logam phenol degrader yang termasuk senyawa hidrokarbon yang
menghasilkan minyak bumi dan heavy metal accumulation. Selain itu, hasil
penelitian lumpur Sidoarjo mendapatkan isolat bakteri yang teridentifiasi
sebagai Bacillus gisengihumi yang mampu menghasilkan enzim kitinase.
14
2.6 Pemanfaatan Bakteri dari Lingkungan Ekstrem
Bakteri yang hidup dan mampu beradaptasi pada lingkungan ekstrem
memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan. Manfaat tersebut dijelaskan
dalam Tabel 3.
Tabel 3. Pemanfaatan bakteri dari lingkungan ekstrem
No. Sumber Kegunaan
1. Bakteri Termofilik
DNA polymerase Amplifikasi DNA dengan PCR
DNA ligase Ligase chain reaction (LCR)
Alkaline phosphatase Diagnosa
Protease and lipase Pengolahan produk susu
2. Bakteri Psikrofilik
Alkaline phosphatase Biologi molekuler
Lipases and proteases Pembuatan keju
Mikroorganisme suhu rendah Melindungi tanaman yang peka
terhadap suhu rendah
3. Bakteri Halofilik
Polyhydroxyalkanoates Plastik untuk medis
Lipids Liposomes untuk pengemasan
obat dan kosmetik
4. Bakteri Alkalifilik
Proteases Penghapusan gelatin pada X-
ray film
Cyclodextrins Bahan makanan, bahan kimia,
dan farmasi
Xylanases and proteases Pemutihan pulp
Pectinases Pengolahan kertas dan limbah
5. Bakteri Acidofilik
Mikroorganisme pengoksidasi
Sulfur
Pemulihan logam dan
desulfurikasi batubara
6. Bakteri pelarut senyawa
organic
Biokonversi senyawa yang
larut dalam air, bioremediasi ,
biosurfaktan
7. Bakteri
Oligotrophs/oligophiles
Pengujian organisme hidup
dalam air minum
Sumber : Satyanarayana et al (2005)
14
III. METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Operasional Penelitian
Kerangka operasional penelitian menunjukkan langkah-langkah teknis yang
dilakukan sehingga tahapan dalam penelitian dapat dilakukan secara bertahap
dan sistematis. Kerangka operasional penelitian secara skematis disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga April 2017
di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan,
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang akan digunakan selama penelitian antara lain autoclave, LAFC
(Laminar air flow cabinet), kompor listrik, timbangan analitik, mikroskop,
mikropipet, kamera, kertas saring, gelas beaker, tabung reaksi, labu erlenmeyer,
30 Isolat Bakteri dari LuSi yang belum diidentifikasi dan diperlakukan
Uji Morfologi dan Biokimia :
- Uji Gram - Uji KOH - Uji Katalase - Tahap uji
identifikasi bakteri disesuaikan menurut metode (Schaad et al., 2001).
Isolat bakteri dari Lumpur Sidoarjo (LuSi)
(Koleksi Laboratorium Penyakit, Jurusan hama dan Penyakit Tumbuhan FPUB)
Paket Bakteri termotoleran dari LuSi Sebagai Agens Hayati Penyakit Busuk Lunak pada Umbi Porang
Uji antagonisme secara in vivo terhadap umbi porang
Uji antagonisme secara in vitro dalam cawan Petri
Seleksi bakteri termotoleran LuSi non-patogen dengan uji hipersensitif
Seleksi bakteri termotoleran dan seleksi antagonis bakteri dari LuSi terhadap Erwinia sp. secara in vitro
15
pipet, panci, scalpel, cawan Petri diameter 9 cm, jarum ose, bunsen, pinset,
pisau, botol media, gelas ukur, jarum suntik, gunting, gelas obyek, sprayer, sikat
botol, tube eppendorf dan, water bath, dan Baki.
Bahan yang digunakan adalah isolat bakteri dari LuSi koleksi
Laboratorium Penyakit, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya, media Nutrien Agar (NA), aquadest steril,
biakan murni bakteri Erwinia sp., Nutrient Browth (NB), umbi porang, umbi
kentang, tanaman Tembakau, bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat 20%,
skim milk, spiritus, alkohol 70%, alcohol 90%, kloroform, KOH, iodin, safranin,
larutan H2O2, kristal violet, media YDC, media King’S B, media fermentasi
anaerob, aluminium foil, plastik, tisu, dan kapas.
3.4 Metode Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini yaitu perbanyakan isolat Erwinia sp. dan
bakteri LuSi, uji busuk lunak pada umbi kentang, uji pertumbuhan isolat bakteri
LuSi pada suhu 600C, seleksi antagonis bakteri LuSi terhadap bakteri Erwinia
sp., uji hipersensitif, uji antagonis secara in vitro, dan uji penghambatan secara in
vivo. Pengujian potensi dan kemampuan antagonis bakteri termotoleran LuSi
dilakukan dengan secara in vitro dan in vivo. Penelitian ini menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan, 5 ulangan secara in vitro
dan 6 perlakuan, 4 ulangan secara in vivo..
1. Uji antagonis secara in vitro.
Uji antagonis secara in vitro dilakukan dengan cara media dalam cawan
Petri diinokulasi dengan bakteri LuSi yang terpilih dan bakteri patogen Erwinia
sp. dengan kerapatan 109 cfu/ml sesuai masing-masing perlakuan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Perlakuan uji antagonis in vitro bakteri termotoleran dalam cawan Petri.
Kode Perlakuan
P1 Isolat G.1.4. P2 P3 P4
Isolat G.2.3 Isolat G.7.5 Isolat G.8.1
P5 Bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat
2. Uji penghambatan secara in vivo.
Uji penghambatan secara in vivo dilakukan dengan Umbi porang
diinokulasi bakteri LuSi dan bakteri patogen Erwinia sp. dengan kerapatan
109 cfu/ml berdasarkan perlakuan pada Tabel 5.
16
Tabel 5. Perlakuan uji antagonis bakteri termotoleran LuSi pada umbi porang.
Kode Perlakuan
P1 Isolat G.1.4. P2 P3 P4
Isolat G.2.3 . Isolat G.7.5 Isolat G.8.1
P5 P6
Bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat Aquades steril
3.5 Pelaksanaan Penelitian
3.5.1 Perbanyakan Bakteri Patogen Erwinia sp. dan Bakteri LuSi
Isolat bakteri patogen Erwinia sp. dan bakteri LuSi berasal dari koleksi
Laboratorium Penyakit, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Isolat bakteri tersebut ditumbuhkan
pada media NA (Nutrient Agar) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 x 24
jam.
3.5.2 Uji Busuk Lunak Patogen Erwinia sp. pada Umbi Kentang
Uji busuk lunak bertujuan untuk mengetahui virulensi bakteri Erwinia sp.,
mengetahui kemampuan maserasi patogen Erwinia sp. dan memperoleh bakteri
Erwinia sp. penyebab busuk lunak. Uji ini dilakukan dengan metode uji
patogenisitas berdasarkan Schaad et al (2001). Isolat bakteri berumur 48 jam
dipanen dengan menambahkan akuades ke biakan bakteri kemudian suspensi
tersebut diinokulasikan ke umbi kentang yang telah dicuci dan disterikan dengan
alkohol 70% dan dibilas menggunakan akuades steril. Inokulasi dilakukan
dengan jarum inokulasi atau menggunakan mikropipet. Suspensi bakteri yang
diinokulasikan ke umbi kentang sekitar 102-109 cfu/ml. Setelah itu, luka inokulasi
tersebut ditutup dengan minyak parafin. Selanjutnya umbi diinkubasi di wadah
yang lembab dan diamati pada 7 hari setelah inokulasi.
17
3.5.3 Uji Pertumbuhan Isolat Bakteri LuSi pada Suhu 600C dan Seleksi
Antagonis Bakteri Termotoleran LuSi terhadap Erwinia sp. Secara In
Vitro
Uji pertumbuhan isolat bakteri LuSi pada suhu 600C mengacu dan sedikit
memodifikasi metode yang dilakukan Kawuri et al (2007). Isolat bakteri LuSi
ditumbuhkan pada media NA dengan metode sreak plate dan diinkubasi selama
2 x 24 jam pada suhu 370C. Isolat bakteri LuSi yang telah ditumbuhkan selama 2
x 24 jam diambil satu Ose dan dimasukkan dalam tube yang berukuran 1 ml
yang berisi media NB. Media NB yang berisi biakan bakteri diinkubasi dalam
water bath pada suhu 600C selama 24 jam. Isolat bakteri LuSi yang telah
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 600C diamati pertumbuhannya dengan
melihat kekeruhan media NB. Media NB yang keruh menunjukkan bahwa bakteri
dapat bertahan hidup pada suhu 600C. Biakan yang keruh dipilih untuk perlakuan
selanjutnya.
Seleksi antagonis bakteri termotoleran LuSi mengacu dan sedikit
memodifikasi metode yang dilakukan Kawaguchi et al (2008). Isolat bakteri LuSi
yang telah ditumbuhkan selama 24 jam diencerkan dalam aquades steril hingga
109 cfu/ml. Potongan kertas saring berdiameter 5 mm dimasukkan ke dalam
suspensi bakteri, kemudian didiamkan selama ±1 menit dan ditiriskan selama 2
jam. Kertas saring yang sudah kering, diletakkan pada cawan Petri yang berisi
media NA dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah inkubasi, isolat
bakteri dimatikan dengan cara menambahkan kloroform pada tutup cawan Petri
dalam keadaan dibalik dan didiamkan selama 2 jam hingga menguap. Setelah
itu, biakan dikabutkan (spray) dengan suspensi bakteri patogen Erwinia sp. 109
cfu/ml. Seluruh perlakuan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C. Setelah 48
jam, amati pembentukan zona bening pada setiap perlakuan. Pada perlakuan
yang terdapat zona bening, maka isolat bakteri tersebut dipilih dan digunakan
untuk pengujian selanjutnya.
3.5.4 Uji Hipersensitif
Uji hipersensitif bertujuan untuk mengetahui bakteri tersebut bersifat
sebagai patogen atau bukan. Uji ini dilakukan dengan tanaman tembakau
dengan cara tulang daun utama pada permukaan daun sebelah bawah dilukai
menggunakan jarum suntik aseptik dengan cara menyayat selanjutnya suspensi
bakteri disuntikkan menggunakan spet tanpa jarum infiltrasi. Suspensi biakan
murni bakteri termotoleran LuSi yang telah berumur 48 jam disuspensikan dalam
18
10 ml aquades steril dan dilakukan pengenceran hingga konsentrasi 109 cfu/ml.
Pengamatan terjadinya nekrotik dilakukan pada 24 – 72 jam setelah inokulasi
(Fahy et al., 1983).
3.5.5 Uji In Vitro Penghambatan Pertumbuhan Erwinia sp. oleh Bakteri
Termotoleran LuSi dalam Cawan Petri
Uji penghambatan dilakukan pada isolat bakteri termotoleran LuSi terpilih
yang memiliki potensi antagonis terhadap Erwinia sp.. Uji antagonis bakteri
termotoleran LuSi mengacu dan sedikit memodifikasi metode yang dilakukan
Kawaguchi et al (2008). Isolat bakteri LuSi yang telah ditumbuhkan selama 24
jam diencerkan dalam aquades steril hingga 109 cfu/ml. Potongan kertas saring
berdiameter 5 mm dimasukkan ke dalam suspensi bakteri, kemudian didiamkan
selama ±1 menit dan ditiriskan selama 2 jam. Kertas saring yang sudah kering,
diletakkan pada cawan Petri yang berisi media NA dan diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 370C. Setelah inkubasi, isolat bakteri dimatikan dengan cara
menambahkan kloroform pada tutup cawan Petri dalam keadaan dibalik dan
didiamkan selama 2 jam hingga menguap. Setelah itu, biakan dikabutkan (spray)
dengan suspensi bakteri patogen Erwinia sp. 109 cfu/ml. Seluruh perlakuan
diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C, kemudian diukur diameter zona
beningnya menggunakan jangka sorong dan didokumentasikan. Pengujian
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5
ulangan.
3.5.6 Uji In Vivo Penghambatan Perkembangan Penyakit Busuk Lunak
Erwinia sp. oleh Bakteri Termotoleran LuSi pada Umbi Porang
Uji antagonis bakteri termotoleran LuSi terhadap patogen Erwinia sp. pada
umbi porang dibuat dengan metode menurut Haque et al (2009). Permukaan
umbi porang disterilisasi dengan perendaman dalam sodium hipoklorit 1%
selama 10 menit, kemudian dicuci dengan aquades steril tiga kali dan dikering
anginkan. Umbi porang dilubangi menggunakan ujung mikropipet tip steril, lalu
diinokulasi dengan bakteri termotoleran dari LuSi sebanyak 50 μl kemudian
dibiarkan selama 1-2 jam sampai kering. Setelah itu pada lubang yang sama
diinokulasi suspensi bakteri patogen Erwinia sp. pada konsentrasi 109 cfu/ml
sebanyak 50 μl. Umbi porang diinkubasi dalam wadah lembab pada suhu kamar
selama 7 hari. Masing-masing perlakuan diulang empat kali.
19
3.5.7 Karakterisasi Morfologi dan Fisiologi Bakteri Termotoleran LuSi yang
Bersifat Antagonis terhadap Erwinia sp.
Karakterisasi morfologi dan fisiologi bakteri termotoleran LuSi dilakukan
berdasarkan Bergey’s Determinative Bacteriology (Holt et al., 1994) dan Schaad
et al (2001) meliputi uji Gram yang terdiri dari pewarnaan gram dan uji KOH.
Pengujian bakteri hingga tingkat genus dilakukan berdasarkan Schaad et al
(2001) disajikan pada Gambar 3.
a. Uji Gram
- KOH
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri bersifat Gram negatif
atau Gram positif. Pengujian dilakukan dengan mencampurkan satu lup bakteri
uji pada preparat steril yang telah ditetesi KOH 3% menggunakan jarum Ose.
Bakteri Gram negatif ditandai dengan adanya lendir seperti benang yang tertarik
ketika jarum Ose diangkat. Bakteri Gram positif ditandai dengan tidak adanya
lendir seperti benang yang tertarik ketika jarum Ose diangkat.
- Pewarnaaan Gram
Satu lup bakteri digoreskan diatas preparat steril lalu ditambah akuades steril
lalu ditambah akuades steril dan diratakan. Fiksasi bakteri dilakukan dengan
melewatkan bagian bawah preparat di atas bunsen hingga semua permukaan
preparat kering. Preparat ditetesi larutan kristal violet dan diratakan diatas
permukaan preparat selama 1 menit. Preparat dicuci dengan air mengalir selama
beberapa detik, lalu dikering anginkan. Setelah itu, preparat ditetesi dengan
larutan iodine dan diratakan diatas preparat selama 1 menit. Preparat kemudian
dicuci dengan air mengalir selama beberapa detik, lalu dikering anginkan.
Pewarnaan kembali dengan etil alkohol kurang lebih selama 30 detik. Preparat
lalu dicuci dengan air mengalir kurang lebih 2 detik kemudian dikering anginkan.
Selanjutnya preparat ditetesi larutan safranin dan diratakan diatas preparat
selama 10 detik. Terakhir, cuci preparat dengan cepat dengan air mengalir
kemudian dikering anginkan. Bakteri Gram negatif mempunyai sel warna merah,
sedangkan bakteri Gram positif mempunyai sel warna ungu.
21
Gambar 4. Identifikasi bakteri hingga tingkat genus (Schaad et al., 2001)
Pengecatan Gram
Agrobacterium
Bacillus
YDC = Yeast extract-dextrose-CaCO2
KB = King’s B
+ = Positif/dapat tumbuh
- = Negatif/tidak dapat tumbuh
+
+ -
+ +
+
+
+
+
+
+
- +
-
+ -
+ -
+
+ -
-
+ -
- -
22
b. Uji Oksidatif Fermentatif
Uji oksidatif fermentatif bakteri Gram negatif dilakukan dengan
menginokulasikan bakteri dalam media basal sebanyak 5 ml. Media basal
dalam 1 liter akuades terdiri dari pepton 2 gr, NaCl 5 gr, KH2P04 0,3 gr,
Agar 3 gr, dan bromothymolblue (larutan 1%) 3 ml. Bahan–bahan
dihomogenkan dalam akuades dan diatur pada pH 7, 1 kemudian disterilkan
pada suhu 1210C selama 20 menit. Setelah itu tambahkan 0,5 ml larutan
glukosa steril secara aseptis. Setelah itu, bakteri diinokulasikan ke dalam
dua tabung reaksi yang berisi media basal lalu satu tabung ditutup parafin
cair dan satu tabung lainnya tidak ditambah parafin. Perubahan warna dari
biru menjadi kuning di media yang ditutup parafin menunjukkan hasil yang
positif, artinya dia mampu tumbuh secara anaerob (fermentatif).
c. Pigmen Flourescent pada Media King’s B
Media King’s B terdiri dari Pepton 20 g; KH2PO4 1,5 g;
MgSPO4.7H2O 1,5 g; gliserol 15 ml; aquades 1 L; dan agar 15 g. Media
disterilisasi pada 121oC selama 25 menit. Biakan bakteri uji ditumbuhkan
pada media King’s B yang sudah disterilisasi kemudian diinkubasikan
selama 24-48 jam. Selanjutnya biakan tersebut diamati di bawah sinar UV
apakah berpendar atau tidak. Reaksi positif ditunjukka dengan terbentuknya
pigmen fluorescent yang berwarna biru atau hijau.
d. Pertumbuhan pada media yeast dextrose carbonat (YDC)
Bakteri yang dapat tumbuh secara anaerob selanjutnya diuji pada
media YDC. Bakteri digoreskan pada media YDC lalu diinkubasi selama24-
48 jam. Amati warna koloni yang tumbuh. Apabila berwarna putih maka ia
merupakan genus Erwinia. Komposisi media YDC terdiri dari ekstrak yeast
10 gr, glukosa 20 gr, CaCO3 20 gr, agar 15 gr dalam 1 liter akuades. Media
disterilisasi pada 1210C selama 15 menit.
f. Uji katalase
Bakteri yang berumur 24-48 jam dicampur dengan 1 tetes larutan H2O2
3% di atas preparat. Terbentuknya gelembung udara merupakan indikator
reaksi positif.
23
3.6 Variabel Pengamatan
3.6.1 Variabel Pengamatan Percobaan pada Cawan Petri
Pengamatan penghambatan secara in vitro di cawan Petri dilakukan
dengan menghitung indeks penghambatan dan dokumentasi luas hambatan
bakteri termotoleran LuSi terhadap patogen Erwinia sp. penyebab penyakit
busuk lunak.
1. Indeks penghambatan bakteri termotoleran LuSi terhadap patogen
Erwinia sp. penyebab penyakit busuk lunak pada cawan Petri.
Pembentukan daerah bening atau zona penghambatan yang
dihasilkan oleh isolat bakteri termotoleran LuSi. Diameter zona bening diukur
menggunakan jangka sorong. Zona bening diukur secara vertial dan
horizontal dan dirata-rata. Data diameter zona bening digunakan untuk
menunjukkan kemapuan atau daya hambat bakteri termotoleran LuSi yang
bersifat antagonis terhadap bakteri patogen Erwinia sp.
Formula yang digunakan untuk menghitung indeks penghambatan
adalah sebagai berikut (Dias et al., 2014).
IP =
Keterangan:
Ø zona bening = diameter zona bening (cm)
Ø koloni = diameter koloni (cm)
2. Dokumentasi luas hambatan bakteri termotoleran LuSi terhadap
patogen penyebab penyakit busuk lunak pada cawan Petri.
Merupakan variabel kualitatif dipergunakan sebagai bukti tingkat
kemampuan hambatan bakteri termotoleran terhadap bakteri patogen.
Dilakukan pengambilan gambar setelah inkubasi selama 2 hari.
3.6.2 Variabel Pengamatan Percobaan in vivo pada Umbi Porang
Pengamatan penghambatan secara in vivo pada umbi porang
dilakukan dengan menghitung massa busuk lunak pada jaringan umbi
porang dan dokumentasi luas hambatan bakteri termotoleran LuSi terhadap
patogen penyebab penyakit busuk lunak pada umbi porang..
1. Massa busuk lunak pada jaringan umbi porang
Pengamatan dilakukan terhadap jaringan yang busuk pada umbi
porang yang dihasilkan oleh agens hayati bakteri termotoleran LuSi dan
24
bakteri patogen penyebab busuk lunak. Selanjutnya umbi porang kemudian
diiris dua, dan jaringan busuk yang dihasilkan oleh masing-masing isolat
setiap perlakuan dikorek keluar dan ditimbang dengan timbangan analitik
(Haque et al., 2009).
2. Dokumentasi luas hambatan bakteri termotoleran LuSi terhadap patogen
penyebab penyakit busuk lunak pada umbi porang.
Merupakan variabel kualitatif yang digunakan sebagai bukti tingkat
kemampuan hambatan bakteri termotoleran LuSi terhadap bakteri Erwinia
sp. Dilakukan pengambilan gambar setelah inkubasi selama 7 hari.
3.7 Analisis Statitik
Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan analisis ragam
ANOVA pada taraf 5% dengan software DSTAAT. Bila hasil pengujian
terdapat perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf
5%.
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Busuk Lunak Patogen Erwinia sp. pada Umbi Kentang
Hasil uji busuk lunak pada umbi kentang yaitu umbi kentang yang
diinokulasi suspensi bakteri Erwinia sp. menjadi busuk, lunak, menghasilkan
lendir dengan warna kehitaman, dan mengeluarkan bau tidak sedap saat
gejala meluas (Gambar 5b). Gejala tersebut sesuai dengan yang dilaporkan
dalam penelitian Doolotkeldieva et al (2016) bahwa hasil uji busuk lunak
Erwinia sp. pada potongan umbi kentang menunjukkan gejala pada jaringan
umbi yang terinfeksi menjadi busuk dan lunak, perubahan warna menjadi
hitam kecoklatan, dan terdapat aroma busuk yang khas. Gejala serangan
busuk lunak pada umbi porang hampir sama dengan gejala busuk lunak
pada umbi kentang yang disebabkan oleh E. carotovora yaitu terdapat bintik-
bintik kecil berwarna hitam kemudian gejala tersebut akan meluas dengan
cepat dan permukaan umbi berubah warna menjadi kehitaman. Umbi
kentang yang terserang bakteri E. carotovora mulanya tidak berbau,
kemudian mengeluarkan bau tidak sedap saat gejala meluas, jaringan
membusuk lunak dan kental. Ketika umbi dipotong melintang, bagian dalam
terlihat basah seperti bubur serta berwarna kuning kecoklatan (Agrios,
2004).
Gambar 5. Hasil uji busuk lunak patogen Erwinia sp. pada umbi kentang pada 7 hari setelah inkubasi. (a) perlakuan kontrol dengan inokulasi aquades steril; (b) perlakuan dengan inokulasi bakteri Erwinia sp. Tanda panah menunjukkan adanya perkembangan gejala penyakit busuk lunak pada jaringan umbi kentang yang telah dilukai dan diinokulasi bakteri Erwinia sp.
a b
25
4.2 Uji Pertumbuhan Isolat Bakteri LuSi pada Suhu 600C
Uji pertumbuhan pada suhu 600C bertujuan untuk mendapatkan bakteri
yang dapat bertahan dalam suhu tinggi (bakteri termotoleran). Tiga puluh
isolat bakteri yang diuji, semua dapat tumbuh pada suhu 600C (Tabel 6).
Tabel 6. Pertumbuhan 30 isolat bakteri LuSi pada suhu 600C
Kode Isolat Suhu 600C Kode Isolat Suhu 600C
G.1.1 + G.6.2 +
G.1.2 + G.6.3 +
G.1.3 + G.7.1 +
G.1.4 + G.7.2 +
G.1.5 + G.7.3 +
G.1.6 + G.7.4 +
G.2.1 + G.7.5 +
G.2.2 + G.8.1 +
G.2.3 + G.8.2 +
G.2.4 + G.8.3 +
G.3.1 + G.8.4 +
G.3.2 + G.14.1 +
G.3.3 + G.15.1 +
G.3.4 + G.15.2 +
G.6.1 + G.15.3 +
Keterangan : (+) : Tumbuh pada media NB; (-) : Tidak dapat tumbuh pada media NB.
4.3 Seleksi Isolat Bakteri Termotoleran dari LuSi yang Bersifat
Antagonis Terhadap Erwinia sp. Secara In Vitro
Isolat-isolat bakteri termotoleran dari LuSi diseleksi untuk mengetahui
potensi penghambatannya terhadap Erwinia sp. yang dilakukan dengan cara
uji antagonis. Hasil seleksi terhadap 30 isolat bakteri termotoleran LuSi
diperoleh 23 isolat bakteri yang bersifat antagonis terhadap bakteri patogen
Erwinia sp. Sifat antagonis ditandai dengan adanya zona penghambatan
yang terbentuk diantara koloni bakteri Erwinia sp. dan bakteri antagonis
LuSi. Selanjutnya dilakukan pengukuran zona hambat hasil uji antagonis
pada setiap perlakuan dan dipilih bakteri dengan zona hambat yang tertinggi
(Tabel 7). Isolat yang memiliki indeks penghambatan tertinggi yaitu isolat
G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan G.8.1. Isolat bakteri termotoleran LuSi yang memiliki
kemampuan penghambatan Erwinia sp. tertinggi dipilih dan digunakan untuk
pengujian selanjutnya.
26
Tabel 7. Indeks penghambatan 30 isolat bakteri termotoleran LuSi dengan bakteri Erwinia sp. secara in vitro.
Kode Isolat IP (cm)
Zona Hambat
Kode Isolat IP (cm) Zona Hambat
G.1.1 0,00 - G.6.3 0,00 +
G.1.2 0,86 + G.7.1 0,80 +
G.1.3 0,00 - G.7.2 0,90 +
G.1.4 0,94 + G.7.3 0,92 +
G.1.5 0,75 + G.7.4 0,92 +
G.1.6 0,67 + G.7.5 0,94 +
G.2.1 0,00 + G.8.1 0,94 +
G.2.2 0,75 + G.8.2 0,00 +
G.2.3 0,94 + G.8.3 0,75 +
G.2.4 0,00 - G.8.4 0,00 +
G.3.1 0,00 - G.14.1 0,00 -
G.3.2 0,75 + G.15.1 0,75 +
G.3.3 0,00 - G.15.2 0,00 +
G.3.4 0,75 + G.15.3 0,00 -
G.6.1 0,75 + Bakterisida 0,83 +
G.6.2 0,00 + Aquades 0,00 -
Keterangan : Tanda positif (+) menunjukkan adanya zona bening; tanda negatif (-) menunjukkan tidak adanya zona bening.
4.4 Uji Hipersensitif
Uji hipersensitif bertujuan untuk mengetahui sifat patogenik bakteri
terhadap tanaman. Empat isolat bakteri termotoleran LuSi yang bersifat
antagonis yaitu bakteri G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan G.8.1 diuji hipersensitif. Hasil
uji hipersensitif, empat isolat tidak menghasilkan gejala hipersensitif. Daun
tembakau yang diinokulasi suspensi bakteri G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan G.8.1
tidak mengalami nekrotis (Gambar 6). Agrios (2004), menyatakan bahwa
daun yang tidak menujukkan perubahan warna (nekrotis) di daerah inokulasi
merupakan bakteri yang bersifat non patogen, sedangkan daun yang
menujukkan perubahan warna (nekrotik) di daerah inokulasi diduga bakteri
patogen tanaman.
27
Gambar 6. Pengujian hipersensitif isolat bakteri LuSi pada tanaman
tembakau. (a) isolat G.1.4, (b) isolat G.2.3, (c) isolat G.7.5, dan (d) isolat G.8.1.
4.5 Uji In Vitro Penghambatan Pertumbuhan Erwinia sp. oleh Bakteri
Termotoleran LuSi dalam Cawan Petri
Kemampuan penghambatan pertumbuhan Erwinia sp. oleh bakteri
antagonis LuSi dapat dilihat dari nilai indeks penghambatan. Hasil analisis
ragam menunjukkan adanya pengaruh yang nyata penghambatan isolat-
isolat bakteri antagonis LuSi terhadap pertumbuhan bakteri patogen Erwinia
sp (Lampiran 1). Empat isolat bakteri termotoleran dari LuSi yang bersifat
antagonis (G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan G.8.1) yang diuji mampu menghasilkan
zona bening pada media NA. Hal ini menunjukkan bahwa semua isolat
bakteri antagonis LuSi mampu menghambat pertumbuhan Erwinia sp. Zona
bening pada media NA mengindikasikan adanya aktivitas penghambatan
dengan cara memproduksi senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh isolat
bakteri antagonis LuSi. Senyawa antibiotik yang dihasilkan pada mekanisme
antibiosis dapat berupa metabolit sekunder, seperti senyawa alkaloid, fenol,
fitoaleksin, flaovonoid, dan glikosida (Hallman et al., 1997).
a b
c d
28
Perlakuan kontrol menggunakan bakterisida berbahan aktif
streptomisin sulfat 20% menunjukkan pengaruh dalam menghambat
pertumbuhan Erwinia sp. Streptomisin sulfat merupakan salah satu jenis
antibiotik yang dapat larut dalam air yang dimurnikan dari Streptomyces
griseus. Streptomisin sulfat bekerja dengan cara mengikat 30S subunit dari
ribosom bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya penghambatan pada
proses sintesis protein dan terjadinya kematian pada bakteri. Streptomisin
sulfat sangat aktif terhadap bakteri Gram negatif serta beberapa diantaranya
menunjukkan aktivitas terhadap bakteri Gram positif (Hanko dan Rohrer,
2014). Bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat 20% digunakan untuk
mengendalikan beberapa penyakit penting tanaman yang disebabkan oleh
bakteri Erwinia amylovora, Xanthomonas juglandis, Corynebacterium
michiganese, Pseudomonas syringae, dan Xanthomonas begoniae
(Purwakusumah, 2010).
Berdasarkan hasil pengujian, diketahui bahwa empat isolat bakteri
termotoleran dari LuSi memiliki nilai indeks penghambatan yang lebih tinggi
daripada nilai indeks penghambatan bakterisida berbahan aktif streptomisin
sulfat 20%. Hal ini dapat dilihat dari zona bening yang terbentuk pada media
NA (Gambar 7). Zona bening yang dihasilkan empat isolat bakteri
termotoleran dari LuSi yang bersifat antagonis (G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan
G.8.1) pada media NA mengindikasikan adanya aktivitas penghambatan
dengan cara memproduksi senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh isolat
bakteri antagonis LuSi. Senyawa antibiotik yang dihasilkan pada mekanisme
antibiosis dapat berupa eksotoksin yang merupakan sebuah grup dari
senyawa aktif yang diekskresi oleh bakteri. Antibiotik yang memiliki peran
dalam menghambat sintesis protein umumnya termasuk dalam spectrum
luas. Hal tersebut dikarenakan antibiotik yang dihasilkan dapat mengikat
subunit 30S dari ribosom bakteri, mencegah atau menghalangi pelekatan
subunit 50S sehingga tidak terbentuk sempurna. Selain itu, senyawa
antibiotik yang dihasilkan bisa membedakan ribosom prokariotik 70S dan
eukariotik 80S sehingga indeks penghambatan yang dihasilkan empat isolat
bakteri LuSi lebih tinggi daripada indeks penghambatan kontrol bakterisida
berbahan aktif streptomycin sulfat 20% (Hogg, 2005).
Indeks penghambatan bakteri termotoleran dari LuSi yang bersifat
antagonis terhadap pertumbuhan Erwinia sp. disajikan pada Tabel 8.
29
Tabel 8. Penghambatan bakteri antagonis LuSi tarhadap pertumbuhan Erwinia sp.
Perlakuan Indeks Penghambatan (cm)
Hari Ke-1 ± SD Hari ke-2 ± SD Hari ke-3 ± SD
Isolat G.1.4 0.85 cm ± 0.01b 0.86 cm ± 0.00b 0.86 cm ± 0.00b
Isolat G.2.3 0.85 cm ± 0.01b 0.85 cm ± 0.01b 0.84 cm ± 0.00b
Isolat G.7.5 0.85 cm ± 0.00b 0.86 cm ± 0.00b 0.84 cm ± 0.00b
Isolat G.8.1 0.84 cm ± 0.03b 0.84 cm ± 0.02b 0.83 cm ± 0.02b
Streptomycin sulfat 0.73 cm ± 0.15a 0.74 cm ± 0.14a 0.73 cm ± 0.15a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. SD : Standar Deviasi.
Penghambatan bakteri antagonis secara langsung terhadap patogen
dilakukan dengan mengeluarkan senyawa antibiotik dan berkompetisi dalam
hal ruang dan nutrisi. Senyawa antibiotik yang dihasilkan pada mekanisme
antibiosis dapat berupa metabolit sekunder. Mekanisme antibiosis juga
sangat berkaitan erat dengan kemampuan bakteri antagonis dalam
menghasilkan enzim seperti kitinase, protease, dan selulase (Hallman et al.,
1997).
Gambar 7. Zona bening yang dihasilkan oleh setiap perlakuan pada 48 jam setelah inkubasi. (a) isolat G.1.4, (b) isolat G.2.3, (c) isolat G.7.5, (d) isolat G.8.1, dan (e) bakterisida streptomisin sulfat 20%.
a b c
d e
30
4.6 Uji Penghambatan Perkembangan Penyakit Busuk Lunak Erwinia
sp. oleh Bakteri Termotoleran LuSi pada Umbi Porang
Kemampuan penghambatan bakteri antagonis dalam menekan
penyakit busuk lunak dapat diketahui dengan cara mengamati
perkembangan gejala dan mengukur massa busuk lunak yang dihasilkan
pada umbi porang. Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan adanya
pengaruh aktivitas bakteri termotoleran LuSi antagonis terhadap
perkembangan penyakit busuk lunak pada umbi porang (Gambar 8).
Perkembangan gejala busuk lunak oleh setiap isolat bakteri antagonis LuSi
dapat dilihat dari massa busuk lunak pada bakteri LuSi lebih rendah
dibandingkan kontrol aquades steril. Massa busuk lunak pada kontrol
bakterisida streptomisin sulfat tidak berbeda nyata dengan perlakuan isolat
G.8.1. Sedangkan massa busuk lunak pada isolat G.1.4, G.2.3, dan G.7.5
berbeda nyata dengan kontrol bakterisida streptomysin sulfat. Isolat G.1.4,
G.2.3, dan G.7.5 lebih efektif dalam menekan penyakit busuk lunak pada
umbi porang. Secara umum bentuk penekanan bakteri antagonis dihasilkan
dari adanya satu aktivitas satu atau beberapa jenis mikroba antagonis yang
disebut sebagai penekanan spesifik. Tipe penekanan ini diduga terjadi saat
inokulasi bakteri antagonis yang dapat menghasilkan kemampuan pada
tingkat substansi tertentu dalam menekan penyakit (Pal dan Gardener,
2006). Penelitian yang dilakukan oleh Weller et al., (2002) melaporkan
bahwa pemberian Pseudomonas fluorescens yang dapat memproduksi
senyawa antibiotik berupa 2,4-diacetylphloroglucinol dapat menghasilkan
penekanan pada berbagai patogen tular tanah.
Tabel 9. Rerata massa busuk lunak umbi porang pada uji penekanan penyakit busuk lunak pada 7 hari setelah inkubasi
Perlakuan Massa Busuk Lunak (gram) ± SD
Isolat G.1.4 0.74 gr ± 0.21a Isolat G.2.3 1.08 gr ± 0.11a Isolat G.7.5 1.41 gr ± 0.56ab Isolat G.8.1 0.80 gr ± 0.09a Streptomisin sulfat 20% 1.91 gr ± 0.37b
Aquades steril 6.99 gr ± 1,00c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. SD : Standar Deviasi.
31
Gambar 8. Perkembangan gejala busuk lunak umbi porang yang dihasilkan oleh setiap perlakuan pada 7 hari setelah inkubasi. (a) aquades steril, (b) bakterisida streptomisin sulfat 20%, (c) isolat G.1.4, (d) isolat G.2.3, (e) isolat G.7.5, (f) dan isolat G.8.1.
4.7 Karakterisasi Morfologi, Fisiologi dan Biokimia Bakteri
Termotoleran LuSi yang Bersifat Antagonis terhadap Erwinia sp.
Bakteri memiliki berbagai aktivitas biokimia untuk pertumbuhan dan
perbanyakan dengan menggunakan nutrisi yang diperoleh dari lingkungan
sekitarnya. Aktivitas biokimia ini diamati secara fisiologi sehingga dapat
digunakan untuk proses identifikasi (Brenner et al., 2005).
4.7.1 Uji Gram
1. Uji KOH
Hasil uji KOH 3% pada empat isolat bakteri termotoleran LuSi yang
bersifat antagonis adalah Gram negatif. Bakteri yang telah ditetesi KOH 3%
ketika bakteri ditarik ke atas menggunakan jarum Ose menunjukkan adanya
lendir seperti benang. Hal tersebut sesuai dengan Schaad et al (2001),
bahwa pada uji bakteri terhadap KOH bakteri Gram negatif tampak berlendir,
lengket, dan terangkat seperti benang saat Ose diangkat (Gambar 9),
sedangkan bakteri Gram positif tidak tampak adanya lendir, encer, dan tidak
terangkat oleh jarum Ose ketika diangkat.
a b
c d
e f
32
Gambar 9. Hasil uji KOH. Tanda panah menunjukkan adanya lendir berwarna putih pada saat Ose diangkat.
2. Pewarnaan Gram
Empat isolat bakteri termotoleran LuSi yang bersifat antagonis
menunjukkan warna merah keunguan ketika diamati dengan mikroskop
(Gambar 10). Berdasarkan Brenner et al (2005), hasil uji Gram dengan
teknik pewarnaan Gram untuk bakteri Gram positif berwarna ungu sampai
biru kehitaman, sedangkan Gram negatif berwarna merah keunguan.
Gambar 10. Hasil pewarnaan Gram ketika diamati dengan mikroskop.
4.7.2 Uji Katalase
Hasil uji katalase pada empat isolat bakteri termotoleran LuSi yang
bersifat antagonis menunjukkan adanya gelembung udara pada bakteri yang
ditetesi H2O2 dengan konsentrasi 3% di atas preparat (Gambar 11). Adanya
gelembung udara tersebut akibat reaksi bakteri terhadap H2O2 3% yang
merupakan indikator reaksi positif. Menurut Lay, (1994) timbulnya
gelembung-gelembung udara pada uji katalase membuktikan bahwa bakteri
menghasilkan enzim katalase sehingga mampu mengubah hidrogen
peroksida menjadi air dan oksigen.
33
Gambar 11. Uji katalase. Hasil positif ditandai dengan adanya gelembung udara yang ditunjukkan oleh tanda panah.
4.7.3 Uji Oksidatif Fermentatif
Pengujian Oksidatif Fermentatif (OF) dilakukan untuk mengidentifikasi
isolat bakteri termasuk dalam kategori bakteri aerob atau bakteri anaerob.
Perubahan warna yang terjadi pada media OF akan menentukan kategori
bakteri tersebut. Jika terjadi perubahan warna dari biru menjadi kuning pada
tabung mengindikasikan positif untuk pertumbuhan anaerob (terjadi
fermentasi atau bersifat fermentatif), jika tidak terjadi perubahan warna biru
mengindikasikan negatif untuk pertumbuhan anaerob (tidak terjadi
fermentasi atau bersifat oksidatif) (Schaad et al., 2001). Perubahan warna
media menjadi kuning pada tabung yang tidak diberi parafin tetapi tidak
berubah pada tabung yang diberi parafin, menunjukan metabolisme oxidatif
dari glukosa. Perubahan warna media menjadi kuning terjadi pada kedua
tabung, menunjukan metabolisme fermentatif. Jika terdapat produksi gas,
akan terlihat pada tabung yang diberi parafin. Keempat isolat yang diujikan
tidak terjadi perubahan warna pada perlakuan dengan parafin ataupun
kontrol tanpa parafin, hal ini mengindikasikan bahwa keempat isolat bakteri
yaitu G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan G.8.1 bersifat oksidatif (Gambar 12).
Gambar 12. Pengujian oksidatif dan fermentatif pada empat isolat bakteri LuSi. (a) isolat G.1.4, (b) isolat G.2.3, (c) isolat G.7.5, dan (d) isolat G.8.1.
4.7.4 Uji pada Media King’S B
Pengamatan uji pigmen berfluorescens yang berumur 3 hari pada
media King's B dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 13.
a b c d
34
Tabel 10. Hasil uji pigmen berfluorescens pada media King's B dibawah sinar ultra violet.
Isolat Pigmen Berfluorescens
Isolat G.1.4 Biru kehijauan dibawah sinar UV
Isolat G.2.3 Biru kehijauan dibawah sinar UV
Isolat G.7.5 Biru kehijauan dibawah sinar UV
Isolat G.8.1 Biru kehijauan dibawah sinar UV
Gambar 13. Hasil uji pigmen berfluorescens pada medium King's B berupa
goresan umur 3 hari. (a) isolat G.1.4, (b) isolat G.2.3, (c) isolat G.7.5, dan (d) isolat G.8.1.
Tabel 11. Hasil uji morfologi, fisiologi dan biokimia bakteri termotoleran LuSi yang bersifat antagonis terhadap Erwinia sp.
Uji Fisiologi dan Biokimia
Isolat
G.1.4 G.2.3 G.7.5 G.8.1
Pewarnaan Gram - - - -
KOH 3% + + + +
Uji OF Oksidatif Oksidatif Oksidatif Oksidatif
Uji pada Media King'S B + + + +
Bentuk Sel Batang Batang Batang Batang
Uji Katalase + + + +
Uji Hipersensitif - - - -
Pseudomonas sp.
Keterangan : (+) : bakteri bereaksi posistif; (+) : bakteri bereaksi negatif
a b
c d
35
Hasil uji pigmen berfluorescens terhadap ke empat isolat yakni isolat
G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan G.8.1 termasuk dalam jenis Pseudomonas sp.
(Tabel 11), sesuai dengan yang telah dilaporkan Eliza (2005) bahwa
Pseudomonas sp. pada media King's B memberikan pigmen berwama biru
kehijauan memakai sinar ultraviolet. Hal ini diperkuat lagi oleh Goto (1992)
dan Schaad et al (2001) bahwa fluoresensi dihasilkan oleh pigmen
fluorescens, yaitu senyawa fluoresen atau pyoverdin yang terbentuk apabila
bakteri tumbuh pada media yang kekurangan unsur besi, seperti pada media
King's B.
Hasil identifikasi empat isolat bakteri termotoleran dari LuSi yang
bersifat antagonis terhadap Erwinia sp. pada umbi porang diketahui sebagai
Pseudomonas sp. Bakteri genus Pseudomonas sp. memiliki kemampuan
antagonis terhadap patogen penyebab penyakit pada tanaman.
Pseudomonas sp. adalah salah satu bagian terpenting dari komposisi
penyusun Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Pseudomonas sp.
telah digunakan untuk pupuk hayati, stimulator pertumbuhan, dan memiliki
kemampuan sebagai pengendali hayati tumbuhan. Pengaruh langsung
Pseudomonas sp. dalam pertumbuhan tanaman yaitu produksi Indole Acetic
Acid (IAA) dan siderophore, pelarut fosfat, ACC deaminase, pemanjangan
akar, pendegradasi senyawa racun dan sebagai agen pengendali hayati
untuk patogen tanaman seperti Aspergillus niger and A. flavus (Bano et al.,
2003; Vasanthakumar et al., 2004; dan Dey et al., 2004). Strain
Pseudomonas menghasilkan beberapa senyawa yang berperan dalam
pengendalian penyakit. Senyawa tersebut adalah siderophores, HCN, enzim
ekstraselular pendegradasi seperti chitinase, protease, selulosa, b-1,3
glukanase dan antibiotik seperti pirolidin, pyoluteorin, phenazine (Haas et al.,
2005; Deshwal et al., 2011).
Pseudomonas sp. merupakan mikroorganisme antagonis yang
memiliki efek antagonis secara langsung maupun tidak langsung. Efek
secara langsung bakteri dapat menghasilkan anti mikroba yaitu siderofor
yang dapat mengkelat ion Fe2+ sehingga tidak dapat diserap oleh bakteri
Erwinia sp. Sedangkan efek tidak langsung bakteri Pseudomonas sp. yaitu
dapat menginduksi ketahanan tanaman secara sistemik dan sebagai PGPR.
Hal ini sesuai dengan pendapat De Mayer dan Hofte (1997) bahwa
Pseudomonas sp. merupakan mikroorganisme yang bersifat antagonis dan
36
masuk ke dalam kelompok bakteri PGPR. Kelompok PGPR dapat menekan
perkembangan patogen tanaman baik secara langsung maupun tidak
langsung. Efek secara langsung dapat menekan berbagai jenis penyakit tular
tanah, secara tidak langsung melalui induksi ketahanan sistemik.
37
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat 23 isolat bakteri termotoleran dari LuSi yang bersifat
antagonis tehadap Erwinia sp. pada umbi porang dan empat
isolat memiliki indeks penghambatan tertinggi yaitu isolat G.1.4,
G.2.3, G.7.5, dan G.8.1.
2. Empat isolat bakteri termotoleran dari LuSi yang bersifat
antagonis yaitu isolat G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan G.8.1 mampu
menghambat pertumbuhan Erwinia sp. dan menekan
perkembangan penyakit busuk lunak pada umbi porang.
3. Hasil identifikasi secara morfologi, fisiologi dan biokimia
menunjukkan bahwa isolat G.1.4, G.2.3, G.7.5, dan G.8.1 adalah
genus Pseudomonas sp.
5.2 Saran
Penelitian ini merupakan studi tahap awal mengenai potensi
bakteri termotoleran dari lumpur Sidoarjo yang bersifat antagonis
terhadap Erwinia sp. Penyebab penyakit busuk lunak pada umbi
porang, sehingga untuk menyempurnakan penelitian ini perlu
dilakukan beberapa penelitian lanjutan, diantaranya adalah sebagai
berikut.
1. Identifikasi empat isolat bakteri termotoleran dari LuSi yang
bersifat antagonis terhadap Erwinia sp. penyebab penyakit busuk
lunak Erwinia sp. pada umbi porang secara molekuler.
2. Dilakukan percobaan aplikasi bakteri skala lapangan.
38
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 2004. Plant Pathology. Fiftth Edition. San Diego: Elsevier Academic
Press. New York.
Azizah, N. N. 2015. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Penyebab Penyakit Busuk Lunak pada Umbi Porang (Amorphophallus muelerri Blume). Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan FPUB. Malang.
Bano, N., dan Musarrat, J. 2003. Isolation and Characterisation of Phorate Bacteria of Environmental and Agronomic. Lett Appl Microbial 36 : 349-353.
Brenner, D. J., Krieg, N. R., dan Staley, J. T. 2005. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Second Edition. Springer. New York. 2 (2).
Chen, Guohua. 2013. Screening of Antagonistic Bacterium to Control Konjac Soft Rot. College of Chemistry and Life Science, China Three Gorges University,Yichang, 443002, Hubei, China. 2 (726-731) 4427-4430.
Compant, S., Duffy, B., Nowak, J., Clement, C., dan Barka, E. A. 2005. Use of Plant Growth-Promoting Bacteria for Biocontrol of Plant Disease: Principles, Mechanism of Action, and Future Prospect. Applied and Environmental Microbiology. 71 (9): 4951-4959.
Cook, R. J. 1993. Making Greater Use of Introduced Microorganisms for Biological Control of Plant Pathogens. Annual Review of Phytopathology. 31 : 53-80.
Dagdag, E. E., Sukoso, dan Asthervina, W. P. 2015. Isolation and Characterization of Isolate Thermophilic Bacteria From Water and Solid Sediment of Lapindo Mud. Resources and Environment. 5(2): 66-71.
De Meyer, G., dan Hofte, M. 1997. Salicylic Acid Produced by Rhizobacterium Pseudomonas aeruginosa 7NSK2 Induced Resistance to Leaf Infection by Botrytis cinerea on Bean, Phytopathalogy, 87: 588-593.
Deshwal, V. K., Amisha., Dwivedi, M., Yadav, P., Bhattacharya, D., dan Verma, M. 2011. Synergistic Effects of The Inoculation with Plant Growth-promoting Rhizobium and Pseudomonas on the Performance of Mucuna. Annals of Forestry. 19(1): 13-20.
Dey, R., Pal, K., Bhatt, DM., dan Chauhan,S. M. 2004. Growth promotion and yield enhancement of peanut (Arachis hypogaea L.) by application of plant growth-promoting rhizobacteria. Microbiological Research 159: 371-389.
Dias, C., Aires, A., dan Saavedra, M. J. 2014. Antimicrobial Activity of Isothionicyanates from Cruciferous Plants Againts Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Int. J. Mol. Sci. 15: 19552-19561.
Donohue, D.C., Salminen, S., dan Marteau, P. 1998. Safety of Probiotic Bacteria. Microbiology and Functional Aspects 2nd Ed Revised and Expanded. Marcel Dekker Inc, New York.
Doolotkeldieva, T., Bobusheva, S., dan Suleymansiki, A. 2014. Biological control of Erwinia carotovora ssp. carotovora by Streptomyces species. Advances in Microbiology. 6(1): 104-114.
39
Eliza dan Djatnika, I. S. 2005. Peranan Pseudomonas fluorescens MR 96 pada Penyakit Layu Fusarium Tanaman Pisang. J.Hort. 13(3): 212-218
Fahy, P dan Persley, G. P. 1983. Plant Bacterial Disease : A Diagnostic Guide. Academic Press. Sydney. p 393.
FAO. 1988. Guidelines for the Registration of Biological Pest Control Agents. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.
Goto, M. 1992. Fundamental of Plant Bacteriology. Academic Press. Tokyo.
Haas, D and Défago, G. 2005. Biological Control of Soil-borne Pathogens by Fluorescent Pseudomonads. Nat Rev Microbiol, 3: 307-319.
Habibie, F.M., Wardani, A. K., dan Nurcholis, M. 2014. Isolasi dan Identifikasi Molekuler Mikroorganisme Termofilik Penghasil Xilanase dari Lumpur Panas Sidoarjo. J. Pangan dan Agroindustri. 2 (4) : 231-238.
Hallmann, J., Quadt-Hallman, A., Mahaffee, W. F., dan Kloepper, J. W. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crop. Can J Microbiol. 43: 895-914.
Haque, M.M., Kabir, M.S., Aini, L. Q., Hirata, H., dan Tsuyumu, S. 2009. SlyA, a MarR Family Transcriptional Regulator, Is Essential for Virulence in Dickeya dadantii 3937. Journal of Bacteriology. Vol. 191. No. 17.
Hartoyo. 2012. Budidaya dan Pemasra n Porang di Desa Klangon. Prosiding Inovasi Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis Hasil Hutan Non Kayu- PemberdayaanMasyarakat, Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Hidayat, R., Augustien, N. K., dan Suwandi. 2013. Teknologi Produksi Porang (Amorphophallus onchophyllus P.) sebagai Tanaman Cash Crop pada Beberapa Komoditas. Universitas Pembangunan Nasional. Surabaya.
Hogg; S. 2005. Essential Microbiology. John Willey and Sons; Ltd. England. Page 360-369.
Holt, J.G., Krieg, N. R., Sneath, P. H., Staley, J. T., dan Williams, S. T. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology 9th Edition. Williams and Wilkins Baltimore. USA.
Kawaguchi, A., Inou, K., dan Ichinose, Y. 2008. Biological of Crown Gall of Grapevine, Rose, and Tomato by Non pathogenic Agrobacterium vitis strain VAR03-1. Phytopathology. 98 (11): 1218-1225.
Kawuri, R., Y. Ramona dan I. B. G. Darmayasa. 2007. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi, Jurusan Biologi F. MIPA UNUD. Bukit Jimbaran.
Koswara, S. 2010. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian: Pengolahan Umbi Porang. Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Laporan BPLS. 2015. Keragaman Bakteri dan Potensi Bakteri Termotoleran LuSi di Bidang Industri, Pertanian dan Kesehatan. Badan Penanggulangan LuSi dan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.Malang.
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Marwati, U. 2006. Mikroba Pengikat Logam. Harian Umum Jawa Pos. 26 Mei 2016.
Muhidin, Ahmad. 2016. Pengembangan Teknologi Hayati Bakteri Antagonis dari
40
Lumpur Sidoarjo untuk Mengendalikan Bakteri Patogen Erwinia carotovora Penyebab Penyakit Busuk Lunak Umbi Kentang. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan FPUB. Malang.
Nurhayati. 2011. Penggunaan Jamur dan Bakteri dalam Pengendalian Penyakit Tanaman Secara Hayati Yang Ramah Lingkungan. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Univer sitas Sriwijaya. Prosiding Semirata Bidang Ilmu-ilmu Pertanian BKS-PTN Wilaya Barat. Sumatera Selatan. 978-979-8389-18-4.
Pal, K. K., dan Gardener, B. M. 2006. Biological Control of Plant Pathogens. The Plant Health Instructor. hlm: 1-25.
Pitojo, S. 2007. Suweg. Cetakan Kelima. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Prescott, M. H., John, P., dan Klein, D. 2008. Microbiology 7th edition. McGraw-Hill Book Company. Publisher United Stated America.
Purwakusumah, E. D. 2010. Perbandingan Fermentasi Antibiotik oleh StreptomycesSSP. S-34 dan Dua Rekomendasinya pada Beberapa Medium. Jurusan Kimia : Institut Teknologi Bandung.
Santoso, B. B. 2014. Penyakit Pasca Panen Produk Hortikultura. (online), (http://fp.unram.ac.id/data/2011/02/BAB-7-Penyakitpaskapanen.pdf, diunduh 4 Mei 2016). Schaad, N. W., Jones, J. B., Chun, W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria. 3rd edition. APS press. St. Paul. Minnesota. 352 hlm.
Satyanarayana, T., Raghukumar, C., dan Shivaji, S. 2005.Extremophilic Microbes: Diversity and Perspectives. Current Science, Vol. 89, No. 1. University of Delhi South Campus. India.
Schaad, N. W., Jones, J. B., dan Chun, W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogen Bacteria 3rd Edition. APS Press. St. Paul Minnessota.
Sigee, D. C. 1993. Bacterial Plant Pathology: cell and molecular aspects. Cambridge: Cambridge University Press.
Sumarwoto. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) ; Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya. Jurnal Biodiversitas. Vol 6 No 3: 186-190.
Sutiamiharja, N. 2008. Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Amilase Termofil Kasar dari Sumber Air Panas Gurukinayan Karo Sumatera Utara. USU Medan.
UNEP/OCHA Environment Unit. 2006. Environmental Assessment Hot Mud Flow East Java, Indonesia. (online). https://docs.unocha.org/sites/dms/Documents/Indonesia_Hot_Mud_Flow_East_Java_final_report.pdf. Diakses 15 Maret 2015.
Vasanthakumar, A., dan McManus, P. S. 2004. Indole-3-Acetic Acid Producing Bacteria are Associated with Cranberry Stem Gall. Phytopathol. 94: 1164-1171.
Wakimoto, S. 1986. Production of antibiotics by Plant Pathogenic Pseudomonas. Ann. Phytopathology Society. Japan. 52: (835-842).
Weller, S. E., Miller. 2002. Textbook of Clinical Pathology. Eight edition/Asian edition. Igaku Shoin, Ltd: Tokyo.
Wu, J., Ding, Z., Jiao, Z., Zhou, R., Yang, X., and Qiu, X. 2013. Identification of
41
Antagonistic Bacteria for Amorphorallus konjac Soft Rot Disease and Optimization of Its Fermentation Condition. African Journal of Microbiology Research. China. 7(41): 4870– 4876, ISSN 1996-0808.
Zhang, Y. 2011. Biocontrol of Sclerotia Stem Rot of Canola by Bacterial Antagonist and Study of Biocontrol Mechanismme Involved. Thesis. Departement of Plant Scince. University of Manitoba Canada.
Zhou, S. Yan., Lu., Hu, G. X., Sun, M., dan Yu, Z. N. 2004. Study on Konjac CultivationTechnique with the Control of Disease. J. Anhui Agr. Sci. 32, hal 721-723.