42
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan dan Pengendalian Produksi Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas dimana mengelola proses produksi tersebut. PPC merupakan tindakan manajemen yang sifatnya abstrak (tidak dapat dilihat secara nyata). (Baroto, 2002) Maksud dan tujuan perencanaan dan pengendalian produksi adalah untuk merencanakan dan mengendalikan aliran material ke dalam, di dalam dan keluar pabrik sehingga posisi keuntungan optimal yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai. Pengendalian produksi dimaksudkan untuk mendayagunakan sumber daya produksi yang terbatas secara efektif, terutama dalam usaha memenuhi permintaan konsumen dan menciptakan keuntungan bagi perusahaan. Kendala-kendala yang dihadapi mencakup ketersediaan sumber daya, waktu pengiriman produk, kebijakan manajemen, dan lain sebagainya. Oleh karena itu perencanaan dan pengendalian produksi mengevaluasi perkembangan permintaan konsumen, posisi modal, kapasitas produksi, tenaga kerja, dan lain sebagainya.

PPC - Teori

Embed Size (px)

DESCRIPTION

menjelaskan tentang manajemen produksi pada industri

Citation preview

Page 1: PPC - Teori

8

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Perencanaan dan Pengendalian Produksi

Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas

dimana mengelola proses produksi tersebut. PPC merupakan tindakan

manajemen yang sifatnya abstrak (tidak dapat dilihat secara nyata). (Baroto,

2002)

Maksud dan tujuan perencanaan dan pengendalian produksi adalah

untuk merencanakan dan mengendalikan aliran material ke dalam, di dalam

dan keluar pabrik sehingga posisi keuntungan optimal yang merupakan tujuan

perusahaan dapat dicapai. Pengendalian produksi dimaksudkan untuk

mendayagunakan sumber daya produksi yang terbatas secara efektif, terutama

dalam usaha memenuhi permintaan konsumen dan menciptakan keuntungan

bagi perusahaan. Kendala-kendala yang dihadapi mencakup ketersediaan

sumber daya, waktu pengiriman produk, kebijakan manajemen, dan lain

sebagainya. Oleh karena itu perencanaan dan pengendalian produksi

mengevaluasi perkembangan permintaan konsumen, posisi modal, kapasitas

produksi, tenaga kerja, dan lain sebagainya.

Page 2: PPC - Teori

9

2.1.1 Fungsi dari Perencanaan dan Pengendalian Produksi dalam Aktivitas

Produksi.

Pada dasarnya fungsi dasar yang harus dipenuhi oleh aktivitas

perencanaan dan pengendalian produksi adalah :

a. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk

sebagai fungsi dari waktu.

b. Menetapkan jumlah dan saat pemesanan bahan baku serta komponen

secara ekonomi dan terpadu.

c. Menetapkan keseimbangan antara tingkat kebutuhan produksi, teknik

pemenuhan pesanan, serta memonitor tingkat persediaan produk jadi

setiap saat, membandingkannya dengan rencana persediaan produk jadi

setiap saat, membandingkannya dengan rencana persediaan, dan

melakukan revisi atas rencana produksi pada saat yang ditentukan.

Membuat jadwal produksi, penugasan, pembebanan mesin dan tenaga

kerja yang terperinci sesuai dengan ketersediaan kapasitas dan fluktuasi

permintaan pada suatu periode.

2.2 Struktur Produk (Product Structure) dan Bill of Material (BOM)

Struktur produk atau bill of materials (BOM) didefinisikan oleh

(Gasperz, 2005) sebagai cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam

suatu produk selama proses manufacturing.

Page 3: PPC - Teori

10

- Standart : dalam struktur standar sedikit end items standar yang dibuat

dari komponen-komponen produk. Produk akhir ini disimpan dalam stok

untuk pengiriman.

- Modular : banyak end items yang dibuat dari subassemblies yang sama,

kemudian disimpan untuk assembly guna memenuhi pesanan pelanggan.

- Inverted : banyak end items yang dibuat sejumlah raw materials yang

terbatas, berdasarkan pada pesanan pelanggan.

Tabel 2.1 Tabel BOM

Sumber : (modul praktikum PPC, 2009)

Struktur produk terdiri dari langkah pengurutan pengerjaan komponen

pembentuk produk akhir yang ditempatkan pada tingkat (level) teratas dan

seterusnya, sehingga membentuk sebuah bagan sistem pengerjaan. Untuk

produk akhir (produk jadi) ditandai dengan tingkat (level) 0 dan semakin

kebawah maka nomor tingkat (level) akan bertambah.

Terdapat 2 cara penomoran tingkat (level) struktur produk, yaitu

(modul praktikum ppc, 2009) :

1. Single Level

Jenis ini menggambarkan hubungan sebuah induk dengan level

komponen–komponen pembentuknya.

No. Komponen Level Description Code Quantity BOM UOM

Page 4: PPC - Teori

11

2. Multi Level

Jenis ini menggambarkan struktur produk yang lengkap dari tingkat (level)

0 sampai tingkat (level) yang paling bawah.

Kegunaan struktur produk secara garis besar adalah :

1. Mengetahui berapa jumlah item penyusunan suatu produk akhir.

2. Memberikan rincian mengenai komponen apa saja yang dibutuhkan

untuk menghasilkan suatu produk.

Kegunaan dari BOM adalah :

1. Untuk menghitung biaya produk dan harga jual sehingga dapat

diketahui laba dari hasil penjualan produk.

2. Menentukan komponen–komponen mana saja yang harus dibuat

sendiri atau dibeli.

3. Menentukan komponen–komponen dalam daftar pembelian dan order

produksi yang harus dilepas.

Terdapat beberapa macam jenis BOM adalah :

1. Eksplosion

Merupakan BOM dengan urutan dimulai dari induk sampai komponen

pada level paling bawah. BOM jenis ini menunjukkan komponen yang

membentuk suatu induk dari level teratas sampai level terendah.

Page 5: PPC - Teori

12

2. Implosion

Merupakan BOM dimana urutan dimulai dari komponen sampai induk

atau level paling atas. Secara singkat BOM jenis ini adalah kebalikan dari

BOM eksplosion.

Hierarki perencanaan prioritas dan kapasitas dalam sistem MRP II

(Gasperz, 2005):

Sumber : (Gasperz, 2005)

Gambar 2.1 Hirarki Perencanaan Prioritas dan Kapasitas dalam sistem MRP II

Keterangan :

< - - > = Hubungan dua arah termasuk umpan balik

RRP = Resource Requirement Planning

MPS = Master Production Scheduling

CRP = Capacity Requirement Planning

MRP = Material Requirement Planning

PAC = Production Activity Control

Page 6: PPC - Teori

13

Pada dasarnya terdapat empat tingkat dalam perencanaan prioritas dan

kapasitas yang terintegrasi, antara lain (Gasperz, 2005):

Perencanaan Produksi dan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya

Penjadwalan Induk Produksi (JIP) dan Rough Cut Capacity Planning

(RCCP)

Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) dan Perencanaan Kebetuhan

Kapasitas (CRP)

Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan Pengendalian Input/

Output serta Operation Sequencing

2.3 Penjadwalan Induk Produksi (JIP)/ Master Production Scheduling (MPS)

Penjadwalan produksi induk (JIP) adalah suatu pernyataan mengenai

produk akhir dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan

memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. MPS

juga berarti jadwal induk produksi utama dalam pembuatan spesifikasi

mengenai apa yang akan dibuat dan kapan akan dibuat (Gasperz, 2005).

Penjadwalan produksi didasarnya pada empat fungsi utama (Gasperz,

2005), yaitu:

1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan

kebutuhan material dan kapasitas.

Page 7: PPC - Teori

14

2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk item-item

MPS.

3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan

kapasitas.

4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk

kepada pelanggan.

Tabel 2.2 Contoh Tabel MPS

Sumber: (Modul Praktikum PPC, 2009)

Menurut Gasperz, kriteria dasar yang mengatur pemilihan item-item

dalam MPS, adalah :

1. Item-item yang di jadwalkan seharusnya merupakan produk akhir,

kecuali ada pertimbangan yang jelas mengguntungkan untuk

menjadwalkan item-item yang lebih kecil dari pada produk akhir,seperti :

modular or inverted planning bills, atau lebih kecil dari pada produk

akhir seperti : super family, super modular, atau super planning bills

lainnya. Penjadwalan produk-produk akhir dalam MPS menyebabkan itu

semua seperti final assembly schedule (fast)

PeriodPast Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9

ForecastCostumer Order Project Available BalanceAvailable to PromiseMaster Scheduled

Lot Size : Planning Time Fences :

Item No : Description :Lead Time : Safety Stock :On hand : Demand Time Fences :

Page 8: PPC - Teori

15

2. Jumlah item-item MPS seharusnya sedikit, karena manajemen tidak dapat

keputusan yang efektif terhadap MPS apabila junlah item MPS terlalu

banyak.

3. Seharusnya memungkinkan untuk meramalkan permintaan dari item-item

MPS (kecuali item itu adalah made to order). Item-item yang di

jadwalkan harus berkaitan erat dengan item-item yang di jual.

4. Setiap item yang di buat harus memiliki BOM, sehingga MPS dapat

explode melalui BOM untuk menentukan kebutuhan komponen dan

material.

5. Item-item yang dipilih harus dimasukan dalam perhitungan dalam

kapasitas produksi yang dibutuhkan.

6. Item-item MPS harus memudahkan dalam penerjemahan pesanan-

pesanan pelanggan ke dalam pembuatan produk yang akan dikirim.

Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk

membutuhkan lima input data utama, sebagai berikut (Gasperz, 2005) :

1. Data permintaan total, merupakan salah satu data bagi proses

penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan

ramalan penjualan dan pesanan-pesanan.

2. Status inventori, berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory,

stok yang di alokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock),

pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan, dan firm

Page 9: PPC - Teori

16

planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak

inventori yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus

dipesan.

3. Rencana produksi, memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS

harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, dan

sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu.

4. Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang

harus digunakan, shrinkage factor, safety stock, dan lead time dari

masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item.

5. Informasi dari RCCP, berupa kebutuhan kapasitas untuk

mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS.

2.4 Rough Cut Capacity Planning (RCCP)

Rough-cut capacity planning merupakan urutan kedua dari hierarki

perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS

(Gasperz, 2005). RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga

menempati urutan kedua dalam hierarki perencanaan prioritas produksi. Guna

menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan

akan menjadi hambatan potensial adalah cukup untuk melaksanakan MPS.

Pada dasarnya RCCP didefiniskan sebagai proses konversi dari

Rencana produksi dan / atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang

Page 10: PPC - Teori

17

berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis seperti: tenaga kerja, mesin dan

peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan

sumber daya keuangan. RCCP adalah serupa dengan perencanaan kebutuhan

sumber daya, kecuali bahwa RCCP didisagresikan ke dalam level item atau

sku (stockkeeping unit); RCCP di disagresikan berdasarkan periode waktu

harian atau mingguan; dan RCCP mempertimbangkan lebih banyak sumber

daya produksi.

Pada dasarnya terdapat empat langkah untuk melaksanakan RCCP,

yaitu (Gasperz, 2005):

1. Memperoleh informasi tentang produksi dan MPS.

2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead

times).

3. Menentukan bill of resources.

4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.

2.5 Material Requirement Planning (MRP)

Sistem MRP adalah suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan

teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menterjemahkan

jadwal induk produksi menjadi kebutuhan bersih untuk semua item. Di samping

itu, sistem MRP dirancang untuk membuat pesanan-pesanan produksi dan

Page 11: PPC - Teori

18

pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses

sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir (Baroto, 2002).

Tujuan sistem MRP (Baroto, 2002) adalah untuk menghasilkan

informasi yang tepat dalam melakukan tindakan yang tepat (pembatalan

pesanan, pesan ulang, dan penjadwalan ulang). Tindakan ini juga merupakan

dasar untuk membuat keputusan baru mengenai pembelian atau produksi yang

merupakan perbaikan atas keputusan yang telah dibuat sebelumnya.

Menurut Baroto, 2002 tujuan yang menjadi ciri utama sistem MRP :

1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.

Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai (material harus

tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah

direncanakan dalam jadwal induk produksi.

2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item.

Sistem MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (prioritas)

untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item.

3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.

Memberi indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus

dilakukan.

4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang

sudah direncanakan.

Page 12: PPC - Teori

19

Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang di

jadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat

memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika

mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis.

Menurut Baroto, 2002 Langkah-langlah Prosedur Sistem MRP, yaitu :

- Netting

Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan

bersih, yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan

keadaan persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan).

Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih adalah :

• Kebutuhan kotor untuk setiap periode.

• Persediaan yang dimiliki pada awal perencanaan.

• Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan.

- Lotting

Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan

optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil

perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada beberapa alternatif

metode untuk menetukan ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk

meminimalkan total ongkos set up, dan ongkos simpan. Teknik-teknik

tersebut adalah teknik lot for lot, economic order quantity, periodic order

quantity, part period balancing, dan sebagainya

Page 13: PPC - Teori

20

- Offseting

Offseting bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan

rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana

pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya

ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time. Lead time adalah

besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang

tersebut selesai dan diterima siap untuk dipakai.

- Explosion

Proses Explosion adalah Proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat

item/ komponen yang lebih bawah. Perhitungan kebutuhan kotor didasarkan

pada rencana pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas. Untuk

perhitungan kebutuhan kotor, diperlukan struktur produk dan informasi

mengenai berapa jumlah kebutuhan tiap item untuk item yang akan dihitung.

Keterangan yang digunakan untuk perhitungan MRP :

1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.

2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan

dirakit.

3. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau

memanufaktur suatu komponen.

4. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan

sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.

Page 14: PPC - Teori

21

5. Description menyatakan deskripsi material secara umum.

6. On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa

periode sebelumnya.

7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk

menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang.

8. Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang.

9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai

pada setiap periode. Untuk end item (finished product), kuantitas gross

requirement sama dengan Master Production Scheduled (MPS). Untuk

komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order

Release induknya.

10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima

pada periode tertentu.

11. Projected Available Balance 1 (PAB 1) menyatakan kuantitas material

yang ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. Project

Available Balance 1 dapat dihitung dengan menambahkan material on

hand periode sebelumnya dengan Scheduled Receipts pada periode itu dan

menguranginya dengan gross requirement pada periode yang sama. Atau

jika dimasukkan pada rumus adalah sebagai berikut :

PAB1 = (PAB2)t-1 - (Gross Requirement)t + (Scheduled Receipts)t

Page 15: PPC - Teori

22

12. Net Requirement menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen

yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk

memenuhi Master Production Scheduled. Jumlah Net Requirement = 0

jika PAB1 ≥ Safety stock dan Jumlah Net Requirement = (-) PAB1 +

Safety stock jika PAB1 < Safety stock.

Net Requirement = -(PAB 1)t + Safety Stock

13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang

dibutuhkan pada suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada saat

yang sama dengan Net Requirements, akan tetapi ukuran pemesanannya

(lot sizing) bergantung kepada order policy-nya. Selain itu juga harus

mempertimbangkan Safety Stock juga.

14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu order sudah harus di-

release atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika

dibutuhkan oleh induk item-nya. Kapan suatu order harus di-release

ditetapkan dengan lead time period sebelum dibutuhkan.

15. Projected Available Balance 2 (PAB 2) menyatakan kuantitas material

yang ada di tangan sebagai persediaan pada akhir periode. Project

Available Balance 2 dapat dihitung dengan cara mengurangkan Planned

Order Receipt pada Net Requirements.

 

 

Page 16: PPC - Teori

23

PAB 2 = (PAB2)t-1 + (Scheduled Receipt)t – (Gross Requirement)t +

(Planned Order Receipt)t

Atau dapat disingkat : PAB2 = (PAB1)t + (Planned Order Receipt)t

 

2.6 Capacity Requirement Planning (CRP)

Capacity Requirement Planning menurut Hutahean, 2007 adalah suatu

teknik untuk menentukan jumlah kapasitas yang dibutuhkan untuk memenuhi

rencana produksi jangka pendek. Metode ini digunakan untuk memeriksa

apakah kapasitas yang tersedia dapat memenuhi rencana penjadwalan yang

telah diusulkan dalam MPS sekaligus MRP.

Jika kemampuan kapasitas yang tersedia tidak memenuhi kapasitas

yang dibutuhkan maka diperhatikan work center yang bersangkutan untuk

menentukan jumlah penambahan kapasitas yang dibutuhkan dan pada periode

ke berapa sehingga order yang diterima dapat dikirim sesuai dengan tanggal

pengirimannya.

Proses CRP memberikan jawaban terhadap pertanyaan :

− Apakah kapasitas tersedia dapat memenuhi kapasitas yang dibutuhkan

sesuai dengan MPS?

− Jika kemampuan kapasitas yang tersedia tidak memenuhi, work center

mana yang tidak memenuhi kapasitas tersebut, dan berapa penambahan

kapasitasnya?

Page 17: PPC - Teori

24

Menurut Hutahean, 2007 CRP didasarkan pada konsep input output

control. Model ini menetapkan planned lead time dari setiap work center

dengan mempertimbangkan delivery date dari suatu permintaan dan interaksi

antara work center yang terlibat. Jika planned lead time tidak melebihi

imposed lead time, maka delivery date dari suatu order dikatakan realistis.

Jika terjadi sebaliknya, salah satu strategi yang dilakukan yaitu menyesuaikan

kapasitas normal dengan menambah planned capacity atau menyesuaikan

aliran kerja untuk mendapatkan planned lead time yang lebih realistis.

Dalam analisa input output tersebut terdapat planned input, planned

output, planned queue, planned delay, planned work in process (WIP) dan

planned lead time.

Planned input merupakan beban kerja yang menjadi masukan pada

suatu work center yang didapat dari perkalian antara jumlah produksi MRP

(pada planned order release) dengan manufacture lead time dari item

tersebut, sedangkan planned output adalah kapasitas dari work center tersebut.

Planned queue adalah jumlah antrian yang direncanakan pada suatu

work center untuk periode tertentu, dimana nilainya merupakan jumlah

penjumlahan antara planned queue periode sebelumnya dan planned input

dikurangi dengan planned output.

Planned delay dinyatakan sebagai planned queue dibagi planned

output. Planned work in process adalah banyaknya beban kerja yang belum

Page 18: PPC - Teori

25

diproses pada suatu work center dimana nilainya merupakan penjumlahan

antara planned queue pada periode sebelumnya dangan planned input.

Planned lead time dinyatakan sebagai planned work in process dibagi dengan

planned output.

2.7 Strategi Penjadwalan.

Perhitungan load dan pendistribusian ke work center selama periode

waktu tertentu dilakukan dengan menggunakan startegi penjadwalan. CRP

menggunakan dua pendekatan penjadwalan yaitu : Backward scheduling dan

forward scheduling, namun yang paling sering dipergunakan adalah

pendekatan backward scheduling (Hutahean, 2007).

1. Backward Scheduling.

Untuk memproduksi suatu produk ahkir maka harus ditentukan waktu

yang tepat untuk melakukan operasi pada setiap work center. Oleh karena itu,

manufacture item harus diuraikan atas manufacture stage agar dapat

ditentukan kebutuhan kapasitas untuk memproduksi item tersebut. Kebutuhan

kapasitas manufacturing stage adalah set up time yang dibutuhkan ditambah

dengan run time (jumlahnya disebut dengan production time). Setelah

dihitung production time untuk masing-masing manufacturing stage,

backward scheduling digunakan untuk menentukan kapan waktunya perlu di

load. Dalam backward scheduling process, tanggal penyerahan di asumsikan

Page 19: PPC - Teori

26

menjadi tanggal kapan pesanan harus selesai. Perkiraan tanggal dimulainya

final manufacturing stage dapat diketahui dengan mengurangi production

time yang diperkirakan dari manufacturing stage yang paling ahkir dari

tanggal jatuh tempo. Dengan memeperhatikan urutan proses dari

manufacturing stage, maka perkiraan tanggal dimulainya semua

manufacturing stage dapat dihitung dengan cara yang sama.

Cara ini dimulai dari requested date (scheduled date atau planned

receipt date) kemudian bergerak mundur, menggunakan routing untuk

menentukan titik waktu mulai paling lambat (latest start date) dari setiap

operasi. Kemudian menggunakan latest start date sebagai scheduled date

untuk operasi terdahulu dan mengulang backward scheduling sampai selesai

menjadwalkan semua operasi untuk pesanan tertentu. Menggunakan

backward scheduling dapat diketahui waktu paling lambat suatu pesanan

harus dikeluarkan agar masih memenuhi scheduled due date.

2. Foreward Loading.

Dalam sistem produksi, loading merupakan salah satu langkah yang

sangat penting dari siklus perencanaan. Loading adalah pengalokasian beban

kerja yang dibutuhkan pada fasilitas produksi untuk diselesaikan. Loading

juga dianggap sebagai proses untuk menentukan waktu yang tepat kapan suatu

beban kerja atau operasi manufacturing dapat di alokasikan kepada fasilitas

manufacturing. Karena loading berhubungan dengan mencocokan waktu

Page 20: PPC - Teori

27

antara beban kerja stasiun kerja, maka loading sangat membantu dalam

menentukan jadwal produksi.

Dari tentative production time table yang dihasilkan dari backward

scheduling, tanggal dimulainya suatu operasi belum fleksibel karena belum

memperhitungkan manufacturing resources seperti kapasitas dan bahan yang

dibutuhkan untuk setiap operasi manufacturing.

Prosedur foreward loading membantu tentative production time table

dengan mencari waktu yang tepat kapan manufacturing stage tersebut layak

untuk dikerjakan. Prosedur kerja foreward loading berlawanan dengan

backward scheduling. Foreward loading dimulai pada manufacturing stage

pertama dari level item yang paling bawah, prosedur ini memeriksa

keseimbangan kapasitas dari stasiun kerja yang bersesuaian dalam periode

minggu yang ditunjukkan dalam tentative production time table.

Suatu beban kerja hanya dapat dibebankan terhadap stasiun kerja yang

tepat jika kapasitas tersedia dan bahan untuk beban kerja telah diatur, atau

sebaliknya akan tersedia pada saat dibutuhkan. Foreward loading berfungsi

untuk memeriksa kelayakan dari loading operasi manufacturing ke dalam

periode-periode yang telah ditentukan (Hutahean, 2007).

MRP mengasumsikan bahwa apa yang di jadwalkan dapat diterapkan

tanpa memperhatikan keterbatasan kapasitas. Terkadang asumsi ini valid, tapi

kadang-kadang tidak dapat dipenuhi. Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP)

Page 21: PPC - Teori

28

menguji asumsi ini dan mengidentifikasi area yang melebihi kapasitas dan

yang berada dibawah kapasitas sehingga perencana dapat mengambil tindakan

yang tepat.

Sebelum membahas lebih lanjut, perlu diketahui beberapa definisi

yang banyak digunakan dalam pembahasan yang berkaitan tentang CRP ini :

1. Work center. Merupakan suatu fasilitas produksi spesifik yang terdiri dari

satu orang atau lebih orang dan atau mesin dengan kemampuan yang sama

atau identik, yang dapat dipertimbangkan sebagai satu unit untuk tujuan

perencanaan kapasitas dan penjadwalan terperinci. Dalam lingkungan job

shop manufacturing, pusat-pusat kerja sering memisahkan departemen-

departemen dan mungkin dipertimbangkan sebagai departemen sendiri.

2. Manufacturing Orders. Merupakan suatu dokumen atau identitas jadwal

yang memberikan kewenangan untuk membuat part tertentu atau produk

dalam jumlah tertentu. Manufacturing dapat berupa salah satu open

orders, already in process, atau planned orders, sebagaimana di

jadwalkan melalui proses MRP.

3. Routing. Merupakan sekumpulan informasi yang memperinci metode

pembuatan item tertentu termasuk operasi yang dilakukan, berbagai pusat

kerja yang terlibat, serta standar untuk waktu set up dan waktu

pelaksanaan kerja (run time).

Page 22: PPC - Teori

29

4. Beban/ Load Adalah banyaknya kerja yang di jadwalkan untuk dilakukan

oleh fasilitas manufacturing dalam periode waktu yang ditetapkan. Load

biasanya dinyatakan dalam ukuran jam kerja atau unit produksi.

Sebagaimana yang biasa digunakan dalam CRP. Load menggambarkan

waktu set up dan waktu pelaksanaan yang dibutuhkan dari suatu pusat

kerja, tidak termasuk waktu menunggu, waktu anteri dan waktu bergerak.

5. Capacity. Merupakan tingkat dimana sistem manufaktur (tenaga kerja,

mesin, departemen, pabrik dan pusat kerja) berproduksi. Dengan kata lain

kapasitas merupakan output yang dapat dicapai dengan spesifikasi produk,

product mix, tenaga kerja dan peralatan yang ada sekarang. Dalam CRP

kapasitas berkaitan dengan tingkat output kerja dalam setiap pusat kerja.

Tujuan utama dari CRP adalah menunjukkan perbandingan antara

beban yang ditetapkan pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan

kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu. Selain itu juga

berusaha mengatur secara bersama pesanan kerja yang datang dan atau

kapasitas dari pusat kerja untuk mencapai suatu aliran yang mantap atau

seimbang.

Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam perhitungan CRP :

• Waktu set up adalah waktu yang dibutuhkan mesin agar siap beroperasi.

• Waktu pelaksanaan (run time) merupakan waktu yang digunakan untuk

beroperasi.

Page 23: PPC - Teori

30

• Utilisasi adalah pecahan yang menggambarkan presentasi clock time yang

tersedia dalam pusat kerja yang secara aktual digunakan untuk produksi

berdasarkan pengalaman lalu.

Utilisasi = jam aktual yang digunakan untuk produksi jam yang tersedia menurut jadwal.

• Efisiensi adalah faktor yang mengukur performansi aktual dari pusat kerja

relatif terhadap standar yang ditetapkan.

Efisiensi = jam standar yang diperoleh atau diproduksi jam aktual yang digunakan untuk produksi

• Operation time per unit adalah jumlah total waktu set up dan waktu

pelaksanaan untuk menghasilkan suatu item.

Tabel 2.3 Contoh Tabel Standard Setup Time dan Standard Run Time

Work Center Part Lot Size Setup Time / Lot (Menit) Run Time / Unit (Menit) WC-1

A B

400 800

60 80

1.2 1.5

WC-2 C 500 70 1.3 Sumber : (Modul Praktikum PPC, 2009)

Tabel 2.4 Contoh Tabel Operation Time per Unit.

Part

(1)

Lot Size

(2)

Work Center

(3)

Setup Time/Lot (Menit)

(4)

Setup Time/Unit

(Menit) (5) = (4)/(2)

Run Time/Unit

(Menit) (6)

Operation Time/Unit

(Time) (7) = (5)+(6)

Total Operation Time (Menit)

(8) = (2)x(7)

A 400 WC-1 60 0.15 1.20 1.35 540 B 800 WC-1 80 0.10 1.50 1.60 1280

Part

(1)

Lot Size

(2)

Work Center

(3)

Setup Time/Lot (Menit)

(4)

Setup Time/Unit

(Menit) (5) = (4)/(2)

Run Time/Unit

(Menit) (6)

Operation Time/Unit

(Time) (7) = (5)+(6)

Total Operation Time (Menit) (8) = (2)x(7)

C 500 WC-2 70 0.14 1.30 1.44 720 Sumber : (Modul Praktikum PPC, 2009)

Page 24: PPC - Teori

31

Tabel 2.5 Contoh Tabel Laporan CRP tentang Kebutuhan Kapasitas Mesin.

Deskripsi Periode 1 Periode 2 Periode 3 Periode 4 Total WC-1 (1) Waktu Yang Tersedia (menit) (2) Tingkat Utilisasi (Kondisi Aktual) (3) Tingkat Efisiensi (Kondisi Aktual) (4) Kapasitas Tersedia (Rated Capacity) = (1) x (2) x (3) (5) Kebutuhan Aktual (6) Kelebihan/Kekurangan Kapasitas = (4) – (5) WC-2 (1) Waktu Yang Tersedia (menit) (2) Tingkat Utilisasi (Kondisi Aktual) (3) Tingkat Efisiensi (Kondisi Aktual) (4) Kapasitas Tersedia (Rated Capacity) = (1) x (2) x (3) (5) Kebutuhan Aktual (6) Kelebihan/Kekurangan Kapasitas = (4) – (5)

Sumber : (Modul Praktikum PPC, 2009)

2.8 Penjadwalan Produksi

Perusahaan selalu melakukan penjadwalan produksi dalam pemenuhan

kapasitas permintaan konsumen atau order dari konsumen untuk jangka

pendek dalam rentang periode beberapa minggu, bulan. Menurut Baroto, 2002

penjadwalan yang tidak efektif akan menghasilkan tingkat penggunaan yang

rendah dari kapasitas yang ada. Hal ini dapat menurunkan efektifitas dan daya

saing perusahaan, serta dari tingkat pelayanan dan hal-hal lainnya secara tidak

langsung.

Page 25: PPC - Teori

32

2.8.1 Definisi Penjadwalan Produksi

Penjadwalan (scheduling) didefinisikan oleh (Baker, 1974) sebagai

proses pengalokasian sumber untuk memilih sekumpulan tugas dalam jangka

waktu tertentu. Definisi umum ini dapat di jabarkan dalam arti yang berbeda.

Yang pertama adalah bahwa penjadwalan merupakan sebuah fungsi

pengambilan keputusan, yaitu dalam menentukan jadwal yang paling tepat.

Arti yang kedua adalah bahwa penjadwalan merupakan sebuah teori yang

berisi kumpulan prinsip, model, teknik, dan konklusi logis dalam proses

pengambilan keputusan.

Vollman, 1980 penjadwalan produksi sebagai rencana pengaturan

urutan kerja serta pengalokasian sumber baik berupa waktu maupun fasilitas

untuk setiap operasi yang harus diselesaikan. Sedangkan menurut Morton,

1993 penjadwalan adalah pengambilan keputusan tentang penyesuaian

aktivitas dan sumber daya dalam rangka menyelesaikan sekumpulan

pekerjaan agar tepat pada waktunya dan mempunyai kualitas seperti yang

diinginkan. Keputusan yang dibuat dalam penjadwalan meliputi pengurutan

pekerjaan, waktu mulai dan selesai pekerjaan, urutan operasi untuk suatu

pekerjaan. Masalah penjadwalan selalu berkaitan dengan pengurutan

produksi, yang dengan demikian penjadwalan produksi digunakan untuk

menentukan urutan-urutan pekerjaan dari order yang akan di proses oleh

mesin serta merencanakan waktu mulai dan selesai pekerjaan tersebut.

Page 26: PPC - Teori

33

2.8.2 Peran Penjadwalan dan Pengaruhnya

Penjadwalan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang

memainkan peranan sangat penting dalam dunia industri manufaktur maupun

jasa (Bedworth, 1987). Penjadwalan dapat digunakan dalam pengadaan

(procurement) dan produksi (production), dalam transportasi dan distribusi,

serta dalam pemprosesan informasi dan komunikasi.

Penjadwalan dalam perusahaan biasanya menggunakan teknik

matematika atau metode heuristic yang biasanya digunakan untuk

mengalokasikan sumber daya yang terbatas kepada tugas-tugas yang ada.

Alokasi sumber daya yang tepat memungkinkan perusahaan untuk

mengoptimalkan dan mencapai tujuannya. Sumber daya tersebut dapat berupa

mesin-mesin di lantai produksi, landasan di bandar udara, atau tahap-tahap

dalam proyek konstruksi. Setiap tugas memiliki level prioritas yang berbeda,

waktu memulai pekerjaan yang tercepat dan memungkinkan, serta batas

waktu (due date). Sedangkan, tujuan yang ingin dicapai bermacam-macam

seperti meminimumkan waktu penyelesaian semua pekerjaan atau

meminimumkan jumlah tugas yang terlambat, mengurangi waktu menganggur

dan lain sebagainya.

Page 27: PPC - Teori

34

2.8.3 Fungsi Penjadwalan

Perkembangan dunia usaha yang semakin maju dan tingkat persaingan

yang semakin ketat, membangkitkan kesadaran para pengusaha untuk bekerja

lebih keras dalam mengelola perusahaannya. Perusahaan dalam menghasilkan

suatu produk tertentu tidak lepas dari kegiatan pengontrolan proses produksi

itu sendiri. Proses produksi merupakan faktor yang sangat penting dalam

usaha untuk mengelola bahan baku menjadi barang jadi (Sritomo, 1995).

Selain itu, proses produksi ini juga berhubungan erat dengan penjadwalan

produksi yang akan digunakan dalam proses produksi.

Fungsi penjadwalan di dalam sebuah produksi sangat penting, dimana

fungsi tersebut harus dapat berinteraksi dengan fungsi-fungsi lainnya

(Bedworth, 1987). Interaksi ini bergantung pada sistem yang ada dalam

perusahaan, biasanya dapat melalui jaringan komputer maupun dapat

diputuskan melalui rapat. Dalam hal ini, lantai produksi bukanlah satu-

satunya bagian dari organisasi yang turut menentukan proses penjadwalan.

Proses penjadwalan dipengaruhi oleh perencanaan produksi yang menangani

jangka waktu menengah dan jangka panjang keseluruhan perusahaan. Proses

ini bertujuan untuk mengoptimalkan komposisi produk yang akan dihasilkan

oleh perusahaan dan alokasi sumber daya dalam jangka panjang berdasarkan

inventory, peramalan permintaan dan kebutuahan akan sumber daya.

Page 28: PPC - Teori

35

Keputusan-keputusan yang diambil pada level perencanaan yang lebih tinggi

dapat memberikan dampak secara langsung pada proses penjadwalan tersebut.

2.8.4 Tujuan Penjadwalan

Bedworth (1987) mengidentifikasi beberapa tujuan dari aktivitas

penjadwalan adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan penggunaan sumber daya atau mengurangi waktu

tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang, dan

produktivitas dapat meningkat.

2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah

pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumber daya yang ada

masih mengerjakan tugas yang lain. Teori Baker, 1974 mengatakan, jika

aliran kerja suatu jadwal konstan, maka antrian akan mengurangi rata-rata

waktu alir akan mengurangi rata-rata persediaan barang setengah jadi.

3. Mengurangi beberapa keterlambatan pada pekerjaan yang mempunyai

batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalti cost (biaya

keterlambatan).

4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapsitas pabrik

dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang

mahal dapat terhindarkan.

Page 29: PPC - Teori

36

Dengan adanya penjadwalan berarti tujuan-tujuan yang ingin dicapai

oleh suatu perusahaan yang pastinya akan lebih menguntungkan bagi

perusahaan. Tujuan dari adanya penjadwalan adalah mengurangi waktu

keterlambatan suatu pekerjaan dari batas waktu yang telah ditentukan agar

dapat memenuhi batas waktu (due date) yang telah disetujui dengan pihak

konsumen, mengurangi persediaan barang setengah jadi dengan cara

mengurangi jumlah rata-rata tugas yang menunggu dalam antrian dalam suatu

mesin. Dengan adanya penjadwalan maka perusahaan berusaha untuk dapat

meningkatkan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut, sehingga

dapat meningkatkan produktifitas mesin dan mengurangi waktu menganggur

dari sumber daya seperti manusia, peralatan, dan fasilitas yang akan

digunakan untuk kegiatan produksi.

Dengan adanya penjadwalan yang baik, maka produktifitas mesin

semakin meningkat dan dapat mengurangi waktu menganggur, sehingga

secara tidak langsung perusahaan dapat mengurangi ongkos produksi dan

mengurangi waktu keterlambatan dalam penyelesaian atau pengiriman

pesanan. Jika perusahaan dalam memenuhi pesanan konsumen tepat waktu,

maka hal ini dapat menjadi nilai tambah bagi perusahaan dalam hal pelayanan

(service). Jika tujuan penjadwalan tersebut dapat dicapai, maka dapat juga

memberikan keuntungan dan strategi bagi perusahaan dalam menjaga

hubungan dengan pelanggan.

Page 30: PPC - Teori

37

Menurut Baker, 1974 jika makespan suatu penjadwalan adalah konstan

maka urutan kerja yang tepat akan menurunkan flow time dan rataan work in

process.

2.8.5 Permasalahan Penjadwalan Produksi

Masalah penjadwalan sering kali muncul jika terdapat sekumpulan

tugas yang harus ditetapkan harus dikerjakan terlebih dahulu, bagaimana

urutan kerja dan tugas-tugas yang berikutnya, serta pengalokasian tugas pada

mesin sehingga diperoleh suatu proses yang terjadwal.

Pada umumnya persoalan penjadwalan ini dipecahkan dengan

sendirinya menurut kebiasaan tanpa memberikan perhatian yang lebih besar

sehingga pemecahan persoalan dengan suatu teknik baru akan lebih mudah

dan lebih menguntungkan. Berdasarkan teori antrian cara yang umum

dilakukan adalah dengan cara yang didasarkan pada FCFS (First Come First

Serve), sehingga tugas yang datang lebih dahulu akan dilayani lebih awal

daripada tugas yang datang kemudian.

Dengan dilakukannya pengurutan pekerjaan terlebih dahulu maka

diharapkan dapat memenuhi tujuan dari diadakannya penjadwalan, yaitu

mengurangi waktu keterlambatan dari batas waktu yang telah ditetapkan oleh

konsumen. Dengan demikian, perusahaan dapat lebih meningkatkan kegunaan

Page 31: PPC - Teori

38

dari sumber daya yang ada dalam perusahaan secara optimal, sehingga

produktifitas mesin dapat meningkatkan dan mengurangi waktu menganggur.

2.8.6 Klasifikasi Penjadwalan

Klasifikasi penjadwalan produksi dapat berbeda-beda dilihat dari

kondisi yang mendasarinya. Beberapa model penjadwalan sering terjadi di

dalam proses produksi berdasarkan beberapa keadaan antara lain (Baker,

1974) :

1. Berdasarkan mesin yang dapat dipergunakan dalam proses :

a. Penjadwalan pada mesin tunggal (single machine shop)

b. Penjadwalan pada mesin jamak atau parallel (m machine)

Lingkungan model mesin tunggal sangatlah sederhana dan merupakan

kasus khusus dari model lingkungan yang lain. Pemecahannya dapat

diperoleh dari model mesin tunggal, tidak hanya memberikan wawasan

terhadap lingkungan model mesin tunggal, akan tetapi dapat menjadi dasar

bagi pemecahan masalah pada lingkungan model mesin yang lebih rumit

(mesin jamak atau paralel).

2. Berdasarkan pola aliran proses

a. Flow Shop

Proses produksi dengan aliran flow shop berarti proses produksi dengan

pola aliran identik dari satu mesin ke mesin lain. Walaupun pada flow

Page 32: PPC - Teori

39

shop semua tugas akan mengalir pada jalur produksi yang sama, yang

sangat biasa dikenal sebagai pure flow shop, tetapi dapat pula berbeda

dalam dua hal. Pertama, jika tugas yang datang ke dalam flow shop tidak

harus dikerjakan pada semua jenis mesin. Jenis flow seperti ini disebut

general flow shop.

Sumber : Baker, Elements of Sequencing and Scheduling, 1974

Gambar 2.2 Workflow in A Pure Flow Shop

Sumber : Baker, Elements of Sequencing and Scheduling, 1974

Gambar 2.3 Workflow in A General Flow Shop

Page 33: PPC - Teori

40

b. Job Shop

Proses produksi dengan aliran job shop berarti proses produksi dengan

pola aliran atau rute proses pada tiap mesin yang spesifik untuk setiap

pekerjaan, dan mungkin berbeda untuk tiap job. Akibat aliran proses yang

tidak searah ini, maka setiap job yang akan di proses pada satu mesin

dapat merupakan job yang baru atau job dalam proses, dan job yang

keluar dari suatu mesin dapat merupakan job tadi atau job dalam proses.

Sumber : Baker, Elements of Sequencing and Scheduling, 1974

Gambar 2.4 Workflow in Job Shop

3. Berdasarkan pola aliran kedatangan job

a. Penjadwalan Statis

Pengurutan pekerjaan terbatas pada pesanan yang ada atau datang secara

bersamaan dan siap untuk dikerjakan pada mesin yang tidak bekerja

(menganggur). Dengan demikian, pekerjaan yang baru tidak akan

mempengaruhi pengurutan pekerjaan yang telah dibuat.

Page 34: PPC - Teori

41

b. Penjadwalan Dinamis

Pengurutan pekerjaan, dimana proses kedatangan pekerjaan tersebut tidak

menentu baik itu dari jumlah maupun kedatangannya.

4. Berdasarkan sifat informasi yang diterima

a. Penjadwalan Deterministik

Informasi yang diperoleh sudah diketahui dengan pasti, misalnya

informasi tentang pekerjaan dan mesin seperti waktu kedatangan dan

waktu prosesnya.

b. Penjadwalan Stokastik

Informasi yang diperoleh belum diketahui dengan pasti, oleh karena itu

perlu memperkirakannya dengan menggunakan distribusi probabilitas

5. Berdasarkan produk positioning

a. Make to Order

Jumlah dan jenis yang dibuat berdasarkan permintaan dari konsumen,

biasanya salah satu tujuanya adalah untuk mengurangi biaya simpan.

b. Make to Stock

Jumlah dan jenis produk terus-menerus dibuat untuk disimpan sebagai

persediaan (inventory)

Page 35: PPC - Teori

42

2.8.7 Penjadwalan Tenaga Kerja

Tujuan dari adanya penjadwalan tenaga kerja adalah untuk

menetapkan sejumlah tenaga kerja pada suatu pekerjaan, sesuai permintaan

dan ongkos yang dikeluarkan serendah mungkin.

Langkah-langkah yang dilakukan:

1. Mengidentifikasi pelayanan yang disediakan.

2. Melakukan studi waktu, digunakan untuk menentukan waktu rata-rata

yang diperlukan bagi setiap pelayanan.

3. Meramalkan kebutuhan total tenaga kerja.

4. Menentukan jadwal tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan di atas.

Karakteristik pokok masalah:

a. Permintaan tenaga kerja cenderung berfluktuasi pada waktu yang relatif

pendek.

b. Pelayanan manusia tidak dapat disimpan untuk kemudian digunakan.

c. Pemakai jasa sangat kritis terhadap mutu pelayanan

Istilah-istilah dalam penjadwalan tenaga kerja adalah sebagi berikut :

o Permintaan (Demand) adalah: jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan

dalam suatu periode untuk memberikan tingkat pelayanan tertentu yang

telah ditetapkan.

Page 36: PPC - Teori

43

o Shift (schedule) adalah:

- Kumpulan hari dalam 1 minggu dimana seseorang diharapkan untuk

bekerja.

- Bagian dari hari yang menjelaskan kapan seseorang mulai bekerja,

istirahat dan makan siang.

o Jadwal (Schedule) adalah kumpulan shift yang memenuhi permintaan.

Ada 2 pengertian:

- Kumpulan hari kerja dan hari libur setiap pekerja dalam 1 minggu

operasi.

- Kumpulan periode waktu (jam) kapan pekerja mulai bekerja, istirahat

dan makan siang dari seluruh pekerja dimana kebutuhan terhadap

pekerja tersebut dapat terpenuhi.

Metode penjadwalan dalam penjadwalan tenaga kerja adalah sebagai

berikut:

1. Algoritma Tibrewala, Phillipe & Browne.

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Tibrewala, philippe

dan Browne pada tahun 1972, algoritma ini diawali dengan perkiraan

setiap kebutuhan tenaga kerja setiap hari selama satu minggu.

Algoritma ini digunakan untuk menjadwalkan hari kerja di hari

libur tenaga kerja. Penggiliran tenaga kerja dengan syarat tenaga kerja

libur 2 hari berturut-turut dalam satu minggu. Penggiliran ini dapat

Page 37: PPC - Teori

44

diterapkan pada setiap individu. Adapun langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut :

Mulai dari hari dengan kebutuhan tenaga kerja terbesar, kemudian terbesar

kedua, dan seterusnya. Tempatkan kebutuhan hari yang memiliki

kebutuhan sama dalam jadwal hingga diperoleh 2 hari berturutan yang

unik, dan menunjukkan jadwal untuk 5 hari kerja 2 hari libur. Bila hal ini

tidak dapat, lakukan langkah ke-2.

Bila terdapat 2 pasangan hari libur yang berurutan, pilih hari yang

memiliki kebutuhan terkecil pada hari yang berdekatan. Bila hal ini tidak

dapat dilakukan, lakukan langkah ke-3.

Pilih pasangan hari yang paling beralasan, misal pilih pasangan hari sabtu

dan minggu sebagai libur.

2. Algoritma Monroe.

Penjadwalan tenaga kerja dengan algoritma Monroe bertujuan

mencari dua hari libur berurutan untuk setiap pekerja. Perbedaan

algoritma Tibrewala, Phillipe & Browne dengan algoritma Monroe adalah

algoritma Mondroe menjamin jumlah tekanan kerja minimum, meskipun

harus membentuk shift dimana hari liburnya tidak berurutan selain itu

dalam algoritma Tibrewala, Phillipe & Browne memilih hari libur

berurutan yang pasangan liburnya mengutamakan libur pada hari sabtu,

Page 38: PPC - Teori

45

minggu atau awal minggu sedangkan dalam algoritma Monroe memilih

hari libur berurutan dengan libur 2 hari berturut-turut. Adapun langkah-

langkahnya adalah sebagai berikut :

a. Untuk setiap hari dalam seminggu, hitung hari-hari libur Regular Day Off

(RDO) dengan cara mengurangi jumlah tenaga kerja yang tersedia dengan

kebutuhan pada hari tersebut. Jika yang di jadwalkan adalah 5 hari kerja,

jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam seminggu harus genap

kelipatan 5. Jika tidak genap, maka tambahkan satu atau lebih hari sampai

genap kelipatan 5.

b. Buat pasangan hari-hari libur (RDO) dimulai pada dua hari pertama dalam

seminggu sampai pasangan hari libur tersebut berulang.

c. Pada percobaan pertama menjadwalkan pasangan hari libur, tugaskan kira-

kira setengah dari jumlah orang pada RDO kedua ke pasangan hari libur

pertama. Untuk pasangan hari libur kedua kurangi jumlah tadi dari jumlah

hari libur kedua. Teruskan prosedur ini sampai semua pasangan hari libur

telah terisi. Jika jumlah orang pada pasangan hari libur pertama dan

jumlah orang pada pasangan hari libur terakhir telah sama, maka stop; jika

tidak maka lanjutkan ke langkah selanjutnya.

d. Hitung rata-rata jumlah orang pada pasangan hari libur pertama dan

terakhir. Gunakan hasilnya sebagai jumlah orang pada pasangan hari libur

Page 39: PPC - Teori

46

pertama pada percobaan kedua. Gunakan prosedur pada langkah tiga

untuk penugasan pada pasangan hari libur berikutnya.

2.9 Undang-undang Tentang Ketenaga Kerjaan No. 13 Tahun 2003.

Pasal 76

(1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)

tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul

07.00.

(2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang

menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan

kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai

dengan pukul 07.00.

(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul

23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib :

a. memberikan makanan dan minuman bergizi dan

b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

(4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh

perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai

dengan pukul 05.00.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur

dengan Keputusan Menteri.

Page 40: PPC - Teori

47

Pasal 77

(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.

(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu

untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)

minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak

berlaku bagi sektor usaha atau peker-jaan tertentu.

(4) Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 78

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat :

a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan dan

b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam

dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja

lembur.

Page 41: PPC - Teori

48

(3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

(4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan

Keputusan Menteri.

Pasal 79

(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.

(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :

a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah

bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat

tersebut tidak termasuk jam kerja;

b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1

(satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)

minggu;

c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah

pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan

secara terus menerus; dan

d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan

pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi

pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-

Page 42: PPC - Teori

49

menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh

tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua)

tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa

kerja 6 (enam) tahun.

(3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau

perjanjian kerja bersama.

(4) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya

berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.

(5) Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan

Keputusan Menteri.