Pra Penuntutan 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hapid pra penuntutan

Citation preview

BAB IPENDAHULUANLATAR BELAKANGHarus kita akui, hingga kini masih banyak orang yang tak paham proses hukum dan tatacara penanganan suatu perkara di tiap jenjang peradilan kita. Mungkin, sosialisasi dan pendidikan hukum untuk publik masih belum sepenuhnya menjangkau seluruh lapisan masyarakat kita. Peristiwa hukum dalam kehidupan sehari-hari kita, tentu banyak sekali yang dapat berujung ke perkara pidana dan atau berproses secara hukum di pengadilan. Hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang berlaku di masyarakat, yang keberadaannya sengaja dibuat oleh masyarakat dan diakui oleh masyarakat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupannya. Tujuannya untuk menciptakan ketenteraman di masyarakat. Hukum sebagai instrumen dasar yang sangat penting dalam pembentukan suatu negara, berpengaruh dalam segala segi kehidupan masyarakat, karena hukum merupakan alat pengendalian sosial, agar tercipta suasana yang aman, tenteram dan damai. Dari segi proses penanganan suatu perkara dalam proses hukum kita, ihwal penuntutan memang diatur dalam Bab tersendiri terdapat di dalam Bab tentang Penuntutan (pasal 138 KUHAP). Dalam sebuah pelaksanaan penuntutan, proses penuntutan selain dapat memacu terhindarinya rekayasa penyidikan juga dapat mempercepat penyelesaian penyidikan juga menghindari terjadinya arus bolak-balik perkara. Proses prapenuntutan selain dapat menghilangkan kewenangan penyidikan oleh penuntut umum dalam perkara tindak pidana umum juga dalam melakukan pemeriksaan tambahan bilamana penyidik Polri menyatakan telah melaksanakan petunjuk penuntut umum secara optimal namun penuntut umum tidak dapat melakukan penyidikan tambahan secara menyeluruh artinya penuntut umum hanya dapat melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi tanpa dapat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.IDENTIFIKASI MASALAH1. Apakah proses pra penuntutan di Indonesia sudah berjalan efektif?2. Apakah permasalahan pada proses pra penuntutan telah dapat diselesaikan dengan baik?BAB IIKAITAN PRA PENUNTUTAN DENGAN KEPASTIAN HUKUM DAN HAMHukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang berlaku di masyarakat, yang keberadaannya sengaja dibuat oleh masyarakat dan diakui oleh masyarakat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupannya. Tujuannya untuk menciptakan ketenteraman di masyarakat. Hukum sebagai instrumen dasar yang sangat penting dalam pembentukan suatu negara, berpengaruh dalam segala segi kehidupan masyarakat, karena hukum merupakan alat pengendalian sosial, agar tercipta suasana yang aman, tenteram dan damai. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum, berarti harus mampu menjunjung tinggi hukum sebagai kekuasaan tertinggi di negeri ini, sebagaimana dimaksud konstitusi kita, Undang-Undang Dasar RI 1945.Dari segi proses penanganan suatu perkara dalam proses hukum kita, sebagaimana yang Anda tanyakan, simaklah Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ihwal prapenuntutan memang tidak diatur dalam Bab tersendiri tapi terdapat di dalam Bab tentang Penyidikan dan Bab Penuntutan (pasal 109 dan pasal 138 KUHAP). Keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.Proses berlangsungnya prapenuntutan dilaksanakan baik oleh penyidik maupun penuntut umum sebagaimana ketentuan pasal 110 ayat (2) KUHAP juncto pasal 138 ayat (1), (2) KUHAP. Antara lain, sebagai berikut :Penuntut umum setelah menerima pelimpahan berkas perkara wajib memberitahukan lengkap tidaknya berkas perkara tersebut kepada penyidikBila hasil penelitian terhadap berkas perkara hasil penyidikan penyidik belum lengkap maka penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk paling lama 14 ( empat belas) hari terhitung berkas perkara diterima Penuntut Umum.Penyidik yang tidak rnelaksanakan petunjuk untuk melengkapi berkas perkara maka proses kelengkapan berkas perkara tersebut menjadi bolak-balik.Dalam sebuah pelaksanaan prapenuntutan, proses prapenuntutan selain dapat memacu terhindarinya rekayasa penyidikan juga dapat mempercepat penyelesaian penyidikan juga menghindari terjadinya arus bolak - balik perkara. Proses prapenuntutan selain dapat menghilangkan kewenangan penyidikan oleh penuntut umum dalam perkara tindak pidana umum juga dalam melakukan pemeriksaan tambahan bilamana penyidik Polri menyatakan telah melaksanakan petunjuk penuntut umum secara optimal namun penuntut umum tidak dapat melakukan penyidikan tambahan secara menyeluruh artinya penuntut umum hanya dapat melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi - saksi tanpa dapat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.Definisi dari Prapenuntutan itu sendiri adalah Pengembalian berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap disertai petunjuk untuk melengkapinya. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara.Tingkat prapenuntutan, yaitu antara dimulainya Penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke pengadilan) dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam melakukan penuntutan, Jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan oleh penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.Sedangkan definisi dari Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan.Surat dakwaan adalah : surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan dimuka persidangan.Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hukum, maka hukum akan bertindak melalui instrumennya yaitu para penegak hukum. Para penegak hukum akan memproses suatu perkara mulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai dengan pada proses pemeriksaan di pengadilan. Hal ini dimaksudkan untuk mencari kebenaran materil yang merupakan tujuan dari hukum acara pidana.Dalam upaya untuk mencari keadilan dan kebenaran materiil terhadap suatu perkara pidana maka diperlukan kinerja yang optimal dari para penegak hukum. Kinerja yang optimal dimulai dari proses pemeriksaan pada tingkat prapenuntutan sangat diperlukan dalam mewujudkan keadilan serta kepastian hukum.Prapenuntutan dilakukan sebelum suatu perkara diajukan ke pengadilan. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan tindakan penuntutan di depan sidang pengadilan dan menentukan keberhasilan penuntutan, artinya tindakan prapenuntutan sangat penting guna mencari kebenaran materiil yang akan menjadi dasar dalam proses penuntutan.Dari pengertian prapenuntutan terdapat istilah penyidikan. Hal ini diatur dalam pasal 1 ayat (1) KUHAP, yang menyebutkan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang (KUHAP) untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, hal ini disebutkan di dalam pasal 6 ayat 1 KUHAP.Setelah penyidikan dinyatakan selesai maka sesuai pasal 110 ayat 1 KUHAP, penyidik wajib untuk segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. Hal ini untuk memenuhi asas peradilan cepat, sederhana dan berbiaya ringan. Berkas perkara diterima oleh Jaksa/PU untuk mempelajari dan meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan tersebut. Bila terdapat kekurangan baik secara formil maupun materiil maka Jaksa/PU segera memberitahukan kepada penyidik untuk dilengkapi. Jika Jaksa/PU menyatakan berkas telah lengkap maka perkara tersebut segera dilimpahkan ke pengadilan dan proses prapenuntutan telah selesai kemudian masuk ke proses Penuntutan.Sah atau tidak nya penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya keadilan dan keadilanPermintaan ganti kerugian atau rehabilitasioleh tersangka atau keluarganya atas kuasa nya yg perkaranya tidak diajukan ke pengadilan terdapat dalam kitab KUHAP tentang tata cara mengadili dan menjaga hak-hak tersangka baik itu sebelum pemeriksaan hingga ke tahap di adili di pengadilan.Pada hakikatnya eksistensi Kejaksaan dalam proses penegakan hukum di Indonesia adalah untuk mencapai tujuan hukum, yakni kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi pencari keadilan. Marwan Effendy., Kejaksaan Republik Indonesia, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 151.Dalam pengertian lain, tujuan hukum tersebut, ditempatkan ke dalam ajaran hukum sebagai pandangan legalisme (logische geschlossenheit) yang menitikberatkan pada keadilan, pandangan fungsionil (functionele rechtsleer) yang menitikberatkan pada kemanfaatan dan pandangan yang kritis (gesellschatsgebunden) yang menitikberatkan pada kepastian hukum. Ibid, hal. 154.Hukum selalu berubah-ubah sesuai mengikuti perkembangan masyarakat tertentu. Perubahan yang terjadi pada masyarakat itu disebut perubahan sosial. Dengan perubahan sosial, menyebabkan hukum pun harus dirubah sesuai dengan keadaan yang sepatutnya. Perubahan undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, yang sekarang berubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (selanjutnya dalam penelitian ini disebut UU Kejaksaan) mengatur tugas dan wewenang jaksa sebagai penuntut umum diarahkan dan dimaksudkan untuk memantapkan kedudukan dan peranan kejaksaaan agar lebih berwibawa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam Negara hukum yang berdasarkan Pancasila, sebagai Negara yang sedang membangun.Dengan eksistensi Kejaksaan, menunjukkan bahwa, keberadaan Negeri Republik Indonesia sebagai Negara hukum. Negara hukum yang dimaksudkan bukanlah sekedar Negara hukum dalam artian formal. Akan tetapi menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah Negara hukum dalam artian lebih luas. Yaitu negara hukum dalam arti materil yang berarti hukum ditinjau dari segi isinya, yang dalam pelaksanaannya haruslah mempertimbangkan dua kepentingan yaitu manfaat hukum (doelmatigheid) dan kepastian hukum (rechmatigheid). Sehubungan dengan itu, maka dapat dipastikan bahwa pada hakikat terhadap eksistensi Kejaksaan dalam proses penegakan hukum dalam melakukan penuntutan terhadap perkara-perkara pidana di Indonesia adalah untuk mencapai tujuan hukum, yakni kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi pencari keadilan. Ibid, hal. 151. Dalam melakukan penegakan hukum tersebut, maka perlu kiranya mendudukkan Kejaksaan Republik Indonesia secara proporsional agar mandiri dan independen dalam melakukan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu, penegakan hukum dilaksanakan secara tegas, lugas dan manusiawi didasari oleh asas keadilan dan kebenaran dalam rangka mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum. Karenanya dituntut adanya kerja sama yang baik antara penegak hukum dalam melakukan prapenuntutan antara peuntut (Kejaksaan) dengan penyidik/penyelidik (Kepolisian).Institusi Kejaksaan sebagai salah satu penegak hukum dilegalkan dengan UU Kejaksaan. Dalam tugas dan wewenangnya di antaranya menegakkan keadilan, dan menciptakan perlakukan yang sama pula bagi tersangka sebagai pencari keadilan. Berkenaan dengan itu, Jaksa sebagai penuntut umum semestinya menjaga dan menjunjung tinggi harkat dan martabatnya yang terangkum di dalam Kode Etik Kejaksaan. Hal tersebut sejalan dengan kutipan berikut, Salah satu prinsip terpenting dari negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Supriadi., Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 127.Dalam upaya untuk mencari keadilan dan kebenaran materiil terhadap suatu perkara pidana maka diperlukan kinerja yang optimal dari para penegak hukum. Kinerja yang optimal dimulai dari proses pemeriksaan pada tingkat prapenuntutan sangat diperlukan dalam mewujudkan keadilan serta kepastian hukum.BAB IIIOBJEK PENELITIANMantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari mengakui adanya penunjukan langsung dalam proyek pengadaan alat kesehatan dan perbekalan wabah flu burung pada 2006 dan pengadaan alat kesehatan perlengkapan rumah sakit rujukan flu burung tahun anggaran 2007. Kendati demikian, Siti membantah telah menunjuk langsung perusahaan tertentu sebagai pelaksana dua proyek tersebut.Saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek akses dengan terdakwa Ratna Dewi Umar, Siti mengaku telah menandatangani surat rekomendasi yang berisi perintah penunjukan langsung. Ratna adalah mantan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (sekarang Kementerian Kesehatan) yang ketika itu merupakan bawahan Siti."Setelah jadi dari sekjen (sekretaris jenderal), baru saya tanda tangani," kata Siti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (8/7/2013). Mulanya, Siti berbelit-belit saat dicecar majelis hakim mengenai perintah penunjukan langsung tersebut. Sampai akhirnya anggota majelis hakim mengonfirmasikan kepadanya bukti yang dimiliki tim jaksa KPK berupa lembar fotokopi dokumen disposisi menteri kesehatan yang menyatakan penunjukan langsung sudah sesuai prosedur.Siti pun menjawab, dia memang menandatangani surat rekomendasi penunjukan langsung tersebut. Namun, menurut Siti, proses penunjukan langsung dalam proyek pengadaan yang nilainya tidak diketahui Siti itu sudah sesuai dengan prosedur.Dia mengatakan, keputusan untuk melakukan penunjukan langsung tersebut sudah melalui penelitian Inspektorat Jenderal. Usulannya pun, menurut Siti, berasal dari bawah, yakni dari level direktur. "Dari dirjen ke saya, dari saya memasukkan ke sekjen, lalu saya bilang tolong apa bisa penunjukan langsung, oleh sekjen dikasih ke irjen, lalu sekjen buat kesimpulan yang harus saya tanda tangani," tuturnya.Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini juga membantah pernah bertemu dengan pihak rekanan terkait dengan penunjukan langsung tersebut. Menurut Siti, saat itu penyakit flu burung telah mewabah di Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menerbitkan perintah untuk menyatakan flu burung sebagai kejadian luar biasa (KLB). Penetapan KLB tersebut, menurut Siti, semestinya menjadi hal yang memayungi keputusan penunjukan langsung dalam pengadaan dua proyek alkes flu burung 2006 dan 2007. "Menurut saya, itu keadaan darurat, mestinya begitu," ujar Siti.Dalam kasus ini, Ratna Dewi Umar disebut bersama-sama dengan Siti Fadillah Supari, Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, Sutikno, Singgih Wibisono, Freddy Lumban Tobing, dan Tatat Rahmita Utami melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan melawan hukum.Surat dakwaan juga menyebutkan bahwa Siti selaku Menkes saat itu ikut dalam perbuatan Ratna yang mengatur pengadaan empat proyek di Depkes. Akibat perbuatan korupsi ini, negara mengalami kerugian yang nilainya sekitar Rp 50,4 miliar.Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Ronny Frenky Sompie mengaku, sampai saat ini pihaknya masih belum mengetahui sudah sejauh mana perkembangan penyidikan dari kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Kementrian Kesehatan yang sudah sejak tahun 2010 ditangani oleh Polri. "Saya masih belum tahu itu, kalau memang saya bisa diberi waktu, akan saya mintakan ke Dir Tipikor dan Bareskrim dan kita akan berikan keterangan lebih lanjut," kata Ronny di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2013). Sebelumnya diberitakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada saat digawangi oleh Busyro Muqoddas menemukan puluhan proyek yang digarap oleh Grup Permai milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin. Dari puluhan proyek tersebut, KPK melimpahkan beberapa proyek tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan ke Mabes Polri. Kejagung menangani kasus yang berbau perguruan tinggi, sedangkan di Mabes Polri menangani kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan yakni proyek pembangunan pabrik vaksin flu burung di Bandung. Pada proyek pengadaan alat kesehatan ini Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menemukan kerugian negara mencapai Rp15 miliar dari total nilai proyek sekitar Rp490 miliar. Namun, hingga kini status dari kasus tersebut masih belum jelas dan terus mengendap di instansi Polri.Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum mantan Menteri Kesehatan RI, Siti Fadillah Supari menyarankan agar Badan Reserse dan Kriminal Polri menghentikan penyidikan (SP3) kasus yang menjerat kliennya. Siti menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alkes untuk penanganan kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2005. Namun, hingga saat ini berkas perkaranya bahkan sudah masuk dalam tahap pemeriksaan kembali (P21). Menurutnya, jika penyidik Bareskrim tidak mampu menyelesaikan kasus Siti, sebaiknya penyidikan dihentikan. "Semua berkasnya sudah bolak-balik ke Polisi dan Kejaksaan. Tapi sampai sekarang belum jelas. Kalau sudah berkali-kali dikembalikan oleh kejaksaan, harus dilengkapi tapi kalau ternyata penyidik tidak sanggup melengkapi, sebaiknya kasus itu dihentikan saja," tutur Yusril saat menyambangi Bareskrim di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Menurutnya, Bareskrim harus tegas memberikan kepastian hukum, jika memang kasus tersebut tidak dapat diselesaikan. Siti, kata dia, tidak bisa selamanya menyandang status tersangka, jika kasusnya tak juga masuk ke persidangan. `"Demi kepastian hukum supaya tidak timbul keragu-raguan, karena sekarang ini dalam sistem hukum acara kita itu tidak begitu jelas, berapa lama orang dinyatakan sebagai tersangka. Masa mau jadi tersangka 20 tahun, hukuman saja enggak sampai 20 tahun," papar Yusril. Meski kasus itu dihentikan, kata Yusril, selalu ada kemungkinan bisa dibuka kembali, jika Bareskrim memiliki bukti baru keterlibatan anggota Wantimpres tersebut. "Kalau ada bukti baru kan bisa dibuka kembali kasusnya. Tapi paling tidak ada kepastian hukum untuk orang ini. Bisa-bisa orang dinyatakan sebagai tersangka seumur hidup," pungkas Yusril. Seperti diketahui, selaku Menkes saat itu, Siti diduga telah menyalahgunakan wewenang dengan menunjuk langsung perusahaan rekanan pengadaan alkes bernilai Rp15,5 miliar. Selain Siti, dua anak buahnya juga sudah kena jerat hukum. Yakni mantan Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Kemenkes Mulya Hasjmy dan mantan Ketua Panitia Pengadaan Proyek Alat Kesehatan Tahun Anggaran 2005. Siti belum masuk ke persidangan, karena berkas perkaranya sudah beberapa kali harus bolak-balik di Bareskrim dan Kejaksaan Agung. Alasan Polri, masih ada beberapa hal yang diminta Jaksa, dan harus dipenuhi penyidik untuk melengkapinya. Kabareskrim, Komisaris Jenderal Sutarman, pernah menyatakan, meski bolak-balik berkas perkara, pihaknya tidak akan menghentikan kasus Siti Fadilah.BAB IVPERMASALAHAN DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN DILIHAT DARI KEPASTIAN HUKUM DAN HAK ASASI TERSANGKAEFEKTIVITAS PRA PENUNTUTANKetentuan pasal 110 KUHAP dapat di bandingkan dengan pasal 138 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik, segera mempelajari dan menelitinya, dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik, apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.(1) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.(2) Yang dijelaskan dalam penjelasan pasal ini hanya mengenai arti penuntutan apakah orang dan atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah sesuai ataukah telah memenuhi syarat pembuktian yang dilakukan dalam rangka pemberian petunjuk kepada penyidik.Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa jangka waktu pengembalian berkas yang sudah dilengkapi oleh Penyidik kepada Penuntut Umum maksimal empat belas hari. Namun dalam kasus Siti Fadillah Supari, berkas perkara yang bersangkutan setelah dikembalikan oleh Penuntut Umum kepada Penyidik untuk dilengkapi, telah melebihi 14 hari dan belum juga lengkap dan dikembalikan kepada Penyidik.Dengan demikian dapat dinilai bahwa proses pra penuntutan yang berlangsung di Indonesia kerap kali kurang efisien, sehingga proses penuntutan menjadi semakin lama berlangsung. Tidak efisiennya proses pra penuntutan, memberikan kerugian juga bagi tersangka dimana statusnya menjadi tidak jelas, sedangkan tersangka telah ditahan.PENYELESAIAN PERMASALAHAN PROSES PRA PENUNTUTANBerkaca pada kasus Siti Fadillah Supari, permasalahan dalam proses pra penuntutan kerap terjadi dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Menurut Yusril Ihza Mahendra, selaku kuasa hukum mantan Menteri Kesehatan RI, Siti Fadillah Supari, menyarankan agar Badan Reserse dan Kriminal Polri menghentikan penyidikan (SP3) kasus yang menjerat kliennya. Siti menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanganan kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2005. Namun, hingga saat ini berkas perkaranya bahkan sudah masuk dalam tahap pemeriksaan kembali (P22). Menurutnya, jika penyidik Bareskrim tidak mampu menyelesaikan kasus Siti, sebaiknya penyidikan dihentikan.Yusril Ihza Mahendra menyarankan kepada Bareskrim untuk memberikan kepastian hukum kepada tersangka, karena tidaklah adil jika seseorang menyandang status sebagai tersangka dalam waktu yang lama, bahkan mungkin lebih lama daripada tuntutan yang seharusnya.Oleh karena itu, penyelesaian untuk permasalahan-permasalahan yang timbul dalam proses pra penuntutan belum jelas dasar hukumnya. Namun berdasarkan doktrin tersebut, SP 3 atau penghentian penyidikan dapat dilakukan oleh Bareskrim, demi perlindungan hak tersangka, agar terdapat kepastian hukum mengenai status tersangka.BAB V PENUTUPKESIMPULAN Tahap pra penuntutan dalam proses penyelesaian perkara pidana dianggap kurang efektif sehingga proses penuntutan menjadi semakin lama berlangsung. Tidak efisiennya proses pra penuntutan tentu memberikan kerugian juga bagi tersangka dimana statusnya menjadi tidak jelas, sedangkan tersangka telah ditahan.karena sering kali terjadi adanya bolak-balik berkas antara penyidik ke penuntut umum, untuk itu pihak aparat penegak hukum mengambil langkah-langkah untuk dapat menyelesaikan perkara tersebut dengan cara apabila berkas perkara telah masuk, maka Jaksa yang ditunjuk sebagai peneliti melakukan penelitian terhadap berkas perkara. Bila berkas perkara telah memenuhi syarat formil maupun materil, Jaksa akan menyatakan berkas perkara telah lengkap (P-21), akan tetapi bila ada yang belum lengkap, Jaksa akan memberitahukan kepada penyidik dengan surat (P-18) dan selanjutnya petunjuk dengan surat (P-19).Didalam KUHAP maka pengaturan mengenai pra penuntutan tidak diatur didalam bab tersendiri melainkan terdapat didalam bab tentang penyidikan dan penuntutan (pasal 109 dan pasal 138 KUHAP).Dalam penyelesaian masalah pada proses pra penuntutan maka belum dapat diselesaikan dengan baik karena dasar hukumnya belum jelas sehingga menimbulkan ketidak pastian hukum bagi status tersangka.SARAN1. Perlu adanya kebijaksanaan yang diambil oleh aparat penegak hukum dalam hal prosespenyelesaian perkara pidana pada tahap pra penuntutan guna untuk mencapai keadilan,agar masyarakat para pencari keadilan dapat diperlakukan dengan seadil - adilnya dan hukum yang diterapkan dapat pula berjalan dengan sejujur-jujurnya yang sesuai dengan hati nurani para aparat penegak hukum dengan ketidak adanya ketimpang siuran terhadap penerapan hukum yang diberlakukan.2. Perlunya koordinasi yang kuat antara penyidik dan Jaksa dalam hal menyelesaikan perkarapidana khususnya pada tahap prapenuntutan agar koordinasi tersebut dapat berjalan dengan baik dan memiliki hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat sebagai pencari keadilan. Tidak lebih dari pada itu agar dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan dipengadilan nantinya dapat dinaikkan ke tahap penuntutan.Daftar PustakaEffendy,Marwan. 2005.Kejaksaan Republik Indonesia, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka UtamaSupriadi. 2006.Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta: Sinar GrafikaAbdussalam, R. 2007, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Restu AgungArief, Barda Nawawi.2010. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti.Atmasasmita, Romli. 1996.Sistem Peradilan Pidana, Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionalisme, Bandung : BinaciptaDarwan Prinst, 2002, Hukum Acara Pidana: Dalam Praktik, Jakarta, DjambatanHamzah, Andi. 1991. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.Harahap, M. Yahya. Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika.Kaligis, O.C.2006.Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, Bandung : P.T.Alumni Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung :Alumni.