Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PRAKTIK POLITIK UANG PADA PEMILIHAN
KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG (STUDI
KASUS DI DESA KRIYAN KECAMATAN
KALINYAMATAN KABUPATEN JEPARA)
SKRIPSI
disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh
Shodikin
8111414046
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Maju terus pantang mundur untuk meraih apa yang di inginkan (Penulis)
Seorang pemenang adalah mereka yang terus mau berusaha walaupun
berkali-kali gagal (Penulis)
Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang-orang yang dzalim itu
menjadi pemimpin bagi sebagian mereka disebabkan dosa yang mereka
lakukan (QS.Al-An’am:129)
Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya,dimana
pendusta dipercaya dan orang jujur didustakan,pengkhianat diberi amanah
dan orang yang amanah dikhianati (HR.Al-Hakim)
vii
PERSEMBAHAN SKRIPSI
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, skripsi ini saya persembahkan
untuk :
Kedua orang tua kandung penulis, Bapak Ma’ruf Masyati (Alm)
dan Ibu Mudrikah yang telah membimbing penulis dan
memberikan dukungan penuh secara moril maupun materil serta
kasih sayangnya.
Kedua orang tua angkat penulis, Bapak Alwi dan Ibu Muslimah
yang telah membimbing penulis dan memberikan dukungan penuh
secara moril maupun materil serta kasih sayangnya.
Keluarga besar penulis, yang telah memberikan dukungan dan
nasihat serta semangat kepada penulis.
Kepada kawan-kawan seperjuangan Eka Oktaviani dan
Labiburrohman yang telah gugur menghadap sang pencipta allah
SWT.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah , puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-NYA kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul :”Praktik Politik Uang Pada Pemilihan Kepala Daerah Secara
Langsung (Studi Kasus di Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan
Kabupaten Jepara)” Skripsi diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., sebagai Rektor Universitas
Negeri Semarang.
2. Dr. Rodiyah Tangwun, S.Pd.,S.H.,M.Si. sebagai Dekan Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang.
3. Dr. Martitah M.Hum., sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
4. Rasdi, S.H.,M.H., sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang.
5. Tri Sulistiyono, S.H.,M.H., sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
6. Dani Muhtada, M.ag., M.P.A.,Ph.D, sebagai Ketua Bagian HTN-HAN
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang dan juga sebagai Dosen
ix
Pembimbing penulis yang telah sabar dan ikhlas memberikan
arahan,bimbingan,motivasi dan saran sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
7. Pujiono,S.H.,M.H, selaku Dosen Wali dari penulis yang telah
membimbing dan memberikan saran selama penulis menempuh
perkuliahan.
8. Bapak Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan bekal ilmu.
9. Kedua orang tua kandung penulis, Bapak Ma’ruf Masyati (Alm) dan
Ibu Mudrikah yang telah membimbing penulis dan memberikan
dukungan penuh secara moril maupun materil serta kasih sayangnya,
dan doa mereka selalu menyertai setiap langkah penulis.
10. Kedua orang tua angkat penulis, Bapak Alwi dan Ibu Muslimah yang
telah membimbing penulis dan memberikan dukungan penuh secara
moril maupun materil serta kasih sayangnya, dan doa mereka selalu
menyertai setiap langkah penulis.
11. Keluarga besar penulis, yang telah memberikan dukungan dan nasihat
serta semangat kepada penulis.
12. Pemerintah Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara.
13. Warga Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara yang
telah membantu dalam proses penelitian.
x
14. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang (Fajar Risky Wijaya SH.,Didik Nur Setiawan SH.,Hanang
Hendra Pradana SH., Arin Julianto SH., Alia Afridah SH., Siti
Maesaroh, Ayu Kristina Handayani, Jeslin Eka Putri, Naufal Sebastian,
Ade Septiana, Rifki Arif Rahman, Wulan Puspita sari, Aniek Mona
Utami, Putri Adi Amnesty, Anggi Evita Sari, Annas tasyia Sakila, Edi
Waluyo, Hesti Oktaviana, Nurika Pamungkas, Zulia Dian, Ninik
Yanuarina, Fitriana Chanifah dll) sebagai teman seperjuangan yang
hebat.
15. Teman-teman Rombel 1 Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang Tahun 2014 sebagai rekan yang hebat dan telah berjuang
bersama menunaikan pendidikan Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang.
16. Teman-teman angkatan 2014 Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang sebagai rekan yang hebat dan telah berjuang bersama
menunaikan pendidikan Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Negeri Semarang.
17. Keluarga Besar UKM FIAT JUSTICIA Universitas Negeri Semarang
yang selalu mendukung dan memberi semangat selama ini.
18. Keluarga Besar UKM KEWIRAUSAHAAN FH UNNES yang selalu
mendukung dan memberi semangat selama ini.
19. Teman-teman Kost Wisma Sri Rezeki Lucky-lucky yang selalu
memberikan semangat serta motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
xi
xii
ABSTRAK
Shodikin.2018.Praktik Politik Uang Pada Pemilihan Kepala Daerah Secara
Langsung (Studi Kasus di Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten
Jepara). Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Pembimbing:
Dani Muhtada, M.ag., M.P.A.,Ph.D
Kata Kunci :Politik Uang, Kepala Daerah, Pilkada
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada.
Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.penulis di dalam
penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, metode
pendekatan yuridis sosiologis adalah pendekatan dengan melihat sesuatu
kenyataan hukum didalam masyarakat.Penegakan hukum larangan pemberian
uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih baik dalam pemilihan
umum legislatif maupun pemilihan umum kepala daerah meskipun dalam
prakteknya kasat mata dan bukan lagi merupakan rahasia umum, akan tetapi
penegakan hukumnya terasa sangat lemah, Adapun sanksi bagi mereka yang
melakukan praktik politik uang bisa dilihat di dalam Pasal 187A, 187B, dan Pasal
187C Undang-undang No.10 Tahun 2016.seharusnya hal-hal yang negatif yang
dapat mendorong masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya seperti adanya
praktik politik uang dapat menjadi perhatian dari pihak penegak hukum agar
supaya kedepannya praktik politik uang itu tidak ada dan kehidupan berdemokrasi
di Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara menjadi lebih baik.
ABSTRACT
Since the enactment of Law Number 32 Year 2004 regarding Regional
Government, the regional head is elected directly by the people through the
Election of Regional Head and Deputy Head of Region or abbreviated to Regional
Head Election. Pilkada was first held in June 2005. the author in this thesis
writing using sociological juridical approach, sociological juridical approach
approach is approach by looking at something of legal reality in society.
Enforcement of law prohibition of giving of money or other material to influence
voters both in legislative elections as well as the general election of the regional
head although in practice it is invisible and no longer a public secret, but the
enforcement of the law feels very weak, as for sanctions for those who practice
money politics can be seen in Article 187A, 187B, and Article 187C Law No .10
Year 2016.must negative things that can encourage people to exercise their voting
rights such as the existence of money politics can be the attention of the law
enforcers in order that the future of money politics is not there and democratic life
in the Village Kriyan District Kalinyamatan Kabupaten Jepara for the better.
Keyword: Money Politic, District head, election of regional head
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................ii
PENGESAHAN.................................................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.............................................iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................vi
KATA PENGANTAR.......................................................................................viii
ABSTRAK .........................................................................................................xiii
DAFTAR ISI......................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL..............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1.Latar Belakang ............................................................................................1
1.2.Identifikasi Masalah....................................................................................7
1.3.Pembatasan Masalah ..................................................................................7
1.4.Rumusan Masalah.......................................................................................8
1.5.Tujuan Penelitian........................................................................................8
1.6.Manfaat Penelitian ......................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................10
2.1.Penelitian Terdahulu ..................................................................................10
2.2.Landasan Teori............................................................................................17
2.3.Landasan Konseptual .................................................................................20
2.4.Kerangka Berfikir .......................................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................27
3.1.Pendekatan Penelitian ................................................................................27
xiv
3.2.Jenis Penelitian ............................................................................................29
3.3.Fokus Penelitian ..........................................................................................30
3.4.Lokasi Penelitian .........................................................................................31
3.5.Sumber Data ................................................................................................31
3.6.Teknik Pengambilan Data ..........................................................................33
3.7.Validitas Data ..............................................................................................35
3.8.Analisis Data ................................................................................................36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................38
4.1.Deskripsi Fokus Penelitian .........................................................................38
4.2.Ketentuan Hukum Praktik Politik Uang Pada Pemilihan Kepala
Daerah Secara Langsung..................................................................................42
4.3.Pengaruh Politik Uang Terhadap Demokrasi Lokal di Desa
Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara..................................51
4.3.1.Faktor yang Mempengaruhi Responden Menggunakan Hak Pilihnya
.............................................................................................................................56
4.3.2.Pengaruh Politik Uang Terhadap Keterpilihan Calon Kepala Daerah
.............................................................................................................................60
BAB V PENUTUP.............................................................................................65
5.1.Simpulan ......................................................................................................65
5.2.Saran.............................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................69
LAMPIRAN - LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ............................................................................15
Tabel 4.1. Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Umum Kepala Daerah Bupati
dan Wakil Bupati Jepara Tahun 2017 ...................................................................54
Tabel 4.2. Jenis Kelamin Responden ....................................................................55
Tabel 4.3. Tingkat Pendidikan Responden ...........................................................56
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Lampiran 2 Lampiran Foto-foto Pengambilan Data Kuesioner
Lampiran 3 Lampiran Foto Permohonan Izin ke Pemerintah Desa Kriyan
Lampiran 4 Lampiran Instrumen Penelitian
Lampiran 5 Lampiran Hasil Jawaban Dari Kuesioner
Lampiran 6 Lampiran Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7 Lampiran Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan
Umum Kepala Daerah
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada
pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Berlakunya undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai pengganti undang-undang Nomor 22 tahun
1999 membawa perubahan yang cukup mendasar. Salah satu perubahan
yang sangat signifikan dan mendasar adalah perubahan pada sistem
pemilihan kepala daerah (pilkada). Jika dalam undang-undang Nomor 22
tahun 1999, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam undang-undang Nomor 32 tahun 2004, Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh masyarakat daerah tersebut
(Rosidin,2010:110)
2
Dalam pasal 56 ayat (1) undang-undang Nomor 32 tahun 2004
disebutkan, “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu
pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Senada dengan pasal ini
adalah pasal 24 ayat (5) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 yang
menyatakan, “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat didaerah yang bersangkutan. Sementara dalam
ketentuan yang lama berdasarkan pasal 40 ayat (1) Undang-undang Nomor
22 tahun 1999 “Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
dilaksanakan secara langsung, bebas, jujur dan adil”.
Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait
pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DPR-RI pada
tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah
dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD.
Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226
anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang,
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai
Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra
berjumlah 32 orang (Jawa Pos 27 September 2014).
3
Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa.
Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur di bidang "pembangunan"
demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan
itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain, Pemilukada
tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip
yang harus digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak
langsung nanti ternyata menyenangkan rakyat) adalah: Pertama,
Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang. Kedua,
Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua
hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada
secara langsung, tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai
warga negara) hak pilihnya tetap ada (Jawa Pos 27 September 2014).
Pada awalnya, terkesan ganjil jika pemilihan presiden dan wakil
presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat. Demikian juga, di desa
yang sudah lama dilaksanakan pemilihan kepala desa secara langsung oleh
masyarakatnya, sedangkan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah tidak dipilih secara langsung oleh masyarakat setempat. Inilah
salah satu alasan yang mendorong terjadinya perubahan sistem atas
pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dari tidak
langsung menjadi langsung, disamping pengalaman atas praktik pemilihan
kepala daerah yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dapat menimbulkan ketidakstabilan pemerintahan daerah. Kenyataan ini
4
disebabkan pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah bergantung
pada perimbangan partai politik di DPRD (Rosidin, 2010:111).
Pada setiap tahapan pilkada tersebut MK mencatat bahwa
pelanggaran paling banyak didalilkan pada pemeriksaan persidangan di
MK yaitu politik uang. Pelanggaran ini dapat terjadi disemua tahap,
bahkan sebelum dimulainya tahap pendaftaran pasangan bakal calon.
Politik uang terjadi setidaknya dengan memanfaatkan program-program
yang dibiayai oleh anggaran negara (APBD) untuk membentuk
masyarakat bahwa keberhasilan program itu adalah jasa orang tertentu
yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Program hibah atau
bantuan direkayasa sedemikian rupa agar masyarakat melihat bahwa hibah
atau bantuan tersebut adalah kemurahan hati dari bakal calon tertentu
(Gaffar, 2012:89).
Disamping itu, pasangan calon memberikan bantuan kepada
organisasi atau kelompok masyarakat,termasuk memberikan sejumlah
uang atau barang dengan permintaan untuk memilih pasangan calon
tertentu.
Ekses semacam ini sungguh memperihatinkan dan merusak prinsip
demokrasi dan sendi-sendi negara hukum yang akibatnya merugikan masa
depan otonomi daerah, karena yang menjadi kepala daerah dan wakil
kepala daerah adalah seseorang pejabat yang diproduk dari latar belakang,
prosedur dan visi yang tidak fair dan tidak didasarkan pada kriteria
5
objektif untuk sebagai pemimpin publik yang berkualitas baik moral,
pengetahuan, pengalaman, kemampuan maupun komitmennya terhadap
kepentingan rakyatnya.
Disisi lain, ada juga yang mensinyalir bahwa dengan pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah langsung oleh rakyat ternyata
membutuhkan kost atau biaya yang tinggi. Apalagi dengan jumlah
penduduk dan luas wilayah masing-masing daerah yang sulit yang
dijangkau dalam satu hari dan tingkat pendapatan atau ekonomi
masyarakat yang relatif rendah dan masih banyak yang menganggur tentu
lahan yang sangat subur untuk bermain kotor dengan politik uang dalam
proses pemilihan kepala daerah.
Akibatnya secara hukum ekonomi bahwa dengan biaya politik
yang demikian tinggi akan mendorong bagi yang terpilih untuk untuk
berupaya bagaimana kost atau biaya tersebut akan cepat kembali, pada
umumnya para kepala daerah dan wakil kepala daerah berupaya pada
tahun pertama,kedua, dan ketiga mencari peluang termasuk mengatur dan
melakukan lobbi kepada para anggota panitia anggaran di DPRD agar pos-
pos belanja kepala daerah dan wakil kepala daerah di perbesar (Juanda,
2008:382).
6
Sebagus apapun sebuah negara yang ditata secara demokratis,tidak
akan dianggap benar-benar demokratis manakala pemimpin-pemimpinnya
tidak dipilih secara bebas oleh rakyatnya sendiri. Pemilihan selalu
dijadikan tolak ukur untuk menentukan sebuah negara demokratis atau
tidak. Demokrasi memang tidak semata-mata ditentukan oleh ada tidaknya
pemilihan oleh rakyat atas pemimpin-pemimpinnya. Pemilihan
memerlukan perangkat lain untuk mendukung proses pemilihan (Huda,
2013:204).
Secara umum dikatakan bahwa pemilihan kepala daerah secara
langsung itu lebih demokratis. Setidaknya ada dua alasan mengapa
gagasan pemilihan langsung dianggap perlu. Pertama, untuk lebih
membuka pintu bagi tampilnya kepala daerah yang sesuai dengan
kehendak mayoritas rakyat sendiri. Kedua untuk menjaga stabilitas
pemerintahan agar tidak mudah dijatuhkan ditengah jalan. Praktik selama
berlaku UU No. 22 Tahun 1999 menunjukkan bahwa pilihan DPRD
seringkali berseberangan dengan kehendak mayoritas rakyat di daerah.
Oleh karena itu penulis tertarik mengkaji permasalahan tersebut
dan mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul:
“PRAKTIK POLITIK UANG PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH
SECARA LANGSUNG (STUDI KASUS DI DESA KRIYAN
KECAMATAN KALINYAMATAN KABUPATEN JEPARA)”
7
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, mengenai praktik politik
uang pada Pemilihan Kepala Daerah secara langsung (Studi Kasus di Desa
Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara) teridentifikasi
permasalahan sebagai berikut:
a. Sistem pendistribusian praktik politik uang didalam proses Pemilihan
Kepala Daerah di Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten
Jepara.
b. Asal-usul dana untuk melakukan praktik politik uang pada setiap
pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Bupati maupun Gubernur di
Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara.
c. Pengaruh politik uang pada kebebasan memilih Calon Kepala Daerah
dalam proses Pemilihan Kepala Daerah di Desa Kriyan Kecamatan
Kalinyamatan Kabupaten Jepara.
1.3.Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mempersempit ruang lingkup permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut,
pembatasan masalah tersebut yaitu :
1. Praktik politik uang yang dimaksud disini adalah praktik politik
uang yang berupa pemberian uang dan sembako.
2. Praktik politik uang didalam pemilihan kepala daerah secara
langsung mengacu yang ada didalam Undang-undang No. 10
Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah, Undang-
8
undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
Undang-undang No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-undang No.23 Tahun 2016 Tentang
Pemerintahan Daerah.
1.4.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penyusun sampaikan dua
hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana ketentuan hukum praktik politik uang dalam proses
pemilihan kepala daerah?
2. Bagaimana pengaruh politik uang terhadap demokrasi lokal di Desa
Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara?
1.5.Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok penelitian di atas,penelitian ini bertujuan sebagai
berikut:
1. Bagaimana sistem pelaksanaan praktik politik uang di Desa Kriyan
Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara.
2. Mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi masyarakat gampang
menerima praktik politik uang.
9
1.6.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan penulis didalam penelitian ini adalah:
1.6.1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan memberikan manfaat pengembangan pada ilmu Hukum Tata
Negara khususnya mengenai permasalahan politik uang didalam
setiap gelaran pemilihan kepala daerah Bupati maupun Gubernur di
Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara.
1.6.2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
dan gambaran bagi para penegak hukum, Komisi Pemilihan Umum
Daerah (KPUD) Kabupaten Jepara dan Badan Pengawas Pemilu
(BAWASLU) Kabupaten Jepara, dalam upaya pemberantasan
politik uang dalam setiap gelaran Pemilihan Kepala Daerah di
Kabupaten Jepara khususnya diwilayah Desa Kriyan Kecamatan
Kalinyamatan Kabupaten Jepara dengan tetap mengacu pada
koridor hukum yang berlaku.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Penelitian Terdahulu
Praktik Politik Uang pada dasarnya merupakan suatu tindakan
yang mencederai demokrasi dan menimbulkan permasalahan
kompleks, baik itu sebelum terjadinya proses Pemilihan Kepala
Daerah maupun sesudah terjadinya proses Pemilihan Kepala Daerah
seperti terjadinya tidak pidana korupsi yang dilakukan seoranng kepala
daerah dengan alih-alih balik modal atas apa yang dikeluarkannya
pada saat kampanye, Politik uang merupakan suatu bentuk pemberian
atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan
haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan
cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan
menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk
pelanggaran kampanye.
Oleh karena itu beberapa peneliti melakukan penelitian tentang
praktik politik uang dalam Pemilu, Pilkada maupun Pilkades beberapa
diantarnya adalah Dedi Irawan (2015) dengan judul penelitian “Studi
Tentang Politik Uang (Money Politics) Dalam Pemilu Legislatif Tahun
2014 (Studi Kasus di Kelurahan Sempaja Selatan), peneliti
menyimpulkan bahwa di dalam Pemilu Legislatif yang merujuk pada
bentuk-bentuk politik uang (money politics) yang beragam, politik
uang berbentuk uang dan fasilitas umum. Dari bentuk-bentuk politik
11
uang juga membahas strategi atau pola yang digunakan dalam praktik
politik uang, strategi atau pola yang digunakan adalah serangan fajar
dan mobilisasi massa, strategi ini banyak digunakan untuk
mempengaruhi massa di Kelurahan Sempaja Selatan Kota Samarinda,
Kalimantan Timur.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis adalah di dalam penelitian ini lebih fokus pada
meneliti tentang Studi politik uang (money politics) dalam pemilu
legislatif yang merujuk pada bentuk-bentuk politik uang (money
politics) yang beragam. Politik uang (money politics) berbentuk uang
dan berbentuk fasilitas umum, dan juga di dalam penelitian ini
membahas tentang strategi yang dilakukan oleh para calon legislatif
dalam pemilu 2014 dalam mempengauhi para pemilih.
Ananta Bagus Perdana (2014) juga melakukan penelitian yang
subjeknya politik uang, peneliti menyimpulkan dalam penelitiannya
yang berjudul “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Money
Politics yang Dilakukan Para Calon Legislatif Pada Pemilu 2014
(Studi Kasus di Wilayah Hukum Surakarta)” bahwa secara langsung
praktik Money Politics dapat berupa uang atau barang, pada
kenyataannya money politics dalam bentuk uang yang paling sering
dilakukan para Calon Legislatif, money politics secara langsung dapat
berbentuk pembayaran tunai dari tim sukses, money politics secara
tidak langsung bisa berbentuk pembagian hadiah atau doorprize,
12
pembagian sembako dan dana bantuan secara individual atau
kelompok, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya money politics
adanya keinginan seseorang untuk menjadi penguasa dan memiliki
kekuasaan dan sikap masyarakat yang mau menerima pemberian dari
salah seorang calon serta partisipasi dari masyarakat yang menolak
money politics itu kurang.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis adalah di dalam penelitian ini lebih fokus pada:
(1) Bentuk-bentuk money politics yang dilakukan oleh calon legislatif di
Surakarta pada Pemilu 2014:
(a) secara langsung praktik money politics dapat berupa uang atau
barang. Pada kenyataannya money politics dalam bentuk uang yang
paling sering dilakukan oleh para caleg. Money politics secara
langsung dapat berbentuk pembayaran tunai dari "tim sukses"
(b) Money politics secara tidak langsung bias berbentuk pembagian
hadiah atau doorprize, pembagian sembako, dan dana bantuan secara
individual atau kelompok.
(2) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya money politics, Adanya
keinginan sesorang untuk menjadi anggota dewan, ingin memiliki
kekuasaan, dan sikap masyarakat yang menerima pemberian dari caleg,
serta partisipasi masyarakat menolak money politics kurang.
(3) Realita penanganan kasus praktik money politics dalam Pemilu legislatif
2014 di Surakarta tidak dapat ditindaklanjuti karena kurangnya bukti.
13
(4) Kendala-kendala yang ditemui dalam penegakan hukum pada kasus
praktik money politics Pemilu legislatif 2014 di Surakarta dari undang-
undang, panwaslu kesulitan menemukan bukti, dan kurang partisipasi
masyarakat.
Mohamad Amanu (2015) juga melakukan penelitian yang subjeknya
politik uang, peneliti menyimpulkan dalam penelitiannya yang berjudul
“Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Kasus di Desa Jatirejo
Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri) bahwa dari hasil penelitian ini
dapat ditemukan bukti bahwa praktik politik uang dalam pemilihan kepala
desa dilakukan oleh expert agen (kandidat calon kepala desa, tim sukses)
dan lay agen yaitu pemilih selain tim sukses. Adapun cara yang dilakukan
oleh agen dalam praktik politik uang yaitu melalui kegiatan kampanye.
Sedangkan wujud dari politik uang sebagai sarana antara interaksi pada
expert agen dan lay agen berupa uang tunai, barang dan pemberian janji-
janji politik seperti pembangunan infrastruktur dan ziarah wali lima.
Dalam melakukan tindakan praktik politik uang maupun partisipasi dalam
kontestasi pemilihan kepala desa, setiap agen memiliki motivasi yang
berbedabeda. Diantaranya yaitu motivasi atas penghargaan, motivasi atas
aktualisasi diri dan motivasi atas kebutuhan sosial. Secara teoritis motivasi
atas penghargaan dan aktualisasi diri termasuk dalam bentuk kesadaran
diskursif, sedangkan motivasi atas kebutuhan sosial merupakan bentuk
kesadaran praktis agen. Sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa setiap tindakan agen dalam kontestasi pemilihan kepala desa
14
mencerminkan motif yang mengarah pada kepentingan-kepentingan
individu ataupun kepentingan kelompok sebagai rasionalitas atas tindakan
yang dilakukan.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis adalah di dalam penelitian ini lebih fokus pada Penelitian
mengenai politik uang pada pemilihan kepala desa di Desa Jatirejo
Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri.
Di dalam penelitian ini bahwa penulis meneliti tentang praktik politik
uang dalam pemilihan desa di Desa Jatirejo Kecamatan Banyakan
Kabupaten Kediri di mana di dalam praktiknya pelaku politik uang atau
calon kepala desa menggunakan strategi menjanjikan wisata ziarah
kepada calon pemilihnya agar pada saat hari pemilihan memilih calon
tetentu.
15
Tabel 2.1.Penelitian Terdahulu
No. Judul Penulis Hasil Pembaruan
1. Studi Tentang
Politik Uang (Money
Politics) Dalam
Pemilu Legislatif
Tahun 2014 (Studi
Kasus di Kelurahan
Sempaja Selatan)
Dedi Irawan Hasil dari penelitian ini
bahwa di dalam Pemilu
Legislatif yang merujuk
pada bentuk-bentuk
politik uang (money
politics) yang beragam,
politik uang berbentuk
uang dan fasilitas umum.
Dari bentuk-bentuk
politik uang juga
membahas strategi atau
pola yang digunakan
dalam praktik politik
uang, strategi atau pola
yang digunakan adalah
serangan fajar dan
mobilisasi massa, strategi
ini banyak digunakan
untuk mempengaruhi
massa di Kelurahan
Sempaja Selatan Kota
Samarinda Kalimantan
Timur.
Bahwa di
penelitian penulis
lebih fokus
meneliti besaran
uang dan
pengaruh dari
politik uang di
Pemilihan Kepala
Daerah Secara
Langsung.
16
2. Penegakan Hukum
Terhadap Tindak
Pidana Money
Politics yang
Dilakukan Para
Calon Legislatif
Pada Pemilu 2014
(Studi Kasus di
Wilayah Hukum
Surakarta)
Ananta
Bagus
Perdana
Praktik Money Politic
yang terjadi di Wilayah
Hukum Kota Surakarta
pada Pemilu 2014,
berupa berbentuk
pembayaran tunai dari
tim sukses dan juga
pembagian hadiah atau
doorprize dan juga
pembagian sembako
secara individual.
Di penelitian
penulis, penulis
memperoleh data
bahwa praktik
politik uang di
Desa Kriyan
Kecamatan
Kalinyamatan
Kabupaten Jepara
kebanyakan
hanya berupa
pembagian uang
secara individu
sejumlah antara
Rp.20.000 –
Rp.50.000
3. Politik Uang dalam
Pemilihan Kepala
Desa (Studi Kasus di
Desa Jatirejo
Kecamatan
Banyakan
Kabupaten Kediri)
Mohamad
Amanu Di dalam penelitian
tersebut di temukan bukti
bahwa praktik politik
uang dalam pemilihan
kepala desa dilakukan
oleh expert agen
(kandidat calon kepala
desa, tim sukses) dan lay
agen yaitu pemilih selain
tim sukses. Adapun cara
yang dilakukan oleh agen
dalam praktik politik
uang yaitu melalui
kegiatan kampanye.
Bahwa di dalam
penelitain penulis
praktik politik
uang dilakukan
secara terstruktur
dan sistematis
yang dilakukan
oleh kandidat
calon kepala
daerah dan tim
suksesnya sebagai
penghubung
langsung yang
terjun ke
masyarakat.
17
2.2.Landasan Teori
2.2.1. Negara Hukum
Utrecht membedakan antara negara hukum formil atau negara
hukum klasik, dan negara hukum materiil atau negara hukum
modern. Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum
yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan
perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu negara
hukum materiil yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian
keadilan didalamnya (Jurdi, 2016:19).
Konsep tentang negara hukum mengalami pertumbuhan
menjelang abad XX yang ditandai dengan lahirnya konsep negara
hukum modern (Welfare State), dimana tugas negara sebagai
penjaga malam dan keamanan mulai berubah. Konsepsi
nachwachterstaat bergeser menjadi welfarestate. Negara tidak
boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat,
sehingga kesejahteraan bagi segenap warganya terjamin. (Jurdi,
2016:20).
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, “Negara Indonesia adalah Negara
Hukum”, yang menganut desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan, sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 18 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
18
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota,
yang tiap-tiap Provinsi,Kabupaten dan Kota mempunyai
pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Sebagai
negara hukum, setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan
haruslah berdasarkan pada hukum yang berlaku (wetmatigheid van
bestuur). Sebagai negara yang menganut desentralisasi
mengandung arti bahwa urusan pemerintahan itu terdiri atas urusan
pemerintahan pusat dan urusan pemerintahan daerah. Artinya ada
perangkat pemerintah pusat dan ada perangkat pemerintah daerah,
yang diberi otonomi yakni kebebasan dan kemandirian untuk
mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerah (Ridwan HR,
2013:17).
2.2.2. Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari
dua kata yaitu, Demos yang berarti rakyat dan cratein yang berarti
memrintah. Dengan demikian, demokrasi secara terminologi
berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
(Juanda, 2008:16).
Sejalan dengan itu, Hans Kelsen (Juanda, 2008:16)
menjelaskan “that all power should be exercised by one collegiate
organ the members of which are elected by the people and which
should be legally responsible to the people” (bahwa semua
kekuasaan harus dilaksanakan oleh satu organ kolegal yang para
19
anggotanya dipilih oleh rakyat dan secara hukum harus
bertanggung jawab kepada rakyat).
Ditinjau dari sejarahnya konsep demokrasi mula-mula berasal
dari eropa, yaitu dari negara kota Yunani dan Athena (450 SM dan
350 SM). Konsep tersebut terus berkembang, sekaligus menjadi
pilihan yang cukup menjanjikan bagi banyak negara, khususnya
setelah perang dunia II. Melihat pertumbuhannya, demokrasi terus
berkembang, sehingga tepat apa yang dikemukakan Bagir Manan
bahwa demokrasi merupakan suatu fenomena yang tumbuh, bukan
suatu penciptaan. Oleh karena itu, praktik disetiap negara tidak
selalu sama. Walaupun demikian, sebuah negara dapat dikatakan
demokrasi paling tidak memenuhi unsur-unsur yaitu:
1. Ada kebebasan untuk membentuk dan menjadi anggota
perkumpulan;
2. Ada kebebasan menyatakan pendapat;
3. Ada hak untuk memberikan suara dalam pemungutan
suara;
4. Ada kesempatan untuk dipilih atau menduduki berbagai
jabatan pemerintah atau negara;
5. Ada hak bagi para aktivis politik berkampanye untuk
memperoleh dukungan atau suara;
6. Terdapat berbagai sumber informasi;
7. Ada pemilihan yang bebas dan jujur;
20
8. Semua lembaga bertugas merumuskan kebijakan
pemerintah, harus bergantung pada keinginan rakyat.
Dari delapan unsur tersebut, ada beberapa hal yang pokok
untuk medapat perhatian dalam kaitannya dengan pemberdayaan
kedaulatan rakyat di indonesia, antara lain; mendapat kesempatan
yang sama untuk dipilih atau menduduki berbagai jabatan
pemerintahan negara, pemilihan yang bebas dan jujur dan semua
lembaga yang ada dalam merumuskan kebijaksanaan pemerintah
harus bergantung pada keinginan rakyat (Juanda, 2008:18).
2.3.Landasan Konseptual
2.3.1. Pemilihan Umum Kepala Daerah
Pemilukada merupakan sarana manifestasi kedaulatan dan
pengukuhan bahwa pemilih adalah masyarakat didaerah.
Pemilukada juga memiliki tiga fungsi penting dalam
penyelenggaraan pemrintahan daerah. Pertama, memiliki kepala
daerah sesuai dengan kehendak bersama masyarakat didaerah
sehingga ia diharapkan dapat memahami dan mewujudkan
kehendak masyarakat di daerah. Kedua, melalui pemilukada
diharapkan pilihan masyarakat didaerah didasarkan pada visi,misi,
program serta kualitas dan integritas calon kepala daerah, yang
sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di
daerah.
21
Ketiga, pemilukada merupakan sarana pertanggungjawaban
sekaligus sarana evaluasi dan kontrol publik secara politik terhadap
seorang kepala daerah dan kekuatan politik yang menopang.
Melalui pemilukada, masyarakat didaerah dapat memutuskan
apakah akan memperpanjang atau menghentikan mandat seorang
kepala daerah,juga apakah organisasi politik penopang masih dapat
dipercaya atau tidak. Oleh karena itu, sebagai bagian dari pemilu,
pemilukada harus dilaksanakan secara demokratis sehingga betul-
betul dapat memenuhi peran dan fungsi tersebut (Gaffar, 2012:85).
2.3.2. Pemerintahan Daerah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia.(Pasal 1 angka 2 Undang-undang
No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah)
Ditinjau dari isi wewenang, pemerintahan daerah otonom
menyelenggarakan dua aspek otonomi. Pertama, otonomi penuh,
yaitu semua urusan dan fungsi pemerintahan yang menyangkut isi
substansi ataupun tata cara penyelenggaraannya (otonomi). Kedua,
otonomi tidak penuh, yaitu daerah hanya menguasai tata cara
22
penyelenggaraan, tetapi tidak mengetahui isi pemerintahannya.
Urusan ini sering disebut dengan tugas pembantuan.
Ditinjau dari lingkungan jabatan, pemerintah pusat mewakili
cakupan wewenang atau kekuasaan yang lebih luas,sedangkan
pemerintahan daerah otonom hanya menyelenggarakan fungsi
pemerintahan dibidang eksekutif atau secara lebih
tepat,menyelenggarakan administrasi negara dan fungsi
pemerintahan dibidang legislatif di daerah. Sementara
pemerintahan pusat, selain dibidang eksekutif dan legislatif,juga
menyelenggarakan fungsi pemerintahan lain yang tidak dibagi
dengan pemerintahan daerah otonom, seperti pemerintahan yang
dijalankan MPR, BPK, atau kekuasaan kehakiman. Kekuasaan
pemerintahan pusat yang lebih luas itu sebenarnya dapat dibedakan
antara kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan dan kekuasaan
penyelenggaraan negara, yaitu yang dilakukan atas nama negara.
Kekuasaan ini tidak dimiliki daerah otonom (Rosidin, 2010:23).
2.3.3. Politik Uang
Money politic dalam Bahasa Indonesia adalah suap, arti suap
dalam buku kamus besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok.
Suap dalam bahasa arab adalah rishwah atau rushwah,yang yang
berasal dari kata al-risywah yang artinya sebuah tali yang
menyambungkan sesuatu ke air.
23
Menurut pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia,
Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic sangat jelas, yakni
mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Yusril
mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Indra Ismawan kalau
kasus money politic bisa di buktikan, pelakunya dapat dijerat
dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan. Tapi kalau
penyambung adalah figur anonim (merahasiakan diri) sehingga
kasusnya sulit dilacak, tindak lanjut secara hukum pun jadi kabur.
Secara umum money politic biasa diartikan sebagai upaya untuk
mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan
tertentu. Ada yang mengartikan money politic sebagai tindakan
jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan.
(Istianahni.2006)
2.3.4. Hak Pilih
Hak pilih adalah hak individu untuk turut serta dalam
prosedur pemilihan dengan jalan memberikan suaranya. Dalam
konteks lain kita telah mengkaji pertanyaan dibawah kondisi-
kondisi apa hak memberikan suara adalah suatu hak menurut
pengertian teknis dari istilah tersebut. Fakta bahwa hak pilih adalah
sebuah fungsi rakyat untuk membentuk organ-organ penting
negara bukan tidak sesuai dengan pelaksanaannya sebagai suatu
hak menurut pengertian teknis dari istilah tersebut, tetapi mungkin
timbul pertanyaan apakah dianjurkan untuk menyerahkan
24
pelaksanaan fungsi vital ini kepada kebijaksanaan bebas warga
negara, yang mana terjadi bila hak pilih ini adalah sebuah hak. Jika
fungsi pemilihan dipandang sebagai kondisi penting dalam
kehidupan negara, pemberian suara harus merupakan kewajiban
warga negara, kewajiban hukum, dan bukan hanya kewajiban
moral, dan itu berarti memberikan sanksi yang harus dilaksanakan
terhadap warga negara yang tidak melaksanakan fungsi pemberian
suara seperti diharuskan oleh hukum (Kelsen, 2014:414).
2.3.5. Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak wewenang dan
kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Rosidin, 2010:85).
Secara prinsipil terdapat dua hal yang tercakup dalam
otonomi,yaitu hak wewenang untuk memanejemeni daerah, dan
tanggung jawab terhadap kegagalan dalam memanajemeni
daerahnya tersebut. Adapun daerah dalam arti Local State
Government adalah pemerintah didaerah yang merupakan
kepanjangan tangan dari pemerintah pusat.
Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan akan lebih
mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah
pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintah
daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam
25
membuka peluang memajukan daerah tanpa intervensi dari pihak
lain, yang disertai dengan pertanggungjawaban publik (masyarakat
daerah), serta pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat,
sebagai konsekuensi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam negara kesatuan (unitarisme), otonomi daerah ini diberikan
oleh pemerintah pusat (central government), sedangkan pemerintah
daerah hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat.
Berbeda halnya dengan otonomi daerah dinegara federal, yang
otonomi daerah telah melekat pada negara-negara bagian sehingga
urusan yang dimiliki oleh pemerintah federal pada hakikatnya
adalah urusan yang diserahkan oleh negara bagian (Rosidin,
2010:86).
2.3.6. Undang undang
1) Undang-undang No. 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala
Daerah;
2) Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
3) Undang-undang No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
Daerah; dan
4) Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
26
2.4.Kerangka Berfikir
2. , Pancasila
Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945
Pasal 22 E Undang-undang Dasar 1945
Uu No.10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah
Praktik politik uang didalam pemilihan
kepala daerah secara langsung di Desa
Kriyan Kecamatan Kalinyamatan
Kabupaten Jepara
Pengaruh yang timbul pada praktik politik
uang di Desa Kriyan Kecamatan
Kalinyamatan Kabupaten Jepara
Strategi dalam memengaruhi pemilih
dengan menggunakan sistem politik
uang
Supremasi hukum
1. Yuridis
Sosiologis
2. Sumber data
primer
dokumentasi,
kuisioner,
wawancara.
3. Sumber data
sekunder studi
kepustakaan,
buku atau
literatur,
peraturan
undang-undang
4. Sumber data
tersier
Landasan Teori
1. Negara Hukum
2. Demokrasi
65
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Praktik Politik Uang Pada
Pada Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung (Studi Kasus di
Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara) dapat di
simpulkan bahwa :
1. Praktik Politik Uang Pada Pada Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung mempunyai kedudukan hukum sesuai dengan
ketentuan pasal 73 ayat 2, 73 ayat 4, 187 A, 187 B, dan 187 C
Undang-undang No 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan umum
Kepala daerah, bahwa sesuai dengan ketentuan pasal-pasal
tersebut adanya sanksi hukuman pidana dan juga sanksi
administrasi yang sudah jelas di dalam aturan tersebut dan
harus dilaksanakan oleh pihak yang berwenang dalam hal ini
Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dan juga dari pihak
Kepolisian untuk menindak setiap kecurangan praktik politik
uang di dalam kontestasi Pemilihan Umum Kepala Daerah.
66
2. Pengaruh praktik politik uang di dalam Pemilihan Umum
Kepala Daerah di Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan
Kabupaten Jepara yang menggunakan praktik politik uang
tidak terbukti atau pasti pasangan calon Kepala Daerah
memenangi dan terpilih menjadi Kepala Daerah atau
setidaknya memenangi proses pemilihan di Desa Kriyan
Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara, karena warga
masyarakat di Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan
Kabupaten Jepara belum tentu memilih pasangan calon yang
memberikan imbalan kepada para calon pemilih, hal ini
mungkin saja disebabkan oleh tingkat pendidikan warga
masyarakat yang sudah cukup tinggi untuk ukuran sebuah desa
dimana kebanyakan dari warganya adalah lulusan atau tamatan
Sekolah Menengah Atas (SMA).
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti
maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat
Masyarakat seharusnya berfikir lebih dewasa dalam
menentukan pilihannya sesuai dengan hati nurani bukan
memilih berdasarkan jumlah uang yang diterimanya atau baru
67
memilih datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) setelah
mendapatkan uang dari salah satu atau semua pasangan calon
kepala daerah, dengan masyarakat yang masih mau menerima
imbalan dari Pasangan Calon ini juga akan membuat praktik
politik uang akan tumbuh subur dan tidak menutup
kemungkinan membuat Pasangan Calon yang terpilih akan
melakukan Praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
2. Bagi Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)
Bawaslu sebagai pengawas pemilihan kepala daerah
seharusnya lebih ketat mengawasi dan lebih tegas memberikan
sanksi sesuai Undang-undang yang berlaku kepada calon
kepala daerah yang mempraktekan praktik politik uang pada
pemilihan kepala daerah secara langsung, guna tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang ada di
masyarakat.
3. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kpu sebagai penyelenggara pemilihan umum seharusnya
membuat pemilu yang benar-benar jujur tanpa adanya praktik-
praktik kotor di dalam prosesi pemilihan seperti praktik politik
uang dan adanya sanksi tegas dari KPU itu sendiri terhadap
calon kepala daerah yang masih mempraktikan praktik politik
uang.
68
4. Pembentuk Undang-undang
Pembentuk Undang-undang seharusnya lebih bijak dalam
membuat norma Undang-undang sehingga tidak akan ada
praktik curang politik uang, pembentuk Undang-undang harus
dapat menjamin konstitusionalisme demokrasi yang
berkeadilan.
69
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Amiruddin dan Zainal Asikin. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum.
Jakarta:PT Raya Grasindo Persada.
Ashshofa, Burhan. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta:Rineka Cipta.
Busroh, Abu Daud. 2010. Ilmu Negara. Jakarta:Bumi Aksara.
Gaffar,Janedjri M. 2012. Politik Hukum Pemilu. Jakarta:Konstitusi Press
(KONPRESS).
Huda,Ni’matul. 2013. Otonomi Daerah Filosofi,Sejarah Perkembangan dan
Problematika. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
HR,Ridwan. 2013. Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Jakarta:Rajawali
Pers.
Juanda. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan
Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah. Bandung:PT Alumni.
Jurdi,Fajlurrahman. 2016. Teori Negara Hukum. Malang:Setara Press.
Kelsen,Hans. 2014. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Bandung:Nusa
Media.
MD, Moh Mahfud. 2014. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta:Rajawali Pers.
MD, Moh Mahfud. dkk. 2012. Demokrasi Lokal Evaluasi Pemilukada di
Indonesi. Jakarta:Konstitusi Press (KONPRESS).
Moleong, J Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rahardjo,Satjipto. 2012. Ilmu Hukum. Bandung:Citra Adi Bakti.
70
Ramses M,Andy dan Bakry,La. 2009. Pemerintahan Daerah di Indonesia.
Jakarta: Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI).
Rosidin,Utang. 2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi dilengkapi Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan Perubahan-perubahannya.
Bandung:CV Pustaka Setia.
Santoso,Agus.2013. Menyingkap Tabir Otonomi Daerah di Indonesia.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Sodikin.2014.HUKUM PEMILU Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan.
Bekasi:Gramata Publising.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No. 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah
Undang-undang No.23 Tahun 2016 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
INTERNET
Gufroni.(n.d).Politik Uang Dalam Perspektif Tindak Pidana
Pemilu.http://ayobanten.net/politik-uang-dalam-perspektif-tindak-pidana-
pemilu/.diakses pada 17 Februari 2018 Pukul 23.15 WIB
71
Jawa Pos.(2014).Penolakan Pilkada Oleh DPRD
Meluas.http://www2.jawapos.com/baca/artikel/7483/penolakan-pilkada-oleh-
dprd-meluas.diakses pada 4 Desember 2017 Pukul 02.00 WIB
Nasution, Edi.(2013).Perselingkuhan Antara Politik dan Uang (Money Politics)
mencederai Sistem Demokrasi.
http://www.ppatk.go.id/files/Perselingkuhanantarapolitikdanuangmenciderais
istemdemokrasi_paper_edi_17Desember20130.pdf. diakses pada 14 Februari
2018 Pukul 00.17 WIB
JURNAL
Fitriyah.2015.Cara Kerja Politik Uang (Studi Kasus Pilkada dan Pilkades di
Kabupaten Pati.POLITIKA.Volume 2 (No.2).101-111.
Irawan, Dedi.2015.Studi Tentang Politik Uang (Money Politics) dalam Pemilu
Legislatif Tahun 2014 (Studi Kasus di Kelurahan Sempaja Selatan.eJournal
Il,u Pemerintahan.Volume III (Nomor 4).1725-1738.
Negara, Purnawan D dan Agus Sudaryanto.2010.Kebijakan Formulatif Tentang
Tindak Pidana Pilkada dalam Perspektif Pemilihan Kepala Daerah yang
Demokratis dan Transparan.Jurnal Konstitusi. Volume III (No.1).97-126.
Sugiharto, Imawan.2016.Rekonstruksi Penegakan Hukum Politik Uang Dalam
Pemilihan Kepala Daerah Berbasis Hukum Progresif.Jurnal Pembaharuan
Hukum.Volume III (No.4):109-126.